Warta
Nomor 18 Tahun 2006
ISSN 1410-2021
Plasma Nutfah Indonesia Media Komunikasi Komisi Nasional Plasma Nutfah
Warta Plasma Nutfah Indonesia merupakan media komunikasi dan pemasyarakatan plasma nutfah, terbit secara berkala dua kali setahun. Redaksi menerima sumbangan naskah berupa artikel maupun berita (news) tentang keplasmanutfahan. Isi warta Plasma Nutfah Indonesia dapat dikutip tanpa izin Redaksi maupun penulis tetapi perlu menyebut sumbernya. Isi Nomor Ini Berita Utama Durian Lai dari Kalimantan Tengah Artikel Pengesahan Perjanjian Sumber Daya Genetik Tanaman untuk Pangan dan Pertanian Pengelolaan Plasma Nutfah di Daerah Berita Ditemukan, Gajah Kalimantan Wajah Baru Website Komnas Plasma Nutfah (http://www.indoplasma.or.id) Sidang Pertama Badan Pengatur Perjanjian Internasional Sumber Daya Genetik Tanaman untuk Pangan dan Pertanian
1
3 5 9
10
11
Aktivitas Komnas Sosialisasi Sistem Informasi Plasma Nutfah Pertanian (SIPNP) v1.5 untuk BPTP dan Komda Plasma Nutfah 15 Kongres Pertama Komisi Daerah Plasma Nutfah se-Indonesia 16 Apresiasi Grand Design Pengelolaan Plasma Nutfah serta Implementasi Akses dan Pembagian Keuntungannya Diskusi Panel Pengelolaan Plasma Nutfah Bagi Himpunan Mahasiswa Profesi Publikasi Baru
Papaken: Durian Lai dari Kalimantan Tengah
K
alimantan Tengah memiliki keanekaragaman sumber daya hayati buah-buahan tropis, tersebar di beberapa kabupaten, dengan tingkat produksi yang cukup tinggi dan menguntungkan karena nilai jualnya cukup tinggi dan digemari oleh masyarakat luas. Sebagian besar dari buah-buahan tersebut merupakan varietas lokal yang sudah umum dikenal, tetapi ada pula yang tidak dijumpai di tempat lain. Oleh penduduk setempat, pembedaan nama untuk masing-masing varietas lokal hanya berdasarkan penampilan visual, misalnya dari segi penampilan buah, bentuk buah, warna daging buah, tebal daging, dan ciri-ciri lainnya. Setiap varietas memiliki keunggulan tertentu. Untuk meningkatkan kualitas dan mutu buah-buahan Kalimantan Tengah diperlukan teknologi budi daya dan penanganan pascapanen yang tepat. Tetapi, tanpa disadari pembukaan hutan untuk areal perkebunan (kelapa sawit), pemukiman, dan industri kayu mengakibatkan hilangnya sumber daya genetik dan punahnya tanaman buah-buahan Kalimantan Tengah, yang sebagian besar terdapat di kawasan hutan dan sudah berabad-abad beradaptasi pada berbagai ekosistem. Hal ini merupakan tantangan dalam pelestarian buah-buahan Kalimantan Tengah. Perbaikan metode pemuliaan tanaman melalui rekayasa genetika diharapkan dapat mempertahankan keanekaragaman sumber daya hayati buah-buahan dengan sifat-sifat yang lebih unggul. Dari banyak jenis buah-buahan yang ada di Kalimantan Tengah, Papaken atau durian Lai adalah jenis buah-buahan yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan. Daging buah papaken yang masih muda dapat digunakan untuk sayur sedangkan daging buah yang sudah matang dapat disajikan sebagai buah meja, dibuat dodol, nastar, agar, sus papaken, dan lain-lain. Kulit buahnya dapat digunakan sebagai resep pembuatan mie. Durian Lai dari Kalimantan Tengah
17
18 20
Warta Plasma Nutfah Indonesia Nomor 18 Tahun 2006
1
Jenis Papaken Jenis Papaken yang dikenal di Kabupaten Barito Timur adalah sebagai berikut: 1. Papaken Kalahi: buah agak bulat, daging buah tipis, dan warnanya kuning tembaga. 2. Papaken Tayum: ciri-ciri buahnya hampir sama dengan Papaken Kalahi, tetapi buahnya agak bulat. 3. Papaken Angkarei: ciri-ciri buahnya hampir sama dengan Papaken Kalahi, namun pada umumnya buahnya kecil. 4. Papaken Baji: ciri buah agak lonjong, daging buah tebal dan warna kemerahan. 5. Papaken Dambung: ciri-ciri buahnya hampir sama dengan Papaken Baji, namun warna daging buah kekuning-kuningan agak pucat. Durian-durian lokal tersebut tumbuh di pekarangan penduduk, ladang, dan hutan tanpa perlakuan agronomi, sehingga produksinya tidak optimal. Teknik perbanyakan adalah secara generatif dari biji atau secara vegetatif dengan okulasi.
Gambar 1. Kondisi lingkungan durian lokal di Kalimantan Tengah yang sebagian besar merupakan kumpulan populasi yang membentuk hutan durian. Sumber: Dinas Pertanian Provinsi Kalimantan Tengah (2002).
Pada saat musim berbuah dan menjelang buah masak, pemilik tanaman membersihkan lokasi di sekitar pohon dan membuat pondok untuk menjaga buah durian yang sudah masak yang akan dijual kepada para pedagang yang datang ke lokasi setempat. Kegiatan ini berlangsung pada setiap musim durian.
c. Lubang atau kapur pertanian (dolomite) diberikan 0,5 kg per lubang.
Budi Daya
f. Bibit berasal dari biji hasil semaian atau okulasi dan ditanam tegak ke dalam lubang penanaman.
a. Membuat lubang berukuran 50 x 50 x 50 cm dengan jarak lubang 15 x 15 m.
d. Tanah campuran dimasukkan ke dalam lubang 2-3 minggu sebelum tanam. e. Satu minggu sebelum tanam diberi pupuk NPK (15-15-15) sebanyak 100 g ke dalam lubang tanam.
b. Tanah hasil galian dicampur dengan pupuk kandang dengan takaran 20 kg per lubang. Keragaan Diversitas
Warta Plasma Nutfah Indonesia Penanggung Jawab Ketua Komisi Nasional Plasma Nutfah Kusuma Diwyanto Redaksi Sugiono Moeljopawiro Husni Kasim Hermanto Ida N. Orbani Agus Nurhadi Alamat Redaksi Sekretariat Komisi Nasional Plasma Nutfah Jl. Tentara Pelajar 3A Bogor Tel./Faks. (0251) 327031
2
Asal Tipe buah Bentuk buah Tekstur kulit buah Panjang buah Lebar buah Berat buah Warna kulit buah Warna daging buah Rasa daging buah Panjang tangkai buah Jadwal berbuah Panen musiman Produktivitas per tahun/musim
: Tamiang Laying (Kabupaten Barito Timur) : Tidak rata : Bulat lonjong dan berduri : Kasar : 10,0-15,0 cm : 10,0 cm : 500 g : Kuning : Kuning : Manis : Pendek (3,5 cm) : September : Januari : 200-300 buah/pohon
Warta Plasma Nutfah Indonesia Nomor 18 Tahun 2006
Pemeliharaan Tanaman a. Tanaman diberi pupuk kandang 1-2 kali setahun sebanyak 20 kg per pohon. b. Pendangiran dilakukan pada tanah, di bawah tajuk dengan radius 1 m dari batang. c. Apabila tanaman sudah berbunga, diberikan pupuk buatan NPK (15-15-15) 500-700 g per pohon. d. Pemangkasan dilakukan pada dahan yang tidak produktif. e. Untuk merangsang pembungaan dilakukan pelukaan pada bagian batang. Papaken dapat berbuah pada umur 6-7 tahun
setelah tanam asal pemeliharaannya baik. Papaken umumnya dipanen pada bulan Januari, Februari, dan Maret. Berdasarkan tujuan penggunaan buah, papaken dapat dipetik pada umur yang berbeda: 1. Untuk konsumsi atau sayur biasanya dipetik 3-4 bulan setelah bunga muncul. 2. Untuk dikonsumsi segar, buah dibiarkan sampai matang di pohon 4-5 bulan setelah bunga muncul, yang ditandai dengan: - Kulit buah (duri buah agak tumpul)
- Kulit warna buah sudah berubah dari hijau menjadi kekuning-kuningan atau kemerah-merahan. Pascapanen
Setelah terlihat tua, buah dipanen dan diperam dalam karung 2-3 hari dan apabila sudah masak langsung dijual ke pasar. Buah Papaken diminati oleh masyarakat Kalimantan Tengah karena rasanya yang enak. ♦ Amik Krismawati BPTP Kalimantan Tengah
♦ ARTIKEL
PENGESAHAN PERJANJIAN SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN UNTUK PANGAN DAN PERTANIAN
L
ima tahun lalu dalam suatu konferensi, FAO menerima International Treaty on Plant Genetic Resources for Food and Agriculture (IT-PGRFA) sebagai traktat internasional (perjanjian) menyangkut sumber daya genetik tanaman (SDGT) untuk pangan dan pertanian yang sebelumnya merupakan rancangan International Understaking on Plant Genetic Resources for Food and Agriculture. Hal ini selaras dengan Convention on Biological Diversity (CBD) yang telah diratifikasi melalui UU Nomor 5 Tahun 1994. Tujuan dibentuknya perjanjian tersebut adalah dalam upaya pelestarian dan pemanfaatan SDGT untuk pangan dan pertanian secara berkelanjutan dan pembagian keuntungan secara adil dan merata yang berasal dari pemanfaatannya (access and benefit sharing = ABS) dan untuk
keberlanjutan pembangunan pertanian dan ketahanan pangan. Traktat ini merupakan dasar untuk melindungi hak-hak petani (Farmers’ Rights) dan komunitasnya termasuk pengetahuan tradisional (indigenous knowledge), pembagian keuntungan untuk pelestarian dan pengembangan SDGT menurut peraturan/kebijakan nasional. Pengaturan akses dan pembagian keuntungan dilakukan secara transparan terhadap sekitar 64 tanaman dan hijauan pakan utama. Pengaturan pengalihan SDGT (material transfer agreement = MTA) dalam multilateral system (MS) akan ditentukan oleh Governing Body (GB) yang terdiri dari para pihak yang diberlakukan setelah tercapai jumlah 40 negara meratifikasi IT-PGRFA. Agar swasembada pangan dapat diwujudkan dan dipertahan-
Warta Plasma Nutfah Indonesia Nomor 18 Tahun 2006
kan, Indonesia masih memerlukan berbagai varietas tanaman pangan. Dengan keterbatasan koleksi SDGT yang dimiliki lembaga penelitian di Indonesia, diperlukan akses yang mudah untuk mendapatkan SDGT pangan dan pertanian dari lembaga internasional atau negara lain. Hal ini akan mudah diwujudkan bila Indonesia meratifikasi Traktat Internasional (perjanjian) ini. Negara yang tidak meratifikasi perjanjian tidak dapat memanfaatkan fasilitas ‘sistem multilateral’, tetapi harus melakukan perjanjian secara bilateral yang memakan waktu lama dan membutuhkan biaya yang lebih besar. Apabila perjanjian tersebut diratifikasi/diaksesi sebelum waktu yang telah ditentukan maka Indonesia mempunyai peluang untuk menjadi anggota Badan Pengatur (Governing Body). Badan Pengatur tersebut memiliki kewe-
3
nangan dan hak dalam menetapkan Standard MTA, pembagian keuntungan, cakupan tanaman yang akan diatur (dikemudian hari), serta hal-hal lain seperti iuran untuk negara berkembang. Oleh sebab itu, perlu diupayakan agar Indonesia dapat sesegera mungkin meratifikasi perjanjian ini dan mendepositkannya ke Sekretariat Jenderal Food and Agriculture Organization (FAO) sebelum tanggal yang telah ditetapkan. Melalui berbagai upaya dan pendekatan kepada berbagai pihak, Indonesia telah memiliki Undang-Undang tentang Pengesahan Perjanjian Sumber Daya Genetik Tanaman untuk Pangan dan Pertanian. Dengan demikian, Indonesia kini telah menjadi badan pengatur perjanjian ini. Disahkannya UU Nomor 4 Tahun 2006 adalah salah satu bentuk kinerja Komnas Plasma Nutfah yang didukung oleh berbagai pihak. Kronologis pengesahan RUU PSDGTPP (IT-PGRFA) menjadi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2006 12 Januari 2006 Presiden RI Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan Amanat Presiden (AMPRES) yang ditujukan kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat-Republik Indonesia yang berisi Rancangan UndangUndang Pengesahan IT-PGRFA (Perjanjian Mengenai Sumber Daya Genetik Tanaman untuk Pangan dan Pertanian) untuk dibahas bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat, guna mendapatkan persetujuan. Presiden dalam amanatnya menugaskan Menteri Pertanian dan Menteri Luar Negeri untuk mewakili Presiden RI dalam pembahasan tersebut.
4
17 Januari 2006 Sidang Paripurna DPR-RI. Dalam sidang tersebut antara lain dibicarakan AMPRES tentang permintaan Presiden RI kepada Pimpinan DPR-RI untuk membahas Rancangan Undang-Undang mengenai Pengesahan Perjanjian tentang Sumber Daya Genetik Tanaman untuk Pangan dan Pertanian bersama-sama Menteri Pertanian dan Menteri Luar Negeri RI sebagai wakil pemerintah. Sidang memutuskan untuk menyerahkan pembahasan RUU ini melalui Badan Musyawarah (BAMUS). 25 Januari 2006 Penyampaian Bahan Pidato Menteri Pertanian RI sebagai Keterangan Pemerintah dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang mengenai Pengesahan Perjanjian tentang Sumber Daya Genetik Tanaman untuk Pangan dan Pertanian. 7 Pebruari 2006 Sidang Paripurna DPR-RI membahas Panitia Khusus (PANSUS) atau Komisi yang ditugaskan untuk membahas Rancangan Undang-Undang mengenai Pengesahan Perjanjian tentang Sumber Daya Genetik Tanaman untuk Pangan dan Pertanian bersama wakil pemerintah, yaitu Menteri Pertanian RI. Sidang Intern Komisi IV DPR RI yang diselenggarakan pada hari Selasa, tanggal 7 Pebruari 2006, menerima laporan BAMUS bahwa Mengingat Komisi I DPR sudah mempunyai jadwal acara yang cukup padat dalam menangani 5 buah RUU, maka ditetapkan oleh BAMUS, bahwa Komisi IV untuk menangani pembahasan RUU PSDGTPP, mengingat substansi RUU ini adalah Sektor Pertanian. Selain itu juga telah disahkan jadwal acara rapat untuk pembahasan RUU PSDGTPP serta mekanisme pembahasan yang telah disusun. Dalam Rapat Komisi IV ini juga diputuskan untuk
menyelenggarakan Rapat Kerja Komisi IV DPR dengan mengundang Mentan dan Menlu untuk mendengarkan keterangan pemerintah melalui Pidato Mentan. 9 Pebruari 2006 Rapat Kerja Komisi IV DPR RI dengan Mentan dan Menlu telah menetapkan untuk melakukan pembahasan RUU PSDGTPP dalam Panitia Kerja (PANJA) Komisi IV selama tiga hari, yaitu pada tanggal 17, 18, dan 19 Pebruari 2006. Sebelum pembahasan tersebut akan dilakukan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan dua orang Nara Sumber dari Universitas Pajajaran (UNPAD), yaitu Prof. Dr. Achmad Baihaki dan Dr. Hermanto Siregar dari Institut Pertanian Bogor (IPB) pada hari Rabu, tanggal 15 Pebruari 2006. 23 Pebruari 2006 Komisi IV DPR-RI kembali menggelar Rapat Kerja dengan Mentan dan Menlu yang diwakili oleh Direktur Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional Edi Pratomo, dalam RAKER tersebut selain Mentan, hadir pula Kepala Badan Litbang Pertanian. Mentan dalam kesempatan ini membacakan jawaban pemerintah atas pertanyaanpertanyaan yang diajukan oleh Anggota Komisi IV DPR-RI pada RAKER tanggal 9 Pebruari dan pada saat RDPU dengan dua pakar (Prof. Dr. Achmad Baihaki dari UNPAD dan Dr. Hermanto Siregar dari IPB) pada tanggal 15 Pebruari 2006. Secara aklamasi Komisi IV DPR-RI menerima hasil pembahasan PANJA terhadap RUU tentang Pengesahan PSDGTPP dan akan melaporkannya kepada BAMUS. 23 Pebruari 2006 telah menyampaikan hasil Pembahasan RUU dalam RAKER Komisi IV DPR dengan Mentan dan Menlu. Selanjutnya PANJA melaporkan
Warta Plasma Nutfah Indonesia Nomor 18 Tahun 2006
hasil tersebut kepada Komisi IV dan BAMUS.
ta jajarannya hadir dalam Sidang Paripurna ini.
28 Pebruari 2006 DPR-RI menyelenggarakan Sidang Paripurna ke-23 masa sidang III Tahun Sidang 2005-2006 dengan acara: Pembicaraan Tingkat II/ Pengambilan Keputusan terhadap RUU tentang Pengesahan ITPGRFA (PSDGTPP). Sidang Paripurna memutuskan bahwa DPRRI menerima dan mengesahkan Undang-Undang tentang Pengesahan IT-PGRFA. Mentan dan Menlu ad interim Menteri Koordinator Polkam dan Hukum beser-
10 Maret 2006 Mentan mengirimkan surat untuk mendepositkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2006 ini ke Sekretariat Treaty di Roma, sehingga sejak hari itu Indonesia tercatat sebagai anggota Dewan Pengatur Treaty. Dengan demikian, Indonesia mempunyai hak suara sebagai anggota Badan Pengatur. Kedudukan Indonesia sebagai anggota Badan Pengatur ini langsung dimuat dalam daftar di situs FAOTreaty.
20 Maret 2006, Presiden RI menandatangani Undang-Undang tentang Pengesahan PSDGTPP sebagai Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2006. Undang-Undang ini dicatat sebagai Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2006, Sedangkan Penjelasan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2006 dicatat sebagai Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4612. ♦ Agus Nurhadi Komnas PN
Pengelolaan Plasma Nutfah di Daerah
E
ra otonomi daerah diharapkan mampu memberikan semangat bagi seluruh masyarakat untuk mempercepat pembangunan, termasuk pengelolaan plasma nutfah daerah. Hingga saat ini belum banyak masyarakat di daerah yang telah menyadari dan memahami arti, fungsi, dan kegunaan plasma nutfah. Hal ini akan berdampak terhadap status plasma nutfah di daerah. Di sisi lain, negara tetangga dan negara maju tergiur dengan kekayaan plasma nutfah yang ada di daerah. Dengan berbagai dalih mereka telah mengambilnya disadari atau tidak, untuk dibawa dan dikembangkan di negara mereka tanpa kompensasi apa-apa. Oleh karena itu, sudah merupakan suatu keharusan bagi daerah untuk memberi perhatian yang lebih besar terhadap pengelolaan plasma nutfah. Untuk itu, perlu segera disiapkan elemenelemen yang diperlukan dalam pengelolaan plasma nutfah, baik
perangkat keras maupun perangkat lunaknya. Beberapa daerah telah memiliki kesiapan yang lebih baik dalam pengelolaan plasma nutfah. Hal ini antara lain tercermin dari terbentuknya Komisi Daerah (Komda) Plasma Nutfah. Daerah yang telah membentuk Komda Plasma Nutfah adalah Provinsi Lampung, Banten, dan Sumatera Selatan (tahun 2003). Gudang Plasma Nutfah
wasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam. Kawasan Suaka Alam meliputi Cagar Alam dan Suaka Margasatwa, sedangkan Kawasan pelestarian alam meliputi Taman Nasional, Taman Nasional Laut, Taman Hutan Wisata, Taman Wisata Alam, dan Taman Buru. Pengertian beberapa kawasan konservasi tersebut dapat dijelaskan berikut ini (UU Nomor 5 Tahun 1990):
Sebagian besar plasma nutfah liar terdapat di berbagai tipe kawasan konservasi, sedangkan plasma nutfah dari varietas/strain yang telah didomestikasi umumnya berada di lahan budi daya (on farm conservation) yang telah diusahakan sejak lama.
• Kawasan Suaka Alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di darat maupun perairan, yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa, ekosistemnya juga berfungsi sebagai wilayah penyangga kehidupan.
Kawasan konservasi merupakan gudang plasma nutfah, baik tumbuhan, satwa liar, maupun jasad renik. Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990, konservasi in situ dilakukan di ka-
• Cagar Alam adalah kawasan suaka alam yang karena keadaan alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa, dan ekosistem yang perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara alami.
Warta Plasma Nutfah Indonesia Nomor 18 Tahun 2006
5
• Suaka Margasatwa adalah kawasan suaka alam yang mempunyai ciri khas berupa keanekaragaman dan/atau keunikan jenis satwa yang untuk kelangsungan hidupnya dapat dilakukan pembinaan terhadap habitatnya. • Kawasan Pelestarian Alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di darat maupun perairan, yang mempunyai fungsi perlindungan bagi penyangga kehidupan, keanekaragaman tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya hayati dan ekosistemnya. • Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang
mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budi daya, pariwisata, dan rekreasi. • Taman Hutan Raya adalah kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa alami atau buatan, jenis asli dan atau bukan asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budi daya, budaya, pariwisata, dan rekreasi. • Taman Wisata Alam adalah kawasan pelestarian alam yang
Berbagai institusi di daerah yang telah berperan dalam pelestarian dan pemanfaatan plasma nutfah Institusi
Peranan
Ruang dan komoditas
Balai Penelitian (pertanian)
Penelitian, koleksi
Ex situ dan on-farm, tanaman, ternak, ikan (budi daya)
BPTP
Pengkajian, koleksi
Ex situ dan on-farm, tanaman, ternak, ikan (budi daya)
B/SB-KSDA
Kebijakan, koordinasi. perlindungan
In situ, plasma nutfah liar
Dinas (pertanian)
Kebijakan, perlindungan, pemanfaatan
Ex situ dan on-farm, pemanfaatan, plasma nutfah budi daya
TN/TNL/TL
Perlindungan, pengawetan
In situ, plasma nutfah liar
Perguruan tinggi
Pendidikan, pelatihan, penelitian, koleksi
Ex situ, plasma nutfah liar dan plasma nutfah budi daya
LSM
Penyuluhan, pelatihan, pengkajian,
-
Perusahaan jamu
Pemanfaatan
In situ dan ex situ, plasma nutfah liar dan plasma nutfah budi daya
Perorangan (peminat)
Koleksi, pemanfaatan
Ex situ, plasma nutfah budi daya
Petani
Perlindungan, pemanfaatan, koleksi
Ex situ dan on-farm, tanaman, ternak, ikan (budi daya)
Perangkat Pengelolaan Saat ini terdapat beberapa instansi pemerintah yang mempunyai kegiatan berkaitan dengan plasma nutfah, yaitu dalam bentuk penentu kebijakan (Dinas Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Perikanan, Peternakan), lembaga penelitian (Balai Penelitian Komoditas Pertanian, BPTP), lembaga pengajaran atau pendidikan (perguruan tinggi). Di beberapa daerah terdapat pula LSM yang memfokuskan kegiatan pada pelestarian plasma nutfah, baik dalam bentuk koleksi maupun advokasi. Perusahaan jamu atau obatobatan tradisional yang memanfaatkan plasma nutfah tumbuhan obat secara tidak langsung turut berperan dalam pelestarian plasma nutfah di daerah. Petani yang secara tradisional dan turun-temurun telah memanfaatkan dan melestarikan plasma nutfah tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, obat-obatan, hewan ternak, dan ikan. Kegiatan pelestarian dan pemanfaatan oleh berbagai pihak tersebut pada umumnya dilakukan secara sendiri-sendiri, belum terkoordinasi. Hal ini terutama disebabkan oleh latar belakang, motivasi, dan tujuan yang berbeda. Untuk itu dibutuhkan suatu wadah yang dapat mengkoordinasikan berbagai pihak di daerah dalam pelestarian dan pemanfaatan plasma nutfah.
Aktivitas yang Diperlukan
BPTP = Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, B/SB-KSDA = Balai/Sub Balai Konservasi Sumber Daya Alam, TN/TNL/TL = Taman Nasional/Taman Nasional Laut/Taman Laut, LSM = Lembaga Swadaya Masyarakat.
6
terutama dimanfaatkan untuk pariwisata dan rekreasi alam.
Pengelolaan plasma nutfah mencakup upaya pelestarian dan
Warta Plasma Nutfah Indonesia Nomor 18 Tahun 2006
pemanfaatannya. Menurut FAO (1996), di antara banyak kegiatan berkaitan dengan sumber daya genetik tanaman dapat dikelompokkan kedalam empat kegiatan utama, yaitu:
naman dan keanekaragaman yang lebih luas, • Mempromosikan pengembangan dan komersialisasi tanaman dan spesies yang tidak dimanfaatkan,
1. Konservasi in situ dan pengembangan
• Mendukung produksi dan penyebaran benih,
• Survei dan inventarisasi sumber daya genetik untuk pangan dan pertanian,
• Mengembangkan pasar baru bagi varietas lokal dan keanekaragaman produk.
• Mendukung pengelolaan dan perbaikan on-farm dari sumber daya genetik untuk pangan dan pertanian,
4. Pembangunan kelembagaan dan SDM, meliputi:
• Membantu petani dalam situasi bencana untuk memulihkan sistem pertanian, • Mempromosikan konservasi in situ dari kerabat tanaman liar dan tumbuhan liar untuk produksi pangan. 2. Konservasi ex situ
• Membangun program nasional yang kuat, • Mempromosikan jaring kerja, • Membangun sistem informasi yang komprehensif, • Membangun sistem pemantauan dan peringatan dini,
• Mempertahankan koleksi ex situ yang telah ada,
• Memperluas dan memperbaiki pendidikan dan pelatihan,
• Meregenerasi aksesi ex situ yang terancam punah,
• Mempromosikan kesadaran masyarakat.
• Mendukung pengembangan koleksi sumber daya genetik untuk pangan dan pertanian yang direncanakan dan ditargetkan,
Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990, konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dilakukan melalui kegiatan (1) perlindungan sistem penyangga kehidupan, (2) pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, dan (3) pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Berdasarkan atas hal tersebut, maka dapat diidentifikasi komponen-komponen yang diperlukan dalam pengelolaan plasma nutfah di daerah, meliputi:
• Memperluas kegiatan konservasi ex situ. 3. Pemanfaatan sumber daya genetik tanaman • Memperluas karakterisasi dan evaluasi serta jumlah koleksi utama untuk memfasilitasi pemanfaatannya, • Meningkatkan upaya perbaikan genetik dan upaya perluasan dasar, • Mempromosikan pertanian yang berkelanjutan melalui diversifikasi produksi ta-
1. Kelembagaan
Warta Plasma Nutfah Indonesia Nomor 18 Tahun 2006
Diperlukan adanya suatu kelembagaan yang dapat berfungsi sebagai koordinator yang memikirkan dan membuat kebijakan pengelolaan plasma nutfah di daerah. Lembaga yang dimaksud adalah Komisi Daerah (Komda) Plasma Nutfah. Status Komda dapat merujuk pada status Komnas yang disesuaikan dengan tingkat daerah. Komda merupakan lembaga normatif, nonstruktural. Anggota Komda terdiri atas perwakilan dari berbagai pemangku kepentingan plasma nutfah, baik dari instansi pemerintah, swasta, perguruan tinggi, LSM, masyarakat adat, dan sebagainya. Tugas Komda antara lain (a) memberikan saran kepada Kepala Daerah mengenai pelaksanaan dan pengaturan pelestarian dan pemanfaatan plasma nutfah di daerah, (b) memberikan masukan kepada Kepala Daerah tentang hal-hal yang berkaitan dengan pengkajian dan pemilihan teknologi yang dapat diterapkan dalam pelestarian dan pemanfaatan plasma nutfah, (c) melakukan evaluasi perkembangan dari upaya pelestarian dan pemanfaatan plasma nutfah, (d) mempromosikan pentingnya plasma nutfah khas daerah dan pelestarian, pemanfaatan, dan pengembangannya, dan (e) menjalani hubungan kerja dengan Komnas Plasma Nutfah. 2. Perangkat Hukum Menyediakan peraturan-peraturan daerah yang diperlukan dalam pengelolaan plasma nutfah, baik yang menyangkut struktur organisasi, perlindungan plasma nutfah, pemanfaatannya, maupun mekanisme pengelolaannya. 3. Sumber Daya Manusia (SDM)
7
Keberadaan SDM yang memiliki kompetensi dalam pengelolaan plasma nutfah akan sangat menentukan keberhasilan pelestarian dan pemanfaatannya. Secara garis besar SDM yang berperan dalam pengelolaan plasma nutfah dapat dikelompokkan kedalam lima kategori, yaitu (a) pengambil kebijakan, (b) peneliti, (c) pelaku bisnis, (d) pengguna (industri, petani), dan (e) penegak hukum. Masing-masing kelompok memiliki peranan sendiri menurut profesinya, tetapi mereka harus mempunyai pemahaman dan persepsi yang sama tentang keberadaan plasma nutfah daerah. Peran tersebut diintegrasikan ke dalam satu kepentingan untuk pelestarian dan pemanfaatan plasma nutfah. 4. Informasi dan Komunikasi Data dan informasi mengenai jenis-jenis dan penyebaran plasma nutfah di daerah harus diinventarisasi, termasuk status kelangkaannya, upaya pelestarian dan pemanfaatan yang telah dilakukan. Selain untuk keperluan pengelolaan, informasi tentang plasma nutfah diperlukan untuk tujuan promosi bagi para investor. Untuk itu, informasi tersebut harus dikomunikasikan ke berbagai pihak secara baik.
plasma nutfah, sehingga akan diperoleh kesamaan persepsi dalam pelestarian dan pemanfaatannya. 6. Membentuk Jaringan Plasma Nutfah
Kerja
Komda Plasma Nutfah hendaknya memiliki kemampuan untuk menjalin komunikasi dengan sesama Komda dari daerah lain dan dengan Komnas Plasma Nutfah. Dengan demikian, semua pihak dapat mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang diperlukan dalam pengelolaan plasma nutfah. Selain itu juga perlu terjalin komunikasi antar semua elemen pemangku kepentingan plasma nutfah di daerah maupun di tingkat nasional. 7. Dana Komda Plasma Nutfah sebagai lembaga yang mengkoordinasikan dan mendorong pelestarian dan pemanfaatan plasma nutfah memerlukan ketersediaan dana secara teratur agar dapat melakukan kegiatannya. Sebagai dana dasar diharapkan dapat disediakan secara teratur dari Anggaran Belanja Pemda. Selain itu, kebutuhan dana diharapkan dapat disediakan oleh para donatur, baik dari dunia usaha maupun pelaku bisnis dan masyarakat.
5. Kesadaran para Pemangku Kepentingan
Pembentukan Komisi Daerah Plasma Nutfah dan Peranannya
Langkah awal pengelolaan plasma nutfah adalah memberikan pemahaman terhadap semua elemen pemangku kepentingan mengenai pentingnya plasma nutfah bagi kesejahteraan masyarakat maupun bagi pembangunan daerah. Hal ini merupakan dasar bagi tumbuhnya kesadaran tentang arti
Sebagai landasan bagi pengelolaan plasma nutfah di daerah diperlukan suatu institusi nonstruktural yang berfungsi sebagai koordinator dan pendorong upaya pelestarian dan pemanfaatan plasma nutfah. Di beberapa daerah telah terbentuk Komda Plasma Nutfah.
8
Komda Plasma Nutfah beranggotakan perwakilan dari elemen-elemen pemangku kepentingan plasma nutfah. Dari pengambil kebijakan meliputi dinasdinas yang terkait dengan plasma nutfah, yaitu Dinas Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Perikanan, Peternakan; Bapedalda; Dinas Industri dan Perdagangan. Dari akademisi dan peneliti meliputi perguruan tinggi, balai penelitian komoditas pertanian, BPTP; pelaku bisnis (misal industri jamu, obat-obatan); LSM; masyarakat adat. Dalam operasional kerjanya, Komda Plasma Nutfah mengembangkan komunikasi yang harmonis dan menjalin jaringan kerja dengan segenap elemen pemangku kepentingan. Dengan demikian, Komda PN dapat berfungsi secara aktif menjalinkan dan menghubungkan berbagai elemen pemangku kepentingan yang satu dengan yang lain. Berdasarkan Visi Komnas Plasma Nutfah (Diwyanto dan Setiadi 2003) dapat ditetapkan Visi Komda Plasma Nutfah, dengan pertimbangan bahwa plasma nutfah atau sumber daya genetik merupakan modal yang sangat penting dalam (a) mewujudkan ketahanan pangan nasional, (b) pengembangan sistem dan usaha agribisnis, serta (c) dalam upaya memberdayakan masyarakat di pedesaan agar berkehidupan lebih baik melalui penciptaan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan petani. Oleh karena itu, sumber daya genetik pertanian harus dimanfaatkan secara berkelanjutan bagi kesejahteraan masyarakat luas. Pandangan tersebut dapat terwujud bila Komda Plasma Nutfah dapat berfungsi sebagai suatu organisasi koordinatif yang tangguh dan didukung oleh personel yang mempunyai integritas dan kepakaran yang relevan. Komisi juga harus mampu mengantisipasi per-
Warta Plasma Nutfah Indonesia Nomor 18 Tahun 2006
kembangan yang terjadi di tingkat lokal, nasional, regional, maupun global. Untuk itu, perlu disusun suatu program yang mencakup beberapa aspek, yang disesuaikan dengan tugas dan fungsinya. Berdasarkan atas faktor-faktor yang diperlukan dalam pengelolaan plasma nutfah daerah, serta fungsi Komda, maka program utama dari Komda Plasma Nutfah meliputi: 1. Konsolidasi anggota dan pemberdayaan Komda, 2. Koordinasi secara teratur dengan elemen-elemen pemangku kepentingan plasma nutfah dan mengembangkan jaringan komunikasi dan jaringan kerja, 3. Mengikuti pelatihan dan apresiasi tentang pelestarian dan pemanfaatan plasma nutfah,
4. Menyelenggarakan pelatihan bagi elemen-elemen pemangku kepentingan tentang pelestarian dan pemanfaatan plasma nutfah, 5. Mendorong dilakukan inventarisasi plasma nutfah di daerah, meliputi penyebaran, potensi, status kelangkaan, upaya pelestarian dan pemanfaatannya, 6. Mendorong dilakukan pemantauan atas keberadaan plasma nutfah seara teratur, 7. Melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang pentingnya plasma nutfah, serta upaya pelestarian dan pemanfaatannya, 8. Menyiapkan peraturan-peraturan daerah yang diperlukan untuk mendukung upaya pengelolaan plasma nutfah (antara lain tentang kerja sama
dengan lembaga/pihak di Indonesia maupun dengan pihak asing, tentang akses dan pembagian keuntungan yang adil), 9. Mendorong BPTP dan perguruan tinggi untuk mengkaji teknologi yang sesuai diterapkan dalam pelestarian dan pemanfaatan plasma nutfah daerah, 10. Mendorong upaya komersialisasi dan pemanfaatan secara lestari plasma nutfah daerah, 11. Mengupayakan terbitnya publikasi tentang seluk-beluk plasma nutfah daerah dan kegiatan yang telah dilakukan oleh Komda Plasma Nutfah. ♦ Dr. Machmud Thohari Komnas PN/ Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi IPB
♦ BERITA
DITEMUKAN, GAJAH KALIMANTAN
M
erupakan hewan terbesar di daratan, gajah telah dimanfaatkan oleh manusia untuk berbagai keperluan, terutama mengangkut kayu dari hutan ke pemukiman. Di beberapa daerah, gajah dibina untuk mampu memberikan pertunjukan melalui acara sirkus. Gajah Asia atau gajah India mempunyai nama latin (ilmiah) Elephas maximus, termasuk hewan menyusui (kelas mammalia) dan bertulang belakang (sub-phylum vertebrata), gajah adalah hewan herbivora (pemakan tumbuhan). Di Indonesia, keberadaan gajah hanya dilaporkan di Sumatera
dan Jawa. Dalam Kongres Pertama Komda Plasma Nutfah seIndonesia yang diselenggarakan 1-2 Agustus 2006 di Balikpapan, Kalimantan Timur, dilaporkan ditemukan gajah di Desa Sekikilan, Kecamatan Sebuku, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur. Gajah tersebut ditemukan pada bulan Juni 2006. Untuk memastikan kebenaran laporan tersebut telah dibentuk Tim Investigasi yang diketuai oleh IGNN Sutedja dan beranggotakan Jumanto (Camat Sebuku), Danang Aggoro dan Hendriadi Dasra (BKSDA Kaltim), Aam Wijaya, Joni Simatupang, dan Samsul Ulum (WWF Indonesia). Tim Investigasi berhasil
Warta Plasma Nutfah Indonesia Nomor 18 Tahun 2006
mendokumentasikan gajah tersebut dengan video. Fakta ini membuktikan bahwa gajah juga terdapat di Kalimantan, tidak hanya di Sumatera dan Jawa sebagaimana yang dilaporkan selama ini. ♦ Balai Konservasi Sumberdaya Alam Kalimantan Timur
9
Wajah Baru Website Komnas Plasma Nutfah (http://www.indoplasma.or.id)
W
ebsite Komisi Nasional Plasma Nutfah, sejak di-launching pada 7 Desember 2005, telah diperbaharui dan mulai Juli 2006 hadir dengan tampilan baru. Fitur yang ditampilkan tidak begitu jauh berbeda dengan tampilan versi sebelumnya. Hanya saja materi informasi yang ditampilkan telah ditambah dan diperbaharui dengan berbagai materi informasi yang lebih baru. Demikian pula dengan database plasma nutfah, telah ditambahkan dan diperbaharui datadata baru dari beberapa simpul. Diharapkan bahwa beberapa simpul institusi yang belum menampilkan data koleksi plasma nutfah pertanian yang dikelolanya, dapat segera menyusul. Pada halaman publikasi, disajikan berbagai materi publikasi dalam bentuk buletin, jurnal ilmiah, maupun buku. Di halaman ini pengunjung akan memperoleh materi publikasi secara penuh (full-text) dalam bentuk file elektronik berformat PDF. Untuk mengakomodasi berbagai saran dan permintaan, direncanakan akan ditambahkan pula bahan pustaka acuan mengenai daftar deskriptor standar (descriptor list) dari berbagai komoditas plasma nutfah tanaman pertanian. Untuk beberapa macam komoditas seperti padi, talas, jagung, sorgum, anggrek, dan anthurium telah diterbitkan panduan karakterisasi dan evaluasi dalam bentuk buku berbahasa Indonesia. Bahanbahan pustaka tersebut diharapkan akan dapat membantu para kurator maupun praktisi pemerhati plasma nutfah pertanian lainnya dalam melakukan kegiatan karak-
10
terisasi dan evaluasi plasma nutfah tanaman pertanian.
dan dapat diakses pada halaman ‘Arsip Artikel’.
Secara terinci, bagian-bagian yang diperbaharui meliputi:
Halaman publikasi: materi di-
Disain
(rancangan) website, sebagaimana diperlihatkan pada gambar.
perbaharui dengan menambahkan beberapa bahan publikasi yang diterbitkan oleh KNPN. Bahan publikasi yang disajikan meliputi:
Struktur menu: tidak meng-
o Warta Plasma Nutfah Indo-
alami banyak perubahan dibandingkan dengan versi sebelumnya. Kali ini menu dikelompokkan sebagai berikut: Profil KNPN (Sejarah, Visi dan Misi, Program), Jejaring Kerja (Database Plasma Nutfah, Forum Diskusi, Link), Administrasi (Login, Kontak Kami, Webmaster). Halaman profil KNPN: ditam-
bahkan informasi baru mengenai kepengurusan KNPN. Penambahan
halaman baru: halaman ‘Agenda’ dan ‘Webmaster’. Halaman agenda berisi mengenai kegiatan terbaru yang dilakukan KNPN, sedangkan halaman webmaster berisi informasi mengenai para pengelola website.
Halaman berita: materi diper-
baharui dengan menambahkan beberapa berita terbaru yang berkaitan dengan plasma nutfah. Materi berita-berita yang terdahulu selanjutnya disajikan dan dapat diakses pada halaman ‘Arsip Berita’. Halaman artikel: materi diper-
baharui dengan menambahkan beberapa artikel terbaru yang berkaitan dengan plasma nutfah. Materi artikel-artikel yang terdahulu selanjutnya disajikan
nesia.
o Buletin Plasma Nutfah. o Buku Seri Mengenal Plas-
ma Nutfah Tanaman Pangan.
o Buku Seri Mengenal Plas-
ma Nutfah Tanaman Perkebunan.
o Buku Panduan Sistem Ka-
rakterisasi dan Tanaman Padi.
Evaluasi
o Buku Panduan Karakterisa-
si Tanaman Hias: Anggrek dan Anthurium.
o Buku Panduan Karakterisa-
si Tanaman Pangan: Jagung dan Sorgum.
o Buku Panduan Karakterisa-
si dan Evaluasi Plasma Nutfah Talas.
o Buku Panduan Pembentuk-
an Komisi Daerah (Komda) dan Pengelolaan Plasma Nutfah.
Pembaharuan website: www. indoplasma.or.id dalam tahun 2006 telah dilakukan dua kali. Pembaharuan pertama dilakukan pada bulan Juni 2006, sedangkan pembaharuan kedua pada bulan September 2006.
Warta Plasma Nutfah Indonesia Nomor 18 Tahun 2006
Pada pembaharuan kali ini, beberapa perubahan serta penambahan materi yang dilakukan meliputi: Editing dan penyempurnaan tampilan database koleksi plasma nutfah pada halaman Jejaring Kerja. Pada tampilan yang baru ini pengunjung dapat langsung mengakses daftar detail koleksi plasma nutfah dari institusi tertentu tanpa harus berpindah halaman. Dengan demikian, tampilan informasi menjadi lebih efektif dan efisien. Editing data koleksi plasma nutfah tanaman pangan BBBiogen, Bogor. Penambahan materi agenda dan berita terbaru mengenai plasma nutfah pertanian.
Penambahan materi publikasi yang diterbitkan oleh Komisi Nasional Plasma Nutfah. Penambahan halaman baru: Deskriptor standar plasma nutfah tanaman pertanian. Sebanyak 32 naskah full-text deskriptor standar komoditas plasma nutfah tanaman pertanian telah disediakan pada halaman ini. Deskriptor standar ini nantinya akan terus ditambah, yang disesuaikan dengan kebutuhan pengguna dan ketersediaan materi. Penambahan fitur baru: Polling pendapat. Pada halaman ini, kami mencoba untuk menghimpun opini pengunjung mengenai topik tertentu. Ada empat topik yang ditampilkan, untuk selanjutnya topik ini akan diperbaharui dengan empat topik yang baru lagi setiap dua bulan.
Penambahan fitur baru: Menu pencarian Halaman ini disediakan untuk mempermudah pengunjung dalam mencari topik tertentu di dalam website Komisi Nasional Plasma Nutfah berdasarkan kata kunci tertentu. Sebagai konsekuensi dari adanya tambahan beberapa fitur baru, maka komposisi menu pada menu navigasi (yang tampil di sebelah kiri atas pada semua halaman web) juga telah diperbaharui. Hasil pembaharuan telah diupload pada akhir September 2006, sehingga mulai Oktober 2006 website Komisi Nasional Plasma Nutfah telah tampil dengan tambahan beberapa materi terbaru. ♦ Hakim Kurniawan BB-Biogen
Sidang Pertama Badan Pengatur Perjanjian Internasional Sumber Daya Genetik Tanaman untuk Pangan dan Pertanian
B
erlangsung pada 12-16 Juni 2006 di Madrid, Spanyol, sidang pertama Badan Pengatur (BP) Perjanjian Internasional Sumber Daya Genetik untuk Pangan dan Pertanian (SDGTPP) dihadiri oleh delegasi dari 84 negara. Dibuka oleh Deputi Perdana Menteri Spanyol yang didampingi oleh Menteri Pertanian Spanyol dan Direktur Jenderal FAO, sidang dihadiri oleh delegasi dari 84 negara dan 30 pengamat. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Menteri Pertanian dan beranggo-
takan wakil-wakil dari Ditjen Hortikultura, Badan Litbang Pertanian, Ditjen Multilateral Departemen Luar Negeri, Atase Pertanian KBRI Roma, dan KBRI Madrid. Pihak tuan rumah maupun Dirjen FAO menekankan pada pentingnya para negara pihak untuk dapat mencapai kesepakatan dalam Pertemuan Pertama BP Perjanjian SDGTPP ini yang sangat krusial dalam menentukan aturan dasar bagi implementasi Perjanjian. Diharapkan pula agar BP dapat membangun kerja sama
Warta Plasma Nutfah Indonesia Nomor 18 Tahun 2006
yang sinergis dengan Komisi SDGTPP-FAO guna menjamin terlaksananya Perjanjian. Pembahasan agenda dalam Sidang dilaksanakan dalam format Working Group (WG), di mana Dr. Ahmad Dimyati, terpilih menjadi Ketua Persidangan WG II mewakili kelompok G-77 dan Dr. Sugiono Moeljopawiro sebagai Ketua Kelompok Asia sekaligus Wakil Ketua dalam Biro.
11
Pembagian Working Group WG I dipimpin Kanada a. Dalam Pembahasan Aturan dan Prosedur BP, beberapa isu yang diperdebatkan adalah proses pengambilan keputusan dalam BP, terkait dengan adanya perbedaan status delegasi. b. Perkembangan negara yang sudah meratifikasi: 98 negara pihak yang sudah meratifikasi sesuai dengan tenggat waktu yang telah ditetapkan (contracting parties), 6 negara yang terlambat meratifikasi (contracting states), dan 22 negara yang bukan signatory; termasuk di antaranya Amerika Serikat, Argentina, Jepang, dan Thailand,. c. Jepang sama sekali bukan negara penandatangan walaupun selalu hadir aktif dalam pembahasan dan lobbying. d. Disepakati bahwa setiap keputusan harus dilakukan secara konsensus, di mana setiap delegasi berhak untuk terlibat dalam pembahasan, namun bagi delegasi yang bukan negara pihak tidak memiliki hak untuk mengusulkan atau menolak keputusan yang telah ditetapkan sidang. e. Hal lain yang disepakati adalah: persyaratan pelaksanaan Special Session dari BP, quorum yang diperlukan dalam sahnya keputusan Sidang BP, persyaratan dukungan untuk amandemen terhadap Aturan Prosedur
12
penegasan bahwa Aturan dan Prosedur dari BP tidak lebih kuat secara hukum dari pasal-pasal perjanjian SDGTPP itu sendiri f. Pembahasan Standard Material Transfer Agreement (SMTA) diwarnai perdebatan panjang dalam beberapa isu krusial terutama: definisi produk, rate of payment dari benefit sharing dan isu hak kekayaan intelektual. g. Secara umum disepakati bahwa makin luas definisi produk, maka implikasi rate of payment dalam konteks benefit sharing menjadi semakin rendah. h. Usulan Indonesia dan negara berkembang lainnya agar “Propagation Material” tidak dimasukkan sebagai definisi produk, dapat diterima. i. Mengenai tingkat dan modalitas pembayaran disepakati sebanyak 1.1 persen dari angka penjualan produk, dan hanya dibayarkan satu kali bilamana produk yang mengandung sumber daya genetik tersebut diperoleh dari Multilateral System dibawah dua perjanjian SMTA. j. Pembahasan isu compliance dan non-compliance, perdebatan terutama pada perlu tidaknya segera dibentuk Compliance Committee. k. Australia dan Brazil menginginkan agar pembentukan komite tersebut dapat dibentuk pada sesi selanjutnya dari BP, yang ditentang oleh Eropa dan Afrika yang menginginkan pembentukan komite tersebut
sesegera mungkin. Namun mengingat padatnya persidangan, usulan Australia tersebut mendapatkan persetujuan. WG II dipimpin Indonesia a. Pembahasan mengenai financial rules diwarnai perdebatan tentang sumber pendanaan dan kriteria penetapan jumlah kontribusi. b. Negara maju, termasuk Jepang menginginkan agar kontribusi yang bersifat sukarela ditetapkan tidak berdasarkan skala indikatif yang berlaku di PBB, sedangkan negara berkembang mengusulkan menggunakan skala tersebut. c. Sampai akhir persidangan pleno tidak tercapai kesepakatan mengenai hal ini dan akan dibawa ke sesi BP berikutnya pada tahun 2007 di Roma. d. Pembahasan mengenai Strategi Pendanaan diwarnai perdebatan mengenai: prioritas implementasi Perjanjian kepada negara berkembang, pemanfaatan dana untuk tanaman di luar daftar traktat kewajiban negara pihak dalam implementasi Perjanjian. e. Australia, India, Chad, dan Angola mengusulkan agar tidak hanya negara berkembang, namun semua negara pihak wajib melaporkan program peningkatan capacity building terkait dengan perjanjian. f. Disepakati untuk mendorong kerja sama bilateral dan multilateral dengan melibatkan:
Warta Plasma Nutfah Indonesia Nomor 18 Tahun 2006
Consultative Group for International Agricultural Research (CGIAR), Global Environment Facility (GEF), Bank Dunia, Global Crop Trust (GCDT),
Diversity
Regional bank g. Untuk mendukung pemanfaatan kekayaan hayati pertanian secara berkesinambungan, dan mengundang industri yang memberi nilai tambah dan industri pangan olahan untuk terlibat dalam kontribusi pendanaan implementasi. h. Penunjukan Sekretaris Perjanjian tidak mengalami hambatan yang berarti. i. Disepakati untuk menunda pembahasan mengenai masa rotasi dan ketentuan dan persyaratan jabatan Sekretaris dalam sesi BP berikutnya. j. Usulan negara berkembang untuk membentuk Technical Advisory Committee (TAC) permanen dan independen yang bertugas untuk memberikan rekomendasi persetujuan program tidak didukung oleh negara maju. Lebih lanjut negara maju mengusulkan agar hal ini dibahas pada sesi kedua BP di Roma. k. Disepakati bahwa Sekretaris akan melakukan kegiatan intersesional untuk menyusun kerangka acuan dan rancangan pendanaan untuk TAC tersebut l. Pembahasan tata laksana hubungan BP dengan GCDT terpusat pada perdebatan mengenai prosedur penunjukan anggota yang akan duduk di dalam Trust Executive Board.
m. Masyarakat Ekonomi Eropa, Kanada, dan Brazil meminta agar terdapat keseimbangan regional dalam Dewan Eksekutif tersebut. n. Asia meminta agar basis penetapan anggota Dewan Eksekutif tidak semata pada keterwakilan regional, namun juga mempertimbangkan kekayaan keanekaragaman hayati yang dimiliki oleh region tersebut. Sidang Pertemuan Tingkat Menteri Negara Pihak Pada tanggal 13 Juni 2006 diselenggarakan Ministerial Segment, yang ditujukan untuk lebih mendorong tercapainya kesepakatan dalam sidang tersebut. Pertemuan dibuka dan dipimpin oleh Menteri Pertanian, Perikanan dan Pangan Spanyol. Hasil pertemuan adalah secara aklamasi mengadopsi Deklarasi Menteri yang pada intinya merefleksikan komitmen dan seruan agar Perjanjian tersebut dapat segera diimplementasikan. Beberapa negara menekankan keterkaitan yang erat mengenai (a) ketahanan pangan global, (b) hak petani, (c) pengentasan kemiskinan, dan (d) benefit-sharing. Wakil-wakil dari negara berkembang menyerukan perlunya dukungan internasional untuk pembangunan kapasitas petani, transfer teknologi khususnya bagi lembaga nasional yang terkait dengan implementasi Perjanjian. Sedangkan wakil dari negara maju menekankan pentingnya dukungan pendanaan bagi pelaksanaan Perjanjian. Menteri Pangan, Pertanian, dan Perlindungan Konsumen Jerman berkomitmen untuk mem-
Warta Plasma Nutfah Indonesia Nomor 18 Tahun 2006
berikan dukungan dana sebanyak 1,5 juta Euro dalam kurun waktu 5 tahun untuk Global Crop Diversity Trusts. Menteri Pertanian RI dalam intervensinya menyatakan dukungan penuh Indonesia terhadap proses penyusunan aturan dasar sebagai upaya konkret yang dimandatkan dalam Perjanjian untuk melestarikan dan menjamin pembagian manfaat yang adil dan berimbang dalam penggunaan sumber daya genetik tanaman yang tercakup dalam Sistem Multilateral. Pembagian manfaat tersebut harus mencakup (a) pertukaran informasi, (b) akses dan transfer teknologi serta (c) kegiatan peningkatan kemampuan (capacity building) bagi negara berkembang. Indonesia juga menghimbau agar funding strategy yang akan diadopsi harus dapat menjamin penggalangan sumber daya yang diperlukan bagi pelaksanaan perjanjian. Indonesia sebagai negara yang kaya akan keanekaragaman hayati dan pengetahuan tradisional menekankan pentingnya pelaksanaan Perjanjian tersebut. Disela-sela Ministerial Segment, diselenggarakan pertemuan bilateral antara Menteri Pertanian RI dengan Direktur Jenderal FAO, Jacques Diouf. Pengamatan dan Saran Tindak Lanjut Secara umum persidangan berjalan lambat dan sangat sulit untuk mencapai kesepakatan, terutama dalam isu-isu krusial seperti (a) Aturan Prosedur BP dan (b) Aturan Keuangan dan Strategi Pendanaan.
13
Lobi dan konsolidasi posisi selalu dilakukan di tiap kelompok regional, bahkan untuk beberapa isu negosiasi dilakukan dalam kelompok kecil (contact group) serta pertemuan informal yang menyebabkan kesepakatan dicapai dengan waktu yang cukup lama dan menyita energi para anggota delegasi. Banyak delegasi yang prihatin mengenai kelancaran pembahasan, namun hal ini tampaknya tidak terhindarkan, mengingat isu yang dibahas adalah aturan dasar pengorganisasian pelaksanaan Perjanjian, yang berimplikasi besar terhadap kewajiban yang akan diemban oleh semua pihak, tentang kontribusi maupun manfaat yang akan diperoleh dari perjanjian tersebut. Kesepakatan di bidang Anggaran Program, walaupun disambut baik oleh para delegasi namun banyak yang menyayangkan rendahnya jumlah yang disepakati dibandingkan dengan usulan semula, dari US$ 4.370.307 menjadi US$ 2.854.988. Hal ini disebabkan masih kurangnya komitmen para negara pihak untuk berkontribusi. Kenyataan ini mengakibatkan banyak pihak yang pesimis terhadap keberhasilan proses implementasi perjanjian. Untuk menunjukkan komitmen Indonesia dalam implementasi perjanjian ini perlu kiranya segera ditindaklanjuti jumlah kontribusi yang dapat diberikan Indonesia dalam Trust Fund yang tidak memberatkan keuangan negara. Secara keseluruhan, sidang telah mencapai kesepakatan pada 18 agenda dari 21 agenda yang di-
14
bahas dalam Sidang Pertama BPSDGTPP. Agenda yang belum tuntas pembahasannya adalah: TAC akan dibahas di pertemuan BP berikutnya dan Term of Refference (TOR) serta draft pendanaannya akan disiapkan sekretariat dalam kegiatan intersesional BP, Aturan Keuangan yang akan dibahas pada pertemuan kedua BP, serta kepemilikan sumber daya genetik tanaman oleh badan hukum dan perorangan dalam Sistem Multilateral yang rencananya akan dibahas dalam pertemuan ketiga BP. Keterlibatan Indonesia dalam persidangan baik sebagai Ketua Group Asia, Vice Chairman dalam Biro BP, maupun Ketua Sidang WG I, menunjukkan peran Indonesia yang cukup besar. Dengan terpilihnya lagi Indonesia sebagai anggota Biro wakil dari Kelompok Asia untuk pertemuan BP kedua pada sidang pleno, dapat dipandang sebagai bentuk kepercayaan kelompok Asia terhadap kepemimpinan Indonesia. Posisi strategis tersebut merupakan peluang yang harus ditindaklanjuti dengan mulai menentukan target yang ingin dicapai guna mendukung kepentingan Asia dan Indonesia dalam implementasi perjanjian ini, serta melakukan konsolidasi dalam region Asia. Keberhasilan yang diperoleh dalam pertemuan Pertama BP ini kiranya perlu segera disosialisasikan kepada para pemangku kepentingan di dalam negeri, mulai dari petani, peneliti, akademisi
dan penentu kebijakan di pusat maupun daerah. Perlunya sosialisasi Perjanjian SDGTPP ditingkat petani untuk meningkatkan kesadaran petani akan pentingnya kekayaan sumber daya genetik bagi pengembangan kapasitas/kemampuan petani itu sendiri. Begitu pula kesadaran dan keterlibatan para peneliti, akademisi penentu kebijakan dan diplomat sangat diperlukan dalam memanfaatkan peluang yang ada dari perjanjian ini secara maksimal. Mengingat masih ada beberapa agenda pembahasan yang tertunda, Indonesia harus segera melakukan persiapan secara lebih mendalam guna menghadapi perundingan di Pertemuan BP berikutnya yang disepakati akan dilaksanakan pada pertengahan pertama tahun 2007 di Roma. Kiranya dapat dipertimbangkan untuk memanfaatkan proses sosialiasi dalam mengidentifikasi kepentingan Indonesia yang melibatkan para pemangku kepentingan guna menyusun posisi Indonesia. Perlu dipertimbangkan pula kemungkinan penyelenggaraan pertemuan regional Asia di Indonesia untuk mengukuhkan keberadaan Indonesia dalam arena implementasi Perjanjian ini serta mendorong posisi tawar Asia maupun kelompok G-77 dalam negosiasi selanjutnya. ♦ Ahmad Dimyati Ditjen Hortikultura
Warta Plasma Nutfah Indonesia Nomor 18 Tahun 2006
♦ AKTIVITAS KOMNAS
SOSIALISASI SISTEM INFORMASI PLASMA NUTFAH PERTANIAN (SIPNP) v1.5 UNTUK BPTP DAN KOMDA PLASMA NUTFAH
K
egiatan Sosialisasi Program Aplikasi Sistem Informasi Plasma Nutfah Pertanian (SIPNP) v1.5 untuk BPTP dan Komisi Daerah (Komda) Plasma Nutfah telah diselenggarakan pada tanggal 16-19 Juni 2006 di BB-Biogen, Bogor. Kegiatan ini dihadiri 45 peserta yang berasal dari 25 instansi, yaitu, BPTP Jawa Barat, BPTP DKI Jakarta, BPTP Banten, BPTP Jawa Timur, BPTP Jawa Tengah, BPTP Yogyakarta, BPTP Sumatera Utara, BPTP Sumatera Selatan, BPTP Sumatera Barat, BPTP Jambi, BPTP Bengkulu, BPTP Sulawesi Utara, BPTP Sulawesi Tenggara, BPTP Sulawesi Selatan, BPTP Gorontalo, BPTP Kalimantan Tengah, BPTP Kalimantan Selatan, BPTP Maluku, Dinas Peternakan Kalimantan Timur, Bappeda Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, BPMBTPH Cimanggis, Komda Jawa Timur, Komda Sumatera Selatan, Komda Kalimantan Timur, dan Universitas Sriwijaya. Sebagai nara sumber dalam kegiatan ini adalah Hakim Kurniawan, SP, MP (staf peneliti BBBiogen, Bogor) dan Ir. Gunawan Ramli (staf Balitvet, Bogor). Materi yang disampaikan meliputi pengenalan dasar-dasar pengelolaan data plasma nutfah pertanian, pengenalan program aplikasi Microsoft Access, pengenalan frontend SIPNP v1.5, pengenalan back-end SIPNP v1.5, dan pengembangan lebih lanjut SIPNP v1.5. Kegiatan ini merupakan upaya perluasan sosialisasi peng-
gunaan SIPNP v1.5 setelah sebelumnya kegiatan tersebut dikonsentrasikan pada balai-balai komoditas. Program aplikasi SIPNP v1.0 untuk pertama kalinya disosialisasikan pada September 2004 kepada balai-balai komoditas, sebagai hasil kesepakatan bersama untuk membangun format database plasma nutfah pertanian yang seragam. Sebanyak 14 institusi yang mengelola plasma nutfah telah menggunakan SIPNP v1.0 untuk mengelola data plasma nutfah pertanian di instansi masing-masing. Selanjutnya pada Desember 2005 program aplikasi tersebut disempurnakan menjadi SIPNP v1.5 berdasarkan saran dan masukan, dan sekaligus diresmikan sebagai program aplikasi baku untuk mengelola data plasma nutfah pertanian bagi balaibalai komoditas dalam lingkup Badan Litbang Pertanian. Saat ini program aplikasi tersebut telah digunakan oleh 15 institusi (16 simpul) yang mengelola plasma nutfah pertanian.
1. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Bogor (plasma nutfah tanaman pangan: 17 komoditas)
Program aplikasi SIPNP v1.5 yang disusun berbasis Microsoft Access tersebut dikemas dalam bentuk 16 paket program aplikasi, di mana masing-masing paket merupakan paket program aplikasi yang disesuaikan dengan macam komoditas yang dikelola oleh masing-masing simpul. Secara kumulatif, sebanyak 69 komoditas plasma nutfah pertanian telah terhimpun dalam keseluruhan paket SIPNP v1.5 tersebut, dengan perincian sebagai berikut:
9. Balai Penelitian Serealia, Maros (3 komoditas)
Warta Plasma Nutfah Indonesia Nomor 18 Tahun 2006
2. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Bogor (plasma nutfah mikroba pertanian: 3 komoditas) 3. Pusat Penelitian Teh dan Kina, Gambung (2 komoditas) 4. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao, Jember (2 komoditas) 5. Pusat Penelitian Karet, Medan (1 komoditas) 6. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Aromatik, Bogor (9 komoditas) 7. Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat, Malang (7 komoditas) 8. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi (1 komoditas)
10. Balai Penelitian Kacang-kacangan dan Umbi-umbian, Malang (5 komoditas) 11. Balai Penelitian Tanaman Buah, Solok (3 komoditas) 12. Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Lembang (7 komoditas) 13. Balai Penelitian Tanaman Hias, Segunung (8 komoditas)
15
14. Balai Penelitian Kelapa dan Palma Lain, Manado (1 komoditas) 15. Balai Penelitian Ternak, Ciawi (9 komoditas) 16. Balai Besar Penelitian Veteriner, Bogor (3 komoditas)
Program aplikasi SIPNP v1.5 yang dikemas untuk BPTP dan Komda Plasma Nutfah merupakan gabungan dari komoditaskomoditas yang telah dihimpun sebelumnya dari simpul balai-balai komoditas. Ditargetkan bahwa program aplikasi SIPNP v1.5 ter-
sebut akan dapat disosialisasikan dan digunakan oleh seluruh BPTP dan Komda Plasma Nutfah pada tahun 2007. ♦ Hakim Kurniawan BB-Biogen
Kongres Pertama Komisi Daerah Plasma Nutfah se-Indonesia
K
ongres I Komisi Daerah (Komda) Plasma Nutfah Seluruh Indonesia berlangsung di Balikpapan, Kalimantan Timur dengan tema: "Rancang Tindak Global Konservasi dan Pemanfaatan Berkelanjutan Plasma Nutfah Tanaman untuk Pangan dan Pertanian Tingkat Daerah". Kongres diselenggarakan pada 31 Juli-2 Agustus 2006 dan dihadiri oleh 105 peserta dari 55 Instansi, yaitu Komda Plasma Nutfah, Balitbangda, BPTP, balai besar, BPSBTPH, balai komoditas, PPKS, dan produsen benih dari 19 Provinsi. Kongres yang bertujuan untuk mewujudkan rancang tindak global konservasi dan pemanfaatan plasma nutfah tanaman untuk pangan dan pertanian tingkat daerah ini dilaksanakan atas dua alasan mendasar, yaitu: 1. Perlunya masing-masing dae-
rah memberikan perhatian yang lebih dan bangga terhadap aset kekayaan plasma nutfahnya. 2. Pengelolaan
plasma nutfah masih belum optimal karena ternyata masih banyak yang belum memahami arti penting plasma nutfah bagi kesejahteraan masyarakat.
Dalam sambutannya, ketua Komnas Plasma Nutfah Dr. Kusuma Diwyanto memberikan peng-
16
hargaan kepada jajaran pemerintah Provinsi Kalimantan Timur atas komitmen yang tinggi dalam upaya pengelolaan dan pelestarian plasma nutfah. Negara Indonesia telah dikenal sebagai negara megabiodiversity. Namun demikian, kenyataannya kita miskin koleksi plasma nutfah. Oleh karena itu, Komnas Plasma Nutfah memandang sangat perlu untuk terus mendorong berbagai kalangan, khususnya Komda Plasma Nutfah untuk melakukan pengelolaan plasma nutfah secara benar. Kongres Komda ini diharapkan dapat dijadikan sebagai ajang untuk mengkomunikasikan berbagai isu yang berkaitan dengan pengelolaan plasma nutfah baik di tingkat pusat maupun daerah. Saat ini telah terbentuk 14 Komda Plasma Nutfah. Diharapkan nantinya Komda yang terbentuk akan selalu bertambah dari waktu ke waktu, seiring dengan makin meningkatnya kesadaran mengenai arti penting pengelolaan dan pelestarian plasma nutfah di tingkat daerah. Dalam forum kongres ini, diharapkan dapat dirumuskan dan dikaji format kongres yang tepat yang dapat mengakomodasi berbagai aspirasi dari berbagai Komda Plasma Nutfah. Pada kesempatan kongres tersebut, disajikan beberapa ma-
kalah dari berbagai pembicara, yaitu: 1. Sumber Daya Genetik dalam Program Menuju Indonesia Hijau (Dra. Masnellyarti Hilman, Kementerian Lingkungan Hidup); 2. Manfaat dan Implementasi UU RI Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman dalam Pembangunan Industri Perbenihan (Prof. Achmad Baihaki, PhD., Ketua Komisi PVT); 3. Peraturan Perundang-undangan Plasma Nutfah dan Perlindungan Varietas Tanaman (Suprahtomo, SH, MH, Biro Hukum dan Humas-Deptan); 4. Pola Umum Pengelolaan Plasma Nutfah (Dr. Sutoro, BBBiogen); 5. Global Plan of Action for the Conservation and Sustainable Utilization of Plant Genetic Resources for Food and Agriculture (Dr. S. AdisoemartoKNPN); 6. Database Plasma Nutfah dan Networking (Dr. Ida Hanarida S.-KNPN); 7. Biodiversity Assessment di Hutan Lindung Gunung Lumut (Alfan Subekti, Yayasan Tropen BOS).
Warta Plasma Nutfah Indonesia Nomor 18 Tahun 2006
Dari Kongres I Komda Plasma Nutfah ini dihasilkan kesimpulan sebagai berikut: 1. Perlu ditetapkan bench mark plasma nutfah daerah. 2. Perlu dilakukan penyusunan tabel plasma nutfah unggulan nasional berdasarkan masukan dari daerah. 3. Disarankan untuk mendokumentasikan bahan tayangan tentang sosialisasi plasma nutfah serta penyebarluasannya ke berbagai Komda untuk diadopsi dan disesuaikan di masing-masing daerah. 4. Komda Plasma Nutfah hendaknya menyusun artikel plasma nutfah daerah untuk dimuat di Buletin Plasma Nutfah. 5. Balai Pengawasan Benih sebaiknya dimasukkan ke pengurusan Komda 6. Pengawasan pengeluaran dan pemasukan plasma nutfah belum ada dasar hukumnya, disarankan daerah mengantisipasi dengan pembuatan Perda.
7. Format susunan Pengurus Komda disarankan mengikuti format kepengurusan Komnas, yaitu terdiri dari Pengarah dan Pelaksana Harian. Pengarah terdiri dari ex officio, sedangkan Pelaksana Harian terdiri atas individu dengan kriteria komitmen dan kepakaran. 8. Hendaknya dilakukan inventarisasi jenis flora dan fauna hutan, selain plasma nutfah pertanian. 9. Disarankan kegiatan plasma nutfah dikoordinasikan dengan bidang pariwisata (contoh: ada pengelolaan cafe secara mandiri di Bawen, Jawa Tengah). 10. Lebih mendorong peran masyarakat dalam pelestarian plasma nutfah (contoh: Ayam Kedu yang dipelihara oleh masyarakat). 11. Disarankan Komda Plasma Nutfah menyusun buku profil plasma nutfah khas daerah. 12. Koleksi plasma nutfah dapat dilakukan dengan metode yang murah dan mudah, mi-
salnya dengan penanaman jenis-jenis khas daerah di lahan jalur hijau dan kebun koleksi, tetapi diberi pelabelan dan penomoran, agar mudah dalam pelacakan kembali. 13. Penyusunan AD/ART Komda dan penetapan logo Komda perlu dirumuskan lebih lanjut. 14. Forum Kongres Komda Plasma Nutfah dapat dimanfaatkan untuk saling tukar menukar informasi pelestarian dan pemanfaatan plasma nutfah antar Komda dan dengan Komnas. 15. Kongres kedua akan diselenggarakan pada tahun 2008 di Pekanbaru sebagai tuan rumah penyelenggara adalah Komda Plasma Nutfah Provinsi Riau. Selanjutnya Kongres akan diselenggarakan setiap empat tahun. 16. Setiap dua tahun sekali akan diselenggarakan pertemuan teknis plasma nutfah nasional atau lokakarya se-Indonesia. ♦ Agus Nurhadi Komnas PN
Apresiasi Grand Design Pengelolaan Plasma Nutfah serta Implementasi Akses dan Pembagian Keuntungannya
P
otensi sumber daya genetik atau plasma nutfah yang ada di Indonesia belum dimanfaatkan secara optimal. Salah satu kendala yang dihadapi adalah masih rendahnya kepedulian dan tingkat pemahaman para pemangku kepentingan sumber daya genetik, termasuk di antaranya sebagian peneliti. Akibatnya, kurang efektif dan efisiennya pemanfaatan dan pelestarian sumber daya genetik. Untuk meng-
atasi hal tersebut, diperlukan upaya peningkatan kepedulian dan kemampuan dalam pengelolaan plasma nutfah. Pada kelompok plasma nutfah tertentu, pengelolaan plasma nutfah sudah sampai pada taraf pendalaman dan pengembangan varietas. Pengelolaannya melibatkan pula perlindungan secara khusus terhadap produk ini. Agar upaya perlindungan terhadap
Warta Plasma Nutfah Indonesia Nomor 18 Tahun 2006
plasma nutfah dapat terus ditingkatkan maka proses perlindungan varietas dan pengembangannya perlu dipahami sebaikbaiknya. Di sisi lain, perluasan pemanfaatan plasma nutfah telah mengembangkan pula kegiatan bioprospeksi, khususnya terhadap tumbuhan obat. Pada saat ini kecenderungan dunia juga melibatkan perluasan cakrawala pemanfaatan plasma nutfah sampai ke kawasan kelautan. Perkembangan
17
ini perlu mendapat perhatian untuk dapat secara tepat mengantisipasi pengelolaannya di Indonesia. Dalam upaya mengatasi berbagai permasalahan tersebut di atas, Komnas Plasma Nutfah telah menyelenggarakan Apresiasi Grand Design Pengelolaan Plasma Nutfah serta Implementasi Akses dan Pembagian Keuntungannya yang ditujukan untuk meningkatkan kesadaran bagi pemangku kepentingan dan meningkatkan kemampuan peneliti dalam mengelola plasma nutfah.
Apresiasi dilaksanakan pada tanggal 22 Agustus 2006 bertempat di Auditorium Dr. M. Ismunadji, Bogor dan diikuti oleh 32 peserta dari berbagai instansi seperti Balai Komoditas, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP), Balitbangda, Bapedalda, Bappeda serta Komda Plasma Nutfah dari berbagai daerah. Tiga makalah disajikan oleh nara sumber dalam apresiasi ini, sebagai bahan diskusi dalam upaya mengatasi permasalahan perplasmanutfahan di daerah. Judul
makalah yang disampaikan dalam apresiasi ini adalah: 1. Pola Umum Pengelolaan Plasma Nutfah Pertanian Lingkup Badan Litbang Pertanian (Dr. Sutoro); 2. Strategi Pengelolaan Plasma Nutfah di Daerah (Dr. Machmud Thohari); 3. Aspek Akses dan Pembagian Keuntungan dari Sumber Daya Genetik yang Dimanfaatkan (Dr. Soenartono Adisoemarto). ♦ Agus Nurhadi Komnas PN
Diskusi Panel Pengelolaan Plasma Nutfah Bagi Himpunan Mahasiswa Profesi
D
alam upaya memasyarakatkan tentang pentingnya pengelolaan plasma nutfah, Komnas Plasma Nutfah telah menyelenggarakan diskusi panel mengenai pengelolaan plasma nutfah bagi pengurus himpunan mahasiswa profesi. Diskusi panel diselenggarakan pada tanggal 26 Agustus 2006 dan diikuti oleh pengurus berbagai Himpunan Mahasiswa dari Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta seperti Universitas Indonesia, Institut Pertanian Bogor, Universitas Pakuan Bogor, Universitas Djuanda, dan Universitas Nusa Bangsa. Sedangkan Himpunan Mahasiswa Profesi yang mengikuti diskusi ini antara lain adalah Kimia, Agronomi, Sosial Ekonomi Pertanian, Manajemen Hutan, Biologi dan Hasil Pertanian. Dalam diskusi ini disajikan tiga materi yang meliputi tiga aspek yang saling berkaitan, yaitu 1. Kekayaan Plasma Nutfah Indonesia dan Kondisinya Saat ini (Dr. Machmud Thohari).
18
2. Pelestarian dan Pemanfaatan Plasma Nutfah secara Berkelanjutan di Tingkat Nasional dan Tingkat Global (Dr. S. Adisoemarto). 3. Tayangan tentang Plasma Nutfah Indonesia (Drh. Agus Nurhadi, MS). Kesadaran akan besarnya kekayaan dan beranekaragamnya pola persebaran plasma nutfah Indonesia perlu dikembangkan di kalangan mahasiswa. Sampai kini, kesadaran ini belum dimiliki oleh mahasiswa, sehingga pemahaman terhadap plasma nutfah dan arti persebarannya belum secara mantap dipahami oleh masyarakat perguruan tinggi, khususnya mahasiswa. Pemahaman ini penting untuk dilanjutkan kepada mahasiswa yang nota bene merupakan penerus bangsa, khususnya dalam pengelolaan plasma nutfah. Pembelajaran plasma nutfah menjadi suatu keharusan dalam rangkaian simpul pengelolaan plasma nutfah. Oleh karena itu, dalam diskusi panel ini penyajiannya diarahkan kepada penyadaran dan pemahaman.
Materi Sosialisasi Penyadaran akan besarnya dan pentingnya keanekaragaman plasma nutfah tidak dapat dipisahkan dari keanekaragaman hayati secara keseluruhan. Pentingnya plasma nutfah ini tidak saja dirasakan oleh masyarakat Indonesia, tetapi juga pada taraf global. Indonesia sudah dikenal sebagai negara dengan julukan megabiodiversity, yaitu negara yang memiliki keanekaragaman hayati tinggi, yang diwakili berbagai kelompok makhluk. Keanekaragaman hayati terwujud dalam tiga taraf, yaitu ekosistem, spesies, dan taraf di dalam spesies. Keanekaragaman pada taraf terakhir inilah yang disebut keanekaragaman plasma nutfah. Pemahaman terhadap keanekaragaman plasma nutfah dapat dilakukan melalui pengamatan terhadap kelompok spesies atau kelompok makhluk yang telah didomestikasi. Keanekaragaman pada taraf ini terlihat pada berbagai tanaman perkebunan, hortikultura, pangan,
Warta Plasma Nutfah Indonesia Nomor 18 Tahun 2006
ternak, ikan, dan sebagainya. Tidak semua spesies makhluk sudah dimanfaatkan secara efisien oleh manusia. Dari 300.000 spesies tumbuhan, 10.000-50.000 yang dapat dimakan, tetapi hanya 5.000 yang dimakan manusia. Lebih memfokus lagi adalah terbatasnya jumlah spesies yang menyediakan kalori, yang hanya tidak lebih dari 10 spesies, dan hanya 3 spesies yang menjadi andalan utama, yaitu padi, gandum, dan jagung. Ada kesalahpahaman umum mengenai kekayaan plasma nutfah di Indonesia. Pada skala koleksi, Indonesia tidak terlalu kaya dalam keanekaragaman plasma nutfah. Banyak komponen plasma nutfah yang harus diimpor dari luar bila akan dimanfaatkan. Bila diambil contoh 3 spesies komoditas utama, Indonesia sangat tergantung pada koleksi dari luar. Kekayaan plasma nutfah di Indonesia masih tersimpan di alam, belum diamankan di dalam koleksi atau konservasi ex situ. Gambaran berikut ini menunjukkan keadaan distribusi koleksi plasma nutfah • 53% dimiliki negara maju USA, Eropa, Rusia; • 16% dimiliki IRRI, ICRISAT, CIMMYT, CIAT; • 31% dimiliki negara-negara berkembang. Gambaran ini sebetulnya merupakan ironi, karena pusat asal plasma nutfah adalah negaranegara berkembang, dan hampir tidak ada asal spesies tanaman dan asal plasma nutfahnya dari USA, Eropa, Rusia. Dengan ketatnya persaingan dunia dalam pemilikan plasma nutfah, pemilikan koleksi plasma nutfah tidak lagi mudah berpindah antarnegara kaya plasma nutfah, sehingga nega-
ra-negara ini akan menjadi produsen utama produk pertanian. Kekayaan plasma nutfah, baik yang dikoleksi maupun yang ada di lapangan, tidak ada gunanya bila tidak dimanfaatkan. Plasma nutfah yang tersedia mempunyai potensi dalam pemuliaan mahluk, tetapi potensi ini akan sia-sia tanpa penanganan pemanfaatannya untuk pemuliaan. Untuk pemanfaatannya diperlukan teknologi, tanpa meninggalkan asas pemanfaatan secara berkelanjutan. Pemahaman terhadap berbagai macam teknologi yang tepat guna untuk pemanfaatan plasma nutfah perlu diperkenalkan kepada mahasiswa seperti bermacam-macamnya teknologi pemanfaatan secara berkelanjutan. Pemahaman terhadap keanekaragaman teknologi ini diharapkan dapat menggugah masyarakat mahasiswa untuk mau menekuni teknologi pemanfaatan plasma nutfah serta memahami metode pelestariannya. Dalam era teknologi tinggi/ modern, pemanfaatan plasma nutfah cenderung dilakukan dengan bioteknologi (lebih banyak pada tanaman), di antaranya penciptaan tanaman transgenik. Pemuliaan dengan cara ini lebih banyak dilakukan untuk tujuan tertentu, di antaranya dalam mengatasi hama dan penyakit tanaman. Penyakit yang ditangani dengan pengembangan transgenik adalah yang yang disebabkan oleh virus. Selain itu, penciptaan tanaman transgenik, atau rekayasa genetik, juga dimanfaatkan untuk meningkatkan baik kuantita maupun kualita tanaman, misalnya warna dan rasa buah, ketebalan daun, panjang tangkai, dan tinggi batang. Pada ikan rekayasa genetik telah dilakukan pada salmon, khususnya dalam mangatasi penyakit salmonela dan mengembangkan
Warta Plasma Nutfah Indonesia Nomor 18 Tahun 2006
hormon pertumbuhan. Dalam perluasan pemuliaan, rekayasa dilakukan untuk pengembangan pemanfaatan sifat-sifat khusus, misalnya sifat terang pada kunangkunang. Pemanfaatan plasma nutfah juga diterapkan pada ternak. Pemuliaan dengan menggunakan keanekaragaman plasma nutfah digunakan untuk penyesuaian ternak yang bersangkutan terhadap lingkungannya. Tekanan dalam diskusi panel tentang pengelolaan plasma nutfah diberikan kepada pembelajaran yang harus dilaksanakan dengan tepat oleh guru kepada siswa. Pembelajaran plasma nutfah merupakan proses penyampaian pengertian mengenai plasma nutfah, yang harus dilaksanakan secara efektif. Ketepatan pembelajaran ini penting, karena keberhasilan pembelajaran plasma nutfah tergantung pada metode yang digunakan untuk menyampaikan substansi kepada siswa. Guru sebagai asal substansi memainkan peran utama dalam pembelajaran, sedangkan siswa sebagai penerima harus siap dengan persyaratan untuk menerima substansi. Jelas bahwa pembekalan kepada guru dalam membelajarkan pengelolaan plasma nutfah sangat diperlukan. Mempertemukan kedua belah pihak dengan karakteristik masing-masing inilah yang menjadi inti pilihan metode yang akan diterapkan. Metode ini harus dirumuskan dengan mantap, karena tidak semua metode sesuai untuk menyalurkan substansi kepada mahasiswa. Oleh karena itu, metode penyaluran secara tepat ini perlu dipastikan, dengan demikian cara yang akan digunakan efisien dan dicapai hasil yang efektif. ♦ Agus Nurhadi Komnas PN
19
♦ PUBLIKASI BARU
Buletin Plasma Nutfah Volume 12 Nomor 1 Tahun 2006
M
Buletin ini juga menyajikan informasi tentang engkudu merupakan tanaman obat yang akhir-akhir ini banyak peminatnya. Tumhasil penelitian ekologi dan potensi tumbuhan ramin buh liar di daerah tropis, mengkudu dapat di kelompok hutan di sepanjang Sungai Tuan dan dikembangkan di dataran rendah hingga daerah deSungai Suruk, Kalimantan Barat. Ramin adalah tumngan ketinggian tempat 1500 m dpl. Untuk mengebuhan pohon yang kayunya banyak digunakan untuk tahui karakter morfologi dan mutu buah mengkudu, bahan bangunan rumah, terutama kusen dan meubel. Endjo Djauhariya dkk melakukan penelitian di bebePohon ramin juga banyak digunakan sebagai bahan rapa daerah di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa baku kayu lapis. Menurut Heriyanto dan Garsetiasih, Timur. Dari hasil karakterisasi diperoleh tujuh tipe habitat ramin adalah hutan rawa gambut dengan kemengkudu dengan sifat-sifat morfologi, fisiologi, dalaman lebih dari 3 m dan dan mutu buah yang berbeda. terpengaruh oleh pasang surut Informasi sifat-sifat mengkutetapi airnya tidak pernah asin. Buletin Plasma Nutfah du tersebut disajikan pada Dilaporkan bahwa ramin terVolume 12 Nomor 2 Tahun 2006 Buletin Plasma Nutfah Volumasuk tumbuhan yang tergome 12 Nomor 1. • Karakteristik Empat Aksesi Nilam long langka, sehingga perlu di(Pogostemon cablin Benth.) Informasi tentang status lestarikan, antara lain dengan penelitian purwoceng di Indo• Multiplikasi Tunas Belimbing Dewi membatasi konversi hutan ra(Averrhoa carambola) melalui nesia yang ditulis oleh Ireng wa gambut. Kultur In Vitro Darwati dan Ika Roostika juArtikel lainnya yang me• Potensi dan Wilayah ga dapat disimak di Buletin Pengembangan Kesemek Junggo ngisi Buletin Plasma Nutfah nomor ini. Dilaporkan bahwa nomor ini mengungkapkan ha• Isolasi Protoplas Tanaman Kacang tanaman herba komersial yang Panjang secara Enzimatis sil karakterisasi plasma nutfah akarnya berkhasiat obat ini • Kajian Ekologi dan Potensi Pasak termasuk spesies yang hampir kangkung yang merupakan saBumi (Eurycoma longifolia Jack.) punah. Hingga saat ini sedikit yuran penting di Asia Tenggadi Kelompok Hutan Sungai Mannasekali informasi tentang penera dan Asia Selatan. Melalui Sungai Nasal, Bengkulu litian puwoceng. Oleh karena penelitian di Kebun Percobaan • Pengaruh Pengelolaan Hutan itu, penelitian terhadap tanamSubang, Jawa Barat, Yenni Produksi terhadap Keragaman an obat asli Indonesia ini perlu Kusandryani dan Luthfy melaJenis Plasma Nutfah Perairan diintensifkan, dalam upaya peporkan empat dari 15 aksesi • Diversity of Pangasiid Catfishes lestariannya. kangkung memiliki daya hasil from Sumatra Amik Krismawati dan M. tinggi. Hasil tertinggi diberiSabran telah melakukan ekskan oleh aksesi No. 513. Akseplorasi, inventarisasi, dan karakterisasi tanaman obat si-aksesi tersebut dapat dimanfaatkan dalam penedi Kalimantan Tengah. Dilaporkan bahwa di provinsi litian pemuliaan tanaman. ini terdapat berbagai macam tanaman obat yang berDua tulisan menarik lainnya untuk disimak khasiat menyembuhkan sakit kepala, demam, sakit adalah nutrisi pakan orangutan di Pusat Reintroduksi perut, dan sakit gigi. Selain itu, ditemukan pula taWanariset Samboja Kalimantan Timur yang ditulis naman jamu yang digunakan sehabis melahirkan. oleh Zuraida serta viabilitas dan patogenitas plasma Masyarakat setempat memanfaatkan tumbuhan obat nutfah mikroba Pasteurella multocida yang ditulis ini untuk keperluan sendiri dan sedikit sekali yang oleh Siti Chotiah. mengkomersialkan. Informasi tentang tumbuhan obat ini juga mewarnai Buletin Plasma Nutfah Volu♦ Hermanto me 12 Nomor 1.
20
Warta Plasma Nutfah Indonesia Nomor 18 Tahun 2006