PERKEMBANGAN PENGELOLAAN HUTAN RAWA GAMBUT DI INDONESIA : KONDISI TERKINI DAN UPAYA REHABILITASI
FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PENDAHULUAN Luas lahan gambut di Indonesia : 17 - 20 juta ha (terbesar ke-4 di dunia) Pengusahaan hutan sejak tahun 1970-an oleh 220 HPH mengelola lebih dari 13 juta ha hutan rawa gambut (HRG) Ramin (Gonystylus bancanus) jenis utama di HRG Kerusakan HRG karena : • Tidak memperhatikan karakteristik ekosistem • Over-eksploitasi • Konversi • Pembakaran Saat ini menjadi HRG terdegradasi : hutan sekunder bekas tebangan, semak belukar dan areal bekas kebakaran HRG terdegradasi : tidak produktif dan menimbulkan masalah lingkungan Perlu dilakukan rehabilitasi 30-Jul-07
2
Sementara Karakteriristik Ekosistem HRG Tropika : • Rentan terhadap gangguan. • Kesuburan tanah rendah (oligotropik, lignin tinggi, kadar abu rendah, heterogen) • Bulk Density sangat kecil : 0,1-0,2 g/cm3 • Kandungan air sangat tinggi > 300 % • Laju subsidensi 15-30 kali laju pembentukan • Karbon dan hara tersimpan dalam biomassa dan tanah gambut, jika pohon ditebang dan gambut terus menyusut maka produktivitas terus merosot dan sulit dipulihkan. Kegiatan pengelolaan dan rehabilitasi HRG : Aspek ekosistem sebagai unit pengelolaan Melibatkan masyarakat
30-Jul-07
3
PERKEMBANGAN PERKEMBANGANPENGELOLAAN PENGELOLAANHRG HRGDI DIINDOENSIA INDOENSIA KOMPOSISI JENIS
30-Jul-07
4
SISTEM SILVIKULTUR Ketentuan-ketentuan yang pernah ada dan digunakan dalam mengelola hutan rawa gambut adalah : • SK. Dir. Jen. Kehutanan No. 35/ Kpts/ DD/I/1972 tentang pedoman Tebang Pilih Indonesia, Tebang Habis dengan Permudaan Alam dan Pedoman - Pedoman Pengawasannya. • Dir. Jen RRL 1980 tentang Pedoman Tebang Pilih Indonesia. Penentuan Sistem Silvikultur, Pelaksanaan dan Pengawasan. • SK Dir. Jen. PH No. 24/Kpts-Set/96 tentang Perubahan Batas Diameter Tebangan, Rotasi Tebang, Jumlah dan Diameter Pohon Inti untuk hutan rawa gambut. • SK Dir. Jen. PH No. 564/Kpts/IV-BPHH/1989 tentang Pedoman Tebang Pilih Tanam Indonesia • Keppres No. 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung.
30-Jul-07
5
Sistem tebang pilih sistem silvikultur yang cocok untuk hutan rawa gambut Sistem silvikultur tebang habis tidak diperbolehkan mengingat peran dan fungsi pohon dalam hutan rawa gambut adalah :
30-Jul-07
Mempertahankan sistem hidrologi dan keseimbangan sifat-sifat tanah Sebagai “gudang hara” yang tersimpan dalam biomassa Sebagai pemompa hara dari tanah mineral di bawahgambut dibawa ke atas permukaan tanah gambut melalui jatuhan serasah
6
Keputusan KeputusanDirektur DirekturJenderal Jenderal Pengusahaan PengusahaanHutan Hutan No. No.24/Kpts/IV-set/96 24/Kpts/IV-set/96untuk untukhutan hutanrawa rawagambut gambut::
1. Rotasi tebang ditetapkan dalam jangka waktu 40 tahun 2. Pohon inti yang harus ditunjukan dan dipelihara selama jangka waktu rotasi tebang berjumlah sedikitnya 25 pohon per hektar yang berdiameter antara 20-39 cm. 3. Batas limit diameter pohon yang ditebang untuk semua jenis ≥ 40 cm
30-Jul-07
7
Berdasarkan beberapa ketentuan di atas dapat disimak bahwa beberapa kelemahan yang ada dalam ketentuan tersebut adalah :
Belum adanya sistem silvikultur yang baku untuk hutan rawa gambut yang mempunyai ekosistem yang khas lahan basah
Penentuan batas diameter tebangan dan rotasi tebang umumunya belum didasarkan pada hasil penelitian riap dan dinamika tegakan
Mengingat ekosistem yang khas, tanah gambut yang jenuh air, maka ketentuan tentang teknik penanaman perkayaan dan pemeliharaan tegakan tinggal tidak bisa di samakan dengan hutan tanah kering
Mengingat sistem penebangan sampai pengangkutan yang khas daerah rawa gambut, maka perlu ada pengaturan khusus tentang sistem pemanenannya.
Akses jalan jalan yang sulit pasca penebangan maka aspek pemeliharan tegakan tinggai sulit dilakukan
30-Jul-07
8
PERKEMBANGAN PRODUKSI (KASUS KAYU RAMIN) POTENSI AWAL RAMIN PER PROPINSI TAHUN 1980an
No.
Propinsi
Jumlah HPH
Luas (ha)
Volume Pohon (x 1000 m3) 35 up
50 up
1
Riau
31
2.222.000
9.228,60
6.191,70
2
Jambi
5
379.500
2.127,50
1.293,10
3
Sumatera Selatan
10
684.750
3.221,00
2.266,00
4
Kalimantan Barat
69
3.731.100
38.564,50
27.707,90
5
Kalimantan Tengah
96
5.491.250
76.106,60
50.390,30
6
Kalimantan Selatan
8
154.000
630,50
355,10
7
Sulawesi Tengah
?
486.500
842,00
672,60
8
Maluku
1
166.800
1,70
-
13.333.100
130.722,40
88.876,70
220
Sumber : Direktorat Bina Program Kehutanan (1983)
EVALUASI EVALUASI PERMUDAAN PERMUDAAN TEGAKAN TEGAKAN TINGGAL TINGGAL Penelitian Soerianegara et al. (1994) pengelolaan hutan rawa gambut mengalami beberapa hambatan. Beberapa faktor yang menjadi hambatan tersebut antara lain :
30-Jul-07
1.
Tidak seimbangnya antara kecepatan penebangan dengan kecepatan pertumbuhan,
2.
Pengetahuan yang serba terbatas tentang ekologi dan silvikultur jenis-jenis pohon hutan rawa gambut,
3.
Sistem pengusahaan hutan ramin yang belum dapat memadukan kebutuhan produksi dan konservasi
4.
Gangguan-gangguan non teknis lain seperti tidak sesuainya perencanaan dengan kondisi hutan yang ada, pelaksanaan pengelolaan tidak sesuai dengan ketentuan/peraturan, tebangan liar, konversi dan kebakaran.
10
Langkah-langkah rehabilitasi pada areal belas tebangan HPH : Penanaman dengan jenis-jenis pohon pioner : simpur, milas, balam, jelutung dan meranti batu di TPn dan bekas jalan rel. Pada areal penebangan pohon dilakukan pemeliharaan permudaan jenis-jenis komersial. Tidak melakukan pencabutan anakan alam ramin atau jenis komersial lain yang tidak dapat menjamin keberhasilan penanaman ulang di tempat lain. Perbanyakan melalui stek pucuk anakan alam dan kebun pangkas. Penelitian stek pucuk anakan alam ramin tekah berhasil 100 % Untuk menurunkan tingkat kerusakan tegakan tinggal akibat penebangan perlu dilakukan konsep RIL (Reduced Impact Logging). Penanaman di hutan rawa gambut tidak dapat dipantau di dipelihara karena tidak ada akses jalan 30-Jul-07
11
PERKEMBANGAN PRODUKSI (KASUS RAMIN):
Potensi 1983 : 130,7 juta m3 (pohon berdiameter 35 cm up) 88,9 juta m3 (pohon berdiameter 50 cm up)
1980an : kayu ekspor utama 38 % volume, 46 % nilai ekspor semua jenis
Produksi 1991-1992 : 900.000 m3/tahun
Rata-rata ekspor tahunan : 598.000 m3 (nilai US $ 119 juta)
1987 ekpor kayu olahan adalah 299.000 m3 (nilai US $ 86 juta)
1988 ekspor kayu olahan 224.000 m3 (nilai US $ 74 juta)
1994 -1997 penurunan tajam ekspor kayu ramin :
1994 -2000 produksi kayu ramin dari 666.245 m3 menjadi 131.137 m3 ekspor kayu olahan turun dari 456.730 m3 menjadi 102.677 m3
30-Jul-07
12
Tahun 2001 Departemen Kehutanan RI :
Menghentikan penebangan (moratorium) ramin
Mencatatkan ramin masuk ke Appendix III CITES
Hanya HPH yang telah mendapatkan SPHAL yang dibolehkan menebang, dengan catatan dilakukan penilaian ulang oleh asesor independen di bawah LIPI (Tim Terpadu Penilaian Ramin)
HPH tersebut adalah PT. Diamond Raya Timber, Riau
Hasil penilaian Tim Terpadu Penilaian Ramin 2001-2005 rata kuota produksi ramin : 11.627-14,082 m3/tahun
Rata-rata ekpor kayu olahan ramin : 3.000-6.000 m3/tahun
Tahun 2004 ramin masuk Appendix II CITES
30-Jul-07
13
STRUKTUR HUTAN PRIMER DAN BEKAS TEBANGAN 70
banyaknya Pohon
60
P-1 0 th 10 th 13 th 20 th
50 40 30 20 10 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Kelas Diameter 30-Jul-07
14
ASPEK EKOLOGI DALAM PENGELOLAAN HRG Lahan gambut multifungsi : Biodiversitas Produksi hasil hutan Hidrologi Lingkungan Kesubutan tanah gambut tergantung : • Ketebalan gambut • Sumber penggenangan • Tanah mineral di bawah gambut • Asal jenis tanaman pembentuk gambut Pengelolaan lahan gambut tidak bijaksana dapat menurunkan biomassa, hara dan karbon : Biomassa di hutan dataran : 100 ton/ha Biomassa alang-alang : 2 ton/ha Akibatnya menurunya hara dan karbon sekitar 50 ton/ha
30-Jul-07
15
KANDUNGAN KARBON DI BIOMASSA DAN TANAH DARI BERBAGAI TIPE HUTAN. Biomassa/tanah
Kandungan Karbon (ton ha-1)
Sumber pustaka
Biomassa : Hutan Hujan Tropika
250
Jordan, 1983
Hutan Alam temperate
300
Dengler et al, 1990
Hutan tanamandi Sub-tropik
111
Nabuur & Mohren, 1995
Hutan gambut tropika
200
Lumut/sphagnum
50
Mangrove
178
Twilley et al., 1992
Tanah : Gambut tropika
2.500
Diemont, unpublised
Tanah gambut secara umum
1.200
Sombroek et al, 1993
40-480
Sombroek et al, 1993
Tanah mineral Sumber : Diemont et al.,1997 (dari berbagai sumber). 30-Jul-07
16
LAJU EMISI DAN PENYERAPAN C SEKARANG
Sumber
Emisi CO2 tahunan
Penyerapan tahunan
(109 ton per ha)
Energi fosil
- 5,5
Deforestasi Tropika
-1,6
Pertumbuhan Hutan
+ 1,9
Laut
+ 2,0
Total
- 7,1
+ 3,9
Jadi Peningkatan Tahunan di Atmosfer = 7,1 – 3,9 = 3,2 Sumber : Diemont et al (1997) 30-Jul-07
17
LAJU EMISI C PADA PEMANFAATAN LAHAN GAMBUT
Penggunaan Tanaman pangan
Laju Emisi C (ton per ha) 5 – 42
Peternakan
0,3 -2,0
Kehutanan
0,3 -2,0
Ekstraksi untuk energi
50 - 66
Ekstraksi untuk hortikultura
50 - 81
Sumber : Immirzi & Maltby, 1992 dalam Diemont et al (1997) 30-Jul-07
18
DAMPAK NEGATIF DALAM PENGELOLAAN LAHAN GAMBUT 1. Pembersihan lahan 2. Pembakaran 3. Oksidasi 4. Pengerutan 5. Subsidensi Subsidensi : • Laju di seluruh dunia : 1 - lebih 8 cm per tahun. • Di Asia Tenggara : Permulaan reklamasi : 50-100 cm, selanjutnya 6 cm/tahun
30-Jul-07
19
30-Jul-07
20
PEMANFAATAN LAHAN GAMBUT BERKELANJUTAN PERLU : 1. Penatagunaan lahan gambut : > Kawasan konservasi dan kawasan lindung > Kawasan budidaya terbatas. 2. Mempertahankan adanya pohon, tebal gambut dan pengaturan sistem hidrologi Prinsip dasar yang harus dipegang untuk menuju pemanfaatan lahan gambut yang berkelanjutan adalah :
Tanah gambut harus dipandang sebagai media tumbuh
Tanah gambut harus dalam suasana jenuh air
Pohon atau hutan merupakan komponen utama yang dapat mempertahankan kesuburan dan keseimbangan hara pada HRG
30-Jul-07
21
Pola penggunaan lahan rawa hipotetik (Widjaja-Adhi, 1991)
Lahan Kering a. Jalur hijau b. Tampung hujan c. Kehutanan dan perkebunan d. Tanaman semusim
b
Sungai
c
d
a
Laut 30-Jul-07
22
PERMASALAHAN DALAM PENATAGUNAAN LAHAN GAMBUT Batas tebal gambut untuk kawasan budidaya dan konservasi : Keppres 32 tahun 1990 : Pasal 9 : Perlindungan terhadap kawasan bergambut dilakukan untuk mengendalikan hidrologi wilayah yang berfungsi sebagai penambat air dan pencegah banjir serta melindungi ekosistem yang khas di kawasan yang bersangkutan Pasaal 10 : Kriteria kawasan bergambut adalah tanah bergambut dengan ketebalan 3 meter atau lebih yang terdapat di bagian hulu sungai dan rawa.
Kenyataan di lapangan : Sebagian besar areal hutan produksi tetap berada pada ketebalan gambut > 3 m Kondisi lahan gambut ketebalan gambut > 3 m banyak yang berupa HRG terdegradasi 30-Jul-07
23
Grafik fluktuasi tinggi muka air gambut di beberapa petak selama tahun 2004 di areal PT. DRT. GRAFIK HASIL PENGUKURAN TINGGI MUKA AIR GAMBUT PT DRT TAHUN 2004 100
Petak 1062 Petak 1065 Petak 1127 Petak 1067
60 40 20
M ar Ap ril Ap ril M ei M ei Ju ni Ju ni Ju li Ju li Au g Au g
M ar
b Fe
n
b Fe
-20
Ja
n
0 Ja
Tinggi Muka Air Gambut (cm)
80
-40 -60 BULAN
Petak 1062 : Petak di dekat jalan rel Petak 1065 : Petak di perbatasan IUPHHK PT. DRT dengan areal konversi Petak 1127 : Petak hutan bekas tebangan Petak 1067 : Petak hutan primer (belum ditebang)
Alternatif Teknis Rehabilitasi HRG Terdegradasi : 1.
Pola penanaman intensif, input teknologi tinggi, biaya tinggi, waktu cepat
2.
Pola suksesi alam, input rendah, waktu lama
3.
Pola kombinasi suksesi alam dan penanaman
Pilihan alternatif tergantung :
30-Jul-07
Tingkat degradasi HRG
Ketersediaan SDM dan biaya
Fungsi kawasan (budidaya atau konservasi)
25
REHABILITASI HRG TERDEGRADASI DASAR PERTIMBANGAN Tujuan akhir rehabilitasi hutan gambut adalah : 1. Peningkatan kualitas lingkungan 2. Peningkatan produktivitas hutan 2. Peningkatan kesejahteraan masyarakat PENATAGUNAAN LAHAN :
30-Jul-07
Kawasan Konservasi
Kawasan Budidaya
26
Tahap pelaksanaan Rehabilitasi HRG terdegradasi : Tahap penataan dan realokasi lahan berdasarkan kelas kemampuan kesesuaian lahan Tahap konsolidasi lahan terutama penutupan secara selektif keberadaan saluran atau penghetian penyebab kerusakan HRG. Tahap operasional kegitan rehabilitasi dengan pola kombinasi suksesi alam dan campur tangan manusia yang dilakukan secara bertahap. Kegiatan monitoring dan evaluasi kegiatan yang telah berjalan sesuai target yang direncanakan dengan beberapa indikator penilaian keberhasilan. Kegiatan pengawasan /perlindungan areal yang dilakukan terus-menerus
30-Jul-07
27
ARAHAN KOMODITI Jenis asli merupakan prioritas utama Jenis pohon yang dapat tumbuh secara alam (suksesi) atau dapat dibudidayakan : Tumih (Combretocarpus ratundus) Mahang (Macaranga spp.) Pulai (Alstonia pneumatophora) Milas (Parastemon urophyllum) Balam-suntai (Palaquium spp.) Terentang (Camnosperma coreaceum) Geronggang (Cratoxylon arborencens) Simpur (Dillenia excelsa) Jelutung (Dyera lowii) Gelam (Melaleuca cajuputi) Ramin (Gonystylus bancanus) Meranti batu (Shorea uliginosa)
30-Jul-07
28
Untuk Agroforestry/Hutan Rakyat/Kebun Campuran :
30-Jul-07
1.
Durian,
2.
Rambutan,
3.
Sukun,
4.
Sagu,
5.
Rotan,
6.
Penghasil getah (Karet, Jelutung),
7.
Penghasil damar (Cengal, Nyatoh) dll.
29
ARAHAN REHABILITASI HUTAN RAWA GAMBUT TERDEGRADASI BERDASARKAN KONDISI DAN FUNGSI KAWASAN Kawasan hutan
Konservasi
Produksi
30-Jul-07
Kondisi areal
Kegiatan
Baik
Pengamanan kawasan, sumber benih
Sedang
Penanaman pengayaan, reboisasi dengan jenis-jenis lokal dan suksesi alam,
Rusak Berat
Pengadaan bibit dari jenis lokal, reboisasi intensif,
Baik
Pengamanan kawasan, pemanfaatan terbatas
Sedang
Pengembangan hutan produksi (HTI, hutan rakyat dan hasil hutan non kayu) dengan jenis lokal, agroforestry, agrosylvofishery,
Rusak Berat
Pengembangan HTI, input teknologi tinggi 30
PENUTUP
30-Jul-07
1.
Degradasi hutan rawa gambut menjadi areal tidak produktif, hutan sekunder, semak belukar, telah menimbulkan bencana lingkungan setiap tahun yang selalu muncul dalam skala regional.
2.
Penatagunaan lahan, kepastian kawasan, penegakan hukum, identifikasi tingkat degradasi, deliniasi kesesuaian lahan dan kegiatan rehabilitasi harus segera dilakukan.
3.
Hutan rawa gambut yang tersisa harus dipertahankan minimal sebagai sumber benih.
4.
Pengamanan hutan rawa gambut terdegradasi dari kebakaran hutan yang terus berulang adalah cara untuk mempercepat suksesi.
5.
Pembangunan HTI menggunakan jenis asli dikombinasikan dengan hutan rakyat merupakan salah satu alternatif yang dapat dilakukan swasta untuk merehabilitasi hutan rawa gambut terdegradasi bersama masyarakat.
6.
Perlu dibangun demplot-demplot rehabilitasi HRG terdegradasi yang representatif. 31
TERIMA KASIH