POLA PEMBERDAYAAN UMKM DALAM MENINGKATKAN EKONOMI PESANTREN
DR. Ruslan Abdul Ghofur, M.S.I
SEKSI PENERBITAN FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG 2016
Sanksi Pelanggaran Pasal 72 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta 1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan / atau denda paling sedikit Rp.1.000.000,00 (satu juta), atau pidana penjara paling lama 7 (Tujuh) tahun dan / atau denda paling banyak Rp.5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah). 2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan , atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan / atau denda paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). © Hak cipta pada pengarang Dilarang mengutip sebagian atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dengan cara apapun tanpa seizin penerbit, kecuali untuk kepentingan penulisan artikel atau karangan ilmiah. : POLA PEMBERDAYAAN UMKM DALAM MENINGKATKAN EKONOMI PESANTREN : DR. Ruslan Abdul Ghofur, M.S.I : 2016
Judul Buku Penulis Cetakan Pertama Desain Cover Layout oleh
: Permatanet : Permatanet
SEKSI PENERBITAN FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG Jl. Letkol H. Endro Suratmin Kampus Sukarame Telp. (0721) 780887 Bandar Lampung 35131
ISBN
:
ii
KATA PENGANTAR ﻰ .
ﻰ أ ﻮر ا ﺪ ﺎ وا ﺪ وا ﻼة وا ﻼم وﮫ ﺘ رب ا ﺎ ـ ﺪ ﺎ ﺤ ﺪ و ﻰ ا ﮫ و ﺤ ﮫ أﺟـ أﺷﺮف اﻷ ﺂء وا ـ ﺮ
اﺤ ﺪ
Puji syukur selalu kita panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah menganugerahkan nikmat-Nya sehingga dengan nikmat-Nya kita dapat melaksanakan tugas-tugas sebagaimana mestinya. Bukudengantema “PolaPemberdayaan UMKM dalam Meningkatkan Ekonomi Pesantren(Program Pembinaan UMKM Pada Pondok Pesantren Riyadlotul Ulum Batanghari Lampung Timur) bertujuan untuk membuka wacana memandirikan secara ekonomi di pondok pesantren. Mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam penyusunanbukuini, sehingga penyusunanbukutentangpolapemberdayaanekonomiPondok Pesantren dapatterselesaikan dengan baik tanpa halangan yang berarti. Semoga Allah senantiasa memberikan balasan yang tak terhingga. Akhirnya, semoga buku ini memberikan manfaat bagi masyarakat luas khususnya bagi pondok-pondok pesantren di berbagai daerah. Tim pengabdimengaharapkan saran dankritikyang membangun demi kesempurnaanpengabdianini. Wassalam Ruslan Abdul Ghofur
iii
iv
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ............................................................................ iii DAFTAR ISI ............................................................................................... v BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1 A. Latar Belakang ...........................................................................1 B. Rumusan Masalah .....................................................................7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................9 A. Pola Pemberdayaan Masyarakat.........................................9 B. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)................ 16 C. Koperasi di Indonesia........................................................... 20 D. Koperasi Syariah..................................................................... 42 BAB III TUJUAN DAN MANFAAT KEGIATAN ........................ 49 A. Tujuan Kegiatan...................................................................... 49 B. Manfaat Kegiatan Pemberdayaan.................................... 49 C. Khalayak Sasaran ................................................................... 49 BAB IV METODE PENGABDIAN .................................................. 51 A. Metode Pengabdian............................................................... 51 B. Keterkaitan .............................................................................. 51 C. Rancangan evaluasi ............................................................... 52 BAB V PEMBAHASAN........................................................................ 55 A. Gambaran Umum Wilayah Pengabdian......................... 55 B. Contoh Kegiatan Pengabdian............................................. 58 BAB VIKESIMPULAN ......................................................................... 81 A. Kesimpulan............................................................................... 81 B. Saran ........................................................................................... 82 DAFTAR PUSTAKA
v
vi
Pola Pemberdayaan UMKM dalam Meningkatkan Ekonomi pesantren
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Manusia merupakan hamba Allah yang diciptakan sebagai makhluk sosial yang berarti manusia tak mampu hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Meski manusia memiliki segalanya berupa harta benda yang berlimpah, namun jika hidup sendiri tanpa bantuan orang lain maka hidupnya kurang efektif. Sebagai makhluk sosial, banyak hal yang dapat dilakukan antara sesama manusia termasuk dalam urusan kehidupan ukhrowi dan duniawi. Hubungan dalam bentuk ukhrowi dapat terjalin lewat komunitas sosial misalnya kelompok pengajian dan lainnya. Sementara hubungan dalam bentuk duniawi dapat terjalin dalam bentuk usaha dan lainnya. Usaha yang dimaksud dapat berupa usaha dalam bentuk aktifitas ekonomi, sosial, politik dan budaya. Dua hal di atas termasuk dalam konteks maknaamal perbuatan yang terkait dengan ibadah kepada Tuhan. Allah SWT memberikan kaidah atau panduan agar dalam melakukan kehidupan sosial seyogyanya kita melakukan hal-hal yang baik yaitu tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah keagamaan maupun budaya atau norma yang berlaku di dalam pranata sosial masyarakat. Teologi Islam mengajarkan setiap insan terlepas dari kalangan muslim dan kafir untuk melakukan usaha misalnya berupa berdagang dan berbisnis. Hal ini dapat dilakukan dalam bentuk usaha secara perorangan atau dengan cara penggabungan modal dan tenaga misalnya syirkah. Islam juga menganjurkan dalam setiap melakukan transaksi atau kerja sama hendaknya kita menggunakan prinsip Islam dan tidak melakukan bunga atau riba.
DR. Ruslan Abdul Ghofur, M.S.I
Indonesia telah mengalami krisis ekonomi yang menyebabkan jatuhnya perekonomian nasional. Banyak usahausaha skala besar pada berbagai sektor termasuk industri, perdagangan, dan jasa yang mengalami stagnasi bahkan sampai terhenti aktifitasnya pada tahun 1998. Namun, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dapat bertahan dan menjadi pemulih perekonomian di tengah keterpurukan akibat krisis moneter pada berbagai sektor ekonomi. Dengan demikian, UMKM sebagai bentuk kegiatan masyarakat perlu diberdayakan sehingga berjalan secara kontinyu untuk tetap meningkatkan perekonomian nasional. Suatu masyarakat dikatakan berdaya jika memiliki salah satu atau lebih dari beberapa variabel. Pertama, memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup dan perekonomian yang stabil. Kedua, memiliki kemampuan beradaptasi dengan perubahan lingkungan. Ketiga, memiliki kemampuan menghadapi ancaman dan serangan dari luar. Keempat, memiliki kemampuan berkreasi dan berinovasi dalam mengaktualisasikan diri dan menjaga koeksistensinya bersama bangsa dan negara lain.1 Pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial. Pembangunan bersifat people-centered (berpusat pada rakyat), participator (partisipasi), empowering (pemberdayaan), dan sustainable (keberlangsungan).2 Kegiatan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu bidang usaha yang dapat berkembang dan 1
Nur Mahmudi Isma’il, “Strategi Pemberdayaan Umat dan Pencetakan SDM Unggul”, dalam Hotmatua Daulay dan Mulyanto (ed.), Membangun SDM dan Kapabilitas Teknologi Umat, (Bandung: ISTECS, 2001), hlm. 28. 2 Empowerment bukan sekedar hanya memberi kesemapatan menggunakan sumber alam dan dana pembangunan saja, tapi empowerment lebih merupakan upaya untuk mendorong masyarakat untuk mencari cara menciptakan kebebasan dan partisipasi. Robert Chambers, Poverty and Livelihood: Whose Reality Sounts? Dalam Unerkirdow dan Leonard Silk (ed), People from Impoverishment to Empowerment, (New York: New York University Press, 1955). Dikutip dalam tulisan Ginanjar Kartasasmita, Pembangunan untuk Rakyat: Memadukan Pertumbuhan dan Pemerataan,(Jakarta: Cesindo,1996), hlm. 142.
2
Pola Pemberdayaan UMKM dalam Meningkatkan Ekonomi pesantren
konsisten dalam perekonomian nasional. UMKM menjadi wadah yang baik bagi penciptaan lapangan pekerjaan yang produktif. UMKM merupakan usaha yang bersifat padat karya, tidak membutuhkan persyaratan tertentu seperti tingkat pendidikan, keahlian (keterampilan) pekerja, dan penggunaan modal usaha relatif sedikit serta teknologi yang digunakan cenderung sederhana. UMKM masih memegang peranan penting dalam perbaikan perekonomian Indonesia, baik ditinjau dari segi jumlah usaha, segi penciptaan lapangan kerja, maupun dari segi pertumbuhan ekonomi nasional yang diukur dengan Produk Domestik Bruto. Kementerian Koperasi dan UMKM (2012) menyebutkan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang berkembang saat ini terbagi menjadi beberapa kategori yaitu pertanian, peternakan, perikanan, kehutanan, listrik, gas, air bersih, perdagangan, hotel, restoran, jasa-jasa swasta, dan industri pengolahan yang salah satunya mencakup industri kreatif. Sektor industri kreatif diyakini mampu bertahan ketika berbagai sektor lain dilanda krisis keuangan global. Pemerintah mulai melirik industri kreatif sebagai alternatif roda penggerak ekonomi yang akan terus berputar. Industri kreatif meliputi 14 subsektor, yaitu periklanan, arsitektur, pasar barang seni, kerajinan, desain, busana, video, film, dan fotografi, permainan interaktif, musik, seni pertunjukan, penerbitan dan 4 percetakan, layanan komputer dan peranti lunak, televisi dan radio, serta riset dan pengembangannya.3 Dalam kerjasama baik dalam bentuk perdagangan usaha dan lain-lain, Islam memberikan dorongan dan pengarahan agar kerja sama itu berjalan pada jalan yang benar, dan sejalan dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya. Oleh karena itu dilarang antara pihak yang bekerja sama untuk saling menghianati, karena perbuatan tersebut dapat merugikan orang lain. Terutama Islam sangat membenci perbuatan tersebut. Untuk mendukung terwujudnya 3
Kementerian Koperasi dan UMKM
DR. Ruslan Abdul Ghofur, M.S.I
kerja sama yang yang baik diperlukan adanya unsur saling percaya dengan sesama dan kerelaan hati dalam melakukan suatu kerja, dengan kata lain tanpa adanya paksaan dari pihak lain. Kebebasan adalah hak setiap individu walaupun kemudian dalam kelompok nantinya akan diatur hak dan tanggung jawab masing-masing, seperti salah seorang dari mereka akan menjadi atau ditunjuk sebagai pemimpin (amir) dan yang lain menjadi anggota. Kerjasama (syirkah) yang banyak dibicarakan di tanah air kita saat ini adalah kerja sama dalam bentuk UMKM salah satunya adalah koperasi. Hal ini banyak dibicarakan karena pemerintah yakin banwa dengan usaha koperasi itu dapat menjadi bagian solusi bagi peningkatan ekonomi masyarakat. UMKM merupakan salah satu bentuk usaha produktif yang dapat dikembangkan dalam upaya untuk meningkatkan pendapatan masyarakat tak terkecuali lembaga pendidikan yang sejauh ini sumber ekonominya terkadang bersumber dari dana swadaya pendidi lembaga pendidikan. Misalnya lembaga pesantren sebagai lembaga pendidikan yang bergerak di bidang keislaman. Sejauh ini masih banyak pesantren yang sumber ekonominya masih terbatas sehingga membutuhkan tambahan sumber pendapatan sehingga kegiatan pesantren terselenggara dengan baik. Dalam upaya mengerahkan segala sumber yang ada dalam bidang pendidikan untuk merespon perkembangan masyarakat, pondok pesantren memainkan peranan yang penting karena pondok pesantren yang memiliki potensi dan peluang yang besar untuk itu. Banyak kondisi pondok pesantren yang secara nyata dapat menunjang peran sebagai pengembangan masyarakat. Diantaranya adalah kharisma Kyai yang diakui luas oleh masyarakat, kemadirian dan posisinya di tengah masyarakat. Kenyataan demikian menjadikan pondok pesantren sangat kondusif
4
Pola Pemberdayaan UMKM dalam Meningkatkan Ekonomi pesantren
memainkan peranan pemberdayaan (enpowerment) dan tranformasi masyarakat secara efektif.4 Perkenalan atau persentuhan dunia pondok pesantren dengan berbagai bidang ketrampilan dan usaha pemberdayaan masyarakat sangatlah menguntungkan dan amat strategis. Kegiatan ini dapat dikembangkan oleh pondok pesantren dan dimulai dengan: Perencanaan mendirikan usaha, Pemilihan jenis usaha dan macam usaha, Pelaksanaan usaha dan Evaluasi dan pelaporan Usaha yang dijalankan. Tahapan-tahapan yang ditempuh oleh pondok pesantren dalam mendirikan sebuah usaha inilah merupakan tahapan dari sebuah perencanaan. Disinilah permasalahan yang harus dijawab dari pendekatan multi disiplin ilmu perencanaan agar berperan dalam membantu kemandirian pondok pesantren di bidang ekonomi. Dengan kata lain bagaimana peran multi disiplin ilmu perencanaan untuk mengembangkan pondok pesantren melalui aplikasi perencanaan bidang perdagangan, perencanaan bidang pertanian dan agribisnis, pernacanaan bidang industri kecil, perencanaan bidang Jasa, perencanaan bidang keuangan, perencanaan bidang koperasi dan perencanaan bidang tehnologi tepat guna serta perencanaan bidang-bidang yang lain dalam membantu pondok pesantren untuk menuju kemandirian bidang ekonomi. Jika kita fokuskan pembahasan pada daerah Lampung Timur maka pemerintah Lampung Timur mengembangkan usaha koperasi ini dalam bentuk usaha pengembangan koperasi pondok pesantren (KOPONTREN) dalam memberdayakan ekonomi masyarakat. Koperasi ini telah banyak dibentuk dan dikembangkan dengan harapan sebagai pusat pelayanan berbagai kegiatan perekonomian masyarakat sekitar serta memiliki fungsi penyedian dan penyaluran
4
86
Depag RI, Pola Pengembangan Pondok Pesantren, (Jakarta: Depag RI, 2005), h.
DR. Ruslan Abdul Ghofur, M.S.I
sarana produk barang kebutuhan sehari-hari juga pengolahan dan pemasaran hasil produk serta kegiatan perekonomian lainnya Berdasarkan latar belakang diatas, maka perlu dipaparkan pola kegiatan pemberdayaan pemberdayaan ekonomi pesantren dengan pelatihan sebagai upaya dalam mengembangkan dan memberdayakan ekonomi umat melalui koperasi syariah pada Pondok Pesantren Riyadlotul Ulum Batanghari Lampung Timur. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana Pola Program Pemberdayaan UMKM berperan dalam meningkatkan ekonomi pesantren? 2. Bagaimana Peran Program Pemberdayaan UMKM dalam meningkatkan ekonomi pesantren pada Pondok Pesantren Riyadlotul Ulum Batanghari Lampung Timur?
6
Pola Pemberdayaan UMKM dalam Meningkatkan Ekonomi pesantren
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pola Pemberdayaan Masyarakat Pemberdayaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah upaya membuat sesuatu berkemampuan atau berkekuatan. Itu berarti bahwa pemberdayaan keluarga merupakan upaya untuk memandirikan keluarga, lewat perwujudan potensi kemampuan yang dimiliki keluarga. Pemberdayaan secara subtansial merupakan proses memutus atau breakdown dari hubungan antara subyek dan obyek. Dengan demikian, pada setiap upaya pemberdayaan keluarga baik yang dilakukan oleh pemerintah dan institusi semacam Lembaga Swadaya Masyarakat atau swasta yang peduli pada pemberdayaan keluarga harus dipandang sebagai sebuah pemacu untuk menggerakkan kegiatan ekonomi keluarga. Suatu masyarakat dikatakan berdaya jika memiliki salah satu atau lebih dari beberapa variabel. Pertama, memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup dan perekonomian yang stabil. Kedua, memiliki kemampuan beradaptasi dengan perubahan lingkungan. Ketiga, memiliki kemampuan menghadapi ancaman dan serangan dari luar. Keempat, memiliki kemampuan berkreasi dan berinovasi dalam mengaktualisasikan diri dan menjaga koeksistensinya bersama bangsa dan negara lain.1 Dari beberapa poin diatas, menjelaskan mengenai pilar terpenting dalam keyakinan seorang muslim yaitu kepercayaan bahwa manusia diciptakan oleh Allah. Ia tidak tunduk kepada siapa 1
Nur Mahmudi Isma’il, “Strategi Pemberdayaan Umat dan Pencetakan SDM Unggul”, dalam Hotmatua Daulay dan Mulyanto (ed.), Membangun SDM dan Kapabilitas Teknologi Umat, (Bandung: ISTECS, 2001), hlm. 28.
DR. Ruslan Abdul Ghofur, M.S.I
pun kecuali kepada Allah. Ini merupakan piagam kebebasan Islam dari segala bentuk perbudakan. Sebagaimana dijelaskan dalam surat Ar-Ra’ad: 36:2
36. Orang-orang yang Telah kami berikan Kitab kepada mereka[775] bergembira dengan Kitab yang diturunkan kepadamu, dan di antara golongan-golongan (Yahudi dan Nasrani) yang bersekutu, ada yang mengingkari sebahagiannya. Katakanlah "Sesungguhnya Aku Hanya diperintah untuk menyembah Allah dan tidak mempersekutukan sesuatupun dengan Dia. Hanya kepada-Nya Aku seru (manusia) dan Hanya kepada-Nya Aku kembali". [775] yaitu orang-orang Yahudi yang Telah masuk agama Islam seperti Abdullah bin salam dan orang-orang Nasara yang Telah memeluk agama Islam.
Pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial. Pembangunan bersifat people-centered (berpusat pada rakyat), participator (partisipasi), empowering (pemberdayaan), dan sustainable (keberlangsungan).3
2
Muhammad Syafi’I Antonio, “Bank Syariah dari Teori ke Praktik”, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), h. 17 3 Empowerment bukan sekedar hanya memberi kesemapatan menggunakan sumber alam dan dana pembangunan saja, tapi empowerment lebih merupakan upaya untuk mendorong masyarakat untuk mencari cara menciptakan kebebasan dan partisipasi. Robert Chambers, Poverty and Livelihood: Whose Reality Sounts? Dalam Unerkirdow dan Leonard Silk (ed), People from Impoverishment to Empowerment, (New York: New York University Press, 1955). Dikutip dalam tulisan Ginanjar Kartasasmita, Pembangunan untuk Rakyat: Memadukan Pertumbuhan dan Pemerataan,(Jakarta: Cesindo,1996), hlm. 142.
2
Pola Pemberdayaan UMKM dalam Meningkatkan Ekonomi pesantren
Secara konseptual, pemberdayaan (empowernment) berasal dari kata ’power’ (kekuasaan atau keberdayaan). Karenannya, ide utama pemberdayaan bersentuhan dengan konsep mengenai kekuasaan. Kekuasaan seringkali dikaitkan dan dihubungkan dengan kemampuan individu untuk membuat individu melakukan apa yang diinginkan, terlepas dari keinginan dan minat mereka. Pemberdayaan menunjuk pada kemampuan orang atau kelompok masyarakat, khususnya kelompok rentan dan lemah sehingga mereka memiliki kekuatan atau kemampuan dalam : 1) Memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki kebebasan (freedom), dalam arti bukan saja bebas mengemukakan pendapat melainkan bebas dari kelaparan, bebas dari kesakitan. 2) Menjangkau sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan pendapatannya dan memperoleh barang dan jasa yang mereka perlukan. 3) Berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan yang mempengaruhi mereka. Dalam al-qur’an, Allah menjelaskan bahwa manusia didorong untuk melakukan upaya perjalanan usaha. Sebagaimana firman Allah dalam surah Al-Jumu’ah ayat 10:
10. Apabila Telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyakbanyak supaya kamu beruntung. Dijelaskan juga dalam surah Al-Baqarah: 198
DR. Ruslan Abdul Ghofur, M.S.I
198. Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezki hasil perniagaan) dari Tuhanmu. Maka apabila kamu Telah bertolak dari 'Arafat, berdzikirlah kepada Allah di Masy'arilharam[125]. dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkanNya kepadamu; dan Sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat. [125] ialah bukit Quzah di Muzdalifah. Dalam poin kedua dijelaskan bahwa perlu adanya peningkatan pendapatan melalui sumber produktif. UMKM merupakan salah satu bentuk usaha produktif yang dapat dikembangkan dalam upaya untuk meningkatkan pendapatan masyarakat tak terkecuali lembaga pendidikan yang sejauh ini sumber ekonominya terkadang bersumber dari dana swadaya pendidi lembaga pendidikan. Menurut Lili Baridi, dkk, mengatakan bahwasanya pemberdayaan masyarakat secara umum, dapat terbagi menjadi empat strategi, yaitu sebagai berikut: 1. The Growth Strategy: penerapan strategi pertumbuhan ekonomi masyarakat pada umumnya dimaksudkan untuk mencapai peningkatan pendapatan yang cepat dalam nilai ekonomis melalui peningkatan pendapatan per kapita penduduk. 2. The Welfare Strategy: strategi kesejahteraan ini pada dasarnya dimaksudkan untuk memperbaiki kesesjahteraan masyarakat. 4
Pola Pemberdayaan UMKM dalam Meningkatkan Ekonomi pesantren
3. The Responsive Strategy: strategi ini merupakan reaksi terhadap strategi kesejahteraan melalui pengadaaan teknologi serta sumber-sumber yang seseuai bagi kebutuhan proses pembangunan. 4. The Integrated Or Holistic Strategy: dalam strategi ini, terdapat tiga prinsip dasar sebagai konsep kombinasi dari unsur-unsur pokok ketiga strategi diatas, yaitu: a. Persamaan, keadilan, pemerataan dan partisipasi merupakan bantuan yang secara eksplisit harus ada dari strategi menyeluruh. b. Memerlukan perubahan-perubahan mendasar, baik dalam komitmen maupun dalam gaya dan cara bekerja, maka badan publik yang belum memiliki kemampuan intervensi sosial akan memerlukan pemimpin yang kuat komitmen pribadinya terhadap tercapainya tujuan dari strategi holistik tersebut. c. Keterlibatan badan publik dan organisasi sosial secara terpadu, maka memerlukan suatu pedoman untuk memfungsikan organisasi. Pemberdayaan ekonomi masyarakat mengandung tiga misi, yaitu: 1. Misi pembangunan ekonomi dan bisnis yang berpedoman pada ukuran-ukuran ekonomi dan bisnis yang lazim dan bersifat universal. Misalnya besaran-besaran produksi, lapangan kerja, laba, tabungan, investasi, ekspor-impor dan kelangsungan usaha. 2. Pelaksanaan etika dan ketentuan hukum syari’ah yang harus menjadi ciri kegiatan ekonomi umat Islam. 3. Membangun kekuatan ekonomi umat Islam sehingga menjadi sumber dana pendukung dakwah Islam yang dapat ditarik
DR. Ruslan Abdul Ghofur, M.S.I
melalui zakat, infak, sadaqah, waqaf serta menjadi bagian dari pilar perekonomian.4 Islam menganjurkan suatu sistem yang sangat sederhana untuk peningkatan ekonomi masyarakat yang membolehkan anggotanya melakukan proses pembangunan ekonomi yang stabil dan seimbang, bebas dari kelemahan sistem kapitalis dan sosialis. Sistem ekonomi Islam menyediakan peluang-peluang yang sama dan memberikan hak-hak alami kepada semua (yaitu hak terhadap harta dan bebas berusaha); dan pada saat yang sama menjamin keseimbangan dalam distribusi kekayaan; semata-mata untuk tujuan memelihara kestabilan dalam sistem ekonomi. Hak akan harta milik perseorangan dan kebebasan tidak diberikan tanpa batasan serperti dalam sistem kapitalis, tetapi diimbangi dengan batasan-batasan moral.5 Dalam kebijakan ekonomi negara, perekonomian masyarakat dapat disebut maju jika: 1. Tingkat pendapatan masyarakat rata-rata pekapita meningkat, sehingga dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama Indonesia bisa tergolong masyarakat yang berpendapatan menengah. 2. Tercipta struktur ekonomi yang lebih seimbang, dengan sektor industri yang maju, dan khusus untuk Indonesia, didukung oleh sektor pertanian yang tangguh. 3. Ditengah-tengah perekonomian dunia, Indonesia dapat menjadi kekuatan ekonomi dengan keunggulan kompetitif yang mampu bersaing dan meningkat kontribusinya dalam perekonomian dunia.6
4
M. Dawam Raharjo, Islam dan Transformasi Sosial-Ekonomi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999), hlm. 389 5 Syafruddin Parwiranegara, Ekonomi dan Keuangan; Makna Ekonomi Islam, (Jakarta: Haji Masagung, 1988), hlm. 276. 6 M. Dawam Raharjo, “Muhammadiyah dan Nahdhatul Ulama: Reorientasi Wawasan Ekonomi”, dalam Muhammadiyan dan Nahdhatul Ulama………, hlm. 154.
6
Pola Pemberdayaan UMKM dalam Meningkatkan Ekonomi pesantren
B. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Kegiatan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu bidang usaha yang dapat berkembang dan konsisten dalam perekonomian nasional. UMKM menjadi wadah yang baik bagi penciptaan lapangan pekerjaan yang produktif. UMKM merupakan usaha yang bersifat padat karya, tidak membutuhkan persyaratan tertentu seperti tingkat pendidikan, keahlian (keterampilan) pekerja, dan penggunaan modal usaha relatif sedikit serta teknologi yang digunakan cenderung sederhana. UMKM masih memegang peranan penting dalam perbaikan perekonomian Indonesia, baik ditinjau dari segi jumlah usaha, segi penciptaan lapangan kerja, maupun dari segi pertumbuhan ekonomi nasional yang diukur dengan Produk Domestik Bruto. Kementerian Koperasi dan UMKM (2012) menyebutkan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang berkembang saat ini terbagi menjadi beberapa kategori yaitu pertanian, peternakan, perikanan, kehutanan, listrik, gas, air bersih, perdagangan, hotel, restoran, jasa-jasa swasta, dan industri pengolahan yang salah satunya mencakup industri kreatif. Sektor industri kreatif diyakini mampu bertahan ketika berbagai sektor lain dilanda krisis keuangan global. Pemerintah mulai melirik industri kreatif sebagai alternatif roda penggerak ekonomi yang akan terus berputar. Industri kreatif meliputi 14 subsektor, yaitu periklanan, arsitektur, pasar barang seni, kerajinan, desain, busana, video, film, dan fotografi, permainan interaktif, musik, seni pertunjukan, penerbitan dan 4 percetakan, layanan komputer dan peranti lunak, televisi dan radio, serta riset dan pengembangannya.7 Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan 7
Kementerian Koperasi dan UMKM
DR. Ruslan Abdul Ghofur, M.S.I
oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.8 UMKM adalah perusahaan kecil yang dimiliki dan dikelola oleh seseorang atau dimiliki oleh sekelompok kecil orang dengan jumlah kekayaan dan pendapatan tertentu. Rinciannya sebagai berikut: a. Usaha produktif yang kekayaannya sampai 50 juta rupiah dengan pendapatan sampai 300 juta rupiah per tahun digolongkan sebagai Usaha Mikro. b. Usaha produktif yang nilai kekayaan usahanya antara 50 juta hingga 500 juta rupiah dengan total penghasilan sekitar 300 juta hingga 2,5 milyar rupiah per tahun dikategorikan sebagai Usaha Kecil. c. Sedangkan Usaha Menengah merupakan usaha produktif yang memiliki kekayaan (modal) 500 juta hingga 10 milyar rupiah dengan jumlah pendapatan pertahun berkisar 2,5 – 50 milyar rupiah. Saat ini bisnis UMKM yang bisa disebut Usaha Kecil dan Menengah merupakan penyelamat dan penopang pertumbuhan ekonomi Indonesia. Berdasarkan pengalaman tersebut, sekarang ini pemerintah Indonesia terus mempopulerkan program-program 8
Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)
8
Pola Pemberdayaan UMKM dalam Meningkatkan Ekonomi pesantren
yang menguntungkan bagi Pelaku Usaha UMKM. Sebuah program yang sangat dipopulerkan saat ini yaitu permodalan untuk Pelaku Pengusaha UMKM yang memfokuskan bisnisnya pada kalangan menengah kebawah. Banyak kemudahan yang diberikan oleh pemerintah dalam rangka menunjang dan mendukung serta meningkatnya minat masyarakat indonesia terhadap para Pelaku Pengusaha UKM tersebut. Tujuan dari pemerintah kita adalah mendorong terciptanya para pelaku-pelaku pengusaha baru khususnya kalangan anak muda. Dengan program-program yang telah digulirkan dan diberikan pemerintah, diharapkan lebih banyak lagi dari masyarakat yang terjun ke dunia wirausaha yang saat ini jumlahnya masih sangat relative sedikit jika dibandingkan dengan jumlah penduduk bangsa indonesia. Motor Roda 3 Nozomi sangat berguna untuk berbagai jenis industri, diantaranya adalah galon air, gas, warung/ warteg, pabrikan (transportasi inter pabrik), sayur mayur, buah, perikanan, catering, laundry dan lain lain. Dengan menggunakan Motor Roda 3 Nozomi, pengusaha bisa lebih efisien dalam menjalankan tugasnya. Contohnya adalah jika seorang pedagang bubur hanya bisa jualan di satu tempat karena keterbatasan mobilitas, dengan memakai Motor Roda 3 Nozomi, pedang bisa keliling ke tempat tempat yang berbeda saat pagi, siang dan malam. Bawaan untuk dagangan pun bisa lebih banyak, maka pendapatan bulanan pedagang pun bisa bertambah. UMKM membantu di dalam proses pembiayaan didalam koperasi sehingga koperasi dikelola dengan baik maka dari itu akan berdampak pada pembiayaan yang baik juga. Pada dasarnya, setiap usaha dan pekerjaan yang menguntungkan seseorang atau masyarakat, yang dapat dikatagorikan sebagai suatu yang halal dan mengandung kebaikan sangatlah ditekankan adanya bentuk kerja sama dan gotong royong. Salah satu yang mengandung kerjasa sama dan gotong royong adalah Koperasi. Koperasi adalah suatu perserikatan dengan tujuan berusaha bersama yang terdiri atas mereka yang lemah dan diusahakan selalu dengan semangat tidak
DR. Ruslan Abdul Ghofur, M.S.I
memikirkan diri sendiri sedemikian rupa, sehingga masing-masing sanggup menjalankan kewajiban sebagai anggota dan mendapat imbalan sebanding dengan pemanfaatan mereka terhadap organisasi. C. Koperasi di Indonesia Koperasi sebagaimana tercantum dalam UUD pasal 33 adalah bangunan usaha bersama berdasarkan azas-azas kekeluargaan, dan merupakan organisasi ekonomi yang demokratis dan berwatak sosial. Koperasi merupakan organisasi ekonomi yang harus bekerja atas dasar norma-norma ekonomi, dengan berusaha memperbesar volume usaha dan mencari keuntungan. Sebagai organisasi ekonomi yang berwatak sosial maka dalam usahanya koperasi juga harus mengutamakan pelayanan kepada anggota-anggotanya hingga mencapai kemajuan dan perkembangan ekonomi.9 Dari itu, koperasi menjadi sokoguru ekonomi nasional yang diharapkan mampu menjadi penyangga ekonomi rakyat banyak. Secara historis koperasi pada mulanya digagas oleh Robert Owen (1791-1858) yang mempraktekkan koperasi pertama kali pada usaha pemintalan kapas di New Lanark, Skotlandia. Gerakan koperasi ini dikembangkan lebih lanjut oleh William King (1786– 1865) dengan mendirikan toko koperasi di Brighton, Inggris. Pada 1 Mei 1828, King menerbitkan publikasi bulanan yang bernama The Cooperator, yang berisi berbagai gagasan dan saran-saran praktis tentang mengelola toko dengan menggunakan prinsip koperasi. Koperasi akhirnya berkembang di negara-negara lainnya.10 Perkembangan koperasi di Indonesia diwarnai oleh berbagai dinamika sosial politik, yang diiringi dengan perkembangan lingkup kegiatan usaha koperasi yang berbeda-beda dari waktu ke waktu. 9 Sudjanadi R, “Koperasi Dalam Ekonomi Indonesia” dalam Sri Edi Swasono (ed.), Sistem, hlm. 70. 10 Muslimin Nasution, Koperasi Menjawab Kondisi Ekonomi Nasional (Jakarta: Pusat Informasi Perkoperasian (PIP) dan LPEK, 2008), hlm. 4.
10
Pola Pemberdayaan UMKM dalam Meningkatkan Ekonomi pesantren
Pertumbuhan koperasi yang pertama di Indonesia dalam usahanya lebih menekankan pada kegiatan simpan-pinjam, dan kemudian mengalami perkembangan menjadi koperasi yang menekankan pada kegiatan penyediaan barang-barang konsumsi. Selanjutnya berdiri koperasi yang menekankan pada kegiatan penyediaan barang-barang keperluan produksi. Perkembangan koperasi dari satu jenis ke berbagai jenis usaha lain tersebut, menunjukan perkembangan usaha koperasi menuju pada suatu bentuk koperasi yang memiliki beberapa jenis kegiatan usaha.11 Untuk lebih jelas berikut akan diuraikan perkembangan koperasi di Indonesia sejak berdiri pertama kali di Indonesia sampai dengan saat ini, serta permasalahan yang dihadapinya. 1. Sejarah perkembangan koperasi di Indonesia Di Indonesia, koperasi pada awalnya diperkenalkan oleh R. Aria Wiriatmadja patih Purwokerto, Jawa Tengah (1896), yang mendirikan koperasi simpan pinjam dengan tujuan membantu rakyat yang terjerat hutang dengan renternir. Koperasi selanjutnya dikembangkan oleh Boedi Oetomo (1908) yang menganjurkan berdirinya koperasi untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Selanjutnya Sarikat Islam (SI) (1911) mengembangkan koperasi yang bergerak dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan membuka toko-toko koperasi.12 Perkembangan koperasi yang begitu pesat yang menyatu dengan kekuatan sosial dan politik membuat Belanda khawatir koperasi akan dijadikan tempat pusat perlawanan. Untuk itu, Belanda mengeluarkan peraturan yang menghalangi perkembangan koperasi, sehingga menyebabkan koperasi sulit berkembang akibat tidak mendapatkan izin dari Belanda. Namun setelah mendapat berbagai reaksi, Belanda akhirnya mengeluarkan UU Nomor 91 pada Tahun 1927, yang berisi: 11
Masngudi, Penelitian Tentang Sejarah Perkembangan Koperasi di Indonesia (t.tp.: Badan Litbang Departemen Koperasi, 1990), hlm. 8. 12 Ibid., hlm. 8.
DR. Ruslan Abdul Ghofur, M.S.I
a) b) c) d)
Hanya membayar tiga gulden untuk materai Bisa menggunakan bahasa daerah Hukum dagang sesuai daerah masing-masing Perizinan bisa di daerah setempat.13 Berhubungan dengan peraturan perkoperasian tersebut, pada tahun 1927 di Surabaya didirikan “Indonsische Studieclub” oleh Soetomo yang menganjurkan berdirinya koperasi. Begitu juga yang dilakukan oleh Partai Nasional Indonesia di bawah pimpinan Soekarno, menyelenggarakan kongres koperasi pada tahun 1929 di Betawi. Dari hasil kongres tersebut menyatakan bahwa untuk meningkatkan kemakmuran penduduk Bumi Putera harus didirikan berbagai macam koperasi di seluruh Pulau Jawa khususnya dan di Indonesia pada umumnya. Pada akhir tahun 1930 didirikan Jawatan Koperasi dengan tugas: a) Memberikan penerangan kepada pengusaha-pengusaha Indonesia mengenai seluk beluk perdagangan. b) Dalam rangka peraturan koperasi No 91, melakukan pengawasan dan pemeriksaan terhadap koperasi-koperasi, serta memberikan penerangannya. c) Memberikan keterangan-keterangan tentang perdagangan pengangkutan, cara-cara perkreditan dan hal ihwal lainnya yang menyangkut perusahaan-perusahaan. d) Penerangan tentang organisasi perusahaan. e) Menyiapkan tindakan-tindakan hukum bagi pengusaha Indonesia.14 Pada tahun 1942 Jepang menduduki Indonesia, dalam masa ini diberlakukan undang-undang perkoperasian untuk orang Indonesia pada tahun 1927 No 91, dengan syarat tidak bertentangan dengan aturan pemerintahan militer Jepang. Selain itu pemerintahan militer Jepang mengeluarkan Undang-Undang No 23 13 14
12
http://www.depkop.go.id/statistik-koperasi.html 15 Des 2009 Masngudi, Penelitian, hlm. 10.
Pola Pemberdayaan UMKM dalam Meningkatkan Ekonomi pesantren
yang mengatur pendirian perkumpulan dan penyelanggaraan persidangan termasuk koperasi. Pada tanggal 1 Agustus 1944 Jepang mendirikan Kantor Perekonomian Rakyat dan jawatan koperasi menjadi bagian dari kantor tersebut dengan nama kumiaka. Pada mulanya Jepang membiarkan beroperasinya koperasi sehingga dapat berjalan dengan baik, namun secara bertahap, fungsinya berubah drastis dan menjadi alat kebijaksanaan Jepang untuk membagikan barang-barang pemerintah kepada rakyat dan sebaliknya mengumpulkan hasil bumi untuk keperluan peperangan Asia Timur Raya.15 Setelah Indonesia merdeka, barulah perkoperasian tertera dengan jelas dalam UUD 1945, pasal 33 UUD 1945 ayat 1 beserta penjelasannya yang menyatakan bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan. Dalam penjelasannya disebutkan pula bahwa bangun perekonomian yang sesuai dengan asas kekeluargaan tersebut adalah koperasi. Oleh sebab itu, sejak kemerdekaan itu pula koperasi di Indonesia mengalami suatu perkembangan yang lebih baik. 16 Pada tanggal 12 Juli 1947, pergerakan koperasi di Indonesia mengadakan Kongres Koperasi yang pertama di Tasikmalaya. Dari kongres tersebut diputuskan di antaranya: terbentuknya Sentral Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia (SOKRI), menjadikan tanggal 12 Juli sebagai Hari Koperasi, serta menyelenggarakan pendidikan koperasi di kalangan pengurus koperasi, pegawai dan masyarakat luas. Berdasarkan perkembangan sejarah, perbedaan sikap pemerintah dari pertumbuhan koperasi di Indonesia dapat diklasifikasikan sebagai berikut: a) Pemerintahan Kolonial Belanda bersikap pasif. 15
Muslimin Nasution, Koperasi, hlm. 124-125. DR. H. Moh Hatta sebagai salah seorang “Founding Father” Republik Indonesia, berusaha memasukkan rumusan perkoperasian di dalam “konstitusi”. Masngudi, Penelitian, hlm. 14. 16
DR. Ruslan Abdul Ghofur, M.S.I
b) Pemerintahan Pendudukan Balatentara Jepang bersikap aktif negatif, karena akibat kebijaksanaannya koperasi menjadi hancur. c) Setelah kemerdekaan pemerintah Republik Indonesia bersikap aktif dengan memberikan dorongan kesempatan dan kemudahan bagi koperasi. Pada masa Orde Baru, undang-undang koperasi yang baru dilahirkan yakni pada tanggal 18 Desember 1967 yang dikenal dengan UU No. 12/1967 tentang Pokok-pokok Perkoperasian. Secara jelas disebutkan dalam pasal 3 UU No. 12/1967, koperasi Indonesia adalah organisasi ekonomi rakyat yang berwatak sosial, beranggotakan orang-orang atau badan hukum koperasi yang berasas kekeluargaan. Sedangkan penjelasan pasal tersebut menyatakan bahwa “koperasi Indonesia adalah kumpulan orangorang yang sebagai manusia secara bersamaan, bekerja untuk memajukan kepentingan-kepentingan ekonomi mereka dan kepentingan masyarakat. Dari pasal di atas, dapat digarisbawai ciri-ciri koperasi di Indonesia yakni: a) Koperasi Indonesia adalah kumpulan orang-orang dan bukan kumpulan modal. b) Koperasi Indonesia bekerjasama, bergotong-royong berdasarkan persamaan derajat, hak dan kewajiban yang berarti koperasi adalah dan seharusnya merupakan wadah demokrasi ekonomi dan sosial. c) Segala kegiatan koperasi Indonesia harus didasarkan atas kesadaran para anggota. Dalam koperasi tidak boleh dilakukan paksaan, ancaman, intimidasi dan campur tangan dari pihak-pihak lain yang tidak ada sangkut-pautnya dengan soal-soal intern koperasi.
14
Pola Pemberdayaan UMKM dalam Meningkatkan Ekonomi pesantren
d) Tujuan koperasi Indonesia harus benar-benar merupakan kepentingan bersama dari para anggotanya dan disumbangkan para anggota masing-masing.17 Pada awal pemerintahan Orde Baru, pembangunan perkoperasian telah diintegrasikan pada pembangunan perekonomian nasional yang tercermin dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) dan Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita). Dalam pembangunan jangka panjang tahap I pemerintah mendorong tumbuhnya koperasi sebagai badan usaha di desadesa.18 Pembangunan koperasi juga dititikberatkan pada investasi pengetahuan dan ketrampilan orang-orang koperasi, baik sebagai orang gerakan koperasi maupun pejabat-pejabat perkoperasian. Guna mendukung agenda tersebut, pemerintah membangun Pusatpusat Pendidikan Koperasi (PUSDIKOP) di tingkat Pusat dan juga di tiap ibukota Propinsi berupa Pusat Latihan dan Penataran Perkoperasian (PUSLATPENKOP) di tingkat Pusat dan Balai Latihan Perkoperasian (BALATKOP) di tingkat Daerah. Di samping berdirinya berbagai pusat pelatihan dan bimbingan di atas, pada tahun 1970 didirikan pula Lembaga Jaminan Kredit Koperasi (LJKK) yang menjamin pinjaman koperasi dari bank-bank Pemerintah. Sejak tahun 1972 digulirkan penggabungan koperasi-koperasi kecil menjadi koperasi-koperasi yang besar. Koperasi-koperasi yang ada dalam wilayah unit desa digabungkan menjadi Badan Usaha Unit Desa (BUUD) yang memiliki tugas utama untuk membantu para petani produsen dalam mengatasi masalah produksi, penyediaan sarana produksi, pengolahan lahan dan pemasaran hasil produksi. Untuk melaksanakan tugasnya, BUUD melakukan pembelian gabah, memperoses dan menyetor beras ke Dolog, serta menjadi penyalur pupuk pemerintah. Memasuki pelita IV pemerintah mengganti Impres 2/1978 tentang BUUD/KUD dengan Inpres No 4/1984 tentang Pembinaan dan Pengembangan KUD. Berdasarkan Impres ini, peran 17 18
Masngudi, Penelitian, hlm. 27. Muslimin Nasution, Koperasi, hlm. 133.
DR. Ruslan Abdul Ghofur, M.S.I
BUUD digantikan dengan BPPK-KUD (Koperasi Unit Desa).19 Karena secara ekonomi menjadi besar dan kuat, maka KUD itu mampu dipercayai untuk meminjam uang dari bank dan membeli barangbarang produksi yang lebih modern.20 Untuk mempersiapkan tinggal landas dan menciptakan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya pada pelita V, maka peran Koperasi Unit Desa (KUD) terus dibina dan dikembangkan agar tumbuh sehat dan kuat. Ini bertujuan agar koperasi semakin berakar dan berperan besar dalam kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Tidak hanya itu, koperasi harus tumbuh kuat dan mampu menangani seluruh aspek kegiatan di bidang pertanian, industri dan perdagangan barang-barang kebutuhan pokok masyarakat. Prioritas pembinaan koperasi dilakukan dengan memprioritaskan pembinaan 2.000 sampai dengan 4.000 KUD Mandiri, yang bertujuan untuk mewujudkan KUD yang memiliki kemampuan manajemen koperasi yang rasional dan efektif, dalam mengembangkan kegiatan ekonomi para anggotanya berdasarkan atas kebutuhan dan keputusan para anggota KUD baik untuk menunjang usaha maupun kesejahteraannya. Berdasarkan tujuan tersebut, KUD diharapkan dapat melaksanakan fungsi utamanya yaitu melayani para anggota, seperti melayani perkreditan, penyaluran barang dan pemasaran hasil produksi. Sampai dengan akhir 1994, dari target 4.000 KUD Mandiri, telah tercapai 5.143 KUD Mandiri dan untuk memfokuskan sasaran pembinaan KUD Mandiri tersebut, dilaksanakan pembinaan KUD Mandiri Inti sebagai satu pendekatan selektif dengan ketentuan minimum satu KUD di setiap kabupaten. Berdasarkan strategi pembinaan koperasi seperti diuraikan di atas, serta didukung dengan iklim sosio politik, dan memenuhi segala fasilitas yang 19
Ibnoe Soedjono (et.al.,), Koperasi di Tengah Arus Globalisasi (Jakarta: Yayasan Formasi, 1997), hlm. 97. 20 Masngudi, Penelitian, hlm. 29.
16
Pola Pemberdayaan UMKM dalam Meningkatkan Ekonomi pesantren
diperlukan maka KUD berkembang dengan cepat, baik dari jumlah, volume usaha dan Sisa Hasil Usaha (SHU).21 Sangat disayangkan upaya membina faktor internal koperasi dalam menghadapi tinggal landas, terkena imbas dari kebijakan pemerintah itu sendiri, sehingga penyelesaian terhadap permasalahan internal koperasi masih belum terselesaikan dengan baik. Seperti halnya masalah manajemen, keuangan dan sumber daya manusia yang pada akhirnya mempengaruhi kinerja KUD. Berubahnya kebijakan pertumbuhan ekonomi dari sektor pertanian ke sektor industri pada tahun 1996 misalnya, memberikan pengaruh penting bagi kehidupan koperasi yang telah terbiasa berkembang dengan dukungan pemerintah dengan basis sektor-sektor primer dan distribusi. Bahkan KUD dimanfaatkan pemerintah untuk mendukung program pembangunan pertanian untuk swasembada beras. Secara eksplisit KUD juga ditugasi melanjutkan program yang kurang berhasil ditangani langsung oleh pemerintah atau bank pemerintah, seperti menyalurkan KUT dan pengadaan beras pemerintah, sehingga koperasi menjadi pemikul program pemerintah yang gagal.22 Berubahnya kebijakan pemerintah di atas, berakibat pada menurunnya pertumbuhan sektor pertanian, yang secara langsung berdampak pada menurunnya atau bahkan matinya sebagian besar koperasi penyedia bahan pangan pemerintah, seperti KUD yang menyediakan beras, gula dan lainnya. Terutama di daerah-daerah penghasil pangan seperti Jawa, Bali, NTB dan Sulsel.23 21
Sampai tahun 1995 jumlah KUD mencapai 9.200 unit, meningkat pesat dibandingkan pada tahun 1990 sebanyak 8.559 unit. Ibnoe Soedjono, Koperasi, hlm. 102. 22 Noer Sutrisno, “Koperasi Untuk Mewujudkan Kebersamaan dan Kesejahteraan”, dalam Makalah Sarasehan Nasional: Memadukan Langkah Membangun Indonesia Masa Depan, Gerakan Jalan Lurus dan UNISULA, Semarang 12 April 2003, hlm. 4. 23 Noer Soetrisno, Rekonstruksi Pemahaman Koperasi (Mengukur Kekuatan Ekonomi Rakyat) (Jakarta: INTRANS, 2001), hlm, 213-214. Pada tahun 1993-1996 tidak ditemukan data mengenai koperasi yang tidak aktif, sedangkan pada tahun 1997 jumlah koperasi yang tidak aktif mencapai 13.258 unit dan meningkat menjadi 51.295 pada tahun 2010. Sumber “Rekapitulasi Data Koperasi Seluruh Indonesia Tahun 1993-2010”, diakses pada www.depkop.go.id.
DR. Ruslan Abdul Ghofur, M.S.I
2. Permasalahan yang dihadapi koperasi di Indonesia Bertitik tolak dari sejarah perkembangan koperasi di atas, dan realitas yang menunjukkan bahwa koperasi yang seharusnya menjadi sokoguru pembangunan ekonomi di Indonesia yang sampai saat ini masih belum terwujud, maka dapat dipetakan berbagai permasalahan yang dihadapi koperasi di Indonesia sebagai berikut: a) Masalah struktural koperasi, yang meliputi: tidak jelasnya konsep koperasi yang akan dibangun, karena terlalu dipengaruhi oleh kepentingan penguasa dengan politiknya. Adanya pergeseran konsep dan strategi pembangunan sehingga koperasi hanya dilihat secara sektoral, sebagai sektor usaha kecil menengah yang merupakan bagian kecil dari sistem ekonomi Indonesia. Peran dan fungsi pemerintah yang terlalu jauh mengintervensi proses perkembangan koperasi. Tidak berjalannya fungsi pendidikan dan pengkaderan SDM pengelola koperasi. Koperasi masih dilihat secara sektoral dan terpinggirkan dari bisnis modern, di samping perspektif masyarakat yang melihat koperasi sebagai organisasi rakyat miskin makin memperburuk citra koperasi. b) Masalah kultural koperasi, yang meliputi: koperasi tidak dibina dan dikembangkan dengan baik, bahkan pendekatan yang diambil tidak tepat, sehingga mengurangi nilai dan prinsip koperasi yang kemudian menghancurkan citra koperasi. Pendidikan publik tentang koperasi yang belum optimal, sehingga sampai saat ini pemerintah belum berhasil memberikan pendidikan yang mendorong masyarakat untuk berkoperasi. Pada tingakat manajemen, koperasi belum dikelola secara professional, bahkan banyak pengurus dan manajemen koperasi justru mempertahankan 24 ketergantungan pada pemerintah. 24
18
Muslimin Nasution, Koperasi, hlm 184-188.
Pola Pemberdayaan UMKM dalam Meningkatkan Ekonomi pesantren
Selain permasalahan di atas, masalah yang paling tampak dalam tubuh koperasi ialah koperasi dijadikan alat kepentingan politik, sehingga bertentangan dengan semangat berdirinya koperasi itu sendiri. Terutama jika melihat secara substansial bahwa koperasi adalah gerakan rakyat untuk memberdayakan dirinya, dan oleh sebab itu, seharusnya koperasi tumbuh dari bawah (bottom-up) sesuai dengan kebutuhan anggotanya. Hal itu sangat kontradiktif dengan kerangka berpikir pemerintah yang top-down, tergambar melalui pembentukan Koperasi Unit Desa (KUD) yang pada dasarnya bertujuan mulia, namun karena rakyat sendiri belum tentu paham akan gunanya KUD bagi mereka, akhirnya KUD itu tidak berkembang dan hanya menjadi alat justifikasi politik pemerintah.25 KUD sering pula dijadikan formalitas kepentingan swasta yang monopoli dan didukung kebijakan pemerintah, sebagaimana permasalahan harga cengkeh pada tahun 1980. Di mana pemerintah memberikan hak monopoli cengkeh pada swasta (Badan Penyanggah dan Pemasaran Cengkeh) yang bertujuan agar petani mendapatkan pendapatan yang stabil. Karena harga sebagai sinyal dimatikan fungsinya, maka volume produksi cengkeh juga diatur tidak diserahkan pada mekanisme pasar, hal ini di sebabkan mekanisme pasar mengakibatkan harga sangat elastis. Di saat produksi melimpah, harga jatuh sangat tajam dan sebaliknya jika sedang langka, harga meningkat. BPPC selaku pemegang monopoli, memaksa pabrik rokok kretek membeli cengkeh dari BPPC bukan dari petani, dan berdasarkan ketentuan, KUD hanya bisa menjual kepada BPPC. Sedangkan KUD memperoleh cengkeh dari para petani. Namun masalah yang terjadi petani cengkeh tidak pernah bisa secara langsung menjual kepada KUD, dengan dalih mutu tidak sesuai, dan
25
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2009/10/masalah-koperasi-di-indonesia. Warta Warga Universitas Gunadarma, Masalah Koperasi Di Indonesia, diakses pada 30 Oktober 2009.
DR. Ruslan Abdul Ghofur, M.S.I
tidak punya dana, akhirnya petani terpaksa menjual cengkeh pada tengkulak dengan harga yang minim.26 Pemerintah juga melakukan intervensi tidak langsung dengan mempengaruhi berbagai organisasi maupun gerakan koperasi dan mendudukkan beberapa pejabat penting pada organisasi gerakan koperasi oleh kepentingan tertentu seperti anggota ABRI pada masa orde baru.27 Dampak dari intervensi tersebut menjadi salah satu faktor yang mengakibatkan koperasi belum berakar dalam masyarakat. Jika sejak awal pemerintah serius dengan koperasi maka seharusnya pemerintah mengembangkan koperasi secara bottom up, bukan top down dengan bermacam kebijakan dan intervensi yang semakin membuat koperasi tergantung pada pemerintah itu sendiri. Dari banyaknya masalah dan peran pemerintah pada tubuh koperasi, dapat digaribawahi bahwa ciri utama perkembangan koperasi di Indonesia adalah dengan pola penitipan kepada program yaitu: pertama, program pembangunan secara sektoral, seperti koperasi pertanian, koperasi desa, KUD. Kedua, lembaga lembaga pemerintah dalam koperasi pegawai negeri dan koperasi fungsional lainnya. Ketiga, perusahaan baik milik negara maupun swasta dalam koperasi karyawan.28
26 BPPC menjual cengke dengan harga Rp.10.000-12.000, sedangkan harga yang di bayarkan kepada petani Rp. 5000, penyertaan Rp. 2000 dan Konvesrsi Rp. 1000 sehingga petani memper oleh Rp. 8.000, namun karena petani tidak resmi menjual pada KUD maka petani tidak memperoleh dana prnyertaan dan konversi. Dana ini jatuh kesekelompok orang yang/tengkulak yang memiliki hubungan baik dengan KUD dan bahkan BPPC. Kwik Kian Gie, Gonjang-ganjing Ekonomi Indonesia, (Jakarta: Kompas, 1999), hlm 68-69, Lihat juga Nurman Hasibuan, “Oligopoli, Monopoli dan Konglomerasi” dalam Kumala Hadi (tim, ed.), Libralisasi Ekonomi dan Politik di Indonesia (Yogyakarta: PPM FE UII dan Tiara Wacana. 1997), hlm 177. 27 Mubyarto, Sistem, hlm 82, dan lihat juga Revrisond Baswir, Koperasi Indonesia (Yogyakarta:BPFE, 2000), hlm. 228. 28 Noer Sutrisno, Koperasi, hlm. 4.
20
Pola Pemberdayaan UMKM dalam Meningkatkan Ekonomi pesantren
3. Kuantitas Koperasi di Indonesia Sejak sidang istimewa (SI) 1998, dihasilkan suatu TAP MPR mengenai Demokrasi Ekonomi, yang berisi keberpihakan yang sangat kuat terhadap usaha kecil-menengah serta koperasi. Keputusan politik ini telah menandai awal dari suatu fase baru pembangunan ekonomi nasional dengan perspektif baru. Komitmen pemerintah untuk mengurangi kesenjangan penguasaan aset ekonomi antara rakyat banyak dan sebagian kecil pengusaha besar (konglomerat), merupakan langkah maju dalam memberdayakan ekonomi rakyat, karena pada dasarnya yang harus dimiliki oleh ekonomi kerakyatan adalah kesempatan untuk berkembang dalam mekanisme pasar yang sehat. Asumsi awal yang harus dianut adalah usaha kecil-menengah dan koperasi yang merupakan ciri ekonomi kerakyatan Indonesia tumbuh secara natural karena adanya sejumlah potensi ekonomi di sekelilingnya.29 Hal ini sejalan dengan prinsip koperasi sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan dan bertujuan untuk menyejahterakan anggotanya. Sebagaiman yang tertuang dalam Undang-Undang No. 25 tahun 1992 Pasal 4 yang menjelaskan bahwa fungsi dan peran koperasi adalah: i. Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosial. ii. Berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat. iii. Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan koperasi sebagai soko-guru.
29
Fedrik Benu, ”Ekonomi Kerakyatan dan Pemberdayaan Ekonomi Rakyat: Suatu Kajian Konseptual”, diakses pada www. ekonomirakyat. org/edisi 5/artikel 5.
DR. Ruslan Abdul Ghofur, M.S.I
iv.
v.
Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional, yang merupakan usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi. Mengembangkan kreativitas dan membangun jiwa berorganisasi bagi para pelajar.
Serta prinsip koperasi pada Pasal 5 yang menyebutkan: i. Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka. ii. Pengelolaan dilakukan secara demokratis. iii. Pembagian Sisa Hasil Usaha (SHU) dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota (andil anggota tersebut dalam koperasi). iv. Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal. v. Kemandirian. vi. Pendidikan perkoperasian. vii. Kerjasama antar koperasi Oleh sebab itu, dengan mendukung gerakan koperasi agar kembali pada prinsip-prinsip dan nilai-nilai koperasi, ada harapan bagi koperasi Indonesia untuk dapat dilahirkan kembali dan diperkukuh (reborn and revitalized) secara benar.30 Lebih jauh pada era ini, konsep pengembangan ekonomi kerakyatan hendaknya diimplementasikan dalam bentuk program berbasiskan ekonomi nasional yakni dengan memberdayakan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dan koperasi yang memiliki tingkat kemandirian yang tinggi. Serta dikembangkan dalam perspektif regional yang di dalamnya terintegrasi potensi, keunggulan, peluang, dan karakter sosial budaya demi terwujudnya ekonomi nasional yang berdaya saing tinggi pada tingkat
30
Sri Edi Swasono, Koperasi sebagai Matakuliah di Universitas: Dapatkah Koperasi Menjadi Pilar Orde Ekonomi (Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan - Universitas Gadjah Mada, 2006) diakses pada .
22
Pola Pemberdayaan UMKM dalam Meningkatkan Ekonomi pesantren
Internasional, ini tak lain karena ekonomi rakyat memegang kunci kemajuan ekonomi nasional di masa depan.31 Terutama ketika pembangunan ekonomi Indonesia dalam kurun waktu lima tahun ke depan menghadapi tantangan yang cukup berat, yaitu bagaimana program triple track strategy yang dicanangkan pemerintah, akan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi nasional, yang diperkirakan rata-rata mencapai 6,3-6,8 % per tahun, atau menurut pemerintah pada akhir tahun 2014 atau awal 2014 paling tidak pertumbuhan 7 % telah tercapai. Diharapkan dengan laju pertumbuhan tersebut, akan dapat menekan atau menurunkan tingkat kemiskinan menjadi 8-10% dan tingkat pengangguran terbuka menjadi 5-6 %.32 Pencapaian angka-angka pertumbuhan yang dicanangkan pemerintah tersebut di atas, memerlukan program-program yang secara riil dapat dilakukan dan menyerap tenaga kerja, sehingga mampu menurunkan tingkat pengangguran dan kemiskinan di Indonesia. Koperasi sebagai lembaga ekonomi masyarakat telah membuktikan kemampuannya sebagai pelaku ekonomi yang tangguh, di tengah permasalahan ekonomi Indonesia yang belum sepenuhnya terselesaikan.33 Oleh sebab itu, seharusnya perlu meningkatkan peran koperasi yang jumlahnya cukup banyak di Indonesia yang dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 11. Rekapitulasi data koperasi seluruh Indonesia 1993-2010 (data terlampir) 31
Mubyarto, “Ekonomi Rakyat Indonesia”, dalam makalah Seminar Pendalaman Ekonomi Rakyat, Jakarta, Financial Club, 22 Januari 2002. Mubyarto menyebutkan: ”Demikian ”prospek” masa depan ekonomi Indonesia, pada hemat kami sangat tergantung pada kesediaan untuk menerima dan melaksanakan ”aturan main etik”, (ada yang menyebutnya sebagai ”kontrak sosial”). Apapun namanya, sebaiknya kita tinggalkan aturan main, atau sistem ekonomi kapitalis liberal (atau Neoliberal) yang sejauh ini dianggap ”tak terelakkan”. Kita harus berani mengelak dari nasehat-nasehat dari luar, atau dari pakar-pakar yang terlalu silau atau terlalu yakin akan kebenaran teori-teori ekonomi dari luar. Indonesia harus percaya diri menyusun aturan main yang paling cocok bagi kepribadian Indonesia. 32 M Hatta Rajasa, ”Tekes Pidato Menko Perekonomian”, dalam Rapat Koordinasi Nasional Pemberdayaan Koperasi dan UMKM, 2009, hlm 2. 33 Muslim Nasutin, Koperasi, hlm. 159.
DR. Ruslan Abdul Ghofur, M.S.I
Tahun 1993 - 1996 = KUD + NON KUD (Sumber data Depkop & PPK) Tahun 1997 - 2009 = Sumber Data : www.depkop.go.id. Data tahun 2010 angka sangat sementara Tabel di atas, menunjukan bahwa pada 2009 jumlah koperasi sebesar 170.411 unit, ini mengalami perkembangan sebanyak 15.447 unit dibanding jumlah koperasi pada tahun 2008. Dari banyak jumlah unit koperasi 2009, unit koperasi aktif sebanyak 120.473 dan tidak aktif sebanyak 49.938 unit. Jumlah koperasi aktif pada tahun 2009 meningkat sebanyak 11.543 unit dari tahun 2008, dan begitu pula jumlah koperasi tidak aktif pada tahun 2009 meningkat sebanyak 3.904 unit dari tahun 2008. Peningkatan jumlah koperasi pada tahun 2009, telah memberikan dampak positif terhadap peningkatan penyerapan tenaga kerja sebanyak 357.330 orang yang terdiri dari 32.169 manajer dan 325.161 karyawan. Di samping penyerapan tenaga kerja, jumlah keanggotaan koperasi pun cukup besar pada tahun 2009 sejumlah 29.240.271 meningkat sebesar 1.921.652 orang dibandingkan tahun 2008 sejumlah 27.318.619 orang. Data koperasi tersebut menggambarkan potensi dan kontribusi koperasi dari sektor penyerapan tenaga kerja, serta keanggotaan koperasi dalam mendorong pembangunan ekonomi nasional. Terutama jika melihat pada pasal 3 UU No 25/1992 yang menyebutkan bahwa garis besar tujuan koperasi adalah untuk memajukan kesejahteraan anggotanya, memajukan kesejahteraan masyarakat dan turut serta membangun tatanan perekonomian nasional. Oleh sebab itu, semestinya program pembangunan ekonomi yang mengacu pada triple track strategy, dengan peningkatan kesejahteraan (pro poor), penopang kekuatan dan pertumbuhan ekonomi (pro growth) serta penyerapan tenaga kerja
24
Pola Pemberdayaan UMKM dalam Meningkatkan Ekonomi pesantren
dan menekan angka pengangguran (pro job), hendaknya juga melibatkan peran koperasi secara dominan.34 4. Kualitas koperasi di Indonesia Namun harapan besar terhadap peran koperasi sebagaiman dijelaskan di atas, menghadapi berbagai macam masalah, baik masalah yang bersumbur dari tubuh koperasi itu sendiri yang di antaranya; kualitas SDM rendah yang tampak pada manajemen koperasi yang lemah, skill yang kurang, tidak memiliki jiwa kewiraswastaan, akses modal yang kurang. Maupun masalah yang timbul dari luar koperasi, koperasi sering dijadikan ajang kepentingan politik serta intervensi pemerintah baik langung maupun tidak langsung, yang menjadikan koperasi belum berakar di masyarakat dan cenderung top down bukan botton up.35 Koperasi di Indonesia masih menghadapi permasalahan strutural dan kultural seperti akses modal, in put sumber daya manusia yang tidak berkulitas, out put dari koperasi itu tidak berstandar sehingga sulit bersaing dengan kalah dengan out put industry besar, serta tidak memiliki jalur distribusi sehingga out put pun sulit dipasarkan. Bahkan koperasi sering kali “dikuasi” oleh anggota tertentu, dengan sebanyak mungkin menanamkan modal dan melakukan transaksi, sehingga kepemilikan dan pembagian sisa hasil usaha (SHU) yang dibagi berdasarkan besarnya transaksi usaha dan modal anggota, sebagian besar diperoleh oknum anggota tersebut. 36 34 Peran penting koperasi tersebut nampak dari penyerapan tenaga kerja sebesar 343.370 orang pada tahun 2009. Data pada tahun 2010 (sangat sementara) jumlah anggota koperasi sebanyak 29.124.067 orang, dengan jumlah koperasi baik yang aktif maupun yang tidak aktif sebesar 175,102 unit. 35 Ibnoe Soedjono, “Kebijaksanaan Koperasi: Beberapa Masalah dan Prospeknya”, dalam Hadi Susastro dkk (penyunting), Pemikiran dan Permasalahan Ekonomi di Indonesia dalam Setengah Abad Terakhir (Yogyakarta: Kanisius dan ISEI, 2005), hlm. 8792. 36 Penelitian pada KUD Dolopo pada tahun 1983 menunjukkan bahwa faktor penghambat perkembangan KUD tersebut terletak pada keterbatasan modal, sumber daya manusia yang tidak memahami hakekat koperasi, sarana dan prasaran yang terbatas dan rendahnya kesadaran anggota sebagai pemilik koperasi. Begitu juga yang terjadi pada
DR. Ruslan Abdul Ghofur, M.S.I
Banyaknya permasalahan tersebut secara langsung akan mempengaruhi kinerja koperasi secara menyeluruh, sebagaimana penelitian yang dilakukan Made Antara dan Anderson Guntur Komenaung, pada KUD di Provinsi Bali pada tahun 2004.37 Dari hasil penelitian tersebut, ditemukan bahwa kinerja koperasi unit desa (KUD) di Provinsi Bali dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal dipengaruhi oleh faktor peran serta anggota, sumber daya manusia (SDM) dan aktivitas. Sedangkan faktor manajemen, likuiditas, solvabilitas tidak berpengaruh.38 Di samping itu, kelemahan koperasi yang bersumber dari faktor internal seperti
Kopegtel Tegal pada tahun 1997, yang mengesahakan rangkap jabatan Ketua dan Sekretaris dalam RAT. Di samping itu penguasaan koperasi oleh anggota tertentu pun marak terjadi, sebagaiman yang terjadi pada KPN INSKO Medan pada SHU tahun 1996 di mana simpanan anggota dan volume usaha terkonsentrasi pada beberapa oknum anggota saja. Lihat Somarsidi, “Perkembangan KUD Dolopo dan Pengalaman Dalam Pengelolaan”, dalam Sri Edi Swasono (ed), Koperasi Di Dalam Orde Ekonomi Indonesia (Jakarta:UI Press, 1987), hlm. 281. Arifin Sitio dan Halamoan Tamba, Koperasi Teori dan Praktek (Jakarta: Erlangga, 2001), hlm. 154. Lihat juga Ibnoe Soedjono, “Kebijaksanaan Koperasi: Beberapa Masalah dan Prospeknya”, dalam Hadi Susastro dkk (penyunting), Pemikiran dan Permasalahan Ekonomi di Indonesia dalam Setengah Abad Terakhir (Yogyakarta: Kanisius dan ISEI, 2005), hlm. 87-92, liat juga Warta, Masalah, 30 Oktober 2009. 37 Dalam Penelitian ini peneliti, menggunakan analisis model Structural Equation Model (SEM), dan meneliti 50% dari jumlah total KUD yang ada sebanyak 91 unit yang tersebar di seluruh Kabupaten dan Kota di Bali. 38 Faktor peran serta anggota dipengaruhi oleh lamanya pengguna jasa KUD para anggota, frekuensi mengikuti rapat-rapat KUD, dan tidak dipengaruhi oleh pelunasan simpanan wajib dan pokok, pengetahuan tentang kegiatan koperasi (pemilihan pengurus); Faktor sumber daya manusia (SDM) dipengaruhi oleh jumlah karyawan dan frekuensi pelatihan dan tidak dipengaruhi oleh tingkat pendidikan; Faktor aktivitas dipengaruhi oleh rasio perputaran persediaan, rasio perputaran modal kerja, dan rasio perputaran rata-rata piutang (PRrP); Faktor manajemen dipengaruhi oleh perencanaan, organisasi, pelaksanaan, dan pengawasan; Faktor likuiditas dipengaruhi oleh rasio cepat dan tidak dipengaruhi oleh rasio lancar dan rasio kas; Faktor solvabilitas dipengaruhi oleh rasio hutang, rasio hutang terhadap equitas, dan rasio hutang jangka panjang terhadap equitas. Sedangkan faktor eksternal dipengharuhi oleh suku bunga dan inflasi, dan tidak dipengaruhi oleh frekuensi pembinaan. Pengaruh langsung, tidak langsung dan total dari Indikator Konstruk terhadap Kinerja Koperasi Unit Desa di Provinsi Bali, yaitu: a. Faktor internal mempunyai pengaruh langsung sebesar 0,42 dan pengaruh tidak langsung sebesar 0,00, jadi faktor internal secara total berpengaruh terhadap kinerja KUD sebesar 0,42. b. Faktor eksternal mempunyai pengaruh langsung sebesar 0,69 dan pengaruh tidak langsung 0,00, jadi faktor eksternal secara total berpengaruh terhadap kinerja KUD sebesar 0,69. Made Anatara dan Anderson Guntur Komenaung, Kinerja Koperasi Unit Desa Di Provinsi Bali: Pendekatan Structural Equation Model ( t.tp:t.p., t.th.) hlm. 89.
26
Pola Pemberdayaan UMKM dalam Meningkatkan Ekonomi pesantren
faktor sumber daya manusia, kelemahan koperasi juga terletak pada faktor internal lainnya yakni promosi, inovasi dan riset pemasaran.39 Oleh sebab itu, penting untuk memperbaiki kinerja koperasi yang dapat dilakukan dengan menguatkan faktor internal koperasi, dengan meningkatkan jumlah anggota sehingga memperbesar modal, meningkatkan kualitas pengurus, pengawas dan manajer dengan pendidikan dan latihan. Serta meningkatkan kinerja manajemen koperasi dengan meningkatkan pengendalian internal guna memperkuat, likuditas dan rentabilitas koperasi. Ironisnya, sampai saat ini belum terjadi perubahan secara mendasar dalam tubuh koperasi, meskipun secara jumlah perkembangan koperasi secara kuantitas dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, dari 42.055 unit pada tahun 1993, menjadi 175.102 pada tahun 2010.40 Satu-satunya perubahan yang terjadi ialah berubahnya Departemen Koperasi menjadi Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah.41 Begitupun keberlangsungan peran politik dalam tubuh koperasi dapat dilihat dari beralihnya posisi penting gerakan koperasi nasional yang pada masa Orde Baru diduduki anggota ABRI, saat ini diduduki oleh para politisi pendudukung pemerintah, sehingga dalam tubuh koperasi tetap terlihat adanya orientasi politik. Oleh karena itu, beban berat koperasi sebagai sokoguru perekonomian perlu dilihat kembali. Ini terjadi karena menjadikan koperasi sebagai soskoguru perekonomian berakibat pada sering diartikannya pengembangan koperasi perlu campur tangan pemerintah, dengan koperasi yang penuh dengan “pesan”
39
Erwin Atlizar, “Strategi Pemasaran Susu Sapi di Koperasi UPP Kaliurang Yogykarta”, dalam Abstrak Tesis, Universitas Gajah Mada: Tesis, 2004. 40 Pada tahun 1993-1996 tidak ditemukan data mengenai jumlah koperasi yang tidak aktif “Rekapitulasi Data Koperasi Seluruh Indonesia Tahun 1993-2010”, diakses pada www.depkop.go.id. 41 Revrisond Baswir, Manifesto Ekonomi Kerakyatan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hlm. 15.
DR. Ruslan Abdul Ghofur, M.S.I
konstiusional dan misi departemental, serta belum terbangunnya koperasi dinamis dalam menghadapi persaingan global.42 Meskipun kebijakan yang digulirkan pemerintah dengan menyediakan berbagai kemudahan dan fasilitas terhadap gerakan koperasi dilakukan, namun tanpa diikuti dengan upaya memecahkan permasalahan yang secara riil dihadapi koperasi baik masalah struktural, kulturan bahkan internal maupun eksternal secara tuntas. Serta menjadikan koperasi sebagai gerakan yang benar dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, maka koperasi akan tetap tidak berakar, tidak mampu menciptakan keadilan dan pemerataan ekonomi, serta tidak mampu menyelesaikan permasalahan ekonomi nasional dan bersaing pada tataran global. D. Koperasi Syariah Munculnya koperasi syariah tentunya diawali dengan adanya koperasi, dimana pada dasarnya koperasi syariah dengan koperasi umumnya sama hanya saja terdapat beberapa hal yang membedakan antara keduanya. Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan.43 Koperasi adalah perkumpulan otonom dari orang-orang yang bergabung secara sukarela untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi ekonomi, sosial dan budaya mereka yang melalui perusahaan yang dimiliki bersama dan diawasi secara demokrasi.44 Menurut KOSINDO (Koperasi Syariah Indonesia), koperasi syariah merupakan sebuah konversi dari koperasi konvensional 42
Mudrajat Kuncoro, Ekonomi Indonesia Dinamika Lingkungan Bisnis di Tengah Krisis Global (Yogyakarta: UPP STIM YKPN, 2009), hlm. 25. 43 Undang-undang RI No. 25 tahun 1992 tentang perkoperasian pada Bab 1 pasal 1 ayat (1) 44 hasil kongres ICA(Internasional Coorperative Aliance) di Manchester Inggris tanggal 23 September 1995
28
Pola Pemberdayaan UMKM dalam Meningkatkan Ekonomi pesantren
melalui pendekatan yang sesuai dengan syariat Islam dan peneladanan ekonomi yang dilakukan Rasulullah dan para sahabatnya. Konsep pendirian Koperasi Syariah menggunakan konsep Syirkah Mufawadhoh yakni sebuah usaha yang didirikan secara bersama-sama oleh dua orang atau lebih, masing-masing memberikan kontribusi dana dalam porsi yang sama besar dan berpartisipasi dalam kerja dengan bobot yang sama pula. Maka dari masing-masing partner saling menanggung satu sama lain dalam hak dan kewajiban. Dan tidak diperkenankan salah seorang memasukan modal yang lebih besar dan memperoleh keuntungan yang lebih besar pula dibanding dengan partner lainnya. Adapun asas usaha Koperasi Syariah berdasarkan konsep gotong royong, dan tidak dimonopoli oleh salah seorang pemilik modal.45 Koperasi adalah lembaga usaha yang dinilai cocok untuk memberdayakan rakyat kecil. Nilai-nilai koperasi juga mulia seperti keadilan, kebersamaan, kekeluargaan dan kesejahteraan bersama koperasi dalam islam disebut syirkah. Syirkah adalah salah satu bentuk kerjasama dagang dengan rukun dan syarat-syarat tertentu yang dalam hukum positif disebut dengan perserikatan dagang. Koperasi syariah secara teknis bisa dibilang sebagai koperasi yang prinsip kegiatan, tujuan dan kegiatan usahanya berdasarkan alquran dan assunnah. Pengertian umum koperasi syariah adalah badan usaha koperasi yang menjalankan usahanya dengan prinsipprinsip syariah. Apabila koperasi ini memiliki unit usaha produksi simpan pinjam, maka seluruh produk dan operasionalnya harus dilaksanakan dengan mengacu kepada fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia.46 Berdasarkan hal tesebut, maka koperasi syariah tidak diperkenankan berusaha dalam bidang-bidang didalamnya terdapat 45
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/04/undang-undang-koperasi-no-25-tahun-
1992/ 46
Atep Buffa S, dkk, Ekonomi Islam, makalah ilmu social politik, fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Jakarta, 2012, h. 17
DR. Ruslan Abdul Ghofur, M.S.I
unsure-unsur riba, masyir dan gharar. Disamping itu koperasi syariah juga tidak diperkenankan melakukan transaksi-transaksi derivative sebagaimana lembaga keuangan syariah lainnya juga. Konsep pendirian koperasi syariah: 1. Konsep pendirian Koperasi Syariah menggunakan konsep Syirkah Mufawadhoh yakni sebuah usaha yang didirikan secara bersamasama oleh dua orang atau lebih, masing-masing memberikan kontribusi dana dalam porsi yang sama besar dan berpartisipasi dalam kerja dengan bobot yang sama pula. 2. Masing-masing partner saling menanggung satu sama lain dalam hak dan kewajiban. Dan tidak diperkenankan salah seorang memasukan modal yang lebih besar dan memperoleh keuntungan yang lebih besar pula dibanding dengan partner lainnya. 3. Azas usaha Koperasi Syariah berdasarkan konsep gotong royong, dan tidak dimonopoli oleh salah seorang pemilik modal. Begitu pula dalam hal keuntungan yang diperoleh maupun kerugian yang diderita harus dibagi secara sama dan proporsional. Landasan Dasar Sistem Koperasi Syariah 1. Koperasi syariah berdasarkan syariah islam yaitu Al-Quran dan AsSunah dengan saling tolong menolong (ta’awun) dan saling menguatkan (takaful) 2. Koperasi syariah berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 3. Koperasi syariah berazazkan kekeluargaan. Prinsip syariah Islam yang harus diterapkan dalam operasional lembaga keuangan (koperasi) 1. Pelarangan riba dalam berbagai bentuknya; 2. Tidak mengenal konsep nilai waktu dari uang (time-value of money); 3. Konsep uang sebagai alat tukar bukan sebagai barang;
30
Pola Pemberdayaan UMKM dalam Meningkatkan Ekonomi pesantren
4. Tidak diperkenankan melakukan kegiatan yang bersifat spekulatif, anti maisir (gambling);dan 5. Tidak diperkenankan dua transaksi dalam satu akad. atau anti gharar (manipulasi); 6. Larangan menjalankan monopoli; 7. Memberikan dan mengelola zakat. Prinsip-prinsip koperasi syariah : a. Kekayaan adalah amanat Allah SWT yang tidak dapat dimiliki oleh siapapun secara mutlak. b. Manusia diberi kebebasan bermu’amalah selama bersama dengan ketentuan syariah. c. Manusia merupakan khalifah allah dan pemakmur di muka bumi. d. Menjunjung tinggi keadilan serta menolak setiap bentuk ribawi dan pemusatan sumber dana ekonomi pada segelintir orang atau sekelompok orang saja. Prinsip Koperasi (LKS) dalam Menjalankan Usaha: 1. Sistem bagi hasil, yaitu sistem yang meliputi tata kerja pembagian hasil usaha antara penyedia dana dan pengelola; 2. Sistem jual beli dengan margin keuntungan, yaitu suatu sistem yang menerapkan tata cara jual beli; 3. Sistem fee (jasa). Usaha koperasi syariah 1. Usaha koperasi syariah meliputi semua kegiatan usaha yang halal, baik dan bermanfaat serta menguntungkan dengan sistem bagi hasil dan tanpa riba, judi ataupun ketidakjelasan 2. Usaha menjalankan fungsi dan perannya, koperasi syariah menjalankan usaha sebagaimana tersebut dalam sertifikasi usaha koperasi 3. Usaha-usaha yang diselenggarakan koperasi syariah harus sesuai dengan fatwa dan ketentuan Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia. 4. Usaha-usaha yang diselenggarakan koperasi syariah harus tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
DR. Ruslan Abdul Ghofur, M.S.I
berlaku.
32
Pola Pemberdayaan UMKM dalam Meningkatkan Ekonomi pesantren
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan pelaksanaan kegiatan pelatihan pemberdayaan UMKM dalam meningkatkan ekonomi pesantren, dapat ditarik kesimpulan di antaranya: 1. Membuka cakrawala khalayah umum bahwa pesantren mampu menjadi contoh berkembangnya pendidikan Islam di Indonesia dengan kemandiriannya di bidang ekonomi. 2. Menambah pengetahuan dan pengalaman mengenai pemberdayaan UMKM dalam upaya meningkatkan kemandirian ekonomi pesantren sehingga pesantren mampu memenuhi kebutuhan operasional pendidikannya yang didanai dari UMKM yang telah dibentuk. 3. Membuka wawasan peserta untuk mengembangkan berbagai jenis usaha potensial yang dapat dikembangkan di pesantren khususnya dan di masyarakat pada umumnya. 4. Peserta mengetahui tentang konsep dasar ekonomi syariah serta akad-akad dalam muamalah sebagai pedoman dalam melaksanakan kegiatan operasional UMKM di pesantren. 5. Peserta memahami model pengelolaan UMKM dalam hal ini adalah koperasi pesantren dari aspek manajemen keuangan, pemasaran, manajemen sumber daya manusia serta proses penyusunan laporan keuangan sehingga pengelolaan koperasi pesantren sesuai dengan SOP Koperasi Syariah. 6. Menyiapkan peserta mampu bersaing di masyarakat secara mandiri dengan keahlian dan pengalaman usaha yang telah diperoleh melalui pengalaman wirausaha UMKM di pondok pesantren tempat mereka menimba ilmu.
DR. Ruslan Abdul Ghofur, M.S.I
B. Saran-Saran Dengan mengacu kepada kesimpulan di atas, kiranya kami tim pengabdian memberikan saran sebagai berikut: Pertama, bagi peserta pelatihan diharapkan untuk mengaplikasikan materi yang telah diberikan agar dapat mengembangkan UMKM salah satunya koperasi yang ada di sekitar pesantren sehingga mampu menambah pendapatan pesantren dan menjadikan pesantren mandiri secara ekonomi Kedua, bagi pesantren dan jajaran pengurus pesantren diharapkan memberikan respon positif serta dukungan terhadap kegiatan pelatihan dan untuk ditindak lanjuti sehingga materi pelatihan dapat segera diaplikasikan. Memberikan motivasi, arahan dan pendampingan terhadap jenis UMKM dalam hal ini koperasi syariah yang sudah dijalankan oleh pesantren sehingga lebih berdaya. Ketiga, bagi pengabdi untuk melanjutkan kegiatan pelatihan ke tahap pendampingan sehingga kegiatan ini berjalan secara maksimal sesuai dengan target yang ingin dicapai. Melakukan pendampingan dan evaluasi terhadap kegiatan pelatihan yang telah berjalan sehingga dapat diketahui seberapa jauh pengaruh adanya pelatihan terhadap perkembangan UMKM pondok pesantren.
24
Pola Pemberdayaan UMKM dalam Meningkatkan Ekonomi pesantren
DAFTAR PUSTAKA
Abimanyu, Anggito, Pembangunan Ekonomi dan Pemberdayaan Masyarakat Madani, Yogyakarta: PAU-FE UGM bekerjasama dengan BPFE, 2000. Arifin Sitio dan Halamoan Tamba, Koperasi Teori dan Praktek Jakarta: Erlangga, 2001. Atep Buffa S, dkk, Ekonomi Islam, makalah ilmu social politik, fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Jakarta, 2012. Depag RI, Pola Pengembangan Pondok Pesantren, Jakarta: Depag RI, 2005. DR. H. Moh Hatta sebagai salah seorang “Founding Father” Republik Indonesia, berusaha memasukkan rumusan perkoperasian di dalam “konstitusi”.Masngudi, Penelitian. Erwin Atlizar, “StrategiPemasaranSusuSapi di Koperasi UPP KaliurangYogykarta”, dalamAbstrakTesis,Universitas Gajah Mada: Tesis, 2004. Fedrik Benu, ”Ekonomi Kerakyatan dan Pemberdayaan Ekonomi Rakyat: Suatu Kajian Konseptual”, diakses pada www. ekonomirakyat. org/edisi 5/artikel 5. Ginanjar Kartasasmita, Pembangunan untuk Rakyat: Memadukan Pertumbuhan dan Pemerataan, Jakarta: Cesindo,1996. http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2009/10/masalah-koperasi-diindonesia. Warta Warga Universitas Gunadarma, Masalah Koperasi Di Indonesia, diakses pada 30 Oktober 2009. http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/04/undang-undangkoperasi-no-25-tahun-1992/ http://www.depkop.go.id/statistik-koperasi.html 15 Des 2009
DR. Ruslan Abdul Ghofur, M.S.I
Ibnoe Soedjono (et.al.,), Koperasi di Tengah Arus Globalisasi Jakarta: Yayasan Formasi, 1997. Ibnoe Soedjono, “Kebijaksanaan Koperasi: Beberapa Masalah dan Prospeknya”, dalam Hadi Susastro dkk (penyunting), Pemikiran dan Permasalahan Ekonomi di Indonesia dalam Setengah Abad TerakhirYogyakarta: Kanisius dan ISEI, 2005 Hadi Susastro dkk (penyunting), Pemikiran dan Permasalahan Ekonomi di Indonesia dalam Setengah Abad TerakhirYogyakarta: Kanisius dan ISEI, 2005. KementerianKoperasidan UMKM KwikKianGie, Gonjang-ganjingEkonomi Indonesia,Jakarta: Kompas, 1999. M Hatta Rajasa, ”Tekes Pidato Menko Perekonomian”, dalam Rapat Koordinasi Nasional Pemberdayaan Koperasi dan UMKM, 2009. M. Dawam Raharjo, “Muhammadiyah dan Nahdhatul Ulama: Reorientasi Wawasan Ekonomi”, dalam Muhammadiyan dan Nahdhatul Ulama………, M.
DawamRaharjo, Islam danTransformasiSosial-Ekonomi, Yogyakarta: PustakaPelajar, 1999.
Made Anataradan Anderson Guntur Komenaung, KinerjaKoperasi Unit Desa Di Provinsi Bali: Pendekatan Structural Equation Modelt.tp:t.p., t.th. Masngudi, PenelitianTentangSejarahPerkembanganKoperasi Indonesiat.tp.:BadanLitbangDepartemenKoperasi, 1990.
di
Mubyarto, “Ekonomi Rakyat Indonesia”, dalam makalah Seminar Pendalaman Ekonomi Rakyat, Jakarta, Financial Club,22 Januari 2002. Mudrajat Kuncoro, Ekonomi Indonesia Dinamika Lingkungan Bisnis di Tengah Krisis Global Yogyakarta: UPP STIM YKPN, 2009. Muhammad Syafi’I Antonio, “Bank Syariah dari Teori ke Praktik”, .Jakarta: Gema Insani Press, 2001.
26
Pola Pemberdayaan UMKM dalam Meningkatkan Ekonomi pesantren
MusliminNasution, Koperasi Menjawab Kondisi Ekonomi Nasional (Jakarta: Pusat Informasi Perkoperasian (PIP) dan LPEK, 2008. Noer Soetrisno, Rekonstruksi Pemahaman Koperasi (Mengukur Kekuatan Ekonomi Rakyat) Jakarta: INTRANS, 2001. NoerSutrisno, “Koperasi Untuk Mewujudkan Kebersamaan dan Kesejahteraan”, dalam Makalah Sarasehan Nasional: Memadukan Langkah Membangun Indonesia Masa Depan, Gerakan Jalan Lurus dan UNISULA, Semarang 12 April 2003. Nur Mahmudi Isma’il, “Strategi Pemberdayaan Umat dan Pencetakan SDM Unggul”, dalam Hotmatua Daulay dan Mulyanto (ed.), Membangun SDM dan Kapabilitas Teknologi Umat,Bandung: ISTECS, 2001. Nurman Hasibuan, “Oligopoli, Monopoli dan Konglomerasi” dalam Kumala Hadi (tim, ed.), Libralisasi Ekonomi dan Politik di Indonesia Yogyakarta: PPM FE UII dan Tiara Wacana. 1997. Rekapitulasi Data Koperasi Seluruh Indonesia Tahun 1993-2010”, diaksespadawww.depkop.go.id. Revrisond Baswir, Koperasi Indonesia Yogyakarta:BPFE, 2000. Revrisond Baswir, Manifesto Ekonomi Kerakyatan Yogyakarta: PustakaPelajar, 2009. Somarsidi, “Perkembangan KUD Dolopo dan Pengalaman Dalam Pengelolaan”, dalam Sri Edi Swasono (ed), Koperasi Di Dalam Orde Ekonomi Indonesia (Jakarta:UI Press, 1987. Sri EdiSwasono, Koperasi sebagai Mata kuliah di Universitas: Dapatkah Koperasi Menjadi Pilar Orde Ekonomi (Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan – Universitas Gadjah Mada, 2006 Sudjanadi R, “Koperasi Dalam Ekonomi Indonesia” dalam Sri Edi Swasono (ed.), Sistem Syafruddin Parwiranegara, Ekonomi dan Keuangan; Makna Ekonomi Islam,Jakarta: Haji Masagung, 1988.
DR. Ruslan Abdul Ghofur, M.S.I
Undang- UndangNomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil danMenengah (UMKM) Undang-undang RI No. 25 tahun 1992 tentang perkoperasian pada Bab 1 pasal 1 ayat (1) Warta, Masalah, 30 Oktober 2009.
28