KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
Rencana Aksi Nasional Penanggulangan TB Melalui Penguatan Laboratorium TB 2016-2020
Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 0 torium TB 2016-202 Penguatan Labora ui 2016 al el M TB an ng nggula nal Pena
Rencana Aksi Nasio
1
Rencana Aksi Na
sional Penanggu
2
langan TB Melalui
Penguatan Labora
torium TB 2016-2
020
Kata Pengantar Tuberkulosis masih merupakan masalah utama kesehatan masyarakat di Indonesia. Sesuai dengan hasil Survey Prevalensi TB 2013-2014, Indonesia saat ini berada pada peringkat kedua negara dengan beban TB yang tinggi di dunia. Selain itu TB-HIV, TB Resistan Obat, TB anak serta TB pada kelompok resiko tinggi juga menjadi tantangan yang perlu diselesaikan. Kondisi ini telah mendorong Program Nasional Pengendalian TB untuk melakukan intensifikasi, akselerasi dan inovasi melalui Strategis Nasional Program Pengendalian TB 2016-2020. Strategi utama Program Pengendalian TB sesuai Strategis Nasional Program Pengendalian TB 2016-2020 adalah Penguatan Kepemimpinan TB di Kabupaten/ Kota, Peningkatan Akses Layanan “TOSS-TB” yang Bermutu, Pengendalian Faktor Resiko, Peningkatan Kemitraan melalui Forum Komunikasi TB, Peningkatan Kemandirian Masyarakat dalam Pengendalian TB, serta Penguatan Sistem Kesehatan. Rencana Aksi Nasional Pengendalian TB melalui Penguatan Laboratorium TB ini akan memberikan detil untuk Strategi Nasional Program Pengendalian TB terutama dalam jejaring laboratorium TB, pemantapan mutu laboratorium, dan pengembangan laboratorium mikroskopis, biakan/uji kepekaan, dan Tes Cepat Molekuler pada periode 2016-2020. Dokumen ini diharapkan dapat mendorong peningkatan kualitas laboratorium TB untuk mencapai target Strategi Nasional Program Pengendalian TB tahun 2016-2020. Kami mengapresiasi semua pihak yang telah berkontribusi dalam penyusunan Rencana Aksi Nasional Penguatan Laboratorium TB ini. Dokumen ini diharapkan merupakan dokumen “hidup” yang dapat disesuaikan sesuai kebutuhan. Kami mengharapkan saran dan kritik demi perbaikan dokumen ini. Kami mengharapkan dokumen ini berguna untuk pengendalian TB di Indonesia. Mari membuat terobosan dalam menanggulangi penyakit TB. Jakarta,
Desember 2016
Dr H. Mohamad Subuh, MPPM Dirjen P2P Kementerian Kesehatan
1
ncana Aksi Nasio Re
0
rium TB 2016-202
nguatan Laborato
an TB Melalui Pe nal Penanggulang
1
Tim Penyusun Pengarah
: dr. H. Mohamad Subuh, MPPM dr. Wiendra Waworuntu, M.Kes dr. Eka Viora, SpKJ
Penanggung jawab : dr. Asik, MPPM dr. Risma Sitorus, MPPM Editor : Nurjannah, SKM, M.Kes dr. Yullita Evarini Y, MARS Siti Romlah, MKM Dini Rahmadian dr. Retno Kusuma Dewi, MPH Kontributor : Andriansjah Rukmana, PhD Andryani Anggraini, dr, SpPK Ariyani Kiranasari, Dra, MBiomed Endang Lukitosari, dr, MPH Fera Ibrahim, dr, MSc, PhD, SpMK(K) Fransisca Sunny, Ssi Frita Warasati, dr Harini Janiar, dr, SpPK Indri Rizkiyani, SKM Irfan Ediyanto, dr Isak Solihin, Drs Ita Andayani, S.ST Koesprijani, dr, SpPK Lydia Mursida, S.Si Mikyal Faralina, SKM Muhammad Taufiq, Am.DK Novia Rachmayanti, Mbiomed Pujiyati Herlina, S.Si. Ratna Meyda, SSi Ratu Intang, MKM Regina Tambunan, SKM Retno Kusuma Dewi, dr, MPH Richard Lumb Roni Chandra, MBiomed Sandeep Meharwal, PhD Wiwi Ambarwati, dr
Rencana Aksi Na
sional Penanggu
2
LRN Molekuler dan Riset Operasional TB LRN Mikroskopis TB LRN Molekuler dan Riset Operasional TB Subdit TB LRN Molekuler dan Riset Operasional TB LRN Molekuler dan Riset Operasional TB Direktorat Mutu dan Akreditasi Proyek CHALLENGE TB-USAID/KNCV Subdit TB Subdit TB LRN Mikroskopis TB LRN Biakan dan Uji Kepekaan TB LRN Biakan dan Uji Kepekaan TB Subdit TB WHO LRN Biakan dan Uji Kepekaan TB Proyek CHALLENGE TB-USAID/KNCV Proyek CHALLENGE TB-USAID/KNCV LRN Molekuler dan Riset Operasional TB Direktorat Mutu dan Akreditasi Subdit TB Subdit TB LRS IMVS Adelaide Proyek CHALLENGE TB-USAID/KNCV Proyek BANTU, USAID Subdit Mikrobiologi dan Imunologi
langan TB Mel 2 alui
Penguatan Labora
torium TB 2016-2
020
Ringkasan Dalam sepuluh tahun terakhir, jejaring laboratorium TB di Indonesia telah memiliki banyak kemajuan dalam pembinaan kapasitas dan pemantapan mutu pemeriksaan laboratorium. Akan tetapi, masih banyak yang belum terselesaikan. Rencana Aksi Nasional Laboratorium TB tahun 2016-2020 disusun sebagai respon terhadap tantangan yang semakin tinggi yaitu beban penyakit TB yang jauh lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya, meningkatnya kasus TB Resistan Obat (TB RO) serta penggunaan alat diagnosis baru. Dengan menggunakan kerangka analisis SWOT dan menyusun kerangka pikir strategis, telah teridentifikasi 4 (empat) tujuan sebagai berikut Tujuan 1 Meningkatkan akses terhadap pemeriksaan mikroskopis TB dengan Pemantapam Mutu Eksternal (PME) yang berjalan secara efektif Walaupun alat diagnostik TB terbaru telah ditemukan, beberapa negara dengan beban penyakit TB yang tinggi di dunia termasuk Indonesia, telah berkomitmen bahwa pemeriksaan mikroskopis TB tetap menjadi alat diagnostik utama untuk penyakit TB. Kegiatan review jejaring mikroskopis TB nasional yang dilaksanakan pada tahun 2014 menemukan adanya permasalahan dalam Pemantapan Mutu Eksternal (PME) mikroskopis TB yaitu keteraturan dan ketepatan waktu pelaksanaan uji silang. Salah satu strategi utama dalam RAN Laboratorium 20162020 ini adalah penguatan aspek teknis dalam pelaksanaan PME melalui peran utama dan kepemimpinan dari Laboratorium Rujukan TB Nasional (LRN) mikroskopis TB yaitu BLK Provinsi Jawa Barat. Tujuan-2 Meningkatkan akses dan mengurangi waktu diagnosis dan deteksi resistensi Rifampisin dengan menggunakan tes cepat Rencana Aksi Laboratorium TB ini menghitung kebutuhan Tes Cepat Molekuler (TCM) berdasarkan kondisi epidemiologis penyakit sesuai beban pemeriksaan TB di Indonesia, pertimbangan administratif dimana minimal 1 (satu) alat di masingmasing kabupaten/ kota dan pertimbangan geografis di masing- masing wilayah. Kenaikan kebutuhan jumlah alat dihitung setiap tahun. Pengelolaan pelatihan, pemeliharaan, logistik, dan pemantapan mutu harus mulai diserahkan dari LRN Departemen Mikrobiologi FKUI ke tingkat regional atau provinsi. Penguatan laboratorium regional dan provinsi perlu dikembangkan secara bertahap dan harus memiliki jejaring dengan pemeriksaan biakan dan uji kepekaan. Untuk mengurangi waktu diagnosis, diperlukan sistem transportasi contoh uji secara cepat, aman dan cost efektif. Tujuan-3 Meningkatkan akses terhadap pemeriksaan biakan dan uji kepekaan lini satu dan dua pada pasien yang berisiko TB-MDR dan TB-XDR Pengembangan jejaring laboratorium biakan dan uji kepekaan di tingkat nasional sangat penting untuk kegiatan Manajemen Terpadu Pengendalian TB Resistan Obat (MTPTRO). Saat ini terdapat 13 laboratorium yang tersertifikasi uji kepekaan lini satu, tujuh diantaranya juga tersertifikasi uji kepekaan lini dua. Pada akhir tahun 2020 diharapkan terdapat 17 laboratorium yang tersertifikasi uji kepekaan 3
ncana Aksi Nasio Re
0
rium TB 2016-202
nguatan Laborato
an TB Melalui Pe nal Penanggulang
3
lini satu dan dua, idealnya laboratorium tersebut juga memiliki pemeriksaan biakan dan uji kepekaan dengan metode cair. Laboratorium LRN untuk pemeriksan biakan dan uji kepekaan (BBLK Surabaya) saat ini melakukan pemantauan mutu laboratorium biakan dan uji kepekaan di Indonesia. Tujuan -4 Penerapan Sistem Manajemen Mutu Laboratorium (SMML) Sistem pemantapan mutu yang berfungsi optimal merupakan hal yang sangat penting dalam RAN Laboratorium TB. LRN dan beberapa laboratorium rujukan tingkat regional harus memiliki sistem manajemen mutu laboratorium yang berfungsi baik sesuai dengan ISO 15189. Karena belum ada satupun laboratorium yang tersertfiikasi berdasarkan ISO 15189, maka perlu direncanakan pelatihan dan langkah-langkah menuju sertifikasi. Pada awalnya, hanya 5 laboratorium yang diajukan untuk tersertfikasi dengan ISO 15189, tapi direncanakan pada akhir tahun 2019, semua laboratorium yang melakukan pemeriksaan biakan dan uji kepekaan harus tersertfiikasi atau dalam proses sertifikasi dengan ISO 15189. Sehubungan dengan rencana laboratorium untuk dapat melakukan pemeriksaan yang lebih kompleks dan rencana desentralisasi pemeriksana TCM ke laboratorium tingkat dibawahnya, kemampuan untuk mengirimkan contoh uji sesuai standar sangat penting untuk menjamin contoh uji dapat dikirimkan dengan cepat, aman dan efisien. Dalam penyusunan RAN Laboratorium TB, telah teridentifikasi ketidaksesuaian antara target TB-MDR berdasarkan stranas TB dengan kemampuan pengembangan laboratorium. Diperlukan dukungan dana untuk mendukung pengembangan laboratorium agar dapat memenuhi target temuan kasus TB dan TB RO. Dalam rangka memenuhi target penemuan kasus TB, direncanakan penambahan alat TCM secara bertahap sampai 2.023 alat pada tahun 2020. Kebutuhan pembiayaan untuk 1 (satu) alat TCM dihitung dengan memperhitungkan biaya pengadaan alat, biaya pelatihan, biaya kebutuhan kartrid per alat per tahun dan biaya pemeliharaan alat. Perhitungan biaya ini belum mempertimbangkan biaya transportasi contoh uji dahak ke laboratorium TCM dan dahak/ isolat ke laboratorium biakan dan uji kepekaan. Perbedaan target pasien TB dan TB RO dengan kapasitas laboratorium perlu mendapat perhatian serius. Lebih lanjut lagi, peningkatan kapasitas diagnosis dan penggunaan alat teknologi baru juga harus sejalan dengan kapasitas pengobatan pasien. Pasien TB dan TB RO yang terdiagnosis harus mendapat pengobatan sesuai standar.
Rencana Aksi Na
sional Penanggu
4
langan TB Mel 4 alui
Penguatan Labora
torium TB 2016-2
020
Daftar Isi Kata Pengantar ..................................................................................................... 1 Tim Penyusun ...................................................................................................... 2 Ringkasan ............................................................................................................ 3 Daftar Isi .............................................................................................................. 5 Daftar Tabel ......................................................................................................... 6 Daftar Gambar ..................................................................................................... 7 Daftar Singkatan .................................................................................................. 8 1. Latar Belakang ............................................................................................. 10 1.1. Kondisi Epidemiologi .............................................................................. 10 1.2. Survei Prevalensi TB Indonesia (2013-2014) ........................................... 11 1.3. Review Mikroskopis TB Nasional ............................................................ 12 1.4. Struktur dan Jejaring Laboratorium TB ................................................. 13 1.5. Strategi Laboratorium TB ....................................................................... 15 1.6. Pedoman Nasional Pengendalian TB ....................................................... 15 2. Analisis Situasi ............................................................................................ 17 2.1. Jejaring Laboratorium TB....................................................................... 17 2.2. Jejaring Laboratorium TB dengan bidang lain ........................................ 20 2.3. Infrastruktur Jejaring Laboratorium TB ................................................. 21 2.4. Pemeriksaan Laboratorium yang tersedia dan cakupannya ..................... 22 2.5. Beban laboratorium TB terkait MTPTRO ................................................. 25 2.6. Sumber Daya Manusia Laboratorium TB ................................................ 26 2.7. Pemeliharaan dan Validasi Alat Laboratorium ........................................ 27 2.8. Sistem Manajemen Mutu Laboratorium .................................................. 28 2.9. Pengelolaan bahan habis pakai dan reagen ............................................ 31 2.10. Sistem Informasi dan Manajemen Data ............................................... 33 2.11. Sistem Rujukan Contoh Uji ................................................................. 34 2.12. Penelitian Operasional ........................................................................ 36 2.13. Kebijakan dan Aspek Hukum .............................................................. 36 2.14. Pembiayaan untuk Layanan Laboratorium TB ..................................... 37 3. Masalah Strategis Laboratorium TB di Indonesia ......................................... 41 3.1. Mikroskopis ........................................................................................... 41 3.2. Biakan dan Uji Kepekaan ....................................................................... 41 3.3. Tes Cepat Molekuler ............................................................................... 42 3.4. Sistem Manajemen Mutu Laboratorium .................................................. 42 3.5. Sumber Daya Manusia ........................................................................... 43 3.6. Transportasi Contoh Uji ......................................................................... 43 4. Strategi, Indikator dan Target ....................................................................... 44 5. Pembiayaan ................................................................................................. 58 6. Monitoring dan Evaluasi Hasil Kegiatan........................................................ 61 7. Referensi ...................................................................................................... 62 Lampiran 1. Analisis Situasi Kerangka Kerja....................................................... 64 Lampiran 2: Analisis SWOT ................................................................................ 80 Lampiran 3: Detil Pembiayaan Laboratorium TB ................................................. 94
5
ncana Aksi Nasio Re
0
rium TB 2016-202
nguatan Laborato
an TB Melalui Pe nal Penanggulang
5
Daftar Tabel Tabel 1. Laboratorium biakan terstandarisasi dan laboratorium uji kepekaan tersertifikasi ................................................................................................. 23 Tabel 2. Perhitungan beban pemeriksaan laboratorium TB terkait MTPTRO ........ 26 Tabel 3. Hasil Kegiatan Uji Silang 2013-2015...................................................... 29 Tabel 4. Laboratorium yang menerima tes panels dari BBLK Surabaya ............... 30 Tabel 5. Perhitungan pembiayaan pasien TB MDR tahun 2016-2020 .................. 39 Tabel 6. Rencana Pengembangan Puskesmas menjadi Puskesmas Mandiri Layanan TB ................................................................................................................ 52 Tabel 7. Target Kegiatan Uji Silang ..................................................................... 52 Tabel 8. Rencana Pengembangan Laboratorium Intermediate .............................. 53 Tabel 9. Rencana perhitungan kebutuhan alat TCM............................................ 53 Tabel 10. Rencana Pengembangan Laboratorium per provinsi dan Kabupaten/ Kota .................................................................................................................... 54 Tabel 11. Kebutuhan Kartrid untuk Pemeriksaan TCM 2016 – 2020 ................... 54 Tabel 12. Rencana Pengembangan Laboratorium LPA Lini 2................................ 55 Tabel 13. Rencana Pengembangan Laboratorium Biakan dan Uji Kepekaan ........ 55 Tabel 14. Kebutuhan Dana Kegiatan Laboratorium TB berdasarkan Tujuan Tahun 2016-2020 ................................................................................................... 59 Tabel 15. Kebutuhan Dana Kegiatan Laboratorium TB berdasarkan Strategi Tahun 2016-2020 ................................................................................................... 60
Rencana Aksi Na
sional Penanggu
6
langan TB Mel 6 alui
Penguatan Labora
torium TB 2016-2
020
Daftar Gambar Gambar 1. Struktur Jejaring Laboratorium Rujukan Nasional ............................ 14 Gambar 2. Struktur jejaring laboratorium mikroskopis TB .................................. 17 Gambar 3. Jejaring laboratorium biakan dan uji kepekaan TB ............................ 18 Gambar 4. Sebaran Laboratorium biakan dan uji kepekaan di Indonesia tahun 2016 ............................................................................................................ 23 Gambar 5. Distribusi. Distribusi 82 alat TCM tahun 2016 .................................. 24 Gambar 6. Alur Uji Silang Mikroskopis TB .......................................................... 28 Gambar 7. Model Alur Rujukan Contoh Uji ......................................................... 35 Gambar 8. Model Alur Pelaporan Hasil ............................................................... 35 Gambar 9. Kebutuhan Dana Kegiatan Laboratorium TB berdasarkan Tujuan Tahun 2016-2020 ........................................................................................ 58 Gambar 10. Kebutuhan Dana Kegiatan Laboratorium TB berdasarkan Strategi Tahun 2016-2020 ........................................................................................ 59
7
ncana Aksi Nasio Re
0
rium TB 2016-202
nguatan Laborato
an TB Melalui Pe nal Penanggulang
7
Daftar Singkatan ASP BBLK BLK BPJS BSC BSL BTA DIKTI DOTS GLI HIV HTA IATA JKN K3 KAN Komli KPI LJ LKS LPA LQAS LRI LRN LRP
: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : :
LRS : RS : LSM : MDR : MTPTRO : NGO : OAT : ODHA : OJT : PME : PPM : PPTI : PRM : PS : RUS 1 : SDM :
Authorized Service Provider Balai Besar Laboratorium Kesehatan Balai Laboratorium Kesehatan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Biological Safety Cabinet Biosafety Level Bakteri Tahan Asam Direktoral Jenderal Pendidikan Tinggi Directly Observed Treatment Shortcourse Global Laboratory Initiative Human Immunodeficiency Virus Health Technology Assessment International Air Transport Association Jaminan Kesehatan Nasional Keamanan dan Keselamatan Kerja Komite Akreditasi Nasional Komite Ahli Key Performance Indicator Lowenstein Jensen Laboratorium Klinik Swasta Line Probe Assay Lot Quality Assurance Sampling Laboratorium RUjukanIntermediate Laboratorium Rujukan Nasional Laboratorium Rujukan Provinsi
Rencana Aksi Na
Laboratorium Rujukan Supranasional Rumah Sakit Lembaga Swadaya Masyarakat Multi Drugs Resistance Manajemen Terpadu Pengendalian TB Resistan Obat Non Government Organization Obat Anti TB Orang Dengan HIV AIDS On the job training Pemantapan Mutu Eksternal Puskesmas Pelaksana Mandiri Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia Puskesmas Rujukan Mikroskopis Puskesmas Satelit Rujukan Uji Silang tingkat 1 Sumber Daya Manusia
sional Penanggu
8
langan TB Mel 8 alui
Penguatan Labora
torium TB 2016-2
020
SITT
:
Sistem Informasi Tuberkulosis Terpadu
SMML SPC SPO SPR SPTB SWOT SWP
: : : : : : :
Sistem Manajemen Mutu Laboratorium Stasiun Pengumpul Contoh Uji Standar Prosedur Operasional Slide Positivity Rate Survei Prevalensi TB strength, weakness, opportunity, threat Safe Working Practices
TAK TB TB RO TB XDR TCM TORG ToT WHO ZN
: : : : : : : : :
Tim Ahli Klinis Tuberkulosis TB Resistan Obat TB Ekstremely Drug Resistan Tes Cepat Molekuler TB Research Operational Group (TORG), Training of Trainer World Health Organization Ziehl Neelsen
9
ncana Aksi Nasio Re
0
rium TB 2016-202
nguatan Laborato
an TB Melalui Pe nal Penanggulang
9
1. Latar Belakang 1.1. Kondisi Epidemiologi Penyebaran penyakit TB di Indonesia sangat luas dan mempengaruhi semua kelompok dan umur. Berdasarkan data survey prevalensi TB (SPTB) (Kementerian Kesehatan RI, 2015a), Indonesia berada di urutan tertinggi kedua di dunia setelah India dan diperkirakan 1,6 juta (0,65% dari populasi umum) kasus prevalensi dengan 1 juta kasus insiden setiap tahunnya. Menurut Laporan TB Global (World Health Organization, 2015), Indonesia menyumbang 10% dari total beban TB dunia dan sekitar 100.000 (kisaran 66.000-150.000) orang diperkirakan meninggal karena TB setiap tahunnya. Di negara-negara ASEAN, hanya Kamboja yang memiliki prevalensi TB yang lebih tinggi per 100.000 penduduk (668/100.000). Pada tahun 2014, Program TB di Indonesia mencatat sebanyak 324.539 kasus TB ternotifikasi (TB semua tipe). Angka notifikasi kasus semua tipe adalah 128/ 100.000. Sebanyak 303.152 kasus berasal dari kasus TB Paru (kasus baru dan pengobatan ulang), dimana sekitar 199.770 (60%) dari kasus TB paru tersebut terkonfirmasi bakteriologis. Terdapat 19.653 (6,1%) kasus TB Ekstra Paru ternotifikasi. Sebagian besar kasus TB Ekstra Paru didiagnosis dan diobati di RS karena memerlukan keahlian khusus dan peralatan yang memadai. Angka kematian TB diperkirakan sekitar 68.000 kasus atau 26,5/100.000 penduduk sesuai dengan Laporan TB Global tahun 2014(World Health Organization, 2014). Pada tahun 2014, tercatat sekitar 23.170 (7,6%) kasus TB anak (World Health Organization, 2015), namun diperkirakan terdapat under maupun over reported. Sebuah studi di RS di pulau Jawa menunjukkan bahwa 11% kasus TB anak berasal dari kasus rawat inap dan 27% dari rawat jalan(Lestari et al., 2011). Sebuah studi pemodelan menunjukkan bahwa proporsi TB anak di Indonesia adalah 10-15% dari total beban TB (Dodd et al., 2014). Pada tahun 2014, Program TB melaporkan hanya 5% (15.074) pasien TB yang mengetahui status HIV mereka. Dari jumlah tersebut sekitar 16% ditemukan positif HIV. Prevalensi HIV di antara kasus TB di Indonesia adalah 6,2% (5,1% 7,5%) (World Health Organization, 2015). Survei sub-nasional telah dilakukan di beberapa provinsi pada tahun 2010 & 2011, dimana perkiraan prevalensi HIV di antara pasien TB adalah 2% (Yogyakarta); 0,8% (Jawa Timur); 3,8% (Bali); dan 14% (Papua). Sementara itu, pada tahun 2013 skrining untuk TB pada ODHA telah mencapai 83% (Ministry of Health, 2104). TB pada ODHA dapat didiagnosis pada poli TB-HIV dengan model terintegrasi atau melalui jejaring internal dan eksternal pada program HIV dan TB. Surveilans sentinel TB resisten obat telah dilakukan di empat (4) provinsi pada tahun 2012 (DKI jakarta, Jawa Timur, Bali dan Sulawesi Selatan), dan di enam (6) provinsi pada tahun 2013 dengan penambahan provinsi Sumatera Utara dan Jawa Barat. Berdasarkan pemantauan tahun 2012 di 4 provinsi, prevalensi TB MDR adalah 1,9% di antara kasus baru dan 28,7% di antara kasus pengobatan ulang. Sebuah survei resistensi TB yang telah dilakukan pada tahun 2006 di provinsi
Rencana Aksi Na
sional Penanggu
10
langan TB M10 elalui
Penguatan Labora
torium TB 2016-2
020
Jawa Tengah menemukan sekitar 1,9 % terjadi di antara kasus baru dan 16,7% di antara kasus pengobatan ulang (Ministry of Health, 2104). WHO memperkirakan proporsi kasus TB MDR di antara kasus TB baru adalah 2% (1,4%-2,5%), sedangkan proporsi TB MDR di antara kasus pengobatan ulang adalah 12% (8,1,%-17%) (World Health Organization, 2015).
1.2. Survei Prevalensi TB Indonesia (2013-2014) Hasil SPTB tahun 2013-2014 menunjukkan bahwa beban TB jauh lebih tinggi dari perkiraan melalui pemodelan WHO yaitu dari 272 per 100.000 penduduk seperti yang dilaporkan melalui Laporan TB Global tahun 2013 (World Health Organization, 2013a), menjadi 660 per 100.000 penduduk, atau 2,4 kali lebih tinggi dibandingkan perkiraan sebelumnya. Prevalensi TB adalah 1,6 juta dengan 1 juta kasus insidensi per tahun (Kementerian Kesehatan RI, 2015a). Dengan total notifikasi 322.806 kasus insidensi pada tahun 2014, maka Indonesia kehilangan 677.000 kasus per tahun dan saat ini capaian tingkat deteksi kasus hanya sekitar 32%. Kesimpulan dari SPTB adalah sebagai berikut: 1. Prevalensi TB paru di Indonesia dengan konfirmasi bakteriologis sebesar 759 per 100.000 penduduk yang berumur 15 tahun ke atas dan prevalensi TB dengan BTA positif sebesar 257 per 100.000 penduduk yang berumur 15 tahun ke atas. Dengan menggunakanan angka prevalensi hasil survei di atas dan angka notifikasi kasus TB anak dan ekstra paru, diperkirakan saat ini terdapat 1.600.000 orang pasien TB semua tipe. a) Prevalensi TB paru BTA positif di kawasan Sumatera, Jawa-Bali, dan kawasan lainnya adalah 307, 217, dan 260 per 100.000 penduduk yang berumur 15 tahun ke atas, b) Prevalensi TB paru dengan konfirmasi bakteriologi di kawasan Sumatera, Jawa-Bali, dan kawasan lainnya adalah 913, 593, dan 842 per 100.000 penduduk yang berumur 15 tahun ke atas. c) Angka prevalensi TB paling tinggi di kelompok yang berumur tua (55 tahun ke atas). Beban TB absolut masih sangat tinggi di kalangan yang berumur produktif. 2. Kasus TB bakteriologis positif yang menunjukkan gejala sebesar 57,5% dan kasus TB BTA positif yang menunjukkan gejala sebesar 70,3%. Kasus TB bakteriologis positif yang tidak menunjukkan gejala namun memiliki foto toraks abnormal sebesar 42,5% dan kasus TB BTA positif yang tidak menunjukkan gejala namun memiliki foto toraks abnormal sebesar 29,7%. 3. Proporsi TB paru penduduk yang berumur 15 tahun ke atas dengan gejala mengarah TB (batuk > 14 hari atau batuk darah) sebesar 12,6%, Proporsi kelainan parenkim paru dan pleura pada penduduk yang berumur 15 tahun ke atas berdasarkan pemeriksaan radiologi sebesar 16,5%. Namun proporsi kelainan parenkim paru dan pleura tanpa adanya gejala batuk 14 hari atau lebih atau batuk darah sebesar 9,9%. 4. Di antara partisipan yang menderita batuk 14 hari atau lebih atau batuk darah pada penduduk yang berumur 15 tahun ke atas, sebanyak 43,1% 11
ncana Aksi Nasio Re
0
rium TB 2016-202
nguatan Laborato
an TB Melalui Pe nal Penanggulang
11
tidak berobat, 26,1% mencari pengobatan di fasilitas kesehatan, dan 30,3% mengobati sendiri. 5. Diantara partisipan yang pernah didiagnosis TB paru oleh tenaga kesehatan, sebanyak 99% mendapat pengobatan. Diantara partisipan yang mendapat pengobatan, sebanyak 46% berobat di layanan swasta, dan 48% berobat di RS. Hanya sebagian kecil partisipan yang melaporkan mendapat pengobatan TB dapat ditemukan di SITT. Kemungkinan kasus lebih banyak ditemukan di register di fasilitas kesehatan atau dalam bentuk dokumen cetak karena keterlambatan memasukkan data dalam SITT. Hal ini mengakibatkan kasus TB yang dilaporkan ke program TB masih rendah, terutama kasus yang dikelola di luar Puskesmas. 6. Proporsi kasus TB pada partisipan yang memiliki riwayat diabetes, merokok, kontak dengan pasien TB, atau memiliki riwayat sakit TB lebih tinggi daripada partisipan yang menyatakan tidak mempunyai riwayat tersebut. Perbedaan proporsi kasus TB pada setiap faktor risiko, lebih terlihat pada kasus BTA positif TB daripada kasus BTA negatif. 7. Berdasarkan hasil wawancara sikap dan perilaku terkait penyakit TB, proporsi partisipan yang mengetahui gejala TB utama adalah 78,6%, 69,1% mengetahui cara penularan TB dan 73,5% mengetahui bahwa TB bisa disembuhkan. Hanya sebagian kecil mengetahui bahwa obat TB gratis (18,6%). Namun stigma yang ditunjukkan dengan sikap merahasiakan keluarga yang terkena TB masih tinggi yaitu 11,7%. Rekomendasi SPTB yang terkait dengan laboratorium TB adalah perlunya meningkatkan tatalaksana kasus TB dalam mengurangi penularan dan efektivitas pengobatan melalui Deteksi dini penemuan kasus TB dengan metode yang lebih akurat. Topik penelitian yang diperlukan menjawab temuan dalam SPTB dalam hal laboratorium adalah model penemuan kasus secara intensif, akurasi pemeriksaan mikroskopis TB di berbagai situasi.
1.3. Review Mikroskopis TB Nasional PME mikroskopis TB melalui kegiatan uji silang dengan metode LQAS telah dilaksanakan sejak tahun 2009 melalui uji pendahuluan di 3 provinsi yaitu Bali, Lampung dan NTB dan secara bertahap dikembangkan di seluruh Indonesia. Untuk menilai jejaring laboratorium mikroskopis TB dan implementasi PME telah dilakukan kegiatan Review Mikroskopis TB Nasional oleh Subdit TB, Subdit Mikrobiologi dan Imunologi bersama dengan partner (Ministry of Health, 2014). Kegiatan ini dilakukan dengan mengunjungi 9 (sembilan) provinsi yaitu Sumatera Barat, DKI Jakarta, DIY, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara dan Nusa Tenggara Timur. Dari kegiatan tersebut ditemukan variasi partisipasi uji silang antar provinsi. Hanya sedikit provinsi dengan tingkat partisipasi yang tinggi dan memiliki kinerja baik yang konsisten. Terdapat keterlambatan analisis, umpan balik dan laporan hasil uji silang. PME mikroskopis TB terdiri dari uji silang, tes panel dan supervisi; namun tidak ada satupun yang berjalan dengan efektif. Diperlukan panduan dari Program TB tentang pelaksanaan ketiga metode PME tersebut agar saling
Rencana Aksi Na
12
sional Penanggu
langan TB M12 elalui
Penguatan Labora
torium TB 2016-2
020
melengkapi sehingga semua fasyankes mikroskopis TB dapat di pantau mutunya. Kegiatan review tersebut juga menemukan kualitas contoh uji yang kurang, sehingga hasil pemeriksaan laboratorium juga terpengaruh. Pot dahak yang digunakan bervariasi di tingkat fasyankes. Bahan habis pakai dan reagen tidak mengalami stock out walaupun jumlah laboratorium pemeriksa di Indonesia sangat banyak. Namun tidak ada pemantauan kualitas bahan habis pakai dan reagen ZN. Reagen ZN yang dipakai merupakan reagen komersial, walaupun reagen yang diracik oleh B/BLK memiliki kualitas yang bagus.
1.4. Struktur dan Jejaring Laboratorium TB Laboratorium TB merupakan bagian dari fasilitas pelayanan kesehatan yang secara adminstratif berada dalam struktur organisasi yang berbeda. Sebagai contoh seperti di bawah ini: Kesehatan (Direktorat Rumah Sakit Umum Pusat, : Kementerian Jenderal Pelayanan Kesehatan) BBLK Rumah Sakit Provinsi, BLK : Pemerintah Provinsi Rumah Sakit Kabupaten : Pemerintah Kabupaten/Kota Kota, Labkesda : Kementerian Kesehatan (Direktorat Puskesmas Jenderal Pelayanan Kesehatan); Pemerintah Provinsi; Pemerintah Kabupaten/Kota Universitas (Lab Unit : Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (DIKTI /Direktoral Jenderal Pendidikan Penelitian, Pelayanan) Tinggi) : Kementerian Pertahanan Militer : POLRI Kepolisian : NGO/LSM PPTI Laboratorium Klinik Swasta : Swasta Jejaring laboratorium TB di Indonesia terdiri dari 5 (lima) jenjang sesuai dengan kemampuan dan wilayah kerja layanan sebagai berikut: : Laboratorium Rujukan Nasional Nasional : Laboratorium Rujukan Regional Regional : Laboratorium Rujukan Provinsi (LRP) Provinsi : Laboratorium intermediate/ Laboratorium Kab/Kota Rujukan Uji Silang tingkat 1 (RUS 1) (khusus berperan dalam jejaring laboratorium mikroskopis TB) Kecamatan/Kelurahan : Puskesmas Jejaring laboratorium TB nasional dikelola oleh: 1. Ditjen Pelayanan Kesehatan (Yankes) a. Subdit Mutu dan Akreditasi Pelayanan Kesehatan Lainnya - Direktorat Mutu dan Akreditasi Pelayanan Kesehatan b. Subdit Puskesmas - Direktorat Pelayanan Kesehatan Primer 13
ncana Aksi Nasio Re
0
rium TB 2016-202
nguatan Laborato
an TB Melalui Pe nal Penanggulang
13
c. Subdit Pelayanan Penunjang - Direktorat Pelayanan Kesehatan Rujukan d. Subdit Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya – Direktorat Fasilitas Pelayanan Kesehatan 2. Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P), yaitu: Subdit TB yang berada di bawah Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung. Program Penanggulangan TB merupakan pengguna dari layanan jejaring laboratorium TB nasional dan memberikan kontribusi secara signifikan kepada jejaring laboratorium TB melalui fasilitasi kebutuhan fisik dan teknis yang terkait dengan pengelolaan P2TB. Sejak tahun 2011, terdapat 3 (tiga) Laboratorium Rujukan Nasional (LRN) TB yang telah beroperasional, masing-masing dengan peran berbeda untuk mendukung laboratorium yang berada pada jenjang di bawahnya. Secara resmi penunjukkan LRN TB dilakukan oleh Menteri Kesehatan melalui SK No.1909 / MENKES / SK / IX / 2011, yaitu: 1. BLK Provinsi Jawa Barat sebagai LRN untuk mikroskopis TB 2. BBLK Surabaya sebagai LRN untuk laboratorium biakan dan uji kepekaan TB 3. Laboratorium Mikrobiologi FKUI sebagai LRN untuk diagnostik molekuler dan riset operasional (Kementerian Kesehatan RI, 2011) Ketiga LRN mendapat dukungan teknis dari laboratorium rujukan supranasional TB (LRS) yaitu IMVS Adelaide untuk mengembangkan jejaring laboratorium TB dan meningkatkan kemampuan teknis petugas laboratorium TB. 3 Laboratorium Rujukan Nasional (LRN) LRN Molekuler TB dan Operasional RIset (Mikrobiologi FKUI)
LRN Biakan dan Uji Kepekaan TB (BBLK Surabaya)
LRN Mikroskopis TB (BLK Provinsi Jawa Barat)
Laboratorium Rujukan Regiional Biakan dan Uji Kepekaan TB
Laboratorium Rujukan Provinsi (RUS 2)
Laboratorium Biakan dan Uji kepekaan TB Laboratorium Intermediate (RUS 1) Laboratorium Biakan TB
Laboratorium Mikroskopis
Laboratorium Tes Cepat Molekuler TB (TCM)
Gambar 1. Struktur Jejaring Laboratorium Rujukan Nasional
Rencana Aksi Na
sional Penanggu
14
langan TB M14 elalui
Penguatan Labora
torium TB 2016-2
020
1.5. Strategi Laboratorium TB Kemajuan pemeriksaan untuk diagnosis TB berkembang secara signifikan, termasuk penggunaan pemeriksaan radiologis, TCM, biakan dan uji kepekaan dengan menggunakan metode cair dan padat serta teknik molekuler lainnya. Pemeriksaan mikroskopis TB saat ini tetap menjadi alat diagnosis utama dalam Program TB, paling tidak sampai 5 (lima) tahun kedepan. Namun, untuk meningkatkan kualitas diagnosis pada BTA negatif, TB Ekstra Paru, TB anak dan TB RO, Program TB akan meningkatkan penggunaan teknologi baru selain pemeriksaan mikroskopis. Hal ini meliputi perluasan pengunaan radiologis, penyediaan dan penempatan alat TCM, dan peningkatan kualitas pemeriksaan biakan dan uji kepekaan dengan menggunakan kombinasi metode padat, cair dan molekuler. Pengunaan alat TCM akan dipercepat dan metode pemeriksaan molekuler terbaru akan digunakan setelah terdapat rekomendasi WHO. TCM dengan kartrid ultra diperkirakan tersedia pada tahun 2017, dan kartrid XDR pada tahun 2018. Direncanakan minimal 1 (satu) alat TCM di kabupaten/kota dan lebih dari satu mesin di beberapa kabupaten/kota besar. Metode diagnosis cepat akan didesentralisasi ke tingkat perifer, oleh karena itu diperlukan sistem rujukan contoh uji yang cepat, aman, terpercaya, dengan biaya terjangkau untuk mempersingkat waktu diagnosis TB. Kemampuan laboratorium rujukan untuk dapat melakukan pemeriksaan molekuler, biakan dan uji kepekaan merupakan salah satu tantangan yang harus diselesaikan. Infrastruktur laboratorium, SDM terlatih dan peralatan pendukung masih belum cukup untuk mendukung percepatan kemampuan laboratorium rujukan. Pengembangan laboratorium molekuler perlu direncanakan dengan baik, terutama agar dapat dimanfaatkan oleh pasien yang membutuhkan.
1.6. Pedoman Nasional Pengendalian TB Pedoman Nasional Pengendalian TB yang diterbitkan tahun 2014 meliputi panduan diagnosis untuk TB paru BTA positif, TB paru BTA negatif, TB ekstra paru, TB anak, TB HIV, TB Resistan Obat, rekomendasi untuk penggunaan pemeriksaan biakan dan uji kepekaan TB lini 1 dan lini 2, serta rekomendasi untuk tes diagnosis cepat (Kementerian Kesehatan RI, 2014a). Indonesia juga memiliki untuk panduan untuk tatalaksana TB RO yaitu Petunjuk Teknis Manajmen Terpadu Pengendalian Tuberkulosis Resistan Obat -2014) (Kementerian Kesehatan RI, 2014b) yang mencakup alur diagnostik untuk pasien TB yang berisiko resistan terhadap obat. Panduan pengunaan alat Tes Cepat Molekuler (TCM) untuk program TB (Kementerian Kesehatan RI, 2015b) telah tresedia dan didistribusikan ke seluruh provinsi. Saat ini, dibutuhkan dua contoh uji dahak untuk terduga TB, namun hanya satu contoh uji dahak yang dibutuhkan dalam pemeriksaan follow up untuk memantau pengobatan. Definisi kasus TB di Indonesia mengikuti rekomendasi WHO tahun 2014. "Kasus TB yang terkonfirmasi bakteriologis berasal dari salah satu contoh uji dahak dengan hasil postifif baik dari pemeriksaan mikroskopis, biakan, atau alat diagnostik cepat yang direkomendasikan oleh WHO" (World Health 15
ncana Aksi Nasio Re
0
rium TB 2016-202
nguatan Laborato
an TB Melalui Pe nal Penanggulang
15
Organization, 2013b). Kasus TB yang terkonfirmasi klinis wajib melalui pemeriksaan bakteriologis baik mikroskopis maupun TCM dengan hasil negatif, dan memiliki hasil pemeriksaan radiologis mendukung TB atau tidak ada perbaikan klinis setelah pemberian antibiotik non Obat Anti Tuberkulosis (OAT) dan memiliki faktor resiko TB sehingga atas pertimbangan dokter didiagnosis sebagai TB terkonfirmasi klinis.
Rencana Aksi Na
sional Penanggu
16
langan TB M16 elalui
Penguatan Labora
torium TB 2016-2
020
2. Analisis Situasi 2.1. Jejaring Laboratorium TB Pengembangan jejaring laboratorium TB di Indonesia meliputi laboratorium dari jenjang terendah dengan kemampuan laboratorium sederhana sampai dengan jenjang tertinggi dengan kemampuan laboratorium canggih. Namun, masih terdapat hambatan dalam pencatatan dan pelaporan yang tepat waktu dan berkesinambungan. Pengumpulan dan analisis data, pelaporan ke tingkat pusat masih menjadi tantangan utama dalam jejaring laboratorium. Untuk mengatasinya diperlukan penanganan yang menggunakan sistim pencatatan dan pelaporan elektronik. 2.1.1. Mikroskopis Pemeriksaan mikroskopis tersedia di seluruh fasilitas kesehatan primer (puskesmas) sampai ke tingkat nasional. Struktur jejaring mikroskopis TB dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
LABORATORIUM RUJUKAN TB NASIONAL
LABORATORIUM RUJUKAN PROVINSI
LABORATORIUM RUJUKAN INTERMEDIATE
FASYANKES MIKROSKOPIS Pembinaan jaminan kualitas Mekanisme rujukan
Gambar 2. Struktur jejaring laboratorium mikroskopis TB Kegiatan yang dilakukan sesuai dengan tingkatan dijelaskan sebagai berikut: 1. Fasyankes Mikroskopis dapat berada di Puskesmas, Rumah Sakit, B/BLK, Labkesda dengan kemampuan untuk melakukan diagnosis TB melalui pemeriksaan mikroskopis. 2. Laboratorium Intermediate atau Laboratorium Rujukan Uji Silang 1 (RUS 1) dapat berada di fasilitas kesehatan Rumah Sakit, Labkesda dan Puskesmas menjadi rujukan uji silang di wilayah Kabupaten/Kota.
17
ncana Aksi Nasio Re
0
rium TB 2016-202
nguatan Laborato
an TB Melalui Pe nal Penanggulang
17
3. Laboratorium Provinsi (BLK atau laboratorium TB tingkat provinsi) melakukan penguatan jejaring mikroskopis TB dan melakukan PME bagi fasyankes mikroskopis dan laboratorium intermediate. 4. LRN mikroskopis TB (BLK Provinsi Jawa Barat) melakukan penguatan jejaring mikroskopis TB dan mampu melakukan pemeriksaan diagnosis dengan metode terkini serta bertanggungjawab untuk PME bagi laboratorium provinsi dan pelatihan bagi laboratorium mikroskopis di tingkat bawah. 2.1.2. Biakan dan Uji Kepekaan TB Struktur organisasi jejaring laboratorium biakan dan uji kepekaan TB dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
LABORATORIUM RUJUKAN NASIONAL
LABORATORIUM REGIONAL BIAKAN & UJI KEPEKAAN TB
LABORATORIUM BIAKAN & UJI KEPEKAAN TB
LABORATORIUM BIAKAN
FASKES TB RO
LABORATORIUM TCM
Supervisi Rujukan Pelaporan
Gambar 3. Jejaring laboratorium biakan dan uji kepekaan TB Kegiatan yang dilakukan sesuai dengan tingkatan jejaring dijelaskan sebagai berikut: LRN-Biakan dan Uji Kepekaan (BBLK Surabaya): melaksanakan pengembangan jejaring dan pembinaan teknis melalui pelatihan dan supervisi dalam bidang pemeriksaan biakan dan uji kepekaan, melakukan uji panel untuk sertifikasi laboratorium uji kepekaan.
Rencana Aksi Na
sional Penanggu
18
langan TB M18 elalui
Penguatan Labora
torium TB 2016-2
020
Laboratorium Regional Biakan dan Uji Kepekaan: laboratorium ini melayani rujukan pemeriksaan biakan dan uji kepekaan dan melaksanakan bimbingan teknis ke laboratorium biakan dan uji kepekaan yang berada di wilayah kerjanya. Laboratorium regional harus sudah tersertifikasi untuk pemeriksaan uji kepekaan lini 1 dan lini 2 dengan metode cair maupun padat. Laboratorium tersebut harus memberikan laporan indikator kinerja secara rutin kepada LRN. Laboratorium Biakan dan Uji Kepekaan: laboratorium ini melayani rujukan pemeriksaan biakan dan uji kepekaan dan melaksanakan bimbingan teknis ke laboratorium biakan yang berada di wilayah kerjanya. Laboratorium tersebut harus memberikan laporan indikator kinerja secara rutin kepada LRN dan Laboratorium Regional. Laboratorium Biakan: menyediakan layanan untuk pemeriksaan biakan sesuai standar dan merujuk isolat untuk pemeriksaan uji kepekaan ke laboratorium biakan dan uji kepekaan TB. Laboratorium tersebut harus memberikan laporan indikator kinerja secara rutin kepada LRN dan Laboratorium Regional.
Hubungan kerja laboratorium biakan dan uji kepekaan, Faskes TB RO, dan laboratorium TCM perlu diatur dalam jejaring laboratorium. Dalam alur diagnosis TB dan TB RO, apabila hasil pemeriksaan TCM menunjukkan Resisten Rifampisin, maka laboratorium TCM harus melaporkan hasil ke Faskes TB RO yang selanjutnya merujuk contoh uji ke laboratorium biakan dan uji kepekaan. 2.1.3. Molekuler Pemeriksaan diagnosis molekuler terdiri dari tes cepat molekuler (TCM) dan Line Probe Assay (LPA). Jejaring laboratorium molekuler TB terdiri dari: 1. Laboratorium Rujukan Nasional Molekuler TB yaitu Departemen Mikrobiologi FKUI, mampu melakukan supervisi dan mengawasi semua laboratorium pelaksana pemeriksaan molekuler TB. 2. Laboratorium Rujukan Regional TCM TB merupakan laboratorium pembina yang mampu melakukan fungsi pembinaan, pengawasan, bimbingan teknis, pengembangan sumber daya manusia ke laboratorium fasyankes TCM di regionalnya. Fungsi ini akan melekat kepada fungsi Balai Besar Laboratorium Kesehatan. 3. Laboratorium Rujukan TCM TB Tingkat Provinsi merupakan laboratorium rujukan yang mampu melakukan pemeriksaan tes cepat, melakukan fungsi pembinaan teknis ke laboratorium fasyankes TCM di wilayahnya. Laboratorium Rujukan TCM TB tingkat provinsi ditetapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Provinsi. 4. Laboratorium Rujukan TCM TB Tingkat Kabupaten/kota merupakan laboratorium rujukan yang mampu melakukan pemeriksaan tes cepat, melakukan fungsi pembinaan teknis ke laboratorium fasyankes TCM di wilayahnya. Laboratorium Rujukan Kabupaten/kota Tes Cepat Molekuler (TCM) TB ditetapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan kabupaten/kota.
19
ncana Aksi Nasio Re
0
rium TB 2016-202
nguatan Laborato
an TB Melalui Pe nal Penanggulang
19
5. Laboratorium Fasyankes dengan Tes Cepat Molekuler (TCM) TB merupakan laboratorium fasyankes yang mampu melakukan pemeriksaan TCM.
2.2. Jejaring Laboratorium TB dengan bidang lain 2.2.1. Jejaring Laboratorium TB dengan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Permenkes No.28 tahun 2014 tentang pedoman pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), menyatakan bahwa layanan TB dibiayai dalam JKN dan termasuk ke dalam sistem pendanaan kapitasi dan INA-CBG’s, namun untuk pengadaan obat anti TB (OAT) masih menjadi tanggung jawab Program TB. Prosedur pelayanan kesehatan TB dan sistem rujukannya telah dijelaskan dalam pedoman teknis pelayanan TB dalam JKN (Kementerian Kesehatan RI, 2015c). Saat ini JKN membiayai diagnosis TB menggunakan pemeriksaan mikroskopis, pemeriksaan penunjang dengan foto toraks untuk terduga TB dengan BTA negatif, dan diagnosis TB anak dengan tes tuberkulin. Akan tetapi, pembiayaan untuk pemeriksaan biakan/uji kepekaan dan TCM tidak secara jelas disebutkan dalam pedoman JKN. Terduga TB RO dapat dirujuk ke rumah sakit rujukan TB RO, namun belum menyebutkan jenis pemeriksaan apa untuk diagnosis TB RO yang dapat dibiayai. Karena ketidakjelasan tersebut, penggunaan JKN dalam diagnosis TB RO dengan TCM atau pemeriksaan biakan/uji kepekaan TB dapat bervariasi antar provinsi. Di beberapa provinsi dimana Dinas Kesehatan Provinsi secara aktif mencari pembiayaan untuk pasien TB dengan BPJS, diagnosis terduga TB RO dapat didanai dengan mekanisme ini. 2.2.2. Jejaring dengan Laboratorium Klinik Swasta Jejaring antara laboratorium pemerintah dan Laboratorium Klinik Swasta (LKS) telah diatur dalam Permenkes Nomor 411 Tahun 2010 (Kementerian Kesehatan RI, 2010). Peraturan tersebut menjelaskan bahwa laboratorium swasta wajib mendukung program kesehatan nasional dan berpartisipasi dalam Pemantapan Mutu Eksternal (PME). Khusus dalam pelayanan pemeriksaan diagnosis TB, LKS wajib melapor kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota terkait (mandatory notification). Diperlukan penguatan sistem pencatatan dan pelaporan dari semua fasilitas kesehatan dan laboratorium ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota terkait. Sampai tahun 2016, keterlibatan LKS dalam program TB di tingkat Provinsi sangat terbatas. Dalam prioritas strategis dalam RAN laboratorium TB 2016-2020 ini LKS akan dilibatkan dalam pelatihan, PME, dan pelaporan data laboratorium kepada Program TB. Perizinan praktek LKS dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setelah dilakukan penilaian kecukupan persyaratan sumber daya laboratorium untuk waktu tertentu. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota secara berkala melakukan pemantauan terhadap kegiatan layanan laboratorium LKS sesuai dengan Permenkes No. 411 Tahun 2010. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota memiliki kewenangan untuk menghentikan kegiatan pelayanan LKS apabila LKS tersebut tidak memenuhi ketentuan Dinas Kesehatan Kab/Kota dan Permenkes tersebut. JKN hanya akan menerima klaim dari peserta yang mendapat pelayanan dari laboratorium yang bermutu, yaitu laboratorium yang tersertifikasi, terakreditasi, dan mengikuti PME.
Rencana Aksi Na
sional Penanggu
20
langan TB M20 elalui
Penguatan Labora
torium TB 2016-2
020
2.3. Infrastruktur Jejaring Laboratorium TB Jejaring laboratorium TB di Indonesia memiliki infrastruktur biosafety level (BSL) berjenjang sesuai dengan fungsi layanannya dan mengacu kepada sistem keamanan dan keselamatan kerja yang memenuhi persyaratan infrastruktur (World Health Organization, 2004): 1. BSL tingkat I 2. BSL tingkat II
: :
3. BSL tingkat III
:
Laboratorium Pemeriksaan Mikroskopis dan TCM. Laboratorium Pemeriksaan Biakan dan LPA dengan contoh uji bukan isolat. Laboratorium uji kepekaan dan LPA dengan contoh uji isolat.
Setiap tingkat BSL menggambarkan juga persyaratan biosafety untuk berbagai kegiatan yang dilakukan di laboratorium (World Health Organization, 2012). Risiko rendah: risiko rendah dalam menghasilkan partikel yang infeksius; partikel infeksius dalam konsentrasi rendah Risiko sedang: risiko sedang dalam menghasilkan partikel yang infeksius; partikel infeksius dalam konsentrasi rendah Risiko tinggi : risiko tinggi dalam menghasilkan partikel yang infeksius; partikel infeksius dalam konsentrasi tinggi 2.3.1. Laboratorium Mikroskopis Secara keseluruhan, infrastruktur laboratorium TB untuk pemeriksaan mikroskopis di Indonesis sudah memenuhi ketentuan WHO (World Health Organization, 2012) walaupun pada umumnya laboratorium mikroskopis berukuran <10m2, tanpa pemenuhan kebutuhan ventilasi, air dan daya listrik yang memadai. Kebanyakan ruangan lab mikroskopis tidak memiliki AC sehingga temperatur dan kelembaban tidak sesuai dengan persyaratan laboratorium. Pemeriksaan mikroskopis dilakukan bersama pemeriksaan laboratorium lainnya, namun di laboratorium besar telah dilakukan secara terpisah. Ventilasi biasanya berasal dari pintu dan jendela yang terbuka tanpa memerhatikan risiko cross ventilation pada saat melakukan apusan dahak. Beberapa laboratorium mikroskopis memiliki biological safety cabinet (BSC) kelas I atau kelas II yang perawatannya tidak selalu dilakukan sesuai standar. Beberapa laboratorium menyediakan sarung tangan, namun masih perlu edukasi tentang pemakaian yang baik dan benar. Manajemen limbah infeksius bervariasi berdasarkan kondisi lokal, biasanya contoh uji dahak direndam dalam cairan mengandung fenol atau pemutih dan disimpan semalam sebelum dibuang ke insinerator atau dikubur. Tidak semua laboratorium mikroskopis memiliki otoklaf. 2.3.2. Laboratorium Biakan Laboratorium yang melaksanakan pemeriksaan biakan memiliki infrastruktur, peralatan dan manajemen limbah infeksius yang bervariasi. Laboratorium yang sudah berjejaring dan menerima bantuan teknis dari LRN BBLK Surabaya, Ditjen P2P, Ditjen Yankes, dan mitra pada umumnya telah memiliki infrastruktur yang 21
ncana Aksi Nasio Re
0
rium TB 2016-202
nguatan Laborato
an TB Melalui Pe nal Penanggulang
21
standar, petugas yang terlatih dalam hal keamanan kerja di laboratorium/K3 (safe working practice =SWP). Diperlukan pemetaan untuk mengetahui kondisi infrastruktur ruangan, beban kerja, dan peralatan laboratorium pelaksana pemeriksaan biakan saat ini 2.3.3. Laboratorium Uji kepekaan Laboratorium pelaksana pemeriksaan uji kepekaan telah memiliki infrastruktur yang memenuhi standar. Hampir semua laboratorium tersebut telah direnovasi sesuai standar BSL 2+ dan dilengkapi dengan peralatan yang sesuai standar laboratorium uji kepekaan OAT dengan bantuan teknis dari LRN BBLK Surabaya, LRS IMVS Adelaide, Ditjen P2P, Ditjen Yankes dan mitra. 2.3.4. Laboratorium Molekular Infrastruktur merupakan salah satu unsur yang dikaji pada saat penilaian kesiapan laboratorium TCM Sebagian besar pemeriksaan TCM dilakukan di RS provinsi, RS kabupaten/kota, B/BLK dan Labkesda. Secara umum infrastruktur laboratorium TCM telah memenuhi ketentuan minimum seperti kondisi ruangan, aliran udara dan pengaturan temperatur dengan AC, daya listrik yang cukup. Ketersediaan listrik yang stabil masih menjadi masalah di beberapa wilayah, terutama daerah yang terpencil sehingga memerlukan tambahan generator dan stabilisator listrik.
2.4. Pemeriksaan Laboratorium yang tersedia dan cakupannya Berbagai jenis pemeriksaan untuk diagnosis TB tersedia di Indonesia, tetapi jenis dan cakupannya bervariasi di masing-masing wilayah. Beberapa teknologi diagnosis baru belum tersedia di seluruh wilayah dan terus dikembangkan. 2.4.1. Mikroskopis Pemeriksaan mikroskopis di Indonesia merupakan pemeriksaan diagnosis TB yang telah berkembang dan masih menjadi pemeriksaan utama untuk diagnosis TB. Pemeriksaan mikroskopis menggunakan teknik pewarnaan Ziehl Neelsen (Kementerian Kesehatan RI, 2009, 2014c). Setiap fasyankes memiliki akses terhadap pemeriksaan mikroskopis TB. Laboratorium Klinik Swasta (LKS) juga melayani pemeriksaan mikroskopis TB. Pada tahun 2015 di Indonesia terdapat 6.820 laboratorium mikroskopis TB yang terdiri dari Puskesmas Pelaksana Mandiri (PPM), Puskesmas Rujukan Mikroskopis (PRM), RS dan LKS. 2.4.2. Pemeriksaan Biakan dan Uji Kepekaan Pemeriksaan biakan dilakukan dengan media biakan padat (Lowenstein Jensen=LJ) dan media biakan cair (MGIT 960). Sampai tahun 2016 terdapat 16 laboratorium biakan yang sudah terstandarisasi dan 13 laboratorium biakan dan uji kepekaan yang tersertifikasi. Satu laboratorium dalam proses sertifikasi dan empat laboratorium lainnya dalam tahap persiapan menuju sertifikasi. Pada akhir tahun 2020 Indonesia diharapkan telah memiliki 17 laboratorium yang tersertifikasi untuk uji kepekaan lini satu dan lini dua, minimal terdapat satu laboratorium uji kepekaan di Pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua.
Rencana Aksi Na
sional Penanggu
22
langan TB M22 elalui
Penguatan Labora
torium TB 2016-2
020
Sebaran laboratorium biakan dan uji kepekaan terdapat dalam Gambar 4 dan Tabel 1 berikut.
Gambar 4. Sebaran Laboratorium biakan dan uji kepekaan di Indonesia tahun 2016 Tabel 1. Laboratorium biakan terstandarisasi dan laboratorium uji kepekaan tersertifikasi No.
1. 2. 3. 4. 5.
Laboratorium BBLK Surabaya/ LRN Mikrobiologi FK UI RS Persahabatan BLK Provinsi Jawa Barat HUMRC Makassar – RS Hasanuddin
Provinsi
Jawa Timur DKI Jakarta DKI Jakarta Jawa Barat Sulawesi Selatan
Biak an
Uji kepeka an lini 1
Uji kepek aan lini 2
Metode yang digunakan
Rincian Metode yang Tersertifikasi
√
√
√
LJ & MGIT
√
√
√
√
√
√
Tahun Sertifikasi Lini 1
Lini 2
LJ & MGIT
2006
2009
LJ & MGIT
LJ & MGIT
2014
2014
√
LJ & MGIT
LJ & MGIT
2014
2014
√
√
LJ
LJ
2014
2014
√
√
√
MGIT
MGIT
2014
2014
DKI Jakarta Sumater a Utara Jawa Tengah
√
√
√
LJ & MGIT
LJ & MGIT
2014
2015
√
√
√
LJ & MGIT
LJ & MGIT
2015
2015
√
√
LJ
LJ
2014
BLK Jayapura
Papua
√
√
LJ
LJ
2014
10.
BBLK Palembang
Sumater a Selatan
√
√
LJ
LJ
2014
11.
Mikrobiologi UGM
DIY
√
√
LJ
LJ
2014
6.
BBLK Jakarta
7.
RS H. Adam Malik
8.
BLK Semarang
9.
23
ncana Aksi Nasio Re
0
rium TB 2016-202
nguatan Laborato
an TB Melalui Pe nal Penanggulang
23
Jawa Barat Kalimant an Selatan
12.
RS Rotinsulu
13.
BLK Banjarmasin
14.
RS Sanglah
Bali
RS Saiful Anwar BBLK Makassar
Jawa Timur
15. 16.
√
√
LJ & MGIT
LJ & MGIT
2015
√
√
LJ
LJ
2015
√
LJ
LJ
Lulus tahap 1 (2015)
√
LJ
LJ
Proses
√
LJ
LJ
Proses
Sampai tahun 2016 telah tersedia 8 (delapan) laboratorium biakan dan uji kepekaan TB yang mengunakan media cair (MGIT 960) yaitu BBLK Surabaya, Mikrobiologi UI, RS Persahabatan, BBLK Jakarta, BLK Bandung, RS Rotinsulu Bandung, HUMRC Makassar, dan RS Adam Malik Medan). Pada akhir tahun 2016, selain LRN BBLK Surabaya yang mendapatkan tambahan alat MGIT 960, 3(tiga) laboratorium lainnya yaitu BBLK Palembang, BLK Semarang, dan RS Sanglah juga mendapatkan bantuan alat MGIT 960 dari Program TB. 2.4.3. Pemeriksaan Molekular Sampai akhir tahun 2016, alat TCM telah ditempatkan di 82 Faskes terdiri dari 6 (enam) laboratorium dan 76 RS di 34 Provinsi untuk diagnosis TB RO dan TB HIV. Distribusi alat TCM terdapat dalam Gambar 5.
Gambar 5. Distribusi. Distribusi 82 alat TCM tahun 2016 Sampai saat ini penggunaan alat TCM masih belum memenuhi harapan karena semula terdapat kebijakan pembatasan pemeriksaan hanya untuk terduga TB RO dan TB HIV. Rerata nasional penggunaan alat TCM pada akhir 2016 adalah 22%. Dalam rangka meningkatkan penemuan kasus TB maka pada tahun 2016 penggunaan alat TCM diperluas untuk diagnosis TB.
Rencana Aksi Na
sional Penanggu
24
langan TB M24 elalui
Penguatan Labora
torium TB 2016-2
020
Pemeriksaan molekuler lain yang sudah tersedia dan digunakan untuk diagnosis TB yaitu Line Probe Assay (LPA). Pemeriksaan ini dapat mendeteksi mutasi genetik M.tuberculosis dan resistansi terhadap rifampisin dan INH. Sampai tahun 2016 layanan LPA lini satu sudah tersedia di RS Persahabatan dan BBLK Surabaya. 2.4.4. Sekuensing Pemeriksaan sekuensing telah tersedia di beberapa laboratorium di Indonesia, sebagian besar berada di laboratorium universitas dan laboratorium riset. Pada saat ini Indonesia belum memiliki data pemeriksaan sekuensing dalam mendukung program penanggulangan TB.
2.5. Beban laboratorium TB terkait MTPTRO Berdasarkan perkiraan kasus TB RO yang diobati pada tahun 2016 – 2020, beban kerja tahunan untuk pemeriksaan laboratorium TB terkait MTPTRO dapat diperhitungkan. Setiap pasien TB MDR memerlukan pemeriksaan laboratorium untuk diagnosis, masa pengobatan fase intensif (8-12 bulan) dan fase lanjutan (1214 bulan) sebagai berikut: 1. Diagnosis : 2 contoh uji untuk mikroskopis, biakan dan uji kepekaan lini 1 dan lini 2. 2. Fase intensif : 8-12 x pemeriksaan mikroskopis dan pemeriksaan biakan. 3. Fase lanjutan : 6-7 x pemeriksaan mikroskopis dan pemeriksaan biakan. Kegiatan MTPTRO juga merencanakan penggunaan terapi OAT standar jangka pendek dengan fase intensif (4-6 bulan) dan fase lanjutan (5 bulan), sehingga pemeriksaan laboratorium yang diperlukan sebagai berikut: 1. Diagnosis : 2 contoh uji untuk mikroskopis, biakan dan uji kepekaan lini 1 dan lini 2. 2. Fase intensif : 4-6 x pemeriksaan mikroskopis dan pemeriksaan biakan. 3. Fase lanjutan : 5 x pemeriksaan mikroskopis dan pemeriksaan biakan. Pengobatan TB-XDR membutuhkan fase intensif (12-18 bulan) dan fase lanjutan (12 bulan), sehingga pemeriksaan laboratorium yang diperlukan sebagia berikut: 1. Diagnosis : 2 contoh uji untuk mikroskopis, biakan dan uji kepekaan lini 1 dan lini 2. 2. Fase intensif : 12-18 x pemeriksaan mikroskopis dan pemeriksaan biakan. 3. Fase lanjutan : 5 x pemeriksaan mikroskopis dan pemeriksaan biakan. Kebutuhan jumlah pemeriksaan laboratorium TB untuk pasien TB MDR dapat dihitung berdasarkan target penemuan kasus TB MDR sesuai tabel 2
25
ncana Aksi Nasio Re
0
rium TB 2016-202
nguatan Laborato
an TB Melalui Pe nal Penanggulang
25
Tabel 2. Perhitungan beban pemeriksaan laboratorium TB terkait MTPTRO Tahun
2016
2017
2018
2019
2020
Target penemuan kasus TB MDR
1.755
5.387
10.127
15.520
16.984
Pemeriksaan laboratorium:
Mikroskopis
26.325
80.805
151.905
232.800
254.760
Biakan
26.325
80.805
151.905
232.800
254.760
Uji kepekaan lini 1
1.755
5.387
10.127
15.520
16.984
Uji Kepekaan lini 2
1.755
5.387
10.127
15.520
16.984
Catatan: Perhitungan dilakukan sesuai target penemuan pasien TB MDR, bukan kelompok pasien lainnya. Perhitungan dilakukan berdasarkan jumlah pemeriksaan untuk pasien TB MDR dengan lama pengobatan 20 bulan. Perhitungan dilakukan dengan asumsi seluruh pasien menyelesaikan pengobatannya.
2.6. Sumber Daya Manusia Laboratorium TB 2.6.1. Ketenagakerjaan Investasi untuk pengembangan sumber daya manusia termasuk untuk layanan laboratorium TB di tingkat nasional telah dilakukan melalui upaya yang besar. Pelatihan dan peningkatan kapasitas untuk pemenuhan akreditasi dan perizinan layanan laboratorium serta pengendalian infeksi berada dalam tanggung jawab instansi-instansi yang berbeda di Kementerian Kesehatan. Dengan adanya reformasi struktural yaitu desentralisasi pemerintahan ke tingkat yang lebih rendah, diperlukan upaya yang lebih kuat untuk koordinasi dan diperlukan dukungan bagi pengambil keputusan di tingkat provinsi dan lokal untuk memberikan komitmen untuk pengendalian TB di wilayah kerja mereka. Saat ini telah dibentuk Komite Ahli (Komli) Penanggulangan TB yang akan memberikan masukan antara lain yang terkait koordinasi, advokasi, dan diseminasi informasi dengan para pemangku kepentingan baik di lingkungan instansi pemerintah, mitra, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), organisasi provinsi, swasta, maupun masyarakat. Sebagian besar tanggung jawab untuk pelatihan dan penjaminan mutu laboratorium berada pada LRN dan LRP. Secara umum, kapasitas pelatihan di seluruh jejaring telah ditetapkan, namun implementasinya bervariasi dari satu provinsi ke provinsi lainnya. Permasalahan terkait sumberdaya manusia adalah rotasi petugas terlatih di unit kerja, dan tingginya pergantian staf yang akan mengurangi efektivitas pelatihan yang telah dilakukan. Selain itu, laboratorium melaporkan jumlah staf yang tidak memadai untuk memenuhi kebutuhan jejaring,
Rencana Aksi Na
sional Penanggu
26
langan TB M26 elalui
Penguatan Labora
torium TB 2016-2
020
sementara pengadaan staf baru tidak mudah karena regulasi birokrasi. Saat ini, data dari staf laboratorium yang terlatih dalam pemeriksaan TB dikelola oleh masing-masing LRN, namun data umum pelayanan kesehatan atau pekerja laboratorium di tingkat pusat dan kab/kota didokumentasikan dan tersedia di Badan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan. 2.6.2. Pelatihan Pada umumnya pelatihan laboratorium TB dilakukan di dalam negeri. Tiga LRN bertanggung jawab untuk pelatihan, ketersediaan materi pelatihan, termasuk memperbaruinya agar sesuai dengan perkembangan. Terdapat 6.820 laboratorium mikroskopis TB di Indonesia pada tahun 2015. Jumlah laboratorium yang besar ini tidak dapat untuk dilakukan pelatihan dengan model yang terpusat. Dalam rangka memberdayakan LRP agar melakukan pelatihan sehingga kebutuhan tenaga terlatih laboratorium terpenuhi maka LRN Mikroskopis melakukan pelatihan untuk pelatih di tingkat provinsi (Training of Trainer). Pelatihan dengan standar nasional dilakukan selama 5 hari efektif. Saat ini pelatihan di tingkat provinsi yang diselenggarakan oleh LRP masih belum menjamin pemenuhan kebutuhan tenaga teknis. Di tingkat Kabupaten/Kota dan daerah terpencil pelatihan umumnya melalui bimbingan teknis dan supervisi yang tidak memenuhi standar pelatihan yang terakreditasi . Pelatihan pemeriksaan biakan dan pembuatan media TB masih memungkinkan dilaksanakan dalam model pelatihan terpusat di LRN BBLK Surabaya. LRN telah mengembangkan materi pelatihan berstandar internasional. Penyelenggaraan pelatihan merupakan kerjasama antara Subdit TB, Ditjen Yankes, LRN, dan mitra. Dengan meluasnya penggunaan alat TCM pelatihan pemeriksaan TCM tidak mungkin lagi terpusat di LRN Molekuler. Desentralisasi pelatihan ke tingkat provinsi sudah dimulai tahun 2016 diawali dengan ToT untuk tim pelatih provinsi. Pelatihan TCM tidak hanya diikuti oleh teknisi laboratorium tetapi juga menyertakan manajemen faskes, klinisi dan pengelola pencatatan dan pelaporan.
2.7. Pemeliharaan dan Validasi Alat Laboratorium Pedoman tentang Spesifikasi Peralatan dan Suplai Laboratorium TB di Indonesia (Kementerian Kesehatan RI, 2014d) telah disusun dan didistribusikan ke tingkat provinsi. 2.7.1. Mikroskopis Peraturan Menteri Kesehatan No 75 tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat menyatakan bahwa Puskesmas Perawatan dan Non Perawatan wajib memiliki minimal 1 (satu) mikroskop binokuler (Kementerian Kesehatan RI, 2014e). Mikroskop yang digunakan di Indonesia terdiri dari beberapa macam merk, namun beberapa mikroskop yang digunakan di fasyankes tidak memenuhi standar. Sampai saat ini belum ada kontrak kerjasama antara pengguna dan penyedia untuk pemeliharaan berkala. Pemeliharaan mikroskopis merupakan bagian dari materi pelatihan mikroskopis TB bagi petugas laboratorium. 27
ncana Aksi Nasio Re
0
rium TB 2016-202
nguatan Laborato
an TB Melalui Pe nal Penanggulang
27
Kurangnya supervisi dan komitmen petugas mengakibatkan pemeliharaan tidak tidak dilakukan secara rutin. Selain itu beberapa laboratorium tidak menggunakan alat dan bahan yang tepat sehingga banyak mikroskop yang tidak berfungsi. 2.7.2. Biakan dan Uji Kepekaan Sampai saat ini masih sedikit institusi yang memiliki kapasitas pemeliharaan alat laboratorium biakan dan uji kepekaan yang tersertifikasi di dalam negeri. Kementerian Kesehatan memiliki empat Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan (BPFK) yaitu di Jakarta, Makassar, Surabaya, dan Medan yang memiliki kapasitas pemeliharaan dan kalibrasi alat medis dan laboratorium, namun jumlahnya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan di seluruh negeri. Setiap laboratorium bertanggung jawab untuk melakukan pemeliharaan dan mendokumentasikannya secara berkala. 2.7.3. Molekuler Pemeliharaan alat TCM harus dilakukan oleh teknisi laboratorium secara berkala meliputi pemeliharaan harian, mingguan, dan bulanan. Pada awal implementasi alat TCM pemeliharaan tahunan berupa kalibrasi dilakukan oleh penyedia layanan resmi (ASP=Authorized Service Provider). Dengan adanya buku Petunjuk Teknis Pemeriksaan Tuberkulosis menggunakan TCM (Kementerian Kesehatan RI, 2015b), kalibrasi dapat dilakukan secara mandiri oleh laboratorium fasyankes TCM dengan dipandu oleh ASP lokal.
2.8. Sistem Manajemen Mutu Laboratorium Saat ini, belum ada laboratorium TB Indonesia yang mengikuti pelatihan Sistem Manajemen Mutu Laboratorium (SMML). Pada tahun 2017 direncanakan pelatihan SMML untuk LRN. LRN diharapkan dapat mengimplementasikan SMML di laboratorium masing-masing setelah mengikuti pelatihan tersebut. 2.8.1. Mikroskopis Indonesia telah menetapkan program PME yang dikelola oleh masing-masing provinsi menggunakan pedoman yang dikembangkan di tingkat nasional. PME terdiri dari uji silang, bimbingan teknis dan tes panel. Alur uji silang mikroskopis TB terdapat pada Gambar 6.
Gambar 6. Alur Uji Silang Mikroskopis TB
Rencana Aksi Na
sional Penanggu
28
langan TB M28 elalui
Penguatan Labora
torium TB 2016-2
020
Keterangan: (1) Uji silang laboratorium mikroskopis fasyankes oleh laboratorium RUS 1 (2) Bila tidak ada laboratorium intermediate, uji silang dilakukan oleh LRP. Dalam hal ini LRP berperan sebagai laboratorium RUS 1 (3) Bila terjadi ketidaksesuaian (discordance), dilakukan pemeriksaan ulang oleh LRP. Dalam hal ini LRP berperan sebagai laboratorium RUS 2. Bila di provinsi tersebut tidak ada laboratorium RUS 1, maka sediaan discordant dibaca oleh penyelia/supervisor LRP. Kinerja laboratorium mikroskopis TB harus terjaga dengan PME yang teratur dan berkesinambungan, yaitu 4 kali per tahun dengan metode LQAS. Dengan meluasnya layanan diagnosis melalui TCM maka pemeriksaan mikroskopis hanya akan digunakan untuk pemantauan selama pengobatan sehingga jumlah pemeriksaan mikroskopis akan berkurang. Hal ini akan menyebabkan banyaknya sediaan BTA negatif. Pada metode LQAS, meningkatnya jumlah sediaan BTA negatif dan rendahnya Slide Positivity Rate (SPR) dapat meningkatkan jumlah sediaan yang harus diuji silang. Hal ini berakibat meningkatnya beban kerja laboratorium RUS dan meningkatnya pembiayaan kegiatan PME. Perlu harus direncanakan metode pengambilan uji silang untuk mengantisipasi kondisi tersebut di fasyankes yang memiliki alat TCM atau yang berjejaring dengan laboratorium rujukan TCM. Partisipasi uji silang bervariasi antar provinsi. Proporsi cakupan uji silang dari tahun 2013 sampai 2015 berada pada rentang 12-45%, proporsi kinerja baik di antara fasyankes yang mengikuti uji silang 62-81%, dan proporsi kinerja baik di antara seluruh fasyankes mikroskopis adalah 8-26% seperti terdapat dalam tabel 3. Tabel 3. Hasil Kegiatan Uji Silang 2013-2015 Indikator
Tahun 2013 (Jml faskes = 6226)
Tahun 2014 (jml faskes = 6820)
Tahun 2015 (jml faskes = 6820)
TW1
TW2
TW3
TW4
TW1
TW2
TW3
TW4
TW1
TW2
Σ Faskes Mikroskopis ikut CC
2.154
2.805
2.627
1.793
1.597
2.175
1.896
1.756
1.793
1.642
811
1.114
% Cakupan Uji Silang
35%
45%
42%
29%
23%
32%
28%
26%
26%
24%
12%
16%
63%
67%
62%
65%
73%
72%
73%
65%
69%
71%
66%
81%
22%
30%
26%
19%
17%
23%
20%
17%
18%
17%
8%
13%
Kinerja Baik di antara Faskes Mikroskopis ikut CC Kinerja Baik di antara Σ Faskes Mikroskopis
TW3
TW4
Peran laboratorium intermediate sangat penting dalam uji silang mikroskopis TB. Beban pemeriksaan yang tinggi dapat mengakibatkan keterlambatan hasil uji silang. Pembentukan laboratorium intermediate yang seharusnya ada di setiap Kabupaten/Kota sangat lambat karena komitmen yang kurang dari pemangku program di daerah masih rendah. 29
ncana Aksi Nasio Re
0
rium TB 2016-202
nguatan Laborato
an TB Melalui Pe nal Penanggulang
29
Pada tahun 2013 Global Laboratory Initiative (GLI) mengeluarkan 11 standar akreditasi jejaring laboratorium mikroskopis TB (Global Laboratory Initiative, 2013) yang dapat membantu LRN untuk perencanaan, pengembangan, dan peningkatan kinerja jejaring mikroskopis. Saat ini LRN Mikroskopis menyediakan tes panel secara rutin untuk LRP. Masing-masing LRP sudah dilatih oleh LRN Mikroskopis untuk menyelenggarakan tes panel yang digunakan untuk PME bagi laboratorium intermediate. Bimbingan teknis dilakukan untuk menilai kinerja dan mengelola jejaring laboratorium mikroskopis TB di masing-masing wilayah. Sampai tahun 2016 terdapat 34 laboratorium rujukan mikroskopis provinsi, 74 laboratorium RUS1 (intermediate) di 10 provinsi, yaitu Sumatera Utara, Sumatera Barat, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, dan Papua. 2.8.2. Biakan dan Uji Kepekaan Penilaian laboratorium uji kepekaan dilakukan setiap tahun dengan melakukan kunjungan dan bimbingan teknis oleh LRN biakan dan uji kepekaan ke semua laboratorium biakan dan uji kepekaan, selain itu indikator kinerja utama (Key Performance Indicators=KPI) juga dinilai secara rutin bagi laboratorium biakan. Untuk mencapai sertifikasi laboratorium uji kepekaan membutuhkan beberapa kali penilaian, pelatihan di LRN, mengikuti pelatihan Keamanan dan Keselamatan Kerja (K3), serta lulus minimal 2 (dua) kali tes panel. Bersama dengan LRS IMVS Adelaide, LRN membuat rekomendasi kepada Program TB dan Unit Pembina Mutu Laboratorium di Kementerian Kesehatan tentang calon laboratorium yang tersertifikasi uji kepekaan. LRS IMVS Adelaide telah memberikan tanggungjawab untuk pembinaan teknis dalam menyelenggarakan tes panel untuk uji kepekaan lini 1 dan 2 ke LRN BBLK Surabaya sejak triwulan 3 tahun 2013. LRS tetap menyediakan tes panel untuk LRN dan isolat yang diterima kemudian digunakan untuk menyiapkan tes panel bagi laboratorium di Indonesia. LRN juga bertanggungjawab untuk menganalisis data PME uji kepekaan serta menyiapkan laporan untuk program TB dan Unit Pembina Mutu Laboratorium di Kemenkes. Laboratorium yang menerima tes panel setiap tahun terdapat pada tabel .... Tabel 4. Laboratorium yang menerima tes panels dari BBLK Surabaya Maret 2014
Juni 2014
Sept 2014
Des 2014
April 2015
Mei 2015
Des 2015
Agustus 2016
BBLK Palembang
Mikro-UI
Mikro-UGM
RS Adam Malik
BBLK Palembang
MikroUI
BBLK Jakarta
RS Adam Malik
BLK West Java
BBLK Palembang
BLK Banjarmasin
RS Adam Malik
MikroUGM BLK Jayapura
RSPJakarta NEHCRIMakassar
RS Rotinsulu
BLK Jayapura
MikroUGM BLK Jayapura
BLK West Java RSPJakarta NEHCRIMakassar
RS Adam Malik BBLK Palembang
Rencana Aksi Na
sional Penanggu
30
langan TB M30 elalui
Penguatan Labora
RS Sanglah
BLK Banjarmasin BBLK Palembang BLK Semarang
torium TB 2016-2
020
BLK Semarang BBLK Jakarta
BLK Semarang BBLK Jakarta RS Rotinsulu
BLK Banjarmasin
BLK Papua MikroUGM MIkro-UI RS Sanglah RS Rotinsulu RS Adam Malik
2.8.3. Molekuler Sampai Saat ini belum tersedia pedoman pemantapan mutu laboratorium TCM. GLI sedang menyiapkan panduan untuk PME laboratorium TCM. 2.8.4. Pelatihan Praktik Kerja yang Aman (K3) Sebanyak tiga pelatihan K3 (safe working practices=SWP) telah dilakukan di Indonesia. Pelatihan ini disiapkan oleh LRS IMVS untuk Vietnam dan telah diadaptasi untuk implementasi di Indonesia. 1. Pelatihan Pertama SWP pada 2013; 100% dilakukan oleh LRS IMVS Adelaide 2. Pelatihan Kedua SWP pada tahun 2014; 50% dilakukan oleh LRS IMVS Adelaide & 50% oleh LRN BBLK Surabaya 3. Pelatihan SWP Ketiga pada tahun 2015; 100% oleh BBLK Surabaya dan dengan konsultan dari LRS IMVS Adelaide sebagai pengamat. Materi kursus dan petuntuk pengguna peserta sekarang tersedia dalam Bahasa Indonesia
2.9. Pengelolaan bahan habis pakai dan reagen Mekanisme pengelolaan logistik terkait laboratorium TB yaitu meliputi pengadaan, penyimpanan, pengelolaan dan pembuangan belum tersedia di Indonesia. USAIDDeliver bersama dengan Kemenkes telah mengembangkan pedoman untuk "Manajemen dan perhitungan perkiraan kebutuhan Logistik " (meliputi logistik, limbah, rantai dingin dan supervisi), yang telah diujicobakan di dua laboratorium pusat yaitu BBLK Palembang dan BBLK DKI Jakarta dan dua laboratorium tingkat provinsi yaitu BLK Provinsi Bali dan BLK Provinsi Jawa Tengah. Data dasar dari empat komponen di atas telah dikumpulkan sebelum pelaksanaan dan direncanakan untuk mengumpulkan kembali indikator tersebut setelah 6-12 bulan untuk mengukur perbaikan dan kegunaan dari pedoman tersebut. Jika hasilnyamenunnjukkan perbaikan sistem manajemen logistik maka secara bertahap pedoman ini akan diperluas penggunaannya di laboratorium Salah satu kelemahan sistem desentralisasi adalah provinsi merupakan unit yang bertanggung jawab untuk pengadaan bahan habis pakai dan reagen. Meskipun pedoman spesifikasi dari bahan habis pakai dan reagen tersedia di tingkat provinsi, pedoman tersebut sering tidak diikuti.
31
ncana Aksi Nasio Re
0
rium TB 2016-202
nguatan Laborato
an TB Melalui Pe nal Penanggulang
31
Bahan habis pakai dan reagen untuk pemeriksaan mikroskopis telah meningkat secara substansial selama dekade terakhir. Salah satu prestasi terbesar dari proyek TBCAP untuk kegiatan laboratorium adalah persiapan dan distribusi reagen Ziehl Neelsen (ZN) oleh B/BLK. Bahan dasar kimia berkualitas tinggi yang digunakan untuk mempersiapkan reagen berkualitas tinggi yang terjamin mutunya, dibagikan ke semua laboratorium yang melakukan pewarnaan ZN. Pendistribusiannya dilakukan secara langsung mendekati perkiraan bahan baku habis, terutama untuk laboratorium yang dekat, karena jejaringnya berjalan efektif. Salah satu kelebihannya adalah jarang terjadi kehabisan bahan habis pakai dan reagen untuk pemeriksaan mikroskopi, dan hal tersebut juga didukung dengan hasil Review Mikroskopis yang dilakukan pada pertengahan tahun 2014. Kondisi berbeda dialami oleh laboratorium yang tidak masuk dalam jejaring laboratorium program TB ataupun laboratorium swasta. Sayangnya, perubahan pedoman membuat B/BLK sulit menyediakan bahan habis pakai dan reagen untuk pemeriksaan mikroskopis ke laboratorium umum. Provinsi yang lebih besar dengan kebutuhan volume bahan habis pakai dan reagen yang lebih besar melakukan pengadaan melalui proses tender yang kompetitif dan mayoritas B/BLK yang tidak dapat bersaing dengan produsen komersial meskipun B/BLK memproduksi bahan habis pakai dan reagen yang berkualitas tinggi secara konsisten dibandingkan dengan saingan komersial mereka. Untuk laboratorium biakan dan uji kepekaan, media padat disiapkan dengan menggunakan bahan habis pakai dan reagen yang dijual secara komersial. Secara umum, tersedia bahan habis pakai dan reagen yang berkualitas baik secara rutin. Kebanyakan laboratorium menggunakan dan menyimpan bahan habis pakai dan reagen dengan benar. Untuk metode biakan cair, pasokan bahan habis pakai dan reagennya di Indonesia hanya tersedia melalui distributor tunggal. Meskipun sebagian besar laboratorium memiliki buffer stock yang cukup banyak, terdapat permasalahan terkait keterlambatan penerimaan bahan habis pakai dan reagen. Keterlambatan ini menyebabkan stock-outs sehingga laboratorium harus menggunakan pemeriksaan biakan dan uji kepekaan dengan media padat. Masalah ini terjadi terus-menerus dan berkelanjutan. Jika masalah ketepatan waktu pengadaan bahan habis pakai dan reagen tidak dapat diatasi, akan berdampak negatif pada pengembangan teknologi biakan dengan media cair bagi semua laboratorium yang melaksanakan pemeriksaan biakan dan uji kepekaan Manajemen logistik untuk pemeriksaan TCM memiliki situasi yang berbeda. Bekerja sama dengan mitra, NTP telah mengembangkan metode berbasis Excel yang bisa menangkap data penggunaan kartrid, kartrid yang tidak digunakan (buffer stock), dan tanggal kadaluwarsa kartrid untuk menentukan kebutuhan masing–masing laboratorium untuk pemesanan selanjutnya. Namun hanya sekitar 50% dari laboratorium yang melaporkan data yang dibutuhkan secara rutin setiap bulan. Selain itu, saat ini sistem pemesanan kartrid relatif rumit yaitu laboratorium fasyankes pemeriksa TCM melakukan permintaan ke Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan Provinsi melanjutkan permintaan ke Subdit TB, kemudian dilanjutkan ke bagian gudang Subdit TB, dan mengirimkan kartrid
Rencana Aksi Na
sional Penanggu
32
langan TB M32 elalui
Penguatan Labora
torium TB 2016-2
020
untuk Dinkes Provinsi dan akhirnya tiba di laboratorium yang meminta. Namun, laboratorium fasyankes pemeriksa TCM sering tidak menerima kartrid sesuai jumlah yang diminta karena keterbatasan jumlah kartrid di pusat maupun tidak adanya laporan penggunaan sebagai dokumen pendukung. Masalah lain terkait manajemen logistik adalah kemungkinan delay dalam pengeluaran bahan habis pakai dan reagen dari proses Bea Cukai. Peraturan pemerintah yang baru menyebabkan impor bahan habis pakai dan reagen menjadi lebih birokratis. Secara khusus, bahan habis pakai dan reagen dengan waktu kadaluwarsa singkat yang paling terpengaruh. Program TB seharusnya menyampaikan permasalahan ini kepada Menteri Kesehatan karena bahan habis pakai dan reagen yang digunakan di rumah sakit / layanan medis lain juga akan mengalami gangguan.
2.10. Sistem Informasi dan Manajemen Data Sistem pencatatan berbasis kertas untuk pencatatan laboratorium TB tersedia, namun terbatas hanya untuk hasil pemeriksaan (yaitu dengan register TB-04) dan PME mikroskop (dengan form TB-12). Data yang berkaitan dengan SDM, peralatan, kapasitas laboratorium, jumlah pelatihan, dll hanya tersedia di tingkat fasyankes dan kemungkinan tidak diupdate di tingkat kabupaten/kota. Pencatatan pelaporan elektronik untuk laboratorium TB tersedia dan termasuk dalam SITT (TB sensitif) dan e-TB manager (TB RO). Model pencatatan elektronik ini digunakan untuk manajemen informasi pengobatan pasien, sehingga menu laboratorium masih berkembang. Meskipun terdapat berbagai sistem informasi dan manajemen laboratorium tersedia secara internasional, hingga saat ini Indonesia menggunakan sistem informasi laboratorium yang terpisah dan tidak menggunakan sistem informasi dan manajemen laboratorium terpadu. Kemenkes berencana untuk mengintegrasikan semua sistem pencatatan pelaporan untuk pelayanan kesehatan, meskipun sistem terbaru ini nantinya dapat menimbulkan permasalahan lain jika sistem tidak dapat bekerja atau terintegrasi dengan sistem informasi TB lainnya. Secara umum, kualitas data dalam sistem pencatatan dan pelaporan adalah kurang baik dan disebabkan oleh input data yang tidak lengkap. Selain masalah kelengkapan data, Program TB juga perlu memperbaiki masalah terkait delay dalam menerima hasil laboratorium. Karena sistem pencatatan dan pelaporan berbasis elektronik membutuhkan pelatihan khusus sebelum digunakan, masih ditemukan beberapa laboratorium yang tidak dapat mengisi format baku karena staf yang tidak terlatih atau tidak memiliki akses. Keengganan mengisi formulir baku juga merupakan salah satu kendala yang terjadi. 2.10.1. Mikroskopis PME mikroskopis TB dicatat dan dilaporkan menggunakan formulir TB-12. Sebagai upaya mempercepat waktu pelaksanaan dan menjamin ketersediaan umpan balik telah dikembangkan perangkat lunak sederhana berbasis Excel, yaitu e-TB12. Perangkat ini secara otomatis melakukan analisis dan menampilkan 33
ncana Aksi Nasio Re
0
rium TB 2016-202
nguatan Laborato
an TB Melalui Pe nal Penanggulang
33
umpan balik. Sosialisasi penggunaan TB-12 elektronik masih harus dilakukan untuk meningkatkan kinerja PME. 2.10.2. Biakan dan Uji Kepekaan Laboratorium biakan dan uji kepekaan melaporkan hasil pemeriksaan dengan format standar pencatatan/pelaporan dan e-TB manager. Indikator Kinerja Utama (IKU) laboratorium biakan dilaporkan ke LRN menggunakan formulir standar. 2.10.3. Molekuler Pencatatan dan pelaporan hasil pemeriksaan TCM menggunakan format standar yang dilaporkan rutin setiap bulan. Selain itu, hasil pemeriksaan molekuler juga dilaporkan di e-TB manager (untuk TB RO) dan SITT (untuk TB sensitif). Pencatatan pelaporan berbasis kertas masih diperlukan untuk mengumpulkan data melalui laporan bulanan GeneXpert. Akan tetapi masih ditemukan keterlambatan pelaporan secara rutin dan rendahnya kualitas data di laboratorium fasyankes pelaksana TCM. Hal ini berakibat tidak adekuatnya monitoring kinerja laboratorium TCM. Program TB berencana mengatasi hal ini melalui peningkatan akses pengunaan e-TB manager oleh laboratorium serta penggunaan SMS/GXAlert untuk memfasilitasi sistem pelaporan hasil. Sistem manajemen yang tidak berfungsi optimal, tidak adanya nomor khusus untuk pelacakan pasien, serta sulitnya akses internet masih menjadi tantangan utama yang harus diselesaikan.
2.11. Sistem Rujukan Contoh Uji Rujukan contoh uji bertujuan untuk memperluas akses ke laboratorium diagnosis TB. Selain itu dengan memfasilitasi rujukan contoh uji dapat mencegah mobilitas pasien sehingga dapat memutuskan rantai penularan. Program TB telah bekerja sama dengan LRN dan mitra telah menyusun petunjuk teknis pengemasan contoh uji dan pengembangan jejaring. Sosialisasi pengemasan contoh uji dilaksanakan secara berjenjang melalui video tutorial. Pengemasan contoh uji dilakukan dengan standar International Air Transport Association (IATA) untuk menjamin keamanan pengiriman bahan infeksius. Rujukan contoh uji masih masih tetap merupakan tantangan bagi program TB, terutama untuk daerah-daerah dengan kondisi geografis yang sulit sedangkan jumlah ketersediaan laboratorium rujukan terbatas. Sebagai upaya mendapatkan pengalaman sistem rujukan contoh uji di berbagai daerah di Indonesia, telah dilaksanakan studi percontohan di 8 provinsi, yaitu Sumatera Utara, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan. Dari studi tersebut telah diperoleh pembelajaran tentang sistem rujukan contoh uji, mekanisme rujukan contoh uji serta mekanisme pelaporan hasil pemeriksaan laboratorium. Akses, pembentukan jejaring, dan kesepakatan Stasiun Pengumpul Contoh uji (SPC) harus disiapkan sebelum pelaksanaan rujukan contoh uji. Mekanisme rujukan dapat dilakukan melalui kurir maupun menggunakan tenaga internal faskes yang ditunjuk. Rujukan contoh uji untuk pemeriksaan TCM ke laboratorium tidak memerlukan rantai dingin sedangkan rujukan contoh uji ke laboratorium biakan dan uji kepekaan harus dilaksanakan dengan rantai dingin.
Rencana Aksi Na
sional Penanggu
34
langan TB M34 elalui
Penguatan Labora
torium TB 2016-2
020
Model alur rujukan contoh uji dari fasyankes ke laboratorium terdapat pada Gambar 7. Untuk menjamin pelaporan hasil diterima oleh faskes pengirim tepat waktu, sebaiknya laporan dikirimkan melalui media elektronik (SMS, email, dan faksimili). Lembar cetak hasil (Formulir TB-05) dapat dikirimkan kemudian. Model alur pelaporan hasil pemeriksaan laboratorium dari laboratorium ke fasyankes terdapat pada Gambar 8.
Gambar 7. Model Alur Rujukan Contoh Uji
Gambar 8. Model Alur Pelaporan Hasil 2.11.1. Mikroskopis Pada PS, apusan dahak yang telah difiksasi dikirimkan ke PRM terdekat melalui kurir atau tenaga faskes internal. Formulir TB-05 dikirimkan kembali ke faskes pengirim menggunakan mekanisme yang sama. Untuk menjamin pelaporan hasil diterima oleh faskes pengirim tepat waktu, sebaiknya laporan dikirimkan melalui media elektronik (SMS, email, dan faksimili). Lembar cetak hasil (Formulir TB-05) dapat dikirimkan kemudian. 2.11.2. Molekuler dan Biakan/Uji Kepekaan. Pada awal penggunaannya, alat TCM ditempatkan di jenjang laboratorium yang lebih tinggi sehingga membuat akses pemeriksaan TCM untuk pasien TB-RO yang 35
ncana Aksi Nasio Re
0
rium TB 2016-202
nguatan Laborato
an TB Melalui Pe nal Penanggulang
35
berasal dari tingkat yang lebih rendah menjadi sulit. Beberapa provinsi merujuk contoh uji untuk pemeriksaan TCM dan biakan/uji kepekaan ke laboratorium dengan jenjang lebih tinggi, tetapi pengemasan contoh uji tidak dilakukan sesuai dengan standar. USAID|DELIVER bekerjasama dengan Program TB telah menyusun standar prosedur operasional (SPO) untuk transportasi contoh uji TB dan memulai proyek percontohan di 8 provinsi dan 17 kabupaten.
2.12. Penelitian Operasional Bukti dampak dari riset operasional terhadap kapasitas kinerja program relatif terbatas dan jumlah publikasi internasional masih rendah. Pergantian pengelola program dan pemegang kebijakan di setiap jenjang menyebabkan hambatan utama untuk kerja sama penelitian dalam jangka panjang. Alasan utama untuk menghasilkan naskah publikasi adalah karena keterbatasan waktu dan kesempatan untuk menulis, kondisi infrastruktur yang tidak adekuat misalnya akses ke jurnal internasional dan pendanaan. Sumber dana utama untuk riset operasional TB sampai saat ini masih berasal dari mitra yang masih mengutamakan penelitian biomedis. Diperlukan lebih banyak proporsi pendanaan riset operasional dari Program TB. Riset operasional dilaksanakan melalui kerja sama TB Research Operational Group (TORG), Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes), Universitas, dokter/ tim ahli klinis di RS TB RO, Komli dan mitra. Sebagian besar riset operasional yang telah dikerjakan tidak terkait langsung dengan Program TB. Riset operasional masih diperlukan untuk mendapatkan informasi strategis dan Program TB bersama dengan Unit Pembina Mutu Laboratorium di Kemenkes harus mendukung kegiatan riset operasional yang memiliki efek langsung terhadap kegiatan program khususnya terkait laboratorium TB. Beberapa topik riset operasional yang diperlukan dalam kaitannya dengan jejaring laboratorium TB adalah: a. Mengevaluasi peran TCM dalam algoritma diagnosis penemuan kasus TB dan TB RO. b. Mengevaluasi kinerja TCM untuk contoh uji tinja pada diagnosis TB anak. c. Mengevaluasi inovasi penggunaan pengawet sputum yang ditambahkan sebelum pengiriman dan mengukur dampaknya terhadap tingkat kontaminasi dan tingkat positifitas (positivity rate) di laboratorium biakan.
2.13. Kebijakan dan Aspek Hukum Penyediaan layanan laboratorium yang bermutu di semua tingkat pelayanan kesehatan telah diatur secara hukum antara lain melalui: a. Peraturan Menteri / Kesehatan (Permenkes Nomor 46 tahun 2015 tentang Puskesmas, klinik, dokter umum, dan akreditasi dokter gigi (Kementerian Kesehatan RI, 2015d) b. Permenkes No 56 2014 tentang klasifikasi dan perizinan rumah (Kementerian Kesehatan RI, 2014f).
Rencana Aksi Na
sional Penanggu
36
langan TB M36 elalui
Penguatan Labora
torium TB 2016-2
020
Pelaksanaan peraturan tersebut berbeda di setiap tingkatan baik di unit teknis (Puskesmas, Rumah Sakit Provinsi / Kabupaten, Laboratorium Kesehatan) atau di Dinas Kesehatan setempat. 2.13.1. Mikroskopis Petunjuk teknis jejaring laboratorium mikroskopis dan PME sudah tersedia. Semua laboratorium mikroskopis TB diwajibkan untuk berpartisipasi dalam PME secara berkala dan berkesinambungan. Sampai saat ini belum ada mekanisme untuk menegakkan kebijakan ini. 2.13.2. Biakan/Uji Kepekaan Petunjuk teknis jejaring laboratorium biakan dan uji kepekaan telah ditetapkan untuk menjamin mutu laboratorium. Kemenkes telah menetapkan regulasi untuk laboratorium pemeriksa uji kepekaan yaitu hanya laboratorium yang telah tersertifikasi dari LRN. Belum ada peraturan yang melarang laboratorium yang tidak tersertifikasi untuk melakukan pemeriksaan biakan dan uji kepekaan. Dalam era Asuransi Kesehatan Nasional, BPJS Kesehatan telah menetapkan penagihan hanya akan dibayarkan apabila pemeriksaan dilakukan di laboratorium yang tersertifikasi. Hal ini dapat mendorong laboratorium biakan dan uji kepekaan yang belum tersertifikasi untuk meningkatkan kinerja mereka. 2.13.3. Molekuler Pada tahun 2012, Kemenkes melaksanakan rekomendasi WHO tahun 2010 tentang penggunaan TCM untuk diagnosis TB. Saat itu penggunaan alat TCM masih terbatas untuk diagnosis TB RO dan TB pada ODHA. Meskipun TCM telah digunakan, tetapi proses Health Technology Assessment (HTA) masih belum selesai. HTA menjadi salah satu dokumen pendukung supaya biaya pemeriksaan TCM dapat dibayarkan oleh Asuransi Kesehatan Nasional. Saat ini belum terdapat kebijakan penyediaan alat TCM untuk diagnosis TB di laboratorium swasta. Diperlukan kebijakan dari program TB agar setiap pasien TB dan TB RO yang ditemukan melalui pemeriksaan TCM wajib dilaporkan kepada Dinas Kesehatan di wilayah terkait.
2.14. Pembiayaan untuk Layanan Laboratorium TB Pendanaan untuk pelayanan kesehatan termasuk TB berasal dari pemerintah (APBN/APBD) atau dukungan mitra. Mekanisme pendanaan diatur oleh UndangUndang Nomor 33 Tahun 2004 (Republik Indonesia, 2004) tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Dalam rangka keberlangsungan layanan kepada pasien TB, Pemerintah Daerah wajib menyediakan dana melalui APBD. Saat ini, pembiayaan untuk laboratorium TB sebagian besar tergantung pada dukungan donor, sedangkan alokasi anggaran dari APBN/APBD sangat terbatas. Dikhawatirkan bahwa dengan tidak adanya dukungan donor, layanan laboratorium TB akan mengalami kendala, terutama untuk pemeriksaan molekuler, dan partisipasi PME mikroskopis.
37
ncana Aksi Nasio Re
0
rium TB 2016-202
nguatan Laborato
an TB Melalui Pe nal Penanggulang
37
2.14.1. Mikroskopis Pelayanan laboratorium mikroskopis TB difasiltasi melalui pendanaan lokal dan pusat. Pemeriksaan BTA sudah bisa dibayarkan oleh BPJS Kesehatan, sehingga tidak ada anggaran khusus yang dialokasikan untuk itu. Pembiayaan kegiatan PME, yaitu transportasi sediaan dari faskes ke laboratorium rujukan uji silang, biaya uji silang, dan distribusi umpan balik ke faskes membutuhkan alokasi APBD maupun secara mandiri oleh fasyankes swasta. 2.14.2. Biakan Penyediaan bahan habis pakai dan reagen untuk pemeriksaan biakan melalui pengadaan laboratorium pelaksana dengan dana rutin. Renovasi infrastruktur dan tambahan peralatan laboratorium didanai terutama oleh mitra. Sebagian besar layanan pemeriksaan biakan tidak dapat dibayarkan oleh BPJS Kesehatan. Melalui kegiatan MTPTRO, pasien terduga TB RO dibebaskan dari biaya pemeriksaan laboratorium. Besaran biaya pemeriksaan ditetapkan sesuai peraturan yang berlaku di masing-masing laboratorium. Berikut contoh biaya pemeriksaan laboratorium yang diterapkan di BBLK Surabaya pada tahun 2015: a. Mikroskopis Rp 35,000 b. Biakan dan Uji Kepekaan: MEDIA LJ
MGIT
1. Diagnosis 2. Fase intensif 3. Fase lanjutan
KULTUR Rp Rp Rp Rp Rp Rp
150.000 150.000 150.000 271.500 271.500 271.500
KEPEKAAN OAT LINI 1 LINI 2 Rp 200.000 Rp 200.000
Rp 310.000
Rp 408.500 Rp 408.500
Rp 408.500
TOTAL Rp Rp Rp Rp Rp Rp
150.000 350.000 660.000 271.500 680.000 1.088.500
: 2 contoh uji untuk mikroskopis, biakan dan uji kepekaan lini 1 dan lini 2. : 8-12 x pemeriksaan mikroskopis dan pemeriksaan biakan. : 6-7 x pemeriksaan mikroskopis dan pemeriksaan biakan.
Dengan menggunakan tarif pemeriksaan di LRN BBLK Surabaya, dapat dihitung kebutuhan biaya pemeriksaan untuk pasien TB RO sebagai berikut: 1. Untuk diagnosis awal dilakukan pemeriksaan mikroskopis, biakan, uji kepekaan lini 1 dan 2, dengan 2 contoh uji dahak memerlukan biaya sebesar Rp 695.000 dengan media LJ atau Rp 1.123.500 dengan media MGIT. 2. Pada fase intensif, satu contoh uji dikumpulkan setiap bulan untuk pemeriksaan mikroskopis dan biakan selama minimal 8 kali yang memerlukan biaya sebesar Rp 1.480.000 dengan media LJ dan Rp 2.452.000 dengan media MGIT 3. Pada fase lanjutan pengobatan, satu contoh uji dikumpulkan setiap dua bulan untuk pemeriksaan mikroskopis dan biakan selama minimal 6 kali
Rencana Aksi Na
sional Penanggu
38
langan TB M38 elalui
Penguatan Labora
torium TB 2016-2
020
yang memerlukan Rp 1.110.000 dengan media LJ dan Rp 1.839.000 dengan media MGIT Dengan menggunakan asumsi lama pengobatan pasien TB RO adalah 20 bulan, maka kebutuhan biaya pemeriksaan laboratorium untuk pasien TB RO selama menjalani pengobatan adalah Rp 3.285.000 dengan menggunakan media LJ dan Rp 5.414.500 dengan menggunakan media MGIT. Berdasarkan hal tersebut, kebutuhan pembiayaan pemeriksaan laboratorium untuk pasien TB MDR sampai tahun 2010 dapat dihitung sesuai tabel 5 Tabel 5. Perhitungan pembiayaan pasien TB MDR tahun 2016-2020 Tahun Target penemuan kasus TB MDR
2016
2017
2018
2019
2020
1.755
5.387
10.127
15.520
16.984
Kebutuhan pemeriksaan laboratorium TB (Rp) Media padat Media cair
5.765.175.000
17.696.295.000
33.267.195.000
50.983.200.000
55.792.440.000
9.502.447.500
29.167.911.500
54.832.641.500
84.033.040.000
91.959.868.000
Catatan: Biaya pemeriksaaan laboratorium dihitung berdasarkan jenis media yang digunakan yaitu media padat atau media cair. Biaya belum termasuk biaya lainnya laboratorium (hematologi, biokimia, pemeriksaan mikrobiologi lainnya) Perhitungan berdasarkan asumsi bahwa semua pasien akan menyelesaikan pengobatan Diasumsikan bahwa biaya laboratorium akan tetap konstan hingga akhir 2020 2.14.3. Molekuler (TCM) Saat ini pengadaan alat TCM, bahan habis pakai berupa kartrid, pemeliharaan sampai penggantian biaya operasional sangat tergantung pada dukungan mitra. Pada tahun 2016 telah mulai dilakukan pengadaan alat dan kartrid menggunakan APBN. Untuk keberlangsungan penggunaan alat TCM, perlu dipikirkan pembiayaan dengan sumber dalam negeri. Penggantian biaya operasional akan diusulkan untuk dibayarkan oleh BPJS Kesehatan. Pemerintah daerah dan laboratorium faskes TCM harus mengalokasikan dana untuk kartrid, pemeliharaan alat dan biaya operasional agar ketika pembiayaan mitra berakhir, pemeriksaan diagnosis TB dengan alat TCM dapat tetap dilakukan. Kebutuhan pembiayaan TCM terdiri dari komponen alat, pelatihan, kebutuhan kartrid per tahun, pemeliharaan alat dan biaya operasional. Perhitungan kebutuhan untuk masing-masing alat TCM 4 modul untuk masing-masing fasyankes adalah sebagai berikut: a. Biaya pengadaan alat TCM Rp. 1.107.381.534 b. Biaya pelatihan Rp. 35.000.000 39
ncana Aksi Nasio Re
0
rium TB 2016-202
nguatan Laborato
an TB Melalui Pe nal Penanggulang
39
c. Biaya kebutuhan kartrid per tahun per alat Rp. 633.600.000 d. Biaya pemeliharaan per alat Rp. 167.191.280,65 Keterangan Biaya pengadaan alat dihitung berdasarkan harga alat TCM pada e-katalog Biaya pelatihan dihitung dengan asumsi 5 orang per fasyankes dan dilaksanakan secara regional Kebutuhan kartrid dihitung berdasarkan asumsi alat 3 kali beroperasi per hari, 20 hari per bulan dengan kapasitas alat maksimal. Biaya pemeliharaan alat mulai diperhitungkan setelah alat tidak masuk garansi Kebutuhan pembiayaan 1 (satu) alat TCM dihitung sebagai berikut: a. Biaya Tahun Pertama Biaya tahun pertama untuk satu alat TCM adalah Rp. 1.775.981.534,00 yang merupakan jumlah dari biaya pengadaan alat TCM, biaya pelatihan dan biaya kebutuhan kartrid untuk satu tahun. b. Biaya Tahun Kedua dan Selanjutnya Biaya tahun kedua dan seterusnya untuk alat TCM adalah Rp. 800.791.280,65 yang merupakan jumlah dari biaya kebutuhan kartrid per tahun per alat dan biaya pemeliharaan per alat jika masa garansi alat telah berakhir. Pembiayaan tersebut tidak memperhitungkan biaya lain seperti penggantian modul diluar masa garansi, kehilangan/ kerusakan komputer, pengiriman kartrid dari pusat, dan pengiriman contoh uji ke laboratorium TCM.
Rencana Aksi Na
sional Penanggu
40
langan TB M40 elalui
Penguatan Labora
torium TB 2016-2
020
3.
Masalah Strategis Laboratorium TB di Indonesia
Analisis SWOT (strength, weakness, opportunity, threat) digunakan untuk menentukan prioritas dan kegiatan yang akan dilakukan selama lima tahun ke depan. Prioritas ditentukan melalui beberapa pertemuan dengan staf LRN, Subdit TB, Direktorat Pelayanan Kesehatan, dan mitra. Informasi yang dikumpulkan kemudian disusun menjadi Kerangka Analisis Situasi dan prioritas ditentukan dalam 6 (enam) area yaitu mikroskopis, biakan dan uji kepekaan, Tes Cepat Molekuler, Sistem Manajemen Mutu Laboratorium, Sumber Daya Manusia dan Rujukan Contoh Uji. Kerangka analisis situasi dan analisis SWOT terdapat dalam lampiran 1 dan 2.
3.1. Mikroskopis 3.1.1. Prioritas utama a. Penguatan partisipasi PME dan peningkatan kinerja seluruh jenjang jejaring pemeriksaan mikroskopis b. Memberdayakan kepemimpinan LRN Mikroskopis untuk memberikan dukungan teknis dalam penguatan jejaring laboratorium. c. Perluasan jejaring Laboratorium rujukan intermediet. d. Dukungan PME untuk Laboratorium rujukan intermediet 3.1.2. Prioritas sekunder a. Melibatkan LKS melalui studi percontohan untuk perluasan jejaring laboratorium dalam pelatihan dan kegiatan PME b. Menerapkan 11 standar GLI dari dokumen akreditasi jejaring Mikroskopis TB. c. Peningkatan kapasitas teknisi laboratorium untuk kegiatan uji silang d. Impementasi TB-12 elektronik untuk meningkatkan PME
3.2. Biakan dan Uji Kepekaan 3.2.1. Prioritas Utama a. Memastikan praktik laboratorium yang aman diterapkan oleh semua staf yang bekerja di laboratorium biakan dan uji kepekaan. b. Memperluas jejaring pemeriksaan biakan TB hingga terdapat 46 laboratorium biakan yang terstandarisasi, setidaknya satu laboratorium per provinsi dan beberapa laboratorium di provinsi yang lebih besar c. Memperluas jejaring pemeriksaan uji kepekaan hingga terdapat 17 laboratorium uji kepekaan yang tersertifikasi. d. Memberdayakan kepemimpinan LRN Biakan dan uji kepekaan untuk memberikan dukungan teknis dalam penguatan jejaring laboratorium. e. LRN memberikan dukungan pemantapan mutu untuk laboratorium biakan dan menjaga kualitas laboratorium uji kepekaan melalui supervisi dan penyediaan tes panel PME biakan dan uji kepekaan berkala untuk untuk menilai kinerja. 3.2.2. Prioritas Sekunder a. Mengembangkan uji kepekaan untuk obat kapreomisin dan moksifloksasin biakan dan uji kepekaan dan mengembangkan 41
ncana Aksi Nasio Re
0
rium TB 2016-202
nguatan Laborato
an TB Melalui Pe nal Penanggulang
41
kemampuan dalam pengujian obat baru anti-TB baru (bedaquiline, delamanid, klofazimin). b. Penyediaan tes panel PME berkala untuk uji kepekaan untuk menilai kinerja. c. Mengembangkan pemeriksaan biakan menggunakan media cair (MGIT960) di semua laboratorium uji kepekaan. d. Memperluas jejaring dengan laboratorium klinik swasta yang melakukan pemeriksaan biakan dan uji kepekaan dan mengikut sertakan mereka dalam pelatihan dan kegiatan PME.
3.3. Tes Cepat Molekuler 3.3.1. Prioritas Utama a. Memperluas alat TCM ke setiap Kabupaten/Kota dengan kemungkinan penempatan beberapa alat TCM di Kabupaten/Kota yang lebih besar. b. Mengembangkan dan menerapkan sistem rujukan contoh uji di seluruh Indonesia. c. Desentralisasi pelatihan TCM dan memberikan dukungan teknis untuk pengembangan 10 laboratorium Regional TCM. d. Memberdayakan kepemimpinan LRN molekuler untuk memberikan dukungan teknis dalam penguatan jejaring laboratorium. e. Memperluas jejaring dengan laboratorium non-Program/swasta yang melakukan pemeriksaan molekuler dan mengikut sertakan mereka dalam pelatihan dan kegiatan PME. 3.3.2. Prioritas Sekunder a. Penguatan manajemen data TCM. b. Melaksanakan pemeriksaan TCM menggunakan contoh uji ekstraparu. c. Mengembangkan dan menerapkan strategi untuk penempatan kartrid XDR TCM dalam jejaring TCM di Indonesia. d. Mendukung TORG untuk melakukan penelitian operasional tentang perluasan jenis contoh uji untuk pemeriksaan dengan TCM.
3.4. Sistem Manajemen Mutu Laboratorium 3.4.1. Prioritas Utama a. Mengidentifikasi lima laboratorium yang adekuat untuk mengikuti pelatihan SMML menuju sertifikasi IS0 15189 b. Melakukan pelatihan LMMS oleh pelatih internasional (ToT) untuk mendapatkan keahlian dalam proses sertifikasi SMML c. Mengidentifikasi perwakilan dari lab TB di Indonesia yang cocok untuk menjadi mentor SMML d. Membangun hubungan dan berkoordinasi dengan Komite Akreditasi Nasional (KAN) serta menginformasikan kemajuan pelatihan SMML dan implementasi dalam jejaring laboratorium TB e. Mengembangkan tools pelatihan SMML dalam bahasa Indonesia 3.4.2. Prioritas Sekunder a. Menyusun rencana jangka panjang dengan KAN untuk implementasi SMML di seluruh jejaring laboratorium
Rencana Aksi Na
sional Penanggu
42
langan TB M42 elalui
Penguatan Labora
torium TB 2016-2
020
b. Mengidentifikasi anggaran untuk implementasi SMML b. Mengidentifikasi asesor/ surveyor untuk memantapkan kualitas di laboratorium yang terakreditasi.
3.5. Sumber Daya Manusia 3.5.1. Prioritas Utama a. Menyediakan pelatih yang berdedikasi, berkualitas dan cukup jumlahnya di semua jenjang jejaring laboratorium b. Memastikan kecukupan staf pada semua jenjang laboratorium c. Mengurangi perpindahan staf terlatih d. Membuat rencana yang tepat untuk mempertahankan staf terlatih e. Memastikan kesempatan untuk membangun karir dan promosi tepat waktu untuk menjaga staf tetap termotivasi 3.5.2. Prioritas Sekunder a. Membuat pedoman dan kebijakan pengadaan tenaga yang jelas b. Memastikan pelatihan yang memadai bagi staf teknis c. Mengembangkan kebijakan untuk pemeriksaan rutin kesehatan staf b. Memastikan lingkungan kerja yang aman
3.6. Transportasi Contoh Uji 3.6.1. Prioritas Utama a. Membangun koordinasi antar Kemenkes, Kemenhub, dan Kementeran Lingkungan Hidup terkait untuk transportasi contoh uji b. Membuat pedoman untuk transportasi contoh uji yang lebih aman c. Mengembangkan sistem transportasi contoh uji yang cepat, handal dan berkelanjutan d. Mendorong provinsi untuk mengidentifikasi dan menggunakan sarana transportasi lokal yang tersedia e. Mengembangkan mekanisme pelaporan elektronik untuk transportasi contoh uji f. Memastikan anggaran untuk transportasi contoh uji 3.6.2. Prioritas Sekunder a. Mengembangkan indikator kinerja utama untuk sistem rujukan contoh uji b. Sosialisasi kepada klinisi untuk menggunakan laporan hasil pemeriksaan secara elektronik c. Pemetaan faskes dan jejaring dengan laboratorium diagnosis d. koordinasi yang kuat antara Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan SPC
43
ncana Aksi Nasio Re
0
rium TB 2016-202
nguatan Laborato
an TB Melalui Pe nal Penanggulang
43
4.
Strategi, Indikator dan Target Setelah melakukan analisis SWOT, dan analisis kerangka situasi, terdapat 4 (empat) bidang prioritas sebagai tujuan: Tujuan-1 : Meningkatkan akses ke pemeriksaan mikroskopis TB yang berkualitas dengan PME yang efektif Tujuan-2 : Meningkatkan akses dan mengurangi waktu diagnosis dan deteksi resistensi Rifampisin melalui tes cepat Tujuan-3 : Meningkatkan akses ke laboratorium uji kepekaan lini satu dan dua untuk pasien yang berisiko TB RO/TB XDR Tujuan-4 : Menerapkan Sistem Manajemen Mutu Laboratorium (SMML) Ada 8 (delapan) strategi utama untuk mencapai tujuan dari 4 (empat) bidang prioritas sebagai berikut: Strategi 1 : Penguatan infrastruktur laboratorium termasuk K3 Strategi 2 : Peningkatan SDM laboratorium termasuk jejaringnya Strategi 3 : Pengembangan dan pemeliharaan Sistem Manajemen Mutu Laboratorium Strategi 4 : Penguatan manajemen logistik termasuk pemeliharaan dan validasi alat Strategi 5 : Penguatan mekanisme rujukan dan transportasi contoh uji Strategi 6 : Penguatan sistem informasi laboratorium Strategi 7 : Pengembangan kerangka kerja peraturan terkait laboratorium Strategi 8 : Pengembangan kapasitas riset operasional
Uraian kegiatan sebagai berikut: Tujuan-1: Meningkatkan akses ke pemeriksaan mikroskopis TB yang berkualitas dengan PME yang efektif Strategi 2: Peningkatan SDM laboratorium termasuk jejaringnya Kegiatan: 1. Pembentukan LRP untuk Provinsi Jawa Barat dan Kalimantan Utara a) Asesmen untuk pembentukan LRP untuk Provinsi Jawa Barat dan Kalimantan Utara b) Pengembangan kapasitas melalui tes panel untuk LRP terpilih c) OJT ke LRP terpilih untuk penguatan manajemen laboratorium d) OJT ke LRP terpilih supaya dapat menyediakan tes panel 2. Dukungan untuk pelaksanaan PME bagi LRP a) Diseminasi alur pelaporan PME b) Pelatihan PME metode LQAS 3. Pengembangan Laboratorium Rujukan Intermediate a) Advokasi dan sosialisasi ke Dinas Kesehatan Provinsi untuk pengembangan LRI b) Implementasi LRI 4. Pengembangan kapasitas teknisi laboratorium untuk kegiatan uji silang a) Training LRI di LRP (Jejaring laboratorium TB dan manajemen) b) Workshop PME 5. Implementasi akreditasi jejaring mikroskopis nasional
Rencana Aksi Na
sional Penanggu
44
langan TB M44 elalui
Penguatan Labora
torium TB 2016-2
020
a) Melaksanakan asesmen dan membuat laporan ke Subdit TB dan Dit YanKes b) Pengembangan program akreditasi c) Sosialisasi akreditasi jejaring mikroskopis nasional d) Proyek percontohan program uji percontohan di 2 provinsi e) Analisis dan penilaian proyek percontohan f) Implementasi secara nasional g) Proporsi Laboratorium Mikroskopik yang berpatisipasi dalam akreditasi di setiap provinsi 6. Meningkatkan keterlibatan laboratorium swasta/non-program a) Meningkatkan jumlah provinsi yang mendukung laboratorium swasta/non-program dalam kegiatan PME dan pelatihan b) Penerapan Rencana Aksi Nasional dalam pelibatan laboratorium swasta/non-program dalam kegiatan PME dan pelatihan c) Penerapan alur pelaporan data laboratorium dari laboratorium swasta/non-program ke Dinas Kesehatan Provinsi dan LRP secara nasional d) Melaksanakan pertemuan nasional bagi pemangku kepentingan untuk mengevaluasi implementasi tahunan 7. Pelatihan akreditasi jejaring mikroskopis (11 standar GLI) a) Desktop assessment pedoman nasional, SPO, data PME 2015, dan kebijakan b) ToT untuk LRN mikroskopik, KAN, dan Kementrian Kesehatan sesuai dengan 11 standar GLI oleh LRS c) Pelaksanaan ToT untuk pelatih provinsi oleh pelatih nasional d) Evaluasi setelah pelatihan oleh pelatih nasional/ internasional 8. Membuat materi pelatihan untuk 11standar GLI a) Penyesuaian 11standar GLI ke dalam konten lokal b) Membuat kurikulum dan materi pelatihan Strategi 3: Pengembangan dan pemeliharaan Sistem Manajemen Mutu Laboratorium Kegiatan 1. Memberikan wewenang kepada LRN Mikroskopik untuk memimpin dan memberi dukungan teknis dalam penguatan jejaring a) LRS memberikan wewenang kepada LRN Mikroskopik untuk memimpin dan memberi dukungan teknis dalam penguatan jejaring b) Menyediakan tes panel PME setiap tahun 2. PME untuk Laboratorium Rujukan Provinsi a) LRN Mikroskopik menyediakan tes panel PME setiap tahun b) LRN Mikroskopik melaksanakan asesmen untuk supervisi jejaring lab TB di tingkat provinsi 3. Pembentukan Lab Rujukan Intermediet a) Melakukan supervisi ke Lab Rujukan Intermediet yang baru dibentuk oleh LRN Mikroskopik atau Lab Rujukan Provinsi (2 kali/tahun) b) Pemantauan dan evaluasi untuk lab mikroskopik 45
ncana Aksi Nasio Re
0
rium TB 2016-202
nguatan Laborato
an TB Melalui Pe nal Penanggulang
45
4. Membentuk pelatih nasional Indonesia a) Setelah ToT, lakukan kunjungan asesmen untuk menindaklanjuti pelatihan b) Tindak lanjut dan bimbingan oleh ToT 5. Pelibatan Komite Akreditasi Nasional (KAN) a) Bimbingan lab oleh Direktorat Pelayanan Kesehatan (KAN) b) Asesmen lab rutin oleh KAN dan mitra Strategi 4: Penguatan manajemen logistik termasuk pemeliharaan dan validasi alat Kegiatan: 1. Implementasi 11 standar GLI didahului dengan Distribusi 11 standar GLI Strategi 6: Penguatan sistem informasi laboratorium Kegiatan: 1. Menerapkan TB-12 elektronik untuk meningkatkan pemantapan mutu eksternal a) Perbaikan TB-12 elektronik b) Melaksanakan pelatihan TB-12 elektronik c) Pelatihan penyegaran untuk Lab Rujukan Provinsi dan pengelola program TB Strategi 7: Pengembangan kerangka kerja peraturan terkait laboratorium Kegiatan: 1. Penerapan 11 standar GLI a) Penyesuaian Akreditasi Jejaring Mikroskopik TB ke dalam konten lokal dan memasukannya ke dalam daftar tilik b) Koordinasi dengan bidang akreditasi di Kemenkes 2. Penguatan jejaring dengan LKS a) Melaksanakan pertemuan sosialisasi antara Program TB dengan LKS b) Penguatan jejaring LKS dengan Dinas Kesehatan Provinsi dan Laboaratorium Rujukan Provinsi Tujuan-2: Meningkatkan akses dan mengurangi waktu diagnosis dan deteksi resistensi Rif melalui uji cepat Strategi 2: Peningkatan SDM laboratorium termasuk jejaringnya Kegiatan 1. Mengadakan penambahan alat TCM sesuai target a) Penentuan calon laboratorium TCM b) Melaksanakan workshop TCM di tingkat pusat 2. Desentralisasi pelatihan dan peran dukungan untuk 10 lab regional TCM a) Membuat langkah-langkah untuk pelatihan dan contoh dukungan di LRP yang efektif dan berkelanjutan b) Menentukan laboratorium regional TCM
Rencana Aksi Na
sional Penanggu
46
langan TB M46 elalui
Penguatan Labora
torium TB 2016-2
020
3.
4.
c) Sosialisasi pelatihan ke Dinas Kesehatan Provinsi dan LRP Membangun TCM di seluruh Indonesia a) Penempatan minimal satu alat TCM di setiap Kabupaten/Kota di Indonesia hingga akhir tahun 2020 b) Workshop TCM Pelatihan untuk Stasiun Pengumpul Contoh Uji (untuk pengemasan contoh uji yang aman) a) Identifikasi tim pelatih tingkat provinsi dan kabupaten/kota b) Penyampaian/ pemberian pelatihan untuk Stasiun Pengumpul Contoh Uji dan laboratorium diagnostik c) Pembuatan mekanisme pelaporan hasil untuk Stasiun Pengumpul Contoh Uji d) Penerapan pengemasan contoh uji yang aman e) Memastikan pemeliharaan rantai dingin dimanapun dibutuhkan
Strategi 3: Pengembangan dan pemeliharaan Sistem Manajemen Mutu Laboratorium Kegiatan: 1. Memberikan wewenang ke LRN Molekuler untuk menunjukkan kepemimpinan dan memberikan dukungan teknis untuk memperkuat jejaring 2. Desentralisasi pelatihan dan peran dukungan untuk 10 lab regional TCM a) Melakukan pelatihan bagi pelatih untuk melatih teknisi lab, kalibrasi, penggantian modul, dan pemecahan masalah di tingkat provinsi b) Melakukan evaluasi setelah pelatihan bagi LRP oleh LRS, LRN Molekuler, Subdit TB, Direktorat Pelayanan Kesehatan, dan mitra c) LRS Adelaide mengamati kegiatan pelatihan (bekerja sama dengan LRN Molekuler) 3. Penilaian laboratorium TCM sebagai PME dalam penerapan alat TCM di seluruh Indonesia Strategi 4: Penguatan manajemen logistik termasuk pemeliharaan dan validasi alat Kegiatan: 1. Pengadaan materi/ bahan pengemasan untuk transportasi contoh uji dan mekanisme rujukan a) Perhitungan persediaan yang dibutuhkan berdasarkan jumlah pasien yang diharapkan b) Pembuatan anggaran kebutuhan c) Pengadaan persediaan d) Distribusi ke Stasiun Pengumpul Contoh Uji 2. Identifikasi sistem kurir lokal yang tersedia dan tanda tangan perjanjian a) Identifikasi sistem transportasi (kurir, agen pengiriman, transportasi umum/pribadi) b) Meyakinkan vendor untuk melakukan pengemasan yang aman c) Membuat perjanjian dengan agen kurir d) Mengawasi kurir 47
ncana Aksi Nasio Re
0
rium TB 2016-202
nguatan Laborato
an TB Melalui Pe nal Penanggulang
47
Strategi 5: Penguatan mekanisme rujukan dan transportasi contoh uji Kegiatan: 1. Sosialisasi ke Dinas Kesehatan Provinsi untuk pengembangan model transportasi contoh uji yang berkelanjutan a) Pertemuan dengan Dinas Kesehatan Provinsi b) Pertemuan dengan Dinas Kesehatan Provinsi dengan tingkat kabupaten 2. Membangun jejaring antara fasilitas kesehatan, stasiun pengumpul contoh uji (SPC) dan laboratorium diagnostik a) Identifikasi letak geografis SPC dengan pendekatan waktu yang tersingkat. b) Hubungan/jejaring Puskesmas, klinik/Rumah Sakit HIV, ARV, pelayanan MTPTRO dan penjara dengan SPC c) Hubungan/jejaring SPC dengan lab diagnostik terdekat d) Mendapatkan komitmen dari semua pihak yang terlibat Strategi 6: Penguatan sistem informasi laboratorium Kegiatan: 1. Memperkuat manajemen data TCM a) Pengawasan dan evaluasi TCM b) Mengembangkan database elektronik nasional untuk mengawasi kalibrasi dan penggantian modul, beban kerja, logistik kartrid, dan pelacakan indikator kinerja utama lab TCM c) Melatih pelatih provinsi dalam pengelolaan database d) Mikrobiologi-UI untuk memberikan laporan triwulan dan tahunan kepada NTP/Subdit TB dan BPPM/Direktorat Mutu dan Akreditasi Pelayanan Kesehatan 2. Manajemen data untuk diagnosis TB-XDR menggunakan kartrid XDR a) Membuat dan mencetak formulir dan register yang sudah diperbaiki b) Memperbaiki database elektronik untuk menyertakan hasil XDR dari TCM c) Mengembangkan mekanisme pelaporan prioritas untuk dokter/TAK 3. Manajemen data untuk TB ekstra-paru a) Mengumpulkan dan menganalisis data semua tes yang dilakukan pada sampel ekstra paru dan anak 4. Manajemen data untuk transportasi contoh uji dan mekanisme rujukan a) Pemantauan dan evaluasi rutin pengiriman contoh uji Strategi 7: Kegiatan:
Rencana Aksi Na
Pengembangan kerangka kerja peraturan terkait laboratorium
sional Penanggu
48
langan TB M48 elalui
Penguatan Labora
torium TB 2016-2
020
1.
2.
Membuat kebijakan implementasi kartrid XDR a) Sosialisasi ke NTP/Subdit TB, Direktorat Pelayanan Kesehatan terkait kartrid XDR TCM b) Membuat dan menerapkan strategi untuk penempatan kartrid XDR TCM dalam jejaring TCM Indonesia Pemeriksaan sampel/contoh uji TB ekstra paru menggunakan TCM a) Membuat pedoman untuk pemeriksaan TCM menggunakan contoh uji ekstra paru (Mikrobiologi-UI) b) Diseminasi pedoman pemeriksaan TCM menggunakan contoh uji ekstra paru ke semua provinsi
Tujuan-3: Meningkatkan akses ke laboratorium uji kepekaan OAT lini satu dan dua untuk pasien yang berisiko TB RO /TB XDR Strategi 1: Penguatan infrastruktur laboratorium termasuk K3 Kegiatan: 1. Renovasi laboratorium biakan TB Strategi 2: Peningkatan SDM laboratorium termasuk jejaringnya Kegiatan: 1. Memperluas jejaring biakan a) Melakukan pelatihan penyiapan media dan biakan untuk semua laboratorium biakan b) Mengembangkan dan menerapkan tools untuk pengumpulan data indikator kinerja utama 2. Mengembangkan dan mempertahankan praktik kerja yang aman di laboratorium TB a) Melakukan pelatihan praktek kerja yang aman (safe working practices) setidaknya untuk dua staf di setiap laboratorium yang melakukan pemeriksaan biakan/ atau uji kepekaan. b) LRS Adelaide menyerahterimakan pelaksanaan pelatihan praktek kerja yang aman (safe working practices) kepada BBLK Surabaya c) LRS melakukan revisi materi pelatihan. 3. Pengembangan pemeriksaan biakan menggunakan media cair (MGIT960) di semua laboratorium uji kepekaan. a) Melakukan pelatihan MGIT 960 untuk pemeriksaan biakan dan uji kepekaan di BBLK Surabaya b) Mengembangkan uji kepekaan lini pertama dan kedua di semua laboratorium uji kepekaan yang menggunakan MGIT960 melalui pelatihan c) Mengembangkan uji kepekaan untuk OAT baru (Kapreomisin, Moksifloksasin) melalui pelatihan 4. Membangun kapasitas staf LRN Biakan/Uji kepekaan untuk kalibrasi BSC Strategi 3: Pengembangan Laboratorium
dan
pemeliharaan 49
Sistem
Mutu
0
rium TB 2016-202
nguatan Laborato
an TB Melalui Pe nal Penanggulang
ncana Aksi Nasio Re
Manajemen
49
Kegiatan: 1. Memberikan dukungan kepada LRN Biakan/uji kepekaan untuk menunjukkan kepemimpinan dan memberikan dukungan teknis untuk memperkuat jejaring a. Dukungan LRS untuk LRN Biakan/Uji Kepekaan dengan melakukan dua kunjungan per tahun (masing-masing 1-2 hari) b. Menyediakan tes panel PME uji kepekaan setiap tahun untuk LRN 2. LRN memberikan dukungan terkait pemantapan mutu (QA) untuk laboratorium biakan TB a. Asesmen ke semua laboratorium biakan (minimal sekali setiap tahun) b. Pengumpulan dan analisis indikator kinerja utama 3. Memperbanyak jumlah laboratorium uji kepekaan dalam jejaring lab TB a. Pemantapan mutu ekternal yang lengkap (tersertifikasi penuh) untuk lab uji kepekaan yang sedang berproses untuk sertifikasi (RS M. Jamil, BBLK Makassar, BLK Banjarmasin, BLK Samarinda, RS Sanglah, BLK Ambon) b. Supervisi rutin oleh BBLK Surabaya ke 6 lab yang sedang dalam proses menuju serifikasi c. Semua lab uji kepekaan tersertifikasi d. Penyediaan tes panel PME uji kepekaan untuk menilai kinerja e. Dua kali menilai kemajuan oleh LRS-Adelaide (bekerja sama dengan BBLK Surabaya) 4. Mempertahankan kualitas lab uji kepekaan yang sudah ada oleh LRN BBLK Surabaya a. Menyediakan setidaknya satu tes panel PME untuk uji kepekaan per tahun b. Melakukan setidaknya satu kali supervisi ke lab uji kepekaan setiap tahun (1-2 hari) oleh LRN c. Review tahunan laboratorium uji kepekaan yang terpilih oleh LRS Adelaid (bekerja sama dengan BBLK Surabaya d. Melakukan asesmen selama implementasi MGIT960 Strategi 4: Penguatan manajemen logistik termasuk pemeliharaan dan validasi alat Kegiatan: 1. Memperkuat kapasitas pemeriksaan uji kepekaan menggunakan MGIT 960. a. Pengadaan kontrak pemeliharaan untuk semua pengguna MGIT 960 dalam jejaring Tujuan-4: Menerapkan Sistem Manajemen Mutu Laboratorium (SMML) Strategi 2: Peningkatan SDM laboratorium termasuk jejaringnya Kegiatan: 1. Melatih laboratorium Indonesia a. Staf nasional mendapatkan pelatihan internasional b. Pelatih nasional melatih Lab TB dalam hal sistem manajemen mutu laboratorium (SMML) dengan pengawasan pelatih internasional 2. Membentuk pelatih nasional
Rencana Aksi Na
sional Penanggu
50
langan TB M50 elalui
Penguatan Labora
torium TB 2016-2
020
a. Mengidentifikasi kebutuhan ToT b. Penyesuaian materi pelatihan SMML c. ToT untuk melatih laboratorium internasional sebagai pengawas
uji
kepekaan
dengan
Strategi 3: Pengembangan dan pemeliharaan Sistem Manajemen Laboratorium Kegiatan: 1. Membentuk pelatih nasional 2. Pelibatan Badan Akreditasi Nasional (KAN) a. Bimbungan Lab oleh Direktorat Pelayanan Kesehatan (KAN) b. Asesmen Lab rutin oleh KAN dan mitra 3. Persiapan laboratorium untuk akreditasi ISO dengan bantuan KAN a. KAN bersama dengan mitra internasional melakukan penilaian persiapan untuk akreditasi ISO 15189 b. Labs mempersiapkan aplikasi ISO c. Kunjungan Tim ISO ke lab uji kepekaan TB
pelatih
Mutu
Strategi 4: Penguatan manajemen logistik termasuk pemeliharaan dan validasi alat Kegiatan: 1. Membuat SPO manual logistik untuk tingkatan lab yang berbeda a. Workshop logistik untuk laboratorium biakan dan uji kepekaan b. Tindak lanjut dan bimbungan setelah workshop Kegiatan Utama Kegiatan Utama Tujuan 1: Meningkatkan akses ke pemeriksaan mikroskopis BTA yang berkualitas dengan PME yang efektif Walaupun alat diagnostik TB terbaru telah ditemukan, beberapa negara dengan beban penyakit TB yang tinggi di dunia termasuk Indonesia, telah berkomitmen bahwa pemeriksaan mikroskopis TB tetap menjadi alat diagnostik utama untuk penyakit TB. Kegiatan review jejaring mikroskopis TB nasional yang dilaksanakan pada tahun 2014 menemukan permasalahan dalam PME mikroskopis TB yaitu keteraturan dan ketepatan waktu pelaksanaan uji silang. Salah satu strategi utama dalam RAN Laboratorium 2016-2020 ini adalah penguatan aspek teknis dalam pelaksanaan PME melalui peran utama dan kepemimpinan dari Laboratorium Rujukan TB Nasional (LRN) untuk pemeriksaan mikroskopis TB yaitu BLK Provinsi Jawa Barat. Dalam lima tahun mendatang direncanakan peningkatan akses ke pemeriksaan mikroskopis TB yang berkualitas dengan PME yang efektif untuk menunjang diagnosis di seluruh kabupaten/kota sesuai dengan rencana pengembangan. Semua Puskesmas Satelit (PS) akan menjadi Puskesmas Pelaksana Mandiri pada akhir tahun 2020 dengan kemampuan pemeriksaan laboratorium mikroskopis dahak setara dengan Puskesmas Rujukan Mikroskopis (PRM). Dengan demikian 51
ncana Aksi Nasio Re
0
rium TB 2016-202
nguatan Laborato
an TB Melalui Pe nal Penanggulang
51
tidak lagi diperlukan tenggat waktu karena harus mengirim dan menunggu hasil pemeriksaan mikroskopis dahak dari PRM. Pelatihan akan didesentralisasi ke tingkat provinsi dan kabupaten/ kota. Kebutuhan mikroskop untuk mendukung pengembangan PS menjadi PPM diharapkan berasal dari pembiayaan lokal karena persyaratan minimal untuk Puskesmas adalah memiliki minimal 1 mikroskop binokuler. Pengembangan PS menjadi PPM dilakukan secara bertahap sesuai dengan rencana pengembangan sebagai berikut: Tabel 6. Rencana Pengembangan Puskesmas menjadi Puskesmas Mandiri Layanan TB Upaya Pengembangan
Situasi saat ini 1.795
2016
2017
1.795
1.203
Laboratorium PPM
2.936
2.936
Laboratorium PS
4.141
4.607
Laboratorium PRM
Non DOTS Total
2018
2019
2020
541
244
0
4.740
7.593
8.797
9.782
3.662
1.648
742
0
611
444
177
0
0
0
9.483
9.782
9.782
9.782
9.782
9.782
Indonesia telah menetapkan program PME yang dikelola oleh masing-masing provinsi menggunakan pedoman yang dikembangkan di tingkat nasional. PME terdiri dari uji silang mikroskopis, bimbingan teknis, dan tes panel. Uji silang merupakan pemeriksaan ulang sediaan mikroskopis oleh laboratorium rujukan tanpa mengetahui hasil pemeriksaan oleh laboratorium sebelumnya (blinded rechecking) yang dilakukan secara berkala dan berkesinambungan dengan tujuan untuk peningkatan mutu. Uji silang mikroskopis dilakukan dengan metode LQAS sebanyak 4 kali setiap tahunnya. Partisipasi uji silang bervariasi antar provinsi. Persentase cakupan uji silang dari tahun 2013 sampai 2015 berada pada rentang 12-45%, persentase kinerja baik di antara fasyankes yang mengikuti uji silang 62-81%, dan persentase kinerja baik di antara seluruh fasyankes mikroskopis adalah 8-26%. Persentase faskes mikroskopis yang mengikuti uji silang dengan hasil baik diharapkan terus meningkat setiap tahunnya sesuai target yang tertera pada tabel di bawah ini: Tabel 7. Target Kegiatan Uji Silang Faskes Persentase faskes mikroskopis yang mengikuti uji silang Persentase faskes mikroskopis yang mengikuti uji silang dengan hasil baik
Target
Baseline 2015
2016
44%
50%
60%
80%
90%
90%
20%
40%
60%
80%
100%
100%
2017
2018
2019
2020
Kegiatan PME mikroskopis TB dapat berjalan dengan efektif melalui peran serta 3 (tiga) komponen uji silang yaitu Fasyankes mikroskopis TB, Laboratorium RUS 1
Rencana Aksi Na
sional Penanggu
52
langan TB M52 elalui
Penguatan Labora
torium TB 2016-2
020
(intermediate) dan pengelola program TB kabupaten/ kota. Saat ini Indonesia memiliki 63 laboratorium intermediate. Kebutuhan laboratorium intermediate adalah sebanyak 1 (satu) laboratorium intermediate melayani 1-3 kabupaten/kota. Tahapan pengembangan laboratorium intermediate secara bertahap sesuai dengan tabel ... Tabel 8. Rencana Pengembangan Laboratorium Intermediate Upaya Pengembangan Laboratorium Intermediate
Situasi saat ini 63
2016
2017
63
102
2018
2019
2020
172
200
142
Kegiatan Utama Tujuan-2: Meningkatkan akses dan mengurangi waktu diagnosis dan deteksi resistensi Rif melalui uji cepat Tes Cepat Molekuler Kebutuhan Tes Cepat Molekuler (TCM) berdasarkan kondisi epidemiologis penyakit sesuai beban perkiraan pasien TB di Indonesia, pertimbangan administratif dimana minimal 1 (satu) alat di masing-masing kabupaten/ kota dan pertimbangan geografis di masing-masing wilayah. Kenaikan kebutuhan jumlah alat dihitung setiap tahun. Penempatan alat TCM dapat diperuntukkan bagi faskes rujukan TB RO, faskes TB RO, RS atau Puskesmas dengan pasien TB dan HIV yang tinggi, serta laboratorium rujukan. Rencana perhitungan kebutuhan alat TCM dihitung sesuai dengan tabel... Tabel 9. Rencana perhitungan kebutuhan alat TCM Baseline Target penemuan kasus TB Target Terduga TB (10%) Rencana pemeriksaan diagnostik
2016
2017
2018
2019
2020
332.000
396.976
530.493
599.338
605.291
3.320.000
3.969.760
5.340.930
5.993.380
6.052.910
a. Mikroskopis
99,8%
68%
60%
55%
45%
30%
b. TCM
0,2%
32%
40%
45%
55%
70%
a. Mikroskopis
2.257.600
2.381.856
2.917.712
2.697.021
1.815.873
TCM (positivity 10%)
1.062.400
1.587.904
2.387.219
3.296.359
4.237.037
2304
2304
2304
2304
2304
461
689
1.036
1.431
1.839
507
758
1.140
1.574
2.023
Beban pemeriksaan diagnosis
Asumsi mesin 3 kali running, 20 hari sebulan Kapasitas 80% Kebutuhan mesin sesuai proporsi TCM dibanding mikroskopis *penambahan berdasar asumsi administratif dan geografis (naik 10% dari hitungan)
53
ncana Aksi Nasio Re
0
rium TB 2016-202
nguatan Laborato
an TB Melalui Pe nal Penanggulang
53
Berdasarkan perhitungan tersebut, disusun target kebutuhan berdasarkan provinsi dan kabupaten kota sebagai berikut:
alat
TCM
Tabel 10. Rencana Pengembangan Laboratorium per provinsi dan Kabupaten/ Kota Mampu Tes Cepat Molekuler Jumlah Provinsi
Baseline (2015) 33
2016
2017
2018
2019
2020
34
34
34
34
34
Jumlah Kabupaten/Kota
56
315
514
514
514
514
Jumlah Fasyankes
63
504
786
1.108
1.778
2.023
Berdasarkan jumlah alat TCM dan fasyankes di seluruh Indonesia, tidak semua fasyankes akan memiliki alat TCM. Pada faskes yang tidak memiliki akses langsung terhadap pemeriksaan TCM, apabila diperlukan pemeriksaan TCM, maka digunakan sistem transportasi contoh uji. Pengembangan sistem transportasi contoh uji, mengikuti rencana pengembangan TCM dan sistem rujukan, baik dalam jejaring PPM di satu kabupaten/kota maupun antar kabupaten/kota. Pengelolaan pelatihan, pemeliharaan, logistik, dan pemantapan mutu harus mulai diserahkan dari LRN Departemen Mikrobiologi FKUI ke tingkat regional atau provinsi. Terkait dengan hal tersebut, jejaring TCM perlu dikembangkan secara bertahap dan harus memiliki jejaring dengan pemeriksaan biakan dan uji kepekaan TB. Bahan habis pakai untuk alat TCM berupa kartrid dihitung berdasarkan asumsi 3 (tiga) kali pemeriksaan per hari, 20 hari per bulan serta mempertimbangkan hasil error 10% sesuai tabel berikut Tabel 11. Kebutuhan Kartrid untuk Pemeriksaan TCM 2016 – 2020 Tahun Jumlah alat Jumlah pemeriksaan per hari Jumlah pemeriksaan per bulan Jumlah pemeriksaan per tahun 10% pemeriksaan error (hasil error, invalid, indeterminate, dan kartrid rusak) TOTAL PEMERIKSAAN / KEBUTUHAN KARTRID
Rencana Aksi Na
2015
2016
2017
2018
2019
2020
62
507
758
1.140
1.574
2.023
744
6.084
9.096
13.680
18.888
24.276
14.880
121.680
181.920
273.600
377.760
485.520
178.560
1.460.160
2.183.040
3.283.200
4.533.120
5.826.240
17.856
146.016
218.304
328.320
453.312
582.624
196.416
1.606.176
2.401.344
3.611.520
4.986.432
6.408.864
sional Penanggu
54
langan TB M54 elalui
Penguatan Labora
torium TB 2016-2
020
Line Probe Assay (LPA) Lini 2 Pengembangan laboratorium LPA terutama untuk pemeriksaan LPA lini 2 untuk mendukung kegiatan MTPTRO dalam menggunakan regimen jangka pendek (short regimen). Syarat pemberian regimen tersebut adalah tidak adanya resistensi terhadap OAT lini 2. Pemeriksaan uji kepekaan lini dua dengan metode konvensional (media padat maupun cair) membutuhkan waktu 3-4 bulan. Oleh karena itu diperlukan pemeriksaan dengan metode cepat untuk dapat mendeteksi resistensi terhadap OAT lini 2. Berdasarkan perkiraan kebutuhan pemeriksaan LPA lini 2 untuk pasien TB RO, dengan 3 laboratorium LPA yang telah tersedia saat ini dapat memenuhi kebutuhan nasional. Akan tetapi dengan peningkatan kebutuhan pemeriksaan sesuai target pasien TB RO, diperlukan pengembangan laboratorium LPA sesuai dengan tabel... Tabel 12. Rencana Pengembangan Laboratorium LPA Lini 2 Upaya Pengembangan Laboratorium
Baseline (2015) 2
2016
2017
2
3
2018
2019
2020
5
6
4
Kegiatan Utama Tujuan 3: Meningkatkan akses pemeriksaaan uji kepekaan lini pertama dan kedua untuk pasien yang berisiko TB RO (TB MDR /XDR) Kebutuhan pemeriksaan biakan, uji kepekaan lini satu dan lini dua disesuaikan dengan target penemuan kasus TB RO. Pemeriksaan uji kepekaan lini satu dan lini dua wajib dilakukan bagi setiap pasien TB RO yang terkonfirmasi resistan terhadap Rifampisin melalui pemeriksaan TCM. Sampai akhir tahun 2016 terdapat ...laboratorium mampu melakukan pemeriksaan biakan, ...laboratorium tersertifikasi lini 1 dan ... laboratorium tersertifikasi lini 1 dan 2. Pengembangan laboratorium biakan dan uji kepekaan lini 1 dan 2 disesuaikan dengan target pasien TB RO yang akan diterapi sampai tahun 2020 sesuai dengan tabel ... Tabel 13. Rencana Pengembangan Laboratorium Biakan dan Uji Kepekaan Laboratoriun
2015
2016
2017
2018
2019
2020
Biakan
16
20
30
40
46
46
Uji Kepekaan Lini Satu
13
13
14
15
17
17
Uji Kepekaan Lini Dua
5
7
10
13
17
17
WHO merekomendasikan satu laboratorium biakan untuk setiap 5 juta penduduk sehingga masih diperlukan penambahan laboratorium biakan sesuai dengan populasi Indonesia. Direncanakan pada akhir tahun 2020 telah terdapat minimal satu laboratorium biakan di setiap provinsi. Pengembangan laboratorium biakan 55
ncana Aksi Nasio Re
0
rium TB 2016-202
nguatan Laborato
an TB Melalui Pe nal Penanggulang
55
dan uji kepekaan dilakukan melalui renovasi laboratorium dan pelatihan petugas laboratorium. Saat ini pemeriksaan biakan dan uji kepekaan dilakukan dengan metode padat dan cair. Waktu tunggu keluarnya hasil pemeriksaan (turn around time) untuk pemeriksaan dengan media cair lebih cepat dengan media padat. Pada tahun 2017 pengembangan pemeriksaan biakan dan uji kepekaan menggunakan media cair akan dilanjutkankan ke 7(tujuh) laboratorium lain sehingga diharapkan nanti semua laboratorium uji kepekaan yang tersertifikasi dapat memberikan layanan pemeriksaan biakan dan uji kepekaan menggunakan media cair. Laboratorium yang telah dinyatakan mampu melakukan pemeriksaan biakan sesuai standar perlu dipantau dan dipertahankan kinerjanya secara berkala dan berkesinambungan melalui evaluasi indikator kinerja utama.. Peran LRN BBLK Surabaya sangat penting untuk memonitor kinerja laboratorium biakan melalui kunjungan rutin minimal sekali setahun ke masing-masing laboratorium biakan dan uji kepekaan serta pengumpulan Indikator Kinerja Utama. Pemantauan kinerja laboratorium uji kepekaan dilakukan dengan pengiriman tes panel yang disiapkan dan dianalisis oleh LRN BBLK Surabaya. Berikut adalah indikator untuk kegiatan utama tujuan 3 Indikator Renovasi Lab Melakukan pelatihan penyiapan media dan biakan untuk semua laboratorium biakan
2015 16/46 15 (60%) dari lab biakan (25)
Mengembangkan dan menerapkan tools untuk pengumpulan data indikator kinerja utama
20 (80%) dari lab biakan (25)
# jumlah lab biakan yang sudah menerapkan keselamatan dan keamanan kerja dengan optimal
15 (60%) dari lab biakan (25)
Melakukan pelatihan MGIT960 untuk pemeriksaan biakan dan uji kepekaan di BBLK Surabaya
6/17
Mengembangkan uji kepekaan lini satu dan lini dua di semua laboratorium uji kepekaan yang menggunakan MGIT960 melalui pelatihan Mengembangkan uji kepekaan untuk obat anti-TB baru
Rencana Aksi Na
sional Penanggu
56
2016 20/46 21 (70%) dari lab biakan (30) 27 (90%) dari lab biakan (30) 21 (70%) dari lab biakan (30) 10/17
2017 30/46 28 (80%) dari lab biakan (35)
2018 40/46 36 (90%) dari lab biakan (40) 100% dari lab biakan (40)
2019 46/46 46 (100%) dari lab biakan (46) 100% dari lab biakan (46)
12/17
36 (90%) dari lab biakan (40) 13/17
46 (100%) dari lab biakan (46) 17/17
4/7 (57%)
7/11 (63%)
10/12 (83%)
13/13 (100%)
17/17 (100%)
N/A
5/11 (45%)
12/12 (100%)
13/13 (100%)
17/17 (100%)
langan TB M56 elalui
100%) dari lab biakan (35) 28 (80%) dari lab biakan (35)
Penguatan Labora
torium TB 2016-2
020
(Kapreomisin, Moksifloksasin) melalui pelatihan Asesmen ke semua laboratorium biakan (setidaknya sekali setiap tahun) Pengumpulan dan analisis indikator kinerja utama
15 (60%) dari lab biakan (25) 15 (60%) dari lab biakan (25)
28 (80%) dari lab biakan (35)
21 (70%) dari lab biakan (30) 21 (70%) dari lab biakan (30)
28 (80%) dari lab biakan (35)
36 (90%) dari lab biakan (40) 36 (90%) dari lab biakan (40)
46 (100%) dari lab biakan (46) 46 (90%) dari lab biakan (46)
Kegiatan Utama Tujuan 4: Menerapkan sistem manajemen mutu laboratorium Saat ini belum ada laboratorium di Indonesia yang telah menyelesaikan pelatihan SMML sesuai dengan ISO-15089. Direncanakan sebanyak 5 (lima) laboratorium tersosialisasi pelatihan pada tahun 2017 ini untuk dapat memulai proses untuk tersertifikasi ISO-15089. Materi pelatihan tersebut juga perlu disesuaikan dengan kebutuhan pelatihan di Indonesia. Perlu dibentuk tim pelatih melalui kegiatan training of trainer (ToT). Jejaring dengan Komite Akreditasi Nasional (KAN) juga harus dibentuk agar SMML untuk laboratorium TB dapat dilaksanakan pada seluruh jejaring laboratorium TB di Indonesia
57
ncana Aksi Nasio Re
0
rium TB 2016-202
nguatan Laborato
an TB Melalui Pe nal Penanggulang
57
5. Pembiayaan Prinsip pembiayaan kegiatan laboratorium dalam Program Penanggulangan TB mengikuti kaidah kaidah yang berlaku dalam sistem pembiayaan kesehatan lainnya. Pembiayaan kesehatan sesuai Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009, Pasal 170 bertujuan untuk penyediaan pembiayaan kesehatan yang berkesinambungan dengan jumlah yang mencukupi, teralokasi secara adil, dan termanfaatkan secara berhasil guna dan berdaya guna untuk menjamin terselenggaranya pembangunan kesehatan agar meningkatkan derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya. Jumlah kebutuhan dana untuk kegiatan laboratorium TB selama kurun waktu 2016-2020 disusun dengan kerangka ringkas sebagai berikut; dilakukan hasil evaluasi pelaksanaan kegiatan dan hasil kegiatan sampai dengan tahun 2015, yang digunakan untuk reformulasi strategi penanggulangan. Selanjutnya disusun rencana kegiatan berdasar 4 (empat) tujuan dan 8 (delapan) strategi dengan pengembangan dan peningkatan kegiatan yang berpatokan pada target untuk meningkatkan kualitas laboratorium TB. Kebutuhan pembiayaan kegiatan laboratorium TB berdasarkan 4 (empat) tujuan secara garis besar digambarkan sebagaimana tabel dan gambar berikut.
Gambar 9. Kebutuhan Dana Kegiatan Laboratorium TB berdasarkan Tujuan Tahun 2016-2020
Rencana Aksi Na
sional Penanggu
58
langan TB M58 elalui
Penguatan Labora
torium TB 2016-2
020
Tabel 14. Kebutuhan Dana Kegiatan Laboratorium TB berdasarkan Tujuan Tahun 2016-2020 Tujuan Tujuan-1 Meningkatkan akses ke pemeriksaan mikroskopis TB yang berkualitas dengan PME yang efektif Tujuan-2 Meningkatkan akses dan mengurangi waktu diagnosis dan deteksi resistensi Rifampisin melalui tes cepat Tujuan-3 Meningkatkan akses ke laboratorium uji kepekaan OAT lini 1 dan 2 untuk pasien yang berisiko TB RO /TB XDR Tujuan-4 Menerapkan Sistem Manajemen Mutu Laboratorium (SMML)
2016
2017
2018
2019
2020
2.414.554.301
6.823.150.830
9.960.371.494
8.757.696.123
12.863.851.024
830.726.080.601
785.260.940.667
1.227.084.604.645
1.536.558.725.360
1.823.157.570.223
12.246.345.950
23.476.888.244
23.879.387.020
17.853.204.460
2.401.348.082
324.092.472
1.029.187.170
1.817.845.902
1.990.280.712
Sedangkan kebutuhan pembiayaan kegiatan laboratorium TB berdasarkan 8 (delapan) strategi secara garis besar digambarkan sebagaimana tabel dan grafik berikut
Gambar 10. Kebutuhan Dana Kegiatan Laboratorium TB berdasarkan Strategi Tahun 2016-2020
Rencana Aksi Nasio
59
0
rium TB 2016-202
nguatan Laborato
an TB Melalui Pe nal Penanggulang
59
Tabel 15. Kebutuhan Dana Kegiatan Laboratorium TB berdasarkan Strategi Tahun 2016-2020 Strategi Strategi 1 Penguatan infrastruktur laboratorium termasuk K3 Strategi 2 Peningkatan SDM laboratorium termasuk jejaringnya Strategi 3 Pengembangan dan pemeliharaan Sistem Manajemen Mutu Laboratorium Strategi 4 Penguatan manajemen logistik termasuk pemeliharaan dan validasi alat Strategi 5 Penguatan mekanisme rujukan dan transportasi contoh uji Strategi 6 Penguatan sistem informasi laboratorium Strategi 7 Pengembangan kerangka kerja peraturan terkait laboratorium
2016
2017
2018
2019
2020
7.200.000.000
18.000.000.000
18.000.000.000
10.800.000.000
-
15.571.728.138
12.773.381.200
20.271.499.583
20.835.206.908
22.605.348.363
5.076.642.770
6.455.629.730
8.425.564.814
6.629.944.688
4.504.787.098
816.445.585.093
775.240.015.639
1.211.591.306.053
1.523.041.005.748
1.807.523.928.757
53.603.236
268.016.180
516.800.000
-
-
1.336.124.087
2.398.832.162
3.542.406.611
3.404.997.311
3.394.073.111
27.390.000
1.454.292.000
394.632.000
448.752.000
394.632.000
-
-
-
-
-
Strategi 8 Pengembangan kapasitas riset operasional
Detil perhitungan kebutuhan pembiayaan terdapat di lampiran 3
Rencana Aksi Na
sional Penanggu
60
langan TB M60 elalui
Penguatan Labora
torium TB 2016-2
020
6. Monitoring dan Evaluasi Hasil Kegiatan Monitoring atau pemantauan adalah pengumpulan dan analisis data program yang dilaksanakan secara rutin, khususnya pada kegiatan implementasi program. Pengumpulan data ini berlangsung terus menerus baik harian, mingguan, bulanan, triwulanan, semesteran atau tahunan tergantung pada jenis data yang dikumpulkan. Pemantauan dilakukan dengan membandingkan hasil dengan target yang telah ditetapkan agar kita dapat mengetahui apakah kita telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan yang kita rencanakan. Dengan demikian, monitoring dapat memberikan peringatan dini apabila timbul masalah ditengah implementasi program, agar dapat segera dilakukan tindakan koreksi. Monitoring bisa dilakukan dengan mengamati laporan yang masuk, baik dalam hal kualitas laporan dari kelengkapan, ketepatan waktu dan akurasi; maupun isi laporan tersebut yang menggambarkan hasil kegiatan program di lapangan. Monitoring bisa juga dilakukan dengan melakukan observasi dengan kunjungan ke lapangan. Evaluasi memberikan informasi spesifik tentang kinerja, merupakan analisis mendalam yang menunjukkan apakah kita akan melanjutkan dengan kinerja seperti sekarang, ataukah harus ditingkatkan. Evaluasi dilakukan lebih jarang, dan memberikan informasi tentang seberapa efektif nya kegiatan yang telah dilaksanakan. Beberapa kegunaan evaluasi yang efektif adalah untuk membantu memahami apa yang sedang terjadi apabila data rutin menunjukkan tren yang kita tidak bisa mengartikan dengan baik. Untuk itulah kita sebaiknya melakukan evaluasi yang efektif.
Rencana Aksi Nasio
61
0
rium TB 2016-202
nguatan Laborato
an TB Melalui Pe nal Penanggulang
61
7. Referensi Dodd, P.J., Gardiner, E., Coghlan, R., Seddon, J.A., 2014. Burden of childhood tuberculosis in 22 high-burden countries: a mathematical modelling study. Lancet Glob. Health 2, e453–e459. doi:10.1016/S2214-109X(14)70245-1 Global Laboratory Initiative, 2013. TB Microscopy Network Accreditation. Kementerian Kesehatan RI, 2015a. Survei Prevalensi Tuberkulosis Indonesia 20132014. Kementerian Kesehatan RI, Jakarta. Kementerian Kesehatan RI, 2015b. Petunjuk Teknis Pemeriksaan Tuberkulosis menggunakan alat GeneXpert. Jakarta. Kementerian Kesehatan RI, 2015c. Buku Petunjuk Teknis Pelayanan TB bagi Peserta JKN 2015. Jakarta. Kementerian Kesehatan RI, 2015d. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 46 Tahun 2015 tentang AKreditasi Puskesmas, Klinik Pratama, Tempat Praktek Mandiri Dokter dan Tempat Praktek Mandiri Dokter Gigi. Kementerian Kesehatan RI, 2014a. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Jakarta. Kementerian Kesehatan RI, 2014b. Petunjuk Teknis Manajemen Terpadu Pengendalian Tuberkulosis Resistan Obat. Jakarta. Kementerian Kesehatan RI, 2014c. Surat Edaran Dirjen Bina Upaya Kesehatan Nomor HK.03.03/I/4002/2014 tentang Perubahan Konsentrasi Reagen Ziehl Neelsen untuk Pemeriksaan Mikroskopis TB. Kementerian Kesehatan RI, 2014d. Pedoman Tentang Spesifikasi Peralatan dan Suplai Laboratorium TB di Indonesia. Kementerian Kesehatan RI, 2014e. Peraturan Menteri Kesehatan No 75 tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat. Kementerian Kesehatan RI, 2014f. Peraturan Menteri kesehatan RI nomor 56 tahun 2014 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit. Kementerian Kesehatan RI, 2011. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1009/Menkes/SK/IX/2011 tentang Laboratorium Rujukan Tuberkulosis Nasional. Kementerian Kesehatan RI, 2010. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 411/Menkes.PER/III/2010 tentang Laboratorium Klinik. Kementerian Kesehatan RI, 2009. Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 831/Menkes/SK/IX/2009 tentang standar Reagen Ziehl Neelsen. Lestari, T., Probandari, A., Hurtig, A.-K., Utarini, A., 2011. High caseload of childhood tuberculosis in hospitals on Java Island, Indonesia: a cross sectional study. BMC Public Health 11. doi:10.1186/1471-2458-11-784 Ministry of Health, 2104. National Strategy for Tuberculosis COntrol 2015-2019 Draft version 29.12.14. Ministry of Health, 2014. National Smear Microscopoy Network Review. Republik Indonesia, 2004. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH. World Health Organization, 2015. Global Tuberculosis Report 2015. World Health Organization, 2014. Global Tuberculosis Report 2014. World Health Organization, 2013a. Global Tuberculosis Report 2013. 62
Renc ana Aksi Na
sional Penanggu
62
langan TB Melalui
Penguatan Labora
torium TB 2016-2
020
World Health Organization, 2013b. Definitions and reporting framework for tuberculosis – 2013 revision. World Health Organization, 2012. Tuberculosis Laboratory Biosafety Manual. World Health Organization (Ed.), 2004. Laboratory biosafety manual, 3rd ed. ed. World Health Organization, Geneva.
63
Rencana Aksi Nasio
0
rium TB 2016-202
nguatan Laborato
an TB Melalui Pe nal Penanggulang
63
Rencana Aksi Na
sional Penanggu
64
langan TB Melalui
Penguatan Labora
torium TB 2016-2
020
Struktur Jejaring
Pemeriksaan yang saat ini tersedia
Situasi Lab TB
Topik analisis situasi
Jejaring nasional telah ditetapkan Partisipasi Lab swasta tidak ada / tidak diketahui
PME dengan metoda LQAS untuk pemeriksaan mikroskopis Hampir semua melakukan pemeriksaaan mikroskopis dengan pewarnaan ZN tanpa uji kualitas Mikroskop Fluoresens belum digunakan
Pada tahun 2013, partisipasiPME skitar 2945%, hanya 45-67% yang berkualitas baik Partisipasi lab swasta hampir tidak ada atau tidak diketahui
Situasi saat ini
1
Partisipasi Lab swasta meningkat sampai sedikitnya 50%
Semua laboratorium mikroskopis (termasuk lab swasta) harus melaksanakan pemantapan mutu Secara berangsur mengimplementasikan penggunaan mikroskop Fluoresens di seluruh Indonesia
Kebijakan saat ini/yang diharapkan/standar ( nasional/internasional) Partisipasi PME lebih dari 90% dengan 75% berkualitas baik Partisipasi lab swasta meningkat sampai sedikitnya 50%
Rendahnya keterlibatan antara porgram dan layanan mikroskopis non program Laboratorium pada jenjangnya tidak menggambarkan kompetensi Struktur jejaring tidak lengkap karena ketidaksesuaian kompetensi yang dibutuhkan dan sumber daya laboratorium
Rendahnya komitmen politis dan pendanaan dari Provinsi dan KabKota Tidak ada kerjasama dengan laboratorium non program / lab swasta Belum ada strategi nasional untuk mikroskop Fluorsens
Rendahnya komitmen politis dan pendanaan dari Provinsi dan KabKota Alur pendanaan yang jelas Rendahnya keterlibatan program dan layanan mikroskopis non program Tidak ada pendanaan lokal
Kelemahan utama/kesenjangan
dan tingkat
tingkat
harus
pilihan
Membangun kerjasama di tingkat nasional melalui kebijakan Pengembangan dan implementasi di tingkat provinsi
LQAS bukan satu-satunya untuk PME Lab rujukan intermediate berfungsi Membangung kerjasama di nasional melalui kebijakan Membangun mengimplementasikan di Provinsi
Menguatkan LRN Mikroskopis untuk memiliki kepemimpinan dan kemampuan teknis untuk memperkuat jejaring LRN mendukung Lab rujukan Provinsi melalui kegiatan – kegiatan PME
Solusi
A. Pemeriksaan mikroskopis : Meningkatkan Pemantapan Mutu pemeriksaan mikroskopis BTA dengan distem PME yang efektif
Lampiran 1. Analisis Situasi Kerangka Kerja
Rencana Aksi Nasio
an TB Melalui Pe nal Penanggulang
nguatan Laborato
rium TB 2016-202
0
65
Sistem Manajemen Mutu Laboratorium (SMML) dalam Jejaring Laboratorium
Pemeliharaan dan kalibrasi alat laboratorium
Sumber Daya Manusia
Infrastuktur
Topik analisis situasi
Pada tahun 2013 partisipasi PME sekitar 29 – 45% dan hanya 45 -67% berkualitas baik Tidak ada laboratorium swasta yang berpartisipasi dalam SMML
Telah tersedia petunjuk teknis pemeliharaan mikroskop Pemeliharaan minimal berkala tidak dilakukan
Hampir semua laboratorium memiliki infrastuktur yang cukup untuk pemeriksaan mikroskopis Infrastruktur di lab swasta tidak diketahui Penggunaan mikroskop fluoresesns tidak memerlukan peningkatan infrastruktur Jumlah teknisi terlatih tidak sesuai dengan jumlah layanan laboratorium
Situasi saat ini
Partisipasi PME lebih dari 90% dan 75% berkualitas baik LRN dan Lab rujukan provinsi harus memiliki sertifikat SMML Partisipasi PME laboratorium
2
Teknisi Laboratorium TB dapat melaksanakan pemeliharaan standar yang minimal
Kecepatan pergantian staff yang tinggi karena kebijakan pemerintah tentang rotasi pegawai
Kebijakan saat ini/yang diharapkan/standar ( nasional/internasional) Sebagian besar lab tidak memiliki standar prosedur Lab swasta harus memenuhi syarat minimum infrastuktur Kebijakan yang jelas harus dikembangkan untuk penggunaan mikroskop fluoresens
Rendahnya komitmen di tingkat provinsi dan kabkota terhadap PME mikroskopis Alur dana jelas Rendahnya keterlibatan antara layanan mikroskopis program dan non program
Kecepatan pergantian staff yang tinggi Tidak tersedianya jumlah staff dengan kebutuhan jejaring Banyak teknisi laboratorium dengan pendidikan yang tidak sesuai standar Pemeliharaan alat yang tidak sesuai standar Tidak ada informasi yang tersedia tentang kondisi mikroskop Tidak ada kontrak kerjasama dengan agen pemeliharaan
untuk secara
Implementasi rencana akreditasi lab mikroskopis sesuai dengan 11 standar GLI
Tersedia alat dan logistik Membuat kontrak pemeliharaan mikroskop berkala
Ditingkat pusat, telaah kebijakan rotasi Mengembangkan struktur karir untuk staff laboratorium
Mengembangkan strategi untuk menentukan analisis kesenjangan di laboratorium swasta Mengidentifikasi kesenjangan yang ada dan cara untuk menghilangkannya
Tidak ada kesenjangan yang besar Tidak diketahui adanya kesenjangan Tidak ada kesenjangan yang besar
Solusi
Kelemahan utama/kesenjangan
Rencana Aksi Na
sional Penanggu
66
langan TB Melalui
Penguatan Labora
torium TB 2016-2
020
Sistem Rujukan Contoh Uji Untuk Jejaring Laboratorium Riset Operasional Laboratorium TB
Manajemen Informasi dan Data
Manajemen Alat dan Logistik Laboratorium TB
Topik analisis situasi
Tidak ada rencana riset atau implementasi riset operasional
Sistem rujukan dari layanan PS ke PRM telah ditentukan
Lebih kurang ....% lab tidak melapor atau melaporkan data yang tidak lengkap ke tingkat nasional TB 12 elektronik hanya digunakan di daerah tertentu Tidak ada laporan dari lab swasta
Jarang terjadi kehabisan logistik Situasi logistik di laboratorium swasta tidak diketahui Mikroskop Fluoresens belum beroperasi Tersedia standar spesifikasi alat dan logistik untuk laboratorium mikroskopis TB
Situasi saat ini
N/A
3
PS telah mengirimkan sediaan hapusan dahak ke PRM, harian
Laboratorium memiliki kualitas bahan habis pakai dan reagen yang cukup baik Laboratorium swasta harus memiliki jumlah bahan habis pakai dan reagen yang cukup Semua laboratorium harusa memiliki akses terhadap bahan habis pakai dan reagen dengan kualitas yang baik Semua lab melaporkan ke provinsi dan provinsi melaporkan ke Subdit P2 TB 70% dari lab rujukan uji silang melaporkan PME dengan menggunakan ETB 12 Mengikutsertakan semua lab swasta kedalam program
Kebijakan saat ini/yang diharapkan/standar ( nasional/internasional) swasta meningkat setidaknya 50%
N/A
Pengiriman ke dilakukan secara tidak setiap hari Pendanaan ?
Umpan balik PME lama atau tidak ada
PRM kolektif,
sangat
N/A
Implementasi eTB 12 di seluruh provinsi Revisi model pelaporan dari laboratorium di jenjang yang lebih rendah ke jenjang laboratorium yang lebih tinggi (LRN) Membangun kerjasama di tingkat nasional melalui pengembangan kebijakan dan implementasi di jenjang provinsi Revisi kebijakan dan mengembangkan petunjuk teknis pengiriman sediaan / contoh uji
Mengembangkan mekanisme untuk memeriksa kualitas bahan habis pakai dan reagen
Logistik untuk pemeriksaan tidak terstandar Kualitas bahan habis pakai dan reagen bervariasi
Solusi
Kelemahan utama/kesenjangan
Rencana Aksi Nasio
an TB Melalui Pe nal Penanggulang
nguatan Laborato
rium TB 2016-202
0
67
Sistem Pendanaan Untuk Layanan Laboratorium TB
Aspek Legal dan Telaah Kebijakan
Topik analisis situasi
Menetapkan alokasi dana dari pusat ke provinsi dan ke jenjang kabupaten kota
Protokol teknis pelaksanaan PME berubah sesuai telaah kegiatan mikroskopis secara nasional Spesifikasi nasional untuk alat, bahan habis pakai dan reagen telah tersedia Tidak ada keharusan untuk melaporkan kasus BTA positif
Situasi saat ini
4
Kebijakan saat ini/yang diharapkan/standar ( nasional/internasional) Revisi protokol PME dan dipergunakan secara nasional Alur pelaporan ? Spesifikasi nasional untuk alat, bahan habis pakai dan reagen harus dipatuhi dengan baik Semua kasus TB harus dilaporkan kepada Subdit P2 TB Pendanaan yang cukup untuk pelaksanaan pemeriksaan mikroskopis dan PME
Penyerapan dana dari tingkat nasional rendah yang berpengaruh terhadap pelayanan pasien
Mengembangkan sistem penyerapan yang lebih efisien sampai ke jenjang yang terendah
Mengadopsi protokol PME yang telah di revisi di jenjang provinsi Spersifikasi nasional untuk untuk alat, bahan habis pakai dan reagen dipatuhi Keharusan melaksanakan pelaporan kasus TB
Di jenjang provinsi pelaksanaan teknis pemeriksanaan BTA masih lemah Spesifikasi nasional untuk alat, bahan habis pakai dan reagen tidak dipatuhi Tidak ada keharusan pelaporan kasus TB
Solusi
Kelemahan utama/kesenjangan
Rencana Aksi Na
sional Penanggu
68
langan TB Melalui
Penguatan Labora
torium TB 2016-2
020
Tes TB cakupan layanan
dan
Situasi analisis spesifik laboratorium TB
Topik analisis situasi
Alat TCM ditempatkan setidaknya di 1 rumah sakit di setiap provinsi yang cakupan layanannya mencapai tingkat kabupaten
LRN-Molekuler (Mikrobiologi UI) bertanggung jawab untuk penilaian laboratorium, pelatihan, QA, pengumpulan dan analisis data, serta umpan balik untuk mitra NTP Hanya terdapat 41 perangkat TCM di 28 provinsi Tambahan 42 perangkat, TCM 2-modul akan tiba sebelum akhir 2015 dan akan didistribusikan Tersedia kebijakan pendukung mengenai penggunaan alat TCM, misalnya, ketersediaan algoritma TCM untuk pemeriksaan TB RO dan terduga TB-HIV Tersedia petunjuk pelaksanaan dan teknis untuk TCM
Situasi sekarang
5
Penempatan alat TC per kabupaten pada akhir tahun 2019 (500 kabupaten) TCM digunakan untuk
Kebijakan saat ini/yang diharapkan/standar ( nasional/internasional) Terdapat setidaknya 1 alat TCM di setiap kabupaten di Indonesia TCM digunakan untuk (i) TB RO dan terduga HIV TB, (ii) kasus pada anak, (iii) bahan contoh uji yang berasal dari ekstraparu, dan (iv) Hasil AFB negatif dan kasus baru TB paru
Penggunaan TCM masih terbatas untuk terduga TB RO saja Tertundanya dukungan
Mengembangkan percontohan TCM berbasis provinsi (pengelolaan data, training, pemeliharaan alat, dan kalibrasi), seperti struktur pada jaringan mikroskopis. Mencapai setidaknya 1 alat TCM di setiap kabupaten di Indonesia pada tahun 2019, dengan memastikan kapasitas diagnosis berkaitan dengan kapasitas pengolahan. Pelaksanaan TCM untuk kasus TB anak dan ekstraparu Memperkuat sistem e-TB managers dan aplikasi pendukung lainya untuk laporan aktusl TCM, seperti GX SMS / GXAlert. Mengembangkan strategi dan sistem transportasi bahan contoh uji nasional pada seluruh tingkat laboratorium Mencapai setidaknya 1 alat TCM di setiap kabupaten di Indonesia pada tahun 2019, dengan memastikan kapasitas diagnosis
LRN-Molekuler (Mikrobiologi UI) tidak cukup menunjukkan perannya; fokus pada pengelolaan data dan pemeliharaan peralatan, terutama ketika jumlah perangkat meningkat Penggunaan TCM masih terbatas untuk terduga TB RO saja Tertundanya dukungan untuk uji TCM pada kasus TB anak Proses yang lamban untuk pengujian dari bahan contoh uji ekstraparu Sistem transportasi bahan contoh uji ke lab TCM tidak efektif dan terjamin. Penggunaan alat TCM masih kurang optimum di beberapa lab: akses jaringan eksternal sulit dan pembiayaan
Solusi
Kelemahan Utama
B. Tes cepat untuk TB MDR/XDR-TB: Meningkatkan akses diagnosis laboratorium tes cepat untuk pasien dengan resiko TB MDR/XDR TB , pasien HIV terduga TB, terduga TB anak dan TB Ekstra Paru
Rencana Aksi Nasio
an TB Melalui Pe nal Penanggulang
nguatan Laborato
rium TB 2016-202
0
69
SDM laboratorium TB
Struktur jejaring lab TB
Topik analisis situasi
Pada umumnya, semua infrastruktur di lab TCM memenuhi standard yang dibutuhkan. Hanya beberapa lab saja yang membutuhkan peningkatan seperti menyiapkan: penyedia daya stabil, ventilasi, dan AC (<30°C) Penyediaan staf di setiap laboratorium yang bervariasi dari jumlah dan kebutuhannya
Situasi sekarang
Setiap lab TCM harus memenuhi syarat standard untuk penginstalan mesin TCM
6
Tiap lab TCM memiliki staf terlatih yang cukup untuk mencegah tertundanya pelaksanaan TCM karena kurangnya staf.
Kebijakan saat ini/yang diharapkan/standar ( nasional/internasional) pemeriksaan (i) TB RO dan terduga TB HIV, (ii) kasus anak, (iii) bahan contoh uji yang berasal dari ekstraparu, dan (iv) Hasil AFB negatif dan kasus baru TB paru
Staf terlatih TCM masih multifungsi di laboratorium Rotasi staf TCM ke area lain atau pengunduran diri staf TCM Kurangnya pengawas lab pada tingkat pusat
Beberapa kendala dalam mempercepat perluasan jarinagn TCM Hubungan antara diagnosis dan kapasitas pengelolaan belum terharmonisasi dengan baik
untuk uji TCM pada kasus TB anak Proses yang lamban untuk pengujian dari bahan contoh uji ekstraparu Sistem transportasi bahan contoh uji ke lab TCM tidak efektif dan terjamin. Area pasien yang Jauh dari faskes dengan TCM mempersulit akses pelayan TCM
Kelemahan Utama
Pastikan TCM merupakan kegiatan prioritas di lab Kapasitas memadai untuk pelatihan TCM Mengembangkan percontohan TCM berbasis provinsi untuk pelatihan dan pengawasan
berkaitan dengan kapasitas pengolahan. Pengajuan untuk penggunaan TCM pada bahan contoh uji yang berasal dari pasien dengan HIV Pelaksanaan TCM untuk kasus TB anak dan ekstraparu Mengembangkan strategi dan sistem transportasi bahan contoh uji nasional pada seluruh tingkat laboratorium Mengembangkan percontohan TCM berbasis provinsi untuk pelatihan dan pengawasan Mengembangkan strategi dan sistem transportasi bahan contoh uji nasional pada seluruh tingkat
Solusi
Rencana Aksi Na
sional Penanggu
70
langan TB Melalui
Penguatan Labora
torium TB 2016-2
020
Peralatan lab TB dan manajemen penyediaan
Sistem Manajemen Mutu Laboratorium (SMML)
Pemeliharaan alat dan kalibrasi lab TB
Topik analisis situasi
Pembelian peralatan dan perlengkapan terpusat Pelaksanaan LSP di Indonesia Sistem manajemen data untuk mengetahui beban kerja TCM, KPI, dan pelaksanaan logistik
Saat ini tidak ada SMML di Indonesia
Pemeliharaan dan kalibrasi dipandu melalui Local Service Provider (LSP) pusat yang ditunjuk oleh pembuat TCM (Cepheid) tanpa masukan dari NTP atau mitra lainnya.
Situasi sekarang
7
Mekanisme pembelian efisien untuk menghindari keterlambatan birokrasi LSP menyediakan layanan ke jaringan TCM tepat waktu Semua laboratorium TCM menggunakan sistem manajemen data ke tingkat optimal
Jaringan TCM diawasi di tingkat nasional oleh laboratorium tersertifikasi SMML
Kebijakan saat ini/yang diharapkan/standar ( nasional/internasional) Semua modul harus berfungsi dan dikalibrasi, serta mengontrol kondisi alat dengan pengecekan rutin
Progres lamban dalam menyelenggarakan pelatihan untuk sertifikasi SMML untuk laboratorium di Indonesia Proses birokrasi memerlukan waktu untuk membeli peralatan dan bahan habis pakai, sehingga dapat mengakibatkan keterlambatan barang datang dan berisiko habisnya stok di jaringan. Selain itu, berisiko juga terjadinya keterlambatan dalam mengganti modul LSP masih mengembangkan kapasitas pengelolaan mesin TCM yang mengalami peningkatan besar di Indonesia Sistem manajemen data untuk logistik TCM tidak digunakan oleh semua lab TCM
Mengembangkan proses birokrasi yang efisien untuk pembelian peralatan dan bahan habis pakai Cepheid mendukung ASP lokal untuk meningkatkan kapasitas untuk memenuhi penanganan 500 mesin TCM pada akhir 2019 Meningkatkan aksesibilitas sistem manajemen data TCM LRN mengembangkan strategi peningkatkan pelaporan data yang tepat waktu, baik pelaopran berbasis kertas maupun elektronik.
Ikuti model percontohan di tingkat Provinsi untuk mendukung pemeliharaan dan kalibrasi alat TCM Meningkatkan kerjasama dengan LSP untuk mendukung desentralisasi pemeliharaan dan kalibrasi Mempercepat pelaksanaan SMML
Banyak LSP terpilih tidak sanggup menangani pemeliharaan keseluruhan perangkat TCM yang ada di Indonesia
Solusi
Kelemahan Utama
Rencana Aksi Nasio
an TB Melalui Pe nal Penanggulang
nguatan Laborato
rium TB 2016-202
0
71
lab
uji
Pembiayaan layanan lab TB
Aspek hukum dan Kebijakan
Riset operasional lab TB
Sistem rujukan bahan untuk jaringan TB
Topik analisis situasi
Pembiayaan TCM berasal dari dana Program TB dan pendonor asing (GF)
Kemenkes mendukung penggunaan TCM untuk diagnosis TB MDR/XDR Program Pengendalian TB Nasional mendukung rekomendasi WHO untuk melakukan TCM
8
Pembiayaan penuh oleh dana lokal dan tidak bergantung pada pendonor asing TCM dibiayai oleh BPJS Kesehatan
Melakukan promo hoc secara kelembagaan dan bukan atas permintaan Program Pengendalian TB Nasional
Riset operasional yang relevan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dari Program Pengendalian TB Nasional Konsistensi kebijakan TCM di seluruh jaringan
Strategi nasional pengiriman contoh bahan uji yang aman, handal, cepat, dan berkelanjutan untuk semua tingkat laboratorium
Sistem rujukan conton bahan uji yang dikembangkan oleh JSIDELIVER saat ini dalam tahap pengembangan
Riset operasional yang dilakukan tidak menjawab pertanyaan-pertanyaan dari Program Pengendalian TB Nasional Keterlambatan karena menunggu persetujuan Program Pengendalian TB Nasional untuk penggunaan TCM bagi kasus anak and bahan uji ekstraparu Terbatasnya penggunaan TCM untuk pasien HIV Pendonor berkelanjutan membiayai secara penuh pembiayaan TCM
Pencatatan dan pelaporan (berbasis kertas dan elektronik) masih di bawah standard Jaringan pelayanan TCM masih buruk melihat mekanisme rujukan contoh bahan uji saat ini
Kelemahan Utama
Kebijakan saat ini/yang diharapkan/standar ( nasional/internasional)
Situasi sekarang
Persetujuan yang cepat untuk penggunaan TCM bagi kasus anak and bahan uji extraparu Pengajuan untuk penambahan penggunaan TCM untuk diagnosis TB pada pasien HIV Beralih ke pendaanan penuh menggunakan dana lokal
JSI-DELIVER mengambil pembelajaran dari studi percontohan dan mengembangkan mekanisme untuk memperluas model yang dimodifikasi tersebut untuk tingkat nasional Riset operasional difokuskan menjawab kebutuhan program.
Solusi
Rencana Aksi Na
sional Penanggu
72
langan TB Melalui
Penguatan Labora
torium TB 2016-2
020
Pemeriksaan yang tersedia dan cakupannya
Analisis situasi lab TB
Topik analisis situasi
BBLK Surabaya dipilih sebagai LRN biakan dan uji kepekaan yang membutuhkan keahlian tinggi Biakan dan uji kepekaan TB sudah berjalan baik 5 lab tersertifikasi untuk uji kepekaan lini 1 dan lini 2 6 lab tersertifikasi untuk uji kepekaan lini 1 2 lab dalam progress sertifikasi 5 lab dalam tahap awal pembangunan Operasional biakan cair pada 6/11 lab tersertifikasi Hanya beberapa lab biakan yang fungsional sesuai standard yang dieperlukan Terbatasnya penggunaan biakan TB sebagai alat diagnosis Hanya 5/11 lab uji kepekaan tersertifikasi yang menyediakan uji kepekaan lini 2 Biakan dan uji kepekaan mengunakan media padat (LJ) and liquid (MGIT), berdasarkan manual teknis
Situasi sekarang
9
Meningkatkan penggunaan biakan untu diagnose TB termasuk untuk bahan uji ekstraparu Semua lab menggunakan SOP yang konsisten sesuai dengan paraktik nasional/internasional Semua lab uji kepekaan tersertifikasi melakukan uji kepekaan dengan biakan
Kebijakan saat ini/yang diharapkan/standar ( nasional/internasional) BBLK Surabaya akan melanjutkan sebagai LRN biakan dan uji kepekaan Pada akhir 2019, berencana paling tidak memiliki: o Satu lab bikan TB tersertifikasi per provinsi o 18 lab tersertifikasi dengan kapasitas uji kepekaan o Sistem kultur cair digunakan di semua lab uji kepekaan Lab tersertiifikasi dapat menjaga kualitas pelayanan Semua lab nonprogram/swasta termasuk dalam kegiatan EQA
Keterlambatan hasil, terutama untuk lab yang menggunakan media padat Terbatasnya penggunaan biakan cair (MGIT) Lab tanpa sertifikasi turut menyediakan jasa biakan dan uji kepekaan Lab biakan dan uji kepekaan non-program/swasta yang
Penundaan yang terjadi karena menunggu sertifikasi lab biakan dan uji kepekaan yang baru Kurang optimalnya pengiriman reagen dari BD untuk media cair, pemeliharaan peralatan lab, penyediaan bahan habis pakai dan reagen yang masih rendah Lab yang tidak tersertifikasi menyebabkan rendahnya mutu hasil uji biakan dan uji kepekaan Beban kerja pada lab biakan dan uji kepekaan swasta yang tidak diketahui
Kelemahan Utama
Pengajuan untuk biakan cair agar dapat menjadi referensi untuk uji kekepaan Strategi evaluasi dan sertifikasi lab biakan yang menyediakan hasil Penilaian awal untuk menentukan beban kerja yang dilakukan lab biakan dan uji kepekaan nonprogram/swasta
Proses pembangunan tambahan laboratorium yang rasional sesuai kapasitas BD meningkatkan pelayanan pengiriman untuk laboratorium di Indonesia Pemantapan strategi untuk memgevaluasi dan menserstikasi kinerja lab biakan dan uji kepekaan Mendorong keterlibatan lab non-program/swasta dalam pelatihan dan proses EQA dan lab tersebut turut menyediakan data untuk Program Pengendalian TB Nasional
Solusi
C. Laboratorium Biakan/Uji Kepekaan: Meningkatkan akses diagnosis laboratorium biakan & uji kepekaan
Rencana Aksi Nasio
an TB Melalui Pe nal Penanggulang
nguatan Laborato
rium TB 2016-202
0
73
lab
Infrastruktur dan jejaring lab TB
Struktur jaringan TB
Topik analisis situasi
sistem nasional untuk biakan dan uji kepekaan pada media padat (2012) Program EQA ditemoatkan untuk uji kepekaan for (disediakan BBLK Surabaya) BBLK Surabaya dipilih sebagai LRN biakan dan uji kepekaan yang membutuhkan keahlian tinggi Referensi jaringan daerah sedang dalam progres pembangunan Cakupan nasional untuk pendukung lab biakan dan uji kepekaan 14 lab biakan dan uji kepekaan telah direnovasi dan memenuhi standard keselamatan dan keamanan kerja Saat ini 4 lab sedang dalam perencanaan pembangunan
Situasi sekarang
10
Semua lab biakan dan uji kepekaan memiliki infrastruktur yang memenuhi standard keselamatan dan keamanan kerja yang dibutuhkan Pemeliharan infrastructure sesuai yang dibutuhkan
Penempatan strategis, kualitas jaringan secara nasional, menjamin lab mampu mengelola sesuai beban kerja yang diperkirakan BBLK Surabaya terus menyediakan dukungan tingkat tinggi untuk jaringan lab biakan dan uji kepekaan
Kebijakan saat ini/yang diharapkan/standar ( nasional/internasional) cair (MGIT)
Biaya pembangunan lab biakan dan uji kepekaan saat ini hanya mampu bergantung pada pendonor asing Organisasi lokal yang memiliki fasilitas biakan dan uji kepekaan menemui kendala dalam pendanaan yang dibutuhkan untuk pemeliharaan infrastruktur Infrastructur lab nonprogram/swasta tidak diketahui
Kurangnya lab biakan TB yang mutunya terjamin Akses nasional untuk bikan dan uji kepekaaan sangat terbatas Lab non-program/swasta tidak dimasukkan ke dalam pembangunan jaringan
tidak diketahui Manual teknis perlu direvisi
Kelemahan Utama
manual
teknis
Menjamin jaringan lab biakan dan uji kepekaan ke depannya akan memenuhi permintaan Mencari pendanaan local untuk pembangunan, renovasi, dan pemeliharaan lab biakan dan uji kepekaan Pengajuan standard minimum untuk lab nonprogram/swasta
Menambah lab biakan dan uji kepekaan yang mutumya terjamin sesuai jumlah permintaan Lab non-program/swast dimasukkan ke dalam strukturjaringan
Merevisi (2012)
Solusi
Rencana Aksi Na
sional Penanggu
74
langan TB Melalui
Penguatan Labora
torium TB 2016-2
020
Pemeliharaan alat dan kalibrasi
Sumber Daya Manusia
Topik analisis situasi
Spesifikasi Peralatan dikembangkan dan diimplementasikan Kalibrasi peralatan laboratorium dilakukan secara rutin oleh insinyur bersertifikat agar kualitas hasil tetap terjamin Pendanaan untuk peralatan Dana pemeliharaan dan kalibrasi berasal dari pendonor asing, namun sedang meningkatkan dukungan dana dari pemerintah lokal
BBLK Surabaya memiliki infrastructure, pendanaan, dan kapasitas untuk mengadakan pelatihan
Situasi sekarang
11
Pembelian peralatan lab harus sesuai spesifikasi Kalibrasi peralatan lab dilakukan secara rutin oleh petugas bersertifikat Parameter kinerja didokumentasikan dan dilapurkan sebagian kegiatan rutin setiap hari
Kebijakan saat ini/yang diharapkan/standar ( nasional/internasional) Staf tidak memadai (kualitas dan kuantitas) untuk melakukan kegiatan jaringan lab biakan dan uji kepekaaan
Beberapa peralatan lab dengan kualitas buruk masih sering dibeli Pendonor dalam memberikan bantuan bukan dengan "penyerahan" ke lab, sehingga pengajuan dana ke pemerintah untuk pemeliharaan dan kalibrasi tidak dapat dilakukan Teknisi lokal memiliki kemampuan terbatas untuk melakukan pemeliharaan dan kalibrasi Instruksi manual mengenai peralatan lab tidak tersedia di lab
Pelatihan biakan dan uji kepekaan hanya dilakukan BBLK Surabaya Tingginya pergantian/ pengunduran diri staf terlatih di laboratorium
Kelemahan Utama
Pastikan kapasitas pelatihan di BBLK Surabaya tidak berlebihan. Jika memungkinkan cari lab biakan dan uji kepekaan alternative Komitmen antara lab dan staf terlatih akan berthan lama di lab biakan dan uji kepekaaan Pastikan semua peralatan yang sesuai spesifikasi terdapat di semua lab di provinsi, termasuk LKS Pastikan spesifikasi peralatan yang sesuai terdapat dalam dokumen pengadaan Merampungkan mekanisme “penyerahan” alat dari pendonor kepada lab Pelatihan staf untuk pemeliharaan dan kalibrasi Semua laboratorium wajib menyediakan pendanaan, teknisi, SPO maintenance sesuai pedoman. Kegiatan ini harus terdokumentasi. Semua lab TB harus mempersiapkan dana, waktu, teknisi, dan petunjuk pemeliharaan, serta validasi kualitas yang terjamin.
Solusi
Rencana Aksi Nasio
an TB Melalui Pe nal Penanggulang
nguatan Laborato
rium TB 2016-202
0
75
Manajemen data dan sistem
Peralatan dan manajemen penyediaan
SMML
Topik analisis situasi
Tidak ada sistem pencatatan dan pelaporan seperti analisis data di jaringan lab
Sebagian SMML sudah diterapkan dalam lab biakan dan uji kepekaan, namun keseluruhan SMML belum dapat diterapkan Tidak ada lab TB di Indonesia yang memiliki sertifikat SMML Tidak ada tenaga local bersertifikat untuk menagandakan pelatihan SMML dan pengawasan Pembelian peralatan dan perlengkapan terpusat Pelaksanaan LSP di Indonesia Sistem manajemen data untuk mengetahui beban kerja TCM, KPI, dan pelaksanaan logistik
Situasi sekarang
12
Hasil analisis biakan dan uji kepekaan diteruskan ke stakeholder terkait untuk
Mekanisme pembelian yang efisien untuk mencegah keterlambatan karena lamanya birokrasi LSP mempersiapkan layanan untuk biakan dan uji kepekaan tepat waktu Semua lab biakan dan uji kepekaan menggunakan sistem manajemen data pada tahap optimum
Semua LRN dan lab refensi daerah harus memiliki sertifikat SMML Pelatih lokal dengan kemampuan unruk melakukan pelatihan dan pengawasan SMML
Kebijakan saat ini/yang diharapkan/standar ( nasional/internasional)
Proses birokrasi memerlukan waktu untuk membeli peralatan dan bahan habis pakai, sehingga dapat mengakibatkan keterlambatan barang datang dan berisiko habisnya stok di jaringan. Selain itu, berisiko juga terjadinya keterlambatan dalam mengganti modul Pencatatan dan pelaporan (berbasis kertas dan elektronik) masih di bawah standard Tidak ada pelaporan berbasis elektronik pada lab biakan dan uji kepekaan
Tidak ada lab TB di Indonesia yang memiliki sertifikat SMML Tidak ada tenaga local bersertifikat untuk menagandakan pelatihan SMML dan pengawasan
Kelemahan Utama
Melakukan pencatatan dan pelaporan hasil biakan dan uji kepekaan berbasis
Mengembangkan proses birokrasi yang efisien untuk pembelian peralatan dan bahan habis pakai LRN mengembangkan strategi peningkatkan pelaporan data yang tepat waktu, baik pelaopran berbasis kertas maupun elektronik.
Kegiatan didokumentasikan dan dilaporkan secara berkala. Komitmen tingkat nasional dan laboratorium untuk melakukan pelatihan SMML Dukungan dari mitra internasional untuk mengadakan pelatihan SMML dan TOT untuk staf local
Solusi
Rencana Aksi Na
sional Penanggu
76
langan TB Melalui
Penguatan Labora
torium TB 2016-2
020
lab
Aspek hukum dan kebijakan
Riset operasional TB lab
Sistem rujukan bahan uji
informasi jaringan TB
Topik analisis situasi
Keputusan menteri menetapkan BBLK Surabaya sebagai LRN biakan dan uji kepekaan pada tahun 2012 Kemenkes mendukung penggunaan biakan/uji kepekaan untuk pasien TB MDR/XDR
Riset operasional terbatas setingkat provinsi untuk uji kepekaan dan Survey Prevalensi TB Nasional Melakukan sistem penelitian berbasis ad-hoc bukan atas permintaan Program Pengendalian TB Nasional
Pelaporan ke LRN: Subdit TB dan subdit lainnya melakukan pengawasan lab Sistem rujukan conton bahan uji yang dikembangkan oleh JSIDELIVER saat ini dalam tahap pengembangan
Situasi sekarang
13
Kebijakan yang kuat untuk mendukung lab biakan dan uji kepekaan Biaya biakan/uji kepekaan ditanggung oleh BPJS kesehatan Hanya lab dengan mutu terjamin yang dapat mengeluarkan hasil biakan/uji kepekaan
Riset operasional yang dilakukan tidak menjawab pertanyaan-pertanyaan Program Pengendalian TB Nasional Terbatasnya tenaga lokal yang mampu menangani riset operasional Riset operational memerlukan dana yang besar Tidak ada mekanisme formal untuk SK mengenai pemeriksaan biakan/uji biakan Di luar MTPTRO, pasien dikenakan biaya untuk pemeriksaan biakan/uji kepekaan Setiap lab dapat melakukan biakan/uji kepekaan dan mengelauarkan hasil, serta melakukan pelaporan
Program pengendalian TB Nasional mengarahkan riset operasional yang dilaksanakan oleh laboratorium
Hanya biakan, jaringan pelayanan uji kepekaan masih buruk melihat mekanisme rujukan contoh bahan uji saat ini
Jaringan internet sulit di area lokal
Strategi nasional pengiriman contoh bahan uji yang aman, handal, cepat, dan berkelanjutan untuk semua tingkat laboratorium
Kelemahan Utama
Kebijakan saat ini/yang diharapkan/standar ( nasional/internasional) respon lanjutan dan penilaian
Mengembangkan mekanisme penerbitan SK untuk pemeriksaan biakan/uji kepekaani Pengajuan pengklaiman ke BPJS Kesehatan untuk pemeriksaan biakan/uji kepekaan Menentukan mekanisme agar lab yang kualitasnya tidak terjamin tidak dapat melaporkan hasil
JSI-DELIVER mengambil pembelajaran dari studi percontohan dan mengembangkan mekanisme untuk memperluas model yang dimodifikasi tersebut untuk tingkat nasional Memfokuskan riset berdasrkan pertanyaanpertanyaan yang muncul dari kegiatan program Pelatihan tenaga lokal untuk melakukan riset operasional
elektronik
Solusi
Rencana Aksi Nasio
an TB Melalui Pe nal Penanggulang
nguatan Laborato
rium TB 2016-202
0
77
Tes yang ada
Analisis situasi
Topik analisis situasi
D. SMML:
Pembiayaan layanan lab TB
Topik analisis situasi
Terbatasnya APBD/APBN untuk kegiatan operasional (program TB) untuk LRN biakan/uji kepekaan Jika APBD/APBN tidak mencukupi, maka bantuan luar negeri dapat digunakan, misalnya untuk: pembelian mesin kultur cair, pemeliharaan peralatan, dan pembangunan kapasitas
Anggaran kegiatan pelayanan lab TB berasal dari APBD atau APBN
Kebijakan saat ini/yang diharapkan/standar ( nasional/internasional)
Tidak ada laboratorium yang memiliki sertifikat SMML Tidak ada tenaga yang mampu melakukan pelatihan SMML
Tidak ada laboratorium yang memiliki sertifikat SMML Tidak ada tenaga yang mampu melakukan pelatihan
Situasi sekarang
14
Semua LRN dan lab referensi daerah harus tersertifikasi SMML Tenaga lokal dengan kemampuan melakukan
Kebijakan saat ini/ harapan/ standar (national/international) Semua LRN dan lab referensi daerah harus tersertifikasi SMML Tenaga lokal dengan kemampuan melakukan pelatihan SMML dan melakuakan pengawasan lab sesuai SMML
Meningkatkan Sistem Manajemen Mutu Laboratorium
Situasi sekarang
Tidak ada lab TB di Indonesia yang memiliki sertifikat SMML Tidak ada tenaga lokal yang mampu melakukan
Komitmen pada tingkat nasional dan lab untuk mengadakan pelatihan SMML Dukungan dari mitra internasional untuk membantu mempersiapakan pelatihan SMML dan TOT bagi staf lokal Komitmen pada tingkat nasional dan lab untuk mengadakan pelatihan SMML Dukungan dari mitra
Tidak ada lab TB di Indonesia yang memiliki sertifikat SMML Tidak ada tenaga lokal yang mampu melakukan pelatihan SMML dan pengawasan lab
biakan/uji
Pengajuan dana bantuan dari pendonor untuk mendukung lab biakan/uji kepekaan. Dukungan dari Kemenkes untuk mewujudkan hibah peralatan untuk lab biakn/uji kepekaan
Solusi
Tidak ada dana untuk pemeliharaan dan kalibrasi alat, karena pendonor tidak melakukan “penyerahan” alat ke lab
pemeriksaan kepekaan
Solusi
Kelemahan Utama
Kelemahan Utama
Rencana Aksi Na
sional Penanggu
78
langan TB Melalui
Penguatan Labora
torium TB 2016-2
020
N/A
Sistem rujukan bahan uji
N/A
Manajemen data
N/A
Peralatan dan manajemen penyediaan
N/A
N/A
N/A
N/A
N/A
SMML
15
Membangun setidaknya satu fasilitas untuk pelatihan SMML Tenaga lokal dengan kemampuan melakukan pelatihan SMML dan melakuakan pengawasan lab sesuai SMML
Mekanisme pelatihan SMML lokal yang sesuai dengan pedoman pelatihan internasional
N/A
Tidak ada tenaga yang mampu melakukan pelatihan SMML atau tidak ada hubungan formal dengan mitra internasional untuk mempersiapkan pelatihan SMML
Tidak ada laboratorium yang memiliki sertifikat SMML Tidak ada tenaga yang mampu melakukan pelatihan SMML Tidak ada infrastruktur pendukung SMML
Kebijakan saat ini/ harapan/ standar (national/international) pelatihan SMML dan melakuakan pengawasan lab sesuai SMML
N/A
Situasi sekarang
Pemeliharaan dan kalibrasi
SDM
Infrastruktur
Struktur
Topik analisis situasi
dan
N/A
N/A
N/A
N/A
N/A
Tidak ada infrastruktur yang mendukung untuk pelatihan SMML dan pengawasan Tidak ada tenaga yang mampu melakukan pelatihan SMML atau tidak ada hubungan formal dengan mitra internasional untuk mempersiapkan pelatihan SMML
Tidak ada fasilitas pe;atihan local untuk SMML yang sesuai dengan pedoman intrernasional
pelatihan SMML pengawasan lab
Kelemahan Utama
N/A
N/A
N/A
N/A
Membangun setidaknya satu fasilitas untuk pelatihan SMML Komitmen pada tingkat nasional dan lab untuk mengadakan pelatihan SMML Dukungan dari mitra internasional untuk membantu mempersiapakan pelatihan SMML dan TOT bagi staf lokal N/A
internasional untuk membantu mempersiapakan pelatihan SMML dan TOT bagi staf lokal Membangun fasilitas pelatihan SMML local yang sesuai dengan pedoman internasional
Solusi
Rencana Aksi Nasio
an TB Melalui Pe nal Penanggulang
nguatan Laborato
rium TB 2016-202
0
79
Pembiayaan
Aspek hukum dan kebijakan
Riset operasional
Topik analisis situasi
Tidak ada alokasi dana untuk pelatihan SMML
Tidak ada kebijakan mengenai penerapan SMML pada jaringan lab TB Komisi Akreditasi Nasional (KAN) bertanggungjawab melakukan penilaian
N/A
Situasi sekarang
16
Pendanaan pusat untuk mendukung kegiatan SMML
Semua LRN dan lab referensi daerah harus tersertifikasi SMML
Kebijakan saat ini/ harapan/ standar (national/international) N/A
Tidak ada alokasi dana untuk pelatihan SMML
N/A
Kelemahan Utama
Kemenkes membuat kebijakan mengenai sertifikasi SMML untuk semua laboratorium Diskusi tentang penerapan SMML dengan KAN untuk melihat kapasitas yang dapat mendukung proses terlaksananya SMML Pendanaan pusat untuk mendukung kegiatan SMML
N/A
Solusi
Rencana Aksi Na
sional Penanggu
80
langan TB Melalui
Penguatan Labora
torium TB 2016-2
020
Infrastruktur jaringan
Jaringan mikroskopis
lab
Tes TB dan cakupan layanan
Situasi sekarang
Unsur Analisis situasi TB di laboratorium
Sebagian besar infrastruktur lab memenuhi syarat minimum yang diperlukan
Jaringan yang memadai
17
Komitmen yang rendah pada tingkat provinsi dan kabupaten untuk pemeriksaan EQA mikroskopis Reagen komersial tidak berstandard Hubungan yang buruk antara pelayanan mikroskopis untuk program dan non program Tidak ada sistem pemeliharaan untuk mikroskop Variable mutu pelayanan mikroskopis di setiap jaringan Lab non-program/swasta sering tidak termasuk dalam pengumpulan data EQA Strategi nasional belum ada Lab non-program/swasta tidak termasuk dalam kapasitas bangunan SDM yang memadai di setiap tingkatan jaringan
Metode uji sesuai standard Mikroskop berkualitas baik Lab tujuan untuk pemeriksaan mikroskopis sudah tercakup dalam pedoman nasional
Sebagian besar faskes dapat melakukan pemeriksaan mikroskopis Persetujuan antara Program Pengendalian TB Nasional dan mitra untuk memulai LED FM
Kekurangan
Keuntungan
Mengembangkan strategi kerjasama dengan laboratorium non-program. Penetapan bahwa pemeriksaan mikroskopis akan tetap menjadi yang utama dalam lab untuk diagnosa TB
Meningkatkan mutu mikroskopis di setiap jaringan, termasuklab swasta dalam sistem EQA Dukungan yang kuat dari mitra untuk LED FM
Keputusan Kemenkes untuk distributor komersial Membuat sistem pemeriksaan mutu reagen komersial oleh laboratorium rujukan / BLK
Terdapat ruang untuk peningkatan pelaksanaan
Peluang
Lampiran 2: Analisis SWOT Tujuan-1 Meningkatkan akses mutu AFB mikroskopis dengan penilaian mutu eksternal
Terbatasnya SDM terlatih, tingginya tingkat pengunduran diri staf Lab non-program/swasta tetap berada di luar program Logistik dan EQA untuk LED FM Dukungan yang memadai dari Program Nasional Pengendalian TB Tes cepat yang tersedia di pelayanan kesehatan
Terganggunya kinerja sistem EQA nasional secara lebih lanjut
Ancaman
Rencana Aksi Nasio
an TB Melalui Pe nal Penanggulang
nguatan Laborato
rium TB 2016-202
0
81
Pembiayaan untuk layanan laboratorium mikroskop
Riset operasional
Sistem rujukan contoh uji
Data management
Manajemen penyediaan
Sistem manajemen mutu laboratorium
Pemeliharaan dan kalibrasi Mikroskop
SDM
Unsur Analisis situasi TB di laboratorium
Pembentukan tim riset operasional Tim berpengalaman dalam riset operasional Membangun alokasi anggaran dari pusat ke propinsi dan tingkat kabupaten
18
Pengalokasian dana untuk layanan mikroskopis tidak dimanfaatkan sepenuhnya
Tidak mematuhi format standard dalam pelaporan Rendahnya umpan balik EQA Pengiriman atau rujukan tidak dilakukan setiap hari, menggunakan sistem pengumpulan Mensosialisasikan hasil penelitian untuk nasional
Pelaksanaan e-TB-12 untuk EQA
Sistem dari pusat satelit ke pusat mikroskopis berjalan baik
Mutu bahan habis pakai dan reagen
mikroskopis
Logistik memadai dan fungsional Terdapat pedoman spesifikasi
Terdapat pedoman yang disetujui
Pedoman pelaksaanan seringkali tidak dipatuhi
Tingginya pergantingan staf Staf yang memenuhi persyaratan yang diperlukan tidak memadai Tidak ada kontrak tentang pemeliharaan
Terdapat kapasitas pelatihan fungsional di setiap jaringan
Sebagian besar mikroskop yang ada sesuai dengan spesifikasi nasional
Kekurangan
Keuntungan
pengiriman
secara
Pengakuan bahwa peemeriksaan mikroskopis akan terus menjadi alat utama untuk diagnosis laboratorium TB
Penanaman minat mitra untuk mendukung riset operasional
Strategi teratur
Peningkatan penyedian bahan habis pakai dan reagen berkualitas baik pada suatu negara Ketersediiaan dan minat untuk melakukan sistem manajemen lab berbasis elektronik
Pembangunan LRN mikroskopis dan jejaring LRI
Kemauan distributor untuk menyelenggarakan pelatihan pemelihataan alat.
Mempertahankan staf terlatih dan peluang kerja yang baik
Peluang
yang
tidak
dapat
Tes diagnostik cepat yang baru di bagian perawatan
Kegiatan risiet tidak terkait dengan kebutuhan Program Pengendaalian TB Nasional
Pendanaan GF dalam masa transisi
Komitmen tidak dipertahankan
Pendanaan GF dalam masa transisi
Pendanaan berkelanjutan
Pendanaan memadai
Tantangan birokrasi untuk mencari staf
Ancaman
Rencana Aksi Na
sional Penanggu
82
langan TB Melalui
Penguatan Labora
torium TB 2016-2
020
LRN molekuler sebagai operasional Hubungan kuat antara LRN molekuler dan mitra
Infrastruktur yang memadai untuk pengujian TB HIV di sebagian besar tingkatan Mekanisme penilaian laboratorium untuk menilai calon lokasi TCM
Infrastruktur laboratorium
Algoritma untuk diagnosis TB di antara kasus AFBnegatif, termasuk individu HIV +, telah didefinisikan dan tersedia Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2013 tentang kolaborasi TB-HIV Pedoman manajemen kolaboratif TB-HIV TCM yang digunakan untuk diagnosis TB pada orang dengan HIV positif
Keuntungan
Jejaring laboratorium
Tes TB yang ada dan cakupan layanan
Analisis situasi
Unsur analisis situasi TB di laboratorium
19
Beberapa laboratorium memiliki pasokan listrik yang tidak stabil Pengaturan suhu yang buruk untuk mesin TCM dan penyimpanan kartrid
Akses ke TCM terbatas di nasional, dan beberapa laboratorium regional dan kabupaten Volume tes lebih rendah dari target (4975 tes target (2015), tes TCM untuk ODHA = 1.512 tes (Januari-Oktober 2015) Sistem rujukan bahan contoh uji dari pusat HIV ke situs TCM belum ditetapkan
Hanya sebagian kecil individu HIV + / tidak diketahui yang dirujuk untuk pengujian TB Jejaring kolaboratif TB-HIV belum didirikan untuk memvalidasi data untuk sistem rujukan
Kekurangan
Dukungan mitra yang kuat untuk ekspansi GX nasional
Dukungan mitra yang kuat untuk meningkatkan hubungan antara laboratorium dan pasien, perluasan jejaring TCM
Dukungan mitra yang kuat untuk ekspansi TCM nasional Berencana untuk memasok TCM ke laboratorium di fasilitas kesehatan di tingkat kabupaten / kota di Indonesia secara bertahap hingga akhir 2019
Peningkatan kerja sama antara Program Nasional Pengendalian TB dan NAP sedang diperkuat Merencanakan untuk mengintegrasikan SIHA dan SITT
Peluang
Terbatasnya atau tidak adanya alokasi dana untuk pengembangan infrastruktur
Kerjasama yang buruk dan koordinasi antar laboratorium TB di jejaring di semua tingkatan tidak diperbaiki
Tidak cukupnya sumber daya pemerintah untuk pengadaan perlengkapan TCM
Isu dalam manajemen data Variasi komitmen di setiap tingkat Kabupaten / kota / provinsi tidak memiliki strategi keluar untuk pendanaan transisi
Ancaman
Tujuan-2 Meningkatkan akses dan mengurangi waktu diagnosis dan deteksi resistensi Rif melalui tes cepat
Rencana Aksi Nasio
an TB Melalui Pe nal Penanggulang
nguatan Laborato
rium TB 2016-202
0
83
Program Nasional Pengendalian TB dan LRN berkomitmen untuk menerapkan sistem manajemen mutu untuk TCM
Tim logistik pusat mengelola pembelian dan penyimpanan untuk memastikan mutu pasokan Lokasi TCM tidak perlu membeli pasokan dari distributor
Manajemen persediaan
dan
Tersedianya penyedia layanan lokal untuk TCM Alokasi dana untuk kalibrasi TCM dan penggantian modul
Program pelatihan yang disusun oleh staf terlatih Komitmen pendanaan untuk pelatihan
Keuntungan
Sistem manajemen mutu laboratorium
Pemeliharaan perlengkapan laboratorium kalibrasi
SDM
Unsur analisis situasi TB di laboratorium
20
Seringnya muncul kehabisan persediaan karena lokasi tidak mendapatkan cukup kartrid sesuai yang diminta Mutu data logistik melaporkan ke tingkat pusat Kehabisan persediaan di tingkat pusat karena hambatan / keterlambatan dalam pengadaan
Tidak adanya pedoman internasional untuk manajemen mutu TCM
Ketidakmampuan penyedia layanan lokal untuk memberikan layanan yang diperlukan untuk lokasi GX yang ada dan yang diantisipasi Tidak adanya kontrak pemeliharaan tahunan
Tingkat pergantian staf yang tinggi Tidak cukupnya staf untuk memenuhi kebutuhan jaringan
Kekurangan
Program Nasional Pengendalian TB dan komitmen mitra untuk meningkatkan sistem logistik di semua tingkatan dalam jejaring
Laboratorium Global Initiative sedang mempersiapkan pedoman untuk manajemen mutu TCM
Dukungan mitra dan komitmen yang kuat
Mempertahankan staf terlatih dan peluang karir yang tepat
Peluang
Kompleksitas birokrasi dalam pengadaan dan distribusi
Mutu TCM mungkin menurun karena tidak tersedianya pedoman manajemen mutu
Tidak tersedianya pendanaan lokal untuk kalibrasi dan pemeliharaan Keberlanjutan
Hilangnya tenaga terlatih yang berlebihan Tidak ada sistem transfer pengetahuan antara mantan petugas dengan petugas baru Rintangan birokrasi untuk mempekerjakan staf
Ancaman
Rencana Aksi Na
sional Penanggu
84
langan TB Melalui
Penguatan Labora
torium TB 2016-2
020
21
Penyebaran hasil penelitian untuk tingkat nasional
Tim riset operasional yang berpengalaman Mekanisme dukungan yang baik
Riset operasional
Meningkatnya minat dari mitra untuk mendukung riset operasional
Kegiatan penelitian tidak terkait dengan kebutuhan Program Nasional Pengendalian TB
Keberlanjutan Terjadinya potensi tumpahan bahan infeksius Penolakan lembaga kurir untuk menangani bahan infeksius
Tidak jelasnya garis pendanaan yang tersedia untuk pusat kesehatan tingkat rendah Kompleksitas geografis yang substansial Tidak adanya pedoman nasional untuk pengiriman barang berbahaya
Modul pelatihan yang dikembangkan dan digunakan untuk proses pengemasan dan transportasi yang aman Studi pilot yang dilakukan untuk menguji modalitas yang berbeda
Sistem rujukan bahan contoh uji
Komitmen dari donor dan mitra untuk meningkatkan mekanisme pengiriman bahan contoh uji Potensi untuk memanfaatkan berbagai bentuk transportasi lokal
Ancaman Tidak memiliki sistem manajemen data fungsional Tidak memiliki nomor pasien khusus / dapat dilacak
Peluang Meningkatkan akses e-TB manajer ke laboratorium Mengembangkan TCM SMS / GXAlert untuk memfasilitasi sistem pelaporan hasil tes
Kekurangan
Keuntungan e-TB manajer tidak menyediakan modul khusus untuk kasus TB baru (HIV, Pediatrik, EP, DM) Seringnya penundaan sistem pelaporan manual & mutu data yang buruk Mutu data yang buruk berdampak negatif pada pemantauan kinerja peralatan RR rumit
Manajemen data
Digunakannya perekaman standar dan format pelaporan Rekaman elektronik & sistem pelaporan yang dikembangkan untuk situs PMDT (e-TB Manager)
Unsur analisis situasi TB di laboratorium
Rencana Aksi Nasio
an TB Melalui Pe nal Penanggulang
nguatan Laborato
rium TB 2016-202
0
85
Pembiayaan untuk layanan laboratorium TB
Kebijakan dan aspek legal untuk TB
Unsur analisis situasi TB di laboratorium
Saat ini seluruh biaya TCM ditanggung oleh dana donor
Program Nasional Pengendalian TB mengakui transisi dari pendanaan donor ke pendanaan nasional
22
Penilaian Teknologi Kesehatan (PTK) tidak selesai Pengujian tidak ditanggung oleh asuransi kesehatan nasional (BPJS Kesehatan) Terbatasnya penggunaan TCM untuk terduga TB RO dan TBHIV Tidak ada kebijakan untuk memberitahukan hasil dari laboratorium swasta kepada Program Nasional Pengendalian TB ketika laboratorium ini diizinkan untuk membeli TCM
Kekurangan
Kementerian Kesehatan telah mendukung penggunaan tes cepat
Keuntungan
Advokasi untuk penyedia BPJS Kesehatan untuk membiayai pengujian TCM
Dukungan mitra untuk PTK dari TCM Advokasi untuk penyedia BPJS Kesehatan untuk menyertakan pengujian TCM Perluasan TCM untuk semua kelompok pasien yang direkomendasikan WHO Kemudahan akses TCM oleh nonprogram laboratorium / laboratorium swasta
Peluang
Tingginya ketergantungan pada pendanaan donor
BPJS Kesehatan melanjutkan untuk tidak menanggung pengujian TCM Penyedia swasta tidak dapat mengakses TCM dengan biaya Program Tidak adanya pemberitahuan wajib kepada Program Nasional Pengendalian TB
Ancaman
Rencana Aksi Na
sional Penanggu
86
langan TB Melalui
Penguatan Labora
torium TB 2016-2
020
5 laboratorium bersertifikasi untuk uji kepekaan lini pertama dan kedua 8 laboratorium bersertifikasi untuk uji kepekaan lini pertama 6 laboratorium dalam tahapan persiapan untuk mengembangkan kapasitas biakan/ uji kepekaan Biakan cair/ uji kepekaan tersedia di beberapa laboratorium Penggunaan uji identifikasi biakan cepat Jejaring nasional biakan TB/ uji kepekaan yang mutunya terjamin sedang dalam pengembangan BBLK Surabaya ditunjuk sebagai LRN untuk biakan/ uji kepekaan
Pengujian TB yang ada dan cakupan layanan
Struktur jejaring laboratorium biakan/ uji kepekaan
Jejaring nasional biakan TB/uji kepekaan yang mutunya terjamin sedang dalam pengembangan
Keuntungan
keadaan
Analisis tertentu TB
Unsur analisis situasi TB di laboratorium
23
Jejaring laboratorium biakan/ uji kepekaan yang ada saat ini tidak menyediakan cakupan secara nasional Beban kerja biakan/ uji kepekaan yang ada saat ini masih rendah
Jejaring laboratorium biakan/ uji kepekaan yang ada saat ini tidak menyediakan cakupan secara nasional Beban kerja biakan/ uji kepekaan yang ada saat ini masih rendah Tidak semua laboratorium biakan/ uji kepekaan menggunakan kultur cair Penilaian mutu eksternal untuk biakan sub-optimal
Jumlah laboratoriun biakan/ uji kepekaan tidak memenuhi rekomendasi WHO
Kekurangan
Mitra melanjutkan dukungan perluasan biakan /uji kepekaan Peningkatan dukungan dana dari tingkat provinsi
Mitra melanjutkan dukungan perluasan biakan / uji kepekaan Peningkatan dukungan dana dari tingkat provinsi
Dukungan mitra yang kuat untuk mengembangkan jejaring Banyak laboratorium meminta sertifikasi dari LRN
Peluang
yang
Perubahan teknologi yang tidak terduga Keberlangsungan biakan cair/ uji kepekaan
Perubahan teknologi yang tidak terduga Keberlangsungan biakan cair/ uji kepekaan
Perubahan teknologi tidak terduga Keberlangsungan
Ancaman
Tujuan-3 Meningkatkan akses terhadap uji kerentanan obat lini pertama dan kedua di antara pasien resiko tinggi TB M/XDR
Rencana Aksi Nasio
an TB Melalui Pe nal Penanggulang
nguatan Laborato
rium TB 2016-202
0
87
Pemeliharaan dan kalibrasi peralatan
Daya
Pusat pelatihan di BBLK Surabaya melakukan pelatihan dalam biakan, uji kepekaan, persiapan media, dan praktek kerja yang aman LRN sudah memiliki sistem terstruktur untuk pengembangan SDM LRN yang sudah terlatih dan berpengalaman mampu melatih, mengawasi, dan melakukan program pemantapan mutu Beberapa pemeliharaan peralatan dilakukan secara lokal Dikembangkannya prosedur pemeliharaan untuk peralatan laboratorium TB terpilih Teknisi BSC yang
12 laboratorium sedang diperbaiki untuk memenuhi standar BSL2+
Infrastruktur jejaring laboratorium pengujian TB
Sumber Manusia
Keuntungan
Unsur analisis situasi TB di laboratorium
24
Hanya beberapa laboratorium yang memiliki alokasi anggaran untuk pemeliharaan peralatan Hanya beberapa laboratorium yang memiliki kontrak pemeliharaan tahunan Kurangnya teknisi BSC yang
Banyak laboratorium di Indonesia menawarkan biakan, tapi sebagian besar layanan tidak memenuhi standar Tidak adanya pemetaan laboratorium yang melaksanakan biakan Pembelian perlengkapan kebanyakan dibiayai donor Rendahnya jumlah SDM yang terlatih untuk memenuhi target 46 laboratorium standar untuk biakan Tidak ada data dasar mengenai lab SDM Saat ini LRN memberikan semua masukan teknis dan pengawasan terhadap biakan / uji kepekaan
Kekurangan
Menganjurkan kepada pemerintah daerah atau nasional untuk mendapatkan pembiayaan untuk pemeliharaan peralatan dan kalibrasi Kemkes (BPFK) berencana untuk melatih staf laboratorium untuk perawatan sederhana dan
Banyaknya laboratorium mengajukan pelatihan dari LRN menggunakan dana lokal
Peningkatan kontribusi pendanaan dari tingkat nasional dan provinsi
Peluang
Peralatan mahal beresiko tidak dikelola dengan baik Peralatan yang tidak dikalibrasi berpengaruh terhadap mutu hasil tes
Seringnya terjadinya rotasi SDM yang terlatih di unit kerja Komitmen manajemen laboratorium untuk meningkatkan jumlah petugas Kapasitas masih bervariasi
Kurangnya, atau tidak memadainya pemeliharaan infrastruktur Perubahan teknologi yang cepat
Ancaman
Rencana Aksi Na
sional Penanggu
88
langan TB Melalui
Penguatan Labora
torium TB 2016-2
020
Manajemen data
dan
manajemen
Manajemen persediaan peralatan laboratorium TB
Sistem mutu
Unsur analisis situasi TB di laboratorium
25
Format standar hanya ada dalam laboratorium yang terjamin mutunya Seringnya penundaan sistem pelaporan manual & mutu data yang buruk. Tidak terlatihnya staf lab TB uji kepekaan untuk e-TB manajer, menyebabkan sering munculnya masalah dalam mengakses e-TB manajer
Manajemen logistik tidak diikuti dengan benar Spesifikasi peralatan laboratorium tidak diikuti
Banyak laboratorium tidak menerapkan sistem manajemen SMML Lemahnya komitmen politik untuk SMML di banyak lokasi Buruknya kapasitas lokal untuk melakukan SMML
bersertifikat
bersertifikasi
SOP dan pedoman dikembangkan dan diikuti dalam laboratorium yang terjamin mutunya Beberapa komponen SMML (Sistem Manajemen Mutu Laboratorium) terdapat di dalam laboratorium yang terjamin mutunya Staf terlatih dalam laboratorium terpilih yang mutunya terjamin untuk manajemen logistik Buku petunjuk umum telah dikembangkan Buku petunjuk spesifikasi peralatan laboratorium telah dikembangkan dan didukung oleh Kemkes Format standar RR sedang diikuti dalam laboratorium yang terjamin mutunya e-TB manager digunakan oleh laboratorium untuk pasien MTPTRO Bentuk standar KPI untuk laboratorium uji kepekaan digunakan dan dilaporkan secara manual
Kekurangan
Keuntungan
RR terintegrasi untuk pelayanan kesehatan sedang dikembangkan oleh Kemkes
Manajemen logistik adalah bagian dari program akreditasi
Banyak laboratorium menunjukkan ketertarikan dalam SMML dan akreditasi
kalibrasi
Peluang
Keengganan untuk mengisi formulir RR Data konsolidasi dari beban penyakit
Database generasi baru tidak bekerja Infrastruktur untuk manajemen data elektronik tidak mendukung
Prosedur birokrasi yang rumit mempengaruhi kebutuhan logistik
Komitmen terus menerus untuk mempertahankan SMML masih rendah
Ancaman
Rencana Aksi Nasio
an TB Melalui Pe nal Penanggulang
nguatan Laborato
rium TB 2016-202
0
89
basis
Kebijakan hukum dan ulasan
Program Nasional Pengendalian TB berkomitmen untuk meningkatkan peluang untuk penelitian operasional Tim LRN yang sangat berpengalaman Tersedianya pedoman untuk jejaring laboratorium Pengujian TB dasar telah diakui oleh BPJS Kesehatan Hanya laboratorium yang terjamin mutunya untuk uji kepekaan yang diperbolehkan untuk melaporkan hasil
di
Riset operasional
LRN
Modul pelatihan dikembangkan dan digunakan untuk pengemasan dan transportasi yang aman Studi pilot yang dilakukan untuk menguji modalitas berbeda
kepada reguler
Keuntungan
Sistem rujukan bahan contoh uji
Unsur analisis situasi TB di laboratorium
26
Badan akreditasi nasional terutama berfokus pada manajemen dan kekurangan pada teknis Rintangan birokrasi dalam menyerahkan peralatan donor ke laboratorium
Tidak adanya garis pendanaan yang jelas untuk pusat kesehatan dengan tingkat yang lebih rendah Kompleksitas geografis substansial Tidak adanya pedoman nasional untuk pengiriman barang berbahaya Tidak adanya dana untuk melakukan penelitian operasional
Kekurangan
BPJS Kesehatan hanya melakukan penggantian dana ke laboratorium terakreditasi Kemauan Kemkes dan dukungan mitra untuk mengenali pengujian cepat dengan BPJS Kesehatan
Menggunakan LRN untuk melakukan kegiatan penelitian operasional untuk pertanyaan Program Nasional Pengendalian TB
Komitmen dari donor dan mitra untuk meningkatkan mekanisme pengiriman bahan contoh uji Potensi untuk memanfaatkan berbagai bentuk transportasi lokal
Peluang
Keberlangsungan tes cepat Aksesibilitas ke penduduk yang diinginkan
Kegiatan penelitian yang tidak terkait dengan Program Nasional Pengendalian TB membutuhkan sumber limbah
Keberlanjutan Terjadinya potensi tumpahan bahan infeksius Penolakan lembaga kurir untuk menangani bahan infeksius
Ancaman
Rencana Aksi Na
sional Penanggu
90
langan TB Melalui
Penguatan Labora
torium TB 2016-2
020
Pembiayaan untuk biakan/ uji kepekaan
Unsur analisis situasi TB di laboratorium
Semakin bertambahnya dana lokal yang tersedia untuk memperkuat laboratorium biakan / uji kepekaan Ketersediaan dana lokal untuk pelatihan
Keuntungan Peningkatan dukungan dana dari sumber-sumber nasional dan provinsi
Berlanjutnya ketergantungan berlebih pada pendanaan donor Tidak ada dana untuk pemeliharaan peralatan dan kalibrasi Infrastruktur dan peralatan diserahkan oleh donor
27
Peluang
Kekurangan
Pendanaan melalui GF berada dalam masa transisi – Keberlanjutan
Ancaman
Rencana Aksi Nasio
an TB Melalui Pe nal Penanggulang
nguatan Laborato
rium TB 2016-202
0
91
SOP dan pedoman dikembangkan dan diikuti
Sistem mutu
layanan
Daya
manajemen
Pemeliharaan dan kalibrasi peralatan laboratorium
Sumber Manusia
Infrastruktur laboratorium
Struktur jejaring
Cakupan yang ada
Aktivitas SMML termasuk dalam 5 tahun rencana strategis laboratorium Program Nasional Pengendalian TB dan BUK (Bina Upaya Kesehatan) telah sepakat untuk mendukung pelatihan SMML Beberapa komponen telah dikembangkan dan diimplementasikan Infrastruktur yang memadai dalam laboratorium yang terjamin mutunya Beberapa staf terlatih dalam komponen yang dipilih dari SMML dalam mutu terjamin laboratorium Pemeliharaan beberapa perlengkapan dilakukan secara lokal Prosedur untuk pemeliharaan beberapa peralatan laboratorium TB sudah dikembangkan Teknisi BSC bersertifikasi
Keuntungan
Analisis konteks tertentu TB
Unsur analisis situasi TB di laboratorium
28
Banyak laboratorium tidak menerapkan sistem
Hanya beberapa laboratorium memiliki alokasi anggaran untuk pemeliharaan peralatan Hanya beberapa laboratorium memiliki kontrak pemeliharaan tahunan Kurangnya jumlah teknisi BSC yang bersertifikat
Banyak laboratorium tidak memiliki infrastruktur yang diinginkan Tidak adanya pelatih atau staf berpengalaman
Kurangnya pengetahuan dasar mengenai SMML
Tidak ada pelatihan SMML resmi telah dilakukan untuk laboratorium Indonesia
Tidak tersedianya rancangan SMML di negara
Kekurangan
Tujuan-4 Melakukan sistem manajemen mutu laboratorium
Menganjurkan kepada pemerintah daerah atau nasional untuk mendapatkan pembiayaan untuk pemeliharaan peralatan dan kalibrasi Kemkes (BPFK) berencana melatih staf laboratorium untuk melakukan perawatan sederhana dan kalibrasi Banyak laboratorium menunjukkan ketertarikan dalam
Meningkatnya kontribusi pendanaan dari tingkat nasional dan provinsi Banyaknya program studi yang tersedia dari mitra
Menghubungkan SMML dengan sistem akreditasi nasional
Meningkatkan minat oleh badanbadan internasional untuk mendukung pelatihan SMML
Peningkatan kepercayaan di laboratorium bersertifikat SMML
Peluang
Komitmen untuk
terus menerus mempertahankan
Peralatan mahal beresiko tidak dikelola dengan baik Peralatan yang tidak dikalibrasi mempengaruhi mutu hasil tes
Kegagalan untuk melaksanakan seluruh jaringan Kurangnya, atau tidak memadainya pemeliharaan infrastruktur Kurangnya jumlah SDM
Kurangnya komitmen politik di tingkat nasional dan / atau di tingkat laboratorium Implementasi yang tepat dan berlanjut
Ancaman
Rencana Aksi Na
sional Penanggu
92
langan TB Melalui
Penguatan Labora
torium TB 2016-2
020
Sistem rujukan bahan contoh uji
Manajemen data
Manajemen persediaan
Unsur analisis situasi TB di laboratorium manajemen SMML Lemahnya komitmen politik untuk SMML di banyak lokasi Buruknya kapasitas lokal untuk melakukan SMML
dalam laboratorium yang terjamin mutunya Beberapa komponen SMML terdapat di dalam laboratorium yang terjamin mutunya Staf terlatih dalam laboratorium terpilih yang mutunya terjamin untuk manajemen logistik Buku petunjuk umum telah dikembangkan Buku petunjuk spesifikasi peralatan laboratorium telah dikembangkan dan didukung oleh Kemkes Format standar RR sedang diikuti dalam laboratorium yang terjamin mutunya Indikator kinerja utama yang dikembangkan dan diimplementasikan dalam laboratorium yang terjamin mutunya Modul pelatihan dikembangkan dan digunakan untuk pengemasan dan transportasi yang aman Studi pilot yang dilakukan untuk menguji modalitas berbeda
29
Tidak adanya garis pendanaan yang jelas untuk pusat kesehatan dengan tingkat yang lebih rendah Kompleksitas geografis substansial Tidak adanya pedoman nasional untuk pengiriman barang berbahaya
Format standar hanya ada dalam laboratorium yang terjamin mutunya Indikator kinerja utama hanya terdapat di laboratorium yang terjamin mutunya
Manajemen logistik tidak diikuti dengan benar Spesifikasi peralatan laboratorium tidak diikuti
Kekurangan
Keuntungan
tersedia
secara
Komitmen dari donor dan mitra untuk meningkatkan mekanisme pengiriman bahan contoh uji Potensi untuk memanfaatkan berbagai bentuk transportasi lokal
Banyak LIMS internasional
Manajemen logistik adalah bagian dari program akreditasi
SMML dan akreditasi
Peluang
Keberlanjutan Terjadinya potensi tumpahan bahan infeksius Penolakan lembaga kurir untuk menangani bahan infeksius
Sistem manajemen data tidak fungsional
Prosedur birokrasi yang rumit mempengaruhi kebutuhan logistik
SMML masih rendah
Ancaman
Rencana Aksi Nasio
an TB Melalui Pe nal Penanggulang
nguatan Laborato
rium TB 2016-202
0
93
Kebijakan dan aspek hukum untuk TB Pembiayaan
Unsur analisis situasi TB di laboratorium
Belum dibuautnya khusus pembiayaan
Kegiatan SMML termasuk dalam rencana strategis 5 tahun laboratorium
30
alokasi
Tidak adanya pedoman yang tersedia
Kekurangan
Badan akreditasi nasional mengakui SMML
Keuntungan
Dukungan kuat dari mitra
Dukungan mitra dan kemauan Kemkes
Peluang
Implementasi keberlanjutan
dan
Kurangnya komitmen politik
Ancaman
Lampiran 3: Detil Pembiayaan Laboratorium TB Tujuan-1 Perluasan akses ke laboratorium mikroskopis TB yang berkualitas, dengan Pemantapan Mutu Eksternal yang Efektif 2016 (Rp)
Strategi 1.1 Penguatan infrastruktur laboratorium termasuk K3
2017 (Rp)
2018 (Rp)
2019 (Rp)
2020 (Rp)
Total (Rp) -
N/A Strategi 1.2 Peningkatan SDM laboratorium termasuk jejaringnya Dukungan untuk pelaksanaan PME bagi Laboratorium Rujukan Provinsi Pengembangan Laboratorium Rujukan Intermediate Pengembangan kapasitas teknisi laboratorium untuk kegiatan uji silang Implementasi akreditasi jejaring mikroskopis nasional Meningkatkan keterlibatan laboratorium swasta/non-program Pelatihan akreditasi jejaring mikroskopis (11 standar GLI) Strategi 1.3 Pengembangan dan pemeliharaan Sistem Manajemen Mutu Laboratorium Memberikan wewenang kepada LRN Mikroskopik untuk memimpin dan memberi dukungan teknis dalam penguatan jejaring PME untuk Laboratorium Rujukan Provinsi Pemantauan dan evaluasi untuk lab mikroskopik Strategi 1.4 Penguatan manajemen logistik termasuk pemeliharaan dan validasi alat Implementasi 11 standar GLI didahului dengan Distribusi 11 standar GLI Strategi 1.5 Penguatan mekanisme rujukan dan transportasi contoh uji N/A Strategi 1.6 Penguatan sistem informasi laboratorium Menerapkan TB-12 elektronik untuk meningkatkan pemantapan mutu eksternal Strategi 1.7 Pengembangan kerangka kerja peraturan terkait laboratorium Penerapan 11 standar GLI Penguatan jejaring dengan LKS Strategi 1.8 Pengembangan kapasitas riset operasional N/A
-
-
-
21.627.792.060
-
5.100.000
414.693.325
19.690.000
414.693.325
202.818.000
232.957.326
48.577.326
-
-
-
2.164.969.622
1.926.890.790
535.136.630
535.136.630
-
129.870.270
52.887.708
370.213.956
475.989.372
-
-
1.863.340.000
2.787.820.000
6.119.308.000
-
55.370.000
712.030.900
1.137.743.260
1.422.555.620 9.046.496.412
1.085.905.428
1.085.905.428
1.085.905.428
1.085.905.428
1.085.905.428
214.023.708
604.662.024
604.662.024
604.662.024
604.662.024
-
21.711.900
919.161.768
21.711.900
21.711.900 31.605.000
-
31.605.000
-
-
-
7.475.542.301 911.807.165
1.036.707.260
1.937.590.225
1.800.180.925
1.789.256.725 2.638.188.000
-
65.772.000
-
-
-
-
1.388.520.000
394.632.000
394.632.000
394.632.000 -
Total IDR
2.414.554.301
6.823.150.830
9.960.371.494
8.757.696.123
Rencana Aksi Na sional Penanggu langan TB Melalui Pengua
94
12.863.851.024
tan Laboratorium
40.819.623.773
TB 2016-2020
Tujuan-2 Meningkatkan akses dan mengurangi waktu diagnosis dan deteksi resistensi Rifampisin melalui tes cepat 2016 (Rp) Strategi 2.1 Penguatan infrastruktur laboratorium termasuk K3 N/A Strategi 2.2 Peningkatan SDM laboratorium termasuk jejaringnya Mengadakan penambahan alat TCM Desentralisasi pelatihan dan peran dukungan untuk 10 lab regional TCM Pengembangan SL LPA Pelatihan untuk Stasiun Pengumpul Contoh Uji (untuk pengemasan contoh uji yang aman) Strategi 2.3 Pengembangan dan pemeliharaan Sistem Manajemen Mutu Laboratorium Memberikan wewenang ke LRN Molekuler untuk menunjukkan kepemimpinan dan memberikan dukungan teknis untuk memperkuat jejaring Melakukan evaluasi setelah pelatihan bagi Laboratorium Rujukan Provinsi oleh LRS, LRN Molekuler, Subdit TB, Direktorat Pelayanan Kesehatan, dan mitra Penilaian lab TCM sebagai PME dalam penerapan alat TCM di seluruh Indonesia Supervisi ke Lab LPA Strategi 2.4 Penguatan manajemen logistik termasuk pemeliharaan dan validasi alat Pengadaan Alat TCM, Kartrid, dan Pemeliharaan Pengadaan materi/ bahan pengemasan untuk transportasi contoh uji dan mekanisme rujukan Identifikasi sistem kurir lokal yang tersedia dan tanda tangan perjanjian Strategi 2.5 Penguatan mekanisme rujukan dan transportasi contoh uji Sosialisasi ke Dinas Kesehatan Provinsi untuk pengembangan model transportasi contoh uji yang berkelanjutan Membangun jejaring antara fasilitas kesehatan, stasiun pengumpul contoh uji (SPC) dan laboratorium diagnostik Strategi 2.6 Penguatan sistem informasi laboratorium
2017 (Rp)
2018 (Rp)
2019 (Rp)
2020 (Rp)
Total (Rp)
-
-
-
47.715.967.014
13.350.000.000
7.530.000.000
11.460.000.000
13.020.000.000
13.470.000.000
4.560.000
81.145.708
81.145.708
81.145.708
76.185.708
182.959.416
91.479.708
91.479.708
91.479.708
91.479.708
66.022.854
330.114.270
1.254.434.226
-
-
4.571.084.792
86.416.180
86.416.180
86.416.180
86.416.180
86.416.180
771.733.304
1.291.290.720
1.543.466.608
-
-
154.732.360
154.732.360
154.732.360
154.732.360
154.732.360
50.003.708
75.005.562
100.007.416
125.009.270
150.011.124
4.314.386.729.499 814.019.982.621
768.822.365.077
1.192.197.146.053
1.503.404.985.748
1.789.587.908.757
817.530.000
4.087.650.000
15.533.070.000
15.504.000.000
15.504.000.000
716.830.000
1.080.600.000
2.461.090.000
2.432.020.000
2.432.020.000 838.419.416
26.403.236
132.016.180
-
-
-
27.200.000
136.000.000
516.800.000
-
4.996.074.596
Rencana Aksi Nasio
0
rium TB 2016-202
nguatan Laborato
an TB Melalui Pe nal Penanggulang
95
Memperkuat manajemen data TCM Mengembangkan database elektronik nasional untuk mengawasi kalibrasi dan penggantian modul, beban kerja, logistik kartrid, dan pelacakan indikator kinerja utama lab TCM Manajemen data untuk diagnosis TB-XDR menggunakan kartrid XDR Manajemen data untuk TB ekstra-paru Manajemen data untuk transportasi contoh uji dan mekanisme rujukan Strategi 2.7 Pengembangan kerangka kerja peraturan terkait laboratorium Membuat kebijakan implementasi kartrid XDR Membuat pedoman untuk pemeriksaan TCM menggunakan contoh uji ekstra paru Strategi 2.8 Pengembangan kapasitas riset operasional N/A
-
873.941.800
873.941.800
873.941.800
873.941.800
282.704.562
282.704.562
282.704.562
282.704.562
282.704.562
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
141.612.360
205.478.540
448.170.024
448.170.024
448.170.024
-
-
-
54.120.000
-
27.390.000
-
-
-
-
81.510.000
Total
-
IDR USD
-
-
-
-
830.726.080.601
785.260.940.667
1.227.084.604.645
1.536.558.725.360
1.823.157.570.223
4.379.630.351.273
61.535.265
58.167.477
90.895.156
113.819.165
135.048.709
324.417.063
Tujuan-3 Meningkatkan akses ke laboratorium uji kepekaan OAT lini 1 dan 2 untuk pasien yang berisiko TB RO /TB XDR
2016 (Rp) Strategi 3.1 Penguatan infrastruktur laboratorium termasuk K3 Renovasi Laboratorium biakan TB Strategi 3.2 Peningkatan SDM laboratorium termasuk jejaringnya Memperluas jejaring biakan Mengembangkan dan mempertahankan praktik kerja yang aman di laboratorium TB Pengembangan pemeriksaan biakan menggunakan media cair (MGIT960) di semua laboratorium uji kepekaan Strategi 3.3 Pengembangan dan pemeliharaan Sistem Manajemen Mutu Laboratorium Memberikan dukungan kepada LRN-Biakan/uji kepekaan untuk menunjukkan kepemimpinan dan memberikan dukungan teknis untuk memperkuat jejaring LRN memberikan dukungan terkait pemantapan mutu (QA) untuk laboratorium biakan TB
Rencana Aksi Na
2017 (Rp)
2019 (Rp)
2020 (Rp)
Total (Rp)
54.000.000.000 7.200.000.000
18.000.000.000
18.000.000.000
10.800.000.000
8.148.588.398
281.055.888
198.458.652
226.809.888
283.512.360
-
850.186.788
991.884.586
1.133.582.384
1.416.977.980
-
451.275.192
625.667.260
687.861.440
1.001.315.980
-
11.407.237.276
1.182.033.192
1.182.033.192
1.182.033.192
1.182.033.192
1.182.033.192
150.011.124
175.012.978
200.014.832
250.018.540
-
sional Penanggu
96
2018 (Rp)
langan TB Melalui
Penguatan Labora
torium TB 2016-2
020
Memperbanyak jumlah laboratorium uji kepekaan dalam jejaring lab TB Mempertahankan kualitas lab uji kepekaan yang sudah ada oleh LRN BBLK Surabaya Melakukan asesmen selama implementasi MGIT960 Strategi 3.4 Penguatan manajemen logistik termasuk pemeliharaan dan validasi alat Pengadaan kontrak pemeliharaan untuk semua pengguna MGIT960 dalam jejaring Strategi 3.5 Penguatan mekanisme rujukan dan transportasi contoh uji N/A Strategi 3.6 Penguatan sistem informasi laboratorium N/A
450.033.372
475.035.226
500.037.080
550.040.788
550.040.788
656.730.000
628.774.102
649.024.102
669.274.102
669.274.102
275.020.394
300.022.248
325.024.102
425.031.518
-
3.900.000.000
750.000.000
900.000.000
975.000.000
1.275.000.000
-
-
-
-
-
Strategi 3.7 Pengembangan kerangka kerja peraturan terkait laboratorium N/A Strategi 3.8 Pengembangan kapasitas riset operasional N/A
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
12.246.345.950
23.476.888.244
23.879.387.020
17.853.204.460
2.401.348.082
79.857.173.756
907.137
1.739.029
1.768.843
1.322.460
177.878
5.915.346
Total IDR USD
Tujuan-4 Menerapkan Sistem Manajemen Mutu Laboratorium (SMML) 2016 (Rp)
2017 (Rp)
2018 (Rp)
2019 (Rp)
2020 (Rp)
Total (Rp)
Strategi 4.1 Penguatan infrastruktur laboratorium termasuk K3 N/A
-
Strategi 4.2 Peningkatan SDM laboratorium termasuk jejaringnya
-
-
927.151.304
Melatih laboratorium Indonesia Membentuk pelatih nasional Strategi 4.3 Pengembangan dan pemeliharaan Sistem Manajemen Mutu Laboratorium Setelah ToT, melakukan asesmen untuk menindaklanjuti pelatihan Pelibatan Badan Akreditasi Nasional (KAN) Persiapan laboratorium untuk akreditasi ISO dengan bantuan KAN Strategi 4.4 Penguatan manajemen logistik termasuk pemeliharaan dan validasi alat
182.850.000
304.884.562
-
-
-
-
31.479.236
317.766.180
90.171.326
2.925.216.918
-
125.009.270
350.025.956
475.035.226
-
-
250.018.540
500.037.080
850.063.036
-
-
-
225.016.686
150.011.124
1.309.038.034
Rencana Aksi Nasio
0
rium TB 2016-202
nguatan Laborato
an TB Melalui Pe nal Penanggulang
97
Membuat SPO manual logistik untuk tingkatan lab yang berbeda
141.242.472
317.795.562
425.000.000
425.000.000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
IDR
324.092.472
1.029.187.170
1.817.845.902
1.990.280.712
5.161.406.256
USD
24.007
76.236
134.655
147.428
382.326
Strategi 4.5 Penguatan mekanisme rujukan dan transportasi contoh uji N/A Strategi 4.6 Penguatan sistem informasi laboratorium N/A Strategi 4.7 Pengembangan kerangka kerja peraturan terkait laboratorium N/A Strategi 4.8 Pengembangan kapasitas riset operasional N/A
-
Total
Rencana Aksi Na
sional Penanggu
98
langan TB Melalui
Penguatan Labora
torium TB 2016-2
020