Puisi Perjuangan Emha Ainun Najib
http://sawali.co.cc/2009/05/17/puisi-perjuangan-emha-ainun-najib/ Dipublikasikan oleh Sawali Tuhusetya | Sunday, 17 May 2009 (22:55)
1
ANTARA TIGA KOTA Oleh : Emha Ainun Najib di yogya aku lelap tertidur angin di sisiku mendengkur seluruh kota pun bagai dalam kubur pohon-pohon semua mengantuk di sini kamu harus belajar berlatih tetap hidup sambil mengantuk kemanakah harus kuhadapkan muka agar seimbang antara tidur dan jaga ? Jakrta menghardik nasibku melecut menghantam pundakku tiada ruang bagi diamku matahari memelototiku bising suaranya mencampakkanku jatuh bergelut debu kemanakah harus juhadapkan muka agar seimbang antara tidur dan jaga surabaya seperti ditengahnya tak tidur seperti kerbau tua tak juga membelalakkan mata tetapi di sana ada kasihku yang hilang kembangnya jika aku mendekatinya kemanakah haru kuhadapkan muka agar seimbang antara tidur dan jaga ? Antologi Puisi XIV Penyair Yogya, MALIOBORO, 1997 ——————-
2
BEGITU ENGKAU BERSUJUD Oleh : Emha Ainun Najib Begitu engakau bersujud, terbangunlah ruang yang kau tempati itu menjadi sebuah masjid Setiap kali engkau bersujud, setiap kali pula telah engkau dirikan masjid Wahai, betapa menakjubkan, berapa ribu masjid telah kau bengun selama hidupmu? Tak terbilang jumlahnya, menara masjidmu meninggi, menembus langit, memasuki alam makrifat Setiap gedung, rumah, bilik atau tanah, seketika bernama masjid, begitu engkau tempati untuk bersujud Setiap lembar rupiah yang kau sodorkan kepada ridha Tuhan, menjelma jadi sajadah kemuliaan Setiap butir beras yang kau tanak dan kau tuangkan ke piring ke-ilahi-an, menjadi se-rakaat sembahyang Dan setiap tetes air yang kau taburkan untuk cinta kasih ke-Tuhan-an, lahir menjadi kumandang suara adzan Kalau engkau bawa badanmu bersujud, engkaulah masjid Kalau engkau bawa matamu memandang yang dipandang Allah, engkaulah kiblat Kalau engkau pandang telingamu mendengar yang didengar Allah, engkaulah tilawah suci Dan kalau derakkan hatimu mencintai yang dicintai Allah, engkaulah ayatullah Ilmu pengetahuan bersujud, pekerjaanmu bersujud, karirmu bersujud, rumah tanggamu bersujud, sepi dan ramaimu bersujud, duka deritamu bersujud menjadilah engkau masjid 1987 Pengirim Subhan Toba Jumat 6 Januari 2000 ——————-
3
DARI BENTANGAN LANGIT Oleh : Emha Ainun Najib Dari bentangan langit yang semu Ia, kemarau itu, datang kepadamu Tumbuh perlahan. Berhembus amat panjang Menyapu lautan. Mengekal tanah berbongkahan menyapu hutan ! Mengekal tanah berbongkahan ! datang kepadamu, Ia, kemarau itu dari Tuhan, yang senantia diam dari tangan-Nya. Dari Tangan yang dingin dan tak menyapa yang senyap. Yang tak menoleh barang sekejap. Antologi Puisi XIV Penyair Yogya, MALIOBORO, 1997
4
DITANYAKAN KEPADANYA Oleh : Emha Ainun Najib Ditanyakan kepadanya siapakah pencuri Jawabnya: ialah pisang yang berbuah mangga Tak demikian Allah menata Maka berdusta ia Ditanyakan kepadanya siapakah penumpuk harta Jawabnya: ialah matahari yang tak bercahaya Tak demikian sunnatullah berkata Maka cerdusta ia Ditanyakan kepadanya siapakah pemalas Jawabnya: bumi yang memperlambat waktu edarnya Menjadi kacaulah sistem alam semesta Maka berdusta ia Ditanyakan kepadanya sapakah penindas Jawabnya: ialah gunung berapi masuk kota Dilanggarnya tradisi alam dan manusia Maka berdusta ia Ditanyakan kepadanya siapa pemanja kebebasan Ialah burung terbang tinggi menuju matahari Burung Allah tak sedia bunuh diri Maka berdusta ia Ditanyakn kepadanya siapa orang lalai Ialah siang yang tak bergilir ke malam hari Sedangkan Allah sedemikian rupa mengelola Maka berdusta ia Ditanyakan kepadanya siapa orang ingkar Ialah air yang mengalir ke angkasa Padahal telah ditetapkan hukum alam benda Maka berdusta ia Kemudian siapakah penguasa yang tak memimpin Ialah benalu raksasa yang memenuhi ladang Orang wajib menebangnya Agar tak berdusta ia Kemudian siapakah orang lemah perjuangan Ialah api yang tak membakar keringnya dedaunan
5
Orang harus menggertak jiwanya Agar tak berdusta ia Kemudian siapakah pedagang penyihir Ialah kijang kencana berlari di atas air Orang harus meninggalkannya Agar tak berdusta ia Adapun siapakah budak kepentingan pribadi Ialah babi yang meminum air kencingnya sendiri Orang harus melemparkan batu ke tengkuknya Agar tak berdusta ia Dan akhirnya siapakah orang tak paham cinta Ialah burung yang tertidur di kubangan kerbau Nyanyikan puisi di telinganya Agar tak berdusta ia 1988 ————————
6
IKRAR Oleh : Emha Ainun Najib Di dalam sinar-Mu Segala soal dan wajah dunia Tak menyebabkan apa-apa Aku sendirilah yang menggerakkan laku Atas nama-Mu Kuambil siakp, total dan tuntas maka getaranku Adalah getaran-Mu lenyap segala dimensi baik dan buruk, kuat dan lemah Keutuhan yang ada Terpelihara dalam pasrah dan setia Menangis dalam tertawa Bersedih dalam gembira Atau sebaliknya tak ada kekaguman, kebanggaan, segala belenggu Mulus dalam nilai satu Kesadaran yang lebih tinggi Mengatasi pikiran dan emosi menetaplah, berbahagialah Demi para tetangga tetapi di dalam kamu kosong Ialah wujud yang tak terucapkan, tak tertuliskan Kugenggam kamu Kau genggam aku Jangan sentuh apapun Yang menyebabkan noda Untuk tidak melepaskan, menggenggam lainnya Berangkat ulang jengkal pertama Antologi Puisi XIV Penyair Yogya, MALIOBORO, 1997 —————–
7
KETIKA ENGKAU BERSEMBAHYANG Oleh : Emha Ainun Najib Ketika engkau bersembahyang Oleh takbirmu pintu langit terkuakkan Partikel udara dan ruang hampa bergetar Bersama-sama mengucapkan allahu akbar Bacaan Al-Fatihah dan surah Membuat kegelapan terbuka matanya Setiap doa dan pernyataan pasrah Membentangkan jembatan cahaya Tegak tubuh alifmu mengakar ke pusat bumi Ruku’ lam badanmu memandangi asal-usul diri Kemudian mim sujudmu menangis Di dalam cinta Allah hati gerimis Sujud adalah satu-satunya hakekat hidup Karena perjalanan hanya untuk tua dan redup Ilmu dan peradaban takkan sampai Kepada asal mula setiap jiwa kembali Maka sembahyang adalah kehidupan ini sendiri Pergi sejauh-jauhnya agar sampai kembali Badan di peras jiwa dipompa tak terkira-kira Kalau diri pecah terbelah, sujud mengutuhkannya Sembahyang di atas sajadah cahaya Melangkah perlahan-lahan ke rumah rahasia Rumah yang tak ada ruang tak ada waktunya Yang tak bisa dikisahkan kepada siapapun Oleh-olehmu dari sembahyang adalah sinar wajah Pancaran yang tak terumuskan oleh ilmu fisika Hatimu sabar mulia, kaki seteguh batu karang Dadamu mencakrawala, seluas ‘arasy sembilan puluh sembilan 1987 ————————
8
KITA MASUKI PASAR RIBA Oleh : Emha Ainun Najib Kita pasar r iba Medan perang keserakahan Seperti ikan dalam air tenggelam Tak bisa ambil jarak Tak tahu langit Ke kiri dosa ke kanan dusta Bernapas air Makan minum air Darah riba mengalir Kita masuki pasar riba Menjual diri dan Tuhan Untuk membeli hidup yang picisan Telanjur jadi uang recehan Dari putaran riba politik dan ekonomi Sistem yang membunuh sebelum mati Siapakah kita ? Wajah tak menentu jenisnya Tiap saat berganti nama Tegantung kepentingannya apa Tergantung rugi atu laba Kita pilih kepada siapa tertawa 1987 ——————
9
MEMECAH MENGUTUHKAN Oleh : Emha Ainun Najib Kerja dan fungsi memecah manusia Sujud sembahyang mengutuhkannya Ego dan nafsu menumpas kehidupan Oleh cinta nyawa dikembalikan Lengan tanganmu tanggal sebelah Karena siang hari politik yang gerah Deru mesin ekonomi membekukan tubuhmu Cambuk impian membuat jiwamu jadi hantu Suami dan istri tak saling mengabdi Tak mengalahkan atau memenangi Keduanya adalah sahabat bergandengan tangan Bersama-sama mengarungi jejeak Tuhan Kalau berpcu mempersaingkan hari esok Jangan lupakan cinta di kandungan cakrawala Kalau cemas karena diiming-imingi tetangga Berkacalah pada sunyi di gua garba rahasia 1987 ———————-
10
SEPENGGAL PUISI CAK NUN Oleh : Emha Ainun Najib sayang sayang kita tak tau kemana pergi tak sanggup kita dengarkan suara yang sejati langkah kita mengabdi pada kepentingan nafsu sendiri yang bisa kita pandang hanya kepentingan sendiri loyang disangka emas emasnya di buang buang kita makin buta yang mana utara yang mana selatan yang kecil dibesarkan yang besar di remehkan yang penting disepelekan yang sepele diutamakan Allah Allah betapa busuk hidup kami dan masih akan membusuk lagi betapa gelap hari di depan kami mohon ayomilah kami yang kecil ini ————————-
11
SERIBU MASJID SATU JUMLAHNYA Oleh : Emha Ainun Najib Satu Masjid itu dua macamnya Satu ruh, lainnya badan Satu di atas tanah berdiri Lainnya bersemayam di hati Tak boleh hilang salah satunyaa Kalau ruh ditindas, masjid hanya batu Kalau badan tak didirikan, masjid hanya hantu Masing-masing kepada Tuhan tak bisa bertamu Dua Masjid selalu dua macamnya Satu terbuat dari bata dan logam Lainnya tak terperi Karena sejati Tiga Masjid batu bata Berdiri di mana-mana Masjid sejati tak menentu tempat tinggalnya Timbul tenggelam antara ada dan tiada Mungkin di hati kita Di dalam jiwa, di pusat sukma Membisikkannama Allah ta’ala Kita diajari mengenali-Nya Di dalam masjid batu bata Kita melangkah, kemudian bersujud Perlahan-lahan memasuki masjid sunyi jiwa Beriktikaf, di jagat tanpa bentuk tanpa warna Empat Sangat mahal biaya masjid badan Padahal temboknya berlumut karena hujan Adapun masjid ruh kita beli dengan ketakjuban Tak bisa lapuk karena asma-Nya kita zikirkan Masjid badan gmpang binasa Matahari mengelupas warnanya Ketika datang badai, beterbangan gentingnya
12
Oleh gempa ambruk dindingnya Masjid ruh mengabadi Pisau tak sanggup menikamnya Senapan tak bisa membidiknya Politik tak mampu memenjarakannya Lima Masjid ruh kita baw ke mana-mana Ke sekolah, kantor, pasar dan tamasya Kita bawa naik sepeda, berjejal di bis kota Tanpa seorang pun sanggup mencopetnya Sebab tangan pencuri amatlah pendeknya Sedang masjid ruh di dada adalah cakrawala Cengkeraman tangan para penguasa betapa kerdilnya Sebab majid ruh adalah semesta raya Jika kita berumah di masjid ruh Tak kuasa para musuh melihat kita Jika kita terjun memasuki genggaman-Nya Mereka menembak hanya bayangan kita Enam Masjid itu dua macamnya Masjid badan berdiri kaku Tak bisa digenggam Tak mungkin kita bawa masuk kuburan Adapun justru masjid ruh yang mengangkat kita Melampaui ujung waktu nun di sana Terbang melintasi seribu alam seribu semesta Hinggap di keharibaan cinta-Nya Tujuh Masjid itu dua macamnya Orang yang hanya punya masjid pertama Segera mati sebelum membusuk dagingnya Karena kiblatnya hanya batu berhala Tetapi mereka yang sombong dengan masjid kedua Berkeliaran sebagai ruh gentayangan Tidak memiliki tanah pijakan Sehingga kakinya gagal berjalan Maka hanya bagi orang yang waspada Dua masjid menjadi satu jumlahnya
13
Syariat dan hakikat Menyatu dalam tarikat ke makrifat Delapan Bahkan seribu masjid, sjuta masjid Niscaya hanya satu belaka jumlahnya Sebab tujuh samudera gerakan sejarah Bergetar dalam satu ukhuwah islamiyah Sesekali kita pertengkarkan soal bid’ah Atau jumlah rakaat sebuah shalat sunnah Itu sekedar pertengkaran suami istri Untuk memperoleh kemesraan kembali Para pemimpin saling bercuriga Kelompok satu mengafirkan lainnya Itu namanya belajar mendewasakan khilafah Sambil menggali penemuan model imamah Sembilan Seribu masjid dibangun Seribu lainnya didirikan Pesan Allah dijunjung di ubun-ubun Tagihan masa depan kita cicilkan Seribu orang mendirikan satu masjid badan Ketika peradaban menyerah kepada kebuntuan Hadir engkau semua menyodorkan kawruh Seribu masjid tumbuh dalam sejarah Bergetar menyatu sejumlah Allah Digenggamnya dunia tidak dengan kekuasaan Melainkan dengan hikmah kepemimpinan Allah itu mustahil kalah Sebab kehidupan senantiasa lapar nubuwwah Kepada berjuta Abu Jahl yang menghadang langkah Muadzin kita selalu mengumandangkan Hayya ‘Alal Falah! 1987 ———————————
14
TAHAJJUD CINTAKU Oleh : Emha Ainun Najib Mahaanggun Tuhan yang menciptakan hanya kebaikan Mahaagung ia yang mustahil menganugerahkan keburukan Apakah yang menyelubungi kehidupan ini selain cahaya Kegelapan hanyalah ketika taburan cahaya takditerima Kecuali kesucian tidaklah Tuhan berikan kepada kita Kotoran adalah kesucian yang hakikatnya tak dipelihara Katakan kepadaku adakah neraka itu kufur dan durhaka Sedang bagi keadilan hukum ia menyediakan dirinya Ke mana pun memandang yang tampak ialah kebenaran Kebatilan hanyalah kebenaran yang tak diberi ruang Mahaanggun Tuhan yang menciptakan hanya kebaikan Suapi ia makanan agar tak lapar dan berwajah keburukan Tuhan kekasihku tak mengajari apa pun kecuali cinta Kebencian tak ada kecuali cinta kau lukai hatinya 1988
15
Biodata Emha Ainun Nadjib Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Emha Ainun Nadjib (lahir di Djombang, Jawa Timur, 27 Mei 1953; umur 58 tahun) adalah seorang tokoh intelektual yang mengusung napas Islami di Indonesia. Ia merupakan anak keempat dari 15 bersaudara. Pendidikan formalnya hanya berakhir di Semester 1 Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada (UGM). Sebelumnya dia pernah ‘diusir’ dari Pondok Modern Gontor Ponorogo karena melakukan ‘demo’ melawan pemerintah pada pertengahan tahun ketiga studinya, kemudian pindah ke Yogya dan tamat SMA Muhammadiyah I. Istrinya yang sekarang, Novia Kolopaking, dikenal sebagai seniman film, panggung, serta penyanyi. Lima tahun hidup menggelandang di Malioboro, Yogyakarta antara 1970-1975 ketika belajar sastra kepada guru yang dikaguminya, Umbu Landu Paranggi, seorang sufi yang hidupnya misterius dan sangat memengaruhi perjalanan Emha. Selain itu ia juga pernah mengikuti lokakarya teater di Filipina (1980), International Writing Program di Universitas Iowa, Amerika Serikat (1984), Festival Penyair Internasional di Rotterdam, Belanda (1984) dan Festival Horizonte III di Berlin Barat, Jerman (1985). Dalam kesehariannya, Emha terjun langsung di masyarakat dan melakukan aktivitasaktivitas yang merangkum dan memadukan dinamika kesenian, agama, pendidikan politik, sinergi ekonomi guna menumbuhkan potensialitas rakyat. Di samping aktivitas rutin bulanan dengan komunitas Masyarakat Padhang mBulan, ia juga berkeliling ke berbagai wilayah nusantara, rata-rata 10-15 kali per bulan bersama Musik Kiai Kanjeng, dan rata-rata 40-50 acara massal yang umumnya dilakukan di area luar gedung. Selain itu ia juga menyelenggarakan acara Kenduri Cinta sejak tahun 1990-an yang dilaksanakan di Taman Ismail Marzuki. Kenduri Cinta adalah forum silaturahmi budaya dan kemanusiaan yang dikemas sangat terbuka, nonpartisan, ringan dan dibalut dalam gelar kesenian lintas genre. Dalam pertemuan-pertemuan sosial itu ia melakukan berbagai dekonstruksi pemahaman atas nilai-nilai, pola-pola komunikasi, metoda perhubungan kultural, pendidikan cara berpikir, serta pengupayaan solusi-solusi masalah masyarakat.
Teater Memacu kehidupan multi-kesenian Yogya bersama Halimd HD, jaringan kesenian melalui Sanggarbambu, aktif di Teater Dinasti dan menghasilkan repertoar serta pementasan drama. Beberapa karyanya:
16
Geger Wong Ngoyak Macan (1989, tentang pemerintahan 'Raja' Soeharto), Patung Kekasih (1989, tentang pengkultusan), Keajaiban Lik Par (1980, tentang eksploitasi rakyat oleh berbagai institusi modern), Mas Dukun (1982, tentang gagalnya lembaga kepemimpinan modern). Kemudian bersama Teater Salahudin mementaskan Santri-Santri Khidhir (1990, di lapangan Gontor dengan seluruh santri menjadi pemain, serta 35.000 penonton di alun-alun madiun), Lautan Jilbab (1990, dipentaskan secara massal di Yogya, Surabaya dan Makassar), Kiai Sableng dan Baginda Faruq (1993). Juga mementaskan Perahu Retak (1992, tentang Indonesia Orba yang digambarkan melalui situasi konflik pra-kerajaan Mataram, sebagai buku diterbitkan oleh Garda Pustaka), di samping Sidang Para Setan, Pak Kanjeng, serta Duta Dari Masa Depan.
Puisi/Buku Menerbitkan 16 buku puisi:
“M” Frustasi (1976), Sajak-Sajak Sepanjang Jalan (1978), Sajak-Sajak Cinta (1978), Nyanyian Gelandangan (1982), 102 Untuk Tuhanku (1983), Suluk Pesisiran (1989), Lautan Jilbab (1989), Seribu Masjid Satu Jumlahnya ( 1990), Cahaya Maha Cahaya (1991), Sesobek Buku Harian Indonesia (1993), Abacadabra (1994), Syair Asmaul Husna (1994)
Essai/Buku Buku-buku esainya tak kurang dari 30 antara lain:
Dari Pojok Sejarah (1985), Sastra Yang Membebaskan (1985) Secangkir Kopi Jon Pakir (1990), Markesot Bertutur (1993), Markesot Bertutur Lagi (1994), Opini Plesetan (1996), Gerakan Punakawan (1994), Surat Kepada Kanjeng Nabi (1996), Indonesia Bagian Penting dari Desa Saya (1994),
17
Slilit Sang Kiai (1991), Sudrun Gugat (1994), Anggukan Ritmis Kaki Pak Kiai (1995), Bola- Bola Kultural (1996), Budaya Tanding (1995), Titik Nadir Demokrasi (1995), Tuhanpun Berpuasa (1996), Demokrasi Tolol Versi Saridin (1997), Kita Pilih Barokah atau Azab Allah (1997), Iblis Nusantara Dajjal Dunia (1997), 2,5 Jam Bersama Soeharto (1998), Mati Ketawa Cara Refotnasi (1998), Kiai Kocar Kacir (1998), Ziarah Pemilu, Ziarah Politik, Ziarah Kebangsaan (Penerbit Zaituna, 1998), Keranjang Sampah (1998) Ikrar Husnul Khatimah (1999), Jogja Indonesia Pulang Pergi (2000), Ibu Tamparlah Mulut Anakmu (2000), Menelusuri Titik Keimanan (2001), Hikmah Puasa 1 & 2 (2001), Segitiga Cinta (2001), Kitab Ketentraman (2001), Trilogi Kumpulan Puisi (2001), Tahajjud Cinta (2003), Ensiklopedia Pemikiran Cak Nun (2003), Folklore Madura (Cet. I, Agustus 2005, Yogyakarta: Penerbit Progress, 164 hlm; 13cm x 20cm, ISBN: 979-9010-02-0), Puasa Itu Puasa (Cet. I, Agustus 2005, Yogyakarta: Penerbit Progress, 264 hlm; 13cm x 20cm, ISBN: 979-9010-01-2), Syair-Syair Asmaul Husna (Cet. I, Agustus 2005, Yogyakarta; Penerbit Progress, 196 hlm; 12cm x 20cm, ISBN: 979-9010-0-53) Kafir Liberal (Cet. II, April 2006, Yogyakarta: Penerbit Progress, 56 hlm; 12cm x 18cm, ISBN: 979-9010-12-8), Kerajaan Indonesia (Cet. II, Agustus 2006, Yogyakarta; Penerbit Progress, 400 hlm; 13cm x 20cm, ISBN: 979-9010-15-2), Jalan Sunyi EMHA (Ian L. Betts, Juni 2006), Istriku Seribu (Cet. I, Desember 2006, Yogyakarta: Penerbit Progress, 64 hlm; 12cm x 18cm, ISBN: 979-9010-20-9), Orang Maiyah (Cet. I, Januari 2007, Yogyakarta; Penerbit Progress,196 hlm; 12cm x 20cm, ISBN: 979-9010-21-7), Tidak. Jibril Tidak Pensiun (Cet. I, Juli 2007, Yogyakarta: Penerbit Progress,248 hlm; 13cm x 20cm, ISBN: 979-9010-22-5), Kagum Pada Orang Indonesia (Cet. I, Januari 2008, Yogyakarta; Penerbit Progress, 56 hlm; 12cm x 18,5cm, ISBN: 978-979-17127-0-5), Dari Pojok Sejarah; Renungan Perjalanan Emha Ainun Nadjib (Cet. I, Mei 2008, Yogyakarta: Penerbit Progress, XIX + 227 hlm; HVS 65gr; 22,5cm x 20cm, ISBN: 978-979-17127-1-2)
18
DEMOKRASI La Raiba Fih(cet ketiga, Mei 2010, Jakarta: Kompas)
Penghargaan Bulan Maret 2011, Emha memperoleh Penghargaan Satyalancana Kebudayaan 2010 dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. [1]. Menurut Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik, penghargaan diberikan berdasarkan pertimbangan bahwa si penerima memiliki jasa besar di bidang kebudayaan yang telah mampu melestarikan kebudayaan daerah atau nasional serta hasil karyanya berguna dan bermanfaat bagi masyarakat, bangsa, dan negara. [2]
19