Bab 3
RUMAH
R
umah merupakan unsur terpenting dalam sebuah pemukiman. Tanpa rumah, tidak mungkin seseorang mampu bermukim dan bertahan dalam jangka waktu yang panjang di suatu tempat. Rumah adalah tempat tinggal tetap, baik sendiri, maupun ber keluarga. Jika dilihat fungsinya, rumah menjadi tempat bagi penghuninya untuk melepas lelah dari berbagai kesibukan. Rumah juga menjadi tempat berlindung penghuninya dari berbagai ancaman yang datang dari luar. Karena itu, rumah menjadi wahana kebebasan penghuninya untuk melakukan segala kegiatan dengan tenang. Suatu bangunan bisa dianggap rumah, jika penghuninya tinggal secara menetap. Kata ‘menetap’ bisa diartikan bermacam-macam, ter gantung pada kebiasaan masyarakatnya. Bagi masyarakat petani sawah di Pulau Jawa dan Bali, menetap berarti tinggal dari semenjak lahir sampai dengan meninggal. Hal itu disebabkan mereka sepanjang hidupnya tidak pernah berpindah tempat sama sekali. Lain halnya pengertian menetap bagi masyarakat Dayak bertani ladang. Bagi mereka, kediaman tetapnya adalah rumah panjang yang su dah dihuninya selama kira-kira setengah tahun. Adapun huma (rumah di ladang) hanyalah tempat tinggal sementara, pada saat masa tanam. Karena sistem peladangan mereka adalah peladangan berpindah, mereka mendirikan huma di berbagai tempat di mana mereka berladang. Pada saat masa tanam usai, mereka akan kembali ke rumah panjang. Karena itulah, mereka hanya menetap di rumah panjang sebagai rumah mereka. Kasus itu hampir mirip dengan pekerja di kota, seperti Jakarta. Mereka yang merantau dan bekerja di Jakarta, menganggap kediaman tetap mereka adalah yang di desa. Bagi mereka, kota hanyalah tempat mencari nafkah. Mereka akan pulang ke kampung halamannya pada saat hari raya tiba atau sudah memiliki cukup uang. Jadi intinya, tempat tinggal tetap adalah sebuah bangunan yang kita tinggali secara menetap. Meskipun status rumah adalah sewa, sepanjang kita tinggal secara menetap dan menganggap bangunan itu adalah rumah kita, maka bangunan yang kita tinggali itu adalah kediaman tetap kita.
56 — PEMUKIMAN
Gbr. 3-01: Unsur terpenting dalam sebuah pemukiman adalah rumah. Meskipun kondisi rumah yang ditinggali tidak layak huni, penghuni rumah tetap bertahan untuk mendiami karena ketidakmampuan memiliki lahan.
Gbr. 3-02: Salah satu bentuk pemukiman di desa Bayan, Lombok, NTB
3.1 Penghuni Rumah Bicara tentang rumah, berarti kita akan juga bicara tentang penghuninya. Penghuni rumah bisa sendiri, atau pun berkeluarga. Semuanya tergantung pada kebiasaan masyarakatnya. Pada masyarakat perkotaan, biasanya rumah hanya dihuni oleh keluarga inti, suami dan istri, serta anak. Jika ada anggota keluarga yang lain, di luar keluarga inti, biasanya orang tersebut bekerja sebagai pengurus rumah pada keluarga itu. Namun demikian, ada pula rumah yang dihuni tidak saja hanya ke luarga inti. Pada masyarakat agraris, rumah bisa dihuni oleh suami-istri, anak, menantu, keponakan, bahkan kakek-nenek. Kecenderungan ini disebabkan budaya mereka yang lebih mengutamakan kebersamaan. Pada kondisi tertentu, rumah bisa juga dihuni oleh beberapa kepala keluarga. Misalnya pada pemukiman padat penduduk atau di pengungsian. Namun demikian, ada pula suatu adat kebudayaan yang mengikuti cara itu. Misalnya, rumah para bangsawan di Mataram, Solo, Yogyakarta.
RUMAH — 57
Rumah Pangeran bisa ditinggali oleh puluhan keluarga. Demikian pula pada rumah clan orang Hakka di China Selatan. Satu rumah dihuni oleh puluhan, bahkan sampai ratusan keluarga.
Gbr. 3-03: Sebuah rumah di Kajang, Sulawesi Selatan, yang tidak hanya dihuni oleh keluarga inti
Gbr. 3-04: Rumah Panjang di Kalimantan
3.1.1 Kebutuhan akan Ruang Penataan ruang pada suatu rumah bisa bervariasi. Ada rumah yang membedakan ruang terima tamu untuk anak perempuan, ada pula yang tidak. Ada rumah yang menyediakan kamar untuk semua anggota keluarganya, ada pula yang tidak. Namun ada pula rumah yang tidak memiliki ruang-ruang sama sekali, namun masing-masing sisi rumah memiliki nama dan fungsinya. Keseluruhannya tergantung pada budaya dan kebiasaan masyarakat setempat.
Gbr. 3-05: Ruang tamu merupakan salah satu ruang yang bersifat umum. Ruangan ini merupakan salah satu ruang untuk memajang barang-barang pribadi para penghuni rumah, seperti tampak pada gambar
58 — PEMUKIMAN
Pemukiman yang penduduknya cukup kuat menjalankan syariat Islam biasanya akan membedakan antara ruang penerimaan tamu untuk anak perempuan dan anak laki-laki. Anak perempuan menempati ruangan yang lebih tertutup dibandingkan anak laki-laki. Misalnya saja pada rumah Kudus, anggota keluarga wanita menerima tamu wanita di ruangan jogo satru yang bersebelahan dengan ruang pawon. Sedangkan tamu laki-laki diterima di bagian sisi yang tidak terdapat soko geder. Demikian pula dengan penempatan ruang tidur antara anak perempuan dan laki-laki, seperti rumah Aceh dan Minangkabau. Anak laki-laki yang sudah akil balik tidak diperbolehkan tidur di rumah. Mereka biasanya akan tidur di surau. Ruang tidur hanya diperuntukkan bagi anak-anak perempuan dan orang tua. Kasus demikian tidak hanya terdapat pada masyarakat mayoritas muslim. Di daerah yang agamanya mayoritas Kristen, seperti orang Sepik, Papua Nugini, anak laki-laki yang sudah akil balik pun tidak tinggal di rumah, namun di rumah bujangan. Selain pembagian ruang untuk anak laki-laki dan perempuan, penempatan ruang tidur untuk orang tua juga bervariasi antara daerah yang satu dengan daerah lain. Pada daerah-daerah tertentu orang tua mendapatkan ruangan khusus, seperti di China dan Aceh. Pada keluarga China lama, orang tua seringkali mendapatkan perlakuan yang istimewa, seperti nenek. Nenek mendapatkan ruangan yang terbaik. Demikian halnya dengan para orang tua di Aceh, ruang tidur mereka dianggap keramat karena dianggap sebagai tempat kelanjutan generasi. Itulah sebabnya posisi ruang tidur mereka agak ditinggikan. Selain ruang-ruang pribadi yang telah disebutkan, biasanya rumah juga memiliki ruangan-ruangan yang bersifat umum dan khusus. Ruangan yang bersifat umum adalah ruangan yang digunakan bersama-sama oleh seluruh atau sebagian besar dari anggota keluarga, misalnya ruang makan, ruang mandi, dan ruang duduk. Adapun ruang khusus merupakan ruangan yang digunakan hanya pada orang-orang dan waktu tertentu. misalnya rumah sentong tengah atau krobongan pada rumah suku Jawa. Meskipun rumah itu telah lengkap dengan segala perabotan, rumah itu tetap tidak pernah digunakan oleh keluarga yang bersangkutan. Di rumah adat Sunda, goah (tempat penyimpanan beras) tidak boleh dimasuki oleh para laki-laki, meski kepala keluarga sekalipun, dan wanita dalam keadaan haid. Banyak kegiatan yang dilakukan hanya di satu ruangan. Meskipun demikian, pembagian tempat pada ruangan itu tetaplah ada. Tidak setiap orang boleh menempati bagian dalam ruangan itu. Pengaturan tempat diatur dalam peraturan adat. Misalnya, rumah Sunda di pegunungan
RUMAH — 59
masa lalu (sampai pertengahan abad 20). Meskipun rumah itu hanya berupa ruangan besar, setiap orang tahu pasti ruangan yang boleh atau tidak dimasuki, atau dilihat sekalipun. Demikian pula pada rumah adat Batak Toba. Rumah adat itu berupa ruangan terbuka yang masing-masing memiliki nama. Misalnya, ruang Jabu Bona berfungsi sebagai ruang tamu dan menerima pemberian adat pada saat upacara adat. Ruangan ini juga berfungsi sebagai ruang para orang tua memberi nasihat kepada anakanaknya. Selain itu, ada pula ruang Jabu Soding yang ditempati oleh anak perempuan pemilik rumah, baik yang sudah menikah, maupun yang belum. Tempat ini berfungsi sebagai tempat upacara adat, dan para istriistri tamu yang datang.
a
b
Gbr. 3-06a,b: Dapur merupakan salah satu ruangan yang bersifat umum. Bentuk-bentuknya bisa bervariasi: (a) dapur orang Banjar di Kalimantan dan (b) dapur orang Kajang di Sulawesi Selatan
3.2. Fungsi dan Ekspresi Rumah Rumah merupakan tempat awal pembelajaran nilai-nilai dasar kehidupan dan kemanusiaan. Di dalam rumahlah kita belajar untuk menghormati dan berempati kepada sesama anggota keluarga. Proses pembelajaran ini akan tercapai tentunya jika diselaraskan dengan keadaan rumah yang nyaman dan aman bagi penghuninya. Kenyamanan dan keamanan merupakan hal yang utama bagi penghuni. Nyaman berarti bahwa rumah bisa menjadi tempat untuk melepaskan lelah dan stres. Sedangkan aman berarti bahwa rumah bisa menjadi tampat berlindung dari berbagai berbagai gangguan yang datang dari luar, baik hewan, maupun manusia lainnya. Karena itu, sebuah rumah bisa memenuhi dua fungsi, yakni sebagai pernaungan dan sebagai perlindungan. Rumah sebagai tempat bernaung dari berbagai ancaman fisik yang datang dari luar, seperti binatang buas dan manusia lainnya. Selain itu,
60 — PEMUKIMAN
rumah juga menjadi tempat bernaung dari ganasnya ancaman kekuatan alam, seperti cuaca dingin dan panas di luar kemapuan daya tahan tubuh manusia, atau gempa bumi, banjir, dan tsunami. Adapun sebagai tempat berlindung, rumah berfungsi agar para penghuninya bisa terlindung dari berbagai dari tekanan mental dan sosial yang datangnya dari luar. Sebagai ungkapan atau ekspresi, pada dasarnya rumah menjadi cermin jiwa para penghuninya. Artinya, semua pikiran dan kegiatan yang terjadi di rumah akan tergambar pada rumah. Misalnya, organisasi ruangan, perlengkapan dan perabot, serta peletakan benda-bendanya sesuai dengan kegiatan sehari-hari para penghuninya, sehingga urutan ruangan dan pemandangan yang dilalui setiap hari ini membekas sebagai gambaran keselarasan. Rumah yang kita diami pada usia remaja, masa pembentukan kepribadian kita, akan membekas sangat dalam dan seringkali menjadi pola bagi rangkaian kehidupan kita selanjutnya. Sebenarnya rumah bukan sekedar lambang, tetapi benar-benar suatu diagram keselarasan bagi penghuninya. Subbab ini hanyalah merupakan pengantar. Penjelasan tentang fungsi rumah sebagai tempat bernaung dan berlindung akan dijelaskan di bawah ini, demikian pula dengan penjabaran rumah sebagai ungkapan ekspresi. 3.2.1 Rumah sebagai Pernaungan dan Perlindungan Pada dasarnya manusia adalah makhluk yang lemah. Ketahanan tubuhnya memiliki keterbatasan. Contohnya, pada saat kita membawa barang, mungkin kita hanya sanggup membawa beberapa kuintal saja. Demikian pula pada saat menghadapi cuaca, kita yang biasa hidup di daerah tropis, mungkin tidak akan sanggup hidup di iklim yang dingin dengan suhu di bawah 0 derajat atau iklim panas di atas 40 derajat, demikian pula sebaliknya. Di samping itu, keberlangsungan hidup manusia juga bisa mendapatkan ancaman. Ancaman yang bukan hanya datang dari alam, tetapi juga makhluk lainnya, seperti binatang buas atau manusia lainnya. Karena itulah, manusia perlu melindungi dirinya dari berbagai ancaman, dan kelemahan yang terdapat di dalam dirinya. Salah satu cara melindungi diri demi menjaga keberlangsungan hidupnya adalah dengan cara mendirikan rumah. Karena rumah pada dasarnya adalah berfungsi sebagai tempat berlindung dan bernaung manusia. Berbagai ancaman yang selalu mengintai manusia, akan dibahas di bawah ini.
RUMAH — 61
Gbr. 3-07: Rumah sebagai pernaungan dan perlindungan
a. Cuaca dan Iklim Salah satu yang mengancam kehidupan manusia adalah cuaca dan iklim. Cuaca adalah perubahan keadaan udara dalam suatu tempat dan dalam waktu tertentu. Sedangkan iklim adalah keadaan rata-rata tahunan dari cuaca di suatu kawasan atau tempat. Sebagai mahluk hidup, manusia hanya bisa berfungsi dengan baik jika suhu tubuhnya ada di antara 35-38 derajat celcius. Suhu di bawah atau di atas kisaran itu akan sangat mengurangi daya kerja manusia. Perlindungan melekat seperti pakaian biasanya hanya untuk sementara waktu saja. Apalagi jika disertai dengan curahan air hujan, terik sinar matahari, angin kencang dan lain-lain; ketahanan manusia akan menurun dengan cepat. Karena itu, rumahlah yang dapat memberikan perlindungan lebih baik. Kita yang tinggal di kawasan tropis mungkin tidak terlalu direpotkan dengan suhu udara yang terlalu dingin atau panas. Lain halnya dengan penduduk wilayah subtropik yang bermusim empat, bahkan yang beriklim kutub. Mereka yang tinggal di subtropis harus memiliki baju yang disesuaikan dengan empat musim. Sedangkan mereka yang tinggal di daerah kutub, setiap saat harus menggunakan baju dan sepatu yang tebal untuk menghindar dari hawa dingin yang menggigit. Rumah sebagai tempat berlindung tentunya ikut menyesuaikan dengan keadaan iklimnya. Contohnya rumah Iglo di derah kutub, agar penghuni rumah terlindung dari hawa dingin yang menggigit, rumah ini dibuat dari balok-balok salju. Karena salju cocok digunakan sebagai insulator (bahan penyekat) dari cuaca dingin.
62 — PEMUKIMAN
Gbr. 3-08: Salju yang digunakan sebagai bahan untuk membuat rumah Iglo, orang Inuit, bisa menjadi insulator (bahan penyekat) dari cuaca dingin.
b. Ancaman Makhluk Lain Di alam terbuka, makhluk-makhluk lain bisa jadi merupakan ancaman, seperti hewan-hewan buas. Bahkan, terkadang, sesama manusia juga merupakan ancaman. Perang antarsuku dan antarkampung adalah ancaman nyata yang bisa terjadi setiap saat. Karena itulah, rumah menjadi tempat yang paling aman sebagai tempat berlindung. Untuk berlindung dari ancaman binatang buas dan musuh, biasanya rumah akan dibangun menjadi rumah panggung. Rumah adat Balug contohnya, konstruksi rumah itu berbentuk rumah panggung dengan fondasi bangunannya dibentuk dengan membenamkan tiang-tiang ke dalam tanah. Dari ketinggian rumah, pemiliknya dapat mengamati jarak pandang yang jauh untuk mengamati musuh. Dengan kostruksi ini pula, musuh sulit untuk menjangkau penghuninya. c. Kekuatan Alam Selain ancaman cuaca, rumah juga bisa berfungsi untuk berlindung dari ancaman kekuatan alam, seperti banjir dan gempa. Biasanya masyarakat suatu wilayah akan membangun rumah sesuai dengan kondisi alam yang terdapat pada wilayahnya. Misalnya saja daerah Nias yang rawan gempa, agar rumah-rumah di sana tahan terhadap gempa, masyarakat Nias menggunakan tiang-tiang penyangga yang tinggi, besar, dan kuat. Tiangtiang penyangga ini sanggup menahan gempa, di samping menahan beban
RUMAH — 63
berat bentuk atap rumah adat Nias yang tinggi. Pasangan balok-balok kayu yang dipasang secara silang di bagian bawah berfungsi seperti pegas untuk menahan goyangan gempa sehingga rumah tetap kokoh berdiri. Demikian pula pada rumah-rumah masyarakat daerah Sleman, Yogyakarta. Rumah-rumah bantuan bagi masyarakat korban gempa pada tahun 2006 ini berbentuk seperti rumah orang Eskimo. Nama kawasan rumah itu adalah rumah dome, Dusun sengir Sumberharjo, Sleman. Rumah unik itu didesain dengan konstruksi yang tahan gempa. Saat ini rumah-rumah itu justru menjadi salah satu obyek wisata yang menarik. d. Cermin Dunia Batin Manusia dibedakan dari mahluk lain karena memiliki daya khayal (imajinasi). Imajinasi dapat menciptakan harapan dan kebahagiaan, tetapi seringkali juga melahirkan ancaman psikologis yang tidak kalah hebatnya daripada ancaman alam. Rumah adalah tempat berlindung terbaik karena rumah adalah ekspresi penguasaan manusia atas dunianya. Berbagai kelompok budaya menyampaikan konsep ini dengan berbagai ungkapan. Ada pepatah ‘home sweet home’ dan ‘my home is my castle’ dari dunia barat. Tempat yang paling menyenangkan adalah rumah(ku), di rumahlah aku (manusia) bisa menemukan dirinya, menjadi damai dengan dirinya dan dunianya. Ungkapan ini menyatakan bahwa dalam rumahlah ditemukan perlindungan menyeluruh dari segenap ancaman dunia luar (castle atau benteng, fungsi utamanya adalah pertahanan). Dalam rumahlah kita
Gbr. 3-09: Puri merupakan rumah yang dibangun dengan bahan bangunan yang kuat sehingga penghuninya bisa terhindar dari berbagai ancaman. Bentuk puri biasanya menyerupai benteng, bisa dijumpai di Eropa
64 — PEMUKIMAN
benar-benar aman-sentosa. Di Nusantara umum dikenal konsep ’dunia atas ‑ dunia tengahdunia bawah’. Dari ketiga dunia ini, tempat manusia adalah di dunia tengah, di antara dunia atas, yaitu dunia dewata dan leluhur, serta dunia bawah, tempat binatang dan roh jahat. Manusia hanya bisa menjadi manusia jika ia ada di dunianya, dunia tengah. Di luar dunia tengah, ia bukan manusia selengkapnya lagi, apakah ia jadi arwah di kadewatan atau arwah gentayangan di kegelapan dunia bawah. Rumah juga mewujud sebagai dunia kecil (bhuwana alit, jagat cilik, microcosmos) bagi penghuninya. Dunia ini adalah jelmaan dari dunia besar (bhuwana ageng, jagat gede, macrocosmos), yaitu semesta alam ini sendiri. Jagat atau cosmos ini sendiri merupakan hasil suatu pergulatan dari kekuatan-kekuatan raksasa yang terlahir dalam masa kemelut (chaos). Rumah merupakan penggumpalan dari keselarasan semesta. Alam sebelum manusia adalah kemelut (chaos), manusia dengan tugas sucinya datang untuk menata alam menjadi keselarasan semesta (cosmos). Dalam skala terkecilnya, keselarasan itu mewujud dalam rumah. Rumah menjadi pusat dari kekuatan yang memancar, yang memberdayakan keselarasan. Semakin dekat ke pusat, semakin besar perbawanya, sebaliknya semakin jauh dari rumah, keselarasan semakin melemah; sehingga bagi anggota
Gbr. 3-10: Gambaran kosmos dan poros dunia
RUMAH — 65
keluarga tujuan akhir adalah kembali ke rumah. Rumah menjadi poros dunia (axis mundi)nya. 3.2.2 Rumah sebagai Ungkapan Ekspresi Pada dasarnya rumah merupakan hasil kebudayaan. Artinya rumah merupakan karya akal dan pikiran manusia yang didasari oleh kebudayaan yang berlaku pada lingkungannya. Kebudayaan inilah yang mempengaruhi akan wujud dari sebuah rumah. Karena kebudayaan merupakan ekspresi atau ungkapan perasaan dan pikiran dari suatu masyarakat. Karena itulah wujud rumah antara wilayah yang satu dengan yang lainnya bisa jadi berbeda. Semuanya bergantung pada ekspresi dan perasaan, serta pikiran yang bersumber pada kebudayaan yang terdapat di lingkungannya. Ekspresi suatu wilayah yang terekam dalam wujud rumah ini yang menjadi ciri khas pada suatu rumah. Seperti misalnya saja pada wujud rumah Bugis, bentuk rumah adat ini menyerupai bentuk perahu. Hal itu menunjukkan perahu merupakan lambang kebersamaan dan kesatuan bagi masyarakatnya, yang selanjutnya dianggap memiliki kekuatan khusus yang berkaitan dengan kepercayaan mereka. Bagi kebanyakan kelompok masyarakat, rumah bisa menjadi bagian dari ekspresi status ‘orang’. Seseorang seringkali hanya dianggap sudah mampu menjadi warga masyarakat apabila telah mempunyai rumah. Dengan keberhasilannya itu ia menyatakan bahwa ia sudah siap untuk bergabung sebagai warga Gbr. 3-11a,b:– Memiliki rumah merupakan ekspresi bahwa seorang laki-laki sudah membina rumah tangga. Calon penghuni rumah diawali dengan adanya yang setara, yang mampu mampu peristiwa pernikahan sebagai tanda ikatan suami dan istri. Tampak gambar adalah memikul tanggung jawab (a) prosesi pernikahan di Lombok NTB dan (b) di Karo, Sumatera Utara
66 — PEMUKIMAN
kemasyarakatan. Di samping itu, rumah juga bisa menjadi ekspresi ungkapan kemampuan seseorang dalam membina rumah tangga. Karena seringkali rumah menjadi syarat agar seorang pemuda boleh mempersunting seorang gadis. Rumah menjadi lambang bahwa pasangan itu sudah siap untuk membesarkan anak-anak mereka. Rumah juga bisa menjadi ekspresi martabat penghuninya. Pada daerah perkotaan, biasanya ekspresi ini ditunjukkan dengan menampilkan rumah-rumah dengan model terbaru. Interiornya pun mungkin termasuk interior yang mewah dan mahal. Bahkan bahan dasar rumah itu pun bisa jadi terbuat dari material yang berkualitas dan sangat mahal. Sedikit berbeda pada rumah-rumah tradisional yang masyarakatnya masih menekankan pada penjejangan pada masyarakatnya. Pada rumah-rumah tradisonal, secara umum bentuk rumah sama antara golongan rakyat biasa dengan bangsawan. Namun ada bagian-bagian tertentu yang menunjukkan bahwa pemiliknya berasal dari golongan tertentu. Misalnya saja pada rumah adat Bugis. Untuk melihat dari golongan mana penghuninya, kita bisa melihatnya dari tangga. Tangga rumah Saoraja (bangsawan Bugis) terbuat dari kayu, serta memakai pegangan tangga. Anak tangganya berjumlah antara 17-25 anak tangga, sedangkan tangga rumah rakyat biasa terbuat dari bambu yang terdiri atas dua induk tanpa pegangan tangga. Jumlah anak tangga hanya terdiri antara 7-13 anak tangga. Demikian pula dengan
Gbr. 3-12: Tongkonan adalah rumah adat Toraja, Sulawesi Selatan, yang dimiliki oleh para bangsawan. Bidang dindingnya selalu dihiasi ukiran. Tongkonan ini menjadi lambang status kebangsawanan masyarakat Toraja.
Gbr. 3-13: Rumah dengan model mutakhir, seperti di real estate bisa menjadi ekspresi martabat penghuninya
RUMAH — 67
bentukan atap joglo di Jawa masa lalu, atap itu tidak boleh digunakan oleh sembarang orang. Hanya orang yang berketurunan bangsawan yang boleh menggunakan atap joglo untuk atap rumahnya. Selain sebagai ekspresi masyarakatnya, rumah juga bisa berarti ekspresi ungkapan perasaan pribadi penghuninya. Hal itu biasanya terekam pada penataan ruangan dan perabot yang terdapat didalamnya. Lihatlah misalnya penataan ruang tidur kalian. Kalian yang lebih menyukai ketenangan dan alam, mungkin akan mengecat kamar dengan warna biru karena warna itu menggambarkan ketenangan. Selain itu, perabot kalian pun mungkin lebih bernuansa alam, seperti tempat pulpen dari kerang atau menggunakan tempat tidur yang terbuat dari bambu, misalnya. 3.3. Susunan Ruangan Rumah terdiri dari beberapa sekat. Sekat-sekat ini berfungsi untuk membatasi antara ruangan yang satu dengan yang lain sehingga ada pemisahan antara ruang yang satu dengan yang lain terlihat jelas. Bentuk sekat ada berbagai macam. Ada sekat yang berupa dinding yang padat sehingga untuk masuk atau keluar ruangan harus melalui sebuah pintu. Ada pula sekat yang hanya berupa gedek (anyaman bambu) atau bahkan hanya sekedar tirai saja. Pada rumah tradisional Kalimantan Selatan, pembeda ruangan hanya ditandai dengan posisi lantai yang lebih tinggi atau rendah. Misalnya, ruang panampik kecil yang berfungsi
Gbr. 3-14: Axonometri atau skema rumah yang digambar tiga dimensi, yang menunjukan bagian dari rumah
68 — PEMUKIMAN
untuk menyimpan alat-alat, dan menjadi lumbung padi. Ruang itu terletak lebih tinggi daripada lantai lapangan palataran ketiga. Sedangkan panampik tengah posisi lantainya lebih tinggi sedikit daripada panampik kecil. Namun seringkali suatu rumah tidak memiliki sekat sama sekali. Tetapi penghuni rumah tahu pasti area yang boleh dan tidak untuk dimasukinya. Misalnya, rumah Sunda pegunungan di masa lalu (sampai pertengahan abad 20), rumah itu hanya berupa satu ruangan besar saja. Namun setiap orang tahu dengan pasti ’ruangan’ yang mereka boleh dan tidak dimasuki, bahkan ada arah atau jurusan yang ’tidak terlihat’. Walaupun tidak ada pemisahnya, adalah Gbr. 3-15: Bagian depan/teras rumah Panjang di Banyuwangi Jawa Timur. Tampak setiap rumah sangat tidak sopan jika seorang tamu dibatasi dengan sekat, dan masing-masing rumah memandang ke arah belakang ruangan memiliki pintu karena kawasan itu adalah tempat istirahat tuan rumah dan warga perempuan. Demikian pula pada rumah adat Batak Toba, rumah itu hanya berupa ruangan besar saja. Untuk membatasi antara ruangan yang satu dengan lainnya, hanyalah berupa penamaan pada ruangan-ruangannya. Hal ini mencerminkan sifat orang Batak yang terbuka dan berterus terang. 3.3.1 Kelengkapan dan Pembagian Ruangan Ada ruangan-ruangan yang memiliki beberapa fungsi. Namun ada pula ruangan yang berfungsi khusus. Penggabungan atau pemisahan fungsi ruang ini dipengaruhi oleh kebiasaan dan kebudayaan suatu masyarakat. Karena itu, masalah ini tidak akan dibahas secara rinci. Setiap rumah umumnya memiliki ruang tidur, dapur, penyimpanan benda-benda, dan ruang keluarga. Namun tidak berarti ruanganruangan ini mutlak ada dalam setiap rumah. Karena ada atau tidaknya ruangan-ruangan ini, seluruhnya bergantung pada kebiasaan dan budaya masyarakatnya. Misalnya saja ruang tidur untuk anak perempuan dan lakilaki. Ada adat tertentu yang tidak menyediakan ruang tidur bagi laki-laki yang sudah akil balig, seperti di Aceh namun mungkin adat lain ada.
RUMAH — 69
Demikian pula pada pembagian ruang-ruang, setiap daerah memiliki cara sendiri dalam menata ruang-ruangnya. Semuanya bergantung pada kebiasaan dan adat budaya masing-masing, misalnya saja ruang keluarga. Ada daerah yang memfungsikan ruang keluarga sekaligus sebagai dapur dan ruang makan, seperti pada rumah Kudus. Ruang dapur (pawon) pada rumah itu terdiri atas dua bagian, yakni pawon alit dan pawon (ageng). Namun secara utuh ruangan ini dinamakan pawon. Ruang pawon (istilah dapur dalam bahasa Jawa) tidak hanya berfungsi sebagai tempat untuk memasak. Namun ruangan itu juga berfungsi sebagai ruang makan keluarga, dan bersantai antara penghuni rumah. Bahkan jika ada kerabat dekat yang berkunjung, ruang itu pula yang terkadang digunakan. Namun demikian ada pula daerah yang tidak memiliki ruang khusus makan atau ruang keluarga. Yang ada adalah ruang serba guna. Rumah tradisional Sumatera Selatan misalnya, ruang serba guna itu tidak hanya berfungsi sebagai ruang makan keluarga dan tidur, tetapi juga ruang untuk menerima tamu kerabat dekat khusus wanita dan anak-anak. Selain itu, pada saat ada perhelatan, ruangan ini juga yang digunakan untuk menghidangkan makanan terutama untuk para perempuannya. Di samping ruang makan, tidur, dan keluarga, biasanya rumah juga memiliki ruang untuk menyimpan berbagai benda. Ruang itu bisa berupa ruang tersendiri. Biasanya ruang itu berfungsi seperti gudang. Berbagai benda disimpan di ruang itu. Pada rumah-rumah adat tertentu, ruang penyimpanan ini bisa terletak di di kolong rumah (pada rumah-rumah panggung), seperti rumah Aceh. Ruang itu merupakan tempat untuk menyimpan alat-alat bercocok tanam, selain sebagai kandang. Akan tetapi, ada pula yang membuat ruang penyimpanan ini di loteng, seperti rumah Sumbawa. Namun demikian, tidak setiap rumah memiliki ruang khusus untuk penyimpanan. Ada kalanya penghuni rumah memanfaatkan sisisisi rumah dengan bantuan perangkat lain sebagai tempat penyimpanan, seperti lemari, rak gantung, atau galar. Rumah limas misalnya, lemari selain berfungsi sebagai penyekat antara ruang kekijing terakhir dengan sebelumnya, juga berfungsi untuk menyimpan perabot rumah tangga yang terbuat dari porselin atau sejenisnya. Atau lihatlah rumah kita sendiri, di antara kita mungkin ada yang menggunakan rak-rak gantung untuk meletakkan buku-buku, misalnya. 3.3.2 Organisasi dan Penjejangan Ruangan Penataan ruangan terkait dengan kebutuhan dan selera penghuninya.
70 — PEMUKIMAN
Misalnya saja ruang dapur, ruangan itu akan ditata sedemikian rupa sehingga berdekatan dengan tempat penyimpanan bahan makanan, tempat peralatan masak, dan tem p at m e n cu ci. Kar en a kegiatan memasak akan sangat terkait dengan makanan yang akan diolah, serta tempat mencuci peralatan masak dan makanan itu sendiri. Adapun ruang tidur biasanya terletak agak jauh dari dapur. Karena kegiatan masak-memasak di dapur menyebabkan suara bising. Kebisingan tentu saja hal yang sangat dihindari pada saat tidur. Karena itulah ruang tidur akan Gbr. 3-16: Axonometri rumah Kerinci berjauhan dengan dapur. Dalam rumah yang berukuran besar, tentunya juga memiliki banyak ruangan. Ruanganruangan ini memiliki berbagai fungsi. Penataannya umumnya diserahkan oleh seorang desainer. Ia menata ruang sedemikian rupa sehingga semua kebutuhan ruang penghuninya bisa terpenuhi. Ruangan-ruangan dalam rumah disusun berdasarkan suatu penjenjangan karena tidak semua ruangan sama derajat kepentingannya. Ruangan-ruangan itu akan ditata sedemikian rupa sehingga seluruh kegiatan penghuninya yang biasanya terjadi bisa berjalan lancar. Misalnya, ruangan tidur kepala keluarga biasanya terletak tidak tampak dari luar. Sebaliknya ruangan (penerimaan) tamu biasanya terletak di depan. Ruangan ini memang terbuka untuk semua tamu, terutama yang belum akrab. Ruangan makan, bisa ditonjolkan, bisa juga disembunyikan; tergantung kepada kebudayaan penghuninya. Pada kebanyakan masyarakat Nusantara, kegiatan-kegiatan badani sering dilakukan secara tertutup. Makan sering dianggap sebagai suatu kegiatan yang harus dilakukan secepatnya dan sesedikit mungkin tampak oleh orang lain. Oleh karena itu, seringkali dilakukan di dapur saja. Sebaliknya bagi masyarakat
RUMAH — 71
Gbr 6-17: Saat peristiwa khusus, makan dilakukan secara bersama, bahkan melibatkan orang-orang di luar dari penghuni rumah, seperti acara membangun rumah di Kajang, Sulawesi Selatan
perkotaan, makan sering dianggap sebagai kesempatan untuk berkumpul dan bersosialisasi. Pada peristiwa khusus, kejadian sebaliknya bisa terjadi. Makan justru dilakukan beramai-ramai, bahkan melibatkan orang-orang di luar anggota keluarga. Peristiwa yang melibatkan banyak orang ini tentu saja dilakukan di ruang yang lebih luas, yaitu di pelataran rumah atau ruangan depan yang sehari-hari memang terbuka. Ketertutupan juga ditentukan oleh kebudayaan. Pada masyarakat yang memisahkan pria dan wanita dengan ketat, ruangan-ruangan yang khusus untuk wanita, letaknya akan tersembunyi, hanya pada waktu dan ruangan tertentu penghuni wanita bisa bertemu dengan tetamunya. Demikian juga faktor keagamaan bisa berpengaruh. Pada masyarakat yang melakukan ibadahnya di dalam rumah, ruang tempat ibadah terbuka bagi pandangan, tetapi tidak semua orang boleh beribadah di ruang itu. Ruang itu biasanya dikhususkan untuk ibadah para penghuni rumah. 3.4 Perwujudan Rumah Batasan wujud sebuah rumah sangat luas. Bisa berpatokan pada ukuran, bentuk, atau pun pola rumah. Namun ukuran, bentuk, dan pola pun
72 — PEMUKIMAN
Gbr. 3-18: Ukuran, bentuk, dan pola rumah bisa bervariasi. Tampak dari udara bentuk, ukuran, dan pola rumah-rumah yang terdapat di sekitar alun-alun dan Kraton Yogyakarta
Gbr. 3-19: Dewasa ini rumah kantor banyak dibuat. Selain berfungsi sebagai tempat tinggal, bangunan ini juga difungsikan sebagai kantor. Pada umumnya rumah kantor terletak pada satu kawasan.
RUMAH — 73
sifatnya relatif. Artinya, tidak ada ukuran, bentuk, atau pun pola rumah yang pasti atau pun ideal yang menjadi dasar bahwa sebuah bangunan bisa dikategorikan rumah. Lebih lengkapnya akan dijelaskan di bawah ini. 3.4.1 Ukuran Ukuran sebuah rumah bisa bervariasi. Sebuah gubuk yang hanya berukuran 2x3 sekalipun, bisa dikatakan rumah. Demikian pula dengan sebuah bangunan yang berukuran sangat luas, setara dengan kompleks istana yang luasnya beberapa hektar. Jika demikian, lalu apakah yang menjadi patokan bahwa sebuah bangunan bisa dikategorikan rumah? Sebuah bangunan bisa dikategorikan rumah, jika bangunan itu ditinggali oleh penghuninya secara menetap. Artinya, jika orang yang tinggal di bangunan itu hanya singgah saja, meski beberapa bulan, bangunan ini tetap tidak dapat dikatakan rumah. Demikian pula sebaliknya, jika orang-orang yang berdiam di bangunan itu hanya singgah saja, maka mereka tidak dapat dikatakan penghuni rumah. Dengan demikian, yang dikatakan rumah adalah sebuah bangunan yang ditinggali oleh penghuninya secara menetap. Sebuah rumah bisa bervariasi ukurannya. Semuanya tergantung pada jumlah penghuni dan kegiatan kesehariannya. Sebuah rumah yang hanya ditinggali oleh satu orang, tentunya kebutuhan ruangnya akan berbeda dengan rumah yang ditinggali oleh satu keluarga. Demikian pula rumah yang hanya berfungsi sebagai tempat tinggal, akan berbeda kebutuhan ruangnya dengan rumah yang juga berfungsi sebagai ruang usaha. Karena itu, ukuran sebuah rumah sangat relatif, bergantung pada jumlah penghuni dan kegiatan keseharian. Jumlah penghuni dan kegiatan keseharian ini yang menentukan besar dan jumlah ruang, yang pada akhirnya juga akan menetukan besarnya ukuran sebuah rumah. Namun terkadang jumlah penghuni dan kegiatan tidak berimbang dengan ukuran rumah. Lihatlah misalnya pada ukuran rumah yang terdapat pada perumahan-perumahan. Ada perumahan yang luas bangunannya hanya 36 m2 atau bahkan 21 m2, tetapi penghuninya relatif cukup banyak jumlahnya. Namun demikian, ada kalanya kondisi demikian memang menjadi sebuah kebiasaan dan budaya dari suatu wilayah, misalnya di Jepang. Orang Jepang terbiasa untuk hidup berdesak-desak, karenanya kebanyakan orang Jepang sudah puas dengan ukuran rumah yang kecil saja. Namun tidak demikian halnya dengan di Amerika, memiliki rumah yang besar adalah tuntutan hidup bagi orang Amerika, bukan sekedar sikap hidup.
74 — PEMUKIMAN
3.4.2. Bentuk Rumah Jika kita bicara rumah, pastilah kita akan bicara juga tentang bentuknya. Bentuk rumah banyak variasinya. Ada rumah yang bentuknya hanya berupa ruangan besar tanpa sekat, seperti rumah suku Dayak, Batak, Nias, dan Sunda pada zaman dahulu. Namun ada pula rumah yang banyak sekali pembagian ruangannya, meski mungkin ukuran rumahnya tidak terlalu besar. Di daerah perkotaan seringkali dijumpai rumah-rumah yang bersekat untuk membatasi ruangan-ruangannya. Sekat-sekat itu biasanya terbuat dari batu bata yang padat sehingga untuk keluar atau masuk ruangan hanyalah melalui pintu. Bentuk rumah seperti ini diadopsi dari bentuk rumah subtropis. Rumah subtropis menggunakan sekat semacam itu agar kehangatan ruangan tetap terjaga. Namun bentuk rumah seperti ini akhirnya menjadi tren di wilayah tropis. Hampir setiap rumah di perkotaan menyekat ruangan-ruangannya dengan dinding tebal yang terbuat dari batu bata. 3.4.3. Pola Rumah Pola letak rumah memperlihatkan sikap pemilik rumah terhadap lahannya. Dengan memperhatikan pola letak rumah, kita dengan mudah dapat menebak hubungan antara penghuni dengan lingkungan lahannya, apakah lingkungannya sangat padat (bangunan dan penduduk), sedang atau rendah. Berdasarkan letaknya, rumah memiliki pola rumah tunggal, rumah gabungan, dan majemuk. Pola rumah tunggal adalah rumah yang terdiri dari satu bangunan terpadu. Semua ruangan dalam rumah terkelompokkan di bawah satu atap, atau atap yang bersambungan. Rumah berpola ini cenderung padat (compact ), sehingga penggunaan tanah bisa Gbr. 3-20: Rumah Bugis di Sulawesi Selatan merupakan salah satu contoh pola lebih hemat. Selain itu, karena pembatas antarruangan bersebelahan, rumah tunggal
RUMAH — 75
bahan untuk dinding pun dapat dihemat karena kedua sisinya digunakan. Demikian juga dengan pintu penghubung antarruangan, kedua sisinya dapat digunakan.
Gbr. 3-21: Rumah Bali adalah salah satu contoh rumah gabungan. Rumah itu dikelilingi oleh pagar dan mempunyai ruang-ruang yang terpisah dengan masing-masing fungsinya
Dalam Pola rumah gabungan, satu satuan rumah yang terdiri dari beberapa bangunan terpisah-pisah. Satu rumah berupa satu bangunan tersendiri. Rumah seperti ini sangat sesuai untuk kawasan tropis seperti Indonesia karena peredaran sirkulasi udara dan sinar matahari bisa mencapai sudut ruangan. Pola rumah majemuk terjadi jika beberapa satuan rumah terletak dalam satu bangunan atau di bawah satu atap. Kecenderungan ini sekarang
Gbr. 3-22: Rumah peChinan di Surabaya merupakan salah satu contoh rumah majemuk dengan letaknya yang berderet
76 — PEMUKIMAN
Gbr. 3-23: Rumah suku Dani di lembah Baliem, Papua merupakan contoh rumah gabungan. Meskipun penghuni masih satu keluarga, namun rumah dan ruang-ruang letaknya terpisah-pisah dan memiliki fungsi sendiri-sendiri, seperti rumah laki-laki, rumah perempuan, dapur, dan laki-laki.
berkembang pesat di perkotaan, didorong oleh harga lahan perkotaan yang tinggi. Susunan satuan rumah pada awalnya hanya mendatar, bersebelahan. Tetapi ketika teknologi memungkinkan, susunan satuan rumah menjulang ke atas juga dimungkinkan. Oleh karena itu, rumah susun sering dianggap gaya hidup modern (dan mewah). Padahal cara hidup ini mungkin cara yang paling tua. Faktor kebudayaan sangat sering mempengaruhi pemilihan pola-pola ini. Pada masyarakat pemburu dan pengumpul makanan, pola rumah biasanya tunggal dan letaknya terpisah-pisah. Rumah itu menampung keluarga luas. Sedangkan masyarakat petani sawah cenderung menggunakan pola rumah tunggal yang letaknya mengumpul. Hanya saja jika kepadatan meningkat atau nilai tanah naik, polanya bergeser ke rumah tunggal yang padat penduduknya. Sebaliknya masyarakat petani ladang lebih sering menggunakan pola rumah majemuk. Dengan pola rumah berkumpul menjadi satu, masyarakat itu akan mudah memelihara rumah-rumah mereka. Demikian pula masyarakat perkotaan yang kehidupannya lebih banyak di luar rumah juga cenderung untuk memanfaatkan pola rumah majemuk ini, karena alasan serupa, menyederhanakan pemeliharaan.
RUMAH — 77
3.4.4 Tampilan Rumah Tampilan rumah (bentuk luar rumah) pada dasarnya bergantung pada pengaruh pengaruh lingkungan alam. Tampilan luar ini amat penting karena seringkali yang digunakan untuk mengenali budaya atau masyarakatnya. Ada dua yang mempengaruhi tampilan luar rumah, penonjolan bagian bangunan (rumah), dan langgam atau gaya. a. Bentuk Atap Salah satu bagian dari unsur rumah yang bisa ditonjolkan adalah atap. Mungkin di daerah perkotaan, bentuk atap biasanya senada. Namun tidak demikian halnya pada rumah-rumah tradisional. Di samping
Gbr. 3-24: Bentuk atap rumah orang Timor, NTT. Bentuknya khas terbuat dari jerami, serta memiliki pintu utama yang kecil
Gbr. 3-25: Bentuk atap rumah Toraja
Gbr. 3-26: Bentuk atap rumah Nias
Gbr. 3-27 Bentuk atap yang rata banyak dijumpai di daerah Timur Tengah, seperti terlihat pada pemukiman di Iran
78 — PEMUKIMAN
karena fungsinya, biasanya bentuk-bentuk atap rumah-rumah tradisional mempertimbangkan makna filosofisnya. Umumnya bentuk-bentuk atap rumah tradisional sangat miring dengan teritisan yang amat lebar. Hal itu dimaksudkan agar pada saat hujan, air segera mengalir ke tanah dan tidak terciprat mengenai dinding rumah, seperti pada rumah Flores, rumah Timor, rumah Gadang, rumah Toraja, dan Rumah Batak. Adapun rumah-rumah yang terletak pada wilayah yang terdapat musim salju, kemiringan bentuk atapnya curam sekali. Sedangkan teritisannya tidak perlu lebar. Hal itu dimaksudkan agar salju-salju yang terdapat di atap tidak menumpuk terlalu banyak karena beban salju yang menumpuk bisa menyebabkan atap roboh. Selain kedua bentuk atap tadi, ada pula bentuk atap yang memayungi bangunannya, seperti pada sebuah rumah di daerah Blitar. Bentuk atap seperti berfungsi untuk menahan panas matahari dan hujan sehingga dinding bagian depan rumah tidak terkena air hujan atau sengatan matahari. Fungsi lain dari atap ini adalah pada saat kita sedang bersantai di beranda rumah, kita tidak akan direpotkan oleh panasnya sengatan matahari atau percikan air hujan. Unsur filosofis yang terkandung pada atap rumah-rumah tradisional biasanya terkait dengan budaya masyarakatnya, contohnya pada atap rumah Gadang, Minangkabau. Atap pada rumah Gadang berbentuk gonjong. Pada bagian gonjong terdapat bagian yang dinamakan arawang, yakni ukiran yang berupa guratan tembus dengan ornamen spiral. Pada bagian puncak gonjong, yakni Calekak, menggambarkan pedang yang dihunus. Dengan demikian atap rumah Gadang menggambarkan burak ka tabang. Burak adalah kendaraan Nabi Muhammad SAW pada saat hijrah ke Sidratul Muntaha (tingkat tertinggi untuk menemui Allah SWT). b. Unsur-unsur Lain Rumah Sebagian dari rumah-rumah tradisional Nusantara adalah berbentuk panggung. Pada rumah panggung tentunya ada tangga sebagai alat untuk mencapai pintu masuk. Namun meski bentuknya sama-sama rumah panggung, setiap daerah memiliki kekhasan pada bentuk tangganya. Contohnya bentuk tangga pada rumah tradisional Riau, bentuknya persegi empat atau bulat. Anak tangganya berbentuk bulat atau pipih. Pada bagian pegangan tangga diberi hiasan berupa kisi-kisi larik (bubut) atau papan tebuk (papan tembus). Sedangkan pada rumah tradisional penyimpanan padi (lumbung padi) di Lampung bentuk tangganya tidak
RUMAH — 79
a
b
c
d
Gbr. 3-28 a,b,c,d Tangga biasa terdapat pada rumah panggung sebagai alat untuk mencapai pintu masuk. Banyak ragam bentuk tangga seperti terlihat pada gambar (a) tangga rumah di Karo, (b) tangga rumah di Aceh, (c) tangga rumah di Bugis, dan (d) tangga rumah di Kajang
dipasang permanen, dan selalu dilepas atau digantung. Adapun di rumah tradisional Timor, bentuk tangga ada dua jenis, yakni tel neso dan elak. Tel Neso adalah tangga yang diletakkan di muka pintu masuk rumah yang terdiri dari satu susun batu. Sedangkan elak merupakan tangga untuk naik ke loteng, yang terbuat dari sebilah bambu atau kayu yang diberi empat atau lima takik. Sedangkan di daerah Toraja, jika siang hari tangga diangkat karena para penghuninya pergi ke ladang. Pada rumah tradisional Makassar tangga seringkali diberi atap. Untuk kalangan bangsawan, atap tangganya diberi bubungan, sedangkan pada tangga rumah rakyat, atap tangga hanya berbentuk datar. Karena itu, tangga tidak hanya menunjukan identitas wilayah, tetapi juga strata sosial pemilik rumah itu sendiri. Selain tangga, unsur lain rumah yang menjadi pertimbangan untuk tampilan rumah adalah motif ragam hias. Motif-motif ini biasanya terdapat
80 — PEMUKIMAN
pada dinding, tiang, tangga, atau pintu-pintu rumah tradisional. Seperti motif pada balok-balok yang menopang rumah adat Nias, pada balokbalok tersebut terdapat relief-relief yang bermotifkan hewan dengan gaya yang ekspresif, seperti contohnya buaya yang lidahnya bercabang dua dan buaya yang ekornya bercabang dua. Pada rumah adat suku Batin di Jambi, motif ragam hias terdapat pada bagian depan dan di atas pintu. Motif-motif yang digunakan adalah tumbuh-tumbuhan dan hewan. Motif-motif ini selain berfungsi untuk memperindah bagian depan rumah dan pintu, juga mengandung makna tertentu. Seperti pada motif hewan yang menggambarkan ikan bersisik besar ditempatkan pada bendul gaho dan balik melintang yang berarti mata pencaharian masyarakat suku Batin, bukan hanya di darat, tetapi juga di
a
b
d
Gbr. 3-29 a,b,c,d: Selain bentuk tangga, dinding juga banyak ragam hiasnya. (a) motif dinding di Toraja, (b) motif dinding di Bali, (c) motif dinding rumah Toba, dan (d) motif dinding rumah Aceh. c
RUMAH — 81
sungai. Dengan demikian jelaslah, bahwa motif-motif ragam hias ini tidak hanya berfungsi untuk memperindah unsur-unsur rumah, motif-motif ini juga bisa menjadi ungkapan ekspresi kebudayan dari masyarakat pendukungnya. Dengan memahami motif-motif ragam hias yang terdapat pada unsur-unsur rumah, kita paling tidak dapat memahami konsep kehidupan masyarakat pendukungnya. 3.4.5 Langgam atau Gaya Salah satu aspek lagi yang seringkali menarik perhatian adalah langgam. Saat ini kita tidak akan membahas masalah ini dengan rinci. Kita hanya akan mempelajari faktor-faktor yang melahirkan langgam. Setiap rumah memiliki gaya atau langgam masing-masing. Gaya atau langgam ini dipengaruhi oleh kondisi zaman, perkembangan teknologi dan bahan, dan selera pribadi penghuninya. Lebih jelasnya akan dijelaskan di bawah ini. a. Perkembangan Zaman Setiap orang selalu berubah. Namun karena perubahan itu terjadi secara lambat, kita tidak menyadarinya. Perubahan yang terjadi pada diri seseorang dipengaruhi oleh berbagai hal, di antaranya adalah perkembangan zaman. Pada setiap perkembangannya zaman biasanya memiliki hal-hal yang tren pada saat itu. Hampir tiap orang biasanya akan mengikuti tren sebagai bagian dari gaya hidup. Karena itu, tren yang berkembang pada suatu zaman inilah yang sedikit banyak akan mempengaruhi perubahan
Gbr. 3-30: Langgam rumah kolonial yang bergaya Eropa banyak dijumpai di wilayah Indonesia
82 — PEMUKIMAN
Gbr. 3-31: Salah satu langgam rumah yang sedang tren di wilayah perkotaan, yakni langgam minimalis
Gbr. 3-32: Salah satu langgam rumah di Iran, yakni rumah gua Gbr. 3-25 Rumah Lentik di Riau dengan bahan hampir seluruhnya dari kayu
RUMAH — 83
dalam diri seseorang. Demikian pula pada bentuk rumah, ada kecenderungan seseorang akan mendesain rumahnya sesuai dengan tren yang ada, sesuai dengan zamannya, terutama untuk masyarakat perkotaan. Biasanya yang menjadi patokan tren perkembangan desain rumah adalah desain rumah di luar negeri. Oleh karena itulah, langgam atau gaya yang kita kenal kebanyakan berasal dari luar negeri. b. Perkembangan Bahan Bangunan
Gbr. 3-33: Pada abad ke-19 dan sesudahnya berbagai bahan bangunan olahan telah ditemukan sehingga masyarakat bisa membangun dengan model sesuai dengan keinginanya
Seiring dengan perjalanan masa, bahan bangunan yang digunakan juga berkembang. Ribuan tahun manusia hanya menggunakan bahan-bahan dari alam untuk membangun rumahnya, seperti kayu, batu, batu bata, dan lumpur. Namun pada abad ke-19 bahan-bahan buatan (sebenarnya bahan olahan) yang baru ditemukan, seperti semen, baja dan kaca. Di abad
Gbr. 3-34: Rumah Lentik di Riau dengan bahan hampir seluruhnya dari kayu
84 — PEMUKIMAN
ke-20, bahan-bahan bangunan buatan digunakan. Kebanyakan bahan-bahan bangunan itu dari bahan dasar plastik dan keramik, selain logam eksotik lain. Tiap bahan mempunyai sifat dan keunggulan sendirisendiri, sehingga bahan-bahan lama tidak ditinggalkan begitu saja. Biasanya bahan-bahan itu digunakan bersama-sama dengan yang baru. c. Dorongan Selera Pribadi Ketika teknologi dan bahan sudah tidak menjadi soal lagi
a
b
Gbr. 6-35a,b: Setelah perkembangan teknologi dan bahan bangunan berkembang pesat, setiap orang bisa bereksperimen dalam membangun rumah. Gambar di atas merupakan beberapa konsep eksperimen dalam membangun rumah dengan memanfaatkan air sebagai sarananya
RUMAH — 85
untuk membangun bentuk apa pun, lahirlah rumah-rumah yang bentuknya tidak biasa sama sekali. Bentuk-bentuk ini lahir karena selera pribadi, terlepas dari tuntutan konvensional. Kecenderungan ini nampaknya akan berkembang terus, sejalan dengan makin berkembangnya budaya masyarakat yang mendorong penghargaan kepada nilai-nilai pribadi
Gbr. 3-36 Bangunan rumah di Nusantara biasanya terpisah-pisah, seperti tampak pada rumah di Bena Flores
86 — PEMUKIMAN
Satu kecenderungan rumah di Nusantara, khususnya masyarakat petani sawah dan perkotaan lama, adalah mendirikan beberapa bangunan kecil yang terpisah-pisah. Hal itu sama sekali berbeda dengan kecenderungan orang Eropa yang memadukan semua kamar di bawah satu atap besar. Ini masih dapat dilihat dengan jelas di rumah-rumah orang Bali dan Jawa. TUGAS 1. Periksa kamarmu, dan kerjakanlah perintah di bawah ini: o ukurlah luas dan tingginya o gambarkan denahnya o petakan letak benda-benda dan jalur perjalanan o catat bahan dan warna dinding, lantai, langit-langit, pintu dan jendela 2
Berikan pendapatmu tentang hal-hal di bawah ini: o Bagaimana tingkat kenyamanan kamarmu? o Apakah sinar matahari bisa masuk? o Apakah sirkulasi udara di kamarmu sudah cukup baik? o Apakah kamarmu terlalu suram, atau bahkan terlalu silau? o Adakah kamarmu pada saat siang hari terasa pengap atau pada pagi hari terlalu berangin? o Apakah dinding kamarmu tahan gempa? o Apakah kamarmu bocor pada saat hujan turun? o Jika kamarmu tidak tahan gempa atau bocor pada saat hujan, bagaimana pemecahannya?
3. Buatlah maket kamar kalian, beserta letak perabotmu! 4. Periksalah rumahmu, kerjakanlah tugas-tugas di bawah ini: - gambarkanlah tampilan luar rumahmu! - catatlah terbuat dari apakah atap dan dinding luar rumahmu 5. Berikan penilaian mengenai - sesuaikah antara besar rumahmu dengan jumlah penghuninya - sudah idealkah antara pembagian ruangan dengan kegiatan keseharian di rumahmu? - sudah amankah letak rumahmu? - Bagaimana dengan mutu bangunan dan model rumahmu?