SDM Peneliti Puslitbangtan: Kuantitas dan Usia yang Menua ekitar satu dekade yang lalu, sebagian kalangan merisaukan perkembangan SDM penelitian yang seperti tersendat akibat kebijakan zero growth. Rekruitmen peneliti baru kelihatan berjalan timpang bila dibandingkan dengan jumlah tenaga yang menyusut karena pensiun, pindah tugas, atau meninggal. Akibatnya, secara
S
kasat mata kita bisa melihat tidak jalannya pengkaderan secara mulus. Senjang antara peneliti senior dan junior menganga lebar dan yang lebih memprihatinkan lagi hampir tidak ada pengkaderan untuk bidang pendukung yang juga diperlukan. Dalam beberapa tahun terakhir terlihat mulai adanya perhatian dari pimpinan Departemen Pertanian dengan alokasi tenaga baru untuk penelitian. Akan tetapi timbul pula keluhan bahwa tenaga yang didrop dari atas sering kurang sesuai dengan kebutuhan yang dikaitkan dengan disiplin ilmu yang bersangkutan. Padahal penyaringan tenaga baru tersebut sudah dilakukan demikian ketat. Sentralisasi dan desentralisasi rekruitmen tentu punya kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Perubahan Organisasi dan SDM Peneliti Kasus Puslitbangtan berikut mungkin bisa dipakai sebagai contoh. Instansi yang sebelumnya dikenal dengan nama Lembaga Pusat Penelitian Pertanian (LP3) ini cukup populer sebagai ’gudang’ peneliti Badan Litbang Pertanian. Hal itu disebabkan oleh usia (LP3 sudah lama berdiri sebelum Badan Litbang Pertanian terbentuk pada tahun 1974) dan strategisnya komoditas yang ditangani serta relatif besarnya organisasi yang mencakup hampir meliputi seluruh wilayah Indonesia. Sebagian besar tenaga peneliti di lingkup Puslitbangtan telah berusia lebih dari 51 tahun
Berita Puslitbangtan 41 •Juni 2009
Dalam perjalanan waktu, Puslitbangtan pernah mengkoordinasikan Balai Penelitian Tanaman Pangan
1
SUMBER DAYA MANUSIA
Dari Redaksi Sebagian besar tenaga peneliti di lingkup Puslitbangtan dewasa ini telah berusia lebih dari 51 tahun. Di sisi lain, beberapa peneliti Puslitbangtan mendapat kepercayaan untuk memimpin Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, jabatan struktural lainnya, dan sebagian telah memasuki masa purna bhakti. Hal ini tentu merupakan tantangan bagi Puslitbangtan dalam menghasilkan inovasi teknologi ke depan. Berita Puslitbangtan kali ini lebih banyak menyorot status SDM peneliti yang merupakan satu dari beberapa pilar yang sangat menentukan kinerja lembaga penelitian. Sebagai lembaga penelitian publik, Puslitbangtan senantiasa dituntut untuk menghasilkan inovasi teknologi yang tidak hanya mampu meningkatkan produksi tanaman pangan, tetapi juga harus mampu meningkatkan pendapatan petani. Selamat membaca.
Redaksi
Daftar Isi SDM Peneliti Puslitbangtan: Kuantitas dan Usia yang Menua ............................. Beberapa Peneliti Tanaman Pangan Mendapat Kepercayaan Memimpin BPTP .......................................................... Prof Dr Andi Hasanuddin Memasuki Masa Purna Bhakti .................................. Prof Dr Zulkifli Zaini, Ketua Tim AKTP yang Baru .................................................. Wakil Presiden RI, H.M. Jusuf Kalla: Lembaga Penelitian Harus Berorientasi ke Depan .................................................. Puslitbangtan, Wilayah Bebas dari Korupsi ...................................................... Pak Hidajat telah Tiada .......................... Dr Arifin Kartohardjono telah dikukuhkan sebagai Profesor Riset ..... Pengurus Baru DKM Nurul ‘Ilmi Puslitbangtan ............................................ Publikasi Baru ..........................................
2
1
(Balittan) yang tersebar mulai dari Sukarami (Sumbar), Bogor, Sukamandi, Malang, Banjarbaru, sampai Maros. Kemudian terjadi perubahan mandat berdasarkan komoditas. Puslitbangtan mengkoordinasikan Balai Penelitian Bioteknologi (Balitbio), Balai Penelitian Tanaman Padi (Balitpa), Balai Penelitian Kacang-kacangan dan Umbi-umbian (Balitkabi), dan Balai Penelitian Tanaman Serealia (Balitsereal). Terakhir, Balitbio dan Balitpa menjadi Balai Besar dengan catatan Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian (BB Biogen) berdiri sendiri sedangkan Balai Besar Penelitian Tanaman Padi untuk sementara masih bernaung di bawah ’koordinasi’ Puslitbangtan. Dengan demikian Puslitbangtan dewasa ini tinggal mengkoordinasikan BB Padi, Balitkabi, dan Baslitsereal plus satu Loka Penelitian Penyakit Tungro (Lolit Tungro) di Lanrang, Sulawesi Selatan. Sementara itu, perkembangan organisasi Badan Litbang Pertanian dengan pembentukan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) di setiap provinsi, secara langsung juga mempengaruhi Puslitbangtan. Sejumlah peneliti berpendidikan S2 dan S3 yang sebelumnya bekerja di instansi ini telah beralih tugas. Ada yang dipercaya sebagai pejabat eselon 1 dan 2 di dalam dan di luar Badan Litbang Pertanian, dan ada pula yang menjadi kepala atau peneliti BPTP.
4 5
Ketika mencermati data SDM Puslitbangtan, sejenak kita mungkin terkesan
oleh jumlah yang demikian besar dengan gelar pendidikan yang lumayan. Lembaga ini, menurut data yang ada, didukung oleh lebih dari seribu orang pegawai, 55 orang di antaranya berpendidikan S3, 101 orang S2, dan 163 orang S1 (Tabel 1). Apabila rumus critical mass yang dianut (agar suatu lembaga penelitian dapat menjalankan tugas dan fungsinya dengan efektif) adalah 1:2:3 untuk peneliti dengan jenjang pendidikan S3, S2, dan S1 maka kondisi SDM Puslitbangtan sudah tergolong bagus. Akan tetapi bila dilihat dari segi usia, maka kondisi yang ada sekarang dapat dikatakan sudah mengkhawatirkan. Jumlah tenaga peneliti S3 dan S2 yang berusia di atas 57 tahun masing-masing adalah 22 dan 18 orang berdasarkan data Januari 2008 (Gambar 1). Gambar ini dengan jelas memperlihatkan bahwa lebih dari 70% tenaga peneliti dengan pendidikan S3 sudah berusia di atas 51 tahun dan hanya seorang yang berusia 30an tahun. Perhatikan juga jumlah tenaga yang berusia di atas 50 tahun bagi tenaga berpendidikan S1 dan SLTA. Tenaga S1 yang berusia di bawah 30 tahun tampaknya adalah yang baru direkrut dalam beberapa tahun terakhir sedangkan jumlah yang berusia lanjut mendekati pensiun lebih dari dua kali lipat. Jumlah tenaga SLTA yang kebanyakan bekerja di bidang administrasi dan teknisi kelihatannya akan menyusut secara alamiah. Hal ini tercermin dari relatif tingginya angka yang berada di atas 51 tahun sedangkan yang berusia di
6
7 8 9 10 11 12
ISSN 0852-6230 Penanggungjawab: Kepala Puslitbang Tanaman Pangan, Prof Dr Ir Suyamto Dewan Redaksi: Hermanto, Husni Kasim, Unang Gunara Kartasasmita, Dedik Sadikin Tata Letak: Edi Hikmat Alamat: Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Jalan Merdeka 147, Bogor, 16111 Telp. (0251) 8334089, 8311432, Faks. (0251) 8312755; E-mail:
[email protected] www.puslittan.bogor.net
Berita Puslitbangtan 41 • Juni 2009
SUMBER DAYA MANUSIA
Tabel 1. Sebaran SDM berdasarkan pendidikan lingkup Puslitbangtan (Januari, 2008). Unit Kerja
S3
S2
S1
SM
D3
D2
Pusat BB Padi Balitkabi Balitsereal Lolit Tungro
7 18 17 12 1
7 29 34 30 1
19 46 46 46 7
0 5 3 12 1
9 3 6 4 0
Jumlah
55
101
164
21
22
42
29
SLTA
SLTP
SD
Jumlah
0 3 1 0 0
62 170 87 98 10
6 19 26 10 0
20 59 41 30 5
130 352 261 242 25
4
427
61
155
1010
Umur (th)
54
26-30 31-35
123
36-40 289
41-45 46-50 51-56 >57 207
266
Gambar 1. Sebaran SDM Puslitbangtan berdasarkan kelompok umur (Januari, 2008).
bawah 30 tahun sangat sedikit. Dengan demikian nanti jumlah tenaga administrasi yang kini lebih dari separuh total tenaga yang ada akan semakin berkurang. Sebagai perbandingan, PhilRice (Lembaga Penelitian Padi Filipina) yang didukung oleh 354 tenaga, hanya 150 orang yang menangani administrasi.
Critical Mass Institusi Penelitian Kepala Bagian Tata Usaha Puslitbangtan, Ir. Hardono MSc, mencoba meng-
Berita Puslitbangtan 41 •Juni 2009
analisis kondisi ideal (TCM = Theoretical Critical Mass) peneliti lingkup Puslitbangtan dengan kondisi saat ini (ECM = Empirical Critical Mass). Kesimpulannya, untuk mencapai Critical Mass, Puslitbangtan dalam 5 tahun ke depan masih membutuhkan 24 peneliti dengan komposisi kekurangan 12 orang S3 dan 17 S1, tetapi kelebihan 5 S2. Di sisi lain, pada periode 5 tahun tersebut, peneliti Puslitbangtan akan berkurang sebanyak 38 orang karena pensiun dengan komposisi 14 S3, 18 S2, dan 6 S1. Sedangkan peneliti yang
sedang tugas belajar dan kembali ke UPT sampai 2013 adalah 27 orang S3 dan 15 S2. Selain itu telah terjadi mutasi peneliti antar-UPT lingkup Puslitbangtan dan ada 3 orang peneliti mutasi keluar Puslitbangtan. Dengan demikian sampai tahun 2013, Puslitbangtan masih memerlukan tambahan 23 S2 dan 39 S1. Angka ini tentu saja belum memperhitungkan kalau terjadi perubahan organisasi dan ditugaskannya sebagian tenaga tersebut ke instansi lain. Ditinjau dari jabatan fungsional penelitian, Puslitbangtan dewasa ini didukung oleh 42 Peneliti Utama, 63 Peneliti Madya, 29 Peneliti Muda, dan 27 Peneliti Pratama. Data November 2008 menunjukkan bahwa 17 orang dari Peneliti Utama tersebut berhak menyandang gelar Profesor Riset. Angka ini tampaknya cukup menggembirakan meskipun aspek lain seperti luaran (output) dan dampak (impact) masih bisa diperdebatkan. Di sisi lain, sebagian orang melihat perlunya Puslitbangtan memperhatikan disiplin ilmu yang perlu diperkuat seperti ekofisiologi dan genetika. (MS)
3
SUMBER DAYA MANUSIA
Beberapa Peneliti Tanaman Pangan Mendapat Kepercayaan Memimpin BPTP Dua peneliti jagung yang dilantik sebagai Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) beberapa waktu yang lalu menambah jumlah peneliti tanaman pangan yang mendapat kepercayaan untuk memimpin BPTP.
eneliti tanaman pangan tampaknya laris manis. Itu terbukti, antara lain, dari kepercayaan yang diberikan Badan Litbang Pertanian kepada beberapa peneliti lingkup Puslitbang Tanaman Pangan untuk memimpin BPTP. Dr Didiek Harnowo dan Dr Rudy Suhendi dari Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian (Balitkabi), misalnya, pada tahun 2006 dilantik sebagai Kepala BPTP Sulawesi Tenggara dan BPTP Sumatera Selatan, serta Dr Amran Muis dari Balai Penelitian Tanaman Serealia (Balitsereal) dipercaya memimpin BPTP Sulawesi Tengah.
P
Pada 10 November 2008, bersamaan dengan pelantikan sejumlah pejabat eselon III dan IV lingkup Badan Litbang Pertanian, terdapat nama Ir Bachtiar, MS dan Ir Syafruddin, MS dari Balitsereal yang masing-masing dilantik sebagai Kepala BPTP Manado dan BPTP Gorontalo. Kepercayaan ini merupakan tantangan dan sekaligus peluang bagi Puslitbang Tanaman Pangan dalam mengembangkan inovasi teknologi dalam upaya peningkatan produksi dan pendapat petani yang merupakan ujung tombak pembangunan pertanian.
Ir Bachtiar, MS
Ir Syafruddin, MS
Lahir di Rubae, Sulawesi Selatan 51 tahun yang lalu, peneliti jagung ini mudah bergaul. Kesupelannya akan membantu dirinya untuk dapat cepat beradaptasi di lingkungan yang baru, BPTP Manado. Dalam kesehariannya di rumah, pria berkumis ini didampingi oleh istri tercinta, Ir Andi Tentrirawe, MS.
Sebagai peneliti, Pak Syafruddin tergolong rajin menulis hasil penelitiannya. Salah satu tulisannya yang dimuat di Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan dinilai terbaik oleh redaksi. Pria kelahiran Ujung Pandang pada 17 Oktober 1961 ini menikah dengan Idawati, ST, MM, pada pertengahan Maret 2007, dan kini telah dikaruniai momongan bernama Safira (HMT/HK).
Dalam rangka HUT Badan Litbang Pertanian ke-35, Puslitbang Tanaman Pangan akan menyelenggarakan Seminar Nasional Tanaman Pangan dengan tema:
Inovasi Teknologi Padi dan Palawija bagi Keberlanjutan Ketahanan Pangan Bogor, 14 Agustus 2009 Panitia Penyelenggara Jl. Merdeka 147 Bogor; Telp. 0251-8334089; 8332537; Faks 0251-8312755; E-mail:
[email protected]
4
Berita Puslitbangtan 41 • Juni 2009
SUMBER DAYA MANUSIA
Prof Dr Andi Hasanuddin Memasuki Masa Purna Bhakti Prof Dr Andi Hasanuddin telah berakhir masa jabatan fungsional penelitinya di penghujung Desember 2008. Artinya, Prof Andi kini telah memasuki masa purna bhakti.
aktu seakan bergulir begitu cepat. Pak Andi, panggilan akrab bagi Prof Dr Andi Hasanuddin, rasanya baru saja berakhir masa jabatannya sebagai Kapuslitbangtan. Tapi pada bulan Desember 2008 ternyata Prof Andi telah berumur 65 tahun, usia maksimal bagi pejabat fungsional peneliti.
W
Bagi sebagian warga Puslitbangtan, pria Makassar yang tetap ganteng di usia pensiunnya dikenal sebagai sosok yang mudah diajak berdiskusi. Sesekali, kelucuannya membuat orang tertawa terpingkal-pingkal. Setelah pensiun sebagai Kapuslitbangtan pada tahun 2003, Prof Andi dipercaya sebagai Ketua Tim Analisis Kebijakan di Puslitbangtan dan Tim Pengarah Primatani Badan Litbang Pertanian, terutama untuk komoditas tanaman pangan. Selain itu Pak Andi terlibat pula sebagai anggota Tim Penilai Jabatan Peneliti di tingkat LIPI dan dewan redaksi beberapa jurnal penelitian, termasuk yang diterbitkan oleh PUSTAKA dan Puslitbangtan. Sebelum mengakhiri tugasnya sebagai peneliti, Prof Andi mendapat kehormatan untuk memberikan orasi ilmiah di Puslitbangtan pada pertengahan April 2009. Dalam orasinya, ahli penyakit tanaman padi ini meng-
Berita Puslitbangtan 41 •Juni 2009
ingatkan bahwa penyakit tungro perlu terus diwaspadai, karena pernah merusak pertanaman padi dengan kerugian yang cukup besar.
Rapi dan Sopan Dalam acara pelepasan Pak Andi memasuki masa purna bhakti, Prof Dr Subandi (mantan Kepala Balitsereal dan mantan Kepala Balitkabi) yang mewakili warga Puslitbangtan, menyampaikan beberapa hal positif dari Pak Andi. Menurut Pak Subandi, ada tiga hal penting yang melekat dengan diri Pak Andi: (1) rapi dan sopan, (2) tidak pernah marah pada bawahan, dan (3) senantiasa berupaya meringankan beban bawahan yang dilanda kesusahan. Bagaimanapun, manusia tentu tidak terlepas dari kekurangan dan kelemahan. “Hanya satu kekurangan Pak Andi yang saya tahu dan itu tidak bisa disebut di sini” ujar Prof Subandi berseloroh dan disambut tepuk tangan oleh hadirin. Ketika diminta suka dan dukanya bertugas di Puslitbangtan, mata Pak Andi berkaca-kaca dan lidahnya seakan kelu. Ini mengisyaratkan betapa besarnya cinta Pak Andi kepada
Puslitbangtan yang telah membesarkan namanya. Diangkat sebagai PNS pada 13 Agustus 1970, ayah dari empat anak dan kakek dari empat cucu ini memulai karier strukturalnya sebagai Kepala KP Lanrang, Sulawesi Selatan. Kemudian Pak Andi dipercaya sebagai Kepala Balittan Maros yang kini bernama Balitsereal, Kepala Balittan Sukamandi (kini BB Padi), Direktur Pengelolaan Lingkungan Ditjen P2HP, dan terakhir sebagai Kapuslitbangtan. (HMT)
5
SUMBER DAYA MANUSIA
Prof Dr Zulkifli Zaini, Ketua Tim AKTP yang Baru dan peneliti kedelai; Prof Dr Andi Hasanuddin, mantan Direktur Pengelolaan Lingkungan Ditjen P2HP, mantan Kapuslitbangtan, dan peneliti padi; Prof Dr Made Oka Adnyana, mantan Kabid Program dan Evaluasi Puslitbangtan, dan peneliti sosial-ekonomi pertanian; Prof Dr A. Karim Makarim, peneliti ekofisiologi padi, yang tentu tidak diragukan lagi keahlian dan profesionalismenya.
idak sama dengan unit pelaksana teknis (UPT) penelitian seperti BB Padi, Balitsereal, Balitkabi, dan Lolit Penyakit Tungro yang diberi mandat untuk menghasilkan inovasi teknologi, Tim Analisis Kebijakan Tanaman Pangan (AKTP) bertugas menganalisis dan mencari alternatif pemecahan masalah yang dihadapi dalam penelitian dan pengembangan tanaman pangan. Puslitbangtan tentu beruntung memiliki Tim AKTP dengan SDM yang handal. Sebut saja Prof Dr Sumarno, mantan Kapuslitbangtan, mantan Direktur Jenderal Hortikultura,
T
6
Meski belum terdengar luas gaungnya, Tim AKTP telah berupaya membantu Kepala Puslitbangtan dalam mencarikan solusi bagi pemecahan masalah tanaman pangan. Pada saat terjadi penurunan produksi padi beberapa tahun yang lalu, misalnya, Tim AKTP turun ke lapangan untuk mempelajari penyebab penurunan produksi. Hasil survei mereka dijadikan sebagai salah satu materi oleh Kapuslitbangtan dan bahkan Kepala Badan Litbang Pertanian dalam pertemuan dengan para petinggi Departemen Pertanian. Dibentuk pertama kalinya pada tahun 2000 yang saat itu diketuai oleh Dr. Soetjipto Partohardjono, Tim AKTP pada tahun 2005 dikoordinasikan oleh Prof Dr Andi Hasanuddin setelah habis masa jabatannya sebagai Kapuslitbangtan. Sejak awal Januari 2009, Pak
Andi genap berusia 65 tahun dan pensiun dari PNS. Tugas Pak Andi sebagai Ketua Tim AKTP kini digantikan oleh Prof Dr Zulkifli Zaini yang tidak asing lagi oleh sebagian warga Puslitbangtan. Prof Dr Zulkifli Zaini, yang di Puslitbangtan lebih akrab dipanggil Pak Zul, adalah peneliti yang lebih banyak menghabiskan waktunya sebagai pejabat struktural. Selain dipercaya sebagai Kepala Balittan Sukarami (kini BPTP Sumatera Barat) dan BPTP Sumatera Utara, Pak Zul juga pernah menjabat Kepala Bidang Evaluasi dan Program Puslitbangtan sebelum memimpin BP2TP (kini BBP2TP) dan BPTP Lampung. Menelisik perjalanan kariernya, pria kelahiran Sumatera Barat yang mudah senyum ini tentu penting artinya bagi Tim AKTP Puslitbangtan. Kapuslitbangtan, Prof Dr Suyamto, di ruangan kerjanya beberapa waktu yang lalu mengungkapkan kegembiraannya dengan kembalinya Pak Zul ke pangkuan Puslitbangtan. Di bawah koordinasi Prof Dr Zulkifli Zaini, Tim Anjak diharapkan mampu memberikan sumbangsih yang lebih besar bagi kemajuan penelitian dan pengembangan tanaman pangan. (UGK/HMT)
Berita Puslitbangtan 41 • Juni 2009
KUNJUNGAN WAPRES
Wakil Presiden RI, H.M. Jusuf Kalla:
Lembaga Penelitian Harus Berorientasi ke Depan Balai Penelitian Tanaman Serealia (Balitsereal) beberapa waktu yang lalu mendapat kunjungan Wapres, H.M. Jusuf Kalla, terkait dengan open house inovasi teknologi dan pencanangan Pelatihan Peningkatan Produksi Pertanian bagi para Camat, Danramil, dan Babinsa se-Sulawesi Selatan. Ini tentu penting artinya bagi upaya pengembangan inovasi teknologi tanaman pangan di negeri Angin Mamiri. adan Litbang Pertanian menekankan pentingnya sosialisasi inovasi teknologi hasil penelitian kepada pengguna, termasuk para pejabat di daerah. Kalau para pejabat di daerah tidak mengetahui inovasi teknologi pertanian bagaimana mungkin mereka meyakininya untuk dikembangkan di wilayah masingmasing. Inilah antara lain yang menjadi dasar kerja sama Balitsereal dengan Pemda Sulawesi Selatan dalam upaya pengembangan inovasi teknologi pertanian di propinsi ini. Terkait dengan sosialisasi inovasi teknologi pertanian di Sulawesi Selatan, Balitsereal menyelenggarakan Open House Inovasi Teknologi di penghujung Desember 2008, dan Wapres Jusuf Kalla berkesempatan hadir dalam acara ini.
B
Gubernur Propinsi Sulawesi Selatan, H.M. Yasin Limpo, dalam sambutannya melaporkan keberhasilan proram peningkatan produksi tanaman pangan di Sulawesi Selatan. Menurut Gubernur, produksi padi di Sulawesi Selatan pada tahun 2008 telah mencapai 4,07 juta ton, jagung 1,12 juta ton, dan kedelai 28,3 ribu ton, atau masing-masing meningkat 11,9%, 15,5%, dan 48,9% dibanding tahun 2007. Angka ini tertinggi dalam kurun waktu 10 tahun terakhir. “Kita berharap peningkatan produksi pertanian akan terus berlanjut di tahuntahun mendatang” ujar Gubernur. Sebagaimana di daerah lainnya, program peningkatan produksi tanaman pangan di Sulawesi Selatan perlu pula didukung oleh semua pihak, termasuk para aparatur di tingkat kecamatan dan desa atau kelurahan. “Mereka adalah motivator, karena itu perlu dibekali dengan berbagai program melalui pelatihan. Pelatihan ini memang diperuntukkan bagi aparat kecamatan dan desa di Sulawesi Selatan” kata Gubernur optimistis.
Melihat ke Depan
Wakil Presiden RI, H.M. Jusuf Kalla: Indonesia telah berhasil meraih kembali swasembada beras pada tahun 2008
Berita Puslitbangtan 41 •Juni 2009
Wakil Presiden RI, H.M. Jusuf Kalla, yang berkesempatan hadir dalam acara ini mengemukakan bahwa Indonesia pada tahun 2008 telah berhasil meraih kembali swasembada beras untuk kedua kalinya, yang pertama pada
tahun 1984. “Meskipun krisis pangan terjadi di seluruh dunia tetapi Indonesia tidak mengalaminya”, kata Wapres. “Kalau swasembada beras pada tahun 2008 tidak tercapai, seluruh kantor Departemen Pertanian dijual saja untuk membeli beras”, guyon Wapres sembari tertawa. Keberhasilan ini tentu diperoleh melalui kerja keras semua pihak, termasuk para peneliti yang telah menghasilkan berbagai inovasi teknologi. Oleh karena itu, Balitsereal perlu memacu dan mengembangkan diri, jangan jadikan museum, tetapi jadikan sebagai lembaga penelitian. “Museum selalu melihat ke belakang, lembaga penelitian harus melihat ke depan” ujar Wapres mengingatkan. Wapres menyambut baik penyelenggaraan pelatihan pertanian bagi para Camat, Danramil, dan Babinsa seSulawesi Selatan. Pelatihan semacam ini tentu perlu pula diselenggarakan di daerah lainnya. “Saya berharap program pelatihan yang dimotori oleh Pemda Sulawesi Selatan ini dapat memberi manfaat yang besar bagi masyarakat” kata Wapres di akhir sambutannya.
Kritik Membangun Dalam kunjungannya ke Balitsereal, Wapres melihat langsung sarana penunjang penelitian, di antaranya
7
WILAYAH BEBAS DARI KORUPSI
perpustakaan yang merupakan sumber informasi bagi para peneliti. Merasa cukup puas dengan kinerja Balitsereal, Wapres pada kunjungannya kali ini menyarankan untuk memperbaiki sistem akses internet yang masih lamban dan perlu penambahan buku atau jurnal yang baru di perpustakaan, baik yang bertaraf nasional maupun internasional. Sebelum mengakhiri kunjungannya di Balisereal, Wapres juga melihat laboratorium marka molekular dan memberikan apresiasi yang tinggi terhadap program yang akan diimplementasikan. Wapres menyarankan untuk menyelenggarakan pelatihan bagi tenaga pengelola laboratorium dalam upaya peningkatan
kemampuan mereka dalam menghasilkan inovasi teknologi. Terkait dengan perbaikan akses internet dan pengelolaan perpustakaan di Balitsereal, termasuk Loka Tungro, Kepala Puslitbang Tanaman Pangan, Prof Dr Suyamto, yang dikonfirmasi di Bogor baru-baru ini, minta Kepala Bidang Kerja Sama dan Pendayagunaan Hasil Penelitian (KSPHP), Dr Muchlish Adie bersama staf yang kompeten ke Balisereal dan Lolit Tungro untuk membantu membenahi sistem informasi, termasuk perpustakaan.
Penyerahan Benih Unggul Menteri Pertanian, Anton Apriyantono, yang mendampingi Wapres dalam
kunjungan ke Balitsereal kali ini menyerahkan 3 ton benih padi varietas unggul Cigeulis dan 1,5 ton benih jagung varietas unggul Sukmaraga dan Srikandi Kuning kepada perwakilan Camat, Danramil, dan Babinsa seSulawesi Selatan. Mereka adalah Drs. H. Ahmar Hasbulwatan, Camat Bungoro, Kabupaten Pangkep; H. Jihad Husain, SIP, Camat Galesong, Takalar; Kapten Untung Sudiyono, Danramil 142201 Kecamatan Lau, Kabupaten Maros; dan Serka Sirajuddin, Babinsa PandangPandang, Kabupaten Gowa. Pengembangan benih unggul tersebut diharapkan dapat mempercepat upaya peningkatan produksi padi dan jagung di Sulawesi Selatan. (HMT)
Puslitbangtan, Wilayah Bebas dari Korupsi Puslitbangtan, Balitkabi, dan Lolit Tungro mendapat predikat Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK). BB Padi dan Balitsereal diharapkan segera menyusul. Korupsi adalah penyakit yang harus diberantas karena berdampak buruk terhadap kehidupan dan masa depan bangsa. Di era reformasi ini, tuntutan terhadap pemberantasan korupsi makin kuat. Untuk itu, Pemerintah bersama DPR sejak beberapa tahun yang lalu membentuk Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK, di samping meningkatkan fungsi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Meskipun belum maksimal, kinerja KPK telah membuahkan hasil, sebagaimana tercermin dari makin banyaknya kasus korupsi yang dibongkar dan dilimpahkan kepada pengadilan untuk diproses lebih lanjut. Di lingkungan Departemen Pertanian, Menteri Pertanian telah menetapkan 63 UK/UPT yang mendapat predikat WBK, dan 12 di antaranya adalah UK/UKT berasal dari Badan Litbang Pertanian, termasuk Puslitbangtan, Balitkabi, dan Lolit Tungro. Namun, predikat WBK ini
8
sewaktu-waktu dapat dicabut apabila terdapat hal-hal yang mengakibatkan tidak terpenuhinya kriteria sebagai UK/UPT yang bebas dari korupsi. Untuk itu, status Puslitbangtan, Balitkabi, dan Lolit Tungro sebagai WBK perlu dipertahankan agar tidak dicabut. Terkait dengan upaya pemberantasan korupsi di jajaran Departemen Pertanian, Inspektor Jenderal Pertanian juga melakukan pembinaan terhadap para pejabat struktural, PPK, dan bendahara pengeluaran. Hal ini antara lain diwujudkan melalui pelatihan Tafakkur, Hisab, dan Dzikir (THD), yang hingga April 2009 telah memasuki angkatan ke-3 dari rencana 10 angkatan, dan setiap angkatan diikuti oleh sekitar 500an peserta. Di Puslitbangtan sendiri, pelatihan THD telah diikuti oleh seluruh pejabat struktural, PPK, dan bendahara pengeluaran. (HMT/HK)
Berita Puslitbangtan 41 • Juni 2009
IN MEMORIAN
Pak Hidajat telah Tiada Meski menganggap Einsten sebagai gurunya, doktor ekonomi pertanian ini seperti tak hentinya menyanggah teori relativitas sang genius. Pak Hidajat Nataatmadja, yang kadangkala bisa tertawa lepas di tengah diskusi santai atau serius, berpulang sudah. Dia seakan melepas derita jasadnya ke alam sana setelah sekian kali masuk-keluar rumah sakit. Ketika berita duka itu disampaikan dalam pertemuan yang ikut saya hadiri di Sukamandi, peserta rapat sejenak terdiam, menundukkan kepala sambil mengucap ‘Inna lillahi wa Inna Ilaihi Rojiun’. Benar, Pak Hidajat Nataatmadja telah dipanggil sang khalik dalam usianya yang lebih dari 70 tahun tapi belum mendekat ke 80. Terakhir, ketika saya bersama Pak Fagi, Inu, Hardono, Didi, Hatta, dan Unang membesuknya di rumah sakit, beliau masih memaksakan diri duduk meski kami sudah minta agar tetap berbaring. Tawanya masih seperti ketika dia sehat, dan semangatnya, Masya Allah, masih tinggi seakan merasa maut tak akan segera merenggut nyawanya. Beliau masih sempat berbicara kencang setengah bergurau tentang buku yang sedang diselesaikannya: ”Saya khawatir kiai-kiai dan orang yang merasa ahli agama, akan termasuk penghuni neraka nanti,” ujarnya setengah tertawa. Kami saling berpandangan dengan perasaan penuh tanya. “Ya, saya khawatir mereka akan mendapat hukuman karena merasa paling tahu, paling bersih, dan paling paling lainnya”. Lalu dia berbicara tentang buku yang sedang dia selesaikan. Saya tidak tahu, apakah beliau sempat menyelesaikan buku itu.
Berita Puslitbangtan 41 •Juni 2009
Setelah merampungkan PhD-nya dalam bidang ekonomi pertanian di Hawaii, Pak Hidajat menghabiskan beberapa tahun waktunya di Puslitbangtan. Di awal kedatangannya, orang dibuat terkaget-kaget karena dia lebih banyak bicara tentang kelemahan teori relativitas Einstein. Tak banyak yang mengerti, kalau tidak boleh dikatakan tak ada yang paham tentang jalan pikiran fisika beliau. Tapi hampir semua kagum dan menghargai kontribusinya yang cukup besar dalam penelitian sosial-ekonomi dan pola tanam yang dikomandani alm. Pak Suryatna dan Pak Syarifudin Karama di tahun 197080an. Kemudian, seiring dengan perjalanan waktu dan perubahan organisasi di Badan Litbang Pertanian, beliau hijrah ke PSE (Pusat Penelitian Sosial-Ekonomi Pertanian). Beberapa kali dia datang ke kamar kerja saya, kadang membawa buku barunya dan kadang bicara tentang ide dan pemikirannya. Adakalanya beliau tertawa lepas kalau bicara tentang sesuatu yang menurutnya tidak cerdas atau tak masuk akal. Saya harus minta maaf karena tak banyak yang saya pahami. Mungkin beliau tahu, tapi tidak ambil pusing karena yang penting baginya ada yang mau mendengarkan apa yang tersimpan dalam dada dan kepalanya. Tak banyak yang saya ketahui tentang kehidupan Pak Hidajat. Saya pun tidak tahu benar bagaimana perasaan beliau ketika seorang yang lebih muda darinya menduduki jabatan yang sebenarnya lebih layak baginya. Hanya dia pernah mengatakan dengan nada getir bahwa orang yang dulu dikenalnya dengan baik kini berubah seakan menyesuaikan diri dengan kursi yang didudukinya. Saya hanya bisa menebaknebak siapa yang dia maksud. Saya pun
tidak tahu benar mengapa beliau pindah dari rumah dinas yang telah dihuninya lebih dari seperempat abad ke sebuah rumah di Ciomas sana, tempat dia menghembuskan nafas terakhir. Dia pernah berujar bahwa mungkin dia lahir terlalu cepat dan berharap hasil pemikirannya dihargai orang nanti, suatu waktu, entah kapan. Saya pun kadang berharap Pak Hidajat lebih baik tidak mengeluarkan seluruh kemampuannya dalam mengemukakan ide dan pendapat sehingga bisa dicerna orang lain. Dalam beberapa kali komunikasi saya dengan beliau sekitar dua dekade yang lalu, saya pernah kehabisan energi dan kemampuan dalam membuat konsep pidato Mentan dalam suatu acara Puslitbangtan. Saya minta tolong beliau, dan esoknya saya memperoleh sebuah konsep pidato yang saya rasa sampai kapan pun saya tak akan sanggup menyamainya. Dan ketika Mentan membaca pidato itu, saya merasa Pak Hidajat lah yang sedang berbicara mengemukakan pemikirannya. Saya menyaksikan bagaimana hadirin seakan terpaku mendengarkan pidato sang Mentan di tengah suasana yang hening sehening-heningnya. Beberapa kali saya melirik beliau mengharapkan senyuman dan kecerahan di wajahnya, tapi yang saya lihat adalah wajah yang cuek. Saya lalu sadar bahwa saya mengharapkan sesuatu yang konyol. Bukankah dalam setiap seminar atau pertemuan yang diikutinya, Pak Hidajat selalu asyik menggambar abstrak seakan tak mendengarkan sang pembicara, tapi kemudian memberikan pertanyaan atau komentar yang cerdas? Tulisannya tentang sejarah BIMAS dan berbagai program peningkatan produksi padi yang dimuat dalam Buku Padi 1 sekitar dua puluh tahun yang lalu
9
PROFESOR RISET BARU
saya rasa merupakan acuan yang sangat bagus. Seminarnya di Badan Litbang Pertanian sekitar sepuluh tahun yang lampau tentang penelitian dan pengembangan pertanian merupakan salah satu seminar intern yang terbaik yang pernah saya ikuti. Dia antara lain mengkritik lembaga ini yang terlalu memfokuskan pengembangan SDM pada pendidikan bergelar sehingga kurang memberikan perhatian pada pembinaan SDM dalam penelitian yang mendalam. Pak Dimyati yang duduk di samping saya ketika itu berbisik bahwa tampaknya Badan Litbang Pertanian memang perlu mengubah pola pembinaan SDM-nya. Tapi dia belum sempat mengimplementasikan pemikiran itu karena tak lama kemudian jabatan lain sudah menunggunya. Kenangan saya pada Pak Hidajat, selain kehebatan dan tawa lepasnya adalah kesederhanaan dan kisah sepasang kaus kakinya. Selama hampir
tiga dekade saya mengenal Pak Hidajat, rasanya jarang sekali saya melihat beliau berdandan necis dan pakai dasi. Kalau berkomunikasi dengan orang asing atau membuat tulisan dalam bahasa Inggris, sulit bagi saya menyembunyikan rasa kagum akan kefasihan dan kelancaran narasinya. “Saya nggak mengerti sama si De-Er itu,” ujarnya suatu kali. “Tulisannya hanya menyitir pemikiran orang lain. Waktunya terlalu banyak dihabiskan untuk membaca tapi kurang untuk berpikir.” Lalu beliau tertawa lepas sambil menunjuk hidung saya,” Kau sebaiknya banyak membaca dan juga banyak berpikir.” Kisah sepasang kaus kakinya terjadi di Lembang dua atau tiga dekade yang lalu ketika Badan Litbang Pertanian menyelenggarakan pertemuan di sebuah hotel. Saya yang duduk di sampingnya, dia suruh melihat ke bawah, ke kaus kaki yang dia pakai. Karena dia melepas sepatunya, seperti yang biasa dia laku-
kan, saya bisa jelas melihat perbedaan warna kaus kaki yang dia gunakan. ”Saya sudah ditunggu mobil di luar sehingga main sambar saja kaus kaki yang ada,” ujarnya mencoba menjelaskan. Tampaknya baru ketika di ruangan rapat itu dia sadar bahwa kaus kaki yang kanan berwarna hitam dan yang kiri coklat. Mungkin beliau benar dalam hal terlahir terlalu cepat atau kita yang tidak serius mencoba memahami jalan pemikirannya. Bagaimanapun kita pantas merasa kehilangan seorang pemikir yang sederhana yang tidak pernah mengecilkan orang lain dan tidak merasa kecil di hadapan siapa pun, serta selalu berusaha bersahabat dengan siapa saja. Selamat jalan Pak Hidajat, semoga amal Bapak diterima-Nya dan dosa Bapak diampunkan-Nya. (MS).
Dr Arifin Kartohardjono telah Dikukuhkan sebagai Profesor Riset Lebih akrab disapa Pak Arifin, Prof Dr Arifin Kartohardjono memulai kariernya sebagai peneliti sejak 1976 di LP3 Bogor yang kini bernama Puslitbangtan. Reorganisasi di tubuh Badan Litbang Pertanian pada tahun 1990an menuntut Pak Arifin untuk pindah ke Balai Penelitian Tanaman Pangan Bogor (kini BB Biogen) yang saat itu masih menginduk ke Puslitbangtan, dan terakhir berstatus sebagai peneliti di Balai Besar Penelitian Tanaman Padi.
10
Pengalaman dari penelitiannya selama ini dipaparkannya dalam orasi ilmiah yang berjudul “Penggunaan Musuh Alami sebagai Komponen Pengendalian Hama Padi Berbasis Ekologi”, dalam rangka pengukuhan dirinya sebagai profesor riset Badan Litbang Pertanian pada 1 April 2009 di Bogor. Dilahirkan di Malang, Jawa Timur, pada 10 Pebruari 1947, anak ke-3 dari H. Moh. Kartohardjono (Alm) dan Hj. Oerip Setianingsih (Alm) memperoleh gelar Insinyur pada 1971 dari IPB. Setelah bekerja di LP3 Bogor, Pak Arifin mendapat kepercayaan untuk mengikuti program S2 di University of the Philippines
pada 1979 dan gelar MSc diperolehnya pada 1982. Pada tahun 1989 Pak Arifin melanjutkan studi ke program S3 di IPB dan menyandang gelar Doktor pada tahun 1995. Hingga saat ini Prof Arifin telah menghasilkan 137 karya tulis ilmiah, sebagian besar telah diterbitkan dalam publikasi ilmiah. Selain sebagai peneliti, Prof Arifin juga dipercaya sebagai anggota Tim Penilai P2JP Puslitbangtan pada tahun 2005-2006. Menikah dengan Ratnawati, BA pada tahun 1975, kini Prof Arifin telah dikaruniai dua putri dan satu putra: Gayatri Arifin, Diana Paramita, dan Muh. Zakaria Kartohardjono. (HMT)
Berita Puslitbangtan 41 • Juni 2009
SOSIAL
Pengurus Baru DKM Nurul ‘Ilmi Puslitbangtan Masjid Nurul ‘Ilmi memerlukan sentuhan yang lebih baik agar “tidak kering”. Ini merupakan PR bagi pengurus baru Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) Nurul ‘Ilmi di bawah koordinasi Drs H Unang Gunara Kartasasmita MS yang menggantikan Drs Djaelani Achjar MBA yang memasuki masa pensiun pada pertengahan tahun lalu. engurus baru DKM Nurul ‘llmi telah mulai bekerja untuk memakmurkan masjid yang terletak di lingkungan kantor Puslitbangtan, sebagaimana tercermin dari perbaikan masjid, pengecatan, dan pemasangan kipas angin yang diperlukan para jamaah pada saat cuaca panas. Tapi tugas ini belum selesai sampai di situ, masih banyak lagi yang harus dikerjakan. “Masjid kita seperti kering”, komentar seorang jamaah yang belum puas dengan kinerja pengurus. Karena itu pengurus yang baru perlu lebih kreatif dalam menjalankan program kemakmuran masjid Nurul ‘Ilmi. “Yang perlu dipikirkan pengurus yang baru adalah bagaimana memfungsikan masjid Nurul ‘Ilmi sebagaimana mestinya”, komentar jamaah yang lain. “Misalnya, bagaimana upaya pengurus agar masjid ini ramai, termasuk sholat Taraweh pada bulan Ramadhan”, saran salah seorang warga.
P
Warga Puslitbangtan tentu beruntung memiliki masjid di lingkungan kantor sendiri, karena memberikan kenyamanan tersendiri dalam menunaikan ibadah. Diresmikan penggunaannya pada bulan April tahun 1993, masjid Nurul ‘Ilmu dibangun atas inisiatif Prof Dr H. Ibrahim Manwan yang saat itu sebagai Kepala Puslitbangtan. Keinginan Pak Ibrahim untuk membangun masjid di lingkungan kantor pada saat itu didukung oleh banyak pihak, antara lain Dr H. A. Sjarifuddin Karama yang saat itu sebagai Kepala Balittan Bogor (kini BB
Berita Puslitbangtan 41 •Juni 2009
Biogen); Prof Dr H. Sumarno, Kepala Balittan Malang (kini Balitkabi); Dr Achmad M. Fagi, Kepala Balittan Sukamandi (kini BB Padi); Dr H. Ahmad Dimyati, Kepala Bidang Program Penelitian; dan Drs H. Mahyuddin Syam, MPS, Kepala Bidang Pengembangan Hasil Penelitian Puslitbangtan. Untuk pertama kalinya pengurus DKM Nurul ‘Ilmu dipercayakan kepada Dr H. M. Machmud sebagai ketua, Dr H. Hans Anwarhan wakil ketua, R. Zainuddin Natadiningrat sekretaris, dan R. Iskandar Surasetja sebagai bendahara. Pada Juni 2006, kepengurusan DKM Nurul ‘Ilmi diserahkan kepada Drs Djaelani Achjar, MBA sebagai ketua karena sebagian besar pengurus lama
memasuki masa pensiun. Meski telah pensiun, beberapa pengurus lama tetap aktif karena rumahnya tidak berjauhan dengan masjid Nurul ‘Ilmi, antara lain Pak Iskandar Surasetja dan Pak H. Suparlan NS, SH. Penunjukan Pak Unang sebagai Ketua baru DKM Nurul ‘Ilmu tentu berdasarkan hasil musyawarah Tim Formatur dengan Kepala Bagian Tata Usaha dan beberapa pegawai Puslitbangtan. Hasil musyawarah itu kemudian disahkan oleh Prof Dr Suyamto yang selain sebagai Kepala Puslitbang Tanaman Pangan juga pelindung DKM Nurul ‘Ilmu untuk periode 2008-2011. (HMT).
Masjid Nurul ‘Ilmi Puslitbang Tanaman Pangan Bogor dan Drs H. Unang G. Kartasasmita, MS (inset), Ketua DKM Nurul ‘Ilmi periode 2008-2011
11
PUBLIKASI BARU
Pedoman Umum
PTT Padi Sawah, Jagung, dan Kedelai i era revolusi hijau, pengembangan varietas unggul yang dibudidayakan dengan input kimia secara tidak terkendali untuk memacu produksi padi ternyata menurunkan kualitas lahan, lingkungan, dan efisiensi sistem produksi, sehingga keuntungan yang diperoleh petani dari usahatani padi relatif tidak seimbang dengan biaya dan tenaga yang diinvestasikan.
D
Belajar dari pengalaman itu, Badan Litbang Pertanian berupaya menghasilkan inovasi yang mampu meningkatkan produksi dan pendapatan petani tanpa merusak kualitas lahan dan lingkungan. Inovasi tersebut kemudian populer disebut Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT). Hal ini sejalan dengan tuntutan revolusi hijau kedua
12
atau revolusi hijau lestari yang lebih mengedepankan peningkatan pendapatan petani dan pelestarian sumber daya alam. Penelitian di beberapa sentra produksi padi membuktikan bahwa penerapan inovasi teknologi dengan pendekatan PTT mampu meningkatkan produksi padi 0,5-1,0 t/ha. Hal ini menjadi acuan oleh Departemen Pertanian untuk mengembangkan PTT padi sawah melalui Program P2BN (Peningkatan Produksi Beras Nasional) yang diimplementasikan sejak 2007 dan ternyata produksi padi nasional pada tahun 2008 meningkat cukup tinggi. Keberhasilan upaya peningkatan produksi padi melalui penerapan teknologi dengan pendekatan PTT
mendorong Puslitbangtan untuk meneliti PTT jagung dan kedelai. Hasil penelitian pun menunjukkan bahwa penerapan PTT mampu meningkatkan produksi dan efisiensi kedua komoditas palawija penting ini. Sejalan dengan upaya pemerintah untuk meningkatkan produksi guna mendukung ketahanan pangan nasional, Departemen Pertanian juga berupaya mengembangkan PTT jagung dan kedelai. Untuk menyebarluaskan informasi tentang PTT itu sendiri, Badan Litbang Pertanian menerbitkan Pedoman Umum PTT padi sawah, jagung, dan kedelai yang diperuntukan bagi para penyuluh pertanian. Pedoman Umum PTT ini melengkapi Pedoman Umum Sekolah Lapang PTT padi sawah, jagung, dan kedelai yang diterbitkan sebelumnya. (HMT)
Berita Puslitbangtan 41 • Juni 2009