eJournal Ilmu Hubungan Internasional, 2015, 3 (3) 763-776 ISSN 2477-2623, ejournal.hi.fisip-unmul.ac.id © Copyright 2016
RESISTENSI KOREA UTARA TERHADAP RESOLUSI MAJELIS UMUM PBB A/C.3/69/L.28/Rev.1. MENGENAI SITUASI HAM DI KOREA UTARA TAHUN 2014 Rani Widiastuti1 Nim. 0902045125 Abstract Reports of human rights violations compiled by a team of commission special rapporteur UN Human Rights Council (Commission Of Inquiry/ COI) regarding human rights violations in North Korea, which in the report states that there has been gross human rights violations include, violations of the right to food, the prison camp of politics, torture of detainees, arbitrary detention, discrimination, violation of the right to life, freedom of rights violations, forced disappearances and kidnapping. The purpose of this study was to determine the forms of resistance against the North Korea team reports Commission Of Inquiry. The results of this research are North Korea rejected and be resistant to the report of Human Rights and Human Rights Resolution UN General Assembly addressed to the North Korean government, and attitudes resistant North Korea demonstrated in a variety of action-that is, an invitation the visit conditional to a team of Commission Of Inquiry, nuclear threat North Korea, North Korean version of the human rights reports, criticism and threats against countries supporting the resolution. Keywords: North Korea Resistance, Human Rights,UNGeneral Assembly Resolution Pendahuluan Pemimpin Korea Utara dari masa ke masa dikenal sebagai pemerintahan yang represif. Jika pada masa kepemimpinan Kim Il Sung dan Kim Jong Il pemerintahannya memilih menggunakan hukuman penjara kepada setiap warga negara maupun pejabat negara yang dianggap melawan pemerintah, maka pada masa pemerintahan Kim Jong Un lebih memilih mengeksekusi mati tanpa proses peradilan yang jelas.( dalam: http://www.cnnindonesia.com/internasional/20150517095428113-53663/kim-jong-un-dituding-sebagai-pemimpin-korut-terkejam/. diakses pada tanggal 10 maret 2015.) Lembaga-lembaga internasional telah mengidentifikasi pelanggaran HAM berat di Korea Utara. Merujuk pada laporan Human Rights Watch, Korea Utara menculik dan memaksa repatriasi para warga negaranya yang melarikan diri ke Korea Selatan dan China. Amnesty International juga melaporkan bahwa puluhan ribu warga Korea 1
Mahasiswa Program SI Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Mulawarman. Email :
[email protected]
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 3, 2015: 763-776
Utara diperbudak dan disiksa di bawah rezim Kim Jong Un. Pemerintah Korea Utara juga melarang semua bentuk kebebasan berekspresi dan beropini, membungkam semua oposisi politik, media independen, serikat perdagangan bebas, organisasi masyarakat sipil, dan kebebasan beragama. (dalam: http:// www.cnnindonesia.com/internasional/20151111133020-113-90965/korea-utarakritik-laporan-pelanggaran-ham-di-australia/. diakses pada tanggal 17 Maret 2015.) Dewan HAM PBB juga telah menyelidiki dan mengidentifikasi bahwa pelanggaran HAM di Korea Utara sudah terjadi sejak tahun 1990-an. Sejak itu kelaparan meluas akibat kebijakan pemimpin Kim Jong Il yang menyebabkan kematian hingga 1,5 juta jiwa. Pelanggaran HAM seperti larangan berkumpul, bersuara, diskriminasi wanita, dan agama juga terjadi di Korea Utara.( dalam: http://www.merdeka.com/dunia/pbbsiap-seret-korut-ke-mahkamah-internasional-atas-pelanggaran-ham.html.diakses pada tanggal 6 Maret 2015.) Isu pelanggaran HAM berat pada masa pemerintahan Kim Jong Un semakin membuat Korea Utara berpotensi untuk diajukan ke Mahkamah Pidana Internasional karena tuduhan pelanggaran HAM berat oleh PBB kembali menjadi perhatian setelah resolusi situasi HAM yang terakhir pada tahun 2011. Isu pelanggaran yang ditujukan terhadap Korea Utara tersebut menjadi alasan bagi Dewan HAM PBB untuk melakukan penyelidikan guna memperkuat bukti tuduhannya.Melalui resolusi A/HRC/RES/22/13 yang diadopsi pada tanggal 21 Maret 2013, Dewan HAM membentuk komisi penyelidikan HAM untuk Korea Utara. Pada tanggal 7 Mei 2013, Presiden Dewan HAM PBB Duta Besar Remigiusz A. Henczel (Polandia), mengumumkan penunjukan tiga tokoh yaitu, Michael Donald Kirby (Australia) mantan Hakim Australia yang bertugas untuk memimpin penyelidikan untuk mencari pelanggaran sistematis, meluas dan parah, Sonja Biserko (Serbia) yang dikenal sebagai seorang ahli kejahatan perang, dan terakhir PBB menunjuk Marzuki Darusman dari Indonesia yang sejak 2010 telah menyelidiki Korea Utara dan menjadi Pelapor Khusus PBB yang tergabung dalam Komisi Pelapor Khusus tentang Situasi HAM di Republik Demokratik Rakyat Korea (Commission Of Inquiry/ COI). Komisi ini menerapkan mandat yang dipercayakan oleh negara anggota Dewan HAM PBB, untuk mengirimkan laporan terkait temuan pelanggaran HAM di Korea Utara.( dalam: www.ohchr.org/EN/HRBodies/HRC/CoIDPRK/Pages/AboutCoI.aspx. diakses pada tanggal 4 Januari 2015.) Berdasarkan temuan tim penyelidik Komisi Pelapor Khusus PBB situasi HAM di Korea Utara, dalam laporan A/HRC/25/CRP.1 “Report of the detailed findings of the commission of inquiry on human rights in the Democratic People’s Republic of Korea”, dirilis pada tanggal 7 Februari 2014 setebal 372 halaman merincikan puluhan tahun eksekusi sistematis, penyiksaan, penahanan sewenang- wenang, dan kelaparan massal. Laporan tersebut merekomendasikan pemimpin beserta pejabat Korea Utara yang terlibat dan bertanggung jawab atas pelanggaran HAM terhadap rakyatnya untuk diajukan ke Mahkamah Kejahatan Internasional (ICC/International Criminal Court). Kemudian melalui hasil temuan tersebut dirancanglah resolusi PBB A/C.3/69/L.28/Rev.1 yang dirilis pada tanggal 14 November 2014, yang kemudian dilakukan voting pada tanggal 18 November 2014 dengan hasil 111 mendukung resolusi, 19 negara menolak, dan 55 negara abstain. (dalam:
764
Resistensi Korea Utara Terhadap Resolusi Majelis Umum PBB Mengenai HAM (Rani W)
http://www.republika.co.id/berita/nasional/politik/14/11/28/nfqf2s-kontras-sesalkanindonesia-abstain-soal-korut-di-pbb. diakses pada tanggal 19 Maret 2015). Menanggapi laporan dari temuan tim penyelidik Komisi Pelapor Khusus PBB dan resolusi tersebut Korea Utara bersikap keras menolak resolusi tersebut dan menilainya sebagai produk kebijakan bermusuhan dari Amerika Serikat yang berusaha menggulingkan rezim sosialis Korea Utara.( dalam:http://world.kbs.co.kr/ indonesian/event /nkorea_nuclear/ news_01_detail.htm?No=36161. Diakses pada tanggal 10 Februari 2015). Kerangka Dasar Teori dan Konsep HAM (Hak Asasi Manusia) Hak asasi manusia merupakan seperangkat gagasan dasar tentang perlakuan yang berhak diterima semua manusia. Seiring waktu gagasan ini diterima secara luas sebagai norma-norma internasional yang mendefinisikan apa yang diperlukan bagi manusia untuk berkembang, baik dilindungi dari pelanggaran maupun disediakan dengan unsur-unsur yang diperlukan untuk kehidupan yang bermartabat. Norma HAM menciptakan hubungan antara hak pemegang hak individu (dan seringkali kolektif) dan entitas lain (biasanya negara) yang memiliki kewajiban memenuhi hakhak tersebut. (Walter Carlsnaes, Thomas Risse, Beth A Simmons 2013:1073). HAM merupakan hak kodrati yang melekat pada manusia.Selain itu keabsahaannya yang harus terjaga dalam eksistensi kemanusiaan manusia, juga terdapat kewajiban yang sungguh-sungguh untuk dimengerti, dipahami, dan sebagai tanggungjawab untuk dilaksanakan.Hak asasi merupakan suatu perangkat asas-asas yang timbul dari nilai-nilai yang kemudian menjadi kaidah-kaidah yang mengatur perilaku manusia dalam hubungan dengan sesama manusia.Apapun yang diartikan atau dirumuskan dengan hak asasi, gejala tersebut tetap merupakan suatu manifestasi dari nilai-nilai yang kemudian dikonkretkan menjadi kaidah hidup bersama.Sebagai hak kodrati, HAM melebur dalam jati diri manusia.Maka tidak dibenarkan siapapun mencabut HAM itu.(Majda El Muhtaj 2009:14- 15). Jan Materson (Komisi HAM PBB) sebagaimana dikutip oleh Baharuddin Lopa menegaskan bahwa HAM adalah hak-hak yang melekat pada setiap manusia yang tanpanya manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia.Selanjutnya Meriam Budiardjo mengemukakan bahwa HAM adalah hak yang dimiliki manusia yang diperoleh dan dibawanya bersamaan dengan kelahirannya di dalam kehidupan masyarakat.Dianggap bahwa beberapa hak itu dimilikinya tanpa perbedaan atas dasar bangsa, ras, agama, kelamin dan karena itu bersifat universal.Dasar dari semua hak asasi ialah bahwa manusia memperoleh kesempatan berkembang sesuai dengan harkat dan cita-citanya.(Dr. Triyanto, M. Hum 2013:33-34.) Hak asasi (fundamental rights) artinya hak yang bersifat mendasar (grounded), pokok atau prinsipil. HAM menyatakan bahwa manusia memiliki hak yang bersifat mendasar. Adanya hak pada seseorang berarti ia mempunyai suatu “keistimewaan” yang membuka kemungkinan baginya untuk diperlakukan sesuai dengan “keistimewaan”yang dimilikinya. Sebaliknya juga, adanya suatu kewajiban pada
765
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 3, 2015: 763-776
seseorang berarti bahwa diminta darinya suatu sikap yang sesuai dengan “keistimewaan” yang ada pada orang lain.(Mahrus Ali, Syarif Nurhidayat 2011:5). Penerapan nilai-nilai HAM berbeda-beda di setiap negara, termasuk Korea Utara yang menganut sistem ideologi komunis dengan ideologi pembimbing negara Juche.Korea Utara yang menolak resolusi yang didasari atas tuduhan pelanggaran HAM yang dituduhkan PBB kepada pemimpin negara tersebut, karena menurutnya tidaklah benar bahwa terjadi pelanggaran HAM berat di negaranya tersebut. Menurut Korea Utara negaranya telah menjalankan nilai-nilai HAM sesuai dengan tata caranya sendiri dan Korea Utara melalui wakilnya juga menyatakan bahwa tidaklah berhak bagi negara lain seperti Amerika Serikat dan negara-negara barat menilai baik atau buruk penerapan HAM dinegaranya, karena penerapan nilai-nilai HAM berbeda-beda disetiap negara. Diplomasi HAM Diplomasi adalah sebuah gejala hubungan internasional yang sudah ada sejak jaman kuno dengan rentang usaha dan aktivitas yang bermacam- macam bentuknya.Dalam praktek yang lebih maju diplomasi menghasilkan sebuah kesepakatan atau perjanjian tertulis yang menunjukkan hak-hak dan kewajiban masing-masing pihak untuk mengakhiri konflik atau perang. Pasca berakhirnya Perang Dingin munculah isu-isu baru dalam hubungan internasional.Pada perkembangannya masyarakat internasional tidak hanya tertarik pada masalah-masalah yang terkait dengan politik, keamanan, dan militer, tetapi juga meningkatkan perhatian mereka terhadap isu-isu kemanusiaan seperti Hak Asasi Manusia (HAM) dan arus informasi bebas. Perhatian terhadap masalah-masalah HAM telah meningkatkan kesadaran untuk memanfaatkan kegiatan diplomasi, misalnya untuk membela HAM dinegara lain. Perhatian masyarakat internasional semakin meningkat karena pemerintah dibanyak negara seringkali terlibat dengan pelanggaran HAM berat sebagai upaya untuk mempertahankan kekuasaan, memberantas pemberontak, atau untuk mengatasi perang saudara.Dalam kondisi seperti ini, masyarakat internasional percaya bahwa intervensi dimungkinkan jika tujuannya menyangkut pertimbangan kemanusiaan dan untuk membela HAM. Diplomasi HAM ini kemudian memunculkan diterapkannya intervensi kemanusiaan, contohnya dalam dugaan PBB terhadap pelanggaran HAM berat yang dilakukan pemerintah Korea Utara terhadap rakyanya, yang kemudian mendasari terbentuknya tim yang secara khusus bertugas menyelidiki pelanggaran HAM berat yang dituduhkan PBB tersebut. Intervensi kemanusiaan dimaksudkan untuk mengatasi masalah pelanggaran-pelanggaran HAM, terutama hak atas hidup (pasal 3 DUHAM). Dalam konteks ini, masalah HAM tidak selalu sesuai dengan prinsip-prinsip politik luar negeri yang menghormati kedaulatan negara.(Sukawarsini Djelantik2008:23). Rein Mullerson mendefinisikan diplomasi HAM sebagai: “Pemakaian instrumeninstrumen politik luar negeri yaitu kebijakan luar negeri sebagai upaya mempromosikan HAM, selain pemakaian isu-isu HAM untuk memperoleh tujuan politik luar negeri lainnya”. Lebih lanjut Mullerson mengatakan bahwa: “Diplomasi HAM yang aktif bertujuan untuk mengadakan perubahan-perubahan positif yang konkrit dalam kondisi HAM dinegara lain. Hanya negara-negara yang
766
Resistensi Korea Utara Terhadap Resolusi Majelis Umum PBB Mengenai HAM (Rani W)
merasa memiliki kepercayaan diri yang sangat besar dalam menangani masalahmasalah HAM didalam negeri, dan memiliki konstituen yang memiliki kesadaran HAM yang kuat, dapat memiliki diplomasi yang koheren dan asertif sebagai bagian dari politik luar negerinya”. Diplomasi HAM tetap akan menjadi bagian dari agenda internasional di kebanyakan negara-negara demokrasi Barat. Seperti yang dikatakan oleh Newsom: “Diplomasi hak asasi manusia dapat menjadi pengaruh efektif di bawah kondisi terdapatnya sensitivitas budaya, lingkungan politik, akses terhadap pemimpin negara, informasi yang solid dan dukungan yang solid dalam melaksanakan diplomasi. Lebih jauh lagi, diplomasi ini memerlukan dukungan informasi dan kesungguhan dalam memberikan fakta-fakta yang benar sebagai sebuah tambahan yang paling penting.”(Sukawarsini Djelantik 2008:25). Pernyataan Mullerson dan Newsom di atas menunjukkan kesadaran bahwa diplomasi HAM dalam pelaksanaannya masih menghadapi berbagai kendala.Kendala-kendala tersebut dapat berupa masalah internal, yaitu berupa anggapan bahwa pelanggaranpelanggaran HAM domestik semata-mata menjadi masalah internal suatu negara. Selain itu terdapat perbedaan persepsi dalam melihat sejauh mana negara lain atau kelompok negara lain atau sekelompok negara dapat terlibat dalam menangani masalah-masalah HAM. Metode Penelitian Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian deskriftif, yaitu menggambarkan bagaimana Resistensi Korea Utara terhadap resolusi PBB A/C.3/69/L.28/Rev.1bedasarkan data-data yang konkrit.Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder.Yaitu, data-data yang didapat dari bukubuku, media elektronik, maupun sumber yang didapat dari media internet yang merupakan hasil analisa yang berhubungan dengan pokok permasalahan. Untuk mendapatkan data yang jelas dan akurat dalam penulisan ini serta guna menunjang obyektifitas hasil penelitian maka penulis menggunakan teknik studi kepustakaan(library research) dengan mencari dan mengumpulkan data sekunderyang bersumber pada buku, artikel, situs internet, dan sebagainya. Teknik analisa data yang digunakan adalah kualitatif dengan metode analisis isi yang menjelaskan dan menganalisa data hasil penelitian yang telah dibaca dan dirangkum dari sumber-sumber yang relevan dengan permasalahan yang diteliti kemudian menyajikan hasil dari penelitian tersebut dalam suatu penelitian. Hasil Penelitian Korea Utara merupakan negara komunis yang letaknya berada di kawasan Semenanjung Korea.Sebagai negara komunis, Korea Utara sangat tertutup dari dunia luar.Hal ini sebagai akibat dari kebijakan Korea Utara yang cenderung represif dan menggunakan cara-cara militer dalam mengatur rakyat maupun mencapai kepentingan ekonomi serta politiknya, terutama mengenai kebijakan politik luar negerinya yang menerapkan strategi nuklir. Sehingga negara-negara barat dan organisasi PBB maupun organisasi non-pemerintah Human Rights Watch, Amnesty International yang mengamati sistem pemerintahan Korea Utara menilai bahwa telah
767
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 3, 2015: 763-776
terjadi praktek pelanggaran HAM berat yang dilakukan Pemerintah Korea Utara terhadap rakyatnya. Tuduhan pelanggaran HAM berat yang dituduhkan organisasi HAM non-pemerintah dan PBB beserta negara-negara barat terhadap Korea Utara pada perkembangannya mengarah kepada penyelidikan yang dilakukan oleh Dewan HAM PBB melalui Tim penyelidik bentukan Dewan HAM PBB. Kemudian dalam penyelidikannya menghasilkan laporan A/HRC/25/CRP.1 “Report of the detailed findings of the commission of inquiry on human rights in the Democratic People’s Republic of Korea”, yang mendasari dirancangnya Resolusi PBB A/C.3/69/L.28/Rev.1 mengenai Situasi HAM di Korea Utara 2014 yang diajukan kepada Dewan Keamanan PBB untuk pertimbangan merekomendasikan pemimpin beserta pejabat yang terlibat dalam pelanggaran tersebut Mahkamah Kejahatan Internasional (ICC/International Criminal Court). Menanggapi hal tersebut pihak Korea Utara sangat tidak terima akan tuduhan tersebut karena Korea Utara merasa tidak melakukan pelanggaran HAM berat yang dituduhkan. Sehingga menimbulkan reaksi resisten dari otoritas pemerintah Korea Utara. Sikap resistensi tersebut ditunjukan Korea Utara dalam berbagai cara termasuk melalui diplomasi HAM yang dilakukan oleh wakil-wakilnya. Bentuk-bentuk resistensi Korea utara terhadap resolusi HAM PBB adalah sebagai berikut: Undangan Kunjungan Bersyarat Setelah sekian lama mengisolasi diri, akhirnya diplomat Korea Utara mengundang tim penyelidik khusus PBB untuk kasus HAM datang ke Korea Utara, undangan ini terkait dengan resistensi pemerintah Korea Utara terhadap tuduhan PBB mengenai pelanggaran HAM dinegaranya. Undangan ini disampaikan diplomat Korea Utara pada Senin 27 Oktober 2014. Namun Korea Utara menyatakan undangan hanya berlaku jika tim penyelidik khusus PBB memenuhi satu syarat, yaitu menghapus semua isu dan laporan kejahatan kemanusiaan yang dituduhakan kepada negaranya. Diberitakan oleh New York Times pada Selasa, 28 Oktober 2014, Marzuki Darusman sebagai salah satu dari Tim Penyelidik mengatakan ia telah berulang kali ditolak untuk mengunjungi Korea Utara. Hingga kemudian Marzuki diundang oleh diplomat Korea Utara.Seiring dengan undangannya, sikap Korea Utara juga menunjukkan semangat yang berbeda terkait hubungan kenegaraannya dengan Korea Selatan dan Jepang.Bahkan Korea Utara membebaskan satu dari tiga tahanan asal Amerika Serikat yang mereka tahan.(dalam:https://m.tempo.co/read/news/2014/10/29/118617948/korut-buka-pintuuntuk-penyelidik-ham-pbb. diakses pada tanggal 27 Juni 2016 Namun setelah membuka pintu bagi kunjungan tim penyelidik PBB, juru bicara Korea Utara di PBB Kim Un Chol mengancam bahwa undangan tersebut akan dibatalkan jika laporan tahunan kasus kemanusiaan di Korea Utara tidak diturunkan sebelum tanggal 1 November 2014. Adapun ancaman Korea Utara tentang pembatalan undangan Tim Penyelidik PBB belum memberikan komentar lebih lanjut. (dalam: https://dunia.tempo.co/read/news/2014/10/31/118618558/syarat-takdipenuhi-korea-utara-tutup-pintu-bagi-pbb. diakses pada tanggal 10 Juli 2015).
768
Resistensi Korea Utara Terhadap Resolusi Majelis Umum PBB Mengenai HAM (Rani W)
1) Ancaman Nuklir Korea Utara Menanggapi penyelidikan PBB atas tuduhan pelanggaran HAM di Korea Utara, pihak Korea Utara mengancam akan melakukan uji coba nuklir. Melalui pernyataan dari juru bicara kementerian luar negeri Korea Utara Kim Song pada hari Kamis 20 Nevember 2014, pihak Korea Utara menuduh Amerika Serikat mendalangi seruan atas penyelidikan mengenai pelanggaran HAM berat di Korea Utara yang kemudian menghasilkan resolusi HAM PBB untuk Korea Utara. Korea Utara yang sebelumnya telah melakukan uji coba nuklir pada tahun 2006, 2009 dan 2013. Kemudian kembali mengancam akan melakukan tindakan uji coba nuklir pada November 2014 dimana sikap ini ditujukan sebagai respon atas penyelidikan dan resolusi HAM PBB, ancaman ini datang seiring dengan dirilis dan teridentifikasinya aktivitas reaktor fasilitas nuklir di Pusat Riset Ilmiah Nuklir Yongbyon. Dalam laporan 38 North, sebuah situs yang dikelola oleh USKorea Institute at the Johns Hopkins School of Advanced International Studies mengamati dan menganalisis gambar pencitraan satelit pada lampiran 4 yang diambil antara Oktober dan November. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa ada perkembangan aktivitas baru di zona nuklir Punggye-ri yang sudah tidak beroperasi selama 10 minggu kembali menunjukkan aktivitas pada bulan Oktober dan November 2014.(dalam: http://38north.org/2014/11/yongbyon111914/. Diakses pada tanggal 2 Agustus 2015). 2) Membuat laporan HAM versi Korea Utara Korea Utara dalam resistensinya terhadap resolusi HAM PBB, membentuk timnya sendiri untuk menyusun laporan HAM dinegaranya. Laporan berjudul "Report of the DPRK Association for Human Rights Studies", berisi catatan HAM Korea Utara setebal 110 halaman yang pertama kali dipublikasikan pada 13 September 2014 lalu di markas PBB di New York. Dalam pertemuan ini Wakil Duta Besar Korea Utara untuk PBB Ri Tong Il memaparkan tujuan digelarnya pertemuan itu adalah untuk meluruskan kesalahpahaman informasi yang meluas terkait masalah HAM di Korea Utara. Selain itu pertemuan juga dilakukan untuk memberikan informasi yang lebih akurat terkait situasi HAM yang sebenarnya terjadi di Korea Utara. Ri Tong Il juga memaparkan secara ringkas soal isi laporan yang berisi lima bab utama itu. Dalam laporan dijelaskan secara jelas, mulai dari sejarah, ideologi, hingga sistem sosial di Korea Utara.Selain itu juga dijabarkan soal standar, pengembangan, serta mekanisme perlindungan HAM yang diterapkan di Korea Utara. Laporan itu memaparkan fakta yang sesungguhnya terjadi di Korea Utara terkait isu HAM.Selain itu juga dijelaskan secara rinci soal hak-hak yang dimiliki oleh warga Korea Utara, mulai dari hak politik, hak sipil, hak sosio-ekonomi, hak sosial-budaya, hingga hak kelompok khusus. Dalam laporannya Korea Utara juga menunjukkan posisinya dalam upaya untuk mempromosikan HAM di level internasional serta hambatan utama dalam melakukan promosi itu. Salah satu hambatan utama yang dihadapi Korea Utara adalah sikap Amerika Serikat dan negara-negara Barat.Diketahui Amerika Serikat dan Uni Eropa kerap kali menggunakan PBB untuk mencitrakan Korea Utara sebagai negara yang
769
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 3, 2015: 763-776
melakukan pelanggaran HAM sehingga dapat diseret ke Mahkamah Kejahatan Internasional. Lebih lanjut Duta Besar Korea Utara untuk PBB Ri Tong Il juga menjelaskan bahwa saat ini berkembang kecenderungan untuk membawa isu HAM untuk melawan Korea Utara. Salah satu contohnya adalah pertemuan pada tanggal 23 September 2014 yang digelar di sebuah hotel di dekat markas besar PBB oleh Menteri Luar Negeri Amerika Serikat John Kerry.Pertemuan yang agenda utamanya adalah membahas pelanggaran HAM di Korea Utara itu tidak melibatkan delegasi Korea Utara.Bahkan Korea Utara ditolak ketika mengajukan diri untuk berpartisipasi di dalam pertemuan itu. Dalam pertemuan singkat yang juga dihadiri oleh Wakil Direktur Jenderal Kementerian Luar Negeri Korea Utara Choe Myong Nam dan Konselor Misi Korea Utara Kim Song juga menekankan PBB merupakan organisasi internasional dengan 193 negara anggota yang tergabung di dalamnya. Masingmasing negara anggota PBB memiliki sistem politik, ideologi, serta nilai-nilai yang berbeda satu sama lain, tak terkecuali Korea Utara. Diplomat Choe Myong Nam dari Asosiasi Studi HAM Korut mengatakan meski ada beberapa hambatan dalam catatan HAM di negaranya, ia mengaku Pyongyang berada di jalan yang benar. "Selama kami bergerak maju dan sebagai bangsa yang sedang transisi, mungkin ada beberapa masalah, misalnya bidang ekonomi. Kami mungkin perlu membangun banyak rumah dan fasilitas sosial untuk memberikan kehidupan yang lebih baik pada masyarakat" Diplomat Choe Myong Nam juga menambahkan masalah ekonomi menjadi kesalahan eksternal.Masalah tersebut mengacu pada sanksi internasional yang diterima Korea Utara terkait peluncuran rudal balistik dan sejumlah tes senjata nuklir.Respon Korea Utara atas laporan PBB menjelaskan Republik Demokrat Rakyat Korea sebagai masalah hak asasi manusia yang menodai citra serta menurunkan sistem sosial dan ideologi warga Korea.Diplomat Choe Myong Nam kerap kali mengulang pernyataan sebelumnya bahwa tidak ada kamp penjara di Korea Utara.Diplomat Choe Myong Nam mengaku bahwa Korea Utara memang memiliki pusat penahanan, namun tempat tersebut hanya untuk meningkatkan mentalitas warga agar mereka tidak mengulangi kesalahan dengan menjadi buruh. Di tengah pertemuan yang digelar oleh Korea Utara itu muncul pertanyaan soal apa hubungan antara keengganan Amerika Serikat untuk menegosiasikan perjanjian perdamaian dengan Korea Utara untuk mengakhiri Perang Korea dengan tudingan Amerika Serikat soal pelanggaran HAM di Korea Utara. Untuk menjawab pertanyaan itu, Global Research merujuk pada sebuah artikel berjudul “The Mirror of North Korean Human Rights” yang dipublikasikan oleh Critical Asian Studies.
770
Resistensi Korea Utara Terhadap Resolusi Majelis Umum PBB Mengenai HAM (Rani W)
Dalam artikel yang berisi analisa Professor Christine Hong dijelaskan bahwa Amerika Serikat secara teknis dan praktik berada dalam keadaan perang dengan Korea Utara.Hal itu terlihat dari sanksi yang terus diberlakukan baik oleh Kongres Amerika Serikat atau Dewan Keamanan PBB terhadap Korea Utara baik dalam sektor ekonomi, politik, ataupun budaya.Selain itu Amerika Serikat dengan mengajak Korea Selatan dan Jepang juga sering menggelar latihan militer besarbesaran di dekat wilayah Korea Utara.Bahkan baru-baru ini lebih dari 28 ribu tentara Amerika Serikat ditempatkan di dekat wilayah Korea Utara. Dengan situasi tersebut klaim Amerika Serikat atas pelanggaran HAM Korea Utara merupakan wacana yang sesuai dan efektif yang dapat dijadikan alasan bagi aktivitas perang yang dilakukan Amerika Serikat di Semenanjung Korea. Karena itu, Professor Christine Hong menekankan bahwa jika Amerika Serikat khawatir atas pelanggaran HAM di Korea Utara, harusnya diawali dengan dengan mengakhiri kerusakan yang terjadi pada penduduk sipil serta infrastruktur sipil Korea Utara akibat Amerika Serikat dan sekutunya selama Perang Korea dan karena penerapan sanksi. Dengan demikian, laporan HAM yang baru dikeluarkan Korea Utara itu tepat karena selain meluruskan isu negatif yang berkembang juga dapat menunjukkan kegiatan anti-HAM yang dialami warga Korea selama pendudukan Jepang selama 35 tahun serta sikap bermusuhan Amerika Serikat terhadap Korea Utara sebelum dan sesudah Perang Korea. (dalam: http://www.rakyatmerdekaonline.com/news.php?id= 176595. diakses pada tanggal 5 Maret 2015). 3) Kecaman dan Ancaman terhadap negara pendukung resolusi HAM PBB Pihak Korea Utara dalam pernyataannya pada Senin 30 Maret 2015, melaui Komite Reunifikasi Damai Korea (Committee for Peaceful Reunification of Korea/CPRK), yaitu sebuah lembaga negara Korea Utara yang menangani urusan antar-Korea dalam sebuah pernyataan yang disiarkan kantor berita resmi Korea Utara KCNA. Mengancam akan memberikan "hukuman tanpa ampun" terhadap Korea Selatan jika terus melanjutkan rencananya membuka sebuah kantor lapangan PBB di Seoul untuk memantau catatan HAM Korea Utara. Korea Utara menyatakan pula bahwa kantor lapangan tersebut merupakan sebuah "provokasi yang tak dapat dimaafkan" dan akan menjadi "sasaran pertama serangan", "Begitu sarang kampanye kotor anti-Korea Utara ada di Korea Selatan, tempat itu akan segera menjadi sasaran bagi hukuman tanpa ampun kami,". Dalam pernyataan itu juga disebut, Korea Selatan sedang melakukan "kejahatan keji" terhadap rakyat Korea Utara dengan mengobarkan sentimen internasional terkait catatan HAM Korea Utara. Pemerintah Korea Utara secara kategoris telah membantah temuan komisi PBB itu. Korea Utara menyebut temuan tersebut sebuah karya fiksi yang ditulis Amerika Serikat dan sekutusekutunya.(dalam: http://internasional.kompas.com/read/2015/03/31/09280681/Korut.Ancam.Serang .Kantor.HAM.PBB.di.Seoul. diakses pada tanggal 15 Juli 2015)
771
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 3, 2015: 763-776
Namun ancaman tersebut diabaikan oleh PBB dan Korea Selatan yang kemudian pada tanggal 23 Juni 2015 secara resmi PBB membuka kantor baru di Seoul Korea Selatan untuk mengawasi HAM di Korea Utara yang diduga melakukan pelanggaran HAM terhadap rakyatnya. Kantor tersebut dibuka secara resmi dalam acara yang dihadiri kepala Komisi Tinggi PBB untuk HAM Zeid Ra'ad Al Hussein, dan Menteri Luar Negeri Korea Selatan Yun Byung-Se. Selanjutnya pada tanggal 22 November 2015, Korea Utara masih dengan sikap resistensinya terhadap resolusi PBB tentang pelanggaran HAM dan menilainya sebagai produk dari kebijakan bermusuhan dari Amerika Serikat yang berusaha menggulingkan rezim sosialis. Dalam pernyataannya melalui juru bicara Kementerian Luar Negeri Korea Utara Ri Tong Il kepada IBN Live mengatakan,"Kami menolak resolusi HAM, sebuah ekspresi yang hidup dari kebijakan bermusuhan Amerika Serikat terhadap DPRK/ Korea Utara dan sebuah contoh yang khas dari politisasi HAM dan standar ganda, karena dokumen provokatif ini mempunyai motif politik yang sangat serius," Menurut juru bicara Kementerian Luar Negeri Korea Utara, kekacauan yang sedang berlangsung dan pertumpahan darah di Timur Tengah disebabkan oleh kegagalan negara dalam menangkis gangguan dari luar yang dibuat dengan dalil HAM dan demokrasi. Pernyataan selanjutnya, "Sekarang PBB sedang disalahgunakan sebagai alat untuk melemparkan fitnah terhadap Korea Utara, di bawah manipulasi Amerika Serikat dan Barat.Korea Utara akan mengambil langkah-langkah yang diperlukan", dalam pernyataan tersebut diakhiri tanpa menjelaskan lebih lanjut.(dalam: http://international.sindonews.com/read/1063561/40/korut-tolakresolusi-pelanggaran-ham-pbb-1448176229. Diakses pada tanggal 19 Maret 2015.) Tindakan selanjutnya dari Korea Utara adalah, akan memboikot semua sidang Dewan HAM PBB mengenai Korea Utara dan menyatakan tidak akan terikat dengan resolusi yang ditujukan kepada Korea Utara. Menteri Luar Negeri Korea Utara Ri Su Yong menegaskan rencana boikot tersebut di Jenewa Swiss pada tanggal 1 Maret 2016. Ri Su Yong mengatakan, “hanya karena Pyongyang memiliki senjata nuklir dan peralatan militer, Amerika Serikat dan negara lain tak punya pilihan sehingga mengangkat catatan HAM Korea Utara”. Seperti dikutip dari Yonhap News pada 2 Maret 2016, Ri Su Yong menegaskan bahwa Korea Utara akan menanggapinya dengan tegas siapa saja atau negara mana saja yang menggunakan HAM sebagai alat politik. Korea Utara kemudian menuding sekitar 13 ribu orang tewas setiap tahun di Amerika Serikat karena kegagalan dalam penerapan hukum atas penggunaan senjata api. Selain itu, tak terhitung jumlah pengungsi tenggelam saat berusaha memasuki wilayah Eropa.Adapun Jepang membunuh jutaan orang selama Perang Dunia II.Masalah pelanggaran HAM di Korea Utara, menurut Ri Su Yong, juga didukung kesaksian oleh para pembelot yang dibayar dengan uang atau diculik. Menurut Ri Su Yong, uanglah yang membawa para pembelot Korea Utara datang ke Amerika Serikat, Jepang, dan Korea Selatan.(dalam:
772
Resistensi Korea Utara Terhadap Resolusi Majelis Umum PBB Mengenai HAM (Rani W)
https://dunia.tempo.co/read/news/2016/03/02/118749834/korea-utara-akanboikot-sidang-dewan-ham-pbb.diakses pada tanggal 6 Juni 2015). Respon Masyarakat Internasional Terhadap Resistensi Korea Utara Korea Utara telah meningkatkan ancaman pada bulan Maret 2014 untuk memamerkan kekuatan militernya guna melawan apa yang disebutnya permusuhan yang dipimpin oleh Amerika Serikat. Korea Utara di bawah pemimpin muda Kim Jong Un telah menyalurkan sumber daya negaranya ke dalam pembangunan senjata nuklir dan diyakini sedang mengerjakan miniaturirasi hulu ledak yang dapat dipasang pada rudal jarak jauh untuk mencoba untuk menyerang daratan Amerika Serikat. Korea Utara berada di bawah sanksi berat yang dikenakan oleh beberapa resolusi PBB yang diadopsi mulai tahun 2006. Namun, negara itu justru melawan semua tekanan untuk meninggalkan rudal dan program nuklirnya.(dalam: http://dunia.news.viva.co.id/news/read/503423-korea-utara-kembali-ancam-uji-cobanuklir. diakses pada tanggal 7 Maret 2015). Sementara China yang menentang Korea Utara diajukan ke Mahkamah Pidana Internasional.Melalui pernyataan juru bicara kementerian luar negeri China Qin Gang pada 19 November 2014, menyatakan bahwa “Dewan Keamanan bukanlah tempat yang tepat untuk membahas masalah HAM dan merujuk isu HAM ke Mahkamah Pidana Internasional.Menurut China tidak akan membantu memecahkan masalah”. (dalam: http://www.satuharapan.com/read-detail/read/korut-tidak-akan-hadiripertemuan-dk-pbb. diakses pada tanggal 8 Maret 2015). Menanggapi sikap resistensi berupa ancaman Korea Utara, beberapa kalangan dari masyarakat internasional memberikan respon berupa pernyataan. Diantaranya adalah seorang guru besar bidang studi Korea Utara di Dongguk University Seoul Korea Selatan Professor Kim Yong Hyun mengatakan bahwa ia tidak heran jika reaksi resistensi awal dari Korea Utara adalah dengan bahasa keras, tidak dengan aksi militer. Dalam pernyataannya, ia mengatakan sudah menduga Korea Utara akan menyampaikan tantangan terhadap masyarakat international termasuk Amerika Serikat dan Korea Selatan dengan menggunakan retorika dan bukannya aksi militer. Pernyataan Korea Utara yang menyangkal dan menolak resolusi HAM Majelis Umum PBB tersebut dan menggambarkan resolusi itu sebagai “pernyataan konyol yang tak tahu malu” dan menyebut resolusi HAM Majelis Umum PBB sebagai suatu serangan terhadap kedaulatan negara dan suatu “pernyataan perang”. Pernyataan Korea Utara tersebut dinilai oleh Professor Kim Yong Hyun, yang merujuk pada kemungkinan konflik nuklir yang mendorong spekulasi bahwa Korea Utara sedang merencanakan uji coba nuklir selanjutnya.Dengan melanggar resolusi Dewan Keamanan PBB, Korea Utara telah melakukan sejumlah percobaan nuklir, meluncurkan roket balistik jarak dekat dan sebuah satelit kecil ke antariksa. Professor Kim Yong Hyun berpendapat bahwa pemerintah Pyongyang sadar bahwa melakukan ujicoba nuklir akan membuntukan harapan untuk memulai lagi pembicaraan internasional untuk mengakhiri sanksi-sanksi ekonomi, yang akan menambah bantuan jika Korea Utara mengakhiri program nuklirnya. Ia mengatakan, jika Korea Utara melakukan sebuah uji coba nuklir, berarti Korea Utara melancarkan tantangan baru dan karenanya Korea Utara harus berhati-hati sebelum membuat keputusan.
773
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 3, 2015: 763-776
Juru bicara Kementerian Penyatuan Korea Selatan, Lim Byung Chul memperingatkan Korea Utara supaya jangan melakukan uji coba nuklir baru. Ia mengatakan, jika Korea Utara melancarkan uji coba nuklir, Korea Utara hanya akan memperburuk situasinya dengan masyarakat internasional, ancaman Korea Utara hanya akan membuat lebih buruk pengucilan negaranya di dunia internasional. Lebih lanjut dalam pernyataannya, jika Korea Utara memancing kemarahan masyarakat internasional dengan provokasi uji coba nuklir maka Korea Utara akan menghadapi respon tegas dari masyarakat internasional. (dalam: http://internasional.kompas.com/read/2014/11/25/14042161/Korea.Utara.Ancam.Neg ara.Pendukung.Resolusi.HAM.PBB. Diakses pada tanggal 6 Februari 2015). Kesimpulan Dari penulisan ini penulis mendapat kesimpulan bahwa Resistensi Korea Utara terhadap Resolusi situasi HAM PBB 2014 merupakan sikap resisten Korea Utara dari tuduhan pelanggaran HAM berat, yang dituduhkan oleh PBB. Tuduhan yang didasarkan pada penyelidikan Tim Penyelidik bentukan PBB, yang dalam prosesnya menghasilkan Resolusi Situasi HAM PBB A/C.3/69/L.28/Rev.1 yang digunakan untuk merujuk pemerintah dan pejabat Korea Utara yang terlibat dalam pelanggaran tersebut ke Mahkamah Kejahatan Internasional (ICC/International Criminal Court). Menaggapi hal tersebut Korea Utara bereaksi keras melalui serangkaian sikap resistensinya yang ditunjukkan pihaknya melalui beberapa tindakan yaitu, undangan kunjungan bersyarat kepada Tim Penyelidik HAM PBB untuk Korea Utara, ancaman uji coba nuklir Korea Utara, laporan HAM yang dibuat oleh pihak Korea Utara sendiri, kemudian kecaman dan ancaman terhadap negara pendukung resolusi HAM PBB. Dalam hal ini sikap resistensi Korea Utara direspon oleh Korea Selatan, Amerika Serikat dan China dengan berbagai peringatan dari Amerika Serikat bahwa Korea Utara tidak dapat terus melakukan ancaman uji coba nuklirnya dan pihak Amerika Serikat akan terus membela sekutu-sekutunya jepang dan Korea Selatan dalam menghadapi ancaman Korea Utara, adapun prediksi dan pendapat dari Professor Kim Yong Hyun dari Korea Selatan bahwa Korea Utara tidak dapat terus mengancam dan melakukan uji coba nuklirnya, karena sikap tersebut hanya akan membuat Korea Utara mendapatkan sanksi baru dan akan membuat Korea Utara semakin terkucil di dalam dunia internasional. Dalam hal ini China sebagai sekutu utama Korea Utara menentang Korea Utara diajukan ke Mahkamah Pidana Internasional, karena menurut China hal tersebut hanya akan memperparah sikap resistensi Korea Utara Referensi Buku Ali, Mahrus, SyarifNurhidayat, 2011. “Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat, In Court System & Out Court System”. Jakarta: Gramata Publishing. Carlsnaes,Walter, dkk, 2013. “Handbook, HubunganInternasional”. Bandung: Nusa Media.
774
Resistensi Korea Utara Terhadap Resolusi Majelis Umum PBB Mengenai HAM (Rani W)
Djelantik, Sukawarsini, 2008. “Diplomasi, Antara Teori Dan Praktik”, Yogyakarta: GrahaIlmu. El Muhtaj, Majda, 2009. “Dimensi-dimensi HAM MenguraiHak Ekonomi, Sosial, danBudaya”. Jakarta: PT. Raja GrafindoPersada. M. Hum, Dr. Triyanto, 2013. “Negara Hukumdan HAM”, Yogyakarta: PenerbitOmbak. Website CNN Indonesia, “Kim Jong Un Dituding Sebagai Pemimpin Korut Terkejam”, terdapat pada, http://www.cnnindonesia.com/internasional/20150517095428113-53663/kim-jong-un-dituding-sebagai-pemimpin-korut-terkejam/. Diakses pada tanggal 10 maret 2016. CNN Indonesia, “Korea Utara Kritik Laporan Pelanggaran HAM di Australia” terdapat pada, http:// www.cnnindonesia.com/internasional/20151111133020113-90965/korea-utara-kritik-laporan-pelanggaran-ham-di-australia/. Diakses pada tanggal 17 Maret 2015. Kompas, ”Korut Ancam Serang Kantor HAM PBB di Seoul”, terdapat pada, http://internasional.kompas.com/read/2015/03/31/09280681/Korut.Ancam.Ser ang.Kantor.HAM.PBB.di.Seoul. Diakses pada tanggal 15 Juli 2015. Kompas, “Korea Utara Ancam Negara Pendukung Resolusi HAM PBB”, terdapat pada http://internasional.kompas.com/read/2014/11/25/14042161/Korea.Utara.Anc am.Negara.Pendukung.Resolusi.HAM.PBB. Diakses pada tanggal 6 Februari 2015. OHCHR Mandate, “Commission of Inquiry on Human Rights in the Democratic People’s Republic of Korea, terdapat pada,” http://www.ohchr.org/EN/HRBodies/HRC/CoIDPRK /Pages /Mandate.aspx.Diakses pada tanggal 20 Juni 2015. Republika Online, “Kontras Sesalkan Indonesia Abstain Soal Korut di PBB” terdapat pada http://www.republika.co.id/berita/nasional/politik/14/11/28/nfqf2skontras-sesalkan-indonesia-abstain-soal-korut-di-pbb.diakses pada tanggal 19 Maret 2015. Rakyat Merdeka Online, “KORUT PERLIHATKAN PADA DUNIA SIAPA PELANGGAR HAM SEBENARNYA”, terdapat pada http://www.rakyatmerdekaonline.com/news.php?id=176595. Diakses pada tanggal 5 Maret 2015. Sindonews.com, “Korut Tolak Resolusi Pelanggaran HAM PBB”, terdapat pada international.sindonews.com/read/1063561/40/korut-tolak-resolusipelanggaran-ham-pbb-1448176229.Diakses pada tanggal 19 Maret2015.
775
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 3, 2015: 763-776
Satu Harapan, “Korut Tidak akan Hadiri Pertemuan DK PBB”, terdapat pada http://www.satuharapan.com/read-detail/read/korut-tidak-akan-hadiripertemuan-dk-pbb. diakses pada tanggal 8 Maret 2015. Tempo.Co, “Korut Buka Pintu untuk Penyelidik HAM PBB “, terdapat pada, https://m.tempo.co/read/news/2014/10/29/118617948/korut-buka-pintuuntuk-penyelidik-ham-pbb.Diakses pada tanggal 27 Juni 2015. Tempo.Co, “Syarat Tak Dipenuhi, Korea Utara Tutup Pintu bagi PBB”, terdapat pada, https://dunia.tempo.co/read/news/2014/10/31/118618558/syarat-takdipenuhi-korea-utara-tutup-pintu-bagi-pbb.Diakses pada tanggal 10 Juli 2015. Tempo.Co, “Korea Utara Akan Boikot Sidang Dewan HAM PBB”, terdapat pada https://dunia.tempo.co/read/news/2016/03/02/118749834/korea-utara-akanboikot-sidang-dewan-ham-pbb.Diakses pada tanggal 6 Juni 2015. Viva.Co.Id, “Korea Utara Kembali Ancam Uji Coba Nuklir”, tertdapat pada http://dunia.news.viva.co.id/news/read/503423-korea-utara-kembali-ancamuji-coba-nuklir. Diakses pada tanggal 7 Maret 2015. World
KBS, “Korea Utara tolak resolusi DK PBB”,terdapat pada http://world.kbs.co.kr/ indonesian/event /nkorea_nuclear/ news_01_detail.htm?No=36161. Diakses pada tanggal 10 Februari 2015.
38 North, “North Korea’s Yongbyon Nuclear Facility: Reactor Shutdown Continues; Activity at Reprocessing Facility”, terdapat pada http://38north.org/2014/11/yongbyon111914/. Diakses pada tanggal 2 Agustus 2015.
776