Karakteristik Tumor Infratentorial dan Tatalaksana Operasi di Departemen Bedah Saraf Fakultas Kedokteran UI/RSUPN Cipto Mangunkusumo Tahun 2001 – 2005 Hilman Mahyuddin, Agus Budi Setiawan Departemen Bedah Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia RSUPN Cipto Mangunkusumo
Abstrak: Latar belakang: data yang pasti tentang insiden tumor otak di Indonesia setiap tahunnya belum ada. Padahal tumor otak merupakan penyebab kematian kedua setelah stroke dalam kelompok penyakit neurologis. Tumor infratentorial mempunyai karakteristik yang berbeda dengan tumor supratentorial. Tujuan: tujuan penelitian ini untuk mengetahui karakteristik kasus tumor infratentorial di Departemen Bedah Saraf RS. Dr. Cipto Mangunkusumo. Metode: disain penelitian ini adalah studi deskriptif. Penelitian dilakukan selama 5 tahun dari bulan Januari 2001 sampai dengan Desember 2005. Populasi dan subyek penelitian adalah semua pasien tumor infratentorial yang menjalani operasi pemasangan VPS dan atau trepanasi serebelar di RSUPN Cipto Mangunkusumo. Hasil: dari 61 kasus tumor infratentorial, sebagian besar datang dengan keluhan muntah dengan atau tanpa sakit kepala. Tiga puluh satu menjalani operasi 2 tahap, 17 menjalani operasi 1 tahap, 6 hanya menjalani pemasangan VPS, dan 7 hanya menjalani trepanasi serebelar. Kemudian dari hasil histopatologi 17 kasus sesuai dengan neurilemomma (neurinoma akustik), 9 kasus dengan meduloblastoma, dan 8 kasus dengan ependimoma. Kesimpulan: Gambaran tumor infratetorial di FKUI/RSCM tidak berbeda dengan hasil yang ada di literatur lain. Sebagian besar pasien datang dengan keluhan umum tumor infratentorial seperti sakit kepala. Tindakan operasi yang dilakukan adalah tindakan 2 tahap berupa pemasangan VPS diikuti dengan trepanasi dalam waktu yang berbeda. Kata kunci: tumor infratentorial, keluhan utama, tatalaksana operasi, histopatologi
PENDAHULUAN Tumor otak merupakan penyebab kematian kedua setelah stroke dalam kelompok penyakit neurologis.1,2 Diperkirakan sekitar 11.000 orang meninggal akibat tumor otak primer setiap tahunnya di Amerika Serikat.1 Insidensi kasus baru tumor otak di Amerika Serikat saat ini mencapai 18 kasus dalam 100.000 populasi.1,3 Tumor infratentorial mempunyai karakteristik yang berbeda dengan tumor supratentorial.1,2,4,5 Perbedaan karakteristik ini mencakup beberapa faktor antara lain usia pasien, jenis kelamin pasien, manifestasi klinis, histopatologi tumor, dan tindakan operasi.1,2 Manifestasi klinis yang ditimbulkan tumor infratentorial dapat disebabkan baik akibat penekanan tumor langsung pada serebelum dan batang otak maupun pada ventrikel IV.2,4,5,6 Data yang pasti tentang insiden tumor otak di Indonesia setiap tahunnya belum ada. Beberapa data yang ada mengenai frekuensi tumor otak umumnya didasari atas pengalaman
pribadi para dokter bedah saraf, hasil otopsi, dan angka angka dari beberapa rumah sakit.1-3 PASIEN DAN METODE Populasi Pasien Populasi dan subyek penelitian adalah semua pasien tumor infratentorial yang menjalani operasi ventrikuloperitoneal shunt dan atau trepanasi serebelar di RSUPN Cipto Mangunkusumo sejak Januari 2001 sampai dengan Desember 2005. Dari data tersebut dicatat: usia, jenis kelamin, keluhan utama, jenis dan sifat tindakan operasi, serta histopatologi tumor. Kemudian data yang diperoleh disajikan dalam bentuk teks dan tabel HASIL Karakteristik Responden Dari 61 kasus tumor infratentorial didapati jumlah pasien dengan jenis kelamin laki-laki 35 orang dan wanita 26 orang. Berdasarkan usia, kasus tumor infratentorial terbanyak terjadi pada kelompok usia 1 -10 tahun yaitu sebesar 15
Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39 y No. 4 y Desember 2006
409
Karangan Asli
orang, disusul kelompok usia 41 – 50 dan 51 – 60 tahun masing masing 10 orang.
Tindakan Operasi Dari 61 kasus tumor infratentorial 31 orang menjalani 2 kali operasi pada waktu yang berbeda yaitu pertama melakukan pintas ventrikuloperitoneal (ventrikuloperitoneal shunt) dan kedua trepanasi serebelar untuk pengangkatan tumor. Tujuh belas orang menjalani kedua jenis tindakan tersebut dalam satu tahap, 6 orang hanya menjalani operasi pintas ventrikuloperitoneal, dan 7 orang menjalani trepanasi serebelar saja. Dipandang dari aspek keluhan utama dan tindakan operasi akan terlihat bahwa sebagian besar pasien dengan keluhan utama muntah dengan atau tanpa sakit kepala menjalani tindakan operasi dalam 2 tahap, yaitu sebesar 26 kasus, sedangkan 6 kasus sisanya dengan keluhan yang sama menjalani tindakan operasi dalam 1 tahap. Hasil selengkapnya terlihat dalam Tabel 4.
Keluhan Utama Dari 61 kasus tumor infratentorial keluhan utama terbanyak adalah muntah tanpa atau disertai sakit kepala yaitu sebanyak 39 orang disusul jalan sempoyongan atau gangguan keseimbangan sebanyak 17 orang. Tabel 1. Keluhan utama pasien Keluhan Utama
Jumlah
Jalan sempoyongan
17
Kesadaran menurun
2
Muntah
12
Sakit kepala dan muntah
27
Pandangan kabur
3
Tabel 2. Jenis tindakan operasi berdasarkan keluhan utama Operasi
Keluhan Utama
1 Tahap
2 Tahap
Trepanasi
9
1
7
Jalan sempoyongan Pandangan kabur
2
1
Muntah
3
8
Sakit kepala dan muntah
3
18
Kesadaran menurun
VP Shunt
7
2
Tabel 3. Histopatologi tumor Histopatologi Astrositoma pilositik Astrositoma grade 2 Ependimoma Meduloblastoma Meningioma Neurilemoma Neuroblastoma Teratoma Hemangioblastoma Hemangioperisitoma Kista dermoid Metastasis adenokarsinoma
Jumlah 4 7 8 9 3 17 1 1 1 1 1 1
Tabel 4. Histopatologi tumor berdasarkan usia pasien Histopatologi Astrositoma pilositik
Usia 1 - 10
11 - 20
2
2
Astrositoma grade 2
2
Ependimoma
1
Meduloblastoma
8
Meningioma
410
21 - 30
31 - 40
3
1
2
3
41 - 50
51 - 60
61 - 70 1
2
1 1
1
1
Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39 y No. 4 y Desember 2006
Hilman Mahyuddin dkk.
Karakteristik Tumor Infratentorial…
Neurilemoma
4
Neuroblastoma
1
Teratoma
1
7
6
Hemangioblastoma
1
Hemangioperisitoma
1
Kista dermoid
1
Metastasis adenokarsinoma
Histopatologi Tumor Dari 61 kasus tumor infratentorial, data histopatologi menunjukkan 17 kasus sesuai dengan neurilemomma (neurinoma akustik), 9 kasus dengan meduloblastoma, dan 8 kasus dengan ependimoma. Hasil ini terlihat pada Tabel 3. Ditinjau dari aspek histopatologi tumor dan usia pasien terlihat bahwa kasus meduloblastoma sebagian besar terjadi pada kelompok usia 1–10 tahun, ependimoma relatif merata mulai usia 21–50 tahun, dan kasus neurinoma akustik terbagi merata pada kelompok usia 41–50 tahun dan 51–60 tahun. Hasil selengkapnya terlihat dalam Tabel 4. DISKUSI Karakteristik Responden Dilihat dari faktor jenis kelamin terlihat bahwa kasus tumor infratentorial lebih banyak terjadi pada laki-laki (57%) dibanding wanita (43%) dengan rasio 1,3 : 1. Hasil ini sesuai dengan sebagian besar studi epidemiologi tumor otak. Dari beberapa penelitian internasional tentang insiden tumor otak primer tanpa memandang histopatologi tumor didapat angka rasio laki-laki berbanding wanita adalah 1,4 : 1. 3
Dilihat dari segi usia terlihat bahwa kasus tumor infratentorial lebih banyak terjadi pada kelompok dewasa dibanding anak-anak. Jika digunakan batasan usia anak-anak adalah 18 tahun maka persentasenya adalah anak-anak 28% dan dewasa 72%. Hasil ini berbeda dengan literatur yang menyebutkan bahwa antara 54– 70% dari keseluruhan kasus tumor otak pada anak terjadi di daerah infratentorial dibandingkan dengan 15–20% pada orang dewasa. Perbedaan ini dapat disebabkan karena tumor infratentorial pada anak–anak umumnya lambat terdeteksi karena lebih sulit mengenali gejala - gejala klinisnya dibanding pada orang dewasa dan jumlah kasus tumor otak secara keseluruhan lebih banyak terjadi pada usia dewasa dibandingkan anak – anak.
1
Karakteristik Keluhan Utama Ditinjau dari aspek keluhan utama terlihat bahwa sebagian besar penderita tumor infratentorial datang dengan keluhan utama muntah dengan atau tanpa sakit kepala disusul gangguan keseimbangan, gangguan penglihatan, dan penurunan kesadaran. Terlihat bahwa sebagian besar pasien datang dengan gejala klinis peningkatan tekanan intrakranial yang merupakan gejala umum tumor infratentorial, sedangkan sisanya datang dengan gejala klinis fokal berupa gangguan keseimbangan. Hasil ini sesuai dengan literatur yang menyebutkan bahwa hampir 100% pasien dengan tumor infratentorial mempunyai keluhan utama sakit kepala. Meskipun sakit kepala sendiri dapat merupakan gejala klinis fokal tumor infratentorial, akan tetapi sulit untuk dibuktikan mengingat hampir sebagian besar pasien datang setelah terjadi peningkatan tekanan intrakranial akibat hidrosefalus (90%). Hal yang menarik adalah tidak terlihatnya ganggguan pendengaran sebagai keluhan utama, sedangkan dalam literatur disebutkan bahwa keluhan ini termasuk dalam kelompok mayoritas keluhan utama yang timbul pada tumor infratentorial, khususnya jenis tumor neurinoma akustik (neurilemoma).1,2,3,7 Hal ini berarti semua kasus neurilemoma yang dikirim atau dirujuk ke Departemen Bedah Saraf telah memasuki fase lanjut. Kondisi ini dapat disebabkan karena tingkat pendidikan pasien yang rendah, kurangnya informasi kesehatan tentang pentingnya pemeriksaan dini pada gangguan pendengaran, dan tingkat ekonomi yang rendah menyebabkan pasien cenderung menunda tindakan operasi. Jenis Tindakan Operasi Dari hasil di atas terlihat bahwa sebagian besar pasien menjalani tindakan operasi dalam 2 tahap. Tindakan operasi dalam 2 tahap dilakukan dengan dasar pertimbangan sebagai berikut: 1. Sudah terdapat gejala peningkatan tekanan intrakranial yang membutuhkan
Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39 y No. 4 y Desember 2006
411
Karangan Asli
2.
3.
penanganan segera untuk mencegah kematian dan kecacatan saraf lebih lanjut. Tidak selalu tersedianya tempat di unit perawatan intensif untuk perawatan pasca operasi yang mutlak diperlukan bagi pasien pasca tindakan pengangkatan tumor infratentorial. Pihak pasien dengan berbagai alasan tidak selalu setuju untuk dilakukan 2 jenis tindakan operasi dalam 1 tahap.
Kelemahan tindakan operasi 2 tahap adalah: risiko terjadinya upward herniation yang dapat memperburuk keadaan dan membutuhkan tindakan operasi segera, jumlah volume intrakranial yang dapat dikurangi pada saat operasi menjadi lebih kecil sehingga secara teknis dapat mempersulit jalannya operasi, dan kurang ekonomis karena otomatis biaya perawatan rumah sakit akan menjadi lebih besar. Namun meskipun upward herniation dapat berakibat fatal akan tetapi dari 31 pasien yang menjalani operasi 2 tahap hanya 1 pasien yang mengalami komplikasi ini. Berdasarkan kondisi di atas, maka keuntungan operasi 1 tahap dibanding 2 tahap dalam aplikasi teknisnya adalah sebagai berikut: 1. Kemungkinan otak bengkak pada saat membuka duramater akan lebih kecil. 2. Meminimalisasi tindakan retraksi otak pada kasus kasus tumor di basis kranii (skull base tumor) atau deep seated tumor. Dari data di atas terlihat bahwa dari 61 kasus tumor infratentorial 62% di antaranya menjalani operasi pemasangan VP Shunt atas indikasi hidrosefalus. Insiden hidrosefalus pada kasus tumor infratentorial ditentukan oleh berbagai faktor yaitu ukuran massa tumor dan letak tumor terhadap ventrikel IV.
412
Histopatologi Tumor Berdasarkan hasil histopatologi di atas tampak angka kejadian tumor intra aksial lebih besar dibanding tumor ekstra aksial, yaitu masing masing 54% dan 36%. Dari 6 kasus tumor infratentorial (10%) yang hanya dilakukan tindakan pemasangan VP Shunt, dapat diperkirakan berdasarkan pemeriksaan radiologis termasuk golongan intra aksial. Dari kelompok intra aksial kasus tumor terbanyak secara berurutan adalah: meduloblastoma, ependimoma, astrositoma grade 2, dan astrositoma pilositik. Adapun dari kelompok ekstra aksial kasus terbanyak secara berurutan adalah neurinoma akustik disusul meningioma. Hasil di atas memang sesuai dengan beberapa literatur yang menyebutkan bahwa meduloblastoma dan astrositoma mempunyai angka kejadian tertinggi untuk kelompok tumor intra aksial infratentorial, sedangkan neurinoma akustik dan meningioma merupakan jenis tersering dalam kelompok tumor ekstrinsik infratentorial. Ditinjau dari aspek keluhan utama dan jenis tumor akan terlihat dari 38 kasus tumor intrinsik ternyata 82% menunjukkan keluhan utama yang berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial dan hanya 18% yang menunjukkan keluhan utama yang berhubungan dengan gejala neurologis fokal. Dari 23 kasus tumor ekstrinsik tidak terlalu terlihat perbedaan yang menyolok antara gejala peningkatan tekanan intrakranial dan gejala klinis fokal, yaitu masing-masing sebesar 56% dan 44%. Faktor-faktor yang diperkirakan berpengaruh terhadap kondisi di atas adalah sebagai berikut: 1. Kelompok tumor intrinsik akan lebih lebih berdekatan dengan ventrikel IV dibanding tumor ekstrinsik sehingga dalam ukuran yang tidak terlalu besar sudah dapat menimbulkan obstruksi aliran likuor serebrospinalis. 2. Kelompok tumor intrinsik khususnya pada usia anak-anak lebih banyak terletak di garis tengah dan intraventrikel IV sehingga gejala akibat obstruksi aliran likuor serebrospinalis akan lebih mengemuka dibandingkan gejala neurologis fokal. 3. Adanya keterlambatan diagnosis disebabkan gejala neurologis fokal akibat tumor infratentorial khususnya pada anak lebih sulit terdeteksi sehingga baru terlihat pada fase lanjut akibat peningkatan tekanan intrakranial.
Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39 y No. 4 y Desember 2006
Hilman Mahyuddin dkk.
Gambaran distribusi jenis tumor tumor terbanyak berdasarkan keluhan utama dapat dijelaskan dalam diagram di bawah ini:
Keterbatasan Penelitian Sebagaimana halnya studi deskriptif maka penelitian ini hanya mengemukakan data–data beserta hasil analisanya dalam bentuk tabel dan diagram tanpa melakukan uji statistik. Sedangkan dari segi tindakan operasi penelitian ini baru dapat memperlihatkan bahwa insiden komplikasi upward herniation pada tindakan diversi aliran likuor serebrospinalis pada operasi yang dilakukan dalam 2 tahap ternyata jarang terjadi, akan tetapi belum dapat memperlihatkan kelebihan tindakan operasi 1 tahap dibandingkan dengan 2 tahap. KESIMPULAN Kasus tumor infratentorial lebih banyak terjadi pada kelompok usia dewasa. Hal ini kemungkinan karena sulit mendeteksi adanya defisit neurologis fokal pada anak–anak dengan kasus tumor infratentorial. Dilihat dari aspek keluhan utama terlihat bahwa sebagian besar pasien datang dengan gejala klinis peningkatan tekanan intrakranial yang merupakan gejala umum tumor infratentorial. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar pasien
Karakteristik Tumor Infratentorial…
tumor infratentorial berobat pada saat hidrosefalus telah terjadi. Dan masih banyak pasien dengan neurinoma akustik yang berobat bukan dengan keluhan utama gangguan pendengaran akan tetapi akibat peningkatan tekanan intrakranial. Dilihat dari aspek tindakan operasi terlihat sebagian besar pasien menjalani tindakan operasi diversi aliran likuor serebrospinalis dan pengangkatan tumor dalam waktu yang berbeda (2 tahap). Tindakan operasi 2 tahap ini didasari oleh lebih menonjolnya gejala peningkatan tekanan intrakranial dibanding gejala fokal sehingga membutuhkan penanganan segera. Komplikasi upward herniation akibat drainase berlebihan likuor serebrospinalis akut pada hidrosefalus akibat tumor infratentorial masih jarang terjadi. DAFTAR PUSTAKA 1. Morantz RA, Walsh JW. Brain Tumors A Comprehensive Text. New York: Marcel Decker Inc. 1994:1-3, 227-66. 2.
Rengachary SS, Ellenbogen RG. Principles of Neurosurgery 2nd ed. London: Elsevier Mosby. 2005:533-49.
3. Kaye AH, Laws ER Jr, Brain Tumor An Encyclopedic Approach. New York: Churchill Livingstone. 1995:47-51, 577-87. 4. Raimondi AJ. Pediatric Neurosurgery 2nd ed. Berlin: Springer-Verlag Berlin Heidelberg. 1998: 252-4 5. Nosko MG, et all. Posterior Fossa Tumors in E Medicine Archieve 2002 6. Lindsay KW. Neurology and Neurosurgery Illustrated 3rd ed. Edinburgh: Churchill Livingstone. 2001: 105-9 7. Schiff D, O’ Neill BP. Principles of NeuroOncology. New York: McGraw-Hill Companies, Inc.2005:3-5,333-39.
Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39 y No. 4 y Desember 2006
413