ISLAMIC FINANCE
1 of 21
http://edwardthevampire.wordpress.com/
ISLAMIC FINANCE Bagi mahasiswa pelajar ekonomi terutama ekonomi syariah
SISTEM EKONOMI ISLAM
Februari 17, 2012
Posted by khairoen in Akuntansi Syariah, Ekonomi islam. add a comment Sistem Ekonomi Islam atau syariah sekarang ini sedang banyak diperbincangkan di Indonesia. Banyak kalangan masyarakat yang mendesak agar Pemerintah Indonesia segera mengimplementasikan sistem Ekonomi Islam dalam sistem Perekonomian Indonesia seiring dengan hancurnya sistem Ekonomi Kapitalisme. Di Indonesia ekonomi syariah mulai dikenal sejak berdirinya Bank Muamalat Indonesia pada tahun 1991. Selanjutnya ekonomi berbasis syariah di Indonesia ini mulai menunjukan perkembangan yang menggembirakan. Pada dasarnya, sebagai negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, sudah menjadi kewajiban bagi Umat Islam Indonesia untuk menerapkan ekonomi syariah sebagai bukti ketaatan dan ketundukan masyarakat pada Allah SWT dan Rasulnya. Penerapan hukum syariah bukan hanya terbatas pada bank-bank saja, tapi sudah menjalar ke bisnis asuransi, bisnis multilevel marketing, koperasi bahkan ke pasar modal. Ø Definisi Ekonomi Islam/Syariah menurut beberapa Ekonom Islam Muhammad Abdul Mannan “Ekonomi Islam merupakan ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang diilhami oleh nilai-nilai Islam”. M.M Metwally “Ekonomi Islam dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari perilaku muslim (yang beriman) dalam suatu masyarakat Islam yang mengikuti Al Quran,Hadits Nabi,Ijma dan Qiyas”. Hasanuzzaman “Ilmu ekonomi Islam adalah pengetahuan dan aplikasi dari anjuran dan aturan syariah yang mencegah ketidakadilan dalam memperoleh sumber daya material sehingga tercipta kepuasan manusia dan memungkinkan mereka menjalankan perintah Allah dan masyarakat”. Ø Sejarah tentang Sistem Ekonomi Islam/Syariah Dalam sejarah, lahirnya ekonomi Islam pada masa-masa sekarang ini lebih disebabkan oleh dua faktor. Pertama, faktor ajaran agama yang melarang riba dan menganjurkan sodaqoh. Kedua, timbulnya surplus dolar dari negara-negara penghasil dan pengekspor minyak dari Timur Tengah dan negara Islam di mana mereka pada akhirnya membutuhkan institusi keuangan Islam untuk
09/01/2013 10:46
ISLAMIC FINANCE
2 of 21
http://edwardthevampire.wordpress.com/
menyimpan dana mereka. Dengan hancurnya komunisme dan sistem ekonomi sosialis pada awal tahun 90-an membuat sistem kapitalisme disanjung sebagai satu-satunya sistem ekonomi yang sahih. Tetapi ternyata, sistem ekonomi kapitalis membawa akibat negatif dan lebih buruk, karena banyak negara miskin bertambah miskin dan negara kaya yang jumlahnya relatif sedikit semakin kaya. Dengan kata lain, kapitalis gagal meningkatkan harkat hidup orang banyak terutama di negaranegara berkembang. Bahkan menurut Joseph E. Stigli (2006) kegagalan ekonomi Amerika dekade 90-an karena keserakahan kapitalisme ini. Ketidakberhasilan secara penuh dari sistem-sistem ekonomi yang ada disebabkan karena masing-masing sistem ekonomi mempunyai kelemahan atau kekurangan yang lebih besar dibandingkan dengan kelebihan masing-masing. Kelemahan atau kekurangan dari masing-masing sistem ekonomi tersebut lebih menonjol ketimbang kelebihannya. Karena kelemahannya atau kekurangannya lebih menonjol daripada kebaikan itulah yang menyebabkan muncul pemikiran baru tentang sistem ekonomi terutama dikalangan negara-negara muslim atau negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam yaitu sistem ekonomi syariah. Negara-negara yang penduduknya mayoritas Muslim mencoba untuk mewujudkan suatu sistem ekonomi yang didasarkan pada Al-quran dan Hadist, yaitu sistem ekonomi Syariah yang telah berhasil membawa umat muslim pada zaman Rasulullah meningkatkan perekonomian di Zazirah Arab. Dari pemikiran yang didasarkan pada Al-quran dan Hadist tersebut, saat ini sedang dikembangkan Ekonomi Syariah dan Sistem Ekonomi Syariah di banyak negara Islam termasuk di Indonesia. Ekonomi Syariah dan Sistem Ekonomi Syariah merupakan perwujudan dari paradigma Islam. Pengembangan ekonomi Syariah dan Sistem Ekonomi Syariah bukan untuk menyaingi sistem ekonomi kapitalis atau sistem ekonomi sosialis, tetapi lebih ditujukan untuk mencari suatu sistem ekonomi yang mempunyai kelebihan-kelebihan untuk menutupi kekurangan-kekurangan dari sistem ekonomi yang telah ada. Islam diturunkan ke muka bumi ini dimaksudkan untuk mengatur hidup manusia guna mewujudkan ketentraman hidup dan kebahagiaan umat di dunia dan di akhirat sebagai nilai ekonomi tertinggi. Umat di sini tidak semata-mata umat Muslim tetapi, seluruh umat yang ada di muka bumi. Ketentraman hidup tidak hanya sekedar dapat memenuhi kebutuhan hidup secara melimpah ruah di dunia, tetapi juga dapat memenuhi ketentraman jiwa sebagai bekal di akhirat nanti. Jadi harus ada keseimbangan dalam pemenuhan kebutuhan hidup di dunia dengan kebutuhan untuk akhirat. Ø Tiga Prinsip Dasar Yang Menyangkut sistem ekonomi Syariah menurut Islam 1. Tauhid, Prinsip ini merefleksikan bahwa penguasa dan pemilik tunggal atas jagad raya ini adalah Allah SWT. 2. Khilafah, mempresentasikan bahwa manusia adalah khalifah atau wakil Allah di muka bumi ini dengan dianugerahi seperangkat potensi spiritual dan mental serta kelengkapan sumberdaya materi yang dapat digunakan untuk hidup dalam rangka menyebarkan misi hidupnya. 3. ‘Adalah, merupakan bagian yang integral dengan tujuan syariah (maqasid al-Syariah). Konsekuensi dari prinsip Khilafah dan ‘Adalah menuntut bahwa semua sumberdaya yang merupakan amanah dari Allah harus digunakan untuk merefleksikan tujuan syariah antara lain yaitu; pemenuhan kebutuhan (need fullfillment), menghargai sumber pendapatan (recpectable source of earning), distribusi pendapatan dan kesejah-teraan yang merata (equitable distribution of income and wealth) serta stabilitas dan pertumbuhan (growth and stability).
09/01/2013 10:46
ISLAMIC FINANCE
3 of 21
http://edwardthevampire.wordpress.com/
Ø Empat Ciri/Sifat Sistem Islam 1. Kesatuan (unity) 2. Keseimbangan (equilibrium) 3. Kebebasan (free will) 4. Tanggungjawab (responsibility) Ø Prospek Ekonomi Syariah Di sektor perbankan saja misalnya, sampai tahun 2010 nanti jumlah kantor bank-bank syariah diperkirakan akan mencapai 586 cabang. Prospek perbankan syariah di masa depan diperkirakan juga akan semakin cerah. Selain perbankan, sektor ekonomi syariah lainnya yang juga mulai berkembang adalah asuransi syariah. Prinsip asuransi syariah pada intinya adalah kejelasan dana, tidak mengandung judi dan riba atau bunga. Sama halnya dengan perbankan syariah, melihat potensi umat yang ada di Indonesia, prospek asuransi syariah sangat menjanjikan. Dalam sepuluh tahun ke depan diperkirakan Indonesia bisa menjadi negara yang pasar asuransinya paling besar di dunia. Data dari Asosiasi Asuransi Syariah di Indonesia menyebutkan, tingkat pertumbuhan asuransi syariah selama 5 tahun terakhir mencapai 40 persen, sementara asuransi konvensional hanya 22,7 persen. Perbankan dan asuransi, hanya salah satu dari industri keuangan syariah yang kini sedang berkembang pesat. Ø Dukungan Pemerintah Meski sudah menunjukan eksistensinya, masih banyak kendala yang dihadapi bagi pengembangan ekonomi syariah di Indonesia. Soal pemahaman masyarakat selama ini yang masih kurang memadai. Kendala lainnya yang cukup berpengaruh adalah adanya dukungan penuh dari para pengambil kebijakan di negeri ini, terutama menteri-menteri dan lembaga pemerintahan yang memiliki wewenang dalam menentukan kebijakan ekonomi. Praktisi perbankan syariah, Maka konsep ini akan mengangkat kembali wajah perekonomian kita, artinya memperkuat basis perekonomian kita, yang selama ini menganut sistem kapitalis. Dalam jangka panjang akan memberi pengertian pada masyarakat bahwa harta bukan lagi kepemilikan pribadi, melainkan kepemilikan sosial. Dari sisi inilah islam bisa mengangkat kembali perekonomian bangsa dengan sistem ta’awun. Sehingga milyarder bisa menolong orang-orang menengah ke bawah untuk mengangkat taraf ekonomi mereka, ke jenjang yang lebih mapan. Andaikan mereka tahu betapa Islam sangat memperhatian urusan sosial ekonomi, maka negeri ini ada harapan untuk bangkit dari keterpurukan ekonomi.
Metodologi Ekonomi Islam
Januari 18, 2012
Posted by khairoen in Akuntansi Syariah, Ekonomi islam, ISLAMIC FINANCE. Tags: ekonomi, finance, islam, ISLAMIC FINANCE, perbankan syariah, syariah add a comment Selama ini kalau kita berbicara tentang muamalah, terutama ekonomi, kita akan berbicara tentang apa yang boleh dan apa yang tidak boleh. Hal ini memang merupakan prinsip dasar dari muamalah
09/01/2013 10:46
ISLAMIC FINANCE
4 of 21
http://edwardthevampire.wordpress.com/
itu sendiri, yang menyatakan: “Perhatikan apa yang dilarang, diluar itu maka boleh dikerjakan.” Tetapi pertanyaan kemudian mengemuka, seperti apakah ekonomi dalam sudut pandang Islam itu sendiri? Bagaimana filosofi dan kerangkanya? Dan bagaimanakah ekonomi Islam yang ideal itu? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, maka sebenarnya kita perlu melihat bagaimanakah metodologi dari ekonomi Islam itu sendiri. Muhammad Anas Zarqa (1992), menjelaskan bahwa ekonomi Islam itu terdiri dari 3 kerangka metodologi. Pertama adalah presumptions and ideas, atau yang disebut dengan ide dan prinsip dasar dari ekonomi Islam. Ide ini bersumber dari Al Qur’an, Sunnah, dan Fiqih Al Maqasid. Ide ini nantinya harus dapat diturunkan menjadi pendekatan yang ilmiah dalam membangun kerangka berpikir dari ekonomi Islam itu sendiri. Kedua adalah nature of value judgement, atau pendekatan nilai dalam Islam terhadap kondisi ekonomi yang terjadi. Pendekatan ini berkaitan dengan konsep utilitas dalam Islam. Terakhir, yang disebut dengan positive part of economics science. Bagian ini menjelaskan tentang realita ekonomi dan bagaimana konsep Islam bisa diturunkan dalam kondisi nyata dan riil. Melalui tiga pendekatan metodologi tersebut, maka ekonomi Islam dibangun. Ahli ekonomi Islam lainnya, Masudul Alam Choudhury (1998), menjelaskan bahwa pendekatan ekonomi Islam itu perlu menggunakan shuratic process, atau pendekatan syura. Syura itu bukan demokrasi. Shuratic process adalah metodologi individual digantikan oleh sebuah konsensus para ahli dan pelaku pasar dalam menciptakan keseimbangan ekonomi dan perilaku pasar. Individualisme yang merupakan ide dasar ekonomi konvensional tidak dapat lagi bertahan, karena tidak mengindahkan adanya distribusi yang tepat, sehingga terciptalah sebuah jurang pemisah antara yang kaya dan yang miskin. Pertanyaan kemudian muncul, apakah konsep Islam dalam ekonomi bisa diterapkan di suatu negara, misalnya di negara kita? Memang baru-baru ini muncul ide untuk menciptakan dual economic system di negara kita, dimana ekonomi konvensional diterapkan bersamaan dengan ekonomi Islam. Tapi mungkinkah Islam bisa diterapkan dalam kondisi ekonomi yang nyata? Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, Umar Chapra (2000) menjelaskan bahwa terdapat dua aliran dalam ekonomi, yaitu aliran normatif dan positif. Aliran normatif itu selalu memandang sesuatu permasalahan dari yang seharusnya terjadi, sehingga terkesan idealis dan perfeksionis. Sedangkan aliran positif memandang permasalahan dari realita dan fakta yang terjadi. Aliran positif ini pun kemudian menghasilkan perilaku manusia yang rasional. Perilaku yang selalu melihat masalah ekonomi dari sudut pandang rasio dan nalarnya. Kedua aliran ini merupakan ekstrim diantara dua kutub yang berbeda. Lalu apa hubungannya kedua aliran tersebut dengan pelaksanaan ekonomi Islam? Ternyata hubungannya adalah akan selalu ada orang-orang yang mempunyai pikiran dan ide yang bersumber dari dua aliran tersebut. Jadi atau tidak jadi ekonomi Islam akan diterapkan, akan ada yang menentang dan mendukungnya. Oleh karena itu sebagai orang yang optimis, maka penulis akan menyatakan ‘Ya’, Islam dapat diterapkan dalam sebuah sistem ekonomi. Tetapi optimisme ini akan dapat terwujud manakala etika dan perilaku pasar sudah berubah. Dalam Islam etika berperan penting dalam menciptakan utilitas atau kepuasan (Tag El Din, 2005). Konsep Islam menyatakan bahwa kepuasan optimal akan tercipta manakala pihak lain sudah mencapai kepuasan atau hasil optimal yang diinginkan, yang juga diikuti dengan kepuasan yang dialami oleh kita. Islam sebenarnya memandang penting adanya distribusi, kemudian lahirlah zakat sebagai bentuk dari distribusi itu sendiri. Maka, sesungguhnya kerangka dasar dari ekonomi Islam didasari oleh tiga metodolodi dari Muhammad Anas Zarqa, yang kemudian dikombinasikan dengan efektivitas distribusi zakat serta penerapan konsep shuratic process (konsensus bersama) dalam setiap pelaksanaannya. Dari
09/01/2013 10:46
ISLAMIC FINANCE
5 of 21
http://edwardthevampire.wordpress.com/
kerangka tersebut, insyaAllah ekonomi Islam dapat diterapkan dalam kehidupan nyata. Dan semua itu harus dibungkus oleh etika dari para pelakunya serta peningkatan kualitas sumber daya manusianya (Al Harran, 1996). Utilitas yang optimal akan lahir manakala distribusi dan adanya etika yang menjadi acuan dalam berperilaku ekonomi. Oleh karena itu semangat untuk memiliki etika dan perilaku yang ihsan kini harus dikampanyekan kepada seluruh sumber daya insani dari ekonomi Islam. Agar ekonomi Islam dapat benar-benar diterapkan dalam kehidupan nyata, yang akan menciptakan keadilan sosial, kemandirian, dan kesejahteraan masyarakatnya. Wallahu ‘alamu bishowwab. Keterangan: Penulis adalah Mahasiswa S2 Islamic Banking, Finance, and Management di Markfield Institute of Higher Education (MIHE), Markfield, Leicestershire, Inggris.
MUSYAKARAH
Juli 6, 2011
Posted by khairoen in Akuntansi Syariah, Ekonomi islam. add a comment Pengertian Musyakarah Musyarakah secara bahasa diambil dari bahasa arab yang berarti mencampur. Dalam hal ini mencampur satu modal dengan modal yang lain sehingga tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Kata syirkah dalam bahasa arab berasal dari kata syarika (fi’il madhi), yashruku (fi’il mudhari’) syarikan/syirkatan/syarikatan (masdar/kata dasar); ertinya menjadi sekutu atau syarikat (kamus al Munawar) Menurut erti asli bahasa arab, syirkah bererti mencampurkan dua bahagian atau lebih sehingga tidak boleh dibezakan lagi satu bahagian dengan bahagian lainnya, (An-Nabhani) Hukum Syirkah Syirkah hukumnya mubah. Ini berdasarkan dalil hadith nabi saw berupa taqrir terhadap syirkah. Pada saat baginda diutuskan oleh Allah sebagai nabi, orang-orang pada masa itu telah bermuamalat dengan cara ber-syirkah dan Nabi Muhammad saw membenarkannya. Sabda baginda sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra: Allah ‘Azza wa jalla telah berfirman; Aku adalah pihak ketiga dari 2 pihak yang bersyirkah selama salah satunya tidak mengkhianati yang lainnya. Kalau salah satunya khianat, aku keluar dari keduanya. (Hr Abu dawud, alBaihaqi dan adDaruquthni) Imam Bukhari meriwayatkan bahawa Aba Manhal pernah mengatakan , “aku dan rakan kongsiku telah membeli sesuatu dengan cara tunai dan hutang.” Lalu kami didatangi oleh Al Barra’bin azib. Kami lalu bertanya kepadanya. Dia menjawab, “ Aku dan rakan kongsiku, Zaiq bin Arqam, telah mengadakan perkongsian. Kemudian kami bertanya kepada nabi s.a.w tentang tindakan kami. Baginda menjawab: “barang yang (diperoleh) dengan cara tunai silalah kalian ambil. Sedangkan yang (diperoleh) secara hutang, silalah kalian bayar” Hukum melakukan syirkah dengan kafir Zimmi Hukum melakukan syirkah dengan kafir zimmi juga adalah mubah. Imam Muslim pernah meriwayatkan dari Abdullah bin Umar yang mengatakan: “Rasulullah saw pernah memperkerjakan penduduk khaibar(penduduk Yahudi) dengan mendapat bahagian dari hasil tuaian buah dan tanaman” Rukun Syirkah Rukun syirkah yang asas ada 3 perkara iaitu: a) akad (ijab-kabul) juga disebut sighah b) dua pihak
09/01/2013 10:46
ISLAMIC FINANCE
6 of 21
http://edwardthevampire.wordpress.com/
yang berakad (‘aqidani), mesti memiliki kecekapan melakukan pengelolaan harta c) objek aqad(mahal) juga disebut ma’qud alaihi, samada modal atau pekerjaan Manakala syarat sah perkara yang boleh disyirkahkan adalah adalah objek tersebut boleh dikelola bersama atau boleh diwakilkan. Pandangan Mazhab Fiqih tentang Syirkah Mazhab Hanafi berpandangan ada empat jenis syirkah yang syari’e iaitu syirkah inan, abdan, mudharabah dan wujuh. ( Wahbah Az Zuhaili, Al Fiqh al Islami wa Adillatuhu) Mazhab Maliki hanya 3 jenis syirkah yang sah iaitu syirkah inan, abdan dan mudharabah. Menurut mazhab syafi’e, zahiriah dan Imamiah hanya 2 syirkah yang sah iaitu inan dan mudharabah. Mazhab hanafi dan zaidiah berpandangan ada 5 jenis syirkah yang sah iaitu syirkah inan, abdan, mudharabah, wujuh dan mufawadhah. Ada pun perkongsian boleh samada berkongsi hak milik (syirkatul amlak) atau/dan perkongsian aqad Syeikh Taqiuddin AnNabhani dalam kitabnya Sistem Ekonomi Alternatif Perspektif Islam berijtihad terdapat 5 jenis syirkah yang syari’e sama seperti pandangan mazhab hanafi dan zaidiah. 1) Syirkah Inan Syirkah inan adalah syirkah yang mana 2 pihak atau lebih, setiap pihak menyumbangkan modal dan menjalankan kerja. Contoh bagi syirkah inan: Khalid dan Faizal berkongsi menjalankan perniagaan burger bersama-sama dan masing-masing mengeluarkan modal RM500 setiap seorang. Perkongsian ini diperbolehkan berdasarkan As-Sunnah dan ijma’sahabah. Disyaratkan bahawa modal yang dikongsi adalah berupa wang. Modal dalam bentuk harta benda seperti kereta mestilah diakadkan pada awal transaksi. Perkongsian ini dibangunkan oleh konsep perwakilan(wakalah) dan kepercayaan(amanah). Sebab masing-masing pihak, dengan memberi/berkongsi modal kepada rakan kongsinya bererti telah memberikan kepercayaan dan mewakilkan kepada rakan kongsinya untuk mengelolakan perniagaan. Keuntungan adalah berdasarkan kesepakatan semua pihak yang berkongsi manakala kerugian berdasarkan peratusan modal yang dikeluarkan. Abdurrazzak dalam kitab Al-Jami’ meriwayatkan dari Ali r.a yang mengatakan: “kerugian bergantung kepada modal, sedangkan keuntungan bergantung kepada apa yang mereka sepakati” 2) Syirkah Abdan Perkongsian abdan adalah perkongsian 2 orang atau lebih yang hanya melibat tenaga(badan) mereka tanpa melibatkan perkongsian modal. Sebagai contoh: Jalal adalah tukang buat rumah dan Rafi adalah juruelektrik yang berkongsi menyiapkan projek sebuah rumah. Perkongsian mereka tidak melibatkan perkongsian kos. Keuntungan adalah berdasarkan persetujuan mereka. Syirkah abdan hukumnya mubah berdasarkan dalil As-sunnah. Ibnu mas’ud pernah berkata” aku berkongsi dengan Ammar bin Yasir dan Saad bin Abi Waqqash mengenai harta rampasan perang badar. Sa’ad membawa dua orang tawanan sementara aku dan Ammar tidak membawa apa pun” (HR Abu Dawud dan Atsram). Hadith ini diketahui Rasulullah saw dan baginda membenarkannya. 3) Syirkah Mudharabah Syirkah Mudharabah adalah syirkah dua pihak atau lebih dengan ketentuan, satu pihak menjalankan kerja (amal) sedangkan pihak lain mengeluarkan modal (mal). (An-Nabhani, 1990: 152). Istilah mudharabah dipakai oleh ulama Iraq, sedangkan ulama Hijaz menyebutnya qiradh. (Al-Jaziri, 1996: 42; Az-Zuhaili, 1984: 836). Sebagai contoh: Khairi sebagai pemodal memberikan modalnya sebanyak RM 100 ribu kepada Abu Abas yang bertindak sebagai pengelola modal dalam pasaraya ikan. Ada 2 bentuk lain sebagai variasi syirkah mudharabah. Pertama, 2 pihak (misalnya A dan B)
09/01/2013 10:46
ISLAMIC FINANCE
7 of 21
http://edwardthevampire.wordpress.com/
sama-sama memberikan mengeluarkan modal sementara pihak ketiga (katakanlah C) memberikan menjalankan kerja sahaja. Kedua, pihak pertama (misalnya A) memberikan konstribusi modal dan kerja sekaligus, sedangkan pihak kedua (misalnya B) hanya memberikan konstribusi modal tanpa konstribusi kerja. Kedua-dua bentuk syirkah ini masih tergolong dalam syirkah mudharabah (An-Nabhani, 1990:152). Dalam syirkah mudharabah, hak melakukan tasharruf hanyalah menjadi hak pengelola. Pemodal tidak berhak turut campur dalam tasharruf. Namun demikian, pengelola terikat dengan syarat-syarat yang ditetapkan oleh pemodal. Jika ada keuntungan, ia dibagi sesuai kesepakatan di antara pemodal dan pengelola, sedangkan kerugian ditanggung hanya oleh pemodal. Sebab, dalam mudharabah berlaku wakalah (perwakilan), sementara seorang wakil tidak menanggung kerosakan harta atau kerugian dana yang diwakilkan kepadanya (An-Nabhani, 1990: 152). Namun demikian, pengelola turut menanggung kerugian jika kerugian itu terjadi kerana melanggar syarat-syarat yang ditetapkan oleh pemodal. 4) Syirkah Wujuh Disebut syirkah wujuh kerana didasarkan pada kedudukan, ketokohan atau keahlian (wujuh) seseorang di tengah masyarakat. Syirkah wujuh adalah syirkah antara 2 pihak (misalnya A dan B) yang sama-sama melakukan kerja (amal), dengan pihak ketiga (misalnya C) yang mengeluarkan modal (mal). Dalam hal ini, pihak A dan B adalah tokoh masyarakat. Syirkah semacam ini hakikatnya termasuk dalam syirkah mudharabah sehingga berlaku ketentuan-ketentuan syirkah mudharabah padanya. (An-Nabhani, 1990:154) Bentuk kedua syirkah wujuh adalah syirkah antara 2 pihak atau lebih yang bersyirkah dalam barangan yang mereka beli secara kredit, atas dasar kepercayaan pedagang kepada keduanya tanpa sumbangan modal dari masing-masing pihak. Misalnya A dan B tokoh yang dipercayai pedagang. Lalu A dan B bersyirkah wujuh dengan cara membeli barang dari seorang pedagang C secara kredit. A dan B bersepakat masing-masing memiliki 50% dari barang yang dibeli. Lalu keduanya menjual barang tersebut dan keuntungannya dibagi dua, sedangkan harga pokoknya dikembalikan kepada C (pedagang). Dalam syirkah kedua ini, keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan, bukan berdasarkan nisbah barang dagangan yang dimiliki. Sedangkan kerugian ditanggung oleh masing-masing pengusaha wujuh usaha berdasarkan kesepakatan. Syirkah wujuh kedua ini hakikatnya termasuk dalam syirkah ‘abdan (An-Nabhani, 1990:154). Namun demikian, An-Nabhani mengingatkan bahawa ketokohan (wujuh) yang dimaksud dalam syirkah wujuh adalah kepercayaan kewangan (tsiqah maliyah), bukan semata-mata ketokohan di masyarakat. Maka dari itu, tidak sah syirkah yang dilakukan seorang tokoh (katakanlah seorang menteri atau pedagang besar), yang dikenal tidak jujur atau suka memungkiri janji dalam urusan kewangan. Sebaliknya sah syirkah wujuh yang dilakukan oleh seorang biasa-biasa saja, tetapi oleh para pedagang dia dianggap memiliki kepercayaan kewangan (tsiqah maliyah) yang tinggi misalnya dikenal jujur dan tepat janji dalam urusan kewangan. 5) Syirkah Mufawadhah Syirkah mufawadhah adalah syirkah antara 2 pihak atau lebih yang menggabungkan semua jenis syirkah di atas (syirkah inan, ‘abdan, mudharabah dan wujuh). Syirkah mufawadhah dalam pengertian ini, menurut An-Nabhani adalah boleh. Sebab, setiap jenis syirkah yang sah berdiri sendiri maka sah pula ketika digabungkan dengan jenis syirkah lainnya. Keuntungan yang diperoleh dibagi sesuai dengan kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung sesuai dengan jenis syirkahnya; iaitu ditanggung oleh pemodal sesuai dengan nisbah modal (jika berupa syirkah inan) atau ditanggung pemodal sahaja (jika berupa syirkah mudharabah) atau ditanggung pengusaha usaha berdasarkan peratusan barang dagangan yang dimiliki (jika berupa syirkah wujuh). Contoh: A adalah pemodal, menyumbang modal kepada B dan C, dua jurutera awam yang sebelumnya sepakat bahawa masing-masing melakukan kerja. Kemudian B dan C juga sepakat untuk menyumbang modal untuk membeli barang secara kredit atas dasar kepercayaan pedagang kepada B dan C. Dalam hal ini, pada awalnya yang ada adalah syirkah ‘abdan iaitu B dan C sepakat masing-masing
09/01/2013 10:46
ISLAMIC FINANCE
8 of 21
http://edwardthevampire.wordpress.com/
bersyirkah dengan memberikan konstribusi kerja sahaja. Lalu, ketika A memberikan modal kepada B dan C, bererti di antara mereka bertiga wujud syirkah mudharabah. Di sini A sebagai pemodal, sedangkan B dan C sebagai pengelola. Ketika B dan C sepakat bahawa masing-masing memberikan suntikan modal di samping melakukan kerja, bererti terwujud syirkah inan di antara B dan C. Ketika B dan C membeli barang secara kredit atas dasar kepercayaan pedagang kepada keduanya bererti terwujud syirkah wujuh antara B dan C. Dengan demikian, bentuk syirkah seperti ini telah menggabungkan semua jenis syirkah yang ada yang disebut syirkah mufawadhah. 6) syirkah al milk 1. Syirkah Al Milk mengandung arti kepemilikan bersama (co-ownership) yang keberadaannya muncul apabila dua orang atau lebih memperoleh kepemilikan bersama (joint ownership) atau suatu kekayaan (aset). Misalnya, dua orang atau lebih menerima warisan/hibah/wasiat sebidang tanah atau harta kekayaan atau perusahaan baik yang dapat dibagi atau tidak dapat dibagi-bagi. Contoh lain, berupa kepemilikan suatu jenis barang (misalnya, rumah) yang dibeli bersama. Dalam hal ini, para mitra harus berbagi atas harta kekayaan tersebut berikut pendapatan yang dapat dihasilkannya sesuai dengan porsi masing-masing sampai mereka memutuskan untuk membagi atau menjualnya. Untuk tetap menjaga kelangsungan kerja sama, pengambilan keputusan yang menyangkut harta bersama harus mendapat persetujuan semua mitra. Dengan kata lain, seorang mitra tidak dapat bertindak dalam penggunaan harta bersama kecuali atas izin mitra yang bersangkutan. Syirkah al milk kadang bersifat ikhtiyariyyah (ikhtiari/sukarela/voluntary) atau jabariyyah (jabari/tidak sukarela/involuntary). Apabila harta bersama (warisan/hibah/wasiat) dapat dibagi, namun para mitra memutuskan untuk tetap memilikinya bersama, maka syirkah al milk tersebut bersifat ikhtiyari (sukarela/voluntary). Contoh lain dari syirkah jenis ini adalah kepemilikan suatu jenis barang (misalnya rumah) yang dibeli secara bersama. Namun, apabila barang tersebut tidak dapat dibagi-bagi dan mereka terpaksa harus memilikinya bersama, maka syirkah al milk bersifat jabari (tidak sukarela/involuntary atau terpaksa). Misalnya, syirkah di antara ahli waris terhadap harta warisan tertentu, sebelum dilakukan pembagian.
Perbankan Islam – Peluang atau Ancaman? 2011
Juli 6,
Posted by khairoen in Uncategorized. add a comment oleh Rodney Wilson Durham, Inggris – Perbankan Islam, yang mengisyaratkan penolakan terhadap bunga, telah menjadi sebuah industri penting dalam empat dekade terakhir. Satu pertanyaan tak terelakkan adalah apakah kehadirannya semakin menjauhkan kaum Muslim dari berbagai nilai dan norma Barat, menciptakan sebuah perkampungan keuangan tersendiri. Sebuah pandangan alternatif menyatakan bahwa dengan semakin meningkatnya jumlah orang di Barat yang tidak puas atau skeptis tentang layanan-layanan perbankan yang mereka terima, dan melihat bank-bank tersebut sebagai pemeras atau bahkan tidak etis, kemunculan perbankan Islam dengan moralitas yang berbeda menghasilkan Islam dengan cerminan wajah yang lebih positif. Banyak bankir Barat memandang keuangan Islam sebagai sebentuk rasa keingintahuan, dan bahkan mungkin sebuah peluang bisnis, tetapi jarang yang melihatnya sebagai sebuah ancaman yang dapat dibandingkan dengan ekstremisme Muslim. Kenyataannya, perbankan dan keungan Islam dapat dianggap sebagai sisi lembut Islam, dan sebuah aspek yang meminjamkan dirinya sendiri bagi
09/01/2013 10:46
ISLAMIC FINANCE
9 of 21
http://edwardthevampire.wordpress.com/
sebuah dialog antara orang Barat dan Muslim. Lembaga-lembaga keuangan retel Islam, termasuk Islamic Bank of Britain, , the European Islamic Investment Bank dan Lariba Bank di Kalifornia, saat ini telah tegak berdiri di sejumlah negara Barat. Lebih jauh, bank-bank pemberi pinjaman internasional, termasuk Citibank, HSBC Amanah, Deutsche Bank, dan UBS of Swi erland, semua menawarkan deposito Islam dan fasilitas-fasilitas keuangan yang memenuhi ketentuan syariah. Ada banyak dialog terjadi antara para bankir Barat yang bekerja pada lembaga-lembaga ini dan para ahli syariah yang menyarankan apa yang boleh, dan apa yang tidak, dilakukan. Dialog ini meluas hingga asuransi, di mana perusahaan-perusahaan takaful Islam semakin lama semakin aktif, ciri-ciri mereka yang khas adalah bahwa mereka tidak menganut bunga yang dihasilkan surat-surat obligasi konvensional, dan bahwa dana para pemegang saham dan premi yang dibayar para pemegang polis tersebut tidak dapat dijadikan satu, yang dapat menyebabkan pihak pertama mengeksploitasi kemalangan pihak kedua. Karena syariah merupakan hal yang universial, prinsip-prinsip ilahiah, bukan hukum nasional, kantor-kantor hukum internasional terkemuka juga ikut melibatkan diri dalam urusan perbankan dan keuangan Islam, hanya saja kontrak-kontrak yang ada perlu dirancang di bawah payung hukum Inggris atau Amerika dengan tetap memelihara kesesuaian dengan syariah. Memang, pekerjaan utama para anggota komite syariah yang melayani dewan direksi bank-bank Islam dan konvensional yang menawarkan produk-produk Islam adalah untuk memastikan bahwa kontrak-kontrak baru tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip syariah dan, jika tidak, melakukan dialog dengan para pengacara berkaitan dengan amandemen dan perancangan ulang. Aspirasi dari banyak pihak Islamis adalah memiliki hukum syariah yang ilahiah menggantikan hukum buatan manusia, bahkan mungkin pendirian suatu khalifah dunia yang di bawah kekuasaannya semua orang, Muslim dan non-Muslim, hidup. Tidak mengherankan, aspirasi seperti itu tidak dapat diterima oleh kebanyakan non-Muslim, dan bahkan juga banyak umat Muslim, karena ia tidak memberikan pilihan. Perbankan dan keuangan Islam dapat menentukan arah masa depan: ia memberikan pilihan yang luas, bukannya terbatas. Sementara setiap lembaga memiliki dewan syariahnya masing-masing, kesesuaian dengan syariah pada kenyataannya merupakan urusan pihak swasta, bukan urusan hukum nasional. Bahkan, setiap dewan syariah memiliki fatwa-fatwanya sendiri, yang akibatnya semakin memperluas pilihan dalam pasar gagasan keagamaan. Agama, pasti, berkembang dalam kondisi penuh persaingan dan Islam bukan sebuah pengecualian, sementara jika ia dinasionalisasi, para penganutnya tidak lama akan menjadi terasingkan. Republik Islam Iran dapat dilihat sebagai sebuah contoh yang tidak mendorong perkembangan perbankan dan keuangan Islam. Di sana, semua perbankan telah memenuhi ketentuan syariah sejak undang-undang mengenai Perbankan Bebas Riba diundangkan pada 1983. Para nasabah bank karenanya tidak memiliki pilihan kecuali menggunakan sistem syariah. Namun bank-bank tersebut dimiliki oleh negara dan memiliki otonomi yang kecil, bahkan dalam pengambilan keputusan tentang produk-produk deposito dan keuangan yang hendak ditawarkan. Mereka juga tidak memiliki komite-komite syariah, alasannya hal ini tidak diperlukan karena undang-undang memastikan kepatuhan terhadap syariah dalam keadaan apapun. Hasilnya adalah perkembangan perbankan berjalan lambat, sedikitnya terobosan keuangan yang ada, dan kebanyakan rakyat Iran tidak memiliki rekening bank. Sebaliknya, di wilayah Teluk Arab dan di Malaysia, di mana bank-bank Islam dan konvensional bersaing, bank-bank Islam memiliki produk-produk yang menarik untuk ditawarkan dan jumlah nasabah yang terus tumbuh. Bank Al
09/01/2013 10:46
ISLAMIC FINANCE
10 of 21
http://edwardthevampire.wordpress.com/
Rajhi Arab Saudi telah menjadi bank retel Islam terbesar, dan jangkauan layanan dan saluran pengirimannya dapat disejajarkan dengan penawaran terbaik yang dapat diberikan oleh bank-bank Barat. Perbankan Islam tidak akan kemana-mana, ia merupakan sebuah peluang daripada sebuah ancaman, dan memiliki masa depan yang menggairahkan. Kesenjangan tetap ada – tidak ada bank Islam di Israel, misalnya, untuk melayani penduduk Muslim di sana. Tetapi jika Bank Sentral Israel memberi izin bagi pendiriannya, ia dapat membawa banyak kebaikan. Ia mungkin mendorong penduduk Yahudi yang hidup di sana mempertanyakan apakah pengoperasian bank-bank mereka sendiri telah sesuai dengan ajaran keagamaan dalam Leviticus dan Deuteronomy. Akhirnya perbankan dan keuangan Islam berkaitan dengan kemunculan sebuah bentuk kapitalisme yang khas Islam yang mungkin hidup berdampingan dan berinteraksi dengan Barat, Cina, Rusia atau kapitalisme lainnya. Perkembangan seperti ini seharusnya disambut hangat dan diberi peluang, dan bukannya dihambat atau ditekan. ### * Rodney Wilson adalah direktur pascasarajana Institute for Middle Eastern and Islamic Studies, Durham University. Ia adalah salah seorang editor buku The Politics of Islamic Finance and co-author of Islamic Economics: A Short History. Artikel ini disebarluaskan oleh Common Ground News Service (CGNews) dan dapat dibaca di h p://www.commongroundnews.org.
Pengertian, Tujuan dan Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam Januari 9, 2011 Posted by khairoen in Akuntansi Syariah, Ekonomi islam, ISLAMIC FINANCE. Tags: akuntansi syariah, ekonomi islam, ISLAMIC FINANCE, pengertian, perbaankan syariah, prinsip, tujuan add a comment Islam adalah satu-satunya agama yang sempurna yang mengatur seluruh sendi kehidupan manusia dan alam semesta. Kegiatan perekonomian manusia juga diatur dalam Islam dengan prinsip illahiyah. Harta yang ada pada kita, sesungguhnya bukan milik manusia, melainkan hanya titipan dari Allah swt agar dimanfaatkan sebaik-baiknya demi kepentingan umat manusia yang pada akhirnya semua akan kembali kepada Allah swt untuk dipertanggungjawabkan. Pengertian Ekonomi Islam Ekonomi Islam merupakan ilmu yang mempelajari perilaku ekonomi manusia yang perilakunya diatur berdasarkan aturan agama Islam dan didasari dengan tauhid sebagaimana dirangkum dalam rukun iman dan rukun Islam. Bekerja merupakan suatu kewajiban karena Allah swt memerintahkannya, sebagaimana firman-Nya dalam surat At Taubah ayat 105: Dan katakanlah, bekerjalah kamu, karena Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang yang beriman akan melihat pekerjaan itu. Karena kerja membawa pada keampunan, sebagaimana sabada Rasulullah Muhammad saw: Barang siapa diwaktu sorenya kelelahan karena kerja tangannya, maka di waktu sore itu ia mendapat ampunan.
09/01/2013 10:46
ISLAMIC FINANCE
11 of 21
http://edwardthevampire.wordpress.com/
(HR.Thabrani dan Baihaqi) Tujuan Ekonomi Islam Segala aturan yang diturunkan Allah swt dalam system Islam mengarah pada tercapainya kebaikan, kesejahteraan, keutamaan, serta menghapuskan kejahatan, kesengsaraan, dan kerugian pada seluruh ciptaan-Nya. Demikian pula dalam hal ekonomi, tujuannya adalah membantu manusia mencapai kemenangan di dunia dan di akhirat. Seorang fuqaha asal Mesir bernama Prof.Muhammad Abu Zahrah mengatakan ada tiga sasaran hukum Islam yang menunjukan bahwa Islam diturunkan sebagai rahmat bagi seluruh umat manusia, yaitu: 1. Penyucian jiwa agar setiap muslim bisa menjadi sumber kebaikan bagi masyarakat dan lingkungannya. 2. Tegaknya keadilan dalam masyarakat. Keadilan yang dimaksud mencakup aspek kehidupan di bidang hukum dan muamalah. 3. Tercapainya maslahah (merupakan puncaknya). Para ulama menyepakati bahwa maslahah yang menjad puncak sasaran di atas mencaku p lima jaminan dasar: · keselamatan keyakinan agama ( al din) · kesalamatan jiwa (al nafs) · keselamatan akal (al aql) · keselamatan keluarga dan keturunan (al nasl) · keselamatan harta benda (al mal) Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam Secara garis besar ekonomi Islam memiliki beberapa prinsip dasar: 1. Berbagai sumber daya dipandang sebagai pemberian atau titipan dari Allah swt kepada manusia. 2. Islam mengakui pemilikan pribadi dalam batas-batas tertentu. 3. Kekuatan penggerak utama ekonomi Islam adalah kerja sama. 4. Ekonomi Islam menolak terjadinya akumulasi kekayaan yang dikuasai oleh segelintir orang saja. 5. Ekonomi Islam menjamin pemilikan masyarakat dan penggunaannya direncanakan untuk kepentingan banyak orang. 6. Seorang mulsim harus takut kepada Allah swt dan hari penentuan di akhirat nanti. 7. Zakat harus dibayarkan atas kekayaan yang telah memenuhi batas (nisab) 8. Islam melarang riba dalam segala bentuk. Sumber: Buku Saku Lembaga Bisnis Syariah yang diterbitkan oleh Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah.
09/01/2013 10:46
ISLAMIC FINANCE
12 of 21
Prospek Perbankan Syariah 2010
http://edwardthevampire.wordpress.com/
Oktober 11, 2010
Posted by khairoen in Akuntansi Syariah, Ekonomi islam, ISLAMIC FINANCE. Tags: perbankan syariah add a comment Tahun 2010 membuka peluang besar bagi peningkatan volume usaha dan kinerja perbankan syariah. Pasalnya, laju pertumbuhan ekonomi Indonesia setahun ke depan diyakini masih relatif tinggi, seiring dengan credit rating yang mengalami peningkatan. Belum lagi pendirian bank-bank syariah baru, beberapa di antaranya mulai beroperasi di akhir tahun 2009 lalu, yang dipastikan akan melebarkan ceruk pasar. Gencarnya program edukasi dan diseminasi perbankan syariah oleh Bank Indonesia (BI), perbankan syariah maupun pihak-pihak terkait lainnya makin menciptakan situasi yang kondusif bagi industri padat modal ini. Bahkan, faktor regulasi yang selama ini menjadi hambatan utama telah teratasi. Pada tanggal 16 September 2009 lalu, DPR mengesahkan UU No. 42 tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN), yang antara lain mengatur perpajakan yang lebih kondusif bagi perbankan syariah. Undangundang ini mulai efektif berlaku 1 April 2010. Beberapa Skenario Industri perbankan syariah 2010 diperkirakan mengalami pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan 2009. Hal ini merujuk pada hasil analisis terhadap kondisi fundamental makroekonomi dalam situasi perekonomian dunia yang cenderung pulih, serta dinamika internal industri perbankan syariah. BI telah menyusun beberapa skenario pertumbuhan perbankan syariah, yakni skenario pesimis, moderat dan optimis. Perkembangan perbankan syariah 2009 menunjukkan pertumbuhan volume usaha cukup tinggi, yaitu 26,55%, masih relatif tinggi dibandingkan perbankan konvensional yang sebesar 12,53%. Pencapaian target aset 2010 diharapkan sebesar Rp 97 triliun, dengan angka pertumbuhan industri sebesar 43%. Skenario proyeksi tersebut menggunakan asumsi ketersediaan faktor-faktor pendukung industri perbankan syariah. Faktor-faktor tersebut antara lain mencakup pertumbuhan secara un-organic akibat penambahan pemain barudalam industri; baik bank umum, Unit Usaha Syariah (UUS) maupun BPR Syariah. Konversi bank umum konvensional yang diakuisisi oleh bank menjadi Bank Umum Syariah dan diikuti dengan spin off UUS menjadi trend pertumbuhan tahun ini. Pada tahun 2009, jumlah bank umum syariah yang beroperasi bertambah dengan adanya konversi usaha 3 bank, yaitu Bank Jasa Artha, Bank Persyarikatan dan Bank Harfa yang masing-masing diakuisisi oleh BRI, Bukopin dan Panin menjadi Bank Umum Syariah. Pertumbuhan secara un-organic tersebut juga didukung dengan pertumbuhan organic melalui pertumbuhan volume usaha yang didukung oleh peningkatan jumlah jaringan kantor bank syariah. Per awal November 2009 silam, masyarakat dapat menikmati layanan jasa perbankan syariah melalui 1.101 kantor bank syariah yang dioperasikan oleh 6 Bank Umum Syariah dan 25 UUS dan 138 BPR Syariah. Pulihnya perekonomian global dan domestik menjadi faktor pendorong lainnya. Kinerja ekonomi nasional 2010 diperkirakan akan lebih tinggi dibandingkan tahun ini. Pertumbuhan konsumsi swasta yang masih kuat, kinerja ekspor yang membaik dan adanya stimulus fiskal turut berpengaruh. Jangan diabaikan pula peran vital regulasi. Penetapan UU No. 42 tahun 2009 tentang Amandemen UU PPN dan PPnBM yang efektif berlaku mulai 1 April 2010, yang melengkapi UU Perbankan Syariah setahun sebelumnya. Peraturan perundang-undangan pajak yang lama mengandung ketidakpastian dan menjadi arena
09/01/2013 10:46
ISLAMIC FINANCE
13 of 21
http://edwardthevampire.wordpress.com/
perseteruan sengit antara pelaku bank syariah dan otoritas pajak. Acapkali bank syariah dalam posisi yang sulit dan dipaksa menanggung biaya dari tagihan pajak kurang bayar karena pembiayaan murabahah (jual beli) dipandang layaknya transaksi jual beli usaha dagang pada umumnya yang harus dikutip PPN, bukan pembiayaan perbankan. Dalam ketentuan PPN yang lama, manakala terjadi PPN kurang bayar maka bank harus membayar PPN 10% ditambah denda 48%, dan denda 2% dari dasar pengenaan PPN. Namun dengan tax neutrality mulai April, setiap pembiayaan di perbankan syariah sudah diperlakukan sama dengan bank konvensional dalam hal pengenaan pajaknya. Dalam hal nasabah bertransaksi dengan bank syariah, maka nasabah juga akan mendapatkan barang modal yang diperlukan langsung dari bank, pajak atas pembiayaan berbasis jual beli (murabahah) yang tujuannya untuk membeli barang modal pun – yang sebelumnya dibayar dua kali – cukup dibayar satu kali. Di bawah naungan payung hukum baru ini, industri perbankan syariah seharusnya dapat lebih leluasa untuk melakukan akselerasi kinerja. Faktor yang juga berpengaruh ke depannya yakn, insentif kebijakan dan regulasi pada sisi moneter dan fiskal dari BI dan instansi terkait kepada industri perbankan syariah agar bisa berkembang lebih optimal. Misalnya saja, pengelolaan dana haji oleh bank syariah, BPD Syariah holding atau konversi bank. Tantangan penting dalam pengembangan industri keuangan syariah dalam jangka pendek ini adalah sumber daya manusia (SDM), baik kuantitas maupun kualitas, di tingkat pelaku/praktisi maupun institusi penunjang termasuk pengawas bank. Bentuk kerjasama dengan institusi pendidikan dapat dilakukan, misalnya berupa pelatihan ekonomi/keuangan/perbankan syariah bagi para dosen, rekomendasi kurikulum dan penyediaan literatur seperti buku teks ekonomi/keuangan /perbankan syariah. Sementara itu, kecukupan modal menjadi faktor tak terbantahkan. Prospek masuknya pelaku baru diperkirakan akan pula mendorong bank-bank syariah untuk menambah kapasitas usahanya melalui penambahan modal seiring dengan upaya perluasan jaringan kantor. Peningkatan modal diharapkan dapat mendorong perbankan syariah untuk menjaga kecukupan CAR-nya mengingat perluasan jaringan kantor, yang diharapkan akan berkorelasi positif pada peningkatan dana pihak ketiga, membuat perbankan syariah tetap memliki financial buffer yang tinggi. Upaya penguatan permodalan ini secara internal dapat dilakukan melalui devident policy, di samping penambahan modal baru oleh pemilik atau investor baru. Ke depannya, amat dibutuhkan peningkatan efisiensi untuk menjaga daya saing dan kinerja industri perbankan syariah. Hal ini antara lain bisa dilakukan melalui financial deepening dengan memperkaya variasi produk dan jasa yang ditawarkan. Tentu saja dengan tetap mengedepankan aspek kesesuaian prinsip syariah. Efisiensi dapat pula ditingkatkan lewat pembiayaan secara cross sector dengan subsistem keuangan syariah lainnya, misalnya kolaborasi dengan sistem zakat. Intinya, kreativitas diperlukan meskipun dengan kehati-hatian. Penuntasan segenap pekerjaan rumah itulah yang bisa membawa perbankan syariah untuk bermetamorfosis secara utuh menjadi “lebih dari sekadar bank”. id.shvoong.com
SEKILAS PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA Oktober 11, 2010 Posted by khairoen in Akuntansi Syariah, Ekonomi islam, ISLAMIC FINANCE. Tags: indonesia, perbankan syariah
09/01/2013 10:46
ISLAMIC FINANCE
14 of 21
http://edwardthevampire.wordpress.com/
add a comment Pengembangan sistem perbankan syariah di Indonesia dilakukan dalam kerangka dual-banking system atau sistem perbankan ganda dalam kerangka Arsitektur Perbankan Indonesia (API), untuk menghadirkan alternatif jasa perbankan yang semakin lengkap kepada masyarakat Indonesia. Secara bersama-sama, sistem perbankan syariah dan perbankan konvensional secara sinergis mendukung mobilisasi dana masyarakat secara lebih luas untuk meningkatkan kemampuan pembiayaan bagi sektor-sektor perekonomian nasional. Karakteristik sistem perbankan syariah yang beroperasi berdasarkan prinsip bagi hasil memberikan alternatif sistem perbankan yang saling menguntungkan bagi masyarakat dan bank, serta menonjolkan aspek keadilan dalam bertransaksi, investasi yang beretika, mengedepankan nilai-nilai kebersamaan dan persaudaraan dalam berproduksi, dan menghindari kegiatan spekulatif dalam bertransaksi keuangan. Dengan menyediakan beragam produk serta layanan jasa perbankan yang beragam dengan skema keuangan yang lebih bervariatif, perbankan syariah menjadi alternatif sistem perbankan yang kredibel dan dapat dinimati oleh seluruh golongan masyarakat Indonesia tanpa terkecuali. Dalam konteks pengelolaan perekonomian makro, meluasnya penggunaan berbagai produk dan instrumen keuangan syariah akan dapat merekatkan hubungan antara sektor keuangan dengan sektor riil serta menciptakan harmonisasi di antara kedua sektor tersebut. Semakin meluasnya penggunaan produk dan instrumen syariah disamping akan mendukung kegiatan keuangan dan bisnis masyarakat juga akan mengurangi transaksi-transaksi yang bersifat spekulatif, sehingga mendukung stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan, yang pada gilirannya akan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pencapaian kestabilan harga jangka menengah-panjang. Dengan telah diberlakukannya Undang-Undang No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang terbit tanggal 16 Juli 2008, maka pengembangan industri perbankan syariah nasional semakin memiliki landasan hukum yang memadai dan akan mendorong pertumbuhannya secara lebih cepat lagi. Dengan progres perkembangannya yang impresif, yang mencapai rata-rata pertumbuhan aset lebih dari 65% pertahun dalam lima tahun terakhir, maka diharapkan peran industri perbankan syariah dalam mendukung perekonomian nasional akan semakin signifikan. Kebijakan Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia Untuk memberikan pedoman bagi stakeholders perbankan syariah dan meletakkan posisi serta cara pandang Bank Indonesia dalam mengembangkan perbankan syariah di Indonesia, selanjutnya Bank Indonesia pada tahun 2002 telah menerbitkan “Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia”. Dalam penyusunannya, berbagai aspek telah dipertimbangkan secara komprehensif, antara lain kondisi aktual industri perbankan syariah nasional beserta perangkat-perangkat terkait, trend perkembangan industri perbankan syariah di dunia internasional dan perkembangan sistem keuangan syariah nasional yang mulai mewujud, serta tak terlepas dari kerangka sistem keuangan yang bersifat lebih makro seperti Arsitektur Perbankan Indonesia (API) dan Arsitektur Sistem Keuangan Indonesia (ASKI) maupun international best practices yang dirumuskan lembagalembaga keuangan syariah internasional, seperti IFSB (Islamic Financial Services Board), AAOIFI dan IIFM. Pengembangan perbankan syariah diarahkan untuk memberikan kemaslahatan terbesar bagi masyarakat dan berkontribusi secara optimal bagi perekonomian nasional. Oleh karena itu, maka arah pengembangan perbankan syariah nasional selalu mengacu kepada rencana-rencana strategis lainnya, seperti Arsitektur Perbankan Indonesia (API), Arsitektur Sistem Keuangan Indonesia (ASKI), serta Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN). Dengan demikian upaya pengembangan perbankan syariah merupakan bagian dan kegiatan yang mendukung pencapaian rencana strategis
09/01/2013 10:46
ISLAMIC FINANCE
15 of 21
http://edwardthevampire.wordpress.com/
dalam skala yang lebih besar pada tingkat nasional. “Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia” memuat visi, misi dan sasaran pengembangan perbankan syariah serta sekumpulan inisiatif strategis dengan prioritas yang jelas untuk menjawab tantangan utama dan mencapai sasaran dalam kurun waktu 10 tahun ke depan, yaitu pencapaian pangsa pasar perbankan syariah yang signifikan melalui pendalaman peran perbankan syariah dalam aktivitas keuangan nasional, regional dan internasional, dalam kondisi mulai terbentuknya integrasi dgn sektor keuangan syariah lainnya. Dalam jangka pendek, perbankan syariah nasional lebih diarahkan pada pelayanan pasar domestik yang potensinya masih sangat besar. Dengan kata lain, perbankan Syariah nasional harus sanggup untuk menjadi pemain domestik akan tetapi memiliki kualitas layanan dan kinerja yang bertaraf internasional. Pada akhirnya, sistem perbankan syariah yang ingin diwujudkan oleh Bank Indonesia adalah perbankan syariah yang modern, yang bersifat universal, terbuka bagi seluruh masyarakat Indonesia tanpa terkecuali. Sebuah sistem perbankan yang menghadirkan bentuk-bentuk aplikatif dari konsep ekonomi syariah yang dirumuskan secara bijaksana, dalam konteks kekinian permasalahan yang sedang dihadapi oleh bangsa Indonesia, dan dengan tetap memperhatikan kondisi sosio-kultural di dalam mana bangsa ini menuliskan perjalanan sejarahnya. Hanya dengan cara demikian, maka upaya pengembangan sistem perbankan syariah akan senantiasa dilihat dan diterima oleh segenap masyarakat Indonesia sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan negeri. Grand Strategy Pengembangan Pasar Perbankan Syariah Sebagai langkah konkrit upaya pengembangan perbankan syariah di Indonesia, maka Bank Indonesia telah merumuskan sebuah Grand Strategi Pengembangan Pasar Perbankan Syariah, sebagai strategi komprehensif pengembangan pasar yg meliputi aspek-aspek strategis, yaitu: Penetapan visi 2010 sebagai industri perbankan syariah terkemuka di ASEAN, pembentukan citra baru perbankan syariah nasional yang bersifat inklusif dan universal, pemetaan pasar secara lebih akurat, pengembangan produk yang lebih beragam, peningkatan layanan, serta strategi komunikasi baru yang memposisikan perbankan syariah lebih dari sekedar bank. Selanjutnya berbagai program konkrit telah dan akan dilakukan sebagai tahap implementasi dari grand strategy pengembangan pasar keuangan perbankan syariah, antara lain adalah sebagai berikut: Pertama, menerapkan visi baru pengembangan perbankan syariah pada fase I tahun 2008 membangun pemahaman perbankan syariah sebagai Beyond Banking, dengan pencapaian target asset sebesar Rp.50 triliun dan pertumbuhan industri sebesar 40%, fase II tahun 2009 menjadikan perbankan syariah Indonesia sebagai perbankan syariah paling atraktif di ASEAN, dengan pencapaian target asset sebesar Rp.87 triliun dan pertumbuhan industri sebesar 75%. Fase III tahun 2010 menjadikan perbankan syariah Indonesia sebagai perbankan syariah terkemuka di ASEAN, dengan pencapaian target asset sebesar Rp.124 triliun dan pertumbuhan industri sebesar 81%. Kedua, program pencitraan baru perbankan syariah yang meliputi aspek positioning, differentiation, dan branding. Positioning baru bank syariah sebagai perbankan yang saling menguntungkan kedua belah pihak, aspek diferensiasi dengan keunggulan kompetitif dengan produk dan skema yang beragam, transparans, kompeten dalam keuangan dan beretika, teknologi informasi yang selalu up-date dan user friendly, serta adanya ahli investasi keuangan syariah yang memadai. Sedangkan pada aspek branding adalah “bank syariah lebih dari sekedar bank atau beyond banking”. Ketiga, program pemetaan baru secara lebih akurat terhadap potensi pasar perbankan syariah yang
09/01/2013 10:46
ISLAMIC FINANCE
16 of 21
http://edwardthevampire.wordpress.com/
secara umum mengarahkan pelayanan jasa bank syariah sebagai layanan universal atau bank bagi semua lapisan masyarakat dan semua segmen sesuai dengan strategi masing-masing bank syariah. Keempat, program pengembangan produk yang diarahkan kepada variasi produk yang beragam yang didukung oleh keunikan value yang ditawarkan (saling menguntungkan) dan dukungan jaringan kantor yang luas dan penggunaan standar nama produk yang mudah dipahami. Kelima, program peningkatan kualitas layanan yang didukung oleh SDM yang kompeten dan penyediaan teknologi informasi yang mampu memenuhi kebutuhan dan kepuasan nasabah serta mampu mengkomunikasikan produk dan jasa bank syariah kepada nasabah secara benar dan jelas, dengan tetap memenuhi prinsip syariah; dan Keenam, program sosialisasi dan edukasi masyarakat secara lebih luas dan efisien melalui berbagai sarana komunikasi langsung, maupun tidak langsung (media cetak, elektronik, online/web-site), yang bertujuan untuk memberikan pemahaman tentang kemanfaatan produk serta jasa perbankan syariah yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. bi.go.id
Prinsip Dasar Produk Perbankan Syariah 22, 2010
September
Posted by khairoen in Akuntansi Syariah, Ekonomi islam, ISLAMIC FINANCE. Tags: perbankan syariah 2 comments
Walau Indonesia sebagai sebuah Negara dengan pemeluk agama Islam terbesar, produk keuangan berprinsip syariah baru dikenal beberapa tahun yang lalu dan masih sangat terbatas. Dimulai dari sektor perbankan, dengan berdirinya Bank Muamalat pada November 1991. Prinsip syariah tidak hanya terbatas pada konteks perbankan, melainkan juga meliputi berbagai kegiatan ekonomi dan investasi, termasuk di pasar modal dan asuransi. Anda tentu pernah mendengar istilah bank syariah, atau, lebih luas lagi ekonomi berbasis syariah. Bahkan boleh jadi, banyak di antara Anda yang sudah menggunakan jasa lembaga keuangan syariah. Sebagian dari Anda ada yang menganggap bank syariah hanya untuk komunitas muslim. Apakah benar demikian, bank syariah hanya diperuntukan bagi kaum muslim saja? Maaf, Anda salah besar bila beranggapan seperti itu. Bank Syariah sebenarnya berlaku untuk semua orang atau Universal. Syariah itu sendiri hanyalah sebuah prinsip atau sistem yang sesuai dengan aturan atau ajaran Islam. Siapa saja dapat memanfaatkan jasa keuangan bank syariah.
09/01/2013 10:46
ISLAMIC FINANCE
17 of 21
http://edwardthevampire.wordpress.com/
Ketika krisis moneter melanda Indonesia, medio 1997, sistem syariah telah memberikan manfaat bagi banyak kalangan. Tentunya Anda ingat, pada saat itu, suku bunga pinjaman melambung tinggi hingga puluhan persen. Akibatnya, banyak dari kalangan usaha yang tidak mampu membayar. Tapi, fenomena ini tidak berlaku bagi pelaku usaha yang menggunakan dana dari bank syariah. Para pengusaha tersebut tidak perlu membayar bunga sampai puluhan persen, mereka cukup berbagi hasil dengan bank syariah. Penentuan persentasi bagi hasil dilakukan di awal pengambilan pinjaman. Prinsip-prinsip Dasar Prinsip titipan atau simpanan Al-wadi’ah Al-wadia’ah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke pihak yang lain, baik individu maupun badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip menghendakinya. Aplikasinya dalam produk perbankan, di mana bank sebagai penerima simpanan dapat memanfaatkan prinsip ini yang dalam bank konvensional dikenal dengan produk giro. Sebagai konsekuensi, semua keuntungan yang dihasilkan dari dana titipan tersebut menjadi milik bank (demikian pula sebaliknya). Sebagai imbalan, si penyimpan mendapat jaminan keamanan terhadap hartanya, dan juga fasilitas-fasilitas giro lain. Dalam dunia perbankan yang semakin kompetitif, insentif atau bonus dapat diberikan dan hal ini menjadi kebijakan dari bank bersangkutan. Hal ini dilakukan dalam upaya merangsang semangat masyarakat dalam menabung dan sekaligus sebagai indikator kesehatan bank. Pemberian bonus tidak dilarang dengan catatan tidak disyaratkan sebelumnya dan jumlahnya tidak ditetapkan dalam nominal atau persentasi secara advance, tetapi betul-betul merupakan kebijakan bank. Prinsip bagi hasil (Profit-sharing) Al-Mudharabah Secara teknis, al-mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak,di mana pihak pertama menyediakan seluruh (100 persen) modal, sedangkan pihak lain menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi, ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian tersebut bukan akibat kelalaian di pengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau kelalian si pengelola, maka pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut. Pola transaksi mudharabah, biasanya diterapkan pada produk-produk pembiayaan dan pendanaan. Pada sisi penghimpunan dana, al-mudharabah diterapkan pada: tabungan dan deposito. Sedangkan pada sisi pembiayaan, al-mudharabah, diterapkan untuk: pembiayaan modal kerja. Dengan menempatkan dana dalam prinsip al-mudharabah, pemilik dana tidak mendapatkan bunga seperti halnya di bank konvensional, melainkan nisbah bagian keuntungan. Dalam praktiknya, nisbah untuk tabungan berkisar 55 –56 persen dari hasil investasi yang dilakukan oleh bank. Dalam hal bank konvensional, angka tersebut kira-kira setara dengan 11-12 persen. Sedangkan dalam sisi pembiayaan, bila seorang pedagang membutuhkan modal untuk berdagang maka dapat mengajukan permohonan untuk pembiayaan bagi hasil seperti al-mudharabah. Caranya dengan menghitung terlebih dahulu perkiraan pendapatan yang akan diperoleh oleh nasabah dari proyek tersebut. Misalkan, dari modal Rp.30 juta diperoleh pendapatan Rp.5 juta/bulan. Dari
09/01/2013 10:46
ISLAMIC FINANCE
18 of 21
http://edwardthevampire.wordpress.com/
pendapatan tersebut harus disisihkan terlebih dahulu untuk tabungan pengembalian modal, sebut saja Rp.2 juta. selebihnya dibagi antara bank dengan nasabah dengan kesepakatan di muka, misalnya 60 persen untuk nasabah dan 40 persen untuk bank. Al-Musyarakah Dalam sistem ini terjadi kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu. Para pihak yang bekerja sama memberikan kontribusi modal. Keuntungan ataupun risiko usaha tersebut akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. Dalam sistem ini, terkandung apa yang biasa disebut di bank konvensional sebagai sarana pembiayaan. Secara konkret, bila Anda memiliki usaha dan ingin mendapatkan tambahan modal, Anda bisa menggunakan produk al-musyarakah ini. Inti dari pola ini adalah, bank syariah dan Anda secara bersama-sama memberikan kontribusi modal yang kemudian digunakan untuk menjalankan usaha. Porsi bank syariah akan diberlakukan sebagai penyertaan dengan pembagian keuntungan yang disepakati bersama. Dalam bank konvensional, pembiayaan seperti ini mirip dengan kredit modal kerja. Prinsip Al-Murabahah Dalam skim ini, terjadi jual beli suatu barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang nilainya disepakati kedua belah pihak. Penjual dalam hal ini harus memberi tahu harga produk yang ia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahan. Misalkan Anda membutuhkan kredit untuk pembelian mobil. Dalam bank konvensional Anda akan dikenakan bunga dan Anda diharuskan membayar cicilan bulanan selama waktu tertentu. Di sektor perbankan, suku bunga yang berlaku mungkin saja berubah. Dalam sistem bank syariah, tentu saja produk seperti ini juga tersedia. Namun bentuknya bukan kredit, melainkan menggunakan prinsip jual-beli, yang diistilahkan dengan Murabahah. Dalam hal ini, bank syariah akan membeli mobil yang Anda inginkan terlebih dahulu, kemudian menjualnya lagi kepada Anda. Tapi, karena bank syariah menalanginya dulu, maka pada saat menjual kepada Anda, harganya sedikit lebih mahal, sebagai bentuk keuntungan buat bank syariah. Karena bentuk keuntungan bank syariah sudah disepakati di depan, maka nilai cicilan yang harus Anda bayarkan relatif lebih tetap. Tentunya masih banyak lagi prinsip-prinsip perbankan syariah, yang kami uraikan di atas merupakan prinsip-prinsip dasar yang umum dikenal di perbankan syariah. Perbedaan Bank Syariah Sepintas bila dilihat secara teknis, menabung di bank syariah dengan yang belaku di bank konvensional hampir tidak ada perbedaan. Hal ini karena, baik di bank syariah maupun bank konvensional diharuskan mengikuti aturan teknis perbankan secara umum. Akan tetapi bila diamati lebih dalam, terdapat beberapa perbedaan mendasar di antara keduanya. Perbedaan pertama terletak pada akadnya. Pada bank syariah, semua transaksi harus berdasarkan akad yang dibenarkan oleh syariah. Dengan demikian, semua transaksi itu harus mengikuti kaidah dan aturan yang berlaku pada akad-akad muamalah syariah. Pada bank konvensional, transaksi pembukaan rekening, baik giro, tabungan maupun deposito, berdasarkan perjanjian titipan, namun prinsip titipan ini tidak sesuai dengan aturan syariah, misalnya wadi’ah, karena dalam produk giro, tabungan maupun deposito, menjanjikan imbalan dengan tingkat bunga tetap terhadap uang yang disetor.
09/01/2013 10:46
ISLAMIC FINANCE
19 of 21
http://edwardthevampire.wordpress.com/
Perbedaan kedua terdapat pada imbalan yang diberikan. Bank konvensional menggunakan konsep biaya (cost concept) untuk menghitung keuntungan. Artinya, bunga yang dijanjikan di muka kepada nasabah penabung merupakan ongkos atau biaya yang harus dibayar oleh bank. Oleh karena itu bank harus “menjual†kepada nasabah lain (peminjam) dengan biaya bunga yang lebih tinggi. Perbedaan antara keduanya disebut spread yang menandakan apakah perusahaan tersebut untung atau rugi. Bila spread-nya positif, di mana beban bunga yang dibebankan kepada peminjam lebih tinggi dari bunga yang diberikan kepada penabung, maka dapat dikatakan bahwa bank mendapatkan keuntungan. Sebaliknya juga benar. Sedangkan bank syariah menggunakan pendekatan profit sharing, artinya dana yang diterima bank disalurkan kepada pembiayaan. Keuntungan yang didapat dari pembiayaan tersebut dibagi dua, untuk bank dan untuk nasabah, berdasarkan perjanjian pembagian keuntungan di muka. Perbedaan ketiga adalah sasaran kredit/ pembiayaan. Para penabung di bank konvensional tidak sadar uang yang ditabung dipinjamkan untuk berbagai bisnis, tanpa memandang halal-haram bisnis tersebut. Sedangkan di bank syariah, penyaluran dan simpanan dari masyarakat dibatasi oleh prinsip dasar, yaitu prinsip syariah Artinya bahwa pemberian pinjaman tidak boleh ke bisnis yang haram seperti, perjudian, minuman yang diharamkan, pornografi dan bisnis lain yang tidak sesuai dengan syariah. Demikianlah ulasan kami kali ini seputar produk perbanak syariah. Semoga ulasan ini dapat menambah pengetahuan dan alternatif sarana investasi.n Diambil dari Harian Umum Sore Sinar Harapan Rubrik PERENCANAAN KEUANGAN. Rubrik ini diasuh oleh Tim Indonesia School of Life (ISOL) yakni Andrias Harefa, Roy Sembel, M. Ichsan, Heru Wibawa, dan Parpudi Lubis. blog.keuanganpribadi.com (with editing)
Grand Strategy Pengembangan Pasar Perbankan Syariah September 20, 2010 Posted by khairoen in Akuntansi Syariah, Ekonomi islam, ISLAMIC FINANCE. Tags: ISLAMIC FINANCE, perbankan syariah add a comment Sebagai langkah konkrit upaya pengembangan perbankan syariah di Indonesia, maka Bank Indonesia telah merumuskan sebuah Grand Strategi Pengembangan Pasar Perbankan Syariah, sebagai strategi komprehensif pengembangan pasar yg meliputi aspek-aspek strategis, yaitu: Penetapan visi 2010 sebagai industri perbankan syariah terkemuka di ASEAN, pembentukan citra baru perbankan syariah nasional yang bersifat inklusif dan universal, pemetaan pasar secara lebih akurat, pengembangan produk yang lebih beragam, peningkatan layanan, serta strategi komunikasi baru yang memposisikan perbankan syariah lebih dari sekedar bank. Selanjutnya berbagai program konkrit telah dan akan dilakukan sebagai tahap implementasi dari grand strategy pengembangan pasar keuangan perbankan syariah, antara lain adalah sebagai berikut:
09/01/2013 10:46
ISLAMIC FINANCE
20 of 21
http://edwardthevampire.wordpress.com/
Pertama, menerapkan visi baru pengembangan perbankan syariah pada fase I tahun 2008 membangun pemahaman perbankan syariah sebagai Beyond Banking, dengan pencapaian target asset sebesar Rp.50 triliun dan pertumbuhan industri sebesar 40%, fase II tahun 2009 menjadikan perbankan syariah Indonesia sebagai perbankan syariah paling atraktif di ASEAN, dengan pencapaian target asset sebesar Rp.87 triliun dan pertumbuhan industri sebesar 75%. Fase III tahun 2010 menjadikan perbankan syariah Indonesia sebagai perbankan syariah terkemuka di ASEAN, dengan pencapaian target asset sebesar Rp.124 triliun dan pertumbuhan industri sebesar 81%. Kedua, program pencitraan baru perbankan syariah yang meliputi aspek positioning, differentiation, dan branding. Positioning baru bank syariah sebagai perbankan yang saling menguntungkan kedua belah pihak, aspek diferensiasi dengan keunggulan kompetitif dengan produk dan skema yang beragam, transparans, kompeten dalam keuangan dan beretika, teknologi informasi yang selalu up-date dan user friendly, serta adanya ahli investasi keuangan syariah yang memadai. Sedangkan pada aspek branding adalah “bank syariah lebih dari sekedar bank atau beyond banking”. Ketiga, program pemetaan baru secara lebih akurat terhadap potensi pasar perbankan syariah yang secara umum mengarahkan pelayanan jasa bank syariah sebagai layanan universal atau bank bagi semua lapisan masyarakat dan semua segmen sesuai dengan strategi masing-masing bank syariah. Keempat, program pengembangan produk yang diarahkan kepada variasi produk yang beragam yang didukung oleh keunikan value yang ditawarkan (saling menguntungkan) dan dukungan jaringan kantor yang luas dan penggunaan standar nama produk yang mudah dipahami. Kelima, program peningkatan kualitas layanan yang didukung oleh SDM yang kompeten dan penyediaan teknologi informasi yang mampu memenuhi kebutuhan dan kepuasan nasabah serta mampu mengkomunikasikan produk dan jasa bank syariah kepada nasabah secara benar dan jelas, dengan tetap memenuhi prinsip syariah; dan Keenam, program sosialisasi dan edukasi masyarakat secara lebih luas dan efisien melalui berbagai sarana komunikasi langsung, maupun tidak langsung (media cetak, elektronik, online/web-site), yang bertujuan untuk memberikan pemahaman tentang kemanfaatan produk serta jasa perbankan syariah yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. sumber: bi.go.id
Bunga-bebas perbankan sebagai ide 2010
Agustus 30,
Posted by khairoen in Akuntansi Syariah, Ekonomi islam, ISLAMIC FINANCE. add a comment
Interest-free banking seems to be of very recent origin. Bebas bunga perbankan tampaknya sangat baru-baru asal. The earliest references to the reorganisation of banking on the basis of profit sharing rather than interest are found in Anwar Qureshi (1946), Naiem Siddiqi (1948) and Mahmud Ahmad (1952) in the late forties, followed by a more elaborate exposition by Mawdudi in 1950 (1961). 2
09/01/2013 10:46
ISLAMIC FINANCE
21 of 21
http://edwardthevampire.wordpress.com/
Muhammad Hamidullah’s 1944, 1955, 1957 and 1962 writings too should be included in this category. Paling awal referensi ke reorganisasi perbankan atas dasar bagi hasil bukan bunga yang ditemukan Anwar Qureshi (1946), Naiem Siddiqi (1948) dan Mahmud Ahmad (1952) di akhir tahun empat puluhan, diikuti dengan penjelasan yang lebih rumit oleh Maududi di 1950 (1961) tulisantulisan. Muhammad Hamidullah’s 1944, 1955, 1957 dan 1962 2 juga harus dimasukkan dalam kategori ini. They have all recognised the need for commercial banks and the evil of interest in that enterprise, and have proposed a banking system based on the concept of Mudarabha – profit and loss sharing. Mereka semua mengakui perlunya bank-bank komersial dan kejahatan yang menarik di perusahaan itu, dan telah mengusulkan sistem perbankan yang didasarkan pada konsep Mudarabha – laba dan berbagi rugi. In the next two decades interest-free banking a racted more a ention, partly because of the political interest it created in Pakistan and partly because of the emergence of young Muslim economists. Dalam dua dekade-bunga bebas perbankan berikutnya lebih menarik perhatian, sebagian karena kepentingan politik itu dibuat di Pakistan dan sebagian lagi karena munculnya ekonom Muslim muda. Works specifically devoted to this subject began to appear in this period. Bekerja secara khusus ditujukan untuk subjek ini mulai muncul pada periode ini. The first such work is that of Muhammad Uzair (1955). Karya tersebut pertama adalah bahwa Muhammad Uzair (1955). Another set of works emerged in the late sixties and early seventies. Satu set karya muncul di tahun enam puluhan dan awal tujuh puluhan. Abdullah al-Araby (1967), Nejatullah Siddiqi (1961, 1969), al-Najjar (1971) and Baqir al-Sadr (1961, 1974) were the main contributors. 3 Abdullah al-Araby (1967), Nejatullah Shiddiqi (1961, 1969), al-Najjar (1971) dan Baqir al-Sadr (1961, 1974) adalah kontributor utama. 3 Early seventies saw the institutional involvement. Awal tahun tujuh puluhan melihat keterlibatan institusional. Conference of the Finance Ministers of the Islamic Countries held in Karachi in 1970, the Egyptian study in 1972, First International Conference on Islamic Economics in Mecca in 1976, International Economic Conference in London in 1977 were the result of such involvement. Konferensi Para Menteri Keuangan Negara-negara Islam diselenggarakan di Karachi pada tahun 1970, studi Mesir pada tahun 1972, Pertama Konferensi Internasional Ekonomi Islam di Mekah pada tahun 1976, Konferensi Ekonomi Internasional di London pada tahun 1977 adalah hasil dari keterlibatan tersebut. The involvement of institutions and governments led to the application of theory to practice and resulted in the establishment of the first interest-free banks. The Islamic Development Bank, an inter-governmental bank established in 1975, was born of this process. Keterlibatan lembaga dan pemerintah menyebabkan penerapan teori ke praktek dan mengakibatkan pendirian bank bebas bunga pertama. The Islamic Development Bank, sebuah bank antarpemerintah yang didirikan pada tahun 1975, lahir dari proses ini. « older posts
Tema: Regulus oleh Binary Moon. Blog pada WordPress.com.
09/01/2013 10:46