BPS PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA No. 04/01/34/Th.XVIII, 4 Januari 2016
PROFIL KEMISKINAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA SEPTEMBER 2015 RINGKASAN
Garis kemiskinan di Daerah Istimewa Yogyakarta pada September 2015 sebesar Rp 347.721,- per kapita per bulan. Sementara garis kemiskinan pada Maret 2015 sebesar Rp 335.886,- per kapita per bulan, atau garis kemiskinan mengalami kenaikan sekitar 3,52 persen. Bila dibandingkan kondisi September 2014 yang sebesar Rp 321.056,- per kapita per bulan maka dalam kurun satu tahun terjadi kenaikan sebesar 8,31 persen.
Peran komoditi makanan terhadap Garis Kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan. Pada September 2015, sumbangan Garis Kemiskinan Makanan terhadap Garis Kemiskinan sebesar 70,97 persen, tidak jauh berbeda dengan September 2014 yang sebesar 71,42 persen.
Jumlah penduduk miskin, yaitu penduduk yang konsumsinya berada di bawah garis kemiskinan, pada September 2015 di Daerah Istimewa Yogyakarta terdapat 485,56 ribu orang. Bila dibandingkan keadaan September 2014 yang jumlah penduduk miskinnya mencapai 532,59 ribu orang, maka selama satu tahun terjadi penurunan sebesar 47,03 ribu jiwa.
Tingkat kemiskinan yaitu persentase penduduk miskin dari seluruh penduduk di Daerah Istimewa Yogyakarta pada September 2015 sebesar 13,16 persen. Apabila dibandingkan dengan keadaan Maret 2015 yang besarnya 14,91 persen berarti ada penurunan sebesar 1,75 poin selama setengah tahun. Sedangkan bila dibandingkan dengan kondisi September 2014 dengan persentase penduduk miskin sebesar 14,55 persen, terjadi penurunan sebesar 1,39 poin.
Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) pada periode September 2014 - September 2015 mengalami penurunan. Hal ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung mendekati dari garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran antar penduduk miskin juga semakin menyempit.
1. Garis Kemiskinan September 2014 - September 2015 Secara umum kemiskinan didefinisikan sebagai suatu kondisi kehidupan di mana yang
terdapat cukup
sejumlah
untuk
penduduk
memenuhi
tidak
kebutuhan
mampu pokok
mendapatkan (basic
sumber
daya
needs) minimum dan
Berita Resmi Statistik D.I. Yogyakarta No. 04/01/34/Th.XVIII, 4 Januari 2016
1
mereka Smith,
hidup 2007).
di
bawah
Konsep
tingkat
kebutuhan
minimum
dan
kemiskinan
juga
dipakai
BPS
berdasarkan kebutuhan
dasar
(basic
needs approach). Nilai kebutuhan dasar
minimum
dengan
pengeluaran
per
kapita
garis
per
kemiskinan
bulan
untuk
mengukur
(Todaro
yang
digambarkan
dalam
tersebut
(GK),
yaitu
memenuhi
batas
minimum
kebutuhan
minimum
makanan dan non makanan, yang memisahkan seseorang tergolong miskin atau tidak. Garis kemiskinan di Daerah Istimewa Yogyakarta pada September 2015 adalah
Rp
347.721,-per
kapita
per
bulan.
Jika
dibandingkan dengan
kondisi
September 2014 yang garis kemiskinannya sebesar Rp 321.056,- per kapita per bulan, terjadi kenaikan sebesar 8,31 persen dan jika dibandingkan dengan kondisi Maret 2015 yang besarnya Rp 335.886,- per kapita per bulan, maka tampak
adanya
peningkatan
kenaikan
garis
garis
kemiskinan
ini
kemiskinan
sebesar
sejalan dengan
4,10
persen.
Terjadinya
terjadinya inflasi
September
2014 ke September 2015 yang sebesar 5,23 persen, serta inflasi Maret 2015 - September 2015 yang mencapai 2,09 persen. Tabel 1. Garis Kemiskinan menurut Tipe Daerah September 2014 – September 2015
Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bulan) Daerah/Tahun
Makanan
Bukan Makanan
Total
230 329 238 042 249 320
103 232 109 745 110 150
333 561 347 787 359 470
227 233 236 342 241 725
69 196 75 907 82 662
296 429 312 249 324 386
September 2014 Maret 2015
229 286 237 473
91 770 98 413
321 056 335 886
September 2015
246 776
100 945
347 721
Perkotaan September 2014 Maret 2015 September 2015 Perdesaan September 2014 Maret 2015 September 2015 Kota+Desa
Sumber: Susenas September 2014,
2
Maret 2015, dan
September 2015
Berita Resmi Statistik D.I. Yogyakarta No. 04/01/34/Th.XVIII, 4 Januari 2016
Bila
dilihat
komponen
Garis
Kemiskinan
(GK)
yang
terdiri
dari
Garis
Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM), terlihat bahwa peranan komoditi makanan masih jauh lebih besar dibandingkan peranan
komoditi
kesehatan).
Pada
bukan
makanan
September
(perumahan,
2014
sumbangan
sandang, GKM
pendidikan,
terhadap
GK
dan
sebesar
71,42 persen dan 70,97 persen pada September 2015. Pada 359.470,-
September 2015 garis kemiskinan di daerah perkotaan sebesar Rp per kapita per bulan, mengalami kenaikan 7,77 persen dibanding
keadaan September 2014 yang sebesar kapita
per
bulan.
Garis
kemiskinan
2015 sebesar Rp 324.386,-
di
Rp 333.561,daerah
perdesaan
pada
per
September
per kapita per bulan, mengalami kenaikan 9,43
persen dibanding keadaan September 2014 yang mencapai Rp 296.429,- per kapita per bulan. Berdasarkan persentase
komoditas
memberikan
makanan,
kontribusi
yang
terdapat
5
cukup
besar
komoditas pada
yang
garis
secara
kemiskinan
makanan di perkotaan yaitu beras, rokok kretek filter, telur ayam ras, daging ayam ras, dan mie instan. Lima komoditi makanan yang berpengaruh cukup besar terhadap garis kemiskinan di perdesaan adalah beras, daging ayam ras, telur ayam ras, rokok kretek filter, dan gula pasir. Komoditi
non
makanan
yang
memberikan sumbangan
besar
pada
garis
kemiskinan baik di perkotaan maupun di perdesaan yaitu perumahan, bensin, listrik, dan perlengkapan mandi.
Komoditi lainnya yang termasuk dalam posisi
lima terbesar di perdesaan adalah kayu bakar, sedangkan di perkotaan adalah biaya pendidikan. Tabel 2. Lima Kontribusi Terbesar Garis Kemiskinan menurut Tipe Daerah September 2015
Jenis Komoditi Makanan Beras
Perkotaan
24.16
Jenis Komoditi
Beras
Perdesaan
31.42
Rokok kretek filter
9.77
Daging ayam ras
6.78
Telur ayam ras
5.96
Telur ayam ras
6.04
Daging ayam ras
5.62
Rokok kretek filter
5.75
Mie instan
4.10
Gula pasir
4.29
26.16
Perumahan
24.43
Non Makanan Perumahan
Berita Resmi Statistik D.I. Yogyakarta No. 04/01/34/Th.XVIII, 4 Januari 2016
3
Bensin
19.30
Bensin
13.39
Pendidikan
7.02
Listrik
6.19
Listrik
6.21
Kayu bakar
5.98
Perlengkapan mandi
4.63
Perlengkapan mandi
5.87
2. Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin di Daerah Istimewa Yogyakarta Jumlah Maret
penduduk miskin di Daerah Istimewa Yogyakarta pada periode
2010
-
kecenderungan
September
menurun.
2015
Pada
mengalami
periode
Maret
fluktuasi, 2010
-
meskipun
Maret
2011
ada terjadi
penurunan, tetapi dari September 2011- Maret 2012 mengalami kenaikan dan turun kembali sampai periode September 2013. Jumlah penduduk miskin pada Maret 2010 tercatat 577,30 ribu orang dan pada Maret 2011 turun menjadi 562,70 ribu, namun sampai dengan kondisi bulan Maret 2012 jumlah penduduk miskin naik menjadi 568,35 ribu. Sementara pada periode September 2012 September
2015
mengalami
fluktuasi
dan
ada
kecenderungan
penurunan.
Perkembangan jumlah penduduk miskin seperti terlihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Jumlah Penduduk Miskin di Daerah Istimewa Yogyakarta Maret 2010 - September 2015 (dalam ribu orang) 577,30 562,70
568,05
568,35
565,73 553,07 541,95
550,23
544,87
532,59
485,56
Maret 2010
Maret 2011
Sept 2011
Maret 2012
Sumber: Susenas Maret 2010 - September
Sept 2012
Maret 2013
Sept 2013
Maret 2014
Sept 2014
Maret 2015
Sept 2015
2015
Penduduk miskin tersebar di perkotaan (60,27 persen) maupun perdesaan (39,77 persen). Jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan pada September 4
Berita Resmi Statistik D.I. Yogyakarta No. 04/01/34/Th.XVIII, 4 Januari 2016
2015
sebanyak
dibandingkan
292,64
keadaan
ribu
orang,
September
berkurang
2014
yang
31,79
mencapai
ribu
orang
324,43
ribu
bila orang.
Jumlah penduduk miskin di daerah perdesaan pada September 2015 sebanyak 192,91
ribu
orang,
mengalami
penurunan
sekitar
15,24
ribu
dari
keadaan
September 2014 yang jumlahnya mencapai 208,15 ribu orang (Tabel 3).
Berita Resmi Statistik D.I. Yogyakarta No. 04/01/34/Th.XVIII, 4 Januari 2016
5
Tabel 3. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin menurut Tipe Daerah, September 2014 - September 2015
Jumlah penduduk miskin (000)
Persentase penduduk miskin
Perkotaan September 2014 Maret 2015 September 2015 Perdesaan
324.43 329.65 292.64
13.36 13.43 11.93
September 2014 Maret 2015 September 2015
208.15 220.57 192.91
16.88 17.85 15,62
Kota+Desa September 2014 Maret 2015 September 2015
532.59 550.23 485.56
14.55 14.91 13.16
Daerah/Tahun
Sumber: Susenas September 2014, Maret 2015, dan September 2015
3. Perkembangan Tingkat Kemiskinan di Daerah Istimewa Yogyakarta Tingkat
kemiskinan
di
Daerah
Istimewa Yogyakarta
pada periode
Maret
2010-Maret 2015 cenderung mengalami penurunan. Persentase penduduk miskin pada
Maret
September
2010 sebesar 16,83 persen, turun menjadi 13,16 persen pada
2015.
Perkembangan
tingkat
kemiskinan
di
Daerah
Istimewa
Yogyakarta selengkapnya seperti terlihat pada Gambar 2. Gambar 2. Persentase Penduduk Miskin di Daerah Istimewa Yogyakarta Maret 2010 – September 2015 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
16,83
16,08
16,14
16,05
15,88
15,43
15,03
15,00
14,55
14,91
13,16
Mar'10 Mar'11 Sep'11 Mar'12 Sep'12 Mar'13 Sep'13 Mar'14 Sep'14 Mar'15 Sep'15 Sumber: Susenas Maret 2010 - September
6
2015
Berita Resmi Statistik D.I. Yogyakarta No. 04/01/34/Th.XVIII, 4 Januari 2016
Tingkat
kemiskinan
di
daerah
perkotaan
lebih
kecil
dari
perdesaan. Persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada
pada
di
September
2015 sebesar 11,93 persen mengalami penurunan 1,43 poin jika dibandingkan dengan
keadaan
Persentase sebesar
September
penduduk
15,62
2014
miskin
persen,
di
yang
besarnya
daerah
mengalami
mencapai
perdesaan
penurunan
pada
1,26
13,36
persen.
September
poin
jika
2015
dibandingkan
dengan keadaan September 2014 yang mencapai 16,88 persen.
4. Kualitas Kemiskinan di Daerah Istimewa Yogyakarta Persoalan penduduk
kemiskinan
miskin.
Dimensi
bukan lain
hanya yang
berapa perlu
jumlah
dan
diperhatikan
persentase
adalah
tingkat
kedalaman (poverty gap index) dan tingkat keparahan (poverty severity index) dari
kemiskinan.
Artinya,
selain
harus
mampu
memperkecil
jumlah
penduduk
miskin, kebijakan berkaitan kemiskinan juga sekaligus harus bisa mengurangi tingkat kedalaman dan tingkat keparahan kemiskinan itu. Indeks (P2)
pada
Kedalaman periode
Kemiskinan
September
(P1)
2014
dan
-
Indeks
September
Keparahan 2015
sedikit
Kemiskinan mengalami
penurunan. Indeks kedalaman kemiskinan turun dari 2,35 pada September 2014 menjadi
2,02
pada
September
2015.
Demikian
pula
Indeks
keparahan
kemiskinan turun dari 0,61 menjadi 0,45 pada periode yang sama (Tabel 4). Penurunan nilai kedua indeks ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung mendekati garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran antar penduduk miskin juga semakin sempit. Tabel 4. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di Daerah Istimewa Yogyakarta Menurut Daerah, September 2014- September 2015
Tahun
Kota
Desa
Kota + Desa
September 2014
2,03
2,98
2,35
Maret
2015
2,55
3,70
2,93
September 2015
2,09
1,89
2,02
September 2014
0,52
0,79
0,61
Maret
0,71
1,09
0,83
Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1)
Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)
2015
Berita Resmi Statistik D.I. Yogyakarta No. 04/01/34/Th.XVIII, 4 Januari 2016
7
September 2015
0,51
0,33
0,45
Sumber: Susenas September 2014, Maret 2015, dan September 2015
Indeks (P2)
pada
perkotaan.
Kedalaman September Pada
Kemiskinan 2015
bulan
di
(P1)
daerah
September
dan
Indeks
perdesaan
2015
Indeks
Keparahan
lebih
Kemiskinan
rendah
Kedalaman
dari
Kemiskinan
pada (P1)
untuk perdesaan mencapai 1,89, sementara di daerah perkotaan mencapai 2,09. Indeks
Keparahan
Kemiskinan
daerah
perkotaan
mencapai
(P2) 0,51.
di
daerah Hal
ini
perdesaan berarti
0,33
sementara
perbedaan
di
rata-rata
pengeluaran konsumsi penduduk miskin terhadap garis kemiskinan di perdesaan lebih rendah dibandingkan di perkotaan. Kesenjangan pengeluaran konsumsi antar
penduduk
miskin
di
daerah
perdesaan
juga
lebih
sempit
dibandingkan
dengan di daerah perkotaan.
8
Berita Resmi Statistik D.I. Yogyakarta No. 04/01/34/Th.XVIII, 4 Januari 2016