ANALISA SITUASI
TUBERKULOSIS (TB) Di Daerah Kota Bandung Dalam Rangka Mempercepat Peningkatan Peran Seluruh Pemangku Kepentingan Daerah untuk Penanggulangan TB
SR TB ‘Aisyiyah Jawa Barat 2014 1
TIM PENELITI ANALISA SITUASI
TUBERKULOSIS (TB) KOTA BANDUNG
1. Nama Jabatan
: dr. Wiwik Kusumawati MKes : Ketua Peneliti (Ketua Medical Education Unit Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta)
2. Nama Jabatan
: Sajodin, SKep., MKes.,AIFO : Wakil Ketua Peneliti (Dosen STIKes ‘Aisyiyah Bandung)
3. Nama Jabatan
: dr. Seshy Tinartayu : Anggota Peneliti (Sekretaris Alumni Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta)
2
Kata Pengantar Puji syukur kehadirat Allah SWT., atas segala rahmatNya, sehingga analisa situasi tuberkulosis (TB) Kota Bandung yang bertujuan untuk mendukung keberhasilan program penanggulangan TB dengan melibatkan peran serta pemangku kepentingan secara komprehensif dapat diselesaikan. Kegiatan ini terlaksana atas kerjasama antara Majelis Dikti Muhammadiyah, Perguruan Tinggi Muhammadiyah, Aisyiyah dengan Global Fund. Penyelesaian analisa situasi ini tidak lepas dari bantuan banyak pihak, untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak Walikota Bandung yang telah memberikan izin dalam pelaksanaan penelitian ini. 2. Bapak Kepala Dinas Kesehatan Kota Bandung yang telah memberikan izin kepada tim Ansit untuk mengambil data-data sekunder yang diperlukan dan partisipasinya dalam FGD. 3. Puskesmas di wilayah Kota Bandung atas partisipasinya yang baik dalam FGD. 4. Rumah Sakit Hasan Sadikin Kota Bandung atas kerja samanya yang baik dalam pengumpulan data. 5. Badan Pusat Statistik Kota Bandung atas kerja samanya yang baik dalam pengumpulan data. 6. Bapeda Kota Bandung atas kerja samanya yang baik dalam pengumpulan data. 7. DPRD Kota Bandung atas kerja samanya yang baik dalam pengumpulan data. 8. Kader Kesehatan Puskesmas di wilayah Kota Bandung atas partisipasinya yang baik dalam pengumpulan data dan FGD. 9. Penderita TB yang terlibat dalam analisa situasi Kota Bandung atas partisipasinya dalam pengumpulan data dan FGD. 10. semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang terlibat dan berkontribusi pada pelaksanaan dan penyusunan analisa situasi ini.
3
Penyusunan analisa situasi ini dilakukan dalam waktu yang relatif singkat, sehingga penulis sadari tetap ada keterbatasan atau kekurangan. Kritik dan saran sangat diperlukan untuk perbaikan analisa situasi ini selanjutnya.
Yogyakarta, Agustus 2014 Tim Peneliti
4
ANALISA SITUASI TUBERKULOSIS (TB) KOTA BANDUNG “Dalam Rangka Meningkatkan Peran Seluruh Pemangku Kepentingan Daerah untuk Penanggulangan TB"
Analisa situasi TB ini dilaksanakan oleh Community TB-Care 'Aisyiyah bekerjasama dengan Majelis Pendidikan Tinggi Muhammadiyah, dan dikerjakan oleh Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan STIKES Aisyiyah Bandung. Pelaksanaan Analisa situasi TB Kota Bandung dilaksanakan selama 1 bulan, sejak Juli-Agustus 2014.
Pelaksanaan Analisa Situasi TB melibatkan instansi terkait dalam memenuhi keabsahan data, diantaranya adalah; 1) Departemen Kesehatan RI, 2) Dinas Kesehatan Kota Bandung, 4) Biro Pusat Statistik, 5) BAPPEDA.
Keterbatasan dalam analisa situasi TB ini terkait dengan keterebatasan waktu penelitian.
Tujuan Analisa Situasi (Objective) Analisa Situasi TB ini bertujuan mendapatkan data dan melakukan analisa mengenai kondisi penyakit TB, termasuk tentang prevalensi TB, kebijakan terkait TB, penganggaran daerah dalam penanggulangan TB, kondisi layanan termasuk akses terhadap layanan kesehatan terkait TB, dan para pemangku kepentingan dalam penanggulangan TB, TB-HIV, TB-MDR. Analisa situasi TB ini juga untuk mengidentifikasi isu-isu dan beberapa kemungkinan dalam rangka menguatkan penanggulangan TB di Kota Bandung.
Metodologi dan Pendekatan digunakan dalam Analisa Situasi Analisa situasi TB Kota Bandung ini dilakukan dalam tiga tahap, yaitu : 1) tinjauan situasi (sebagai langkah asesmen), dengan penelusuran data primer dan sekunder mengenai TB Kota Bandung, 2) analisa, dengan analisa data primer dan
5
sekunder yang telah diperoleh, 3) rekomendasi aksi advokasi (sebagai langkah aksi), dengan seminar hasil melibatkan instansi terkait dengan penanggulangan TB Kota Bandung. Kombinasi metodologi secara terperinci terdiri dari Analisa Profil, Root Cause Analysis, DALY (Disability Adjusted Life Year) dan Analisa Peran. Untuk melengkapi kebutuhan dan keabsahan data, juga melakukan survey lapangan dengan menggunakan kuesioner, wawancara dan Focus Group Discussion serta seminar hasil analisa. Temuan Analisa Situasi Data prevalensi TB paru di Kota Bandung Data dari Profil Kesehatan Provinsi Jawa Barat 2012 mengenai Prevalensi kasus baru TB kota Bandung tahun 2012 sebesar 254/ 100.000 penduduk. Jika dibandingkan dengan angka prevalensi kasus TB Jawa Barat sebesar 138/100.000 penduduk, maka angka prevalensi TB paru di Kota Bandung masih mengkhawatirkan. Gambaran prevalensi TB paru di Kota Bandung selama tiga tahun terakhi (2011-2013) adalah sebagai berikut : Data Jumlah penderita baru Jumlah penderita lama/ulangan Jumlah penderita meninggal Jumlah BTA positif Baru Jumlah Lengkap BTA + Baru Sembuh BTA + Baru DO seluruh pasien
Analisa
TB Paru 2011 6219
2012 5979
2013 5836
395
441
567
126
149
10 (Triwulan I)
1912
1946
menurun meningkat Cenderung meningkat menurun
1783
Cenderung meningkat menurun 1190 1095 262 (Triwulan I) menurun 824 797 184 (Triwulan I) Cenderung DO BTA + Baru 181 227 51 (Triwulan I) meningkat Tabel data prevalensi TB paru di Kota Bandung tiga tahun berturut292
360
41 ( Triwulan I)
turut (2011-2013) ada kecenderungan menurun, namun untuk jumlah penderita lama atau ulangan justru meningkat. Hal ini menunjukkan
6
kemungkinan terjadinya drop out (DO) dan atau resistensi, tetapi bila dilihat dari angka DO pada seluruh pasien ada kecenderungan terjadi penurunan, sehingga faktor resistensi menjadi dugaan atau kemungkinan penting sebagai penyebabnya. Kejadian DO BTA+ baru juga meningkat 2 tahun berturut-turut, DO BTA (+) yang meningkat menunjukkan terdapatnya sumber penularan TB di lingkungan. Untuk jumlah penderita TB yang meninggal data yang ada pada tahun 2011 dan 2012 menunjukkan peningkatan, sementara data tahun 2013 merupakan data triwulan tidak bisa digunakan sebagai prediksi angka kematian keseluruhan pada tahun 2013. Jumlah BTA+ kasus baru menunjukkan angka yang fluktuatif, namun pada tahun 2013 terdapat sedikit penurunan.
Demografi dan TB Berdasarkan data BPS tahun 2013 jumlah penduduk Kota Bandung 2.529.436 jiwa, dengan luas wilayah 167.30 Km2 dan memiliki kepadatan penduduk 15.085 jiwa/Km2. Bila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, jumlah maupun kepadatan penduduk tersebut mengalami peningkatan seperti yang terlihat dalam tabel berikut : Data Jml penduduk total kota Bandung Tingkat Kepadatan penduduk
Th 2011 2.421.146
Th 2012 2.468.499
Th 2013 2.529.436
14.471 jiwa/km2
14.673 jiwa/km2
15.085 jiwa/km2
Sumber data : Profil Kesehatan Kota Bandung 2011, Profil Kesehatan Jawa Barat 2012, Data dan Informasi Kesehatan Jawa Barat Kemenkes RI 2013; BPS Kota Bandung 2013
Peningkatan jumlah dan kepadatan penduduk di Kota Bandung tersebut menggambarkan meningkat pula resiko penularan TB di lingkungan mengingat sumber penularan TB dari pasien DO BTA (+) yang meningkat jumlahnya dalam 3 tahun terakhir (tahun 2011-2013). Performa Pelayanan TB Berdasarkan data Profil Kesehatan Jawa Barat tahun 2012 capaian angka
7
penemuan kasus (Case Notification Rate/CNR) TB di Kota Bandung sebesar 73,2% lebih rendah dibandingkan CNR TB Nasional 96%. Angka kesuksesan (Success Rate) TB Kota Bandung tahun 2012 Mencapai 77,53% yang berarti kurang dari target nasional (90,2%) maupun WHO (85%) Sedangkan kasus TB kambuh, gagal dan meninggal di Kota Bandung dalam 3 tahun terakhir (2011-2013) seperti disajikan dalam tabel berikut : TB Paru
Data 2011
2012
2013
Jumlah penderita lama/ulangan
395
441
567
Jumlah penderita meninggal
126
149
10 (Triwulan I)
DO seluruh pasien DO BTA + Baru
824 181
797 227
184 (Triwulan I) 51 (Triwulan I)
Sumber data :
Profil Kesehatan Kota Bandung 2011, Profil Kesehatan Jawa Barat 2012, Data dan Informasi Kesehatan Jawa Barat Kemenkes RI 2013; Data SR
Infrastruktur Pelayanan Kesehatan Hingga tahun 2012 Kota Bandung terdiri dari 30 kecamatan dan 151 kelurahan, serta memiliki sarana kesehatan 73 Puskesmas dan puskesmas pembantu, dengan rasio 1,85 puskesmas per 100.000 penduduk yang tersebar di 30 Kecamatan. Terdapat 27 Rumah Sakit dan 9 diantaranya telah melaksanakan DOTS (RSHS, RSP Rotinsulu, RSUD, RS Immanuel, Kebon Jati, Muhammadyah, St Yusuf, Al Islam, RS TNI AU Salamun). Jumlah dokter umum 1095 orang, dokter spesialis 472 orang, dokter gigi 606 orang dan dokter gigi spesialis 34 orang. Fasilitas kesehatan umum lain di Kota Bandung, yaitu BBKPM (sudah melaksanakan kolaborasi TBHIV); Lapas / Rutan sejumlah 4 (sudah melaksanakan kolaborasi TBHIV); Praktek perorangan sejumlah 4614; BP / Klinik sejumlah 653; Lab Klinik sejumlah 78 dan Apotek sejumlah 84.
8
Policy issues Kebijakan terkait isu program Kesehatan Kebijakan ditunjukkan
kesehatan
Kota
Bandung
dengan
alokasi
dana
dalam APBD
penanggulangan untuk
TB,
TB
program
penanggulangan mulai dari pencegahan, pelacakan, maupun pengobatan TB tetapi belum ada kebijakan spesifik terkait penanggulangan TB di pemerintahan daerah kota Bandung.
Kebijakan terkait isu kepadatan penduduk Perlu mengkaji lebih lanjut pilihan kebijakan dalam hal kepadatan penduduk, apakah menjadi isu kependudukan atau isu tata ruang. Berdasarkan Root Cause Analysis TB di Kota Bandung salah satu faktor pendukung meningkatan jumlah penderita TB paru lama atau ulangan, jumlah TB paru meninggal, jumlah TB anak dalam 3 tahun berturut-turut (2011-2013) adalah kepadatan penduduk Kota Bandung yang meningkat pula serta hunian yang tidak sehat.
Kebijakan terkait isu promosi kesehatan terkait TB Jumlah penduduk yang tidak tamat SD meningkat selama 3 tahun berturutturut (2011 sd 2013), sedangkan jumlah penduduk yang tamat SD, SMP dan SMA/SMK fluktuatif, sementara yang tamat perguruan tinggi ada kecenderungan menurun. Tingkat pendidikan yang rendah ini (tidak tamat SD) tentunya dapat berpengaruh pada pengetahuan tentang penyakit TB. Status gizi dan kemiskinan di Kota Bandung dari data yang diperoleh menunjukkan keadaan yang baik, tetapi jumlah rumah tangga dengan Perilaku Hidup Bersih dan sehat (PHBS) relatif tetap atau tidak bertambah. Kondisi dapat berhubungan dengan manifestasi penyakit TB.
Anggaran Pelayaan Kesehatan Hingga Tahun 2013, anggaran kesehatan Kota Bandung baru mencapai Rp
9
359.421.005.951,91 masih rendah jika disesuaikan dengan Amanat UU Kesehatan 39 Tahun 2009, yang memandatkan anggaran kesehatan mencapai 10 persen dari APBD. APBD Kota Bandung dalam 3 tahun terakhir (2011-2013) disajikan dalam tabel berikut : Data anggaran penanggulangan TB Kota Bandung Jenis anggaran APBD total APBD kesehatan APBD penanggulang an TB
Th 2011 (Rp) 3.051.131.745.5 45 91.082.692.955 283.820.000
Th 2012 (Rp) 3.634.707.922.4 22 371.741.255.87 2 258.325.000
Th 2013 (Rp) 4.167.933.634.40 2 359.421.005.951, 91 279.920.000
Sumber data : Profil Kesehatan Jawa Barat 2012; Dinas Kesehatan Kota Bandung 2011, 2012 dan 2013; LKPJ Kota Bandung 2011; Perda Kota Bandung No 9 tahun 2013 tentang APBD 2013
Jika dilihat berdasarkan tren anggaran kesehatan Kota
Bandung
bersumber dari APBD sejak tahun 2011 hingga 2013 mengalami kenaikan tetapi APBD penanggulangan TB cenderung tetap.
Kesehatan Penduduk dan Daya Saing Daerah Dengan menurunnya angka prevalensi TB, secara tidak langsung akan meningkatkan produktivitas ekonomi. Jika dihitung menggunakan DALY, pada tahun 2012 akibat sakit TB menyebabkan kerugian ekonomi sebesar Rp 33.873.525.000, dengan asumsi 75 % dari penderita TB pada usia produktif.
Beban biaya berobat, jika dihitung menggunakan DALY dengan asumsi biaya berobat untuk 74 % jumlah penderita mencapai Rp 1.778.400.000, artinya bisa ada realokasi anggaran dari biaya pengobatan TB untuk sektor maupun program lainnya.
10
Daftar Singkatan dan Istilah AIDS AKMS APBN/D AP ARTI Bapelkes BCG BLK BLN BTA BP4 BUMN CDR Cm CNR Cs Ditjen PP& PL
= = = = = = = = = = = = = = = = =
Ditjen Binkesmas Ditjen Binfar & Alkes Ditjen Binyanmed DIP DOTS DPR (D) DPS DST E EQAS Eto FDC FEFO GFK H HIV IAKMI IBI IDAI IDI IUATLD KBNP KBPP KDT KG KKNP
= =
11
= = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = =
Acquired Immune Deficiency Syndrome Advokasi Komunikasi dan Mobilisasi Sosial Anggaran Pembangunan dan Belanja Negara/Daerah Akhir Pengobatan Annual Risk of TB Infection Balai Pelatihan Kesehatan Bacillus Calmette et Guerin Balai Laboratorium Kesehatan Bantuan Luar Negeri Basil Tahan Asam Balai Pengobatan Penyakit Paru Paru Badan Usaha Milik Negara Case Detection Rate\ Capromycin Case Notification Rate Cycloserine Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit & Penyehatan Lingkngn Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medis Daftar Isian Proyek Directly Observed Treatment, Shorcourse chemotherapy Dewan Perwakilan Rakyat (Daerah) Dokter Prakter Swasta Drug Sensitivity Testing Etambutol External Quality Assurance System Ethionamide Fixed Dose Combination First Expired First Out Gudang Farmasi Kabupaten/ Kota Isoniasid (INH = Iso Niacid Hydrazide) Human Immunodeficiency Virus Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia Ikatan Bidan Indonesia Ikatan Dokter Anak Indonesia Ikatan Dokter Indonesia International Union Against TB and Lung Diseases Kesalahan besar negatif palsu Kesalahan besar positif palsu Kombinasi Dosis Tetap Kesalahan Gradasi Kesalahan kecil negatif palsu
KKPP Km KPP Lapas Lfx LP LSM LPLPO MDG MDR / XDR Mfx MOTT OAT Ofl PAPDI PCR PDPI PME PMI PMO POA POGI POM PPM PPM PPNI PPTI PRM PS PSDM Pto Puskesmas Pustu R RSP RTL Rutan S SDM SGOT SGPT SKRT SPS TB TNA
12
= = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = =
Kesalahan kecil positif palsu Kanamycin Kelompok Puskesmas Pelaksana Lembaga Pemasyarakatan Levofloxacin Lapang Pandang Lembaga Swadaya Masyarakat Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat Millenium Development Goals Multi Drugs Resistance / extensively Drugs Resistance Moxifloxacin Mycobactrium Other Than Tuberculosis Obat Anti Tuberkulosis Ofloxacin Perhimpunan Ahli Penyakit Dalam Indonesia Poly Chain Reaction Perhimpunan Dokter Paru Indonesia Pemantapan Mutu Eksternal Pemantapan Mutu Internal Pengawasan Minum Obat Plan of Action Perhimpunan Obstetri dan Ginekologi Indonesia Pengawasan Obat dan Makanan Puskesmas Pelaksana Mandiri Public Private Mix Perhimpunan Perawat Nasional Indonesia Perhimpunan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia Puskesmas Rujukan Mikroskopis Puskesmas Satelit Pengembangan Sumber Daya Manusia Prothionamide Pusat Kesehatan Masyarakat Puskesmas Pembantu Rifampisin Rumah Sakit Paru Rencana Tindak Lanjut Rumah tahanan Streptomisin Sumber Daya Manusia Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase Serum Pyruric Oxaloacetic Transaminase Survei Kesehatan Rumah Tangga Sewaktu-Pagi-Sewaktu Tuberkulosis Training Need Assessment
UPK WHO Z ZN
13
= = = =
Unit Pelayanan Kesehatan World Health Organization Pirazinamid Ziehl Neelsen
14
Gambar Peta Daerah
15
Daftar Isi
BAB I
BAB II
BAB III BAB IV
16
Halaman Sampul........................................................... Struktur Tim Peneliti Analisis........................................ Kata Pengantar............................................................... Ringkasan Eksekutif....................................................... Daftar Singkatan dan Istilah........................................... Lembar Penegasan.......................................................... Gambar Peta Daerah....................................................... Daftar Isi......................................................................... Daftar Tabel.................................................................... Daftar Gambar Pendahuluan................................................................... 1.1. Latar Belakang Masalah.......................................... 1.2. Tujuan...................................................................... 1.3. Proses Penyusunan.................................................. 1.4. Manfaat.................................................................... Gambaran Umum Daerah............................................... 2.1. Wilayah Geografis................................................... 2.2. Kependudukan......................................................... a. Data Demografi, Kepadatan Penduduk dan Kemiskinan........................................................ b. Data Status Gizi.................................................. c. Data Ekonomi..................................................... d. Data PHBS.........................................................
1 2 3 5 11 14 15 16 18 19 20 20 22 22 22 23 23 24
2.3. Sumber Daya Daerah.............................................. 2.4. Sumber Daya Di Bidang Kesehatan....................... 2.5. Profil Layanan Kesehatan (Data Dinkes 2014)...... 2.6. Arah Kebijakan Dinas Kesehatan dan Anggaran Kesehatan Kota Bandung....................................... Program Dan Kegiatan : 1.) Program Obat dan Perbekalan Kesehatan... 2.) Program Upaya Kesehatan Masyarakat...... 3.) Program Pengawasan Obat dan Makanan... 4.) Program Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat......................... 5.) Program Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Menular........................................ 2.7. Prevalensi Penderita TB, TB HIV, TB MDR, dan TB Anak.................................................................. Metodologi..................................................................... Hasil Analisa Situasi Kebijakan Penanggulangan TB... 4.1. Tujuan Situasi......................................................... 4.2. Hasil Analisa Profil.................................................
33 38 44
30 32 32 33
45 45 45 46 46 46 47 49 53 57 57 61
BAB V
BAB VI
17
4.3. Analisa Disability Adjusted Live Years (DALY)....
65
4.4. Analisa Akar Masalah............................................. 4.5. Analisa Stakeholder/ Analisa Peran........................ Rekomendasi Rencana Advokasi................................... 5.1. Rekomendasi Aksi Utama....................................... 5.2. Rekomendasi Potensi Kemitraan............................. 5.3. Rekomendasi Rancangan Program......................... Penutup........................................................................... 6.1. Kesimpulan.............................................................. a. Masalah Analisa Situasi TB............................... b. Rekomendasi Aksi Advokasi TB....................... c. Dukungan Kebijakan.......................................... Daftar Pustaka................................................................ Lampiran Penelitian Lapangan...................................... 1. Kondisi Layanan Kesehatan TB di Lapangan.... 2. Hambatan Lapangan dalam Penanganan TB..... 3. Temuan-Temuan Baru dari Proses Penanganan TB di Lapangan................................................. 4. Usulan Solusi Masalah dan Hambatan Penanggulangan TB...........................................
67 72 76 77 80 84 85 85 85 85 86 87 88 88 89 92 94
Daftar Tabel Tabel 1 Tabel 2 Tabel 3 Tabel 4 Tabel 5 Tabel 6 Tabel 7 Tabel 8 Tabel 9 Tabel 10 Tabel 11 Tabel 12 Tabel 13 Tabel 14 Tabel 15 Tabel 16 Tabel17 Tabel 18 Tabel 19 Tabel 20 Tabel 21
Tabel 22
Tabel 23
Tabel 24 Tabel 25
18
Jumlah dan Komposisi Penduduk Kota Bandung Tahun 011-2012............................................................................. Data Demografi dan Kemiskinan Kota Bandung............... Data Pendidikan Penduduk Kota Bandung......................... Data Laju Inflasi Kota Bandung..................................... Data Rumah Sehat dan Rumah Tangga Berprilaku Bersih dan Sehat Kota Bandung................................................... Data Tenaga Kesehatan Bandung 2012.......................... Data Rumah Sakit di Kota Bandung............................... Data Puskesmas di Kota Bandung................................... Data Keterlibatan Pokmas Dalam Penanggulangan TB....................................................................................... Data Anggaran Penanggulangan TB Kota Bandung............................................................................. Prevalensi TB Paru........................................................... Prevalensi TB HIV Kota Bandung.................................. Prevalensi TB Paru........................................................... Prevalensi TB Anak.......................................................... Prevalensi Matriks Prioritas Masalah Penanggulangan TB.......................................................... Data Profil TB Kota Bandung Yang Mengalami Peningkatan....................................................................... Profil Kota BandungTerkait Peningkatan Jumlah TB Lama Atau Ulangan, TB Meninggal, TB Anak.............. Kerugian Ekonomi Akibat TB di Kota Bandung 2012 Analisa Kesenjangan Pengambil atau Pelaksana Kebijakan Terhadap Penanggulangan TB..................... Analisis Kesenjangan Jaringan atau Mitra Kerja Advokasi Terhadap Penanggulangan TB....................... Rekomendasi Rencana Aksi Utama Untuk Mengurangi Kesenjangan Pengambil atau Pelaksana Kebijakan Terhadap Penanggulangan TB..................... Rekomendasi rencana aksi utama untuk mengurangi kesenjangan pengambil atau pelaksana kebijakan terhadap penanggulangan TB ................................... Rekomendasi rencana aksi utama untuk mengurangi kesenjangan jaringan atau mitra kerja advokasi terhadap penanggulangan TB...................................................... Skema Prioritas.................................................................. Rekomendasi pengembangan potensi kemitraan stakeholder potensial dalam proses penanggulangan TB...............................................................................
25 30 31 32 33 39 40 41 44 48 49 50 51 51 59 61 61 66 71 73 75
77
79
80 82
Daftar Gambar Gambar 1 Gambar 2
Gambar 3 Gambar 4
Gambar 5 Gambar 6
Gambar 7 Gambar 8 Gambar 9
19
Komposisi Penduduk Kota Bandung Menurut Jenis Kelamin Tahun 2012.................................................... Perkembangan Tenaga Kerja dan Tingkat Pengangguran Terbuka Kota Bandung Periode 20112012............................................................................. Perkembangan Komposisi Penduduk Kota Bandung Berdasarkan Tingkat Pendidikan Periode 2011-2012.. Perkembangan Komposisi Penduduk Kota Bandung Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin Periode 20112012.............................................................................. Grafik Status Gizi 2011 dan 2012................................ Presentasi PDRB Kota Bandung Berdasarkan Lapangan Usaha Tahun 2011-2012 (Atas Dasar Harga Berlaku)............................................................. Trend Kontribusi Sektor Industri (Pengolahan dan Perdagangan Hotel dan Restaurant tahun 2011-2012.. Akar Masalah TB Kota Bandung .............................. Rancangan Program ..................................................
26
27 28
29 32 36
37 70 84
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia menduduki urutan ke-tiga setelah Cina, dan India untuk kasus tuberkulosis (TB) dunia. Sedangkan di Indonesia dari seluruh provinsi, Jawa Barat mempunyai jumlah terbesar penderita penyakit TB. Tingginya kasus TB di Jawa Barat tersebut sangat terkait dengan jumlah dan kepadatan penduduk dimana Provinsi Jawa Barat mempunyai estimasi jumlah penduduk terbanyak se Indonesia yaitu 45.472.830 jiwa dan kepadatan penduduk tertinggi di Jawa Barat adalah Kota Bandung yaitu 15.085 jiwa/km2 (Data dan Informasi Kesehatan Provinsi Jawa Barat, 2013). Perkembangan Kasus TB di Kota Bandung dalam 3 tahun terakhir (tahun 2011-2013) masih memerlukan perhatian lebih karena berdasarkan data Profil Kesehatan Kota Bandung 2011, Profil Kesehatan Jawa Barat 2012, Data dan Informasi Kesehatan Jawa Barat Kemenkes RI 2013, meskipun jumlah penderita TB baru menurun tetapi jumlah penderita lama/ulangan dan jumlah penderita TB meninggal cenderung meningkat. Bahkan peningkatan jumlah penderita DO (Drop Out) BTA positif baru juga mengalami peningkatan, data tersebut menggambarkan masih tingginya penderita sebagai sumber penularan TB dan ancaman MRD (Multi Drugs Resistance) TB kota Bandung yang masih belum tertangani dengan baik. Data TB-MDR tahun 2012 berdasarkan data draft renstra program manajemen terpadu tuberkulosis resisten obat Jawa Barat tahun 2013-2016, menunjukkan angka estimasi 39 dari total 672 di Jawa Barat (26 kota dan kabupaten), dan Kota Bandung menempati urutan ke empat setelah Kabupaten Bogor, Kabupaten Bandung, Kabupaten Sukabumi. Penelitan yang mendukung data tersebut dilakukan oleh Puspasari (2009) tentang Prevalensi Tuberkulosis Paru Di Rumah Sakit Paru Rotinsulu Bandung Periode Januari-Desember 2007, paru diperoleh hasil penderita TB paru terbanyak pada kelompok umur 25-34 tahun (32,5%), penderita TB paru terbanyak berjenis kelamin laki-laki (58,92%), dengan tipe penderita terbanyak
20
dalah kasus baru (71,95%), berdasarkan kategori pengobatan didapatkan jumlah penderita dengan kategori I sebesar 64,73%, berdasarkan hasil pengobatan menunjukkan jumlah terbanyak kegagalan pengobatan dikarenakan ketidakpatuhan penderita dalam meminum obat (drop out) sebesar 56,51%. Kasus TB-HIV di Kota Bandung dalam 3 tahun terakhir mengalami peningkatan yaitu 758 (tahun 2011), 900 (tahun 2012) dan 945 tahun 2013) (Dinas Kesehatan Kota Bandung, 2013). Begitu juga dengan kasus TB anak, data dari Profil Kesehatan Kota Bandung 2011, Profil Kesehatan Jawa Barat 2012, Data dan Informasi Kesehatan Jawa Barat Kemenkes RI 2013 menunjukkan jumlah TB Anak tahun 2011 adalah 582 kasus, tahun 2012 adalah 1251 kasus dan tahun 2013 adalah 1504 kasus Data demografis Kota Bandung yang dapat memberikan gambaran terhadap
perkembangan
TB
karen
perkembangbiakan
Micobacterium
tuberculosis dipengaruhi pula oleh kondisis lingkungan. Kota Bandung seluas 168,23 km2, terdiri dari 30 kecamatan dan 151 desa (profil kesehatan Jabar, 2012). Kota Bandung dengan jumlah penduduk 2.529.436 jiwa pada tahun 2013 (Pusdatin 2013), dengan kepadatan penduduk 15.085,8 merupakan kota dengan kepadatan tertinggi di Jawa barat (Kemendagri, 2013; Pusdatin, 2013), rasio beban tanggungan pada tahun 2012 sebesar 40,2.
Jumlah fasilitas
pelayanan kesehatan antara lain Puskesmas sejumlah 73 yang semuanya non rawat inap. Ratio puskesmas per 100.000 penduduk adalah 1,85 (Pusdatin, 2013). Ratio dokter umum per 100.000 penduduk di kota Bandung adalah 123,0 menunjukkan ratio tertinggi di Jawa Barat, sementara target indikator Indonesia sehat adalah 40 dokter umum per 100.000 penduduk (KKI, 2013). Ratio perawat per 100.000 penduduk di kota Bandung adalah 202,9 sementara target indikator Indonesia sehat adalah 117,5 perawat per 100.000 penduduk (PPSDM, 2013). Ratio bidan per 100.000 penduduk di kota Bandung adalah 15,1 sementara target indikator Indonesia sehat adalah 100 bidan per 100.000 penduduk (PPSDM, 2013).
21
2. Tujuan Melihat peningkatan jumlah penderita lama/ulangan TB, penderita TB meninggal, TB HIV, TB anak, meningkatnya jumlah penderita DO (drop out) BTA positif di Kota Bandung sehingga beresiko terjadinya TB MDR, serta faktor kepadatan penduduk dan demografis Kota Bandung juga mendukung perkembangbiakan Micobacterium tuberculosis. Fakta yang berkebalikan mengenai memadainya jumlah fasilitas kesehatan di wilayah Bandung ternyata belum cukup untuk menekan kejadian TB di wilayah Bandung, maka analisa situasi ini dilakukan untuk menganalisis situasi perkembangan kasus TB paru, TB HIV, TB MDR, TB pada anak
dan faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap keberhasilan penanggulangannya termasuk faktor kesehatan maupun non kesehatan, demografi, sosial, ekonomi, pendidikan pengetahuan, dll.
3. Proses Penyusunan Analisis situasi akan dilakukan sekitar 1 bulan dalam 3 tahap, yaitu tahap pertama (10 hari) untuk mendapatkan data sekunder sebagai bahan analisis untuk mengidentifikasi kesenjangan. Tahap ke dua (10 hari) untuk analisis dan verifikasi di lapangan dan tahap ke tiga atau terakhir (10 hari) untuk pelaporan, seminar dan rekomendasi.
4. Manfaat Hasil analisis situasi ini diharapkan akan dapat memberikan masukan atau rekomendasi lebih lanjut kepada Pemda Kota Bandung untuk mendukung keberhasilan penanggulangan kasus TB paru, TB HIV dan TB MDR. Selain itu, hasil analisa situasi ini dapat mendorong keterlibatan pemangku kepentingan secara lebih luas dan aktif dalam penanggulangan TB.
22
BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH
2.1.
Wilayah Geografis Kota Bandung merupakan Ibu kota Propinsi Jawa Barat yang terletak
diantara 107036” Bujur Timur, 60 - 55’ Lintang Selatan. Ketinggian tanah + 791 m di atas permukaan laut, titik terendah + 675 m berada di sebelah selatan dengan permukaan relatif datar dan titik tertinggi + 1,050 m berada di sebelah utara dengan kontur yang berbukit-bukit. Iklim Kota Bandung dipengaruhi oleh iklim pegunungan yang sejuk tetapi beberapa tahun belakangan mengalami peningkatan suhu yang disebabkan polusi dan pemanasan global. Luas wilayah Kota Bandung 176,56 Km2 yang terdiri dari dataran (145,52 Km²), perbukitan (0,82 km²), pesawahan (21,56 Km²), dan sebanyak 8.791,35 Ha (52,55%) digunakan untuk daerah perumahan/pemukiman. Kota Bandung dipimpin oleh Walikota dibantu oleh Wakil Walikota dan Sekretaris Daerah yang membawahi 3 Asisten Sekretaris Daerah, dengan 11 Kepala Bagian, 11 Kepala Dinas, 6 Kepala Badan dan 2 Kepala Kantor, 1 Inspektorat serta 3 Rumah Sakit Daerah. Wilayah pemerintahan terbagi dalam 30 kecamatan, 151 kelurahan yang terdiri dari 1.558 RW (rukun warga), dan 9.678 RT (rukun tetangga). Secara
administratif
Kota
Bandung
berbatasan
dengan
daerah
kabupaten/kota lainnya yaitu : 1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Bandung dan Bandung Barat. 2. Sebelah Barat berbatasan dengan Kota Cimahi dan Kabupaten Bandung Barat. 3. Sebelah Timur dan Selatan berbatasan dengan Kabupaten Bandung dan 4. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Bandung
23
Dalam pelaksanaan Pembangunan Kesehatan diperlukan kerjasama dengan ketiga Kabupaten Kota diatas karena masalah-masalah kesehatan tidak mengenal batas wilayah kerja. Kota Bandung sebagai kota besar juga memiliki 6 fungsi kota yaitu sebagai :
Pusat Pemerintahan Jawa Barat
Kota Ekonomi dan Perdagangan
Kota Pendidikan
Kota Budaya dan Wisata
Kota Industri
Etalase Jawa Barat
Sebagai kota besar tidak terlepas dari berbagai permasalahan akibat urbanisasi, yang membentuk budaya masyarakat yang heterogen sehingga pemerintah Kota Bandung perlu mengadakan penataan kota secara cermat dan akurat.
2.2.
Kependudukan
Pertumbuhan Penduduk Penduduk atau masyarakat merupakan bagian penting atau titik sentral dalam pembangunan, karena peran penduduk sejatinya adalah sebagai subjek dan objek dari pembangunan. Jumlah penduduk yang besar dengan pertumbuhan yang cepat dan didukung dengan kualitas SDM yang tinggi diharapkan dapat menciptakan akselerasi guna tercapainya kondisi ideal dari pembangunan.
Pertumbuhan penduduk yang makin cepat mendorong pertumbuhan aspek-aspek kehidupan yang meliputi aspek sosial, ekonomi, politik, kebudayaan, dan sebagainya. Perkembangan penduduk di Kota Bandung selama ini menunjukkan peningkatan dan ini dapat dilihat dari jumlah penduduk pada tahun 2011 yang sebanyak 2.424.957 jiwa, meningkat menjadi sebanyak 2.455.517 pada tahun
24
2012, sehingga Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) Kota Bandung pada tahun 2012 mencapai 1,26%. Tabel 1.
Pertumbuhan penduduk ini selain dikarenakan adanya fertilitas yang cukup tinggi (pertumbuhan penduduk alami), juga disebabkan adanya pertumbuhan penduduk migrasi, dimana terdapat migrasi masuk yang lebih besar daripada migrasi keluar (migrasi neto positif) atau dengan kata lain penduduk yang datang lebih banyak dibandingkan dengan penduduk yang keluar Kota Bandung. Aktivitas ekonomi yang ada di Kota Bandung menjadikan daya tarik (pull factors) bagi sebagian orang untuk mencari penghidupan di Kota Bandung. Jumlah penduduk tersebut mendiami wilayah seluas 167,30 km2 sehingga rata-rata kepadatan penduduk pada tahun 2012 adalah 14.676 jiwa per km2. Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa komposisi penduduk Kota Bandung menurut jenis kelamin relatif seimbang selama periode 2011-2012, dimana persentase penduduk pria sebesar 50,75% dan penduduk perempuan sebesar 49,25%.
25
Gambar 1.
Jumlah angkatan kerja Kota Bandung tahun 2012 mengalami peningkatan sebesar 3,70% jika dibandingkan dengan tahun 2011. Pada tahun 2011, angkatan kerja yang berada di Kota Bandung tercatat sebanyak 1.129.744 tenaga kerja dan meningkat menjadi 1.171.551 tenaga kerja di tahun 2012. Pada tahun 2012, sebanyak 90,83% dari angkatan kerja telah memiliki pekerjaan dan sisanya sebesar 9,17% masih menganggur. Tingkat pengangguran terbuka di Kota Bandung selama periode 2011-2012 mengalami penurunan yang cukup tinggi, dari sebesar 10,34% pada tahun 2011 menjadi sebesar 9,17% pada tahun 2012 seperti yang diilustrasikan pada grafik 1-2. Hal ini mengindikasikan bahwa secara makro, tingkat perekonomian dan penyediaan lapangan pekerjaan mengalami perbaikan.
26
Gambar 2.
Jumlah penduduk dilihat dari aspek kualitas tingkat pendidikan, selama periode 2011-2012 menunjukkan terjadinya peningkatan. Penduduk usia di atas 10 tahun yang tidak/belum pernah sekolah dan tidak/belum tamat SD mengalami peningkatan dari 174.292 orang pada tahun 2011, menjadi 192.141 orang pada tahun 2012 atau meningkat sebesar 10.24%. Di sisi lain, penduduk usia di atas 10 tahun yang memiliki ijasah tertinggi SD/MI/sederajat, SMP/MTs/sederajat, SLTA/sederajat, dan Perguruan Tinggi mengalami kenaikan. Penduduk usia di atas 10 tahun yang memiliki ijasah tertinggi SLTA/sederajat mengalami kenaikan dari 655.857 orang di tahun 2011 menjadi 661.857 orang pada tahun 2012 atau meningkat sebesar 0.92% seperti yang diilustrasikan pada grafik 1-3. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kesadaran dan kemampuan masyarakat dalam mengenyam pendidikan telah mengalami perkembangan, selain karena kebijakan pemerintah yang terus menggalakkan urusan wajib di bidang pendidikan. Proses pencerdasan SDM melalui peningkatan pendidikan merupakan elemen penting agar dapat menjaga tingkat daya saing dan keberlanjutan pembangunan di Kota Bandung dalam jangka panjang. Dengan semakin meningkatnya tingkat pendidikan masyarakat diharapkanjuga dapat terbentuk insan Kota Bandung yang
27
cerdas intelektual, emosional dan sosial, serta spiritual. Dinamika yang berkembang saat ini, aspek pendidikan yang baik sangat memegang peranan sentral dalam upaya mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development). Gambar 3.
Perkembangan dari tingkat pendidikan yang cukup baik juga berkorelasi positif dengan peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kota Bandung, karena salah satu unsur pembentuk IPM adalah Indeks Pendidikan.
Perkembangan piramida penduduk Kota Bandung seperti yang diilustrasikan pada Grafik I.4 memperlihatkan adanya sedikit penambahan tingkat fertilitas, karena pada penduduk kelompok umur 0-4 tahun, baik laki-laki maupun perempuan jumlahnya lebih besar dibanding penduduk kelompok umur 5-9 tahun. Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat fertilitas pada tahun 2012 belum mengalami penurunan.
28
Piramida penduduk dapat menggambarkan komposisi penduduk menurut umur dan jenis
kelamin
serta menunjukkan riwayat
penduduk
dan
tingkat
perkembangan penduduk pada setiap kelompok umur berbeda di Kota Bandung.
Gambar 4.
Data demografi, pendidikan, ekonomi, status gizi balita, dan PHBS 3 tahun berturut-turut tahun 2011 – 2013 untuk Kota Bandung dapat dilihat sebagai berikut.
29
a. Data Demografi, kepadatan penduduk dan kemiskinan Tabel 2. Data Demografi dan kemiskinan Kota Bandung Data Jml penduduk total kota Bandung Tingkat Kepadatan penduduk Jml penduduk laki Jml penduduk perempuan Jml penduduk berdasarkan usia
Th 2011 2.421.146
Th 2012 2.468.499
Th 2013 2.529.436
14.471 jiwa/km2 1.226.954 jiwa 1.194.192 jiwa
14.673 jiwa/km2 1.248.515 jiwa 1.219.984 jiwa
15.085 jiwa/km2 1.260.565 jiwa 1.223.412 jiwa
0-4 th: 209.471 5-9 th: 208.920 10-14 th: 189.564 ˃ 75 tahun = 29.465
0-4 tahun = 211.346 jiwa 5-14 tahun = 388.363 jiwa 15-44 tahun = 1.327.457 jiwa 45-64 tahun = 433.442 jiwa ≥ 65 tahun = 107.891 jiwa 55.160 jiwa 211.346 jiwa
0-14 th: 578.423 15-64 th: 1.768.895 ˃ 65 tahun = 136.660
Jumlah ibu hamil 50.651 jiwa 50.043 Jumlah bayi dan 226.078 jiwa 212.048 balita Data kemiskinan 27,64% 669.300 jiwa 706.359 (persentase) (27,11%) Sumber data : Profil Kesehatan Kota Bandung 2011, Profil Kesehatan Jawa Barat 2012, Data dan Informasi Kesehatan Jawa Barat Kemenkes RI 2013; BPS Kota Bandung 2013 Berdasarkan data pada Tabel 2, menunjukkan jumlah penduduk Kota Bandung semakin meningkat dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2013, dengan jumlah penduduk laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan jumlah penduduk perempuan. Jumlah penduduk yang semakin meningkat tersebut juga berdampak pada meningkatnya tingkat kepadatan penduduk, kepadatan penduduk meningkat terus selama 3 tahun berturutturut (2011 sd 2013). Pada data tentang kemiskinan, di Kota Bandung menunjukkan angka kemiskinan yang relatif tetap, meskipun sedikit mengalami penurunan dari tahun 2011 ke tahun 2012, tetapi angka
30
kemiskinan meningkat dari tahun 2012 ke tahun 2013. Indeks pembangunan manusia tahun 2012 di kota Bandung adalah 74,73 termasuk kategori sedang dari yang tertinggi 79,71 seJawa Barat (BPS, 2012).
Tabel 3. Data pendidikan penduduk Kota Bandung Tingkat pendidikan Perguruan tinggi
Th 2011
Th 2012
Th 2013
282.337
271.984
261.402
SMA/SMK
655.801
749.580
747.153
SMP
393.183
389.483
411.409
SD
501.389
409.338
502.358
Tidak tamat SD
173.856
190.615
221.590
Sumber data : BPS Kota Bandung, 2011, 2012 dan 2013 Berdasarkan data Tabel 3, dapat dilihat jumlah penduduk yang tidak tamat SD meningkat selama 3 tahun berturut-turut (2011 sd 2013), sedangkan jumlah penduduk yang tamat SD, SMP dan SMA/SMK fluktuatif, sementara yang tamat perguruan tinggi ada kecenderungan menurun. Tingkat pendidikan yang rendah ini (tidak tamat SD) tentunya dapat berpengaruh pada pengetahuan tentang penyakit TB.
31
b. Data status gizi Gambar 5. Status Gizi Balita Kota Bandung Gambar 5.
Sumber data : Profil Kesehatan Kota Bandung 2011 dan 2012 Berdasarkan data pada Gambar 5, menunjukkan sebagian besar balita Kota Bandung status gizinya baik, sementara angka gizi kurang dan buruk pada balita di Kota Bandung cukup kecil dan cenderung menurun dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2012.
c. Data Ekonomi
Tabel 4. Data laju inflasi Kota Bandung Jenis inflasi
Th 2008
Th 2009
Th 2010
Th 2011
Th 2012
Kesehatan
16,38
5,32
0,97
3,21
1,13
Umum
10,23
2,11
4,53
2,75
4,02
Sumber data : BPS Kota Bandung 2011, 2012 dan 2013 Berdasarkan Tabel 4, dapat dilihat laju inflasi bidang kesehatan dan umum di Kota Bandung selama lima tahun berturut-turut (2008 sd 2012) yang berfluktuatif. Inflasi di bidang kesehatan menunjukkan angka yang
32
lebih rendah dari angka laju inflasi secara umum, hal ini menunjukkan bahwa nilai mata uang menjadi kuat dan kondisi bidang kesehatan juga lebih baik. Nilai laju inflasi umum juga relatif rendah karena di bawah 10% meskipun masih lebih tinggi dibandingkan dengan bidang kesehatan. Hal ini menunjukkan kondisi ekonomi masyarakat juga lebih baik.
d. Data PHBS Tabel 5. Data Rumah Sehat dan Rumah Tangga ber prilaku bersih dam sehat Kota Bandung Data
Rumah sehat
Th 2011
433.060; 304.060; 211.040 (69,36%) 65,64%
Th 2012 (jml total; jml dipantau; jml sehat) 421,863 ; 339,193 (80,4%); 239, 774 (70,7%)
Th 2013
406.279;304.943; 227.951 (74,75%)
Rumah tangga 728,098 ; 415,757 221.083;336.252 berperilaku (57,1%); 272,886 (65.75%) bersih dan sehat (65,6%) Sumber data : Profil Kesehatan Jawa Barat 2012, profil kesehatan Kota Bandung 2011 Berdasarkan Tabel 5, dapat dilihat prosentase rumah sehat mengalami kenaikan dari tahun 2011 sd tahun 2013, namun tidak signifikan. Sedangkan prosentase rumah tangga dengan PHBS angkanya relatif kecil dari tahun 2011 ke tahun 2013. Kondisi ini sangat berhubungan dengan manifestasi penyakit TB, artinya jumlah rumah sehat dan rumah tangga dengan PHBS yang relatif tetap atau tidak bertambah berpengaruh terhadap meningkatnya prevalensi penyakit TB. 2.3.
Sumber Daya Daerah
Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui potensi unggulan suatu daerah adalah komposisi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Potensi-potensi yang ada dalam suatu wilayah dapat dilihat dari berbagai macam
33
perspektif dan pendekatan. Salah satu pendekatan dalam menghitung PDRB adalah menggunakan pendekatan produksi yang merupakan jumlah nilai tambah atas barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di wilayah suatu daerah dalam jangka waktu tertentu. Unit-unit produksi tersebut dalam penyajiannya dikelompokkan menjadi 9 lapangan usaha (sektor) dan setiap sektor tersebut dirinci lagi menjadi sub-sub sektor.
PDRB dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan PDRB Atas Dasar Harga Konstan. PDRB Atas Dasar Harga Berlaku menunjukkan kemampuan sumber daya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu wilayah. Distribusi PDRB Atas Dasar Harga Berlaku menurut sektor menunjukkan struktur perekonomian atau peranan setiap sektor ekonomi dalam suatu
daerah.
Sektor-sektor
ekonomi
yang
mempunyai
peranan
besar
menunjukkan basis perekonomian suatu daerah. Sementara PDRB Atas Dasar Harga Konstan berguna untuk menunjukkan Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) secara keseluruhan maupun sektoral dari tahun ke tahun. Nilai PDRB yang besar menunjukkan kemampuan sumber daya ekonomi yang besar pula.
Nilai dan kontribusi sektoral (lapangan usaha) PDRB Kota Bandung tahun 20112012 dapat dilihat pada tabel berikut.
34
Dari tabel tersebut terlihat bahwa sektor perdagangan, hotel, dan restoran merupakan salah satu sektor unggulan Kota Bandung. Hal ini ditunjukkan oleh paling besarnya kontribusi sektor ini terhadap perekonomian Kota Bandung. Pada tahun 2011, sektor perdagangan, hotel, dan restoran memberikan kontribusi sebesar 41,25% terhadap perekonomian Kota Bandung dan mengalami sedikit penurunan kontribusi menjadi 41,02% pada tahun 2012 (berdasarkan harga berlaku). Hal ini menunjukkan bahwa sektor tersier telah menjadi penopang utama perekonomian Kota Bandung.
Kontribusi sektor terbesar kedua berdasarkan harga berlaku pada tahun 2011 adalah sektor industri pengolahan yang memberikan kontribusi sebesar 23,51% terhadap perekonomian Kota Bandung. Perkembangan kontribusi sektor ini mengalami sedikit penurunan pada tahun 2012, yaitu menjadi sebesar 22,72%. Sedangkan, kontribusi sektor terbesar ketiga disumbangkan oleh sektor pengangkutan dan komunikasi dimana pada tahun 2012 mencapai 12,27% (berdasarkan hargaberlaku).
35
Grafik 6 - 11 menggambarkan kontribusi sektoral PDRB di Kota Bandung selama periode 2011-2012 yang diurut mulai dari nilai kontribusi terbesar (sektor perdagangan, hotel, dan restoran) hingga nilai kontribusi terkecil (sektor pertanian) dengan menggunakan harga berlaku. Gambar 6
Jika dilihat trend periode yang lebih lama, mulai dari tahun 2001 hingga 2012 terlihat bahwa kontribusi sektor industri pengolahan cenderung mengalami trend penurunan (lihat Grafik I.6). Perubahan trend kontribusi ini dikarenakan dari faktor internal dan eksternal industri pengolahan itu sendiri. Secara umum, salah satu faktor eksternal adalah akibat semakin tingginya tingkat persaingan di sektor industri pengolahan, baik secara nasional ataupun global yang mempengaruhi kinerja industri pengolahan lokal Kota Bandung, khususnya yang berorientasi ekspor. Dengan adanya penandatanganan kesepakatan Perdagangan Bebas ASEAN China Free Trade Area (ACFTA) juga memberikan tekanan pada tingkat daya
36
saing industri lokal. Makin meningkatnya serbuan produk-produk yang berasal dari China memberikan tekanan yang cukup signifikan atas kinerja industri pengolahan Kota Bandung. Walaupun begitu, industri pengolahan Kota Bandung mengalami pertumbuhan yang positif tiap tahunnya.
Kota Bandung dapat dikatakan sebagai kota kreatif dimana aktivitas kulturalnya dapat menyatu dengan aktivitas ekonomi dan sosial. Dengan semakin berkembangnya komunitas kreatif juga diharapkan dapat menjadi pendorong lebih lanjut akan sinergisitas perkembangan aktivitas ekonomi kreatif lokal. Ekonomi kreatif yang mencakup industri kreatif merupakan dinamika perekonomian yang berkembang saat ini di Kota Bandung. Ekonomi kreatif yang berfokus pada penciptaan barang dan jasa dengan mengandalkan keahlian, bakat, dan kreativitas sebagai kekayaan intelektual adalah harapan bagi ekonomi nasional ataupun daerah untuk bangkit, bersaing, dan meraih keunggulan dalam ekonomi global. Berkembangnya industri kreatif di Kota Bandung menjadi faktor yang memperkuat sektor perdagangan, hotel, dan restoran, serta jasa dan sektor industri pengolahan (tertentu) sebagai potensi unggulan daerah di Kota Bandung. Gambar 7.
Sumber: BPS Kota Bandung, 2012
37
Sektor pariwisata juga merupakan andalan sektor jasa Kota Bandung yang memberikan kontribusi signifikan terhadap perekonomian, membangkitkan kunjungan wisatawan, membangkitkan pertumbuhan sektor pembangunan lainnya, serta menghidupkan kembali seni dan budaya tradisional Bandung. Bandung sebagai kota kreatif merupakan potensi daya tarik wisata yang tinggi. Dalam lingkup nasional, Kota Bandung ditetapkan sebagai destinasi sekunder. Berada di tempat ke-empat, di bawah Jakarta dan Bali sebagai destinasi primer di Indonesia, dan destinasi Borobudur-Yogya-Solo. Semenjak tahun 2011, Kota Bandung telah ditetapkan sebagai salah satu Kawasan Pengembangan Pariwisata Nasional (KPPN) dan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) di Provinsi Jawa Barat (KPPN Bandung Kota dan sekitarnya) dan merupakan bagian dari Destinasi Pariwisata Nasional (DPN BANDUNG–CIWIDEY dan sekitarnya).
2.4.
Sumber Daya di Bidang Kesehatan
Kesehatan pada dasarnya merupakan salah satu indikator keberhasilaan pembangunan yang dianggap cukup signifikan, tingkat kesehatan yang tinggi akan mencerminkan tingkat kesejahteraan yang baik. Faktor pendukung indicator keberhasilan pembangunan daerah bidang kesehatan adalah tercukupinya kebutuhan seluruh sumber daya daerah dalam bidang kesehatan. Sarana prasarana, sumber daya manusia, kecukupan anggaran kesehatan, pelayanan kesehatan bermutu.
Sarana kesehatan yang tersedia di Kota Bandung terdiri atas rumah sakit, puskesmas, puskesmas pembantu, klinik bersalin dan puskesmas keliling. Sarana kesehatan yang tersedia Kota Bandung pada tahun 2012, pada 30 Kecamatan di Kota Bandung, terdapat rumah sakit sebanyak 27 unit, terdapat 73 unit puskesmas dan puskesmas pembantu. Jumlah dokter umum 1095 orang, dokter spesialis 472 orang, dokter gigi 606 orang dan dokter gigi spesialis 34 orang.
38
Tabel 6. Data Tenaga Kesehatan Bandung 2012
39
Tabel 7. Data Rumah Sakit di Kota Bandung
40
Tabel 8. Data Puskesmas di Kota Bandung No. Puskesmas
Kode Puskesmas
Alamat
Jenis Puskesmas
1 UPT CIBUNTU
P3273010201
Jl. Syahbandar I Kel Cari, Kec. Bandungkulon
2 CIJERAH
P3273010202
Jl. Mekar Hegar No. 1, Kec. Non Rawat Inap Bandung Kulon
3 CIGONDEWAH
P3273010203
Jl. Cigondewah Kaler No. 17, Kec. Bandung Kulon
Non Rawat Inap
4 UPT CARINGIN
P3273010204
Jl. Caringin Babakan Ciparay No. 103, Kec. Bandung Kulon
Non Rawat Inap
5 SUKAHAJI
P3273020201
Jl. H. Zakaria Blk No. 24, Kec. Babakan Ciparay
Non Rawat Inap
6 CIBOLERANG
P3273020202
Jl. Cibolerang No. 187, Kec. Non Rawat Inap Babakan Ciparay
7 SUKA PARKIR
P3273030201
Jl. Pagarsih Gg.Bp.Oyon, Kec. Bojong Loa Kaler
Non Rawat Inap
8 UPT CETARIP
P3273030202
Jl. Kopo Gg Citarip No.11, Kec. Bojong Loa Kaler
Non Rawat Inap
9 UPT KOPO
P3273040201
Jl. Kopo No. 369, Kec. Bojong Loa Kidul
Non Rawat Inap
10 UPT PAGARSIH
P3273050201
Jl. Pagarsih 95, Kec. Astana Non Rawat Inap Anyar
11 LIO GENTENG
P3273050202
Jl. Lio Genteng, Kec. Astana Anyar
Non Rawat Inap
12 PELINDUNG HEWAN
P3273050203
Jl. Palindungan, Kec. Astana Anyar
Non Rawat Inap
13 ASTANA ANYAR
P3273050204
Jl. Astana Anyar, Kec. Astana Anyar
Non Rawat Inap
14 UPT PASUNDAN
P3273060201
Jl. Pasundan 99, Kec. Regol Non Rawat Inap
15 MOCH. RAMDAN
P3273060202
Jl. Moch. Ramdan 108, Kec. Non Rawat Inap Regol
16 PASIR LUYU
P3273060203
Jl. Sukaati Bypass No. 1, Kec. Regol
Non Rawat Inap
17 UPT TALAGA BODAS
P3273070201
Jl. Talaga Bodas 35, Kec. Lengkong
Non Rawat Inap
18 SURYALAYA
P3273070202
Jl. Suryalaya VII No. 1, Kec. Non Rawat Inap Lengkong
19 CIJAGRA LAMA
P3273070203
Jl. Buah Batu No. 375, Kec. Non Rawat Inap Lengkong
20 CIJAGRA BARU
P3273070204
Jl. Cijagra I/28, Kec. Lengkong
Non Rawat Inap
21 PASAWAHAN
P3273080201
Jl. Naradireja, Kec. Bandung Kidul
Non Rawat Inap
22 MENGGER
P3273080202
Jl. Mengger No. 32, Kec. Bandung Kidul
Non Rawat Inap
23 UPT KUJANG SARI
P3273080203
Jl. Ters Buah Batu, Kec. Bandung Kidul
Non Rawat Inap
24 UPT MARGAHAYU RAYA
P3273090201
Jl. Pluto Raya No. 54, Kec. Buah Batu
Non Rawat Inap
25 SEKEJATI
P3273090202
Jl. Yupiter B2, Kec. Buah
Non Rawat Inap
41
Non Rawat Inap
Batu 26 DERWATI
P3273100201
Jl. Derwati No. 38, Kec. Rancasari
Non Rawat Inap
27 UPT CIPAMOKOLAN
P3273100202
Jl. Kali Cipamokolan, Kec. Rancasari
Non Rawat Inap
28 UPT RIUNG BANDUNG
P3273100203
Jl. Riung Puma XI, Kec. Rancasari
Non Rawat Inap
29 CEMPAKA ARUM
P3273101201
Jl. Usman bin Affan Belakang Polda Kec. Gedebage
Non Rawat Inap
30 CILENGKRANG
P3273110201
Jl. Cilengkrang I No. 130, Kec. Cibiru
Non Rawat Inap
31 UPT CIBIRU
P3273110202
Jl. AH Nasution No. 47A, Kec. Cibiru
Non Rawat Inap
32 CIPADUNG
P3273110203
Jl. Cigagak, Kec. Cibiru
Non Rawat Inap
33 PANYILEUKAN
P3273110204
Jl. Raya Panyileukan Blok C Non Rawat Inap No. 2, Kec. Cibiru
34 UPT PANGHEGAR
P3273111201
Jl. Teratai Mekar, Kec. Panyileukan
Non Rawat Inap
35 UPT CINAMBO
P3273120201
Jl. Gede Bage No. 19a, Kec. Ujung Berung
Non Rawat Inap
P3273120202
Komplek Ujung Berung Indah, Kec. Ujung Berung
Non Rawat Inap
37 UPT ARCAMANIK
P3273130201
Jl. Olah Raga No. 7, Kec. Arcamanik
Non Rawat Inap
38 UPT SINDANG JAYA
P3273130202
Jl. Arcamanik No. 30, Kec. Arcamanik
Non Rawat Inap
39 RUSUNAWA
P3273130203
Cingised RT 2 RW 6 Kel. Cisaranten Kulon Kec. Arcamanik
Non Rawat Inap
40 UPT GRIYA ANTAPANI
P3273141201
Jl. Plered No. 2, Kec. Antapani
Non Rawat Inap
41 ANTAPANI
P3273141202
Jl. Majalaya II, Kec. Antapani
Non Rawat Inap
42 JAJAWAY
P3273141203
Jl. Komplek Pratista VIII, Kec. Antapani
Non Rawat Inap
43 MANDALA MEKAR
P3273142201
Jl. Mandala Jati VII No. 123, Non Rawat Inap Kec. Mandalajati
44 PAMULANG
P3273142202
Jl. Raya Cikadut, Kec. Mandalajati
Non Rawat Inap
45 GIRIMANDE
P3273142203
JL. Cikadut, Kec. Mandalajati
Non Rawat Inap
46 UPT BABAKANSARI
P3273150201
Jl. Babakansari No. 183 , Kec. Kiaracondong
Non Rawat Inap
47 BABAKAN SURABAYA
P3273150202
Jl. Atlas, Kec. Kiaracondong Non Rawat Inap
48 AHMAD YANI
P3273160201
Jl. Cianjur No. 34, Kec. Batununggal
Non Rawat Inap
49 GUMURUH
P3273160202
Jl. Rancah Goong 11, Kec. Batununggal
Non Rawat Inap
50 UPT IBRAHIM ADJIE
P3273160203
Jl. Ibrahim Aji 88. Kec. Batununggal
Non Rawat Inap
51 UPT TAMBLONG
P3273170201
Jl. Tamblong 66, Kec. Sumur Bandung
Non Rawat Inap
36
UPT UJUNG BERUNG INDAH
42
52 BALAI KOTA
P3273170202
Jl. Wastukancana No. 2, Kec. Sumur Bandung
Non Rawat Inap
53 BABATAN
P3273180201
Jl. Babatan, Kec. Andir
Non Rawat Inap
54 UPT GARUDA
P3273180202
Jl. Dadali No. 81, Kec. Andir Non Rawat Inap
55 UPT PASIR KALIKI
P3273190201
Jl. Pasir Kalilki No. 188, Kec. Cicendo
Non Rawat Inap
56 UPT SALAM
P3273200201
Jl. Salam, Kec. Bandung Wetan
Non Rawat Inap
57 TAMAN SARI
P3273200202
Jl. Kebon Bibit Utara II, Kec. Non Rawat Inap Bandung Wetan
58 UPT PADASUKA
P3273210201
Jl. Padasuka No. 3, Kec. Cibeunying Kidul
59 PASIRLAYUNG
P3273210202
Jl. Padasuka No. 146, Kec. Non Rawat Inap Cibeunying Kidul
60 JATIHANDAP
P3273210203
Jl. Jatihandap No. 6, Kec. Cibeunying Kidul
Non Rawat Inap
61 CIKUTRA LAMA
P3273220201
Jl. Cikutra Barat No. 118, Kec. Cibeunying Kaler
Non Rawat Inap
62 UPT NEGLASARI
P3273220202
Jl. Cikutra Timur, Kec. Cibeunying Kaler
Non Rawat Inap
63 DAGO
P3273230201
Jl. Ir.H. Juanda No.360, Kec. Coblong
Non Rawat Inap
64 UPT PUTER
P3273230202
Jl. Puter No. 3, Kec. Coblong
Non Rawat Inap
65 SEKELOA
P3273230203
Jl. TB Ismail Bawah No. 4, Kec. Coblong
Non Rawat Inap
66 SUKA WARNA
P3273240201
Jl. Cibogo No. 76, Kec. Sukajadi
Non Rawat Inap
67 UPT SUKA JADI
P3273240202
Jl. Sukagalih, Kec. Sukajadi Non Rawat Inap
68 KARANG SETRA
P3273240203
Jl. Ir Sutami No. 40, Kec. Sukajadi
69 LEDENG
P3273250201
Jl. Sersan Bajuri No. 2, Kec. Non Rawat Inap Sukasari
70 UPT SUKA RASA
P3273250202
Jl. Geger Kalong Hilir No. 157, Kec. Sukasari
Non Rawat Inap
71 SARIJADI
P3273250203
Jl. Sari Asih No. 76, Kec. Sukasari
Non Rawat Inap
72 CIPAKU
P3273260201
Jl. Cipaku Indah IV, Kec. Cidadap
Non Rawat Inap
73 UPT CIUMBULEUIT
P3273260202
Jl. Bukit Resik, Kec. Cidadap
Non Rawat Inap
43
Non Rawat Inap
Non Rawat Inap
Data KMP Terlibat dalam Penanggulangan TB Tabel 9. Data keterlibatan kmp dalam penanggulangan TB Nama pokmas/LSM
Th 2011 (keaktifan)
Th 2012 (keaktifan)
Th 2013 (keaktifan)
Aktif
Aktif
Aktif
Pelita
Kurang aktif
Kurang aktif
Aktif
PPTI
Tidak aktif
Tidak aktif
Tidak aktif
Aisyiyah
Kelompok masyarakat peduli TB (KMPT)
Di Cibaduyut dan Kutarja
Sumber data : Dinas Kesehatan Kota Bandung 2013 2.5.
Profil layanan kesehatan (Data Dinkes, 2013) Jumlah fasilitas pelayanan kesehatan antara lain Puskesmas sejumlah 73 yang semuanya non rawat inap. Ratio puskesmas per 100.000 penduduk adalah 1,85 (Pusdatin, 2013). Ratio dokter umum per 100.000 penduduk di kota Bandung adalah 123,0 menunjukkan ratio tertinggi di Jawa Barat, sementara target indikator Indonesia sehat adalah 40 dokter umum per 100.000 penduduk (KKI, 2013). Ratio perawat per 100.000 penduduk di kota Bandung adalah
202,9 sementara target indikator
Indonesia sehat adalah 117,5 perawat per 100.000 penduduk (PPSDM, 2013). Ratio bidan per 100.000 penduduk di kota Bandung adalah 15,1 sementara target indikator Indonesia sehat adalah 100 bidan per 100.000 penduduk (PPSDM, 2013). Jumlah Puskesmas di Kota Bandung sejumlah 73 puskesmas, yang melaksanakan DOTS, yaitu 22 PRM, 7 PPM, 44 PS. Puskesmas dengan CST ada 2 (Kopo, Salam), puskesmas
dengan VCT ada 12
(Garuda, Kopo, Kujang Sari, Ibrahim Aji, Margahayu Raya, Uber Indah, Neglasari, Pasirkaliki, Salam, Tamansari, Griya Antapani, Pasundan, Sukarasa)
44
Jumlah rumah sakit di Kota Bandung ada 31 buah, yang melaksanakan program DOTS ada 9 rumah sakit, yaitu: RSHS, RSP Rotinsulu, RSUD, RS Immanuel, Kebon Jati, Muhammadyah, St Yusuf, Al Islam, RS TNI AU Salamun. Fasilitas kesehatan umum lain di Kota Bandung, yaitu BBKPM (sudah melaksanakan kolaborasi TB-HIV); Lapas / Rutan sejumlah
4
(sudah melaksanakan kolaborasi TB-HIV); Praktek perorangan sejumlah 4614; BP / Klinik sejumlah 653; Lab Klinik sejumlah
78
dan Apotek
sejumlah 84.
2.6.
Arah Kebijakan Dinas kesehatan dan Anggaran Kesehatan Kota Bandung
Urusan Kesehatan pada tahun anggaran 2012 mendapat alokasi anggaran sebesar
Rp119.930.664.020,00
dan
dapat
direalisasikan
sebesar
Rp97.137.292.005,00 (80,99%). Program dan kegiatan pada Urusan Kesehatan tahun 2012 dilaksanakan oleh: 1) Dinas Kesehatan; 2) Rumah Sakit Umum Daerah; 3) Rumah Sakit Khusus Ibu dan Anak; dan 4) Rumah Sakit Khusus Gigi dan Mulut. Adapun realisasi pelaksanaan program dan kegiatan, capaian kinerja serta permasalahan dan solusinya dapat diuraikan sebagai berikut.
Program dan Kegiatan 1) Program Obat dan Perbekalan Kesehatan Program Obat dan Perbekalan Kesehatan mendapat alokasi anggaran sebesar Rp8.483.356.455,00 dengan realisasi sebesar Rp7.299.680.620,00 (86,05%), yang dilaksanakan melalui Kegiatan Pengadaaan Obat dan Perbekalan Kesehatan - Dinkes. Keluaran (output) dari pelaksanaan kegiatan tersebut adalah tersedianya paket (100%) obat-obatan yankesdas. Hasil (outcome) dari pelaksanaan
45
program tersebut adalah meningkatkan pengadaan obat pelayanan kesehatan dasar dan rujukan; pengadaan dan pengembangan alat kesehatan; pelayanan mutu farmasi dan penggunaan obat serta alkes; pengawasan dan pengendalian keamanan obat, pangan, bahan berbahaya serta NAPZA; serta terpenuhinya ketersediaan obat esensial dan generik serta alkes sesuai dengan kebutuhan.
2) Program Upaya Kesehatan Masyarakat Program Upaya Kesehatan Masyarakat mendapat alokasi anggaran sebesar Rp9.428.987.600,00
dengan
realisasi
sebesar
Rp8.549.192.791,00
(90,67%), yang dilaksanakan melalui kegiatan-kegiatan: a) Peningkatan Kesehatan Masyarakat - Dinkes b) Peningkatan Pelayanan dan Penanggulangan Masalah Kesehatan Dinkes c) Penunjang Operasi Katarak bagi Masyarakat Miskin (Banprov 2011) Dinkes d) Penanggulangan Gizi Buruk (Banprov 2011) - Dinkes e) Fasilitasi Operasi Katarak bagi Masyarakat Miskin (Banprov 2012) Dinkes f) Peningkatan Pelayanan dan Penanggulangan Masalah Kesehatan RSKGM 3) Program Pengawasan Obat dan Makanan Program Pengawasan Obat dan Makanan mendapat alokasi anggaran sebesar Rp224.321.750,00 dengan realisasi sebesar Rp206.548.160,00 (92,08%), yang dilaksanakan melalui Kegiatan Peningkatan Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya - Dinkes. 4) Program Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Program Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat mendapat alokasi anggaran sebesar Rp3.440.081.000,00 dengan realisasi sebesar
46
Rp2.724.096.648,00 (79,19%), yang dilaksanakan melalui kegiatankegiatan: a) Penyuluhan Masyarakat Pola Hidup Sehat - Dinkes b) Peningkatan Pemanfaatan Sarana Kesehatan - Dinkes c) Peningkatan Pemanfaatan Sarana Kesehatan - RSKGM 5) Program Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Menular Program Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Menular mendapat alokasi anggaran sebesar Rp3.092.429.300,00 dengan realisasi sebesar Rp2.312.035.575,00 (74,76%), yang dilaksanakan melalui kegiatankegiatan: a) Penyemprotan/Fogging Sarang Nyamuk - Dinkes b) Pelayanan Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Menular Dinkes c) Peningkatan Imunisasi - Dinkes d) Peningkatan Surveillance Epidemiologi dan Penanggulangan Wabah Dinkes Keluaran (output) dari pelaksanaan kegiatan tersebut adalah: a) Penderita DBD yang ditangani sebesar 100%. b) Penemuan penderita pneumonia balita sebesar 100%; penemuan pasien baru TB BTA positif sebesar 100%; serta penemuan penderita diare sebesar 100%. c) Cakupan Desa/Kelurahan UCI sebesar 105,6%. d) Penemuan Acute Flacid Paralysis (AFP) rate per 100.000 penduduk < 15 tahun sebesar 100% dan cakupan desa/kelurahan mengalami KLB yang dilakukan penyelidikan epidemiologi < 24 jam sebesar 100%.
Hasil
(outcome)
dari
pelaksanaan
program
tersebut
adalah
penanggulangan penyakit menular (DBD, TBC, HIV/AIDS, dan lain-lain); pengendalian penyakit tidak menular (Diabetes Melitus, Jantung,
47
Hipertensi,dan lain-lain); pencegahan penyakit yang dapat dicegah oleh imunisasi; pencegahan penularan penyakit endemik/epidemik, surveillance epidemiologi dan penanggulangan wabah; meningkatkan komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) pencegahan dan pemberantasan penyakit. Menurut data dinas kesehatan Kota Bandung tahun 2012, untuk anggaran kesehatan Kota Bandung pada tahun 2012 terdiri dari :
belanja langsung (tidak termasuk gaji) : Rp 75.885.795.403
belanja tidak langsung : Rp 101.369.878.863
Jamkesda : Rp 58.000.000.000
dana dekonsentrasi : Rp 13.440.590.170
BOK : Rp 29.331.322
pinjaman atau hibah luar negeri : Rp 994.292.814
sumber pemerintahan lain : Rp 92.221.226.622
Total anggaran kesehatan Kota Bandung untuk tahun 2012 sebesar Rp 371.741.255.872, sedangkan APBD sebesar Rp 3.634.707.922.422, sayangnya dari total anggaran kesehatan tersebut, belum diketahui rincian atau detil untuk penanggulangan penyaki TB.
Tabel 10. Data anggaran penanggulangan TB Kota Bandung Jenis anggaran APBD total APBD kesehatan
Th 2011 (Rp) 3.051.131.745.545 91.082.692.955
APBD penanggulangan TB
Th 2012 (Rp) 3.634.707.922.422
Th 2013 (Rp) 4.167.933.634.402
371.741.255.872 359.421.005.951,91
283.820.000
258.325.000
279.920.000
Sumber data : Profil Kesehatan Jawa Barat 2012; Dinas Kesehatan Kota Bandung 2011, 2012 dan 2013; LKPJ Kota Bandung 2011; Perda Kota Bandung No 9 tahun 2013 tentang APBD 2013 Berdasarkan
Tabel
11,
dapat
dilihat
data
anggaran
untuk
penanggulangan TB selama tiga tahun berturut-turut (2011 sd 2013)
48
fluktuatif. Dana untuk penanggulangan TB mengalami penurunan pada tahun 2012 dan kemudian terjadi kenaikan pada tahun 2013 namun kenaikan tidak lebih dari dana atau anggaran tahun 2011. Sementara bila dilihat APBD total, mengalami kenaikan yang signifikan dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2013, demikian pula APBD untuk anggaran kesehatan sampai dengan tahun 2012. Hal ini mungkin juga disebabkan karena anggaran APBD bidang kesehatan tahun 2013 menurun dibandingkan dengan tahun 2012.
2.7.
Prevalensi Penderita TB, TB HIV, TB MDR, dan TBAnak Tabel 11. Prevalensi TB Paru TB Paru
Data Jumlah penderita baru Jumlah penderita lama/ulangan Jumlah penderita meninggal
2011 6219
2012 5979
2013 5836
395
441
567
126
149
10 (Triwulan I)
Jumlah BTA positif Baru 1912 1946 1783 Jumlah Lengkap BTA + 292 360 41 ( Triwulan I) Baru Sembuh BTA + Baru 1190 1095 262 (Triwulan I) DO seluruh pasien 824 797 184 (Triwulan I) DO BTA + Baru 181 227 51 (Triwulan I) Sumber data : Profil Kesehatan Kota Bandung 2011, Profil Kesehatan Jawa Barat 2012, Data dan Informasi Kesehatan Jawa Barat Kemenkes RI 2013; Data SR Berdasarkan Tabel 12 tersebut di atas, dapat dilihat jumlah penderita TB baru untuk tiga tahun berturut-turut (2011sd 2013) ada kecenderungan menurun, namun untuk jumlah penderita lama atau ulangan justeru meningkat. Hal ini menunjukkan kemungkinan terjadinya drop out (DO) dan atau resistensi, tetapi bila dilihat dari angka DO pada seluruh pasien ada kecenderungan terjadi penurunan, sehingga faktor
49
resistensi
menjadi
dugaan
atau
kemungkinan
penting
sebagai
penyebabnya. Kejadian DO BTA+ baru juga meningkat 2 tahun berturutturut. Untuk jumlah penderita TB yang meninggal data yang ada pada tahun 2011 dan 2012 menunjukkan peningkatan, sementara data tahun 2013 merupakan data triwulan tidak bisa digunakan sebagai prediksi angka kematian keseluruhan pada tahun 2013. Jumlah BTA+ kasus baru menunjukkan angka yang fluktuatif, namun pada tahun 2013 terdapat sedikit penurunan.
Tabel 12. Prevalensi TB HIV Kota Bandung tahun 2012 TB HIV (2012) Data
Jumlah pasien yang tercatat
TW 1
TW 2
TW 3
TW 4
TW 1 (2013)
2253
1592
1425
1544
1481
15
16
10
17
18
19
22
14
24
20
TB
Jumlah pasien TB yang tercatat dan HIV positif sebelum pengobatan Jumlah layanan pasien TB dengan HIV positif (data layanan)
Sumber data : Dinas Kesehatan Kota Bandung 2013 Berdasarkan Tabel 13 tersebut di atas, dapat dilihat jumlah penderita TB yang HIV positif cenderung meningkat sampai dengan triwulan 4 tahun 2012 dan triwulan 1 tahun 2013. Sementara jumlah penderita TB HIV positif yang tercatat pada data layanan menunjukkan angka lebih besar dibandingkan dengan yang belum diobati.
50
Tabel 13. Prevalensi TB HIV Kota Bandung Penyakit TB HIV
Tahun 2011
Tahun 2012
Tahun 2013
758
900
945
Tahun 2014 sd Mei 953
Sumber data : Dinas Kesehatan Kota Bandung 2013 Berdasarkan Tabel 14 tersebut di atas, dapat dilihat jumlah penderita TB HIV cenderung meningkat terus dari tahun 2011 sd pertengahan tahun 2014. Hal ini perlu mendapatkan perhatian lebih serius lagi dari semua pihak, mengingat dual infeksi merupakan resiko dan kemungkinan stigma rasa malu yang lebih besar pada penderita TB HIV dibandingkan penderita TB saja.
TB MDR Berdasarkan data draft renstra program manajemen terpadu tuberkulosis resisten obat Jawa Barat tahun 2013-2016, menunjukkan angka estimasi MDR primer tahun 2012 di Kota Bandung sebesar 39 dari total 672 di Jawa Barat (26 kota dan kabupaten), urutan ke empat setelah Kabupaten Bogor, Kabupaten Bandung, Kabupaten Sukabumi.
TB Anak Tabel 14. Prevalensi TB Anak TB Anak Tahun 2011 2012 2013 Jumlah Kasus 582 1251 1504 Cakupan BCG 44.189 49.545 44.930 Jumlah balita (0-4 th) 209.471 211.346 144.942 Sumber data : Profil Kesehatan Kota Bandung 2011, Profil Kesehatan Jawa Barat 2012, Data dan Informasi Kesehatan Jawa Barat Kemenkes RI 2013; BPS Kota Bandung 2013 Berdasarkan data pada Tabel 15, menunjukkan angka kejadian TB paru pada anak semakin meningkat dari tahun 2011 sampai dengan tahun
51
2013, sementara cakupan imunisasi BCG menunjukkan angka yang fluktuatif, meskipun ada kecenderungan menurun pada tahun ke tiga (2013). Sayangnya, data jumlah bayi untuk menilai keberhasilan cakupan imunisasi BCG tidak tersedia atau belum didapatkan pada data demografi sesuai sumber data yang ada (data yang tersedia adalah jumlah penduduk usia 0 – 4 tahun).
52
BAB III METODOLOGI Analisis situasi ini, dilakukan dalam tiga tahap, yaitu asesmen, analisis dan aksi atau dengan kata lain tahapannya, yaitu: tinjauan situasi, analisa dan rekomendasi aksi advokasi. Asesmen merupakan proses pengumpulan data (sekunder dan primer) lanjutkan dengan melakukan tinjauan/analisa situasi. Tinjauan situasi, dilakukan dengan penilaian terhadap data sekunder dan data primer. Data sekunder diperoleh dari pihak terkait (sudah tersaji dalam bentuk dokumen tertulis atau audio visual) dan data primer diperoleh dengan wawancara (perorangan atau kelompok) dan observasi langsung. Proses peniliaian situasi awal dari data sekunder dan data primer akan memberikan gambaran tentang: 1) kebijakan dan penganggaran penanggulangan TB, minimal memberikan gambaran kebijakan penanggulangan TB yang ada, level hierarki kebijakan (Perda, SK Bupati/ Walikota, Surat Edaran), prosentase anggaran penanggulangan TB, minimal data memaparkan membedakan anggaran fungsi kesehatan penanggulangan TB dan operasional, prosentase anggaran Penanggulangan TB terhadap anggaran kesehatan terhadap APBD, prosentase anggaran kesehatan dalam APBD (dibedakan antara anggaran fungsi kesehatan dan operasional); 2) status kesehatan penanggulangan TB, menjelaskan masalah kesehatan yang dihadapi, dilihat dari angka prevalensi TB, analisa menghasilkan ukuran status kesehatan secara kuantitatif, penyebaran masalah menurut kelompok umur penduduk (anak-dewasa, usia produktif-usia tidak produktif), Jenis kelamin, tempat/lokasi sebaran, dan waktu; 3) aspek kependudukan (demografi) : data demografi akan menjadi ukuran masalah kesehatan, prediksi beban upaya/program kesehatan, dan prediksi masalah kesehatan yang dihadapi. Aspek ini meliputi : jumlah Penduduk, pertumbuhan dan kepadatan penduduk, struktur umur, mobilitas penduduk, pekerjaan; 4) pelayanan/upaya kesehatan penanggulangan TB : layanan kesehatan didata bertujuan mengetahui akses dan pemanfaatan fasyankes dalam penanggulangan TB, diantaranya minimal meliputi
53
: jenis layanan yang dimanfaatkan, jarak tempuh ke fasyankes, waktu tempuh ke fasyankes, alasan memilih/tidak memilih fasyankes, sebaran
fasyankes;
5) perilaku kesehatan (bisa digali dari data primer), memberikan gambaran tentang pengetahuan, sikap dan perilaku terkait dengan perilaku kesehatan dalam konteks penanggulangan TB, pertanyaan diantaranya meliputi: perilaku higienis, faktor resiko (penggunaan tembakau. alkohol, aktivitas fisik), perilaku konsumsi, dll; 6) faktor lingkungan : lingkungan fisik , lingkungan biologis, lingkungan sosial Analisa dilakukan berdasarkan dari data yang didapatkan dari tahap asesmen sebelumnya. Metode analisa ada beberapa cara, yaitu: 1) analisa profil; 2) Disabilty Adjusted Live Years (DALY); 3) Root Cause Analysis (RCA)/ Analisa Akar Masalah (AAM); 4) FMEA (Failure Mode and Effect Analysis). Di antara empat pendekatan atau metode tersebut, metode yang digunakan dalam analisis situasi ini adalah analisa profil dan Root Cause Analysis (RCA)/analisa akar masalah (AAM). Analisa profil meliputi profil TB dan profil daerah. Profil TB, meliputi: prevalensi TB (Paru dan non paru), angka kematian TB, angka kematian TB-HIV, angka TB-MDR, angka kesembuhan TB. Sedangkan profil daerah, meliputi data penduduk termasuk kepadatan penduduk. Profil daerah digunakan sebagai perbandingan dari data prevalensi TB-HIV, perilaku kesehatan masyarakat, kondisi layanan kesehatan, APBD (anggaran kesehatan), kebijakan dan NGO/ stakeholder yang terlibat dalam penanggulangan TB. Metodologi utama dalam perumusan masalah yang digunakan dalam proses analisa situasi adalah Root Cause Analysis (RCA)/Analisa Akar Masalah (AAM), yang merupakan metode analisa terstruktur yang digunakan untuk menemukan dan mengkoreksi penyebab akar masalah yang mendasar. Hasil RCA menjelaskan: 1) penyebab langsung (direct cause), 2) penyebab tidak langsung (indirect cause), dan 3) akar penyebab/penyebab mendasar (basic Cause). Dalam proses menggunakan Root Cause Analysis-(RCA) beberapa hal harus ditetapkan kriterianya secara partisipatif dan multistakeholder, sehingga
54
mendapatkan legitimasi yang cukup. Diantara definsi yang umum digunakan adalah definisi masalah besar, yaitu masalah yang berdampak pada 2/3 populasi orang pada satu kawasan/daerah/kabupaten/kota dan berdampak pada 2/3 luas wilayah pada satu kawasan/daerah/kabupaten/kota. Jika sebuah permasalah dikategorikan sering, maka harus bisa dibuktikan dengan data trend pada satu wilayah, bukan berdasar asumsi saja. Data trend minimal menyajikan data 3 tahun terakhir, atau data 5 tahun terakhir akan memberikan gambaran ideal. Jika sebuah masalah dikategorikan beresiko besar maka setidaknya mengancam pada 2/3 dari jumlah populasi orang pada satu kawasan/daerah/kabupaten/kota dan mengancam dan beresiko pada 2/3 luas wilayah pada satu kawasan/daerah/kabupaten/kota. Proses telaahan/analisa bisa dikembangkan dari pohon permasalahan, langkah-langkah utama yang diambil, yaitu: 1) memulai dengan pernyataan masalah, 2) membuat daftar penyebab masalah, 3) klasifikasikan berbagai penyebab yang berhasil diidentifikasi menurut jenis penyebabnya yang sama, 4) identifikasi menjadi penyebab langsung (direct cause), penyebab tidak langsung (indirect cause), dan akar penyebab/ penyebab mendasar (basic cause). Mengidentifikasi penyebab dapat ditentukan dan dikenali hirarkinya dengan melakukan analisa sebagai berikut: 1) penyebab langsung (direct cause), berkaitan dengan terjadinya suatu masalah, biasanya lebih mudah dikenali dibandingkan penyebab tidak langsung dan akar penyebab. Penyebab langsung bila diturunkan dalam program penanggulangan TB, maka ia akan menjadi program jangka pendek, 2) penyebab tidak langsung (indirect cause) umumnya berkaitan dengan perilaku sosial, penyampaian pelayanan, dan kebiasaan yang menghambar, misalnya apakah disebabkan tidak terjangkaunya layanan kesehatan atau karena perilaku tidak sehat dari kelompok sasaran. Penyebab tidak langsung bila diturunkan dalam program penanggulangan TB, maka ia akan menjadi program jangka menengah, 3) akar penyebab (basic Cause), ialah hal yang lebih fundamental, misalnya terkait perbaikan ekonomi, komitmen politik pemerintah pada bidang kesehatan, dll. Akar penyebab bila diturunkan dalam program penanggulangan TB, maka ia akan menjadi program jangka panjang.
55
Setelah dilakukan analisa akar masalah, kemudian dilanjutkan dengan aksi. Aksi
merupakan
proses
penentuan
rekomendasi
advokasi/aksi
kunci.
Rekomendasi aksi advokasi, terdiri dari: 1) rekomendasi aksi utama, 2) rekomendasi potensi kemitraan, 3) rancangan program. Hasil dari tahap action ialah rekomendasi tindakan advokasi, dengan didasarkan dari data yang didapat serta analisa yang sudah dilakukan. Rekomendasi yang dihasilkan menjawab hasil dari analisa akar masalah, yaitu: penyebab langsung (direct cause), penyebab tidak langsung (indirect cause), akar penyebab/penyebab mendasar (basic cause). Aksi ini dilakukan dengan melibatkan multi stakeholder dengan metode seminar internal menggunakan FGD. Dalam menyusun rekomendasi aksi/tindakan memilih aksi kunci bisa muncul dari hasil analisa akar masalah seperti yang sudah dituliskan di atas, dalam konteks program penanggulangan TB, penting difokuskan selama masa program 2 tahun, artinya capaian yang mungkin dicapai ialah rencana jangka pendek dan rencana jangka menengah terkait proses penyusunan rekomendasi penting memahami alur proses pembuatan kebijakan pemerintah diantaranya: 1). penyusunan Peraturan Daerah (Termasuk penyusunan APBD), 2. penyusunan rencana pembangunan daerah.
56
BAB IV HASIL ANALISA SITUASI KEBIJAKAN PENANGGULANGAN TB 4.1.
Tinjauan Situasi Berdasarkan kondisi dan data yang didapatkan pada gambaran umum
Kota Bandung (BAB II) yang menggunakan data 3 tahun terakhir (tahun 2011-2013) dengan alasan bila data dalam 3 tahun terakhir mengalami peningkatan yang berakibat tidak baik maka data tersebut dapat menjadi masalah dengan kategori sering sehingga perlu diwaspadai. Data lain juga diperoleh dari hasil Focus Group Discussion (FGD) kelompok provider maupun penderita dan kader serta data hasil home visit pasien, maka dapat didentifikasi permasalahan penanggulangan TB Kota Bandung sebagai berikut : 1. Perumusan masalah kebijakan penanggulangan TB : a. Jumlah penderita TB paru lama atau ulangan, jumlah TB paru meninggal, jumlah TB anak masing-masing meningkat 3 tahun berturut-turut (2011-2013). b. Data menunjukkan jumlah penderita TB HIV meningkat relatif tajam
selama
3
tahun
berturut-turut
(2011-2013)
tetapi
permasalahan yang muncul adalah sulitya melacak dan penanganan pasien TB HIV mengingat privasi penderita sehingga dari home visite dan FGD pasien TB HIV sulit ditemukan, bahkan kaderpun tidak mengetahui ada tidaknya penderita TB HIV di wilayahnya. c. Angka DO BTA+ baru cenderung meningkat 2 tahun berturut-turut (2011- 2012), dampaknya dapat dilihat dari masih tingginya TB MDR di Kota Bandung yaitu urutan ke-4 se Jawa Barat. Peningkatan angka DO BTA + sesuai dengan data hasil FGD yang menunjukkan ketidakpedulian atau ketidakmautahuan pasien terhadap penyakitnya, stigma rasa malu dan bosan minum obat.
57
d. Dokter praktek swasta belum melakukan penatalaksanaan TB dengan metode DOTS diagnosis ditegakkan tanpa pemeriksaan baku emas sputum (hal ini menjadi masalah dari sisi provider). Selain itu pasien masih harus membayar OAT (Obat Anti Tuberkulosis) sendiri, hal ini dapat mempengaruhi kepatuhan pasien dalam minum obat mengingat OAT harus dikonsumsi minimal 6 bulan. e. Tingkat kepadatan penduduk terus meningkat selama 3 tahun berturut-turut (2011-2013), hal ini sesuai dengan data dari home visit di rumah pasien yang menunjukkan kondisi hygiene dan sanitasi yang buruk, ventilasi dan pencahayaan rumah sangat kurang. f. Sistem pencatatan dan pelaporan perpindahan penduduk penderita TB yang belum baik khususnya daerah perbatasan, hal ini menjadi kendala puskesmas dan kader dalam pelacakan penderita TB tersebut. g. Angka kemiskinan meningkat selama 3 tahun berturut-turut (20112013), hal ini sesuai dengan permasalah pasien (data FGD) bahwa pasien khususnya TB MDR yang harus datang ke RSHS setiap hari mengalami kesulitan biaya transport ke rumah sakit. h. Alokasi anggaran untuk penanggulangan TB selama tiga tahun berturut-turut (2011-2013) fluktuatif. Dana untuk penanggulangan TB mengalami penurunan pada tahun 2012 dan kemudian terjadi kenaikan pada tahun 2013 namun kenaikan tidak lebih dari dana atau anggaran tahun 2011. i. Data
kelompok
masyarakat
(Pokmas)
yang
penanggulangan TB masih sangat terbatas, yaitu
aktif
dalam
kelompok
Aisyiyah dan kelompok Pelita. Data dari FGD juga menunjukkan bahwa fokus kader dalam penanggulangan TB masih belum maksimal mengingat tugas kader yang multi tasking (1 kader
58
membawahi 1 RW, kader juga menangani kasus lain selain TB) dan belum ada evaluasi terhadap performance kader.
2. Gambaran besarnya masalah yang muncul diperoleh setelah melakukan analisa situasi di lapangan dan disusun berdasarkan prioritas dan cakupan luasnya dampak populasi dan wilayah serta kelompok sasaran dan indikator dapat terdata. Tinjauan situasi besarnya masalah disusun berupa matriks prioritas penanggulangan TB seperti di bawah ini : Tabel 15. Matriks Prioritas Masalah Penanggulangan TB No
1
2
3
4
5
6
7
59
Masalah
Masalah strategis
Melibatk an lintas sektoral
Masalah bersama
Urgen si
Jumlah Nilai
Urutan ranking
Jumlah penderita TB paru lama atau ulangan, jumlah TB paru meninggal, jumlah TB anak masing-masing meningkat 3 tahun berturut-turut (2011-2013) Jumlah penderita TB HIV meningkat 3 tahun berturut-turut (2011-2013) tetapi sulitya melacak dan penanganan pasien TB HIV mengingat privasi penderita TB HIV Angka DO BTA+ baru cenderung meningkat 2 tahun berturut-turut (2011- 2012), dampaknya TB MDR meningkat pula, dari FGD diperoleh masalah terkait hal tersebut : ketidakpedulian atau ketidakmautahuan pasien terhadap penyakitnya, stigma rasa malu dan bosan minum obat. Dokter praktek swasta belum melakukan penatalaksanaan TB dengan metode DOTS, pasien masih membayar OAT sehingga memperbesar resiko DO. Tingkat kepadatan penduduk selama 3 tahun berturut-turut (2011-2013), sesuai dengan hasil home visite. Sistem pencatatan dan pelaporan perpindahan penduduk penderita TB belum baik khususnya daerah perbatasan, hal ini menjadi kendala puskesmas dan kader dalam pelacakan penderita TB tersebut. Angka kemiskinan meningkat selama 3 tahun berturut-turut (2011-2013), hal ini sesuai dengan permasalah pasien
3
3
3
3
12
1
3
2
3
3
11
2
3
3
3
3
12
1
3
3
2
3
11
2
2
2
3
2
9
4
2
3
3
2
10
3
2
2
2
3
9
4
8
9
(data FGD) bahwa pasien khususnya TB MDR yang harus datang ke RSHS setiap hari mengalami kesulitan biaya transport ke rumah sakit. Alokasi anggaran untuk penanggulangan TB selama tiga tahun berturut-turut (2011-2013) fluktuatif (cenderung tidak naik) Data pokmas aktif dalam penanggulangan TB masih sangat terbatas, kader multi taskig, belum ada evaluasi performa kader
2
2
2
2
8
5
2
3
3
3
11
2
Keterangan : Masalah strategis 1 = Kurang strategis; 2 = Strategis; 3 = Sangat strategis Melibatkan lintas sektoral 1 = Tidak melibatkan; 2 = melibatkan; 3 = Sangat melibatkan Merupakan masalah bersama 2 = bukan masalah bersama; 3 = masalah bersama Menunjukkan urgensi 1 = tidak urgent; 2 = urgent; 3 = sangat urgent
Dari analisa masalah berdasarkan matriks di atas maka dapat diperoleh 5 masalah dengan urutan ranking 1 dan 2 sebagai prioritas masalah penanggulangan TB di Kota Bandung yaitu sebagai berikut : a. Jumlah penderita TB paru lama atau ulangan, jumlah TB paru meninggal, jumlah TB anak masing-masing meningkat 3 tahun berturut-turut (2011-2013) b. Angka DO BTA+ baru cenderung meningkat 2 tahun berturut-turut (2011- 2012),
dampaknya TB MDR meningkat pula, dari FGD
diperoleh masalah terkait hal tersebut : ketidakpedulian atau ketidakmautahuan pasien terhadap penyakitnya, stigma rasa malu dan bosan minum obat. c. Jumlah penderita TB HIV meningkat 3 tahun berturut-turut (2011-2013) tetapi sulitya melacak dan penanganan pasien TB HIV mengingat privasi penderita TB HIV. d. Dokter praktek swasta belum melakukan penatalaksanaan TB dengan metode DOTS, pasien masih membayar OAT sehingga memperbesar resiko DO. e. Data kelompok masyarakat (Pokmas) aktif dalam penanggulangan TB masih sangat terbatas, kader multi tasking, belum ada evaluasi performa kader
60
4.2 Hasil Analisa Profil Hasil analisa profil ini akan membahas tentang analisa situasi yang menggambarkan profil TB dengan profil daerah Kota Bandung dimana profil TB Kota Bandung yang memerlukan perhatian karena jumlahnya meningkat dalam 3 tahun terakhir (tahun 2011-2013) adalah jumlah penderita TB paru lama atau ulangan, jumlah TB paru meninggal, jumlah TB anak, jumlah TB paru DO BTA + baru, dan TB HIV. Berikut analisa profil TB Kota Bandung tersebut dikaitkan dengan profil daerah Kota Bandung : a. Jumlah penderita TB paru lama atau ulangan, jumlah TB paru meninggal, jumlah TB anak masing-masing meningkat 3 tahun berturut-turut (2011-2013). Sumber dari data primer : Tabel 16. Data Profil TB Kota Bandung yang mengalami peningkatan
Jumlah penderita TB paru lama/ulangan Jumlah TB paru meninggal Jumlah anak Sumber :
Tahun 2011 395
Tahun 2012 441
Tahun 2013 567
126 582
149 1251
10 (triwulan 1) 1504
Data ini diperoleh dari Profil Kesehatan Kota Bandung 2011, Profil Kesehatan Jawa Barat 2012, Data dan Informasi Kesehatan Jawa Barat Kemenkes RI 2013.
Peningkatan jumlah TB paru lama atau ulangan, jumlah TB paru meninggal, jumlah TB anak tersebut juga terkait dengan peningkatan beberapa komponen data sekunder berikut dalam 3 tahun terakhir: Tabel 17. Profil Kota Bandung terkait peningkatan jumlah TB lama/ulangan, TB meninggal, TB anak
Kepadatan penduduk Pendidikan tidak tamat SD Rumah tangga berperilaku bersih dan sehat Sumber :
61
Tahun 2011 14.471 jiwa/km2 173.856 65,64%
Tahun 2012 14.673 jiwa/km2 190.615 65,6%
Data ini diperoleh dari Profil Kesehatan Kota Bandung 2011, Profil Kesehatan Jawa Barat 2012, Data dan Informasi Kesehatan Jawa Barat Kemenkes RI 2013.
Tahun 2013 15.085 jiwa/km2 221.590 65,75%
Peningkatan kepadatan penduduk menggambarkan pemukiman dengan ventilasi dan pencahayaan yang tidak baik, hal tersebut sangat mendukung perkembangbiakan Micobacterium tuberculosis. Jumlah penduduk dengan tingkat pendidikan tidak tamat SD meningkat, hal ini menggambarkan kendala dalam sosialisasi TB baik dalam pencegahan maupun dalam keberhasilan terapi, keadaan ini juga didukung data rumah tangga berperilaku bersih dan sehat yang cenderung stabil tanpa peningkatan berarti dalam 3 tahun terakhir. Sumber dari data primer : Hasil FGD provider disebutkan bahwa upaya puskesmas dan Pokmas dalam
memberikan
informasi
TB
kepada
penderita
pendampingan kader sudah dilaksanakan tetapi karena
serta masih
tingginya ketidakmauan, ketidakmautahuan serta stigma rasa malu dari penderita TB terhadap TB. Hal tersebut juga dibenarkan kader dalam FGD kader dan pasien, bahwa pasien TB baru akan berobat saat penyakitnya sudah berat. Meningkatnya jumlah pasien TB paru lama/ulangan sangat terkait dengan hasil FGD tentang rasa ketidakmauan, ketidakmautahuan serta stigma rasa malu dari penderita TB terhadap TB, selama tidak diobati dan pasien merupakan pasien TB aktif (BTA +) maka masien tersebut di lingkungan tempat tinggal maupun tempat tinggal akan menjadi sumber penularan, hal ini dapat junga menjawab mengapa jumlah TB anak semakin meningkat pula. Pola pikir penderita TB yang mau berobat
saat
penatalaksanaan
penyakitnya penderita
telah
parah
tersebut
menyebabkan
karena
beratnya
sulitnya penyakit
menggambarkan adanya komplikasi maupun adanya TB ektra paru. Keterlambatan penatalaksanaan tersebut menyebabkan komplikasi yang lebih berat dan penanganan yang lebih sulit pula sehingga hal tersebut dapat menjadi penyebab makin meningkatnya jumlah TB meninggal.
62
b. Angka DO BTA+ baru cenderung meningkat 2 tahun berturut-turut (2011- 2012). Sumber dari data primer : Data dari Profil Kesehatan Kota Bandung 2011 dan Profil Kesehatan Jawa Barat 2012 menunjukkan peningkatan jumlah pasien TB paru DO BTA + baru yaitu 181 (tahun 2011) menjadi 227 (tahun 2012). Data profil Kota Bandung terkait peningkatan TB paru DO BTA + baru adalah perhatian pemerintah dalam mensukseskan program TB di Kota Bandung hal ini digambarkan dengan tersedianya hal-hal berikut : -
Penyediaan pelayanan kesehatan yang menjalankan DOTS. Data dari Dinkes Kota Bandung (2013) menyebutkan bahwa 73 puskesmas di wilayah Kota Bandung telah menjalankan DOTS sedangkan dari 31 RS di Kota bandung baru 9 RS yang menjalankan DOTS. Pelayanan kesehatan di tingkat dasar (puskesmas) yang sudah memadahi dalam mendukung pelaksanaan TB dengan DOTS, hal ini menggambarkan bahwa masih tingginya angka DO BTA + baru tidak disebabkan oleh pelayanan dasar (Puskesmas). Dokter praktek swasta belum semuanya mengikuti pelatihan DOTS, padahal seringkali masyarakat memilih dokter praktek swasta karena alasan jarak yang dekat. Saat dokter praktek swasta melakukan tatalaksana TB yang tidak sesuai DOTS maka resiko over diagnosis dan over terapi sehingga beresiko terjadinya TB MDR.
-
Anggaran terkait TB Data diperoleh dari Profil Kesehatan Jawa Barat 2012; Dinas Kesehatan Kota Bandung 2011, 2012 dan 2013; LKPJ Kota Bandung 2011; Perda Kota Bandung No 9 tahun 2013 tentang APBD 2013, menunjukkan alokasi dana APBD penanggulangan TB dari tahun 2011 sebesar Rp283.820.000, tahun 2012 sebesar Rp258.325.000, tahun 2013 sebesar Rp279.920.000. Anggaran
63
terkait TB di Kota Bandung tersebut cenderung tetap dari tahun ke tahun dalam 3 tahun terakhir ini, hal ini tidak sejalan dengan peningkatan prevalensi penderita TB paru lama/ulangan, TB meninggal, TB anak dan TB DO BTA + baru. -
Peranserta stake holder/mitra/pokmas terkait TB di Kota Bandung Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Bandung 2013 diketahui bahwa keaktifan pokmas terkait TB di Kota Bandung terdapat 2 Pokmas yaitu Aisyiyah yang aktif sejak 2011-2013 dan Pelita yang aktif di tahun 2013. Aktifnya pokmas memberikan dampak positif terhadap keberhasilan penangulangan TB tetapi mengingat banyaknya kasus TB di Kota Bandung yang tinggi dan hanya 2 pokmas saja yang aktif dalam penanggulangan TB maka masih diperlukan peran aktif pokmas lain.
Sumber dari data sekunder : Data diperoleh melalui FGD dan home visite selain terkait dengan ketidakpedulian atau ketidakmautahuan pasien terhadap penyakitnya, adanya stigma rasa malu terhadap penyakit TB yang diderita dan terdapat masalah lain yaitu pasien bosan minum obat, hal ini disebabkan lama waktu minum obat dan banyaknya obat yang diminum, ditambah lagi beberapa pasien merasakan efek samping OAT seperti mual, pusing, penurunan pendengaran. Temuan di lapangan tentang efek samping obat anti tuberkulosis (OAT) dapat beresiko terjadinya DO dan fakta yang diperoleh dari data sekunder menyebutkan bahwa peningkatan pasien DO terjadi pada pasien DO dengan BTA + baru, hal ini menggambarkan terjadi peningkatan jumlah sumber penularan TB di lingkungan. Peningkatan jumlah penderita DO juga berakibat terjadinya TB MDR karena tidak tuntas atau tidakteraturnya pasien TB dalam meminum obat.
64
c. Jumlah penderita TB HIV meningkat 3 tahun berturut-turut (20112013) Sumber dari data primer : Data dari Dinas Kesehatan Kota Bandung 2013 menyebutkan prevalensi TB HIV tahun 2011 adalah 758, tahun 2012 sebanyak 900, dan tahun 2013 sebanyak 945. Sumber dari data sekunder : Pada pelaksanaan FGD dan home visite kami kesulitan menemukan pasien dengan TB HIV, hal ini mungkin terkait dengan privasi penderita HIV. Menurut penuturan kader di wilayahnya pernah ada penderita TB HIV tetapi sudah meninggal itupun diketahui kader setelah kondisinya buruk dan keluarga tidak mau merawat bahkan sampai pasien meninggal kader yang merawat. Keberadaan pasien TB HIV menggambarkan sistem imun yang rendah dan berakibat konversi BTA terhambat (tetap BTA +), hal ini berarti pasien tersebut menjadi sumber penularan TB di lingkungan tanpa dapat terpantau petugas kesehatan maupun kader. Berdasar hasil FGD dan home visite pasien dengan TB HIV tidak ditemukan, hal ini berkebalikan dengan data sekunder yang menunjukkan peningkatan jumlah penderita TB HIV 3 tahun terakhir. Keadaan tersebut menggambarkan permasalahan tentang adanya sumber penularan TB di lingkungan tetapi kesulitan akses ke penderita menyebabkan kesulitan pula dalam mengendalikan penularan TB di lingkungan tersebut.
4.3 Analisa Disability Adjusted Live Years (DALY) Analisa
menggunakan
DALY
merupakan
alat
ukur
menggambarkan beban penyakit yang ditanggung sebuah daerah
65
yang
dapat
Tabel 18. Kerugian Ekonomi Akibat TB di Kota Bandung tahun 2012 Komponen Kerugian Jumlah Rumus Akibat Sakit Kasus baru (Kb) 5.979 Kasus lama (Kl) 441 Total kasus pertahun (Tk/th) 6.420 Kb+Kl Disability days/kasus (hari) 105 Rumus 28% Disability days total (Ddt) 674.100 105 x Tk/th 75% usia produktif (Up) 505.575 75% x Ddt Nilai per hari 67.000 UMR kota Bandung (Rp 2.000.000)/30 Total Nilai (Rp) 33.873.525.000 75% Up x nilai/hr a Akibat Mati Jumlah mati karena TBC 75% pada usia produktif Asumsi usia kematian (tahun) Asumsi batas usia produktif Usia produktif yang hilang/kasus Total tahun produktif yang hilang Total hari produktif yang hilang Nilai per hari Total Nilai (Rp)
149 112 50 60 10 1.120 408.800 67.000 27.389.600.000
Biaya berobat Asumsi % penderita berobat Jumlah berobat Asumsi biaya obat (6 bulan) Total nilai (Rp)
74% 1.976 900.000 1.778.400.000
Total nilai kerugian
63.041.525.000 a + b + c
75% x Jumlah mati karena TBC 60th – 50 th 112 x 10 1.120 x 365 hari UMR kota Bandung (Rp 2.000.000)/30 75% Up x nilai/hr b
(Kasus baru/yg berobat) x 100% Jmlh berobat X asumsi biaya obat c
Perhitungan ekonomi akibat TB paru di Kota Bandung tersebut selain memperhitungkan besarnya biaya berobat minimal 6 bulan juga memperhitungkan hilangnya pendapatan akibat sakit atau mati pada penderita TB paru, sehingga angka yang diperoleh akan dibandingkan dengan anggaran APBD belanja kesehatan tidak langsung. Hasil perhitungan DALY dalam analisa situasi advokasi adalah sebesar Rp 63.041.525.000 bila dibandingkan dengan APBD anggaran belanja kesehatan tidak langsung Kota Bandung tahun 2012 sebesar Rp 101.369.878.863, maka diperoleh persentase DALY Kota Bandung akibat TB paru
66
sebesar 62%. Persetase tersebut menggambarkan beban biaya yang harus ditanggung pemerintah Kota Bandung dalam penanggulangan TB Paru adalah 62% dari APBD anggaran belanja kesehatan tidak langsung yang telah dianggarkan. Kota Bandung juga menganggarkan APBD khusus penanggulangan TB di Kota Bandung tahun 2012 hanya sebesar Rp 258.325.000 bila dibandingkan dengan estimasi perhitungan biaya berobat TB (selama 6 bulan) pada tahun 2012 di Kota Bandung adalah Rp 1.778.400.000. Perbedaan angka antara anggaran dan estimasi pengeluaran tersebut menggambarkan masih kurangnya perhatian pemerintah Kota Bandug terhadap penanggulangan TB paru, hal ini juga terbukti dari anggaran APBD khusus penanggulangan TB di Kota Bandung di tahun 2011 maupun 2013 dengan nominal yang dianggarkan cenderung sama dan tidak mengalami kenaikan secara berarti dalam 3 tahun berturut-turut. Temuan di lapangan saat home visite maupun FGD menggambarkan kesesuaian dengan permasalahan tersebut, beberapa pasien TB paru maupun TB MDR mengeluhkan kendala biaya terutama pasien TB MDR karena tidak mampu lagi bekerja, dan biaya transportasi yang harus dikeluarkan saat harus ke RS setiap hari.
4.4 Analisa Akar Masalah Root Cause Analysis (RCA) adalah metode analisa terstruktur yang digunakan untuk menemukan dan mengoreksi penyebab akar masalah mendasar. Langkah utama yang pertama dilakukan adalah dengan membuat pernyataan masalah dan dilanjutkan dengan daftar penyebab masalah. Penyusunan daftar penyebab masalah pada penelitian TB di Kota Bandung dibuat berdasarkan 3 pernyataan masalah yang telah ada. a. Jumlah penderita TB paru lama atau ulangan, jumlah TB paru meninggal, jumlah TB anak masing-masing meningkat 3 tahun berturut-turut (2011-2013) - Kepadatan penduduk Kota Bandung yang meningkat, hunian yang tidak sehat.
67
- Jumlah penduduk tidak taamat SD meningkat - Rumah tangga berperilaku bersih dan sehat cenderung tetap (tidak ada peningkatan) - Pasien TB aktif yang tidak berobat sebagai sumber penularan - Pasien mau berobat setelah muncul komplikasi TB (penyakitnya berat) - Ketidakmauan, ketidakmautahuan serta stigma rasa malu dari penderita TB terhadap TB b. Angka DO BTA+ baru cenderung meningkat 2 tahun berturut-turut (2011- 2012) - Belum semua dokter praktek swasta di wilayah Kota Bandung terlatih DOTS - Alokasi anggaran TB cenderung tetap meski terjadi peningkatan jumlah penderita TB - Stake holder/Pokmas aktif TB masih sedikit - Efek samping obat - Ketidakmauan, ketidakmautahuan serta stigma rasa malu dari penderita TB terhadap TB - Kendala biaya berobat, kebijakan pemerintah tentang fasilitas pembiayaan yang masih membingungkan c. Jumlah penderita TB HIV meningkat 3 tahun berturut-turut (20112013) - Sulitnya pemantauan terkait stigma dan privasi penderita TB HIV - Kurangnya peran perangkat desa Dari ketiga masalah tersebut diperoleh daftar penyebab masalah dimana beberapa penyebab adalah sama, sehingga berikut kesimpulan dari dari daftar penyebab masalah yang muncul dari 3 pernyataan masalah tersebut dan diklasifikasikan sebagai penyebab langsung (direct causes), penyebab
68
tidak langsung (indirect causes), dan akar penyebab / penyebab mendasar (basic causes).
69
Gambar 8. Akar Masalah TB Kota Bandung
Manifestasi penyebab yg tdk tertangani
Penyebab langsung /direct cause
Penyebab tidak langsung / indirect cause
Akar penyebab / basic cause
70
Kematian pasien TB Resiko penularan TB kejadian TB ↑(TB anak, TB kambuh) Resiko TB MDR Peningkatan jumlah TB HIV
Tertular Mycobacterium tuberculosis Mycobacterium tuberculosis resisten OAT DO meningkat Penderita TB dengan BTA + meningkat jumlahnya TB HIV tidak terpantau Kematian akibat TB mening kat
Pasien TB pindah tidak terlacak ↑ Kader aktif tetapi multitasking Perangkat desa kurang perduli TB
Penemuan kasus non puskesmas tidak terlacak ↑ Belum semua DPS terlatih DOTS
DAMPAK
Pasien TB HIV tidak terlacak ↑ Stigma rasa Malu, privasi
Berobat saat sakit berat/parah ↑ Kepadatan hunian Pendidikan & ekonomi rendah Ketidakmautahuan penduduk & penderita
DO meningkat ↑ Peran PMO kurang ↑ Efek samping OAT
Kebijakan kesehatan tidak berpihak (Anggaran tetap meski kasus meningkat), Pedoman TB komprehensif belum terintegrasi, baru di tingkat pelayanan dasar, Kebijakan terhadap pemantauan pasien TB HIV belum jelas, Stake holder/KMP aktif TB masih sedikit (hanya 2)
PENYEBAB
Tabel 19. Akar masalah dan solusi ansit TB kota bandung Jenis Penyebab
Penyebab
Alternatif penyelesaian
Kebijakan kesehatan tidak berpihak (Anggaran tetap meski kasus meningkat)
Basic
Pedoman TB komprehensif belum terintegrasi, baru di tingkat pelayanan dasar Kebijakan terhadap pemantauan pasien TB HIV belum jelas Stake holder/pokmas aktif TB masih sedikit (hanya 2)
Belum semua DPS terlatih DOTS Kader aktif tetapi multitasking
Perangkat desa kurang perduli TB
Indirect cause
Stigma rasa Malu, privasi, Ketidakmautahuan penduduk & penderita
-
Perbaikan perencanaan dan optimalisasi anggaran penanggulangan TB Perencanaan dari segi anggaran TB agar disesuaikan dengan kenaikan prevalensi penyakit TB Mengoptimalkan komunikasi dengan pasien (memahami karakter pasien dalam hal pengobatan)
Meningkatkan koordinasi dan kerjasama dari semua lini penanganan TB -
Memberikan informasi dan pemahaman tentang peran stake holder dalam mendukung penanggulangan TB
-
Meningkatkan peran dan tugas dalam pendampingan pasien
Pelatihan secara menyeluruh untuk dokter praktik swasta agar mematuhi strategi DOTS - Ditambah kuantitas kader melalui motivasi dan promosi - Menambah pengetahuan dan keterampilan kader agar dapat bekerja efektif dalam komunikasi dan memahami problem/ psikologi pasien - Berperan aktif untuk mendukung penanggulangan TB - Membangun sistem pencatatan penderita TB dikaitkan dengan administrasi - Mendorong dan motivasi agar penderita TB mematuhi pengobatan yang diberikan - Membangun kesadaran pasien melalui proses pendampingan yang efektif agar pasien peduli terhadap penyakitnya dan patuh minum obat - Meningkatnya Pengetahuan & Sikap Positif terhadap TB dimasyarakat
Kepadatan hunian, Pendidikan & ekonomi rendah Peran PMO kurang Efek samping OAT
Memberikan informasi dan pemahaman tentang TB dan pentingnya hygiene sanitasi dan pencahayaan dan ventilasi rumah dengan penyakit TB Pendampi ngan dan pemahaman pentingnya tugas PMO Mengoptimalkan proses pendampingan pasien dengan peningkatan pengetahuan tetang TB
72
Direct cause
M. tuberculosis resisten OAT (TB MDR), TB HIV, TB DO dan TB dengan BTA + ↑ jumlahnya sumber penularan TB ↑ Kematian akibat TB mening kat
Meningkatkan kedisiplinan dan kepatuhan terhadap program terapi untuk Kesembuhan Membentuk Tim dan Teknis Pelacakan Pasien TB Mangkir dari Penyedia Yankesmitra dan Memperkuat Pengawasan PMO
Peran aktif pasien, kader, perangkat desa, puskesmas dan pemerintah dalam mensukseskan program pemberantasan TB di Kota Bandung
4.5 Analisa Stakeholder/Analisa Peran Analisa stakeholder atau analisa peran berguna dalam menentukan rekomendasi dan kerangka aksi, sehingga bisa menentukan sasaran advokasi yang tepat. Sasaran analisa peran, yaitu pengambil dan pelaksana kebijakan dengan indikator analisa: wewenang kerja, wewenang pengambilan kebijakan, tanggung jawab dan sumber daya. Sasaran analisa peran ke dua yaitu jaringan atau mitra kerja advokasi dengan indikator analisa: fokus organisasi, pengaruh, jangkauan kerja dan kapasitas. Berdasarkan peran yang harusnya dimiliki oleh pengambil kebijakan dan juga pelaksana serta mitra sesuai kapasitas masing-masing, maka dianalisis kesenjangan yang terjadi dalam penanggulangan TB. Analisis kesenjangan pengambil atau pelaksana kebijakan dan jaringan atau mitra kerja advokasi terhadap penanggulangan TB dapat dilihat pada Tabel 19 dan Tabel 20 berikut.
Tabel 20. Analisa kesenjangan pengambil atau pelaksana kebijakan terhadap penanggulangan TB Pemegang peran/kapasitas Wewenang kerja
Wewenang pengambilan kebijakan
Tanggung jawab
Penderita TB Belum sepenuhnya mematuhi pengobatan yang diberikan
Keluarga
RT/RW/Ca mat Belum Belum menjalankan menunjukkan tugas PMO peran riil dan dengan langsung baik/maksimal dalam penanggulng an TB Sistem pencatatan penderita TB dikaitkan dengan administrasi belum ada Kurang Peran keluarga Aparat peduli terhadap PMO pemerintah terhadap kurang optimal RT/RW/Cam penyakitnya, at masih shg tidak belum patuh minum merasa obat sepenuhnya bertanggung jawab terhadap
Petugas kesehatan Komunikasi dengan pasien (memahami karakter pasien dalam hal pengobatan) belum optimal Tidak mengikuti atau mematuhi strategi DOTS
Dinkes
Bapeda/DPRD
Perencanaan dan optimalisasi anggaran penanggulang an TB kurang
Belum memahami pentingnya kebijakan penanggulangan TB
Komunikasi atau sosilisasi pentingnya program penanggulang an TB belum optimal Tidak Tanggung menegakkan jawab baik diagnosa TB tetapi perlu dengan ditingkatkan pemeriksaan khususnya sputum untuk TB MDR
Belum ada kebijakan khusus terkait penanggulangan TB
Belum merasa bertanggung jawab terhadap kondisi yang diakibatkan karena TB, sehingga kebijakan yang dibuat belum spesifik
74
warga yang terkena TB Sumber daya
Pengetahuan terhadap penyakit TB kurang, kemampuan financial kurang (biaya transport ke RS menjadi hambatan bagi pendertia MDR
Pengetahuan dan pemahaman terhadap TB kurang Kondisi hygiene sanitasi dan pencahayaan dan ventilasi rumah penderita TB kurang
Tidak mengetahui perannya dalam mendukung penanggulan gan TB
terhadap penganggula ngan TB Sumber daya Sumber daya Perencanaan manusia masih manusia dari segi kurang masih kurang anggaran TB tidak disesuaikan dengan kenaikan prevalensi penyakit TB
Tabel 21. Analisis kesenjangan jaringan atau mitra kerja advokasi terhadap penanggulangan TB Pemegang peran/kapasitas Fokus organisasi
Pengaruh
Jangkauan kerja Kapasitas
Kader kesehatan Multi tasking, banyak hal yang harus ditangani Terbatas atau belum maksimal terhadap pendampingan pasien Terbatas, 1 kader/RW
KMPT
NGO
Khusus TB
Khusus HIV
Aisyiyah
TB, TB HIV, TB MDR, TB Anak, TB paru Terbatas dan Cukup baik Sangat belum terhadap baik maksimal pendampingan dalam pasien pendampingan pasien Terbatas pada Propinsi Propinsi Kutaraja dan Cibaduyut Keaktifan Keaktifan Aktif dalam Aktif, dan baik tetapi sudah baik melaksanakan komunikasi target tidak tetapi belum penyuluhan serta tercapai, maksimal bersama memahami komunikasi Dinkes problem dan pasien memahami problem/ psikologi pasien kurang
76
BAB V REKOMENDASI RENCANA ADVOKASI
Penentuan rekomendasi tindakan advokasi merupakan tahap aksi yang didasarkan pada data yang sudah didapatkan dan hasil analisanya. Rekomendasi yang dihasilkan menjawab hasil analisa akar masalah, yaitu penyebab langsung, penyebab tidak langsung, dan akar penyebab atau penyebab mendasar. Hasil rekomendasi dalam konteks program penanggulangan TB, difokuskan selama masa program 2 tahun, artinya capaian yang mungkin dicapai adalah rencana jangka pendek dan rencana jangka menengah.
5.1 Rekomendasi aksi utama Hasil identifikasi aksi utama yang diajukan dibuat dalam bentuk kerangka aksi utama. Kerangka aksi utama bertujuan untuk meningkatkan kapasitas pengemban tugas menjalankan tugasnya untuk menanggulanga morbiditas dan mortalitas penyakit TB. Kerangka rekomendasi rencana aksi utama untuk mengurangi kesenjangan kapasitas pemegang peran dan pengemban tugas, dapat dilihat pada Tabel 23 dan Tabel 24.
Tabel 22. Rekomendasi rencana aksi utama untuk mengurangi kesenjangan pengambil atau pelaksana kebijakan terhadap penanggulangan TB Pemegang peran/kapasi tas Wewenang kerja
Wewenang pengambilan kebijakan
Tanggung jawab
Penderita TB
Keluarga
RT/RW/Camat
Mendorong dan motivasi agar penderita TB mematuhi pengobatan yang diberikan
Pendampi ngan dan pemahaman pentingnya tugas PMO
Berperan aktif untuk mendukung penanggulangan TB
Petugas kesehatan
Mengoptimalkan komunikasi dengan pasien (memahami karakter pasien dalam hal pengobatan) Membangun Pelatihan secara sistem menyeluruh pencatatan untuk dokter penderita TB praktik swasta dikaitkan agar mematuhi dengan strategi DOTS administrasi Membangun Pemahaman Pemahaman Lebih lege artis kesadaran dan perlunya peran untuk pasien melalui kesadaran dan tanggung menegakkan proses keluarga jawab aparat diagnosa TB pendampinga tentang pemerintah dengan n yang efektif pentingnya RT/RW/Camat pemeriksaan agar pasien PMO dan terhadap warga sputum peduli akibatnya yang terkena
Dinkes
Perbaikan perencanaan dan optimalisasi anggaran penanggulanga n TB Optimalisasi komunikasi atau sosilisasi pentingnya program penanggulanga n TB Tanggung jawab yang sudah baik masih perlu ditingkatkan khususnya untuk TB MDR
Bapeda/ DPRD Lebih memahami pentingnya kebijakan penanggulan gan TB Mengusulkan kebijakan khusus untuk penanggula ngan TB
Pemahaman terhadap kondisi yang diakibatkan penyakit TB TB, sehingga dapat membuat
78
Sumber daya
terhadap penyakitnya dan patuh minum obat
kalau tidak TB dilakukan PMO dengan baik
Memberikan informasi tentang penyakit TB dan memfasilitasi biaya transport ke RSbagi pendertia MDR
Memberikan informasi dan pemahaman tentang TB dan pentingnya hygiene sanitasi dan pencahayaan dan ventilasi rumah dengan penyakit TB
Memberikan informasi dan pemahaman tentang peran stake holder dalam mendukung penanggulangan TB
kebijakan yang yang spesifik terhadap penganggulan gan TB Meningkatkan Meningkatkan Perencanaan sumber daya sumber daya dari segi manusia dalam manusia dalam anggaran TB program program agar penanggulangan penanggulanga disesuaikan TB di lapangan n TB di dengan lapangan kenaikan prevalensi penyakit TB
Tabel 23. Rekomendasi rencana aksi utama untuk mengurangi kesenjangan jaringan atau mitra kerja advokasi terhadap penanggulangan TB Pemegang Kader KMPT peran/kapasitas kesehatan Pengaturan atau Memperluas Fokus efektivitas peran focus/bidang organisasi kader selain TB
Pengaruh
Jangkauan kerja
Kapasitas
NGO Memperluas focus/bidang selain TB, HIV
Aisyiyah
Selain TB HIV, TB MDR, TB Anak, TB paru dapat diperluas pada aspek kehidupan yang lain seperti psikologis, ekonomi, pendidikan, dll Mengoptimalkan Meningkatkan Memaksimalkan Dipertahankan proses peran dan peran terhadap yang sudah pendampingan tugas dalam pendampingan sangat baik pasien dengan pendampingan pasien peningkatan pasien pengetahuan Ditambah Diupayakan Propinsi Propinsi kuantitas kader diperluas melalui motivasi selain Kutaraja dan promosi dan Cibaduyut terutama wilayah dengan prevalensi TB yang tinggi Menambah Keaktifan Keaktifan dapat Mempertahankan pengetahuan dan lebih diperluas selain dan keterampilan dimaksimalkan penyuluhan, meningkatkan kader agar dapat seperti contoh kapasitas dalam bekerja efektif pendampingan menangani dalam dan monitoring problem pasien komunikasi dan TB memahami problem/ psikologi pasien
80
5.2 Rekomendasi potensi kemitraan Tabel 24 . Skema prioritas Berdasarkan arti penting
Skema prioritas
Tidak/ Kurang
Memiliki Arti
Memiliki Arti
Penting/Sangat
Penting
Penting
PRIORITAS IV
PRIORITAS III Pokmas, upaya
Tidak/Kurang Memiliki
Penderita TB
pemberdayaan masyarakat
Pengaruh Berdasarkan pengaruh
Memiliki
PRIORITAS II
PRIORITAS I
Pengaruh
Pengelola
Pemerintah,
Besar/Sangat
Program TB,
Bapeda, Dewan
Besar
Keluarga inti
Perwakilan Rakyat
penderita, PMO
Berdasarkan Tabel 25, dapat dilihat skema prioritas stake holder berdasarkan arti penting dan pengaruhnya pada keberhasilan program penanggulangan TB. Prioritas I tentunya terletak pada pemerintah dalam hal ini dinas kesehatan baik di tingkat propinsi maupun kota/kabupaten sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan dan berperan dalam usulan kebijakan kesehatan termasuk penyakit TB, selain itu pemegang kebijakan secara umum termasuk anggaran, sistem kependudukan, infra struktur, dll yang terkait dengan program penanggulangan TB, yaitu DPRD, Bapeda, Gubernur, Wali kota/Bupati, Camat, Lurah, RW, RT, dll. Prioritas II terletak pada pengelola program TB, keluarga inti, dan yang mempunyai pengaruh besar tetapi kurang penting. Hal ini dapat dijelaskan karena kelompok ini berinteraksi paling dekat dibandingkan kelompok yang lain dengan penderita TB. Dengan kapasitas dan pengaruh
81
kelompok ini diharapkan tingkat kepatuhan penderita dalam pengobatan menjadi lebih baik. Prioritas III terletak pada pokmas dan upaya pemberdayaan masyarakat yang mempunyai arti penting tetapi kurang berpengaruh. Hal ini
dapat
dijelaskan
karena
kelompok
ini
sebagai
pendukung
pendampingan pasien baik dalam pengobatan dan penerapan kebijakan yang sudah dirumuskan.
Keberadaan, peran pokmas dan upaya
pemberdayaan masyarakat penting untuk keberhasilan implementasi kebijakan pemerintah dan bidang kesehatan di lapangan. Prioritas IV terletak pada penderita TB yang mempunyai arti kurang penting dan kurang berpengaruh. Hal ini dapat dijelaskan karena penderita TB merupakan sasaran bagi penerapan program kebijakan TB yang sudah dirumuskan.
Strategi Pengemban Kemitraan Berdasarkan matriks pemetaan pemangku kepentingan di atas, maka selanjutnya dirumuskan strategi pengembangan kemitraan berdasar prioritas besarnya kepentingan dan pengaruh seperti yang terlihat pada Tabel 26 berikut.
82
Tabel 25. Rekomendasi pengembangan potensi kemitraan stakeholder potensial dalam proses penanggulangan TB Organisasi / Stakeholder Potensial
Apa yang dapat Apa yang mereka Lakukan ? Mereka butuhkan ?
Pemerintah: Dinkes Kota/propinsi
- Meningkatkan komunikasi dan sosialisasi program penanggulangan TB kepada semua stakeholder - menyesuaikan rencana anggaran dengan prediksi peningkatan prevalensi dan resiko penyakit TB - meningkatkan jumlah SDM sesuai kebutuhan di lapangan
Dewan Perwakilan Rakyat, Bapeda, Gubernur, walikota, camat, lurah, RT, RW
- Membuat kebijakan khusus yang mendukung penanggula ngan TB termasuk monitoring keberhasilan program - menyediakan anggaran khusus untuk penanggulangan TB - Mengembangkan system pencatatan untuk penderita TB dikaitkan dengan adminstrasi
I
Strategi pengembangan kemitraan yang perlu dilakukan - koordinasi - koordinasi dan kerja dan kerja sama yang sama baik dengan stakeholder - dukungan pemerintah dalam anggaran - dukungan pemerintah untuk pemenuhan kebutuhan SDM
- Pemenuhan kebijakan - Implementas i kebijakan sesuai target dan tujuan - Kerja sama dan partisipasi aktif dari penderita TB dan masyarakat
- koordinasi dan kerja sama
83
Organisasi / Stakehol der Potensial Keluarga inti
II
III
IV
PMO
Pokmas, Kader kesehatan
Penderita TB
Apa yang dapat Apa yang mereka Mereka Lakukan ? butuhkan ?
Strategi pengembangan kemitraan yang perlu dilakukan Aktif berperan Dukungan dari Kekeluargaan dalam dinas/puskesmas mendampingi /KMP penderita TB minum obat Aktif Kerja sama yang mendampingi baik dari penderita dalam penderita dan pengobatan dan reward yang pelaporan sesuai - Pelacakan Kerja sama yang Koordinasi dan penderita baru baik dari kerja sama - Pemetaan penderita dan penderita TB keluarga sesuai lokasi - Penyuluhan dan pendampingan penderita TB - Mematuhi regimen pengobatan - Melaporkan kepada petugas apabila ada masalah atau efek samping obat
Dukungan keluarga, kader, pokmas, puskesmas, dll
Hubungan yang baik dengan semua pengelola yankes
5.3 Rancangan program
Meningkatkan Angka Cakupan Penemuan Insiden TB Baru BTA Positif dan meurunkan Angka Prevalensi TB, TB-MDR, TB-HIV, TB Anak 1. Meningkatnya Penemuan Kasus Baru TB BTA Positif Menambah jumlah fasilitas laboratorium, pemastian mutu uji sputum Pelaksanaan program pemeriksaan gratis pada institusi pendidikan yg melibatkan Jejaring DPS, Swasta, Aparat Rt, Rw,Lurah,Camat, Ormas, TNI/Polri, Perusahaan dll pada P2TB plus strategi DOTS, dan standar ISTC
Skrining TB pada kelompok-kelompok rentan TB (ODHA, DM, Anak kurang gizi, Ibu Hamilmenyusui, Pekerja beresiko dll)
TUJUAN : Meningkatkan Kesembuhan Pasien TB, Menurunkan-memutuskan Rantai Penularan TB dan Menurunkan Angka Kesakitan-Kematian akibat TB di Kota Bandung
Menurunkan Jumlah Pasien Putus berobat (kambuh, gagal, drop-out) dan menurunkan prevalensi TB-MDR
1. Meningkatnya kedisiplinan dan kepatuhan terhadap program terapi untuk Kesembuhan
1.Meningkatnya Pengetahuan dan Sikap Positif terhadap TB dimasyarakat
Meningkatkan Kemampuan Kader, PMO dan Kerjasama TIM Pendeteksi TB.
Membangun opini positif tentang TB dengan cara upaya Promosi Media cetak, TV-Lokal, Penyuluhan, Penyebaran Informasi di Sekolah/Kampus
Meningkatkan Kemampuan komunikasi, Konseling, komitmen kuat bersama (Pasien-PMOTenaga Kesehatan/medis) untuk Target Pengobatan TB DOTS Satu Siklus Saja mencegah pengembangan TB-MDR
Kerjasama antar program Promosi Kesehatan terintegrasi: UPK, PHBS, perbaikan Gizi, dengan Program P2TB meningkatkan capaian kinerja dan efektifitas pendanaan
Diagnosis TB pada suspek baru dengan uji lab. Sputum memastikan TB BTA Positif, dalam Sertifikasi Yanked TB standar
2. Menurunnya jumlah pengobatan TB di Faskes Swasta yang tidak menggunakan terapi DOTS dan terhindarnyan pasien TB menjadi TB MDR/ resistensi obat
2. Meningkatnya kompetensi SDM Petugas Kesehatan, Kader, Komunikasi interpersona, promosi, konseling, komitmen bersama Pasien-PMO
Membentuk Tim dan Teknis Pelacakan Pasien TB Mangkir dari Penyedia Yankesmitra dan Memperkuat Pengawasan PMO
Peningkatan pelaksanaan Diklat petugas kesehatan, kader, dan masyarakat yang berkolaborasi kolaborasi dengan swasta, ormas, UBKM swadaya
Menurunkan Angka Kesakitan – Kematian akibat TB
Memperkuat kerjasama dg Faskes swasta dlm penggunaan OAT DOTS, meningkatkan ketersediaan stok obat standar OAT DOTS, kontribusi pendanaan daerah dalam pengendalian TB dan Kerjasama BPJS
Promosi Kesehatan terintegrasi: Program UPK, PHBS, perbaikan Gizi, dengan Program P2TB, kolaborasi kinerja dan sharing pendanaan 2.Meningkatnya Yankes bermutu penanganan Pasien TB-Komplikasi
pada
Meningkatnya tenaga kesehatan yang mempunyai kompetensi penanganan TB
Pelibatan Institusi Pendidikan dengan memasukkan P2TB dalam Kurikulum Penanganan tepat Pasien TB Komplikasi penyakit penyerta
85
BAB VI PENUTUP
6.1 Kesimpulan Analisa situasi TB Kota Bandung ini dilakukan dengan metode teknis analisa situasi yang lengkap dari data sekunder, primer, survey lapangan, konfirmasi, perhitungan beban biaya, dan matrikulasi berbagai faktor multivariate untuk meningkatkan kesembuhan Pasien TB, memutus rantai penularan TB dan menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat TB di Kota Bandung. Kesimpulan yang dapat disusun, yaitu: a. Masalah Analisa Situasi TB 1. Jumlah penderita TB paru lama atau ulangan, jumlah TB paru meninggal, jumlah TB anak masing-masing meningkat 3 tahun berturut-turut (2011-2013), dapat ditekan dengan peningkatan status gizi, peningkatan pengetahuan, sikap dan perilaku sehat, pengendalian jumlah penduduk dan peningkatan rumah sehat, meningkatkan pengetahuan,
pemahaman tentang resiko penyakit TB bila tidak
diobati atau diobati tetapi tidak tuntas. Pendekatan psikologis kepada penderita TB agar lebih perhatian dan menyadari penyakitnya sebagai sumber penularan bagi sekitarnya. 2. Angka DO BTA+ baru cenderung meningkat 2 tahun berturut-turut (2011- 2012), hal ini dapat ditekan dengan lebih meningkatkan jumlah dan peran kader kesehatan dan pokmas dalam pelacakan dan pendampingan minum obat, adanya kebijakan tentang anggaran untuk monitoring kepatuhan minum obat dan efek samping, pelatihan semua dokter praktek swasta secara bertahap di wilayah Kota Bandung tentang DOTS. 3. Jumlah penderita TB HIV meningkat 3 tahun berturut-turut (20112013), dapat diatasi dengan meningkatkan peran semua stake holder di masyarakat termasuk aparat pemerintah desa dalam hal pelacakan dan juga monitoring, di sisi lain pendekatan multi profesi terhadap
86
penderita TB HIV untuk menghindarkan stigma arasa malu, sehingga dengan penuh kesadaran mematuhi pengobatan. b. Rekomendasi Aksi Advokasi TB 1. Rekomendasi rencana aksi advokasi dan aksi utama tersusun dengan detil dari poin analisa dan kajian permasalahan dalam penanggulangan dan pencegahan penyakit TB. 2. Rekomendasi potensi kemitraan: pengembangan strategi kemitraan dengan stake holder berdasarkan prioritas besarnya tingkat pengaruh dan kepentingan terhadap keberhasilan program penanggulangan TB (prioritas I pemerintah, II pengelola program TB di lapangan dan PMO, III pokmas dan IV penderita TB). c.Dukungan Kebijakan Hal yang mendasar dari seluruh hasil analisa situasi dan rekomendasi aksi advokasi yang tersusun ini adalah adanya dukungan kebijakan dalam program pengendalian TB dari para pengambil keputusan tingkat Kota Bandung dan Propinsi Jawa Barat umumnya. Dengan dukungan kebijakan antara lain: anggaran kesehatan disesuaikan dengan kondisi meningkatnya prevalensi kesakitan dan kematian penyakit TB termasuk program monitoring keberhasilannya. Perlunya pedoman yang komprehensif terkait peran semua stake holder untuk penanggulangan TB yang terintegrasi dengan pelayanan dasar. Peningkatan jumlah dan kualitas peran pokmas serta kader kesehatan sebagai ujung tombak dalam untuk mendukung puskesmas dalam penanggulangan program TB, dalam hal pelacakan kasus baru TB, TB MDR, DO terutama TB HIV serta dalam hal pendampingan.
87
Daftar Pustaka
Petunjuk Teknis Analisa Situasi Kebijakan tentang Tuberkulosis, Community TB Care ‘Aisyiyah Dan Majelis Dikti PP Muhammadiyah/'Aisyiyah Principal Recipient Global Fund for TB R-SSF 2014-2016. Profil Kesehatan Kota Bandung 2011, Pemerintah Kota Bandung, Dinas Kesehatan. Profil Kesehatan Jawa Barat 2012. Puspasari. 2009. Prevalensi tuberkulosis paru di rumah sakit paru Rotinsulu Bandung Periode Januari-Desember 2007 Ringkasan Eksekutif: Data dan Informasi Kesehatan Provinsi Jawa Barat, Pusat data dan Informasi Kemenkes RI 2013. Data SR
88
LAMPIRAN
Penelitian Lapangan 1. Kondisi layanan kesehatan TB di lapangan Berdasarkan hasil focus group discussion (FGD) kelompok provider, program puskesmas sudah mendukung penanggulangan TB. Puskesmas bekerja sama dengan pokmas dalam hal ini yang aktif dari Aisyiyah dengan memberdayakan peran kader. Untuk mendukung peran kader dalam penanggulangan TB, puskesmas telah mengadakan serangkaian kegiatan secara rutin yang meliputi
pelatihan, sosialisasi,
penyuluhan untuk kader. Peran kader sangat aktif, dalam hal penemuan kasus, pendampingan pasien dan penyuluhan, namun pencapaian target kegiatan masih dirasa kurang. Menurut informasi dari Dinkes Kota Bandung, ketersediaan OAT dirasa cukup dan sudah memadai. Menurut narasumber tenaga kesehatan (IR) Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, penanganan TB-MDR di RSHS mulai tahun 2012, terdapat peningkatan jumlah pasien dari th 2012 s.d 2014. Perhatian RSHS
cukup
tinggi
terhadap
TB
khususnya
TB-MDR
dengan
mengadakan kegiatan OJT setiap hari selasa untuk tenaga-tenaga kesehatan dari puskesmas-puskesmas di wilayah Jawa Barat. Pertemuan setiap hari kamis dari team TB-MDR untuk mendiskusikan kondisi dan penanganan pasien dari berbagai tinjauan ilmu kedokteran spesialis. Menurut RSHS, LSM yang rutin membantu RSHS adalah TB Care ‘Aisyiyah dan Pelita. Terkait dengan anggaran, pengobatan tidak terdapat kendala karena semua sudah disiapkan oleh pemerintah dan dana dari sumber lain misalnya berasal dari GF besaran anggaran untuk pengobatan pasien mencukupi. Dari hasil wawancara dengan salah satu anggota DPRD Kota Bandung bidang kesehatan (Komisi D) (DR), didapatkan informasi terkait kebijakan penanggulangan penyakit TB dan anggaran sebagai berikut.
89
Secara teknis SKPD di pemerintah kota bandung yang menjalankan, namun demikian dalam tahap pelaksanaaan program kegiatan selalu dilakukan pengawasan oleh DPRD dalam tahap implementasinya. Kebijakan khusus terkait TB sepertinya dewan kota bandung belum mengeluarkan kebijakan penanganan secara khusus namun secara umum sudah ada, jadi tidak spesifik terhadap teknis tapi secara keseluruhan terhadap penyakit-penyakit berbahaya. Tidak ada kebijakan khusus misalnya PERDA terkait dengan pemberantasan penyakit TB karena belum ada UU/PP diatasnya yang khusus tentang penanganan TB. Untuk anggaran, belum ada anggaran khusus dari DPRD terkait penanganan TB, tetapi anggaran secara keseluruhan di Dinas Kesehatan Kota Bandung, anggaran kesehatan sebesar 10% s.d 15% dari APBD. Terkait penetapan anggaran kesehatan di DPRD, tidak ada resistensi.
2. Hambatan lapangan dalam penanganan TB Berdasarkan data dari focus group discussion (FGD) kelompok provider, hambatan penanggulangan TB berasal dari beberapa faktor, yaitu: provider (dokter praktik swasta), pasien, kuantitas kader yang kurang dan performance kader yang belum maksimal serta sistem pelayanan dan kependudukan yang belum sepenuhnya mendukung program penanggulangan TB. Di antara berbagai faktor penyebab tersebut, yang paling penting menurut provider adalah dokter praktik swasta yang belum mengikuti DOTS. Diagnosis TB ditegakkan secara klinis dan tanpa pemeriksaan sputum, selain itu pasien tidak dianjurkan ke puskesmas untuk mendapatkan pengobatan akibatnya pasien membeli obat sendiri. Faktor pasien, merupakan penyebab tersering terhadap kegagalan dalam pengobatan, hal ini disebabkan oleh pasien kurang peduli terhadap penyakitnya (tidak tahu dan ketidakmautahuan). Hal ini berkaitan dengan karakter masyarakat Bandung yang heterogen (tidak peduli/tidak mau tahu). Hal ini sesuai yang dinyatakan oleh responden berikut.
90
“Kalau ditanya kendala, teman-teman di daerah akan bilang mengenai faktor ketidak tahuan, pendidikan tentang TB yang menghambat. Kalau kami di Bandung, terus terang bukan hanya faktor ketidaktahuan tapi ketidak mau tahuan masyarakat gitu. Penyuluhan sering dilakukan, agar mereka sadar bahwa oh iya….” (I. INT) Untuk peran kader, meskipun dinilai sangat aktif, namun disadari belum ada evaluasi performance kader oleh puskesmas. Selain itu jumlah kader dinilai kurang (dari 7 orang kader yang aktif hanya 3, 1 kader/RW), kaderisasi masih dirasa sulit. Sementara dengan jumlah kader yang sangat terbatas, mereka mempunyai multi fungsi/multi tasking, tugas yang ditangani tidak hanya kasus TB saja, melainkan banyak hal. Hal ini dinyatakan oleh beberapa responden FGD sebagai berikut. “Tetapi dengan begitu padatnya kegiatan di puskesmas, begitu banyaknya program kesehatan yang dititipkan oleh pemerintah kepada puskesmas sebagai ujung tombak, dan kita mulai merasa sangat terbantu ketika ‘Aisyiyah melatih kader TB gitu ya. Sebetulnya, Puskesmas juga sering mengadakan pertemuan dengan kader, refreshing ilmu, orientasi dan sebagainya, tetapi beda mungkin ketika kader itu dilatih dengan terstruktur, karena dari ‘Aisyiyah kan melatih secara terstruktur, nah... kita merasa sangat terbantu sehingga saat ini yang melakukan penyuluhan-penyuluhan di lapangan tidak hanya petugas puskesmas, tapi juga kader-kader yang sudah dilatih” (I. INT; SRI ) “Iya.. sedikit, Betul kata bu Nikmah tadi permaalahanya ada di kader, kader itu biasanya jumlahnya terbatas. …. Satu puskesmas kasus TB mah ada 10, dan semua RW ada, permasalahannya adalah kader ini orangnya multi tasking bu, karena mendata raskin ya dia, posyandu dia, pospindu dia juga, nanti ada pendataan BKKBN dia juga, melatih TB, HIV juga dia... jadi semua numpuk di satu orang. Dan kadang kala kalau RT memerlukan data pun kader juga yang keliling begitu,….” (I.LLS ) Belum ada pencatatan yang akurat terkait dengan perpindahan penduduk (khususnya penderita TB). Demikian pula peran pemerintah daerah di tingkat kecamatan bahkan RT/RW belum maksimal dalam mendukung pencatatan/penemuan kasus baru atau kepatuhan dalam hal minum obat. Stigma rasa malu (berobat setelah parah baru ke rumah sakit) Pasien TB seringkali tidak menyadari tentang TB yang diderita sehingga
91
enggan berobat dan baru berobat saat kondisinya sudah berat (muncul komplikasi), keadaan tersebut sesuai dengan ungkapan kader saat pelaksanaan FGD “masyarakat kalau misalnya berobat karena TB, penangannya nggak dari awal dokter, jadi biasanya langsung masuk ke rumah salit besar karena penyakitnya parah jadi dia nggak ngeh kalau itu TB, jadi kebanyakan masyarakat yang tidak tahu kalau dia itu TB jadi langsung rujukannya ke rumah sakit besarkarena sakitnya parah, padahal prosedurnya harus ke puskesmas dulu yah walaupun jauh mereka tetap jalanin. Ada juga karena tidak tahu itu TB jadi berobatnya ke dokter umum dulu.”(FGD II-Kader). Alasan lain dari keengganan pasien berobat adalah adanya stigma penyakit TB yang menular dan mematikan sehingga muncul rasa malu untuk berobat, hal ini sesuai dengan ungkapan kader dalam FGD. “masyarakat sekarang mendengar TB itu sepertinya malu atau bagaimana, jadi sepertinya disembunyikan, jadi kalau dokter umum kita berobatnya di bilang harus langsung berobat ke spesialis, tanpa di kasih tahu kalau ini TB atau bagaimana ya. Nah yang saya tahu begitu di masyarakat, nah setelah itu masyarakat langsung ke spesialis langsung pasti di opname”. (FGD II-kader). Hasil home visite pasien TB di Kota Bandung keluhan bosan minum obat terjadi terutama pada pasien MDR TB. Rasa bosan dari pasien terkait dengan efek samping yang dialami misalnya mual, pusing, dan penurunan fungsi pendengaran disukung dengan pengetahuan yang kurang tentang TB dan hilangnya gejala batuk yang menyebabkan pasien menghentikan minum OAT. Data pendukung terkait masalah biaya diperoleh dari hasil home visite pasien TB terutama pasien TB MDR karena pasien harus setiap hari datang ke RS Hasan Sadikin (RSHS) untuk meminum obat. Hampir semua pasien TB MDR tersebut ke RSHS menggunakan angkot meskipun tidak dipungut biaya untuk pengobatan, tetapi hal tersebut tentu saja mempengaruhi perekonomian keluarga karena rata-rata pasien TB MDR mengalami penurunan kondisi kesehatan dan berhenti dari pekerjaannya.
92
Data penunjang kondisi pemukiman tersebut diperoleh dari data home visite dimana semua psien tinggal di pemukiman padat penduduk dengan ventilasi dan pencahayaan yang kurang sehingga memungkinkan perkembangbiakan Micobacterium tuberculosis bila dalam lingkungan tersebut terdapat penderita TB aktif (BTA +). Menurut narasumber RSHS (IS) Kesulitan-kesulitan yang dihadapi penanggulangan TB di RSHS antara lain: pasien harus setiap hari ke RSHS maka pasien harus menyiapkan transportasi ke RSHS. Pasien sering mengeluhkan dana transportasi yang dapat menyebabkan pasien patuh terhadap program pengobatan. Masukannya mohon ditambahkan dana anggaran untuk tarnsportasi pasien ke Rumah Sakit. Pasien juga perlu tambahan Gizi untuk menunjang penyembuhannya. Obat-obatan yang diperlukan untuk menangani efek samping obat-obatan TB masih belum ditanggung oleh pemerintah, sehingga pasien yang mengalami komplikasi harus membeli obat-obatan tersebut sendiri, hal ini dapat berakibat menggangu program pengobatannya. Menurut narasumber anggota DPRD Kota Bandung, tentang pemahaman terhadap kebijakan kesehatan: secara keseluruhan dapat dipahami upaya upaya meminimilisir penyakit berbahaya di kota bandung, namun demikian masih saja dilapangan kendala yang timbul selalu ada seperti pelayanan dan realisasi program kegiatan yang tidak pernah mencapai target.
3. Temuan-temuan baru dari proses penanganan TB di lapangan Beberapa temuan baru yang didapatkan antara lain: tentang tingginya angka prevalensi TB, disebabkan oleh penderita TB yang bukan penduduk (wilayah perbatasan) berobat di sarana pelayanan kesehatan Kota Bandung, sehingga mereka akan tercatat sebagai penderita di wilayah Kota Bandung. Kemudian untuk tingginya angka DO, disebabkan oleh penderita yang pindah rumah dan wilayah tidak melapor, sehingga berdampak pada meningkatnya angka DO.
93
Berkaitan dengan karakter masyarakat Kota Bandung yg heterogen dan spesifik, dan permasalahan DO dan MDR berasal dari pasien, maka dinkes Kota Bandung perlu data untuk mengetahui persepsi masyarakat terhadap TB. Untuk kasus TB anak banyak ditemukan di rumah sakit, karena diagnosis TB anak membutuhkan pemeriksaan laboratorium dan juga rontgent dada, sehingga hal ini menjadi wewenangnya dokter spesialis. Apabila diagnosis TB anak sudah ditegakkan, maka sebetulnya untuk pengobatannya dapat dilimpahkan di puskesmas, sehingga pasien diringankan dari segi biaya obatnya karena gratis. Partisipasi atau keaktifan kader baik, tetapi dengan keterbatasan jumlah kader dan adanya multitasking dari kader sementara belum dipikirkan reward untuk para kader merupakan temuan yang perlu dipertimbangkan bagi provider agar kerja sama dan optimalisasi kader menjadi lebih baik. Melihat karakteristik masyarakat Kota Bandung khususnya penderita TB yang dinilai kurang peduli, tidak mau tahu dan mungkin juga tidak tahu tentang penyakit yang dideritanya, maka perlu ada perhatian kepada pasien dari sisi psikologis. Hal ini membuka peluang untuk kerja sama dengan profesi lain seperti psikolog dan social worker lain dalam pendampingan bagi pasien atau melalui peningkatan pengetahuan komunikasi dan fasilitasi kader terhadap pasien. Temuan baru yang lain, yaitu prosedur pemeriksaan tidak tepat khususnya pasien BPJS, sehingga waktu penderita berobat atau periksa ditolak di yankes yang bukan wilayahnya. Melalui peran kader maping pasien sudah dilakukan, kerja sama dengan rumah sakit sudah, tetapi hasil belum optimal.
94
4. Usulan solusi masalah dan hambatan penanggulangan TB Untuk memperbaiki sistem pencatatan yang lebih baik dan akurat, maka diupayakan pemeriksaan sidik jari penderita, agar ke manapun pasien pindah tempat akan tetap terdeteksi. Perlunya keterlibatan pemerintah, dalam hal ini kecamatan untuk menegaskan yang harus dilakukan oleh pasien. Pasien TB wajib lapor RT/RW, sehingga tidak hanya urusan administrasi kependudukan saja yang dilaporkan kepada RT/RW, tetapi juga kasus TB seperti halnya ibu hamil (kerja sama aparat desa dan kecamatan). Hal ini mungkin tidak mudah, tetapi perlu diupayakan dengan terlebih dahulu memberikan pemahaman kepada pasien dan keluarga agar dapat menghilangkan stigma rasa malu dan lebih mengutamakan kesembuhan dan mencegah penularan kepada orang lain. Selain itu, perbaikan sistem dalam pengobatan, di mana OAT disediakan hanya di Puskesmas, artinya meskipun pasien berobat di dokter praktik manapun ataupun rumah sakit, untuk pengobatan dapat dilayani di puskesmas.
Rapat Persiapan Pelaksanaan Ansit
95
FGD kelompok provider
FGD kelompok provider
96
FGD kelompok pasien dan kader
FGD kelompok pasien dan kader
97
Tim peneliti
Home visit dan wawancara dengan penderita TB
98
Home visit penderita TB
Peneliti UMY dengan ketua Stikes Aisyiyah Bandung
99
Persiapan Seminar Hasil Ansit
Presentasi Hasil Analisis Situasi di Dinas Kesehatan Kota Bandung
100