POTRET KETIMPANGAN
Konsentrasi Penguasaan Lahan ada di sektor pertambangan, perkebunan dan badan usaha lain
v Lebih dari 186.658 hektar area yang ditetapkan kawasan hutan merupakan perkampungan penduduk
3
POTRET KONFLIK AGRARIA/SDA
v
Tambang 5%
Lainnya 8%
Hutan 9%
2015: 252 Kasus Infrastruktur 28%
Setiap 2 hari 1 Konflik Agraria. 2004- 2015: 1.772 konflik, dengan luas wilayah 6.9 melibatkan 1.1
Perkebunan 50%
jt ha,
jt rumah tangga (KPA, 2015)
4
POTRET KRISIS SOSIO EKOLOGI
v KRISIS PANGAN
15,5Jt Penduduk menerima bantuan beras Pemerintah (Raskin) tinggal di Desa (2015)
KRISIS AIR
15,775
KRISIS ENERGI
KRISIS TRADISI BERDESA
12,3% Desa tak teraliri listrik (PLN, 2013), tak diketahui berapa yang penuh waktu
Desa berstatus rawan air dan 1.235 desa berstatus kering (BPS, 2013)
KRISIS EKOLOGI
840.000Ha
Per tahun deforestasi hutan primer, bakau capai 65% (KLH, 2006), Terumbu Karang 68% rusak (LIPI, 2012)
5
TANTANGAN REFORMASI
Kepastian Kawasan
v Keadilan Penguasaan / Akses Sumber Daya Alam
Kurangnya dukungan dari pemerintah, khususnya pemerintah lokal dalam invetarisasi dan memverifikasi klaim tenurial di kawasan hutan
Kesenjangan akses dan penguasaan antara masyarakat / petani kecil dengan bisnis besar
Pengukuhan hutan memiliki tidak terkait dengan penanganan klaim
Sangat terbatas insentif bagi masyarakat untuk masuk dalam sektor kehutanan
Meskipun terjadi peningkatan, jumlah hutan yang masyarakat/adat berhasil dipetakan masih kecil dibandingkan dengan klaim yang ada
Rendahnya jumlah konflik tenurial yang diselesaikan dan resolusi konflik tidak dilembagakan
Jumlah yang relatif tinggi aktifitas illegal dan merusak di kawasan hutan
6
v Kapasitas Penegakan Hukum
Transparansi Pengelolaan Sumber Daya Alam
Unit penanganan pengaduan yang dilengkapi dengan SOP dan Personil belum terbentuk sampai tingkat daerah
Kurangnya rencana aksi untuk mencegah korupsi di sektor sumber daya alam di tingkat lokal
Sertifikasi/standarisasi polisi, penyidik, penuntut penanganan lingkungan dan kehutanan kasus belum diformalkan
Biaya ekonomi tinggi (contoh: 30% dari biaya produksi di bidang sektor kehutanan)
Kewajiban monitoring dan evaluasi izin masih belum konsisten dan tidak terintegrasi dengan pemerintah lokal
Tidak semua pelaku usaha memiliki standard keberlanjutan. Pelaku usaha yang memiliki standard keberlanjutan juga masih terlibat berbagai issue di lapangan.
Jumlah pengawas dan petugas belum ideal
Pengawasan oleh LSM tentang proses perizinan masih terbatas, terutama pada tingkat sub-nasional Tidak semua unit management usaha beroperasi di lapangan
7
KEBUTUHAN REFORMASI
v
KEPASTIAN KAWASAN
Kebijakan untuk mendaftar dan inventarisasi klaim masyarakat di kawasan hutan. Mendorong setiap kepala pemerintah daerah untuk mengeluarkan kebijakan untuk membuka ruang pendaftaran mendaftar dan inventarisasi klaim lahan masyarakat di kawasan hutan.
Ketentuan dan standar pemetaan partisipatif oleh masyarakat, dengan memperhatikan keberlangsungan fungsi - fungsi kawasan.
Menggunakan pendekatan “multi-door” untuk sanksi pelanggar. Memperpanjang Instruksi Presiden tentang moratorium izin baru diikuti dengan meningkatkan tata kelola hutan (termasuk masalah evaluasi perijinan dan pelepasan kawasan).
8
v
ASPEK KEADILAN PENGUASAAN/PEMANFAATAN SDA
Program kolaboratif pemerintah, Pemerintah lokal dan LSM untuk mempercepat identifikasi masyarakat tanah di kawasan hutan.
Ketersediaan mekanisme pendanaan bagi LSM/Lembaga pendamping untuk membantu persiapan dan kesiapan masyarakat untuk mendapatkan lisensi atau pengakuan.
Penanganan konflik tenurial di kawasan hutan melalui penyediaan prosedur dan standar manajemen konflik, alokasi anggaran khusus, penyediaan pelatihan bagi mediator, bekerja sama dengan LSM untuk mendukung dan memberikan mereka peran dalam penanganan konflik, dan bantuan untuk kepada pemerintah daerah dalam penanganan konflik.
Kebijakan, langkah-langkah dan program untuk mendorong dan menciptakan pasar untuk produk yang berasal dari masyarakat lokal.
9
v KAPASITAS PENEGAKAN HUKUM
Standarisasi semua penyidik dan jaksa yang menangani kasus sumber daya alam dan kejahatan lingkungan.
Mekanisme penanganan keluhan untuk masalah sumber daya alam (kehutanan, perkebunan, pertambangan) dengan kejelasan unit, personil, alokasi anggaran dan prosedur operasi standar (SOP).
KLHK, Polisi, dan Kantor Kejaksaan harus melanjutkan dan meningkatkan kerjasama antar investigator (PNS) dalam penanganan kejahatan sumber daya alam dan lingkungan yang melibatkan perusahaan besar, pejabat pemerintah dan penegak hukum.
Peningkatan kapasitas inspektorat dan petugas teknis pengawasan untuk mengawasi mal-administrasi dan indikasi korupsi di internal pemerintahan.
Diperlukan untuk meningkatkan jumlah polisi hutan dan pengawas serta PPNS sehingga rasio memadai, berdasarkan perhitungan yang tepat untuk efektifitas. 10
v
ASPEK TRANSPARANSI PENGELOLAAN
Meninjau atau mengembangkan rencana aksi untuk mencegah korupsi sektor sumber daya alam.
Mengungkapkan hasil tinjauan teknis dan rekomendasi dari pemerintah lokal
dan kementerian sektor yang terkait dengan proses pemberian izin di sektor sumber daya alam.
Penerapan standar minimum untuk "good corporaten governance ” untuk pemohon izin dan pemegang.
Audit perizinan dan pemantauan kewajiban pemegang izin yang dapat diketahui oleh publik.
Berkolaborasi dengan LSM untuk mengawasi proses perizinan dan kepatuhan pemegang izin terhadap aturan yang ada.
11
FOKUS PROGRAM DAN AKSI PPK 2016-2017
v
REFORMASI TATA KELOLA PAJAK DAN OPTIMALISASI PENERIMAAN NEGARA TARGET
[ AKSI NOMOR 8] 1.Peningkatan penerimaan negara dari sektor ESDA 2.Pengawasan pengelolaan ESDA
MASALAH
1.Basis data ESDA, perpajakan dan PNBP tidak terhubung dan terhambat dalam pertukarannya
INSTRUKSI
Mengintegrasikan basis data pengelolaan ESDA, perpajakan dan PNBP dengan: 1. Standarisasi proses pencatatan dan penyimpanan data SIPUHH, MOMI, SIPP dengan data pajak (MPN-G2) dan PNBP (Simponi);
2.Penerimaan pajak dan bukan pajak yang tidak sebanding dengan jumlah produksi
2. Standarisasi/sikronisasi perangkat lunak dan keras dalam pencatatan dan penyimpanan data SIPUHH, MOMI, SIPP, MPN-G2, PNBP (Simponi);
.
3. Membangun peranti lunak dan keras yang dapat menciptakan online data interfacing antara data SIPUHH, MOMI, SIPP, MPN-G2, PNBP (Simponi) berbasis SIN/harmonisasi identitas sesuai kesepakatan
12
v REFORMASI TATA KELOLA PAJAK DAN OPTIMALISASI PENERIMAAN NEGARA TARGET [AKSI NOMOR 4, 5 dan 6 ] Meningkatkan kepatuhan dalam pembayaran pajak serta terselenggaranya supervisi pembuatan peraturan Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi lainnya untuk mensyaratkan konfirmasi status Wajib Pajak dalam pemberian layanan publik kriteria tertentu ; Mengurangi risiko korupsi di sektor penerimaan negara, menekan kejahatan pencucian uang, penggelapan pajak, dan tipikor serta pajak dari wajib pajak yang belum terjaring; Mempermudah pengamatan dan pengawasan pejabat negara
MASALAH
INSTRUKSI
Interfacing pelayanan publik strategis dengan pajak belum optimal meningkatkan kepatuhan dan penerimaan perpajakan.
Pelaksanaan konfirmasi status wajib pajak untuk layanan publik tertentu sesuai ketentuan :
Selain itu juga masih terbatas pada instansi tertentu.
2. Pengaturan mengenai kewajiban melakukan konfirmasi status Wajib pajak untuk layanan publik tertentu
1. Tersedianya laporan pelaksanaan konfirmasi status wajib pajak untuk layanan publik tertentu sesuai ketentuan
3. Diterbitkannya peraturan untuk mensyaratkan konfirmasi status wajib pajak dalam pemberian layanan publik tertentu 4. Evaluasi konfirmasi Wajib Pajak sektor Strategis dan penguatan mekanisme konfirmasi Wajib Pajak 5. Tersedianya hasil pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan yang mensyaratkan konfirmasi status wajib pajak dalam pemberian layanan publik kriteria tertentu
Meningkatkan validitas data keuangan wajib pajak 13
v OPTIMALISASI PELAKSANAAN KEBIJAKAN PERIZINAN PERTANAHAN TARGET [AKSI NOMOR 14] Pelayanan pertanahan dan tata ruang yang mudah, cepat, transparan dan bebas pungli.
MASALAH 1.Biaya pemberian perijinan dan pengukuran tanah memberikan ruang untuk penyimpangan/korupsi ; biaya pengukuran tanah dibebankan ke pemohon. 2.Penyimpangan RTRW yang sering terjadi akibat tumpang tindihnya aturan dan kewenangan pusat dan daerah. 3.Fungsi vital Kemen ATR/BPN dalam mendukung program prioritas infrastruktur, industrialisasi dan penciptaan sawah, dan lain-lain.
INSTRUKSI Perbaikan mekanisme dan prosedur sistem pelayanan Pertanahan dan Tata Ruang : 1.kesepahaman bersama lintas K/L dan Pemerintah Daerah tentang prosedur pengambilan keputusan terkait persetujuan substansi (persub) rencana tata ruang; 2.Rancang bangun sistem informasi penataan ruang dan pengaduan masyarakat terkait penataan ruang; 3.Menyediakan 2700 juru ukur berstatus Pegawai Negeri Sipil yang tersebar secara merata di semua kantor pertanahan hingga tingkat kabupaten/kota 4.Tersedianya usulan Standar Biaya Umum dari Kementerian ATR/BPN kepada Kementerian Keuangan mengenai pelaksanaan pengukuran tanah oleh juru ukur yang memuat komponen biaya transportasi, akomodasi, konsumsi dan uang harian; 5.Terpublikasinya laporan tentang nama pelanggar, jenis pelanggaran dan sanksi yang diberikan atas tiap-tiap bentuk pelanggaran rencana tata ruang;
14
v REFORMASI TATA KELOLA MINYAK DAN GAS BUMI SECARA EFEKTIF DAN EFISIEN DALAM RANGKA MEMBANGUN INDUSTRI MINYAK DAN GAS NASIONAL YANG KUAT DAN BERORIENTASI PADA KEDAULATAN ENERGI TARGET
[AKSI NOMOR 15] Transparansi pendapatan negara, daerah dan swasta yang diperoleh dari industri ekstraktif
MASALAH
INSTRUKSI
1.Penerimaan pajak dan bukan pajak yang tidak sebanding dengan jumlah produksi
1.Menstandarisasikan format pelaporan pendapatan negara dan daerah dari industri ekstraktif;
2.Pendapatan negara dan daerah dari industri ekstraktif belum sepenuhnya transparan
3.Menerapkan mekanisme kepatuhan pelaporan bagi perusahaan
2.Mempublikasikan manual perhitungan alokasi Dana Bagi Hasil SDA
4.Mengkonsolidasikan dan mempublikasikan dalam format terbuka: laporan mengenai total penerimaan dari sektor migas dan minerba pada tahun anggaran 2016 dan tahun anggaran 2017 melalui format pelaporan yang terintegrasi sesuai kebutuhan Sekretariat EITI
15