ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN TINGGI TANJUNG KARANG PERKARA No. 3/PID.SUS-TPK/2014/PT.TJK TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI DANA SERTIFIKASI PENDIDIKAN Friska Annisa Tartusi, Erna Dewi, Dona Raisa Monica email: (
[email protected]) Abstrak Korupsi selalu mendapatkan perhatian yang lebih dibandingkan dengan dengan tindak pidana lainnya di berbagai belahan dunia. Tindak pidana korupsi dipandang sebagai tindak pidana yang merugikan negara. Definisi negara disini tidak hanya menyangkut negara dalam lingkup Pemerintah Pusat, tetapi juga menyangkut Pemerintah Daerah. Seperti hal nya tindak pidana korupsi dana sertifikasi pendidikan yang terjadi di Pemerintahan Kabupaten Lampung Utara Provinsi Lampung dalam kasus dengan No. Putusan 3/PID.SUSTPK/2014/PT.TJK. Hal tersebut tidak hanya menimbulkan dampak kerugian bagi negara namun juga bagi guru-guru di Kabupaten Lampung Utara yang telah kehilangan hak mereka atas dana sertifikasi pendidikan yang semestinya diterima pada triwulan ke-IV tahun 2012. Permasalahan dalam skripsi ini apakah yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan No. 3/PID.SUSTPK/2014/PT.TJK dan apakah putusan tersebut sudah memenuhi rasa keadilan atau belum. Pendekatan masalah dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat diketahui dasar pertimbangan hakim dalam memutus kasus tindak pidana korupsi dana sertifikasi pendidikan didasarkan pada pertimbangan yuridis yakni keterangan saksi, keterangan ahli, keterangan terdakwa serta surat-surat dan pertimbangan non yuridis yang memberatkan serta meringankan putusan tersebut. Hakim juga menggunakan teori pendekatan yakni teori keseimbangan, teori pendekatan keilmuan serta teori ratio decidendi dalam menjatuhkan putusan terhadap kasus ini. Serta dalam kasus ini rasa keadilan substantif belum sepenuhnya terpenuhi. Sebab dalam kasus ini keadilan baru dirasakan oleh terdakwa yang mendapatkan putusan dari majelis hakim tingkat banding lebih ringan dari pada tuntutan Jaksa Penuntut Umum serta putusan pengdilan tingkat pertama sedangkan dari pihak korban belum berasakan keadilan sebab belum adanya penggantian dana sertifikasi pendidikan bagi mereka. Kata Kunci : Analisis, Putusan Pengadilan, Korupsi
ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN TINGGI TANJUNG KARANG PERKARA No. 3/PID.SUS-TPK/2014/PT.TJK TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI DANA SERTIFIKASI PENDIDIKAN Friska Annisa Tartusi, Erna Dewi, Dona Raisa Monica email: (
[email protected]) Abstract Corruption always get more attention than with other crimes in various parts of the world .Corruption is considered as crimes that harm the state .The definition of the state here not only related to the country in the scope of the central government , but also on the regional government .As regards his criminal corruption funds certification of education that occurred in the district administration lampung north lampung provincial in the case with no .The award 3 / pid.sus-tpk / 2014 / pt.tjk . This is not only caused the impact of losses for the country but also for teachers in districts north lampung has lost their rights over the certification of education should be accepted in the first ke-iv 2012 .Problems in a thesis is what is the basis of consideration in dropping judge decisions no 3 / pid.sus-tpk / 2014 / pt.tjk and Whether the ruling has met a sense of justice or have not .An approach to a problem in this research is the approach of juridical normative and juridical empirical .Based on the results of research and discussion we can see the basic consideration of cutting off the judge in the case of criminal acts of corruption funds education certification be based on the consideration of juridical namely witness , expert information , information the defendant as well as letters and consideration non juridical weighting and reducing the ruling. The judge also using the theory of approach is the theory of balance , the theory of the approach of scientific theory and in dropping decidendi ratio decisions on this case .As well as in this case a sense of justice of the substantive not fully met .Because in this case justice new perceived by the defendant who received the award of the tribunal judge the appeal of more light on the demands of public prosecutors and the first level pengdilan decisions of the victims while berasakan justice has not yet any reimbursement for certification for their education . Keyword : Analysis, Adjudication, Corruption
I. PENDAHULUAN Korupsi selalu mendapatkan perhatian yang lebih dibandingkan dengan dengan tindak pidana lainnya di berbagai belahan dunia. Peningkatan korupsi di Indonesia dari tahun ke tahun terus membuat masyarakat resah . Tindak pidana korupsi sudah meluas dalam masyarakat, baik dari jumlah kasus yang terjadi dan jumlah kerugian Negara, maupun dari segi kualitas tindak pidana yang dilakukan semakin sistematis serta lingkupnya yang memasuki seluruh aspek kehidupan masyarakat.1 Reimon Aron seorang sosiolog berpendapat bahwa korupsi dapat mengundang gejolak revolusi, alat yang ampuh untuk mengkreditkan suatu bangsa. Bukanlah tidak mungkin penyaluran akan timbul apabila penguasa tidak secepatnya menyelesaikan masalah korupsi. 2 Tindak pidana korupsi dipandang sebagai tindak pidana yang merugikan negara. Definisi negara disini tidak hanya menyangkut negara dalam lingkup Pemerintah Pusat, tetapi juga menyangkut Pemerintah Daerah, hal ini terjadi karena memang tidak dapat dipungkiri, bahwa kekuasaan baik di pusat maupun daerah memang cendrung lebih mudah untuk korup ( Power tends to Corup).3
1
Evi Hartanti, Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Sinar Grafika, 2005, hlm. 2. 2 B. Simanjuntak, Pengantar Kriminologi dan Pantologi Sosial, Bandung, Tarsino, 1981, hlm. 310. 3 Romli Atmasasmita, Sekitar Masalah Korupsi, Aspek Nasional dan Aspek Internasional, Bandung, Mandar Maju, 2004, hlm. 75.
Sebagai salah satu contoh korupsi pada tingkat daerah adalah di pemerintahan Kabupaten Lampung Utara, Provinsi Lampung, yaitu dengan terdakwa Berti Astuti, S.H., M.M. binti Ibrahim mantan Kepala Sub Bagian Keuangan Dinas Pendidikan Kabupaten Lampung Utara, Provinsi Lampung. Tertanggal 19 Juli 2013, Terdakwa Berti Astuti,S.H.,M.M. atas perintah dari Drs. Hi. Zulkarnain selaku mantan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Lampung Utara telah melakukan pencairan keseluruhan dana Tunjangan Profesi Guru (Sertifikasi) di PT. Bank Lampung Cabang Kotabumi menggunakan Cek Tarik Tunai di PT. Bank Lampung Cabang Kotabumi sebesar Rp. 77.974.626.731,00 (tujuh puluh tujuh milyar sembilan ratus tujuh puluh empat juta enam ratus dua puluh enam ribu tujuh ratus tiga puluh satu rupiah).4 Dana Tunjangan Profesi (Sertifikasi) yang masuk ke Rekening Giro Dinas sebesar Rp. 77.974.626.731,00 (tujuh puluh tujuh milyar sembilan ratus tujuh puluh empat juta enam ratus dua puluh enam ribu tujuh ratus tiga puluh satu rupiah) tersebut, hanya dibayarkan terdakwa sebesar Rp. 70.621.282.715,00 (tujuh puluh milyar enam ratus dua puluh satu juta dua ratus delapan puluh dua ribu tujuh ratus lima belas rupiah), sehingga terdapat selisih sebesar Rp. 7.353.344.017,00 (tujuh milyar tiga ratus lima puluh tiga juta tiga ratus empat puluh empat ribu tujuh belas rupiah) yang tidak dibayarkan untuk triwulan ke – IV bulan November 2012 dan Desember 2012, yang hal 4
Surat Putusan Nomor 3/PID.SUSTPK/2014/PN.TK.
ini bertentangan dengan Ketentuan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 34/PMK.07/2012 tentang Pedoman Umum dan Alokasi Tunjangan Profesi Guru Pegawai Negeri Sipil Daerah Propinsi, Kabaupaten dan Kota Tahun Anggaran 2012 pada Pasal 5 Ayat (1). Penuntut Umum telah mendakwa Berti Astuti dengan Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 4 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasaan Tindak Pidana Korupsi yang diubah UU No. 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 Ayat (1) yang menyatakan terdakwa Berti Astuti telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebesar Rp. 7.353.344.017,00 (tujuh milyar tiga ratus lima puluh tiga juta tiga ratus empat puluh empat ribu tujuh belas rupiah) serta menjauhkan pidana penjara terhadap terdakwa Berti Astuti, S.H., M.M. binti Ibrahim selama 9 (sembilan) tahun dan membayar denda sebesar Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) Subsidair 3 (Tiga) bulan kurungan serta membayar uang pengganti sebesar Rp 5.717.333.275,00 (lima milyar tujuh ratus tujuh belas juta tiga ratus tiga puluh tiga ribu dua ratus tujuh puluh lima rupiah). 5 Putusan hakim terhadap terdakwa ternyata lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum, yakni berdasarkan Putusan No. 13/PID.SUS/TPK/2014/PN.TK, terdawa dijatuhkan pidana 8 (delapan) tahun penjara dan denda Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta 5
Surat Tuntutan Nomor Register Perkara: PDS–01/K.Bumi/01/2014.
rupiah) Subsidair 3 (tiga) bulan kurungan serta membayar uang pengganti sebesar Rp 3.695.333.275,00 (tiga milyar enam ratus sembilan puluh lima juta tiga ratus tiga puluh tiga ribu dua ratus tujuh puluh lima rupiah).6 Sedangkan pada tingkat banding berdasarkan Putusan No. 3/PID.SusTPK/2014/ PT.TJK, terdakwa dijatuhkan pidana 6 (enam) tahun penjara dan denda Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) serta membayar uang pengganti sebesar Rp 1.242.833.275.00,00 (satu milyar dua ratus empat puluh dua juta delapan ratus tiga puluh tiga ribu dua ratus tujuh puluh lima rupiah). 7 Dikarenakan masih banyaknya kasus tindak pidana korupsi di Indonesia bahkan dana sertifikasi pendidikan yang seharusnya menjadi hak bagi guru pun masih ada celah untuk dijadikan objek tindak pidana korupsi. Serta putusan hakim Pengadilan Tinggi Tanjung Karang yang lebih rendah dari dakwaan jaksa penuntut umum dan putusan hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang atas kasus ini dirasa penulis ditakutkan tidak menimbulkan efek jera bagi pelaku. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan menulis skripsi dengan judul, “Analisis Putusan Pengadilan Tinggi Tanjung Karang Perkara No. 3/PID.SUSTPK/2014/PT.TJK tentang Tindak Pidana Korupsi Dana Sertifikasi Pendidikan”
6
Surat Putusan Nomor: 13/PID.SUS/TPK/2014/PN.TK. 7 Surat Putusan Nomor 3/PID.SUSTPK/2014/PN.TK.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah (1) Apakah yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap pelaku tindak pidana korupsi dana sertifikasi pendidikan dalam putusan No 3/PID.SUS-TPK/2014/PT.TJK. (2) Apakah putusan hakim pengadilan tinggi tanjung karang No. 3/PID.SUS-TPK/2014/PT.TJK terhadap pelaku tindak pidana korupsi dana sertfikasi pendidikan sudah tepat dan memenuhi rasa keadilan. Pendekatan masalah yang digunakan untuk menjawab permasalahan di atas yaitu pendekatan yuridis normatif, dan pendekatan yuridis empiris. Data yang digunakan adalah data primer, dan data sekunder. Pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan, dan studi lapangan. Data-data tersebut lalu dilakukan pengolahan melalui tahap seleksi data, klasifikasi data, dan sistematisasi data. Data yang sudah diolah tersebut kemudian disajikan dalam bentuk uraian, yang lalu diinterpretasikan atau ditafsirkan untuk dilakukan pembahasan dan dianalisis secara kualitatif, kemudian untuk selanjutnya ditarik suatu kesimpulan dengan menggunakan metode induktif. II. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Putusan Nomor 03/PID.SUS-TPK/2014/PT. TJK tentang Tindak Pidana Korupsi Dana Sertifikasi Pendidikan
Berdasarkan wawancara penulis dengan Deni Achmad pada tanggal 13 Desember 2014 pukul 13:30 WIB, menyatakan bahwa putusan pengadilan harus disertai dengan alasan-alasan atau argumentasi yang menjadi dasar untuk mengadili. Alasan tersebut dimaksudkan sebagai pertanggungjawaban pengadilan atas putusan terhadap masyarakat, sehingga mempunyai nilai objektif yang dapat dipertanggungjawabkan. Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Sudirman Sitepu pada tanggal 15 Desember 2014 pukul 10:15 WIB, menyatakan ada syaratsyarat yang harus diperhatikan oleh hakim dalam menjatuhkan pidana. Syarat-syarat hakim dalam menjatuhkan pidana tersebut, adalah: 1. Karena pembuktian yang sah menurut undang-undang 2. Dalam Pasal 183 KUHAP ntuk dikatakan terbukti dengan sah sekurang-kurangnya harus ada dua alat bukti yang sah 3. Adanya keyakinan hakim 4. Orang yang melakukan tindak pidana (pelaku) dianggap dapat bertanggung jawab 5. Adanya kesalahan melakukan tindak pidana yang didakwakan atas diri pelaku tindak pidana. Hakim dalam memutus suatu perkara harus berdasarkan pada dua alat bukti yang sah. Dijelaskan dalam Pasal 184 KUHAP, alat bukti yang sah yaitu: 1. Keterangan Saksi 2. Keterangan Ahli 3. Keterangan Terdakwa 4. Surat 5. Petunjuk Menurut Sudirman Sitepu, dalam putusan No. 3/PID.SUS-
TPK/2014/PT.TJK terdapat hal yang memberatkan perbuatan terdakwa yaitu bahwa tindak pidana korupsi merupakan tindak kejahatan yang menjadi perhatain pemerintah dan masyarakat untuk diberantas. Sedangkan hal yang meringankan dalam putusan No. 3/PID.SUSTPK/2014/PT.TJK ini adalah sebagai berikut: 1. Terdakwa jujur dan berterus terang atas perbuatannya sehingga melancarkan proses pemeriksaan. 2. Terdakwa menyesali perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulangi. 3. Terdakwa belum pernah dihukum. 4. Terdakwa seorang ibu yang anak-anak yang hasus dibimbing dan dibesarkan. Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Nikmah Rosidah pada tanggal 7 Januari 2015 pukul 13:00 WIB, putusan hakim merupakan pertanggungjawaban hakim dalam melaksanakann tugasnya untuk menerima, memeriksa dan mengadili perkara yang diajukan kepadanya, dimana pertanggungjawaban itu tidak hanya diyujukan kepada hukum, diri hakim itu sendiri, ataupun kepada masyarakat luas tetapi juga pertanggungjawaban kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pada dasarnya tujuan pemidanaan adalah sebagai korektif, introspektif dan edukatif bagi terdakwa bukan meruoakan alat balas dendam atas tindak pidana yang telah dilakukan terdakwa di masa lalu. Sehingga dari hukuman tersebut diharapkan terdakwa dapat hidup lebih baik di masa depan. Dan yang terpenting dengan pemidaan terdakwa
diharapkan juga masyarakat luas yang mengetahui merasa takut dan tidak melakukan hal serupa yang telah dilakukan terdakwa. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis memiliki beberapa analisis bahwa hakim dalam memutus terdakwa Berti Astuti, S.H., M.M. enurut memperhatikan beberapa aspek, yakni: A. Aspek Yuridis 1. Keterangan Saksi Keterangan saksi dalam kasus ini terdiri dari Saksi Zulkarnain selaku Kepala Dinas Penddikan Kabupaten Lampung Utara. Saksi Sahadat Burhan selaku Bendahara Pengeluaran pada Dinas Pendidikan Kabupaten Lampung Utara. Saksi Dedy Alpani selaku Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Kabupaten Lampung Utara. Saksi Sayuti selaku Kepala Bidang Perbendaharaan pada Badan Pengelolaan Kekayaan dan Aset Daerah Kabupaten Lampung Utara. 4 (empat) orang saksi Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) yang ada di Dinas Pendidikan Kabupaten Lampung Utara yakni saksi Asma Denti saksi Umar Ahmad saksi Hairul Fadillah dan saksi Heri Suryadi. 3 (tiga) orang saksi dari PT. Bank Lampung Cabang Kotabumi yakni saksi Nirawati selaku Teller, saksi A. Afdhol selaku Pimpinan Bank, dan saksi Levimasordhy selaku Pimpinan Bidang Operasional dan Pelayanan. 2. Keterangan Ahli Keterangan ahli dalam kasus korupsi dana sertifikasi
pendidikan ini adalah keterangan dari Pejabat Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP). 3. Keterangan Terdakwa Keterangan terdakwa dalam kasus ini adalah Berti Astuti terdakwa kasus korupsi dana sertifikasi pendidikan. 4. Surat Surat-surat dalam kasus korupsi dana sertifikasi pendidikan ini adalah Surat Perintah Membayar (SPM) No. 900/158/11 – LU /2012 tanggal 17 April 2012, Surat Perintah Membayar (SPM) No. 900/308/11 – LU /2012 tanggal 15 Agustus 2012, Surat Perintah Membayar (SPM) No. 900/333/11 – LU /2012 tanggal 01 Oktober 2012, Surat Perintah Membayar (SPM) No. 900/337/11 – LU /2012 tanggal 06 Desember 2012, SP2D No. 900/1558/31-LU/2012 tanggal 23 April 2012, SP2D No. 900/5422/31-LU/2012 tanggal 16 Agustus 2012, SP2D No. 900/6436/31-LU/2012 tanggal 02 Oktober 2012, SP2D No. 900/8941/31-LU/2012 tanggal 06 Desember 2012, Surat Pernyataan Melaksakan Tugas No. 800/160/11-LU/2012 tanggal 17 April 2012, Surat Pernyataan Melaksakan Tugas 800/308/11-LU/2012 tanggal 15 Agustus 2012, Surat Pernyataan Melaksakan Tugas No. 800/335/11-LU/2012 tanggal 01 Oktober 2012, Surat Pernyataan Melaksakan Tugas No. 800/338/11-LU/2012 tanggal 06 Desember 2012, surat pengantar No. 800/540/10-LU/2012 tertanggal 04 Juni 2012 yang ditujukan kepada Pimpinan BRI Cabang Kotabumi, surat
pengantar No. 800/1064/10LU/2012 tertanggal 06 September 2012 yang ditujukan kepada Pimpinan BRI Cabang Kotabumi, surat pengantar No. 800/1214/10-LU/2012 tertanggal 19 Oktober 2012 yang ditujukan kepada Pimpinan BRI Cabang Kotabumi, surat pengantar No. 800/1343/10-LU/2012 tertanggal 20 Desember 2012 yang ditujukan kepada Pimpinan BRI Cabang Kotabumi. B. Aspek Non Yuridis Selain melihat aspek yuridis hakim juga melihat kepada aspek non yuridis dalam menjatuhkan putusan terhadap terdakwa dengan mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan juga meringankan putusan terhadap terdakwa. Adapun hal yang memeratkan terdakwa yakni tindak pidana yang dilakukan terdakwa adalah tindak pidana korupsi yang menimbulkan efek keresahan dalam masyarakat. Sedangkan yang meringankan adalah adanya sikap jujur dan keterbukaan dari terdakwa sehingga memperlancar proses pemeriksaan, rasa bersalah yang ditunjukan terdawa, pernyataan terdakwa untuk tidak mengulangi tindak pidana korupsi ataupun tindak pidana lainnya serta status terdakwa yang merupakan seorang ibu dan istri yang memiliki peran penting dalam kelurga. Hakim dalam memutus perkara No. 03/PID.SUS-TPK/2014/PT.TJK juga menggunakan teori pendekatan. Adapun menurut penulis teori pendekatan yang digunakan hakim dalam menjatuhkan putusan yang berkaitan dengan kasus ini adalah:
1. Teori keseimbangan Teori keseimbangan disini adalah keseimbangan antara syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang dan kepentingan pihak-pihak yang bersangkutan dan berkaitan dengan perkara, yaitu antara lain seperti adanya keseimbangan yang berkaitan dengan masyarakat, kepentingan terdakwa dan kepentingan korban. 2. Teori Pendekatan Keilmuan Titik tolak dari teori ini adalah pemikiran bahwa proses penjatuhan pidana harus dilakukan secara sistematik dan penuh kehati-hatian khususnya dalam kaitannya dengan putusan-putusan terdahulu dalam rangka menjamin konsistensi dari putusan hakim.
Keadilan tidak berbentuk dan tidak dapat dilihat namun pelaksanaannya dapat kita lihat dalam perspektif pencarian keadilan. Dalam memberikan putusan terhadap suatu perkara pidana, seharusnya putusan hakim berisi alasan alasan dan pertimbangan-pertimbangan yang bisa memberikan rasa keadilan bagi terdakwa.8 Menurut Sudirman Sitepu hakim dalam memutuskan putusan yang memenuhi rasa keadilan bagi terdawka, korban dan masyarakat harus melihat dan mempertimbangkan berbagai aspek yuridis, yaitu: 1. Dikaji dari aspek keadilan masyarakat, maka perbuatan terdakwa baik langsung maupun tidak langsung dengan tidak membagiak dana sertifikasi pendidikan kepada guru-guru di Kabupaten Lampung Utara yang berhak menerimanya, maka akan berkolerasi adanya korban dalam masyarakat sehingga memicu keresahan masyarakat menyebabkan keseimbangan, keharmonisan dan kekeluargaan relatif dapat terganggu akibat perbuatan terdakwa.
3. Teori Ratio Decidendi Teori ini didasarkan pada landasan filsafat yang mendasar, yang mempertimbangkan segala aspek yang berkaitan dengan pokok perkara yang disengketakan, kemudian mencari peraturan perundangundangan yang lebih relevan dengan pokok perkara yang di sengketaka sebagai dasar hukum dalam penjatuhan putusan, serta pertimbangan hakim harus didasarkan pada motivasi yang jelas untuk menegakkan hukum dan memberikan keadilan. B. Rasa Keadilan dalam Putusan Nomor 03/PID.SUS-TPK/2014/PT. TJK
2. Dikaji dari aspek kejiwaan/psikologis terdakwa, ternyata dengan diadili dan dijadikan terdakwa dalam perkara ini maka dikatakan sebagai 8
Nanda Agung Dewantoro, Masalah Kebebasan Hakim dalam Menangani Suatu MasalahPerkara Pidana, Jakarta: Aksara Persada Indonesia, 1987, hlm. 50.
sebuah sejarah perjalanan kelam bagi kehidupan terdakwa sebagaimana teori “tabularasa” dari John Locke dan sekaligus pula akan menimbulkan stigma bagi kehidupan terdakwa dalam masyarakat padahal terdawka harus menjadi panutan bagi keluarganya dan masyarakat pada umumnya. Selain itu dari aspek kejiwaan/psikologis terdakwa ternyata sepanjang pengamatan majelis hakim, terdakwa sehat mental dan tidak nmengalami gangguan jiwa serta gejala sosiopatik atau depresi mental sehingga terdakwa dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya. 3. Dikaji dari aspek edukatif dan aspek agamis/religious dimana terdakwa tinggal dan dibesarkan, dimana terdakwa berpendidikan harusnya lingkungan terdakwa tinggal dan dibesarkan tidak membentuk mental, pribadi dan moral terdakwa melakukan tindak pidana ataupun perbuatan negatif dan bertentangan dengan hukum positif yang berlaku di masyarakat Indonesia. 4. Dikaji dari aspek figure terdakwa dan “trial by press”, dimana dengan terdakwa diadili dan menjalani proses persidangan maka baik secara langsung maupun tidak langsung akan merubah pandangan masyarakat tentang terdakwa serta keluarganya dan juga dengan
adanya pemberitaan dari media massa terhadap kasus yang menimpa dan dijalani oleh terdakwa dengan menyebut nama lengkap terdakwa tanpa merubah inisial aspek ini menurut Sudirman Sitepu merupakan salah satu hukuman moral tersendiri bagi terdakwa beserta keluarganya sebagai salah satu ” trial by press”. 5. Dikaji dari aspek policy/filsafat pemidanaan melahirkan keadilan dan mencegah adanya disparitas dalam hal pemidanaan (sentencing of disparity) yang dianut sistem hukum Indonesia maka pada dasarnya pidana dijatuhkan semata-mata bukan bersifat pembalasan. Aspek policy/filsafat pemidaan hendaknya melahirkan keadilan dan menghindari adanya disparitas dalam pemidanaan sehingga dalam penegakkan hukum timbul adanya keadilan bagi terdakwa. 6. Dikaji dari aspek perspektif model sistem peradilan pidana yang ideal bagi Indonesia, maka hendaknya dianut aspek model keseimbangan kepentingan atau “daad-dader strafrecht”. Dengan melakukan penjatuhan pidana dengan model “daad-dader strafrecht”, yaitu model sistem peradilan pidana yang mengacu pada keseimbangan kepentingan. Putusan pemidanaan majelis hakim ini
sanksinya berorientasi kepada perlindungan kepentingan Negara, kepetingan masyarakat, kepentingan individu, kepentingan pelaku tindak pidana, kepentingan masyarakat, kepentingan korban kejahatan. Menurut Sudirman sitepu berdasarkan pertimbanganpertimbangan dari aspek yuridis, sosiologis, filosofis, dan prsikologis atau dari aspek legal juctice, moral juctice maka tuntutan pidana Penuntut Umum atas diri terdakwa relatif terlalu berat. Berdasarkan pembelaan terdakwa serta fakta yang terungkap dipersidangan, sebelum majelis hakim menjatuhkan pidana juga memperhatikan hal-hal yang meberatkan serta meringankan terdakwa sesuai dengan Pasal 183 dan 184 KUHAP. Sehingga menurut Sudirman Sitepu vonis yang dijatuhkan majelis hakim dirasa telah adil, memadai, argumentative, manusiawi, proporsional dan sesuai dengan kesalahan yang telah dilakukan terdakwa. Berdasarkan hasil wawancara dengan Deni Achmad, putusan yang memenuhi unsur keadilan adalah putusan yang adil bagi semua yakni masyarakat, penegak hukum, terdakwa, Negara, korban maupun diri hakim itu sendiri yang memutus kasus ini. Putusan yang telah dijatuhkan terhadap terdakwa Berti Astuti menurut Deni Achmad telah memenuhi unsudr adil bagi semua. Berdasarkan hasil wawancara penulisn dengan Nikmah Rosidah, putusan yang ditetapkan oleh majelis hakim telah memenuhi rasa keadilan bagi terdakwa namun tidak adil bagi
korban dalam hal ini guru-guru di Kabupaten Lampung Utara yang berhak menerima dana sertfikasi pendidikan sampai mereka mendapat pertanggungjawaban berupa pengembalian dana sertifikasi yang semestinya diterima dan dapat dimanfaatkan bagi para guru yang berhak menerimanya. Berdasarkan penjelasan di atas maka penulis dapat menganalisis, bahwa putusan Nomor 03/PID.SUSTPK/2014/PT.TJK dengan terdakwa Berti Astuti, S.H., M.M. telah memenuhi rasa keadilan hal ini didasarkan pada telah dilaksanakannya putusan majelis hakim tingkat banding terhadap terdakwa dan telah adanya itikad dari terdakwa untuk mengembalikan kerugian negara meskipun belum sepenuhnya namun dengan sikap proaktif dari penegak hukum untuk mengupayakan pengembalian kerugian negara sepenuhnya maka akan tercipta rasa keadilan tidak hanya bagi terdakwa namun juga oleh korban dan masyarakat sehingga sesuai dengan teori keseimbangan dimana adanya keseimbangan yang berkaitan dengan kepentingan korban, kepentingan terdakwa dan kepentingan masyarakat. III. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian penulis terhadap putusan Nomor 3/PID.SUSTPK/2014/PT.TJK, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Pertimbangan hakim dalam putusan Pengadilan Tinggi Tanjung Karang Perkara No. 3/PID.SUS-TPK/2014/PT.TJK didasarkan pada pertimbangan
yuridis yakni keterangan saksi, keterangan ahli, keterangan terdakwa serta surat-surat dan pertimbangan non yuridis yang memberatkan serta meringankan putusan tersebut. Hakim juga menggunakan teori pendekatan yakni teori keseimbangan, teori pendekatan keilmuan serta teori ratio decidendi dalam menjatuhkan putusan terhadap kasus ini. Penjatuhan pidana 6 (enam) tahun penjara dan denda Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) serta membayar uang pengganti sebesar Rp 1.242.833.275.00,00 (satu milyar dua ratus empat puluh dua juta delapan ratus tiga puluh tiga ribu dua ratus tujuh puluh lima rupiah) telah sesuai dengan ketentuan Pasal (2) Ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 2. Putusan Pengadilan Tinggi Tanjung Karang Perkara No. 3/PID.SUS-TPK/2014/PT.TJK belum sepenuhnya memenuhi rasa keadilan substantif. Sebab dalam kasus ini keadilan baru dirasakan oleh terdakwa yang mendapatkan putusan dari majelis hakim tingkat banding lebih ringan dari pada tuntutan Jaksa Penuntut Umum serta putusan pengdilan tingkat pertama sedangkan dari pihak korban belum berasakan keadilan sebab belum adanya penggantian dana sertifikasi pendidikan bagi mereka. Seorang Hakim dalam memutus suatu perkara harus mempertimbangkan kebenaran yuridis (hukum) dengan
kebenaran filosofis (keadilan). Seorang hakim harus membuat keputusan-keputusan yang adil dan bijaksana dengan mempertimbangkan implikasi hukum dan dampaknya yang terjadi di masyarakat. DAFTAR PUSTAKA Buku/Literatur : Atmasasmita, Romli. 2004. Sekitar Masalah Korupsi, Aspek Nasional dan Aspek Internasional. Bandung: Mandar Maju. Dewantoro, Nanda Agung. 1987. Masalah Kebebasan Hakim dalam Menangani suatu Perkara Pidana. Jakarta: Aksara Persada. Hartanti, Evi. 2005. Tindak Pidana Korupsi. Jakarta: Sinar Grafika. Simanjuntak, B. 1981. Pengantar Kriminologi dan Pantologi Sosial. Bandung: Tarsino. Soedarto. 1986. Hukum dan Hukum Pidana Bandung: Alumni. Peraturan Perundang-Undangan: Surat Tuntutan Nomor Register Perkara: PDS–01/K.Bumi/01/ 2014. Surat Putusan Nomor: 13/PID.SUS/ TPK/2014/PN.TK. Surat Putusan Nomor: 03/PID.SUSTPK/2014/PT.TJK.