IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN DEEP DIALOGUE/CRITICAL THINKING (DD/CT) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN MINAT BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN IPS KELAS VII C SMPN 2 PLERET BANTUL
RINGKASAN SKRIPSI
Disusun Oleh: CAECARA SEKAR MURWIDARSIH 10416244023
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2014
1
IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN DEEP DIALOGUE/CRITICAL THINKING (DD/CT) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN MINAT BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN IPS KELAS VIIC SMPN 2 PLERET BANTUL Oleh : Caecara Sekar Murwidarsih dan Supardi, M.Pd ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana upaya meningkatkan minat belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa dengan menerapkan model pembelajaran Deep Dialogue/Critical Thinking (DD/CT) di kelas VII C SMPN 2 Pleret Bantul. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui peningkatan minat belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa dengan menggunakan model pembelajaran Deep Dialogue/Critical Thinking (DD/CT) di kelas VII C SMPN 2 Pleret. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research) yang mencakup perencanaan, tindakan dan pengamatan, serta refleksi. Subjpek penelitian ini adalah siswa kelas VII C SMPN 2 Pleret Bantul Tahun Ajaran 2013/2014. Teknik pengumpulan data terdiri dari observasi, catatan lapangan, wawancara dan dokumentasi. Keabsahan data dapat diketahui melalui triangulasi teknik. Teknik analisis data yang digunakan yaitu analisis kualitatif model Miles dan Huberman mencakup reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan/ verifikasi. Upaya meningkatkan minat belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa pada pembelajaran IPS di kelas VII C SMPN 2 Pleret Bantul dapat dilakukan menggunakan model pembelajaran Deep Dialogue/Critical Thinking disertai dengan lembar kerja bergambar dan pemberian motivasi berupa penghargaan. Peningkatan minat belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa dapat ditunjukkan dengan perolehan rerata persentase minat belajar siswa siklus I 72,07% meningkat pada siklus II sebesar 92,67% dengan gain percentage sebesar 0,73% (kategori tinggi) dan perolehan rerata persentase kemampuan berpikir kritis siswa pada siklus I sebesar 71,74% meningkat pada siklus II sebesar 92,12% dengan gain percentage sebesar 0,72% (kategori tinggi). Peningkatan dari siklus I ke siklus II tersebut sudah mencapai ≥ 75% atau kriteria keberhasilan yang ditentukan, sehingga penelitian ini dikatakan berhasil. Kata Kunci: minat belajar, kemampuan berpikir kritis, pembelajaran IPS, model pembelajaran deep dialogue/ critical thinking. A. PENDAHULUAN Kualitas pendidikan merupakan aspek terpenting dalam usaha pembangunan yang sedang dilaksanakan di Indonesia. Hal ini sangat erat hubungannya dengan tujuan pembangunan masyarakat Indonesia seutuhnya. Melalui pendidikan diharapkan harkat
2
dan martabat masyarakat Indonesia dapat ditingkatkan, baik di kalangan nasional maupun internasional. Kualitas pendidikan yang baik berfungsi mendorong perubahan agar mutu kehidupan masyarakat dapat meningkat. Melalui pendidikan dapat dibentuk manusia yang berakhlak mulia, berilmu, cakap, peka terhadap masalah sosial, serta mampu menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Oleh sebab itu, peningkatan
dan
penyempurnaan
mutu
pendidikan
senantiasa dilakukan
agar
menghasilkan manusia yang semakin berkualitas. Pendidikan yang berkualitas dapat diwujudkan melalui proses pembelajaran di sekolah. Proses pembelajaran di sekolah menempatkan guru dan siswa sebagai komponen vital, karena keduanya saling terkait satu sama lain dengan tugas dan peranan yang berbeda. Guru sebagai pendidik sedangkan siswa sebagai peserta didik. Keduanya juga berperan penting mensukseskan proses pembelajaran yang sedang dijalankan. Guru adalah orang yang bertanggung jawab terhadap proses pembelajaran di sekolah. Guru bertugas mengajar dan mendidik siswa agar dapat menjadi manusia yang dapat melaksanakan kehidupan selaras dengan hakekat kodratnya dalam pertemuan dan pergaulan dengan sesama. Pada kegiatan pembelajaran, diperlukan kemampuan berpikir kritis untuk dimiliki siswa. Kemampuan berpikir kritis sangat diperlukan dalam kehidupan karena pada abad 21 kemampuan berpikir kritis sangat dibutuhkan bagi siswa, karena abad 21 merupakan era informasi dan teknologi. Siswa harus merespons perubahan dengan cepat dan efektif, sehingga memerlukan keterampilan intelektual yang fleksibel, kemampuan menganalisis informasi, dan mengintegrasikan berbagai sumber pengetahuan untuk memecahkan masalah. Oleh karena itu, melalui kemampuan berpikir kritis yang dimiliki siswa, mereka diharapkan mampu menganalisis sesuatu yang berguna atau tidak berguna bagi dirinya, keluarga, masyarakat dan bangsanya di masa depan. Siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis tentu tidak terbentuk dengan sendirinya. Diperlukan minat atau keinginan yang muncul dalam dirinya untuk mengikuti dan memahami kegiatan pembelajaran secara lebih mendalam. Ketika siswa memiliki minat dalam dirinya untuk belajar suatu hal, maka ia akan memikirkan hal tersebut secara mendalam dan menggabungkan ide-ide yang muncul dari dalam dirinya untuk
3
memecahkan masalah dalam pembelajaran tersebut. Jadi, untuk menumbuhkan minat dan kemampuan siswa berpikir kritis ini tidak terlepas dari pemilihan model pembelajaran oleh guru. Diperlukan model pembelajaran yang dapat menumbuhkan minat belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa. Pemilihan model pembelajaran yang sesuai dengan potensi siswa dan tujuan kurikulum merupakan kemampuan dan keterampilan dasar yang harus dimiliki oleh seorang guru (Oemar Hamalik, 2011: 201). Ketepatan guru dalam memilih model pembelajaran akan berpengaruh terhadap keberhasilan pembelajaran. Dalam konteks ini pembelajaran berpusat pada siswa, proses belajar mengajar didasarkan kebutuhan dan minat siswa. Model pembelajaran seperti ini dirancang untuk menyediakan sistem belajar yang fleksibel sesuai dengan kehidupan dan gaya belajar siswa. Pada kenyataanya, tidak semua guru mampu menguasai model-model pembelajaran yang sesuai dengan tujuan kurikulum dan potensi siswa, seperti yang terjadi di SMP Negeri 2 Pleret Bantul. Guru jarang menggunakan model pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif. Kegiatan pembelajaran terlalu terpusat pada guru, hal ini terlihat pada saat peneliti melaksanakan observasi pra tindakan pada tanggal 23 November 2013 ketika kegiatan pembelajaran berlangsung guru hanya menyampaikan materi secara ceramah tanpa melibatkan siswa untuk berpendapat dan terlibat aktif. Selain dari faktor guru, kendala lain yang terjadi dalam pembelajaran di sekolah adalah rendahnya kemampuan berpikir kritis dan minat siswa dalam mengikuti pelajaran. Seperti halnya pelajaran IPS, banyak siswa menganggap bahwa mata pelajaran IPS adalah mata pelajaran yang penuh dengan hafalan dan membosankan. Kecenderungan ini menyebabkan rendahnya minat siswa terhadap pembelajaran IPS. Siswa menjadi pasif, bahkan siswa lebih sering bergurau dan gaduh di dalam kelas. Kemampuan berpikir kritis siswa juga rendah. Siswa hanya sekedar menghafal materi tanpa memiliki keinginan untuk mengemukakan pendapat dan memecahkan masalah pada saat pembelajaran IPS berlangsung. Keterangan yang diperoleh peneliti dari guru SMP Negeri 2 Pleret Bantul pada saat wawancara dan observasi kemampuan berpikir kritis dan minat belajar IPS pada siswa kelas VII C masih rendah. Siswa enggan mempelajari IPS secara serius. Ketika guru menjelaskan materi pembelajaran, siswa justru bergurau dengan temannya sehingga
4
mengakibatkan rendahnya konsentrasi mereka akan kegiatan pembelajaran yang berlangsung. Siswa juga jarang mengemukakan pendapat mereka di kelas. Ketika guru meminta siswa untuk bertanya akan hal yang belum diketahui, siswa memilih diam dan takut untuk mengemukakannya. Siswa juga pasif dalam kegiatan pembelajaran, pada saat kegiatan presentasi siswa harus dibujuk oleh guru untuk dapat mengemukakan hasil presentasinya. Berdasarkan uraian di atas, maka upaya meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan minat belajar IPS salah satunya dengan model pembelajaran deep dialogue/ critical thinking. Model pembelajaran deep dialogue/ critical thinking adalah suatu model pembelajaran yang tepat untuk diterapkan pada mata pelajaran IPS. Pelaksanaan pembelajarannya, pada tahap awal siswa diminta untuk berdiskusi secara mendalam pada kelompok kecil untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Tahap selanjutnya siswa diminta untuk mendiskusikannya kembali di dalam kelompok besar dan mencatat hal-hal baru yang muncul berkenaan dengan diskusi tersebut. Model pembelajaran ini selain dapat membuat siswa lebih tertarik dalam kegiatan pembelajaran juga dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa melalui kegiatan diskusi dalam kelompok kecil dan kelompok besar. B. KAJIAN TEORI 1. Model Deep Dialogue/ Critical Thinking a. Pengertian Model Deep Dialogue/ Critical Thinking Deep Dialogue (dialog mendalam) dapat diartikan bahwa percakapan antara orang-orang harus diwujudkan dalam hubungan yang interpersonal, saling terbuka, jujur dan mengandalkan kebaikan, Critical Thinking (berpikir kritis) adalah kegiatan berpikir yang dilakukan dengan mengoperasikan potensi intelektual untuk menganalisis, membuat pertimbangan dan mengambil keputusan secara tepat dan melaksanakanya secara benar (Suyatno, 2009: 105). b. Langkah-langkah Model Pembelajaran deep Dialogue/ critical Thinking a. Langkah-langkah Penerapan Model Pembelajaran Deep Dialogue/Critical Thinking (DD/ CT).
5
Menurut Suyatno (2009:108) langkah-langkah dari model pembelajaran Deep Dialogue/ Critical Thinking adalah sebagai berikut 1) Dalam setiap mengawali pembelajaran dimulai dengan berdoa, salam. 2) Memberikan tujuan pembelajaran, kompetensi yang akan dicapai. 3) Membagi siswa menjadi kelompok kecil yang beranggotakan dua orang siswa. 4) Guru memberikan masalah/ tugas yang harus didiskusikan atau didialogkan secara mendalam oleh kelompok kecil tersebut. 5) Setelah dibentuk kelompok, kemudian guru memberikan pertanyaan kepada setiap kelompok secara acak. Hal ini diharapkan agar siswa dilatih memberikan pengalaman melalui proses usaha menemukan informasi, konsep atau pengertian yang diperlukan dengan mengoptimalkan dialog dan berpikir kritis. 6) Setelah berdiskusi dalam kelompok kecil, kemudian membentuk kelompok besar yang beranggotakan 4-6 orang secara acak. 7) Dalam kelompok besar tersebut setiap siswa diharapkan akan berdialog secara lebih dalam dan berpikir kritis dengan saling bertukar informasi yang diketahuinya. 8) Setelah selesai berdiskusi, guru kemudian memberikan kesempatan pada siswa untuk mempresentasikan hasil diskusinya. 9) Guru juga akan menunjuk satu siswa yang ada dalam kelompok lain secara acak untuk memberikan dan mengutarakan mengenai informasi tentang materi yang telah didiskusikan dalam kelompoknya. 10) Setelah siswa melakukan presentasi, guru akan memberikan materi kepada siswa. 11) Guru bersama siswa merefleksi kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan. 12) Guru bersama siswa juga menyimpulkan poin penting dari materi yang telah dibahas bersama. Jika dilihat dari kelebihan model pembelajaran ini, melalui kegiatan berdialog/ berdiskusi secara mendalam untuk memecahkan masalah ataupun tugas dari guru yang diberikan, siswa dapat melatih kemampuan berpikir kritis mereka. Model pembelajaran ini juga mampu meningkatkan keaktifan dan perhatian siswa
6
terhadap kegiatan pembelajaran sehingga minat dan rasa ketertarikan mereka semakin tinggi terhadap pembelajaran IPS. 2. Kemampuan Berpikir Kritis a. Pengertian Berpikir Kritis Berpikir kritis merupakan aktivitas seseorang dalam mengolah suatu masalah, memecahkan masalah itu hingga ia dapat menemukan solusi yang tepat akan penyelesaian masalah tersebut. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Elaine B. Jhonson (2009: 183-185) sebagai proses yang terarah dan jelas yang digunakan dalam kegiatan mental seperti memecahkan masalah, mengambil keputusan, membujuk, menganalisis, asumsi serta dalam melakukan penelitian ilmiah. b. Ciri-ciri Siswa yang Memiliki Kemampuan Berpikir Kritis Bowell & Kemp (2002: 6) menyatakan bahwa berpikir kritis meliputi 3 aspek, yakni: 1) mengidentifikasi hal penting yang sedang di bahas; 2) merekonstruksi argument; 3) Mengevaluasi argumen yang direkonstruksi. Sehingga dapat pula dikatakan bahwa berpikir kritis ditunjukkan dalam kemampuan berpendapat, mengidentifikasi kesimpulan dan pendapat, serta menggabungkan kesimpulan. 3. Minat Belajar a. Pengertian Belajar Belajar merupakan sebuah proses perubahan tingkah laku. Perubahan yang terjadi dalam kegiatan belajar bersifat kontinu dan meliputi beberapa aspek yakni kognitif, afektif dan psikomotorik (menyeluruh). Setiap kegiatan belajar yang dilakukan pasti memiliki tujuan yang hendak dicapai, dan tujuan tersebut merupakan tujuan yang bersifat positif. Belajar dapat berlangsung dengan baik apabila faktor-faktor yang berada disekitar dan dari dalam diri siswa mendukung kegiatan belajar tersebut. b. Tujuan Belajar Tujuan belajar adalah untuk mengubah siswa menjadi lebih baik dalam hal keterampilan, pengetahuan dan sikapnya. Setelah mengalami kegiatan belajar,
7
siswa diharapkan lebih mampu meningkatkan pola pikirnya, sehingga dapat masuk ke dalam tahap berpikir kritis analitis. Belajar menjadikan siswa lebih mampu bersosialisasi dan berbaur dengan orang lain, belajar membuat anak mampu memecahkan masalah secara lebih sistematis dan kreatif sehingga kegiatan belajar dapat berjalan secara lancar dan sesuai dengan rencana kegiatan pembelajaran. c. Pengertian Minat Belajar Minat belajar adalah perhatian, rasa suka dan rasa ketertarikan seseorang (siswa) terhadap belajar yang ditunjukkan dengan adanya partisipasi, keinginan siswa untuk belajar dengan baik dan perhatian siswa dalam materi pelajaran secara aktif dan serius. Minat belajar tidak dibawa sejak lahir, melainkan dapat muncul ketika siswa memiliki ketertarikan dalam kegiatan belajar. Minat belajar merupakan hal yang penting yang harus dimiliki siswa sebab dapat mempengaruhi hasil belajar siswa, karena dengan minat belajar yang tinggi maka siswa akan tertarik terhadap suatu mata pelajaran sehingga pada akhirnya mampu mendapatkan hasil yang baik dalam belajarnya. d. Faktor yang Mempengaruhi Minat Belajar Minat belajar siswa dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik dari dalam maupun dari luar diri siswa. Faktor yang berasal dari dalam diri siswa dapat berasal dari kondisi fisik dan keadaan fisiologis serta psikologis siswa. Faktor dari luar diri siswa dapat muncul dari orang-orang disekitar siswa maupun keadaan kebendaan yang berada disekitar siswa. Cara belajar siswa juga turut mempengaruhi minat belajar siswa. Dari berbagai faktor yang mempengaruhi minat belajar siswa tersebut, kesemuanya memerlukan perhatian dan penanganan agar minat belajar siswa dapat terus meningkat mengingat pentingnya minat siswa dalam kegiatan pembelajaran. e. Fungsi Minat Belajar Fungsi minat dalam belajar lebih besar sebagai motivating force yaitu kekuatan yang mendorong siswa untuk belajar. Siswa yang berminat kepada pelajaran akan tampak terdorong terus untuk tekun belajar, berbeda dengan siswa yang sikapnya hanya menerima pelajaran. Mereka hanya tergerak untuk mau belajar tetapi sulit
8
untuk terus tekun karena tidak ada pendorongnya. Oleh sebab itu untuk memperoleh hasil yang baik dalam belajar seorang siswa harus mempunyai minat terhadap pelajaran sehingga akan mendorong ia untuk terus belajar. f. Ciri-ciri Siswa yang Memiliki Minat Belajar Siswa yang memiliki minat dalam belajar memiliki ciri-ciri yaitu pertama memiliki rasa tertarik dan suka terhadap pelajaran yang dipelajari. Hal ini ditunjukkan dengan sikap memperhatikan siswa pada saat mendengarkan penjelasan dari guru mengenai materi yang diberikan. Kedua, siswa yang memiliki minat belajar juga memiliki keinginan yang tinggi untuk belajar. Hal tersebut dapat dilihat dari kesigapan siswa saat menbentuk kelompok diskusi serta kepemilikan buku IPS. Ketiga, minat siswa juga dilihat dari perhatian yang lebih besar terhadap pelajaran yang sedang dipelajari. Hal ini terlihat dari keseriusan siswa dalam mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru. Keempat partisipasi aktif dalam kegiatan pembelajaran. Hal ini dapat dilihat dari partisipasi mereka dalam kegiatan diskusi baik pada saat presentasi maupun menanggapi hasil presentasi. g. Upaya Meningkatkan Minat Belajar Siswa Minat tidak dapat tumbuh secara alami, melainkan harus ditingkatkan dengan menggunakan berbagai cara. Cara meningkatkan minat belajar tersebut dapat menggunakan berita maupun masalah yang sedang hangat diperbincangkan ataupun dengan menghadirkan sesuatu yang diminati siswa dalam kegiatan pembelajaran. 4. Tinjauan Mengenai IPS a. Pengertian IPS Ilmu Pengetahuan sosial (IPS) dapat diartikan sebagai kajian terpadu dari ilmuilmu sosial dan untuk mengembangkan potensi kewarganegaraan. Numan Somantri (2001: 92) menyatakan bahwa pendidikan IPS adalah penyederhanaan atau adaptasi dari disiplin ilmu-ilmu sosial dan humaniora, serta kegiatan dasar manusia
yang
diorganisasikan
dan
disajikan
secara
ilmiah
dan
pedagogis/psikologis untuk tujuan pendidikan. Artinya berbagai tradisi dalam ilmu sosial termasuk konsep, struktur, cara kerja ilmuwan sosial, aspek metode
9
maupun aspek nilai yang dikembangakan dalam ilmu-ilmu sosial, dikemas secara psikologis, ilmiah, pedagogis dan sosial kultural untuk kepentingan pendidikan. b. Hakikat dan tujuan Pembelajaran IPS Tujuan IPS yaitu untuk mempersiapkan para peserta didik sebagai warga negara yang menguasai pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai yang dapat digunakan sebagai kemampuan mengambil keputusan dan berpartisipasi dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan agar menjadi warga negara yang baik. C. METODE PENELITIAN 1. Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk dalam penelitian tindakan kelas (Action Research. Penelitian tindakan kelas (PTK) dilaksanakan sebagai strategi pemecahan masalah dengan memanfaatkan tindakan nyata kemudian merefleksi terhadap hasil tindakan. Penelitian ini dilaksanakan untuk meningkatkan minat dan kemampuan berpikir siswa dalam pembelajaran IPS menggunakan model pembelajaran Deep Dialogue/Critical Thinking. Dalam penelitian tindakan kelas ini melaksanakan empat aspek penting yaitu perencanaan, tindakan dan observasi, refleksi. 2. Desain Penelitian Secara garis besar rancangan Kemmis & Taggart (1988: 11) terdiri dari tahaptahap perencanaan (planning), tindakan (acting) dan pengamatan (observing), serta refleksi (reflecting). 3. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara: a. Observasi Berikut adalah kisi-kisi lembar observasi yang digunakan: 1) Kisi-kisi
Lembar
Observasi
untuk
Guru
dalam
Pembelajaran
IPS
Menggunakan Model Pembelajaran Deep Dialogue/Crtical Thinking
No 1
Kegiatan Pembukaan a. Membuka pembelajaran b. Apersepsi c. Menyampaikan tujuan pembelajaran
No. Item 1 2 3
10 2
Pelaksanaan a. Menjelaskan materi baru secara singkat
3
4
b. Membagi kelompok kecil yang terdiri dari dua orang siswa c. Memberi masalah / tugas pada kelompok kecil untuk berdialog dan berpikir kritis d. Memberikan pertanyaan secara acak kepada kelompok kecil e. Membuat kelompok besar yang beranggotakan 4-5 orang untuk berdiskusi dan berdialog secara mendalam dan berpikir kritis f. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mempresentasikan hasil diskusinya g. Guru memberikan kesempatan kepada kelompok lain untuk menambahkan hasil diskusi kelompoknya h. Setelah melakukan presentasi, guru meberikan penjelasan materi. i. Guru melakukan refleksi bersama siswa j. Guru memberikan point penting dari materi materi yang telah disampaikan Penutup a. Menyimpulkan materi pelajaran b. Menyampaikan materi dan tugas selanjutnya
5 6
c. Melakukan evaluasi d. Menutup pembelajaran
16 17
7 8 9 10 11 12 13
14 15
2) Kisi-kisi Observasi Siswa untuk Mengungkap Kemampuan berpikir kritis Siswa dalam Belajar IPS No
Aspek
1
Definisi dan klarifikasi masalah
2
3
Indikator
Menilai dan mengolah informasi yang berhubungan dengan masalah Solusi masalah/membuat kesimpulan dan memecahkan masalah
a. Mampu berkomunikasi dengan orang lain b. Mampu menjelaskan masalah a. Mampu mengolah informasi b. Mampu mengemukakan pendapat a. Mampu memberi solusi atas sebuah masalah b. Mampu menarik kesimpulan
No .Item 1 2 3 4 5 6
3) Kisi-kisi Observasi Minat Belajar Siswa untuk Mengungkap Minat Belajar Siswa dalam Pembelajaran IPS No 1
Aspek Minat atau perilaku siswa ketikan KBM berlangsung menggunakan model Deep Dialogue/Critical
Indikator 1. Rasa suka dan ketertarikan siswa terhadap hal yang dipelajari 2. Keinginan siswa untuk melakukan belajar 3. Perhatian yang lebih besar pada
No. Item 1 2 3
11 Thinking
hal yang dipelajari 4. Partisipasi dan keaktifan dalam kegiatan belajar
4
b. Wawancara Berikut adalah pedoman wawancara yang digunakan: 1) Kisi-kisi Wawancara dengan Guru Aspek Minat belajar siswa
Indikator 1.
2.
Berpikir Kritis Siswa
1.
2.
Upaya yang dilakukan oleh guru dalam meningkatkan minat belajar siswa menggunakan model pembelajaran Deep Dialogue /Critical Thinking Tanggapan guru terhadap peningkatan minat belajar siswa menggunakan model pembelajaran Deep Dialogue/Critical Thinking Upaya yang dilakukan guru dalam meningkatkanberpikir kritis siswa menggunakan model pembelajaran Deep Dialogue/Critical Thinking Tanggapan guru terhadap peningkatan berpikir kritis siswa menggunakan model pembelajaran Deep Dialogue/Critical Thinking
No. Item 1
2
3
4
2) Kisi-kisi Wawancara dengan Siswa Aspek Minat belajar siswa
Berpikir Kritis Siswa
Indikator No. Item 1. Minat siswa pada pembelajaran 1-4 IPS ketika menggunakan model pembelajaran Deep Dialogue /Critical Thinking 1. Berpikir kritis siswa yang 5-10 dilakukan saat pembelajaran IPS menggunakan model pembelajaran Deep Dialogue /Critical Thinking
c. Catatan Lapangan Catatan lapangan merupakan catatan tertulis mengenai hal penting yang didengar, dilihat, dialami, dan dipikirkan dengan maksud pengumpulan data dan refleksi terhadap data dalam penelitian kualitatif. Catatan lapangan yang digunakan penelitian ini dituliskan secara singkat berisi hal-hal penting selama pembelajaran berlangsung menggunakan model pembelajaran Deep Dialogue/Critical Thinking untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan minat belajar siswa di kelas VII C SMP Negeri 2 Pleret Bantul
12
4. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian utama adalah peneliti, artinya, peneliti dalam penelitian ini berperan sebagai perencana, pelaksana, pengumpul data, penganalisis, penafsir data, dan pada akhirnya menjadi pelapor hasil penelitiannya (Moleong, 2002: 121). Pada penelitian ini, peneliti bertugas dalam proses perencanaan, pengamatan, dan refleksi. 5. Teknik Analisis Data Dalam penelitian ini bentuk analisis data menggunakan analisis kualitatif. Data yang berhasil dikumpulkan melalui teknik observasi, wawancara, catatan lapangan dan dokumentasi kemudian dianalisis mengacu pada metode analisis dari Miles & Huberman (Sugiyono, 2011: 334-343), metode analisis tersebut terdiri dari tiga komponen yaitu reduksi data, sajian data dan penarikan kesimpulan. 6. Keabsahan Data Keabsahan data dapat diketahui dengan cara triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu (Moleong, 2005: 330). Triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi teknik, dengan teknik pengumpulan data yang berbeda untuk memperoleh data dari sumber yang sama seperti menggunakan observasi, wawancara, catatan lapangan dan dokumentasi. 7. Kriteria Keberhasilan Tindakan Untuk mengukur keberhasilan tindakan dalam penelitian ini adalah penelitian ini dikatakan berhasil apabila rata-rata presentase tiap indikator minat belajar siswa mencapai 75%. Penelitian ini dikatakan berhasil apabila rata-rata presentase tiap indikator kemampuan berpikir kritis peserta didik mencapai 75%. D. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Kegiatan Pra Tindakan Berdasarkan hasil wawancara dengan guru mata pelajaran IPS menunjukkan bahwa minat belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa di kelas VII C SMP Negeri 2 Pleret Bantul masih tergolong rendah. Kegiatan dilanjutkan dengan melakukan
13
observasi awal pada hari Sabtu 23 dan 30 November 2013 di kelas VII C SMP Negeri 2 Pleret Bantul. Hasil observasi menunjukkan bahwa ketika guru menyampaikan materi pelajaran siswa nampak pasif dan tidak memperhatikan penjelasan dari guru. 2. Hasil Pelaksanaan Tindakan Siklus I Penelitian tindakan kelas dilaksanakan dalan dua siklus yang setiap siklusnya terdiri dari dua pertemuan dan setiap pertemuan berlangsung selama 2x40 menit. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 22 Februari 2014 sampai dengan tanggal 15 Maret 2014 pukul 11.00-12.20 WIB. Berikut ini deskripsi pelaksanaan tindakan dalam pembelajaran IPS menggunakan model pembelajaran Deep Dialogue/Critical Thinking di kelas VII C SMP Negeri 2 Pleret Bantul. a. Siklus I Siklus I terdiri dari dua pertemuan dan memiliki tahapan yang meliputi: perencanaan, tindakan dan pengamatan, serta refleksi. a. Perencanaan Perencanaan penelitian dilakukan dengan tujuan merencanakan tindakan yang akan dilaksanakan dalam pembelajaran IPS untuk meningkatkan minat belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa. Tahap-tahap perencanaan tindakan yang dilakukan pada penelitian siklus I meliputi persiapan RPP, materi pembelajaran dan 5 soal subyektif, lembar observasi minat, lembar observasi berpikir kritis, lembar
observasi
pelaksanaan
pembelajaran
IPS
menggunakan
model
pembelajaran Deep Dialogue/Critical Thinking, pedoman wawancara. b. Tindakan Pertemuan 1 dilaksanakan pada hari Sabtu 22 Februari 2014 pukul 11.00-12.20 dan pertemuan 2 dilaksanakan pada hari Sabtu 1 Maret 2014 pukul 11.00-12.20. c. Pengamatan / Observasi 1) Pengamatan Terhadap Pelaksanaan penggunaan Model Pembelajaran Deep Dialogue/Critical Thinking dalam Pembelajaran IPS. Berdasarkan hasil observasi pelaksanaan model pembelajaran deep dialogue /critical thinking pada siklus I menunjukkan bahwa 14 dari 17 aspek telah terlaksana dengan baik. 2) Pengamatan Minat Belajar Siswa
14
Berikut ini adalah tabel pengamatan minat siswa pada siklus I berdasarkan hasil observasi: Data Minat Belajar Siswa Kelas VII C Siklus I Aspek Minat Skor Minat Siklus 1 Persent Per Per 2 Rerata ase (%) 1 1 Tertarik dengan 2,68 3,09 2,89 72,26 pelajaran IPS. 2 Keinginan untuk 2,81 3 2,90 72,65 belajar. 3 Perhatian yang besar 2,50 2,96 2,73 68,35 pada hal yang dipelajari. 4 Partisipasi dan 3 3 3 75 keaktifan dalam KBM Jumlah Total 11 12,06 11,53 288,28 Rerata 2,75 3,01 2,88 72,07 3) Pengamatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa No
Berikut ini adalah tabel hasil observasi kemampuan berpikir kritis siswa pada siklus I: Data Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas VII C Siklus I No
Aspek Kemampuan Berpikir Kritis
Skor Kemampuan Berpikir Kritis Pertemu Pertemu Rerata Skor an 1 an 2
Persen tase (%)
Mampu berkomunikasi 1 dengan orang lain
2.75
3.09
2.92
73.04
Mampu menjelaskan 2 masalah
2.46
3.12
2.79
69.92
2.5
3.09
2.79
69.92
3
3.46
3.23
80.85
2.65
3
2.82
70.70
2.40 15.78 2.63
2.87 18.655 3.10
2.64 17.21 2.86
66.01 430.46 71.744
Mampu mengolah informasi dalam 3 proses diskusi Mampu mengemukakan 4 pendapat Mampu memberi solusi atas sebuah 5 masalah Mampu menarik 6 kesimpulan Jumlah Total Rerata
15
d. Refleksi Berdasarkan observasi yang dilakukan pada siklus I menunjukkan bahwa selama pelaksanaan pembelajaran IPS dengan menggunakan model pembelajaran Deep Dialogue/Critical Thinking
masih belum optimal dan terdapat kekurangan.
Adapun hambatan yang terjadi pada saat pembelajaran yaitu: 1) Ketertarikan siswa pada pembelajaran IPS masih rendah. 2) Keinginan siswa untuk mempelajari IPS secara mendalam juga rendah. 3) Minat belajar siswa yang juga ditunjukkan dengan perhatian terhadap hal yang dipelajari tergolong rendah. 4) Kemampuan siswa untuk menjelaskan masalah masih rendah. 5) Kemampuan untuk membeikan solusi atas sebuah masalah dan kesimpulan juga rendah. Kekurangan atau hambatan tersebut haruslah di atasi dengan cara antara lain sebagai berikut: 1) Guru perlu mengatur dalam pembagian kelompok siswa. 2) Guru perlu mengkondisikan siswa. 3) Guru perlu memotivasi siswa agar lebih berminat pada kegiatan pembelajaran IPS. 4) Guru perlu memperbaiki lembar kerja siswa, agar siswa tidak kebingungan dalam menjawab pertanyaan yang diberikan guru. 5) Guru perlu membiasakan siswa untuk berpendapat sdalam diskusi. Guru juga perlu membantu siswa untuk menarik kesimpulan. 3. Hasil Pelaksanaan Tindakan Siklus II Siklus II dilaksanakan sebagai perbaikan dari pelaksanaan tindakan dengan menerapkan model pembelajaran Deep Dialogue / Critical Thinking pada siklus I. Adapun siklus II terdiri dari dua pertemuan dan memiliki tahapan seperti perencanaan, tindakan dan pengamatan, serta refleksi. a. Perencanaan
16
Perencanaan siklus II dilakukan dengan tujuan merencanakan tindakan yang akan dilaksanakan sebagai perbaikan berdasarkan refleksi dan kekurangan yang ada pada siklus sebelumnya. b. Tindakan Pertemuan 1 dilaksanakan pada hari Sabtu 8 Maret 2014 pukul 11.00-12.20. Pertemuan 2 dilaksanakan pada hari Sabtu 15 Maret 2014 pukul 11.00-12.20 WIB. c. Observasi Observasi pada siklus II dilaksanakan pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung. Obsevasi dilaksanakan untuk mengamati pelaksanaan penggunaan model pembelajaran Deep Dialogue/Critical Thinking dalam pembelajaran, minat belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa dalam kegiatan pembelajaran IPS. Adapun penjelasan dari pengamatan-pengamatan tersebut adalah sebagai berikut: 1) Pengamatan terhadap pelaksanaan pembelajaran IPS menggunakan model pembelajaran Deep Dialogue/Critical Thinking. Berdasarkan hasil observasi terhadap pelaksanaan pembelajaran IPS menggunakan model pembelajaran Deep Dialogue/Critical Thinking pada siklus II menunjukkan bahwa 17 dari 17 aspek keterlaksanaan pembelajaran telah dilaksanakan dengan baik. Persentase keterlaksanaan pembelajaran IPS dengan menggunakan model pembelajaran Deep Dialogue/Critical Thinking pada siklus II mencapai 100%. 2) Pengamatan terhadap minat belajar siswa Berdasarkan hasil observasi minat belajar siswa pada siklus II maka diperoleh hasil sebagai berikut: Data Minat Belajar Siswa Kelas VII C Siklus II Skor Minat Siklus I No
Aspek Minat Tertarik dengan 1 pelajaran IPS Keinginan untuk 2 belajar
Pert1
Pert 2
Rerata
Persentase (%)
3.68
3.78
3.73
93.35
3.56
3.78
3.67
91.79
17
Perhatian yang besar pada hal yang 3 dipelajari. Partisipasi dan keaktifan dalam 4 KBM. Jumlah Total Rerata
3.65
3.8125
3.73
93.35
3.68 14.59 3.64
3.68 15.06 3.76
3.68 14.82 3.707
92.18 370.70 92.67
3) Pengamatan terhadap berpikir kritis siswa Berdasarkan hasil observasi kemampuan berpikir kritis siswa pada siklus II maka diperoleh hasil sebagai berikut: Data Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas VII C Siklus II No
1 2
3
4
5 6
Aspek Kemampuan Berpikir Kritis Mampu berkomunikasi dengan orang lain Mampu menjelaskan masalah Mampu mengolah informasi dalam proses diskusi Mampu mengemukakan pendapat Mampu memberi solusi atas sebuah masalah Mampu menarik kesimpulan Jumlah Total Rerata
Skor Kemampuan Berpikir Kritis Pertemu Pertemuan Rerata Skor an 1 2
Persentase (%)
3.40
3.71
3.56
89.06
3.40
3.78
3.59
89.84
3.75
3.90
3.82
95.70
3.59
3.90
3.75
93.75
3.53
3.87
3.70
92.57
3.65 21.34 3.55
3.68 22.87 3.81
3.67 22.10 3.68
91.79 552.73 92.12
d. Refleksi Refleksi dilakukan dengan berdasarkan hasil observasi, catatan lapangan dan wawancara guru serta siswa setelah pelaksanaan tindakan pada siklus II. Berdasarkan
hasil
observasi
pembelajaran
IPS
dengan
secara
umum
menggunakan
menunjukkan model
pelaksanaan
pembelajaran
Deep
Dialogue/Critical Thinking telah dilaksanakan dengan baik sesuai rancangan pembelajaran siklus II, dan dengan melakukan perbaikan tindakan berdasarkan
18
refleksi
siklus
I.
Pelaksanaan
pembelajaran
IPS
menggunakan
model
pembelajaran Deep Dialogue/Critical Thinking pada siklus II telah mempu meningkatkan minat dan kemampuan berpikir kritis siswa. Hal ini dikarenakan seluruh aspek minat dan kemampuan berpikir kritis telah mencapai kriterian keberhasilan tindakan yakni ≥75%. Siswa lebih tertarik dengan pelajaran IPS, hal ini ditunjukkan pada saat pembelajaran berlangsung siswa memperhatikan penjelasan dari guru secara seksama. Siswa mencatat hal yang penting dari materi yang diberikan oleh guru. Keinginan untuk belajar juga ditunjukkan oleh siswa. Siswa menjadi lebih sigap dalam membentuk kelompok untuk mengikuti kegiatan pembelajaran. Perhatian yang besar pada hal yang dipelajari partisipasi aktif dalam kegiatan pembelajaran juga meningkat. Hal ini ditunjukkan pada saat kegiatan diskusi dan presetansi siswa antusias dan memberikan perhatian yang lebih. Semua aspek kemampuan berpikir kritis siswa juga mengalami peningkatan. Siswa mampu berkomunikasi dengan orang lain. Dalam kegiatan diskusi siswa mendiskusikan tugas untuk dikerjakan dengan temannya baik dalam kelompok besar maupun kecil. Siswa mampu menjelaskan masalah yang diberikan. Kemampuan mengolah informasi dalam proses diskusi juga meningkat. Siswa memanfaatkan berbagai sumber informasi baik dari buku teks maupun penjelasan dari guru untuk diolah dan dirangkum menjadi jawaban yang tepat. Pada saat kegiatan diskusi siswa aktif dalam berpendapat dan memberikan solusi atas sebuah masalah yang ada. Siswa juga mengalami peningkatan kemampuan menyimpulkan suatu masalah. Peningkatan setiap minat belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran IPS sudah mencapai kriteria keberhasilan tindakan yakni ≥75%. Rerata persentase minat belajar siswa pada siklus II telah mencapai 92,67%. Rerata kemampuan berpikir kritis siswa pada siklus II telah mencapai 92,16%. Bedasarkan hasil tersebut maka penelitian ini dihentikan pada siklus II. 4. Pembahasan a. Peningkatan Keterlaksanaan Model Pembelajaran Deep Dialogue/Critical Thinking.
19
Model pembelajaran Deep Dialogue/Critical Thinking merupakan model pembelajaran kooperatif yang mampu mengaktifkan siswa. Adapun secara garis besar langkah-langkah kegiatannya yaitu, a) guru membuka pembelajaran; b) guru menyampaikan apersepsi; c) guru menyampaikan tujuan pembelajaran; d) guru menjelaskan materi baru secara singkat; e) guru membagi kelompok kecil dan memberi masalah/ tugas pada kelompok kecil untuk berdialog dan berpikir kritis; f) Memberikan pertanyaan secara acak kepada kelompok kecil; g) guru membentuk siswa dalam kelompok besar untuk mendiskusikan kembali tugas yang diberikan h) Siswa mempresentasikan hasil diskusi mereka dan diberikan waktu untuk tanya-jawab; i) Guru melakukan refleksi bersama siswa dan memberikan point penting dari materi materi yang telah disampaikan. Berdasarkan
observasi
terhadap
keterlaksanaan
penerapan
model
pembelajaran Deep Dialogue/Critical Thinking pada siklus I mencapai 85,29%. Pada pelaksanaan tersebut, masih terdapat langkah-langkah pembelajaran yang tidak terlaksana. Adapun kekurangan pada siklus I meliputi: poin penting dari materi yang disampaikan belum diberikan oleh guru, guru dan siswa belum menyimpulkan kegiatan pembelajaran bersama-sama, tugas untuk peretemuan selanjutnya belum disampaikan oleh guru dan guru belum sempat menutup kegiatan pembelajaran. Kekurangan tersebut diperbaiki pada siklus II. Hasil observasi menunjukkan persentase keterlaksanaan model pembelajaran Deep Dialogue/Critical Thinking meningkat menjadi 100%. Peningkatan tersebut dapat dilihat dalam histogram sebagai berikut: 100 80 60 40 20 0
85.29
100
Siklus I
Siklus II
Histogram Peningkatan Keterlaksanaan Pembelajaran menggunakan Model Pembelajaran Deep Dialogue/Critical Thinking.
20
Gambar
menunjukkan
terdapat
peningkatan
kualitas
pembelajaran
menggunakan model pembelajaran Deep Dialogue/Critical Thinking dari siklus I ke siklus 2. Hal tersebut dikarenakan adanya perbaikan perencanaan siklus 2 berdasarkn refleksi siklus 1. Perbaikan tersebut antara lain guru menjelaskan secara rinci mengenai kegiatan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Deep Dialogue/Critical Thinking, guru lebih mengkondisikan siswa agar siswa tidak gaduh dan
membuat
kegiatan
pembelajaran
menjadi
terhambat
dan
guru
lebih
mengoptimalkan waktu diskusi bagi siswa agar kegiatan pembelajaran berjalan lancar. b. Peningkatan Minat Belajar Siswa dengan Menggunakan Model Pembelajaran Deep Dialogue/Critical Thinking. Minat belajar merupakan rasa ketertarikan siswa untuk mempelajari lebih dalam mengenai sutau hal. Minat belajar dapat tumbuh ketika siswa diberikan perlakukan yang dapat menbuatnya mempelajari lebih baik mengenai suatu materi. Perlakuan seperti menyajikan materi pembelajaran dengan model pembelajaran yang mampu mengajak siswa untuk berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran mampu meningkatkan minat siswa. Berdasarkan observasi terhadap minat belajar siswa pada siklus 1 hanya partisipasi dan keaktifan dalam kegiatan pembelajaran yang sudah mencapai kriteria keberhasilan tindakan yakni 75%. Ketertarikan siswa dengan pelajaran IPS belum mencapai kriteria keberhasilan tindakan (72,26%). Hal ini ditunjukkan pada saat guru memberikan penjelasan materi, siswa cenderung tidak meperhatikan dan mengabaikan penjelasan yang diberikan oleh guru. Keinginan untuk belajar (72,65%) juga belum memenuhi ketuntasan tindakan. Beberapa siswa nampak tidak bersemangat dalam mengikuti kegiatan pembelajaran yang dibuktikan pada saat membentuk kelompok siswa cenderung malas. Siswa juga ada yang tidak membawa perlengkapan untuk belajar IPS yakni tidak membawa buku IPS. Perhatian yang besar pada hal yang dipelajari juga belum mencapai kriteria ketuntasan tindakan (68,35%). Hal ini ditunjukkan pada saat mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru siswa bermalas-malasan dalam
21
mengerjaka. Mereka justru mengobrol dengan temannya dan mengabaikan tugas yang ada dihadapan mereka. Pada siklus II persentase skor masing-masing aspek minat belajar siswa telah mencapai 75%. Ketertarikan siswa akan pembelajaran IPS meningkat dari yang sebelumnya 72,26% menjadi 93,35%. Keinginan siswa untuk belajar khususnya pada mata pelajaran IPS mengalami peningkatan dari yang semula 72,65% menjadi 91,79%. Perhatian siswa yang besar pada hal yang dipelajari meningkat drastis dari yang semula 68,35% menjadi 92,18%. Siswa juga semakin berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembelajaran. Hal ini dibuktikan dengan kenaikan aspek minat tersebut dari yang semula 72,07% menjadi 92,18%. Data peningkatan tiap aspek minat belajar siswa dapat dilihat pada Tabel 14 berikut ini: Data Peningkatan Minat Belajar Siswa Kelas VII C Menggunakan Model Pembelajaran Deep Dialogue/Critical Thinking Persentase (%) No
Aspek Minat
Siklus I
Siklus II
1 Tertarik dengan pelajaran IPS
72.26
93.35
2 Keinginan untuk belajar
72.65
91.79
3 Perhatian yang besar pada hal yang dipelajari
68.35
93.35
75
92.18
288.28
370.70
72.07
92.67
4 Partisipasi dan keaktifan dalam KBM Jumlah Total Rerata Persentase Skor (%) Gain percentage
0.73
Hasil peningkatan minat tersebut jika disajikan dalam histogram pada Gambar 8 yaitu
Persentase (%)
sebagai berikut: 100
93.35 72.26
91.79 72.65
93.35 68.35
7592.18 Siklus I
0
Siklus II Indikator
Histogram Peningkatan Minat Belajar Siswa Kelas VII C Menggunakan Model Pembelajaran Deep Dialogue/Critical Thinking
22
Berdasarkan Tabel dan Gambar menunjukkan bahwa terdapat peningkatan minat dari sikus I ke II yaitu sebesar 0,73%. Gain percentage tersebut masuk dalam kategori tinggi. Rerata pada siklus I belum mencapai indikator keberhasilan karena kurang dari angka 75% yakni 72,07%. Rerata persentase minat pada siklus II sudah mencapai indikator yakni mencapai angka 92,18%. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan
model
pembelajaran
Deep
Dialogue/Critical
Thinking
mampu
meningkatkan minat belajar siswa terbukti dengan persentase minat siswa yang melebihi kriteria keberhasilan tindakan. c. Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Menggunakan Model Pembelajaran Deep Dialogue/Critical Thinking. Kemampuan berpikir kritis siswa dapat diukur melalui lembar observasi. Berpikir kritis yang dimaksudkan dalam penelitian ini yaitu, a) mampu berkomunikasi dengan orang lain; b) mampu menjelaskan masalah; c) mampu mengolah informasi dalam proses diskusi; d) mampu mengemukakan pendapat; e) mampu memberi solusi atas sebuah masalah; f) mampu menarik kesimpulan. Pada siklus I aspek yang telah mencapai kriteria keberhasilan hanya kemampuan mengemukakan pendapat yakni 80,85%. Aspek lainnya belum mencapai kriteria keberhasilan tindakan. Pada siklus II semua aspek kemampuan berpikir kritis mengalami peningkatan yang signifikan sehingga kesemua aspek dapat melebihi kriteria ketuntasan tindakan. Hal ini dikarenakan pemberian perlakuan pada siklus II berdasarkan refleksi pada siklus I yaitu pemberian lembar kerja siswa bergambar untuk merangsang kemampuan berpikir kritis siswa dan penjelasan mengenai cara meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa pada awal kegiatan pembelajaran IPS. Penngkatan kemampuan berpikir kritis siswa dapat dilihat sebagai berikut: Data Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas VII C Menggunakan Model Pembelajaran Deep Dialogue/Critical Thinking
No 1 2 3 4
Aspek Kemampuan Berpikir Kritis Mampu berkomunikasi dengan orang lain Mampu menjelaskan masalah Mampu mengolah informasi dalam proses diskusi Mampu mengemukakan pendapat
Persentase (%) Siklus I Siklus II 73.04 89.06 69.92 89.84 69.92 95.70 80.85 93.75
23
5 Mampu memberi solusi atas sebuah masalah 6 Mampu menarik kesimpulan Jumlah Total Rerata Persentase Skor (%) Gain Percentage
70.70 66.01 430.46 71.74 0.72
92.57 91.79 552.73 92.12
Berdasarkan data yang disajikan di atas, data tersebut dapat disajikan dalam bentuk histogram sebagai berikut: Persentase (%)
100
95.7 93.75 92.57 91.79 89.84 89.06 80.85 73.04 70.7 69.92 69.92 66.01 SikluS I
50
Siklus II 0
Indikator
Histogram Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas VII C Menggunakan Model Pembelajaran Deep Dialogue/Critical Thinking Berdasarkan Tabel dan Gambar menunjukkan bahwa terdapat peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa dari sikus I ke II yaitu sebesar 0,72%. Gain percentage tersebut
masuk dalam kategori tinggi. Rerata pada siklus I belum
mencapai indikator keberhasilan karena kurang dari angka 75% yakni 71,74%. Rerata persentase minat pada siklus II sudah mencapai indikator yakni mencapai angka 92,12%. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan model pembelajaran Deep Dialogue/Critical Thinking mampu meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Penggunaan model pembelajaran Deep Dialogue/Critical Thinking terbukti dapat meningkatkan minat belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa kelas VII C SMP N 2 Pleret. Penggunaan model pembelajaran Deep Dialogue/Critical Thinking juga tidak mempengaruhi hasil belajar siswa. 5. Hambatan Dalam Menggunakan Model Pembelajaran Deep Dialogue/Critical Thinking Pelaksanaan model pembelajaran Deep Dialogue/Critical Thinking mengalami beberapa hambatan yang meliputi: 1. Pada kegiatan diskusi mendalam siswa sulit dikondisikan. Siswa memanfaatkan kegiatan diskusi mendalam untuk bercanda dengan temannya. Hal ini
24
menyebabkan pengalokasian waktu kurang optimal, sebab waktu berkurang untuk mengkondisikan siswa. 2. Pada
saat
kegiatan
diskusi
masih
ditemukan
beberapa
siswa
yang
menggantungkan jawaban dari teman lainnya dan tidak berpikir kritis dan berdiskusi secara mendalam. Hal ini dikarenakan siswa tidak dibiasakan untuk melakukan kegiatan diskusi pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung. 6. Temuan Penelitian Hasil pelaksanaan penelitian di lapangan, peneliti mengumpulkan data-data hasil penelitian yang diperoleh berdasarkan hasil observasi, wawancara dan dokumentasi. Temuan peneliti dalam penerapan model pembelajaran Deep Dialogue/Critical Thinking untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan minat belajar siswa kelas VII C SMP Negeri 2 Pleret Bantul yaitu dengan pemberian lembar kerja siswa bergambar dapat membantu memunculkan kemampuan berpikir kritis siswa. E. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa: a. Upaya peningkatan kemampuan berpikir kritis dan minat belajar siswa dengan model pembelajaran Deep Dialogue/Critical Thinking pada mata pelajaran IPS di kelas VII C SMP Negeri 2 Pleret dapat dilakukan dengan melibatkan siswa untuk berdialog secara mendalam bersama kelompok kecil yang terdiri dari 2 anak dan dilanjutkan dengan diskusi dalam kelompok besar yang terdiri dai 4 anak. Penerapan model pembelajaran deep dialogue/critical thinking tersebut dengan disertai pemberian lembar kerja siswa bergambar serta pemberian motivasi bagi siswa dalam kegiatan pembelajaran lebih memacu siswa untuk berpikir kritis dan meningkatkan minat siswa. b. Penggunaan model pembelajaran Deep Dialogue/Critical Thinking dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan minat belajar siswa kelas VII C SMPN 2 Pleret Bantul. Hal ini ditunjukkan dengan peningkatan setiap indikator kemampuan berpikir kritis dan minat belajar siswa dalam pembelajaran IPS dari hasil observasi, wawancara dan catatan lapangan.
25
2. Implikasi Berdasarkan kesimpulan darti penelitian ini, dapat dijelaskan bahwa pembelajaran menggunakan model pembelajaran Deep Dialogue/Critical Thinking (DD/CT) dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan minat belajar siswa di SMPN 2 Pleret Bantul. Hal tersebut terbukti dengan diperoleh data yang menunjukkan peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa dan minat belajar pada tiap-tiap siklus. Pada saat penelitian berlangsung kegiatan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Deep Dialogue/Critical Thinking (DD/CT) membuat proses pembelajaran menjadi lebih efektif. Ini ditunjukkan pada saat proses pembelajaran berlangsung kemampuan berpikir kritis dan minat belajar siswa terlihat meningkat. Siswa menjadi lebih tertarik terhadap materi pembelajaran yang diberikan dan mereka juga semakin termotivasi untuk mengungkapkan pendapatnya. Penggunaan model pembelajaran yang tepat akan mempermudah guru dalam menyampaikan materi dan guru diposisikan sebagai fasilitator, karena dalam proses pembelajaran ini dilakukan dengan cara membuat kelompok kecil yang diberikan permasalahan untuk didiskusikan dengan teman sebangku kemudian saling bertukar pendapat pada kelompok besar dan mempresentasikan hasil diskusi mereka. Siswa mencoba menemukan konsep dengan kata-kata mereka sendiri dan menyelesaikan permasalahan dengan berdialog secara mendalam dan berpikir kritis dengan siswa lain. Kondisi ini mempermudah siswa untuk lebih aktif dan kreatif mengeksplorasi kemampuannya dalam menerima materi yang diberikan oleh guru. Oleh karena itu, ketika guru menggunakan mpdel pembelajaran Deep Dialogue/Critical Thinking dalam pembelajaran, kemampuan berpikir kritis dan minat belajar siswa akan meningkat. 3. Keterbatasan Penelitian Keterbatasan dalam penelitian ini yaitu penelitian ini difokuskan pada peningkatan kemampuan berpikir kritis dan minat belajar IPS siswa, sedangkan hasil belajar pada penelitian ini adalah sebagai variabel pendukung. Data hasil belajar siswa dijelaskan secara garis besar saja. Selain itu, penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang hasilnya dapat baik hanya pada siswa kelas
26
VII C SMPN 2 Pleret Bantul sebagai subjek penelitian dan siswa dengan kondisi siswa sama dengan subjek penelitian dalam penelitian ini. 4. Saran Berdasarkan kesimpulan yang dihasilkan dari penelitian ini, bahwa implementasi model pembelajaran Deep Dialogue/Critical Thinking terbukti dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan minat belajar IPS siswa, maka saran yang diberikan peneliti yaitu: bahwa jika guru ingin meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan minat belajar siswa, maka guru disarankan menggunakan model pembelajaran Deep Dialogue/ Critical Thinking.hal yang perlu diperhatikan sebelum penggunaan model pembelajaran ini yaitu dengan menyiapkan sumber belajar yang relevan dan menarik (seperti pemberian lembar kerja bergambar) pembelajaran menggunakan model pembelajaran Deep Dialogue/Critical Thinking dapat berjalan efektif dan efisien DAFTAR PUSTAKA Abdul Wahid. (1998). Menumbuhkan Bakat dan Minat Anak. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Achmad Sugandi. (2004). Teori Pembelajaran. Semarang: UPT MKK UNNES
Agus Suprijono. (2010). Cooperative Learning. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Anita Lie. (2007). Cooperative Learning. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia. Bowell & Kemp. (2002). Critical Thinking: A Concis Guide. London:Roudledge Cece Wijaya. (1995). Pendidikan Remedial Sarana Pengembangan Sumber Daya Manusia. Bandung: Remaja Rosdakarya Dalyono. (2007). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta Daryanto. (2001). Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta
Etin Solihatin dan Raharjo. (2009). Cooperative Learning Analisis Model Pembelajaran IPS. Jakarta: Bumi Aksara Jhonson, Elaine B. (2011). Contextual Teaching and Learning: Menjadikan KBM Mengasyikkan dan Bermakna. Penerjemah Ibnu Setiawan. Bandung: Kaita Kemmis, Stephen & Mc Taggart, Robin. (1988). The Action Research Planner. Third edition. Victoria: Deaken University
27
Lexy J. Moloeng. (2004). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya Miftahul Huda. (2011). Cooperative Learning. Semarang: Pustaka Pelajar Muhibin Syah. (2010). Psikologi Belajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada Mustaqim. (2008). Psikologi Pendidikan. Semarang: Pustaka Pelajar Nasution. (2011). Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Bumi Aksara
Ngalim Purwanto. (2010). Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya . (1990). Psikologi Pendidikan. Bandung. Remaja Rosdakarya Numan Somantri. (2001). Mengagas Pembaharuan Pendidikan IPS. Bandung: Remaja Rosdakarya Oemar Hamalik. (1992). Psikologi Belajar & Mengajar. Bandung: Sinar Baru Sapriya. (2011). Pendidikan IPS. Bandung. Remaja Rosdakarya Sardiman. (1996). Interaksi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada Savage, Tom V & Armstrong, David.C. (1996). Effective Teaching In Elementary Social Studies. New Jersey: Prentice Hall, Inc Simangunsong dan Zainal Abidin. (1987). Metodologi IIS (IPS) untuk SPG-SGO-KPG dan Guru SD (1). Jakarta: CV Akademika Pressindo. Slameto. (2003). Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta . (2010). Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta Slavin, Robert. (2010). Cooperative Learning. Bandung. Penerbit Nusa Media. Sri Untari, Suparlan Al Hakim, Ktut Diara Astawa dan Nur Wahyu Rochmadi.(2008).Pengembangan Bahan Ajar dan lembar Kegiatan Siswa Matapelajaran PKn dengan Model Deep Dialogue/Critical Thinking untuk Meningkatkan Kemampuan Berdialog dan Berpikir Kritis Siswa SMA di Jawa Timur. Jurnal Penelitian Pendidikan (Nomor 1 tahun 18). Hlm 154-177.
Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung: Alfabeta. Sumadi Suryabrata. (1990). Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Rajawali Supardi .(2011). Dasar-Dasar Ilmu Sosial. Yogyakarta: Ombak
28
Suyatno. (2009). Menjelajah Pembelajaran Inovatif. Sidoarjo: Massmedia Buana Pustaka Syaiful Sagala. (2009). Konsep dan Makna Pembelajaran untuk Membantu Memecahkan Problematika Belajar dan Mengajar. Bandung: Alfabeta The Liang Gie. (1981). Cara Belajar yang Efisien. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press Trianto. (2010). Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta: Bumi Aksara Wina Sanjaya. (2005). Pembelajaran Dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Kencana . (2008). Strategi Pembelajaran. Jakarta: Kencana. Zainal Aqib. (2009). Penelitian Tindakan Kelas.Bandung: Yrama Widya