SISTEM PEMANENAN AIR HUJAN PADA RUMAH SUSUN DI JAKARTA UTARA Tania Tritya, Sigit Wijaksono, Sani Heryanto Jurusan Arsitektur, Universitas Bina Nusantara, Jalan KH. Syahdan No. 9 Jakarta Barat 11480, 021-534580,
[email protected] ABSTRACT This research studied about the rainwater harvesting system that can be used as an alternative water source on vertical housing. The research’s method that has been done was a quantative method. The analysis was conducted based on three aspect; (1) human aspects; (2) environmental aspects; and (3) building aspects. It was concluded that by the application of rainwater harvesting system on vertical housing, the total volume of water collected from rainwater system can fill all the needs of water for flushing the toilet for both seasons (dry and rainy season). (TT) Keywords: Water Source, Rainwater Harvesting System, Vertical Housing. ABSTRAK Penelitian ini mempelajari tentang sistem pemanenan air hujan yang dapat digunakan sebagai sumber air alternatif pada rumah susun. Metode penelitian yang telah dilakukan adalah metode kuantitatif. Analisis dilakukan berdasarkan tiga aspek; yakni (1) aspek manusia; (2) aspek lingkungan; dan (3) aspek bangunan. Disimpulkan bahwa dengan penerapan sistem pemanenan air hujan pada rumah susun, jumlah volume air yang ditampung dari hasil sistem pemanenan air hujan dapat memenuhi semua kebutuhan air untuk bilas toilet pada kedua musim (musim kemarau dan musim hujan). (TT) Kata Kunci: Sumber Air, Sistem Pemanenan Air Hujan, Rumah Susun. PENDAHULUAN Jumlah penduduk DKI Jakarta menurut proyeksi Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta tahun 2012 adalah 9,9 juta jiwa. Dengan luasan 662,3 km², kepadatan penduduk DKI Jakarta mencapai 14.947 jiwa/km². Dari 9,9 juta jiwa penduduk Jakarta, 5 juta penduduk nya tidak memiliki rumah (sumber: Kompas.com, 2012). Mereka umumnya masyarakat berpenghasilan rendah atau penduduk miskin. Bertambahnya laju pertumbuhan penduduk di DKI Jakarta setiap tahunnya ini perlu dicermati karena dapat menimbulkan permasalahan, salah satu nya adalah masalah permukiman. Pertambahan penduduk di kota-kota besar terus meningkat, sementara keterbatasan lahan yang ada mengarah kepada fasilitas hunian masal yang disusun secara vertikal (Aswito, 2004). Penyediaan rumah susun merupakan salah satu solusi untuk menampung penduduk miskin ini. Selain bangunan ini merupakan bangunan resmi, rumah susun juga merupakan solusi yang tepat untuk kota Jakarta yang lahannya sudah semakin sempit. Penyediaan rumah susun yang sudah digalangkan sejak 1984, sayangnya tidak dibarengi dengan maintenance fasilitas yang baik. Salah satu nya adalah penyediaan fasilitas air bersih. Menurut Direktorat Jenderal Cipta Karya, salah satu kriteria perumahan yang layak huni adalah bebas dari polusi dan tersedia akses air bersih. (Surtiani, 2006:41). Namun, hal ini tidak terjadi pada beberapa Rumah Susun yang ada di Jakarta Utara, contohnya Rumah Susun Penjaringan. Pada kasus ini, penyediaan akses air bersih di rusun tersebut kerap terhenti. Diakui oleh PAM sebagai pemasok utama sumber air di Jakarta Utara, yakni baru 50 % warga Jakarta Utara menikmati air Perusahaan Air Minum Jakarta Raya (PAM Jaya). Sisanya, walau sudah menggunakan air ledeng, mereka masih membeli per galon. Sejumlah warga di Jakarta Utara malah tidak mungkin menggunakan air sumur karena kawasan mereka telah terintrusi air laut. (sumber : Kompas.com). Menurut Walikota Kotamadya Jakarta Utara, sebenarnya sempat berpikir untuk membuat sumur artesis. Namun, dalam 10 tahun terakhir penurunan tanah di wilayah itu sudah mencapai 80 cm. Memaksakan diri membuat sumur artesis malah akan lebih membahayakan lingkungan.
1
Salah satu jenis air yang dapat dimanfaatkan adalah air hujan. Bukan hanya dapat mengurangi dampak banjir yang mungkin terjadi yang disebabkan oleh kurangnya lahan resapan, tetapi sumber air alternatif ini dapat digunakan sebagai keperluan sehari-hari yang digunakan untuk kebutuhan air baku dan tidak untuk diminum (non pottable water). Hal ini dikarenakan air hujan khususnya yang dekat dengan pantai mengandung toksik logam yaitu plumbum (lead) melebihi garis panduan World Health Organization (WHO) (sumber: Kajian Penyelidikan NAHRIM, 2014), maka air hujan yang dipanen akan digunakan untuk membilas toilet saja, sehingga dengan begitu dapat mengurangi konsumsi air bersih (pottable water) yang ada serta tentu saja mampu mengurangi beban ekonomi yang dikeluarkan untuk memperoleh air bersih. Di sisi lain, penerapan sistem pemanenan air hujan yang diterapkan pada rumah susun Penjaringan ini dianggap cocok dikarenakan dengan penerapannya pada bangunan hunian, sistem ini dipilih untuk diharapkan memenuhi kebutuhan air manusia primer terlebih dahulu yakni kebutuhan air domestik atau kebutuhan air pada rumah tangga METODE PENELITIAN Di dalam penyusunan laporan tugas akhir ini, penulis melakukan penelitian dengan metode kuantitatif. Dimana data yang nantinya akan dikumpulkan dan diteliti berupa angka-angka. Analisis data bersifat kuantitatif/statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan ( Sugiyono, 2012 ). Penulis akan melakukan beberapa perhitungan terhadap sejumlah variabel, yaitu perumusan antara jumlah kebutuhan air penghuni rumah susun, jumlah air hujan yang dipanen, data intensitas curah hujan yang turun di daerah penelitian, dan jenis material yang digunakan untuk area tangkapan. Kemudian dari hasil-hasil diatas akan didapatkan luasan area tangkapan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan, dan luasan tangki yang dibutuhkan untuk menampung air hujan yang sudah dipanen. Teknik pengumpulan data dengan cara studi pustaka, studi banding, survey dan obervasi, wawancara, serta online research. Data yang dihimpun berupa : 1. Data Primer : merupakan data-data langsung yang didapat oleh penulis dengan cara observasi, wawancara, dan survey lapangan. Data tersebut diantaranya adalah data mengenai keadaan eksisting Rumah Susun Penjaringan, data keadaan sekitar tapak, data luasan tapak, serta data kegiatan yang terdapat dalam rumah susun Penjaringan. 2. Data Sekunder : merupakan data-data yang diperoleh dari sumber pertama yang telah dibukukan, atau dikutip dan menjadi acuan dalam sebuah jurnal, dinas pemerintahan, majalah, berita, dsb. Data tersebut diantaranya adalah data curah hujan kelurahan Penjaringan, Jakarta Utara, data teknis Rumah Susun Penjaringan, Jakarta Utara, data standarisasi perancangan rumah susun, data kualitas air, data mengenai penerapan sistem pemanenan air hujan pada bangunan, dll. Tabel 1 Diagram Alur Penelitian
2
ANALISA DAN BAHASAN Sistem Pemanenan Air Hujan Pemanenan air hujan (PAH) merupakan metode atau teknologi yang digunakan untuk mengumpulkan air hujan yang berasal dari atap bangunan, permukaan tanah, jalan atau perbukitan batu dan dimanfaatkan sebagai salah satu sumber suplai air bersih. Sistem PAH Umumnya terdiri dari beberapa sistem yaitu: Area Tangkapan Air Hujan (catchment area), saluran air hujan yang mengalirkan air hujan dari tempat menangkap hujan ke tangki penyimpanan (conveyance), filter, reservoir (storage tank), saluran pembuangan, dan pompa. (Budi Harsoyo, 2010: 33-35). 1.
Skema Pendistribusian Air Hujan Alur air hujan sampai dengan didistribusikan ke unit-unit untuk digunakan untuk kebutuhan bilas toilet adalah sebagai berikut : Tabel 2 Skema Pendistribusian Air Hujan
2.
Komponen Sistem Pemanenan Air Hujan Penutup Atap Dalam pemakaian material pada atap bangunan dipilih yang mampu berperan sebagai penghalang sinar matahari yang difungsikan untuk melindungi ruang yang memerlukan perlindungan dari sinar matahari (contoh : rumah lift, ruang tangki, dsb.), dan yang mampu memasukkan sinar matahari tanpa adanya radiasi, dikarenakan pada lantai paling atas bangunan akan dibuat sebuah skygarden yang difungsikan sebagai ruang komunal untuk para penghuni rumah susun untuk sarana bersosialisasi sebagaimana yang tercantum pada Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pembangunan Rumah Susun Sederhana. Untuk material yang tembus cahaya dipilih material Fiberglass. Di setiap lembar Fiberglass memiliki kemampuan untuk menahan panas dan sinar ultra violet yang berbahaya bagi makhluk hidup. Namun sifatnya yang transparan masih dapat meneruskan cahaya lainnya. Oleh sebab itu, bahan ini cocok bila dipakai untuk menyemaikan tanaman yang ada di bawahnya. Kemudian material yang digunakan untuk melindungi dari cahaya matahari adalah material metal. Pemilihan material metal dipilih dikarenakan material ini merupakan material paling hemat dan ringan dibandingkan jenis lain. Adapun untuk menanggulangi kekurangan pada material Metal, yakni mengurangi daya hantar panas serta kebisingan pada waktu hujan, permukaan bagian atas genteng metal dilapisi dengan butiran pasir dan aspal yang direkatkan. Kemudian difinishing dengan cat.
Gambar 1 Fiberglass
Gambar 2 Atap Metal
3
Letak Area Tangkapan Air Hujan Letak Area Tangkapan Air Hujan menentukan kualitas air hujan yang dipanen. Elemen catcment area dapat menggunakan elemen-elemen bangunan seperti balkon, atap, lapangan, dan lain sebagainya. Tabel 3 Analisa Letak Area Tangkapan Air Hujan No.
Letak Area Tangkapan Di atas
1.
Kelebihan - Menangkap air lebih bersih karena tidak terhalang pohon dan sampah - Tidak memakan lahan - Menangkap air lebih banyak karena luas area tangkapan mampu seluas bangunan.
Kekurangan - Beban air yang ditanggung cukup besar karena berada di tempat yang tinggi
Di tengah - Menangkap air lebih bersih karena tidak terhalang pohon dan sampah - Tidak memakan lahan
2.
Di bawah
- Beban air yang ditanggung tidak ada
3.
- Menangkap Air lebih sedikit karena luas yang terbatas di tengah bangunan
- Menangkap sedikit air karena tertutup pohon dan elemen lain - Air hujan cenderung kotor dikarenakan sudah terkontaminasi kotoran dari tanaman dan debu.
Kesimpulan : Alternatif yang digunakan sebagai prioritas untuk area tangkapan air hujan adalah nomor 1 dan 2. Hal ini dikarenakan air hujan yang ditangkap cukup bersih dan tidak memerlukan filtrasi sebanyak yang dibutuhkan alternatif nomor 3. Alternatif 1 digunakan untuk memenuhi kebutuhan air hujan yang diperlukan, kemudian bila masih terjadi defisit air, maka digunakan area tambahan yakni alternatif 2. Tipologi Bangunan Bentuk yang yang paling cocok untuk rumah susun adalah bentuk kotak karena banyak memiliki kelebihan terutama dalam segi lay out dalam bangunan dan pengaturan furnitur pada unit yang membutuhkan fleksibilitas tinggi. Kemudahan dalam pengembangan dan kesesuaian dengan bentuk tapak juga dipertimbangkan. Bentuk ini merupakan bentuk paling sesuai untuk fungsi bangunan hunian. Gambar 3 Tipologi Bangunan
Sistem Pengalir Air Hujan (Gutters) Sistem pengaliran air hujan ( Gutters ) terdiri dari saluran pengumpul atau pipa yang mengalirkan air hujan yang turun di atap ke tangki penyimpanan (cistern or tanks). Pada pengalir air huan atau yang biasa disebut talang akan dilengkapi dengan screen yang mampu menyaring kotoran yang kemungkinan terbawa oleh air hujan. Perhitungan kebutuhan pipa : Luas atap = p x l x cos = 40 x 14 : cos 30 = 560 : 0,866 = 646,6 m²
4
Tabel 4 Analisa Letak Area Tangkapan Air Hujan Diameter (Inchi) 3 (7,62 cm) 4 (10,16 cm) 5 (12,70 cm) 6 (15,24 cm) 8
Luasan Atap (m²) 0-180 181-385 396-698 699-1135 1136-2445
Volume (liter/menit) 255 547 990 1610 3470
Sumber: Rudy, 2014.
Luas atap Hujan rata-rata Curah Hujan
= 646,6 m² = 159 mm/m²/jam = 3 liter/menit = luas atap x hujan rata-rata = 646,6 m² x 3 liter/menit = 1939.8 liter/menit
Dengan luas atap yang sudah didapatkan sehingga ukuran pipa yang dapat digunakan adalah dengan diameter pipa 5” dengan kapasitas 990 liter/menit. − Air hujan akan mengalir ke bawah dalam waktu 1 menit 1939.8 / 990 = 1.95 2 pipa − Air hujan akan mengalir ke bawah pada waktu ½ menit 1.95 x 2 = 3.9 4 pipa Jadi, pipa 5” yang dibutuhkan untuk mempercepat pembuangan air hujan diatas atap dalam waktu ½ menit adalah 4 pipa yang tersebar letaknya. Filtrasi Air Hujan Tabel 5 Analisa Filtrasi Air Hujan No.
Filtrasi Air Hujan
Kelebihan - Dapat membunuh bakteri - Kualitas air yang dihasilkan lebih baik karena melalui banyak fase
Kekurangan - Memakan lahan yang cukup banyak
1.
Sistem Sekat ( Gravity Fed )
2.
Filtrasi Pasir Cepat
- Menyaring air lebih cepat - Lahan yang dibutuhkan sedikit
- Kemampuan penyaringan terhadap bakteri yang kurang baik
3.
Filtrasi Pasir Lambat
- Dapat membunuh bakteri lebih baik - Lahan yang dibutuhkan sedikit
- Kinerja filtrasi yang cukup lambat
Dalam perancangan ini, akan digunakan filtrasi pasir cepat, agar air hujan yang mengalir mampu terfiltrasi secara cepat dan air hujan tidak meluap karena proses yang terlalu lama . Sistem ini juga tidak memerlukan lahan terlalu besar. Tangki Air Hujan Penempatan tangki air hujan sangat berperan bagi pendistribusian air hujan menuju unit unit. Bila jarak tangki terlalu jauh dengan unit, akan boros dalam penggunaan pompa sehingga, dicari perletakan yang secara menyebar tidak menjadi satu tangki, serta dengan material yang fleksibel agar mampu diletakkan pada dalam bangunan yang lahan nya terbatas. - Letak Tangki Untuk perletakan tangki, dipilih kombinasi antara ketiganya, agar ruang yang dibutuhkan untuk tangki tersebut dapat dibagi per segmen sehingga luasan ang dibutuhkan tidak terlalu besar, dan energi yang dibutuhkan lebih berkurang karena jarak yang tidak terlalu jauh. - Material Tangki Untuk pemilihan tangki air, akan digunakan tangki dengan material beton, dikarenakan bentuk nya dapat disesuaikan dengan luasan ruang yang ada. Terlebih, di dalam perancangan, tangki akan diletakan di segmen berbeda yang beberapa terdapat dalam lantai unit hunian, sehingga dibutuhkan tangki yang memiliki fleksibilitas bentuk agar mudah disesusaikan dengan ruang yang ada.
5
Alur Pendistribusian Air Hujan Untuk pemilihan perindistribusian air hujan, akan menggunankan sistem pendistribusian Down Feed karena sistem ini lebih hemat listrik dibandingkan dengan upfeed. Down Feed disini yaitu pendistribusian langsung dari tangki atas yang telah terisi air hujan langsung menuju unit-unit. 3.
Kebutuhan Air Hujan Langkah pertama yang harus dilakukan adalah mengetahui jumlah kebutuhan air pada bangunan dan menentukan kebutuhan air apa saja yang dapat digantikan dengan air hujan. Tabel 6 Kebutuhan Air Rumah Tangga Orang/Hari Penggunaan Air
Liter 38 10 26 18 32 22 10 9 165 135 300
Mandi Bilas toilet Cuci Pakaian Cuci Piring Kebersihan Rumah Tangga Cuci Kendaraan Siram Taman Minum dan Masak Jumlah Kehilangan (Leak) Jumlah
Galon 10.03 2.64 6.87 4.76 8.45 5.81 2.64 2.38 43.59 35.66 79.25
Persentase 13% 3.5% 8% 6% 11% 7% 3.5% 3% 55% 45% 100%
Berdasarkan kualitas air yang akan digunakan, maka air hujan yang ditampung akan digunakan untuk membilas toilet. Sehingga, total jumlah kebutuhan air yang akan digantikan oleh air hujan adalah sebagai berikut. .
Tabel 7 Total Kebutuhan Air yang Akan diganti Air Hujan
Kebutuhan Bilas Toilet
Liter 10
Pengguna 1152 orang Total per hari
Total Liter 11520 11520
Setelah mengetahui total kebutuhan air dalam satu hari yang akan digantikan oleh air hujan, selanjutnya dimasukkan ke rumus penghitungan penangkap air hujan untuk mendapatkan luas area tangkapan dengan total perhari 11520 liter per hari. Q=CxIxA Q C I A
= Debit air yang dapat dipanen (m³) = Koefisien Run Off = Intensitas air hujan (mm) = Luas area tangkapan (m²)
Air hujan yang tertangkap oleh permukaan dan mengalir dengan lancar yang tidak diserap oleh permukaan penangkap sesuai dengan koefisiensi aliran
Gambar 4 Runoff Coefficients Sumber : Lisa, 2012
6
Material penangkap air hujan menggunakan metal dan fiberglass dengan koefisiensi runoff 0,9 (banyak air yang tertahan) sampai 0,95 (sedikit yang tertahan, lancar) dan jika menggunakan permukaan vegetasi koefisiensi runoff 0.6 (banyak air yang tertahan) dan 0.1 (sedikit yang tertahan, lancar). Koefisiensi runoff yang digunakan adalah sebesar 0,9 untuk mengantisipasi air mengalir tidak terlalu lancar sehingga menggunakan nilai koefisiensi terendah berdasarkan Gambar 4.16 Runoff Coefficients. Tabel 8 Data Curah Hujan Stasiun BMKG Kemayoran BULAN Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Rata2/tahun
2009 547.9 228.3 141.4 92.7 223.4 74.4 10.4 6.5 88.3 63.3 303.7 189.1 303.0
2010 377.0 223.3 245.5 26.7 87.7 133.8 249.6 150.6 256.1 380.9 142.8 124.0 368.9
TAHUN 2011 145.6 230.7 147.7 106.8 198.9 70.5 18.1 1.5 52.6 80.1 44.6 177.0 196.0
2012 254.8 110.5 177.5 167.4 73.5 66.9 21.0 0.0 19.5 19.4 314.7 234.3 224.5
2013 621.9 146.6 184.4 204.3 165.4 101.0 256.7 61.4 49.5 110.1 196.6 338.9 374.9
Rata2/Bulan (mm) 389.4 187.9 179.3 119.6 149.8 89.3 111.2 44.0 93.2 130.8 200.5 212.7 159.0
Rata2/Hari (mm) 12.6 6.7 5.8 4.0 4.8 3.0 3.6 1.4 3.1 4.2 6.7 6.9 5.2
Sumber : BMKG, 2014
− Data curah hujan yang digunakan merupakan rata-rata curah hujan tahunan dari tahun 2009 sampai 2013 sebesar 159 mm/bulan, maka rata-rata perharinya adalah 5.2mm/hari = 0.0052 m/hari, dan kebutuhan air penghuni 11520L/hari = 12 m³ (1 l = 1 dm³ = 0,001 m³). Jadi luas permukaan total yang dibutuhkan yaitu : Luas Catchment Area Minimum Q =CxIxA 12 m³ = 0.9 x 0.0052 x A 12 m³ = 0.00468 m A A = 12 m³/ 0.00468 m A = 2564 m² − Berdasarkan perhitungan di atas, luas area tangkapan yang dibutuhkan adalah 2564 m². Luas area tersebut sudah melampaui luas atap bangunan yakni 1120 m². Maka dari itu, perlu tambahan luasan area tangkapan yang dirancang melalui atap balkon atau desain unit yang mampu memenuhi luasan tangkapan tambahan sebesar 1444 m² − Setelah mendapatkan luas permukaan penangkap kemudian data ini digunakan untuk mencari total air yang dapat ditampung oleh sistem penangkap air hujan dengan luasan tersebut selama 1 bulan Tabel 9 Supply air hujan yang dihasilkan dengan luasan 2564 m² Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
Rainfall (mm) 12.6 6.7 5.8 4.0 4.8 3.0 3.6 1.4 3.1 4.2 6.7 6.9
Rainfall (m) 0.0126 0.0067 0.0058 0.0040 0.0048 0.0030 0.0036 0.0014 0.0031 0.0042 0.0067 0.0069
Luas Penangkap Hujan (m²) 2564 2564 2564 2564 2564 2564 2564 2564 2564 2564 2564 2564
Gross Supply (m³) 32.2 17.2 14.8 10.2 12.4 7.6 9.2 3.6 8.0 10.8 17.1 17.6
Runoff Coefficient 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9
Total Supply (m³) 29.0 15.5 13.3 9.2 11.2 6.9 8.3 3.3 7.2 9.7 15.4 15.8
7
− Tahap kedua, yaitu pengujian kembali untuk mengetahui apakah dengan luasan area penangkap hujan seluas 2564 m2 dapat mencukupi kebutuhan air yang dapat digantikan oleh air hujan tiap bulan dengan melihat sisa air yang dapat ditampung dengan simulasi proyeksi selama 1 tahun. Tabel 10 Proyeksi 1Tahun dengan luasan penangkap 2564 m2 (m³) Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
Supply 29.0 15.5 13.3 9.2 11.2 6.9 8.3 3.3 7.2 9.7 15.4 15.8
Penyimpanan dalam tangki (Kumulatif)
Surplus (Sisa Air)
Kebutuhan 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12
17 3.5 1.3 -2.8 -0.8 -5.1 -3.7 -8.7 -4.8 -2.3 3.4 3.8
17 20.5 21.8 19.0 18.2 13.1 9.4 0.7 0 0 3.4 7.2
-4.1 -2.3
Tabel diatas merupakan simulasi data perhitungan jumlah air hujan yang dapat ditampung berdasarkan kebutuhan air jika digunakan setiap hari dalam 1 tahun oleh total penghuni rumah susun. Melalui perhitungan tersebut, dapat dilihat terjadi defisit air pada bulan September dan Oktober, hal ini dikarenakan supply air yang dihasilkan tidak dapat memenuhi air yang dibutuhkan pada bulan tersebut, dan air simpanan yang ada di tangki penampungan tidak tersisa dan masih kurang. Dari hasil analisa perhitungan tersebut, dapat disimpulkan bahwa luasan penangkap air hujan sebesar 2564 m2 belum dikatakan berkelanjutan atau sustainable karena masih belum mampu memenuhi kebutuhan air secara berkelanjutan pada bulan September dan Oktober. Solusi untuk menyelesaikan masalah ini adalah dengan menambahkan luasan permukaan penangkap air hujan yakni tidak hanya pada atap bangunan, tetapi dapat menggunakan elemen bangunan lain, salah satunya adalah kanopi dan balkon. Untuk mengetahui luasan tambahan yang dibutuhkan, maka dilakukan perhitungan luasan area tangkapan dengan menggunakan intensitas hujan terendah lalu membagi rata dengan hasil luasan yang didapat diawal yang menggunakan intensitas air hujan rata-rata. Intensitas hujan terendah yaitu 1.4 mm/hari, maka menjadi 0.0014 m/hari, dan kebutuhan air penghuni 11520 L/hari = 12 m³ (1 l = 1 dm³ = 0,001 m³). Jadi luas permukaan total yang dibutuhkan yaitu : Luas Catchment Area Minimum Q =CxIxA 12 m³ = 0.9 x 0.0014 x A 12 m³ = 0.00126 m A A = 12 m³/ 0.00468 m A = 9524 m² Jadi didapat hasil 9524 m² dari perhitungan dengan menggunakan intensitas hujan terendah, kemudian dibagi rata-rata dengan hasil yang didapat dengan menggunakan intensitas air hujan rata-rata yaitu, 2564 m². A = 9524 m² + 2564 m² / 2 A = 6044 m² Penambahan luasan diperbesar menjadi 6044 m2, untuk membuktikan penambahan luasan tersebut memenuhi syarat sustainable maka akan dilakukan simulasi penyimpanan air dalam proyeksi 1 tahun.
8
Tabel 11 Supply air hujan yang dihasilkan dengan luasan 6044 m² Rainfall (mm)
Bulan
12.6 6.7 5.8 4.0 4.8 3.0 3.6 1.4 3.1 4.2 6.7 6.9
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
Rainfall (m) 0.0126 0.0067 0.0058 0.0040 0.0048 0.0030 0.0036 0.0014 0.0031 0.0042 0.0067 0.0069
Luas Penangkap Hujan (m²) 6044 6044 6044 6044 6044 6044 6044 6044 6044 6044 6044 6044
Gross Supply (m³)
Runoff Coefficient
75.9 40.6 35.0 24.1 29.2 18.0 21.7 8.6 18.8 25.5 40.4 41.5
0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9
Total Supply (m³) 68.3 36.5 31.5 21.7 26.3 16.2 19.5 7.7 16.9 23.0 36.4 37.3
− Kemudian dilakukan pengujian kembali untuk mengetahui apakah dengan luasan area penangkap hujan seluas 6044 m2 dapat mencukupi kebutuhan air yang dapat digantikan oleh air hujan tiap bulan dengan melihat sisa air yang dapat ditampung dengan simulasi proyeksi selama 1 tahun. Tabel 12 Proyeksi 1 Tahun dengan luasan penangkap 6044 m2 (m³) Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
Supply
Surplus (Sisa Air)
Kebutuhan 68.3 36.5 31.5 21.7 26.3 16.2 19.5 7.7 16.9 23.0 36.4 37.3
12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12
56.3 24.5 19.5 9.7 14.3 4.2 7.5 -4.3 4.9 11.0 24.4 25.3
Penyimpanan dalam tangki (Akumulasi) 56.3 80.8 100.3 110.0 124.3 128.5 136.0 131.7 136.6 147.6 172.0 197.3
Dari hasil analisa tersebut dapat disimpulkan bahwa adanya pengaruh penambahan luas area tangkapan air hujan terhadap ketersediaan sisa air penyimpanan dalam tangki dalam proyeksi selama 1 tahun. Hasil dari penambahan luasan menjadi 6044 m² dapat dilihat pada tabel diatas, tidak terjadi defisit air di tiap bulannya, bahkan mengalami penambahan sisa air. Tabel 13 Grafik Perbandingan Antara Pasokan, Kebutuhan dan Penyimpanan
Tabel diatas menunjukan perbandingan antara pemasukan air hujan yang tertampung, kebutuhan air yang dapat digantikan air hujan, dan sisa penyimpanan dalam tangki. Terlihat pada garis biru, yaitu supply dapat dikatakan mulai menurun di bawah garis demand ketika memasuki bulan Agustus dimana bulan Agustus merupakan musim kemarau, namun dapat tertolong oleh penyimpanan air yang sudah terisi lebih banyak pada awal tahun sehingga kekurangan yang terjadi dapat ditanggulangi oleh air yang telah tersimpan sebelumnya, sehingga kebutuhan air dapat dipenuhi secara berkelanjutan.
9
Untuk volume tangki penampungan air hujan disesuaikan dengan kebutuhan penyimpanan air terbesar pada tahun pertama bulan Desember, yaitu 197.3 m³ dibulatkan menjadi 200 m³, untuk dibagi dalam 10 segmen bangunan dalam 2 blok yaitu tangki atas, tengah dan bawah. Untuk tangki teratas, dibuat lebih luas agar dapat menampung lebih banyak air hujan karena luasan yang ada di bawah bangunan lebih terbatas, sehingga: Luasan pada tangki atas sebesar = 120 m³ 60 m³/blok =5mx6mx2m Luasan tangki tengah dan bawah = Luas tangki / jumlah tangki = (200 m³-120m³) : 8 = 10 m³ Luas Tangki Per Segmen = 2.5 m x 2 m x 2 m = 10 m³ Proses Bentuk Massa Bangunan Tabel 14 Analisa Bentuk Massa Bangunan No.
Proses Gubahan Massa
Keterangan
1.
Perencanaan blok masa didasarkan pada rencana Dinas Perumahan dan Gedung yakni 2 blok dengan 17 lantai per blok. Calon penghuni diasumsikan sejumlah 1152 orang sehingga unit yang akan disediakan adalah 384 buah unit tipe 30 dibagi 2 massa menjadi 192 unit per blok.
2.
Bentuk dasar bangunan adalah persegi panjang. Bentuk persegi panjang merupakan bentuk yang paling ideal untuk bangunan residensial seperti rumah susun, sehingga penyusunan dan fungsi ruangnya akan lebih maksimal. Berdasarkan arah datangnya sinar matahari, bentukan massa ini dianggap paling efisien karena sisi terpanjang bangunan tidak terkena paparan sinar matahari langsung.
3.
Pada fase ini, posisi zoning service terdapat di lantai dasar, area semi public berada di lantai 2 dan 3 dan kemudian area privat berada di lantai 417.
4.
Pada fase ini, posisi area service dipindahkan menjadi ke basement agar tidak mengganggu kegiatan semipublic yang ada di lantai dasar. Perletakan ruang semipublic lantai dasar difungsikan untuk pengguna dan tamu umum yang berkeperluan di fasos dan fasum. Dan sedangkan area semipublic yang berada pada tengah bangunan difungsikan sebagai taman bermain anak sehingga pengawasan lebih bisa dilakukan karena dekat dengan unit dan anak- anak tidak perlu terlalu jauh turun ke bawah untuk bermain.
5.
Kemudian, ditambahkan ruang komunal pada setiap lantai agar ada ruang bagi para penghuni untuk saling bersosialisasi antar tetangga, karena sifat sosial yang tinggi diantara penghuni rumah susun. Ruang ruang ini pula nantinya akan berfungsi sebagai ruang sirkulasi angin untuk koridor di dalam bangunan serta dibuatnya area tangkapan air hujan tambahan selain dari atap utama bangunan.
10
KESIMPULAN Sistem pemanenan air hujan pada rumah susun di Penjaringan ini mampu memenuhi kebutuhan air untuk bilas toilet sejumlah 1152 penduduk rumah susun sepanjang tahun, musim kemarau maupun musim penghujan, dengan volume air 11520 liter dengan spesifikasi komponen sistem pemanenan air hujan sebagai berikut : a. Area Tangkapan Air Hujan − Menggunakan material Fiberglass dan Metal sebagai material penutup atap. − Menggunakan atap dan balkon sebagai area tangkapan − Dengan bentuk bangunan persegi panjang b. Filtrasi Air Hujan Filtrasi air hujan menggunakan filtrasi pasir cepat c. Tangki Air Hujan − Peletakkan tangki dibagi menjadi 3 segmen, yaitu lantai atas, tangah dan bawah dengan menggunakan material beton. d. Alur Pendistribusian Air Hujan Menggunakan sistem langsung dari tangki atas menuju unit-unit. e. Luas Pemanen Air Hujan Luas yang dibuthkan untuk memenuhi kebutuhan air adalah seluas 3000 m² dengan pembagian luas antara atap dan balkon adalah : − Atap seluas 1120 m² − Balkon seluas 1880 m² f. Luas Tangki Air Luas tangki sebesar 6 m³ dibagi menjadi 3 segmen yakni menjadi seluas 1 m x 1 m x 6 m. Untuk selanjutnya, rumah susun yang akan menggunakan sistem pemanenan air hujan untuk memenuhi kebutuhan air bersih penghuni bangunan, diharapkan agar mempunyai lahan yang cukup untuk meletakkan tangki air yang digunakkan untuk menampung hasil olahan air hujan
REFERENSI Avinash, S.P., (2012) Green Buildings. Journal of Engineering Research and Studies, JERS/Vol.III/Issue 1/January-March, 2012/87-90. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. (2014). Data Curah Hujan Pos Kemayoran. Group Raindrops (1995). Rainwater & You. Tokyo : The Organizing Committee for The Tokyo International Rainwater Utilization Conference. Harsoyo, B. (2010). Teknik Pemanenan Air Hujan (Rain Water Harvesting) Sebagai Alternatif Upaya Penyelamatan Sumberdaya Air di Wilayah DKI Jakarta. Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca, Vol.11, No.2: 29-39 Surtiani, E.E. (2006). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terciptanya Kawasan Permukiman Kumuh di Kawasan Pusat Kota. Thesis Magister. Semarang: Program Pasca Sarjana Teknik Pembangunan Wilayah dan Kota Universitas Diponegoro. Yulistyorini, A. (2011). Pemanenan Air Hujan Sebagai Alternatif Pengelolaan Sumber Daya Air Di Perkotaan. Ilmu Sipil : Jurnal Teknologi dan Kejuruan, Vol.34, No.1.
RIWAYAT PENULIS Tania Tritya lahir di DKI Jakarta pada tanggal 25 Oktober 1992. Penulis menamatkan pendidikan S1 di Universitas Bina Nusantara dalam bidang Arsitektur pada tahun 2014.
11