SERIAL PEDOMAN TEKNIS Penyusunan Rencana Aksi Percepatan Pencapaian Tujuan MDGs di Daerah
DEFINISI OPERASIONAL INDIKATOR MDGs
KEMENTERIAN PPN / BAPPENAS dan BADAN PUSAT STATISTIK Tahun 2011
Pedoman Definisi Operasional Indikator MDGs
Kata Pengantar Sebagai implementasi Inpres No.3 Tahun 2010, maka seluruh daerah menyusun Rencana Aksi Daerah untuk Percepatan Pencapaian Tujuan MDGs (RAD MDGs). Sejalan dengan hal tersebut, maka Bappenas telah menyusun dan mensosialisasikan pedoman penyusunan RAD pada akhir tahun 2010 dan melakukan fasilitasi secara komprehensif kepada daerah. Berdasarkan berbagai masukan dalam proses fasilitasi ke daerah, maka untuk memudahkan daerah dalam penyusunan RAD, Bappenas perlu memberikan berbagai petunjuk teknis. Dokumen ini merupakan salah satu serial dari pedoman teknis bagi daerah, terutama untuk memahami lebih jauh definisi operasional dari setiap indikator MDGs, termasuk bagaimana melakukan pemantauannya baik ditingkat nasional maupun daerah. Kami mengucapkan terima kasih atas dukungan dari seluruh kementerian lembaga yang bekerjasama dalam memberikan masukan untuk penyusunan dokumen ini. Kami sampaikan terima kasih secara khusus kepada BPS yang telah menyiapkan draft awal dokumen ini dengan dukungan CIDA dan UNICEF, sehingga selanjutnya kami dapat mengembangkan versi yang lebih lengkap. Kami harapkan pedoman ini dapat dimanfaatkan sebaik mungkin oleh para pengambil kebijakan dan perencana program baik di tingkat nasional dan daerah, terutama dalam menjamin ketersediaan dan kelengkapan data untuk pemantauan indikator MDGs, yang setiap tahunnya dilaporkan kepada PBB. Jakarta, September 2011
Dra. Nina Sardjunani, MA Deputy SDM dan Kebudayaan Kementerian PPN / Bappenas selaku Sekretaris Tim Koordinasi Nasional MDGs
i
Pedoman Definisi Operasional Indikator MDGs
Daftar Isi Kata Pengantar………………………………………………………………………………………………………………………………… Daftar Isi…………………………………………………………………………………………………………………………………………… Daftar Rumus…………………………………………………………………………………………………………………………………… Daftar Singkatan……………………………………………………………………………………………………………………………….
i ii iv vi
PENDAHULUAN…………………………………………………………………………………………………………………………….… A. Latar Belakang…………………………………………………………………………………………………………….…… B. Tujuan………………………………………………………………………………………………………………………….….. C. Ruang Lingkup…………………………………………………………………………………………………………………. D. Landasan Hukum…………………………………………………………………………………………………………….. Indikator Sasaran Pembangunan Milenium (MDGs)……………………………………………………………………….
1 1 1 2 2 3
Tujuan 1. Menanggulangi Kemiskinan dan Kelaparan….………………………………………………………………… Target 1 A Menurunkan proporsi penduduk yang tingkat pendapatannya di bawah $1 (PPP) per hari menjadi setengahnya antara 1990-2015………………………………………………………………………………. TARGET 1B Menciptakan kesempatan kerja penuh dan produktif dan pekerjaan yang layak untuk semua, termasuk perempuan dan kaum muda……………………………………………………………………. TARGET 1C Menurunkan proporsi penduduk yang menderita kelaparan menjadi setengahnya antara 1990-2015……………………………………………………………………………………………………………………………. Tujuan 2. Mencapai Pendidikan Dasar untuk Semua…………………………………………………………………….… Target 2A Memastikan pada 2015 semua anak-anak dimanapun, laki-laki maupun perempuan dapat menyelesaikan pendidikan dasar………………………………………………………….. Tujuan 3. Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan…………………………….……… Target 3A. Menghilangkan Ketimpangan Gender di Tingkat Pendidikan Dasar dan Lanjutan pada 2005 dan di Semua Jenjang Pendidikan Tidak Lebih dari Tahun 2015………………………….. Tujuan 4. Menurunkan Angka Kematian Anak….…………………………………………………………………………….. Target 4A Menurunkan Angka Kematian Balita (AKBA) hingga Dua Pertiga, dalam kurun waktu 1990-2015…………………………………………………………………………………………………………………. Tujuan 5. Meningkatkan Kesehatan Ibu…..……………………………………………………………………………………. Target 5A Menurunkan Angka Kematian Ibu sebesar Tiga Perempat dalam kurun waktu tahun 1990-2015…………………………………………………………………………………………………………………. Target 5B Mewujudkan Akses Kesehatan Reproduksi bagi Semua pada Tahun 2015……..….. Tujuan 6. Memerangi HIV/AIDS, Malaria, & Penyakit Menular Lainnya…………………………………..…….. Target 6A: Mengendalikan Penyebaran HIV/AIDS dan Mulai Menurunnya Jumlah Kasus Baru hingga Tahun 2015………………………………………………………………………………………………………. Target 6B: Mewujudkan Akses Terhadap Pengobatan HIV/AIDS bagi Semua yang Membutuhkan sampai dengan Tahun 2015…………………………………………………………………………. Target 6C: Mengendalikan Penyebaran dan Mulai Menurunkan Jumlah Kasus Baru Malaria dan Penyakit Utama Lainnya Hingga Tahun 2015…………………………………………………………………. Tujuan 7. Menjamin Kelestarian Lingkungan Hidup……………………………………………………………………….. Target 7A: Memadukan prinsip-prinsip pembangunan yang berkesinambungan dalam kebijakan dan program nasional serta mengurangi kerusakan pada sumber daya lingkungan
6 6 8 11 13 13 16 16 19 19 22 22 24 26 26 29 30 34 34 ii
Pedoman Definisi Operasional Indikator MDGs
Target 7.B: Menanggulangi kerusakan keanekaragaman hayati dan mencapai penurunan tingkat kerusakan yang signifikan pada tahun 2010……………………………………………………………… Target 7C: Menurunkan hingga setengahnya proporsi rumah tangga tanpa akses berkelanjutan terhadap air minum layak dan sanitasi dasar hingga tahun 2015…………………… Target 7D:Mencapai peningkatan yang signifikan dalam kehidupan penduduk miskin di permukiman kumuh (minimal 100 juta) pada tahun 2020……………………………………………………. Tujuan 8. Membangun Kemitraan Global untuk Pembangunan…………………………………………………….. Target 8A: Mengembangan sistem keuangan dan perdagangan yang terbuka, berbasis peraturan, dapat diprediksi dan tidak diskriminatif……………………………………………………………... Target 8D: Menangani utang negara berkembang melalui upaya nasional maupun internasional untuk dapat mengelola utang dalam jangka panjang……………………………………… Target 8.F: Bekerjasama dengan swasta dalam memanfaatkan teknologi baru, terutama teknologi informasi dan komunikasi…………………………………………………………………………………….. Lampiran Susunan Keanggotaan Penyusunan Pedoman Definisi Operasional Indikator MDGs……. Daftar Pustaka………………………………………………………………………………………………………………………………….
40 41 43 44 44 46 48 51 55
iii
Pedoman Definisi Operasional Indikator MDGs
Daftar Rumus Rumus 1.1. Rumus 1.2. Rumus 1.3. Rumus 1.4. Rumus 1.5. Rumus 1.6. Rumus 1.7. Rumus 1.8. Rumus 2.1. Rumus 2.2. Rumus 2.3. Rumus 2.4. Rumus 3.1. Rumus 3.2. Rumus 3.3. Rumus 4.1 Rumus 4.2. Rumus 4.3 Rumus 5.1. Rumus 5.2. Rumus 5.3. Rumus 5.4. Rumus 5.5. Rumus 5.6. Rumus 6.1. Rumus 6.2. Rumus 6.3. Rumus 6.4. Rumus 6.5. Rumus 6.6. Rumus 6.7. Rumus 6.8. Rumus 7.1. Rumus 7.2. Rumus 7.3. Rumus 7.4.
Proporsi penduduk dengan pendapatan kurang dari US$ 1,00 (PPP) per kapita per hari Rasio kesenjangan kemiskinan Proporsi kuintil termiskin dalam konsumsi nasional Laju pertumbuhan PDB per tenaga kerja Rasio kesempatan kerja terhadap penduduk usia 15 tahun ke atas (penduduk Usia Kerja) Proporsi tenaga kerja yang berusaha sendiri, pekerja bebas dan pekerja keluarga terhadap total kesempatan kerja Prevalensi balita kurang gizi (BKG) Proporsi penduduk dengan asupan kalori di bawah tingkat konsumsi minimum Angka Partisipasi Murni (APM) sekolah dasar Angka partisipasi murni di sekolah menengah pertama (APM-SMP) Proporsi murid kelas 1 yang berhasil mencapai kelas akhir (kelas 6) Sekolah Dasar Angka melek huruf (AMH) penduduk usia 15-24 tahun Rasio perempuan terhadap laki-laki di tingkat pendidikan dasar, menengah atas dan perguruan tinggi Kontribusi perempuan dalam pekerja upahan di sektor non pertanian (KPPNP) Proporsi kursi yang diduduki perempuan di DPR Angka Kematian Balita (AKBA) per 1000 kelahiran hidup Angka Kematian Bayi (AKB) per 1000 kelahiran hidup Presentase anak berusia 1 tahun yang diimunisasi campak Angka kematian ibu per 100,000 kelahiran hidup Proporsi kelahiran yang ditolong oleh Tenaga Kesehatan Terlatih Angka pemakaian kontrasepsi (Contraseptive Prevalence Rate / CPR) bagi Pasangan Usia Subur (PUS) usia 15-49 tahun semua cara. Angka kelahiran pada remaja (perempuan usia 15-19 tahun/Age Specific Fertitility Rate-ASFR) per 1000 perempuan usia 15-19 tahun Cakupan Pelayanan Antenatal satu kali Unmet need (Kebutuhan Keluarga Berencana/KB) yang tidak terpenuhi Penggunaan kondom pada hubungan seks beresiko tinggi terakhir Proporsi jumlah penduduk usia 15-24 tahun yang mempunyai pengetahuan komprehensif tentang HIV/AIDS (PPK-HIV/AIDS) Proporsi penduduk terinfeksi HIV lanjut yang memiliki akses pada obat antiretroviral (persen) Angka kejadian dan tingkat kematian malaria Proporsi anak balita yang tidur dengan kelambu berinteksida Angka kejadian, prevalensi, dan tingkat kematian akibat tuberkulosis Proporsi jumlah kasus tuberkulosis yang terdeteksi dan diobati dalam program DOTS Proporsi kasus tuberkulosis yang diobati dan sembuh dalam program DOTS Rasio luas kawasan tertutup pepohonan berdasarkan hasil pemotretan citra satelit dan survey foto udara terhadap luas daratan Jumlah emisi karbon dioksida (CO2) Jumlah konsumsi bahan perusak ozon (BPO) Proporsi tangkapan ikan yang berada dalam batasan biologis yang aman
6 7 8 9 9 10 11 12 13 14 14 15 17 18 18 19 20 21 22 23 24 24 25 25 27 29 29 30 31 32 32 33 35 36 37 37 iv
Pedoman Definisi Operasional Indikator MDGs
Rumus 7.5. Rumus 7.6. Rumus 7.7. Rumus 7.8. Rumus 7.9. Rumus 7.10. Rumus 8.1. Rumus 8.2. Rumus 8.3. Rumus 8.4. Rumus 8.5. Rumus 8.6. Rumus 8.7. Rumus 8.8. Rumus 8.9.
Rasio kawasan lindung untuk menjaga kelestarian keanekaragaman hayati terhadap total luas kawasan hutan Rasio kawasan konservasi perairan terhadap total luas perairan territorial Rasio kawasan lindung (RKL) terhadap luas wilayah Proporsi rumah tangga dengan akses berkelanjutan terhadap air minum layak, perkotaan dan perdesaan Proporsi rumah tangga dengan akses berkelanjutan terhadap sanitasi dasar, perkotaan dan perdesaan Proporsi rumah tangga kumuh perkotaan Rasio Ekspor + Impor terhadap PDB Rasio Pinjaman terhadap simpanan di Bank Umum Rasio Pinjaman terhadap simpanan di Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Rasio Pinjaman Luar Negeri terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Rasio Pembayaran Pokok Utang dan Bunga Utang Luar Negeri terhadap Penerimaan Hasil Ekspor (Debt Service Ratio/DSR) Tingkat penetrasi telpon tetap Tingkat penetrasi telpon bergerak Tingkat penetrasi pengguna internet Proporsi Rumah Tangga yang Memiliki Komputer Pribadi
38 39 40 41 42 43 44 45 45 46 47 48 48 49 50
v
Pedoman Definisi Operasional Indikator MDGs
Daftar Singkatan AKB AKBA AKG AKI AKM AKTB AMH 15-24 APM-SD APM-SMP APS AP TB ARV ASFR BAPPENAS BKG BKKBN BPO BPR BPS BU BTA Positif CFCs CIDA CO2 CPR DAS DPD DPR DPRD DOTS DSR GRK HIV/AIDS HBFC HCFC IMS IPCC KB KBLI Kemdiknas Kemenag Kemenkeu Kemerin Kemhut
Angka Kematian Bayi Angka Kematian Balita Angka Kecukupan Gizi Angka Kematian Ibu Angka Kematian Malaria Angka Kematian karena Tuberkulosis Angka Melek Huruf penduduk usia 15-24 tahun Angka Partisipasi Murni-Sekolah Dasar Angka Partisipasi Murni-Sekolah Menengah Pertama Angka Partisipasi Sekolah Angka Proporsi Tuberkulosis Antiretroviral Age Specific Fertitility Rate Badan Perencanaan Pembangunan Nasional / Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional Balita Kurang Gizi Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Bahan Perusak Ozon Badan Perkreditan Rakyat Badan Pusat Statistik Berusaha Sendiri Batang Tahan Asam Positif Chlorofluorocarbons Canadian International Development Agency Karbon Dioksida Contraceptive Prevalence Rate Daerah Aliran Sungai Dewan Perwakilan Daerah Dewan Perwakilan Rakyat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Directly Observed Treatment, Short-course Debt Service Ratio Gas Rumah Kaca Human Immuno-defisiency Virus / Acquired Immuno-deficiency Syndrome Hidrobromofluorocarbon Hydrochlorofluorocarbon Infeksi Menular Seksual Intergovernmental Panel on Climate Change Keluarga Berencana Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia Kementerian Pendidikan Nasional Kementerian Agama Kementerian Keuangan Kementerian Perindustrian Kementerian Kehutanan vi
Pedoman Definisi Operasional Indikator MDGs
Kemkes Kemkominfo Kemtan KepMen KKP KLB KLH Km KMNLH KPAN KPPNP LN MDGs MI MSY MTs ODHA PAH PAKG P-ARV PB PC PDB ADHK PDBCAPTKt PDBCAPTKt-1 PDRB PDKM PG PK PK-HSB PLH P-M PMT-SD PPP PPK PPK-HIV/AIDS PSTN PTB PUS RAMOS RAPM RAPM-SD RAPM-SM RAPM-SMP RAPM-PT RKL
Kementerian Kesehatan Kementerian Komunikasi dan Informatika Kementerian Pertanian Keputusan Menteri Kementerian Kelautan dan Perikanan Kejadian Luar Biasa Kementerian Lingkungan Hidup Kuantil termiskin Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup Komisi Penanggulangan AIDS Nasional Kontribusi Perempuan Dalam Pekerjaan Upahan Di Sektor Non Pertanian Luar Negeri Millenium Development Goals Madrasah Ibtidaiyah Maximum Sustainable Yield Madrasah Tsanawiyah Orang Dengan HIV/AIDS Penampungan Air Hujan Proporsi Angka Kecukupan Gizi Proporsi penduduk terinfeksi HIV lanjut yang memiliki akses pada obat Antiretroviral Pekerja Bebas Personal Computer Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Konstan Produk Domestik Bruto per kapita Tenaga kerja pada periode t Produk Domestik Bruto per kapita Tenaga kerja pada periode t-1 Produk Domestik Regional Bruto Proporsi Penduduk yang Berada Di Bawah Garis Konsumsi Minimum Poverty Gap Pekerja Keluarga Penggunaan Kondom pada Hubungan Seks Berisiko Pendidikan Lingkungan Hidup Penemuan Malaria Proporsi Murid Kelas 1 yang Berhasil Mencapai Kelas Akhir (kelas 6) Sekolah Dasar Purchasing Power Parity Proporsi Pertolongan Kelahiran Persentase Pengetahuan Komprehensif Human Immuno-defisiency Virus / Acquired Immuno-defisiency Syndrome Public-Swithced Telephone Network Prevalensi Tuberkulosis Pasangan Usia Subur Reproductive Age Mortality Survey Rasio Angka Partisipasi Murni Rasio Angka Partisipasi Murni-Sekolah Dasar Rasio Angka Partisipasi Murni-Sekolah Menengah (SMA, SMK, MA, Salafiah Ulya, dan paket C setara SM) Rasio Angka Partisipasi Murni-Sekolah Menengah Pertama Rasio Angka Partisipasi Murni-Perguruan Tinggi Rasio luas Kawasan Lindung vii
Pedoman Definisi Operasional Indikator MDGs
Riskerdas RT Sakernas SDKI SDM SP SPAL SUPAS Susenas TB TKT UNFCCC UU WHO WPS WUS
Riset Kesehatan Dasar Rumah Tangga Survei Angkatan Kerja Nasional Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia Sumber Daya Manusia Sensus Penduduk Sistem Pengolahan Air Limbah Survei Penduduk Antar Sensus Survei Sosial Ekonomi Nasional Tuberkulosis Tenaga Kesehatan Terlatih United Nations Framework Convention on Climate Change Undang-Undang World Health Organization Wanita Penjaja Seks Wanita Subur Usia
viii
Pedoman Definisi Operasional Indikator MDGs
PENDAHULUAN A.
LATAR BELAKANG Sepuluh tahun yang lalu, pada bulan September tahun 2000, saat berlangsungnya pertemuan
Persatuan Bangsa-Bangsa di New York, Kepala Negara dan perwakilan dari 189 negara menyepakati Deklarasi Milenium yang menegaskan kepedulian utama secara global terhadap kesejahteraan masyarakat dunia. Tujuan Deklarasi yang disebut Tujuan Pembangunan Milenium (Millennium Development Goals-MDGs) menempatkan manusia sebagai fokus utama pembangunan dan mengartikulasi satu gugus tujuan yang berkaitan satu sama lain ke dalam agenda pembangunan dan kemitraan global. Setiap tujuan dijabarkan ke dalam satu sasaran atau lebih dengan indikator yang terukur yaitu: terkait pengurangan kemiskinan, pencapaian pendidikan dasar, kesetaraan gender, perbaikan kesehatan ibu dan anak, pengurangan prevalensi penyakit menular, pelestarian lingkungan hidup, dan kerjasama global. MDGs yang didasarkan pada konsensus dan kemitraan global ini, juga menekankan kewajiban negara maju untuk mendukung penuh upaya tersebut. Sebagai upaya dalam pencapaian target-target MDGs, maka pemerintah Indonesia telah mengintegrasikan prioritas MDGs dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN 20052025), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN 2005-2009 dan 2010-2014), Rencana Pembangunan Tahunan Nasional (RKP), serta dokumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Sebagai realisasinya, maka melalui Instruksi Presiden No.3 Tahun 2010 telah ditetapkan tujuan prioritas pembangunan yang berkeadilan yang berpihak pada pencapaian MDGs. Sebagai salah satu bentuk implementasi dari Inpres No.3 Tahun 2010, maka Kementerian PPN/Bappenas telah menyusun Peta Jalan (Road Map) pencapaian tujuan pembangunan MDGs yang diikuti dengan penyusunan Rencana Aksi Daerah (RAD) untuk percepatan pencapaian MDGs yang difasilitasi langsung oleh Bappenas dan Bappeda. Selanjutnya masing-masing Kepala Daerah akan mengesahkan Rencana Aksi Daerah (RAD) MDGs tersebut. B.
TUJUAN Tujuan diterbitkannya pedoman teknis ini adalah untuk acuan Tim MDGs Nasional dan Tim
MDGs Provinsi untuk menyamakan persepsi dan metode untuk kelancaran dan keseragaman kelancaran pelaksanaan percepatan pencapaian MDGs di Indonesia serta untuk dijadikan acuan bagi para
pengumpul data dan pemantauan indikator MDGs.
1
Pedoman Definisi Operasional Indikator MDGs
C.
RUANG LINGKUP Ruang lingkup dari pedoman ini meliputi penjelasan tentang: 1. Konsep dan definisi tujuan, target dan indikator MDGs 2. Manfaat tujuan, target dan indikator MDGs 3. Metode Perhitungan tujuan, target dan indikator MDGs 4. Sumber data untuk mendapatkan tujuan, target dan indikator MDGs
D.
LANDASAN HUKUM Landasan hukum yang dipakai sebagai acuan adalah: 1. Perpes No. 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 terkait dengan Prioritas Pembangunan; 2. Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2010 tentang Program Pembangunan yang Berkeadilan, yang meliputi substansi Pro Rakyat, keadilan untuk semua dan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs); 3. Keputusan Menteri PPN/Kepala Bappenas Nomor Kep.47/M.PPN/HK/03/2011 tentang Pembentukan Tim Koordinasi Nasional Percepatan Pencapaian MDGs 2011-2015; 4. Pedoman Penyusunan Rencana Aksi Percepatan Pencapaian Tujuan MDGs di Daerah (RAD MDGs), Kementerian PPN/Bappenas Tahun 2010; 5. Country Program Action Plan (CPAP) 2011-2015 Pemerintah RI dan UNDP;
2
Pedoman Definisi Operasional Indikator MDGs
Indikator Sasaran Pembangunan Milenium (Millennium Development Goals-MDGs) Tujuan dan Target Tujuan 1. Menanggulangi Kemiskinan dan Kelaparan Target 1A: Menurunkan hingga setengahnya proporsi penduduk dengan tingkat pendapatan kurang dari US$ 1 (PPP) per hari dalam kurun waktu 1990-2015 Target 1B: Mewujudkan kesempatan kerja penuh dan produktif dan pekerjaan yang layak untuk semua, termasuk perempuan dan kaum muda
Target 1C: Menurunkan hingga setengahnya proporsi penduduk yang menderita kelaparan dalam kurun waktu 1990-2015
Indikator capaian yang dimonitor 1.1 Proporsi penduduk dengan pendapatan kurang dari US$ 1,00 (PPP) per kapita per hari 1.2 Rasio kesenjangan kemiskinan 1.3 Proporsi kuintil termiskin dalam konsumsi nasional 1.4 Laju pertumbuhan PDB per tenaga kerja 1.5 Rasio kesempatan kerja terhadap penduduk usia 15 tahun ke atas 1.7. Proporsi tenaga kerja yang berusaha sendiri, pekerja bebas dan pekerja keluarga terhadap total kesempatan kerja 1.8. Prevalensi balita dengan berat badan rendah / kekurangan gizi 1.9. Proporsi penduduk dengan asupan kalori di bawah tingkat konsumsi minimum
Tujuan 2: Mencapai Pendidikan Dasar untuk Semua Target 2A: Menjamin pada 2015 semua anak-anak, laki-laki 2.1 Angka Partisipasi Murni (APM) sekolah dasar 2.2 Proporsi murid kelas 1 yang berhasil menamatkan maupun perempuan dimanapun dapat menyelesaikan sekolah dasar pendidikan dasar 2.3 Angka melek huruf penduduk usia 15-24 tahun, perempuan dan laki-laki Tujuan 3: Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan Target 3A: Menghilangkan ketimpangan gender di tingkat 3.1 Rasio perempuan terhadap laki-laki di tingkat pendidikan dasar, menengah atas dan perguruan tinggi pendidikan dasar dan lanjutan pada tahun 2005, dan di 3.2 Kontribusi perempuan dalam pekerjaan upahan di semua jenjang pendidikan tidak lebih dari tahun 2015 sektor non-pertanian 3.3 Proporsi kursi yang diduduki perempuan di DPR Tujuan 4: Menurunkan Angka Kematian Anak Target 4A: Menurunkan Angka Kematian Balita (AKBA) 4.1 Angka Kematian Balita per 1000 kelahiran hidup 4.2 Angka Kematian Bayi (AKB) per 1000 kelahiran hidup hingga dua per tiga dalam kurun waktu 1990-2015 4.3 Persentase anak usia 1 tahun yang diimunisasi campak Tujuan 5: Meningkatkan Kesehatan Ibu Target 5A: Menurunkan Angka Kematian Ibu hingga tiga per empat dalam kurun waktu 1990-2015 Target 5B: Mewujudkan akses kesehatan reproduksi bagi semua pada tahun 2015
5.1 Angka Kematian Ibu per 100,000 kelahiran hidup 5.2 Proporsi kelahiran yang ditolong tenaga kesehatan terlatih 5.3 Angka pemakaian kontrasepsi /CPR bagi perempuan menikah usia 15-49, semua cara 5.4 Angka kelahiran remaja (perempuan usia 15-19 tahun) per 1000 perempuan usia 15-19 tahun 5.5 Cakupan pelayanan Antenatal (sedikitnya satu kali kunjungan dan empat kali kunjungan) 5.6 Unmet Need (kebutuhan keluarga berencana/KB yang tidak terpenuhi)
3
Pedoman Definisi Operasional Indikator MDGs
Tujuan dan Target
Indikator capaian yang dimonitor
Tujuan 6: Memerangi HIV/AIDS, Malaria dan Penyakit Menular Lainnya Target 6A: Mengendalikan penyebaran dan mulai 6.1 Prevalensi HIV/AIDS (persen) dari total populasi 6.2 Penggunaan kondom pada hubungan seks berisiko menurunkan jumlah kasus baru HIV/AIDS hingga tahun tinggi terakhir 2015 6.3 Proporsi jumlah penduduk usia 15-24 tahun yang memiliki pengetahuan komprehensif tentang HIV/AIDS Target 6B: Mewujudkan akses terhadap pengobatan 6.5. Proporsi penduduk terinfeksi HIV lanjut yang memiliki akses pada obat-obatan antiretroviral HIV/AIDS bagi semua yang membutuhkan sampai dengan tahun 2010 Target 6C: Mengendalikan penyebaran dan mulai menurunkan jumlah kasus baru Malaria dan penyakit utama lainnya hingga tahun 2015
6.6. Angka kejadian dan tingkat kematian Malaria 6.7. Proporsi anak balita yang tidur dengan kelambu berinsektisida 6.9. Angka kejadian, prevalensi dan tingkat kematian akibat Tuberkulosis 6.10.Proporsi jumlah kasus Tuberkulosis yang terdeteksi dan diobati dalam program DOTS
Tujuan 7: Memastikan Kelestarian Lingkungan Hidup Target 7A: Memadukan prinsip-prinsip pembangunan yang 7.1. Rasio luas kawasan tertutup pepohonan berdasarkan hasil pemotretan citra satelit dan survei foto udara berkesinambungan dalam kebijakan dan program nasional terhadap luas daratan serta mengurangi kerusakan pada sumber daya lingkungan 7.2. Jumlah emisi karbon dioksida (CO2) 7.3. Jumlah konsumsi bahan perusak ozon (BPO) Target 7.B: Menanggulangi kerusakan keanekaragaman 7.4. Proporsi tangkapan ikan yang berada dalam batasan hayati dan mencapai penurunan tingkat kerusakan yang biologis yang aman signifikan pada tahun 2010 7.5. Rasio luas kawasan lindung untuk menjaga kelestarian keanekaragaman hayati terhadap total luas kawasan hutan 7.6. Rasio kawasan lindung perairan terhadap total luas perairan territorial 7.7. Proporsi spesies yang hampir punah Target 7C: Menurunkan hingga setengahnya proporsi rumah tangga tanpa akses berkelanjutan terhadap air minum layak dan sanitasi dasar hingga tahun 2015
7.8. Proporsi rumah tangga dengan akses berkelanjutan terhadap air minum layak, perkotaan dan perdesaan 7.9. Proporsi rumah tangga dengan akses berkelanjutan terhadap sanitasi dasar, perkotaan dan perdesaan
Target 7D:Mencapai peningkatan yang signifikan dalam kehidupan penduduk miskin di permukiman kumuh (minimal 100 juta) pada tahun 2020
7.10. Proporsi rumah tangga kumuh perkotaan
Tujuan 8: Mengembangkan Kemitraan Global untuk Pembangunan Target 8A: Mengembangan sistem keuangan dan 8.6a. Rasio Ekspor + Impor terhadap PDB 8.6b. Rasio pinjaman terhadap simpanan di bank umum perdagangan yang terbuka, berbasis peraturan, dapat 8.6c. Rasio pinjaman terhadap simpanan di BPR diprediksi dan tidak diskriminatif Meliputi komitmen pada tata pemerintahan yang baik, pembangunan dan penanggulangan kemiskinan – baik di
4
Pedoman Definisi Operasional Indikator MDGs
Tujuan dan Target
Indikator capaian yang dimonitor
tingkat nasional maupun internasional Target 8D: Menangani utang negara berkembang melalui upaya nasional maupun internasional untuk dapat mengelola utang dalam jangka panjang
8.12.Rasio pembayaran pokok utang dan bunga utang luar negeri terhadap penerimaan hasil ekspor (DSR)
Target 8.F: Bekerjasama dengan swasta dalam memanfaatkan teknologi baru, terutama teknologi informasi dan komunikasi
8.14. Tingkat penetrasi telpon tetap 8.15. Tingkat penetrasi telpon bergerak 8.16. Tingat penetrasi pengguna internet 8.16a.Proporsi rumah tangga yang memiliki komputer pribadi
5
Pedoman Definisi Operasional Indikator MDGs
Tujuan 1. Menanggulangi Kemiskinan dan Kelaparan Target 1 A Menurunkan proporsi penduduk yang tingkat pendapatannya di bawah $1 (PPP) per hari menjadi setengahnya antara 1990-2015 1.1. Proporsi penduduk dengan pendapatan kurang dari US$ 1,00 (PPP) per kapita per hari 1.2. Rasio kesenjangan kemiskinan 1.3. Proporsi kuintil termiskin dalam konsumsi nasional Indikator 1.1 Proporsi penduduk dengan tingkat pendapatan kurang dari $1 (PPP) per hari Konsep dan definisi
Proporsi penduduk yang tingkat pendapatannya kurang dari $1 per kapita per hari adalah persentase penduduk yang hidup dengan pendapatan di bawah $1 (PPP) per hari. Nilai dolar dimaksud adalah nilai dolar berdasarkan Paritas Daya Beli atau Purchasing Power Parity (PPP) yang konversinya denganmata uang lokal berdasarkan harga tahun 1993.
Manfaat
Indikator ini dipakai untuk memonitor kemajuan upaya pengentasan kemiskinan setiap negara serta untuk memonitor tren kemiskinan pada tingkat global.
Metode Perhitungan
Penghitungannya menggunakan rumus 1.1. sebagai berikut: Po (dolar PPP) =
Sumber data:
Banyaknya penduduk miskin dengan pendapatan di bawah $ 1 PPP Jumlah penduduk
X 100%
Dihitung oleh Bank Dunia berdasarkan hasil survei dari setiap negara Catatan: Indikator ini dapat dihitung di tingkat provinsi sesuai dengan metode perhitungan yang ditetapkan
6
Pedoman Definisi Operasional Indikator MDGs
Indikator 1.2. Rasio kesenjangan kemiskinan Konsep dan definisi
Rasio kesenjangan kemiskinan adalah jumlah rasio antara selisih pendapatan orang miskin dengan garis kemiskinan terhadap garis kemiskinan itu sendiri, dibagi dengan jumlah penduduk.
Manfaat
Indikator ini digunakan untuk mengukur "defisit kemiskinan" sehingga dapat diketahui besar dana per kapita yang diperlukan untuk mengangkat penduduk miskin ke garis kemiskinan.
Metode Perhitungan
Rumus 1.2. Rasio kesenjangan kemiskinan: Po = dimana: PG = Rasio kesenjangan kemiskinan (proverty gap) Z = garis kemiskinan q = jumlah penduduk miskin Y1 = pendapatan individu penduduk miskin n = jumlah penduduk
Sumber data:
BPS (Modul Susenas) Catatan: Indikator ini dapat dihitung di tingkat provinsi sesuai dengan metode perhitungan yang ditetapkan
Indikator 1.3 Kontribusi kuantil termiskin terhadap konsumsi nasional Konsep dan definisi
Kontribusi penduduk kuantil termiskin (Km) adalah proporsi konsumsi dari 20 persen lapisan penduduk berpendapatan terendah terhadap konsumsi nasional
Manfaat
Indikator ini memberikan informasi mengenai ketimpangan pendapatan dalam masyarakat, dan disebut juga "ukuran" ketimpangan relatif.
7
Pedoman Definisi Operasional Indikator MDGs
Metode Perhitungan
Pendapatan (konsumsi) setiap rumah tangga diperoleh dari survei. Pendapatan ini dibagi dengan banyaknya anggota setiap rumah tangga untuk mendapatkan pendapatan (konsumsi) per kapita. Selanjutnya penduduk diurutkan menurut besarnya pendapatan per kapita. Pendapatan 20 persen penduduk paling rendah dijumlahkan dan dihitung persentasenya terhadap total pendapatan (konsumsi). Rumus 1.3. yang digunakan: Jumlah pendapatan (konsumsi) penduduk kuantil termiskin (20 persen Km= X 100% terendah) Total pendapatan (konsumsi) penduduk
Sumber data:
BPS (Susenas)
TARGET 1B Menciptakan kesempatan kerja penuh dan produktif dan pekerjaan yang layak untuk semua, termasuk perempuan dan kaum muda 1.4. Laju pertumbuhan PDB per tenaga kerja 1.5. Rasio kesempatan kerja terhadap penduduk usia 15 tahun ke atas 1.7 Proporsi tenaga kerja yang berusaha sendiri dan pekerja bebas keluarga terhadap total kesempatan kerja Indikator 1.4 Laju pertumbuhan PDB per tenaga kerja Konsep dan definisi
Laju pertumbuhan PDB per tenaga kerja adalah rata-rata laju pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita tenaga kerja dalam periode waktu tertentu. PDB yang dipergunakan adalah PDB atas dasar harga konstan, sedangkan data tenaga kerja yang diperlukan adalah jumlah orang yang bekerja.
Manfaat
Indikator ini dipergunakan untuk memonitor tingkat produktifitas tenaga kerja.
8
Pedoman Definisi Operasional Indikator MDGs
Metode Perhitungan
Perhitungan menggunakan rumus 1.4. sebagai berikut :
PDBCAPTKt 1 X 100% r PDBCAPTKt 1 Keterangan: r PDBCAPTKt PDBCAPTKt-1 t
: Laju pertumbuhan PDB per kapita Tenaga Kerja : PDB per kapita Tenaga Kerja pada periode t : PDB per kapita Tenaga Kerja pada periode t-1 : Periode waktu (tahun)
rumus awal PDBCPATK dimasukkan lagi Sumber data:
BPS (PDB ADHK dan Sakernas) Catatan: 1. Indikator dapat dihitung ditingkat provinsi dan kab/kota 2. Istilah PDB dalam provinsi dan kab/kota adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Indikator 1.5 Rasio kesempatan kerja terhadap penduduk usia 15 tahun ke atas (penduduk Usia Kerja) Konsep dan definisi
Manfaat
Metode Perhitungan
Rasio kesempatan kerja terhadap penduduk usia 15 tahun ke atas (penduduk usia kerja) adalah perbandingan kesempatan kerja penduduk terhadap total penduduk usia kerja (penduduk 15 tahun ke atas). Pendekatan yang digunakan untuk menghitung kesempatan kerja adalah jumlah penduduk yang bekerja (supply side). Dengan asumsi bahwa jumlah penduduk yang bekerja sama dengan jumlah kesempatan kerja yang tersedia. Kelebihan dari sisi supply dikurangi dengan demmand adalah penganggur. Indikator ini dipergunakan untuk melihat tingkat penyerapan tenaga kerja terhadap total penduduk usia kerja.
Rumus 1.5. yang digunakan adalah: Rasio kesempatan = kerja
Sumber data:
Jumlah penduduk usia 15 tahun ke atas yang bekerja Jumlah penduduk usia kerja (15 tahun keatas)
X 100%
BPS (Sakernas) Catatan: 1. Indikator dapat dihitung ditingkat provinsi dan kab/kota
9
Pedoman Definisi Operasional Indikator MDGs
Indikator 1.6 Proporsi tenaga kerja yang berusaha sendiri, pekerja bebas dan pekerja keluarga terhadap total kesempatan kerja Konsep dan definisi
Proporsi tenaga kerja yang berusaha sendiri, pekerja bebas dan pekerja keluarga terhadap total kesempatan kerja adalah proporsi penduduk usia 15+ yang bekerja yang berstatus berusaha sendiri,pekerja bebas dan pekerja keluarga terhadap total penduduk 15+ yang bekerja, dinyatakan dalam persentase.
Manfaat
Indikator ini dipergunakan untuk melihat proporsi penduduk bekerja yang memiliki pekerjaan pada kegiatan informal.
Metode Perhitungan
Rumus 1.6. yang digunakan adalah: Rasio Bekerja sendiri dan= pekerja keluarga
Jumlah tenaga kerja BU+ PB + PK Jumlah penduduk 15 tahun keatas yang bekerja
X 100%
BU = Berusaha sendiri PB = Pekerja bebas PK = Pekerja keluarga Sumber data:
BPS (Sakernas) Catatan: 1. Indikator dapat dihitung ditingkat provinsi dan kab/kota
10
Pedoman Definisi Operasional Indikator MDGs
TARGET 1C Menurunkan proporsi penduduk yang menderita kelaparan menjadi setengahnya antara 1990-2015
Indikator 5 Prevalensi balita kurang gizi (BKG) Konsep dan definisi
BKG adalah perbandingan antara balita berstatus kurang gizi dengan balita seluruhnya. Prevalensi status gizi balita diperoleh melalui indeks berat badan, umur, dan jenis kelamin. Kategori status gizi ditentukan dengan menggunakan standar WHO Tahun 2005 yang telah diadopsi oleh kementerian kesehatan melalui KepMen No.1995/Menkes/SK/XII/2010 tentang standar antropometri penilaian status gizi anak, yang dibagi menjadi 4 kelas berdasarkan Z-score yaitu:
Manfaat
(1) gizi lebih (Z-score >= +2) (2) gizi baik (-2 < Z-score < +2) (3) gizi kurang (-3 < Z-score < -2) (4) gizi buruk (Z-score <= -3) Anak kurang gizi memiliki kemungkinan risiko kematian yang tinggi, menghambat pertumbuhan dan mempengaruhi status kesehatannya dikemudian hari. Prevalensi balita kurang gizi secara universal digunakan sebagai indikator untuk memonitor status ketahanan pangan dan kesehatan penduduk.
Metode Perhitungan
Rumus 1.7. yang digunakan: BKG =
Sumber data:
Banyaknya balita kurang gizi Jumlah balita
X 100%
BPS (Susenas) dan Kemkes (Riskesdas)
11
Pedoman Definisi Operasional Indikator MDGs
Indikator 6 Proporsi penduduk dengan asupan kalori di bawah tingkat konsumsi minimum Konsep dan definisi
Konsumsi rata-rata energi yang dianjurkan 2000 kkal per kapita per hari (AKG=Angka kecukupan gizi ). Tingkat konsumsi minimum adalah tingkat konsumsi energi yang besarnya 70% dari angka yang dianjurkan (1400 kalori per kapita per hari). Proporsi penduduk yang berada di bawah garis konsumsi minimum (PDKM) adalah perbandingan banyaknya penduduk yang tingkat konsumsinya berada di bawah tingkat konsumsi minimum nasional yang dinyatakan dalam persentase.
Manfaat
Indikator ini digunakan untuk mengukur besarnya penduduk yang mempunyai konsumsi energy yang sangat rendah sehingga memerlukan prioritas di dalam upaya perbaikan pangan dan gizi. Pembangunan berkelanjutan memerlukan usaha konkrit untuk mengurangi kemiskinan serta mencari solusi menghilangkan kelaparan dan kekurangan gizi.
Metode Perhitungan
Rumus 1.8. yang digunakan: PAKG =
Sumber data:
Banyaknya penduduk yang tingkat konsumsi energinya 2000 kkal Jumlah penduduk
X 100%
BPS (Modul Konsumsi Susenas)
12
Pedoman Definisi Operasional Indikator MDGs
Tujuan 2. Mencapai Pendidikan Dasar untuk Semua Target 2A Memastikan pada 2015 semua anak-anak dimanapun, laki-laki maupun perempuan dapat menyelesaikan pendidikan dasar 2.1 Angka Partisipasi Murni (APM) sekolah dasar 2.2 Proporsi murid kelas 1 yang berhasil menamatkan sekolah dasar 2.3 Angka melek huruf penduduk usia 15-24 tahun, perempuan dan laki-laki Indikator 2.1. Angka partisipasi murni (APM) sekolah dasar Konsep dan definisi
Angka partisipasi murni sekolah dasar adalah perbandingan antara murid sekolah dasar (SD), Madrasah Ibtidaiyah (MI), Salafiah Ula dan paket A setara SD, usia 7-12 tahun, dengan penduduk usia 7-12 tahun, dinyatakan dalam persentase.
Manfaat
Indikator ini dipakai untuk memonitor pencapaian tujuan pendidikan dasar yang diidentifikasi oleh MDGs, meliputi pendidikan sekolah dasar, MI, Salafiah Ula dan paket A setara SD
Metode Perhitungan
Rumus 2.1. yang digunakan: Banyaknya murid tingkat SD usia 7-12 tahun APM-SD = Banyaknya penduduk usia 7-12 tahun
Sumber data:
X 100%
BPS, Kemdiknas, Kemenag. Catatan: 1. Pemantauan indikator ini diikuti dengan pemantauan Angka Partisipasi Sekolah (APS) bersumber dari BPS, untuk melihat fenomena early entry 2. Laporan MDGs tahun 2010, indikator ini tidak termasuk Salafiah Ula. Tahun 2011 akan diperhitungkan 3. APM tingkat SD nasional bersumber dari Kemdiknas dan Kemenag, sedangkan APM tingkat SD provinsi bersumber dari BPS dan Kemenag.
13
Pedoman Definisi Operasional Indikator MDGs
Indikator 1.1.1 Angka partisipasi murni di sekolah menengah pertama (APM-SMP) Konsep dan definisi
APM di SMP adalah perbandingan antara murid SMP, Madrasah Tsanawiyah (MTs), Salafiah Wustho, Paket B setara SMP, usia 13-15 tahun termasuk dengan penduduk usia 13-15 tahun, dinyatakan dalam persentase
Manfaat
Indikator ini digunakan untuk memonitor pencapaian tujuan pendidikan dasar yang diidentifikasi dalam MDGs khususnya pendidikan tingkat SMP dalam program nasional (Indonesia).
Metode Perhitungan
Rumus 2.2. yang digunakan:
Sumber data:
Banyaknya murid tingkat SMP 13-15 tahun APM-SMP = Banyaknya penduduk 13-15 tahun BPS, Kemendiknas, Kemenag
usia usia
X 100%
Catatan: 1. Pemantauan indikator ini diikuti dengan pemantauan Angka Partisipasi Sekolah (APS) bersumber dari BPS, untuk melihat fenomena early entry 2. Laporan MDGs tahun 2010, indikator ini tidak termasuk Salafiah Wustho. Tahun 2011 akan diperhitungkan 3. APM tingkat SMP nasional bersumber dari Kemdiknas dan Kemenag, sedangkan APM tingkat SMP provinsi bersumber dari BPS dan Kemenag Indikator 2.2. Proporsi murid kelas 1 yang berhasil mencapai kelas akhir (kelas 6) Sekolah Dasar Konsep dan definisi
Proporsi murid kelas 1 yang berhasil mencapai kelas akhir (kelas 6) tingkat Sekolah Dasar adalah banyaknya murid kelas 1 yang berhasil mencapai kelas akhir (kelas 6) pendidikannya di tingkat sekolah dasar pada tahun tertentu terhadap jumlah murid kelas 1 lima tahun sebelumnya, dinyatakan dalam persentase.
Manfaat
Indikator ini digunakan untuk memonitor cakupan pendidikan dan kemajuan murid untuk mencapai kelas akhir (kelas 6) tingkat sekolah dasar tanpa memperhatikan apakah pernah mengulang di suatu kelas Rumus 2.3. yang digunakan: Banyaknya murid kelas akhir (kelas 6) tingkat SD PMT-SD = X 100% Banyaknya murid kelas 1, lima tahun sebelumnya
Metode Perhitungan
Sumber data:
Kemdiknas dan Kemenag
14
Pedoman Definisi Operasional Indikator MDGs
Indikator 2.3. Angka melek huruf (AMH) penduduk usia 15-24 tahun
Konsep dan definisi
AMH penduduk usia 15-24 tahun adalah perbandingan jumlah penduduk berusia 15-24 tahun yang dapat membaca dan menulis kalimat sederhana dengan huruf latin dan atau huruf lainnya, dengan jumlah penduduk usia 15-24 tahun.
Manfaat
AMH merefleksikan out come pendidikan dasar sejak 10 tahun terakhir sebagai ukuran efektifnya sistem pendidikan dasar. Indikator ini kerap dilihat sebagai proksi untuk mengukur kemajuan pembangunan sosial dan ekonomi
Metode Perhitungan
Rumus 2.4. yang digunakan: Banyaknya penduduk usia 15-24 tahun yang melek huruf AMH 15-24 = Jumlah penduduk usia 15-24 tahun
Sumber data:
X 100%
BPS (Kor Susenas)
15
Pedoman Definisi Operasional Indikator MDGs
Tujuan 3. Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan
Perempuan Target 3A. Menghilangkan Ketimpangan Gender di Tingkat Pendidikan Dasar dan Lanjutan pada 2005 dan di Semua Jenjang Pendidikan Tidak Lebih dari Tahun 2015 3.1. Rasio perempuan terhadap laki-laki di tingkat pendidikan dasar, menengah atas dan perguruan tinggi 3.2. Kontribusi perempuan dalam pekerjaan upahan di sektor non-pertanian 3.3. Proporsi kursi yang diduduki perempuan di DPR Indikator 3.1 Rasio perempuan terhadap laki-laki di tingkat pendidikan dasar, menengah dan perguruan tinggi Konsep dan definisi
Rasio Angka Partisipasi Murni (RAPM) anak perempuan terhadap anak laki-laki di tingkat pendidikan dasar, menengah dan tinggi adalah perbandingan APM murid/mahasiswa perempuan terhadap APM murid/mahasiswa laki-laki pada setiap jenjang dan jalur pendidikan, dinyatakan dalam persentase. RAPM meliputi jenjang pendidikan: a. Rasio perempuan terhadap laki-laki ditingkat pendidikan dasar: o RAPM-SD adalah perbandingan antara APM tingkat SD (SD, MI, Salafiah Ula, dan paket A setara SD) perempuan terhadap APM tingkat SD laki-laki, dinyatakan dalam persentase o RAPM-SMP adalah perbandingan antara APM tingkat SMP (SMP, MTs, Salafiah wustha, dan paket B setara SMP) perempuan terhadap APM tingkat SMP laki-laki, dinyatakan dalam persentase b. Rasio perempuan terhadap laki-laki di tingkat pendidikan menengah (RAPM-SM) adalah perbandingan antara APM tingkat menengah (SMA, SMK, MA, Salafiah Ulya dan paket C setara SM) perempuan terhadap APM tingkat menengah laki-laki, dinyatakan dalam persentase c. Rasio perempuan terhadap laki-laki di tingkat perguruan tinggi (RAPM-PT) adalah perbandingan antara APM tingkat perguruan tinggi (Diploma, Strata) perempuan terhadap APM tingkat perguruan tinggi laki-laki, dinyatakan dalam persentase
16
Pedoman Definisi Operasional Indikator MDGs
Manfaat
Metode Perhitungan
Indikator kesempatan memperoleh pendidikan antara perempuan dan laki-laki diukur dari rasio APM yang menunjukkan kesetaraan dan keadilan gender di bidang pendidikan. Pendidikan adalah salah satu aspek penting dari pembangunan manusia. Menghilangkan ketimpangan gender di semua jenjang pendidikan akan meningkatkan status dan kemampuan perempuan dan laki-laki. Jumlah penduduk perempuan adalah separuh dari seluruh jumlah penduduk, kesetaraan pendidikan perempuan akan memberikan peran aktif perempuan dalam pembangunan dan merupakan determinan yang penting dalam pembangunan ekonomi Rumus 3.1. yang digunakan: APM SD - Perempuan APM SD- Laki-laki APM SMP -Perempuan RAPM – Tingkat SMP = APM SMP- Laki-laki APM SM - Perempuan RAPM – Tingkat SM = APM SM- Laki-laki APM PT - Perempuan RAPM – Tingkat PT = APM PT- Laki-laki BPS , Kemendiknas, Kemenag RAPM-Tingkat SD =
Sumber data:
X 100% X 100% X 100% X 100%
Indikator 3.2 Kontribusi perempuan dalam pekerja upahan di sektor non pertanian (KPPNP) Konsep dan definisi
KPPNP adalah perbandingan antara pekerja upahan perempuan di sektor non pertanian terhadap total pekerja upahan di sektor tersebut, dan dinyatakan dalam persentase. Sektor non pertanian adalah semua sektor kegiatan ekonomi di luar pertanian sesuai dengan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI). Sektor non pertanian yaitu pertambangan & penggalian, industri pengolahan, listrik & gas, konstruksi/bangunan, perdagangan, hotel & rumah makan, transportasi & pergudangan, informasi & komunikasi, keuangan & asuransi, jasa pendidikan, jasa kesehatan, jasa kemasyarakatan, pemerintahan & perorangan, dan lainnya (real estat, penyedia air, dll).
Manfaat
Indikator ini digunakan untuk mengukur tingkat keterbukaan pasar kerja bagi perempuan di sektor non pertanian, yang tidak hanya mengetahui pengaruh kesempatan kerja yang adil tetapi juga untuk mengetahui efisiensi ekonomi melalui fleksibelitas pasar kerja serta mengatur kemampuan ekonomi untuk menyesuaikan dengan perubahan yang terjadi. Indikator ini merupakan salah satu aspek partisipasi perempuan dalam kehidupan publik
17
Pedoman Definisi Operasional Indikator MDGs
Metode Perhitungan
Rumus 3.2. yang digunakan:
KPPNP =
Banyaknya pekerja upahan perempuan di sektor non pertanian Banyaknya pekerja upahan di sektor non pertanian
X 100%
Catatan: Pekerja upahan disini adalah pekerja usia 15 tahun ke atas Sumber data:
BPS
Indikator 3.3. Proporsi kursi yang diduduki perempuan di DPR Konsep dan definisi
Proporsi kursi DPR atau DPRD yang diduduki perempuan adalah perbandingan banyaknya kursi DPR atau DPRD yang diduduki perempuan terhadap total kursi DPR atau DPRD, dan dinyatakan dalam persentase
Manfaat
Perwakilan perempuan di legislatif merupakan salah satu aspek kesempatan perempuan untuk berpartisipasi dalam kehidupan politik untuk mencapai persamaan dan keadilan
Metode Perhitungan
Rumus 3.3. yang digunakan: P Perempuan–Legislatif =
P Perempuan– DPRD =
Banyaknya anggota Legislatif perempuan Jumlah anggota Legislatif
X 100%
Banyaknya anggota DPRD perempuan Jumlah anggota DPRD
X 100%
Catatan: Legislatif ditingkat pusat terdiri dari DPR dan DPD Sumber data:
Sekretariat DPR, DPD dan DPRD
18
Pedoman Definisi Operasional Indikator MDGs
Tujuan 4. Menurunkan Angka Kematian Anak Target 4A Menurunkan Angka Kematian Balita (AKBA) hingga Dua Pertiga, dalam kurun waktu 1990-2015 4.1. Angka Kematian Balita per 1000 kelahiran hidup 4.2. Angka Kematian Bayi (AKB) per 1000 kelahiran hidup 4.3. Persentase anak usia 1 tahun yang diimunisasi campak Indikator 4.1. Angka Kematian Balita (AKBA) Konsep dan definisi
Manfaat
Metode Perhitungan
Akaba adalah jumlah anak yang dilahirkan pada tahun tertentu dan meninggal sebelum mencapai usia 5 tahun, dinyatakan sebagai angka per 1000 kelahiran hidup. Nilai normatif Akaba adalah sebagai berikut: > 140 sangat tinggi, antara 71 – 140 tinggi, 20-70 sedang, < 20 rendah. Indikator ini terkait langsung dengan target kelangsungan hidup anak dan merefleksikan kondisi sosial, ekonomi dan lingkungan anak-anak bertempat tinggal termasuk pemeliharaan kesehatannya. Akba kerap dipakai untuk mengidentifikasi kesulitan ekonomi penduduk. Mengingat kegiatan registrasi penduduk di Indonesia belum sempurna sumber data ini belum dapat dipakai untuk menghitung Akaba. Sebagai gantinya Akaba dihitung berdasarkan estimasi tidak langsung dari berbagai survei. Rumusan perkiraan Akaba berdasarkan hasil perkiraan dari BPS dengan menggunakan data SDKI, pemetaan dilakukan sampai tingkat provinsi Rumus 4.1. yang digunakan: Banyaknya penduduk yang meninggal pada usia kurang dari 5 tahun dalam tahun tertentu Akaba = X 1000 Banyaknya kelahiran hidup pada periode yang sama
19
Pedoman Definisi Operasional Indikator MDGs
Sumber data:
BPS (SDKI, Sensus, SUPAS), Kemkes Catatan: Data nominal yang dikumpulkan Provinsi, dapat digunakan sebagai indikator provinsi tersebut, sepanjang metode perhitungan konsisten.
Indikator 4.2 Angka Kematian Bayi (AKB) per 1000 kelahiran hidup Konsep dan definisi
Manfaat
Angka Kematian Bayi atau AKB adalah banyaknya bayi yang meninggal sebelum mencapai usia 1 tahun per 1000 kelahiran hidup pada tahun yang sama. Nilai normatif AKB adalah sebagai berikut: > 70 Sangat tinggi, 40 – 70 Tinggi, 20-39 sedang, dan <20 rendah, Indikator ini terkait langsung dengan target kelangsungan hidup anak dan merefleksikan kondisi sosial, ekonomi dan lingkungan tempat tinggal anak-anak, termasuk pemeliharaan kesehatannya. AKB cenderung lebih menggambarkan kesehatan reproduksi dari pada Akaba. Meskipun target program terkait khusus dengan kematian balita, AKB relevan dipakai untuk memonitor pencapaian target program karena mewakili komponen penting pada kematian balita. AKB terutama terjadi pada usia 0-28 hari, yang sangat dipengaruhi oleh kondisi ibu pada saat hamil, bersalin dan perawatan bayi baru lahir.
Metode Perhitungan
Rumus 4.2. yang digunakan untuk perhitungan AKB:
AKB =
Sumber data:
Banyaknya kematian bayi (di bawah 1 tahun) selama tahun tertentu X 1000 Banyaknya kelahiran hidup pada tahun yang sama
BPS (SP, SDKI, SUPAS) dan Kemkes (Riskesdas) Catatan: Data nominal yang dikumpulkan Provinsi, dapat digunakan sebagai indikator provinsi tersebut, sepanjang metode perhitungan konsisten.
20
Pedoman Definisi Operasional Indikator MDGs
Indikator 4.3 Persentase anak berusia 1 tahun yang di imunisasi campak Konsep dan definisi
Persentase Imunisasi Campak adalah perbandingan antara banyaknya anak berumur 1 tahun yang telah menerima minimal satu kali imunisasi campak terhadap jumlah anak berumur 1 tahun, dan dinyatakan dalam persentase. Anak berumur usia 1 tahun adalah anak usia 12-23 bulan.
Manfaat
Indikator ini merupakan ukuran pemantauan untuk cakupan imunisasi dasar. Karena imunisasi campak diberikan pada usia 9-11 bulan, sehingga dapat menunjukkan kelengkapan imunisasi anak. Disamping itu imunisasi campak yang diberikan kepada anak, dapat memberikan perlindungan terhadap penyakit campak, yang dapat memberikan dampak terhadap penurunan angka kematian balita. Cakupan imunisasi campak dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain ketersediaan tenaga kesehatan berkompeten, kualitas sistem pelayanan kesehatan anak, partisipasi masyarakat di suatu wilayah.
Metode Perhitungan
Rumus 4.3. yang digunakan:
Sumber data:
Banyaknya anak usia 1 tahun (12-23 bulan) yang telah diimunisasi campak sekurangPersentase kurangnya 1 kali pada periode waktu Imunisasi X 100% tertentu Campak = Jumlah anak yang berumur 1 tahun (12-23 bulan) pada periode waktu yang sama BPS (SDKI, Susenas), dan Kemkes (Riskesdas)
21
Pedoman Definisi Operasional Indikator MDGs
Tujuan 5. Meningkatkan Kesehatan Ibu Target 5A Menurunkan Angka Kematian Ibu sebesar Tiga Perempat dalam kurun waktu tahun 1990-2015 5.1. Angka Kematian Ibu per 100,000 kelahiran hidup 5.2. Proporsi kelahiran yang ditolong tenaga kesehatan terlatih Indikator 5.1. Angka Kematian Ibu (AKI) per 100,000 kelahiran hidup Konsep dan definisi
Angka Kematian Ibu atau AKI adalah banyaknya wanita yang meninggal dari suatu penyebab kematian terkait dengan gangguan kehamilan atau penanganannya (tidak termasuk kecelakaan atau kasus insidentil) selama kehamilan, melahirkan dan dalam masa nifas (42 hari setelah melahirkan) tanpa memperhitungkan lama kehamilan per 100 000 kelahiran hidup. AKI memperhitungkan juga kematian ibu pada jangka waktu 6 minggu hingga setahun setelah melahirkan.
Manfaat
Indikator ini secara langsung digunakan untuk memonitor kematian terkait dengan kehamilan, persalinan, dan nifas. AKI dipengaruhi oleh beberapa faktor termasuk status kesehatan secara umum, pendidikan, ekonomi, sosial budaya dan pelayanan kesehatan selama kehamilan dan melahirkan.
Metode Perhitungan
Rumus 5.1. yang digunakan: Banyaknya kematian ibu yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan dan masa nifas pada tahun tertentu AKI = X 100 000 Jumlah kelahiran hidup pada periode yang sama Metode alternatif adalah mereview semua kematian wanita pada usia reproduksi (Reproductive Age Mortality Survei atau RAMOS).
Sumber data:
BPS (SP, SDKI, Supas, Susenas), dan Kementerian Kesehatan Catatan: Data nominal yang dikumpulkan Provinsi, dapat digunakan sebagai indikator provinsi tersebut, sepanjang metode perhitungan konsisten.
22
Pedoman Definisi Operasional Indikator MDGs
Indikator 5.2 Proporsi Kelahiran yang ditolong oleh Tenaga Kesehatan Terlatih Konsep dan definisi
Proporsi Pertolongan Kelahiran (PPK) oleh Tenaga Kesehatan Terlatih (TKT) adalah perbandingan antara persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih, seperti dokter, bidan, perawat, dan tenaga medis lainnya dengan jumlah persalinan seluruhnya, dan dinyatakan dalam persentase.
Manfaat
Mengukur kematian ibu secara akurat tergolong sulit, kecuali tersedia data registrasi yang sempurna tentang kematian dan penyebab kematian. Oleh karena itu sebagai proksi indikator digunakan proporsi pertolongan kelahiran oleh tenaga kesehatan terlatih
Metode Perhitungan
Rumus 5.2. yang digunakan:
PPK-TKT =
Sumber data:
Banyaknya kelahiran yang ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih Jumlah persalinan seluruhnya pada periode yang sama
X 100%
BPS (SP, SDKI, Supas, Susenas), dan Kemkes (Riskesdas)
23
Pedoman Definisi Operasional Indikator MDGs
Target 5B Mewujudkan Akses Kesehatan Reproduksi bagi Semua pada Tahun 2015 5.3. Angka pemakaian kontrasepsi /CPR bagi perempuan menikah usia 15-49, semua cara 5.4. Angka kelahiran remaja (perempuan usia 15-19 tahun) per 1000 perempuan usia 15-19 tahun 5.5. Cakupan pelayanan Antenatal (sedikitnya satu kali kunjungan dan empat kali kunjungan 5.6. Unmet Need (kebutuhan keluarga berencana/KB yang tidak terpenuhi) Indikator 5.3 Angka pemakaian kontrasepsi (Contraseptive Prevalence Rate / CPR) bagi Pasangan Usia Subur (PUS) usia 15-49 tahun semua cara. Konsep dan definisi Angka pemakaian kontrasepsi (CPR) adalah perbandingan antara PUS yang menjadi peserta KB aktif (peserta KB yang saat ini menggunakan salah satu alat kontrasepsi) dengan jumlah PUS, dinyatakan dalam persentase. Manfaat
Indikator ini berguna untuk mengukur perbaikan kesehatan ibu melalui pengaturan kelahiran. Indikator ini juga digunakan sebagai proksi untuk mengukur akses terhadap pelayanan reproduksi kesehatan yang sangat esensial
Metode Perhitungan
Rumus 5.3. yang digunakan: CPR =
Sumber data:
Banyaknya PUS Peserta KB aktif Jumlah PUS
X 100%
BPS (SP, SDKI, Supas, Susenas), dan Kemkes (Riskesdas)
Indikator 5.4 Angka kelahiran pada remaja (perempuan usia 15-19 tahun /Age Specific Fertitility Rate-ASFR) per 1000 perempuan usia 15-19 tahun Konsep dan definisi
Banyaknya kelahiran pada perempuan usia 15-19 tahun pada periode tertentu, dibagi jumlah penduduk perempuan usia 15-19 tahun pada periode yang sama, yang dinyatakan dalam 1000 perempuan 15-19 tahun.
Manfaat
Angka ini diperlukan untuk memantau besarnya masalah kelahiran remaja. Semakin tingi angka kelahiran remaja maka akan semakin tinggi resiko kematian ibu melahirkan dan bayi baru lahir
Metode Perhitungan
Rumus 5.4. yang digunakan:
Sumber data:
Banyaknya Kelahiran pada Remaja usia 15-19 tahun periode waktu tertentu ASFR-Remaja15-19 = X 1 000 Jumlah Remaja usia 15-19 tahun pada periode yang sama BPS (SDKI), Kementerian Kesehatan (Riskesdas), BKKBN
24
Pedoman Definisi Operasional Indikator MDGs
Indikator 5.5 Cakupan Pelayanan Antenatal (sedikitnya satu kali kunjungan dan empat kali kunjungan) Konsep dan definisi
Cakupan pelayanan antenatal satu kali (K1) adalah jumlah kunjungan layanan pemeriksaan kehamilan oleh tenaga kesehatan terlatih sebanyak 1 kali pada trimester pertama, Cakupan pelayanan antenatal empat kali (K4) adalah jumlah kunjungan layanan pemeriksaan kehamilan oleh tenaga kesehatan terlatih sebanyak 4 dengan frekuensi 1 kali pada trimester pertama, satu kali pada trimester kedua, dan dua kali pada trimester ketiga.
Manfaat
Metode Perhitungan
Manfaat dari pemantauan cakupan layanan antenatal adalah untuk menurunkan resiko kematian ibu pada ibu dan bayi baru lahir, dan menyediakan layanan kesehatan yang standar dan peningkatan cakupan KB paska persalinan. Rumus 5.5. yang digunakan:
K-1 =
Jumlah Ibu Hamil yang mendapat layanan satu kali pada trimester pertama periode waktu tertentu Jumlah Ibu Hamil pada periode yang sama
X 100%
Jumlah Ibu Hamil yang mendapat layanan 4 kali, periode waktu tertentu X 100% Jumlah Ibu Hamil pada periode yang sama BPS (SDKI), Kementerian Kesehatan (Riskesdas) K-4 =
Sumber data:
Indikator 5.6 Unmet need (Kebutuhan Keluarga Berencana/KB) yang tidak terpenuhi Konsep dan definisi
Manfaat
Metode Perhitungan
Sumber data:
Proporsi wanita usia subur (WUS) dalam status kawin yang tidak menggunakan alat kontrasepsi meskipun mereka menyatakan ingin menunda atau menjarangkan anak. Untuk mengetahui sejauh mana program KB telah memenuhi kebutuhan masyarakat. Semakin rendah angka unmeet need, menjelaskan bahwa pelayanan KB telah memenuhi kebutuhan masyarakat. Rumus 5.6. yang digunakan: Jumlah PUS bukan peserta KB – Jumlah PUS Hamil – Jumlah PUS ingin anak Unmet Need KB = X 100% segera, pada periode waktu tertentu Jumlah PUS pada periode yang sama BPS (SDKI), Kementerian Kesehatan (Riskesdas), BKKBN
25
Pedoman Definisi Operasional Indikator MDGs
Tujuan 6. Memerangi HIV/AIDS, Malaria, & Penyakit Menular Lainnya Target 6A: Mengendalikan Penyebaran HIV/AIDS dan Mulai Menurunnya Jumlah Kasus Baru hingga Tahun 2015 6.1. Prevalensi HIV dari total populasi (persen) 6.2. Penggunaan kondom pada hubungan seks berisiko tinggi terakhir 6.3. Proporsi jumlah penduduk usia 15-24 tahun yang memiliki pengetahuan komprehensif tentang HIV/AIDS Indikator 6.1. Prevalensi kasus HIV dari total populasi (persen) Konsep dan definisi
Prevalensi HIV adalah jumlah pendudul laki – laki dan perempuan yang berusia 15-49 tahun yang positif HIV dibagi dengan jumlah penduduk laki – laki dan perempuan pada usia yang sama (yaitu 15-49 tahun), dikalikan dengan 100%.
Manfaat
Untuk mendapatkan angka ini, idealnya dilakukan dengan survey, namun mengingat untuk pelaksanaan survey ini memerlukan penyiapan yang cukup rumit dan adanya keterbatasan sumberdaya dukung. Saat ini angka prevalensi HIV didapatkan dengan menggunakan pemodelan matematika. Pemodelan matematika dilaksanakan pada Desember 2008 yang lalu, dan pada tahun 2011 ini dengan adanya data input baru dari berbagai sumber maka pemodelan matematika akan dilakukan kembali. Pemodelan matematikan dilakukan dengan memasukan variabelvariabel input yaitu meliputi data terkait dengan aspek demografi, perilaku beresiko, prevalensi HIV pada kelompok rawan, data capaian program pengendalian HIV, dan upaya – upaya pencegahan yang terjadi di masyarakat yang didapat dari hasil – hasil survey sebelumnya, data – data yang berasal dari laporan rutin capaian program, studi yang dilakukan didalam ataupun diluar negeri.
Metode Perhitungan
Untuk mendapatkan angka ini, tidak dilakukan survey secara khusus, mengingat keterbatasan sumber daya dukung, dan pemanfaatan hasil survey yang kurang efektif. Angka prevalensi HIV saat ini diperoleh dari menggunakan pemodelan matematika, dengan memasukan variabel-variabel input yaitu meliputi aspek demografi, perilaku beresiko dan upaya pencegahan yang terjadi di masyarakat berdasarkan hasil-hasil survey yang ada.
26
Pedoman Definisi Operasional Indikator MDGs
Sumber data:
Kemkes (pemodelan matematika HIV dan AIDS) Catatan: Hasil-hasil survey sentinel yang dilakukan di tingkat provinsi dapat tetap terus digunakan untuk memantau perkembangan penyebaran HIV terutama di kelompok berisiko.
Indikator 6.2. Penggunaan Kondom pada Hubungan Seks Berisiko Tinggi Terakhir Konsep dan definisi
Metode Perhitungan
Penggunaan kondom pada hubungan seks berisiko tinggi terakhir adalah persentase populasi berisiko (wanita penjaja seks dan laki-laki potensi pelanggan WPS) usia 15 tahun ke atas yang selalu menggunakan kondom pada hubungan seks dalam 1 bulan terakhir. dinyatakan dalam persentase. Diketahuinya penggunaan kondom yang konsisten pada hubungan seks bersiko dapat digunakan untuk memperkirakan sebaran infeksi menular seksual (IMS) dan HIV melalui hubungan seksual. Penggunaan kondom merupakan suatu ukuran untuk proteksi pencegahan penularan IMS dan HIV. Rumus 6.1. yang digunakan:
Sumber data:
Jumlah populasi berisiko penduduk usia 15 tahun keatas yang menggunakan kondom pada hubungan seks dalam 1 bulan terakhir PK-HSB = X 100% Jumlah populasi berisiko usia 15 tahun keatas yang melakukan hubungan seks dalam 1 bulan terakhir Kemkes (Survey Terpadu HIV dan Perilaku),
Manfaat
KPAN (Survey Cepat Perilaku)
27
Pedoman Definisi Operasional Indikator MDGs
Indikator 6.3 Proporsi jumlah penduduk usia 15-24 tahun yang mempunyai pengetahuan komprehensif tentang HIV/AIDS (PPK-HIV/AIDS) Konsep dan definisi
Persentase pengetahuan komprehensif (PPK) penduduk usia 15-24 tahun tentang HIV/AIDS adalah perbandingan penduduk usia 15-24 tahun yang mempunyai pengetahuan komprehensif tentang bahaya penyakit HIV/AIDS terhadap penduduk kelompok usia yang sama, dan dinyatakan dalam persentase. Pengetahuan komprehensif tentang HIV/AIDS, meliputi cara pencegahan dan penularan. Pengertian tentang pengetahuan komprehensif disini adalah apabila seseorang mampu menjawab dengan benar lima pertanyaan dibawah ini:
Manfaat
1. Bisakah seseorang mengurangi risiko tertular HIV dg cara menggunakan kondom dg benar setiap kali melakukan seks? 2. Apakah dgn saling setia pada pasangan dapat mengurangi resiko tertular HIV? 3. Bisakah seseorang tertular HIV dg cara menggunakan alat makan atau minum secara bersama dengan seseorang yg sudah terinfeksi HIV? 4. Bisakah seseorang tertular virus HIV melalui gigitan nyamuk/serangga 5. Dapatkah anda mengetahui seseorang sudah terinfeksi HIV hanya dengan melihatnya? Indikator ini dapat digunakan untuk mengetahui pengetahuan penduduk 15 – 24 tahun tentang cara pencegahan, cara penularan, miskonsepsi tentang HIV/AIDS. Dengan diketahuinya hal – hal tersebut diatas maka dapat digunakan untuk melakukan estimasi tentang efektifitas program dalam upaya pencegahan HIV/AIDS pada kelompok usia muda, efektifitas keberhasilan penyebarluasan informasi, pendidikan, program komunikasi, dan upaya-upaya untuk meningkatkan pengetahuan tentang cara pencegahan penularan penyakit HIV/AIDS terutama pada kelompok yang rentan tertular. Kelompok usia 15-24 tahun, merupakan rentang usia yang sangat rentan terhadap penularan HIV, dimana perilaku beresiko dapat mudah terjadi akibat pergaulan dan informasi. Upaya untuk meningkatkan pengetahuan terkait pencegahan HIV dan AIDS pada kelompok usia muda sangat diperlukan misalnya melalui pengembangan integrasi pendidikan kesehatan reproduksi dan HIV dan AIDS DALAM kurikulum sekolah, targetd media campaign dan pendidik sebaya (peer educator).
28
Pedoman Definisi Operasional Indikator MDGs
Metode Perhitungan
Rumus 6.2. yang digunakan:
PPK-HIV/AIDS =
Sumber data:
Jumlah penduduk berumur 1524 tahun yang mempunyai pengetahuan komprehensif X 100% tentang HIV/AIDS Jumlah penduduk berumur 1524 tahun
Kemkes (Riset Kesehatan Dasar) Catatan: Indikator ini dihitung ditingkat nasional.
Target 6B: Mewujudkan Akses Terhadap Pengobatan HIV/AIDS bagi Semua yang Membutuhkan sampai dengan Tahun 2015 6.5. Proporsi penduduk terinfeksi HIV lanjut yang memiliki akses pada obat-obatan antiretroviral
Indikator 6.5. Proporsi Penduduk Terinfeksi HIV lanjut yang memiliki akses pada obat antiretroviral (persen) Konsep dan definisi
Persentase orang dengan HIV (ODHA) yang saat ini mendapat pengobatan ARV sesuai protokol pengobatan yang ditetapkan, dinyatakan dalam persentase.
Manfaat
Indikator ini digunakan untuk mengukur akses ODHA terhadap layanan pengobatan, yang merupakan salahsatu bagian dari upaya untuk menekan jumlah virus dalam tubuhnya, mengurangi penderitaan akibat infeksi HIV, dan meningkatkan kualitas hidup ODHA, serta upaya pencegahan penularan HIV. Indikator ini juga menggambarkan ketersediaan dan kemampuan layanan kesehatan dalam memberikan pengobatan pada ODSHA, pengelolaan logistik. Rumus 6.3. yang digunakan:
Metode Perhitungan
P-ARV =
Sumber data:
Jumlah ODHA yang menerima pengobatan ARV Jumlah ODHA yang layak mendapatkan pengobatan ARV
X 100%
Kemkes (Laporan bulanan pengobatan ARV)
29
Pedoman Definisi Operasional Indikator MDGs
Target 6C: Mengendalikan Penyebaran dan Mulai Menurunkan Jumlah Kasus Baru Malaria dan Penyakit Utama Lainnya Hingga Tahun 2015 6.6. 6.7. 6.8. 6.9.
Angka kejadian dan tingkat kematian Malaria Proporsi anak balita yang tidur dengan kelambu berinsektisida Angka kejadian, prevalensi dan tingkat kematian akibat Tuberkulosis Proporsi jumlah kasus Tuberkulosis yang terdeteksi dan diobati dalam program DOTS
Indikator 6.6. Angka Kejadian dan Tingkat Kematian Malaria Konsep dan definisi
Angka kejadian malaria adalah jumlah kasus malaria positif per 1,000 penduduk. Angka Kematian (AKM) yang disebabkan oleh malaria adalah banyaknya kematian per 100,000 penduduk karena malaria
Manfaat
Digunakan untuk memonitor dareah yang mengalami endemis malaria. Kejadian malaria dipengaruhi oleh system kesehatan yang buruk, meningkatnya resistensi terhadap pemakaian obat dan insektisida, pola perubahan iklim, gaya hidup, upaya penanggulangan vector, migrasi dan pemindahan penduduk. Rumus 6.4. yang digunakan:
Metode Perhitungan
P-M =
AKM =
Sumber data:
Jumlah kasus malaria positif pada tahun tertentu Jumlah penduduk pada tahun yang sama
X 1000
Banyaknya Kematian Karena Malaria pada tahun tertentu X 100 000 Jumlah Penduduk pada tahun yang sama
Catatan: 1. Dalam menghitung kejadian kasus malaria, denominator menggunakan kriteria penduduk hanya pada daerah beresiko. 2. Perhitungan angka kejadian malaria yang dilakukan oleh kementerian kesehatan adalah angka penemuan kasus malaria positif dalam satu tahun. 3. Angka kematian karena malaria, saat ini masih sulit diperoleh. Data terkait kematian akibat malaria baru diperoleh dari laporan KLB provinsi Kemkes
30
Pedoman Definisi Operasional Indikator MDGs
Indikator 6.7. Proporsi Anak Balita yang tidur dengan Kelambu Berinteksida Konsep dan definisi
Cara pencegahan yang efektif untuk memerangi malaria adalah memakai kelambu yang berinsektisida. Indikator ini dihitung dengan membagi banyaknya balita yang pada malam sebelum survey tidur menggunakan kelambu dengan jumlah balita, dinyatakan dalam persen
Manfaat
Mengukur cakupan pemakaian kelabu yang terbukti efektif untuk mencegah penyebaran penyakit malaria di daerah yang endemis (beresiko tinggi) terutama pada balita
Metode Perhitungan
Rumus 6.5. yang digunakan:
P-Balita Pakai Kelambu =
Banyaknya balita yang pada malam sebelum survey tidur menggunakan kelambu yang ber inteksida Jumlah Balita
X 100%
Catatan: Survey dilaksanakan di daerah yang endemis tinggi dan sedang. Sumber data:
Kemkes
Indikator 6.9. Angka Kejadian, prevalensi dan tingkat kematian akibat Tuberkulosis Konsep dan definisi
Angka kejadian tuberkulosis adalah banyaknya kasus baru TB per 100,000 penduduk Prevelansi Tuberkulosis (PTB) adalah banyaknya semua kasus TB per 100.000 penduduk. Angka kematian karena TB (AKTB) adalah banyaknya kematian karena TB per 100.000 penduduk. Kasus TB didefinisikan sebagai pasien yang telah dibuktikan secara mikroskopis atau didiagnosis menderita TB.
Manfaat
Pemantauan kejadian dan prevalensi TB diperlukan untuk mengetahui penyebaran kasus baru TB dan semua kasus TB di masyarakat. Angka tersebut dapat menggambarkan kondisi masyarakat termasuk kemiskinan, ketimpangan pendapatan, akses terhadap layanan kesehatan, gaya hidup dan buruknya sanitasi lingkungan
31
Pedoman Definisi Operasional Indikator MDGs
Metode Perhitungan
Rumus 6.6. yang digunakan: Banyaknya kasus baru TB pada periode waktu tertentu Jumlah penduduk pada periode yang sama
Kejadian-TB =
P-TB =
Banyaknya semua kasus TB pada periode waktu tertentu Jumlah penduduk pada periode yang sama
Kematian-TB =
Sumber data:
Banyaknya Kematian karena TB pada periode waktu tertentu Jumlah Penduduk pada periode yang sama
X 100 000
X 100 000
X 100 000
. Kemkes dan Global report WHO
Indikator 6.10a Proporsi Jumlah Kasus Tuberkulosis yang Terdeteksi dan Diobati dalam Program DOTS Konsep dan definisi
Manfaat
Metode Perhitungan
Sumber data:
Proporsi jumlah kasus TB yang terdeteksi dan diobati adalah jumlah penderita baru TB paru BTA positif yang ditemukan dan diobati dengan strategi Directly Observed Treatment Short Course (DOTS), dibagi dengan perkiraan jumlah penderita baru TB paru BTA positif, dinyatakan dalam persentase. Indikator ini memberikan informasi tentang cakupan penemuan kasus baru TB paru BTA positif di sarana pelayanan kesehatan. Pengawasan yang efektif melalui penemuan dan penanganan kasus infeksi akan membatasi resiko penyebarannya. Pendekatan yang direkomendasikan untuk pengawasan adalah melalui strategi DOTS, yang merupakan strategi murah dan dapat mencegah jutaan penderita dari kematian Rumus 6.7. yang digunakan: Banyaknya kasus positif baru TB paru BTA Positif yang ditemukan dan mendapat pengobatan melalui strategi AP TB = X 100% DOTS pada suatu tahun Banyaknya perkiraan kasus baru TB paru BTA positif yang ada pada tahun tersebut Kemkes
32
Pedoman Definisi Operasional Indikator MDGs
Indikator 6.10b Proporsi Kasus Tuberkulosis yang Diobati dan Sembuh dalam Program DOTS Konsep dan definisi
Proporsi jumlah kasus TB yang diobati dan sembuh adalah jumlah penderita baru TB paru BTA positif yang menyelesaikan pengobatan baik sembuh maupun pengobatan lengkap dengan strategi Directly Observed Treatment Short Course (DOTS), dinyatakan dalam persentase.
Manfaat
Indikator ini memberikan informasi tentang hasil pengobatan kasus baru TB paru BTA positif baik yang sembuh maupun pengobatan lengkap di sarana pelayanan kesehatan.
Metode Perhitungan
Rumus 6.8. yang digunakan:
AP TB
Sumber data:
Banyaknya kasus positif baru TB paru BTA Positif yang sembuh dan pengobatan lengkap melalui strategi DOTS pada suatu X 100% tahun Banyaknya kasus baru TB paru BTA positif yang diobati pada tahun tersebut
Kemkes
33
Pedoman Definisi Operasional Indikator MDGs
Tujuan 7. Menjamin Kelestarian Lingkungan Hidup Target 7A: Memadukan prinsip-prinsip pembangunan yang berkesinambungan dalam kebijakan dan program nasional serta mengurangi kerusakan pada sumber daya lingkungan 7.1. Rasio luas kawasan tertutup pepohonan berdasarkan hasil pemotretan citra satelit dan survei foto udara terhadap luas daratan 7.2. Jumlah emisi karbon dioksida (CO2) 7.3. Jumlah konsumsi bahan perusak ozon (BPO) 7.4. Proporsi tangkapan ikan yang berada dalam batasan biologis yang aman 7.5. Rasio kawasan lindung untuk menjaga kelestarian keanekaragaman hayati terhadap total luas kawasan hutan 7.6. Rasio kawasan lindung perairan terhadap total luas perairan territorial Indikator 7.1. Rasio luas lahan yang tertutup pepohonan berdasarkan hasil pemotretan citra satelit dan survey foto udara terhadap luas daratan Konsep dan definisi
Rasio Luas Lahan yang tertutup pepohonan adalah perbandingan antara luas lahan yang tertutup pohon terhadap luas daratan yang dinyatakan dalam persentase, tidak termasuk perairan umum seperti sungai besar dan danau disuatu wilayah. Luas lahan yang tertutup pepohonan diasumsikan sebagai hutan meliputi kawasan hutan dan non hutan. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. Yang dimaksud dengan kawasan non hutan disini adalah lahan diluar kawasan hutan yang ditutupi pepohonan, misalnya perkebunan dan hutan rakyat. Yang dimaksud dengan pepohonan adalah kumpulan pohon dalam satu hamparan. Pohon adalah tumbuh-tumbuhan berkayu yang memiliki diameter batang setinggi dada 10 cm atau lebih.
Manfaat
Indikator ini menyajikan informasi tentang ukuran relatif pentingnya hutan di suatu wilayah. Perubahan lahan yang tertutup hutan khususnya yang diakibatkan oleh kegiatan yang tidak legal seperti penebangan liar dan lain-lain dapat mengganggu kelestarian 34
Pedoman Definisi Operasional Indikator MDGs
lingkungan hidup. Sesuai UU 41 Tahun 1999, luas kawasan hutan yang harus dipertahankan adalah minimal 30% dari luas DAS dan atau pulau dengan sebaran yang proporsional. Metode Perhitungan
Sumber data:
Rumus 7.1. yang digunakan: Luas lahan yang tertutup pepohonan (luas kawasan hutan + luas kawasan non PLH = X 100% hutan) Total luas daratan Kem Hut dan Kem Tan Catatan: 1. Data ini diperoleh dari Kementerian Kehutanan. Provinsi menerima data dari pusat. 2. Pengumpulan data melalui pencitraan satelit dilakukan setiap 3 tahun sekali
Indikator 7.2 Emisi carbon dioxida (CO2) per kapita Konsep dan definisi
Emisi CO2 adalah jumlah gas CO2 di suatu daerah yang bersumber dari aktifitas antropogenik dan non antropogenik. Gas CO2 adalah salah satu dari gas rumah kaca (IPCC Artikel 4, tahun 2007). Antropogenik adalah gas CO2 yang berasal dari proses atau aktivitas industri dan penggunaan produk, tata guna lahan dan perubahan peruntukan lahan, kehutanan, pertanian, energi dan pengelolaan limbah. Non antropogenik adalah gas CO2 yang berasal dari kegiatan vulkanik, reaksi kimia dari batu gamping, yang disebabkan alam. Emisi CO2 per kapita adalah jumlah gas CO2 di suatu daerah dari aktifitas antropogenik dibagi dengan jumlah penduduk.
Manfaat
Indikator ini memberikan informasi tentang upaya pemerintah sebagai negara berkembang untuk turut serta secara aktif untuk menurunkan emisi CO2 serta sebagai bagian dari tanggung jawab terhadap protokol Kyoto dan ratifikasi Protokol United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC). Target pengurangan emisi adalah sebesar 26% dari tingkat Businness as Usual pada tahun 2020. Emisi CO2 yang apabila menumpuk di atmosfer akan menyebabkan terjadinya efek rumah kaca. Efek rumah kaca adalah yang disebabkan oleh keberadaan gas rumah kaca di trofosfir yang menyebabkan terperangkapnya radiasi gelombang panjang hasil radiasi balik permukaan bumi, setelah
35
Pedoman Definisi Operasional Indikator MDGs
permukaan bumi tersebut menerima radiasi matahari. Efek rumah kaca yang berlebihan akan menyebabkan pemanasan global dan mendorong terjadinya perubahan iklim global. UU No.32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup menetapkan bahwa pusat/provinsi/kab/kota perlu melakukan inventarisasi dan menetapkan kebijakan terkait emisi gas rumah kaca. Metode Perhitungan
Rumus 7.2. yang digunakan: ECO2 per kapita =
Sumber data:
Jumlah gas CO2 Jumlah penduduk
KLH Catatan: 1. Jumlah gas CO2 didapatkan dari hasil inventarisasi gas rumah kaca (GRK). Inventarisasi gas rumah kaca nasional merupakan hasil inventarisasi GRK tingkat nasional yang dikoordinasikan oleh KLH, dengan faktor emisi dan metodologi yang telah ditetapkan melalui koordinasi dengan para pemangku kepentingan. 2. Inventarisasi GRK dapat juga dilakukan dan dikoordinasikan oleh gubernur/bupati/walikota berdasarkan kewenangannya. 3. Bagi daerah yang belum memiliki kemampuan menghitung indikator ini, maka angka ditingkat provinsi, mengambil data dari KLH.
Indikator 7.3 Jumlah konsumsi bahan perusak ozon (BPO) Konsep dan definisi
Bahan perusak ozon (BPO) adalah bahan-bahan kimia yang berpotensi bereaksi dengan molekul-molekul ozon di stratosfir. BPO pada dasarnya terdiri dari hidrokarbon yang berklorin, florin dan bromin, termasuk diantaranya Chlorofluora Carbons (CFCs), Hidrocloroflorocarbon (HCFC), Halon, HidrobromoFluorocarbon(HBFC),Bromoclorometan,Metilclorofoam, Carbon Tetraclorin, dan Methyl Bromida. Konsumsi BPO adalah penjumlahan konsumsi/pemakaian bahan perusak ozon dalam metrik ton.
Manfaat
Indikator ini memberikan informasi mengenai komitmen pemerintah untuk menghapus secara bertahap konsumsi bahan perusak ozon (BPO) sesuai kesepakatan protokol Montreal.
36
Pedoman Definisi Operasional Indikator MDGs
Metode Perhitungan
Saat ini Indonesia merupakan negara yang hanya melakukan impor terhadap BPO, sesuai dengan UU yang telah ditetapkan. Perhitungan jumlah konsumsi BPO berdasarkan total volume impor BPO yang dilakukan dalam periode waktu tertentu. Rumus 7.3. Jumlah Konsumsi BPO Konsumsi BPO = Jumlah impor BPO pada periode waktu tertentu.
Sumber data:
KLH, Kemendag,Kemerin, Kementan,Kemkes, Bea Cukai, BPS Catatan: 1. Perhitungan angka indikator tersebut di tingkat pusat di koordinasikan oleh KLH. 2. Daerah hanya memberikan data laporan hasil inventarisasi penggunaan dan distribusi bahan perusak ozon (BPO).
Indikator 7.4 Proporsi tangkapan ikan yang berada dalam batasan biologis yang aman Konsep dan definisi
Proporsi tangkapan ikan yang berada dalam batasan biologis aman adalah perbandingan antara jumlah total hasil tangkapan dalam satu tahun terhadap jumlah tangkapan yang diperbolehkan dalam tahun yang sama, dinyatakan dalam persentase Jumlah total hasil tangkapan ikan dari laut adalah penjumlahan dari produksi ikan dari seluruh provinsi. Jumlah tangkapan yang diperbolehkan adalah 80% dari jumlah tangkapan lestari (maksimum sustainable yield – MSY). Data MSY ini diperoleh dari Komisi Nasional Pengkajian Ikan.
Manfaat
Batasan biologis aman adalah proporsi tangkapan ikan < 100%. Indikator ini digunakan untuk memantau kelestarian sumberdaya ikan dan kelangsungan usaha penangkapan ikan
Metode Perhitungan
Rumus 7.4. yang digunakan:
P-Tangkapan Ikan =
Sumber data:
Jumlah Total Hasil Tangkapan dalam periode waktu tertentu Jumlah Tangkapan Yang Diperbolehkan dalam periode waktu yang sama
X 100%
KKP Catatan: 1. Data indikator ini diukur ditingkat nasional. 2. Provinsi menyediakan data produksi tangkapan ikan, setiap tahun. 3. Data MSY- tidak tersedia setiap tahun
37
Pedoman Definisi Operasional Indikator MDGs
Indikator 7.5 Rasio kawasan lindung untuk menjaga kelestarian keanekaragaman hayati terhadap total luas kawasan hutan Konsep dan definisi
Kawasan lindung adalah adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber alam, sumber daya buatan dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna kepentingan pembangunan berkelanjutan. Definisi diatas meliputi kawasan pelestarian alam (taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam), kawasan suaka alam (cagar alam, suaka margasatwa), taman buru, dan hutan lindung. Kawasan hutan: Wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. Rasio kawasan lindung adalah luas lahan yang digunakan untuk melindungi kelestarian linkungan hidup dibandingkan dengan ketersediaan luas kawasan hutan
Manfaat
Metode Perhitungan
Indikator ini bertujuan untuk memantau perkembangan sumberdaya alam lingkungan hidup yang telah ditetapkan untuk dilindungi. Sasaran dalam pengawasan atau pengelolaan kawasan lindung adalah untuk meningkatkan fungsi lindung terhadap tanah, air, iklim, dan satwa, serta nilai sejarah dan budaya bangsa. Rumus 7.5. yang digunakan: R-Kawasan Lindung=
Sumber data:
Luas kawasan lindung Luas kawasan hutan
X 100%
KMNLH Catatan: 1.Indikator ini dapat hanya dihitung di tingkat pusat, provinsi melakukan verifikasi
38
Pedoman Definisi Operasional Indikator MDGs
Indikator 7.6 Rasio kawasan konservasi perairan terhadap total luas perairan teritorial Konsep dan definisi
Rasio kawasan konservasi perairan adalah perbandingan antara luas kawasan konservasi perairan terhadap luas perairan territorial pada periode waktu tertentu, dinyatakan dalam persentase. Kawasan konservasi perairan adalah kawasan perairan yang dilindungi, dikelola dengan sistem zonasi untuk mewujudkan pengelolaan sumberdaya ikan dan lingkungannya secara berkelanjutan. Perairan nasional adalah penjumlahan dari luas laut perairan nusantara dan luas laut perairan teritorial. Perairan nusantara merupakan wilayah perairan yang terletak pada sisi dalam dari garis pangkal laut, teluk, dan selat yang menghubungkan antara pulau yang satu dengan pulau yang lain di Indonesia. Laut teritorial adalah wilayah laut dengan batas 12 mil dari titik ujung terluar pulau-pulau di Indonesia pada saat pasang surut ke arah laut
Manfaat
Metode Perhitungan
Indikator ini digunakan untuk memantau kelestarian sumber daya kelautan dan perikanan dalam rangka menjaga keseimbangan lingkungan hidup, keanekaragaman hayati, dan ekosistem perairan serta tersedianya pengelolaan kawasan konservasi secara optimal dan berkelanjutan. Rumus 7.6. yang digunakan:
Sumber data:
Luas kawasan konservasi perairan pada periode waktu R-Kawasan tertentu Konservasi = perairan Luas perairan nasional KKP
X 100%
Catatan: Indikator ini dapat dihitung di tingkat nasional dan provinsi
39
Pedoman Definisi Operasional Indikator MDGs
Target 7.B: Menanggulangi kerusakan keanekaragaman hayati dan mencapai penurunan tingkat kerusakan yang signifikan pada tahun 2010 7.5. Rasio kawasan lindung dan kawasan lindung perairan Indikator 7.5 Rasio luas kawasan lindung (RKL) terhadap luas wilayah Konsep dan definisi
Suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Menurut UU No. 41 Tahun 1999 yang dimaksud dengan kawasan hutan antara lain: Kawasan hutan: Wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. Hutan Lindung: Kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah. Hutan koservasi: RKL terhadap luas wilayah adalah perbandingan antara luas kawasan yang secara nasional dilindungi terhadap luas suatu wilayah yang dinyatakan dalam persentase. Kawasan yang dilindungi meliputi luas daratan dan lautan yang bertujuan untuk melindungi dan menjaga keanekaragaman hayati dan sumber-sumber alam yang terkait, dikelola secara resmi dan efektif
Manfaat
Indikator ini dapat digunakan untuk mengukur upaya melindungi dan menjaga keanekaragaman hayati serta upaya meningkatkan kehidupan sosial dan ekonomi penduduk setempat
Metode Perhitungan
Rumus 7.7. yang digunakan: RKL =
Sumber data:
Luas kawasan wilayah yang dilindungi Total luas wilayah
X 100%
Kemhut, KMNLH
40
Pedoman Definisi Operasional Indikator MDGs
Target 7C: Menurunkan hingga setengahnya proporsi rumah tangga tanpa akses berkelanjutan terhadap air minum layak dan sanitasi dasar hingga tahun 2015 7.8. 7.9.
Proporsi rumah tangga dengan akses berkelanjutan terhadap air minum layak, perkotaan dan perdesaan Proporsi rumah tangga dengan akses berkelanjutan terhadap sanitasi dasar, perkotaan dan perdesaan
Indikator 7.8 Proporsi rumah tangga dengan akses berkelanjutan terhadap air minum layak, perkotaan dan perdesaan Konsep dan definisi
Air minum yang berkualitas (layak) adalah air minum yang terlindung meliputi air ledeng (keran), keran umum, hydrant umum, terminal air, penampungan air hujan (PAH) atau mata air dan sumur terlindung, sumur bor atau sumur pompa, yang jaraknya minimal 10 m dari pembuangan kotoran, penampungan limbah dan pembuangan sampah. Tidak termasuk air kemasan, air dari penjual keliling, air yang dijual melalui tanki, air sumur dan mata air tidak terlindung. Proporsi penduduk atau rumah tangga dengan akses berkelanjutan terhadap air minum layak adalah perbandingan antara penduduk atau rumah tangga dengan akses terhadap sumber air minum berkualitas (layak) dengan penduduk atau rumah tangga seluruhnya, dinyatakan dalam persentase.
Manfaat
Indikator ini digunakan untuk memantau akses penduduk terhadap sumber air berkualitas berdasarkan asumsi bahwa sumber air berkualitas menyediakan air yang aman untuk diminum bagi masyarakat. Air yang tidak berkualitas adalah penyebab langsung berbagai sumber penyakit
Metode Perhitungan
Rumus 7.8. yang digunakan:
P-Fasilitas air minum = Sumber data:
Banyaknya penduduk atau rumah tangga dengan akses terhadap sumber air minum berkualitas Jumlah penduduk atau rumah tangga
X 100%
BPS (Susenas) Catatan: 1. Indikator ini tersedia ditingkat nasional, provinsi dan kab/kota
41
Pedoman Definisi Operasional Indikator MDGs
Indikator 7.9 Proporsi rumah tangga dengan akses berkelanjutan terhadap sanitasi dasar, perkotaan dan perdesaan Konsep dan definisi
Fasilitas sanitasi yang layak adalah fasilitas sanitasi yang memenuhi syarat kesehatan antara lain dilengkapi dengan leher angsa, tanki septik (septic tank)/Sistem Pengolahan Air Limbah (SPAL), yang digunakan sendiri atau bersama. Proporsi penduduk atau rumah tangga dengan akses terhadap fasilitas sanitasi yang layak adalah perbandingan antara penduduk atau rumah tangga yang memiliki akses terhadap fasilitas sanitasi yang layak dengan penduduk atau rumah tangga seluruhnya, dinyatakan dalam persentase
Manfaat
Sanitasi yang layak penting bagi penduduk atau rumah tangga di daerah perkotaan maupun pedesaan. Indikator ini menggambarkan tingkat kesejahteraan rakyat dari aspek kesehatan.
Metode Perhitungan
Rumus 7.9. yang digunakan:
Fasilitas Sanitasi = Sumber data:
Banyaknya penduduk atau rumah tangga dengan akses terhadap fasilitas sanitasi yang X 100% layak Jumlah penduduk atau rumah tangga
BPS (Susenas) Catatan: 1.Indikator ini tersedia ditingkat nasional, provinsi dan kab/kota
42
Pedoman Definisi Operasional Indikator MDGs
Target 7D:Mencapai peningkatan yang signifikan dalam kehidupan penduduk miskin di permukiman kumuh (minimal 100 juta) pada tahun 2020 7.10. Proporsi rumah tangga kumuh perkotaan
Indikator 7.10 Proporsi rumah tangga kumuh perkotaan Konsep dan definisi
Daerah kumuh adalah daerah atau kawasan tempat tinggal (hunian) yang dihuni sekelompok orang yang menempati bangunan sementara, tidak ada akses air yang aman untuk diminum, tidak ada fasilitas sanitasi yang layak, dan kondisi lingkungan yang tidak memadai
Manfaat
Indikator ini memberikan gambaran tentang tingkat kesejahteraan dan permasalahan kemiskinan akibat ketimpangan pembangunan yang tidak merata.
Metode Perhitungan
Rumus 7.10. yang digunakan:
P-Rumah Tangga Kumuh Kota= Sumber data:
Banyaknya penduduk atau rumah tangga kumuh di perkotaan X 100% Jumlah penduduk atau rumah tangga di perkotaan
BPS (Susenas) Catatan: 1.Indikator ini tersedia ditingkat nasional, provinsi dan kab/kota
43
Pedoman Definisi Operasional Indikator MDGs
Tujuan 8. Membangun Kemitraan Global untuk Pembangunan Target 8A: Mengembangan sistem keuangan dan perdagangan yang terbuka, berbasis peraturan, dapat diprediksi dan tidak diskriminatif 8.1. Rasio Ekspor + Impor terhadap PDB 8.2. Rasio pinjaman terhadap simpanan di bank umum 8.3. Rasio pinjaman terhadap simpanan di Bank Perkreditan Rakyat Indikator 8.1 8.1. Rasio Ekspor + Impor terhadap PDB Konsep dan definisi
Ekspor adalah proses transportasi barang atau komoditas ke negara lain secara legal, Sedangkan impor adalah proses transportasi barang atau komoditas dari negara lain secara legal. Proses transportasi tersebut umumnya merupakan proses perdagangan. Rasio ekspor dan impor terhadap PDB adalah perbandingan antara total nilai ekspor dan impor barang dan jasa terhadap produk domestik bruto (PDB) pada kurun waktu tertentu, dinyatakan dalam persentase.
Manfaat
Indikator ini digunakan untuk memantau tingkat keterbukaan ekonomi suatu negara.
Metode Perhitungan
Rumus 8.1. yang digunakan: Rasio Ekspor Impor=
Sumber data:
Jumlah nilai Ekspor+Impor Produk Domestik Bruto
X 100%
BPS, Bank Indonesia, Kementerian Perdagangan Catatan: Indikator ini hanya dihitung ditingkat nasional
44
Pedoman Definisi Operasional Indikator MDGs
Indikator 8.2 8.1. Rasio Pinjaman terhadap simpanan di Bank Umum Konsep dan definisi
Perbandingan antara jumlah pinjaman yang disalurkan oleh Bank Umum terhadap simpanan yang diperoleh dari pihak ketiga pada periode tertentu, dinyatakan dalam persentase
Manfaat
Indikator ini digunakan untuk mengetahui tingkat keefektifan perbankan dalam menjalankan fungsinya. Fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat serta bertujuan untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan pembangunan dan hasilhasilnya, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional, kearah peningkatan taraf hidup rakyat banyak. Rumus 8.2. yang digunakan:
Metode Perhitungan
Rasio Pinjaman = Sumber data:
Jumlah Pinjaman di Bank Umum Jumlah Uang dalam bentuk Simpanan di Bank Umum
X 100%
Bank Indonesia Catatan: Indikator ini hanya dihitung untuk tingkat nasional
Indikator 8.3 8.1. Rasio Pinjaman terhadap simpanan di Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Konsep dan definisi
Perbandingan antara jumlah pinjaman yang disalurkan oleh Bank Perkreditan Rakyat (BPR) terhadap simpanan yang diperoleh dari pihak ketiga pada periode tertentu, dinyatakan dalam persentase
Manfaat
Indikator ini digunakan untuk mengetahui tingkat kefektifan perbankan dalam menjalankan fungsinya. Fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat serta bertujuan untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan pembangunan dan hasilhasilnya, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional, kearah peningkatan taraf hidup rakyat banyak Rumus 8.3. yang digunakan:
Metode Perhitungan
Rasio Pinjaman BPR= Sumber data:
Jumlah Pinjaman di Bank Perkreditan Rakyat (BPR) X 100% Jumlah Uang dalam bentuk Simpanan di Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
Bank Indonesia Catatan: Indikator ini hanya dihitung untuk tingkat nasional
45
Pedoman Definisi Operasional Indikator MDGs
Target 8D: Menangani utang negara berkembang melalui upaya nasional maupun internasional untuk dapat mengelola utang dalam jangka panjang 8.11. Rasio Pinjaman Luar Negeri terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) 8.12 . Rasio Pembayaran Pokok Utang dan Bunga Utang Luar Negeri terhadap Penerimaan Hasil Ekspor (Debt Service Ratio/DSR) Indikator 8.11 8.11. Rasio Pinjaman Luar Negeri terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Konsep dan definisi
Rasio pinjaman luar negeri terhadap PDB adalah perbandingan antara jumlah pinjaman luar negeri terhadap produk domestik bruto (PDB) pada saat tertentu, dinyatakan dalam persentase. Pinjaman Luar negeri adalah setiap pembiayaan melalui utang yang diperoleh dari Pemberi Pinjaman Luar Negeri yang diikat oleh suatu perjanjian pinjaman dan tidak berbentuk surat berharga negara, yang harus dibayar kembali dengan persyaratan tertentu.
Manfaat
Indikator ini digunakan untuk mengukur tingkat ketergantungan pembiayaan suatu negara terhadap sumber pendanaan pembangunan dari luar negeri. Semakin tinggi nilai rasio, mengindikasikan tingkat ketergantungan yang besar terhadap sumber pembiayaan luar negeri.
Metode Perhitungan
Rumus 8.4. yang digunakan:
Rasio Pinjaman LN =
Sumber data:
Jumlah Posisi Pinjaman Luar Negeri (Outstanding Loan) X 100% Produk Domestik Bruto (PDB)
Kemenkeu Catatan: Indikator ini hanya dihitung untuk tingkat nasional
46
Pedoman Definisi Operasional Indikator MDGs
8.12a. Rasio Pembayaran Pokok Utang dan Bunga Utang Luar Negeri terhadap Penerimaan Hasil Ekspor (DSR) Konsep dan definisi
Pembayaran pokok utang luar negeri merupakan kewajiban pemerintah terhadap utang luar negeri pemerintah yang jatuh tempo pada satu periode tertentu. Bunga utang luar negeri adalah biaya bunga dan biaya kewajiban lainnya, yang harus ditanggung pemerintah atas posisi utang luar negeri. Utang luar negeri pemerintah terdiri dari pinjaman luar negeri dan surat berharga Negara dalam mata uang asing Rasio pembayaran pokok utang dan bunga utang luar negeri pemerintah terhadap penerimaan ekspor adalah perbandingan antara jumlah pembayaran pokok utang dan bunga utang luar negeri terhadap nilai ekspor dalam periode waktu tertentu, dinyatakan dalam persentase.
Manfaat Metode Perhitungan
Sumber data:
Indikator ini memberikan gambaran mengenai kemampuan negara dalam memenuhi kewajiban utang luar negeri, dikaitkan ketersediaan devisa negara. Rumus 8.5. yang digunakan: Rasio Jumlah Pembayaran Pokok Utang dan Pembayaran Bunga Utang Luar Negeri Utang&Bunga Jumlah Penerimaan Ekspor LN = BPS, Kemenkeu, Kementerian Perdagangan Catatan: Indikator ini hanya dihitung untuk tingkat nasional
X 100%
47
Pedoman Definisi Operasional Indikator MDGs
Target 8.F: Bekerjasama dengan swasta dalam memanfaatkan teknologi baru, terutama teknologi informasi dan komunikasi 8.4. 8.5. 8.6.
Tingkat penetrasi telpon tetap Tingkat penetrasi telpon bergerak Tingkat penetrasi pengguna internet
Indikator 8.4 8.4 Tingkat penettrasi telpon tetap Konsep dan definisi
Perbandingan antara jumlah penduduk yang memiliki fasilitas sambungan telpon tetap /Public –Swithced Telphone Network (PSTN) terhadap jumlah penduduk secara keseluruhan, dinyatakan dalam persentase.
Manfaat
Indikator ini menggambarkan tentang tingkat akses masyarakat terhadap komunikasi dan informasi melalui jaringan PSTN.
Metode Perhitungan
Rumus 8.6. yang digunakan: Tingkat Penetrasi Telpon Tetap =
Sumber data:
Jumlah penduduk yang memiliki akses Jaringan PSTN Jumlah penduduk
X 100%
BPS, Kemkominfo Catatan: Indikator ini dapat dihitung untuk tingkat nasional, provinsi dan kab/kota
Indikator 8.5 8.5 Tingkat Penetrasi Telpon Bergerak Konsep dan definisi
Perbandingan antara nomor yang dikeluarkan penyelenggara telekomunikasi terhadap jumlah penduduk, dinyatakan dalam persentase.
Manfaat
Indikator ini menggambarkan tentang tingkat akses masyarakat terhadap komunikasi dan informasi melalui jaringan bergerak (mobile) Fixed Wireless Access dan seluler. Rumus 8.7. yang digunakan:
Metode Perhitungan
Tingkat Penetrasi Telpon Bergerak= Sumber data:
Jumlah nomor yang dikeluarkan penyelenggara telekomunikasi Jumlah Penduduk
X 100%
BPS, Kemkominfo Catatan: Indikator ini dapat dihitung untuk tingkat nasional, provinsi dan kab/kota 48
Pedoman Definisi Operasional Indikator MDGs
Indikator 8.6 8.6 Tingkat Penetrasi Pengguna Internet Konsep dan definisi
Tingkat penetrasi pengguna internet adalah perbandingan antara jumlah penduduk yang dapat mengakses internet terhadap jumlah penduduk secara keseluruhan, dinyatakan dalam persentase
Manfaat
Komunikasi yang efektif pada siapa saja yang terlibat dalam aspek pembangunan, tidak dapat terjadi tanpa didukung dengan infrastruktur komunikasi dan informasi yang memadai. Tersedianya akses internet akan memberikan kesempatan untuk bertukar pengalaman dan belajar satu sama lainnya, sehingga dapat terhindar dari ketertinggalan informasi.
Metode Perhitungan
Tersedianya jaringan internet di tingkat pedesaan juga akan memberikan lebih besar akses untuk peningkatan pengetahuan dan keterampilan, melalui system pembelajaran berbasis internet misalnya e-learning. Rumus 8.8. yang digunakan: Tingkat Pengguna Internet =
Sumber data:
Jumlah penduduk yang dapat mengakses internet pada periode waktu tertentu Jumlah penduduk pada periode yang sama
X 100%
BPS, Kemkominfo Catatan: Indikator ini dapat dihitung untuk tingkat nasional, provinsi dan kab/kota
8.16a Proporsi Rumah Tangga yang Memiliki Komputer Pribadi Konsep dan definisi
Manfaat
Proposi rumah tangga yang memiliki komputer pribadi adalah perbandingan antara jumlah rumah tangga yang memiliki perangkat komputer pribadi terhadap jumlah rumah tangga secara keseluruhan, dinyatakan dalam persentase Perangkat komputer pribadi disini dapat didefinisikan sebagai PC atau laptop. Indikator ini digunakan untuk mengukur tingkat kemampuan masyarakat terhadap teknologi terutama untuk mengakses komunikasi dan informasi yang dapat bermanfaat dalam mendukung upaya pembangunan.
49
Pedoman Definisi Operasional Indikator MDGs
Metode Perhitungan
Rumus 8.9. yang digunakan: Jumlah rumah tangga yang memiliki Proporsi RT komputer pada periode waktu tertentu memiliki X 100% Komputer = Jumlah rumah tangga pada periode yang sama
Sumber data:
BPS, Kemkominfo Catatan: Indikator ini dapat dihitung untuk tingkat nasional, provinsi dan kab/kota
50
LAMPIRAN
SUSUNAN KEANGGOTAAN PENYUSUNAN PEDOMAN DEFINISI OPERASIONAL INDIKATOR MDGS PENGARAH
:
Lukita Dinarsyah Tuwo Wakil Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Wakil Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
PENANGGUNG JAWAB
:
Nina Sardjunani Deputi Bidang Sumber Daya Manusia dan Kebudayaan, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
TIM PENYUSUN a. Ketua
: :
b. Kelompok Kerja
: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30.
Arum Atmawikarta Sekretaris Eksekutif Sekretariat MDGs Nasional Dedi Darmadji (Sekretariat MDGs Nasional) Asep Kurniawan (Sekretariat MDGs Nasional) Aisyah Putri Mayangsari (Sekretariat MDGs Nasional) Priyanah (Sekretariat MDGs Nasional) Rahajeng Sari Putri (Sekretariat MDGs Nasional) Mukhlis Hanif Nurdin (Sekretariat MDGs Nasional) Yosi Diani Tresna (Bappenas) Ardhiantie (Bappenas) Dewi Amila Soliha (Bappenas) Karim (Bappenas) Noor Avianto (Bappenas) Yeni Febriyani (Bappenas) Sri Roshidayati (Bappenas) Renova GM Siahaan (Bappenas) Qurrota Ayun (Bappenas) Dani Ramadan (Bappenas) Endang Sulastri (Bappenas) Yunes Herawati (Bappenas) Erik Armundito (Bappenas) Riza Hamzah (Bappenas) Mahendra Arfan Azhar (Bappenas) M. Showan (Bappenas) Sri Roshidayati (Bappenas) Setyawati (Bappenas) Ahmad Nasikin (Kemenkeu) Jasmin (Kemenkeu) Cecep Suryana (Kemendiknas) Ida M. K. (Kemendiknas) Restuningsih (Kemendiknas) Solahuddin (Kemendiknas) 52
31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50. 51. 52. 53. 54. 55. 56. 57. 58. 59. 60. 61. 62. 63. 64. 65. 66. 67. 68. 69. 70. 71. 72. 73. 74. 75. 76.
Siti Marfuah (Kemendiknas) Boedianto (Kemendiknas) Susetyo Widiatmoro (Kemendiknas) Siswoyo (Kemendiknas) Lilik Sulisyanti (Kemendiknas) Kajun Suprapto (KPP dan PA) Nurhaiti (KPP dan PA) Rina Nursanti (KPP dan PA ) Indra Gunawan (KPP dan PA) Sudjo Hartono (Kemenkes) Erna Mulati (Kemenkes) Nuning Kurniasih (Kemenkes) Hanifah Rogayah (Kemenkes) Halimatussa'diah (Kemenkes) Budi Santosa (Kemenkes) Victoria Indrawati (Kemenkes) Sulistyo (Kemenkes) Helmi Suryani (Kemenkes) Niken Wastu Palupi (Kemenkes) Naning Nugrahini (Kemenkes) Kuncahyo (Kemenkes) Ayu Kurniawati (Kemenkes) Rusmiyati (Kemenkes) Victorino (Kemenkes) Desi Lokitasari (BKKBN) Priyanti (BKKBN) Popy Irawati (BKKBN) Vika Ekalestari (Kemen PU) Renalia Iwan (Kemen PU) Meytri Wilda Ayuantari (Kemen PU) Alex A. Chalik (Kemen PU) Choirul Fuad Yusuf (Kemenag) Mokhamad Ali Rouf (KKP) Yohanes Waluyo Susanto (KKP) Lantip Wratsangka (KKP) Eva Suryana (KKP) Tantra Rifai (Kemenpera) Rossi Dwi Apriawan (Kemenpera) Endang Pratiwi (KLH) Eka S.N (KLH) Isti Khoriana (Kemdagri) Judha Nugraha (Kemlu) Hans Nico Sinaga (Kemenhut) Siti Fatimah (Kementan) Bambang Edi S (KESDM) Nyimas Fauziah Alfi (Badan POM) 53
77. 78. 79. 80. 81. 82. 83. 84.
Rini Savitridina (BPS) Bambang Ananto C (BPS) Bambang Ananto Cahyono (BPS) Chryssanti Widya (BPS) Heru Kusharjanto (BPS) Togi Siahaan (BPS) Aden Gultom (BPS) Meity Trisnawati (BPS)
54
Pedoman Definisi Operasional Indikator MDGs
DAFTAR PUSTAKA Asian Development Bank (2010). ADB Results Framework Indicators Definition. Badan Pusat Statistik. Canadian Internasional Development Agency. UNICEF. MDGs Millenium Development Goals. Booklet .Jakarta. Badan Pusat Statistik. (1992). Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 1991. Jakarta. Badan Pusat Statistik. (1994). Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 1994. Jakarta. Badan Pusat Statistik. (1997). Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 1997. Jakarta. Badan Pusat Statistik. (2003). Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002/2003. Jakarta. Badan Pusat Statistik. (2007). Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007. Jakarta. Badan Pusat Statistik. (2003-2008). Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas). Jakarta. Bappenas. (2010). Laporan Pencapaian Tujuan Pembangunan Millenium Indonesia 2010. Jakarta. Bappenas. (2010). Pedoman Penyusunan Rencana Aksi Percepatan Tujuan MDGs di Daerah (RAD MDGs). Jakarta. Bappenas. (2010).Peta Jalan Percepatan Pencapaian Tujuan Pembangunan Millenium di Indonesia. Jakarta. Bappenas. (2010). Ringkasan Peta Jalan Percepatan Pencapaian Tujuan Pembangunan Millenium di Indonesia. Jakarta. Bappenas. (2011). Pedoman Penyusunan Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi. Jakarta. Bappenas. (2011). Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi 2011-2015. Jakarta. Kementerian Kesehatan. (2009). Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007. Jakarta. Kementerian Kesehatan. (2010). Badan Penelitian dan Pengembangan Ksehatan. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010. Jakarta. Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (2010). Strategi dan Rencana Aksi Nasional Penanggulangan HIV dan AIDS 2010-2014. Jakarta United Nation. (2003). Indicators for Monitoring the Millenium Development Goals. New York. United Nations. (2008). The Millennium Development Goals Report 2008. New York.
55
ISBN 978-979-3764-74-0
9 789793 764757