P3M STIE BANK BPD JATENG Prestasi Vol. 8 No. 2 - Desember 2011
ISSN 1411 - 1497
KONSERVASI LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN Oleh : Djoko Sudantoko STIE Bank BPD Jateng Abstrak Sektor pertanian di Indonesia masih mempunyai peran yang penting, khususnya untuk mendukung program ketahanan pangan secara berkelanjutan. Salah satu permasalahan di sektor pertanian adalah dari sisi lahan (alih fungsi, kerusakan, kepemilikan dan sebagainya). Untuk mengurangi adanya kerusakan lahan akibat pengelolaan yang kurang efekitf dan efisien dapat dilakukan dengan konservasi. Meskipun petani sudah banyak yang mengenal konservasi, tetapi belum menerapkan karena keterbatasan pengetahuan dan modal. Tulisan ini mengulas tentang potensi dan masalah lahan untuk proses produksi pertanian serta pengenalan beberapa teknik konservasi lahan yang dapat dilakukan agar kesuburan tanah dapat terjaga. Kata kunci : Konservasi, Lahan, Pembangunan Pertanian Pendahuluan Saat ini pangan merupakan komoditas yang strategis di berbagai negara, termasuk Indonesia. Dalam rangka mendukung program ketahanan pangan dan pembangunan pertanian yang berkelanjutan, lahan harus tersedia, baik secara kuntitas maupun kualitas. Dengan berkembangnya jumlah penduduk dan berbagai kepentingan manusia, maka berbagai masalah yang berkaitan dengan lahan pertanian menjadi sangat kompleks. Salah satu permasalahan tersebut adalah tingginya alih fungsi lahan dari sektor pertanian menjadi non pertanian (Deptan, 2008). Disamping itu, karena keterbatasan lahan, maka lahan yang tandus dan kering serta memiliki kelerengan miring sampai curam dipergunakan untuk areal penanaman. Usaha tani di lahan kering merupakan sumber pendapatan yang dapat diandalkan. Permasalahan yang sering terjadi adalah pada sempitnya kepemilikan lahan dan rendahnya produktivitas. Hal tersebut semakin diperburuk dengan pengelolaan lahan yang tidak memperhatikan kaidah-kaidah konservasi lahan. Untuk itu perlu peran serta masyarakat dalam penetuan teknik konservasi lahan yang disesuaikan dengan kondisi sosial ekonomi dan budaya setempat.
48
P3M STIE BANK BPD JATENG Prestasi Vol. 8 No. 2 - Desember 2011
ISSN 1411 - 1497
Petani sebenarnya sudah banyak yang mengenal teknik konservasi lahan sebagaimana yang telah dijelaskan oleh penyuluh lapangan. Tetapi petani enggan melaksanakan, karena dalam penerapan di lapang memerlukan banyak tenaga kerja dan biaya mahal. Agar petani tidak enggan lagi melaksanakan konservasi, maka perlu dicari teknik konservasi lahan yang sesuai dengan kondisi sosial ekonomi dan budaya petani. Tulisan ini akan membahas tentang teknik konservasi lahan sesuai kaidah yang benar. Konservasi Lahan Konservasi lahan diartikan sebagai penempatan setiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukannya sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah (Arsjad, 2000). Konservasi lahan berkaitan erat dengan air. Setiap perlakuan yang diberikan pada sebidang tanah akan mempengaruhi tata air. Salah satu tujuan konservasi lahan adalah untuk meminimumkan erosi pada suatu lahan. Dengan demikian, tindakan konservasi lahan merupakan salah satu cara untuk melestarikan sumberdaya alam. Penyerapan teknologi konservasi lahan oleh petani yang bertujuan untuk meningkatkan produksi dan pendapatan masih dirasa lambat antara lain karena (Saragih, 1993) : 1. 2. 3. 4. 5.
Diperlukan modal besar Kurangnya tenaga penyuluh lapangan Lemahnya kemampuan petani untuk menerima transfer teknologi Keragaman komoditas yang diusahakan Terbatasnya sarana dan prasarana
Potensi Sumberdaya Lahan Status penggunaan lahan menurut Balitbang Pertanian (2008) dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Status penggunaan Lahan Status penggunaan Hutan Pemukiman dan Industri Lahan sawah Penggunaan lain (pertanian) Perkebunan Pertanian lahan kering Total
Luas (Ha) 137 juta 5,4 juta 7,9 juta 23,7 juta 18,5 juta 14,6 juta 207,1 juta
Persentase (%) 66,2 2,6 3,8 11,4 8,9 7,1
Berdasarkan pada Tabel 1 dapat diketahui bahwa hutan merupakan areal dengan luasan tertinggi (66,2 %). Apabila ditelusur lebih dalam lagi, maka dari
49
P3M STIE BANK BPD JATENG Prestasi Vol. 8 No. 2 - Desember 2011
ISSN 1411 - 1497
total luas lahan (207,1 juta Ha), lahan yang potensial ada 94,1 juta Ha (45,4 %). Dari lahan potensial yang tersedia, digunakan untuk : 1. Lahan pertanian : 64,7 juta Ha 2. Lahan tidur dan terlantar : 30,4 juta Ha Masalah Sumberdaya Lahan Masalah yang dihadapi sumberdaya lahan yang berkaitan dengan proses produksi sektor pertanian adalah : 1. Degradasi lahan Degradasi lahan meliputi aspek fisik dan aspek kualitas lahan. Aspek fisik antara lain adalah : a. Degradasi lahan (60 juta ha dg laju 2,8 juta ha/tahun) b. Peningkatan erosi dan longsor (> 1 ton/ha/th) c. Laju pertambahan lahan kritis (500.000-1.000.000 ha/thn) d. Pendangkalan sungai, waduk dan danau e. Fenomena bencana banjir dan kekeringan Aspek kualitas lahan antara lain adalah : 1. Proses pelandaian kesuburan tanah (kemiskinan bahan organik) 2. Penurunan produktivitas lahan 3. Pemupukan yang tidak sesuai dosis anjuran 4. Kemasaman tanah 2. Penciutan Lahan Pertanian Penciutan lahan pertanian ini disebabkan adanya konversi lahan pertanian ke non pertanian, yaitu : konversi lahan sawah ke non Sawah (110.000 Ha/th); konversi lahan sawah ke pertanian lainnya (77.500 Ha/th) dan konversi lahan kering ke non pertanian (9.152 Ha/th). 3. Kepemilikan Lahan Apabila dilihat dari kepemilikan lahan, maka kepemilikan lahan di Indonesia adalah : 1. Petani Gurem Meningkat (rata-rata 2,4 %/th) 2. Ketimpangan distribusi penguasaan lahan 3. Petani belum memiliki aspek legalitas 4. Land rent untuk pertanian lebih rendah 5. Rata-rata kepemilikan per kapita penduduk 360 m2 (tersempit di dunia) Teknik Konservasi Lahan Salah satu permasalahan dalam konservasi lahan adalah karena petani kurang mampu menerima alih teknologi. Banyak cara konservasi tanah, tetapi yang sering dilakukan oleh petani antara lain adalah :
50
P3M STIE BANK BPD JATENG Prestasi Vol. 8 No. 2 - Desember 2011
ISSN 1411 - 1497
1. Teras Gulud Teras gulud adalah guludan yang dilengkapi dengan rumput penguat dan saluran air pada bagian lereng atasnya. Teras ini dapat difungsikan sebagai pengendali erosi dan penangkap aliran permukaan dari permukaan bidang olah. Teras ini cocok untuk kemiringan lahan antara 10-40 %. Untuk lahan dengan kemiringan 40-60 % kurang efektif. Teras gulud dibuat pada tanah yang agak dangkal ( >20 cm) , tetapi mampu meresapkan air dengan cepat. Cara pembuatan dan pemeliharaan teras gulud dilakukan sebagai berikut : a. Dibuat garis kontur sesuai dengan interval tegak b. Pembuatan guludan dimulai dari lereng atas dan berlanjut ke bagian bawah c. Teras gulud dan saluran air dibuat membentuk sudut 0,1- 0,5 % dengan garis kontur menuju ke arah saluran pembuangan air d. Saluran air digali dan tanah hasil galian ditimbun di bagian bawah lereng dijadikan guludan e. Guludan ditanami dengan rumput agar guludan tidak mudah rusak 2. Teras Bangku Teras bangku atau sering disebut dengan teras tangga, dibuat dengan memotong lereng dan meratakan tanah di bidang olah, sehingga terjadi suatu deretan berbentuk tangga. Terdapat empat jenis teras bangku, yaitu : a. Datar, merupakan teras bangku yang bidang olahnya datar (membentuk sudut 0 dengan bidang horisontal). b. Miring ke luar, adalah teras bangku yang bidang olahnya miring ke arah lereng asli, namun kemiringannya sudah berkurang dari kemiringan lereng asli. c. Miring ke dalam (gulir kampak), adalah teras bangku yang bidang olahnya miring ke arah yang berlawanan dengan lereng asli. Air aliran permukaan dari setiap bidang olah mengalir dari bibir teras ke saluran teras sehingga hampir tidak pernah terjadi pengiriman air aliran permukaan dari satu teras ke teras yang di bawahnya. Teras bangku gulir kampak memerlukan biaya mahal karena lebih banyak penggalian bidang olah. Selain itu bagian bidang olah di sekitar saluran ters merupakan bagian yang kurang/tidak subur karena merupakan bagian lapisan tanah bawah yang tersingkap di permukaan tanah. Apabila dibuat dengan benar, teras bangku gulir kampak sangat efektif mengurangi erosi d. Teras irigasi, pada umumnya diterapkan pada lahan sawah karena terdapat tanggul penahan air. Pembuatan teras ini sangat cocok untuk tanah yang mempunyai solum dalam dan kemiringan 10-60 %. Solum tanah >90 cm untuk lereng 60% dan >40 cm untuk lereng 10 %. Di samping itu kondisi tanah stabil, tidak mudah longsor,
51
P3M STIE BANK BPD JATENG Prestasi Vol. 8 No. 2 - Desember 2011
ISSN 1411 - 1497
tidak mengandung bahan beracun, ketersediaan tenaga kerja cukup serta memerlukan kerjasama antar petani yang memiliki lahan di sepanjang areal konservasi. Cara pembuatan dan pemeliharaan teras bangku melalui beberapa tahapan, yaitu : a. Pembuatan dimulai dari bagian atas kemudian ke bawah lahan untuk menghindari kerusakan teras yang sedang dibuat oleh air aliran permukaan bila terjadi hujan. b. Tanah bagian atas digali dan ditimbun ke bagian lereng bawah sehingga terbentuk bidang oleh baru. Tampingan teras dibuat miring membentuk sudut 20 % dengan bidang horisontal. Apabila tanah stabil, tampingan teras dapat dibuat lebih curam (sampai 30 %) c. Kemiringan bidang olah berkisar antara 0-3 % mengarah ke saluran teras. d. Bibir teras dan bidang tampingan teras ditanami rumput atau legum pakan ternak. e. Sebagai kelengkapan teras perlu dibuat saluran teras, saluran pengelak dan saluran pembuangan air serta terjunan. Ukuran saluran teras : lebar 15-25 cm dan dalam 20-25 cm. f. Untuk mengurangi erosi dan meningkatkan infiltrasi, pembuatan rorak bisa dilakukan dalam saluran teras atau saluran penegak. g. Pemeliharaan saluran teras meliputi pengeluaran sedimen dari dalam saluran dan dari rorak ke bidang olah, menyulam tanaman tampingan dan bibir teras yang mati, memangkas rumput yang tumbuh pada saluran, tampingan serta bibir teras untuk keperluan pakan ternak. 3. Konservasi secara Vegetatif Konservasi secara vegetatif dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu : a. Pertanaman lorong Pertanaman lorong adalah sistem budidaya dan konservasi tanah dengan jarak tanam rapat (10-25 cm) menurut garis kontur (nyabuk gunung) sebagai tanaman pagar dan tanaman semusim ditanam pada lorong diantara tanaman pagar. Penerapan sistem ini pada lahan miring biayanya jauh lebih murah dibandingkan membuat teras bangku, tetapi efektif menahan erosi. Setelah dalam kurun waktu 3-4 tahun sejak tanaman pagar tumbuh akan terbentuk teras. Terbentuknya teras secara alami dan berangsur ini sering disebut dengan teras kredit. Pembuatan sistem ini cocok untuk tanah dengan tingkat kesuburan rendah sampai sedang dengan kelerengan 3-40 % dan kedalaman tanah >20 cm. Cara pembuatan dan pemeliharaan sistem pertanaman lorong meliputi : 1)
Jarak antara barisan tanaman pagar ditentukan oleh kemiringan lahan dan kemampuan tanaman pagar menyediakan bahan organik.
52
P3M STIE BANK BPD JATENG Prestasi Vol. 8 No. 2 - Desember 2011 2) 3)
ISSN 1411 - 1497
Pada lereng bawah dari tanaman pagar yang berbentuk perdu, ditanami rumput yang tahan naungan. Penanaman rumput perdu dimaksudkan untuk meningkatkan efektivitas menahan erosi. Tanaman pagar dipangkas secara berkala. Apabila bahan hijauan digunakan untuk pakan ternak, maka pupuk kandang yang dihasilkan dikembalikan untuk memupuk tanaman pokok agar kesuburan lahan dapat dipertahankan.
b. Sistem Silvipastura Sistem ini merupakan bentuk lain dari tumpangsari, tetapi ditanam di sela-sela tanaman hutan. Sistem silvispura dilakukan untuk lereng agak curam dan curam. c. Pemberian Mulsa Pemberian mulsa dimaksudkan untuk menutupi permukaan tanah agar terhindar dari pukulan butiran hujan. Mulsa merupakan teknik pencegahan erosi yang cukup efektif. Apabila bahan mulsa berasal dari bahan organik, maka mulsa juga berfungsi dalam pemeliharaan bahan organik tanah. Bahan organik yang dapat dijadikan mulsa dapat berasal dari sisa tanaman, hasil pangkasan tanaman pagar dari sistem pertanaman lorong, hasil pangkasan tanaman penutup atau didatangkan dari luar lahan pertanian. Kesimpulan Dari uraian tentang konservasi lahan yang berkaitan dengan pembangunan pertanian, dapat diambil beberapa simpulan sebagai berikut : 1. Dalam rangka mendukung ketahanan pangan dan pembangunan pertanian yang berkelanjutan, maka diperlukan adanya konservasi lahan. 2. Konservasi lahan dapat dilakukan dengan berbagai macam cara antara lain dengan pembuatan terasiring, melakukan secara vegetatif, dengan sistem Silvipastura dan dengan pemberian mulsa. Pustaka Arsjad, S. 2000. Konservasi Tanah dan Air. Penerbit IPB press, Bogor Balitbang Pertanian. 2008. Daya Dukung Sumberdaya Lahan dan Air Untuk Pembangunan Pertanian. Deptan, Jakarta. Deptan. 2008. Progran dan Kegiatan Pengelolaan Lahan Tahun 2008. Balitbang Pertanian. 2007. Petunjuk Teknis Teknologi Konservasi Tanah dan Air. Deptan, Jakarta. Damanhuri. 2009. Usahatani Konservasi Untuk Pelestarian Sumberdaya Alam. Jurnal Lingkungan. Saragih. 1993. Pemantapan Perangkat Kelembagaan Sosial Ekonomi : Suatu Upaya Penanggulangan Kemiskinan di DAS Kritis. Prosiding Konggres 11 dan Seminar Nasional MKTI, Yogyakarta. 53