MARKAS BESAR KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA SEKOLAH TINGGI ILMU KEPOLISIAN
LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN BEDAH BUKU
POLITICS AND GOVERNANCE IN INDONESIA: THE POLICE IN THE ERA OF REFORMASI (RETHINKING SOUTHEAST ASIA)
Jakarta, September 2015
BAB I PENDAHULUAN
1.1
UMUM Buku berjudul Politics And Governance In Indonesia: The Police In
The Era Of Reformasi (Rethinking Southeast Asia) merupakan hasil sebuah penelitian disertasi doktoral setelah Orde Baru berakhir yang dilakukan oleh Dr Muradi. Buku ini memuat berbagai substansi yang terjadi dalam organisasi Polri dalam dekade antara tahun 1998-2008. Kerangka waktu 1998-2008 yang dipilih dalam buku ini untuk mempelajari Polri, didasarkan
tiga alasan. Pertama, tahun 1998 adalah awal
kesempatan untuk Polri untuk keluar dari bayang-bayang militer. Ketika Soeharto digulingkan dari kursi kepresidenan, Polri memiliki kesempatan untuk mengikuti politik dan sosial perubahan seperti tuntutan rakyat untuk memisahkan Polri dari ABRI, sebagai bagian dari agenda reformasi. Kedua,
periode
1998-2008
adalah
waktu
yang
penting
untuk
mengevaluasi Polri pada dekade pertama sebagai aktor utama negara dalam bidang keamanan dalam negeri. Tujuan dari pemisahan Polri dari ABRI adalah untuk membuat kedua institusi lebih profesional dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan peran dan fungsinya.
Ketiga,
periode 1998-2008 memberikan suatu kesempatan dalam rentang waktu yang memadai untuk mengkaji bagaimana bahwa proses
perubahan
dapat berjalan Dalam rangka meningkatkan peningkatan pengetahuan dalam bidang Ilmu Kepolisian untuk mengembangkan organisasi Polri sesuai dengan harapan masyarakat, buku ini cukup bagus untuk dijadikan pedoman dan dikembangkan dalam rangka akselerasi perubahan Polri terutama dalam bidang kultural sehingga dapat mencegah penyimpangan yang dilakukan oleh personel Polri dalam menjalankan tugas dan fungsinya.
2
Buku ini memuat bagaimana reformasi kepolisian dalam negara otoriter berubah menjadi demokrasi. Pada tahun 1998, Indonesia, salah satu negara kepulauan terbesar didunia, menghadapi tantangan baru tersebut. Kepolisian telah lama dikelola di bawah yurisdiksi militer, sebagai alat
pada rezim Suharto
yang kemudian secara tiba-tiba berubah.
Bagaimana berubah, dan seberapa jauh perubahan ini adalah untuk lebih baik, adalah subjek dari buku ini. Selama lebih dari setengah abad Polri telah bekerja sama untuk menghilangkan berbagai pertentangan dengan mengintegrasikan dalam lembaga tunggal dengan angkatan bersenjata Indonesia yang (ABRI). Pelaksananan kegiatan buku Politics And Governance In Indonesia: The Police In The Era Of Reformasi (Rethinking Southeast Asia) diharapkan mampu memberikan pengetahuan kepada para peserta untuk mencegah paraktik-praktik penyimpangan yang dilakukan oleh Polri semenjak pasca reformasi. 1.2
MAKSUD DAN TUJUAN a.
Maksud Maksud penyusunan laporan pelaksanaan kegiatan adalah
memberikan
gambaran
kegiatanbedah
buku
Politics
And
Governance In Indonesia: The Police In The Era Of Reformasi (Rethinking Southeast Asia) dilaksanakan pada tanggal19 Oktober 2015 yang dilaksanakan di STIK-PTIK b.
Tujuan Adapun tujuan dari penyusunan laporan pelaksanaan
kegiatan bedah buku Politics And Governance In Indonesia: The Police In The Era Of Reformasi (Rethinking Southeast Asia) iniyaitu: 1) sebagai pertanggungjawaban dari pelaksanaan kegiatan kegiatan bedah buku Politics And Governance In Indonesia: The Police In The Era Of Reformasi (Rethinking Southeast Asia) yang diselenggarakan
di
STIK-PTIK;
dan
2)
memberikan
bahan
masukan, saran dan pertimbangan bagi Pimpinan Polri untuk
3
menentukan kebijakan selanjutnya terkait keberlanjutan kegiatan nakan pada masa yang akan datang di STIK-PTIK.. 1.3
RUANG LINGKUP Ruang lingkup penyusunan penyusunan laporan pelaksanaan
kegiatan bedah buku Politics And Governance In Indonesia: The Police In The Era Of Reformasi (Rethinking Southeast Asia)meliputi kegiatan yang telah dilaksanakan dan rekomendasi kegiatan bedah buku yang akan dilaksanakan oleh Mahasiswa Program doktoral STIK-PTIK 1.4
SISTEMATIKA DAN TATA URUT Laporan
pelaksanaan
kegiatan
bedah
buku
Politics
And
Governance In Indonesia: The Police In The Era Of Reformasi (Rethinking Southeast Asia), kegiatan ini disusun dengan sistematika dan tata urut sebagai berikut: BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
PELAKSANANAN KEGIATAN
BAB IV
PENUTUP
4
BAB II PELAKSANAAN KEGIATAN 2.1
Waktu dan Tempat Kegiatan bedah buku Politics And Governance In Indonesia: The
Police In The Era Of Reformasi (Rethinking Southeast Asia) dilaksanakan pada tanggal 19 Oktober 2015.Kegiatan bedah buku dilaksanakan di Gendung Mutiara STIK PTIK. 2.2
Peserta Peserta Kegiatan bedah buku sesuai dengan undangan yang telah
disampaikan sebelumnya sebanyak 100 peserta yang meliputi: 1)
Polda Metro
: 5 Orang
2)
Sespati
: 5 Orang
3)
Sespimmen
: 5 Orang
4)
Sespimma
: 5 Orang
5)
Mabes Polri
: 5 Orang
6)
Mahasiswa PTIK Angk 69 : 25 Orang
7)
Mahasiswa PTIK S2 & S3 : 25 Orang
8)
Mahasiswa KIK UI
: 5 Orang
9)
Mahasiswa UI
: 5 Orang
10)
Mahasiswa Unhan
: 2 Orang
11)
Mahasiswa Lainnya
: 5 Orang
12)
LSM
: 10 Orang
13)
Pers
: 10 Orang
14)
dll
: 3 Orang
Sedangkan pembicara dalam kegiatan
bedah buku Politics
And
Governance In Indonesia: The Police In The Era Of Reformasi (Rethinking Southeast Asia), meliputi: 1) Muradi, Ph.D 2) Dr. J. Kristiadi 3) Surya Dharma, Ph.D
5
4) Dr. Sutrisno 2.3
Kegiatan Bedah Buku
a.
Sambutan Ketua STIK-PTIK Ketua STIK-PTIK memberikan sambutan kegiatan terkait bedah
buku Politics And Governance In Indonesia: The Police In The Era Of Reformasi (Rethinking Southeast Asia)dengan menekankan bahwa buku ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan oleh orang dari luar organisasi Polri sehingga memberikan informasi yang lebih dibandingkan dari penelitian sejenis yang dilakukan oleh personel Polri. Buku ini menarik karena akan diketahui sejauh mana reformasi yang telah berjalan selama 10 tahun pasca berpisahnya TNI dan Polri. . b.
Pemaparan penulis buku Penulis
buku
Muradi
Phdmemaparkan
terkait
keberhasilan
pemisahan Polri dari TNI merupakan babak baru bagi Polri untuk keluar dari situasi yang selama ini mengekang dan mendikte Polri secara kelembagaan. Akan tetapi, pemisahan tersebut bukan tanpa masalah. Sebagai institusi Negara, Polri juga dibekali dengan terbitnya UU No. 2 tahun 2002 Tentang Polri, yang juga bersamaan dengan terbitnya UU No. 3 tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara yang menjadi acuan TNI, dan dua tahun kemudian disempurnakan dengan adanya UU No. 34 tahun 2004 Tentang TNI. Dengan bekal legal formal tersebut pada tahapan berikutnya Polri mengembangkan lembaga dan institusinya secara internal dan eksternal. Akan tetapi keberadaan UU tersebut belum cukup membentengi Polri dari upaya intervensi dan politisasi dari elit politik dan juga TNI. Upaya politisasi dan permasalahan hubungan antara Polri dengan pemerintah daerah tetap menjadi bagian yang tak terpisahkan dari pengembangan Polri ke depan. Langkah menarik dukungan politik dari Polri dilakukan oleh oleh hampir semua presiden pasca Soeharto dan Rejim Orde Baru-nya. Hal tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi Polri, sebagai bagian dari konsekuensi Polri berada kendali langsung presiden.
6
Politisasi tersebut bervariasi, mulai tarik-menarik dukungan poltik dalam konflik elit politik, proses pemilihan kapolri hingga penekanan dukungan dalam Pemilu legislative dan pemilihan presiden. Politisasi juga terjadi di level yang lebih rendah, di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Hal yang membedakan dengan yang terjadi di pusat adalah pada inisiatif pimpinan Polri, dan adanya timbal-balik politik dalam konteks simbiosis mutualisme; yang saling menguntungkan, baik secara politik maupun ekonomi. Dalam konteks politik misalnya pimpinan daerah mendapatkan garansi politik di mana Polri dan juga TNI mendukung pimpinan daerah tersebut dari upaya penggembosan dan pemakzulan akibat tekanan massa dalam bentuk demonstrasi. Dukungan pimpinan Polri setempat dan juga TNI sedikit banyak mempengaruhi proses politik yang terjadi di DPRD setempat. Sehingga proses yang terjadi pada akhirnya banyak dimenangkan oleh pimpinan daerah yang tengah memimpin daripada desakan massa dan konstelasi politik di DPRD setempat. Karena selain dukungan dari pimpinan Polri dan TNI setempat, banyak pimpinan daerah juga menggelontorkan jutaan hingga miliaran rupiah untuk menyuap anggota DPRD setempat agar tetap mendukung dirinya. Sementara keuntungan secara ekonomi adalah akses pimpinan Polri setempat untuk mendapatkan berbagai kemudahan mendapatkan dukungan anggaran dari pos APBD dalam bentuk bantuan, hibah , maupun anggaran kordinasi pengamanan. Selain itu juga akses pimpinan Polri pada sumber-sumber anggaran non-formal, seperti anggaran pengamanan tempat hiburan, hingga perjudian dan prostitusi. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka penelitian terkait dengan penguatan Polri pasca Soeharto dan Rejim Orde Baru menjadi menarik dan penting untuk dikaji, mengingat ada permasalahan yang terus mengawal proses perjalanan Polri sebagai kepolisian nasional sejak berdiri hingga saat ini. Permasalahan tersebut terkait dengan eksistensi dan posisi Polri secara kelembagaan dan pengaruh kultur militer yang kuat dalam budaya kerja Polri. kedua hal tersebut secara eksplisit mempengaruhi perjalanan Polri dari pertama kali berdiri hingga saat ini.
7
Posisi Polri yang kurang tepat secara kelembagaan jelas membuka ruang politisasi mulai tingkat pusat hingga daerah. Di samping itu keberadaan Polri sebagai alat Negara yang memiliki kewenangan melakukan kekerasan sangat dipengaruhi oleh budaya militer yang kuat. Sehingga Polri diposisikan sebagai penjaga garda rejim, khususnya pada masa Orde Baru, karena pendekatan pengamanan lebih banyak menggunakan pendekatan represif dengan kekerasan khas militer dari pada preventif dan pre emtif. Sementara itu, hubungan antara Polri dan pemda dalama konteks desentralisasi dipahami hanya dalam bentuk koordinasi, bukan melaporkan ataupun bertanggung jawab kepada pimpinan daerah setempat. Konteks penguatan Polri secara kelembagaan pasca Soeharto diasumsikan sebagai buah dari reformasi dan proses transisi demokrasi yang membuka ruang secara luas bagi penguatan pelembagaan Negara dan partisipasi politik masyarakat secara luas. Hal ini juga ditandai dengan kebijakan desentralisasi yang membuat kanal-kanal demokrasi mengalir hingga level yang lebih rendah. Polri secara kelembagaan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari peran Negara dan penguatan masyarakat sipil. Sebagai institusi Negara yang memiliki kewenangan melakukan tindakan kekerasan menjadikan Polri sebagai actor yang dominan menjaga agar proses transisi demokrasi dapat berjalan dengan baik. Polri dituntut untuk memosisikan diri sebagai aktor Negara yang mandiri dan professional . c.
Tanggapan Pembicara Penanggap
dalam
bedah
bukuPolitics
And
Governance
In
Indonesia: The Police In The Era Of Reformasi (Rethinking Southeast Asia), yaitu 1) Dr. J. Kristiadi, 2) Surya Dharma, Ph.D, dan 3) Dr. Sutrisno. Memberikan tanggapan terkait nilai strategis penelitian yang dilakukan karena pada saat ini pengaruh politik pada organisasi Polri masih cukup besar, sedangkan kritikan terhadap buku ini adalah telah dilaksanakan sudah cukup lama (2008) sehingga pada saat ini (2015) Polri telah
8
mengalami berbagai perubahan yang cukup signifikan dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya. d.
Diskusi Pelaksanaan diskusi dilaksanakan dalam bentuk tanya jawab
antara peserta dan pembicara terkait topik yang dibahas khususnya masalah korupsi pada organisasi Polri yang merubakan salah satu bab dalam buku Politics And Governance In Indonesia: The Police In The Era Of Reformasi (Rethinking Southeast Asia),
9
BAB III PENUTUP 3.1
Kesimpulan Secara
umum
kegiatanKegiatan
bedah
buku
Politics
And
Governance In Indonesia: The Police In The Era Of Reformasi (Rethinking Southeast Asia), berjalan dengan lancar sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya, sehingga maksud dan tujuan pelaksanaan dapat tercapai. 3.2
Saran Beberapa rekomendasi berdasarkan pelaksanaan kegiatan buku
Politics And Governance In Indonesia: The Police In The Era Of Reformasi (Rethinking Southeast Asia),meliputi: a.
Perlunya pembagian buku yang akan dibedah sehingga para peserta dapat ikut memahami isi buku dan mampu mendapatkan manfaat yang diharapkan dari isi buku yang dibedah..
b.
Perlunya kegiatan bedah buku didukung dengan anggaran yang memadai sehingga pelaksanaan dilakukan pada pagi hari dan memberikan konsumsi makan siang kepada para peserta bedah buku.
10