Kayu sebagai bahan bangunan gedung bertingkat tinggi ….Ratri Yuli Lestari
Review Kayu sebagai Bahan Bangunan Gedung Bertingkat Tinggi yang Ramah Lingkungan Timber as Environmentally Friendly High-Rise-Building Materials Ratri Yuli Lestari Balai Riset dan Standardisasi Industri Banjarbaru Jl. P. Batur Barat No. 2 Banjarbaru, Kalimantan Selatan. 70711, Indonesia E-mail :
[email protected] Diterima 21 Nopember 2016, direvisi 28 Nopember 2016, disetujui 09 Desember 2016 ABSTRAK Kayu adalah bahan bangunan yang banyak digunakan sejak dahulu. Penggunaan kayu sebagai bahan bangunan berkembang positif seiring dengan maraknya para arsitek yang memilih kayu sebagai bahan bangunan utama. Kayu dapat digunakan sebagai bahan untuk membangun gedung secara keseluruhan mulai dari konstruksi bangunan, dinding, atap, lantai, interior dan juga furnitur. Kayu dipilih karena mudah untuk dikerjakan, mudah didesain, mempunyai energi efisiensi yang tinggi, mempunyai energi terikat yang rendah, tahan terhadap api dan yang paling penting adalah kayu merupakan sumber daya alam terbarukan dan dapat didaur ulang. Setiap negara mempunyai peraturan yang berbeda dalam mengatur penggunaan kayu dalam bangunan terutama bangunan tinggi. Oleh sebab itu, para ahli berusaha untuk membuktikan bahwa kayu mampu menjadi bahan bangunan bertingkat tinggi dan tetap memenuhi peraturan tentang keamanan sebuah bangunan. Kata Kunci : kayu, bangunan tinggi, ramah lingkungan ABSTRACT Wood has been widely used as building materials. The trends of using wood as construction materials in a building are keep increasing because the positive trend in construction expertise to use wood as building construction. Wood can be used as building materials such as structural construction, decking, roofing, flooring, cladding, furniture and interior. Wood is chosen because it is easy to work, flexible in design, high energy efficiency, low embodied energy, low global warming potential, fire resistance, and importantly wood is renewable and recyclable resources. Each country has their own regulations related to the application of wood as materials in high rise building. However, these regulations stimulated the expertises to demonstrate that wood is capable to be high-rise building materials and fulfil the safety building requirements. Keywords : wood, high-rise building, environmentally friendly I. PENDAHULUAN Kayu dikenal sebagai bahan bangunan yang paling lama di dunia. Kayu telah banyak digunakan sejak pertama kali manusia menebang pohon dan membangun tempat berteduh dengannya. Di masa kini, masyarakat memenuhi kebutuhan akan kayu dengan membangun hutan produksi lestari. Industri kayu juga
semakin berkembang dengan menciptakan berbagai macam produk olahan kayu dengan karakteristik yang semakin baik. Kecenderungan penggunaan kayu sebagai bahan material bangunan terus meningkat dengan adanya kecenderungan untuk menggunakan bahan bangunan yang ramah lingkungan dengan emisi karbon 99
Jurnal Riset Industri Hasil Hutan Vol.8, No.2, Desember 2016: 99 - 108
rendah (Kuzman & Groselj, 2012). Para ahli konstruksi menyarankan kayu sebagai alternatif bahan konstruksi bangunan. Kuzman & Groselj (2012) yang menganalisa berbagai macam bahan konstruksi bangunan bersama para ahli teknologi kayu, arsitektur dan konstruksi bangunan menyimpulkan bahwa konstruksi dari kayu olahan (engineered wood) diposisikan sebagai prioritas utama dari berbagai macam tipe konstruksi, diikuti konstruksi kayu utuh (solid wood), konstruksi beton, konstruksi batu bata dan konstruksi baja. Hasil analisa menunjukkan bahwa kapasitas menahan beban, ketahanan api, desain, energi terikat, biaya konstruksi, lama waktu konstruksi dan juga kualitas tempat tinggal dari bahan kayu lebih unggul dibandingkan dengan bahan yang lainnya. Penggunaan kayu sebagai bahan bangunan tidak hanya memberikan keuntungan bagi pemilik bangunan akan tetapi juga bagi lingkungan. Telaahan ini akan menginformasikan pemanfaatan kayu sebagai bahan bangunan, alasan–alasan penggunaan kayu sebagai bahan bangunan dibandingkan dengan bahan bangunan yang lain, perkembangan bangunan tinggi dari kayu di dunia serta memberikan beberapa contoh bangunan tinggi dengan bahan utama kayu. II.
PEMILIHAN KAYU SEBAGAI BAHAN BANGUNAN
Kayu sebagai bahan bangunan mempunyai beberapa sifat utama (Frick, 2004) yaitu: kayu merupakan sumber daya alam terbarui dan tidak akan habis apabila diusahakan / dikelola dengan baik. Kayu merupakan bahan yang mudah diproses dan dibentuk. Kayu mempunyai sifat spesifik yang tidak mudah ditiru oleh bahan lain seperti sifat elastis, ulet, tahan terhadap tekanan sejajar dan tegak lurus serat. Kayu dapat digunakan pada berbagai macam bagian bangunan mulai dari konstruksi, dinding, lantai dan furnitur. Kayu untuk bahan bangunan juga dapat dengan mudah menyesuaikan dengan desain bangunan berdasarkan gaya hidup, 100
lokasi maupun anggaran dana. Sifat dan karakteristik kayu dapat ditingkatkan dengan teknologi pengolahan kayu sehingga dapat meningkatkan karakteristik dan sifat kayu yang mengacu pada berbagai macam penggunaan kayu. Hampir semua bagian dari rumah dapat dibangun dari kayu mulai dari kontruksi, jendela, pintu, kusen, dinding, lantai, langitlangit, anak tangga, dan lain-lain. Høibø, Hansen, & Nybakk (2015) melakukan eksperimen terkait kecenderungan konsumen memilih kayu sebagai bahan bangunan di masyarakat perkotaan di Oslo, Norwegia. Berdasarkan hasil survey, sebagian konsumen lebih memilih kayu untuk berbagai aplikasi bahan bangunan dibandingkan bahan bangunan lainnya, meskipun para responden tersebut tinggal di area yang jarang dalam penggunaan kayu. Responden memilih untuk menggunakan kayu dalam aplikasi dinding, lantai, langitlangit, dan interior, namun masih banyak yang ragu dalam penggunaan kayu sebagi bahan konstruksi bangunan. Target market yang paling besar dalam pemasaran bangunan yang berbahan utama kayu adalah kelas masyarakat yang lebih muda dan mempunyai jiwa menjaga kelestarian lingkungan yang tinggi (environmentalist). III. KELEBIHAN KAYU BAHAN BANGUNAN
SEBAGAI
Kayu mempunyai keunggulan dibandingkan dengan bahan yang lain seperti baja, aluminium, dan beton. Bangunan kayu juga dipercayai mempunyai berbagai macam kelebihan di antaranya adalah nyaman, menarik, serba guna, murah, mudah dibangun, biaya rendah, tahan lama dan aman untuk lingkungan (Kozak & Cohen, 1999). Keunggulan-keunggulan kayu terhadap bahan bangunan yang lain akan didiskusikan berikut ini. 3.1. Mudah Dikerjakan, Didesain dan Tahan Lama Bangunan kayu sangat cocok untuk daerah pada berbagai iklim baik iklim tropis maupun sub-tropis. Kayu telah dimanfaatkan untuk berbagai macam
Kayu sebagai bahan bangunan gedung bertingkat tinggi ….Ratri Yuli Lestari
keperluan dalam konstruksi bangunan karena kayu mudah untuk dibentuk dan fleksibel, bahan konstruksi yang kuat secara struktural dan cocok untuk berbagai macam aplikasi seperti rangka, atap, lantai dan finishing (Joseph & TretsiakovaMcNally, 2010). Desain bangunan dapat pula ditujukan untuk meminimalkan pengumpulan panas dan mencegah ketidaknyamanan ruangan dikarenakan suhu. Kayu dapat didesain sehingga menjadi responsive terhadap iklim, sehingga pada musim panas bangunan dari kayu akan menjadi lebih dingin dan pada musim dingin akan menjadi lebih hangat (Kennedy et al., 2005). Bangunan kayu dapat didesain dengan dinding yang permeable. Sejarah membuktikan bahwa bangunan kayu dapat bertahan sangat lama dan tahan terhadap cuaca seperti kuil-kuil tua di Jepang (Kozak & Cohen, 1999). 3.2. Energi Efisiensi Tinggi Kayu sebagai bahan konstruksi utama mempunyai biaya energi yang lebih rendah selama masa pakai bangunan. Fay, Treloar, & Iyer-Raniga (2000) berpendapat bahwa keuntungan bersih dari biaya yang dikeluarkan untuk energi bangunan yang berumur lebih dari 100 tahun apabila dikelola dengan baik, adalah 718%. Lippke, Wilson, Perez-Garcia, Bowyer, & Meil (2004) menambahkan bahwa bangunan kayu menggunakan 17% lebih sedikit energi dibandingkan dengan bangunan baja dan menggunakan 15% lebih sedikit energi dibandingkan dengan bangunan dari beton. Pengaturan suhu ruangan menentukan besarnya penggunaan energi sebuah bangunan. Energi yang digunakan untuk menghangatkan dan mendinginkan suatu ruangan biasanya menghabiskan 10 kali lebih besar dibandingkan energi yang digunakan dalam konstruksi, perawatan dan pembongkaran bangunan (PerezGarcia et al., 2005). Mengurangi penggunaan energi sampai dengan nol sangat memungkinkan pada bangunan kayu meskipun dibutuhkan usaha yang lebih (Perez-Garcia et al., 2005).
Memanfaatkan dengan tepat ventilasi udara pada atap dan lantai, pemanfaatan penempatan dinding dan jendela yang tepat akan memberikan ruang pertukaran udara yang alami dan menjadikan bangunan lebih nyaman untuk ditempati sepanjang tahun dan membutuhkan energi yang lebih sedikit untuk mengatur suhu (Kennedy et al., 2005). Fay, Treloar, & IyerRaniga (2000) menyatakan bahwa hasil dari penggunaan energi untuk operasional pengaturan suhu dikalkulasikan sebanyak 38,2 GJ/tahun dan merepresentasikan 30% pengurangan energi. Rumah kayu merupakan bangunan dengan energi panas yang efisien (Fay et al., 2000), artinya energi yang digunakan untuk menaikkan dan menurunkan suhu lebih sedikit. Kildsgaard, Jarnehammar, Widheden, & Wall (2013) menyatakan bahwa bangunan kayu menggunakan energi yang lebih sedikit dan akan berdampak pada pengurangan penggunaan energi secara global dan mencegah meningkatnya potensi global warming. Bangunan dan perumahan membutuhkan energy besar dalam pengoperasiannya. Energi yang digunakan untuk perumahan dan gedung mencapai 41% dari total penggunaan energi (Dodoo, Gustavsson, & Sathre, 2014). Efisiensi penggunaan energi untuk gedung dan perumahan tentunya akan menurunkan total kebutuhan energi yang bersumber dari bahan bakar fosil. Bangunan dengan energi rendah dapat berupa bangunan passive energy, self-sufficient-house dan zero energy house. Bangunan dengan konsumsi energi yang rendah biasanya dibangun dengan metode pasif dan aktif teknologi untuk meminimalkan kehilangan energi dari bangunan. Kriteria yang biasa digunakan untuk mengurangi hilangnya energi adalah dengan meningkatkan isolasi panas, mengurangi bahan-bahan konduktor atau penghantar panas, menggunakan desain jendela yang berperforma tinggi, menjaga bangunan dengan selubung kedap udara, dan adanya pemulihan kembali panas yang keluar dari sistem ventilasi. Sistem pertukaran udara pada bangunan akan mempengaruhi secara signifikan 101
Jurnal Riset Industri Hasil Hutan Vol.8, No.2, Desember 2016: 99 - 108
kondisi ruangan seperti kualitas udara, penggunaan energi, kelembaban dan kenyamanan suhu ruangan. Pertukaran udara dalam gedung menjadi penting karena kebutuhan energi dan standar kualitas ruangan semakin meningkat. Menurut Štefko & Bednár (2016), penggunaan material kayu rekayasa seperti OSB (Oriented Strand Boards) (ketebalan 15 – 22 mm) dan CLT (Cross Laminated Timber) memenuhi syarat pertukaran udara yaitu <0.1m3/(m2.jam). 3.3. Energi Terkandung (Embodied Energy) Rendah Energi terikat pada kayu lebih rendah dibandingkan dengan bahan bangunan yang lain. Lippke & Edmonds (2006) melaporkan bahwa kayu untuk dinding dan lantai lebih efisien dalam penggunaan bahan baku dibandingkan dengan baja dan beton. Bangunan dengan bahan baku kayu mempunyai kesetimbangan energi sebesar (-1.110) GJ yang menunjukkan bahwa lebih banyak energi dihasilkan dibandingkan yang dibutuhkan selama proses pembuatannya. Hal ini berbeda dengan bangunan dari beton yang membutuhkan energi 260 GJ (Gustavsson & Sathre, 2006). Gustavsson & Sathre (2006) juga menambahkan bahwa pada akhir daur hidupnya bekas bangunan kayu mampu menghasilkan energi sebesar 1.860 GJ sedangkan bekas bangunan beton hanya menghasilkan energi sebesar 1.100 GJ. Hal ini dikarenakan kayu sisa bangunan dapat digunakan sebagai penghasil energi (biofuels) dan mampu menggantikan penggunaan fossil fuels. 3.4. Potensi Pemanasan Global Rendah Lippke & Edmonds (2006) berpendapat bahwa kayu menggunakan lebih sedikit bahan baku, bahan bakar fosil dan berkontribusi terhadap global warming melalui emisi gas rumah kaca jauh lebih sedikit. Penggunaan kayu sebagai bahan baku konstruksi pada bangunan membutuhkan energi lebih sedikit, menghasilkan emisi yang lebih rendah dan mengurangi jejak karbon tanpa mengorbankan aspek kesehatan dan 102
keamanan (Kuzman & Groselj, 2012). Kayu dapat berfungsi sebagai „carbon sinks’ yang menyerap CO2 dan menyimpannya sebagai serat kayu dan selulosa dan karbon akan tetap tinggal pada kayu meskipun kayu sudah ditebang dan dijadikan material bangunan (Kennedy et al., 2005). Lippke et al. (2004) melaporkan bahwa bangunan dengan konstruksi kayu mampu menyimpan karbon lebih besar daripada emisi dan mampu mencegah 55 m3 ton emisi CO2. Artinya dengan menggunakan kayu sebagai bahan bangunan akan mengurangi potensi pemanasan global dalam jumlah yang cukup besar dengan cara menjadikan bangunan sebagai carbon sinks. Hal ini didukung oleh Gustavsson & Sathre (2006), yang menyatakan bahwa bangunan kayu menimbulkan emisi CO2 yang lebih sedikit yaitu (-44.2) ton sedangkan untuk bangunan beton adalah (-16.5) ton. Lippke et al. (2004) menyatakan bahwa menggunakan kayu untuk dinding akan menurunkan potensi emisi gas rumah kaca sebanyak 33% dibandingkan baja dan 80% lebih sedikit dibandingkan beton. Ditambah lagi, persiapan kayu untuk pembuatan tembok dan lantai menggunakan lebih sedikit bahan bakar fosil dibandingkan dengan material yang lain. Lippke & Edmonds (2006) menyebutkan bahwa insulasi dan pembuatan baja membutuhkan 82% lebih banyak bahan bakar fosil dibandingan dengan kayu. Meskipun demikian, energi yang digunakan pada pembuatan material dasar hanya sedikit berkontribusi pada penggunaan energi dari bahan bakar fosil (Lippke & Edmonds, 2006). Namun, penggunaan baja pada dinding membutuhkan 345% lebih banyak energi sedangkan pada lantai beton dibutuhkan 150% lebih banyak energi dibandingkan dengan lantai dari kayu. Oleh sebab itu, kayu menjadi lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan baja dan beton serta menyebabkan lebih sedikit polusi dibandingkan baja dan beton. Proses desain kayu menyebabkan 181% lebih sedikit polusi air dibandingkan dengan baja dan menyebabkan polusi udara yang lebih sedikit karena pembuatannya
Kayu sebagai bahan bangunan gedung bertingkat tinggi ….Ratri Yuli Lestari
membutuhkan lebih sedikit bahan bakar fosil. Terlebih lagi kayu menyebabkan potensi global warming yang lebih rendah dibandingkan dengan baja dan beton. Lantai dari beton menyebabkan potensi global warming 400% lebih tinggi dan baja menyebabkan 700% potensi global warming yang lebih besar dibandingkan dengan lantai kayu. 3.5. Kayu sebagai Bahan Bangunan Tahan Api Kayu seringkali dikategorikan sebagai bahan bangunan yang mudah terbakar dan tidak aman untuk bangunan yang tinggi. Akan tetapi, kayu yang dilapisi dengan bahan anti api akan meningkatkan resistensi kayu terhadap api dan dapat memenuhi peraturan standar teknis bahan bangunan (Perzyna & Kolbrecki, 2010). Frangi, Fontana, & Knobloch (2008) juga menyatakan bahwa membangun bangunan dengan material utama kayu itu sangat mungkin secara teknologi serta dapat memenuhi standar keamanan terhadap api. Ketinggian sebuah bangunan memberikan karakteristik yang berbeda dalam upaya penyelamatan dalam peristiwa kebakaran. Evakuasi korban selama kebakaran pada bangunan dengan tinggi sedang sangat mungkin dilakukan akan tetapi pada bangunan tinggi hal ini bisa jadi sulit sehingga alternatifnya adalah untuk tetap bertahan pada tempat yang aman di bangunan sampai api padam. Frangi et al. (2008) mempelajari karakteristik api pada bangunan kayu yang tinggi pada kondisi kebakaran alami. Simulasi dilakukan pada dua kondisi, yaitu kondisi sprinkler (sprayer air) dimatikan dan dinyalakan. Hasil eksperimen menunjukkan bahwa air dari sprinkler mampu menahan dan mengontrol laju api meskipun api terbentuk dengan sangat cepat dan ternyata tidak ada konstruksi utama bangunan yang rusak. Eksperimen menunjukkan bahwa meskipun sprayer air dimatikan, konstruksi bangunan dari kayu tidak menjadi abu meskipun kayu telah terbakar habis. Hal ini menunjukkan bahwa sangat mungkin untuk melokalisasi api dalam satu ruangan ketika terjadi kebakaran. Di samping itu, tidak ditemukan
adanya kerusakan yang signifikan meskipun terjadi kenaikan suhu dan konsentrasi asap sampai jendela dapat dipecahkan. 3.6. Material Terbarukan dan Dapat Dipakai Kembali (Recyclable) Kayu termasuk sumber daya alam yang dapat diperbaharui. Kayu yang digunakan untuk keperluan bahan bangunan harus dipanen dari hutan yang dikelola secara lestari. Pemanfaatan kayu yang jelas lacak balaknya akan mempertegas kelestarian bahan baku kayu yang digunakan. Kayu adalah bahan yang dapat didaur ulang dan potensi daur ulang dari kayu yang cukup tinggi. Pada akhir daur penggunaan kayu atau pada saat bangunan dihancurkan, kayu dapat didaur ulang menjadi sumber daya lain yang dapat diperbaharui. Pendapat ini diperkuat oleh Taylor & Langenberg (2003), yang menyatakan bahwa kayu adalah bahan material bangunan yang terbarui, bisa didaur ulang dan mempunyai peran yang signifikan dalam siklus karbon. Daur ulang kayu dari sisa bangunan dapat digunakan untuk berbagai keperluan diantaranya interior, lantai, lapisan dinding, anak tangga dan furnitur (Forsythe, 2011) atau diproses ulang menjadi papan partikel atau pulp (Gustavsson, Joelsson, & Sathre, 2010). Pengoptimalan penggunaan kayu bekas bangunan sangat penting di masa depan untuk meningkatkan nilai kayu dibandingkan hanya dibakar sebagai sumber energi. Di masa depan, desain bangunan kayu yang mudah untuk dibongkar dan pasang akan menjadi popular untuk meminimalkan kerusakan kayu sewaktu dibongkar dan menjaga kualitas kayu apabila akan dimanfaatkan kembali. Di negara-negara maju, daur ulang kayu sisa bangunan ini akan mengurangi biaya pengeluaran dari perusahaan untuk membuang limbah kayu ke landfill. Menurut Falk (1997), potensi limbah kayu sisa bangunan ini cukup tinggi karena limbah kayu dari sisa bangunan 3,5 lebih banyak daripada limbah selama konstruksi bangunan itu sendiri. Limbah kayu biasanya diklasifikasikan berdasarkan 103
Jurnal Riset Industri Hasil Hutan Vol.8, No.2, Desember 2016: 99 - 108
nilai pasarnya, yaitu kayu yang bernilai tinggi, sedang dan rendah. Pengkelasan kayu dapat dilakukan berdasarkan kelas kayu, tipe, kondisi, perlakuan (coating) dan keutuhan kayu (Forsythe, 2011). IV. PERKEMBANGAN KAYU SEBAGAI BAHAN BANGUNAN GEDUNG TINGGI Membangun gedung tinggi berbahan kayu telah menjadi sebuah kecenderungan di kalangan para arsitek dan mereka saling berkompetisi untuk membangun gedung tinggi dengan menggunakan kayu. Adedeji & Taiwo (2012) menyebutkan bahwa 81% dari responden yang terdiri dari arsitek, insinyur dan surveyor bersedia untuk menggunakan kayu sebagai bahan bangunan terutama sebagai bahan finishing. Beberapa negara mempertimbangkan aspek keamanan bangunan tinggi yang berbahan utama kayu dengan membatasi tinggi maksimum dari konstruksi gedung. Sebagai contoh Negara Swiss melarang gedung tinggi dengan kontruksi kayu dan membatasi tinggi maksimal gedung dengan kontruksi dasar kayu untuk tidak melebihi 2 lantai sejak 2005 dan sekarang sudah diijinkan sampai enam lantai bangunan dengan konstruksi kayu (Frangi et al., 2008). Harris (2012) menegaskan bahwa penemuan baru dalam bidang rekayasa kayu membuat menjadi mungkin untuk membangun gedung tinggi dari kayu. Para pengguna jasa di Jerman yang mempertimbangkan biaya dan kualitas hasil bangunan akan memlilih kayu dibandingkan bahan lain (Walberg, 2016). Perkembangan tentang peraturan dalam hal bangunan di Jerman, Land, mempunyai peran penting dalam mempengaruhi penggunaan kayu sebagai bahan konstruksi bangunan dikarenakan Land mendukung penggunaan kayu untuk bangunan bertingkat yang diklaim oleh industri kayu sebagai bahan bangunan yang dalam hal kestabilan konstruksi sesuai dengan yang disyaratkan dalam Land. Negara Kanada mempunyai National Building Code of Canada yang mengatur 104
tentang semua persyaratan dan kualifikasi pada bangunan terutama kemanan bangunan. Peraturan tersebut menyatakan bahwa bangunan dengan kayu hanya dapat diterima sampai 6 lantai, apabila akan dibangun lebih dari itu maka ada persyaratan-persyaratan tertentu yang harus dilengkapi. Syarat yang harus dipenuhi di antaranya adalah kemampuan bangunan untuk mampu tahan terhadap api (kebakaran) selama 2 jam. Menurut Green & Karsh (2012), berdasarkan hasil penelitian dan pengalaman dalam kebakaran pada bangunan kayu di Eropa dan Kanada membuktikan bahwa kayu dapat digunakan sebagai bahan konstruksi bangunan dan mampu menunjukkan resistensi terhadap api selama 2 jam sebagaimana disyaratkan dalam Building Code. V. CONTOH BANGUNAN GEDUNG TINGGI BERBAHAN DASAR KAYU
Gambar 1. Forté di Dockland, Melbourne, Victoria, Australia
Kayu sebagai bahan bangunan gedung bertingkat tinggi ….Ratri Yuli Lestari
Gambar 2. Treet Apartment di Bergan, Norwegia
Gambar
3. Brock Commons Student Residence di The University of British Columbia, Canada
Salah satu contoh bangunan tinggi yang dibangun dengan material utama kayu adalah bangunan apartemen sepuluh tingkat bernama Forté di Dockland, Melbourne Victoria, Australia (Risen, 2014) yang ditunjukkan pada Gambar 1. Apartemen yang dikembangkan oleh Lend
Lease ini terbuat dari material kayu berteknologi tinggi yang disebut cross laminated timber (CLT). CLT ini dapat mencapai ketebalan setengah kaki. CLT dibuat dengan meletakkan kayu secara paralel satu dengan yang lain dan menyatukannya dengan perekat sehingga terbentuk suatu material yang mempunyai kekuatan seperti baja. Beberapa insinyur menyebutnya sebagai ‘plywood on steroid’. Bangunan tinggi yang terbuat CLT pertama kali dibangun pada tahun 2009 adalah Stadhaus di Prince George, British Columbia. Namun, pada tahun 2012 rekor ini dikalahkan oleh Forté hingga sampai tahun 2014 Forté dilampaui oleh Treet, sebuah bangunan apartemen di Bergan, Norwegia yang terdiri dari 14 lantai (Gambar 2). Treet dibangun oleh Bergenog Omegn Boligbyggelag (BOB) sebuah asosiasi properti di Norwegia. Treet dibangun dengan bahan baku utama dari glulam dan sebagian CLT dan diklaim sudah memenuhi Eurocode (Abrahamsen, 2014). Pada tahun 2015, rekor Treet dipatahkan oleh Brock Commons Student Residence (Gambar 3), sebuah apartemen mahasiswa di University of British Columbia (UBC), Kanada. Bangunan apartemen mahasiswa setinggi 18 lantai ini dibangun oleh Acton Ostry Architects of Vancouver dan akan selesai pada tahun 2017. Bangunan ini terdiri dari satu lantai beton dan dua inti beton serta 17 lantai yang dibangun dengan CLT dan glulam (Columbia, 2015). Kompetisi ini diprediksi akan terus berlanjut di masa yang akan datang. Semakin banyaknya bangunan tinggi berbahan dasar kayu di dunia, semakin meningkatkan persaingan antar arsitek untuk membuat bangunan dari kayu yang lebih tinggi lagi dan membuktikan bahwa kayu mampu digunakan sebagai bahan bangunan tinggi. VI. KESIMPULAN Kayu adalah bahan bangunan yang dapat memberikan banyak keuntungan dalam penggunaannya. Kayu sangat fleksibel dan mudah dibentuk serta dapat dibuat menjadi bentuk apapun yang 105
Jurnal Riset Industri Hasil Hutan Vol.8, No.2, Desember 2016: 99 - 108
diinginkan sesuai dengan desain dan kebutuhan dari pengguna. Kayu dapat digunakan sebagai bahan untuk membangun gedung secara keseluruhan mulai dari konstruksi bangunan, dinding, atap, lantai, interior dan juga furniture. Yang paling penting adalah penggunaan kayu sebagai bahan material sangat ramah lingkungan. UCAPAN TERIMAKASIH Ucapan terimakasih ditujukan kepada Pof. Barbara Ozarska sebagai dosen pembimbing penulis selama melaksanakan studi di The University of Melbourne, Australia. DAFTAR PUSTAKA Abrahamsen, R. B. (2014). 14 Story TREET project under construction in Norway. Retrieved from http://www.woodworks.org/wpcontent/uploads/TTWB-2014Abrahamson-14-storyTREET.pdf.%0D Adedeji, Y. M. D., & Taiwo, A. A. (2012). Sustainable Building Finishes: Use of Renewable Standardized WoodBased Material in Nigeria. Advanced Materials Research, 587, 134–138. http://doi.org/10.4028/www.scientific.n et/AMR.587.134 Columbia, U. of B. (2015). Brock Commons Phase 1. Vancouver. Retrieved December 21, 2016, from http://www.hermannkaufmann.at/pdfs/14_26_TWR Media Kit FINAL.pdf Dodoo, A., Gustavsson, L., & Sathre, R. (2014). Lifecycle primary energy analysis of low-energy timber building systems for multi-storey residential buildings. Energy and Buildings, 81, 84–97. http://doi.org/http://dx.doi.org/10.1016 /j.enbuild.2014.06.003 Falk,
106
B. (1997). Wood recycling: opportunities for the woodwaste resource. Forest Products Journal,
47(6), 17–22. Retrieved from http://www.fpl.fs.fed.us/documnts/pdf 1997/falk97a.pdf Fay, R., Treloar, G., & Iyer-Raniga, U. (2000). Life-cycle energy analysis of building. Building Research & Information, 28(1), 31–41. http://doi.org/10.1080/096132100369 073 Forsythe, P. (2011). Drivers of Housing Demolition Decision Making and the Impact on Timber Waste Management. Australasian Journal of Construction Economics and Building, 11(1), 1–14. Frangi, A., Fontana, M., & Knobloch, M. (2008). Fire design concepts for tall timber buildings. Structural Engineering International: Journal of the International Association for Bridge and Structural Engineering (IABSE), 18(2), 148–155. http://doi.org/10.2749/101686608784 218716 Frick,
I. H. (2004). Seri Konstruksi Arsitektur 6 Ilmu Konstruksi Bangunan Kayu: Pengantar Konstruksi Bangunan (Vol. 6). Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Green, M. C. (), & Karsh, J. E. (. (2012). The Case for Tall Wood Buildings. Bristish Columbia, Canada. Gustavsson, L., Joelsson, A., & Sathre, R. (2010). Life cycle primary energy use and carbon emission of an eightstorey wood-framed apartment building. Energy and Buildings, 42(2), 230–242. http://doi.org/http://dx.doi.org/10.1016 /j.enbuild.2009.08.018 Gustavsson, L., & Sathre, R. (2006). Variability in energy and carbon dioxide balances of wood and concrete building materials. Building and Environment, 41(7), 940–951. http://doi.org/10.1016/j.buildenv.2005. 04.008 Harris, M. (2012). Wood Goes High-Rise. Engineering & Technology
Kayu sebagai bahan bangunan gedung bertingkat tinggi ….Ratri Yuli Lestari
(17509637), 7(9), 43. Retrieved from https://ezp.lib.unimelb.edu.au/login?ur l=https://search.ebscohost.com/login. aspx?direct=true&db=edb&AN=8023 4758&site=eds-live&scope=site Høibø, O., Hansen, E., & Nybakk, E. (2015). Building material preferences with a focus on wood in urban housing: durability and environmental impacts. Canadian Journal of Forest Research, 45(11), 1617–1627. Retrieved from 10.1139/cjfr-20150123 Joseph, P., & Tretsiakova-McNally, S. (2010). Sustainable non-metallic building materials. Sustainability, 2(2), 400–427. http://doi.org/10.3390/su2020400 Kennedy, R. J., Hockings, E. J., Kai, C., Addison, R., Kennedy, R. J., Hockings, E. J., … Addison, R. (2005). The “ New Queenslander ”: a contemporary environmentally sustainable timber house. World Congress on Housing. Kildsgaard, I., Jarnehammar, A., Widheden, A., & Wall, M. (2013, March). Energy and Environmental Performance of Multi-Story Apartment Buildings Built in Timber Construction Using Passive House Principles. Buildings (2075-5309). Retrieved from http://10.0.13.62/buildings3010258 Kozak, R. A., & Cohen, D. H. (1999). Architects and Structural Engineers: An Examination of wood Design and Use in Nonresidential Construction. International Journal of Language & Communication Disorders / Royal College of Speech & Language Therapists, 49(4), 37–46. http://doi.org/10.1086/250095 Kuzman, M. K., & Groselj, P. (2012). Wood as a construction material : comparison of different construction types for residential building using the analytic hierarchy process. Wood Research, 57(4), 591–600. Lippke,
B.,
&
Edmonds,
L.
(2006).
Environmental performance improvement in residential construction: The impact of products, biofuels, and processes. Forest Products Journal, 56(10), 58–63. Retrieved from https://search.ebscohost.com/login.as px?direct=true&db=eih&AN=2290311 9&site=ehost-live Lippke, B., Wilson, J., Perez-Garcia, J., Bowyer, J., & Meil, J. (2004). CORRIM: Life-Cycle Environmental Performance of Renewable Building Materials. Forest Products Journal, 54(6), 8–19. Retrieved from https://search.ebscohost.com/login.as px?direct=true&db=eih&AN=1346719 9&site=ehost-live Perez-Garcia, J., Lippke, B., Briggs, D., Wilson, J. B., Bowyer, J., & Meil, J. (2005). The environmental performance of renewable building materials in the context of residential construction. WOOD AND FIBER SCIENCE, 37, 3–17. Retrieved from https://ezp.lib.unimelb.edu.au/login?ur l=https://search.ebscohost.com/login. aspx?direct=true&db=edsbl&AN=RN1 84467729&site=eds-live&scope=site Perzyna, K., & Kolbrecki, A. (2010). Wooden houses and fire safety rules, 131(Building Research Institute, Filtrowa Str. 1, 00-611 Warsaw, Poland.), 129–131. Risen, C. (2014). The World‟s Most Advance Material is Wood: And It‟s Going to Remake The Skyline. Retrieved January 9, 2017, from http://www.popsci.com/article/technol ogy/worlds-most-advanced-buildingmaterial-wood-0 Štefko, J., & Bednár, J. (2016). Wood Based Building Envelope Regarding Air Tightness. Key Engineering Materials, 688, 160–166. http://doi.org/10.4028/www.scientific.n et/KEM.688.160 Taylor, J., & Langenberg, K. Van. (2003). Review of the Environmental Impact of Wood Compared with Alternative 107
Jurnal Riset Industri Hasil Hutan Vol.8, No.2, Desember 2016: 99 - 108
Products Used in the Production of Furniture. Clayton, Victoria, Australia. Retrieved from http://www.fwpa.com.au/images/mark etaccess/PN03.2103 furniture review WEB.pdf Walberg, D. (2016). Solid and timber construction in residential buildings / Massivund Holzbau bei Wohngebauden. Mauerwerk VO - 20, (1), 16. http://doi.org/10.1002/dama.2016006 85
108