ZANNATI ET AL.: SKRINING SALINITAS PADI MUTAN PADA FASE PERKECAMBAHAN
Skrining Salinitas Padi Mutan Insersi Pembawa Activation-Tagging pada Fase Perkecambahan Germination Phase Screening of Insert Mutant Rice Carrying Activation-Tagging Anky Zannati1,3, Utut Widyastuti2 dan Satya Nugroho3 1
Mahasiswa Program Studi Bioteknologi Sekolah Pasca Sarjana IPB Email:
[email protected] 2 Program Studi Bioteknologi Sekolah Pasca Sarjana IPB Jl. Raya Darmaga Kampus IPB Darmaga Bogor 16680 3 Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI Jl. Raya Bogor Km 46 Cibinong, Bogor 16911
Naskah diterima 8 November 2013 dan disetujui diterbitkan 9 Juni 2015
ABSTRACT. Insert mutation is a method in the functional genomics analysis, using Ac and Ds transposable elements that capable of transposing genes in plant genome, including rice. Using such method, it is possible to identify functional genes, such as abiotic stress tolerance genes in rice plant. The objectives of this research were to screen activated-tag mutant rice for tolerance to salinity stress. Seventy-five lines were chosen from a 1,000 fast screening experiment to identify mutant responsive to salinity stress. The mutant was validated in three screening batches (A, B and C) at germinating stage in Yoshida solution containing 200g/L NaCl. Three potential tolerant mutants, with the highest vigor index were identified from each batch. Insertion analysis of the nine mutants showed that the activator/dissociation (Ac/Ds) elements were still present in the genome, based on the bar and hpt marker genes as identified from the positive PCR. Keywords: Rice (Oryza sativa L.), activation-tag, salinity stress. ABSTRAK. Mutasi insersi adalah salah satu metode dalam analisis fungsional genom. Elemen transposons Ac dan Ds yang mampu bertransposisi pada genom tanaman termasuk padi, dapat digunakan untuk mengungkap gen-gen fungsional yang terkait dengan toleransi terhadap cekaman pada tanaman padi. Tujuan penelitian ini adalah untuk menyeleksi padi mutan pembawa activation-tagging terhadap cekaman salinitas. Dari 75 galur mutan dipilih dari 1.000 mutan yang telah melalui skrining massal untuk mengidentifikasi responnya terhadap cekaman salinitas. Mutan divalidasi pada fase perkecambahan yang dibagi ke dalam tiga kelompok eksperimen validasi (A, B dan C) pada larutan Yoshida yang mengandung NaCl 200g/l. Pada setiap kelompok eksperimen validasi didapatkan tiga mutan potensial dengan nilai index vigour tertinggi. Analisis PCR pada gen hpt dan bar dari sembilan mutan potensial menunjukkan elemen Ac/Ds masih ada dalam genom padi. Kata kunci: Padi, activation-tag, cekaman salinitas.
PENDAHULUAN Cekaman salinitas merupakan salah satu masalah dalam produksi tanaman sereal di dunia. Lebih dari 10% lahan di dunia bersifat salin. Di Asia, 12 juta ha lahan budi daya
terkena salinitas tinggi, sehingga perlu menjadi perhatian (Lafitte et al. 2004). Cekaman salinitas mempengaruhi pertumbuhan akar, batang dan luas daun, akibat ketidakseimbangan metabolik yang disebabkan oleh keracunan ion, cekaman osmotik, dan kekurangan hara (Munns 2002). Tanaman padi sangat peka terhadap cekaman salinitas, khususnya pada fase perkecambahan. Cekaman salinitas pada padi dapat berakibat pada penurunan hasil (Lafitte et al. 2004). Upaya peningkatan produksi padi ke depan akan banyak menghadapi tantangan yang semakin komplek, berkaitan dengan cekaman abiotik dan biotik akibat perubahan iklim. Permasalahan yang dihadapi adalah masih sedikitnya varietas toleran cekaman lingkungan, dalam hal ini cekaman kadar garam yang tinggi. Untuk melacak gen dengan sifat spesifik seperti fungsi menghadapi cekaman salinitas dapat dilakukan dengan menggunakan informasi genom lengkap sehingga memungkinkan eksplorasi sifat-sifat molekul, ekspresi, dan regulasi gen. Mutasi insersi menjadi salah satu strategi untuk mengetahui fungsi suatu gen, dan transposon AC/Ds yang berasal dari jagung adalah salah satu sistem yang banyak digunakan dalam mutasi insersi pada tanaman, seperti pada arabidobsis (Kuromori et al. 2004), wortel (Ipek et al. 2006), tomat (Carter et al. 2013), barley (Scholz dan LueBayclintticke 2001), dan kentang (Van Enckevort et al. 2001). Studi sebelumnya menunjukkan transposon Ac/Ds dapat digunakan pada padi sebagai mutagen insersional yang potensial (Kolesnik et al. 2004), dan sistem activation-tagging dengan elemen Ds yang membawa empat kopi enhancer digunakan pada padi untuk memaksimalkan upaya pencarian gen-gen penting (Upadhyaya et al. 2002). Pendekatan ini 105
PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 34 NO. 2 2015
diharapkan dapat mengungkap potensi padi sebagai sumber gen, atau faktor dan elemen yang mengontrol ekspresi terkait cekaman abiotik, khususnya cekaman salinitas, yang selanjutnya dapat dimanfaatkan untuk merakit unggul padi atau bahkan varietas tanaman lainnya. Pada penelitian sebelumnya, sebanyak 1.000 populasi mutan padi pembawa Ac/Ds telah berhasil dikembangkan dan telah melalui fase skrining massal untuk cekaman salinitas (belum dipublikasi). Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan galur padi mutan insersi yang menunjukkan peningkatan toleransi terhadap cekaman salinitas pada fase perkecambahan.
BAHAN DAN METODE Penelitian dilakukan di Laboratorium Genomik dan Perbaikan Mutu Tanaman, Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI, Cibinong Science Center. Bahan yang digunakan adalah 75 galur padi mutan insersi yang diperoleh dari koleksi benih padi Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI (Nugroho et al. 2006). Benih dipilih berdasarkan umur panen yang seragam. Varietas Pokkali digunakan sebagai kontrol toleran salinitas, IR-29 sebagai kontrol peka, dan Nipponbare sebagai kontrol nonmutasi. Penelitian terdiri atas dua kegiatan, yaitu (1) skrining padi mutan insersi terhadap salinitas, dan (2) analisis insersi dengan PCR. Skrining Padi Mutan Insersi terhadap Salinitas pada Fase Perkecambahan Kegiatan ini dilakukan di Rumah Kaca Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI, Cibinong. Sebelum percobaan, benihbenih padi dari 75 galur mutan dan tiga varietas kontrol disterilisasi terlebih dahulu dengan alkohol 70% dan Bayclin 70%. Skrining dilakukan dengan mengecambahkan benih padi pada botol kultur dalam larutan Yoshida (Yoshida Solution) yang mengandung unsur makro NH4NO3, K2SO4, KH2PO4, K2HPO4, CaCl2. 6H20 and MgSO4.7H2O, dan unsur mikro MnCl2.4H20, NH4, Mo7O24.4H2O, H3BO3, ZnSO4.7H2O, CuSO4.5H2 pada pH hingga 4,5. Untuk menciptakan kondisi salin, ke dalam larutan ditambahkan 200 mM NaCl per liter. Tiap botol kultur digunakan 10 benih. Perlakuan kontrol hanya dikecambahkan pada larutan Yoshida. Sebanyak 75 galur padi mutan tersebut dibagi ke dalam tiga kelompok validasi yang berbeda, untuk memudahkan pengamatan fenotipe, yaitu validasi A terdiri atas 22 galur, validasi B 20 galur, dan validasi C 31 galur. Rancangan yang digunakan adalah acak kelompok dengan dua ulangan. Galur-galur padi mutan diberi perlakuan selama 17 hari. Evaluasi gejala visual keracunan
106
garam dipakai untuk menentukan mutan yang rentan dan toleran, dengan melihat indeks vigour pada masingmasing mutan. Pengamatan dan evaluasi toleransi salinitas dilakukan pada hari ke-17 setelah salinisasi. Peubah yang diukur untuk setiap galur adalah panjang daun, panjang akar, dan persentase perkecambahan. Persentase perkecambahan adalah jumlah benih yang berkecambah/jumlah benih yang disemai x 100%. Indeks vigor yang dihitung menggunakan rumus panjang daun+panjang akar) x % perkecambahan benih, untuk menentukan mutan yang rentan dan toleran (Karnataka 2009). Dihitung juga persentase reduksi pertumbuhan, yaitu dengan rumus Reduksi Pertumbuhan = [1(Pertumbuhan perlakuan/pertumbuhan kontrol)] x 100%) untuk mengetahui persentase reduksi pertumbuhan dalam keadaan salinisasi. Metode validasi galur padi mutan ini merupakan optimasi prosedur dari IRRI (Gregorio et al. 1997). Analisis Insersi dengan PCR Isolasi DNA total dari daun padi dilakukan menggunakan metode CTAB (Murry & Thompson 1980) dan DNA hasil isolasi diukur konsentrasinya dengan photospectrometer IMPLEN. Analisis PCR bertujuan untuk mengetahui pola insersi sekaligus mengetahui aktivitas transposon Ds. PCR dilakukan dengan menggunakan dua pasangan primer. Pertama adalah pasangan primer P1-P3, kedua pasangan P1-P2. PCR dilakukan dengan total volume reaksi 12,5 ul, terdiri atas 0,5 ul DNA konsentrasi 100ng, 1,25 ul primer 10uM, DreamTaq Green (Thermo-Scientific) 6,25 ul, Nuklease Free Water 3,25 ul. Proses PCR dilakukan dengan suhu annealing 60oC, dengan PCR TGradient 96 - Gradient thermocycler Biometra. Selanjutnya amplikon hasil PCR dipisahkan pada gel agarose 0,8% menggunaan bufer 0,5xTBE. Hasil pemisahan divisualisasi setelah sebelumnya dilakukan pewarnaan dengan larutan ethidium bromide dengan konsentrasi 10 mg/ml. Visualisasi hasil dilakukan menggunakan Gel Doc Uvitec Cambride MD5. Hasil PCR dengan Primer P1 dan P3 berupa pita berukuran ±400, sedangkan primer P1 dan P2 berupa pita ±350 pb.
HASIL DAN PEMBAHASAN Skrining Cekaman Salinitas Pada validasi A, nilai indeks vigor mutan adalah 654 (4,86), 504 (4,54), dan 541 (3,62), lebih tinggi dari varietas Pokali sebagai kontrol toleran (1,03) dan Nipponbare (0,98). Pada validasi B, nilai indeks vigor mutan adalah 870 (5,50), 994 (4), dan 873 (3,5), lebih tinggi dari varietas Pokali
ZANNATI ET AL.: SKRINING SALINITAS PADI MUTAN PADA FASE PERKECAMBAHAN
Gambar 1. Indeks vigor perkecambahan padi mutan yang mendapat perlakuan salinitas pada validasi A, B dan C.
sebagai kontrol toleran (1,71) dan Nipponbare (0,79). Pada validasi C, nilai indeks vigor mutan adalah 170 (7,45), 480 (5,65), dan 788 (3,86), lebih tinggi dari varietas Pokali sebagai kontrol toleran (2,50) dan Nipponbare (1,25). Hasil skrining tertera pada Gambar 1. Nilai indeks vigor tertinggi menunjukkan mutanmutan tersebut memiliki toleransi yang lebih baik terhadap perlakuan 200 mM NaCl. Perkembangan peubah tumbuh mutan (panjang daun dan panjang akar) lebih baik dibanding kontrol isogenik Nipponbare maupun Pokkali sebagai kontrol toleran. Kondisi salin pada perlakuan, yaitu dengan konsentrasi 200mM/l NaCl atau setara dengan 20 dS/m, adalah ambang tanaman pangan dapat dikatagorikan toleran salinitas (Munns and Tester 2008). Benih padi sangat sensitif terhadap salinitas. Pengetahuan tentang mekanisme fisiologis pada benih diperlukan untuk mengetahui toleransi terhadap garam dan untuk prediksi kinerja agronomi padi selanjutnya di bawah cekaman garam, karena parameter pertumbuhan seperti biomassa, luas daun, jumlah anakan, dan tinggi
tanaman dipengaruhi oleh salinitas (Munns and Tester 2008). Ada tiga pengaruh salinitas pada tanaman, yaitu stres osmotik, toksisitas ion spesifik, dan ketidakseimbangan nutrisi. Umumnya, stres osmotik adalah pengaruh utama dalam kondisi salinitas jangka pendek sedangkan toksisitas ion spesifik dan ketidakseimbangan gizi adalah pengaruh utama dalam kondisi salinitas jangka panjang (Munns 2002). Perlakuan salinitas adalah cekaman osmotik yang memberikan dampak negatif terhadap pertumbuhan perkecambahan tanaman padi. Pengaruh salinitas dapat dilihat dari data reduksi pertumbuhan pada validasi A, B dan C dari hasil perhitungan reduksi pada Gambar 2. Pada validasi A terdapat tiga mutan yang menunjukkan nilai reduksi lebih rendah dibandingkan dengan mutan yang lain. Ketiga mutan tersebut yaitu mutan 654 (79,36%), 504 (80%), dan 541 (81,34%). Pada validasi A juga terdapat mutan yang memiliki nilai reduksi pertumbuhan paling tinggi yaitu mutan 590 (98,96%). Pada validasi B juga terdapat tiga mutan yang menunjukkan
107
PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 34 NO. 2 2015
nilai reduksi lebih rendah dibanding mutan yang lain. Ketiga mutan tersebut yaitu mutan 870 (74,27%), 869 (77,06%), dan 931 (79,86%), Mutan yang memiliki nilai reduksi paling tinggi adalah mutan 906 (97,59%). Pada validasi C, nilai reduksi lebih rendah dibandingkan denganmutan yang lain. Ketiga mutan tersebut yaitu mutan 170 (70,21%), 151 (78,33%), dan 480 (78,91%) . Pada validasi C juga terdapat mutan yang memiliki nilai reduksi paling tinggi yaitu mutan 466 (96,69%). Mutan-mutan yang memiliki nilai reduksi pertumbuhan yang rendah memiliki adaptasi lebih baik terhadap perlakuan NaCl 200mM. Hal ini dapat diasumsikan bahwa mutan-mutan tersebut menunjukkan toleransi yang lebih baik pada kondisi cekaman garam (Horie et al. 2012). Mutan-mutan dengan nilai reduksi yang rendah potensial digunakan untuk toleransi terhadap salinitas. Skrining mutan pada percobaan ini merupakan langkah validasi untuk mengetahui konsistensi toleransi dan kepekaan terhadap perlakuan garam, yang sebelumnya telah dilakukan secara masal. Mutan-mutan yang toleran pada skrining secara masal konsisten memiliki sifat toleran saat dilakukan validasi. Pada hari ke-17 setelah perlakuan salin, mutan-mutan yang memiliki sifat toleran menunjukkan perkecambahan
yang sangat baik dibandingkan dengan varietas kontrol seperti terlihat pada Gambar 3. Perhitungan indeks vigor dan nilai reduksi menunujukkan mutan yang potensial adalah yang memiliki nilai indeks vigor yang tinggi dan persentase reduksi pertumbuhan yang rendah, seperti ditunjukkan oleh mutan potensial validasi C yaitu mutan 170, 151, dan 480. Analisis Pola Insersi dengan PCR Analisis pola insersi bertujuan untuk mengetahui elemen transposon Ac/Ds dalam genom padi. Hasil analisis akan dimanfaatkan sebagai pendekatan dalam pemetaan daerah insersi dengan menggunakan TAIL-PCR. Berdasarkan konstruksi padi mutan pembawa activation tagging, elemen Ds terkait dengan gen bar di bawah kendali promotor ubi dan mengandung Enhancer, sementara elemen Ac terkait dengan gen penanda higromicin (hpt) di bawah kendali promotor 35S. Pola insersi diketahui melalui aktivitas elemen Ds. Untuk mengetahui aktivitas transposisi elemen Ds dilakukan analisis PCR pada galur mutan potensial toleran cekaman salinitas. PCR dilakukan dengan
Gambar 2. Nilai reduksi pertumbuhan mutan pada validasi batch A, B, dan C.
108
ZANNATI ET AL.: SKRINING SALINITAS PADI MUTAN PADA FASE PERKECAMBAHAN
pasangan primer P1dan P2 dan pasangan primer P1 dan P3. Transposisi Ds terjadi jika teramplifikasi pita berukuran sekitar 400 pb, yaitu pita yang dihasilkan oleh amplifikasi dari primer P1 dan P3. Pada kondisi Ds tidak bertransposisi ditandai oleh munculnya pita berukuran sekitar 350 pb yang dihasilkan oleh pasangan primer P1-P2 (Gambar 4). Dari hasil PCR (Gambar 5) diketahui bahwa pada galur mutan 870-16 (sumur nomor 5-6), 170-10 (sumur nomor 49-50) dan 504-4 (sumur nomor 51-52) terdapat elemen Ds bertransposisi, dengan pita berukuran sekitar 400 pb dari pasangan primer P1-P3, sedangkan
amplifikasi primer P1-P2 menunjukkan hasil negatif. Hal ini berarti elemen Ds telah bertransposisi. Elemen Ds yang tidak bertransposisi terjadi pada galur mutan 8703 (sumur sampel nomor 9-10), 480-12 (sumur sampel nomor 37-38), 170-12 (sumur sampel nomor 41-42), dan 654-1(sumur sampel nomor 81-82). Elemen Ds yang tidak bertransposisi terjadi pada mutan-mutan tersebut. Hal ini diketahui dari teramplifikasinya pita berukuran sekitar 350 pb dari pasangan primer P1-P2, sedangkan pasangan primer P1-P3 tidak menghasilkan amplifikasi. Mutan dengan elemen Ds yang tidak bertransposisi dapat terjadi karena
A
B
Gambar 3. Fenotipe perkecambahan 17 hari setelah perlakuan salinisasi pada media larutan Yoshida dengan penambahan 200 mM NaCL. A fenotipe galur mutan potensial 170, 870 dan 654. B fenotipe varietas kontrol Pokkali, Nipponbare, dan IR29.
Gambar 4. Skema plasmid pMO mengandung elemen Ds, berikut posisi dari primer P1, P2 dan P3 untuk analisis PCR eksisi.
109
PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 34 NO. 2 2015
Gambar 5. Hasil analisis PCR. Angka ganjil adalah hasil PCR menggunakan Primer P1 dan P3, hasil amplifikasi PCR yaitu pita berukuran ±400 pb menunjukkan elemen Ds bertransposisi (kotak kuning). Angka genap adalah hasil PCR menggunakan primer P1 dan P2, hasil amplifikasi PCR yaitu pita berukuran ±350 pb, menunjukkan elemen Ds tidak bertransposisi (kotak merah).
hilangnya mobilitas pada generasi lanjut, misalnya pada generasi ke-6, meskipun Ac masih aktif (Izawa et al. 1997). Menurut Greco et al (2003), metilasi dari gen bar diduga juga sebagai penyebab terhambatnya aktifitas Ac/Ds pada generasi lanjut. Hal lain juga disebabkan oleh silencing (pembungkaman) gen akibat meningkatnya metilasi dari residu sitosin pada daerah promoter ubiquitin yang terkait dengan gen bar (Izawa et al. 1997). Pada hasil PCR eksisi didapatkan amplifikasi dari pasangan primer P1-P3 sekaligus P1-P2, seperti pada mutan 994-6 (sumur nomor 21-22), 170-13 (sumur
110
nomor 43-44), dan 541-3 (sumur nomor 63-64) (Gambar 5). Terdapatnya galur mutan yang menunjukkan hasil amplifikasi demikian diduga karena mutan multiple-copy atau memiliki salinan ganda, yaitu suatu populasi mutan, pada generasi lanjut terdapat kemungkinan terjadinya multiple transposition. Singh et al. (2006) menyebutkan bahwa mutan dengan multiple-copy atau salinan ganda pada suatu generasi dapat terjadi sebanyak 20-40% populasi. Setiap mutan bersifat independen, sehingga insersi yang terjadi berbeda antara satu dengan lainnya. Hal ini
ZANNATI ET AL.: SKRINING SALINITAS PADI MUTAN PADA FASE PERKECAMBAHAN
menyebabkan terjadinya transposisi bervariasi pada setiap galur mutan (Izawa et al. 1997). Mutan dengan elemen Ds yang bertransposisi juga menandakan bahwa sistem mutasi insersi activation tagging dalam penelitian ini dapat digunakan dan aktif dalam jaringan tanaman padi.
KESIMPULAN Skrining pada padi mutan pembawa activation tagging pada fase perkecambahan terdapat sembilan mutan potensial toleran salinitas, yang ditunjukkan oleh nilai indeks vigor, yaitu mutan 654, 504,541, 870, 994, 873, 170, 480 dan 788. Dari hasil analisis insersi diketahui sistem activation tagging dalam penelitian ini dapat digunakan.
UCAPAN TERIMA KASIH Penelitian ini didanai oleh Program Penelitian Kompetitif Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Sehubungan dengan itu disampaikan terima kasih kepada Dr. Satya Nugroho.
DAFTAR PUSTAKA Carter, J.D., A. Pereira, A.W. Dickerman, and R.E. Veilleux. 2013. An active ac/ds transposons system for activation tagging in tomato cultivar m82 using clonal propagation. Plant Physiol. 162:145-156. DOI: 10.1104/pp113.213876. Greco, R., B.F. Ouwerkerk Pieter, C. Sallaud, A. Kohli, L. Colombo, P. Puigdomenech, E. Guiderdoni, P. Christou, J.H.C. Hoge, and A. Pereira. 2001. Transposon insertional mutagenesis in rice. Plant Physiol. 125:1175-1177. Gregorio, G.B., D. Senadhira, and R.D. Mendoza. 1997. Screening rice for salinity tolerance. IRRI Discussion Paper Series no 22. p 1-30 dalam: Bhowmilk, S.K., S. Titov, M.M. Islam, A. Siddika, S. Sultana, and M.D. Haque. 2009. Phenotypic and genotypic screening of rice genotypes at seedling stage for salt tolerance. African J. Biotechnol. 8(23):6490-6494. Horie, T., I. Karahara, and M. Katsuhara. 2012. Salinity tolerance mechanism in glycophytes: An overview with the central focus on rice plants. Rice J. 5(11): 1-18. DOI: 10.1186/19398433-5-11.
Ipek, A ., P. Masson, and P.W. Simon PW. 2006. Genetic transformation of an ac/ds-based transposons tagging system in carrot (Daucus carota l). J. Hort. Sci. 71(6):245-251. Izawa, T., C. Miyazaki, M. Yamamoto, R. Terada, S. Iida, and K. Shimamoto. 1991. Introduction and transposition of the maize transposable element Ac in rice. Mol Gen Genet. 227: 391396. Karnataka, J. 2009. Seed germinability, root and shoot length and vigour index of soybean as influenced by rhizosphere fungi. J. Agr. Sci. 22(5):1120-1122. Kolesnik, T., I. Szeverenyi, D. Bachmann, C.S. Kumar, S. Jiang, R. Ramamoorthy, M. Cai, Z. GangMa, V. Sundaresan, and S. Ramachandran S. 2004. Establising an efficient Ac/Ds tagging system i rice: large-scale analysis of Ds flanking sequences. Plant J. 37: 301-314. DOI: 10.1046/j.1365313X.2003.011948.x. Kuromori, T., T. Hirayama, Y. Kiyosue, H. Takabe, S. Mizokado, T. Sakurai, K. Akiyama, A. Kamiya, T. Ito, and K.A. Shinozaki. 2004. Collection of 11800 single-copy Ds transposons insertion lines in arabidobsis. Plant J. 37: 897-905. DOI: 10.1111/ j.1365.313x2003.02009.x Lafitte, H.R., A. Ismail, and J. Bennett. 2004. New directions for a diverse planet. The 4th International Crop Science Congress 26 Sep – 1 Oct. Brisbane, Australia. Munns, R. and M. Tester. 2008. Mechanism of salinity tolerance. Annu. Rev. Plant Biol. 59: 651-681. DOI: 10.1146/ annurev.arplant.59.032607.092911. Munns, R. 2002. Comparative physiology of salt and water stress. Plant Cell Environ. 25(2):239-250. Nugroho, S., K.R. Trijatmiko, S. Rahmawati, A. Zannati, dan S. Purwantomo. 2006. Upaya pembuatan populasi mutagenik lines padi pembawa Activation-Tag dengan transposon Ac/ Ds melalui transformasi dengan Agrobacterium. Seminar Nasional Bioteknologi. p. 236-242.Bogor Oktober 2006. Scholz, S.H. and S. Luetticke. 2001. Transposition of the maize transposable element Ac in barley (Hordeum vulgare L.). Mol. Gen. Genet. 264:653-661. Sudana, W. 2005. Potensi dan prospek lahan rawa sebagai sumber produksi pertanian. Analisis Kebijakan Pertanian 3(2):141151. Upadhyaya, N.M., X.R. Zhou, Q.H. Zhu, K. Ramm, L. Wu, R. Eamens, R. Sivakumar, T. Kato, D.W. Yun, and C. Shantoskumar. 2002. An Ac/Ds gene and enhancer trapping system for insertional mutagenesis in rice. Func. Plant Biol. 29:547–559. DOI:10.1071/PP01205. Van Enckevort, J.G., J. Lasschuit, W.J. Stiekema, E. Jacobsen, and A. Pereira. 2001. Development of Ac and Ds transposons tagging lines for gene isolation in diploid potato. Mol. Breeding 7: 117-129. Wang, Z.F., J.F. Wang, Y.M. Bao, Y.Y. Wu, X. Su, and H.S. Zhang. 2010. Inheritance of rice seed germination ability under salt stress. Rice Sci. 17: 105-110.
111
PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 34 NO. 2 2015
112