BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Isu mengenai kepemilikan senjata api di Amerika Serikat (AS) memang telah lama diperdebatkan. Banyak pro maupun kontra dalam hal ini. Pasalnya, isu ini menjadi kontroversial bila telah dibahas baik oleh kelompok kepentingan dan asosiasi penggemar senjata api AS, maupun para aktivis kemanusiaan yang bergerak membela kepentingan para korban senjata. Kiprah senjata api di AS sendiri resmi dimulai pada 1791, saat Amandemen Kedua Konstitusi AS muncul. Amandemen tersebut memuat aturan resmi mengenai senjata api yang berbunyi, "A well-regulated Militia, being necessary to the security of a free State, the right of the people to keep and bear Arms, shall not be infringed". Bahkan pasca munculnya amandemen ini, perdebatan pun sudah mulai terlihat. Di satu sisi, para penganut individualist theory berpendapat bahwa “the right of the people to keep and bear Arms, shall not be infringed”, merupakan penegasan bahwa memang merupakan hak setiap warga negara untuk dapat memiliki senjata api. Namun bagi para penganut collective theory, yang terjadi adalah sebaliknya. Mereka berpegang pada pembukaan “A well-regulated Militia”. Bahwa sebenarnya hak untuk memiliki dan mengatur persenjataan hanyalah ditujukan untuk level pemerintahan, baik itu lokal, negara bagian, atau pemerintah federal. Bukan masyarakat umum.1 Dan perdebatan semacam ini pun tak hanya berhenti pada abad 18, namun terus terjadi hingga sekarang. Kini, saat senjata api telah tersebar luas di penjuru AS, tidak sedikit korban masyarakat sipil yang jatuh akibat gun violence. Fenomena inilah yang kemudian mengundang perdebatan baru. Yakni apakah amandemen kedua dan senjata api masih relevan digunakan di era modern Amerika seperti saat ini. Salah satu insiden gun violence yang mungkin masih terekam dalam ingatan adalah peristiwa penembakan massal pada 14 Desember 2012 di Sekolah Dasar Sandy Hook, Newtown, Connecticut. Sebanyak 20 orang murid; berumur antara 6 dan 7 tahun, serta 6 orang dewasa, meninggal dunia. Sang pelaku yang bernama Adam Lanza, diduga
1
‘Second Amendment’, Cornell University Law School, https://www.law.cornell.edu/wex/second_amendment, diakses 18 Agustus 2015
1
mengidap gangguan mental. Karena ia menembak mati ibunya sendiri, Nancy Lanza, sebelum menembaki anak-anak di Sandy Hook. Adam sendiri juga kemudian menembak dirinya sendiri saat hampir diamankan oleh regu kepolisian. Dalam kasus penembakan tersebut, Adam membawa tiga senjata: assault rifle AR 15 dari Bushmaster, dan dua pistol keluaran Glock dan Sig Sauer.2 Kasus gun violence ini pun kemudian memicu reaksi keras dari berbagai kalangan. Termasuk Presiden Obama sendiri, yang menentang keras kebijakan gun rights yang ada. Obama kemudian melangkah lebih jauh, dengan mengajukan proposal RUU background checks pada awal tahun 2013. Tujuan pengajuan ini adalah untuk mengatasi perdebatan isu senjata yang masih santer, dengan cara menerapkan gun control yang lebih ketat. Secara spesifik, Obama menawarkan rancangan kebijakan yang mengharuskan adanya background check pada calon pembeli senjata api, dan pembatasan pembelian peluru hingga 15 magasin. Usulan ini pun kandas karena mengalami kekalahan vote dari kubu pro-gun rights, yang berisi mayoritas anggota Partai Republik, dan sebagian Demokrat.3 Dari batasan minimum untuk lolos voting, yakni 60 suara, kebijakan ini hanya mendapat 57 suara. Dari 57 suara ini pun, sebagian diantaranya adalah suara dari beberapa orang anggota Partai Republik. Faktor utama kebijakan ini tidak lolos, disebabkan oleh kurangnya suara para senator Demokrat yang berdomisili di negara bagian yang konservatif, seperti Colorado. Di negara-negara bagian yang terhitung konservatif, atau negara bagian yang bipartisan, NRA telah menancapkan kuat pengaruhnya. Di wilayahwilayah tersebut, NRA memobilisasi massa, baik anggota maupun simpatisannya, untuk menekan senator masing-masing. Baik melalui e-mail, telepon, maupun surat. Semuanya berisi kecaman akan kebijakan pembatasan senjata api. Hal inilah yang kemudian berimplikasi pada jatuhnya suara para Senator Demokrat yang tinggal di negara-negara konservatif. 4
2
‘Sandy Hook Shooting: What Happened ?’, CNN (online), http://edition.cnn.com/interactive/2012/12/us/sandy-hook-timeline/, diakses 24 September 2015 3 D.Bash, ‘Leading Senate Talks Falling Short of Universal Background Checks’, CNN (online), 9 April 2013, http://www.cnn.com/2013/04/08/politics/senate-guns/index.html, diakses 25 Maret 2015 4 J.Weisman, ‘Senate Blocks Drive for Gun Control’, The Washington Post (online),17 April 2013, http://www.nytimes.com/2013/04/18/us/politics/senate-obama-gun-control.html, diakses 26 Mei 2015
2
Fenomena ini seakan menjadi sebuah pembuktian akan kekuatan NRA di AS. Berikut adalah beberapa faktor mengapa NRA dapat menjadi sebuah pressure group yang amat kuat. Pertama, jumlah anggota dan aktivis yang terlibat NRA sangatlah besar. Tak lupa, dana jutaan dolar yang mengalir ke dalam NRA yang berasal dari berbagai korporasi dan industri senjata. Kedua, selain menjadi badan lobi, NRA juga merupakan klub masyarakat yang populer dan mitra yang bersahabat bagi industri dan politisi, sehingga berkat popularitasnya ini, pengaruh NRA sangat kuat hampir di banyak wilayah di AS. 5 Ketiga, NRA hampir tak memiliki rival dalam memperjuangkan kepentingannya. Bahkan pada 2010, Brady Center to Prevent Gun Violence, pressure group terbesar dalam hal pembatasan senjata api, hanya mampu mengucurkan dana lobi sekitar $3 juta. Sedangkan di tahun yang sama, NRA berhasil mengucurkan dana sebesar $243 juta. Selisih dana sebesar $240 juta ini tentu dapat memberikan gambaran, kepentingan siapa nantinya yang akan terakomodir.6 Hal ini menimbulkan pertanyaan bagi penulis, mengenai kenapa hal ini bisa terjadi. Bagaimana NRA dapat menjadi mempengaruhi kebijakan ? Dalam karya tulis ini, penulis akan mencoba menjelaskan mengenai hubungan antara kebijakan kepemilikan senjata, kelompok-kelompok lobi, dan industri senjata api AS itu sendiri.
B. Rumusan Masalah Bagaimana NRA sebagai pressure group dapat mempengaruhi kebijakan mengenai kepemilikan senjata api di AS pada masa pemerintahan pertama Obama 2009-2014 ?
C. Landasan Teori Lobbying Lobbying lebih identik dengan suatu proses tertentu, daripada sebuah organisasi. Sehingga proses lobbying tidak terbatas pada beberapa kelompok orang, maupun sebuah organisasi. Proses ini pun paling mudah diartikan sebagai “proses komunikasi” oleh 5
W.Hickey, ‘How The NRA Became The Most Powerful Special Interest In Washington’, Business Insider (online), 18 Desember 2012, http://www.businessinsider.com/nra-lobbying-money-national-rifleassociation-washington-2012-12?IR=T&, diakses 26 Mei 2015 6 C.Chiliza, ‘The NRA’s Big Spending Edge — In 1 Chart’, The Washington Post (online), 18 Desember 2012, http://www.washingtonpost.com/blogs/the-fix/wp/2012/12/18/the-nras-big-spending-edge-in-1-chart/, diakses 26 Mei 2015
3
seorang lobbyist kepada pemerintah, agar pemerintah dapat menyetujui kebijakan atau keinginan yang diinginkan oleh klien kelompok lobbying. Komunikasi kepada pemerintah ini dapat dilakukan dengan beragam cara, tergantung oleh lobbyist yang melakukannya. Metode lobi sendiri tidaklah mudah, karena lobbyist harus memastikan bahwa pesan yang dia sampaikan, harus sampai dengan seakurat mungkin kepada para pemangku kebijakan.7 Semisal, jika proses lobi menggunakan cara dengan menggerakkan opini publik, maka pesan tersebut haruslah sampai dengan akurat. Dan tidak terdistorsi dalam gelombang opini publik itu sendiri. Proses lobi (lobbying) terdiri dari dua metode: Pertama adalah metode direct communication. Metode ini merupakan taktik lobi dengan cara dikirimkannya perwakilan lobbyist untuk bernegosiasi langsung ke pejabat pemerintahan. Keberhasilan metode ini bergantung pada seberapa kuat hubungan personal sang pelobi dengan sang pejabat. Karena pelobi dihadapkan face to face dengan pemangku kebijakan. Sedangkan metode Kedua adalah indirect communication. Cara ini biasanya digunakan ketika metode pertama sulit digunakan. Bisa jadi karena para pejabat pemerintahan sulit ditemui, atau para pejabat memang sulit untuk dilobi. Indirect communication adalah taktik lobi dengan menggunakan kekuatan gerakan massa untuk menekan pemerintah. Sehingga kemudian pemerintah/institusi terkait mendapatkan kesan bahwa isu yang dibawa sang lobbyist ini didukung oleh publik. Metode ini disebut juga dengan “lobbying at the grass-roots”.8
Pressure Groups Menurut definisinya, pressure groups dapat diartikan sebagai “groups of likeminded individuals who campaign for their collective interests and/or in pursuit of a common cause. They aim to influence the policies or actions of government”.9 Dengan kata lain, pressure groups bukan hanya sekumpulan individu biasa dengan minat dan kepentingan yang sama, seperti sebuah komunitas. Namun kelompok ini lebih dari sekedar
7
David L.S, International Encyclopedia of the Social Sciences, Macmillan Reference USA, New York City, 1968. hlm.421 8 Ibid. hlm. 422 9 ‘AS Revision Guide; Pressure Groups’, KEGSNet. VLE of King Edward VI Grammar School (online), http://vle.kegs.org.uk/pluginfile.php/10902/mod_resource/content/1/Pressure%20Groups%20revision% 20guide.pdf, diakses 12 Agustus 2015
4
hal itu. Pressure groups juga bertujuan untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah. Terutama terkait isu dan kebijakan yang terkait dengan kepentingan mereka. Menurut Andrew Heywood, pressure groups mempunyai 3 karakteristik: (1) Bertujuan untuk mempengaruhi kebijakan/langkah pemerintah dari luar lingkup pemerintahan – dari masyarakat. (2) Bergerak dalam bidang isu yang terfokus, misal; isu senjata api, isu lingkungan hidup, dll. (3) Berusaha merangkul masyarakat dari bermacam latar belakang.10 Dalam kasus NRA serta pressure groups’ lain seperti Gun Owners of America, atau Brady Center to Prevent Gun Violence, penulis mengasumsikan bahwa mereka termasuk dalam kategori pressure groups. Hal ini dikarenakan masing-masing dari kelompok ini: berusaha mengubah kebijakan sesuai dengan kepentingan mereka di bidang regulasi senjata api, serta telah merangkul banyak anggota dari berbagai macam latar belakang. Kelompok unik ini juga mempunyai fungsinya sendiri, yakni: (1) Sebuah pressure group menyediakan tempat bagi aspirasi-aspirasi masyarakat yang kiranya tidak berhasil terakomodasi dalam proses elektoral formal. Dengan kata lain, kelompok ini juga mempunyai fungsi representative, sama halnya dengan fungsi dari partai politik. (2) Pressure groups dapat menjadi sebuah agen transformatif dalam peningkatan partisipasi politik. Misalnya, pressure group A terindikasi dekat dan sangat mendukung partai X. Karena partai X juga mengusung kepentingan A dalam platform mereka. Kemudian, menjadi besar kemungkinan bahwa para anggota dan simpatisan A akan mendukung partai X sebagai pilihan mereka dalam pemilihan umum. Karena dengan demikian, para anggota A menjadi berharap bahwa kepentingan mereka akan terpenuhi oleh partai X. (3) Kelompok ini membantu dalam peningkatan edukasi politik. Karena banyak bagian dari masyarakat yang mengetahui beragam informasi terbaru, justru dari broadcast yang dilakukan oleh pressure groups. Di era global seperti saat ini, mereka dapat dengan berkomunikasi, baik dengan anggotanya maupun masyarakat umum, melalui website, media sosial, bulletin, dsb. (4) Beberapa pressure group terkadang melangkah lebih jauh. Mereka tak hanya berhenti pada tahap pembuatan kebijakan. Namun mereka juga turut berpartisipasi dalam implementasi kebijakan itu sendiri.11 Sebagai contoh, dalam kebijakan
10 11
Ibid. Ibid.
5
gun control selama ini, pemerintah memfokuskan agar pemakaian senjata dapat terkontrol, baik oleh aparat, maupun warga sipil. Dan NRA pun menolong pemerintah dalam mengimplementasikan hal ini. NRA mempunyai program khusus pelatihan senjata api bagi institusi kepolisian. NRA juga mempunyai program pelatihan menembak bagi masyarakat sipil, serta edukasi mengenai bagaimana penanganan dan pemakaian senjata api yang pantas, bagi para pemuda AS. Dengan program-program tersebut, NRA secara tak langsung telah membantu pemerintah dalam pengimplementasian gun control.12 Terakhir, aspek paling penting yang akan dibahas adalah taktik/strategi yang digunakan oleh pressure groups dalam mencapai tujuannya. Taktik yang digunakan dapat dibagi menjadi dua jenis; taktik insider groups & outsider groups. Taktik insider berarti pressure groups menggunakan pendekatan dari dalam pemerintahan, berupa (1) Lobi ke pemerintah. (2) Metode pendekatan ke parlemen (parliamentary methods). Sedangkan taktik dari outsider groups lebih variatif, ia dapat berwujud seperti: (1) Berafiliasi ke partai politik. (2) Legal action melalui pengadilan. (3) Mengadakan kampanye dan aksi. (4) Mengarahkan opini publik. (5) Bersuara melalui media massa.13
Sistem Politik Menurut Gabriel Almond, yang dikatakan sebagai sistem politik sebenarnya terdiri dari tiga konsep: sistem, struktur, dan fungsi. Sebuah sistem politik adalah kesatuan dari ketiga konsep tersebut. Karena untuk melakukan berbagai kegiatan politik, hal pertama yang dibutuhkan adalah “sistem” itu sendiri. “Sistem” diartikan sebagai usaha pengorganisasian masyarakat yang berusaha mencapai kepentingan mereka bersama. Almond mengibaratkan gambaran suatu “sistem” serupa dengan gambaran sebuah lingkungan ekologis, dimana dalam satu lingkungan ekologi, pasti terdapat satu
12
‘Pressure Groups’, BBC (online), http://www.bbc.co.uk/bitesize/higher/modern/uk_gov_politics/central_gov/revision/4/, diakses 17 Agustus 2015 13 ‘AS Revision Guide; Pressure Groups’, KEGSNet. VLE of King Edward VI Grammar School (online), http://vle.kegs.org.uk/pluginfile.php/10902/mod_resource/content/1/Pressure%20Groups%20revision% 20guide.pdf, diakses 12 Agustus 2015
6
kepentingan bersama.14 Satu lingkungan ini pun tak berdiri sendiri, ia dalam perjalanannya juga berinteraksi dengan lingkungan lain. Selama berinteraksi tersebut, satu sistem pun dapat mempengaruhi sistem lainnya. Lebih detailnya, kepentingan satu kelompok masyarakat bisa mempengaruhi kepentingan kelompok lainnya. Sehingga terjadilah saling ketergantungan. Dalam satu sistem –yang bisa berisi banyak kepentingan- terdapat sebuah “struktur”. “Struktur” berfungsi sebagai sarana untuk melakukan berbagai kegiatan politik. “Struktur” juga pada umumnya terdiri dari kumpulan lembaga yang menjamin berjalannya suatu kegiatan politik, seperti partai politik, legislatif, eksekutif, yudikatif, birokrasi, dan pressure group. Lembaga-lembaga ini mempunyai fungsi dan peranannya sendiri dalam kehidupan perpolitikan suatu sistem. 15 Ketiga, bila keseluruhan gambaran tentang tujuan sistem dan struktur telah diketahui. Maka dapat ditelaah kemudian mengenai peranan, fungsi, dan titik ketergantungan masing-masing struktur. Dari keseluruhan sistem tersebut, terdapat tiga fungsi utama sistem politik. Pertama adalah sosialisasi politik, yang merupakan fungsi untuk mengembangkan dan memperkuat sikap politik dalam masyarakat. Dengan kata lain, menghindarkan masyarakat dari sikap apatis. Karena politik sangatlah esensial bagi perubahan yang lebih baik dalam masyarakat. Kedua adalah rekrutmen politik, yang berfungsi untuk memilih masyarakat untuk mendapatkan peranannya masing-masing dalam politik. Ketiga adalah komunikasi politik, yang berfungsi untuk menjamin aliran informasi politik ke masyarakat, melalui lembaga-lembaga yang tersedia. Namun sebelumnya, sistem ini hanya bisa berjalan efektif bila masyarakat mengetahui apa yang mereka inginkan. Kepentingan masyarakat tersebut kemudian diwujudkan menjadi tuntutan, yang kemudian akan menjadi alternatif kebijaksanaan yang akan dibahas dalam struktur politik. Namun demikian, tuntutan kebijakan tersebut tak hanya bersifat linear. Karena banyak proses yang harus dilalui oleh suatu kebijakan agar terlaksana. Dan tidak menutup kemungkinan, bahwa kebijakan akan berubah seiring berjalannya proses. Dibawah ini terdapat skema mengenai konsep sistem politik menurut Almond.
14
M.Mas’oed & C.MacAndrews, Perbandingan Sistem Politik, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 2001, hlm.25-27 15 Ibid. hlm.27-28
7
Figure 1. Skema sistem politik menurut Gabriel Almond
Dalam kasus kepemilikan senjata api di AS ini, output memang sebuah proses yang tak terlalu signifikan. Khususnya pada masa kepemimpinan Presiden Obama yang pertama. Karena hampir belum ada perubahan dalam kebijakan kebebasan kepemilikan senjata. Meskipun pada era pertama Obama, kubu Demokrat menjadi mayoritas baik di Senat maupun House of Representatives (HoR). Satu hal yang menarik, adalah bahwa industri manufaktur senjata api diasumsikan mengambil peranan yang kuat pula. Melalui teori sistem politik, penulis dapat menelaah mengenai di proses mana pressure group masuk mengambil peranannya. Bisa jadi di bagian input, process,
8
maupun output/decision-making process. Kemudian dapat ditelaah pula bagaimana industri senjata api bergabung ke ranah decision-making.
D. Argumen Utama NRA merupakan pressure group terkuat dalam isu senjata api di Amerika Serikat. Campur tangan NRA sedikit banyak berhasil mempengaruhi kebijakan senjata api di AS sejak tahun 1990an hingga kini. Kelompok ini juga dirasa berhasil sebagai sebuah pressure group, karena telah melakukan beragam fungsinya, seperti fungsi representatif, agen peningkatan partisipasi politik, mengedukasi masyarakat tentang politik, dan membantu implementasi kebijakan senjata api. Dalam menjalankan beragam fungsi tersebut, NRA melakukan kerjasama dengan dua pihak, yaitu: industri senjata api, kelompok kepentingan lain, dan kubu pro gun rights dalam pemerintahan. Kerjasama antara NRA dengan industri senjata api dilatarbelakangi oleh hubungan saling menguntungkan antara kedua belah pihak; industri senjata api mendonasikan sejumlah besar uang kepada NRA. Imbal baliknya, mereka tetap mendapatkan pelanggan, di tengah maraknya seruan larangan senjata api oleh kubu pro gun control. Kemudian berbekal uang dari industri tersebut, NRA lah yang “mengamankan” pasar dan pelanggan senjata api, berkat pengaruhnya di masyarakat, serta usaha lobi di kongres, yang berhasil menjatuhkan salah satu RUU gun control. Kedua, NRA menjalin kerjasama dengan kubu pro gun rights di pemerintahan. Yang dimaksud disini ialah Partai Republik. Kerjasama ini berupa; NRA memilih kandidat kongres dari Partai Republik. Kandidat tersebut diberi persyaratan bahwa nantinya mereka akan menyuarakan sikap pro gun rights dalam Kongres. Sebagai imbalannya, NRA akan membiayai kampanye dari kandidat tersebut agar terpilih di Kongres. Seperti dilansir dari Project Vote Smart, Center for Responsive Politics; statistik pada pemilihan tahun 2012 menjelaskan bahwa bantuan dari NRA sebanyak 90% dialokasikan kepada kandidat dari Republik. Dan pasca pemilihan, sebanyak 80% dari kandidat yang disponsori NRA berhasil terpilih. Banyaknya kandidat Republik yang terpilih inilah yang menjadi akses masuknya pengaruh NRA di Kongres. Dalam pembahasan RUU
9
background checks Obama pada 2013, Republik, bersama dengan NRA, berhasil menjegal RUU ini melalui voting.
E. Metode Penelitian Penelitian dalam skripsi ini akan dilakukan dengan metode kualitatif. Segala data yang dicantumkan dalam penulisan skripsi ini didapat dari studi pustaka dan literatur dari beberapa sumber, seperti: (1) Buku. (2) Jurnal online. (3) Website. Pengumpulan sumber data dilakukan dalam jangka waktu lima bulan fase pengerjaan skripsi. Mayoritas
sumber data memuat
beragam
informasi
yang kemudian
dikombinasikan dengan landasan teori untuk dapat menjadi analisis. Skripsi ini juga mengambil lebih banyak sumber dari website, dikarenakan topik senjata api dan RUU background checks Obama 2013 merupakan topik kontemporer yang datanya lebih mudah dijumpai di beragam website, daripada di buku. Terutama website resmi NRA dan website media massa seperti Washington Post dan Huffington Post.
F. Rencana Bab Dibawah ini akan dicantumkan rencana bab yang akan ditulis dalam skripsi ini:
BAB I berisi latar belakang, rumusan masalah, landasan teori, argumen utama, dan metode penelitian.
BAB II dijelaskan mengenai perdebatan tentang senjata api di AS. Baik mengenai sejarah senjata api, kebijakan senjata api kontemporer di AS, pemetaan pressure groups dalam gun debate, NRA sebagai pressure group, mengenal industri senjata api AS, hubungan industri senjata api dan NRA, dan pro-kontra senjata api dalam kongres.
BAB III akan memuat strategi NRA dalam mempengaruhi kebijakan senjata api di AS. Akan dibahas dari tipologi NRA sebagai pressure group, hubungan NRA dan kongres, dan bagaimana NRA masuk dalam proses sistem politik
BAB IV berisi kesimpulan dari seluruh pembahasan dan analisis sebelumnya.
10