PERJUDIAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA
A. TINJAUAN UMUM TENTANG PERJUDIAN Perjudian merupakan suatu bentuk permainan yang telah lazim dikenal dan diketahui oleh setiap orang. Perjudian ini diwujudkan dalam bentuk permainan pertaruhan terhadap hal-hal atau benda-benda tertentu yang memiliki nilai. Pertaruhan tersebut diakhiri dengan suatu harapan akan adanya kemenangan terhadap hal-hal atau benda-benda tertentu yang memiliki nilai tersebut. Perjudian sederhana dengan mempertaruhkan sedikit uang dapat dilihat dari permainan kartu yang biasa dimainkan oleh masyarakat kecil, permainan bola, permainan lempar dan lain sebagainya. Perjudian yang berat dengan mempertaruhkan uang yang tidak sedikit juga dapat dijumpai dalam permainan poker, mahjong dan lain sebagainya. Dalam sejarah dunia, perjudian telah dikenal cukup lama. Bahkan beberapa negara mengembangkan dan melegalkan perjudian sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan pendapatan negara tersebut. Dahulu negara yang terkenal mengembangkan dan melegalkan judi adalah Monaco. Di Monaco, judi dijadikan sumber pemasukan untuk negara. Belanda juga ditengarai sebagai salah satu negara yang mengembangkan dan melegalkan judi sampai akhirnya judi dilarang di Belanda karena dipandang sebagai suatu bentuk kejahatan terhadap kesusilaan. Saat ini didunia terdapat beberapa negara yang masih tetap mengembangkan dan melegalkan judi seperti Macau di Hongkong RRC dan Las Vegas di Amerika Serikat. Di Indonesia khususnya di Jakarta, perjudian pernah dilegalkan oleh Gubernur Ali Sadikin yang memiliki pandangan positif terhadap efek perjudian bagi pembangunan Jakarta di saat itu. Tercatat dengan adanya legalisasi judi kasino di era Ali Sadikin, Jakarta memperoleh pemasukan yang cukup
membuat banyak perubahan terhadap kehidupan sosial ekonomi kota Jakarta. Selain perjudian era Ali Sadikin, pada masa pemerintahan Soeharto juga sebenarnya pernah berkembang jenis judi lotere dan undian seperti Porkas Sepak Bola, KSOB (Kupon Sumbangan Olahraga Berhadiah) dan SDSB (Sumbangan Dermawan Sosial Berhadiah) yang semula diijinkan namun kemudian dianggap perlu untuk ditertibkan. Perjudian pada dasarnya hanyalah permainan pertaruhan yang tidak menimbulkan ekses apapun karena hasil yang diperoleh hanya berdasarkan tebak-tebakan
atau
untung-untungan.
Perjudian
akan
menjadi
suatu
perbuatan yang melanggar norma agama dan kesusilaan apabila perjudian dilakukan secara terus menerus atau dengan kata lain perjudian menjadi alat untuk memperoleh penghasilan sehingga penjudi hanya menggantungkan hidupnya dari hasil perjudian. Dalam konteks ini judi dapat memberikan kerugian materiil dan immateriil kepada para pihak yang melakukan perjudian/pertaruhan tersebut. Dengan demikian tepatlah tindakan pembentuk undang-undang untuk memasukkan perjudian sebagai salah satu tindak pidana kesusilaan (dalam arti luas). Terkait dengan ini dapatlah dikutip pendapat dari van Bemmelen dan van Hattum yang mengatakan antara lain : “ditinjau dari sejarahnya sudahlah jelas, bahwa yang merupakan dasar bagi dapat dipidananya perbuatan ini terletak pada kenyataan yakni bahwa oleh permainan tersebut, dan khususnya oleh sifatnya yang khas sebagai permainan untung-untungan, hasrat orang menjadi tidak dapat dikendalikan dan dapat menimbulkan bahaya bagi penguasaan diri dan bagi pihak ketiga dapat mempunyai pengaruh, baik yang bersifat menolak maupun yang bersifat menarik. Pengaruh permainan ini dapat meniadakan penilaian yang tidak baik dari orang terhadap perbuatan-perbuatan tidak baik lainnya, yang lebih tidak baik dari permainan itu sendiri, yakni
karena
orang
selalu
melihat
adanya
hubungan
antara
perjudian,
penyalahgunaan minuman keras dan pelacuran.” Menurut van Bemmelen dan van Hattum, perjudian membuat asas loon naar arbeid atau asas mendapat penghasilan karena berkarya menjadi tidak dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, karena dibangkitkannya harapan orang untuk cepat menjadi kaya tanpa bekerja. Pembangkitan harapan seperti itu adalah keliru dan demi kebaikan masyarakat, perbuatan seperti itu perlu dihentikan (P.A.F Lamintang dan Theo Lamintang, 2011; 283) B. PENGATURAN PERJUDIAN DI INDONESIA Pengaturan Perjudian di Indonesia dapat dijumpai dalam Kitab UndangUndang Hukum Pidana khususnya dalam Pasal 303 dan Pasal 303 bis serta dapat pula dilihat dalam UU No. 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian serta PP No. 9 Tahun 1981. 1. KUHP Pengaturan tentang perjudian dapat dijumpai dalam Pasal 303 dan Pasal 303 bis (yang ditambah dengan UU No. 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian) sebagai berikut : •
Pasal 303 -
Ayat (1) : diancam dengan pidana paling lama sepuluh tahun dan denda dua puluh lima juta rupiah, barangsiapa tanpa mendapat izin: Ke-1. Dengan sengaja menawarkan atau memberi kesempatan untuk permainan judi dan menjadikan sebagai pencarian, atau dengan sengaja turut serta dalam suatu perusahaan untuk itu; Ke-2. Dengan sengaja menawarkan atau memberi kesempatan kepada khalayak umum untuk permainan judi atau dengan sengaja turut serta dalam perusahaan untuk itu dengan tidak peduli
apakah
untuk
menggunakan
kesempatan
sesuatu syarat atau dipenuhinya suatu tata cara
adanya
Ke-3. Menjadikan turut serta pada permainan judi sebagai pencarian. -
Ayat (2) kalau yang bersalah, melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan pencariannya, maka dapat dicabut haknya untuk menjalankan pencarian itu.
-
Ayat (3) yang disebut permainan judi, adalah tiap-tiap permainan, dimana pada umumnya kemungkinan mendapat untung tergantung pada peruntungan belaka, juga karena pemainnya lebih terlatih atau lebih mahir. Di situ termasuk segala pertaruhan tentang keputusan perlombaan atau permainan lain-lainnya, yang tidak diadakan antara mereka yang turut berlomba atau bermain, demikian juga segala pertaruhan lainnya.
•
Pasal 303 bis -
Ayat (1) diancam dengan kurungan paling lama empat tahun atau denda paling banyak sepuluh juta rupiah : Ke-1. Barangsiapa menggunakan kesempatan untuk main judi, yang
diadakan,
dengan
melanggar
ketentuan-ketentuan
tersebut pasal 303 Ke-2. Barangsiapa ikut serta permainan judi yang diadakan di jalan umum atau dipinggirnya maupun di tempat yang dapat dimasuki
oleh
khalayak
umum,
kecuali
jika
untuk
mengadakan itu, ada izin dari penguasa yang berwenang. -
Ayat (2) jika ketika melakukan pelanggaran belum lewat dua tahun sejak adanya pemidanaan yang menjadi tetap karena salah satu dari pelanggaran-pelanggaran ini, dapat dikenakan pidana penjara paling lama enam tahun atau denda paling banyak lima belas juta rupiah.
a. Pengertian Permainan Judi (hazardspel) Berdasarkan pengaturan perjudian dalam Pasal 303 KUHP ayat (3) dapat diketahui tentang pengertian permainan judi ialah tiap-tiap permainan, dimana pada umumnya kemungkinan mendapat untung tergantung pada peruntungan belaka, juga karena pemainnya lebih terlatih atau lebih mahir. Di situ termasuk segala pertaruhan tentang keputusan perlombaan atau permainan lain-lainnya, yang tidak diadakan antara mereka yang turut berlomba atau bermain, demikian juga segala pertaruhan lainnya. Dengan demikian inti pengertian perjudian menurut Pasal 303 ayat (3) adalah : 1. Perjudian sebagai permainan 2. Harapan untuk menang hanya didasarkan pada adanya “kemungkinan” untuk menang. Dalam konteks ini kemungkinan untuk menang bentuknya : -
peruntungan, kebetulan, nasib, rejeki
-
kemahiran pemain atau telah terlatihnya pemain untuk menang
Selanjutnya pengertian permainan judi diperluas lagi dengan : 1. pertaruhan antara dua orang/lebih mengenai hasil suatu perlombaan atau
hasil
suatu
pertandingan/permainan
lainnya,
dimana
para
petaruh (orang-orang yang bertaruh) itu tidak merupakan pemain dari perlombaan
tersebut.
Misalnya
tujuh
orang
perenang
berlomba/bertanding untuk memperebutkan juara. Sementara itu orang-orang lain bertaruh mengenai siapa yang juara, maka orangorang lain itu dipandang melakukan permainan judi 2. pertaruhan lainnya, misalnya : 2 orang/lebih di pinggir jalan raya bertaruh mengenai “kepala” nomor polisi mobil tertentu yang terbanyak lewat dalam waktu seperempat jam. (S.R Sianturi, 1983: 278)
Dengan demikian dipahami menurut Pasal 303 ayat (3) permainan judi pada dasarnya hanya permainan untung-untungan atau tebak-tebakan yang tidak memiliki ekses negative terkecuali dilakukan secara melawan hukum. Terkait persoalan melawan hukum ini Pasal 303 ayat (1) hanya mengawali rumusan tindak pidananya dengan kata-kata “hij die zonder daartoe gerechtigd te zijn” atau “barang siapa tanpa hak (izin) untuk itu…” menunjukkan bahwa perbuatan-perbuatan yang dimaksudkan di dalam ketentuan pidana yang diatur dalam Pasal 303 ayat (1) angka 1 sampai dengan angka 3, hanya merupakan tindak pidana jika perbuatan-perbuatan itu dilakukan oleh mereka yang tidak mendapat izin dari kekuasaan yang berwenang. Ini artinya
perjudian
tidak
merupakan
tindak
pidana
apabila
perbuatan-
perbuatan sebagaimana diatur dalam Pasal 303 ayat (1) angka 1 sampai dengan 3 dilakukan oleh mereka yang memperoleh izin dari kekuasaan yang berwenang. b. Unsur-unsur Perjudian Unsur-unsur tindak pidana dapat diuraikan atas unsure subjektif dan unsur objektif. Unsure subjektif merupakan unsure yang berkaitan dengan subjek itu sendiri khususnya mengenai sikap batinnya, sedangkan unsure objektif berkaitan dengan perbuatan yang dilakukan. 1) Pasal 303 ayat (1) angka 1: “diancam dengan pidana paling lama sepuluh tahun dan denda dua puluh lima juta rupiah, barangsiapa tanpa mendapat izin: Ke-1. Dengan sengaja menawarkan atau memberi kesempatan untuk permainan judi dan menjadikan sebagai pencarian, atau dengan sengaja turut serta dalam suatu perusahaan untuk itu.
-
Unsur subjektif : dengan sengaja Penempatan unsure subjektif diawal/didepan unsure objektif yang secara eksplisit disebutkan dalam rumusan tindak pidana sebagai
“dengan
sengaja”
menunjukkan
bahwa
hakim
untuk
dapat
menyatakkan pelaku terbukti memenuhi kesengajaan itu harus dapat membuktikan : a. Adanya kehendak atau maksud pelaku untuk menjadikan kesengajaan itu menawarkan atau memberikan kesempatan untuk bermain judi itu sebagai suatu usaha; b. Adanya kehendak atau maksud pelaku untuk menawarkan atau memberikan kesempatan bermain judi. c. Adanya pengetahuan pelaku bahwa yang ia tawarkan atau yang kesempatannya ia berikan itu adalah untuk bermain judi. Dengan demikian jika kehendak dan pengetahuan pelaku tidak dapat dibuktikan maka tidak terjadi tindak pidana yang berkaitan dengan perjudian.
-
Unsur objektif : 1. Barang siapa Kata barang siapa disini menunjuk kepada orang yang melakukan tindak pidana. 2. Tanpa mempunyai izin untuk itu Unsur ini memberi petunjuk bahwa pelaku haruslah orang yang tidak mendapat izin dari kekuasaan yang berwenang untuk melakukan
perjudian
sebagai
usaha
yang
secara
eksplisit
perbuatannya adalah menawarkan atau memebrikan kesempatan untuk bermain judi. 3. Melakukan sebagai usaha Unsur ini menunjukkan bahwa pelaku harus terbukti merupakan orang yang membuat perbuatannya atau kegiatannya menawarkan atau memberikan kesempatan untuk bermain judi sebagai suatu usaha; yakni kegiatan di bidang usaha yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan materiil.
4. Menawarkan atau memberikan kesempatan Unsure ini menunjukkan bahwa pelaku haruslah merupakan orang
yang
terbukti
melakukan
perbuatan
atau
kegiatan
menawarkan atau memberikan kesempatan untuk bermain judi, padahal ia tidak mempunyai izin dari kekuasaan yang berwenang untuk melakukan perbuatan atau kegiatan tersebut sebagai suatu usaha. 5. Untuk bermain judi. Hal berikutnya yang perlu dikaji adalah mengenai unsure objektif yang kedua yaitu 2) Pasal 303 ayat (1) angka 2 3) Pasal 303 bis
KESIMPULAN