Seminar Nasional Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis 2012 ISBN: 978-979-636-137-3 PEMETAAN LONGSORLAHAN AKTUAL UNTUK MENDUKUNG KAJIAN MITIGASI BENCANA LONGSORLAHAN DI DAS TINALAH KULON PROGO YOGYAKARTA Dana Adisukma*) Dhandhun Wacano*) *) Program BEASISWA UNGGULAN Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri (BPKLN) Kementrian Pendidikan Nasional Republik Indonesia pada Magister Perencanaan dan Pengelolaan Pesisir dan Daerah Aliran Sungai, Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta 55281, Indonesia. e-mail:
[email protected], mobile phone +6281803898381
Abstrak Longsorlahan merupakan bencana alam yang dapat menyebabkan kerusakan lingkungan dan menimbulkan kerugian baik material ataupun non-material. Kajian mitigasi bencana longsorlahan sangat diperlukan untuk mengurangi risiko yang diakibatkanya. Salah satu langkah penting mitigasi bencana longsorlahan adalah data mengenai kejadian longsorlahan aktual yang terjadi dilapangan. Data ini sangat penting untuk keperluan analisis metode yang akan digunakan serta analisis validasi hasil pada pembuatan peta tingkat bahaya longsorlahan. Daerah Aliran Sungai (DAS) yang memiliki fungsi hidrologi, bentanglahan, dan ekosistem memiliki kaitan erat dalam terhadap bencana longsorlahan. Dengan mengetahui permasalahan yang ada pada DAS, seperti bencana longsorlahan selanjutnya dapat diformulasikan alternatif solusi dalam menyelesaikan permasalahan DAS tersebut agar fungsi DAS tetap terjaga kelestariannya. Tujuan penelitian ini adalah untuk memetakan longsorlahan aktual dan menganalisis karakteristik longsorlahan di DAS Tinalah Kulon Progo. Metode sensus dan pengukuran lapangan digunakan untuk mengumpulkan data mengenai distribusi, morfometri, dan tipologi longsorlahan. Perangkat lunak Sistem Infromasi Geografi digunakan untuk memetakan longsorlahan aktual. Analisis diskriptif-kualitatif dengan pendekatan geomorfologi dilakukan untuk mengetahui karakteristik longsorlahan yang terjadi. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa longsorlahan aktual yang terjadi di DAS Tinalah dari tahun 2006-2010 sebanyak 138 kasus dengan luas bidang longsorlahanya mencapai 0,02 km 2 atau 0,04 % dari luas total DAS Tinalah sebesar 42 km 2. Karakteristik longsorlahan berdasarkan tipologi dan morfometri di DAS Tinalah berupa slide, rockfall, avalanche, creep, dan earth flow. Tipe yang paling banyak dijumpai adalah slide (translational slide dan rotational slide). Tipe slide terjadi dengan jumlah 109 titik dan mencakup 78% atau 0,015 km 2 dari luas total longsorlahan aktual, diikuti oleh beberapa tipe lainya seperti fall (3%), creep (7%), avalanche (10%), dan flow (2%). 1. Pendahuluan Intensitas kejadian bencana alam semakin banyak terjadi dan cenderung meningkat dari tahun ketahun. Peningkatan ini terjadi tidak hanya di Indonesia namun juga di belahan bumi yang lain. Banjir, kekeringan, longsorlahan, tsunami, gempabumi, dan badai merupakan bencana alam yang dapat menimbulkan dampak kerugian yang besar bagi kehidupan manusia. Indonesia merupakan wilayah yang secara geologis, geomorfologis, meteorologis, klimatologis, dan sosial ekonomi sangat rawan terhadap bencana (Sudibyakto, 2009). Indonesia terletak di daerah tropika basah dengan curah hujan tinggi dan banyak kondisi topografi yang kasar berpotensi terhadap terjadinya bencana longsorlahan. Longsorlahan merupakan salah satu bencana alam yang menimbulkan banyak kerugian. Kerugian itu tidak hanya berupa kerugian material seperti kerugian ekonomi akibat hilangnya harta benda dan kerusakan infrastruktur, namun juga kerugian moral seperti trauma dan korban jiwa. Berkaitan dengan hal tersebut, Daerah Aliran Sungai (DAS) memiliki fungsi hidrologi, bentanglahan, dan ekosistem. Dengan mengetahui permasalahan yang ada pada DAS, maka dapat diformulasikan alternatif solusi dalam menyelesaikan permasalahan itu agar fungsi DAS tetap terjaga kelestariannya. Longsorlahan terjadi pada wilayah bertopografi perbukitan atau pegunungan yang memiliki tingkat stabilitas lereng yang rendah. Stabilitas lereng ini bisa dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain faktor iklim, karakteristik bentuklahan, hidrologi, dan campur tangan manusia dalam hal penggunaan lahan. DAS Tinalah merupakan Sub DAS Progo yang berada pada wilayah Perbukitan dan Pegunungan Kulon Progo bagian Utara (Gambar 1). Menurut asal prosesnya, Pegunungan Kulon Progo merupakan kompleks Pegunungan Menoreh yang mengalami proses struktural dan denudasional (Van Bemmelen, 1949). Kondisi fisik Pegunungan Kulon Progo banyak dipengaruhi oleh aktivitas geologi pada Zaman Tersier dan Zaman Kuarter (Budiadi, 2008). Kondisi geologi berpengaruh terhadap proses geomorfologi di DAS Tinalah. Proses aktual geomorfologi seperti pelapukan (weathering), erosi (erosion), dan gerak massa (mass movement) bekerja intensif pada
437 Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta Januari 2012
Seminar Nasional Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis 2012 ISBN: 978-979-636-137-3 struktur geologi yang terbentuk (Thornbury; 1954). Pengaruh aktivitas geologi dan geomorfologi ini menyebabkan variasi bentuklahan yang berkembang di DAS Tinalah memiliki karakteristik tertentu. Karakteristik setiap bentuklahan akan mempengaruhi perkembangan dari bentuklahan itu sendiri. Kondisi iklim juga ikut berperan dalam perkembangan karakteristik dari suatu bentuklahan. Salah satunya adalah pelapukan batuan. Iklim juga mempengaruhi intensitas curah hujan yang jatuh pada suatu wilayah. Rata-rata curah hujan tahunan yang jatuh di DAS Tinalah dihitung dari Stasiun Samigaluh (+515 m dpal) dari tahun 1973-2001 mencapai 3.107 mm/tahun (Hadmoko dkk., 2010). Besarnya curah hujan ini tentu semakin memperbesar potensi gerakan massa seperti longsorlahan.
Pulau Jawa
Indonesia
Gambar 1. Lokasi DAS Tinalah di Perbukitan Dome Kulon Progo Aktivitas manusia di DAS Tinalah juga dapat mempengaruhi stabilitas lereng. Penggunaan lahan marginal untuk pemukiman, pertanian, dan terutama untuk pembuatan jalan akan mempengaruhi stabilitas lereng. Sartohadi (2007) menjelaskan bahwa penggunaan lahan untuk tanaman pertanian padi menggunakan teknik konservasi terasiring pada lahan yang memiliki kemiringan lereng menengah sampai tinggi justru akan meningkatkan kerawanan gerakan massa. Akumulasi dari berbagai kondisi itu akan memperbesar potensi bahaya longsorlahan di DAS Tinalah. Salah satu upaya untuk mengatasi permasalahan longsorlahan adalah tindakan manajemen bencana yang bertujuan untuk mengurangi risiko jika terjadi bencana. Manajemen bencana sendiri terdiri dari beberapa tahap meliputi yaitu fase kesiapsiagaan, fase terjadi bencana, fase tanggap darurat dan pertolongan, fase pemulihan, fase pembangunan, fase pencegahan, dan fase mitigasi bencana. Salah satu tahap dalam mitigasi bencana longsorlahan adalah pemetaan tingkat bahaya longsorlahan. Berbagai model untuk pemetaan tingkat bahaya longsorlahan berkembang pesat seiring dengan perkembangan Sistem Informasi Geografi saat ini. Namun satu hal penting yang harus diperhatikan dalam langkah pemetaan tingkat bahaya longsorlahan adalah data mengenai kejadian longsorlahan aktual dilapangan. Data ini sangat penting untuk keperluan analisis metode yang akan digunakan serta analisis validasi hasil pada pemetaan tingkat bahaya longsorlahan (Westen, 2003). Westen menjelaskan bahwa dalam kajian bahaya longsorlahan dapat dilakukan dengan analisa langsung menggunakan data longsorlahan, analisa pembobotan faktor longsorlahan (heuristic), analisa data longsorlahan menggunakan statistik (statistic), analisa stabilitas lereng dalam
438 Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta Januari 2012
Seminar Nasional Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis 2012 ISBN: 978-979-636-137-3 pemodelan (deterministic), atau kombinasi dari beberapa metode tersebut. Namun kajian-kajian itu tidak akan berarti tanpa adanya data longsorlahan aktual sebagai validasi dari kajian longsorlahan yang dilakukan. Sehingga tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memetakan longsorlahan aktual dan menganalisis karakteristik longsorlahan yang terjadi DAS Tinalah Kulon Progo 2. Metode Metode yang digunakan dalam penelitian ini meliputi beberapa tahap. (1) tahap pengumpulan data rekapitulasi longsorlahan yang tercatat dalam laporan bencana ditingkat kabupaten, kecamatan, kelurahan, dan dusun. Data rekapitulasi berguna sebagai panduan dalam sensus longsor dan pengukuran dilapangan. (2) tahap persiapan alat-alat untuk keperluan sensus dan pengukuran dilapangan. Alat-alat yang digunakan antara lain peta rupabumi sebagai panduan dilapangan, data rekapitulasi kejadian longsorlahan, laser ace (Gambar 2a) untuk pengukuran morfometri longsorlahan, kompas (Gambar 2b) untuk menetukan arah, GPS (Gambar 2c) untuk menentukan posisi dan koordinat, palu geologi (Gambar 2d) untuk memecah batuan, meteran (Gambar 2e) untuk mengukur ketebalan tanah, ceklist pengukuran dan kendaraan bermotor. (3) tahap survey dan pengukuran dilapangan. (4) tahap pemetaan longsorlahan aktual menggunakan software Sistem Informasi Geografi. (5) tahap analisis hasil survei dan pemetaan longsorlahan aktual.
a
b
c
d
e
Gambar 2. Alat-alat yang digunakan dalam pengukuran 3. Hasil dan Pembahasan 3.1. Rekapitulasi catatan kejadian dan pengukuran longsorlahan aktual Data catatan longsorlahan yang dikumpulkan merupakan data kejadian longsorlahan dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2010. Data ini dikumpulkan dari instansi pemerintah tingkat kabupaten, kecamatan, desa dan dusun yang mengurusi masalah bencana alam. Dalam hal ini instansi pemerintah itu adalah Kesbanglinmas di tingkat Kabupaten dan Kecamatan, sedangkan ditingkat desa berupa catatan kejadian bencana pada bagian arsip. Pengumpulan data ini berfungsi untuk melacak setiap kejadian longsorlahan dari tahun 2006-2010. Terkadang catatan data yang dikumpulkan tidak serapi dan selengkap yang diharapkan, sehingga wawancara kepada pejabat tingkat dusun dalam hal ini kepala dusun sangat membantu dalam melacak lokasi longsorlahan yang terjadi. Survei dan pengukuran longsorlahan dilakukan dengan cara melacak terlebih dahulu lokasi kejadian longsorlahan dengan melihat catatan kejadian yang telah dikumpulkan sebelumnya. Melacak lokasi longsorlahan ini tidak semudah kelihatanya, sebab bekas longsorlahan yang pernah terjadi sudah tidak terlihat lagi. Kejadian longsorlahan yang sudah terjadi lebih dari 3 tahun biasanya sudah berubah morfologi dan penggunaan lahanya. Sehingga sangat sulit untuk melacak lokasi yang pernah terjadi longsorlahan. Oleh karena itu participatory mapping dengan jalan wawancara warga sangat membantu dalam melacak dimana lokasi longsorlahan, kronologi, serta parameter morfologi seperti luasan bidang rupture dan dampak kerusakan. 3.2. Pemetaan longsorlahan aktual Hasil survei dan pengukuran dilapangan diperoleh kejadian longsorlahan sebanyak 138 titik dan tersebar hampir merata pada lokasi penelitian ditunjukkan Gambar 3. Luas total bidang longsorlahan aktual yang terukur di DAS Tinalah dari tahun 2006-2010 mencapai 0,02 km 2 atau 0,04 % dari luas total DAS Tinalah sebesar 42,3 km2. Kejadian terbanyak yang berhasil dikumpulkan terjadi pada tahun 2010. Selain kejadianya masih baru dan mudah untuk didata, curah hujan yang jatuh
439 Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta Januari 2012
9150
406000
U %
408000
mT
U %
410000
U% U U % %
U %
U %
U 412000 mT %
U %
50000
U % U %
% U U % U % U %
PROV INSI J AW A T ENG AH U %
Kecamatan Salaman
Kecamatan Borobudur
Kabupaten Magelang U %
U% % U
% U U % U %
U %
U % U %
Seminar Nasional Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis 2012 ISBN: 978-979-636-137-3 U %
U% % U
U %
U %
U %
U %
U %
U %
U %
U %
U %
U %
U %
Des a Banjarsari
U %
U % % U
Des a Kebonhar jo %D
U %
U %
U %
U %
%D
U %
U %
Kecamatan Kalibawang
U %
U %
U %
9148000 mU
9148000 mU
U %
U %
9154000 mU
9154000 mU
U %
Des a Purwoharjo
%D
U %
U U% %
U %
U % % % U U U %
U %
U %
U %
U %
dilokasi penelitian mengalami kemunduran menjadi lebih panjang. Hal ini terjadi sebagai akibat dari gangguan tidak normalnya iklim dan cuaca di Daratan Benua Asia dan Filiphina (Kompas.com, 2010). Curah hujan yang mengalami perpanjangan ini tentu akan memperbanyak frekuensi kejadian longsorlahan. Tidak hanya di daerah penelitian namun juga terjadi pada daerah-daerah lain di Indonesia seperti di Provinsi Jawa Barat, Jawa Timur, Pulau Sumatera, dan Sulawesi. Des a Ngargosari %D
U %
U %
U %
U %
U %
U %% U
U %
U %
U % U U % U % % % U
U %
U %
Des a Sidohar jo
U %
U %
U %
%C
Kecamatan Girim ulyo
U %
%D
U % 406000 mT
U % %% U U
408000
Des a G erbos ari
406000
410000
U %
Keterangan %C Kabupaten
Desa
U Titik tan ahlo ng so r%
% U
U %
U %
U %
U % U % U % U %
Km U % U % Des a Sidohar jo U %
U %
U %
U %
U %
%% U U
U %
U %
%D Jurusan Geografi%ULingk ungan %D Fakultas Geograf i %U Universitas Gadjah Mada Des a G erbos ari 2010 %U
U %
U %
Bantul Gunungkidul
Ind on esia
450000 mT
480000
U %
U %
Proyek si Universal Trans vers e Mercator W GS 1984 Zona 49 M
U % U %
20
Dibuat oleh Sumber U : % U : % U % U % % U Nama %U : D handhun W ac ano U eta R upabumi Digital Indonesia Lembar 1408-232 Sendangagung % 1. P U % U% % U U % No. Mhs. : 06/198380/GE /06107 Skala 1 : 25.000 - Edis i I Tahun 2001- BA KOS URTAN AL U % Prodi %UGeografi %dan Ilmu Lingk ungan 2. R ek apitulas i data tanahlongs or aktual DA S Tinalah tahun 2006 - 2010 D
U %
U %
10 Km
U %
9148000 mU
Des a Pagerharjo
9152000
U % U %
U %
0
420000
U %
U %
%D
Sk ala 1 : 2.200. 000
Sleman Yogyakarta
Kulon Progo
Des a Banjarsari
%C
Des a Kebonhar jo
U% % U % U % U U %
PROVINSI JAWA TENGAH
Sa mu d era
U %
Kecamatan Samigaluh
U% %% U U
2
Des a Purwoharjo
%D
U %
U %% U
U %
U % U %% U
1
U %
U % Sung ai m u siman
U %
Skala%U%U1 : 50.000 Kecamatan Kalibawang U %
Sung ai u tama U %
U %
U % U U % % % U
U %
U
9090000
Garis kon tur Ci 50 m
U %
0
U %
480000
PROVINSI DAERAH ISTIMEWA TOGYAKARTA
U %
U % % U U% % U
U %
% U U % U %
U %
9150000
% U
U %
U% % U
U %
U %
Kecamatan U Girim ulyo %
406000 mT
408000
Des a Banjararum Des a Banjarasri U %
U% U U % %
U %
U %
9150000
U %
U %
U %
U %
410000
U %
% U U %
412000 mT
U % U %
Des a Purwoharjo
%D
U %
U %
U %
U % U %
Keterangan
U %
Inzet
420000
450000 mT
480000 mT
U %
Titik ahlo ng so Destan a Kebonhar jo r
U
%D
9150000
U %
Desa
U %
PROVINSI DAERAH ISTIMEWA TOGYAKARTA
DAS Tinalah
Des a Banjarsari
U %
PROVINSI JAWA TENGAH
U %
0
Batas pro vinsi
Skala 1 : 50.000 0
1
U %
Bantul
U %
Gunungkidul
Sa mu d era
Km
Sung ai u tama
Des a Banjararum
Sung ai m u siman
406000 mT
408000
410000
Dibuat oleh : Nama : D handhun W ac ano No. Mhs. : 06/198380/GE /06107 Prodi Geografi dan Ilmu Lingk ungan
Ind on esia
420000
Kecamatan Girim ulyo
Jurusan Geografi Lingk ungan KeteranganFakultas Geograf i Universitas Gadjah Mada % C 2010 Kecam atan
20
9090000
Garis kon tur Ci 50 m
2
U %
9090000
DAS Tinalah
10 Km
Yogyakarta
U % Kulon Progo U %
9120000 mU
U %
Batas kecam atan
U % % % U U U %
9120000 mU
U %
%D
Sk ala 1 : 2.200. 000
Sleman
U %
Batas desa
U
9148000 mU
Kecam atan
9150000
9148000 mU
U %
%C %D
450000 mT
480000
412000 mT Sumber : 1. Peta R upabumi Digital Indonesia Lembar 1408-232 Sendangagung Inzet 420000 450000 mT 480000 Skala 1 : 25.000 - Edis i I Tahun 2001- BAKOSURTAN AL mT PROVINSI 2. R ek apitulas i data tanahlongs or aktual DA S Tinalah tahun 2006 - 2010 DAS Tinalah DAERAH ISTIMEWA TOGYAKARTA
Gambar 3. Sebaran longsorlahan aktual
U %
Titik tan ahlo ng so r
U
9150000
Desa
U
PROVINSI JAWA TENGAH
9150000
%D
Proyek si Universal Trans vers e Mercator W GS 1984 Zona 49 M
Peta sebaran pada Gambar 3 kemudian digunakan sebagai acuan dalam pembuatan peta morfometri longsorlahan yang dalam hal iniSkala adalah luas bidang longsorlahan yang terjadi (Gambar 4). 1 : 50.000 Pembuatan peta luas bidang ini memanfaatkan hasil pengukuran arah bidang longsor yang terjadi, tipologi longsor, serta hasil pengukuran luas bidang rupture. Sk ala 1 : 2.200. 000
Sleman
0
10 Km
20
Batas pro vinsi
0
1
2
Bantul
Gunungkidul
Sa mu d era
9090000
Km
Sung ai u tama
Sung ai m u siman
Ind on esia
420000
408000
9090000
Garis kon tur Ci 50 m
Kulon Progo
9120000 mU
Batas kecam atan
9120000 mU
Yogyakarta
Batas desa
DAS Tinalah
450000 mT
480000
412000
Jurusan Geografi Lingk ungan Fakultas Geograf i Universitas Gadjah Mada 2010
Dibuat olehU : Nama : D handhun W ac ano No. Mhs. : 06/198380/GE /06107 Prodi Geografi dan Ilmu Lingk ungan 1
0
1 km
Sumber : 1. P eta R upabumi Digital Indonesia Lembar 1408-232 Sendangagung Skala 1 : 25.000 - Edis i I Tahun 2001- BA KOS URTAN AL 2. R ek apitulas i data tanahlongs or aktual DA S Tinalah tahun 2006 - 2010
9152000
9152000
Proyek si Universal Trans vers e Mercator W GS 1984 Zona 49 M
9148000
9148000
Keterangan Sungai utama
Sungai musiman DAS Tinalah Longsorlahan
408000
9120000 mU
%D
U %
DAS Tinalah
U %
U %
U %
U %
U %
9154000 mU
U %
% U Des a Ngargosari
Des a Banjarasri U% % U
U% % U % U
U Batas% pro vinsi % U
U % U %
U% U U % %
U %
Batas kecam atan
U %
U %
U% % U
450000 mT
DAS Tinalah
U
U %
U %
420000
mT
U U% %
Batas desa
U %
U %
U% % U
% U U % U %
Kecamatan Borobudur
9150000
U% % U U %
U %
mT
Inzet
% U U %
U % U %
412000 mT
U %
9150000
U %
U %
412000
U % % U U% % U
U %
Kecam atan Magelang
%D
U % U %
U %
%D
U %
U %
PROV INSI% UJ AW A% UT ENG AH
U % U %
9150000 9154000 mU
U %
U %
408000
mT
Kecamatan Salaman
410000
%% U U% U U %
U %
9150000
U %
U %
9120000 mU
Des a Pagerharjo
Des a Banjararum
U %
U %
U %
U %
%U U % % U U % % U
9090000
9152000
Kecamatan Samigaluh
U% %% U U
mU 9148000 9152000
9152000
U % U %% U
412000
Gambar 4. Peta morfometri longsorlahan dalam bentuk poligon (area)
440 Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta Januari 2012
Seminar Nasional Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis 2012 ISBN: 978-979-636-137-3
3.3. Analisis hasil pemetaan dan karakteristik longsorlahan di daerah penelitian Tipe longsorlahan yang dijumpai di daerah penelitian berupa slide, rockfall, avalanche, creep, dan earth flow. Tipe yang banyak dijumpai adalah slide (translational slide dan rotational slide). Tipe slide terjadi dengan jumlah 109 titik dan mencakup 78% atau 0,015 km2 dari luas total longsorlahan aktual, diikuti oleh beberapa tipe lainya seperti fall (3%), creep (7%), avalanche (10%), dan flow (2%) ditunjukkan pada (Gambar 5). Analisis ini mendasarkan pada tipologi menurut (USGS, 2008) 120
109
Persentase luas
Frekuensi (titik)
100
7%2% 10%
80
Fall
3%
60
Slide Avalanche
78%
40
Creep Flow
20
8
6
11
Fall
Avalanche
Creep
4
0 Slide
Flow
Tipe
Gambar 5. Diagram frekuensi dan persentase tipe longsorlahan di DAS Tinalah Tipe slide terutama translational slide banyak dijumpai pada lereng-lereng di tepi jalan seperti terlihat pada Gambar 6. Hal ini terjadi karena lereng pada tepi jalan daerah penelitian tergolong miring sampai sangat miring dengan material lepas-lepas dan terjadi kontak antara batuan induk dengan tanah. Pada Gambar 6. terlihat bahwa bidang gelincir tipe longsorlahan ini membentuk bidang planar akibat material yang terputus dan jatuh secara linear di sepanjang lereng. Tipe slide yang lain adalah tipe rotational slide atau sering dikenal dengan istilah slump (nendatan). Tipe nendatan terjadi seperti halnya tipe translational namun bidang longsorlahan yang terbentuk seperti setengah bola sebagai akibat dari gerak rotasi ke bawah sebelum terjadinya gerakan horizontal menuruni lereng (Gambar 7).
(410.553 mT, 9.154.785 mU; Az. 20o; Desa Sidoharjo) Gambar 6. Tipe translational slide pada lereng tepi jalan
441 Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta Januari 2012
Seminar Nasional Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis 2012 ISBN: 978-979-636-137-3
(413.151 mT, 9.151.354 mU; Az. 350o; Desa Sidoharjo) Gambar 7. Tipe rotational slide pada lereng tepi jalan Tipe lainya seperti rockfall, earth flow, creep, dan debris meliputi 4-11% dari total frekuensi dan 2-10% dari total persentase luas longsorlahan aktual yang terukur. Rockfall banyak terjadi pada bagian sebelah barat daerah penelitian seperti di Desa Banjarsari yang merupakan kompleks pegunungan dengan lereng yang curam sampai terjal dengan kondisi material batuan breksi andesit yang lapuk. Tipe earth flow dijumpai pada bentukan-bentukan erosi gully. Tipe ini terjadi terutama pada saat curah hujan yang jatuh di lokasi penelitian sangat tinggi. Material earth flow di daerah penelitian biasanya bercampur antara tanah dengan batuan lapuk yang jenuh air (Gambar 8). Pada gambar 4.5. terlihat bahwa lereng terjadinya earth flow tidak begitu miring. Namun karena material tanah yang sangat jenuh karena air hujan menyebabkan tanah bergerak ke arah horisontal namun lebih cepat dari gerakan tanah tipe rayapan (creep).
gully
(407.182 mT, 9.153.294 mU; Az. 270o; Desa Ngargosari) Gambar 8. Tipe earth flow pada kebun cengkeh Creep merupakan tipe gerakan massa yang juga dijumpai di daerah penelitian. Tipe ini merupakan gerakan massa dengan klasifikasi kecepatan yang lebih lambat jika dibandingkan dengan tipe gerakan lain yang dijumpai. Tipe ini sering dicirikan dengan kenampakan miringnya pohon-pohon, tugu jalan, retaknya tubuh jalan, dan putusnya saluran selokan di sepanjang jalan. Tipe creep banyak terjadi di Desa Pagerharjo dan Gerbosari, sebab dua desa ini memiliki kondisi tanah dengan ketebalan >100 cm dan kondisi lereng yang relatif landai. (Gambar 9). menunjukkan tipe creep yang terjadi di daerah penelitian.
442 Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta Januari 2012
Seminar Nasional Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis 2012 ISBN: 978-979-636-137-3
retakan
(408.760 mT, 9.151.252 mU; Az. 170o; Desa Gerbosari) (Gambar 9). Tipe creep membentuk retakan pada tubuh jalan Avalanche atau gerakan runtuhan (Gambar 10) merupakan tipe yang sedikit sekali dijumpai pada daerah penelitian, namun memiliki luasan area terukur yang lebih besar jika dibandingkan dengan tipe lain selain slide. Frekuensi kejadianya hanya dijumpai 6 titik, namun memiliki persentase luas mencapai 10 % dari total luas longsorlahan aktual yang terukur. Hal ini disebabkan secara morfometri tipe ini rata-rata mencapai ukuran luas permukaan 366,9 m 2.
Material runtuhan
(408.760 mT, 9.151.252 mU; Az. 170o; Desa Purwoharjo) Gambar 10. Tipe debris avalanche Material runtuhan pada (Gambar 10) merupakan campuran dari berbagai material seperti batuan yang telah lapuk namun masih tersisa fragmen-fragmen batuanya, tanah, dan bongkah batuan. Sebaranya dijumpai di Desa Purwoharjo, Gerbosari, Ngargosari, dan Sidoharjo. 3.4. Penggunaan data longsorlahan aktual pada kajian mitigasi bencana longsorlahan Data longsorlahan aktual baik dalam bentuk data atribut maupun data spasial sangat penting bagi kajian mitigasi longsorlahan. Terlebih lagi jika kajian yang dilakukan berkaitan dengan pembuatan peta pemodelan bahaya longsorlahan. Sebuah pemodelan yang dibuat memerlukan data longsorlahan aktual sebagai bahan validasi terhadap model yang dibangun, sebab tingkat akurasi pemodelan sangat mempengaruhi pengambilan kebijakan dalam manajemen bahaya berbasis mitigasi bencana. Selain itu data longsorlahan aktual juga berguna sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan prioritas lokasi yang perlu ditangani terlebih dahulu. Prioritas lokasi penanganan
443 Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta Januari 2012
Seminar Nasional Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis 2012 ISBN: 978-979-636-137-3 bencana pada setiap lokasi bencana memiliki frekuensi dan amplitudo bencana longsorlahan yang berbeda-beda tergantung karekateristik lokasi tersebut. Dampaknya yaitu dengan mengetahui pola, sebaran, dan karakteristik longsorlahan yang terjadi dapat digunakan untuk menentukan bentuk mitigasi yang sesuai dengan kondisi lokasi tersebut. 4. Kesimpulan Pemetaan longsorlahan aktual sangat penting dalam tahap awal mitigasi bencana longsorlahan. Longsorlahan aktual yang terjadi di DAS Tinalah dari tahun 2006-2010 sebanyak 138 kasus dengan luas bidang longsorlahanya mencapai 0,02 km 2 atau 0,04 % dari luas total DAS Tinalah sebesar 42 km2. Karakteristik longsorlahan berdasarkan tipologi dan morfometri di DAS Tinalah berupa slide, rockfall, avalanche, creep, dan earth flow. Tipe yang paling banyak dijumpai adalah slide (translational slide dan rotational slide). Tipe slide terjadi dengan jumlah 109 titik dan mencakup 78% atau 0,015 km2 dari luas total longsorlahan aktual, diikuti oleh beberapa tipe lainya seperti fall (3%), creep (7%), avalanche (10%), dan flow (2%). 5. Ucapan Terimakasih Terima kasih kepada Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri (BPKLN) Kementrian Pedidikan Nasional Republik Indonesia yang telah mendukung pada program BEASISWA UNGGULAN kepada penulis, dan terima kasih kepada Panitia Seminar Nasional 2012 Universitas Muhammadiyah Surakarta atas kesempatan yang telah diberikan pada penulis untuk dapat ikut berpartisipasi dalam rangkaian acara ini.
6. Daftar Pustaka Bemmelen, R.W. (1949). The Geology of Indonesia: General Geology of Indonesia and Adjacent Archipelagoes Vol. I A. The Hague: Government Printing Office. Van Westen, C.J. (1993). Aplication of Geographic Information Systems to Landslide Hazard Zonation. The Netherlands, Enschede: ITC Publication. Hadmoko, D.S., Sartohadi, J., Lavigne, F., Hadi, P. Winaryo. (2010) . Landslide hazard and risk assessment and their application in risk management and landuse planning in eastern flank of Menoreh Mountains, Yogyakarta Province, Indonesia. Journal of Nat Hazards (2010) 54: page 623-642. Kompas. (2010). La Nina Muncul Cuaca Ekstrim Terjadi, Kompas. Diakses tanggal 3 November 2010 pukul 6.65 WIB dari http://www.kompas.com. Sartohadi, J. (2007). Pemanfaatan Informasi Kerawanan Gerakan Massa untuk Penilaian Kemampuan Lahan di Sub-DAS Maetan DAS Luk Ulo Jawa Tengah. Artikel. Yogyakarta: Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada. Sudibyakto. (2009). Jurnal Kebencanaan Indonesia Vol. 2/No.1: Pengembangan Sistem Perencanaan Manajemen Risiko Bencana di Indonesia. Yogyakarta: PSBA Universitas Gadjah Mada. Thornbury,W.D. (1954). Principle of Geomorfology. London: John Wiley and Sons Inc. USGS. 2008. The Landslide Handbook-A Guide to Understanding Landslides. Reston: Virginia Budiadi, E. (2008). Peranan Tektonik Dalam Mengontrol Geomorfologi Daerah Pegunungan Kulon Progo Yogyakarta. Disertasi (tidak dipublikasikan). Bandung: Universitas Padjadjaran.
444 Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta Januari 2012