ANALISIS PERUBAHAN FUNGSI KAWASAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DAN PENGINDERAAN JAUH DI KABUPATEN DONGGALA An Analysis on the Changes of Land Functions Using Remote Sensing and Geographical Information System in Donggala District Andi Aziz Abdullah1), Sumaryono2) dan Risman Situmeang2) Abstract. Based on spatial analysis of land utilization patterns, it was found that around the provincial and district roads, the areas were dominated by dry land agriculture, the areas around the rivers were dominated by secondary dry land forest. The changes in the functions of protected areas, cultivated forest areas, and non-forest cultivated areas; Natural Reserve Forest and Recreation Forest (HSAHW), Protection Forest (HL), Limited Production Forest (HPT), Permanent Production Forest (HP), Convertion Forest (HPK) and which the function other than the mentioned before (APL). 1) Directions for the management of protected areas (KL) consist of natural conservation and protected area, 2) Directions for the layout of cultivated forest areas (KBK) consist of HPT, HP and HPK, 3) Directions for the layout of non-forest cultivation (KBNK) other land used area (APL), which was switched to become farming areas (agroforestry system), dry land plantation and farming with agrosylvicultural system and farming with agropastural system. To manage the protected areas, cultivated forest areas and non-forest cultivated areas, the community participation needs to be involved (participative layout setting) in the processes of planning, utilization, controlling, supervision, the establisment for legal area status and dissemination of regulations to the people who cultivate the forests. Kata kunci : pemanfaatan, fungsi kawasan, penataan ruang, peran masyarakat
Dalam kurun waktu selama tiga dasawarsa pengelolaan hutan alam produksi di Propinsi Sulawesi Tengah dan Kabupaten Donggala khususnya telah dihasilkan 2 produk penataan ruang, yaitu Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) tahun 1985 dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten (RTRWK) tahun 1996 yang menetapkan kawasan hutan dan menata kawasan hutan menurut fungsinya. Dalam perkembangannya Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) perlu ditinjau kembali untuk disesuaikan dengan perkembangan penduduk, perkembangan prasarana,
___________________________________________________________________ 1) Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Palu 2) Laboratorium Perencanaan Hutan Fak. Kehutanan Unmul, Samarinda
1
2
JURNAL KEHUTANAN UNMUL 3 (1), APRIL 2007
serta peningkatan kebutuhan lahan. Dipandang perlu dibuat informasi mengenai perubahan fungsi kawasan dari Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten (RTRWK) yang menghasilkan arahan penataan ruang di Kabupaten Donggala Propinsi Sulawesi Tengah. METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Donggala Propinsi Sulawesi Tengah dengan waktu efektif 4 bulan meliputi pengumpulan dan pengolahan data serta analisis di studio pemetaan dari bulan Januari sampai Juni 2004. Dalam penelitian ini yang dilakukan adalah menganalisis pola pemanfaatan lahan, perubahan fungsi kawasan dan penataan ruang menggunakan Sistem Informasi Geografis dan Penginderaan Jauh. Data utama meliputi: a) pengumpulan peta analog dan data tabular; b) penafsiran Citra Satelit Landsat TM Band 542 Path/Row 114/60-61 dan 115/60–61 skala 1 : 100.000 tahun 2003; c) digitasi peta meliputi: i) input peta-peta dan data tabular, ii) proses editing peta; d) kodifikasi dan skoring meliputi: i) langkah pertama mengubah coverage Autodesk Map 5 (DXF) menjadi format shape file (Arc View 3,5), ii) proses selanjutnya proyeksi format koordinat posisi ke dalam proyeksi geografis dan UTM, iii) pemberian kode untuk setiap objek pada peta dan iv) melakukan penetapan kawasan lindung, kawasan budidaya dan kawasan non budidaya berdasarkan SK Menteri Pertanian nomor: 837/Kpts/Um/II/1980, PP nomor: 32/1990, Undang-undang nomor: 24/1992, PP nomor: 47/1997, PP nomor: 69/1996, serta Permendagri nomor: 9/1998; e) klasifikasi meliputi: i) melakukan klasifikasi pada kawasan lindung, kawasan budidaya kehutanan dan kawasan budidaya non kehutanan, ii) melakukan klasifikasi pada pola pemanfaatan lahan berdasarkan interpretasi mozaik citra landsat, iii) melakukan klasifikasi pada perubahan fungsi kawasan lindung, kawasan budidaya, kehutanan dan kawasan budidaya non kehutanan pada TGHK ke dalam paduserasi dan iv) menentukan arahan penataan ruang; f) verifikasi lapangan. Data yang diperoleh dianalisis dengan cara sebagai berikut: 1. Penentuan zonasi meliputi: i) analisis spasial, yaitu untuk mengetahui pola pemanfaatan lahan, intensitas dan kegiatan di dalam dan di luar wilayah buffer pada jalan propinsi, jalan kabupaten, sungai besar serta sungai kecil; ii) analisis tumpangsusun, yaitu mengetahui perubahan fungsi kawasan lindung, kawasan budidaya dan kawasan budidaya non kehutanan serta pola pemanfaatan lahan; iii) analisis perubahan, yaitu perubahan yang terjadi pada kawasan lindung, kawasan budidaya kehutanan dan kawasan budidaya non kehutanan serta dianalisis menggunakan sistem lahan, jenis tanah, curah hujan dan kelerengan. 2. Penyusunan peta arahan penataan ruang, berdasarkan hasil penentuan zonasi dapat disusun peta arahan penataan ruang.
Abdullah dkk. (2007). Analisis Perubahan Fungsi Kawasan
3
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pola Pemanfaatan Lahan Pemanfaatan lahan di Kabupaten Donggala didominasi oleh hutan lahan kering sekunder. Areal ini mendominasi di 9 kecamatan, kecuali di Kecamatan Banawa (semak belukar), Biromaru (pertanian lahan kering) dan Pipikoro (semak belukar). Luas pola pemanfaatan lahan di Kabupaten Donggala dapat dilihat pada Tabel 1. Perubahan Fungsi Kawasan 1. Perubahan fungsi kawasan Hutan Suaka Alam dan Hutan Wisata (HSAHW). Perubahan fungsi kawasan HSAHW di Kabupaten Donggala didominasi oleh kawasan Areal Penggunaan Lain (APL), yaitu 7.385,69 ha (70,62 %). Kawasan ini terdapat di Kecamatan Biromaru, Kulawi dan Pipikoro yang dapat dialihfungsikan menjadi kawasan non budidaya kehutanan (pertanian, peternakan dan perikanan). Kawasan ini dapat dikembangkan konsep Zona Agroekologi (ZAe) (Anonim, 2000). 2. Perubahan fungsi kawasan Hutan Lindung (HL). Perubahan fungsi kawasan HL di Kabupaten Donggala didominasi oleh kawasan HPT cukup besar, yaitu 63.239,99 ha (57,30 %). Kawasan ini mendominasi pada semua kecamatan. Permasalahan perubahan fungsi kawasan HL menjadi HPT yang sering terjadi di lapangan yaitu adanya konflik antar sektor/kegiatan serta konflik dengan kawasan lindung, sehingga pengembangannya diarahkan pada penataan kembali pemanfaatan kawasan sesuai dengan potensi sumberdaya yang ada dengan memperhatikan azas optimalisasi pemanfaatannya. 3. Perubahan fungsi kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT). Perubahan fungsi kawasan HPT di Kabupaten Donggala didominasi oleh kawasan HL, yaitu 32.734,76 ha (33,74 %) terdapat di 10 kecamatan. Hal ini perlu menjadi perhatian karena kawasan HL (pengamatan di beberapa kecamatan) sudah ada aktivitas masyarakat berupa perladangan (menetap/berpindah) dan permukiman, di samping terdapat semak belukar dan tanah kosong. Untuk dapat meningkatkan fungsi kawasannya perlu dilakukan upaya-upaya pemulihan dengan cara melakukan rehabilitasi pada semak belukar dan tanah kosong serta melakukan pembinaan kepada masyarakat yang bermukim di dalam kawasan HL tentang teknik konservasi lahan. Untuk kawasan HL yang berdekatan dengan permukiman perlu dibuatkan kawasan penyangga, di mana masyarakat dapat memungut hasil dari kawasan HL tersebut tanpa mengganggu ekosistemnya. Hasil yang dipungut dapat berupa rotan, damar, kopal, buah-buahan, tanaman obat-obatan serta tanaman hias. 4. Perubahan fungsi kawasan Hutan Produksi (HP). Perubahan fungsi kawasan HP di Kabupaten Donggala didominasi berupa kawasan APL: 29.786,53 ha (74,74 %) terdapat di 9 kecamatan, dapat dialihfungsikan menjadi kawasan budidaya non kehutanan. Kawasan ini di Kabupaten Donggala umumnya mempunyai kelerengan cukup terjal (1540 % dan >40 %), kurang subur sehingga membatasi produktivitas dan ekspansi budidaya.
4
JURNAL KEHUTANAN UNMUL 3 (1), APRIL 2007
Tabel 1. Luas Pola Pemanfaatan Lahan (dalam Hektar) pada Masing-masing Kecamatan di Kabupaten Donggala Pemanfaatan lahan Hutan lahan kering primer Hutan lahan kering sekunder Hutan mangrove primer Hutan mangrove sekunder Perkebunan Pertanian lahan kering Sawah Semak/belukar Tambak Tanah terbuka Permukiman Lain-lain*) Jumlah
Sojol 22.442,84
Damsol Balaesang 2.872,17
1.465,89
Sirenja
Sindue
Tawaeli
9.910,54 18.082,49
33.917,12 24.999,29 24.241,34 12.529,52 24.435,42
S. Marawola Biromaru
Dolo
Palolo
Kulawi
5.908,02 15.024,81 19.187,08 14.188,08 23.859,16 91.075,03
Rio Pakava
Pipikoro
Jumlah
8.103,58 82.618,40 314.738,09
31,57 36,88
81,27
1.266,67
0,13
70,28
220,13 1.987,58
0,02 0,20
12.597,85 9.911,58 9.269,58 3.427,37 5.720,18 1.095,27 13.050,35 13.632,84 10.725,15 10.725,15 10.470,99 2.516,64 7.579,62 110.722,82 558,03 69,21 216,16 2.827,50 241,20 241,20 590,79 4.744,09 4.274,08 9.649,82 13.213,52 3.167,68 13.006,06 5.788,35 14.289,57 10.471,92 20.983,25 21.003,25 11.085,80 23.563,71 2.272,11 12.049,38 164.818,50 241,24 646,05 887,29 1.844,24 416,88 664,51 458,00 103,93 1.052,92 1.230,33 67,13 763,83 763,83 296,60 89,62 7.751,82 1.384,66 693,90 1.299,54 721,17 1.176,47 561,07 1.688,99 1.374,12 708,19 1.317,14 746,20 577,44 78,87 622,62 12.950,21 276,66 834,54 701,70 19,75 63,76 370,03 80,59 359,59 77,20 76,75 253,81 254,39 82,12 5.756,16 9.207,01 78.301,31 50.490,52 51.478,26 20.539,65 54.416,36 36.762,85 46.441,70 56.904,89 76.823,86 72.553,35 65.009,23 216.703,26 63.189,82 107.399,39 997.014,74
11,11 0,47 16,53 0,09 0,78 1,30 0,92 100,00
149,85
17,52
1.094,58
552,97
893,00
9.396,30 13.146,98 24.137,95 24.237,95 18.593,27 98.125,56 44.776,92
%
6.263,19 367.720,53
614,91
8.919,72
Banawa
Sumber: Anonim (2002 dan 2003). *) Lain-lain = sungai, padang rumput, danau, lahan tambang, rawa, peternakan dan lain-lain
Untuk pertanian lahan kering dimungkinkan pengembangannya secara rehabilitasi dan intensifikasi dengan input teknologi budidaya konservasi. Budidaya pertanian lahan kering pada kondisi kelerengan yang cukup terjal ini terdapat di Kecamatan Marawola, Dolo, Palolo, Kulawi, Rio Pakava dan Pipikoro. 5. Perubahan fungsi kawasan Hutan Produksi Konversi (HPK). Perubahan fungsi kawasan HPK di Kabupaten Donggala didominasi oleh areal APL: 24.590,79 ha (82,53 %), terdapat di Kecamatan Damsol, Balaesang, Sirenja, Sindue dan Rio Pakava yang dapat dialihfungsikan menjadi kawasan budidaya non kehutanan. Kawasan ini di Kabupaten Donggala umumnya mempunyai kelerengan landai sampai sangat curam (215 % dan >40 %), agak subur sehingga dapat diupayakan untuk areal pertanian, baik lahan kering maupun lahan basah dan pertanian tanaman tahunan (perkebunan).
Abdullah dkk. (2007). Analisis Perubahan Fungsi Kawasan
5
6. Perubahan fungsi kawasan Areal Penggunaan Lain (APL). Perubahan fungsi kawasan APL di Kabupaten Donggala didominasi oleh HPT 41.560,67 ha (56,34 %), terdapat di 11 kecamatan. Penetapan kawasan HPT ini disebabkan karena karakteristik wilayahnya (bentang alam) yang tidak memungkinkan dijadikan kawasan APL, serta pertimbangan mencegah timbulnya kerusakan fungsi lingkungan hidup dan tercapainya tata ruang kawasan HPT secara optimal. 7. Arahan penataan ruang a. Arahan penataan ruang kawasan lindung (KL). Kawasan lindung di Kabupaten Donggala terdiri dari kawasan suaka alam serta kawasan hutan lindung. Arahan penataan ruang yang direkomendasikan menjadi kawasan suaka alam adalah 133.669,18 ha (13,41 %), tersebar di Kecamatan Sojol, Damsol, Balaesang, Biromaru, Dolo, Palolo dan Kulawi, sedangkan kawasan hutan lindung 214.686,80 ha (21,53 %) tersebar di semua kecamatan. Adapun arahan pengelolaan kawasan lindung menurut Anonim (2000) meliputi: i) pengamanan kawasan lindung, melalui upaya penataan batas kawasan terutama yang belum ditata batas, ii) pengendalian pemanfaatan ruang yang dinilai tidak merusak dilakukan dengan tetap mempertahankan intensitas (limitasi), melalui upaya pelaporan dan pengawasan/monitoring, pengamanan aset dan sebelumnya dilakukan AMDAL. Penataan ruang yang dinilai merusak dilakukan upaya penertiban, penutupan, pencegahan, pemindahan dan bila terjadi kerusakan diupayakan rehabilitasi dan penegakan hukum, iii) peningkatan konservasi kawasan sehingga dicapai pemanfaatan potensi yang berkelanjutan, iv) penetapan zona kawasan dan pemanfaatan kawasan untuk kegiatan pariwisata alam/ecotourism dan v) peningkatan kegiatan penelitian dan pengembangan. b. Arahan penataan ruang kawasan budidaya kehutanan (KBK). Kawasan budidaya kehutanan di Kabupaten Donggala terdiri dari kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT), Hutan Produksi Tetap (HP) dan Hutan Produksi Konversi (HPK). Arahan penataan ruang yang direkomendasikan menjadi kawasan HPT adalah 255.618,40 ha (25,64 %), tersebar di semua kecamatan. Kawasan HP 18.582,33 ha (1,86 %), tersebar di Kecamatan Damsol, Balaesang, Kulawi, Rio Pakava dan Pipikoro. Kawasan HPK seluas 32.292,62 ha (3,24 %), tersebar di Kecamatan Balaesang, Sirenja, Sindue, Mawarola, Kulawi, Rio Pakava dan Pipikoro. Kawasan HPK dapat disiapkan untuk mengantisipasi perkembangan wilayah akibat pertambahan penduduk sebagai pendukung Areal Penggunaan Lain (APL). c. Arahan penataan ruang kawasan budidaya non kehutanan (KBNK). Kawasan budidaya non kehutanan terdiri dari kawasan Areal Penggunaan Lain (APL). Arahan penataan ruang yang direkomendasikan (dialihfungsikan) terdiri dari: i) perkebunan pola agroforestri 16.598,40 ha (1,66 %), tersebar di Kecamatan Banawa, Marawola, Dolo, Palolo dan Rio Pakava. Tanaman tahunan sebagai tanaman utama yang dikelola dengan masukan teknologi sederhana sampai tinggi dengan memperhatikan azas konservasi. Pengembangan kawasan ini diarahkan pada optimalisasi kawasan eksisting yang sudah diusahakan, diutamakan untuk tanaman buah-buahan, perkebunan besar dan perkebunan rakyat dengan komoditas unggulan, ii) tanaman pangan lahan kering dan perkebunan pola agrosilvikultur
6
JURNAL KEHUTANAN UNMUL 3 (1), APRIL 2007
33.757,37 ha (3,37 %), tersebar di Kecamatan Sirenja, Sindue, Tawaeli, Banawa, dan Biromaru. Arahan penataan ruang ini disesuaikan pengembangan pertanian berdasarkan konsep agroekologi dengan komoditas pertanian tanaman palawija dan hortikultura (sayur-sayuran), iii) perkebunan dan peternakan pola agropastural 38.231,35 ha (3,83 %), tersebar di Kecamatan Sojol, Damsol, Balaesang dan Sirenja. Arahan penataan ruang ini diperuntukkan untuk peternakan hewan besar, unggas dan padang pengembalaan ternak, iv) kawasan budidaya yang telah dimanfaatkan berupa sawah, tambak (perikanan), permukiman, kawasan industri, pertambangan serta sebagian termasuk kawasan pertanian tanaman pangan lahan kering, perkebunan dan peternakan 240.810,08 ha (24,15 %), tersebar di seluruh kecamatan. Adapun arahan pengelolaan kawasan budidaya kehutanan dan kawasan budidaya non kehutanan menurut Anonim (2000), meliputi: i) penetapan kawasan budidaya kehutanan dan budidaya non kehutanan perlu segera ditetapkan untuk memudahkan dalam pengendalian dan pengamanan kawasan. ii) pengendalian kegiatan budidaya kehutanan dan budidaya non kehutanan yang telah ada sebelumnya dan umumnya sudah dilakukan dalam waktu lama. Pengendalian dilakukan untuk kegiatan yang dikategorikan tidak merusak kelestarian kawasan dapat dilakukan dengan tetap mempertahankan intensitas kegiatan dan upaya limitasi kawasan dan kegiatan yang dinilai dapat merusak atau mengancam kerusakan kelestarian lingkungan dapat dilakukan penutupan aktivitas dan selanjutnya dilakukan pemindahan guna pelaksanaan rehabilitasi bila terjadi kerusakan. iii) pengendalian dan pemantauan kegiatan. iv) pengembangan kawasan budidaya kehutanan dan budidaya non kehutanan yang diperbolehkan dilakukan telah memenuhi syarat teknis (tidak merubah bentang alam sesuai dengan daya dukung lingkungan dan sesuai dengan peraturan yang berlaku) dan non teknis (tidak menimbulkan dampak sosial). v) penegakan hukum dan perizinan kawasan untuk kegiatan yang berorientasi bukan pada perlindungan diperketat. vi) dalam penetapan zonasi kawasan mengakomodasikan kepentingan ilmu pengetahuan, rekreasi dan pariwisata. Luas dan penyebaran arahan penataan ruang di Kabupaten Donggala dapat dilihat pada Tabel 2. 8. Peran serta masyarakat. Sejalan dengan paradigma baru bahwa penataan ruang harus dapat memberdayakan masyarakat lokal (pemetaan partisipatif). Proses perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang harus melibatkan masyarakat. Dengan demikian di dalam penetapan penataan ruang kawasan harus dilakukan sosialisasi yang tujuannya sebagai kegiatan komunikasi untuk menyampaikan informasi manfaat kawasan lindung, kawasan budidaya dan kawasan budidaya non kehutanan untuk membangun persepsi dan motivasi, sehingga masyarakat memahami dan mau berpartisipasi di dalam menjaga dan mengamankan kawasan tersebut.
Abdullah dkk. (2007). Analisis Perubahan Fungsi Kawasan
7
Tabel 2. Luas Arahan Penataan Ruang (dalam Hektar) pada Masing-masing Kecamatan di Kabupaten Donggala Pemanfaatan lahan A. Kawasan Lindung : Hutan suaka alam Hutan lindung B. Kawasan Budidaya Kehutanan : Hutan produksi terbatas Hutan produksi tetap Hutan produksi konversi C. Kawasan Budidaya Non Kehutanan : Perkebunan (Agroforestry) Tanaman pangan lahan ke-ring, perkebunan (agrosilvikultur) Perkebunan, peternakan (agropastural) Kawasan budi-daya yang te-lah dimanfaat-kan Permukiman Jumlah
Sojol
21602,00 422,95
Damsol Balaesang
Sirenja
31,88 2.159,17
3.195,73 15.274,45 13.705,58 21.353,99
76,62 4.709,10
19.087,11 13.082,61 13.041,48 4.118,03
Sindue
Tawaeli
7.597,55 13.094,26 15.475,67
Banawa
546,02
S. Marawola Biromaru
Dolo
Palolo
Kulawi
17.276,47 357,68 14.548,91 79.574,16 8.019,31 21.948,28 38.597,44 15.748,79 51.490,13
Rio Pakava
Pipikoro
Jumlah
%
201,45 133.669,18 81,44 17.980,43 214.686,80
13,41 21,53
6.487,02 22.164,81 15.658,16 18.508,17 32.151,38 22.418,47 56.305,69 255.618,40
25,64
2.237,61
5.544,34
5.936,28
746,07
18.582,33
1,86
3.575,58
8.248,64
3.243,48
32.292,62
3,24
16.598,40
1,66
33.575,37
3,37
38.231,35
3,83
19.396,71 26.445,40 10.273,76 4.872,50 9.319,52 3.547,35 11.567,03 15.136,31 13.768,89 13.749,45 10.030,05 43.790,53 24.612,95 28.299,65 240.810,08 1.384,49 693,90 1.299,54 721,17 1.176,47 561,07 1.688,99 1.374,12 708,19 1.317,14 746,20 577,44 78,87 622,62 12.950,21 78.301,31 50.490,52 51.478,26 20.539,65 54.416,36 36.762,85 46.441,70 56.904,89 76.823,86 72.553,35 65.009,23 216.703,26 63.189,82 107.399,39 997.014,74
24,15 1,31 100,00
2.132,99
702,38
1.489,56
12.899,99
1.150,95
3.293,71 14.062,10 16.408,05
3.959,53 17.707,16
Sumber: Anonim (1995)
156,61
3.473,18
4.134,72
5.333,69
8.611,66
2.873,48
5.427,11
1.813,17
8
JURNAL KEHUTANAN UNMUL 3 (1), APRIL 2007
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Pola pemanfaatan lahan di Kabupaten Donggala adalah berupa hutan lahan kering primer, hutan lahan kering sekunder, hutan mangrove primer, hutan mangrove sekunder, perkebunan, pertanian lahan kering, sawah, semak belukar, tambak, tanah terbuka, permukiman dan lain-lain. Perubahan fungsi kawasan lindung, kawasan budidaya dan kawasan budidaya non kehutanan adalah berupa HSAHW, HL, HPT, HP, HPK dan APL. Perubahan ini disebabkan faktor biogeofisik wilayah (sistem lahan, jenis tanah, curah hujan dan kelerengan). Arahan penataan ruang kawasan lindung (KL) terdiri dari kawasan suaka alam, dan kawasan lindung, arah penataan ruang kawasan budidaya (KB) adalah berupa kawasan HPT, HP dan HPK. Arah penataan ruang kawasan budidaya non kehutanan (KBNK) adalah berupa kawasan APL yang dialihfungsikan menjadi areal perkebunan (sistem agroforestry), tanaman pangan lahan kering dan perkebunan (sistem agrosilvikultur) serta perkebunan dan peternakan (sistem agropastural). Untuk menata kawasan lindung, kawasan budidaya kehutanan dan kawasan budidaya non kehutanan perlu partisipasi masyarakat (penataan ruang partisipatif) dalam proses perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pengawasan, penetapan status hukum kawasan serta mensosialisasikan peraturan keberadaan masyarakat yang berusahatani dalam hutan. Saran Pemerintah harus berperan aktif dalam mensosialisasikan peraturan keberadaan masyarakat yang berusahatani dalam hutan. Ini sangat penting mengingat hak masyarakat yang berusahatani bukanlah hak milik atas lahan, tetapi merupakan hak pakai. Pemahaman ini perlu ditanamkan supaya tidak terjadi tuntutan atas hak milik tersebut di kemudian hari. Perlu penetapan status hukum atas kawasan lindung, kawasan budidaya, kawasan budidaya non kehutanan melalui penerbitan surat keputusan bupati atau peraturan daerah. Untuk itu perlu dilakukan studi lebih lanjut yang bersifat mikro. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 1995. Peta Paduserasi Propinsi Sulawesi Tengah Skala 1 : 500.000. Anonim. 2000. Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi (RTRWP) Sulawesi Tengah Tahun 19992006 (Disahkan oleh Menteri dalam Negeri Nomor: 69 Tahun 1995 dalam Lembaran Daerah Nomor: 2 Seri D). Anonim. 2002. Data Spasial Dijital Hasil Inventarisasi Remote Sensing. Badan Planologi Kehutanan. Anonim. 2003. Mozaik Citra Landsat TM Path/Row 114/60-61 dan 115/60-61, Skala 1:100.000.