LAMPIRAN
44
Lampiran 1. Struktur organisasi badan POM RI
KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
SEKRETARIAT UTAMA : 1. 2. 3. 4.
INSPEKTORAT
Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional
Deputi I Bidang Pengawasan Produk Terapeutik dan NAPZA 1. Dit. Penilaian Obat dan Produk Biologi 2. Dit. Penelaian Alat Kesehatan, Produk Diagnostik, dan PKRT 3. Dit. Standardisasi Produk Terapeutik 4. Dit. Inspeksi dan Sertifikasi Produk Terapeutik 5. Dit. Pengawasan NAPZA
Biro Perencanaan dan Keuangan Biro Kerjasama Luar Negeri Biro Hukum dan Humas Biro Umum
Pusat Penyidikan Obat dan Makanan
Deputi II Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplemen 1. Dit. Penilaian Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplemen 2. Dit. Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplemen 3. Dit. Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplemen 4. Dit. Pengawasan NAPZA 5. Dit. Obat Asli Indonesia
Pusat Riset Obat dan Makanan
Pusat Informasi Obat dan Makanan
Deputi III Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya 1. Dit. Penilaian Keamanan Pangan 2. Dit. Standardisasi Produk Pangan 3. Dit. Inspeksi dan Sertifikasi Produk Pangan 4. Dit. Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan 5. Dit. Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya
Balai POM
45
Lampiran 2. Mekanisme surveilan dan keamanan pangan PELAKSANA SURVEI (Balai POM dan lain-lain)
PPOMN
DIT. SURVEILAN DIT. INSERT
BIRO PER & KEU
DEPUTI 3
DIT/PUSAT/ INSTANSI TERKAIT
Start
Penyiapan proposal
Kompilasi proposal
Review
Seleksi menurut Kajian Risiko (Tim teknis)
Saran-saran
Seleksi berdasarkan manajemen risiko (Tim Pengarah)
Proses Persetujuan Review tidak Disetujui
ya Proses Persetujuan Anggaran
Implementasi survei Hasil survei
ya
Pembuatan protokol (Tim Teknis)
Pengolahan data Analisis data
ya
tidak
Hasil Kumpulan Kumpulan survei data data
Pengolahan, analisis, interpretasi data, dan laporan survei
Perlukah komunikasi risiko?
Disetujui?
Perlukah manajemen risiko?
tidak
Saran-saran
Pembuatan laporan
Stop
Tindak lanjut inspeksi/ public warning/law enforcement
Tindak lanjut Promosi
Interpretasi data
tidak
ya
Stop
Review
ya
Perlukah kajian dan komunikasi risiko?
Perlukah manajemen risiko?
tidak
tidak
ya Stop Survei lebih lanjut? tidak
ya
Tindak lanjut inspeksi/ public warning/ law enforcement/ kebijakan
Tindak lanjut Kajian dan Promosi Keamanan Pangan
Stop
ya
Survei lebih lanjut?
Stop
tidak Stop
Gambar 1. Mekanisme Surveilan Keamanan Pangan dan Tindak Lanjut di Badan Pengawas Obat dan Makanan
3
46
Lampiran 3. Pembagian kelas berdasarkan penghitungan kuantil Sumber: Harinaldi. 2005. Prinsip-Prinsip Statistik untuk Teknik dan Sains. Jakarta: Erlangga. Penyusunan Tabel Distribusi Frekuensi Untuk memudahkan pengolahan dan keperluan analisis data yang sifatnya deskriptif atau kualitatif, maka data tersebut terlebih dahulu dikelompok-kelompokkan ke dalam interval-interval tertentu. Dengan pengelompokkan tersebut maka akan diperoleh gambaran yang sederhana, jelas dan sistematis serta ringkas. Pengelompokkan data atau mengubah dari data mentah (ungrouped data) menjadi data berkelompok (grouped data), disajikan dalam bentuk “Tabel Distribusi Frekuensi”. Tahapan pembuatan “Tabel Distribusi Frekuensi” adalah sebagai berikut: 1. Menentukan banyaknya kelas interval menggunakan rumus: K = 1 + 3.3 log N Keterangan : K = banyaknya kelas interval (dengan pembulatan bilangan) N = jumlah data 2. Menentukan interval kelas menggunakan rumus: c = Keterangan : c = besarnya interval kelas 3. Menyusun “Tabel Distribusi Frekuensi” sebagai berikut: Selang interval (c) Frekuensi (f) Frekuensi kumulatif (fk) … … ... … … ... … … ... Penyusunan Kelas Interval (K) dimulai dari nilai yang paling rendah ke nilai yang paling tinggi. Kuantil: Kuartil, Desil, dan Persentil Kuantil adalah nilai-nilai yang membagi suatu jajaran data (data array) menjadi bagianbagian yang sama sebagian contoh, kuantil yang membagi jajaran data menjadi dua adalah median. Kuantil yang membagi jajaran data menjadi empat adalah kuartil (Q1, Q2, Q3). Kuantil yang membagi jajaran data menjadi sepuluh adalah desil (D1, D2, D3, ... , D9). Kuantil yang membagi jajaran data menjadi seratus adalah persentil (P1, P2, P3, ... , P99). Dengan pengertian di atas, maka: median = Q2 = D5 = P50. Untuk menentukan kuantil data tak terkelompok, dapat digunakan prosedur dalam menentukan median. Sedangkan untuk data terkelompok, kita dapat menggunakan prinsip interpolasi dengan rumus kuantil ke-i.
Keterangan : Ki = kuantil ke-i Li = tepi bawah kelas yang memuat batas kuantil ke-i N c fki fi r i i
= = = = = = =
jumlah data ( f) lebar interval kelas jumlah frekuensi seluruh kelas yang lebih rendah dari pada kelas kuantil ke-i frekuensi kelas kuantil ke-i konstanta (untuk kuartil r = 4, desil r = 10, persentil r = 100) urutan batas (1, 2, 3, ...) r-1, contoh: jika diinginkan pembagian kuartil maka nilai i adalah 1, 2, dan 3
47
Cara menentukan nilai Li, fki, dan fi adalah sebagai berikut: 1. Tentukan jumlah pengelompokan (tentukan besar r) yang ditentukan, misalnya r = 3. 2. Jika data ingin dibagi menjadi 3 kelompok maka, nilai:
3.
f1
: nilai frekuensi dimana data ke
berada.
f2
: nilai frekuensi dimana data ke
berada.
fk1 : terletak pada 1 baris di atas f1. fk2 : terletak pada 1 baris di atas f2. L1 : batas bawah selang pada baris yang sama dengan f1. L2 : batas bawah selang pada baris yang sama dengan f2. Contoh soal c = 47-41 = 6
Interval kelas 41 – 46 47 – 52
Fi 3 9
53 – 58
6
59 – 64
11
L1= (53+ 52)/2 = 52.5 L2= (65+ 64)/2 = 64.5
4.
65 – 70
10
71 – 76 77 – 82
10 1
f1: terletak pada data ke
≈ 17
f2: terletak pada data ke
≈ 34
fki 3 f1 f2
12 18
fk1
29
fk2
39 49 50
N
Setelah nilai L1, L2, f1, f2, fk1, fk2, c, r, dan N diketahui maka nilai K1 dan K2 dapat dihitung.
Pengelompokan Data Kuantil untuk Tingkat Konsumsi Penyusunan Tabel Distribusi Frekuensi a. R = 0.388 – 0.000 = 0.388 b. K = 1 + 3.3 log N K = 1 + 3.3 log 183 K = 8.466 K≈9 c. c = R/K c = 0.388/8.466 c = 0,046 d. Tabel distribusi frekuensi Interval (c) *L1 *L2 *L3*L4
0.000 – 0.045 0.046 – 0.091 0.092 – 0.137 0.138 – 0.183 0.184 – 0.229 0.230 – 0.275 0.276 – 0.321 0.322 – 0.367 0.368 – 0.413
Frekuensi (f) 156 *f1 *f2 *f3 *f4 17 4 3 2 0 0 0 1
Frekuensi kumulatif (fk) 0 *fk1 *fk2 *fk3 *fk4 156 173 177 180 182 182 182 182 183
48
Penentuan Ukuran Gejala Pusat Pada pengelompokan konsumsi data akan dibagi menjadi 5 kelompok (r = 5), sehingga rumus yang digunakan adalah:
Perhitungan untuk batas kelompoknya adalah sebagai berikut: 1.
Batas kelompok 1
2.
Batas kelompok 2
3.
Batas kelompok 3
4.
Batas kelompok 4
Catatan: Jika data akan dibagi menjadi 6 kelompok, maka rumusnya adalah: dengan i = 1 - 5 Jika data akan dibagi menjadi 10 kelompok, maka rumusnya adalah: dengan i = 1 - 9 dan seterusnya untuk pembagian (i) kelompok.
49
50 frekuensi
Lampiran 4. Grafik konsumsi penduduk Indonesia SUSENAS 2011 44 43 42 41 40 39 38 37 36 35 34 33 32 31 30 29 28 27 26 25 24 23 22 21 20 19 18 17 16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 -10,000 -2 -3
0,010
0,020
X1
X2
0,030 X3
0,040 X4
0,050
0,060
0,070
0,080
0,090
0,100
0,110
0,120
0,130
0,140
0,150
0,160
0,170
0,180
0,190
0,200
0,210
jumlah konsumsi perkapita / kg / minggu
50
Lampiran 5. Pembagian kelas berdasarkan penghitungan kuantil (prevalensi) Data prevalensi mikrobiologi 0.0
7.8
43.2
0.0
24.7
47.5
0.9
24.7
75.6
1.8
30.9
Penyusunan Tabel Distribusi Frekuensi a. R = 75.6 – 0.0 = 75.6 b. K = 1 + 3,3 log N K = 1 + 3,3 log 11 K = 4.437 K≈5 c. c = R/K c = 75.6/4.437 c = 17.04 d. Tabel distribusi frekuensi Interval *L1 *L2 0.00 – 17.03 *L3 17.04 – 34.07 *L4 34.08 – 51.11 51.12 – 68.15 68.16 – 85.19
Frekuensi (f) *f1 *f2 5 *f3 3 *f4 2 0 1
Frekkuensi kumulatif (fk) *fk1 *fk2 5 *fk3 8 *fk4 10 10 11
Penentuan Ukuran Gejala Pusat Pada pengelompokan konsumsi data akan dibagi menjadi 5 kelompok (r = 5), sehingga rumus yang digunakan adalah:
Perhitungan untuk batas kelompoknya adalah sebagai berikut: 1.
Batas kelompok 1
3.
Batas kelompok 3
2.
Batas kelompok 2
4.
Batas kelompok 4
51
Lampiran 6. Rekomendasi penentuan prioritas terhadap bahaya mikrobiologi dan kimia pada produk pangan
REKOMENDASI PENENTUAN PRIORITAS TERHADAP BAHAYA MIKROBIOLOGI DAN KIMIA PADA PRODUK PANGAN TERTENTU
52
PENDAHULUAN Surveilan keamanan pangan merupakan kegiatan pengumpulan, pengolahan, analisis dan interpretasi data yang berhubungan dengan keamanan pangan secara sistematik dan terus menerus serta penyebaran informasi kepada pihak pengguna yang membutuhkan untuk ditindaklanjuti. Aktivitas yang dilakukan oleh surveilan keamanan pangan antara lain melakukan survei masalah kandungan bahan-bahan berbahaya yang tidak diijinkan, bahan tambahan pangan (BTP) yang melebihi batas standar yang ditetapkan, dan beberapa kasus keracunan pangan. Karena masalah keamanan pangan sangat kompleks dan luas cakupannya, maka topik yang dipilih dalam surveilan keamanan pangan harus merupakan prioritas dan sesuai denga tujuan utama. Untuk menentukan skala prioritas tersebut perlu dilakukan suatu kajian risiko. Kajian risiko dapat berupa kajian kualitatif, semi-kualitatif, atau kuantitatif. Kepentingan dari kajian risiko kualitatif maupun kuantitatif berbeda bergantung dengan kondisi yang ada. Kajian kuantitatif merupakan pilihan yang lebih disukai, terutama jika data cukup tersedia. Pada kondisi di mana terdapat keterbatasan data, waktu, ataupun sumber daya lain maka kajian kualitatif yang dipilih. Pada penentuan prioritas ini digunakan pendekatan melalui kajian risiko secara kualitatif. Kajian risiko secara kualitatif adalah kajian yang deskriptif atau merupakan penetapan kategori berdasarkan informasi-informasi yang tersedia. Keluaran yang diperoleh biasanya dinyatakan dalam kategori risiko tinggi, sedang, rendah atau risiko yang dapat diabaikan. Kajian kualitatif ini bukan merupakan review atau rangkuman informasi pustaka, tetapi harus mengikuti pendekatan terstruktur dan sistematik seperti halnya pada kajian secara kuantitatif. Kajian ini dilakukan terhadap bahaya mikrobiologis dan kimia pada produk pangan tertentu. Kajian risiko kimia menitikberatkan pada keberadaan bahan kimia, seperti bahan tambahan pangan (aditif), cemaran kimiawi maupun residu obat-obatan ternak. Penggunaan bahan tambahan pada produk pangan terutama ditujukan untuk meningkatkan mutu, misalnya cita rasa, warna, aroma, dan untuk mengawetkan produk pangan. Dengan semakin meningkatnya penggunaan bahan tambahan pada produk pangan, paparan terhadap bahan tersebut juga meningkat, sehingga perlu dipertimbangkan pengaruhnya terhadap kesehatan, misalnya potensi bahan tersebut sebagai penyebab kanker atau penyakit lain. Kajian risiko mikrobiologis menitikberatkan pada evaluasi kemungkinan munculnya efek terhadap kesehatan setelah terpapar dengan mikroba patogen atau dengan media yang mendukung mikroba patogen. Bahaya pada kajian risiko mikrobiologis pada dasarnya mempunyai sifat yang berbeda dengan bahaya pada kajian risiko kimiawi. Pada umumnya bahaya pada kajian risiko mikrobiologis berupa benda hidup, yang dapat berubah dengan lajunya waktu, dan dapat tumbuh (bertambah), tetap atau mati (berkurang) sebelum pangan dikonsumsi.
TUJUAN Tujuan pembuatan pedoman ini yaitu untuk menentukan mengetahui tingkat risiko dari suatu bahaya terhadap kesehatan masyarakat.
PETUNJUK PENGISIAN Penentuan prioritas dilakukan apabila daftar kombinasi antara bahaya dan produk pangan telah dibentuk. Parameter-parameter yang dibutuhkan antara lain tingkat keparahan (konsekuensi), tingkat konsumsi, dan data prevalensi. Data-data ini selanjutnya diberi peringkat dan skor untuk
53
kemudian dikombinasikan dan dihitung, sehingga diperoleh nilai akhir sebagai dasar penentuan prioritas. Ini adalah kerangka tabel penentuan prioritas: No. Bahaya Produk pangan Konsekuensi Konsumsi Prevalensi Skor akhir 1. ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... Tabel penggolongan konsekuensi bahaya Virus Tingkat Keparahan Adenovirus Sedang Astrovirus Sedang Calicivirus Rendah Hepatitis A Sedang-Tinggi Norwalk dan Norwalk-like Rendah-Sedang Parvovirus Sedang Rotavirus Sedang Parasit protozoa Cryptosporidium parvum Cyclospora cayetanensis Entamoeba histolytica Giardia lamblia Toxoplasma gondii
Tingkat Keparahan Sedang-Tinggi Sedang Rendah-Tinggi Rendah-Sedang Rendah-Tinggi
Parasit lainnya Angiostrongylus cantonensis Anisakid nematodes Diphyllobothrium spp. Taenia saginata Taenia solium Trichinella spiralis (nematode)
Tingkat Keparahan Tinggi Rendah-Tinggi Rendah-Sedang Sedang-Tinggi Sedang-Tinggi Sedang-Tinggi
Toksin Ciguatoxins Diarrhetic shellfish poisons (DSP)
Tingkat Keparahan Sedang-Tinggi Rendah
Domoic acid Histamine, histamine-like Neurotoxic shellfish poisons Paralytic shellfish poison (PSP) Tetrodotoxin
Sedang-Tinggi Rendah-Tinggi Rendah Sedang-Tinggi Sedang-Tinggi
Bakteri Aeromonas hydrophilla Bacillus anthracis Bacillus cereus Brucella abortus Campylobacter jejuni Clostridium botulinum Clostridium perfringens Coxiella burnetti Escheria coli (enteroinvasive) Escheria coli (enteropathogenic) Escheria coli (enterotoxigenic) E. coli O157:H7 (enterohemorrhagic)
Listeria monocytogenes Mycobacterium avium
Tingkat Keparahan Tinggi Tinggi Rendah Sedang-Tinggi Rendah-Sedang Tinggi Rendah Rendah-Tinggi Rendah-Tinggi Rendah-Tinggi Rendah-Tinggi Sedang-Tinggi Rendah-Tinggi Tinggi
Mycobacterium bovis Mycobacterium tuberculosis Salmonella paratyphi Salmonella spp. (serovar) Salmonella typhi Shigella spp. Staphylococcus aureus Streptococcusi betahemolitik Vibrio choloerae (non-O1) Vibrio choloerae (O1)
Tinggi Tinggi Tinggi Rendah-Tinggi Tinggi Sedang-Tinggi
Vibrio parahaemolyticus Vibrio vulnificus
Sedang Tinggi
Rendah, Tinggi (Langka)
Rendah-Sedang Rendah-Sedang Rendah, Tinggi (Langka)
Yersinia enterocolitica Rendah-Sedang, Kronis Yersinia pseudotuberculosis Sedang Sumber: Deshpande (2002); CDC (2004); Ward, et. al. (2004)
Berikut adalah langkah-langkah yang dilakukan untuk menentukan tingkat prioritasnya:
Penentuan tingkat keparahan dampak yang diakibatkan terpaparnya bahaya Tingkat keparahan atau konsekuensi diisi dengan melihat seberapa parah dampak yang ditimbulkan oleh bahaya tersebut. Untuk parameter mikrobiologi tingkat keparahan ini dilihat dari waktu inkubasi, perkiraan kasus kematian / kasus KLB, dan dosis yang menyebabkan sakit. Selain itu, untuk dapat pula dilihat berdasarkan resistensinya terhadap antibiotik-antibiotik tertentu. Untuk
54
parameter kimia tingkat keparahan ini dilihat dari nilai LD50 masing-masing bahaya, semakin kecil nilai LD50 maka dapat dikatakan bahaya tersebut memiliki tingkat keparahan yang lebih tinggi. Secara umum, klasifikasi tingkat keparahan ini dibagi tiga yaitu rendah (R), sedang (S), dan tinggi (T). Tabel skor klasifikasi No. Klasifikasi 1 Tinggi 2 Sedang 3 Rendah
Skor 10 5 1
Berikut tabel penggolongan tingkat bahaya parameter kimia berdasarkan nilai LD50 (Hodgson Ernest. 2004): No. Klasifikasi LD50 (mg/kg) Skor 1 Tinggi <50 10 2 Sedang 50 – 500 5 3 Rendah >500 1 Perlu diperhatikan pula dampak bahaya dapat berbeda pada kelompok sasaran, dosis paparan, dan tingkat paparan tertentu. Penentuan tingkat konsumsi Tingkat atau jumlah konsumsi didasarkan pada data konsumsi masyarakat Indonesia yaitu data SUSENAS yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Data SUSENAS yang digunakan sebagai acuan sebaiknya adalah data hasil survei pada tahun yang bersangkutan (pada saat dilakukan kajian risiko atau 1 tahun sebelumnya). Jika sumber data konsumsi berasal dari beberapa sumber yang berbeda, maka satuan dari data tersebut harus disamakan sesuai data SUSENAS yaitu kg / perkapita / minggu. Klasifikasi tingkat konsumsi ini dilakukan dengan menggunakan metode statistika pengkelasan. Langkah penentuan pengkelasan : a. Cari Range (R = data max – data min) b. Hitung banyak kelas (K) dengan rumus K = 1 + 3,3 log N (N = banyak data) c. Cari Interval Kelas dengan rumus I = R/K. (biasanya I = bilangan ganjil) d. Pilih batas bawah kelas pertama (biasanya data min) e. Cari frekuensi dengan menggunakan turus f. Buat tabel hubungan antara interval dengan frekuennsi g. Tentukan pengelompokan data dengan menggunakan rumus:
Keterangan: L : batas atas interval n : banyak data fk : total frekuensi pada interval sebelumnya f : frekuensi dari interval pada n yang ditentukan
55
Untuk data SUSENAS 2011 klasifikasinya adalah sebagai berikut: No.
Jumlah konsumsi (kg perkapita/minggu)
Klasifikasi
Skor
1
< 0,0055
Sangat Rendah
1
2
0,0056 - 0,0116
Rendah
3
3
0,0117 - 0,0176
Sedang
5
4
0,0177 - 0,0306
Tinggi
7
5
> 0,0307
Sangat Tinggi
10
Nilai klasifikasi ini mungkin berubah sesuai dengan data yang ada. Penentuan prevalensi Nilai prevalensi ini adalah peluang terdapat bahaya dalam produk pangan tertentu. Angkaangka prevalensi ini diperoleh dari hasil kajian atau penelitian yang ada. Prevalensi ini didapat dengan melihat persentase antara jumlah sampel (kadar bahayanya melebihi batas maksimum yang ditetapkan SNI) dengan jumlah sampel yang diuji. prevalensi =
x 100%
Keterangan: n : jumlah sampel yang kadar bahayanya melebihi batas maksimum yang ditetapkan SNI N : jumlah sampel yang diuji Sama halnya dengan penentuan klasifikasi pada tingkat konsumsi, penentuan klasifikasi prevalensi ini juga didasarkan pada penghitungan pengkelasan menggunakan metode statistika. Berikut adalah tabel klasifikasinya: No. Klasifikasi Skor 1 Sangat tinggi 10 2 Tinggi 7 3 Sedang 5 4 Rendah 3 5 Sangat rendah 1
Penghitungan (skoring) prioritas Setelah masing-masing parameter (konsekuensi, konsumsi, dan prevalensi) ditentukan skornya, maka langkah yang selanjutnya dilakukan adalah mengkalkulasi atau mengalikan antara skor konsekuensi dengan skor konsumsi dan prevalensi. Berikut adalah tabel penghitungan skor akhir: Produk Skor Skor Skor Skor No. Bahaya Pangan Konsekuensi Konsumsi Prevalensi Akhir 1 Mikrobiologi Udang A B C A*B*C 2 Kimia Daging D E F D*E*F
Prioritas tertinggi diperoleh dengan mengurutkan hasil skor akhir, kombinasi bahaya yang memiliki nilai tertinggi merupakan kombinasi dengan prioritas tertinggi pula.
56
Contoh Kasus Mikrobiologi Produk Bahaya Pangan udang V.parahaemolyticus segar
I 28,4
II 43,5
Konsekuensi Klasifikasi Skor Sedang
Konsumsi (perkapita/minggu) Jumlah Klasifikasi Skor 0,012 kg
5
Prevalensi (%) III Klasifikasi 20,8 30,9 Tinggi
Sedang
5
Skor Akhir
Skor 7
175
Konsekuensi Vibrio parahaemolyticus dikatakan sedang karena waktu inkubasinya 1 – 3 hari, kasus kematian <1%, dan dosis yang menyebabkan sakit sebesar 10 5 – 107 CFU.
Jumlah konsumsi udang segar menurut SUSENAS 2011 yaitu sebesar 0,012 kg.
Dari 3 kajian yang berbeda diperoleh bahwa prevalensi (peluang) terdapatnya Vibrio parahaemolyticus pada udang segar yaitu 28.4%, 43.5%, 20.8% dan rata-ratanya adalah 30.9%.
Masing-masing parameter diperingkatkan dan diperoleh konsekuensi=5, konsumsi=5, dan prevalensi=7, kemudian dikalikan untuk menghitung skor akhir. SA = 5*5*7 SA = 175
Contoh Kasus Kimia Produk Pangan Kacang tanah
Bahaya Aflatoksin B1
I 18,2
II 14,5
Konsekuensi Klasifikasi Skor Tinggi
Konsumsi (perkapita/minggu) Jumlah Klasifikasi Skor 0,008 kg
10
Prevalensi (%) III Klasifikasi 16,0 16,3 Sedang
Skor 5
Rendah
3
Skor Akhir 150
Konsekuensi Aflatoksin B1 dikatakan tinggi karena nilai LD50 sebesar 9 mg/kg. Jumlah konsumsi kacang tanah menurut SUSENAS 2011 yaitu sebesar 0,008 kg. Dari 3 kajian yang berbeda diperoleh bahwa prevalensi (peluang) terdapatnya Vibrio parahaemolyticus pada udang segar yaitu 18.2%, 14.5%, 16.0% dan rata-ratanya adalah 16.3%. Masing-masing parameter diperingkatkan dan diperoleh konsekuensi=10, konsumsi=3, dan prevalensi=5, kemudian dikalikan untuk menghitung skor akhir. SA = 5*5*7 SA = 150 Keterangan tambahan: Prevalensi
Klasifikasi
Skor
> 40.9%
Sangat Tinggi
26.1 – 40.8%
10
Jumlah konsumsi (kg perkapita/minggu)
Klasifikasi
Skor
Tinggi
7
< 0.0055
Sangat Rendah
1
15.0 – 26.0%
Sedang
5
0.0056 – 0.0116
Rendah
3
7.5 – 14.9%
Rendah
3
0,0117 – 0.0176
Sedang
5
< 7.4%
Sangat Rendah
1
0.0177 – 0.0306
Tinggi
7
> 0.0307
Sangat Tinggi
10
57
Lampiran 7. Rekomendasi petunjuk pelaksanaan survei cemaran Bacillus cereus pada nasi putih
REKOMENDASI PETUNJUK PELAKSANAAN SURVEI CEMARAN Bacillus cereus PADA NASI PUTIH
58
PENDAHULUAN Bacillus cereus ialah bakteri berbentuk batang yang berspora dan bersifat Gram positif, selnya berukuran besar dibandingkan dengan bakteri batang lainnya serta tumbuh secara aerob fakultatif. Untuk membedakan Bacillus cereus dengan Bacillus lainnya, digunakan ciri morfologi (B. cereus paling motil), pembentukan kristal toksin (B. thuringiensis), aktivitas hemolitik (B. cereus dan Bacillus lain mempunyai aktivitas - hemolitik sedangkan B. anthracis umumnya non hemolitik). Ada 2 bentuk gejala keracunan bahan makanan yang tercemar oleh bakteri Bacillus cereus : Mual dan muntah Kejang perut yang hebat disertai diare. Bakteri Bacillus cereus menghasilkan 2 macam toksin penyebab keracunan, yaitu : Toksin emetik : muntah selama 0.5 – 6 jam setelah konsumsi. Toksin diare : diare, 12 – 24 jam setelah konsumsi. Menyebabkan keracunan melalui nasi goreng, puding pati beras, dan sebagainya. Gejala penyakit diare yang ditimbulkan mirip dengan yang disebabkan oleh Clostridium perfringens yaitu buang air besar encer, perut kejang-kejang dan sakit 6 – 15 jam setelah mengkonsumsi pangan yang tercemar disertai mual namun jarang terjadi muntah. Beberapa strain B. subtilis dan B .licheniformis juga dapat menyebabkan muntah karena dapat memproduksi toksin yang stabil terhadap panas seperti yang juga dihasilkan oleh B. cereus. Dosis infeksi B. cereus adalah > 105 koloni/g. Jika jumlah B. cereus dalam pangan lebih besar 5 dari 10 koloni/g mengindikasikan perkembangbiakan dan pertumbuhan B. cereus tersebut aktif dan dapat berisiko terhadap kesehatan. B. cereus terdapat di alam (tanah, debu, air) dan dalam pangan. Selain itu, mikroba ini banyak terdapat pada bahan baku yang biasa digunakan pada industri pangan. Pada pangan, konsentrasinya 103 koloni/g atau kurang. Namun kebanyakan kurang dari 10 2 koloni/g. Jenis pangan yang rentan terkontaminasi B. cereus antara lain daging, susu, sayuran, dan ikan. Bacillus cereus adalah organisme tanah yang sering mengkontaminasi nasi. Bila sejumlah nasi dimasak dan dibiarkan dingin perlahanlahan, spora Bacillus cereus bertunas dan sel vegetatif menghasilkan toksin selama faselog pertumbuhan atau selama sporulasi. Pencemaran bahan makanan ini dapat terjadi sejak proses produksi, pengolahan, transportasi, penyimpanan, distribusi, dan sampai ke penyediaan hingga siap untuk dikonsumsi. Karena bakteri Bacillus cereus umum dan tersebar luas, pencegahan kontaminasi sporanya pada pangan hampir mustahil. Agar perkecambahan spora terhambat dan perbanyakan sel vegetatif dapat dicegah, salah satu cara kontrol dan pencegahan yang efektif aialah dengan memasak pangan, segera di santap setelah dimasak atau disimpan di lemari pendingin jika belum akan di santap. Penguapan di bawah tekanan, pemanggangan, penggorengan, dan pembakaran sempurna dapat merusak spora dan sel. Pada suhu di bawah 100 0C beberapa spora Bacillus dapat bertahan hidup
RUANG LINGKUP Ruang lingkup dari survei ini meliputi kegiatan sampling dan pengujian pangan yang dikonsumsi oleh masyarakat yang diduga mengandung Bacillus cereus. Jenis pangan yang akan di survei yaitu nasi putih.
TUJUAN Tujuan kegiatan ini adalah mendapatkan gambaran kandungan Bacillus cereus pada nasi putih. Bila hasil survei menunjukkan kandungan Bacillus cereus melebihi batas yang diijinkan, maka perlu dilakukan surveilan terhadap kandungan Bacillus cereus pada tahun-tahun selanjutnya.
59
MANFAAT Manfaat survei kandungan Bacillus cereus pada produk pangan ini adalah untuk: 1. 2.
Mengetahui kandungan Bacillus cereus pada beberapa nasi putih di wilayah tertentu. Merencanakan kegiatan surveilan pada nasi putih yang mengandung Bacillus cereus melebihi batas yang dijinkan dalam produk pangan.
METODOLOGI Kegiatan ini meliputi beberapa tahapan, yaitu penentuan lokasi, penentuan jumlah sampel, dan teknik sampling. 1.
Penentuan sebaran lokasi pada suatu wilayah Penentuan aturan sebaran lokasi merupakan suatu hal yang tidak mungkin. Akan tetapi, secara umum petunjuk yang harus diterapkan dalam penentuan ini adalah:
2.
Penentuan sebaran lokasi harus ditentukan berdasarkan informasi spesifik Apabila memungkinkan, penentuan sebaran lokasi dianjurkan ditempatkan pada lokasi yang menjadi pasokan daging ayam Sampel yang diambil pada lokasi tersebut harus mewakili pasokan daging ayam agar mendapatkan data yang dapat dipercaya
Penentuan ukuran sampel (sampel daerah / sampel produk) Syarat yang diperlukan sebelum penentuan ukuran sampel: Ukuran populasi (N) diketahui Pilih taraf signifikansi yang diinginkan Ada beberapa metode praktis, yaitu: Tabel Krejcie N 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100
Taraf Signifikansi 1% 5% 10% 10 10 10 15 14 14 19 19 19 24 23 23 29 28 27 33 32 31 38 36 35 42 40 39 47 44 42 51 48 46 55 51 49 59 55 53 63 58 56 67 62 59 71 65 62 75 68 65 79 72 68 83 75 71 87 78 73
N 320 340 360 380 400 420 440 460 480 500 550 600 650 700 750 800 850 900 950
Taraf Signifikansi 1% 5% 10% 216 167 147 225 172 151 234 177 155 242 182 158 250 186 162 257 191 165 265 195 168 272 198 171 279 202 173 285 205 176 301 213 182 315 221 187 329 227 191 341 233 195 352 238 199 363 243 202 373 247 205 382 251 208 391 255 211
N 3000 3500 4000 4500 5000 6000 7000 8000 9000 10000 15000 20000 30000 40000 50000 75000 100000 150000 200000
Taraf Signifikansi 1% 5% 10% 534 312 248 558 317 251 569 320 254 578 323 255 586 326 257 598 329 259 606 332 261 613 334 263 618 335 263 622 336 263 635 340 266 642 342 267 649 344 268 653 345 269 655 346 269 658 346 270 659 347 270 661 347 270 661 347 270
Rumus Slovin Ket: n N
: jumlah sampel minimal : populasi : taraf signifikansi (1%, 5%, 10%)
60
3.
Jika data dianggap menyebar normal maka sampel yang diambil cukup 30 sampel atau Minimal 10% dari jumlah populasi.
Cara pengambilan sampel Limiting conditions for B. cereus growth. Parameter Values Reported References Min. aw 0.92 FDA, 1998 Min. pH 4.3 Reed, 1994 Max. pH 9.3 Fluer and Ezepchuk, 1970 Max.%NaCl 18 Pradhan et al., 1985 Min. temp. 4oC (39.2oF) FDA, 1998 Max. temp. 5oC (131oF) FDA, 1998 Sampling dilaksanakan di pasar swalayan, maupun di pasar tradisional di Jakarta. Produk yang akan disampling terdapat dalam bentuk curah maupun terkemas. Beberapa ketentuan yang perlu diperhatikan dalam sampling adalah :
Sampel pangan dapat dibeli di pasar tradisional dan pasar swalayan. Untuk pangan terkemas, sampel dapat diperoleh di swalayan. Sampel pangan curah dapat ditemukan di pasar tradisional. Jika jenis pangan tidak ditemukan di satu pasar, dapat mencari ke pasar lain yang berdekatan dalam satu wilayah sampling. Tindakan pencegahan untuk meminimalisir kontaminasi silang sample pasca sampling sangat penting, seperti penggunaan peralatan pengamanan sampel yang steril. Faktor lain yang mungkin menyebabkan terjadinya kesalahan selama pelaksanaan sampling adalah pelaksana yang tidak berpengalaman ataupun pelaksana yang tidak terlatih. Penyimpanan sampel untuk dianalisis sebaiknya tidak lebih dari 36 jam sejak dilakukannya sampling. Pengamanan sampel selama distribusi: 1. Persiapan sampel: a. Jika sampel adalah pangan restoran, jasa boga, pangan rumah tangga, atau jajanan yang dikemas (dalam kertas nasi, plastik, kardus, styrofoam, dll), ambil sampel dengan kemasannya. Jangan dibuka. b. Jika sampel adalah pangan restoran, jasa boga, pangan rumah tangga, atau jajanan yang tidak dikemas, ambil sampel sesuai kebutuhan menggunakan peralatan bebas kontaminan. 2. Pengambilan sampel: a. Setiap sampel harus dibeli harus dalam jumlah yang mencukupi untuk analisis. Jumlah masing-masing sampel yang dibutuhkan untuk analisis ± 250 g. b. Peralatan steril dan wadah steril digunakan sebagai tindakan pencegahan untuk meminimalisir kontaminasi silang sampel pasca sampling.
61
3. Pelabelan: a. Beri label pada setiap sampel segera setelah dikemas. Seperti jenis komoditi, lokasi sampling, tanggal sampling, dan tujuan pengujian.
4. Pengemasan sampel: a. Masukkan sampel ke dalam wadah steril tersebut kemudian tutup rapat agar tidak terjadi kontaminasi dari udara. b. Masukkan pula absorben dalam wadah pengemasan tersebut, usahakan agar absorben tidak kontak langsung dengan sampel. c. Masukkan wadah yang berisi sampel ke dalam boks pendingin: i. Sampel non-beku menggunakan boks pendingin yang berisi es batu. ii. Sampel beku menggunakan boks pendingin yang berisi es kering.
d.
Kemudian bawa sampel dengan sepeda motor/alat transportasi cepat lainnya ke laboratorium yang akan menganalisis sampel. e. Di laboratorium masukkan semua sampel di tempat yang sesuai: i. Sampel non beku disimpan di dalam lemari pendingin pada suhu 0-4oC. ii. Sampel beku disimpan pada suhu -18oC.
62
Lampiran 8. Rekomendasi petunjuk pelaksanaan survei cemaran Staphylococcus aureus pada olahan daging ayam
REKOMENDASI PETUNJUK PELAKSANAAN SURVEI CEMARAN Staphylococcus aureus PADA OLAHAN DAGING AYAM
63
PENDAHULUAN Bakteri stafilokokus sering ditemukan sebagai mikroflora normal pada kulit dan selaput lendir pada manusia. Dapat menjadi penyebab infeksi baik pada manusia maupun pada hewan. Jenis bakteri ini dapat memproduksi enterotoksin yang menyebabkan pangan tercemar dan mengakibatkan keracunan pada manusia. Genus stafilokokus dibagi menjadi dua kelompok besar: aureus dan nonaureus. S.aureus dikenal sebagai penyebab infeksi jaringan lunak, seperti toxic shock syndrome (TSS) dan scalded skin syndrome (SSS), yang dapat diketahui dari spesies Stafilokokus yang memberikan hasil positif pada tes koagulase. Manusia dan hewan adalah tempat pertumbuhan yang utama. Stafilokokus ada dalam saluran hidung dan kerongkongan serta pada kulit dan rambut pada 50 % atau lebih individu yang sehat. Risiko lebih tinggi terjadi pada mereka yang sering berhubungan dengan individu yang sakit. Bakteri ini tumbuh dengan baik pada suhu tubuh manusia dan juga pada pangan yang disimpan pada suhu kamar serta menghasilkan toksin pada suhu tersebut. Toksin ini disebut enterotoxin karena dapat menyebabkan gastroenteritis atau radang lapisan saluran usus. Stafilokokus ada di udara, debu, limbah, air, susu, pangan, peralatan makan, lingkungan, manusia, dan hewan. Bakteri ini tumbuh dengan baik dalam pangan yang mengandung protein tinggi, gula tinggi dan garam. Pada pangan yang diolah dengan pasteurisasi dan pemanasan, diagnosa melalui pengamatan mikroskopik langsung pada pangan sangat menolong. Pemasakan yang benar dapat merusak bakteri Staphylococcus aureus, namun toksinnya sangat tahan terhadap pemanasan, pendinginan, dan pembekuan. Sejumlah metode serologik untuk menentukan enterotoksigenitas S. aureus yang diisolasi dari pangan seperti juga metode untuk pendeteksian dan pemisahan toksin di dalam pangan telah dikembangkan dan digunakan untuk mendukung diagnosa penyakit. Pangan yang sering tercemar oleh stafilokokal antara lain daging dan produk olahan daging, telur dan unggas, ikan tuna, ayam, kentang, makaroni, produk roti seperti kue kering berisi krim, pai krim, dan eclair coklat, sandwich isi, serta susu dan produk susu. Mencuci tangan dengan teknik yang benar, membersihkan peralatan dan membersihkan permukaan penyiapan pangan diperlukan untuk mencegah masuknya bakteri ke pangan terutama pangan yang tidak dipanaskan sebelum disiapkan seperti selada. Pangan harus didinginkan sampai dikonsumsi dan tidak dibiarkan pada suhu kamar selama lebih dari dua jam. Terdapat dua bentuk keracunan pangan akibat stafilokokus yaitu stafiloenterotoksikosis dan stafiloenterotoksemia. Kondisi tersebut disebabkan oleh enterotoksin yang dihasilkan oleh waktu singkat dengan gejala kram dan muntah yang hebat. Selain itu, mikroba ini juga mengeluarkan leukosidin, suatu toksin yang merusak sel darah putih dan mempercepat pembentukan nanah pada luka dan jerawat. S. aureus ditemukan sebagai penyebab beberapa penyakit seperti pneumonia, meningitis, melepuh, arthritis dan osteomyelitis (infeksi tulang kronis). Dosis infeksi toksin < 1,0 g pada pangan tercemar akan menimbulkan gejala intoksikasi stafilokokal. Kadar toksin ini dicapai saat populasi S. aureus melebihi 100.000 /g. Gejala keracunan pangan stafilokokal biasanya cepat dan pada beberapa kasus termasuk akut, tergantung pada kerentanan individu terhadap toksin, jumlah minimum sel bakteri yang dapat memproduksi enterotoksin, jumlah pangan terkontaminasi yang dimakan, jumlah toksin dalam pangan yang dicerna, dan kesehatan korban secara umum. Gejala yang paling umum adalah mual, muntah, kejang perut dan lesu. Pada beberapa individu gejala-gejala tersebut tidak selalu terjadi. Pada kasus-kasus yang berat, terjadi sakit kepala, kejang otot, dan perubahan sementara pada tekanan darah dan kecepatan denyut. Kebanyakan S. aureus resisten terhadap penisilin, namun vancomycin dan nafcillin dikenal sebagai obat paling efektif untuk melawan strain bakteri ini.
64
Kebanyakan S.aureus resisten terhadap penisilin, namun vancomycin dan nafcillin dikenal sebagai obat paling efektif untuk melawan strain bakteri ini. Proses penyembuhan, secara umum memerlukan waktu dua hari, namun untuk penyembuhan sempurna membutuhkan waktu tiga hari dan kadangkadang lebih lama pada kasus yang berat. Kematian karena keracunan pangan stafilokokal sangat jarang, kasus kematian biasanya terjadi pada manula, bayi, dan orang yang lemah.
RUANG LINGKUP Ruang lingkup dari survei ini meliputi kegiatan sampling dan pengujian pangan yang dikonsumsi oleh masyarakat yang diduga menggunakan Salmonella. Jenis pangan yang akan di survei yaitu : Kelompok olahan daging ayam (goreng, balado, dan olahan lainnya)
TUJUAN Tujuan kegiatan ini adalah mendapatkan gambaran kandungan S. aureus pada komoditas olahan daging ayam. Bila hasil survei menunjukkan kandungan S. aureus melebihi batas yang diijinkan, maka perlu dilakukan surveilan terhadap kandungan S. aureus pada tahun-tahun selanjutnya.
MANFAAT Manfaat survei kandungan S. aureus pada produk pangan ini adalah untuk: 1. 2.
Mengetahui kandungan S. aureus pada beberapa komoditas olahan daging ayam di wilayah tertentu. Merencanakan kegiatan surveilan pada olahan daging ayam yang mengandung S. aureus melebihi batas yang diijinkan dalam produk pangan.
METODOLOGI Kegiatan ini meliputi beberapa tahapan, yaitu penentuan lokasi, penentuan jumlah sampel, dan teknik sampling. 1.
Penentuan sebaran lokasi pada suatu wilayah Penentuan aturan sebaran lokasi merupakan suatu hal yang tidak mungkin. Akan tetapi, secara umum petunjuk yang harus diterapkan dalam penentuan ini adalah:
2.
Penentuan sebaran lokasi harus ditentukan berdasarkan informasi spesifik Apabila memungkinkan, penentuan sebaran lokasi dianjurkan ditempatkan pada lokasi yang menjadi pasokan daging ayam Sampel yang diambil pada lokasi tersebut harus mewakili pasokan daging ayam agar mendapatkan data yang dapat dipercaya
Penentuan ukuran sampel (sampel daerah / sampel produk) Syarat yang diperlukan sebelum penentuan ukuran sampel:
Ukuran populasi (N) diketahui Pilih taraf signifikansi yang diinginkan
Ada beberapa metode praktis, yaitu: Jika data dianggap menyebar normal maka sampel yang diambil cukup 30 sampel atau Minimal 10% dari jumlah populasi.
65
Rumus Slovin
Ket: n N
: jumlah sampel minimal : populasi : taraf signifikansi (1%, 5%, 10%) Tabel Krejcie
N 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100
3.
Taraf Signifikansi 1% 5% 10% 10 10 10 15 14 14 19 19 19 24 23 23 29 28 27 33 32 31 38 36 35 42 40 39 47 44 42 51 48 46 55 51 49 59 55 53 63 58 56 67 62 59 71 65 62 75 68 65 79 72 68 83 75 71 87 78 73
N 320 340 360 380 400 420 440 460 480 500 550 600 650 700 750 800 850 900 950
Taraf Signifikansi 1% 5% 10% 216 167 147 225 172 151 234 177 155 242 182 158 250 186 162 257 191 165 265 195 168 272 198 171 279 202 173 285 205 176 301 213 182 315 221 187 329 227 191 341 233 195 352 238 199 363 243 202 373 247 205 382 251 208 391 255 211
N 3000 3500 4000 4500 5000 6000 7000 8000 9000 10000 15000 20000 30000 40000 50000 75000 100000 150000 200000
Taraf Signifikansi 1% 5% 10% 534 312 248 558 317 251 569 320 254 578 323 255 586 326 257 598 329 259 606 332 261 613 334 263 618 335 263 622 336 263 635 340 266 642 342 267 649 344 268 653 345 269 655 346 269 658 346 270 659 347 270 661 347 270 661 347 270
Cara pengambilan sampel Limiting conditions for Salmonella growth. Parameter Min. aw Min. pH Max. pH Max. %NaCl Min. temp. Max. temp.
Values Reported 0.94 3.7 9.5 8 5.2oC (41.4ºF) 46.2oC (115.2ºF)
Reference FDA, 1998c Campanini et al., 1977 Holley and Proulx, 1986 Prost and Riemann, 1967 FDA, 1998c Reed, 1993
Sampling dilaksanakan di pasar swalayan, maupun di pasar tradisional di Jakarta. Produk yang akan disampling terdapat dalam bentuk curah maupun terkemas. Beberapa ketentuan yang perlu diperhatikan dalam sampling adalah :
Sampel pangan dapat dibeli di pasar tradisional dan pasar swalayan. Untuk pangan terkemas, sampel dapat diperoleh di swalayan. Sampel pangan curah dapat ditemukan di pasar tradisional. Jika jenis pangan tidak ditemukan di satu pasar, dapat mencari ke pasar lain yang berdekatan dalam satu wilayah sampling. Tindakan pencegahan untuk meminimalisir kontaminasi silang sample pasca sampling sangat penting, seperti penggunaan peralatan pengamanan sampel yang steril. Faktor lain yang mungkin menyebabkan terjadinya kesalahan selama pelaksanaan sampling adalah pelaksana yang tidak berpengalaman ataupun pelaksana yang tidak terlatih.
66
Penyimpanan sampel untuk dianalisis sebaiknya tidak lebih dai 36 jam sejak dilakukannya sampling. Pengamanan sampel selama distribusi: 1. Persiapan sampel: a. Jika sampel adalah pangan restoran, jasa boga, pangan rumah tangga, atau jajanan yang dikemas (dalam kertas nasi, plastik, kardus, styrofoam, dll), ambil sampel dengan kemasannya. Jangan dibuka. b. Jika sampel adalah pangan restoran, jasa boga, pangan rumah tangga, atau jajanan yang tidak dikemas, ambil sampel sesuai kebutuhan menggunakan peralatan bebas kontaminan. 2. Pengambilan sampel: a. Setiap sampel harus dibeli harus dalam jumlah yang mencukupi untuk analisis. Jumlah masing-masing sampel yang dibutuhkan untuk analisis ± 250 g. b. Peralatan steril dan wadah steril digunakan sebagai tindakan pencegahan untuk meminimalisir kontaminasi silang sampel pasca sampling.
3. Pelabelan: a. Beri label pada setiap sampel segera setelah dikemas. Seperti jenis komoditi, lokasi sampling, tanggal sampling, dan tujuan pengujian.
67
4. Pengemasan sampel: a. Masukkan sampel ke dalam wadah steril tersebut kemudian tutup rapat agar tidak terjadi kontaminasi dari udara. b. Masukkan pula absorben dalam wadah pengemasan tersebut, usahakan agar absorben tidak kontak langsung dengan sampel. c. Masukkan wadah yang berisi sampel ke dalam boks pendingin: i. Sampel non-beku menggunakan boks pendingin yang berisi es batu. ii. Sampel beku menggunakan boks pendingin yang berisi es kering.
d.
Kemudian bawa sampel dengan sepeda motor/alat transportasi cepat lainnya ke laboratorium yang akan menganalisis sampel. e. Di laboratorium masukkan semua sampel di tempat yang sesuai: i. Sampel non beku disimpan di dalam lemari pendingin pada suhu 0-4oC. ii. Sampel beku disimpan pada suhu -18oC.
68
Lampiran 9. Rekomendasi petunjuk pelaksanaan survei cemaran kadmium pada ikan
REKOMENDASI PETUNJUK PELAKSANAAN SURVEI CEMARAN KADMIUM PADA IKAN
69
PENDAHULUAN Seiring dengan meningkatnya waktu dan semakin pesatnya pembangunan industri, potensi terjadinya pencemaran lingkungan terutama oleh logam berat akibat limbah industri dan pertanian makin meningkat. Pencemaran lingkungan oleh air maupun gas buangan akan tergabung dan mencemari sungai atau sumber air lain yang pada akhirnya akan bermuara ke laut. Salah satu logam berat yang dapat pencemar tersebut adalah kadmium. Logam kadmium mempunyai berat atom 112.41, titik cair 321 0C ,dan massa jenis 8.65 gr/ml. Nomor atom dan nomor massa logam kadmium yaitu 48 dan 112,4. Unsur ini digolongkan pada grup IIb pada tabel periodik, yang bersama-sama dengan seng (Zn) dan merkuri (Hg). Unsur ini dapat bereaksi dengan senyawasenyawa lain (misalnya karbon dioksida, uap air, sulfur dioksida) membentuk senyawa seperti kadmium karbonat, kadmium hidroksida, kadmium sulfit atau kadmium klorida. Kadmium umumnya digunakan sebagai pelapis pelindung pada baja, stabiliser pada PVC, zat warna pada plastik dan kaca, material untuk elektoda pada bateri nikel-kadmium dan untuk komponen pada beberapa campuran (alloys). Dalam industri pertambangan Pb dan Zn, proses pemurniannya akan selalu memperoleh hasil samping kadmium yang terbuang dalam lingkungan. Kadmium secara alami tersebar di permukaan bumi, misalnya pada batu-batuan, dan di dalam perairan. Kadmium yang tersedia pada tanah sering terserap oleh tanaman yang kemudian dapat masuk ke dalam rantai makanan. Perairan yang tercemar juga akan mempengaruhi kualitas perikanan yang ada diperairan tersebut. Unsur ini dapat terakumulasi pada makhluk hidup. Sumber-sumber hewani yang umum dijadikan bahan pangan, seperti kerang-kerangan, udang-udangan dan jamur merupakan makhluk hidup yang umum terakumulasi kadmium. Menurut SNI 7387-2009 batas maksimum cemaran kadmium pada produk perikanan adalah: No. Kategori Kategori pangan Batas maksimum pangan Ikan dan produk perikanan termasuk moluska, krustase dan 09.0 ekinodermata serta amfibi dan reptil Ikan dan hasil olahannya 0,1 mg/kg Ikan predator misalnya cucut, tuna, marlin dan 0,5 mg/kg lain-lain Kekerangan (bivalve) Moluska dan teripang 1,0 mg/kg Udang dan krustasea lainnya 1,0 mg/kg Konsumsi pangan yang berbahan dasar sumber hewani tersebut secara rutin dapat meningkatkan paparan kadmium pada manusia. Tingkat paparan yang diperbolehkan berdasarkan Codex Committee on Food Additives and Contaminants dalam satu minggu (Provisional Tolerbale Weekly Intake sebesar 0,007 mg/kg berat badan. Paparan unsur ini secara berlebihan dan jangka panjang dapat menimbulkan kerusakan pada organ tubuh. Organ yang paling rentan adalah ginjal, dimana unsur kadmium ini dapat terakumulasi pada renal korteks ginjal dan menyebabkan disfungsi ginjal. Selain ginjal, unsur ini juga dapat menyebabkan kerusakan pada paru-paru.
RUANG LINGKUP Ruang lingkup dari survei ini meliputi kegiatan sampling dan pengujian pangan yang dikonsumsi oleh masyarakat yang diduga mengandung kadmium. Jenis pangan yang akan di survei yaitu : 1. Kelompok ikan segar dan olahannya 2. Kelompok kerang dan moluska lainnya 3. Kelompok udang dan krustasea lainnya
70
TUJUAN Tujuan kegiatan ini adalah mendapatkan gambaran kandungan kadmium pada komoditas ikan segar dan olahannya / perikanan. Bila hasil survei menunjukkan kandungan kadmium melebihi batas yang diijinkan, maka perlu dilakukan surveilan terhadap kandungan kadmium pada tahun-tahun selanjutnya.
MANFAAT Manfaat survei kandungan kadmium pada produk pangan ini adalah untuk: 1. 2.
Mengetahui kandungan kadmium pada beberapa komoditas ikan segar dan olahannya / perikanan di wilayah tertentu. Merencanakan kegiatan surveilan pada ikan segar dan olahannya / perikanan yang mengandung kadmium melebihi batas yang diijinkan dalam produk pangan.
METODOLOGI Kegiatan ini meliputi beberapa tahapan, yaitu penentuan lokasi, penentuan jumlah sampel, dan teknik sampling. 1.
Penentuan sebaran lokasi pada suatu wilayah Penentuan aturan sebaran lokasi merupakan suatu hal yang tidak mungkin. Akan tetapi, secara umum petunjuk yang harus diterapkan dalam penentuan ini adalah: Penentuan sebaran lokasi harus ditentukan berdasarkan informasi spesifik Apabila memungkinkan, penentuan sebaran lokasi dianjurkan ditempatkan pada lokasi yang menjadi pasokan daging ayam Sampel yang diambil pada lokasi tersebut harus mewakili pasokan daging ayam agar mendapatkan data yang dapat dipercaya
2.
Penentuan ukuran sampel (sampel daerah / sampel produk) Syarat yang diperlukan sebelum penentuan ukuran sampel: Ukuran populasi (N) diketahui Pilih taraf signifikansi yang diinginkan Ada beberapa metode praktis, yaitu: Tabel Krejcie N 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100
Taraf Signifikansi 1% 5% 10% 10 10 10 15 14 14 19 19 19 24 23 23 29 28 27 33 32 31 38 36 35 42 40 39 47 44 42 51 48 46 55 51 49 59 55 53 63 58 56 67 62 59 71 65 62 75 68 65 79 72 68 83 75 71 87 78 73
N 320 340 360 380 400 420 440 460 480 500 550 600 650 700 750 800 850 900 950
Taraf Signifikansi 1% 5% 10% 216 167 147 225 172 151 234 177 155 242 182 158 250 186 162 257 191 165 265 195 168 272 198 171 279 202 173 285 205 176 301 213 182 315 221 187 329 227 191 341 233 195 352 238 199 363 243 202 373 247 205 382 251 208 391 255 211
N 3000 3500 4000 4500 5000 6000 7000 8000 9000 10000 15000 20000 30000 40000 50000 75000 100000 150000 200000
Taraf Signifikansi 1% 5% 10% 534 312 248 558 317 251 569 320 254 578 323 255 586 326 257 598 329 259 606 332 261 613 334 263 618 335 263 622 336 263 635 340 266 642 342 267 649 344 268 653 345 269 655 346 269 658 346 270 659 347 270 661 347 270 661 347 270
71
Rumus Slovin
Ket: n N
: jumlah sampel minimal : populasi : taraf signifikansi (1%, 5%, 10%) Jika data dianggap menyebar normal maka sampel yang diambil cukup 30 sampel atau Minimal 10% dari jumlah populasi. 3.
Cara pengambilan sampel Sampling dilaksanakan di pasar swalayan, maupun di pasar tradisional di Jakarta. Produk yang akan disampling terdapat dalam bentuk curah maupun terkemas. Beberapa ketentuan yang perlu diperhatikan dalam sampling adalah : Sampel pangan dapat dibeli di pasar tradisional dan pasar swalayan. Untuk pangan terkemas, sampel dapat diperoleh di swalayan. Sampel pangan curah dapat ditemukan di pasar tradisional. Jika jenis pangan tidak ditemukan di satu pasar, dapat mencari ke pasar lain yang berdekatan dalam satu wilayah sampling. Tindakan pencegahan untuk meminimalisir kontaminasi silang sample pasca sampling sangat penting, seperti penggunaan peralatan pengamanan sampel yang bebas dari senyawa kimia (contamination-free container) yang akan diuji keberadaannya dan menghindari paparan kontaminasi yang berasal dari lingkungan. Faktor lain yang mungkin menyebabkan terjadinya kesalahan selama pelaksanaan sampling adalah pelaksana yang tidak berpengalaman ataupun pelaksana yang tidak terlatih. Penyimpanan sampel untuk dianalisis sebaiknya tidak lebih dai 36 jam sejak dilakukannya sampling. Pengamanan sampel selama distribusi: 1. Persiapan sampel: a. Jika sampel adalah pangan restoran, jasa boga, pangan rumah tangga, atau jajanan yang dikemas (dalam kertas nasi, plastik, kardus, styrofoam, dll), ambil sampel dengan kemasannya. Jangan dibuka. b. Jika sampel adalah pangan restoran, jasa boga, pangan rumah tangga, atau jajanan yang tidak dikemas, ambil sampel sesuai kebutuhan menggunakan peralatan bebas kontaminan. 2. Pengambilan sampel: a. Setiap sampel harus dibeli harus dalam jumlah yang mencukupi untuk analisis. Jumlah masing-masing sampel yang dibutuhkan untuk analisis ± 15 – 20 g. Jika termasuk ulangannya (jika 30x ulangan) maka sampel yang diambil adalah sebesar 450 - 600 gram untuk tiap penjual. b. Peralatan seperti stainless steel (non-corosive) dapat digunakan dalam peralatan untuk pengujian timbal dan kadmium. Namun, mungkin tidak bisa digunakan dalam pengujian logam berat lainnya. 3. Pengemasan sampel: a. Masukkan sampel ke dalam wadah polietilen atau wadah lain yang telah diuji dan dinyatakan tidak menyebabkan kontaminasi silang/degradasi selama penyimpanan sebelum dilakukannya analisis. b. Wadah gelas (large-mouth jars) lebih sering digunakan sebagai wadah penyimpanan karena sifatnya yang inert. Sebagai penutupnya dapat menggunakan lapisan teflon untuk sampel dengan cemaran organik-inorganik, plastik polietilenpolipropilen untuk sampel dengan cemaran logam berat, atau alumunium foil untuk sampel dengan cemaran organik.
72
4. Pelabelan: a. Beri label pada setiap sampel segera setelah dikemas. Seperti jenis komoditi, lokasi sampling, tanggal sampling, dan tujuan pengujian.
73
Lampiran 10. Rekomendasi petunjuk pelaksanaan survei cemaran merkuri pada gorengan
REKOMENDASI PETUNJUK PELAKSANAAN SURVEI CEMARAN MERKURI PADA GORENGAN
74
PENDAHULUAN Merkuri merupakan salah satu logam berat yang terdapat di lingkungan. Dibandingkan dengan logam berat lainnya, merkuri terakumulasi pada rantai makanan produk perikanan sehingga dapat disimpulkan bahwa semua produk perikanan mengandung merkuri walaupun dalam jumlah sedikit sebagai metil merkuri. Protokol ini tidak akan menguji kandungan merkuri pada ikan melainkan kanndungan merkuri pada produk gorengan (bukan keripik). Sumber cemaran merkuri pada gorengan mungkin berasal dari alat dan wadah yang digunakan selama proses penggorengan atau kontaminasi silang antara produk yang berpeluang besar tercemar merkuri (seperti produk perikanan) dengan bahan baku gorengan tersebut. Paparan merkuri secara berlebihan dan dalam jangka panjang diyakini dapat merusak sistem saraf, terutama pada kelompok rentan, yaitu janin yang dikandung ibu hamil dan anak-anak. Tingkat paparan merkuri telah ditetapkan pada Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives pada tahun 1978. Pada rapat evaluasi tersebut, nilai PTWI merkuri adalah 0,005 µg/kg berat badan. Tidak ada aturan pada SNI 7387-2009 yang secara rinci menerangkan batas maksimum merkuri pada produk gorengan. Berikut adalah batas maksimum kandungan logam untuk produk pangan yang tidak terdapat tercantum pada tabel penggolongan di SNI: 1. Arsen 0.25 mg/kg 2. Kadmium 0.20 mg/kg 3. Merkuri 0.03 mg/kg 4. Timbal 0.25 mg/kg 5. Timah : a. 250 mg/kg untuk produk pangan yang diolah dengan proses panas dan di kemas dalam kaleng. b. 40 mg/kg untuk produk pangan selain yang dimaksudkan 5a. Gejala keracunan merkuri ditandai dengan sakit kepala, sukar menelan, penglihatan menjadi kabur, dan daya dengar menurun. Orang yang keracunan merkuri merasa tebal di bagian kaki dan tangannya, mulut terasa tersumbat oleh logam, gusi membengkak, dan disertai diare. Kematian dapat terjadi karena kondisi tubuh yang makin melemah. Wanita yang mengandung bila terkontaminasi merkuri akan melahirkan bayi yang cacat.
RUANG LINGKUP Ruang lingkup dari survei ini meliputi kegiatan sampling dan pengujian pangan yang dikonsumsi oleh masyarakat yang diduga mengandung merkuri. Jenis pangan yang akan di survei yaitu : 1. 2. 3.
Kelompok gorengan berbasis buah Kelompok gorengan berbasis kedelai Kelompok gorengan berbasis sayuran
TUJUAN Tujuan kegiatan ini adalah mendapatkan gambaran kandungan merkuri pada jajanan gorengan. Bila hasil survei menunjukkan kandungan merkuri melebihi batas yang diijinkan, maka perlu dilakukan surveilan terhadap kandungan merkuri pada tahun-tahun selanjutnya.
75
MANFAAT Manfaat survei kandungan merkuri pada produk pangan ini adalah untuk: 1. 2.
Mengetahui kandungan merkuri pada beberapa jajanan gorengan di wilayah tertentu. Merencanakan kegiatan surveilan pada jajanan gorengan yang mengandung merkuri melebihi batas yang diijinkan dalam produk pangan.
METODOLOGI Kegiatan ini meliputi beberapa tahapan, yaitu penentuan lokasi, penentuan jumlah sampel, dan teknik sampling. 1.
Penentuan sebaran lokasi pada suatu wilayah Penentuan aturan sebaran lokasi merupakan suatu hal yang tidak mungkin. Akan tetapi, secara umum petunjuk yang harus diterapkan dalam penentuan ini adalah: Penentuan sebaran lokasi harus ditentukan berdasarkan informasi spesifik Apabila memungkinkan, penentuan sebaran lokasi dianjurkan ditempatkan pada lokasi yang menjadi pasokan daging ayam Sampel yang diambil pada lokasi tersebut harus mewakili pasokan daging ayam agar mendapatkan data yang dapat dipercaya
2.
Penentuan ukuran sampel (sampel daerah / sampel produk) Syarat yang diperlukan sebelum penentuan ukuran sampel: Ukuran populasi (N) diketahui Pilih taraf signifikansi yang diinginkan Ada beberapa metode praktis, yaitu: Tabel Krejcie N 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100
Taraf Signifikansi 1% 5% 10% 10 10 10 15 14 14 19 19 19 24 23 23 29 28 27 33 32 31 38 36 35 42 40 39 47 44 42 51 48 46 55 51 49 59 55 53 63 58 56 67 62 59 71 65 62 75 68 65 79 72 68 83 75 71 87 78 73
N 320 340 360 380 400 420 440 460 480 500 550 600 650 700 750 800 850 900 950
Taraf Signifikansi 1% 5% 10% 216 167 147 225 172 151 234 177 155 242 182 158 250 186 162 257 191 165 265 195 168 272 198 171 279 202 173 285 205 176 301 213 182 315 221 187 329 227 191 341 233 195 352 238 199 363 243 202 373 247 205 382 251 208 391 255 211
N 3000 3500 4000 4500 5000 6000 7000 8000 9000 10000 15000 20000 30000 40000 50000 75000 100000 150000 200000
Taraf Signifikansi 1% 5% 10% 534 312 248 558 317 251 569 320 254 578 323 255 586 326 257 598 329 259 606 332 261 613 334 263 618 335 263 622 336 263 635 340 266 642 342 267 649 344 268 653 345 269 655 346 269 658 346 270 659 347 270 661 347 270 661 347 270
Rumus Slovin Ket: n : jumlah sampel minimal N : populasi : taraf signifikansi (1%, 5%, 10%)
76
3.
Jika data dianggap menyebar normal maka sampel yang diambil cukup 30 sampel atau Minimal 10% dari jumlah populasi.
Cara pengambilan sampel Sampling dilaksanakan di pasar swalayan, maupun di pasar tradisional di Jakarta. Produk yang akan disampling terdapat dalam bentuk curah maupun terkemas. Beberapa ketentuan yang perlu diperhatikan dalam sampling adalah : Sampel pangan dapat dibeli di pasar tradisional dan pasar swalayan. Untuk pangan terkemas, sampel dapat diperoleh di swalayan. Sampel pangan curah dapat ditemukan di pasar tradisional. Jika jenis pangan tidak ditemukan di satu pasar, dapat mencari ke pasar lain yang berdekatan dalam satu wilayah sampling. Tindakan pencegahan untuk meminimalisir kontaminasi silang sample pasca sampling sangat penting, seperti penggunaan peralatan pengamanan sampel yang bebas dari senyawa kimia (contamination-free container) yang akan diuji keberadaannya dan menghindari paparan kontaminasi yang berasal dari lingkungan. Faktor lain yang mungkin menyebabkan terjadinya kesalahan selama pelaksanaan sampling adalah pelaksana yang tidak berpengalaman ataupun pelaksana yang tidak terlatih. Penyimpanan sampel untuk dianalisis sebaiknya tidak lebih dari 36 jam sejak dilakukannya sampling. Pengamanan sampel selama distribusi: 1. Persiapan sampel: a. Jika sampel adalah pangan restoran, jasa boga, pangan rumah tangga, atau jajanan yang dikemas (dalam kertas nasi, plastik, kardus, styrofoam, dll), ambil sampel dengan kemasannya. Jangan dibuka. b. Jika sampel adalah pangan restoran, jasa boga, pangan rumah tangga, atau jajanan yang tidak dikemas, ambil sampel sesuai kebutuhan menggunakan peralatan bebas kontaminan. 2. Pengambilan sampel: a. Setiap sampel harus dibeli harus dalam jumlah yang mencukupi untuk analisis. Jumlah masing-masing sampel yang dibutuhkan untuk analisis ± 15 – 20 g. Jika termasuk ulangannya (jika 30x ulangan) maka sampel yang diambil adalah sebesar 450 - 600 gram untuk tiap penjual. b. Peralatan seperti stainless steel (non-corosive) dapat digunakan dalam peralatan untuk pengujian timbal dan kadmium. Namun, mungkin tidak bisa digunakan dalam pengujian logam berat lainnya. 3. Pengemasan sampel: a. Masukkan sampel ke dalam wadah polietilen atau wadah lain yang telah diuji dan dinyatakan tidak menyebabkan kontaminasi silang/degradasi selama penyimpanan sebelum dilakukannya analisis. b. Wadah gelas (large-mouth jars) lebih sering digunakan sebagai wadah penyimpanan karena sifatnya yang inert. Sebagai penutupnya dapat menggunakan lapisan teflon untuk sampel dengan cemaran organik-inorganik, plastik polietilenpolipropilen untuk sampel dengan cemaran logam berat, atau alumunium foil untuk sampel dengan cemaran organik.
77
4. Pelabelan: a. Beri label pada setiap sampel segera setelah dikemas. Seperti jenis komoditi, lokasi sampling, tanggal sampling, dan tujuan pengujian.
78