Seminar Nasional : Reformasi Pertanian Terintegrasi Menuju Kedaulatan Pangan
POTENSI X.sagittifolium DIBAWAH TEGAKAN HUTAN PRODUKSI JATI: PENUNJANG KETAHANAN PANGAN Eko Murniyanto1), Yogi Sugito, Bambang Guritno dan Eko Handayanto2) 1)
Jurusan Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo 2) Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Email :
[email protected]
ABTRAK Kerusakan hutan dan pola pertumbuhan tegakan jati yang mengakibatkan “terbuka”nya lahan, potencial untuk dimanfaatkan bagi tanaman sumber pangan. Pemanfaatan seyogyanya diarahkan agar secara ekologis dapat saling mendukung. Xanthosoma sagittifolium (kimpul) merupakan salah satu tanaman yang toleran penaungan. Informasi potensi kumpul dibawah tegakan jati masih terbatas. Penelitian dengan rancangan Split Plot terhadap perlakuan populasi kimpul dengan umur tegakan, tata tanam tegakan dan tindakan pewiwilan tajuk menunjukkan bahwa optimasi kimpul sebanyak 25.000 rumpun ha-1 ditanam sampai tegakan umur 5 tahun dan atau 10 tahun dengan perlakuan pewiwilan tajuk 0,50 bagian. Kontribusi tegakan jati terhadap penyediaan umbi kimpul dengan pengaturan tersebut sebesar 31,83% - 45,85% dibanding jika ditanam secara monokultur. Kata kunci: Kimpul, Tegakan Jati, Potensi. PENDAHULUAN Latar belakang Indonesia memiliki hutan produksi seluas 44,0 juta ha (BPS, 2002), Jawa seluas 2.692.641 ha, 1.382.087 ha diantaranya merupakan kelas perusahaan jati (Soemarno, 2002). Provinsi Jawa Tengah memiliki hutan seluas 647.593,81 ha (Anonim, 2000). Rehabilitasi hutan sedang dilakukan di hampir semua lahan “terbuka”. Selain hutan negara, pengalaman empiris masyarakat dan dampak program menghasilkan hutan rakyat, diperkirakan mencapai 1,25 juta ha (Sabarnurdin, 2000). Tanaman jati termasuk kategori tanaman berumur panjang, layak tebang optimum sampai tanaman berumur 80 tahun. Secara alami menggugurkan daun karena inisiasi bunga, kekurangan air (Poerwokoesoemo, 1957) atau serangan ulat daun (Astari, 2003). Sistem tanam dan pertumbuhan tajuk berpengaruh pada penyediaan ruang dan penutupan lantai tegakan sehingga memungkinkan cahaya lolos tajuk. Besarnya cahaya lolos tajuk pada bulan Nopember sampai Desember antara 4,47 - 14,85% dari cahaya terbuka. Cahaya lolos tajuk yang sampai pada lantai hutan dapat menimbulkan efek merugikan, pemanfaatan untuk tanaman sela di satu sisi menguntungkan namur disisi lain juga dapat menimbulkan masalah. Agar kedua aspek dapat dicapai maka pemilihan tanaman dan jarak tanam merupakan kunci pengelolaan utama (Huxley, 1999). Tanaman penghasil daun dan umbi umumnya toleran dan mampu menghasilkan produksi relatif tinggi di antara tegakan dibanding tanaman lainnya (Cannell, 1983). Indonesia sebagai salah satu negara penghasil umbi-umbian di Asia (Kay, 1987). Flach dan Rumawas (1996) menyatakan bahwa tanaman umbi-umbian sebagai sumber karbohidrat. Kandungan karbohidrat pada umbi-umbian herba tegak berkisar antara 15,7 – 85,2 g, pada beras 78,9 g dan terigu 77,3 g setiap 100 g bahan. Karbohidrat dapat digunakan sebagai bahan baku industri, sumber pangan dan substitusi terigu (Riady, 2004; Saifuddin, 1998). Pengembangan tanaman umbi-umbian di lahan kering potensial dihadapkan pada kebijakan pengembangan komoditi prioritas seperti jagung, kedelai dan kentang. Salah satu strategi pengembangan komoditas umbi-umbian prioritas (ubi kayu dan ubi jalar) diarahkan melalui peningkatan indek pertanaman dan optimalisasi memanfaatan lahan tidur (Sovan,2004). Bagaimana pengembangan bagi umbi-umbian non prioritas?. Potensi X.sagittifolium (Tania, kimpul) pada lahan 1 Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo 20 Oktober 2011
marginal mencapai 59,41 ton ha-1 (Murniyanto, 2008). Sebagai contoh, apabila tanaman umbi-umbian ini dapat ditanam di bawah tegakan,dengan asumsi produktivitasnya 20 ton ha–1, maka Jawa Tengah saja dapat menyediakan karbohidrat sebesar 4,4 juta ton tahun–1. Tujuan a. Mempelajari potensi kimpul yang optimal ditanam di bawah tegakan hutan produksi jati b. Mempelajari pertumbuhan tanaman jati dengan tindakan pewiwilan pada berbagai populasi tanam c. Menentukan umur maksimum tegakan hutan produksi jati yang masih toleran ditanami kimpul BAHAN DAN METODE Percobaan dilaksanakan di tegakan jati umur 3, 5 dan 10 tahun pada hutan produksi di KRPH Nglangon KPH Gundih. Umbi induk tanaman kimpul diperoleh dari Wonogiri. Bahan-bahan kimia untuk analisa proksimat, tanin serta peralatan untuk kegiatan budidaya, perheliometer, hagameter dan mistar. Percobaan terdiri dari 2 (dua) unit yaitu percobaan untuk menentukan kerapatan kimpul optimum pada kerapatan tegakan teratur dan tidak teratur serta percobaan untuk menentukan pengelolaan tajuk dan umur maksimum tegakan dapat ditanami kimpul. Percobaan disusun menurut rancangan petak terpisah (split plot design) dengan tiga ulangan. Percobaan I, petak utama yaitu populasi tegakan jati varietas lokal umur 10 tahun terdiri atas empat taraf yaitu 1.111 pohon ha-1, 2.592 pohon ha-1, 3.333 pohon ha-1 dan 4.598 pohon ha-1. Anak petak (9x6 m) yaitu populasi tanaman umbi terdiri atas tiga taraf yaitu 50%, 60% dan 80% dari populasi normal (40.000 rumpun ha-1) (Kay, 1987). Percobaan II, petak utama umur tegakan terdiri atas tiga taraf yaitu 3 tahun, 5 tahun, dan 10 tahun. Anak petak, tinggi tajuk terdiri atas tiga taraf yaitu 0,33; 0,50 dan 0,66 dari tinggi tajuk awal, pengaturan tajuk dengan mewiwil cabang bagian bawah. Kultivar jati yang digunakan pada percobaan ini adalah kultivar lokal, jarak tanam 3 m x 3 m, setiap anak petak terdapat 12 pohon. Bahan tanam berupa bibit dari tunas umbi induk berdaun satu, bobot antara 50-60 g, ditanam secara koak, jarak tanam 80 cm x 50 cm. Selama pertumbuhannya, tanaman tidak dipupuk, tidak disiang, tidak diairi, dan tidak dilakukan pengendalian terhadap organisme pengganggu tanaman kecuali menyisihkan daun gugur yang tersangkut diatas daun Xanthosoma sagittifolium. Panen dilakukan dengan membongkar tanaman pada umur 8 bulan setelah tanam. Peubah dan analisis data: 1. Peubah pertumbuhan tanaman kimpul meliputi LAR, CGR, bobot umbi (Sitompul dan Guritno, 1985) dan efisiensi penggunaan energi (Yogi Sugito, 1999). 2. Peubah pertumbuhan tegakan jati meliputi tinggi (TB) dan diameter batang (DB), lebar tajuk (LT), luas permukaan tajuk (LPT) dan volume tajuk (VT) (Chapman et al., 1996) 3. Interaksi tanaman kimpul dengan tegakan jati didekati dengan menghitung kandungan tanin yang dihasilkan ujung akar (AOAC, 1978). Peubah–peubah pengamatan pada tanaman kimpul dan tegakan jati dianalisis dengan metode anova, perbedaan perlakuan diteruskan uji beda menggunakan uji berjarak Duncan. HASIL DAN PEMBAHASAN Keragaan kultivar kimpul pada beberapa populasi tegakan jati Pertumbuhan tanaman kimpul Nisbah luas daun (LAR) menjadi indikator karakter pertumbuhan daun dibawah naungan (Yogi Sugito et al, 2006). LAR diukur untuk melihat berapa efisiensi alokasi biomasa total terhadap pembentukan luas daun akibat perbedaan populasi kimpul dan jati (Sitompul dan Guritno, 1995). Interaksi keduanya mengakibatkan perbedaan LAR selama pertumbuhan tanaman. Secara umum, peningkatan populasi kedua tanaman meningkatkan LAR berarti alokasi fotosintat terhadap pembentukan luas daun menjadi besar tetapi besarnya LAR menurun sejalan pertambahan umur tanaman. Ditinjau dari tata tanam jati menunjukkan bahwa penanaman dengan jarak teratur (1.111 dan 3.333 pohon ha-1) nilai LAR lebih rendah dibanding jarak tidak teratur (2.592 dan 4.598 pohon ha-1).
Seminar Nasional : Reformasi Pertanian Terintegrasi Menuju Kedaulatan Pangan
Hal ini menunjukkan bahwa stabilisasi cahaya menjamin fotosintesis walaupun intensitas cahaya lebih penting dalam mencapai laju fotosíntesis optimal. Maksimum nilai LAR sebesar 631,05 cm2 g–1 dicapai pada umur 2 BST, pada populasi kimpul 33.333 rumpun dan jati 4.598 pohon ha–1, namun setelah umur 2 BST, maksimum nilai LAR dicapai pada populasi kimpul 33.333 dan jati sebesar 2.592 pohon ha–1. Laju tumbuh tanaman (CGR) tidak nyata dipengaruhi interaksi kedua perlakuan tetapi nyata dipengaruhi populasi tegakan. Kuantifikasi CGR tertinggi dicapai sampai populasi tegakan 3.333 pohon hektar-1. Populasi tanaman kimpul sampai 33.333 rumpun ha-1 diperoleh laju tumbuh tanaman paling tinggi, yaitu sebesar 8,75; 63,5; 68,75 dan 154,5 mg m–2 hari–1 sejak 2 sampai 8 BST. Sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa peningkatan populasi tegakan jati cenderung menurunkan distribusi cahaya lolos tajuk tetapi dengan pengaturan tata tanam teratur menjamin stabilitas fotosíntesis. Kenyataan ini ditunjukkan tingginya CGR pada populasi jati 3.333 pohon ha-1 dibanding 2.592 pohon ha-1, namun pada populasi 1.111 pohon ha-1 menghasilkan CGR tertinggi. Rata-rata pertambahan CGR pada berbagai tegakan sebesar 14,0; 122,0; 140,0 dan 167 mg m–2 hari–1 sejak 2 sampai 8 BST (Gambar 1). y1.111 = -21,5x R2 = 0,952
2
+ 147,37x - 123,5
y3333 = -23,668x R2 = 0,9884
2
+ 167,4x - 126,84
180,00 160,00 140,00
CGR (mg m2 hari-1
120,00 100,00 80,00 60,00 40,00
y 2592= 19,993x R2 = 0,8892
20,00
y4598= 15,333x R2 = 0,8793
2
2
- 70,174x + 63,983
- 49,528x + 44,158
0,00 0
1
2
3
4
5
Bulan setelah tanam 1.111
3.333
2.592
4.598
Gambar 1. Pola CGR kimpul pada beberapa populasi tegakan jati hubungannya dengan umur tanaman kimpul Hasil umbi dan efisiensi penggunaan energi tertangkap Peningkatan populasi tanaman kimpul sampai 33.333 rumpun ha-1 di bawah tegakan jati sebanyak 1.111 sampai 3.333 pohon ha-1 meningkatkan hasil umbi (Tabel 1). Kontribusi tegakan jati dapat memberikan kontribusi terhadap penyediaan umbi kimpul sebesar 31,83% - 45,85%, dibanding jika tanaman kimpul ditanam secara monokultur (59,41 ton ha-1). Tegakan yang ditanam secara teratur mengakibatkan luas permukaan tajuk tanaman kimpul mampu melakukan intersepsi dan absorbsi cahaya matahari secara optimal kemudian dimanfaatkan secara efisien. Kenyataan ini ditunjukkan nilai Epa mencapai 1,63 – 1,68% dibanding tegakan tidak teratur (Tabel 2).
3 Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo 20 Oktober 2011
Tabel 2. Bobot umbi kimpul dan Epa pada beberapa populasi tegakan jati Perlakuan Bobot umbi (ton ha-1) Petak Utama Populasi tanaman jati Teratur 1.111 24,11 a 3.333 27,24 a Tidak teratur 2.592 10,25 b 4.598 9,98 b DMRT Anak Petak Populasi tanaman kimpul 20.000 16,61 b 25.000 18,17 a 33.333 18,91 a DMRT Keterangan :
Epa (%)
1,63 a 1,68 a 0,53 b 0,73 b -
1,06 b 1,35 a 1,03 b -
Bilangan yang diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji DMRT 0,05
Pertumbuhan tanaman jati Populasi tegakan jati mempengaruhi pertumbuhan tegakan yang dinyatakan terhadap perbedaan pertambahan tinggi batang, diameter batang, tinggi tajuk dan lebar tajuk tanaman jati, sedangkan tanaman kimpul tidak mempengaruhi pertumbuhan tegakan. Populasi tegakan teratur dapat meningkatkan tinggi batang antara 1,15 – 2,15 m pohon–1 dan lebar tajuk antara 0,27 – 0,70 m pohon–1 selama 1 tahun. Populasi tegakan tidak teratur diperoleh pertambahan tinggi batang maksimum 1,15 m pohon-1 dan lebar tajuk 0,81 m pohon-1 (Tabel 3). Dengan kenyataan ini maka untuk memperoleh pertambahan tinggi batang yang maksimal dan lebar tajuk yang optimal maka tidak melakukan penjarangan sampai tegakan umur 10 tahun. Selanjutnya populasi tegakan dipertahankan sebanyak 3.333 pohon ha–1 (~ 3 m2 pohon–1). Penurunan populasi tanaman di satu sisi memang menambah diameter batang tetapi disisi lain menambah pembentukan cabang dan diikuti penambahan lebar tajuk akibatnya tidak diperoleh batang lurus tanpa cabang. Tabel 3. Pertambahan tinggi batang, diameter batang dan lebar tajuk tegakan jati kurun waktu 1 (satu) tahun Populasi TB DB LT (m pohon-1) (cm pohon-1) (m pohon-1) Tegakan (pohon ha-1 ) 1.111 1,56 a 2,21 0,70 a 3.333 2,19 a 1,80 0,27 b 2.592 1,15 ab 1,50 0,50 ab 4.598 0,40 b 1,55 0,81 a DMRT tn Kimpul (rumpun ha-1 ) 20.000 1,52 2,10 0,62 25.000 1,08 1,68 0,53 33.333 1,38 1,52 0,56 DMRT tn tn tn Keterangan :
Bilangan yang diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji DMRT 0,05
Seminar Nasional : Reformasi Pertanian Terintegrasi Menuju Kedaulatan Pangan
Kandungan tanin akar Interaksi ruang bawah antara ujung akar kedua tanaman dapat menimbulkan pengaruh pengaruh negative melalui sintesis metabolit sekunder yang mungkin menimbulkan efek alelopath. Analisa tanin pada kedua akar tanaman menunjukkan bahwa persentase senyawa tanin pada kedua tanaman menurun manakala keduanya ditanam secara bersamaan (Gambar 2). Sebagai salah satu allelochemical, tanin dapat bersifat toksik terhadap tanaman lain melalui mengkerutkan sel, tetapi senyawa ini tidak disekresi manakala akar tidak mengalami luka. Sintesa tanin dipicu cahaya, pada interaksi kimpul dengan tegakan jati intersepsi cahaya lolos tajuk tegakan meningkat oleh tanaman kimpul sehingga terjadi pengurangan cahaya langsung pada lantai hutan, diduga menekan sintesa tanin pada keduanya.
Gambar 2.
Persentase tanin pada ujung akar kimpul dan jati umur 2 bulan yang ditanam secara monokultur dan tumpangsari dibawah penaungan buatan.
Keragaan tanaman kimpul pada beberapa umur tegakan dan tinggi tajuk Pertumbuhan tanaman kimpul Nisbah luas daun tanaman kimpul dipengaruhi tinggi tajuk tegakan. Pola perkembangan LAR cenderung kuadratik, nilai LAR tertinggi terjadi pada saat kimpul berumur 4 BST (Tabel 4). Peningkatan LAR sangat nyata terjadi pada tegakan mulai umur 5 tahun dengan pewiwilan tajuk 0,50 bagian. Tabel 4. Bobot umbi kimpul dan Epa pada tiga umur tegakan dan tinggi tajuk Tinggi tajuk 0,33 0,50 0,66 DMRT Keterangan :
2 BST 99,81 a 50,57 b 76,25 ab -
4 BST 120,28b 178,48a 161,42ab -
6 BST 73,67 b 77,59 b 118,25 a -
8 BST 80,62 89,49 92,26 tn
Bilangan yang diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji DMRT 0,05
Laju tumbuh tanaman kimpul mulai umur 6 BST nyata dipengaruhi interaksi umur tegakan dan tinggi tajuk. Pola perkembangan CGR bersifat kuadratik, nilai CGR tertinggi terjadi pada saat kimpul berumur 6 BST. Peningkatan CGR sangat nyata terjadi pada tegakan hingga umur 5 tahun dengan pewiwilan tajuk minimum 0,50 bagian (Gambar 3). Peningkatan CGR pada awal pertumbuhan terjadi karena ketersediaan cahaya lolos tajuk masih tinggi sehingga dimanfaatkan secara maksimum oleh tanaman kimpul untuk memacu pertumbuhannya. Penurunan CGR pada akhir pertumbuhan terjadi karena pertumbuhan luas 5 Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo 20 Oktober 2011
permukaan tajuk dan volume tajuk tegakan telah mencapai optimal sehingga menghambat cahaya lolos tajuk. y0,33 = -65,998x2 + 352,92x - 274,65 R2 = 0,8853
250
200
150
2
CGR (mg m hari
-1
y0,5= -52,833x2 + 295,89x - 244,16 R2 = 0,7879
100
50
y0,66 = -20,417x2 + 144,99x - 112,76 R2 = 0,9778
0 0-2 bst
4-6 bst
2-4 bst
6-8 bst
-50 Bulan setelah tanam 0,33
Gambar 3.
0,5
0,66
Pola CGR kimpul dibawah berbagai tinggi tajuk tegakan jati hubungannya dengan umur tanaman kimpul
Bobot umbi dan efisiensi penggunaan energi matahari tertangkap Distribusi cahaya yang menjamin berlangsungnya metabolisme tanaman pada akhirnya akan mempengaruhi umbi yang dihasilkan. Pada umur tegakan 3 dan 5 tahun tidak menyebabkan perbedaan bobot umbi kimpul yang dihasilkan, penurunan mulai terjadi setelah tegakan umur 10 tahun (Tabel 5). Tabel 5. Bobot umbi kimpul dan Epa pada tiga umur tegakan dan tinggi tajuk Perlakuan Petak Utama Umur tanaman jati (tahun) 3 5 10 DMRT Anak Petak Tinggi tajuk (bagian) 0,33 0,50 0,66 DMRT Keterangan :
Bobot umbi (ton ha-1)
Epa (%)
33,28 a 32,92 a 23,34 b -
0,56 b 1,48 a 1,39 a -
31,46 29,59 28,48 tn
1,34 a 1,13 b 0,96 c -
Bilangan yang diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji DMRT 0,05
Efisiensi penggunaan energi matahari tertangkap dipengaruhi umur tegakan dan tinggi tajuk. Peningkatan umur tegakan dan penurunan tinggi tajuk meningkatkan Epa. Pada tegakan umur 5 dan 10 tahun menghasilkan Epa sebesar 1,39 – 1,48%, sedangkan tinggi tajuk 0,33 menghasilkan Epa sebesar 1,33% (Tabel 3). Besarnya Epa memperkuat dugaan bahwa kimpul mempunyai toleransi dibawah naungan tegakan.
Seminar Nasional : Reformasi Pertanian Terintegrasi Menuju Kedaulatan Pangan
Pertumbuhan tegakan jati Pertumbuhan tegakan jati yang dinyatakan dengan pertambahan tinggi batang, diameter batang, luas permukaan tajuk dan volume tajuk berbeda pada berbagai umur tegakan dan tinggi tajuk (Tabel 6). Rendahnya pertambahan tinggi batang pada tegakan umur 10 tahun diduga berkaitan dengan luas permukaan tajuk dan volume tajuk. Pada tinggi tajuk 0,33 dan 0,66 efektivitas cahaya tertangkap lebih rendah dibanding 0,50. Salah satu penyebab rendahnya fungsi agronomi pada umur 10 tahun yaitu tingginya luas permukaan tajuk, volume tajuk dan lebar tajuk yang dapat mengakibatkan saling menutupi sehingga diduga terdapat daun negatif. Dezfouli dan Herbert (1992); Sutoyo (1999) menyatakan bahwa tanaman jagung yang mempunyai filotaksis 0,5 mengakibatkan daun bagian bawah menurunkan bobot biomasa 9%. Astari (2003), menyebutkan bahwa daun fisiologis ke 4 mempunyai aktivitas fotosintesis lebih rendah dibanding daun fisiologi 1-2. Dengan demikian maka sistem tajuk (pola percabangan, duduk daun, bentuk daun, banyak daun) dan kemampuan intersepsi cahaya serta lintasan C sangat mempengaruhi efisiensi fotosíntesis. Tabel 6. Pertambahan tinggi batang, diameter batang dan luas permukaan tajuk dan volume tajuk tegakan jati kurun waktu 1 (satu) tahun Perlakuan Umur tegakan (Thn) 3 5 10 DMRT Tinggi Tajuk (Bag) 0,33 0,50 0,66 Keterangan :
TB
DB
LPT
VT
(m pohon-1)
(m2pohon-1)
(m3pohon-1)
(m3pohon-1)
1,08 ab 1,51 a 0,31 b
0,92 1,31 1,23
0,58 b 1,48 a 1,79 a
0,38 b 1,00 a 1,21 a
-
tn
-
-
0,92 tn 1,10 tn 0,88 tn
0,97 b 1,46 a 1,04 ab
1,24 b 1,42 a 1,16 b
0,83 b 1,01 a 0,73 b
Bilangan yang diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji DMRT 0,05
KESIMPULAN DAN SARAN 1. Penanaman kimpul di bawah tegakan jati tidak mempengaruhi tinggi batang, diameter batang dan lebar tajuk tegakan, tetapi bobot umbi mengalami penurunan 37% apabila ditanam sampai umur tegakan 10 tahun. 2. Untuk mencapai bobot umbi optimum, dapat dilakukan penanaman dibawah tegakan jati sampai 5 tahun dengan populasi maksimum 3.333 pohon ha–1 dan pewiwilan tajuk setinggi 0,5 bagian. Efek positif lain pengelolaan tegakan ini yaitu terhadap pertambahan tinggi batang, diameter batang, luas permukaan tajuk dan volume tajuk tegakan. 3. Penanaman umbi-umbian di bawah tegakan jati kurang 5 tahun diseyogyakan tidak melakukan pewiwilan tajuk, sedangkan perompesan daun yang tumbuh dari mata tunas tidur perlu dilakukan secara berkala untuk menjamin stabilitas cahaya lolos tajuk. DAFTAR PUSTAKA Astari M. 2003. Pengaruh Intensitas Cahaya dan Tingkat Umur Daun Masak Fisiologi terhadap Laju Fotosintesis 36 Clone Jati. [Skripsi yang tidak dipublikasi, Fahutan UGM. Yogyakarta] Anonim. 2000. Hutan di Jawa Tengah. Perum Perhutani Unit I Jateng. Semarang. Badan Pusat Statistik. 2002. Statistik Indonesia. BPS – Statistics Indonesia. Cannell MGR. 1983. Plant Population and Yield of Three and Herbaceus Crops In : Huxley, P.A. (ed). Plant Research and Agroforestry. ICRAF. Nairobi, Kenya. Pp. 489 – 502. Chapman KRB, Paxton and DH Maggs. 1986. Growth and Yield of Clonal Guavas in South – Eastern Queensland. Aust. J. Exp. Agric. 26 : 619 – 624. 7 Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo 20 Oktober 2011
Dezfouli AH. and SJ Herbert. 1992. Intensitying Plant Density Response of Corn With Artificial Shade. Agron. J. 84 : 547 – 551. Flach M and F Rumawas. 1996. Plants Yielding Non Seed Carbohydrates. In Plant Resources of South East Asia. Prosea. Bogor. Huxley PA. 1999. Plant Spacing and Arrangement an Essential Management Tool in Tropical Agrotorestry. Blackwell Science Ltd Hongkong. Kay DE. 1987. Root Crops : Crop and Product Digest. Tropical Development and Research Institute. London. Second Edition. Murniyanto E. 2008. Potensi Kimpul (X. sagittifolium) di bawah tegakan hutan jati rakyat (Studi Kasus di Hutan Rakyat Wonogiri). Makalah disampaikan dalam Seminar Pengembangan Kacang-kacangan dan Umbi-umbian, 7 Agustus 2008 di UNS). Ong K S, MR Rao, and M Matuva. 1992. Trees and Crops : Competition for Resources Above and Below Ground. Agroforestry Today 4 (2): 4–5. Ong KS. 1993. On the Difference Between Competition And Allelopathy. Agroforestry Today 5 (2) : 9 – 14. Poerwokoesoemo S. 1957. Jati Jawa (Tectona grandis Linn). Yayasan Alam Malang. Riady M. 2004. Tantangan dan Peluang Peningkatan Produksi Sapi Potong Menuju 2020 dalam Setiadi. B dkk. (eds), Proc. Lokakarya Nasional Sapi Potong Puslitbang – Balitbang. 3 – 6. Sabarnurdin MS. 2000. Perspektif Pengembangan Hutan Rakyat dari Sisi Budidaya Hutan. dalam Peluang dan Tantangan Menuju Produktivitas dan Kelestarian Sumber Daya Hutan Jangka Panjang (Proc). E.B. Hardiyanto (eds). Fakultas Kehutanan. UGM. 32 – 34. Sitompul SM. dan B Guritno. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Soemarno P. 2002. Pengelolaan Hutan Di PT. Perhutani. Makalah Lokakarya Aplikasi Hasil-hasil Penelitian Hidrologi Untuk Penyempurnaan Hutan Berbasis Ekosistem. Yogyakarta, 9-10 Agustus. Sovan M. 2004. Kebijakan Pengembangan Komoditas Kacang-kacangan dan Umbi-Umbian Guna Meningkatkan Daya Saing Petani. Makalah Seminar Teknologi Inovatif Komoditas KacangKacangan dan Umbi-Umbian Mendukung Agribisnis Secara Berkelanjutan. Balitbang Malang, 5 Oktober 2004. Wirawati T, D Soepandie, BS Purwoko, K Suketi, IH Soemantri, IS Dewi dan Minantyorini. 2001. Seleksi Adaptasi Plasma Nutfah Talas (Colocasia esculenta, L. Schott) terhadap Intensitas Cahaya Rendah untuk Mendukung Pola Tumpangsari dalam Upaya Pengadaan Diversifikasi Pangan. Makalah Disampaikan pada Konggres VI dan Simposium Nasional PERIPI. Yogyakarta. Sugito Y. 1999. Ekologi Tanaman. Program Pascasarjana. Universitas Brawijaya. Sugito Y, E Handayanto dan E Murniyanto. 2006. Aktivitas Daun, Pertumbuhan dan Efisiensi Energi Matahari Umbi Edible Arroids di Bawah Naungan. Agrivita 28 (1) : 1-7