Semua Alumni UNAIR Dihimbau Segera ‘Update’ Data di Web IKA free instagram followermake up wisudamake up jogjamake up prewedding jogjamake up wedding jogjamake up pengantin jogjaprewedding jogjaprewedding yogyakartaberita indonesiayogyakarta wooden craft
Tingkatkan Cakupan Imunisasi di Indonesia UNAIR NEWS – Pada tanggal 8-15 Maret 2016, pemerintah melaksanakan program Pekan Imunisasi Nasional (PIN) Polio di seluruh wilayah di Indonesia. Imunisasi Polio Oral (OPV), atau yang dikenal dengan imunisasi polio tetes, diberikan kepada anak dengan usia 0-59 bulan. Pemberian imunisasi polio oral kepada anak dilakukan tanpa melihat status imunisasi polio sebelumnya. Artinya, setiap anak harus mendapatkan imunisasi polio oral pada PIN 2016 meskipun sebelumnya pernah mendapatkan jenis imunisasi yang sama. PIN Polio ini dilakukan sebagai upaya memberantas polio di Indonesia dan merupakan bagian dari program global untuk mewujudkan dunia bebas polio. Walau demikian, Indonesia telah dinyatakan bebas polio yang diberikan oleh World Health Organization (WHO) pada tanggal 21 Maret 2014 lalu. Berdasarkan data yang dilansir oleh Kementerian Kesehatan RI, cakupa Imunisasi Dasar Lengkap (IDL) masih mencapai angka 86,8% pada April 2015. Sedangkan pada tahun 2019, Kemenkes
menargetkan cakupa imunisasi perlu ditingkatkan hingga mencapai target 93%. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa masih ada kelompok masyarakat yang belum terjangkau oleh pelayanan kesehatan.
Arief Hargono, drg., M.Kes, bersama dengan perwakilan UNICEF, Armunanto, sedang berdiskusi seputar imunisasi di FKM UNAIR. (Fotografer: Rekha Finazis) “Kelompok inilah yang perlu terus diupayakan untuk dijangkau melalui peningkatan cakupan imunisasi. Jika jumlah kelompok ini masih banyak dapat menjadi potensi penularan penyakit terutama PD3I (penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi). Oleh sebab itu, kualitas program imunisasi seperti manajemen vaksin, cakupan hingga pencatatan dan pelaporan imunisasi perlu terus ditingkatkan,” ujar Arief Hargono, drg., M.Kes., selaku pengajar pada Departemen Epidemiologi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga.
Secara umum, program imunisasi secara umum memiliki beberapa permasalahan. Pertama, masih ada kelompok masyarakat yang menolak, dan belum terjangkau program imunisasi. Kelompok ini disebut sebagai high risk communities. Masyarakat yang tergolong dalam kelompok ini adalah mereka yang bekerja di sektor informal, dan mereka yang hidup secara nomaden. Kedua, rendahnya pengetahuan petugas kesehatan tentang kontraindikasi vaksin, ketersediaan vaksin dan kejadian ikutan pascaimunisasi (KIPI). Kondisi inilah yang disebut missed opportunity atau hilangnya kesempatan untuk mendapatkan imunisasi. Bagaimana untuk mengakselerasi tingkat cakupan imunisasi? UNAIR pernah bekerjasama dengan UNICEF untuk melakukan akselerasi program imunisasi di Provinsi Jawa Timur pada tahun 2015. “Kegiatannya berupa pengembangan media promosi kesehatan untuk imunisasi, capacity building, monitoring dan evaluasi program, pengembangan policy brief program imunisasi hingga advokasi,” tutur Arief seraya berharap kerjasama itu bisa dilanjutkan sampai tahun 2020. (*) Penulis: Rekha Finazis Editor: Defrina Sukma S
Eksistensi dan Pesona Kesenian Tradisional Kentrung di Blitar Berada di bawah kaki Gunung Kelud, Desa Dayu Kabupaten Blitar menyimpan pesona kesenian tradisional kentrung yang masih eksis hingga saat ini. Kelompok kesenian tersebut yaitu Tri
Santoso Budoyo, dengan dalangnya yang bernama Adam Sumeh. Kesenian tradisional kentrung ini tepatnya terdapat di dusun Dayu Dukuh Sanan, Nglegok, Blitar. Kelompok kesenian kentrung ini masih tetap eksis, dan sering memenuhi undangan untuk tampil di berbagai pertunjukan dan hajatan, terhitung sejak berdirinya sekitar tahun 1990 silam. Menonton kentrung sama halnya dengan menonton ketoprak dan juga merupakan hiburan tersendiri. Selain itu, kita dapat mengambil pesan dari lakon atau cerita yang dibawakan sang dalang. Lakon yang dibawakan merupakan tokoh-tokoh heroik yang berasal dari Jawa, yang tentunya memiliki pesan moral yang dapat diambil. Kentrung
merupakan
kesenian
tradisional
yang
mencoba
melestarikan cerita rakyat yang bernafas Islam asli dari Jawa Timur. Komposisi dari pertunjukan kentrung ini yaitu dalang sebagai pencerita utama lakon yang sekaligus memaninkan alat musik kendhang, dibantu oleh dua orang panjak yang memainkan alat musik berupa rebana dan templing, seorang penabuh saron, serta seorang sinden. Beberapa lakon yang sering dibawakan yaitu kisah-kisah Wali Sanga, Jaka Tinggir, Aryo Blitar, dan berbagai cerita khas Jawa lainnya. Cerita-cerita tersebut ia bumbui dengan lawakan dan guyonan. Sehingga para penonton selain mendapat unsur edukasi melalui cerita yang dibawakan, juga terhibur karena lawakan-lawakannya. Hal yang membuat kelompok kesenian ini tetap eksis hingga saat ini yaitu kegigihan sang dalang Adam Sumeh, dalam usaha melestarikan kesenian kentrung. Sang dalang pandai menginovasi pertunjukannya, hingga tetap dapat dinikmati meskipun zaman sudah semakin modern. Berbagai inovasi tersebut ia lakukan agar pertunjukan tidak monoton sehingga gampang menyebabkan penonton bosan. Selain itu, visi sang dalang dalam berkesian juga sangat berpengaruh. Sang dalang berkesian bukan sematamata untuk mencari uang atau untuk menopang penghidupannya. Namun untuk nguri-nguri budoyo, ngibadah, dan sekaligus bekerja.
Menurut salah satu penanggap yang pernah penulis temui, kesenian ini juga dapat menjadi daya tarik untuk menarik dan menghimpun masa. Hal ini yang kemudian menyebabkan berbagai permintaan tanggapan sering datang dari berbagai daerah di Blitar. Hajat tanggapannya pun bermacam-macam. Ada yang dalam rangka syukuran, khitanan, tahun baruan, bahkan untuk menarik masa dalam rangka kampanye politik. Yang membedakan antara keseniannya dengan kesenian kentrung yang lain selain jumlah personil yang lebih banyak, pada kesenian ini juga disisipkan campursari, sebagai salah satu hiburan yang juga khas Jawa, yang menambah kesan ramai pada pertunjukan. Dulunya, kesenian ini pernah dilombakan di Gedung Budaya Cak Durasim Surabaya, dan mendapatkan juara satu se-Jawa Timur. Di tempat yang sama, sang dalang juga pernah mengajar berkesian Kentrung mahasiswa-mahasiswa penggiat seni pada tahun 2011. Untuk para penggiat dan pemerhati kesian saat ini, seyogianya bukan hanya mempelajari iilmu dan teorinya saja, namun juga ikut memikirkan kelangsungan eksistensi berbagai kesenian tersebut di masa mendatang. Hal tersebut agar kekayaan budaya bangsa tidak semakin punah seiring dengan perkembangan zaman. (*)
Almarhum Prof Eman, Tetap Aktif Mengabdi Hingga Tutup Usia UNAIR NEWS – Dekan Fakultas Hukum Universitas Airlangga masa bakti 2015-2020, Prof. Dr. Eman, S.H., MS., tutup usia pada Rabu (11/5). Upacara penghormatan terakhir Guru Besar Bidang Ilmu Hukum Agraria tersebut dilaksanakan di FH UNAIR, dan
dihadiri oleh ratusan pelayat yang berasal dari pejabat di lingkungan UNAIR, pejabat Pemerintah Kota Surabaya, serta sivitas akademika UNAIR. Wali Kota Surabaya Dr. (HC) Tri Rismaharini, S.T., M.T., turut hadir dalam upacara ini. Risma, sapaan akrab Wali Kota Surabaya perempuan pertama tersebut, menyampaikan bela sungkawa yang mendalam atas kepergian Prof. Eman. Dalam sambutannya pada upacara penghormatan, pihaknya mengatakan bahwa Prof. Eman telah memiliki jasa besar terkait penyelesaian sengketa kasus pertanahan dan lalu lintas di Surabaya. “Saya selalu takut dengan masalah pertanahan. Tapi Prof Eman selalu datang dengan senyuman dan membantu segala masalah yang sedang saya hadapi,” ujarnya tak kuasa menahan air mata. Selain itu, Wakil Dekan I FH UNAIR, Nurul Barizah, SH., LL.M.,Ph.D., pada ucapan bela sungkawa mengatakan perihal jasa-jasa yang telah diberikan Prof. Eman kepada UNAIR. Alm. Prof. Eman merupakan pendidik sekaligus peneliti yang konsisten meneliti hukum agraria, dan telah beberapa kali menerbitkan buku yang fokus tentang hukum pertanahan. “Prof Eman wafat seminggu setelah peringatan hari pendidikan nasional. Beliau merupakan pendidik yang mengabdikan seluruh hidupnya untuk perkembangan pendidikan, dan hukum di Indonesia. Seluruh hidupnya ia dedikasikan untuk kemajuan dan kepentingan UNAIR,” ujarnya. Nurul juga mengatakan bahwa Prof Eman merupakan sosok dekan yang tekun. Almarhum tetap aktif memberikan bimbingan, serta menjadi penguji untuk ujian tertutup maupun terbuka meskipun beberapa minggu belakangan mulai sakit. Usai upacara penghormatan di FH UNAIR, jenazah dibawa ke Masjid Nuruzzaman UNAIR untuk disholatkan. Jenazah kemudian dibawa ke TPU Kedurus Baru, Surabaya, untuk dikebumikan. (*) Penulis : Binti Q. Masruroh
Editor
: Nuri Hermawan
Ahli Bedah Plastik Ciptakan Krim Atasi Keloid UNAIR NEWS – Latar belakangnya sebagai dokter bedah plastik membuat Prof. Dr. David Sontani Perdanakusumah, dr., Sp.BP-RE (K) banyak bergelut dengan rekonstruksi dan perbaikan cacat tubuh manusia. Dari sederet tindakan operasi yang pernah ia lakukan membuatnya penasaran dengan jenis luka tubuh yang berserat, tebal dan berwarna kontras dengan kulit sekitarnya. Jenis luka ini disebut keloid. Dalam mengatasi keloid, pada umumnya dokter menggunakan berbagai cara, seperti operasi, suntikan kortison, cryotherapy, dan cara-cara lainnya. Namun, metode-metode itu tak dapat menghilangkan keloid. Bahkan, tindakan operasi justru memperbesar keloid. Tak jarang, keloid menjadi mimpi buruk bagi pasien ataupun dokter. Keloid tumbuh akibat aktivitas kolagen yang berlebih. Pertumbuhan kolagen dipengaruhi enzim kolagenase yang kurang terkontrol. Enzim kolagenase adalah enzim yang mengatalisis hidrolisis kolagen. “Versi saya, kolagen itu nggak akan berlebih kalau ada kolagenase. Jadi, saya bilang, kalau kolagenase berfungsi dengan bagus, mungkin tidak akan ada keloid. Karena semua yang berlebih dihancurkan. Jadi, (kolagenase berfungsi) seperti mandor,” imbuhnya. Dokter kelahiran Singkawang itu lantas kembali melanjutkan risetnya yang ia mulai sejak melakukan penelitian disertasi.
Melanin, pewarna pada kulit, memiliki sifat kimia asam. Agar kolagenase berfungsi, maka enzim tersebut harus bersifat basa. Pada orang yang tidak berkulit putih, banyaknya melanin membuat suasana kulit bersifat asam. Akhirnya, David merumuskan cara agar melanin itu turun dengan pemutih yang menggunakan pelarut basa. Agar keadaan asam dan basa tak membuat kulit kian sensitif, ia mengombinasikan pemutih dengan liposom sehingga sifat basa baru keluar ketika sudah memasuki lapisan dermis. Pemutih yang ia gunakan adalah Hydroquinone dengan kadar empat persen. “Jadi, ide saya yang dipatenkan adalah pemutih dalam suasana basa untuk keloid. Karena dengan dikasih pemutih ke keloid, suasananya basa, kolagenasenya aktif, melaninnya turun sehingga suasana di dalam akan basa, kolagenasenya muncul (aktif) dan kolagen semua yang berlebih akan dipapas sehingga turun,” tutur David.
Prof. Dr. David Sontani Perdanakusumah, dr., Sp.BP-RE (K) (Foto: Defrina Sukma S) Pemikirannya itu ia tuangkan dalam paten berjudul “Penggunaan Hidrokuinon untuk Mencegah dan Mengobati Keloid”. Pemutih keloid dalam suasana basa akhirnya berhasil dipatenkan pada tanggal 17 Oktober 2012 dengan nomor paten ID P0031959.
Pendaftaran produknya menuju paten sempat melewati jalan berliku. Selain karena rutinitas, ide penggunaan pemutih untuk menyamarkan warna kulit dianggap bukan barang baru. “Saya mengurus paten sekitar tahun 2004, tetapi baru keluar tahun 2012. Delapan tahun. Karena hydroquinone bukan barang baru. Itu sudah lama dipakai untuk pemutih, tapi hydroquinone untuk keloid tidak pernah ada di dunia. Itu riset saya. Original,” tegas Wakil Dekan I FK UNAIR. Ia praktikkan itu ke pasien-pasiennya yang telah melalui tindakan operasi. Hasilnya, keloid jadi mengecil dan lebih cerah. Untuk keloid yang bentuknya besar, pemberian krim perlu dikombinasikan dengan tindakan bedah. “Krim itu bisa mengecilkan. Sedikit dipangkas. Tapi untuk mendapatkan hasil yang dramatis, perlu dikombinasi dengan tindakan bedah,” imbuh David. Selain pasien dengan keloid, dokter berusia 56 tahun itu pernah memberikan krim pemutihnya pada pasien dengan bekas cacar dan luka bakar. “Bekas luka bakar di tangan, saya kasih terus mulus. Ada luka trauma, bekas operasi, saya kasih kemudian memudar dan halus,” terang peraih penghargaan Science Achievement Award 2015 dari media Republika. Pemutih yang David gunakan saat ini mengandung empat persen hydroquinnon dalam suasana basa dengan derajat keasaman atau pH 7,5. Ia saat ini tengah mengembangkan krim dengan derajat keasaman 7,6 sebab angka ini merupakan angka yang ideal untuk kolagenase. Saat ini, oleh Institute of Tropical Disease UNAIR, krim pemutih milik David tengah dihilirisasi oleh salah satu industri farmasi di Indonesia. Uji produk krim pemutih milik Guru Besar bidang Ilmu Bedah Plastik ini dalam tahap uji stabilitas. Setelah uji stabilitas, tahap berikutnya adalah uji klinik di berbagai pusat kesehatan. Ia berharap, krim pemutihnya bisa memberi harapan baru bagi pasien dan tenaga
medis dalam mengatasi keloid pada tubuh. (*) Penulis: Defrina Sukma S Editor : Faridah hari
Tumbuhkan Jiwa Kreativitas lewat Bazar Kewirausahaan UNAIR NEWS – Mahasiswa program studi S-1 Ilmu Gizi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga juga punya jiwa kewirausahaan. Buktinya, mereka berhasil melaksanakan kegiatan bazaar di selasar Aula Soemarto, Rabu (1/6). Kegiatan ini merupakan praktik mata kuliah kewirausahaan dan gizi. Bazar yang dimulai sejak pukul sembilan pagi itu, ramai dikunjungi mahasiswa dan dosen. Sepuluh stan yang dipersiapkan oleh mahasiswa peserta mata kuliah kewirausahaan dan gizi berisi stan makanan yang unik dan memiliki nilai gizi. Sebagian besar peserta menawarkan makanan dengan tidak lupa memperhatikan keamanan pangan dengan nilai gizi yang terukur bagi konsumen. Penanggung jawab mata kuliah Siti Rahayu Nadhiroh, S.KM, M.Kes, menjelaskan, bazar yang diselenggarakan pertama kalinya ini adalah pengganti program ujian akhir semester mata kuliah yang diampunya. Kegiatan bazaar mahasiswa ini merupakan implementasi teori-teori yang selama ini diajarkan di kelas. Nadhiroh merasa senang karena kegiatan bazar itu disambut antusias oleh mahasiswa dan berjalan sesuai harapan. “Untuk kali pertama, hasilnya sudah sangat baik. Anak-anak dapat menciptakan banyak inovasi usaha yang juga memperhatikan nilai gizi dan berbasis keamanan pangan. Meskipun beberapa
masih butuh banyak belajar. Ini bisa dikarenakan masih pertama kali bagi mereka. Saya berharap agar kegiatan ini dapat menjadi pemantik bagi kreativitas mahasiswa dalam bidang kewirausahaan dan gizi,” ujar Nadhiroh sambil memperlihatkan beberapa produk buatan mahasiswa. Karena antusiasme pengunjung, beberapa stan telah menjual habis produknya dalam waktu kurang dari tiga jam. Dari pelaksanaan kegiatan ini, mahasiswa juga bisa belajar tentang inovasi produk berbasis gizi, proses promosi dan pemasaran, hingga desain produk. Novi dan Della, kedua mahasiswa peserta bazar, menjelaskan bahwa mereka senang dengan kegiatan ini. Bagi keduanya, kegiatan ini berhasil memunculkan ide kreativitas pada mereka. (*) Penulis: Okky Putri Rahayu Editor: Defrina Sukma S.
Gebyar Akreditasi Tandai RS UNAIR Raih Akreditasi Paripurna UNAIR NEWS – Acara Gebyar Akreditasi dan Open House Airlangga Health Science Institute (AHSI), menjadi penanda atas capaian akreditasi paripurna yang berhasil diraih oleh Rumah Sakit Universitas Airlangga (RS UNAIR). Akreditasi paripurna sendiri merupakan bentuk pengakuan yang diberikan oleh pemerintah kepada manajemen rumah sakit, karena telah memenuhi standar yang ditetapkan.
Acara yang dilaksanakan di Aula Lantai 7 Rumah Sakit Khusus Infeksi (RSKI), pada Selasa (15/11), dihadiri oleh Dirjen Sumber Daya Iptek dan Dikti Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti), Dirjen Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan, Ketua Eksekutif Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS) Nasional, Direktur RS UNAIR, jajaran petinggi UNAIR, jajaran pemerintah, dan tenaga medis. Pada sambutan pembuka, Direktur RS UNAIR, Prof. DR. Dr. Nasronudin SpPD-KTI., menjelaskan bahwa langkahnya menuju akreditasi paripurna tidaklah mudah. Ia menjelaskan bahwa sebelumnya, mulanya RS UNAIR terus berupaya memperbaiki sistem pelayanan hingga manajemen RS UNAIR. Tidak tanggung-tanggung, Prof. Nasron juga menuturkan bahwa ia dan tim kerap menginap di RS UNAIR untuk kesempurnaan akreditasi. “Untuk mencapai akreditasi paripurna ini, bukan kerja biasa, tapi bekerja luar biasa,” tegasnya yang diiringi tepuk tangan hadirin. Guru Besar FK UNAIR tersebut juga menjelaskan bahwa RS UNAIR telah mendapat respon nasional dengan beralihnya tipe rumah sakit tipe C ke tipe B. Selain itu, kini rumah sakit yang mulai beroperasi pada tahun 2011 tersebut sedang proses visitasi akreditasi untuk mendapat pengakuan sebagai Rumah Sakit Pendidikan (RSP). Rektor UNAIR Prof. Dr. Moh. Nasih, SE., MT., Ak., CMA turut hadir dalam acara ini. Dalam sambutannya ia mengatakan, RSUA menjadi RSP pertama di Indonesia. “Dari awal UNAIR sudah berkomitmen untuk RSP. Kini tinggal selangkah. Kita melayani kesehatan juga menyediakan dokter yang profesional, dan menyediakan dokter yang bisa mengabdi ke seluruh indonesia. Tentu kita juga kerjasama dengan FK. RSUA menjadi RSP pertama di Indonesia. Inilah kenapa Gebyar menjadi salah satu caranya,” ujar Prof Nasih. Hadir sebagai salah satu pembicara inti, Dirjen Sumber Daya
IPTEK Dikti Prof. Ali Gufron Mukti., M.Sc., Ph.D., sangat mengapresiasi RS UNAIR yang telah berkembang dalam waktu singkat. Ia juga menambahkan bahwa RS UNAIR telah mendapatkan akreditasi paripurna bintang lima. “Di Indonesia yang mendapat akreditasi tersebut masih UNAIR dan UGM,” paparnya. Apresiasi selanjutnya yang diberikan Prof. Ali Gufron yakni atas meningkatnya tipe RS UNAIR dari C ke B. Selain itu, ia juga mendukung langkah RSUA agar bisa menjadi RSP. Di akhir pemaparannya, Guru Besar UGM tersebut berharap bahwa antar PTN haruslah bersinergi dan saling belajar bersama. “Kami ingin PTN dengan rumah sakitnya punya unggulan-unggulan. Silakan saling belajar, insya Allah kami dukung. Ingat masingmasing rumah sakit di PTN tidak saling bersaing tapi punya skema penelitian dan masing-masing punya unggulan,” jelasnya mengakhiri. (*) Penulis: Nuri Hermawan Editor: Defrina Sukma Satiti
Tim Psikologi UNAIR Juara Bertahan Festival Rujak Uleg UNAIR NEWS – “Nemu jaket ngarepe gapuro, Kresek ireng isine tahu, Ojo kaget karo Suroboyo, Lanang ganteng wedoke ayu,” berikut adalah petikan yel-yel tim Fakultas Psikologi UNAIR yang kembali mempertahankan juara dalam Festival Rujak Uleg yang diadakan oleh Pemerintah Kota Surabaya. Penghargaan ini diraih sudah kali keempat oleh tim Psikologi UNAIR masuk dalam kelompok 15 peserta terbaik dalam festival tahunan peringatan
Hari Ulang Tahun Kota Surabaya. Sebanyak lima orang dalam satu tim menyajikan rujak cingur dalam festival yang diselenggarakan di kawasan Pecinan Kembang Jepun, Minggu (29/5). Tim yang dikapteni oleh Naning selaku Sekretaris Dekan FPsi, diawaki oleh empat orang lainnya, yakni Agus, Harri, Qomari, dan Ratna. Mereka merupakan staf kependidikan dari berbagai unit yang dinaungi oleh Fakultas Psikologi UNAIR. Untuk menyajikan kudapan rujek uleg yang enak di lidah, tim mempersiapkan peralatan dan bahan yang telah ditentukan oleh panitia dan juri lomba. Dari segi bumbu, tim mempersiapkan komposisi yang diantaranya terdiri dari kacang, petis, gula jawa, garam, bawang putih goreng, dan pisang kluthuk. Dari segi campuran bahan, tim juga telah mempersiapkan mentimun atau kerahi, bengkuang, cingur, tahu, tempe, lontong, mangga muda, kacang panjang, dan, kecambah. Agar rujak uleg memiliki cita rasa berbeda di lidah, Naning, salah satu tim Psikologi UNAIR memiliki resep khusus. “Kami membeli petis dari orang Madura asli. Terus, kita tambah bawang putih. Kita juga beli satu cingur. Cingur itu direbus selama tiga jam,” tutur Naning seraya membocorkan resep rahasianya. Sebelum tim mulai berkompetisi, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini dan para konsulat jenderal dari negara sahabat menguleg bumbu rujak dalam satu cobek besar. Setelah diberi aba-aba oleh panitia, tiap peserta meneriakkan yel-yel disertai goyangan-goyangan yang mampu membuat suasana tambah meriah.
Naning Dyah salah satu tim Psikologi UNAIR Jadi Juara Bertahan Festival Rujak Uleg Surabaya (Foto: UNAIR NEWS) Dalam festival rujak uleg itu, panitia menganjurkan setiap tim untuk membuat sepuluh porsi rujak. Namun, karena adanya dukungan dana dari fakultas, tim Psikologi UNAIR menghidangkan 20 porsi rujak uleg. Selain menghidangkan porsi untuk pengunjung, tim juga harus membuat sepiring rujak kepada panitia untuk dinilai. “Kita bagi tim ya. Satu orang membuatkan rujak untuk panitia, dan empat orang lainnya untuk pengunjung. Tapi kita juga tidak berhenti goyang, mbak. Biar suasananya ramai saja. Jadi, ya, nguleg sambil goyang,” tutur Sekretaris Dekan Psikologi UNAIR sambil sesekali ditimpali tawa. Dengan tampilan kostum yang didominasi warna hijau dan merah, paras wajah mereka didandani dengan bedak yang sangat tebal. Naning mengatakan, konsep kostum mereka meniru ala Lady Gaga. Sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan juri, 45
nominasi tim terbaik dinilai dari keunikan kostum, kebersihan, kelengkapan bahan rujak uleg, dan kesinambungan gerak ketika menyanyikan yel-yel. Lalu, juri menetapkan 15 tim terbaik dengan memperhitungkan rasa dan penyajian rujak uleg. Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini secara simbolis menyerahkan penghargaan tersebut kepada 15 tim terbaik. Mereka juga mendapatkan uang pembinaan sebesar Rp 1,5 juta per tim. Secara keseluruhan, festival membuat makanan khas Surabaya ini diikuti oleh sekitar 1.500 tim. Peserta merupakan tim yang berasal dari perguruan tinggi, hotel berbintang, instansi pemerintahan, dan swasta. (*) Penulis : Defrina Sukma S Editor
: Nuri Hermawan
Delegasi Fakultas Hukum Juarai Kompetisi Peradilan Semu Nasional UNAIR NEWS – Sebanyak 20 mahasiswa yang bergabung dalam tim dari Fakultas Hukum (FH), Universitas Airlangga (UNAIR), berhasil menjadi juara umum dalam acara National Moot Court Competition yang diselenggarakan oleh FH Universitas Indonesia. Kompetisi final penentu juara itu dilangsungkan pada Jumat sampai Minggu (2-4 Desember) lalu. Mereka berhasil menyabet juara setelah melakukan peradilan semu mengenai kasus hukum pidana lingkungan. Seperti peradilan aslinya, para delegasi terbagi ke dalam beberapa majelis
hakim, jaksa penuntut umum, penasihat hukum, panitera, saksi, dan tentu saja terdakwa. Dari 20 mahasiswa yang mengikuti, ada 16 orang yang berperan dalam posisi-posisi tersebut. Mereka adalah Almas Sidda Bahiya (2014), Bintang Samudera (2015), Arif Firmansyah Herliyanto (2015), Roynaldo Mora Sitorus (2014), Nahdlotul Fadilah (2015), Novella Intan Chusna (2014), Bayu Ari Winarno (2014), Yoshua Danuri Damanik (2014), dan Hanifah Ayu Nandasari (2013). Ada pula Mohammad Amar Abdillah (2014), Shoimatuz Zahro (2014), Hajita Cahyo Nugroho (2014), Rizka Fatrian (2015), Nina Farah Adela (2014), dan Hidayatur Rohman (2015). Selain peserta peradilan semu, ada pula pihak pendamping peserta Gilang Izzuddin Amrullah (2014), Rendy Triherwanto (2013), Renda Aranggraeni (2015), dan Muchammad Usama Martak (2015). Rendy, salah satu anggota tim mengatakan, pihaknya mendapatkan disposisi kasus dari panitia. Setelah itu, mereka diminta untuk mempersiapkan segala urusan persidangan, mulai dari berkas tuntutan, alat serta barang bukti atas kasus tersebut. “Setelah kami mempersiapkan semuanya, kami dituntut untuk menampilkannya. Untuk kasus final, kami mendapatkan disposisi kasus penyelundupan satwa yang dilindungi. Sedangkan pada babak penyisihan, kami mendapatkan kasus pembakaran lahan hingga menyebabkan adanya pencemaran udara,” tutur Rendy. Dalam kompetisi itu, delegasi FH UNAIR bersaing dengan delegasi asal perguruan tinggi negeri dan swasta di Indonesia, antara lain Universitas Padjajaran, Universitas Trisakti, Universitas Diponegoro, dan Universitas Bina Nusantara. Selama latihan, mereka dibimbing langsung oleh salah satu pakar hukum administrasi FH UNAIR Franky Butar Butar, S.H. Mereka terus berlatih selama empat bulan sebelum waktu final, terhitung sejak bulan Agustus. Akhirnya, setelah berlatih giat dan menyisihkan lawan-lawan, delegasi FH berhasil memboyong
tiga dari lima kategori terbaik, yaitu Hakim Terbaik, Penuntut Umum Terbaik, dan Penasihat Hukum Terbaik. Rektor UNAIR Prof. Dr. M. Nasih, S.E., M.T., Ak, memberikan apresiasinya kepada pemenang kompetisi peradilan semu. Delegasi diterima di Ruang Rektor, Kantor Manajemen UNAIR, Jumat (9/12). Selain Rektor UNAIR, ada pula Direktur Kemahasiswaan UNAIR Dr. M. Hadi Subhan, S.H., M.H., C.N., dan pembimbing tim Franky. “Saya sampaikan selamat karena rekan-rekan sudah mengibarkan bendera biru kuning milik UNAIR di pentas nasional. Paling tidak, kemenangan dari lomba ini sudah berhasil menambah kepercayaan diri. Kita akan dorong terus ke depan. Cuma, jangan sampai mengabaikan kuliah,” pesan Rektor. Selain apresiasi kepada tim, Prof. Nasih juga berterima kasih kepada Franky yang telah membimbing tim sampai ke babak final dan mendapatkan juara. “Teman-teman
mahasiswa
ini
yang
memang
hebat,”
Franky
menanggapi. (*) Penulis: Defrina Sukma S Editor: Binti Q. Masruroh
UKM Voli Adakan Kompetisi Bola Voli Tingkat Nasional UNAIR NEWS – Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Voli Universitas Airlangga kembali mengadakan kompetisi nasional bertajuk “Airlangga National Volley Competition 2016”. Kompetisi dilangsungkan Minggu, (15/5), bertempat di Gedung Olahraga
Kampus C, UNAIR. Kompetisi ini menjadi sebuah ajang untuk menggali potensi mahasiswa antara perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta. Ini merupakan kompretisi kali kedua yang diadakan UKM Voli UNAIR. Antusias peserta tergolong tinggi. Ada 36 tim yang mengikuti kompetisi, terdiri dari 12 tim putri dan 24 tim putra. Mereka saling berkompetisi untuk mencetak poin. “ANVC ini terbentuk berawal dari mimpi para anggota UKM Voli, dan bahkan langsung terwujud dengan mengadakan kompetisi bertaraf nasional. Kami ingin membuat sebuah wadah, tidak hanya latihan saja, tapi juga mewadahi mahasiswa dari lintas universitas agar bisa bisa bertanding secara resmi dan profesional,” ujar Elfira Fitria Rohma, Ketua UKM Voli UNAIR. Berbagai perguruan tinggi nasional turut serta berkontribusi dalam perlombaan ini. Diantaranya Universitas Gajah Mada (UGM), Universitas Brawijaya (UB), Universitas Negeri Malang (UM), Universitas Hasanudin (UNHAS), Institut Pertanian Bogor (IPB), Universitas Lamongan (UNISLA), Universitas Negeri Jember (UNEJ), dan beberapa PTN maupun PTS di Surabaya dan sekitarnya. Pada kompetisi ini, untuk kategori putra, juara 1 diperoleh tim dari IKIP Budi Utomo Malang, Juara 2 tim dari Universitas Jogjakarta, Juara 3 tim dari UNS Surakarta, dan Juara 4 diperoleh tim dari Universitas Muhammadiyah Jogjakarta. Sedangkan untuk kategori putri, juara 1 diperoleh tim dari UNS Surakarta, Juara 2 UNEJ, Juara 3 IKIP Budi Utomo Malang, dan Juara 4 dari UGM. “Melihat semangat para pemain, inginnya untuk ANVC kedepan tidak hanya terpusat di Jawa. Banyak dari luar Pulau Jawa yang ikut memeriahkan acara ini, seperti Papua, Sulawesi, dan sebagainya,” ujar Rizal Karim, koordinator pertandingan ANVC 2016. (*) Penulis : Disih Sugianti
Editor
: Binti Q. Masruroh