SPEKTRA
Jurnal Kajian Pendidikan Sains
PROBLEM BASED LEARNING BERBASIS INQUIRY DITINJAU DARI SIKAP ILMIAH DAN KREATIVITAS MAHASISWA Sri Jumini)1 1) Program Studi Pendidikan Fisika Universitas Sains AlQuran Wonosobo
[email protected]
ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penerapan metode inquiry dan discovery, sikap ilmiah, dan kreativitas mahasiswa terhadap prestasi belajar siswa. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen. Sampel penelitian ditentukan dengan teknik purposive sampling sebanyak dua kelas. Uji hipotesis penelitian menggunakan anava tiga jalan dengan desain faktorial 2x2x2. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: (1) pembelajaran menggunakan metode inquiry menghasilkan prestasi kognitif dan afektif yang lebih baik dari pada discovery dan menghasilkan prestasi psikomotorik yang setara, (2) Mahasiswa dengan sikap ilmiah tinggi memiliki prestasi kognitif, afektif, dan psikomotorik yang lebih baik dari pada mahasiswa dengan sikap ilmiah rendah, (3) mahasiswa dengan kreativitas tinggi memiliki prestasi kognitif, afektif, dan psikomotorik yang lebih baik dari pada mahasiswa dengan kreativitas rendah, (4) terdapat interaksi antara metode belajar dengan sikap ilmiah terhadap prestasi belajar, (5) terdapat interaksi antara metode belajar dengan kreativitas terhadap prestasi belajar, (6) terdapat interaksi antara sikap ilmiah dengan kreativitas terhadap prestasi belajar, (7) terdapat interaksi antara metode belajar, sikap ilmiah, dan kreativitas terhadap prestasi belajar. Kata kunci: metode inquiry dan discovery, sikap ilmiah, kreativitas, prestasi belajar, listrik dinamik.
PENDAHULUAN Hasil penelitian PISA (Programme for International Student Assessment) tahun 2000 dan tahun 2003 menunjukkan bahwa kemampuan sains peserta didik Indonesia masing-masing pada peringkat ke-38 (dari 41 negara) dan peringkat ke-38 dari 40 negara (Purwadi, dalam Hafis, 2010). Skor rata-rata pencapaian ditetapkan sekitar nilai 500 dengan simpangan baku 100 point. Pada PISA 2003 sekitar dua per tiga peserta memperoleh skor antara 400 sampai 600. Hal ini berarti skor yang dicapai peserta Indonesia kurang lebih terletak pada angka 400. Hal ini berarti peserta didik Indonesia diduga baru mampu mengingat
pengetahuan ilmiah berdasarkan fakta sederhana (Puskur, dalam Hafis, 2010). Kemampuan sains peserta didik Indonesia berdasarkan hasil PISA tahun 2009 baru bisa menduduki peringkat 5 dari 65 negara dengan total nilai 383. Berdasarkan kenyataan ini, mencerminkan keadaan sistem pendidikan di Indonesia yang sedang berjalan saat ini. ”Guru-guru Indonesia masih belum bisa menerapkan metode problem solving dan keahlian menganalisis terhadap suatu pelajaran pada siswa, serta budaya membaca dan menulis yang masih kurang ditanamkan pada diri siswa” (Republika, 2011). Pembelajaran saat ini dilakukan baru sekedar mampu meluluskan peserta didik dalam tes maupun ujian akhir semester. Sehingga peserta didik hanya berorientasi
---( 10 )---
SPEKTRA
Jurnal Kajian Pendidikan Sains
untuk bisa mengerjakan tes dengan baik, namun tidak terbiasa menyelesaikan masalah dan menganalisis fakta yang terjadi di lapangan. Pembelajaran Fisika sebagai salah satu Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) bukan hanya sekedar penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip saja (Permendiknas, 2006: 484). Pembelajaran fisika merupakan proses penemuan yang mengajak peserta didik untuk mendapatkan pengalaman langsung, memiliki kemampuan berfikir untuk memecahkan masalah, bekerja dan bersikap ilmiah, serta bisa berkomunikasi dengan baik. Hal ini menuntut para pendidik untuk lebih aktif mengajak peserta didik tidak hanya sekedar tahu konsep, tapi juga mampu menemukannya dan mengaplikasikannya. Salah satu metode pembelajaran dalam fisika, yang dianggap sebagai metode yang cukup efektif adalah metode inquiry dan discovery (Refi 2010: 2). Metode ini mengarahkan pembelajaran fisika untuk berangkat dari alam dan memaknai gejalanya sebagai sebuah ilmu. Proses inquiry berarti pertanyaan, atau pemeriksaan, penyelidikan (Trianto, 2007: 135). Dalam metode ini tingkah laku dilibatkan dalam usaha manusia untuk menjelaskan secara rasional fenomenafenomena alam. Melibatkan keterampilan aktif yang fokus pada pencarian pengetahuan atau pemahaman untuk memuaskan rasa ingin tahu. Sedangkan discovery merupakan bagian dari inquiry, atau inquiry merupakan perluasan proses discovery yang digunakan lebih mendalam. Kedua metode ini sangat tepat digunakan dalam pembelajaran fisika, karena sesuai dengan karakter fisika itu sendiri yang lebih menekankan produk, proses, dan sikap ilmiah.
Pengamatan di lapangan (terutama terhadap pembelajaran fisika) menunjukkan bahwa proses pembelajaran yang dilakukan selama ini semata-mata hanya menekankan pada penguasaan konsep yang dijaring dengan tes tertulis obyektif dan subyektif sebagai alat ukurnya (Mulyana, 2005: 1). Pengukuran semacam ini biasanya hanya mengukur pengusaan materi saja dan itu pun hanya meliputi ranah kognitif tingkat rendah. Aspek psikomotorik dalam pengembangan ketrampilan proses siswa, dan aspek afektif dalam penanaman sikap ilmiah siswa sebagai implementasi pendidikan karakter belum dinilai secara maksimal. Keberhasilan belajar peserta didik selain ditentukan oleh faktor eksternal juga ditentukan oleh faktor internal seseorang. Faktor internal keberhasilan belajar meliputi motivasi, pengetahuan awal, minat, bakat, dan kecerdasan, kreativitas, dan sikap ilmiah seseorang dalam belajar. Peserta didik yang kreativitasnya tinggi dapat mengimbangi kekurangan dalam daya ingatan dan faktor-faktor lain yang diukur oleh tes inteligensi tradisional. Sedangkan peserta didik yang memiliki sikap ilmiah tinggi akan mampu menyerap hasil pembelajaran fisika dengan lebih baik, sehingga prestasinya tinggi. Faktor ini harus diperhatikan oleh pendidikan agar dihasilkan peserta didik yang memiliki karakter kuat dan cerdas. Penelitian ini bertujuan: (1) mengetahui perbedaan prestasi belajar antara mahasiswa yang diberi pembelajaran menggunakan metode inquiry dan discovery. (2) mengetahui perbedaan prestasi belajar antara mahasiswa yang memiliki sikap ilmiah tinggi dan mahasiswa yang mempunyai sikap ilmiah rendah. (3) mengetahui perbedaan prestasi belajar antara mahasiswa yang memiliki kreativitas tinggi dan mahasiswa yang mempunyai kreativitas rendah. (4)
---( 11 )---
SPEKTRA
Jurnal Kajian Pendidikan Sains
mengetahui interaksi antara metode inquiry dan discovery dengan kelompok kreativitas terhadap prestasi belajar mahasiswa. (5) mengetahui interaksi antara metode inquiry dan discovery dengan kelompok sikap ilmiah terhadap prestasi belajar mahasiswa. (6) mengetahui interaksi antara kelompok kreativitas dengan kelompok sikap ilmiah terhadap prestasi belajar mahasiswa. (7) mengetahui interaksi antara metode inquiry dan discovery, kelompok kreativitas, dan kelompok sikap ilmiah terhadap prestasi belajar mahasiswa.
mahasiswa. Dalam penyusunan instrumen dilakukan analisis intrumen yaitu validitas dan reabilitas untuk anngket, validitas reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya beda untuk soal tes tertulis, dan validitas ahli untuk lembar observasi baik konstruk maupun isinya. Analisis data hasil penelitian ini dengan bantuan program SPSS seri 14 dengan taraf signifikasi α=5%. Beberapa data prestasi tidak normal dan tidak homogen, sehingga uji hipotesis digunakan uji statistik non parametrik yaitu Kruskal Wallis. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di program Studi Pendidikan Fisika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UNSIQ Jawa Tengah di Wonosobo, pada bulan Juni sampai Juli 2011. Sampel penelitian yaitu kelas IIA sebagai kelompok eksperimen, dan kelas IIB sebagai kelas kontrol yang masing-masing berjumlah 23 mahasiswa. Kelas eksperimen dengan metode inquiry, dan kelas kontrol dengan metode discovery. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pembelajaran dengan metode inquiry dan discovery.Variabel moderator adalah sikap ilmiah dan kreativitas mahasiswa; dan variabel terikatnya prestasi kognitif, afektif, dan psikomotorik. Penelitian ini adalah penelitian eksperimen dengan desain faktorial 2x2x2. Terdapat empat metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode angket untuk melihat ketegori sikap ilmiah dan kreativitas mahasiswa, metode tes untuk melihat kemampuan kognitif mahasiswa, metode observasi untuk melihat kemampuan afektif dan psikomotorik mahasiswa, dan metode dokumentasi untuk melihat kesamaan kemampuan awal
Data yang diperoleh dari hasil penelitian berupa data sikap ilmiah, data kreativitas, dan prestasi belajar aspek kognitif, afektif, dan psykomotorik. Hasil uji Kruskal Wallis test menggunakan SPSS seri 14 didapatkan hasil sebagai berikut: a. Hipotesis pertama Hasil analisis pengaruh metode pembelajaran inkuiri dan diskoveri terhadap prestasi belajar aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik dapat dilihat dalam tabel 1 berikut ini: Tabel 1. Hasil Analisis Pengaruh Metode Belajar Test Statisticsa,b
Chi-Square df Asy mp. Sig.
Prestasi Kognitif 5.755 1 .016
Prestasi Af ektif 4.107 1 .043
Prestasi Psikomotorik 1.467 1 .226
a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Metode Belajar
Dari tabel 1 terlihat bahwa untuk prestasi kognitif P-value (0,016) < α (0,05); untuk prestasi afektif P-value (0,043) < α (0,05); untuk prestasi psikomotorik P-value (0,226) > α (0,05); dengan demikian H0A ditolak dan H1A diterima untuk prestasi
---( 12 )---
SPEKTRA
Jurnal Kajian Pendidikan Sains
belajar aspek kognitif dan afektif. Sedangkan untuk prestasi belajar aspek psikomotorik H0A diterima dan H1A ditolak. Artinya ada perbedaan prestasi belajar aspek kognitif dan aspek afektif pembelajaran fisika dasar dengan menggunakan metode inkuiry dan diskovery. Tetapi tidak ada perbedaan prestasi belajar pada aspek psikomotorik pembelajaran fisika dasar dengan menggunakan metode inkuiry dan diskovery. Metode pembelajaran inquiry memberikan hasil prestasi belajar kognitif dan afektif yang lebih baik daripada metode pembelajaran discovery, hal ini ditunjukkan rata-rata prestasi kognitif dan afektif kelas inquiry (77,78 dan 71,74) lebih baik dibandingkan rata-rata prestasi kognitif dan afektif kelas discovery (70,74 dan 69,35). Dalam metode pembelajaran inquiry suasana pembelajaran cenderung lebih bersifat mendorong mahasiswa untuk lebih tertantang melakukan percobaan, memiliki rasa keingintahuan yang tinggi, sehingga ketika konsep telah terkonstruksi dalam pikiran, akan melekat kuat dan tidak mudah hilang. Dalam proses pembelajaran pun, karena dilandasi rasa penasaran yang tinggi, maka mahasiswa akan lebih tekun, cermat, teliti, dan bertanggungjawab dalam melakukan percobaan untuk menyelesaikan permasalahan, sehingga prestasi kognitif dan afektif kelas inkuiri lebih baik daripada kelas discovery. Sedangkan dalam metode discovery, mahasiswa hanya mengandalkan petunjuk yang ada di handout untuk menyelesaikan masalah dalam proses pembelajaran. Kondisi ini mengakibatkan mahasiswa kurang termotivasi dalam melakukan proses pembelajaran, dan konsep yang didapat kurang bertahan lama. Sehingga mahasiswa hanya termotivasi untuk menyelesaikan tugas saja, tanpa ingin mendapatkan pengetahuan yang lebih
ataupun mengembangkannya. Dapat disimpulkan bahwa penggunaan metode pembelajaran inquiry memberikan hasil belajar fisika aspek kognitif dan afektif yang lebih baik dari pada metode pembelajaran discovery. Untuk prestasi belajar aspek psikomotor, dari hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan prestasi mahasiswa yang diberi pembelajaran dengan metode inquiry maupun discovery. Sintak pembelajaran metode inquiry dan discovery menuntut ketrampilan proses sains dari mahasiswa yang hampis sama. Discovery merupakan bagian dari inquiry, atau inquiry merupakan perluasan proses discovery yang digunakan lebih mendalam. Proses belajar inquiry memiliki kemiripan dengan discovery, yaitu sama-sama menekankan keaktifan siswa dan pencarian sendiri oleh siswa dengan pendekatan ilmiah. Perbedaannya adalah inquiry lebih pada penyelidikan suatu masalah yang secara ketat mengikuti metode ilmiah. Sedangkan discovery tidak harus penyelidikan masalah, tetapi dapat berupa penemuan yang biasa, dan dapat juga memecahkan masalah yang tidak kongrit. Keduanya menuntut proses ketrampilan yang sama pada diri mahasiswa. Hal ini terlihat hasil prestasi aspek psikomotorik mahasiswa kelas inquiry dan discovery tidak ada perbedaan. b. Hipotesis kedua Hasil analisis pengaruh sikap ilmiah mahasiswa kategori tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik dapat dilihat dalam tabel 2 berikut ini:
---( 13 )---
SPEKTRA
Jurnal Kajian Pendidikan Sains
Tabel 2 Hasil Analisis Pengaruh Kelompok Sikap Ilmiah Test Statisticsa,b
Chi-Square df Asy mp. Sig.
Prestasi Kognitif 11.499 1 .001
Prestasi Af ektif 4.048 1 .044
Prestasi Psikomotorik 11.893 1 .001
a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Sikap I lmiah
Dari tabel 2 terlihat bahwa untuk prestasi kognitif P-value (0,001) < α (0,05); untuk prestasi afektif P-value (0,044) < α (0,05); untuk prestasi psikomotorik P-value (0,001) < α (0,05); dengan demikian H0B ditolak dan H1B diterima untuk prestasi belajar baik aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Artinya ada perbedaan prestasi belajar baik aspek kognitif, aspek afektif, maupun aspek psikomotorik antara mahasiswa dengan sikap ilmiah tinggi dan mahasiswa dengan sikap ilmiah rendah dalam pembelajaran fisika dasar. Mahasiswa yang memiliki sikap ilmiah tinggi akan selalu mencari tahu jawaban dari permasalahan dalam belajar, memiliki motivasi yang besar dalam menyelesaikan tugas belajar. Hal ini disebabkan karena mereka memiliki kesadaran diri, aktif, serta memiliki tanggung jawab, sehingga prestasinya baik kognitif (79,76), afektif (71,61), maupun psikomotorik (72,19) lebih tinggi daripada yang mahasiswa yang sikap ilmiahnya rendah. Sedangkan mahasiswa yang memiliki sikap ilmiah rendah kurang menguasai pelajaran secara sepenuhnya, sehingga prestasi belajarnya baik kognitif (69,08), afektif (69,32), maupun psikomotorik (66,76) juga kurang baik. Hal ini disebabkan, karena kesadaran mereka yang kurang dalam menghadapi permasalahan yang diberikan. Sikap ingin tahu, kritis, objektif, tekun dan terbuka dalam memecahkan suatu permasalahan tidak dioptimalkan mahasiswa selama
proses pembelajaran, dan keterampilan pun kurang terlatih dan tergali secara optimal. Sehingga hasil prestasi belajar yang mereka peroleh juga rendah. c. Hipotesis ketiga Hasil analisis pengaruh kreativitas mahasiswa kategori tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik dapat dilihat dalam tabel 3 berikut ini: Tabel 3 Hasil Analisis Pengaruh Kelompok Kreativitas Test Statisticsa,b
Chi-Square df Asy mp. Sig.
Prestasi Kognitif 29.966 1 .000
Prestasi Af ektif 6.276 1 .012
Prestasi Psikomotorik 16.184 1 .000
a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Kreativ itas Siswa
Dari tabel 3 terlihat bahwa untuk prestasi kognitif P-value (0,000) < α (0,05); untuk prestasi afektif P-value (0,012) < α (0,05); untuk prestasi psikomotorik P-value (0,000) < α (0,05); dengan demikian H0C ditolak dan H1C diterima untuk prestasi belajar baik aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Artinya ada perbedaan prestasi belajar baik aspek kognitif, aspek afektif, maupun aspek psikomotorik antara mahasiswa dengan kreativitas tinggi dan mahasiswa dengan kreativitas rendah dalam pembelajaran fisika dasar. Sesuai dengan pendapat Ausubel (dalam Oemar Hamalik, 2002) kreativitas adalah kemampuan atau kapasitas pemahaman, sensitifitas, dan apresiasi dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Artinya, mahasiswa yang kreatifitasnya tinggi memiliki kapasitas pemahaman, sensitifitas, dan apreasiasi penyelesaian
---( 14 )---
SPEKTRA
Jurnal Kajian Pendidikan Sains
masalah yang lebih baik dari pada mahasiswa dengan kreativitas rendah. Dengan kreativitas tinggi, mahasiswa dapat mengatasi kesulitannya sehingga prestasinya dapat lebih baik. d. Hipotesis keempat Hasil analisis pengaruh interaksi antara metode pembelajaran dengan sikap ilmiah mahasiswa kategori tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik dapat dilihat dalam tabel 4 berikut ini: Tabel 4 Hasil Analisis Pengaruh interaksi antara Metode Pembelajaran dengan Kelompok Sikap Ilmiah Test Statisticsa,b
Chi-Square df Asy mp. Sig.
Prestasi Kognitif 16.809 3 .001
Prestasi Af ektif 12.599 3 .006
Prestasi Psikomotorik 14.646 3 .002
kerjasama, penciptaan kerja, dan proses berpikir yang terjadi secara simultan dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu mahasiswa yang sikap ilmiahnya tinggi akan lebih mudah dalam mengolah dan menyerap informasi dalam pembelajaran serta menggunakan untuk memecahkan permasalahan pembelajaran yang diberikan, sehingga prestasinya dapat lebih baik. e. Hipotesis kelima Hasil analisis pengaruh interaksi antara metode pembelajaran dengan kreativitas mahasiswa kategori tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik dapat dilihat dalam tabel 5 berikut ini: Tabel 5 Hasil Analisis Pengaruh interaksi antara Metode dan Kreativitas Test Statisticsa,b
a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Metode dengan Sikap Ilmiah
Dari tabel 4 terlihat bahwa untuk prestasi kognitif P-value (0,001) < α (0,05); untuk prestasi afektif P-value (0,006) < α (0,05); untuk prestasi psikomotorik P-value (0,002) < α (0,05); dengan demikian H0AB ditolak dan H1AB diterima untuk prestasi belajar baik aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Artinya ada interaksi antara metode pembelajaran inquiry dan discovery dengan sikap ilmiah mahasiswa kategori tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar baik aspek kognitif, aspek afektif, maupun aspek psikomotorik dalam pembelajaran fisika dasar. Mahasiswa dengan sikap ilmiah kategori tinggi pada kedua kelas baik inquiry maupun discovery memiliki prestasi belajar yang lebih baik daripada mahasiswa yang sikap ilmiahnya rendah. Sikap ilmiah mahasiswa adalah suatu kegiatan fisik dan mental seperti sikap ingin tahu, kritis, objektif, tekun yang dapat diwujudkan dalam bentuk
Chi-Square df Asy mp. Sig.
Prestasi Kognitif 33.212 3 .000
Prestasi Af ektif 8.886 3 .031
Prestasi Psikomotorik 16.459 3 .001
a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Metode dengan Kreativ itas
Dari tabel 5 terlihat bahwa untuk prestasi kognitif P-value (0,000) < α (0,05); untuk prestasi afektif P-value (0,031) < α (0,05); untuk prestasi psikomotorik P-value (0,001) < α (0,05); dengan demikian H0AC ditolak dan H1AC diterima untuk prestasi belajar baik aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Artinya ada interaksi antara metode pembelajaran dengan kreativitas mahasiswa kategori tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar baik aspek kognitif, aspek afektif, maupun aspek psikomotorik dalam pembelajaran fisika dasar. Mahasiswa yang memiliki kreativitas dengan kategori tinggi memiliki prestasi belajar yang lebih baik daripada mahasiswa dengan kreativitas kategori rendah. Hal ini disebabkan karena metode
---( 15 )---
SPEKTRA
Jurnal Kajian Pendidikan Sains
pembelajaran inquiry dan discovery memberikan mahasiswa kesempatan untuk beperan lebih aktif dalam mengolah informasi, dan berpikir kritis. Kondisi pembelajaran inquiry yang berprinsip pada konstruktivis melalui penyelidikan, penemuan, dan generalisasi akan membentuk dan melatih kreativitas pada diri mahasiswa. Kreativitas akan muncul berkenaan dengan kesadaran adanya kesenjangan antara pengetahuan yang sudah dimiliki dengan pengetahuan atau masalah baru, kemudian munculah beragam alternatif solusi. Sejalan dengan itu kreativitas akan muncul pada diri individu bila ada tantangan baru yang solusinya tidak rutin yang dalam hal ini didapati mahasiswa dalam pembelajaran inquiry. f. Hipotesis keenam Hasil analisis pengaruh interaksi antara sikap ilmiah mahasiswa kategori tinggi dan rendah dengan kreativitas mahasiswa kategori tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik dapat dilihat dalam tabel 6 berikut ini: Tabel 6 Hasil Analisis Pengaruh interaksi antara Kelompok Sikap Ilmiah dengan Kelompok Kreativitas Mahasiswa Test Statisticsa,b
Chi-Square df Asy mp. Sig.
Prest asi Kognitif 33.543 3 .000
Prest asi Af ektif 11.267 3 .010
Prest asi Psikomotorik 21.182 3 .000
kognitif, afektif, dan psikomotorik. Artinya ada interaksi antara sikap ilmiah mahasiswa kategori tinggi dan rendah dengan kreativitas mahasiswa kategori tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar baik aspek kognitif, aspek afektif, maupun aspek psikomotorik dalam pembelajaran fisika dasar. Sikap ilmiah dan kreativitas merupakan faktor internal dalam diri mahasiswa yang mempengaruhi mahasiswa selama proses pembelajaran. Mahasiswa akan belajar dengan baik jika memiliki kreativitas dan sikap ilmiah yang tinggi. Dengan kata lain, mahasiswa yang kreativitas dan sikap ilmiahnya tinggi akan memiliki hasil prestasi belajar yang lebih baik daripada mahasiswa yang berada pada kategori rendah pada salah satu atau kedua faktor tadi (kreativitas dan sikap ilmiah). g. Hipotesis ketujuh Hasil analisis pengaruh interaksi antara metode pembelajaran, sikap ilmiah mahasiswa kategori tinggi dan rendah, dan kreativitas mahasiswa kategori tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik dapat dilihat dalam tabel 7 berikut ini: Tabel 7 Hasil Analisis Pengaruh interaksi antara Metode Pembelajaran, Kelompok Sikap Ilmiah, dan Kelompok Kreativitas Mahasiswa Test Statisticsa,b
Chi-Square df Asy mp. Sig.
a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Sikap Ilmiah dengan Kreativ itas
Dari tabel 6 terlihat bahwa untuk prestasi kognitif P-value (0,000) < α (0,05); untuk prestasi afektif P-value (0,010) < α (0,05); untuk prestasi psikomotorik P-value (0,000) < α (0,05); dengan demikian H0BC ditolak dan H1BC diterima untuk prestasi belajar baik aspek
Prestasi Kognitif 37.022 7 .000
Prestasi Af ektif 16.634 7 .020
Prestasi Psikomotorik 22.448 7 .002
a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Metode, Sikap Ilmiah, dan Kreativ itas
Dari tabel 7 terlihat bahwa untuk prestasi kognitif P-value (0,000) < α (0,05); untuk prestasi afektif P-value (0,020) < α (0,05); untuk prestasi psikomotorik P-value (0,002) < α (0,05);
---( 16 )---
SPEKTRA
Jurnal Kajian Pendidikan Sains
dengan demikian H0ABC ditolak dan H1ABC diterima untuk prestasi belajar baik aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Artinya ada interaksi antara metode pembelajaran, sikap ilmiah mahasiswa kategori tinggi dan rendah, dan kreativitas mahasiswa kategori tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar baik aspek kognitif, aspek afektif, maupun aspek psikomotorik dalam pembelajaran fisika dasar. Mahasiswa yang menerima pembelajaran dengan metode inquiry memiliki prestasi belajar fisika dasar yang lebih baik daripada mahasiswa yang pemebelajarannya dengan metode discovery, mahasiswa yang memiliki kreativitas tinggi memiliki prestasi belajar fisika dsar yang lebih baik daripada mahasiswa yang memiliki kreativitas rendah, serta dilihat dari karakteristik kedua metode pembelajaran, faktor kreativitas dan sikap ilmiah mempunyai peran yang sama dalam proses kegiatan belajar mengajar. Sehingga dapat disimpulkan terjadi interaksi antara metode pembelajaran, sikap ilmiah dan kreativitas mahasiswa. Hal ini disebabkan metode pembelajaran inquiry yang digunakan memberikan mahasiswa kesempatan yang luas dalam menggunakan dan mengembangkan sikap ilmiah dan kreativitas yang dimilikinya untuk mengolah informasi menjadi sebuah pengetahuan yang dapat digunakan untuk memecahkan permasalahan yang diberikan dalam pembelajaran. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan Berdasarkan analisis dan pembahasan hasil penelitian, dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut : 1. Pembelajaran fisika dasar dengan menggunakan metode inquiry memberikan hasil prestasi belajar aspek
kognitif dan aspek afektif yang lebih baik daripada metode discovery, hal ini ditunjukkan rata-rata prestasi kognitif dan afektif kelas inquiry (77,78 dan 71,74) lebih baik dibandingkan ratarata prestasi kognitif dan afektif kelas discovery (70,74 dan 69,35). Tetapi memberikan hasil prestasi belajar psikomotorik yang sama pada kelas inquiry maupun discovery. 2. Prestasi belajar baik kognitif, afektif, maupun psikomotorik yang diperoleh mahasiswa dipengaruhi oleh sikap ilmiah. Prestasi belajar mahasiswa dengan sikap ilmiah tinggi lebih baik daripada mahasiswa dengan sikap ilmiah rendah. Hal ini ditunjukkan ratarata prestasi kognitif, afektif dan psikomotorik mahasiswa dengan sikap ilmiah tinggi (79,76; 71,61 dan 72,19) lebih baik dibandingkan rata-rata prestasi kognitif, afektif dan psykomotorik mahasiswa dengan sikap ilmiah rendah (69,08; 69,32 dan 66,76). 3. Kreativitas merupakan faktor dalam diri mahasiswa yang berpengaruh terhadap hasil prestasi belajar baik aspek kognitif, aspek afektif, maupun aspek psikomotorik mahasiswa. Hal ini ditunjukkan rata-rata prestasi kognitif afektif dan psikomotorik mahasiswa dengan kreativitas tinggi (82,59; 72,00 dan 72,41) lebih baik dibandingkan rata-rata prestasi kognitif, afektif dan psikomotorik mahasiswa dengan kreativitas rendah (66,04; 68,92 dan 66,33). 4. Metode pembelajaran inquiry dan discovery dengan sikap ilmiah secara bersama-sama mempengaruhi prestasi belajar mahasiswa baik aspek kognitif, aspek afektif, maupun aspek psikomotorik dalam pembelajaran fisika dasar. Mahasiswa dengan sikap ilmiah kategori tinggi memilki prestasi yang lebih baik bila dilakukan
---( 17 )---
SPEKTRA
Jurnal Kajian Pendidikan Sains
pembelajaran dengan metode inquiry daripada dengan metode discovery. 5. Metode pembelajaran inquiry dan discovery dengan kreativitas secara bersama-sama mempengaruhi prestasi belajar baik kognitif, afektif, maupun psikomotorik dalam pembelajaran fisika dasar. Mahasiswa yang memiliki kreativitas dengan kategori tinggi cenderung memiliki prestasi belajar yang lebih baik bila dilakukan pembelajaran dengan discovery daripada dengan inquiry. Mahasiswa dengan kreativitas tinggi akan banyak ide untuk menyelesaian permasalahan belajarnya. 6. Sikap ilmiah dan kreativitas mahasiswa merupakan faktor yang berpengaruh terhadap prestasi belajar mahasiswa baik aspek kognitif, aspek afektif, maupun aspek psikomotorik dalam pembelajaran fisika dasar. Mahasiswa yang kreativitas dan sikap ilmiahnya tinggi akan cenderung lebih aktif sehingga lebih mudah dalam memecahkan permasalahan belajarnya, dan akhirnya dapat memiliki hasil prestasi belajar yang lebih baik daripada mahasiswa yang berada pada kategori rendah pada salah satu atau kedua faktor kreativitas ataupun sikap ilmiah. 7. Tingkat sikap ilmiah, kreativitas, dan metode pembelajaran inquiry dan discovery secara bersama-sama mempengaruhi prestasi belajar baik aspek kognitif, aspek afektif, maupun aspek psikomotorik dalam pembelajaran fisika dasar. Metode inquiry akan memudahkan mahasiswa yang memiliki sikap ilmiah tinggi dan kreativitas rendah dalam menyelesaikan permasalahan belajarnya. Sedangkan metode discovery akan memudahkan bagi mahasiswa yang memiliki kreativitas
tinggi dan sikap ilmiah rendah dalam belajar. Implikasi Impliaksi dari hasil penelitian adalah : 1. Implikasi Teoritis Proses belajar mengajar IPA hakekatnya terdiri dari 2 dimensi dasar yaitu: dimensi produk ilmiah (seperti fakta, konsep, prinsip, hukum dan teori) dan dimensi proses ilmiah (seperti observasi, klasifikasi, prediksi, perumusan, hipotesis dan penarikan kesimpulan). Pembelajaran IPA, khususnya fisika harus ditingkatkan ke arah pengembangan sikap ilmiah, dan pengembangan keterampilan proses mahasiswa. Pembelajaran yang tepat untuk mencapai tujuan tersebut adalah dengan menerapkan strategi pembelajaran inquiry dan discovery. Faktor internal sikap ilmiah dan kreativitas peserta didik merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pelaksanaan metode tersebut, sehingga perlu diperhatikan semaksimal mungkin. Sikap ilmiah diperlukan karena mahasiswa akan lebih teliti, jujur, bertanggung jawab saat pembelajaran dikelas maupun percobaan dilaboratorium. Sedangkan untuk memecahkan permasalahan yang ada diperlukan kreativitas, agar tujuan dapat tercapai secara optimal. 2. Implikasi Praktis Penggunaan metode pembelajaran inquiry dan discovery, dapat diterapkan dalam pembelajaran fisika dasar terutama materi rangkaian listrik arus searah di program studi pendidikan fisika UNSIQ. Meskipun metode inquiry menghasilkan prestasi lebih baik dari pada metode discovery, namun kedua metode tersebut memberikan sumbangan besar dalam pencapaian prestasi belajar peserta didik. Kedua metode tersebut dapat memunculkan keterampilan proses sains
---( 18 )---
SPEKTRA
Jurnal Kajian Pendidikan Sains
yang baik sehingga prestasi peserta didik dapat meningkat dengan lebih baik. Pendidik perlu memperhatikan dengan benar faktor internal sikap ilmiah dan kreativitas mahasiswa. Dalam pembelajaran inquiry dan discovery, peserta didik dihadapkan pada permasalahan yang harus dipecahkan, sehingga, pelaksanaan pembelajaran perlu memperhatikan sikap ilmiah dan kreativitas peserta didik. Kedua faktor internal peserta didik tersebut terbukti memberikan pengaruh yang baik terhadap prestasi belajar. Rekomendasi Berdasarkan kesimpulan penelitian yang diperoleh, dalam rangka mengembangkan pemikiran dalam peningkatan prestasi belajar, maka disarankan : 1. Kepada Dosen Kepada pendidik khususnya dosen fisika disarankan menggunakan metode pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik materinya untuk diterapkan pada pembelajaran. Sebelum pelaksanaan pembelajaran, dosen lebih baik menyusun LKM, handout, membagi kelompok, menyiapkan alat bersama laboran dan mengeceknya, serta mencoba terlebih dahulu apa yang akan dipelajari mahasiswa, sehingga pembelajaran dapat berlangsung dengan baik dan lancar. Dalam memberikan perhatian pada faktor internal mahasiswa, yaitu sikap ilmiah dan kreativitas mahasiswa, dosen perlu mengadakan tes untuk pengambilan data tentang sikap ilmiah dan kreativitas mahasiswa, kemudian mengkategorikan yang tinggi dan rendah untuk dapat diberi perlakuan yang sesuai dengan kategorinya. Mahasiswa yang memiliki kategori rendah diberi tugas yang menantang sehingga
dapat meningkatkan sikap ilmiah dan kreativitasnya.
2. Kepada Peneliti Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan untuk mengembangkan penelitian sejenis, terutama penelitian pembelajaran fisika dasar yang menekankan pada pengoptimalan metode pembelajaran. Peneliti dapat mengembangkan hasil penelitian ini dengan menambah atau mengubah variabel-variabel penelitiannya. Peneliti dapat mengembangkan variabel sikap ilmiah dan kreativitas mahasiswa. Dalam pembelajaran sebaiknya menggunakan modul, sehingga lebih efektif. DAFTAR PUSTAKA Hafis. 2010. Indonesia Peringkat 10 Besar Terbawah dari 65 Negara Peserta PISA. http://edukasi.kompasiana.com/2011/01/3 0/indonesia-peringkat-10-besar-terbawahdari-65-negara-peserta-pisa/ (diakses tanggal 23 agustus 2011) Mulyana. 2005. Asesmen Dalam Pembelajaran Sains SD. Bandung: UPI. Oemar Hamalik. 2002. Proses Belajar Mengajar. Jakarta : Bumi Aksara. Permendiknas. 2006. Peraturan Kementrian Pendidikan Nasional. Jakarta: Dikmenum. Refi Elfira. 2010. Pendekatan Inquiry dan Discovery. http://pendidikansains.blogspot.com/2010 /06/teaching-science-throughinquiry.htmlReni dkk. 2007. Kreativitas Anak. Jakarta: Grafindo. Republika. 2011. Edisi: 1 September. Jakarta: Republika Media Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivis. Surabaya. Penerbit Pustaka Publisher
---( 19 )---