Sutjipto, Persepsi Masyarakat Terhadap Kurikulum Pendidikan Anak Usia Dini
PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP KURIKULUM PENDIDIKAN ANAK USIA DINI PUBLIC PERCEPTION ON EARLY CHILDHOOD EDUCATION CURRICULUM Sutjipto Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemdikbud Jl. Gunung Sahari Raya, Nomor 4A, Jakarta Pusat e-mail:
[email protected] Naskah diterima tanggal: 11/01/2015, Direvisi akhir tanggal: 18/02/2015, disetujui tanggal: 23/02/2015 Abstract: The purpose of this study is to obtain public perceptions of early childhood education curriculum. The study used a case study approach with positivistic research paradigm and conducted from September to November 2014. Data analysis was performed using simple descriptive analysis in the form of a narrative. The results shows that the issue of curriculum and its implementation is not just the domain of curriculum developers, but also other aspects perceived as significant issues by the community. First, public perceives the importance of the rational of development, the cornerstone of development, strategy and procedure of development, structure and content of the curriculum, implementation strategies, and the existence of books and equipment in the context of curriculum design. Second, regarding the presence of the developed early childhood education curriculum, society strongly perceives that the document has been considering various aspects to the growing of interest for early childhood in practice of reading, writing, speaking, socializing/making friends, eating and drinking together, discipline, manners , faith, and playing activities, singing, marching, and exercise. Third, the implementation of the curriculum is perceived by society as an in need of harmonies cooperation among educational institutions, public, and educational supervisors in the region, especially in terms of teaching staff, procurement of books and equipment and other support resources. Keywords: public perception, perception of curriculum, early childhood education Abstrak: Tujuan dari penelitian ini adalah memperoleh persepsi masyarakat terhadap kurikulum pendidikan anak usia dini. Penelitian menggunakan pendekatan studi kasus dengan paradigma penelitian positivistik, dan dilakukan pada bulan September sampai November 2014. Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis deskriptif sederhana dalam bentuk naratif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa isu kurikulum dan penerapannya tidak hanya ranah pengembang kurikulum melainkan juga beberapa hal dipersepsikan secara cukup signifikan oleh masyarakat. Pertama, masyarakat mempersepsi penting terhadap rasional pengembangan, landasan pengembangan, strategi dan prosedur pengembangan, struktur dan isi kurikulum, strategi implementasi, dan keberadaan buku dan peralatan dalam konteks desain kurikulum. Kedua, berkaitan dengan kurikulum pendidikan anak usia dini yang dikembangkan, masyarakat mempersepsi secara kuat bahwa dokumen tersebut telah mempertimbangkan berbagai aspek kepentingan untuk tumbuh kembangnya anak usia dini dalam berlatih membaca, menulis, berbahasa, bersosialisasi/berteman, makan dan minum bersama, berdisiplin, bertata krama, sopan santun, aqidah keimanan, kegiatan bermain, bernyanyi, baris-berbaris, dan berolahraga. Ketiga, pengimplementasian kurikulum dipersepsi oleh masyarakat sangat memerlukan kerja sama yang harmonis antara lembaga pendidikan, masyarakat dan pembina pendidikan di daerah terutama dalam hal tenaga pendidik, pengadaan buku dan peralatan serta sumber daya pendukung lainnya. Kata kunci: persepsi masyarakat, persepsi terhadap kurikulum, pendidikan anak usia dini
1
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 21, Nomor 1, April 2015
Dalam kenyataan, kepedulian masyarakat
Pendahuluan Bangsa Indonesia merupakan kumpulan dari
terhadap pengembangan lembaga PAUD sebagai
masyarakat yang memiliki keanekaragaman latar
manifestasi dinamika budaya masyarakat tidak
belakang baik agama, suku, golongan, budaya
selamanya berjalan mulus. Satu sisi, per-
maupun pranata sosial yang membentuk sebuah
masalahan silang pendapat dalam masyarakat
sistem identitas diri dan integrasi sosial, atas
majemuk (plural society) sering kali bersumber
dasar kesamaan sikap dan cara berpikir serta
dari
cara bertindak sesuai dengan tuntutan zaman.
pengetahuan, status sosial, geografis, dan adat
Adanya
orang
kebiasaan menjadi kendala bagi tercapainya
menginginkan hidup bersama dalam satu
suatu kesepakatan yang perlu ditaati secara
komunitas yang teratur, yang dinamakan negara.
bersama. Pada sisi yang lain, masyarakat juga
kesamaan
sikap
karena
masalah
komunikasi,
kesenjangan
Merujuk pendapat Gamble (1988) yang
mempertanyakan seberapa besar elemen PAUD
menyatakan bahwa negara didirikan atas dasar
memiliki fungsi dan memberi sumbangan bagi
persamaan semua warga negara, maka negara
upaya membangun harmoni dan memecahkan
tidak hanya sebagai alat untuk mencapai tujuan
masalah kehidupan masyarakat itu. Hal ini
akhir tertentu bersama, seperti penjamin aturan
diperkuat oleh pendapat Maliki (2008) bahwa
pasar agar setiap individu dapat mengejar
pendidikan sebagai elemen dalam masyarakat
keperluannya, penjamin pendidikan agar setiap
harus memiliki sumbangan terhadap pemecahan
individu bisa bersekolah, melainkan juga
masalah yang dihadapi masyarakat dan
merupakan puncak dari sistem sosial, di mana
membantu menciptakan keseimbangan.
nilai tertinggi bukan pada individu melainkan pada kehidupan bersama.
Berkaitan dengan pendidikan, masih banyak kenyataan yang terjadi pada masyarakat,
Dengan adanya perasaan kehidupan
seperti adanya anggapan sebagian besar
bersama, bukan dikarenakan warna kepentingan
orangtua yang mempunyai pola pikir bahwa
politik, melainkan adanya perbuatan sosiologis
PAUD itu sepenuhnya merupakan tanggung
dalam berbagai khasanah kehidupan, seperti
jawab pemerintah, yayasan dan pihak lembaga
dalam pengembangan bidang pendidikan anak
penyelenggara pendidikan semata. Karenanya,
usia dini (PAUD), kesehatan masyarakat dan
sering dijumpai orangtua menumpu harapan
keagamaan.
pada
terlalu tinggi pada lembaga penyelenggara PAUD
masyarakat untuk PAUD dapat diupayakan
sehingga menuntut lembaga tersebut berbuat
melalui interaksi tingkah laku di antara individu-
seperti yang dikehendakinya. Padahal, secara
individu yang berada dalam masyarakat yang
jelas pada Pasal 4, Ayat (6) dalam Undang-
bersinggungan dengan lembaga pendidikan dan
Undang Republik Indonesia Nomor 20, Tahun
dipandu secara terorganisasi dan bukan
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
merupakan sesuatu yang dipaksakan. Yang
dinyatakan bahwa pendidikan diselenggarakan
dimaksud masyarakat di sini adalah kelompok
dengan memberdayakan semua komponen
Warga Negara Indonesia nonpemerintah yang
masyarakat melalui peran serta dalam
mempunyai perhatian dan peranan dalam bidang
penyelenggaraan dan pengendalian mutu
pendidikan (Departemen Pendidikan Nasional,
layanan pendidikan (Departemen Pendidikan
2003). Sejalan dengan pengertian tersebut,
Nasional, 2003). Peran serta yang dimaksud bisa
tingkah laku manusia sebagai anggota
dalam
masyarakat akan terikat oleh kebiasaannya yang
pengembangan kurikulum, pengawasan, dan
terlihat wujudnya dalam berbagai tata kelakuan
pemberian dukungan sumber daya yang
(mores) sosial dan berfungsi sebagai mekanisme
diperlukan oleh penyelenggara PAUD.
Perbuatan
sosiologis
kontrol bagi tingkah laku mereka (Geertz, 1973).
hal
pelaksanaan
pembelajaran,
Masyarakat yang memiliki tingkat kepedulian tinggi terhadap PAUD akan sangat antusias
2
Sutjipto, Persepsi Masyarakat Terhadap Kurikulum Pendidikan Anak Usia Dini
untuk bahu-membahu dalam mengembangkan
kelengkapan sarana dan prasarana, lingkungan
kualitas lembaga pendidikan tersebut. Di masa
belajar (lingkungan sekolah, penataan kelas,
yang akan datang peran sosial masyarakat
penataan halaman sekolah, dan penataan
seperti itu akan berkontribusi positif terhadap
berbagai jenis alat permainan), dan fasilitas
konfigurasi kepribadian dan norma etik anak
penunjang lainnya.
khususnya, maupun masyarakat pada umumnya.
Untuk PAUD, komponen kurikulum me-
Hasil penelitian Jenkins (2014) memberi
nempati posisi yang sangat penting karena
gambaran bahwa secara jangka panjang
diyakini bahwa pengembangan kurikulum
manfaat sosial dari investasi sumber daya pada
berhubungan dengan mutu program pem-
anak usia dini adalah memberi kesempatan yang
belajaran secara keseluruhan (Bredecamp dan
kuat untuk kebijakan dalam pembangunan
Copple, 1997). Sementara itu, program
ekonomi. Bagi masyarakat Indonesia, temuan
pembelajaran yang dirancang akan berdampak
studi tersebut di samping sebagai rujukan untuk
terhadap performa peserta didik yang ingin
mengelola PAUD menjadi lebih baik, juga menjadi
dihasilkan dari suatu sistem penyelenggaraan
tantangan yang harus diatasi, yakni bagaimana
PAUD yang dikehendaki oleh lingkungan dan
meningkatkan peran masyarakat bagi tumbuh
masyarakat. Misalnya, menyiapkan sumber daya
kembangnya lembaga pendidikan.
manusia yang berkualitas, menolong para orang
Permasalahan berikutnya, jumlah anak
tua dan anak-anak menjadi individu yang
dengan usia 0-6 tahun sangat besar, yaitu
terdidik, dan memberikan ruang kesadaran baru
sekitar 30 juta anak. Namun, realita tersebut
kepada masyarakat bahwa PAUD masih
tidak sebangun dengan telah dibangunnya
menunggu peran serta mereka.
lembaga penyelenggara PAUD di negeri ini.
Pada tahun 2012 Pemerintah menargetkan
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga
program satu desa satu PAUD, dengan diiringi
Berencana Nasional (BKKBN) mengatakan,
himbauan agar seluruh elemen masyarakat turut
layanan PAUD di Indonesia menjangkau sekitar
menyukseskan kebijakan tersebut. Dampak
30% dari 30 juta anak usia 0-6 tahun dari target
kebijakan itu ternyata cukup signifikan. Terbukti
yang disepakati dengan UNESCO, yakni 75%
pada tahun 2011 tercatat sebanyak 30.355
pada tahun 2015 (BKKBN, 2014). Banyaknya
desa yang belum memiliki PAUD, dan pada tahun
anak yang belum terjangkau layanan PAUD
2012, angka ini berhasil ditekan menjadi
menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah,
sebanyak
pemerintah daerah, dan masyarakat. Untuk itu,
www.jurnas.com/news/114685/). Capaian
ketiganya kini perlu saling bersinergi guna
tersebut memberi gambaran bahwa pada jenis-
membangun dan mengembangkan PAUD
jenis kebijakan seperti itu, Pemerintah akan
berbasis masyarakat. Dengan demikian, pada
memegang peranan yang paling penting karena
gilirannya akan dapat mewujudkan keberadaan
berkaitan dengan kebijakan politik bangsa
lembaga PAUD yang lebih demokratis,
(Badan Penelitian dan Pengembangan, 2012).
memperhatikan keragaman potensi sumber
Dampak hasil tersebut sekaligus memberi
daya, kebutuhan daerah, kebutuhan peserta
gambaran bahwa masyarakat cukup berperan
didik, dan mendorong peningkatan partisipasi
sebagai katup pengaman sukses tidaknya suatu
masyarakat.
kebijakan.
26.174
desa
(http://
Permasalahan lain yang tidak kalah penting
Dalam kesuksesan maupun ketidaksuksesan
adalah seberapa baik komponen-komponen
program PAUD terdapat beberapa pertanyaan
pendukung penyelenggaraan PAUD. Komponen-
implementatif yang harus dijawab: 1) siapakah
komponen tersebut antara lain seperti desain
pemegang kunci sukses terpenting dalam
kurikulum, bahan ajar, sumber daya manusia
pelaksanaan lembaga PAUD?, 2) seberapa kuat
terutama tenaga pendidik dan pengasuh,
peran
masyarakat
turut
serta
dalam
3
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 21, Nomor 1, April 2015
menyukseskan keberadaan lembaga PAUD?, 3)
dan
tanggapan
yang
kolektif
apakah kontribusi masyarakat yang signifikan
Koentjaraningrat
terhadap kelangsungan PAUD?, 4) siapakah
masyarakat adalah kesatuan hidup manusia
(1994),
pula.
menyatakan
yang menentukan sukses tidaknya PAUD?, 5)
yang berinteraksi menurut suatu sistem adat
bagaimana persepsi masyarakat terhadap
istiadat tertentu yang bersifat kolektif di mana
PAUD?, 6) bagaimana persepsi masyarakat
manusia itu bergaul dan berinteraksi. Sementara
terhadap kurikulum PAUD?, 7) bagaimana
itu, Maclonis (1997) menyatakan masyarakat
persepsi masyarakat mengenai pengasuhan
adalah orang-orang yang berinteraksi dalam
anak usia dini?, dan 8) bagaimana tingkat
sebuah wilayah tertentu dan memiliki budaya
pengetahuan masyarakat tentang pendam-
bersama.
pingan terhadap anak usia dini?.
Dari empat pengertian tersebut dapat
Atas dasar berbagai permasalahan yang
disimpulkan, bahwa masyarakat adalah
dikemukakan di atas, penelitian ini akan meneliti
sekelompok individu yang diorganisasikan dan
satu di antara permasalahan tersebut, yaitu
mengikuti suatu cara hidup tertentu karena
Bagaimana persepsi masyarakat terhadap
merasa ada kesamaan kebiasaan, tradisi, sikap,
kurikulum PAUD. Oleh karena itu, tujuan dari
perasaan persatuan serta harapan dan nilai-
penelitian ini adalah memperoleh gambaran
nilai yang dikuti oleh warganya. Hidup dalam
mengenai persepsi masyarakat terhadap
kelompok seperti itu, seorang individu akan
kurikulum PAUD. Di samping pengalaman dalam
belajar pola-pola tindakan bersama pada saat
mengenali data atau fakta tentang keberhasilan
berinteraksi dengan segala macam atribut
atau ketidakberhasilan program PAUD ditinjau
individu di sekelilingnya sebagai dinamika
dari sisi persepsi masyarakat terhadap suatu
kehidupan sehari-hari masyarakat. Sebagai
terminologi kurikulum, di masa yang akan datang
akibat hidup bersama, timbul sistem komunikasi
memperoleh input berharga yang dapat
untuk saling memengaruhi dan peraturan-
dimanfaatkan untuk memperbaiki kebijakan
peraturan yang mengatur hubungan antar-
serupa.
individu karena mereka merasa dirinya terikat satu dengan yang lainnya sehingga timbul suatu
Kajian Literatur
kesadaran untuk saling membutuhkan di antara
Pengertian Masyarakat
mereka.
Kata masyarakat merupakan padanan dari kata
Adanya interaksi dalam hubungan sosial
society, di mana kata tersebut berasal dari
dalam masyarakat dapat membentuk kebiasaan,
bahasa Latin societas yang berarti “kawan”.
aturan adat dan hukum. Aturan-aturan ini dapat
Masyarakat, menurut Schaefer dan Robert
menghasilkan suatu keteraturan sosial dan
(1998) adalah sejumlah besar orang yang tinggal
menghindarkan perilaku menyimpang di antara
dalam wilayah yang sama, relatif independen
para individu dan kelompok sosial masyarakat
dari orang-orang di luar wilayah itu, dan memiliki
yang bersangkutan. Dengan begitu, di
budaya yang relatif sama. Dari pengertian ini
masyarakat banyak dijumpai ikatan kesatuan
dapat diartikan bahwa sejumlah orang tersebut
sosial masyarakat, baik yang formal maupun
setiap hari berinteraksi secara sosial dan
nonformal, seperti organisasi rukun tetangga
berkomunikasi dalam kehidupan, saling bekerja
(RT), rukun warga (RW), paguyuban,
masya-
sama, dan memiliki wadah organisasi ke-
rakat
petani,
masyarakatan secara teratur.
masyarakat pedesaan, masyarakat perkotaan,
pendatang,
masyarakat
Masyarakat, menurut Ahmadi (2007) terdiri
masyarakat peduli pendidikan, komite sekolah,
atas kelompok-kelompok manusia yang hidup
masyarakat dengan suku tertentu, dan lain
secara kolektif dengan pengertian-pengertian
sebagainya. Ikatan dalam wadah kesatuan sosial
4
Sutjipto, Persepsi Masyarakat Terhadap Kurikulum Pendidikan Anak Usia Dini
terjadi karena adanya suatu sistem yang
hasil proses kerja otak seseorang dalam
mengikat kehidupan dan adanya pembagian
memahami atau menilai tentang objek,
peran dan tugas pekerjaan dalam masyarakat.
peristiwa, aspek, atau hubungan-hubungan
Timbulnya berbagai bentuk masyarakat
yang terjadi di sekitarnya (Walgito, 2004;
seperti dikemukakan di atas karena orang-orang
Suharman, 2005; Waidi, 2006; Rakhmat, 2007;
tersebut merasa memiliki kesadaran bersama
Sugihartono, Kartika, Farida, Farida dan Siti,
dalam kehidupan, kepentingan, harapan,
2007).
budaya, dan ikatan kekeluargaan. Merujuk
Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan
pendapat Waters (1994), manusia membutuhkan
bahwa persepsi adalah proses kemampuan
satu sama lain untuk bertahan hidup dan untuk
seseorang mengorganisir pemahamannya dalam
hidup sebagai manusia. Oleh karena itu, ikatan
arti membedakan, mengelompokkan, mem-
kebersamaan dalam masyarakat lazimnya bukan
fokuskan, menelaah, dan menginterpretasikan
diarahkan pada konformisme liyan (the other),
sesuatu objek tertentu guna menciptakan
tetapi lebih pada totalitas perilaku yang
gambaran secara keseluruhan.
mencerminkan kehendak kehidupan yang dicita-
Berdasarkan penelaahan di atas, persepsi
citakan masyarakat yang sekaligus untuk
masyarakat dalam artikel ini dimaknakan sebagai
mengukuhkan jati diri sebagai ciri khas
pemahaman dalam arti kemampuan membe-
kebersamaan. Dengan demikian, perilaku seperti
dakan, mengelompokkan, memfokuskan,
saling membantu antaranggota, menjenguk
menelaah, dan menginterpretasikan objek
warga yang sedang sakit, beribadah bersama
kurikulum PAUD yang dibagi dalam enam
di tempat ibadah, turut memberi sumbangan
kategori: 1) rasional pengembangan, 2)
bagi warga yang terkena musibah, turut terlibat
landasan pengembangan, 3) strategi dan
secara aktif dalam memajukan PAUD, dan memiliki
prosedur pengembangan, 4) struktur dan isi
hubungan yang lebih mendalam merupakan
kurikulum, 5) strategi implementasi, dan 6) buku
faktor penentu kebiasaan yang berlaku di dalam
dan peralatan.
suatu masyarakat. Metode Penelitian Pengertian Persepsi
Penelitian yang didasarkan pada pemahaman
Dalam pengertian psikologi, persepsi adalah
masyarakat terhadap rancangan kurikulum PAUD
proses mengenali atau memahami objek dan
yang sedang diimplementasikan ini menganut
kejadian objektif dengan bantuan indera
pendekatan penelitian studi kasus yang
(Chaplin, 1989). Untuk memahami konteks
menggunakan paradigma penelitian positivistik.
informasi, seseorang menggunakan daya pikir
Model penelitian studi kasus ini secara umum
dan nalarnya. Hasil studi Richeimer (2006)
ditandai dengan penggunaan kajian literatur
menemukan bahwa persepsi menyembunyikan
atau teori pada penelitiannya (Stake, 2005;
fenomena empiris yang mapan yang dikenal
Creswell, 2007; Yin 2009). Dengan demikian,
dengan istilah sebagai ‘keakraban’. Temuan studi
tidak ada teknik sampling secara khusus.
ini memberi makna bahwa apabila seseorang
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif
akan mempersepsi sesuatu objek, baik orang
(descriptive
research),
yaitu
berusaha
maupun bukan orang maka seseorang itu sangat
mengungkap gambaran pemahaman masyarakat
akrab dan peka dengan fungsi data.
secara cermat terhadap suatu objek kurikulum
Persepsi menurut Kotler dan Keller (2005)
yang sedang diterapkan. Secara konseptual
adalah proses bagaimana seseorang menyeleksi,
hasil penelitian akan mendeskripsikan fakta/
mengatur, dan menginterpretasikan masukan-
informasi yang terjadi pada saat itu (Sax, 1979;
masukan informasi untuk menciptakan gambaran
Sudjana & Ibrahim 1989). Model pendeskripsian
keseluruhan yang berarti. Persepsi merupakan
data, juga merujuk pendapat Crowl (1996), yang
5
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 21, Nomor 1, April 2015
menyatakan deskriptif adalah gambaran hasil
Hasil dan Pembahasan
telaahan, dan interpretasi dengan tujuan untuk
Hasil
dapat menerangkan dan memprediksi objek data
Sebagaimana telah diuraikan di muka bahwa
dari lapangan sehingga diperoleh informasi
penelitian ini ingin memperoleh gambaran terkait
secara keseluruhan.
dengan persepsi masyarakat terhadap kurikulum
Untuk memperoleh data dan informasi
PAUD ditinjau dari enam kategori. Karena itu,
secara komprehensif, teknik diskusi kelompok
pendeskripsian hasil dan pembahasan berikut
terfokus (FGD) dengan masyarakat dilakukan
menyoroti satu-persatu dari setiap kategori
di tiga daerah, yaitu Kota Pangkal Pinang, Kota
dimaksud.
Balikpapan, dan Kabupaten Bengkulu Tengah.
Pertama, rasional pengembangan kurikulum.
Tiga daerah tersebut diambil dengan per-
Ditinjau dari sudut pandang pendidikan, semua
timbangan: 1) keterjangkauan peneliti, 2)
responden mempersepsi dengan kuat bahwa
adanya APK PAUD tahun 2012/2013 yang
kurikulum merupakan salah satu komponen
cenderung naik untuk Kota Pangkal Pinang
pendidikan yang sangat penting. Penting, karena
sebesar 65,42%, Kota Balikpapan 49,93%, dan
menurut hampir semua responden menyatakan
Kabupaten Bengkulu Tengah 52,04%, dan 3)
bahwa pengembang kurikulum PAUD pasti telah
angka partisipasi sekolah usia 7-12 tahun yang
mempertimbangkan rasional yang tidak
tinggi, yaitu untuk Kota Pangkal Pinang sebesar
sembarangan, bukan kebalikannya irasional.
99,63%, Kota Balikpapan 98,78%, dan Kabu-
Dengan demikian, keberhasilan maupun
paten Bengkulu Tengah 84,20% (Kementerian
ketidakberhasilan PAUD dapat dikontrol lewat
Pendidikan dan Kebudayaan, 2013).
indikator-indikator rasionalitas ketercapaian
Pengumpulan data dilakukan antara bulan
yang terdapat dalam kurikulum. Hasil FGD juga
September hingga November 2014. Di setiap
menyimpulkan, bahwa penyusunan kurikulum
daerah diambil 3 PAUD dengan kriteria satu di
harus dikerjakan dengan penuh hati-hati,
kota, satu di pinggiran kota, dan satu di desa.
dikerjakan oleh orang-orang yang profesional,
Setiap PAUD diambil 12 orang anggota
dan atas dasar pertimbangan rasional yang kuat.
masyarakat sebagai responden. Dengan
Oleh karena itu, kurikulum harus sesuai dengan
demikian, jumlah responden sebanyak 108
usia anak, tuntutan dan tantangan zaman.
orang. Latar belakang responden cukup
Banyaknya permainan game, mudahnya akses
beragam, seperti orangtua peserta didik,
internet, penggunaan telepon genggam, acara
pengurus komite sekolah, tokoh masyarakat,
televisi, disinyalir mempengaruhi tumbuh-
pemimpin formal seperti ketua RT, ketua RW
kembang anak di zaman sekarang ini. Kebutuhan
hingga kepala desa, dan yang berprofesi sebagai
masyarakat akan perilaku yang agamis
pegawai negeri sipil. Pada setiap PAUD komposisi
merupakan tantangan bagi kurikulum. Di samping
masyarakatnya juga tidak berpola.
itu, sebagian besar responden juga melontarkan
Teknik pengolahan data dilakukan dengan
pemikiran bagaimana agar perilaku anak yang
cara mengelompokkan hasil FGD ke dalam
cenderung malas belajar bisa dikikis dalam
komponen-komponen objek kurikulum dengan
kurikulum. Menurut mereka, dalam kurikulum perlu
cara mengolah data transkrip. Analisis data
dimasukkan norma, aturan, dan nilai-nilai
dilakukan dengan menggunakan analisis
sehingga anak-anak menjadi terbiasa rajin
deskriptif sederhana dalam bentuk naratif.
belajar dan rajin bekerja, bukan sebaliknya hanya rajin menonton televisi dan gemar “hidup” di luar rumah bermain bersama dengan temantemannya. Dengan demikian, rasionalitas pijakan pengembangan kurikulum PAUD mesti jelas dan lugas.
6
Sutjipto, Persepsi Masyarakat Terhadap Kurikulum Pendidikan Anak Usia Dini
Kedua, landasan pengembangan kurikulum.
sinergi antarpemangku kepentingan. Sebagian
Hasil FGD menyimpulkan bahwa masyarakat
besar responden yang berada di lapangan
umumnya mempersepsi pentingnya landasan
sebagai pengguna kurikulum sebenarnya tidak
pengembangan kurikulum. Menurut mereka,
begitu paham tentang strategi yang ditempuh
untuk membangun rumah membutuhkan
dan
landasan atau fondasi yang kokoh. Apalagi
pengembang kurikulum. Bagi masyarakat yang
kurikulum untuk masa depan anak, kurikulum
penting adalah kurikulumnya baik dan sesuai
harus kokoh dan kuat, berarti tidak mudah
dengan keinginan. Masyarakat cukup ikut
digoyahkan oleh budaya lain dan kuat dalam
berperan di ranah penerapan sebagai masya-
arti mampu meningkatkan kualitas kehidupan
rakat pembelajar. Merujuk hasil penelitian,
masyarakat. Menurut hampir semua responden,
Winton (2000) menyarankan bahwa dukungan
satu hal yang sebaiknya dijadikan landasan
publik akar rumput (masyarakat) untuk
pengembangan kurikulum PAUD adalah apa yang
intervensi pada anak usia dini dapat dicapai
sudah dimiliki. Dengan lugas, responden
melalui semacam “komunitas belajar”.
prosedur
yang
dilaksanakan
para
umumnya menyampaikan bahwa banyak sekali
Keempat, struktur dan isi kurikulum. Dari
landasan dan sumber daya yang dimiliki,
hasil FGD yang didapat di tiga daerah sampel,
misalnya Pancasila sebagai filsafat bangsa dan
persepsi masyarakat pada umumnya me-
negara Indonesia yang menjadi sumber utama
nyatakan bahwa yang dimaksud struktur dan
dan penentu arah, undang-undang dasar
isi kurikulum adalah materi-materi yang diajarkan
negara, sumber daya yang bisa diandalkan,
kepada anak-anak di PAUD, yaitu 1) program
prinsip sebagai bangsa yang harus beragama,
kegiatan belajar secara keseluruhan seperti
kaya dengan aneka ragam suku, ras, golongan,
latihan menulis, membaca, berbahasa, ber-
dan budaya dan tujuan pendidikan nasional,
teman, makan dan minum bersama, berdisiplin,
serta anak-anak yang mempunyai potensi untuk
bersopan santun dan bertata krama; 2) kegiatan
berkembang. Semua potensi tersebut layak
ibadah kegamaan, seperti latihan sholat, berdoa,
dijadikan landasan pengembangan kurikulum
mengaji; dan 3) kegiatan bermain, bernyanyi,
PAUD.
menari, baris-berbaris, serta berolahraga.
Ketiga, strategi dan prosedur pengem-
Materi-materi tersebut menurut sebagian besar
bangan kurikulum. Hasil FGD menunjukkan bahwa
masyarakat mesti dijadwalkan secara baik,
hampir semua responden memberi persepsi
terstruktur secara baik atau dengan kata lain
tanggapan yang lebih kurang sama, bahwa
diorganisasikan secara baik. Hampir semua
jangankan mengembangkan kurikulum yang
responden juga mempersepsi bahwa isi suatu
sifatnya amat vital untuk masa depan bangsa,
kurikulum PAUD amat penting dan strategis
melaksanakan urusan di lingkungan RT
karena menurut sebagian besar masyarakat isi
memerlukan strategi khusus dan membutuhkan
kurikulum harus dapat memenuhi kebutuhan
prosedur kerja yang jelas. Karena itu, responden
perkembangan anak, baik di kota, pinggiran kota,
umumnya memahami dan meyakini bahwa
maupun di desa. Perkembangan yang dimaksud,
kurikulum PAUD yang telah dihasilkan oleh
antara lain mencakup: 1) mempersiapkan anak-
Kemdikbud sudah pasti menggunakan strategi
anak masuk sekolah dasar, 2) membantu
khusus dan prosedur kerja yang jelas, seperti
mempersiapkan anak-anak beradaptasi secara
melalui seminar, diskusi yang melibatkan
kreatif dengan lingkungan, teman dan
berbagai pakar, dan workshop penyusunan yang
kehidupannya, dan 3) membantu anak-anak
dilakukan oleh tim profesional. Tim tersebut
untuk bertingkah laku, bertutur kata, bertata
memiliki otoritas manajemen yang mampu
krama serta bersopan santun layaknya anak
mengaktifkan partisipasi seluruh unsur yang
Indonesia.
terlibat dan mampu melakukan koordinasi yang
7
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 21, Nomor 1, April 2015
Kelima, strategi implementasi. Untuk dimensi
mempersepsi bahwa kedua komponen itu bukan
ini, persepsi semua responden lebih kurang
bagian dari kurikulum. Persepsi mereka, kurikulum
sama, yaitu sepakat tidak ada jalan lain bahwa
adalah panduan berisi materi yang akan
strategi pengimplementasian kurikulum PAUD
diajarkan, sementara buku dan peralatan
sebaiknya melibatkan seluruh pemangku
merupakan bagian pelengkap untuk mendukung
kepentingan di daerah, lebih-lebih peran dinas
mengajarkan materi yang terdapat di dalam
pendidikan kabupaten/kota agar mau saling
kurikulum. Akan tetapi setelah diberi sedikit
bersinergi, bahu-membahu mensukseskan
penjelasan tentang posisi buku dan peralatan
penyelenggaraan kurikulum PAUD. Ukuran sukses
dalam kurikulum, akhirnya masyarakat umumnya
menurut persepsi masyarakat, umumnya bukan
cukup memahaminya. Pentingnya buku dan
gedung sekolah bagus yang dilengkapi dengan
peralatan bermain di lembaga PAUD, menurut
sarana pendingin udara, tetapi lembaga itu
persepsi sebagian besar responden menempati
memiliki luas ruang belajar yang cukup, luas
urutan ketiga setelah kurikulum dan guru. Hal
halaman sekolah cukup, tempat bermain cukup,
demikian diperkuat hasil dari FGD, yang umumnya
alat-alat permainan dengan beragam model
berisi harapan masyarakat terhadap buku dan
cukup, memiliki sarana air bersih, memiliki kamar
peralatan, yang menyatakan sebaiknya
mandi dan WC yang bersih, dan dibimbing oleh
pemerintah baik pusat maupun pemerintah
guru-guru yang profesional serta iurannya tidak
daerah melengkapi kebutuhan buku dan
memberatkan warga (tidak mahal). Menurut
peralatan bagi PAUD secara standar seperti pada
masyarakat, pada umumnya kurikulum PAUD
Kurikulum 2013, di mana semua siswa diberi buku
yang diimplementasikan menjadi dambaan
secara gratis oleh pemerintah. Menurut sebagian
masyarakat sekitar karena dianggap akan
besar masyarakat, tanpa ada peran pemerintah
mampu menjamin setiap anak memperoleh
seperti itu maka yang terjadi hanyalah
layanan pendidikan dan pengajaran yang baik
ketimpangan-ketimpangan dalam pelaksanakan
dalam rangka pengembangan pribadi dan
kurikulum PAUD. Ada lembaga PAUD yang
tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan
terbina dengan sangat baik karena masya-
bakatnya, yang pada gilirannya PAUD tersebut
rakatnya kaya sehingga mampu memberi
akan menjadi kebanggaan warganya. Di samping
sumbangan pembinaan pendidikan yang mahal,
itu, masyarakat umumnya meyakini bahwa tanpa
di mana salah satu peruntukannya adalah untuk
peran serta mereka tidak mungkin kurikulum
membeli buku-buku dan peralatan pendidikan
PAUD akan dapat terlaksana dengan baik. Selain
yang lengkap. Sementara itu, PAUD di desa yang
itu, hampir semua responden menyatakan bahwa
umumya dimiliki oleh masyarakat berbasis buruh
sepanjang masyarakat berada di daerah itu
perkebunan, petani kecil, hidup berladang,
strategi pengimplementasian kurikulum PAUD
pengrajin batu bata dengan status sosial
selalu melibatkan orang tua anak dan
ekonomi lemah jelas tidak mungkin untuk ditarik
masyarakat, minimal dalam pendanaan. Persepsi
iuran yang mahal sebagai sarana untuk
masyarakat seperti itu diperkuat oleh hasil
pengadaan buku dan peralatan.
penelitian Hopkins, Jen, Ayuba, & Rachel, (2014) yang menunjukkan bahwa walaupun dari latar
Pembahasan
belakang budaya yang berbeda, adanya faktor
Hasil temuan tersebut memberikan gambaran
geografis masyarakat tetap berinteraksi dalam
bahwa masyarakat dengan berbagai ragam
komunitas dan memiliki komitmen mempengaruhi
profesi dan latar belakang, baik di kota,
pengambilan keputusan mereka terhadap akses
pinggiran kota maupun di desa memiliki persepsi
layanan anak usia dini.
yang cukup baik terhadap rasional pengem-
Keenam, buku dan peralatan. Terkait
bangan kurikulum PAUD. Gambaran itu sekaligus
dengan buku dan peralatan, semua responden
menandakan bahwa masyarakat pendukung
8
Sutjipto, Persepsi Masyarakat Terhadap Kurikulum Pendidikan Anak Usia Dini
keberadaan PAUD memiliki kepekaan akan arti
hasil penelitian kebijakan kurikulum di Australia
dan pentingnya rasional mengapa kurikulum perlu
Selatan oleh Collins dan Yates (2009) yang
disusun. Begitu pula, berbagai tuntutan dan
menemukan tiga hal sebagai pertimbangan
tantangan zaman yang dihadapi, baik tuntutan
landasannya, yaitu 1) memprioritaskan keadilan
dan tantangan di dalam masyarakat maupun
sosial, 2) fokus pada pengembangan siswa
tuntutan dan tantangan di luar masyarakat juga
secara individu, dan 3) adanya ketentuan
penting dipertimbangkan sebagai rasional dalam
alternatif untuk mata pelajaran akademik
mengembangkan kurikulum. Di samping itu,
sebagai dasar intinya. Dari sini, jelas bahwa
dalam menghadapi tuntutan dan perkembangan
masyarakat pendukung keberlanjutan PAUD
zaman,
perlu adanya penyempurnaan filosofi
memiliki persepsi yang cukup baik terhadap
dan strategi pembelajaran yang menjamin
landasan-landasan yang dipakai sebagai dasar
kesesuaian antara apa yang diinginkan
pengembangan kurikulum, bahkan mereka amat
masyarakat, antara lain, norma, nilai, kebiasaan
meyakininya.
dengan apa yang dihasilkan oleh kurikulum. Hal
Begitu pula temuan berkait dengan strategi
itu diperkuat oleh hasil penelitian Ogawa, Judith,
dan prosedur pengembangan kurikulum, dapat
Marilyn, dan Samantha (2003) terhadap
dimaknai bahwa persepsi masyarakat baik yang
pengembangan dan penerapan kurikulum
ada di kota, pinggiran kota maupun di desa
berbasis standar pada suatu daerah distrik yang
sebenarnya tidak terlalu menghiraukan strategi
menyimpulkan bahwa pengembangan kurikulum
dan prosedur seperti apa yang ditempuh oleh
berbasis standar di tingkat kabupaten sebaiknya
para pengembang kurikulum di pusat. Bagi
menganut pendekatan rasionalistik yang tegas,
masyarakat, yang penting kurikulum PAUD yang
filosofis pembelajaran yang jelas, dan strategi
dihasilkan memenuhi harapan masyarakat
pembelajaran yang sesuai dengan standar
penggunanya. Anak-anak yang bersekolah
negara.
menjadi lebih baik, lebih rajin, lebih sopan, dan
Persepsi masyarakat yang terungkap terkait
lebih mengenal masyarakatnya. Walau persepsi
dengan rasional pengembangan kurikulum, juga
masyarakat biasa-biasa saja, hal ini menandakan
memberi gambaran yang cukup signifikan, bahwa
bahwa strategi dan prosedur pengembangan
masyarakat baik di kota, di pinggiran kota
kurikulum dapat dimaknai memang penting,
maupun di desa yang peduli dengan tumbuh
tetapi masyarakat menganggap ada yang lebih
kembangnya PAUD, meyakini kalau pengem-
penting, yaitu bagimana masyarakat yang
bangan kurikulum yang saat ini dipakai di sekolah
tinggal di desa yang secara geografis jauh dari
pasti telah mempertimbangkan berbagai aspek
Jakarta bisa merasakan terlibat dalam
landasan, seperti yuridis (minimal UURI tentang
pengembangan kurikulum PAUD. Keinginan
Sisdiknas), filosofis (Pancasila, misalnya),
sebagian responden untuk terlibat dalam
sosiologis, teoritis, dan empiris. Adanya persepsi
pengembangan kurikulum sebenarnya juga
keyakinan masyarakat seperti itu, sekaligus juga
merupakan keinginan hampir semua warga
memberi gambaran kepada berbagai pemangku
negara. Studi Rosen (2010) tentang persepsi
kepentingan pendidikan bahwa walaupun
anak-anak terhadap peran mereka dalam
masyarakat Indonesia berada di desa sekalipun
pengembangan kurikulum dalam satu prasekolah
yang nota bene jauh dari peradaban moderen
Kanada, misalnya bisa dijadikan renungan. Hasil
memiliki keyakinan bahwa negara, pemerintah
penelitian menunjukkan bahwa anak-anak
daerah, keberadaan pemimpin di daerah,
merasa berperan aktif dalam pengembangan
berbagai perangkat kebijakan (termasuk
kurikulum dan pelaksanaan, tetapi guru
kurikulum), keberadaan sebuah sekolah pada
membuat keputusan akhir tentang isi kurikulum.
saat diadakan pasti ada rasionalitas lan-
Anak-anak menyatakan keinginan untuk
dasannya. Anggapan seperti itu, sejalan dengan
mempengaruhi kurikulum dengan cara baru,
9
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 21, Nomor 1, April 2015
tetapi kemampuan mereka untuk melakukannya
mendukung bahwa seperangkat kurikulum untuk
dibatasi oleh faktor-faktor struktural dalam dan
kegiatan belajar mengajar bagi anak usia dini
di luar prasekolah. Temuan studi ini sekaligus
hendaknya sengaja dilaksanakan secara baik
juga memberi gambaran bahwa keterlibatan
melalui berbagai ragam aktivitas dan permainan
semua warga masyarakat dalam pengembangan
yang bisa dilakukan untuk dapat menyiapkan
kurikulum PAUD merupakan kemustahilan.
anak-anak meletakkan dasar-dasar bagi
Persepsi masyarakat mengenai isi kurikulum
pengembangan diri lebih lanjut. Perkembangan
yang harus dijadwalkan, terstruktur, dan
diri yang dimaksud terutama pada aspek baik
diorganisasikan secara baik memberi makna
estetika, kognitif, emosional, bahasa, fisik dan
bahwa masyarakat dalam hal pengimple-
sosial maupun religiositas/keagamaan sehingga
mentasian kurikulum PAUD bukan hanya sebatas
dapat menyediakan pengalaman yang dapat
terlibat dalam hal pendanaan tetapi juga ingin
dikembangkan pada jenjang pendidikan yang
memperoleh pencerahan lebih mendalam
lebih tinggi (sekolah dasar). Arah pengim-
tentang struktur dan isi kurikulum. Walaupun
plementasian kurikulum PAUD seperti itu
pada akhirnya masyarakat juga menyadari
diperkuat oleh studi Alasuutari and Alasuutari
bahwa keinginan yang seperti itu merupakan
(2012) bahwa bentuk yang sebenarnya dari
ketidaklaziman. Persepsi harapan seperti temuan
praktik-praktik baru pelaksanaan rencana
studi ini menandakan bahwa kepedulian
pendidikan anak usia dini tidak boleh keliru
masyarakat terhadap konsep dasar filosofis dan
dengan efek dari tradisi nasional. Hasil studi
keilmuan kurikulum serta ilmu bantu lainnya
tersebut memberikan gambaran bahwa tujuan
sebagai salah satu dasar pengembangan
reformasi PAUD di Finlandia tidak boleh
komponen kurikulum PAUD menjadi modal dasar
membingungkan masyarakat, terutama dalam
yang baik untuk mengembangkan kurikulum
hal praktik kurikulum yang sebenarnya.
pendidikan tersebut di kemudian hari. Persepsi
Persepsi masyarakat tentang keberadaan
masyarakat yang positif tersebut karena mereka
buku dan peralatan pendidikan untuk PAUD
berkepentingan terhadap tumbuh kembangnya
bukan bagian dari kurikulum merupakan
anak-anak paling tidak dari lima sisi, yaitu 1)
kelaziman karena selama ini stigma masyarakat
pengembangan potensi diri, 2) penanaman
kurikulum adalah dokumen sementara buku dan
dasar-dasar aqidah keimanan, 3) pembentukan
peralatan merupakan kelengkapan untuk
dan pembiasaan perilaku sosial-emosional yang
penerapan dokumen. Dengan demikian, apabila
diharapkan, 4) pengembangan pengetahuan dan
bicara mengenai kedua hal tersebut biasanya
keterampilan dasar yang diperlukan, dan 5)
masyarakat mengaitkan dengan tarikan uang,
pengembangan motivasi dan sikap belajar yang
yakni sebagian untuk membayar sumbangan
positif. Kelima fungsi dasar pendidikan untuk
pembinaan pendidikan (SPP) dan sebagian lagi
anak usia dini yang diinginkan oleh masyarakat
adalah untuk membeli buku-buku. Sementara
sejalan dengan temuan dari penelitian Heo,
peralatan dan perangkat bermain dianggap
Cheatham, Mary, dan Jina (2014) yang
bagian dari kelengkapan sekolah. Persepsi
menunjukkan bahwa banyak pendidik atau guru
masyarakat seperti ini, dapat dimaknai bahwa
anak usia dini di Korea menyadari pentingnya
dalam
strategi pengajaran sosial-emosional, tetapi
seyogyanya dilengkapi dengan buku-buku dan
mereka
tingkat
peralatan bermain yang cukup, seperti kebijakan
pelaksanaan yang spesifik tentang strategi
pada saat pemerintah menerapkan Kurikulum
sosial-emosional.
2013. Persepsi masyarakat bahwa dua
melaporkan
rendahnya
pengembangan
kurikulum
PAUD
Dimensi strategi implementasi kurikulum
komponen, yaitu buku dan peralatan amat
PAUD dipersepsi amat signifikan oleh semua
penting karena kehidupan anak-anak secara
responden. Artinya, masyarakat sangat
naluriah aktif bergerak, ingin membaca, ingin
10
Sutjipto, Persepsi Masyarakat Terhadap Kurikulum Pendidikan Anak Usia Dini
bermain-main dengan alat-alat dan dengan
kuat bahwa dokumen tersebut telah mem-
kecenderungan itu anak menggali berbagai
pertimbangkan berbagai aspek kepentingan
pengalaman kesehariannya baik di ruangan
untuk tumbuhkembangnya anak usia dini dalam
kelas, di tempat bermain, di halaman sekolah
berlatih membaca, menulis, berbahasa,
dan di lingkungan sekolahnya secara lebih luas.
bersosialisasi/berteman, makan dan minum
Dengan adanya buku dan peralatan untuk
bersama, berdisiplin, bertata krama, sopan
bermain pembelajaran yang representatif, anak-
santun, aqidah keimanan, dan kegiatan bermain,
anak secara aktif akan belajar dari hasil
bernyanyi, baris-berbaris, serta berolahraga.
pengamatan dan partisipasinya terhadap
Ketiga, pengimplementasian kurikulum dipersepsi
lingkungan. Melalui pengamatan dan pengalaman
oleh masyarakat sangat memerlukan kerja sama
langsung, anak-anak aktif membangun berbagai
yang harmoni antara lembaga pendidikan,
pemahaman dan pengetahuan sesuai dengan
masyarakat, dan pembina pendidikan di daerah
apa yang dipersepsinya. Dengan demikian, buku-
terutama dalam hal tenaga pendidik, pengadaan
buku memainkan peran penting dalam mendorong
buku, peralatan, serta sumber daya pendukung
perkembangan bahasa pada anak-anak. Rujukan
lainnya.
seperti itu, diperkuat oleh temuan studi dari Scarinci, Tanya, Jerrine, dan Kylie (2015)
Saran
tentang model wicara-bahasa (SLPs), yaitu
Dari hasil penelitian yang didapat di tiga daerah,
suatu model percontoham terhadap anak usia
tampak masyarakat yang peduli terhadap PAUD
dini menunjukkan bahwa program pendidikan in-
memahami secara positif keberadaan kurikulum.
service tersebut mengingatkan akan pentingnya
Namun, kenyataan yang ada pengimple-
peran PAUD dalam memfasilitasi perkembangan
mentasian kurikulum masih sarat masalah,
bahasa anak. Oleh karena itu, persepsi
terutama dalam hal sumber daya tenaga pendidik
masyarakat terhadap keberadaan buku dan
yang masih belum memadai. Oleh karena itu,
peralatan bermain dalam konteks kurikulum
pertama, kebijakan pusat sampai ke tingkat
merupakan kemutlakan, sebab anak usia dini
provinsi, hingga menghunjam sampai ke
haruslah menikmati masa kanak-kanaknya
kabupaten/kota hendaknya bukan sekadar
dengan banyak membaca buku dan bermain.
pencanangan satu desa satu PAUD tetapi benar-benar mengadakan gerakan aksi untuk
Simpulan dan Saran
mencari dan memfasilitasi penyebab macetnya
Simpulan
implementasi kebijakan penerapan kurikulum.
Dari hasil dan pembahasan di atas dapat
Kedua, kurikulum PAUD hendaknya dimaknai oleh
disimpulkan bahwa isu mengenai kurikulum PAUD
semua pemangku kepentingan pendidikan
dan pengimplementasiannya oleh masyarakat
sebagai instrumen pemerintah yang vital, yakni
tidak hanya ranah pengembang kurikulum
untuk pembentukan kepribadian yang berdaulat,
melainkan juga secara cukup signifikan oleh
beradab, berbudaya dan mandiri sejak dini. Oleh
masyarakat. Pertama, masyarakat mempersepsi
karena itu, pembinaan lembaga PAUD dari
penting terhadap rasional pengembangan,
berbagai aspek perlu lebih ditingkatkan. Ketiga,
landasan pengembangan, strategi dan prosedur
penerapan kurikulum PAUD di sekolah harus
pengembangan, struktur dan isi kurikulum,
dimaknai sebagai wahana pembiasaan dan
strategi implementasi, dan keberadaan buku dan
pembudayaan norma, nilai-nilai dan tata
peralatan dalam konteks desain kurikulum PAUD.
kelakuan yang sarat dengan muatan kearifan
Kedua, dengan adanya kurikulum PAUD yang
lokal dan budaya nasional sebagai jati diri
dikembangkan, masyarakat mempersepsi secara
bangsa.
11
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 21, Nomor 1, April 2015
Pustaka Acuan Ahmadi, A. 2007. Psikologi Sosial. Jakarta: Rineka Cipta. Alasuutari, P & Alasuutari, M. 2012. The Domestication of Early Childhood Education Plans in Finland. Global Social Policy, 12 (2), hlm. 129-148. Berita Satu. 10 Maret 2014. BKKBN: PAUD Baru Jangkau 30% Anak Usia 0-6 Tahun di Indonesia. http://www.beritasatu.com/kesra/170558-bkkbn-paud-baru-jangkau-30-anak-usia-06tahun-di-indonesia.html. Diakses tanggal 26 Januari 2015. Bredekamp, S. & C. Copple. 1997. Developmentally Appropriate Practice in Early Childhood Programs. Washington: NAEYC. Chaplin, J. P. 1989. Kamus Lengkap Psikologi. Penerjemah Kartini-Kartono. Ed. 1, Cet. 1 Jakarta: Rajawali. Collins, C., & Yates, L. 2009. Curriculum Policy in South Australia since the 1970s: The Quest for Commonality. Australian Journal of Education, 53 (2), hlm. 125-140. Creswell, J. W. 2007. Educational Research: Planning, Conducting, and Evaluating Quantitative and Qualitative Research Third edition. New Jersey: Pearson. Crowl, T. K. 1996. Fundamentals of Educational Research (2nd ed.). Chicago: Brown & Benchmark Publishers. Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Sekretariat Jenderal. Gamble, A. 1988. An Introduction to Modern Social and Political Thought. Hongkong: Macmillan Education Ltd. Geertz, C. 1973. The Interpretation of Cultures: Selected Essays. New York: Basic Books, Inc., Publishers. Heo, K. H. G., Cheatham, A., Mary, L. H., & Jina, N. 2014. Korean Early Childhood Educators’ Perceptions of Importance and Implementation of Strategies to Address Young Children’s Social-Emotional Competence. Journal of Early Intervention, 36 (1), hlm. 49-66. Hopkins, L., Jen L., Ayuba, I., & Rachel, P. 2014. How Does ‘Community’ Facilitate Early Childhood Service Use in a multicultural Australian suburb?. Journal of Early Childhood Research, 1476718X14552876. http://www.jurnas.com/news/114685/Wujudkan_Target_Satu_Desa_Satu_PAUD_2013/1/ Sosial_Budaya/Pendidikan#sthash.HkJMtQXD.dpuf. Diakses tanggal 27 Januari 2015. Jenkins, J. M. 2014. Early Childhood Development as Economic Development: Considerations for State-Level Policy Innovation and Experimentation. Economic Development Quarterly, 28 (2), hlm. 147-165. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. APK/APM PAUD, SD, SMP, SM dan PT (termasuk madrasah dan sederajat) Tahun 2012/2013. Jakarta: Pusat Data dan Statistik Pendidikan, Kemdikbud 2013. Koentjaraningrat. 1994. Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Kotler, P, & Keller, K. L. 2005. Marketing Management. 12th Edition. New Jersey: Prentice Hall. Maclonis, J. 1997. Seeing Ourselves: Classic, Contemporar, and Cross-Cultural Reading in Sociology. New Jersey: Prentice Hall College Div.
12
Sutjipto, Persepsi Masyarakat Terhadap Kurikulum Pendidikan Anak Usia Dini
Maliki, Z. 2008. Sosiologi Pendidikan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Ogawa, R. T., Judith, H. S., Marilyn, M. F., & Samantha, P. S. 2003. The Substantive and Symbolic Consequences of a District’s Standards-Based Curriculum. American Educational Research Journal. 40 (1), hlm. 147-176. Rakhmat, J. 2007. Psikologi Komunikasi Edisi Revisi. Bandung: Remaja Rosda Karya. Richeimer, J. 2006. Familiarity and the Inferential Theory of Perception. Theory & Psychology, August 2006. 16 (4), hlm. 505-525. Rosen, R. 2010. We Got Our Heads Together and Came Up with a Plan: Young Children’s Perceptions of Curriculum Development in One Canadian Preschool. Journal of Early Childhood Research. 8 (1), hlm. 89-108. Sax, G. 1979. Foundations of Educational Research. New Jersey: Prentice-Hall.Inc. Scarinci, N., Tanya, R., Jerrine, P., & Kylie, W. 2015. Impacts of an in-Service Education Program on Promoting Language Development in Young Children: A Pilot Study with Early Childhood Educators. Child Language Teaching and Therapy. 31 (1), hlm. 37-51. Schaefer, R. T., & Robert, P. L. 1998. Sociology. New York: McGraw-Hill Education. Sudjana, N. & Ibrahim. R. 1989. Penelitian & Penilaian Pendidikan. Bandung: Sinar Baru. Sugihartono, Kartika N. F, Farida A. S., Farida H., & Siti R. N. 2007. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press. Suharman. 2005. Psikologi Kognitif. Surabaya: Srikandi. Stake, R. E. 2005. Multiple Case Study Analysis. New York: Guilford Press. Waidi. 2006. The Art of Re-engineering Your Mind for Success. Jakarta: Gramedia. Walgito, B. 2004. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Andi offset. Waters, M. 1994. Modern Sociological Theory. London-New Delhi: Sage Publications, Thousand Oaks, tbk. Winton, P. J. 2000. Early Childhood Intervention Personnel Preparation: Backward Mapping for Future Planning. Topics in Early Childhood Special Education. 20 (2), hlm. 87-94. Yin, R. K. 2009. Case Study Research, Design and Methods (Third Edition). London-New Delhi: Sage Publications, Thousand Oaks.
13
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 21, Nomor 1, April 2015
14