PRODUKSI BAHAN ORGANIK DI LANTAI HUTAN PADA TEGAKAN GMELINA (Gmelinaarborea) DAN SUNGKAI (Peronemacanescens) DI AREAL POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA
Oleh : PRISKA KRISPINA KAYANG NIM. 100 500 030
PROGRAM STUDI MANAJEMEN HUTAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA SAMARINDA 2014
PRODUKSI BAHAN ORGANIK DI LANTAI HUTAN PADA TEGAKAN GMELINA (Gmelinaarborea) DAN SUNGKAI (Peronemacanescens) DI AREAL POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA
Oleh : PRISKA KRISPINA KAYANG NIM. 100 500 030
KaryaI lmiah Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Sebutan Ahli Madya Pada Program Diploma III Politeknik Pertanian Negeri Samarinda
PROGRAM STUDI MANAJEMEN HUTAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA SAMARINDA 2014
PRODUKSI BAHAN ORGANIK DI LANTAI HUTAN PADA TEGAKAN GMELINA (Gmelinaarborea) DAN SUNGKAI (Peronemacanescens) DI AREAL POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA
Oleh : PRISKA KRISPINA KAYANG NIM. 100 500 030
KaryaI lmiah Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Sebutan Ahli Madya Pada Program Diploma III Politeknik Pertanian Negeri Samarinda
PROGRAM STUDI MANAJEMEN HUTAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA SAMARINDA 2014
HALAMAN PENGESAHAN
JudulKaryaIlmiah
: Produksi Bahan Organik di Lantai Hutan Pada Tegakan Gmelina (Gmelina arborea ) dan Sungkai (Peronemacanescens) di Areal Politeknik Pertanian Negeri Samarinda
Nama
:
PRISKA KRISPINA KAYANG
NIM
:
100 500 030
Program Studi
:
Manajemen Hutan
Jurusan
:
Manajemen Pertanian
Pembimbing
Dyah Widyasasi, S.Hut, MP NIP. 19710103 199703 2 001
Penguji I,
Penguji II,
Ir. Gunanto NIP. 19570905 198703 1 001
Meyetujui Ketua Program Studi Manajemen Hutan
Ir. M. Fadjeri, MP NIP. 19610812 198803 1 003
Lulus ujian tanggal............................
Ir. Noorhamsyah, MP NIP.19640523 199703 1 001
Mengesahkan Ketua Jurusan Manajemen Pertanian
Ir. Hasanudin, MP NIP.19630805 198903 1 005
ABSTRAK PRISKA KRISPINA KAYANG. Produksi Bahan Organik di Lantai Hutan Pada Tegakan Gmelina (Gmelina arborea) dan Tegakan Sungkai (Peronema canescens) di areal Politeknik Pertanian Negeri Samarinda (di bawah bimbingan DYAH WIDYASASI). Penelitian ini dilatarbelakangi bahwa bahan organik memiliki peranan yang sangat penting untuk menciptakan kesuburan tanah. Peranan bahan organik bagi tanah adalah dalam kaitannya dengan perubahan sifat-sifat tanah. Selain itu serasah (bahan organik) yang diakumulasikan di lantai hutan pada tegakan tertentu merupakan salah satu mata rantai siklus hara dalam hutan. Tujuan dari penelian ini adalah untuk menerangkan jumlah dari beberapa komponen pohon (daun dan ranting) dan kadar air bahan organik di lantai hutan pada tegakan Gmelina (Gmelina arborea) dan Sungkai (Peronema canescens) sebagai bagian dari mata rantai siklus hara. Hasil yang diharapkan dari penelitian adalah dapat memberikan informasi tentang jumlah dan kadar air bahan organik di lantai hutan pada 2 (dua) jenis tegakan yaitu tegakan Gmelina (Gmelina arborea) dan Sungkai (Peronema canescens ). Penelitian ini dilakukan di areal kampus Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. Tegakan Gmelina terletak di jurusan Manajemen Pertanian dan tegakan sungkai terletak di areal HTI. Penelitian dilaksanakan selama 5 bulan dari bulan Mei sampai dengan September 2014. Adapun kegiatan-kegiatan yang dilakukan adalah: pengambilan data pada penelitian ini dilakukan dengan sekali pengambilan bahan organik yang ada di lantai hutan dalam setiap sub plot sebanyak 10 sub plot yang ukurannya 50cm x 50cm yang diletakkan secara sistematis terhadap masing-masing tegakan. Selanjutnya bahan organik yang terkumpul dipisah-pisahkan berdasarkan komponen-komponen pohon (daun dan ranting) dimasukkan dalam kantung kertas, ditimbang kemudian dioven sebanyak 1 kali selama 24 jam dalam suhu 100°C. Setelah dioven dikeluarkan dari alat pengering dan ditimbang berat keringnya. Pengolahan data pada penelitian ini meliputi: menghitung berat kering bahan organik, kadar air bahan organik, rataan berat kering dan kadar air bahan organik serta jumlah bahan organik pada tegakan yang diteliti per hektar. Jumlah Bahan Organik di Lantai Hutan pada Tegakan Gmelina (Gmelina arborea) untuk komponen daun adalah 200,2 gr/2,5 m2 atau 8.008 g/ha dan untuk komponen berkayu adalah 271,6 gr/2,5 m2 atau 10.864 g/ha. Kadar air bahan organik di lantai hutan pada Tegakan Gmelina (Gmelina arborea) untuk komponen daun adalah 31,3 % dan untuk komponen berkayu adalah 10,01 %. Jumlah bahan organik di lantai hutan pada tegakan Sungkai (P. canescens) untuk komponen daun adalah 222 gr/2,5 m2 atau 8.880 g/ha dan untuk komponen berkayu adalah 239,6 gr/2,5 m2 atau 9.584 g/ha. Kadar air bahan organik di lantai hutan pada tegakan Sungkai (P. canescens) untuk komponen daun adalah 33,3 % dan untuk komponen berkayu adalah 56,4 %. Kata kunci: Bahan Organik, Siklus Unsur Hara, Gmelina, Sungkai vi
RIWAYAT HIDUP
PRISKA KRISPINA KAYANG, Lahir pada tanggal 20 Oktober 199 2 di Tering lama Kabupaten Kutai Barat Pro vinsi Kalimantan Timur. Merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara, dari pasangan Bapak Martinus Jalung L dan Ibu Emiliana Hangin B. Pendidikan dasar dimulai di SDN 009 Tering Seberang Tahun 1998 di Kutai Barat dan lulus pada tahun 2004 kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama Katolik(SMPK) 3 WR Soepratman Tering dan lulus pada tahun 2007. Pada tahun yang sama melanjutkan ke SMK Sinar Abadi Melak Kutai Barat dan lulus pada tahun 2010 . Kemudian Pada tahun 2010 melanjutkan pendidikan tinggi di Politeknik Pertanian Negeri Samarinda dan mengambil Program Studi Manajemen Hutan, Jurusan Manajemen Pertanian. Tanggal 6 Maret sampai 4 Mei 2013 mengikuti kegiatan Praktik Kerja Lapang (PKL) di Area IUPHHK PT.RATAH TIMBER Desa Mamahak Teboq Kecamatan Long Hubung, Kabupaten Kutai Barat Provinsi Kalimantan Timur.
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa, karena atas berkat RahmatNya Penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini tepat pada waktu yang telah ditetapkan. Penulis menyadari banyak memperoleh bantuan dari berbagai pihak dalam penyelesaian Karya Ilmiah ini, oleh karenanya dalam kesempatan ini Penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Ayah dan ibu beserta Keluarga yang telah banyak memberikan bantuan baik berupa moril maupun material demi keberhasilan penulis Karya Ilmiah untuk menyelesaikan pendidikan di Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. 2. Ibu Dyah Widyasasi, S.Hut, MP selaku Dosen Pembimbing karya ilmiah 3. Bapak Ir. Gunanto selaku dosen penguji I dan Bapak Ir. Noorhamsyah, MP selaku penguji II 4. Bapak Ir. M. Fadjeri, MP, selaku Ketua Program Studi Manajemen Hutan. 5. Bapak Ir. Hasanudin, MP selaku Ketua Jurusan Manajemen Pertanian Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. 6. Teman -teman yang banyak memberikan bantuan baik material maupun spiritual hingga terselesaikan laporan ini. Penulis menyadari bahwa penulisan karya ilmiah ini masih banyak terdapat kekurangan dan kekeliruan, untuk itu saran dan kritikan yang bersifat membangun untuk perbaikan sangat diharapkan dan Penulis juga berharap semoga Karya Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi setiap pembaca. PRISKA KRISPINA KAYANG Kampus Sei Keledang, September 2014
viii
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR .......................................................................
viii
DAFTAR ISI ....................................................................................
ix
DAFTAR TABEL .............................................................................
x
DAFTAR GAMBAR ........................................................................
xi
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………….
xii
I. PENDAHULUAN ........................................................................
1
II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... A. Siklus Unsur Hara ................................................................ B. Siklus Unsur Hara Hutan ..................................................... C. Bahan Organik...................................................................... D. Pengaruh Bahan Organik Terhadap sifat-sifat Tanah.......... E. Risalah Jenis .......................................................................
4 4 4 6 8 10
III. METODE PENELITIAN ............................................................. A. Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................... B. Alat dan Bahan Penelitian .................................................... C. Prosedur Penelitian ............................................................. D. Pengolahan Data……………………………………………...
16 16 15 17 18
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................... A. Hasil ..................................................................................... B. Pembahasan ........................................................................
21 20 26
V. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................... A. Kesimpulan .......................................................................... B. Saran ...................................................................................
32 32 32
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................
34
LAMPIRAN .....................................................................................
36
ix
DAFTAR GAMBAR Nomor
Lampiran
1.
Pembuatan Plot........................................................................
41
2.
Pengambilan Komponen..........................................................
41
3.
Pemilihan Komponen Kemudian dimasukkan ke Kantong
42
4.
Menimbang Komponen Sebelum Dioven.................................
42
5.
Komponen Dimasukkan ke Dalam Oven................................
43
6.
Pengovenan Komponen...........................................................
43
7.
Tegakan Sungkai (Peronema canescens)...............................
44
8.
Tegakan Gmelina (Gmelina arboea)........................................
44
x
Halaman
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1
Kadar Air BO dan BO % di Lantai Hutan Tegakan Sungkai (Peronema canescens)........................................
2.
Kadar Air BO dan BO % di Lantai Hutan Tegakan Sungkai (Peronema canescens).......................................
34
Dokumentasi Kegiatan di Lapangan..................................
36
3
xi
32
DAFTAR TABEL Nomor
Tubuh Utama
Halaman
1.
Bahan Organik (BO) di Lantai Hutan Tegakan Gmelina....
21
2.
Kadar Air BO di Lantai Hutan Tegakan Gmelina...............
22
3.
Perkiraan BO di lantai hutan/ha pada Tegakan Gmelina...
23
4.
Bahan Organik (BO) di Lantai Hutan Tegakan Sungkai....
24
5.
Kadar Air BO di Lantai Hutan Tegakan Sungkai................
25
6.
Perkiraan BO di Lantai Hutan Tegakan Sungkai...............
26
Lampiran 7.
Kadar Air BO di Lantai Hutan Tegakan Sungkai...............
37
8.
Kadar Air BO% di Lantai Hutan Tegakan Sungkai...........
38
9.
Kadar Air BO di Lantai Hutan Tegakan Campuran...........
39
10.
Kadar Air BO % di Lantai Hutan Tegakan Campuran.......
40
x
1
BAB I PENDAHULUAN
Menurut (Anonim, 2008) tanah (soil) dapat diartikan sebagai media tumbuh dalam pertanian, namun tidak menutup kemungkinan untuk pengertian tanah dalam bidang ilmu lain. Pada dasarnya tanah merupakan tempat beraktifitas mahluk hidup yang memungkinkan adanya hubungan diantaranya. Tanah juga dapat diartikan sebagai lingkungan abiotik yang berperan menyediakan nutrisi bagi tumbuhan dan sebagian organisme tanah. Hutan yang mempunyai berbagai macam fungsi dan tipe pada dasarnya tidak terlepas pada jumlah dan kondisi jenis pohon yang ada di dalamnya. Tingkat kuantitas dan kualitas jenis pohon yang mendominasi ini tidak terlepas dari kemampuan suatu jenis untuk dapat tumbuh, sehingga konsep pertumbuhan menjadi penting (Anonim, 2008). Salah satu terobosan untuk mempertahankan kondisi hutan yaitu faktor keberadaan hutan harus diperhatikan, yang diantaranya adalah siklus unsur hara hutan. Berbagai masalah yang jarang diungkapkan dari siklus hara ini akan dapat mengakibatkan kesalahan dalam mengembangkan konsep tanaman yang sesuai untuk ditanam di suatu daerah atau areal. Untuk itu kemampuan suatu tanaman untuk dapat menyerap hara melalui proses pasif maupun aktif merupakan
faktor
pertumbuhannya.
yang
penting
Pertumbuhan
bagi
pohon
tumbuhan yang
baik
untuk
meningkatkan
akan
meningkatkan
pertumbuhan hutan secara keseluruhan, baik itu dalam bentuk hutan tanaman maupun hutan alam (Anonim, 2010). Selanjutnya dinyatakan oleh (Anonim, 2007), bahwa bahan organik juga berperan penting untuk menciptakan kesuburan tanah. Peranan bahan organik
2
bagi tanah adalah dalam kaitannya dengan perubahan sifat-sifat kimia tanah. Bahan organik merupakan pembentuk granulasi dalam tanah yang sangat penting dalam pembentukan agregat tanah yang stabil. Bahan organik mencakup semua bahan yang berasal dari jaringan tanaman dan hewan, baik yang hidup maupun yang telah mati pada berbagai tahap dekomposisi/perombakan baik sebagian atau seluruhnya yang telah mengalami humifikasi maupun yang belum. Tersedianya bahan organik dalam tanah berarti pula tersedianya sumber karbon dan energi bagi mikroorganisme a t nah yang perannya sangat dominan dalam proses perombakan bahan organik. Di dalam hutan mata rantai siklus unsur hara terdiri dari berbagai macam, antara lain yang berasal dari atmosfer, biomassa di dalam maupun di permukaan tanah, lantai hutan beserta serasah yang diakumulasikannya, kompleks pertukaran hara liat (mineral, humu s) serta bentukan unsur-unsur hara tersedia dalam tanah serta mineral-mineral serta batuan pembentuk tanah (Ruhiyat, 1993 dalam Widyasasi, 1996). Mengetahui salah satu mata rantai siklus hara pada suatu tempat akan memberikan masukan yang berguna untuk pengelolaan vegetasi ataupun jenis pohon yang dibudidaya di areal tersebut.
Hal ini penting mengingat setiap
bagian dari mata rantai siklus hara memberikan dampak langsung maupun tak langsung bagi pertumbuhan vegetasi yang ada. Berbagai alasan di atas menjadi alasan untuk menjadi bahan penelitian tentang salah satu mata rantai siklus hara dalam hutan, yaitu berupa serasah (bahan organik) yang diakumulasikan di lantai hutan pada tegakan tertentu. Di dalam hutan tingkat serasah gugur sangat tinggi dan merupakan jalan siklus hara yang sangat penting dalam ekosistem tersebut. Heterogenitas
3
serasah meningkat dengan perbedaan tingkat pembusukan daun-daun dari jenis yang berbeda. Keanekaragaman jenis serasah pada lantai hutan dapat menciptakan
relung
regenerasi
berbeda
dan
karenanya
membantu
menyumbangkan keanekaragaman jenis yang begitu tinggi. Oleh karena itu ada kemungkinan bahwa dalam hutan, variasi utama status nutrisi akan berkaitan dengan variasi masukan nutrisi organik berasal dari serasah daun (Anonim, 2012). Tujuan dari penelian ini adalah untuk menerangkan jumlah dari beberapa komponen pohon (daun dan ranting) dan kadar air bahan organik di lantai hutan pada tegakan Gmelina (Gmelina arborea ) dan Sungkai (Peronema canescens) sebagai bagian dari mata rantai siklus hara. Hasil yang diharapkan dari penelitian adalah dapat memberikan informasi tentang jumlah dan kadar air bahan organik di lantai hutan pada 2 (dua) jenis tegakan yaitu tegakan Gme lina (Gmelina arborea) dan Sungkai (Peronema canescens).
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Siklus Unsur Hara Siklus biogeokimia atau siklus organik-anorganik adalah siklus unsur atau senyawa kimia yang mengalir dari komponen abiotik ke biotik dan kembali lagi ke komponen abiotik. Siklus unsur-unsur tersebut tidak hanya melalui organisme, tetapi juga melibatkan reaksi-reaksi kimia dalam lingkungan abiotik sehingga disebut siklus biogeokimia. Siklus-siklus tersebut antara lain: siklus air, siklus oksigen, siklus karbon, siklus nitrogen, dan siklus sulfur (Wirakusumah, 2003 dalam Supak, 2011). Fungsi siklus biogeokimia/siklus unsur hara adalah sebagai siklus materi yang mengembalikan semua unsur-unsur kimia yang sudah terpakai oleh semua yang ada di bumi baik komponen biotik maupun abiotik, sehingga kelangsungan hidup di bumi dapat terjaga (Kapludin, 2010 dalam Supak, 2011). B. Siklus Unsur Hara Hutan Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi masuknya persediaan hara dan hilangnya unsur hara dalam suatu siklus biogeokimia terdiri atas dua aliran-aliran unsur hara yaitu : 1. Input Hara Salah satu input hara adalah sumbangan unsur hara melalui atmosfer, dapat dibedakan dalam dua bentuk utama yaitu: deposit kering dan deposit basah . Deposit kering biasa disebut dengan fall out yang terdiri dari sisa -sisa partikel yang sangat kecil di permukaan daun dan kulit pohon. Bentuk lainnya adalah yang terkandung dari adso rpsi dan absorpsi oleh gas dan aerosol yang
5
disebabkan oleh difusi molekul dan turbulensi atmosfer (Ruhiyat, et al., 1992 dalam Supak, 2011). Selain masuknya dari atmosfer, siklus unsur hara juga melibatkan biomassa hutan yang ada di dalam tanah maupun yang ada di permukaan tanah. Berdasarakan hasil-hasil pengukuran terhadap kandungan unsur hara yang berakumulasi dalam biomassa di atas permukaan tanah (above ground biomass) tampaknya persediaan hara terutama tergantung kepada besarnya biomassa pohon atau tegakan. Jumlah unsur hara ini dapat bervaria si walaupun pada tegakan yang mempunyai biomassa yang sama, tergantung kepada jenis pohon dan nisbah antara biomassa daun dan komponen -komponen pohon lainnya yang tidak dapat berfotosintesis (Widyasasi, 1996 dalam Supak, 2011). Komponen lantai hutan dalam siklus hara lebih ditekankan pada fungsinya sebagai media penimbunan unsur hara yang dikembalikan melalui jatuhan serasah dan medium perombakan bahan organik tersebut oleh organisme pengurai. Proporsi di antara komponen-komponen serasah (batang, cabang, daun, epifit) pada tiap ekosistem bisa bervariasi (Widyasasi, 1996 dalam Supak, 2011). 2. Output Hara Menurut Pritchett (1979), output hara adalah keluarnya hara dari sistem melalui pencucian terjadi jika hara yang ada terbawa oleh air perkolasi sehingga terbawa ke lapisan lebih dalam dan tidak terjangkau oleh akar pohon dan tanaman. Hilangnya hara karena erosi terjadi disaat hujan, dimana air hujan yang jatuh ke tanah dan larut ke lereng di bawahnya membawa serta hara-hara yang ada di permukaan tanah, hara ini terbawa oleh erosi permukaan (surface run off).
6
3. Dekomposisi Bahan Organik Menurut Anonim (2007), secara umum proses dekomposisi bahan organik meliputi tiga reaksi utama yaitu : a. Reaksi enzimatik atau oksidasi enzimatik, yaitu: reaksi oksidasi senyawa hidrokarbon yang terjadi melalui reaksi enzimatik menghasilkan produk akhir berupa karbondioksida (CO2), air (H 2O), energi dan panas. b. Reaksi spesifik berupa mineralisasi dan atau immobilisasi unsur hara esensial berupa hara nitrogen (N), fosfor (P), belerang (S) dan lain-lain. c.
Pembentukan senyawa -senyawa baru atau turunan yang sangat resisiten berupa humus tanah. Berdasarkan kategori produk akhir yang dihasilkan, maka proses
dekomposisi bahan organik digolongkan menjadi 2, yaitu proses mineralisasi dan proses humufikasi. Proses mineralisasi terjadi terutama terhadap bahan organik dari senyawa-senyawa yang tidak re sisten, seperti: selulosa, gula dan protein. Proses akhir mineralisasi dihasilkan ion hara yang tersedia bagi tanaman. Sedangkan proses humufikasi terjadi terhadap bahan organik dari senyawasenyawa yang resisten, seperti: lignin, resin, minyak dan lemak. Proses akhir humufikasi dihasilkan humus yang lebih resisiten terhadap proses dekomposisi. C. Bahan Organik Bahan organik adalah kumpulan beragam senyawa-senyawa organik kompleks yang sedang atau telah mengalami proses dekomposisi, baik berupa humus hasil hu mifikasi maupun senyawa-senyawa anorganik hasil mineralisasi dan termasuk juga mikrobia heterotrofik dan ototrofik yang terlibat dan berada di dalamnya (Anonim, 2007).
7
1. Macam-macam bahan organik Menurut (Anonim, 2009) bahan organik terdiri dari beberapa bahan penyusunnya, yaitu : - Bahan
serasah
(folist),
lebih
kurang
90%
bahan
organik
belum
terdekomposisi. - Bahan fibrik, lebih kurang 75% bahan organik belum terdekomposisi. - Bahan hemik, lebih kurang 50% bahan organik telah terdekomposisi. - Bahan saprik, lebih kurang 80 -90% bahan organik telah terdekomposisi. - Bahan humiluvik, bahan humus yang tertimbun di bagian bawah horizon tanah, bereaksi masam dan bertekstur halus, terbentuk setelah drainase dan horizon atas telah diolah untuk pertanian. - Bahan litmik, ialah bahan organik yang diendapkan oleh air di dalam air dari suatu tempat atau berasal dari tumbuhan di bawah air itu sendiri. Akumulasi bahan organik di daerah tropis pada kondisi aerob lebih lambat dari pada proses dekomposisinya sehingga terjadi keadaan tanpa adanya akumulasi bahan organik di permukaan tanah yang tebal, kecuali pada wilayah yang tergenang air (anaerob) baik secara permanen atau periodik yang dapat menyebabkan
proses
dekomposisi
bahan
organik
terhambat,
karena
dekomposisi hanya dapat dilakukan oleh organisme anaerobik saja, sehingga terjadi akumulasi bahan organik yang jelas seperti gambut. 2. Peranan Bahan Organik Bagi Tanah Bahan organik berperan penting untuk menciptakan kesuburan tanah. Peranan bahan organik bagi tanah adalah dalam kaitannya dengan perubahan sifat-sifat tanah, yaitu sifat fisik, biologis, dan sifat kimia tanah. Bahan organik merupakan pembentuk granulasi dalam tanah dan sangat penting dalam
8
pembentukan agregat tanah yang stabil. Bahan organik adalah bahan pemantap agregat tanah yang tiada taranya. Melalui penambahan bahan organik, tanah yang tadinya berat menjadi berstruktur remah yang relatif lebih ringan. Pergerakan air secara vertikal atau infiltrasi dapat diperbaiki dan tanah dapat menyerap air lebih cepat sehingga aliran permukaan dan erosi diperkecil. Demikian pula dengan aerasi tanah yang menjadi lebih baik karena ruang pori tan ah (porositas) bertambah akibat terbentuknya agregat. Bahan organik umumnya ditemukan dipermukaan tanah. Jumlahnya tidak besar, hanya sekitar 3-5% tetapi pengaruhnya terhadap sifat-sifat tanah besar sekali. Sekitar setengah dari kapasitas tukar kation berasal dari bahan organik. Ia merupakan sumber hara tanaman. Disamping itu bahan organik adalah sumber energi bagi sebagian besar organisme tanah. Dalam memainkan peranan tersebut bahan organik sangat ditentukan oleh sumber dan susunannya, oleh karena kelancaran dekomposisinya, serta hasil dari dekomposisi itu sendiri (Subroto, 2003). D. Pengaruh Bahan Organik Terhadap Sifat-Sifat Tanah 1. Sifat Fisik Tanah Pengaruh bahan organik terhadap perubahan sifat fisik tanah, meliputi: a.
Stimulan terhadap granulasi tanah.
b.
Memperbaiki struktur tanah menjadi lebih remah.
c.
Menurunkan plastisitas dan kohesi tanah.
d.
Meningkatkan daya tanah menahan air se hingga drainase tidak berlebihan, kelembaban dan temperatur tanah menjadi stabil.
e.
Mempengaruhi warna tanah menjadi coklat sampai hitam.
f.
Menetralisir daya rusak butir-butir hujan.
9
g.
Menghambat erosi. dan
h.
Mengurangi pelindian (pencucian/leaching).
2. Sifat Kimia Tanah Pengaruh bahan organik terhadap perubahan sifat kimia tanah, meliputi: a.
Meningkatkan hara tersedia dari proses mineralisasi bagian bahan organik yang mudah terurai.
b.
Menghasilkan humus tanah yang berperan secara kolodial dari senyawa sisa mineralisasi dan senyawa sulit terurai dalam proses humufikasi.
c.
Meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) tanah 30 kali besar ketimbang koloid anorganik.
d.
Menurunkan muatan positif tanah melalui proses pengkeletan terhadap mineral oksida dan kation Al dan Fe yang reaktif, sehingga menurunkan fiksasi P tanah.
e.
Meningkatkan ketersediaan dan efesiensi pemupukan serta melalui peningkatan pelarutan P oleh asam-asam organik hasil dekomposisi bahan organik.
3. Sifat Biologi Tanah Pengaruh bahan org anik terhadap perubahan sifat biologi tanah, meliputi: a. Meningkatkan keragaman organisme yang dapat di dalam tanah (makrobia dan mikrobia tanah), dan b. Meningkatkan populasi organisme tanah (makrobia dan mikrobia tanah).
10
E. Risalah Jenis 1. Gmelina (Gmelina arborea) a. Ciri-ciri Botani Gmelina arborea termasuk jenis pohon menggugurka n daun, juga termasuk jenis pionir sekunder, pada masa dewasa mencapai tinggi 20-30 m dengan diameter bisa mencapai 60 -80 cm (Bratawinata, 1987 dalam Aminah, 2010).
Warna kulit pohon pada waktu muda umumnya coklat
kehijau-hijauan. Pada umur 5-8 tahun, warna batang keabu-abuan dengan kulit retak-retak. Bentuk batang meruncing, bentuk daun agak lebar dan berbentuk oval, pinggir daun bergerigi. Bentuk buah bulat dengan ukuran diameter 0,5-2 cm, tiap buah berisi 2-3 biji (Bratawinata, 1987 dalam Aminah, 2010). b. Penyebaran Gmelina arbora adalah tumbuhan yang termasuk dalam famili Verbenaceae dan merupakan jenis yang cepat tumbuh. Di negara lain jenis ini dikenal dengan nama Yemane (Myanmar), Gambar (India), Ganar (Bangladesh). Secara alamiah jenis ini dijumpai di hutan India, Bangladesh, Srilanka, Myanmar, Asia tenggara dan dataran tinggi China bagian selatan. Gmelina arborea mempunyai kecepatan tumbuh yang tinggi pada tanah subur serta mempunyai rotasi pendek sekitar 6-10 tahun (Bratawinata, 1987 dalam Aminah, 2010). c. Tempat Tumbuh Gmelina arborea tumbuh di datara an rendah pada ketinggian antara 01000 m di atas permukaan laut, sedangkan pertumbuhan terbaik adalah pada ketinggian 0 -800 m di atas permukaan laut. Untuk mendapatkan pertumbuhan
11
yang baik, jenis ini membutuhkan tanah subur, drainase baik, tidak tergenang air dengan pH tanah masam sampai netral dan solum yang asam serta lembab. Tidak cocok pada tanah berpasir yang kering dan tanah gambut yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Begitu pula pada tanah yang kedap air dan lapisan humusnya sangat tipis. Pada tanah kurang subur pohon ini masih dapat tumbuh tetapi produktivitasnya lebih rendah dibandingkan dengan tanah yng subur (Rudyansyah, 2000 dalam Aminah, 2010). d. Iklim Menurut Rudyansyah (2000) dalam Aminah (2010), rataan curah hujan yang dibutuhkan minimal 1.000 mm pertahun dengan jumlah bulan kering enam sampai tujuh bulan pertahun dan terbaik antara 1.778-2.286 mm pertahun dengan bulan kering dua sampai bulan pertahun. Rataan suhu udara tahunan yang dikehendaki berkisar antara 21-28 ºC, sedangkan suhu maksimum dan minimum antara 24-35 ºC. Jenis pohon ini termasuk intoleran, yaitu membutuhkan banyak cahaya untuk pertumbuhannya. Sementara menurut Bratawinata (1987), pertumbuhan optimum jenis ini adalah pada daerah-daerah yang mempunyai bulan kering tiga sampai lima bulan, suhu minimum 18 ºC dan maksimum 35 ºC dengan curah hujan antara 1.750 -2.300 mm pertahun pada daerah subur dan mempunyai drainase yang baik. e. Hama Menurut Rudyansyah (2000) dalam Aminah (2010), hama Gmelina arborea adalah binatang pemakan tumbuhan seperti rusa. Di India, tumbuhan yang berumur 4 tahun diserang oleh serangga pemakan daun Calapapla leavana yang juga memakan tunas dan ranting yang masih muda. Di Amerika Tengah dan Utara, semut Atta spp. menyababkan kayu lapuk. Di Afrika
12
terutama di Ivory Coast, Xylopherta pisces menyerang bagian batang. Sedangkan hama yang biasa menyerang semai Gmelina arborea menurut Rudyansyah (2000) dalam Aminah (2010), antara lain: Gargara varicolor Stal. (Homoptera: Membracidae ), Cicadella suturella Stal. (Homoptera: Membracidae), Bathrogonia sp. (Homoptera: Membracidae), Nisia sp. (Homoptera:
Membracidae ),
Eupterote
fabia
Cram.
(Lepidoptera:
Eupterotidae ), Ozola minor Moore. (Lepidoptera: Giometridae), Acherontia lacheis Fabr. (Lepidoptera: Sphingidae), Hemisphaerius tringularis Melichar. (Coleoptera: Phacyrrhynchidae). f. Penyakit Rudyansyah (2000) dalam Aminah (2010), menyatakan bahwa benih Gmelina arboera di dalam penyimpanan di Filiphina terserang jamur Asperillus spp. (25,0%) dan Penicillium (2,5%). Penyakit noda daun menyerang semai Gmelina arborea di India, penyebabnya ialah jamur
Carcospora ranjita
Chowdury. Jamur ini ditemui menyerang semai di Brazil, India, Kenyah dan Uganda. Gejala yang ditunjukkan oleh semai yang terserang adalah timbulnya noda-noda hitam relatif kecil, kalau kondisi lingkungannya sesuai, yaitu pergantian udara lembab dan kering, maka noda -noda itu membesar dan berbentuk noda-noda yang tak beraturan bentuknya dengan warna coklat tua di pinggirnya. Selanjutnya jamur itu akan membentuk konidiofora (tangkai spora) dan konidia (spora) di tengah noda itu. Serangan berat dari jamur ini akan menyebabkan gugurnya daun. 2. Sungkai (Peronema canescens) Menurut Samingan (1982) dalam Supak (2010) sungkai termasuk suku verbenaceae dengan berbagai nama daerah seperti Jati sabrang, Ki
13
sabrang, sungke dan kayu lurus. Nama internasionalnya adalah sungkai, koengkai (Inggris dan Amerika), sunkei (Itali),sunkai, soekai (Belanda) dan sungkai kurus (Jerman). Abdurahman (1981 ) dalam Supak (2010 ), menyatakan bahwa dalam dunia tumbuh-tumbuhan, secara morfologi tanaman sungkai termasuk dalam : Division
: Dicotilidonae
Sub Division
: Spermopeidae
Klas
: Angiosspermae
Ordo
: Lamiales
Sub ordo
: Apopetalae
Family
: Verbenaceae
Species
: Peronema canescens
a. Penyebaran dan Tempat Tumbuh Menurut Bratawinata (1995), Sungkai kurang lebih terdapat 300 jenis, menyebar di seluruh dunia, umumnya dijumpai di daerah tropis dan sub tropis, Tumbuh mulai daerah mangrove, hutan dataran sampai daerah pegunungan. Tetapi yang umum dijumpai di bawah dataran rendah. Di Indonesia daerah penyebaran nya Sumatra Barat dan seluruh Kalimantan. Menurut Anonim (1980), sungkai tumbuh baik pada ketinggian antara 0-600 meter dari permukaan laut, tetapi juga masih dapat tumbuh pada ketinggian lebih dari 600 meter dari permukan laut. Sungkai tumbuh di hutan primer di tepi sungai yang secara bermusim tergenang air tawar dan juga hutn sekunder campuran di
14
darat pada tanah liat atau berpasir. Sungkai juga dapat tumbuh di daerah yang mempunyai tipe iklim A sampai C menurut tipe iklim Schmidt dan Ferguson (Samingan, 1982). b. Sifat botanis 1. Tempat tumbuh Sungkai tumbuh di dalam hutan tropis dengan tipe curah hujan A sampai C, pada tanah kering atau sedikit basah dengan ketinggian sampai 600 meter dari permukaan laut (Bratawinata, 1995). 2. Batang Menurut Atmususeno dan Duljapar (1996), pohon sungkai berbatang lurus tidak berbanir. Kulit batang berwarna kelabu atau berwarna krem atau kuning muda , berat jenis kayu rata-rata 0,63 dan termasuk kelas awet II dan III. Menurut Bratawinata (1995), batang pohon sungai bagian luar licin, warna kulit batang kuning kecoklatan, kulit dalam keputihputihan, merah muda, dan kuning. Bentuk percabangan monopodial, simpodial, percabangan rendah dan tinggi. Menurut Anonim (1980), sungkai merupakan pohon dengan tingggi bisa mencapai 15 meter dan sedikit bertekuk dangkal, tidak berbanir, kulit luar berwarna kelabu atau sawo muda, beralur dangkal dan mengelupas kecil-kecil tipis. 3. Daun Sungkai
mempunyai daun majemuk menyirip, duduk dan
berpasangan, serta bertulang dan bersayap. Mempunyai anak daun
15
yang berpasangan atau berselang -seling (Anonim, 1980), menurut (Samingan 1982 dalam Supak 2010) bentuk daun Sungkai menyirip dengan 7-9 anak daun. 4. Bunga Sungkai memiliki bunga dengan kedudukan mulai, dengan panjang 20 cm - 40 cm. Percabangan lebar-lebar dan berpasangan, kelopak bunga agak tertutup rapat dengan bulu-bulu dan letak bunganya hamper duduk. Daun mahkota bunga berbulu di bagian luar berbentuk mahkota pada pangkalnya (Anonim, 1980). 5. Pembungaan dan pembuahaan Sungkai umumnya berbunga pada bulan juni sampai juli dan berbuah pada bulan Agustus dan November. Sungkai berbuah lebat setelah berumur 11 tahun , jumlah buah sekitar 274. 080/kg atau 141.000/liter (Anonim, 1980). 6. Permudaan Permudaan alam banyak terdapat di tempat seperti belukar, pada alang-alang bekas perladangan atau bekas tebangan. Permudaan buatan dilakukan dengan stek cabang yang berdiameter 2,5 cm panjang 25 cm, di tanam miring langsung di lapangan dalam jalur-jalur yang lebarnya 1-2 m jarak tanam yang lazim dipakai 3m x 2m atau 4m x 4m (Abdurahman, 1981 dalam Supak 2010). 7. Kegunaan Kayu sungkai dapat dibuat veneer mewah, mebel, kabin dan sebagainya karena mempunyai gambaran yang menarik berupa
16
garis-garis indah. Kayu sungkai juga cocok untuk rangka atap karena ringan dan cukup kuat, tiang rumah dan bangunan jembatan.
16
BAB III METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian ini adalah di areal kampus Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. Tegakan Gmelina terletak di jurusan manajemen pertanian dan tegakan sungkai terletak di areal HTI. Penelitian dilaksanakan selama 5 bulan dari bulan Mei 2014 sampai dengan September 2014. Adapun kegiatan-kegiatan yang dilakukan adalah: Survei lapangan, pengambilan data, pengolahan dan analisis data di laboratorium dan penyusunan laporan. B. 1.
Alat dan Bahan Penelitian
Alat a. Kamera untuk mendokumentasikan penelitian b. Gunting untuk memotong bagian-bagian bahan organik yang terlalu besar c. Timbangan manual untuk menimbang bahan organik d. Oven untuk mengeringkan bahan organik e. Meteran untuk mengukur luas tegakan yang ada dan mengukur luas sub plot yang dipergunakan untuk pengambilan sampel bahan organik.
2.
Bahan a. Plastik
untuk menampung bahan
organik
di lantai
hutan yang
dipergunakan sebagai sampel b. Alat tulis untuk mencatat data c. Tali rafia untuk membatasi sub plot yang dipergunakan dalam pengambilan sampel bahan organik di lantai hutan.
17
d. Koran untuk membuat kantong guna menampung bahan organik yang akan dikeringkan di oven. e. Staples
untuk
menyatukan
koran
yang
dibuat
menjadi
kantong
penampungan bahan organik. f. Spidol untuk menulis pada plastik dan kantong koran. g. Tegakan Gmelina Tegakan Gmelina (Gmelina arborea) yang menjadi bahan penelitian ini berada di areal Jurusan manajemen Pertanian Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. Luas areal kurang lebih 936 m2 dengan bentuk areal yang tidak teratur. Saat ini di bawah tegakan Gmelina ditanami Ulin yang berumur 4 tahun. Jarak tanam Gmelina adalah 3 m x 3 m. h. Tegakan Sungkai Tegakan Sungkai (Peronema canescens) yang menjadi bahan penelitian ini berada di areal HTI Pertanian Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. Luas areal kurang lebih 1.492,4 m2 dengan bentuk areal yang teratur. Jarak tanam Sungkai adalah 2 m x 2 m. C. 1.
Prosedur Penelitian
Survei Lapangan Survei lapangan dilakukan untuk menghitung jumlah pohon dan
mengukur luas tegakan Gmelina (Gmelina arborea) dan tegakan sungkai (Peronema canescens) yang akan diteliti dimaksudkan untuk mempermudah pelaksanaan pengumpulan data. 2.
Pengambilan Data Pengambilan data berupa komponen-komponen pohon diambil di
lapangan dengan cara membuat 10 sub plot untuk masing-masing tegakan
18
secara sitematis dengan ukuran masing-masing 50 cm x 50 cm diletakkan secara sistematis pada tegakan Gmelina (Gmelina arborea) dan tegakan Sungkai (Peronema canescens). Pembuatan sub plot ditujukan untuk mejadi sampel untuk selanjutnya hasilnya dikonfersi ke dalam satuan luas (ha). 3.
Prosedur Pengukuran a. Ambil seluruh bahan organik yang ada dalam plot b. Bahan organik dipilah berdasarkan komponen-komponen pohon yaitu daun, batang dan lain-lain (buah, kulit, dan bunga) c. Menimbang kantong dengan timbangan manual d. Memasukkan komponen-komponen pohon yang dipilah ke dalam kantong e. Menimbang kantong yang sudah berisi komponen dengan timbangan manual f. Memasukkan ke dalam open selama 24 jam, dengan suhu 100 °C, dilaksanakan pada tanggal 9 September 2014 g. Mengeluarkan kantong dari oven, lalu menimbang berat kering masingmasing komponen.
4.
Penyusunan Laporan Seluruh data yang diperoleh dari lapangan setelah ditimbang di
laboratorium selanjutnya dihitung untuk memperoleh jumlah berat kering dan kadar air bahan organik untuk kemudian disusun menjadi Karya Ilmiah.
19
D. Pengolahan Data Pengolahan data pada penelitian ini meliputi: a.
Berat Kering Bahan Organik Menurut Widyasasi (1996), berat kering (BK) diperoleh dari hasil
penimbangan komponen pohon dari bahan organik yang diamati, dikurangi dengan berat kantong kertas yang dipergunakan untuk menampung komponen pohon tersebut, yaitu: BK= BK komponen pohon – Berat kantong Keterangan: BK BK komponen pohon
: berat kering bahan organik setelah di oven : berat bahan organik komponen pohon setelah di oven : berat kantong sebelum berisi komponen
Berat kantong b.
Kadar Air Bahan Organik Menurut Widyasasi (1996), kadar air (KA) diperoleh dari pengurangan
berat basah (BB) sebelum dimasukkan ke dalam oven dan berat kering (BK) sesudah dimasukkan ke dalam oven, yaitu : KA= (BB - BK) x 100% Keterangan: KA : kadar air bahan organik BB : berat bahan organik sebelum di oven BK : berat bahan organik setelah di oven c.
Rataan berat kering dan kadar air bahan organik Menurut Widyasasi (1996), rataan berat kering dan kadar air bahan
organik dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: !!!! " BK
BKsp1 $ % $ BKspn n
Keterangan : BK : Berat Kering Rataan BKsp1 : Berat Kering Sub Plot 1 BKspn : Berat Kering Sub Plot n N : Jumlah Seluruh Sub plot
20
!!!! " KA
KAsp1 $ % $ KAspn n
Keterangan : KA : Kadar Air Rataan BKsp1 : Kadar Air Sub Plot 1 BKspn : Kadar Air Sub Plot n N : Jumlah Seluruh Sub plot d.
Jumlah Bahan Organik per Hektar Menurut Widyasasi (1996), jumlah bahan organik dalam satu hektar dari
setiap tegakan dihitung berdasarkan jumlah seluruh sampel yang ada, kemudian dikonversi dalam hektar. BO " ( BK x 40 &'
Keterangan: BO : jumlah berat kering bahan organik di lantai hutan BK : jumlah berat kering seluruh sampel yang diukur 40 : konversi ke luas dalam hektar; 10.000 m2 / total luas sub plot.
21
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil 1.
Tegakan Gmelina (Gmelina arborea) a. Jumlah Bahan Organik (BO) di Lantai Hutan Hasil dari penelitian yang dilakukan dapat diketahui jumlah bahan organik di lantai hutan, dengan menghitung berat basah dan berat kering bahan organik dibawah tegakan Gmelina (Gmelina arborea). Berdasarkan hasil pengamatan ini ditemukan jumlah bahan organik dan kadar air di lantai hutan tegakan. Luas tegakan Gmelina (Gmelina arborea) di areal Jurusan Manajemen Pertanian Politeknik Pertanian Negeri Samarinda adalah 936 m2. Data tentang jumlah bahan organik di lantai hutan yang diamati disajikan dalam Tabel 1 di bawah ini. Tabel 1. Jumlah Bahan Organik (BO) di Lantai Hutan Tegakan Gmelina (Gmelina arborea) Total BK No No Sub Plot BK daun (gr) BK kayu (gr) (gr) 1 01/GM 16,1 22,6 38,7 2 02/GM 18,2 27 45,2 3 03/GM 19,8 48,5 68,3 4 04/GM 11,4 71,4 82,8 5 05/GM 19,4 29,3 48,7 6 06/GM 26 24,8 50,8 7 07/GM 19,8 20,8 40,6 8 08/GM 22,3 7 29,3 9 09/GM 23,3 8 31,3 10 10/GM 23,9 12,2 36,1 Total 471,8 200,2 271,6 Rataan 20,02 27,16 47,18 Keterangan : BK= Berat Kering : GM= Gmelina
22
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa pada komponen daun, jumlah kering bahan organik yang paling sedikit terdapat pada sub plot 4, yaitu sebesar 11,4 gr dan yang terbanyak di sub plot 10, sebesar 23,9 gr. Pada komponen kayu jumlah kering bahan organik yang paling sedikit terdapat pada sub plot 8, yaitu sebesar 7 gr dan yang terbanyak di sub plot 4, sebesar 71,4 gr. Untuk keseluruhan berat kering bahan organik, yang paling sedikit terdapat pada sub plot 8 sebesar 29.3 gr dan yang paling banyak terdapat pada sub plot 4 sebesar 82.8 gr. Lain dari itu diketahui bahwa rataan berat kering komponen daun adalah sebesar 20, 02 gr dan rataan berat kering komponen berkayu sebesar 27,16 gr dan total rataan berat kering bahan organik di lantai hutan tegakan ini adalah 47,18 gr. b. Kadar Air Bahan Organik (BO) Hasil dari penelitian yang dilakukan dapat diketahui kadar air bahan organik di lantai hutan. Data tentang kadar air di lantai hutan yang diamati disajikan dalam Tabel 2 di bawah ini. Tabel 2. Kadar Air Bahan Organik (BO) di Lantai Hutan Tegakan Gmelina (Gmelina arborea) KA Daun KA Kayu Total No. No. Sub Plot (%) (%) (%) 1 01/GM 3,8 4,8 8,6 2 02/GM 1,8 3,4 5,2 3 03/GM 6,1 47,8 53,9 4 04/GM 2 11,9 13,9 5 05/GM 3,7 16,3 20 6 06/GM 3 5,9 8,9 7 07/GM 2,7 4,3 7 8 08/GM 3,3 2,3 5,6 9 09/GM 2,3 0,3 2,6 10 10/GM 2,6 3,1 5,7 Total 31,3 100,1 131,4 Rataan 3,13 10,01 13,14 Keterangan: KA= Kadar Air
23
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa pada komponen daun, kadar air yang paling sedikit terdapat pada sub plot 2, yaitu sebesar 1,8% dan yang terbanyak di sub plot 3, sebesar 6,1%. Pada komponen kayu kadar air yang paling sedikit terdapat pada sub plot 9, yaitu sebesar 0,3% dan yang terbanyak di sub plot 3, sebesar 47,8%. Untuk keseluruhan kadar air, yang paling sedikit terdapat pada sub plot 9 sebesar 2,6% dan yang paling banyak terdapat pada sub plot 3 sebesar 53,9%. Rataan kadar air pada komponen daun bahan organik di lantai hutan tegakan ini adalah sebesar 3,13 % dan rataan kadar air pada komponen berkayu adalah sebesar 10,01%. Total rataan kadar air bahan organik tegakan gmelina adalah 13,14%. Hasil dari penelitian yang dilakukan, dapat dihitung banyaknya perkiraan bahan organik di lantai hutan.
Data tentang banyaknya
perkiraan bahan orgganik yang diamati disajikan dalam Tabel 3 di bawah ini. Tabel 3. Perkiraan Bahan Organik (BO) di Lantai Hutan/Ha pada Tegakan Gmelina (Gmelina arborea) Komponen Total BK Perkiraan BK Bahan Organik Daun 200,2 x 40 8.008 g/ha Kayu 271,6 x 40 10.864 g/ha Total 18.872 g/ha Keterangan : BK= Berat Kering Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa perkiraan banyaknya bahan organik pada komponen daun pada tegakan Gmelina (Gmelina arborea) adalah 8.008 g/ha. Pada komponen kayu memiliki perkiraan sebanyak 10.864 g/ha.
24
2.
Tegakan Sungkai (Peronema canescens) a. Jumlah Bahan Organik (BO) di Lantai Hutan Hasil dari penelitian yang dilakukan dapat diketahui jumlah dan kadar air bahan organik di lantai hutan. Sebagai informasi tentang luas tegakan yang diamati, maka diketahui bahwa luas tegakan Sungkai di areal HTI Politeknik Pertanian Negeri Samarinda adalah 1.492,4 m2. Data tentang jumlah bahan organik di lantai hutan yang diamati disajikan dalam Tabel 4 berikut ini. Tabel 4. Bahan Organik (BO) di Lantai Hutan Tegakan Sungkai (Peronema canescens) No No Sub Plot BK Daun (gr) BK Kayu (gr) Total BK (gr) 1 01/SK 25,8 25,7 51,5 2 02/SK 22,2 18,8 41 3 03/SK 23,4 22,6 46 4 04/SK 20 29,5 49,5 5 05/SK 21,3 30 51,3 6 06/SK 20,8 15 35,8 7 07/SK 20,9 19,8 40,7 8 08/SK 26 21,9 47,9 9 09/SK 21 33 54 10 10/SK 20,6 23,3 43,9 Total 222 239,6 461.6 23,96 Rataan 22,2 46,16 Keterangan : BK= Berat Kering : SK= Sungkai Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa pada komponen daun, jumlah kering bahan organik yang paling sedikit terdapat pada sub plot 4, yaitu sebesar 20 gr dan yang terbanyak di sub plot 8, sebesar 26 gr. Pada komponen kayu jumlah kering bahan organik yang paling sedikit terdapat pada sub plot 6, yaitu sebesar 15 gr dan yang terbanyak di sub plot 9, sebesar 33 gr. Untuk keseluruhan berat kering bahan organik,
25
yang paling sedikit terdapat pada sub plot 6 sebesar 35,8 gr dan yang paling banyak terdapat pada sub plot 9 sebesar 54 gr. Rataan berat kering bahan organik di lantai hutan pada komponen daun tegakan sungkai adalah sebesar 22,2 gr dan komponen berkayu adalah sebesar 23,96 gr.
Total rataan berat kering bahan organik di
lantai hutan pada tegakan ini adalah sebesar 46,16 gr. b. Kadar Air Bahan Organik (BO) Hasil dari penelitian yang dilakukan dapat diketahui kadar air bahan organik di lantai hutan. Data tentang kadar air di lantai hutan yang diamati disajikan dalam Tabel 5 berikut ini. Tabel 5. Kadar Air Bahan Organik (BO) di Lantai Hutan Tegakan Sungkai (Peronema canescens) KA Daun KA Kayu Total No No. Sub Plot (%) (%) (%) 1 01/SK 4,3 17,5 21,8 2 02/SK 2,4 3,9 6,3 3 03/SK 3,5 4,2 7,7 4 04/SK 2,4 7,8 10,2 5 05/SK 3,1 4,7 7,8 6 06/SK 2,9 3,1 6 7 07/SK 3,6 2,5 6,1 8 08/SK 5,1 3,5 8,6 9 09/SK 2,6 5 7,6 10 10/SK 3,4 4,2 7,6 Total 33,3 56,4 89,7 Rataan 3,33 5,64 8,97 Keterangan: KA= Kadar Air : SK= Sungkai Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa pada komponen daun, kadar air yang paling sedikit terdapat pada sub plot 2 dan 4, yaitu sebesar 2,4% dan yang terbanyak di sub plot 8, sebesar 5,1%. Pada komponen kayu kadar air yang paling sedikit terdapat pada sub plot 7, yaitu sebesar 2,5%
dan yang terbanyak di sub plot 1, sebesar 17,5%.
Untuk
keseluruhan kadar air, yang paling sedikit terdapat pada sub plot 6
26
sebesar 6 %r dan yang paling banyak terdapat pada sub plot 1 sebesar 21,8%. Rataan kadar air bahan organik di lantai hutan pada komponen daun tegakan sungkai adalah sebesar 3,33% dan pada komponen berkayu kadar airnya 5,64%. Rataan total kadar air bahan organik di lantai hutan tegakan ini adalah sebesar 8,97%. Hasil dari penelitian yang dilakukan, dapat dihitung banyaknya perkiraan bahan organik di lantai hutan. Data tentang banyaknya perkiraan bahan organik yang diamati disajikan dalam Tabel 6 berikut ini. Tabel 6. Perkiraan Bahan Organik (BO) di lantai hutan/ha pada Tegakan Sungkai (Peronema canescens). Komponen Total BK Perkiraan BK Bahan Organik Daun 222 g x 40 8.880 g/ha Kayu 239,6 gx 40 9.584 g/ha Total 18.464 g/ha Keterangan : BK= Berat Kering Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa bahan organik komponen daun pada tegakan Sungkai dalam 1 hektar memiliki perkiraan sebanyak 8.880 gr/ha sedangkan komponen kayu memiliki perkiraan sebanyak 9.584 gr/ha. B. Pembahasan 1.
Tegakan Gmelina (Gmelina arborea) a. Jumlah Bahan Organik (BO) di Lantai Hutan Rataan bahan organik komponen daun pada tegakan Gmelina adalah sebesar 20,02 gr, sedangkan jumlah rataan bahan organik komponen berkayu adalah 27,16 gr. Jumlah rataan bahan organik komponen berkayu lebih banyak daripada komponen daun disebabkan karena massa jenis dari komponen
27
pohon ini berbeda. Komponen berkayu memiliki massa yang lebih besar dari komponen daun. Jatuhnya serasah pada sebatang pohon yang pada akhirnya nanti menjadi bahan organik di lantai hutan dipengaruhi oleh berbagai hal, antara lain adalah kecepatan angin, umur fisiologis komponen pohon pada suatu jenis pohon dan cuaca (panas atau hujan). Pada penelitian ini ketiga hal yang mempengaruhi jatuhnya bahan organik tersebut tidak dapat dinyatakan dengan angka yang pasti dikarenakan tidak dilakukan pengukuran terhadap tiga faktor tersebut di atas. Jumlah bahan organik di lantai hutan pada tegakan Gmelina ini pada 2 subplot terdapat sumbangan serasah dari anakan Ulin (Eusiderixilon zwagegeri) yang berada di bawah tegakan Gmelina dan hanya berupa komponen daun dalam jumlah sedikit sehingga dalam perhitungan jumlah bahan organik
pada tegakan Gmelina tidak
dimasukan (dibuang). b. Kadar Air Bahan Organik Rataan kadar air pada komponen daun bahan organik di lantai hutan tegakan ini adalah sebesar 3,13 % dan rataan kadar air pada komponen berkayu adalah sebesar 10,01%. Total rataan kadar air bahan organik tegakan gmelina adalah 13,14%. Kadar air bahan organik di lantai hutan pada komponen berkayu lebih tinggi dibandingkan dengan kadar air bahan organik di lantai hutan pada
komponen
daun
kemungkinan
disebabkan
lamanya
waktu
pengopenan yang hanya 1 hari. Untuk komponen daun, cukup banyak air
28
yang dapat diuapkan dalam waktu 1 hari, namun untuk komponen berkayu harus beberapa hari lebih lama. Jumlah kadar air yang terkandung di dalam bahan organik yang jatuh ke lantai hutan kemungkinan disebabkan antara lain oleh: kondisi lembap permukaan tanah, banyaknya jumlah hari hujan pada daerah dimana suatu tegakan tumbuh, letak areal berdasarkan kelerengannya, adanya kondisi tergenang, dan lain-lain. 2.
Tegakan Sungkai (Peronema canescens) a. Jumlah Bahan Organik (BO) di Lantai Hutan Rataan bahan organik komponen daun pada tegakan Sungkai (Peronema canescens) adalah sebesar 22,2 gr, sedangkan jumlah rataan bahan organik komponen berkayu adalah 23,96 gr. Jumlah rataan bahan organik komponen berkayu lebih banyak daripada komponen daun disebabkan karena massa jenis dari komponen pohon ini berbeda. Komponen berkayu memiliki massa yang lebih besar dari komponen daun. Jatuhnya serasah pada sebatang pohon yang pada akhirnya nanti menjadi bahan organik di lantai hutan dipengaruhi oleh berbagai hal, antara lain adalah kecepatan angin, umur fisiologis komponen pohon pada suatu jenis pohon dan cuaca (panas atau hujan). Jumlah bahan organik di lantai hutan yang rendah (sedikit) kemungkinan dipengaruhi oleh 2 sebab, yaitu terdapatnya kandungan lignin dan lilin pada komponen pohon yang jatuh menjadi serasah, dimana kandungannya yang sedikit memudahkan mikro organisme untuk menghancurkanya. Sebab lain adalah jumlah serasah yang jatuh dari
29
jenis pohon tersebut memang sedikit, sehingga yang disumbangkan ke tanah menjadi bahan organik di lantai hutan juga sedikit. Sungkai (Peronema canescens) memiliki daun yang kecil dan ringan
sehingga
mudah
gugur
oleh
angin,
Sungkai
(Peronema
canescens) juga memiliki batang yang sering mengelupas kecil-kecil dan tipis sehingga sumbangan serasah yang jatuh menjadi bahan organik di lantai hutan juga sedikit. b. Kadar Air Bahan Organik Rataan kadar air bahan organik di lantai hutan pada komponen daun tegakan sungkai adalah sebesar 3,33% dan pada komponen berkayu kadar airnya 5,64%. Rataan total kadar air bahan organik di lantai hutan tegakan ini adalah sebesar 8,97%. Sama dengan tegakan gmelina pada tegakan sungkai, kadar air bahan organik di lantai hutan yang tertinggi terdapat pada komponen berkayu, sehingga dengan alasan yang sama tentang pengeringan yang memerlukan waktu lebih lama pada komponen berkayu untuk mengetahui kadar air yang lebih akurat. 3.
Perbandingan Jumlah dan Kadar air Bahan Organik di Lantai Hutan pada Tegakan Sungkai (Peronema canescens) dan Tegakan Gmelina (Gmelina arborea) Jumlah total perkiraan bahan organik di lantai hutan pada tegakan Sungkai dalam 1 hektar lebih rendah (18,464) jika dibandingkan dengan tegakan Gmelina (Gmelina arborea) (18,872). Sehingga tanah yang berada dibawah tegakan Gmelina (Gmelina arborea) akan sangat subur. Jumlah bahan organik yang tinggi juga dapat membuat keragaman organisme menjadi besar karena banyaknya bahan organik yang ada di lantai hutan
30
yang dapat membuat tanah yang ada di bawah tegakan tersebut menjadi subur. Jumlah bahan organik komponen berkayu tertinggi pada tegakan sungkai dengan nilai 9.584 gr/ha ini terjadi karena bagian kayu mudah terkelupas
kecil-kecil dan tipis. Ranting pada singkai mudah patah.
Komponen daun terendah dengan nilai 8.880 gr/ha karena daun sungkai yang kecil dan tipis. Jumlah bahan organik komponen berkayu tertinggi pada tegakan Gmelina (Gmelina arborea) dengan nilai 10.864 gr/ha ini terjadi karena bagian kayu mudah terlepas. Komponen daun terendah dengan nilai 8.008 gr/ha karena daun jarang gugur. Bahan organik dilantai hutan yang diambil pada penelitian ini dalam tahapan dekomposisi adalah bahan organik dalam tahap litter dan forna, dimana secara fisik pada tahapan dekomposisi ini masih dapat dibedakan dengan tanah. Bahan organik di lantai hutan merupakan akumulasi dari jatuhan serasah pohon yang ada di atas dan di sekitar lantai hutan tersebut. Menurut Ruhiyat (1989) dalam Widyasasi (1996), produksi serasah dipengaruhi selain oleh jenis pohon juga oleh kondisi iklim (temperatur dan penyebaran curah hujan sepanjang tahun) serta sifat-sifat tanah, khususnya rejim air. Produksi serasah di berbagai daerah tropis umumnya berkisar di antara 6-12 ton/ha/th.
Proporsi di antara komponen-komponen serasah
(batang, cabang, daun, epifit) pada setiap ekosistem bisa bervariasi. Jika penyataan di atas dibandingkan dengan jumlah bahan organik di lantai hutan pada penelitian ini, maka diketahui bahwa jumlah yang
31
dihasilkan pada penelitian ini sangat jauh di bawah kisaran jumlah produksi serasah di daerah tropis. Pada tegakan gmelina hanya menghasilkan bahan organik di lantai hutan sebesar 18.872 gr/ha atau 18, 872 kg/ha dan tegakan sungkai hanya menghasilkan bahan organik di lantai hutan sebesar 18.464 gr/ha atau 18,464 kg/ha. Jumlah total kadar air bahan organik di lantai hutan pada tegakan Sungkai (Peronema Canescens) (89,7 %) lebih rendah jika di bandingkan dengan Tegakan Gmelina (Gmelina arborea) (131,4 %). Sehingga tanah yang berada di bawah tegakan Gmelina (Gmelina arborea) akan mudah didekomposisi oleh mikroorganisme dengan asumsi bahwa mikroorganisme lebih menyukai kondisi yang lebih lembap untuk hidupnya.
Banyaknya
proses dekomposisi yang terjadi pada akhirnya akan berpengaruh terhadap banyaknya produksi unsur hara di dalam tanah.
32
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil Pengukuran Bahan Organik Di Lantai Hutan Pada Tegakan Gmelina (Gmelina Arborea) dan tegakan Sungkai (Peronema Canescen) di areal Politeknik Pertanian Negeri Samarinda dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Jumlah Bahan Organik di Lantai Hutan pada Tegakan Gmelina (Gmelina arborea) untuk komponen daun adalah 200,2 gr/2,5 m2 atau 8.008 g/ha dan untuk komponen berkayu adalah 271,6 g r/2,5 m2 atau 10.864 g/ha. 2. Kadar air bahan organik di lantai hutan pada Tegakan Campuran Gmelina (Gmelina arborea) untuk komponen daun adalah 31,3 % dan untuk komponen berkayu adalah 100,1%. 3.
Jumlah Bahan Organik di Lantai Hutan pada Tegakan Sungkai (P. canescens) untuk komponen daun adalah 222 gr/2,5 m2 atau 8.880 g/ha dan untuk komponen berkayu adalah 239,6 gr/2,5 m2 atau 9.584 g/ha.
4. Kadar air bahan organik di lantai hutan pada tegakan Sungkai (P. canescens) untuk komponen daun adalah 33,3 % dan untuk komponen berkayu adalah 56,4 %. B. Saran Berdasarkan kesimpulan di atas disarankan: 1.
Perlu penelitian sejenis pada jenis tegakan lain dengan areal yang lebih luas.
2. Perlu penelitian terhadap mata rantai siklus hara yang lain (input dari atmosfer, jatuhan serasah, input dari air hujan, pelapukan mineral, dll.) pada
33
areal yang sama dengan penelitian ini, untuk memberikan informasi menyeluruh tentang siklus hara pada suatu tegakan.
36
DAFTAR PUSTAKA
Aminah. 2010. Kehadiran Nematoda pada Tegakan Gmelina arborea ROXB di Areal Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. Samarinda. Anonim. 1980. Pedoman Pertumbuhan Tanaman. Direktorat Jendral Kehutanan Jakarta. Anonim. 2007. http://dasar2ilmutanah.blogspot.com/2007/11/bahan -organiktanah.html, diakses November 2007. Anonim. 2008 . Modul Dasar Bidang Keahlian Kode Modul Smkp1c01-02dbk Fungsii Dan Manfaat Tanah Dan Pupuk. http://www.google.co.id/search?hl=id&q=modul+profil+tanah&meta=&aq =f&oq. Anonim. 2009. file:///F:/Bahan%20Organik%20_%20_karieeen.wordpress.com. Htm. Bahan Organik. diakses September 2014 . Anonim. 2010 . http://titalama.wordpress.com/2010/04/18/siklus-hara/, Diakses 18 April 2010 Anonim. 2012. http://pengertian-definisi.blogspot.com/2012/09/pengertianserasah-lantai-hutan-forest.html, diakses september 2012. Atmosuseno, B. S dan Duljapar. K, 1996. Kayu Komersil. Penebar Swadaya. Jakarta. Bratawinata, A. A. 1995. Pengenalan Famili (suku) dan Genus (marga) pohonpohon penting indonesia. Fakultas Kehutanan Unmul, Samarinda. Pritchett, W. L. 1979. Properties and management Of Foresty Soil. John Wiley and Sons, New York. Ruhiyat, D. dkk. 1992. Nutrient input by rainfall in secondary forest. IndonesianGerman Forestry project (IGFP) Mulawarman Universty, samarinda. (GFG Report No. 21) Ruhiyat, D. 1993 . Strategi Pembangunan Hutan Tanaman Menghadapi Tahun 2000. Makalah dalam seminar mahasiswa kehutanan indonesia III. Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman, Samarinda. Subroto, H. 2003. Tanah, Pengelolaan dan Dampaknya. Samarinda.
Fajar Gemilang.
Supak, Y. 2011. Pengukuran Produksi Serasah pada Tegakan Sungkai (Peronema canescens JACK) di Areal HTI Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. Samarinda.
36
Widyasasi, D. 1996. Pengukuran produkasi Dan Kandungan Hara serasah tegakan hutan bekas tebangan di hutan pendidikan universitas mulawarman lempake samarinda. Skripsi program sarjana universitas mulawarman, samarinda. Wirakusumah, S 2003. Dasar-dasar Ekologi Menopang Pengetahuan Ilmu-Ilmu Lingkungan. Cetakan Pertama. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta. 165 hlm.
.
37
Lampiran 1. Kadar Air Bahan Organik (BO dan BO %) di Lantai Hutan Tegakan Sungkai (Peronema canescens) Tabel 7. Kadar Air Bahan Organik (BO) di Lantai Hutan Tegakan Sungkai (Peronema canescens) No
Kode
Berat Basah (gr)
Berat Kering (gr)
1
D/sp1/SK Ky/sp1/SK
30,1 gr 43,2 gr
25,8 gr 25,7 gr
2
D/sp2/SK Ky/sp2/SK
24,6 gr 22,7 gr
22,2 gr 18,8 gr
3
D/sp3/SK Ky/sp3/SK
26,9 gr 26,8 gr
23,4 gr 22,6 gr
4
D/sp4/SK Ky/sp4/SK
22,4 gr 37,3 gr
20 gr 29,5 gr
D/sp5/SK
24,4 gr
21,3 gr
Ky/sp5/SK
34,7 gr
30 gr
6
D/sp6/SK Ky/sp6/SK
23,7 gr 18,1 gr
20,8 gr 15 gr
7
D/sp7/SK Ky/sp7/SK
24,5 gr 22,3 gr
20,9 gr 19,8 gr
8
D/sp8/SK Ky/sp8/SK
31,1 gr 25,4 gr
26 gr 21,9 gr
9
D/sp9/SK Ky/sp9/SK
23,6 gr 38 gr
21 gr 33 gr
10
D/sp10/SK Ky/sp10/SK
24 gr 27,5 gr
20,6 gr 23,3 gr
5
Kadar Air (gr) 4.3 17.5 2.4 3.9 3.5 4.2 2.4 7.8 3.1 4.7 2.9 3.1 3.6 2.5 5.1 3.5 2.6 5 3.4 4.2
Total
89,7
Rataan
8,97
Contoh Perhitungan Kadar Air (KA) : 1. SP 01/SK Daun : KA = BB-BK = 30,1-25,8 = 4,3 Kayu : KA = BB-BK = 43,2-25,7 = 17,5
38
Lanjutan Lampiran 1 Tabel 8. Kadar Air Bahan Organik (BO %) di Lantai Hutan Tegakan Sungkai (Peronema canescens) No
Kode
Kadar Air (gr)
Kadar Air (%)
D/sp4/SK Ky/sp4/SK
4.3 17.5 2.4 3.9 3.5 4.2 2.4 7.8
0.043 0.175 0.024 0.039 0.035 0.042 0.024 0.078
5
D/sp5/SK Ky/sp5/SK
3.1 4.7
0.031 0.047
6
D/sp6/SK Ky/sp6/SK
7
D/sp7/SK Ky/sp7/SK
8
D/sp8/SK Ky/sp8/SK
9
D/sp9/SK Ky/sp9/SK
10 ∑
1
D/sp1/SK Ky/sp1/SK
2
D/sp2/SK Ky/sp2/SK
3
D/sp3/SK Ky/sp3/SK
4
D/sp10/SK Ky/sp10/SK
2.9 3.1 3.6 2.5 5.1 3.5 2.6 5 3.4 4.2
0.029 0.031 0.036 0.025 0.051 0.035 0.026 0.05 0.034 0.042
Jml/D/SK Jml/Ky/SK
33.3 56.4
0.333 0.564
Keterangan : D : Daun Ky : Kayu Sp : Sub Plot GM : Gmelina ∑ : Jumlah
39
Lampiran 2. Kadar Air Bahan Organik (BO dan BO %) di Lantai Hutan Gmelina (Gmelina arborea) Tabel 9. Kadar Air Bahan Organik (BO) di Lantai Hutan Tegakan Gmelina (Gmelina arborea) Contoh Perhitungan Kadar Air (KA) : 1. SP 01/GM
1
D/sp1/GM Ky/sp1/GM
Berat Basah (gr) 19,9 gr 27,4 gr
2
D/sp2/GM Ky/sp2/GM
20 gr 30,4 gr
18,2 gr 27 gr
3
D/sp3/GM Ky/sp3/GM
25,9 gr 96,3 gr
19,8 gr 48,5 gr
4
D/sp4/GM Ky/sp4/GM
13,4gr 83,3 gr
11,4 gr 71,4 gr
5
D/sp5/GM Ky/sp5/GM
23,1 gr 45,6 gr
19,4 gr 29,3 gr
6
D/sp6/GM Ky/sp6/GM
29 gr 30,7 gr
26 gr 24,8 gr
7
D/sp7/GM Ky/sp7/GM
22,5 gr 25,1 gr
19,8 gr 20,8 gr
8
D/sp8/GM Ky/sp8/GM
25,6 gr 9,3 gr
22,3 gr 7 gr
9
D/sp9/GM Ky/sp9/GM
25,6 gr 8,3 gr
23,3 gr 8 gr
10
D/sp10/GM Ky/sp10/GM
26,5 gr 15,3 gr
23,9 gr 12,2 gr
Kadar Air (gr) 3.8 4.8 1.8 3.4 6.1 47.8 2 11.9 3.7 16.3 3 5.9 2.7 4.3 3.3 2.3 2.3 0.3 2.6 3.1
∑
Jml/D/GM Jml/Ky/GM
231,5 gr 368,7 gr
200,2 gr 271,6 gr
31.3 100.1
No
Kode
Daun : KA = BB-BK = 19,9-16,1 = 3,8 Kayu : KA = BB-BK = 27,4-22,6 = 4,8
Berat Kering (gr) 16,1 gr 22,6 gr
40
Lanjutan Lampiran 2 Tabel 10. Kadar Air Bahan Organik (BO %) di Lantai Hutan Tegakan Gmelina (Gmelina arborea) No 1
Kode D/sp1/GM Ky/sp1/GM
2
D/sp2/GM Ky/sp2/GM
3
D/sp3/GM Ky/sp3/GM
4
D/sp4/GM Ky/sp4/GM
5
D/sp5/GM Ky/sp5/GM
6
D/sp6/GM Ky/sp6/GM
7
D/sp7/GM Ky/sp7/GM
8
D/sp8/GM Ky/sp8/GM
9
D/sp9/GM Ky/sp9/GM
10
D/sp10/GM Ky/sp10/GM
∑
Jml/D/GM Jml/Ky/GM
Keterangan : D : Daun Ky : Kayu Sp : Sub Plot GM : Gmelina ∑ : Jumlah
Kadar Air 3.8 4.8 1.8 3.4 6.1 47.8 2 11.9 3.7 16.3 3 5.9 2.7 4.3 3.3 2.3 2.3 0.3 2.6 3.1 31.3 100.1
Kadar Air (%) 0,038 0,048 0,018 0,034 0,061 0,478 0,02 0,119 0,037 0,163 0,03 0,059 0,027 0,043 0,033 0,023 0,023 0,003 0,026 0,031 0,313 1,001
41
Lampiran 3. Dokumentasi Penelitian
Gambar 1. Pembuatan Plot
Gambar 2. Pengambilan Komponen
42
Gambar 3. Pemisahan Komponen Kemudian dimasukkan ke Kantong
Gambar 4. Menimbang Komponen Sebelum Dioven
43
Gambar 5. Komponen Dimasukkan ke Dalam Oven
Gambar 6. Pengopenan Komponen
44
Gambar 7. Tegakan Sungkai (Peronema canescens)
Gambar 8. Tegakan Gmelina (Gmelina arboea )