Prediksi Permintaan BBM di PT. Pertamina Region V dengan Metode Peramalan Data Time Series Hirarki 1
Pranita Dian Utari dan 2Suhartono
1
Mahasiswa Jurusan Statistika FMIPA-ITS (1308 100 057) 2 Dosen Jurusan Statistika FMIPA-ITS 1
[email protected],
[email protected]
Abstrak Kebutuhan BBM mengalami peningkatan tiap tahunnya, padahal BBM adalah bahan bakar minyak merupakan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui. Di Indonesia, BBM dikelola oleh PT. Pertamina. Salah satu BBM yang dikelola adalah BBM bersubsidi, atau yang disebut dengan PSO (Public Service Obligasi). Penelitian ini menggunakan data BBM PSO yang didistribusikan di Region V. Tujuan dari penelitian ini adalah meramalkan permintaan BBM di PT. Pertamina Region V dengan metode peramalan data time series hirarki. Metode peramalan ini dilakukan karena data penjualan BBM di Region V merupakan data time series hirarki. Data tersebut terbagi menjadi dua level, yaitu level 0 (data penjualan BBM di Region V) dan level 1 (data penjualan BBM di masing-masing Terminal BBM). Peramalan data time series hirarki dilakukan dengan tiga pendekatan yaitu pendekatan bottom-up, top-down proporsi histori, dan top-down proporsi peramalan. Ada tiga model peramalan yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu ARIMA, ANFIS, dan hybrid ARIMA-ANFIS. Nilai MAPE out sampel dari setiap model dibandingkan untuk mendapatkan pendekatan terbaik. Hasil penelitian ini adalah, untuk level 0 menggunakan pendekatan bottom-up model ANFIS dengan nilai MAPE 3,23, sedangkan untuk level 1 dengan pendekatan top-down proporsi peramalan model ANFIS dengan nilai MAPE 5,61 Kata Kunci: Premium, ARIMA, ANFIS, Hybrid ARIMA-ANFIS, Bottom-up, Top-down 1.
Pendahuluan Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas yang memegang peranan sangat penting dalam semua aktifitas ekonomi khususnya sebagai bahan bakar kendaraan bermotor. Di Indonesia bahan BBM yang biasanya sering digunakan untuk kendaraan adalah Premium, Solar, Biosolar, dan Pertamax yang diproduksi oleh PT. Pertamina. Pertamina UPms V memiliki 18 TBBM (Terminal Bahan Bakar) yang tersebar di wilayah Jatim-BaliNus. Kelangkaan BBM sebenarnya bukan merupakan fenomena baru bagi bangsa Indonesia. Hampir setiap tahun terjadi kelangkaan BBM di Indonesia. Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa di Jakarta, Rabu (9/3/2011) mengatakan bahwa kelangkaan BBM sering terjadi terutama di musim mudik, atau adanya gejolak perubahan harga BBM yang ditetapkan pemerintah. Kelangkaan BBM diakibatkan masalah teknis dan non teknis dimana menurut PT. Pertamina faktor non teknis kelangkaan BBM tersebut dapat dicegah dengan meramalkan kebutuhan tiap TBBM yang ada di seluruh Indonesia. Ada beberapa penelitian di Indonesia yang telah dilakukan berkaitan dengan peramalan BBM diantaranya oleh Hidayanto (2009) dan Amalia (2009). Secara umum, penelitian-penelitian tersebut hanya menekankan pada sebagian instalasi yang ada di Region V sehingga diperlukan penelitian yang mampu meramalkan untuk semua instalasi atau area yang ada di Region V. Data penjualan BBM di Region V merupakan data hirarki level 0, serta data penjualan BBM di setiap instalasi yang ada di Region V merupakan data hirarki level 1. Untuk itu dapat dilakukan peramalan menggunakan metode Hierarchical Forecasting dengan pendekatan bottom-up, pendekatan top-down berdasarkan proporsi histori dan pendekatan top-down berdasarkan proporsi peramalan.
1
Pendekatan-pendekatan ini telah dilakukan oleh Athanasopoulus, Ahmed, dan Hyndman (2009). Pada penelitian ini digunakan beberapa metode peramalan yaitu ARIMA, ANFIS, dan Hybrid ARIMA-ANFIS. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan peramalan data time series hirarki dengan model peramalan ARIMA, ANFIS, dan hybrid ARIMA-ANFIS untuk masing-masing variabel di level 0 dan level 1 untuk kemudian dibandingkan hasil peramalan dengan pendekatan bottom-up, pendekatan top-down berdasarkan proporsi histori dan pendekatan top-down berdasarkan proporsi peramalan. 2.
Tinjauan Pustaka Pada bagian ini akan dijelaskan metode analisis dengan menggunakan peramalan data time series hirarki dengan pendekatan bottom-up, top-down proporsi histori dan top-down proporsi peramalan dengan model peramalan ARIMA, ANFIS, dan hybrid ARIMA-ANFIS. 2.1
Model ARIMA Model ARIMA digunakan untuk menjelaskan permasalahan time series yang non stasioner. Model ini merupakan gabungan dari model autoregresive (AR) dan Moving Average (MA) setelah dilakukan differencing orde d atau orde D pada kasus musiman (Wei, 2006). Sehingga dapat dituliskan ARIMA (p, d, q) untuk nonmusiman dan ARIMA (P, D, Q)S untuk musiman. Secara umum model ARIMA nonmusiman yaitu ARIMA (p,d,q) adalah sebagai berikut (Wei, 2006). d
φ p ( B )(1 − B ) Z t = θ 0 + θ q ( B ) a t
(1)
Sedangkan bentuk umum ARIMA musiman yaitu ARIMA (p, d, q) (P,D,Q)S adalah sebagai berikut (Wei, 2006). s d s D s (2) φ p ( B )Φ P ( B )(1 − B ) (1 − B ) Z t = θ 0 + θ q ( B )Θ Q ( B ) at ARIMA memiliki beberapa tahapan yang diantaranya adalah identifikasi model dengan melihat kestasioneran data time series, plot Autocorrelation Function (ACF) dan plot Partial Autocorrelation Function (PACF). Stasioner dalam time series adalah keadaan dimana nilai mean dan varians konstan. Apabila data time series tidak stasioner dalam mean maka dilakukan differencing dan jika tidak stasioner dalam varians maka dilakukan Transformasi Box-Cox. Tahapan selanjutnya adalah estimasi parameter dan uji signifikansi parameter. Salah satu metode estimasi parameter yang digunakan pada penelitian ini adalah metode Least Squares Estimation (Cryer, 1986). Pada tahap uji signifikansi dilakukan untuk mengetahui apakah parameter yang digunakan pada model signifikan atau tidak. Kemudian cek diagnosa dilakukan dengan asumsi yang harus dipenuhi adalah residual white noise dan berdistribusi normal. Setelah melakukan cek diagnosa dan didapatkan hasil bahwa model telah memenuhi asumsi-asumsi yang ada maka tahap selanjutnya adalah peramalan untuk l tahap ke depan. Pemilihan model biasanya dilakukan jika terdapat beberapa model yang layak untuk digunakan. Beberapa kriteria pemilihan model pada data in-sample dengan menggunakan AIC dan SBC dan kriteria pemilihan model pada data out-sample dengan menggunakan MSE, dan MAPE (Wei, 2006). 2.2 Adaptive Neuro Fuzzy Inference Systems (ANFIS) ANFIS merupakan gabungan dari Artificial Neural Network (ANN) dan Fuzzy Inference Systems (FIS) yang merupakan jaringan adaptif yang berbasis pada system inference fuzzy (Kusumadewi dan Hartati, 2006). Misalkan ada 2 input x 1 , x 2 dan satu output y. Ada dua aturan pada basis aturan model Sugeno: Aturan 1 : If x 1 is A 1 and x 2 is B 2 , then y 1 = p 1 x 1 + q 1 x 2 + r 1 Aturan 2 : If x 1 is A 2 and x 2 is B 2 , then y 2 = p 1 x 1 + q 2 x 2 + r 2
2
Berikut merupakan gambar dari struktur ANFIS.
Gambar 1 Struktur dasar dari ANFIS
Arsitektur ANFIS Sugeno terdiri atas lima lapis, dan setiap lapis terdapat node yaitu node adapif (bersimbol kotak) dan node tetap (bersimbol lingkaran). Fungsi dari setiap lapis tersebut adalah sebagai berikut: Lapisan 1. Setiap node i pada lapisan ini adalah node adaptif dengan fungsi node sebagai berikut. (3) O 1,i = µ Ai (x 1 ), untuk i = 1, 2 dan O 1,i = µ Bi-2 (x 2 ), untuk i = 3, 4 Dengan x 1 (atau x 2 ): input node ke-i. µ Ai ( x1 ) atau µ Bi-2 ( x2 ) adalah label linguistik (seperti ‘besar’ atau ‘kecil’) yang terkait dengan node tersebut.
O1,i adalah derajat keanggotaan himpunan fuzzy A1 , A2 atau
B 1 , B 2 . Fungsi keanggotaan parameter A dapat didekati dengan fungsi bell sebagai berikut. µ ( x) = bell ( x; a, b, c) =
1 x−c 1+ a
2b
(4)
Lapisan 2. Setiap node pada lapisan ini adalah node tetap berlabel dengan keluarannya adalah produk dari semua sinyal yang datang. (5) O 2,i = µ Ai (x 1 ) µ Bi (x 2 ), untuk i = 1, 2 Lapisan 3. Output dari lapisan ini disebut derajat pengaktifan ternormalisasi. wi, t O3 = wi, t = , i= 1, 2 (6) w1, t + w2, t i, t Lapisan 4. Setiap node pada lapisan ini adalah node adaptif dengan fungsi node: O4
i, t
= wi, t f i = wi, t ( pi x1 + qi x 2 + ri )
(7)
Lapisan 5. Pada lapisan ini akan menghitung output keseluruhan sebagai penjumlahan semua sinyal yang datang. ∑ wi, t f i = ∑ wi, t f i = i O5 (8) i, t ∑ wi, t i i Parameter ANFIS dapat dibedakan menjadi 2, yaitu parameter premis dan konsekuensi yang dapat diadaptasikan dengan pelatihan hybrid. Pelatihan hybrid dilakukan dua langkah yaitu langkah maju dan langkah mundur (Kusumadewi, 2007). Satu input dan output pada data yang diolah dengan ANFIS, diiterasikan menggunakan alur maju mulai lapisan satu sampai dengan lapisan terakhir dengan melalui LSE didapatkan consequent parameter. Sedangkan perhitungan error didapatkan dari alur mundur sehingga diperoleh premis atau parameter linier. Pemilihan model perancangan ANFIS terbaik dilakukan dengan melihat nilai RMSE terkecil baik pada data training maupun data checking dengan rumus sebagai berikut.
3
RMSE=
∑lM =1 el
2
(9)
M
Dengan e l adalah error dari peramalan l langkah ke depan dan M adalah banyaknya periode waktu yang diramalkan. 2.4 Peramalan Hirarki Tiga pendekatan yang digunakan dalam peramalan hirarki diantaranya adalah pendekatan bottomup, top-down dengan proporsi histori, dan top-down dengan proporsi peramalan (Athanasopoulus, Hyndman dan Ahmed, 2009). Pada umumnya notasi untuk berbagai pendekatan pada peramalan hirarki, digunakan
Yi ,t yang
terdiri dari semua observasi level ke-i pada waktu ke-t. Semua obsevasi pada deret waktu ke-t '
' ,...,Y' dengan k adalah banyaknya variabel ditempatkan pada sebuah vektor kolom yaitu Yt = Yt ,Y1, t K,t yang diamati dapat dituliskan sebagai berikut. Y t = SY K,t (10) Dimana S merupakan matrik penjumlahan berukuran a x a K yang menggabungkan deret level bawah pada hirarki dapat dituliskan sebagai berikut.
Ytotal Y1,t 1 Y 1 2,t 0 Y3,t 0 Y4,t 0 Y = 0 5,t 0 Y6,t 0 Y7 ,t Y8,t 0 Y 0 9,t 0 Y10,t
1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0
1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0
1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0
(11x1)
1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0
1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0
(11x10)
1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0
1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0
1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0
1 0 0 0 0 0 = 0 0 0 0 1
Y1,t Y2,t Y 3,t Y4,t Y5,t Y 6,t Y7 ,t Y8,t Y 9,t Y10,t
(10x1)
Matriks S ini terdisri dari vektor 1 berukuran (k + 1) × 1 dan matrik identitas I k berukuran (k × k ) . Dalam penelitian ini k berukuran 10. Pada peramalan l-step-ahead untuk level ke-i dapat ditunjukkan dengan Yˆi,t (l ) . Semua metode hirarki yang ada dapat ditunjukkan oleh persamaan umum sebagai berikut. ~ Yt (l ) = SPYˆt (l )
(11)
2.4.1
Pendekatan Bottom-Up Untuk menjelaskan pendekatan bottom-up menggunakan bentuk umum pada persamaan (11) dapat dituliskan sebagai berikut (Athanasopoulus dkk., 2009). P = �𝟎𝟎a K x (a−a K ) | 𝐈𝐈a K � (12) dengan 0ixj adalah matrik nol berukuran ixj dimana i = a K dan j= a − aK . Keuntungan dari pendekatan
bottom-up, pada pemodelan data untuk level paling bawah adalah tidak kehilangan informasi yang seharusnya didapat pada level atas. 2.4.2 Pendekatan Top-Down berdasarkan Proporsi Histori Bentuk paling umum dari pendekatan top-down adalah memisahkan peramalan untuk deret level paling atas atau disebut dengan “Total”. Kemudian di distribusikan ke level bawah pada hirarki yang berdasarkan proporsi histori dari data. Terdapat dua jenis pendekatan yang sangat baik yaitu jenis yang pertama adalah sebagai berikut (Athanasopoulus dkk., 2009).
4
n Y j, t ∑ Yt p j = t =1 n j = 1,..., aK
(13)
Jenis yang ke dua adalah sebagai berikut. n Y j, t ∑ n p j = t =1 n Yt ∑ t =1 n
(14)
j = 1,..., aK
2.4.3 Pendekatan Top-Down Berdasarkan Proporsi Peramalan Pada pendekatan ini, misalnya dilakukan peramalan hanya pada satu level untuk l langkah ke depan. Pada level 1, dilakukan perhitungan proporsi peramalan dari setiap variabel untuk mengagregasi semua peramalan individu pada level ini. Proporsi peramalan ini akan digunakan memecah peramalan level atas. Berikut adalah diagram pohon hirarki untuk dua level.
Gambar 2 Diagram Pohon Hirarki Level Satu
Untuk mendapatkan proporsi dari peramalan variabel ke-j untuk l langkah ke depan dapat dituliskan bentuk umumnya sebagai berikut (Athanasopoulus dkk., 2009). h K −1 Yˆ j ,n (l ) , = pj ∏ (h +1) l =0 Sˆ j ,n (l )
dimana j=1,2, ... a K
(15)
Pada tugas akhir ini maka dapat diurai secara detail proporsi peramalan variabel ke-j untuk h langkah ke depan dengan j = 10 dan l = 1,2, ... ,9 seperti pada Tabel 1. Tabel 1 Proporsi Peramalan Variabel ke-j untuk l Langkah Ke Depan l
p1
p2
1
p
1
2
2
p1 (2)
(1)
9
1
p
(9)
p
(1)
p2 (2)
p
2 (9)
p
p9
p 10
9
10
(1)
p9 (2)
(1)
1
p10 (2)
1
1
p
p
9 (9)
Tot
p
10 (9)
2.5 Metode Hybrid Model hybrid telah dilakukan oleh Zhang (2003), dimana pada penelitiannya menggunakan model ARIMA-ANN. Model ARIMA dan ANN bagus digunakan untuk kasus linier atau nonlinier. Namun, tidak ada satupun dari kedua model tersebut yang dapat digunakan untuk semua kondisi. ARIMA digunakan untuk menyelesaikan kasus analisis times series linier, sedangkan untuk kasus nonlinier yang kompleks tidak mampu diselesaikan secara baik. Disisi lain, menggunakan ANN untuk kasus linier menghasilkan hasil yang beragam. Untuk itu, metode hibrida yang memiliki kemampuan pemodelan linier dan nonlinier merupakan strategi yang baik untuk digunakan. Menurut Makridakis dan Hibon (2000), dengan menggabungkan beberapa jenis metode individu akan mengahasilkan akurasi yang sangat baik jika dibandingkan dengan metode lainnya. Sehingga pada penelitian ini dilakukan Hybrid ARIMA-ANFIS untuk mendapatkan hasil peramalan dengan tingkat akurasi yang lebih tinggi.
5
2.6 Bahan Bakar Minyak (BBM) BBM merupakan kebutuhan dasar dalam industri di seluruh dunia, tetapi bahan bakar minyak merupakan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui. Kebutuhan bahan bakar minyak baik dalam bidang industri maupun transportasi semakin hari semakin meningkat. Di Indonesia, minyak bumi yang diolah banyak digunakan sebagai bahan bakar minyak (BBM), yang merupakan salah satu jenis bahan bakar yang digunakan secara luas di era industrialisasi. BBM yang dikelola oleh PT. PERTAMINA dibagi menjadi BBM bersubsidi yang disebut dengan PSO (Public Service Obligasi) antara lain adalah premium, solar, dan minyak tanah. BBM yang tidak bersubsidi atau disebut dengan BBK (Bahan Bakar Khusus) antara lain pertamax, pertamax plus, bio pertamax, bio solar, dan bio premium. Dalam penelitian ini digunakan BBM jenis premium. 3.
Metodologi Penelitian Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder yang didapat dari BBM Retail PT. PERTAMINA (Persero) UPms V. Data ini merupakan data hasil penjualan yang dicatat setiap bulan dari bulan Januari 2006 hingga September 2011. Pencatatan dilakukan disetiap akhir bulan untuk masingmasing TBBM (Terminal BBM) yang terdapat di Region V. Variabel penelitiannya adalah data hasil penjualan bulanan BBM jenis Premium di Region V (level 0) dan 10 TBBM (level 1) di Region V dari bulan Januari 2006 hingga September 2011. Adapun 10 TBBM di Region V adalah Instalasi Surabaya Group, Malang, Madiun, Camplong, Tanjung Wangi, Bali Group, Ampenan, Badas, Bima, dan Kupang. Untuk pembentukan model (training), digunakan data mulai dari bulan Januari 2006 hingga bulan Desember 2010, yaitu sebanyak 60 data. Sedangkan untuk pemilihan peramalan terbaik (checking), digunakan data pada bulan Januari-September 2011 sebanyak 9 data. Langkah-langkah analisis data yang dilakukan adalah sebagai berikut: i. Melakukan pemodelan ARIMA, ANFIS, dan hybrid ARIMA-ANFIS untuk setiap variabel di level 0 dan level 1. ii. Melakukan peramalan data time series hirarki menggunakan pendekatan bottom-up, top-down proporsi histori, dan top-down proporsi peramalan dengan model peramalan ARIMA. iii. Melakukan peramalan data time series hirarki menggunakan pendekatan bottom-up, top-down proporsi histori, dan top-down proporsi peramalan dengan model peramalan ANFIS. iv. Melakukan peramalan data time series hirarki menggunakan pendekatan bottom-up, top-down proporsi histori, dan top-down proporsi peramalan dengan model peramalan hybrid ARIMA-ANFIS. v. Membandingkan ketepatan hasil peramalan pendekatan pada peramalan data time series hirarki untuk masing-masing model peramalan berdasarkan nilai MAPE. 4.
Analisis dan Pembahasan Hasil statitika deskriptif data penjualan BBM di level 0 dan level 1 dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Statistika deskriptif data penjualan BBM di level 0 dan level 1 Level TBBM Mean Minimum Maximum
1
0
ISG
127032
99086
144426
Malang
29965
21001
41713
Madiun
22967
16092
32981
Camplong
12005
8296
16143
Tanjung Wangi
27059
15064
40182
Group
48224
37208
60138
Ampenan
13854
9280
18919
Badas
2688,5
1593,8
4055
Bima
2941,4
1785
4160
Kupang
5603
3920
7850
TOTAL
292339
216207
353279
Dari Tabel 2 dapat diketahui bahwa TBBM yang memiliki rata-rata penjualan BBM paling tinggi adalah ISG (Instalasi Surabaya Group) yaitu sebesar 127032 KL dengan maksimum dan minimum
6
penjualan berturut-turut adalah 144426 KL dan 99086 KL. TBBM yang memiliki rata-rata penjualan BBM paling rendah adalah Badas yaitu sebesar 2688,5 KL dengan maksimum dan minimum penjualan berturut-turut adalah 1593,8 Kl dan 4055 KL. Selain itu, rata-rata total penjualan di Region V adalah 292339 KL. 4.1 Peramalan Permintaan BBM dengan Model ARIMA Box-Jenkins Pada bagian ini akan dijelaskan hasil analisis data penjualan BBM pada level 0 dan level 1 yang terdiri dari sepuluh TBBM di Region V. Data penjualan BBM di setiap TBBM memiliki pola seperti pada Gambar 3. Dari Gambar 3 a hingga j dapat diketahui bahwa penjualan BBM di Region V cenderung mengalami peningkatan. 20000 4000
18000 3500
3000
Data
Data
16000
14000
2500
12000 2000
10000 1500
1
6
12
18
24
30 Bulan
36
42
48
54
60
1
a. Time Series Plot Ampenan
6
12
18
24
30 Bulan
36
42
48
54
60
b. Time Series Plot Badas 4500
60000
4000 55000
Data
Data
3500 50000
3000
45000 2500 40000
2000
1
6
12
18
24
30 Bulan
36
42
48
54
60
1
c. Time Series Plot Bali
6
12
18
24
30 Bulan
36
42
48
54
60
d. Time Series Plot Bima 150000
17000 16000
140000
15000
130000
Data
Data
14000 13000 12000
120000
11000 110000
10000 9000
100000
8000 1
6
12
18
24
30 Bulan
36
42
48
54
1
60
e. Time Series Plot Camplong
f.
8000
12
18
24
30 Bulan
36
42
48
54
60
Time Series Plot ISG
35000
7000
30000
6000
Data
Data
6
5000
25000
20000
4000 15000 1
6
12
18
24
30 Bulan
36
42
48
54
60
1
g. Time Series Plot Kupang
6
12
18
24
30 Bulan
36
42
48
54
60
h. Time Series Plot Madiun 40000
40000 35000 35000
Data
Data
30000 30000
25000
25000
20000
15000
20000 1
i.
6
12
18
24
30 Bulan
36
42
48
54
1
60
Time Series Plot Malang
j.
6
12
18
24
30 Bulan
36
42
48
54
60
Time Series Plot T.wangi
Gambar 3 Time Series Plot Penjualan BBM di Setiap TBBM
Pada tahap identifikasi pemodelan ARIMA, ada dua asumsi yang harus dipenuhi yaitu stasioner pada varians dan mean. Variabel Ampenan telah stasioner terhadap varians sehingga tidak perlu dilakukan transformasi. Hal ini dikarenakan nilai batas atas dan bawah telah memuat λ bernilai 1. Selain itu variabel Ampenan telah stasioner terhadap mean setelah differencing regular. Berdasarkan lag-lag yang signifikan pada plot ACF dan PACF setelah differencing maka didapatkan pendugaan model sementara adalah sebagai berikut (0,1,0) (1,0,0)12, (0,1,[1,12]) dan (0,1,1) (2,0,0)12. Dari hasil pendugaan tersebut dilakukan estimasi parameter, uji signifikansi parameter dan pengujian asumsi. Setelah dilakukan estimasi parameter, kemudian dilakukan uji signifikansi parameter dan pengujian asumsi yaitu residual white noise dan berdistribusi normal. Hasil yang didapatkan adalah semua parameter telah signifikan dan telah memenuhi asumsi residual white noise dan berdistribusi normal. Berikut adalah model ARIMA terbaik dan nilai MAPE in-sample dan out-sample di setiap variabel seperti pada Tabel 3.
7
Tabel 3 Tabel pemodelan ARIMA terbaik untuk Setiap Variabel TBBM Ampenan Badas Bali Bima Camplong ISG Kupang Madiun Malang T.Wangi Total
Model (0,1,1) (2,0,0)12 (0,1,1) (0,0,2)12 (2,1,[1,12]) (0,1,1) (0,0,1)12 ([11,12],1,1) (1,1,0) (1,0,0)12 (0,1,1) (1,0,0)12 (0,1,1) (1,1,0)12 ([1,12],1,0) (1,1,0) (1,0,0)12 (0,1,1) (1,0,0)12
In-sample RMSE MAPE 647,22 3,86 190,18 5,45 2190,71 3,72 245,86 6,52 942,46 6,48 6518,96 3,92 281,91 4,13 2350,87 7,96 2618,47 6,48 2618,47 7,07 14411,07 3,88
Out-sample RMSE MAPE 543,99 2,48 134,14 2,84 2663,65 3,66 527,31 10,32 2166,49 11,76 25864,70 14,57 450,99 5,61 3674,34 13,02 7683,52 30,94 3159,44 6,25 23405,32 5,41
4.2 Peramalan Permintaan BBM dengan Model Adaptive Neuoro-Fuzzy Inference System (ANFIS) Model peramalan yang kedua adalah model peramalan dengan ANFIS. Pada pemodelan ini, input yang digunakan pada pemodelan ANFIS untuk semua variabel pada level 0 dan 1 merupakan orde autoregresive pada model ARIMA yang dapat dilihat pada Tabel 4. Data yang digunakan sebagai input ANFIS merupakan data differencing, hal ini dikarenakan untuk menyelesaikan pola trend yang ada pada data penjualan BBM. Pada pemodelan ANFIS, variabel Ampenan memiliki dua fungsi keanggotaan dan satu input maka banyaknya aturan yang terbentuk adalah 21 = 2. Jenis fungsi keanggotaan yang digunakan adalah Gbell sehingga parameter linier yang terbentuk pada lapisan 4 adalah 2x3 = 6 parameter dan parameter nonlinier yang terbentuk pada lapisan 1 adalah 1x2x3 = 6 parameter. Banyaknya aturan, parameter linier dan nonlinier yang terbentuk untuk masing-masing variabel level 0 dan 1 dapat dilihat di Tabel 4. Tabel 4 Input ANFIS, Banyak Aturan, dan Parameter Variabel Level 0 dan 1
TBBM Ampenan Badas Bali Bima Camplong ISG Kupang Madiun Malang T.Wangi Total
Input Z t-24 Z t-1 Z t-1 dan Z t-2 Z t-1 Z t-11 dan Z t-12 Z t-1 dan Z t-12 Z t-12 Z t-12 Z t-1 dan Z t-12 Z t-1 dan Z t-12 Z t-12
Aturan 2 2 4 2 4 4 2 2 4 4 2
Parameter linier 6 6 12 6 12 12 6 6 12 12 6
Parameter nonlinier 3 3 12 3 12 12 3 3 12 12 3
Tahapan selanjutnya adalah mendapatkan inisialisasi nilai paramater awal pada lapisan pertama sesuai dengan jenis fungsi keanggotaan yang digunakan yaitu Gbell. Setelah didapatkan nilai inisialisasi awal kemudian dilakukan pelatihan data dengan algoritma pembelajaran hybrid untuk mendapatkan nilai error yang minimum dengan epoch sebanyak 50. Pada lapisan pertama, parameter nonlinier didapatkan dari proses pembelajaran EBP (Error Backpropagation) pada alur mundur. Setelah mendapatkan parameter nonlinier yang optimum, kemudian dapat ditentukan nilai derajat keanggotaannya. Nilai derajat keanggotaan yang terbentuk kemudian akan digunakan sebagai input pada lapisan kedua. Tahapan pada lapisan kedua adalah menentukan aturan keanggotaan fuzzy, melalui operasi logika AND dan akan menghasilkan output berupa nilai w i sebanyak aturan yang terbentuk. Proses pada lapisan ketiga adalah menentukan derajat pengaktifan ternormalisasi dengan input dari lapisan kedua. Pada lapisan keempat didapatkan parameter linier dari metode LSE (Least Square Estimator) pada alur maju.
8
Parameter nonlinier pada lapisan pertama dapat dituliskan secara matematis sebagai berikut. µ A1 ( Zt − 24 ) =
1 2 Z + 0,694 1 + t − 24 0,195
µ A2 ( Zt − 24 ) =
2,143
(16)
1 2 Z − 0,453 1 + t − 24 0,642
2,085
Parameter linier pada lapisan keempat dapat dituliskan secara matematis sebagai berikut. O 4,1 = w1, t f1 = w1, t (0,54 Z t − 24 + 0,31)
(17)
O 4,2 = w 2, t f1 = w 2, t (0,301Z t − 24 − 0,0016)
Tahapan selanjutnya adalah menghitung semua output yang keluar dari lapisan keempat menjadi satu output. Output yang dihasilkan berupa hasil peramalan permintaan BBM untuk semua variabel pada level 0 dan level 1. Output dari ANFIS merupakan hasil ramalan dari data differencing sehingga perlu dilakukan perhitungan antidifferencing untuk mentransformasikan ke data asli. Pada awalnya untuk meramalkan permintaan BBM di level 0 dan 1 digunakan input dari semua orde autoregresive yang signifikan pada model ARIMA, tapi pada kenyataannya orde yang signfikan tersebut belum tentu dapat digunakan semua sebagai input ANFIS. Hal ini disebabkan terjadi out of range artinya terdapat beberapa nilai pada variabel input yang berada diluar batas spesifik input. 4.3 Peramalan Permintaan BBM dengan Metode Hybrid ARIMA-ANFIS Setelah dilakukan peramalan dengan model ARIMA dan ANFIS kemudian dilakukan peramalan dengan hybrid ARIMA-ANFIS. Tahapan proses antara hybrid dengan ANFIS tidak jauh berbeda. Hal yang membedakan adalah data yang digunakan dalam hybrid yaitu data residual yang didapatkan dari hasil analisis peramalan menggunakan ARIMA. Setelah itu tahapan-tahapan yang digunakan pada setiap lapisannya sama dengan tahapan pada ANFIS. Input yang digunakan pada hibrida untuk setiap variabel pada level 0 dan level 1 sama dengan input yang digunakan pada ANFIS sehingga banyaknya aturan yang terbentuk juga sama. Setelah dilakukan perhitungan nilai inisialisasi awal dilakukan tahapan-tahapan yang sama seperti ANFIS sehingga didapatkan parameter nonlinier pada lapisan pertama dapat dituliskan secara matematis sebagai berikut. µ A1 ( Zt − 24 ) =
1 2 Z + 0,656 1 + t − 24 0,761
2,124
µ A2 ( Zt − 24 ) =
1 2 Z − 1,022 1 + t − 24 0,4151
2,132
(18)
Parameter linier pada lapisan keempat dapat dituliskan secara matematis sebagai berikut. O4,1 = w1, t f1 = w1, t (0,62 Z t − 24 + 0,219) O 4,2 = w2, t f1 = w2, t (2,82Z t − 24 − 2,405)
(19)
Tahapan selanjutnya pada lapisan lima adalah menghitung semua output yang keluar dari lapisan keempat menjadi satu output. Hasil peramalan hybrid permintaan BBM adalah dengan menjumlahkan output yang dihasilkan pada lapisan kelima dengan hasil peramalan pada model ARIMA sebelumnya. Model matematis dari hybrid ARIMA-ANFIS variabel adalah sebagai berikut. (20) ˆ = Lˆ + Nˆ Z t
t
t
Dengan,
Lt = (Zt −1 + 0,501( Zt −12 − Zt −13 ) + 0,395( Zt − 24 − Zt − 25 ) + at − 0,56at −1 ) 2 Nt = ∑ w i, t fi = w1,t (0,612 Nt − 24 + 0,219) + w2,t (2,822 Nt − 24 − 2,405) i = 1
(
)
4.4 Metode Peramalan Data Time Series Hirarki Pada bagian ini akan dijelaskan peramalan data time series hirarki menggunakan tiga pendekatan yaitu pendekatan bottom-up, top-down berdasarkan proporsi histori, dan top-down berdasarkan proporsi peramalan dengan model peramalan ARIMA, ANFIS, dan hybrid ARIMA-ANFIS pada data time series hirarki level 0 dan 1.
9
Pendekatan pertama adalah bottom-up yang didapatkan adalah peramalan data hirarki level 0 dengan menjumlahkan peramalan pada data hirarki level 1 dari model peramalan ARIMA, ANFIS, dan hybrid ARIMA-ANFIS yang telah dijelaskan sebelumnya. Berikut adalah nilai MAPE dan RMSE outsample untuk variabel level 0 dan level 1. Tabel 5 MAPE Out-Sample Pendekatan Bottom-up untuk Level 0 dan Level 1 Level
1
0
TBBM Ampenan Badas Bali Bima Camplong ISG Kupang Madiun Malang T.Wangi Total
ARIMA RMSE MAPE 543,99 2,48 134,14 2,84 2663,65 3,66 527,31 10,32 2166,49 11,76 25864,70 14,57 450,99 5,61 3674,34 13,02 7683,52 30,94 3159,44 6,25 28556,39 6,84
ANFIS RMSE MAPE 763,69 3,78 219,12 4,73 3730,06 5,41 357,60 7,57 813,87 3,23 8587,18 4,14 419,48 4,86 2524,01 6,91 3289,66 11,08 2147,90 5,09 13584,90 3,23
Hybrid RMSE MAPE 478,58 1,99 147,85 3,21 2725,95 3,77 490,36 10,3 2270,73 12,23 27307,61 15,33 516,31 6,73 4171,79 14,41 7722,10 30,04 3861,16 9,18 23835,33 7,73
Pada Tabel 5 dapat diketahui bahwa dari ketiga model peramalan yang digunakan. Model yang memiliki nilai RMSE dan MAPE terkecil untuk variabel di level 0 adalah model peramalan dengan ANFIS yaitu RMSE sebesar 13584,5 dan MAPE sebesar 3,23. Pendekatan kedua pada metode peramalan data time series hirarki adalah pendekatan top-down dengan menggunakan proporsi histori. Untuk memecah peramalan pada level 0 yang didapat dengan menggunakan model ARIMA, ANFIS, dan hybrid ANFIS sehingga akan mendapatkan peramalan pada level 1 dibutuhkan proporsi peramalan. Berikut adalah proporsi peramalan data histori dengan menggunakan dua cara perhitungan sebagai berikut. Tabel 6 Proporsi dengan Menggunakan Data Histori Proporsi pendekatan Top Proporsi pendekatan Top TBBM down (1) down (2) Ampenan 0,047 0,047 Badas
0,009
0,009
Bali
0,165
0,165
Bima
0,010
0,010
Camplong
0,041
0,041
ISG
0,437
0,435
Kupang
0,019
0,019
Madiun
0,078
0,079
Malang
0,102
0,103
T. Wangi
0,092
0,093
Peramalan level 1 dapat dilakukan dengan memecah peramalan level 0 menggunakan proporsi pada Tabel 14. Selain itu, pada penelitian ini juga digunakan proporsi histori data tahun 2010, rata-rata data tahun 2006-2010, dan data tahun 2006-2010 dengan tidak mengasumsikan proporsi setiap bulannya sama di TBBM. Hasil ramalan permintaan BBM bulan Januari-September 2011 di Ampenan dengan pendekatan top-down menggunakan proporsi histori dan model peramalan yang digunakan adalah ARIMA, ANFIS, dan hybrid ANFIS pada Tabel 7 (a), (b), dan (c).
10
Tabel 7 (a) Hasil Peramalan Pendekatan Top-Down Proporsi Histori dengan Metode ARIMA di Ampenan Bulan
A
B
C
D
E
F
1
15372,90
15501,05
17019,34
15105,14
14996,36
15105,14
2
14557,26
14678,61
16418,39
14812,87
14689,43
13079,98
3
16053,24
16187,06
18814,18
16167,81
15965,73
16223,45
4
15466,16
15595,09
17152,12
15509,35
15394,51
15329,58
5
15755,19
15886,54
17604,59
15378,18
15243,96
16009,25
6
15382,61
15510,85
17694,27
15801,87
15656,01
15805,46
7
16392,96
16529,62
18097,98
16193,80
16052,95
17655,83
8
16179,53
16314,41
18048,23
16410,35
16288,95
17848,39
9
16682,53
16821,61
19008,33
16777,63
16618,39
18459,21
RMSE
3137,30
3009,14
1317,54
3105,38
3240,84
2670,23
MAPE
15,98
15,28
5,64
15,79
16,53
14,15
Tabel 4.7 (b) Hasil Peramalan Pendekatan Top-Down Proporsi Histori dengan Metode ANFIS di Ampenan Bulan
A
B
C
D
E
F
1
14653,11
14775,27
16222,46
14397,89
14294,21
14397,89
2
14687,33
14809,77
16565,09
14945,22
14820,68
13196,85
3
15634,87
15765,21
18323,86
15746,46
15549,64
15800,65
4
15727,13
15858,24
17441,55
15771,05
15654,28
15588,25
5
16544,37
16682,29
18486,40
16148,47
16007,52
16811,16
6
15907,24
16039,85
18297,74
16340,79
16189,96
16344,50
7
18023,11
18173,36
19897,68
17804,14
17649,28
19411,56
8
17237,41
17381,11
19228,29
17483,32
17353,98
19015,39
9
19228,80
19389,10
21909,59
19338,42
19154,87
21276,66
RMSE
2437,28
2304,04
681,72
2406,93
2547,85
2259,11
MAPE
12,83
12,10
2,81
12,63
13,39
11,07
Tabel 4.7 (c) Hasil Peramalan Pendekatan Top-Down Proporsi Histori dengan Metode Hybrid ARIMA-ANFIS di Ampenan Bulan
A
B
C
D
E
F
1
15413,31
15541,80
17064,08
15144,84
15035,78
15144,84
2
14480,76
14601,48
16332,11
14735,03
14612,23
13011,25
3
16223,51
16358,75
19013,74
16339,30
16135,07
16395,53
4
15433,90
15562,56
17116,34
15477,00
15362,40
15297,60
5
15678,11
15808,81
17518,45
15302,94
15169,37
15930,93
6
15472,35
15601,33
17797,50
15894,05
15747,34
15897,66
7
16347,54
16483,82
18047,83
16148,93
16008,46
17606,90
8
16101,05
16235,27
17960,68
16330,75
16209,94
17761,82
9
16603,48
16741,89
18918,26
16698,13
16539,64
18371,74
RMSE
3156,40
3028,78
1368,00
3125,79
3260,28
2686,01
MAPE
16,03
15,33
5,93
15,84
16,58
14,20
Keterangan: A : Hasil peramalan pendekatan top-down dengan proporsi (1) dalam KL (Kilo Liter) B : Hasil peramalan pendekatan top-down dengan proporsi (2) dalam KL C : Hasil peramalan pendekatan top-down dengan proporsi data penjualan BBM tahun 2010 dalam KL
11
D: Hasil peramalan pendekatan top-down dengan proposi rata-rata data penjualan BBM tahun 2006-2010 dalam KL E : Hasil peramalan pendekatan top-down dengan proposi data penjualan BBM tahun 2006-2010 (1) dalam KL F: Hasil peramalan pendekatan top-down dengan proposi data penjualan BBM tahun 2006-2010 (2) dalam KL Dari Tabel 7 (a), (b), dan (c) dapat diketahui bahwa peramalan data hirarki dengan pendekatan topdown proporsi histori data tahun 2010 untuk ketiga metode peramalan yang ada memiliki nilai MAPE dan RMSE kecil. Sedangkan jika dibandingkan dari model peramalannya, metode peramalan ANFIS memiliki nilai MAPE dan RMSE paling kecil yaitu nilai MAPE sebesar 5,93 dan RMSE sebesar 1368. Perhitungan juga dilakukan terhadap nilai MAPE per tahap pada ketiga model peramalan. Dari hasil analisis MAPE dapat diketahui bahwa untuk peramalan per tahap, model yang memiliki nilai MAPE paling kecil di Ampenan adalah pendekatan top-down proporsi histori menggunakan data Tahun 2010. Pendekatan ketiga adalah pendekatan top-down dengan proporsi peramalan. Untuk mendapatkan proporsi peramalan tersebut, diperlukan peramalan level 0 dan level 1. Setelah didapatkan proporsinya maka melakukan peramalan level 1 dengan cara menguraikan peramalan level 0 dengan menggunakan proporsi peramalan yang ada. Proporsi peramalan dengan menggunakan model ARIMA, ANFIS, dan Hybrid ARIMA-ANFIS. Proporsi peramalan data time series hirarki dengan pendekatan top-down proporsi peramalan dipengaruhi oleh hasil permalan dari masing-masing model yaitu ARIMA, ANFIS, dan hybrid. Perbedaan pengaruh ini dapat dilihat dari plot proporsi antara model peramalan ARIMA, ANFIS, dan hybrid pada Gambar 4. 0,060 Variable A RIMA A NFIS Hy brid
Proporsi
0,058
0,056
0,054
0,052
0,050 1
2
3
4
5 Bulan
6
7
8
9
Gambar 4 Plot Proporsi Peramalan dengan ARIMA, ANFIS, hybrid di Ampenan.
4.5 Perbandingan Metode Peramalan Data Time Series Hirarki Dari ketiga pendekatan yang dilakukan pada peramalan data time series hirarki, kemudian dilakukan perbandingan dari ketiganya berdasarkan nilai MAPE per tahap. 20
Variable
V ariable a b c d e f g h
15
MAPE
15
MAPE
20
a b c d e f g e
10
5
10
5
0
0 1
2
3
4
5 bulan
6
7
8
1
9
Gambar 5 (a) Plot Nilai MAPE Per Tahap Peramalan Data Time Series Hirarki Model ARIMA di Ampenan
2
3
4
5 Bulan
6
7
8
9
Gambar 5 (b) Plot Nilai MAPE Per Tahap Peramalan Data Time Series Hirarki Model ANFIS di Ampenan
12
Keterangan gambar: a : Hasil peramalan pendekatan top-down proporsi (1) dalam KL (Kilo Liter) 15 b : Hasil peramalan pendekatan top-down proporsi (2) (KL ) 10 c : Hasil peramalan pendekatan top-down dengan proporsi data penjualan BBM tahun 2010 (KL) 5 d: Hasil peramalan pendekatan top-down dengan proposi rata-rata data penjualan BBM tahun 0 2006-2010 (KL) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 e : Hasil peramalan pendekatan top-down dengan Bulan proposi data penjualan BBM tahun 2006-2010 Gambar 5 (c) Plot Nilai MAPE Per Tahap Peramalan (1) (KL) Data Time Series Hirarki Model Hybrid ARIMA-ANFIS f: Hasil peramalan pendekatan top-down dengan di Ampenan proposi data penjualan BBM tahun 2006-2010 (2) (KL) MAPE
20
Variable a b c d e f g h
g : Hasil peramalan pendekatan top-down dengan proposi peramalan (KL) h: Hasil peramalan pendekatan bottom-up dalam (KL) Dari Gambar 5(a), (b), dan (c), Ampenan didapatkan hasil bahwa nilai MAPE terkecil adalah dengan menggunakan pendekatan bottom-up untuk model peramalan ARIMA dan hibrida. Untuk pemodelan dengan ANFIS, pendekatan dengan top-down proporsi peramalan memiliki nilai MAPE terkecil untuk peramalan bulan Januari-Maret 2011, sedangkan pendekatan top-down dengan proporsi histori data tahun 2011 memiliki nilai MAPE paling kecil untuk peramalan bulan April-Mei 2011. Dari hasil MAPE outsample variabel level 0 dan level 1 kemudian dilihat pendekatan mana yang memiliki nilai MAPE paling kecil. Nilai MAPE out-sample untuk masing-masing pendekatan pada level 0 dan level 1 dapat dilihat pada Tabel 8 (a), (b), dan (c). Tabel 8 (a) MAPE Peramalan Data Time Series Hirarki (ARIMA)
Tabel 8 (b) MAPE Peramalan Data Time Series Hirarki (ANFIS)
Tabel 8 (c) MAPE Peramalan Data Time Series Hirarki (Hybrid)
13
Keterangan Gambar 5 dan Tabel 8: a : Hasil peramalan pendekatan top-down dengan proporsi (1) dalam KL (Kilo Liter) b : Hasil peramalan pendekatan top-down dengan proporsi (2) dalam KL (Kilo Liter) c : Hasil peramalan pendekatan top-down dengan proporsi data penjualan BBM tahun 2010 dalam KL (Kilo Liter) d: Hasil peramalan pendekatan top-down dengan proposi rata-rata data penjualan BBM tahun 2006-2010 (dalam KL (Kilo Liter) e : Hasil peramalan pendekatan top-down dengan proposi data penjualan BBM tahun 2006-2010 (1) dalam KL (Kilo Liter) f: Hasil peramalan pendekatan top-down dengan proposi data penjualan BBM tahun 2006-2010 (2) dalam KL (Kilo Liter) g : Hasil peramalan pendekatan top-down dengan proposi peramalan dalam KL (Kilo Liter) h: Hasil peramalan pendekatan bottom-up dalam KL (Kilo Liter) Dari Tabel 8 (a), (b), dan (c), pendekatan yang mendominasi pada peramalan data time series hirarki adalah pendekatan bottom-up, top-down proporsi histori tahun 2006-2010, dan top-down proporsi peramalan. Perbandingan juga dilakukan berdasarkan nilai MAPE per tahap untuk setiap variabel di level 1, sehingga didapatkan hasil evaluasi yang lebih detail. Pada model peramalan ARIMA, dan hybrid di Badas, pendekatan bottom-up memiliki nilai MAPE paling kecil untuk peramalan Januari-September 2011. Pada model peramalan ANFIS, pendekatan top-down dengan proporsi peramalan memiliki MAPE paling kecil untuk peramalan Januari-September 2011. Pada pemodelan ARIMA di Bali, pendekatan top-down dengan proporsi histori data Tahun 2010 memiliki nilai MAPE paling kecil untuk peramalan pada bulan Februari-April 2011. Sedangkan pada bulan Mei-Septemeber 2011, pendekatan top-down dengan proporsi peramalan memiliki MAPE paling kecil. Pada model ANFIS, pendekatan top-down dengan proporsi histori data Tahun 2010 memiliki nilai MAPE paling kecil untuk peramalan bulan Maret-Sepetember 2011. Pada model hybrid, pendekatan bottom-up memiliki nilai MAPE paling kecil untuk peramalan Mei-September 2011. Pendekatan top-down dengan proporsi peramalan pada pemodelan ARIMA, ANFIS, dan hybrid di Bima, memiliki nilai MAPE paling kecil untuk peramalan Februari-September 2011. Pemodelan ARIMA di Camplong, pendekatan top-down dengan proporsi histori data Tahun 2010 memiliki nilai MAPE paling kecil untuk peramalan pada bulan Januari-September 2011. Pada model ANFIS, pendekatan top-down dengan proporsi peramalan dan pendekatan bottom-up memiliki nilai MAPE kecil yang tidak jauh berbeda untuk peramalan Februari-September 2011. Pada model hybrid, pendekatan top-down dengan proporsi histori data Tahun 2010 memiliki nilai MAPE paling kecil untuk peramalan pada bulan Februari- September 2011. Di ISG dengan pemodelan menggunakan ARIMA, dan hybrid, pendekatan top-down dengan proporsi histori (1) data Tahun 2006-2010 memiliki nilai MAPE paling kecil untuk peramalan FebruariAgustus 2011 sedangkan pada model ANFIS pendekatan top-down dengan proporsi histori (1) data Tahun 2006-2010 untuk peramalan Januari-Mei 2011 memiliki nilai MAPE paling kecil. Pada model peramalan ARIMA, dan hybrid di Kupang, pendekatan top-down dengan proporsi histori data Tahun 2010 memiliki nilai MAPE paling kecil untuk peramalan Februari-September 2011. Pada model ANFIS pendekatan top-down dengan proporsi peramalan memiliki nilai MAPE paling kecil untuk peramalan Januari-September 2011. Berbeda halnya dengan model peramalan ARIMA, dan hybrid di Madiun, pendekatan proporsi histori (1) data Tahun 2006-2010 dan rata-rata histori data Tahun 2006-2010 memiliki nilai MAPE kecil yang tidak jauh berbeda antara keduanya untuk peramalan Januari-September 2011. Sedangkan pada model ANFIS, pendekatan proporsi histori (2) dan bottom-up lebih mendominasi untuk MAPE paling kecil untuk peramalan Maret-September 2011. Nilai MAPE paling kecil untuk pemodelan ARIMA, dan hybrid di Malang dimiliki oleh pendekatan top-down dengan proporsi peramalan untuk peramalan Januari-September 2011. Pada model ANFIS pendekatan top-down dengan proporsi peramalan memiliki nilai MAPE paling kecil untuk peramalan Februari-Mei 2011. Peramalan Juni-September 2011, nilai MAPE terkecil berasal dari pendekatan bottom-up.
14
Di Tanjung Wangi, model peramalan ARIMA dengan pendekatan proporsi histori (2) memiliki nilai MAPE paling kecil untuk peramalan Januari-Mei 2011, sedangkan untuk peramalan Juni-September 2011 adalah pendekatan pendekatan top-down dengan proporsi peramalan yang memiliki nilai MAPE paling kecil. Pada model ANFIS pendekatan proporsi histori (2) memiliki nilai MAPE paling kecil untuk peramalan Maret- September 2011. Hal ini tidak jauh berbeda pada peramalan hybrid untuk JuniSeptember 2011 yaitu pendekatan proporsi histori (2) memiliki nilai MAPE paling kecil. Setelah dilakukan perbandingan pendekatan peramalan data time series hirarki untuk masingmasing TBBM, perbandingan terhadap pendekatan pada peramalan data time series hirarki juga dilakukan terhadap tiga model peramalan untuk seluruh variabel di level 0 dan level 1 berdasarkan nilai MAPE. Pada level 0 diketahui bahwa pendekatan yang baik adalah pendekatan bottom-up untuk model ANFIS dengan MAPE 3,23. Pendekatan terbaik pada level 1 didapatkan dengan membandingkan hasil rata-rata nilai MAPE masing-masing pendekatan untuk seluruh TBBM. Didapatkan dua pendekatan yang memiliki nilai MAPE paling kecil untuk keseluruhan TBBM yang dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Perbandingan Pendekatan pada Peramalan Data Time Series Hirarki
Model Peramalan ARIMA ANFIS Hybrid
MAPE Bottom-up 10,22 5,68 10,72
MAPE Top-down proporsi peramalan 10,01 5,61 10,64
Dari Tabel 9 dapat diketahui bahwa pendekatan top-down proporsi peramalan pada model ANFIS memiliki nilai MAPE paling kecil yaitu 5,61. 5 1.
2.
3.
4.
Kesimpulan Dari hasil pembahasan dan analisa yang telah dilakukan, didapatkan kesimpulan sebagai berikut. Pada peramalan data time series hirarki dengan model ARIMA dapat diketahui pendekatan yang terbaik untuk setiap variabel dengan membandingkan nilai MAPE out-sample paling kecil. Pendekatan terbaik di level 0 adalah pendekatan top-down dengan model ARIMA (0,1,1)(1,0,0)12 dengan nilai MAPE 5,41. Pendekatan terbaik di level 1 adalah pendekatan top-down proporsi historis untuk TBBM Bima, Camplong, ISG, dan Madiun, pendekatan top-down proporsi peramalan untuk TBBM Bali dan Tanjung Wangi, serta pendekatan bottom-up untuk TBBM Ampenan dengan model ARIMA (0,1,1) (2,0,0)12, Badas dengan model ARIMA (0,1,1) (0,0,2)12, Kupang dengan model ARIMA (0,1,1) (1,0,0)12, dan Malang dengan model ARIMA ([1,12],1,0). Untuk hasil peramalan dengan model ARIMA untuk seluruh variabel dapat dilihat di lampiran. Pada peramalan data time series hirarki dengan model peramalan ANFIS didapatkan peramalan dengan pendekatan terbaik untuk variabel di level 0 dan level 1 dengan membandingkan nilai MAPE out-sample paling kecil. Pendekatan terbaik di level 0 adalah pendekatan bottom-up dengan MAPE sebesar 3,23. Pendekatan terbaik di level 1 adalah pendekatan top-down proporsi histori untuk TBBM Bali, Bima, Madiun, dan Tanjung Wangi, pendekatan top-down proporsi peramalan untuk TBBM Ampenan, Badas, Camplong, Kupang, dan Malang, serta pendekatan bottom-up untuk TBBM ISG. Untuk hasil peramalan dengan model ARIMA untuk seluruh variabel dapat dilihat di lampiran. Hasil peramalan data time series hirarki dengan hybrid ARIMA-ANFIS juga didapatkan dari pendekatan terbaik dengan membandingkan nilai MAPE out-sample untuk variabel di level 0 dan level 1. Pendekatan terbaik untuk level 0 adalah pendekatan top-down dengan nilai MAPE 5,36. Pendekatan terbaik untuk level 1 adalah pendekatan top-down proporsi histori untuk TBBM Bima, Camplong, ISG, Kupang, dan Madiun, top-down proporsi peramalan untuk TBBM Tanjung wangi, dan bottom-up untuk TBBM Malang. Untuk hasil peramalan dengan model ARIMA untuk seluruh variabel dapat dilihat di lampiran. Dapat diketahui bahwa pendekatan yang baik untuk variabel level 0 adalah pendekatan bottom-up untuk model ANFIS dengan MAPE 3,23. Pendekatan yang baik untuk variabel level 1 untuk ketiga model peramalan berdasarkan rata-rata nilai MAPE seluruh variabel untuk masing-masing pendekatan didapatkan bahwa pendekatan top-down proporsi peramalan dengan model ANFIS memiliki nila MAPE paling kecil yaitu 5,61.
15
Berdasarkan hasil analisis pada penelitian ini, variabel yang digunakan pada level 1 tidak berasal dari keseluruhan TBBM yang ada di Region V karena kurangnya data yang didapatkan. Oleh karena itu, diperlukan pencatatan yang lengkap dari pihak PT. Pertamina agar analisis dapat dilakukan untuk semua TBBM yang ada di Region V 6. Daftar Pustaka Amalia, R. (2009). Analisis Penjualan Bahan Bakar Minyak (BBM) dari PT PERTAMINA (Persero) UPms V Surabaya dengan metode Arima Box Jenkins. Tugas Akhir tidak dipublikasikan. Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.
Athanasopoulus, G., Ahmed, R.A., dan Hyndman, R.J., (2009). Hierarchical forecasting for Australian domestic tourism. International Journal of Forecasting, 25,146-166. Cryer, J.D. (1986). Time Series Analysis. Massachustetts: PWS Publisher. Hidayanto, C. (2009). Analisis Peramalan Penjualan Bahan Bakar Minyak (BBM) Premium PT PERTAMINA di Wilayah Malang. Tugas Akhir tidak dipublikasikan. Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Kusumadewi, S., dan Hartati, S. (2006). Neuro-Fuzzy Integrasi Sistem Fuzzy dan Jaringan Syaraf. Yogyakarta: Graha Ilmu. Kusumadewi, S. (2007). Sistem Inferensi Fuzzy (METODE TSK) Untuk Penentuan Kebutuhan Kalori Harian. Yogyakarta : UII. Makridakis, S., Wheelwright, S.C., dan Hibon, M. (2000). The M3-Competition: result, conclution and implication. International Journal of Forecasting International Journal of Forecasting, 16, 451476. PT. PERTAMINA. (2010). Company Profile Statistic & Competitive Intelligence PT. PERTAMINA (Persero) Pemasaran BBM Retail Region V. Surabaya: PT. PERTAMINA. Wei, W.W.S. (2006). Time Series Analysis, Univariate and Multivariate Methods. Canada: Addison Wesley Publishing Company. Zhang, G.P. (2003). Time Series Forecasting Using a Hybrid ARIMA and Neural Network Model. Neurocomputing, 50, 159-175.
16