PROFIL PROTEIN, AKTIVITAS ANTIOKSIDAN, DAN INHIBITOR ACE DARI SUSU KUDA DAN HIDROLISATNYA
MUHAMMAD NOVIANTO BAYU SAPUTRO
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Profil Protein, Aktivitas Antioksidan, dan Inhibitor ACE dari Susu Kuda dan Hidrolisatnya adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2016 Muhammad Novianto Bayu Saputro NIM F251120021
RINGKASAN MUHAMMAD NOVIANTO BAYU SAPUTRO. Profil Protein, Aktivitas Antioksidan, dan Inhibitor ACE dari Susu Kuda dan Hidrolisatnya. Dibimbing oleh MAGGY THENAWIDJAJA SUHARTONO dan NURHENI SRI PALUPI. Tingginya prevalensi dan mortalitas penyakit kardiovaskular seperti jantung koroner dan stroke telah mendorong eksplorasi komponen peptida bioaktif asal protein pangan. Susu kuda telah sejak lama dikonsumsi sebagai sumber nutrisi bagi bayi ataupun pangan fungsional bagi orang dewasa. Ditinjau dari segi komposisinya (protein dan laktosa), susu kuda lebih menyerupai susu ASI dibandingkan susu sapi. Susu kuda secara spesifik telah digunakan sebagai sumber nutrisi pengganti susu sapi bagi anak-anak dan bayi penderita alergi. Hal ini disebabkan oleh karakter digestibilitas dan tolerabilitas yang lebih baik dari susu sapi. Peningkatan minat konsumen terhadap susu kuda disebabkan oleh efek pencegahan dan pengobatan terhadap beberapa penyakit, termasuk penyakitpenyakit kardiovaskular. Susu kuda secara empiris telah digunakan sebagai obat terapi untuk mengatasi penyakit-penyakit metabolik, gastrointestinal, dan hati. Selain itu, susu kuda juga telah digunakan sebagai obat untuk mengobati atau mencegah arteriosklerosis, artritis, bahkan kanker. Sifat fungsional susu kuda diduga berkaitan erat dengan pelepasan peptida-peptida bioaktif. Peptida-peptida tersebut bersifat non-aktif pada protein asalnya dan menjadi aktif ketika dilepaskan melalui proses hidrolisis. Pelepasan peptida-peptida tersebut sangat ditentukan oleh cara hidrolisisnya. Hal tersebut menjadi aspek utama dari penelitian ini. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis profil protein, aktivitas antioksidan dan penghambat ACE dari kasein, whey susu kuda, dan hidrolisatnya. Protease Bacillus licheniformis F11.4 diproduksi pada media kaldu Luria Bertani dengan modifikasi (5 g L-1 tripton, 2.5 g L-1 ekstrak khamir, NaCl 5 g L-1) dan 1% (b/v) susu skim bubuk sebagai penginduksi. Bromelin diekstrak dari buah nanas segar jenis Queen tanpa kulit (Ananas comosus L.) dengan tingkat kematangan buah 50–75%. Protease F11.4 dan bromelin ekstrak kasar lalu dipresipitasi dengan amonium sulfat hingga mencapai tingkat kejenuhan 60% (b/v). Setelah disentrifugasi, presipitat –yaitu protease F11.4 dan bromelin semimurni digunakan untuk menghidrolisis protein kasein dan whey susu kuda. Kasein susu kuda dipisahkan dari whey pada pH isoelektrik 4.2. Sebanyak 10 unit mL-1 bromelin atau protease Bacillus licheniformis galur F11.4 semimurni digunakan untuk menghidrolisis 100 mg mL-1 kasein dan whey susu kuda. Hidrolisis dilakukan pada suhu 45 oC, pH 7, selama 30, 60, 90, dan 120 menit. Analisis SDS-PAGE dilakukan untuk mengetahui pola hidrolisis masing-masing perlakuan. Komposisi gel poliakrilamida yang digunakan ialah 15 dan 18%. Elektroforesis dilakukan pada tegangan konstan 70 volt dan arus 50 mA. Gel diwarnai dengan CBB R-250 dan perak nitrat. Setelah itu, hidrolisat diuji bioaktivitasnya untuk mengetahui pengaruh hidrolisis terhadap aktivitas DPPH∙ radical scavenging, Fe reducing power, dan ACE inhibitor. Hasil SDS-PAGE menunjukkan bahwa profil protein susu kuda asal Indonesia mirip dengan susu kuda asal Eropa. Kasein susu kuda dihidrolisis
sangat efektif oleh enzim bromelin dan protease F11.4, bila dibandingkan dengan whey. Bromelin efektif menghidrolisis semua jenis kasein, protein no. 10, dan protein no. 9 (tipikal laktoferin). Di sisi lain, protease F11.4 efektif menghidrolisis β-kasein, β-laktoglobulin I, lisozim, protein no. 10, dan 9 (tipikal laktoferin). Dua pita protein baru dihasilkan dari hidrolisis kasein dan whey oleh bromelin. Sebaliknya, hidrolisis kasein ataupun whey oleh protease F11.4 tidak menunjukkan pembentukan pita protein baru. Hal ini mengindikasikan terbentuknya peptida-peptida yang berukuran kecil. Proses hidrolisis meningkatkan bioaktivitas kasein susu kuda. Aktivitas DPPH∙ radical scavenging dan Fe reducing power tertinggi diperoleh dari kasein susu kuda yang dihidrolisis oleh bromelin dan F11.4 pada kisaran menit ke-60 dan 90. Aktivitas spesifik DPPH∙ radical scavenging nya setara dengan 124–150 ppm asam askorbat per 25 mg protein terlarut, sedangkan pada Fe reducing power-nya 3–4 kali lebih tinggi dari asam askorbat standar 100 μM per 10 mg protein terlarut. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa susu kuda menunjukkan aktivitas penghambatan ACE yang tinggi, hampir setara dengan 1 mg mL-1 Captopril. Kasein ialah bagian yang paling kaya dengan ACE inhibitor. Ketika dihidrolisis, terjadi peningkatan signifikan aktivitas spesifik penghambatan ACE dari hidrolisat kasein. Aktivitas penghambatan tertinggi ditemukan pada hidrolisat kaseinbromelin, yaitu 84.75±0.71% per 50 µg protein. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hidrolisis kasein kuda oleh bromelin dan protease F11.4 telah menghasilkan peptida-peptida antioksidan dan inhibitor ACE. Kata kunci: susu kuda, antioksidan, antihipertensi, SDS-PAGE, kasein, whey
SUMMARY MUHAMMAD NOVIANTO BAYU SAPUTRO. Protein Profile, Antioxidant, and ACE-Inhibitory Activity of Equine Milk and Its Hydrolysates. Supervised by MAGGY THENAWIDJAJA SUHARTONO dan NURHENI SRI PALUPI. High prevalent and mortality of Cardiovascular Disease (CVD‘s) such as coronary heart disease and stroke activate exploration of bioactive peptides from many food protein sources. Equine‘s milk has been used not only as nutritious food for the infant but also as functional foods for adults. From the compositional point of view, equine milk is more similar to human milk than bovine milk. It has been used as a substitute for bovine milk, especially for children and the young infant who severe from the alergenic reaction. There have been increasing interests on equine‘s milk consumption due to their good effect on human health and disease therapy, including CDV‘s. Equine milk has been used as a curative agent for some disease, e.g. for treating metabolic, gastrointestinal, and liver problems, for curing or preventing atherosclerosis, arthritis, and cancer. In addition, in Indonesia, fermented equine milk has been marketed and claimed for its functional properties. The functional properties of equine milk may relate to the release of bioactive peptides which non-active at their parent protein and become active after hydrolysis. The release of these peptides mainly depends on the hydrolysis step, which becomes the main aspects of this research. The aim of this research was to study the protein profiles and to explore the antioxidant and ACE inhibitory potentials of equine casein, whey, and its hydrolysates, hydrolyzed by bromelain and Bacillus licheniformis F11.4 protease. Bacillus licheniformis F11.4 protease was produced using modified Luria-Bertani Broth (5 g L-1 tryptone, 2.5 g L-1 yeast extract, NaCl 5 g L-1) and 1% (b/v) skimmed milk powder as an inducer. The bromelain was extracted from fleshy ripe Queen pineapple fruits (Ananas comosus L.) which have 50–75% maturation point. Both crude F11.4 protease and bromelain was precipitated using ammonium sulfate until it reaches 60% (b/v) saturation point. After centrifuging, the precipitate i.e. semipurified protease was used to hydrolyze equine milk protein. The equine casein was separated at its isoelectric point (pH 4.2). As much as 10 Unit mL-1 of semipurified bromelain and Bacillus licheniformis F11.4 protease were used to hydrolyze 100 mg mL-1 both casein and whey at 45 oC, pH 7, during 30–120 minutes. The SDS-PAGE analysis was performed by using 15 and 18% polyacrylamide gel. The electrophoresis was conducted under constant voltage 70 volts and 50 mA electrical currents. The gels were stained using Coomassie Blue and silver staining technique. After electrophoresis, the bioactivity tests including DPPH∙ radical scavenging, Fe reducing power, and ACE-inhibitory activity were conducted in order to know the influence of hydrolysis to the antioxidant and antihypertensive activity. The SDS-PAGE shows high similarity of equine milk protein profile from Indonesia with European breeding equine milk. The SDS-PAGE also shows that equine casein is more susceptible to both enzymes than the whey. Bromelain was effective in hydrolyzing all type of casein, protein no. 10, and lactoferrin-like proteins, while the F11.4 protease was effective to hydrolyze β-like casein, βlactoglobulin I, lysozyme, protein no. 10 and lactoferrin-like protein. Two new
protein band with rather high molecular weight (MW) were produced by bromelain. Meanwhile, F11.4 proteases did not generate new protein/peptide bands, which indicated a much smaller peptides product. Hydrolysis enhanced the bioactivity of equine casein. The highest radical scavenging and reducing power activity were obtained using bromelain and F11.4 protease after 60–90 min incubation times. The highest radical scavenging activity was equal to 124–150 ppm ascorbic acid‘s activity at 25 mg solubilized protein. Meanwhile, the highest reducing power was 3–4 times higher than 100 μM ascorbic acid‘s activity, at 10 mg solubilized protein. The highest ACE inhibitory specific activity was obtained using bromelain on casein after 90 min incubation times. The ACE inhibitory activity was 84.75±0.71% at 50 µg protein content, which is close to the 1 mg mL-1 Captopril‘s activity (97.38%). The enhanced bioactivities might be related to the release of small peptides from equine casein by both bromelain and F11.4 protease activity. Keywords: equine milk, antioxidant, antihypertensive, SDS-PAGE, casein, whey
©Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PROFIL PROTEIN, AKTIVITAS ANTIOKSIDAN, DAN INHIBITOR ACE DARI SUSU KUDA DAN HIDROLISATNYA
MUHAMMAD NOVIANTO BAYU SAPUTRO
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Pangan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof Dr Ir Sedarnawati Yasni, MAgr
Judul Tesis : Profil Protein, Aktivitas Antioksidan, dan Inhibitor ACE dari Susu Kuda dan Hidrolisatnya Nama : Muhammad Novianto Bayu Saputro NIM : F251120021
Komisi Pembimbing
Prof Dr Ir Maggy T. Suhartono Ketua
Dr Ir Nurheni Sri Palupi, MSi Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Ilmu Pangan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Harsi D. Kusumaningrum
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 27 Juli 2016
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala ridho dan karunia-Nya sehingga Tesis yang berjudul ―Profil Protein, Aktivitas Antioksidan, dan Inhibitor ACE dari Susu Kuda dan Hidrolisatnya‖ berhasil diselesaikan. Penulis mengucapkan terima kasih kepada proyek Penelitian Unggulan, DIPA IPB (kode MAK 2013.089.521219) yang telah mendanai penelitian ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih dan memberikan penghargaan yang tak terhingga kepada: 1 Ibu Prof Dr Ir Maggy Thenawidjaja Suhartono dan Ibu Dr Ir Nurheni Sri Palupi, MSi selaku komisi pembimbing atas semua waktu, ilmu, bimbingan, arahan, dan motivasi selama masa studi, perencanan dan pelaksanaan penelitian, penulisan laporan, penulisan jurnal, dan laporan akhir sehingga tesis ini dapat terselesaikan dengan baik. 2 Ibu Prof Dr Ir Sedarnawati Yasni, MAgr selaku Penguji di luar komisi atas semua waktu, saran dan kritik demi kesempurnaan karya tulis ini. 3 Ibu Dr Ir Endang Prangdimurti, MSi selaku perwakilan departemen Ilmu Pangan dan juga para dosen atas semua ilmu yang telah diberikan selama masa perkuliahan. 4 Bapak Prof Dr Ir Sony Suharsono, DEA selaku Kepala Pusat Penelitian Sumber Daya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB) IPB atas ijin penggunaan fasilitas laboratorium Mikrobiologi dan Biokimia di gedung Pusat Antar Universitas IPB. 5 Ibu Ika Malikah dan teknisi lainnya atas semua ilmu, teknik, dan semangat kerja sehingga kegiatan penelitian ini dapat berjalan dengan lancar. 6 Bapak, Ibu, dan adinda Awalia Indahsaputri atas semua doa, dukungan moral dan finansial sehingga penulis dapat menyelesaikan studinya dengan baik. 7 Rekan-rekan seperjuangan peptida bioaktif, antara lain: Diana, Mba Ino, Silvie atas kebersamaannya selama masa pelaksanaan penelitian. 8 Para sahabat, yaitu Fajri, Kamil, Danang, Edo, Reno atas semua doa, semangat, dukungan, dan bantuan sehingga tesis ini dapat terselesaikan dengan baik. 9 Rekan-rekan Ilmu Pangan atas semua kebersamaan dan kerjasamanya selama menempuh studi di program studi Ilmu Pangan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2016 Muhammad Novianto Bayu Saputro
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
xiv
DAFTAR GAMBAR
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
xv
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Hipotesis Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian
1 1 2 3 3 3 3
2 TINJAUAN PUSTAKA Karakter Komponen Nutrisi Susu Kuda Sifat Fungsional Beberapa Protein Susu Kuda Protease Aplikasi Protease dalam Pembuatan Peptida Bioaktif Bromelin Bacillus licheniformis Galur F11.4 Sebagai Bakteri Proteolitik Peptida Bioaktif Peptida Antioksidan Peptida Inhibitor Angiotensin-I-Converting Enzyme (ACE)
3 3 5 5 7 8 9 9 10 12
3 METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Bahan Penelitian Peralatan Penelitian Metode Penelitian
14 14 14 15 15
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Profil Protein Susu Kuda Profil Hidrolisat Kasein dan Whey Susu Kuda Aktivitas Antioksidan Susu Kuda dan Hidrolisatnya Aktivitas Penghambatan ACE oleh Susu Kuda dan Hidrolisatnya
22 22 24 27 30
5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
34 34 34
DAFTAR PUSTAKA
34
LAMPIRAN
40
RIWAYAT HIDUP
52
DAFTAR TABEL 1 Komposisi total zat gizi pada berbagai jenis susu 2 Konsentrasi kasein dan whey protein (g kg-1) pada susu kuda, ASI, dan susu sapi 3 Kondisi hidrolisis dan protease yang digunakan untuk menghasilkan berbagai peptida bioaktif 4 Sumber, jenis, cara hidrolisis, dan sifat fungsional beberapa contoh peptida bioaktif 5 Metode Bergmeyer dan Grassel (1983) dengan modifikasi. 6 Perbandingan jumlah pereaksi yang digunakan untuk membuat gel pemisah dan penahan 7 Prosedur uji Fe reducing power 8 Prosedur uji penghambatan ACE
6 7 8 11 18 19 20 21
DAFTAR GAMBAR 1 Peptida bioaktif asal susu dan sifat fungsionalnya. Sumber: Korhonen (2009). 2 Mekanisme peptida bioaktif sebagai antioksidan, antara lain: (1) pengkelat logam, (2) radical scavenging, dan (3) sebagai pelindung. Sumber: Yoshinori et al. 2010). 3 Peran ACE di dalam pengaturan tekanan pembuluh darah. Sumber: Li et al. 2004. 4 Kecenderungan beberapa asam amino untuk berikatan dengan sisi aktif ACE pada ujung 3 C terminal. Sumber: Wilson et al. (2011). 5 Tiga tahap utama rancangan penelitian. 6 Perbandingan antara profil SDS-PAGE susu kuda dari Indonesia dan beberapa studi terdahulu, serta susu sapi dan ASI. Gambar A, protein susu skim dari kuda poni pada gel 12% (Miranda et al. 2004); B, susu kuda skim pada gel 15% (Inglingstad et al. 2010); S, K, dan W = susu skim, kasein 10% (b/v), dan konsentrat whey; C dan D, susu sapi dan ASI pada gel 15% (Inglingstad et al. 2010). 7 Pengaruh hidrolisis terhadap profil protein kasein susu kuda oleh enzim bromelin (A) dan protease F11.4 (B). Pita protein yang terhidrolisis ditunjukkan oleh tanda panah. Pita protein baru ditunjukkan oleh tanda panah dan abjad. M1 dan M2 ialah penanda protein ber-BM tinggi dan rendah. Gel diwarnai dengan perak nitrat. 8 Hidrolisis kasein oleh kimosin pada gel poliakrilamida 15%. Keterangan: eCN, kasein kuda; bGMP, glikomakropeptida sapi. Fragmen a, b dan e ialah hasil hidrolisis kasein kuda. Sumber: Egito et al. 2001. 9 Pengaruh hidrolisis terhadap profil protein whey susu kuda oleh enzim bromelin (A) dan protease F11.4 (B). Pita protein yang terhidrolisis ditunjukkan oleh tanda panah. Pita protein baru ditunjukkan oleh tanda panah dan abjad. M1 dan M2 ialah penanda protein ber-BM tinggi dan rendah. Gel diwarnai dengan CBB R-250.
12
13 13 14 16
23
25
25
26
10 Supramolekul kasein distabilkan oleh κ-kasein dan nanokluster CaP. Gambar A, model McMahon dan Oommen (2008) berdasarkan hasil TEM; dan B, model Walstra (1999) di dalam Phadungath (2005) 11 Aktivitas antioksidan DPPH∙ radical scavenging (A) dan Fe reducing power (B) dari kasein dan whey susu kuda. 12 Pengaruh hidrolisis terhadap aktivitas spesifik DPPH∙ radical scavenging (A) dan Fe reducing power (B) dari kasein dan whey susu kuda. Keterangan: CB, kasein + bromelin; CF, kasein + protease F11.4; WB, whey + bromelin; dan WF, whey + protease F11.4. 13 Aktivitas penghambatan ACE dari kasein dan whey susu kuda. 14 Pengaruh hidrolisis terhadap aktivitas spesifik penghambatan ACE dari kasein dan whey susu kuda. Keterangan: CB, kasein + bromelin; CF, kasein + protease F11.4; WB, whey + bromelin; dan WF, whey + protease F11.4. 15 Mekanisme absorbsi peptida bioaktif. Sumber: Wada dan Lönnerdal (2014).
27 29
30 31
32 33
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Prosedur pembuatan pereaksi metode Bradford Kurva standar protein Prosedur pembuatan pereaksi metode Bergmeyer dan Grassel (1983) Prosedur pembuatan pereaksi metode SDS-PAGE Pereaksi untuk prosedur pewarnaan Coomassie Blue Pereaksi untuk prosedur pewarnaan Silver Staining Prosedur pewarnaan Silver Staining Korelasi antara konsentrasi asam askorbat dan aktivitas DPPH∙ radical scavenging Prosedur pembuatan pereaksi metode Fe reducing power Prosedur pembuatan pereaksi metode inhibitor ACE Kadar protein terlarut susu kuda dan hidrolisatnya Uji statistika aktivitas DPPH∙ radical scavenging spesifik dari hidrolisat kasein- bromelin (CB) Uji statistika aktivitas DPPH∙ radical scavenging spesifik dari hidrolisat kasein-F11.4 (CF) Uji statistika aktivitas reducing power spesifik dari hidrolisat kasein Uji statistika aktivitas penghambatan ACE spesifik dari hidrolisat kasein
41 41 42 43 44 44 44 45 45 46 47 48 49 50 51
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Susu kuda (Equus caballus) telah dikonsumsi secara tradisional pada masyarakat di beberapa wilayah dunia, khususnya Asia Tengah, Mongolia, dan Rusia, seperti Kazakhstan, Kyrgyzstan, and Tajikistan. Selain memberikan nutrisi yang baik, susu kuda dipercaya dan telah digunakan untuk mencegah dan mengobati berbagai macam penyakit, seperti: kelainan metabolik, gastrointestinal, liver, arteriosklerosis, artritis, bahkan kanker (Claeys et al. 2014). Di Indonesia, minuman fermentasi susu kuda telah dipasarkan dan diklaim sifat fungsionalnya. Meskipun demikian studi mekanisme fungsionalnya masih sangat terbatas. Beberapa sifat fungsional yang telah diteliti antara lain: karakter antimikroba susu kuda autofermentasi asal Sumba dan Sumbawa, Indonesia Timur (Hermawati 2005; Detha, et al. 2013); dan inhibitor angiotensin-I-converting enzyme (ACE) dari Koumiss, yaitu minuman fermentasi susu kuda yang terkenal di Mongolia dan Rusia (Chen et al. 2010). Sebagai jenis susu yang memiliki rasio kasein/whey yang rendah, susu kuda lebih mudah dicerna dan lebih tidak berpotensi menimbulkan alergi dibandingkan susu sapi. Oleh sebab itu, susu kuda lebih cocok untuk digunakan sebagai pangan ataupun ingredien fungsional pengganti susu sapi (Salimei dan Fantuz 2012; Uniacke-Lowe et al. 2010). Aktivitas penghambatan ACE berkaitan dengan karakter antihipertensi komponen pangan, dan merupakan mekanisme utama obat-obatan antihipertensi komersial, seperti Captopril, Enalapril, Lisinopril. Penelitian Chen et al. (2010) mengindikasikan bahwa susu kuda merupakan sumber peptida-peptida inhibitor ACE yang potensial. Meskipun demikian, pelepasan peptida-peptida ini sangat dipengaruhi oleh cara hidrolisisnya. Bromelin (EC.3.4.22.4) merupakan enzim sistein protease asal tumbuhan Bromeliaceae, khususnya nanas (Ananas comosus L.) (González-Rábade et al. 2011). Selain bersifat food grade, enzim ini juga dilaporkan memiliki aktivitas fibrinolitik, antitumor, antiedematus, antineoplastik, antitrombosis, dan antiinflamasi (González-Rábade et al. 2011). Di sisi lain, protease F11.4 dari Bacillus licheniformis galur F11.4 telah digunakan untuk memproduksi peptida kolagen bioaktif penghambat ACE dan antiproliferasi pada sel kanker serviks dan kolon (Baehaki et al. 2016). Bakteri ini merupakan hasil modifikasi genetik dengan mendelesi gen ∆pga dan ∆chiBA sehingga produksi proteasenya meningkat (Hoffmann et al. 2010). Pada penelitian ini, kedua enzim yang sama akan diaplikasikan terhadap sumber protein yang berbeda –yaitu kasein dan whey susu kuda, untuk menghasilkan peptida bioaktif yang dapat bertindak sebagai antioksidan dan penghambat ACE. Studi proteomik telah menjadi salah satu upaya untuk menjelaskan hubungan antara bioaktivitas dan profil protein asal susu (Roncada et al. 2012). Sodium Dodecyl Sulphate Polyacrilamide Gel Electrophoresis (SDS-PAGE) merupakan salah satu teknik proteomik yang paling sering digunakan untuk menganalisis dan mengisolasi protein dari suatu campuran berdasarkan bobot molekul (BM)-nya (Roncada et al. 2012). Teknik ini telah digunakan pada beberapa studi susu kuda, antara lain: studi komposisi protein, kerentanan
2 hidrolisisnya, ataupun perubahan profil protein susu kuda selama masa simpan (Egito et al. 2003; Inglingstad et al. 2010; Miranda et al. 2004). Pada penelitian ini, SDS-PAGE digunakan untuk mengamati perubahan profil protein setelah dihidrolisis. Tekanan pembuluh darah diatur oleh aktivitas angiotensin-I-converting enzyme (ACE) (EC.3.4.15.1) atau enzim pengonversi angiotensin-I. Enzim ini merupakan bagian dari sistem renin angiotensin. Enzim ACE ialah enzim metalopeptidase yang menghidrolisis 2 asam amino (His, Leu) dari ujung karboksil protein non aktif angiotensin I, sehingga dihasilkan protein aktif angiotensin II. Angiotensin II merupakan vasokonstriktor kuat dan memicu sekresi hormon aldosteron yang akan meningkatkan retensi air dan garam mineral, sehingga tekanan darah akan meningkat. Selain itu, enzim ACE juga mendegradasi bradikinin, yaitu protein vasodilator kuat yang dihasilkan dari sistem kallikrein kinin (Li et al. 2004; Wilson et al. 2011). Hipertensi dan stres oksidatif merupakan pemicu arteriosklerosis yaitu proses penyumbatan pembuluh darah yang menyebabkan penyakit jantung koroner dan stroke (Fearon dan Faux 2009; WHO 2013). Efek samping jangka panjang dari obat-obatan antihipertensi sintetik telah diteliti dan dilaporkan (Flather et al. 2000; Hall dan Israili 1992). Hal tersebut telah mendorong eksplorasi komponen bioaktif asal pangan yang dinilai lebih alami dan aman. Peptida-peptida bioaktif tidak hanya menghambat ACE secara in vitro, tetapi juga menurunkan tekanan darah secara in vivo dan uji klinis. (Hernandez-Ledesma et al. 2011; Nongonierma dan FitzGerald 2015). Keunggulan lain dari peptida bioaktif ialah karakter multifungsionalnya. Peptida ini tidak hanya memiliki karakter antihipertensi, tetapi juga antioksidan, antihiperkolesterolemik, antiinflamasi sehingga berperan untuk mencegah dan mengatasi penyakit kardiovaskular secara sistematik (Hernandez-Ledesma et al. 2011; Nongonierma dan FitzGerald 2015).
Perumusan Masalah Pertumbuhan faktor resiko penyakit kardiovaskular dapat dicegah melalui sifat fungsional peptida bioaktif sebagai antioksidan dan antihipertensi. Di Indonesia, susu kuda telah diketahui secara empiris dapat mengobati berbagai macam penyakit, termasuk kardiovaskular. Meskipun demikian, data penelitian yang mendukung efikasi tersebut masih sangat terbatas. Di Indonesia, hingga saat ini, susu kuda masih dikomersialkan dalam bentuk susu saja. Sebagai upaya untuk meningkatkan nilai tambah susu kuda, maka perlu dilakukan diversifikasi dan pengayaan produk. Proses hidrolisis merupakan salah satu teknik yang dapat digunakan untuk meningkatkan nilai tambah bahan pangan. Nilai tambah bahan pangan ditingkatkan dengan dihasilkannya berbagai peptida-peptida bioaktif dengan karakter fungsional yang beragam. Di lain sisi, enzim protease F11.4 dan bromelin –yang terkarakterisasi dengan baik, telah digunakan untuk memproduksi peptida bioaktif dari kolagen ikan bandeng dan kerang tiram yang dapat bersifat sebagai antihipertensi, antioksidan, antiproliferasi sel kanker, dan antimikroba.
3 Tujuan Penelitian Peptida-peptida bioaktif bersifat inaktif pada protein asalnya dan menjadi aktif setelah dilepaskan, baik melalui proses pencernaan, fermentasi mikroba, proteolisis enzim, ataupun proses pengolahan pangan. Studi peptida bioaktif susu kuda masih sangat terbatas, sehingga menjadi peluang untuk diteliti dan dikembangkan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis profil protein, aktivitas antioksidan dan penghambatan ACE dari kasein, whey susu kuda, dan hidrolisatnya. Hipotesis Penelitian Hipotesis yang ingin dibuktikan pada penelitian ini, yaitu (1) hidrolisis protein (kasein dan whey) susu kuda oleh enzim protease B. licheniformis F11.4 dan bromelin akan menghasilkan profil protein (SDS-PAGE) hidrolisat yang berbeda, (2) dari hidrolisis tersebut akan dihasilkan peptida-peptida antioksidan dan ACE inhibitor. Profil SDS-PAGE hidrolisat yang berbeda menunjukkan perbedaan titik potong kedua enzim terhadap substrat yang spesifik.
Manfaat Penelitian Penelitian ini memberikan informasi tentang: (1) profil protein susu skim, kasein, dan whey dari kuda asal Indonesia; (2) perubahan profil protein (SDSPAGE) selama hidrolisis; dan (3) korelasinya dengan aktivitas antioksidan dan penghambatan ACE kasein dan whey susu kuda. Informasi ini diperlukan sebagai dasar untuk memproduksi peptida-peptida bioaktif asal susu kuda.
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dibatasi pada aspek profil protein, yaitu profil SDS-PAGE dari susu skim, kasein, whey, dan hidrolisatnya serta korelasinya dengan aktivitas DPPH∙ radical scavenging, Fe reducing power, dan penghambatan ACE secara in vitro. Produksi peptida bioaktif dibatasi pada peptida-peptida hidrolisat kasar kasein dan whey susu kuda.
2 TINJAUAN PUSTAKA Karakter Komponen Nutrisi Susu Kuda Komposisi susu kuda ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu genetik (galur) dan lingkungan (jenis makanan, cara pemeliharaan dan pemerahan). Oleh sebab itu, komposisi susu kuda dari berbagai daerah tidaklah selalu sama. Pada umumnya susu kuda mengandung 102 g total padatan, 21.4 g protein, 0.5–2.0 g lemak, 1.5–2.8 g protein, 5.8–7.0 g laktosa, dan 9.3–11.6 g abu per 100 g susu (Park 2009). Komposisi ini sangat unik bila dibandingkan dengan beberapa
4 spesies penghasil susu lainnya, seperti sapi, kambing, domba, dan kerbau. Kadar protein, lemak, garam anorganik susu kuda lebih rendah, sedangkan kadar laktosanya lebih tinggi bila dibandingkan dengan susu sapi. Kadar laktosa susu kuda mendekati kadar laktosa Air Susu Ibu (ASI) (Tabel 1). Oleh sebab itu, bila dibandingkan dengan susu dari spesies lainnya, karakter nutrisi susu kuda lebih mendekati ASI. Susu kuda memiliki karakter tolerabilitas dan digestibilitas yang jauh lebih baik dibandingkan dengan susu sapi (Salimei dan Fantuz 2012). Percobaan Inglingstad et al. (2010) menunjukkan bahwa protein susu kuda lebih mudah dicerna oleh enzim-enzim protease gastrointestinal. Uniacke-Lowe et al. (2010) menyatakan bahwa karakter digestibilitas protein susu sangat ditentukan oleh rasio kasein/whey nya. Data ekplorasi menunjukkan bahwa rasio kasein terhadap whey pada susu kuda, jauh lebih mendekati karakter rasio kasein/whey ASI (Tabel 1). Hal ini menunjukkan potensi susu kuda sebagai pengganti susu sapi, khususnya bagi orang yang memiliki masalah alergi. Hal ini disebabkan karena karakter digestibilitas protein susu kuda yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan susu sapi dan kambing. Potensi ini juga didukung oleh kajian Roncada et al. (2012) yang menunjukkan bahwa sekuen κ-kasein susu famili Equidae (kuda dan keledai) sangat berkerabat dekat dengan sekuen kasein susu manusia (ASI). Profil komposisi protein susu kuda hampir mirip dengan ASI, bila dibandingkan dengan susu sapi. Susu kuda mengandung lebih sedikit kasein (<40% total protein) dan lebih banyak whey sehingga rasio kasein/whey nya lebih rendah dibandingkan dengan susu sapi. Sama halnya dengan susu sapi, fraksi kasein susu kuda terdiri atas αs1-, αs2-, β- dan κ-kasein. Sedangkan komposisi utama fraksi whey-nya terdiri atas β-laktoglobulin (β-lg), α-laktalbumin (α-la), serum albumin (SA), immunoglobulin, laktoferin (LF) and lisozim (LZ). Berbeda pada susu sapi dan kuda, protein αs2-kasein dan β-laktoglobulin tidak ditemukan pada ASI (Tabel 2). Susu famili Equidae (kuda dan keledai) dilaporkan memiliki kadar lipida yang relatif rendah (Tabel 1) bila dibandingkan dengan susu dari spesies lainnya. Profil komponen lipida susu kuda terdiri atas: 80% trigliserida, 5% fosfolipida, 5% sterol, dan 10% asam lemak bebas. Kadar kolesterol berada di kisaran 50–88 mg L-1 (relatif rendah). Globula lemak susu kuda berukuran 2–3 µm. Analisis profil asam lemak menunjukkan bahwa komponen lipida susu kuda banyak disusun oleh asam lemak rantai medium (Salimei dan Fantuz 2012). Pada susu sapi, komponen lipida banyak disusun oleh asam lemak rantai pendek, sedangkan asam lemak rantai panjang banyak ditemukan pada ASI. Selain itu, susu kuda juga mengandung asam lemak jenuk jamak rantai panjang ω-3 dan 6, serta sedikit (<0.5 g 100 g-1 asam lemak) asam eikosapentanoat (EPA, C20:5 n3), dan dokosaenoat (DHA, C22:6 n3) (Salimei dan Fantuz 2012). Seperti halnya jenis susu lainnya, susu kuda juga mengandung mineral makro dan mikro yang berperan penting pada proses metabolisme tubuh manusia. Kandungan mineral Ca dan P susu kuda 3× lebih tinggi dari ASI, tetapi masih 1.5–2× lebih rendah dibandingkan susu sapi. Konsentrasi mineral makro Na, K, dan Mg pada susu kuda hampir mirip dengan ASI, demikian pula dengan beberapa mineral mikro seperti Fe, Zn, dan Mn (Salimei dan Fantuz 2012). Mineral Mn terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit (µg). Selain mineral, susu kuda juga mengandung vitamin A, D, E, K, C, dan B2. Salah satu keunikan susu
5 kuda dibandingkan dengan susu lain ialah kandungan vitamin C nya yang relatif tinggi, berkisar antara 1287–8100 µg 100 mL-1. Nilai tersebut hampir 4× lipat dibandingkan dengan susu sapi (Claeys et al. 2014).
Sifat Fungsional Beberapa Protein Susu Kuda Selain berfungsi sebagai zat nutrisi, beberapa komponen susu kuda dapat memiliki sifat fungsional dan bioaktif tertentu. Diantara komponen protein lainnya, lisozim (BM 17 kDa) dan laktoferin (BM 75 kDa) ialah protein indigenus yang berfungsi sebagai senyawa antimikroba. Salah satu ciri khas susu kuda ialah kandungan lisozimnya yang tinggi (Tabel 2). Selain itu, lisozim susu kuda dilaporkan sangat termostabil, resisten terhadap asam dan protease (UniackeLowe et al. 2010). Kadar laktoferin susu kuda memang lebih sedikit bila dibandingkan dengan ASI (Tabel 2), tetapi memiliki kapasitas pengkelat Fe yang sebanding. Lisozim dan laktoferin bekerja secara sinergis sebagai antimikroba. Susu kuda juga mengandung berbagai macam imunoglobulin, yang berperan untuk mendukung sistem imun. Imunoglobulin IgA ialah jenis imunoglobulin yang paling dominan pada susu kuda (Tabel 2). Sifat fungsional tidak hanya dimiliki oleh protein utuh, tetapi juga peptida bioaktif yang dihasilkan dari proses hidrolisis oleh enzim. Peptida bioaktif, baik yang berasal dari kasein atau whey, telah dilaporkan memiliki aktivitas antibakteri, opioid, pengkelat mineral, antihipertensi, dan imunomodulator (Park 2009). Penelitian Chen et al. (2010) melaporkan bahwa koumiss mengandung banyak peptida inhibitor ACE, yang dapat menunjang kesehatan sistem kardiovaskular.
Protease Protease ialah enzim hidrolitik yang dapat memecah ikatan peptida diantara asam-asam amino, baik pada molekul protein yang kompleks ataupun peptida yang sederhana. Berdasarkan spesifisitas titik potongnya, protease dapat digolongkan menjadi eksoprotease dan endoprotease. Eksoprotease memotong ikatan peptida di dekat ujung C ataupun N dari molekul protein atau peptida. Di sisi lain, endoprotease menghidrolisis protein atau peptida dari dalam struktur molekulnya. Berdasarkan mekanisme katalitiknya, endoprotease dapat digolongkan menjadi: aspartat, sistein, glutamat, metalo, asparagin, serin, dan treonin protease (González-Rábade et al. 2011). Keragaman jenis protease berimplikasi terhadap keragaman berat molekul (BM) dan sekuen asam amino dari peptida-peptida yang dihasilkannya. Hal ini berpengaruh terhadap sifat fisik, kimia, sensori, dan fungsional dari protein asalnya.
6 Tabel 1 Komposisi total zat gizi pada berbagai jenis susu Spesies Manusia (Homo sapiens)a Sapi (Bos taurus)b Kuda (Equus caballus)a Keledai (Equus africanus asianus)a Kerbau (Buballus bubalis)a Domba (Ovis aries)b Kambing (Capra hircus)a Unta (Camelus dromedarius)b Llama (Llama glama)b Yak (Bos grunniens)a a
Total solid 124.0 127.0 102.0 88.4 172.0 181.0 122.0 124.7 131.0 160.0
Kadar Rasio protein kasein/whey 9.0 0.4:1 34.0 4.7:1 21.4 1.1:1 17.2 1.3:1 46.5 55.9 35.0 33.5 34.0 42.3
4.6:1 3.1:1 3.5:1 1.68:1 3.1:1 4.5:1
Kadar lemak 38.0 37.0 12.1 3.8
Kadar laktosa 70.0 48.0 63.7 68.8
Kadar abu 2.0 7.0 4.2 3.9
Energi total 2763c 2763d 1883c 1582
81.4 68.2 38.0 38.2 27.0 56.0
48.5 48.8 41.0 44.6 65.0 52.9
8.0 10.0 8.0 7.9 5.0 9.1
4644c 4308d 2719c 2745d 2673d 3702c
Nilai dalam satuan g kg-1 susu. b Nilai dalam satuan g L-1 susu. c Nilai dalam satuan kJ kg-1 susu. d Nilai dalam satuan kJ L-1 susu. Sumber: Uniacke-Lowe et al. (2010).
7 Protease memiliki peran penting di bidang industri pengolahan pangan dan detergen. Selain itu, protease juga berperan penting di industri farmasetikal. Beberapa protease asal tumbuhan telah secara empiris digunakan sebagai obat. Protease tersebut telah digunakan sebagai obat terapi penyakit kanker, sebagai antitumor, dan juga untuk pasien dengan penyakit-penyakit pencernaan dan imun (González-Rábade et al. 2011). Selain memiliki efek farmokologis, protease juga berperan secara tidak langsung dengan menghasilkan peptida-peptida bioaktif yang dapat meningkatkan status kesehatan manusia (Tabel 3).
Tabel 2 Konsentrasi kasein dan whey protein (g kg-1) pada susu kuda, ASI, dan susu sapi Jenis protein Kasein total αs1-kasein αs2-kasein β-kasein κ-kasein γ-kasein Whey total β-laktoglobulin α-laktalbumin Serum albumin Proteosa pepton Immunoglobulin IgG1,2 IgA IgM Laktoferin Lisozim Non-protein nitrogen (NPN) Ukuran misel kasein (nm)
Susu kuda 13.56 2.4 0.20 10.66 0.24 8.3 2.55 2.37 0.37 1.63 0.38 0.47 0.03 0.58 0.87 0.381 255
ASI 2.4 0.77 3.87 (>85%) (<15%) 6.2 2.5 0.48 0.96 0.03 0.96 0.02 1.65 0.34 0.485 64
Susu sapi 26.0 10.7 2.8 8.6 3.1 0.8 6.3 3.2 1.2 0.4 0.8 0.80 0.65 0.14 0.05 0.10 126.10-6 0.296 182
Sumber: Uniacke-Lowe et al. (2010).
Aplikasi Protease dalam Pembuatan Peptida Bioaktif Protease memegang peran kunci dalam memproduksi peptida bioaktif dengan beragam sifat fungsionalnya. Enzim-enzim protease menghidrolisis ikatan-ikatan peptida secara spesifik dari protein asalnya, kemudian menghasilkan peptida-peptida dengan sekuen dan sifat fungsional yang beragam (Tabel 4).
8 Tabel 3 Kondisi hidrolisis dan protease yang digunakan untuk menghasilkan berbagai peptida bioaktif Sumber Enzim protein Teripang Pepsin (Phascolosoma esculenta) Kerang tiram Alkalase, (Crassostrea bromelin gigas) Kasein Yak (Bos grunniens) Kasein susu sapi Kolagen ikan bandeng (Chanos chanos Frosskal) Koumiss, minuman fermentasi susu kuda
Kondisi hidrolisis
Sifat fungsional
37 oC, pH 2, 4 jam
Inhibitor ACE
Du et al. (2013)
Alkalase: 50 oC, pH 8.5, 3 jam. Bromelin: 50 oC, pH 5.5, 3 jam. 55 oC, pH 8, 0–360 menit
Antimikroba
Liu et al. (2008)
Inhibitor ACE
Mao et al. (2007)
Pepsin porsin A Kolagenase B. licheniformis F11.4
37 oC, pH 3, 3 jam. 50 oC, pH 7, 0–90 menit
Inhibitor ACE, antihipertensi Inhibitor ACE, antiproliferasi sel kanker
Miguel et al. (2009) Baehaki et al. (2016)
Pepsin, tripsin, kemotripsin
37 oC, 4 jam. Inhibitor ACE Pepsin: pH 2 Tripsin: pH 8 Kemotripsin: pH 8
Chen et al. (2010)
Protease khamir
Referensi
Bromelin Bromelin (EC.3.4.22.4) ialah kompleks enzim sistein protease yang hampir dapat ditemukan pada semua bagian tumbuhan Bromeliaceae. Walaupun demikian, bromelin yang berasal dari tumbuhan nanas (A. comosus L.) ialah bromelin yang banyak diteliti dan digunakan di industri. Sebagai kompleks enzim, ekstrak bromelin mengandung berbagai komponen seperti: tiol endopeptidase, fosfatase, glukosidase, peroksidase, selulase, glikoprotein, karbohidrat, beberapa protease inhibitor, dan kalsium-terikat (Chaurasiya dan Hebbar 2013). Berdasarkan lokasi diperolehnya, bromelin seringkali dibedakan menjadi bromelin batang (EC.3.4.22.32) dan bromelin buah (EC.3.4.22.33). Berat molekul bromelin batang ialah 33 kDa, sedangkan bromelin buah ialah 28 kDa (Chaurasiya dan Hebbar 2013). Keduanya memiliki titik isoelektrik berturut-turut ialah 9.5 dan 4.6. Bromelin memiliki kisaran pH optimum yang luas, yaitu 4.5–9.8. Oleh sebab itu, bromelin merupakan enzim asal tumbuhan yang paling banyak digunakan di dalam industri (Chaurasiya dan Hebbar 2013). Terlebih lagi, bromelin dapat diesktrak dari limbah buah nanas, seperti kulitnya, dengan aktivitas dan stabilitas yang tinggi (Soares et al. 2012).
9 Bromelin memiliki peranan luas di industri pangan, kosmetik, farmasi, dan bioteknologi. Bromelin telah digunakan sebagai pengempuk daging di industri pangan, dan sebagai pembersih di industri kosmetik. Di bidang farmasi, khasiat ektrak bromelin telah diteliti dan dilaporkan. Bromelin dapat mencegah edema, agregasi platelet, dan metastasis (Gonzales-Rabade et al. 2011; Soares et al. 2012). Bromelin telah digunakan secara empiris untuk membantu penyembuhan luka, sebagai antiinflamasi dan antibiotik (Chaurasiya dan Hebbar 2013; GonzalesRabade et al. 2011). Kombinasi alkalase dan bromelin telah menghasilkan CgPep33, yaitu peptida bioaktif baru dari protein kerang tiram sebagai penghambat pertumbuhan bakteri gram negatif (Escherichia coli, Pseudomonas aeruginos), gram positif (Bacillus subtilis, Staphylococcus aureus), dan beberapa fungi (Botrytis cinerea, Penicillium expansum) (Liu et al. 2008). Hal ini merupakan salah satu contoh aplikasi bromelin di bidang bioteknologi pangan.
Bacillus licheniformis Galur F11.4 Sebagai Bakteri Proteolitik Bacillus licheniformis F11 asal Palembang ialah bakteri termofil penghasil protease ekstraselular yang baik. Selain itu, secara alamiah, bakteri tersebut tidak memiliki gen chiA yang menyandikan kitinase. Oleh sebab itu, bakteri tersebut sangat berpotensi digunakan sebagai mesin biologis dalam proses deproteinisasi ekstrak kitin. Untuk meningkatkan produksi proteasenya, maka gen pga dihilangkan. Gen pga ialah gen penyandi asam poliglutamat yang merupakan bagian dari kapsul seluler. Dengan menghilangkan gen tersebut maka bakteri B. licheniformis F11 tidak dapat membentuk kapsul sehingga difusi oksigen dan sekresi protease menjadi lebih baik. Mutan ini dinamai dengan galur F11.1 (Hoffmann et al. 2010). Meskipun demikian, proses deproteinisasi ekstrak kitin dengan protease B. licheniformis F11.1 (Δpga) rupanya masih menghasilkan kitin dengan BM yang rendah. Hal ini disebabkan oleh adanya gen penyandi kitinase lain pada lokus yang berbeda, yaitu chiB. Untuk mendapatkan kitin dengan kualitas baik (BM tinggi), maka gen chiB dihilangkan sehingga diperoleh mutan baru yang dinamai dengan galur F11.4 (Hoffmann et al. 2010). Hasil penelitian menunjukkan bahwa B. licheniformis F11.4 (Δpga ΔchiBA) menghasilkan protease ekstraseluler dengan aktivitas yang lebih tinggi dari galur F11.1 (Δpga) (Hoffmann et al. 2010). Selain menghasilkan protease, B. licheniformis F11.4 juga penghasil kolagenase yang baik. Kolagenase F11.4 telah digunakan untuk memproduksi peptida bioaktif asal kolagen kulit ikan bandeng (Chanos chanos Frosskal) yang dapat menghambat ACE dan proliferasi sel kanker (HeLa dan HCT-66) (Baehaki et al. 2016). Kolagenase B. licheniformis F11.4 memiliki pH dan suhu optimum yaitu 7 dan 50 oC. Selain itu, aktivitas enzim ini meningkat dengan adanya Ca+2 dan Cu+2 (Baehaki et al. 2012).
Peptida Bioaktif Peptida bioaktif ialah bagian atau fragmen spesifik dari protein yang memiliki dampak positif terhadap fungsi atau kondisi tubuh sehingga dapat
10 mempengaruhi status kesehatan secara keseluruhan (Korhonen 2009). Selama proses pencernaan, protein dihidrolisis menjadi berbagai macam fragmen-fragmen peptida dan asam amino. Fragmen-fragmen tersebut terkadang memiliki kecocokan struktural dengan beberapa senyawa-senyawa sinyal atau metabolit indigenus tertentu. Kecocokan struktural menyebabkan peptida-peptida homolog dapat berinteraksi dengan beberapa reseptor atau enzim, sehingga dapat mempengaruhi jalur metabolisme tertentu. Interaksi ini dapat bersifat agonis atau antagonis (Korhonen 2009). Peptida bioaktif dapat memberikan manfaat kesehatan dengan cara mengurangi faktor resiko penyakit kronis atau meningkatkan sistem imun tubuh manusia (Korhonen 2009). Beberapa sistem utama tubuh yang telah diketahui dapat dipengaruhi oleh peptida bioaktif antara lain: sistem kardiovaskular, digestif, endokrin, imun, dan saraf (Gambar 1). Sistem kardiovaskular dapat dipengaruhi oleh peptida yang berperan sebagai antihipertensi, antitrombosis, antioksidan, dan hipokolesterolemik (Gambar 1). Aktivitas bioaktif dari peptida sangat beragam dan ditentukan oleh sekuen asam amino yang menyusunnya. Peptida bioaktif dapat berasal dari berbagai sumber protein, rata-rata memiliki panjang 3–20 asam amino, dan dapat bersifat multifungsi (Tabel 4). Peptida bioaktif dapat diperoleh melalui hidrolisis gastrointestinal, enzim eksogenus, fermentasi bakteri proteolitik, atau kombinasi diantara ketiganya. Diantara sumber protein lainnya, susu merupakan salah satu sumber penting peptida bioaktif. Berbagai macam peptida bioaktif asal susu dan produk turunannya (misal: keju, yoghurt) telah banyak dilaporkan dan diteliti (Tabel 4).
Peptida Antioksidan Antioksidan memiliki peranan penting untuk melindungi tubuh dari kondisi stres oksidatif. Stres oksidatif merupakan salah satu faktor resiko penting penyakit-penyakit degeneratif seperti kardiovaskular, diabetes, dan kanker (Lakhsmi et al. 2009). Reactive Oxygen Species (ROS) ialah spesies oksigen reaktif yang dihasilkan dari proses oksidasi dan detoksifikasi pada tubuh manusia. Beberapa senyawa yang tergolong ROS yaitu yaitu anion superoksida, hidrogen peroksida, singlet oksigen, nitrit oksida (NOS), dan radikal hidroksida (Fearon dan Faux 2009; Lakhsmi et al. 2009). Kerusakan sel akibat ROS dapat dicegah melalui aktivitas antioksidan. Tubuh manusia pada dasarnya dilengkapi oleh sistem antioksidan indigenus, seperti enzim superoksida dismutase (SOD), peroksidase, dan glutation sintetase (GSH) (Lakhsmi et al. 2009). Kesehatan tubuh manusia merupakan keseimbangan antara senyawa-senyawa pro dan antioksidan. Oleh sebab itu, antioksidan eksogenus juga memiliki peranan yang sangat penting. Peptida bioaktif dilaporkan memiliki beberapa mekanisme antioksidan, antara lain: sebagai radical scavenging, pengkelat mineral, reduktor logam, dan pelindung (Gambar 2). Tipe mekanisme antioksidan sangat ditentukan oleh struktur primer asam aminonya. Elias et al. (2008) menyatakan bahwa asam amino histidin dan hidrofobik berpotensi sebagai antioksidan. Histidin memiliki gugus imidazol yang dapat berfungsi sebagai pemberi hidrogen, penangkap lipid-
11 peroksil radikal, dan pengkelat logam (Phelan et al. 2009). Aktivitas antioksidan peptida bioaktif sangat dipengaruhi oleh sifat alami dan komposisi fragmen peptida yang bersangkutan (Phelan et al. 2009). Hal ini sangat ditentukan oleh spesifisitas enzim protease yang digunakan (Pihlanto 2006). Peptida antioksidan dapat bekerja secara sinergis ataupun antagonis dengan antioksidan lainnya (Phelan et al. 2009). Potensi peptida sebagai antioksidan tidak hanya terbatas pada pencegahan faktor resiko penyakit degeneratif, tetapi juga untuk pengawetan makanan, dan kosmetik (Samaranayaka dan Li-Chan 2011).
Tabel 4 Sumber, jenis, cara hidrolisis, dan sifat fungsional beberapa contoh peptida bioaktif Protein asal
Sekuen asam amino
Brokoli (Brassica oleracea Italica) Teripang (Phascolosoma esculenta) Daging sapi olahan kering asal Spanyol Kedelai
Tyr-Pro-Lys
Referensi
Cara hidrolisis (peptida indigenus)
Sifat fungsional Inhibitor ACE
Ala-Trp-Leu-HisPro-Gly-Ala-ProLys-Val-Phe -
Pepsin
Inhibitor ACE
(peptida indigenus)
Antihipertensi, Escudero et antioksidan al. (2012)
WGAPSL
Alkalase
Antikolesterol
Kolagen ikan bandeng (Chanos chanos Frosskal) Kerang tiram (Crassostrea gigas) Kasein susu sapi
-
Kolagenase B. licheniformis F11.4 Alkalase, bromelin
Inhibitor ACE, antiproliferasi sel kanker Antimikroba
Liu et al. (2008)
Antihipertensi
Yamada et al. (2013)
β-kasein, κkasein susu sapi
Val-Pro-Pro, IlePro-Pro
Subtilisin, bacillolisin, tripsin Fermentasi mikrobial
Antihipertensi
Koumis, fermentasi susu kuda
YQDPRLPepsin, GPTGELDPATQtripsin, PIVAVHNPVIV, kemotripsin PKDLREN, LLLAHLL, NHRNRMMDHVH
Inhibitor ACE
Calpis co, Jepang; Merk dagang: Calpis Chen et al. (2010)
-
Met-Lys-Pro
Lee et al. (2006)
Du et al. (2013)
Zhong et al. (2007) Baehaki et al. (2016)
12
Gambar 1 Peptida bioaktif asal susu dan sifat fungsionalnya. Sumber: Korhonen (2009). Peptida Inhibitor Angiotensin-I-Converting Enzyme (ACE) Enzim ACE ialah enzim yang berfungsi sebagai pengatur tekanan darah dengan mempengaruhi sistem Renin Angiotensin (RAS) dan kallikrein renin (Gambar 3). Enzim metalopeptidase ini diaktifkan oleh Cl dan memiliki spesifisitas substrat yang luas. Enzim ACE terikat pada membran sel dan tersebar pada jaringan endotelial vaskular mamalia, termasuk epitelial absorbtif, neuroepitelial, dan sel-sel germinal jantan. Enzim ACE memiliki dua bentuk (isoform) yang ditranskripsikan oleh gen yang sama, yaitu somatik ACE (sACE) yang terdiri dari 1277 asam amino dan testis ACE (tACE) yang disusun oleh 701 asam amino (Pan et al. 2011). Enzim somatik ACE memiliki dua domain katalitik (N dan C), sedangkan tACE hanya memiliki satu (C). Domain C ialah domain utama pemotongan Angiotensin-I dan merupakan target utama penghambatan aktivitas enzim ini (Pan et al. 2011). Enzim ACE memiliki beberapa sub sisi aktif yang berperan penting dalam proses katalisis. Oleh sebab itu, penghambatan pada daerah sisi aktif tersebut merupakan mekanisme efektif untuk menghambat aktivitasnya. Obat-obatan antihipertensi komersial seperti Captopril, Lisinopril, dan Enalapril diketahui dapat berinteraksi secara langsung dengan sub-sub sisi aktif tersebut melalui ikatan hidrogen, interaksi hidrofobik, ataupun mengganggu kestabilan ion Zn+2. Obat-obatan tersebut dapat berinteraksi dengan sisi aktif ACE domain C dan N, baik pada sACE ataupun tACE (Pan et al. 2011).
13
Gambar 2 Mekanisme peptida bioaktif sebagai antioksidan, antara lain: (1) pengkelat logam, (2) radical scavenging, dan (3) sebagai pelindung. Sumber: Yoshinori et al. 2010).
Gambar 3 Peran ACE di dalam pengaturan tekanan pembuluh darah. Sumber: Li et al. 2004. Uniknya, kemampuan menghambat ACE juga ditemukan pada peptidapeptida asal bahan pangan (Tabel 4). Kemampuan menghambat ACE dari peptidapeptida tersebut sangat beragam dan ditentukan oleh sekuen asam aminonya. Sekuen asam amino pada ujung 3 C dari peptida merupakan kunci afinitas peptida dengan ACE. Asam-asam amino hidrofobik dan residu prolin pada ujung 3 C peptida cenderung memiliki afinitas kuat dengan sisi aktif ultimate ataupun penultimate ACE (Gambar 4).
14
Gambar 4 Kecenderungan beberapa asam amino untuk berikatan dengan sisi aktif ACE pada ujung 3 C terminal. Sumber: Wilson et al. (2011).
3 METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan pada November 2014–Juni 2015. Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi dan Biokimia Pusat Antar Universitas (PAU) dan Laboratorium Biokimia Ilmu dan Teknologi Pangan (ITP) di Institut Pertanian Bogor (IPB).
Bahan Penelitian Bahan biologis utama yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: susu kuda segar, buah nanas (Ananas comosus L.), dan Bacillus licheniformis galur F11.4. Susu kuda segar dibeli dari peternakan Primafit yang terletak di Desa Cibuntu, Kec. Ciampea, Bogor, Jawa Barat. Buah nanas (Ananas comosus L.) jenis Queen asal Bogor dengan tingkat kematangan 50–75% dibeli dari pasar tradisional Dramaga, Bogor, Jawa Barat. Biakan B. licheniformis galur F11.4 merupakan koleksi Laboratorium Mikrobiologi dan Biokimia PAU IPB. Media pertumbuhan B. licheniformis F11.4 yang digunakan ialah kaldu Luria Bertani (LB) (Oxoid, USA), dengan komposisi: tripton (10 g L-1), ekstrak khamir (5 g L-1), dan NaCl (10 g L-1). Angiotensin-converting-enzyme from rabbit lungs (ACE; EC.3.4.15.1; 0.25 mU), N-hippuryl-his-leu (HHL; 50 mg), sodium dodecylsulfate (SDS), akrilamida, bis-akrilamida, amonium persulfat (APS), tetrametil-etilenadiamina (TEMED); 2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl (DPPH∙)
15 dibeli dari Sigma (St. Louis, USA). Protein ladder SpectraTM ber-BM tinggi (40– 300 kDA) dan rendah (1.7–40 kDa) dibeli dari Thermo Fisher Scientific (USA). Bahan-bahan lain dengan spesifikasi analytical dan reagent grade dibeli dari Merck (Indonesia) dan Sigma-Aldrich (USA).
Peralatan Penelitian Instrumen analitik yang digunakan dalam penelitian ini ialah spektrofotometer VIS (Novaspec II, Pharmacia), spektrofotometer UV-VIS (Shimadzu, model UV 2100, Jepang), Mini-Protean Kit (BioRad, USA), dan pH meter. Peralatan preparatik yang digunakan meliputi: food processor, autoklaf, laminar air flow cabinet, inkubator model Certomat WR, waterbath shaker, sentrifugator dingin (Tomy Seiko, model MRX-152, Jepang), ependorf, pipet mikro FinpipetteTM (Thermo Fisher Scientific, USA), kulkas, lemari pendingin ultra (-20 oC), dan peralatan gelas yang umum digunakan di laboratorium.
Metode Penelitian Secara garis besar, penelitian ini terbagi menjadi tiga tahap utama, yaitu: persiapan substrat dan enzim, tahap hidrolisis, dan pengujian aktivitas biologis (Gambar 5). Ekstraksi Kasein dan Whey Susu Kuda Susu kuda skim dibuat menurut Marchand et al. (2009), dengan modifikasi. Susu kuda disentrifugasi dingin (4 oC) pada 1280 × g selama 30 menit, untuk dipisahkan lemaknya. Fraksi kasein dan whey dari susu kuda skim lalu dipisahkan berdasarkan metode Detha et al. (2013), dengan modifikasi. Susu kuda skim diasamkan perlahan dengan HCl 2 N hingga pH 4.2. Susu asam disentrifugasi dingin (4 oC) pada 10,000 × g selama 30 menit sehingga akan terpisah antara fraksi padatan (kasein dan komponen tak larut) dan supernatannya (whey dan fraksi larut air). Fraksi padatan (kasein) dibilas dua kali dengan larutan penyangga fosfat 0.05 M pH 7, kemudian disimpan pada suhu -20 oC hingga saat akan digunakan. Whey asam dinetralkan (pH 7) menggunakan NaOH 1 N, lalu disentrifugasi kembali dengan kondisi yang sama sehingga diperoleh whey netral. Untuk mendapatkan whey dengan kadar protein tinggi, maka whey harus dikonsentratkan. Whey dikonsentratkan menggunakan freeze dryer pada kondisi suhu -50 oC, tekanan vakum ±22.4 Pa, selama 24 jam. Konsentrat whey kemudian disimpan pada suhu -20 oC hingga saat akan digunakan. Larutan penyangga fosfat 0.05 M pH 7 digunakan sebagai pelarut kasein dan pengencer konsentrat whey. Pengukuran Kadar Protein Terlarut (Bradford 1976) Kadar protein (asai makro) diukur dengan metode Bradford (1976), dengan modifikasi. Lima puluh µL sampel ditambahkan dengan 1250 µL akuades, lalu direaksikan dengan 1250 µL pereaksi Bradford (working solution) (Lampiran 1). Campuran divortex dan diinkubasi pada suhu ruang (25 oC) selama 5 menit. Setelah itu, absorbansi diukur menggunakan spektrofotometer VIS (Novaspec II,
16 Pharmacia) pada λ 595 nm. Kurva standar protein dibuat dengan menggunakan larutan Bovine Serum Albumin (BSA) berkonsentrasi 0–800 (µg mL-1) dengan selang konsentrasi 100 µg mL-1 (Lampiran 2).
Gambar 5 Tiga tahap utama rancangan penelitian. Produksi Protease dari B. licheniformis F11.4 Produksi protease F11.4 dilakukan berdasarkan prosedur Baehaki et al. (2012) dengan modifikasi. Bacillus licheniformis F11.4 ditumbuhkan pada 1.5 L media LB setengah komposisi (5 g L-1 tripton, 2.5 g L-1 ekstrak khamir, dan 5 g L-
17 1
NaCl) yang mengandung susu skim 1% (b/v) pada pH 7, suhu 37 oC dan diagitasi 110 rpm selama 40 jam. Enzim ekstrak kasar dipanen melalui sentrifugasi dingin (4 oC) pada 1600 × g selama 20 menit, sehingga diperoleh supernatan (enzim ekstrak kasar). Enzim ekstrak kasar kemudian dipresipitasi dengan amonium sulfat hingga konsentrasinya mencapai 60% (b/v) (Bollag et al. 1996, dengan modifikasi). Amonium sulfat yang telah dihaluskan, ditambahkan sedikit demi sedikit kedalam 1.5 L enzim protease ekstrak kasar sambil diaduk perlahan dalam kondisi dingin (±10–12 oC) untuk menjaga aktivitas protease. Setelah amonium sulfat larut sempurna, campuran disimpan pada lemari pendingin bersuhu 8 oC selama semalam. Setelah itu diaduk kembali dan disentrifuse selama 30 menit (10,000 × g, suhu 4 oC) sehingga diperoleh pelet –yaitu endapan protein dan enzim. Pelet kemudian disimpan pada suhu -20 oC hingga saat akan digunakan. Sebelum digunakan, pelet harus dilarutkan kembali dengan larutan penyangga fosfat 0.05 M pH 7 dengan perbandingan 1:1, yaitu satu mL larutan penyangga untuk satu g pelet. Ekstraksi Bromelin Bromelin dari daging buah A. comosus diekstraksi menurut Devakate et al. (2009), dengan modifikasi. Buah nanas tanpa kulit dihancurkan dengan menggunakan food processor sehingga diperoleh sarinya. Setelah itu, sari nanas kasar disaring dua kali melalui kain perca dan hasil saringannya disaring kembali menggunakan kertas Whatman no. 41. Hasil saringan akhir berupa ekstrak bromelin kasar berwarna kuning agak keruh. Untuk menghilangkan sisa-sisa pengotor tak larut, maka ekstrak bromelin kasar disentrifugasi dingin (4 oC) pada kondisi 10,000 × g selama 30 menit. Bromelin kasar lalu dipekatkan dengan amonium sulfat, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Aktivitas protease bromelain dan protease F11.4 semimurni diukur berdasarkan metode Bergmeyer dan Grassel (1983). Pengukuran Aktivitas Protease (Bergmeyer dan Grassel 1983) Aktivitas protease diukur secara kuantitatif dengan menggunakan metode Bergmeyer dan Grassel (1983) dengan sedikit modifikasi (Tabel 5). Produk reaksi, yaitu asam amino tirosin akan berikatan dengan reagen Folin-Ciocalteu, yang dapat diukur secara spektrofotometri menggunakan spektrofotometer VIS (Novaspec II, Pharmacia) pada λ 578 nm. Aktivitas protease dihitung berdasarkan persamaan: [(A – B)/(C – B)] × [Fp/t] Dimana A ialah absorbansi sampel, B: absorbansi blanko, C: absorbansi standar tirosin, Fp: faktor pengenceran, dan t: waktu inkubasi. Satu unit (U) aktivitas protease didefinisikan sebagai jumlah enzim yang dapat menghasilkan satu µmol tirosin per menit pada kondisi pengujian. Aktivitas spesifik protease (U mg-1 protein) merupakan rasio antara aktivitas protease (U mL-1) dengan kadar protein (mg mL-1). Hidrolisis Kasein dan Whey Susu Kuda Sebanyak 100 mL larutan kasein dan whey (100 mg mL-1 protein dalam larutan penyangga fosfat 0.05 M pH 7) yang telah dipasteurisasi, direaksikan
18 dengan satu mililiter enzim bromelin dan protease F11.4 semimurni (10 U mL-1). Campuran diinkubasi pada suhu 45 oC selama 120 menit dan diagitasi pada 100 rpm. Sampel diambil menit ke-0 (sebagai kontrol), 30, 60, 90, dan 120. Reaksi hidrolisis dihentikan dengan merebus larutan sampel pada air mendidih selama 5 menit. Hidrolisat lalu disentrifugasi dingin (4 oC) pada 2000 × g selama 5 menit sehingga diperoleh supernatan. Supernatan atau filtrat dipindahkan kedalam tabung mikro dan disimpan pada suhu -20 oC hingga saat akan dianalisis. Masingmasing filtrat akan dianalisis: (1) kadar protein, (2) SDS-PAGE, dan (3) uji bioaktivitas. Kadar protein diukur berdasarkan metode mikroasai Bradford (1976).
Tabel 5 Metode Bergmeyer dan Grassel (1983) dengan modifikasi. Komposisi
Blanko (µL)
Standar (µL)
Sampel (µL)
a
Bufer fosfat 0.05 M pH 7 250 250 250 a Kasein 1% (b/v) pH 7 250 250 250 Enzim protease 50 -1 a Tirosin standar (5 mmol L ) 50 Akuades 50 o Inkubasi suhu 45 C (atau suhu optimum enzim) selama 10 menit TCA (0.1 M) a 500 500 500 Akuades 50 Enzim protease 50 50 o Inkubasi suhu 45 C (atau suhu optimum enzim) selama 10 menit Sentrifugasi 10,000 rpm pada suhu 4 oC, selama 10 menit Filtrat 375 375 375 a Na2CO3 1250 1250 1250 a Folin ciocalteu 250 250 250 o Inkubasi suhu 37 C selama 20 menit Baca absorbansi pada λ 578 nm a
Cara pembuatan reagen terlampir (Lampiran 3).
SDS-PAGE (Bollag et al. 1996) Profil protein dari kasein, whey, susu kuda dan hidrolisatnya divisualisasi dengan teknik Sodium Dodecylsulfate–Polyacrilamide Gel Electrophoresis (SDSPAGE) (Bollag et al. 1996, dengan modifikasi). Konsentrasi gel penahan yang digunakan ialah 4% (v/v), sedangkan untuk gel pemisah yaitu 15 dan 18% (v/v) (Tabel 6), masing-masing untuk whey dan kasein. Sebanyak 80 µL sampel dimasukkan kedalam tabung mikro berisi 20 µL larutan penyangga khusus sampel elektroforesis. Larutan tersebut merupakan campuran dari 0.6 mL Tris-HCl 1 M pH 6.8, 5 mL gliserol 50% (v/v), 2 mL SDS 10% (b/v), 1 mL bromfenol biru, 0.9 mL akubides, dan 0.5 mL 2-merkaptoetanol. Campuran sampel kemudian direbus di air mendidih selama 5 menit, lalu
19 dibiarkan dingin sebelum diinjeksi. Sebanyak 15 µL sampel siap pakai diinjeksikan kedalam sumur elektroforesis menggunakan micro syringe, yang didalamnya telah berisi larutan penyangga elektroforesis (3 g L-1 tris, 14.4 g L-1 glisina, 1 g L-1 SDS, di dalam air akuades).
Tabel 6 Perbandingan jumlah pereaksi yang digunakan untuk membuat gel pemisah dan penahan Komposisi Larutan A a Larutan B a Larutan C a Akuades APS 10% (v/v)a TEMED a a
Konsentrasi gel poliakrilamida (b/v) 15% 18% 5.1 mL 2.5 mL 2.2 mL 0.1 mL 0.01 mL
6.12 mL 2.5 mL 1.18 mL 0.1 mL 0.01 mL
4%
0.65 mL 1.25 mL 2.3 mL 0.05 mL 0.005 mL
Cara pembuatan terlampir (Lampiran 4).
Elektroforesis dilakukan menggunakan instrumen Mini-Protean Kit (BioRad, USA, Model 1000/500). SDS-PAGE dilakukan pada tegangan 70 volt dan 50 A, selama 2-3 jam dalam kondisi dingin (10–12 oC). Setelah running selesai, gel dikeluarkan dan dibilas dua kali dengan air akuadeion lalu diwarnai. Teknik pewarnaan Coomassie Blue dan Silver Staining dilakukan berdasarkan metode standar Bollag et al. (1996). Teknik pewarnaan Coomassie Blue menggunakan campuran 0.1% (b/v) CBB R-250, asam asetat glasial 10% (v/v), metanol 40% (v/v) sebagai larutan pewarna. Campuran asam asetat glasial 10% (v/v) dan metanol 40% (v/v) digunakan sebagai larutan pemucat (Lampiran 5). Teknik pewarnaan silver staining menggunakan larutan enhancer (0.1% b/b Na2S2O3∙5H2O), perak nitrat (0.2% b/v AgNO3), dan Na2CO3 6% (b/v) sebagai pewarna gel. Reaksi pewarnaan dihentikan dengan larutan fiksasi (metanol 25% v/v, asam asetat 12% v/v) (Lampiran 6 dan 7). Penanda protein berbobot molekul rendah (1.7–40 kDa) dan tinggi (40–300 kDa) digunakan sebagai standar (SpectraTM, ThermoScientific, USA). DPPH∙ Radical Scavenging (Escudero et al. 2012, dengan modifikasi) Lima ratus µL sampel dicampur dengan 500 µL etanol 99.5% (v/v), kemudian ditambahkan 125 µL larutan DPPH∙· 0.02% (b/v). Campuran divortex lalu diinkubasikan pada suhu 25 oC, selama 60 menit, dan dalam kondisi gelap. Radikal DPPH tereduksi diukur secara spektrofotometri pada panjang gelombang 517 nm. Aktivitas antiradikal (% scavenging) ditunjukkan oleh penurunan nilai absorbansi, dan dihitung melalui persamaan: [(B – A)/B)] × 100 Dimana A ialah sampel, sedangkan B ialah kontrol (tanpa sampel). Asam askorbat (100 μM atau 17.61 ppm) digunakan sebagai kontrol positif sekaligus
20 pembanding. Kapasitas antioksidan dinyatakan sebagai nilai Vitamin C Equivalent Antioxidant Capacity (μM VCEAC) berdasarkan Almeida et al. (2011). Kurva standar konsentrasi asam askorbat (10 – 80 μM) linear dengan variabel respon % scavenging) (y) (y = 0.831x – 7.583, r2 = 0.985) (Lampiran 8). Aktivitas spesifik radical scavenging dinyatakan sebagai ppm asam askorbat per 25 mg protein terlarut. Fe Reducing Power (Najafian dan Babji 2014, dengan modifikasi) Uji ini berdasarkan reduksi Fe3+ yang akan bereaksi membentuk kompleks dengan ferisianida, TCA, dan FeCl3. Kompleks ini berwarna biru Perls Prussian yang diserap kuat pada λ 700 nm. Sebanyak 250 μL sampel ditambahkan kedalam 500 μL larutan penyangga fosfat 0.2 M (pH 6.6) dan 250 μL larutan ferisianida, lalu diinkubasi pada 50 oC selama 20 menit. Setelah itu, 250 μL TCA 10% (b/v) ditambahkan kedalam campuran, kemudian disentrifuse pada 3500 × g selama 10 menit. Satu mL supernatan diambil dan dipindahkan kedalam tabung yang telah terisi 1 mL akuades dan 200 µl FeCl3. Setelah diinkubasi selama 10 menit, absorbansi diukur pada panjang gelombang 700 nm (Tabel 7). Aktivitas spesifik reducing power dinyatakan sebagai nilai absorbansi terkoreksi × 10-2 per 10 mg protein terlarut. Akuades digunakan sebagai blanko, sedangkan asam askorbat (100 μM) digunakan sebagai kontrol positif.
Tabel 7 Prosedur uji Fe reducing power Komposisi
Blanko (µL) Larutan penyangga fosfat 0.2 M pH 6.6 500 Akuades 250 Sampel K3(FeCN)6 1% 250 o Inkubasi 50 C, 20 menit TCA 10% (b/v) 250 Vortex, inkubasi 5 menit Sentrifuse 10,000 × g, 10 menit Filtrat 1000 Akuades 1000 FeCl3 0.1% (b/v) 200 Vortex, inkubasi 10 menit Baca absorbansi pada 700 nm a Cara pembuatan terlampir (Lampiran 9).
Sampel (µL) 500 250 250 250
1000 1000 200
Uji Penghambatan ACE (Mirdhayati et al. 2016, dengan modifikasi) Uji ini berdasarkan pembebasan asam hipurat dari substrat Hip-His-Leu yang dikatalisis oleh ACE. Dua puluh µL sampel dicampurkan dengan 125 µL
21 larutan substrat dan 15 µL larutan BSA 10 mg mL-1. Larutan substrat terdiri atas 7.6 mM Hip-His-Leu dan 608 mM NaCl, di dalam larutan penyangga Na-borat 100 mM pH 8.3. Campuran sampel dan substrat di preinkubasi pada suhu 37 oC selama 10 menit. Sebanyak 50 µL enzim ACE (50 mU mL-1) ditambahkan untuk menjalankan reaksi enzimatik. Setelah diinkubasi pada suhu 37 oC selama 30 menit, reaksi dihentikan dengan menambahkan 200 µL larutan HCl 1 N. Asam hipurat diekstrak dengan etil asetat dan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 228 nm (Shimadzu, model UV 2100, Jepang) (Tabel 9). Aktivitas penghambatan (%) ditunjukkan oleh penurunan nilai absorbansi dan dihitung melalui persamaan: {[(C – Bc) – (A – Bs)]/(C – Bc)} × 100 Dimana C: asam hipurat dari reaksi kontrol (tanpa inhibitor); A: asam hipurat dari reaksi dengan inhibitor; Bc: blanko kontrol; dan Bs: blanko sampel. Obat antihipertensi komersial, yaitu Captopril (1 mg mL-1; Farmoten®; Fahrenheit, ID) digunakan sebagai kontrol positif. Aktivitas spesifik penghambatan ACE dinyatakan sebagai % penghambatan per 50 μg protein terlarut.
Tabel 8 Prosedur uji penghambatan ACE
Komposisi
Kontrol (μL)
Blanko kontrol (μL)
Sampel (μL)
Hip-his-leu (HHL) 7.6 mM a 125 125 125 -1 a BSA (10 mg mL ) 15 15 15 ACE inhibitor 20 Akuabides 20 20 o Pre-inkubasi selama 10 menit (37 C) -1 a ACE (50 mU mL ) 50 50 Akuabides 50 Vortex 5 detik, lalu inkubasi selama 30 menit (37 oC) HCl 1 N 200 200 200 ACE inhibitor Vortex 5 detik Etil asetat 1140 1140 1140 Vortex 20 detik, lalu sentrifugasi (10,000 × g, 10 menit) Alikuot (lapisan atas) 800 800 800 o Keringkan selama 75 menit (80 C) Akuabides 2000 2000 2000 Ukur absorbansi 228 nm a
Cara pembuatan terlampir (Lampiran 10).
Blanko sampel (μL) 125 15 50 200 20 1140 800 2000
22 Prosedur Analisis Data Semua eksperimen dalam penelitian ini diulang dua kali (2 ulangan perlakuan). Data yang disajikan merupakan nilai mean ± standar deviasi dari 3 ulangan pengujian. Uji sidik ragam dilakukan dengan piranti lunak SPSS versi 17.0 (USA). Uji beda nilai tengah bioaktivitas antara kontrol dan hidrolisat dilakukan dengan metode Duncan pada taraf uji 5% (P < 0.05).
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Profil Protein Susu Kuda Susu merupakan salah satu produk pangan hewani bernilai gizi tinggi. Sebagai produk tinggi protein, jenis dan komposisi protein susu menentukan kualitas tidak hanya sebagai zat gizi, tetapi juga sifat fungsionalnya. Beberapa protein, seperti lisozim dan laktoferin, merupakan salah satu dari sistem antimikroba alami asal susu (Uniacke-Lowe et al. 2010; Salimei dan Fantuz 2012). Protein lainnya, seperti kasein, merupakan prekursor peptida bioaktif dengan beragam sifat fungsional. Tidak hanya itu, informasi komposisi protein juga diperlukan untuk menduga potensi alergenitasnya. Kasein dan β-laktoglobulin ialah beberapa contoh protein alergen mayor yang terdapat pada susu, khususnya sapi (Uniacke-Lowe et al. 2010; Salimei dan Fantuz 2012). Oleh sebab itu, informasi profil protein susu khususnya dari susu non-ASI sangat diperlukan untuk menduga potensi dan juga sifat alergenitasnya. Hasil SDS-PAGE susu skim, kasein ataupun whey (Gambar 6 lajur S, K, dan W) menunjukkan pola pita protein yang mirip dengan beberapa penelitian sebelumnya (Gambar 6 lajur A dan B). Secara garis besar, pola migrasi protein susu di dalam gel SDS-PAGE dapat dibagi menjadi 3, yaitu area whey ber-BM tinggi, area kasein, dan area whey ber-BM rendah (Gambar 6). Bila dibandingkan dengan penelitian lain, pita 5 merupakan area kasein (Gambar 6 lajur S). Kasein susu kuda merupakan produk dari 4 gen utama, yaitu αs1, αs2, β, dan κ (Uniacke-Lowe et al. 2010). Pada penelitian ini, hasil SDS-PAGE memang belum dapat membedakan dengan jelas antara αs1, αs2, β, dan κ-kasein. Hal ini mungkin disebabkan oleh BM kasein susu kuda yang sangat berdekatan. Selain itu, masing-masing tipe kasein dapat memiliki sub-sub tipe atau fragmen-fragmen yang dapat saling tumpang tindih. Hal ini didukung oleh hasil karakterisasi kasein kuda poni yang dilakukan oleh Miranda et al. (2004). Walaupun αs1, β, dan κkasein terdapat pada satu area yang berdekatan, kasein memiliki BM berturutturut αs1 > β > κ (Egito et al. 2003). Kesamaan profil SDS-PAGE dengan beberapa penelitian terdahulu (Gambar 6 lajur A dan B) menunjukkan bahwa whey susu kuda pada penelitian ini disusun oleh protein-protein utama, antara lain: α-laktalbumin/α-Lac (pita 1), lisozim (pita 2), β-laktoglobulin/β-LG I dan II (pita 3 dan 4), imunoglobulin rantai berat/IgHC (pita 6), serum albumin/SA (pita 7), dan laktoferin/LF (pita 8) (Gambar 6 lajur W). Profil ini tidak jauh berbeda dengan profil whey susu sapi dan ASI, walaupun pada susu kuda jumlah lisozimnya lebih banyak (0.5–1.33 g L-1), sedangkan β-LG
23 tidak ditemukan pada ASI (Claeys et al. 2014) (Gambar 6 lajur C dan D). Selain itu, ditemukan pula pita-pita polipeptida lain yang belum teridentifikasi seperti pita 9 dan 10 (Gambar 6 lajur W). Kedua pita tersebut diduga kuat merupakan hasil hidrolisis parsial oleh enzim-enzim proteolitik di dalam susu kuda. Penelitian sebelumnya telah menunjukkan adanya aktivitas dari enzim proteolitik indigenus asal susu kuda. Dengan menggunakan teknik elektroforesis 2 dimensi (2D) –yaitu kombinasi antara metode isoelectric focusing (IEF) dan SDSPAGE, Hinz et al. (2012) berhasil memisahkan polipeptida-polipeptida berukuran 15.4 dan 21.1 kDa. Hasil analisis sekuen asam amino terhadap polipeptidapolipeptida tersebut menunjukkan derajat kesaamaan yang tinggi terhadap sekuen asam amino αs1 dan β-kasein susu kuda. Oleh sebab itu, polipeptida-polipeptida tersebut diduga berasal dari proteolisis αs1 dan β-kasein oleh plasmin (Hinz et al. 2012). Selain ditentukan oleh faktor genetik, profil protein susu kuda juga ditentukan oleh aktivitas proteolitik enzim-enzim indigenus.
Gambar 6 Perbandingan antara profil SDS-PAGE susu kuda dari Indonesia dan beberapa studi terdahulu, serta susu sapi dan ASI. Gambar A, protein susu skim dari kuda poni pada gel 12% (Miranda et al. 2004); B, susu kuda skim pada gel 15% (Inglingstad et al. 2010); S, K, dan W = susu skim, kasein 10% (b/v), dan konsentrat whey; C dan D, susu sapi dan ASI pada gel 15% (Inglingstad et al. 2010). Indonesia memiliki banyak jenis kuda lokal dengan ciri fenotipe dan genotipe yang khas. Jenis-jenis kuda di Indonesia antara lain: kuda jawa, kuda timor, kuda batak, kuda padang, kuda flores, kuda sumba dan kuda sumbawa. Hasil analisis SDS-PAGE menunjukkan bahwa profil protein susu kuda keturunan sumbawa pada penelitian ini mirip dengan kuda jenis poni dan kuda lain dari Eropa. Meskipun demikian, perbedaan mungkin ditemukan pada kadar komposisi susunya. Menurut Uniacke-Lowe et al. (2010), selain dipengaruhi oleh faktor genetik, komposisi susu kuda juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan (jenis kuda, cara pemeliharaan, waktu laktasi) walau mungkin terdapat batasan komposisi genetik yang tidak dapat dilampaui.
24 Selain faktor genetik, lingkungan (nutrisi), dan aktivitas enzim-enzim protease indigenus. Profil susu kuda nampaknya juga dibentuk oleh peran mikroorganisme, yaitu bakteri-bakteri asam laktat (BAL) indigenus. Enzim-enzim protease ekstraseluler yang dihasilkan oleh BAL selama fermentasi turut serta membentuk profil protein susu kuda secara keseluruhan. Perbedaan kecil (minor) yang ditemukan pada profil protein susu kuda dari berbagai penelitian, dapat disebabkan oleh komposisi mikroflora yang berbeda dan unik bagi tiap spesies atau breeding. Shi et al. (2012) berhasil mengisolasi 25 isolat Lactobacillus rhamnosus dan 2 isolat Lactobacillus fermentum asal susu kuda sumbawa autofermentasi. Keberagaman faktor-faktor di atas mungkin tidak hanya berimplikasi terhadap profil protein susu kuda, tetapi juga karakter fungsionalnya.
Profil Hidrolisat Kasein dan Whey Susu Kuda Sebanyak 100 mg mL-1 protein terlarut kasein dan whey susu kuda dihidrolisis oleh 10 U mL-1 bromelin dan protease F11.4 sehingga diperoleh hidrolisat dengan profil SDS-PAGE yang bervariasi (Gambar 7 dan 9). Profil SDSPAGE hidrolisat kasein menunjukkan bahwa bromelin sangat efektif menghidrolisis semua tipe kasein susu kuda. Hidrolisis ini menghasilkan pita baru (pita Y) dengan BM tidak jauh berbeda dari protein asalnya (Gambar 7A). Uniknya, pola hidrolisis ini sangat mirip dengan pola hidrolisis kasein kuda yang dilaporkan oleh Egito et al. (2001) (Gambar 8). Egito et al. (2001) menggunakan protease aspartat, yaitu kimosin (EC. 3.4.23.4) yang menghasilkan pita a, b, dan e (Gambar 8). Hasil sekuensing mengonfirmasi bahwa pita a (BM prediksi 22 kDa) merupakan fragmen N-teminal dari β-kasein (f1-190). Pola migrasi pita a mirip dengan pita Y pada penelitian ini (Gambar 7A). Hasil analisis menunjukkan kimosin memotong β-kasein pada Leu190–Tyr191 (Egito et al. 2001). Oleh sebab itu, diduga kuat bahwa bromelin memiliki titik potong yang hampir mirip dengan kimosin sehingga dihasilkan fragmen dengan BM dan pola migrasi yang hampir serupa. Meskipun demikian, dibutuhkan studi lebih lanjut untuk mengonfirmasi hal tersebut. Dibandingkan bromelin, protease F11.4 menghidrolisis protein kasein susu kuda secara lebih spesifik (tanda panah, Gambar 7B). Hidrolisis kasein oleh protease F11.4 diduga menghasilkan peptida dengan berat molekul sangat kecil (< 4.6 kDa) sehingga tidak tampak pada gel elektroforesis. Fenomena serupa juga ditemukan pada hasil penelitian Inglingstad et al. (2010) dengan menggunakan enzim gastrointestinal. Sama halnya terhadap kasein, enzim bromelin dan protease F11.4 memiliki efektifitas hidrolisis yang berbeda terhadap protein whey susu kuda. Profil SDSPAGE hidrolisat whey-bromelin menunjukkan bahwa bromelin efektif menghidrolisis laktoferin, protein nomor 9 dan 10 (Gambar 9A). Hidrolisis ini menghasilkan pita baru, yaitu pita X yang ber-BM cukup tinggi (Gambar 9A). Selain itu, terjadi penebalan pita β-laktoglobulin I (pita Y, Gambar 1E). Hal ini mungkin disebabkan adanya ikatan silang antara β-laktoglobulin I dengan peptida-peptida ber-BM lebih rendah, misalnya melalui jembatan disulfida, seperti yang telah dilaporkan oleh Inglingstad et al. (2010).
25
Gambar 7 Pengaruh hidrolisis terhadap profil protein kasein susu kuda oleh enzim bromelin (A) dan protease F11.4 (B). Pita protein yang terhidrolisis ditunjukkan oleh tanda panah. Pita protein baru ditunjukkan oleh tanda panah dan abjad. M1 dan M2 ialah penanda protein ber-BM tinggi dan rendah. Gel diwarnai dengan perak nitrat.
Gambar 8 Hidrolisis kasein oleh kimosin pada gel poliakrilamida 15%. Keterangan: eCN, kasein kuda; bGMP, glikomakropeptida sapi. Fragmen a, b dan e ialah hasil hidrolisis kasein kuda. Sumber: Egito et al. 2001.
26 Berbeda halnya dengan bromelin, protease F11.4 aktif menghidrolisis βlaktoglobulin I, lisozim, pita protein no. 9 dan 10 (Gambar 9B). Sama halnya dengan kasein, pita peptida baru tidak teramati pada gel hidrolisat whey-F11.4. Peptida yang dihasilkan diduga kuat berbobot molekul sangat kecil (< 4.6 kDa). Protein β-laktoglobulin merupakan salah satu protein alergen utama pada susu. Oleh sebab itu, karakter digestibilitas protein ini menentukan potensi alergenitasnya. Bila dibandingkan dengan sapi dan kambing, β-laktoglobulin kuda dilaporkan lebih cepat terhidrolisis oleh enzim-enzim intestinal, sedangkan lisozimnya lebih resisten (Inglingstad et al. 2010). Susu kuda telah digunakan sebagai pengganti susu sapi pada anak-anak dengan hipersensitifitas (alergi) (Uniacke-Lowe et al. 2010, Salimei dan Fantuz 2012). Hasil uji klinis menunjukkan bahwa susu kuda menunjukkan persentase tolerabilitas yang tinggi, yaitu 96% dari 25 responden anak-anak dengan penyakit alergi IgE susu sapi akut (Salimei dan Fantuz 2012). Karaker hipoalergenik susu kuda tersebut mungkin dapat ditingkatkan dengan aplikasi enzim protease F11.4 asal B. licheniformis dari penelitian ini. Walau demikian, karakter alergenitas bukan merupakan ruang lingkup penelitian ini, sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut. Disisi lain hidrolisis lisozim susu kuda oleh protease F11.4 mungkin akan berpengaruh terhadap karakter antimikrobanya.
Gambar 9 Pengaruh hidrolisis terhadap profil protein whey susu kuda oleh enzim bromelin (A) dan protease F11.4 (B). Pita protein yang terhidrolisis ditunjukkan oleh tanda panah. Pita protein baru ditunjukkan oleh tanda panah dan abjad. M1 dan M2 ialah penanda protein ber-BM tinggi dan rendah. Gel diwarnai dengan CBB R-250. Studi digestibilitas terhadap protein susu sapi, kambing, ASI, dan kuda menunjukkan bahwa kasein susu kuda didegradasi sangat cepat dan efektif oleh enzim lambung (Inglingstad et al. 2010). Berdasarkan analisis kadar protein dan gel elektroforesis, kasein susu kuda juga dihidrolisis secara efektif oleh enzim bromelin dan protease F11.4 (Lampiran 11). Seperti yang telah diulas oleh
27 Inglingstad et al. (2010), hal ini berkorelasi dengan jumlah κ-kasein susu kuda yang lebih sedikit dibandingkan dengan sapi atau kambing (Tabel 2). Ukuran misel kasein kuda yang berukuran 1.5 kali lebih besar (255 nm) dari sapi (182 nm) menjadikan rasio luas permukaan kasein dan volume menjadi lebih kecil, sehingga jumlah κ-kasein lebih sedikit (Egito et al. 2001). Kasein memiliki bentuk supramolekul yang terdiri atas sub-sub misel αs, β, dan κ-kasein (Gambar 10). Bentuk ini distabilkan oleh ikatan hidrogen, interaksi hidrofobik pada inti, nanocluster Ca-P, dan κ-kasein (Fox dan Brodkorb 2008). κKasein merupakan lapisan terluar misel kasein yang berfungsi meningkatkan kestabilan struktur misel melalui interaksi elektrostatik, meningkatkan resistensi terhadap suhu tinggi, dan enzim-enzim proteolitik (Uniacke-Lowe et al. 2010). Ukuran misel kasein susu kuda yang besar dan rendahnya jumlah κ-kasein menjadikan misel kasein susu kuda lebih rentan terhadap aktivitas proteolitik enzim (Inglingstad et al. 2010). Selain itu, kerentanan kasein susu kuda juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, antara lain: tingkatan glikosilasi κ-kasein, kadar kalsium fosfor, dan struktur misel (Uniacke-Lowe et al. 2010). Kerentanan proteolitik kasein susu kuda berimplikasi terhadap potensi besarnya sebagai sumber peptida bioaktif.
Gambar 10 Supramolekul kasein distabilkan oleh κ-kasein dan nanokluster CaP. Gambar A, model McMahon dan Oommen (2008) berdasarkan hasil TEM; dan B, model Walstra (1999) di dalam Phadungath (2005). Aktivitas Antioksidan Susu Kuda dan Hidrolisatnya Radical scavenging merupakan salah satu mekanisme utama antioksidan yang telah terbukti menghambat oksidasi dan peroksidasi lipida, baik pada sistem pangan ataupun tubuh manusia. Pada penelitian ini, kemampuan peptida-peptida hidrolisat untuk meredam radikal bebas dianalisis dengan metode DPPH∙ radical scavenging assay menurut Escudero et al. (2012). Senyawa radikal DPPH∙ ialah senyawa organik radikal yang memiliki elektron terdesentralisasi sehingga
28 berwarna ungu tua dan diserap kuat pada λ 517 nm (Al-Temimi dan Choudhary 2013). Dibandingkan radikal lainnya, DPPH∙ bersifat lebih stabil. Ketika DPPH∙ menerima elektron atau H dari pendonor (antioksidan), maka akan terjadi penurunan intensitas warna (Al-Temimi dan Choudhary 2013). Aktivitas antioksidan dari susu non-sapi, seperti kambing, unta, dan keledai, beserta peptida-peptida turunannya memang telah diteliti dan dilaporkan (Ahmed et al. 2015; Jrad et al. 2014; Piovesana et al. 2015). Sejauh ini, aktivitas antioksidan dari susu kuda dan peptida-peptidanya belum pernah dilaporkan. Hanya aktivitas DPPH∙ radical scavenging dari peptida asal susu keledai, yang memiliki kekerabatan terdekat dengan kuda, yang pernah dilaporkan (Piovesana et al. 2015). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kasein dan whey susu kuda memiliki aktivitas total radical scavenging yang setara dengan 22.80±0.56 dan 29.82±3.16 ppm asam askorbat, pada konsentrasi protein 46.79 dan 52.79 mg mL1 (Gambar 11A). Hal ini mengindikasikan peran komponen susu kuda sebagai pendonor elektron kepada molekul radikal DPPH∙. Selain aktivitas DPPH∙ radical scavenging, aktivitas reducing power juga dimiliki oleh kasein dan whey susu kuda (Gambar 11B). Kapasitas total reducing power kasein (3.3±1.23) lebih kecil bila dibandingkan dengan whey -nya (28.68±1.25) (Gambar 11B). Aktivitas whey-nya hampir setara dengan aktivitas standar asam askorbat 100 μM (~17.61 ppm). Standar ini merepresentatifkan nilai 20% angka kecukupan gizi (AKG) vitamin C dalam 1 liter. Hal ini menunjukkan bahwa whey susu kuda cukup kaya akan komponen antioksidan (terutama hidrofilik) sebagai pendonor elektron atau atom H untuk mereduksi ion-ion logam transisi seperti Fe3+. Ion-ion logam transisi berperan penting dalam pembentukan radikal hidroksil yang sangat reaktif (Elias et al. 2008). Oleh sebab itu, kemampuan reducing power merupakan indikator penting kapasitas antioksidan untuk mencegah propagasi reaksi berantai radikal (Sarmadi dan Ismail 2010). Suatu protein dapat bertindak sebagai antioksidan karena struktur terluarnya yang disusun oleh beberapa asam-asam amino hidrofilik yang rentan terhadap oksidasi. Akan tetapi aktivitasnya dibatasi oleh aksesibilitas radikal yang merupakan fungsi dari jarak, hidrofobisitas, dan struktur protein (Elias et al. 2008). Proses hidrolisis dapat mengatasi hal tersebut dengan ‗membuka‘ struktur protein, memaparkan bagian dalam protein (yang bersifat lebih hidrofobik) terhadap radikal, dan membebaskan peptida-peptida baru dengan sekuen yang spesifik. Hal ini sangat ditentukan oleh kondisi hidrolisis antara lain: kerentanan protein, efektivitas dan selektivitas enzim, dan faktor lingkungan (pH, suhu). Gambar 12A dan B menunjukkan pengaruh hidrolisis kasein dan whey susu kuda oleh bromelain dan protease F11.4 terhadap aktivitas antioksidan. Peningkatan aktivitas antioksidan tertinggi dan signifikan (P < 0.05) ditemukan pada hidrolisat kasein (Gambar 12A dan B). Enzim bromelin dan F11.4 dapat menghasilkan peptida antiradikal dari kasein susu kuda secara signifikan pada menit ke-60 (CB) dan 90 (CF), dengan aktivitas setara dengan 124.21±7.36 (CB) dan 149.58±20.93 (CF) ppm asam askorbat per 25 mg protein terlarut (Gambar 12A) (Lampiran 11 dan 12). Pada menit yang sama (90), kedua jenis enzim juga menghasilkan peptida-peptida hidrolisat kasein dengan reducing power spesifik tertinggi sebesar 113.32±14.14 (protease F11.4) dan 71.13±0.37 (bromelin) per 10 mg protein terlarut (Gambar 12B) (Lampiran 13). Nilai ini lebih tinggi 3–4 kali dari aktivitas asam askorbat 100 μM (33.5±0.14) (Gambar 12B).
29
Gambar 11 Aktivitas antioksidan DPPH∙ radical scavenging (A) dan Fe reducing power (B) dari kasein dan whey susu kuda. Hasil SDS-PAGE mengindikasikan bahwa peningkatan aktivitas DPPH∙ radical scavenging dan Fe reducing power disebabkan oleh terlepasnya peptidapeptida kecil dengan BM rendah. Peptida-peptida tersebut dapat berasal dari kasein tipe αs, β, dan κ, walaupun pada hidrolisat kasein-F11.4 mungkin lebih spesifik berasal dari tipe β. Peptida-peptida tersebut diduga mengandung asamasam amino reaktif (labil oksidatif) seperti asam-asam amino bersulfur (Cys, Met), aromatik (Trp, Tyr, Phe), dan mengandung gugus imidazol (His). Asam-asam amino tersebut dikenal mudah mendonasikan elektron dan atom H nya (Elias et al. 2008; Samarayanaka dan Li-Chan 2011). Sementara itu, aktivitas antioksidan whey susu kuda mungkin lebih disebabkan oleh komposisi alamiahnya.
30
Gambar 12 Pengaruh hidrolisis terhadap aktivitas spesifik DPPH∙ radical scavenging (A) dan Fe reducing power (B) dari kasein dan whey susu kuda. Keterangan: CB, kasein + bromelin; CF, kasein + protease F11.4; WB, whey + bromelin; dan WF, whey + protease F11.4. Aktivitas Penghambatan ACE oleh Susu Kuda dan Hidrolisatnya Selain memiliki aktivitas antioksidan, kasein dan whey susu kuda juga mampu menghambat ACE dengan aktivitas total yang relatif tinggi, yaitu 93.66±4.97 (kasein) dan 81.07±2.62%, pada kadar protein berturut-turut 0.94 dan 1.06 mg (Gambar 13) dan sedikit lebih tinggi dari hidrolisat kasein Yak (Bos grunniens) (79.05±0.051%) beserta fraksi berbobot rendahnya (< 6 kDa) (85.4±1.37%) (Mao et al. 2007). Aktivitas ini diduga berasal dari peptida-peptida indigenus ber BM rendah yang mungkin banyak terdapat pada fraksi kasein susu kuda. Hal ini didukung fakta bahwa kebanyakan peptida-peptida dengan aktivitas penghambatan ACE yang tinggi merupakan peptida berantai pendek (3-13 asam amino) dengan BM rendah (< 3 kDa) (Erdmann et al. 2008; Korhonen dan Pihlanto 2006). Walaupun belum diketahui secara pasti, peptida-peptida tersebut
31 mungkin dihasilkan oleh aktivitas protease indigenus, seperti plasmin, seperti yang telah dibahas sebelumnya. Gambar 14 menunjukkan adanya peningkatan signifikan aktivitas spesifik pada hidrolisat kasein, seiring bertambahnya waktu hidrolisis. aktivitas spesifik penghambatan ACE tertinggi dicapai oleh kedua enzim setelah 90 menit inkubasi, dengan nilai aktivitas 84.75±0.71% (CB) dan 79.16±1.51% (CF) per 50 μg protein terlarut (Lampiran 14). Aktivitas tersebut sedikit lebih rendah dari Captopril 1 mg mL-1 (97.38%) dan fraksi III (< 3 kDa) Koumiss (55.29±3.76% pada konsentrasi peptida 0.245±0.003 mg mL-1), tetapi masih lebih tinggi dari fraksi I (> 10 kDa) nya (30.59±1.13% pada konsentrasi peptida 0.539±0.013 mg mL-1) (Chen et al. 2010). Di sisi lain, hidrolisat whey-nya hampir tidak menunjukkan peningkatan aktivitas (Gambar 14).
Gambar 13 Aktivitas penghambatan ACE dari kasein dan whey susu kuda. Beberapa peptida inhibitor ACE asal susu dengan aktivitas sedang dan tinggi telah terbukti tidak hanya mampu menghambat ACE secara in vitro, tetapi juga menurunkan tekanan darah secara in vivo dan uji klinis (Korhonen dan Pihlanto 2006; Hernandez-Ledesma et al. 2011; Nongonierma dan FitzGerald 2015). Peptida-peptida potensial tersebut secara umum memiliki ciri-ciri: berantai pendek (3-13 asam amino), BM kecil (< 3 kDa), memiliki asam amino hidrofobik (Pro, Lys, Arg) pada ujung karboksil (C) nya (Erdmann et al. 2008). Selain itu, peptida-peptida tersebut mungkin memiliki proporsi asam amino hidrofobik yang tinggi, seperti yang telah dilaporkan oleh Chen et al. (2010). Berdasarkan data SDS-PAGE, peningkatan aktivitas penghambatan ACE dari hidrolisat kasein mungkin disebabkan oleh terlepasnya peptida-peptida inhibitor ACE berukuran kecil dari αs, β, atau κ-kasein dengan karakter yang telah dijelaskan di atas. Asamasam amino hidrofobik, khususnya yang terletak pada ujung C sekuen tripeptida dilaporkan memiliki afinitas yang kuat terhadap sisi katalitik ACE (Wilson et al. 2011). Agar dapat memberikan efek fungsional secara in vivo, peptida-peptida bioaktif harus memiliki bioavailabilitas yang tinggi. Peptida-peptida tersebut harus dapat bertahan dari serangan enzim-enzim gastrointestinal dan mudah
32 diserap, sehingga dapat berinteraksi secara spesifik dengan enzim ACE di endotelial vaskular ataupun radikal-radikal. Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa peptida bioaktif dapat bertahan dari aktivitas proteolitik enzim-enzim protease gastrointestinal dan ditemukan di dalam plasma darah. Peptida-peptida inhibitor ACE di- atau tri- seperti Leu-Trp, Phe-Tyr, Ile-Tyr, IleTrp, Ala-Trp, Val-Tyr, Leu-Pro-Pro and Ile-Pro-Pro berhasil dideteksi pada sistem pembuluh darah pasca mengkonsumsi yogurt (Foltz et al. 2007). Ukuran dan BM nya yang kecil berperan membentuk sifat resistensi pada peptida-peptida tersebut (Nongonierma dan FitzGerald 2015). Selain ditentukan oleh ukurannya, bioavailabilitas peptida juga ditentukan oleh sekuen asam amino. Peptida-peptida dengan sekuen asam amino Pro atau hidroksil-Pro pada ujung C karboksil cenderung bersifat resisten terhadap enzim-enzim gastrointestinal (Nongonierma dan FitzGerald 2015; Phelan et al. 2009).
Gambar 14 Pengaruh hidrolisis terhadap aktivitas spesifik penghambatan ACE dari kasein dan whey susu kuda. Keterangan: CB, kasein + bromelin; CF, kasein + protease F11.4; WB, whey + bromelin; dan WF, whey + protease F11.4. Walaupun kebanyakan peptida-peptida bioaktif potensial yang dilaporkan merupakan peptida-peptida berukuran kecil. Peptida berukuran besar seperti kasein makro peptida (64 asam amino) ternyata juga dapat ditemukan pada plasma darah. Hal ini mengindikasikan pengaruh dari faktor lain, seperti sifat permeabilitas peptida (Nongonierma dan FitzGerald 2015). Peptida-peptida dapat diserap masuk dari sistem pencernaan kedalam sistem pembuluh darah melalui beberapa mekanisme, yaitu melalui jalur transpor terfasilitasi (protein transporter), paraseluler –yaitu difusi pasif melalui celah sempit antar sel, endositosis, atau sistem limfatik (Power 2013; Sarmadi dan Ismail 2010). Jalur yang ditempuh setiap peptida tidak selalu sama dan ditentukan oleh karakteristik fisik dan kimianya (Gambar 15). Karakter tersebut ditentukan oleh ukuran molekul (BM), sekuen asam amino, muatan, ikatan hidrogen, dan hidrofobisitas (Phelan et al. 2009; Power 2013; Sarmadi dan Ismail 2010). Peptida-peptida hidrolisat kasein susu kuda berukuran kecil (<4 kDa) seperti CF dan CB, yang diduga kaya akan
33 asam-asam amino hidrofobik khususnya Val, Ile, Leu, Pro, Tyr, dan Ala dapat diserap melalui protein transporter pada membran basolateral intestinal atau melalui difusi pasif (Sarmadi dan Ismail 2010) (Gambar 15). Di lain pihak, peptida Y (dari hidrolisat CB) yang berukuran besar (23–25 kDa) dapat masuk kedalam sirkulasi darah melalui difusi pasif pada celah antarsel (paraseluler) atau endositosis (Sarmadi dan Ismail 2010) (Gambar 15).
Gambar 15 Mekanisme absorbsi peptida bioaktif. Sumber: Wada dan Lönnerdal (2014). Menurut Muchtadi (2012), pangan fungsional harus memiliki tiga fungsi dasar, yaitu (1) bersifat nutrisional atau bernilai gizi tinggi, (2) memiliki fungsi fisiologis, dan (3) memiliki aspek sensori yang dapat diterima (warna, penampilan, dan citarasa yang menarik). Pemanfaatan peptida-peptida bioaktif hidrolisat kasein susu kuda sebagai ingredien pangan fungsional sangat mungkin dilakukan. Melalui ketersediaan teknik-teknik pemurnian seperti membran ultrafiltrasi dan kromatografi, peptida-peptida tersebut dapat dimurnikan. Meski demikian, aspek biaya yang relatif mahal mungkin menjadi salah satu kendala yang harus diatasi. Selain itu, sifat interaksi peptida-peptida murni dengan komponen fungsional lainnya juga perlu dikaji dan dipertimbangkan. Di sisi lain, pemanfaatan ekstrak hidrolisat kasar kasein susu kuda sebagai ingredien pangan fungsional memang dinilai lebih ekonomis. Akan tetapi, pemanfaatannya harus mempertimbangkan aspek sensori dan efikasi sehingga diperlukan teknik formulasi atau studi lebih lanjut.
34 5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Profil SDS-PAGE protein susu kuda asal Indonesia menunjukkan kemiripan dengan profil protein susu kuda dari Eropa. Profil protein kasein dan whey susu kuda menunjukkan perbedaan yang jelas. Sebagian besar protein mayor susu kuda terdeteksi pada penelitian ini, antara lain: α-laktalbumin/α-Lac, lisozim, βlaktoglobulin/β-LG I, kasein (αs, β, κ), imunoglobulin rantai berat/IgHC, serum albumin/SA, dan laktoferin. Selain itu, ditemukan dua protein minor yang belum teridentifikasi. Kedua protein minor tersebut diduga berasal dari aktivitas protease indigenus asal susu kuda Indonesia. Susu kuda memiliki aktivitas antioksidan yang moderat, jika dibandingkan dengan standar asam askorbat 100 μM. Ketika dihidrolisis, aktivitas spesifik antioksidan kaseinnya meningkat. Peningkatan aktivitas DPPH∙ radical scavenging dan Fe reducing power tertinggi ditemukan pada hidrolisat kaseinbromelin dan F11.4. Pada 25 mg protein, aktivitas antiradikalnya setara dengan 120–150 ppm asam askorbat, sedangkan reducing power nya 3–4 kali lebih tinggi dari asam askorbat 100 μM (~17.6 ppm). Susu kuda menunjukkan aktivitas penghambatan ACE yang tinggi, hampir setara dengan 1 mg mL-1 Captopril. Jika dibandingkan dengan aktivitas whey-nya, kasein ialah bagian yang paling kaya dengan ACE inhibitor. Ketika dihidrolisis, terjadi peningkatan signifikan aktivitas spesifik penghambatan ACE dari hidrolisat kasein. Aktivitas penghambatan tertinggi ditemukan pada hidrolisat kasein-bromelin, yaitu 84.75±0.71% per 50 µg protein. Oleh sebab itu, dapat disimpulkan bahwa bromelin dan F11.4 dapat digunakan untuk menghasilkan peptida-peptida antioksidan dan ACE inhibitor kasein susu kuda asal Indonesia.
Saran Agar dapat digunakan sebagai ingredien fungsional, maka proses ekstraksi dan purifikasi peptida-peptida antioksidan dan inhibitor ACE perlu dilakukan. Fraksinasi dan karakterisasi juga perlu dilakukan untuk mengetahui BM peptidapeptida tersebut. Selain itu, penggunaan jenis-jenis protease lain, baik secara sendiri ataupun kombinasi, mungkin diperlukan untuk menghasilkan peptidapeptida susu kuda dengan karakter fungsional yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA Ahmed AS, El-Bassiony T, Elmalt LM, Ibrahim HR. 2015. Identification of potent antioxidant bioactive peptides from goat milk proteins. Food Res Int 74:80–88. http://doi.org/10.1016/j.foodres.2015.04.032. Almeida et al. 2011. Bioactive compounds and antioxidant activity of fresh exotic fruits fromnortheastern Brazil. Food Res Int 44:2155–2159. doi:10.1016/j.food res.2011.03.051.
35 Al-Temimi A, Choudhary R. 2013. Determination of antioxidant activity in different kinds of plants in vivo and in vitro by using diverse technical methods. Nutri Food Sci 3(1):1-9. http://dx.doi.org/10.4172/2155-9600.1000184. Baehaki A, Suhartono MT, Sukarno, Syah D, Setyahadi S. 2016. Collagen peptides from fish skin with angiotensin I-converting enzyme (ACE) inhibitor and cancer antiproliferative activity. Res J Pharma Biol Chem Sci 7(1):19942000. Baehaki A, Suhartono MT, Sukarno, Syah D, Sitanggang AB, Setyahadi S, et al. 2012. Purification and characterization of collagenase from Bacillus licheniformis F11.4. African J Microbiol Res 6(10):2373-2379. doi: 10.5897/AJMR11.1379. Bergmeyer HU, Grassl MG. 1983. Methods of Enzymatic Analysis Vol II. Weinheim: Verlag Chemie. Bollag DM, Rozycki MD, Edelstein S. 1996. Protein Methods 2nd Ed. New York: Wiley-Liss. Bradford MM. 1976. A rapid and sensitive method for the quantitation of microgram quantities of protein utilizing the principle of protein-dye binding. Anal Biochem72:248-254. Chaurasiya RS, Hebbar HU. 2013. Extraction of bromelain from pineapple core and purification by RME and precipitation methods. Separat Purif Technol 111:90-97. http://dx.doi.org/10.1016/j.seppur.2013.03.029. Chen Y, Wang Z, Chen X, Liu Y, Zhang H, Sun T. 2010. Identification of angiotensin I-converting enzyme inhibitory peptides from koumiss, a traditional fermented mare‘s milk. J Dairy Sci. 93:884-892. Claeys et al. 2014. Consumption of raw or heated milk from different species: an evaluation of the nutritional and potential health benefits. Food Control 42:188-201. http://dx.doi.org/10.1016/j.foodcont.2014.01.045. Detha A, Sudarwanto M, Latif H, Datta FU, Rahayu P. 2013. Fractionation and identification antimicrobial activity of Sumba mare milk protein against causative agent of subclinical mastitis. Global Veterin 11(5):674-680. doi: 10.5829/idosi.gv.2013.11.5.76210. Devakate RV, Patil VV, Waje SS, Thorat BN. 2009. Purification and drying of bromelain. Separat Purif Technol 64:259-264. doi:10.1016/j.seppur.2008.09.01 2. Du et al. 2013. A novel angiotensin I-converting enzyme inhibitory peptide from Phascolosoma esculenta water-soluble protein hydrolysate. J Funct Foods 5:475–483. dx.doi.org/10.1016/j.jff.2012.12.003. Egito AS, Girardet JM, Miclo L, Mollé D, Humbert G, Gaillard JL. 2001. Susceptibility of Equine κ- and β-caseins to hydrolysis by chymosin. Int Dairy J 11(11-12):885–893. http://doi.org/10.1016/S0958-6946(01)00123-6. Egito et al. 2003. Action of plasmin on equine β-casein. Int Dairy Journal 13:813820. doi:10.1016/S0958-6946(03)00104-3. Elias RJ, Kellerby SS, Decker EA. 2008. Antioxidant activity of proteins and peptides [ulas balik]. Food Sci Nutr 48:430-441. doi: 10.1080/1040839070142 5615. Erdmann K, Cheung BWY, Schroder H. 2008. The possible roles of food-derived bioactive peptides in reducing the risk of cardiovascular disease. J Nutr Biochem19:643–654. doi:10.1016/j.jnutbio.2007.11.010.
36 Escudero E, Aristoy MC, Nishimura H, Arihara K, Toldra F. 2012. Antihypertensive effect and antioxidant activity of peptide fractions extracted from Spanish dry-cured ham. Meat Sci 91:306-311. doi:10.1016/j.meatsci.2012. 02.008. Fearon IM, Faux SP. 2009. Oxidative stress and cardiovascular disease: Novel tools give (free) radical insight. J Mol Cell Cardiol 47:372– 381.doi:10.1016/j.yjmcc.2009.05.013. Flather et al. 2000. Long-term ACE-inhibitor therapy in patients with heart failure or left-ventricular dysfunction: a systematic overview of data from individual patients. The Lancet 355:1575-1581. Foltz M, Meynen EE, Bianco V, van Platerink C, Koning TMMG, Kloek J. 2007. Angiotensin converting enzyme inhibitory peptides from a lactotripeptideenriched milk beverage are absorbed intact into the circulation. J Nutri 137:953–958. Fox PF, Brodkorb A. 2008. The casein micelle: Historical aspects, current concepts and significance. Int Dairy J 18(7):677–684. doi:10.1016/j.idairyj.200 8.03.002 Gobba CD, Tompa G, Otte J. 2014. Bioactive peptide from caseins released by cold active proteolytic enzymes from Arsukibacterium ikkense. Food Chem 165:205-215. http://dx.doi.org/10.1016/j.foodchem.2014.05.082. González-Rábade N, Badillo-Corona JA, Aranda-Barradas JS, Oliver-Salvador MDC. 2011. Production of plant proteases in vivo and in vitro — a review. Biotechnol Advan 29:983–996. doi:10.1016/j.biotechadv.2011.08.017. Gülçin I. 2015. Fe3+–Fe2+ transformation method: An important antioxidant assay. Di dalam: Armstrong D, editor. Advanced Protocols in Oxidative Stress III, Methods in Molecular Biology. Vol 1208. New York (US): Springer Science+Business Media. hlm 233-246. Hall WD, Israili ZH. 1992. Cough and angioneurotic edema associated with angiotensin-converting enzyme inhibitor therapy: a review of the literature and pathophysiology. Annals of Internal Medicine 117(3):234-242. Hermawati D. 2005. Kajian aktivitas dan karakterisasi senyawa antimikroba dari susu kuda sumbawa [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Hernandez-Ledesma B, Contreras Md, Recio I. 2011. Antihypertensive peptides: Production, bioavailability and incorporation into foods. Advan Colloid Interface Sci 165:23-35. doi:10.1016/j.cis.2010.11.001. Hinz K, O‘Connor PM, Huppertz T, Ross RP, Kelly AL. 2012. Comparison of the principal proteins in bovine, caprine, buffalo, equine and camel milk. J Dairy Res 79:185-191. doi:10.1017/S0022029912000015. Hoffmann et al. 2010. Genetic improvement of Bacillus licheniformis strains for efficient deproteinization of shrimp shells and production of high-molecularmass chitin and chitosan. Appl Environ Microbiol 76(24):8211-8221. Inglingstad RA, Devold TG, Eriksen EK, Holm H, Jacobsen M, Liland KH, Rukke EO, Vegarud GE. 2010. Comparison of the digestion of caseins and whey proteins in equine, bovine, caprine and human milks by human gastrointestinal enzymes. Dairy Sci Technol 90:549–563. doi: 10.1051/dst/2010018.
37 Jrad Z, Girardet J-M, Adt I, Oulahal N, Degraeve P, Khorchani T, Hatmi HE. 2014. Antioxidant activity of camel milk casein before and after in vitro simulated enzymatic digestion. Mljekarstvo 64(4):287–294. http://doi.org/10.1 5567/mljekarstvo.2014.0408. Korhonen H. 2009. Milk-derived biactive peptides: From sciences to application. J Funct Foods 1:177-187. doi:10.1016/j.jff.2009.01.007. Korhonen H, Pihlanto A. 2006. Bioactive peptide: production and functionality [ulas balik]. Int Dairy J 16:945-960. Lakshmi SV, Padmaja G, Kuppusamy P, Kutala VK. 2009. Oxidative stress in cardiovascular disease. Indian J Biochem Biophysi 46(6):421–440. Lee JU, Bae IY, Lee HG, Yang CB. 2006. Tyr-Pro-Lys, an angiotensin Iconverting enzyme inhibitory peptide derived from broccoli (Brassica oleracea Italica). Food Chem 99:143–148. doi:10.1016/j.foodchem.2005.06.050. Li GH, Le GW, Shi YH, Shrestha S. 2004. Angiotensin I-converting enzyme inhibitory peptides derived from food protein and their physiological and pharmacological effects. J Nut Res 24:469-486. doi:10.1016/j.nutres.2003.10.0 14. Liu Z, Dong S, Xu J, Zeng M, Song H, Zhao Y. 2008. Production of cysteine-rich antimicrobial peptide by digestion of oyster (Crassostrea gigas) with alcalase and bromelin. Food Control 19:231–235. doi:10.1016/j.foodcont.2007.03.004. Mao XY, Ni JR, Sun WL, Hao PP, Fan L. 2007. Value-added utilization of yak milk casein for the production of angiotensin-I-converting enzyme inhibitory peptides. Food Chem 103:1282-1287. doi:10.1016/j.foodchem.2006.10.041. Marchand S, Merchiers M, Messens W, Coudijzer K, De Block J. 2009. Thermal inactivation kinetics of alkaline phosphatase in equine milk. Int Dairy J. 19:763–767. doi:10.1016/j.idairyj.2009.05.009. McMahon D J. Oommen BS. 2008. Supramolecular structure of the casein micelle. J Dairy Sci 91(5):1709–1721. http://doi.org/10.3168/jds.2007-0819. Miguel M, Contreras MM, Recio I, Aleixandre A. 2009. ACE-inhibitory and antihypertensive properties of a bovine casein hydrolysate. Food Chem 112:211–214. doi:10.1016/j.foodchem.2008.05.041. Miranda G, Mahé M-F, Leroux C, Martin P. 2004. Proteomic tools to characterize the protein fraction of Equidae milk. Proteomics 4:2496-2509. doi: 10.1002/pmic.200300765. Mirdhayati I, Hermanianto J, Wijaya CH, Sajuthi D, Arihara K. 2016. Angiotensin converting enzyme (ACE) inhibitory and antihypertensive activities of protein hydrolysate from meat of Kacang goat (Capra aegagrus hircus). J Sci Food Agri. Muchtadi D. 2012. Pangan Fungsional dan Senyawa Bioaktif. Jakarta, ID: CV Alfabeta. hlm 1–6. Najafian L, Babji AS. 2014. Production of bioactive peptides using enzymatic hydrolisis and identification antioxidative peptides from patin (Pangasius sutchi) sarcoplasmic protein hydrolysate. J Func Foods 9:280-289. Doi: http://dx.doi.org/10.1016/j.jff.2014.05.003. Nongonierma AB, FitzGerald RJ. 2015. The scientific evidence for the role of milk protein-derived bioactive peptides in humans: A review. J Functional Foods 17:640-656. http://dx.doi.org/10.1016/j.jff.2015.06.021.
38 Pan D, Guo H, Zhao B, Chao J. 2011. The molecular mechanisms of interactions between bioactive peptides and angiotensin-converting enzyme. Bioorg Med Chem Let 21:3898-3904. doi:10.1016/j.bmcl.2011.05.033. Park YW [editor]. 2009. Bioactive Components in Milk and Dairy Products. (Iowa) (US): Wiley. Pihlanto A. 2006. Antioxidative peptides derived from milk proteins [ulas balik]. Int Dairy J. 16:1306–1314. doi:10.1016/j.idairyj.2006.06.005. Phadungath C. 2005. Casein micelle structure: a concise review. J Sci Technol 27(1):201–212. Phelan M, Aherne A, FitzGerald RJ, O‘Brien NM. 2009. Casein-derived bioactive peptides: Biological effects, industrial uses, safety aspects and regulatory status [ulas balik]. Int Dairy J. 19:643–654. doi:10.1016/j.idairyj.2009.06.001. Piovesana S, Capriotti AL, Cavaliere C, La Barbera G, Samperi R, Zenezini Chiozzi R, Lagan A. 2015. Peptidome characterization and bioactivity analysis of donkey milk. J Proteom 119(34):21–29. http://doi.org/10.1016/j.jprot.2015. 01.020. Roncada P, Piras C, Soggiu A, Turk R, Urbani A, Bonizzi L. 2012. Farm animal proteomics [ulas balik]. J Proteom 75:4259-4274. doi:10.1016/j.jprot.2012.05. 028. Salimei E, Fantuz F. 2012. Equid milk for human consumption [ulas balik]. Int Dairy J. 24:130-142. doi:10.1016/j.idairyj.2011.11.008. Samaranayaka AGP, Li-Chan ECY. 2011. Food-derived peptidic antioxidants: A review of their production, assessment, and potential applications [ulas balik]. J Funct Foods 3:229-254. doi:10.1016/j.jff.2011.05.006. Sarmadi BH, Ismail A. 2010. Antioxidative peptides from food proteins: A review. Peptides 31(10):1949–1956. doi:10.1016/j.peptides.2010.06.020. Shi et al. 2012. Isolation of potential probiotic Lactobacillus rhamnosus strains from traditional fermented mare milk produced in Sumbawa Island of Indonesia. Biosci Biotechnol Biochem 76(10):1897–1903. doi:10.1271/bbb.120 385. Soares PAG, Vaz AFM, Correia MTS, Pessoa A, Carneiro-Da-Cunha MG. 2012. Purification of bromelain from pineapple wastes by ethanol precipitation. Sep Purif Technol 98:389–395. http://doi.org/10.1016/j.seppur.2012.06.042. Uniacke-Lowe T, Huppertz T, Fox PF. 2010. Equine milk proteins: Chemistry, structure, and nutritional significance [ulas balik]. Int Dairy J. 20:609-629. doi:10.1016/j.idairyj.2010. 02.007. Wada Y, Lönnerdal B. 2014. Bioactive peptides derived from human milk proteins — mechanisms of action. J Nutri Bichem 25:503–514. http://dx.doi. org/10.1016/j.jnutbio.2013.10.012 Wilson J, Hayes M, Carney B. 2011. Angiotensin-I-converting enzyme and prolyl endopeptidase inhibitory peptides from natural sources with a focus on marine processing by-products. Food Chem 129:235-244. doi:10.1016/j.foodchem.201 1.04.081. [WHO] World Health Organization. 2013. A Global Brief On Hypertension [internet]. [Diunduh 1 Mar 2014]; hlm 3-39. Tersedia pada: http://www.who. int/cardiovascular_diseases/en.
39 Yamada A, Sakurai T, Ochi D, Mitsuyama E, Yamauchi K, Abe F. 2013. Novel angiotensin I-converting enzyme inhibitory peptide derived from bovine casein. Food Chem 141:3781–3789. http://dx.doi.org/10.1016/j.foodchem.2013.06.089. Yoshinori M, Li-Chan E, Jiang B [editor]. Bioactives Protein and Peptides as Functional Foods and Nutraceuticals. Iowa (US): Wiley. Zhong F, Zhang X, Ma J, Shoemaker CF. 2007. Fractionation and identification of a novel hypocholesterolemic peptide derived from soy protein Alcalase hydrolysates. Food Res Int 40:756–762. doi:10.1016/j.foodres.2007.01.005.
40
LAMPIRAN
41 Lampiran 1 Prosedur pembuatan pereaksi metode Bradford 1. Larutan stok Bradford Timbang 350 mg Coomasie Briliant Blue (CBB) G-250, lalu campurkan dengan 100 mL etanol 95% dan 200 mL asam fosfor 88%. Simpan pada suhu 8 o C bila tidak digunakan. 2. Larutan kerja Bradford Campurkan 30 mL larutan stok Bradford dengan 15 mL etanol 95%, 30 mL asam fosfor 88%, dan 425 mL akuades. Homogenkan lalu saring dengan kertas Whatman no. 1. Larutan kerja Bradford dapat disimpan pada suhu 8 oC di dalam botol kaca hingga beberapa minggu. 3. Larutan standar Bovine Serum Albumin (BSA) Larutkan 1 mg BSA (Sigma) dengan satu mL akuades, sehingga konsentrasinya menjadi 1 mg mL-1. Buat pengenceran serial dari larutan stok BSA sehingga diperoleh berbagai larutan dengan konsentrasi 0–800 (µg mL-1).
Lampiran 2 Kurva standar protein Kurva standar ke-1
Absorbansi (595 nm)
0.7
y = 0.0007x + 0.0510 R² = 0.9788
0.6 0.5 0.4 0.3 0.2
0.1 0 0
200
400
600
Konsentrasi BSA (µg mL-1)
800
1000
42 Kurva standar ke-2
Abrosban (595 nm)
0.7 y = 0.0007x + 0.0396 R² = 0.9893
0.6 0.5 0.4 0.3
0.2 0.1 0 0
200
400
600
Konsentrasi protein (µg
800
1000
mL-1)
Kurva standar ke-3
Absorbansi ( 595 nm)
0.7
y = 0.0008x + 0.0315 R² = 0.9938
0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0 0
200
400
600
800
1000
Konsentrasi protein (µg mL-1) Lampiran 3 Prosedur pembuatan pereaksi metode Bergmeyer dan Grassel (1983) 1. Larutan penyangga fosfat 0.05 M pH 7 a. Larutan stok A: 0.1 M monobasic sodium fosfat Larutkan 13.9 g monobasic sodium fosfat dalam satu liter akuades, lalu homogenkan. b. Larutan stok B: 0.1 M dibasic sodium fosfat Larutkan 28.825 g Na2HPO4.7H2O atau 35.85 g Na2HPO4.12H2O dalam satu liter akuades, lalu homogenkan.
43 c. Pipet x mL larutan B kedalam 50 mL larutan stok A hingga pH 7. Catat volume larutan B yang ditambahkan. Encerkan dengan akuades hingga mencapai tepat 2× volume total (A+B) 2. Larutan kasein 1% (b/v) Larutkan 1 gram kasein dalam 100 mL larutan penyangga fosfat 0.05 M pH 7. Gunakan NaOH 12 N untuk membantu melarutkan kasein. 3. Tirosin standar (5 mmol L-1) Larutkan 45 mg L-tirosin (Merck; BM 181.19 g mol-1) kedalam 40 mL air bebas ion. Gunakan NaOH 1 mM untuk membantu kelarutan tirosin. Tambahkan akuades dan tepatkan hingga 50 mL. 4. TCA 0.1 M Larutkan 1.634 g bubuk TCA (Sigma; BM 163.39 g mol-1) kedalam 100 mL akuades, lalu homogenkan. TCA bersifat korosif. Oleh sebab itu, gunakan peralatan gelas. 5. Larutan Na2CO3 Larutkan dengan sempurna 42.397 g Na2CO3 dalam satu liter akuades. 6. Folin Ciocalteu (1:2) Campurkan 30 mL larutan stok folin ciocalteu (Merck) dengan 60 mL akuades.
Lampiran 4 Prosedur pembuatan pereaksi metode SDS-PAGE 1. Larutan A, yaitu larutan stok akrilamida (30% b/v akrilamida dan 0.8% b/v bisakrilamida) Larutkan 29.2 g akrilamida dan 0.8 g bisakrilamida dalam 100 mL akuades. Aduk perlahan dengan magnetic stirrer hingga homogen. Gunakan peralatan pelindung karena akrilamida bersifat karsinogenik. 2. Larutan B, yaitu larutan penyangga gel pemisah 4x (Tris-HCl 2 M, pH 8.8) Sebanyak 75 mL larutan penyangga Tris-HCl 2 M (pH 8.8) dicampur dengan 4 mL SDS 10% (b/v) dan 21 mL akuades hingga tepat 100 mL. Aduk hingga homogen. Masa kadaluarsa larutan B ialah satu bulan, bila disimpan dingin. 3. Larutan C, yaitu Larutan penyangga gel penahan 4× (Tris-HCl 1 M, pH 6.8) Campurkan 50 mL larutan penyangga Tris-HCl 1 M (pH 6.8) dengan 4 mL SDS 10% (b/v) dan 46 mL akuades. Aduk hingga homogen. Larutan bersifat stabil selama sebulan bila disimpan beku. 4. APS 10% (b/v) Larutkan 0.5 g amonium persulfat dengan 5 mL akuades. Aduk hingga homogen. Simpan dalam lemari pendingin bila tidak digunakan.
44 5. Larutan penyangga elektroforesis Timbang 1.803 g Tris; 8.648 g glisin; dan 0.6 g SDS. Larutkan dengan 600 mL akuades. pH diatur hingga 8.3 dengan HCl 1 M. 6. Larutan penyangga sampel 5× Campurkan 0.6 ml larutan penyangga Tris-HCl 1 M (pH 6.8); 5 mL gliserol 50% (v/v); 2 mL SDS 10% (b/v); 0.5 mL 2-merkaptoetanol; 1 mL bromfenolbiru 1% (b/v); dan 0.9 mL akuades. Larutan bersifat stabil hingga satu bulan bila disimpan pada suhu -20 oC.
Lampiran 5 Pereaksi untuk prosedur pewarnaan Coomassie Blue 1. Larutan stok pewarna, 100 mL Larutkan 0.1 g Coomasie Blue R-250 dengan 45 mL etanol, 45 mL akuabides, lalu tambahkan 10 mL asam asetat glasial. Homogenkan, lalu simpan di dalam botol gelap pada suhu ruang. 2. Larutan stok pemucat, 100 mL Campurkan 10 mL metanol, 10 mL asam asetat glasial, dengan 80 mL akuabides. Homogenkan, lalu simpan pada suhu ruang.
Lampiran 6 Pereaksi untuk prosedur pewarnaan Silver Staining 1. Larutan fiksasi Campurkan 25 mL metanol, 12 mL asam asetat, dan akuabides hingga tepat 100 mL. Campuran dihomogenkan lalu disimpan dalam botol kaca. 2. Larutan enhancer Larutkan 0.02 g Na2S2O3∙5H2O dengan 100 mL akuabides. Setelah larut sempurna, larutan disimpan dalam botol kaca. 3. Larutan perak nitrat Larutkan 0.1 g AgNO3 dengan 50 mL akuabides, lalu ditambahkan dengan 17.5 μL formaldehida. Larutan harus dibuat segar. 4. Larutan Na2CO3 Larutkan 3 g Na2CO3 dengan 50 mL akuabides, lalu ditambahkan dengan 24 μL formaldehida. Larutan harus dibuat segar.
Lampiran 7 Prosedur pewarnaan Silver Staining 1. Rendam gel dengan larutan fiksasi selama 1–24 jam. Setelah itu, gel direndam dengan larutan etanol 35% (v/v) selama 20 menit sebanyak 3 kali.
45 2. Gel direndam dalam larutan enhancer selama 1 menit, dilanjutkan dengan akuabides selama 20 detik sebanyak 3 kali. 3. Gel direndam dalam larutan perak nitrat selama 30 menit, lalu dibilas dengan akuabides selama 20 detik sebanyak 2 kali. 4. Gel direndam dalam larutan Na2CO3 hingga pita-pita protein terlihat jelas. Setelah itu, reaksi pewarnaan dihentikan dengan menambahkan larutan fiksasi secukupnya. Gel lalu dibilas dengan akuabides selama 10 menit sebanyak 2 kali.
Lampiran 8 Korelasi antara konsentrasi asam askorbat dan aktivitas DPPH∙ radical scavenging
70 % Scavenging
60 50 40
y = 0.8313x - 7.5835 R² = 0.9852
30 20 10 0 0
20
40
60
80
100
Konsentrasi asam askorbat (μM) Lampiran 9 Prosedur pembuatan pereaksi metode Fe reducing power 1. Larutan stok penyangga fosfat 0.2 M pH 6.6 a. Larutan stok A: 0.4 M monobasic sodium fosfat (NaH2PO4.H2O) Larutkan 5.520 g monobasic sodium fosfat (Merck; BM 137.99 g mol1 ) dalam 100 mL akuades, lalu homogenkan. b. Larutan stok B: 0.4 M dibasic sodium fosfat (Na2HPO4) Larutkan 5.678 g Na2HPO4 (Merck; BM 141.96 g mol-1) dalam 100 mL akuades, lalu homogenkan. c. Pipet x mL larutan B kedalam 50 mL larutan stok A hingga pH 6.6. Catat volume larutan B yang ditambahkan. Encerkan dengan akuades hingga mencapai tepat 2× volume total (A+B).
46 2. Larutan K3(FeCN)6 1% (b/v) Larutkan 1 gram K3(FeCN)6 kedalam 100 mL akuades, lalu homogenkan. Larutan stok kemudian disimpan pada botol gelap dan suhu ruang. 3. Larutan FeCl3 0.1% (b/v) Larutkan 0.1 gram FeCl3 kedalam 100 mL akuades, lalu homogenkan. Larutan selalu dibuat segar. 4. Larutan TCA 10% (b/v) Larutkan 10 gram kristal TCA kedalam 100 mL akuades, lalu homogenkan. Larutan stok kemudian disimpan pada botol gelap dan suhu ruang. TCA bersifat korosif. Oleh sebab itu, gunakan selalu sarung tangan.
Lampiran 10 Prosedur pembuatan pereaksi metode inhibitor ACE 1. ACE 50 mU mL-1 Larutkan 0.25 U atau 250 mU bubuk ACE rabbit lung (Sigma) dengan 5 mL akuades dingin. Larutan dapat disimpan pada suhu -20 oC. Cairkan pada suhu ruang bila ingin digunakan. Setelah dicairkan, larutan enzim harus dijaga tetap dingin (gunakan balok es). 2. HCl 1 N Pipet 8.212 mL larutan HCl pekat 37% (b/b) kedalam labu takar 100 mL, yang sebelumnya telah diisi oleh 25 mL akuades. Tambahkan akuades hingga tepat tanda tera, lalu homogenkan. HCl pekat bersifat sangat korosif. Oleh sebab itu, gunakan selalu peralatan kaca. 3. Larutan penyangga borat 100 mM, pH 8.3 a. Larutan stok A: 0.2 M asam borat Larutkan 12.4 g asam borat (H3BO3; BM 61.83 g mol-1) dengan satu liter akuades. b. Larutan stok B: 0.05 M borat atau 0.2 M sodium tetraborat Larutkan 19.05 g borat atau sodium tetraborat dekahidrat (Na2B4O7.10H2O, BM 381.37 g mol-1) dengan satu liter akuades. c. Pipet x mL larutan B kedalam 50 mL larutan stok A hingga pH 8.3. Catat volume larutan B yang ditambahkan. Encerkan dengan akuades hingga mencapai tepat 2x volume total (A+B). 4. Hip-his-leu (HHL) 7.6 mM Larutkan 3 mg bubuk HHL (Sigma, BM 429.47 g mL-1, basis anhidrat) dengan satu mL larutan penyangga borat 100 mM, pH 8.3, yang mengandung 608 mM NaCl. Aduk selama 30 menit hingga campuran menjadi bening (larut sempurna). Larutan dibuat segar.
47 5. NaCl 608 mM Larutkan dengan sempurna 3.553 g NaCl (BM 58.44 g mol-1) kedalam 100 mL larutan penyangga borat 100 mM pH 8.3. Larutan dibuat segar. 6. Larutan BSA Larutkan dengan sempurna 100 mg Bovine Serum Albumin dengan 10 mL larutan penyangga borat pH 8.3. Larutan dibuat segar. Lampiran 11 Kadar protein terlarut susu kuda dan hidrolisatnya Sampel
Menit hidrolisis
Kadar protein (mg mL-1)
Kasein-Bromelin
0 (Kontrol) 30 60 90 120 Kasein-F11.4 Protease 0 (Kontrol) 30 60 90 120 Whey-Bromelin 0 (Kontrol) 30 60 90 120 Whey-F11.4 Protease 0 (Kontrol) 30 60 90 120 Kasein tanpa enzim Whey tanpa enzim Keterangan: nilai merupakan mean ± SD dari 3 ulangan pengujian.
5.75±0.42 3.27±0.05 2.37±0.19 2.54±0.05 2.40±0.38 5.74±0.16 4.14±0.19 3.80±0.20 3.02±0.00 3.16±0.07 25.94±0.16 23.82±0.27 22.63±0.20 27.20±0.61 25.63±0.16 57.61±1.31 51.21±1.01 45.07±1.08 38.80±2.79 37.57±4.68 46.79±14.02 52.79±10.14
48 Lampiran 12 Uji statistika aktivitas DPPH∙ radical scavenging spesifik dari hidrolisat kasein-bromelin (CB) Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova Statistic df Sig. log10NS_DPPH_25mg .195 15 .131 a. Lilliefors Significance Correction
Statistic .910
Shapiro-Wilk df Sig. 15 .135
Levene's Test of Equality of Error Variancesa Dependent Variable:log10_DPPH_25mg F df1 df2 Sig. 3.242 4 10 .060 Tests the null hypothesis that the error variance of the dependent variable is equal across groups. a. Design: Intercept + Perlakuan Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:log10NS_DPPH_25mg Type III Sum of Source Squares df Mean Square Corrected Model .618a 4 .154 Intercept 1.970 1 1.970 Perlakuan .618 4 .154 Error .060 10 .006 Total 2.648 15 Corrected Total .678 14 a. R Squared = .911 (Adjusted R Squared = .876) Post Hoc Homogeneus subset Duncan Subset Perlakuan N 1 2 3 CB120 3 4.0956 CB60 3 5.5757 CB90 3 5.7989 CB30 3 12.3913 CB0 3 17.4380 Sig. .329 1.000 1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 3.764.
F 25.643 327.066 25.643
Sig. .000 .000 .000
49 Lampiran 13 Uji statistika aktivitas DPPH∙ radical scavenging spesifik dari hidrolisat kasein-F11.4 (CF)
Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova Statistic df Sig. DPPH_Sp_25mg .088 15 .200* a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance.
Shapiro-Wilk Statistic df Sig. .975 15 .920
Levene's Test of Equality of Error Variancesa Dependent Variable:DPPH_Sp_25mg F df1 df2 Sig. .251 4 10 .903 Tests the null hypothesis that the error variance of the dependent variable is equal across groups. a. Design: Intercept + Perlakuan Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:DPPH_Sp_25mg Type III Sum of Source Squares df a Corrected Model 16721.343 4 Intercept 238283.662 1 Perlakuan 16721.343 4 Error 7079.858 10 Total 262084.863 15 Corrected Total 23801.201 14 a. R Squared = .703 (Adjusted R Squared = .584)
Mean Square 4180.336 238283.662 4180.336 707.986
Post Hoc Homogeneus subset Duncan Subset 1 71.1467 1.1173E2
Perlakuan N 2 CF0 3 CF30 3 1.1173E2 CF60 3 1.2669E2 CF120 3 1.5858E2 CF90 3 1.6204E2 Sig. .091 .056 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 707.986.
F 5.905 336.566 5.905
Sig. .011 .000 .011
50 Lampiran 14 Uji statistika aktivitas reducing power spesifik dari hidrolisat kasein Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova Statistic df Sig. FeRed_Sp_10mg .104 30 .200* a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance.
Statistic .974
Shapiro-Wilk df Sig. 30 .665
Levene's Test of Equality of Error Variancesa Dependent Variable:FeRed_Sp_10mg F df1 df2 Sig. 2.240 9 20 .064 Tests the null hypothesis that the error variance of the dependent variable is equal across groups. a. Design: Intercept + Perlakuan Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:FeRed_Sp_10mg Type III Sum of Source Squares df a Corrected Model 27302.000 9 Intercept 142830.000 1 Perlakuan 27302.000 9 Error 2024.000 20 Total 172156.000 30 Corrected Total 29326.000 29 a. R Squared = .931 (Adjusted R Squared = .900)
Mean Square 3033.556 142830.000 3033.556 101.200
F 29.976 1.411E3 29.976
Sig. .000 .000 .000
Post Hoc Homogeneus Subset Duncan Subset Perlakuan N 1 2 3 4 5 6 7 CB0 3 14.33 CB30 3 39.67 CF0 3 44.00 44.00 CB60 3 58.00 58.00 CB120 3 68.00 68.00 CB90 3 71.00 71.00 71.00 CF30 3 78.67 78.67 CF60 3 88.67 CF90 3 113.33 CF120 3 114.33 Sig. 1.000 .604 .104 .149 .233 .054 .904 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 101.200.
51
Lampiran 15 Uji statistika aktivitas penghambatan ACE spesifik dari hidrolisat kasein Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova Statistic df Sig. Ace_Sp .191 18 .081 a. Lilliefors Significance Correction
Shapiro-Wilk Statistic df .863 18
Sig. .014
Levene's Test of Equality of Error Variancesa Dependent Variable:Ace_Sp F df1 df2 Sig. .283 5 12 .913 Tests the null hypothesis that the error variance of the dependent variable is equal across groups. a. Design: Intercept + Perlakuan Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Ace_Sp Type III Sum of Source Squares df Mean Square a Corrected Model 5541.497 5 1108.299 Intercept 70682.987 1 70682.987 Perlakuan 5541.497 5 1108.299 Error 9.559 12 .797 Total 76234.042 18 Corrected Total 5551.056 17 a. R Squared = .998 (Adjusted R Squared = .998)
F 1.391E3 8.874E4 1.391E3
Sig. .000 .000 .000
Post Hoc Homogeneous Subsets Duncan Subset Perlakuan N 1 2 3 4 CB0 3 39.1933 CF0 3 42.3233 CF30 3 57.9033 CB30 3 72.6500 CF90 3 CB90 3 Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .797.
5
6
79.1633 1.000
84.7533 1.000
52
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Malang pada tanggal 8 November 1985 sebagai putra pertama dari pasangan Bapak Laksma TNI (Purn) Rahardjo Dwi Prihanggono dan Ibu Sri Widyastati. Pada tahun 2003, penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) di departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA). Selama masa perkuliahan sarjana, penulis pernah meraih prestasi sebagai Penyaji Terbaik ke-2 dan Penyaji Poster Terbaik ke-3 pada lomba Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) ke-XX di Lampung. Penulis lulus sarjana pada tahun 2008 dan diterima bekerja sebagai analis di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Quality Control, PT Frisian Flag Indonesia, plant Pasar Rebo. Pada tahun 2012, penulis diterima sebagai mahasiswa pascasarjana (S2) di Departemen Ilmu Pangan, IPB. Penulis pernah menjabat sebagai ketua Forum Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Pangan (Formasip) periode 2013–2014. Sebagai salah satu syarat kelulusan program Magister Sains dari program studi Ilmu Pangan, penulis melakukan penelitian dengan topik ―Profil Protein, Aktivitas Antioksidan, dan Inhibitor ACE dari Susu Kuda dan Hidrolisatnya‖ dibawah bimbingan Ibu Prof Dr Ir Maggy Thenawidjaja Suhartono dan Ibu Dr Ir Nurheni Sri Palupi, MSi. Sebagian dari karya tulis tersebut telah diterjemahkan kedalam bahasa inggris dan diajukan sebagai artikel ke International Food Research Journal dengan judul Protein profile, antioxidant, and ACE-inhibitory activity of equine (Equus caballus) casein, whey, and its hydrolysates. Di luar bidang akademik, penulis aktif sebagai karateka pada perguruan Institut KarateDo Indonesia (INKAI).