Seminar Nasional FEKON 2015
BUKU PROGRAM SEMINAR NASIONAL
TEMA : CURRENT ISSUES OF THEORETICAL AND PRACTICAL ON ECONOMICS, BUSINESS / MANAGEMENT AND ACCOUNTING
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS TERBUKA 10 September 2015
Seminar Nasional FEKON 2015
DAFTAR ISI Hal Daftar Isi Kata Pengantar Yunus Arifien Falikhatun Budiandru Harini Nuraini RINI Roikhan Sepky Mardian Suhartono Tony Seno Aji Yadi Nurhayadi Ari Mulianta Ginting Dede Firmansyah Sulthon Sjahril S Fitri Amalia M. Nur Rianto Al Arif Nurhayati Soleha RINALDI Srihadi W.Zarkasyi Sunaryo Isnina WSU Irdatama Santia Anindita
……………………………………………………… ……………………………………………………… ……………………………………………………… ……………………………………………………… ……………………………………………………… ……………………………………………………… ……………………………………………………… ……………………………………………………… ……………………………………………………… ……………………………………………………… ……………………………………………………… ……………………………………………………… ……………………………………………………… ……………………………………………………… ……………………………………………………… ……………………………………………………… ……………………………………………………… ……………………………………………………… ……………………………………………………… ……………………………………………………… ……………………………………………………… ………………………………………………………
4 14 24 49 57 72 90 100 119 128 138 153 164 181 194 208 225 237 246 256 267 284
2
Seminar Nasional FEKON 2015
KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan kasih dan karuniaNya maka pada tahun 2015 ini Fakultas Ekonomi bisa kembali menyelenggarakan Seminar Nasional. Seminar Nasional merupakan agenda dari Fakultas Ekonomi (FEKON-UT) yang diselenggarakan secara periodik setiap tahun. Pada tahun ini, Seminar Nasional mengangkat tema tentang “Current Issues of Theoretical and Practical on Economics, Bussiness/Management and Accounting”. Seminar Nasional Fakultas Ekonomi ini mengkaji berbagai pemikiran dan pandangan dari berbagai sektor serta permasalahan yang terkait dengan berbagai perspektif subtema yang dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar, yaitu kelompok Manajemen dan Bisnis, Akuntansi, dan Ekonomi Pembangunan. Tema sekaligus tujuan dari Seminar Nasional ini terinspirasi dari adanya isu pelemahan ekonomi global yang diproyeksikan masih akan menjadi tantangan bagi perekonomian Indonesia. Tantangan tesebut hadir dari sisi domestik dan sisi perusahaan yang berlangsung secara berkelanjutan. Melalui cara-cara konvensional, banyak dunia usaha yang mengalami frustasi karena perubahan berlangsung begitu cepat tanpa dapat diprediksi sebelumnya, persaingan yang semakin sempit, tidak saja dari industri yang sama, namun seringkali muncul pesaing baru dari industri yang berbeda. Konsekuensi logis dari itu semua, marjin pun semakin menipis sehingga mengurangi fleksibilitas dan kemampuan dunia usaha untuk terus bertumbuh. Akhirnya muncullah berbagai teori dan pemikiran, baik dalam ilmu ekonomi, manajemen, atau akuntansi. Melalui seminar ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan menjadi forum diseminasi yang dapat dijadikan masukan bagi peningkatan pembangunan sosial, ekonomi dan politik di Indonesia. Kami selaku panitia berharap agar partisipasi pada Semnas Fekon-UT 2015 dapat memberikan pengalaman dan dapat bertukar pikiran dengan sesama peserta, sehingga dapat digunakan atau menjadi acuan untuk pemunculan ide-ide kreatif yang akan berguna bagi perekonomian Indonesia. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu yang telah memberikan kontribusi terhadap pelaksanaan seminar nasional ini. Pondok Cabe, 10 September 2015 Ketua Seminar
Arief Rahman Susila, SE., M.Si NIP 19820213 200501 1 002
3
Seminar Nasional FEKON 2015 ANALISIS KETERKAITAN ANTAR SEKTOR ANTAR WILAYAH JABODETABEK DAN PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN Yunus Arifien dan Abdurahman Rusli Universitas Nusa Bangsa Bogor Abstrak Sumberdaya lahan menjadi semakin penting karena dengan jumlah penduduk yang terus bertambah akan memberi tekanan pada permintaannya maka penggunaan lahan semakin bersaing. Tujuan untuk mengetahui struktur perekonomian DKI Jakarta dan Bodetabek serta dampak pembangunan ekonomi DKI Jakarta terhadap perekonomian dan perubahan penggunan lahan Bodetabek. Penelitian dengan menggunakan pendekatan IRIO dan analisis Citra landsat. Sektor di DKI Jakarta yang berpengaruh terhadap Bodetabek adalah sector perdagangan,. industri makanan, bangunan, restoran dan hotel, komunikasi, usaha bangunan dan jasa,. Sebaliknya sektor-sektor di Bodetabek yang mempengaruhi DKI Jakarta adalah sektor industri kimia, kayu, dan industry barang logam. Melalui Tabel IRIO terdapat perubahan penggunaan lahan seluas 2.471,86 ha di DKI Jakarta dan Bodetabek 268.147,57 ha. Adanya perbedaan dalam menghitung perubahan penggunaan lahan maka perlu dilakukan studi analisis lanjutan dengan mneggunakan I-O dinamis yang memperhitungkan investasi dan lingkungan. Kata Kunci : IRIO dan perubahan penggunaan lahan
PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang DKI Jakarta sebagai ibukota negara dan pintu gerbang utama Indonesia telah
melakukan
serangkaian
kegiatan
pembangunan
dengan
ciri-cirinya
sebagai
pusat
pemerintahan, pusat perdagangan, dan jasa. Pembangunan yang terus dilakukan tersebut, menyebabkan hubungan dan keterkaitan antar berbagai sector ekonomi di DKI Jakarta bergerak ke arah yang semakin tinggi dan kompleks. Perubahan yang terjadi pada satu sektor tertentu telah berpengaruh timbal-balik pada berbagai sektor lainnya. Bahkan, perubahan yang terjadi pada sector ekonomi di DKI Jakarta telah mempengaruhi daerah sekitamya (hinterland), antara lain Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Bodetabek). Menurut Hidayat (1994), sesuai dengan Instruksi Presiden Republik Indonesia No. 13 tahun 1976, Bogor, Tangerang dan Bekasi berfungsi sebagai daerah penyangga bagi DKI Jakarta, dan secara tidak langsung mengisyaratkan bahwa wilayah tersebut harus mampu untuk menampung limpahan kegiatan-kegiatan yang tidak terakomodir DKI Jakarta, antara lain : limpahan penduduk, industri dan perdagangan. Bogor selain menampung pernukiman juga berfungsi sebagai kantong air untuk memenuhi kebutuhan akan air bersih bagi penduduk yang berdomisili di kawasan DKI Jakarta dan Bodetabek, sedangkan Tangerang dan Bekasi menampung pernukiman dan aktifitas industri. Hidayat (1994) juga meyebutkan bahwa untuk
4
Seminar Nasional FEKON 2015 mendukung pelaksanaan fungsi tersebut diperlukan pengaturan tata guna lahan yang dikaitkan dengan proporsi lahan yang tersedia untuk mengalokasikan pembangunan fisik dari sarana dan prasarana yang dibutuhkan. Anwar (2000) berpendapat bahwa sumberdaya lahan menjadi semakin penting karena dengan jumlah penduduk yang terus bertambah akan memberi tekanan pada permintaannya. Sedangkan dari sisi persediaan lahan yang ada dapat dikatakan tetap, narnun nilainya meningkat dari waktu ke waktu, bahkan dengan dengan berkembangnya ekonomi dan bertambahnya populasi penduduk serta meluasnya kegiatan ekonomi diluar pertanian, maka penggunaan lahan semakin bersaing. Sistem pasar persediaan lahan juga sering tidak bekerja dengan baik karena mengalami kendaia kelembagaan seperti banyaknya pengaturan yang menyebabkan ketersediaan lahan menjadi semakin langka. Hasil studi yang dilakukan Lembaga Penelitian IPB (Rustiadi et al. 1999) di Jakarta dan di salah satu wilayah penyangga Jakarta, Kabupaten Bekasi, memperlihatkan adanya keterkaitan proses migrasi, pertumbuhan ekonomi dan konversi lahan. Sebagai ibukota negara dan pusat perdagangan dan jasa, peran sector pertanian dan sektor pertambangan dalam struktur perekonomianDKI Jakarta sangat tidak berarti, dan sebaliknya peran sektor industry sektor perdagangan dan sektor jasa amat berarti. Selama periode 1993-2012, peran sektor pertanian pada pembentukan produk domestik regional bruto (PDRB) relatif kecil dan tendensi menurun yaitu dari 0,28 persen di tahun 1993 menjadi 0,21 persen di tahun 2012. Dan uraian diatas, dapat dirumuskan sejauhmana pembangunan ekonomi yang terjadi di DKI Jakarta berpengamh terhadap perekonomian dan perubahan penggunan lahan di Bodetabek.
1.2.
Tujuan Penelitian Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur perekonomian DKI
Jakarta dan Bodetabek serta dampak pembangunan ekonomi DKI Jakarta terhadap perekonomian dan perubahan penggunan lahan Bodetabek.
METODE PENELITIAN 2.1.
Desain Analisis Tulisan Secara umum, analisis ini bersifat deskriptif-analisis dengan basis data sekunder untuk
5
Seminar Nasional FEKON 2015 analisis. Data sekunder yang dimaksud adalah data Kabupaten/Kota wilayah Jabodetabek secara time series. Wilayah yang dikaji adalah kawasan Jabodetabek yaitu Kota Jakarta, Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Kota Depok, Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang, Kota Bekasi dan Kabupaten Bekasi.
2.2.
Analisis Input Output Interregional (IRIO) Dan Citra Landsat
Tabel IRIO yang dijadikan alat analisis untuk melihat struktur keterkaitan (linkages) ekonomi antar sektor dalam suatu perekonomian serta efek multiplier suatu sektor terhadap sektor ataupun perekonomian secara keseluruhan dan prubahan penggunaan lahan melalui citra landsat.
HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1.
Kondisi Perokonomian Permmtaan akhir DKI Jakarta mencapai Rp 373.926 milyar. Dari jumlah tersebut
didistribusikan untuk memenuhi konsurnsi rumah tangga sebesar Rp 101.976 milyar atau 27,27 persen dari keseluruhan permintaan akhir, diikuti konsumsi pemerintah Rp 16.840 milyar (4,50 persen), pembentukan modal tetap Rp 72.094 milyar (19,28 persen) perubahan stok Rp 1.161 milyar (0,31 persen), untuk ekspor mencapai Rp 181.854 milyar (48,63 persen). Sektor perdagangan memiliki output yang paling besar dibanding sector lainnya yaitu memberikan andil sebesar 14,13 persen dan seluruh output yang diciptakan di DKI Jakarta. Sektor terbesar berikutnya adalah sektor bangunan yang outputnya mencapai Rp 58,709 milyar atau memberikan kontribusi sekitar 13.38 persen. Sektor berikutnva adalah sektor industri barang logam dan lainnya sebesar Rp 51.910 milyar atau sekitar 11,83 persen; sektor bank dan lembaga keuangan lainnya sebesar Rp 44.109 milyar dan sektor terbesar kelima adalah sektor usaha bangunan dan jasa perusahaan yaitu Rp 36.084 milyar. Selanjutnya lima sektor berikutnya yang mempunyai output relatif besar berturut-turut adalah sektor restoran dan hotel, sektor pemerintahan dan hankam sektor industn tekstil, sektor industri makan dan sektor industri kimia. Dengan demikian kelima sektor tersebut, apabila dilihat dari segi outputnya, merupakan "leading sectors' di DKI Jakarta, yang perlu mendapat perhatian dalam rangka pengembangan perekonomian daerah. Berdasarkan kontribusi input dan output di DKI Jakarta dan Bodetabek dapat
6
Seminar Nasional FEKON 2015 ditunjukkan bahwa output DKI Jakarta yang digunakan untuk aktifitas (input) di Bodetabek adalah 1.22 persen dari total output nasional.
Sedangkan output Bodetabek
yang digunakan untuk aktifitas (input) di DKI Jakarta sebesar 1.06 persen dari total output nasional.
Untuk pemanfaatan output pada wilayahnya sendiri, di DKI Jakarta
sebesar 56.66 persen dan Bodetabek sebesar 81.53 persen terhadap total ouput nasional. Untuk DKI Jakarta, kontribusi konsumsi rumah tangga sebesar 56.34 persen, konsumsi pemerintah sebesar 5.25 persen, investasi sebesar 20.85 persen, serta ekspor luar negeri sebesar 17.78 persen terhadap permintaan akhir nasional. Sedangkan di Bodetabek, kontribusi konsumsi
rumah
tangga
sebesar
52.27
persen,
konsumsi
pemerintah sebesar 1.94 persen, investasi sebesar 18.25 persen, serta ekspor luar negeri sebesar 20.65 persen terhadap permintaan akhir nasional. Berdasarkan total final demand nasional, proporsi konsumsi rumah tangga di DKI Jakarta sebesar 14.51 persen terhadap total konsumsi rumah tangga nasional. Proporsi konsumsi pemerintah di DKI Jakarta sebesar 11.99 persen terhadap total konsumsi pemerintah nasional.
Untuk penyerapan investasi di DKI Jakarta sebesar 20.44 persen
terhadap penyerapan investasi nasional.
Hal ini terlihat sangat mencolok sekali apabila
dibandingkan dengan luas wilayah DKI Jakarta hanya 0.03% dari total luas wilayah Indonesia. Sedangkan proporsi konsumsi rumah tangga di Bodetabek sebesar 5.96 persen terhadap total konsumsi rumah tangga nasional. Proporsi konsumsi pemerintah
di
Bodetabek sebesar 1.96 persen terhadap total konsumsi pemerintah nasional. Untuk penyerapan investasi di Bodetabek sebesar 7.92 persen terhadap penyerapan investasi nasional. Begitu pula dengan Bodetabek, luas wilayah Bodetabek hanya 0.32% dari total luas wilayah Indonesia.
3.2. Keterkaitan Ekonomi Sektoral dan Perubahan Penggunaan Lahan Ketidakmerataan pembangunan yang ada di Indonesia merupakan masalah pembangunan regional dan perlu mendapat perhatian lebih. Dalam skala nasional, proses pembangunan yang dilaksanakan selama ini temyata di sisi lain telah menimbulkan masalah pembangunan yang cukup kompleks, dan cenderung kesenjangan
akan
mengakibatkan
terjadinya
pembangunan antar wilayah yang sangat besar (Anwar, 2005),
Dalam
penelitian ini, wilayah DKI Jakarta merupakan pusat dari aktivitas masyarakat yang didominasi oleh sektor tersier, serta wilayah Bodetabek yang merupakan wilayah penyangga
7
Seminar Nasional FEKON 2015 DKI Jakarta didominasi oleh sektor sekunder. Sedangkan wilayah Sisa Indonesia masih didominasi oleh sektor primer. Investasi dan sumberdaya terserap dan terkonsentrasi di perkotaan dan pusat-pusat pertumbuhan, sementara wilayah hinterland mengalami pengurasan sumberdaya yang berlebihan. Kesenjangan ini pada akhirnya menimbulkan permasalahan yang dalam konteks makro sangat merugikan proses pembangunan yang ingin dicapai sebagai bangsa (Anwar, 2005). Ketidakseimbangan pembangunan antarwilayah di satu sisi terjadi dalam bentuk buruknya distribusi dan alokasi pemanfaatan sumberdaya yang menciptakan inefisiensi dan tidak optimalnya sistem ekonomi. Ketidakmerataan pembangunan menghasilkan struktur hubungan atau keterkaitan antar wilayah yang membentuk suatu interaksi yang saling memperlemah (Anwar, 2005),
Wilayah belakang (hinterland) menjadi lemah karena
pengurasan sumberdaya yang berlebihan (backwash) yang mengakibatkan aliran berslh dan akumulasi nilai tambah di pusat-pusat pembangunan secara masif dan berlebihan. Narnun di sisi lain, terjadinya akumulasi modal atau nilai tambah di wilayah pusat pertumbuhan. Hal ini dapat dilihat bahwa wilayah DKI Jakarta yang memiliki dominasi sektor bank dan lembaga keuangan lainnya, tetapi sektor tersebut tidak menjadi pengganda output bagi Indonesia secara keseluruhan, yang mengindikasikan bahwa mediasi bagi simpul ekonomi secara nasional tidak berfungsi sebagaimana mestinya, malah hanya terjadi akumulasi modal di DKI Jakarta. Secara sederhana, dari hasil analisis input output interregional, kontribusi input dan output di DKI Jakarta, Bodetabek, serta Sisa Indonesia dapat ditunjukkan bahwa keterkaitan yang ada di Indonesia sangat lemah. Pemanfaatan output untuk wilayahnya sendiri lebih tinggi dibandingkan untuk wilayah lainnya, di DKI Jakarta sebesar 56.66%, Bodetabek sebesar 81.53%, serta Sisa Indonesia sebesar 96.57% terhadap total output nasional. Output DKI Jakarta yang digunakan untuk aktivitas (input) di Bodetabek adalah 1.22% dan di Sisa Indonesia sebesar 42.12% terhadap total output nasional Sedangkan output Bodetabek yang digunakan untuk aktivitas (input) di DKI Jakarta sebesar 1.06% dan di Sisa Indonesia sebesar 17.41% terhadap total output nasional. Output di Sisa Indonesia yang digunakan untuk aktivitas (input) di DKI Jakarta adalah 1.74% dan di Bodetabek sebesar 1.69% terhadap total output nasional. Secara lebih rinci dapat dilihat pada Lampiran , bahwa pada output dari DKI Jakarta yang digunakan sebagai input oleh DKI Jakarta itu sendiri yang tertinggi ada pada sektor industri, perdagangan, bank dan lembaga keuangan lainnya, serta
8
Seminar Nasional FEKON 2015 usaha bangunan dan jasa perusahaan. Output sektor industri di DKI Jakarta yang digunakan sebagai input sector industri di DKI Jakarta sebesar Rp 6.642 milyar. Output sektor bank dan lembaga keuangan lainnya di DKI Jakarta yang digunakan sebagai input sektor bank dan lembaga keuangan lainnya di DKI Jakarta sebesar Rp 5.076 milyar. Output sektor usaha bangunan dan jasa perusahaan di DKI Jakarta yang digunakan sebagai input sektor bank dan lembaga keuangan lainnya di DKI Jakarta sebesar Rp 5.032 milyar. Output sector perdagangan di DKI Jakarta yang digunakan sebagai input sektor industry di DKI Jakarta sebesar Rp 4.726 milyar. Output sektor bank dan lembaga keuangan lainnya di DKI Jakarta yang digunakan sebagai input sector usaha bangunan dan jasa perusahaan di DKI Jakarta sebesar Rp 4.186 milyar. Output dari DKI Jakarta yang digunakan sebagai input oleh Bodetabek, sektor yang memiliki nilai tertinggi adalah sektor industri, perdagangan, restoran dan hotel, usaha bangunan dan jasa perusahaan, serta jasa soslal dan kemasyarakatan. Output sektor industri di DKI Jakarta yang digunakan sebagai input sektor Industri di Bodetabek sebesar Rp 221.373 juta. Output sektor usaha bangunan dan jasa perusahaan di DKI Jakarta yang digunakan sebagai input sektor industri di Bodetabek sebesar Rp 210.099 juta.
Output sektor usaha
bangunan dan jasa perusahaan di DKI Jakarta yang digunakan sebagai input sector perdagangan di Bodetabek sebesar Rp 182.823 juta. Output sektor restoran dan hotel di DKI Jakarta yang digunakan sebagai input sektor perdagangan di Bodetabek sebesar Rp 177.753 juta. Output sektor jasa sosial dan kemasyarakatan di DKI Jakarta yang digunakan sebagai Input sector perdagangan di Bodetabek sebesar Rp 134.195 juta. Sektor dengan nilai pengganda pendapatan yang tertinggi di DKI Jakarta adalah sektor pertambangan dan penggalian. Sedangkan untuk wilayah Bodetabek dan Sisa Indonesia, sektor dengan nilai pengganda pendapatan yang tertinggi adalah sektor angkutan udara. Sektor-sektor tersebut merupakan sektor-sektor yang tidak hanya berkembang di wilayah itu sendiri, melainkan berkembang pula di wilayah lainnya. Walaupun sektor tersebut tidak memberikan kontribusi output yang tinggi untuk wilayahnya
sendiri,
tetapi
wilayah
tersebut memberikan kotribusi pendapatan yang tinggi secara nasional Menurut Retnowati (2006), pengganda pendapatan yang dominan hampir di seluruh Indonesia adalah sektor jasa, sektor lain adalah bangunan, pertambangan, listrik, gas, dan air minum, serta transportasi dan komunikasi.
Selain itu, keterkaitan antar sektor antar wilayah di Indonesia sangat lemah, hal
ini dapat dilihat dari penggunaan output untuk dijadikan input di wilayah lain sangat kecit.
9
Seminar Nasional FEKON 2015 Penggunaan output-output tersebut lebih banyak digunakan sebagai input pada wilayahnya sendiri. Sektor-sektor yang memiliki keterkaitan antarsektor terkuat di DKI Jakarta adalah sektor usaha bangunan dan jasa perusahaan. Untuk Bodetabek yang memiliki keterkaitan antarsektor terkuat adalah sektor industri, dan perdagangan. Sedangkan sektor yang memiliki keterkaitan antarsektor terkuat di Sisa Indonesia adalah sektor indutri, perdagangan, dan bangunan. Pada penelitian Wikarya (2003) menunjukkan bahwa pola keterkaitan ekonomi yang asimetris antar pulau di Indonesia berakibat pada sebuah keadaan yang kontraproduktif dengan upaya pemerataan, yaitu kenaikan permintaan akhir atas output yang diproduksi di Jawa dan Bali hanya sedikit berdampak pada penambahan output, pendapatan, serta tenaga kerja di pulau-pulau lainnya. Sebaliknya kenaikan permintaan akhir atas output yang diproduksl di luar Jawa dan Bali berdampak signifikan dalam peningkatan output, pendapatan, serta kesempatan kerja di Jawa dan Bali. Ketidak merataan pembangunan menghasilkan struktur hubungan atau keterkaitan antar wilayah yang saling melemahkan. Wilayah belakang (hinterland) terjadi pengurasan sumberdaya yang berleblhan (backwash) yang mengakibatkan atiran bersih dan akumulasi modal atau nilai tambah di pusat-pusat pembangunan secara beriebihan. Akumulasi modal atau nilai tambah tersebut terjadi di wilayah pusat pertumbuhan yang selanjutnya mengarah kepada proses terjadinya kemiskinan dan keterbelakangan di witayah belakang/perdesaan. Akhirnya pada keadaan ini mendorong terjadinya migrasi penduduk keluar dari desa menuju ke kota, sehingga kota dan pusat-pusat pertumbuhan akhirnya menjadi diperlemah, disebabkan karena timbulnya berbagai "penyakit urbanisasi" yang luar biasa. Pembangunan ekonomi di DKI Jakarta yang ditunjukkan dengan peningkatan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang telah menyebabkan perubahan struktur ekonomi sektoral dan mempengaruhi permintaan akhir, telah berpengaruh pada perkembangan perekonomian dan penggunaan lahan di Bodetabek. Meningkatnya perekonomian Bodetabek ini dapat dilihat dan meningkatnya output dan pendapatan dan kaitannya dengan perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan non pertanian. Fenomena urbanisasi yang memperlemah perkembangan kota-kota, dapat dilihat pada perkembangan kota-kota besar di Indonesia yang mengalami "over-urbanization".
Todaro
(1997) berpendapat bahwa motivasi seseorang untuk migrasi karena motif ekonomi. Motif ini timbul karena adanya kesenjangan antarwiiayah.
Oleh karena itu, migrasi penduduk
mencerminkan adanya keseimbangan ekonomi antara desa dengan kota. Status ini akan
10
Seminar Nasional FEKON 2015 memicu pola migrasi cenderung ke kota atau ke desa tergantung dari kekuatan daya penarik dan pendorong (puff-push factors). Faktor yang mendorong dan menarik seseorang untuk bermigrasi adalah; (1) faktor demografi (jenis kelamin, pendidikan), (2) harapan pendapatan yang lebih besar dari apa yang sebenarnya diperoleh di desa, (3) sempit dan rendahnya sumberdaya lahan yang dicerminkan dalam produktifitas, (4) terbatasnya kesempatan kerja pertanian bagi tenaga kerja yang mempunyai pendidikan tinggi. Di samping itu faktor penarik lainnya adalah: (1) adanya kesempatan kerja sektor industri dan jasa di wilayah Selain itu, perkembangan wilayah perkotaan DKI Jakarta sangat perlu untuk memperhatikan masalah modal sosial (social capital). Perkembangan tersebut dicirikan oleh terjadinya berbagai bentuk ketidakefisienan dan permasalahan, seperti meluasnya daerah kumuh (slum area), tingginya tingkat pencemaran, terjadinya kemacetan lalu lintas, merebaknya kriminalitas, dan sebagainya. Selain itu juga, menurut lbrahim (2012) proses pembangunan dan perkembangan DKI Jakarta yang menghasilkan pusat-pusat kegiatan baru yang tersebar di berbagai wilayah DKI Jakarta, mengakibatkan adanya ketimpangan spasial. Hal ini yang menjadikan DKI Jakarta tidak dapat diperlakukan sama sebagai pola permukiman yang homogen, baik di tingkat makro maupun mikro. Dari Tabel IRIO maka pada tahun 2012 diperlukan lahan terbangun seluas 2.471,86 ha di DKI Jakarta dan Bodetabek 268.147,57 ha. Berdasarkan hasil interpretasi cita TM7 tahun 2002 dan 2012 seperti pada gambar maka luas lahan terbangun berubah 173.701,86 ha menjadi 237.267.91 ha.atau telah bertambah seluas 63.566,04 ha. Adanya perbedaan ini disebabkan karena untuk meningkatkan output tidak selalu menambah luas lahannya sampai produksi maksimum ataupun untuk menambah luas ini dengan jalan membuat bangunan bertingkat
Gambar 1. Perubahan Penggunaan Lahan tahun 2002 dan tahun 2012
11
Seminar Nasional FEKON 2015 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1.
Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis terhadap perekonomian DKI Jakarta dan Bodetabek dengan
menggunakan Model IRIO Jabodetabek dihasilkan hal-hal sebagai benkut: 1. Nilai tambah terbesar di DKI Jakarta adalah sektor perdagangan, diikuti sektor bangunan, industri barang logam dan lainnya, bank dan lembaga keuangan serta usaha bangunan dan jasa perusahaan, Untuk Bodetabek adalah sektor industri barang logam dan lainnya, industri tekstil, industry kimia, industri makanan, dan perdagangan. Output terbesar di DKI Jakarta dimiliki oleh sector perdagangan. Sedangkan di Bodetabek adalah sektor industri tekstil, sektor industri kimia, sektor makanan, sektor industry barang logam dan lainnya serta sektor perdagangan. 2. Sektor yang mempunyai keterkaitan kebelakang dan keterkaitan kedepan yang relatif tinggi dibanding sector lainnya. Hasil analisis menunjukkan sektor kunci di DKI Jakarta adalah sektor perdagangan, bank dan lembaga keuangan lainnya, usaha bangunan dan jasa penisahaan, industri kimia, listrik dan air minum, komunikasi, bangunan, restoran dan hotel, dan industri makanan. Sedangkan sektor kunci di Bodetabek adalah sektor industri kimia, industri kertas, industri barang logam, industri makanan, restoran dan hotel, komunikasi, serta usaha bangunan dan jasa perusahaaa 3. Sektor di DKI Jakarta yang berpengaruh terhadap Bodetabek adalah sector perdagangan,. industri makanan, bangunan, restoran dan hotel, komunikasi, usaha bangunan dan jasa,. Sebaliknya sektor-sektor di Bodetabek yang mempengaruhi DKI Jakarta adalah sektor industri kimia, kayu, dan industry barang logam. 4.
Dari Tabel IRIO maka pada tahun 2012 diperlukan lahan terbangun seluas 2.471,86 ha di DKI Jakarta dan Bodetabek 268.147,57 ha.
5.2.
Saran Adanya perbedaan dalam menghitung perubahan penggunaan lahan maka perlu
dilakukan studi analisis lanjutan dengan mneggunakan I-O dinamis yang memperhitungkan investasi dan lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA Anwar, A . 2005 . Ketimpangan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan: Tinjauan Kritis .
12
Seminar Nasional FEKON 2015 P4W Press. Arifien, Yunus. 2012. Pola Transformasi Spasial Dalam Penataan Ruang Kawasan Jabodetabek. Disertasi. Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Chatib, B . 2005 . Bisnis-Bisnis Booming 2005: Masih Didominasi Sektor Konsumsi. Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Miller, R . E . dan P . D . Blair . 1985 . Input Output Analysis: Foundations and Extensions . Prectice Hall Inc., New Jersey. Nazara, S . 1997 . Analisis Input-Output . Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta. Pradhan, P . K . 2003 . Manual for Urban Rural Linkage and Rural Development Analysis . New Hira Books Enterprises, Kirtipur, Kathmandu. Richardson, H . W . 1972 . Input-Output and Regional Economics . John Wiley & Sons Inc., New York. Rustiadi, E . 2012 . Kajian Pemanfaatan Ruang Jabotabek . Kerjasama Badan Perencanaan Daerah Provinsi DKI Jakarta Dengan Lembaga Penelitian Institut Pertanian Bogor. Rustiadi, E . dan D . R . Panuju . 2005 . Dasar-Dasar Perencanaan Pengembangan Wilayah . Penuntun Praktikum. Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan . Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Somantri, G . R . 2007. Migration within Cities: A Study of Socio-Economic Processes, Intra-city Migration, and Grass-roots Politics in Jakarta . Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI. Todaro, M., and S . C . Smith . 2004 . Pembangunan Ekonomi di Dunia Ke-Tiga . Erlangga . Jakarta
13
Seminar Nasional FEKON 2015
ISLAMIC CORPORATE GOVERNANCE PRINCIPLES AND EMPLOYEE’S WELFARE Falikhatun1 1Business and Economic Faculty and Peer Group of Center for Islamic Economic Studies Sebelas Maret University, Surakarta, Indonesia
[email protected]
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk untuk memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh penerapan prinsip-prinsip Tata Kelola Usaha Islami terhadap Kesejahteraan Karyawan. Penelitian dilakukan pada Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di wilayah Surakarta.Paradigma yang digunakan dalam penelilitian ini adalah paradigma positivistik dengan pengujian hipotesis, sedangkan analisis yang digunakan adalah Regresi Lenier Berganda. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa Tata Kelola Usaha Islami berpengaruh terhadap Kesejahteraan Karyawan. Adapun secara parsial indikator Siddiq, Amanah dan Istiqomah berpengaruh terhadap kesejahteraan karyawan pada UMKM di wilayah Surakarta, sementara untuk indikator Tabligh, Fathanah dan Qana‟ah tidak berpengaruh terhadap kesejahteraan karyawan. Oleh karena itu, saran untuk penelitian berikutnya adalah subyek penelitian ditambah dengan para pemilik UMKM untuk mendapatkan informasi yang lebih rinci mengenai kesejahteraan yang telah diterapkan pada karyawannya dan metoda penelitian kualitatif dapat digunakan untuk memperoleh informasi yang lebih detail dan mendalam mengenai pemahaman dan pengalaman karyawan dalam implementasi prinsipprinsip Tata Kelola Usaha Islami. Kata-kata Kunci: Kesejahteraan Karyawan, Manajemen Usaha Islami, UMKM, INTRODUCTION Small business is a real business that can create employment and even able to create new jobs, especially for creative and innovative businesses. Total labor absorbed by MSMEs in Indonesia increased from 83.6 million in 2005 to 107.7 million people in 2012, that means that the employment grow 3.4% each year (Manurung, Adler Haymans, et.al, 2014). Unlike large enterprises that are likely to be highly dependent on the content of imported raw materials, small businesses usually used local raw material, so that they are not depend on the foreign exchange rates as for the purchase of raw materials they use Rupiah. Therefore, small businesses are less affected by the influence of foreign currency fluctuation.
14
Seminar Nasional FEKON 2015 However, small businesses usually start from a home business (family business) so that the labors they employed usually are managed by its owner family member and the management process do not have a specific standard. After the business grows, the management will start to hire more workers, who usually are still close family or the community around the production location. The ease in finding the employee will further affect the determination of the compensation given to the employee, the management sometimes do not think about the amount of compensation that should be given to the employee. This type of management will ignites a conflict between business owners and the employee because there is no clarity of business management principles applied in the company. The presence of persistent conflict will negatively affects employees‟ motivation and employees‟ welfare. Research related to the influence of business management on employee‟s welfare have been widely conducted, among others, Agrawal (2014: 102) stated that employees will feel prosperous when they are free from worries and problems. Furthermore, Electronic Industry Citizenship Coalition (EICC, 2012: 4) conclude that there are six categories of factors that affect employee‟s welfare, i.e. cultural, societal, industrial, corporate, facility (work location), and personal. Ajala (2012: 141) stated that workplace convenience and good communication affect employee‟s welfare, health, morals, efficiency, and productivity. Meanwhile, Patro (2012: 19) mentioned that employee‟s welfare includes provision of lending, free health facility, pensions, and education facilities for employees and their families, as well as residential facilities. Zhong (2011: 19) in his research on the influence of corporate governance on employee‟s welfare concluded that corporate governance affects management decisions to improve employee‟s welfare. Previous studies have not widely applying the concept of Islamic Corporate Governance in the business examined. Islam, as a rahmatan lil 'alamin (mercy for the whole world) religion, has a very strategic objective. The goal is not purely material, but the goal is also based on human well-being, both in the world (maslahah) and happiness hereafter (Falah). As-Syatibi in Centre of Assessment and Development of Islamic Economics (2008:54) stated that all terms in the Qur'an and Sunnah have intrinsic benefits to create human benefit, known as Maqasid Shariah (sharia purpose) which includes the maintenance of the religion (deen), soul (nafs), intellectual ('aql), family and descendants (nasl), and materials ('maal). These five terms are a basic human need, which is an absolute requirement that must be met so that people can live happily in the world and in hereafter.
15
Seminar Nasional FEKON 2015
RESEARCH PURPOSES This study enhances previous researches (Agrawal, 2014; EICC, 2012; Ajala, 2012; Patro, 2012; and Zhong, 2011) with some distinctions, i.e: (1) business management concept use the indicator of Islamic Corporate Governance Principles, (2) employee‟s welfare concept use Maqashid syariah indicator, (3) research objects are MSMEs in Surakarta, Indonesia. Employees are valuable assets for a company, because no matter how advanced and high the technology used in the company, everything will be in vain if it is not managed by human. A good management of employee will increase employee‟s motivation, passion, and persistence, which in turn will increase the productivity of the company. The provision of compensation in accordance with the contributions made by each employee will increase employees‟ loyalty and a sense of belonging to the company. Previous studies described that Islamic Corporate Governance approach in company management is not widely used in the study of management. Therefore, a research related to the application of Islamic Corporate Governance in its relation with employee‟s welfare is very important to be conducted, so the formulation of problem proposed in this study is: Does Islamic Corporate Governance affect employee‟s welfare?
LITERATURE REVIEW AND HYPOTHESIS DEVELOPMENT The principle corporate gavernance applied in the conventional corporate management are merely a principle that focuses on material issue, which is carried out solely to meet obligations among business partner, not as a principle which saw that management is a part of religious worship and human obligations to our fellow human beings and to Allah. That is why the existence of Islamic Corporate Governance Concept is necessary. The concept of Islamic Corporate Governance is adopting the value systems contained in the Qur'an and the Prophet personal experience as uswatun hasanah. The Prophet‟s traits become the principles of Islamic Corporate Governance, including: shiddiq, amanah, tabligh, fathonah, istiqamah, and qana‟ah (Muhammad, 2005). Siddiq in the context of Islamic Corporate Governance, means the framework of business management that reflects taqwa, truth, honesty, courageous, brave, patient, and sincere. All activities of a company are informed to the stakeholders are true and honest, without any element of fraud. Islam forbids any business relationship which conta ins
16
Seminar Nasional FEKON 2015 oppression, and requires the fulfillment of justice that applied in every trade and business contract. In connection with the implementation of Islamic Corporate Governance, especially in the corporate performance reporting, the accounting statements should be a full disclosure to users or stakeholders. Accounting reports should provide transparent information of the organization situation, so that there is no item which is deliberately hidden to deceive outsiders that can inflict a loss (Harahap, 2008). Amanah means trustworthy, responsible or credible. Amanah is a fidelity to one‟s commitment in implementing the rights and obligations given to him. Amanah also means a professional, discipline, diligent, hard working, independent, skilled, tough, unyielding, and confident (Alwan, 2010). In connection with the implementation of the principles of Islamic Corporate Governance, the concept of Amanah can be realized in the form of do not accept gifts or commissions in the business lobby, do not take riba, do not accept bribes, do not cheat, do not dhalim, and from the start of input, process, and output should be free from forbidden transactions and services. T abli gh m eans com muni cati ve and argum ent ati ve. Al wan (2010) interpret Tabligh as friendly, courteous, polite, communicative, transparent, enthusiastic, and highly motivated. People who have Tabligh as their trait, will convey information correctly (weighted) and using polite words (bi al-hikmah). If someone is a leader in the business world, he must be a man who is able to communicate his vision and mission properly to his stakeholders. All activities of the company must be transparent, so it can be accessed by stakeholders. Furthermore, in the dissemination of the new regulations, an agent must implement it to the internal parties first, and then communicate to all stakeholders. This is done to reduce the occurrence of massive rejection which result in collisions and inhibit community wellbeing. Fathonah can be interpreted as intellectual, intelligence, and wisdom. Alwan (2010) interpret fathanah as intelligent, clever, innovative, creative, and strategic. The implications of fathanah in the business management are indicated by performing all management activities intelligently, by optimizing the existing potential sense to achieve the goal. In connection with the implementation of Islamic Business Etics, then a business person needs to innovate continuously with patience, tenacity, perseverance, and accuracy. Istiqamah means standing upright in a place without ever shifting, because the root of the word istiqamah is "qooma" which means standing, then etymologically, istiqamah means
17
Seminar Nasional FEKON 2015 upright. Istiqamah is having a strong stance (consistent). A Muslim who are professional and has a noble character has a consistent attitude, which is the ability to act in accordance with
principles,
unyielding,
and
able
to
maintain
the ir
principles
and
commitments despite they have to deal with the risk of endangering themselves (Tasmara, 2002). Istiqamah means dealing with all obstacles but remains stand. Consistent means keep treading the straight path though facing obstacles. This is not just idealism, but a character that inherent in the soul of every Muslim who has the spirit of tauhid (Tasmara, 2002). Furthermore, when somebody is istiqamah they must carry maximum effort and finally they had to tawakkal (total surrender) which means that they surrender or entrust theirselves to the Supreme Planner in implementing the plan they arranged and surrender under God protection when facing the adversities. According to Dinsi (2008), tawakkal corresponds to a fixed plan or willingness which accompanied by an effort in implementing a plan. The implementation of tawakkal in business management, among others are, during the economic crisis, besides striving to find solutions to face the crisis with maximum effort accompanied by the patience, a company has to develop the tawakkal as their final attitude. Qana'ah is simplicity, efficiency, and effectivity in doing an assignment. Humans basically have greed; there is no limit for sufficiency, except for those who have spiritual control. A person who has qana'ah as his trait will be able to manage his desire, so he will not be greedy and will have a commitment to the Almighty and be alert to the flow of life (Muhammad, 2005). The application of Islamic Corpore Governance requires managers to have qana'ah as their trait, because they must manage the funds entrusted by the donor, effectively and efficiently, so that it resulting in sharia value added. According to Mulawarman (2009), sharia value added does not adopt the model of economic income or accounting income, but it adopts a model called the rizq income. Rizq income means that God is the place and the center of rizq, so rizq related to the context of spirituality. Therefore it cannot be separated between the context of rizq or life with full of enjoyment with life in the hereafter which by Triyuwono (2000) called as the concept of co-existence / paired. Welfare means security, safety, peace, joy of life, prosperity, and so on (www.indonesiandictionary.org), while the employee is any person who does the job. It can be concluded that employee‟s welfare is a safe condition, tranquil, and prosperous, protected from various threats and difficulties felt by someone who has done a job somewhere. In this
18
Seminar Nasional FEKON 2015 study the welfare of employees are referred to Ghazali (Chapra, 2000): Welfare is described in the Qur'an in the story of Adam and Eve in paradise which is the dream of human of a comfortable life, sufficient food, clothing, and shelter. Futhermore, the implementation of Islamic Corporate Governance principles which is consisten with norms in the form of fair and honest behavior will create a pleasant working condition. This working condition is the basis for employees to do good deeds, that is the attitude that always give the best for the company, so that the performance of the company will increase and will further improve the welfare of employees. The hypotheses are: H1: There is an influence of Siddiq toward the employee‟s welfare. H2: There is an influence of Amanah toward the employee‟s welfare. H3: There is an influence of Tabligh toward the employee‟s welfare. H4: There is an influence of Fathanah toward the employee‟s welfare . H5: There is an influence of Istiqamah toward the employee‟s welfare. H6: There is an influence of Qana‟ah toward the employee‟s welfare.
RESEARCH METODHS The population in this study is MSMEs in Surakarta, Central Java, Indonesia. Samples were taken by purposive sampling method; i.e. sampling based on the subjective judgment of researchers. Some considerations used by the researcher are: 1. MSMEs owned by Muslim / Muslimah Business owners. 2. Has been established for at least 2 years. 3. Willing to provide the data associated with the research material. This study is a quantitative research with hypothesis testing as a means to prove the empirical data obtained from the research area. The data are obtained from primary data. The data was collected by distributing questionnaires to the respondents who were deemed eligible and can provide the information required in this study. Islamic Corporate Governance is a system that puts transcendental-spiritual accountability with the principles based on the Prophet‟s traits, which includes shiddiq, amanah, tabligh, fathanah, istiqamah, and qanaah. This variable constructs were measured using an instrument developed by Muhammad (2005) and has been refined by Ghoniyyah (2010). All indicators are measured with a Likert scale of 1 to 5. A score of 5 means the
19
Seminar Nasional FEKON 2015 company has implemented the values in Islamic Corporate Governance dimension, and a score of 1 means that the company has not implemented these values. Furthermore, the employee‟s welfare is measured by maslahah dimension developed by Ghazali in Chapra (2000), which includes indicators of basic needs, security assurance, health assurance, improved life quality, ability to pay Zakah, Infaq, Shadaqah (ZIS), comfort in performing their worship, and increased worship quality. All indicators are measured with a Likert scale of 1 to 5. A score of 5 means that the company has implemented the values in maslahah dimension, while a score of 1 means that the company has not implemented the values in maslahah dimension. The researcher employed Multiple Linear Regression analysis to test the hypothesis testing. Multiple Linear Rregression analysis was used to examine the effect of more than one independent variable on the dependent variable (Ghozali, 2009:105). The model used in this study is presented in the following regression equation: Y 0 1 X1 2 X 2 3 X 3 4 X 4 5 X 5 6 X 6
Explanation: Y = employees‟ welfare β0 = constant β = regression coefficient X1 = shiddiq X2 = amanah X3 = fathonah X4 = tabliqh X5 = istiqomah X6 = qonaah = error term (standard error) FINDINGS Description of respondents in this study can be known by its demographic characteristics. The recorded demographic variables are: gender, age, occupation, and education. The data of indicates that 60% respondent are male and the remaining 40% are women. Most of the respondents (54%) have aged between 25-50 years, with the majority of respondents senior high school equal to 68%.
20
Seminar Nasional FEKON 2015 Hypothesis testing is done by multiple linear regression and showed the following results.
Table 1 Results of Multiple Regression Analysis Islamic Corporate Governance with employees‟ welfare Variable Constant Shidiq Amanah Fathonah Tabliqh Istiqamah Qanaah Adjusted R Square (R2) F-value p-value
β -0,125 0,039 0,027 0,009 0,002 0,048 0,012
t-value -0,556 3,095 3,785 0,745 0,296 3,548 0,653 0,245 3,204 0,009*
p-value 0,541 0,001 0,000 0,427 0,769 0,000 0,472
* Significant at = 0,05 Source: Results of Processed Primary Data, 2014
All regression coefficients of Islamic Corporate Governance dimensions show positive values, it means that the higher the implementation of Islamic Corporate Governance the higher the Employees‟ Welfare in the MSMEs. Furthermore, if each dimension is reviewed, the dimension of Siddiq, Amanah, and Istiqomah are the dimensions which have a positive effect on employees‟ welfare. This means that if the company applies the principles of honesty, professional, disciplined, responsible, independent, skilled, tough, persevering, tenacious, unyielding, and confident, then employees‟ welfare will increased. As for dimension of Tabligh, Fathonah, and Qana'ah do not affect employees‟ welfare. This can be explained from the level of education, with the majority of respondents are senior high school, so the ability of communication and innovation is still quite low. The Qana'ah related to the amount of compensation which may have not meet employees‟ expectations of which can cover all the minimum needs that must be borne by employee. The results of this study support the research conducted by Ajala (2012:141) which stated that a comfortable workplace and good communication affect employee‟s welfare. These results are in line with the results of a research conducted by Ghoniyah (2010) who found that Islamic Corporate Governance has a positive effect on the employees‟ welfare.
21
Seminar Nasional FEKON 2015 CONCLUSION AND SUGGESTIONS The overall results of this study are consistent with previous studies and concluded that Islamic Corporate Governance affects employees‟ welfare. Partially, for each dimension, the conclusion of this study is: the dimensions of Siddiq, Amanah, and Istiqomah affect employees‟ welfare in MSMEs in Surakarta, Central Java, Indonesia. This means that, if the principles of honesty, mutual respect between the rights and obligations, as well as the confidence, and unyielding are applied to the management of employees, it will improve employees‟ welfare. As for dimensions of Tabligh, Fathanah, and Qana'ah did not affect employees' welfare. This can be traced from the level of education, with the majority of respondents are senior high school, so the ability of communication and innovation is still quite low. The Qana'ah related to the amount of compensation which may have not meet the expectations of employees which can cover all the minimum needs that must be borne by the employee. Some suggestions for the development of subsequent research included: (1) Future research is expected to expand the area of research and not only on MSMEs but can be extended to the larger and wider scope, (2) Research subjects can be added with the owners of MSMEs to obtain more detailed information about the employees‟ welfare., and (3) Qualitative research methods can be used to obtain a more detailed and profound information about employees‟ understanding and experience in the implementation of Islamic Corporate Governance Principles.
BIBLIOGRAPHY Agrawal, Deepak Kumar. 2014. An Analysis of Employees Welfare and Safety Measures in Maharathna Company. Global journal of Multidiciplinary Studies, volume 3, Issues 3, Februari 2014, ISSN: 2348 -0459. Ajala, Emmanuel Majekodunmi. 2012. The Influence of Workplace Environment on Workers‟ Walfare, Performance and Productivity. The African Symposium: An Online Journal of Africa Educational Research Network. Volume 2, No. 1 July, 2012. ISSN: Txb. 342-323. Alwan, Khairul. 2010. Course Material in General Islamis Management. Doctoral Program in Islamic Economics Universitas Airlangga Postgraduate Program, Surabaya, Indonesia. Chapra, M. Umer, 2000, The Future of Economics, Leicerter: The Islamic Foundation. Centre for Assestment and Development of Islamc Economy Universitas Islam Indonesia cooperating with Bank Indonesia. 2008. Islamic Economics. Publisher: PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
22
Seminar Nasional FEKON 2015 Dinsi, Valentino and Doddy Abe. 2008. Secrets: Eight Secrets of Achieving Happiness in the World and Hereafter. Publisher: LET‟S GO Indonesia, Jakarta. Electronic Industry Citizenship Coalition, 2012. Annual Report 2012: Refining our approach, Maximizing our performance http://www.eiccoalition.org/media/docs/publications/EICC_2012_Annual_Report. pdf Ghoniyah, Nunung. 2010. The Influence of Corporate Governance and Islamic Work Ethics on Financial Performance and Employee‟s Welfare in Garment Company in Central Java. Dissertation Postgraduate Program Universitas Airlangga, Surabaya, Indonesia. Ghozali, Imam. 2005. The Application of Multivariate Analysis with SPSS Program. 3rd Edition. Publisher of UNDIP Semarang. Harahap, Sofyan Safri. 2008. Theoretical Framework and Objectives of Syariah Accounting. Publisher: Pustaka Quantum, Jakarta. Manurung, Adler Haymans, et.al. 2014. Micro, Small, and Medium Enterprises (MSMEs) Outlook Report 2014. Building a People Business Based Entrepreneurship. Universitas Siswa Bangsa Internasional, Indonesia. Muhammad, Abdul Ghani, 2005, The Spirituality in Business, Publisher: Pena Pundi Aksara, Jakarta. Mulawarman, Aji Dedi. 2009. Syariah Accounting: Theory, Concept, and Financial Report. Publisher: E Publishing Company, Jakarta. Patro, Chandra Sekhar. 2012. Employee Welfare Activities in Private Sector and Their Impact on Quality of Worklife. International Journal of Productivity Management and Assesment Technologies, Vol. 1 (2) 19 – 30, April – July 2012. Saleh, Norman Mohd, Rahman, Mara Ridhuan Abdul, and Hasan. Mohamat Sabri. 2007. Ownership Structure and Intellectual Capital Performance in Malaysian Companies Listed in MESDAQ. www.ssrn.com Tasmara, Toto. 2002. Develop the Islamic Work Ethics. Publisher: Gema Insani, Jakarta. Triyuwono, Iwan. 2000. Organization and Syariah Accounting. Publisher: LKiS, Yogyakarta. Zhong, Ninghua. 2011. Corporate Governance and Labour Welfare: Evidence from Chinese Private Firm. China Finance Review international Conference. www.indonesiandictionary.org
23
Seminar Nasional FEKON 2015
PENYALURAN PEMBIAYAAN PERBANKAN SYARIAH DENGAN TAWHIDI STRING RELATION (TSR) Budiandru Universitas Prof. Hamka ABSTRACT Islamic Banking is the Islamic financial institutions that serve as financial intermediaries. Islamic banks accept deposits of public money and then distribute it back in the form of financing. Distribution of funds allows for the investment, distribution, and consumption of goods and services, considering all of these activities are always associated with the use of money.The research was motivated by the phenomenon of optimizing the distribution of Islamic bank financing compared to conventional banking, the continuous growth and improvement of assets owned. This is indicated by the Financing to Deposit Ratio (FDR), which ranged between 94.88%, this means that Islamic banks have been able to meet the targets and expectations of Bank Indonesia. Given the least of Islamic banks and asset limitations it has, the optimization is certainly influenced by many factors, therefore it is necessary to test the factors that influence the distribution of Islamic banking financing, which includes the Third Party Funds (TPF), Non-Performing Financing (NPF), and Bank Indonesia Sharia Certificate (SBIS).This study uses the General Bank and the Islamic Sharia as a whole as a unit object of research, the study period from 2002-2011. Analysis technique used is multiple linear regression, while testing the hypothesis using the t-test to test the effect of partial variables, and F-test to test the effect of variables simultaneously with a significance level of 5% or 0.05.Based on research obtained results that the Third Party Funds (TPF) has positive and significant effect on the distribution of the financing of Islamic Banking. Non Performing Financing (NPF) has positive and significant effect on the distribution of bank financing. While Bank Indonesia Sharia Certificate (SBIS) and a significant negative effect on the distribution of bank financing.To improve the distribution of financing Islamic Bank must perform in an optimal collection of funds, optimize the use of financial resources (capital) owned and have good financial management in order to NPF to remain in low levels and within the limits required by Bank Indonesia. Keywords: Tawhidi String Relation (TSR), Circular Causation, Policy Market Index Matrix, Financing the Sharia Banking Goes (PYD), Third Party Funds (TPF), Non-Performing Financing (NPF), and Bank Indonesia Certificates Sharia (SBIS).
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Masalah Perbankan Syariah adalah lembaga intermediasi yang menjalankan tiga fungsi utama,
yaitu: menerima penitipan/simpanan uang dari masyarakat, menyalurkan uang kembali
24
Seminar Nasional FEKON 2015 kepada masyarakat dalam bentuk pembiayaan, dan memberikan pelayanan jasa lalu lintas keuangan yang meliputi; perwakilan, penjaminan, pemindahan hutang, imbalan dan sharf. Untuk Bank Syariah, pada dasarnya ketiga fungsi tersebut dapat dilakukan dengan baik. Dalam fungsinya menerima penitipan uang, dari tahun ke tahun Bank Syariah telah menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan hal ini dapat dilihat dari total Dana Pihak Ketiga yang diterimanya, dari tahun 2002 yang hanya sebesar Rp. 2,918 miliar pada tahun 2011 menjadi Rp. 101,804 miliar. Jika dibandingkan dengan perbankan konvensional jumlah tersebut masih jauh berada dibawahnya. Namun dari grafiknya DPK Bank Syariah mengalami lonjakan yang positif. Secara detail pertumbuhan DPK Bank Syariah dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel. 1.1 Perbandingan Jumlah DPK Bank Konvensional dan Bank Syariah 2005-2011 Keterangan Bank Konvensional Bank Syariah Market Share Bank Syariah
2005 1,127,937 15,584
2006 1,287,102 20,672
2007 1,510,834 28,012
2008 1,753,292 36,852
2009 1,973,042 52,271
2010 2.338.824 76,036
2011 2.784.912 101,804
1,38%
1,50%
1,85%
2,10%
2,68%
3,25%
3,84%
Sumber: Bank Indonesia (diolah)
Dalam hal penyaluran dana atau pemberian pembiayaan kepada masyarakat, Bank Syariah mampu menyalurkannya dana secara penuh dan optimal. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai Financing to Deposit Ratio (FDR) yang mencapai rata-rata 89%-103%. Yang hal ini berarti bahwa Bank Syariah telah mampu memenuhi standart yang di tetapkan oleh BI dalam penyaluran dananya untuk pembiayaan.
1.2. Rumusan Masalah Penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi penyaluran dana kepada masyarakat telah banyak dilakukan oleh para peneliti pada perbankan konvensional, namun perbedaan prinsip dan model pembiayaan antara Bank Syariah dan bank konvensional tentu berpengaruh pada hasil dan tingkat pembiayaan. Perbedaan model pembiayaan ini tentu juga terkait dengan faktor-faktor lain yang mempengaruhi, diantara faktor-faktor tersebut adalah Non Performing Financing, Sertifikat Bank Indonesia Indonesia, Dana Pihak ketiga, dan FDR berbasis Tawhidi String Relation with Policy Market Index.
25
Seminar Nasional FEKON 2015 Dari latar belakang permasalahan tersebut maka dapat diturunkan pertanyaan penelitian (research question) sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaruh Dana Pihak Ketiga (DPK) terhadap pembiayaan yang disalurkan Perbankan Syariah? 2. Bagaimana pengaruh Non Performing Financing (NPF) terhadap pembiayaan yang disalurkan Perbankan Syariah? 3. Bagaimana pengaruh Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) terhadap pembiayaan yang disalurkan Perbankan Syariah? 4. Bagaimana pengaruh faktor DPK, NPF dan SBIS terhadap pembiayaan yang disalurkan Perbankan Syariah? 5. Bagaimana pertumbuhan pembiayaan Bank Syariah semua terintegrasi melalui proses berbasis pengetahuan (induced knowledge based) yaitu menyatukan sistem evolusi institusi dengan semua parameter pengetahuan sebagai target yang direncanakan. Dengan melibatkan basis ilmu pengetahuan proses interaksi, integrasi dan evolusi berproses secara dinamis meningkatkan penyaluran pembiayaan dari waktu ke waktu sehingga penyaluran pembiayaan makin besar menyentuh ke semua sektor ekonomi secara luas dan merata dengan Tawhidi String Ralation?
1.3. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Menganalisis pengaruh Dana Pihak Ketiga (DPK) terhadap pembiayaan yang disalurkan Perbankan Syariah. 2. Menganalisis pengaruh Non Performing Financing (NPF) terhadap pembiayaan yang disalurkan Perbankan Syariah. 3. Menganalisis pengaruh Sertifikat Bank Indonesia (SBIS) terhadap pembiayaan yang disalurkan Perbankan Syariah. 4. Menganalisis pengaruh faktor DPK, NPF dan SBIS terhadap pembiayaan yang disalurkan Bank Syariah. 5. Menganalisa pertumbuhan pembiayaan Bank Syariah semua terintegrasi melalui proses berbasis pengetahuan (induced knowledge based) dengan TSR
26
Seminar Nasional FEKON 2015 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Bank Syariah Bank Syariah merupakan salah satu lembaga keuangan yang dibentuk berdasarkan prinsip syariah dalam operasionalnya. Bank Syariah diharapkan dapat melaksanakan fungsinya sebagai lembaga perantara keuangan (financial intermediation) dan lembaga transmisi yang mampu menjembatani antara pihak yang kelebihan dana dan pihak yang kekurangan dana serta memperlancar transaksi ekonomi negara. Dengan demikian bank disebut dengan Financial Depository Institution (Ismail, 2011). Sistem perekonomian dunia telah mewajibkan semua negara untuk memiliki sebuah lembaga perbankan yang turut serta dalam pembangunan perekonomian negara dalam menjalankan roda perekonomian. Dan lembaga perbankan memiliki suatu sistem perbankan yang diatur dalam sebuah kebijakan Bank Sentral yang dimiliki oleh setiap negara. Secara tegas pengertian Bank diatur di dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah. Di sana dijelaskan bahwa “Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk pembiayaan dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup orang banyak”. Perbankan Syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya (UU No. 21 tahun 2008). 2.1.2. Teori Pembiayaan Syariah Fungsi utama Perbankan Syariah adalah mengumpulkan dana dan menyalurkan pembiayaan. Fungsi ini yang lazim disebut sebagai fungsi intermediasi keuangan. Hal tersebut telah diatur dalam pasal 19 ayat (1) dan (2) UU Republik Indonesia No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Penyaluran dana yang terdapat di Bank Syariah dengan yang terdapat di bank konvensional mempunyai perbedaan yang esensial, baik dalam hal nama, akad, maupun transaksinya. Dalam perbankan konvensional penyaluran dana ini dikenal dengan nama kredit sedangkan di Perbankan Syariah disebut pembiayaan.
27
Seminar Nasional FEKON 2015 Perbedaan pengertian antara kredit dan pembiayaan adalah bahwa kredit mengharuskan debitur mengembalikan pinjaman dengan pemberian bunga kepada bank. Sementara pembiayaan yang berdasarkan prinsip syariah, pengembalian pinjaman dan bagi hasil didasarkan kepada kesepakatan antara bank dan debitur. Misalnya, pembiayaan dengan prinsip jual beli ditujukan untuk membeli barang, sedangkan yang menggunakan prinsip sewa ditujukan untuk mendapat jasa. Prinsip bagi hasil digunakan untuk usaha kerjasama yang ditujukan guna mendapatkan barang dan jasa. Tabel 2.1. Perbedaan Pembiayaan dan Kredit No 1
2
3 4
Bank Syariah
Bank Konvensional
Investasi hanya untuk proyek dan Investasi tidak mempertimbangkan produk yang halal serta menguntungkan halal dan haram asalkan proyek yang dibiayai menguntungkan Return yang dibayar dan/atau diterima Return yang diterima atau yang berasal dari bagi hasil atau pendapatan dibayarkan nasabah pengguna dana lainnya berdasarkan prinsip syariah berupa bunga Perjanjian dibuat dalam bentuk akad Perjanjian menggunakan hukum sesuai dengan syariah islam positif Hubungan antara bank dan nasabah Hubungan antara bank dan nasabah adalah mitra adalah kreditor dan debitur
Ketentuan tentang pembiayaan Bank Syariah tercantum dalam UU Republik Indonesia, No. 21/ 2008, Tentang Perbankan Syariah, Bab I, Ketentuan Umum, Pasal 1, ayat 25, yang berbunyi: Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa: a) transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah; b) transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik; c) transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan istishna‟; d) transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh; dan e) transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa. berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah dan/atau UUS dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil (UU RI No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah)
28
Seminar Nasional FEKON 2015
Gambar 2.1. Konsep dan Sistem Perbankan Syariah Pembiayaan merupakan aktivitas yang sangat penting karena dengan pembiayaan akan diperoleh sumber pendapatan utama dan menjadi penunjang kelangsungan usaha bank. Sebaliknya, bila pengelolaannya tidak baik akan menimbulkan permasalahan dan berhentinya usaha bank . 2.2. Kerangka Pemikiran Penelitian ini berupaya menerapkan prinsip-prinsip syariah dalam model penelitian. Perbedaan antara kerangka pemikiran penelitian konvensional dan syariah adalah penelitian konvensional hanya ditetapkan secara rasional, teruji, sistematis dan tidak melibatkan Tuhan di dalamnya Muhammad (2008) menyatakan bahwa masuknya unsur ini (menggunakan wahyu Allah) akan memberikan dasar dari suatu kerangka riset menjadi sempurna dan universal. Hal ini karena manusia memiliki keterbatasan dalam ilmu pengetahuan, sebagaimana ditegaskan Allah dalam surat An-Nisa ayat 113 berikut.
ِ اا َ ْاِ ْ َ َا َ َلَّل َ َ ا َ ا َْاَ ُ ْ اََت ْ لَ ُاا َ َ َْأَ َنَ ا الّ ُا َلَْ َ ا ا
Dan Allah telah menurunkan Kitab dan hikmah (sunnah) kepadamu dan telah mengajarkan kepadamu apa yang belum kamu ketahui... (QS. 4:113) Untuk mencapai kesempurnaan, ilmu pengetahuan manusia perlu melewati empat tahapan, yaitu tahapan ilmu, ilmul yaqin, ainul yaqin dan haqqul yaqin, Ilmu secara umum dikatakan sebagai pengetahuan yang pasti terhadap sesuatu, yang kebenarannya didasarkan pada pembuktian melalui proses penelitian. Jika dalam penelitian tidak melibatkan iman maka 29
Seminar Nasional FEKON 2015 disebut ilmu. Agar dalam penelitian ini tidak terjebak pada penelitian konvensional maka perlu melibatkan iman, untuk menuju ilmul yaqin. Pengertian yaqin sebagai iman tertuang dalam hadits rasulullah SAW, "Keyakinan adalah iman secara keseluruhan". Tahapan dari ilmu menuju ilmul yaqin juga tertuang secara jelas dalam surat At-Takatsur, "Kelak kamu akan mengetahui. Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan
pengetahuan yang yakin. (QS. 102: 4-5). Sampai pada tahapan ini, ilmul yaqin masih hanya sebatas teori. Maka dari itu perlu diterapkan dalam dunia nyata sebagai ilmu yang praktis dan bermanfaat bagi kemaslahatan manusia secara keseluruhan. Penerapan ilmul yaqin dalam dunia nyata disebut ainul yaqin. Perbedaan ilmul yaqin dan ainul yakin adalah ilmul yaqin hanya bersifat teoritis, sedangkan ainul yakin bersifat praktis. Contoh proses dari ilmul yaqin menuju ainul yaqin adalah apa yang dialami Nabi Ibrahim bahwa secara teori beliau mengetahui bahwa Allah mampu menghidupkan mahluk yang telah mati, terlihat dari dialognya dengan Namrudz. Ibrahim mengatakan, "Rabbku adalah yang mampu menghidupkan dan mematikan". (QS .2; 258) Lalu pengetahuan Ibrahim tidak sebatas itu, tapi berproses menuju ainul yaqin dengan berkata kepada Allah, "Tuhanku, tunjukkan padaku bagaimana engkau menghidupkan sesuatu yang telah mati. (QS. 2; 260)
2.2.1. Tawhidi Epistemology pada Pembiayaan Perbankan Syariah Al-Quran dan Sunnah Rasul dalam tawhidi epistemology sebagai sumber ilmu dan kebenaran. Sehingga tidak berlebihan jika Al-Jauziyah, mengatakan bahwa Ilmu adalah firman Allah, sabda Rasulullah dan perkataan para sahabatnya. Hal ini juga sesuai berfirman Allah SWT,
ِ ِ ِ اا َ ْاِ ْ َ َا َ َ َْك َ اأ َْر َس ْلنَ اف ُ ْ َار ُسوالًا ِّ ن ُ ْ ايََتَْتلُوا َلَْ ُ ْ اآيَ نَ ا َ يَتَُنِّك ُ ْ ا َ يَتُ َلِّ ُ ُ ُا ا َ يَتُ َلِّ ُ ُ ا َّل ا َْاَ ُ وُوْاََت ْ لَ ُ و َاوا Sebagaimana Kami telah mengutus kepadamu Rasul di antara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan
30
Seminar Nasional FEKON 2015 mengajarkan kepadamu Al-Kitab dan Hikmah (sunnah), serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui. (QS. 2 Al-Baqarah: 151) Ayat di atas secara tegas menyatakan bahwa tugas seorang rasul adalah mengajak umatnya menuju taraf hidup mulia, mengangkat harkat dan martabat mereka, mengajarkan kepada mereka Al-Quran dan sunnah, agar umatnya memperoleh pengetahuan yang lengkap, dan mampu menembus batas kemampuan manusia secara normal. Ini artinya bahwa ilmu manusia tidak akan mencapai kebenaran yang pasti tanpa Al-Quran dan sunnah Rasul sebagai penyempurnanya. Sehingga Al-Quran-Sunnah adalah petunjuk dan penerang1 )) ِف٘ ِفَ ُُدًٓ َوًُّْ ٌرز bagi manusia, yang mengajarkan manusia pada sikap tolong-menolong2 dalam kebaikan dan kebersamaan, yang diwariskan kepada orang-orang yang dipilih Allah sebagai manusiamanusia terbaik3 dan yang harus dijunjung tinggi (dipegang teguh) oleh orang-orang bertaqwa4”. Dalam upaya mencapai kesejahteraannya manusia menghadapi berbagai permasalahan yang sangat kompleks dan sering kali saling terkait antara satu faktor dengan faktor lainnya. Adanya berbagai keterbatasan pemahaman, kekurangan dan kelemahan yang ada pada manusia serta kemungkinan adanya interdependensi berbagai aspek kehidupan sering kali menjadi permasalahan besar dalam upaya mewujudkan kesejahteraan Untuk mengaplikasikan ilmul yaqin dalam pembiayaan membutuhkan proses, kerjasama dan kebersamaan. Yaitu dengan melibatkan banyak orang, baik itu para akademisi, para pakar ekonomi, ulama, pemerintah dan masyarakat secara keseluruhan. Tanpa itu kerja semaksimal apapun jika dilakukan sendiri tidak akan mencapai hasil yang maksimal. Maka
1
. Surat Al-Maidah ayat: 46 dan surat Al-Baqarah ayat: 2
ِ ِ اريْ َ افِ ِا ُ ً ااِّْل ُ َّل ِ َاا ُ َ َْا َ ا ا َ َااال
Kitab (al-Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa, (QS. 2:2) 2 . Surat Al-Maidah: 2
ا
َ ََت َ َ ُوْا َلَىا اْ ِّربا َ اَّلَت ْ َو
Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran 3 . Surat Fathir: 33
ِ ِ ص ٌ ا ِ ْنَته اس بِقابِ ْْل َتر ِ ِ ِ ِّ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ تابِِإ ْ ِوا الَّل ِاا ْ اا اَّلذي َ ا َ َ ُُْثَّلاأَْ َرثَْتنَ ا ا َ َْ ٌ َ ْ ُ َ َ ْ ُّ صطََفَْتنَ ا ْ ا بَ د َ افَ ْنَت ُه ْ اظَ ٌاانََت ْفس ا َ ْنَت ُه ا
Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih diantara hamba-hamba Kami, lalu diantara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan diantara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah 4 . HR. Imam Malik, Al-Muwaththa' hadits 1395: سنَّل َا َبِِِّاا ُ
ِ ِ ِ ِِ ِ ِ َ َاََتَرْك ُ اف ُ ْااأَْ َريْ ِ ااَ ْ ا َ لُّو ا َ اََ َّلس ْ ُ ْ ا َ اك:قَ َ َار ُسو ُ ا الَّل ا َ اا الَّل ا 31
Seminar Nasional FEKON 2015 Al-Quran mengajarkan dan memerintahkan agar manusia bekerjasama dan sama-sama kerja. Dengan kebersamaan persoalan seberat apapun akan dapat teratasi. Allah berfirman, Dan tolong-menolonglah kalian dalam (melakukan) kebajikan dan taqwa, dan janganlah tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Pembiayaan perbankan merupakan proses panjang yang dalam pelaksanaannya melibatkan banyak orang. Sehingga dalam prosesnya akan terjadi interaksi. Pembiayaan sebagai penggerak ekonomi memiliki variabel-variabel yang saling memiliki terkait antara satu sama lainnya secara tersistem (sistem). Masing-masing variabel tersebut, saling membutuhkan, penuh saling dukung mendukung dan saling mempengaruhi. Tata laku saling membutuhkannya dalam sistem mencerminkan antara variabel tersebut saling berinteraksi dan berpasangan (pair-ness) satu sama lainnya. Dengan demikian, pembiayaan perbankan syariah tidak seperti teori mutasi sel oleh Darwin, yang menggambarkan tidak adanya keterikatan antara satu variabel dengan yang lainnya. Masing-masing sel berpisah dan saling menjauhi. Dalam pendekatan syariah dikenal suatu proses Interaction, Integration and Evolution Process (IIE). Proses ini digambarkan dalam hadits sebagai berikut,
ِ ِ ىاش ْي ٍءاإِ َ ا َ اح َّلَّت َ َاَتَ بُّو اأَََالاأ َُداُّ ُ ْ ا َل َ اح َّلَّتا َُت ْؤ نُو ا ََالا َُت ْؤ نُو َ َ َالاَ ْ ُخلُو َوا ْْلَنَّل اس َ َابََتَْتنَ ُ ْاا َ ُفََت َ ْلُ ُ وو اَتَ بََتْبُ ْ اأَفْ ُ و ا َّل
Kalian tidak akan masuk surga sampai kalian beriman. Dan kalian tidak akan beriman sampai kalian saling mencintai. Tidakkah aku tunjukkan kepada kalian pada sesuatu yang jika kalian lakukan maka akan melahirkan kecintaan diantara kalian, yaitu tebarkanlah salam di antara kalian. Hadits di atas menunjukkan adanya proses interaction yaitu dengan cara saling
menebar salam. Ketika proses ini dilakukan maka terbentuklah kecintaan sebagai gambaran saling berintegrasi (integration) diantara mereka. Integrasi tersebut merupakan karakter orang beriman, yang melandasi integrasinya dengan saling percaya satu sama lain. Sehingga mereka berevolusi menggapai keberuntungan bersama berupa surga. Dalam proses IIE tidak mengenal mutasi sebagaimana dinyatakan oleh Darwin, sehingga mutasi sel dapat dihindari (Budhijana, 2007; 2010).
32
Seminar Nasional FEKON 2015 Inti sel berkembang dan berubah seiring waktu. Ia menciptakan jaringan halus yang saling terkait dan berkembang kuat dan membesar secara bersamaan. Hal ini disebabkan oleh adanya proses belajar. Dalam pembiayaan syariah tidak ada pihak yang diabaikan kemaslahatannya dan dirugikan, baik itu nasabah shahibul mal, bank syariah dan nasabah mudharib. Semuanya saling membutuhkan satu sama lain, bersinergi, bergerak secara dinamis. Mereka semua saling berinteraksi dan mengintegrasikan keterkaitan mereka. Keberhasilan pembiayaan akan tercapai jika tidak mengabaikan unsur sebab-akibat (Circular Causation) CC1, CC2, CC3 dan CC4 sebagaimana diilustrasikan dalam hadits di atas. Bahwa keberhasilan itu akan diperoleh dengan mengikuti sirkular dalam proses interaksi, integrasi dan evolusi. Mereka memiliki prinsip complimentarity dan interkoneksi di antara mereka. (Budhijana, 2010).
Gambar 2.2. Skema pembiayaan dan Circular Causation (CC)
2.3. Model Syariah dan Hipotesis Dalam Usakti (2009), research framework yang dikembangkan dalam penelitian syariah ini meliputi Kerangka Teori (Theoritical Framework), Kerangka Konseptual (Conceptual Framework) dan Pengembangan Hipotesis. Research framework dalam model penelitian ini dapat ilustrasikan pada gambar 2.11. Dalam gambar ini menjelaskan bahwa penelitian syariah mengakui dan menjadikan Al-Quran dan Hadits sebagai sumber ilmu pengetahuan dan dasar penelitian. Pendekatan yang digunakan mempertimbangkan aspek penelitian yang lalu, pendekatan teori, riset konvensional dan riset islami dengan menggunakan Masudul model.
33
Seminar Nasional FEKON 2015
Gambar.2.3. Research Framework METODE PENELITIAN 3.1. Model Penelitian Merujuk pada Ghozali (2008) metode penelitian yang digunakan dalam riset ini adalah metode kuantitatif menggunakan data skunder sebagai dasar interpretasi dan analisis agar didapat suatu kesimpulan yang digunakan untuk mengetahui sesuatu tentang populasi. Dasar analisa diarahkan pada korelasi dan variasi yang terjadi antara variabel dependent dan independent dengan menggunakan pendekatan Structural Equation Model yang bertujuan untuk menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan penyaluran pembiayaan Perbankan Syariah di Indonesia secara umum. Penelitian ini diolah menggunakan program E-Views 4.1 dan meliputi data sekunder dengan skala likert. Data merupakan data sekunder yang diperoleh dari data statistik perbankan syariah oleh Bank Indonesia.
3.2. Populasi dan Sampel Pada penelitian ini populasi yang dijadikan objek penelitian adalah seluruh perbankan yang terdaftar di Bank Indonesia selama periode tahun 2002 sampai dengan 2011 sejumlah 11 Bank Umum Syariah dan 23 Unit Usaha Syariah. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan secara
34
Seminar Nasional FEKON 2015 purposive sampling dengan kriteria bank yang laporan keuangan tahunan tersedia secara lengkap selama 10 tahun dari tahun 2002 sampai dengan 2011. Berdasarkan kriteria sebagai berikut: a) Bank yang telah terdaftar di Bank Indonesia dari Tahun 2002 hingga Tahun 2011. b) Selama periode penelitian, bank tersebut secara periodik mengeluarkan laporan keuangan tahunan dari Tahun 2002–2011 dan memiliki kelengkapan data selama periode pengamatan. Berdasarkan pada kriteria diatas, maka yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah 34 perusahaan perbankan yang terbagi dalam 2 kelompok bank yaitu 11 Bank Umum Syariah dan 23 Unit Usaha Syariah. 3.5. Metode Analisis Data dan Uji Hipotesis. 3.5.1. Metode Analisis Data Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linier berganda, yaitu metode statistika yang digunakan untuk membentuk model hubungan antara variabel terikat (dependen; respon; Y) dengan satu atau lebih variabel bebas (independen, predictor, X). Karena terdapat lebih dari 1 variabel bebas, maka disebut sebagai regresi linier berganda. (Kurniawan, 2008] Model persamaan matematika regresi berganda dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Y1 = bo + b1X1 + b2X2 + b3X3 + ei Keterangan: Y1 = Pembiayaan Yang Disalurkan X1 = Dana Pihak Ketiga X2 = Non Performing Finance X3 = Sertifikat Bank Indonesia Syariah Di dalam model Regresi Linier Berganda terdapat dua cara untuk melakukan estimasi, yaitu estimasi yang dilakukan secara manual dan dengan mengunakan software (Sofriza, 2011)
Fungsi pembiayaan yang disalurkan oleh bank, yang bermanfaat bagi masyarakat dapat diformulasikan sebagai: Simulasi Y1[θ] = f { (X1), (X2), (X3)} [ θ ] Dimana: Y1 = Pembiayaan Yang Disalurkan X1 = Dana Pihak Ketiga
35
Seminar Nasional FEKON 2015 X2 = Non Performing Finance X3 = Sertifikat Bank Indonesia Syariah [θ] = Hidayah Allah SWT Terhadap fungsi sebab musabab (circular causation/cc) sebagai berikut: Y1[ θ ] = f { (X1), (X2), (X3)} [ θ ]….(1) X1[ θ ] = f { (Y1), (X2), (X3)} [ θ ]….(2) X2 [ θ ] = f { (Y1), (X1), (X3)} [ θ ]….(2) X3 [ θ ] = f { (Y1), (X1), (X2)} [ θ ]….(3)
ANALISIS DAN PEMBAHASAN PENELITIAN
Di dalam bab ini akan diuraikan hal-hal yang berkaitan dengan hasil pengolahan data dan pembahasan dari hasil pengolahan data tersebut. Adapun pembahasan yang dimaksud meliputi: deskripsi hasil penelitian, pengujian asumsi klasik, pengujian variabel independen secara parsial dan simultan dengan model regresi, dan pembahasan.
Deskripsi Hasil Penelitian Berdasarkan pengolahan data diperoleh nilai minimum, maksimum, rata - rata (mean), dan standar deviasi (standard deviation) dari masing-masing variabel penelitian. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel 4.1. 4.1.
Standar Deviasi Tabel 4.1. Standar Deviasi Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Observations
PYD 29870.21 20632.50 102655.0 2153.100 26459.87 40
DPK 30683.78 21277.55 115415.0 1840.200 28851.61 40
NPF 1181.065 1069.550 3253.000 94.50000 944.6926 40
SBIS 2107.050 1709.500 9244.000 280.0000 1902.709 40
36
Seminar Nasional FEKON 2015 Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat bahwa N = 40 waktu amatan, variabel dependen pembiayaan yang disalurkan mempunyai nilai minimum 2153.100 miliar rupiah dan nilai maksimum 102655.0 miliar rupiah. Sementara nilai standar deviasi (standard deviation) sebesar 26459.87 miliar rupiah dan nilai rata-rata (mean) sebesar 29870.21 miliar rupiah. Nilai rata-rata (mean) yang lebih besar dibandingkan nilai standar deviasi (standard deviation) menunjukkan bahwa data terdistribusi dengan baik. Variabel independen DPK mempunyai nilai minimum 1840.2 miliar rupiah dan nilai maksimum 115415.0 miliar rupiah. Sementara nilai standar deviasi (standard deviation) sebesar 28851.61 miliar rupiah dan nilai rata-rata (mean) sebesar 30683.78 miliar rupiah. Nilai rata-rata (mean) yang lebih besar dibandingkan nilai standar deviasi (standard deviation) menunjukkan bahwa data dalam penelitian ini terdistribusi dengan baik. Variabel independen NPF mempunyai nilai minimum 94.5 miliar rupiah dan nilai maksimum 3253.0 miliar rupiah. Sementara nilai standar deviasi (standard deviation) sebesar 944.69 miliar rupiah dan nilai rata-rata (mean) sebesar 1181.065 Miliar rupiah. Nilai rata-rata (mean) yang lebih besar dibandingkan nilai standar deviasi (standard deviation) menunjukkan bahwa data terdistribusi dengan baik. Variabel independen SBIS mempunyai nilai minimum 280.0 Miliar rupiah dan nilai maksimum 9244.0 miliar rupiah. Sementara nilai standar deviasi (standard deviation) sebesar 1902.709 miliar rupiah dan nilai rata-rata (mean) sebesar 2107.05 miliar rupiah. Nilai rata-rata (mean) yang lebih besar dibandingkan nilai standar deviasi (standard deviation) menunjukkan bahwa data terdistribusi dengan baik. 4.2.
Hasil Regresi Liner
Tabel. 4.2. Hasil Awal Estimasi Regresi Linier Berganda Variable C DPK NPF SBIS R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
Coefficient 1308.429 0.877818 2.777305 -0.784590 0.998283 0.998140 1141.295 46891992 -336.2471 0.561895
Std. Error t-Statistic 324.1930 4.035958 0.028728 30.55629 0.574922 4.830754 0.257181 -3.050728 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
Prob. 0.0003 0.0000 0.0000 0.0043 29870.21 26459.87 17.01236 17.18124 6975.512 0.000000
37
Seminar Nasional FEKON 2015 Dari tabel 4.2 diatas disusun persamaan regresi linier berganda sebagai berikut: PYD = C(1) + X(1)*DPK + X(2)*NPF - X(3)*SBIS PYD = 1308.429229 + 0.8778180321*DPK + 2.777305474*NPF 0.7845900176*SBIS Berdasarkan persamaan regresi linier berganda di atas diperoleh koefisien regresi DPK sebesar (+) 0.8778180321. Koefisien tersebut mengindikasikan adanya hubungan positif antara variabel DPK terhadap pembiayaan yang disalurkan (PYD). Koefisien regresi NPF sebesar (+) 2.777305474. Koefisien tersebut mengindikasikan adanya hubungan positif antara variabel NPF terhadap PYD. Koefisien regresi SBIS sebesar (-) 0.7845900176. Koefisien tersebut mengindikasikan adanya hubungan negatif antara variabel SBIS terhadap PYD. Dari hasil Uji - t dapat dilakukan pembahasan hipotesis yang diajukan sebagai berikut:
Uji t untuk DPK Hipotesa :
Ho: X(1)*DPK > 0.05 Ha: X(1)*DPK < 0.05
Bila Prob t-stat DPK >
maka Ho diterima
Bila Prob t-stat DPK <
maka Ho tidak diterima
Prob t-stat X(1) *DPK = 0.0000 < 0,05 maka Ho ditolak, Ha diterima Kesimpulan: Koefisien X(1) *DPK SIGNIFIKAN. Hasil Uji t menunjukkan bahwa DPK berpengaruh positif terhadap pembiayaan yang disalurkan oleh perbankan Syariah. Berdasarkan Uji-t diperoleh hasil koefisien regresi DPK sebesar (+) 0.8778180321 dengan tingkat signifikansi 0,000. Karena tingkat signifikansi lebih kecil dari 0,05, maka secara parsial variabel independen DPK berpengaruh positif dan signifikan terhadap variabel dependen pembiayaan yang disalurkan oleh Perbankan Syariah. Dengan demikian hipotesis diterima.
Uji t untuk NPF Hipotesa :
Ho: X(2) *NPF > 0.05 Ha: X(2) *NPF < 0.05
Bila Prob t-stat NPF >
maka Ho diterima 38
Seminar Nasional FEKON 2015 Bila Prob t-stat NPF <
maka Ha diterima
Prob t-stat X(2) *NPF = 0.0000 < 0,05 maka Ho ditolak, Ha diterima Kesimpulan: Koefisien X(2) *NPF SIGNIFIKAN. Dari hasil Uji t diketahui bahwa NPF berpengaruh positif terhadap pembiayaan yang disalurkan Perbankan Syariah. Berdasarkan Uji-t diperoleh hasil koefisien regresi NPF sebesar (+) 2.777305 dengan tingkat signifikansi 0,000. Karena tingkat signifikansi lebih kecil dari 0,05 dan nilai koefisien regresi bertanda positif, maka secara parsial variabel independen NPF berpengaruh positif dan signifikan terhadap variabel dependen pembiayaan yang disalurkan Perbankan Syariah. Dengan demikian hipotesis diterima.
Uji t untuk SBIS Hipotesa :
Ho: X(3) *SBIS > 0.05 Ha: X(3) *SBIS < 0.05
Bila Prob t-stat SBIS >
maka Ho diterima
Bila Prob t-stat SBIS <
maka Ha diterima
Prob t-stat X(3) *SBIS = 0.0043 < 0,05 maka Ho ditolak, Ha diterima Kesimpulan: Koefisien X(3) *SBIS SIGNIFIKAN. Dari hasil Uji t diatas ditemukan bahwa SBIS berpengaruh negatif terhadap pembiayaan yang disalurkan Perbankan Syariah. Berdasarkan Uji-t diperoleh hasil bahwa nilai koefisien regresi SBIS sebesar (-) 0.7845900176 dengan tingkat signifikansi 0.0043. Karena tingkat signifikansi lebih kecil dari 0,05 maka secara parsial variabel independen SBIS berpengaruh negatif dan signifikan terhadap variabel dependen pembiayaan yang disalurkan Perbankan Syariah. Dengan demikian hipotesis diterima. 4.3. Circular Causation Circular Causation (Shuratic Process) adalah hubungan kausal atas interaksi antara variable yang menuju integrasi melalui evaluasi dan diskusi yang menghasilkan evolusi dari pembelajaran (learning). Disebut juga Interactive, Integrative & Evolution (IIE). Atau Circular Causation adalah suatu proses interaksi yang melekat guna memecahkan
39
Seminar Nasional FEKON 2015 permasalahan-permasalahan yang dihadapi secara dinamis sehingga diperoleh suatu pengetahuan atau ketentuan yang baru guna memperoleh kemaslahatan umat. Pembiayaan perbankan merupakan proses panjang yang dalam pelaksanaannya akan meliputi proses interaksi, integrasi dan evolusi sebagai suatu proses pembelajaran (learning process). Pembiayaan sebagai penggerak ekonomi memiliki karakter khusus. Pembiayaan memiliki variabel-variabel yang saling memiliki, terkait antara satu sama lainnya secara tersistem. Masing-masing variabel tersebut, saling membutuhkan, penuh saling dukungmendukung dan saling mempengaruhi. Tata laku saling membutuhkan dalam sistem mencerminkan antara variabel tersebut saling berinteraksi dan berpasangan (pair-ness) satu sama lainnya. Circular Causation diterapkan di dalam penelitian ini untuk mengetahui apakah masing-masing variabel, baik antara variabel bebas atau variabel tidak bebas saling mempengaruhi dan saling melengkapi antara satu dengan yang lainnya. Dalam model ini masing-masing variabel dipasangkan antara satu dengan yang lainnya. Adapun persamaannya diuraikan sebagai berikut:
4.3.1. DPK dipengaruhi oleh PYD, NPF dan SBIS DPK = f(PYD, NPF, SBIS) Tabel 4.3. Hasil Regresi Circular Causation Dependent Variable: DPK, Included observations: 40 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic C -1611.337 344.4305 -4.678264 PYD 1.096895 0.035898 30.55629 NPF -2.414353 0.720307 -3.351837 SBIS 1.130549 0.261749 4.319215 R-squared 0.998195 Mean dependent var Adjusted R-squared 0.998045 S.D. dependent var Log likelihood -340.7031 F-statistic Durbin-Watson stat 0.563713 Prob(F-statistic)
Prob. 0.0000 0.0000 0.0019 0.0001 30683.78 28851.61 6636.542 0.000000
Dari hasil regresi didapati bahwa berdasarkan Uji-t menunjukkan koefisien konstanta bernilai negatif dan signifikan. Variabel PYD positif dan signifikan. Dengan demikian
40
Seminar Nasional FEKON 2015 menjelaskan bahwa jika variabel PYD naik satu miliar maka akan menyebabkan kenaikan DPK sebesar 1.097 milliar. Dari hasil regresi di atas juga didapati bahwa variabel NPF negatif dan signifikan. Ini menjelaskan bahwa jika variabel NPF naik satu miliar maka akan menyebabkan penurunan DPK sebesar 2.41 milliar. Hasil regresi di atas menunjukkan bahwa variabel SBIS positif dan signifikan. Ini berarti bahwa jika variabel SBIS naik satu miliar maka akan menyebabkan kenaikan DPK sebesar 1.13 milliar. Berdasarkan Uji–F dengan melihat Prob (F-statistic) diperoleh bahwa keseluruhan variabel (PYD, NPF dan SBIS) berpengaruh signifikan terhadap DPK. Sedangkan berdasarkan pada Uji R2 yaitu dengan melihat Adjusted R-squared didapati bahwa semua variabel bebas mampu menjelaskan 0.998045 atau 99.8045 dan selebihnya 0.0001955 dijelaskan oleh faktor yang lain. Dari hasil di atas dilanjutkan dengan analisis Circular Causation (Shuratic Process). Sesuai teori Circular Causation bahwa hubungan kausal atas Interaksi antara variabel menuju Integrasi melalui evaluasi dan diskusi akan menghasilkan Evolusi pembelajaran (learning). Berdasarkan tabel Correlation Matrix (dilihat pada tabel 4.10) telah terbentuk
Shuratic
Process. Tabel 4.4. Correlation Matrix
DPK PYD NPF SBIS
DPK 1.000000 0.997753 0.925830 0.907764
PYD 0.997753 1.000000 0.941986 0.888638
NPF 0.925830 0.941986 1.000000 0.768244
SBIS 0.907764 0.888638 0.768244 1.000000
Learning Proses antar variabel terjalin secara positif. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai korelasi semua variabel yang semuanya bertanda positif. Dari tabel Correlation Matrix di atas terlihat korelasi antara variabel tidak bebas DPK dan variabel bebas PYD sebesar 0.997753, korelasi variabel independen DPK dengan NPF sebesar 0.925830 dan korelasi variabel tidak bebas DPK dengan variabel bebas SBIS sebesar 0.907764. Hubungan korelasi antara variabel bebas PYD dengan variabel bebas NPF sebesar 0.941986. Korelasi antara variabel bebas PYD dengan variabel bebas SBIS sebesar 0.888638, dan variabel SBIS dengan NPF sebesar 0.768244. Ini membuktikan adanya interaksi yang kuat antara variabel
41
Seminar Nasional FEKON 2015 independen dengan variabel-variabel bebas dan antara variabel bebas dengan variabel bebas yang lain. Tata laku saling membutuhkan dalam sistem mencerminkan antara variabel tersebut saling berinteraksi antara satu sama lain. Hal tersebut juga mengindikasikan bahwa masing-masing variabel berkembang dan berubah seiring waktu. Ia menciptakan jaringan halus yang saling terkait, berkembang kuat, membesar secara bersamaan dan saling melengkapi satu sama lain.
4.4. Analisa terhadap Knowledge Induced Basis Bank Syariah hadir dengan konsep mentransformasikan nilai-nilai agama ke dalam aktivitas ekonomi. Nilai-nilai agama yang diadopsi dari Al-Quran dan hadis dihadirkan secara praktis dalam dunia nyata dalam fungsi intermediasi perbankan syariah secara universal. Diantara nilai-nilai tersebut tercermin dalam kejujuran, transparansi, keadilan, bebas riba, kebersamaan dan tolong menolong. Salah satu poin penting yang ditekankan dalam mentransformasikan nilai-nilai agama dalam aktivitas ekonomi adalah circular causation. Analisa circular causation akan menghadirkan perbaikan hubungan kelembagaan, keterpaduan, kerjasama, dan ilmu pengetahuan, untuk menyerap inovasi-inovasi baru agar mampu mendorong nilai koefisien Polity Market Interaction memiliki nilai semakin besar. Pentingnya ilmu pengetahuan dalam proses ini ditegaskan dalam Al-Quran sebagai berikut: “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya akan dimintai pertanggungjawabannya” (Al Isra: 36) Menurut Budhijana (2009) setiap individu memiliki ketidaksempurnaan dan keterbatasan dalam memahami ilmu pengetahuan. Dengan melalui sesuatu proses diskusi maupun
wacana
yang
kemudian
menghasilkan
kesepakatan,
ketidak-sempurnaan,
keterbatasan sedikit demi sedikit dapat teratasi. Merujuk pada model Knowledge Induced Basis dalam (Budhijana, 2011) dapat digambarkan bahwa proses Interaksi, Integrasi dan Evolusi dalam penelitian ini bisa ditampilkan dalam table berikut: Tabel 4.5. Koefisien PMI with Knowledge Induced Basis.
42
Seminar Nasional FEKON 2015 Koefisien PMI
Before After
DPK NPF SBIS
1.168 3.119 2.251
4.463 4.521 0.911
IIE-Recursively Process Knowledge Induced Basis Learning Proses Learning Proses Dislearning Proses
Merujuk pada tabel 4.5 di atas, institusi yang memiliki koefisien PMI (with Knowledge Induced) positif yang mendorong pertumbuhan pembiayaan yang disalurkan Bank Syariah adalah nasabah shahibul mal dalam bentuk DPK (1.168), nasabah yang mengalami kendala kemacetan dalam pembiayaan dalam bentuk NPF (3.119), dan peran serta bank dalam membantu menjaga kestabilan moneter bersama Bank Indonesia dalam bentuk SBIS (2.251). Melalui model circular causation telah memunculkan learning process sebagaimana yang terjadi pada proses interaksi, integrasi dan evolusi secara recursive. Learning Process ini telah berhasil memunculkan kekuatan, menghadirkan keadilan informasi, pengetahuan dan perbaikan layanan yang diharapkan bisa meningkatkan kemajuan perbankan syariah. Menurut North (1991) dan Douglass (1993), dalam (Budhijana, 2011) solusi tanpa berdasarkan pengetahuan akan selalu memunculkan rutinitas permasalahan dan bahkan memunculkan permasalahan baru. Proses interaksi, integrasi dan evolusi ini dapat digambarkan sebagai gambar 4.6. berikut ini.
Gambar 4.6. Proses Rekursif Pada Saat Interaksi, Integrasi dan Evolusi Berdasarkan Knowledge Induced Codetermination Basis
43
Seminar Nasional FEKON 2015
Dalam rangka pembangunan, pengembangan dan pertumbuhan pembiayaan Bank Syariah semua terintegrasi melalui proses berbasis pengetahuan (induced knowledge based) yaitu menyatukan sistem evolusi institusi dengan semua parameter pengetahuan sebagai target yang direncanakan. Dengan melibatkan basis ilmu pengetahuan proses interaksi, integrasi dan evolusi berproses secara dinamis meningkatkan penyaluran pembiayaan dari waktu ke waktu sehingga penyaluran pembiayaan makin besar menyentuh ke semua sektor ekonomi secara luas dan merata.
KESIMPULAN
5.1. Kesimpulan Dari hasil proses analisis data dan pembahasan yang telah dipaparkan pada bab IV dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Dari hasil pembahasan atas uji hipotesis pengaruh DPK terhadap pembiayaan dapat disimpulkan bahwa secara parsial variabel DPK berpengaruh positif dan signifikan terhadap variabel pembiayaan yang disalurkan oleh Perbankan Syariah di Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat dari tingkat signifikansi yang lebih kecil dari 0,05, sehingga hipotesis 1 diterima. 2. Dari hasil pembahasan atas uji hipotesis pengaruh NPF terhadap pembiayaan yang disalurkan Perbankan Syariah di Indonesia dapat disimpulkan bahwa secara parsial variabel NPF berpengaruh positif dan signifikan terhadap variabel pembiayaan yang disalurkan. Hal tersebut dapat dilihat dari tingkat signifikasi yang lebih kecil dari 0,05, maka kesimpulannya hipotesis 2 diterima. 3. Dari hasil pembahasan atas uji hipotesis pengaruh SBIS terhadap pembiayaan Perbankan Syariah Indonesia dapat ditarik kesimpulan bahwa secara parsial variabel SBIS berpengaruh negatif dan signifikan terhadap variabel pembiayaan yang disalurkan oleh Bank Syariah Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat dari tingkat signifikansi yang lebih kecil dari 0,05, maka kesimpulannya hipotesis 3 diterima. 4. Dari hasil pembahasan dan uji-F mengenai pengaruh Dana Pihak Ketiga, Non Performing Finance dan Sertifikat Bank Indonesia Syariah terhadap pembiayaan yang disalurkan oleh Perbankan Syariah di Indonesia dapat ditarik kesimpulan bahwa secara serentak variabel DPK, NPF dan SBIS berpengaruh signifikan terhadap variabel PYD Bank Syariah Indonesia. Hal
44
Seminar Nasional FEKON 2015 tersebut dapat dilihat dari tingkat signifikansi yang lebih kecil dari 0,05, maka kesimpulannya hipotesis diterima. 5. Pertumbuhan DPK Bank Syariah semua terintegrasi melalui proses berbasis
pengetahuan (induced knowledge based) yaitu menyatukan sistem evolusi institusi dengan semua parameter pengetahuan sebagai target yang direncanakan. Dengan melibatkan basis ilmu pengetahuan proses interaksi, integrasi dan evolusi berproses secara dinamis meningkatkan penyaluran pembiayaan dari waktu ke waktu sehingga penyaluran pembiayaan makin besar menyentuh ke semua sektor ekonomi secara luas dan merata (lihat gambar 4.6). 5.2. Kebijakan yang Diharapkan Setelah melihat hasil analisa dan pembahasan penelitian di atas terkait dengan faktorfaktor yang mempengaruhi penyaluran pembiayaan Perbankan Syariah di Indonesia, juga dengan melihat market share perbankan syariah di indonesia yang masih cukup kecil, meskipun ada peningkatan dari tahun ke tahun, maka perlu dilakukan kebijakan-kebijakan berikut: 1. Penguatan fungsi intermediasi Perbankan Syariah 2. Penguatan dan peningkatan pembiayaan pada sektor ekonomi produktif yang meliputi sektor pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, kehutanan, perdagangan dan industri kecil. 3. Mengembangkan produk Perbankan Syariah. 4. Meningkatkan edukasi, komunikasi dan penyampaian informasi kepada masyarakat dengan melalui berbagai media, baik media cetak, elektronik dan lainnya. 5. Peningkatan good governance dan pengelolaan risiko.
6.
Penguatan sistem pengawasan.
Daftar Pustaka Al-Qur'an dan Al-Hadist. Choudury, Masudul Alam, 2004, The Islamic World-system (A study in polity– market interaction), London, Rout Ledge Curzon
45
Seminar Nasional FEKON 2015 Chowdhury, M. A. (2000), The Isl ami c Worldview Socio -Sci entif ic Pers pec tives , London : Kegan Paul International.
Budhijana, R.B.(200?) Study on corporate social responsibility disclosure in Indonesia‟s shariah finance institution, in Jakarta.
Al-Muslih, Abdullah dan Shalah Ash-Shawi, 2004, Fikih Ekonomi Keuangan Islam, Cetakan 1, Jakarta, Darul Haq. Amalia, Euis, 2005, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam dari Klasik hingga Kontemporer, Cetakan 1, Jakarta, Pusaka Asatrus. Anshori, Abdul Ghofur, Perbankan Syariah Indonesia, Yogyakarta, Gajah Mada University Press. Antonio, M.S, 2005, Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik, Cetakan 9, Jakarta, Gema Insani Press Arifin, Zainul, 2006, Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah, Edisi Refisi, Jakarta, Pustaka Alvabet Chapra, M. Umer, 2000, Islam dan Pengembangan Ekonomi, Cetakan 1, Jakarta, Gema Insani Press. Ismail, 2011, AK, Perbankan Syariah, Cetakan 1, Jakarta, Kencana Prenada Media Group. Karim, Adiwarman, 2011, Bank Islam; Analisis Fiqh dan Keuangan, Cetakan 8, Jakarta, Raja Grafindo Persada. _____________________, Ekonomi Makro Islam, Cetakan 2, Jakarta, Raja Grafindo Persada. Misanan, Munrokhim, et. al., 2011, Ekonomi Islam, Cetakan 3, Jakarta Rajawali Press. Muhamad, 2002, Manajemen Bank Syari‟ah, (Yogyakarta:2002) Nachrowi, N.D., MSc., et.al., 2006, Ekonometrika; Analisis Ekonomi dan Keuangan, Jakarta, FEUI. Pratama, Billy Arma, 2010, Analisis Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Kebijakan Penyaluran Kredit Perbankan; (Studi pada Bank Umum di Indonesia Periode Tahun 2005 2009), Semarang, UNDIP. Purnamasari, I.D., et.al., 2011, Akad Syariah, Cetakan 1, Jakarta, Mizan Pustaka. Siregar, Nurhayati, 2004, Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyaluran dana Perbankan Syariah Indonesia, Sumatra Utara, USU.
46
Seminar Nasional FEKON 2015 Soemitra, Andri, 2010, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Cetakan 2, Jakarta, Kencana Prenada Media Group. Sutedi, Adrian, 2009, Perbankan Syariah: Tinjauan dan Beberapa Segi Hukum, Cetakan 1, Jakarta, Ghalia Indonesia. Zainul Arifin, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syari‟ah, (Jakarta:2002). . صْزٗة،ٕ أصاس العول الوصسف اإلصالهٖ ّالتقل٘د،2005 ، ًضال هحود،الدكتْز الشعاز Ghazali, Imam, 2007, Pengaruh CAR (Capital Adequacy Ratio), FDR (Financing to Deposit Ratio), BOPO (Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional) dan NPL (Non Performing Loan) terhadap Profitabilitas Bank Syariah Mandiri (Januari: 2004 – Oktober: 2006). Yogyakarta, Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia. Peraturan Bank Indonesia, Nomor: 12/ 18 /PBI/2010 Tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor: 10/11/PBI/2008 Tentang Sertifikat Bank Indonesia Syariah. Nusantara, Ahmad Buyung, 2009, Analisis Pengaruh NPL, CAR, LDR, dan BOPO Terhadap Profitabilitas Bank (Perbandingan Bank Umum Go Publik dan Bank Umum Non
Go Publik di Indonesia Periode Tahun 2005-2007). Semarang, Universitas Diponegoro. Amrillah, M. Agus, 2011, Analisis Komparasi Aplikasi Pinjaman Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Dan Pembiayaan Kredit Pemilikan Rumah Syariah (KPRS) Pada Perusahaan Perbankan Di Malang, Malang, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim. Arifin, Zainul, 2009, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah, cetakan 7 tahun 2009, Ciputat Plaza Mas. Ihsan, Muntoha, 2011, Pengaruh Gross Domestic Product, Inflasi, Dan Kebijakan Jenis Pembiayaan Terhadap Rasio Non Performing Financing Bank Umum Syariah Di Indonesia Periode 2005 sampai 2010, Universitas Diponegoro, Semarang. Novianto, Abdullah Syakur, 2008, Analisis Pengaruh Dana Pihak Ketiga, Sertifikat Wadiah Bank Indonesia, Non Performing Financing Dan Inflasi Terhadap Pembiayaan Perbankan Syariah Di Indonesia, Surabaya, Universitas Airlangga.
47
Seminar Nasional FEKON 2015 Nurjannah, Anis, 2010, Pengaruh Dana Pihak Ketiga, Modal Sendiri, Margin Keuntungan, Dan Non Performing Financing Terhadap Pembiayaan Murabahah Pada Perbankan Syariah, Yogyakarta, Unversitas Ahmad Dahlan. Budhijana R. Bambang, 2010, Pengaruh Unsur Institusional Terhadap Produktifitas Petani Beras Dalam Analisa Ekonomi Syariah di Karawang dan Indramayu, Jakarta, IEF Trisakti. __________________, 2009, Analisa Ekonomi Syariah dalam Produktifitas Petani Beras di Indonesia, Jakarta, Universitas Taruma Negara. __________________, 2011, Kajian Manajemen Terhadap Proses Rekursif Dalam Evolusi Berbasis Pengetahuan Pada Kinerja Perbankan Syariah di Indonesia, Jakarta, Universitas Taruma Negara. __________________, 2012, Faktor-Faktor Kelembagaan yang Mempengaruhi Kinerja Perbankan Syariah di Indonesia 2000-2011, Jakarta, Universitas Taruma Negara. Setiawan, Maman, 2005, Pelatihan Penelitian (Data Entry dan E-Views Application), Bandung, Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran. Sofyan,Sofriza, 2011, Business Data Analysis dan Econometrics, Jakarta, Universitas Az-Zahra. www.bi.go.id. Statistik Perbankan Syariah Indonesia. www.bi.go.id. Indikator Perbankan Nasional www.bi.go.id. Statistik Ekonomi Moneter Indonesia
48
Seminar Nasional FEKON 2015
PERDAGANGAN KOMODITAS TANAMAN PANGAN DI WILAYAH PROVINSI JAWA TENGAH Harini1 Yunastiti Purwaningsih2 Malik Cahyadin3 Emi Widiyanti4
PSP LPPM UNS 1
[email protected] 2
[email protected] 3
[email protected] [email protected]
ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah: 1) mendeskripsikan pola perdagangan komoditas tanaman pangan di wilayah Provinsi Jawa Tengah; dan 2) merumuskan pemetaan perdagangan komoditas tanaman pangan di wilayah Provinsi Jawa Tengah. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan ruang lingkup perdagangan komoditas tanaman pangan – beras, jagung, kedelai, buah-buahan, sayuran, dan umbi-umbian – di wilayah Provinsi Jawa Tengah. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Data primer diperoleh melalui survei ke pedagang pasar tradisional kabupaten/kota di Jawa Tengah sebanyak 210 pedagang. Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa: 1) pola perdagangan komoditas tanaman pangan di wilayah Provinsi Jawa Tengah menggunakan tiga tipe, yaitu: pembelian dari petani dan penjualan kepada konsumen akhir secara langsung, pembelian dari petani secara tidak langsung dan penjualan kepada konsumen akhir secara langsung, pembelian dari impor secara tidak langsung dan penjualan kepada konsumen akhir secara langsung; dan 2) pemetaan tata niaga komoditas tanaman pangan di wilayah Provinsi Jawa Tengah menunjukkan bahwa ketersediaan barang berasal dari wilayah Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, dan impor. Sementara itu, kebutuhan komoditas ini hanya untuk memenuhi permintaan konsumen lokal di wilayah Provinsi Jawa Tengah. Kata Kunci: Komoditas tanaman pangan, perdagangan, deskriptif, Jawa Tengah
PENDAHULUAN Komoditas tanaman pangan di wilayah Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu komoditas yang memberikan kontribusi kepada perekonomian daerah. Hal ini selaras dengan misi Provinsi Jawa Tengah yang salah satunya terkait dengan berdikari bidang ekonomi terutama kedaulatan pangan. Dalam RPJMD Provinsi Jawa Tengah tahun 2013-2018 disebutkan bahwa area lahan pertanian seluas ± 1.022.570 Ha direncanakan sebagai Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B). Selama ini berdasarkan publikasi BPS sektor
49
Seminar Nasional FEKON 2015 pertanian di wilayah Provinsi Jawa Tengah cenderung besar pengaruhnya dalam pembentukan perekonomian daerah. Isu ini menarik untuk dikaitkan dengan bagaimana produk pangan di wilayah Provinsi Jawa Tengah didistribusikan dan dipasarkan/ diperdagangkan. Ada beberapa hasil penelitian yang dapat dijadikan rujukan terkait tataniaga komoditas pangan. Penjelasan hasil penelitian tersebut dapat dilihat pada Tabel 1 berikut: Tabel 1. Hasil Studi Empiris Tentang Perdagangan Komoditas Pangan No. 1
Peneliti Satia Negara Lubis, Lili Fauziah, dan Ernalisa (2008)
2
Megi Melian (2011)
3
Bank Indonesia Solo (2011)
4
Tiara Figur Alfenza dan Tri Achmadi (2012)
5
Margaretha Astri Viona (2013)
Hasil/Temuan Penelitian ini menjelaskan bahwa para produsen gabah (beras), kedele, jagung, ikan segar dan pengolahan masih mendapatkan keuntungan. Hasil penelitian ini juga memberikan penekanan apabila pemerintah dapat mengendalikan harga saprodi terutama pupuk, maka keuntungan usaha para produsen tersebut cenderung lebih tinggi. Tataniaga kentang di wilayah penelitian menunjukkan bahwa proses distribusinya melibatkan pedagang pengumpul, pedagang besar dan pengecer. Kondisi ini mencerminkan banyaknya keterlibatan para pedagang dalam tataniaga kentang. Penelitian ini menjelaskan pola distribusi 13 komoditas penyumbang inflasi di Kota Surakarta. Ketiga belas komoditas tersebut adalah cabai merah, beras, bawang putih, bawang merah, daging ayam ras, telur ayam ras, daging sapi, gula pasir, minyak goring, tempe, mie kering instan, dan dua komoditas bukan kebutuhan pokok (semen dan pasir). Pola distribusi komoditas tersebut cenderung panjang. Hal ini yang dimungkinkan dapat berdampak terhadap tingkat inflasi masingmasing komoditas tersebut. Pola distribusi komoditas pangan di wilayah Kepulauan dapat melalui dua tahapan. Tahapan pertama adalah melalui kapal-kapal yang penjadwalanya longgar. Hal ini akan memudahkan waktu distribusi komoditas pangan. Tahapan kedua adalah melalui kapal-kapal yang terintegral dengan penjadwalan keseluruhan kapal. Hal ini cenderung memerlukan waktu serta kurang flesibel dalam distribusi komoditas pangan. Tataniaga komoditas beras tidak terlepas dari 50
Seminar Nasional FEKON 2015 No.
Peneliti
Hasil/Temuan hasil interaksi sosial masyarakat. Pada sisi ekonomi, jalur tataniaga komoditas beras dapat melalui jalur yang relatif panjang dan ada juga yang relatif pendek. Namun demikian, keduanya menunjukkan tingkat marjin yang relatif tinggi yaitu diatas 57%. Biaya transaksi yang ditanggung pedagang pengumpul sebesar Rp 2 per kg sedangkan penggilingan sebesar Rp 4 per kg. Sumber: Malik Cahyadin dan Dyah Maya Nihayah (2014) METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan data primer. Data primer diperoleh melalui survei dalam bentuk kuisioner. Responden penelitian ini adalah 210 pedagang komoditas tanaman pangan di wilayah Provinsi Jawa Tengah. Fokus data primer yaitu pada informasi pola distribusi dan perdagangan komoditas tanaman pangan yang selama ini dilakukan. Jenis komoditas tanaman pangan yang disurvei meliputi beras, buah-buahan, jagung, kedelai, sayur-sayuran, dan umbiumbian. Metode analisis data yang digunakan analisis deskriptif. Analisis ini akan memberikan dan menjelaskan/mengeksplorasi informasi tentang perdagangan komoditas tanaman pangan di wilayah Provinsi Jawa Tengah.
HASIL DAN PEMBAHASAN A. Indentitas Responden Survei terhadap 210 pedagang responden yang diambil secara acak dapat identifikasi distribusi pedagang berdasarkan komoditas dagangannya dan jenis kelaminnya. Berikut distribusi responden berdasarkan komoditas dan jenis kelaminnya. Penjelasannya dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Distribusi Responden berdasarkan komoditas dan jenis kelaminnya.
No 1 2 3 4 5
Komoditi Beras Buah-buahan Jagung Kedelai Sayur-sayuran
Jenis Kelamin Laki Perempuan Jumlah % Jumlah % 8 3.81 27 12.86 8 3.81 27 12.86 12 5.71 23 10.95 10 4.76 25 11.90 9 4.29 26 12.38
51
Seminar Nasional FEKON 2015 6
Umbi-umbian Total Sumber: Data Primer (2015)
2 49
0.95 23.33
33 161
15.71 76.67
Tabel diatas menunjukkan bahwa sebagian besar pedagang adalah kaum perempuan yaitu sebesar 76,67% sedangkan untuk laki-laki hanya sebasar 23,33%. Dari 35 kabupaten di Jawa Tengah pedagang responden laki-laki terbanyak berada di pasar sangkal putung kota Cilacap, pasar legi Kota Solo, dan pasar rembang Kota Rembang. Sementara itu, untuk pedagang responden di pasar kota Kabupaten Magelang, Jepara, Demak, Pati dan Semarang seluruh responden pedagang adalah perempuan. Hal ini menunjukkan bahwa banyak perempuan yang bekerja atau aktif di sektor ini.
Komoditas beras yang diperdagangkan meliputi beras Ciherang, IR 64, Rojolele, Cisadane dan beras organik, jenis terbanyak yang dijual reponden adalah jenis IR 64. Sementara itu, untuk komoditas kedelai jenis terbanyak adalah kedelai impor yang berukuran lebih besar dari kedelai lokal. Komoditas buah-buahan masih banyak ditemui buah lokal seperti kedondong, sawo, papaya, alpukat, mangga dan manggis. Dibanding dengan buah-buahan yang lain, buah jambu paling banyak ragamnya mulai jambu biji, jambu air delima dan jambu merah. Jenis sayuran sangat beragam dan hampir merata jumlahnya, artinya tidak terdapat jenis sayuran yang dominan jumlahnya di pasaran. Sementara itu, untuk jagung, sebagian besar adalah jenis jagung kuning atau jagung hibrida dan untuk jenis umbi-umbian didominasi oleh ketela pohon atau singkong.
B. Pola Perdagangan Tanaman Pangan di Jawa Tengah Pola perdagangan tanaman pangan dapat dilihat dari dua sisi, yaitu: wilayah pemasok komoditas tamanan pangan kepada para pedagang termasuk periode dan bentuk pembayaranya, dan wilayah penjualan komoditas tanaman pangan kepada para konsumen termasuk periode dan bentuk pembayarannya. Kedunya akan membentuk pola perdagangan yang menjadi bagian integral dalam mekanisme pasar komoditas tanaman pangan di wilayah Provinsi Jawa Tengah. Survei yang dilakukan terhadap 210 pedagang pasar tradisional di wilayah Provinsi Jawa Tengah menunjukkan beberapa pola perdagangan komoditas tanaman pangan. Pola ini dibentuk berdasarkan jenis komoditas yang diperdagangkan. Pola tersebut adalah:
52
Seminar Nasional FEKON 2015 1. Pola pembelian dari petani dan penjualan kepada konsumen secara langsung. Pola ini banyak dilakukan para pedagang terhadap komoditas beras, buah-buahan lokal, jagung, kedelai lokal, sayur-sayuran, dan umbi-umbian. Penjelasan ini dapat dilihat pada Gambar 1. 2. Pola pembelian dari petani secara tidak langsung dan penjualan kepada konsumen secara langsung. Pola ini dilakukan oleh para pedagang terhadap komoditas jagung, kedelai lokal, sayuran, dan buah-buahan lokal. Para pedagang memperoleh komoditas tanaman pangan dari para pemasok yang sudah menjadi langganan. Penjelasan ini dapat dilihat pada Gambar 2 3. Pola pembelian impor secara tidak langsung dan penjualan kepada konsumen secara langsung. Pola ini dilakukan oleh para pedagang terhadap komoditas buah-buahan impor, dan kedelai impor. Penjelasan ini dapat dilihat pada Gambar 3.
PETANI & PETERNAK
PEDAGANG PASAR
KONSUMEN AKHIR
Gambar 1. Pola Perdagangan Komoditas Tanaman Pangan di Wilayah Provinsi Jawa Tengah Tipe I PETANI & PETERNAK
PEMASOK JAWA TENGAH
PEDAGANG PASAR
KONSUMEN AKHIR
Gambar 2. Pola Perdagangan Komoditas Tanaman Pangan di Wilayah Provinsi Jawa Tengah Tipe II
IMPORTIR INDONESIA
PEMASOK JAWA TENGAH
PEDAGANG PASAR
KONSUMEN AKHIR
Gambar 3. Pola Perdagangan Komoditas Tanaman Pangan di Wilayah Provinsi Jawa Tengah Tipe III C. Pemetaan Tata Niaga Komoditas Tanaman Pangan di Jawa Tengah
53
Seminar Nasional FEKON 2015 Pemetaan tata niaga komoditas tanaman pangan di wilayah Provinsi Jawa Tengah didasarkan pada daerah asal barang dan daerah penjualan barang. Berdasarkan hasil survei terhadap 210 pedagang pasar tradisional dapat diketahui bahwa sebagian besar kebutuhan tanaman pangan di wilayah Provinsi Jawa Tengah diperoleh dari wilayah ini sendiri. Sebagian kecil pemenuhan kebutuhan komoditas tanaman pangan diperoleh dari wilayah Provinsi Jawa Timur dan Jawa Barat. Sementara itu, komoditas tanaman pangan yang diperoleh dari impor sangat sedikit jumlahnya dan hanya untuk jenis komoditas tertentu seperti buah-buahan dan kedelai.
Tabel 3. Pemetaan Tata Niaga Komoditas Tanaman Pangan di Wilayah Provinsi Jawa Tengah No. 1
Jenis Komoditas Beras
Daerah Asal
2
Buah-buahan
Wilayah Jawa Tengah, sebagian wilayah Jawa Timur dan impor
3
Jagung
Wilayah Jawa Tengah, sebagian wilayah Jawa Timur dan Jawa Barat
4
Kedelai
Wilayah Jawa Tengah, sebagian wilayah Jawa Timur, Jawa Barat, dan impor
5
Sayur-sayuran
Wilayah Jawa Tengah
6
Umbi-umbian
Wilayah Jawa Tengah dan sebagian kecil wilayah Jawa Timur
Wilayah Jawa Tengah, sebagian wilayah Jawa Timur dan Jawa Barat
Daerah Tujuan Kabupaten/kota di wilayah Jawa Tengah (untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat di daerah sendiri) Kabupaten/kota di wilayah Jawa Tengah (untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat di daerah sendiri) Kabupaten/kota di wilayah Jawa Tengah (untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat di daerah sendiri) Kabupaten/kota di wilayah Jawa Tengah (untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat di daerah sendiri) Kabupaten/kota di wilayah Jawa Tengah (untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat di daerah sendiri) Kabupaten/kota di wilayah Jawa Tengah (untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat di daerah sendiri)
Sumber: Data Primer (2015)
KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa:
54
Seminar Nasional FEKON 2015 1. Pola perdagangan komoditas tanaman pangan di wilayah Provinsi Jawa Tengah menggunakan tiga tipe, yaitu: pembelian dari petani dan penjualan kepada konsumen akhir secara langsung, pembelian dari petani secara tidak langsung dan penjualan kepada konsumen akhir secara langsung, pembelian dari impor secara tidak langsung dan penjualan kepada konsumen akhir secara langsung. 2. Pemetaan tata niaga komoditas tanaman pangan di wilayah Provinsi Jawa Tengah menunjukkan bahwa ketersediaan barang berasal dari wilayah Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, dan impor. Sementara itu, kebutuhan komoditas ini hanya untuk memenuhi permintaan konsumen lokal di wilayah Provinsi Jawa Tengah.
Berdasarkan kesimpulan diatas dapat dirumuskan saran sebagai berikut: 1. Pola perdagangan tanaman pangan yang berasal dari produk impor sebaiknya dikurangi dengan menambah produksi pangan dalam negeri. 2. Pemetaan tata niaga komoditas pangan menunjukkan keterlibatan daerah di luar Provinsi Jawa Tengah. Hal ini perlu mendapat perhatian dari Pemerintah Provinsi Jawa Tengah untuk mengatur dan mengawasi tata niaga komoditas tamanan pangan.
DAFTAR PUSTAKA Djati Waluyo Djoar, Emi Widiyanti, Marcelinus Molo dan Nuning Styowati (2013). Pemuliaan Padi Beras Merah Berbasis Farmer Friendly Technology Dalam Rangka Peningkatan Ketahanan Pangan Masyarakat Petani Lahan Kering Di Kabupaten Wonogiri. Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret (UNS). Surakarta Kartasapoetra,G; R.G Kartaspoetra dan A.G. Kartaspoetra. 1986. Marketing Produk Pertanian dan Industr yang Diterapkan di Indonesia. Bina Aksara. Jakarta Kotler, P. 2002. Manajemen Pemasaran. Edisi Millenium, Prehallindo. Jakarta. Limbong dan Sitorus. 1987. Pengantar Tataniaga Pertanian. Diktat. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Malik Cahyadin dan Dyah Maya Nihayah. 2014. Artikel di dalam Buku dengan judul Model Tataniaga Komoditas Kebutuhan Pokok Di Indonesia halaman 57-78 pada Buku Seri Monograf dengan Tema Meneropong Pembangunan Ekonomi Indonesia diterbitkan pada tahun 2014 dengan ISBN 978-602-18660-2-3 oleh FBE UBAYA dan FORDES ISEI Cabang Surabaya. Mulyani, Yani. 2000. Analisis Pendapatan Usahatani dan Efisiensi Pemasaran Kubis (Brassica oleracea L.var capitata L.) Studi Kasus di Desa Argalingga Kecamatan Argapura Kabupaten Majalengka, Jawa Barat. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
55
Seminar Nasional FEKON 2015 Purwono dan Heni Purnamawati. 2009. Budidaya 8 Jenis Tanaman Pangan Unggul. Penebar Swadaya. Depok Ravallion, M. 1986. Testing Market Intregation. Journal of Agricultural Economics. American Agricultural Economic. Silvanie, Fiderika. 2003. Analisis Efisiensi Saluran Pemasaran Wortel dan Bawang Daun di Desa Citeko dan Desa Batulayang, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Wahono, Fracis. 2001. Kebijakan Ketahanan Pangan Nasional Dari Sudut Pandang Petani: Kasus Indonesia. Dalam Francis Wahono, A.B Widyanta dan Titus O. Kusumajati. 2001. Pangan, Kearifan Lokal dan Keanekaragaman Hayati. Pertaruhan Bangsa yang Terlupakan. Cidelaras Pustaka Rakyat Cerdas. Yogykarta. Yunastiti Purwaningsih, Malik Cahyadin, dan Evi Gravitiani. 2011. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Ketahanan Pangan Rumah Tangga Di Provinsi Jawa Tengah. Fakultas Ekonomi. UNS. Surakarta
56
Seminar Nasional FEKON 2015 OPTIMALISASI PEMBIAYAAN SYARIAH GUNA PENINGKATAN KAPASITAS USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH (UMKM)
Nuraini, Rifzaldi Nasri Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Jakarta Jl KHA Dahlan Cirendeu Ciputat Tangerang Selatan 15419 Email :
[email protected] [email protected]
Abstrak Penelitian ini mengangkat masalah pembiayaan syariah yang optimal akan meningkatkan kapasitas UMKM. Hal ini dilatarbelakangi oleh Perkembangan UMKM yang merupakan salah satu motor penggerak pertumbuhan ekonomi di Indonesia, hal tersebut dilihat dari kemampuan UMKM dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia cukup besar. Tujuan penelitian ini adalah peningkatan kapasitas UMKM dengan mengidentifikasi lembaga keuangan mikro syariah (BMT) yang memberikan pembiayaan/pinjaman khususnya untuk UMKM di wilayah Tangerang Selatan, mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi oleh UMKM, mengidentifikasi jenis dan kriteria pembiayaan yang diberikan kepada UMKM dan memberikan rekomendasi strategi peningkatan kapasitas UMKM. Data yang dibutuhkan adalah data primer dengan metode yang dipakai adalah metode survei lapangan dengan melakukan wawancara dan mengajukan daftar pertanyaan terbuka ke nara sumber Lembaga Keuangan Mikro Syariah (BMT) maupun pelaku UMKM. Analisis dalam penelitian ini dilakukan dengan pendekatan deskriptif sehingga dapat memberikan gambaran pola-pola yang konsisten dalam data, dan hasilnya dapat dipelajari dan ditafsirkan secara singkat dan mendalam. Dari hasil kajian diperoleh beberapa masalah yang dihadapi oleh UMKM di Tangerang Selatan antara lain: (1) Usaha perorangan, (2) pembukuan yang sederhana, (3) SDM yang terbatas, (4) kemampuan manajerial yang rendah, (5) skala usaha yang kecil, (6) kemampuan memperoleh sumber dana, (7) keuangan pribadi dan usaha masih bersatu, dan (8) Tidak mempunyai perencanaan, (9) pemasaran, (10) Keterbatasan finansial, (11) keterbatasan bahan baku, (12) keterbatasan teknologi (13) peraturan perbankan. Adapun strategi yang diusulkan untuk dilaksanakan adalah (1) peningkatan skala usaha, (2) kemudahan dalam aspek permodalan, (3) bantuan pembangunan prasarana, (4) pengembangan jaringan usaha, pemasaran dan kemitraan usaha, (5) pengembangan sumber daya manusia, (6) peningkatan akses teknologi, (7) mewujudkan iklim bisnis yang lebih kondusif. Simpulan atas hasil yang dicapai adalah semua strategi yang direkomendasikan tidak akan dapat dilaksanakan jika tidak didukung seluruh stake-holders. Dukungan dimaksud diharapkan datang dari asosiasi pengusaha, perguruan tinggi, dinas/instansi terkait di lingkungan pemerintah kabupaten/kota dan provinsi. Di samping itu diperlukan kebijakan pemerintah yang mendorong pengembangan UMKM. Kata kunci : Lembaga Keuangan Mikro Syariah, Usaha Mikro Kecil dan Menengah, , jenis pembiayaan
57
Seminar Nasional FEKON 2015
1. Pendahuluan Ketimpangan ekonomi dalam distribusi pendapatan antara kelompok masyarakat berpendapatan tinggi dengan yang berpendapatan rendah serta orang yang berada di bawah garis kemiskinan (poverty line) merupakan potensi masalah terbesar di banyak negara berkembang, tidak terkecuali di Indonesia. Di sisi lain gelombang ketidakpuasan kaum miskin dan para penganggur tetap ada terhadap ketidakmampuan pemerintah dalam menyediakan peluang kerja, walaupun dapat diredam karena tersedianya peluang kerja di sektor informal. Berdasarkan rilis data statistik Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Banten menyebutkan pada bulan September 2014, jumlah penduduk miskin di Banten mencapai 649,19 ribu orang atau 5,51 persen. Jumlah itu meningkat 26,35 ribu orang atau 4,23 persen dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2013 yang hanya sebanyak 622,84 ribu orang atau 5,35 persen. Pada wilayah pedesaan misalnya, angka kemiskinan meningkat sebesar 20,87 ribu orang dari 247,14 ribu orang pada Maret 2014 menjadi 268,01 ribu orang pada September 2014. Pada wilayah perkotaan, kenaikan angka kemiskinan justru tidak terjadi secara signifikan. Data BPS Provinsi Banten menyebutkan kemiskinan tersebut selama periode Maret hingga September 2014, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan dan perdesaan mengalami peningkatan. Jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan meningkat 5,49 ribu orang dari 375,69 ribu orang pada Maret 2014 menjadi 381,18 ribu orang pada September 2014. Persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada Maret 2014 sebesar 4,73 persen bertambah menjadi 4,74 persen pada September 2014. Sementara persentase penduduk miskin di daerah perdesaan bertambah dari 6,67 persen pada Maret 2014 menjadi 7,18 persen pada September 2014. Tabel 1 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Daerah, Maret – September 2014 Provinsi Banten Daerah/Tahun
Jumlah Penduduk Miskin (ribu orang)
Persentase Penduduk Miskin
Perkotaan Maret 2014 September 2014
375,69 381,18
4,73 4,74
Pedesaan Maret 2014 September 2014
247,14 268,01
6,67 7,18
Perkotaan + Pedesaan 622,84 5,35 Maret 2014 649,19 5,51 September 2014 Sumber: Diolah dari data Susenas Maret 2014 dan September 2014
58
Seminar Nasional FEKON 2015
Gambar 1 Perkembangan Kemiskinan di Provinsi Banten, 2007–2013
Sumber: Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)
Sedangkan untuk kota Tangerang Selatan data penduduk miskin selama periode 2010 – 2013 sebagai berikut : Tabel 2 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Di Tangerang Selatan 2010 - 2013 Tahun
Jumlah Penduduk Miskin
2010 21 900 2011 20 144 2012 18 800 2013 25.400 Sumber : BPS Tangerang Selatan
Persentase Penduduk Miskin
Garis Kemiskinan
1.67 1.50 1.33 1,75
275 643 317 887 344 681 378.303
Salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat adalah pengembangan UMKM yang memiliki potensi yang sangat besar dalam meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Hal ini ditunjukkan oleh keberadaan UMKM yang telah mencerminkan wujud nyata kehidupan sosial dan ekonomi bagian terbesar dari rakyat Indonesia. Peran UMKM yang besar ditunjukkan oleh kontribusinya terhadap produksi nasional, jumlah unit usaha dan
59
Seminar Nasional FEKON 2015 pengusaha, serta penyerapan tenaga kerja. Pada tahun 2013 jumlah UMKM di Indonesia 56,53 juta unit dengan kontribusi terhadap produk domestik bruto sebesar 59,08%, sedangkan terhadap penyerapan tenaga kerja sekitar 97,16% atau 107 juta orang. UMKM di Indonesia memiliki peran strategis, namun dengan segala peran strategisnya tersebut hanya 20% dari total UMKM yang sudah terakses kredit bank. Berdasarkan data dari Dinas Koperasi dan UKM Kota Tangerang Selatan, terdapat sekitar lima jenis UKM atau industri kerajinan yang meliputi kerajinan kayu berjumlah 165 unit, anyaman 28 unit, gerabah 1 unit, kain 293 unit dan makanan 164 unit. Selain itu, terdapat 7 unit pabrik dalam satu kawasan industri. Keberadaan UMKM ini berpotensi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi tahun 2013 di Kota Tangerang Selatan. Secara umum, permasalahan yang dihadapi oleh UMKM terdiri dari 2 aspek yaitu aspek financial dan aspek non financial. Aspek financial yaitu keterbatasan akses UMKM terhadap sumberdaya produktif, khususnya sumber daya pembiayaan. Hal ini terjadi karena kebanyakan UMKM kesulitan memenuhi kriteria 5C atau character, condition of economy, capacity to repay, capital, dan collateral. Sedangkan akses non financial adalah iklim usaha yang mengakibatkan biaya tinggi bagi UMKM, kemampuan internal UMKM yang terbatas, termasuk dalam aspek teknologi, manajemen, dan kewirausahaan, keterbatasan pasar dan persaingan yang makin ketat dan kurang fair, serta kelembagaan pendukung yang belum mapan. Untuk mengatasi permasalahan UMKM khususnya di bidang permodalan, sistem keuangan dan perbankan islam telah memberikan jasa keuangan dalam bentuk pinjaman yang dinamakan pembiayaan syariah yang diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi tercapainya tujuan sosial ekonomi islam. Dengan pembiayaan ini diharapkan kesejahteraan ekonomi, perluasan kesempatan kerja, tingkat pertumbuhan ekonomi, keadilan sosial dan distribusi pendapatan dapat tercapai. Dalam penelitian ini, peneliti ingin mengangkat masalah manfaat pembiayaan syariah yang dapat meningkatkan kapasitas UMKM khusunya didaerah Tangerang Selatan. Menurut ketentuan Organisasi Buruh Internasional (ILO) sebagaimana dikutip oleh Schelzig (2005) bahwa ada lima kategori non-moneter tentang kemiskinan yaitu kekurangan makanan, air dan sanitasi, kesehatan, pendidikan dan tempat tinggal, Andre Bayo Ala (1981), mengatakan kemiskinan sangat multidimensional, artinya kemiskinan mempunyai banyak aspek sebab kebutuhan setiap manusia sangat beragam. Sedangkan Suparlan (1993) berpendapat kemiskinan sebagai suatu standar tingkat hidup yang rendah, yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materi pada sejumlah atau segolongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Lain halnya dengan Friedman (1979) mengemukakan kemiskinan adalah ketidaksamaan kesempatan untuk memformulasikan basis kekuatan sosial, yang meliputi : asset (tanah, perumahan, peralatan, kesehatan), sumber keuangan (pendapatan dan kredit yang memadai), organisasi sosial politik yang dapat dimanfaatkan untuk mencapai kepentingan bersama, jaringan sosial untuk memperoleh pekerjaan, barang atau jasa, pengetahuan dan keterampilan yang memadai, dan informasi yang berguna. Untuk memahami lebih jauh persoalan kemiskinan ada baiknya memunculkan beberapa kosakata standar dalam kajian kemiskinan menurut Friedmann (1992) sebagai berikut : a. Poverty line (garis kemiskinan). Yaitu tingkat konsumsi rumah tangga minimum yang dapat diterima secara sosial; b. Absolute and relative poverty (kemiskinan absolut dan relatif) Kemiskinan absolut adalah kemiskinan yang jauh dibawah standar konsumsi minimum dan karenanya tergantung pada kebaikan (amal). Sedangkan relatif adalah kemiskinan yang eksis di 60
Seminar Nasional FEKON 2015 atas garis kemiskinan absolut yang sering dianggap sebagai kesenjangan antara kelompok miskin dan kelompok non miskin berdasarkan income relatif; c. Deserving poor adalah kaum miskin yang mau peduli dengan harapan orang-orang nonmiskin, bersih, bertanggungjawab, mau menerima pekerjaan apa saja demi memperoleh upah yang ditawarkan; d. Target population (populasi sasaran adalah kelompok orang tertentu yang dijadikan sebagai objek dan kebijakan serta program pemerintah. Keberadaan UMKM dapat ditinjau dari berbagai perspektif, antara lain perspektif kebijakan, perspektif sosial maupun perspektif ekonomi. Dari ketiga perspektif tersebut, perspektif ekonomi merupakan cara pandang pertama yang terbangun dalam literatur kluster. Secara sederhana perspektif ekonomi yang dimaksud dalam tulisan ini adalah cara pandang terhadap fenomena kluster UMKM yang dibangun dari teori ekonomi. Ada beberapa pengertian UMKM menurut para ahli atau pihak yang langsung berhubungan dengan UMKM, antara lain: Menurut Bolton (1971), UMKM Secara kualitatif, dapat didefinisikan sebagai usaha mandiri, dikelola oleh pemiliknya atau bagian pemilik dan memiliki porsi kecil dari pasar. Usaha kecil diperlakukan sebagai perusahaan kecil dan menengah (UKM) dan diambil untuk menjadi sebuah organisasi yang mempekerjakan kurang dari 250 karyawan, seperti yang diadopsi oleh Uni Eropa (CEC, 1996), Departemen Perdagangan dan Industri, Inggris (DTI, 1999) dan Dinas Usaha Kecil, UK (SBS, 2000). Definisi lain telah digunakan di Amerika Serikat (SBA, 2003) dan di Jepang (SMEA - METI, 2003). Misalnya, AS menganggap perusahaan kecil untuk memasukkan mereka yang kurang dari 500 karyawan. UKM sebenarnya bertanggung jawab atas sebagian besar perusahaan di banyak negara dan ekonomi dunia (OECD 2002). Pada awal abad ini, ada hampir 19 juta di Uni Eropa, yang mewakili 99,8 persen dari semua perusahaan, sementara di Amerika Serikat, mereka menyumbang lebih dari 99 persen dari bisnis dan di Jepang, angka itu hampir sama (OECD, 2000). Selain menjadi unsur utama dari banyak negara, usaha kecil juga memainkan peran sentral dalam industri. Di Jepang, Kigyo chusho (perusahaan kecil dan menengah) misalnya, yang penting dalam pertumbuhan industri mesin negara (Whittaker, 1997). Pada dasarnya, usaha kecil melakukan peran tertentu dan fungsi dalam ekonomi yang mendukung pertumbuhan suatu bangsa: Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 UMKM memiliki kriteria sebagai berikut : 1. Usaha Mikro, yaitu usaha produktif milik orang perorangan atau badan usaha milik perorangan yang memenuhi kriteria yakni : a. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; b. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 300.000.000 (tiga ratus juta rupiah). 2. Usaha Kecil Yaitu usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan/badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan/bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria : a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau; b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta 61
Seminar Nasional FEKON 2015 rupiah) sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah). 3. Usaha Menengah Yaitu usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha besar yang memenuhi kriteria : a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah). Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) memberikan definisi UMKM berdasarkan kuantitas tenaga kerja. Usaha kecil merupakan usaha yang memiliki jumlah tenaga kerja 5 orang sampai dengan 19 orang, sedangkan usaha menengah merupakan usaha yang memiliki jumlah tenaga kerja 20 orang sampai dengan 99 orang. Adapun penelitian yang mendasari adalah tulisa dari Febrinol, Tisna Surya Adi Prenanto dan Riyadian Dwi Cahyo dalam penelitiannya yang di publikasikan di situs harian Kompas Pada tanggal 25 September 2012, dengan judul “Peran Perbankan Syariah dalam Usaha Kecil dan Menengah mengatakan bahwa “Ketika kita menelaah lebih jauh dari kondisi perkembangan perekonomian masyarakat kita, bahwasanya ekonomi rakyatlah yang akan menjadi benih awal yang akan mewujudkan perekonomian nasional yang akan memberikan kontribusi bagi masyarakat kita sendiri dalam usaha pengembangan kearifan lokal. Ujud kongkrit dari berkembangnya ekonomi rakyat yang diwujudkan dalam bentuk Usaha Kecil Menengah ini kalau kita mencoba menelaah lebih jauh, ternyata yang berperan dibalik itu semua selama ini salah satunya adalah peranan bank syariah yang selalu memberikan kontribusi dalam usaha pengembangan perekonomian rakyat itu sendiri. Berdasarkan penjelasan sebelumnya, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian adalah peningkatan kapasitas UMKM dengan mengidentifikasi lembaga keuangan mikro syariah (BMT) yang memberikan pembiayaan/pinjaman khususnya untuk UMKM di wilayah Tangerang Selatan, Mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi oleh UMKM, Mengidentifikasi jenis dan kriteria pembiayaan yang diberikan kepada UMKM dan memberikan rekomendasi strategi peningkatan kapasitas UMKM. Dengan tercapainya tujuan penelitian, maka hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan sebagai berikut : (1) sumbangan informasi bagi UMKM untuk menjadi masukan dalam rangka peningkatan dan pengembangan usahanya, (2) bagi masyarakat adalah menjadi tambahan pengetahuan empiris tentang Usaha Mikro Kecil Menengah sehingga mendorong mereka untuk memilih Lembaga Keuangan Mikro sebagai tempat menyimpan dananya dan mencari pembiayaan yang lebih baik dari sisi agama maupun ekonomi dan usaha, (3) bagi peneliti lain akan menjadi acuan bagi penelitian selanjutnya dengan populasi, sampel dan indikator yang berbeda. 2. Metodologi Sifat penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah penelitian yang bersifat survey dan tujuan peneliti menggunakan metode survei adalah agar dapat lebih terarah dalam menjelaskan permasalahan yang ada. Adapun Jenis penelitian yang digunakan dalam 62
Seminar Nasional FEKON 2015 penelitian ini adalah metode kualitatif naturalistik dan deskriptif, karena dengan metode ini dapat membedah, membahas dan mengenali masalah-masalah. Metode naturalistik/kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari nara sumber penelitian serta melakukan perbandingan-perbandingan terhadap hal-hal yang dikerjakan orang lain untuk masalah yang serupa, sehingga hasilnya dapat digunakan untuk perencanaan dan pengambilan keputusan dimasa yang akan datang. 3. Hasil dan Pembahasan Pertumbuhan pelaku UMKM ini bagaikan jamur di musim hujan. Dari segi jumlah, cukup menggembirakan dan memberi apresiasi bagi para pelaku UMKM, karena bisa menciptakan lapangan usaha dan pekerjaan bagi dirinya sendiri dan orang lain. Pertumbuhan UMKM juga memperkuat tonggak perekonomian, sudah terbukti secara nyata negara Indonesia masih berdiri tegak dan positif pertumbuhan ekonominya meski sedang dilanda badai krisis moneter 1997/1998 dan resesi global 2007/2008. Pertumbuhan UMKM akan berakibat pada meningkatnya kebutuhan permodalan, baik dari bank konvensional maupun bank syariah. Keberadaan UMKM di pelosok daerah menjadi kendala bagi bank syariah untuk memberikan pelayanan, karena dalam realitasnya, operasional bank syariah belum dapat secara optimal menjangkau sektor usaha mikro di tingkat akar rumput (grass root). Hal demikian karena ternyata bank syariah sebagai lembaga intermediasi keuangan dalam menjalankan fungsinya yaitu menyalurkan dana kepada masyarakat berupa memberikan pembiyaan masih mensyaratkan adanya jaminan yang tidak mudah bisa dipenuhi oleh nasabah, khususnya nasabah kecil. Disisi yang lain fakta menunjukkan bahwa operasional bank syariah juga terbatas di kota-kota, sedangkan pelaku sektor ekonomi rill/UMKM juga sebagian berada di desa-desa. Dengan demikian layanan yang diberikan oleh bank syariah belum dapat menjangkau sektor ekonomi rill secara optimal. Kondisi tersebut menjadi latar belakang munculnya lembaga-lembaga keuangan mikro yang sudah menjangkau hingga kepedesaan atau yang dikenal dengan sebutan BMT. BMT dalam operasional usahanya pada dasarnya hampir mirip dengan perbankan yaitu melakukan kegiatan penghimpuan dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan dana kepada masyarakat yang membutuhkan dalam bentuk pembiayaan, serta memberikan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat. a. Mengidentifikasi kiat – kiat lembaga keuangan mikro syariah (BMT) yang memberikan pembiayaan/pinjaman khususnya untuk Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di wilayah Tangerang Selatan. Lembaga Keuangan Mikro Syariah (BMT) merupakan salah satu lembaga keuangan yang menjadi alternatif bagi pengusaha kecil yang belum tersentuh oleh dunia perbankan (unbankable). Pengusaha kecil adalah bagian unsur yang mewarnai perekonomian nasional. BMT merupakan salah satu lembaga keuangan syariah non bank yang memberikan pengaruh dan kontribusi yang cukup signifikan terhadap pertumbuhan UMKM, apalagi ditambah dengan keunggulan BMT yang bukan hanya terletak pada diberlakukannya sistem syariah saja, melainkan pada kemudahan prosedur, keringanan persyaratan, cepat pelayanan dan sistem jemput bola sehingga para nasabah yang mayoritas pengusaha kecil sangat tertarik menjadi nasabah BMT. Selain itu BMT di dukung oleh Bank Umum Syariah di dalam masalah pendanaan untuk penguatan modal dan program linkage melalui program pemberdayaan keuangan ekonomi rakyat, namun BMT sendiri 63
Seminar Nasional FEKON 2015 masih mempunyai beberapa permasalahan dan tantangan yang perlu diatasi, diantaranya adalah masih ada BMT yang mempunyai modal yang minim, BMT tersebut hanya mengandalkan bantuan dana dari Bank Umum Syariah atau dana-dana yang digulirkan oleh pemerintah. Di Tangerang Selatan ada sekitar 30 BMT yang membantu permodalan UMKM dalam bentuk pembiayaan (financing). Sebagai contoh BMT Al Munawarrah yang memberikan pembiayaan hingga Rp 20.000.000.000 kepada UMKM pada tahun 2013, jumlah ini hampir 90% dari seluruh pembiayaan yang disalurkan kepada masyarakat (Al Munawarrah, 2013). Kondisi diatas secara umum juga terjadi pada hampir seluruh BMT yang ada di Tangerang Selatan. Kepedulian atas UMKM memang sesuai dengan karakteristik BMT sebagai Lembaga Keuangan Mikro Syariah, yang melaksanakan dua macam kegiatan, yaitu kegiatan bisinis sebagai kegiatan utama dan kegiatan sosial sebagai kegiatan penunjang. Kunci keberhasilan BMT dalam penyaluran pembiayaannya, karena tidak meminta jaminan dan syarat yang menyulitkan UMKM seperti yang dipersyaratkan Bank Syariah. Kiat-kiat lembaga keuangan mikro syariah (BMT) dalam memberikan pembiayaan/pinjaman khususnya untuk Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) adalah sebagai berikut : 1) Dukungan dari Dinas KUKM dan Dinas Industri & Perdagangan Tangerang Selatan juga cukup baik melalui pelatihan-pelatihan, pameran & bazaar, bantuan peralatan, program pendaftaran merek, sertifikasi Halal, uji dinas kesehatan (Nomer PIRT) bagi pelaku UMKM secara gratis. Semua kegiatan tersebut membantu UMKM dan BMT terkait dengan pemberkasan legal formal; 2) BMT mampu dan bersedia membiayai usaha yang baru dan sedang tumbuh di lingkungannya, hal yang tidak pernah dilakukan oleh pihak perbankan baik konvensional maupun syariah; 3) BMT mampu melakukan pembiayaan terhadap usaha yang belum mapan karena pengelola BMT cukup terlatih untuk melakukan penilaian kelayakan usaha dengan metode yang berbeda; 4) BMT sering melakukan pendekatan dan bantuan kepada UMKM untuk mendorong kemajuan usaha mereka, hal ini merupakan wujud tanggungjawab BMT untuk berperan dalam mensejahterakan masyarakat; 5) BMT bersedia melayani transaksi pembiayaan dibawah Rp 1.000.000, yang tidak pernah bisa dilayani oleh pihak perbankan maupun BPR. b. Mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi oleh Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Sebagaimana diketahui, bahwa dalam mengembangkan usahanya, UMKM menghadapi berbagai kendala baik yang bersifat internal maupun eksternal. Hasil penelitan menunjukkan bahwa usaha mikro memiliki permasalahan yang beragam. Dari beragam permasalahan yang dihadapi UMKM, dapat dibagi menjadi masalah internal dan masalah eksternal Masalah Internal 1) Kebanyakan bentuk usaha biasanya masih perorangan dan belum berbadan hukum, aspek legalitas usaha lemah, struktur organisasi sederhana dengan pembagian kerja yang kurang jelas; 2) Sistem pembukuan yang relatif sederhana dan cenderung mengikuti 64
Seminar Nasional FEKON 2015 kaidah administrasi standar, sehingga datanya tidak up to date. Hal tersebut mengakibatkan sulitnya menilai kinerja usaha mikro; 3) Keterbatasan sumber daya manusia (SDM) yang merupakan salah satu kendala serius bagi banyak usaha mikro dan kecil di Indonesia, terutama dalam aspekaspek enterpreunership, manajemen, teknik produksi, pengembangan produk, engineering design, quality control, organisasi bisnis, akuntansi, data processing, teknik pemasaran, dan penelitian pasar; 4) Margin usaha yang cenderung tipis mengingat persaingan yang sangat ketat; 5) Pengalaman manajerial perusahaan terbatas; 6) Skala ekonomi yang terlalu kecil sehingga sulit mengharapkan penekanan biaya untuk mencapai efesiensi yang tinggi; 7) Kemampuan untuk memperoleh sumber dana dari pasar modal yang rendah, karena keterbatasan sistem administrasi; 8) Sebagian besar Pelaku UMKM belum bisa memisahkan antara keuangan pribadi dengan modal usaha; 9) Sebagian besar belum mampu membuat perencanaan usaha yang akan dilakukannya sehingga sulit untuk berkembang. Sedangkan permasalahan eksternalnya adalah : 1) Kesulitan dalam pemasaran karena sering dianggap sebagai salah satu kendala yang kritis bagi perkembangan UMKM. Salah satu aspek yang terkait dengan masalah pemasaran adalah tekanan-tekanan persaingan, baik pasar domestik dari produk serupa buatan usaha besar dan impor maupun di pasar ekspor; 2) Keterbatasan dalam finansial UMKM, khususnya di Indonesia menghadapi dua masalah utama dalam aspek finansial yaitu : mobilisasi modal awal (start-up capital) dan akses ke modal kerja dan finansial jangka panjang untuk investasi yang sangat diperlukan demi pertumbuhan output jangka panjang. Walaupun pada umumnya modal awal bersumber dari modal (tabungan) sendiri atau sumbersumber informal, namun sumber-sumber permodalan ini sering tidak cukup untuk kegiatan produksi; 3) Keterbatasan bahan baku (dan input-input lainnya) juga sering menjadi salah satu kendala serius bagi pertumbuhan output atau kelangsungan produksi bagi banyak usaha mikro dan kecil di Indonesia. Hal ini dikarenakan jumlah ketersediaan bahan baku yang terbatas serta harga bahan baku yang tinggi; 4) Keterbatasan teknologi khususnya usaha-usaha rumah tangga (mikro), disebabkan oleh banyak faktor diantaranya, keterbatasan modal investasi untuk membeli mesinmesin baru atau untuk menyempurnakan proses produksi, keterbatasan informasi mengenai perkembangan teknologi atau mesin-mesin dan alat-alat produksi baru, dan keterbatasan SDM yang dapat mengoperasikan mesin-mesin baru atau melakukan inovasi-inovasi dalam produk maupun proses produksi; 5) Kebijakan pemangku kepentingan yang kontraproduktif terhadap pengembangan UMKM, antara lain peraturan perbankan yang menyulitkan pinjaman permodalan, keamanan dan kenyamanan berusaha, infrastruktur daerah, proses perijinan dan sertifikasi yang rumit, dan yang terbaru adalah kewajiban setor pajak 1% bagi UMKM. c. Mengidentifikasi jenis dan kriteria pembiayaan yang diberikan kepada Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM).
65
Seminar Nasional FEKON 2015 Dari beberapa BMT yang menjadi objek penelitian ini, umumnya mempunyai jenis pembiayaan yang sama antara lain : 1) Pembiayaan Mudharabah Pembiayaan mudharabah adalah pembiayaan bagi UMKM yang mempunyai usaha yang layak, tetapi mengalami kesulitan dana, dapat mengajukan permohonan pembiayaan Mudharabah. BMT akan memberikan pinjaman modal usaha yang saling menguntungkan kedua belah pihak; 2) Pembiayaan Musyarakah Pembiayaan musyarakah adalah pembiayaan untuk UMKM yang mempunyai usaha yang layak, tetapi mengalami kesulitan dana dan pengelolaan usaha, dapat mengajukan permohonan pembiayaan musyarakah. UMKM dan BMT akan bersamasama membiayai dan mengelola usaha UMKM dengan sistem bagi hasil sesuai penyertaan modal masing-masing pihak; 3) Pembiayaan Murabahah Pembiayaan Murabahah adalah pembiayaan bagi UMKM yang membutuhkan suatu barang atau alat kerja, tetapi mengalami kesulitan dalam pengadaan dana tunai. UMKM dapat mengajukan permohonan pembiayaan Murabahah. BMT akan memberikan dana pinjaman yang akan dikembalikan sekaligus pada saat jatuh tempo dengan mark up (pertambahan nilai). d. Keunggulan dan peluang dalam peningkatan kapasitas UMKM Pengembangan UMKM memiliki beberapa keunggulan komparatif terhadap usaha besar diantaranya adalah sebagai berikut : 1) Dari sisi permodalan, pengembangan UMKM memerlukan modal usaha yang relatif kecil dibanding usaha besar; 2) Teknologi yang digunakan tidak perlu teknologi tinggi, sehingga pendiriannya relatif mudah dibanding usaha besar; 3) Motivasi usaha kecil akan lebih besar, mengingat hidup matinya tergantung kepada usaha satu – satunya; 4) Memiliki kemampuan yang tinggi untuk menyesuaikan dengan pola permintaan pasar, bahkan sanggup melayani selera perorangan. Berbeda dengan usaha besar yang umumnya menghasilkan produk masa (produk standart), perusahaan kecil produknya bervariasi sehingga akan dapat menyesuaikan terhadap keinginan konsumen. Disamping itu juga mempunyai kemampuan untuk melayani permintaan yang sangat spesifik yang bila diproduksi oleh perusahaan skala besar tidak efisien (tidak menguntungkan); 5) Merupakan tipe usaha yang cocok untuk proyek perintisan. Sebagian usaha besar yang ada saat ini merupakan usaha skala kecil yang telah berkembang, dan untuk membuka usaha skala besar juga kadangkala diawali dengan usaha sekala kecil. Hal ini ditunjukkan untuk menghindari resiko kerugian yang terlalu besar. e. Kelemahan dan hambatan dalam peningkatan kapasitas UMKM Sebagai pelaku ekonomi, UMKM masih menghadapi kendala struktural secara internal, diantaranya adalah sebagai berikut : 1) Struktur permodalan yang relatif lemah serta dalam mengakses ke sumber-sumber permodalan yang sering terbentur dengan kendala agunan; 2) Keterampilan teknis rendah dan teknologi produksi rendah, rendahnya keterampilan teknis berakibat pada sulitnya standarisasi produk. Begitu pula penggunaan teknologi 66
Seminar Nasional FEKON 2015
3) 4)
5)
6)
7)
produksi yang sederhana mengakibatkan mutu produk yang dihasilkan bervariasi sehingga kemungkinan akan di klaim oleh konsumen; Dalam perekrutan pekerja lebih ditekankan kepada aspek kekeluargaan, yaitu lebih mementingkan kedekatan hubungan dibandingkan dengan keahlian yang dimiliki; Dalam manajemen tidak ada spesialisasi, seringkali pemilik menangani sendiri, artinya dalam menjalankan perusahaan tidak terdapat job description yang jelas dan perputaran tenaga kerja yang tinggi; Lemah dalam administrasi keuangan. Kondisi ini seringkali menjadi penyebab sulitnya perusahaan mengajukan kredit ke pihak ketiga, sebab para investor baru mau menanamkan uangnya kalau terjamin keamanannya; Kesulitan memperoleh ijin usaha. Birokrasi yang harus ditempuh UMKM dalam mengurus perijinan seringkali cukup panjang sehingga menyebabkan lamanya waktu yang diperlukan untuk sampai memperoleh perijinan; Belum adanya/kurangnya perlindungan terhadap UMKM. Karena tidak adanya perlindungan hukum, seringkali ruang gerak usaha kecil terpojok oleh usaha besar. Banyak perusahaan kecil gulung tikar karena terjunnya usaha besar ke bidang usaha yang digeluti usaha kecil. Atau karena tidak memiliki hak cipta maka produknya dihasilkan pihak lain sehingga usahanya tersingkirkan.
f. Sasaran Pembinaan dan Peningkatan kapasitas UMKM Pemberdayaan merupakan proses untuk membuat sesuatu yang tadinya tidak berdaya menjadi berdaya. Pembinaan adalah suatu perlakukan agar UMKM memiliki kemampuan. Upaya untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan melalui pembinaan. Adapun sasaran pembinaan yang dilakukan terhadap pengusaha kecil adalah mengurangi atau kalau mungkin menghilangkan kelemahan-kelemahan dan hambatanhambatan yang dimiliki/dihadapi perusahaan serta meningkatkan dan memanfaatkan keunggulan dan peluangnya, seperti : 1) Berkembangnya skala usaha, peluang usaha dan pangsa pasar Dengan adanya intervensi dari pihak eksternal, diharapkan skala usaha mereka dapat ditingkatkan dari kecil menjadi menengah dan dari menengah menjadi besar. Begitu juga dengan adanya bantuan untuk akses ke pihak luar, maka peluang usaha dan pangsa pasar dapat dikembangkan. Pengembangan usaha berbasis potensi daerah dan berorientasi pasar sesuai dengan kompetensi UMKM; 2) Akses terhadap sumber permodalan Membantu akses ke penyandang dana/investor atau pemberi kredit akan memecahkan masalah kebutuhan permodalan perusahaan. Oleh karena itu diperlukan adanya fasilitator yang bisa menghubungkan antara kedua pihak tersebut; 3) Peningkatan kemampuan kewirausahaan Kemampuan kewirausahaan merupakan suatu hal yang harus dimiliki oleh seorang pengusaha, dimana seorang pengusaha harus mampu mengambil keputusan, mendelegasikan wewenang secara jelas, mengambil risiko yang moderat, memotivasi karyawan, menjalin kerjasama dengan berbagai pihak. Penumbuhan kemandirian, kebersamaan, dan kewirausahaan UMKM untuk berkarya dengan prakarsa sendiri; 4) Peningkatan kemampuan manajerial dan kemampuan teknis Seorang pengusaha adalah seorang manajer, oleh karena itu diperlukan kemampuan untuk mengkoordinasikan semua bawahannya serta memanage seluruh potensi yang dimiliki. Keterampilan teknis karyawan pada UMKM umumnya rendah, hal ini akan
67
Seminar Nasional FEKON 2015
5) 6) 7) 8) 9)
berpengaruh terhadap kualitas produk yang dihasilkan yang seringkali tidak sesuai dengan standar yang telah ditentukan. Peningkatan dan pemantapan keterkaitan dan kemitraan yang saling membutuhkan, saling menghidupi dan saling menguntungkan; Perwujudan kebijakan publik yang transparan, akuntabel, dan berkeadilan; Peningkatan daya-saing usaha Mikro, Kecil dan Menengah; Penyelenggaraan perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian secara terpadu; Pemerintah harus bisa menciptakan insentif yang optimal sedemikian rupa sehingga pelaku bisnis dalam UMKM mampu memanfaatkan faktor-faktor yang menguntungkan bagi dirinya untuk bersaing dalam lingkungan bisnis yang semakin kompetitif. Kebijakan pemerintah tidak hanya dengan mengandalkan pendekatan ekonomi makro tetapi juga mikro yang mampu memperbaiki jejaring bisnis serta menunjang setiap titik siklus bisnis, inovasi produk, dan dukungan lembaga publik di tingkat pusat dan daerah akan sangat menentukan keberhasilan pemberdayaan koperasi dan UMKM.
g. Rekomendasi Strategi Peningkatan kapasitas UMKM UMKM sangat penting bagi perkembangan perekonomian negara karena merupakan salah satu upaya dalam percepatan pertumbuhan ekonomi. Berikut beberapa pilihan strategi yang dilakukan dalam peningkatan kapasitas UMKM, yaitu: 1) Peningkatan Skala Usaha Pemberdayaan ekonomi pada pengusaha kecil harus dilakukan dengan pendekatan kelompok bukan pendekatan individual, karena akumulasi barang modal akan sulit dicapai di kalangan pengusaha kecil oleh karena itu harus dilakukan bersama-sama dalam wadah kelompok atau usaha bersama. Demikian pula dengan masalah distribusi, pengusaha kecil mustahil dapat mengendalikan distribusi hasil produksi dan input produksi secara individual. Melalui kelompok akan terbangun kekuatan untuk ikut menentukan distribusi. Pengorganisasian ekonomi diarahkan pada kemudahan untuk memperoleh akses modal ke lembaga keuangan yang telah ada, dan untuk membangun skala usaha yang ekonomis. Aspek kelembagaan yang lain adalah dalam hal kemitraan antar skala usaha dan jenis usaha, pasar barang, dan pasar input produksi. 2) Kemudahan dalam Akses Permodalan Salah satu permasalahan yang dihadapi UMKM adalah aspek permodalan. Lambannya akumulasi barang modal di kalangan pengusaha mikro, kecil, dan menengah, merupakan salah satu penyebab lambannya laju perkembangan usaha dan rendahnya surplus usaha di sektor usaha mikro, kecil dan menengah. Faktor modal juga menjadi salah satu sebab tidak munculnya usaha-usaha baru, oleh sebab itu dalam pemberdayaan UMKM pemecahan dalam aspek modal ini penting dan memang harus dilakukan. Inti pemberdayaan adalah kemandirian masyarakat. Pemberian hibah modal kepada masyarakat, selain kurang mendidik masyarakat untuk bertanggungjawab kepada dirinya sendiri, juga akan dapat mendistorsi pasar uang. Oleh sebab itu, cara yang cukup elegan dalam memfasilitasi pemecahan masalah permodalan untuk usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah, adalah dengan menjamin kredit mereka di lembaga kuangan yang ada. Cara ini selain mendidik mereka untuk bertanggung jawab terhadap pengembalian kredit, juga dapat menjadi wahana bagi mereka untuk terbiasa bekerjasama dengan lembaga keuangan yang ada, serta membuktikan 68
Seminar Nasional FEKON 2015 kepada lembaga keuangan bahwa tidak ada alasan untuk diskriminatif dalam pemberian pinjaman. 3) Bantuan Pembangunan Prasarana Usaha mendorong peningkatan kapasitas UMKM adalah pembangunan prasarana produksi dan pemasaran. Tersedianya prasarana pemasaran dan atau transportasi dari lokasi produksi ke pasar, akan mengurangi rantai pemasaran dan pada akhirnya akan meningkatkan penerimaan pengusaha mikro, pengusaha kecil, dan pengusaha menengah. 4) Pengembangan Jaringan Usaha, Pemasaran dan Kemitraan Usaha Upaya mengembangkan jaringan usaha ini dapat dilakukan dengan berbagai macam pola jaringan misalnya dalam bentuk jaringan sub kontrak maupun pengembangan kluster. Pola jaringan usaha melalui sub kontrak dapat dijadikan sebagai alternatif bagi eksistensi UMKM di Indonesia. Meskipun banyak industri kecil yang justru tidak memiliki jaringan sub kontrak dan keterkaitan dengan perusahaan-perusahaan besar sehingga eksistensinya pun menjadi sangat rentan. Sedangkan pola pengembangan jaringan melalui pendekatan kluster, diharapkan menghasilkan produk oleh produsen yang berada di dalam klaster bisnis sehingga mempunyai peluang untuk menjadi produk yang mempunyai keunggulan kompetitif dan dapat bersaing di pasar global. Selain jaringan usaha, jaringan pemasaran juga menjadi salah satu kendala yang selama ini juga menjadi faktor penghambat bagi Usaha Mikro Kecil Menengah untuk berkembang. Upaya pengembangan jaringan pemasaran dapat dilakukan dengan berbagai macam strategi misalnya kontak dengan berbagai pusat-pusat informasi bisnis, asosiasi-asosiasi dagang baik di dalam maupun di luar negeri, pendirian dan pembentukan pusat-pusat data bisnis UMKM serta pengembangan situs-situs UKM di seluruh kantor perwakilan pemerintah di luar negeri. Pemberdayaan masyarakat dalam bidang ekonomi adalah penguatan bersama, dimana yang besar hanya akan berkembang kalau ada yang kecil dan menengah, dan yang kecil akan berkembang kalau ada yang besar dan menengah. Daya saing yang tinggi hanya ada jika ada keterkaiatan antara yang besar dengan yang menengah dan kecil. Oleh sebab itu, melalui kemitraan dalam bidang permodalan, kemitraan dalam proses produksi, kemitraan dalam distribusi, masingmasing pihak akan diberdayakan. 5) Pengembangan Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia merupakan faktor penting bagi setiap usaha termasuk juga di sektor usaha kecil. Keberhasilan industri skala kecil untuk menembus pasar global atau menghadapi produk-produk impor di pasar domestik ditentukan oleh kemampuan pelaku-pelaku dalam industri kecil tersebut untuk mengembangkan produk-produk usahanya sehingga tetap dapat eksis. Kelemahan utama pengembangan usaha kecil menengah di Indonesia adalah karena kurangnya ketrampilan sumber daya manusia. Manajemen yang ada relatif masih tradisional.
Oleh karena itu dalam pengembangan usaha kecil menengah, pemerintah perlu meningkatkan pelatihan bagi Usaha Kecil Menengah baik dalam aspek kewirausahaan, administrasi dan pengetahuan serta ketrampilan dalam pengembangan usaha. Peningkatan kualitas SDM dilakukan melalui berbagai cara seperti pendidikan dan pelatihan, seminar dan lokakarya, on the job training, pemagangan dan kerja sama usaha. Selain itu, salah satu bentuk pengembangan sumber daya manusia di sektor UMKM adalah Pendampingan.
69
Seminar Nasional FEKON 2015 Pendampingan UMKM memang perlu dan penting. Tugas utama pendamping ini adalah memfasilitasi proses belajar atau refleksi dan menjadi mediator untuk penguatan kemitraan baik antara usaha mikro, usaha kecil, maupun usaha menengah dengan usaha besar. 6) Peningkatan Akses Teknologi Penguasaan teknologi merupakan salah satu faktor penting bagi pengembangan UMKM. Di negara-negara maju keberhasilan usaha kecil menengah ditentukan oleh kemampuan akan penguasaan teknologi. Strategi yang perlu dilakukan dalam peningkatan akses teknologi bagi pengembangan usaha kecil menengah adalah memotivasi berbagai lembaga penelitian teknologi yang lebih berorientasi untuk peningkatan teknologi sesuai kebutuhan UMKM, pengembangan pusat inovasi desain sesuai dengan kebutuhan pasar, pengembangan pusat penyuluhan dan difusi teknologi yang lebih tersebar ke lokasi-lokasi UMKM dan peningkatan kerjasama antara asosiasi-asosiasi UMKM dengan perguruan Tinggi atau pusat-pusat penelitian untuk pengembangan teknologi UMKM. 7) Mewujudkan iklim bisnis yang lebih kondusif Peningkatan Kapasitas UMKM akan sangat ditentukan dengan ada atau tidaknya iklim bisnis yang menunjang perkembangan usaha kecil menengah. Selama ini terjadi iklim bisnis kurang kondusif dalam menunjang perkembangan usaha seperti terlihat dengan masih rendahnya pelayanan publik, kurangnya kepastian hukum dan berbagai peraturan daerah yang tidak pro bisnis merupakan bukti adanya iklim yang kurang kondusif. Oleh karena perbaikan iklim bisnis yang lebih kondusif dengan melakukan reformasi dan deregulasi perijinan bagi UMKM merupakan salah satu strategi yang tepat untuk mengembangkan UMKM. Dalam hal ini perlu ada upaya untuk memfasilitasi terselenggaranya lingkungan usaha yang efisien secara ekonomi, sehat dalam persaingan dan non diskriminatif bagi keberlangsungan dan peningkatan kinerja UMKM. 4. Simpulan Simpulan atas hasil yang dicapai adalah semua strategi yang direkomendasikan tidak akan dapat dilaksanakan jika tidak didukung seluruh stake-holders. Dukungan dimaksud diharapkan datang dari asosiasi pengusaha, perguruan tinggi, dinas/instansi terkait di lingkungan pemerintah kabupaten/kota dan provinsi. Di samping itu diperlukan kebijakan pemerintah yang mendorong pengembangan UMKM.
Andre Bayo Ala.(1981), Yogyakarta.
REFFERENSI “Kemiskinan danStrategiMemerangiKemiskinan”,
Liberty,
Andang Setyobudi.(2007), “Peran Serta Bank Indonesia DalamPengembangan Usaha Mikro, Kecil danMenengah (UMKM)”, BuletinHukumPerbankandanKebanksentralan, Agustus Volume 5, No. 2. Adenan Djamasri, dkk. (2001),“Ekonomi Pembangunan I”,PusatPenerbitan UT, Jakarta. AdiwarmanKarim.(2004), “Bank Islam :AnalisisFiqihdanKeuangan, RajaGrafindo, Jakarta. 70
Seminar Nasional FEKON 2015 DahlanSiamat.(1995), “ManajemenLembagaKeuangan”, FakultasEkonomiUniversitas Indonesia, Jakarta. Davis Horward and Associates. (1996), “Enabling or Disabling Local Government: Choices for the future Buckingham Philadelphia: Open University Press. GenjotSektor UKM dengan Kredit Usaha Rakyat, (2007), Jurnal UKM, edisi November. HertantoWidodo, Ak, et al.(1999), “PanduanPraktisOperasionalBaitul Mal WatTamwil (BMT)”,Mizan, Bandung. Ismail. (2011),“PerbankanSyariah”, Prenada Group, Jakarta. KuncoroMudrajat.(2000), “Ekonomi Pembangunan, TeoriMasalahdanKebijakan”, UPP AMP YKPN, Yogyakarta Kasmir. (2005), “Bank danLembagaKeuanganLainnya”, RajaGrafindoPersada, Jakarta. M. Syafi‟i Antonio.(2001),“Bank Syariah Dari TeorikePraktik”, GemaInsani, Jakarta. Mervyn K Lewis, Ltifa M Al-Gaod.(2007), “PerbankanSyariahPrinsip, PraktikdanProspek”, PT. SerambiIlmuSemesta, Jakarta. Muhammad.(2002), “ManajemenPembiayaan Bank Syariah”, UPP AMP YKPN, Yogyakarta. __________ (2006),“TeknikPerhitunganBagiHasildan Profit Margin pada Bank Syariah”, UII Press, Yogyakarta. Meier, Gerald M. (1995). “Leading Issues in Economic Development”, University Press, Oxford. Muhammad Ridwan. (2005), “ManajemenBaitulMaalWaTamwil (BMT)”, UII Press, Yogyakarta. __________ (2006), “SistemdanProsedurPendirian BMT”, Citra Media, Yogyakarta. SuparlanParsuadi.(1993), “Kemiskinan Di Perkotaan”, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta. Schelzig, K. (2005),“Poverty in the Philippines: Income, assets, and access”,Manila: Asian Development Bank.Retrieved from http://www.adb.org/documents/books/Poverty-in-thePhilippines/Poverty-in-the- Philippines.pdf. Soerjani, Moh. dkk. (1987),“SumberDayaAlamdanKependudukandalam Pembangunan, UI-Press, Jakarta. Sumarsono, Sonny. (2003), “EkonomiManajemenSumberDayaManusiadanKetenagakerjaan, GrahaIlmu, Yogyakarta. Sugiyono. (2012), MetodePenelitianKuantitatif, Kualitatifdan R & D, Alfabeta, Bandung. th Todaro, M. P. & S.C. Smith. (2006), “Economic development 8 edition. Manila, Philippines: Pearson South Asia Pte. Ltd. ________ (2000),“Pembangunan Ekonomi di DuniaKetiga”,AlihBahasa: Drs. HarisMunandar, M.A. Jakarta: Erlangga. Future Buckingham Philadelphia: Open University Press. Umar Chapra.(2001), “MasaDepanIlmuEkonomi: SebuahTinjauan Islam”, GemaInsani Press, Jakarta. VeithzalRivaidanArviyanArifin. (2010),“Islamic Banking: SebuahTeori,Konsep, danAplikasi”, BumiAksara, Jakarta. www.depkop.go.id, 15 Januari 2013 rizkywahyudin.wordpress.com/2011/01/03/permodalan-ukm/ , 15 Januari 2013 azrafikriansyah.blogspot.com/ , 15 Januari 2013 Lensaindonesia.com Berita Resmi Statistik N 2 o. 06/01/Th. XVI, 2 Januari 2013 Sumber:http://id.shvoong.com/writing-and-speaking/2157676-pengertianpembiayaan/#ixzz2QF5tEbHW Sumber:http://www.apkasi.or.id/
71
Seminar Nasional FEKON 2015
Kongsi: Lembaga Ekonomi Mikro Berbasis Syariah dan Kearifan Lokal RINI Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
[email protected]
ABSTRAK Kongsi merupakan lembaga keuangan mikro yang berkembang di Nagari Tanjung Barulak, Sumatera Barat. Penelitian ini membahas mekanisme operasional kongsi dan penerapan prinsip transaksi syariah dalam kongsi serta peran kongsi dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat. Pengumpulan data dilakukan dengan mempelajari data-data keuangan dan wawancara dengan pengurus dan anggota serta observasi kegiatan kongsi. Sebagai organisasi ekonomi yang beranggotakan kaum wanita dengan berbagai profesi, anggota kongsi bertemu setiap 2 minggu. Dalam pertemuan tersebut dilakukan pengumpulan simpanan dan penyaluran pembiayaan. Masa operasi kongsi hanya satu tahun dan di akhir periode dibagikan keuntungan bersih. Prinsipprinsip transaksi syariah diterapkan dalam operasional kongsi. Penyaluran dana memakai akad murabahah dan ijarah. Keberadaan kongsi mempunyai peran penting dalam membantu perekonomian masyarakat, antara lain: satu, menumbuhkan sifat hemat; kedua, mengembangkan semangat kebersamaan dan gotong royong; ketiga, memudahkan pemenuhan kebutuhan keuangan anggota; dan keempat, membantu kemajuan organisasi sosial lainnya. Keyword: Prinsip transaksi syariah, Lembaga keuangan mikro Islam, Pemberdayaan ekonomi
PENDAHULUAN Laporan World Bank menyatakan tidak kurang dari 700 juta penduduk dunia hidup dalam kemiskinan pada tahun 2010, yang jauh meningkat daripada tahun 1990 (Owermohle, 2014). kemiskinan pada tahun Organisasi Persatuan Bangsa Bangsa (PBB) menyelenggarakan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) mengenai Millennium Development Goal (MDG) pada tanggal 20-22 September 2010 di New York. Tema dari KTT ini adalah We Can End Poverty by 2015. Dalam KTT ini juga dirumuskan delapan sasaran pembangunan milenium. Dua dari delapan MDG diantaranya adalah memberantas kemiskinan dan kelaparan ekstrem, dan mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan (UN, 2010). Adanya sasaran mengenai memberantas kemiskinan dan pemberdayaan perempuan, menunjukkan pentingnya peran perempuan dalam mengentaskan kemiskinan. Muhammad Zubair Mughal, Chief Executive Officer - AlHuda Centre of Islamic Banking and Economics (CIBE) pada workshop international Islamic Microfinance yang diadakan oleh AlHuda CIBE dan Arab Student Aid International di Amman, Yordania mengatakan, saat ini
72
Seminar Nasional FEKON 2015 separuh dari kemiskinan global melanda dunia muslim. Sementara, total populasi muslim di seluruh dunia saat ini adalah sebesar 24% (Almot, 2014a). Terdapat peningkatan kemiskinan di dunia Arab, seperti di Syria, Iraq, Libya, Mesir, Yaman, dan Tunisia. Kemiskinan yang ada di Sudan, Somalia dan negara-negara Arab lainnya dapat diturunkan secara efektif melalui Islamic Microfinance yang sesuai dengan keyakinan agama mereka. Indeks kemiskinan di negara-negara Arab antara lain Iraq sebesar 23%, Iran 18%, Yaman 35,8%, Yordania 13,5% dan Lebanon 28% (Almot, 2014b). Meningkatnya kemiskinan secara cepat di Negara-negara Arab yang memiliki surplus sumber daya mineral dan minyak, salah satunya karena ketiadaan produk keuangan untuk mengurangi kemiskinan yang sesuai dengan agama, budaya dan nilai sosial serta keyakinan mereka(Almot, 2014b). Indonesia sebagai negara dengan populasi terbesar beragama Islam, juga masih tinggi angka kemiskinannya. Tingkat kemiskinan di Indonesia dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini.
Sumber: BPS (2014) diolah Dari tahun 1970 sampai September 2014, terlihat angka kemiskinan menurun. Namun tingkat kemiskinan ini sampai sekarang masih terbanyak di pedesaan. Ini mungkin terjadi karena belum meratanya pembangunan. Antar Pulau di Indonesia juga terdapat perbedaan kemiskinan yang mencolok. Rata-rata daerah Indonesia timur masih tinggi angka kemiskinannya, sebagaimana terlihat pada tabel 2.
73
Seminar Nasional FEKON 2015
Sumber: BPS (2014) Jika kemiskinan ini tidak dikontrol maka akan sangat mengkhawatirkan. Kemiskinan yang saat ini melanda dunia muslim dapat dihapuskan dengan adanya inklusi keuangan melalui lembaga keuangan mikro syariah (Almot, 2014b). Sebagian kaum muslim tidak mau menggunakan lembaga keuangan konvensional karena dalam berusaha tidak mau terkait dengan bunga. Sebagai masyarakat yang religius, masyarakat Minang Kabau mempunyai slogan yang berbunyi adat basandi syara‟, syara‟ basandi kitabullah. Adanya slogan ini membuat banyaknya praktek ekonomi yang berlandaskan hukum agama yang berkembang dalam kehidupan sehari-hari masyakarakat Minang Kabau. Praktek ekonomi yang berkembang diantaranya adanya gadai, sawah dan ternak bapasaduoan (kerjasama dalam pertanian dan
74
Seminar Nasional FEKON 2015 peternakan dengan sistem bagi hasil) serta kongsi (lembaga keuangan mikro). Berkembangnya berbagai praktek ekonomi khas daerah Minang Kabau yang sudah ada sejak sebelum kemerdekaan, tidak terlepas dari spirit babaliak ka nagari (kembali ke Nagari) (Fauzi, et.al, 2014). Ini membuat beberapa perantau juga turut menanamkan uangnya dan investasinya di ranah Minang Kabau, bahkan jika butuh modal, mencari pembiayaan melalui lembaga keuangan mikro yang ada di kampung halaman. Pada tahun 1985 di Nagari Tanjung Barulak, Kabupaten Tanah Datar, berdiri kongsi, yang bernama Kongsi Bintang Selatan. Sebetulnya sebelum tahun 2010, terdapat 2 kongsi di Tanjung Barulak, namun kongsi yang satu lagi bubar dan berubah bentuk menjadi lembaga keuangan mikro konvensional, setelah mendapat dana bantuan pemerintah. Berkembangnya kongsi sangat didukung oleh beberapa karakteristik masyarakat Minang Kabau yang masih berkembang sampai sekarang. Karakteristik yang mendukung antara lain: satu, adanya semangat tolong menolong sebagaimana ungkapan “barek samo dipikua ringan samo dijinjiang”; kedua, adanya raso (hati, arif, intuitif) dan pareso (akal, rasio, logika) sehingga menekankan pentingnya sikap/budaya malu; ketiga, musyawarah mufakat sesuai dengan ungkapan bulek aie dek pambuluh, bulek kato dek mufakaik (Abidin, 2013). World Bank menyatakan salah satu cara untuk mengatasi kemiskinan adalah dengan membuka akses kaum perempuan terhadap lembaga keuangan (Owermohle, 2014). Kongsi merupakan perkumpulan ibu-ibu yang bersama-sama memenuhi tujuan ekonominya selama satu tahun. Walaupun merupakan kumpulan ibu-ibu, kongsi berbeda dengan arisan. selanjutnya, walaupun memenuhi tujuan ekonominya selama satu tahun, kongsi berbeda dengan koperasi. Karakteristik kongsi, arisan, dan kongsi dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 3. Karakteristik Kongsi, Arisan, Gotong Royong, dan Koperasi. Perbedaan Kongsi Arisan Koperasi Simpanan pokok Ada Tidak Ada Simpanan wajib Ada Ada Ada Simpanan lain Tidak Tidak Ada Kepengurusan Ada Tidak Ada Jangka waktu Satu tahun Sesuai kesepakatan Selamanya Penyaluran dana Ada Tidak Ada Rapat Anggota Ada Tidak Ada Pembagian keuntungan Ada Tidak Ada Sumber: diolah dari berbagai referensi Sebagai institusi mikro syariah, kongsi beroperasi sesuai prinsip ekonomi Islam. Dalam menyalurkan pembiayaan kepada anggota, kongsi memakai prinsip murabahah dan prinsip ijarah. Murabahah adalah bentuk jual beli tertentu ketika penjual menyatakan biaya
75
Seminar Nasional FEKON 2015 perolehan barang, meliputi harga barang dan biaya-biaya lainnya yang dikeluarkan untuk memperoleh barang tersebut, dan tingkat keuntungan (margin) yang diinginkan. Tingkat keuntungan ini bisa dalam bentuk lumpsum atau persentase tertentu dari biaya perolehan. Pembayaran bisa dilakukan secara spot (tunai) atau bisa di kemudian hari yang disepakati bersama (Ascarya, 2007:82-83). Sedangkan ijarah, biasa juga disebut sewa, jasa, atau imbalan, adalah akad yang dilakukan atas dasar suatu manfaat dengan imbalan jasa. Ijarah adalah istilah dalam fiqih Islam yang berarti memberikan sesuatu untuk disewakan. Menurut Sayyid Sabiq, ijarah adalah suatu akad untuk mengambil manfaat dengan jalan penggantian. Hakikatnya, ijarah adalah penjualan manfaat (Ascarya, 2007:99) Dalam Kerangka Dasar Penyajian dan Pelaporan Laporan Keuangan Syariah (KDPPLKS) menyatakan transaksi syariah berlandaskan pada paradigma bahwa alam semesta diciptakan oleh tuhan sebagai amanah (kepercayaan Ilahi) dan sarana kebahagian hidup bagi seluruh umat manusia untuk mencapai kesejahteraan hakiki secara material dan spritual (falah). Dalam KDPPLKS ini juga diungkapkan bahwa transaksi syariah berdasarkan prinsip persaudaraan (ukhuwah), keadilan („adalah), kemashlahatan (maslahah), keseimbangan (tawazun) dan universalisme (syamuliah) (IAI:2011). Kongsi sebagai lembaga keuangan mikro syariah juga menerapkan prinsip transaksi syariah ini dalam operasionalnya. Berbeda dengan lembaga keuangan lain, yang operasinya berlangsung terus menerus sehingga mengenal asumsi going concern (kelangsungan usaha), kongsi hanya beroperasi selama satu tahun. Di awal periode kongsi dibentuk, kemudian beroperasi normal selama satu tahun dan di akhir periode dikembalikan simpanan anggota dan dibagikan keuntungan kepada anggota sesuai kepemilikannya. Namun setelah dibubarkan kongsi langsung dibentuk dan beroperasi lagi sehingga dikenal siklus hidup kongsi. Sebagai lembaga keuangan mikro syariah yang sudah lama beroperasi kongsi Bintang Selatan berperan dalam membantu perekonomian masyarakat Nagari Tanjung Barulak. Melalui kongsi, anggota masyarakat saling membantu dalam mengatasi permasalahan ekonomi anggotanya maupun organisasi lainnya. Chapra (2000:7) menyatakab komitmen Islam yang demikian mendalam terhadap persaudaraan dan keadilan, menyebabkan konsep kesejahteraan (falah) bagi semua umat manusia sebagai suatu tujuan pokok Islam. Pada tahun 2014, laba Bank Syariah Mandiri anjlok sebesar 88,96%, begitu pun dengan Bank Muamalat labanya turun sebesar 77,08%, sedangkan laba BRI Syariah turun 80,59%. Salah satu penyebab anjloknya laba beberapa bank syariah besar tersebut adalah meningkatnya pembiayaan bermasalah. Lembaga keuangan mikro syariah termasuk kongsi juga mengalami penurunan laba karena lesunya perekonomian maupun munculnya pembiayaan bermasalah. Penelitian ini akan menjawab beberapa pertanyaan berikut ini: a. Bagaimana mekanisme operasional kongsi? b. Bagaimana penerapan prinsip transaksi syariah dalam kongsi? 76
Seminar Nasional FEKON 2015 c. Bagaimana peran kongsi dalam membantu perekonomian masyarakat? d. Apa saja potensi permasalahan dan solusinya dalam operasional kongsi? METODOLOGI Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dan bertujuan untuk mendapatkan gambaran deskriptif mengenai penerapan prinsip transaksi syariah dalam operasional Kongsi. Alasan peneliti memilih topik ini karena Kongsi Bintang Selatan sudah beroperasi dari tahun 1985 untuk membantu perekonomian anggotanya dengan menerapkan prinsip transaksi syariah. Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer adalah data penelitian yang diperoleh langsung dari sumbernya. Data primer dalam penelitian ini berasal dari wawancara dan observasi. Wawancara dilakukan dengan pengelola Kongsi Bintang Selatan untuk mengetahui sejarah kongsi Bintang Selatan dan gambaran global mekanisme operasional kongsi. Sedangkan observasi untuk mengetahui detail operasional kongsi. Data sekunder adalah sumber data penelitian yang diperoleh secara tidak langsung dan melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak lain) (Indriantoro dan Supomo, 2002: 147). Dalam penelitian ini data sekunder yang dipilih adalah data dokumen berupa laporan keuangan. Studi dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif (Sugiyono, 2012: 82). Penelitian ini dilakukan dengan paradigma interpretivis, yaitu menafsirkan dan memahami (to interprete and to understand) fenomena. Pendekatan yang digunakan adalah studi kasus (Triyuwono, 2015). Dalam riset ini peneliti menafsirkan dan memahami dan menjelaskan fenomena-fenomena mengenai mekanisme operasi dan penerapan prinsip-prinsip transaksi syariah pada Kongsi Bintang Selatan. HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1. Mekanisme Operasional Kongsi Kongsi merupakan lembaga keuangan mikro. Sebagai lembaga keuangan mikro kongsi tentunya mengumpulkan dana dari anggota dan menyalurkannya kembali pada anggota yang membutuhkan. Terdapat 3 siklus hidup kongsi: masa pembentukan, masa operasi rutin, dan masa pembubaran.
77
Seminar Nasional FEKON 2015
Gambar 1. Siklus Operasi Kongsi a. Masa Pembentukan Pada saat pembentukan kongsi di awal periode (biasanya bulan Juni), anggota menentukan jumlah kepemilikannya dalam kongsi sesuai kemampuan keuangannya. Kepemilikan anggota dalam kongsi disebut dengan mato. Dalam perekonomian modern mato ini mirip ini dengan saham. Selanjutnya anggota membayar simpanan pokok sebanyak “mato” yang dia miliki. Pembayaran simpanan pokok per mato sebanyak Rp.20.000,00. Operasional kongsi dilaksanakan setiap 2 minggu, dimana semua anggota berkumpul dan membayarkan simpanan wajibnya sebesar Rp.1.000,00 per mato yang dimiliki. Berikut ini diilustrasikan pembayaran simpanan pokok dan simpanan wajib: A memutuskan memiliki 200 mato. Simpanan pokok yang harus dibayarkan satu kali pada saat pembentukan kongsi adalah sebesar 200 @ Rp.20.000,00 = Rp.4.000.000. Selanjutnya, setiap dua minggu A membayar simpanan wajib sejumlah 200 @ Rp.1.000,00 = Rp.200.000,00. Jika terdapat 100 anggota kongsi yang rata-rata memiliki 100 mata, maka dana yang terkumpul dari simpanan pokok sebanyak 100 anggota dikali 100 mato per anggota dikali Rp.20.000,00 per mato, sama dengan Rp.200.000.000,00. Dalam pertemuan rutin per dua minggu terkumpul lagi simpanan wajib sebesar 100 anggota dikali 100 mato per anggota dikali Rp.1.000,00 sama dengan Rp.10.000.000,00.
78
Seminar Nasional FEKON 2015 b. Masa Operasi Rutin Dana yang terkumpul kemudian disalurkan ke anggota dengan sistem ijarah dan murabahah. Sistem ijarah untuk pembiayaan jasa, sedangkan sistem murabahah untuk pembiayaan barang. Anggota yang meminjam akan mencicil kewajibannya selama 10 kali pertemuan. Jumlah cicilan = Jumlah Pembiayaan (1 + margin) 10 Biasanya seminggu sebelum pertemuan rutin anggota sudah mengajukan pembiayaan ke pengurus. Kemudian dilakukan musyawarah untuk menyepakati pihak yang bisa mendapatkan pembiayaan beserta nominal pembiayaannya masing-masing. Berikut ini diilustrasikan penyaluran pembiayaan dan pembayaran cicilan pembiayaan oleh anggota: Anggota yang mengajukan adalah B, C, D, E dan F. Masing-masing mengajukan pembiayaan sebesar Rp.5.000.000,00, Rp.4.000.000,00, Rp.2.000.000,00, Rp.7.000.000,00 dan Rp.10.000.000,00. Saldo kas yang ada sebesar Rp.25.000.000. Maka pembiayaan ke masing-masing anggota, setelah musyawarah sebagai berikut: Nama A B C D E Jumlah
Pengajuan (Rp) 5.000.000,00 4.000.000,00 2.000.000,00 7.000.000,00 10.000.000,00 28.000.000,00
Kesepakatan (Rp) 4.000.000,00 3.500.000,00 1.500.000,00 6.000.000,00 9.000.000,00 25.000.000,00
C membutuhkan 100 kg pupuk untuk tanaman padinya di sawah. Harga satu kg pupuk sebesar Rp.2.300,00. C mengajukan pembiayaan murabahah ke Kongsi sebesar Rp.200.000,00. Maka cicilan pembiayaan C ke kongsi secara rutin selama 10 kali adalah sebesar Rp.2.000.000,00 (1+10%) dibagi 10 yaitu sebesar Rp.220.000,00. Jika C mempunyai kelebihan rezeki, dia dapat mengembalikan lebih cepat. Misalkan C dapat memenuhi semua kewajibannya pada cicilan ke 5, maka pada cicilan ke lima tersebut dia harus membayar sebanyak Rp.220.000,00 ditambah Rp.1.000.000,00 (Rp.2.000.000 dibagi 2) atau totalnya sebesar Rp.1.220.000,00.
79
Seminar Nasional FEKON 2015 Ini berarti dalam Kongsi, margin dikenakan secara proporsional. Sehingga anggota yang mempercepat pelunasan kewajibannya, mendapat keuntungan pembatalan margin, tanpa dikenakan biaya apapun lagi. Di beberapa lembaga keuangan lain, ada yang mengenakan biaya adminstrasi untuk pelunasan dipercepat ini. c. Masa Pembubaran Pada bulan Juni tahun berikutnya atau setelah satu tahun (biasanya setelah 27 kali pertemuan kongsi) keuntungan bersih kongsi dibagikan ke anggota sesuai porsi kepemilikan mato. Dipilihnya bulan Juni sebagai bulan dibentuk dan dibubarkannya kongsi karena kebutuhan anggota untuk memenuhi keperluan sekolah anaknya, paling besar di bulan Juni. Kebutuhan ini untuk pembayaran uang ujian, pendaftaran sekolah, maupun daftar ulang dan persiapan pembelian keperluan sekolah lainnya. Setelah keuntungan dan simpanan dibagikan, anggota langsung mulai lagi menyetorkan sebagian uangnya sebagai simpanan pokok dan wajib untuk membentuk kongsi periode berikutnya. Keuntungan bersih diperoleh dari total margin murabahah dan fee ijarah dikurangi komisi pengelola dan pembayaran zakat. Sebagai contoh ditampilkan laporan keuangan periode 2012/2013. Saldo S.Pokok S.Wajib Dikurangi: Total Simpanan Laba kotor Dikurangi: B.Administrasi Laba Sebelum Zakat Dikurangi: Zakat Laba Bersih Laba per saham
582,456,000 199,220,000 268,947,000 468,192,000 114,264,000 17,139,600 97,125,000 2,428,125 94,696,000 9,961 9,507
Pada tahun 2012/2013 dana yang terkumpul sejumlah Rp.582.456.000 kemudian dikurangi dengan total simpanan pokok dan wajib, sehingga diperoleh laba kotor sebesar Rp. 114.264.000. Gaji pengelola dikeluarkannya hanya pada saat penutupan. Besarnya gaji pengelola sebesar 15% dari laba kotor. Hal ini membuat pengelola termotivasi dalam menjalankan kongsi dengan baik, karena pendapatan pengelola tergantung besarnya laba kotor. Selain gaji pengelola, juga dikeluarkan zakat sebesar 2,5%. Sesudahnya baru didapatkan laba bersih. Karena jumlah saham pada periode 2012/2013 sebanyak 9.961 mato, maka laba per mato adalah sebesar Rp.9.507. Dengan menelaah laporan keuangannya, terlihat perkembangan Kongsi Bintang Selatan cukup fluktuatif. Berfluktuasinya laba yang diperoleh kongsi, sesuai dengan keadaan 80
Seminar Nasional FEKON 2015 ekonomi masyarakat Nagari Tanjung Barulak Selatan. Berikut ini disajikan data keuangan kongsi Bintang Selatan selama beberapa tahun terakhir:
Tabel 2. Perkembangan koperasi selama 6 tahun terakhir
Ilustrasi dana yang diperoleh oleh anggota A yang memiliki 100 mato pada saat pembubaran tahun 2014: Simpanan pokok 100 x Rp.20.000 Simpanan wajib 27 x 100 x Rp.1.000 Total dana yang disimpan SHU 100 x Rp.7.700 Total dana diterima
Rp.2.000.000,00 2.700.000,00 4.700.000,00 770.000,00 5.470.000,00
Dengan ilustrasi memakai hasil terendah pada periode 2013/2014, terlihat kongsi memberikan bagi hasil yang jauh lebih besar daripada lembaga keuangan lainnya. Misalkan A deposito di bank sebesar Rp.4.700.000,00 mendapat bunga 10% p.a, maka setelah satu tahun A akan menerima Rp.5.170.000,00, sementara dengan kongsi ia menerima Rp.5.470.000, itupun mengeluarkan uangnya tidak sekaligus Rp.4.700.000,00. 1.2.
Penerapan Prinsip Transaksi Syariah dalam Kongsi Transaksi syariah berdasarkan prinsip berikut ini: Persaudaraan (ukhuwah) Prinsip Persaudaraan berarti bahwa transaksi yang diadakan merupakan bentuk interaksi sosial dan harmonisasi kepentingan para pihak untuk kemanfaatan secara umum dengan semangat tolong – menolong. Salah satu tujuan dan nilai sistem ekonomi Islam yang dinyatakan oleh Chapra adalah adanya persaudaraan yang universal (Chapra, 2005:3). Semua anggota dalam kongsi adalah saudara. Karena prinsip ini, seorang anggota tidak akan merugikan saudaranya yang lain, dengan tidak melakukan perbuatan curang. Sehingga mereka berusaha memenuhi kewajibannya dengan baik. Ketika dia tidak
81
Seminar Nasional FEKON 2015 memenuhi kewajibannya, berarti ada hak saudaranya yang menjadi tertahan atau tidak ditunaikan. Prinsip persaudaraan tercermin juga dalam hal adanya distribusi dana dari anggota yang belum memerlukan uang kepada anggota yang membutuhkan uang. Karena dalam pertemuan rutin kongsi, ada anggota yang hanya membayar simpanan pokok dan wajib saja, dan ada anggota yang melakukan ketiga aktivitas dalam kongsi, yaitu: membayar simpanan pokok, membayar simpanan wajib serta menerima pembiayaan. Contoh A yang mempunyai keikutsertaan sebesar 100 mato, berarti dalam setahun berkontribusi sebesar Rp.4.700.000, untuk membantu C yang membutuhkan pupuk untuk tanaman padinya. Ini berarti dalam kongsi terdapat interaksi sosial masyarakat untuk kemanfaatan dengan semangat tolong menolong. Semangat persaudaraan ini sesuai dengan Hadits Nabi Muhammad SAW yang berbunyi: “Tidaklah beriman seseorang dari kalian hingga dia menginginkan kebaikan bagi saudaranya sebagaimana dia menginginkan kebaikan bagi dirinya sendiri” (HR Muslim).
Keadilan („adalah) Prinsip Keadilan mengandung arti menempatkan sesuatu pada tempatnya dan memberikan sesuatu pada yang berhak serta memperlakukan sesuatu sesuai porsinya. Chapra (2000:6) mengatakan pandangan hidup Islam didasarkan pada tiga konsep fundamental, yaitu tauhid (keesaan Allah), khilafah dan keadilan („adalah). Menegakkan keadilan dinyatakan oleh Al-Qur‟an sebagai salah satu tujuan utama yang akan dicapai oleh para rasul Allah (QS Al-Hadid:25). Al-Qur‟an meletakkan keadilan paling dekat pada takwa (QS Al-Maidah: 8).
ًز ۡدلٌَوا َوه َوعُِ ُن ۡدل ِفتَو َو َوّ ۡدل ِفو َو لَوقَو ۡدد أَو ۡدز َوص ۡدلٌَوا ُز ُصلَوٌَوا ِف ۡدل َوِّ٘يٌَو ِف َوّأَو َو ٘ز َو اى لِفَ٘وقُْ َوم لٌَّناسُ ِفۡدلقِف ۡدض ِف َوّأَو َو ٞ ًز ۡدلٌَوا ۡدل َوح ِفدٗ َود ِف٘ ِفَ بَو ۡدأ ُ ٌاس َوّلِفَ٘و ۡدعلَو َون َّنٱُ َوهي َٗو ص ُسٍۥُ َوّ ُز ُصلَوَۥُ ۡدلِف َو ۡد٘ ِف ٗد َوّ َوهٌَوفِف ُع لِفلٌَّن ِفٞ س َوش ِفد ٞ إِف َّنى َّنٱَو قَو ِفٌّْٕ َوع ِفز ٢٥ ٗز 25. Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. Dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, (supaya mereka mempergunakan besi itu) dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)Nya dan rasul-rasul-Nya padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa
82
Seminar Nasional FEKON 2015 Keadilan dalam kongsi sangat tercermin dalam pembagian keuntungan berdasarkan mato yang dimiliki. A yang memiliki mato 100, akan dapat SHU lbh banyak dari B yang hanya memiliki 40 mato.
Kemashlahatan (maslahah) Prinsip Kemaslahatan berarti bahwa transaksi syariah haruslah merupakan segala bentuk kebaikan dan manfaat yang berdimensi duniawi dan ukhrawi material dan spritual serta individu dan kolektif. Beberapa anggota kongsi memilih menginvestasikan dananya di Nagari Tanjung Barulak dengan niat utama untuk memberikan manfaat dananya bagi masyarakat uang membutuhkan pembiayaan. Kalau pun nanti mendapatkan SHU, itu mereka anggap sebagai bonus. Sebahagian anggota masyarakat mempunyai ide-ide usaha dan bersemangat untuk berwiraswasta, namun mereka terkadang kekurangan modal, malah ada yang tidak mempunyai modal sama sekali. Dengan adanya kongsi ini, mereka bisa mengajukan pembiayaan dengan mudah, sehingga tetap bisa berwiraswasta. Semua orang tentunya mempunyai berbagai kebutuhan hidup yang bisa dipenuhi dengan berusaha secara halal. Namun ketiadaan modal, bisa membuat mereka terpaksa melakukan kejahatan, untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya maupun dirinya sendiri. Dengan demikian Kongsi sudah memberikan manfaat duniawi berupa kemudahan dalam memenuhi kebutuhan modal untuk berwiraswasta. Selain itu juga memberikan manfaat ukhrawi bagi masyarakat Tanjung Barulak, dengan mencegah orang melakukan kejahatan. Ini sesuai dengan Sabda Rasulullah SAW yang berbunyi: “Tidak termasuk yang orang yang beriman, siapa saja yang kenyang, sedangkan tetangganya dalam keadaan lapar” (HR Bukhari). Setiap muslim harus bisa memberikan kebaikan bagi muslim lain. Sebagaimana rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa meringankan kesusahan seorang mukmin dari kesusahan dunia, Allah akan meringankan beban kesusahan dia di hari kiamat. Barangsiapa yang memudahkan orang yang kesusahan, Allah akan memudahkannya di dunia dan akhirat” (HR Muslim)
Keseimbangan (tawazun) Prinsip Keseimbangan maksudnya adalah transaksi harus memperhatikan keseimbangan aspek material dan spritual, aspek privat dan publik, sektor keuangan dan riil, bisnis dan sosial dan aspek pemanfaatan.
83
Seminar Nasional FEKON 2015 Dana yang dihimpun pada pertemuan rutin Kongsi disalurkan untuk berbagai keperluan. Keperluan anggota dalam mengajukan pembiayaan kepada kongsi antara lain: pembayaran uang sekolah anak, pembelian pupuk ataupun benih, pembelian barang dagang, renovasi rumah, dan lain sebagainya. Di akhir periode, dihitung zakat dari keuntungan usaha Kongsi. Zakat ini disalurkan ke TPA, madrasah-madrasah dan santunan duafa. Perlunya keseimbangan dalam hidup ini sesuai dengan Qur‟an Surat Al Hajj ayat 77 yang berbunyi:
ْ ُّا َوزبَّن ُ نۡد َوّ ۡد َوعل ْ ّا َوّ ۡدع ُ ُد ْ ُْا َوّ ۡدص ُ ُد ْ ْا ۡدز َوكع ْ ٌُٗي َوءا َوه ْا ۡدل َو ۡد٘ َوس لَو َوعلَّن ُ نۡد ََٰٗٓوأَوَُِّٗوا لَّن ِفر َو ٧٧ ۩ُْى تُ ۡدفلِفح َو
Hai orang-orang yang beriman, ruku´lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan. Dari ayat diatas, umat Islam diperintahkan tidak hanya beribadah kepada Allah, tetapi juga harus berbuat terhadap sesama. Dengan berkongsi, selain menyimpan uang, diakhir periode anggota juga menyalurkan sebagian keuntungan pada pihak yang membutuhkan. Setiap harta yang dinafkahkan di jalan kebaikan akan mendapat balasan sebagaimana firman Allah dalam Surat Al-Baqarah ayat 261.
٘ل َّنٱِف َوك َوو َو ِفل َوح َّن ٍة أَو ًۢ َوتَو ۡد َوص ۡد َوع َوصٌَوابِف َول ِفٖ ُك ِّيل ٗي ٌُٗفِفقُ َو َّنه َو ُل لَّن ِفر َو ْى أَوهۡد َوْلَوُِنۡد ِفٖ َوص ِف ِف ٢٦١ ض ِفع ُ لِف َووي َٗو َوشآَٰ ُء َوّ َّنٱُ َوّ ِفص ٌرع َوعلِف٘ ٌرن ص ٌُۢ ُلَو ٖةة ِّيهاْ َوةُ َوح ٖةَّنة َوّ َّنٱُ ُٗ َو 261. Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui. Firman Allah Surat Al-Baqarah:261 diatas, juga diperkuat oleh hadits nabi yang berbunyi: “Tidak boleh iri kecuali kepada 2 perkara, yaitu: orang yang hartanya digunakan untuk jalan kebenaran dan orang yang ilmu pengetahuannua diamalkan kepada orang lain” (HR Bukhari).
Universalisme (syamuliah) Prinsip Universalisme artinya transaksi syariah dapat dilakukan oleh, dengan dan untuk semua pihak yang berkepentingan (stakeholder) tanpa membedakan suku, agama, ras dan golongan. Prinsip universalisme ini merupakan salah satu nilai ekonomi Islam (Chapra,
84
Seminar Nasional FEKON 2015 2005:9). Ini sebagaimana terdapat dalam Al-Qur‟an surat Al-Hujurat ayat 13 yang berbunyi sebagai berikut:
از ُ َْٰٓ ْا إِف َّنى لٌَّناسُ إِفًَّنا َوخلَو ۡدقٌَو ُ ن ِّيهي َوذ َوك ٖةس َوّأًُ َؤ َوّ َوج َوع ۡدلٌَو ُ نۡد ُش ُعْبٗ ا َوّقَو َوآَٰ ِف َول لِفتَو َوع َو ٞ ُ نۡد ِفعٌ َود َّنٱِف أَو ۡدتقَوى ُ نۡد إِف َّنى َّنٱَو َوعلِف٘ ٌرن َوخ ِف ١٣ ٘س
ََٰٗٓوأَوَُِّٗوا أَو ۡدك َوس َوه
13. Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. Kongsi Bintang Selatan yang berada di Nagari Tanjung Barulak, menerima simpanan dan menyalurkan pembiayaan ke seluruh anggota. Walaupun ruang lingkupnya Nagari, anggota kongsi bukan hanya dari suku bangsa Minang kabau, namun juga dari Suku Jawa yang merantau ke sana. Begitu pun dengan profesi anggota, ada yang petani, pedagang, pegawai swasta, guru, perawat, pengrajin, dan lain sebagainya. Selain itu tingkat ekonomi anggota ada yang kaya, juga ada yang kurang mampu. Semua anggota diperlakukan sama hak dan kewajibannya dalam kongsi. 1.3.
Peran Kongsi dalam Membantu Perekonomian Masyarakat Keberadaan kongsi “Bintang Selatan” memberikan manfaat yang besar bagi anggota, lembaga sosial dan lembaga pendidikan di Nagari Tanjung Barulak. Beberapa peran Kongsi dalam membantu perekonomian masyarakat antara lain: a. Menumbuhkan sifat hemat bagi anggota; Kongsi membuat masyarakat terbiasa menabung. Dengan ikut serta dalam kongsi, anggota akan menyimpan uang sebesar simpanan pokok pada saat pembentukan kongsi dan secara rutin per dua minggu menyisihkan uang untuk simpanan wajib. Tentunya ini menanamkan sifat hemat bagi anggotanya. Sifat hemat sebetulnya juga sudah menjadi budaya bagi masyarakat Minang Kabau. Hal ini tercermin dari adanya rangkiang di depan rumah gadang. Adanya rangkiang (di rumah gadang) dan pagu (di rumah masyarakat yang bukan rumah gadang), membuat masyarakat terbiasa menyisihkan hasil panennya untuk persiapan kebutuhan mereka sendiri ataupun berjaga-berjaga untuk menjamu tamu. Sehingga aturan kongsi yang “memaksa” anggota menyisihkan uang untuk simpanan pokok dan wajib, tidak menjadi hal yang memberatkan bagi anggota. Sebagai pengelola rumah tangga wanita terbiasa berhemat. Adanya kongsi ini juga membuat mereka bisa menyimpan uangnya yang sewaktu-waktu digunakan untuk mengatasi masalah keuangannya. Karena itu untuk mengatasi kemiskinan salah satu
85
Seminar Nasional FEKON 2015 caranya adalah dengan memberikan akses pada kaum ibu terhadap lembaga keuangan (Owermohle, 2014). b. Mengembangkan semangat kebersamaan dan gotong royong; Masyarakat yang menjadi anggota kongsi menyetorkan simpanan pokok dan simpanan wajibnya ke kongsi sesuai mato yang dimilikinya. Dana yang terkumpul kemudian disalurkan kepada anggota yang membutuhkan untuk usahanya ataupun keperluan lainnya. Sehingga dalam kongsi sesama anggota akan saling membantu pemenuhan kebutuhan ekonominya. Dalam perekonomian modern berarti terdapat aliran dana dari pihak yang surplus (kelebihan dana atau belum membutuhkan tambahan dana) kepada pihak yang defisit (kekurangan dana atau membutuhkan dana). Adanya kongsi ini juga membuktikan masyarakat bisa bersama-sama memanage ekonomi mereka dan tolong menolong mencapai tujuan ekonominya atau untuk mengatasi kesulitan keuangannya (Yunus, tanpa tahun:184). Sikap tolong menolong dalam kebaikan ini sesuai dengan firman Allah surat Al Maidah ayat 2 yang berbunyi: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya”. c. Memudahkan pemenuhan kebutuhan keuangan anggota; Keberadaan kongsi memudahkan anggotanya dalam memenuhi kebutuhan keuangan. Ketika kekurangan uang untuk membayar uang sekolah anak, membeli pupuk, membeli barang dagang dan kebutuhan lainnya bisa mengajukan pembiayaan ke kongsi. Pembiayaan kongsi ini prosesnya mudah (cukup mengajukan usulan ke pengelola), tidak membutuhkan jaminan, tidak ada biaya administrasi, dan margin/fee yang dikenakan pun rendah. Ketika pelunasan dipercepat, fee/margin yang dibatalkan pun tidak dikenai biaya apapun lagi.
d. Memberikan keuntungan material dan spritual bagi anggota; Daripada menyimpan uang di bawah bantal, masyarakat lebih baik menyimpan uang di kongsi (tentunya harus menjadi anggota terlebih dahulu). Uang yang disimpan di kongsi pun memberikan manfaat bagi anggota lain yang membutuhkan dana. Ini berarti kongsi memberikan keuntungan spritual bagi anggota berupa rasa bahagia karena berkontribusi membantu orang lain. Selain itu diakhir tahun anggota mendapatkan keuntungan material berupa perolehan sisa hasil usaha sesuai mato yang dimiliki. 86
Seminar Nasional FEKON 2015 Keuntungan ini sangat sesuai dengan firman Allah surat Al-Baqarah ayat 272, yang berbunyi:
ْ ُك ُُ َودىُِنۡد َوّلَو ِف َّني َّنٱَو َٗو ۡدِ ِفدٕ َوهي َٗو َوشآَٰ ُء َوّ َوها تٌُفِفق ْا ِفه ۡدي َوخ ۡد٘ ٖةس َو ِفِلَوًفُ ِفض ُ نۡد ش َوعلَو ۡد٘ َو ۞لَّن ۡد٘ َو ْ ُْى إِف َّنَّل ۡدبتِف َو آَٰ َوء َوّ ۡدج ِفَ َّنٱِف َوّ َوها تٌُفِفق ْا ِفه ۡدي َوخ ۡد٘ ٖةس ٗ َوُْ َّن ف إِفلَو ۡد٘ ُ نۡد َوّأَوًتُنۡد َوَّل َوّ َوها تٌُفِفقُ َو ٢٧٢ ْى تُ ۡدظلَو ُو َو
272. Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk (memberi taufiq) siapa yang dikehendaki-Nya. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan allah), maka pahalanya itu untuk kamu sendiri. Dan janganlah kamu membelanjakan sesuatu melainkan karena mencari keridhaan Allah. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan, niscaya kamu akan diberi pahalanya dengan cukup sedang kamu sedikitpun tidak akan dianiaya (dirugikan) e. Membantu kemajuan organisasi sosial lainnya. Pada akhir periode, kongsi mengeluarkan zakatnya. Zakat ini dibayarkan pada TPA, madrasah, santunan dhuafa, atau pun pihak yang berutang lainnya. Hal ini menunjukkan kongsi berperan dalam membantu kemajuan organisasi sosial lainnya. Zakat yang dikeluarkan berkontribusi pada pemerataan distribusi pendapatan dan mewujudkan keadilan sosial (Chapra, 2005). Karena dengan zakat, keuntungan kongsi selain dibagikan pada anggota juga diberikan pada pihak yang membutuhkan atau kaum dhuafa. 1.4.
Potensi Masalah dalam Kongsi dan Solusinya Sebagai lembaga keuangan mikro Islam juga mempunyai potensi adanya pembiayaan macet. Untuk itu diperlukan ketelitian dan kehati-hatian pengelola dalam menyalurkan pembiayaan. Selama ini dengan pendekatan agama, jarang yang macet, kalau pun ada yang macet mereka berusaha segera melunasinya dan ada pendekatan persuasif pengurus dalam menanganinya. Karena kekeluargaan yang kental, sesama anggota berusaha melakukan yang terbaik. Anggota merasa tidak enak hati, jika berbuat yang merugikan anggota lain. Sehingga sangat diterapkan ungkapan lamak diawak katuju di urang artinya melakukan sesuatu yang disukai atau sama-sama mendapatkan keuntungan (win win solution).
SIMPULAN Kongsi Bintang Selatan yang beranggotakan kaum ibu sangat berperan dalam membantu perekonomian masyarakat Nagari Tanjung Barulak, Kabupaten Tanah Datar. Periode
87
Seminar Nasional FEKON 2015 usaha kongsi selama satu tahun, yang dimulai dan berakhir pada bulan Juni (karena banyaknya kebutuhan terkait pendidikan anak). Dalam kongsi diterapkan prinsip transaksi syariah. Adanya prinsip-prinsip hidup bermasyarakat dalam pergaulan masyarakat minang dapat meredam potensi masalah dalam kongsi.
DAFTAR PUSTAKA Al-Qur‟an dan Hadits. Abdullah, Daud Vicary dan Keon Chee. 2010. Islamic Finance: Why it Makes Sense. Terjemahan. Jakarta: Zaman Abidin, Mas‟oed. 2013. Ciri Khas Adat Budaya Minangkabau, dari http://masoedabidin.com, diakses tanggal 30 Maret 2015. Almot, Matthew. 2014a. Poverty in Muslim World is Rapidly Increasing: Zubair Mughal, dari http://www.cpifinancial.net/news/post/25738/poverty-in-muslim-world-is-rapidlyincreasing-zubair-mughal, diakses pada tanggal 31 Maret 2015. _____________. 2014b. Arab countries can alleviate poverty through Islamic microfinance http://www.cpifinancial.net/news/post/25090/arab-countries-can-alleviate-povertythrough-islamic-microfinance, diakses pada tanggal 31 Maret 2015. Ascarya. 2007. Akad dan Produk Bank Syariah. Jakarta: Rajawali Pers Chapra, M.Umer. 2000. Islam and Economic Development. Terjemahan. Jakarta: Gema Insani Press. _____________. 2005. Objectives of the Islamic Economics Order. Dalam Sheikh Ghazali Sheik Abod, et.al., An Introduction to Islamic economics & Finance, 3-29. Kuala Lumpur: CERT Publication. Fauzi, Nurul. Eva Yonnedi, Iis Ismawati dan Zalida Afni. 2014. Factor Influencing the Development of Community Based Microfinance Institution in Indonesia (A Study of Lumbung Pitih Nagari and Lembaga Perkreditan Desa). Proceeding. The 2nd International Conferenfe on Business and Economics. Padang, October 22nd - 23rd 2014. Himawan, Adhitya dan Issa Almawadi. 2015. Laba Bank Syariah Tertekan di Tahun Lalu. http://keuangan.kontan.co.id/news/laba-bank-syariah-tertekan-di-tahun-lalu. Diakses tanggal 31 Maret 2015. Ikatan Akuntan Indonesia. 2011. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Syariah. Jakarta: IAI.
88
Seminar Nasional FEKON 2015 Owermohle, Sarah. 2014. Empowering women and eradicating poverty. http://www.cpifinancial.net/blog/post/27975/empowering-women-anderadicating-poverty, diakses pada tanggal 31 Maret 2015. Rif‟an, Ahmad Rifai. 2013. Tuhan, Maaf, Kami Sedang Sibuk. Jakarta: Penerbit PT.Elex Media Komputindo. Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Bandung: Alfabetha Yunus, Muhammad. Tanpa Tahun. Banker to the Poor. E-book.
89
Seminar Nasional FEKON 2015 RUMUS TUHAN HAHSLM DALAM EKONOMI DR.IR.H.Roikhan MA.MM5. Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
[email protected] ABSTRAK Filosofi yang dianut dalam rumus Tuhan ini yaitu ontologinya Islam, epistemologinya menyeluruh, dan aksiologinya berupa dual berdampingan. Dari filosofi ekonomi mengqiyaskan antara kurva supply demand dengan pohon yang merupakan universal compliance. Terdapat sumber Quran yang memaknai filosofi ekonomi bahwa setiap pendekatan teori pasti di dalamnya Allah berada. Untuk penelitian ini asal mula rumus Hahslm secara spesifisik dari Quran Surat Al-Hijr [15]: 87 dan ijtihad pada kurva PQR dengan qiyas pada pohon. Dengan persamaan rumus: H=a.h(s,l,m) dimana slm=akar batang daun atau PQR. Teori ekonomi Kurva Supply Demand yang sesuai dengan universal compliance Pohon memunculkan variabel R atau ibadah yang menjadi variabel baru sesuai dengan filosofi pohon, bahwa daun sebagai bagian pohon yang melambangkan nilai ibadah. Diperlukan cara berpikir non-linier untuk menyempurnakan metodologi yang ada dari konvensional yang hanya menampilkan harga perubahan tanpa bobot. Rumus Tuhan dalam ekonomi ini mempolarisasi makna ibadah yang akan menjadi jawaban tunggal secara umum dari keaslian sistem ekonomi dengan memaknai nilai religiusitas di dalamnya. Kata kunci: rumus, tuhan, hahslm, kurva, pohon
PENDAHULUAN Konsep besar ilmu dan agama dapat didefinisikan sebagai induk ilmu, secara konsisten akan sesuai dengan bentuk universal maupun teori dalam kehidupan sosial. Penelitian ini akan membuktikan bahwa bentuk universal sebuah pohon memiliki ekuivalensi dengan sebuah teori ekonomi yaitu Kurva Supply Demand. Formulasi dari elemen-elemen dasar filosofis Ekonomi Pohon merupakan penjabaran dari elemen-elemen dasar yang ada di sebuah ciri khas pohon..Metode tersebut, dapat dikembangkan dalam kehidupan seperti pengembangan keilmuan yang berkaitan dengan integrasi ilmu antara ilmu ekonomi dan pohon. Elemen-elemen yang ada pada ilmu ekonomi 5
DR.IR.H.Roikhan MA.MM.Hahslm. Dosen: UIN JKT, UI, CCIT, IEF Trisakti, IAIN, STIE, Unisma, Usni, Moestopo Beragama, Uhamka, UIR Riau. Pengalaman Kerja: Dow Jones, Telerate, Bridge, Moneyline, Thomson Reuters. Penelitian: CEED UIN, Pusbangsitek UIN, P3EI UIN. DPS: Insan Amanah. Profesi: IAEI Pusat - Wasekjen. Email:
[email protected]. HP: 0857.7114.7114
90
Seminar Nasional FEKON 2015 yang direpresentasikan dalam kurva penawaran permintaan dipadupadankan dengan elemenelemen dasar yang membangun ciri khas sebuah pohon. Sehingga integrasi ilmu pada ilmu ekonomi juga dapat dilakukan tolok ukurnya dari nilai universal seperti sebuah pohon6.
METODE PENELITIAN A. Ontologi Secara ontologi semua ciptaan atau hasil ciptaan atau alam semesta ini merupakan sebuah sistem dan sistem dasar tersebut dinamakan Islam. Dengan berlandaskan pada sistem ini maka sub sistem yang ada di alam semesta ini akan konsisten dengan sistem dasar tersebut. Sepanjang elemen-elemen sistem tersebut masih merupakan hasil ciptaan bukan mahluk ataupun bukan manusia. B. Epistemologi Islam dimaknai sebagai suatu sistem yang holistik, komprehensif, atau menyeluruh. Kemudian Islam yang menyeluruh inilah yang menjadi epistemology dari konsep pohon yang sedang dikembangkan yaitu Kaffah7. C. Aksiologi Diawali dari ontologi berupa Islam sebagai alasan kehidupan termasuk ekonomi, kemudian epistemologi yang digunakan adalah Kaffah sebagai suatu sistem 6
Elemen dasar kehidupan adalah Tuhan, alam/manusia, dan ibadah. Elemen pertama adalah Tuhan, kemudian elemen kedua adalah alam, dan umpan baliknya adalah ibadah, serta elemen keempatnya adalah jalan menuju Tuhan yang berfungsi sebagai konstanta..Formulasi Islam ini diturunkan dari Al-Quran antara lain: QS. A-Hijr: [15]:87, dan QS. Ali Imran [3]:19. 7
Pengembangan epistemologi dalam Ilmu Ekonomi Islam yang Kaffah menghadirkan terminology baru menjadi suatu pendekatan Sinlammim Kaffah. Hal ini sesuai dengan isi al-Quran yang berbunyi ‘silmi kâffah’, dengan penjelasan bahwa kata ‘silmi’ merupakan derivasi dari huruf sin lam mim.
91
Seminar Nasional FEKON 2015 dalam pohon dan terakhir adalah aksiologi yang lebih sederhana berupa penerapan dalam pengembangan sebuah pohon yaitu adanya keseimbangan dari 2 hal. Dalam aksiologi ini, hubungan tersebut selalu ada 2 hal yang merupakan hubungan antara fungsi horizontal dan struktur vertical8. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pendekatan yang dilakukan sesuai dengan filosofi yang ada adalah berpikir sistem9, sesuai dengan keutamaan dari bagian-bagian yang lebih dominan terlebih dahulu. Dengan adanya hirarki antara bagian sehingga akan memiliki bagian yang lebih tinggi dibandingkan bagian yang lain, atau ada bagian yang sama rendah dengan bagian yang lain. Serta memiliki keterkaitan antara satu sama lain, walaupun sebenarnya memiliki prioritas antara bagian tetapi akan menjadi sebuah jaringan yang utuh. Sehingga satu bagian dengan bagian yang lain dapat dipergantikan antar bagian karena dianggap sudah berada pada strata yang sama. Metode ini10 yang menjadi suatu cara sebagai satu dari sekian solusi untuk menembus pengembangan konsep dalam rangka memecahkan permasalahan yang mendasar. Hal ini dirasakan perlunya suatu metode yang lebih baik untuk menjadi perimbangan dalam mengatasi keterbatasan metodologi dalam pembuktian antara bentuk universal dengan teori ekonomi.
8
Dua hal ini dianalogikan sebagai hal yang berbeda seperti kata gembira dan kata peringatan merujuk pada kata di al-Quran. QS. Saba *34+ ayat 28 yang menyatakan 2 hal yaitu “pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan. 9 Kata “Berpikir Sistem” ini merupakan terjemahan dari teori “Tujuh Quran” yang secara dominan didasari oleh QS. Al-Hijr [15]: 87 yang menjadi integral dari QS. Ali Imran [3]: 19. 10 Dalam penelitian ini disebut metode sinlammim
92
Seminar Nasional FEKON 2015 Diagram Berpikir Kaffah Ekonomi Islam Multi Fungsi
Pemberi
Arah
Koridor
Penerima
Diolah, 2014
Pendekatan berpikir kaffah ini11, dapat dikembangkan dalam kehidupan seperti komparatif analogi antara bentuk universal dalam hal ini pohon dengan teori ekonomi dalam hal ini Kurva SD. Konsep ini memiliki beberapa elemen utama, yaitu elemen pertama adalah Tuhan, kemudian elemen kedua adalah alam, dan elemen ketiga sebagai umpan baliknya adalah ibadah. Sebagai bentuk universal, pastilah pohon memiliki komponen utama. Pohon terdiri dari lima bagian utama yakni: buah, ranting, akar, batang, dan daun. Dan sesuai dengan kaidah Bahasa Arab, kata Islam berasal dari kata dasar 3 huruf konsonan: sin lam mim
.
Fungsi 1 Petunjuk (Huda). Ha = Alif ha (Sin, Lam, Mim) Dimana, Ha=H, Alif=A, ha=h, Sin=S, Lam=L, Mim=M. Rumus: H = A h (S,L,M) ……………………………………………………… (1) Dari pernyataan di sisi Allah adalah Islam, diperoleh persamaan yang dituliskan secara sederhana, tetapi sebenarnya bukan persis mutlak sama, bahwa 11
Berpikir kaffah dengan pendekatan dari formulasi QS. Al-Hijr [15]: 87 yang menyimpan makna Tujuh dan Quran, dalam metode Sinlammim, memunculkan persamaan Hahslm dengan rumus H=a.h(s,l,m), dengan pola satu sistem terdiri dari 3 variabel utama, dengan variabel pertama adalah penerima, variabel kedua adalah multi fungsi, dan variabel ketiga adalah pemberi kemudian dihubungkan dengan koridor dan arah dalam suatu batasan tertentu.
93
Seminar Nasional FEKON 2015 pendekatan persamaan hanya memberikan kemudahan dalam pembacaan rumus, seperti Allah = Islam, yang dibaca sebagai di sisi Allah adalah Islam. Analogi persamaan tersebut dibuat garis minus tiga yang menyatakan tidak persis sama, karena hanya untuk memudahkan pembacaan persamaan, yang sebenanrnya harus dituliskan lengkap bahwa „Dyn Di Sisi Allah = Islam‟. Fungsi pertama di atas dapat dituliskan juga dalam persamaan latin atau dalam Greek Alphabet. Fungsi 2 H = A h (S,L,M) Eta = Alpha eta (Sigma, Lambda, Mu) Dimana, Η=Eta, =Alpha, η=eta,=Sigma, =Lambda, =Mu. Rumus Hahslm merujuk QS. Al-Hijr [15]: 87 yang menyatakan ada 2 kriteria dalam sebuah rumus yaitu Tujuh dan Quran, yang dimaknai sebuah variabel khusus yaitu „7 yang diulang‟ tetapi tetap dalam satu kesatuan utuh dengan variabel lain dalam hal ini adalah „Quran yang agung‟. Sedangkan sebagai pembanding pohon adalah Kurva Supply Demand disingkat Kurva SD yang menjadi teori wajib bagi ilmu ekonomi konvensional di seluruh dunia. Dalam Kurva SD mempunyai bagian utama yang harus diketahui secara grafik yaitu 1). Titik Ekuilibrium, 2). Garis SD, 3). Garis Quantity, 4). Garis Price. Elemen-elemen tersebut merupakan representasi dari keilmuan konvensional selama ini, yang memang menitikberatkan pada implementasi dan kepraktisan. Sehingga bisa jadi sistem pada Kurva SD ada perbedaan dengan bentuk universal seperti pohon.
94
Seminar Nasional FEKON 2015 Diagram Pohon vs Kurva SD
Diolah, 2014
Diferensiasi ilmu ekonomi dimasa paska revolusi industri adalah senantiasa abai terhadap adanya probabilitas negasi bagi setiap aktivitas ekonomi. Hingga era tersebut sangat lekat dengan konsep linearitas yang bahkan terus dianut oleh ahli ekonomi kontemporer.
No 1 2 3 4 5
Tabel Ekuivalensi Pohon vs Kurva SD Pohon -------- Kurva SD Buah -------- Titik Ekuilibrium Ranting ------- Garis SD Akar -------- Quantity Batang -------- Price Daun -------- ? Data Diolah, 2014.
Pada tabel di atas terlihat bahwa masing-masing bagian dari pohon memiliki lawannya masing-masing dengan elemen dari Kurva SD, kecuali bagian terakhir. 1) Buah menjadi variabel yang analog dengan Titik Ekuilibrium 2) Ranting juga menjadi variabel yang analog dengan Garis SD 3) Akar juga menjadi variabel yang analog dengan Quantity
95
Seminar Nasional FEKON 2015 4) Batang juga menjadi variabel yang analog dengan Price 5) Daun ternyata tidak memiliki variabel yang analog dengan satu dari bagian Kurva SD. Penelitian ini memberikan tambahan pada Kurva SD, yang sejenis dengan garis axis tetapi berada pada bidang yang berbeda. Q (Quantity) berada pada axis x horisontal, P (Price) berada pada axis y vertikal, sedangkan tambahan axis akan berada pada axis z diagonal (horisontal depan belakang). Untuk itu garis baru tersebut dinamakan Garis R arau Garis Religion. Garis Religion ini merupakan ekuivalen dari daun pada sebuah pohon, yang akan memberikan makna baik buruknya Kurva SD.
Diagram PQR P(rice)
Q(uantity) R(eligion)
Diolah, 2014 Dari diagram diatas diperoleh hasil bahwa terdapat tambahan garis untuk bisa universal complaince yaitu dengan muncul garis baru R (religion). Persamaan yang terjadi pada Teori Ekonomi Pohon setelah dilakukannya universal compliance12 pada Pohon (Po) dengan Kurva SD (K) maka masing-masing sistem tersebut memiliki sub sistem yang terdiri dari Buah (Bu), Ranting (Ra), Akar (A), Batang (Ba), Daun
12
Universal compliance dengan cara berpikir sistem menggunakan pendekatan teori Tujuh Quran, dalam metode Sinlammim, berlandaskan pada metodologi Hahslm.
96
Seminar Nasional FEKON 2015 (D) sebagai bentuk umum, kemudian memiliki pembandingnya yaitu Titik Ekuilibrium (E), Garis SD (G), Garis Price (P), Garis Quantity (Q), dan Garis Religion (R). Persamaan: Po = K ............................................................................................................ (1) Po = Bu,Ra,A,Ba,D K = E, G, P, Q, R Bu,Ra,A,Ba,D = E, G, P, Q, R .......................................................................
(2)
Dimana, Bu = E, Ra = G, A = P, Bu = Q, D = R
Persamaan rumus H=a.h(s.l.m) secara teori sesuai dengan formulasi sebuah pohon, kemudian inheren dengan formulasi kurva Supply Demand (+R). Hal ini menunjukkan bahwa rumus Hahslm tersebut sudah sesuai dengan kriteria yang ada di Quran dan kriteria yang ada di sebuah pohon. Maka, selanjutnya teori Hahslm ini akan menjadi standar uji bagi semua fenomena yang ada dalam ekonomi Islam seperti kurva Supply Demand. Penelitian ini menitikberatkan pada pengujian secara hakiki antara pohon dan kurva. Tetapi secara umum uji yang ada dalam metodologi Hahslm ini meliputi 5 uji, yaitu: uji rumus, uji tabel, uji diagram, uji kurva, dan uji hijau. III.
SIMPULAN DAN SARAN 1. Simpulan Dalam penelitian ini, ternyata Kurva SD abai terhadap faktor non-linier yang merupakan ciri khas era barat meninggalkan agama, sehingga perlu penambahan garis Religion untuk membentuk sebuah Kurva SD yang mampu memberikan
97
Seminar Nasional FEKON 2015 petunjuk Kurva SD tersebut baik atau buruk. Dengan adanya elemen ke-5 ini maka lengkaplah sudah seluruh Kurva SD sebagai sebuah entitas teori ekonomi yang memiiliki kesamaan dengan nilai universal pada pohon yaitu: titik ekuilibrium, garis SD, dan garis PQR. Dalam berpikir kaffah maka setiap variabel yang ada dalam suatu sistem maka di dalamnya pasti ada unsur ketuhanan (in every single system there must be god in it), termasuk di dalamnya adalah ilmu ekonomi dalam hal ini kurva supply demand maka diantara variabel pada kurva tersebut ada unsur ketuhanan yaitu sumbu y atau price atau batang dalam bentuk universal pohon. Rumus Tuhan dalam persamaan H=a.h(s.l.m) merupakan equation yang tingkat validitas dan reliabilitasnya tinggi dengan benchmark
pada common
knowledge sepert pohon yang sudah sharia compliance secara terukur. 2. Saran Diferensiasi dari ilmu ekonomi dengan agama adalah pada ibadahnya yang merupakan faktor utama yang ditinggalkan oleh kaum intelektual, sehingga fokus pencarian titik lemah pada ilmu konvensional dapat lebih mudah yaitu pada ekuivalensi nilai religiusitas. DAFTAR PUSTAKA
Ibn al-Athir, Majd al-Din Abi al-Sa’adat al-Mubarak. Al-Nihayah fi Ghaîb al-Hadith wa alAthar. Beirût: Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1997. Al-Ayni, Abu Muhammad Mahmud ibn Ahmad. Al-Binayah fi Sharh al-Hidayah. Beirût: Dâr alFikr, Vol.11, 1990.
98
Seminar Nasional FEKON 2015 Al-Qur‟ân al-Karim dan Terjemahnya. Lembaga Percetakan al-Qur‟ân Raja Fahd, 2006. Al-Quran dan Terjemahnya. Jakarta, Departemen Agama, 2003. Jumin, Hasan Basri. Sains dan Teknologi Dalam Islam.Rajawali, Jakarta, 2012. Kartanegara, Mulyadhi. Integrasi Ilmu. Mizan, Jakarta, 2005. Khalid Saeed, Development Planning And Policy Design: A System Dynamics Approach (Cambridge: Avebury, 1994 Mahzar, Armahedi. Integralisme: Sebuah Rekonstruksi Filasafat Islam, Bandung, 1983. Mochamad Aziz, Roikhan. Sinlammim Kode Tuhan. Jakarta: Esa Alam, 2006. Mochamad Aziz, Roikhan. Jejak Islam Yang Hilang. Jakarta: Sinlammim, 2007. Baqir, Zainal Abidin, et al. Editor. Integrasi Ilmu dan Agama: Intepretasi dan Aksi. Mizan, Jakarta, 2005. Zuhailî, Wahbah. al-Fiqh al-Islâm wa Adillatuhu. Terj. Jakarta: Bank Muamalat, 1999.
99
Seminar Nasional FEKON 2015 ANALISIS FAKTOR PENERAPAN SHARIA COMPLIANCE PADA BANK SYARIAH DI INDONESIA Sepky Mardian1, Zulfi Zaimah2, M. Asmeldi Firman3 SEBI School of Islamic Economics, Depok1
[email protected] dan
[email protected]
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menentukan factor-faktor yang mempengaruhi pemenuhan prinsip syariah di bank syariah di Indonesia berdasarkan persepsi dari mahasiswa, dosen, praktisi dan nasabah bank syariah. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berbentuk kuisioner yang diisi oleh 132 responden. Penelitian ini mengidentifikasikan 6 faktor sebagai indicator dari syariah compliance yaitu, dewan pengawas syariah, informasi dasar, produk dan jasa, laporan keuangan, tatakelola dan lingkungan. Penelitian menemukan bahwa factor yang dominan mempengaruhi pemenuhan prinsip syariah adalah informasi dasar dan lingkungan.
Kata kunci: pemenuhan prinsip syariah, tata kelola perusahaan dan bank syariah
PENDAHULUAN Sistem ekonomi dan bisnis berdasarkan pada ekonomi syariah di Indonesia seiring dengan perkembangannya selalu mengalami perkembangan yang sangat pesat. Terutama pada sektor keuangan salah satu sektor yang mengalami perkembangan diantaranya adalah sektor perbankan syariah. Dalam penelitian Global Islamic Financial Report (GIFR) tahun 2014 Indonesia menduduki urutan kelima Negara yang memiliki potensi yang kondusif dalam perkembangan industri keuangan syariah. Dengan melihat beberapa aspek dalam perhitungan indeks, seperti jumlah bank syariah, jumlah lembaga keuangan non bank syariah maupun ukuran asset keuangan syariah yang memiliki bobot terbesar. Sejarah lahirnya perbankan syariah di Indonesia dimulai dari tahun 1992 saat didirikannya Bank Muamalat Indonesia. Lonjakan BUS (Bank Umum Syariah) terjadi pada tahun 2010 saat itu BUS berjumlah 11 dari tahun sebelumnya yang berjumlah 6 BUS. BUS terakhir yang bergabung pada Oktober 2010 yaitu Maybank Syariah. Sampai Juni 2014 tercatat 11 Bank Umum Syariah (BUS), 23 Unit Usaha Syariah (UUS), 163 Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS), dengan total jaringan kantor mencapai 2.993 kantor yang tersebar dihampir seluruh penjuru Nusantara, (Otoritas Jasa Keuangan, 2014). Industri perbankan syariah mampu menunjukkan akselerasi pertumbuhan yang tinggi dengan rata-rata sebesar 40,2% pertahun dalam lima tahun terakhir, sementara rata-rata pertumbuhan perbankan nasional hanya sebesar 16,7% pertahun. 100
Seminar Nasional FEKON 2015 Perkembangan perbankan syariah selain dilihat dari jumlah perusahaan, dapat pula dilihat dari pertumbuhan asset, dana pihak ketiga dan pembiayaan yang meningkat atau dalam posisi stabil. Pada pertumbuhan asset sampai bulan Juni 2014 sebesar 244.197 Milyar, di tahun sebelumnya sebesar 242.276 Milyar. Dana pihak ketiga sebesar 185.508 Milyar dan pembiayaan sebesar 4845.333 Milyar. (Otoritas Jasa Keuangan, 2014). Hal ini menunjukkan adanya pertumbuhan yang signifikan terkait dengan perkembangan perbankan syariah. Dengan adanya pertumbuhan dari total asset, dana pihak ketiga dan pembiayaan pangsa pasar perbankan syariah di akhir 2014 diperkirakan antara 5,25%-6,25%. Pertumbuhan perbankan syariah yang cukup menggembirakan semestinya juga didukung dengan cerminan terkait dari operasional perbankan syariah, seperti ketentuan syariah serta prinsip-prinsip syariah wajib bagi perbankan syariah. Dengan telah diberlakukannya Undang-Undang No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang terbit tanggal 16 Juli 2008, maka pengembangan industri perbankan syariah nasional akan semakin memiliki landasan hukum yang memadai dan akan mendorong pertumbuhannya secara lebih cepat lagi. Dengan progress perkembangannya yang impresif, yang mencapai rata-rata pertumbuhan asset lebih dari 65% pertahun dalam lima tahun terakhir, maka diharapkan peran industri perbankan syariah dalam mendukung perekonomian nasional akan semakin signifikan. Pertumbuhan perbankan syariah yang jauh lebih tinggi juga masih mengalami kecurangan dalam riil maupun pada pencatatan. Kasus kejahatan yang terjadi umumnya melibatkan oknum pegawai bank, sindikat kejahatan perbankan dan perusahaan outsourching. Menurut Strategic Indonesia, selama kuartal pertama tahun 2011 tercatat setidaknya 9 kejahatan di berbagai industri perbankan. Menurut Jos Luhukay, pengamat perbankan Strategic Indonesia, mengatakan bahwa modus kejahatan perbankan bukan hanya soal penipuan (fraud), tetapi lemahnya pengawasan internal control bank terhadap sumber daya menusia juga menjadi titik celah kejahatan perbankan. Berikut adalah tabel kecurangan yang terjadi di Perbankan Syariah.
Tahun 2007-2008 2009 2010 2012 2012
Tabel 1. Kasus yang Terjadi pada Bank Syariah Bank Permasalahan Bank Syariah Pemberian kredit pada akad pembiayaan murabahah Bank Mandiri Terbelit Akad Mudharabah Syariah Muqayyadah Bank Bukopin Pencairan rekening perusahaan Syariah BRI Syariah Spekulasi harga emas (gadai emas) pengawasan dan promosi Bank DKI Syariah Perkara kredit
Oknum Pegawai Bank Syariah Pegawai Bank Bukopin Syariah Pegawai Bank BRI Syariah Pegawai Bank DKI Syariah 101
Seminar Nasional FEKON 2015 2013
Bank Mandiri Syariah
Pembiayaan kredit pemilikan rumah
Pegawai Bank Mandiri Syariah
Sumber: Hukum online.com, Vivanews.com, Kompas.com, Bisnis_kti.com, Inilah.com
Pada tabel diatas terlihat masih ada beberapa kecurangan pada Perbankan Syariah, kecurangan ini biasanya terjadi pada oknum pegawai perbankan syariah dan dapat merugikan beberapa nasabah. Dalam pelanggaran yang terjadi pada Perbankan Syariah tidak hanya kurangnnya internal control pada bank tersebut, namun kurangnya perhatian terkait dengan akad atau produk dari perbankan itu sendiri. Dari pelanggaran tersebut kebanyakan nasabah mengklaim bank pada produk yang mereka keluarkan. Selanjutnya terkait dengan Sumber Daya Manusia (SDM), masalah yang terjadi pada pihak perbankan syariah adalah kesulitan untuk mencari SDM Perbankan Syariah yang kompeten dan mumpuni. Kasus kecurangan tidak hanya terjadi di Indonesia, namun di negara-negara lain juga terjadi kasus kecurangan terlebih pada industri keuangan. Krisis yang terjadi pada industri perbankan tidak hanya disebabkan oleh spekulatif transaksi keuangan, tetapi juga dikarenakan tata kelolaan yang buruk. Dalam perbankan syariah telah memiliki sudut pandang yang unik berbeda halnya dengan perbankan konvensional, seperti pelarangan riba, gharar dan segala spekulasi yang telah di larang. Namun lembaga keuangan syariah masih rentan terhadap kegagalan dalam tata kelola perusahaan yang buruk. Fenomena ini menunjukkan bahwa masih kurangnya perhatian pemerintah terhadap aspek tata kelola perusahaan, berikut merupakan kasus yang terjadi pada tata kelola perusahaan sebagaimana telah dijelaskan dalam tabel di bawah ini:
Bank dan Tahun
Tabel 2. Isu Governance pada Bank Syariah Negara Kejadian
Ihlas Finance House (IFH) (2000-2001) Bank Islam Malaysia Berhad (BIMB) (2006) Dubai Islamic Bank (20042007)
Turkey Malaysia
United Arab Emirates Shari‟ah Governance Kuwait Kuwait‟s Investment Dar (TIDK.KW 20009-2010) Tabung Haji (2001-2003) Malaysia BIMB (2009-2011)
Malaysia
Jumlah kerugian Kurangnya pengendalian internal Penutupan dan faktor ekstarnal IFH Kurangnya pengendalian internal RM 2,2 atas kredit non-perfoming Miliyar Kurangnya pengendalian internal: USD 50 Kecurangan Juta TIDK.KW VS Lebanon‟s Bloom USD Bank-Sengketa Wakala Juta
10,7
Forex Losess (pada Gharar)
200
RM Juta BIMB VS Tan Sri Khalid- RM Sengketa Bai Bithaman Ajil Juta
67,4
Sumber: Shah dan Hassan, 2013
102
Seminar Nasional FEKON 2015 Upaya untuk mengurangi tingkat kecurangan Good Corporate Governance di Indonesia, pemerintah sudah mengeluarkan Undang-Undang No 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Guna menjamin kepastian hukum bagi stakeholders dan sekaligus memberikan keyakinan kepada masyarakat dalam menggunakan produk dan jasa Bank Syariah, dalam Undang-Undang perbankan syariah ini juga diatur jenis usaha, ketentuan pelaksanaan syariah, kelayakan usaha, penyaluran dana, dan larangan bagi Bank Syariah. Sementara itu, untuk memberikan keyakinan pada masyarakat yang masih meragukan kesyariahan operasional Perbankan Syariah selama ini, diatur pula kegiatan usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Sebagai undang-undang yang khusus mengatur perbankan syariah, dalam Undang-Undang ini diatur mengenai masalah kepatuhan syariah (sharia compliance) yang kewenangannya berada pada Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang direpresentasikan melalui Dewan Pengawas Syariah (DPS) dan harus dibentuk pada masing-masing Bank Syariah. Sharia compliance pada Perbankan Syariah juga merupakan bentuk tanggungjawab kepada stakeholders, maka hal ini sangat penting di cermati oleh perbankan syariah. Sharia compliance adalah key player dalam pelaksanaan Good Corporate Governance (GCG) di Industri Perbankan syariah. Tujuan dari GCG pada Perbankan Syariah adalah untuk meningkatkan kepercayaan stakeholders. Dalam peraturan Bank Indonesia Nomor 11/33/PBI/2009 tentang pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. Bahwa dalam pelaksanaan GCG harus memenuhi prinsip-prinsip syariah. Dan pelaksanaan GCG merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kepercayaan stakeholders serta meningkatkan kepatuhan tingkat peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta nilai-nilai etika yang berlaku secara umum pada industri perbankan syariah. Dalam penelitian Vinnicombe (2010) tujuan dari pelaksanaan GCG adalah untuk meningkatkan kepercayaan stakeholders. Memastikan bahwa semua operasional dari Bank Syariah telah sesuai dengan prinsip-prinsip syariah (sharia compliance) merupakan sebuah keharusan. Maka perbankan syariah juga harus melaporkan pelaksanaan sharia compliance dalam operasionalnya. Untuk itu, dibutuhkan pelaksanaan GCG dan standar akuntansi syariah pada Perbankan Syariah. Maka sudah seharusnya Perbankan Syariah di Indonesia mengungkapkan sharia compliance pada laporan tahunan dan sektor publik. Dalam pengungkapan sharia compliance yang dilakukan oleh beberapa penelitian terdahulu dapat dilihat pada indeks pengungkapan sharia compliance. Apabila dilihat dari indeks sharia compliance perbankan syariah masih termasuk di level bawah ini terbukti dengan adanya penelitian-penelitian terdahulu. Seperti yang dilakukan oleh Mas‟ud (2013) yaitu Analisis Penerapan Informasi Nilai-Nilai Islam Pada Laporan Tahunan Bank Umum Syariah Di Indonesia. Grafik 1. Komposisi Panjangnya Pengungkapan Nilai-Nilai Islam 103
Seminar Nasional FEKON 2015
Sumber: Mas‟ud, 2013 Berdasarkan grafik di atas didapati bahwa BMI, BSM dan BNIS memiliki lebih sedikit ketidaksesuaian antara apa yang diungkapkan pada laporan tahunannya dengan standar pelaporan ideal yang mencerminkan nilai-nilai Islam yang seharusnya diungkapkan. Sebaliknya untuk tujuh BUS lainnya, mengalami lebih banyak ketidaksesuaian tersebut. Dengan demikian, BMS, BCAS, BRIS, BJBS, BSB, BVS dan BPS perlu untuk meninjau kembali strategi komunikasinya dalam rangka mengungkapkan nilai-nilai Islam yang sewajarnya diungkapkan dalam laporan tahunan (Mas‟ud, 2013, hlm. 69). Seperti halnya juga yang dilakukan oleh penelitian terdahulu yaitu Saramawati dan Lubis (2014) menyatakan bahwasannya sharia compliance pada perbankan syariah masih relatif rendah. Hal ini diperkuat dari hasil data yang diolah pada grafik berikut.
Grafik 2. Pengungkapan sharia compliance BUS di Indonesia
104
Seminar Nasional FEKON 2015
Sumber: Saramawati dan Lubis, 2014 Jika dilihat dari Grafik diatas terlihat bahwa pengungkapan sharia compliance yang dilakukan oleh BRIS memiliki ISC tertinggi, yakni 80% lebih tinggi dari pada pengungkapan oleh 10 BUS lainnya. Meskipun BRIS baru beroperasi selama empat tahun, namun tingkat pengungkapan sharia compliance yang dilakukan lebih besar dari pada pendahulunya. Selanjutnya BMI sebagai bank syari‟ah pertama di Indonesia, yang mengusung slogan “Pertama Murni Syari‟ah” (Saramawati dan Lubis, 2014, hlm. 62) memiliki ISC sebesar 72%. Tetapi ISC BMI lebih kecil dari pada BRIS yang jauh lebih muda dari pada BMI. Seperti halnya dengan BSM yang mendapatkan penghargaan dalam Annual Report Award pada tahun 2010-2011, tetapi BSM dalam pengungkapan sharia compliance masih rendah dibanding dengan BRIS, yakni 67%. BSM belum mengungkapkan sharia compliance khususnya pada kategori DPS, BSM belum mengungkapkan item yang sudah diungkapkan oleh BUS yang memiliki umur serta asset yang relatif sama dengan BSM yaitu BMI dan BMS. Penelitian lain yang dilakukan oleh Vinnicombe (2010) tentang tingkat kepatuhan syariah pada Bank-Bank berlisensi di Bahrain dengan mengunakan pendekatan dari GSIFI (Governance Standard for Islamic Financial Institutions) dan FAST (Financial Accounting Standard) yang dikeluarkan oleh Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Organizations (AAOIFI). Hasil dari penelitian ini bahwa pelaksanaan GCG yang berkaitan dengan DPS dan pelaporan kontrak Murabahah telah memenuhi kepatuhan syariah. Sebaliknya, sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh AAOIFI mengenai zakat dan kontrak mudharabah relatif rendah. Selanjutnya Asrori (2011), yang meneliti Pengungkapan Syariah Compliance dan Kepatuhan Bank Syariah Terhadap Prinsip Syariah pada BPRS Semarang, dengan mengunakan variabel independen sikap dan kepercayaan terhadap kepatuhan, menyatakan bahwa dengan Uji Regresi sikap dan kepercayaan berpengaruh positif terhadap pengungkapan sharia compliance, namun dengan Uji T sikap dan kepercayaan tidak berpengaruh terhadap kepatuhan.
105
Seminar Nasional FEKON 2015 Penelitian lain tentang pelaksanaan GCG perbankan syariah dilakukan oleh Mardian (2013), dalam penelitiannya mengeksplorasi penerapan sharia compliance di Bank Syariah dengan mengevaluasi kinerja Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang memiliki peranan penting dalam kepatuhan syariah di Bank Syariah. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa dalam pelaksanaan tugas dan tanggungjawab DPS kurang maksimal serta kurangnya independen DPS karena belum adanya aturan tentang masa jabatan DPS. Penelitian studi interpretatif nilai nilai islam dalam pengungkapan laporan tahunan lembaga keuangan syariah telah dilakukan Amjadallah (2013) di Bank Syariah Mandiri (BSM) dan BRI Syariah. Dengan hasil kedua Bank tersebut BSM dan BRI Syariah sudah mengungkapkan nilai-nilai islam berdasarkan Al Qur‟an dan As-Sunnah, dalam hal penyajian dan pelaporan keuangan kedua bank tersebut sesuai dengan pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 101. Riyanti (2014) meneliti dengan membandingkan Indeks Pelaporan Sosial Keislaman antara Bank-Bank Umum Syariah di Indonesia, item-item yang digunakan adalah kontribusi kepemilikan dan Dewan Pengawas Syariah. Penelitian ini mengacu pada indeks PSKI, hasilnya bahwa BSM mendapat score tertinggi pada indeks PSKI, BMI, BRI Syariah dan BJB Syariah mendapat score yang sama pada tema lingkungan, sedangkan dalam tema tata kelola perusahaan BSM, BS Bukopin, dan Mega Syariah dapat score tertinggi. Secara keseluruhan score tertinggi adalah BMI, namun BMI terkait dengan tema kesyariahan negatif atau masih relative rendah. Dapat disimpulkan kinerja indeks pelaporan social keislaman memiliki keterkaitan erat dengan pola pembiayaan yang juga bertema islami. Selanjutnya terkait dengan penelitian dalam tinjauan persepsi dilakukan oleh Martasari (2014) dengan melakukan penelitian kepada masyarakat di kecamatan Barabai. Dengan melakukan penelitian terkait dengan penerapan sharia compliance pada bank syariah. Penelitian menggunakan Kuesioner dengan uji proporsi, hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa persepsi masyarakat terhadap penerapan sharia compliance pada bank syariah di Barabai adalah netral (cukup sesuai) dengan rata-rata skor penilaian persepsi sebesar 3,39. METODOLOGI PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif yang untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi sharia‟ compliance pada perbankan syariah dengan mengunakan beberapa indikator-indikator dari sharia‟ compliance. Dengan teknik sampel Simple Random Sampling, sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Mahasiswa, Dosen, Praktisi dan Nasabah Bank Syariah, dengan karakteristik sebagai berikut: a. Dosen
106
Seminar Nasional FEKON 2015 - Pengampu mata kuliah Akuntansi Syariah, Keuangan Syariah, Syariah serta Perbankan Syariah. - Telah berpengalaman mengajar kurang lebih 1 tahun. b. Mahasiswa - Program Akuntansi Syariah, Perbankan Syariah atau Ekonomi Syariah. - Semester 5,6,7 dan seterusnya. - Sudah mendapat mata kuliah Akuntansi, Syariah dan Perbankan Syariah. c. Praktisi - Bekerja dalam bidang Akuntansi, Auditor dan Karyawan Bank Syariah. d. Nasabah Bank Syariah - Nasabah bank syariah dengan mempunyai tabungan atau menggunakan produk dari bank syariah. - Mengerti terkait dengan prosedur atau aktivitas dari bank syariah. Sumber data primer yang digunakan untuk mencari karakteristik dari sharia compliance dengan mengunakan kuesioner, sedangkan sumber data primer yang digunakan untuk mencari faktor yang berpengaruh terhadap sharia compliance pada Perbankan Syariah yaitu dengan mengunakan analisis faktor. Kuesioner yang disebarkan berjumlah 142 kuesioner, tetapi kuesioner yang dapat digunakan berjumlah 132 kuesioner. Penyebaran kuesioner dilakukan dengan menggunakan google drive sebagai alat untuk penyebaran kuesioner secara online. Item pengukuran faktor yang akan dianalisis ada 37 item dengan menggunakan enam faktor yang diduga mempengaruhi sharia compliance pada Bank Syariah. Adapun faktor beserta item pengukurannya tersebut adalah sebagai berikut: Rangkaian analisis data yang akan dilakukan penulis adalah sebagai berikut
Tabel 3. Indikator Penelitian Faktor
Pernyataan
Dewan Pengawas Syariah 1 Pengangkatan DPS oleh RUPS dan rekomendasi komite remunerasi dan nominasi 2 Jumlah, kriteria, rangkap jabatan, masa jabatan serta tugas dan tanggungjawab DPS sesuai dengan regulasi 3 DPS sebagai pengawas dalam Bank Syariah 4 DPS patuh terhadap periode penyampaian laporan Dasar Informasi 5 Visi, Misi dan Objek bank syariah sesuai dengan nilai-nilai syariah 6 Kegiatan bank syariah sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Produk dan Jasa 7 Produk bank syariah menggunakan akad-akad yang diperbolehkan dalam islam 8 Produk-produk yang ditawarkan, jelas ketentuanya 107
Seminar Nasional FEKON 2015 9 10 11 12 13
Produk bank syariah jauh dari bunga atau riba produk bank syariah jauh dari unsur penipuan (maisir) Produk perbankan sesuai dengan fatwa MUI yang sesuai dengan kaidah islam Produk jasa perbankan syariah yang ada, bertujuan untuk memudahkan transaksi Produk-produk yang ada dijelaskan dengan benar dan mudah difahami Laporan Keuangan 14 Laporan keuangan bank syariah mudah difahami 15 Laporan keuangan bank syariah bermanfaat untuk menambah pengetahuan 16 Laporan keuangan bank syariah terdiri dari laporan komersil dan laporan sosial 17 Terdapat penjelasan dana halal dan haram dalam laporan keuangan bank syariah 18 Dalam laporan keuangan bank syariah memuat produk bank syariah secara rinci 19 Laporan keuangan bank syariah juga menjelaskan penggunaan dan penyaluran dana zakat, infak dan shadaqah untuk tujuan kemanusiaan dan sosial Good Corporate Governance Transparancy 20 Informasi perusahaan yang relevan dapat diakses dengan mudah 21 Informasi perusahaan disampaikan dengan jelas 22 Informasi perusahaan disampaikan tepat waktu dan memadai Accountability 23 Informasi perusahaan disampaikan secara lengkap dan akurat sesuai dengan ketentuan yang berlaku 24 Perubahan Kebijakan yang diterapkan bank syariah diinformasikan ke public 25 Bank syariah konsisten dengan ketentuan yang berlaku Respontibilty 26 Operasional bank sesuai dengan regulasi yang berlaku 27 Bank syariah bertanggungjawab pada shareholder dan lingkungan sekitar 28 Bank syariah bertanggungjawab pada layanan yang diberikan Independency 29 Bank syariah melindungi kepentingan nasabah Bank selalu bersikap objektif dalam pengambilan keputusan serta memenuhi 30 semua kepentingan nasabah Fairness 31 Semua nasabah mendapat perlakuan yang sama dari bank 32 Kritik dan saran diperlukan bank demi tercapainya pelayanan yang prima Lingkungan 33 Bank syariah peduli terhadap lingkungan dan menjaga lingkungan sekitar dengan baik Bank syariah mampu menyediakan pendidikan mengenai lingkungan hidup 34 kepada masyarakat Bank syariah mampu mengajak masyarakat untuk mengikuti kegiatan peduli 35 lingkungan
108
Seminar Nasional FEKON 2015 Bank syariah memiliki sistem manajemen lingkungan yang sesuai dengan peraturan yang berlaku di Indonesia 37 Bank syariah menginformasikan laporan peduli lingkungan Sumber: Data Diolah, 2014 36
Dalam penelitian ini, skala pengukuran yang digunakan adalah skala likert. Pengujian validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pearson Product Moment Corelation dan dianggap valid jika P≤ 0,05 maka pernyataan tersebut dapat dikatakan valid dan apabila P≥ 0,05 maka pernyataan tersebut dapat dikatakan tidak valid. Hasil uji validitas menunjukkan bahwa item faktor Dewan Pengawas Syariah (X1), Dasar Informasi (X2), Produk dan Jasa (X3), Laporan Keuangan (X4), Good Corporate Governance (X5) dan Lingkungan (X6) dinyatakan valid. Teknik yang digunakan untuk uji reliabilitas adalah teknik Alpha-Cronbach. Hasil pengujian menunjukkan Cronbach‟s Alpha sebesar 0,944. Ini berarti bahwa seluruh item pernyataan dinyatakan realiabel dan dapat digunakan untuk alat ukur selanjutnya. Data dalam penelitian ini, menggunakan uji analisis faktor untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi sharia compliance pada bank syariah di Indonesia. Berikut merupakan penjelasan dari uji analisis faktor. Dengan adanya rerangka pemikiran maka dapat lebih mudah memahami jalanya penelitian secara jelas dan terarah. Gambar 3. Rerangka Pemikiran Penelitian
Sumber: Data Diolah, 2014 109
Seminar Nasional FEKON 2015
HASIL DAN PEMBAHASAN
Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Total Umur <25 tahun 25-30 tahun 30-35 tahun 35-40 tahun >40 tahun Total Status Belum menikah Menikah Total Status Pekerjaan Mahasiswa Dosen Praktisi Nasabah Bank Syariah Total Sumber: Data diolah, 2015
Tabel 4. Demografis Responden n % Punya Tabungan di Bank Syariah Ya 64 48 Tidak 68 52 132 100 Total Waktu Tabungan di Bank Syariah <1 tahun 60 45 1-5 tahun 38 29 5-10 tahun 16 12 >10 tahun 8 6 Tidak ada 10 8 132 100 Total Punya Tabungan di Bank Konvensional Ya 80 61 Tidak 52 39 132 100 Total 27 32 44 29 132
n
%
127 5 132
96 4 100
10 79 25 13 5 132
8 60 19 10 4 100
70 62 132
53 47 100
20 24 33 22 100
Uji Analisis Faktor Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi sharia compliance pada bank syariah di Indonesia, maka dilakukan analisa terhadap faktor-faktor dengan menggunakan analisis faktor konfirmatori. Dewan Pengawas Syariah Faktor Dewan Pengawas Syariah terdapat empat item yang menjadi subfaktor, tetapi setelah dilakukan uji analisis faktor terdapat 2 faktor yang terbentuk, namun yang diinginkan hanya 1 faktor yang terbentuk. Maka dilakukan pengulangan dari uji analisis faktor dengan membuang 1 item yang nilai MSAnya paling rendah. Setelah pengulangan uji analisis faktor terdapat 1 110
Seminar Nasional FEKON 2015 faktor yang terbentuk dengan nilai kaisaer meyer olkin (KMO) sebesar 0,604. Nilai ini lebih dari 0,5 dan nilai Barlett‟s Test sebesar 36.056 dengan signifikan 0,000. Serta nilai dari nilai anti image pada tabel MSA (Measures of Sampling Adequacy) lebih dari 0,5, maka faktor Dewan Pengawas Syariah telah memenuhi persyaratan dari analisis faktor. Faktor dewan pengawas syariah mampu menjelaskan varaiansi total sebesar 1.621, nilai ini dapat dilihat dari tabel Total Variance Explained. Dan berikut merupakan hasil nilai faktor loading pada tabel sebagai berikut. Tabel 4.2 Nilai faktor loading dari faktor Dewan Pengawas Syariah Nilai Faktor No Dewan Pengawas Syariah Loading Jumlah, kriteria, rangkap jabatan, masa jabatan serta tugas dan 1 0,682 tanggung jawab DPS sesuai dengan regulasi 2 DPS sebagai pengawas dalam Bank Syariah 0,719 3 DPS patuh terhadap periode penyampaian laporan 0,799 Sumber: Data Diolah, 2015 Berdasarkan pada tabel 4.2 di atas menunjukkan bahwa faktor loading tertinggi adalah item DPS patuh terhadap periode penyampaian laporan dengan nilai loading sebesar 0,799. Dapat disimpulkan bahwa item DPS patuh terhadap periode penyampaian laporan mempunyai korelasi yang tinggi terhadap faktor dewan pengawas syariah. Dan diharapkan DPS dapat bertanggungjawab terhadap laporan yang menyatakan bahwa bank syariah telah sesuai dengan prinsip syariah dalam operasional serta kegiatan bank syariah. Hal ini sesuai dengan penyataan menurut Hameed, S. et al. (2003) keberadaan dewan pengawas syariah sebagai salah satu unsur kepatuhan syariah pada bank syariah. Bank syariah harus menjalankan fungsinya dengan baik sesuai dengan ketentuan perbankan yang berlaku dan juga sesuai pula dengan prinsip syariah. Untuk menjamin terlaksananya prinsip syariah, dalam aktivitas perbankan syariah terdapat salah satu pihak terafiliasi yaitu Dewan Pengawas Syariah. Dewan inilah sebagai pihak yang bertanggung jawab atas informasi tentang kepatuhan pengelola bank akan prinsip syariah. 1.1.2 Dasar Informasi Pada faktor Dasar Informasi penulis menggunakan dua item untuk melihat pengaruh terhadap dasar informasi. Tabel 4.3 Nilai faktor Loading pada Faktor Dasar Informasi No 1
Dasar Informasi Visi, Misi dan Objek bank syariah sesuai dengan nilai-nilai syariah
Nilai Faktor Loading 0,897
111
Seminar Nasional FEKON 2015 2 Kegiatan bank syariah sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Sumber: Data Diolah, 2015
0,897
Berdasarkan pada tabel 4.3 di atas, menunjukkan item dari faktor informasi yaitu item Visi, Misi, dan Objek bank syariah sesuai dengan nilai-nilai syariah serta Kegiatan bank syariah sesuai dengan prinsip-prinsip syariah mempunyai faktor loading sama sebesar 0,897. Nilai ini kuat dalam mempengaruhi faktor dasar informasi. Dan dapat disimpulkan bahwa Dasar Informasi mempunyai pengaruh terhadap sharia compliance. Karena masyarakat juga melihat gambaran dari bank syariah tersebut dalam kegiatan serta operasionalnya, dan juga dapat melihat tujuan dari bank syariah tersebut. Maka diharapkan bank syariah dalam menjalankan tujuannya juga memperhatikan dari sisi dasar informasi. Hal ini sangat penting dalam mempengaruhi sharia compliance. Tujuan, visi dan misi bank syariah harus sejalan dengan pendirian bank syariah untuk mencapai falah. Selain itu, bank syariah harus sesuai dengan prinsip-prinsip syariah atau maqashid syariah dan fiqh islam. Selanjutnya akan dijelaskan hasil analisis faktor terhadap faktor Produk dan Jasa sebagai berikut. 1.1.3 Produk dan Jasa Berdasarkan pada uji KMO faktor produk dan jasa mempunyai nilai sebesar 0,871 dan nilai dari uji Bartlett‟s test sebesar 467.298 dengan signifikan 0,000. Maka dari nilai tersebut dapat disimpulkan bahwa faktor produk dan jasa dapat dilakukan uji selanjutnya. Sedangkan pada uji anti image dengan melihat tabel MSA faktor produk dan jasa dari semua item faktor Produk dan Jasa mempunyai nilai di atas 0,5, dan nilai ini telah memenuhi syarat untuk uji selanjutnya. Pada tabel Total Variance Explained dapat dilihat bahwa faktor Produk dan Jasa mampu menjelaskan sebesar 4.166. Berikut akan dijelaskan dari hasil nilai faktor loading pada tabel 4.4 di bawah ini. Tabel 4.4 Nilai loading faktor dari faktor produk dan jasa No 1 2 3 4 5 6
Produk dan Jasa Produk bank syariah menggunakan akad-akad yang diperbolehkan dalam islam Produk-produk yang ditawarkan, jelas ketentuanya Produk bank syariah jauh dari bunga atau riba Produk bank syariah jauh dari unsur penipuan (maisir) Produk perbankan sesuai dengan fatwa MUI yang sesuai dengan kaidah islam Produk jasa perbankan syariah yang ada, bertujuan untuk memudahkan transaksi
Nilai Faktor Loading 0,795 0,801 0,782 0,842 0,785 0,668
112
Seminar Nasional FEKON 2015 Produk-produk yang ada dijelaskan dengan benar dan mudah difahami Sumber: Data Diolah, 2015 7
0,713
Pada tabel 4.4 di atas, menunjukkan hasil dari nilai faktor loading pada faktor produk dan jasa. Berdasarkan pada uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa dari semua item di atas mempunyai pengaruh terhadap faktor produk dan jasa. Dan yang paling berpengaruh atau yang paling dominan adalah item produk bank syariah jauh dari unsur penipuan atau maisir dengan nilai faktor loading sebesar 0,842 serta nilai terendah pada item Produk jasa perbankan syariah yang ada, bertujuan untuk memudahkan transaksi sebesar 0,668. Maka bank syariah perlu memperhatikan produk dan jasa yang ditawarkan kepada nasabah. Karena produk dan jasa merupakan gambaran terkait dengan sharia compliance.
Pada penelitian Bank Indonesia (2004) yang menyebutkan bahwa keraguan masyarakat dalam menggunakan produk perbankan syariah disebabkan kurangnya penerapan sharia compliance pada bank syariah. Selain itu, menurut penelitian Fada dan Wabekwa (2012) di Gombe menyatakan bahwa kurangnya sosialisasi terkait manfaat produk-produk yang ditawarkan kepada masyarakat menyebabkan persepsi masyarakat masih ragu untuk menggunakan produ perbankan syariah (Martasari, 2014).
1.1.4 Laporan Keuangan Hasil uji KMO pada faktor laporan keuangan sebesar 0,748, nilai ini telah memenuhi syarat dari uji KMO. Dimana nilai KMO apabila lebih dari 0,5 telah mencukupi uji KMO. Dari hasil uji Bartlett‟s test mempunyai nilai sebesar 286.393 dengan signifikan 0,000. Dan pada uji MSA dengan melihat nilai anti image pada faktor laporan keuangan mempunyai nilai di atas 0,5 untuk semua item. Maka faktor laporan keuangan dapat dilakukan untuk uji selanjutnya. Faktor laporan keuangan mampu menjelaskan sebesar 3.186 dapat dilihat pada tabel Total Variance Explained. Berikut merupakan hasil dari uji analisis faktor akan dijelaskan pada tabel 4.5 dibawah ini. Tabel 4.5 Nilai loading faktor dari faktor Laporan keuangan Nilai Faktor No Laporan Keuangan Loading 1 Laporan keuangan bank syariah mudah difahami 0,619 Laporan keuangan bank syariah bermanfaat untuk menambah 2 0,692 pengetahuan Laporan keuangan bank syariah terdiri dari laporan komersil dan 3 0,743 laporan sosial
113
Seminar Nasional FEKON 2015 Terdapat penjelasan dana halal dan haram dalam laporan keuangan bank syariah Dalam laporan keuangan bank syariah memuat produk bank 5 syariah secara rinci Laporan keuangan bank syariah juga menjelaskan penggunaan 6 dan penyaluran dana zakat, infak dan shadaqah untuk tujuan kemanusiaan dan sosial Sumber: Data Diolah, 2015 4
0,737 0,778 0,789
Berdasarkan pada tabel 4.5 di atas, menunjukkan bahwa dari enam item pada faktor laporan keuangan mempunyai nilai loading faktor di atas 0,5, maka dapat disimpulkan bahwa dari enam item tersebut mempunyai pengaruh terhadap faktor laporan keuangan. Nilai tertinggi terdapat pada item laporan keuangan bank syariah juga menjelaskan penggunaan dan penyaluran dana zakat, infak dan shadaqah, untuk tujuan kemanusiaan dan sosial dengan nilai faktor loading sebesar 0,789. Maka item tersebut mempunyai pengaruh terhadap faktor laporan keuangan.
Berdasarkan pada uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa laporan keuangan bank syariah berpengaruh terhadap sharia compliance. Diharapkan bank syariah mampu menerapkan item-item tersebut pada laporan keuangan, serta dapat memperhatikan dari itemitem tersebut. Karena laporan keuangan bank syariah dapat mempengaruhi sharia compliance dan laporan keuangan syariah mempunyai peran dalam kegiatan serta operasional bank syariah. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Mikail dan Arifin (2013) yang menyebutkan bahwa penerapan sharia compliance perlu melalui pendekatan laporan keuangan dengan menjelaskan produk yang dipergunakan perbankan syariah. 1.1.5 Good Corporate Governance Sebelum masuk pada penjelasan nilai faktor loading, akan terlebih dulu dipaparkan terkait dengan syarat uji dari analisis faktor. Pada faktor GCG terdapat 13 item namun setelah dilakukan uji analisis faktor ada beberapa item yang tidak memenuhi syarat dari uji analisis faktor, maka item- item tersebut dapat dibuang dan item yang dapat dilakukan untuk uji selanjutnya terdapat Sembilan item dapat dilihat pada tabel 4.7 di bawah. Dari Sembilan item tersebut terkait dengan uji KMO mempunyai nilai sebesar 0,879, nilai ini telah memenuhi syarat terkait dengan uji KMO karena mempunyai nilai di atas 0,5. Selanjutnya untuk uji Bartlett‟s test mempunyai nilai sebesar 479.689 dengan signifikan sebesar 0,000 dan untuk uji MSA mempunyai nilai anti image di atas 0,5 dari Sembilan item. Maka dari persyaratan uji tersebut dapat disimpulkan bahwa faktor good corporate governance dari Sembilan item telah memenuhi persyaratan, maka dapat dilakukan untuk uji selanjutnya. Serta faktor tersebut mampu menjelaskan sebesar 4.531 dapat dilihat dari tabel
114
Seminar Nasional FEKON 2015 Total Variance Explained. Berikut merupakan penjelasan dari uji analisis faktor dari faktor good corporate governance. Tabel 4.6 Nilai faktor loading dari faktor good corporate governance Nilai Faktor No Good Corporate Governance Loading 1 Informasi perusahaan disampaikan dengan jelas 0,744 Informasi perusahaan disampaikan secara lengkap dan akurat 2 0,792 sesuai dengan ketentuan yang berlaku Perubahan Kebijakan yang diterapkan bank syariah 3 0,707 diinformasikan ke public 4 Bank syariah konsisten dengan ketentuan yang berlaku 0,731 Bank syariah bertanggungjawab pada shareholder dan 5 0,750 lingkungan sekitar 6 Bank syariah bertanggungjawab pada layanan yang diberikan 0,671 7 Bank syariah melindungi kepentingan nasabah 0,749 Bank selalu bersikap objektif dalam pengambilan keputusan 8 0,717 serta memenuhi semua kepentingan nasabah 9 Semua nasabah mendapat perlakuan yang sama dari bank 0,478 Sumber: Data Diolah, 2015 Berdasarkan pada uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa item yang paling dominan mempengaruhi sharia compliance adalah item informasi perusahaan disampaikan secara lengkap dan akurat sesuai dengan ketentuan yang berlaku dengan nilai loading faktor sebesar 0,792 dan nilai ini cukup kuat dalam memberikan korelasi terhadap faktor GCG. Sedangkan item yang tidak mempunyai pengaruh terhadap sharia compliance adalah item semua nasabah mendapat perlakuan yang sama dari bank, dengan nilai loading faktor sebesar 0,478 karena nilai ini tidak memenuhi syarat pada uji analisis faktor. Maka faktor dari good corporate governance berdasarkan pada item- item yang ada dapat mempengaruhi sharia compliance dengan beberapa karakteristik, yaitu transparancy, accountability, responsibility dan juga independency. Maka diharapkan untuk bank syariah dapat mengungkapkan semua item dari faktor GCG karena mempunyai pengaruh terhadap sharia compliance agar lebih banyak kepercayaan masyarakat serta pengguna bank syariah. Hal ini sesuai dengan Penerapan good corporate governance berkaitan dengan pengungkapan karena adanya tuntutan terhadap perusahaan untuk memberikan informasi yang transparan, organisasi yang akuntabel serta tata kelola perusahaan yang semakin bagus (good corporate governance) semakin memaksa perusahaan untuk memberikan informasi mengenai aktivitas operasionalnya. Masyarakat membutuhkan informasi mengenai sejauh mana perusahaan sudah melaksanakan aktivitas kesyariahan. Hal tersebut juga sejalan dengan penelitian
115
Seminar Nasional FEKON 2015 Wardayati (2011) yang menyebutkan bahwa pemenuhan prinsip syariah adalah hal yang terpenting untuk diterapkan karena jasa yang sesuai dengan syariah Islam pada bank syariah akan menambah kepercayaan masyarakat. 1.1.6 Lingkungan Berdasarkan pada item yang terdapat pada faktor lingkungan dengan lima item, semua telah memenuhi syarat dari analisis faktor, pada uji KMO faktor lingkungan mempunyai nilai sebesar 0,870, nilai tersebut di atas 0,5 maka dari uji KMO pada faktor lingkungan telah memenuhi syarat dan dapat dilakukan untuk uji selanjutnya. Pada uji Bartlett‟s test mendapat nilai sebesar 482.578 dengan signifikan 0,000. Dengan nilai tersebut faktor lingkungan telah memenuhi syarat dan dapat dilakukan untuk uji selanjutnya. Pada uji MSA dapat dilihat pada nilai Anti Image dari semua item yang ada dalam faktor lingkungan. Lima item tersebut memiliki nilai Anti Image di atas 0,5. Maka kelima item tersebut telah memenuhi persyaratan. Dapat dilihat dari tabel Total Variance Explained faktor lingkungan mampu menjelaskan sebesar 3.788. Dan selanjutnya akan dijelaskan pada analisis faktor dari nilai loading faktor pada tabel 4.7 di bawah ini. Tabel 4.7 Nilai loading faktor dari faktor lingkungan No
Lingkungan
Bank syariah peduli terhadap lingkungan dan menjaga lingkungan sekitar dengan baik Bank syariah mampu menyediakan pendidikan mengenai 2 lingkungan hidup kepada masyarakat Bank syariah mampu mengajak masyarakat untuk mengikuti 3 kegiatan peduli lingkungan Bank syariah memiliki sistem manajemen lingkungan yang sesuai 4 dengan peraturan yang berlaku di Indonesia 5 Bank syariah menginformasikan laporan peduli lingkungan Sumber: Data Diolah, 2015 1
Nilai Faktor Loading 0,797 0,918 0,879 0,880 0,872
Berdasarkan pada uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa faktor lingkungan dengan lima itemnya mempunyai pengaruh terhadap sharia compliance. Item yang paling dominan mempengaruhi sharia compliance adalah bank syariah mampu menyediakan pendidikan mengenai lingkungan hidup kepada masyarakat dengan nilai loading yang kuat sebesar 0,918. Hal ini perlu dipertimbangkan dari pihak bank syariah untuk memberikan pendidikan lingkungan terhadap masyarakat sekitar. Karena dengan memberikan pendidikan lingkungan terhadap lingkungan sekitar mampu mempengaruhi sharia compliance.
116
Seminar Nasional FEKON 2015 Hal ini sesuai dengan pernyataan bahwa pentingnya bank syariah memberikan kesadaran beragama dalam konteks bisnis terhadap lingkungan (Hanifa, 2002) yaitu dengan bertanggungjawab dalam menjaga lingkungan. Sedangkan menurut Othman dan Thani (2010) menyebutkan bahwa informasi-informasi yang berhubungan dengan penggunaan sumber daya dan program-program yang digunakan untuk melindungi lingkungan harus diungkapkan dalam laporan tahunan sehingga berguna sebagai bukti peduli lingkungan dari perbankan syariah kepada masyarakat.
Setelah didapat nilai loading faktor pada setiap item pengukuran faktor, selanjutnya akan dilakukan score pada masing-masing faktor, untuk melihat faktor yang mempunyai pengaruh dominan terhadap sharia compliance. Dengan merata-ratakan semua item pengukuran dari masing-masing faktor. Nilai score yang didapat dari masing-masing faktor sebagai berikut, faktor Dewan Pengawas Syariah sebesar 0,733, faktor Dasar Informasi sebesar 0,897, Produk dan Jasa sebesar 0,769, Laporan Keuangan 0,726, Good Corporate Governance sebesar 0,704 dan Lingkungan sebesar 0,869. Berdasarkan pada nilai score tersebut maka dapat disimpulkan bahwa faktor Dasar Informasi mempunyai pengaruh yang dominan terhadap sharia compliance dengan nilai score sebesar 0,897 selanjutnya faktor Lingkungan dengan nilai score sebesar 0,869. Sedangkan faktor yang mempunyai pengaruh terkecil adalah faktor Good Corporate Governance yaitu sebesar 0,704. Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor Dasar Informasi dan Lingkungan mempunyai pengaruh yang dominan terhadap sharia compliance.
KESIMPULAN Berdasarkan pada uji analisis faktor terhadap enam indikator sharia compliance diantaranya Dewan Pengawas Syariah, Dasar Informasi, Produk dan Jasa, Laporan Keuangan, Good Corporate Governance dan Lingkungan mempunyai pengaruh terhadap sharia compliance. Sedangkan faktor yang dominan mempengaruhi sharia compliance adalah faktor Dasar Informasi dan Lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Amjadallah, A.A. (2013). “Studi Interpretatif Nilai-Nilai Islam Dalam Pengungkapan Laporan Tahunan Lembaga Keuangan Syariah”. AKSES : Jurnal Ekonomi dan Bisnis Vol. 8 No. 16, Oktober 2013 Asrori. (2011). “Pengungkapan Sharia Compliance Dan Kepatuhan Bank Syariah Terhadap Prinsip Syariah”. Jurnal Dinamika Akuntansi. Vol 3, No 1 2011
117
Seminar Nasional FEKON 2015 Bank Indonesia, Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/2/PBI/2011 Tentang Pelaksanaan Fungsi Kepatuhan Bank Umum, Tanggal 12 Januari 2011 Bank Indonesia. (2009). Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/33/PBI/2009 Tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum Syariah Dan Unit Usaha Syariah. www.bi.go.id Chariri, Charles. (2012). “Analisis Pengaruh Islamic Corporate Governance Terhadap Pengungkapan Corporate Social Responsibility (Studi Kasus pada Bank Syariah di Asia)”. Diponegoro Journal of Accounting, 1-15. Hameed, S. et al. (2003). “Alternatif Disclosure and Performance Measures for Islamic Banks”. Paper Presented in the Internastional Conference on Information System and Islam at the IIUM Kuala Lumpur, hlm. 1-34. Haniffa, R. (2002). “Social Reporting Disclosure an Islamic Perspective”. Indonesian Management & Accounting Research, I, hlm. 128-146. Mardian, S. (2011). “Studi Eksplorasi Pengungkapan Penerapan Prinsip Syariah (Sharia Compliance) di Bank Syariah”. Jurnal SEBI Volume.04 No.1 . Martasari, Laila. (2014). “Persepsi Masyarakat Terhadap Penerapan Sharia Compliance Pada Bank Syariah Di Kecamatan Barabai”. Paper yang dipresentasikan pada Simposium Nasional Akuntansi Syariah (SNAS), Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Mas'ud, M. P. (2013). “Analisis Pengungkapan Informasi Nilai-Nilai Islam Dalam Laporan Tahunan Bank Umum Syariah Di Indonesia”. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Islam. SEBI. Vol. 1, No. 1, 2013 Mikail dan Arifin. (2013). “A Critical Study on Shari„ah Compliant and Shari„ah Based Products in Islamic Banking”. Journal of Islamic and Human Advanced Research, Vol. Othman, R., & Thani, A.M. (2010). “Islamic Social Reporting of Listed Companies in Malaysia”. International Business & Economics Research Journal, 12, hlm. 135-144. Otoritas Jasa Keuangan. Juni 2014. Statistik Perbankan Syariah. www.ojk.go.id. Raharjo, E. (2007). “Teori Agency Vs Stewarship Theory in the Accounting Perspective”. Fokus Ekonomi. Vol. 2 No. 1 Juni 2007: 37-46 Saramawati, D. A. Mei. (2013). “Analisis Pengungkapan Sharia Compliance Dalam Pelaksanaan Good Corporate Governance Bank Syariah Indonesia”. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Islam. SEBI. Vol. 2, No. 2, 2014 Schoon, N. (2010). Islamic Banking and Finance. London: Spiramus Press Ltd. Shah, M.S & Hassan, S.M. (2013). “A Review On Board Roles Theories: The Relevancy Of Islamic Accountability As The Theoretical Lens In Examining The Shariah Committee Effectiveness”. Islamic Economics System Conference (iECONS). Malaysia. Kuala Lumpur Vinnicombe, T. (2010). “AAOIFI Reporting Standart: Measuring Compliance”. El-Savier Advances In Accounting, Incorporating Advances In International Accounting 26 , 5565. Wardayati, Siti Maria. (2011). “Impilikasi Shariah Governance terhadap Reputasi dan Kepercayaan Bank Syariah”. Jurnal Walisongo, Volume 19, Nomor 1, Mei 2011, hlm.1-24.
118
Seminar Nasional FEKON 2015
PERTUMBUHAN DAN KETIMPANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI ANTAR KABUPATEN DAN KOTA DI PROVINSI JAWA BARAT Suhartono Tri Kurniawati R
[email protected] dan
[email protected] ABSTRAK Tolok ukur keberhasilan pembangunan dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi, struktur ekonomi, dan semakin kecilnya ketimpangan pendapatan antar penduduk, antar daerah dan antar sektor. Penelitian ini bertujuan untuk melihat Pertumbuhan dan ketimpangan pembangunan ekonomi antar kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Barat.Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah untuk melihat pola pertumbuhan daerah digunakan Analisis Tipologi Klasen, Untuk mengetahui ketimpangan daerah digunakan analisis Indeks Williamsons dan alat uji U terbalik untuk mengetahui hipotesis kuznet. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 2 dareah yang masuk dalam daerah maju dan tumbuh cepat, 11 daerah kabupaten dan kota yang termasuk dalam daerah berkembang cepat tapi tidak maju, 6 dareah kabupaten kota yang termasuk dalam daerah maju tapi tertekan dan 7 daerah kabupaten kota termasuk daerah relatif tertinggal. Ketimpangan Pembangunan antar wilayah di Provinsi Jawa Barat menunjukkan tingkat ketimpangan yang tinggi yaitu 0, 6625 dan dari hubungan antara tingkat pertumbuhan dan Indeks Williamson menunjukkan bahwa hipotesis kuznet tidak berlaku di Provinsi Jawa Barat. Untuk mengurangi ketimpangan pembangunan antar daerah dan kota pemerintah perlu melakukan pemerataan pembangunan dan kerja sama antar daerah dan Provinsi. Kata kunci : Ketimpangan pembangunan, Tipologi Klasen, Indeks Williamson, Hipotesis Kuznet , Jawa Barat.
PENDAHULUAN Tujuan utama dari pembangunan ekonomi selain upaya menciptakan pertumbuhan yang setinggi-tingginya, pembangunan hams pula berupaya untuk mengurangi tingkat kemiskinan, ketimpangan pendapatan dan tingkat pengangguran serta adanya upaya untuk menciptakan kesempatan kerja. Dengan adanya penciptaan kesempatan kerja bagi masyarakat ini diharapkan pendapatan masyarakat akan turut meningkat. Hingga akhirnya pendapatan perkapita yang tinggi akan mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi pula. Karena pertumbuhan ekonomi, hingga saat ini masih menjadi indikator keberhasilan dalam pembangunan, baik pembangunan nasional maupun regional. Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang pertumbuhan ekonomi dalam wilayah tersebut (Arsyad, 1999). Ada semacam trade off antara pertumbuhan ekonomi yang tinggi dengan pemerataan pendapatan dalam suatu pembangunan 119
Seminar Nasional FEKON 2015 ekonomi. Ketika pembangunan ekonomi lebih ditujukan untuk pemerataan pendapatan maka pertumbuhan ekonomi akan membutuhkan waktu yang relatif lama untuk mencapai tingkat pertumbuhan yang tinggi. Begitu pula, sebaliknya jika pembangunan lebih difokuskan untuk mencapai tingkat pertumbuhan yang tinggi maka akan semakin besar kemungkinan terjadinya ketimpangan dalam distribusi pendapatan (Kuncoro,2004). Proses akumulasi dan mobilisasi sumber-sumber berupa akumulasi modal, keterampilan tenaga kerja dan sumber daya alam yang dimiliki oleh suatu daerah merupakan pemicu dalam laju pertumbuhan ekonomi wilayah yang bersangkutan. Adanya heterogenitas dan beragam karateristik suatu wilayah menyebabkan kecenderungan terjadinya ketimpangan antar daerah dan antarsektor ekonomi suatu daerah. Kesenjangan atau ketimpangan antardaerah merupakan konsekuensi logis pembangunan dan merupakan suatu tahap perubahan dalam pembangunan itu sendiri. Perbedaan tingkat kemajuan ekonomi antardaerah yang berlebihan akan menyebabkan pengaruh yang merugikan (backwash effects) mendominasi pengaruh yang menguntungkan {spread effects) terhadap pertumbuhan daerah, dalam hal ini mengakibatkan proses ketidakseimbangan. Pelaku-pelaku yang mempunyai kekuatan di pasar secara normal akan cenderung meningkat bukannya menurun, sehingga akan mengakibatkan peningkatan ketimpangan antar daerah. Tujuan utama dari usaha pembangunan ekonomi selain menciptakan pertumbuhan yang setinggi-tingginya, harus pula menghapus dan mengurangi tingkat kemiskinan, ketimpangan pendapatan dan tingkat pengangguran.
METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan pada daerah Provinsi Jawa Barat. Data yang digunakan adalah berupa data sekunder yang diperoleh dari pihak terkait. Data yang diperlukan antara lain data berupa PDRB (Produk Domestik Regional Bruto), data berupa sensus sosial ekonomi masing-masing Kabupaten dan Provinsi Jawa Barat pendapatan per kapita dari masing-masing kabupaten/kota dan Provinsi Jawa Barat yang meliputi 17 kabupaten dan 9 kota. Data yang digunakan selama 10 tahun (2003-2012). Adapun analisis data yang digunakan oleh penulis adalah sebagai berikut; 1. Analisis yang digunakan untuk mengetahui gambaran tentang pola dan struktur pertumbuhan ekonomi masing-masing daerah adalah Analisis Tipologi Klassen/Daerah (H. Aswandi dan Mudrajat Kuncoro, 2002). Kritera yang digunakan terdiri dari empat; a. Kuadaran I (pertama) yakni daerah cepat maju dan cepat tumbuh {high income and high growth) adalah daerah yang memiliki pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita yang lebih tinggi dibandingkan dengan Provinsi Jawa Barat. b. Kuadran II (kedua) yakni daerah maju tapi tertekan (high income but low growth) adalah daerah yang memiliki pendapatan per kapita lebih tinggi, tetapi
120
Seminar Nasional FEKON 2015 tingkat pertumbuhannya lebih rendah dibandingkan dengan Provinsi Jawa Barat c. Kuadaran III (ketiga) yakni daerah berkembang cepat (high growth but low income) adalah daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan tinggi, tetapi tingkat pendapatan per kapita lebih rendah dibandingkan dengan Provinsi Jawa Barat d. Dan kuadaran IV (keempat) adalah daerah relatif tertinggal (low growth and low income) adalah daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita lebih rendah dibandingkan dengan Provinsi Jawa Barat 2. Analisis Ketimpangan Ekonomi antar Daerah digunakan 2 jenis analisis yakni;
IW
(Yi Y ) 2 f i / n Y
Indeks Ketimpangan Williamson (Syafrizal, 1997) yakni analisis yang digunakan sebagai indeks ketimpangan regional (regional inequality) dengan rumusan sebagai berikut;
I ( y) ( y j / Y ) x log [( y j / Y ) / X j / X }] Dimana; Yi =
PDRB per kapita di Kabupaten i
Y =
PDRB per kapita rata-rata di Provinsi Jawa Barat
fi =
jumlah penduduk di Kabupaten
n
jumlah penduduk di Provinsi Jawa Barat
=
Dengan indikator bahwa apabila angka indeks ketimpangan Williamson semakin mendekati nol maka menunjukkan ketimpangan yang semakin kecil dan bila angka indeks menunjukkan semakin jauh dari nol maka menunjukkan ketimpangan yang makin melebar. 3. Kurva U Terbalik oleh Kuznets (M.P. Todaro, 2000) yaitu dimana pada tahap-tahap awal pertumbuhan ekonomi ketimpangan memburuk atau membesar dan pada tahap-tahap berikutnya ketimpang menurun, namun pada suatu waktu ketimpangan akan menaik dan demikian seterusnya sehingga terjadi peristiwa yang berulang kali dan jika digambarkan akan membentuk kurva Uterbalik. Dalam hal ini pembuktian kurva U-Terbalik digunakan sebagai berikut (Mudrajat Kuncoro, 2004); -
Menghubungkan antara angka indeks Williamson dengan Pertumbuhan PDRB Provinsi Jawa Barat Dengan indikator apabila hubungan tersebut menggambarkan kurva U terbalik, maka teori Kuznets berlaku di Provinsi Jawa Barat sebaliknya apabila kedua angka indeks tidak menggambarkan kurva U terbalik, maka teori Kuznets tidak berlaku di Provinsi Jawa Barat.
121
Seminar Nasional FEKON 2015 HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan data pertumbuhan PDRB dan pendapatan perkapita kabupaten/kota di provinsi Jawa Barat dalam kurun waktu 10 tahun (2003 – 2012) maka dapat dikelompokkan dalam 4 (empat) klasifikasi sesuai dengan tipologi klassen yaitu : Klasifikasi Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat menurut Tipologi Klassen PDRB Per Kapita Laju Pertumbuhan rdi > mi (+)
rdi > mi (-)
Ydi > Yni (+)
Ydi < Yni (-)
(1) Daerah maju dan tumbuh cepat
(II) Daerah berkembang cepat tapi tidak maju
- Kab. Karawang - Kota Bandung
-
- Kab. Bogor
Kab. Bandung Kab. Tasikmalaya Kab. Ciamis Kab. Kuningan Kab. Cirebon Kab. Majalengka Kab. Subang Kab. Bandung Barat Kota Bogor Kota Sukabumi Kota Banjar (IV) Daerah relatif tertinggal
- Kab. Indramayu
- Kab. Sukabumi
- Kab. Purwakarta
- Kab. Cianjur
- Kab. Bekasi
- Kab. Garut
- Kota Cirebon
- Kab. Sumedang
- Kota Cimahi
- Kota Bekasi
(III) Daerah maju tapi tertahan
- Kota Depok - Kota Tasikmalaya
Sumber: Data diolah Dari tabel tersebut diatas dapat dijelaskan bahwa kabupaten Karawang dan kota Bandung merupakan daerah maju dan tumbuh cepat karena kabupaten Karawang merupakan pusat industri dan banyak pabrik dibangun di sekitar Karawang dan kota Bandung merupakan kota tujuan wisata dari daerah sekitar Bandung seperti Jakarta, banyak penduduk Jakarta berlibur ke Bandung baik untuk tujuan wisata alam maupun kuliner dan juga wisata belanja. Dengan pertumbuhan wisata di Bandung juga berdampak pada hunian/hotel-hotel banyak dibangun dengan sendirinya akan meningkatkan pendapatan dan banyak menyerap tenaga kerja. Terdapat 8 kabupaten dan 3 kota yang termasuk dalam daerah berkembang cepat tapi tidak maju yaitu kabupaten Bandung, kabupaten Tasikmalaya, kabupaten Ciamis, kabupaten Kuningan,
122
Seminar Nasional FEKON 2015 kabupaten Cirebon, kabupaten Majalengka, kabupaten Subang, kabupaten Bandung Barat, kabupaten Bogor, kabupaten Sukabumi, dan kabupaten Banjar. Kabupaten dan kota tersebut pada umumnya memiliki sektor yang domonan adalah sektor pertanian, industri pengolahan , perdagangan hotel dan restauran serta jasa jasa. Sedangkan kabupaten dan kota yang merupakan daerah maju tetapi tertekan meliputi 4 kabupaten dan 2 kota yaitu kabupaten Bogor, kabupaten Indramayu, kabupaten Purwakarta, kabupaten Bekasi, kabupaten Cirebon, dan kabupaten Cimahi. Kabupaten dan kota tersebut pada umumnya mempunya sektor yang dominan meliputi sektor industri pengolahan,perdagangan, hotel dan restauran. Kabupaten dan kota yang termasuk dalam daerah relatif tertinggal meliputi 4 kabupaten dan 3 kota yaitu kabupaten Sukabumi, kabupaten Cianjur, kabupaten Garut, kabupaten Sumedang, kabupaten Bekasi, kabupaten Depok, dan kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten dan kota tersebut pada umumnya mempunyai sektor yang dominan uaitu sektor pertanian, perdagangan, hotel dan restauran serta sektor jasa-jasa Analisis Tingkat Ketimpangan Pembangunan Ekonomi dan Provinsi Jawa Barat Tingkat ketimpangan pembangunan ekonomi salah satunya dapat diukur melalui Indeks Williamson yang bernilai antara 0-1. Semakin besar nilai Indeks Williamson berarti semakin tinggi ketimpangan ekonomi di suatu wilayah. Setelah dilakukan perhitungan terhadap ketimpangan pendapatan antara kabupaten dan kota di provinsi Jawa Barat, dapat dilihat bahwa pada tahun 2003-2012 nilai indeks ketimpangan kabupaten/kota di provinsi Jawa Barat berkisar pada nilai 0,6001 sampai dengan 0,6970. Indeks ketimpangan tertinggi terjadi pada tahun 2009 sebesar 0,670 dan terendah terjadi pada tahun 2003 sebesar 0,6001. Sehingga rata-rata Indeks Williamson kabupaten dan kota di provinsi Jawa Barat adalah 0,6625, seperti pada tabel 4.5. Tabel 4.5 Indeks Williamson di Provinsi Jawa Barat Tahun
Indeks Williamson
2003
0,6001
2004
0,6003
2005
0,6688
2006
0,6908
123
Seminar Nasional FEKON 2015 2007
0,6910
2008
0,6966
2009
0,6970
2010
0,6256
2011
0,6328
2012
0,6321
Rata-rata
0,6625
Sumber: Data diolah Tabel 4.5. menunjukkan bahwa ketimpangan pendapatan antara wilayah di provinsi Jawa Barat dari tahun 2003 - 2012 menunjukkan angka 0,5844. Nilai ketimpangan menurut indeks Williamson terletak antara 0 sampai dengan 1, di mana semakin mendekati nol menunjukkan ketimpangan sangat ringan dan semakin mendekati satu menunjukkan ketimpangan sangat tinggi. Dari kriteria tersebut terlihat bahwa di provinsi Jawa Barat pada tahun 2003-2012 tergolong mempunyai tingkat ketimpangan pendapatan tinggi. Menurut Tambunan (2001) bahwa Vw – 0,50 – 0,69 dikategorikan ketimpangan tinggi. Hipotesis Kuznet tentang “U” Terbalik di Provinsi Jawa Barat Hipotesis Kuznet yang menunjukkan hubungan antara ketimpangan dengan pertumbuhan ekonomi yang berbentuk U terbalik yang menjelaskan bahwa pada tahap-tahap awal pertumbuhan ekonomi ketimpangan memburuk atau membesar dan pada tahap-tahap berikutnya ketimpangan menurun, namun pada suatu waktu ketimpangan akan menaik dan demikian seterusnya sehingga terjadi peristiwa yang berulang kali dan jika digambarkan kurva U terbalik. Dalam hal ini hubungan antara angka Indeks Williamson dengan pertumbuhan PDRB provinsi Jawa Barat dapat dilihat pada tabel 4.7 Tabel 4.7 Pertumbuhan Ekonomi dan Indeks Williamson Tahun
Pertumbuhan Ekonomi
Indeks Williamson
2003
3,72
0,6001
2004
3,74
0,6003
2005
2,31
0,6688
2006
1,94
0,6908
2007
4,99
0,6910
2008
3,62
0,6966
2009
3,74
0,6970
124
Seminar Nasional FEKON 2015 2010
6,21
0,6256
2011
3,84
0,6328
2012
4,26
0,6321
Rata-rata
3,79
0,6625
Sumber: Data diolah
0,6001 0,6970 0,6003 0,6966 0,6688
0,6908 0,6910 0,6796 0,6966 0,6688 0,6970 0,6603 0,6256
Indeks Williamson
0,6910 0,6908
0,6558 0,6328 0,6328 0,6321 0,6256 3,72
3,74
2,31
1,94
4,99
3,623,74
6,21
3,84
4,26
Pertumbuhan Gambar 4.1. Kurve hubungan antara Indeks Williamson dengan Pertumbuhan PDRB Propinsi Jawa Barat Periode 2003-2012 Dari gambar 4.1 dapat diketahui bahwa U terbalik tidak sempurna. Sehingga dapat dikatakan bahwa di Provinsi Jawa Barat pada masa-masa awal pertumbuhan ketimpangan memburuk dan masa berikutnya ketimpangan menurun, namun pada periode 2005 – 2009 terjadi kenikan ketimpangna, namun pada tahun berikutnya 2010 menurun dan tahun 2011 dan 2012 terjadi kenaikan lagi. Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis kuznets dapat dikatakan tidak berlaku di Provinsi Jawa Barat.
125
Seminar Nasional FEKON 2015 SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian, analisis dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa: 1. Struktur pertumbuhan ekonomi kabupaten dan kota di provinsi Jawa Barat terbagi dalam empat pola yaitu: perekonomian maju dan tumbuh cepat terdiri dari kabupaten Karawang dan kota Bandung; daerah berkembang cepat tapi tidak maju yaitu kabupaten Bandung, kabupaten Tasikmalaya, kabupaten Ciamis, kabupaten Kuningan, kabupaten Cirebon, kabupaten Majalengka, kabupaten Subang, kabupaten Bandung Barat, kabupaten Bogor, kabupaten Sukabumi, dan kabupaten Banjar. Sedangkan kabupaten dan kota yang merupakan daerah maju tetapi tertekan meliputi 4 kabupaten dan 2 kota yaitu kabupaten Bogor, kabupaten Indramayu, kabupaten Purwakarta, kabupaten Bekasi, kabupaten Cirebon, dan kabupaten Cimahi. Kabupaten dan kota yang termasuk dalam daerah relatif tertinggal meliputi 4 kabupaten dan 3 kota yaitu kabupaten Sukabumi, kabupaten Cianjur, kabupaten Garut, kabupaten Sumedang, kabupaten Bekasi, kabupaten Depok, dan kabupaten Tasikmalaya. 2. Indeks Williamson di provinsi Jawa Barat berkisar pada angka 0,5844 yang menunjukkan bahwa tingkat ketimpangan pembangunan di provinsi Jawa Barat adalah tinggi. 3. Hipotesis Kuznet tentang hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pembangunan berbentuk U terbalik tidak berlaku di propinsi Jawa Barat B. Saran 1. Tingkat pertumbuhan ekonomi yang meningkat menyebabkan ketimpangan meningkat, sehingga pemerintah perlu melaksanakan upaya pemerataan pembangunan, khususnya di daerah lain selain kabupaten Karawang dan kota Bandung. 2. Kerja sama antar daerah kabupaten dan kota dengan pemerintah provinsi perlu dilakukan agar pelaksanaan pembangunan dapat terlaksana seara menyeluruh, sehingga pemerataan pembangunan dapat tercapai dan ketimpangan pembangunan dapat diperkeil.
126
Seminar Nasional FEKON 2015
DAFTAR PUSTAKA
Amin Pujiati. 2008. Analisis Pertumbuhan Ekonomi di Karesidenan Semarang Era Desentralisasi Fiskal, Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol. 13 No. 2, Yogyakarta. Arsyad, Lincolin. 1990. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah, Edisi Pertama, BPFE, Yogyakarta. Aswandi, H. dan Kuncoro, Mudrajad. 2002. Evaluasi Penetapan Kawasan Andalan: Studi Empirik di Kalimantan Selatan 1993-1999. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol. 17, No. 1, 2002, 27-28. Bapeda, 2012. Kompilasi dan Analisis PDRB Kabupaten/Kota di Jawa Barat, Bandung: Pusdalitbang. BPS, 2013. Jawa Barat dalam Angka, Bandung. Dewi dkk, 2014. Analisis Ketimpangan Pembangunan Antara Kabupaten/Kota di Propinsi Bali. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Vol. 4 No. 02, FEB Universitas Udayana Denpasar Pramono Hariadi dkk. 2008. Ketimpangan Distribusi Pendapatan di Kabupaten Banyumas Jawa Tengah. Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol. 13 No. 2, Yogyakarta. Sjafrizal. 1997. Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Regional Wilayah Indonesia Bagian Barat. Prisma LP3ES, No. 3 Tahun XXVI. Todaro, M.P. 2000. Economic Development, Seventh Edition, New York, Addition Wesley Longman, Inc.
127
Seminar Nasional FEKON 2015 PENENTUAN NILAI TUKAR MATA UANG RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA MENGGUNAKAN MODEL AUTOREGRESSIVE INTEGRATED MOVING AVERAGE
Tony Seno Aji
[email protected]
ABSTRAK Nilai tukar rupiah terhadap dollar akhir-akhir ini semakin terpuruk, bahkan sudah menyentuh angka diatas Rp 14.000 per dollar. Padahal nilai tukar mata uang yang fluktuatif bisa berdampak pada ketidakstabilan perekonomian. Saat ini kita memerlukan model yang bisa digunakan untuk memprediksi (forecast) nilai tukar mata uang rupiah terhadap dollar amerika dengan cepat dan tepat. Dalam makalah ini untuk menentukan model yang menentukan nilai tukar mata uang digunakan Autoregressive integrated moving average (ARIMA). Berdasarkan estimasi dari beberapa model maka model yang terbaik adalah model ARIMA (0,1,1).
Kata Kunci: nilai tukar mata uang, ARIMA
PENDAHULUAN Akhir-akhir ini kita dikejutkan oleh naiknya nilai tukar rupiah terhadap dollar. Bahkan nilai tukar mata uang rupiah terhadap dollar pada tanggal 24 Agustus 2015 sempat menyentuh Rp 14.049 per dollar Amerika Serikat, merupakan angka tertinggi semenjak krisis tahun 1997. Gubernur Bank Indonesia (Agus Martowardojo) menengarai menurunnya nilai tukar rupiah pada hari tersebut disebabkan karena adanya aksi jual di pasar saham (sell off). Yang terjadi saat ini menurutnya adalah hot money yang masuk ke Indonesia sedang melakukan aksi jual sehingga IHSG jatuh tajam, dari tertinggi 5523 di bulan April, sampai menembus 4300. Menurunnya harga minyak dunia di kisaran 40 dollar AS per barel juga ikut menekan nilai tukar rupiah (Kompas, 24 Agustus 2015). Penyebab fluktuasi nilai tukar mata uang dilihat dari asalnya bisa dari internal maupun eksternal. Kondisi ekonomi makro dari suatu negara bisa mempengaruhi, misalnya perdagangan internasional, inflasi, pertumbuhan ekonomi, jumlah uang beredar, tingkat bunga, produktivitas, pasar saham dan lain-lain. Selain itu ada faktor nonekonomi, misalnya politik, psikis dan ekspektasi masyarakat, bencana. Kondisi menurunnya nilai tukar suatu mata uang sebenarnya bisa menguntungkan bagi negara yang memiliki industri pengolahan kuat. Ekspor Indonesia sendiri
saat ini 50
128
Seminar Nasional FEKON 2015 persennya berupa komoditas primer. Sehingga tidak diuntungkan dengan adanya pelemahan kurs. Di tahun 2012 transaksi berjalan (current account) Indonesia defisit 24 miliar dollar AS. Tahun 2013 meningkat menjadi 29 miliar dollar AS. Hal ini sangat berperan terhadap nilai tukar Indonesia. Kondisi tersebut juga ditambah dengan kondisi global yang tidak terlalu menguntungkan bagi Indonesia, yaitu penarikan stimulus moneter oleh Federal Reserve (The Fed) yang diumumkan sejak Mei 2013 lalu. Devaluasi yuan pada bulan Agustus 2015 juga mengakibatkan terjadinya perubahan struktural (tectonic shift) dalam pasar finansial global. Jadi banyak hal yang bisa mempengaruhi nilai tukar mata uang, baik kondisi internal maupun eksternal, ekonomi maupun non ekonomi. Bahkan rumor yang belum tentu kebenarannya pun bisa mempengaruhi. Oleh karena itu sulit untuk menentukan model nilai tukar yang benar seratus persen. Padahal para pelaku ekonomi, khususnya pebisnis dituntut cepat untuk menentukan sikap dan strategi. Kemampuan untuk memprediksi nilai tukar mata uang dengan cepat dan tepat sangat dibutuhkan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk merumuskan model terbaik yang bisa digunakan untuk memprediksi (forecast) nilai tukar mata uang rupiah terhadap dollar amerika berdasarkan data historis.
METODOLOGI Metodologi dalam paper ini menggunakan metode Autoregressive integrated moving average (ARIMA) atau lebih dikenal juga dengan model Box-Jenkin. Dalam model ini tidak ada asumsi khusus tentang data historis dari runtut waktu, tetapi menggunakan metode iteratif untuk menentukan model yang terbaik. Model yang terpilih kemudian dicek ulang dengan data historis apakah sudah menggambarkan data dengan tepat. Model terbaik akan didapat jika residual antara model peramalan dengan data historis kecil, didistribusikan secara random. Namun jika model yang dipilih tidak mampu menjelaskan dengan baik maka proses penentuan model perlu diulangi. Model Box-Jenkin pada hakekatnya terdiri dari beberapa model, yaitu model autoregressive (AR), moving Average (MA), autoregressive moving average (ARMA) dan autoregressive integrated moving average (ARIMA). (Widardjono, 2007). Model AR menunjukkan variabel dependenYt adalah fungsi linear dari sejumlah Yt aktual sebelumnya. Bentuk model umumnya adalah sebagai berikut. Yt 0 1Yt 1 2Yt 2 .... pYt p et
129
Seminar Nasional FEKON 2015 Dimana Y merupakan variabel dependen; Yt 1 , Yt 2 , Yt p merupakan lag dari Y, et merupakan residual, dan p adalah tingkat AR. Model MA menyatakan bahwa nilai prediksi variabel dependen Yt hanya dipengaruhi oleh nilai residual periode sebelumnya. Secara umum model MA dapat dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut Yt 0 1et 2 et 1 3 et 2 .... q et q
Dimana et merupakan residual; et 1 , et 2 , et q merupakan lag dari Y, et merupakan residual, dan p adalah tingkat AR. Model ARMA merupakan penggabungan model AR dan model MA. Secara umum model ARMA dapat dijelaskan dengan persamaan sebagai berikut Yt 0 1Yt 1 2Yt 2 .... pYt p 0 et 1et 1 2 et 2 .... q et q
Model autoregressive (AR), moving Average (MA), autoregressive moving average (ARMA) mensyaratkan data time series yang diamati bersifat stasioner. Data dikatakan stasioner apabila memiliki rata-rata, varian dan kovarian yang konstan. Tetapi kebanyakan data time series tidak stasioner dalam kondisi level, namun stasioner dalam proses diferensi (difference). Model dengan data stasioner melalui proses diferensi ini yang disebut dengan model autoregressive integrated moving average (ARIMA). Misalnya jika data stasioner dalam proses diferensi d kali dan mengaplikasikan ARMA (p,q), maka modelnya ARIMA (p,d,q), dimana p adalah tingkat AR, d tingkat proses membuat data menjadi stasioner dan q merupakan tingkat MA. Langkah-langkah yang harus diambil dalam menganalisis data dengan menggunakan teknik Box-Jenkin adalah sebagai berikut: Identifikasi Model Pemilihan p, d,q, secara tentatif Estimasi Parameter model
Uji Diagnosis tidak
ya Prediksi
Gambar 1. Diagram Metode Box-Jenkin (Sumber: Widardjono, 2007) 130
Seminar Nasional FEKON 2015
HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika mulai tanggal 20 Mei 2013 hingga 20 Agustus 2015 dapat diamati melalui gambar dibawah ini.
Gambar 2. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika per 20 Mei 2013-20 Agustus 2015 Secara kasat mata terlihat bahwasanya nilai tukar rupiah terhadap dollar amerika memiliki trend yang menaik, bahkan cukup tajam. Dari grafik yang terus naik tersebut terindikasi bahwasanya data nilai tukar rupiah terhadap dollar amerika tidak stasioner dalam kondisi level. Untuk mengetahui stasioner atau tidak dari suatu data bisa digunakan uji koefisien SACF (sample autocorrelation function) pada tabel correlogram (tabel 1). Nilai koefisien ACF (autocorrelation function) cukup tinggi (0,987) pada lag pertama dan kemudian menurun secara gradual sampai pada lag 36 nilai ACF masih 0,663. Pola seperti ini menunjukkan bahwa data nilai tukar rupiah terhadap dolar amerika pada periode tersebut tidak stasioner. Tabel 1. Correlogram pada Kondisi Level Sample: 5/20/2013 8/20/2015 Included observations: 589 Autocorrelation .|******* .|******* .|******* .|******* .|******* .|******* .|*******
Partial Correlation .|******* .|. | .|. | .|. | .|. | .|. | .|. |
1 2 3 4 5 6 7
AC
PAC
0.991 0.981 0.971 0.962 0.952 0.943 0.934
0.991 -0.022 0.003 0.010 -0.004 -0.005 -0.008
Q-Stat 580.86 1151.3 1711.5 2261.9 2802.7 3333.8 3855.3
Prob 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
131
Seminar Nasional FEKON 2015 .|******* .|******* .|******* .|******| .|******| .|******| .|******| .|******| .|******| .|******| .|******| .|******| .|******| .|******| .|******| .|******| .|******| .|******| .|***** | .|***** | .|***** | .|***** | .|***** | .|***** | .|***** | .|***** | .|***** | .|***** | .|***** |
.|. .|. .|. .|. .|. .|. .|. .|. .|. .|. .|. .|. .|. .|. .|. .|. .|. .|. .|. .|. .|. .|. .|. .|. .|. .|. .|. .|. .|.
| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |
8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
0.925 0.916 0.907 0.897 0.888 0.878 0.869 0.859 0.850 0.840 0.830 0.821 0.811 0.801 0.792 0.783 0.773 0.764 0.755 0.746 0.737 0.728 0.719 0.709 0.700 0.690 0.681 0.672 0.663
0.029 -0.020 -0.024 -0.002 -0.008 -0.005 -0.011 -0.004 -0.009 -0.006 -0.016 0.000 0.003 -0.007 0.007 -0.011 0.005 0.006 -0.017 -0.004 0.000 0.000 -0.012 -0.017 -0.012 0.014 -0.006 -0.007 -0.008
4367.9 4871.4 5365.4 5850.1 6325.5 6791.7 7248.6 7696.3 8134.8 8564.3 8984.5 9395.7 9798.0 10192. 10577. 10954. 11322. 11683. 12035. 12380. 12717. 13046. 13367. 13681. 13987. 14285. 14576. 14860. 15137.
0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
Q statistik pada tabel 1 merupakan nilai Ljung-Box (LB). Berdasarkan uji Ljung-Box (LB) juga menghasilkan kesimpulan data tidak stasioner. Kita bisa membandingkan nilai LB pada lag 36 (sebesar 15.137) dengan nilai statistik X2 , Nilai statistik LB lebih besar dibandingkan dengan nilai statistik distribusi chi squares (X2). Atau bisa juga dilihat dari nilai probabilitasnya, sampai lag 36 nilainya mendekati nol berarti 𝛼 relatif kecil, sehingga menolak hipotesis nul yang berarti data tidak stasioner. Data nilai tukar rupiah terhadap dollar amerika periode 20 Mei 2013 hingga 20 Agustus 2015 tidak stasioner dalam kondisi level. Berarti tidak diperkenankan menggunakan model autoregressive (AR), moving Average (MA), autoregressive moving average (ARMA) karena model-model tersebut mensyaratkan data time series yang diamati bersifat stasioner. Alternatifnya adalah dengan mendiferensi, atau mencari perbedaan antara data satu periode dengan periode lainnya secara berurutan. Setelah dilakukan diferensi tingkat pertama data tersebut diatas menjadi stasioner (lihat tabel 2).
132
Seminar Nasional FEKON 2015 Tabel 2. Correlogram pada Diferensi Tingkat Pertama Sample: 5/20/2013 8/20/2015 Included observations: 588 Autocorrelation .|* .|. .|. .|. .|. .|. .|. .|. .|* .|. .|. .|. .|. .|. .|. .|. .|. .|. .|. .|. .|. .|. .|. .|. .|. .|. .|. .|. .|. .|. .|. *|. .|. .|. .|. .|.
| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |
Partial Correlation .|* *|. .|. .|. .|. .|. .|. .|. .|* .|. .|. .|. .|. .|. .|. .|. .|. .|. .|. .|. .|. .|. .|. .|. .|. .|. .|. .|. .|. .|. .|. *|. .|. .|. .|. .|.
| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
AC
PAC
0.099 -0.063 -0.059 0.014 0.028 0.012 0.024 0.071 0.089 -0.004 0.001 0.007 0.010 -0.011 0.037 0.024 0.072 0.002 -0.057 0.043 -0.009 0.014 -0.036 -0.031 0.023 0.018 -0.047 -0.035 0.016 0.017 0.040 -0.093 -0.053 0.038 0.003 -0.051
0.099 -0.074 -0.045 0.021 0.018 0.007 0.027 0.070 0.080 -0.010 0.020 0.010 0.002 -0.017 0.038 0.007 0.063 -0.012 -0.048 0.057 -0.032 0.014 -0.041 -0.036 0.016 -0.004 -0.045 -0.020 0.011 0.009 0.044 -0.096 -0.028 0.041 -0.021 -0.032
Q-Stat 5.7723 8.1555 10.194 10.314 10.796 10.884 11.232 14.251 18.984 18.993 18.994 19.027 19.086 19.164 20.002 20.365 23.555 23.556 25.548 26.688 26.736 26.854 27.669 28.270 28.589 28.782 30.138 30.899 31.050 31.233 32.248 37.683 39.430 40.328 40.333 41.999
Prob 0.016 0.017 0.017 0.035 0.056 0.092 0.129 0.075 0.025 0.040 0.061 0.088 0.120 0.159 0.172 0.204 0.132 0.170 0.143 0.144 0.180 0.217 0.229 0.249 0.281 0.321 0.308 0.322 0.363 0.404 0.405 0.225 0.204 0.211 0.246 0.227
Model dengan data yang stasioner setelah dilakukan proses diferensi disebut dengan autoregressive integrated moving average (ARIMA). Model tentatif yang akan diuji diantara adalah ARIMA (1,1,0), ARIMA (0,1,1), ARIMA (1,1,1), dan ARIMA (6,1,6). Berikut ini hasil estimasi dari beberapa model ARIMA diatas.
Tabel 3 Estimasi Model ARIMA (1,1,0) Dependent Variable: D(KURS) Method: Least Squares Sample (adjusted): 5/22/2013 8/20/2015
133
Seminar Nasional FEKON 2015 Included observations: 496 after adjustments Convergence achieved after 3 iterations Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C AR(1)
7.185157 0.089152
2.887770 0.045034
2.488133 1.979673
0.0132 0.0483
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.007871 0.005863 58.55176 1693584. -2721.467 3.919105 0.048295
Inverted AR Roots
.09
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
7.346774 58.72415 10.98172 10.99869 10.98838 2.020159
Tabel 4. Estimasi Model ARIMA (0,1,1) Method: Least Squares Sample (adjusted): 5/21/2013 8/20/2015 Included observations: 588 after adjustments Convergence achieved after 6 iterations MA Backcast: 5/20/2013 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C MA(1)
6.936881 0.112034
2.558138 0.041051
2.711691 2.729149
0.0069 0.0065
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.011158 0.009470 55.79106 1824009. -3198.043 6.612072 0.010374
Inverted MA Roots
-.11
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
6.935374 56.05713 10.88450 10.89939 10.89030 2.011270
Tabel 5. Estimasi Model ARIMA (1,1,1) Dependent Variable: D(KURS) Method: Least Squares Sample (adjusted): 5/22/2013 8/20/2015 Included observations: 587 after adjustments Convergence achieved after 124 iterations MA Backcast: 5/21/2013 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C AR(1)
6.937915 -0.208881
2.512958 0.345524
2.760856 -0.604534
0.0059 0.5457
134
Seminar Nasional FEKON 2015 MA(1)
0.318201
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.012343 0.008961 55.85295 1821818. -3192.751 3.649170 0.026608
Inverted AR Roots Inverted MA Roots
-.21 -.32
0.334960
0.949967
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.3425 6.938671 56.10488 10.88842 10.91078 10.89713 2.008662
Tabel 6. Estimasi Model ARIMA (6,1,6) Dependent Variable: D(KURS) Method: Least Squares Sample (adjusted): 5/29/2013 8/20/2015 Included observations: 582 after adjustments Convergence achieved after 15 iterations MA Backcast: 5/21/2013 5/28/2013 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C AR(6) MA(6)
6.893563 -0.948788 0.976414
2.358809 0.028476 0.021427
2.922476 -33.31859 45.56909
0.0036 0.0000 0.0000
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) Inverted AR Roots Inverted MA Roots
0.011280 0.007865 56.11730 1823358. -3168.291 3.302777 0.037475 .86+.50i -.86+.50i .86+.50i -.86+.50i
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
.86-.50i -.86-.50i .86-.50i -.86-.50i
6.920962 56.33928 10.89791 10.92041 10.90668 1.809583
.00-.99i
-.00+.99i
.00-1.00i
-.00+1.00i
Dari hasil estimasi berbagi model ARIMA (lihat tabel 3 sampai 6) kita bisa mengamati bahwasanya model ARIMA (1,1,0) konstanta dan AR signifikan (lihat tabel 3). Model ARIMA (0,1,1) konstanta dan MA signifikan (lihat tabel 4). Model ARIMA (1,1,1) konstanta signifikan namun AR dan MA tidak signifikan (lihat tabel 5). Model ARIMA (6,1,6) konstanta, AR, dan MA signifikan semua (lihat tabel 6). Secara sekilas model yang baik adalah model ARIMA (1,1,0), model ARIMA (0,1,1), model ARIMA (6,1,6). Untuk menentukan model yang paling bagus bisa dengan membandingkan nilai Akaike Info Criterion (AIC), model dengan nilai AIC paling kecil merupakan model yang terbaik. Nilai
135
Seminar Nasional FEKON 2015 AIC antar model pada tabel 7 tidak jauh berbeda, namun yang paling kecil adalah model ARIMA (0,1,1). Berarti model tersebut merupakan model terbaik Tabel 7. Nilai Akaike Info Criterion (AIC) Nilai
ARIMA (1,1,0)
ARIMA (0,1,1)
ARIMA (6,1,6)
AIC
10.98172
10.88450
10.89842
Model ARIMA (0,1,1) bila dituliskan dalam persamaan menjadi DKURS = 6,936881 + 0,112034 MA(1) Forecast dari nilai tukar rupiah terhadap dollar amerika bisa digambarkan dalam grafik dibawah ini.
Gambar 3. Forecast dari Nilai Tukar Rupiah Model ARIMA (0,1,1)
KESIMPULAN Dalam menganalisa perilaku data time series pada sektor finansial, khususnya nilai tukar mata uang kadang kemampuan forecast dari suatu model berubah-ubah dari waktu ke waktu. Hal ini disebabkan volatilitas nilai tukar sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan. Misalnya kebijakan fiskal, moneter, perdagangan, politik, kondisi global dan eksternal,
136
Seminar Nasional FEKON 2015 bahkan rumor atau isupun bisa mempengaruhi. Sebagai alternatif untuk menentukan nilai tukar, model
ARIMA hanya mempertimbangkan nilai tukar sebelumnya dan residual
sebelumnya. Setelah diuji ternyata model terbaik dalam makalah ini adalah model ARIMA(0,1,1).
DAFTAR PUSTAKA Abhyankar A, Sarno L, and Valente G. 2006. Exchange rates and fundamentals: evidence on the economic value of predictability. Journal of International Economics 66 (2005) 325– 348 Abimanyu Y. 2004. Memahami Kurs Valuta Asing, Penerbitan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta. Kompas, 24 Agustus 2015. http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2015/08/24/173622726/ Rupiah.Terus.Terpuruk.Gubernur.BI.Minta.Eksportir.Lepas.Valas Sarno L, and Taylor M.P, 2002. The Economics of Exchange Rates, Cambridge University Press. Widarjono, Agus, 2007. Ekonometrika, Teori dan Aplikasi, Ekonesia FE UII, YogyakartaWinarno, Wing Wahyu, 2007. Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan Eviews, UPP STIM YKPN, Yogyakarta
137
Seminar Nasional FEKON 2015 FAKTA ILMIAH AKTIVITAS PASAR SAHAM ISLAM BERDASARKAN RISET BERBASIS ANALISIS KUANTITATIF Yadi Nurhayadi13
ABSTRAK Makalah ini membahas lima paper penelitian tentang pasar saham Islam. Secara umum, analisis kuantitatif pada riset ini dalam mengolah data-data saham dilakukan berdasarkan pendekatan Matematika, Statistika, dan Ekonometrika. Hasil bahasan memberikan fakta-fakta menarik. Pertama, tidak ada kointegrasi di antara pasar saham Islam dan pasar saham konvensional, serta pasar saham Islam lebih tahan dalam menghadapi kondisi pasar saham yang tidak menentu dibanding pasar saham konvensional. Kedua, tidak ada perbedaan signifikan terhadap return yang diakibatkan oleh seleksi saham pada pasar saham Islam. Ketiga, pasar saham Islam tidak sepenuhnya terbebas dari dinamika pasar, masih ada aksi spekulasi dari para investor yang belum memahami nilai-nilai Islam. Keempat, masih ada hubungan di antara indeks saham Islam dan indeks komposit. Serta kelima, ada korelasi di antara pasar-pasar saham Islam di dunia, tetapi korelasinya asimetri. Kata kunci: pasar saham Islam, ekonometrika, tidak ada kointegrasi, lebih resisten, return, spekulasi, korelasi.
PENDAHULUAN Sistem Ekonomi Islam diterapkan pada operasional Pasar Keuangan Islam (Islamic Financial Market) yang digerakkan oleh Institusi-institusi Perantara Keuangan Islam (Islamic Financial Intermediaries Institution) yang di antaranya adalah Pasar Saham Islam (Islamic Stock Market).14 Operasional Pasar Saham Islam di antaranya telah berlangsung berupa The Dow Jones Islamic Market Index (DJIMI), The Financial Times and The London Stock Exchange (FTSE) Global Islamic Index Series (GIIS), Kuala Lumpur Shariah Index (KLSI), dan Jakarta Islamic Index (JII). Keberadaan Pasar Saham Islam memunculkan fakta-fakta ilmiah terkait operasional mereka.
13
Dr. Yadi Nurhayadi, M. Si., Dosen Tetap di Fakultas Ekonomi dan Bisnis – Uhamka, Dosen Tidak Tetap, antara lain di: Fakultas Syariah dan Hukum serta Fakultas Ekonomi dan Bisnis – UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Program Pascasarjana – Sekolah Tinggi Ekonomi Islam Tazkia, dan Program Pascasarjana – UIN Sunan Gunung Djati Bandung. 14 Pernyataan Financial Market digerakkan oleh Financial Intermediaries adalah pernyataan Samuelson dan Nordhaus. Samuelson mendefinisikan institusi perantara keuangan (financial intermediary) sebagai institusi yang menerima dana dari para investor atau penabung dan meminjamkan uang tersebut kepada para peminjam. Institusi ini meliputi institusi penyimpanan (depository institution) seperti lembaga perbankan dan institusi non-penyimpanan (nondepository institution) seperti lembaga pasar uang, lembaga pasar modal, perusahaan asuransi, dan sebagainya. Lihat Lihat Paul A. Samuelson dan William D. Nordhaus, Economics (New York: McGraw Hill, 2002), 764.
138
Seminar Nasional FEKON 2015 Fakta ilmiah aktivitas pasar saham Islam dapat diketahui berdasarkan data primer atau data sekunder. Data tersebut ada yang berupa: komparasi antara pasar saham konvensional dan pasar saham Islam; komparasi di antara pasar saham Islam; tanggapan investor, masyarakat, ekonom, tokoh, politikus, dan lain-lain; analisis dari pakar atau media; serta berbagai bentuk informasi lain yang dapat dikategorikan sebagai data. Pengolahan dan analisisnya dikerjakan dengan metode kuantitatif, kualitatif, atau perpaduan. Metode kuantitatif diselesaikan dengan pendekatan Matematika, Statistika, atau Ekonometrika, sedangkan metode kualitatif dengan pendekatan Sejarah, Sosiologi, Psikologi, dan sebagainya. Pada makalah ini, fakta ilmiah aktivitas pasar saham Islam didapat berdasarkan studi pustaka atas lima paper ilmiah yang melakukan komparasi antara pasar saham konvensional dan pasar saham Islam serta di antara pasar-pasar saham Islam. Paper-paper tersebut mengolah data dengan metode kuantitatif melalui pendekatan Matematika, Statistika, dan Ekonometrika. Lima paper ilmiah serta penulisnya itu adalah: (1) Risk and Return of Islamic Stock Market Indexes, oleh Sam Hakim dan Manochehr Rashidian15; (2) Islamic Investment: Evidence from Dow Jones and FTSE Indices, oleh Khaled A. Hussein16; (3) Modelling the Volatility of Shari‘ah Index: Evidence from Kuala Lumpur Shari‘ah Index (KLSI) and The Jakarta Islamic Index (JII), oleh Hassanuddeen A Aziz dan Todi Kurniawan17; (4) An Empirical Analisys of Islamic Stock Return in Malaysia, oleh Hamdia Chapakia danYulizar D. Sanrego18; serta (5) Dynamic Interdependence among International Islamic Stock Market Indices: Evidence from 2000-2007, oleh Noer Azam Achsani, Jaenal Effendi, dan Zainul Abidin19.
15
Sam Hakim dan Manochehr Rashidian, “Risk and Return of Islamic Stock Market Indexes,” www.kantakji.org. (Samer Kantakji, 2002). 16 Khaled A. Hussein, “Islamic Investment: Evidence from Dow Jones and FTSE Indices,” International Conference on Islamic Economics and Finance – Islamic Economics and Banking in The 21st Century (Jakarta: BI – IRTI IDB – IAIE – UI, 2005). 17 Hassanuddeen A. Aziz dan Todi Kurniawan, “Modelling the Volatility of Shari‘ah Index: Evidence from Kuala Lumpur Shari‘ah Index (KLSI) and The Jakarta Islamic Index (JII),” The International Conference on Islamic Capital Market: Regulation Products and Practise with Relevance to Islamic Banking and Finance (Jakarta: Muamalat Institute – IRTI IDB, 2007). 18 Hamdia Chapakia danYulizar D. Sanrego, “An Empirical Analisys of Islamic Stock Return in Malaysia,” The International Conference on Islamic Capital Market: Regulation Products and Practise with Relevance to Islamic Banking and Finance (Jakarta: Muamalat Institute – IRTI IDB, 2007). 19 Noer Azam Achsani, Jaenal Effendi, dan Zainul Abidin, “Dynamic Interdependence among International Islamic Stock Market Indices: Evidence from 2000-2007,” The International Conference on Islamic Capital Market: Regulation Products and Practise with Relevance to Islamic Banking and Finance, (Jakarta: Muamalat Institute – IRTI IDB, 2007).
139
Seminar Nasional FEKON 2015 Rumusan masalah dari makalah ini yaitu sebagai berikut. (1) Apa tujuan umum atas riset yang mengungkap fakta aktivitas pasar saham Islam? (2) Bagaimana metodologi pengolahan datanya? (3) Serta, apa kesimpulan umumnya?
METODOLOGI Makalah yang merupakan studi pustaka atas paper ilmiah ini terutama menganalisis metode kuantitatif yang digunakan di dalam penelitian; mencermati tujuan penelitian; memahami data, metodologi, dan hasil penelitian; serta menarik kesimpulan hasil penelitian. Berdasarkan langkahlangkah tersebut dieksplorasi apa tujuan, metodologi, dan kesimpulan umumnya. Fakta ilmiah aktivitas pasar saham Islam disarikan dari kesimpulan umum.
PEMBAHASAN Pembahasan akan merupakan ringkasan hal-hal penting dari tujuan; data, metodologi, dan hasil penelitian; serta kesimpulan penelitian dari eksplorasi mendalam atas paper ilmiah yang dikaji. Ringkasan hal-hal penting dari lima paper ilmiah tersebut adalah sebagai berikut. 3.1 Risk and Return pada Indeks Pasar Saham Islam 3.1.1 Tujuan Penelitian Hakim dan Rashidian meneliti perbandingan performansi penanaman investasi antara pasar saham Islam, yaitu investasi di perusahaan-perusahaan yang tercatat pada The Dow Jones Islamic Market Index (DJIMI); dengan pasar saham konvensional, yaitu investasi di perusahaan-perusahaan yang tercatat pada Dow Jones Wilshire (DJW) 5000 Index. Perbandingan ini untuk mencermati dampak akibat adanya seleksi yang lebih ketat20 pada perusahaan-perusahaan yang tercatat pada DJIMI dibandingkan dengan yang tercatat pada DJW. Sebagai gambaran, dari 5000 perusahaan yang
20
Seleksi itu meliputi tiga tahap screening filters sebagai berikut. (1) Apakah bisnis utamanya halal (sesuai dengan hukum Islam – syariah), dengan demikian perusahaan yang berkaitan dengan perjudian, alkohol, alat perang, tembakau, pornografi, dan babi, tidak termasuk. (2) Perusahaan harus memenuhi syarat finansial tertentu: rasio hutangnya tidak boleh melebihi 33%, accounts receiveables dibagi total assets harus dibawah 45%, pemasukan dari bunga harus dibawah 5% dari pendapatan total. (3) Akhirnya perusahaan secara kontinyu dimonitor berdasarkan kriteria ini. Lihat Hakim dan Rashidian, “Risk,” 4. Lebih lanjut lihat pula Dow Jones Index, “Guide to The Dow Jones Islamic Market Index,” www.djindex.com. (New York: Dow Jones Index, 2003).
140
Seminar Nasional FEKON 2015 tercatat pada DJW 5000 Index, jika dilakukan seleksi itu yang nantinya layak diterima dalam DJIMI hanya sekitar 700 perusahaan. Secara lebih spesifik, penelitian Hakim dan Rashidian ditujukan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan: (1) bagaimana penyeleksian yang membatasi ini memberi pengaruh pada performansi investasi di dalam DJIMI; (2) apakah indeks DJIMI kurang bervariasi dibanding indeks DJW; (3) jika ya, bagaimana variasi yang terbatas ini mempengaruhi risk and return; serta (4) apa korelasi dinamis dan keterkaitan jangka panjang antara kedua indeks sepanjang waktu berikutnya. 3.1.2 Data, Metodologi, dan Hasil Penelitian Data yang digunakan untuk penelitian terdiri dari data indeks pada setiap penutupan harian DJIMI dan DJW 5000 Indexes. Return harian secara kontinyu dihitung sebagai fungsi logaritma dari perbedaan harga (Prices): log (Pt/Pt-1). Untuk data perbandingan lain bagi keduanya dimanfaatkan pula data treasury securities. Dari data-data itu dihitung beberapa parameter yang diperlukan seperti risk-free rate dan interest rate.21 Pengolahan data dilakukan secara ekonometri menggunakan metode time series serta analisis kointegrasi. Analisis ekonometri mengarah pada penggunaan model multivariate autoregressive untuk mendapatkan dinamika DJIMI pada short term atau long term. Berdasarkan teori yang ditulis Johansen dan Juselius dapat diketahui ada tidaknya kointegrasi di dalam model time series-nya. Analisis ekonometri ini membantu dalam menentukan tingkat kointegrasi antara dua indeks saham yang diamati.22 Berdasarkan tingkat risikonya didapat bahwa Indeks Islam memiliki risiko lebih rendah dibandingkan indeks W5000. Bahkan dari hasil perhitungan sharp ratio atau risk per unit return, Indeks Islam lebih bagus dibanding W5000 dan Treasury Bill (Tbill) Rate. Secara keseluruhan, dari hasil perhitungan statistika didapatkan bahwa performansi risiko Indeks Islam cukup kompetitif, di mana tingkat risiko (berdasarkan sharp ratio) dari W5000 lebih tinggi 64% darinya.23 Berdasarkan hasil test akar satuan standar (standard unit root test, yaitu untuk mengukur sifat stokastik dari deret data), didapat bahwa pergerakan indeks pada DJIMI merupakan proses non-
21
Hakim dan Rashidian, “Risk,” 4. Hakim dan Rashidian, “Risk,” 4-5. 23 Hakim dan Rashidian, “Risk,” 5. 22
141
Seminar Nasional FEKON 2015 stasioner atau random dan unpredictable. Demikian pula pada W5000 dan Tbill. Hasil test lebih lanjut didapat bahwa DJIMI, W5000, dan Tbill stasioner setelah proses diferensial pertama.24 Relasi kointegrasi di antara tiga deret data dicari dengan model trivariate dan bivariate, yaitu Trivariate: {DJIMI, W5000, Tbill}, Bivariate: {DJIMI, W5000}, {W5000, Tbill}, {DJIMI, Tbill}. Hasilnya ditemukan bahwa tidak ada kointegrasi antara DJIMI dan W5000. Kedua indeks mungkin saja berkorelasi secara temporal tetapi tidak ada kointegrasi.25 Untuk meyakinkan ketiadaan kointegrasi digunakan tes sebab-akibat (test for causality). Dalam hal ini, jika ΔX dan ΔY adalah dua deret data stasioner, tes sebab-akibat akan mengetes apakah ΔX akan menentukan ΔY mendatang, dalam hal X akan menyebabkan Y. Untuk perhitungannya maka data lag dari ΔX dibutuhkan untuk menentukan ΔY. Di sini ΔX adalah variabel bebas dan ΔY variabel tak-bebas. Pada kasus DJIMI, W5000, dan Tbill, tes sebab-akibat diproses dengan menyatakan tiap deret data sebagai vektor autoregresi, yaitu melalui penentuan vector error-correction model (VECM) dari formulasi: Δ(DJIMI)= a0+a1 L Δ(DJIMI)+a2 L Δ(W5000)+a3 L Δ(Tbill)+a4 L EC + e1 Δ(W5000)= b0+b1 LΔ(DJIMI)+b2 LΔ(W5000)+b3 LΔ(Tbill)+b4 L EC+e2 Δ(Tbill)= c0+c1 L Δ(DJIMI)+c2 L Δ(W5000)+c3 L Δ(Tbill)+c4 L EC+e3
(1) (2) (3),
di mana L adalah lag operator (misalnya LZ = Zt-1), EC adalah error correction ditentukan dari estimasi efisiensi Johansen, e adalah suku gangguan (disturbance), dan Δ menyatakan diferensial pertama. Hasil perhitungan statistika-t dalam mengestimasi VECM mengindikasikan bahwa tidak satu pun baik W5000 ataupun Tbill yang secara signifikan mempengaruhi perubahan Indeks Islam. Dengan demikian, korelasi apa pun yang mungkin muncul antara DJIMI dan W5000 adalah semu dan tidak stabil, atau pergerakan DJIMI benar-benar dipengaruhi oleh faktor independen.26 3.1.3 Kesimpulan Penelitian
24
Hakim dan Rashidian, “Risk,” 5. Hakim dan Rashidian, “Risk,” 6. 26 Hakim dan Rashidian, “Risk,” 7-8. 25
142
Seminar Nasional FEKON 2015 Hasil penelitian perbandingan performansi penanaman investasi antara pasar saham Islam, yaitu The Dow Jones Islamic Market Index (DJIMI); dengan pasar saham konvensional, yaitu Dow Jones Wilshire (DJW) 5000 Index; menunjukkan hal-hal berikut. Pertama, pergerakan DJIMI adalah murni acak (random), tidak ada kointegrasi antara DJIMI dengan DJW5000 Indexes. Kedua, dari hasil perhitungan bahwa tingkat risiko DJIMI lebih kecil dari W5000 serta hasil perhitungan risiko per satuan return dari W5000 Indexes yang lebih besar dibanding DJIMI, menunjukkan bahwa pergerakan DJIMI lebih tahan terhadap kondisi tidak menentu yang mungkin menimpa pasar saham.27 Tiga implikasi yang muncul dari hasil penelitian di atas adalah sebagai berikut. (1) Hasil penelitian membantu investor dalam mengevaluasi performansi Indeks Islam yang populer dewasa ini, dalam kondisi pasar saham yang tenang. (2) Memotivasi manajer keuangan untuk selalu mengamati tingkat suku bunga dan kondisi pasar di luar untuk mengidentifikasi pembangkit fluktuasi pada Indeks Islam. (3) Kriteria yang membatasi pada pasar saham Islam tidak menghilangkan peluang risk-return yang terjadi pada saham tersebut. Konsekuansi dari tiga implikasi ini, investor Muslim tidak perlu sangsi menanamkan investasi pada pasar saham Islam, dibandingkan jika ditanamkan pada pasar saham konvensional yang lebih besar.28 3.2 Investasi Islam: Fakta dari Indeks Dow Jones (DJ) dan FTSE 3.2.1 Tujuan Penelitian Mirip dengan Hakim dan Rashidian, Hussein juga meneliti pengaruh seleksi perusahaan yang terdaftar di dalam pasar saham Islam terhadap investasi yang ditanamkan. Ia melakukan perbandingan pergerakan indeks saham antara pasar saham Islam dengan pasar saham konvensional. Pasar saham yang ditelitinya untuk dibandingkan adalah antara DJIMI dengan DJ World Index (WI) serta antara The Financial Times and The London Stock Exchange (FTSE) Global Islamic Index Series (GIIS) dengan FTSE All World Index (AWI). Hipotesis awal Hussein, akan terjadi perbedaan return signifikan karena adanya proses seleksi pada pasar saham Islam. Kekhawatirannya, proses seleksi yang berkaitan dengan etika Islam tersebut memunculkan proses penyaringan dan monitoring cost tambahan, memungkinkan investasi kecil masuk, serta berpotensi membatasi diversifikasi. Akibatnya perusahaan besar dapat tereliminasi
27 28
Hakim dan Rashidian, “Risk,” 8-9. Hakim dan Rashidian, “Risk,” 9-10.
143
Seminar Nasional FEKON 2015 dari investasi yang besar sehingga perusahaan cenderung mengecil dan return-nya lebih volatil. Penelitian Hussein bertujuan untuk menguji hipotesisnya, apakah terbukti atau tidak.29 3.2.2 Data, Metodologi, dan Hasil Penelitian Data yang dibandingkan adalah data pergerakan indeks saham antara DJIMI dengan DJWI periode Januari 1996 - Desember 2004, serta antara FTSE GIIS dengan FTSE AWI periode Desember 1993 - Desember 2004. Agar dampak perubahan kondisi ekonomi terhadap indeks tergambarkan, data-data tersebut diklasifikasikan menjadi tiga sub-periode: periode banteng (1), yaitu Desember 1993 - Desember 2000; periode beruang, yaitu Desember 2000 - September 2002; serta periode banteng (2), yaitu September 2002 - Desember 2004. Penelitian juga memanfaatkan data World Index All International dari basis data Morgan Stanley sebagai referensi portofolio pasar serta data bulanan US treasury bill return sebagai acuan risk-free rate.30 Untuk memeriksa kelakuan Indeks Islam dibandingkan dengan FTSE AWI dan DJWI, Hussein menghitung return bulanan dari perbedaan logaritma harga indeks.
Ri, t log Pi, t log Pi, t 1
(4)
di mana Ri,t adalah return kotor untuk indeks i dan saat t, Pi,t adalah harga indeks i saat t, dan Pi,t-1 adalah harga indeks i saat t-1. Estimasi risk-adjusted return didapat dengan memakai perhitungan Capital Asset Pricing Model (CAPM):
Ri,t R f ,t i,t Rm,t R f ,t i,t
(5)
di mana Rf,t adalah risk-free rate yang diukur dari ukuran short time dari treasury bill return bulanan, Rm,t adalah return bulanan pada portofolio pasar dalam periode t, αi,t adalah alfa Jensen sebagai ukuran performansi, βi,t adalah risiko dari indeks i dalam periode t relatif terhadap benchmark m, serta εi,t adalah suku error.31 Dari persamaan (5) akan didapat βi,t, berdasarkan parameter ini dan ukuran Jensen, riskadjusted return dapat dihitung, yaitu
R i, t Ri, t R f , t i, t Rm, t R f , t
(6)
29
Hussein, “Investment,” 273-277. Hussein, “Investment,” 277-278. 31 Hussein, “Investment,” 278. 30
144
Seminar Nasional FEKON 2015 di mana R i, t adalah risk-adjusted return bulanan dari indeks i. Pemeriksaan yang dilakukan terhadap hipotesis null, yaitu market-adjusted return pada periode yang berbeda adalah nol. Market-adjusted return dihitung sebagai
MARi, t Ri, t Rcrp , t
(7)
di mana MARi.t adalah return abnormal atau Market-adjusted return untuk indeks i bulan t, dan Rcrp,t adalah return kotor terkait portofolio referensi pada bulan t. Karena beberapa return mungkin saja tidak normal distribusinya, teknik alternatif yang non parameter juga diterapkan. Lebih jauh, Hussein memakai tes skewness dan kurtosis untuk memeriksa kenormalan distribusi return series bulanan.32 Selanjutnya dilakukan pemeriksaan performansi indeks jangka panjang. Tidak ada konsensus yang spesifik dalam menentukan return jangka panjang. Maka digunakan metode alternatif dalam menghitung return jangka panjang: buy and hold returns (BHRs) dan cumulative returns (CRs). e
CRi, s, e Ri, t
(8)
t s
di mana CRi,s,e adalah return kumulatif untuk indeks i dari bulan kejadian s hingga bulan kejadian e.
T BHRi,T 1 Ri.t 1 t 1
(9)
di mana BHRi,T adalah buy and hold return untuk indeks i dalam periode T.33 Hasil dari penelitian Hussein menunjukkan hal-hal sebagai berikut. Pertama, dari keseluruhan periode secara umum pasar saham Islam baik DJIMI atau FTSE GIIS memiliki return yang lebih baik dibanding pasar saham konvensional DJWI dan FTSE AWI. Akan tetapi, DJIMI memiliki volatilitas yang lebih besar dibanding DJWI. Kedua, hasil dari perhitungan persamaan (5) didapat bahwa β dari kedua indeks Islam bernilai lebih dari 1 dan lebih besar dibanding kedua indeks konvensional. Ini menunjukkan bahwa indeks Islam lebih berisiko dibanding benchmark dan kedua indeks konvensional. Serta risiko DJIMI lebih tinggi dibanding FTSE GIIS. Sebenarnya hal ini bersesuaian dengan kebiasaan di pasar saham di mana risiko yang tinggi akan memberi return yang tinggi pula.
32 33
Hussein, “Investment,” 279. Hussein, “Investment,” 279-280.
145
Seminar Nasional FEKON 2015 Ketiga, hasil dari persamaan (6) menunjukkan bahwa dari keseluruhan periode secara umum kedua indeks Islam lebih tinggi memberikan return bulanan dibanding kedua indeks konvensional. Keempat, dari perhitungan persamaan (7), melalui tes parameter-t dan non-parameter serta berdasarkan market adjusted dan model Jensen, memberikan hasil yang mengindikasikan secara umum kedua indeks Islam tidak berbeda secara signifikan dibanding kedua indeks konvensional dalam keseluruhan periode. Kelima, hasil perhitungan persamaan (8) dan (9) tentang performansi jangka panjang indeks menunjukkan kedua indeks Islam lebih baik dibanding kedua indeks konvensional.34 3.2.3 Kesimpulan Penelitian Penelitian Hussein memberikan hasil yang tidak sesuai dengan hipotesisnya. Proses seleksi yang lebih ketat pada pasar saham Islam tidak membawa dampak perbedaan signifikan pada return yang didapat baik jangka pendek maupun jangka panjang. Bahkan dalam keseluruhan periode, secara umum pasar saham Islam memberikan performansi yang lebih baik dibandingkan pasar saham konvensional, terutama pada investasi jangka panjang.35 3.3 Pemodelan Volatilitas Indeks Syariah 3.3.1 Tujuan Penelitian Aziz dan Kurniawan meneliti tentang pemodelan volatilitas indeks saham Syariah serta membandingkan model volatilitas tersebut antara Kuala Lumpur Shari‘ah Index (KLSI) dengan Jakarta Islamic Index (JII). Estimasi volatilitas indeks dihitung memakai model-model GARCH, sebagai salah satu metode dari ekonometri. Dari pemodelan ini diharapkan dapat diamati pola dari indeks dan menangkap berbagai gejala yang mungkin terjadi, seperti volatilitas yang bervariasi terhadap waktu, kemungkinan prediksi atas volatilitas, serta efek asimetri yang terjadi. Model volatilitas dari kedua indeks akan dievaluasi dan dibandingkan, yang hasilnya akan bermanfaat dalam menjelaskan atau memodelkan tingkat risiko dan ketidakpastian dalam KLSI dan JII. Lebih lanjut, hasil penelitian dapat menjadi acuan bagi manajemen risiko dan pengambilan keputusan dalam investasi di KLSI dan JII.36 3.3.2 Data, Metodologi, dan Hasil Penelitian
34
Hussein, “Investment,” 280-285. Hussein, “Investment,” 285. 36 Aziz dan Kurniawan, “Modelling,” 128-130. 35
146
Seminar Nasional FEKON 2015 Aziz dan Kurniawan melakukan penelitian berdasarkan data indeks pada penutupan harian di KLSI dan JII dari Januari 2001 hingga Desember 2006. Data-data tersebut akan diolah untuk diestimasi volatilitasnya dengan menggunakan model-model GARCH.37 GARCH merupakan kelompok teknik pemodelan untuk mengolah deret data, terdiri dari ARCH (Auto-Regressive Conditional Heteroscedastic), GARCH (Generalized Auto-Regressive Conditional Heteroscedastic), EGARCH (Exponential Generalized Auto-Regressive Conditional Heteroscedastic), dan TARCH (Threshold Auto-Regressive Conditional Heteroscedastic). Data diolah melalui masing-masing teknik pemodelan ini.38 Hasil penelitian memberikan beberapa temuan. Pertama, penggunaan statistika deskriptif mengindikasikan bahwa keseluruhan deret data cenderung terdistribusi tidak normal. JII memiliki skewness (kemiringan) positif sedangkan KLSI negatif. Akan tetapi nilai skewness pada keduanya tidak terlalu besar. Sedangkan kurtosis yang menunjukkan tingkat dispersi deret data, lebih cenderung platycurtic dari pada leptocurtic. Akan tetapi, pada kurtosis koefisiennya melebihi nol. Kedua, seluruh deret indeks stasioner pada direrensial pertama, ketika diterapkan tes satuan akar (unit root test). Ini bersesuai dengan penelitian sebelumnya, seperti yang pernah dilakukan Hakim dan Rashidian. Model GARCH (1,1) sederhana berhasil terestimasi dari kedua indeks, baik JII atau KLSI. Hasil studi menemukan bukti kuat adanya volatilitas yang bervariasi terhadap waktu, juga menemukan bahwa priode pada volatlitas tinggi dan rendah cenderung membentuk cluster. Volatilitas yang didapat juga menunjukkan tingkat persistence yang tinggi dan berkemungkinan diprediksi.39 3.3.3 Kesimpulan Penelitian Screening saham syariah adalah pencapaian terbaik dalam Islamisasi pasar modal khususnya pasar saham. Akan tetapi, saham-saham yang tercatat pada indeks syariah ini tidak pernah benarbenar bebas dari dinamika pasar secara umum. Pemain saham mudah berganti-ganti. Sulit diarahkan agar pemain saham memberi perhatian yang tetap pada saham Islam. Karenanya sepanjang pemain saham itu tidak berparadigma Islam, maka indeks syariah hanyalah sekedar indeks yang dapat memberi untung atau rugi.40 Akibatnya spekulasi masih terjadi.
37
Aziz dan Kurniawan, “Modelling,” 138. Aziz dan Kurniawan, “Modelling,” 131-139. 39 Aziz dan Kurniawan, “Modelling,” 154-155. 40 Aziz dan Kurniawan, “Modelling,” 156. 38
147
Seminar Nasional FEKON 2015 3.4 Analisis Empirik Return Saham Islam di Malaysia. 3.4.1 Tujuan Penelitian Chapakia dan Sanrego melakukan penelitian untuk menginvestigasi secara empirik risk and return pada pasar saham Islam menggunakan beberapa metodologi ekonometri seperti tes akar satuan, tes kointegrasi, dan vector error correcting model (VECM). Tujuan penelitian adalah mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan berikut. (1) Apa korelasi dinamik dan hubungan jangka panjang yang ada di antara indeks composite, indeks syariah, serta three-month tresury bill rates bulanan. (2) Bagaimana return dari kedua indeks mempengaruhi pengambilan keputusan investor. (3) Adakah hubungan sebab-akibat di antara variabel-varibel yang diteliti. (4) Apakah hubungan di antara indeks syariah, indeks composite, dan three month treasure bill rates (TBill).41 3.4.2 Data, Metodologi, dan Hasil Penelitian Data yang diolah dalam penelitian ini adalah adalah data indeks syariah, indeks composite, dan three month treasury bill pada pasar saham Islam Malaysia42 dalam rentang April 1999 hingga Desember 2003. Tiga variabel yang diestimasi dalam penelitian ini adalah LNSI (logaritma natural syariah index), LNCI (logaritma natural composite index), dan Tbill (treasury bill rates).43 Pengolahan data diawali dengan pengolahan secara statistika deskriptif dengan mengestimasi deviasi standar untuk mengukur risiko dan menghitung perbedaan logaritma harga untuk mengestimasi return. Untuk memeriksa kondisi stasioner deret data digunakan tes akar satuan (unit root tests). Selanjutnya pemeriksaan kointegrasi dilakukan melalui pendekatan error correction model (ECM) serta model trivariate dan bivariate. Lebih lanjut untuk memeriksa hubungan sebabakibat antarvariabel digunakan tes kausalitas Granger dan dihitung estimasi vector error-correction model (VECM)-nya.44 Hasil penelitian menunjukkan bahwa Tbill memiliki tingkat return tertinggi, diikuti LNSI, dan LNCI. Terdapat hubungan keseimbangan jangka panjang yang stabil antara indeks composite dan indeks syariah. Dalam hubungan kausalitas terindikasi hanya ada dua model yang berhubungan dalam jangka pendek, yaitu indeks syariah menyebabkan indeks composite serta Tbill menyebabkan 41
Chapakia dan Sanrego, “Analisys,” 163-164. Indeks syariah dianalisis berdasarkan data dari Kuala Lumpur Stock Exchange Shari‘ah Index (KLSE SI), indeks composite dianalisis dari data Kuala Lumpur Stock Exchange Composite Index (KLSE CI), dan Three Month Treasury Bill Rates berdasarkan Tbill yang dikeluarkan pemerintah (Chapakia dan Sanrego, “Analisys,” 164). 43 Chapakia dan Sanrego, “Analisys,” 164. 44 Chapakia dan Sanrego, “Analisys,” 165-168. 42
148
Seminar Nasional FEKON 2015 indeks syariah. Hasil dari VECM menunjukkan adanya hubungan dua arah yang saling mempengaruhi antara indeks syariah dan indeks komposit dalam jangka pendek maupun panjang. Sementara, Tbill tidak mempengaruhi kedua indeks dalam jangka pendek tetapi akan berpengaruh dalam jangka panjang.45 3.4.3 Kesimpulan Penelitian Hasil penelitian menunjukkan beberapa perbedaan dengan yang telah dilakukan oleh Hakim dan Rashidian. Di antaranya adalah ketiadaan hubungan antara DJIMI dan W5000, sehingga Hakim dan Rashidian menyimpulkan bahwa indeks syariah dipengaruhi secara keseluruhan oleh faktor independen. Kondisi ini berbeda Chapakia dan Sanrego yang menemukan hubungan antara indeks syariah dengan indeks komposit.46 Para investor Muslim perlu mencermati hubungan sebab akibat antara indeks syariah dengan indeks komposit. Dalam hal ini indeks komposit perlu dibawa ke dalam pengaruh syariah.47 3.5 Saling Ketergantungan Di antara Pasar Saham Islam Internasional 3.5.1 Tujuan Penelitian Achsani, Effendi, dan Abidin meneliti saling ketergantungan yang dinamis di antara indeks saham Islam internasional. Mereka meneliti pasar saham Islam di Amerika Serikat, Kanada, Jepang, Asia Pasifik, Indonesia, dan Malaysia. Mereka juga meneliti pasar saham mana yang paling berpengaruh terhadap yang lain. Tujuan penelitian mereka adalah menunjukkan adanya hubungan kausal dan dinamis di antara pasar-pasar saham Islam internasional.48 3.5.2 Data, Metodologi, dan Hasil Penelitian Data penelitian didapat dari basis data Bloomberg yang meliputi: indeks-indeks Islam dari pasar saham AS (DJIMI of US), Kanada (DJIMI of Canada), Inggris (DJIMI of UK), Jepang (DJIMI of Japan), Asia Pasifik (DJIMI Asia Pasific), Indonesia (JII), dan Malaysia (KLSI). Data diolah menggunakan analisis korelasi, model kausalitas Granger, dan model vector autoregressive (VAR).49
45
Chapakia dan Sanrego, “Analisys,” 177-192. Chapakia dan Sanrego, “Analisys,” 191. 47 Chapakia dan Sanrego, “Analisys,” 192. 48 Achsani, Effendi, dan Abidin, “Dynamic,” 612-613. 49 Achsani, Effendi, dan Abidin, “Dynamic,” 613-618. 46
149
Seminar Nasional FEKON 2015 Hasil penelitian relatif menunjukkan hal-hal berikut. Dari hasil perhitungan analisis korelasi didapatkan temuan berikut ini. (1) JII memiliki hubungan signifikan dengan hampir semua indeks internasional, kecuali AS dan Jepang. Hal ini menunjukkan bahwa JII adalah pasar terbuka bagi internasional, terbukti ia didominasi oleh investor asing (60%). Hasil yang sama didapat di Kanada. (2) Secara geografi dan ekonomi, pasar yang berdekatan seperti JII dan KLSI serta DJIMI AS dan DJIMI Canada cenderung memiliki keterkaitan erat.50 Dari hasil perhitungan kausalitas Granger didapatkan temuan-temuan. (1) Indeks Islam AS adalah yang paling penting dan berpengaruh bagi hampir seluruh pasar saham lain di masa mendatang. Sebaliknya, tidak satupun pasar internasional berpengaruh secara signifikan terhadap indeks Islam AS. (2) Secara umum semua indeks Islam saling terkait satu dengan yang lain. Indeks Islam AS, Kanada, Indonesia mempengaruhi pasar yang lain. Hal sebaliknya, indeks Islam Jepang dan Asia Pasifik dipengaruhi oleh pasar lain.51 Dari hasil perhitungan analisis respons impuls didapatkan bahwa shock yang terjadi di satu pasar saham internasional akan menjalar ke pasar di negara lain dengan cepat. Hasil perhitungan variansi dekomposisi dari kesalahan prediksi menunjukkan bahwa secara umum pasar AS, Kanada, Jepang, dan Asia Pasifik adalah pasar yang kuat. Mereka berperan dan berkontribusi penting dalam menerangkan karakter pasar lain.52 3.5.3 Kesimpulan Penelitian Penelitian Achsani, Effendi, dan Abidin menunjukkan adanya korelasi yang kuat antara pasarpasar saham Islam Internasional, dalam hal ini pasar-pasar saham yang diteliti datanya. Pasar yang berdekatan secara geografi memiliki hubungan lebih kuat, seperti Indonesia-Malaysia, AS-Kanada, dan Jepang-Asia Pasifik. Tetapi, korelasi antarpasar saham Islam ini cenderung asimetri. Sementara itu, indeks Islam AS berpengaruh kuat terhadap pasar lain, tetapi tidak sebaliknya.53 Shock di pasar AS akan menjalar ke Asia Pasifik di hari berikutnya, menjalar ke Inggris dan Kanada di hari yang sama. Shock di wilayah Asia dan Pasifik juga menjalar ke AS, Kanada, dan Inggris, tetapi tidak menimbulkan respon yang besar.54
50
Achsani, Effendi, dan Abidin, “Dynamic,” 618. Achsani, Effendi, dan Abidin, “Dynamic,” 619. 52 Achsani, Effendi, dan Abidin, “Dynamic,” 620-622. 53 Achsani, Effendi, dan Abidin, “Dynamic,” 623-624. 54 Achsani, Effendi, dan Abidin, “Dynamic,” 624. 51
150
Seminar Nasional FEKON 2015 KESIMPULAN Riset berbasis analisis kuantitatif pada pasar saham Islam memiliki tujuan sebagai berikut. Pertama, tujuan riset adalah untuk meneliti perbandingan performansi penanaman investasi antara pasar saham Islam dan pasar saham konvensional, di mana pada pasar saham Islam berlaku seleksi saham yang lebih ketat untuk dapat terdaftar di indeks saham syariah. Kedua, riset dilakukan untuk mencermati perbedaan pergerakan indeks saham antara indeks syariah dan berbagai indeks konvensional, serta korelasi dinamis dan keterkaitan jangka panjang di antara indeks-indeks tersebut. Ketiga, riset bertujuan meneliti dan membangun pemodelan volatilitas indeks saham syariah. Keempat, riset juga mempelajari risk and return pada saham syariah dibandingkan pada saham konvensional. Serta kelima, riset bertujuan meneliti saling ketergantungan yang dinamis di antara indeks-indeks saham Islam internasional. Metodologi pengolahan data pada riset di pasar saham menerapkan pendekatan matematika, statistika, dan ekonometrika menggunakan metode time series serta analisis kointegrasi. Analisis statistika di antaranya memanfaatkan tes skewness dan kurtosis
untuk
memeriksa kenormalan distribusi data, menghitung deviasi standar, serta menerapkan unit root tests. Sementara analisis ekonometrika mengarah pada penggunaan model multivariate autoregressive untuk mendapatkan dinamika indeks saham, memanfaatkan analisis korelasi, model kausalitas Granger, dan model vector autoregressive (VAR). Kesimpulan umum dari makalah ini yang merupakan fakta ilmiah pada pasar saham Islam adalah sebagai berikut. Pertama, tidak ada kointegrasi di antara pasar saham Islam dan pasar saham konvensional, serta pasar saham Islam lebih tahan dalam menghadapi kondisi tidak menentu. Kedua, tidak ada perbedaan signifikan terhadap return akibat seleksi saham pada pasar saham Islam. Ketiga, pasar saham Islam tidak sepenuhnya terbebas dari dinamika pasar, masih ada aksi spekulasi dari para investor yang belum memahami nilai-nilai Islam. Keempat, masih ada hubungan di antara indeks saham Islam dan indeks komposit. Serta kelima, ada korelasi asimetri di antara pasar saham Islam di dunia. DAFTAR PUSTAKA Achsani, Noer A., Jaenal Effendi, dan Zainul Abidin. “Dynamic Interdependence among International Islamic Stock Market Indices: Evidence from 2000-2007.” The International Conference on Islamic Capital Market: Regulation Products and Practise with Relevance to Islamic Banking and Finance. Jakarta: Muamalat Institute – IRTI IDB, 2007.
151
Seminar Nasional FEKON 2015 Aziz, Hassanuddeen A. dan Todi Kurniawan. “Modelling the Volatility of Shari‘ah Index: Evidence from Kuala Lumpur Shari‘ah Index (KLSI) and The Jakarta Islamic Index (JII).” The International Conference on Islamic Capital Market: Regulation Products and Practise with Relevance to Islamic Banking and Finance. Jakarta: Muamalat Institute – IRTI IDB, 2007. Chapakia, Hamdia dan Yulizar D. Sanrego. “An Empirical Analisys of Islamic Stock Return in Malaysia.” The International Conference on Islamic Capital Market: Regulation Products and Practise with Relevance to Islamic Banking and Finance. Jakarta: Muamalat Institute – IRTI IDB, 2007. Echols, John M. dan Hassan Shadily. Kamus Inggris Indonesia. Jakarta: Gramedia, 2005. Encarta Editorial Team. “Econometrics,” Microsoft Encarta Encyclopedia Deluxe 2004. Redmond: Microsoft Corporation, 2003. Hakim, Sam dan Manochehr Rashidian. “Risk and Return of Islamic Stock Market Indexes.” www.kantakji.org. Samer Kantakji, 2002. Hussein, Khaled A. “Islamic Investment: Evidence from Dow Jones and FTSE Indices.” International Conference on Islamic Economics and Finance – Islamic Economics and Banking in The 21st Century. Jakarta: BI – IRTI IDB – IAIE – UI, 2005. Index, Dow Jones. “Guide to The Dow Jones Islamic Market Index,” www.djindex.com. New York: Dow Jones Index, 2003. Samuelson, Paul A., dan William D. Nordhaus. Economics. New York: McGraw Hill, 2002.
152
Seminar Nasional FEKON 2015
ANALISIS DETERMINASI INFLASI DI INDONESIA
Ari Mulianta Ginting Peneliti Ekonomi dan Kebijakan Publik pada Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi, Sekretariat Jendral DPR RI
Abstrak Inflasi merupakan salah satu indikator makroekonomi yang menjadi perhatian bagi pemerintah. Karena tingkat inflasi yang tinggi dapat menggangu perekonomian. Sehingga penelitian ini mencoba melakukan analisis faktor-faktor yang menyebabkan inflasi di Indonesia. Penelitian ini menggunakan data periode tahun 2004-2014, dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Berdasarkan hasil analisis kualitatif didapatkan bahwa terjadi fluktuasi tingkat inflasi di Indonesia periode tahun 2004-2014. Hasil analisis regresi VECM didapatkan hasil bahwa variabel nilai tukar, jumlah uang beredar dan konsumsi memliki pengaruh yang positif terhadap inflasi. Sedangkan variabel GDP memiliki pengaruh yang negatif terhadap inflasi. Untuk itu maka dibutuhkan peran lebih pemerintah untuk mengendalikan inflasi dengan cara mengelola variabel makroekonomi, seperti nilai tukar, jumlah uang beredar dengan baik. Serta mengendalikan konsumsi masyarakat pada level yang baik dan meningkatkan produksi barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Kata Kunci : Inflasi, PDB, Nilai tukar dan Jumlah Uang Beredar dan Konsumsi PENDAHULUAN Inflasi merupakan salah satu indikator penting bagi perekonomian suatu negara. Inflasi memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap pencapaian beberapa tujuan kebijakan makroekonomi, seperti pertumbuhan ekonomi, kesempatan kerja, distribusi pendapatan dan keseimbangan neraca pembayaran.55 Inflasi juga merupakan dilema yang menghantui perekonomian setiap negara. Perkembangannya yang terus meningkat memberikan hambatan pada pertumbuhan ekonomi suatu negara. Untuk itu diperlukan suatu upaya dalam rangka menjaga inflasi pada level yang rendah dan stabil. Dengan menjaga stabilitas inflasi, pelaku ekonomi akan merasa nyaman dalam melakukan aktivitas ekonominya, sehingga dapat membawa dampak positif bagi 55
Pohan Aulia. (2008). Potret Kebijakan Moneter Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
153
Seminar Nasional FEKON 2015 perekonomian. Dengan kata lain stabilitas inflasi merupakan langkah awal bagi pencapaian stabilitas perekonomian nasional.56 Pada dasarnya definisi inflasi adalah kenaikan tingkat harga yang terjadi secara terus menerus, mempengaruhi individu, pengusaha,dan pemerintah. Inflasi secara umum dianggap sebagai masalah penting yang harus diselesaikan mengingat dampak bagi perekonomian yang bisa menimbulkan ketidakstabilan, pertumbuhan ekonomi yang lambat dan pengangguran yang meningkat. Inflasi juga merupakan suatu masalah yang selalu dihadapi setiap perekonomian.57 Penelitian yang dilakukan oleh Goujon (2006) tentang inflasi di menemukan bahwa harga beras, nilai tukar dan jumlah uang beredar merupakan faktor determinan dalam menentukan level inflasi di suatu negara.58 Lebih lanjut Nguyen et al. (2012) dengan menggunakan persamaan tunggal menemukan bahwa inflasi di Vietnam ditentukan oleh variabel jumlah uang beredar, harga beras dan harga dari BBM. 59 Baasir (2003) mengatakan bahwa inflasi di Indonesia terjadi karena beragam faktor yang mempengaruhinya dan inflasi di Indonesia bukan hanya fenomena jangka pendek seperti dalam teori kuantitas dan teori inflasi Keynes. Akan tetapi inflasi di Indonesia merupakan fenomena jangka panjang.60 Mengingat begitu banyak faktor determinasi inflasi disuatu negara, maka perlu dilakukan suatu identifikasi sumber pemicu inflasi di Indonesia. Sehingga Penelitian ini bertujuan untuk adalah untuk mengetahui perkembangan inflasi di Indonesia dan menganalisis faktor determinasi inflasi di Indonesia. Sehingga berdasarkan kajian ini diharapkan didapatkan suatu masukan bagi stakeholder terkait pengendalian inflasi di Indonesia. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini mencoba menganalisis pola dan arah hubungan kausal antar variabelvariabel eksogen yang mempengaruhi inflasi di Indonesia. Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari inflasi, GDP, nilai tukar, jumlah uang beredar dan konsumsi.
56
Ibids. Mishkin, Frederic.(2008).The Economics of Money, Banking, and Financial Markets. USA: Harper Callins College Publisher. 58 Goujon M. (2006). Fighting Inflation in a Dollarized Economy: The Case of Vietnam. Journal of Comparative Economics. Vol 34, PP.564-581. 59 Nguyen, H.M, Caroli, T., Wilson. J, K. (2012). The Determinants of Inflation in Vietnam. ASEAN Economic Bulletin. No. 26(2), PP.1-147. 60 Baasir, F. (2003). Pembangunan dan Crisis. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan. 57
154
Seminar Nasional FEKON 2015 Dalam penelitian ini, menggunakan data sekunder time series periode waktu 20042014. Dengan variabel jumlah uang beredar menggunakan data jumlah uang beredar dalam arti luas atau M2, nilai tukar adalah nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat. GDP menggunakan data produk domestik bruto (PDB) harga konstan 2010. Dan konsumsi menggunakan data konsumsi masyarakat yang dicatat oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Metode Estimasi Analisis data yang digunakan dengan menggunakan metode VECM sebagai alat ekonometrika perhitungannya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Dalam penelitian juga digunakan analisis deskriptif
yang bertujuan mengambarkan
perkembangan inflasi terjadi di Indonesia dalam periode penelitian. Sebelum melakukan estimasi VECM, harus dilakukan beberapa tahapan seperti uji stasioneritas data, dan uji derajat kointegrasi. Setelah dapat diestimasi menggunakan VECM, analisis dapat dilakukan dengan menggunakan IRF dan variance decomposition.61 Secara teoritis, varibel inflasi, GDP, Jumlah Uang Beredar, nilai tukar dan konsumsi mempunyai hubungan timbal balik langsung ataupun tidak langsung sehingga ketiga variabel tersebut merupakan variabel endogen. Dengan demikian hubungan variabel tersebut dapat dianalisis dengan menggunakan metode VAR. Adapun model yang digunakan dalam menganalisis hubungan kausalitas antara inflasi, GDP, nilai tukar, jumlah uang beredar, dan konsumsi adalah sebagai berikut:
....(1)
....(2)
....(3)
....(4)
....(5) Di mana: 61
Damodar N. Gujarati. (2003). Basic Econometrics. Fourth Edition McGraw-Hill. New York.
155
Seminar Nasional FEKON 2015 X1 adalah inflasi X2 adalah GDP. X3 adalah M2 X4 adalah nilai tukar X5 adalah konsumsi , , , dan
, , adalah stochastic error terms.
HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perkembangan Inflasi di Indonesia Inflasi di Indonesia mengalami perkembangan yang naik turun periode tahun 20042014 (Lihat Gambar 1). Pada tahun 2004, pada masa pemerintahan Presiden Susilo bambang Yudhoyono relatif berada pada level yang stabil yaitu rata-rata sekitar 6,05% per tahun. Sedangkan pada tahun berikutnya mengalami peningkatan yang cukup signifikan akibat dampak kebijakan kenaikan harga BBM di Indonesia, sehingga inflasi secara nasional menjadi 10,4%. Kondisi tersebut terus meningkat hingga akhir tahun 2006. Pada periode tahun 2009-2012, inflasi nasional berada pada level yang rendah dan stabil sekitar 4-5% per tahun. Gambar 1. Perkembangan Inflasi Indonesia Periode Tahun 2004-2014
Sumber : BPS (2015). Yang menarik bahwa pada tahun 2014, khususnya pada kuartal ke-3 tahun 2014 kembali terjadi tekanan terhadap inflasi. Namun kali ini tekanan inflasi tahun 2014 bersumber dari kelompok administered prices yang meningkat dari tahun 2013. Tingginya tekanan
156
Seminar Nasional FEKON 2015 tersebut akibat upaya reformasi subsidi energi yang mencakup liquid petroleum gas (LPG), Tarif Tenaga Listrik (TTL) dan Bahan Bakar Minyak (BBM).
B Analisis Hasil Estimasi 1.
Hasil Unit Root Test Hasil uji ADF-test terhadap variabel yang digunakan dalam penelitian ini, seperti
terdapat dalam Tabel 1. menunjukkan bahwa seluruh variabel pada tingkat level tidak stasioner. Hall ini dapat dilihat pada nilai test statistic yang secara mutlak memiliki nilai pvalue atau probabilitas yang lebih besar dibandingkan dengan tingkat signifikansi yang digunakan yaitu 5 %. Tetapi setelah dilakukan first difference, seluruh variabel menjadi stasioner dimana nilai test statistic memiliki nilai p-value atau probabilitasnya lebih kecil dibandingkan dengan tingkat signifikansi yang digunakan yaitu 5%.
Tabel 1. Hasil Uji Unit Roots dengan ADF-Test No
Variabel
ADF-Test
Prob.
ADF-Test
Level
Prob.
First Difference
1.
Inflasi
-2,448
0,631
-6,658
0,0000
2.
GDP
1,803
0,981
-6,767
0,0000
3.
Nilai tukar
-1,868
0,653
-5,413
0,0004
4.
M2
1,672
0,994
-8.908
0,003
5.
Konsumsi
-0,982
0,935
-8,380
0,000
Sumber 2.
: Hasil Pengolahan Data (2015). Hasil Uji Kointegrasi
Berdasarkan hasil unit roots test, seluruh variabel yang digunakan dalam penelitian ini stsioner pada tingkat level. Maka langkah selanjutnya adalah melakukan uji kointegrasi dengan menggunakan Johanesn Cointegration Test. Hasil uji kointegrasi Johansen Cointegration Test dapat dilihat pada Tabel 2. dibawah.
157
Seminar Nasional FEKON 2015 Tabel 2. Hasil uji Johansen Cointegration Test Hipotesis
Trace Statistic
Critical Value 5%
Prob.
None*
78,269
69,818
0,0091
At most 1
40,808
47,856
0,1948
Sumber : Hasil Pengolahan Data (2015). Tabel 2. memberikan informasi hasil uji Johansen Cointegration Test. Dari hasil tersebut nilai LR Statistik yang terlihat dari trace statistic (78,269) lebih besar dibandingkan dengan nilai critical value (69,818), dimana hipotesis nol adalah tidak ada persamaan kointegrasi (r = 0) sedangkan hipotesis alternatif adalah minimal ada satu kointegrasi (r = 1,2,...). sehingga berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa minimal ada satu persamaan kointegrasi. Lanjut ke langkah berikutnya, minimal ada satu persamaan kointegrasi, didapatkan hasil bahwa trace statistic adalah sebesar 40,808 lebih kecil dibandingkan dengan critival value sebesar 47,856. Sedangkan hipotesis nol adalah satu persamaan kointegrasi (r = 1) sedangkan hipotesis alternatif adalah minimal ada dua persamaan kointegrasi ( r = 2,3,...) sehingga berdasarkan hasil tersebut hipotesis alternatif ditolak. Atau dengan kata lain, hipotesis nol diterima sehingga hanya ada satu persamaan kointegrasi.
3.
Hasil Analisis Model VECM
Penelitian ini memiliki tujuan mencari hubungan atau pengaruh antar variabel jumlah uang beredar, GDP, nilai tukar, dan konsumsi terhadap tingkat inflasi di Indonesia. Untuk melakukan analisis tersebut maka digunakan model VECM untuk mengetahui hubungan atau pengaruh variabel tersebut. Hasil pengolahan model VECM dapat dilihat pada Tabel 3 berikut. Tabel 3. Hasil Estimasi VECM Variabel
Inflasi
GDP
Nilai Tukar
M2
Konsumsi
Jangka Panjang 1,000
-2,081
0,517
2,413
1,846
[-10,963]
[2,809]
[12,827]
[12.827]
158
Seminar Nasional FEKON 2015 Jangka Pendek ECT = -0.19
-0,469
0,260
1,567
0,725
[-1,906]
[-1,787]
[1,822]
[1.576]
[1,764]
[ ] menunjukkan t-hitung Sumber : Hasil Pengolahan Data (2015). Dalam jangka panjang, perubahan pertumbuhan variabel konsumsi, jumlah uang beredar dan nilai tukar memberikan pengaruh yang signifikan dan positif terhadap inflasi di Indonesia. Artinya setiap peningkatan pertumbuhan konsumsi, jumlah beredar dan terjadi depresiasi akan dapat meningkatkan inflasi yang terjadi. Sedangkan perubahan pertumbuhan variabel GDP memberikan pengaruh yang negatif dan signfikan terhadap inflasi di Indonesia. Artinya pertumbuhan output yang diukur dengan pertumbuhan GDP akan dapat menurunkan tingkat inflasi yang terjadi. Dalam jangka pendek semua memiliki hasil yang sama dengan persamaan jangka panjang. Dimana pertumbuhan variabel nilai tukar, jumlah uang beredar dan konsumsi akan mendorong peningkatan inflasi yang terjadi. Sementara itu pertumbuhan variabel GDP akan justru menurunkan inflasi yang terjadi di Indonesia. Karena salah satu faktor terjadinya inflasi adalah karena demand pull inflation sehingga peningkatna output GDP akan dapat meningkatkan jumlah produksi yang pada akhirya dapat memenuhi kebutuhan barang dan jasa masyarkat. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Khan et. al. (2007)62, Laryea dan Sumalia (2001)63, Abdullah dan khalim (2009)64, Mosayed dan Mohammad (2009)65, Khan dan Gill (2010)66, Abidemi dan Malik (2010)67, Olatuji et. al.
62
.Khan, A. A, Bukhari, S.K. H, dan Ahmad, Q.M. (2007). Determinants of Recent Inflation in Pakistan. MPRA Paper No. 16254, hlm.1-16. 63 Laryea, S.A dan Sumaila, U. R. (2001). Determinants of Inflation in Tazania. CMI Working Paper No. 12, Hlm, 1-17. 64 Abdulah, M dan Kalim, R. (2009). Determinants of Food Price Inflaton in Pakistan. Paper Presented in the Conference of University of Management Siences. 65 Mosayeb, P dan Mohammad, R. (2009). Source of Inflation in Iran: An Application of The Real Approach. International Journal of Applied Econometrics and Quantitative Studies. Vol 6(1), hlm.6176. 66 Khan, A. A., dan Gill, A. R. (2010). Determinant of Inflation: A Case of Pakistan (1970-2007). Journal of Economics. No. 1 (1), hlm. 45-51 67 Abidemi, O. I. Dan Malik, S. A.A. (2010). Analysis of Inflation and its Determinant in Nigeria. Pakistan Journal of Social Sciences Vol.7(2), hlm.97-100.
159
Seminar Nasional FEKON 2015 (2010)68, Bashir et. al. (2011)69 dan Tan (2011)70. Dari beberapa penelitian sebelumnya juga menemukan hal yang sama yaitu bahwa pertumbuhan nilai tukar, jumlah uang beredar dan konsumsi memiliki pengaruh yang positif terhadap peningkatan inflasi. Sedangkan pertumbuhan output memilik pengaruh yang negatif terhadap peningkatan inflasi.
Impulse Response Function (IRF) IRF berfungsi untuk menggambarkan shock variabel satu terhadap variabel lainnya pada rentang periode waktu tertentu. Sehingga dapat dilihat lamanya waktu yang dibutuhkan variabel dependen dalam merespon shock variabel independennya. IRF dalam penelitian ini digunakan untuk menunjukkan respon inflasi terhadap shock determinannnya. Hasil IRF ditunjukkan pada Gambar 2 berikut. Gambar 2. Impuls Response Function Variabel Inflasi
Sumber : Hasil Pengolahan Data (2015). Gambar 2 menunjukkan respon inflasi terhadap shock variabel nilai tukar. Inflasi merespon shock tersebut dengan tren positif mulai periode ke-4 hingga periode ke-8. Kemudian respon inflasi terhadap shock variabel jumlah uang beredar memberikan tren yang
68
Olatunji, G. B. Omotesho, O.A.Ayide, O.E. dan Ayido, K. (2010). Determinants of Inflation in Nigeria rd : A Co-Integration Approach. Paper Presented at the Joint 3 African Assocition of Agricultural Economicst. 69 Bashir, Furrukh. Shabaz Nawaz. Kalsoom Yasin. Usman Khurheed. Jahanzeb Khan dan Muhammad Junaid Qureshi. (2011). Determinants of Inflation in Pakistan: An Economic Analysis Usng Johansen Co-Integration Approach. Australian Journal of Business and Management Reseach. Vol 1(5), hlm.71-82. 70
Tan Meng Khai. (2011). Determinants of Inflation in Malaysia 1919-2010. Reseach Report in Partial Fulfillment of the Requirements for the Degree of Master of Business Adminstraion. USM Malaysia.
160
Seminar Nasional FEKON 2015 positif mulai periode ke-4 hingga periode ke-8, kemudian respon tersebut memberikan tren yang negatif dan kemudian naik kembali menjadi positif. Sedangkan untuk respon inflasi terhadap shock variabel konsumsi terlihat respon yang memiliki tren yang positif sampai dengan periode 8. Respon inflasi terhadap shock dari GDP terlihat tren yang negatif mulai periode ke-8 sampai dengan periode ke-10.
Variance Decomposition Variance Decomposition bertujuan untuk mengukur besarnya kontribusi atau komposisi pengaruh masing-masing variabel independen terhadap variabel dependennya. Berdasarkan hasil variance decomposition berikut, pembahasannya hanya difokuskan kepada variabel yang mempengaruhi tingkat inflasi di Indonesia. Dan hasil tersebut dapat dilihat pada Tabel 4. di bawah. Tabel 4. Hasil Variance Decomposition Variance
Decomposition of Log (Inflasi) :
Periode
S.E
Log(Inflasi) Log(Konsumsi) Log(Exce)
Log(GDP)
Log(M2)
1.
0,087
100,00
0,00
0,00
0,00
0,00
2.
0,115
88,18
9,11
1,37
0,29
0,03
3.
0,141
88,03
7,41
2,73
0,81
1,01
4.
0,161
77,39
10,92
2,13
8,75
0,78
5.
1,054
11,15
40,64
1,14
47,00
0,05
6.
1,340
7,61
36,07
1,76
54,47
0,06
7.
1,977
6,65
40,57
8,67
43,65
0,45
8.
3,067
2,80
67,46
4,51
24,96
0,24
9.
9,576
16,79
37,34
1,16
44,63
0,06
10.
10,222
15,11
44,34
1,02
39,43
0,08
Sumber : Hasil Pengolahan Data (2015). Hasil dekomposisi menunjukkan para periode satu varian inflasi dijelaskan oleh variable sendiri sebesar 100%. Pada periode selanjutnya, yaitu periode ke-2 sampai dengan periode ke-4 menunjukkan bahwa variabel inflasi dijelaskan signifikan oleh variabel 161
Seminar Nasional FEKON 2015 konsumsi dan GDP. Pada Periode ke-5 varian inflasi dijelaskan oleh variabel itu sendiri hanya sebesar 11,15%, sedangkan 40,64% diterangkan oleh variabel konsumsi dan 47% dijelaskan oleh variabel GDP, 1,14% diterangkan oleh variabel nilai tukar dan 0,05% dijelaskan oleh variabel jumlah uang beredar.
KESIMPULAN Dari hasil pengolahan data pada penelitian ini, penulis mendapatkan beberapa kesimpulan yaitu, perkembangan inflasi tahun 2004-2014 mengalami peningkatan khususnya pada periode tahun 2005-2006 sebagai dampak kenaikan BBM. Pada periode 2009-2013 tingkat inflasi Indonesia berada pada level yang relatif stabil dan rendah, namun pada akhir tahun 2014 kembali inflasi di Indonesia mengalami tekanan akibat dampak perubahan kebijakan subsidi BBM. Berdasarkan hasil analisa VECM didapatkan kesimpulan bahwa variabel nilai tukar, jumlah uang beredar dan konsumsi memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap inflasi. Sedangkan variabel GDP memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap inflasi. Untuk itu maka pemerintah harus melakukan pengendalian level inflasi di Indonesia dengan cara mengendalikan nilai tukar pada level yang rendah dan stabil serta mengkontrol secara ketat jumlah uang yang beredar. Disamping itu pengendalian konsumsi masyarakat dirasakan perlu untuk mencegah tekanan yang berlebih terhadap inflasi dampak konsumsi masyarakat. Namun yang perlu diperhatikan pemerintah bahwa diperlukan peningkatan produktivitas untuk menghasilkan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Abdulah, M dan Kalim, R. (2009). Determinants of Food Price Inflaton in Pakistan. Paper Presented in the Conference of University of Management Siences. Abidemi, O. I. Dan Malik, S. A.A. (2010). Analysis of Inflation and its Determinant in Nigeria. Pakistan Journal of Social Sciences Vol.7(2), hlm.97-100. Aulia Pohan.(2008). Potret Kebijakan Moneter Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Baasir, F. (2003). Pembangunan dan Crisis. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan. Bashir, Furrukh. Shabaz Nawaz. Kalsoom Yasin. Usman Khurheed. Jahanzeb Khan dan Muhammad Junaid Qureshi. (2011). Determinants of Inflation in Pakistan: An Economic Analysis Usng Johansen Co-Integration Approach. Australian Journal of Business and Management Reseach. Vol 1(5), hlm.71-82. Damodar N. Gujarati. (2003). Basic Econometrics. Fourth Edition McGraw-Hill. New York.
162
Seminar Nasional FEKON 2015 Goujon M. (2006). Fighting Inflation in a Dollarized Economy: The Case of Vietnam. Journal of Comparative Economics. Vol 34, PP.564-581.Mishkin, Frederic.(2008).The Economics of Money, Banking, and Financial Markets. USA: Harper Callins College Publisher. Khan, A. A, Bukhari, S.K. H, dan Ahmad, Q.M. (2007). Determinants of Recent Inflation in Pakistan. MPRA Paper No. 16254, hlm.1-16. Khan, A. A., dan Gill, A. R. (2010). Determinant of Inflation: A Case of Pakistan (19702007). Journal of Economics. No. 1 (1), hlm. 45-51. Laryea, S.A dan Sumaila, U. R. (2001). Determinants of Inflation in Tazania. CMI Working Paper No. 12, Hlm, 1-17. Mosayeb, P dan Mohammad, R. (2009). Source of Inflation in Iran: An Application of The Real Approach. International Journal of Applied Econometrics and Quantitative Studies. Vol 6(1), hlm.61-76. Nguyen, H.M, Caroli, T., Wilson. J, K. (2012). The Determinants of Inflation in Vietnam. ASEAN Economic Bulletin. No. 26(2), PP.1-147. Olatunji, G. B. Omotesho, O.A.Ayide, O.E. dan Ayido, K. (2010). Determinants of Inflation in Nigeria : A Co-Integration Approach. Paper Presented at the Joint 3rd African Assocition of Agricultural Economicst. Tan Meng Khai. (2011). Determinants of Inflation in Malaysia 1919-2010. Reseach Report in Partial Fulfillment of the Requirements for the Degree of Master of Business Adminstraion. USM Malaysia.
163
Seminar Nasional FEKON 2015 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI DI INDONESIA MENURUT SEKTOR EKONOMI TAHUN 2008-2013 Dede Firmansyah1, Desi Damaiyanti2 Badan Pusat Statistik-Kab. Indragiri Hulu, Indonesia
[email protected] dan
[email protected]
ABSTRAK Selama periode 2008-2013 PMDN di Indonesia mengalami peningkatan, namun pertumbuhannya mengalami perlambatan dari tahun ke tahun. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran perkembangan investasi PMDN di Indonesia serta faktor-faktor yang memengaruhinya, menganalisis apakah faktor PDB, jumlah proyek, jumlah tenaga kerja dan kurs memengaruhi PMDN di Indonesia menurut sektor ekonomi selama periode 2008-2013, serta mengidentifikasi sektor ekonomi yang mempunyai peluang terbesar dalam PMDN di Indonesia. Analisis yang digunakan adalah regresi panel (9 sektor ekonomi pada tahun 2008-2013). Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel PDB, jumlah proyek, dan tenaga kerja memengaruhi PMDN Indonesia secara signifikan dengan arahnya positif. Sementara itu, variabel kurs tidak berpengaruh signifikan terhadap PMDN. Hasil pengujian statistik juga menunjukkan bahwa ketika semua variabel dianggap tidak ada maka pertumbuhan PMDN terbesar di sektor listrik, gas, dan air bersih dan yang terendah di sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan. Kata Kunci: PMDN, PDB, Kurs, Tenaga Kerja, Jumlah Proyek
PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang merupakan tujuan dari kegiatan investasi, baik yang
dilakukan investor dalam negeri maupun investor asing. Investasi pada hakikatnya yaitu langkah awal suatu kegiatan ekonomi. Dalam upaya menumbuhkan perekonomian, maka setiap negara berupaya menciptakan iklim yang dapat menggairahkan investasi. Investasi sebagai penanaman modal atau sering disebut juga dengan pembentukan modal, merupakan suatu komponen yang menentukan tingkat pengeluaran agregat suatu negara, karena itu dalam pembangunan ekonomi peranan investasi sangat penting. Dalam teori pembangunan diketahui bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi dan investasi mempunyai hubungan timbal balik yang positif. Hubungan timbal balik tersebut terjadi karena di satu pihak, semakin tinggi pertumbuhan ekonomi suatu negara, berarti semakin besar bagian dari pendapatan yang bisa ditabung, sehingga investasi yang tercipta akan
164
Seminar Nasional FEKON 2015 semakin besar pula. Dalam kasus ini investasi merupakan fungsi dari pertumbuhan ekonomi. Di lain pihak, semakin besar investasi suatu negara, akan semakin besar pula tingkat pertumbuhan ekonomi yang bisa dicapai. Dengan demikian, pertumbuhan merupakan fungsi investasi.
Dalam konteks pembangunan nasional maupun regional, investasi memegang
peranan penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi (Yonathan, 2003). Unsur investasi dalam pendapatan nasional merupakan unsur yang tidak stabil dan sangat mudah mengalami kegoncangan.
Kaitan antara investasi dengan pendapatan nasional
sangatlah penting, karena kegoncangan yang terjadi pada investasi akan menimbulkan multiplier effect yang lebih hebat pada pendapatan nasional (Lubis, 2008). Peranan investasi terhadap kapasitas produksi nasional sangat besar, karena investasi merupakan penggerak perekonomian, baik untuk penambahan faktor produksi maupun peningkatan kualitas faktor produksi. Investasi ini nantinya akan memperbesar pengeluaran masyarakat (permintaan efektif) melalui peningkatan pendapatan masyarakat dengan bekerja secara multiplier effect. Selain itu, tingkat investasi juga dipengaruhi oleh berbagai besaran ekonomi makro lainnya, seperti jumlah proyek dan jumlah tenaga kerja yang diperlukan di masing-masing sektor ekonomi, dan nilai kurs rupiah terhadap USD. Yang tidak kalah penting dalam mengukur besarnya tingkat investasi suatu negara adalah dengan melihat faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat investasi tersebut menurut sektor ekonominya. Dengan melihat tingkat investasi di masing-masing sektor ekonomi yang ada, akan terlihat sektor ekonomi mana yang memberikan kontribusi besar terhadap investasi yang ada di Indonesia, sehingga kebijakan yang diambil pemerintah ke depan terkait peningkatan investasi di Indonesia menjadi lebih terarah. Selama periode 2008-2013 investasi PMDN di Indonesia mengalami peningkatan namun pertumbuhannya mengalami perlambatan dari tahun ke tahun.
Jika dilihat dari sektor
ekonominya, investasi terbesar berada di sektor industri pengolahan. Sektor ini merupakan sektor yang berperan penting bagi perekonomian Indonesia. Di dalam pelaksanaannya, sektor industri pengolahan memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya, yaitu nilai kapasitas modal yang tertanam sangat besar, kemampuan menyerap tenaga kerja, dan kemampuan untuk menciptakan nilai tambah dari setiap input atau bahan dasar yang diolah. Faktor-faktor yang memengaruhi investasi dalam negeri di Indonesia yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah Produk Domestik Bruto (PDB) sebagai proxy variabel pendapatan,
165
Seminar Nasional FEKON 2015 jumlah proyek investasi yang ada pada tiap sektor ekonomi, jumlah tenaga kerja yang diserap oleh masing-masing sektor ekonomi, serta nilai tukar (kurs) rupiah terhadap USD. Melihat pentingnya peranan keempat faktor tersebut, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian lebih lanjut dengan judul “Faktor-faktor yang Memengaruhi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) di Indonesia Menurut Sektor Ekonomi Tahun 2008-2013”. 1.2.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana gambaran perkembangan PMDN di Indonesia selama periode 2008-2013 serta faktor-faktor yang memengaruhinya? 2. Bagaimana pengaruh PDB, jumlah proyek, tenaga kerja dan kurs RP/USD terhadap PMDN di Indonesia selama periode 2008-2013? 3. Sektor ekonomi apakah yang memiliki peluang paling besar terhadap PMDN di Indonesia selama periode 2008-2013?
1.2.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Memberikan gambaran perkembangan PMDN di Indonesia selama periode 2008-2013 serta faktor-faktor yang memengaruhinya. 2. Menganalisis apakah faktor PDB, jumlah proyek, tenaga kerja dan kurs rupiah terhadap USD memengaruhi investasi PMDN di Indonesia menurut sektor ekonomi selama periode 2008-2013. 3. Mengidentifikasi sektor ekonomi yang mempunyai peluang paling besar terhadap investasi PMDN di Indonesia selama periode 2008-2013.
KERANGKA TEORITIS DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1. Landasan Teori Investasi Ciri negara berkembang adalah kurangnya modal, tidak adanya persediaan dan pertumbuhan ekonomi yang rendah serta keterbelakangan teknologi. Hal ini dapat di lihat dari biaya rata-rata yang produksi yang tinggi namun produktivitas tenaga kerja rendah karena
166
Seminar Nasional FEKON 2015 tenaga kerjanya tidak terampil dan peralatan modal yang masih sederhana, hal ini jelas dari rasio output modal yang tinggi, Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang juga tidak lepas dari masalah di atas, oleh karena itu investasi merupakan salah satu sumber pembiayaan yang sangat dibutuhkan untuk menunjang pembangunan. Contoh investasinya adalah Penanaman Modal Dalam Negeri yang dibiayai pemerintah dan Penanaman Modal Asing. Sektor Ekonomi Investasi akan berbeda untuk setiap sektor ekonomi. Besar kecilnya tergantung peluang di dalam setiap sektor usaha ekonomi. Berdasarkan KBLI 2005, sektor ekonomi di Indonesia terdiri atas sembilan sektor. Kesembilan sektor tersebut adalah: 1. Sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan 2. Sektor Pertambangan dan Penggalian 3. Sektor Industri Pengolahan 4. Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih 5. Sektor Konstruksi 6. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran 7. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi 8. Sektor Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 9. Sektor Jasa-Jasa
Produk Domestik Bruto PDB diyakini sebagai indikator ekonomi terbaik dalam menilai perkembangan ekonomi suatu daerah. Perhitungan pendapatan nasional ini mempunyai ukuran makro utama tentang kondisi suatu daerah. Pada umumnya perbandingan kondisi antar negara dapat dilihat dari pendapatan daerahnya sebagai gambaran, Bank Dunia menentukan apakah suatu negara berada dalam kelompok negara maju atau berkembang melalui pengelompokan besarnya PDB, dan PDB suatu negara sama dengan total pengeluaran atas barang dan jasa dalam perekonomian (Herlambang, 2001). Terdapat keterkaitan yang erat antara pendapatan nasional dan investasi. Hubungan keduanya menjadi suatu sorotan para ekonom, baik dari kalangan Klasik maupun Neo Klasik. Teori pendapatan nasional Keynesian yang menggunakan pendekatan pengeluaran agregatif
167
Seminar Nasional FEKON 2015 dimana besarnya pendapatan nasional suatu negara diukur dari komponen-konponen expenditure para pelaku ekonominya lewat anggaran-anggarannya, yaitu; sektor rumah tangga (C; consumption), perilaku usaha dan dunia usaha tercermin lewat komponen investasi yang ditanam (I), pemerintah melalui anggaran belanjanya (G) dan sektor perdagangan internasional yang tercermin lewat nilai ekspor / impor neto-nya. Teori di atas selanjutnya menurunkan pertimbangan parsial pada faktor-faktor yang menjadi pertimbangan dalam melakukan investasi. Seperti halnya dalam konsumsi yang dilakukan oleh sektor rumah tangga, investasi oleh para pengusaha ditentukan oleh beberapa faktor. Salah satu diantara faktor-faktor penting yang dipertimbangkan adalah besarnya nilai pendapatan nasional yang dicapai (Sukirno, 2002). Jumlah Proyek Menurut Husnan (1996:5) menyatakan bahwa “proyek investasi merupakan suatu rencana untuk menginvestasikan sumber-sumber daya, baik proyek raksasa ataupun proyek kecil untuk memperoleh manfaat pada masa yang akan datang.” Pada umumnya manfaat ini dalam bentuk nilai uang. Sedang modal, bisa saja berbentuk bukan uang, misalnya tanah, mesin, bangunan dan lain-lain.Namun baik sisi pengeluaran investasi ataupun manfaat yang diperoleh, semua harus dikonversikan dalam nilai uang. Suatu rencana investasi perlu dianalisis secara seksama. Analisis rencana investasi pada dasarmya merupakan penelitian tentang dapat tidaknya suatu proyek (baik besar atau kecil) dapat dilaksanakan dengan berhasil, atau suatu metode penjajakkan dari suatu gagasan usaha/bisnis tentang kemungkinan layak atau tidaknya gagasan usaha/bisnis tersebut dilaksanakan. Terlepas dari besar kecilnya proyek, jumlah proyek sangat menentukan besarnya investasi. Semakin banyak proyek semakin besar pula investasinya. Tenaga Kerja Di Indonesia, pengertian tenaga kerja atau man power adalah mencakup penduduk yang sudah bekerja, sedang mencari pekerjaan, dan yang sedang melakukan kegiatan lain seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga. Tiga golongan terakhir, yakni pencari kerja, bersekolah, dan mengurus rumah tangga, walapun sedang tidak bekerja, mereka dianggap secara fisik mampu bekerja dan dapat sewaktu-waktu bekerja (Simanjuntak, 2001). Tenaga kerja merupakan salah satu faktor penting dalam berproduksi. Adanya peningkatan jumlah tenaga kerja akan meningkatkan kapasitas produksi. Sehingga nantinya
168
Seminar Nasional FEKON 2015 akan meningkatkan investasi. Oleh karena itu hal yang harus dilakukan adalah meningkatkan kualitas tenaga kerja dengan mengembangkan sistem keterpaduan antara dunia pendidikan, pelatihan keterampilan yang sepadan dengan kebutuhan pasar tenaga kerja, perkembangan pembangunan dan teknologi. Kurs Rp/USD Nilai tukar Rupiah atau disebut juga kurs Rupiah adalah perbandingan nilai atau harga mata uang Rupiah dengan mata uang lain. Perdagangan antar negara dimana masing-masing negara mempunyai alat tukarnya sendiri mengharuskan adanya angka perbandingan nilai suatu mata uang dengan mata uang lainnya, yang disebut kurs valuta asing atau kurs (Salvatore,2008). Secara teoritis dampak perubahan tingkat / nilai tukar dengan investasi bersifat uncertainty (tidak pasti). Boediono (2002), mengatakan pengaruh tingkat kurs yang berubah pada investasi dapat langsung lewat beberapa saluran, perubahan kurs tersebut akan berpengaruh pada dua saluran, sisi permintaan dan sisi penawaran domestik. Dalam jangka pendek, penurunan tingkat nilai tukar akan mengurangi investasi melalui pengaruh negatifnya pada absorbsi domestik atau yang dikenal dengan expenditure reducing effect. Karena penurunan tingkat kurs ini akan menyebabkan nilai riil aset masyarakat yang disebabkan kenaikan tingkat harga-harga secara umum dan selanjutnya akan menurunkan permintaan domestik masyarakat. Gejala di atas pada tingkat perusahaan akan direspon dengan penurunan pada pengeluaran / alokasi modal pada investasi. 2.2. Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu merupakan kumpulan dari penelitian-penelitian yang pernah dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya, dimana penelitian ini mempunyai kaitan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis. Tabel 1. Penelitian Terdahulu Peneliti
Variabel
Alat Analisis
Dadang Firmansyah (2008)
PMDN (Y), PDB Tenaga Kerja Infrastruktur (X3)
Anshar
Investasi (Y), Tenaga Kerja
Husnainy
(X1), (X2),
Kesimpulan
Regresi Berganda
-
PDB berpengaruh positif Tenaga kerja berpengaruh positif Infrastruktur berpengaruh positif
Regresi
-
Tenga Kerja berpengaruh positif Ekspor berpengaruh positif
169
Seminar Nasional FEKON 2015 (2008)
Fajar (2011)
Febriananda
Siswoko (2008)
Musta‟inurrohman (2013)
(X1), Ekspor (X2), Inflasi (X3), Dummy krisis (X4)
Berganda
-
Inflasi berpengaruh positif Dummy berpengaruh negatif
PMDN (Y), Inflasi (X1), Suku Bunga Kredit (X2), Tenaga Kerja (X3), dan Kurs Rp/USD (X4)
Regresi Berganda
-
Tenaga kerja berpengaruh positif Kurs Rp/USD berpengaruh positif
PMDN (Y), Tingkat Bunga (X1), Pendapapatan Daerah (X2), perubahan kebijakan (X3)
Regresi Berganda
-
Tingkat Bunga berpengaruh positif Pendapatan Daerah berpengaruh positif Perubahan kebijakan berpengaruh positif
PMDN (Y), PDRB (X1), Ekspor (X2), Angkatan Kerja (X3), Belanja Daerah Pembangunan (X4), Inflasi (X5), Suku Bunga (X6), kurs (X7), dan Krisis Ekonomi (X8)
Regresi Berganda
-
PDRB berpengaruh positif Ekspor berpengaruh positif Belanja Daerah berpengaruh positif Inflasi berpengaruh negatif Kurs berpengaruh positif Krisi Ekonomi berpengaruh negatif
Sumber: Dari berbagai sumber
2.3. Kerangka Pemikiran Teoritis Dari latar belakang masalah dan tinjaun pustaka yang diuraikan sebelumnya, maka kerangka pemikirannya adalah pengaruh PDB, jumlah proyek, jumlah tenaga kerja dan kurs rupiah/USD terhadap investasi dalam negeri di Indonesia.
Jumlah Proyek Tenaga Kerja
Menurut Sektor Ekonomi
PDB
PMDN
Kurs (Rp/USD)
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Teoritis 2.4. Hipotesis Hipotesis adalah penjelasan sementara yang harus diuji kebenarannya mengenai masalah yang diteliti, dimana hipotesis selalu dirumuskan dalam bentuk pernyataan yang menghubungkan dua variabel atau lebih. Hipotesis merupakan suatu proporsi yang mungkin benar dan sering digunakan sebagai dasar pembuatan keputusan atau pemecahan ataupun untuk dasar penelitian lebih lanjut. Anggapan atau asumsi dari suatu hipotesis juga
170
Seminar Nasional FEKON 2015 merupakan data, akan tetapi kemungkinan bisa salah, maka apabila akan digunakan sebagai dasar pembuatan keputusan harus diuji dahulu dengan menggunakan data hasil observasi (Supranto, 2001). Dalam penelitian ini akan dirumuskan hipotesis guna memberikan arah dan pedoman dalam melakukan penelitian. Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Diduga PDB berpengaruh positif terhadap investasi dalam negeri di Indonesia. 2. Diduga jumlah proyek berpengaruh positif terhadap investasi dalam negeri di Indonesia. 3. Diduga tenaga kerja berpengaruh positif terhadap investasi dalam negeri di Indonesia. 4. Diduga nilai tukar (kurs Rp/USD) berpengaruh positif terhadap investasi dalam negeri di Indonesia.
METODE PENELITIAN Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data-data diperoleh dari Badan Pusat Statistik berupa nilai PMDN, jumlah proyek, jumlah tenaga kerja, dan nilai PDB menurut 9 (Sembilan) sektor ekonomi, dan dari Bank Indonesia berupa nilai kurs rupiah terhadap USD. Periode penelitian selama 6 (enam) tahun yakni tahun 2008-2013. Untuk mempermudah pengolahan data digunakan software SPSS 16.0 dan Eviews 6.0. 3.1. Definisi Operasional Variabel Agar variabel yang digunakan dalam penelitian ini dapat diaplikasikan dengan baik, maka terlebih dahulu variabel tersebut harus didefinisikan secara operasional. Definisi operasional dan dimensi ukur variabel penelitian yang dimaksud dapat dilihat pada tabel 2 di bawah ini. Tabel 2. Definisi Operasional Variabel Variabel
PMDN
Definisi (Satuan)
Sumber Data
Dasar penelitian sebelumnya
Keterangan
Aliran PMDN menurut sektor ekonomi, 20082013 (juta USD)
BPS
-
-
PDB
Nilai PDB atas dasar harga konstan 2000 (trilyun rupiah)
BPS
Dadang Firmansyah (2008)
Sebagai proxy variabel pendapatan masyarakat
PRO
Jumlah proyek
BPS
-
Sebagai proxy
171
Seminar Nasional FEKON 2015 (unit) TK
Kurs
Jumlah Tenaga Kerja menurut sektor ekonomi (juta jiwa) Nilai Tukar rupiah terhadap USD
variabel frekuensi BPS
BI
Anshar Husnainy (2008)
Sebagai proxy variabel ketersediaan tenaga kerja
Rahardian Ludhira Nurwicaksono (2007)
Sebagai proxyalat tukar
Fajar Febriananda (2011) Sumber: Dari berbagai sumber
3.2. Alat Analisis Untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi aliran PMDN berdasarkan sektor ekonomi di Indonesia digunakan analisis regresi dengan menggunakan data panel (9 sektor ekonomi pada tahun 2008-2013). Alat analisis yang digunakan adalah metode regresi panel. Alat ini digunakan untuk menangkap karakteristik indivdu (sektor ekonomi terhadap investasi). Ada dua pendekatan mendasar yang digunakan dalam menganalisis panel data. Pertama, pendekatan Fixed effects dan pendekatan kedua adalah Random Effects. Untuk menghilangkan pengaruh satuan yang berbeda-beda maka digunakan logaritma natural untuk setiap variabel. Persamaan regresi menggunakan variabel dependen nilai investasi PMDN dengan variabel independen masing-masing nilai PDB (PDB), jumlah proyek (PRO), Jumlah tenga kerja (TK), dan Nilai tukar rupiah terhadap USD (Kurs), sebagai berikut: lnPMDNit = cit + lnPDBit + lnPROit + lnTKit + lnKursit + eit Taraf error: 5% dimana: lnPMDN = logaritma natural PMDN di Indonesia lnPDB = Logaritma natural PDB Indonesia lnPRO = Logaritma natural jumlah proyek lnTK
= Logaritma natural tenaga kerja
lnKurs = logaritma natural nilai kurs C
= konstanta
I
= individu (sektor ekonomi)
t = periode waktu
172
Seminar Nasional FEKON 2015 e = disturbance error Selain itu digunakan pula uji statistik yang terdiri dari Uji t dan uji F, kemudian diikuti uji R2. Uji t bertujuan untuk melihat seberapa jauh pengaruh satu variabel bebas secara individual dalam menerangkan variasi variabel terkait. Uji F bertujuan untuk untuk melihat apakah semua variabel bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersamasama terhadap variabel terikat. Uji Koefisien Determinasi (R2) digunakan untuk menguji kualitas model. Nilai koefisien determinasi mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel terikat serta pengaruhnya secara general, dengan range antara 0 sampai 1. Nilai R2 mendekati 1 berarti variabel-variabel bebas memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel terikat.
HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Perkembangan PMDN di Indonesia Meskipun Indonesia masih disebut sebagai negara berkembang, investor dalam negeri masih termotivasi untuk memberikan andil dalam membangun Indonesia. Terbukti dengan nilai PMDN sejak tahun 2008 sampai 2013 mengalami peningkatan dari 20.363,3 juta USD menjadi 128.150,7 juta USD. Dengan kata lain, selama periode tersebut PMDN telah meningkat sebesar 529,32 persen, meskipun dilihat per tahun petumbuhannya melambat dari 85,63 persen pada tahun 2009 menjadi 39,02 persen pada akhir tahun 2013. Selama periode 2008-2013, Investasi terbesar berada pada sektor III Industri Pengolahan dengan rata-rata kontribusi 52,76 persen. Selanjutnya sektor VII Pengangkutan dan Komunikasi, I Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan dan III Industri Pengolahan yang masing-masing peranannya sebesar 9,55, 9,46, dan 9,35 persen. Sementara itu, sektor yang memberikan peranan yang terkecil diantaranya sektor V Konstruksi, VI Perdagangan, Hotel, dan Restoran dan VIII Keuangan, Real Estate dan Jasa Perushaan yang masing-masing sebesar 3,70, 2,61, dan 0,58 persen. Pada tahun 2013, investasi terbesar berada di sektor III Industri Pengolahan, kemudian sektor IV Listrik, Gas, dan Air Bersih dan sektor VII Pengangkutan dan Komunikasi yang masing-masing sebesar 39,9 persen, 20,2 persen, dan 14,6 persen. Sementara itu, investasi
173
Seminar Nasional FEKON 2015 terendah di sektor V Konstruksi, sektor VIII Keuangan, Real Estate dan Jasa Keuangan dan sektor IX Jasa-jasa yang masing-masing sebesar 4,7 persen, 1,7 persen, dan 0,4 persen. Perkembangan PDB Indonesia Sebagai proxy pendapatan masyarakat Indonesia yang menunjang tinggi rendahnya investasi, selama periode 2008-2013 setiap tahunnya mengalami peningkatan sekitar
6
persen. Tepatnya, pada tahun 2013 dengan nilai PDB 2.770.345 milyar rupiah, pertumbuhan ekonominya sebesar 5,78 persen. Selama periode tersebut, pertumbuhan ekonomi mengalami percepatan, meskipun di tahun 2013 sempat mengalami perlambatan. Jika dibandingkan dengan tahun 2008, nilai PDB tahun 2013 meningkat sepertiganya. Dilihat dari perbandingan nilai PDB menurut sektor ekonomi, sektor III Industri Pengolahan mendominasi dengan kontribusi 25,54 persen. Selanjutnya, sektor VI Perdagangan, Hotel dan Restoran (18,09 persen), dan sektor VII Pengangkutan dan Komunikasi (10,56 persen). Kontribusi terendah adalah sektor IV Listrik, Gas dan Air Bersih (0,7 persen). Perkembangan Tenaga Kerja di Indonesia Data jumlah tenaga kerja diperoleh dari Badan Pusat Statistik yang telah terkelompokkan menurut sektor ekonomi utama tahun 2008-2013. Secara total, jumlah tenaga kerja di Indonesia mengalami fluktuatif. Dalam kurun waktu 6 (enam) tahun terakhir, pertumbuhan tenaga kerja tertinggi pada tahun 2012 dan terendah pada tahun 2011 yang masing-masing sebesar 4,74 persen dan -1,98 persen. Dilihat dari perbandingan jumlah tenaga kerja antara 9 sektor ekonomi, sektor I Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan masih menjadi mata pencaharian masyarakat secara mayoritas (agraris). Investasi di sektor ini menyumbang sebesar 34,78 persen. Kemudian, sektor yang memiliki tenaga kerja terbanyak lainnya adalah sektor VI Perdagangan, Hotel, dan Restoran yaitu sebesar 21,38 persen. Sementara itu, sektor IV Listrik, Gas dan Air Bersih merupakan sektor yang memiliki jumlah tenaga kerjanya paling sedikit (0,22 persen). Perkembangan Jumlah Proyek Investasi Salah satu yang menentukan besarnya investasi adalah jumlah proyek. Semakin banyak jumlah proyek, semakin besar pula investasinya. Pada tahun 2013, jumlah proyek terbanyak terjadi pada sektor III Industri Pengolahan yaitu sebesar 57,54 persen atau sebanyak 1225 proyek. Sektor I Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan menjadi yang kedua dengan jumlah proyek 356 atau 16,72 persen. Jumlah proyek paling sedikit berada ada sektor
174
Seminar Nasional FEKON 2015 V Konstruksi yaitu hanya 33 proyek atau 1,55 persen. Selama periode 2008-2013, jumlah proyek investasi PMDN secara kuantitas terus meningkat. Pertumbuhannya mencapai 790,79 persen. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada tahun 2009 yaitu 252,82 persen, sedangkan pada tahun 2012 mengalami penurunan sebesar 7,78 persen.
175
Seminar Nasional FEKON 2015 Perkembangan Nilai Kurs Rupiah terhadap USD Selama periode 2008-2013 nilai kurs rupiah terhadap USD mengalami fluktuatif. Pada tahun 2008 nilai kursnya sebesar Rp10.950 kemudian di tahun 2009 dan 2010 mengalami penguatan rupiah yaitu menjadi Rp9.400 dan Rp8.991, tetapi kemudian di tahun berikutnya yakni tahun 2011-2013 rupiah terus mengalami pelemahan yaitu Rp9.068, Rp9.670 dan Rp12.189. Fluktuasi ini menentukan kepercayaan investor untuk berinvestasi. Semakin stabil kurs semakin besar investasi. 3.2. Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi investasi PMDN di Indonesia Untuk mengestimasi apakah variabel Tenaga Kerja (TK), Produk Domestik Bruto (PDB), Jumlah Proyek (PRO), dan Nilai Kurs (Kurs)berpengaruh terhadap Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), maka terlebih dahulu dilakukan uji spesifikasi model dengan menggunakan Uji Wald atau Hausman Test. Uji Hausman ini pada dasarnya membandingkan antara model fixed effects dengan random effects mana yang lebih baik. Dari lampiran tabel 4 terlihat bahwa nilai probability-nya sebesar 0,4 melebihi nilai alpha yang sudah ditentukan yaitu 0,05. Artinya Ho ditolak, sehingga model fixed effects lebih baik daripada model random effects. Setelah terpilih kemudian didapatkan persamaan regresinya adalah: LnPMDNit = Cit + 1,9969lnTKit* + 2,5190lnPDBit* + 0,5467lnPROit* - 0,8493lnkursit Cit = Nilai koefisien setiap individu Adj R2 = 83,51 *signifikan dengan taraf signifikansi 95% Selanjutnya, dilakukan pengujian asumsi klasik diantaranya uji multikolinieritas dan uji autokorelasi didapatkan bahwa model sudah bebas dari multikolinieritas dan non autokortelasi. Dengan kata lain, model ini adalah model baik yang bisa digunakan untuk estimasi. Berdasarkan hasil pengolahan data memberikan output yang menginformasikan bahwa adj R2 nya sebesar 0,8351 persen. Dengan kata lain, sebesar 83,51 persen variabel-variabel bebas yang digunakan dalam model ini mampu menjelaskan nilai PMDN secara keseluruhan. Sedangkan, sisanya sebesar 16,49 persen dipengaruhi oleh variabel-variabel lain di luar model. Nilai ini menunjukkan bahwa model sudah menunjukkan kecocokan (goodness of fit). Dari hasil pengolahan data tersebut, memperlihatkan bahwa variabel tenaga kerja (lnTK), PDB (lnPDB), dan jumlah proyek (LnPRO) signifikan memengaruhi PMDN Indonesia 176
Seminar Nasional FEKON 2015 dengan taraf signifikansi 95 persen. Sementara itu, variabel kurs (lnkurs) tidak berpengaruh signifikan terhadap PMDN Indonesia. Untuk lebih detailnya pengaruh per variabel, dijelaskan sebagai berikut: Pengaruh Jumlah Tenaga Kerja terhadap Investasi PMDN Indonesia Variabel tenaga kerja memengaruhi investasi PMDN Indonesia secara signifikan dengan arahnya positif, artinya semakin besar jumlah tenaga kerja maka semakin besar pula investasi PMDN nya. Variabel ini hanya menunjukkan kuantitas tidak untuk kualitas, sehingga terbatas pada jumlah tenaga kerja saja. Nilai koefisien dari variabel lnTK sebesar 1,9969. Hal ini berarti, ketika pertumbuhan jumlah tenaga kerja naik sebesar 1 persen maka akan meningkatkan pertumbuhan investasi PMDN sebesar 1,9969 persen dengan asumsi variabel lainnya ceteris paribus. Hal ini sesuai dengan penelitian Firmansyah (2008) yang menyatakan bahwa variabel tenaga kerja berpengaruh positif terhadap investasi PMDN. Pengaruh PDB terhadap investasi PMDN Indonesia Variabel PDB memberikan pengaruh terhadap PMDN secara positif. Dengan kata lain, semakin besar nilai PDB semakin besar pula PMDN Indonesia. Nilai koefisien lnPDB sebesar 2,519, yang artinya setiap pertumbuhan PDB sebesar 1 persen maka akan meningkatkan pertumbuhan PMDN sebesar 2,519 persen dengan asumsi ceteris paribus. Hal ini pun sesuai dengan penelitian Firmansyah (2008) yang menyatakan bahwa Nilai PDB memberikan pengaruh secara positif terhadap PMDN. Nilai PDB ini menunjukkan tingkat pendapatan masyarakat, semakin tinggi pendapatan masyarakat, maka semakin berpeluang untuk berinvestasi. Pengaruh Jumlah Proyek terhadap PMDN Indonesia Berdasarkan hasil pengolahan, dengan signifikansi 95 persen jumlah proyek berpengaruh secara positif. Dengan kata lain, setiap kenaikan jumlah proyek akan meningkatkan pula PMDN nya. Nilai koefisiennya sebesar 0,5467, yang artinya setiap pertumbuhan jumlah proyek sebesar 1 persen maka akan meningkatkan pertumbuhan investasi sebesar 0,5467 persen dengan asumsi ceteris paribus. Hal ini sesuai dengan teori yang diajukan bahwa jumlah proyek akan berpengaruh positif terhadap PMDN. Pengaruh Nilai Kurs Terhadap PMDN Indonesia Dari output eviews, terlihat bahwa variabel lnkurs tidak berpengaruh signifikan terhadap lnPMDN. Terbukti dengan nilai probability-nya lebih dari 0,05. Oleh karena itu, meskipun secara teori berpengaruh akan tetapi dari hasil pengujian statistik ternyata 177
Seminar Nasional FEKON 2015 tidak berpengaruh signifikan. Hal ini pula seperti pada penelitian Febriananda (2011) yang menyatakan bahwa variabel kurs tidak berpengaruh signifikan terhadap PMDN. Tidak signifikannya kurs terhadap investasi ini dimungkinkan karena ketidakstabilan kurs rupiah terhadap USD selama periode tersebut, sehingga investor tidak terlalu menghiraukan naik turunnya kurs.
Tabel 3. Hasil Estimasi Fixed Effects
Variabel
Coeff
Std. Error
t-Stat
Prob.
C
-48.032
16,683
-2,879
0,0063
Ln(TK)
1,9969
0,9461
2,110
0,0410
Ln(PDB)
2,5190
0,6506
3,871
0,0004
Ln(PRO)
0,5467
0,0550
9,937
0,0000
Ln(KURS)
-0,8493
0,4659
-1,822
0,0756
Sumber: Olahan eviews
3.3.
Identifikasi Sektor Ekonomi
Jika dilihat menurut sektor ekonominya, hasil output eviews memberikan informasi bahwa ketika semua variabel dianggap tidak ada maka pertumbuhan investasi terbesar berada di sektor IV Listrik, Gas, dan Air Bersih yaitu sebesar 13,16477. Hal ini selaras dengan kontribusinya terhadap PMDN. Selama periode 2008-2013, rata-rata kontribusi sektor IV terhadap PMDN sebesar 52,76 persen dan untuk tahun 2013 sendiri sebesar 39,93 persen atau terbesar pertama. Selanjutnya, Sektor II pertambangan dan penggalian pun berpeluang menjadi sektor yang harus diperhitungkan, dari hasil penelitian ini koefisien petumbuhannya sebesar 3.756037 atau terbesar kedua. Sektor II selama periode 2008-2013 memiliki rata-rata kontribusi terhadap PMDN sebesar 9,35 persen dan pada tahun 2013 sebesar 20,15 persen atau kedua terbesar. Kemudian yang terendah di sektor VI Perdagangan, Hotel dan Restoran sebesar -5,584251. Jika dilihat kontribusinya, secara rata-rata sektor VI hanya memberikan peranan sebesar 2,61 persen dan untuk tahun 2013 hanya 2,81 persen. KESIMPULAN Dengan berbagai keterbatasan yang dimiliki, Indonesia masih mendapatkan kepercayaan investor dalam negeri. Terbukti dengan pertumbuhan investasi dalam negeri yang semakin meningkat. Investasi terbesar selama periode 2008-2013 berada di 178
Seminar Nasional FEKON 2015 sektor III Industri Pengolahan, Sektor IV Listrik, Gas, dan Air Bersih, dan Sektor II Pertambangan dan Penggalian. Dalam perkembangannya, PMDN di Indonesia pada tahun 2008-2013 banyak faktor yang berpengaruh signifikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel tenaga kerja, PDB, dan jumlah proyek secara statistik signifikan memengaruhi aliran PMDN di Indonesia. Ketiga variabel tersebut memberikan pengaruh secara positif terhadap aliran PMDN di Indonesia. Sementara itu, variabel nilai kurs tidak signifikan memengaruhi aliran PMDN di Indonesia. Sektor Ekonomi yang memberikan pengaruh terbesar adalah sektor IV Listrik, Gas, dan Air Bersih dan II Pertambangan dan Penggalian.
IMPLIKASI DAN KETERBATASAN Bagi pemerintah dapat menggunakan hasil penelitian ini sebagai bahan masukan atau referensi untuk menentukan kebijakan terkait PMDN dalam berbagai sektor ekonomi. Terutama untuk sektor IV Listrik, Gas, dan Air Bersih dan sektor II Pertambangan dan Penggalian Bagi investor dalam negeri, bisa menjadi masukkan sektor mana yang berpeluang untung besar dalam berinvestasi. Sesuai hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pentingnya untuk konsen pada peningkatan skill tenaga kerja, memberikan fasilitas atau penawaran iklan yang gencar supaya investor bergairah untuk berinvestasi. Kemudian juga pentingnya meningkatkan perekonomian masyarakat mengingat bahwa faktor-faktor tersebut sangat signifikan memengaruhi peningkatan PMDN di Indonesia. Penelitian ini tidak lepas dari kekurangan dan keterbatasan. Diantaranya variabel yang digunakan variabel makro, sehingga kurang aplikatif dalam menerapkannya. Kemudian, jumlah faktor-faktor yang memengaruhi PMDN masih sedikit. Diharapkan untuk peneliti selanjutnya untuk mengembangkan penelitian ini dengan menambahkan berbagai variabel yang variatif, misalnya kualitas/skill tenaga kerja, jumlah investor, suku bunga, dan lain-lain. Selain itu, peneliti selanjutnya bisa menggunakan analisis risiko berinvestasi untuk menggambarkan fenomena investasi PMDN di Indonesia dari segi investor.
179
Seminar Nasional FEKON 2015 DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik, 2014. Produk Domestik Regional Bruto Riau Menurut Pengeluaran 2009-2013. Pekanbaru: BPS -----, 2014. Statistik Indonesia 2014. Jakarta: Badan Pusat Statistik. -----, 2013. Statistik Indonesia 2013. Jakarta: Badan Pusat Statistik. -----, 2012. Statistik Indonesia 2012. Jakarta: Badan Pusat Statistik. -----, 2011. Statistik Indonesia 2011. Jakarta: Badan Pusat Statistik. -----, 2010. Statistik Indonesia 2010. Jakarta: Badan Pusat Statistik. -----, 2009. Statistik Indonesia 2009. Jakarta: Badan Pusat Statistik. Boediono, 2002. Ekonomi Internasional. Yogyakarta: BPFE UGM Fadly, Ferdian, 2011. Peran Pertumbuhan Ekonomi dan Intervensi Pemerintah di Bidang Fiskal Terhadap Kemiskinan, Pengangguaran dan Ketimpangan Distribusi Pendapatan di Indonesia. Skripsi, Tidak dipublikasikan, STIS. Febriananda, Fajar, 2011. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Investasi Dalam Negeri di Indonesia Periode Tahun 1988-2009. Skripsi, Tidak dipublikasikan, Undip. Firmansyah, D., 2008. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Investasi Di Indonesia Periode Tahun 1985-2004. Skripsi, Tidak dipublikasikan, UII Yogyakarta. Gujarati,D., 2003. Basic Econometrics. New York: Mc Graw Hill. Herlambang, T., et al. 2001. Ekonomi Makro: Teori Analisis dam Kebijakan. Jakarta: Ghalia Indonesia Husnainy, A., 2008. Pengaruh Tenaga Kerja, Ekspor, dan Inflasi Terhadap Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) di Provinsi Jawa Tengah Periode Tahun 1985-2005. Skripsi. Tidak dipublikasikan, UII Yogyakarta. Husnan, Suad, 1996. Teori Fortofolio dan Analisis Sekuritas. Yogyakarta: UPP AMP YKPN. Lubis, Pardamean, 2008. Analisis Faktor-faktor yang mempengaruhi Permintaan Investasi di Indonesia. Thesis. Tidak dipublikasikan, USU. Musta‟inurrohman, 2013. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penanman Modal Dalam Negeri (PMDN) di Sumatera Utara. Thesis, Tidak dipublikasikan, USU. Salvatore, D., dan Krugman, 2008. Economic International 5ed, (Alih Bahasa, Munadar Haris). Bandung: PT. Gelora Aksara Pratama. Shikawa, Jota, 1994. Revisiting The Solper-Samuelson and Rybzynski Theorems with Production Externalities. Canadian Journal Of Economics, Canadian Economics Association. Vol. 27 (1). Simanjuntak, P., 2001. Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusi. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Siswoko, 2008. Analisis Faktor-faktor yang mempengaruhi Penanaman Modal Dalam Negeri di Provinsi Jambi. Thesis, Tidak dipublikasikan, Unand. Sukirno, Sadono, 2000. Makro Ekonomi Edisi Kedua Cetakan Keempatbelas. Jakarta : Raja Grafindo Persada. Supranto, J., 2001. Statistik Teori dan Aplikasi. Jakarta: Erlangga. Yonathan, 2003. Pengertian Pertumbuhan Sebagai Fungsi Investasi. Jurnal Makro Ekonomi.
180
Seminar Nasional FEKON 2015 Exploring Indonesia-Paraguay Trade Potentials: A Revealed Comparative Advantage Approach a
DR. Sulthon Sjahril Sabaruddina,*, Sihar Tambun, SE, Ak., MSi.b Center for Policy Analysis and Development on American and European Region, Ministry of Foreign Affairs of the Republic of Indonesia, Jakarta, Indonesia b Faculty of Economics, Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta, Indonesia
[email protected] and
[email protected] Abstract This paper attempts to identify and analyze the Indonesia-Paraguay bilateral trade potentials based on their respective export competitiveness. The analysis uses the Revealed Comparative Advantage Index for year 2012 obtained from World Integrated Trade Solution (WITS). The paper reveals that there are huge opportunities for both countries to further strengthen bilateral trade relations. Based on the RCA Index analysis, the paper revealed that in general both countries have exported their commodities based on their respective comparative advantages, but however both countries current exports still do not reflect their potentials as most for Paraguay (none for Indonesia) of the top ten commodities with the strongest comparative advantage were unable to penetrate both sides market. This study suggests both countries should remove trade barriers starting by providing access for the top 10 export commodities with the strongest comparative advantage to penetrate in both countries. This step could be a stepping stone towards strengthening bilateral trade relations. Keywords: Comparative Advantage, Export Competitiveness, Bilateral Trade Relation
INTRODUCTION The diplomatic relations between Indonesia and Paraguay started since 29th November 1982. But however, in 1958 the first Indonesian President, Soekarno paid an official visit to Paraguay during his visit to the Latin American region. For Indonesia, the bilateral diplomatic relation is handled via the Indonesian Embassy based in Buenos Aires which concurrently accredited for Uruguay and Paraguay. Meanwhile for Paraguay, on January 2011 Paraguay opened the embassy in Jakarta. Further, since 1990 Indonesia has a honorary consulate, Mr. Ricardo Sanchez Abdo in Asuncion and will continue his term until 31st December 2014 (Keputusan Presiden No. 40/M dated 29th March 2010). Both countries have good diplomatic relations since 1982 and the good bilateral relations was marked by the following important recent visits over the last few years: 1. The official visit of the Indonesian Minister of Foreign Affairs, DR. Hassan Wirajuda to Paraguay on 23-25 August 2007.
181
Seminar Nasional FEKON 2015 2. The bilateral meetings between the Director General for American and European Affairs (MoFA RI) with the Vice-Minister for Political Affairs and the Vice-Minister for Economic Affairs (MoFA Paraguay) on 3rd July 2009 in Asuncion, Paraguay. 3. Indonesian Foreign Minister had a bilateral meeting with Paraguayan Foreign Minister on 25th August 2011 during the sidelines of the 5th FEALAC Ministerial Meetings in Buenos Aires. 4. The visit of the Director General for Multilateral Policy from the Paraguay Ministry of Foreign Affairs for the 6th FEALAC Ministerial Meetings in Bali last June 2013. For the bilateral socio-cultural relations, both countries signed Memorandum of Understanding (MoU) between the Department of Foreign Affairs of the Republic of Indonesia and the Ministry of Foreign Affairs of the Republic of Paraguay for Cooperation on Diplomatic Education and Training on 28th November 2007 but however the agreement has not yet been used by both sides. Further, there is only one Paraguayan citizen participated for the Indonesian Darmasiswa Scholarship (2006/2007 Academic Year). For sport cooperation, in 2008 the Provincial Government of Nanggroe Aceh Darussalam in collaboration with the PT. Sanchezgol Management (owned by the Chilean citizen in Indonesia) has sent the U-15 Team with a total of 30 football players accompanied by 4 teachers to participate for 3 years football training program in Olimpico Committee Club in Paraguay. But however due to certain matters, the cooperation terminated on September 2009 and the football training was shifted to the Empoli FC (Italian owned) training center in Paraguay. Meanwhile, for the bilateral consular cooperation, both Minister of Foreign Affairs have signed the Agreement between the Government of the Republic of Indonesia and the Government of the Republic of Paraguay on Visa Exemption for Diplomatic, Official and Service Passports in Asuncion, 24th August 2007. This agreement was ratified with the Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 37 Year 2009 on 28th August 2009 and entered into force on 6th October 2009. As of July 2011, there are 34 Indonesian citizens which consist of 12 missionaries, 18 football player students from Aceh accompanied by 2 teachers, and 2 Indonesian citizens married with the Paraguayans. For the economic cooperations, there is still no bilateral economic agreement umbrella but however both countries are still in the process of negotiation for the agreement on economic and technical cooperation. For the bilateral trade relations, in 2012 trade volume was relatively low and only reached US$37.7 million and ranked 10th out of 25 countries in South America and Caribbean regions. Indonesian export market share to Paraguay only accounted 0.01 percent of the total Indonesian export, whereas the South America and Caribbean regions represented only
182
Seminar Nasional FEKON 2015 1.38 percent. But however, with exception in 2012, the bilateral trade relations have been steadily increasing over the last few years. In 2012 Indonesian main export commodities to Paraguay among others are Cigars, cheroots, cigarillos and cigarettes, of tobacco or of tobacco substitutes (HS 2402), Polyacetals, other polyethers and epoxide resins, in primary forms; polycarbonates, alkyd resins, polyallyl esters and other polyesters, in primary forms (HS 3907), New pneumatic tyres, of rubber (HS 4011), Electric accumulators, including separators therefor, whether or not rectangular (including square) (HS 8507), Centrifuges, including centrifugal dryers; filtering or purifying machinery and apparatus, for liquids or gases (HS 8421). While Indonesian main imports from Paraguay are Oil-cake and other solid residues, whether or not ground or in the form of pellets, resulting from the extraction of soyabean oil (HS 2304), Cotton, not carded or combed (HS 5201), and Maize (corn) (HS 1005). Since the opening of the diplomatic bilateral relations in 1982, Indonesia-Paraguay bilateral trade relations showed certain fluctuations and low trade intensity. It is only over the last few years that the bilateral trade relations have significantly increased. In 1989, the total value of bilateral trade only amounted US$0.28 million and now in 2012 reached US$37.71 million. During the period 1996-2003, Indonesia-Paraguay bilateral trade relations were one of the lowest levels, reached the lowest in 2003 only amounted U$2.21 million. During this period, Paraguay experienced 6 years of prolonged economic downturn associated first with a banking crisis, and this problem was exacerbated due to the 1997/98 Asian Financial and Economic turmoil, Russian, Brazil and Argentine crisis and the 2001 global recession. Meanwhile for Indonesia, the country was badly hit by the 1997/98 Asian Financial Crisis and undergone a major economic and political reform. Paraguay has undergone a major turnaround since 2003 and the economy has been growing rapidly. Although in 2012, the Paraguay economic growth declined to 1.2 percent but however it is estimated that in 2013 Paraguay economic growth may reach to 13 percent (Romero, 2013). The same case for Indonesia, although there was a prolonged global economic recession but however over the last few years Indonesia managed to post a relatively high economic growth with 6.49 percent (2011) and 6.23 percent (2012). The strong economic growth has in fact strengthen bilateral trade relations over the last few years. During the period 2008-2012, the average total bilateral trade reached 30.16 percent. With the exception in year 2012, the bilateral trade has significantly increased over last few years. The bilateral trade relations in fact started to reinvigorate since 2007 from a total bilateral trade value of US$6.95 million and in 2011 reached to an unprecedented level of US$48.21 million but however the
183
Seminar Nasional FEKON 2015 following year declined to US$37.71 million. Further, during the last 5 years (2008-2012), the average Indonesian export increased by 13.13 percent and meanwhile for the average Indonesia import within the same period rose by 81.68 percent. Table 1: Trade Relations between Indonesia – South America and Caribbean Regions Period 2010-2012 (In Million USD) No
Countries
2010
2011 Export
Import
2012 Total
Balance
Export
Import
Δ (%) Total
Balance
2012/2011
1
Antigua & Barbuda
432.80
314.00
14,605.50
14,919.50
-14,291.50
283.50
5,747.70
6,031.20
-5,464.20
2
Argentina
1,226,241.60
354,470.40
1,585,965.70
1,940,436.10
-1,231,495.30
312,538.80
1,756,278.80
2,068,817.60
-1,443,740.00
-59.58 6.62
3
Bahamas
18,280.60
1,154.70
810.20
1,964.90
344.50
1,234.30
105.10
1,339.40
1,129.20
-31.83
4
Barbados
2,743.10
2,837.50
988.40
3,825.90
1,849.10
2,332.90
1,147.90
3,480.80
1,185.00
-9.02
5
Bolivia
4,129.90
5,725.40
311.10
6,036.50
5,414.30
7,338.60
1,165.50
8,504.10
6,173.10
40.88
6
Brazil
3,245,714.60
1,734,907.90
1,898,064.80
3,632,972.70
-163,156.90
1,486,190.70
1,970,951.00
3,457,141.70
-484,760.30
-4.84
7
Chile
501,706.50
213,966.90
372,261.50
586,228.40
-158,294.60
175,346.50
206,640.90
381,987.40
-31,294.40
-34.84
8
Persemakmuran Dominika
639.20
887.00
611.00
1,498.00
276.00
457.40
595.10
1,052.50
-137.70
-29.74
9
Republik Dominika
21,249.40
24,188.30
9,298.90
33,487.20
14,889.40
23,145.60
3,842.90
26,988.50
19,302.70
-19.41
10
Ekuador
70,196.40
90,137.50
6,478.80
96,616.30
83,658.70
80,895.90
6,830.50
87,726.40
74,065.40
-9.20
11
Grenada
468.80
208.50
47.60
256.10
160.90
410.60
73.40
484.00
337.20
88.99
12
Guyana
121.03
13
Haiti
14
Jamaika
15
Kolombia
16
Kuba
17
Paraguay
18
Peru
19
St.Kitts & Nevis
20
St.Lucia
21
St.Vincent & The Grenadines
22
Suriname
23
1,452.60
1,615.00
301.00
1,916.00
1,314.00
2,923.10
1,311.80
4,234.90
1,611.30
15,978.40
21,703.00
7,801.40
29,504.40
13,901.60
47,613.60
4,800.50
52,414.10
42,813.10
77.65
9,463.30
11,939.70
1,463.20
13,402.90
10,476.50
11,026.70
931.20
11,957.90
10,095.50
-10.78
149,664.00
139,492.80
31,955.80
171,448.60
107,537.00
170,656.90
19,529.20
190,186.10
151,127.70
10.93
10,105.10
15,190.60
1,689.40
16,880.00
13,501.20
12,647.70
1,253.10
13,900.80
11,394.60
-17.65 -21.78
32,385.40
19,597.00
28,607.50
48,204.50
-9,010.50
18,152.30
19,553.80
37,706.10
-1,401.50
125,637.60
161,982.60
51,388.60
213,371.20
110,594.00
159,888.30
72,679.00
232,567.30
87,209.30
9.00
358.80
249.50
0.00
249.50
249.50
384.83
2.20
387.03
382.63
55.12
1,015.70
483.90
0.10
484.00
483.80
415.90
129.23
545.13
286.67
12.63
881.10
448.10
780.90
1,229.00
-332.80
318.11
1,579.28
1,897.39
-1,261.17
54.38
4,797.50
4,715.90
3,215.10
7,931.00
1,500.80
7,097.50
1,829.30
8,926.80
5,268.20
12.56
Trinidad &Tobago
36,246.10
8,197.00
33,601.00
41,798.00
-25,404.00
9,698.20
24,174.70
33,872.90
-14,476.50
-18.96
24
Uruguay
38,320.00
44,653.60
17,122.60
61,776.20
27,531.00
38,157.20
19,997.60
58,154.80
18,159.60
-5.86
25
Venezuela
65,440.30
127,953.10
862.70
128,815.80
127,090.40
96,001.10
690.70
96,691.80
95,310.40
-24.94
5,583,548.80
2,987,019.90
4,068,232.80
7,055,252.70
-1,081,212.90
2,665,156.24
4,121,840.41
6,786,996.65
-1,456,684.17
-3.80
Total
Source: World Integrated Trade Solution (2013)
Table 2: Trade Relations between Indonesia and Paraguay for the Period 1989-2012 (In Million USD)
Source: World Integrated Trade Solution (2013)
To enhance bilateral economic relations, Indonesia has conducted the Indonesian Tourism and Culture Promotion (Program Promosi Terpadu Indonesia) in 2007 and 2009, Asuncion. Further on 29th November 2007, Indonesia established Indonesia Business and Cultural Center (IBCC) in Asuncion headed by Indonesian Honorary Consul in Paraguay with
184
Seminar Nasional FEKON 2015 the objectives to facilitate business communities from both countries and to promote Indonesian economic, culture and tourism. To enhance trade, every year the Indonesian government has also attempt to bring business communities from Paraguay to participate the Trade Expo Indonesia (TEI) in Jakarta. But however, the potential of the two countries has not been used optimally. There are opportunities to enhance bilateral economic relations. Although Paraguay has only 6 million habitants, a GDP totalling US$33 billion and a GDP per Capita of US$5200, but Paraguay highly import consumer goods thus, Paraguay could be a prospective market for Indonesia. This opportunity should be reaped by the Indonesian sides. But however, the same case with the other counterparts within the South American and Caribbean regions, there are classical obstacles such as geographical distance, language difficulties and the lack of information which may discouraged both sides to strengthen bilateral trade relations.
Here both sides should need to reinvigorate the private sectors to interact with each other in order to determine the trade potentials in both countries. The momentum of strong economic growth within both countries should be used to further strengthen bilateral economic relations. Both countries have showed some interests to strengthen bilateral economic relations, on one side Indonesian economic diplomacy towards Latin American and Caribbean regions is considered as an alternative market to diversify export markets and have taken more efforts over the last few years due to global economic recession within the traditional markets. Meanwhile for Paraguay, Paraguay started to pay attention to enhance diplomatic relations with the AsiaPacific countries. On March 2011, although finally did not able to visit Indonesia, but however President Fernando Lugo did visit Vietnam and Taiwan to strengthen economic relations with the Asia-Pacific counterparts. The recent opening of the Paraguayan embassy in Jakarta last January 2011 demonstrated a grand interest from the Paraguay side to increase bilateral relations with Indonesia and its relations within the Asia-Pacific region and this may also show the importance of Indonesia‟s role within the regional and global affairs (Kemlu, 2011). Graph 1: Trade Relations between Indonesia and Paraguay for the Period 1989-2012 (In Million USD)
185
Seminar Nasional FEKON 2015
Source: World Integrated Trade Solution (2013)
Few academic papers have been made so far particularly on issues concerning Indonesian economic diplomacy with the Latin American and Caribbean countries and specifically an academic paper analyzing the Indonesian economic diplomacy towards Paraguay. Thus, this paper attempts to identify and analyze the bilateral trade opportunities based on their respective export competitiveness (or comparative advantage). Therefore, this research paper propose a study with a title of: Exploring Indonesia-Paraguay Trade Potentials: A Revealed Comparative Advantage Approach. This study is expected to contribute in enriching scientific international trade literatures, particularly in the field of Indonesian economic diplomacy towards Latin American and Caribbean regions. For the policymakers, the research could be used as a reference for both Indonesian and Paraguayan governments to determine the best economic diplomacy measures in order to strengthen bilateral trade relations. 2.0
Research Methodology A general trade theory stated trade is better than non-trade as trading nations gain from
trade through comparative advantage. Further, based on the classical theory of comparative advantage stated that a country with a comparative advantage (comparative disadvantage) in the production of a good should export (import) in order to boost world output (Sodersten, 1994). Some of the prominent trade theories are the Ricardian model in which comparative advantage is based on cross-country technological differences and the Hecksher-Ohlin model, a comparative advantage based on cross-country endowment differences or a relative factor scarcity. Classical trade theories are based on the principle of comparative advantage concept which derives from relative price determination, such as differences in trade relative prices across countries, based on demand and supply (Ince & Demir, 2004). In relation with this, Hummels and Klenow (2005) stated the large differences in the export price of similar goods across countries may implies differences in the quantity of goods that countries export.
186
Seminar Nasional FEKON 2015 One of the most widely used to analyze the country‟s export comparative advantage is by using the Revealed Comparative Advantage (RCA) Index which firstly introduced by Balassa in 1965. RCA Index is one of the “export cum indices” and shows how competitive is a product in countries‟ export compared to the products share in world trade. A product with high RCA is competitive and can be exported to countries with low RCA. Countries with similar RCA profiles are unlikely to have strong bilateral trade intensities unless intra-industry trade is involved (Chandran, 2010, p. 3). The computation of the RCA index is based on the publication released by Mikic and Gilbert (2009) titled: Trade Statistics in Policymaking: A Handbook of Commonly Used Trade Indices and Indicators and World Integrated Trade Solutions (WITS). The RCA index of country „i‟ for product „j‟ is often measured by the product‟s share in the country‟s exports in relation to its share in world trade:
Where xij and xwj are the values of country i‟s exports of product j and world exports of product j and where Xit and Xwt refer to the country‟s total exports and world total exports. A value of less than unity implies that the country has a revealed comparative disadvantage in the product and viceversa. The present study will use the HS 2007 4 Digits Code (commodity-level) based on the trade data in year 2012 to analyze the Revealed Comparative Advantage Index (RCA Index) of both countries and only the top ten commodities with the highest RCA index in both countries will be discussed in this paper. Thus, this paper attempts to identify and analyze each country‟s top ten export competitiveness. Based on the results, this paper hopefully could be used by both countries policymakers as a starting point guideline to strengthen bilateral trade relations. 3.0
Analysis and Findings To analyze the export competitiveness of both countries, a Revealed Comparative
Advantage (RCA) Index has been used to analyze Indonesia-Paraguay trade potentials. Using the HS 2007 4 Digits Code and trade data 2012 (commodity-level), the current top ten Indonesian exports to Paraguay among others are Cigars, cheroots, cigarillos and cigarettes, of tobacco or of tobacco substitutes (HS 2402), Polyacetals, other polyethers and epoxide resins, in primary forms; polycarbonates, alkyd resins, polyallyl esters and other polyesters, in primary forms (HS 3907), New pneumatic tyres, of rubber (HS 4011), Electric accumulators, including separators therefor, whether or not rectangular (including square) (HS 8507), Centrifuges,
187
Seminar Nasional FEKON 2015 including centrifugal dryers; filtering or purifying machinery and apparatus, for liquids or gases (HS 8421). The top ten Indonesian export commodities to Paraguay represented 87.86 percent of the total Indonesian export to Paraguay in which the top 3 export commodities accounted for 62.91 percent of the total Indonesian export to Paraguay. In general these commodities have relatively strong comparative advantages, but none of the top ten Indonesian export commodities to Paraguay are within the top ten Indonesian strongest export competitiveness (see table 4). Within the top ten Indonesian commodities exported to Paraguay, there are eight Indonesian export commodities with the RCA index greater than one indicating that Indonesia holds a comparative advantage in these commodities in the world market. As mentioned based on the classical international trade theory that a country with a comparative advantage should export the commodities and viceversa, as this ultimately will benefit the world through higher output meaning a higher welfare. Here it is found that the current Indonesian exports to Paraguay still do not strongly reflected its potential as none of the top ten Indonesian commodities with the strongest comparative advantage do not able to penetrate the Paraguayan market. Paraguay is a marketoriented economy and highly imports consumer goods to fulfill the domestic demand. This should be an opportunity for Indonesia to further explore and expand the export commodities in Paraguay. Here, for Indonesia there is plenty room to boost Indonesian exports to Paraguay based on its export competitiveness, at least starting from the top-ten Indonesian export competitiveness commodities. On the other side, Paraguay should remove any trade barriers at least starting from the top-ten Indonesian export competitiveness commodities as Paraguayan consumers would reap benefits through lower prices and a more diverse products to choose. Further, last but not least for Indonesia it is suggested that Indonesian policymakers should attempt to export the so called produk unggulan Indonesia or known as the Indonesian potential products as recommended by the Indonesian Ministry of Trade. These suggested products among others are: leather and leather products, medical instruments and appliances, medicinal herb, processed food, essential oil, fish and fish products, handicraft, jewellery, spices, and stationery non paper (Kemendag 2013). Table 3: Top-Ten Indonesian Export to Paraguay for the Year 2012 HS 2007 4 Digits
Product Name
Product Code 2402
IDN-PAR Trade Value in Millions USD
Cigars, cheroots, cigarillos and cigarettes, of tobacco or of tobacco substitutes
7.12
RCA Index (IDN)
RCA Index (PAR)
2.37
6.96
188
Seminar Nasional FEKON 2015
3907
4011 8507
8421
5509
6403
4802
6404
6402
Polyacetals, other polyethers and epoxide resins, in primary forms; polycarbonates, alkyd 2.29 resins, polyallyl esters and other polyesters, in primary forms New pneumatic tyres, of rubber 2.00 Electric accumulators, including separators therefor, whether or 0.87 not rectangular (including square) Centrifuges, including centrifugal dryers; filtering or 0.83 purifying machinery and apparatus, for liquids or gases Yarn (other than sewing thread) of synthetic staple fibres, not put 0.68 up for retail sale Footwear with outer soles of rubber, plastics, leather or 0.61 composition leather and uppers of leather Uncoated paper and paperboard, of a kind used for writing, printing or other graphic purposes, and non perforated punch-cards and 0.59 punch tape paper, in rolls or rectangular (including square) sheets, of any size, other than paper of heading 48.01 or 48.03 Footwear with outer soles of rubber, plastics, leather or 0.52 composition leather and uppers of textile materials. Other footwear with outer soles 0.42 and uppers of rubber or plastics. Source: World Integrated Trade Solution (2013)
0.66 0.42 1.66 1.05
0.25
0.38
0.002
0.006
12.94
1.49
4.68
0.04
7.52
0.02
3.65
0.01
1.68
0.64
Table 4: Top-Ten Indonesian Strongest Export Competitiveness for the Year 2012 (Commodity-Based) HS 2007 4 Digits
Product Name
Product Code
IDN-PAR Trade Value in Millions USD
RCA Index
0
61.50
0
46.63
0
39.06
1203
Lignite, whether or not agglomerated, excluding jet. Coconut (copra), palm kernel or babassu oil and fractions thereof, whether or not refined, but not chemically modified. Palm oil and its fractions, whether or not refined, but not chemically modified. Copra.
0
37.13
2604
Nickel ores and concentrates.
0
36.18
2606
Aluminium ores and concentrates. Edible products of animal origin, not elsewhere specified or included. Unwrought tin. Natural rubber, balata, gutta-percha, guayule, chicle and similar natural gums, in primary forms or in plates, sheets or strip. Nutmeg, mace and cardamoms. Source: World Integrated Trade Solution (2013)
0
31.65
0
31.27
0
31.26
0
29.02
0
19.70
2702 1513 1511
0410 8001 4001 0908
189
Seminar Nasional FEKON 2015 Meanwhile for the Indonesian top ten imports from Paraguay in 2012 based on the HS 2007 4 Digits Product Code, it is found only eight types of commodities imported from Paraguay with a total of US$19.55 million and among others are Oil-cake and other solid residues, whether or not ground or in the form of pellets, resulting from the extraction of soyabean oil (HS 2304), Cotton, not carded or combed (HS 5201), and Maize (corn) (HS 1005). These 3 commodties amounted US$18.87 million and represents 96.5 percent of the total Indonesian imports from Paraguay in 2012. The current commodities imported from Paraguay are not diversified, very concentrated and limited. Six out of eight Indonesian imported commodities from Paraguay have comparative advantages and two of them are within the top ten Paraguayan strongest export competitiveness namely Tanned or crust hides and skins of bovine (including buffalo) or equine animals, without hair on, whether or not split, but not further prepared (HS4104), and Maize (Corn) (HS1005) amounted US$3.97 million or 20 percent of the total Indonesian imports from Paraguay in 2012. Current Paraguay‟s export to Indonesia in general is based on its comparative advantage but however, the same case as with Indonesia, it does not yet reflect its strongest potential commodities, thus, there is still plenty room to further enhance Paraguay exports to Indonesia based on its strongest comparative advantage. In Paraguay, agriculture dominates the economy and exports limited types of agricultural commodities especially soybeans and cotton. Thus, a more diverse range of commodities should be introduced and exported to Indonesia, at least starting from the top ten Paraguay‟s strongest export competitiveness. For the electric energy (HS2716), Paraguay has one of the biggest hydroelectric power plant in the world. Paraguay has two dams: Itaipu Dam, the world‟s second largest power-generating capacity, co-owns with Brazil and was established in 1984; and Yacyreta Dam, co-owns with Argentina and was established in 1994. Paraguay is the second largest exporter of electrical power (only behind France) but however only exported to Argentina and Brazil. In 2012, Paraguay exported electrical power to Argentina amounted US$458 millions and to Brazil almost amounted US$1.78 billion. For this product, it is seems impossible to export electrical power to Indonesia but however what could both countries do is to engage in a joint project to establish a hydropower plant in Indonesia or for the Paraguay side to provide technical capacity building program on establishing a hydropower plant in Indonesia on a reciprocal basis. The possibility to establish such joint project could be one of the important South-South cooperations at a bilateral level and could be a good sample to encourage other countries from the Southeast Asian region and the South American and Caribbean regions to creativity find ways to deepen economic relations between these two regions.
190
Seminar Nasional FEKON 2015 Table 5: Top-Ten Indonesian Imports from Paraguay for the Year 2012 HS 2007 4 Digits
IDN-PAR Trade Value
Product Name
Product Code
2304
5201 1005
4104
3301
Maize (corn) Tanned or crust hides and skins of bovine (including buffalo) or equine animals, without hair on, whether or not split, but not further prepared. Essential oils (terpeneless or not), including concretes and absolutes; resinoids; extracted oleoresins; concentrates of essential oils in fats, in fixed oils, in waxes or the like, obtained by enfleurage or maceration; terpenic byproducts of the deterp
n/a n/a
n/a
4504
2915
RCA Index (PAR)
8.30
0.0002
14.56
8.07
0.006
5.33
2.50
0.04
33.03
0.47
0.39
47.10
0.13
3.14
11.35
0.06
1.32
2.29
0.02
0.02
n/a
0.0002
1.47
0.0019
n/a
n/a
n/a
n/a
n/a
in Millions USD Oil-cake and other solid residues, whether or not ground or in the form of pellets, resulting from the extraction of soyabean oil Cotton, not carded or combed
Unmanufactured tobacco; tobacco refuse. Agglomerated cork (with or without a binding substance) and articles of agglomerated cork. Saturated acyclic monocarboxylic acids and their anhydrides, halides, peroxides and peroxyacids; their halogenated, sulphonated, nitrated or nitrosated derivatives. n/a
2401
RCA Index (IDN)
n/a Source: World Integrated Trade Solution (2013)
Table 6: Top-Ten Paraguayan Strongest Export Competitiveness for the Year 2012 HS 2007 4 Digits
Product Name
Product Code 2716 4402 0202 1201 0814 1207 4104
IDN-PAR Trade Value in Millions USD
RCA Index
Electrical energy. (optional heading) Wood charcoal (including shell or nut charcoal), whether or not agglomerated. Meat of bovine animals, frozen.
0
130.14
0
124.66
0
77.68
Soya beans, whether or not broken. Peel of citrus fruit or melons (including watermelons), fresh, frozen, dried or provisionally preserved in brine, in sulphur water or in other preservative solutions. Other oil seeds and oleaginous fruits, whether or not broken. Tanned or crust hides and skins of bovine (including buffalo) or equine animals, without hair on, whether or
0
62.31
0
58.26
0
50.07
0.47
47.10
191
Seminar Nasional FEKON 2015 not split, but not further prepared. 1005 1507 0903
5.0
Maize (corn) Soya-bean oil and its fractions, whether or not refined, but not chemically modified. MatT. Source: World Integrated Trade Solution (2013)
2.50
33.03
0
25.73
0
25.38
Conclusion and Recommendations The Indonesia-Paraguay bilateral trade relations since the opening of the diplomatic
relations are of low trade intensity and with some major fluctuations. It is only over the last few years that the bilateral trade relations have significantly increased. The present study reveals that the current bilateral trade does not reflect its potential, thus, there are huge opportunities for both countries to find ways to further strengthen bilateral trade relations. Using the RCA Index analysis, the study found that in general Indonesian export commodities to Paraguay in 2012 have relatively strong comparative advantages but none of the top ten Indonesian export commodities to Paraguay are within the top ten Indonesian strongest export competitiveness. Further, it is also important to note that Indonesian top 3 export commodities to Paraguay accounted for 62.91 percent of the total Indonesian export to Paraguay. This implies that only limited Indonesian commodities able to penetrate the Paraguay market. Meanwhile on the other hand, within the same year it is found that only 8 types of commodities that were exported by Paraguay to Indonesia in which the top 3 Paraguay‟s export commodities namely; Oil-cake and other solid residues, whether or not ground or in the form of pellets, resulting from the extraction of soyabean oil (HS 2304), Cotton, not carded or combed (HS 5201), and Maize (corn) (HS 1005) accounted for 96.5 percent of the total Paraguay exports to Indonesia. Although in general the current Paraguay‟s export is based on its comparative advantage, but however, the same case as with Indonesia, it does not yet reflect its strongest potential commodities as only two out of the top eight are within the Paraguay strongest export competitiveness. The study showed the current commodities imported from Paraguay are not diversified, very concentrated and limited. The paper suggests both countries should attempt and allow the top ten strongest export competitiveness to enter both markets. For the Indonesian policymakers, the paper suggests Indonesia to export the potential products (produk unggulan Indonesia) as listed by the Indonesian Ministry of Trade. Further, as Paraguay is the second biggest exporter of electric energy in the world, it is also suggested both countries should engage in a joint project to build a hydropower plant in Indonesia as this could be one of the important South-South cooperations at a bilateral level and could be a good sample to encourage other countries from the Southeast
192
Seminar Nasional FEKON 2015 Asian region and the South American and Caribbean regions to creativity find ways to deepen economic relations between these two regions. The increasing volume of bilateral trade relations momentum over the last few years could be a positive sign to further strengthen not only bilateral trade relations but also other aspects of bilateral economic relations. The recent opening of the Paraguay embassy in Jakarta last January 2011 would definitely facilitate bilateral relations, thus, this momentum should be used by both sides to undertake more efforts to further enhance bilateral trade relations.
References: Balassa, B., (1965), “Trade Liberalization and Revealed Comparative Advantage,” The Manchester School, 33, pp. 99-123. Chandran, S., (2010), “Trade Complementarity and Similarity between India and ASEAN Countries in the Context of the RTA,” MPRA Paper No. 29279, p. 3-4, 7 August. Last Retrieved 4 July 2013: http://mpra.ub.uni-muenchen.de/29279/ Hummels, D., & P. Klenow (2005), “The Variety and Quality of a Nation‟s Exports,” American Economic Review, 95, pp. 704-723. Ince, M., & Demir, M. H., (2007), “Comparative Advantage and Competitiveness: Case of Turkey and Germany,” Review of Social, Economic and Business Studies, Vol. 5/6, Fall 20042005, pp. 149-171 Famagusta. Kemendag, (2013), “Export Destination Country for 10 Potential Commodities,” Kemendag Online. Available from: http://www.kemendag.go.id/en/economic-profile/10-main-andpotential-commodities/10-potential-commodities Kemlu, (2011), “Buku Diplomasi Indonesia 2011,” Kemlu Online, p.135. Available from: http://www.kemlu.go.id/Documents/PPTM%202012/DIPLOMASI%202011.pdf Mikic, M., & Gilbert, J., (2009), Trade Statistics in Policymaking: A Handbook of Commonly Used Trade Indices and Indicators – Revised Edition, United Nations ESCAP, Bangkok. Available from: http://www.unescap.org/tid/publication/tipub2559.pdf Romero, S., (2013), “Boom Times in Paraguay Leave Many Behind,” The New York Times, 29 April. Available from: http://www.nytimes.com/2013/04/25/world/americas/boom-times-inparaguay-leave-many-behind.html?pagewanted=all&_r=0 Sodersten, B., & Reed, G., (1994), International Economics, Macmillan Press, London. World Integrated Trade Solutions (2013), Trade Indicators. Available from: http://wits.worldbank.org/WITS/WITS/WITSHELP/Content/Utilities/e1.trade_indicators.htm
193
Seminar Nasional FEKON 2015
ANALISIS FLYPAPER EFFECT PADA BELANJA DAERAH DI KABUPATEN BOGOR PADA TAHUN 2003-2014 Fitri Amalia1, Rully Farel2 Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta1
[email protected] dan
[email protected]
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi terjadinya flypaper effect pada belanja daerah di kabupaten Bogor tahun 2003-2014. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk memberikan bukti empiris terjadinya flypaper effect pada Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja Daerah kabupaten Bogor. Dalam hal ini, variabel dependen yang digunakan adalah belanja daerah sedangkan variabel independennya adalah Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus. Data yang digunakan adalah Laporan Realisasi APBD 2003-2014 yang bersumber dari Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan. Desain penelitian menggunakan model pengujian hipotesis dengan menggunakan data sekunder dalam bentuk data time series (runtun waktu). Adapun metode analisis data yang digunakan adalah regresi berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus secara simultan berpengaruh signifikan terhadap Belanja Daerah, (2) Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus secara parsial berpengaruh secara signifikan terhadap Belanja Daerah, (3) terjadi flypaper effect pada belanja daerah di kabupaten Bogor pada tahun 2003-2014. Kata kunci : Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus, Belanja Daerah, Flypaper Effect.
PENDAHULUAN Penerapan Otonomi daerah di Indonesia, yang hingga saat ini merupakan wujud dari diberlakukannya desentralisasi. Otonomi daerah ini selaras dengan diberlakukannya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Otonomi daerah bertujuan untuk mewujudkan kemandirian daerah sehingga daerah bebas untuk mengatur dirinya tanpa ada campur tangan pemerintah pusat. Dalam UU No.32/2004 disebutkan bahwa untuk pelaksanaan kewenangan Pemda, Pempus akan mentransfer Dana Perimbangan yang terdiri dari Dana Alokasi
194
Seminar Nasional FEKON 2015 Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan bagian daerah dari Dana Bagi Hasil yang terdiri dari pajak dan sumber daya alam. Disamping dana perimbangan tersebut, pemda mempunyai sumber pendanaan sendiri berupa Pendapatan Asli Daerah (PAD), pembiayaan, dan lain-lain pendapatan. Kebijakan penggunaan semua dana tersebut diserahkan kepada Pemerintah daerah. Seharusnya dana transfer dari Pempus diharapkan digunakan secara efektif dan efisien oleh Pemda untuk meningkatkan pelayanannya kepada masyarakat. Kebijakan penggunaan dana tersebut sudah seharusnya pula secara transparan dan akuntabel (Maimunah, 2006: 2). Adapun pengeluaran yang dilakukan oleh pemda dalam era otonomi daerah ini haruslah memberikan atau menyediakan apa yang disebut dengan pelayanan atau barang publik yang mana ini dilakukan agar seluruh masyarakat di daerah tersebut dapat mencapai kesejahteraan yang sesuai dengan tujuan dilakukannya otonomi daerah. Dengan banyaknya sumber dana yang didapat oleh pemerintah daerah ini maka pemerintah daerah diharapkan dapat melakukan belanja daerah yang tujuannya adalah membangun daerah tersebut agar menjadi lebih baik dan juga mensejahterakan masyarakatnya melalui penyediaan barang publik yang dibutuhkan oleh masyarakat di daerahnya. Dalam melaksanakan belanja daerah ini, setiap daerah seharusnya sudah mandiri dalam melakukannya. Maksud dari mandiri disini adalah dalam melakukan suatu belanja daerah baik itu belanja langsung maupun belanja tidak langsung, dana yang digunakan harus lebih besar peranan dari Pendapatan Asli Daerah bukan dari dana perimbangan yang terdiri dari DAU dan DAK yang lebih besar peranannya. Jika yang terjadi pada suatu kota atau kabupaten yang menggunakan dana DAU dan DAK lebih besar daripada PAD dalam melakukan belanja daerah maka kota atau kabupaten tersebut dapat disebut kota atau kabupaten yang belum mandiri atau dapat juga dikatakan telah terjadi FlypaperEffect. Flypaper Effect merupakan suatu kondisi yang terjadi pada saat pemerintah daerah merespon belanja daerah dengan lebih banyak mengandalkan atau menggunakan dana transfer yang berasal dari pemerintah pusat yang terdiri daeri DAU dan DAK dibandingkan dengan menggunakan kemampuan daerahnya sendiri yang berasal dari PAD (Maimunah, 2006). Disamping dana perimbangan tersebut, pemda mempunya sumber pendanaan sendiri berupa Pendapatan Asli Daerah, pembiayaan dan lain–lain pendapatan. 195
Seminar Nasional FEKON 2015 Kebijakan pendanaan semua dana tersebut diserahkan kepada Pemerintah Daerah. PAD idealnya merupakan sumber pendapatan pokok daerah. Sumber pendapatan lain dapat bersifat fluktuatif dan cenderung diluar pengendalian kewenangan daerah. Pemerintah daerah diharapkan dapat meningkatkan PAD dengan tetap memperhatikan aspek ekonomis. Dalam kenyataannya, transfer dari pemerintah pusat merupakan sumber dana utama pemerintah daerah untuk membiayai operasi utamanya sehari-hari yang oleh pemerintah daerah dilaporkan sebagai bagian dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Kabupaten Bogor merupakan kota yang mulai berkembang dan menuju salah satu daerah mandiri. Kabupaten Bogor banyak memasok berbagai kebutuhan di Jakarta dan sekitarnya. Selain itu, penduduk yang bekerja di Jakarta, Tangerang, Bekasi serta Kota Bogor dan sekitarnya banyak yang bermukim di Kabupaten Bogor. Hal ini juga dikarenakan daerah Kabupaten Bogor yang sangat luas, yaitu sebesar 2.663,82 KM2. Dengan demikian, Kabupaten Bogor berkembang menjadi kota yang potensial dan strategis dalam kegiatan sosial dan ekonomi, secara tidak langsung berimbas pada porsi penerimaan dana transfer (Grants) dari pusat. Dengan adanya hal tersebut diharapkan pemerintah daerah dapat lebih mampu dalam berinovasi serta mengeksplorasi sumber-sumber alam yang terkandung di wilayah masing-masing. Sehingga lambat laun ketergantungan pada pusat dapat dihilangkan, seiring dengan adanya penambahan PAD. Realisasi pendapatan daerah di Kabupaten Bogor jumlah dan kenaikan kontribusi PAD memiliki peranan dalam rencana peningkatan kemampuan dari segi keuangan agar tidak harus selalu bergantung pada pemerintah pusat. Pendapatan asli daerah (PAD) merupakan representasi pendapatan yang dihasilkan oleh daerah tersebut. Permasalahan yang terjadi saat ini, pemerintah daerah terlalu menggantungkan alokasi DAU untuk membiayai belanja modal dan pembangunan tanpa mengoptimalkan potensi yang dimiliki daerah. Disaat alokasi DAU yang diperoleh besar, maka pemerintah daerah akan berusaha agar pada periode berikutnya dana Alokasi Umum diperoleh tetap porsi nominalnya. Kuncoro (2004:26) juga menyebutkan bahwa PAD hanya mampu membiayai belanja pemerintah daerah paling besar 20%. Kenyataan inilah yang menimbulkan perilaku asimetris pada pemerintah daerah. Untuk melihat
196
Seminar Nasional FEKON 2015 apakah terjadi indikasi in efisien pada dana transfer tersebut, dapat dilihat dari respon pengeluaran pemerintah yang lebih dikenal dengan teori Flypaper Effect. Kondisi masih terjadinya flypaper effect setelah satu dasawarsa otonomi daerah dapat dilihat dalam tabel berikut ini: Tabel 1. Perbandingan PAD terhadap DAU tahun 2010 PAD (Rp)
DAU (Rp)
Kota Bandung
441,863
912,572
48%
Kota Yogyakarta
179,424
395,444
45%
Kota Palu
56,895
380,493
15%
Kota Manado
90,828
420,481
22%
Kab Bangka
35,37
272,13
13%
Kota Jayapura
52,699
367,786
14%
Kab Mimika
99,711
238,911
42%
Kab Sumbawa Timur
26,968
337,456
8%
Kab Pesisir Selatan
26,968
454,097
6%
Kota Ambon
34,207
365,671
9%
Nama Kabupaten Kota
PAD terhadap DAU (%)
Sumber: djpk.go.id Dari tabel diatas menunjukan DAU lebih besar daripada PAD yang mana telah terjadi Flypaper Effect. Tabel diatas menunjukkan rata-rata PAD tidak lebih dari 50% dibandingkan dengan DAU, dapat dikatakan bahwa desentralisasi belum tercapai karena pemda masih tergantung dengan pemerintah. Peranan atau sumbangan PAD terhadap keseluruhan APBD masih relatif kecil. Potensi PAD masing-masing daerah sangat jauh berbeda, sehingga menimbulkan terjadinya fiscal gap. Fiscal gab terjadi karena karakteristik daerah di Indonesia sangat beraneka ragam, ada darah yang memiliki kekayaan alam yang sangat melimpah, ada juga daerah yang tidak memiliki kekayaan alam yang besar tetapi karena struktur ekonomi yang telah tertata dengan baik, maka potensi pajak dapat dioptimalkan sehingga daerah tersebut menjadi kaya, dalam artian PAD tinggi. Dengan karakteristik data PAD, DAU, DAK dan Belanja Daerah yang berfluktuasi seperti diatas maka kemungkinan besar terjadi Flypaper Effect pada belanja daerah di kabupaten/kota yang bersangkutan, dalam hal ini dilihat dari segi PAD dan DAU. Oleh karena itulah maka peneliti ingin meneliti bagaimana pengaruh PAD, DAU 197
Seminar Nasional FEKON 2015 dan DAK terhadap Belanja Daerah serta implikasi yang ditimbulkan dari flypaper effect pada variabel-variabel tersebut pada Kabupaten Bogor. Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka permasalahan penelitian ini dirumuskan dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Apakah PAD, DAU dan DAK secara simultan berpengaruh signifikan terhadap Belanja Daerah 2. Apakah PAD, DAU dan DAK secara parsial berpengaruh secara signifikan terhadap Belanja Daerah 3. Apakah terjadi flypaper effect pada pengaruh PAD, DAU dan DAK terhadap Belanja Daerah Berdasarkan pertanyaan penelitian di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui apakah PAD, DAU dan DAK secara simultan berpengaruh signifikan terhadap Belanja Daerah; 2. Untuk mengetahui apakah PAD, DAU dan DAK secara parsial berpengaruh secara signifikan terhadap Belanja Daerah 3. Untuk mengetahui apakah terjadi flypaper effect pada pengaruh PAD, DAU dan DAK terhadap Belanja Daerah.
METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif, yang mana di dalam penelitian ini menggunakan metode kuantitaif dengan pendekatan ilmiah terhadap keputusan manajerian dan ekonomi. Pendekatan ini berangkat dari data yang kemudian data ini diproses menjadi informasi yang berharga bagi pengambilan keputusan (Kuncoro, 2007:1). Pendekatan kuantitatif pada dasarnya menekankan analisisnya pada data-data numerik (angka) yang diolah dengan metode statistika. Pada dasarnya penelitian kuantitatif dilakukan dengan melakukan pengujian hipotesis dan menyandarkan kesimpulan hasilnya pada suatu probabilitas kesalahan penolakan pada hipotesis. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data runtut waktu (time series) yaitu data yang secara kronologis disusun menurut waktu pada sutu variabel tertentu (Kuncoro, 2007:24). Data dalam penelitian ini berbentuk data kuartalan selama 198
Seminar Nasional FEKON 2015 11 tahun (2003-2014). Data yang digunakan meliputi data Belanja Daerah, PAD, DAU dan DAK di Kabupaten Bogor. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan Ordinary Least Square (OLS). Didukung oleh analisis kuantitatif dengan menggunakan model ekonometrik untuk mendapatkan gambaran hubungan antara variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini. Dalam mengestimasi data yang ada Penulis menggunakan alat bantu ekonometrika (software) yaitu eviews. Dalam pengujian Hipotesis digunakan Uji-t, uji F dan uji koefisien determinasi. Uji t biasanya menunjukan seberapa jauh pengaruh satu variabel bebas secara individual dalam menerangkan variabel terikat. Uji F atau uji model secara keseluruhan dilakukan untuk melihat apakah semua koefisien regresi berbeda dengan nol atau model diterima. Uji koefisien determinasi digunakan untuk mengukur kedekatan hubungan dari model yang dipakai.
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Data 1. Uji Asumsi Klasik Sebelum dilakukan Uji Hipotesis, terlebih dahulu dilakukan Uji Asumsi Klasik. Untuk melihat apakah data terbebas dari masalah normalitas, multikolonieritas, heteroskedastisitas dan autokolerasi. Uji asumsi klasik penting dilakukan untuk menghasilkan estimator yang linear tidak bias dengan varian yang minimum (Best Linear Unbiased Estimator = BLUE), yang artinya model regresi tidak mengandung masalah. Oleh karena itu perlu pembuktian lebih lanjut apakah model regresi yang digunakan sudah memenuhi asumsi tersebut. Berikut hasil dari uji asumsi klasik yang digunakan:
a. Uji Normalitas Uji Normalitas dilakukan dengan cara melihat nilai dari probability Jarque berra. Jika nilai probability Jarque berra < alpha = 0,05 maka dapat dikatakan bahwa data tidak terdistribusi normal, sedangkan jika nilai probability Jarque berra > alpha = 0,05 maka dapat dikatakan bahwa data telah terdistribusi normal.
199
Seminar Nasional FEKON 2015 Tabel 2. Hasil Uji Normalitas Jarque-Bera
4.318402
Probability
0.115417
Berdasarkan hasil uji normalitas di atas, nilai probability jarque bera 0,11 lebih besar dari alpha 0,05, sehingga dikatakan bahwa data berdistribusi normal.
b. Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Metode yang digunakan untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas pada penelitian ini adalah uji White. Tabel 3.Uji White Heteroskedastis Heteroskedasticity Test: White Obs*R-squared
6.638794
Prob. Chi-Square(3)
0.0843
Dari hasil Uji White diatas dapat dilihat bahwa dalam model ini nilai probabilitas Chi-Square sebesar 0.0843 dengan obs*R2 6.638794 yaitu di atas 0,05. Hal ini berarti dalam model tidak terdapat adanya heteroskedastisitas atau berarti Ho diterima.
c. Uji Multikolinearitas Multikolinearitas menunjukkan adanya hubungan linier yang sempurna atau pasti, diantara beberapa atau semua variabel yang menjelaskan dari model regresi. Ada tidaknya multikolinearitas dapat diketahui atau dilihat dari koefisien korelasi masing-masing variabel bebas. Jika koefisien korelasi masing-masing variabel bebas lebih besar dari 0,8 maka terjadi multikolinearitas. Tabel.4.Uji Multiokolinearitas: Correlation Matrix
D(BD)
D(BD)
D(DAK)
D(DAU)
PAD
1.000000
0.583380
0.260952
0.594819 200
Seminar Nasional FEKON 2015 D(DAK)
0.583380
1.000000
-0.457160
0.069731
D(DAU)
0.260952
-0.457160
1.000000
0.697286
PAD
0.594819
0.069731
0.697286
1.000000
Dari hasil tabel di atas, dimana nilai correlation matrix tidak lebih dari 0,8 yang berarti tidak terdapat gejala multikoliniearitas. Dengan terpenuhinya uji mutikolinearitas maka model regresi tidak ditemukan adanya korelasi linier yang sempurna antar variabel-variabel bebas.
d. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi dilakukan untuk melihat ada tidaknya korelasi antara variabel itu sendiri, pada pengamatan yang berbeda waktu atau individu. Umumnya kasus autokorelasi banyak terjadi pada data time series.(Nachrowi, 2002:135). Tabel 5. Hasil Uji Autokorelasi Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: Obs*R-squared
47.16328
Prob. Chi-Square(35)
0.0822
Berdasarkan hasil uji aotokorelasi dengan menggunakan uji Breusch Godfrey LM, Nilai statistik Obs*R-square sebesar 47.16328 dan Prob Chi-square 0.0822 yang berarti nilai Prob. Chi-square > 0,05. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat gejala autokorelasi. Dengan lolosnya uji autokorelasi maka hubungan antara residual satu observasi dengan residual observasi lainnya.
2. Uji Hipotesis Uji signifikansi merupakan prosedur yang digunakan untuk diterima atau ditolaknya secara statistik hasil hipotesis nol (H0) dari sample keputusan untuk mengolah H0 dibuat berdasarkan nilai uji statistik yang diperoleh dari data yang ada. a. Uji Koefisien Determinasi (R2) Uji koefisien determinasi (R2) dilakukan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variable Independen terhadap variable Dependen. Dari hasil regresi yang telah dilakukan dalam penelitian ini, didapat nilai Adjusted R2 sebesar 0,99 artinya
201
Seminar Nasional FEKON 2015 variabel independen yaitu PAD, DAU, DAK memiliki pengaruh sebesar 99% terhadap variabel dependen yaitu belanja daerah. Tabel 6.Uji Koefisien Determinasi (R2) R-square
0.998152
Adjust R-square
0.998026
b. Uji Simultan (Uji F) Uji F merupakan uji statistik yang dilakukan secara bersama-sama atau keseluruhan dari koefisien regresi variabel independen terhadap variabel dependen. Uji F ini dilakukan dengan cara melihat nilai dari probability F statistik. Jika nilai Probability F statistic > α = 0,05, maka H0 diterima,sebaliknya jika nilai Probability F statistic < α = 0,05, maka H1 diterima.
Tabel 7. Uji F F-statistic
7920.233
Prob (F-Statistic)
0.000000
Dari hasil Uji F pada tabel 6 diketahui bahwa nilai dari probability F statistic adalah sebesar 0.000000 < α = 0,05 maka H1 diterima yang berarti bahwa variable Independen yang ada dalam penelitian ini yaitu PAD, DAU, dan DAK secara bersama – sama memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen yang ada dalam penelitian ini yaitu Belanja Daerah.
c. Uji Parsial (Uji t) Uji Parsial (Uji t ) ini dilakukan untuk menguji apakah variable bebas yang ada dalam penelitian ini yaitu PAD, DAU dan DAK berpengaruh secara signifikan terhadap variable terikat yaitu Belanja Daerah. Berdasarkan nilai probability t statistik pada tabel 7, diketahui bahwa nilai dari probability t statistic untuk ketiga variabel independent yaitu PAD, DAU, dan DAK lebih kecil dari α = 0,05 maka H1 diterima yang berarti bahwa PAD, DAU dan DAK secara parsial memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Belanja Daerah. 202
Seminar Nasional FEKON 2015
Tabel 8. Hasil Estimasi Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
-7.75E+09
4.67E+10
-0.166056 0.8689
PAD
0.275968
0.082377
3.350064
0.0017
DAU
1.462948
0.076490
19.12596
0.0000
DAK
6.685418
0.280369
23.84507
0.0000
Berdasarkan hasil estimasi di atas, didapatkan hasil persamaan sebagai berikut: BD : -7,75 + 0,276*PAD + 1,463*DAU + 6,685*DAK + e
Pembahasan Hasil Penelitian Flypaper Effect dapat dikatakan sebagai suatu kondisi dimana dorongan suatu pengeluaran atau belanja yang dilakukan oleh pemerintah daerah meningkat lebih besar karena disebabkan oleh perubahan transfer yang diberikan oleh pemerintah pusat dibandingkan dengan perubahan yang disebabkan oleh PAD nya sendiri. Dampak dari terjadinya Flypaper Effect biasanya bersifat negatif karena ini menyebutkan adanya ketidak mandirian yang terjadi pada suatu daerah, maksud dari ketidak mandirian disini adalah pemerintah daerah lebih bergantung atau lebih mengharapkan bantuan transfer dari pemerintah pusat untuk melakukan belanja atau pengeluaran daerah dibandingkan dengan menggunakan pendapatan yang berasal dari daerahnya sendiri yang biasa disebut dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Secara implisit ada beberapa implikasi dari terjadinya Flypaper Effect pada belanja daerah kabupaten / kota (Walidi, 2009 : 35) dalam (Afrizawati, 2012 : 28) yaitu : 1. Menyebabkan celah kepincangan fiskal (Fiscal Gap) akan tetap ada. Fiscal Gap merupakan suatu kerangka kebijakan pemerintah pusat dalam memberikan transfer berupa DAU kepada daerah, maka dari itu jika terjadi Flypaper Effect artinya pencapaian pemberian dana transfer ini menjadi kurang optimal. 2. Menimbulkan ketidakmaksimalan dalam pemanfaatan sumber–sumber penghasil pertumbuhan PAD, yaitu seperti peningkatan penerimaan pajak daerah, serta sumber daya alam lainnya. 3. Menyebabkan unsur ketergantungan daerah kepada pemerintah pusat tetap ada, karena secara langsung pemberian DAU kepada daerah yang berarti pemerintah 203
Seminar Nasional FEKON 2015 pusat mensubsidi pengeluaran daerah untuk mengurangi beban pembiayaan, sehingga jika ini terus berlanjut nantinya akan akan melemahkan kemampuan daerah dalam membiayai kebutuhannya sendiri. 4. Adanya respon yang berlebihan dalam pemanfaatan dana transfer dimana seharusnya pemerintah pusat membuat kinerja monitoring dan evaluasi pada penggunaan dana DAU, hal ini diperlukan untuk mencegah respon yang berlebihan dalam menyikapi penerimaan DAU di daerah. 5. Mengakibatkan berkurangnya kemampuan kemandirian keuangan daerah pada kabuapaten/kota yang bersangkutan. Namun dari semua implikasi itu, implikasi yang paling penting dari terjadinya Flypaper Effect adalah pemerintah daerah memperlihatkan perilaku yang tidak seperti biasanya, sehingga terdapat adanya kecenderungan pemerintah daerah yang melakukan manipulasi pengeluaran pemerintah daerah yang setinggi mungkin dengan tidak mengupayakan dalam memaksimalkan PAD agar nantinya dapat memperoleh bantuan berupa transfer dari pemerintah pusat sehingga pemerintah daerah merasa lebih mudah untuk memaksimalkan belanja daerah daripada menempuh cara untuk memaksimalkan PAD. Pada awalnya transfer yang dilakukan oleh pemerintah pusat ini diberikan untuk pemerintah daerah agar pemerintah daerah membangun daerahnya dengan cara melakukan suatu belanja yang bersifat produktif seperti pembangunan infrastruktur yang tujuannya adalah untuk menarik para investor agar mau berinvestasi di daerahnya sehingga nantinya akan menaikkan jumlah PAD di daerah tersebut. Selain itu, bisa juga dengan menyediakan pelayanan publik di bidang yang dapat meningkatkan kesejahteraan rakyatnya seperti pelayanan publik di bidang pendidikan dan kesehatan. Jika kesejahteraan rakyat telah terpenuhi maka secara otomatis rakyat pun akan bisa membayar pajak daerah yang nantinya pun akan meningkatkan jumlah PAD yang diterima oleh daerah tersebut. Jika dana transfer dari pemerintah pusat berhasil dimanfaatkan dengan baik dan juga berhasil meningkatkan PAD sehingga PAD dapat melebihi jumlah transfer yang diberikan pemerintah pusat maka peerintah daerah tidak perlu bergantung lagi dari transfer pemerintah pusat karena nilai PAD yang dimilikinya sudah cukup untuk membiayai seluruh belanja yang akan dikeluarkannya. Namun yang terjadi di setiap 204
Seminar Nasional FEKON 2015 daerah di Indonesia biasanya adalah transfer yang diberikan oleh pemerintah pusat ini lebih banyak digunakan untuk belanja rutin daerah yang bersifat kurang produktif yang terlampau besar dibandingkan digunakan untuk melakukan belanja modal untuk penyediaan barang publik. Untuk mengetahui apakah terjadi Flypaper Effect atu tidak di suatu daerah, maka dapat dilakukan dengan 2 cara (Marthen Anthon Pentury,2011), yaitu: 1. Dengan melihat pengaruh dari PAD. Jika PAD tidak memiliki pengaruh yang siginifikan terhadap belanja daerah maka dapat dikatakan bahwa telah terjadi Flypaper Effect. 2. Melihat nilai koefisien dari variabel Independen, yaitu PAD, DAU dan DAK. Jika nilai koefisien yang dimiliki oleh PAD lebih besar dari nilai koefisien yang dimiliki oleh DAU dan DAK maka dapat dikatakan tidak terjadi Flypaper Effect. Sedangkan sebaliknya jika nilai koefisien yang dimiliki oleh salah satu yang berasal dari transfer daerah yaitu DAU atau DAK lebih besar daripada nilai koefisien dari PAD maka dapat dikatakan telah terjadi Flypaper Effect. Hasil dari uji regresi yang telah dilakukan dalam penelitian ini diperoleh hasil bahwa variabel PAD memiliki pengaruh yang signifikan terhadap belanja daerah, oleh karena itu untuk melihat apakah terjadi Flypaper Effect di kabupaten Bogor pada tahun 2003-2014 maka dilihat dengan cara membandingkan nilai koefisien dari PAD dengan DAU dan DAK. Dari hasil regresi ini juga didapat bahwa nilai koefisien PAD adalah sebesar 0.275, sedangkan nilai koefisien dari DAU dan DAK masing–masing sebesar 1.463 dan 6.685. Maka dari itu dapat dikatakan bahwa terjadi Flypaper Effect di kabupaten Bogor karena nilai koefisien dari PAD ini nilainya lebih rendah bila dibandingkan dengan nilai koefisien dari DAU dan DAK. Terjadi nya flypaper effect ini dikarenakan kabupaten Bogor yang belum mandiri dan masih sangat tergantung dengan dana transfer yang diberikan oleh pemerintah pusat. Hasil dari penelitian ini yang menunjukkan bahwa terjadi Flypaper Effect ini sama dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Mutiara Maimunah (2006) yang sama–sama menyatakan terjadi Flypaper Effect di daerah yang ditelitinya yaitu di kabupaten kabupaten/kota di pulau Sumatera.
205
Seminar Nasional FEKON 2015 KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil pengolahan data dari penelitian yang berjudul “Analisis Flypaper Effect pada Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) terhadap Belanja Daerah di Kabupaten Bogor pada tahun 2003–2014“, didapat beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Secara simultan menunjukan bahwa PAD, DAU dan DAK berpengaruh positif dan signifikan terhadap belanja daerah di kabupaten Bogor periode 2003-2014 2. Secara parsial PAD, DAU dan DAK berpengaruh positif dan signifikan terhadap belanja daerah di kabupaten Bogor periode 2003-2014 3. Dalam penelitian ini dapat dilihat bahwa terjadi fenomena Flypaper Effect di kabupaten Bogor periode 2003-2014. Ada beberapa saran yang dapat diberikan untuk penelitian ini: 1. Memanfaatkan anggaran yang ada untuk belanja daerah yang nantinya sebagai pembangunan daerah sangatlah penting, agar setiap tahunnya daerah kabupaten Bogor selalu terjadi pertambahan infrastruktur dan semakin maju sehingga masyarakat semakin sejahtera. Namun terlalu mengandalkan dana transfer yang diberikan oleh pusat untuk daerah ini juga tidak terlalu baik, dikarenakan daerah menjadi tidak mandiri. Apabila daerah dapat memanfaatkan dana hasil daerahnya sendiri maka daerah tersebut akan lebih baik karena daerah tidak perlu lagi harus menunggu dana transfer dari pusat untuk melakukan pembangunan. 2. Agar PAD terus meningkat, maka Kabupaten Bogor diharapkan dapat mengoptimalkan potensi ekonomi lokalnya untuk menambah penerimaan daerah sehingga tercipta kemandirian daerah, yang nantinya untuk membiayai pengeluaran Pemda. Sehingga pada akhirnya ketergantungan pada pemerintah pusat bisa dikurangi. 3. Bagi para pengambil kebijakan ditingkat pusat dan akademisi, hasil penelitian ini mengundang pemikiran untuk mengevaluasi kembali apakah konsep dan praktik yang selama ini berjalan telah sesuai dengan tujuan awal dari penerapan desentralisasi fiskal, mengingat dana perimbangan masih merupakan komponen pendapatan daerah terbesar dalam APBD-nya. Tampak bahwa tujuan penting dari desentralisasi fiskal menurut perspektif ekonomi yaitu sebagai upaya untuk 206
Seminar Nasional FEKON 2015 menciptakan efisiensi dalam penyediaan barang dan jasa publik belum dapat terpenuhi DAFTAR PUSTAKA Abdullah, Syukry dan Abdul Halim. 2003. Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja Pemerintah Daerah: Studi Kasus Kabupaten/Kota di Jawa dan Bali. Simposium Nasional Akuntansi, VI, 1140-1159 Adventinus Kristanto Lambut, Dkk. 2013. Analisis Flypaper Effect pada Pemerintah Daerah di provinsi Sulawesi Utara. Jurnal Riset Akuntansi dan Auditing Magister Akuntansi Fakultas Ekonomi UNSRAT. Afrizawati. 2012. Analisis Flypaper Effect pada belanja daerah di kabupaten / kota provinsi Sumatera Selatan. Jurnal Ekonomi dan Informasi Akuntansi Politeknik Negeri Sriwijaya Palembang. Amalia, Fitri. 2014. Analisis Flypaper Effect pada Belanja Daerah Kabupaten dan Kota di Propinsi Banten. Prosiding Seminar Nasional Fekon-Fisip Universitas Terbuka, Jakarta. RPSEP-14 Darise, Nurlan. 2009. Pengelolaan Keuangan Pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD ) dan BLU. Jakarta: PT Indeks. Haryo Kuncoro. 2007. Fenomena Flypaper Effect Pada Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kota dan Kabupaten di Indonesia. Prosiding Simposium Nasional Akuntansi X Unhas Makassar. Maimunah, Mutiara. 2006. Flypaper Effect pada Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja Daerah pada Kabupaten/Kota di Pulau Sumatera. Prosiding Simposium Nasional Akuntansi IX. Padang .KASPP04: 1-27 Marthen Anton Phentury. 2011. Flypaper Effects Anomaly Of West Papua Capital Public Expenditure . Economic Journal of Emerging Market 3 (3): 289-297 Nachrowi, Nachrowi Djalal dan Hardius Usman. 2002. Penggunaan Teknik Ekonometri. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Nur Afiah, Nunuy dan Halida Arsyi. 2013. Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah terhadap Anggaran Belanja Daerah pada Kabupaten Kota di Propinsi Banten. Jurnal Akuntansi dan Keuangan 8(2): 12-29 Rokhaniyah, Siti dan Muh Rudi. 2011. Analisis Flypaper Effect pada Belanja Pemerintah Kota dan Kabupaten di Indonesia tahun 2006-2008. Jurnal Fokus Ekonomi. 10(2): 100-113
207
Seminar Nasional FEKON 2015
ANALISIS PEMISAHAN UNIT USAHA SYARIAH MENJADI BANK UMUM SYARIAH DI INDONESIA M. Nur Rianto Al Arif71
Abstrak Artikel ini bertujuan untuk menganalisis kebijakan pemisahan unit usaha syariah (UUS) menjadi bank umum syariah (BUS) di Indonesia. Teknik analisis yang dilakukan ialah deskriptif kualitatif. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berasal dari wawancara kepada regulator (OJK) dan bankir, serta penyebaran kuesioner kepada nasabah bank umum syariah hasil pemisahan. Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan perlu dilakukan evaluasi terhadap kriteria pemisahan sebagaimana yang terdapat dalam pasal 68 UU No. 21/2008. Kebijakan pemisahan merupakan bagian dari strategi bisnis yang dilakukan oleh perusahaan dan bukan merupakan tujuan dalam perkembangan industri perbankan syariah. Kata Kunci: pemisahan, strategi, bank syariah, deskriptif kualitatif
PENDAHULUAN Untuk mengembangkan industri perbankan syariah di Indonesia, Bank Indonesia telah menyusun cetak biru pengembangan industri perbankan syariah pada tahun 2002 dan edisi revisinya pada tahun 2005-2006 (Ismal, 2011). Kemudian Bank Indonesia bekerjasama dengan seluruh pemangku kepentingan di industri perbankan syariah menyusun suatu program akselerasi pada tahun 2007-2008, dimana program ini berkonsentrasi pada pencapaian pangsa pasar sebesar 5% pada akhir tahun 2008. Data menunjukkan pada akhir tahun 2012, pencapaian pangsa pasar hanya mencapai 2.10% saja. Belum tercapainya target ini, strategi pengembangan industri perbankan syariah diubah menjadi pada akhir tahun 2009 diharapkan pangsa pasar telah mencapai 3.5%, dan pada akhir tahun 2010 telah mencapai 4.75% (Ismal, 2011). Namun, sampai dengan akhir tahun 2014, target ini pun belum tercapai, sehingga memunculkan istilah “five
71
Mahasiswa Doktoral Ilmu Ekonomi Universitas Indonesia/Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Email:
[email protected]/ Hp: 0818-118746 Artikel ini merupakan salah satu bagian dari penelitian disertasi yang dilakukan oleh penulis
208
Seminar Nasional FEKON 2015 percent trap” di kalangan industri perbankan syariah atas belum tercapainya target tersebut. Perkembangan perbankan syariah di Indonesia cukup pesat jika merujuk kepada jumlah bank syariah. Untuk memacu pertumbuhan dan perkembangan industri perbankan syariah diterbitkanlah Undang-Undang no 21 tahun 2008, dimana pada pasal 68 ayat 1 mengatur tentang pemisahan unit usaha syariah menjadi bank umum syariah. Semenjak keluarnya undang-undang ini, regulator kemudian mendorong beberapa unit usaha syariah untuk memisahkan diri dari bank induk konvensionalnya. Salah satu hal krusial dalam UU No. 21 tahun 2008 pada pasal 68 ayat (1) ialah terkait pemisahan (spin-off) unit usaha syariah baik secara sukarela maupun wajib apabila aset Unit Usaha Syariah (UUS) telah mencapai 50% aset bank induknya atau 15 tahun setelah UU No. 21 tahun 2008 diperundangkan. Setelah lahirnya UU No. 21 tahun 2008 muncul trend baru pembentukan bank syariah, dimana terdapat tiga pendekatan pembentukan bank syariah, yakni: Pertama, bank umum konvensional yang telah memiliki UUS mengakuisisi bank yang relatif kecil
kemudian
mengkonversinya
menjadi
syariah
dan
melepaskan
serta
menggabungkan UUS-nya dengan bank yang baru dikonversi tersebut. Beberapa Bank Umum Syariah (BUS) pendekatan pertama ialah: BRI Syariah, Bukopin Syariah, BTPN Syariah. Kedua, bank umum konvensional yang belum memiliki UUS, mengakuisisi bank yang relatif kecil dan mengkonversinya menjadi syariah. Beberapa BUS dari pendekatan kedua ialah: Bank Panin Syariah, Bank Victoria Syariah, BCA Syariah, dan Maybank Syariah. Ketiga, bank umum konvensional melakukan pemisahan (spin-off) atas UUS yang dimiliki, kemudian UUS tersebut dijadikan Bank Umum Syariah (BUS) tersendiri, yaitu BNI Syariah dan Bank Jabar Banten Syariah. Setelah terbitnya undang-undang perbankan, dimana salah satu pasalnya mengatur tentang pemisahan unit usaha syariah menjadi bank umum syariah, telah terdapat sembilan bank umum syariah hasil pemisahan, baik dengan bentuk pemisahan murni maupun pemisahan dengan bentuk akuisisi dan konversi. Tabel 1. memperlihatkan perkembangan penghimpunan dana pihak ketiga, penyaluran pembiayaan dan aset di industri perbankan syariah mulai sebelum adanya peraturan mengenai pemisahan dan setelah adanya aturan mengenai pemisahan pada tahun 2008. Terlihat bahwa dari telah terjadi peningkatan secara nominal baik dari sisi aset, 209
Seminar Nasional FEKON 2015 penghimpunan dana pihak ketiga, maupun penyaluran pembiayaan di industri perbankan syariah Akan tetapi jika dilihat secara pertumbuhan menunjukkan terjadi penurunan pertumbuhan baik di dana pihak ketiga, pembiayaan, maupun aset mulai dari tahun 2012. Bahkan pada tahun 2014 ini pertumbuhan dana pihak ketiga, penyaluran pembiayaan, dan aset sangat rendah yaitu di bawah 8%. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan pemisahan yang pada awalnya bertujuan untuk memacu peningkatan pertumbuhan industri perbankan syariah, namun pada beberapa tahun terakhir ini justru menunjukkan bahwa telah terjadi penurunan pertumbuhan dari industri perbankan syariah. Tabel 1. Perkembangan DPK, Pembiayaan, dan Aset Perbankan Syariah (dalam miliar rupiah) 2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
20.672
28.011
36.852
52.271
76.036
115.415
147.512
174.018
186.608
Pertumbuhan (%)
32,67
35,50
31,56
41,84
45,46
51,80
27,81
17,97
7,23
Penyaluran
20.444
27.944
38.194
46.886
68.181
102.655
147.505
179.284
187.886
Pertumbuhan (%)
34,23
36,69
36,68
22,76
45,42
50,56
43,69
21,54
4,80
Aset
26.722
36.537
49.555
66.090
97.519
145.467
195.018
229.557
244.197
Pertumbuhan (%)
27,98
36,73
35,63
33,37
47,55
49,17
34,06
17,71
6,38
Penghimpunan DPK
pembiayaan
Sumber: Statistik Perbankan Syariah, Bank Indonesia Berdasarkan data yang terdapat pada Tabel 2. memperlihatkan bahwa terjadi kenaikan biaya operasional pada beberapa bank umum syariah hasil pemisahan. Pada tahun-tahun pertama bank umum syariah hasil pemisahan telah menaikkan nilai rasio Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO), dimana nilai BOPO pada tahun awal pemisahan rata-rata nilainya diatas 100. Bank Bukopin Syariah pada periode pertama (kuartal IV tahun 2008) memisahkan diri nilai BOPO-nya mencapai 187.84. BRI Syariah pada periode awal pemisahan (kuartal IV tahun 2008) nilai BOPO mencapai 231.49. BNI Syariah bahkan pada periode pertama pisah (kuartal II tahun 2010), nilai BOPO-nya mencapai 304.60. Data ini menunjukkan bahwa pemisahan unit usaha syariah menjadi Bank Umum Syariah pada periode awal pemisahan akan berdampak cukup besar kepada tingkat inefisiensi, dimana pada awal pemisahan tingkat efisiensi operasionalnya sangat rendah yang ditunjukkan dari nilai BOPO yang tinggi. Hal ini disebabkan pada periode awal pemisahan pasti akan terdapat tambahan biaya
210
Seminar Nasional FEKON 2015 operasional yang selama ini ditanggung oleh bank induknya, saat ini harus ditanggung oleh bank syariah tersebut sendiri. Tabel. 2. Rata-rata Rasio BOPO Bank Umum Syariah Setelah Pemisahan
BNI Syariah BRI Syariah Bukopin Syariah BJB Syariah BCA Syariah Panin Syariah Victoria Syariah Maybank Syariah
2008 n.a.* 231.49 187.84 n.a.* n.a.* n.a.* n.a.* n.a.*
2009 n.a.* 90.09 112.5 n.a.* n.a.* 144.97 n.a.* n.a.*
2010 168.85 95.57 94.08 103.83 89.49 176.49 87.57 46.57
2011 78.02 99.95 93.99 89.53 91.27 103.52 80.65 64.93
2012 88.91 90.36 93.36 92.54 92.84 60.18 90.81 60.74
2013 83.72 87.31 90.32 81.70 87.87 67.31 82.76 69.68
2014* 85.46 96.54 97.08 96.41 87.76 76.82 101.49 67.20
Sumber: Data diolah dari Laporan Keuangan Bank *) Tahun sebelum pisah Oleh karena hal tersebut, penelitian ini berupaya untuk melakukan evaluasi komprehensif atas dorongan kebijakan pemisahan yang dilakukan oleh regulator untuk memisahkan Unit Usaha Syariah (UUS) menjadi Bank Umum Syariah (BUS) di Indonesia. Serta mengevaluasi kriteria pemisahan yang terdapat di dalam undangundang tersebut apakah perlu dilakukan evaluasi dan penyempurnaan atau masih tepat untuk dilaksanakan sesuai dengan undang-undang tersebut.
KAJIAN KEPUSTAKAAN Nasuha (2012) menjelaskan bahwa spin-off menggambarkan suatu tambahan atau produk derivatif atau turunan atau hasil dari sesuatu tiruan usaha sebelumnya. Istilah spin-off sering dihubungkan dengan pembentukan perusahaan baru, dimana termasuk produk barunya adalah hal yang sama atau salinan dari organisasi induk, dan menimbulkan aktivitas ekonomi yang baru. Pemisahan ini bisa berbeda bentuk, tapi umumnya memerlukan perubahan yang penting pada kontrol, risiko, dan distribusi keuntungan. Unsur lainnya yaitu transfer teknologi dan hak kepemilikan dari induk kepada pemilik baru. Rizqullah (2013) mengartikan spin-off sebagai upaya pemisahan atau pengalihan sebagian aset perusahaan yang kemudian menjadi perusahaan independen, sementara perusahaan yang melakukan pemisahan atau pengalihan masih tetap beroperasi dan menjadi perusahaan induk dari perusahaan independen tersebut yang disebut juga 211
Seminar Nasional FEKON 2015 perusahaan anak. Perusahaan induk memiliki kontrol terhadap perusahaan anak dan saham keduanya dimiliki oleh pemegang saham perusahaan induk. Menurut Tubke (2005) terdapat beberapa faktor yang memengaruhi dalam proses pemisahan (spin-off). Pertama, faktor yang terkait dengan aktivitas bisnis, dalam faktor yang pertama ini terkait dengan ukuran perusahaan dan perbedaan sektor bisnis antara perusahaan induk dengan perusahaan anaknya. Apabila faktor pertama ini dikaitkan dengan unit usaha syariah dapat diposisikan sebagai perusahaan anak dan bank konvensional sebagai perusahaan induk. Kedua, faktor yang terkait dengan organisasi dan pengelolaan perusahaan. Ketiga, faktor yang terkait dengan hubungan dan dukungan. Terdapat tiga pola hubungan yang mungkin dapat tercipta antara perusahaan induk dengan perusahaan anak yang melakukan pemisahan, yaitu hubungan pasar (market-relatedness), hubungan produk (product relatedness), dan hubungan teknologi (technology-relatedness). Keempat, faktor transfer atau pengalihan berupa transfer pengalaman dari perusahaan induk kepada perusahaan anaknya. Kelima, faktor terkait dengan motivasi. Keenam, faktor terkait dengan lingkungan bisnis baik berupa karakteristik lingkungan bisnis regional maupun kerangka legal. Amalia Nasuha (2012) melakukan penelitian terkait perbedaan kinerja unit usaha syariah yang memutuskan untuk pisah (BNI Syariah, BRI Syariah, BJB Syariah, BSB, dan Bank Victoria Syariah) satu tahun sebelum dan satu tahun setelah melakukan spinoff dengan menggunakan analisis Wilcoxon Match Pairs Test. Hasil yang didapatkan ialah dari sembilan variabel yaitu aset, pembiayaan, DPK, laba bersih, CAR, NPF, FDR, ROA, dan ROE yang diuji dengan metode Wilcoxon Signed Ranks Test menunjukan bahwa perbedaan kinerja antara sebelum dan sesudah spin-off terjadi pada 3 variabel, yaitu Aset, Pembiayaan, dan Dana Pihak Ketiga (DPK). Sedangkan pada variabel lainnya, CAR, FDR, ROA, dan ROE tidak menunjukkan perbedaan kinerja antara 1 tahun sebelum dan 1 tahun sesudah spin-off. Rizqullah (2013) melakukan penelitian mengenai pemilihan metode spin-off unit usaha syariah bank umum konvensional menjadi bank umum syariah di Indonesia dengan menggunakan pendekatan Analytical Network Process (ANP). Temuan penelitian yang didapat metode spin-off UUS untuk pendirian bank syariah dengan cara membentuk badan/perusahaan baru adalah alternatif pendirian bank syariah yang paling baik/sesuai berdasarkan penilaian gabungan para pakar dan praktisi. Urutan alternatif 212
Seminar Nasional FEKON 2015 pilihan strategi selanjutnya adalah spin-off dengan menggunakan badan/perusahaan yang sudah ada. Al Arif (2014) melakukan penelitian yang berupaya melihat pengaruh kebijakan pemisahan terhadap industri perbankan syariah pada indikator dana pihak ketiga, aset, dan pembiayaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan pemisahan mampu meningkatkan jumlah dana pihak ketiga, aset, dan pembiayaan pada industri perbankan syariah di Indonesia. Siswantoro (2014) dalam artikelnya yang menganalisis kinerja dan strategi bank syariah setelah pemisahan dan muncul sebagai suatu bank umum yang terpisah dari bank induknya. Hasil analisis yang didapat menunjukkan bahwa bank umum syariah hasil pemisahan seharusnya dapat mengoptimalkan beberapa sumber daya pendanaan seperti suntikan permodalan dan peningkatan deposit investasi sementara. Hamid (2015) mencoba melihat apakah ada dampak kebijakan pemisahan terhadap tingkat profitabilitas pada industri perbankan syariah. Variabel yang dipergunakan ialah rasio ROA untuk mengukur tingkat profitabilitas, sedangkan variabel independennya ialah variabel dummy pemisahan, tingkat pembiayaan bermasalah (NPF), tingkat marjin deposito 1 bulan, dan tingkat efisiensi (BOPO). Hasil yang ada menunjukkan bahwa variabel dummy pemisahan, rasio NPF, dan rasio BOPO memiliki pengaruh terhadap tingkat profitabilitas (ROA). METODE Data yang dipergunakan dalam menjawab tujuan penelitian ialah data data primer. Adapun sumber pengambilan data primer dalam penelitian ini berupa: (i) Wawancara kepada regulator dalam hal ini ialah Departemen Perbankan Syariah pada Otoritas Jasa Keuangan (OJK); (ii) Wawancara kepada praktisi perbankan syariah; (iii) Penyebaran kuesioner kepada para nasabah bank umum syariah hasil pemisahan. Terkait dengan penyebaran kuesioner untuk mengetahui persepsi nasabah tentang pemisahan yang terjadi pada empat bank umum syariah tersebut, jumlah sampel nasabah yang diambil ialah sejumlah 100 orang. Pengambilan sampel menggunakan teknik pengambilan sampel dengan tujuan tertentu (purposive sampling). Pertimbangan dalam menentukan sampel ialah nasabah dari BUS hasil pemisahan. Pemilihan nasabah dari keempat bank di atas, karena empat bank tersebut telah cukup lama menjadi UUS
213
Seminar Nasional FEKON 2015 sebelum akhirnya memutuskan pisah dan menjadi BUS. Teknik ini dipergunakan karena keterbatasan waktu, tenaga, dan dana dari peneliti. Untuk menjawab tujuan penelitian ini yaitu menganalisis strategi dan kebijakan terkait dengan kebijakan pemisahan unit usaha syariah menjadi bank umum syariah akan digunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Metode analisis ini juga dipergunakan untuk memperkuat temuan pada tujuan penelitian pertama dan kedua. Sehingga hasil empiris kuantitatif akan menjadi hasil awal yang kemudian diperkuat dengan metode deskriptif kualitatif. Dalam metode deskriptif ini, peneliti akan membandingkan fenomena-fenomena terkait dengan pemisahan unit usaha syariah menjadi bank umum syariah yang bersumber dari data laporan keuangan, penyebaran kuesioner kepada nasabah, dan wawancara terhadap regulator dan praktisi. Oleh karenanya diharapkan dari metode ini akan mampu memperkuat temuan yang telah didapat menggunakan data-data kualitatif yang berasal dari penyebaran kuesioner dan wawancara. Selain itu, diharapkan dengan metode ini akan mampu merumuskan strategi dan kebijakan yang ideal terkait dengan pemisahan unit usaha syariah menjadi bank umum syariah. PEMBAHASAN Faktor kesesuaian dengan syariah tetap menjadi salah satu alasan yang dipilih oleh nasabah ketika membuka rekening di bank syariah, meskipun banyak faktor lain pula yang menentukan seperti variasi produk, pelayanan, keramahan pegawai, lokasi yang dekat dengan rumah ataupun dekat dengan kantor, penggajian, ataupun alasan lainnya seperti bebas biaya administrasi, pembiayaan, pembukaan open table, dll. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Dusuki dan Abdullah (2007), Abduh, dkk (2013), dan Usman (2015), dimana norma-norma religius tetap menjadi salah satu faktor yang memengaruhi seseorang dalam memilih bank syariah. Akan tetapi berdasarkan hasil kuesioner yang disebarkan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa hanya sebanyak 15% yang menyatakan memilih bank syariah karena faktor kesesuaiannya dengan prinsip syariah, sedangkan sisanya ditentukan oleh faktor lain seperti variasi produk, pelayanan, keramahan, lokasi, penggajian, pembiayaan, serta promo-promo seperti bebas biaya administrasi dan bebas biaya tarik tunai di ATM bank apa saja.
214
Seminar Nasional FEKON 2015 Hasil ini menunjukkan bahwa alasan mendorong kebijakan pemisahan unit usaha syariah terkait dengan kesesuaian terhadap prinsip syariah tidak sepenuhnya tepat, karena dari sisi nasabah pun yang melakukan transaksi di bank syariah disebabkan oleh alasan syariah ternyata tidak terlalu banyak. Hal yang serupa disampaikan pula oleh para narasumber yang berasal dari bankir bank syariah, menurut mereka saat ini sebagian besar nasabah di bank syariah ialah nasabah yang rasional yang tidak sepenuhnya melakukan transaksi atas dasar alasan kesesuaian terhadap prinsip syariah. Oleh karenanya dorongan untuk memisahkan unit usaha syariah atas dasar kesesuaian dengan prinsip syariah sebaiknya dilakukan evaluasi. Pemisahan unit usaha syariah menjadi bank umum syariah harus dipandang sebagai suatu aksi korporasi dan bukan sekedar melaksanakan amanat dari undangundang. Rizqullah (2013) menyatakan bahwa dalam menentukan pilihan strategis metode pemisahan terdapat elemen-elemen penting yang harus mendapat perhatian, yaitu: pertama, respon masyarakat/nasabah; kedua, respon pesaing; ketiga, model bisnis yang menggambarkan rencana bisnis pasca pemisahan; keempat, program integrasi; kelima, program komunikasi; keenam, pengalihan status pegawai; ketujuh, lembaga penunjang; kedelapan, kecepatan eksekusi; kesembilan, kesesuaian regulasi; kesepuluh, pertimbangan strategis; kesebelas, pengelolaan sistem IT. Regulator dalam hal ini Otoritas Jasa Keuangan harus memiliki fokus pada pertumbuhan dan perkembangan perbankan syariah yang sehat, bukan berorientasi pada banyaknya bank umum syariah. Pemisahan (spin-off) bukanlah tujuan tetapi merupakan cara untuk mencapai tujuan market share yang semakin besar. Seharusnya yang menjadi titik tekan dari regulator ialah bukan tenggat waktu pemisahan, melainkan tujuan untuk memperbesar pangsa pasar perbankan syariah terhadap perbankan nasional. Pemisahan merupakan salah satu strategi untuk mencapai tujuan market share serta dalam rangka menciptakan suatu struktur industri perbankan syariah yang sehat, dan bukan sebagai tujuan akhir. Kriteria jangka waktu memiliki beberapa kelemahan sebagai berikut: Pertama, masih banyak unit usaha syariah yang nilai asetnya kecil. Jika kita merujuk pada data, masih banyak unit usaha syariah yang nilai asetnya di bawah 1 triliun. Apabila dipaksa untuk dipisahkan pada tahun 2023, sedangkan nilai asetnya masih kecil tentu akan berdampak pada kinerja perusahaan setelah pemisahan. Kedua, kemampuan mencetak laba pada tahun berjalan masih rendah, jika merujuk pada data. hanya 215
Seminar Nasional FEKON 2015 beberapa unit usaha syariah yang mampu mencetak laba di atas 100 miliar. Apabila unit usaha syariah ini memisahkan diri tentu labanya akan semakin berkurang, karena ada beberapa biaya operasional yang awalnya ditanggung oleh bank induk, saat ini harus ditanggung sendiri. Ketiga, sebagian besar unit usaha syariah ialah dimiliki oleh Bank Pembangunan Daerah yang pada umumnya memiliki keterbatasan permodalan. Apabila dipaksa dipisah pada tahun 2023, dapat berdampak pada unit usaha syariah bersangkutan apabila terjadi kesulitan likuiditas atau hal lainnya. Kriteria pemisahan berdasarkan nilai perbandingan aset antara unit usaha syariah dengan bank induk konvensionalnya sebaiknya dilakukan evaluasi. Sebaiknya yang diarahkan ialah berapa jumlah minimal aset dari suatu unit usaha syariah ketika akan melakukan pemisahan. Kriteria perbandingan nilai aset unit usaha syariah terhadap bank induk konvensionalnya memiliki beberapa kelemahan, sebagai berikut: Pertama, pertumbuhan aset terjadi baik di unit usaha syariah maupun di bank induk konvensionalnya, sehingga akan sulit bagi suatu unit usaha syariah untuk mencapai nilai 50% aset dari bank induknya. Unit usaha syariah harus memiliki pertumbuhan aset lebih besar dibandingkan dengan bank induk konvensionalnya, namun jika unit usaha syariah mengejar pertumbuhan yang terlalu besar akan berdampak tidak baik dalam jangka panjang. Kedua, aspek kehati-hatian dalam penyaluran pembiayaan harus diperhatikan, unit usaha syariah yang melakukan percepatan pertumbuhan market share aset biasanya akan berupaya untuk meningkatkan penyaluran pembiayaan. Karena untuk mengejar pertumbuhan aset yang besar akan menjadikan bank syariah bersangkutan untuk meningkatkan
penyaluran
pembiayaan,
penyaluran
pembiayaan
yang
kurang
memperhatikan aspek kehati-hatian dapat berdampak pada kenaikan pembiayaan bermasalah. Ketiga, Perbandingan nilai aset antara unit usaha syariah dengan bank induk konvensional merupakan suatu hal yang sifatnya relatif, sehingga tidak akan dapat dilakukan perbandingan antara unit usaha syariah ataupun anak usaha syariah dari suatu bank konvensional yang besar dengan bank konvensional yang skalanya lebih kecil. Keempat, nilai share aset tidak berhubungan langsung dengan laba bersih dari bank syariah bersangkutan. Oleh karenanya faktor laba tahun berjalan selama beberapa tahun terakhir, dapat pula dimasukkan sebagai salah satu persyaratan pemisahan dibandingkan dengan nilai share aset UUS dengan bank induk konvensionalnya.
216
Seminar Nasional FEKON 2015 Persyaratan ataupun kriteria dari pemisahan unit usaha syariah menjadi bank umum syariah harus benar-benar melalui proses yang ketat, antara lain: pertama, aspek permodalan harus menjadi perhatian mutlak. Kedua, jumlah minimal aset dari unit usaha syariah bersangkutan. Ketiga, aspek kinerja keuangan dari unit usaha bersangkutan. Misalkan berapa pencapaian laba, tingkat efisiensi, rasio pembiayaan bermasalah atau indikator lainnya dari unit usaha syariah bersangkutan selama tiga sampai lima tahun terakhir. Berdasarkan hal-hal yang telah dijelaskan sebelumnya, maka terdapat beberapa hal terkait yang dapat ditarik sebagai suatu benang merah atas kebijakan pemisahan unit usaha syariah menjadi bank umum syariah. Ringkasan temuan hasil penelitian ini dapat terlihat pada Tabel 3 Tabel 3. Ringkasan Temuan Hasil Penelitian No Aspek 1 Nasabah a Alasan pemilihan bank
b
Prilaku menabung
2 a
Kriteria Pemisahan Kriteria 50% aset
b
Kriteria 15 tahun
Penjelasan Faktor kesesuaian dengan syariah tetap menjadi salah satu alasan yang dipilih oleh nasabah ketika membuka rekening di bank syariah namun ini bukan menjadi alasan yang dominan, sebab nasabah menyatakan banyak faktor lain pula yang menentukan pemilihan seperti variasi produk, pelayanan, keramahan pegawai, lokasi yang dekat dengan rumah ataupun dekat dengan kantor, penggajian, ataupun alasan lainnya seperti bebas biaya administrasi, pembiayaan, hadiah, dll. Pemisahan yang dilakukan oleh bank syariah tidak berdampak signifikan terhadap perubahan prilaku menabung dari nasabah. Kriteria 50% nilai aset dari bank induk konvensionalnya sebaiknya dievaluasi. Karena dengan kondisi industri perbankan syariah saat ini angka 50% tersebut akan sulit dicapai, sekalipun oleh unit usaha syariah yang tumbuhnya lebih pesat dari bank induk konvensionalnya. Sebaiknya yang menjadi kriteria ialah nilai aset dari unit usaha syariah bersangkutan Pemisahan unit usaha syariah menjadi bank umum syariah janganlah dibatasi oleh waktu melainkan 217
Seminar Nasional FEKON 2015
c
Persyaratan pemisahan
3 a
Permodalan Aturan BUKU Bank
b
Arsitektur Indonesia
sepenuhnya harus didasarkan pada kebutuhan dan strategi perusahaan, dan bukan pula didasarkan atas dasar pertimbangan non-korporasi seperti alasan jabatan, fasilitas ataupun yang sejenisnya. Pemisahan harus didasarkan pada kinerja keuangan internal dari unit usaha syariah yang bersangkutan. Apabila terlalu dibatasi oleh waktu 15 tahun (tahun 2023) akan banyak unit usaha syariah dari bank umum yang kecil akan mengalami kesulitan, seperti yang dialami oleh sebagian besar Bank Pembangunan Daerah (BPD). Regulator harus menyiapkan suatu persyaratan yang lebih ketat dalam proses pemisahan unit usaha syariah menjadi bank umum syariah, agar bank umum syariah hasil pemisahan ialah bank syariah yang sehat. Hal ini dalam rangka menciptakan struktur perbankan domestik yang sehat, sesuai dengan Arsitektur Perbankan Indonesia. Beberapa persyaratan pemisahan yang sebaiknya dilakukan oleh regulator ialah permodalan, nilai aset, kinerja keuangan beberapa tahun terakhir pada saat menjadi unit usaha syariah harus menunjukkan tren yang positif.
Pemisahan yang terlalu cepat menjadikan sebagian besar bank umum syariah hasil pemisahan hanya masuk dalam kategori BUKU 1, dimana permodalan inti di bawah 1 triliun. Data menunjukkan bahwa terdapat tiga bank umum syariah hasil pemisahan yang masuk dalam BUKU 2, yaitu BNI Syariah, BRI Syariah, dan Panin Syariah. Sedangkan sisanya masih masuk dalam BUKU 1, yaitu Bukopin Syariah, BJB Syariah, BCA Syariah, Victoria Syariah, dan Maybank Syariah. Perbankan Pemisahan yang didorong terlalu cepat, secara tidak langsung bertentangan dengan Pilar 1 dalam Arsitektur Perbankan Indonesia (API) yang bertujuan memperkuat permodalan bank umum (konvensional dan syariah). Karena masih banyak unit usaha syariah yang skala ekonominya masih kecil, dan jika dipaksakan pisah akan menjadikan banyak bank syariah yang menghuni dasar dalam 218
Seminar Nasional FEKON 2015 segitiga pilar 1 API 4 a
b
c
Hal lainnya Bentuk pemisahan
Terkait dengan bentuk pemisahan yang dapat ditempuh oleh bank syariah, hal ini sepenuhnya tergantung kepada strategi korporasi dari bank induk konvensional dan unit usaha syariah bersangkutan. Namun pemisahan murni dengan sekaligus membentuk badan/perusahaan baru dinilai lebih praktis dibandingkan dengan model akusisi dan konversi, karena terdapat banyak permasalahan yang mungkin muncul dalam model akuisis dan konversi Keberpihakan bank Keberpihakan ini dapat ditunjukkan dengan induk konvensional menempatkan sumber daya manusia (SDM) pilihan dari bank induk konvensional untuk mengelola bank umum syariah hasil pemisahan, sistem, teknologi, kebijakan clean-book policy, dan bantuan teknis kepada anak usaha bank syariahnya. Bank induk konvensional ketika akan memisahkan unit usaha syariahnya, harus melakukan pembenahan terhadap unit usaha syariahnya agar memiliki kinerja yang baik terlebih dahulu. Penempatan sumber Faktor sumber daya manusia yang akan mengelola daya manusia pengelola bank umum syariah hasil pemisahan, sebagai suatu perusahaan yang barus berdiri menjadi suatu entitas tersendiri tentu harus dipimpin oleh pucuk pimpinan yang berpengalaman. Chu, dkk (2010) menemukan fakta bahwa pemisahan akan berhasil jika dipimpin oleh CEO yang telah lama terlibat pada perusahaan induknya, dimana ia akan mampu memberikan segenap kemampuannya dalam pengembangan bank umum syariah hasil pemisahan tersebut. Faktor sumber daya manusia ini juga berkaitan dengan status pegawai, karena alih status dari pegawai bank besar menjadi pegawai dari bank yang jauh lebih kecil Terdapat beberapa strategi yang dapat ditempuh baik oleh regulator ataupun
industri perbankan syariah, terutama terkait dengan proses pemisahan unit usaha syariah menjadi bank umum syariah ini, hal ini dapat pada Tabel 4.
219
Seminar Nasional FEKON 2015 Tabel 4. Strategi Pengembangan Perbankan Syariah No Aspek 1 Regulator dan Pemerintah a Regulator harus membuat kompetisi yang seimbang antara industri perbankan syariah yang masih kecil dengan perbankan konvensional yang sudah memiliki skala ekonomi lebih besar. Regulator harus membuat beberapa pelonggaran aturan bagi industri perbankan syariah untuk sementara waktu, agar perbankan syariah dapat tumbuh dengan lebih cepat dan mampu melewati perangkap lima persen (five percent trap). b Keberpihakan pemerintah kepada industri perbankan syariah harus lebih ditingkatkan. Beberapa kebijakan yang telah mendukung pertumbuhan perbankan syariah ialah (i) dengan meletakkan dana haji di perbankan syariah; (ii) BNI syariah saat ini telah ditunjuk oleh Otoritas Jasa Keuangan sebagai bank penyedia payroll bagi pegawai negeri sipil. Kebijakan lain yang dibutuhkan ialah dengan mewajibkan instansi pemerintah maupun BUMN untuk menaruh sebahagian dananya di bank syariah, dan menambah lagi bank syariah yang dapat sebagai bank penyedia payroll bagi pegawai negeri sipil. c Menaikkan status bank syariah yang merupakan anak usaha dari bank BUMN menjadi suatu entitas BUMN tersendiri, sehingga bank syariah dapat tumbuh lebih pesat. Saat ini salah satu kesulitan bank syariah untuk masuk ke instansi pemerintah atau BUMN adalah terkait dengan status bank yang hanya anak usaha dari bank BUMN. 2 Bank Induk Konvensional a Bank induk konvensional harus mendukung pertumbuhan anak usaha syariahnya dengan melakukan kebijakan clean-book, hal ini adalah salah satu bentuk dukungan bank induk yaitu dengan menanggung beban pembiayaan macet baik pada unit usaha syariah sebelumnya atau bank yang diakusisi (jika bentuk pemisahan menggunakan proses akuisisi dan konversi). Kebijakan lain yang cukup baik ditempuh ialah dapat menggunakan strategi dari Bank CIMB Niaga, dimana setiap accout officer mendapat target penjualan tidak hanya yang konvensional saja melainkan mendapatkan target untuk unit syariahnya baik berupa produk pendanaan maupun produk pembiayaan. b Terkait dengan keterbatasan kantor cabang yang dimiliki oleh bank umum syariah hasil pemisahan, maka salah satu strategi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pertumbuhan ialah dengan memanfaatkan fasilitas yang dimiliki oleh bank induk konvensionalnya. Beberapa fasilitas yang mungkin dapat dimanfaatkan oleh bank umum syariah hasil pemisahan dari bank induk konvensionalnya ialah pemanfaatan kantor cabang ataupun ATM dari bank induk konvensional untuk dapat melayani transaksi dari anak perusahaan bank syariahnya. c Unit usaha syariah yang akan memisahkan diri menjadi suatu bank umum 220
Seminar Nasional FEKON 2015
3 a
b
c
4 a
b
c
d
syariah, sebaiknya tidak perlu membuat suatu sistem teknologi informasi tersendiri, melainkan dapat masih dalam satu sistem dengan sistem bank induknya sebagaimana yang telah dipergunakan selama ini ketika menjadi unit usaha syariah. Strategi ini cukup baik diterapkan oleh bank BNI Syariah, yang masih memanfaatkan teknologi informasi dari bank induknya, sehingga dapat meminimalkan biaya operasional. Anak Usaha Syariah Industri perbankan syariah tidak lagi berorientasi pada pembesaran ukuran aset dari bank syariah bersangkutan, yang didorong oleh meningkatkan pembiayaan yang justru mengurangi aspek kehati-hatian dalam proses bisnis di perbankan syariah. Saat ini industri perbankan syariah harus berupaya agar CA-SA (current account – saving account) dari bank syariah besar, apabila CA-SA besar maka akan tersedia banyak dana murah (cost of fund kecil) yang dapat disalurkan ke pembiayaan dengan marjin penetapan harga yang lebih murah Bank syariah harus melakukan suatu inovasi produk, tidak cukup hanya dengan melakukan strategi bisnis seperti biasa. Bank syariah harus mampu menciptakan suatu produk unggulan yang belum dimiliki oleh bank konvensional. Salah satu kelemahan dari bank syariah ialah masih kurangnya variasi produk yang berbeda dari bank konvensional Bank syariah harus mampu memberikan marjin pembiayaan yang kompetitif dengan bank konvensional, saat ini marjin pembiayaan di bank syariah terutama marjin pembiayaan jangka panjang masih lebih tinggi daripada tingkat bunga di bank konvensional. Strategi Lainnya Bagi bank induk konvensional dari suatu unit usaha syariah yang memiliki permodalan kecil, konversi sepenuhnya menjadi bank umum syariah mungkin strategi yang lebih tepat untuk memperbesar market share perbankan syariah dibandingkan dengan memisahkan unit usaha syariahnya. Hal ini akan dilakukan pada BPD Aceh yang sepenuhnya akan dikonversi menjadi bank umum syariah. Bagi bank induk konvensional dari suatu unit usaha syariah yang memiliki permodalan kecil, konversi menjadi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) dapat menjadi salah satu alternatif yang dapat dilakukan Melepas unit usaha syariah kepada bank umum syariah yang memiliki permodalan sekurang-kurangnya telah masuk dalam kategori BUKU 2, dan mengkonversi nilai aset menjadi saham. Strategi lain yang dapat dilakukan terkait dengan unit usaha syariah dari suatu bank induk konvensional yang memiliki permodalan kecil dapat dengan melepas unit usaha syariah tersebut kepada bank umum syariah yang memiliki permodalan sekurang-kurangnya telah masuk dalam kategori BUKU 2. Sehingga bank umum syariah yang ada mengakuisisi unit usaha syariah dari 221
Seminar Nasional FEKON 2015 bank induk konvensional yang memiliki permodalan kecil atau bank konvensional ingin fokus kepada bisnis intinya. SIMPULAN Berdasarkan sebaran kuesioner dan wawancara yang dilakukan kepada nasabah dapat ditarik beberapa hal, yaitu: pertama, faktor kesesuaian dengan syariah tetap menjadi salah satu alasan yang dipilih oleh nasabah meskipun ini bukan menjadi faktor yang dominan. Kedua, sebagian besar responden telah mengetahui jika bank umum syariah tempat mereka menabung telah memisahkan diri dari bank induk konvensionalnya. Ketiga, sebagian besar responden menyatakan bahwa tidak akan ada perubahan perilaku menabung setelah mereka mengetahui bank umum syariah tempat mereka menabung telah memisahkan diri. Keempat, sebagian besar responden menyatakan tidak merasakan kinerja dan pelayanan bank umum syariah hasil pemisahan yang lebih baik antara sebelum dan sesudah pemisahan. Kelima, sebagian besar responden masih memiliki rekening di bank konvensional dikarenakan jaringan kantor dan ATM yang lebih luas dibandingkan dengan bank syariah. Keenam, menurut responden kelemahan terbesar dari bank syariah ialah jaringan kantor dan ATM yang terbatas. Hasil wawancara kepada praktisi menunjukkan bahwa: pertama, pemisahan unit usaha syariah menjadi bank umum syariah merupakan suatu hal yang harus dilakukan, karena terdapat perbedaan karakteristik antara bank syariah dengan bank konvensional. Kedua, pemisahan unit usaha syariah harus sepenuhnya didasarkan pada strategi korporasi dari bank bersangkutan, dan bukan sekedar dorongan dari regulator agar unit usaha syariah tersebut segera pisah dari bank induk konvensionalnya. Ketiga, kriteria nilai aset 50% ini akan sangat sulit untuk mencapai nilai aset 50% dari bank induknya, terutama saat ini hampir sebagian besar unit usaha syariah skala ekonomisnya masih kecil. Keempat, terkait dengan kriteria 15 tahun, terdapat perbedaan pendapat. Sebagian narasumber menyatakan bahwa kriteria waktu telah cukup memadai, namun sebagian responden menyatakan seharusnya suatu proses pemisahan jangan dipaksakan dengan batas waktu tertentu. Kelima, seluruh narasumber sepakat bahwa hal terpenting saat ini ialah bagaimana menciptakan industri perbankan syariah yang sehat dan patuh terhadap aspek kesyariahan.
222
Seminar Nasional FEKON 2015 Terdapat beberapa hal terkait dengan pemisahan unit usaha syariah menjadi bank umum syariah: Pertama, terkait dengan nasabah, dimana ada dua hal yang muncul, yaitu terkait dengan alasan pemilihan bank dan prilaku menabung. Alasan pemilihan bank tidak sepenuhnya didasarkan oleh alasan kepatuhan terhadap syariat melainkan banyak alasan lain yang lebih mendominasi. Kemudian tidak terdapat perubahan prilaku menabung dari nasabah setelah mengetahui bank syariah tempat mereka menabung telah memisahkan diri. Kedua, terdapat beberapa hal terkait dengan kriteria pemisahan, yaitu kriteria 50% aset sebaiknya dievaluasi, kriteria 15 tahun pun sebaiknya dievaluasi, dan persyaratan pemisahan harus lebih ketat seperti persyaratan permodalan, nilai aset, serta kinerja keuangan. Ketiga, ada beberapa hal terkait dengan permodalan, yaitu dorongan pemisahan ini menjadikan sebagian bank umum syariah hasil pemisahan hanya bisa masuk kategori BUKU 1, selain itu dorongan pemisahan ini bertentangan dengan pilar 1 dari Arsitektur Perbankan Indonesia. Keempat, hal-hal lain terkait tentang pemisahan yaitu: bentuk pemisahan sebaiknya bentuk pemisahan murni, perlu ada keberpihakan dari bank induk konvensional, dan harus ditempatkan sumber daya manusia pengelola yang terbaik. Keputusan suatu unit usaha syariah untuk memisahkan diri dan menjadi bank umum syariah sepenuhnya harus didasarkan pada strategi bisnis dan bukan sekedar untuk mematuhi kriteria dalam undang-undang. Pemisahan merupakan salah satu kebijakan yang dapat dilakukan oleh perusahaan untuk mengembangan bisnisnya, dan bukan tujuan yang harus dicapai. Regulator dan seluruh stakeholder industri perbankan syariah harus mampu merumuskan tujuan pengembangan dan pertumbuhan industri perbankan syariah yang ingin dicapai, dimana pemisahan merupakan salah satu bagian dari kebijakan yang dapat dilakukan.
PUSTAKA ACUAN Al Arif, M. Nur Rianto. 2014. Dampak Kebijakan Spin-Off Terhadap Pertumbuhan Industri Perbankan Syariah di Indonesia. Laporan Penelitian. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Endri. 2011. Evaluasi Efisiensi Teknis Perbankan di Indonesia: Aplikasi Two-Stage Data Envelopment Analysis. Forum Riset Perbankan Syariah IV, DPP Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI) dan Bank Indonesia. 223
Seminar Nasional FEKON 2015 Hamid, Abdul. 2015. The Impact of Spin-off Policy To The Profitability on Indonesian Islamic Banking Industry. Journal Al-Iqtishad, Vol. VII (1), January 2015, pp. 131-140. Ismal, Rifki. 2011. The Indonesian Islamic Banking: Theory and Practices. Jakarta: Gramata Publishing Kiswono, Bambang. 2012. Spin Off Unit Usaha Syariah (UUS), Kendala dan Strategi Penyelesaiannya. (Makalah Tidak Dipublikasikan). Jakarta: Bank Indonesia Nasuha, Amalia. 2012. Dampak Kebijakan Spin-off Terhadap Kinerja Bank Syariah. Jurnal Iqtishad Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Vol. IV, No. 2Juli 2012, hlm. 241-258. Novarini. 2009. Efisiensi Unit Usaha Syariah dengan Metode Stochastic Frontier Analysis (SFA) Derivasi Fungsi Profit dan BOPO. (Tesis Tidak Dipublikasikan. Depok: Universitas Indonesia Pramuka, Bambang Agus. 2011. Assesing Profit Efficiency of Islamic Banks in Indonesia: An Intermediation Approach. Journal of Economics, Business and Accountancy Ventura, Vol. 14, No. 1, April 2011. Pages 79-88 Rizqullah. 2013. Pemilihan Metode Spin-Off Unit Usaha Sayriah Bank Umum Konvensional Menjadi Bank Umum Syariah di Indonesia. (Disertasi Tidak Dipublikasikan). Jakarta: IEF Trisakti Siswantoro, Dodik. 2014. Analysis of Islamic Bank‟s Performance and Strategy After Spin-off as Islamic Full-fledged Scheme in Indonesia. International Conference on Accounting Studies 2014, ICAS, Kuala Lumpur Malaysia. Tubke, Alexander. 2004. Success Factors of Corporate Spin-Offs. New York: Springer.
224
Seminar Nasional FEKON 2015
Peran Kelompok Usaha Bersama Ekonomi (KUBE) Dalam Meningkatkan Perekonomian Rakyat
Nurhayati Soleha Rita Rosiana Agus Sholikhan Yulianto Universitas Sultan Ageng Tirtayasa e-mail:
[email protected]
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah memberikan pengarahan dan pendampingan mengenai peranan KUBE dalam meningkatkan perekonomian anggota kelompok. Pengarahan ditujukan kepada para pengrajin tempe serta masyarakat sekitar di Desa Tegal Asem, Kota Serang. Permasalahan dalam pengrajin tempe yakni penyediaan bahan baku, proses produksi, permodalan dan pemasaran. Hal ini dikarenakan harga kacang kedelai yang tidak stabil, penggunaan proses produksi masih tradisional, serta produk yang tidak tahan lama. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka diperlukan suatu wadah bagi pengrajin tradisional sehingga dapat terus usahanya. Dengan memfasilitasi terbentuknya Kelompok Usaha Bersama (KUBE) Pengrajin Tahu dan Tempe Tegal Asem, diharapkan anggota mendapat binaan baik dari segi manajemen, administrasi maupun akses permodalan. Para pengrajin ini diperlukan pendampingan sehingga menjadi kelompok yang mandiri. Diharapkan dapat meningkatkan nilai produksi dan penjualan para anggota kelompok sehingga kesejahteraan anggota dapat terwujud.
Kata kunci: peranan KUBE, pengrajin tempe
PENDAHULUAN 1.1. Analisis Situasi
Tempe merupakan makanan sehari-hari masyarakat Indonesia. Hal ini menjadi suatu prospek yang baik bagi pengusaha tempe baik secara langsung maupun tidak 225
Seminar Nasional FEKON 2015 langsung yang berkaitan dengan produksi tempe. Industri kecil pembuatan tempe menyerap banyak tenaga kerja. Sehingga dapat sebagai mata pencaharian bagi sebagian masyarakat. Salah satunya masyarakat Desa Tegal Asem yang sudah lama mengenal pembuatan tempe. Hal ini dilakukan secara turun temurun, namun saat ini jumlah pengrajin tempe di Desa Tegal Asem semakin berkurang. Jumlah pengrajin tempe Tegal Asem saat ini berjumlah 10 orang/Kepala Keluarga. Tetapi tetangga desa/kampung yang saling berdekatan memiliki pengrajin tempe dengan kisaran satu kampung terdapat 1015 orang/KK pengrajin. Berkurangnya jumlah pengrajin salah satunya dikarenakan dari proses produksi tempe yang masih tradisional. Lebih banyak menggunakan tenaga manusia dibandingkan dengan mesin. Untuk pembuatan tempe yang siap untuk dijual diperlukan 3 (tiga) hari proses produksi. Sehingga diperlukan modal yang cukup besar bagi pengrajin tempe Tegal Asem. Modal ini untuk membeli bahan baku tempe yakni kacang kedelai yang merupakan barang impor. Harga kacang kedelai yang terus naik sangat memberatkan bagi pengrajin tempe. Bahkan kacang kedelai pernah langka di pasaran di karenakan harganya yang sangat tinggi. Pengrajin tempe Tegal Asem membutuhkan kacang kedelai sekali produksi 25 – 50 kg per hari. Dengan kisaran harga kacang kedelai Rp.8.500/kg. Sehingga dalam sehari membutuhkan Rp. 212.500,- hingga Rp.425.000,-. Untuk kebutuhan kacang kedelai selama tiga hari yakni Rp. 637.500,- hingga Rp. 1.275.000,. Jumlah ini cukup besar bagi pengrajin tempe. Dari segi higienitas proses produksi masih kurang. Tempat cuci tempe yang kurang bersih, tempat rebus kacang, penakaran dengan tidak memakai sarung tangan serta para pengrajin yang banyak telanjang dada dalam proses produksi tempe.
226
Seminar Nasional FEKON 2015
Tempat pencucian dan perendaman yang kurang higienis
Proses produksi tempe masih dilakukan secara manual. Teknik pembuatan tempe di Tegal Asem sebagai berikut: Hari pertama dilakukan perebusan tempe dalam drum yang dibakar dengan kayu bakar. Setelah direbus kacang kemudian dicuci hingga bersih. Selanjutnya dilakukan perendaman selama 12 - 16 jam.
Hari kedua yakni dilakukan pencucian kacang kedelai yang memerlukan banyak air bersih. Jika tidak bersih maka kacang kedelai tidak menjadi tempe seperti menjadi bau atau menjadi busuk. Kemudian dilakukan pencacahan kacang pada saat pencucian kacang.
227
Seminar Nasional FEKON 2015
Proses pencucian kacang kedelai
Pengrajin Tegal Asem melakukan penginjakan kacang kedelai sambil dilakukan pencucian, hal ini dilakukan dikarenakan memerlukan tenaga yang cukup besar. Dengan dilakukan penginjakan dirasakan memudahkan pekerjaannya yakni kacang cepat menjadi tercacah. Setelah kacang dicuci bersih kemudian diberi ragi atau biang tempe. Selanjutnya kacang dibungkus dengan daun atau plastik. Hari ketiga, kacang yang sudah dibungkus dibiarkan. Inilah proses fermentasi kacang kedelai hingga diselimuti jamur sehingga menjadi tempe.
Proses pembungkusan kacang kedelai
Hari keempat dilakukan penjualan. Dalam hal pemasaran, pengrajin menjual langsung tempe hasil pembuatannya, diantaranya dijual ke Pasar Rau dan ada pula yang dilakukan keliling kampung/komplek 228
Seminar Nasional FEKON 2015 sekitar. Pengrajin tempe Tegal Asem tidak melakukan penghitungan atas hasil produksi tempe. Sehingga tidak mengetahui jumlah tempe yang tepat. Pengrajin juga tidak melakukan pembukuan atau pun pencatatan sederhana atas proses produksi maupun penjualan tempe. Ukuran tempe antar pengrajin tidak sama. Hal ini sesuai dengan permintaan pelanggan. Penakaran tempe oleh pengrajin tidak melalui timbangan tetapi sesuai dengan kebiasaan. Misalnya sesuai dengan wadah pembungkusnya. Harga jual tempe antara Rp.1.500 hingga Rp.3000,- per bungkus. Produk tempe ini tidak bertahan lama. Sehingga jika produk tempe tidak terjual habis maka tempe menjadi busuk.
Tempat proses fermentasi
Pengrajin tempe Tegal Asem sudah mengenal lembaga koperasi dan sebagian pengrajin sudah menjadi anggota koperasi, namun saat ini tidak aktif. Saat masa keanggotaan, pengrajin kemudahan mendapat kacang kedelai untuk 3 hari produksi atau sebanyak 150 kg dan ada yang mendapat 1 (satu) ton untuk produksi 1 bulan. Kebutuhan kacang kedelai pengrajin Tegal Asem sebanyak 250 – 500 kg/hari. Jika koperasi / KUBE dapat berperan kembali, banyak manfaat bagi anggota dan kemajuan koperasi. Anggota memperoleh kemudahan dalam mendapat kacang kedelai, pembinaan terhadap anggota baik produksi maupun manajemen keuangan. Sehingga dapat meningkatkan perekonomian anggota serta kemajuan kelompok. 1.2. Permasalahan Mitra
Berdasarkan uraian di atas terdapat permasalahan di pengrajin tempe Tegal Asem yaitu: 1.
Modal yang diperlukan untuk membeli bahan baku. Hal ini dikarenakan proses produksi tempe yang memerlukan waktu selama 3 (tiga hari) dalam proses produksinya. Harga
229
Seminar Nasional FEKON 2015 kacang kedelai yang belum stabil sehingga pengrajin memerlukan stok kacang kedelai minimal untuk 3 hari. 2.
Diperlukannya air yang bersih dan banyak. Jika tidak dicuci dengan air bersih maka kacang kedelai tidak menjadi tempe. Pengrajin tempe Tegal Asem kekurangan air bersih yang banyak, hal ini dikarenakan mesin air yang kurang memadai. Volume air yang keluar sedikit sehingga pengrajin membutuhkan waktu yang lama untuk mengisi air untuk pencucian. Bahkan masih ada yang menggunakan air timba. Jika sudah masuk kemarau, air semakin susah didapat. Ada pengrajin yang mengambil air dari sungai atau parit yang kurang bersih yang kemudian dibilas air bersih. Air yang tidak bersih dapat mengakibatkan gagalnya fermentasi kacang kedelai menjadi tempe.
3.
Proses pencucian serta pencacahan kacang yang masih dilakukan manual dengan cara menginjak-injak kacang kedelai. Dilakukan oleh pengrajin laki-laki dikarenakan diperlukan energi yang besar dalam mencacah kacang.
4.
Pemasaran yang masih kurang. Hal ini terlihat dari jumlah kacang yang diproduksi karena sesuai dengan kemampuan pengrajin dalam menjual tempe. Produk tempe yang tidak tahan lama. Jika tidak habis terjual maka produk tempe menjadi busuk.
TARGET DAN LUARAN Kegiatan ini diharapkan target dan luaran sebagai berikut: 1. Melalui kegiatan sosialisasi manajemen koperasi, maka target dan luaran yang akan dicapai: a. Para anggota termotivasi untuk berpartisipasi dalam kegiatan koperasi. b. Pengurus beserta anggota koperasi memahami pentingnya manajemen koperasi dimana dapat meningkatkan perekonomian para anggota serta kemajuan koperasi. 2. Perguruan Tinggi melakukan pendampingan, maka target dan luaran yang dicapai:
b. Terbentuknya pengurus Kelompok Usaha Bersama (KUBE) Pengrajin Tahu dan Tempe Desa Tegal Asem c. Terbentuknya pengurus koperasi Tahu dan Tempe d. Tersedianya perizinan yang diperlukan e. Menjadi binaan BUMN atau industri besar sehingga mendapatkan batuan permodalan maupun manajemen usaha.
230
Seminar Nasional FEKON 2015 f. Terbukanya akses pendanaan/permodalan bagi koperasi dari perbankan, BUMN atau industri besar. g. Kemitraan yang sinergis antara Perguruan Tinggi dan Pemerintah Daerah Kota Serang yakni melalui Dinas Koperasi dan Dinas Sosial Kota Serang. 3. Kegiatan Monitoring dan Evaluasi, diharapkan target dan luaran yang dicapai yaitu terbentuknya KUBE Pengrajin Tahu dan Tempe yang mandiri
METODE PELAKSANAAN Untuk mencapai hasil sesuai dengan yang diharapkan, maka beberapa metode pendekatan digunakan dalam program ini adalah : 1. Sosialisasi Revitalisasi Kelompok Usaha Bersama (KUBE) Pada kegiatan ini diberikan penjelasan pentingnya peranan KUBE kepada para pengrajin tempe, serta peranan lembaga keuangan lainnya mengenai pembiayaan produksi. Sehingga pengrajin tempe mengetahui adanya lembaga koperasi dan manfaat menjadi anggota KUBE, mengetahui lembaga keuangan lainnya yang dapat membiayai proses produksi. 2. Pendampingan Perguruan Tinggi melakukan pendampingan pengrajin tempe dengan melakukan pembentukan kelompok yaitu KUBE pengrajin tempe yang merupakan cikal bakal terbentuk koperasi tempe sehingga dapat dikelola secara mandiri oleh pengrajin tempe. 3. Monitoring dan Evaluasi Perguruan Tinggi memberikan saran secara berkala terhadap kegiatan KUBE. Pembina dan Pengurus KUBE mengevaluasi kegiatan kelompok dan melakukan pembinaan kepada anggota kelompok.
HASIL YANG DICAPAI 4.1. Sosialisasi Revitalisasi KUBE Pada awal penelitian ini dengan judul revitalisasi Koperasi pada Pengrajin Tempe di Desa Tegal Asem Kota Serang, namum melihat kondisi dilapangan dirasakan 231
Seminar Nasional FEKON 2015 belum tepat. Hal ini dikarenakan belum siapnya SDM akan administrasi dan manajemen koperasi, maka bentuk yang lebih dekat dengan masyarakat ekonomi mikro adalah membentuk suatu kelompok usaha yang sejenis atau Kelompok Usaha Bersama Ekonomi (KUBE). Pengrajin tempe di Desa Tegal Asem merupakan masyarakat ekomomi mikro. Dilihat dari jumlah produksi yang masih sedikit berkisar 25 – 50 kg/per hari. Kelompok Usaha Bersama (KUBE) adalah kelompok warga atau keluarga binaan sosial yang dibentuk oleh warga atau keluarga binaan sosial yang telah dibina melalui proses kegiatan PROKESOS untuk melaksanakan kegiatan kesejahteraan sosial dan usaha ekonomi dalam semangat kebersamaan sebagai sarana untuk meningkatkan taraf kesejahteraan sosialnya. KUBE merupakan metode pendekatan yang terintegrasi dan keseluruhan proses PROKESOS dalam rangka MPMK. KUBE tidak dimaksudkan untuk menggantikan keseluruhan prosedur baku PROKESOS kecuali untuk Program Bantuan Kesejahteraan Sosial Fakir Miskin yang mencakup keseluruhan proses. Pembentukan KUBE dimulai dengan proses pembentukan kelompok sebagai hasil bimbingan
sosial,
pelatihan
keterampilan
berusaha,
bantuan
stimulans
dan
pendampingan. Tujuan KUBE diarahkan kepada upaya mempercepat penghapusan kemiskinan, melalui 1. Peningkatan kemampuan berusaha para anggota KUBE secara bersama dalam kelompok 2. Peningkatan pendapatan 3. Pengembangan usaha 4. Peningkatan kepedulian dan kesetiakawanan sosial diantara para anggota KUBE dan dengan masyarakat sekitar. Sosialisasi mengenai Revitalisasi Koperasi Pengrajin Tempe di Desa Tegal Asem dilaksanakan di Mushola Desa Tegal Asem Rt 03/03 pada hari Rabu tanggal 27 Agustus 2014. Sosialisasi dihadiri oleh Pengrajin Tempe dan Masyarakat Desa Tegal Asem. Tujuan Sosialisasi ini diharapkan Pengrajin beserta masyarakat mengetahui fungsi dan peranan Koperasi dan KUBE. Masyarakat hanya mengetahui peran koperasi hanya sebagai wadah masyarakat untuk dapat meminjam dana. Peranan koperasi tidak saja sebagai wadah masyarakat untuk meminjam tapi banyak manfaat yang dapat diambil yaitu menghimpun dana anggota kemudian 232
Seminar Nasional FEKON 2015 menyalurkan kembali dana tersebut kepada para anggotanya. Pembinaan terhadap anggota baik produksi maupun pemasaran produk, mempermudah akses permodalan. Dengan koperasi dapat menjadi kemitraan dengan perusahaan/ industri besar, sehingga akan menambah permodalan koperasi maupun terhadap anggota. Terselenggaranya sosialisasi diharapkan termotivasi bagi pengrajin tempe dan masyarakat akan terbentuk koperasi dengan kesadaran sendiri serta untuk saling memajukan. Sosialisasi Revitalisasi Koperasi dengan menghadirkan Dinas Perindustrian dan Koperasi Kota Serang serta Dompet Duafa Provinsi Banten sebagai nara sumber luar Perguruan Tinggi. Peran Dinas Perindustrian dan Koperasi melakukan pengurusan perizinan serta pembinaan terhadap koperasi, memberikan informasi kepada masyarakat mengenai peran koperasi. Dompet Duafa Provinsi Banten pada kegiatan sosialisasi Revitalisasi Koperasi memberikan informasi mengenai program Dompet Duafa. Salah satunya memberikan bantuan baik modal maupun manajemen bagi kaum fakir atau tidak mampu dalam hal kewirausahaan. Dengan terbentuk dalam kelompok usaha bersama (KUBE) atau koperasi akan lebih mudah bagi Dompet Duafa untuk penyaluran penerimaan batuan karena sudah terorganisir. Sehingga ada sinergis antara Perguruan Tinggi melalui pengabdian masyarakat yang dilakukan oleh dosen dengan Lembaga Pemerintah serta Lembaga Swadaya lainnya dalam memajukan masyarakat.
Kegiatan Sosialisasi bersinergi dengan Dinas Koperasi dan Dompet Duafa
Peserta sosialisasi revitalisasi koperasi antusias dalam menghadiri kegiatan sosialisasi bahkan masyarakat sekitar pun dapat melihat kegiatan yang berlangsung. Peserta mengharapkan ada tindak lanjut dari kegiatan sosialisasi ini, yakni dapat 233
Seminar Nasional FEKON 2015 terbentuknya koperasi pengrajin tempe. Dengan koperasi tersebut pengrajin mendapat kemudahan seperti membeli bahan baku yakni kacang kedelai yang tidak terlalu jauh untuk pergi ke Pasar Tradisional. Serta manfaat koperasi lainnya seperti penghimpunan dana serta penyaluran dana kembali ke anggota, kemudahan dalam akses permodalan. 4.2. Pendampingan Perguruan Tinggi Perguruan Tinggi memfasilitasi masyarakat pengrajin tempe Desa Tegal Asem menjadi suatu Kelompok Usaha Bersama (KUBE) Pengrajin Tahu dan Tempe Desa Tegal Asem. KUBE merupakan satu kelompok di mana anggotanya memiliki satu usaha yang sejenis. Kegiatan KUBE dapat dibawah binaan Dinas Sosial. Sedangkan pada koperasi merupakan suatu lembaga hukum yang lebih luas jenis usaha maupun anggotanya. KUBE Pengrajin Tahu dan Tempe merupakan cikal bakal berdirinya Koperasi. Keterbatasan pengrajin tempe Desa Tegal Asem dalam birokrasi dan administrasi sehingga bantuan dari Akademis dan Pemerintah sangat diperlukan. Masyarakat sangat terbantu karena KUBE dapat terbentuk. Melalui KUBE Pengrajin Tahu dan Tempe untuk melatih kelompok ini menjadi mandiri, dalam hal administrasi dan pengorganisasian anggotanya sehingga kesejahteraan anggota dapat tercapai. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan penelitian dan pengabdian yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Peningkatan pemahaman pentingnya peranan KUBE melalui penyuluhan yang dilakukan oleh Perguruan Tinggi, Pemerintah dan Lembaga Keuangan Lainnya yang akan memberikan manfaat bagi anggota. 2. Terbentuknya Kelompok Usaha Bersama (KUBE) Pengrajin Tahu dan Tempe Desa Tegal Asem Serang Banten merupakan cikal bakal pendirian Koperasi. Melalui KUBE dilatih untuk terampil dalam hal administrasi dan pengorganisasian terhadap para anggota. 3. Adanya sinergi yang baik antara Perguruan Tinggi dan Pemerintah sangat membantu masyarakat dalam kemajuan perekonomian. 234
Seminar Nasional FEKON 2015
5.2. Saran 1. Untuk dilakukan tindak lanjut atas kegiatan yang telah dilakukan untuk meninjau kembali pelaksanaan KUBE. 2. Adanya pembinaan terhadap masyarakat pelaku ekonomi mikro/kecil secara kontinu oleh Pemerintah, Perguruan Tinggi, BUMN, Perusahaan Swasta dan Lembaga Keuangan Lainnya.
DAFTAR PUSTAKA Audretsch, D.B. and M. Keilbach. 2005. Entrepreneurship Capital – Determinants and Impact. CEPR Discussion Papers 4905, C.E.P.R. Discussion Papers. Darwis A. A., B. Djatmiko, Eriyatno, D. Somaatmadja, A. T. Tajib, Soedarmo, S. Harjo, S. Widjandi, Kuswandi dan E. G. Said. 1983. Pengembangan Agroindustri Indonesia, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Ginandjar Kartasasmita, 2007, “Revitalisasi Administrasi Publik dalam mewujudkan Pembangunan Berkelanjutan”, (www. Ginandjar.com) Hall, J.C. and R.S. Sobel. 2008. Institutions, Entrepreneurship, and Regional Differences in Economic Growth. Southern Journal of Entrepreneurship 1, No. 1 (March 2008), pp. 69-96. Imam Ghozali, 2005, “Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS”, Edisi III, Badan Penerbit UNDIP, Semarang Mudrajat Kuncoro, 2000, Usaha Kecil di Indonesia: Profil, Masalah dan Strategi Pemberdayaan. Makalah disampaikan pada Studium Generale, STIE Kerja Sama, Yogyakarta. Sedarmayanti, 2003, “ Good Governance (Kepemerintahan yang Baik) Dalam Rangka Otonomi Daerah”, Mandar Maju, Bandung Soetrisno, N dan Sapuan. Bunga Rampai Tempe Indonesia. 1996. Yayasan Tempe Indonesia. Jakarta. 151-168. Wennekers, S. and R. Thurik. 1999. Linking Entrepreneurship and Economic Growth. Small Business Economics 13(1), 27–55.
235
Seminar Nasional FEKON 2015 Wong, P.K., Y. Ho, and E. Autio. 2005. Entrepreneurship, Innovation and Economic Growth: Evidence from GEM data,” Small Business Economics, Springer, vol. 24(3), pages 335-350, 01.
236
Seminar Nasional FEKON 2015 PENGARUH TOL CIKAPALI TERHADAP PEREKONOMIAN DAERAH PANTURA
RINALDI UPBJJ UT-SEMARANG
[email protected]
ABSTRAK Pelaku usaha di jalur Pantura pasti mengeluhkan dengan adanya jalan Tol Cikapali, mereka akan mengalami penurunan omzet usaha sehubungan dengan beroperasinya jalan Tol Cikapali. Namun disisi lain jalan Tol Cikapali memberikan dampak positif terhadap perekonomian di daerah sekitar jalan tol. Tol Cikapali (Cikampek-Palimanan) meupakan jalan Tol terpanjang di Indonesia yang dibangun dengan melewati 5 kabupaten di Jawa Barat yaitu Kabupaten Subang, Purwakarta, Indramayu, Majalengka dan Cirebon. Tol Cikapali memiliki panjang lintasan 116,754 km dan luas bangunan 1.080,69 hektare, jalan Tol Cikapali bertujuan untuk mempercapat sarana transportasi, perkembangan industri pariwisata, menunjang pertumbuhan dan percepatan proses ekonomi. Tol Cikapali berdampak positif bagi perekonomian di daerah pantura sekitar jalan Tol, seperti memicu pertumbuhan pembangunan, peningkatan jumlah wisatawan yang berkunjung ke daerah-daerah sekitar jalan Tol. Menurut pengamat kebijakan publik Agus Pambagio mengatakan, Tol Cikapali jelas akan meningkatkan pertumbuhan perekonomian di daerah sekitar jalan Tol yang dilaluinya, namun efek tersebut tak akan besar karena perencanaan pembangunan Tol Cikapali tidak melihat potensi daerah yang dilaluinya. Jelas selain dampak positif bagi perekonomian, Tol Cikapali juga berdampak negatif bagi perekonomian daerah pantura. Menurut Ir. Joko Setijowarno, penurunan ekonomi akan terjadi di pantura. Misalnya pengusaha SPBU dan rumah makan. Karena pengendara mobil lebih memilih untuk melewati jalan Tol ketimbang jalur Pantura. Hal serupa disampaikan oleh Politikus Partai Hanura Miryam S Haryani. Menurutnya, bisa dipastikan sisi ekonomi usaha dari mulai pedagang hingga jasa angkutan akan terganggu akibat dioperasikannya Tol Cikapali. KATA KUNCI: Tol Cikapali, perekonomian daerah pantura, pengaruh positif dan negatif
237
Seminar Nasional FEKON 2015 ABSTRACT Businesses in the northern coast line certainly complained to the toll road Cikapali, they will experience a decline in business turnover in connection with the operation of toll roads Cikapali. On the other hand the toll road Cikapali a positive impact on the economy in the area around the motorway. Toll Cikapali (Cikampek-palimanan) Brazilians is the longest toll road in Indonesia were built by passing five districts in West Java, namely Subang, Purwakarta, Indramayu, Majalengka and Cirebon. Toll Cikapali has a track length of 116.754 km and a building area of 1080.69 hectares, the road toll Cikapali aims to mempercapat means of transport, the development of the tourism industry, support economic growth and the acceleration of the process. Toll Cikapali positive impact on the economy in the north coast area around the toll roads, such as triggering the growth of development, an increasing number of tourists visiting the areas surrounding the road toll. According to Agus Pambagio public policy analyst, said Toll Cikapali will obviously boost economic growth in the area around the toll road in its path, but the effect will not be great because the Toll development planning Cikapali not see the potential of the area in its path. Obviously in addition to the positive impact on the economy, Toll Cikapali also a negative impact on the economy of the north coast region. According to Ir. Joko Setijowarno, the economic downturn will occur on the north coast. For example, employers filling stations and restaurants. Because motorists prefer to pass the road toll than the northern coast line. The same thing conveyed by politicians Hanura Miriam S Haryani. According to him, it is certain the economic side of the business began to traders to transport services will be disrupted by the operation of the Toll Cikapali. KEYWORDS: Toll Cikapali, pantura local economy, positive and negative influences
PERUMUSAN MASALAH 1. Bagaimana Profil Tol Cikapali? 2. Apa Pengaruh Positif Tol Cikapali Terhadap Perekonomian Daerah Pantura? 3. Apa Pengaruh Negatif Tol Cikapali Terhadap Perekonomian Daerah Pantura?
TUJUAN PENULISAN 1. Mengetahui profil jalan Tol Cikapali 2. Mengetahui dampak positif Tol Cikapali terhadap perekonomian di daerah pantura 3. Mengetahui dampak negatif Tol Cikapali terhadap perekonomian di daerah pantura 238
Seminar Nasional FEKON 2015
METODE PENULISAN Metode Penelitian Paper ini menggunakan pendekatan kualitatif. Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang dikembangkan berdasarkan hasil penelitian di lapangan, secara langsung peneliti melakukan penelitian kepada sumber data/responden. Hasil yang diperoleh dalam metode penelitian kualitatif ini akan berupa dokumen-dokumen, baik dokumen pribadi peneliti, catatan lapangan, ucapan dan tindakan responden, dll. Analisis dilakukan sejak awal hingga akhir penelitian (Burhanuddin:2013). Jenis dan Sumber Data Paper ini menggunakan jenis data sekunder yaitu jenis data yang diperoleh secara tidak langsung atau melalui media perantara seperti internet, buku, koran, majalah dan media lainnya. Teknik Pengumpulan Data Penulis menggunakan teknik pengumpulan data dengan cara kajian pustaka. Data yang diambil adalah data yang diperoleh dari artikel elektronik dan website sesuai dengan masalah yang dikaji dalam penelitian ini. Jenis Penelitian Metode deskripsi analisis merupakan metode yang digunakan dalam paper ini yaitu dengan mengumpulkan, mempersiapkan, serta menganalisis data sehingga mendapatkan gambaran yang jelas mengenai masalah yang akan dibahas, dengan tujuan untuk mendeskripsikan kejadian atau masalah secara runtut, sistematis, faktual dan juga terpercaya. PEMBAHASAN A. Profil Tol Cikapali (Cikampek-Palimanan) Sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 pembangunan nasional merupakan pekerjaan besar yang menuntut penerapan berbagai ilmu, keahlian, pendekatan dan teknologi yang memadai untuk menciptakan masyarakat adil dan makmur. Pembangunan sendiri memiliki arti suatu usaha terencana yang bertujuan memberikan kesejahteraan bagi kemakmuran rakyat, bangsa dan negara. Salah satu bentuk pembangunan di Indonesia yaitu dengan meningkatkan prasarana dan sarana transportasi melalui pembangunan tol Cikampek (Cipali)–Palimanan yang biasa 239
Seminar Nasional FEKON 2015 disingkat Cikapali. Tol Cikapali memiliki panjang lintasan sepanjang 116,754 km yang terbagi dalam 6 bagian pengerjaan, diantaranya adalah sebagai berikut.
Bagian pertama memiliki panjang 29,12 km Bagian kedua memiliki panjang 9,56 km Bagian ketiga memiliki panjang 31,37 km Bagian keempat memiliki panjang 17,66 km Bagian kelima memiliki panjang 14,51 km, dan Bagian terakhir atau keenam memiliki panjang 14,53 km
Tol yang memiliki masa konsesi selama 35 tahun ini dibangun dengan melewati 5 Kabupaten di Jawa Barat yaitu Kabupaten Subang, Indramayu, Majalengka, Purwakarta, dan Cirebon. Dengan pemegang konsesi tol adalah PT Lintas Marga Sedaya yang merupakan anak usaha PT Saratoga Investama Sedaya Tbk. Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) sendiri dikuasai oleh beberapa perusahaan, yaitu investor Malaysia, PT PLUS Expressways Berhard dengan porsi kepemilikan sebesar 55% dan PT Baskhara Utama Sedaya sebesar 45%. Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol (PPJT) telah ditandatangani pada 21 Juli 2006 dan mengalami amandemen pada 27 Oktober 2011. Pembangunan jalan tol Cikampek – Palimanan memiliki luas tanah sekitar 1.080,69 hektar yang bertujuan sebagai jalan alternatif untuk mempercepat sarana transportasi, perkembangan industri pariwisata, menunjang pertumbuhan dan percepatan proses ekonomi. Dengan demikian kegiatan pembangunan jalan tol tersebut diharapkan mampu memberikan pengaruh yang positif bagi kondisi sosial dan ekonomi masyarakat di sekitar jalan tol. Dampak positif dari pembangunan adalah dapat meningkatkan kualitas hidup yang terdiri dari meningkatnya kualitas fisik, turunnya angka kematian, dan meningkatkan kesejahteraan. Jalan tol ini merupakan kelajutan dari Jalan Tol Jakarta-Cikampek yang menghubungkan dengan Jalan Tol Palimanan-Kanci. Jalan tol ini juga sekaligus merupakan bagian dari Jalan Tol Trans Jawa yang akan menghubungkan Merak, Banten hingga Banyuwangi, Jawa Timur. Jalan tol ini memperpendek jarak tempuh sejauh 40 km dan diprediksi akan memotong waktu tempuh 1.5 sampai 2 jam dibandingkan melewati Jalur Pantura. Pada hari Minggu tanggal 14 Juni 2015 pukul 00.00 WIB, jalan Tol Cikapali resmi beroperasi. Dari data yang disampaikan manajemen PT Lintas Marga Sedaya (LMS) selaku operator jalan tol ini, diketahui bahwa jalan tol yang menelan investasi hingga Rp 13,7 triliun ini memiliki sedikitnya 7 gerbang keluar masuk dari mulai gerbang utama Cikopo hingga Palimanan. Pertama adalah Gerbang Tol Cikopo yang merupakan gerbang utama yang menghubungkan pintu terakhir Jalan Tol Jakarta-Cikampek dengan Cikopo-Palimanan. 240
Seminar Nasional FEKON 2015
Kedua adalah Gerbang Tol Kalijati di km 98. Berselang 12 km, ada Gerbang Tol Subang yang terletak di km 110. Berikutnya di km 138 terdapat Gerbang Tol Cikedung, lalu di km 159 terdapat Gerbang Tol Kertajati. Di km 175 terdapat Gerbang Tol Sumberjaya dan terakhir di km 188 terdapat Gerbang Tol Palimanan. Gerbang Tol terakhir ini menjadi penghubung dengan ruas tol selanjutnya yakni Palimanan-Kanci. Tol sepanjang 116,75 km itu memilik delapan tempat peristirahatan, empat lokasi di arah menuju Palimanan, dan empat lokasi di arah menuju Cikopo. "Nanti untuk tarif tinggal dihitung masuk dari pintu mana keluar di pintu mana. Tinggal dihitung Kilometernya. Tarifnya Rp 823/km," ujar Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Achmad Ghani Ghazali dalam temu media pada peresmian Jalan Tol Cipali di Pintu Tol Cikopo, Purwakarta, pekan lalu. Tol Cikapali diprediksi akan banyak menyebabkan kecelakaan lalu litas. Jalan lurus hampir tanpa kelokan di ruas jalan Tol Cikopo-Palimanan (Cikapali) berpotensi memakan korban kecelakaan. Faktor stamina dan kesiagaan berkendara memiliki pengaruh pada kemungkinan pengemudi lupa mengontrol kecepatan laju kendaraan. Menurut Kepala Kepolisian RI Jenderal Badrodin Haiti, arus mudik yang mengarah ke Palimanan bakal diramaikan pengguna tol. Sementara arah sebaliknya berpotensi melenakan kesiagaan pengendara. "Kecelakaan bisa terjadi karena kemungkinan jalannya cukup bagus dan lurus, sementara sopir dalam kondisi lelah sehingga faktor manusia sangat menentukan," ujar Badrodin di Parkir Timur Senayan, Jakarta, Sabtu (11/7). Dalam kondisi jalan bebas hambatan, kata Badrodin, pengemudi bisa terlena melaju dengan kecepatan 100-120 km/jam. Laju kendaraan secepat itu rentan berujung kecelakaan jika pengemudi tidak dalam kondisi siaga atau mengantuk. Untuk mengantisipasi kecelakaan di Tol Cipali, pihak kepolisian telah memasang beberapa unit kamera pengawas atau CCTV untuk memonitor arus lalu lintas di jalan tol. Kendaraan patroli juga turut diterjunkan di sepanjang Tol Cipali untuk memantau keamanan jalan.
Minimnya tempat istirahat atau rest area turut menjadi perhatian Badrodin. Rest area dianggap penting lantaran bisa diandalkan sebagai tempat beristirahat para pengemudi
241
Seminar Nasional FEKON 2015 yang kelelahan. Dia berharap fungsi rest area segera dioptimalkan untuk menghindari kecelakaan yang diakibatkan kelalaian manusia. B. PENGARUH POSITIF TOL CIKAPALI BAGI PEREKONOMIAN DAERAH PANTURA Pembangunan sarana transportasi, termasuk pembangunan jalan Tol akan berdampak pada kegiatan ekonomi masyarakat, pemberdayaan masyarakat, khususnya dalam pembangunan pada kawasan yang mempunyai potensi ekonomi tinggi akan lebih mudah dikembangkan. Kegiatan ekonomi masyarakat ini akan berkembang apabila mempunyai prasarana dan sarana transportasi yang baik untuk aksesibilitas. Aksesibilitas ini dapat memacu proses interaksi antar wilayah sampai ke daerah yang paling terpencil sehingga tercipta pemerataan pembangunan. Dengan adanya pembangunan maka akan terjadi perubahan kondisi ekonomi dan sosial masyarakat. Seperti yang dikatakan Soediono (1985:17) yaitu: “Pembangunan merupakan perubahan susunan dan pola masyarakat yang akan merangsang lapisan-lapisan masyarakat dan dengan adanya teknologi maka pertumbuhan ekonomi akan semakin pesat” Selain itu menurut Emil Salim (1992, hlm 3) mengatakan bahwa pembangunan berkelanjutan dapat berdampak positif maupun negative. Dampak positif dari pembangunan adalah dapat meningkatkan kualitas hidup yang terdiri dari meningkatnya kualitas fisik, turunnya angka kematian, dan meningkatkan kesejahteraan. Sedangkan dampak negative dari pembangunan yaitu berkurangnya sumber daya, pencemaran lingkungan, dan redistribusi penduduk. Pembangunan jalan tol Cikampek – Palimanan memiliki luas tanah sekitar 1.080,69 hektar yang bertujuan sebagai jalan alternatif untuk mempercepat sarana transportasi, perkembangan industri pariwisata, menunjang pertumbuhan dan percepatan proses ekonomi. Dengan demikian kegiatan pembangunan jalan tol tersebut diharapkan mampu memberikan pengaruh yang positif bagi kondisi sosial dan ekonomi masyarakat di sekitar jalan tol. Dampak positif dari pembangunan adalah dapat meningkatkan kualitas hidup yang terdiri dari meningkatnya kualitas fisik, turunnya angka kematian, dan meningkatkan kesejahteraan. Tol Cipali-Palimanan sangat menguntungkan dan memudahkan pengiriman arus barang dan jasa sehingga bisa dipastikan akan memicu percepatan pembangunan di daerahdaerah itu dalam peningkatan dibeberapa sektor usaha seperti pariwisata. Dengan dibukanya jalur tersebut akan berdampak pada kunjungan wisatawan ke Kabupaten Subang, Indramayu, Majalengka, Purwakarta, dan Cirebon. Sederhananya dengan meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan akan disusul dengan meningkatnya perekonomian masyarakatnya. Dengan dibukanya jalur Cikapali dapat menghemat perjalanan masyarakat ke berbagai daerah. Seperti kalau mau menuju Kabupaten 242
Seminar Nasional FEKON 2015 Subang harus melalui jalur tengah dan jalur Pantura, tapi dengan dibukanya jalur Cikapali masyarakat bisa lebih cepat untuk menuju daerah subang dengan masuk Tol Cipali dan keluar Gerbang Tol Kalijati atau Gerbang tol Cilameri. Oleh karena itu Tol Cikapali diharapkan mampu mempercepat dan memberikan implikasi positif terhadap perekonomian masyarakat, baik dari sisi produksi, konsumsi dan distribusi akan barang dan jasa masyarakat serta akan memperlancar lalu lintas perdagangan antara daerah/kota di provinsi Jawa Barat maupun di luar Jawa Barat. Bagaimanapun tujuan utama dari pembangunan tol tersebut adalah untuk membangun kesejahteraan bersama, baik rakyat maupun negara. C.
PENGARUH NEGATIF TOL CIKAPALI BAGI PEREKONOMIAN DAERAH PANTURA
Menurut Analis Transportasi Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang, Djoko Setijawarno, pembangunan jalan tol memang membawa dua dampak yakni keuntungan dan kerugian. Dampak keuntungnnya adalah terbukanya lapangan kerja dan meningkatkan aktivitas ekonomi rakyat sementara dampak kerugiannya adalah warga masyarakat di sepanjang jalan tol terancam kehidupanya karena tidak bisa berharap banyak dari penjualan barang dan jasa. “Oleh karenanya, tinggal bagaimana masyarakat kecil tersebut bisa diperhatikan pemerintah,” tegasnya. Dengan adanya Tol Cikapali jelas akan berdampak pada perekonomian di jalur Pantura. Para pengendara kendaraan roda empat lebih memilih untuk melintasi jalan Tol ketimbang jalur Pantura. Akhirnya usaha-usaha di sekitar jalur Pantura, seperti Rumah Makan, SPBU, akan sepi pengunjung, akibatnya ekonomi masyarakat sekitar pun menurun. Anggota Komisi V DPR, Miryam S Haryani berpendapat bahwa beroperasinya jalan Tol Cikapali akan mengganggu usaha dagang sampai usaha jasa angkutan di sekitar daerah jalan Tol. Sementara anggota Komisi V DPR dari Fraksi Golkar Daniel Mutaqien Syafiuddin mencontohkan wilayah Indramayu dan Subang terkena imbas ekonomi karena adanya Tol Cipali. "Paling gampang mengukur SPBU. Contoh saya punya teman pengusaha SPBU Pantura. Omzetnya turun drastis 50 persen lebih karena ada Cipali. Belum rumah makan dan lainnya. Ini harus diperhatikan pemerintah," ujar Daniel. KESIMPULAN Tol Cikapali memiliki panjang lintasan sepanjang 116,754 km yang terbagi dalam 6 bagian pengerjaan, diantaranya adalah sebagai berikut.
Bagian pertama memiliki panjang 29,12 km Bagian kedua memiliki panjang 9,56 km Bagian ketiga memiliki panjang 31,37 km 243
Seminar Nasional FEKON 2015
Bagian keempat memiliki panjang 17,66 km Bagian kelima memiliki panjang 14,51 km, dan Bagian terakhir atau keenam memiliki panjang 14,53 km
Tol yang memiliki masa konsesi selama 35 tahun ini dibangun dengan melewati 5 Kabupaten di Jawa Barat yaitu Kabupaten Subang, Indramayu, Majalengka, Purwakarta, dan Cirebon. Dengan pemegang konsesi tol adalah PT Lintas Marga Sedaya yang merupakan anak usaha PT Saratoga Investama Sedaya Tbk. Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) sendiri dikuasai oleh beberapa perusahaan, yaitu investor Malaysia, PT PLUS Expressways Berhard dengan porsi kepemilikan sebesar 55% dan PT Baskhara Utama Sedaya sebesar 45%. Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol (PPJT) telah ditandatangani pada 21 Juli 2006 dan mengalami amandemen pada 27 Oktober 2011. Jalan tol ini merupakan kelajutan dari Jalan Tol Jakarta-Cikampek yang menghubungkan dengan Jalan Tol Palimanan-Kanci. Jalan tol ini juga sekaligus merupakan bagian dari Jalan Tol Trans Jawa yang akan menghubungkan Merak, Banten hingga Banyuwangi, Jawa Timur. Jalan tol ini memperpendek jarak tempuh sejauh 40 km dan diprediksi akan memotong waktu tempuh 1.5 sampai 2 jam dibandingkan melewati Jalur Pantura. Menurut Analis Transportasi Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang, Djoko Setijawarno, pembangunan jalan tol memang membawa dua dampak yakni keuntungan dan kerugian. Dampak keuntungnnya adalah terbukanya lapangan kerja dan meningkatkan aktivitas ekonomi rakyat sementara dampak kerugiannya adalah warga masyarakat di sepanjang jalan tol terancam kehidupanya karena tidak bisa berharap banyak dari penjualan barang dan jasa. Tol Cipali-Palimanan sangat menguntungkan dan memudahkan pengiriman arus barang dan jasa sehingga bisa dipastikan akan memicu percepatan pembangunan di daerahdaerah itu dalam peningkatan dibeberapa sektor usaha seperti pariwisata. Dengan dibukanya jalur tersebut akan berdampak pada kunjungan wisatawan ke Kabupaten Subang, Indramayu, Majalengka, Purwakarta, dan Cirebon. Sederhananya dengan meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan akan disusul dengan meningkatnya perekonomian masyarakatnya. Dengan dibukanya jalur Cikapali dapat menghemat perjalanan masyarakat ke berbagai daerah. Seperti kalau mau menuju Kabupaten Subang harus melalui jalur tengah dan jalur Pantura, tapi dengan dibukanya jalur Cikapali masyarakat bisa lebih cepat untuk menuju daerah subang dengan masuk Tol Cipali dan keluar Gerbang Tol Kalijati atau Gerbang tol Cilameri. Oleh karena itu Tol Cikapali diharapkan mampu mempercepat dan memberikan implikasi positif terhadap perekonomian masyarakat, baik dari sisi produksi, konsumsi
244
Seminar Nasional FEKON 2015 dan distribusi akan barang dan jasa masyarakat serta akan memperlancar lalu lintas perdagangan antara daerah/kota di provinsi Jawa Barat maupun di luar Jawa Barat. Selain pengaruh positif, Tol Cikapali berpengaruh tidak baik bagi perekonomian di daerah sekitar jalan Tol, yaitu daerah Pantura. Dengan adanya Tol Cikapali jelas akan berdampak pada perekonomian di jalur Pantura. Para pengendara kendaraan roda empat lebih memilih untuk melintasi jalan Tol ketimbang jalur Pantura. Akhirnya usaha-usaha di sekitar jalur Pantura, seperti Rumah Makan, SPBU, akan sepi pengunjung, akibatnya ekonomi masyarakat sekitar pun menurun. Anggota Komisi V DPR, Miryam S Haryani berpendapat bahwa beroperasinya jalan Tol Cikapali akan mengganggu usaha dagang sampai usaha jasa angkutan di sekitar daerah jalan Tol. Pembangunan jalan Tol Cikapali memiliki dua dampak pada perekonomian di daerah sekitarnya seperti dua mata sisi uang. Disisi lain Tol Cikapali memberikan dampak positif bagi perekonomian di daerah sekitarnya, namun Tol Cikapali juga berdampak negatif bagi perekonomian di daerah sekitarnya. Di dalam suatu keputusan bertindak, kita akan dihadapkan oleh dua akibat yaitu akibat baik dan akibat buruk. Tinggal kita memilih tindakan mana yang akibat baik banyak sedangkan akibat buruk sedikit. Bagaimanapun tujuan utama dari pembangunan tol tersebut adalah untuk membangun kesejahteraan bersama, baik rakyat maupun negara. DAFTAR PUSTAKA https://id.wikipedia.org/wiki/Jalan_Tol_Cikopo-Palimanan http://finance.detik.com/read/2015/06/15/091919/2942264/4/pintu-tol-cipali-punya-7gerbang-tol-ini-lokasinya http://www.cnnindonesia.com/nasional/20150711124306-20-65848/melenakan-pengendaratol-cipali-rawan-kecelakaan/ http://www.kompasiana.com/www.saepul.com/dampak-positif-ekonomi-dan-sosial-budayapembangunantol-cipali-palimanan_559edc7987afbd0c0afaf738
http://masyarakatjalantolindonesia.blogspot.com/2010/02/manfaat-ganda-jalan-tol.html http://www.tribunnews.com/nasional/2015/07/14/komisi-v-akui-tol-cipali-berdampakekonomi-bagi-masyarakat-di-jalur-pantura http://beritatrans.com/2015/06/18/pakar-nasib-perekonomian-pantura-pasca-beroperasinyatol-cipali/
245
Seminar Nasional FEKON 2015
Implementasi SAK ETAP dan Intelectual Property Right Sebagai Strategi Menuju Sustainability Reporting Bagi UMKM (Studi Deskriptif Pada Usaha Mikro Kecil Menengah di Jawa Barat) Srihadi W.Zarkasyi Email:
[email protected] Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjadjaran
Abstrak Era globalisasi menuntut adanya kontribusi bisnis terhadap kemajuan pembangunan suatu negara. Sudah saatnya pembangunan harus bersandarkan pada industri yang menghasilkan nilai tambah (value added) yang tinggi. Kesepakatan Indonesia untuk merealisasikan gagasan mengenai ASEAN Free Trade Area (AFTA) serta keikutsertaan Indonesia sebagai anggota World Trade Organization (WTO) dan Asia Pacific Economic Cooperation (APEC), telah menunjukkan keseriusan pemerintah dalam mendukung sistem perekonomian yang bebas/terbuka, dan secara tidak langsung memotivasi perusahaanperusahaan di Indonesia untuk lebih meningkatkan daya saingnya, serta keberlanjutan yang tercermin dalam sustainability reporting. Semakin derasnya arus perdagangan bebas, akan menuntut tingginya kualitas produk (goods) dan jasa (services) yang dihasilkan. Bagi perusahaan-perusahaan besar, pentingnya intellectual property rights dan sustainability reporting sudah sangat disadari, terbukti dengan meningkatnya jumlah permohonan hak cipta, paten, dan merek, serta cukup banyaknya permohonan desain industri yang diajukan kepada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia. Namun, fenomena tersebut belum ditangkap oleh UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah), hasil studi deskriptif terhadap 120 sampel UMKM di Jawa Barat menunjukkan, hanya 17 % dari jumlah sampel yang menanggap pentingnya HAKI, dan 15 % mengimlementasikan SAK ETAP. Keywords: Intellectual Property Rights; Intellectual Property Protection; Small Medium Enterprises; Value added, sustainability reporting
PENDAHULUAN Seperti telah kita ketahui bersama, bahwa dengan adanya kesepakatan ASEAN Free Trade Area (AFTA) yang sudah diberlakukan sejak tahun 2010, maka hal tersebut merupakan wujud kesepakatan dari negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan. Secara konsep AFTA memiliki beberapa tujuan yang baik dalam meningkatkan daya saing ekonomi di kawasan ASEAN melaui skema Common Effective Preferential Tariffs For ASEAN Free Trade Area ( CEPT-AFTA) dengan program yang telah dicanangkan yakni: (1) Penurunan tarif hingga menjadi 0-5%, dalam hal biaya impor barang se-kawasan ASEAN, (2) Penghapusan pembatasan kuota, 246
Seminar Nasional FEKON 2015 (3) Hambatan-hambatan non tarif lainnya, seperti tingkat tarif bea masuk yang lebih rendah dari tarif bea masuk umum, dalam hal ekspor produk dari suatu negara ASEAN ke negara ASEAN lainnya, kecuali produk barang mewah (luxury goods). Dengan program tersebut, diharapkan dapat menguntungkan baik bagi produsen maupun konsumen. Hal ini dikarenakan produsen dapat memasarkan barang produksinya dengan harga yang lebih kompetitif dan juga dapat memperluas jangkauan pemasaranya. Kondisi tersebut juga didukung dengan keikutsertaan Indonesia sebagai anggota WTO (World Trade Organization) dan APEC (Asia Pacific Economic Cooperation), serta Asean Economic Community (2015) hal tersebut menunjukkan keseriusan pemerintah dalam mendukung perekonomian yang bebas terbuka. Dilain pihak kompetisi antar pengusaha semakin terbuka dan sangat kompetitif, dikarenakan mereka dikenai biaya tarif sangat rendah. Para pengusaha diharapkan menghasilkan produk yang dapat beredar di pasar dengan harga yang kompetitif namun tidak menurunkan kualitas dari barang produksinya, agar produk maupun jasa yang mereka hasilkan dapat menguasai pasar. Saat ini terlihat AFTA sudah hampir seluruhnya diimplementasikan. Dalam perjanjian perdagangan bebas tersebut, tarif impor barang antar negara ASEAN secara berangsur-angsur telah dikurangi. Saat ini tarif impor lebih dari 99 persen dari barangbarang yang termasuk dalam daftar Common Effective Preferential Tariff (CEPT) di negara-negara ASEAN-6 (Brunei, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand) telah diturunkan menjadi 5 persen hingga nol persen. Implementasi AFTA diharapkan mampu meningkatkan volume perdagangan antar negara ASEAN secara signifikan. Ekspor Thailand ke negara-negara ASEAN, misalnya, mengalami pertumbuhan sebesar 86,1 persen dari tahun 2000 ke tahun 2005. Sementara itu, ekspor Malaysia ke negara-negara ASEAN lainnya telah mengalami kenaikan sebesar 40,8 persen dalam kurun waktu yang sama. Dengan adanya AFTA telah memberikan kemudahan kepada negara-negara ASEAN untuk memasarkan produk-produk mereka di pasar ASEAN dibandingkan dengan negara-negara nonASEAN. AFTA juga merupakan peluang bagi kegiatan ekspor komoditas pertanian yang selama ini dihasilkan dan sekaligus menjadi suatu tantangan tersendiri untuk menghasilkan komoditas yang kompetitif di pasar regional AFTA sendiri. Peningkatan 247
Seminar Nasional FEKON 2015 daya saing ini akan mendorong perekonomian Indonesia khususnya dan anggota ASEAN umumnya untuk semakin berkembang. AFTA juga merangsang para pelaku usaha di Indonesia untuk menghasilkan barang yang berkualitas sehingga dapat bersaing dengan barang-barang yang dihasilkan oleh negara-negara ASEAN lainnya. Beberapa pakar pemasaran berpendapat bahwa, AFTA juga mampu memberikan peluang bagi pengusaha kecil dan menengah (UMKM) di Indonesia untuk mengekspor hasil produksinya. Kesempatan ini akan membuat para pelaku usaha tersebut dapat menjual produknya baik di dalam maupun di luar negeri. Adanya kesempatan besar bagi para pelaku usaha di Indonesia tersebut sudah sewajarnya diikuti dengan lebih meningkatkan kualitas/ mutu produk sehingga memiliki daya saing yang kuat. Selain peluang dengan adanya AFTA, hal tersebut juga potensil memunculkan ancaman bagi Indonesia. Negara-negara ASEAN telah menyetujui membentuk kawasan perdagangan bebas. Dengan adanya AFTA banyak produk dari negara – negara ASEAN lain masuk ke pasar indonesia, ditambah lagi adanya daya saing produk Cina yang juga masuk pasar Indonesia. Dengan demikian Indonesia patut waspada karena hal tersebut akan mempersulit peluang produk Indonesia untuk bisa bertahan di pasar domestik, apalagi untuk menembus pasar Internasional, terutama bagi UMKM. Permasalahan yang timbul menurut pengamatan penulis sebetulnya tidak hanya terletak pada kualitas dan daya saing, tetapi juga permasalahan yang berkaitan dengan (a) HAKI (Hak Kekayaan Intelektual) atau Intellectual Property Right, (b) Implementasi Standar Akuntansi Keuangan (SAK) Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK – ETAP). Bukan tidak mungkin sebagai sesama negara ASEAN atau sesama produk di wilayah Indonesia, kita memiliki beberapa kesamaan yang dikemudian hari dapat menjadikan pertentangan hak merek. Tidak tersedianya laporan keuangan yang memadai, juga pada akhirnya akan memunculkan persoalan yang berkaitan dengan kesulitan memperoleh akses pendanaan dari perbankan. Kedua permasalahan tersebut pada akhirnya akan berkaitan dengan Sustainability Reporting. Tujuan Penelitian Penelitian deskriptif ini berusaha mengungkap pemahaman para pelaku UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) di Jawa Barat mengenai implementasi SAK ETAP dan 248
Seminar Nasional FEKON 2015 pentingnya HAKI (Hak Kekayaan Intelektual) atau Intellectual Property Right, Pertanyaan yang diajukan kepada responden berkaitan dengan: (a) Apakah mereka (para pelaku UMKM) memahami arti dan pentingnya Intellectual Property Right dan telah mendaftarkan Intellectual Property Right yang dimilikinya ke Dirjen HAKI. (b) Apakah mereka merasa telah memperoleh manfaat ekonomis dari Intellectual Property Right yang dimilikinya. (c) Bagaimana ketaatan penyusunan Laporan Keuangan UMKM berdasarkan SAK ETAP.
METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, dilakukan dengan interview yang melibatkan para pelaku UMKM di Jawa Barat selaku responden.
HASIL PENELITIAN Dalam perekonomian Indonesia, termasuk Jawa Barat Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah (UMKM) merupakan kelompok usaha yang memiliki jumlah paling besar. Selain itu Kelompok ini terbukti tahan terhadap berbagai macam goncangan krisis ekonomi. Maka sudah menjadi keharusan penguatan kelompok usaha mikro, kecil dan menengah dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan (stakeholder). Kriteria usaha yang termasuk dalam Usaha Mikro Kecil dan Menengah telah diatur dalam payung hukum berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) ada beberapa kriteria yang dipergunakan untuk mendefinisikan Pengertian dan kriteria Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Berikut adalah pengertian UMKM berdasarkan pada Undang-undang N0. 20 tahun 2008 tentang UMKM. Tabel 1 Kriteria Klasifikasi UMKM Kriteria Usaha Mikro adalah sebagai berikut: a. memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha;
249
Seminar Nasional FEKON 2015 Usaha Mikro
Usaha Kecil
Usaha Menengah
atau b. memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
Kriteria Usaha Kecil adalah sebagai berikut: a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah). Kriteria Usaha Menengah adalah sebagai berikut: a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah).
Sumber: UU No.20 tahun 2008
Selanjutnya pasal 7 Undang-undang No. 20 tahun 2008 tentang UMKM tersebut, juga mengatur bahwa baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah harus menumbuhkan iklim usaha bagi UMKM . Pemerintah dan Pemerintah Daerah menumbuhkan Iklim Usaha dengan menetapkan peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang meliputi aspek: (a) pendanaan; (b) sarana dan prasarana; (c). informasi usaha; (d) kemitraan; (e) perizinan usaha; (f) kesempatan berusaha; (g). promosi dagang; dan (h). dukungan kelembagaan. Masalah yang berkaitan dengan intellectual property bagi UMKM pada Undang-undang No. 20 tahun 2008, tersurat dalam pasal 20, sebagai berikut: 250
Seminar Nasional FEKON 2015 Pengembangan dalam bidang desain dan teknologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf d dilakukan dengan: (a) meningkatkan kemampuan di bidang desain dan teknologi serta pengendalian mutu; (b). meningkatkan kerjasama dan alih teknologi; (c). meningkatkan kemampuan Usaha Kecil dan Menengah dibidang penelitian untuk mengembangkan desain dan teknologi baru; (d) memberikan insentif kepada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yang mengembangkan teknologi dan melestarikan lingkungan hidup; dan (e) mendorong Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah untuk memperoleh sertifikat hak atas kekayaan intelektual (HAKI). Seperti yang telah disebutkan dalam tujuan penelitian deskriptif ini, yaitu berusaha menggambarkan permasalahan yang berkaitan dengan HAKI dan para pelaku UMKM. Penelitian dirancang untuk menjelaskan tiga permasalahan sebagai berikut: (a) Apakah para pelaku UMKM memahami arti dan pentingnya Intellectual Property Right dan apakah mereka telah mendaftarkan Intellectual Property Right yang dimilikinya ke Dirjen HAKI, (b)
Apakah para pelaku UMKM
merasa telah
memperoleh manfaat ekonomis dari Intellectual Property Right yang dimilikinya, (c) Bagaimana ketaatan penyusunan Laporan Keuangan UMKM berdasarkan SAK ETAP. Berikut adalah jawaban para responden berkaitan dengan pemahaman arti dan pentingnya Intellectual Property Right: Tabel 2 Pemahaman Responden atas arti Intellectual Property Right Tidak Paham
Cukup Paham
Paham
Sangat Paham
Total Responden
64
35
12
9
120
53,3%
29,2%
10%
7,5%
100%
Sumber: Hasil interview
Tabel 3 Tanggapan Responden atas pentingnya Intellectual Property Right Bagi usaha yang dijalankan Tidak Penting
Cukup Penting
Penting
Sangat Penting
Total Responden
60
39
16
5
120 251
Seminar Nasional FEKON 2015 50%
32,5%
13,3%
4,2%
100%
Sumber: Hasil interview
Kepada 120 responden yang berasal dari berbagai jenis industri ditanyakan mengenai pemahaman dan pentingnya HAKI bagi kemajuan usahanya. Dari Tabel 2 dan 3, tampak bahwa hanya sekitar 17% dari sampel penelitian yang memiliki pemahaman dan menganggap pentingnya HAKI dalam menjalankan bisnisnya. Sisanya sekitar 83% masih belum cukup memahami arti dan pentingnya HAKI bagi kelangsungan usahanya. Responden juga diminta menjawab pertanyaan berkaitan dengan apakah sebagai pelaku usaha dia sudah mendaftarkan merek, logo, desain, formula produksi dll yang berkaitan dengan HAKI. Tabel 4 menunjukkan jawaban dari responden berkaitan dengan pendaftaran HAKI yang dimilikinya ke Direktorat Jendral HAKI atau Konsultan HAKI: Tabel 4 Proses Pendaftaran HAKI Dalam Proses Telah Terdaftar 13 8 10,8% 6,6%
Belum Terdaftar 99 82,5%
Total Responden 120 100%
Sumber: Hasil Interview
Hasil interview, menunjukkan bahwa mayoritas para pelaku UMKM (82,5%) belum mendaftarkan merek dagang, logo, atau desain atau hal-hal yang berhubungan dengan intellectual property yang dimilikinya. Mereka beranggapan bahwa, masih kurangnya informasi, bukan merupakan kewajiban, dan belum memahami prosesnya, serta belum mencadangkan biaya untuk pendaftaran. Kepada responden juga ditanyakan mengenai apakah memiliki HAKI yang terdaftar (registered) akan memberikan dampak manfaat ekonomis bagi usahanya. Jawaban dari para responden, tampak pada Tabel 5 sebagai berikut: Tabel 5 Dampak Manfaat Ekonomis dari HAKI Belum Merasakan Dampak
Telah Merasakan Dampak
Manfaat Ekonomis dari
Manfaat Ekonomis dari
HAKI
HAKI
116
4
120
96,6%
3,3%
100%
Total Responden
252
Seminar Nasional FEKON 2015 Sumber: Hasil interview
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya 3,3 % dari responden yang telah merasakan dampak manfaat ekonomis dari intellectual property right yang dimilikinya. Kondisi ini sudah sewajarnya mendapat perhatian dari para stakeholder. Dinas Koperasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (KUMKM) yang saat ini aktif menjembatani masyarakat khususnya pelaku UMKM untuk dapat berinteraksi, konsultasi, dan melakukan transaksi pembiayaan terhadap lembaga keuangan dan sumber pembiayaan lainnya juga sudah harus memikirkan tantangan lain yakni perolehan HAKI bagi para pelaku UMKM. Dengan perolehan HAKI tersebut, diharapkan pada suatu saat akan memberikan dampak manfaat ekonomis bagi UMKM yang dikelolanya, dan pada akhirnya mendukung sustainbility reporting. Dari hasil interview juga terungkap bahwa UMKM di Jawa Barat
masih
menghadapi berbagai kendala baik yang bersifat eksternal maupun internal dalam bidang produksi, pengolahan, pemasaran, sumber daya manusia dan teknologi serta permodalan. Dinas KUMKM (Koperasi dan Usaha Kecil Menengah) mencatat potensi perekonomian di Jabar saat ini didukung oleh UMKM sekitar 98,56% yang merupakan pelaku ekonomi, dan memberikan kontribusi terhadap PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) sebagai tolak ukur pembangunan ekonomi wilayah berkisar 54,20%. KESIMPULAN Dari hasil interview dengan 120 para pelaku UMKM di Jawa Barat dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: (a) Pemahaman para pelaku UMKM mengenai arti dan pentingnya Intellectual Property Right masih rendah sehingga disarankan untuk ditingkatkan. Diperlukan pihak-pihak terkait antara lain Dirjen HAKI dan universitas sebagai agent of change untuk mensosialisasikan HAKI dilingkungan UMKM, (b) Terdapat trend kesadaran dari UMKM untuk mendaftarkan merek dagang yang dimilikinya ke Dirjen HAKI, namun masih perlu bantuan dan advokasi lebih lanjut, (c) Sebagian besar para pelaku UMKM belum merasa memperoleh manfaat ekonomis dari Intellectual Property Right yang dimilikinya, disarankan agar ada road show, edukasi, dan penjelasan dari pihak-pihak terkait secara berkesinambungan, karena hal ini dapat mendukung sustainability reporting di masa yang akan datang.
253
Seminar Nasional FEKON 2015 DAFTAR PUSTAKA Blackburn, William R, 2012, The Sustainability Handbook, Comprehensive Review of Sustainable Development as it relates to organizations, large and small, Earthscan Publisher, ISBN: 13: 978-1-84407-495-2. Brockett, Ann & Zabihollah Rezaee, 2012, Corporate Sustainability Integrating Performance and Reporting, John Wiley and sons. Drucker, Peter, 2005, Intellectual Property, Innovation and New Product Development, WIPO Magazine, July – August. Kementerian Koperasi dan UKM, 2010, Rencana Strategis Kementerian Koperasi dan UKM tahun 2010 – 2014. Kuncoro,
Mudrajad, 2004, Otonomi dan Pembangunan Perencanaan, Strategi dan Peluang, Erlangga, Jakarta.
Daerah:
Reformasi,
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor: 17 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor: 20 Tahun 2008, tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Priyono, Edy, 2004, Usaha Kecil Sebagai Strategi Pembangunan Ekonomi: Berkaca Dari Pengalaman Taiwan, Jurnal Analisis Sosial, Vol 2. Rully Indrawan, UMKM Jabar: Stagnan di tahun 2012 dan Berharap di tahun 2013 RPJM, Rencana Program Jangka Menengah Provinsi Jawa Barat, 2008 -2013 Susman Gerald I, – 2007, Small and Medium-sized Enterprises and the Global Economy, Edward Elgar Publishing, Inc, USA Tambunan, Tulus,2000, Perkembangan Industri Skala Kecil di Indonesia, PT Mutiara Sumber Widya, Jakarta. Tambunan, Tulus,2003, Perkembangan UKM dalam Era AFTA: Peluang, Tantangan, Permasalahan dan Alternatif Solusi, paper pada Diskusi Universitas Nomensen, Medan. Tambunan, Tulus,2008, Masalah Perkembangan UKM di Indonesia: Sebuah Upaya Mencari Jalan Alternatif, Makalah, diakses dari http://.kadin.indonesia.or.id pada tanggal 1 Mei 2010. Undang-undang Republik Indonesia No.14 tahun 2001 tentang Paten beserta penjelasannya Undang-undang Republik Indonesia No.15 tahun 2001 tentang Merek beserta penjelasannya 254
Seminar Nasional FEKON 2015 Undang-undang Republik Indonesia No.19 tahun 2002 tentang Hak Cipta beserta penjelasannya Undang-undang Republik Indonesia No.30 tahun 2000 tentang Rahasia Dagang beserta penjelasannya Undang-undang No.31 tahun 2000 tentang Desain Industri beserta penjelasannya Undang-undang Republik Indonesia No.20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah. Waryono, 2003, ”Strategi Pengembangan UMKM Untuk Menggerakkan Ekonomi Kerakyatan Dalam Upaya Pengentasan Kemiskinan”. Makalah Pada Seminar Sehari Fenomena Kemiskinan dan Upaya Pemberantasan Masyarakat Miskin di Indonesia. Medan, 15 September 2003. WIPO, SMEs Newsletter, August, 2013, Intellectual Property Trends in African LDCs. White, Gwendolen B, 2009, Sustainability Reporting: Managing for Wealth and Corporate Health, Business Expert Press
255
Seminar Nasional FEKON 2015 PENGEMBANGAN PRODUK UNGGULAN UMKM BERBASIS KOPERASI Sunaryo UNIVERSITAS TERBUKA
[email protected] ABSTRAK Analisis Kebutuhan UMKM tergantung pada keterlibatan stakeholder sangat menentukan keberhasilannya. Sejauh ini keterlibatan stakeholder UMKM antara lain terdiri dari instansi pemerintah, lembaga pendidikan, LSM, koperasi, perbankan dan asosiasi usaha. ini mengalami perkembangan sesuai dengan perkembangan cara pandang dan kebijakan pemerintah terhadap UMKM. Berikut diberikan pola alternatif hubungan kebutuhan antar peran masing-masing stakeholder UMKM yang diharapkan mampu memberikan sumbangan yang signifikan bagi kemajuan dan memenuhi kebutuhan UMKM: (Widyatno dan Sumarno, 2010). Diantaranya seperti UMKM, Kelompok/koperasi,BSD, Asosiasi usaha, lembaga keuangan , pasar dan pemerintah. Kelompok UMKM yang tergabung dalam Koperasi, selanjutnya secara konseptual akan menerima layanan sesuai dengan kebutuhannya, melalui meka-nisme yang terkait dalam koperasi, dan ketentuan maupun kualitasnya tercatat dalam uraian Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga-nya, Sehingga koperasi dapat menjalankan operasionalnya dengan efektif dan efissien. Dengan berbagai keunggulan usaha mikro yang diemban, masing masing koperasi mempunyai keunggulan , keberagaman serta visi dan misi dari jenis usaha yang ditawarkannya.
PENDAHULUAN Pada dasarnya usaha kebanyakan UMKM, dalam praktek didominasi oleh Usaha Mikro. Kegiatan usaha mereka umumnya banyak berorientasi pada kepentingan survival bagi diri dan keluargannya dibanding sebagai suatu usaha atau bisnis. Artinya usaha itu dimaksud lebih banyak untuk memenuhi lebih dahulu kepentingan untuk bertahan hidup dengan memanfaatkan kemampuan atau kompetensi yang dimilikinya untuk memenuhi kebutuhan hidup. Perhatian kepada kepentingan konsumen masih belum banyak disentuh, kecuali pemahaman bahwa produk yang dihasilkan umumnya dibeli orang. Walaupun demikian sebagian kecil dari UMKM lain, dengan memakai usahanya, sudah mulai bergerak memasuki dinamika ranah usaha/bisnis, guna dapat memenuhi atau membangun kebutuhan pasar (mengembangkan bermacam macam-macam permintaanmasyarakat). Tentu saja ada juga dari mereka yang berhasil „menciptakan‟ produk-produk, yang kemudian diinginkan oleh masyarakat luas, dan berkembang menjadi suatu kebutuhan. Yang terakhir itu pada umumnya dapat dilakukan di wilayah-wilayah produksi UMKM 256
Seminar Nasional FEKON 2015 tertentu dengan kemampuan menghasilkan komoditas khusus, berupa produk khas dan dikenal sebagai sentra produk „tertentu‟. Misalnya ada sentra produk akar wangi, yang menghasilkan komoditi kriya dari bahan baku akar wangi, atau sentra kerajinan lain yang memanfaatkan sumberdaya lokal untuk menghasilkan produk-produk handy craft yang khas desainnya dari lingkungan yang ada. Pada saat yang bersamaan sekarang ini, UMKM telah menjadi obyek baru dalam proses pengembangan dan pembenahan lingkungan khususnya dalam kaitan penggunaan berbagai sumberdaya lokal dari wilayah bersangkutan dengan melalui model „eco product‟. Kalau diperhatikan, pertumbuhan usaha UMKM selalu saja dimulai dari upaya penerapan keterampilan yang secara alami telah dimiliki oleh UMKM bersangkutan. Mereka berupaya menghasilkan berbagai macam produk, yang cukup dipahami dan dikuasainya, dan biasanya kompetensinya diperoleh dari sejarah turunan keluarga (batik, kerajinan dari kayu atau gerabah, sarung atau produk lainnya), walaupun ada penyebaran keterampilan melalui proses „diperkerjakan‟, sebagaimana yang banyak kita kenali sebagai pengrajin. Mereka bekerja dengan bertumpu pada kompetensi yang dimilikinya berdasar versi desain „turun temurun‟ atau pola modifikasi dan mengarah pada bentuk pola kontemporer. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan aktor utama pada penyerapan tenaga kerja, mereduksi kemiskinan, dan pemberdayaan masyarakat daerah untuk
itu diperlukan
peran
yang multisinergi
dalam
kebijakan pemerintah
menumbuhkembangkan UMKM pengembangan produk-produk unggulan di daerah yang pada gilirannya akan memacu Pendapatan Asli Daerah (PAD).(Widiyanto dan Sumarno, 2010) Namun Posisi strategis UMKM masih menghadapi keterbasan sehingga kurang mampu untuk berkembang, seperti : faktor pemasaran produk dan fasilitas pelatihan sebagai kebutuhan dasar untuk berkembang (Imron Rosyadi, 2004), kurangnya dukungan faktor keuangan (Suara Karya, 19 September 2004) dan kurangnya inovatif dalam pengembangn produk dikarenakan keterbatasan mulai dari pemerolehan bahan baku sampai ke pemasaran produk (Agung, 2006). Terlihat bahwa potensi UMKM sangat strategis namun terkendala oleh keterbatasn internal dan eksternal berupa kebijakan pemerintah dan perbankan. Saat ini penelitian mengenai UMKM banyak
257
Seminar Nasional FEKON 2015 menggunakan pendekatan cluster untuk mengetahui kenggulan pada area maupun jenis produk (Yasri, 2005 dan Mudradjat, 2003), Permasalahan yang sedang dihadapi oleh para pengusaha UMKM adalah factor pemasaran ternyata merupakan titik awalnya dari pola kausal dan tidak dipengaruhi oleh faktor pendapatan, keterampilan tenaga kerja, modal usaha, jumlah tenaga kerja dan manajemen. Berdasarkan analisis jalur dapat dibuktikan, yakni bahwa faktor pemasaran terbukti menjadi titik pangkal atau awalnya dari hubungan kausal tersebut, dan mengaggap faktor modal usaha sebagai sainganya, karena semua anak panah sebelum ke faktor produksi harus melalui modal usaha terlebih dahulu padahal, baik secara empiris maupun teoritis tak mungkin ada usaha tanpa adanya modal usaha.(Prasetyo 2006) UMKM umumnya berbasis pada sumberdaya ekonomi lokal dan tidak bergantung pada impor, serta hasilnya mampu diekspor karena keunikannya, maka pembangunan ekonomi rakyat diyakini akan memperkuat fondasi perekonomian nasional. Perekonomian Daerah akan memiliki fundamental yang kuat jika rakyat telah menjadi pelaku utama yang produktif dan berdaya saing. Untuk itu, pembangunan usaha mikro, kecil dan menengah menjadi prioritas utama pembangunan ekonomi nasional dalam jangka panjang. Dalam kondisi ekonomi modern sekalipun, UMKM tetap mempunyai kesempatan untuk survive dan berkembang. Di negara-negara maju, UMKM sangat banyak dan berkembang sangat pesat serta memberikan kontribusi terhadap nilai tambah PDRB dan andil tenaga kerja dalam kesempatan kerja. (Tulus Tambunan, 2002). Faktor-faktor yang harus diprioritaskan dalam rangka pengembangan UMKM adalah (1) penguasaan teknologi (2) sumber daya manusia (3) tingkat efisiensi dalam produksi (4) kualitas serta mutu dari produk (5) promosi yang luas (6) sistem manajemen (7) pelayanan (8) modal dan sarana prasarana (9) jaringan pemasaran (10) proses produksi. (Tulus Tambunan,2002). Namun demikian, agar pengembangan produk unggulan daerah tersebut mampu berkesinambungan dan memberikan dampak pengganda yang besar bagi produk-produk lainnya, maka seyogianya pengembangan produk unggulan daerah dimaksud didesain melalui basis koperasi
258
Seminar Nasional FEKON 2015 Dengan berbasis koperasi, maka pengembangan produk unggulan daerah memperhatikan keterkaitan (linkages) dengan unsur-unsur pendukungnya (industri input/pemasok, BDS, Perguruan Tinggi, Pasar dan sebaginya), sehingga tercipta keterkaitan yang kuat dan mampu menopang pengembangan produk unggulan UMKM secara berkelanjutan. Pengembangan produk unggulan ini juga harus berlangsung secara efektif dan efisien, tidak saja memiliki keterkaitan dengan unsur-unsur pendukungnya, namun juga dikembangkan dalam manajemen mata rantai, sehingga setiap kegiatan pengembangannnya, mulai dari bahan baku, pengolahan, pergudangan, distribusi dan pencapaian pasar sasaran dapat dilakukan dengan lebih efisien (biaya produksi yang lebih rendah), tepat waktu, tepat jumlah dan tepat distribusi (Sa‟id, 2007).
METODELOGI PENELITIAN Seiring berkembangnya teknologi dan persaingan global, membuat negaranegara berkembang makin bersaing diantara satu sama lain. Mau tidak mau masyarakat harus mampu bersaing dalam memenuhi kebutuhan ekonominya. Di negara-negara berkembang pada umumnya sebagian masyarakat belum terlalu mengerti tentang teknologi dan layanan global yang dimanjakan dengan fitur yang canggih baik dalam sistem dan layanannya Oleh karena itu , dengan adanya koperasi yang mempunyai produk umkm diharapkan mampu memenuhi kebutuhan masyarakat, selain itu juga diharapkan mampu membantu masyarakat dalam meningkatkan kreatifitas dan pembukaan lapangan kerja sehingga mampu mengurangi tingkat pengangguran serta meningkatkan perekonomian masyarakat daerah yang akan berdampak pada peningkatan perekonomian negara . Dalam menjalankan kegiatan perekonomiannya , setiap koperasi pasti mengalami permasalahan baik dari segi internal maupun eksternal . untuk itu peran pemerintah dan lembaga/ instansi yang terlibat diharapkan mampu saling membantu guna melancarkan kegiatan usahanya. Selain itu koperasi juga mempunyai beberapa rencana yang disertai dengan alternatif dalam menghadapi masalah yang akan melandanya, seperti ; menyediakan tenaga alhi , berkoordinasi dengan pakar perekonomian dan pakar jenis usaha masing-masing koperasi .
259
Seminar Nasional FEKON 2015 PEMBAHASAN Analisis Kebutuhan UMKM tergantung pada keterlibatan stakeholder sangat menentukan keberhasilannya. Sejauh ini keterlibatan stakeholder UMKM antara lain terdiri dari instansi pemerintah, lembaga pendidikan, LSM, koperasi, perbankan dan asosiasi usaha. ini mengalami perkembangan sesuai dengan perkembangan cara pandang dan kebijakan pemerintah terhadap UMKM. Sebenarnya UMKM juga membutuhkan sentuhan dalam aspek sikap dan kepribadian pelaku UMKM, karena dari perubahan sikap dan perilaku inilah yang merupakan titik awal keberhasilan suatu usaha. Di sisi lain keterlibatan yang ada masih bersikap sendiri-sendiri dan kurang intergratif antara stakeholder satu dengan yang lain. Berikut diberikan pola alternatif hubungan kebutuhan antar peran masing-masing stakeholder UMKM yang diharapkan mampu memberikan sumbangan yang signifikan bagi kemajuan dan memenuhi kebutuhan UMKM: (Widyatno dan Sumarno, 2010)
UMKM UMKM sebagai pelaku memegang peran yang sangat kunci dalam rangka pemberdayaan mereka sendiri. Dalam memberdayakan UMKM perlu diberikan motivasi dan manfaat dari berbagai peluang dan fasilitasi yang diberikan oleh berbagai pihak (stakeholder yang lain) karena tanpa partisipasi UMKM secara individu maupun kelompok akan berakibat gagalnya usaha pemberdayaan yang dilakukan. Namun demikian perlu disadari bahwa untuk setiap program pemberdayaan harus berangkat pada pemenuhan kebutuhannya, meski kadang untuk menentukan kebutuhan tersebut membutuhkan pendampingan pula.
Kelompok / Koperasi Beragamnya jenis usaha dan skala usaha memang memerlukan beragam perlakuan yang berbeda. Untuk itu, perlu dilihat masalah demi masalah, apakah ada masalah yang perlu penanganan secara kelompok atau dilakukan secara individual. Masalah permodalan misalnya akan lebih mudah penanganannya dengan sistim kelompok karena dapat mengurangi resiko dan mudah dalam pembinanaannya. Kalau kelompok usaha mikro kemudian menjadi lebih besar dan teradministrasi dengan baik, maka kemudian dapat dikembangkan menjadi koperasi. Melalui koperasi diharapkan 260
Seminar Nasional FEKON 2015 bisa memperkuat kekuatan tawar pasar baik dalam mendapatkan bahan baku maupun penjualan produk. Demikian pula dengan berbagai fasilitas yang tersedia bagi lembaga koperasi dapat dinikmati oleh para anggotanya.
BDS (Bussines Development Services) BDS ini berperan sebagai konsultan pengembang usaha dalam berbagai aspek, seperti aspek manajemen, produksi, pasar dan pemasaran bahkan sampai fasilitasi dalam menghubungkan UMKM ke lembaga keuangan baik bank maupun non bank. Idealnya jasa layanan yang diberikan BDS harus dapat ditanggung pembiayaan oleh UMKM sendiri, namun sampai saat ini belum banyak UMKM yang mampu menanggung atas jasa yang diterima. BDS dapat didirikan oleh Perguruan Tinggi, LSM maupun swasta.
Asosiasi Usaha Asosiasi Usaha dapat membantu UMKM dalam berbagai aspek melalui anggotanya terutama dalam hal ini kaitannya dengan pasar akan memperkuat posisi tawar dalam perdagangan, baik dalam harga maupun sistim pembayaran dan meciptakan persaingan usaha yang sehat.
Lembaga Keuangan (Bank dan Non Bank) Salah satu masalah klasik pemberdayaan UMKM adalah masalah kekurangan modal, namun UMKM enggan untuk datang ke bankkhususnya karena terkait oleh banyaknya persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh fasilitasi kredit dari perbankan. Sebaliknya sering lembaga keuangan menghadapi masalah bagaimana memasarkan “modal” yang dihimpun dari masyarakat tersebut agar dapat tersalur kepada pengusaha UMKM dengan aman. Artinya ke dua belah pihak sebenarnya dapat membentuk hubungan yang saling menguntungkan. Untuk itu perlu diupayakan pendekatan baru perbankkan terhadap UMKM, salah satunya dengan pendekatan melalui kelompok simpan pinjam (KSM) maupun kelompok usaha (koperasi) dalam memberikan layanan kredit terhadap UMKM. Adanya pendekatan kelompok tidak akan efektif jika pandangan Bank terhadap UMKM masih menggunakan paragdigma lama bahwa kredit terhadap UMKM tidak ekonomis dan berisiko Untuk itu perlu
261
Seminar Nasional FEKON 2015 menggunakan paradigma baru, dimana UMKM harus dipandang tidak saja sebagai pemanfaat kredit namun juga sebagai sumber potensial tabungan.
Pasar Pasar perdagangan hasil produksi UMKM dapat berupa pasar dalam negeri (domestik) maupun pasar ekspor. Hubungan baik antara pelaku UMKM dan pelaku pasar (pembeli maupun ekspotir) perlu dijaga kesinambungannya. Demikian pula dengan adanya perubahan kondisi pasar harus cepat dapat diantisipasi. Dalam hal ini dapat difasilitasi oleh pemerintah, BDS maupun Asosiasi usaha.
Pemerintah Pemerintah mempunyai peran yang dalam memfasilitasi UMKM Lembaga lain yangterkait dengan pemberdayaan UMKM seperti koperasi, Asosiasi, BDS, dan lembaga keuangan dapat digerakkan oleh pemerintah dengan kebijakan tertentu. Peran tersebut dapat diwujudkan dengan kebijakan yang berpihak terhadap pengembangan usaha maupun fasilitasinya, seperti : a) Layanan perijinan satu atap dengan harga yang wajar, b) Fasilitasi HAKI c) Penjaminan Kredit UMKM, d) Fasilitasi BDS, Asosiasi dan Koperasi untuk kemajuan UMKM. Koperasi sebagai wadah pengembangan produk dan kegiatan anggotannya Koperasi dapat dilihat dan dipahami di luar ketentuan maupun Undang- Undang yang berlaku untuk koperasi atau UMKM. Koperasi dan UMKM dapat menggambarkan suatu organisasi formal, yang telah dibangun oleh sejumlah orang (sebagai pendirinya) dengan maksud untuk menampung serangkaian upaya para pendiri beserta anggotanya, sehingga kebutuhan dan kepentingan nya akan dapat terlayani secara optimal. Layanan seperti itu dapat diwujudkan melalui kekuatan yang dibangun dari kekuatan yang kecilkecil secara bersama. Kekuatan mana kemudian diwujudkan dalam bentuk „kesediaan para anggota‟ untuk berkorban secara bersama, hanya demi untuk memperoleh kekuatan awal sampai pada tingkat yang optimal, terutama dalam kaitan mewujudkan sasaran yang telah ditetapkan. Kelompok UMKM yang tergabung dalam Koperasi, selanjutnya secara konseptual akan menerima layanan sesuai dengan kebutuhannya, melalui meka-nisme yang terkait dalam koperasi, dan ketentuan maupun kualitasnya tercatat dalam uraian 262
Seminar Nasional FEKON 2015 Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga-nya. Koperasi memperoleh pengesahan Badan Hukum dari Menteri Koperasi dan UMKM, atau Gubernur/Bupati/Walikota yang menerima dana perbantuan, di mana tanda tangannya diberikan atas nama Menteri Koperasi dan UMKM. Pem berian tanda tangan menjadi hasil untuk mensahkan Badan Hukum Koperasi tersebut, setelah mereka memenuhi persyaratan dan mengikuti tata cara yang telah ditetapkan dalam kaitan mendapatkan Badan Hukum. Koperasi mendapat pembinaan dan dukungan pemberdayaan dari instansi/SKPD yang diberi tugas pokok dan fungsi pemberdayaan bagi koperasi maupun anggota koperasinya di masing-masing daerah. Secara konseptual kegiatan dan dinamika aktivitas Koperasi akan sangat tergantung pada kualitas manajemen Pengurus, Pengawas dan atau Manajer operasionalnya. Demikian pula ada pengaruh dari intensif dan efektifnya kegiatan ekonomi yang partisipatif dari anggotanya. Dengan demikian perkembangan koperasi akan tergantung dari bagaimana anggota harus dilayani, dalam 24 jam. Kalau anggotanya kurang memerlukan perhatian atau layanan, besar kemungkinan koperasi dimaksud tidak akan aktif dan dalam jangka panjang, dan pastikan kalau kegiatannya akan berakhir. Sebaliknya kalau Pengurus aktif namun kegiatannya tidak untuk pelayanan kebutuhan para anggotanya, maka koperasi menjadi aktif bagi kepentingan perorangan saja, sehingga tidak memberi dampak manfaat yang besar bagi anggotanya. Itulah interaksi timbal balik yang diharapkan dapat terjadi dalam hubungan koperasi dengan para anggotanya. Berbagai contoh koperasi yang dimiliki dan dibangun oleh UMKM di sentra produksi dengan komoditi yang umumnya banyak berhasil tumbuh, karena memiliki kegiatan timbal balik yang efektif. Umumnya koperasi seperti itu pada hakekatnya mampu melayani pengadaan bahan baku (bisa memperoleh dari eksploitasi sumber daya yang ada) atau memasarkan produknya, serta menyediakan dana operasional melalui kegiatan simpan pinjam. Semua itu merupakan kegiatan yang umum nya dapat dijumpai pada kebanyakan kegiatan koperasi. Namun dalam praktek biasanya dijumpai modifikasi kegiatan usahanya, sehingga hasilnya bisa optimal. Dengan demikian kuncinya adalah bagaimana koperasi memahami kebutuhan anggotanya dan untuk itu mengembangkan layanannya, dan bagai mana anggota memanfaatkan dan mengelola
263
Seminar Nasional FEKON 2015 kegiatan koperasinya melalui pesan kepada Pengurusnya. (Soebroto Hadisoegondo, 2010) Bagaimana produk unggulan lokal dapat ditumbuhkan di sentra melalui kegiatan koperasi, berhubungan dengan kemampuan dan kompetensi anggota koperasi yang di hadapi UMKM tersebut. Awal dari keberhasilan membangun sentra produk budaya lokal, di mulai manakala berhasil dibangun produk sebagai icon dri wilayah bersangkutan. Hal itu masih memerlukan „pengakuan‟ dari masyarakat konsumennya, sehingga produk bersangkutan menjadi unggulan dari wilayah bersangkutan. Ciri produk lokal, yang ditunjukkan melalui wujud desain produk atau macam produk yang terkait dengan budaya setempat dikemas melalui inovasi dan kreativitas para pelaku UMKM bersangkutan. Umumnya kalau dalam satu sentra produksi, maka tata cara untuk pembuatan produknya sudah dipastikan menjadi keterampilan umum bagi kelompok bersangkutan. Contoh pengrajin emas sudah dipastikan menjadi keterampilan umum bagi kelompok bersangkutan. Contoh pengrajin emas dari Makkasar, merupakan kompetensi turunan, yang mampu menghasilkan desain produk dari emas memakai pola tradisional (turun temurun). Demikian pula pembuatan sarung sutera duk dari emas memakai pola tradisional (turun temurun). Demikian pula pembuatan sarung sutera dari Kalimantan Timur, semua merupakan potensi yang siap dapat diekpose menjadi komponen bagi satu koperasi. Dalam hubungan itulah keberhasilan untuk mengkoperasikan kegiatan usaha pada UMKM-nya, sangat tergantung pada kebutuhan dan keyakinan mereka terhadap manfaat berkoperasi. Karena itu kalau mereka kemudian mau membangun koperasinya, diharapkan yang bersangkutan telah terdaftar sebagai anggota, untuk kemudian dapat menarik berbagai manfaat yang mungkin diperolehnya dari koperasi bersangkutan. Prinsipnya pembentukan koperasi diharapkan dapat membantu mereka, terutama dalam mengatasi berbagai msalah teknis yang terkait dengan masalah kepentingan dari sejumlah besar anggota yang ikut berkoperasi. Selanjutnya koperasinya harus dibuat dan dikelola menjadi jalan/sarana bagi para anggota khususnya, terutama dalam mengembangkan kualitas maupun kompetensi yang diperlukan dalam menghasilkan produk ekonomi lokal. Produk tersebut harus menjadi „icon‟ yang diperkenalkan dan diperluas
melalui
usaha
promosi.
Sementara
dalam
koperasi
sendiri
harus
dikembangkan mekanisme yang dapat menjabarkan sistem yang berlaku dalam lembaga 264
Seminar Nasional FEKON 2015 koperasi. Proses bisnisnya sama saja yang berbeda adalah nilai-nilai yang digunakannya.
KESIMPULAN Dari pembahasan tersebut dapat disimpulkan bahwa usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) memiliki peranan penting dalam perekonomian daerah, khususnya dalam menggerakkan aktivitas ekonomi regional dan penyediaan lapangan kerja. Namun demikian pengembangan UMKM masih menghadapi berbagai masalah mendasar, yaitu masalah kualitas produk, pemasaran dan sustainability usaha. Diperlukan berbagai kebijakan yang bersifat terobosan untuk memotong mata rantai masalah yang dihadapi UMKM, hususnya untuk mengatasi beberapa hal yang menjadi hambatan dalam bidang pengembangan produk dan pemasaran. Adapun regulasi dari pemerintah yang diperlukan untuk memberikan peluang berkembangnya UMKM meliputi perbaikan sarana dan prasarana, akses perbankan dan perbaikan iklim ekonomi yang lebih baik untuk mendukung dan meningkatkan daya saing mereka serta untuk meningkatkan pangsa pasar. Pembentukan koperasi diharapkan dapat membantu mereka, terutama dalam mengatasi berbagai masalah teknis yang terkait dengan masalah kepentingan dari sejumlah besar anggota yang ikut berkoperasi. Selanjutnya koperasinya harus dibuat dan dikelola menjadi jalan/sarana bagi para anggota khususnya, terutama dalam mengembangkan kualitas maupun kompetensi yang diperlukan dalam menghasilkan produk unggulan UMKM. DAFTAR PUSTAKA Arief Yulianto, Deky Aji Suseno. Pengembangan Perekonomian Daerah Melalui Model Pemberdayaan Ekonomi Kerakyatan. Jurnal Dinamika Volume 15 Nomor 1Tahun 2006 Agung Yulianto. 2007. Peningkatan daya saing produk UMKM kerupuk di Kelurahan Krobokan, Semarang. Laporan Pengabdian Masyarakat. Semarang : FE Unnes. Bank Indonesia. 2005. Pemetaan Profil dan Permasalahan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Di Indonesia Departemen Koperasi dan UKM. Rencana Strategis 2005 - 2009. Jakarta : Depar-temen Koperasi dan UKM 265
Seminar Nasional FEKON 2015
Harimurti Subar. 2001. Manajemen Usaha Kecil. Yogyakarta : BPFE UGM Hetifah S, Dedi Haryadi, Maspiyati. 1995. Strategi dan Agenda Pengembangan Usaha Kecil. Bandung : Penerbit Akatiga. Imron Rosyadi, 2005. Pengaruh Program Business Development Services terhadap kinerja pengelola UMKM di Jawa Timur. Surabaya : Universitas Airlangga. Jaka Sriyana 2010. Strategi Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Studi Kasus di Kabupaten Bantul: Simposium Nasional 2010. Jawoto Nusantoro 2011. Model Pengembangan Produk Unggulan Daerah Melalui Pendekatan Klaster Di Provinsi Lampung : Seminar Nasional Ekonomi Terapan, Fakultas Ekonomi UNIMUS 2011. Prasetyo, P., Eko, 2006, Peningkatan Produksi Kerajinan Sebagai Upaya Mendukung Program Pengentasan Kemiskinan di Kabupaten Bantul Yogyakarta, Laporan Penelitian Dosen Muda, DP2M, Dirjen Dikti, Jakarta. Mudrajad Kuncoro, Irwan A. Soepomo.2003. Analisis Formasi Keterkaitan Pola Klaster dan Orientasi Pasar : Studi Kasus Sentra Industri Keramik di Kasongan Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Jurnal Empirika Volume 16 No 1 Juni 2003 hal 1-20 Soebroto Hadisoegondo, 2010. Pengembangan Produk UMKM , Makalah Seminar dipublikasikan lewat internet. Tulus Tambunan. 2002. Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia : Beberapa Isu Penting. Jakarta : Penerbit Salemba Empat Widiyantoro dan Sumarno, 2010. Strategi Pengembangan UMKM di Jawa Tengah, Eksplanasi Volume 5 Nomor 1 Edisi Maret 2010 Suripto, 2013. Usaha mikro kecil dan menengah berbasis koperasi . pemalang : STIE ASH-SHOLEH
266
Seminar Nasional FEKON 2015 DISPARITAS EFISIENSI PADA INDUSTRI MANUFAKTUR DI INDONESIA Isnina WSU Fakultas Ekonomi Universitas Terbuka
[email protected]
Important issues relating to the manufacturing sector in Indonesia, among other issues the possibility of disparity levels of efficiency and productivity of each sub sector of the manufacturing industry in Indonesian . These problems can occur due to the imbalance in the structure of the market that is the domination of market share is so large and dominant for a certain type of business in each subsector is in the manufacturing industry. The aim of this study is to measure the disparity efficiency of 24 subsectors of manufacturing industry in Indonesia during 2011-2013 by using Data Evenvelopment Analysis Method. The results shows the the efficiency level of manufacturing industry in Indonesia during 20112013 have not reach the optimum level of efficiency and the disparity of efficiency among subsectors in manufacturing industries. Strategic Government policies toward industrial development
Keywords: Efficiency, Data Envelopment Analysis (DEA)
PENDAHULUAN Industri manufaktur dunia mengalami perlambatan pertumbuhan pada tahun 2012. Industri manufaktur global pada kuartal ke III tahun 2012 hanya tumbuh sebesar 0,2 persen dibandingkan tahun sebelumnya hal ini merupakan hasil riset yang dilakukan United Nations Industrial Development Organization (UNIDO). Industri manufaktur dunia tengah mengalami tantangan berat akibat resesi yang terjadi di negara-negara Eropa dan melemahnya pertumbuhan ekonomi di Amerika Utara, Asia Timur dan melambatnya laju pertumbuhan ekonomi di beberapa negara berkembang. Dampak perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia ini akan menjadi masalah yang serius karena akan terasa pengaruhnya terhadap industri manufaktur Indonesia yang berorientasi ekspor.
267
Seminar Nasional FEKON 2015 Di Indonesia, salah satu sektor andalan yang mendorong pertumbuhan ekonomi adalah industri manufaktur. Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir pertumbuhan industri manufaktur Indonesia berada pada kisaran 2,2-6,1%. Namun, satu hal yang merisaukan adalah setelah periode krisis ekonomi tahun 1998 berakhir, pada rentang tahun 20032013 kontribusi industri manufaktur terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia menunjukkan penurunan terutama sejak tahun 2008.
Sumber: Biro Pusat Statistik, 2013 Gambar 1. Kontribusi Industri Manufaktur terhadap PDB Indonesia Tahun 2003-2013 Meskipun terdapat pihak-pihak yang mengkhawatirkan penurunan kontribusi industri manufaktur dalam pembentukan PDB Indonesia dalam satu dekade terakhir ini, akan tetapi optimisme dalam membangun industri di Indonesia tidak boleh berhenti. Teknologi dalam pembangunan sektor industri manufaktur memiliki peranan penting dan sudah selayaknya mendapat perhatian serius. Rendahnya daya saing industri manufaktur dan munculnya dugaan bahwa inefisiensilah yang membuat industri manufaktur Indonesia tidak menunjukkan kinerja yang optimal.
Berdasarkan hasil
kajian empiris terbukti bahwa kontribusi teknologi pada pertumbuhan sektor industri di Indonesia selama ini belum begitu berperan secara signifikan dan relatif jauh tertinggal dari negara-negara lainnya di kawasan Asia Pasifik. Permasalahan penting yang berkaitan dengan sektor industri manufaktur di Indonesia antara lain masalah kemungkinan terjadinya ketimpangan (disparitas) tingkat efisiensi dan produktivitas dari tiap-tiap sub-sektor dari industri manufaktur di 268
Seminar Nasional FEKON 2015 Indonesian. Permasalahan tersebut bisa terjadi akibat adanya ketimpangan pada struktur pasarnya yaitu adanya penguasaaan pangsa pasar yang begitu besar dan dominan untuk beberapa jenis usaha tertentu pada tiap-tiap subsektor yang ada dalam sektor industri manufaktur. Selain itu hasil penemuan empiris tersebut memberikan suatu bukti riil bahwa tingkat pemanfaatan dan produktivitas teknologi dalam sektor industri manufaktur di Indonesia, relatif masih rendah dibandingkan dengan produktivitas kapital dan tenaga kerja. Potensi yang dimiliki dan harus dimanfaatkan dan diukur kapasitasnya maka penelitian mengenai sejauh mana tingkat produktifitas (tingkat efisiensi) dan perubahan yang terjadi dalam pemanfaatan teknologi dalam industri manufaktur di Indonesia menjadi penting untuk dilakukan dalam upaya melihat dan menjelaskan pentingnya memiliki perencanaan terpadu mengenai kebijakan pembangunan dalam sektor ini. Pentingnya menerapkan kebijakan tersebut dilandasi oleh pertimbangan teoritis bahwa kebijakan pembangunan sektor industri manufaktur harus dalam kerangka kebijakan yang mampu menempatkan prioritas peengembangangan industri manufaktur secara terfokus pada jenis-jenis industri manufaktur yang produktivitasnya tinggi dan memiliki daya saing yang besar sehingga tidak terjebak pada kebijakan industri yang berbasis luas (broad base strategy), namun tidak memiliki keunggulan yang dapat dipersaingkan dengan produk manufaktur lainnya. Klasifikasi industri yang didigunakan dalam penelitian ini adalah 24 sub sektor berdasarkan klasifikasi ISIC 3 (versi BPS) tahun 2011 sampai tahun 2013. Data yang dianalisis mencakup : 1. Nilai output (barang yang dihasilkan) dari berbagai sub-sektor (jenis lapangan usaha) sektor industri manufaktur berskala menengah dan besar (yj) 2. Jumlah orang yang bekerja pada sektor industri tiap sub sektor (X1) 3. Biaya sewa, gedung, mesin, bahan bakar dan alat-alat sektor industri tiap subsektor (jenis lapangan usaha) (X2).
269
Seminar Nasional FEKON 2015 2.2.Pembentukan Model Charnes, et.al, (1978) menyatakan bahwa Data Envelopment Analysis (DEA) adalah sebuah metode optimasi program matematika yang mengukur efisiensi teknik suatu unit kegiatan ekonomi (UKE) dan membandingkan secara relatif terhadap UKE yang lain. DEA mula-mula dikembangkan oleh Farrel (1957) yang mengukur efisiensi teknik satu input dan satu output, yang kemudian berkembang menjadi multi input dan multi output, menggunakan kerangka nilai efisiensi relatif sebagai rasio input atau single virtual input dengan output atau single virtual output (Giuffrida dan Gravelle,2001, Lewis, et.al 1989, Post dan Spronk, 1999). Pada awalnya DEA yang dipopulerkan oleh Charnes, Cooper dan Rhodes (1978) memanfaatkan metode constant return to scale (CRS). DEA merupakan alat analisis yang digunakan untuk mengukur efisiensi di berbagai bidang, antara lain untuk penelitian kesehatan, pendidikan,
transportasi,
manufaktu, maupun perbankan. Manfaat yang diperoleh dari pengukuran efisiensi dengan DEA (Insukindro dkk, 2000), pertama, sebagai tolok ukur untuk memperoleh efisiensi relatif yang berguna untuk mempermudah perbandingan antar unit ekonomi yang sama. Kedua, mengukur berbagai variasi efisiensi antar unit ekonomi untuk mengidentifikasi faktor-faktor penyebabnya, dan ketiga, menentukan implikasi kebijakan sehingga dapat meningkatkan tingkat efisiensinya. Awalnya, penggunaan DEA untuk mengatasi kekurangan dimiliki oleh analisis rasio dan regresi berganda. Analisis rasio hanya mampu memberikan informasi bahwa UKE tertentu yang memiliki kemampuan mengkonversi satu jenis input ke satu jenis output tertentu, sedangkan analisis regresi berganda menggabungkan banyak output menjadi satu. DEA dirancang untuk mengukur efisiensi relatif suatu unit kegiatan ekonomi (UKE) yang menggunakan input dan output yang lebih dari satu, dimana penggabungan tersebut tidak mungkin dilakukan. Efisiensi relatif suatu UKE adalah efisiensi suatu UKE dibanding dengan UKE lain dalam sampel yang menggunakan jenis input dan output yang sama. DEA memformulasikan UKE sebagai program linier fraksional untuk mencari solusi jika model tersebut ditransformasikan kedalam program linier dengan nilai bobot dari input dan output. UKE dipakai sebagai variabel keputusan (decision variables) menggunakan metode simpleks. 270
Seminar Nasional FEKON 2015 Pada kasus input dan output yang bervariasi, efisiensi suatu UKE dihitung dengan mentransformasikan menjadi input dan output tunggal. Transformasi ini dilakukan dengan menentukan pembobot yang tepat. Penentuan pembobot ini yang selalu menjadi masalah dalam pengukuran efisiensi. DEA digunakan untuk menyelesaikan masalah dengan memberi kebebasan pada setiap UKE untuk menentukan pembobotnya masing-masing. Konstruksi DEA yang didasarkan frontier data aktual pada sampel akan lebih efisien dibandingkan DEA yang tidak menggunakan frontier. Efisiensi UKE diukur dari rasio bobot output dibagi bobot input (total weighted output/total weighted input). Bobot tersebut memiliki nilai positif dan bersifat universal, artinya setiap UKE dalam sampel harus dapat menggunakan seperangkat bobot yang sama untuk mengevaluasi rasionya (total weighted/total weighted input 1). Angka rasio 1 (atau kurang dari satu) berarti UKE tersebut efisien (tidak efisien) dalam menghasilkan tingkat output maksimum dari tiap input. DEA berasumsi bahwa setiap UKE menggunakan kombinasi input yang berbeda untuk menghasilkan kombinasi output yang berbeda pula. Sehingga setiap UKE akan memilih seperangkat bobot yang mencerminkan keragaman tersebut. Secara umum UKE akan menetapkan bobot yang tinggi untuk input yang penggunaannya sedikit untuk memaksimalkan output, dan sebaliknya. Validasi model merupakan satu tahapan yang sangat penting dalam proses pembentukan model dimana proses tersebut memberikan kontribusi yang sangat penting untuk memahami fenomena-fenomena ekonomi yang sedang dipelajari. Proses validasi model ini dimaksudkan untuk menyajikan bukti-bukti umum mengenai kegunaan teori dan teknik pembentukan model. (Muchdie, 1998) Untuk mengestimasi efisiensi produksi sektor industri dari tiap-tiap jenis lapangan uasaha maka digunakan model dengan n unit pengambilan keputusan atau bisa disebut dengan unit kegiatan ekonomi (UKE) atau decision making unit (DMU). UKE
Output (Y) 1,2,........r..........s
Input (X) 1,2,..........j.........m
271
Seminar Nasional FEKON 2015 1 2
j
yrj
Xij
n Dimana y rj 0 dan x ij 0 Gambar 1. Vektor dari set data Asumsi yang dipakai adalah n UKE telah memproduksi s output dari m input yang dipakai. UKE j atau x ij 0 menggambarkan input ke-i yang tidak boleh negatif dan y rj 0 bermakna bahwa unit output ke-r juga tidak boleh negatif. Simbol lainnya yang digunakan berupa Xj yang merupakan vektor input dan yj yang merupakan vektor output.data input dan output yang telah diobservasi ini nantinya akan digunakan untuk mengkonstruksi sebuah model teknologi acuan (reference technology) atau Tr. Model ini akan mengadopsi konsep yang dikembangkan oleh Farrel (1957) yang mengukur efisiensi X berupa rasio input terhadap output. Bagian pembahasan ini dapat dimulai dengan mendefinisikan beberapa notasi. Dengan asumsi K adalah input dan M adalah output maka untuk setiap perusahaan disebut dengan UKE. Untuk UKE ke-i diwakili secara berturut-turut oleh vektor xi dan yi. Dalam hal X adalah matriks input K x N dan Y adalah matriks output M X N, maka representasi tersebut merupakan cara merumuskan data dalam bentuk matriks dari semua N UKE. Tujuan dari DEA adalah untuk membentuk sebuah frontier non parametric envelopment terhadap sebuah data dari titik pengamatan yang berada di bawah frontier. Salah satu kasus sederhana yang bisa dibuat contoh disini adalah kasus sebuah industri yang memproduksi satu output dengan menggunakan dua buah input, dimana hal tersebut dapat digambarkan dalam sebuah grafik sebagai jumlah pertemuan garis atau bidang yang menyelubungi sebaran titik-titik yang berjarak rapat (scatter) dalam ruang tiga dimensi. DEA menggunakan bentuk rasio. Untuk setiap UKE kita mendapatkan ukuran rasio dari semua output terhadap semua inputnya seperti u‟yj/v‟ki, dimana u merupakan
272
Seminar Nasional FEKON 2015 vektor M x 1 dari output tertimbang (weight output) dan v adalah vektor k x 1 dari input tertimbang. Untuk memilih penimbang yang optimal kita harus menspesifikasikan problem programasi matematika (the mathematical programming problem) sebagai berikut :
Max u ,v (
s.t.
u' y i ) v' x j .
u' y i 1, v' x j
(1)
j 1,2,..., N
u, v 0
(2)
Dalam hal ini termasuk juga menemukan nilai untuk u dan v sebagai sebuah pengukuran efisiensi dari UKE ke-i yang maksimal dengan tujuan untuk kendala bahwa semua ukuran efisiensi haruslah kurang dari atau sama dengan satu. Salah satu masalah dengan formulasi atau rumusan rasio ini adalah bahwa ia memiliki sejumlah solusi yang tidak terbatas (infinit), artinya jika (u*,v*) adalah solusi maka (u*,v*) juga solusi yang lain. Untuk menghindari hal ini maka kita dapat menentukan kendala u‟xi=1 yang menetapkan bahwa : Max , v( ' , y j )
(3)
s.t. v * xi 1
' , y vj 0, j 1,2,...,n
, v 0 dimana notasi tersebut berubah dari u dan v menjadi
(4)
dan v yang menunjukkan
terjadinya transformasi. Bentuk ini dikenal sebagai bentuk pengganda (multiplier form) dari problem programasi linier (linier programming problem). Dengan menggunakan model dualitas (duality) dalam programasi linier maka dapat diturunkan bentuk kurva amplop (envelopment) yang ekuivalen atau sama dengan problem diatas yaitu : 273
Seminar Nasional FEKON 2015 Min , ,
(5)
s.t. yi y 0,
xi x 0 0 dimana
(6)
merupakan skalar dan adalah konstanta dari vektor N x 1. Bentuk
envelopment ini melibatkan lebih sedikit kendala (constraint) daripada bentuk multiplier (K+M < N+1) dan telah dijadikan acuan umum untuk memecahkan permasalahan yang
yang diperoleh merupakan angka efisiensi untuk UKE ke-i. Hal itu memenuhi nilai 1 dimana nilai 1 menunjukkan sebuah titik yang ada di garis dihadapi. Nilai dari
batas kemungkinan produksi (frontier) dan karenanya itu disebut UKE yang efisiensi secara teknis mengacu pada definisi yang telah ditentukan oleh Farrel (1957). Dengan memperhatikan bahwa problem programasi linier haruslah dipecahkan sebanyak N kali untuk setiap UKE dalam sampel maka nilai
kemudian dapat diperoleh untuk setiap
UKE. Model CRS hanya cocok jika semua UKE yang beroperasi pada skala yang optimal. Beberapa faktor seperti persaingan tidak sempurna, kendala keuangan dan sebagainya diduga menyebabkan sebuah UKE tidak beroperasi pada skala yang optimal. Banker, Charnes dan Cooper (1984) menganjurkan model CRS diperluas dengan menerapkan VRS, dengan alasan tidak semua UKE beroperasi pada skala yang optimal akan menghasilkan pengukuran technical efficiency (TE) yang berbaur atau dikacaukan (confounded) dengan hasil pengukuran efisiensi-efisiensi skala (scale efficiency/SE). Dengan VRS ini memungkinkan perhitungan TE dapat menghilangkan sama sekali efek dari SE ini. Metode analisis DEA sebagaimana dikemukakan oleh Charnes, Cooper dan Rhodes (1978) diterapkan pada model dengan input yang diasumsikan bersifat Constant Return to Scale (CRS). Dalam asumsi CRS semua UKE beroperasi pada skala optimal, padahal dalam kondisi nyata UKE dapat saja beroperasi tidak optimal, untuk itu digunakanlah asumsi VRS. Hasil penelitian Lestari, EP (2007) yang mengaplikasikan DEA untuk mengukur disparitas efisiensi teknis antar subsektor industri manufaktur 274
Seminar Nasional FEKON 2015 Indoneisa pada tahun 1990-2002 menemukan bahwa perhitungan dengan metode VRS memiliki hasil yang relatif sama dengan metode CRS pada periode penelitian. Pengukuran tingkat disparitas efisiensi antara subsektor dalam sektor industri manufaktur di Indonesia dilakukan dengan menggunakan indikator berupa nilai koefisen variasi (coefficient of variation/CV) seperti yang disarankan oleh Jefferson dan Wu (1994). Secara matematis, koefisien ini dirumuskan sebagai berikut :
CVi
SD( ME ij ) ME ij
dimana CV = coefficient of variation, SD = standar deviasi dari efisensi rata-rata keseluruhan UKE i pada periode j, sedangkan ME adalah tingkat efisiensi rata-rata keseluruhan UKE i pada periode j tertentu dan nilai koefisien tersebut terletak antara 0 sampai dengan 1. Interpretasi koefisen tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: semakin mendekati angka nol maka akan semakin rendah tingkat disparitas antar subsektor dalam sektor industri manufaktur pada periode j. Demikian sebaliknya semakin mendekati nilai satu maka semakin besar tingkat disparitasnya antar subsektor dalam industri manufaktur pada periode j. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian efisiensi pada industri manufaktur ini menggunakan metode analisis DEA yang
mengukur
tingkat efisiensi rata-rata subsektor industri manufaktur di
Indonesia pada tahun 2011, 2012, dan 2013. Dengan analisis DEA, peneliti dapat menunjukkan ukuran tingkat efisiensi yang berkisar antara 1-100 yang terjadi pada 24 subsektor industri manufaktur di Indonesia selama periode studi.
Skor 100
menggambarkan kemampuan suatu subsektor industri yang telah mengoptimalkan seluruh sumberdaya yang dimiliki, sedangkan bila skor menjauhi 100 maka suatu subsektor industri dapat dikatakan tidak memiliki kemampuan mengoptimalkan sumberdaya yang dimiliki. Efisiensi teknis produksi menggambarkan pengorbanan atau biaya yang harus ditanggung untuk menghasilkan output tertentu. Pemakaian input menentukan tingkat produksi telah mencapai kondisi efisien atau belum. Kenaikan dalam efisiensi teknis menunjukkan bahwa dengan pemakaian input yang lebih kecil 275
Seminar Nasional FEKON 2015 dapat digunakan untuk menghasikan output yang sama besarnya. Efisiensi teknis juga dapat diartikan dengan pemakaian input yang sama besarnya dapat menghasilkan output yang jauh lebih besar. Kemungkinan ini dapat terjadi misalnya dengan adanya teknik produksi yang lebih baik. Dari hasil analisis efisiensi yang dilakukan dengan metode DEA ditampilkan dalam grafik untuk memberikan gambaran tentang pencapaian tingkat efisiensi rata-rata pada 24 subsektor industri tahun 2011, 2012 dan 2013 dan hasil perhitungan selengkapnya pada Gambar 1.
Gambar 1. Nilai Efisiensi Subsektor Industri Manufaktur Indonesia Tahun 2011 Hasil pengukuran efisiensi pada industri manufaktur Indonesia tahun 2011 sebagaimana tersaji pada Gambar 1 menunjukkan bahwa pencapaian efisiensi terendah adalah pada subsektor Pengolahan Tembakau yang mencapai 42,94 dan kemudian diikuti oleh subsektor Pencetakan dan Reproduksi Media Rekaman sebesar 49,37 serta subsektor Kayu Gabus dan Anyaman Bambu, Rotan sebesar 49,63. Adapun subsektor dengan pencapaian efisiensi tertinggi terjadi pada subsektor industri Alat Angkutan dan subsektor industri Kendaraan Bermotor, Trailer dan Semi Trailer masing-masing sebesar 100. Dari hasil analisis dengan metode DEA, bahwa pada tahun 2011, subsektor industri yang memiliki nilai efisiensi terendah merupakan subsektor industri yang bersifat padat karya dengan teknologi minim seperti pada subsektor Pengolahan Tembakau, subsektor Kayu, Gabus, Anyaman Bambu, Rotan dan subsektor Pencetakan dan Reproduksi Media Rekaman. Alokasi input pada subsektor industri-industri 276
Seminar Nasional FEKON 2015 tersebut kurang maksimal dalam menghasilkan ouput. Lain halnya dengan subsektor Alat Angkutan dan subsektor Kendaraan Bermotor, Trailer Semi Trailer yang cenderung padat modal memiliki tingkat efisiensi rata-rata yang tinggi.
Gambar 2. Nilai Efisiensi Subsektor Industri Manufaktur Indonesia Tahun 2012 Berdasarkan hasil pengukuran efisiensi pada industri manufaktur Indonesia tahun 2012 seperti tampak pada Gambar 2 menunjukkan bahwa pencapaian efisiensi terendah adalah pada subsektor Karet, Barang dari Karet dan Plastik yang mencapai 47,76, sedangkan subsektor dengan pencapaian efisiensi tertinggi terjadi pada subsektor industri Logam Dasar dan subsektor industri Kendaraan Bermotor, Trailer dan Semi Trailer yakni masing-masing sebesar 100. Berbeda dengan kondisi pada tahun 2011, tingkat efisiensi rata-rata pada subsektor industri Alat Angkutan mengalami penurunan dari 100 menjadi 75,68 pada tahun 2012 dan menjadi 86,97 pada tahun 2013. Dari hasil analisis dengan metode DEA tersebut, menunjukkan bahwa pada subsektor industri subsektor Karet, Barang dari Karet dan Plastik yang bersifat padat tenaga kerja dan minim teknologi memiliki kemampuan mengoptimalkan sumberdayanya terendah yang hanya mencapai 47,76 pada tahun 2012, turun dibandingkan kondisi tahun 2011 yang mencapai 53,56 dan pada tahun 2013 kembali turun menjadi 44,06. Dari hasil analisis dengan metode DEA, bahwa pada tahun 2011, subsektor industri yang memiliki nilai efisiensi rendah merupakan subsektor industri yang bersifat padat karya dengan teknologi minim seperti pada subsektor Pengolahan Tembakau, subsektor Kayu, Gabus, Anyaman Bambu, Rotan dan subsektor Pencetakan dan Reproduksi Media Rekaman. 277
Seminar Nasional FEKON 2015 Alokasi input pada subsektor industri-industri
tersebut kurang maksimal dalam
menghasilkan ouput. Lain halnya dengan subsektor Alat Angkutan dan subsektor Kendaraan Bermotor, Trailer Semi Trailer yang cenderung padat modal memiliki tingkat efisiensi rata-rata yang tinggi. Pada tahun 2012, tingkat efisiensi rata-rata subsektor Pengolahan Tembakau mengalami peningkatan menjadi 83,1 dan pada tahun 2013 turun menjadi 32,43. Pada subsektor Kayu, Gabus, Anyaman Bambu, Rotan tahun 2012 juga menunjukkan kenaikan tingkat efisiensi rata-rata menjadi 58,73 namun turun pada tahun 2013 menjadi 25,51. Kemudian tingkat efisiensi pada subsektor Pencetakan dan Reproduksi Media Rekaman juga menunjukkan kenaikan tingkat efisiensi rata-rata menjadi 59,29 pada tahun 2012 dan pada tahun 2013 turun menjadi 43,58.
Gambar 3. Nilai Efisiensi Subsektor Industri Manufaktur Indonesia Tahun 2013 Hasil analisis dengan DEA pada tahun 2013
bahwa tingkat efisiensi pada
industri manufaktur Indonesia seperti tampak pada Gambar 3 menunjukkan bahwa pencapaian efisiensi terendah adalah pada subsektor Kulit, Barang dari Kulit dan Alas Kaki yang mencapai 14,74 turun drastis dari sebelumnya 54,19 pada tahun 2011 dan 57,54 pada tahun 2012. Efisiensi tertinggi pada tahun 2013 terdapat pada subsektor Farmasi, Produk Obat Kimia dan Obat Tradisional serta subsektor Logam Dasar dan Kendaraan Bermotor, Trailer dan Semi Trailer yang masing-masing menunjukkan 278
Seminar Nasional FEKON 2015 sebesar 100. Subsektor industri Logam Dasar selama kurun waktu 2011-2013 telah menunjukkan perbaikan dalam optimalisasi sumberdaya yang digunakan. Demikian juga dengan subsektor Farmasi, Produk Obat Kimia dan Obat Tradisional selama 20112013 menunjukkan bahwa setelah menurun dari 74,52 pada tahun 2011 lalu menjadi 66,74 pada tahun 2012 kemudian menjadi sangat efisien pada tahun 2013. Secara umum, tingkat efisiensi pada hampir seluruh subsektor industri manufaktur Indonesia mengalami penurunan pada tahun 2013. Selain yang telah disebutkan dia tas, penurunan terjadi pada subsektor Makanan, Minuman, Pengolahan Tembakau, Tekstil, Pakaian Jadi, Kayu, Gabus dan Anyaman Bambu Rotan, Kertas dan Barang dari Kertas, Pencetakan dan Reproduksi Media Rekaman, Produk Batu bara dan Pengilangan Minyak Bumi, Karet, Barang dari Karet dan Plastik, Barang Galian bukan Logam, Barang Logam, Bukan Mesin dan Peralatannya, Komputer, Barang Elektronik dan Optik, Peralatan Listrik, Furnitur, Pengolahan Lainnya dan Jasa Reparasi dan Pemasangan Mesin.
Sedangkan
subsektor dengan pencapaian efisiensi tertinggi
terjadi pada subsektor industri Farmasi, Produk Obat Kimia dan Bahan Kimia dan subsektor industri Kendaraan Bermotor, Trailer dan Semi Trailer maing-masing sebesar 100. Berbeda dengan kondisi pada tahun 2011, tingkat efisiensi rata-rata pada subsektor industri Alat Angkutan mengalami penurunan dari 100 menjadi 75,68 pada tahun 2012 dan menjadi 86,97 pada tahun 2013. Dari hasil analisis dengan metode DEA tersebut, menunjukkan bahwa pada tahun 2013 kebanyakan subsektor industri memiliki kemampuan yang lebih rendah untuk mengoptimalkan sumberdayanya dalam menghasilkan output. Berdasarkan perhitungan tingkat disparitas efisiensi, maka disparitas antar subsektor dalam industri manufaktur antara tahun 2011-2013 seperti nampak pada Gambar 4. berikut ini. Pada tahun 2013 angka Coefficient of Variation (CV) pada industri manufaktur Indonesia menunjukkan angka tertinggi yakni sebesar 0,53 dibandingkan kondisi sebelumnya pada tahun 2011 sebesar 0,25 dan pada tahun 2012 sebesar 0,23.
279
Seminar Nasional FEKON 2015
Gambar 4. Disparitas Efisiensi Industri Manufaktur tahun 2011-2013 Interpretasi CV tersebut semakin mendekati angka nol maka akan semakin rendah tingkat disparitas antar subsektor dalam sektor industri manufaktur pada periode tertentu dan semakin mendekati nilai satu maka semakin besar tingkat disparitas antar subsektor dalam industri manufaktur pada periode tertentu. Dengan demikian secara keseluruhan, telah terjadi peningkatan tingkat disparitas efisiensi industri manufaktur Indonesia antara tahun 2011, 2012 dan 2013. Pada tahun 2011 laju pertumbuhan PDB dari sektor industri manufaktur Indonesia menunjukkan kondisi yang mengagumkan, dari sebesar 4,7% pada tahun 2010 lompat menjadi 6,1% pada tahun 2011 kemudian laju pertumbuhan PDB dari sektor industri manufaktur menurun pada tahun 2012 dan 2013 menjadi 5,7% dan 5,6%. Sementara dari kontribusi sektor industri manufaktur terhadap PDB pada tahun 2011 menurun dari 24,8% pada tahun 2010 menjadi 24,34% pada tahun 2011 dan kemudian terus menurun pada tahun 2012 dan 2013 menjadi
23,97% dan 23,70%. Industri
manufaktur dalam bayang-bayang deindustrialisasi sebagaimana dikhawatirkan banyak kalangan. Sejak krisis moneter pada tahun 1998, industri manufaktur Indonesia belum sepenuhnya pulih. Setelah mengalami perbaikan laju pertumbuhan PDB pada sektor industri manufaktur pada tahun 2011, pada tahun 2012, harapan untuk memompa kinerja industri manufaktur Indonesia masih belum terlaksana karena adanya kebijakan pemerintah Indonesia dalam kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Tarif Dasar Listrik (TDL). Sementara keadaan perekonomian negara-negara maju seperti 280
Seminar Nasional FEKON 2015 Eropa dan Amerika Utara yang belum pulih dari serangan krisis finansial menjadi ancaman bagi industri manufaktur Indonesia.
Harapan bagi industri manufaktur
Indonesia bertumpu pada Asia dan Timur Tengah. Namun kewaspadaan masih terus dijaga mengingat gaung Asean China Free Trade Area semakin terasa sejak diberlakukan pada tahun 2010. Dengan munculnya Asean China Free Trade Area, berbagai produk manufaktur China terutama akan semakin banyak masuk ke wilayah Indonesia. Melemahnya permintaan produk impor dari negara-negara yang sedang berkutat dengan krisis ekonomi, mendorong China untuk melakukan serangan produkproduk ekspornya ke seluruh negara Asia termasuk Indonesia. Industri manufaktur Indonesia yang berorientasi ekspor dengan bahan baku yang memiliki kandungan produk impor yang tinggi juga sangat rentan terhadap gempuran produk-produk industri manufaktur China. Pada tahun 2013, kinerja industri manufaktur Indonesia menurun seiring dengan menurunnya laju pertumbuhan PDB dari sektor industri manufaktur menjadi 5,6% dari 5,7% pada tahun 2012 (BPS, 2013). Subsektor yang berbasis padat karya dan minim teknologi
mengalami penurunanan efisiensi dalam pemanfaatan input untuk
menghasilkan ouput. Beberapa industri yang berorientasi ekspor juga terkena imbas dari melesunya permintaan negara-negara Eropa dan Amerika Serikat atas barang impor Indonesia, seperti tekstil, pakaian jadi, kulit, barang dari kulit dan alas kaki, furnitur. Belum lagi subsektor lain yang diduga terkena gempuran masuknya produk-produk asal China. Dampak kenaikan BBM dan TDL pada tahun 2012 juga dirasakan turut juga dirasakan di kalangan industri manufaktur pada tahun 2013.
PENUTUP Pembangunan
sektor industri membutuhkan penanaman modal penggunaan
teknologi, kemampuan berorganisasi dan manajemen. Tidak dapat dipungkiri pembangunan
industri
yang
bersifat
padat
modal
seringkali
menyebabkan
ketergantungan terhadap modal, teknologi dan keahlian yang umumnya dimiliki asing. Laju pertumbuhan industri manufaktur pada tahun 2011 merupakan capaian tertinggi pertumbuhan tertinggi sejak krisis ekonomi melanda Indonesia. Namun ketidakpastian 281
Seminar Nasional FEKON 2015 kondisi perekonomian dunia masih berpotensi menurunkan permintaan produk-produk industri manufaktur Indonesia. Kinerja industri manufaktur Indonesia masih harus ditingkatkan dan salah satu faktor penentu adalah meningkatkan efisiensi pada industri pengolahan manufaktur. Rendahnya nilai efisiensi pada subsektor industri manufaktur Indonesia pada tahun 2011-2013 disebabkan alokasi input yang kurang maksimal dalam menghasilkan output. Subsektor yang memiliki nilai rendah merupakan subsektor yang bersifat padat karya yang sarat dengan tenaga menusia dan teknologi belum banyak dimanfaatkan sehingga nilai tambahnnya relatif kecil. Selain itu, disparitas efisiensi terjadi antar sebsektor dalam industri manufaktur menunjukkan kenaikan pada antara tahun 2011, 2012 dan 2013. Temuan penelitian ini mengindikasikan bahwa kebijakan pemerintah dalam meningkatkan kinerja industri manufaktur belum berdampak pada peningkatan produktivitas yang ditandai oleh meningkatnya efisiensi pada seluruh subsektor industri manufaktur. Berbagai masalah yang dihadapi sektor industri manufaktur Indonesia belum sepenuhnya mampu diatasi. Namun, Indonesia masih memiliki harapan dalam meningkatkan kinerja industri manufaktur dengan terbukanya peluang-peluang ekspor ke negara-negara yang tidak mengalami krisis finansial yang memiliki daya beli tinggi dan jumlah penduduk yang besar. Pembenahan di sektor industri manufaktur juga merupakan keharusan untuk mengatasi hambatan dan keterbatasan seperti pada infrastruktur transportasi, teknologi dan peralatan produksi yang tua, pengadaan bahan baku yang sarat dengan kandungan bahan impor dan hambatan-hambatan lain yang mengganggu kinerja industri manufaktur Indonesia. DAFTAR PUSTAKA Banker, R.D., Charnes, A., and. Cooper, W.W., 1984, “Some Models for Estimating Technical and Scale Efficiencies in Data Envelopment Analysis”, Management Science 30 (9), 1079-1092. Biro Pusat Statistik (BPS), 2013.
282
Seminar Nasional FEKON 2015 Charnes,A.,W.Cooper, dan E. Rhodes, (1978), “Measuring the Efficiency of Decission Making Units,” Europan Journal of Operational Research. Farell, M.J, 1957, “The Measurement of Productive Efficiency”, Journal of the Royal Statistical Society 120 (series A), 253-281. Giufrida, A.,and Gravelle,H., 2001, “Measuring Performance in Primary Care: Econometric Analysis and DEA” Department of Economics and Related Studies University of York, Heslington, York. Lestari, Etty Puji, 2007, “Disparitas Efisiensi Teknis Antar Sub Sektor Dalam Industri Manufaktur Di Indonesia, Aplikasi Data Envelopment Analysis” Jurnal Organisasi dan Manajemen Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM)
Universitas
Terbuka
didownload
pada
situs
http://lppm.ut.ac.id/JOM/jom%20volume%203%20no%201%20maret%202007/ 02ettypl.pdf Insukindro, Nopirin, Makhfatih,A., Ciptono,S.M., 2000. “Laporan Akhir Pengukuran Efisiensi Relatif Pelayanan Kantor Cabang Pegadaian”, Penelitian dan engembangan Manajemen (PPM) Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Jefferson, G.H and Xu,W, 1994, assessing gains in Efficient Production among China‟s Industrial Enterprises, Economic Development and Culture Change, 3, hlm 597615 Muchdie, 1998, Permodelan Struktur Ruang Ekonomi Indonesia: Penerapan Prosedur Giriot untuk Menyusun Tabel Input Output Daerah, Ekonomi dan Keuangan Indonesia, Vol. XLVI No.3 Post, Thierry, and Spronk,J., 1999; “Including Economic Uncertainty in Data Envelopment Analysis; With an Aplication of Large European Commercial Banks”, Helsinki School of Economics, Finland.
283
Seminar Nasional FEKON 2015 PENGARUH KRISIS UNI EROPA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA
Irdatama Santia Anindita UPBJJ-UT SEMARANG
[email protected]
ABSTRAK “Uni Eropa selalu dinilai sebagai suatu kerja sama ekonomi berbasis kawasan yang paling ideal dan paling sukses di dunia”Anggapan ini sekarang mulai tergoyahkan dan kehilangan pesonanya dengan kemunculan serangkaian krisis yang melanda negara-negara Uni Eropa. Seakan domino effect itu benar-benar terjadi, dimulai dari satu negara dan meluas ke beberapa negara lain. Krisis utang Yunani misalnya, krisis ini akan berpengaruh langsung ke perekonomian Indonesia melalui pelemahan nilai tukar rupiah akibat menguatnya mata uang dollar Amerika Serikat. Jika pelemahan rupiah terus berlanjut, beban sektor industri akan semakin berat karena sebagian besar input produksi berasal dari impor. IHSG pada perdagangan Selasa dibuka pada level 4.918,29, menguat dari penutupan perdagangan pada Senin di level 4.916,74. Namun, hingga perdagangan siang, IHSG cenderung melemah, bahkan sempat menyentuh level 4.891,05. IHSG pun ditutup melemah 10,69 poin (0,22 persen) pada 4.906,05. Harus diakui Krisis
utang Yunani inilah yang menjadi awal mula krisis Eropa, karena itu untuk menjelaskan apa penyebab krisis finansial dan ekonomi Eropa perlu dipahami terlebih dahulu mengapa akhirnya Yunani kini harus terbelit dengan jumlah hutang yang begitu banyak. Pembahasan dalam tulisan ini akan dimulai dengan mencari tahu apa penyebab dan faktor-faktor yang mempengaruhi munculnya krisis, lalu mengarah pada dampak dari krisis, dan beberapa analisa kritis lain mengenai keterkaitan global dan secara khusus keterkaitan dengan Indonesia.
PENDAHULUAN Seiring dengan perkembangan liberalisasi perdagangan yang memberikan kesempatan besar kepada Negara-negara di dunia untuk melakukan perdagangan dengan Negara lain dengan aturan yang semakin memudahkan mereka, seperti penurunan bahkan penghapusan pajak impor, bea cukai, dan trade barriers lainnya. Hal ini menjadi peluang yang kemudian dimanfaatkan oleh Negara-negara, khususnya Negara berkembang, termasuk Indonesia untuk meningkatkan ekspornya ke Negara-negara maju, seperti Amerika dan Eropa. 284
Seminar Nasional FEKON 2015 Hubungan antara Indonesia dan Uni Eropa telah berlangsung semenjak tahun 1967, ketika Uni Eropa masih dalam bentuk masyarakat ekonomi eropa (european economic community). Selama ini ekspor Indonesia ke Eropa dan Amerika termasuk besar, selain ke Negara di Asia Tenggara dan Asia timur. Hal ini karena keberadaan Uni Eropa dan Amerika sebagai pasar tradisional yang banyak mengekspor barang mentah untuk kebutuhan industri di Negara tersebut. UE dan Indonesia telah lama memiliki hubungan baik melalui kerjasama perdagangan dan sebagai pasar tujuan ekspor Indonesia yang potensial. UE merupakan pasar utama terbesar bagi Indonesia setelah Amerika Serikat dan Jepang. Ekspor Indonesia ke UE pada tahun 2008 tercatat sebesar 15,45 milyar dollar AS , sedangkan impor Indonesia dari UE pada tahun 2008, tercatat sebesar US$ 10,5 milyar dollar AS. Perkembangan hubungan bilateral RI-UE tidak terlepas dari dinamika perkembangan yang terjadi di Uni Eropa (UE) dan Indonesia. Sementara sejak krisis yang dialami oleh Yunani yang ternyata memberikan efek domino terhadap Negara lain di Uni Eropa menjadi sebuah pertanyaan apakah hal ini berdampak terhadap hubungan kerjasama yang dibangun oleh Indonesia ke kawasan itu. Krisis Eropa yang diawali dengan kejatuhan Yunani baru terdeteksi pada akhir 2009 dan mencuat kembali pada tahun 2015 yang dipicu oleh melonjaknya beban utang dan defisit fiskal negara anggota Uni Eropa. Dengan melihat fenomena itu, penulis kemudian mengambil judul “Pengaruh Krisis Uni Eropa terhadap Perekonomian Indonesia”. Dengan harapan pembaca dapat mengetahui factor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya krisis di Eropa terutama di Yunani dan apa pengaruhnya terhadap perekonomian Indonesia yang notabene sebagai negara berkembang. Dalam makalah ini, penulis akan memberikan batasan untuk penelitian dalam makalah ini, antara lain: 1) Bagaimana krisis yang terjadi di Uni Eropa? 2) Bagaimana hubungan Ekspor Indonesia ke Uni Eropa? Dalam penulisan makalah ini, ada beberapa tujuan yang ingin diperoleh, antara lain:
285
Seminar Nasional FEKON 2015 1) Untuk mengetahui gambaran krisis yang terjadi di Uni Eropa. 2) Untuk mengetahui dampak dari krisis Uni Eropa terhadap Ekspor Indonesia ke Uni Eropa.
METODE PENELITIAN Dalam penyusunan artikel ini penulis mengumpulkan data mengunakan metode studi pustaka (bahan bacaan berupa makalah dan karya ilmiah), mencari informasi melalui internet, membaca koran, menonton berita dan mengumpulkan fakta berdasarkan apa yang sedang terjadi sekarang ini. Analisis data pada penulisan full paper yang berjudul pengaruh krisis Uni Eropa terhadap perekonomian Indonesia ini menggunakan metode kualitatif.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Krisis yang terjadi di Uni Eropa
286
Seminar Nasional FEKON 2015 Krisis yang ramai dibicarakan oleh kalangan akademisi ini dimulai di pertengahan tahun 2010, namun dalam tataran empirisnya hal itu hanyalah manifestasi klimaks dari krisis tersebut, karena pada dasarnya krisis ini telah dimulai bertahun-tahun sebelumnya. Krisis Finansial sendiri memang sering diidentikan dengan krisis ekonomi, yang terpenting adalah memahami bahwa krisis finansial bukan hanya mengenai tingkat ekspir-impor namun lebih jauh, perihal situasi yang semakin memburuk diperbankan, bisnis skala besar, dan kebijakan moneter. Krisis Yunani pun demikian, yaitu memiliki hutang yang begitu banyak ke International Monetary Fund (IMF), yang nyaris tidak terbayarkan, ditambah dengan defisit yang tinggi serta kondisi ekonomi makro yang kacau. Keadaan ini kemungkinan besar merupakan buah dari akumulasi kesalahan kebijakan pemerintahan di masalalu. Pada tahun 1974, Yunani memasuki babak baru bentuk pemerintahan. Pemerintah baru ini kemudian bernyali mengambil banyak hutang untuk membiayai subsidi, dana pensiun, dan gaji pegawai. Angka hutang tersebut terus menumpuk, bahkan jika ditarik lebih jauh, banyaknya hutang Yunani telah ada sejak tahun 1893. Dibawah kepemimpinan Trikoupis (1862-1893) Yunani melakukan banyak pembangunan jalan kereta api, pelabuhan, dan mercusuar. Sejauh ini, penulis menilai bahwa perekonomian Yunani sedari awal pasca transisi memang belum matang. Awal tahun 2010, diketahui bahwa Pemerintah Yunani telah membayar Goldman Sachs dan beberapa bank investasi lainnya untuk mengatur transaksi yang dapat menyembunyikan angka hutang sesungguhnya. Pemerintah Yunani juga diketahui telah mengutakatik data statistik ekonomi makro, sehingga kondisi perekonomian mereka tampak baik-baik saja. Pada Mei 2010, Yunani sekali lagi tertangkap basah telah mengalami defisit hingga 13.6%. Salah satu penyebab utama dari defisit tersebut adalah banyaknya kasus penggelapan pajak, yang diperkirakan telah merugikan negara hingga US$ 20 milyar per tahun. Semakin jelas kini, bahwa pada dasarnya penyebab krisis Yunani begitu kompleks. Bahkan tidak sedikit para analis yang konsen terhadap isu ini menyatakan bahwa konsep welfare state yang dipopulerkan negara Eropa ini turut ambil bagian dalam munculnya krisis yang meluas, Terlebih dalam rangka menjelaskan mengapa akhirnya satu krisis di negara Eropa menjadi krisis satu Uni Eropa yang akan dijelaskan kemudian.
287
Seminar Nasional FEKON 2015 Krisis Eropa atau juga dapat dikatakan sebagai krisis euro akhirnya terangkat dipermukaan sebagai isu yang panas, setelah stimulus krisis Yunani berhasil menarik banyak perhatian dunia internasional. Bagaimana tidak, jika ternyata rentetan negara tak mau ketinggalan mencuat dengan kabar adanya krisis yang terlihat dari bagaimana mereka mencari dana pinjaman baik dari negara lain dan juga dari IMF, seperti Italia dan Spanyol, ditambah indikasi krisis yang diperkirakan dialami oleh Portugis, dan Irlandia. Setelah Yunani, Italia tergolong negara yang krisisnya begitu disorot dunia internasional,
terlebih
dengan
menyebabkan
keterpurukan
adanya
ekonomi
„skandal‟ namun
kegagalan
sempat
teguh
Berlusconi
yang
menolak
untuk
mengundurkan diri. Kegagalan mengentaskan Yunani dari krisis akan menyeret negara Uni Eropa lain ke dalam krisis yang makin dalam, yang ternyata tidak hanya disebabkan oleh persamaan mata uang. Uni Eropa, yang konon kini menyisakan tiga negara kuat; yaitu Belanda, Perancis, dan Jerman telah berupaya memberikan dana talangan, baik teratasnamakan negara dan juga teratasnamakan komisi Uni Eropa. Menurut penulis, hal ini menggambarkan kesadaran para negara anggota zona Euro, bahwa perluasan krisis akan sangat mungkin berlanjut dan akan sangat merugikan. Integrasi ekonomi yang sukses ini menyisakan bentuk ketergantungan yang sangat signifikan antar anggota, sehingga satu krisis sudah cukup untuk menggoyahkan kestabilan negara-negara anggota yang lain. Penyebab lainnya, adalah karena sejauh ini monitoring pengelolaan kelembagaan untuk bantuan bersyarat kurang jelas dan ditambah lemahnya pengaturan pasar obligasi euro. Banyak sekali mekanisme solutif berhasil dilakukan, namun gagal mencapai sasaran penyelesaian dan justru menyisakan banyak
„tugas
rumah‟
bagi
Uni
Eropa. Seperti
yang
sempat
diangkat
tadi, konsepWelfare State yang menjanjikan begitu melimpahnya jaminan sosial yang mahal, akhirnya justru memanjakan banyak masyarakat Eropa dengan segala kemudahan, sehingga ketika ada satu ide penghematan ditawarkan, masyarakat menjadi reaktif untuk menolak terlihat dari banyak demo yang terjadi akibat cetusan gagasan penghematan. Faktor mayor dan minor, semuanya berkolaborasi menciptakan suatu krisis yang seakan mustahil diselesaikan dalam waktu yang singkat. Pada dasarnya, sistem mata uang tunggal seakan menjadi pisau bermata dua, dalam artian di satu sisi begitu menguntungkan dan menambahbargaining position negara 288
Seminar Nasional FEKON 2015 Eropa, namun di saat yang bersamaan penulis menilai ke-tunggal-an mata uang ini penuh dengan celah yang berpotensi merugikan. Salah satunya perihal tingkat adaptasi negara, tidak semua negara memiliki perekonomian yang cukup matang untuk zona euro. Misalnya saja Yunani, sejak masuk Uni Eropa di tahun 1980, dan masuk pula di zona euro, dalam satu dekade pertama harapan penguatan ekonomi samasekali tidak tercapai, yang terjadi justru penurunan tingkat Gross National Product (GNP) Yunani dari 58% menjadi 52%. Adanya sistem mata uang tunggal membuat negara-negara lain di Uni Eropa menjadi rentan akan satu goncangan di satu pilar euro yang ada. Dampak signifikan secara langsung akan dirasakan oleh negara-negara anggota anggota eurozone. Harus dipahami disini bahwa definisi zona eropa adalah kesepakatan beberapa negara, bahkan yang diluar Uni Eropa yang sama-sama menggunakan mata uang euro, dan juga adapula negara Uni Eropa yang ternyata tidak tergabung dalam zona euro, seperti United Kingdom dan Denmark. Penggunaan term „negara dalam zona euro‟ kini dapat disepakati mengarah pada negara-negara pengguna euro. Adanya eurozone yang awalnya sangat menguntungkan kini menjadi momok paling mengerikan sebab hal ini justru membuat upaya mempertahankan krisis di wilayah internal negara menjadi upaya yang sia-sia bahkan nyaris mustahil. Dampak pertama krisis Eropa langsung dirasakan oleh negara zona euro. Bagi mereka krisis ini memunculkan instabilitas sistem moneter negara, mengingat kebijakan kawasan
zona
euro
berdampak
langsung
pada landscape domestik
negara
anggota. Kedua, melemahnya angka pendapatan negara, kembali, dikarenakan berkurangnya intensitas aktivitas ekonomi antar negara, dan dampak ini akan lebih dirasakan oleh para negara zona euro yang merupakan anggota Uni Eropa. Ketiga, adalah munculnya kewajiban penghematan besar, seperti pemotongan berbagai macam tunjangan kesejahteraan dan bagi mereka yang dianggap masih kuat, seperti Perancis, Jerman dan Belanda maka mereka banyak mendapat sorotan untuk memberikan bantuan nyata bagi para negara yang menghadapi krisis dan tuntutan untuk mempertahankan kekuatan euro dimata internasional. Dalam konteks dampak terhadap negara non eurozone memang tidak dapat terlihat secara langsung, namun samasekali tidak dapat diartikan bahwa itu tidak ada. 289
Seminar Nasional FEKON 2015 Inggris misalnya, dengan cukup cermat melihat bahwa krisis euro ini akan membuat warga negaranya dibanyak negara zona euro akan menghadapi banyak kesulitan mengakses account perbankan. Dampak bagi negara di kawasan Eropa terkait krisis ini adalah adanya tekanan terkhusus di area perbankan. Swiss misalnya, yang bukan merupakan negara anggota Uni Eropa dan juga bukan negara zona euro menyatakan bahwa krisis finansial Eropa ini sangat mempengaruhi perekonomian negaranya, misalkan dalam penetapan suku bunga dan tingkat pertumbuhan perekonomian. Dan hal ini berlaku pula di negara seperi Swedia dan Denmark bahkan Norwegia. Selain tekanan perihal kebijakan moneter-finansial, negara-negara tersebut menghadapi ancaman serius dalam pemasukan negara sebab angka perdagangan negara sesama wilayah Eropa sangatlah tinggi. B. Dampak Krisis Uni Eropa terhadap Ekspor Indonesia ke Uni Eropa Namun menurut beberapa ahli ekonomi, termasuk Fauzi Budi, Krisis finansial Yunani yang dikhawatirkan menjalar ke Portugal dan Spanyol hanya terjadi di Negaranegara Eropa Selatan. Sementara penopang utama ekonomi Eropa adalah negara-negara Eropa Utara seperti Jerman dan Prancis, Negara Skandinavia dan Benelux (Belanda,Belgia dan Luxemburg). Sehingga ini diprediksi tidak akan terlalu mempengaruhi ekspor Indonesia ke Uni Eropa, terlebih ekspor Indonesia ke Yunani sebagai Negara yang paling mengalami dampak dari krisis ini tidak begitu besar. Pada tahun 2011 ekonomi Indonesia diperkirakan semakin prospektif. Berbagai publikasi internasional, seperti WEO dan Consensus Forecast memproyeksikan laju PDB Indonesia pada 2011 akan lebih tinggi dibanding 2010, yakni pada tingkat 6,2 persen. Meskipun diwarnai sejumlah sinyal positif, namun potensi datangnya tantangan pada tahun 2011 tetap perlu diwaspadai. Dari perspektif global, salah satu tantangan berasal dari meluasnya dampak Krisis Eropa. Bagi Indonesia, meluasnya dampak lanjutan Krisis Eropa 2011 merupakan tantangan tersendiri. Pasalnya, Uni Eropa merupakan salah satu tujuan ekspor nonmigas Indonesia yang potensial. Dalam lima tahun terakhir, kinerja perdagangan IndonesiaUni Eropa terus meningkat dan selalu mendatangkan surplus bagi Indonesia sebesar rata-rata USD5,16 miliar per tahunnya. Berlanjutnya Krisis Eropa pada 2011 berpotensi 290
Seminar Nasional FEKON 2015 menurunkan kinerja ekspor Indonesia ke kawasan tersebut yang pada gilirannya bisa menghambat ekspansi ekonomi pada 2011. Pengamat Ekonomi Faisal Basri menilai bahwa dampak krisis yang saat ini sedang melanda kawasan Eropa tidak akan signifikan terhadap sektor ekonomi dan pasar modal Indonesia layaknya krisis Amerika pada 2008 yang lalu. Pasalnya, cadangan devisa Indonesia terus mengalami kenaikan hingga US$78,5 miliar di posisi bulan April 2010. Bagusnya kondisi ekonomi dan keuangan Indonesia bisa dilihat dari stabilnya tingkat inflasi dan suku bunga yang berlaku. Sementara fluktuasi pasar modal juga cenderung mengalami menurun. Krisis Eropa juga tidak akan berpengaruh besar terhadap perekonomian Indonesia secara menyeluruh. Sebab, ketergantungan Indonesia terhadap pasar Eropa sangat kecil. Hal ini terlihat dari prosentasi ekspor Indonesia ke berbagai negara di wilayah Eropa seperti Yunani, negara di Eropa yang mengalami krisis terparah saat ini masih sangat kecil. Ekspor ke Eropa yang relatif besar adalah ke negara Jerman dan Perancis yang kondisinya masih sangat kuat. Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu juga mengungkapkan hingga kini pemulihan ekonomi Eropa belum terjadi secara penuh. Sehingga potensi adanya krisis Eropa terhadap kinerja ekspor Indonesia ke Eropa masih berpotensi berdampak, meski tidak akan secara signifikan. Menurut Mari, justru negara yang patut sangat waspada adalah China, terkait krisis Eropa saat ini. Mengingat ketergantungan ekspor China ke Eropa mencapai 30% dari total ekspor negeri tirai bambu tersebut. Ketergantungan eskpor Indonesia terhadap pasar Eropa tidak sebesar China, hanya 11, 4 persen. Meskipun begitu krisis utang yang dialami oleh Yunani dan negara Eropa Selatan lainnya dikhawatirkan akan menyebabkan Jerman dan Prancis sebagai motor penggerak perekonomian Eropa melepas euro. Jika ini terjadi maka bursa saham global akan anjlok. Investor global akan menarik dananya di bursa-bursa Asia, khususnya dari pasar negara-negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia. Namun langkahlangkah antisipasi yang diambil Eropa akan mampu meredam gejolak krisis. Nilai perdagangan Indonesia- Uni Eropa tercatat sebagai berikut: 291
Seminar Nasional FEKON 2015 1. Ekspor Indonesia ke Uni Eropa pada periode Januari – April 2005 berjumlah sebesar € 1,39 milyar, turun 4,2% jika dibandingkan dengan ekspor periode yang sama ditahun 2004 yang berjumlah sebesar € 1,42 milyar. 2. Neraca perdagangan Uni Eropa – Indonesia pada periode Januari – April 2005 naik sebesar 18,8% dibanding pada tahun 2004 pada periode yang sama. 3. Pada 2006 dan 2007 surplus Indonesia tercatat USD6,0 miliar dan USD5,6 miliar. 4. Dengan rata-rata pertumbuhan 6% per tahun antara tahun 2004 dan 2008, dan sebuah rekor arus perdagangan yang hampir mencapai € 20 miliar pada tahun 2008. Bagi indonesia, Uni Eropa adalah mitra dagang terbesar ke-4 dimana Uni Eropa memberikan sekitar 10% jumlah perdagangan Undonesia pada tahun 2008. Ekspor Indonesia ke Uni Eropa pada tahun 2008 tercatat sebesar 15,45 milyar dollar AS, sedangkan impor Indonesia dari UE pada tahun 2008, tercatat sebesar US$ 10,5 milyar dollar AS. 5. Pada tahun 2009, dalam bidang perdagangan Uni Eropa dan Indonesia mengalami peningkatan. Meskipun volume perdagangan menurun menjadi € 17 miliar karena adanya penurunan permintaan di Uni Eropa dan Indonesia dikarenakan meluasnya krisis ekonomi global. Namun demikian, pasar Uni Eropa cukup mampu bertahan dibandingkan dengan pasar-pasar di Asia lainnya, dimana ekspor secara signifikan berada di bawah level tahun 2008. Indonesia terus melaporkan surplus yang stabil dalam perdagangannya dengan Uni Eropa, yaitu sekitar € 6-7 miliar pada tahun terakhir. 6. Negara-negara Uni Eropa merupakan negara tujuan ekspor nonmigas Indonesia. Dimana 79 % ekspor Indonesia didominasi oleh bidang nonmigas. Sementara untuk ekspor migas, Indonesia mengalami gejolak yang signifikan akibat pengaruh krisis global. Surplus neraca perdagangan yang terjadi pada sektor non migas yakni mencapai USD2,4 miliar. Hal itu meningkat 56 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun 2010. Pada Februari 2011 surplus mencapai USD2,4 miliar justru sektor migas defisit USD3,1 juta. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), tiga negara tujuan utama ekspor non-migas Indonesia ke Uni Eropa adalah Jerman, Perancis dan Mesir. Ekspor Indonesia ke Jerman rata-rata Rp 2,68 triliun/tahun. Sementara ke Prancis Rp1,009 triliun dan 292
Seminar Nasional FEKON 2015 Inggris Rp1,52 triliun/tahun. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik pada 1 Maret 2011, total ekspor nonmigas Indonesia sepanjang tahun 2010 mencapai USS 13,5 miliar. Masing-masing ke Jerman USS 2,3 miliar, Inggris USS 1,4 miliar, Prancis USS 870 juta, serta negara-negara Uni Eropa lainnya USS 8,9 miliar. Pada Januari 2010, terjadi penurunan ekspor nonmigas hampir ke semua negara tujuan utama Indonesia dibanding Desember 2009. Ekspor nonmigas ke Prancis pada Januari turun USS 39,5 juta dan ke Inggris turun US$ 1,3 juta.
KESIMPULAN DAN SARAN Krisis di kawasan Eropa adalah permasalahan serius sebab menyangkut perekonomian dari sisi perbankan, bisnis skala besar, dan kebijakan moneter yang praktis langsung berdampak pada aktivitas ekonomi semacam ekspor-impor dan investasi. Keterpurukan Eropa mulai mencuat di 2010 dan memanas di 2012. Diawali dari krisis Yunani yang didalamnya menyangkut adanya kesalahan masa lalu ditambah beberapa kasus yang semakin mempersulit posisinya. Disusul oleh Italia dan Spanyol yang juga meminta dana talangan dan pinjaman baik ke Uni Eropa dan IMF. Ada indikasi faktor ketidakmatangan adaptasi beberapa negara yang tergabung dalam eurozone yang menyebabkan krisis terjadi, ditambah dengan regulasi moneter yang kurang tepat sasaran. Hal ini berdampak besar bagi negara anggota zona euro dan bahkan bagi negara non anggota zona euro yang dipengaruhi faktor intensnya perdagangan dan saling terkaitnya kebijakan perbankan. Jika dilihat dari dampat diluar Eropa, krisis Euro menjadi ketakutan bagi banyak negara, China misalnya sebagai partner besar Eropa. Efek global ini tidak lain dikarenakan adanya tingkat saling berhubungan satu negara dengan negara yang lain. Beruntungnya, hal ini membuat Indonesia menikmati keuntungan „terselubung‟, yaitu dengan banyaknya investasi portofolio yang masuk
Krisis Eropa yang diawali dengan kejatuhan perekonomian Negara anggota Uni Eropa yang dipicu oleh melonjaknya beban utang dan defisit fiskal negara anggota Uni Eropa, utamanya Yunani. Kondisi perekonomian Yunani yang morat marit pada akhirnya mendorong kekhawatiran pasar bahwa kondisi tersebut akan berimplikasi ke Negara lainnya di Eropa, terutama ke Eropa Selatan atau yang sering disebut dengan PIGS (Portugal, Italy, Greece and 293
Seminar Nasional FEKON 2015 Spain) karena kelompok Negara tersebut memiliki kondisi perekonomian yang mirip, dimana rata-rata Negara tersebut memiliki rasio hutang terhadap PDB yang besar, serta terperangkap oleh defisit anggaran yang tinggi dalam membiayai sector publiknya.
Ekspor Indonesia ke Uni Eropa terus meningkat dan selalu mendatangkan surplus bagi Indonesia sebesar rata-rata USD5,16 miliar per tahunnya. Namun terjadi penurunan di beberapa sektor karena pengaruh krisis ekonomi yang melanda Uni Eropa.
Ada dampak yang ditimbulkan krisis Uni Eropa terhadap ekspor Indonesia ke kawasan itu, meskipun kecil. Karena Indonesia hanya memiliki ketergantungan terhadap pasar Eropa sebesar 11,4 %. Meskipun dikhawatirkan jika ini menyebar ke Negara-negara yang menjadi tujuan ekspor utama seperti Jerman dan perancis maka itu akan menimbulkan dampak buruk terhadap ekspor Indonesia. Dan dikhawatirkan juga jika krisis ini berlangsung lama dan mempengaruhi perekonomian dunia, maka imbasnya akan sampai ke Indonesia.
SARAN Walaupun perekonomian Indonesia tidak bergantung secara langsung terhadap Yunani namun Indonesia juga harus waspada, karena krisis Yunani ini mengakibatkan efek domino yang dapat mempengaruhi negara-negara tetangga dan dapat mengakibatkan melemahnya nilai tukar Rp ke USD. Untuk itu Indonesia harus melakukan beberapa poin yaitu : Memperluas jaringan pasar Internasional misalnya ke negara-negara Asia Timur, Amerika dan negara-negara besar lainnya untuk memperkuat sektor pasar. Mengalokasikan anggaran dengan bijak. Menumbuhkan daya beli masyarakat Memperkuat perekonomian pedesaan (ekonomi mikro) Dan yang paling penting adalah memperkuat sektor pariwisata agar Devisa negara mengalami peningkatan.
DAFTAR PUSTAKA Budi Winarno. 2011. Isu-isu Global Kontemporer. Yogyakarta: CAPS. hal 89 294
Seminar Nasional FEKON 2015 Budi Winarno. 2011. Isu-isu Global Kontemporer. Yogyakarta: CAPS. hal 100 Anonym, n.d. [online] www.pfhub.com/financial-crisis/ diakses 12 Januari 2012 PPT perkuliahan Masyarakat Budaya Eropa. 2011. Geopolitik Yunani. slide 6 Curry, E. Jeffrey, MBA, Ph.D. 2001. Memahami Ekonomi Internasional : Memahami Dinamika Pasar Global. Jakarta : Penerbit PPM. Tambunan, Tulus. 1996. Perekonomian Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia. http://buahpikir-claudya-fisip09.web.unair.ac.id/artikel_detail-42967charming%20europe-Krisis%20Finansial%20Eropa.html http://fleepzfloopz.blog.com/2011/05/10/dampak-krisis-ekonomi-uni-eropa-terhadapekspor-indonesia/ http://diplomatmudahiuinsyarifhidayatullah.blogspot.com/2010/11/krisis-keuanganyunani-penyebab-dan.html https://berjagajaga.wordpress.com/2015/07/01/yunani-resmi-bangkrut-di-bawah-inidaftar-negara-negara-yang-tidak-bisa-bayar-hutang/ http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2015/07/08/101000526/Dampak.Krisis.Yunani. Melalui.Pasar.Modal.dan.Mata.Uang http://dmarcella.blogspot.com/2013/05/krisi-eropa-dan-dampaknya-terhadap.html http://www.onlenpedia.com/2015/07/bagaimana-pengaruh-krisis-ekonomi.html
295