PROBLEM DAN SOLUSI PEMBELAJARAN ASPEK AFEKTIF PADA MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM MATERI AKIDAH AKHLAK DI SMA N 3 REMBANG
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1(S.1) dalam Ilmu Tarbiyah
Disusun oleh:
M. WARTONO NIM : 063111058
FAKULTAS TARBIYAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2011
i
Drs. Abdur Rahman, M. Ag
Drs. Mahfud Junaidi, M. Ag
Jl. Amarta II RT/RW. 03/II
Jatisari Asri Blok A 1/7
Cangkiran Mijen Semarang
Mijen Semarang
PERSETUJUAN PEMBIMBING Lamp : 4 (empat) eks. Hal
: Naskah Skripsi An. Sdr. Moh. Wartono
Assalamu ‘alaikum Wr.Wb Setelah saya meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya. Bersama ini kami saya kirim naskah skripsi Saudara: Nama
: Moh. Wartono
Nomor induk
: 063111058
Judul
: Problem Dan Solusi Pembelajaran Aspek Afektif Pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam Materi Akidah Akhlak Di SMA N 3 Rembang
Dengan ini saya mohon kiranya skripsi saudara tersebut dapat segera dimunaqasyahkan. Demikian harap menjadikan maklum.
Wassalamu ‘alaikum Wr.Wb Semarang, 27 April 2011 Pembimbing I
Pembimbing II
Drs. Abdur Rahman, M. Ag NIP: 19691105 199403 1 003
Drs. Mahfud Junaidi, M. Ag NIP: 19690320 199803 1 004
ii
KEMENTERIAN AGAMA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG FAKULTAS TARBIYAH Jl. Prof. Dr. Hamka KM 1 Ngaliyan Telp. (024)7601291 Semarang 50185 PENGESAHAN Nama
: Moh. Wartono
NIM
: 063111058
Fakultas/Jurusan Judul Skripsi
: Tarbiyah / PAI : PROBLEM DAN SOLUSI PEMBELAJARAN ASPEK AFEKTIF PADA MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM MATERI AKIDAH AKHLAK DI SMA N 3 REMBANG
Telah Dimunaqosahkan oleh Dewan Penguji Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri Walisongo Semarang, pada tanggal: 13 Juni 2011 Dan dapat diterima sebagai kelengkapan ujian akhir dalam rangka menyelesaikan studi Program Sarjana Strata I (S.1) tahun akademik 2010/2011 guna memperoleh gelar sarjana dalam Ilmu Tarbiyah.
Semarang, 16 Juni 2011 Dewan Penguji Ketua Sidang,
Sekretaris Sidang,
Drs. H. Fatah Syukur, M.Ag. NIP. 19681212 199403 1 003
Dra. Siti Mariam, M.Pd. NIP. 19650727 199203 2 002
Penguji I,
Penguji II,
Drs. Wahyudi, M.Pd. NIP. 19680314 199503 1 001
Drs. H. Mat Sholikhin, M.Ag. NIP. 19600524 199203 1 001
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Drs. Abdur Rahman, M. Ag. NIP: 19691105 199403 1 003
Drs. Mahfud Junaidi, M. Ag. NIP: 19690320 199803 1 004
iii
DEKLARASI
Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, penulis menyatakan bahwa skripsi ini tidak berisi materi yang telah pernah ditulis oleh orang lain atau diterbitkan. Demikian juga skripsi ini tidak berisi satupun pikiran-pikiran orang lain, kecuali informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan rujukan.
Semarang, 27 April 2011 Deklarator
Moh. Wartono NIM. 063111058
iv
ABSTRAK Moh. Wartono ( NIM : 063111058 ). Problem Dan Solusi Pembelajaran Aspek Afektif Pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam Materi Akidah Akhlak Di SMA N 3 Rembang. Skripsi. Semarang: Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri Walisongo, 2011. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Implementasi pembelajaran aspek afektif pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam materi akidah akhlak di SMA N 3 Rembang. (2) Problem atau masalah-masalah yang terjadi dalam pembelajaran aspek afektif pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam materi akidah akhlak di SMA N 3 Rembang. (3) Usaha / upaya yang dilakukan untuk mengatasi problem yang terjadi dalam pembelajaran aspek afektif pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam materi akidah akhlak di SMA N 3 Rembang. Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif, yang mengambil lokasi di SMA N 3 Rembang, kabupaten Rembang. Oleh karena itu, teknik pengambilan data menggunakan purposive sampling, dengan memilih informan yang dianggap mengetahui informasi dan masalah secara mendalam dan dapat dipercaya sebagai sumber data yang mantap. Sedangkan sumber data diperoleh dari informan, peristiwa dan dokumen. Data yang terkumpul kemudian dianalisis dengan analisis model interaktif yang meliputi reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan serta verifikasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: Dalam pembelajaran aspek afektif pada mata pelajaran PAI materi akidah-akhlak di SMA N 3 Rembang, problem / masalah yang dihadapi meliputi: (a) Problematika yang berhubungan dengan pengelolaan kelas dan metode pembelajaran yang dilakukan oleh guru. (b) Problematika yang berhubungan dengan kontrol terhadap perkembangan siswa. (c) Problematika yang berhubungan dengan pengaruh kemajuan teknologi. (d) Problematika yang berhubungan dengan evaluasi pembelajaran yang dilakukan guru. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa upaya / usaha yang bisa dilakukan untuk mengatasi problematika di atas adalah (a) Solusi atas problematika yang berhubungan dengan pengelolaan kelas dan metode pembelajaran adalah metode yang sudah dilakukan oleh guru PAI, seharusnya hal tersebut juga bisa dilakukan oleh semua guru dan juga di lingkungan keluarga siswa terutama oleh orang tua siswa. Uapaya lain yang dapat ditempuh oleh guru adalah dengan menerapkan teori-teori yang telah dikemukakan oleh para tokoh diantaranya strategi konsiderasi model strategi ini di kembangkan oleh Mc. Paul, seorang humanis, strategi pengembangan kognitif yang dikembangkan oleh Lawrence Kohlberg, dan strategi mengklarifikasi nilai yang dikembangkan oleh John Jarolimek. (b) Solusi atas problematika guru yang berhubungan dengan kontrol terhadap perkembangan siswa adalah pertama dari pihak sekolah, Sekolah agar selalu meningkatkan dan mengembangkan potensi yang ada, baik dari segi guru maupun siswanya. Yang selanjutnya keluarga, diupayakan orang tua untuk peningkatan pendidikan putra putrinya diantaranya sebagai berikut : 1). Menghargai dan memotivasi putra putrinya untuk selalu meningkatkan kemampuan didalam belajarnya. 2). Memberi kebebasan berkreasi bagi anak-
v
anaknya, namun tetap memberikan pengawasan didalam perkembangannya. 3). Memberikan suasana keakraban dan kebersamaan dengan anak-anaknya dirumah, sehingga anak merasa betah dan nyaman di rumah. 4). Mendorong dan melatih kemandirian terhadap anak dengan memberikan tugas-tugas tertentu. 5). Memberikan pujian dan penghargaan apabila anak-anaknya dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik. (c) Solusi atas problematika yang berhubungan dengan pengaruh kemajuan teknologi adalah paling penting peranan orang tua untuk mengawasi dan memberikan penjelasan tentang baik dan buruknya internet hal ini juga yang harus dilakukan oleh seorang guru. Selain itu orang tua juga harus membekali anak-anaknya pengetahuan tentang nilai-nilai agama. Di samping itu harus ada kesadaran dari diri siswa sendiri untuk menghindari masalah-masalah penyalahgunaan internet dan mengetahui dampak negatifnya. (d) Solusi atas problematika yang berhubungan dengan evaluasi adalah guru setiap saat selalu mengamati (observasi) akhlak siswanya baik itu ketika pembelajaran berlangsung atu tidak. Cara lain yang dapat ditempuh adalah guru selalu berkomunikasi dengan orang tua siswa (wali siswa) dan sesama guru terutama guru wali kelas dan guru BK untuk mendapatkan informasi mengenai perkembangan sikap siswa di luar kelas dalam hal ini adalah di lingkungan keluarga. Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan akan menjadi bahan informasi dan masukan bagi para guru, kepala sekolah, dan semua pihak yang membutuhkan di lingkungan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang.
vi
MOTTO
﴾﴿ ﻭ ﻛﻦ ﻋﻨﺪ ﺍ ﻟﻨﺎ ﺱ ﺭ ﺟﻼ ﻣﻦ ﺍ ﻟﻨﺎ ﺱ “Dan upayakan menjadi manusia yang berguna bagi manusia yang lainya”1
1
Syeh Nawawi Al-Bantani, Syarah Nashaihul ‘Ibad, ( Semarang: Pustaka Ilmu, t.th ),
hlm. 12
vii
PERSEMBAHAN Karya sederhana ini penulis persembahkan kepada mereka yang memberi arti dalam hiduphidup-Ku : Ayahanda (Sujadi) dan Ibunda (Sarpiyah) tercinta, Yang selalu berjuang, berdo’a dan memberikan restu kepadaku. Semoga Allah SWT selalu mencurahkan Rahmat dan Hidayah-Nya kepada kita se-Keluarga. Adikku tersayang (Muhammad Muzainyin Akhsan) Yang selalu memberi isnpirasi untuk selalu belajar. Berbaktilah kepada kedua orang tua wahai adikku. Semua Guru-Guruku, Khususnya kepada Romo Kyai H.Sirodj Khudhori dan Bapak H.Ahmad Izzuddin M.Ag, yang telah menuntun jiwa dan raga yang dho’if ini ke cahaya illahiyah. Teman-temanku di lingkungan fakultas tarbiyah khususnya angkatan 2006 dan teman-teman Pon-Pes Daarun-Najaah Terima kasih atas saran, kritik, kebaikan dan ketulusan kalian. Mari kita wujudkan semboyan kita bersama: sukses, soleh, selamet Sukses selalu buat kita semua.
viii
KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT penulis panjatkan atas segala limpahan rahmat, taufiq, hidayah dan inayah-Nya. Sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Problem Dan Solusi Pembelajaran Aspek Afektif
Pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam Materi Akidah
Akhlak Di SMA N 3 Rembang”, dengan baik tanpa banyak menemui kendala yang berarti. Shalawat dan Salam Allah SWT semoga selalu terlimpahkan dan senantiasa penulis sanjungkan kepada Khotamul Anbiya’ wal Mursalin Rasulullah Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat-sahabat, dan para pengikutnya yang telah membawa dan mengembangkan Islam hingga seperti sekarang ini. Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini bukanlah semata hasil dari jerih payah penulis secara pribadi. Akan tetapi semua itu terwujud berkat adanya usaha dan bantuan dari berbagai pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis tidak lupa untuk menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya terutama kepada : 1. Dr. Suja’i, M.Ag., selaku Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang dan Pembantu-Pembantu Dekan yang telah memberikan izin kepada penulis untuk menulis skripsi tersebut dan memberikan fasilitas untuk belajar dari awal hingga akhir. 2. Drs. Abdur Rahman, M.Ag
dan Drs. Mahfud Junaidi, M.Ag, selaku
Pembimbing, terima kasih yang sebanyak-banyaknya atas bimbingan dan pengarahan yang diberikan dengan sabar dan tulus ikhlas. 3. Drs. Abdul Wahib, M.Ag, selaku Dosen Wali yang selalu meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, arahan dan memberikan ilmunya kepada penulis 4. Nasirudin, M.Ag., selaku Kepala Jurusan Pendidikan Agama Islam, dosendosen dan karyawan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo atas segala didikan, bantuan dan kerjasamanya 5. Kedua orang tua penulis yang tercinta ( Bapak Sujadi dan Ibu Sarpiyah), terima kasih atas segala do’a, perhatian, dukungan, kelembutan dan curahan kasih sayang yang tidak dapat penulis ungkapkan dalam untaian kata-kata.
ix
6. Kepala sekolah SMA N 3 Rembang yaitu Drs. Suhartono yang telah memberikan izin bagi penulis untuk melakukan penelitian di SMA tersebut serta para dewan Guru yang telah memberikan data-data yang penulis butuhkan. 7. Keluarga Besar Pondok Pesantren Daarun Najaah Jerakah Tugu Semarang, khususnya kepada KH. Sirojd Chudlori dan H. Ahmad Izzuddin, M.Ag, selaku pengasuh, yang telah memberikan ilmu-ilmunya serta atas bimbingan dan arahannya. 8. Semua teman-teman di lingkungan Fakultas Tarbiyah dan semua temanteman di Pondok Pesantren Daarun Najaah Jrakah Tugu Semarang Harapan dan do’a penulis semoga semua amal kebaikan dan jasa-jasa dari semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya skripsi ini diterima Allah SWT, serta mendapatkan balasan yang lebih baik dan berlipat ganda. Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan yang disebabkan keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik konstruktif dari pembaca yang budiman demi sempurnanya skripsi ini Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat nyata bagi penulis khususnya dan para pembaca umumnya. Semarang, 27 April 2011 Penulis Moh. Wartono
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………………………………………………...i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING……………………………ii HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………...iii HALAMAN DEKLARASI…………………………………….…………..iv HALAMAN ABSTRAK..…………………………………………….…….v HALAMAN MOTTO……………………………………………………..vii HALAMAN PERSEMBAHAN…………………………………………..viii HALAMAN KATA PENGANTAR……………………………………….ix DAFTAR ISI……………………………………………………………….xi
BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang ………………………………………………...1 B. Penegasan Istilah……………………………………………….5 C. Perumusan Masalah…………………………………………….7 D. Tujuan dan Manfaat Penelitian…………………………...……8 E. Kajian Pustaka………………………………………………….9
BAB II : LANDASAN TEORI A. Pembelajaran Aspek Afektif………………………………….11 1. Pengertian Pembelajaran Afektif………………………...11 2. Kategorisasi Ranah Afektif………………………………15 3. Aspek-aspek Afektif……………………………………...19 4. Penilaian Afektif………………………………………….26 B. Strategi Pembelajaran Afektif ……………………………….27 C. Teknik Evaluasi Pembelajaran Afektif………………………..33 D. Pendidikan Agama Islam di SMA…………………………….43 1. Pengertian dan Karakteristik Pendidikan Agama Islam…..43 2. Tujuan dan Manfaat……………………………………….45
xi
BAB III : METODE PENELITIAN A. Tujuan dan manfaat penelitian……………….……………….48 B. Waktu adan tempat penelitian……………………...…………48 C. Metode penelitian……………………………………………..49 1. Identifikasi data dan informasi…………………………..49 2. Sumber data dan informasi……………………………….50 3. Metode Pengumpulan Data………………………...…….51 4. Metode Analisa Data……………………………………..53
BAB IV : DISKRIPSI HASIL PENELITIAN DAN PENJELASANNYA A. Pelaksanaan Pembelajaran Aspek Afektif Pada Mata Pelajaran PAI Materi Akidah Akhlak Di SMA N 3 Rembang……..……54 1. Gambaran Umum SMA N 3 Rembang……………...…...54 2. Proses Pembelajaran di SMA N 3 Rembang…………….58 3. Pelaksanaan Pembelajaran Aspek Afektif pada mata pelajaran PAI materi akidah-akhlak di SMA N 3 Rembang………………………………………………....60 4. Problem Pembelajaran Aspek Afektif Pada Mata Pelajaran PAI Materi Akidah Akhlak di SMA N 3 Rembang……...64 5. Solusi Atas Problem Pembelajaran Aspek Afektif Pada Mata Pelajaran PAI Materi Akidah Akhlak di SMA N 3 Rembang. ………………………………………………..69 B. Analisis Terhadap Problem Pembelajaran Aspek Afektif pada Mata Pelajaran PAI Materi Akidah Akhlak Di SMA N 3 Rembang
dan
Solusinya…………………………...…………..71 1. Analisis Terhadap Problem Pembelajaran Aspek Afektif Pada Mata Pelajaran PAI Materi Akidah Akhlak di SMA N 3 Rembang………………………...……………………..72
xii
2. Analisis Terhadap Solusi Yang Dilakukan Untuk Mengatasi Problem Pembelajaran Aspek Afektif Pada Mata Pelajaran PAI Materi Akidah Akhlak di SMA N 3 Rembang..……74
BAB V : KESIMPULAN, SARAN DAN PENUTUP A. Kesimpulan…………………………………………………...82 B. Saran-saran ……………………………………………...……85 C. Penutup……………………………………………….……....87 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT PENDIDIKAN PENULIS
xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Masyarakat dan bangsa Indonesia saat ini telah dan sedang memasuki abad XXI. Era globalisasi yang penuh tantangan yang meminta manusia Indonesia yang berkualitas tinggi. Sementara itu krisis moneter berkepanjangan yang dihadapi bangsa Indonesia dewasa ini lebih mempertegas lagi perlunya pengembangan sumber daya manusia Indonesia yang tangguh, berwawasan dan terampil. Sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas yang diminta dalam era reformasi untuk mencapai
masyarakat
kompetitif
merupakan
produk
dari
sistem
pembangunan pendidikan nasional yang mantap dan tangguh. Pendidikan merupakan sesuatu yang sangat penting, karena dengan pendidikan manusia akan mengetahui informasi apa saja yang ada di belahan dunia. Pendidikan Islam bertujuan agar supaya manusia mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat. Hal senada juga diungkapkan oleh Prof. H. M. Arifin yang menyebutkan bahwa tujuan akhir pendidikan Islam pada hakikatnya adalah: Realisasi dari cita-cita ajaran Islam itu sendiri, yang membawa misi bagi kesejahteraan umat manusia sebagai hamba Allah SWT secara lahir dan batin di dunia dan akhirat.1 Dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 Tahun 2003 bab II Pasal 3 disebutkan bahwa: Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang
1 M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2000), hlm.40
1
2
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokrasi serta bertanggung jawab.2 Rumusan tujuan pendidikan di atas, sarat dengan pembentukan sikap. Dengan demikian, tidaklah lengkap manakala dalam strategi pembelajaran tidak membahas strategi pembelajaran yang berhubungan dengan pembentukan sikap.3 Sebuah usaha bimbingan bertujuan untuk membangun jiwa positif para siswa sehingga mereka senantiasa menampilkan perilaku arif dan bijak, serta selalu menyebarkan kemanfaatan kepada semua orang.4 Ada yang beranggapan bahwa sikap (afektif) bukan untuk diajarkan seperti halnya matematika, fisika, ilmu social, biologi, dan lain sebagainya, akan tetapi dibentuk dan diarahkan. Oleh karena itu, yang lebih tepat untuk bidang afektif bukanlah pengajaran namun pendidikan.5 Afektif berasal dari bahasa latin affectio yang berarti ”keadaan tersentuh, tergerak”. Afektif lebih mengarah pada perbuatan yang dilakukan atas dorongan perasaan dan emosi individu. Dalam proses pendidikan
afektif
sering
diterjemahkan
sebagai
minat,
sikap,
pengahargaan,6 pembentukan sifat dan watak seseorang dalam belajar. Pada sisi lain, afektif juga mampu mengarahkan basis etis ilmu pengetahuan yang dibentuk; ke arah baik dan benar atau buruk dan salah. Karena kemampuan untuk mengusai dan mengarahkan inilah afektif menempati kedudukan setingkat lebih tinggi dari aspek motorik dalam struktur ilmu. Fungsional afektif adalah dinamisator perwujudan gerak motor dalam belajar.7 2
Departemen Pendidiakan Nasional Republik Indonesia, Sistem Pendidikan Nasional 2003, (Bandung: Nuansa Aulia, 2008), hlm 12 3 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Prenada Media Grup, 2010), cet. 7, hlm. 273 4 Asep Umar Fakhruddin, Menjadi Guru Favorit, (Jogjakarta: DIVA Press, 2010), cet. 2, hlm. 243 5 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, hlm. 273 6 Hisyam Zaini, dkk, Desain Pembelajaran Di Perguruan Tinggi, (Yogyakarta: Ceter For Teaching Staff Development (CTSD) IAIN Sunan Kalijaga, 2002), hlm 68 7 Suharsono, Melejitnya IQ, IE, Dan IS, (Jakarta: Inisiasi Press, 2001), hlm. 108
3
Sementara itu belajar dipandang sebagai upaya sadar seorang individu untuk memperoleh perubahan perilaku secara keseluruhan, baik aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Namun hingga saat ini dalam praktiknya, proses pembelajaran di sekolah tampaknya lebih cenderung menekankan pada pencapaian perubahan aspek kognitif (intelektual), yang dilaksanakan melalui berbagai bentuk pendekatan, strategi dan model pembelajaran tertentu. Sementara, pembelajaran yang secara khusus mengembangkan kemampuan aspek afektif tampaknya masih kurang mendapat perhatian. Kalaupun dilakukan mungkin hanya dijadikan sebagai efek pengiring, yang disisipkan dalam kegiatan pembelajaran yang utama yaitu pembelajaran kognitif atau pembelajaran psikomotor. Secara konseptual maupun empris8, diyakini bahwa aspek afektif memegang
peranan yang sangat penting terhadap tingkat kesuksesan
seseorang dalam bekerja maupun kehidupan secara keseluruhan. Meski demikian, pembelajaran aspek afektif justru lebih banyak dilakukan dan dikembangkan di luar kurikulum formal sekolah. Salah satunya yang sangat populer adalah model pelatihan kepemimpinan ESQ ala Ari Ginanjar.9 Hal
ini
disebabkan
karena
merancang pencapaian
tujuan
pembelajaran afektif tidak semudah seperti pembelajaran kognitif dan psikomotor. Satuan pendidikan harus merancang kegiatan pembelajaran yang tepat agar tujuan pembelajaran afektif dapat dicapai. Keberhasilan pendidik melaksanakan pembelajaran ranah afektif dan keberhasilan peserta didik mencapai kompetensi afektif perlu dinilai. Oleh karena itu perlu dikembangkan acuan pengembangan perangkat penilaian ranah afektif serta penafsiran hasil pengukurannya. 8
Empiris adalah Berdasarkan pengalaman langsung atau kondisi riil di lapangan alami yang diperoleh dari penemuan, percobaan dan pengamatan yang dilakukan; menyatakan hasil yang diperoleh dari percobaan atau pegamatan/riset, bukanya dari teori.: Lihat M. Dahlan. Y. AlBarry dan L. Lya Sofyan Yacub, Kamus Induk Istilah Ilmiah, (Surabaya: Target Press, 2003), hal.178 9 http://amalia07.files.wordpress.com/2008/07/model-pembelajaran-afektif.pdf, diakses pada hari Rabu 22 September 2010.
4
Pendidikan Agama Islam yang meliputi akidah akhlak, fiqh ibadah, Bahasa Arab, dan tarikh juga dibutuhkan proses pembelajaran yang baik. Dari beberapa mata pelajaran di atas, pelajaran akidah akhlak merupakan pelajaran yang pokok dan dasar dari agama Islam. Karena lurus atau tidaknya akidah akhlak sangat menentukan kualitas agamanya. Pendidikan akidah akhlak sebaiknya dilakukan sejak dini. Untuk sekolah menengah atas (SMA) sejak masih kelas X harus sudah ditanamkan akidah akhlak dengan benar. Oleh karena itu, dibutuhkan pembelajaran yang kreatif dan menyenangkan untuk menyampaikan pesan tersebut. Jika guru bisa menyampaikan pelajaran dengan baik, maka apa yang menjadi tujuan bisa tersampaikan. Dengan pembelajaran yang baik, siswa juga akan mampu mengimplementasikan materi dalam kehidupan sehari-hari, karena setiap pelajaran menuntut peserta didik mengalami perubahan tingkah laku sesuai dengan kompetensi yang diharapkan.10 Sementara itu SMA merupakan satu dari lembaga pendidikan tingkat menengah, Kegiatan belajar akidah akhlak terhadap perilaku siswa adalah salah satu kegiatan yang harus dilakukan dan diterapkan kepada siswa, agar siswa tersebut tidak terpengaruh oleh dunia bebas dan pergaulan bebas. Dengan demikian manfaat belajar pedidikan akidah akhlak sangatlah penting dan sangat diperlukan untuk membimbing dan membina siswa agar memahami dan mengetahui manfaat belajar aqidah.11 Pendidikan akidah akhlak di SMA N 3 Rembang adalah bagian integral dari Pendidikan Agama Islam. Jadi walaupun bukan satu-satunya pembentukan watak dan kepribadian peserta didik. Tetapi secara subtansial materi akidah akhlak memiliki kontribusi dan memberikan motifasi kepada peserta didik untuk mengamalkan nilai-nilai keyakinan (tauhid) dan akhlakul karimah dalam kehidupan sehari-hari.
10
http://etd.eprints.ums.ac.id/3538/1/G000050032.pdf, diakses pada hari Kamis, 30 September 2010 11 http://www.shvoong.com/social-sciences/education/2027520-manfaat-belajarpendidikan-akidah-akhlak/, diakses pada hari Kamis, 30 September 2010
5
Oleh karena itu proses pembelajaran perlu mendapatkan respon yang penuh bagi tiap satuan pendidikan. Di mana tiap satuan pendidikan dituntut untuk kreatif mengembangkan pembelajaran berdasarkan kondisi masing-masing satuan pendidikan. Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian terhadap “PROBLEM DAN SOLUSI PEMBELAJARAN ASPEK
AFEKTIF
PADA
MATA
PELAJARAN
PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM MATERI AKIDAH AKHLAK DI SMA N 3 REMBANG” menjadi sangat penting. Supaya ke depannya nanti bisa diketahui apa sajakah hal-hal yang menjadikan problem atau masalahmasalah dalam pembelajaran afektif pada materi akidah akhlak, sehingga guru atau seorang pendidik akan mampu mencari solusi yang tepat untuk bisa mengatasinya. Dari sinilah penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih dalam tentang problematika apa yang muncul dari pembelajaran afektif pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam materi akidah akhlak di SMA N 3 Rembang.
B. Penegasan Istilah Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul : “PROBLEM DAN SOLUSI PEMBELAJARAN ASPEK AFEKTIF PADA MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM MATERI AKIDAH AKHLAK DI SMA N 3 REMBANG” Agar terhindar dari kesalahpahaman serta salah tafsiran mengenai judul penelitian dengan harapan agar mudah dipahami dan tidak terjadi kesalahpahaman, maka penulis akan memberikan istilah yang terdapat pada judul di atas. 1. Problem Problem berasal dari kata “problem”, yang artinya suatu kondisi atau situasi yang tidak menentu, sifatnya meragukan dan sukar dipahami,
6
masalah atau pernyataan yang memerlukan pemecahan masalah.12 Sedangkan problematika ialah hal yang menimbulkan masalah atau hal yang belum tentu bisa dipecahkan (permasalahan).13 Jadi yang dimaksud problem di sini adalah masalah yang dihadapi atau terjadi dalam aktifitas pembelajaran aspek afektif pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam materi akidah akhlak di SMA N 3 Rembang. 2. Solusi Solusi adalah penyelesaian atau pemecahan disebut juga jalan keluar.14 Penyelesaian yang dimaksud di sini adalah penyelesaian tentang masalah-masalah pembelajaran aspek afektif pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam materi akidah akhlak di SMA N 3 Rembang. 3. Pembelajaran Aspek Afektif Pembelajaran adalah setiap upaya yang sistematik dan disengaja oleh pendidik untuk menciptakan kondisi-kondisi agar peserta didik melakukan kegiatan belajar15. Menurut E. Mulyasa, pembelajaran adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya. Sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih baik. Dalam interaksi tersebut tentunya banyak sekali faktor yang mempengaruhinya, baik faktor internal yang datang dari diri sendiri maupun faktor eksternal yang datang dari lingkungan16. Dan menurut penulis, Pembelajaran adalah proses interaksi antara pendidik dan peserta didik dalam upaya melakukan kegiatan belajar mengajar.
12
Sudarsono, Kamus Konseling, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1997), hlm. 87 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), hlm. 789 14 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), Edisi 4, hlm. 1328 15 Sudjana S. dan Djuju, Metode dan Teknik Pembelajaran Partisipatif, (Bandung: Falah Production, 2001), hlm. 8. 16 E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Bandung: Remaja Rosdakarya Offset, 2004), hlm. 100 13
7
Sementara itu aspek afektif berarti perasaan, keadaan jiwa dan emosi, suatu obyek atau perorangan yang dikatakan sebagai effect atau pengaruh bagi seseoarang ketika mempengaruhi emosi kuat pada dirinya.17 4. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam Menurut Ahmad Tafsir Pendidikan Agama Islam berarti bidang studi agama islam.18 Pendidikan Agama Islam (PAI) merupakan subtansi dari sistem pendidikan nasional yang dengan faktor-faktor yang dimilikinya juga merupakan sistem tersendiri. Sebagai salah satu mata pelajaran sekolah, secara kelembagaan merupakan penjabaran atau spesifikasi dari visi dan misi pendidikan Islam yaitu membentuk “insan kamil” yang berfungsi mewujudkan rahmatal lil’alamin.19 5. Materi Akidah Akhlak Materi Akidah akhlak yang dimaksud dalam penelitian ini adalah materi yang berkaitan dengan akhlak yang merupakan bagian dari mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) di SMA N 3 Rembang.
C. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka penulis dapat merumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana pembelajaran aspek afektif pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam materi akidah akhlak di SMA N 3 Rembang? 2. Apa saja problem yang timbul dalam pembelajaran aspek afektif pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam materi akidah akhlak di SMA N 3 Rembang?
17
A. Budiarjo dkk, Kamus Psikologi, (Semarang: Efhar dan Dahara Prize, 1991), hlm 18 Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Bandung: 2001), hlm. 18 19 Hujair A H. Sanaky, Paradigma Pendidikan Islam : Membangun Masyakat Madani Indonesia, (Yogyakarta : Safiria Insan Press bersama MSI UII, 2003), cet. I, hlm. 139 18
8
3. Apa saja solusi yang dilakukan untuk mengatasi problem pembelajaran aspek afektif pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam materi akidah akhlak di SMA N 3 Rembang?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menjelaskan problem pembelajaran aspek afektif berkaitan dengan mata pelajaran pendidikan agama Islam materi akidah akhlak di SMA N 3 Rembang. Dari tujuan tersebut dapat dikembangkan lagi bahwa tujuan penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Untuk mengetahui dan menjelaskan bagaimanakah pembelajaran aspek afektif pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam materi akidah akhlak di SMA N 3 Rembang. b. Untuk mengetahui dan menjelaskan problem atau masalahmasalah yang terjadi dalam implementasi pembelajaran aspek afektif pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam materi akidah akhlak di SMA N 3 Rembang. c. Untuk mengetahui dan menjelaskan solusi yang dilakukan untuk mengatasi problem atau masalah-masalah yang terjadi dalam implementasi pembelajaran aspek afektif pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam materi akidah akhlak di SMA N 3 Rembang. 2. Manfaat Penelitian a. Secara praktis. 1. Sebagai bahan masukan dalam meningkatkan mutu pembelajaran di SMA N 3 Rembang. 2. Sebagai motivator dalam meningkatkan kualitas kerja para guru PAI.
9
3. Sebagai masukan ilmiah yang bernuansa keislaman khususnya tentang
pembelajaran aspek afektif pada mata pelajaran
Pendidikan Agama Islam materi akidah akhlak di SMA N 3 Rembang. b. Secara teoritis 1. Untuk menambah pengetahuan dalam bidang pendidikan 2. Sebagai pengalaman pertama dalam berkarya ilmiah 3. Melatih diri untuk peka terhadap fenomena-fenomena pendidikan terutama pendidikan remaja.
E. Kajian Pustaka Untuk menghindari adanya plagiat,20 maka penulis sertakan beberapa judul skripsi yang menjadi acuan dalam penulisan skripsi ini. Judul skripsi tersebut, di antaranya : 1. Penelitian saudara Dliyaurohman (3102269),21 Skripsi yang berjudul “IMPLEMENTASI
EVALUASI
AFEKTIF
BIDANG
STUDI
AKIDAH AKHLAK AKHLAK DI MAN 1 SEMARANG”, (Skripsi: tahun 2007). Dalam penelitian ini penulis mendeskripsikan tentang implementasi evaluasi afektif pada bidang studi akidah akhlak, serta dalam penelitian ini penulis juga membahas tentang problematika apa yang muncul dalam implementasi evaluasi afektif di MAN 1 Semarang, dan upaya penyelesaian problem tersebut. 2. Penelitian saudara Zamroni (3104124)22; Skripsi yang berjudul: “PROBLEMATIKA
20
PEMBELAJARAN
MATA
PELAJARAN
Plagiat adalah penjiplakan; mencuri hak cipta berupa karangan (tulisan, lukisan, dsb) dan mengakui sebagai karangan (ciptaan) sendiri, Lihat M. Dahlan. Y. Al-Barry dan L. Lya Sofyan Yacub, Kamus Induk Istlah Ilmiah, hal. 612 21 Dliyaurohman, “Implementasi Evaluasi Afektif Bidang Studi Akidah akhlak Akhlak Di MAN 1 Semarang”, Skripsi Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang, (Semarang: Perpustakaan Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang, 2007). 22 Zamroni, “Problematika Pembelajaran Mata Pelajaran Akidah Akhlak Dan Upaya Pemecahannya Di Kelas VII SMP Hasnuddin 07 Semarang Tahun Pelaajran 2005/2006”, Skripsi
10
AKIDAH AKHLAK DAN UPAYA PEMECAHANNYA DI KELAS VII SMP HASNUDDIN 07 SEMARANG TAHUN PELAJARAN 2005/2006”, (Skripsi tahun 2005). Dalam penelitian ini penulis mendiskripsikan proses pembelajaran di SMP Hasanuddin kelas VII dan
dalam
pelajaran
tersebut
penulis
menemukan
beberapa
problematika yang berkaitan diantaranya: a). Problematika yang dihadapi guru dalam pelaksanaan pembelajaran di SMP Hasanuddin kelas VII, b). Problematika yang berhubungan dengan tingkat perkembangan siswa, c). Problematika yang berhubungan dengan penguasaan dan pengembangan materi di SMP Hasanuddin kelas VII, d). Problematika yang berhubungan
pengelolaan siswa dalam kelas
dan metode yang digunakan dalam mengajar, e). problematikaa yang berhubungan dengan evaluasi. Karya-karya tulis di atas berbeda dengan skripsi yang akan penulis bahas karena dalam penelitian ini, peneliti akan lebih memfokuskan pada problem atau masalah-masalah yang terjadi dalam proses pembelajaran aspek afektif pada mata pelajaran pendidikan agama Islam materi akidah akhlak di SMA N 3 Rembang.
Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang, (Semarang: Perpustakaan Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang, 2005).
BAB II PEMBELAJARAN ASPEK AFEKTIF
A. Pembelajaran Afektif 1. Pengertian Pembelajaran Afektif Pembelajaran afektif terdiri dari dua kata, yakni pembelajaran, dan afektif. kedua kata tersebut tidak dapat berdiri sendiri melainkan mempunyai hubungan yang erat antara satu dengan yang lainnya. Sehingga keduanya mempunyai pengertian yang integral yaitu pengertian pembelajaran afektif atau pembelajaran yang bersifat afektif. Kata
“pembelajaran”
merupakan
terjemahan
dari
kata
“instruction”1. Istilah ini banyak dipengaruhi oleh aliran psikologi kognitif holistik, yang menempatkan siswa sebagai sumber dari kegiatan. Selain itu, istilah ini juga dipengaruhi oleh perkembangan teknologi yang diasumsikan dapat mempermudah siswa mempelajari segala sesuatu lewat berbagai media, seperti bahan-bahan cetak, progam televisi, gambar, audio dan lain sebagainya. Sehingga semua itu mendorong terjadinya perubahan peranan guru dalam mengelola proses belajar mengajar, dari guru sebagai sumber belajar menjadi guru sebagai fasilitator dalam belajar mengajar. Sebagaimana ungkapan Gagne yang dikutip oleh Wina Sanjaya2 dalam bukunya Strategi Pembelajaran; Berorientasi Standar Proses Pendidikan, bahwa pembelajaran adalah “Instruction is a set of event that effect learners in such a way that learning is facilitated”, yang artinya “Pembelajaran adalah
satu
rangkaian
peristiwa
yang
mempengaruhi
pelajar
sedemikian rupa sehingga pelajaran dimudahkan.”
1
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2007), hlm. 102 2 Ibid. hlm. 102
11
12
Sehingga menurut Gagne, mengajar atau teaching merupakan bagian dari pembelajaran (instruction), di mana peran guru sebagai ditekankan kepada bagaimana merancang atau mengaransemen berbagai sumber dan fasilitas yang tersedia untuk digunakan atau dimanfaatkan siswa dalam mempelajari sesuatu. Dalam
istilah
“pembelajaran”
lebih
dipengaruhi
oleh
perkembangan hasil-hasil teknologi yang dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan belajar. Dalam hal ini, siswa diposisikan sebagai subyek belajar yang memegang peranan utama, sehingga dalam setting proses belajar mengajar siswa dituntut beraktifitas secara penuh bahkan secara individual mempelajari bahan pelajaran.3 Hal itulah yang membedakan antara pembelajaran dan pengajaran. Kalau dalam istilah pengajaran atau teaching
menempatkan guru
sebagai “pemeran utama” memberikan informasi, maka dalam istilah pembelajaran atau instruction, guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator, memenej berbagai sumber dan fasilitas untuk dipelajari siswa. Selanjutnya, menurut Endang Poerwanti dan Nur Widodo, yang mengutip pendapatnya Wuryadi menjelaskan bahwa pembelajaran adalah proses perubahan status siswa dari tidak tahu menjadi tahu yang meliputi pengetahuan, sikap, dan tingkah laku.4 Sementera itu menurut Oemar Hamalik, pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun dari unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran.5 Dengan demikian, dapat diambil pengertian bahwa pembelajaran adalah proses perubahan status siswa (pengetahuan, sikap dan perilaku) dengan melibatkan unsur-unsur manusiawi, material, 3
Ibid. hlm. 103 Endang Poerwanti dan Nur Widodo, Perkembangan Peserta Didik, (Malang:Univesrsitas Muhammadiyah Malang Pers, 2002), hlm. 4. 5 Oemar Hamalik, Kurikulum & Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2001), hlm. 70. 4
13
fasilitas, dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran. Sedangakan ranah “afektif” adalah bagian kedua dari taksonomi tujuan pendidikan yang dirumuskan oleh Benjamin S. Bloom dkk. Ranah afektif merupakan bagian dari pengalaman belajar, berisi obyek-obyek yang berkaitan dengan emosi, perasaan atau tingkat penerimaan dan penolakan.6 Istilah ranah afektif dalam bahasa Indonesia berasal dari kata “ ranah” yang berarti bagian (satuan) perilaku manusia, dan “afektif” berarti berkenaan dengan perasaan.7 Jadi ranah afektif merupakan bagian dari tingkah laku manusia yang berhubungan dengan perasaan. Dalam buku Taxonomy Of Educational Objective, David R. Kratwohl et.al menggunakan istilah “domain” yang artinya bidang/daerah kekuasaan, beliau mengatakan afektif sebagai berikut; “Affective; Objectives which emphasize a feeling tone, an emotion or a degree of acceptance or rejection, affective objectives vary from simple attention to selected phenomena qualities of character and conscience. We found a large number of such objectives in the literature expressed as interests, attitudes, appreciations, values and emotional sets or biases”.8 “Afektif adalah tujuan-tujuan yang lebih mengutamakan pada perasaan, emosi atau tingkat penerimaan atau penolakan. Tujuan afektif mengubah dari yang sederhana menuju fenomena yang komplek (lebih rumit) serta menanamkan fenomena itu sesuai dengan karakter dan kata hatinya. Kita menemukan sejumlah besar tujuan yang tampak melalui sikap, minat, apresiasi, nilai dan emosi atau prasangka”. Menurut Muhammad ‘Ali, kawasan atau ranah afektif adalah kegiatan instruksional yang berisi interest (minat), sikap, nilai-nilai
6
David R. Krathwohl et. al, Taxonomy Of Educational Objective, The Classicafication Of Educational Goal, Handbook II; Affective Domain, (London: Longman Group LTD, 1973), cet.9, hlm. 7 7 Djalinus Syah dkk, Kamus Pelajar (Kata Serapan, B-I), (Jakarta: Rineka Cipta, 1993), hlm. 4 8 David R. Krathwohl, Taxonomy Of Educational Objective, hlm. 7
14
perkembangan emosi, apresiasi, dan
penyesuaian perasaan sosial.9
Sedangkan menurut Kartini Kartono dalam kamus psikologi, afektif berasal dari kata affek yang merupakan nama khas yang mencakup emosi, suasana hati dan perasaan yang kuat, keadaan perasaan dengan menyertai kesadaran.10 Dalam hal ini ranah afektif dimaksudkan untuk membangkitkan emosi siswa agar ikut berperan aktif dalam pembelajaran. Istilah “afektif” sendiri sebenarnya mempunyai makna yang sangat luas. Walaupun banyak tokoh, termasuk para pakar pendidikan yang menyadari pentingnya aspek ini (afektif) dalam proses pendidikan, akan tetapi belum ada definisi yang dapat disepakati bersama tentang afektif ini. Dalam kaitannya dengan pendidikan agama, aspek afektif sering kali disamakan dengan akhlak. Akan tetapi antara afektif dengan akhlak adalah berbeda, walaupun benar bahwa dalam usaha penanaman akhlak tidak terlepas dari aspek afektif. Dalam kajian ilmu pendidikan, sebutan untuk karakteristik ini beragam. Meskipun demikian, sebutan afektif merupakan yang paling luas sejak diterbitkannya taksonomi tujuan pendidikan oleh Benjamin S. Bloom dan kawan-kawan.11 Sementara itu dalam dunia pendidikan kita afektif diterjemahkan dengan istilah sikap. Bahkan dalam kurikulum 2004 juga disebutkan dengan istilah “kecerdasan emosional”.12 Ciri-ciri hasil belajar afektif akan tampak pada peserta didik dalam berbagi tingkah laku; seperti: perhatiannya terhadap mata pelajaran pendidikan agama Islam, kedisiplinannya dalam mengikuti pelajaran agama Islam di sekolah, motifasinya yang tinggi untuk tahu lebih
9
Muhammad ‘Ali, Pengembangan Kurikulum Di Sekolah, (Bandung: Sinar Baru, 1989), cet. 2, hlm. 71 10 Kartini Kartono dan Doligulo, Kamus Psikologi, (Bandung; Pionir Jaya, 1987), hlm. 11 11 Benjamin S. Bloom, dkk, Taxonomy Of Objective: Cognitive Domain, (New York: David Mc. Kay, 1956 ), hlm.16 12 Departemen Pendidikana Nasional, Pelayanaan Professional Kurikulum 2004: Penilaian Kelas, (Jakarta: Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas, 2003), hlm. 7
15
banyak
mengenai
pelajaran
agama
Islam
yang
diterimanya,
penghargaan atau rasa hormatnya terhadap guru pendidikan agama Islam, dan sebagainya.13 Ciri-ciri yang lain yaitu adanya perasaan dalam bentuk ekspresi yang wajar dalam belajar.14
Dalam ranah
afektif perasaam siswa diarahkan untuk menghayati obyek secara langsung, apakah obyek tersebut bernilai/berharga atau tidak. Dalam ranah afektif bukan sikap dan nilai saja yang diutamakan, tetapi meliputi hal yang lebih rumit artinya siswa diharapkan memperhatikan sebuah fenomena. Selanjutnya ia memberikan sebuah respon tertentu untuk diorganisasikan dalam dirinya di dalam memberikan penilaian sebuah fenomena dan dalam menonton tingkah laku moralnya. Dari beberapa definisi di atas dapat dipahami bahwa pembelajaran afektif adalah pembelajaran yang mengarah pada emosi, suasana hati, dan perasaan yang nampak melalui minat, sikap, nilai, apresiasi, dan penyesuaian.
2. Kategorisasi Afektif Kategori afektif adalah satu domain yang berkaitan dengan sikap, nila-nilai, interes (minat), apresiasi (penghargaan) dan penyesuaian perasaan sosial.15 Karena kategori klasifikasi milik Bloom hanya menganalisa pengetahuan kognitif, para ahli psikologi pendidikan lain menciptakan sebuah klasifikasi terpisah yang membahas tentang tujuan-tujuan yang berorientasi pada perasaan atau klasifikasi afektif. Semua kategori dalam klasifikasi ini mengidentifikasikan berbagai cara yang membuat
13
Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2009), hlm. 54 14 W.s. Winkel, Psikologi Pengajaran, (Jakarta: PT. Gramedia, 1989), hlm. 41 15 Hamzah B. Uno., Perencanaan Pembelajaran, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2008), cet. 4, hlm. 35
16
para pelajar waspada terhadap dan mengadopsi nilai-nilai serta sikapsikap yang membimbing tingkah laku manusia.16 Afektif dapat berfariasi mulai dari perhatian yang paling sederhana untuk memilih obyek sampai kualitas karakter dan kesadaran yang kompleks. David R. Krathwohl dkk, merumuskan kategorisasi ranah afektif ke dalam 5 jenjang, yaitu: (1) Receiving, (2) Responding, (3) Valuing, (4) Organization, dan (5) Characterization by a value or value complex. a. Receiving atau Attending (menerima atau memperhatikan) Receiving atau attending adalah kepekaan seseorang dalam menerima rangsangan (stimulus) dari luar yang datang kepada dirinya dalam bentuk masalah situasi, gejala dan lain-lain, dan termasuk dalam jenjang ini misalnya adalah kesadaran dan kerugian untuk menerima stimulus, mengontrol dan menyeleksi gejala-gejala atau rangsangan yang datang dari luar. Receiving atau attending juga sering diberi pengertian sebagai kemampuan untuk memperhatikan suatu kegiatan atau suatu objek. Pada jenjang ini peserta didik dibina agar mereka bersedia menerima nilai yang diajarkan kepada mereka, dan mereka mau menggabungkan diri ke dalam nilai itu atau mengidentifikasikan diri dengan nilai itu. Contoh hasil belajar afektif jenjang receiving, misalnya: peserta didik menyadari bahwa disiplin wajib ditegakkan, sifat malas dan tidak disiplin harus disingkirkan jauh-jauh. b. Responding (menanggapi) Responding mengandung arti “adanya partisipasi aktif”. Jadi kemampuan menanggapi adalah kemampuan yang dimiliki seseorang untuk mengikut sertakan dirinya secara aktif dalam fenomena tertentu dan membuat reaksi aktif dalam fenomena tertentu dan membuat 16
Yusuf Anas, Manajemen Pembelajaran Dan Instruksi Pendidikan (Manajemen Mutu Psikologi Pendidikan Para Pendidik), (Yogjakarta: IRCiSoD, 2008), cet. 3, hlm. 153
17
reaksi terhadapnya dengan salah satu cara. Jenjang ini setingkat lebih tinggi dari pada jenjang receiving. Contoh hasil belajar kawasan afektif jenjang responding adalah peserta didik tumbuh hasratnya untuk mempelajari lebih jauh atau menggali lebih dalam lagi, ajaran-ajaran Islam tentang kedisiplinan. c. Valuing (menilai atau menghargai) Menilai
atau
menghargai
artinya
memberikan
nilai
atau
memberikan penghargaan terhadap suatu kegiatan atau objek sehingga apabila kegiatan itu tidak dikerjakan, maka dirasakan akan membawa kerugian atau penyesalan. Valuing adalah tingkatan afektif yang lebih tinggi dari receiving dan responding. Dalam kaitanya dengan proses belajar mengajar, peserta didik di sini tidak hanya mau menerima nilai yang diajarkan tetapi mereka telah berkemampuan untuk menilai konsep atau fenomena yaitu baik atau buruk. Bila suatu ajaran yang telah mampu untuk mengatakan “ itu dalah baik”, maka berarti peserta didik telah menjalankan proses penilaian. Nilai itu telah mulai dicamkan (internalized) dalam dirinya. Dengan demikian maka nilai tersebut telah stabil dalam diri peserta didik. Contoh hasil belajar afektif jenjang valuing adalah tumbuhnya kemauan yang kuat pada diri peserta didik untuk berlaku disiplin, baik di sekolah, di rumah maupun di tengah-tengah masyarakat. d. Organization (mengatur atau mengorganisasikan) Organization artinya mempertemukan perbedaan nilai sehingga terbentuk nilai baru yang lebih universal yang membawa kepada perbaikan umum. Mengatur atau mengorganisasikan merupakan pengembangan diri nilai ke dalam satu sistem organisasi termasuk di dalamnya hubungan satu nilai dengan nilai yang lain, pemantapan dan prioritas nilai yang telah dimilikinya. Mengatur atau mengornisasikan merupakan jenjang yang lebih tinggi dari pada receiving, responding dan valuing. Contoh hasil belajar afektif jenjang organization adalah peserta didik mendukung penegakan disiplin nasional yang telah
18
dicanangkan oleh bapak presiden Soeharto pada peringatan hari Kebangkitan Nasional tahun 1995. e. Characterization by a value or value complex (karakterisasi dengan suatu nilai atau kelompok nilai) Karakterisasi dengan suatu nilai atau kelompok nilai yaitu keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Di sini proses internalisasi nilai telah menempati tempat tertinggi dalam suatu hirarki nilai. Nilai itu telah tertanam secara konsisten pada sistemnya dan telah mempengaruhi emosinya. Ini adalah tingkatan afektif tertinggi karena sikap batin peserta didik telah benar-benar bijaksana. Ia telah memiliki philosophy of life yang mapan. Jadi pada jenjang ini peserta didik telah memiliki sistem nilai yang mengontrol tingkah lakunya untuk suatu waktu yang cukup lama sehingga membentuk karateristik “ pola hidup”, tingkah lakunya menetap, konsisten dan dapat diramalkan. Contoh hasil belajar afektif pada jenjang ini adalah siswa telah memiliki kebulatan sikap wujudnya peserta didik menjadikan perintah Allah SWT yang tertera dalam al-Qur’an surat al-Ashr sebagai pegangan hidupnya dalam hal yang menyangkut kedisiplinan, baik kedisiplinan di sekolah, di rumah maupun di tengah-tengah masyarakat.17 Secara
skema
kelima
jenjang
afektif
sebagaimana
telah
dikemukakan dalam pembicaraan di atas, menurut A. J. Nitko (1983) dapat digambarkan sebagai berikut:
17
Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, hlm. 54-56
19
5.2. Characterization 5.0. Character
5.1. Generalized Set. 4.2. Organization of value system
4.0. Organization 4.1. Conceptualization of a value 3.3. Commitment 3.0. Valuing
2.2. Acquiescence in responding
2.0. Responding
2.1.Acquiscence in responding
1.0. Receiving
1.2. Willingness to receive
Interest
1.3. Controlled attention
1.1. Awareness
Sumber: A. J. Nitko, 1983, Educational Test And Meassurement, And Introduction, (New York: Harcounrt Brace Javanovich), inc, hlm. 103
3. Aspek-Aspek Afektif Menurut Krathwohl aspek-aspek yang terkandung dalam ranah afektif terdiri dari minat (interes), sikap (attitude), nilai (value), apresiasi (appreciation), dan penyesuaian (adjustment).18 Tahapantahapan ranah afektif dapat terlihat melalui 5 aspek ini.
18
David R. Krathwohl, Taxonomy Of Educational Objective, hlm. 24
Adjustment
Value
2.3. Willingness to responded
Appreciation
3.1 Acceptance of a value
Attitude
3.2. Preference for a value
20
a. Minat (interes) Minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa ketertarikan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh. Minat pada dasarnya adalah penerimaan akan suatu hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu di luar diri. Semakin kuat atau dekat hubungan tersebut semakin besar pula minatnya.19 Ada juga yang mengartikan minat adalah perasaan senang atau tidak senang terhadap suatu objek. Misalnya minat siswa terhadap mata pelajaran pendidikan agama Islam akan berpengaruh terhadap usaha belajarnya, dan pada gilirannya akan dapat berpengaruh terhadap hasil belajarnya.20 Minat besar pengaruhnya terhadap belajar, karena apabila bahan pelajaran yang dipelajari tidak sesuai dengan minat siswa atau tidak diminati siswa, maka siswa yang bersangkutan tidak akan belajar sebaik-baiknya, karena tidak ada daya tarik baginya. Sebaliknya bahan pelajaran yang diminati siswa, akan lebih mudah dipahami dan disimpan dalam memori kognitif siswa karena minat dapat menambah kegiatan belajar.21 Ada beberapa persyaratan untuk menimbulkan minat siswa terhap pelajaran di antaranya adalah; Pelajaran akan menjadi lebih menarik bagi para murid jika terlihat adanya hubungan antara pelajaran dan kehidupan nyata. Tak banyak manfaatnya berkata: “pelajari ini demi masa depanmu!” guru harus memanfaatkan setiap kemungkinan yang ada untuk menonjolkan adanya pertalian yang penting antara pelajaran dan kehidupan si murid pada saat itu juga.22 Syarat lain untuk menimbulkan minat siswa adalah minat siswa akan bertambah jika ia dapat melihat dan mengalami bahwa dengan
19
Slameto, Belajar Dan Faktor-Faktor Yang Mempangaruhinya, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1991), cet. 2, hlm. 180 20 Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (Berbasis Integrasi Dan Kompetensi), (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), hlm. 131 21 Ibid 22 Bergaman Sitorus, Membina Hasrat Belajar Di Sekolah, (Bandung: Remaja Karya, 1987), hlm.92
21
bantuan yang dipelajari itu ia dapat mencapai tujuan-tujuan tertentu. Artinya, siswa dapat segera menerapkan apa yang telah dipelajarinya.23 b. Sikap (Attitude) Seperti dikatan oleh banyak ahli bahwa sikap merupakan satu predisposisi
atau
tendency
yang
berarti
senantiasa
adanya
kecenderungan, kesediaan dapat diramalkan tingkah laku apa yang dapat terjadi, jika telah diketahui sikapnya. Dengan sendirinya tindakan yang diawali melalui proses yang cukup kompleks dan sebagai titik awal untuk menerima stimulus adalah melalui alat indera. Dalam diri individu sendiri terjadi dinamika berbagai psikofisik seperti kebutuhan, motif, perasaan, perhatian dan pengambilan keputusan. Semua proses ini sifatnya tertutup sebagai dasar pembentukan suatu sikap yang akhirnya melalui ambang batas terjadi tindakan yang bersifat terbuka, dan inilah yang disebut tingkah laku.24 Menurut M. Ngalim Purwanto, dalam buku psikologi pendidikan, sikap adalah suatu perbuatan atau tingkah laku sebagai reaksi/respon terhadap sesuatu rangsangan (stimulus), yang disertai pendirian atau perasaan yang lain.25 1) Kompnen sikap Dewasa ini terdapat definisi sikap dengan pendekatan teoritik dan operasional, ialah: “An attitude to word any given object, idea or person is an enduring sistem with cognitive component, an affective component and behavioral tendency” (Allport, 1954). Selanjutnya dikatakan: “The cognitive component causist of beliefs about the attitude object, the affective component causist of the emotional feelings connected with the is beliefs and the behavioral tendency is what allport referd as the readiness to response in a particular way” (Allport, 1954). 23
Ibid, hlm. 93 Mar’at, Sikap Manusia Perubahan Serta Pengukuranya, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1984), hlm.11-12 25 M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1996), hlm. 141 24
22
Berdasarkan uraian di atas, maka sikap mempunyai 3 (tiga) komponen yaitu: a) Komponen kognitif yang berhubungan dengan beliefs, ide dan konsep. Komponen ini berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi objek sikap. b) Komponen afektif yang menyangkut kehidupan emosional seseorang. Komponen ini memberikan evaluasi tentang menerima atau menolak, senang atau tidak senang, baik atau buruk terhadap suatu obyek sikap c) Komponen
konasi
(behavioral)
yang
merupakan
kecenderungan bertingah laku atau bagaimana perilaku yang ada pada pribadi seseorang berkaitan dengan obyek sikap yang dihadapkannya bagaimana orang berperilaku dalam situasi tertentu dan terhadap stimulus tertentu akan banyak ditentukan oleh bagaimana kepercayaan dan perasaan terhadap stimulus atau obyek sikap tersebut.26 Konsistensi antar kepercayaan sebagai komponen afektif dan tendensi perilaku sebagai komponen konatif seperti itulah yang menjadi
landasan
dalam
usaha
penyimpulan
sikap
yang
dicerminkan oleh jawaban terhadap skala sikap. Sikap dikatakaan sebagai suatu respon evaluatif dari suatu stimulus, respon evaluatif berarti bahwa bentuk reaksi yang dinyatakan sebagai sikap itu timbulnya didasari terhadap stimulus dalam bentuk nilai baik atau buruk, positif atau negatif menyenangkan atau tidak menyenangkan, yang kemudiaan mengkristal sebagai potensi reaksi terhadap obyek sikap.27 2) Proses pembentukan sikap a) Pola pembiasaan 26
Mar’at, Sikap Manusia Perubahan Serta Pengukuranya, hlm. 13 Saiffuddin Azwar, Sikap Manusia ; Teori Dan Pengukurannya, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), hlm.15 27
23
Dalam proses pembelajaran di sekolah, baik secara disadari maupun tidak, guru dapat menanamkan sikap tertentu kepada siswa melalui proses pembiasaan. Misalnya, siswa yang setiap kali menerima perlakuan yang tidak mengenakkan dari guru, misalnya perilaku mengejek atau perilaku yang menyinggung perasaan anak, maka lama-kelamaan akan timbul rasa benci anak tersebut; dan perlahan-lahan anak tersebut akan mengalihkan sikap negatif itu bukan hanya kepada gurunya itu sendiri, akan tetapi juga kepada mata pelajaran yang diasuhnya. Kemudian, untuk mengembalikannya pada sikap positif bukanlah pekerjaan yang mudah b) Modeling Penbentukan sikap seseorang dapat juga dilakukkan melalui proses modeling, yaitu pembentukan sikap melalui proses asimilasi atau proses mencontoh. Salah
satu
karakteristik
anak
didik
yang
sedang
berkembang adalah keinginannya untuk melakukan peniru (imitasi). Hal yang ditiru itu adalah perilaku-perilaku yang diperagakan atau didemonstrasikan oleh orang yang menjadi idolanya. Prinsip peniruan ini yang dimaksud dengan modeling. Modeling adalah proses peniruan anak terhadap orang lain yang menjadi idolanya atau yang dihormatinya. Proses penanaman sikap anak terhadap sesuatu obyek melalui proses modeling pada mulanya dilakukan secara mencontoh, namun anak perlu diberi pemahaman mengapa hal itu dilakukan. Misalnya, guru perlu menjelaskan mengapa kita harus telaten terhadap tanaman; atau mengapa kita harus berpakaian bersih. Hal ini diperlukan agar sikap tertentu yang
24
muncul benar-benar didasari oleh suatu keyakinan kebenaran sebagai suatu system nilai.28 c. Nilai (Value) Nilai merupakan sifat yang melekat pada sesuatu (sistem kepercayaan) yang telah berhubungan dengan subyek yang memberi nilai (yakni yang menyakininya). Hal ini sesuai dengan pendapat Milton Rokeack dan James Bank sebagaimana dikutip oleh Chabib Thoha, bahwa: “Nilai adalah suatau tipe kepercayaan yang berada dalam ruang lingkup system kepercayaan di mana seseorang atau menghindari suatu tindakan atau mengenai sesuatu pantas atau tidak pantas dikerjakan”. (H. Una, 1980.p. l).29 Selain itu Chabib Thoha juga mengutip pendapat Sidi Gazalba bahwa : “Nilai adalah sesuatu yang bersifat abstrak, ia ideal, nilai bukan benda konkrit, bukan fakta, tidak hanya persoalan benar dan salah yang menuntut pembuktian empirik, melainkan soal penghanyatan yang dikehendaki dan tidak dikehendaki dan tidak disenangi”. (Sidi Gazalba, 1975).30 Dalam hal ini nilai yang dijadikan sebagai acuan pendidikan agama Islam adalah nilai yang diajarkan al-Qur’an dan al-Hadits. Nilai yang dikembangkan meliputi nilai universal dan nilai keIslaman yang spesifik. Dalam hubungannya dengan proses belajar mengajar siswa mampu menghayati fenomena sehingga dapat membedakan suatu yang lebih penting dalam hidup, benar-salah dan baik-buruk. Dilihat dari sumbernya, terdapat (1). Nilai Illahiyah (ubudiyah dan muamalah), yaitu nilai yang bersumber dari agama (wahyu Allah). (2). Nilai Insaniyah, yaitu nilai yang diciptakan oleh manusia atas dasar kriteria yang buat oleh manusia pula. Dilihat dari ruang 28
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Prenada Media Grup, 2010), cet. ke 7, hlm. 278-279 29 M. Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakrta: Pustaka Pelajar, 1996), hlm. 60 30 Ibid, hlm. 61
25
lingkupnya nilai dapat dibagi menjadi (1). Nilai universal, (2). Nilainilai local. (Noeng Muhadjir, 1988).31 Nilai terkait dengan pendidikan Islam adalah dalam hal tujuan pendidikan Islam. Secara khusus dapat dirumuskan: 1) Untuk mengangkat ketakwaan kepada Tuhan yang maha Esa. 2) Untuk menginternalisasikan nilai-nilai ketuhanan sehingga dapat menjiwai lahirnya niali-nilai etik insani.32 d. Apresiasi (Appreciation) Menurut Chaplin sebagaimana dikutip oleh Muhibin Syah bahwa apresiasi berarti suatu pertimbangan (judgment) mengenai arti penting atau niali sesuatu.33 Dalam penerapannya apresiasi sering diartikan sebagai penghargaan atau penilaian terhadap benda-benda baik abstrak maupun
konkrit
yang
memilki
nilai
luhur,
dan
umumnya
mempertimbangkan (judgment) arti penting atau nilai suatu obyek. Tujuannya adalah agar siswa memperoleh dan mengembangkan kecakapan ranah rasa (affective skills) yang dalam hal ini kemampuan secara cepat terhadap nilai obyek tertentu.34 Siswa baru akan memiliki apresiasi yang memadai terhadap obyek tertentu apabila sebelumnya ia telah mempelajari materi yang berkaitan dengan obyek yang dianggap mengandung nilai penting dan indah tersebut. e. Penyesuaian (Adjustment) Menurut
Kartini
Kartono
penyesuaian
diartikan
dengan
penguasaan yaitu kemampuan membuat rencana dan mengatur respon sedemikian rupa sehingga dapat mengusai atau atau menanggapi segala macam konflik atau masalah dan frustasi-frustasi dengan cara yang efisien.35 Penyesuaian merupakan aspek afektif yang mengontrol perilaku siswa sesuai dengan prinsip-prinsip yang tertanam dalam 31
Ibid, hlm 64 Ibid, hlm. 73 33 Muhibin Syah, Psikologi Pendidikan Dalam Pendekatan Baru, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1999), edisi revisi, hlm 121 34 Ibid, hlm. 124 35 Kartini Kartono, Hygiene Mental, (Bandung: Mandar Maju, 1989), hlm. 261 32
26
dirinya. Contoh siswa memecahkan masalah berdasarkan konsep yang telah diterimanya.
4. Penilaian Afektif Kompetensi ranah afektif meliputi peningkatan pemberian respons, sikap, apresiasi, penilaian, minat, dan internalisasi. Penilaian afektif terutama bertujuan untuk mengetahui karakter siswa dalam proses pembelajaran dan hasil pembelajaran dapat dibagi menjadi 3 yaitu: a. Penilaian afektif pada saat proses belajar Penilaian afektif pada saat proses belajar adalah bagaimana sikap, respons, dan minat siswa terhadap proses belajar. Indikator penilaian afektif ini jumlahnya dapat bermacam-macam, namun minimal harus memenuhi persyaratan indikator: 1) Sikap siswa terhadap dirinya sendiri selam proses belajar. 2) Sikap siswa dalam hubungan dengan guru selama proses belajar 3) Sikap siswa dalam hubungan dengan temen-temennya selama belajar. 4) Sikap siswa dalam hubungan dengan lingkungannya selama proses belajar. 5) Respons siswa terhadap materi pembelajaran. b. Penilaian afektif di luar proses belajar Penilaian afektif di luar proses belajar adalah penilaian terhadap sikap dan perilaku siswa dipandang dari sikap internal dan hubungannya dengan lingkungan sekolah yang lain. Sikap ini secara umum dibagi menjadi dua, yaitu: perilaku baik dan perilaku buruk. Kumpulan nilai perilaku ini dibukukan menjadi buku tertentu, misalnya dengan nama buku akhlak, buku pandai, buku kebaikan, atau buku perilaku. c. Penilaian afektif di rumah
27
Penilaian afektif di rumah biasanya dilakukan oleh orang tua untuk mengisi buku penyambung yang memuat kebiasaan-kebiasaan baik siswa di rumah, misalnya perilaku: 1) Kebiasaan siswa sholat wajib berjamaah 2) Melakukaan sholat malam 3) Membaca al-Qur’an 4) Membantu orang tua, dan lain-lain.36
B. Strategi Pembelajaran Afektif Setiap strategi pembelajaran sikap pada umumnya menghadapkan siswa pada situasi yang mengandung konflik atau situasi yang problematik. Melalui situasi ini diharapkan siswa dapat mengambil keputusan berdasarkan nilai yang dianggapnya baik. Berikut ini disajikan beberapa model pembelajaran pembentukan sikap.37 1. Model Konsiderasi Model konsiderasi (the consideration modal) dikembangkan oleh Mc. Paul, seorang humanis. Paul menganggap bahwa pembentukan moral tidak sama dengan pengembangan kognitif yang rasional. Pembelajaran
moral
siswa
menurutnya
adalah
pembentukan
kepribadian bukan pengembangan intelektual. Oleh sebab itu, model ini menekankan kepada strategi pembelajaran yang dapat membentuk kepribadian. Tujuannya adalah agar siswa menjadi manusia yang memiliki kepedulian terhadap orang lain. Kebutuhan yang fundamental adalah bergaul secara harmonis dengan orang lain, saling memberi dan menerima dengan penuh cinta dan kasih sayang. Dengan demikian, pembelajaran sikap pada dasarnya adalah membantu anak agar dapat mengembangkan kemampuan untuk bisa
36
Munif Chatib, Sekolahnya Manusia: Sekolah Berbasis Multiple Intelligences Di Indonesia, (Bandung: Mizan Media Utama, 2009), hlm.174-175 37 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, hlm. 279
28
hidup bersama secara harmonis, peduli, dan merasakan apa yang dirasakan orang lain (tepo saliro). Implementasi model konsiderensi guru dapat mengikuti tahapan pembelajaran seperti di bawah ini. a. Menghadapkan siswa pada suatu masalah yang mengandung konflik, yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari. b. Menyuruh siswa untuk menganalisis situasi masalah dengan melihat bukan hanya yang tampak, tapi juga yang tersirat dalam permasalahan tersebut, misalnya perasaan,
kebutuhan, dan
kepentingan orang lain. c. Menyuruh siswa untuk menuliskan tanggapannya terhadap permasalahan yang dihadapinya. d. Mengajak siswa untuk menganalisis respon orang lain serta membuat kategori dari setiap respons yang diberikan siswa. e. Mendorong siswa untuk merumuskan akibat dari setiap tindakan yang diusulkan siswa. Dalam tahapan ini siswa diajak berpikir tentang segala kemungkinan yang akan timbul sehubungan dengan tindakannya. f. Mengajak siswa untuk memandang permasalahan dari berbagai sudut pandang (interdisipliner) untuk menambah wawasan agar mereka dapat menimbang sikap tertentu dengan nilai yang dimilikinya. g. Mendorong siswa agar merumuskan sendiri tindakan yang harus dilakukan sesuai dengan pilihannya berdasarkan pertimbangannya sendiri. 2. Model Pengembangan Kognitif Model pengembangan kognitif (the cognitive development model) dikembangkan oleh Lawrence Kohlberg. Model ini banyak diilhami oleh pemikiran John Dewey dan Jean Piaget yang berpendapat bahwa perkembangan manusia terjadi sebagai proses dari restrukturisasi kognitif yang berlangsung secara berangsur-angsur menurut urutan
29
tertentu. Menurut Kohlberg, moral manusia itu berkembang melalui 3 tingkatan, dan setiap tingkat terdiri dari 2 tahap. a. Tingkat Prakonvensional Pada tingkatan ini setiap individu memandang moral didasarkan
pada
pandangannya
secara
individual
tanpa
menghiraukan rumusan dan aturan yang dibuat oleh masyarakat. Pada tingkat prakonvensional ini terdiri atas dua tahap yaitu: 1) Tahap orientasi hukuman dan kepatuhan Pada tahap ini perlaku anak didasarkan kepada konsekuensi fisik yang akan terjadi. Artinya, anak hanya berpikir bahwa perilaku yang benar itu adalah perilaku yang tidak akan mengakibatkan hukuman. Dengan demikian, setiap peraturan harus dipatuhi agar tidak menimbulkan konsekuensi negatif. 2) Tahap orientasi instrumental-relatif Pada tahap ini perilaku anak didasarkan kepada rasa ”adil” berdasarkan aturan permainan yang telah disepakati. Dikatakan adil manakala orang membalas perilaku yang telah dianggap baik. Dengan demikian perilaku itu didasarkan saling menolong dan saling memberi. b. Tingkatan Konvensional Pada tingkat ini anak mendekati masalah didasarkan pada hubungan individu-masyarakat. Kesadaran dalam diri anak mulai tumbuh bahwa perilaku itu harus sesuai dengan norma-norma dan aturan yang berlaku di masyarakat. Dengan demikian, pemecahan masalah bukan hanya didasarkan kepada rasa keadilan belaka, akan tetapi apakah pemecahan masalah itu sesuai dengan norma masyarakat atau tidak. Pada tahap ini mempunyai 2 tahap sebagai kelanjutan dari tahap yang ada pada tingkat prakonvernsional, yaitu:
30
1) Keselarasan interpersonal Pada tahap ini ditandai dengan setiap perilaku yang ditampilkan individu didorong oleh keinginan untuk memenuhi harapan orang lain. 2) Sistem sosial dan kata hati Pada tahap ini perilaku individu bukan didasarkan pada dorongan
untuk
memenuhi
harapan
orang
lain
yang
dihormatinya, akan tetapai didasarkan pada tuntutan dan harapan masyarakat. c. Tingkat Postkonvensional Pada tingkat ini perilaku bukan hanya didasarkan pada kepatuhan terhadap norma-norma masyarakat yang berlaku, akan tetapi didasari oleh adanya kesadaran sesuai dengan nilai-nilai yang dimilikinya secara individu. Seperti tingkat sebelumnya tingkat ini juga terdiri dari dua tahap yaitu: 1) Tahap kontra social Pada
tahap
ini
perilaku
individu
didasarkan
pada
kebenaran-kebenaran yang diakui oleh masyarakat. Kesadaran individu untuk berperilaku tumbuh karena kesadaran untuk menerpakan
prinsip-prinsip
sosial.
Dengan
demikian,
kewajiban moral dipandang sebagai kontra sosial yang harus dipatuhi, bukan sekadar pemenuhan system nilai. 2) Tahap prinsip etis yang universal Pada tahap terakhir, perilaku manusia didasarkan pada prinsip universal. Segala macam tindakan bukan hanya didasarkan sebagai kontrak sosial yang harus dipatuhi, akan tetapi didasarkan pada suatu kewajiban sebagai manusia. Sesuai dengan prinsip bahwa moral terjadi secara bertahap, maka strategi pembelajaran model Kohlberg diarahkan untuk membantu
agar
setiap
perkembangan moralnya.
individu
meningkat
dalam
31
Menurut Further (1965), menjadi remaja berarti mengerti nilai-nilai (Monk’s, 1984: 257). Mengerti nilai-nilai ini tidak berarti hanya memperoleh pengertian saja melainkan juga dapat menjalankannya/mengamalkannya. Hal ini selanjutnya berarti bahwa remaja sudah dapat menginternalisasikan penilaianpenilaian moral, menjadikannya sebagai nilai-nilai pribadi. Untuk selanjutnya penginternalisasian nilai-nilai ini akan tercermin dalam sikap dan tingkah lakunya.38 3. Teknik Mengklarifikasi Nilai Tehnik mengklarifikasi nilai (Value Clarification Technique) atau sering disingkat VCT dapat diartikan sebagai teknik pengajaran untuk membantu siswa dalam mencapai dan menentukan suatu nilai yang dianggap baik dalam menghadapi suatu persoalan melalui proses menganalisis nilai yang sudah ada dan tertanam dalam diri siswa. Salah satu karakteristik VCT sebagai suatu model dalam strategi pembelajaran sikap adalah proses penanaman nilai dilakukan melalui proses analisis nilai yang sudah ada sebelumnya dalam diri siswa kemudian menyelaraskannya dengan nilai-nilai baru yang hendak ditanamkan. VCT sebagai suatu model strategi pembelajaran moral VCT bertujuan.39 a. Untuk mengukur atau mengetahui tingkat kesadaran siswa tentang suatu nilai b. Membina kesadaran siswa tentang nilai-nilai yang dimilikinnya baik tingkatannya maupun sifatnya (positif dan negatifnya) untuk kemudian dibina ke arah peningkatan dan pembetulannya. c. Untuk menanamkan nilai-nilai tertentu kepada siswa melalui cara yang rasional dan diterima siswa, sehingga pada akhirnya nilai tersebut akan menjadi malik siswa. 38
Sunarto dan Ny. B. Agung Hartono, Perkembangan Peserta Didik, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002), cet. 2, hlm. 174 39 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, hlm. 279
32
d. Melatih siswa bagaimana cara menilai, menerima, serta mengambil keputusan terhadap sesuatu persoalan dalam hubungannya dengan kehidupan sehari-hari di masyarakat. John Jarolimek (1974) menjelaskan langkah pembelajaran dengan VCT dalam 7 tahap yang dibagi ke dalam 3 tingkatan. Setiap tahapan dijelaskan di bawah ini. 1) Kebebasan memilih Pada tingkatan ini terdiri dari 3 tahap, yaitu: a) Memilih
secara
bebas,
artinya
kesempatan
untuk
menentuan pilihan yang menurutnya baik. Nilai yang dipaksakan tidak akan menjadi miliknya secara penuh. b) Memilih
dari
beberapa
alternatif.
Artinya,
untuk
menentukan pilihan dari beberapa alternatif pilihan secara bebas. c) Memilih
setelah
dilakukan
analisis
pertimbangan
konsekuensi yang timbul sebagai akibat pilihannya. 2) Menghargai Terdiri atas 2 tahapan pembelajaran sebagai lanjutan dari tingkat yang sebelumnya, yaitu: a) Adanya perasaan senang dan bangga dengan nilai yang menjadi pilihannya, sehingga nilai tersebut akan menjadi bagian integral dari dirinya. b) Menegaskan nilai yang sudah menjadi bagian integral dalam dirinya di depan umum. Artinya, bila kita menganggap nilai itu suatu pilihan, maka kita akan berani dengan penuh kesadaran untuk menunjukkannya di depan orang lain. 3) Berbuat Terdiri atas dua tahapan, yaitu: a) Kemauan
dan
melaksanakannya.
kemampuan
untuk
mencoba
33
b) Mengulangi perilaku sesuai dengan nilai pilihannya. Artinya, nilai yang menjadi pilihan itu harus tercermin dalam kehidupannya sehari-hari. Beberapa hal yang harus diperhatikan guru dalam mengimplementasikan VCT melalui proses dialog adalah: a) Hindari penyampaian pesan melalui proses pemberian nasihat yaitu memberikan pesan-pesan yang dianggap guru baik. b) Jangan memaksa siswa untuk memberi respons tertentu apabila memang siswa tidak menghendakinya. c) Usahakan dialog dilaksanakan secara bebas dan terbuka, sehingga siswa akan mengungkapkan perasaannya secara jujur dan apa adanya. d) Dialog dilaksanakan kepada individu, bukan kepada kelompok kelas. e) Hindari respons yang dapat menyebabkan siswa terpojok, sehingga ia menjadi defensife. f) Tidak mendesak siswa pada pendirian tertentu. g) Jangan mengorek alasan siswa lebih dalam.
C. Teknik Evaluasi Pembelajaran Afektif Istilah “teknik-teknik” dapat diartikan sebagai alat-alat. Jadi dalam istilah “teknik-teknik evaluasi hasil belajar” terkandung arti alat-alat (yang dipergunakan dalam rangka melakukan) evaluasi hasil belajar. Dalam konteks evaluasi hasil proses pembelajaran di sekolah, dikenal adanya dua macam teknik, yaitu teknik tes dan nontes. Dengan teknik tes, maka evaluasi hasil proses pembelajaran di sekolah itu dilakukan dengan jalan menguji peserta didik, sebaliknya, dengan teknik nontes maka evaluasi dilakukan tanpa menguji peserta didik.40
40
Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, hlm. 62
34
Pengukuran aspek afektif secara mendasar adalah berbeda dengan pengukuran kognitf, dan psikomotorik. Sebagai konstruk psikologis, afeksi (juga kognisi) bersifat hipotesis yang tidak dapat diobservasi atau diukur secara
langsung,
yang
keberadaanya
hanya
bisa
diinfer
dari
konsekuensinya.41 Di antara teknik evaluasi yang telah digunakan dalam pendidikan untuk mengukur ranah afektif adalah: teknik observasi, teknik kuesioner, teknik wawancara, dan teknik skala. Berikut ini adalah penjelasan masing-masing teknik yang sering digunakan dalam menilai ranah afektif: 1. Teknik Observasi Observasi adalah suatu alat yang digunnakan untuk memgukur tingkah laku individu, atau proses terjadinya suatu kegiatan yang diamati baik dalam situasi sebenarnya maupun dalam situasi buatan.42 Cara atau metode tersebut pada umumnya ditandai oleh pengamatan tentang apa yang benar-benar dilakukan oleh individu, dan membuat pencatatan-pencatatan secara objektif mengenai apa yang diamati. Cara atau metode tersebut dapat juga dilakukan dengan menggunakan teknik dan alat-alat khusus seperti blangko-blangko, checklis, atau daftar isian yang telah dipersiapkan sebelumnya. Dengan demikian, secara garis besar teknik observasi dapat dibagi menjadi dua yaitu: a. Structured or controlled observation (observasi yang direncanakan) b. Unstructured or informal observation (observasi informal atau tidak direncankan lebih dahulu). Pada structured or controlled observstion, biasanya pengamat menggunakan blangko-blangko daftar isian yang tersusun, dan di dalamnya telah tercantum aspek-aspek ataupun gejala-gejala apa saja yang perlu diperhatikan pada waktu pengamatan itu dilakukan. 41
Mueller, Daniel J, Measuring Social Attitudes : A Handbooks For Researchers And Prattioners, (New York : Teachers College Press, 1989), hlm. 2 42 Mustaqim, Psikologi Pendidikan, (Yogjakarta: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisonga Semarang bekerjasama dengan Pustaka Pelajar, 2001), cet. 2, hlm 173
35
Adapun pada unstructured or informal observation, pada umumnya pengamatan belum atau tidak mengetahui sebelumnya apa yang sebenarnya harus dicatat dalam pengamatan itu. Aspek-aspek atau peristiwanya tidak terduga sebelumnya. Misalnya pengamatan yang dilakukan guru
terhadap murid-murid di dalam kelas ketika mereka
sedang mengerjakan suatu mata pelajaran tertentu atau katika murid-murid sedang bermain pada waktu jam istirahat.43 Penilaian atau evaluasi hasil belajar yang dilaksanakan dengan melakukan observasi itu di samping memilki kebaikan, juga tidak terlepas dari kekurangan-kekurangan. Di antara segi kebaikan yang dimiliki oleh observasi itu ialah, bahwa: 1) Data observasi itu diperoleh secara langsung di lapangan, yakni dengan jalan melihat dan mengamati kegiatan atau ekpresi peserta didik di dalam melakukan sesuatu, sehingga dengan demikian data tersebut dapat lebih bersifat obyektif dalam melukiskan aspek-aspek kepribadian peserta didik menurut keadaan yang senyatanya. 2) Data hasil observasi dapat mencakup berbagai aspek kepribadian masing-masing individu peserta didik. Dengan demikian maka di dalam pengelolaannya tidak berat sebelah atau hanya menekankan pada salah satu segi saja dari kecakapan atau pretasi belajar mereka. Adapun dari segi-segi kelemahannya di antara lain adalah bahwa: 1) Observasi sebagai suatu teknik evaluasi memerlukan sejumlah skill yang baik, yang dapat dipertanggungjawabkan. Pengamat harus menyadari perbedaan antara tingkah laku yang terlukiskan (describing behavior) dengan tigkah laku yang dievaluasi (evaluating behavior). Atau dengan kata lain, pengamat harus dapat membedakan apa-apa yang tersurat dan apa-apa yang tersirat.
43
Ngalim Purwanto, Prinsip-Prinsip Dan Teknik Evaluasi Pengajaran, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2009), cet. ke 15, hlm.149
36
2) Kepribadian pengamat sering kali merupakan variabel tambahan. Pengalaman, perangsang, nilai-nilai, pengamat tidak selalu dapat dipisahkan secara tegas dari tingkah laku siswa yang dicatatnya. 3) Tingkah laku yang sama yang dimanifestasikan oleh bemacam-macam individu belum tentu mempunyai arti yang sama bagi pengamatpengamat yang berlainan. Maka jika hal itu terjadi, dapat mengurangi objektivitas analisis hasil atau data observasi itu. 4) Data yang hanya diperoleh dari observasi tidak dapat memberikan gambaran (insight) yang sama tentang struktur kepribadian individu. Untuk itu masih diperlukan data yang diperoleh dengan teknik lain. Dapat ditambahkan di sini bahwa teknik obsevasi memakan waktu yang relative lama jika dibandingkan dengan tenik yang lain.44 Namun, perlu diingatkan sekali lagi bahwa untuk menilai proses dan pencapaian hasil belajar murid yang bersifat keteramplan (skill), teknik observasi khususnya structured observation sangat diperlukan. Berikut contoh instrumen evaluasi berupa daftar isian dalam rangka menilai keterampilan peserta didik, dalam suatu observasi yang berstruktur.
44
Ibid, hlm 154
37
Contoh: Format daftar isian untuk menilai keterampilan Mata pelajaran : keterampilan Topik : membuat kaligrafi dari kertas Kelas :……………… Nama murid :……............ Hari & Tanggal:.................... Jam pelajaran :……………… No. 1 2 3 4 5 6 7 8
Aspek yang dinilai
Nilai/skor
Keterangan
Persiapan alat-alat Kombinasi bahan Kombinasi warna Cara mengerjakan Sikap waktu mengerjakan Ketepatanwaktu mengerjakan Kecekatan Hasil pekerjaan Jumlah Nilai
Catatan: - Tiap aspek dinilai dengan angka 1-10 - Jumlah nilai merupakan skor mentah dari tiap siswa Semarang,,………. Guru/penilai (………………….) Hasil penilaian dengan menggunakan instrument tersebut di atas sifatnya adalah individual. Setelah selesai, nilai-nilai
individual itu
dimasukkan ke dalam daftar nilai yang sifatnya kolektif, seperti contoh berikut ini:
38
Mata pelajaran :………………….. Topik :………………….. Kelas :………………….. Semester :…………………..
No 1 2 3 4 5 6 7 8
Nama siswa ……………… ……………… ……………… ……………… ……………… ……………… ……………… ……………… Dan seterusnya.
Skor/nilai tiap-tiap kegiatan/aspek jumlah 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 … … … … … … … … … … …… … … … … … … … … … … …… … … … … … … … … … … …… … … … … … … … … … … …… … … … … … … … … … … …… … … … … … … … … … … …… … … … … … … … … … … …… … … … … … … … … … … ……
Rata-rata ……… ……… ……… ……… ……… ……… ……… ……....
2. Kuisioner Wawancara dan kuesioner memilki keterkaitan yang sangat erat. Keterkaitan tersebut dapat ditunjukkan sebagai berikut. Untuk dapat melakukan wawancara dengan baik, seorang guru atau evaluator memerlukan alat, yaitu kuesioner. Dalam evaluasi pendidikan, kuesioner direncanakan untuk memperoleh informasi dari para siswa. Pada umunya, kuesioner tidak direncanakan untuk memperoleh skor atau nilai. Alat ini sangat membantu para guru dalam mendapatkan informasi pribadi tentang siswa. Informasi tersebut kemudian disimpan dalam bentuk map di kantor pusat informasi.45 Kuesioner dapat diberikan langsung kepada peserta didik, dapat pula diberikan kepada para orang tua mereka. Pada umumnya tujuan penggunaan kuesioner dalam proses pembelajaran terutama adalah untuk memperoleh data mengenai latar belakang peserta didik sebagai salah satu bahan dalam menganalisis tingah laku dan proses belajar mereka. Di
45
Sukardi, Evaluasi Pendidikan Prinsip Dan Operasionalnya, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hlm189
39
samping itu juga dimaksudkan untuk memperoleh data sebagai bahan dalam menyusun kurikulum dan progam pembelajaran. Data yang dapat dihimpun melalului kuesioner misalnya adalah data yang berkenaan dengan kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh para pesrta didik dalam mengikuti pelajaran, cara belajar mereka, fasilitas belajarnya, bimbingan belajar, motifasi dan minat belajarnya, sikap belajarnya, pandangan siswa terhadap proses pembelajarannya, dan sikap mereka terhadap gurunya. Kuesioner sering digunakan untuk menilai hasil belajar ranah afektif. Ia dapat berupa kuesioner berbentuk pilihan ganda (multiple choice item) dan dapat pula berbentuk skala sikap. Skala yang mengukur sikap, sangat terkenal dan sering digunakan untuk mengungkap sikap peserta didik adalah skala likert. 46 Barikut ini dikemukakan contoh kuesioner berbentuk pilihan ganda dalam rangka mengungkap hasil belajar pendidikan agama Islam ranah afektif. Contoh : Kuesioner bentuk pilihan ganda untuk mengungkap hasil belajar ranah afektif (kurikulum dan GBPP mata pelajaran pendidikan agama Islam tahun 1994) 1. Terhadap temen-teman sekelas saya yang rajin dan khusyu’ dalam menjalankan ibadah sholat, saya: a. Merasa tidak harus meniru mereka b. Merasa belum pernah memikirkan untuk shalat dengan rajin dan khusyu’ c. Merasa ingin seperti mereka, tetapai saya masih sulit d. Sedang berusaha agar saya rajin dan khusyu’ e. Merasa iri hati dan ingin seperti mereka. 3. Wawancara Wawancara adalah suatu cara yang digunakan untuk mendapatkan jawaban dari responden dengan jalan Tanya jawab sepihak. Wawancara
46
Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, hlm. 85
40
dapat digunakan untuk mengetahui pendapat, aspirasi, harapan, prestasi, keinginan, dan ain-lain.47 Mengenai apa yang dimaksud dengan wawancara dalam evaluasi nontes, Johnson dan Johnson (2001) menyatakan sebgai berikut. “ An interview is a personal interaction between interviewer (teacher) and one or more interviweea (students) in which verbal question ate asked”. Wawancara adalah interaksi pribadi antara pewawancara (guru) dengan yang diwawancarai (siswa) di mana pertanyaan verbal diajukan kepada mereka.48 Dalam wawancara ada beberapa persyaratan penting yang perlu diperhatikan, yaitu: a. Adanya interaksi atau tatap muka guru dengan siswa, b. Ada percakapan verbal di antara mereka, dan c. Memiliki tujuan tertentu. Tujuan wawancara dalam butir ketiga merupakan aspek yang penting. Karena dari tujuan wawancara yang telah ditentukan, akan memberikan makna wawancara menjadi bervariasi antara satu dengan yang lainnya. Sejak perencanaan tujuan wawancara, sebaiknya perlu didasari oleh para guru, karena secara umum wawancara bukan hanya digunakan dalam konteks evaluasi pendidikan saja, secara luas wawancara juga digunakan dalam konteks kegiatan penelitian, terutama sebagai alat mengeskploitasi data para responden. 49 Ada dua jenis wawancara yang dapat dipergunakan sebagai alat evaluasi, yaitu: a. Wawancara terpimpin (guided interview) yang juga sering dikenal dengan istilah wawancara berstruktur (structured interview) atau wawancara sistematis (systematic interview).
47
Mustaqim, Psikologi Pendidikan, hlm. 172 Sukardi, Evaluasi Pendidikan Prinsip Dan Operasionalnya, hlm.187 49 Ibid 48
41
b. Wawancara tidak terpimpin (un-guided interview) yang sering dikenal dengan
istilah
wawancara
wawancara
tidak
sederhana
sistematis
(non
(simple
interview)
atau
systematic
interview),
atau
wawancara bebas. Dalam wawancara terpimpin, evaluator melakukan tanya jawab lisan dengan pihak-pihak yang diperlukan, misalnya: wawancara dengan peserta didik, wawancara dengan orang tua atau wali murid dan lain-lain, dalam rangka menghimpun bahan-bahan keterangan untuk penilaian terhadap peserta didiknya. Dalam
wawancara
bebas,
pewawancara
selaku
evaluator
mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada peserta didik atau orang tuanya tanpa dikendalikan oleh pedoman tertentu. Mereka dengan bebas mengemukakan jawabanya. Hanya saja pada saat menganalisis dan menarik kesimpulan hasil wawancara bebas ini pewawancara atau evaluator akan dihadapkan pada kesulitan-kesulitan, terutama apabila jawaban mereka beraneka ragam. Dalam pada itu, mengingat bahwa daya ingat manusia itu dibatasi oleh ruang dan waktu, maka sebaiknya hasilhasil wawancara dicatat seketika.50 4. Skala Skala merupakan tenik yang mendeskripsikan tingkatan-tingkatan level, atau mendeskripsikan variasi derajat kerakteristik individu. Di antara jenis skala yang sering digunakan untuk menilai ranah afektif adalah: teknik skala likert, skala thustone, skala guttman. Skala likert adalah yang paling sering digunakan di anatara skala-skala yang lainnya. a. Skala Likert Prinsip pokok skala likert adalah menentukan lokasi kedudukan seseorang dalam suatu kontimun sikap terhadap objek sikap, mulai dari sangat negatif sampai dengan yang positif. Penentuan lokasi itu
50
Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, hlm. 83
42
dilakukan dengan mengakuantifikasi pernyataan seseoarng terhadap butir pernyataan yang disediakan. Untuk skala likert digunakan dengan skala lima angka. Skala 1 (satu) berarti sangat negative dan skala 5 (lima) berarti sangat positif. Skala ini disusun dalam bentuk suatu pernyataaan dan diikuti oleh pilihan respons yang menunjukkan tingkatan. Contoh pilihan respon: SS
: sangat setuju
S
: setuju
TB/R : tidak punya pendapat TS
: tidak setuju
STS
: sangat tidak setuju
Scoring pilihan jawaban skala likert tergantung pada sifat pernyataan. Untuk pernyataan yang bersifat positif skor jawaban adalah SS = 5; S = 4; R =3; TS = 2; STS = 1. Untuk pernyataan yang bersifat negatif adalah sebaliknya, yaitu SS = 1; S = 2; R = 3; TS = 4; STS = 5. b. Skala Thurstone Skala thurstone merupakan skala mirip descriptce grapic rating scale karena merupakan suatu instrument yang responnya dengan memberi tanda tertentu pada suatu kontinum baris. Perbedaannya terletak pada jumlah skala. Pada descriptce grapic rating scale, skala terdiri dari 5 tingkatan, sedangkan pada skala thurstone jumlah skala yangdigunakan berkisar 7 sampai 11. c. Skala Guttman Skala ini berupa sederetan pernyataan opini tentang sesuatu obyek secara berurutan. Responden diminta untuk menyatakan pendapatnya tentang pernyataan itu (setuju atau tidak setuju). Bila ia setuju dengan pernyataan pada nomer urut tertentu, maka diasumsikan juga setuju
43
dengan penyataan sebelumnya dan tidak setuju dengan pernyataan sesudahnya.51 D. Pendidikan Agama Islam di SMA 1. Pengertian pendidikan agama Islam Menurut Ki Hajar Dewantoro pendidikan berarati daya upaya untuk memajukan pertumbuhan budi pekerti (kekuatan batin, karakter) pikiran (intelek) dan tubuh anak yang antara satu dengan yang lainnya sering berhubungan agar dapat memajukan kesempurnaan hidup, yakni kehidupan dan penghidupan anak-anak yang kita didik selaras dengan dunianya.52 Dalam Undang-Undang Republik Indonesia no. 20 tahun 2003, tentang sistem pendidikan nasional pasal 1 ayat (1) disebutkan “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memilki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri kepribadian, kecerdasan akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negaranya”.53 Sedangkan menurut Syeh Mustofa Al-Ghulayani ;54
MNOPQ وSOTQ MUVس اYZ[ \] ^_`MZVق اbcdس اef \^ هOheiVا tu سYZUVت اMw_x Sx ^w_x ysjk \il ^mOjUVد واMoرdء اMrh SYV اZUV اzr{V| اl وeO}V_^ واO~ZV اMNkاeru نYwk “Pendidikan adalah penanaman akhlak yang mulia dalam jiwa anak-anak yang yang sedang tumbuh dan menyiramnya dengan siraman petunjuk dan nasihat sehingga bakat dalam jiwa kemudian
51
S. Eko Putro Widoyoko, Evaluasi Program Pembelajaran (Panduan Praktis Bagi Pendidik Dan Calon Pendidik), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hlm115-117 52 Abudin Nata, Metodologi Study Islam, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2000), cet. 4, hlm. 290 53 Himpunan Perundang-Undangan RI, Tentang SISDIKNAS Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 Beserta Penjelasannya, (Bandung: Nuansa Aulia, 2008), hlm. 10 54 Mustofa Al-Ghulayani, Idhatun Nasiin, (Beirut; Al-Maktabah Al Ahliyah, 1913), hlm. 185
44
buahnya berupa keutamaan, kebaikan dan suka beramal demi kemanfaatan bangsa”. Sedangkan pendidikan agama Islam merupakan sebutan yang diberikan pada salah satu subyek pelajaran yang harus dipelajari oleh siswa muslim dalam menyelesaikan pendidikannya di tingkat tertentu. Ia merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kurikulum suatu sekolah, sehingga merupakan alat untuk mencapai tujuan sekolah yang bersangkutan Menurut Zuhairini PAI adalah usaha-usaha secara sistematis dan pragmatis dalam membentuk anak didik supaya mereka hidup sesuai dengan ajaran Islam. 55 Sementara menurut M. Arifin PAI adalah usaha orang dewasa muslim yang bertaqwa secara sadar mengarahkan dan membimbing pertumbuhan serta perkembangan fitrah (kemampuan dasar) anak didik menurut agama Islam ke arah titik klimaks pertumbuhan dan perkembangannya.56 Secara keseluruhan definisi tentang pendidikan agama Islam mengacu pengertian bahwa yang dimaksud dengan pendidikan agama Islam adalah suatu pelajaran yang disampaikan atau segala upaya membimbing, mengarahkan, dan membina peserta didik yang dilakukan secara sadar dan terencana agar terbina suatu kepribadian yang utama sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam. Dalam hal ini PAI dimaksudkan mata pelajaran yang diberikan di sekolah menengah kepada semua peserta didik yang beragama Islam. Pendidikan agama Islam mempunyai karakteristik tertentu yang membedakan dengan mata pelajaran lain, yaitu: a. PAI merupakan rumpun mata pelajaran yang dikembangkan dari ajaran-ajaran pokok (dasar) yang terdapat dalam agama Islam.
hlm. 27
55
Zuhairini, Metodik Khusus Pendidikan Agama, (Surabaya; Usaha Nasional, 1983),
56
M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), cet. ke. 5, hlm. 32
45
b. Tujuan PAI adalah terbentuknya peserta didik yang beriman dan bertaqwa kepada Allah swt, berbudi pekerti luhur (berakhlak mulia), mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari, serta memiliki pengetahuan yang luas dan mendalam tentang Islam sehingga memadai baik untuk kehidupan bermasyarakat maupun untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. c. Pendidikan
agama Islam sbagai sebuah program pembelajaran
diarahkan pada: 1) Menjaga akidah dan ketaqwaan peserta didik 2) Menjadi landasan untuk lebih rajin mempelajari ilmu-ilmu lain yang diajarkan di sekolah. 3) Mendorong peserta didik untuk kritis, kreatif, dan inovatif. 4) Menjadi landasan perilaku dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat. d. Pembelajaran
PAI
tidak
hanya
menekankan
penguasaan
kompetensi kognitif saja, tetapi juga afektif dan psikomotorik. e. Isi mata pelajaran PAI didasarkan dan dikembangkan dari ketentuan-ketentuan yang ada dalam dua sumber pokok Islam, yaitu al-Qur’an dan Sunnah nabi Muhammad SAW, diperkaya dengan hasil-hasil istinbath dan ijtihad. f. Materi PAI dikembangkan dari tiga kerangka dasar ajaran Islam yaitu: akidah, syariah dan akhlak. g. Output program pembelajaran PAI di sekolah adalah terbentuknya peserta didik yang memilki akhlak mulia.57 2. Tujuan dan Manfaat. Menurut Zuhairini, tujuan umum pendidikan agama Islam adalah mendidik anak agar mereka menjadi muslim yang sejati, beriman teguh, beramal sholeh dan berakhlak mulia serta berguna bagi masyarakat, Agama dan Negara. 57
Direktorat Madrasah Dan Pendidikan Agama Islam Pada Sekolah Umum, Pedoman Pendidikan Agama Islam Di Sekolah Umum, (t.t., Departemen Agama, 2004), hlm. 2-3
46
Tujuan pendidikan agama tersebut adalah merupakan tujuan yang hendak dicapai oleh setiap orang yang melaksanakan pendididkan agama. Karena dalam mendidik agama yang perlu ditanamkan terlebih dahulu adalah keimanan yang teguh, sebab dengan adanya keimanan yang teguh itu maka akan menghasilkan ketaatan menjalankan kewajiban agama.58 Hal ini sesuai dengan apa yang difirmankan oleh Allah dalam surat Adz-Dzariyat ayat 56 yang berbunyi:
∩∈∉∪ Èβρ߉ç7÷èu‹Ï9 āωÎ) }§ΡM}$#uρ £Ågø:$# àMø)n=yz $tΒuρ Artinya: “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”. (QS.Adz Dzariyat: 56)59 Pengertian dalam ayat ini sama sekali tidak bertentangan dengan kenyataan, bahwa orang-orang kafir tidak menyembah-Nya. Karena sesungguhnya tujuan ayat ini tidaklah memastikan keberadaannya. Perihal sama saja dengan pengertian yang terdapat di dalam perkataanmu : “ Aku runcingkan pena ini supaya aku dapat menulis dengannya.”
Dan
menggunkannya.
kenyataannya
terkadang
kamu
tidak
60
Sedangkan pendidikan agama Islam di sekolah umum mempunyai fungsi, yaitu: a. Pengembangan, yaitu meningkatkan keimanan dan ketaqwaan peserta didik kepada Allah swt yang telah ditanamkan dalam lingkungan keluarga. b. Penyaluran, yaitu untuk menyalurkan anak-anak yang memiliki bakat khusus dibidang agama agar bakat tersebut dapat
58 59
Zuhairini, Metodik Khusus Pendidikan Agama, hlm. 45 Fadal AR Bafadal, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Bandung: Penerbit Jumanatul-Ali-
Art, 2005. 60 Bahrun Abubakar, lc. Terjemah Tafsir Jalalain Berikut Asbabul Nuzul, (Bandung : C.V. Sinar Baru, 1990), Cet. pertama, hlm. 2281
47
bekembang secara optimal sehingga dapat dimanfaatkan untuk dirinya sendiri dan bagi orang lain. c. Perbaikan, yaitu untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan, kekurangan-kekurangan dan kelemahan-kelemahan peserta didik dalam keyakinan, pemahaman dan pengamalan ajaran Islam dalam kehidupannya sehari-hari. d. Pencegahan, yaitu unutuk menangkal hal-hal negatif dari lingkungannya membahayakan
atau
dari
budaya
lain
dirinya
dan
menghambat
yang
dapat
perkembangan
menuju manusia Indonesia yang seutuhnya. e. Penyesuaian,
yaitu
untuk
menyesuaikan
diri
dengan
lingkungannya sesuai dengan ajaran Islam. f. Sumber nilai, yaitu memberikan pedoman hidup untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.61
61
Direktorat Madrasah Dan Pendidikan Agama Islam Pada Sekolah Umum, Pedoman Pendidikan Agama Islam Di Sekolah Umum, hlm. 4-5
BAB III METODE PENELITIAN
A. Tujuan Penelitian Tujuan yang hendak dicapai dalam skripsi ini adalah untuk mengetahui dan menjelaskan problem pembelajaran aspek afektif pada mata pelajaran agama islam materi akidah akhlak di SMA N 3 Rembang sekaligus menjelaskan solusi dari problem tersebut. Dari tujuan tersebut dapat dikembangkan lagi bahwa tujuan penulisan skripsi adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui dan menjelaskan bagaimanakah pembelajaran aspek afektif pada mata pelajaran pendidikan agama islam materi akidah akhlak di SMA N 3 Rembang. 2. Untuk mengetahui dan menjelaskan problem atau masalah-masalah yang terjadi dalam pembelajaran aspek afektif pada mata pelajaran pendidikan agama islam materi akidah akhlak di SMA N 3 Rembang. 3. Untuk mengetahui dan menjelaskan solusi yang dilakukan untuk mengatasi problem atau masalah-masalah yang terjadi dalam pembelajaran aspek afektif pada mata pelajaran pendidikan agama islam materi akidah akhlak di SMA N 3 Rembang.
B. Waktu Dan Tempat Penelitian 1. Waktu penelitian Waktu yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian dimulai pada tanggal 24 januari 2011 s/d 13 februari 2011. 2. Tempat penelitian Tempat penelitian dalam skripsi ini adalah di SMA N 3 Rembang, Kabupaten Rembang.
48
49
C. Metode Penelitian Metode penelitian merupakan salah satu cara yang ditempuh untuk mencari dan menemukan data yang diperoleh dalam penelitian dan membuat analisis dengan maksud agar penelitian dan kesimpulan yang diperoleh dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif, di mana penelitian ini tidak meggunakan data statistik dalam pengumpulan dan analisis data. Akan tetapi, yang dibutuhkan dalam penulisan ini adalah data kualitatif dengan menggunkan pendekatan deskriptif, yaitu dengan menggunakan data yang berasal dari naskah, wawancara, catatan lapangan, foto dan dokumentasi.1 Dalam penelitian ini penulis menggunakan empat langkah, yaitu sebagai berikut : 1. Identifikasi data dan informasi Dalam mengidentifikasi data dan informasi apa yang dibutuhkan dalam penlitian ini, peneliti mengacu pada point-point tujuan penelitian oleh karena itu data yang akan dibutuhkan adalah: a. Kebijakan pelaksanaan kegiatan pembelajaran aspek afektif pada mata pelajaran pendidikan agama islam materi akidah akhlak di SMA N 3 Rembang. b. Metode yang dipakai oleh guru guru PAI, respons siswa dan sarana prasarana dalam pelaksanaan pembelajaran aspek afektif pada mata pelajaran pendidikan agama islam materi akidah akhlak di SMA N 3 Rembang. c. Problem yang dihadapi oleh guru PAI dalam pelaksanaan pembelajaran aspek afektif pada mata pelajaran pendidikan agama islam materi akidah akhlak di SMA N 3 Rembang.
1
Lexy J. Meleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : Remaja Rosda Karya, 2003), hlm. 6
50
d. Perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi kegiatan pembelajaran aspek afektif pada mata pelajaran pendidikan agama islam materi akidah akhlak di SMA N 3 Rembang. 2. Sumber data dan informasi Sumber data yang dimaksud di sini adalah subjek dari mana data diperoleh.2 Sedangkan sumber informasi diperoleh dari informan atau orang yang memberi informasi. Kedua sumber tersebut sangat penting dalam memberikan segala sesuatu yang berhubungan dengan penelitian ini. Maka dari itu peneliti harus berinteraksi langsung dengan sumber data dan informan yang bersangkutan. Dengan tujuan: a. Untuk menggali informasi langsung berkenaan pelaksanaan pembelajaran aspek afektif pada mata pelajaran pendidikan agama islam materi akidah akhlak di SMA N 3 Rembang. Informasinya adalah: Guru pendidikan agama islam, kepala sekolah dan Siswa. b. Untuk mendapatkan data tentang masalah-masalah yang dihadapi oleh guru PAI dalam pelaksaaan pembelajaran, informasinya adalah pihak-pihak yang terlibat langsung dalam pelaksanaan pembelajaran yaitu: Guru pendidikan agama islam dan siswa. c. Untuk mendapatkan data-data tentang solusi apakah yang dapat ditempuh
untuk
mengatasi
masalah-masalah
dalam
proses
pembelajaran, informasinya adalah: Guru PAI, Guru BK, Waka kurikulum. d. Untuk mendapatkan data keseluruhan proses pembelajaran mulai dari perencanaan, pelaksanaaan dan evaluasi, sumber datanya adalah sebagai berikut: 1) Dokumen tentang perecanaan dan persiapan, bisa diperoleh melalui satuan pelajaran dan rencana pembelajaran yang dibuat guru PAI.
2
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta :PT Rineka Cipta, 1996), cet X, hlm. 114
51
2) Data tentang pelaksanaan pembelajaran dan penerapan metode, dapat diperoleh lewat kegiatan pebelajaran yang berlangsung. 3) Data tentang evaluasi metode, dapat diperoleh lewat nilai tugas harian siswa. 1. Metode Pengumpulan Data a. Observasi Observasi merupakan suatu teknik atau cara pengumpulan data dengan jalan mengadakan pengamatan terhadap kegiatan yang sedang berlangsung.3 Observasi atau instrumen dibagi dua yaitu pertama, pengamatan yang tidak berstruktur yaitu peneiti tidak mengetahui aspek-aspek apa dari kegiatan yang ingin diamatinya, peneliti juga tidak mempunyai rencana cara-cara pencatatan dari pengamatan sebelum dia memulai kerja megumpulkan data. Kedua, pengamatan berstruktur yaitu peneliti telah mengetahui aspek apa dari aktifitas yang akan diamatinya
yang
relevan
dengan
masalah
serta
tujuan
penelitian.4 Observasi atau pengamatan yang penulis gunakan adalah pengamatan berstruktur di mana penulis telah mengetahui aspek apa dari aktifitas yang akan diamati yang berkaitan dengan proses pembelajaran aspek afektif pada mata pelajaran PAI materi akidah akhlak di SMA N 3 Rembang. b. Wawancara Wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua orang, melibatkan seseorang yang ingin memperoleh informasi dari seseorang lainnya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan berdasarkan tujuan tertentu.5
3
Nana Syaodah Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2005), hlm. 220 4 Moh. Nazir, Metode Penelitian, (Darussalam : Ghalia Indonesia, 1983), hlm. 212 5 Dedy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif (Paradikma Baru Ilmu Komunikasi Dan Imu Sosial Lainnya), (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2006), cet. V, hlm. 180
52
Dalam penggunaan teknik ini, bentuk wawancara yang dilakukan peneliti berupa wawancara tidak berstruktur atau mendalam yang memungkinkan pihak yang diwawancarai untuk mendefinisikan dirinya sendiri dan lingkungannya, untuk menggunakan istilah-istilah mereka sendiri mengenai fenomena yang diteliti, tidak sekedar menjawab pertanyaan.6 Teknik ini digunakan peneliti untuk memperoleh data mengenai problem pembelajaran aspek afektif pada mata pelajaran PAI materi akidah akhlak di SMA N 3 Rembang. Adapun yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah siswa, guru PAI dan kepala sekolah. Tujuan
melaksanakan
wawancara
yaitu
melakukan
wawancara dan sejauh itu pula hendaknya jangan melibatkan diri pada hubungan-hubungan yang bersifat emosional dan pribadi dengan informan, kecuali kondisi emosional itu diperlukan untuk memahami kondisi-kondisi spesifik dari informasi yang perlu diketahui dan dipahami.7 c. Dokumentasi Dokumen adalah setiap bahan tertulis ataupun film, yang tidak dipersiapkan karena adanya permintaan seorang penyidik.8 Dalam kamus bahasa Indonesia yang disusun oleh Daryanto diartikan bahwa dokumentasi adalah pengumpulan berbagai informasi pengetahuan.9 Dengan metode ini penulis akan menganalisa hasil belajar siswa lewat buku tugas, absensi, dan data lainnya. Sehingga dapat diketahui sejauh mana kemampuan siswa dapat memahami materi yang telah disampaikan serta keaktifan siswa dalam mengikuti pelaksanaan pembelajaran
6
Ibid., hlm. 183 M. Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif : Komuksi, Ekonomi, Kebijakan Publik, Dan Ilmu Sosial Lainnya, (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2007), hlm.109 8 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, hlm. 217 9 Daryanto, Kamus Bahasa Indonesia Modern, (Surabaya : Apollo, 1994), hlm. 64 7
53
aspek afektif pada mata pelajaran PAI materi akidah akhlak di SMA N 3 Rembang. Walau metode ini paling banyak digunakan pada penelitian ilmu sejarah, namun kemudian ilmu-ilmu sosial lain secara serius menggunakan metode dokumenter sebagai metode pengumpulan data. Oleh karenanya sejumlah besar fakta dan data
sosial
tersimpan
dalam
bahan
yang
berbentuk
10
dokumentasi.
2. Metode Analisa Data Analisis data adalah satu langkah penting dalam rangka memperoleh temuan-temuan hasil penelitian. Hal ini disebabkan, data akan menentukan kita kearah temuan ilmiah, bila dianalisis dengan teknik-teknik yang tepat. Data yang belum dianalisis merupakan data mentah.11 Metode analisis data yang penulis gunakan adalah analisis deskriptif, dengan kerangka analisis triangulasi, yaitu dilakukan dengan membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara, selanjutnya membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang lain,12 seperti pendapat kepala sekolah, guru, dan juga murid. Karena data yang diwujudkan dalam penelitian ini bukan dalam bentuk angka, melainkan bentuk laporan atau uraian deskriptif kualitatif. Metode ini digunakan untuk menganalisis data mengenai gambaran objek penelitian yaitu SMA N 3 Rembang dan untuk menyimpulkan datadata mengenai SMA N 3 Rembang di lapangan yang berhubungan dengan problem pembelajaran aspek afektif pada mata pelajaran PAI materi akidah akhlak.
10
M. Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif, hlm. 121 Mohammad Ali, Strategi Penelitian Pendidikan, (Bandung : Angkasa, 1993), hlm. 72 12 M. Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif, hlm. 257 11
BAB IV DISKRIPSI HASIL PENELITIAN DAN PENJELASANNYA A. Pelaksanaan Pembelajaran Aspek Afektif Pada Mata Pelajaran PAI Materi Akidah Akhlak Di SMA N 3 Rembang 1. Gambaran Umum SMA N 3 Rembang SMA secara kelembagaan merupakan sekolah yang dirancang mempersiapkan peserta didiknya untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Namun kenyataanya
SMA N 3 Rembang hanya
sebagian kecil lulusannya yang melanjutkan ke perguruan tinggi. Lulusan SMA N 3 Rembang yang tidak melanjutkan ke perguruan tinggi masuk ke dunia kerja tanpa bekal keterampilan yang memadai. Keadaan tersebut di atas merupakan sebagian dari problem multidimensial yang dihadapi dunia pendidikan di Indonesia dalam era globlalisasi. Jumlah tenaga usia produktif yang besar tidaklah berarti jika tidak ditunjang oleh keterampilan yang dibutuhkan dalam persaingan pasar tenaga kerja global. Berdasarkan kondisi tersebut, maka SMA N 3 Rembang sebagai lembaga pelayanan umum menyelenggarakan pendidikan umum harus menetapkan standar kualitas produk. Dengan demikian manajemen pelayanan merupakan salah satu unsur yang esensial untuk dikembangkan agar SMA N 3 Rembang dapat menghasilkan lulusan yang memiliki bekal kemampuan dan keterampilan kerja memadai secara substansial maupun instrumental untuk bekerja di masyarakat atau dunia usaha dan industri. Untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan penyelenggaraan SMA agar dapat mengakomodasikan ketercapaian tujuan pokok SMA dewasa ini telah dan sedang dikembangkan model manajemen peningkatan mutu sekolah berbasis masyarakat. Selaras dengan hal tersebut, maka SMA N 3 Rembang berkewajiban mengikuti perkembangan pendidikan, yaitu peningkatan mutu pendidikan yang berbasis sekolah dengan merumuskan visinya 54
55
sebagai berikut: “ INSAN BERBUDI PEKERTI LUHUR DAN DISIPLIN YANG UNGGUL DALAM PRESTASI AKADEMIK DAN NON AKADEMIK”.1 a. Letak Geografis SMA N 3 Rembang SMA N 3 Rembang merupakan salah satu lembaga pendidikan yang ada di Kabupaten Rembang. Letaknya berada di Jalur Pantura Kota Rembang, sehingga sangat strategis dan mudah dijangkau oleh kendaraan umum maupun pribadi. SMA N 3 Rembang terletak di Desa Pantiharjo, tepatnya di Jalan Gajah Mada nomer 8 Rembang Desa Pantiharjo Kec. Kaliori, Kab. Rembang 59201, telepon (0295) 691280. Adapun mengenai batas-batas SMA N 3 Rembang tersebut sebagai berikut: 1) Sebelah Utara
: Berbatasan dengan pantai laut utara Jawa.
2) Sebelah Selatan
: Jalan Raya pantura Kota Rembang.
3) Sebelah Timur
: Berbatasan dengan masjid Al-Ittihad.
4) Sebelah Barat
: Berbatasan dengan TK Tut Wuri Rembang2
Jika dilihat dari letak geografis, SMA N 3 Rembang sangat ideal bagi jalannya kegiatan belajar mengajar karena terdapat situasi yang sangat mendukung, di antaranya; 1) Ruangan yang kondusif, nyaman dan layak untuk proses pembelajaran 2) Sarana dan prasarana yang cukup lengkap, hal ini dapat kita lihat dengan adanya beberapa fasilitas yang sangat mendukung demi kelancaran proses pembelajaran. Misalnya saja adanya laboratoriumlaboratorium di sekolah tersebut. 3) Tempatnya yang sangat strategis sehingga memudahkan peserta didik untuk menuju lokasi tersebut.
1 2
Dokumentasi SMA N 3 Rembang tahun pelajaran 2010/2011 Dokumentasi SMA N 3 Rembang tahun pelajaran 2010/2011
56
b. Visi dan Misi SMA N 3 Rembang 1) Visi SMA N 3 Rembang “Insan beriman, berbudi pekerti luhur, disiplin dan unggul dalam prestasi”. 2) Misi SMA N 3 Rembang a) Menumbuhkan penghayatan dan ketaqwaan terhadap ajaran agama yang dianutnya. b) Menanamkan budaya luhur yang menjadi sumber kearifan dan budi pekerti luhur dalam bertindak. c) Membentuk disiplin diri yang tercermin dalam perilaku seharihari. d) Mewujudkan kegiatan pembelajaran yang aktif, inofatif, kreatif, efektif dan menyenangkan. e) Mengembangkan potensi akademik sehingga mampu bersaing dalam setiap kegiatan. f) Menumbuhkan dan menyalurkan bakat-minat siswa secara optimal. 3) Tujuan Tujuan yang akan dicapai sebagai rencana kegiatan dan pelaksanaan progam pembelajaran di SMA N 3 Rembang dapat diuraikan sebagai berikut: a) Tujuan tingkat sarana pendidikan Tujuan
pendidikan
menengah
adalah
meningkatan
kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. b) Tujuan SMA N 3 Rembang (1) Terbentuknya insan yang bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa (a) Meningkatkan ibadah sesuai agama yang dianutnya. (b) Memperingaati hari besar agama.
57
(2) Terbentuknya insan yang berakhlak mulia melalui senyum, sapa, salam. (3) Terbentuknya insan yang berbudi pekerti luhur dalam setiap tindakan, jujur dalam perkataan dan perbuatan. (4) Terbentuknya insan yang disiplin tinggi dalam mentaati tata tertib sekolah. (5) Terbentuknya insan yang dapat menghargai waktu yang tercermin dalam tingkah laku sehari-hari. (6) Terlaksanya
pembelajaran
yang
aktif,
kreatif
dan
menyenangkan. (7) Terlaksananya pembelajaran yang inovatif berbasis IC (8) Tercapainya peningkatan perolehan nilai ujian Nasional. (9) Tercapaianya peningkatan prosentase kelulusan. (10) Tercapaianya peningkatan prosentase siswa yang diterima di Perguruan Tinggi Negeri. (11) Tercapainya peningkatan bakat dibidang olah raga dan seni di tingkat Kabupaten maupun Provinsi. (12) Tercapainya peningkatan bakat lain ditingkat Kabupaten maupun Provisi.3 c. Sarana dan Prasarana Sarana dan prasarana merupakan unsur penting yang harus ada dalam proses pembelajaran, karena sarana dan prasarana berperan penting dalam keberhasilan pembelajaran. Tanpa adanya sarana dan prasarana yang mendukung proses pembelajaran, maka hasil yang didapat dari proses pembelajaran tidak bisa maksimal. Adapun sarana dan prasarana yang dimiliki oleh SMA N 3 Rembang. (Data terlampir)
3
Dokumentasi SMA N 3 Rembang tahun pelajaran 2010/2011
58
2. Proses Pembelajaran di SMA N 3 Rembang Kegiatan
belajar
mengajar
mengacu
pada
hal-hal
yang
berhubungan dengan kegiatan siswa dalam mempelajari bahan yang disampaikan oleh guru.4 Pendapat lain mengatakan bahwa belajar merupakan proses orang berbagi kecakapan, ketrampilan dan sikap.5 Kemampuan orang untuk belajar merupakan ciri terpenting yang membedakan jenisnya dengan jenis-jenis yang lain.6 Kemampuan belajar memberikan manfaat bagi individu dan masyarakat. Bagi individu, belajar merupakan perwujudan dari fitrah manusia yang selalu ingin tahu. Serta sebagai aplikasi dari perintah Allah melalui wahyu yang pertama kali turun yakni surat al-Alaq ayat 1-5. Sedangkan bagi masyarakat, belajar memainkan peranan yang sangat penting dalam melestarikan kebudayaan manusia yang berupa kumpulan pengetahuan yang diwariskan kepada generasi berikutnya. Hal itu, memungkinkan adanya penemuan-penemuan baru berdasarkan perkembangan diwaktu sebelumnya. Setelah peneliti melakukan observasi dan wawancara secara langsung dalam proses pembelajaran di SMA N 3 Rembang, diketahui bahwa pembelajaran dilaksanakan sama seperti sekolah-sekolah umum yang lainnya. Pembelajaran mulai dilaksanakan pada pagi hari yaitu tepatnya pada pukul 07.00 WIB s/d 13.30 WIB. Sistem
pembelajaran
yang
digunakan
adalah
berdasarkan
kurikulum yang berlaku sekarang yaitu KTSP, yang dilaksanakan oleh guru yang mengajar diantaranya persiapan sebelum mengajar sampai kepada tindak lanjut.7 Ketika pembelajaran baru dimulai siswa membaca surat Al-Fatihah kemudian dilanjutkan membaca do’a ketika mau belajar. Khusus untuk mata pelajaran PAI sendiri sebelum pembelajaran dimulai, 4
Nana Sudjana, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2000), hlm.72. 5 Margaret E. Bell Gredler, Belajar & Membelajarkan, (Jakarta: Rajawali, 1991), hlm. 1 6 Ibid. 7 Hasil wawancara dengan Suhartono (Kepala Sekolah SMA N 3 Rembang), tanggal 4 Febuari 2011 di SMA N 3 Rembang.
59
selain membaca surat Al-Fatihah dan do’a ketika mau belajar siswa juga diperintahkan membaca surat-surat pendek dimulai dari surat An-Naas sampai surat Ad-Dhuhaa, akan tetapi tidak dibaca semuanya melainkan secara bertahap artinya setiap pertemuan siswa diperintahkan membaca 35 surat saja. Kemudian dilanjutkan oleh guru dengan mengulas materi sebelumnya barulah setelah itu guru menjelaskan materi pokok yang akan diajarkan.8 Untuk lebih jelasnya, proses pembelajaran di SMA N 3 Rembang sebagai berikut: a. Pertama-pertama proses pembelajaran diawali dengan salam dari guru, dilanjutkan dengan pembacaan surat Al-Fatihah. Kemudian membaca do’a ketika akan belajar Adapun do’a ketika akan belajar sebagai berikut:
ﺭ ﺿﻴﺖ ﺑﺎ ﷲ ﺭ ﺑﺎ ﻭ ﺑﺎ ﻻ ﺳﻼ ﻡ ﺩ ﻳﻨﺎ ﻭ ﲟﺤﻤﺪ ﻧﺒﻴﺎ ﻭ ﺭ ﺳﻮ ﻻ ﺭ ﰊ ﺯ ﺩ ﱐ ﻋﻠﻤﺎ ﻧﺎ ﻓﻌﺎ ﻭﺍﺭﺯ ﻗﲏ ﻓﻬﻤﺎ ﻭﺍ ﺳﻌﺎ b. Guru mengabsen untuk mengetahui kehadiran siswa c. Pembelajaran dimulai dengan guru mereview materi sebelumnya, Kemudian dilanjutkan dengan menjelaskan materi pokok yang akan dibahas pada pertemuan saat itu. Dalam kegiatan pembelajaran di SMA N 3 Rembang untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, guru menggunakan beberapa metode, diantaranya : 1) Metode Ceramah 2) Metode Tanya Jawab 3) Metode Diskusi d. Guru memberikan nasehat-nasehat, pesan-pesan atau pertanyaanpertanyaan sebelum pembelajaran berakhir apabila masih ada waktu.
8
Hasil observasi bulan Januari 2011
60
e. Akhir jam pembelajaran biasanya ditutup dengan membaca do’a selesai belajar. Adapun do’a selesai belajar yang biasa diwiridkan di SMA N 3 Rembang adalah sebagai berikut:
(#θè=Ïϑtãuρ (#θãΖtΒ#u tÏ%©!$# āωÎ) ∩⊄∪ Aô£äz ’Å∀s9 z≈|¡ΣM}$# ¨βÎ) ∩⊇∪ ÎóÇyèø9$#uρ ∩⊂∪ Îö9¢Á9$$Î/ (#öθ|¹#uθs?uρ Èd,ysø9$$Î/ (#öθ|¹#uθs?uρ ÏM≈ysÎ=≈¢Á9$# Artnya :“ Demi masa, Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian., kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” (QS. alAshr: 1-3)9 Semua manusia itu dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman teguh dan ber’amal salih, serta suka berwasiat (memberi nasehat) kepada teman sejawatnya dengan kebenaran dan kesabaran. Adapun orang yang dikatakan salih, ialah orang yang mengerjakan kewajibannya terhadap dirinya, seperti menjaga kesehatan, kepada familinya seperti membelanjainya, mendidiknya, kepada tetangga, isi Negeri dan manusia umumnya, yaitu dengan tolong-menolong dan beramah-ramahan dengan mereka. Begitu juga terhadap Allah, seperti mengerjakan sembahyang, puasa dsb. Pendeknya mengikuti apa-apa yang diperintahkan Allah dan menjauhi larangan-Nya.
10
3. Pelaksanaan Pembelajaran Aspek Afektif Pada Mata Pelajaran PAI Materi Akidah-Akhlak Di SMA N 3 Rembang. Selain aspek pembentukan kemampuan kognitif untuk membentuk kecerdasan
peserta
didik
dan
pembentukan
keterampilan
untuk
mengembangkan kompetensi agar peserta didik memiliki kemampuan
9
Fadal AR Bafadal, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Bandung: Penerbit Jumanatul-Ali-Art,
2005. 10
Mahmud Yunus, Tafsir Qur’an Karim, (Jakarta : P.T. Hidakarya Agung, 2004 M/1425 H), Cet. ke 73, hlm. 917
61
motorik, pembentukan sikap (afektif) peserta didik merupakan aspek yang tidak kalah pentingnya. 11 Proses pendidikan bukan hanya membentuk kecerdasan atau memberikan keterampilan tertentu saja, akan tetapi membentuk dan mengembangkan sikap dalam hal ini aspek afektifnya agar peserta didik berperilaku sesuai dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat, juga baik bagi dirinya.12 a. Tujuan Pembelajaran aspek afektif mata pelajaran PAI materi akidahakhlak di SMA N 3 Rembang. Berdasarkan wawancara dengan Dra. Hidayatul Kholisoh selaku guru mata pelajaran PAI tujuan diajarkannya pendidikan agama Islam di SMA N 3 Rembang adalah: 1) Agar siswa mengetahui, memahami, masalah hukum-hukum agama dan. 2) Agar siswa dapat mengamalkan apa yang sudah dipelajari di sekolah dalam kehidupan sehari-harinya.13 Begitu juga dengan Bapak Nur Huda Yahya, BA beliau mengatakan bahwa tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran PAI adalah: 1) Siswa dapat mempunyai akhlak yang mulia sesuai dengan ajaran Al-Qur’an dan al-Hadits. 2) Siswa mempunyai kepribadian yang Islami 3) Siswa mampu melaksankan ibadah dengan benar dan baik.14 Dari keterangan di atas guru PAI memiliki argumen yang sama, sebagaimana dikemukakan oleh Dra. Hidayatul Kholisoh dan Bapak Nur Huda Yahya, BA
11
bahwasanya yang diharapkan oleh semua
Asef Umar Fakhruddin, Menjadi Guru Faforit, (Jogjakarta: DIVA Press (Anggota IKAPI), 2010), Cet. II, hlm. 245 12 Ibid, hlm. 247 13 Hasil wawancara dengan Hidayatul Kholisoh (Guru PAI di SMA N 3 Rembang), tanggal 3 Febuari 2011 di SMA N 3 Rembang. 14 Hasil wawancara dengan Nur Huda Yahya, (Guru PAI di SMA N 3 Rembang), tanggal 3 Febuari 2011 di SMA N 3 Rembang.
62
pengajar
adalah
siswa
dapat
mengetahui,
memahami,
dan
mengamalkan materi yang telah diajarkan oleh gurunya. b. Metode pembelajaran aspek afektif pada mata pelajaran PAI materi akidah-akhlak di SMA N 3 Rembang Sejauh pengamatan peneliti, tampaknya metode yang sering dipakai dalam pelaksanaan pembelajaran aspek afektif pada mata pelajaran PAI materi akidah-akhlak adalah: 1) Metode pembiasaan Dalam proses pembelajaran di sekolah, baik secara disadari maupun tidak, guru dapat menanamkan sikap tertentu kepada siswa melalui proses pembiasaan ini. Hal inilah yang dilakukan oleh guru-guru di SMA N 3 Rembang khususnya guru PAI. Pembentukan sikap yang dilakukan oleh guru PAI di SMA N 3 Rembang menekankan pada proses peneguhan respon siswa.
15
Misalnya saja ketika proses pembelajaran PAI khususnya pada materi akidah-akhlak berlangsung, setiap kali siswa menunjukkan prestasi yang baik, contohnya siswa disiplin dalam mengikuti pembelajaran, berpakaian rapi dan sebagainya, siswa selalu
diberikan
penguatan
(reinforcement)
dengan
cara
memberikan perilaku yang menyenangkan, misalnya saja pujian atau penghargaan kepada siswa yang bersangkutan. Dengan begitu lama-kelamaan siswa akan berusaha meningkatkan sikap yang positif. 16 2) Metode modeling Pembelajaran sikap siswa dapat juga dilakukan melalui proses modeling, yaitu pembentukan sikap melalui proses asimilasi atau proses mencontoh.
15
16
Hasil observasi tanggal 24-29 Januari 2011 di SMA N 3 Rembang.
Hasil wawancara dengan Hidayatul Kholisoh (Guru PAI di SMA N 3 Rembang), tanggal 3 Febuari 2011 di SMA N 3 Rembang.
63
Salah
satu
karakteristik
anak
didik
yang
sedang
berkembang adalah keingingannya untuk melakukan peniruan (imitasi). Hal yang ditiru itu dalah perilaku-perilaku yang diperagakan atau didemonstrasikan oleh orang yang menjadi idolanya. Hal ni juga yang dilakukan oleh guru PAI di SMA N 3 Rembang untuk membentuk sikap (afektif) siswa yang positif, sehingga mempunyai akhlakul karimah. Proses penanaman sikap anak terhadap sesuatu objek melalui
proses
modeling pada mulanya
dilakukan
secara
mencontoh, namun anak perlu diberi pemahaman mengapa hal itu perlu dilakukan. Misalnya saja guru harus menjelaskan mengapa kita harus berpakaian rapi dan bersih atau contoh lain misalnya mengapa kita harus selalu disiplin dalam segala sesuatu. Hal ini diperlukan agar sikap tertentu yang muncul benar-benar didasari oleh suatu keyakinan kebenaran sebagai suatu sistem nilai. Hal-hal tersebut yang dilakukan oleh guru di SMA N 3 Rembang khususnya guru PAI. Guru tidak hanya menjelaskan mengenai pentingnya kita berpakaian bersih dan rapi atau kita harus disiplin dalam segala sesuatu, tetapi guru di SMA N 3 Rembang juga mencontohkan perbuatan-perbuatan tersebut. Sehingga nantinya diharapkan bisa ditirukan atau dicontoh oleh siswa. 17 c. Evaluasi pembelajaran aspek afektif pada mata pelajaran PAI materi akidah-akhlak di SMA N 3 Rembang Evaluasi pembelajaran aspek afektif PAI materi akidah-akhlak di SMA N 3 Rembang dilakukan setiap saat, baik itu pada waktu pembelajaran, ataupun di luar jam pelajaran. Hal ini dimaksudkan agar guru dapat mengetahui sikap atau akhlak siswa secara lebih jelas. Mengenai teknik evaluasi yang dipakai oleh guru PAI untuk mengetahui 17
sejauh mana baik dan tidaknya akhlak siswa, dalam
Hasil wawancara dengan Nur Huda Yahya, (Guru PAI di SMA N 3 Rembang), tanggal 3 Febuari 2011 di SMA N 3 Rembang.
64
proses evaluasi pembelajaran guru PAI biasanya menggunakan teknik observarsi dan juga wawancara. Teknik obsesrvasi dilakukan guru PAI setiap saat, guru selalu mengamati akhlak siswanya, jika akhlak siswanya baik meskipun nantinya nilai hasil pembelajarannya jelek, maka guru akan memberikan niali plus bagi siswa yang bersangkutan, tetapi juga sebaliknya meskipun ada siswa yang pandai tapi akhlaknya kurang baik maka akan dapat mengurangi nilai siswa tersebut. Untuk teknik wawancara sendiri, guru biasanya menggunakan soal bentuk lisan. Dengan memberikan sejumlah pertanyaan kepada siswanya, selain itu biasanya guru meminta bantuan kepada guru-guru yang lainnya terutama guru wali kelas dan juga guru BK. Hal ini dimaksudkan agar guru dapat mengetahui sejauh mana tingkat perkembangan akhlak siswanya, tidak hanya ketika waktu pelajaran PAI tapi juga pelajaranpelajaran yang lainnya, dan juga ketika tidak saat jam pelajaran.18 4. Problem Pembelajaran Aspek Afektif Pada Mata Pelajaran PAI Materi Akidah Akhlak Di SMA N 3 Rembang. Problem berasal dari kata problem, yang berarti masalah atau persoalan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, problem berarti masih menimbulkan masalah atau masih belum dapat dipecahkan.19 Masalah adalah kesenjangan (discrepancy) antara das sollen dan das sain, yakni kesenjangan antara apa yang seharusnya dengan apa yang ada dalam kenyataan sekarang, antara apa yang diperlukan dengan apa yang tersedia, antara harapan dan kenyataan dan yang sejenis dengan itu.20 Masalah dapat diperoleh dari kehidupan sehari-hari.21 Masalah atau problem ada dalam setiap kehidupan yang disebabkan misalnya dari dorongan untuk
18
Hasil wawancara dengan Hidayatul Kholisoh (Guru PAI di SMA N 3 Rembang), tanggal 3 Febuari 2011 di SMA N 3 Rembang. 19 Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustka, 1989), hlm. 789. 20 Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Rajawali, 1985), hlm. 66 21 Suharsini Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rhineka Cipta, 2002), hlm. 27
65
selalu meningkatkan hasil kerja, dari membaca buku, dari orang lain, dari diri sendiri dan sebagainya. Besar maupun kecil, sedikit maupun banyak, setiap orang pasti memiliki masalah. Hanya saja, ada masalah yang dapat diatasi seketika, tetapi ada pula yang membutuhkan penelitian. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan sejumlah guru, terutama guru mata pelajaran pendidikan agama Islam dan juga dengan pihak-pihak yang berperan penting dalam proses pembelajaran di SMA N 3 Rembang. Problem yang muncul dalam pembelajaran aspek afektif khususnya pada mata pelajaran PAI materi akidah akahlak di SMA N 3 Rembang adalah sebagai berikut: a. Problem yang berhubungan dengan pengelolaan kelas dan metode pembelajaran yang dilakukan oleh guru. 1) Pengelolaan kelas Pengelolaan kelas merupakan keterampilan guru untuk menciptakan dan memelihara suasana belajar yang optimal dan mampu megembalikannya ketika terjadi gangguan dalam proses belajar mengajar. Misalnya menghentikan tingkah laku atau sikap anak didik (siswa) yang menyimpang dan mengganggu konsentrasi teman yang lain, pemberian ganjaran (reward ) bagi siswa yang mengerjakan tugas tepat waktu dan lain sebagainya. Dalam peranannya sebagai pengelola belajar atau learning manager hendaknya guru mampu mengelola kelas karena kelas merupakan lingkungan belajar yang terorganisir. Sementara dari hasil observasi di SMA N 3 Rembang khususnya pada waktu pembelajaran pendidikan agama Islam, pengelolaan kelas belumlah seperti apa yang diharapkan. Hal itu terlihat dari belum adanya reward bagi siswa yang tidak mengerjakan tugas, belum adanya hukuman bagi siswa yang menyimpang dan lain sebagainya.22 22
Hasil observasi tanggal 24-29 Januari dan wawancara dengan Utomo, Waka kurikulum di SMA N 3 Rembang, pada tanggal 4 Febuari 2011 di SMA N 3 Rembang.
66
2) Metode Mengajar Gaya mengajar juga dipengaruhi oleh pendidikan yang diperoleh sebelumnya. Ketika seorang guru diajari beberapa metode mengajar, maka pengalaman tentang beberapa metode belajar tersebut akan dipraktekan pada anak didik (siswa)nya. Begitu juga di SMA N 3 Rembang. Pengalaman pendidikan yang diperoleh para guru mata pelajaran pendidikan agama Islam di perguruan tinggi berpengaruh pula pada gaya mengajar guru tersebut. Sedangakan dari hasil observasi dan wawancara yang dilakukan oleh peneliti, sebenarnya guru sudah menggunakan metode pembelajaran pada aspek afektif misalnya dengan mengunakan metode pembiasaan ataupun metode modeling. Akan tetapi karena banyaknya faktor yang mempengaruhinya sehingga metode ini kurang berjalan dengan maksimal. Misalnya saja tidak semua guru di SMA N 3 Rembang menggunakan metode ini dan juga kurangnya dukungan dari lingkungan siswa terutama lingkungan keluarga.23 b. Problem yang berhubungan dengan kontrol terhadap perkembangan siswa. Guru kesulitan melakukan kontrol terhadap perkembangan afektif (sikap) siswa, karena banyaknya faktor yang dapat mempengaruhinya. Pengembangan kemampuan sikap baik melalui proses pembiasaan maupun modeling bukan hanya ditentukan oleh faktor guru, akan tetapi juga faktor-faktor lain terutama faktor lingkungan. Artinya, walaupun di sekolah guru berusaha memberikan contoh yang baik, akan tetapi ketika tidak didukung oleh lingkungan anak, baik lingkungan sekolah maupun lingkungan masyarakat, maka pembentukan sikap akan sulit untuk dilaksankan.
23
Hasil observasi tanggal 24-29 Januari dan wawancara dengan HIdayatul Kholisoh (Guru PAI di SMA N 3 Rembang), tanggal 3 Febuari 2011 di SMA N 3 Rembang.
67
Bisa dicontohkan, seperti ketika anak diajarkan tetang keharusan bersikap jujur dan disiplin, maka sikap tersebut akan sulit diinternalisasi manakala di lingkungkan luar sekolah anak banyak melihat perilakuperilaku ketidakjujuran dan ketidakdisiplinan. Walaupun guru-guru di sekolah menekankan perlunya bagi anak untuk berkata sopan dan halus disertai contoh perilaku guru, akan tetapi sikap itu akan sulit diterima oleh anak manakala luar sekolah banyak manusia yang berkata kasar dan tidak sopan terutama jika dalam lingkungan keluarga. Pembentukan sikap memang memerlukan upaya semua pihak, baik lingkungan sekolah, keluarga, maupun lingkungan masyarakat. Hal ini terlihat jelas ketika siswa SMA N 3 Rembang dihadapkan dengan ulangan harian atau ujuian semester masih ada siswa yang ketahuan menyontek (tidak jujur).24 Dan juga ketika berkendaraan tidak menggunakan apa yang semestinya dipakai ketika berkendaraan, contonhnya saja tidak memakai helm, yang tentunya hal ini dapat mengancam keselamatan siswa.25 Tentu saja semua itu bertolak belakang dengan akhlak yang selama ini diajaran oleh agama kita yaitu agama Islam dan tuntunan kita nabi Muhammad
SAW.
yang
mengajarakan
bahwa
disiplin
wajib
ditegakkan, dan sifat malas harus disingkirkan jauh-jauh. Sesuai dengan firman Allah dalam surat al-Ashr ayat 1-3. Serta pentingnya bersikap jujur dalam segala hal. c. Problem yang berhubungan dengan pengaruh kemajuan teknologi. Khususnya teknologi informasi yang menyuguhkan aneka pilihan program acara, berdampak pada pembentukan karakter anak. Tidak bisa kita pungkiri, bahwa program-program televisi, misalnya, yang banyak menanyangkan program acara yang memilki latar belakang budaya berbeda, tingkat ekonomi berbeda (yang berdampak pada perilaku kala
24 25
ibid Hasil observasi tanggal 24-29 Januari 2011 di SMA N 3 Rembang.
68
menyingkap dinamika dan problem), dan tingkat serta kualitas pendidikan sikap dan mental anak didik. Secara perlahan tapi pasti budaya, model pemikiran, perilaku yang berbeda, yang parahnya karena tidak dibarengi perhatian dan filter dari orang tua dan guru, menggeser nilai-nilai lokal sebagai nilai luhur yang mestinya ditumbuhkan. Sehingga, pada akhirnya memmbentuk karakter baru yang mungkin tidak sesuai dengan nilai dan norma masyarakat sendiri. Misalnya, secara perlahan tapi pasti, telah terjadi perubahan pandangan anak remaja kita terhadap nilai gotong royong, nilai-nilai seks, dan lain sebagainya. Sementara itu di SMA N 3 Rembang tingkat kesadaran siswa akan pentingnya gotong royong masih sangat rendah, hal ini dapat terlihat antar lain dari
kebersihan dalam kelas kurang terjaga, meskipun
kondisi ruangan kelas di SMA N 3 Rembang sudah cukup bagus akan tetapi kebersihannya perlu ditingkatkan lagi.26 Dengan melihat kondisi yang semacam ini, artinya nilai apa yang selama ini diajarkan oleh pendidikan agama Islam ternyata kurang diserap oleh siswa. Meskipun siswa sudah paham betul akan pentingnya kebersihan bagi mereka dan juga regu piket kelas sudah dibuat, akan tetapi kenyataannya mereka belum bisa bersikap seperti apa yang mereka pahami dan juga mereka belum bertanggung jawab dengan tugas yang telah diberikan kepada mereka. Dengan kata lain tingkat keafektifan siswa masih sangatlah rendah. d. Problem yang berhubungan dengan evaluasi pembelajaran yang dilakukan guru. Keberhasilan pembentukan afektif (sikap) siswa tidak bisa dievaluasi dengan segera oleh guru apalagi guru mata pelajaran pendidikan agama Islam. Berbeda dengan pembentukan pada aspek kognitif dan aspek keterampilan yang hasilnya dapat diketahui setelah proses pembelajaran berakhir, maka keberhasilan dalam pembentukan 26
Hasil observasi tanggal 24-29 Januari 2011 di SMA N 3 Rembang.
69
afektif (sikap) siswa baru dapat dilihat pada rentang waktu yang cukup lama. Hal tersebut disebabkan sikap berhubungan dengan internalisasi nilai yang memerlukan proses yang lama. Drs. Suhartono sendiri mengemukakan bahwa dalam pembelajaran PAI di SMA N 3 Rembang sangat kekurangan waktu. Dalam satu minggu hanya satu kali pertemuan dengan alokasi waktu hanya 2 jam pelajaran atau 45 x 2. Menurut beliau sangatlah sulit bagi guru untuk melakukan evaluasi pada aspek afektif siswa. Mengingat evaluasi aspek afektif tidak bisa dilakukan secara singkat, Sehingga evaluasi pada afpek afektif siswa belum bisa dilakukan secara maksimal oleh guru.27
5. Solusi Atas Problem Pembelajaran Aspek Afektif Pada Mata Pelajaran PAI Materi Akidah Akhlak Di SMA N 3 Rembang, Setelah diketahui adanya problem seperti uraian di atas, maka tindakan
yang
selanjutnya
adalah
mengupayakan
pemecahannya.
Tindakan yang dilaksanakan seharusnya sesuai dengan kebutuhan untuk memecahkan problem yang ada. Dalam penelitian ini, ada beberapa tindakan yang semestinya dilakukan oleh guru di SMA N 3 Rembang yaitu: a. Solusi atau upaya pemecahan terhadap problem yang berhubungan dengan pengelolaan kelas dan metode pembelajaran yang dilakukan oleh guru adalah guru berusaha mengkondisikan kelas sebaik-baiknya dengan cara memberi hukuman yang mendidik terhadap siswa yang menyimpang contohnya jika ada siswa yang mengantuk meka guru memerintahkan siswa untuk berwudhu, atau contoh lain jika ada siswa yang berbicara tidak sewajarnya guru memerintahakan siswa untuk
27
Hasil wawancara dengan Suhartono (Kepala Sekolah SMA N 3 Rembang), tanggal 4 Febuari 2011 di SMA N 3 Rembang.
70
membaca atau menuliskan istighfar seratus kali.28 Dan guru dalam melaksanakan pembelajaran sikap pada siswa guru bisa menggunakan metode atau strategi-strategi yang sudah di jeladskan pada bab sebelumnya. b. Solusi atau upaya terhadap pemecahan problem yang berhubungan dengan kontrol perkembangan siswa adalah dari pihak sekolah atau tenaga pendidikan agar selalu meningkatkan dan mengembangkan potensi yang ada, baik dari segi guru maupun siswanya. Dan bagi orang tua harus
selalu berupaya untuk selalu meminta informasi kepada
gurunya mengenai perkembangan putra-ptrinya, di samping itu orang tua senantiasa berupaya meningkatan pendidikan putra putrinya. Jika ada orang tua yang beranggapan bahwa baik dan buruknya siswa tergantung kepada gurunya, maka anggapan tersebut kurang tepat. Justru orang tualah yang seharusnya bisa menjadi guru yang pertama dan utama bagi anak. Guru hanyalah sebagai motifator, dinamisator dan apresiator atas apa yang dilakukan oleh siswa.29 c. Solusi atau upaya
pemecahan problem yang berhubungan dengan
pengaruh kemajuan teknologi adalah kita tidak menolak kebudayaan baru dan perubahan, akan tetapi, untuk menyikapi dan menerimanya tetap harus ada pemilihan dan filter, agar nantinya semua itu bisa memberikan efek positif bagi pertumbuhan dan perkembangan anak didik, serta bagi kehidupan kita. Lagi-lagi ditekankan khusunya kepada peran orang tua harus senantiasa memberikan perhatian dan bimbingan yang lebih pada anak. Supaya anak mengetahui apa yang baik untuk dirinya dan apa yang tidak baik untuk dirinya. Selain itu untuk seorang guru dalam memberikan atau menyampaikan informasi kepada peserta
28
Hasil wawancara dengan HIdayatul Kholisoh (Guru PAI di SMA N 3 Rembang), tanggal 3 Febuari 2011 di SMA N 3 Rembang 29 Hasil wawancara dengan Suhartono (Kepala Sekolah SMA N 3 Rembang), tanggal 4 Febuari 2011 di SMA N 3 Rembang.
71
didik, maka informasi tersebut haruslah informasi yang bermakna dan baik bagi siswa yang bersangkutan. 30 d. Solusi atau upaya pemecahan terhadap problem yang berhubungan dengan evaluasi aspek afektif siswa adalah guru setiap saat selalu mengamati akhlak siswanya, Hal ini tidak hanya bisa dilakukan oleh guru PAI saja tetapi juga bisa dilakukan oleh guru-guru yang lainnya. Karena baik dan tidaknya akhlak siswa tidak hanya dibebankan oleh guru PAI saja artinya semua guru bertanggung jawab atas semua itu, jadi kurang tepat jika ada anggapan bahwa baik dan buruknya akhlak siswa tergantung kepada guru agamanya. Upaya lain yang dapat dapat dilakukan yaitu dengan cara, guru selalu berkomunikasi dengan sesama guru terutama guru wali kelas dan guru BK untuk mendapatkan informasi mengenai perkembangan sikap siswa di luar kelas dalam hal ini adalah di lingkungan keluarga. 31 B. Analisis Terhadap Problem Pembelajaran Aspek Afektif Pada Mata Pelajaran PAI Materi Akidah Akhlak Di SMA N 3 Rembang dan Solusinya. Penelitian adalah semua kegiatan pencarian, penyelidikan, dan percobaan secara alamiah dalam suatu bidang tertentu, untuk mendapatkan fakta-fakta/prinsip-prinsip baru yang bertujuan untuk mendapatkan pengertian baru dan menaikkan tingkat ilmu secara teknologi.32 Tujuan penelitian secara umum adalah untuk meningkatkan daya imajinasi mengenai masalah-masalah pendidikan. Penelitian ini mempunyai tujuan utama yaitu untuk mengetahui dan menjelaskan problem atau masalahmasalah yang terjadi dalam implementasi pembelajaran aspek afektif pada
30
Hasil wawancara dengan Yuli Mustikawati (Guru BK di SMA N 3 Rembang), tanggal 4 Febuari 2011 di SMA N 3 Rembang 31 Hasil wawancara dengan Suhartono (Kepala Sekolah SMA N 3 Rembang), tanggal 4 Febuari 2011 di SMA N 3 Rembang. 32
hlm. 1.
S.Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), Cet. 5.
72
mata pelajaran pendidikan agama Islam materi akidah akhlak di SMA N 3 Rembang. Untuk mencapai tujuan tersebut, data dalam penelitian ini diperoleh melalui wawancara, observasi, dan sejumlah dokumen mengenai evaluasi pembelajaran aspek afektif siswa. Analisis adalah usaha untuk memilah suatu integritas menjadi unsurunsur atau bagian-bagian, sehingga jelas hirarki dan susunannya.33 Analisis termasuk mengolah data yang telah dikumpulkan untuk menentukan kesimpulan yang di dukung data.34 Setelah data yang dimaksudkan dapat terkumpul, maka selanjutnya peneliti melakukan pengolahan data-data tersebut. Data yang terkumpul kebanyakan bersifat fenomenologis pendidikan yang bersifat kualitatif dengan mempergunakan analisis deskriptif yaitu mendeskripsikan problem-problem dalam implementasi pembelajaran aspek afektif pada mata pelajaran pendidikan agama Islam materi akidah akhlak di SMA N 3 Rembang, yang disertai dengan solusi-solusi atas problem-problem tersebut. Dan kemudian menganalisisnya. 1. Analisis Terhadap Problem Pembelajaran Aspek Afektif Pada Mata Pelajaran PAI Materi Akidah Akhlak Di SMA N 3 Rembang. Keberhasilan SMA N 3 Rembang dalam mengantarkan putra-putri kita untuk mencetak generasi-generasi muda yang berkualitas bukan tanpa kendala dan hambatan. Bahkan sampai saat ini kendala dan hambatan terus datang menghadang. Dan hal itu perlu ditanggulangi atau minimal dikurangi agar pembelajaran berjalan lebih efektif lagi. Berdasarkan hasil observasi penulis dan wawancara terhadap beberapa guru atau pengajar di SMA N 3 Rembang, ada beberapa kendala atau hambatan yang menyebabkan pembelajaran kurang begitu maksimal. Kendala atau hambatan tersebut antara lain a. Problem yang berhubungan dengan pengelolaan kelas dan metode pembelajaran yang dilakukan oleh guru. 33
Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1999), hlm. 27. 34 Farida Yusuf Tayibnafis, Evaluasi Progam, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hlm. 112.
73
Yang menjadi masalah dalam pembelajaran di SMA N 3 Rembang adalah penggunaan metode pembelajaran aspek afektif dalam pembelajaran PAI khususnya pada materi akidah akhlak, dikarenakan kurangnya dukungan dari berbagai pihak, baik itu kurangnya dukungan dari guru-guru yang lainnya, atau dukungan dari lingkungan keluarga siswa, karena tidak semua guru melaksanakan metode pembiasaan dan modeling tersebut, atau bisa juga disebabkan karena latar belakang siswa. b. Problem
guru
yang
berhubungan
dengan
kontrol
terhadap
perkembangan siswa. Guru kesulitan melakukan kontrol terhadap perkembangan afektif (sikap) siswa, karena banyaknya faktor yang dapat mempengaruhinya. Terutama faktor keluarga dan lingkungan masyarakat yang kadang bertolak belakang atau tidak sesuai dengan apa yang diajarkan oleh guru di sekolah. Disamping itu terbatasnya waktu yang dimiliki oleh guru serta banyaknya tugas-tugas guru yang lainnya. Ditambah lagi banyaknya jumlah siswa yang ada sehingga sangatlah tidak mungkin bagi guru untuk mengontrol perkembangan semua siswa. c. Problem yang berhubungan dengan pengaruh kemajuan teknologi Kemajuan teknologi yang begitu pesat pastilah akan membawa dampak negatif pada beberapa aspek. Di antaranya aspek pendidikan anak. Hal ini disebabkan karena zaman sekarang khususnya teknologi informasi yang banyak menyuguhkan aneka pilihan program acara yang kurang mendidik bagi anak, misalnya, yang banyak menanyangkan program acara yang bernuansa pornografi, sekaligus program acara yang memiliki latar belakang budaya berbeda, tingkat ekonomi berbeda (yang berdampak pada perilaku kala menyingkap dinamika dan problem), Sehingga, pada akhirnya membentuk karakter baru yang mungkin tidak sesuai dengan nilai dan norma masyarakat sendiri. d. Problem yang berhubungan dengan evaluasi pembelajaran.
74
Evaluasi yang sering dilakukan pada siswa adalah penilaian hasil belajar yang biasanya dilakukan di setiap akhir pembahasan satu pokok bahasan. Selain itu adalah tengah semester dan akhir semester. Evaluasi dari ranah afektif sulit dilakukan disebabkan karena evaluasi aspek afektif tidak bisa dilakukan secara cepat artinya membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mengetahuinya, faktor lain adalah keterbatasan waktu yang dimiliki oleh guru di SMA N 3 Rembang, di samping itu penyebab lain adalah kurangnya komunikasi antara orang tua siswa dengan guru. 2. Analisis Terhadap Solusi Yang Dilakukan Untuk Mengatasi Problem Pembelajaran Aspek Afektif Pada Mata Pelajaran PAI Materi Akidah Akhlak Di SMA N 3 Rembang. Solusi adalah jalan keluar dari sebuah permasalahan. Dengan adanya solusi dari problem-problem di atas, diharapkan pembelajaran aspek afektif di SMA N 3 Rembang dapat berjalan lebih maksimal lagi. Adapun solusi atau upaya yang dilakukan untuk mengatasi problem di atas adalah sebagai berikut: a. Solusi atas problem yang berhubungan dengan pengelolaan kelas dan metode pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Metode pembiasaan dan modeling yang sudah dilakukan oleh guru-guru di SMA N 3 Rembang terutama guru PAI, seharusnya hal tersebut juga harus dilakukan oleh semua guru dan juga di lingkungan keluarga siswa terutama oleh orang tua siswa. Karena baik dan tidaknya sikap siswa tidak hanya dibebankan kepada guru-guru saja justru lingkungan keluargalah yang nantinya menentukan baik dan tidaknya sikap siswa. Metode pembiasaan bisa dilakukan dengan cara memberikan
penguatan
(reinforcement)
dan
motivasi.
Guru
memberikan penguatan atau pujian kepada siswa yang telah berhasil menunjukkan
prestasi
dengan
baik
dan
mengarahkan
serta
75
memperbaiki
prestasi siswa yang belum sesuai dengan apa yang
diharapkan. Seorang pendidik itu besar di mata anak didiknya, apa yang dilihat dari gurunya akan ditirunya, karena anak didik akan meniru dan meneladani apa yang dilihat dari gurunya, maka wajiblah bagi guru memberikan teladan yang baik. Memperhatikan hal tersebut dapat dipahami bahwa keteladanan atau modeling mempunyai arti penting dalam mendidik, Keteladanan menjadi titik sentral dalam mendidik, kalau pendidiknya baik, akan ada kemungkinan anak didiknya juga baik, karena murid meniru gurunya. Sebaliknya jika guru berperilaku buruk, ada kemungkinan anak didiknya juga berpengaruh buruk. Metode modeling sendiri Rasulullah SAW. juga merepresentasikan dan mengekspresikan apa yang ingin diajarkan melalui tindakan beliau dan kemudian menerjemahkan tindakan beliau ke dalam kata-kata. Bagaimana memuja Allah SWT., bagaimana bersikap sederhana, bagaimana makan, bagaimana tertawa, dan lain sebagainya, menjadi acuan bagi para sahabat, sekaligus merupakan materi pendidikan yang tidak langsung. Mendidik dengan contoh (keteladanan) adalah satu metode pembelajaran yang dianggap besar pengaruhnya. Segala yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW. dalam kehidupannya, merupakan cerminan kandungan Al-quran secara utuh, sebagaimana firman Allah SWT. berikut:
tΠöθu‹ø9$#uρ ©!$# (#θã_ötƒ tβ%x. yϑÏj9 ×πuΖ|¡ym îοuθó™é& «!$# ÉΑθß™u‘ ’Îû öΝä3s9 tβ%x. ô‰s)©9 ∩⊄⊇∪ #ZÏVx. ©!$# tx.sŒuρ tÅzFψ$# Artinya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang
76
mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah. (QS. Al-Ahzab: 21).35
ﻟﻘﺪﻛﺎﻥ ﻟﻜﻢ ﰲ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﷲ ﺍ ﺳﻮ ﺓ
(sesungguhnya telah ada pada diri
rasulullah itu suri tauladan bagi kalian) dapat dibaca Iswatun dan Uswatu -
ﺣﺴﻨﺔ
(yang baik) untuk diikuti dalam hal berperang dan
keteguhan serta kesabarannya, yang masing-masing diterapkan pada tempat-tempatnya -
ﳌﻦ
(bagi orang) lafaz ayat ini berkedudukan
menjadi badal dari lafaz lakum -
( ﻛﺎﻥ ﻳﺮﺟﻮﺍﺍﷲyang mengharapkan ﻭﺍﻟﻴﻮ ﻡ ﺍﻻﺧﺮﻭﺫﻛﺮﺍﷲ ﻛﺜﲑﺍ
rahmat Allah) yakni takut kepada-Nya -
(dan hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah) berbeda halnya dengan orang-orang yang selain mereka.36 Dengan demikian, keteladanan menjadi penting dalam pendidikan, keteladanan akan menjadi metode yang ampuh dalam membina perkembangan anak didik. Keteladanan sempurna, adalah keteladanan Rasulullah SAW., yang dapat menjadi acuan bagi pendidik (guru) atupun orang tua sebagai teladan utama, sehingga diharapkan anak didik mempunyai figur pendidik yang dapat dijadikan panutan. Uapaya lain yang dapat ditempuh oleh guru selain menggunakan metode pembiasaan dan modeling adalah dengan menerapkan teoriteori yang telah dikemukakan oleh para tokoh diantaranya strategi konsiderasi model strategi ini di kembangkan oleh Mc. Paul, seorang humanis, strategi pengembangan kognitif yang dikembangkan oleh Lawrence
Kohlberg,
dan
strategi
mengklarifikasi
nilai
yang
dikembangkan oleh John Jarolimek. Untuk penjelasan masing-masing strategi tersebut lihat pada bab sebelumnya. 35
Fadal AR Bafadal, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Bandung: Penerbit Jumanatul-AliArt, 2005. 36 Bahrun Abubakar, lc. Terjemah Tafsir Jalalain Berikut Asbabul Nuzul, hlm. 1783
77
b. Solusi atas problem guru yang berhubungan dengan kontrol terhadap perkembangan siswa. Latar belakang keluarga membawa dampak yang besar terhadap kontrol perkembangan siswa. Profesi orang tua juga membawa pengaruh sebab merupakan bagian dari kontrol. Hal ini sangat menentukan baik dan tidaknya sikap siswa. Bagi siswa yang mempunyai orang tua sebagai guru, mereka senantiasa mengawasi, mengontrol perkembangan putra-putrinya. Karena mereka mempunyai lebih banyak waktu untuk mengontrol perkembangan putra-putrinya. Namun bagi orang tuanya yang berprofesi lain, nelayan atau petani misalnya mengingat SMA N 3 Rembang terletak di pesisir pantura, mereka tidak sempat mengontrol perkembangan putra-putrinya dan tidak bisa menjadi tempat untuk mengadu ketika anak mempunyai masalah dalam diri pribadinya. Problem lain yang terjadi adalah pengaruh dari lingkungan luar sekolah, terutama lingkungan masyarakat. Artinya, walaupun di sekolah guru berusaha memberikan contoh yang baik, namun manakala tidak didukung dengan lingkungan yang mendukung, maka pembentukan sikap akan sulit dilaksanakan. Mengingat keberadaan siswa di lingkungan sekolah tidak lebih dari tujuh jam setiap harinya. Waktu ini relatif lebih sedikit jika dibandingkan dengan waktu yang dihabiskan siswa di luar sekolah. Melihat kenyataan seperti itu ada beberapa upaya yang dapat dilaksanakan untuk mengontrol perkembangan siswa sehingga kemajuan dalam dunia pendidikan dapat dioptimalkan, yaitu pertama dari pihak sekolah, Sekolah atau tenaga pendidikan agar selalu meningkatkan dan mengembangkan potensi yang ada, baik dari segi guru maupun siswanya. Sebagai contoh guru selalu mengembangkan strategi
mengajar
dengan
cara
menggunakan
model-model
pembelajaran yang bervareasi, sehinga siswa tertarik dan termotivasi untuk selalu meningkatkan dan mengembangkan pembelajaran.
78
Disamping itu juga perlunya perhatian khusus oleh guru untuk membantu siswa mengatasi permasalahannya yang dapat menghambat kemauan belajarnya. Yang
selanjutnya
keluarga,
diupayakan
orang
tua
untuk
peningkatan pendidikan putra putrinya diantaranya sebagai berikut : 1) Menghargai dan memotivasi putra putrinya untuk selalu meningkatkan kemampuan didalam belajarnya. 2). Memberi kebebasan berkreasi bagi anak-anaknya,
namun
perkembangannya.
3).
tetap
memberikan
Memberikan
pengawasan
suasana
didalam
keakraban
dan
kebersamaan dengan anak-anaknya dirumah, sehingga anak merasa betah dan nyaman di rumah. 4). Mendorong dan melatih kemandirian terhadap
anak
dengan
memberikan
tugas-tugas
tertentu.
5).
Memberikan pujian dan penghargaan apabila anak-anaknya dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik. c. Solusi atas problem yang berhubungan dengan pengaruh kemajuan teknologi. Seperti yang kita ketahui, bahwasanya teknologi informasi telah menjadi bagian dari kehidupan kita. Misalnya, dalam aspek pendidikan. Banyak sekali dampak positif dan negatif nya . Saat ini penerapan Teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dalam pendidikan di Indonesia belum dapat berlangsung secara optimal. Hal ini antara lain di sebabkan karena pemerintah selaku regulator belum memiliki konsep yang jelas dalam merumuskannya. Penerapan TIK lebih dimaknai sebagai penyediaan saran dan prasarana yang didistribusikan ke unit-unit pendidikan di sekolah misalnya. Sudah tidak asing lagi kita dengar, guru memberi tugas pada siswa melalui internet. Otomatis siswa sering menggunakan internet sebagai sumber mencari tugas. Tetapi tidak sedikit dari mereka menyalah gunakan internet sebagai mencari hal-hal yang bersifat negatif, seperti melihat situs-situs pornografi dan lain sebagainya. Bayangkan jika yang melihat situs-situs porno anak di bawah umur dalam hal ini
79
adalah siswa. Ini merupakan sebagian masalah pada teknologi informasi dan komunikasi terhadap aspek pendidikan. Ini sangat memprihatinkan dan akan mengancam kualitas pendidikan di negeri ini, sebab akan berpengaruh pada sikap atau tingkah laku siswa. Dari contoh masalah di atas, sangat disayangkan, karena pada dasarnya pelajar tidak pantas melihat situs-situs pornografi atau pun yang berbau negatif. Kejahatan seksualitas, penyebaran situs-situs yang mengandung unsur pornografi dan pornoaksi. Tidaklah mencerminkan sikap seorang pelajar yang sepantasnya. Tujuan awal ditemukannya internet adalah membantu semua orang yang ingin mendapatkan informasi secara cepat dan update dari segala penjuru dunia. Namun di dalam perjalanannya terdapat berbagai penyimpangan yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak bertangung jawab. Pelajar dalam hal ini siswa harus bisa memanfa’atkan internet secara maksimal untuk menambah ilmu pengetahuan, wawasan berfikir dan pengembangan ilmu pengetahuan. Di sisi lain ia adalah generasi terdidik dan menjadi harapan bangsa di masa depan Upaya yang dapat dilakukan adalah paling penting peranan orang tua untuk mengawasi dan memberikan penjelasan kepada anakanaknya tentang baik dan buruknya internet hal ini juga yang harus dilakukan oleh seorang guru. Selain itu orang tua juga harus membekali anak-anaknya pengetahuan tentang nilai-nilai agama, meskipun tidak sedikit orang yang paham agama tetapi masih saja melakukan hal-hal negatif, tapi setidaknya anak mempunyai pondasi atau bahkan perisai untuk menolak hal-hal negatif tersebut. Di samping itu harus ada kesadaran dari diri siswa sendiri untuk menghindari masalah-masalah penyalahgunaan internet dan mengetahui dampak negatif nya. Salah satu esensi dari proses pendidikan tidak lain adalah penyajian
informasi.
Dalam
menyajikan
informasi,
haruslah
80
komunikatif. Demikian pula yang harus dilakukan oleh seorang guru. Dalam pendidikan informasi yang tepat disajikan adalah informasi yang dibutuhkan, yakni yang bermakna, dalam arti secara ekonomis menguntungkan, secara teknis memungkinkan dapat dilaksanakan, secara sosial-psikologis dapat diterima sesuai dengan norma dan nilainilai yang ada di masayarakat, dan sesuai atau sejalan dengan kebijaksanaan atau tuntutan perkembangan yang ada. Dalam memberikan atau menyampaikan informasi kepada peserta didik, maka informasi tersebut haruslah informasi yang bermakna dan baik bagi siswa yang bersangkutan. Untuk dapat mengetahui dan memahami informasi yang benar-benar dibutuhkan, bahkan prioritas informasi yang dibutuhkan perlu kita pahami. Komunikator dalam hal ini guru perlu bertindak sebagai pengamat dan pendengar yang baik. Jadi bukan informasi yang kita ketahui yang disampaikan, tetapi yang disampaikan adalah informasi yang benar-benar bermakna dan dibutuhkan oleh siswa. d. Solusi atas problem yang berhubungan dengan evaluasi. Problem pembelajaran aspek afektif pada mata pelajaran PAI materi akidah akhlak yang terkait dengan evaluasi adalah kurangnya evaluasi proses ataupun skala sikap. Aspek life skill sebagaimana tuntutan kurikulum sekarang kurang tersentuh. Akhirnya yang terjadi hanyalah verbalisme. Untuk mengetahui keberhasilan pemelajaran dari aspek afektif siswa, guru melakukan evaluasi yaitu observasi dan dengan teknik wawancara. Kedua macam evaluasi tersebut digunakan untuk mengevaluasi tingkat ke-afektifan siswa, dalam hal ini adalah sikap siswa SMA N 3 Rembang. Kedua evaluasi itu tidak akan pernah lepas dengan apa yang dinamakan masalah. Masalah utama yang dihadapi guru PAI dalam melakukan evaluasi diantaranya adalah kurangnya waktu yang dimiliki oleh guru, bisa disebabkan karena kesibukan guru dengan tugas-tugas
81
yang lain ataupun terbatasnya waktu yang dimiliki guru PAI yang hanya 2 jam pertemuan tiap minggunya. Di samping itu penyebab lainnya adalah kurangnya komunikasi orang tua terhadap guru menyangkut perkembangan putra-putrinya. Karena kebanyakan orang tua menganggap bahwa kalau mereka sudah menyekolahkan putra-putrinya berarti tanggung jawab pendidikan sepenuhnya dibebankan kepada guru artinya orang tua sering lepas tangan terhadap perkembangan putra-putrinya, apalagi mengingat kebanyakan latar belakang siswa dari kalangan petani dan nelayan yang pastinya kurang adanya waktu bagi orang tua untuk memantau perkembangan putra-putrinya. Upaya atau tindakan yang dilakukan untuk mengatasi hal ini adalah guru setiap saat selalu mengamati akhlak siswanya, jika akhlak siswanya baik meskipun nantinya nilai hasil pembelajarannya jelek, maka guru akan bisa
memeberikan niali plus bagi siswa yang
bersangkutan, tetapi juga sebaliknya meskipun ada siswa yang pandai tapi akhlaknya kurang baik maka bisa mengurangi nilai siswa tersebut. Hal ini tidak hanya bisa dilakukan oleh guru PAI saja tetapi juga bisa dilakukan oleh guru-guru yang lainnya. Karena baik dan tidaknya akhlak siswa tidak hanya dibebankan oleh gruru PAI saja artinya semua guru bertanggung jawab atas semua itu, jadi sudah barang tentu salah kalau ada anggapan bahwa baik dan buruknya akhlak siswa tergantung kepada guru agamanya. Untuk teknik wawancara sendiri, dapat dilakukan dengan cara, guru selalu berkomunikasi dengan orang tua siswa (wali siswa) dan sesama guru terutama guru wali kelas dan guru BK untuk mendapatkan informasi mengenai perkembangan sikap siswa di luar kelas dalam hal ini adalah di lingkungan keluarga. Upaya tersebut sesuai dengan teoriteori pendidikan yang menganjurkan seorang guru untuk mengadakan penilaian aspek afektif, baik itu di sekolah ataupun di rumah dengan cara sering berkomunikasi kepada orang tua siswa.
82
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian
di
atas
tentang problem
dan solusi
pembelajaran aspek afektif pada mata pelajaran PAI materi akidah akhlak di SMA N 3 Rembang, maka penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut: 1. Pembelajaran aspek afektif adalah pembelajaran yang mengharapkan siswa mampu melewati 5 tahapan pada ranah afektif yaitu: (1) Receiving, (2) Responding, (3) Valuing, (4) Organization, dan (5) Characterization by a value or value complex. Pada dasarnya, problem pendidikan agama di SMA N 3 Rembang secara umum hanya mengedepankan aspek kognitif atau hasil pencapaian akhir terhadap suatu mata pelajaran termasuk pada mata pelajaran PAI. Hal ini belum sepenuhnya mencapai aspek afektif, yaitu pembentukan sifat atau karakter anak didik bagaimana anak didik tersebut dapat menerapkan pelajaran yang telah didapat untuk kehidupan sehari-harinya dan pada aspek psikomotorik yaitu pengembangan kreativitas. Untuk itu, tidak diketahui
bagaimana pengaplikasian pendidikan agama Isalm dalam
kehidupan sehari-hari oleh para siswa. Apalagi, pelajaran agama Islam belum menjadi alat utama untuk menentukan lulus atau tidaknya siswa dalam suatu jenjang pendidikan. Inilah yang menurut siswa bahwa pendidikan agama Islam tidak terlalu penting sehingga cenderung diremehkan oleh kebanyakan siswa. Metode yang dilakukan oleh para guru PAI juga menjadi salah satu faktor problem pendidikan PAI di SMA N 3 Rembang. Oleh karena itu, untuk mengatasi problem tersebut guru menjadi kunci penting, yakni bertindak dengan menggunakan metode yang tepat bagi kelancaran pembelajaran PAI. Tetapi peran dan pengawasan orang tuapun tidak kalah pentingnya. Agar mendapatkan outpun yang diinginkan oleh semua pihak.
82
83
2. Problem yang timbul dalam pembelajaran aspek afektif pada mata pelajaran PAI materi akidah akhlak di SMA N 3 Rembang adalah: a. Problem yang berhubungan dengan pengelolaan kelas dan metode pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Hal ini disebabkan karena penggunaan metode pembelajaran aspek
afektif
yaitu metode
pembiasaan dan metode modeling dalam pembelajaran PAI kurangnya dukungan dari berbagai pihak, baik itu kurangnya dukungan dari guruguru yang lainnya, atau dukungan dari lingkungan keluarga siswa, karena tidak semua guru melaksanakan metode pembiasaan dan modeling tersebut. b. Problem
guru
yang
berhubungan
dengan
kontrol
terhadap
perkembangan siswa. Hal ini disebabkan karena banyaknya faktor yang dapat mempengaruhinya. Terutama faktor keluarga dan lingkungan masyarakat yang kadang bertolak belakang atau tidak sesuai dengan apa yang diajarkan oleh guru di sekolah. Disamping itu terbatasnya waktu yang dimiliki oleh guru serta banyaknya tugas-tugas guru yang lainnya. Ditambah lagi banyaknya jumlah siswa yang ada sehingga sangatlah tidak mungkin bagi guru untuk mengontrol perkembangan
semua
siswa. c. Problem yang berhubungan dengan pengaruh kemajuan teknologi. Hal ini disebabkan karena zaman sekarang khususnya teknologi informasi yang banyak menyuguhkan aneka pilihan program acara yang kurang mendidik bagi anak, misalnya, yang banyak menanyangkan program acara yang bernuansa pornografi, sekaligus program acara yang memiliki latar belakang budaya berbeda, tingkat ekonomi berbeda (yang berdampak pada perilaku kala menyingkap dinamika dan problem). Sehingga, pada akhirnya membentuk karakter baru yang mungkin tidak sesuai dengan nilai dan norma masyarakat sendiri. d. Problem yang berhubungan dengan evaluasi pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Hal ini disebabkan karena evaluasi dari ranah afektif sulit dilakukan disebabkan karena evaluasi aspek afektif tidak
84
bisa dilakukan secara cepat artinya membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mengetahuinya, faktor lain adalah keterbatasan waktu yang dimiliki oleh guru di SMA N 3 Rembang, di samping itu penyebab lain adalah kurangnya komunikasi antara orang tua siswa dengan guru. 3. Adapun solusi yang dapat penulis berikan adalah sebagai berikut: a. Solusi atas problem yang berhubungan dengan pengelolaan kelas dan metode pembelajaran adalah metode yang sudah dilakukan oleh guru PAI, seharusnya hal tersebut juga bisa dilakukan oleh semua guru dan juga di lingkungan keluarga siswa terutama oleh orang tua siswa. Uapaya lain yang dapat ditempuh oleh guru adalah dengan menerapkan teori-teori yang telah dikemukakan oleh para tokoh diantaranya strategi konsiderasi model strategi ini di kembangkan oleh Mc. Paul, seorang humanis, strategi pengembangan kognitif yang dikembangkan oleh Lawrence Kohlberg, dan strategi mengklarifikasi nilai yang dikembangkan oleh John Jarolimek. b. Solusi atas problem guru yang berhubungan dengan kontrol terhadap perkembangan siswa adalah pertama dari pihak sekolah, Sekolah agar selalu meningkatkan dan mengembangkan potensi yang ada, baik dari segi guru maupun siswanya. Yang selanjutnya keluarga, diupayakan orang tua untuk peningkatan pendidikan putra putrinya diantaranya sebagai berikut : 1). Menghargai dan memotivasi putra putrinya untuk selalu meningkatkan kemampuan didalam belajarnya. 2). Memberi kebebasan berkreasi bagi anak-anaknya, namun tetap memberikan pengawasan didalam perkembangannya. 3). Memberikan suasana keakraban dan kebersamaan dengan anak-anaknya dirumah, sehingga anak merasa betah dan nyaman di rumah. 4). Mendorong dan melatih kemandirian terhadap anak dengan memberikan tugas-tugas tertentu. 5). Memberikan pujian dan penghargaan apabila anak-anaknya dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik.
85
c. Solusi atas problem yang berhubungan dengan pengaruh kemajuan teknologi adalah paling penting peranan orang tua untuk mengawasi dan memberikan penjelasan tentang baik dan buruknya internet hal ini juga yang harus dilakukan oleh seorang guru. Selain itu orang tua juga harus membekali anak-anaknya pengetahuan tentang nilai-nilai agama. Di samping itu harus ada kesadaran dari diri siswa sendiri untuk menghindari
masalah-masalah
penyalahgunaan
internet
dan
mengetahui dampak negatifnya. d. Solusi atas problem yang berhubungan dengan evaluasi adalah guru setiap saat selalu mengamati (observasi) akhlak siswanya baik itu ketika pembelajaran berlangsung atu tidak. Cara lain yang dapat ditempuh adalah guru selalu berkomunikasi dengan orang tua siswa (wali siswa) dan sesama guru terutama guru wali kelas dan guru BK untuk mendapatkan informasi mengenai perkembangan sikap siswa di luar kelas dalam hal ini adalah di lingkungan keluarga.
B. Saran Anak merupakan amanat Allah SWT. Menelantarkannya sama artinya dengan menghianati amanah. Salah satu amanah Allah SWT kepada para orang tua adalah mengenalkan dan memberikan pendidikan agama kepada anak. Para orang tua tidak saja dituntut memenuhi kebutuhan jasmani dan akal putra-putrinya. Tapi, lebih dari itu, orang tua juga bertanggung jawab memenuhi kebutuhan rohaninya, membimbing mereka menjadi pribadi yang shaleh dan shalehah, pribadi yang berakhlakul karimah sesuai apa yang diajarkan oleh agamanya, sebagai guide of life-nya. Keberadaan SMA N 3 Rembang dalam rangka mengantarkan para siswanya agar dapat mempunyai akhlakul karimah sangatlah penting. Oleh karenanya, SMA tersebut harus terus eksis, walaupun diliputi dengan berbagai permasalahan. Untuk itu, penulis menyampaikan saran-saran antara lain: 1. Bagi kepala sekolah SMA N 3 Rembang.
86
Memonitoring kinerja para guru untuk meningkatkan kedisiplinan dalam mengajar, menjalin kerjasama dengan lembaga terkait serta mengontrol jalannya pembelajaran untuk mengetahui proses pembelajaran demi meningkatkan kualitas guru dalam mengajar di SMA N 3 Rembang. 2. Bagi guru Memotivasi diri dan bersemangat dalam berjuang di jalan Allah SWT, menjadikan dirinya sebagai suri tauladan bagi para siswa. Serta mengajar seoptimal mungkin dengan harapan mencapai tujuan yang dimaksud. Dan yang paling penting adalah guru harus bisa menjalin hubungan atau komunikasi secara baik antara sesama guru, peserta didik, atupun dengan otang tua siswa yang dalam hal ini sesuai dengan teori bahwa guru harus mempunyai 4 kompetensi yang diantaranya kompetensi sosial. Agar nantinya dapat selalu mengetahui perkembangan sikap siswa serta dibutuhkan kesabaran untuk mengarahkan sikap siswa agar menjadi lebih baik lagi sehingga bisa menjadi insan yang mempunyai akhlakul karimah. 3. Bagi siswa Semangat belajar dan bisa mengamalkan ilmu yang didapat adalah kunci kesuksesan dalam sebuah pendidikan. Oleh karenanya, siswa hendaknya disiplin dan aktif mengikuti pembelajaran dengan baik, sementara guru sebagai motifator, dinamisator dan apresiator terhadap siswa. Yang tidak kalah pentingnya lagi adalah siswa hendaknya bisa mengamalkan ilmu yang diajarkan di sekolah, tidak hanya ketika berada di sekolah saja, tetapi dalam kehidupan sehari-hari baik itu di lingkungan keluarga maupun di lingkungan masyarakat. 4. Bagi orang tua siswa Agar lebih mendapatkan hasil yang ingin dicapai, orang tua harus turut serta berperan aktif dalam mengupayakan putra-putrinya agar dapat mengembangkan kemampuan dan membentuk sifat atau karakter putraputrinya yang bermartabat yang bertujuan untuk mengembangkan potensi
87
putra-putrinya agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokrasi serta tanggung jawab. Semua itu sesuai dengan tujuan pendidikan Nasional yang termuat dalam UU Sisdiknas nomer 20 tahun 2003 bab 1 pasal 3. Dan hendaknya orang tua selalu membimbing, selalu memberi motivasi atau dorongan kepada putra-putri mereka untuk selalu belajar dengan memantau perkembangan mereka melalui guru wali kelas atau prestasi belajar mereka. Serta tidak lupa orang tua harus bisa menjadi suritauladan yang baik bagi putra-putri mereka. Kepada para pembaca yang budiman, penulis mengharap sekaligus menyarankan agar penelitian yang berkaitan dengan pembelajaran aspek afektif di sekolah-sekolahan harus terus dikaji lebih lanjut demi terjadinya mutu benefit bagi peneliti sendiri maupun bagi sekolah-sekolahan sebagai objek penelitian. C. Penutup Alhamdulillah hanya dengan rahmat dan kemurahan Allah SWT, skripsi yang sangat sederhana ini dapat terselesaikan. Walaupun penulis telah berusaha semaksimal mungkin dengan segala kemampuan dan keyakinan yang ada. Namun penulis sadar sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, penulis senantiasa berharap adanya kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca yang budiman untuk lebih menambah bekal penulis dalam penelitian demi kebaikan langkah selanjutnya. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan perkembangan Pendidikan Agama Islam pada umumnya, serta semoga Allah SWT memberikan berkah yang melimpah bagi hambanya yang selalu taat kepada-Nya dan senantiasa memberikan petunjuk bagi seluruh insan.
88
DAFTAR PUSTAKA
‘Ali, Muhammad, Pengembangan Kurikulum Di Sekolah, (Bandung: Sinar Baru, 1989) , Strategi Penelitian Pendidikan, (Bandung : Angkasa, Anas, Yusuf, Manajemen Pembelajaran (Manajemen
Mutu
Psikologi
1993)
Dan Instruksi Pendidikan
Pendidikan
Para
Pendidik),
(Yogjakarta: IRCiSoD, 2008) Arifin, M., Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2000) Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Sebagai Pendekatan Praktik, (Jakarta : Rineka Cipta, 1998) ,
Prosedur
Penelitian
Suatu
Pendekatan
Praktek,(Jakarta:
Rhineka Cipta, 2002) edisi revisi Azir, Moh., Metode Penelitian, (Darussalam : Ghalia Indonesia, 1983) B. Uno., Hamzah, Perencanaan Pembelajaran, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2008) Bell Gredler, Margaret E., Belajar & Membelajarkan, (Jakarta: Rajawali, 1991) Bloom, Benjamin S. dkk, Taxonomy Of Objective: Cognitive Domain, (New York: David Mc. Kay, 1956 ) Budiarjo, A. dkk, Kamus Psikologi, (Semarang: Efhar dan Dahara Prize, 1991) Bungin,, M. Burhan, Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2007) Chatib, Munif, Sekolahnya Manusia: Sekolah Berbasis Multiple Intelligences Di Indonesia, (Bandung: Mizan Media Utama, 2009) Daniel J, Mueller,
Measuring Social Attitudes : A Handbooks For
Researchers
And Prattioners, (New York : Teachers College
Press, 1989) Daryanto, Kamus Bahasa Indonesia Modern, (Surabaya : Apollo, 1994)
Departemen Pendidiakan Nasional Republik Indonesia, Sistem Pendidikan Nasional 2003, (Jakarta: Cemerlang, 2003) Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1994) Departemen Pendidikana Nasional, Pelayanaan Professional Kurikulum 2004: Penilaian Kelas, (Jakarta: Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas, 2003) Direktorat Madrasah Dan Pendidikan Agama Islam Pada Sekolah Umum, Pedoman Pendidikan Agama Islam Di Sekolah Umum, (t.t., Departemen Agama, 2004) Dokumentasi SMA N 3 Rembang tahun pelajaran 2010/2011 Fakhruddin, Asef Umar, Menjadi Guru Faforit, (Jogjakarta: DIVA Press (Anggota IKAPI), 2010) Hamalik, Oemar, Kurikulum & Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2001) Hasil observasi tanggal 24-29 Januari 2011 di SMA N 3 Rembang. Hasil wawancara dengan HIdayatul Kholisoh (Guru PAI di SMA N 3 Rembang), tanggal 3 Febuari 2011 di SMA N 3 Rembang. Hasil wawancara dengan Nur Huda Yahya, (Guru PAI di SMA N 3 Rembang), tanggal 3 Febuari 2011 di SMA N 3 Rembang Hasil wawancara dengan Utomo, Waka kurikulum di SMA N 3 Rembang, pada tanggal 4 Febuari 2011 di SMA N 3 Rembang. Hasil wawancara dengan Suhartono (Kepala Sekolah SMA N 3 Rembang), tanggal 4 Febuari 2011 di SMA N 3 Rembang. http://etd.eprints.ums.ac.id/3538/1/G000050032.pdf, diakses pada hari Kamis, 30 September 2010 http://www.shvoong.com/social-sciences/education/2027520-manfaat belajar-pendidikan-akidah-akhlak/, diakses pada hari Kamis, 30 September 2010
http://www.unjabisnis.com/2009/08/pembelajaran-efektif.html, diakses pada hari Rabu tanggal 22 September 2010 Kartono, Kartini dan Doligulo, Kamus Psikologi, (Bandung; Pionir Jaya, 1987) , Hygiene Mental, (Bandung: Mandar Maju, 1989) Mar’at, Sikap Manusia Perubahan Serta Pegukuranya, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1984) Margono, S., Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005) Moleong, Lexy J., Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : Remaja Rosda Karya, 2003) Mulyana, Dedy, Metodologi Penelitian Kualitatif (Paradikma Baru Imu Komunikasi Dan Imu Sosial Lainnya), (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2003) , Metodologi Penelitian Kualitatif (Paradikma Baru Ilmu Komunikasi Dan Imu Sosial Lainnya), (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2006), edisi revisi Mulyasa, E., Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Bandung: Remaja Rosdakarya Offset, 2003) Mustaqim, Psikologi Pendidikan, (Yogjakarta: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisonga Semarang bekerjasama dengan Pustaka Pelajar, 2001) Nazir, Moh., Metode Penelitian, (Darussalam : Ghalia Indonesia, 1983) Poerwanti, Endang dan Nur Widodo, Perkembangan Peserta Didik, (Malang:Universitas Muhammadiyah Malang Pers, 2002) Purwanto, M. Ngalim, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1996) R. Krathwohl, David et. al, Taxonomy Of Educational Objective, The Classicafication Of Educational Goal, Handbook II; Affective Domain, (London: Longman Group LTD, 1973) S. Sudjana dan Djuju, Metode dan Teknik Pembelajaran Partisipatif, (Bandung: Falah Production, 2001)
Sanjaya, Wina, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2007) , Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Prenada Media Grup, 2010), edisi revisi Sitorus, Bergaman, Membina Hasrat Belajar Di Sekolah, (Bandung: Remaja Karya, 1987) Slameto, Belajar Dan Factor-Faktor Yang Mempangaruhinya, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1991) Sudarsono, Kamus Konseling, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1997) Sudijono, Anas, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2009) Sudjana, Nana, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2000) , Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1999) Suharsono, Melejitnya IQ, IE, Dan IS, (Jakarta: Inisiasi Press, 2001) Sukmadinata, Nana Syaodah, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2005) Sunarto dan Ny. B. Agung Hartono, Perkembangan Peserta Didik, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002) Suryabrata, Sumadi, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Rajawali, 1985) Syah, Djalinus, dkk, Kamus Pelajar (Kata Serapan, B-I), (Jakarta: Rineka Cipta, 1993) Tayibnafis, Farida Yusuf, Evaluasi Progam, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000) Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (Berbasis Integrasi Dan Kompetensi), (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005) Winkel, W.s., Psikologi Pengajaran, (Jakarta: PT. Gramedia, 1989) Y. Al-Barry, M. Dahlan dan L. Lya Sofyan Yacub, Kamus Induk Istilah Ilmiah, (Surabaya: Target Press, 2003), hal.178
Zaini, Hisyam, dkk, Desain Pembelajaran Di Perguruan Tinggi, (Yogyakarta: Ceter For Teaching Staff Development (CTSD) IAIN Sunan Kalijaga, 2002) Zuhairini, Metodik Khusus Pendidikan Agama, (Surabaya; Usaha Nasional, 1983)
1. Lampiran I :
STRUKTUR ORGANISASI SMA N 3 REMBANG
KOMITE SEKOLAH H. Maskuri
KEPALA SEKOLAH Drs. Suhartono
KOORD. TATA USAHA Surati
WAKASEK KURIKULUM Drs. Utomo
WAKASEK SARANA/PRAS Drs. Slamet Budiono
WAKASEK KESISWAAN Drs. Ramelan
Guru
Siswa
Keterangan : Garis Konsultasi : Garis Komando
WAKASEK HUMAS Dra. Endang Tri M
2. Lampiran II :
DAFTAR JUMLAH GURU
IA
IS
IA
IS
Jml
GT
GB
GT T
jlm
Lebih
X
Kurang
1
Mata pelajaran
Guru
Kebutuhan Guru Negri
No
Jumlah Kelas XI XII
2
-
-
2
2
-
-
2
-
-
2
2
-
-
5
-
-
5
4
-
1
5
-
-
5
4
-
1
4
Pend. Agama Islam Pend. Kewarganegaraan Bhs.& Sastra Indonesia Bahasa Inggris
5
Matematika
4
-
-
4
4
-
-
6
Kesenian
1
-
1
2
2
-
-
7
Penjaskes
2
-
-
2
2
-
-
8
Sejarah
2
-
-
2
2
-
-
9
Geografi
1
-
1
2
1
-
-
10
Ekonomi
3
-
-
3
3
-
-
11
Sosiologi
2
-
-
-
2
2
-
12
Fisika
4
-
-
4
2
-
2
13
Kimia
3
-
-
3
2
-
1
14
Biologi
3
-
-
3
3
-
-
15
TIK
2
-
-
2
2
-
-
16
Bahasa Jawa
2
-
-
2
2
-
-
17
Bahasa Arab
-
-
2
2
2
-
-
18
BK
4
-
-
4
5
-
1
47
0
4
50
47
2
6
2 3
Jumlah Kelas
7
2
5
2
5
21
JUMLAH
7
2
5
2
5
21
Ket
DI SMA N 3 REMBANG TAHUN PELAJARAN 2010/2011
0
3. Lampiran III :
JUMLAH SISWA SMA N 3 REMBANG TAHUN PELAJARAN 2010/2011 Kelas X No 1 2 3 4 5 6 7 Jumlah
Kelas X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7
L 13 11 14 13 13 14 15 93
P 21 23 22 22 22 20 20 150
Jumlah 34 34 36 35 35 34 35 243
Wali kelas Andi Puspitaningrum,S. Pd Endang Sri Wahyuni, S. Pd Lya Indah Eko Yussy, S. Pd Siti Basiroh, S. Pd Heni Indarsih, S. Pd Erna Nur Peni, S. Pd Susi Pornomosari, S. Pd
Kelas XI Kelas No 1 XI IPA 1 2 XI IPA 2 3 XI IPS 1 4 XI IPS 2 5 XI IPS 3 6 XI IPS 4 7 XI IPS 5 Jumlah
L 7 7 19 19 16 19 19 106
P 30 28 16 15 16 16 14 135
Jumlah 37 35 35 34 32 35 33 241
Wali kelas Sujarwo, S. Pd Didik Suyono, S. Pd Dra. Sulastri Noordijah Ekorini, S. Pd Lilies Rosenywati, S. Pd Dra. Kistyowati Dra. Helena Sefantiah
Kelas XII No Kelas 1 XII IPA 1 2 XII IPA 2 3 XII IPS 1 4 XII IPS 2 5 XII IPS 3 6 XII IPS 4 7 XII IPS 5 Jumlah
L 8 9 16 18 18 15 15 99
P 26 26 24 22 22 21 21 162
Jumlah 34 35 40 40 40 36 36 261
Wali kelas HY Yulianto, S. Pd Nur Yuliani, S. Pd Sanati, S. Pd Dra. Hidayatul Khosiah Endang Subektiasih, S. Pd Sri Maryatun, S. Pd Sukorini, S. Pd
L 298
P 447
Jumlah 745
Total Semua
PEDOMAN WAWANCARA Penelitian : “Problem Dan Solusi Pembelajaran Aspek Afektif Pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam Materi Akidah Akhlak Di SMA N 3 Rembang”. 1. Wawancara dengan Drs. Suhartono sebagai Kepala Sekolah SMA N 3 Rembang. 1. Bagaimana sistem pembelajaran yang diterapkan di SMA N 3 Rembang? Jawab: “ Sistemnya berdasarkan kurikulum yang berlaku yaitu KTSP, kemudian yang ditopang dan dilaksanakan oleh bapak dan ibu guru yang mengajar.” 2. Apakah pembelajaran aspek afektif dilaksanakan di SMA N 3 Rembang? Jawab:” Ya jelas dilaksanakan.” 3. Seberapa
penting pembelajaran
aspek
afektif
terhadap
tujuan
pendidikan di SMA N 3 Rembang ? Jawab: “ Memang sangat penting, karena aspek afektif memegang peranan yang sangat penting terhadap sukses dan tidaknya tujuan pendidikan kita.” 4. Bagaimana strategi yang dilakukan untuk pengembangan sekolah ? Jawab: “ Strategi yang dipakai diantaranya adalah program sekolah sesuai visi dan misi, kita bekerja sama dengan pemerintah daerah, kemudian kita bekerjasama dengan orang-orang tua siswa
dan
termasuk dengan pengurus komitenya.” 5. Bagaimanakah pendapat anda mengenai peran PAI di SMA N 3 Rembang ? Jawab : “ Peran PAI di SMA N 3 Rembang memang jamnya kurang dan perlu ditambah, kemudian kegiatan-kegiatannya juga masih kurang, seperti pengajian, dan lain-lain.”
6. Pendidikan agama islam khususnya materi akidah akhlak, apakah penting bagi siswa ? Jawab :” Sangat penting.” 7. Bagaimanakah eksistensi guru PAI di SMA N 3 Rembang ? Jawab: “ Saya kira sudah cukup baik pelaksanaannya.” 8. Masalah-masalah apa yang menonjol berkaitan dengan akhlak siswa ? Jawab : “ Adanya siswa yang kadang-kadang kurang santun terhadap orang tua, kemudian setelah lulus terkadang ada siswa yang pura-pura lupa dengan gurunya, ada juga yang kadang sering membolos.” 9. Dan bagaimana cara mengatasinya ? Jawab : “ Adanya guru piket , contohnya bagi yang terlambat ada hukuman yang bersifat pendidikan misalnya membersihkan mushola.” 2. Wawancara dengan Dra. Hidayatul Khosiah sebagai Guru Pendidikan Agama Islam SMA N 3 Rembang 1. Apakah pembelajaran aspek afektif dilaksanakan dalam pembelajaran PAI ? Jawab : “ Ya jelas diterapkan.” 2. Apakah tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran PAI ? Jawab : “ Agar siswa mengetahui, memahami, masalah hukum-hukum islam dan agar siswa dapat mengamalkan apa yang sudah diajarkan di sekolah dalam kehidupan sehari-hari.” 3. Menurut anda seberapa penting pembelajaran aspek afektif (khususnya pada materi akidah akhlak) terhadap tujuan pembelajaran PAI ? Jawab : “Sangat penting.” 4. Bagaimana persiapan anda sebelum melaksanakan pembelajaran ? Jawab : “ Membaca buku-buku yang berkaitan dengan materi yang akan disampaikan.” 5. Materi-materi apa sajakah yang anda ajarkan dalam pembelajaran PAI ? Jawab : “Al-qur’an dan al-Hadits, fiqih, akidah-akhlak, SKI.” 6. Metode apa yang sering anda gunakan dalam pembelajaran PAI ?
Jawab : “ Metode ceramah, metode tanya jawab, metode diskusi, metode demontrasi.” 7. Fasilitas apa yang menunjang anda dalam melaksanakan pembelajaran PAI? Jawab : “LCD, perpustakaan, lap computer.” 8. Bagaimanakah cara anda menyegarkan suasana pembelajaran di kelas ? Jawab : “Kalau ada siswa yang mengantuk langsung saya kasih pertanyaan, tetapi kalau ngantuknya sudah kelewatan artinya tidur dalam kelas langsung saya suruh untuk wudhu.” 9. Bagaimana pandangan anda terhadap sikap siswa saat pembelajaran PAI khususnya pada materi akidah akhlak ? Jawab : “ Ya beragam, karena setiap anak tidak sama, ada yang memperhatikan dengan baik, tapi ada juga yang terkadang gojek sendiri.” 10. Apa yang menjadi faktor pendukung dan penghambat anda dalam melaksanakan pembelajaran PAI khususnya pada materi akidah akhlak? Jawab : “ Yang menjadi penghambat adalah orang tua kurang adanya waktu untuk mengontrol perkembangan siswa.” 11. Solusi apa yang anda tempuh untuk mengatasi masalah-masalah tersebut? Jawab : “Seharusnya sering komunikasi dengan orang tua.” 12. Apakah anda melakukan evaluasi afektif dalam pembelajaran PAI khususnya pada materi akidah akhlak? Jawab : “Ya, tentu.” 13. Kapan evaluasi pembelajaran aspek afektif dilaksankan ? Jawab : “ Setiap saat, karena evaluasi afektif tidak bisa dilaksanakan dengan instan seperti kognitif, ataupun psikomotorik.” 14. Bagaimanakah teknis/cara pelaksaaan evaluasi itu ? Jawab : “ Dengan cara observasi dan wawancara.” 15. Apa problem anda dalam melaksanakan evaluasi aspek afektif ? Jawab : “Terbatasnya waktu.”
16. Bagaimana cara anda mengatasi masalah tersebut ? Jawab : “ Bekerjasama dengan guru-guru yang lainnya.” 3. Wawancara dengan Nur Huda Yahya, BA. sebagai Guru Pendidikan Agama Islam SMA N 3 Rembang 1. Apakah pembelajaran aspek afektif dilaksanakan dalam pembelajaran PAI ? Jawab : “ Ya tentu dilaksanakan.” 2. Apakah tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran PAI ? Jawab : “ Agar siswa mempunyai akhlak yang mulia sesuai dengan ajaran al-Qur’an dan al-Hadits, siswa mempunyai kepribadian yang islami, siswa mampu melaksanakn ibadah dengan benar”. 3. Menurut anda seberapa penting pembelajaran aspek afektif (khususnya pada materi akidah akhlak) terhadap tujuan pembelajaran PAI ? Jawab : “Sangat penting.” 4. Bagaimana persiapan anda sebelum melaksanakan pembelajaran ? Jawab : “ Tentunya saya harus membaca referensi-referensi yang berkaitan dengan materi yang akan disampaikan.” 5. Materi-materi apa sajakah yang anda ajarkan dalam pembelajaran PAI ? Jawab : “Al-qur’an dan al-Hadits, fiqih, akidah-akhlak, SKI.” 6. Metode apa yang sering anda gunakan dalam pembelajaran PAI ? Jawab : “ Adalakanya metode ceramah, metode tanya jawab, metode diskusi, metode demontrasi, sesuai dengan materinya.” 7. Fasilitas apa yang menunjang anda dalam melaksanakan pembelajaran PAI? Jawab : “LCD, perpustakaan, lap komputer, mushola.” 8. Bagaimanakah cara anda menyegarkan suasana pembelajaran di kelas ? Jawab : “Kalau ada siswa yang tidak memperhatikan langsung saya kasih pertanyaan.” 9. Bagaimana pandangan anda terhadap sikap siswa saat pembelajaran PAI khususnya pada materi akidah akhlak ?
Jawab : “ Ya beragam, ada yang memperhatikan dengan baik, tapi ada juga yang terkadang gojek sendiri.” 10. Apa yang menjadi faktor pendukung dan penghambat anda dalam melaksanakan pembelajaran PAI khususnya pada materi akidah akhlak? Jawab : “ Kurangnya keaktifan siswa.” 11. Solusi apa yang anda tempuh untuk mengatasi masalah-masalah tersebut? Jawab : “Memberikan reward bagi siswa.” 12. Apakah anda melakukan evaluasi afektif dalam pembelajaran PAI khususnya pada materi akidah akhlak? Jawab : “Ya jelas saya melakukannya.” 13. Kapan evaluasi pembelajaran aspek afektif dilaksankan ? Jawab : “ Setiap waktu.” 14. Bagaimanakah teknis/cara pelaksaaan evaluasi itu ? Jawab : “ Dengan cara mengamati atau observasi dan wawancara.” 15. Apa problem anda dalam melaksanakan evaluasi aspek afektif ? Jawab : “Waktunya yang sangat kurang.” 16. Bagaimana cara anda mengatasi masalah tersebut ? Jawab : “ Meminta informasi atau bekerjasama dengan guru-guru yang lainnya.” 4. Wawancara dengan Dra. Yuli Mustikawati sebagai guru BK 1. Apa tugas guru BK ? Jawab : “ Untuk membantu siswa membuat pilihan-pilihan, penyesuaian-penyesuaian dalam hubungannya dengan situasi-situasi tertentu atau masalah-masalah yang dihadapi.” 2. Bagaimana pandangan anda terhadap akhlak siswa? Jawab : “ Banyak yang baik, dan sedikit yang menyeleweng”. 3. Bagaimana cara BK melaksanakan tugas dan fungsinya tersebut? Jawab : “ Bekerjasama dengan guru-guru yang lain.” 4. Apa kendala BK dalam melaksanakan tugas dan fungsinya?
Jawab : “ Pola pikir siswa yang salah, karena menganggap guru BK sangat menakutkan.” 5. Apakah dalam menangani siswa yang bermasalah anda bekoordinasi dengan guru yang lain? Jawab : “ Ya, karena banyaknya siswa, sehingga saya tidak mungkin bisa menanganinya sendiri.” 6. Bagaimana pendapat anda mengenai peran PAI di sekolah terkait dengan peningkatan perilaku baik siswa? Jawab: “ Sangat penting sekali.” 7. Apa permasalahan siswa yang sering timbul? Jawab : “Siswa yang datang terlambat, siswa yang bolos, siswa yang merokok dan lain-lain.” 8. Bagaimana cara anda untuk mencegah dan mengatasi hal tersebut? Jawab : “ Bekerjasama dengan guru-guru yang lain, terutama guru yang sedang piket, kalau ada siswa yang melanggar akan langsung diberikan hukuman yang bersifat mendidik.” 5. Wawancara dengan Drs. Utomo sebagai waka bidang kurikulum 1. Bagaimana kurikulum yang berlaku di SMA N 3 Rembang ? Jawab : “ Kurikulum yang berlaku sesuai dengan kurikulum yang berlaku sekarang, yaitu KTSP.” 2. Apakah pembelajaran aspek afektif dilaksanakan dalam setiap pembelajaran? Jawab : “Ya tentu dilaksanakan.” 3. Kegiatan-kegiatan apa yang dilakukan untuk meningkatkan semangat belajar siswa? Jawab : “Ya banyak sekali, misalnya saja ulangan harian yang terbuka, ujian semester, adanya jam tambahan pelajaran, kemudian ada ekstra kulikuler.” 4. Selama ini masalah apa yang sering terjadi dalam pelaksanaan kurikulum di SMA N 3 Rembang, khususnya untuk mata pelajaran PAI?
Jawab : “ Dalam penilaian PAI di rapotnya tidak ada nilai dari segi psikomotorik.” 5. Dan bagaimana solusinya? Jawab : “ Ya meskipun tidak ada nilai untuk segi psikomotor, tapi dari pihak kami juga tetap mencantumkan nilai psikomotor. ” 6. Jika ada siswa yang melanggar peraturan, contohnya: membolos, sanksi apa yang diberikan pada siswa tersebut? Jawab : “ Kita melihat dulu pelanggarannya, jika pelanggarannya ringan kita memberikan hukuman yang kiranya mendidik, tapi kalau semisal pelanggarannya cukup berat kita akan panggil orang tuanya, kemudian diskorsing, tetapi kalau sudah terlalu sering melakukan pelanggaran bahkan sudah kelewatan dari pihak kami akan mengembalikan siswa ke orang tuanya.” 6. Wawancara dengan Mansur Hidayat siswa SMA N 3 Rembang. 1. Apakah kalian senang mengikuti pembelajaran PAI khususnya pada materi akidah akhlak? Jawab :” Ya, senang.” 2. Apakah yang menjadi masalah kalian ketika mengikuti pelajaran PAI khususnya pada materi akidah akhlak? Jawab : “ Terkadang saya mengantuk ketika pelajaran PAI, karena gurunya ceramah terus.” 3. Dalam memahami meteri, apakah kalian sering mengalami masalah? dan jika ya, bagaimana anda mengatasinya? Jawab : “ Ya, cara saya mengatasinya adalah dengan cara saya bertanya pada teman yang lebih pintar.” 4. Apa yang membuat kalian bosan mengikuti pembelajaran PAI? Jawab: “ Gurunya banyak ceramah.” 5. Apakah kalian pernah ditanya tentang teman kalian yang sedang punya masalah? Jawab : “ Ya pernah, biasanya kalau sedang ada masalah dengan ceweknya.”
6. Apakah kalian aktif dalam ekstra keagamaan di sekolah? Jawab : “ Ya ikut.” 7. Wawancara dengan Vina Ayu Anggraini siswi SMA N 3 Rembang. 1. Apakah kalian senang mengikuti pembelajaran PAI khususnya pada materi akidah akhlak? Jawab :” Ya saya senang sekali mas.” 2. Apakah yang menjadi masalah kalian ketika mengikuti pelajaran PAI khususnya pada materi akidah akhlak? Jawab : “ Terkadang terganggu dengan teman yang gojek sendiri.” 3. Dalam memahami meteri, apakah kalian sering mengalami masalah? dan jika ya, bagaimana anda mengatasinya? Jawab : “ Ya, cara saya mengatasinya saya bertanya pada guru apa yang saya tidak paham.” 4. Apa yang membuat kalian bosan mengikuti pembelajaran PAI? Jawab: “ Gak bosen sich, malah saya senang sekali dengan pelajaran PAI, soalnya gurunya tidak galak sich.” 5. Apakah kalian pernah ditanya tentang teman kalian yang sedang punya masalah? Jawab : “ Ya pernah, biasanya kalau sedang ada masalah dengan pacarnya, kadang juga masalah keluarga.” 6. Apakah kalian aktif dalam ekstra keagamaan di sekolah? Jawab : “ Ya saya ikut, daripada waktu saya gunakan untuk hal tidak manfaat.”
4. LAMPIRAN IV :
DENAH RUANG KELAS SMA N 3 REMBANG TAHUN PELAJARAN 2010/2011 Kantin
X. 6
KM / WC
X. 7
Lapangan Olah Raga X. 5 X.2
X.4
Joglo
X.1
X. 3 KM / WC
XI IPS 5
KM / WC
XI IPS 4
XI IPS 3
Kantin
Ruang OSIS
Ruang pramuka
XII IPA 1
XI IPS 1
XI IPA 2
XI IPA 1
XII IPS 5
XII IPS 4
XII IPS 1
XII IPS 2
XII IPS 3
u
Ruang BK
Gudang
XI IPS 2
Parkir Sepeda Siswa XII IPA 2
AULA
Parkir guru
Perpustakaan
P. pnjga
Lab. Biologi WC Guru
Lab. Komp. 1
Mushola
Ruang Komite
Ruang KESENIAN
Lab. Komp.2
TK
R. IPS
R. Sablon
Lab. Bahasa
Lab. Fisika
Ruang Guru Ruang WKS Ruang T U
Ruang Tamu
Ruang Kepsek
Parker motor Guru /karyawan
Lab. Kimia
WC
4. LAMPIRAN IV :
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: Moh. Wartono
Nim
: 063111058
Tempat, tanggal lahir : Rembang, 18 Desember 1987 Alamat asal
: Ds. Sulang RT/RW 02/08 Kec. Sulang Kab. Rembang
Alamat sekarang
: Jl. Pelem gedong RT/RW 02/02 Tambak Aji Semarang
Jenjang Pendidikan :
- Formal 1. SD N 3 Sulang Lulus Tahun 2000 2. SMP N 1 Sulang Lulus Tahun 2003 3. SMA N 1 Sulang Lulus Tahun 2006 4. IAIN Walisongo Semarang lulus Tahun 2011
- Non Formal 1. Madrasah Diniyah An-Nuroniyyah Lulus Tahun 2005 2. Pondok Pesantren Daarun Najaah Jrakah Tugu Semarang