PERJUDIAN MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM DAN KITAB UNDANGUNDANG HUKUM PIDANA TENTANG KRITERIA DAN ANCAMAN PERJUDIAN Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam ( SHI )
Oleh : Abul A'la Almaududi 104043101308
KONSENTRASI PERBANDINGAN MADZHAB FIQIH PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MADZHAB HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1430 H / 2009
PERJUDIAN MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM DAN KITAB UNDANGUNDANG HUKUM PIDANA TENTANG KRITERIA DAN ANCAMAN PERJUDIAN Skripsi Diajukan kepada Fakultas Syari’ah dan Hukum untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam ( SHI )
Oleh: Abul A'la Almaududi NIM: 104043101308 Di Bawah Bimbingan Pembimbing I
Pembimbing II
DR.H.Ahmad Mukri Aji, MA
Nahrowi, S.H., MH.
KONSENTRASI PERBANDINGAN MADZHAB DAN HUKUM PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MADZHAB FIQIH FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1430 H / 2009 M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa : 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri ( UIN ) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri ( UIN ) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri ( UIN ) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta,
2009
Abul A'la Almaududi
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR.................................................................................
i
DAFTAR ISI ..............................................................................................
iv
BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah.............................................................
1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah .........................................
3
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian...................................................
4
D. Metode Penelitian .....................................................................
5
E. Tinjauan Kajian Terdahulu ........................................................
7
F. Sistematika Penulisan ...............................................................
7
BAB II PERJUDIAN DALAM HUKUM PIDANA ISLAM A. Pengertian perjudian dan Dasar Hukum Larangannya ...............
9
B. Pendapat Para Ulama Tentang Perjudian....................................
14
C. Unsur-unsur Delik Perjudian .....................................................
16
D. Ketentuan Pidana Perjudian ......................................................
18
BAB III PERJUDIAN DALAM HUKUM PIDANA POSITIF A. Pengertian dan Jenis-jenis Perjudian ..........................................
32
B. Unsur-unsur Perjudian Dalam KUHP.........................................
33
C. Peraturan Perundang-undangan yang Berkaitan dengan Perjudian ....................................................................
42
D. Ancaman Pidana Perjudian ........................................................ BAB IV ANALISIS PERBANDINGAN HUKUM
45
A. Analisis Perbandingan Unsur-unsur Perjudian dalam KUHP dan Hukum Pidana Islam ..........................................................
53
B. Analisis Perbandingan Sanksi Pidana Perjudian dalam KUHP dan Hukum Pidana Islam .......................................................
57
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ............................................................................
63
B. Saran ......................................................................................
64
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................
66
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Masalah pejudian telah dikenal sejak lama sepanjang sejarah di tengah masyarakat. Sejak zaman dahulu, masalah perjudian merupakan suatu kenyataan atau gejalah sosial, yang berbeda hanyalah pandangan hidup dan cara permainannya. Kehidupan masyarakat yang mempunyai tata aturan kehidupan, dengan arti dan tujuan tertentu berusaha menanggulangi masalah ini. Usaha prefentif dan represif oleh pemerintah pun telah dilakukan, namun perjudian terasa semakin menjamur di tengah-tengah dan diseluruh lapisan masyarakat. Karena bagaimanapun kenyataannya di dalam masyarakat, perjudian dapat menimbulkan berbagai akibat negatif yang membahayakan dan meresahkan masyarakat, seperti sering terjadinya pencurian, hancurnya kehidupan rumah tangga, perkelahian, rusak moral generasi muda ( pemalas dan emosional ), serta identik dengan maraknya penjualan minuman keras dan pelacuran ( mabuk-mabukan dan perzinahan ). Semua ini terjadi karena orang yang kalah berjudi akan goncang jiwanya dan akan berusaha untuk mendapatkan gantinya dengan cara yang cepat dan mudah tanpa mengindahkan norma-norma susila dan agama. Sebaliknya apabila seseorang menang dalam perjudian, ia akan terdorong untuk mengeluarkan harta ke jalan yang sesat
karena ia mendapatkan harta dengan cara yang mudah dan cepat tanpa harus banyak bekerja, seperti mabuk, berzinah dan perbuatan lainnya yang tidak bermanfaat. Islam melarang bermain judi karena permainan judi itu dapat menimbulkan permusuhan dan pertentangan antara pemain-pemain itu sendiri, kendati nampak dari mulutnya bahwa mereka telah saling merelakan sebab bagaimanapun akan selalu ada pihak yang menang dan yang kalah, yang dirampas dan yang merampas. Sedang yang kalah apabila diam, maka diamnya itu penuh kebencian dan mendongkol, dia marah karena angan-angannya tidak dapat tercapai. Dia mendongkol karena taruhannya itu sial. Kalau dia ngomel, maka ia ngomeli dirinya sendiri, karena derita yang dialami dan tangannya yang menaruhkan taruhannya dengan membabi buta.1 Walaupun perjudian itu telah dilarang oleh agama Islam, dan pemerintah dengan segala macam hukumannya tetapi sampai sekarang masih ada orang yang membuka arena perjudian. Islam mengajarkan kepada umatnya untuk bekerja tidak boleh malas, oleh karena itu Islam menyuruh untuk menjauhi judi, karena dengan adanya permainan judi itu akan membuat seseorang berangan-angan, apabila ia menang maka akan menjadi kaya-raya tanpa usaha dan kerja keras. Sedangkan apabila ia kalah, maka kerugiannya itu mendorong pihak yang kalah untuk mengulangi lagi dengan ulangan yang kedua, sehingga dapat menutup kerugiannya yang pertama. Sedangkan yang menang, karena didorong oleh lezatnya menang, maka ia tertarik untuk mengulangi
1
Yusuf Qardhowi, Halal dan Haram Dalam Islam, Alih Bahasa Mu'amal Hamidi, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1999), h. 418.
lagi kemenangannya yang sedikit itu mengajak untuk dapat lebih banyak. Sama sekali dia tidak ada keinginan untuk berhenti dan makin berkurang pendapatannya, makin dimabuk oleh kemenangan sehingga dia beralih dari kemegahan kepada suatu kesusahan yang mendebarkan. Begitulah berkaitnya putaran dalam permainan judi, sehingga hampir kedua putaran ini tidak pernah berpisah. Dan inilah rahasia terjadinya pertumpahan darah antara pemain-pemain judi, Padahal belum pernah tercatat dalam sejarah ada orang kaya karena judi dan perjudian itu sendiri dapat mengakibatkan roda kehidupan menjadi terbengkalai, karena selamanya pemain judi sibuk dengan sesamanya. Sehingga lupa akan kewajibannya kepada Tuhan, kewajiban dirinya, keluarga, dan kewajibannya akan umat.2 Dengan adanya latar belakang diatas, maka penulis ingin mengangkat judul skripsi ini, karena sampai sekarang masih ada orang yang membuka arena perjudian, sehingga memberikan peluang orang untuk bermain judi.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah Bertolak dari latar belakang masalah tersebut yang tentu akan sangat luas jika masalah tersebut dibahas secara keseluruhan dalam penulisan ini, maka penulis perlu untuk menyajikan penulisan ini dengan dibatasi pada pemberian sanksi kepada orang yang terlibat pada pidana perjudian.
2
Ibid., h. 418-419
Adapun perumusan masalah yang penulis sajikan, tertuang dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: 1. Apa yang dimaksud dengan tindak pidana perjudian menurut Hukum Pidana Islam dan Hukum Positif ? 2. Bagaimana unsur-unsur perjudian yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan Hukum Pidana Islam? 3. Bagaimanakah ketentuan sanksi hukuman perjudian dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan Hukum Pidana Islam ?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan Dalam penyusunan skripsi ini ada beberapa tujuan yang hendak dicapai oleh penyusun yaitu: a. Mengetahui bagaimana perjudian menurut pasal 303 KUHP. b. Mengetahui apakah yang dimaksud dengan perjudian dalam hukum pidana Islam. c. Menganalisis perbandingan unsur-unsur dan sanksi pidana perjudian dalam KUHP dan Hukum Pidana Islam. 2.
Sedangkan manfaat penulisan skripsi ini sebagai berikut: a. Sebagai upaya memberikan kontribusi pemikiran khususnya terhadap pembentuk hukum untuk meninjau kembali eksistensi hukum positif dan
kaitannya dengan pencegahan perjudian yang semakin merajalela di tengah masyarakat, b. Memberikan peringatan terhadap semua lapisan masyarakat bahwa perjudian akan menyengsarakan dan membahayakan kehidupan masyarakat, bangsa dan negara.
D. Metode Penelitian Metode yang digunakan penyusun dalam menyusun penelitian ini adalah: 1. Jenis Penelitian Dalam penyusunan penelitian skripsi ini penyusun menggunakan jenis penelitian pustaka (library research) dengan sifat penelitian deskriptif, yakni mengumpulkan data secukupnya yang berhubungan dengan masalah yang akan dibahas lalu dianalisa secara sistematis dan profesional. 2. Pendekatan Masalah Dalam penelitian ini digunakan pendekatan secara yuridis atau juga normatif, yaitu dengan melihat undang-undang yang berkaitan dengan pokok masalah, yang berlaku di Negara Indonesia serta aturan-aturan yang terdapat dalam hukum Islam. 3. Sumber Data Pengambilan sumber data oleh penyusun yakni dari sumber-sumber hukum positif maupun hukum Islam, yaitu:
a. Sumber data primer yaitu data-data yang diperoleh dari sumber-sumber asli yang menurut segala keterangan yang berkaitan dengan penelitian ini, adapun data-datanya sebagai berikut: - Dari segi hukum pidana Islam penyusun mengambil data dari al-Qur'an dan as- Sunnah. - Dari hukum positif diambil dari undang-undang nomor 7 tahun 1974 dan Peraturan Pemerintah nomor 9 tahun 1981 tentang perjudian dan KUHP pasal 303. b. Sumber data sekunder yaitu: data-data yang diperoleh dari sumber data yang memuat hal-hal yang berkaitan dengan penelitian ini. Adapun sumber data sekunder diambil dari hukum Islam yaitu buku-buku fiqih dan pendapatpendapat para ulama dan dari hukum positif yaitu pendapat-pendapat ahli yang disusun dalam satu buku. 4. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan penyusun adalah analisis secara kualitatif yaitu digambarkan dengan kata-kata atau kalimat-kalimat yang terpisah-pisah menurut kategorinya untuk memperoleh kesimpulan. Sedangkan pola berpikir yang penyusun terapkan adalah: a. Deduktif, yaitu pola berpikir yang diambil berdasarkan data umum yang kemudian disaring, diolah dan kemudian ditarik kesimpulan. b. Komparasi, yaitu dengan membandingkan pendapat-pendapat para sarjana, para ulama dan membandingkan hukum positif dengan hukum pidana Islam.
Dengan mengambil dalil yang paling kuat untuk diterapkan terhadap permasalahan pokok.
E. Tinjauan Kajian Terdahulu Dalam Skripsi terdahulu terdapat penelitian yang dilakukan oleh Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta "Tinjauan Hukum Islam terhadap Lokalisasi Perjudian". Atas nama Zulkifli Ginting Jurusan Perbandingan Madzhab dan Hukum Tahun 2003.Kesimpulan Skripsi : Lokalisasi perjudian pada dasarnya bertujuan untuk meminimalkan dampak negatif jadi malah akan menimbulkan madharat yang lebih banyak. Seperti, legalnya segala perbuatan maksiat di sana (perjudian, minuman keras, dan pelacuran) karena satu sama lainnya kerap sekali bersamaan juga lambat laun dapat merusak jiwa dan mental generasi muda Indonesia. Dan lokalisasi perjudian hukumnya haram, sebab walaupun di dalamnya terdapat manfaat akan tetapi kemadharatannya yang ditimbulkan lebih besar.
F. Sistematika Penulisan Adapun teknik penulisan skripsi ini berpedoman pada "Buku Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis, Disertasi Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2007. Penulisan skripsi ini terdiri dari lima bab dengan pokok bahasan sebagai berikut:
Bab pertama yang merupakan pendahuluan terdiri dari latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka teori, metode penelitian, tinjaun kajian terdahulu, dan sistematika penulisan. Bab kedua membahas perjudian dalam hukum pidana Islam yang meliputi pengertian dan dasar hukum pengharamannya, pendapat para ulama tentang perjudian, unsur-unsur delik perjudian, dan ketentuan pidana perjudian. Bab ketiga membahas perjudian dalam hukum pidana positif yang meliputi pengertian dan jenis-jenis perjudian, unsur-unsur perjudian dalam KUHP, peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perjudian, dan ancaman pidana perjudian. Bab keempat memuat analisa terhadap Kitab Undang-undang hukum pidana dan Hukum Pidana Islam tentang perjudian Bab ini merupakan inti pembahasan dari skripsi ini, oleh karena itu dalam bab ini, dijelaskan beberapa analisa perbandingan yaitu: dari segi aspek unsur-unsur perjudian dan aspek ancaman pidana perjudian. Bab kelima adalah penutup, terdiri dari kesimpulan, kritik dan saran.
BAB II PERJUDIAN DALAM HUKUM PIDANA ISLAM
A. Pengertian dan Dasar Hukum Pengharamannya 1. Menurut Bahasa Kata judi atau maisir dalam bahasa mempunyai arti sebagai berikut : a. Menurut bahasa indonesia judi ialah, permainan dengan memakai uang sebagai taruhan, seperti main dadu, kartu, dll. b. Menurut bahasa arab judi itu disebut dengan maisir. 2. Menurut Istilah Adapun arti judi menurut istilah ada beberapa pendapat, di antaranya adalah : a. Hasbi ash-shiddiqeiy mengartikan judi dengan " segala bentuk permainan yang ada wujud kalah dan menangnya, pihak yang kalah memberikan sejumlah uang atau barang yang disepakati sebagi taruhan kepada pihak yang menang. b. Menurut Muhammad Rasyid ar-Ridlo judi3 yaitu :
ا ار او ا ا ﻥ آ وآ او ار وه ا ﻥ ا ا Artinya: Maisir adalah judi atau berasal dari kata yasara atau yusr yang berarti mudah, karena judi itu merupakan mata pencaharian yang tanpa jerih payah dan tanpa susah payah, atau berasal dari kata yasaar yang berarti kaya, karena sebab berjudi itu seseorang akan memperoleh kekayaan bila ia memenangkannya.
3
h.324.
Muhammad Rasyid al-Ridha, Tafsir al-Manar, ( Misra : Maktabah Qohiroh,tth ) Jilid II,
c. Menurut Hamka judi (maisir) yaitu, Segala permainan yang menghilangkan tempo dan melalaikan waktu dari membawa petaruhan, termasuk di dalamnya segala permainan judi, seperti koa kim, domino, kartu, rollet, dadu dan segala permainan yang bisa memakai pertaruhan4 d. Begitu pula dalam Tafsir ayat al-Ahkam dikatakan5 :
م ﺱاء آن ا* د او. ی"ن ر ( ی' و&رة & ه ا ا$" /00 او06 ا/00 ن0اء آ00 ﺱ/0 اﻥ$001 0 زﻥ00 0 $&00 وی0 ه3 او4 ﻥ50ا .78 ّ ا: ا$7 ی8 ; :< وان ا7& ا ا= د "* ر Artinya : Maka setiap permainan yang menjadikan satu pihak bisa menang dan pihak lain bisa kalah adalah termasuk judi yang diharamkan, baik menggunakan sarana apa saja seperti dadu, catur dan lainnya di zaman kita ini disebut " alYanasib"( lottre dan adu nasib) baik yang bertujuan untuk kebaikan atau sematamata demi mencari keuntungan, maka semuanya itu termasuk keuntungan yang tidak baik, dan sesungguhnya Allah itu dzat yang baik, Dia tidak menerima melainkan yang baik
e. Menurut Prof. KH. Ibrohim Hosen, LML berpendapat : Bahwa yang dimaksud dengan al-Maysir adalah suatu permainan yang mengandung
unsur
taruhan
yang
dilakukan
secara
berhadap-
hadapan/langsung dua orang atau lebih.6
4
5
Hamka, Tafsir al-Azhar, Jilid VII, ( Jakarta :Pustaka Panjimas, 1984 ), h.39.
Muhammad Ali as-Shabuni, Tafsir Ayat al-Ahkam, Jilid 1, ( Siria : Maktabah al-Ghazali, 1982 ), h.275 6 Ibrohim Hosen, Apakah judi itu ?, ( Jakarta : Lembaga Kajian Ilmiah IIQ, 1987), h.
Berdasarkan definisi –definisi yang diutarakan para ulama tersebut di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa judi ialah segala macam bentuk permainan yang terdapat taruhan di dalamnya, serta mengakibatkan untung rugi bagi para pemainnya dengan menyadari adanya resiko dan harapan-harapan tertentu pada setiap permainan, pertandingan, perlombaan yang belum pasti hasilnya.
2. Dasar Hukum Pengharamannya Sumber hukum tentang pengharaman perjudian dalam islam ialah firman Allah dalam kitab suci al-qur'an surat al-Baqarah : 219 yang berbunyi: ☺ ⌦,-. &☺'()* #$% " ☺ ! 99:) 23)45 67 ! /01 >)7 <1!= &☺2'2☺-. ! CD7 AB ! @ ☺')4? AB)I⌧K⌧L @ 4 H$% EF.)4:G )Q5GR ,P@C & 2MNOG (٢١٩:٢ / ) اةE!T@⌧4RC #,FS?C Artinya :“Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya". dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: " yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir,”(QS.alBaqarah(2):219 ) .
Dan dijelaskan pula dalam surat al-Maidah ayat 90- 91 "[67 P M)%T& VWAX!Y?5G (☺ ! ☺CG\ ☺?. >)N7 cdeg ,5CbRa ! ]^_`Ra ! j)kleC* >5C]Khi H$☺ 2XGG ☺?. . E2C4 #,P@C ,P@ :m 3)%G E!= 2>5C]Khi
oM P&0n ! j !IX #,PLXq`G ! ☺ ! pCG\ " rjs` > ! & L)D > ( ٩٠ -٥:٩١/) اة. EvW☺:w7 tPu!= #$'C* Artinya:”Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; Maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).”( QS.al-Maidah (5): 90-91 )
Sebab nuzul ayat ini diturunkan ialah karena ketika Rasulullah SAW datang ke Madinah didapatinya kaumnya suka minum arak dan makan hasil judi. Mereka bertanya kepada Rasulullah SAW, tentang hal ini. Maka turunlah ayat:
☺ &☺'()* #$% " ☺ ! 23)45 67 ! /01 ⌦,-. <1!= &☺2'2☺-. ! 99:) AB ! @ ☺')4? >)7 H$% EF.)4:G CD7 2MNOG AB)I⌧K⌧L @ 4 #,FS?C )Q5GR ,P@C & (٢١٩: ٢/ ) اةE!T@⌧4RC Artinya:Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya". dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: " yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir(QS.al-Baqarah(2) :219)
Kemudian turun ayat yang lebih keras lagi yaitu (QS. 5 : 90-91) yang memberikan kepastian akan haramnya. Sehingga mereka berkata: "Cukuplah, Kami
akan berhenti". Kemudian orang-orang bertanya: "Ya Rasulullah bagaimana nasib orang-orang yang gugur di jalan Allah, dan yang mati diatas kasur padahal mereka minum arak dan makan hasil judi. Dan Allah telah menciptakan
kedua hal itu
termasuk perbuatan dari syaithan yang keji.7 Dari keterangan dan penjelasan ayat di atas dapat diketahui bahwa: 1. Bahaya judi ini dapat menimbulkan permusuhan dan kemarahan diantara teman sepermainan, menghalangi dzikrullah dan shalat, merusak masyarakat dengan membiasakan hidup menganggur dan malas, menunggu hasil yang besar tanpa jerih payah dan bersungguh-sungguh, merusak rumah tangga sehingga banyak rumah tangga menjadi porak poranda yang dahulunya hidup dalam kesenangan dan kebahagiaan yang disebabkan oleh permainan judi, sehingga kadang-kadang berakibat sangat menyedihkan sekali, pelakunya mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri atau rela hidup dalam kemiskinan dan kehinaan8. Dari hari ke hari semakin jelas terlihat, bagaimana besarnya bahaya judi yang selama ini belum diketahui orang. Dengan demikian menjadi jelaslah apa yang difirmankan Allah SWT dalam al-Qur'anul Karim. "sesungguhnya setan ini bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian diantara kamu lantaran meminum khamar dan berjudi dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan shalat, maka berhentilah kamu dari mengerjakan pekerjaan ini".
7
Shaleh dan Ahmad Dahlan, Asbabun Nuzul Latar Belakang Historis Turunnya Ayat-ayat AlQur'an,Cet.12, ( Yogyakarta : Bina Islam, 1999), h. 4. 8
Zainudin Ali, Hukum Pidana Islam, ( Jakarta : Sinar Grafika, 2007), h.92.
2. Menurut hukum Islam unsur perjudian yang dapat dianggap melawan hukum Islam adalah setiap permainan judi yang dilakukan baik mendapat izin pemerintah, maupun tanpa izin pemerintah jadi kejahatan perjudian menurut agama Islam semua permainan judi walaupun perjudian tersebut diadakan oleh pemerintah atau program pemerintah seperti SDSB, KSOB, dan sebagainya sesuai dengan ayat di atas surah al-Maidah ayat 90 dan Al-Baqarah ayat 219.
B. Pendapat Para Ulama Tentang Perjudian Ulama telah sepakat atas haramnya macam-macam permainan judi karena Allah berfirman "katakanlah pada keduanya ia mendapat dosa yang besar", maka setiap permainan yang menjadikan satu pihak bisa menang dan pihak lain kalah adalah termasuk judi yang diharamkan, baik menggunakan sarana apa saja seperti catur, dadu, dan lain-lainnya, yang di zaman kita ini disebut "Ya Nashib" (lotere, adu nasib), baik yang bertujuan untuk tujuan kebaikan, seperti dana sosial atau yang semata-mata demi mencari keuntungan, maka semuanya itu termasuk keuntungan yang tidak baik". Dan bahwa sesungguhnya Allah itu dzat yang bagus, ia tidak menerima melainkan yang bagus. 9 Pengarang kitab al-Kasyaf berkata : 10
@*0 وﺱ0*B :* ا0 ﺹ07 اBو. ه3 و4 ﻥ5و ﺡ"@ ا اﻥاع ار ا د وا :لE 9
10
Ibrohim Hosen, Apakah judi itu ?, ( Jakarta : Lembaga Kajian Ilmiah IIQ, 1987), h.40
Abi al-Qasim Jarulloh bin Umar al-Zamakhsyari al-Khawarizmi, Tafsir al-Kassyaf, ( Misra : Musthafa al-Babi al-Halabi, 1962 ), Jilid I, h. 359.
د0 ان ا0 B : ا0I رJ0*B B و.@= ﻥ اHوG اH=*ای آ@ وه ; ا 4 ﻥ5وا
ا Artinya: Dan yang dihukumkan sebagi maisir, segala macam permainan judi, seperti dadu, catur dan lain sebagainya. Dan Nabi Muhammad bersabda : "Awaslah kamu terhadap dua permainan yang tercela, karena sesungguhnya keduanya itu termasuk judinya orang asing. Dan Ali ra: Sesungguhnya dadu dan catur itu adalah bagian judi Al-Alusi berkata: Tergolong Maisir, segala macam permainan judi seperti dadu, catur, dan lain-lainnya. Sehingga mereka menggolongkan permainan anak-anak seperti permainan buah pala dan sebagainya. 11 Main dadu/lotre yang apabila dibarengi dengan perjudian maka hukumnya adalah haram. Hal ini disepakati oleh para ulama' tetapi sementara ulama ada yang mengatakan makruh apabila permainan ini tidak dibarengi oleh perjudian. 12 Imam
Syafi'i
membolehkan
permainan
catur
dengan
syarat-syarat
sebagaimana disebutkan Fakhrur Razi, yaitu ia mengatakan: Imam Syafi'i berkata: apabila permainan catur tanpa pertaruhan, tanpa omongan yang melampaui batas, dan tidak sampai melalaikan shalat, maka tidak haram dan tidak termasuk maisir (judi), karena judi ditandai adanya pembayaran uang atau pengambilan uang, sedang hakikat permainan catur tidak demikian, maka ia tidak termasuk judi. 13
11
Ibid., h. 227.
12
Imam al-Ghozali, Halal dan Haram ( Jakarta: CV. Bintang Remaja, 1999), h.106.
13
Ibid., h. 229.
Sedangkan pengertian catur itu sendiri adalah permainan otak dan pikiran yang sudah terkenal di mana-mana, dari pelosok sampai ke kota-kota sangat digemari dari kalangan anak-anak sampai dewasa, dari kalangan berpenghasilan rendah sampai berpenghasilan tinggi. Dan permainan catur ini tidak diperbolehkan apabila dalam permainan catur ini dicampuri dengan perjudian atau pertaruhan. Sedangkan pengertian berpacu kuda atau balap kuda adalah suatu permainan, dan bentuk olahraga, juga suatu latihan permainan ini sangat dibutuhkan oleh para pemuda Islam atau sahabat-sahabat Rasulullah itu. Dan taruhan yang dilakukan oleh Rasulullah itu adalah merupakan suatu hadiah, yang mana uangnya itu dikumpulkan bukan hanya dari orang yang berpacu saja, tetapi dari semua orang yang menonton lainnya. Adapun hadiah yang dikumpulkan dari masing-masing yang berpacu, kemudian siapa yang unggul itulah yang mengambilnya, maka hadiah semacam itu termasuk judi yang dilarang. Dan Nabi sendiri menamakan pacuan kuda semacam itu adalah
kuda
syaithan,
harganya
menungganginyapun haram pula. 14
C. Unsur-unsur Delik Perjudian
14
Ibid., h. 106-107.
haram,
makannya
haram
dan
yang
Dalam menetapkan sanksi atau hukuman terhadap suatu pelanggaran harus diketahui terlebih dahulu unsur-unsur delik dalam jarimah, unsur-unsur ini ada pada suatu perbuatan, maka perbuatan tersebut dipandang sebagai suatu delik jarimah. Unsur-unsur delik itu ada dua macam yaitu unsur khusus dan unsur umum. Unsur umum itu adalah : 1.
Adanya nas yang melarang dan mengancam perbuatan (unsur formil).
2.
Adanya tingkah laku yang membentuk jarimah, baik berupa perbuatan nyata atau sikap tidak berbuat (unsur materil).
3.
Pelaku adalah mukallaf (unsur moril). 15 Unsur-unsur khusus yang dimaksud adalah misalnya dalam kasus pencurian,
selain memenuhi unsur-unsur umum, juga harus memenuhi unsur-unsur khusus yaitu: barang yang dicuri itu bernilai ¼ dinar keatas, dilakukan dengan cara diam-diam, dan benda itu disimpan di tempat yang pantas. Jika telah memenuhi unsur-unsur tersebut, maka perbuatan itu baru dianggap sebagai pencurian yang harus dihukum potong tangan. Begitu pula dengan jarimah perjudian. Suatu perbuatan dapat dikatakan sebagai perjudian, apabila telah memenuhi unsur-unsur khusus yaitu: 1. pengakuan dari pelaku bahwa dia benar-benar telah melakukan atau turut serta berjudi. 2. Adanya benda atau barang sebagai taruhannya.
15
Marsum ,Jinayat :Hukum Pidana Islam, (Yogyakarta: FH-UII, 1991), hal. 6.
3. Adanya obyek yang dijadikan suatu perbuatan judi. 4. Adanya hubungan sebab akibat antara perbuatan pelaku dengan orang yang dirugikan.
Terpenuhinya unsur-unsur yang umum dan khusus di atas maka ia dapat disebut sebagai pelaku dari tindak pidana berjudi.
D. Ketentuan Pidana Perjudian Sebelum menjelaskan ketentuan pidana perjudian dalam hukum Islam terlebih dahulu penyusun akan menjelaskan pengertian hukum pidana menurut syari'at Islam. Dalam buku-buku ilmu fiqih, persoalan pidana dibahas dalam bagian jinayat. Kata jinayat adalah bentuk prularis dari kata jinayah ataupun kejahatan. Perkataan jinayah, adalah merupakan kata asal (masdar). Dan kata kerjanya ialah " yang berarti berbuat dosa atau berbuat jahat. Orang yang berbuat jahat ialah djani (Masculinum Singularis) yang merupakan kata nama untuk jenis satuan laki-laki dalam kedudukan sebagai pelaku (Isim fa'il mufrad mudzakkar), dan bentuk prularisnya ialah djunat, adjnia, dan djunaa, yakni bentuk banyak tak beraturan jenis laki-laki. Sedangkan bentuk feminanya dalam singularis ialah djaniah (Mufrod Muannats) dan bentuk prularisnya ialah djawan dan djaniat, orang yang dikenal oleh perbuatan jahat dinamakan mudjna 'alaihi. 16
16
Haliman, Hukum Pidana Syari'ah Islam Menurut Ajaran Ahlus Sunnah, ( Jakarta : Buku Bintang, 1971 ), h. 63.
Sedangkan yang dimaksudkan dengan hukum pidana menurut hukum syari'at Islam, ialah ketentuan-ketentuan hukum syari'at Islam yang melarang orang untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu, dan terhadap pelanggarnya ketentuan hukumnya tersebut, dikenakan hukuman yang berupa penderitaan badan atau denda kepada pelanggarnya. Setiap peristiwa pidana harus mengandung tiga macam unsur, yakni yang pertama, sifat melakukan hukum, kedua pelakunya yakni orang yang melakukan perbuatan pidana tersebut. Ketiga dapat dipersalahkan atau disesalkan atas perbuatan yang oleh hukum dinyatakan perbuatan yang dapat dihukum, unsur-unsur tersebut ini, tidak selamanya dapat terlihat dengan jelas dan terang didalam perumusan ketentuanketentuan hukum syari'at Islam yang berhubungan dengan persoalan-persoalan pidana, dan pengertian tersebut kita kemukakan hanyalah untuk memudahkan dalam mempelajari dan membahas persoalan-persoalan hukum pidana menurut hukum Syari'at Islam. 17 Di dalam Al-Qur'an dijelaskan, setiap orang berkewajiban untuk menerapkan hukum Syari'at Islam: &☺m H$('yQz $x!= #mP@ C K ! ,FSC~ -T >7 ! r )}()* & {|!= ,x ?5CY!YC* & {|!= &☺m ( ٤٧: ٥ / ) اةAF.5⌧4 Artinya: ”Dan hendaklah orang-orang pengikut Injil, memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah didalamnya. barangsiapa tidak memutuskan
17
Ibid., h. 64-66.
perkara menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik.”(QS. al-Maidah /5 :47) Ketentuan-ketentuan tersebut dipertegas lagi dengan memberi perintah kepada Rasul supaya melaksanakan ketentuan-ketentuan hukum Syari'at Islam yang terdapat di dalam Al-Qur'an diantara sesama manusia: _5l@ KC. & :|!= ! A
Om ☺) %)xX_`7 HxCm 6)☺K'7 ! 5lS >)7 )}GXG &☺m -2' 6m ,FSjC* " )}Kj 3SpC 0 ! " & {|!= >)7 ⌧ P&%> ☺ #,x P& x!= #,P@:)7 6*e $P@) r HxC P&⌧T #C ! r %☯>'6)7 ! :V : X)jI ! :V97= #,FSjC & &7 oM #,PL # () >@5C ! "F.R C* " #,P@C P #,FSe#7 & oj. r ),I #
-l6PL ☺m ,P@}Sk(C* 6K)☺e ( ٥:٤٨ / ) اة. EF4RG!7 )}()* Artinya :Dan kami Telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang Telah datang kepadamu. untuk tiap-tiap umat diantara kamu, kami berikan aturan dan jalan yang terang. sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, Maka berlombalombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang Telah kamu perselisihkan itu”(QS.alMaidah/5:48) Sedangkan salah satu aturan pokok dalam syari'at Islam ialah pembuat tidak dihukum karena sesuatu perbuatan yang dilarang, kecuali kalau ia mengetahui (benarbenar) dengan sempurna tentang dilarangnya perbuatan tersebut, jika ia tahu tentang dilarangnya tersebut, maka pertanggungjawaban pidana terhapus daripadanya.
Dalam pengertian mengetahui cukup dengan kemungkinan mengetahui, jadi apabila seorang telah dewasa dan berakal sehat, sedang ia mendapat kesempatan untuk mengetahui perbuatan-perbuatan yang terlarang baginya, baik dengan jalan meneliti (mempelajari) nas-nas yang menyatakan keharaman atau dengan jalan bertanya kepada orang-orang pandai (Ahl-dzikri), maka orang tersebut dianggap mengetahui perbuatan-perbuatan yang diharamkan dan ia tidak bisa beralasan tidak tahu, oleh karena itu para fuqaha mengatakan sebagai berikut: "Di dalam negeri Islam tidak dapat diterima alasan tidak mengetahui ketentuan-ketentuan hukum". 18 Seseorang mukallaf dianggap mengetahui undang-undang (hukum) dengan adanya kemungkinan mengetahui, bahkan dengan adanya pengetahuan yang benarbenar terjadi, oleh karena itu undang-undang (hukum) yang melarang dianggap telah diketahui oleh semua orang, meskipun kebanyakan dari mereka tidak mengetahui undang-undang
tersebut,
ataupun
hanya
mengetahui
sedikit-sedikit,
selama
kemungkinan untuk mengetahui itu ada. Mengetahui undang-undang (hukum) benarbenar, tidak disyaratkan oleh syari'at karena hal ini akan menimbulkan kesulitan dan akan membuka pintu alasan tidak tahu seluas-luasnya serta melumpuhkan berlakunya undang-undang.
19
Dan telah dijelaskan, jumhur ulama' telah sepakat bahwa sumber hukum jinayat (Hukum Pidana Islam) ialah Qur'an, Hadits, Ijma, dan Qiyas. Sebagaimana
18
19
Haliman, Hukum Pidana Syari'ah Islam Menurut Ajaran Ahlus Sunnah, h. 86.
A. Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana Islam, ( Jakarta :Bulan Bintang,1997), h. 86.
ulama' merumuskannya dengan Qur'an, Hadits, Ijma, dan Qiyas sebagian ulama' merumuskannya dengan Qur'an, Hadits, Ijtihad yang telah disepakati (Ijma) dan Ijtihad perorangan (Qiyas). Jadi kedua perumusan itu sebenarnya sama, selain itu ada sumber hukum lagi yang tidak disepakati diantara para ulama', yaitu istihsan, istihshab, masalah mursalah, madzhab sahabat, adat kebiasaan. Dan syri'at nabi-nabi sebelum Islam. Tetapi para ulama telah sepakat bahwa sumber hukum tersebut belakangan ini dapat dipakai sebagai sumber hukum acara pidana (formil). 20 Tertib penyebutan sumber hukum tersebut di atas mewujudkan tertib kekuatan sumber hukum ini masing-masing, artinya jika terjadi suatu peristiwa hukum harus dicari petunjuknya dalam Al-Qur'an, jika tidak ada baru beralih kepada hadits, jika tidak ada baru beralih kepada qiyas. Akan tetapi sebagian ulama tidak menyetujui qiyas sebagai sumber hukum materiel (sumber yang menentukan macam jarimah dan hukumannya). Ia hanya dipakai sebagai sumber hukum formil (seperti halnya istishan, masalah, dan lain-lain). Diantara sumber-sumber hukum tersebut di atas hanya Qur'an dan hadits yang berlaku aturan-aturan asasi bersifat umum (multi), sedangkan sumber hukum yang lain lebih sesuai jika dikatakan hanya sebagai cara mengambil hukum dari Qur'an dan hadits. Bahkan diantara kedua sumber hukum ini hanya Qur'an yang menjadi sumber hukum pidana, sedang hadits hanya sebagai penjelas terhadap makna-makna Qur'an
20
Marsum, Jinayat: Hukum Pidana Islam, ( Yogyakarta : Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, 1991), h.13.
dan mengatur hal-hal yang tidak dijelaskan Al-Qur'an, oleh karena itu tidak mungkin hadits menentang kepada Qur'an, lebih-lebih sumber hukum yang lain. 21 Setelah penyusun menjelaskan pengertian hukum pidana menurut syari'at Islam, penyusun akan menjelaskan ketentuan pidana perjudian sesuai dengan pembahasan yang diangkat dalam skripsi ini. Sebagaimana dalam syari'at Islam ada hukum tertulis dalam beberapa kejahatan (criminal) sebagaimana telah disebutkan, ada lagi suatu cara memberikan kekuasaan (menguasakan) kepada hakim, untuk menentukan hukuman dalam beberapa macam kejahatan menurut yang dipandangnya cukup untuk menimbulkan kesadaran supaya orang yang mengerjakan kejahatan itu menjadi jera. Hukuman serupa ini oleh ahli-ahli fiqih dinamakan "ta'zir" (hukuman pengganjaran). Ta'zir yaitu, perbuatan pidana yang bentuk ancaman hukumannya ditentukan oleh penguasa ( hakim ) sebagai pelajaran kepada pelakunya. 22 Sedangkan dalam hukum pidana Islam dikenal empat penggolongan jarimah atau kejahatan ditinjau dari berat dan ringannya hukuman yang diancamkan, yaitu: 1. Jarimah qisos, yaitu jarimah yang diancam dengan hukuman qisos, adalah hukuman yang sama dengan jarimah yang dilakukan, yang termasuk jarimah ini ialah pembunuhan dengan sengaja yang mengakibatkan terpotong atau terlukanya anggota badan. Sumber hukum qisos ialah firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat178-179, 21
Ibid, h. 14.
22
Zainudin Ali, Hukum Pidana Islam, ( Jakarta : Sinar Grafika, 2007), h.11.
":7 P M)%T& VWAX!Y?5G oM _`. ,P@Kj _)lPL \m \ " gjRC. )X#m 2X#S ! o >☺C* r rcCam rcCa ! S) C* ⌦P c⌧ )}(!= >)7 =C& )}KC. P&(!= ! !☺m >)N7 /K)4G!7 )ICD @ >5_}m @|Xl >☺C* @ /V☺} g ! #,P@jmdg . n-()!= ^⌧K =CC* )ICD Xm / r (} _`. oM #,P@C ! #,FS?C 5SRa oY!Y?5G ( ١٧٨–١٧٩ :٢ / ) اة.EF.lC Artinya : Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pema'afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema'afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma'af) membayar (diat) kepada yang memberi ma'af dengan cara yang baik (pula). yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, Maka baginya siksa yang sangat pedih. Dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, Hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.(QS.al-Baqarah/2 :178-179) 2. Jarimah diyat, yaitu jarimah yang diancam dengan hukuman diyat, adalah hukuman ganti rugi atas penderitaan yang dialami. Korban atau keluarganya. Yang termasuk jarimah ini ialah pembunuhan tak disengaja, dan penganiayaan tak sengaja yang mengakibatkan terpotongnya atau terlukanya anggota badan. Ketentuan ini bersumber pada firman Allah, 0$R.G 0$RC%
E!=
>7 !
VC% g
>)7C2☺) r
C]
G ClC*
A%⌧L
7 !
.
:)7C7
C]
6)7C7
oj.
V☺?_w7
/VG)( !
V 6)7Cw7
EC* r "%Xs`G E!= ¢. 4¡)=x!= x !
#,P@T
¤N!2X
7£#C%
>)7
A%⌧L
" V 6)7Cw7 VSC% g G ClC* )7C7 #,FS 6m
h£#C%
>)7
A%01
E. !
V☺?_w7 /VG)XC* /5C¦K)N7 -2' 6m ! VSC% g
G!7 !
¡)=x!=
oj.
§ K`C* XG #,T >☺C* " V 6)7Cw7 :Vm#C ¨☺(
HMOmRR7 &
A%⌧L !
@
HM'⌧T &
>)N7
( ٩٢ :٤ / ) اء. ¦☺(S}
Artinya : Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali Karena tersalah (Tidak sengaja), dan barangsiapa membunuh seorang mukmin Karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, Maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang beriman. barangsiapa yang tidak memperolehnya, Maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturutturut untuk penerimaan Taubat dari pada Allah. dan adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS.an-Nisa/4 : 92) 3. Jarimah hudud, yaitu jarimah yang diancam hukuman had, yaitu hukuman yang telah ditentukan macam dan jumlahnya dan menjadi hak Tuhan. Dengan demikian, maka hukuman tersebut tidak mempunyai batas terendah atau batas tertinggi. Pengertian hak Tuhan ialah bahwa hukuman tersebut tidak bisa dihapuskan baik oleh perseorangan (yang menjadi korban jarimah), atau pun oleh masyarakat yang diwakili oleh negara. Jarimah-jarimah hudud ada tujuh macam,
yaitu : zina (an-Nur ayat: 2), qazaf (an-Nur ayat: 4), minum-minuman keras (Hadist Nabi), mencuri (al-Maidah ayat:38), hirabah ( al-Maidah ayat: 33), murtad ( al-Baqarah ayat : 217) dan pemberontakan (al-Hujurat ayat : 9). 4. Jarimah ta'zir, yang termasuk golongan jarimah ini ialah perbuatan-perbuatan yang diancam dengan satu atau beberapa hukuman ta'zir. Pengertian
ta'zir ialah
memberi pengajaran (at-ta'dib). Tetapi untuk hukuman pidana Islam istilah tersebut mempunyai pengertian tersendiri yaitu, syara' tidak menentukan macammacamnya hukuman untuk tiap-tiap jarimah ta'zir, tetapi hanya menyebutkan sekumpulan hukuman, dari yang seringan-ringannya sampai kepada yang seberatberatnya. Sedangkan jarimah ta'zir itu jumlahnya banyak sekali, yaitu semua jarimah selain diancam dengan hukuman had, kifarat dan qisos diyat, semuanya termasuk jarimah ta'zir, jarimah ta'zir ini dibagi menjadi dua: Pertama: jarimah yang bentuk atau macamnya sudah ditentukan oleh nash (Qur'an dan Hadits), tetapi hukumnya diserahkan kepada hakim. Kedua: jarimah yang baik bentuk atau macamnya, begitu pula hukumannya diserahkan kepada manusia, syara' hanya memberikan ketentuan-ketentuan yang bersifat umum. Baik nash-nash Qur'an hadits banyak sekali menyebut jarimah ta'zir ini, misalnya: wajib shalat dan zakat (al-Baqarah: 110), wajib puasa (al-Baqarah: 183), wajib haji (al-Baqarah: 97), larangan riba (al-Baqarah: 275), menipu harta (alBaqarah: 188), manipulasi (al-Baqarah: 42), larangan minum khomar dan judi (al-
Maidah: 90), larangan menimbun bahan makanan (hadits Nabi), jarimah ta'zir macam pertama ini harus dipandang sebagai jarimah untuk selama-lamanya. Mengenai jarimah ta'zir macam kedua misalnya adalah sebagai berikut, Allah berfirman dalam suirat al-Syuara : 183 yaitu :
z99: "q#C 0 ! oM "#CC 0 ! -x P& KT!= (١٨٣ :٢٦ / ) ااءM)X47 ©#gRa Artinya : Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan. (QS.al-Syuara /26: 183 ) Berdasarkan jiwa ayat ini pihak penguasa dapat membuat peraturan-peraturan yang melarang segala macam bentuk penyelewengan yang berakibat merugikan orang lain. Pihak penguasa juga dapat membuat peraturan-peraturan yang mengancam segala bentuk perbuatan merusak, seperti membuat keonaran, keresahan, huru-hara, dan lain sebagainya. 23 Allah berfirman dalam surat al-Maidah:2 0 ":7 P M)%T& VWAX!Y?5G 0 ! & H«?5⌧T "ª)7 |X *® 0 ! §V\ #Wh¬ MO)N7& P ¯ ! X?5jC. 0 ! EP l#SG §V\ _Q( r :I °g ! #,W¤dg >)N7 ⌧nC* 0 ! r "!2(C]±C* tPu*j} CD. ! E!= 7£#C% E 6⌧T #,P@9:7'C~ )X ☺ > #,F1!gX_± s "!2XlC E!= )£V\ oj " !C ! oj " !C 0 ! " @| .l ! r HEI !X ! --Qz
23
Marsum., Jinayat: Hukum Pidana Islam, h.140.
2XG)X⌧T T& 9E. " T& "F.9 ! (٢ : ٥ / ) اة. ^C.) Artinya :“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'arsyi'ar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaa-id, dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keredhaan dari Tuhannya dan apabila kamu Telah menyelesaikan ibadah haji, Maka bolehlah berburu. dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum Karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). dan tolongmenolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolongmenolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya” (QS.al-Maidah /5: 2 )
Berdasarkan ayat Qur'an yang bersifat umum ini pihak penguasa dapat membuat peraturan-peraturan yang mendorong kegiatan sosial, dan melarang untuk melakukan kejahatan yang menjurus kepada kejelekan dan permusuhan. Allah berfirman dalam QS. Al-An'am: 108. >)7 EXG A
)%T& "qj$ 0 ! ☺!X T& "q (C* & HE!2( 96Gb )I⌧K⌧L @ ¤-*) # m roj. d,- -2'j ¢⌧v ^V97= H$P@) -2'}kKC*
-2'e ²³ ,W¤ g (١٠٨ :٦ / ﻥم# ) ا. E☺G "%⌧L ☺m
Artinya:“Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, Karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan.”( QS.al-An'am/ 6 :108 ) Berdasarkan jiwa ayat ini pihak penguasa dapat membuat peraturan-peraturan yang melarang penghinaan terhadap agama lain.
Jika pada jarimah ta'zir macam pertama ini berubah dan harus dipandang sebagai jarimah untuk selama-lamanya, maka jarimah ta'zir macam kedua ini dapat berubah-ubah menurut keadaan dan waktu. Orang yang tidak mentaati perintah wajib dan melanggar larangan di atas ini tidak ditentukan oleh Qur'an tentang hukumannya. Hukumannya diserahkan kepada penguasa dengan hukuman-hukuman ta'zir. Cara menghukumnya terserah kepada penguasa apakah dibuat suatu undang-undang atau diserahkan kepada hakim berdasarkan kepada peristiwa hukum yang pernah terjadi atau dengan jalan ijtihad. 24 Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa ketentuan-ketentuan pidana perjudian menurut hukum Islam adalah termasuk jarimah ta'zir, bentuk atau macamnya sudah ditentukan oleh nash (Qur'an dan hadits), tetapi hukumannya diserahkan kepada manusia ( pengusa ), dan jarimah ta'zir ini tidak berubah dan harus dipandang sebagai jarimah untuk selama-lamanya. Oleh karena itu, hukuman ta'zir boleh dan harus diterapkan dengan tuntutan kemaslahatan, dalam kaitan ini ada sebuah qo'idah: 25
$%&' ور)( ا,, ,-.ا
Artinya : Ta'zir itu sangat tergantung kepada tuntutan kemaslahatan Adapun bentuk-bentuk hukuman ta'zir sebagaiman dijelaskan oleh Ahmad Hanafi yaitu 26: 24
25
Ibid., h.141.
Abdul al-Qadir Audah , Al-Tasyri Al-Jina-I Al-Islami Muqaran Bin Al-Qonun Al-Wadh'I ,(Misra : Maktabah Dar Al-Arubah, 1963), h.124
1. Hukuman Mati Pada dasarnya menurut syariat Islam hukuman ta'zir adalah untuk memberikan pengajaran(at-ta'dib) dan tidak sampai membinaskan. Oleh karena itu dalam hukuman ta'zir tidak boleh ada pemotongan anggota badan atau penghilangan nyawa. Akan tetapi kebanyakan fuqaha membuat suatu pengecualian dari aturan umum tersebut, yaitu kebolehan dijatuhkannya hukuman mati jika kepentingan umum menghendaki demikian, atau jika pemberantasan pembuat tidak bisa terlaksana kecuali dengan jalan membunuhnya; seperti mata-mata, pembuat fitnah, dan residivis yang berbahaya. Oleh karena hukuman mati merupakan suatu pengecualian hukuman ta'zir, maka hukuman tersebut tidak boleh diperluas atau diserahkan seluruhnya kepada hakim seperti halnya dengan hukuman-hukumna ta'zir yang lain, dan penguasa harus menentukan macamnya jarimah yang dijatuhkan hukumannya. 2. Hukuman kawalan-terbatas (penjara kurungan) Ada dua macam hukuman kawalan dalam syariat Islam, yaitu hukuman kawalan terbatas dan hukuman kawalan tak terbatas. a. Hukuman kawalan-terbatas, batas terendah bagi hukuman ini ialah satu hari, sedang batas setinggi-tingginya tidak menjadi kesepakatan. Ulama-ulama Syafi'iyyah
menetapkan
batas
tertinggi
satu
tahun,
karena
mereka
mempersamakannya dengan pengasingan dalam jarimah zina. Kalau jarimah
26
Ahmad Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana Islam,(Jakarta: Bulan Bintang, 2005),h.121-233
had. Fuqaha-fuqaha lainnya menyerahkan batas tertinggi tersebut kepada penguasa negara. b. Hukuman kawalan-tak terbatas, sudah disepakati bahwa hukuman kawalan ini tidak ditentukan masanya terlebih dahulu, melainkan dapat berlangsung terus sampai terhukum mati atau bertaubat dan baik pribadinya. Orang dikenakan hukuman tersebut ialah penjahat yang berbahaya atau orang-orang yang berulang melakukan jarimah-jarimah yang berbahaya, atau orang-orang yang tidak tegas dijatuhi hukuman-hukuman biasa, yang biasa melakukan jarimah pembunuhan, penganiayaan atau pencurian. 3. Hukuman Ancaman, Teguran, dan Peringatan - Hukuman Ancaman (tahdid) juga merupakan salah satu hukuman ta'zir, dengan syarat akan membawa hasil dan bukan ancaman kosong. Antara lain dengan ancaman akan dijilid atau dipenjarakan atau dijatuhi hukuman yang lebih berat, jika pembuat mengulangi perbuatannya. Termasuk ancaman juga, apabila hakim menjatuhkan keputusannya, kemudian pelaksanaanya sampai waktu tertentu. - Teguran (tanbih) juga merupakan hukuman ta'zir, kalau pembuat juga dijatuhi hukuman tersebut. Hukuman tersebut pernah dijatuhkan oleh Rasulullah saw terhadap sahabat Abu Zarr yang memaki-maki orang lain, kemudian dihinakan dengan menyebut-nyebut ibunya. Maka bersabda Rasullah saw" Wahai Abu Zarr, adalah engkau menghina dia dengan ibunya. Engkau adalah orang yang masih dihinggapi sifat-sifat masa jahiliah.
-
Hukuman peringatan (al-Wa'zu) juga ditetapkan dalam Syariat Islam dengan jalan
memberi nasihat, kalau hukuman ini cukup membawa hasil. Hukuman ini dicantumkan dalam Qur'an, sebagai hukuman terhadap istri, yaitu, "Istri yang kamu khawatirkan akan membangkang, maka berilah dia peringatan (nasihat)."(Qur'an surat,an-Nisa: 34) -
Hukuman denda (al-Garamah) ditetapkan juga oleh Syariat Islam, antara lain
mengenai pencurian buah yang masih tergantung di pohonnya yang didenda dengan lipatan dua kali harga buah tersebut, di samping hukuman lain yang sesuai untuk perbuatan mencuri tersebut. Seperti yang disabdakan oleh Rasulullah saw, " Dan barang siapa yang membawa sesuatu keluar, maka atasnya denda sebanyak dua kalinya beserta hukuman."
BAB III PERJUDIAN DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA
A. Pengertian dan Jenis-jenis Perjudian 1. Pengertian Menurut KUHP permainan judi adalah tiap permainan dimana pada umumnya kemungkinan mendapat untung tergantung pada peruntungan belaka juga karena permainannya yang lebih terlatih atau mahir. Di situ termasuk segala pertaruhan tentang keputusan perlombaan atau permainan lain-lainnya, yang tidak diadakan antara mereka yang turut berlomba atau bermain, juga segala pertaruhan lainnya. 27 Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa arti dari permainan judi adalah setiap permainan dengan orang yang bertaruh adanya uang dan harapan untuk menang. Hal ini tergantung pada nasib, atau kemungkinan untuk menang menjadi bertambah besar.
2. Jenis-jenis Perjudian Sedangkan jenis-jenis perjudian menurut Kitab Undang-undang Hukum Pidana adalah: Permainan dengan kartu yang tidak dapat digolongkan dengan judi
27
Moelyatno, KUHP , h.133.
ialah bridge, domino, dan sebagainya. Sedangkan yang dapat digolongkan dengan judi ialah dadu, dua puluh satu, rouletre, tombula, totalisator pada pacuan kuda, pertandingan sepak bola, apa yang disebut "main buntut" dan sebagainya. 28
B. Unsur-unsur Perjudian Dalam KUHP Unsur-unsur: Pasal 303 (1) Ke 1. : -Dengan tidak berhak - Memajukan: Atau - Memberi kesempatan - berjudi - sebagai mata pencaharian Atau - Turut campur - Dalam perusahaan main judi - Dengan sengaja Dalam ayat 1 ini dua jenis kejahatan: -
Mengajukan atau memberikan kesempatan berjudi sebagai mata pencaharian.
28
Turut campur dalam perusahaan main judi.
R. Sugandhi, KUHP Dengan Penjelasannya, (Surabaya : Usaha Nasional,1998 ), h. 323.
Mengajukan Perbuatan mengajukan berarti setiap pemberitahuan secara tertulis maupun secara lisan
yang
memberikan
kesempatan
oleh
pelaku
yang
mengajukan.
Pemberitahuan dari seorang, bahwa orang lain memberikan kesempatan, tidak berarti mengajukan. Memberi Kesempatan Memberi kesempatan adalah setiap perbuatan membuka kesempatan, bukan memperkenankan, menyediakan alat atau alat-alat judi. Berjudi Perjudian adalah suatu permainan yang hasil kemenangannya hanya tergantung pada untung-untungan saja. Permainan adalah cara bermain, dimana para pihak turut serta secara aktif, sedangkan pertaruhan adalah menentukan suatu hadiah atas kebenaran suatu perkiraan atau terkaan yang disangkal dan tetap. Ayat 3 memuat ketentuan tentang pengertian berjudi, Ayat 3 ini merupakan interpretasi authentik. Unsur-unsur ayat 3 adalah sebagai berikut: - Main judi berarti: - Tiap-tiap permainan yang: Kemungkinan hasil kemenangannya pada umumnya tergantung pada: - Untung-untungan saja. - juga kalau kemungkinan hasil kemenangannya akan bertambah besar:
- karena pemain lebih pandai atau lebih cakap. 29 - Main judi meliputi juga: - Segala pertaruhan tentang: - Hasil keputusan perlombaan atau permainan lainnya yang: - turut berlomba - turut bermain - Pertaruhan-pertaruhan lain: Berdasarkan rumusan ayat 3, suatu permainan dapat dinyatakan sebagai permainan judi, apabila memenuhi syarat sebagai berikut: - Penentuan kemenangan tergantung pada untung-untungan yang berarti, bahwa terdapat spekulasi dari para pelaku. -
Juga hasil kemenangan yang tergantung pada untung-untungan itu akan bertambah besar, karena orang-orang yang bermain dalam permainan lebih pandai, lebih cakap lebih terampil, di sini terdapat pengurangan resiko yang mungkin akan diderita atas spekulasi. Mungkin orang-orang yang bermain dalam suatu permainan lebih pandai,
lebih terampil, lebih cakap, lebih ulung, hingga hasil kemenangan bagi pelaku akan bertambah besar, tetap permainan itu dapat dinyatakan sebagai permainan judi. Dalam ayat 3 itu selanjutnya diadakan perluasan penafsiran atas pengertian permainan judi sebagai berikut:
29
Moch Anwar, Hukum Pidana Bagian Khusus KUHP Buku II, (Bandung : Alumni Bandung, 1986), h.255-256.
- Permainan judi meliputi juga setiap jenis pertaruhan atas keputusan: - Setiap jenis perlombaan - Setiap jenis permainan Dimana para pelaku tidak turut serta dalam perlombaan atau permainan itu. Misalnya: - Pertandingan sepak bola: para pelaku tidak turut serta. -Dalam permainan ketangkasan, misalnya lempar panah, seorang melempar panah, sedangkan para pelaku yang tidak melempar, memasang. Ketangkasan yang menentukan hasil kemenangan tidak termasuk permainan judi, kecuali orang-orang yang tidak melakukan ketangkasan turut serta melakukan pertaruhan. Selanjutnya dapat dikemukakan, bahwa undian tidak termasuk permainan judi, berhubung undian bukan merupakan permainan. Penyelenggaraan undian didasarkan atas UU No. 22 Tahun 1954 Tentang Undian, dimana ditetapkan, bahwa penyelenggaraan undian harus ada izin Menteri Sosial. 30 Sebagai Mata Pencaharian (BEDRIJF) Mata pencaharian pada umumnya merupakan usaha untuk mencari makan guna kelangsungan hidupnya. Dan ini dapat dinyatakan, apabila dilakukan secara berulang. Suatu perbuatan dalam mata pencaharian dapat tampak secara nyata apabila perbuatan dibayar. Tetapi juga dapat disimpulkan dari pembayaran bahwa terdapat perbuatan dalam mata pencaharian, meskipun tidak terjadi pengulangan atas perbuatan itu. 30
Ibid.,h. 256-257.
Turut Campur Dalam Perusahaan Main Judi Turut campur atau turut serta dalam suatu perusahaan dapat meliputi perbuatanperbuatan: - Menyediakan keuangan untuk usaha itu. - Turut serta dalam organisasi. - Membina atau meningkatkan pendirian atas usaha itu. Pelaku-pelaku itu melakukan perbuatan-perbuatan turut serta untuk kepentingan peningkatan atau pemberian kesempatan permainan judi. Dengan Tidak Sah Penyelenggaraan permainan judi dapat diizinkan oleh Menteri Dalam Negeri, berdasarkan UU No. 5 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah. Penyelenggaraan permainan judi tanpa izin Menteri Dalam Negeri oq Gubernur adalah penyelenggaraan permainan judi yang tidak sah. Dengan Sengaja Lihat penjelasan pasal-pasal lainnya. Unsur-unsur: Pasal 303 (1) Ke -2. - dengan tidak sah. - memajukan atau memberi kesempatan berjudi: - kepada umum - Turut campur dalam perusahaan perjudian itu.
- Biarpun diadakan sesuatu syarat atau cara dalam hal memakai kesempatan itu. Kepada Umum Kepada umum dapat dipenuhi cukup dengan ruangan atau gedung. Penjelasan unsur-unsur lain lihat penjelasan ayat ke-1. Unsur-unsur Pasal 303 (1) Ke-3: - Turut main judi - Sebagai mata pencaharian Lihat penjelasan ke 1 dan ke 2 Pasal 303 (2) Ketentuan pasal 303 (1) ke 1 dan ke 2 menetapkan hukuman tambahan bagi pelaku yang melakukan kejahatan ini karena kerjaannya. Hukuman tambahan itu adalah pencabutan hak melakukan pekerjaan itu. Pasal 303 (3) Penjelasan lihat pada pasal 303 (1) ke 1 tentang pengertian berjudi. Ketentuan dalam ayat 3 ini merupakan penafsiran secara authentik atas istilah "Berjudi". 31
31
Ibid., h.257-259.
Sedangkan tindak pidana yang dimaksudkan didalam ketentuan pidana yang diatur dalam pasal 303 bis ayat (1) angka 1 KUHP itu terdiri dari unsur-unsur obyektif: 1. Barangsiapa. 2. Menggunakan kesempatan yang terbuka untuk berjudi. 3. Yang sifatnya bertentangan dengan salah satu dari ketentuan-ketentuan yang diatur dalam pasal 303 KUHP. Unsur obyektif pertama, orang yang apabila, ia terbukti memenuhi unsurunsur selebihnya dari tindak pidana yang dimaksudkan didalam ketentuan pidana yang diatur dalam pasal 303 bis ayat (1) angka 1 KUHP, maka ia dapat disebut sebagai pelaku dari tindak pidana tersebut. Unsur obyektif kedua, memakai kesempatan yang terbuka untuk berjudi, bukan setiap pemakaian kesempatan untuk berjudi, misalnya dengan berjualan di tempat dimana kesempatan untuk berjudi itu telah diberikan oleh seseorang. Melainkan hanya pemakaian kesempatan dengan berjudi atau main judi. Unsur obyektif ketiga dari tindak pidana yang dimaksudkan didalam ketentuan pidana yang diatur dalam pasal 303 bis ayat (1) angka 1 KUHP itu ialah unsur yang sifatnya bertentangan dengan salah satu dari ketentuan-ketentuan yang diatur dalam pasal 303 KUHP. 32
32
Laminting, Delik-Delik Khusus Tindak Pidana Melanggar Kesusilaan dan Norma-norma Patutan, ( Bandung : CV. Mondar Maju, 1990 ), h.349-351.
Maksud dari bertentangan dengan salah satu dari ketentuan-ketentuan yang diatur dalam pasal 303 KUHP itu ialah bukan bertindak sebagai orang yang memberikan kesempatan untuk berjudi melainkan sebagai orang yang memakai kesempatan untuk berjudi. Tindak pidana yang dimaksudkan didalam ketentuan pidana yang diatur dalam pasal 303 bis ayat (1) angka 2 KUHP itu juga, hanya terdiri dari unsur-unsur obyektif, masing-masing yakni: 1. Barangsiapa. 2. Ikut serta berjudi. 3. Di atas atau di tepi jalan umum atau di suatu tempat yang terbuka untuk umum. Unsur obyektif pertama menunjukkan orang yang apabila orang tersebut memiliki unsur-unsur selebihnya dari tindak pidana yang dimaksudkan didalam ketentuan pidana yang diatur dalam pasal 303 bis ayat (1) angka 2 KUHP, dan penyelenggaraan dari perjudian yang bersangkutan itu ternyata tidak mendapat izin dari kekuasaan yang berwenang, maka ia dapat disebut sebagai pelaku dari tindak pidana tersebut. Unsur obyektif kedua dari tindak pidana yang dimaksudkan didalam ketentuan pidana yang diatur dalam pasal 303 bis ayat (1) angka 2 KUHP ialah unsur turut serta berjudi.
.
Unsur obyektif ketiga, dari tindak pidana yang dimaksudkan di dalam ketentuan pidana yang diatur dalam pasal 303 bis ayat (1) angka 2 KUHP ialah unsur di atas atau di tepi jalan umum atau di suatu tempat yang terbuka untuk umum. Untuk dapat disebut sebagai jalan umum, tidaklah perlu suatu jalan itu harus dibuat atas nama pemerintah, akan tetapi juga dapat merupakan jalan kepunyaan seseorang atau yang terdapat di atas tanah hak milik seseorang, yang pemiliknya telah diperuntukkan sebagai jalan umum. Maksud dengan tempat yang terbuka untuk umum itu ialah, tempat yang dapat didatangi oleh setiap orang yang ingin datang ke tempat tersebut. Kenyataan bahwa, pada suatu saat tertentu, tempat tersebut sedang ditutup untuk umum, tidak menghilangkan sifatnya sebagai tempat yang terbuka untuk umum. 33 Pasal 303 bis ayat 2 : Jika ketika melakukan pelanggaran belum lewat dau tahun sejak adanya pemidanaan yang menjadi tetap karena salah satu dari pelanggaran-pelanggaran ini, dapat dikenakan pidana penjara, selama-lamamya enam tahun atau denda setinggi-tingginya lima belas juta rupiah. Penjelasanya : Sebelum adanya Undang-undang penertiban perjudian tanggal 6 Nopember 1974, orang yang mempergunakan kesempatan main judi yang diadakan dengan melanggar pasal 303, dikenakan pasal 542 KUHP. Tetapi sejak adanya Undang-undang penertiban perjudian ini, maka orang yang mempergunakan kesempatan main judi yang diadakan dengan melanggar pasal 303 tersebut dikenakan
33
Ibid.., h. 351-355.
pasal 303 bis. Sedang orang yang membuka perusahaan perjudian diancam pidana dalam pasal 303 KUHP.
C. Peraturan Perundang-undangan yang Berkaitan dengan Perjudian Sebagaimana telah kita ketahui bahwa perjudian diatur dalam pasal 303 KUHP sebagai berikut: (1) Diancam dengan pidana paling lama dua tahun delapan bulan atau denda paling banyak enam ribu rupiah, barang siapa tanpa mendapat izin: Ke- 1 Dengan menawarkan atau memberi kesempatan untuk bermain judi dan menjadikan sebagai pencaharian atau dengan sengaja turut serta dalam suatu perusahaan untuk itu. Ke- 2 Dengan sengaja menawarkan atau memberi kesempatan kepada khalayak ramai untuk permainan judi atau dengan sengaja turut serta dalam perusahaan untuk menggunakan kesempatan adanya sesuatu syarat atau dipenuhinya sesuatu tata cara. Ke- 3 Menjadikan turut serta pada permainan judi sebagai pencarian. (2)
Jika yang bersalah, melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan pencariannya, maka dapat dicabut haknya untuk menjalankan pencaharian itu.
(3)
Yang disebut permainan judi adalah tiap-tiap permainan dimana pada umumnya kemungkinan mendapat untung tergantung pada peruntungan belaka, juga karena pemainnya lebih terlatih atau mahir. Di situ termasuk segala peraturan tentang keputusan perlombaan atau permainan lainnya yang tidak diadakan
antara mereka yang turut berlomba atau bermain, demikian juga segala peraturan lainnya. 34 Selain perjudian itu diatur didalam pasal 303 KUHP, perjudian juga diatur di dalam undang-undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang penertiban perjudian yang menyebutkan bahwa: Pasal 1: menyatakan bahwa semua perbuatan pidana perjudian sebagai
kejahatan.
Pasal 2: ke (1): merubah ancaman pidana dalam pasal 303 (1) KUHP, dari pidana penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan atau denda sebanyakbanyaknya sembilan puluh ribu rupiah, menjadi pidana penjara selamalamanya sepuluh tahun atau denda sebanyak-banyaknya dua puluh lima juta rupiah. Ke (2): merubah ancaman hukuman dalam pasal 542 ayat (1) KUHP, menjadi pidana penjara selama-lamanya empat tahun atau denda sebanyakbanyaknya dua puluh lima juta rupiah. Ke (3): ancaman pidana dalam pasal 542 ayat (2) KUHP, menjadi pidana penjara selama-lamanya enam tahun atau denda sebanyak-banyaknya lima belas juta rupiah. 35
34
Moelyatno, KUHP, h. 133.
35
Lembaran Negara Republik Indonesia, undang-undang No. 7 Tahun 1974 pasal 1 dan 2.
Penertiban perjudian sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang penertiban perjudian dimaksudkan, untuk membatasi perjudian sampai lingkungan sekecil-kecilnya, sampai akhirnya menuju ke penghapusan sama sekali dari seluruh wilayah Indonesia. Dan berdasarkan perkembangan keadaan pada saat sekarang ini, dipandang sudah tiba waktunya untuk mengupayakan penghapusan segala bentuk dan jenis perjudian di seluruh wilayah Indonesia. Untuk maksud tersebut dan dalam rangka mengatur tentang pelaksanaan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang penertiban perjudian, dipandang perlu untuk melarang pemberian izin penyelenggaraan perjudian dalam suatu peraturan pemerintah. Untuk itu pemerintah menerapkan peraturan-peraturan pemerintah Nomor 9 Tahun 1981 tentang pelaksanaan penertiban perjudian yang menerapkan bahwa Pasal 1 : (1) pemberian izin penyelenggaraan segala bentuk dan jenis perjudian dilarang, baik perjudian yang diselenggarakan di Kasino, di tempattempat keramaian, maupun yang dikaitkan dengan alasan-alasan lain. (2) Izin penyelenggara perjudian yang sudah diberikan, dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi sejak tanggal 31 Maret 1981. Pasal 2 :
Berdasarkan ketentuan pasal 4 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1979 tentang penertiban perjudian, (Lermbaran Negara Nomor 3040). Dengan berlakunya peraturan pemerintah ini dinyatakan tidak
berlaku lagi semua peraturan perundang-undangan tentang perjudian yang bertentangan dengan peraturan pemerintah. Pasal 3:
Hal-hal yang
berhubungan dengan larangan pemberian izin
penyelenggaraan perjudian yang belum diatur di dalam peraturan pemerintah ini akan diatur tersendiri. Pasal 4:
Peraturan pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkannya. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan perundangan peraturan pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. 36
D. Ancaman Pidana Perjudian Sesuai pada bab yang kedua, penyusun menerangkan tentang pengertian hukum pidana menurut syari'at Islam, maka pada ketiga ini, penyusun akan menerangkan pengertian pidana menurut hukum positif, sebelum membahas tentang ketentuan-ketentuan pidana perjudian. Istilah "hukuman" yang merupakan istilah umum dan konvensional, dapat mempunyai arti yang luas dan berubah-ubah, Istilah tersebut tidak hanya sering digunakan dalam bidang hukum, tetapi juga dalam istilah sehari-hari di bidang pendidikan, moral, agama, dan sebagainya.
36
4.
Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1981 tentang Pelaksanaan Penertiban Perjudian Pasal 1-
Oleh karena itu "pidana" merupakan istilah yang lebih khusus, maka perlu ada pembatasan pengertian atau makna sentral yang dapat menunjukkan ciri-ciri atau sifat-sifatnya yang khas. Untuk memberikan gambaran yang lebih luas, berikut ini dikemukakan beberapa pendapat atau definisi dari para sarjana sebagai berikut : 1)
Prof. Sukarto, SH : Yang dimaksud dengan pidana ialah, pengertian yang sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu.
2)
Prof. Roeslan Saleh :Pidana adalah reaksi atas delik, dan ini berwujud suatu nestapa yang dengan sengaja ditimpakan negara pada pembuat delik itu. 37 Dari kedua definisi tersebut di atas, dapatlah disimpulkan bahwa pidana
mengandung unsur-unsur atau ciri-ciri sebagai berikut : 1)
Pidana itu pada hakikatnya merupakan suatu pengenalan penderitaan atau nestapa atau akibat-akibat lain yang tidak menyenangkan.
2)
Pidana itu diberikan dengan sengaja oleh orang atau badan yang mempunyai kekuasaan yang berwenang.
3)
Pidana itu dikenakan kepada seseorang yang telah melakukan tindak pidana menurut Undang-undang. 38
37
Muladi dan Barda Nawawi, Teori-teori dan Kebijakan Pidana, (Bandung : Alumn Bandung, 2005), h. 2. 38
Ibid.,,h. 4.
Sedangkan pada pasal 1 ayat (1) KUHP maka seseorang dapat dihukum bila memenuhi hal-hal sebagai berikut : 1) Ada suatu norma pidana tertentu. 2) Norma pidana tersebut berdasarkan Undang-undang. 3) Norma pidana itu harus telah berlaku sebelum perbuatan itu terjadi. Dengan perkataan lain, tak seorangpun karena sesuatu perbuatan tertentu, bagaimanapun jahatnya, dapat dihukum kecuali telah ditentukan suatu hukuman berdasarkan Undang-undang terhadap perbuatan itu. 39 Jadi dalam hal pidana, fokusnya adalah pada perbuatan salah atau tindak pidana yang tlah dilakukan oleh pelaku. Dengan perkataan lain, perbuatan itu mempunyai peranan yang besar, dan merupakan syarat yang harus ada, kita juga boleh mengharap atau berpikiran bahwa orang yang dikenakan pidana akan menjadi lebih baik, tetapi bukan karena hal itu kita berbuat demikian, tujuan utamanya adalah melakukan pencegahan terhadap perbuatan salah dan bukan perbaikan terhadap diri pelaku sepanjang perhatian kita ditunjukkan pada : 1)
Aktivitas seseorang di masa yang akan datang, untuk sesuatu yang telah dilakukannya pada masa lalu.
2)
Perlindungan terhadap orang lain, daripada perbaikan terhadap diri pelaku. 40
39
Leden Marpaung, Unsur-unsur Perbuatan yang dapat Dihukum (delik), Cet.III, (Jakarta :
Sinar Grafika,2006), h 3. 40
Moelyatno, Asas-asas Hukum Pidana, (Jakarta : Rineka Cipta,2000), h.6-7.
Perbuatan pidana adalah, perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum. Larangan selalu disertai ancaman yang berupa pidana tertentu, dapat juga dikatakan perbuatan pidana adalah, perbuatan yang oleh suatu aturan hukum dilarang dan diancam pidana, perlu diingat bahwa larangan ditunjukkan kepada perbuatan, (yaitu suatu keadaan atau kejadian yang ditimbulkan oleh kelakuan seseorang), sedangkan ancaman pidananya ditunjukkan kepada orang yang menimbulkannya kejadian itu. Antara larangan dan ancaman ada hubungan yang erat, oleh karenanya antara kejadian dan orang yang menimbulkan kejadian itu, ada hubungan yang erat pula. Kejadian tidak dapat dilarang, jika yang menimbulkan bukan orang, dan orang tidak dapat diancam pidana, jika tidak karena kejadian yang ditimbulkan olehnya. Dan justru untuk menyatakan hubungan yang erat itu, maka dipakailah perkataan perbuatan yaitu, suatu pengertian abstrak, menunjuk kepada dua keadaan kongkrit; pertama, adanya kejadian yang tertentu dan kedua, adanya orang yang berbuat, sehingga dapat menimbulkan kejadian itu. 41 Di dalam kitab Undang-undang hukum pidana yang dapat diancam pidana menurut pasal 303 KUHP ialah : 1) Orang yang dengan sengaja mengadakan atau memberi kesempatan berjudi. Sebagai mata pencaharian, yang dimaksud disini misalnya, seorang bandar atau orang lain yang membuka perusahaan judi tanpa izin dari yang berwajib.
41
Ibid.,, h.54.
2) Orang yang dengan sengaja mengadakan atau memberi kesempatan berjudi kepada umum atau dengan sengaja turut campur dalam perusahaan perjudian, dengan atau tanpa izin, atau cara dalam hal memakai kesempatan tanpa izin. 3) Orang yang turut serta main judi sebagai mata pencaharian. Orang yang mengadakan perjudian, seperti diterangkan di atas ini diancam menurut pasal ini, sedang yang turut berjudi diancam menurut pasal 303 Bis. 42 Jika melihat penjelasan dan pembahasan di atas, maka dapat diambil kesimpulan, bahwa unsur atau ketentuan perjudian yang dapat dianggap melawan hukum adalah, dengan sengaja melakukan permainan judi atau memberi kesempatan judi sebagai mata pencaharian atau dengan sengaja turut campur dalam perusahaan tanpa izin yang berwajib. Adapun menurut hukum pidana Islam, unsur perjudian yang dapat dianggap melawan hukum adalah, setiap permainan judi yang dilakukan baik mendapat izin pemerintah maupun tanpa izin pemerintah. Jadi kejahatan perjudian menurut hukum Islam semua permainan judi. Walaupun perjudian tersebut diadakan oleh pemerintah atau program pemerintah, seperti misalnya : SDSB, KSOB, dan sebagainya, semua ini sesuai dengan ayat al-Qur'an, surat al-Maidah ayat 90 dan al-Baqarah ayat 219. Adapun perjudian yang dilakukan dengan cara membonceng nomor SDSB atau undian yang secara resmi diadakan oleh pemerintah, merupakan perbuatan yang berlatar belakang politik, dalam arti luas yaitu, karena menyangkut kebijakan politik pemerintah dalam bidang sosial budaya dalam pembangunan di bidang olahraga dan 42
R. Sugandi, KUHP Dengan Penjelasannya, h. 323.
di bidang kesejahteraan sosial. Artinya untuk meningkatkan mutu dan prestasi olahraga, serta membantu menanggulangi berbagai permasalahan kesejahteraan sosial. Tujuan pemerintah mengadakan SDSB atau sumbangan dana sosial berhadiah merupakan, politik pemerintah dalam upaya meningkatkan pembangunan di bidang olahraga
dan
membantu
menanggulangi berbagai permasalahan
sosial dari
kepentingan nasional. Dan dengan adanya perjudian yang dilakukan dengan cara SDSB itu, mengakibatkan masyarakat dari segala lapisan terutama masyarakat ekonomi lemah terdorong untuk membeli lotre buntut, yang tidak resmi atau tanpa izin pemerintah. Harganya jauh lebih murah, sehingga mengakibatkan peredaran undian resmi atau SDSB terganggu yang mengakibatkan, dapat menghambat kebijakan politik pemerintah dalam pembangunan di bidang olahraga dan kesejahteraan sosial. Selain itu dengan adanya lotre buntut yang tidak resmi, dapat menyebabkan masyarakat di kota maupun di desa disibukkan dengan pemecahan ramalan sehingga menjadi kewajiban sehari-hari, yang pada akhirnya menjurus kepada perbuatan yang menimbulkan gangguan terhadap kehidupan masyarakat.
BAB IV ANALISIS PERBANDINGAN
Hukum memiliki jalinan sistem nilai-nilai yang didapat dari gambaran dua pasangan yang selalu bertentangan yakni keseimbangan atau ketimpangan dengan kepastian hukum akan tetap keduanya dapat dihubungkan dengan nilai-nilai kepentingan pribadi atau bagian (billijkheid) dan kepentingan umum ataupun keseluruhan ( veru Eropah kontinental )43. Keberadaan suatu hukum telah jelas sebagi alat pembentuk pribadi atau golongan dimana ia hidup dengan berbagai sistem kehidupan yang akan mengatur dan sebagai titik tolak dalam menjalani kehidupan dan dalam pemecahan suatu sistem kehidupan, dengan demikian hukum teramat penting diperlukan oleh manusia, Van Apeldoorn mengatakan adanya objek ilmu hukum yaitu, hukum sebagai gejala kemasyarakatan, dan hukum juga sebagai hubungan antara gejala-gejala hukum dengan sosial lainnya, untuk itu digunakan metode sosiologis dan perbandingan hukum44 : -Metode Sosiologi, untuk meneliti hubungan antara hukum dengan gejala-gejala sosial lainnya.
43
Purwadi Purbacaraka dan Soejono Soekanto, Renungan Tentang Filsafat Hukum, ( Jakarta : PT.Rajawali Press, 1978 ),h.15 44
Arif Barda, Perbandingan Hukum, ( Jakarta : PT.Rajawali Press, 2000 ), h.4
-Metode Perbandingan hukum, untuk membandingkan berbagi ketertiban hukum dari masyarakat. Dalam sosial hukum,45 hukum memainkan dua peranan utama pertama, menempati posisi sebagai pengubah struktur sosial, dengan kata lain perubahan hukum sehingga hukum dengan segala perangkatnya memainkan peranan untuk membawa masyarakat kedalam suatu tatanan baru hal demikian terlihat pada upaya nabi Muhammad saw mengubah tatanan masyarakat jahiliyah menjadi tatanan baru yakni masyarakat Islam sedangkan dalam peranan kedua hukum menempati posisi sebagai alat untuk mempertahankan stabilitas sosial, kondisi ini terlihat pada warisan hukum kolonial di Indonesia yang masih diberlakukan. Pelaksanaan hukuman hendaknya harus memiliki perubahan sesuai dengan kondisi sosiokultural masyarakat, kendati ketentuan formalnya tidak berubah sedangkan dalam hukum Islam merupakan sistem hukum yang berlandaskan wahyu Illahi yang peranan-peranannya tidak terlepas dari permasalahan di atas. Perbandingan hukum dimulai sejak Aristoteles ( 384-322 ) dengan meneliti 153 konstitusi Yunani dengan beberapa kota lainnya, disamping itu perbandingan hukum sebagia disiplin hukum juga sebagi disiplin ilmu hukum yang pada awalnya dipahami sebagai salah satu metode pemahaman sistem hukum disamping sosiologi hukum dan sejarah yang ketiganya berkaitan satu dengan yang lain maka perbandingan hukum itu meliputi hukum asing yang diperbandingan, persamaan dan
45
Nasrudin Rusli, Pokok-pokok Sosiologi Hukum, Cet.I, ( Jakarta : PT.Logos, 1990 ), h.3-4.
perbedaan antara sistem-sistem tersebut, para pakar mengemukakan definisi perbandingan hukum dari beberapa pakar hukum terkenal yaitu :46 Rudolf B. Schlesinger, perbandingan hukum merupakan metode penyelidikan dengan tujuan memperoleh pengetahuan yang lebih dalam tentang bahan hukum tertentu. Wilterton, perbadingan hukum adalah suatu metode yang membandingkan sistem-sistem hukum dan perbandingan tersebut menghasilkan data sistem hukum yang dibandingkan. Gutterdige, perbandingan hukum tidak lain merupakan metode yang dapat digunakan dalam semua cabang hukum.
A.
Analisis Perbandingan Unsur-unsur Perjudian dalam KUHP dan Hukum Pidana Islam. Unsur-unsur perjudian menurut pasal 303 dan pasal 303 bis, dengan sengaja
melakukan permainan judi atau memberi kesempatan judi sebagai mata pencaharian atau dengan sengaja turut campur dalam perusahaan dan pelaku residivis dalam pidana perjudian. Sedangkan dalam Hukum Pidana Islam terdapat dalam unsur khusus perjudian yaitu, adanya pengakuan dari pelaku bahwa dia benar-benar telah melakukan atau turut serta berjudi, adanya benda atau barang sebagai taruhannya,
46
h.7
Romli Atmasasmita, Perbandingan Hukum Pidana ,( Bandung :PT Mandar Maju, 1996 ),
adanya obyek yang dijadikan suatu perbuatan judi, adanya hubungan sebab akibat antara perbuatan pelaku dengan orang yang dirugikan. Pada bab sebelumnya sudah diketahui bahwa unsur-unsur diharamkan perjudian adalah sebagi berikut : 1. Menimbulkan permusuhan dan kemarahan di antara partner sepermainan, menghalangi dzikrullah dan shalat sebagaimana Allah berfirman :
E!= 2>5C]Khi 2XGG ☺?. j !IX ,P@ :m 3)%G pCG\ oM P&0n ! > #,PLXq`G ! ☺ ! " rjs` > ! & L)D (٩١ : ٥ / ) ا ة. EvW☺:w7 tPu!= #$'C* Artinya: Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; Maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).(al-Maidah :91)
2.
Adanya unsur saling merugikan dan tidak ridha bagi orang yang kalah dan mengakibatkan kemadharatan secara fisik dan psikis. Dari unsur di atas berlaku qo'idah usul fiqih yaitu 47:
0' ا1&2 3&4 ﻡّم7 ﻡ3ﺱ او9درء ا Artinya : Menolak kerusakan didahulukan daripada menarik kemaslahatan. Dari qo'idah di atas penyusun akan menerapkan makna yang terkandung di dalamnya, bahwa dalam suatu perkara terlihat adanya manfaat atau maslahat atau
47
Asjmuni A.Rahman, Qo'idah-qo'idah Fiqih ( Jakarta : Bulan Bintang, 1986 ), h.25.
kerusakan, haruslah di dahulukan menghilangkan mafsadat ini, karena kemafsadatan dapat meluas sehingga akan mengakibatkan kerusakan yang lebih besar. Oleh karena itu diharamkan judi,minum-minuman yang memabukkan, meskipun pada keduanya terdapat kemanfaatan,namun bahaya kerusakannya lebih besar. Firman Allah Ta'ala :
☺ &☺'()* #$% " ☺ ! 23)45 67 ! /01 ⌦,-. <1!= &☺2'2☺-. ! 99:) AB ! @ ☺')4? >)7 4 H$% EF.)4:G CD7 ,P@C & 2MNOG AB)I⌧K⌧L @ E!T@⌧4RC #,FS?C )Q5GR (٢:٢١٩ / ) اة. Artinya : Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya". dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: " yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir. (QS.alBaqarah(2):219 ) Berdasarkan beberapa kriteria di atas bila kita melihat bahwa perjudian itu ternyata mempunyai unsur yang sangat merugikan kepada orang lain dan kepada diri sendiri, ia dapat menimbulkan permusuhan dan kemarahan di antara partner sepermainan, menghalangi dzikrullah dan shalat, merusak masyarakat dengan membiasakan hidup menganggur dan malas, menunggu hasil yang besar tanpa jerih payah, merusak rumah tangga, seberapa banyak rumah tangga menjadi porak poranda yang dahulunya hidup dalam kesenangan dan kebahagiaan yang disebabkan oleh permainan judi, sehingga terkadang berakibat menyedihkan, pelakunya mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri atau rela hidup dalam kemiskinan dan kehinaan.
. Dalam sebuah ayat Allah berfirman :
,P@CI 7!= "[PL*YC ! H$)]5Sm ,P@ 6m oj. &'m "PX ! :.GC* "F1*Yl) )£hS\ 996 {I 7!= >)N7 ). E2☺jC -R!= ! --Qzm (١٨٨ :٢ / اة Artinya : " Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu Mengetahu"i.(QS. al-Baqarah (2) :188 ) Memperoleh harta dengan cara bathil ada dua macam cara48 : 1. Mengambil harta itu dengan cara yang dhalim, mencuri, merampok dan sebagainya. 2. Mengambil harta dengan cara yang terlarang seperti judi atau melalui transaksi yang terlarang seperti riba dan menjual belikan suatu yang terlarang seperti khamar dan benda-benda yang memabukan lainnya. Allah berfirman :
7 H$F1 >)N7 ,P@C P ! "!gXC E. ! r j2☺l!Y . @ &xq`7 0 & _Q☺) 48
Sayyid sabiq, Fiqih Sunnah, Jilid.II ( Beirut : Darul Fikri, 1403 H ), h.34.
:١٤ / ;<) اﺏاه. ⌦gh401 /§CFC >5_´Qz ( ٣٤ Artinya : Dan dia Telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah. ( Ibrahim :34 )
Pandangan terhadap materi sajalah yang membuat manusia melakukan kesalahan besar, sehingga terjangkit perasaan gelisah dan bisikan-bisikan nurani yang meresahkan kenikmatan dunia merupakan suatu final bagi orang-orang yang kehidupannya silau dengan harta kekayaan sehingga ia akan melakukan berbagai cara untuk memperoleh harta kekayaan tanpa memperhatikan halal dan haramnya. Adapun jalan yang akan ditempuh asalkan menghasilkan kekayaan akan dilakukannya.
B.
Analisis Perbandingan Sanksi Pidana Perjudian dalam KUHP dan Hukum Pidana Islam. Sebelum membahas lebih jauh tentang ancaman perjudian, lebih dahulu perlu
diketahui klarifikasi tentang status undang-undang dalam konteks syariat Islam. Undang-undang dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah qonun yaitu, kumpulan undang-undang atau hukum produk manusia yang dikemas untuk perkara-perkara tertentu dan bidang-bidang tertentu. Jadi undang-undang itu dasarnya adalah ra'yu (
Produk manusia ) dan produk manusia itu dalam hukum Islam disebut dengan hukum wad'ie.49 Abdul Qadir Audah mengatakan50, bahwa qonun wad'ie (undang-undang produk manusia ) sejarah pertumbuhannya dalam masyarakat yang jumlahnya sedikit dengan qoidah-qoidah atau aturan-aturan itu mengalami perkembangan sejalan dengan dinamisme masyarakat. Akibat dinamisme masyarakat tersebut baik pertumbuhan ilmu, pemikiran dan kebudayaan maka qo'idah- qo'idah atau aturanaturan pada masyarakat tersebut bertambah dan mengalami perkembangan. Keberadaan hukum wad'ie sangat berbeda dengan asas universitas hukum Islam yang dapat dimengerti dan diterima oleh umat manusia di manapun juga tanpa harus terikat oleh tempat-tempat tertentu atau waktu-waktu tertentu karena al-Qur'an lebih cenderung untuk memberikan patokan umum dari pada memasuki persoalanpersoalan sampai ke detailnya. Tempat dan waktu senantiasa dapat menyesuaikan diri dengan patokan-patokan umum al-Qur'an dan bukan sebaliknya.51 Setiap masyarakat Islam
terkait pada keharusan untuk turut menjalankan
hukum dan menolak kedhaliman dan wajib menolak suatu keputusan apabila ada kesalahan dan ketidakadilan.
49
Yusuf Qardhawi, Membumikan Syariat Islam.Penerjemah Muhammad Zaki, ( Surabaya : Dunia Ilmu, 1997 ), h.20.
h.116.
50
Ibid., h.21
51
Anwar Harjono, Hukum Islam Keluasan dan Keadilannya, ( Jakarta : Bulan Bintang, 1980),
Keadilan Islam keadilan yang mutlak tanpa ada pengaruh atau tendensi apapun. Dengan demikian ancaman pidana terhadap berbagai macam jarimah dalam hukum pidana Islam akan mencapai tujuannya untuk mengurangi tindak kejahatan dengan adanya pemenuhan syarat-syarat keadilan. Adapun syarat-syarat tersebut adalah : 1. Menjerakan pelaku. 2. Menjadikan pelajaran bagi orang lain. 3. Seimbang dengan jarimah yang dilakukan. 4. Bersifat umum ( berlaku bagi semua orang ). Dalam
al-Qur'an
banyak
sekali
menjelaskan
tentang
anjuran
untuk
menegakkan keadilan di antaranya :
"67 P M)%T& VWAX!Y?5G q .m MO)7IdC% "PL oj #C ! µ& P&XVWF HMX)I !!= #,P@F4!= P@G E. r MOm%Ra ! &C* :.C* !!= ~K)6⌧ "RC 0⌧C* " ☺W¤ roj!!= E. ! r "P)XC E!= | *® 9EC* "F° !!= "4¶*C E☺C ☺m E%⌧L T& ( ١٣٥ :٤ / ) اء. :S Artinya : Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benarbenar penegak keadilan, menjadi saksi Karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. jika ia Kaya ataupun miskin, Maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu Karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.( QS.Annisa (4) :135 )
Pada ayat lain Allah berfirman :
6j2¶g :*#g!= XC.C :|!= ! )Q5 :Nm _5l@ -2'7 §F. K) A )☺ ! " q .m ¶996 )}()* XG)XV\ :|!= ! 23)45 67 ! cXG)X⌧T c9*Ym >7 & ,j K) ! 99:) =C2¶g ! jq:G ®|HC% T& 9E. r K m ( ٢٠ : ٥٧ / ,% ) ا. ⌦|G| Artinya : Sesungguhnya kami Telah mengutus rasul-rasul kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan Telah kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. dan kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, (supaya mereka mempergunakan besi itu) dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)Nya dan rasul-rasul-Nya padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa.(QS. al-Hadid (57) : 25 )
Dalam menerapkan sanksi pidana perjudian, maka hakim mempunyai kebebasan untuk menentukan besar kecilnya hukuman kepada mereka. Karena semua perbuatan yang dilarang syara' tetapi tidak diancam kepada sesuatu macam hukuman dalam al-Qur'an atau sunnah Rasul dapat dipandang sebagai jarimah ta'zir jika nyatanya merugikan pelaku atau orang lain, misalnya riba dilarang dalam al-Qur'an, tetapi ancaman pidananya tidak disebutkan sama sekali. Oleh karena riba merugikan masyarakat, syara'pun melarang, tetapi tidak ditentukan ancaman pidananya. Maka penguasa berhak menentukan sanksi pidana riba itu.
Dalam menetukan besar kecil ancaman pidana terhadap jarimah ta'zir, dipertimbangkan besar kecilnya kerugian masyarakat sebagi akibat jarimah yang dilakukan. 52 Untuk menentukana apakah suatu perbuatan dapat dipandang sebagi jarimah ta'zir, kecuali yang sudah jelas larangannya dalam al-Qur'an dan sunnh Rasul, dapat berpedoman kepada Hadist Nabi Muhammad SAW 53:
ََِارBَ#ََرَ وBَ# : ;&& وﺱ4 @ ا3H&ُ ﺹ3َل اE ?4 @ اABس ر4 7 اﺏ74 ( ?2 ﻡ7 واﺏK ﻡL)روا Artinya : Tidak boleh berbuat sesuatu yang membahayakan diri sendiri maupun orang lain.( HR.Malik dan Ibnu Majah ) Atas dasar hadist yang memberi pedoman umum itu, perbuatan apapun yang dirasakan akan membahayakan diri pelakunya atau orang lain, selama tidak termasuk jarimah qishash, diyat dan hudud, dapat dipandang sebagi jarimah ta'zir yang ancaman pidananya diserahkan kapada penguasa. Ibnu Taimiyah mengatakan, hukuman ta'zir adalah hukuman yang tidak ditentukan macamnya dalam dalil syara' , dengan akibat bentuk hukuman ta'zir itu berbeda menurut besar kecilnya bahaya yang diakibatkan oleh perbuatan pidana yang dilakukan. Hukuman ta'zir dapat berupa celaan, kurungan, penjara, diangsikan, didera, ganti rugi, dan sebagainya.54
52
Ahmad Basyir, Ikhtisar Fiqih Jinayat, ( Yogyakarta : UII Press, 1990 ), h.27
53
Abdul Hamid Hakim, Mabadiy Awwaliyah, ( Jakarta : Sa'adiyah Putra, ttp ), h.32.
54
Ahmad Basyir, Ikhtisar Fiqih Jinayat, (Yogyakarta: UII Press, 1990), h.27
Menjadi permasalahan sekarang adalah bagaimana menjadikan hukum pidana Islam sebagai penunjang pembangunan dalam kerangka sistem hukum pancasila, kendatipun dalam praktiknya tidak berperan penuh dan menyeluruh, tetapi hukum pidana Islam memiliki arti besar kepada pemeluknya. Dalam hukum positif, persoalan perjudian tercantum dalam pasal 303 KUHP dengan pidana penjara sepuluh tahun atau denda sebanyak-banyaknya dua puluh lima juta rupiah bagi orang yang sengaja menawarkan atau memberikan kesempatan untuk berjudi seperti seorang bandar, turut campur dalam perusahaan judi, orang yang turut main judi. Bagi orang yang turut serta dalam perjudian yang dianggap sebagai pelaku begitu juga residivis, tercantum dalam pasal 303 bis hukumannya adalah dipenjara empat tahun atau denda paling banyak sepuluh juta rupiah jika perjudian yang d Dari penjelasan di atas, dinilai bahwa KUHP hanya mengatur perjudian yang dijadikan mata pencaharian, sehingga kalau seseorang melakukan perjudian yang bukan sebagi mata pencaharian maka dapat dijadikan celah hukum yang memungkinkan perjudian tidak dikenakan hukuman pidana dan juga dalam KUHP hanya mengatur tentang batas maksimal hukumannya, tetapi tidak mengatur tentang batas minimal hukuman, sehingga dalam praktik peradilan, majelis hakim seringkali dalam putusannya sangat ringan hanya beberapa bulan saja atau malah dibebaskan. Solusi pidana yang ideal menurut penyusun adalah baik perjudian yang dijadikan sebagi mata pencarian ataupun tidak, dikenakan sanksi pidana pada pasal 303. Tujuannya untuk mengantisipasi bertambahnya perjudian di Indonesia, mencegah rusaknya generasi muda selaku generasi penerus bangsa.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Setelah mengadakan pembahasan bab perbab mengenai pembahasan dalam skripsi ini, maka akhirnya penyusun berkesimpulan : 1. Tindak pidana menurut hukum pidana Islam yaitu tindakan-tindakan kejahatan yang mengganggu ketentraman umum serta tindak melawan peraturan perundangundangan yang bersumber dari al-Qur'an da Hadist. Sedangkan tindak pidana menurut hukum positif yaitu, perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana bagi siapa yang melanggarnya. Perbuatan yang tidak boleh atau menghambat akan tercapainya tata hubungan dalam pergaulan masyarakat yang dicita-citakan oleh masyarakat itu. 2. Bahwa unsur-unsur perjudian menurut pasal 303 dan pasal 303 bis, dengan sengaja melakukan permainan judi atau memberi kesempatan judi sebagai mata pencaharian atau dengan sengaja turut campur dalam perusahaan dan pelaku residivis dalam pidana perjudian. Sedangkan dalam Hukum Pidana Islam unsurunsur perjudian terdapat dalam unsur khusus yaitu, adanya
pengakuan dari
pelaku bahwa dia benar-benar telah melakukan atau turut serta berjudi, adanya benda atau barang sebagai taruhannya, adanya obyek yang dijadikan suatu
perbuatan judi, adanya hubungan sebab akibat antara perbuatan pelaku dengan orang yang dirugikan. 3. Ketentuan sanksi pidana perjudian dalam hukum positif tercantum dalam pasal 303 KUHP dengan pidana penjara sepuluh tahun atau denda sebanyak-banyaknya dua puluh lima juta rupiah. Bagi orang yang turut serta dalam perjudian yang dianggap sebagai pelaku tercantum dalam pasal 303 bis hukumannya adalah dipenjara empat tahun atau denda paling banyak sepuluh juta rupiah. Sedangkan menurut hukum pidana Islam, ketentuan sanksi pidana perjudian berupa hukuman ta'zir, bagi pelaku yang berbuat tidak langsung, sedangkan hudud bagi orang yang berbuat langsung. Tujuan pemberian hukuman ini, untuk mengantisifasi maraknya perjudian di Indonesia serta mencegah rusaknya moral generasi muda selaku generasi penerus bangsa.
B. Saran-Saran 1. Penyusun menekankan kembali bahwa ternyata perjudian sangat merugikan setiap orang. Oleh karena itu harus diadakan pengawasan yang lebih intensif oleh instansi atau badan hukum yang berwenang, agar tidak terjadi. 2. Penyusun juga memohon, agar pemerintah melarang segala macam bentuk perjudian baik itu mendapat izin atau tidak yang diatur oleh Undang-undang. 3. Penyusun memohon kepada pihak berwajib atau polisi untuk tidak segan-segan menyeret
pelaku
kejahatan
perjudian
pertanggungjawaban atau dihukum.
di
meja
hijau
untuk
diminta
C. Penutup Demikianlah penyusunan skripsi ini, walaupun penyusun telah berusaha semaksimal mungkin, namun penyusun menyadari apa yang telah disajikan dalam skripsi ini masih sangat jauh dari kesempurnaan, mengingat kapasitas ilmu yang penyusun miliki masih sangat terbatas. Oleh karena itu saran-saran yang konstruktif, tegur sapa dan salam kritis dari para pembaca sangat penyusun harapkan demi sempurnanya skripsi ini. Akhirnya dengan mengucapkan syukur Alhamdulillah dan memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi khazanah ilmu pengetahuan. Amin...
DAFTAR PUSTAKA Al-Qur'an al-Karim. Abdoerraoef, Al-Qur'an dan Ilmu Hukum. Cet. II. Jakarta: PT. Bulan Bintang,1986. Ali, Zainudin, Hukum Pidana Islam. Jakarta: Sinar Grafika, 2007. Audah, Abdul Qadir. Al-Tasyri Al-Jina-I Al-Islami Muqaran Bin Al-Qonun AlWadh'I. Misra: Maktabah Dar Al-Arubah, 1963. Anwar, Moch. Hukum Pidana Bagian Khusus KUHP Buku II. Bandung: Alumni Bandung, 1986. Atmasasmita, Romli. Perbandingan Hukum Pidana . Bandung: PT Mandar Maju, 1996. A.Rahman, Asjmuni. Qo'idah-qo'idah Fiqih . Jakarta: Bulan Bintang, 1986. Barda, Arif. Perbandingan Hukum. Jakarta: PT.Rajawali Press, 2000. Basyir, Ahmad. Ikhtisar Fiqih Jinayat. Yogyakarta: UII Press, 1990. Ghozali, Imam. Halal dan Haram. Jakarta: CV. Bintang Remaja, 1999. Hamka, Tafsir al-Azhar. Jilid.VII. Jakarta: Pustaka Panjimas, 1984. Haliman. Hukum Pidana Syari'ah Islam Menurut Ajaran Ahlus Sunnah. Jakarta: Buku Bintang, 1971. Hanafi, Ahmad. Asas-asas Hukum Pidana Islam. Jakarta: Bulan Bintang,2005. Harjono, Anwar. Hukum Islam Keluasan dan Keadilannya. Jakarta: Bulan Bintang, 1980. Hakim,Abdul Hamid.Mabadiy Awwaliyah. Jakarta: Sa'adiyah Putra, ttp. Hosen, Ibrohim. Apakah judi itu ? . Jakarta: Lembaga Kajian Ilmiah IIQ, 1987.
Jazuli, Ahmad. Fiqih Jinayah: Upaya Menanggulangi Kejahatan Dalam Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1997. Jarulloh , Abi al-Qosim, Tafsir al-Kassyaf. Jilid.I.Misra: Musthafa al-Babi al-Halabi, ttp. Laminting, Delik-Delik Khusus Tindak Pidana Melanggar Kesusilaan dan Normanorma Patutan. Bandung: CV. Mondar Maju, 1990. Lembar Negara RI, Undang-undang No.7 Tahun 1974 Pasal 1 Marsum ,Jinayat :Hukum Pidana Islam.Yogyakarta: FH-UII, 1991. Moelyatno, KUHP. Jakarta: Bina Aksara, 1983. Moelyatno, Asas-asas Hukum Pidana. Jakarta: Rineka Cipta,2000. Marpaung, Leden. Unsur-unsur Perbuatan yang dapat Dihukum (delik). cet.III. Jakarta: Sinar Grafika,1991. Muladi dan Barda, Nawawi. Teori-teori dan Kebijakan Pidana. Bandung: Alumni Bandung, 1991. Poerwadarminta, WJS. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: PN. Balai Pustaka, 1982. Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1981 tentang Pelaksanaan Penertiban Perjudian Pasal 1-4. Purbacaraka, Purwadi dan Soekanto, Soejono. Renungan Tentang Filsafat Hukum. Jakarta: PT.Rajawali Press, 1978. Qardhowi,Yusuf. Halal dan Haram Dalam Islam. Terj. Mu'amal Hamidi, Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1999. Qardhawi, Yusuf. Membumikan Syariat Islam.Penerjemah Muhammad Zaki. Surabaya: Dunia Ilmu, 1997. Ridha, Muhammad Rasyid. Tafsir al-Manar. jilid.II. Misra: Maktabah Qohiroh,ttp. Rusli, Nasrudin. Pokok-pokok Sosiologi Hukum, Cet.I. Jakarta: PT.Logos, 1990.
Sabiq, Sayyid. Fiqih Sunnah. jilid.II. Beirut: Darul Fikri, 1403 H. Shaleh dan Dahlan,Ahmad. Asbabun Nuzul Latar Belakang Historis Turunnya Ayatayat Al-Qur'an.cet.12. Yogyakarta: Bina Islam, 1999. Sugandhi, R. KUHP Dengan Penjelasannya. Surabaya: Usaha Nasional,1998. Syaltut, Syekh Mahmud. Aqidah dan Syari'ah Islam. jilid. II. Jakarta: Bina Aksara, 1985. http:// www.unsurat.ac.id/ hukum/ pp/pp_9_81.htm. Akses pada tanggal 16 Januari 2009. http// www.pu.go.id/ITJEN/HUKUM/uu5-74.htm., Akses pada tanggal 1 November 2008.