PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PROFIL ESTERASE NON SPESIFIK NYAMUK Aedes aegypti DARI DAERAH ENDEMIS DAN NON ENDEMIS DBD KOTA JAMBI DENGAN METODE ELEKTROFORESIS
SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh : Victoria Hapsari NIM : 028114117
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2007
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Skripsi B*judul: PROFIL ESTERAStrNON SPESIFIKI\tYAMUK,ades ,eg,p'J DAR] DAERAH ENDEMIS DAN NON trNDEMIS DBD KOTA JAMBI DENGANMETODE ELEKTROFORDSIS
NIM:028114117
i N4ult&ingsih,M S,,Apr
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PROFIL ESTDRASENON SPESIFIKltYAMUK,rades az&"rt DARI DAf,RAII ENDEMISDAN NON EIIDEMIS DBD KOTA JAMBI Df,NGAN MDTODE ELf, KTROFORXSIS OLh I vicloda fbpsdi NlM:028114117 dihr.Lpd D4.! P@elii SkriFli f.k .s r.|1di Univdit$ S..rh D[Id P.d. tt4gtl 18 Agush. 2007
Dipertrn!.b!
l. Dr, B[di MdlEil8lin
M-S., ApL
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
i asked for strength… and GOD gave me difficulties to make me strong i asked for wisdom… and GOD gave me problem to solve i asked for courage… and GOD gave me obstacle to overcome i asked GOD for favors and GOD gave me opportunities i received nothing i wanted… but i received everything i needed
Lord knows Dreams are hard to follow But don't let anyone Tear them away Hold on There will be tomorrow In time You'll find the way (Mariah Carey _Hero)
karya ini kupersembahkan untuk: Bunda Maria-Yesus Kristus Bapak-Ibu ”who called me Queen” dan Almamaterku
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PERNYATAAN(IASLIAN KARYA
balva skiFi iarg sava!uli5 i Say. ndyataks dengd ses@eguhny. lidrl ddult karyealaubaei& kltF o@g lai4 k@udi )dg telahdiselutkd daldlotipd d@dgftd pBtaLa,ebasaimM l6tdoy. k rya ilniat!
"-*":.'
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KATA PENGANTAR
Syukur dan terima kasih kepada Tuhan Maha Pengasih atas terselesaikannya skripsi “Profil Isoenzim Esterase Non Spesifik Nyamuk Aedes aegypti Dari Daerah Endemis Dan Non Endemis DBD Kota Jambi Dengan Metode Elektroforesis” ini, guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) program studi Ilmu Farmasi. Semua keberhasilan ini tidak lepas pula dari bantuan berbagai pihak, yang telah berjasa membantu hingga terselesaikannya skripsi ini. Untuk itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Ibu Rita Suhadi, M.Si, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma. 2. Ibu Dr. Budi Mulyaningsih, M.S., Apt., selaku dosen pembimbing dan dosen penguji skripsi yang telah meluangkan waktu dan perhatian dengan penuh kesabaran membimbing sampai selesainya skripsi ini. 3. Bapak Drs. Mulyono, Apt., dan Bapak Dr. Sabikis, Apt., selaku dosen penguji skripsi yang telah banyak memberi masukan kepada penulis. 4. Kepala BAPEDA Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Kepala Badan Kesbang dan Linmas Kota Jambi, dan Kepala Dinas Kesehatan Kota Jambi yang telah mengijinkan penulis melakukan penelitian di Kota Jambi dan memberikan data yang dibutuhkan penulis. 5. Bapak Purwono selaku laboran Bagian Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada yang membantu pelaksanaan penelitian skripsi.
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6. Bapak Fx. Abu Wuryanto, Ibu M.G. Rita Iriyanti, Gregorius H. Eko Wuryanto, Nicholas Aryo Bimo Wuryanto dan Moses Amor Deo Wuryanto yang selalu mendoakan, memberi dorongan serta kasih selama pengerjaan skripsi ini. 7. Yusuf Firmanta dan keluarga, atas kasih, kesetiaan serta bantuan yang telah diberikan hingga terselesaikannya skripsi ini. 8. Semua teman, sahabat tercinta, atas persahabatan, pengertian dan dukungannya selama ini serta bantuan infomasi yang sangat membantu. 9. Semua pihak yang telah membantu dalam penelitian ini dan tidak dapat disebutkan satu per satu. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan.
Yogyakarta,
Penulis
vii
Juli 2007
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ISI
Hal. HALAMAN JUDUL……………..………………………………………...
i
HALAMAN PERSETUJUAN...…………………………………………...
ii
HALAMAN PENGESAHAN………..…………………………….............
iii
HALAMAN PERSEMBAHAN..…………………………………..............
iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA……………………………………
v
KATA PENGANTAR...................................................................................
vi
DAFTAR ISI……………………………………………………….............
viii
DAFTAR TABEL………………………………………………….............
xi
DAFTAR GAMBAR………………………………………………….........
xii
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………….............
xiii
INTISARI…………………………………………………………………..
xiv
ABSTRACT………………………………………………………………..
xv
BAB I PENGANTAR…………………………………………………….
1
A. Latar Belakang…………………………………………………….........
1
B. Permasalahan……………………….......………………….………........
4
C. Keaslian Karya…...……………….......…………………………...........
5
D. Manfaat Penelitian…………………….......…….…………………........
5
E. Tujuan Penelitian………………………………………….………..........
6
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA..........................................................
7
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
A. Demam Berdarah Dengue ..............……………………………..............
7
B. Nyamuk Ae. aegypti....................................……………………………...
8
1. Kedudukan Taksonomi Nyamuk Ae. aegypti....................................
8
2. Morfologi Nyamuk Ae. aegypti.........................................................
9
3. Siklus hidup Nyamuk Ae. aegypti.....................................................
12
C. Pengendalian Vektor……………………………………….................…
14
D. Insektisida.................................................................................................
15
E. Mekanisme Resistensi Serangga Terhadap Insektisida............................
19
F. Enzim Esterase Non-Spesifik……………………………………………
21
G. Elektroforesis............................................................................................
24
H. Landasan Teori.........................................................................................
27
I. Keterangan Empiris..................................................................................
27
BAB III METODOLOGI PENELITIAN.....................................................
28
A. Jenis dan Rancangan Penelitian………………………………………...
28
B. Subjek Penelitian……………………………………………………….
28
B. Definisi Operasional……………………………………........................
29
C. Bahan dan Alat Penelitian……...........................………………..............
30
1. Bahan Penelitian…………………………………………………..
30
2. Alat Penelitian……………………………………………………..
30
E. Jalannya Penelitian……………………………………...........................
30
F. Analisis Hasil……………….…………………………...…....................
35
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN......................................................
36
ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN.......................................................
46
A. Kesimpulan................................................................................................
46
B. Saran..........................................................................................................
46
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................
48
LAMPIRAN...................................................................................................
53
BIOGRAFI PENULIS....................................................................................
64
x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel I.
Tabel II.
Tabel III.
Tabel IV.
Jumlah bahan yang digunakan dalam pembuatan gel bawah..................................................................................
32
Jumlah bahan yang digunakan dalam pembuatan gel atas.......................................................................................
33
Enzim esterase non-spesifik dan jumlah pita yang dihasilkan dari kelompok nyamuk Ae. aegypti yang berasal dari Kelurahan Simpang III Sipin (daerah endemik DBD), Kelurahan Sijenjang (daerah nonendemik DBD), dan Salatiga sebagai kontrol................................................................................ Kecepatan gerak (jarak) isoenzim esterase non-spesifik dalam medan listrik (Rf) setiap pita yang terdapat pada zymogram hasil elektroforesis untuk setiap kelompok nyamuk Ae. aegypti yang berasal dari Kelurahan Simpang III Sipin (daerah endemik DBD), Kelurahan Sijenjang (daerah non-endemik DBD), dan Salatiga sebagai kontrol................................................................................
xi
42
43
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1.
Telur nyamuk Ae. aegypti..................................................
Gambar 2.
Perbedaan gigi sisir pada larva Ae. aegypti dengan Ae. albopictus dan Ae. Scutellaris............................................
10
Gambar 3.
Larva nyamuk Ae. aegypti..................................................
10
Gambar 4.
Pupa nyamuk Ae. aegypti...................................................
11
Gambar 5.
Perbedaan toraks nyamuk Ae. aegypti (A) dan Ae. albopictus (B)....................................................................
12
Gambar 6.
Siklus hidup nyamuk Ae. aegypti.......................................
13
Gambar 7.
Reaksi metabolisme atau detoksifikasi cypermetrin dalam tubuh serangga atau mamalia oleh enzim esterase..
22
Zymogram isoenzim esterase non-spesifik dari kelompok nyamuk Ae. aegypti daerah endemis (3), daerah non endemis (2), dan kontrol (1) yang ditandai dengan E1 (pita pertama), E2 (pita kedua), dan E3 (pita ketiga)..........
36
Gambar 8.
xii
9
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1.
Surat Ijin Penelitian dari BAPEDA Yogyakarta.............
53
Lampiran 2.
Surat Ijin Penelitian dari KESBANGLIMAS Kota Jambi...............................................................................
54
Surat pernyataan pemberantasan nyamuk di Kota Jambi tahun 2005-2006..............................................................
55
Data kasus penyakit DBD di Kota Jambi tahun 20032005.................................................................................
56
Perhitungan kecepatan gerak isoenzim esterase nonspesifik dalam medan listrik (Rf)....................................
58
Perhitugan analisis data frekunsi elektromorf dengan menggunakan analisis Chi-square (perhitungan tabel kontingensi 2x2 (rxc) untuk pola zymogram elektroforetik isoenzim esterase).....................................
60
Foto alat-alat penelitian...................................................
61
Lampiran 3.
Lampiran 4.
Lampiran 5.
Lampiran 6.
Lampiran 7.
xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
INTISARI Empat puluh tahun terakhir, insektisida digunakan dalam pengendalian vektor Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia. Sebagai akibatnya, Ae. aegypti di beberapa daerah Indonesia, menjadi resisten terhadap insektisida. Enzim esterase memegang peran pendetoksifikasian insektisida sehingga semua insektisida yang masuk akan dihidrolisis menjadi senyawa yang kurang beracun . Tujuan penelitian ini adalah mengetahui profil esterase non-spesifik nyamuk Ae. aegypti (subjek penelitian) dari Simpang III Sipin (daerah endemis DBD) dan Sijenjang (daerah non-endemis DBD), dengan metode elektroforesis. Penelitian ini termasuk penelitian non-eksperimental dengan rancangan deskriptif dan analitik. Zymogram dianalisis secara kualitatif, yaitu dengan membandingkan intensitas warna pola pita zymogram nyamuk subjek penelitian dengan kontrol, menghitung kecepatan gerak (jarak) esterase non-spesifik dalam medan listrik (Rf) dan analisis menggunakan Chi-square (p < 0,05). Dari analisis menggunakan Chi-square (p < 0,05), menunjukkan adanya perbedaan aktivitas esterase non spesifik nyamuk dari Sijenjang dengan Simpang III Sipin. Untuk hasil perhitungan Rf pita 1, 2 dan 3, antara nyamuk dari Sijenjang dengan Simpang III Sipin dan kontrol hanya pita 3 yang terdapat perbedaan, namun ketiganya tidak menunjukkan perubahan yang berarti pada komposisi protein penyusun esterase non-spesifik pada nyamuk perlakuan maupun kontrol. Hasil analisis kualitatif diperoleh intensitas warna pola pita nyamuk Ae. aegypti dari Simpang III Sipin lebih pekat dan Sijenjang intensitas warnanya lebih terang dibandingkan kontrol. Kata kunci : Demam Berdarah Dengue, Aedes aegypti, resistensi insektisida, profil isoenzim esterase non-spesifik, elektroforesis.
xiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRACT
The use of insecticide to control Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) vector in Indonesia during the last 40 years resulted in the resistency of the insect toward insecticides, including Ae. aegypti in some areas in Indonesia. Esterase enzyme has its main part in this insecticide detoxification became untoxic substance. This study was aimed to the profile description of non-specific esterase of Ae. aegypti (research subject) from Simpang III Sipin (DHF endemic area) and Sijenjang (DHF non-endemic area) by using electrophoresis method. This study was non experimental research with descriptive and analytical design. Zymogram was analyzed qualitative. The former was carried out by comparing the stained intensity the banding pattern of zymogram between the research subject mosquito and the controlled ones, by calculating the moving speed (distance) of esterase in electric current (Rf), and analyzed by Chi-square (p < 0.05). Ae. aegypti from Simpang III Sipin and Sijenjang had different activities of esterase based on the used of Chi-square (p<0.05). The result of Rf calculation on the first, second and third band between Sijenjang with Simpang III Sipin mosquito and the controlled mosquito, only on the third band showed difference, but it was proof that there was no change on the composition of the protein in nonspecific esterase both to the treated mosquito and the controlled ones. The banding pattern of Ae. aegypti from Simpang III Sipin showed high intensity and from Sijenjang showed low intensity, if its compared to the control.
Keywords : Dengue Haemorrhagic Fever, Aedes aegypti, insecticide resistance, non-specific esterase isoenzyme profile, electrophoresis
xv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I PENGANTAR
A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD), adalah penyakit yang kemungkinan besar menyebabkan kematian, pertama kali dilaporkan pada tahun 1950-an saat epidemik dengue di Filipina dan Thailand. Penyakit ini sekarang endemik pada lebih dari 100 negara di Afrika, Amerika, Timur Tengah, Asia Tenggara dan Pasifik Barat. Asia Tenggara dan Pasifik Barat merupakan wilayah yang paling serius terpengaruh. Sebelum tahun 1970, hanya 9 negara yang terjangkit epidemik DBD, angka menjadi bertambah lebih dari 4 kali lipat pada tahun 1985. World Health Organization (WHO) menaksir sekitar 50 juta kasus infeksi dengue dari seluruh dunia setiap tahunnya (Anonim, 2002a). Di Indonesia, penyakit dengue merupakan masalah kesehatan masyarakat utama setiap tahunnya dan penyebab siklus epidemik di daerah perkotaan. Penyakit ini merupakan penyebab utama anak-anak dirawat inapkan dan meninggal. Secara terus-menerus epidemik telah dicatat terjadi diantara bulan Januari dan Juni. Selama epidemik di tahun sebelumnya, kasus terbesar dicatat lebih dari 40.000 pada tahun 1988, 1996, 1998, 2001, 2003 dan 2004, pada tahun 1998 mencapai 72.133 kasus dan tahun 2004 mencapai 69.017 kasus. Pada tahun 2004, ditegaskan bahwa kasus dengue dilaporkan dari Propinsi Aceh, Jambi, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Bali, NTB dan NTT (Anonim, 2005a).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
Penyakit DBD ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Virus dengue dipindahkan dari satu orang ke orang lain bersama air liur nyamuk pada waktu nyamuk menghisap darah (Sungkar, 2005). Mengingat sampai saat sekarang belum diketemukan vaksin untuk membunuh virus dengue, penanggulangan penyakit ini berupa perawatan penderita dan pengendalian vektornya (Munif, 1997a). Pengendalian Ae. aegypti sebagai vektor utama DBD dapat dilakukan dengan berbagai metode di antaranya dengan sanitasi lingkungan, yang bertujuan untuk mengurangi habitat larva (source reduction), pemberantasan dengan menggunakan insektisida baik ditujukan pada nyamuk dewasa maupun larvanya (Munif, 1997b). Selama 40 tahun terakhir, bahan kimia telah digunakan secara luas untuk mengontrol nyamuk dan serangga lainnya sebagai kepentingan kesehatan masyarakat. Sebagai akibatnya, Ae. aegypti dan vektor dengue lainnya di beberapa negara telah menjadi resisten terhadap insektisida yang umum digunakan termasuk temephos, malathion, fenthion, permethin, propoxur dan fenitrothion (Anonim, 1999). Seperti yang dilaporkan oleh Georghiou dan Mellon (1983) cit. Mardihusodo (1995), resistensi vektor terhadap insektisida telah terus menerus menyebar dan mempengaruhi program pengendalian penyakit di banyak negara. Data mengenai pemberantasan penyakit DBD dari Dinas Kesehatan Kota Jambi (2006a), menunjukan bahwa telah dilakukan pengendalian vektor DBD, yaitu nyamuk Ae. aegypti, dengan pengasapan menggunakan insektisida Cynoff. Cynoff mengandung Cypermethrin, merupakan insektisida golongan piretroid sintetik yang biasa digunakan secara luas sebagai pengendali hama profesional
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
untuk sebagian hama rumah tangga (Anonim, 1993). Pada semua piretroid mempunyai beberapa ciri umum, yaitu molekul asam, ikatan utama ester dan molekul alkohol (Shafer, Meyer and Crofton, 2005). Esterase adalah enzim yang memecah ikatan ester dengan cara hidrolisis (Poedjiadi, 1994). Isoenzim esterase non-spesifik telah banyak dipelajari secara luas, sebab dapat digunakan sebagai indikator perbedaan geografis dan pada beberapa spesies berkaitan dengan mekanisme terjadinya resistensi terhadap insektisida (Tabachnick & Powell, 1979 cit Marvdashti, 1985). Aplikasi insektisida pada nyamuk akan menyeleksi gen-gen resistensi yang mengatur
derajat
resistensi
yang
terkait
dengan
enzim
esterase
yang
mendetoksifikasi bahan insektisida tersebut. Peningkatan aktivitas enzim esterase akan menaikkan dosis letal menjadi subletal yang tidak lagi mematikan serangga yang menjadi sasaran (Mardihusodo, 1996). Elektroforesis gel poliakrilamida telah digunakan untuk penelitian variasi esterase pada populasi Aedes albopictus Skuse dari beberapa daerah endemis dan non endemis DBD di Indonesia. Hasil dari elektroforesis setiap populasi Ae. albopictus menunjukkan pola pita isoenzim esterase yang berbeda (Mulyaningsih, 2002). Dari penelitian sebelumnya dengan menggunakan elektroforesis lapis tipis, Yasutomi (1983) cit Mardihusodo (1996) melaporkan aktivitas esterase pada 4 spesies nyamuk Culex pipiens, Cx. pipiens fatigan, Cx. tritaeniorrhynchus, dan Ae. aegypti menghasilkan zymogram yang berbeda. Ditemukan adanya aktivitas eseterase menghidrolisis β-naftil asetat pada koloni nyamuk yang resistensi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
terhadap insektisida dibandingkan dengan koloni nyamuk yang masih rentan pada spesies yang sama. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Jambi (2006b), dari tahun 20032005 terdapat 7 Kelurahan yang termasuk daerah non-endemis DBD yaitu Kelurahan Teluk Kenali, Sijenjang, Tanjung Raden, Pasir Panjang, Jelmu, Kampung Tengah, dan 1 daerah endemis DBD yaitu Kelurahan Simpang III Sipin. Dari 7 Kelurahan yang termasuk daerah non-endemis, diambil secara acak 1 Kelurahan sebagai daerah non-endemis, yaitu Kelurahan Sijenjang. Selama 3 tahun berturut-turut, Kelurahan Simpang III Sipin yang merupakan daerah endemis DBD, telah terjadi 37 kasus, sedangkan Kelurahan Sijenjang, tidak terdapat kasus DBD. Dengan adanya kenyataan tersebut di atas maka perlu dilakukan penelitian profil esterase non-spesifik dengan menggunakan metode elektroforesis untuk nyamuk Ae. aegypti yang berasal dari daerah endemis dan non-endemis DBD Kota Jambi. Dari gambaran profil isoenzim esterase non-spesifik ini diharapkan dapat memprediksi mekanisme dan tingkat resistensi nyamuk tersebut terhadap insektisida yang biasa digunakan dalam pengendalian vektor penyakit DBD.
B. Permasalahan Bagaimanakah gambaran profil esterase non-spesifik dari masing-masing populasi nyamuk Ae. aegypti yang berasal dari daerah endemis dan non-endemis DBD Kota Jambi?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
C. Keaslian Penelitian Berdasarkan sumber-sumber informasi yang diperoleh, penelitian ilmiah tentang profil esterase non-spesifik dengan menggunakan metode elektroforesis pada nyamuk Aedes sudah pernah dilakukan di beberapa daerah, namun penelitian tentang penentuan profil esterase non spesifik pada nyamuk Ae. aegypti yang berasal dari daerah endemis dan non-endemis DBD Kota Jambi dengan metode elektroforesis belum pernah dilakukan.
D. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Manfaat teoritis, menambah khasanah ilmu pengetahuan dan kesehatan terutama mengenai gambaran profil esterase non-spesifik pada nyamuk Ae. aegypti dalam kaitannya dengan pemilihan insektisida yang efektif untuk usaha pengendalian vektor penyakit DBD. 2. Manfaat praktis, memberikan data dasar gambaran profil esterase non-spesifik dari masing-masing populasi nyamuk Ae.aegypti yang berasal dari daerah endemis dan non endemis DBD Kota Jambi, dalam hal ini dapat memberikan gambaran secara tidak langsung mengenai status resistensinya terhadap insektisida.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
E. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh data dasar gambaran profil esterase non-spesifik, masing-masing populasi nyamuk yang berasal dari daerah endemis dan non-endemis DBD Kota Jambi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA
A.
Demam Berdarah Dengue
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhadic Fever (DHF) merupakan penyakit akibat infeksi virus dengue yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Penyakit ini ditemukan hampir di seluruh dunia terutama negara-negara tropik dan subtropik baik sebagai penyakit endemik maupun epidemik. Kejadian Luar Biasa pertama penyakit ini terjadi di Jakarta dan Surabaya pada tahun 1968 dengan ditemukannya 54 kasus dan 24 (44%) kasus diantaranya meninggal dunia. Setelah itu, jumlah kasus akibat terinfeksi virus dengue yang dilaporkan meningkat secara tajam. Pada tahun 1994, penyakit akibat infeksi virus dengue ini telah menyebar ke seluruh propinsi di Indonesia dan bahkan sejak tahun 2001 telah menjadi suatu penyakit endemik di beberapa kota besar dan kecil, bahkan di daerah pedesaan (Djunaedi, 2006). Nyamuk Ae. aegypti adalah salah satu nyamuk vektor yang paling efisien untuk arbovirus, karena nyamuk ini sangat antropofilik dan hidup dekat manusia dan sering hidup di dalam rumah. Wabah dengue juga dapat terjadi dengan adanya nyamuk Ae. albopictus, Ae. polynesiensis, dan banyak spesies kompleks Ae. scutellaris. Setiap spesies ini mempunyai distribusi geografisnya masing-masing, namun mereka adalah vektor epidemia yang kurang efisien dibanding Ae. aegypti (Anonim, 1999). Upaya pemberantasan dan pencegahan terhadap peluang terinfeksi virus dengue masih bertumpu pada pemberantasan vektor pembawa dengue. Upaya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
yang dikenal dengan nama PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk) atau 3M (Menguras, Menutup dan Mengubur/Menyingkirkan tempat penampungan air). Pencegahan terhadap serangan infeksi virus dengue dengan memanfaatkan vaksin dengue nampaknya belum menunjukkan yang diharapkan (Djunaedi, 2006).
B.
Nyamuk Ae. aegypti
Nyamuk Ae. aegypti telah dikenal sejak lama oleh orang sebagai penyebar virus dengue penyebab penyakit DBD. Nyamuk ini ditemukan pertama kali di Mesir (Egypt) pada tahun 1762 oleh Linnaeus. Nyamuk Ae. aegypti sekarang ditemukan di negara-negara yang terletak di antara garis 45 Lintang Utara dan garis 35 Lintang Selatan (Wulandari, 2001). 1. Kedudukan taksonomi nyamuk Ae. aegypti Menurut Gandahusada, Ilahude dan Pribadi (1998), Ae. aegypti termasuk dalam: Filum
: Arthropoda
Kelas
: Hexapoda/Insekta
Anak kelas
: Pterygota
Bangsa
: Diptera
Anak bangsa : Nematocera Suku
: Culicidae
Anak suku
: Culicinae
Marga
: Aedes
Jenis
: Aedes aegypti
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
2. Morfologi nyamuk Ae. aegypti a. Telur Telur Aedes berbentuk lonjong dengan kedua ujung sedikit lancip dan berdinding yang menggambarkan anyaman kain kasa (Gandahusada, et al., 1998). Pada waktu diletakkan telur bewarna putih, 15 menit kemudian telur menjadi abu-abu dan setelah 40 menit menjadi hitam. Di bawah mikroskop susunan permukaan telur tampak seperti sarang tawon. Telur diletakkan satu persatu di dinding tempat penampungan air (TPA) 1-2 cm di atas permukaan air. Air di dalam tempat tersebut adalah air jernih dan terlindung dari cahaya matahari langsung. Tempat air di dalam rumah lebih disukai dari pada di luar rumah, dan tempat air yang lebih dekat rumah lebih disukai dari pada yang lebih jauh dari rumah. Telur dapat bertahan sampai 6 bulan (Sungkar, 2005).
Gambar 1. Telur Ae. aegypti (Mortimer, 1998)
b. Larva Larva Ae. aegypti terdiri atas kepala, toraks, dan abdomen. Pada ujung abdomen terdapat segmen anal dan sifon. Larva instar IV mempunyai tanda
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10 khas yaitu pelana yang terbuka pada segmen anal, sepasang bulu pada sifon, dan gigi sisir yang berduri lateral pada segmen abdomen ke-7 (Sungkar, 2005). Larva Ae. aegypti bergerak sangat lincah dan sangat sensitif terhadap rangsang getaran dan cahaya. Bila ada rangsangan, larva segera menyelam selama beberapa detik kemudian muncul kembali ke permukaan air. Larva mengambil makanannya di dasar TPA sehingga disebut pemakan makanan di dasar (bottom feeder). Pada saat larva mengambil oksigen dari udara, larva menempatkan sifonnya di atas permukaan air sehingga abdomennya terlihat menggantung pada permukaan air (Sungkar, 2005).
Gambar 2. Perbedaan gigi sisir pada larva Ae. aegypti dengan Ae. albopictus dan Ae. Scutellaris (Mardihusodo, 1990)
Gambar 3. Larva Ae. aegypti (Anonim, 2002c)
c. Pupa Pupa terdiri atas sefalotoraks, abdomen dan kaki pengayuh. Sefalotoraks mempunyai sepasang corong pernapasan berbentuk segitiga. Pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11 bagian distal abdomen ditemukan sepasang kaki pengayuh yang lurus dan runcing. Jika terganggu, pupa akan bergerak cepat untuk menyelam selama beberapa detik kemudian muncul kembali ke permukaan air (Sungkar, 2005).
Gambar 4. Pupa Ae. aegypti (Anonim, 2002c)
d. Nyamuk dewasa Bagian tubuh nyamuk dewasa terdiri atas kepala, toraks dan abdomen (Sungkar, 2005). Ae. aegypti dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan ukuran nyamuk rumah (Culex quinquefasciatus), mempunyai warna dasar yang hitam dengan bintik-bintik putih pada bagian-bagian
badannya
terutama pada kakinya (Gandahusada, et al., 1998). Tanda khas Ae. aegypti berupa gambaran lyre pada bagian dorsal toraks (mesonotum) yaitu sepasang garis putih yang sejajar di tengah dan garis lengkung putih yang lebih tebal pada tiap sisinya. Probosis berwarna hitam, skutelum bersisik lebar berwarna putih dan abdomen berpita putih pada bagian basal. Ruas tarsus kaki belakang berpita putih (Sungkar, 2005). Perbedaan morfologi nyamuk Ae. aegypti dan Ae. albopictus dapat terlihat pada stadium dewasanya. Pada nyamuk Ae. aegypti, pada toraks (mesonatum) mempunyai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12 gambaran lyre, sedangkan nyamuk Ae. albopictus terdapat satu garis longitudinal..
Gambar 5. Perbedaan toraks nyamuk Ae. aegypti (A) dan Ae. albopictus (B)(Grantham, 1999)
3. Siklus hidup nyamuk Ae. aegypti Nyamuk Ae. aegypti dalam siklus hidupnya mengalami metamorfosa lengkap (holometabola), sebagaimana serangga lain dalam Ordo Diptera. Stadium yang dialami meliputi stadium telur, larva, pupa dan dewasa (Wulandari, 2001). Nyamuk betina meletakkan telurnya pada dinding tempat perindukannya. Seekor nyamuk betina dapat meletakkan rata-rata sebanyak 100 butir telur tiap kali bertelur (Gandahusada, et.al, 1998). Telur dapat bertahan sampai berbulan-bulan pada suhu -2°C sampai 42°C. namum bila kelembaban terlampau rendah, maka telur akan menetas dalam waktu 4 hari (Soedarmono, 1988). Telur akan menetas menjadi larva dalam 1-2 hari, selanjutnya larva akan berubah menjadi pupa dalam waktu 5-15 hari. Stadium pupa biasanya berlangsung 2 hari. Dalam suasana optimum, perkembangan dari telur sampai dewasa memerlukan waktu sekurang-kurangnya 9 hari. Setelah keluar dari pupa, nyamuk istirahat di kulit pupa untuk sementara waktu. Pada saat itu sayap merenggang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13 menjadi kaku dan kuat sehingga nyamuk mampu terbang untuk menghisap darah manusia dan kawin sehari atau 2 hari sesudah keluar dari pupa. Umumnya nyamuk betina akan mati dalam 10 hari, tetapi masa tersebut cukup bagi nyamuk untuk inkubasi virus (3-10 hari) dan menyebarkan virus (Sungkar, 2005).
1
4
2
3 Gambar 6.
Siklus hidup nyamuk Aedes. aegypti (Mortimer, 1998; Anonim, 2002c; Grantham, 1999) Keterangan : 1. telur 2. larva 3. pupa 4. dewasa
Kota Jambi terdiri dari 62 Kelurahan yang terbagi menjadi 8 Kecamatan. Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Jambi (2006b), dari 62 Kelurahan tersebut terdapat 1 Kelurahan yang merupakan daerah endemis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14 DBD, yaitu Kelurahan Simpang III Sipin dan 7 Kelurahan yang merupakan daerah non endemis, yaitu Kelurahan Teluk Kenali, Sijenjang, Tanjung Raden, Pasir Panjang, Ulu Gedong, Jelmu dan Kampung Tengah. Pada penelitian kali ini, Kelurahan Sijenjang ditetapkan sebagai daerah non endemis. Dari kedua daerah yang telah ditetapkan sebagai daerah endemis dan non endemis tersebut, telur dan larva Ae. aegypti kemudian dikoleksi.
C.
Pengendalian Vektor
Obat dan vaksin untuk memberantas DBD hingga saat ini belum tersedia. Dengan demikian pengendalian DBD tergantung pada pengendalian nyamuk sebagai vektornya. Pengendalian vektor DBD dapat dilakukan dengan 4 cara, yaitu pengelolaan
lingkungan,
perlindungan
diri,
pengendalian
biologis,
dan
pengendalian dengan bahan kimiawi (Anonim, 2004). 1. Pengendalian lingkungan Pengelolaan lingkungan meliputi berbagai perubahan yang menyangkut upaya pencegahan atau mengurangi perkembangbiakan vektor sehingga dapat mengurangi kontak antara vektor dengan manusia. Metode ini dilakukan antara lain dengan cara mengeringkan genangan air, menimbun wadah-wadah yang dapat menampung air dan perbaikan desain rumah untuk mengurangi kesempatan masuknya nyamuk, misalnya dengan memasang kawat nyamuk di jalan angin atau jendela rumah (Anonim,2004). 2. Perlindungan diri Tindakan perlindungan diri telah dilakukan secara luas dalam upaya untuk perlindungan terhadap penyakit. Tindakan dapat dilakukan dengan pengendalian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15 diri, seperti menggunakan obat nyamuk baik semprot, bakar maupun memakai obat oles anti nyamuk, penggunaan kelambu saat tidur dan pemasangan kawat kasa atau kawat nyamuk (Anonim, 1999). 3. Pengendalian biologis Pengendalian ini dilakukan dengan tujuan untuk menurunkan populasi serangga secara alami tanpa menggangu ekologi. Termasuk dalam pengendalian serangga secara biologik adalah menggunakan predator (binatang pemangsa serangga), misalnya dengan memelihara ikan untuk memberantas larva nyamuk, menyebarkan parasit penyebab penyakit pada serangga (Soedarto, 1989). 4. Pengendalian dengan bahan kimia Pengendalian ini menggunakan bahan kimia yang berkhasiat membunuh serangga (insektisida) atau hanya menghalau serangga saja (Repellant). Contoh cara ini adalah menaburkan bubuk AbateR pada tempat-tempat penampungan air untuk membunuh larva nyamuk, penggunaan insektisida bentuk spray untuk membunuh nyamuk dewasa (Gandahusada, et al., 1998). Semua usaha untuk mengontrol harus tertuju melawan nyamuk. Ini penting untuk mengambil tindakan mengontrol untuk mengurangi nyamuk dan tempat mereka berkembangbiak. Bagaimanapun, usaha harus intensif sebelum musim penjangkitan (selama dan setelah musim penghujan) dan pada saat epidemia (Anonim, 2002b ).
D.
Insektisida
Insektisida merupakan suatu bahan yang mempunyai efek menolak atau mematikan serangga dengan maksud membasmi serangga pengganggu atau vektor
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16 penyakit yang merugikan bagi kehidupan tanaman dan manusia (Sastroutomo, 1991). Menurut Sudarmono (1991), ada bermacam-macam golongan insektisida, baik yang berasal dari bahan alami maupun yang berasal dari bahan sintetik. Ada beberapa cara insektisida membunuh jasad sasaran atau serangga hama : 1. fisis 2. merusak enzim 3. merusak syaraf 4. menghambat metabolisme Menurut Untung (2001), insektisida dapat dikelompokkan dalam beberapa cara menurut cara masuknya dalam tubuh serangga dan menurut sifat kimianya. Untuk pengelompokan menurut cara masuknya ke tubuh serangga, dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu: 1.
Racun perut Insektisida memasuki tubuh serangga melalui saluran pencernaan makanan
(perut). Insektisida lama umumnya merupakan racun perut. Namun ada juga insektisida modern yang beraksi pada serangga melalui perut yaitu kelompok insektisida sistemik, yang dapat diserap oleh tanaman dan ditranslokasikan dalam jaringan tanaman. Serangga yang mencucuk tanaman dan kemudian menghisap cairan tanaman yang sudah mengandung insektisida akan mati. 2.
Racun kontak Insektisida memasuki tubuh serangga bila serangga mengadakan kontak
dengan insektisida atau serangga berjalan di atas permukaan tanaman yang telah mengandung insektisida. Di sini insektisida masuk ke dalam tubuh serangga melalui dinding tubuh.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17 3.
Fumigan Fumigan merupakan insektisida yang mudah menguap menjadi gas dan
masuk ke dalam tubuh serangga melalui sistem pernapasan serangga atau sistem trachea yang kemudian diedarkan ke seluruh jaringan tubuh. Berdasarkan data yang didapat dari Dinas Kesehatan Kota Jambi (2006a), insektisida yang digunakan untuk tahun 2005 dan 2006 adalah Cynoff. Cynoff mengandung Cypermethrin, merupakan insektisida golongan piretroid sintetik yang biasa digunakan secara luas sebagai pengendali hama profesional untuk sebagian hama rumah tangga. Cypermethrin tersedia dalam bentuk Emulsifiable Concentrate (EC), Ultra Low Volume (ULV) dan Wettable Powder (WP). Pyrethroids menyebabkan efek yang merugikan pada sistem saraf pusat (Anonim, 1993). Piretroid (juga dikenal sebagai piretroid sintetik) adalah kandungan kimia insektisida yang sama dengan piretrin, ditemukan dalam ekstrak alam piretrum dari bunga Chrysanthemum, dikenal dengan aktivitas insektisidanya. Pertama kali dikembangkan pada tahun 1973, piretroid lebih stabil terhadap cahaya daripada piretrum alam dan mempunyai aktivitas insektisida yang sangat baik. Piretroid pertama (fenvalerate) dipasarkan pada tahun 1978. Pada saat itu, kelompok piretroid terdiri dari 42 bahan aktif, dibedakan berdasarkan struktur kimia atau komposisi stereoisomer yang berhubungan. Piretrin alam adalah ester dari asam siklopropanekarboksilik dan alkohol siklopentolon. Modifikasi struktur pada 1 atau banyak molekul menghasilkan bermacam-macam piretroid yang tersedia dipasaran sebagai insektisida (Anonim, 2005d). Piretroid telah berkembang pesat, yang sekarang dibagi menjadi 4 generasi. Generasi I hanya terdiri dari 1 piretroid,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18 yaitu allerthrin yang dimunculkan pada tahun 1949. Generasi II, yaitu diantaranya tetramethrin (1965), kemudian diikuti oleh resmethrin (1967) yang memiliki 20 kali lebih efektif dari piretrum. Generasi III menjadi piretroid agrikultural pertama karena aktivitas insektisida yang luar biasa dan sifat fotostabilnya. Generasi IV, diantaranya yaitu Cypermethrin (Ware, 1999). Terdapat 2 tipe piretroid, yaitu: tipe I, mempunyai koefisien suhu negatif (semakin rendah suhu lingkungan, maka semakin beracun untuk serangga sasaran), sedangkan tipe II memiliki koefisien suhu positif. Piretroid mempunyai mekanisme aksi yang hampir sama dengan DDT. Piretroid bekerja dengan menjaga saluran natrium pada membran saraf tetap terbuka. Piretroid mempengaruhi sistem saraf pusat dan tepi pada serangga. Awalnya menstimulasi sel saraf untuk memproduksi impuls berulang-ulang dan akhirnya menyebabkan kelumpuhan. Efek tersebut menyebabkan aksi mereka pada saluran natrium, sebuah lubang kecil yang dilalui oleh ion natrium untuk masuk ke axon dan menyebabkan rangsangan (Ware, 1999). Selain insektisida golongan piretroid sintetik, insektisida golongan organofosfat dan karbamat juga mempunyai gugus ester pada struktur senyawa kimianya. Kebanyakan insektisida organofosfat merupakan ester asam fosfat atau asam tiofat, sedangkan untuk insektisida merupakan ester asam karbamat (Foye, 1981).
H3C
CH3
Cl Cl
HC C C H H
O
H C O C CN
Cypermethrin
o
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19 E.
Mekanisme Resistensi Serangga Terhadap Insektisida
Menurut Small (1998) cit Widiarti (2005), mekanisme resistensi yang berperan pada serangga terhadap sebagian besar insektisida secara umum dikategorikan menjadi 2 yaitu tidak sensitifnya tempat sasaran (target site) dan resistensi metabolik. Proses terjadinya resistensi terhadap insektisida pada tubuh serangga termasuk nyamuk secara garis besar dipengaruhi oleh 3 faktor (Georghiou & Taylor, 1976 cit Faisya, 1998) yaitu: 1. faktor genetik Ada sejumlah gen khusus yang diketahui sebagai pengendali resisten (R-gen), baik yang sifatnya dominan atau resesif dimana gen tersebut terdapat pada nyamuk dan serangga lainnya. 2. faktor biologis Faktor biologis meliputi faktor biotik (adanya pergantian generasi, perkawinan monogami dan poligami) dan perilaku serangga (terjadinya migrasi, isolasi, monofagi dan polifagi, adanya perilaku serangga di luar kebiasaannya dalam melakukan perlindungan terhadap bahaya). 3. faktor operasional Faktor operasional meliputi hal-hal yang terkait dengan bahan kimia yang dipergunakan dalam pengendalian vektor (jenis dan rumus kimia, kesamaan sifat dan rumus kima dengan insektisida yang pernah digunakan, persistensi residu insektisida dan formulasi yang digunakan) dan aplikasi insektisida tersebut di lapangan (cara aplikasi, frekuensi, lama pemakaian sampai nilai ambang tertentu yang tidak lagi mematikan serangga sasaran).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20 Resistensi serangga dibagi dalam resistensi bawaan dan resistensi didapat (Gandahusada, et al., 1998). 1. Resistensi bawaan Dari suatu populasi serangga ada anggota-anggota yang pada dasarnya sudah resisten terhadap suatu insektisida. Sifat ini turun temurun sehingga selanjutnya terjadi populasi yang resistensi seluruhnya. Resistensi bawaan juga terjadi karena perubahan gen (yang menyebabkan mutasi). Mutan ini dan keturunannya resistensi semuanya. Menurut mekanismenya resistensi bawaan dibagi dalam resistensi fisiologis bawaan dan resistensi kelakuan bawaan. Resistensi fisiologis bawaan disebabkan oleh 1) daya absorbsi insektisida yang sangat lambat, sehingga serangga tidak mati; 2) daya penyimpanan insektisida dalam jaringan yang tidak vital, seperti jaringan lemak, sehingga alatalat vital terhindar dan serangga tidak mati; 3) daya ekskresi insektisida yang cepat, sehingga tidak sampai membunuh serangga; 4) detoksikasi insektisida oleh enzim menyebabkan serangga tidak mati. Resistensi kelakuan bawaan disebabkan oleh 1) perubahan habitat serangga, sehingga terhindar dari pengaruh insektisida, keturunannya mempertahankan habitat yang baru ini; 2) avoidance, sifat menghindarkan diri dari pengaruh insektisida sehingga tidak terbunuh, tanpa mengubah habitat. 2. Resistensi yang didapat Dari suatu populasi serangga, anggota-anggota rentan menyesuaikan diri terhadap pengaruh insektisida, sehingga tidak mati dan membentuk populasi baru yang resisten. Resistensi fisiologik yang didapat disebabkan timbulnya toleransi terhadap insektisida, karena sebelumnya telah mendapat dosis yang subletal.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21 Resistensi kelakuan yang didapat disebakan serangga dapat menghindarkan diri sebagai akibat dosis subletal insektisida. Liu, Xu, Zhu dan Zhang (2006), melaporkan pada referensi mereka bahwa yang memicu resistensi piretroid pada nyamuk adalah pengaturan mekanisme molekular detoksifikasi metabolik dan peningkatan kekurangpekaan tempat target. Meskipun belum ada laporan yang lengkap mengenai metabolisme cypermetrin oleh serangga, data-data yang ada menunjukkan bahwa jalur metabolisme cypermetrin memiliki kesamaan jalur pada mamalia. Dari metabolisme cypermetrin dalam tubuh serangga akan dihasilkan senyawa-senyawa yang tidak mempunyai efek membunuh, diantaranya yaitu: asam 3-fenoksibenzoat, asam (4’-hidroksi)-3-fenoksibenzoat dan asam 3-(2,2-diklorovinil)-2,2-dimetilsiklopentana karboksilat, sehingga dapat menurunkan toksisitas dari cypermetrin dalam tubuh nyamuk. Perkiraan reaksi metabolisme atau detoksifikasi cypermetrin pada tubuh serangga dapat dilihat pada Gambar 7.
F.
Enzim Esterase Non Spesifik
Beberapa enzim dirujuk sebagai protein sederhana karena hanya memerlukan struktur protein untuk aktivitas katalitik. Enzim lain merupakan protein terkonjugasi karena masing-masing mmerlukan suatu komponen nonprotein, disebut suatu kofaktor, untuk aktivitasnya. Kompleks yang terdiri dari suatu apoenzim (bagian protein dari suatu enzim) dan kofaktornya disebut suatu holoenzim (Amstrong, 1995).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22 H3C
CH3
Cl Cl
O
H C O C
HC C C H H
CN
CN
o
Cypermetrin COOH
o
asam 3-fenoksibenzoat
HO
COOH
o
asam (4'-hidroksi)-3-fenoksibenzoat H 3C
CH3
Cl Cl
HC C CH H
COOH
asam 3-(2,2-diklorovinil)-2,2-dimetil-siklopropana karboksilat pemecahan oleh isoenzim esterase non-spesifik
(Todd, Wohlers, and Citra, 2003) Gambar 7. Reaksi metabolisme atau detoksifikasi cypermetrin dalam tubuh serangga atau mamalia oleh enzim esterase.
Oleh Commision On Enzymes Of The International Union Of Biochemistry, enzim dibedakan atas 6 golongan besar. Penggolongan ini didasarkan atas reaksi biokimia dimana enzim memegang peranan (Poedjiadi, 1994). Ikhtisar dari klasifikasi internasional dari enzim akan disajikan berikut ini (Montgomery, Conway dan Spector, 1992): 1. Oksidoreduktase, enzim-enzim yang mengkatalisis berbagai macam reaksi oksidasi-reduksi. 2. Transferase, yang mengkatalisis reaksi pemindahan berbagai gugus seperti amino, karboksil, karbonil, metil ,asil, glikosil atau fosforil.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23 3. Hidrolase, yang mengkatalisis pemutusan ikatan antara karbon dengan berbagai atom lain sambil mengikat molekul air. 4. Liase, yang mengkatalisis pemecahan ikatan antara karbon dengan karbon, karbon dengan belerang serta beberapa jenis ikatan antara karbon dengan nitrogen (tidak termasuk ikatan peptida). 5. Isomerase, kelompok enzim yang mengkatalisis reaksi rasemisasi isomer optik atau geometrik dan reaksi-reaksi oksidasi-reduksi intramolekul tertentu. 6. Ligase, yang mengkatalisis pembentukan ikatan antara karbon dengan oksigen, belerang, nitrogen dan atom-atom lain. Enzim pada hakekatnya merupakan katalis efektif, yang bertanggung jawab bagi terjadinya reaksi kimia terkoordinasi yang terlibat dalam proses biologi dari sistem kehidupan. Sebagai suatu katalis, suatu enzim tidak dirusak dalam suatu reaksi dan karena itu tetap tidak berubah dan dapat digunakan kembali. Suatu ciri yang menonjol dari enzim sebagai katalis adalah spesifitas substrat, yang menentukan fungsi biologinya (Amstrong, 1995). Pada banyak spesies, termasuk manusia, suatu enzim dengan beberapa bentuk molekul yang berbeda dapat diasingkan dari suatu jaringan yang sama atau dua atau lebih jaringan yang berbeda. Berbagai bentuk molekul yang berbeda dari suatu enzim dinamakan isoenzim atau isozim (Montgomery, Conway dan Spector, 1992). Isoenzim merupakan enzim yang terdapat dalam bentuk majemuk dalam organisme pada berbagai stadium kehidupan dan/atau berbagai organ dan jaringan (mempunyai struktur kuartener homogen maupun heterogen) (Amstrong, 1995). Esterase adalah enzim yang memecah ikatan ester dengan cara hidrolisis. Esterase
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24 yang terdapat dalam hati dapat memecah ester sederhana, misalnya etil butirat menjadi etanol dan asam butirat (Poedjiadi, 1994). Pada semua piretroid mempunyai beberapa ciri umum, yaitu molekul asam, ikatan utama ester dan molekul alkohol (Shafer, Meyer dan Crofton, 2005). Beberapa insektisida diantaranya organofosfat dan karbamat mengandung ikatan ester, oleh karena itu insektisida organofosfat dapat dihidrolisis oleh esterase (Scott, 1995 cit Dewi, 2006). Aktivitas enzim esterase non-spesifik dapat bertambah oleh adanya perubahan gen esterase. Perubahan genetik pada gen esterase ini menyebabkan peningkatan aktivitas enzim esterase. Hal ini menyebabkan kemampuan menghidrolisis insektisida tinggi sehingga semua insektisida yang masuk akan dihidrolisis menjadi senyawa yang kurang beracun. Oleh karena itu akan menaikkan dosis letal insektisida tersebut dan tidak lagi mematikan serangga yang menjadi sasaran (Walsh, 2001 cit Dewi, 2006).
G.
Elektroforesis
Elektroforesis adalah pergerakan zat bermuatan listrik akibat adanya pengaruh medan listrik (Anonim, 2006c), sedangkan elektroforesis gel merupakan suatu teknik analisis penting dan sangat sering dipakai dalam bidang biokimia dan biologi molekular. Dalam elektroforesis gel, pemisahan dilakukan terhadap campuran bahan dengan muatan listrik yang berbeda-beda (Anonim, 2006d). Prinsip dasar teknik ini adalah bahwa DNA, RNA, atau protein dapat dipisahkan oleh medan listrik. Dalam hal ini, molekul-molekul tersebut dipisahkan berdasarkan laju perpindahannya oleh gaya gerak listrik di dalam matriks gel. Laju
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25 perpindahan tersebut bergantung pada muatan listrik bersangkutan (Anonim, 2007a). Gel yang digunakan biasanya merupakan polimer bertautan silang (crosslinked) yang porositasnya dapat diatur sesuai dengan kebutuhan. Untuk memisahkan protein atau asam nukleat berukuran kecil (DNA, RNA, atau oligonukleotida), gel yang digunakan biasanya merupakan gel poliakrilamida, dibuat dengan konsentrasi berbeda-beda antara akrilamida dan zat yang memungkinkan
pertautan
silang
(cross-linker),
menghasilkan
jaringan
poliakrilamida dengan ukuran rongga berbeda-beda (Anonim, 2007a). Syarat dasar dari larutan penyangga yang digunakan adalah komposisi dan pHnya tidak mengubah sifat kimia dan biologi bahan yang dipisahkan, dan interaksi antara molekul protein harus minimal. Tidak diperkenankan untuk campuran yang dipisahkan mengubah cukup besar pH gel selama jalannya pemisahan. Oleh karena itu, direkomendasikan pH larutan sampel harus ditambahkan ±0,5 pH dari pH larutan penyangga, sebelum sampel diaplikasikan ke gel. Dalam penyangga alkali protein bermigrasi ke arah anoda; pada gel vertikal, untuk itu katode berada di atas. Elektroforesis harus dihentikan saat indikator pewarna mencapai 0,5-1 cm sebelum ujung gel (Gaspar, Kalasz, Kerese, Takacs, and Tyihak, 1984). Media gel terdiri dari gel penimbun (stacking gel) dan gel
pemisah
(resolving gel). Pada gel penimbun (pH 6,8), perbedaan muatan terbentuk antara ion Cl dan glisin dalam larutan penyangga yang bertujuan menimbun protein menjadi jalur-jalur sempit diantara ion-ion. Migrasi ke dalam gel pemisah yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26 mempunyai pH berlainan (pH 8,9) mengganggu perbedaan muatan ini lalu menyebabkan pemisahan protein menjadi jalur yang berbeda (Anonim, 2007b). Pemisahan protein memakai elektroforesis telah dipergunakan secara luas dalam mencoba membedakan strain dan spesies serangga. Ion bermuatan akan bermigrasi tergantung atas densitas muatan proteinnya. Satu sel atau bermacammacam jaringan individu pada spesies yang sama mengandung enzim-enzim yang mempunyai protein yang berbeda tetapi mempunyai aktifitas enzimatik yang sama. Diketahui dengan baik bahwa enzim tertentu yang berbeda aktifitasnya cenderung mempunyai perbedaan tingkat variasi genetik (Ansori, 2000). Metode elektroforesis telah banyak dikembangkan menurut medium dan larutan penyangga yang digunakan serta posisi pelaksanaannya. Medium yang paling banyak digunakan adalah strach gel, akrilamida, agar dan gel sellulose asetat. Larutan penyangga yang digunakan ada 2 macam yaitu sistem larutan penyangga berlanjut (continuous buffer system) dan sistem larutan penyangga terputus (discontinuous buffer system). Larutan penyangga disebut berlanjut apabila larutan penyangga yang digunakan untuk proses elektroforesis sama dengan larutan panyangga yang dipakai untuk membuat medium. Larutan penyangga disebut terputus apabila larutan panyangga yang digunakan untuk proses elektroforesis berbeda dengan larutan penyangga yang dipakai untuk membuat medium. Keuntungan sistem larutan penyangga berlanjut adalah larutan penyangga ini dapat digunakan lebih dari satu kali proses elektroforesis, sedangkan keuntungan sistem larutan panyangga terputus adalah elektroforegram yang dihasilkan tampak lebih jelas (Dharmawan, 1993 cit Ernaningsih, 1999).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27 H.
Landasan Teori
Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian, dan penelaahan pustaka dapat diajukan landasan berpikir sebagai berikut: 1. Faktor penyebab terjadinya resistensi pada serangga atau nyamuk secara garis besar terdiri atas faktor genetik, biologis (faktor biotik dan perilaku serangga), dan operasional insektisida (hal-hal yang terkait dengan bahan kimia yang dipergunakan dalam pengendalian vektor dan aplikasi insektisida tersebut di lapangan). 2. Peningkatan aktivitas enzim esterase dalam tubuh nyamuk akan menaikkan dosis letal menjadi subletal yang tidak lagi mematikan serangga yang menjadi sasaran. 3. Perbedaan profil esterase non spesifik nyamuk Ae. Aegypti yang berasal dari daerah endemis dan non-endemis DBD menggambarkan adanya perbedaan respon nyamuk tersebut terhadap insektisida.
I.
Keterangan Empiris
Berdasarkan landasan teori di atas dapat diajukan hipotesis bahwa terdapat perbedaan profil (pola pita) esterase non-spesifik masing-masing nyamuk Ae. aegypti yang berasal dari daerah endemis dan non-endemis DBD Kota Jambi
sebagai gambaran tidak langsung mengenai status resistensi terhadap insektisida.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang profil esterase non-spesifik pada nyamuk Ae. aegyti yang berasal dari daerah endemis dan non endemis DBD di Kota Jambi dengan metode elektroforesis ini termasuk penelitian non eksperimental dengan rancangan deskriptik dan analitik.
B. Subjek Penelititan Pada penelitian ini digunakan nyamuk Ae. aegypti yang dikoleksi dari beberapa daerah endemis dan non endemis DBD di Kota Jambi, yang ditetapkan berdasarkan data endemisitas DBD terbaru dari Dinas Kesehatan Kota Jambi. Untuk koleksi nyamuk Ae. aegypti dilakukan dengan mengumpulkan telurnya menggunakan ovitrap, diletakkan di dalam rumah atau pekarangan pemukiman penduduk dan mengumpulkan larvanya dari tempat-tempat penampungan air yang berada dan atau sengaja diletakkan di dalam rumah atau di sekitar pekarangan pemukiman
penduduk.
Telur
dan
larva
yang
didapatkan
kemudian
dikembangbiakan di Laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran Umum Universitas
Gadjah
Mada.
Setelah
dewasa,
nyamuk
tersebut
akan
diidentifikasikan untuk memisahkan nyamuk Ae. aegypti dengan jenis nyamuk lainnya. Nyamuk Ae. aegypti yang berasal dari Kota Jambi adalah nyamuk dari kelompok perlakuan. Untuk nyamuk kelompok pembanding digunakan nyamuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
Ae. aegypti dari Salatiga yang dikembangbiakan di Laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran Umum, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
C. Definisi Operasional 1.
Resistensi adalah hasil dari mekanisme tubuh yang dapat menghalang-halangi atau mencegah invasi, multipliksi dari bibit penyakit kedalam tubuh atau mencegah terjadinya kerusakan jaringan yang diakibatkan oleh racun yang dikelurkan oleh bibit penyakit.
2.
Resistensi nyamuk terhadap insektisida adalah kemampuan suatu populasi nyamuk untuk bertahan terhadap pengaruh insektisida yang biasanya mematikan.
3. Daerah endemis DBD adalah daerah yang setiap tahunnya selama 3 tahun berturut-turut terdapat kasus DBD. 4. Daerah non endemis DBD adalah daerah yang selama 3 tahun berturut-turut tidak terjadi kasus DBD. 5. Elektroforesis adalah pergerakan zat bermuatan listrik akibat adanya pengaruh medan listrik. 6. Zymogram adalah hasil elektroforesis pada gel yang menggambarkan aktivitas isoenzim esterase non-spesifik yang terkandung dalam tubuh nyamuk subjek penelitian.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
D. Bahan dan Alat Penelitian 1. Bahan penelitian Digunakan
bahan:
Tris,
glisin,
akrilamida,
HCl,
N,N’-metilen
bis(akrilamida) (BIS), ammonium peroksidisulfat, ribloflavin, α-naftil asetat, aseton, akuades, Fast Blue B, buffer fosfat, N,N,N’,N’-Tetrametiletilendiamin (TEMED), homogenat nyamuk, sukrosa, triton-X, dan bromphenol blue.
2. Alat penelitian Digunakan alat Mini-Protean II Dual Slab Cell (Bio-Rad), sentrifugasi, freezer, plat(lempeng) kaca sebagai cetakan, erlenmeyer, pompa vakum, gelas ukur, tempat inkubasi, pisau pemisah gel, sisir, syringe, gelas ukur, tabung ependrof, pellet pastle, pipet tetes, aspirator, sarang nyamuk, dan mikropipet.
E. Jalannya Penelitian Pada penelitian penentuan profil isoezim esterase non-spesifik kali ini dilakukan dengan metode elektroforesis (O’Farrell, 1975 cit.Dharmawan, 1993), tahap-tahap penelitiannya meliputi: 1. Penyiapan larutan a. Larutan penyangga elektroda disiapkan dengan cara : Dibuat larutan stok, yaitu 0,005 M Tris-0,0384 M Glisin pH 8,3 (terdiri atas 0,05 M Tris (hidroksimetil) nitro metana sebanyak 6 gram dengan 0,384 M Glisin sebanyak 28,8 gram) dilarutkan dengan akuades sampai volume 1 liter. Bila akan digunakan larutan ini diencerkan 10 kali dengan akuades. b. Larutan gel bawah yang terdiri atas larutan a, c dan g
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
Larutan a adalah 1,5 M Tris-HCl (pH 8,9) yang dibuat dengan cara sebanyak 18,3 gram Tris dilarutkan dalam akuades dengan volume tertentu dan ditambah HCl hingga pH 8,9 dan volumenya 100 ml. Larutan c adalah 30% akrilamida, yang dibuat dengan cara sebanyak 29,2 gram akrilamida 97,3% ditambah 0,8 gram N,N’-metilen bis(akrilamida) (BIS) 2,7% dilarutkan dengan akuades sampai volume 100 ml. Larutan g adalah ammonium peroksidisulfat 10%, yang dibuat dengan cara sebanyak 1 gram ammonium peroksidisulfat, dilarutkan dalam akuades sampai volume 10 ml (selalu dibuat baru). c. Larutan gel atas yang terdiri atas larutan b, d dan e Larutan b adalah 0,5 M Tris-HCl pH 6,8 yang dibuat dengan cara sebanyak 6,055 gram Tris, dilarutkan dengan sejumlah akuades dan ditambah HCl hingga pH 6,8 dan volumenya 100 ml. Larutan d adalah akrilamida 12,5% yang dibuat dengan cara sebanyak 10 gram akrilamida 80% ditambah 2,5 gram bis-akrilamida 20% dan dilarutkan dengan akuades sampai volumenya 100 ml. Larutan e adalah riboflavin, yang dibuat dengan cara sebanyak 4 mg riboflavin dilarutkan ke dalam akuades sampai volumenya 100 ml.
2. Pemasangan cetakan gel Dua buah lempeng kaca diletakkan di atas meja dan permukaannya dibersihkan dengan tissue yang telah dibasahi dengan etanol. Sekat plastik dipasang pada sisi kanan dan kiri salah satu lempeng kaca. Sekat silikon dipasang sepanjang sisi kanan dan kiri di luar sekat plastik dan sisi bawah lempeng kaca.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
Lempeng kaca yang lain ditutupkan ke atasnya sehingga sekat plastik terletak diantaranya. Pasangan ini ditegakkan di atas meja secara horizontal.
3. Penyiapan gel bawah Pada penelitian ini gel bawah yang digunakan terdiri atas 10% akrilamida 0,375 M Tris-HCl pH 8,9 yang dibuat dengan cara :
Tabel I. Jumlah bahan yang digunakan dalam pembuatan gel bawah Bahan Larutan a Larutan c Akuades Larutan g Diaerasi TEMED
Banyaknya yang dibutuhkan untuk volume 15 ml
30 ml
3,75 ml 5,00 ml 6,10 ml 0,15 ml
7,50 ml 10,00 ml 12,50 ml 0,30 ml
10 μl
20 μl
Larutan a, c, akuades dan larutan g dicampur dalam Erlenmeyer atau gelas ukur atau botol vakum bila akan dilakukan diaerasi. Larutan digojog dengan hatihati, kemudian dilakukan dierasi dengan pompa vakum. Diaerasi dihentikan bila gelembung-gelembung yang terbentuk jumlahnya telah menjadi sedikit. Larutan ditambah TEMED dan digojog lagi dengan hati-hati, kemudian segera dituang dalam celah diantara lempeng kaca yang sudah disiapkan sampai kira-kira 2,5 cm sebelum batas atas lempeng kaca. Akuades ditambahkan ke atas gel untuk menutup permukaannya agar terbentuk permukaan yang datar air.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
4. Penyiapan gel atas Gel atas dibuat pada hari berikutnya setelah gel bawah selesai dipersiapkan. Komposisi gel atas dengan menggunakan 5% akrilamida 0,617 M Tris-HCl pH 6,7 adalah seperti yang tercantum pada Tabel II. Larutan b, d, e dan akuades dicampur dalam botol vakum atau beker glass atau Erlenmeyer dan dilakukan diaerasi menggunakan pompa vakum. Larutan ditambah TEMED, dan dengan hati-hati digojog, selanjutnya dituang ke atas gel bawah setelah akuades di atasnya diambil. Sisir plastik dimasukkan dalam gel atas untuk membuat sumuran tempat sampel. Bila polimerasi sudah terjadi dengan sempurna (gel atas tampak putih), selanjutnya sisir plastik diambil dan kelebihan akuades yang ada dalam masing-masing sumuran dibersihkan menggunakan syringe.
Tabel II. Jumlah bahan yang digunakan dalam pembuatan gel atas Banyaknya yang dibutuhkan untuk volume Bahan Larutan b Larutan d Akuades Larutan e Diaerasi TEMED
6,5 ml
13 ml
0,78 ml 2,60 ml 2,09 ml 1,03 ml
1,56 ml 5,20 ml 4,18 ml 2,06 ml
4,70 μl
9,40 μl
5. Penyiapan homogenat nyamuk Tabung ependrof diletakkan di atas hancuran es batu, kemudian ditetesi 75 μl sukrosa 20%. Nyamuk secara individual dimatikan lebih dahulu dengan cara
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
memasukkan nyamuk ke dalam lemari es, dan dimasukkan dalam tabung ependrof tersebut, dihancurkan sampai halus dengan alat pellet pestle. Selanjutnya ke dalam tabung ependrof tersebut dimasukkan 75μl Triton-X 5% dan didiamkan selama 30 menit pada suhu 4°C. Homogenat disentrifugasi dengan kecepatan 6000 rpm selama 4 menit. Tabung efendrof yang berisi homogenat diletakkan kembali di atas hancuran es, kemudian supernatan diambil dan dimasukkan ke dalam tabung efendrof baru. Supernatan ditambahkan 1 tetes indikator bromophenol blue dan dimasukkan dalam sumuran. Sebelumnya cetakan gel dipasang terlebih dahulu pada tempat elektroda.
6. Elektroforesis Larutan penyangga dituang pada ruang bagian atas dan bawah tempat elektroda. Larutan penyangga di bagian atas harus menutupi seluruh permukaan sumuran gel atas yang telah berisi homogenat. Elektroforesis dilakukan kira-kira selama 2,5 jam pada tegangan 120 volt, kuat arus 30 mA, pada ruang dengan temperatur 4°C. Elektroforesis dianggap sudah cukup, bila mobilitas buffer penanda telah melewati 70-90% panjang gel. Setelah selesai, gel diambil dengan memisahkannya dari lempeng kaca dan dilanjutkan dengan proses pengecatan.
7. Pengecatan Larutan substrat terdiri atas 20 mg α-naftil asetat dan 2 ml aseton. Untuk pencucian digunakan larutan penyangga 0,1 M buffer fosfat, pH 6,8 sebanyak 50 ml. Pada akhir elektroforesis gel dicuci dengan buffer fosfat selama 5 menit untuk menurunkan nilai pH. Selanjutnya buffer pencuci diganti dengan buffer fosfat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
yang baru (25 ml) untuk inkubasi. Larutan substrat dimasukkan dan ditutup rapatrapat. Inkubasi dilakukan dengan kondisi temperatur ruang antara 20-30°C selama 10 menit, sambil kadang-kadang digoyang. Untuk pengecatan digunakan larutan yang terdiri atas akuades 10 ml, garam Fast Blue B sebanyak 45 mg dan 0,2 M buffer fosfat pH 6,8 sebanyak 10 ml. Pada akhir inkubasi, larutan substrat dibuang dan larutan untuk pengecatan dimasukkan dan inkubasi dilanjutkan kembali. Setelah gambaran pola esterase non-spesifik terbentuk dengan jelas dan baik, larutan untuk pengecatan dibuang dan gel dicuci dengan air beberapa kali sampai bersih untuk menghentikan reaksi. Gel segera difoto untuk mendapatkan gambar yang baik.
F. Analisis Hasil Zymogram yang terbentuk dianalisis secara kualitatif. Analisis secara kualitatif dilakukan dengan membandingkan intensitas warna pola pita antara nyamuk subjek penelitian atau nyamuk uji dengan kontrol dan dilakukan juga analisis dengan menghitung kecepatan gerak (jarak) esterase dalam medan listrik, dihitung harga Rf-nya dengan rumus: Rf =
Jarak pita protein dari titik awal Jarak migrasi pewarna penanda dari titik awal
serta dianalisis juga dengan menggunakan tes Chi-square untuk mengetahui frekuensi elektromorf.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Pertama-tama zymogram yang dihasilkan dari elektroforesis dianalisis dengan membandingkan intensitas warna dari pola pita hasil reaksi aktivitas enzim esterase non-spesifik dari nyamuk Ae. aegypti yang diamati secara visual (melihat warna). Pada Gambar 8 dapat dilihat zymogram dan intensitas warna pola pita hasil elektroforesis yang ditandai dengan E1 sebagai pita pertama, E2 sebagai pita kedua dan E3 sebagai pita ketiga.
Gambar 8. Zymogram isoenzim esterase non-spesifik dari kelompok nyamuk Ae. aegypti kontrol (1), daerah non endemis (2), dan daerah endemis (3) yang ditandai dengan E1 (pita pertama), E2 (pita kedua), dan E3 (pita ketiga).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
Gambar 8 menunjukkan bahwa esterase non-spesifik dari nyamuk Ae. aegypti Salatiga yang digunakan sebagai kontrol, menghasilkan intensitas warna yang berbeda dengan kelompok nyamuk uji. Pada pita kelompok nyamuk kontrol menunjukan intensitas warna yang pekat. Semakin pekat warna yang dihasilkan menunjukkan bahwa nyamuk tersebut mempunyai aktivitas enzim esterase nonspesifik yang tinggi. Intensitas warna pada kelompok nyamuk kontrol ini digunakan sebagai pembanding untuk kelompok nyamuk yang berasal dari Kelurahan Simpang III Sipin berada di Kecematan Kota Baru sebagai daerah endemis DBD dan Kelurahan Sijenjang berada di Kecamatan Jambi Timur sebagai daerah non endemis DBD. Dari Gambar 8, dapat dilihat perbedaan intensitas warna antara daerah endemis dan non endemis yang kemudian dibandingkan dengan kelompok nyamuk kontrol yang berasal dari Salatiga. Pada daerah endemis intensitas warna yang dihasilkan lebih pekat dibandingkan dengan daerah non endemis. Jika dibandingkan dengan kontrol, intensitas warna pola pita dari daerah endemis lebih pekat, sedangkan daerah non endemis jika dibandingkan dengan kontrol, intensitas warna pola pita lebih terang. Dari analisis diatas dapat diketahui bahwa populasi nyamuk dari daerah endemis telah mengalami resistensi terhadap insektisida, sedangkan populasi nyamuk dari daerah non endemis kecenderungan masih rentan terhadap insektisida. Populasi nyamuk kontrol cenderung lebih rentan terhadap insektisida jika dibandingkan dengan populasi nyamuk dari daerah endemis. Hal ini dapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
dilihat dari intensitas warna pola pita yang dihasilkan dari populasi nyamuk dari daerah endemis lebih pekat dibandingkan nyamuk kontrol. Sama halnya dengan hasil penelitian dari Rosario, Miranda-Miranda, Vasquez dan Estrada (1997), bahwa saat peningkatan enzim esterase non-spesifik uji esterase menunjukkan kesamaan dengan profil protein. Sejak semua produksi protein berlebih ditunjukkan dengan menghidrolisis ester pada naftil asetat. Selain itu, dari penelitian Scharf, Hemingway, Reid, Small dan Bennett (1996) untuk mengetahui resistensi Blattella germanica terhadap 4 golongan insektisida, yaitu piretroid, organofosfat, karbamat, dan siklodien dengan menggunakan metode biokimia dan elektroforesis. Telah diindikasikan bahwa adanya intensitas warna pita yang lebih pekat pada Blattella germanica yang dikoleksi dari lapangan daripada kelompok pembandingan yang masih rentan, terdapat juga peningkatan esterase atau esterase mempunyai spesifikasi tinggi terhadap hidrolisis naftil asetat. Pada penelitian dengan metode elektroforesis ini, setelah gel dilepas dari cetakan dan dicuci dengan larutan buffer fosfat, gel diinkubasi dengan larutan substrat yang mengandung α-naftil asetat. Penginkubasian ini bertujuan untuk mengikat enzim oleh larutan substrat. Selanjutnya ditambahkan larutan yang digunakan untuk membentuk warna akhir. Larutan tersebut mengandung garam fast blue B (O-dianisidine tetrazotized), akuades dan larutan buffer fosfat. Setelah warna timbul pada gel, dibilas dengan aquades untuk menghentikan reaksi. Warna akhir yang didapat menunjukkan aktivitas enzim esterase non-spesifik. Berikut ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
adalah reaksi pembentukan warna yang terjadi pada analisis secara kualitatif (pengamatan visual): O O
C
Esterase
CH3
OH + CH3COOH
Hidrolisis (H2O)
α-naftil asetat
α-naftol
O
CH3
asam asetat
CH3
O
OH 2
+ Cl
N
N
N
N
α-naftol
O-dianisidine tetrazonium klorida
CH3 OH
Cl
N
O
O N
CH3
N
OH + 2HCl
N
di-α-naftol tetrazo-О-dianisidine
Berdasarkan
data
dari
Dinas
Kesehatan
Kota
Jambi
(2006a),
pemberantasan vektor DBD dilakukan dengan melakukan fogging atau pengasapan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
dengan menggunakan Cynoff. Data dari Dinas Kesehatan menyebutkan, untuk Kecamatan Kotabaru pada tahun 2005 dan tahun 2006 dilakukan fogging 15 kali dan 13 kali, sedangkan untuk Kecamatan Jambi Timur dilakukan fogging 11 kali dan 2 kali. Cynoff mengandung bahan aktif Cypermethrin, merupakan insektisida golongan piretroid sintetik yang mempunyai gugus utama ester. Sasaran target untuk DDT dan piretroid pada saluran membran saraf dan resistensi spesies tergantung pada perubahan ikatan insektisida terhadap saluran natrium pada membran (Mourya, et.al, 1993). Menurut Mardihusodo (1996), esterase nonspesifik telah lama dikenali sebagai enzim yang penting dalam pendetoksifikasian kimia insektisida yang berhubungan dan salah satu mekanisme resistensi insektisida yang diketahui tejadi pada nyamuk. Oleh sebab itu, resistensi yang didapat dari kelompok nyamuk yang berasal dari daerah endemis DBD di Kota Jambi, kemungkinan disebabkan pendetoksifikasian berlebih dari kimia insektisida yang dipaparkan secara berlebih juga. Enzim pendetoksifikasi, yang merupakan dasar terjadinya resistensi saat peningkatan level dan perubahan aktivitas dari esetrase atau oksidase, mencegah insektisida untuk mencapai tempat aksinya. Enzim-enzim tersebut diketahui untuk mendetoksifikasi semua gugus utama pada insektisida. Genetik dan dasar molekular
dari
resistensi
insektisida
pada
nyamuk
melalui
mekanisme
detoksifikasi enzim telah dipelajari secara luas. Peningkatan aktivitas detoksifikasi enzim esterase dihubungkan dengan penjelasan tentang struktur gen yang sesuai ( Overgaard, 2006).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
Seperti yang telah disebutkan pada Bab II, mekanisme resistensi serangga terhadap insektisida dapat disebabkan oleh resistensi metabolik. Cypermetrin yang masuk ke dalam tubuh nyamuk akan segera dimetabolisme atau didetoksifikasi oleh enzim yang bersangkutan sebelum berikatan dengan reseptor pada sistem saraf sehingga tidak lagi mempunyai daya membunuh. Semakin tinggi aktivitas enzim pendetoksi semakin nyamuk resisten terhadap insektisida. Perkiraan reaksi metabolisme atau detoksifikasi dari cypermetrin dalam tubuh nyamuk telah dijelaskan pada Bab II. Zymogram yang didapatkan dari elektroforesis juga dihitung kecepatan gerak (jarak) esterase dalam medan listrik (Rf) dan juga dianalisis dengan menggunakan Chi-square untuk mengetahui adanya perbedaan frekuensi elektromorf yang menunjukkan adanya perbedaan aktivitas esterase non-spesifik. Pada Tabel III, ditemukan perbedaan jumlah pita zymogram kelompok nyamuk Ae. aegypti yang berasal dari daerah non-endemis (Kelurahan Sijenjang) dibandingkan dengan kelompok nyamuk Ae. aegypti yang berasal dari daerah endemis (Kelurahan Simpang III Sipin), dan kontrol. Pada daerah non-endemis hanya terdapat 2 pita, sedangkan pada daerah endemis dan kontrol terdapat 3 pita. Esterase non-spesifik dan hasil zymogram dari elektroforesis dapat dilihat pada Tabel III. Untuk mengetahui adanya perbedaan aktivitas esterase, hasil pengamatan jumlah pita yang dihasilkan pada elektroforesis ini dianalisis dengan menggunakan tes Chi-square (p < 0,05). Dari perhitungan data, diketahui bahwa adanya perbedaan frekuensi elektromorf antara daerah endemik dan daerah non endemik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
dan dapat dikatakan adanya perbedaan aktivitas esterase non-spesifik antara kelompok nyamuk Ae. aegypti dari daerah endemis dan daerah non-endemis. Hasil serupa juga dijumpai pada penelitian yang dilakukan oleh Ernaningsih (1999) dengan menggunakan analisis Chi-square, yaitu ditemukannya perbedaan frekuensi elektromorf yang menandai adanya perbedaan aktivitas esterase nonspesifik pada nyamuk Culex quinquefasciatus yang berasal dari daerah endemik dan daerah non-endemik (p < 0,05). Pita-pita zymogram dari nyamuk yang berasal daerah endemik, non-endemik dan kontrol yang didapat kemudian dihitung harga Rf-nya.
Tabel III. Esterase non-spesifik dan jumlah pita yang dihasilkan dari kelompok nyamuk Ae. aegypti yang berasal dari Kelurahan Simpang III Sipin (daerah endemik DBD), Kelurahan Sijenjang (daerah non-endemik DBD), dan Salatiga sebagai kontrol
Daerah endemik Enzim
Esterase nonspesifik
Daerah nonendemik
Kontrol
Jumlah sampel
Pita
Jumlah sampel
Pita
Jumlah sampel
Pita
10
3
10
2
10
3
Dari Tabel IV, dapat dilihat tidak ada perbedaan yang signifikan antara harga Rf pada pita 1 (E1) dan 2 (E2) yang dihasilkan pada kelompok nyamuk Ae. aegypti yang berasal dari daerah endemis dan daerah non-endemis DBD, maupun
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
kontrol. Untuk pita 3 (E3) pada daerah non-endemis tidak ditemukan, sehingga harga Rf tidak dapat dihitung, tetapi juga tidak ada perbedaan yang signifikan antara harga Rf antara daerah endemis dan kontrol.
Tabel IV. Kecepatan gerak (jarak) esterase non-spesifik dalam medan listrik (Rf) setiap pita yang terdapat pada zymogram hasil elektroforesis untuk setiap kelompok nyamuk Ae. aegypti yang berasal dari Kelurahan Simpang III Sipin (daerah endemik DBD), Kelurahan Sijenjang (daerah non-endemik DBD), dan Salatiga sebagai kontrol
Kecepatan gerak (jarak) (cm) Pita 1 (E1)
Daerah endemik 0,18
Daerah nonendemik 0,18
2 (E2)
0,36
0,36
0,36
3 (E3)
0,94
-
0,96
Kontrol 0,2
Elektroforesis biasanya digunakan untuk menentukan komposisi protein suatu produk makanan. Sebagai contohnya, perbedaan yang terdapat didalam komposisi protein dari protein jenuh kacang kedelai dan weiyang dihasilkan melalui teknik pemisahan yang berlainan. Elektroforesis dapat juga digunakan untuk menentukan kemurniaan suatu ekstrak protein (Anonim, 2007c). Dari data diatas (Tabel IV), diketahui tidak adanya perubahan komposisi dari protein penyusun esterase non-spesifik pada kelompok nyamuk Ae. aegypti baik yang berasal dari daerah endemis, daerah non-endemis maupun kontrol. Metode elektroforesis yang digunakan untuk mengetahui gambaran profil esterase non-spesifik pada nyamuk Ae. aegypti yang berasal dari daerah endemis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
dan no-endemis DBD dari Kota Jambi, tidak hanya dapat digunakan untuk mengetahui gambaran profil esterase non-spesifik pada serangga yang telah terpapar insektisida golongan organofosfat atau karbamat, tetapi juga dapat digunakan untuk insektisida golongan piretroid. Seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Ganesh, Vijayan, Urmila, Gopalan, and Prakash (2002) untuk mengetahui adanya peranan esterase dan monooksigenase pada resistensi Anopheles stephensi Giles (1908) terhadap deltametrin dari Mysore, digunakan elektroforesis gel poliakrilamida dan menunjukkan adanya perbedaan profil isoenzim pada analisis A-esterase dan B-esterase. Elektroforesis gel akrilamida juga digunakan untuk mengetahui adanya toleransi piretroid pada Culex pipiens pipiens var molestus dari Marin, California (McAbee, et.al, 2003). Mutasi apa saja pada gen yang bertanggung jawab dalam penurunan sensitifitas tempat target, menyebabkan adanya resistesi silang untuk semua jenis aksi insektisida pada tempat targetnya. Resistenasi silang antara DDT dan piretroid telah dikatahui pada banyak nyamuk vektor. Resistensi silang juga ditemukan antara organofosfat dan piretroid, misalnya Rodrigues et.al (2002) menemukan bahwa Ae. aegypti yang resistensi terhadap temefos juga memberikan resistensi pada deltametrin, kemungkinan dikaitkan dengan peningkatan aktivitas GST. Juga telah dilaporkan resistensi multipel (beberapa mekanisme resistensi terdapat dalam 1 populasi), karena pemaparan yang berulang-ulang atau terus menerus oleh insektisida dari gugus kimia yang berbeda (Overgaard, 2006). Berdasarkan data yang diterima dari Dinas Kesehatan Kota Jambi, hanya disebutkan pemakaian insektisida Cynoff (golongan piretoid) untuk periode 2005-2006, sedangkan untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
tahun-tahun sebelumnya tidak tercantum insektisida yang digunakan. Pada penelitian kali ini dimungkinkan telah terjadi resistensi silang antara insektisda yang digunakan dalam program pemberantasan vektor penyakit DBD di Kota Jambi sebelum digunakannya insektisida golongan piretroid.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan
Dari hasil penelitian profil esterase non-spesifik dengan menggunakan metode elektroforesis ini dapat disimpulkan: 1. Adanya perbedaan profil esterase non-spesifik pada populasi nyamuk Ae. aegypti yang berasal dari daerah endemis DBD, Kelurahan Simpang III Sipin, dengan daerah non-endemis DBD, Kelurahan Sijenjang. 2. Adanya variasi aktivitas esterase antara populasi nyamuk Ae. aegytpi yang berasal dari Kelurahan Simpang III Sipin dengan Kelurahan Sijenjang (p < 0,05) yang ditandai dengan perbedaan frekuensi elektromorf. 3. Tidak adanya perbedaan kecepatan gerak (jarak) esterase antara populasi nyamuk Ae. aegypti dari Kelurahan Sijenjang dengan Kelurahan Simpang III Sipin, kecuali pada pita 3.
B. Saran 1. Perlu dilakukan penelitian sejenis di daerah endemis maupun non-endemis lain di Kota Jambi untuk mendapatkan gambaran secara umum profil esterase nonspesifik nyamuk Ae. aegypti sehubungan dengan efektifitas pengendalian vektor penyakit DBD secara kimiawi.
46
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2. Pada penelitian selanjutnya yang sejenis, sebaiknya menggunakan standar enzim esterase sebagai pembanding kemurnian enzim pada pita yang terbentuk pada zymogram populasi nyamuk perlakuan.
46
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
DAFTAR PUSTAKA Amstrong, F.B., 1995, Buku Ajar Biokimia, ed. III, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 100 Anonim,
1993, Extoxnet: Extension Toxicology Network, http://pmep.cce.cornell.edu/profiles/extoxnet/carbaryl_dicrotophos/cyper met-ext.html, diakses pada tanggal 18 April 2007
Anonim, 1999, Dengue Haemorragic Fever: Diagnosis, Treatment, Prevention, and Control, Edisi II, diterjemahkan oleh Monica Ester, , Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 10-11, 15, 17-18, 20-21, 88 Anonim,
2002a, Dengue and Dengue Haemorrhagic http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs117/en, diakses tanggal 9 April 2007
Fever, pada
Anonim, 2002b, Fact Sheet on Dengue Fever and Dengue Haemorrhagic Fever, http://www.who.int/mediacentre/factsheets, diakses pada tanggal 18 April 2007 Anonim, 2002c, A Color Photo Atlas Of Mosquitoes Of Southaestern, Departemen Of Medical Entomology, Australia, http://www.arbovirus.health.nsw.gov.au/areas/arbovirus/mosquit/photos, diakses pada tanggal 28 Mei 2007 Anonim, 2004, Prevention and Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever, No.29, WHO Genewa, 3-22, 59-72 Anonim, 2005a, CD Risk Assessment: DF, DHF and DSS in Indonesia, February http://www.who.int/diseasecontrol2005, emergencies/guidelines/Dengue-ind-risk%20assess.pdf, diakses pada tanggal 18 April 2007 Anonim, 2005b, DHF/DBD, http:/www.infeksi.com/artikel, diakses pada tanggal 18 April 2007 Anonim,
http://www.pemkot2005c, Demam Berdarah, malang.go.id/britaku/data/upimages/siklus-tular.gif, diakses pada tanggal 21 Januari 2007
Anonim,
2005d, Safety of Pyrethroids for Public Health Use, http://whqlibdoc.who.int/hq/2005/WHO_CDS_WHOPES_GCDPP_2005 .10.pdf, diakses pada tanggal 29 Mei 2007
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
Anonim, 2006a, Data Penyemprotan Insektisida Cynoff di Kota Jambi, Dinas Kesehatan Kota Jambi Anonim, 2006b, Data Kasus Demam Berdarah Dengue Periode 2003-2005 di Kota Jambi, Dinas Kesehatan Kota Jambi Anonim, 2006c, Elektroforesis, http://id.wikipedia.org/wiki/Elektroforesis, diakses pada tanggal 9 Maret 2007 Anonim,
2006d, Elektroforesis Gel, http://id.wikipedia.org/wiki/Elektroforesis_gel, diakses pada tanggal 9 Maret 2007
Anonim,
2007a, Biologi Molekuler, http://id.wikipedia.org/wiki/Biologi_molekular, diakses pada tanggal 9 Maret 2007
Anonim,
2007b, Elektroforesis gel poliakrilamid (PAGE), http://pkukmweb.ukm.my/~mamot/STKM2022/PAGE.htm, diakses pada tanggal 9 Maret 2007
Ansori, I., 2000, Elektroforesis Beberapa Enzim Anopheles maculatus di Sumatera Selatan, Majalah Kesehatan Sumatera Selatan, Th. 32, No. 3, 38 Dewi, A.A.I.A.G., 2006, Penentuan Status Resistensi Nyamuk Aedes aegypti yang Berasal dari Wilayah Denpasar Timur (Bali) Terhadap Insektisida Organofosfat Secara Biokemis, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta Dharmawan, R., 1993, Metoda Identifikasi Spesies Kembar Nyamuk Anopheles, Sebelas Maret University Press, Surakarta Djunaedi, D., 2006, Demam Berdarah:Epidemiologi, Imunopatologi, Patogenesis, Diagnosis, dan Penatalaksanaannya, UMM Press, Malang, 11-14, 18, 64, 82, 105-108 Ernaningsih, 1999, Culex quinquefasciatus Say (Diptera: Culicidae) dari Daerah Endemik Filariasis Bancrofti: Perbedaan Rasio Dorsal-Ventral Genital Jantan dan Analisis Isoenzim. Thesis. Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Faisya, A.F., 1998, Deteksi Status Kerentanan Insektisida Organofosfat (Temefos) Secara Biokemis pada Larva Nyamuk Aedes aegeypti di Kabupaten
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
Kulon Progo, Thesis, Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Foye, W.O., 1981, Prinsip-Prinsip Kimia Medisinal, Jilid II ed. 2, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 1664, 1672 Gandahusada, S., Ilahude, H.D. dan Pribadi, 1998, Parasitologi Kedokteran, ed. 3, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 236-255 Ganesh, K.N., vijayan, V.A., Urmila, J., Gopalan, N., and Prakash, S., 2002, Role of Ersterase and Monooxygenase in the Deltamethrin Resistance in Anopheles stephensi Giles (1908), at Mysore, http://www.ncbi.nlm.nih.gov/sites/entrez?Db=pubmed&Cmd=ShowDeta ilView&TermToSearch=12622206&ordinalpos=1&itool=EntrezSystem2 .PEntrez.Pubmed.Pubmed_ResultsPanel.Pubmed_RVAbstractPlus, diakses pada tanggal 7 Juni 2007 Gaspar, L., Kalasz, H., Kerese, I., Takacs, O., and Tyihak, E., 1984, Methods of Protein Analysis, Halsted Press, Hungaria, 100, 111 Grantham, R., 1999, Florida Medical Entomology Laboratory, University of Florida,
[email protected], diakses pada tanggal 29 Juli 2007 Lee, H.L., Abimbola, O., and Singh, K.I., 1992, Determination of Insecticide Susceptibility in Culex Quinquefasciatus Say Adults by Rapid Enzyme Microassays, South East Asean Journal Trop. Med. Public Health, Vol. 23, No. 3, 458-463 Liu, N., Xu, Q., Zhu, F., and Zhang L., 2006, Pyrethroid Resistance in Mosquitoes, http://www.blackwell-synergy.com/doi/abs/10.1111/j.17447917.2006.00078.x, diakses pada tanggal 8 Juni 2007 Mardihusodo, S.J., 1990, Panduan dan Buku Kerja Praktikum Parasitologi Kedokteran II, Helmintologi Kedokteran dan Entomologi Kedokteran, Bagian Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 77 Mardihusodo, S.J., 1995, Microplate Assays Analysis of Potensial for Organophosphate Insecticide Resistance in Ae. aegypti in Yogyakarta Municipality, Indonesia, Berkala Ilmu Kedokteran, Vol. 27, No. 2:70-79 Mardihusodo, S.J., 1996, Application of Non Spesifik Esterase Enzyme Microassays to Detect Potensial Insecticide Resistance of Ae. aegypti Adult in Yogyakarta, Indonesia, Berkala Ilmu Kedokteran, Vol. 28, No. 4:167-171
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
Marvdashti, R., 1985, Location of Esterase loci in Aedes aegypti, J. Am. Mosq. Control Assoc. I (4): 423-424 McAbee, R.D., Kang, K.D., Stanich, M.A., Christiansen, J.A., Wheelock, C.E., Inman, A.D., et.al, 2003, Pyretroid Tolerance in Culex pipiens pipiens var molestus from Marin County, California, Pest Management Science, Vol. 60: 359-368 Mortimer, R., 1998, Aedes aegypti and Dengue fever, http://www.microscopyuk.org.uk/mag/art98/aedrol.html, diakses pada tanggal 8 April 2007 Mourya, D. T., Hemingway, J., and Leake, C. J., 1993, Changes in Enzyme titres with age in four geographical strains of Aedes aegypti and their association with insecticides resistance, Med. and Vet. Entomol., 7: 11-16 Montgomery, R., Conway, T.W., Spector, A.A., 1992, Biokimia: Berorientasi pada Kasus Klinik, ed. 5, jilid 1, Binarupa Aksara, Jakarta, 141 Mulyaningsih, B., 2002, Esterase Variation in Aedes albopictus Skuse (Diptera: Culicidae) Population from Several DHF Endemic and Non Endemic Areas in Indonesia, Indonesia Journal Biotech, 584-589 Mulyaningsih, B., 2003, Deteksi Aktivitas Esterase pada Nyamuk Aedes aegypti di Daerah Endemis Demam Berdarah Dengue di Yogyakarta, Gama Sains, Vol. V, No. 1, 36 Munif, A., 1997a, Pengaruh B.thuringiensis H-14 Formula Tepung Pada Berbagai Instar Larva Aedes aegypti di Laboratorium, Cermin Dunia Kedokteran, No. 119, 27 Munif, A., 1997b, Pengaruh Residu Pyripropoxyfen 0,5% terhadap Pertumbuhan Larva Aedes aegypti pada Berbagai Simulasi Wadah Air, Cermin Dunia Kedokteran, No. 119, 42 Overgaard, H.J., 2006, Malaria Mosquito Resistance to Agricultural Insecticides: Risk Area Mapping in Thailand, http://www.iwmi.cgiar.org/pubs/pub103/rr103.pdf, diakses pada tanggal 9 Juni 2007 Poedjiadi, A., 1994, Dasar-dasar Biokimia, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta, 142,152,155 Sastroutomo, 1992, Pestisida: Dasar-Dasar dan Dampak Penggunaannya, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 95 Scharf, M.E., Hemingway, J., Reid, B.L, Small, G.J., and Bennet, G.,W., Toxicology and Biochemical Characterization of Insektiside Resistance
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
in a Field-Collected Strain of Blattella germanica (Dictyoptera: Balttellidae), Journal of Economic Entomology, Vol. 89, No. 2, 3 Shafer, T.J., Meyer, D.A., and Crofton, K.M., 2005, Developmental Neurotoxicity of Pyrethroid Insecticides: Critical Review And Future Research Needs, Environmental Health Perspectives, Vol. 113, No. 2, 123 Soedarmono, S.S.P., 1988, Demam Berdarah (Dengue) pada Anak, Cetakan ke-2, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta, 20-22, 26 Soedarto, 1989, Entomologi Kedokteran, , Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 99-101 Sudarmono, S., 1991, Pestisida, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 34, 92-94 Sungkar, S., 2005, Bionomik Aedes Aegypti, Vektor Demam Berdarah Dengue, Majalah Kedokteran Indonesia, Vol. 55, No. 4, 384-389 Todd, G.D., Wohlers, D., and Citra, M., 2003, Toxicological Profile for Pyrethrins
and Pyrethroids, http://www.atsdr.cdc.gov/toxprofiles/tp155.pdf, diakses pada tanggal 7 Januari 2007 Untung, K., Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu, cetakan ke 4, Fakultas Pertanian UGM, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 198-199 Ware,
G.W., 1999, An Introduction to Insecticides 3rd Edition, http://ipmworld.umn.edu/chapters/ware.htm, diakses pada tanggal 20 Mei 2007
Widiarti, 2005, Uji Mikroplat Aktivitas Enzim Esterase Untuk Mendeteksi Resistensi Anopheles aconitus Terhadap Insektisida Organofosfat, Jurnal Kedokteran Yarsi, Vol. 13, No.1, 1-2 Wulandari, T., 2001, Vektor Demam Berdarah Dengue dan Penanggulangannya, Mutiara Medika, Vol. I, No.I, 27-29
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 53
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 54
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 55
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
Lampiran 4. Data Kasus Demam Berdarah Dengue di Kota Jambi Tahun 20032005
2003 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 2 3 4 5 1 2
KECAMATAN/KELURAHAN TELANAIPURA Telanaipura Sp.IV Sipin Pematang Sulur Selamat Legok Solok Timur Murni Sungai Putri Teluk Kenali Buluran Kenali Peny. Rendah JAMBI TIMUR Tanjung Pinang Rajawali Kasang Kasang Jaya Sijenjang Budiman Talang Banjar Sulanjana Payo Silincah Tanjungsari JAMBI SELATAN Tambaksari Pakuan Baru Wijayapura talang Bakung Ekajaya Thehok Pasir Putih Pal Merah Lingkar Selatan DANAU TELUK Olak Kemang Tanjung Raden Tanjung Pasir Pasir Panjang Ulu gedong PELAYANGAN Mudung Laut Arab Melayu
P 17 2 5 2 2 2 1 2 1 13 2 1 3 2 5 16 1 1 1 3 5 3 2 1 1 0 -
2004 M 1 1 2 1 1 1 1 0 0 -
P 38 7 8 1 7 4 5 3 2 1 21 4 4 2 6 3 2 33 2 6 2 11 4 2 5 1 4 3 1 0 -
2005 M 2 1 1 0 2 2 0 0 -
P 38 8 6 5 5 5 1 1 2 5 45 5 3 5 1 11 2 12 6 52 11 7 5 7 2 7 9 1 3 0 5 2 1
M 2 2 2 1 1 2 1 1 0 1 -
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
3 4 5 6 1 2 3 4 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Jelmu Kp. Tengah Tahtul Yaman Tanjung Johor PASAR JAMBI Sungai Asam OKH Beringin Pasar Jambi JELUTUNG Payo Lebar Lebak Bandung Cempaka Putih Talang Jauh Jelutung Kebun Handil Handil Jaya KOTA BARU Paal V Sukakarya Rawasari Beliung Sp. III Sipin Mayang Mengurai K. Asam Atas K. Asam Bawah Kenali Besar Bagan Pete KOTA JAMBI
3 2 1 21 4 3 1 2 3 8 30 1 2 1 11 4 1 5 5 101
0 0 2 1 1 6
5 1 1 2 1 20 5 5 2 4 3 1 42 3 1 5 3 5 12 5 1 6 1 163
0 0 0 4
1 1 10 4 2 4 17 3 4 3 1 3 1 2 73 4 4 4 8 21 5 4 8 12 3 240
1 0 1 1 2 1 1 10
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
Lampiran 5.
Perhitungan Kecepatan Gerak (Jarak) Isoenzim Esterase NonSpesifik Dalam Medan Listrik (Rf)
Rf =
Jarak pita elektroforetik dari titik awal Jarak rambat elektroforesis
Jarak rambat elektroforesis = 5 cm
Daerah endemik Pita 1. Jarak pita elektroforetik dari titik awal = 0,9 cm Rf =
0,9 cm = 0,18 cm 5 cm
Pita 2. Jarak pita elektroforetik dari titik awal = 1,8 cm Rf =
1,8 cm = 0,36 cm 5 cm
Pita. 3. Jarak pita elektroforetik dari titik awal = 4,7 cm Rf =
4,7 cm = 0,94 cm 5 cm
Daerah non-endemik Pita 1. Jarak pita elektroforetik dari titik awal = 0,9 cm Rf =
0,9 cm = 0,18 cm 5 cm
Pita 2. Jarak pita elektroforetik dari titik awal = 1,8 cm Rf =
1,8 cm = 0,36 cm 5 cm
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
Kontrol Pita 1. Jarak pita elektroforetik dari titik awal = 1 cm Rf =
1 cm = 0,2 cm 5 cm
Pita 2. Jarak pita elektroforetik dari titik awal = 1,8 cm Rf =
1,8 cm = 0,36 cm 5 cm
Pita 3. Jarak pita elektroforetik dari titik awal = 4,8 cm Rf =
4,8 cm = 0,96 cm 5 cm
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
Lampiran 6. Perhitungan Analisis Data Frekuensi Elektromorf dengan Menggunakan Analisis Chi-Square (Perhitungan Tabel Kontingensi 2x2 (rxc) Untuk Pola Zymogram Elektroforetik Isoenzim Esterase) 2 Pita Daerah non endemis Daerah endemis
3 pita
10
(a)
0
(c)
0
(b)
10
(d)
N = jumlah total sampel = 20 r = baris = 2 ; c = kolom = 2 Derajat bebas = (r-1)(c-1) = (2-1)(2-1) = 1 Taraf kepercayaan = α = 0,05
X 2 hitung =
X 2 hitung =
N (ad − cb) 2 (a + b)(c + d )(a + c)(b + d )
20 (10.10 − 0.0) 2 (10 + 0)(0 + 10)(10 + 0)(0 + 10)
X 2 hitung =
X 2 hitung =
20 (100 − 0) 2 (10)(10)(10)(10)
20 (10000) (10000)
= 20
X2 tabel = 3,841 X2 hitung > X2 tabel ( α 0, 05 ) H0 = tidak terdapat hubungan perbedaan jumlah pita dengan perbedaan elektromorf H1 = terdapat hubungan perbedaan jumlah pita dengan perbedaan elektromorf H0 diterima jika X2 hitung < X2 tabel Kesimpulan = H0 ditolak, terdapat perbedaan frekuensi elektromorf antara daerah endemis dan daerah non endemis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
Lampiran 7. Foto alat-alat penelitian
Foto 1. sangkar nyamuk
Foto 2. alat elektroforesis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
Foto 3. cetakan elektroforesis gel akrilamida
Foto 4. (a) gelas ukur, (b) syringe, (c) sisir plastik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
Foto 5. (d) tabung ependof, (e) pellet pestle
Foto 6. (f) tempat inkubasi, (g) pisau pemisah gel
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
BIOGRAFI PENULIS
Victoria Hapsari, lahir di Jambi pada tanggal 28 Juli 1984. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara pasangan Fx. Abu Wuryanto dan Mg. Rita Iriyanti. Penulis telah menempuh pendidikan di TK Xaverius II Jambi, SD Xaverius II Jambi, SMP Xaverius II Jambi, SMUK Sang Timur Yogyakarta, dan melanjutkan di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Semasa kuliah penulis
pernah
menjadi
Kobid.
Penelitian
dan
Pengembangan BPMF tahun 2003-2004, sie. Penelitian dan Pengembangan BEMF tahun 2004-2005, Pendamping Kelompok Insadha 2004, dan panitia pelaksana acara PIMFI 2005 sebagai sekretaris. Penulis juga pernah terlibat menjadi Manajer UKF Olahraga Sepak Bola tahun 20032005.