perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERILAKU MEMBOLOS SISWA (Studi Deskriptif Kualitatif tentang Perilaku Membolos Siswa di SMP Negeri 2 Delanggu, Kecamatan Delanggu, Kabupaten Klaten)
Disusun Oleh : Wenny Graciani D 0306063
Skripsi Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Dan Memenuhi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Jurusan Sosiologi
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011 commit to user
i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSETUJUAN
Telah Disetujui Untuk Dipertahankan di Hadapan Dosen Penguji Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta
Mengetahui, Dosen Pembimbing
Dra. Suyatmi, MS commit to user NIP. 19520929 198003 2 001 ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENGESAHAN Skripsi ini telah diterima dan disahkan oleh Panitia Ujian Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta Hari
:
Tanggal :
Panitia Penguji
1. Drs. Bambang Santosa, M.Si NIP. 19560721 198303 1 002
(_________________) Ketua
2. Dra. Rahesli Humsona, M.Si NIP. 19641129 199203 2 002
(
3. Dra. Suyatmi, MS NIP. 19520929 198003 2 001
(
) Sekretaris
) Penguji
Disahkan Oleh : Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta Dekan
Drs.commit H. Supriyadi to userSN, SU NIP. 195301 28 198103 1 001 iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO
“Inilah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Nya-lah Aku berkenan.” (Matius, 3:17) “There is only one happiness in life, to love and be loved” (George Sand)
“Banyak orang gagal dalam hidup karena mereka menyerah saat hampir berhasil” (Thomas A. Edison)
“Semangat adalah dasar segala sesuatu. Dengan semangat, ada pencapaian. Tanpa semangat hanya ada alasan” (Henry Ford)
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Karya sederhana ini kupersembahkan untuk : Masa depanku yang tlah menanti Ibuku tersayang
Ayahku yang selalu ada dihati Adik-adikku yang kusayangi My special one at mj9
Sahabat-sahabatku yang setia menemani Almamaterku commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Puji syukur dan terima kasih penulis pada Tuhan Yesus Kristus atas segala anugerah dan lindungan-Nya serta Salam tak lupa penulis persembahkan pada Bunda Maria yang selalu memberi rahmat dan penyertaan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugasnya dalam penyusunan skripsi ini. Penulis seringkali menemui rintangan dan hambatan, namun dengan adanya dukungan dan semangat dari berbagai pihak, baik secara materiil maupun spirituil yang berwujud pengarahan, bimbingan serta semangat, penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Proses penulisan skripsi ini tak lepas dari bantuan berbagai pihak yang turut mendukung kelancaran penulis hingga terselesaikannya skripsi ini. Maka penulis hendak menyampaikan ungkapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Drs. H. Supriyadi, SN. SU, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Dra. Hj. Trisni Utami, M.Si, selaku Ketua Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3.
Dra. Suyatmi, MS selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang bersedia meluangkan waktu untuk konsultasi pembuatan skripsi ini.
4. Drs, Bambang Santoso, M.Si selaku Dosen Pembimbing Akademik yang selalu bersedia meluangkan waktu untuk konsultasi apabila saya menemui hambatan.
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5. Gunarto, M.Pd selaku Kepala Sekolah SMP Negeri 2 Delanggu yang berkenan untuk menerima saya, untuk melakukan kegiatan penelitian di Instansi yang beliau pimpin. 6. Sri Handayani S.Pd dan Dra. Any Pudyastuti, selaku Guru Bimbingan dan Konseling, atas segala arahan, bimbingan dan informasi yang telah diberikan selama penulis melaksanakan kegiatan penelitian di SMP Negeri 2 Delanggu. 7. Seluruh staff pegawai dan guru SMP Negeri 2 Delanggu, atas segala perhatian, keramahan dan kesediaannya untuk membantu memberikan informasi dan data-data yang penulis butuhkan selama ini. 8. Semua responden dan informan, terimakasih atas kerjasamanya selama ini karena telah bersedia untuk diwawancarai dan bercerita sedikit banyak tentang pengalamannya. 9. Sahabat-sahabatku seperjuangan yang selalu setia menemaniku, my best pren Septi “oneng”, Indah “indoet”, Novita Ayudi, Rahma, Arif, Iin Surya dan Sinung. Ayo semangat semoga kalian sukses selalu!!! 10. Danny Wahyujana my special one, karena kasihmu telah memberiku senyum dan semangat menjalani hari 11. Teman-teman kostku (Wisma Virgin), romlah, dewi, ita, atik, ratna, iyuk, sri. Thanks untuk semangat, keceriaan dan “keusilan” kalian semua yang selalu menemani saat aku mengerjakan skripsi ini.
commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
12. Teman-teman Sosiologi angkatan 2006 yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu. Terima kasih untuk kebersamaan kita dari awal hingga selama ini. 13. Semua pihak yang turut membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dan tidak bisa penulis sebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih terdapat kekurangan di dalamnya. Semoga karya tulis dapat memberikan manfaat bagi semua pihak dan para pembaca sekalian. Terima kasih.
Surakarta,
Februari 2011
Penulis
commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
Judul .............................................................................................................. i Persetujuan .................................................................................................... ii Pengesahan .................................................................................................... iii Motto ………………………………………………………………………. iv Persembahan ………………………………………………………………. v Kata Pengantar …………………………………………………………….. vi Daftar Isi …………………………………………………………………… ix Daftar Tabel ………………………………………………………………... xii Daftar Gambar ……………………………………………………………... xiii Daftar Matriks ……………………………………………………………... xiv Abstrak …………………………………………………………………….. xv Abstract ……………………………………………………………………. xvi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah …………………………………............ 1 B. Rumusan Masalah ………………………………………...……... 7 C. Tujuan Penelitian ………………………………………...………. 8 D. Manfaat Penelitian ………………………………………...……... 8 E. Landasan Teori …………………………………………...…….... 9 F. Tinjauan Pustaka ………………………………………...………. 13 G. Kerangka Pemikiran ……………………………………...…….... 26 H. Definisi Konseptual ……………………………………...………. 27 commit to user
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
I. Metodologi Penelitian …………………………………....………. 28 1. Jenis Penelitian …………………………………...……….. 28 2. Lokasi Penelitian …………………………………....…….. 29 3. Jenis dan Sumber Data ………………………………...….. 29 4. Teknik Pengambilan Sampel …………………………........ 32 5. Teknik Pengumpulan Data ……………………………....... 33 6. Validitas Data …………………………………………....... 34 7. Teknik Analisis Data …………………………………........ 35 BAB II DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN A. Gambaran Umum SMP Negeri 2 Delanggu …………………….... 38 1. Letak Geografis …………………………………………........ 38 2. Sejarah Singkat ………………………………..……............... 39 3. Visi dan Misi …………………………………………...……. 39 4. Sistem Organisasi ……………………………………...…….. 40 5. Keadaan Guru, Karyawan dan Siswa ………………...……... 46 6. Sarana dan Prasarana Penunjang ……………………...……... 48 7. Kegiatan Ekstrakurikuler ………………………………...…... 49 B. Gambaran Khusus SMP Negeri 2 Delanggu…………………...…. 51 1. Tata Tertib ………………………………………………...…. 51 2. Penerapan kedisiplinan siswa ……………………………....... 55 3. Penyimpangan terhadap peraturan sekolah………………...… 56 BAB III KARAKTERISTIK RESPONDEN A. Profil Responden ……………………………………………........ 58 commit to user
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
B. Latar Belakang Siswa Membolos …………………………........... 66 C. Dampak yang ditimbulkan dari perilaku membolos……..……..... 75 D. Pola asuh orang tua dalam mendidik anak…………………....…...80 E. Pengaruh kelompok sebaya yang berperilaku negatif………....…. 87 BAB IV ANALISA PERILAKU MEMBOLOS SISWA A. Pola Perilaku Siswa Yang Membolos ……………………...……. 94 1. Interaksi Sosial pada siswa yang membolos ……………...…….. 94 2. Aktivitas siswa yang membolos ………………………...….....… 98 B. Analisis …………………………………………………...……... 102 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan …………………………………………...…………. 111 B. Implikasi……………………………………………...………….. 112 1. Implikasi Teoritis ………………………………....…………..112 2. Implikasi Metodologis ………………………….....…………..114 3. Implikasi Empiris ……………………………….....…………. 117 C. Rekomendasi ………………………………………......…………. 119 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
commit to user
xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
1. Tabel Distribusi Siswa Negeri 2 Delanggu ……………………........…….. 47 2. Tabel Jenis dan Skor Pelanggaran Siswa-Siswi …………………........…... 52 3. Tabel Jumlah Skor dan Sanksi Pelanggaran …………………….…........… 55 4. Tabel Data Membolos Siswa …………………………………….…........... 77
commit to user
xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
1. Kerangka Pemikiran …………………………………………………......... 26 2. Model Analisa Interaktif ……………………………………………........... 37 3. Struktur Organisasi …………………………………………………........... 45
commit to user
xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR MATRIKS
Matriks 1 Matriks Latar Belakang Siswa Membolos ……………………....... 74 Matriks 2 Matriks Dampak yang ditimbulkan dari perilaku membolos…........ 79 Matriks 3 Matriks Pola asuh orang tua dalam mendidik anak ……………...... 86 Matriks 4 Matriks Pengaruh Kelompok Sebaya Yang Berperilaku Negatif….. 93 Matriks 5 Matriks Perilaku Membolos Siswa………………………………… 110
commit to user
xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK
WENNY GRACIANI, 2011, D 0306063, “PERILAKU MEMBOLOS SISWA” (Studi Deskriptif Kualitatif tentang Perilaku Membolos Siswa di SMP Negeri 2 Delanggu, Kecamatan Delanggu, Kabupaten Klaten). Penelitian ini mengambil lokasi di SMP Negeri 2 Delanggu, Kecamatan Delanggu, Kabupaten Klaten. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang melatarbelakangi siswa membolos, dampak yang ditimbulkan dari perilaku membolos, bagaimana pendidikan dalam keluarga dan pengaruh teman sebaya dalam perilaku membolos. Sehingga dapat memperoleh gambaran perilaku membolos yang dilakukan oleh siswa di SMP Negeri 2 Delanggu, Kecamatan Delanggu, Kabupaten Klaten. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan berpijak pada paradigma perilaku sosial dengan mengambil teori pertukaran sosial (social exchange theory) dan teori kontrol sosial (social control theory). Teori pertukaran sosial menitikberatkan pada asumsi bahwa orang terlibat dalam perilaku untuk memperoleh ganjaran (reward) atau menghindari hukuman (punishment). Sedangkan teori kontrol sosial menitikberatkan pada konsep kemampuan suatu kelompok atau lembaga sosial tertentu untuk mengefektifkan norma atau dan tertentu. Pengumpulan data melalui teknik wawancara mendalam, observasi non partisipan, dan dokumentasi. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling dan snowball sampling. Sementara itu teknik analisis kualitatif bergerak dari pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan kemudian penarikan kesimpulan. Hasil penelitian ini menitikberatkan pada perilaku membolos yang dilakukan oleh siswa dan faktor-faktor yang menjadi latarbelakang siswa-siswa tersebut membolos dan aktivitas siswa selama membolos. Faktor-faktor tersebut adalah karena kondisi keluarga, kontrol dalam keluarga yang lemah, pola asuh atau cara orang tua dalam mendidik anak yang kurang tepat, pengaruh teman dalam gang, kondisi lingkungan sekolah yang kurang kondusif, dan faktor psikologis dan emosional siswa tersebut yang masih belum stabil. Sedangkan perilaku yang dilakukan oleh siswa yang menjadi responden adalah nongkrong, bermain playstation atau bermain internet di warnet (warung internet), merokok, minum minuman keras dan perkelahian antar siswa. Perilaku yang menyimpang dari peraturan sekolah tersebut terjadi karena rasa solidaritas antar teman yang berperilaku negatif sehingga mendorong mereka melakukan tindakan melanggar peraturan sekolah. Keluarga dan sekolah yang seharusnya menjadi kontrol sosial tergeserkan oleh lingkungan pergaulan sehari-hari. Keadaan inilah yang menjadikan sebagian besar siswa mengalami berbagai masalah di sekolah dan berdampak pada prestasi belajar mereka.
commit to user xv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT WENNY GRACIANI, 2011, D 0306063, "STUDENT TRUANT BEHAVIOR" (Qualitative Descriptive Study of Students in junior high school truant behavior Country 2 Delanggu, Delanggu District, Klaten Regency).
This research takes place in the Junior Country 2 Delanggu, Delanggu District, Klaten Regency. The purpose of this study was to determine the factors underlying the truant students, the impact of truant behavior, how education in family and peer influence in truant behavior. So to get a truant behavior conducted by students in the Junior Country 2 Delanggu, Delanggu District, Klaten Regency. This research is a qualitative descriptive study based on the paradigm of social behavior by taking the theory of social exchange (social exchange theory) and theory of social control (social control theory). Social exchange theory focuses on the assumption that people engage in behavior to obtain reward (reward) or avoid punishment (punishment). Whereas social control theory focuses on the concept of the ability of a particular social group or institution to streamline and norms or certain. Data collection through in-depth interview techniques, non-participant observation, and documentation. The sampling technique is done by using purposive sampling and snowball sampling. Meanwhile, qualitative analysis techniques to move from data collection, data reduction, data presentation, and then conclusion. The results of this study focuses on truant behavior conducted by students and factors that into the background of truant students and student activities during the ditching. These factors are due to family conditions, weak control in the family, parenting or how parents in educating children that are less precise, the influence of friends in the alley, the conditions are less conducive school environment, and psychological and emotional factors which the student is still not stable. While the behaviors performed by the student respondents were hanging out, playing playstation or play internet in the cafe (internet cafes), smoking, drinking and fights among students. Behavior that deviates from that school rules occurs because of a sense of solidarity between friends who behave negatively and prompted them to take action violates school rules. Families and schools are supposed to be a social control by environmental tergeserkan daily life. The situation is what makes most students experience a variety of problems in school and have an impact on their learning achievement.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pembangunan adalah segala kegiatan yang dilakukan negara untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Pembangunan Indonesia tertuang dalam
program
yang
dikenal
dengan
Pembangunan
Nasional.
Pembangunan nasional pada hakikatnya pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia dengan Pancasila sebagai dasar tujuan dan pandangan Pembagunan Nasional. Kemajuan serta keberhasilan Pembangunan Nasional sangat tergantung pada kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang pengelolaannya merupakan produk pendidikan. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Belajar adalah suatu kata yang sudah akrab dengan semua lapisan masyarakat, bagi para pelajar atau siswa kata “belajar” merupakan kata yang tidak asing. Bahkan sudah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari semua kegiatan mereka dalam menuntut ilmu di lembaga pendidikan. Prestasi belajar siswa dapat diketahui setelah diadakan evaluasi. Hasil dari evaluasi commit to user 1
perpustakaan.uns.ac.id
2 digilib.uns.ac.id
dapat memperlihatkan tentang tinggi atau rendahnya prestasi belajar siswa (Yahya Asnawi, 2010). Sekolah adalah lembaga pendidikan formal tempat seorang siswa menimba ilmu dalam mengembangkan bakat, minat dan kemampuannya. Untuk mencapai keberhasilan di masa depan, pendidikan merupakan hal yang sangat penting. Meskipun pendidikan bukan satu-satunya penentu keberhasilan masa depan, tetapi dengan pendidikan yang baik keberhasilan akan lebih mudah tercapai. Keberhasilan pendidikan tidak dapat terlepas dari komponen-komponen pendukungnya yaitu di sekolah, masyarakat dan keluarga (orang tua) yang disebut Tri Pusat Pendidikan (Ki Hajar Dewantoro). Keluarga merupakan pusat pendidikan anak yang pertama dan utama bagi perkembangan anak selanjutnya. Anak mengenal segala sesuatu dari yang paling sederhana sampai dengan mengenal lingkungan yang paling awal bermula dari lingkungan keluarga. Pendidikan dalam lingkungan keluarga merupakan suatu persiapan awal yang sangat baik dalam kehidupan moral. Keluarga merupakan kelompok kecil orang-orang yang satu sama lain saling mengenal baik dan saling berhubungan dengan erat. Jelas bahwa anak yang dibesarkan dalam keluarga yang harmonis mempunyai kecenderungan tumbuh sehat secara psikologis, maka tak mengherankan apabila cara pendidikan yang diterapkan oleh keluarga pada diri anak mewarnai karakter dan pribadi anak selanjutnya. Lingkungan masyarakat dimana anak itu dibesarkan ikut ambil peranan dalam membentuk kepribadian anak selanjutnya. Anak yang berkembang commit to user
3 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
di lingkungan alam pedesaan memiliki kepribadian yang berbeda dengan anak yang tumbuh berkembang di lingkungan masyarakat kota yang penuh kesibukan dan kebisingan yang seolah saling tak menghiraukan antara anggota masyarakat yang satu dengan lainnya. Demikian halnya anak yang dibesarkan di lingkungan masyarakat yang sangat agamis tentu akan berbeda bila dibandingkan dengan anak yang dibesarkan di lingkungan masyarakat yang sangat tidak memperdulikan masalah-masalah normanorma agama. Pendidikan agama dalam keluarga sangat penting untuk membentuk anak agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa pada Tuhan Yang Maha Esa, serta berakhlak mulia yang mencakup etika, moral, budi pekerti, pemahaman dan pengalaman nilai-nilai keagamaan dalam kehidupan sehari-hari. Dan hal itu merupakan sumbangan bagi pembangunan bangsa dan negara (Tepas Ahmad Heryawan, 2008) Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang secara sistematis melaksanakan program bimbingan, pengajaran, dan latihan dalam rangka membantu siswa agar mampu mengembangkan potensinya, baik yang menyangkut aspek moral-spiritual, intelektual, emosional, maupun sosial. Sekolah berperan sebagai substitusi keluarga, dan guru substitusi orang tua. Substitusi berarti pengganti, sehingga peran orang tua pada saat di rumah atau di keluarga dapat digantikan oleh guru pada saat anak berada di sekolah dan siswa lebih banyak menghabiskan waktu di sekolah daripada di tempat lain di luar rumah. Menurut Havighurts commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
4 digilib.uns.ac.id
(1961:5) sekolah mempunyai peranan atau tanggung jawab penting dalam membantu para siswa mencapai tugas perkembangannya. Pentingnya pendidikan di sekolah membuat personil sekolah menyadari arti pentingnya tata tertib yang harus dipatuhi oleh setiap anggota sekolah. Tata tertib ini bermanfaat untuk mengajarkan disiplin pada siswa. Meskipun di sekolah telah ada tata tertib yang mengajarkan untuk berdisiplin, tetapi masih saja ada siswa yang melanggarnya. Menciptakan kedisiplinan siswa bertujuan untuk mendidik siswa agar sanggup melatih diri sendiri. Mereka dilatih untuk dapat menguasai kemampuan, juga melatih siswa agar ia dapat mengatur dirinya sendiri, sehingga para siswa dapat mengerti kelemahan atau kekurangan yang ada pada dirinya sendiri. Permasalahan yang dialami oleh para siswa di sekolah sering kali tidak dapat dihindari meski dengan pengajaran yang baik sekalipun. Hal tersebut juga disebabkan oleh karena sumber-sumber permasalahan siswa banyak yang disebabkan oleh hal-hal di luar sekolah. Disiplin sekolah, menurut F.W. Foerster, merupakan keseluruhan ukuran bagi tindakan-tindakan yang menjamin kondisi-kondisi moral yang diperlukan, sehingga proses pendidikan berjalan lancar dan tidak terganggu. Fungsi atau manfaat disiplin menurut Elizabeth B. Hurlock (1999:97) diantaranya: 1) untuk mengajar anak bahwa perilaku tertentu selalu diikuti hukuman, namun yang lain akan diikuti pujian, 2) untuk mengajarkan anak suatu tingkatan penyesuaian yang wajar tanpa menuntut konformitas yang berlebihan, 3) membantu anak mengendalikan diri dan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
5 digilib.uns.ac.id
pengarahan diri sehingga mereka dapat mengembangkan hati nurani untuk membimbing tindakan mereka. Salah satu pelanggaran yang biasa dilakukan siswa adalah membolos atau ketidakhadiran peserta didik tanpa alasan yang tepat. Mengutip berita pada harian Solopos diberitakan bahwa “Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Solo harus kejar-kejaran dengan para siswa yang kedapatan main playstation saat jam sekolah, sedikitnya meringkus 17 pelajar yang terbukti membolos saat jam pelajaran sekolah. Tujuan razia tersebut dilakukan menjelang UN (Ujian Nasional)” (Sumber: Harian Solopos edisi 12 Januari 2010). Sementara itu kasus serupa terjadi di wilayah kabupaten Klaten, “Delapan siswa kedapatan nongkrong di kawasan Objek Wisata Umbul Ingas, Desa Cokro, Kecamatan Tulung, dirazia polisi pada Sabtu (6/1) pagi. Kedelapan pelajar tersebut diantaranya empat pelajar dari SMK dan SMA di Solo, dua pelajar dari SMK di Sukoharjo. Dan dua pelajar terakhir berasal dari sebuah SMK di Klaten. Razia digelar setelah pihak Polres Klaten mendapati laporan dari warga yang resah karena banyak pelajar yang berkeliaran di Objek Wisata Umbul Ingas pada saat jam belajar berlangsung” (Sumber: Harian Solopos edisi 6 Maret 2010). Banyaknya siswa yang membolos memiliki latar belakang yang berbeda-beda. Sri Wahyuni yang mengutip tulisan Kartini Kartono (1985:80) dalam Dorothy Kater MS, menyatakan bahwa penyebab siswa membolos ada dua, yaitu sebab dalam diri sendiri dan lingkungan. Dalam commit to user
6 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
diri sendiri yaitu: 1) Siswa takut akan kegagalan; 2) Siswa merasa ditolak dan tidak disukai lingkungan. Penyebab dari lingkungan yaitu: 1) Keluarga tidak memotifasi dan tidak mengetahui pentingnya sekolah, 2) Masyarakat beranggapan bahwa pendidikan itu tidak penting. Penyebab membolos yang berasal dari dalam diri sendiri atau faktor internal terjadi karena pada masa remaja adalah masa yang penuh gelora dan semangat kreatifitas dalam usaha pencarian jati diri. Apabila kurang mendapat perhatian dan bimbingan maka anak merasa rendah diri dan takut gagal membawa dirinya dan akan merasa ditolak di lingkungan tempat tinggalnya. Pada masa remaja, anak atau siswa mencoba melepaskan diri dari ketergantungan keluarga karena orang luar menjadi sangat penting untuknya. Siswa mencoba mencari kawannya sendiri, ia ikut dengan golongan menurut pilihannya sendiri. Ini yang disebut dengan kelompok sebaya yang memberi pengaruh terhadap perilaku siswa. Golongan itu dapat memilih, menerima, dan menghargainya. Apabila siswa yang baik tetapi berteman dengan golongan yang tidak baik maka ia akan menjadi siswa yang tidak baik pula. Sehingga siswa yang membolos adalah siswa yang berteman dengan golongan yang tidak baik. Selain itu, orang tua tidak memberikan pengarahan dalam memilih tempat sekolah, atau asal sekolah saja tanpa melihat mutu dan kualitas yang diberikan pada sekolah anaknya. Disamping itu faktor biaya sekolah yang lebih ringan juga menjadi pilihan orang tua, karena tekanan ekonomi commit to user
7 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dan
penghasilan
yang
pas-pasan,
maka
orang
tua
cenderung
menyekolahkan anak di sekolah yang murah. Dengan latar belakang tersebut, peneliti memilih SMP Negeri 2 Delanggu yang berlokasi di Sribit, Delanggu, Klaten. SMP Negeri 2 Delanggu dipilih menjadi lokasi penelitian karena banyaknya siswa yang menimbulkan masalah di sekolah dan masalah yang dihadapi sangatlah beragam. Namun yang sering muncul adalah masalah tentang kedisiplinan. Masih banyak pelanggaran kedisiplinan yang dilakukan siswa, diantaranya membolos atau ketidakhadiran siswa tanpa alasan yang jelas. Adanya siswa yang membolos di SMP Negeri 2 Delanggu mendorong peneliti untuk meneliti lebih dekat dan mendetail tentang penyebab perilaku membolos. Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini mengambil judul Perilaku Membolos Siswa (Studi Deskriptif Kualitatif Tentang Perilaku Membolos Siswa Di SMP Negeri 2 Delanggu) B. Rumusan Masalah Dengan memperhatikan latar belakang masalah di atas, dalam penelitian ini dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Apakah yang melatarbelakangi siswa membolos ? 2. Apakah dampak yang ditimbulkan dari membolos ? 3. Bagaimana pola asuh orang tua dalam keluarga ? 4. Bagaimana pengaruh kelompok sebaya ?
commit to user
8 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
C. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : 1. Untuk menjelaskan latar belakang siswa membolos 2. Untuk menjelaskan dampak yang ditimbulkan dari membolos 3. Untuk mengetahui pola asuh orang tua dalam keluarga 4. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh kelompok sebaya D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan manfaat sebagai berikut : 1. Manfaat Teoritis : Hasil penelitian dapat digunakan sebagai sumbangan pemikiran dalam rangka penyempurnaan konsep maupun implementasi praktik pendidikan sebagai upaya yang strategis dalam pengembangan kualitas sumberdaya manusia. 2. Manfaat praktis : a. Bagi
Pihak
Sekolah,
diharapkan
untuk
meningkatkan
kedisiplinan peraturan sekolah dan memberikan sanksi yang tegas pada pelajar yang melanggar peraturan sekolah. b. Bagi Guru, diharapkan dalam menyampaikan materi pelajaran, bisa menggunakan metode yang menarik bagi siswa. c. Bagi Orang tua, bisa mengontrol kegiatan putra-putri mereka dan dapat mengarahkan kebiasaan yang baik, serta kebiasaan disiplin.
commit to user
9 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
d. Bagi Siswa, diharapkan dapat mematuhi tata tertib sekolah, untuk mewujudkan keadaan yang kondusif dalam lingkungan sekolah. E. Landasan Teori Paradigma adalah suatu pandangan yang mendasar dari suatu disiplin ilmu tentang apa yang menjadi pokok persoalan (subject matter) yang semestinya dipelajari. Menurut George Ritzer, paradigma adalah pandangan yang mendasar dari ilmuwan tentang apa yang menjadi pokok persoalan yang semestinya dipelajari oleh cabang ilmu pengetahuan (discipline). Paradigma membantu merumuskan apa yang harus diikuti dalam mengintrepretasikan informasi yang dikumpulkan dalam rangka menjawab persoalan-persoalan tersebut (Ritzer, 1992:8). Menurut DR. Zamroni dalam bukunya Pengantar Pengembangan Teori Sosial”, pengertian paradigma adalah suatu jendela dimana peneliti akan menyaksikan dunia. Dengan jendela itu, para peneliti akan memahami dan menafsirkan secara obyektif berdasarkan kerangka acuan yang terkandung dalam paradigma tersebut baik itu konsep-konsep asumsi-asumsi dan kategori-kategori tertentu untuk menjelaskan dan mengkaji suatu fenomena (Zamroni, 1993:22). Menurut George Ritzer, sosiologi dilihat sebagai ilmu multi paradigmatic. Dia membedakan tiga paradigma yang secara fundamental berbeda satu sama lain, paradigma fakta sosial, paradigma definisi sosial, dan paradigma perilaku sosial (social behavior) (George Ritzer dalam commit to user
10 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Johnson, 1985:55). Dalam penelitian ini menggunakan paradigma perilaku sosial.
Paradigma
perilaku
sosial
(social
behavior) menekankan
pendekatan obyektif empiris terhadap kenyataan sosial, yang lebih memusatkan perhatian pada perilaku nyata (overt behavior) (Johnson, 1988:56-63). Paradigma perilaku sosial memusatkan perhatiannya pada hubungan antar individu dengan lingkungannya. Lingkungan itu dibagi menjadi dua, yaitu bermacam-macam obyek sosial dan bermacam-macam obyek non sosial. Hubungan antara individu dengan obyek sosial dan hubungan antara individu dengan obyek non sosial dikuasai oleh prinsip yang sama. Singkatnya pokok persoalan sosiologi menurut paradigma perilaku sosial adalah tingkah laku individu yang berlangsung dalam hubungan dengan faktor lingkungan yang menghasilkan akibat-akibat atau perubahan dalam faktor lingkungan menimbulkan perubahan terhadap tingkah laku. Masyarakat merupakan kerangka di mana segala bentuk aktivitas berlangsung. Keberadaan suatu aktivitas dengan sendirinya adalah cermin adanya perilaku atau tindakan-tindakan. Perilaku manusia merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungan yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap, tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan respon individu terhadap stimulus yang berasal dari dalam dirinya. Respon ini dapat dikelompokkan menjadi tiga : Pertama, perilaku dalam bentuk pengetahuan yaitu informasi yang dimiliki untuk mengetahui situasi atau rangsangan dari luar. commit to user
11 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kedua, perilaku berbentuk sikap, yaitu tanggapan batin terhadap keadaan rangsangan dari luar subyek, sehingga alam sendiri akan mencetak perilaku manusia yang hidup di dalamnya sesuai dengan sifat dan keadaan alam tersebut. Ketiga, perilaku dalam bentuk perbuatan atau tindakan nyata berupa faktor perbuatan (action) terhadap situasi atau rangsangan dari luar (Soekidjo Notoatmodjo, 1983:5) Perilaku juga dapat diartikan sebagai suatu reaksi yang dapat diartikan sebagai suatu reaksi yang dapat diamati secara umum atau obyektif sehingga hal-hal yang diperbuat akan nampak hasilnya dari perbuatan tersebut. Perilaku merupakan pengembangan dari kepribadian yang dimanifestasikan ke dalam tindakan individu yang diamati atau diobservasi secara obyektif. Selain itu perilaku juga merupakan suatu cara bertingkah laku yang diciptakan untuk ditiru oleh banyak orang. Suatu cara bertindak menjadi suatu pola bertindak yang tetap melalui proses pengulangan (peniruan) yang dilakukan oleh banyak orang dalam waktu yang relatif lama, sehingga terbentuklah suatu kebiasaan (Kartono, 1989) Menurut Chaplin, perilaku mencakup empat pengertian : a) Semacam respon (reaksi, taggapan, jawaban, balasan) b) Secara khusus bagian dari satu pola kesatuan interaksi c) Suatu perbuatan atau aktivitas d) Suatu gerakan atau kompleks gerak-gerik (Chaplin, 1989:53) commit to user
12 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pareto menekankan bahwa hidup bermasyarakat terdiri dari apa yang dilakukan oleh anggota-anggota individual. Mereka merupakan the material points or molecules dari sistem yang disebut masyarakat. Sebagian besar perilaku manusia bersifat mekanis dan otomatis. Menurutnya perilaku dibedakan menjadi dua, yakni : -
Perilaku logis yaitu perilaku yang direncanakan oleh akal budi dengan berpedoman pada tujuan yang mau dicapai, dan menurut kenyataan mencapai tujuan itu.
-
Perilaku non logis merupakan perilaku yang tidak berpedoman secara rasional pada tujuan atau tidak mencapai tujuannya.
Hampir seluruh kehidupan masyarakat terdiri dari perbuatanperbuatan non logis (disarikan dari Veeger, 1993:71-72). Menurut Skinner bahwa obyek studi sosiologi yang konkrit dan realistis adalah perilaku manusia yang nampak serta kemungkinan perulangannya (behavior of man and contingencies of reinforcement). Kebudayaan masyarakat tersusun dari tingkah laku yang terpola. Untuk memahami tingkah laku yang terpola itu tidak diperlukan konsep-konsep seperti ide-ide dan nilai-nilai. Pendekatan yang digunakan adalah dengan menggunakan teori pertukaran sosial (social exchange theory) dan teori kontrol sosial (social control theory). Menurut George Homan (Ali, 2004:98) teori pertukaran sosial menitikberatkan pada asumsi bahwa orang terlibat dalam perilaku untuk memperoleh ganjaran atau menghindari hukuman. Sehingga commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
13 digilib.uns.ac.id
tindakan yang dilakukan seseorang bergantung pada ganjaran (rewards) atau hukuman (punishment) yang diberikan terhadap tindakan tersebut. Sedangkan teori kontrol sosial memandang setiap manusia merupakan makhluk yang memiliki moral yang murni. Oleh karena itu setiap orang memiliki kebebasan memilih berbuat sesuatu. Apakah ia akan berbuat menaati aturan yang berlaku ataukah melanggar aturan-aturan yang berlaku. Tindakan yang dipilih itu didasarkan pada ikatan-ikatan sosial yang telah dibentuk dalam suatu kelompok atau lembaga. Bentuk kontrol sosial berkaitan dengan pemberian sanksi yang bertujuan untuk mencegah atau mengendalikan individu yang melakukan penyimpangan dari norma atau aturan yang berlaku (Maharani Juanda, 2010). F. Tinjauan Pustaka Remaja melakukan suatu perbuatan untuk mencari identitas diri, ingin menunjukan kemampuannya pada orang lain. Remaja mengalami perkembangan mental dan pertumbuhan fisik yang belum stabil. Sejalan dengan hal itu remaja perlu sekali mendapatkan bimbingan dan arahan untuk menemukan jati dirinya dan meminimalkan perilaku yang menyimpang. Sementara dari sudut perkembangan fisik, remaja dikenal sebagai suatu tahap perkembangan fisik mencapai kematangannya. Ini berarti keadaan bentuk tubuh pada umumnya memperoleh bentuk yang sempurna dimana pada akhir peran perkembangan fisik seorang pria yang berotot dan mampu menghasilkan spermatozoa setiap kali berejakulasi dan bagi wanita bentuk badan juga sudah kelihatan terbentuk dengan commit to user
14 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
perubahan
pada
payudara
serta
berpinggul
besar
setiap
bulan
mengeluarkan sel telur yang tidak disenyawakan. Masa puber bagi lelaki adalah ketika bermimpi basah yang pertama dan pada perempuan setelah haid. Rentangan usia remaja menurut Anonim (2000), mengemukakan batas-batas umur remaja menjadi dua periode, yaitu sebagai berikut : 1). Periode masa puber, usia 12-18 tahun. a. Masa pra pubertas yaitu peralihan dari akhir masa kanakkanak ke masa awal pubertas. b. Masa pubertas atau masa remaja awal, usia 14-16 tahun. c. Masa akhir pubertas yaitu peralihan dari masa pubertas ke masa adolescence, usia 17 -18 tahun. 2). Periode masa remaja, usia 19-21 tahun merupakan masa akhir remaja. Hurlock (1978) menulis bahwa jika dibagi berdasarkan bantuk-bentuk perkembangan dan pola-pola perilaku yang nampak khas bagi usia tertentu, maka ia menuliskan rentang usia remaja adalah: a. Masa remaja awal, yaitu usia 13/14-17 tahun. b. Masa remaja akhir, yaitu usia 17-21 tahun. Riyanti dkk (1996) mengungkapkan bahwa masa remaja terbagi menjadi dua, yaitu : a. Periode remaja awal atau early adolescence : 13-17 tahun b. Periode remaja akhir atau late adolescence : 17-18 tahun. commit to user
15 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa masa remaja berada pada rentang usia 13-21 tahun, dimana masa remaja ini dibagi lagi menjadi dua rentang usia yaitu masa remaja awal yang berada pada rentang usia 13-17 tahun dan masa remaja akhir pada usia 17-21 tahun (Indah Oktavianti, 2009) Sedangkan menurut Granville S. Hall dalam buku Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja karangan Syamsu Yusuf, ciri-ciri khas remaja awal adalah ketidakstabilan keadaan perasaan dan emosi, pada masa ini perasaan remaja sangat peka, remaja mengalami badai dan topan dalam kehidupan, perasaan dan emosinya. Keadaan semacam ini diistilahkan sebagai “storm and stress”. Sehingga sikap dan sifat remaja yang terlihat bersemangat tiba-tiba menjadi lesu, rasa percaya diri berubah menjadi keraguan yang berlebihan. Hal ini terjadi pada siswa SMP yang berusia sekitar 13-15 tahun. Sikap dan sifat mereka belum stabil dipengaruhi oleh emosi dan lingkungan disekitarnya. Pada usia yang tergolong masa remaja awal, mereka menuntut kebebasan tetapi mereka sering takut bertanggung jawab atas apa yang telah mereka perbuat. Perilaku membolos adalah hysteria massal yang terjadi pada akhir-akhir ini. Perilaku membolos merupakan suatu bentuk kenakalan remaja yang terjadi pada masa pertumbuhan mereka. Kenakalan remaja (juvenile delinquency) mempunyai arti yang khusus dan terbatas pada suatu masa tertentu yaitu masa remaja sekitar umur 13-21 tahun. commit to user
16 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Faktor yang dapat mempengaruhi anak menjadi nakal dan liar berasal dari kondisi keluarga yang kurang harmonis dan status sosial ekonomi yang rendah. Remaja yang berasal dari status sosial ekonomi rendah merasa tidak bisa mendapatkan obyek yang sangat diinginkannya sehingga mereka mengalami frustasi dan tekanan batin. Karena banyaknya rintangan, tekanan batin dan frustasi tersebut para remaja lalu menolak etika masyarakat dan segala norma sosial serta hukum yang dianggapnya sebagai tidak adil ( Kartono, 2003) W.A Gerungan (2002) mengatakan bahwa keadaan status sosial ekonomi keluarga mempunyai peranan terhadap perkembangan anakanaknya. Dengan adanya pengasilan yang cukup, lingkungan material yang dihadapi anak didalam keluarganya akan lebih memadahi, sehingga ia mendapat kesempatan yang lebih luas untuk mengembangkan bermacam-macam kecakapan. Hubungan sosial dengan orang tuanya pun agak berlainan coraknya bila orang tuanya hidup dalam status ekonomi serba cukup dan kurang mengalami tekanan-tekanan fundamental seperti dalam hal memperoleh nafkah hidup yang memadai. Orang tuanya dapat mencurahkan
perhatian
yang
lebih
mendukung
kepada
masalah
pendidikan anak-anaknya dan tidak dibebani dengan masalah pemenuhan kebutuhan-kebutuhan primer dalam keluarga. Warner dkk dalam Soekanto (1990) mengatakan bahwa perilaku sosial para remaja secara fungsional berhubungan dengan posisi keluarganya dalam struktur sosial ekonomi mereka. Keluarga yang lebih commit to user
17 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kecil mempunyai kemungkinan lebih besar untuk memperlakukan anaknya secara demokratis dan lebih baik untuk kelekatan anak dengan orangtua (Hurlock, 1978). Dan seorang anak yang dilahirkan pada sebuah keluarga yang berstatus sosial ekonomi tinggi akan mengalami pola latihan yang berbeda dengan yang diberikan terhadap anak yang dilahirkan dalam keluarga yang berstatus ekonomi kurang. Hal ini dikarenakan perbedaan dalam skala kehidupan misalnya dalam hal jumlah dan kualitas barang serta jasa yang dikonsumsi. Oleh karena itu pola kebutuhan dan keinginan anak yang berasal dari keluarga berstatus ekonomi tinggi akan berbeda dengan anak-anak dari keluarga yang berstatus ekonomi rendah. Menurut Chabib Thoha (1996:109) mengemukakan bahwa pola asuh orang tua adalah suatu cara terbaik yang dapat ditempuh orang tua dalam mendidik anak sebagai perwujudan dari rasa tanggung jawab kepada anak. Pengaruh keluarga dalam pembentukan dan perkembangan kepribadian anak mempunyai pengaruh yang besar. Jika pendidikan keluarga dapat berlangsung dengan baik maka mampu menumbuhkan perkembangan kepribadian anak menjadi manusia dewasa. Orang tua dalam mengasuh anaknya orang tua dipengaruhi oleh budaya yang ada di lingkungannya. Di samping itu, orang tua juga dipengaruhi oleh sikapsikap tertentu dalam memelihara, membimbing, dan mengarahkan putraputrinya. Sikap tersebut tercermin dalam pola pengasuhan kepada anaknya yang berbeda-beda, karena orang tua mempunyai pola pengasuhan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
18 digilib.uns.ac.id
tertentu. Pola asuhan itu menurut Stewart dan Koch (1983: 178) terdiri dari tiga kecenderungan. a. Pola asuh otoriter : Pola asuh yang otoriter akan terjadi komunikasi satu arah (hanya orang tua yang berbicara). Orang tua akan menentukan aturan-aturan dan mengadakan pembatasan-pembatasan terhadap perilaku anak yang boleh dan tidak boleh dilaksanakannya. Anak harus tunduk dan patuh terhadap orang tuanya, anak tidak dapat mempunyai pilihan lain. Orang tua memerintah dan memaksa tanpa kompromi. Anak melakukan perintah orang tua karena takut, bukan karena suatu kesadaran bahwa apa yang dikerjakan itu akan bermanfaat bagi kehidupannya kelak. Orang tua memberikan tugas dan menentukan berbagai aturan tanpa memperhitungkan keadaan anak, keinginan anak, keadaan khusus yang melekat pada individu anak yang berbedabeda antara anak yang satu dengan yang lain. Perintah yang diberikan berorientasi pada sikap keras orang tua, sikap keras merupakan suatu keharusan bagi orang tua. Sebab tanpa sikap keras ini anak tidak akan melaksanakan tugas dan kewajibannya. b. Pola asuh demokratis : Pola asuh ini berpijak pada dua kenyataan bahwa anak adalah subjek yang bebas dan anak sebagai makhluk yang masih lemah dan butuh bantuan untuk mengembangkan diri. Orang tua bersikap responsive terhadap kebutuhan anak dan mendorong anak untuk commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
19 digilib.uns.ac.id
menyatakan pendapat atau pertanyaan. Sehingga anak memiliki rasa percaya diri dan mampu mengendalikan diri (self control). Proses membentuk pribadi anak berjalan dengan lancar jika cinta kasih selalu tersirat dalam proses tersebut. Dalam suasana yang diliputi oleh rasa cinta kasih akan menimbulkan pertemuan sahabat karib, dalam pertemuan dua saudara. Dalam pertemuan itu dua pribadi bersatu padu. Dalam pertemuan yang bersatu padu akan timbul suasana keterbukaan. Dalam suasana yang demikian ini maka akan terjadi pertumbuhan dan pengembangan bakat-bakat anak yang dimiliki oleh anak dengan subur. c. Pola asuh bebas : Pola asuh bebas (permisif) berorientasi bahwa anak itu makhluk hidup yang berpribadi bebas. Anak adalah subyek yang dapat bertindak dan berbuat menurut hati nuraninya. Seorang anak yang lapar, ia harus memasukan nasi ke dalam mulutnya sendiri, mengunyah sendiri dan menelan sendiri. Tidak mungkin orang tua yang mengunyah dan memasukkan makanan ke dalam perut anaknya. Orang tua membiarkan anaknya mencari dan menemukan sendiri apa yang diperlukan untuk hidupnya. Anak telah terbiasa mengatur dan menentukan sendiri apa yang dianggap baik. Orang tua sering mempercayakan anaknya kepada orang lain, sebab orang tua terlalu sibuk dalam pekerjaan, organisasi sosial dan sebagainya. Orang tua hanya bertindak sebagai polisi yang mengawasi permainan menegur commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
20 digilib.uns.ac.id
dan mungkin memarahi. Orang tua kurang bergaul dengan anakanaknya, hubungan tidak akrab dan anak harus tahu sendiri tugas apa yang harus dikerjakan. Jika diperhatikan dua pola asuh (otoriter dan permisif) tersebut di atas kita dapat mengetahui bahwa pola asuh otoriter, memandang anak tidak ada pilihan lain kecuali mengikuti perintah dari orang tua. Pada pola asuh permisif, anak dipandang sebagai subjek yang diperbolehkan berbuat menurut pilihannya sendiri. Sikap orang tua juga berpengaruh terhadap keharmonisan keluarga terutama hubungan orang tua dengan anak-anaknya. Orang tua dengan pola asuh yang otoriter akan membuat suasana dalam keluarga menjadi tegang dan anak merasa tertekan. Anak tidak diberi kebebasan untuk mengeluarkan pendapatnya, semua keputusan ada ditangan orang tua. Sehingga membuat remaja itu merasa tidak mempunyai peran dan merasa kurang dihargai dan kurang kasih sayang serta memandang orang tuanya tidak bijaksana. Orang tua yang permisif cenderung mendidik anak terlalu bebas dan tidak terkontrol karena apa yang dilakukan anak tidak pernah mendapat bimbingan dari orang tua. Kedua sikap tersebut cenderung memberikan peluang yang besar untuk menjadikan anak berperilaku menyimpang, sedangkan orang tua yang bersikap demokratis dapat menjadi pendorong perkembangan anak ke arah yang lebih positif. (Muazar Habibi, 2008 ) Pendidikan dalam lingkungan keluarga merupakan suatu persiapan awal yang sangat baik dalam kehidupan moral. Keluarga merupakan commit to user
21 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kelompok kecil orang-orang yang satu sama lain saling mengenal baik dan saling berhubungan dengan erat. Suatu hal esensial adalah semangat disiplin, yaitu hormat pada aturan jarang dikembangkan dalam lingkungan keluarga. Hal ini akan berdampak ketika anak masuk dalam institusi pendidikan atau sekolah. Kurang mematuhi peraturan dan tidak mematuhi tata tertib atau dengan kata lain tidak disiplin. Siswa yang membolos merupakan siswa yang tidak disiplin karena melanggar peraturan dan tata tertib sekolah. Disiplin sekolah adalah usaha sekolah untuk memelihara perilaku siswa agar tidak menyimpang dan dapat mendorong siswa untuk berperilaku sesuai dengan norma, peraturan dan tata tertib yang berlaku di sekolah. Disiplin sekolah atau school discipline “refers to students complying with a code of behavior often known as the school rules”. Yang dimaksud dengan aturan sekolah (school rule) tersebut, seperti aturan tentang standar berpakaian (standards of clothing), ketepatan waktu, perilaku sosial dan etika belajar (Akhmad Sudrajat, 2008). Membicarakan tentang disiplin sekolah tidak bisa dilepaskan dengan persoalan perilaku negatif siswa. Perilaku negatif yang terjadi dikalangan siswa dalam lingkungan sekolah yaitu pelanggaran terhadap berbagai aturan dan tata tertib. Pelanggaran dari tingkat yang ringan sampai dengan pelanggaran tingkat tinggi, contoh perilaku negatif tersebut seperti: kasus bolos, perkelahian, menyontek, pemalakan, pencurian, dan bentuk-bentuk commit to user
22 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
penyimpangan perilaku lainnya. Sehingga perlu upaya pencegahan dan penanggulangan, dan disinilah arti penting disiplin sekolah. Kelompok teman sebaya sebagai lingkungan sosial bagi remaja (siswa) mempunyai peranan yang cukup penting bagi perkembangan kepribadiannya. Peranannya itu semakin penting, terutama pada saat terjadinya perubahan dalam struktur masyarakat pada beberapa dekade terakhir ini, yaitu: (1) perubahan struktur keluarga, dari keluarga besar ke keluarga kecil, (2) kesenjangan antara generasi tua dan generasi muda, (3) ekspansi jaringan komunikasi di antara kawula muda, dan (4) panjangnya masa atau penundaan memasuki lingkungan masyarakat Kebutuhan akan adanya penyesuaian diri remaja dalam kelompok teman sebaya, muncul sebagai akibat adanya keinginan bergaul remaja dengan teman sebaya mereka. Dalam hal ini, remaja sering dihadapkan pada persoalan penerimaan atau penolakan teman sebaya terhadap kehadirannya dalam pergaulan. Para ahli psikologi menyebutkan ada 5 jenis kelompok yang terbentuk dalam masa remaja, antara lain adalah : a. Kelompok “Chums” (sahabat karib) Chums yaitu kelompok dimana remaja bersahabat karib dengan ikatan persahabatan sangat kuat. Anggota kelompok biasanya terdiri dari 2-3 remaja dengan jenis kelamin sama, memiliki minat, kemampuan dan kemauan yang mirip. Beberapa kemiripan itu membuat mereka sangat akrab, walaupun kadang commit to user
23 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
terjadi
perselisihan,
tetapi
dengan
mudah
mereka
melupakannya. b. Kelompok “Cliques” (komplotan sahabat) Cliques biasanya terdiri dari 5-6 remaja yang memiliki minat, kemampuan dan kemauan yang relative sama. Cliques biasanya terjadi dari penyatuan dua pasang sahabat karib atau dua Chums yang terjadi pada tahun-tahun pertama masa remaja awal. Jenis kelamin dalam Cliques umumnya sama, seorang remaja putri bersahabat karib dengan remaja putri lainnya, seorang remaja putra bersahabat karib dengan remaja putra lainnya. Dalam Cliques inilah remaja mulai banyak melakukan kegiatan-kegiatan bersama, rekreasi, pesta, saling menelpon, dan menghabiskan waktu bersama sehingga sering menjadi sebab pertentangan dengan orang tua mereka. c. Kelompok “Crowd” (kelompok banyak remaja) Crowds biasanya terdiri dari banyak remaja, lebih besar dibanding dengan
Cliques.
Karena banyaknya
anggota
kelompok, maka jarak emosi antara anggota juga agak renggang. Kelompok “Crowd” dapat dikatakan sebagai kerumunan dengan jumlahnya yang relatif banyak dan terdapat perbedaan jenis kelamin serta keragaman kemampuan, minat, dan kemauan diantara para anggota Crowd. commit to user
24 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
d. Kelompok yang Diorganisir Kelompok yang diorganisir merupakan kelompok yang sengaja dibentuk dan diorganisir oleh orang dewasa yang biasanya melalui lembaga-lembaga tertentu. Kelompok yang diorganisir terbentuk secara sengaja dan terbuka bagi semua remaja yang sudah memiliki kelompok maupun remaja yang belum memiliki kelompok. e. Kelompok “Gang” Gang merupakan kelompok yang terbentuk dengan sendirinya yang pada umumnya merupakan akibat pelarian dari empat jenis kelompok tersebut diatas. Remaja yang tidak dapat menyesuaikan diri, merasa ditolak dan tidak puas dengan kelompok sebelumnya akan membentuk kelompok sendiri yang dikenal dengan “Gang”. Anggota Gang dapat berlainan jenis kelamin dan dapat pula sama. Kebanyakan remaja anggota Gang menghabiskan waktu menganggur dan kadang-kadang mengganggu remaja lain dengan menunjukkan tingkah laku agresif. (Sumber: Buku Psikologi Remaja, Drs Andi Mappiare, 1982) Bagi remaja, kelompok sebaya terdiri dari anggota tertentu dari teman-temannya yang dapat menerimanya. Seperti yang dikutip dalam jurnal internasional dibawah ini : commit to user
25 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
“Most adolescents have good quality friendships: they receive support from their friends, can count on them to talk about their problems and have fun spending time with them” (Ciairano et al, 2007) Yang artinya, sebagian besar remaja memiliki kualitas persahabatan yang baik, mereka menerima dukungan dari temannya, mempercayai mereka untuk membicarakan tentang masalahnya dan menghabiskan waktu untuk bersenang-senang bersama mereka. Menghabiskan waktu bersama teman-temannya dengan bersenangsenang membuat siswa tidak bisa membagi waktu antara bersama temantemannya, belajar, dan waktu bersama keluarga. Sehingga peran orang tua dalam mengarahkan dan membimbing anaknya sangat dibutuhkan agar anak dapat mengatur waktunya dengan tepat. Komunikasi yang baik antara orang tua dan anak dapat membuat hubungan antara orang tua dan anak menjadi harmonis. Judith Brook dkk mengemukakan bahwa hubungan orang tua dan remaja yang sehat dapat melindungi remaja tersebut dari pengaruh teman sebaya yang tidak sehat (Sigelman&Shaffer,1995:380). Kelompok sebaya cenderung memberikan pengaruh negatif bagi perilaku
masing-masing anggota
gangs,
misalnya
terlibat
dalam
perkelahian antar pelajar. Seperti yang dikutip dalam jurnal berikut : “gang members are more likely to experience violent victimization, as well as greater frequency of victimization, than do non-gang members”. (Taylor et al, 2007) Yang artinya, bahwa anggota geng lebih mungkin mengalami kekerasan, serta frekuensi yang lebih besar menjadi korban, dibandingkan bukan anggota geng. commit to user
26 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Siswa yang menjadi anggota gang sering mendapat tekanan dari anggota gangs lain karena biasanya terjadi persaingan antar kelompok gangs satu dengan lainnya, hal ini memicu konflik yang berujung pada perkelahian dan pada akhirnya menjadi korban kekerasan. G. Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran digunakan sebagai dasar atau landasan dalam pengembangan berbagai konsep dari teori yang digunakan dalam penelitian ini, serta hubungan dengan perumusan masalah yang telah dirumuskan. Mengacu pada konsep dan teori di atas, dalam menjelaskan siswa yang membolos maka diperlukan untuk mengetahui karakteristik yang melatarbelakangi perilaku membolos. Bagaimana pengaruh teman sebaya dan cara orang tua dalam mendidik anak serta akibat dari perilaku membolos. Setelah diketahui, dapat dikatakan bahwa perilaku membolos timbul pada anak SMP dipengaruhi oleh berbagai aspek yang berasal dari kondisi sekolah yang tidak kondusif, pengaruh teman sebaya yang berperilaku negatif, dan orang tua yang mengabaikan siswa. Pemikiran ini dapat digambarkan dalam satu bagan sebagai berikut: Gambar 1 Kerangka Pemikiran Orang tua yang mengabaikan pendidikan siswa
Kontrol sosial sekolah yang lemah dan kondisi
Membolos
Akibat perilaku membolos
lingkungan sekolah yang kurang kondusif
commit to user Kelompok sebaya yang berperilaku negatif
27 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
H. Definisi Konseptual Definisi konseptual merupakan upaya pendefinisian konsep-konsep utama sehingga antara peneliti dan pembaca terdapat persamaan pegertian perihal istilah yang digunakan agar tidak menimbulkan kekaburan dalam melakukan penelitian maka perlu ditegaskan batasan mengenai konsep yang digunakan. 1. Perilaku Perilaku adalah respon individu terhadap suatu stimulus atau suatu tindakan yang dapat diamati dan mempunyai frekuensi spesifik, dan tujuan baik disadari maupun tidak disadari. Perilaku adalah cara bertingkah laku tertentu dalam situasi tertentu. Veeger menjelaskan bahwa perilaku manusia dapat bersifat
lahiriah
maupun
batiniah,
berupa
perenungan,
perencanaan, pengambilan keputusan dan entah kelakuan itu terdiri dari intervensi positif kedalam situasi atau sikap yang sengaja tidak mau terlibat. Dan kata perilaku hanya untuk perbuatan manusia yang mempunyai arti bagi dia. Kesadaran akan arti dari apa yang dibuat itulah ciri hakiki manusia. Tanpa kesadaran itu, suatu perbuatan tidak akan disebut perilaku manusia (K.J Veeger, 1986:171) 2. Membolos Membolos adalah ketidakhadiran anak didik tanpa alasan yang tepat, meninggalkan sekolah atau pelajaran tertentu sebelum commit to user
28 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
waktunya dan selalu datang terlambat (Kartini Kartono, 1985:77). Sedangkan membolos menurut Pusat Bahasa Departemen
Pendidikan
Nasional
adalah
tidak
masuk
kerja(sekolah, dan sebagainya). 3. Siswa Siswa adalah orang yang terlibat langsung dalam dunia pendidikan. Siswa sebagai salah satu objek riset atau kajian sosiologi pendidikan yaitu, orang-orang yang sedang belajar, termasuk pendekatan, strategi, faktor yang mempengaruhi, dan prestasi yang dicapai. Siswa dibekali oleh sekolah tentang ilmu supaya dapat dimanfaatkan dengan baik. Sekolah juga merupakan tempat merubah perilaku siswa. Tujuan pendidikan selain merubah tingkah laku siswa, adalah output yang dihasilkan siswa dapat berprestasi sesuai dengan keahlian yang dimiliki. I. Metodologi Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini berbentuk penelitian deskriptif kualitatif. Tujuannya yaitu menggambarkan keadaan, sifat, individu, gejala maupun frekuensi hubungan tertentu dan gejala lain dalam masyarakat. Penelitian ini menggunakan teknik penelitian lapangan (field research) yang bermaksud untuk mengetahui permasalahan yang ada di lokasi. Namun demikian, penelitian ini tidak mengesampingkan commit to user
29 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
studi pustaka (library research), terutama dalam menyusun tinjauan pustaka dan kerangka pemikiran. 2. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 2 Delanggu, yang beralamat di desa Sribit, Kecamatan Delanggu, Kabupaten Klaten. Peneliti memilih tempat tersebut dengan pertimbangan sebagai berikut: ·
SMP Negeri 2 Delanggu tersebut merupakan SMP negeri yang tingkat pelanggaran tata tertibnya sangat tinggi termasuk perilaku membolos bila dibandingkan dengan SMP negeri lain yang ada di Kecamatan Delanggu.
·
Lokasinya terletak cukup strategis sehingga memudahkan peneliti dalam penggalian data. 3. Jenis dan Sumber Data Jenis data dalam penelitian ini dibedakan dalam dua kelompok,
yaitu : a. Data Primer Yaitu data yang diperoleh melalui wawancara secara langsung dari responden dan informan yang dianggap tepat dan mengetahui tentang permasalahan yang akan diteliti. Data primer ini berasal dari sumber data primer yaitu data-data yang didapat dari aslinya langsung yang dianggap mengetahui tentang permasalahan yang akan diteliti. commit to user
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Data Sekunder Yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung melalui penelaah kepustakaan mengenai permasalahan yang akan diteliti. Data sekunder ini berasal dari sumber data sekunder, yaitu data-data yang diperoleh dari arsip-arsip, dokumentasi, maupun catatancatatan. Adapun sumber data sekunder dari penelitian ini diambil catatan-catatan maupun laporan hasil pelaksanaan kegiatan dengan penelitian ini. Sumber data dalam penelitian ini meliputi : a. Nara sumber (informan dan responden) Dalam narasumber
penelitian (responden
kualitatif dan
ini,
informan)
informasi sangat
dari
penting
peranannya. Peneliti dan narasumber dalam penelitian ini memiliki posisi yang sama. Nara sumber penelitian ini adalah informan dan responden. Informan dalam penelitian ini adalah orang-orang yang mengetahui suatu peristiwa atau kejadian yang sedang diteliti (pihak-pihak yang tidak terlibat secara langsung) dan respondennya adalah siswa yang melakukan perilaku membolos (pihak yang terlibat secara langsung). Narasumber dalam penelitian ini adalah : 1. Kepala SMP Negeri 2 Delanggu sebagai sumber data (1) 2. Guru SMP Negeri 2 Delanggu sebagai sumber data (2) 3. Siswa SMP Negeri 2 Delanggu sebagai sumber data (3) commit to user
31 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4. Orang tua siswa sebagai sumber data (4) 5. Masyarakat sekitar sekolah sebagai sumber data (5) b. Peristiwa (aktivitas) Data atau informasi juga dapat dikumpulkan dari peristiwa, aktivitas, atau perilaku sebagai sumber data yang berkaitan dengan sasaran penelitiannya. Dari pengamatan pada peristiwa atau akivitas, peneliti dapat mengetahui proses bagaimana
sesuatu
terjadi
secara
lebih
pasti
karena
menyaksikan sendiri secara langsung. Peristiwa sebagai sumber data memang sangat beragam, dari berbagai peristiwa, baik yang terjadi secara sengaja ataupun tidak, aktivitas rutin yang berulang atau hanya satu kali terjadi, aktivitas yang formal maupun yang tidak formal, dan juga yang tertutup ataupun terbuka untuk dapat diamati siapa saja. Berbagai permasalahan memerlukan pemahaman lewat kajian terhadap perilaku dalam aktivitas yang dilakukan atau yang terjadi sebenarnya. Banyak peristiwa yang hanya terjadi satu kali atau hanya berjalan dalam waktu tertentu dan tidak terulang kembali. Dalam hal semacam ini, kajian lewat kriteria narasumber, dokumen rekaman dan gambar bila ada. Sumber data dapat berupa peristiwa atau aktivitas dalam penelitian ini, yaitu kegiatan siswa pada urusan tata tertib dan pelaksanaan peraturan sekolah commit to user
32 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c. Dokumen Dokumen merupakan sumber data bukan hanya tertulis, namun juga berupa rekaman, gambar, atau benda yang berkaitan dengan suatu aktivitas atau peristiwa tertentu. Adapun dokumen yang menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah :
-
Foto kegiatan siswa
-
Dokumen SMP Negeri 2 Delanggu
4. Teknik Pengambilan sampel Pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan purposive sampling dimana peneliti akan memilih informan yang dapat dipercaya untuk menjadi informan dan diharapkan mengetahui permasalahan secara mendetail. Data dicari dan dikumpulkan dengan bersumber pada orangorang yang tahu dan dapat dipercaya menjadi sumber data yang mengetahui permasalahan secara mendalam. Oleh karena itu penulis menggunakan pertimbangan tentang informan yang akan dipilih berdasarkan penilaian bahwa informan tersebut mengetahui tentang obyek yang diteliti. Selain itu digunakan juga teknik snowball sampling dimana pemilihan informasi pada waktu di lokasi penelitian berdasarkan petunjuk dari informan kunci (key informan) dan seterusnya bergulir sampai orang terakhir yang memungkinkan seluruh data yang diinginkan dapat diperoleh secara tepat dan akurat. commit to user
33 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
5. Teknik Pengumpulan Data Ada beberapa teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini, dimana masing-masing teknik memiliki kelebihan dan kekurangan sendiri-sendiri, sehingga penggunaan beberapa teknik pengumpulan data secara bersama-sama diharapkan dapat saling melengkapi satu sama lain. Adapun teknik pengumpulan data yang dimaksud: 1. Wawancara (interview) Wawancara adalah kegiatan untuk memperoleh informasi dengan memberikan kerangka dan garis besar pokok-pokok yang akan ditanyakan
dalam
Wawancara
dilakukan
pertanyaan
yang
proses
akan
wawancara.
dengan
(Moleong,2000:136).
mempersiapkan
diajukan
kepada
garis
besar
responden
untuk
memperoleh data yang sesuai dengan penelitian ini. Dalam menggunakan metode wawancara dapat dilakukan secara formal maupun informal sehingga data yang diperoleh cukup lengkap dan mendalam. Kegiatan wawancara dalam penelitian ini dilakukan melalui kegiatan tanya jawab dengan menggunakan pedoman wawancara, dimana pedoman wawancara tersebut terlebih dahulu disusun agar relevan dengan permasalahan. 2. Observasi Non Partisipan Observasi Non Partisipan adalah peneliti hanya melakukan satu fungsi yaitu mengadakan pengamatan seperti memandang, melihat commit to user
34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dan mengamati objek atau sesuatu sehingga diperoleh pengetahuan mengenai apa yang dibutuhkan dan peneliti tidak menjadi anggota resmi dari kelompok yang diamatinya (Moleong,2000:126). Metode ini dipergunakan untuk lebih dapat meningkatkan validitas data. 3. Dokumentasi Yaitu teknik pengumpulan data yang berasal dari catatan-catatan, laporan hasil pelaksanaan kegiatan maupun laporan tahunan. Dalam penelitian ini, dokumen yang digunakan adalah dokumen yang berhubungan dengan permasalahan penelitian. 6. Validitas Data Untuk dapat meningkatkan keabsahan data yang diperoleh selama proses penelitian ini akan digunakan teknik triangulasi data. Teknik triangulasi data adalah teknik pemeriksaan keabsahan data dengan memanfaatkan sesuatu yang lain dari luar data itu untuk pengecekan atau pembanding terhadap data tersebut. Ada empat macam triangulasi yaitu pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber/data, metodologis, penyidik, dan teoritis (Moleong:2000:178) Dalam penelitian ini jenis triangulasi yang digunakan adalah triangulasi
dengan
sumber/data
dan
triangulasi
metodologis.
Triangulasi dengan sumber berarti peneliti menggunakan sumber data yang berbeda untuk mengumpulkan data yang sama dengan tujuan untuk memberikan kebenaran dan untuk memperoleh kepercayaan commit to user
35 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
terhadap
suatu
data.
Triangulasi
metodologis
berarti
dalam
mengumpulkan data pada saat tertentu peneliti menggunakan metode wawancara,
disaat
lain
menggunkan
metode
observasi
atau
dokumentasi, sehingga data yang diperoleh semakin terpercaya. 7. Teknik Analisis Data Peneliti menggunakan teknik analisis data dengan teknik analisa interaktif. Model analisis interaktif adalah model analisis yang menyatu dengan proses pengumpulan data dalam satu siklus. Adapun langkah-langkah analisis tersebut diuraikan sebagai berikut : a. Pengumpulan data Langkah pengumpulan data ini sesuai dengan teknik pengumpulan data yang telah diuraikan sebelumnya, yaitu terdiri dari wawancara, observasi, dan dokumentasi. Pengumpulan data dilakukan selama data yang diperlukan belum memadai dan akan dihentikan apabila data yang diperlukan telah memadai. b. Reduksi data M.B Milles dan A.Michael Huberman (1992:16), “Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyerderhanaan, pengabstrakan dan transformasi data ‘kasar’ yang muncul dari catatan-catatan tertulis dilapangan”. Dengan demikian,
reduksi
data
merupakan
bentuk
analisis
yang
menajamkan, menggolongkan dan mengarahkan, membuang yang commit to user
36 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tidak perlu, dan mengorganisir data sehingga dapat diambil kesimpulan terakhir. c. Penyajian data Inti dari penyajian data adalah mengorganisir informasi secara sistematis untuk mempermudah peneliti dalam menggabungkan dan
merangkai
keterikatan
antar
data
dalam
meyusun
penggambaran proses dan fenomena yang ada pada obyek penelitian. Dengan melihat penyajian data, akan dapat dipahami apa yang sedang terjadi dan apa yang harus dilakukan berdasarkan atas pemahaman yang didapat dari penyajian tersebut. d. Penarikan kesimpulan/Verifikasi Yaitu mencari arti benda-benda, mencatat keteraturan, pola-pola, penjelasan, konfigurasi-konfigurasi yang mungkin, alur sebab akibat dan proposisi. Kesimpulan juga diverifikasi selama penelitian berlangsung. Singkatnya, makna yang muncul dari data harus diuji kebenarannya, kekokohannya, kecocokannya, yakni yang merupakan validitasnya. Aktivasi itu digambarkan sebagai berikut:
commit to user
37 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 2 Model Analisis Interaktif Pengumpulan data
Reduksi data
Penyajian data
Penarikan kesimpulan
(Sumber : HB.Sutopo 2002:96)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
A. Gambaran Umum SMP Negeri 2 Delanggu 1. Letak Geografis SMP Negeri 2 Delanggu terletak di desa Sribit, Kecamatan Delanggu, Kabupaten Klaten. SMP ini berada di tengah pedesaan, jarak dari pusat kecamatan Delanggu ± 5 km kearah utara. SMP ini cukup mudah dijangkau dengan kendaraan pribadi maupun kendaraan umum karena letaknya strategis. Bangunan SMP Negeri 2 Delanggu terbagi menjadi dua bagian, yaitu utara dan selatan dipisahkan oleh jalan desa Sribit. Adapun batas-batas wilayah SMP Negeri 2 Delanggu yaitu disebelah utara berbatasan dengan perumahan penduduk, disebelah barat berbatasan dengan jalan utama antar desa, disebelah timur berbatasan dengan perumahan penduduk, sebelah selatan berbatasan dengan jalan Sribit. SMP Negeri 2 Delanggu terletak ditengah pemukiman padat penduduk. Meskipun letaknya berada cukup jauh dari jalan raya tetapi masih mudah dijangkau dengan kendaraan. Letak SMP Negeri 2 Delanggu tidak pada pusat keramaian seperti mall, swalayan, tempat hiburan, terminal,dll tetapi dekat dengan obyek wisata
commit to user 38
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 39
yang cukup terkenal di Kabupaten Klaten yaitu wisata air Cokro dan Janti. Sehingga termasuk salah satu daerah dengan tingkat mobilitas cukup tinggi. 2. Sejarah Singkat berdirinya SMP Negeri 2 Delanggu SMP Negeri 2 Delanggu mulai berdiri pada tahun 1964. Proses pembangunan dan perijinan selama tiga tahun dan pada tahun 1967 mulai beroperasi. Dahulunya SMP Negeri 2 Delanggu adalah SMEP (Sekolah Menengah Ekonomi Pertama). Kemudian pada tahun 1976 diubah menjadi SMP (Sekolah Menengah Pertama) sesuai dengan SK dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI. 3. Visi dan Misi SMP Negeri 2 Delanggu a. Visi -
Beriman dan Bertaqwa
-
Santun dalam berperilaku
-
Maju dalan prestasi
b. Misi -
Menumbuhkan penghayatan dan pengamalan ajaran agama yang dianut secara etika moral sehingga menjadi sumber kearifan dan kesantunan baik dalam bahasa maupun dalam bertindak
-
Melaksanakan pembelajaran dan bimbingan secara efektif sehingga setiap siswa dapat mengembangkan dirinya secara optimal sesuai dengan potensi yang dimiliki
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 40
4. Sistem Organisasi SMP Negeri 2 Delanggu Sistem organisasi sekolah menganut sistem yang diterapkan oleh Dinas Pendidikan Nasional, yang masing-masing mempunyai tugas sebagai berikut : a. Kepala Sekolah Sebagai Kepala Sekolah, berfungsi dan bertugas sebagai Edukator, Manajer, Administrator, Supervisor, Leader, Inovator, dan Motivator (EMASLIM) -
Kepala Sekolah sebagai edukator bertugas melaksanakan proses pembelajaran secara efektif dan efisien. Dan melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh atasan kepala dinas sesuai dengan bidang tugasnya.
-
Kepala Sekolah selaku manajer mempunyai tugas menyusun perencanaan, mengorganisasikan kegiatan, melakukan evaluasi terhadap kegiatan, menentukan kebijaksanaan, mengadakan rapat, mengambil
keputusan,
mengatur
proses
belajar
mengajar,
mengatur administrasi (ketatausahaan siswa, ketenagaan, sarana prasarana, keuangan), mengatur OSIS, mengatur hubungan sekolah dengan masyarakat dan instansi terkait. -
Kepala Sekolah selaku administrator bertugas menyelenggarakan administrasi,
perencanaan,
pengkoordinasian,
pengorganisasian,
pengawasan,
commit to user
kurikulum,
pengarahan, kesiswaan,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 41
ketatausahaan, ketenagaan, kantor,
keuangan, perpustakaan,
laboratorium, ruang ketrampilan dan kesenian, bimbingan dan konseling, UKS, OSIS, media, gudang dan K7. -
Kepala Sekolah selaku supervisor bertugas menyelenggarakan supervise terhadap semua kegiatan diatas.
-
Kepala Sekolah selaku leader bertugas sebagai teladan di dalam segala aspek kepemimpinan, mengambil keputusan, dengan cepat dan tepat, mampu memberi pujian bagi yang berhasil, mampu memberi sanksi bagi yang salah.
-
Kepala Sekolah selaku inovator bertugas memciptakan iklim kerja yang sejuk di sekolah, menciptakan lingkungan yang asri, menciptakan panca tertib.
-
Kepala Sekolah selaku motivator bertugas mendorong guru, karyawan, dan siswa, agar lebih berprestasi.
b. Wakil Kepala Sekolah Tugas Wakil Kepala Sekolah adalah membantu tugas-tugas kepala sekolah yang didelegasikan kepadanya. Pada SMP Negeri 2 Delanggu, memiliki seorang wakil kepala sekolah dengan dibantu empat orang wakil kepala sekolah yang mempunyai fungsi berbeda. Tugas wakil kepala sekolah, yaitu sebagai berikut : -
Wakil Kepala Sekolah bagian kurikulum tugasnya adalah menyusun program pengajaran, menyusun pembagian tugas guru
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 42
dan jadwal pelajaran, menyusun jadwal dan pelaksanaan ulangan umum dan ujian akhir, menerapkan kriteria naik atau tidak naik dan kriteria kelulusan, mengatur jadwal penerimaan buku laporan hasil belajar dan ijasah, mengkoordinir dan mengarahkan penyusunan satuan pelajaran, membina kegiatan MGMP, membina kegiatan-kegiatan bidang akademis. -
Wakil Kepala Sekolah bagian kesiswaan tugasnya adalah menyusun program pembinaan kesiswaan (OSIS), melaksanakan bimbingan, pengarahan dan pengendalian kegiatan siswa/OSIS dalam rangka menegakkan disiplin dan tata tertib sekolah, serta pemilihan pengurus OSIS, membina pengurus OSIS dalam berorganisasi, menyusun jadwal dan program pembinaan siswa secara berkala dan insidental, membina dan melaksanakan 7K, menyusun
kegiatan
ekstrakurikuler,
menyusun
laporan
pelaksanaan kegiatan siswa secara berkala. -
Wakil Kepala Sekolah bagian hubungan masyarakat tugasnya adalah, mengatur dan menyelenggarakan hubungan sekolah dengan orang tua/wali siswa, membina hubungan sekolah dengan komite sekolah, membina pengembangan hubungan antara sekolah dengan lembaga pemerintah, dunia usaha dan lembaga sosial lain, menyusun laporan pelaksanaan hubungan masyarakat secara berkala.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 43
-
Wakil Kepala Sekolah urusan sarana dan prasarana tugasnya adalah menyusun rencana kebutuhan sarana dan prasarana, pengelola pembiayaan alat-alat pengajaran, menyusun laporan pelaksanaan urusan sarana dan prasarana secara berkala.
c. Wali Kelas Tugas Wali Kelas adalah membantu Kepala Sekolah dalam kegiatan sebagai berikut : -
pengelolaan kelas
-
penyelenggaraan administrasi kelas
-
penyusunan pembuatan statistik bulanan siswa
-
pengisian daftar kumpulan nilai siswa (Legger)
-
pembuatan catatan khusus tentang siswa
-
pencatatan motivasi siswa
-
pengisian buku laporan hasil belajar
-
pembagian buku laporan hasil belajar
d. Guru Guru bertanggung jawab kepada kepala sekolah dan mempunyai tugas melaksanakan proses belajar mengajar secara efektif dan efisien. Tugas dan tanggung jawab guru meliputi : -
membuat program pengajaran
-
melaksanakan kegiatan pembelajaran
-
menyusun dan analisis instrumen penilaian
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 44
-
menyusun dan melaksanakan program remidiasi dan pengayaan
-
mengisi daftar nilai siswa yang dilaporkan kepada orang tua/wali siswa
-
mengadakan pengembangan bidang pengajaran yang menjadi tanggung jawabnya
-
mengikuti kegiatan pengembangan dan pemasyarakatan kurikulum
-
melaksanakan tugas tertentu dari sekolah
-
membuat catatan tentang kemajuan hasil belajar masing-masing kelas
-
meneliti daftar hadir siswa yang mengikuti mata pelajarannya
e. Guru Bimbingan dan Konseling Guru Bimbingan dan Konseling membantu kepala sekolah dalam kegiatan-kegiatan sebagai berikut : -
menyusun program pelaksanaan bimbingan dan konseling
-
melakukan koordinasi dengan wali kelas dalam rangka mengatasi masalah-masalah yang dihadapi oleh siswa tentang kesulitan belajar
-
memberikan layanan bimbingan kepada siswa agar lebih berprestasi dalam kegiatan belajar
-
memberikan saran dan pertimbangan kepada siswa dalam memperoleh gambaran tentang lanjutan pendidikan dan lapangan pekerjaan yang sesuai
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 45
-
mengadakan penilaian pelaksanaan bimbingan dan konseling
-
melaksanakan kegiatan analisis hasil evaluasi belajar
-
menyusun dan melaksanakan program tindak lanjut bimbingan dan konseling
-
mengikuti musyawarah guru pembimbing
-
menyusun laporan pelaksanaan bimbingan dan konseling
Sistem organisasi diatas digambarkan secara ringkas dalam bagian gambar Gambar 3 Struktur Organisasi SMP Negeri 2 Delanggu Tahun 2009/2010 Kepala Sekolah Komite Sekolah
Kepala Tata Usaha Wakil Kepala Sekolah
Urusan Kurikulum
Urusan Kesiswaan
Urusan Sarana/Prasarana
Laboratorium Koordinator BP/BK
Urusan Kemasyarakatan Perpustakaan
Wali Kelas
SISWA
commit to user
Guru
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 46
5. Keadaan Guru, Karyawan dan Siswa a. Keadaan Guru Jumlah Guru pada tahun 2009/2010 yaitu terdiri dari 59 orang, terdiri dari: -
Guru Tetap (PNS/CPNS) : 43 orang
-
Guru Honor
: 16 orang
perlu diketahui bahwa keadaan guru di SMP Negeri 2 Delanggu ini selalu berubah-ubah karena guru tidak tetap yang dinyatakan lulus ketika mengikuti tes calon pegawai negeri sipil yang dinyatakan lulus ditempatkan di lain daerah, sehingga SMP Negeri 2 Delanggu mencari tenaga guru pengganti. b. Keadaan Karyawan Karyawan SMP Negeri 2 Delanggu berjumlah 12 orang terdiri dari 1 karyawan TU dan 11 orang tenaga honorer. c. Keadaan Siswa Siswa SMP Negeri 2 Delanggu pada tahun ajaran 2009/2010 berjumlah 708, yang terdiri dari 372 laki-laki dan 336 perempuan. Lebih lengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 47
No.
Tabel 1 Distribusi Siswa SMP Negeri 2 Delanggu Tahun Ajaran 2009/2010 Kelas L P Jumlah
1
VII A
21
18
39
2
VII B
19
19
38
3
VII C
20
18
38
4
VII D
20
18
38
5
VII E
20
18
38
6
VII F
17
21
38
Jumlah
117
112
229
7
VIII A
23
18
41
8
VIII B
22
20
42
9
VIII C
22
17
39
10
VIII D
20
16
36
11
VIII E
17
21
38
12
VIII F
22
17
39
Jumlah
126
111
237
13
IX A
22
18
40
14
IX B
20
20
40
15
IX C
22
17
39
16
IX D
22
20
42
17
IX E
23
17
40
18
IX F
20
21
41
Jumlah
129
115
244
372
336
708
Jumlah Seluruhnya
Sumber : Monografi SMP N 2 Delanggu
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 48
6. Sarana dan Prasarana Penunjang SMP Negeri 2 Delanggu mempunyai sarana dan prasarana untuk penunjang kegiatan sekolah sebagai berikut : -
Ruang Kelas
: 18
-
Ruang Laboratorium
:1
-
Ruang Perpustakaan
:1
-
Ruang Lab. Komputer
:1
-
Ruang Multimedia
:1
-
Ruang Aula
:1
-
Ruang UKS
:1
-
Ruang Koperasi
:1
-
Ruang BP/BK
:1
-
Ruang OSIS
:1
-
Ruang Pramuka
:1
-
Ruang Agama
:1
-
Ruang Kepala Sekolah
:1
-
Ruang Guru
:1
-
Ruang Tata Usaha
:1
-
Ruang Tamu
:1
-
Ruang Kamar Mandi/WC : 5
-
Masjid/Mushola
:1
-
Kantin
:2
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 49
-
Gudang
:1
-
Tempat Parkir
:3
-
Lapangan Basket
:1
-
Lapangan Tenis
:1
-
Lapangan Sepak Bola
:1
7. Kegiatan Ekstrakurikuler Untuk meningkatkan keberhasilan siswa dalam pendidikan, SMP Negeri 2 Delanggu mengadakan berbagai macam kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan ini dilaksanakan diluar jam sekolah dengan tujuan menambah pengetahuan yang tidak terdapat dalam pelajaran sekolah. Kegiatan ekstrakurikuler di SMP Negeri 2 Delanggu antara lain : a) OSIS OSIS merupakan organisasi siswa yang ada di SMP maupun SMA. OSIS merupakan satu-satunya organisasi yang boleh bergerak didalam/diluar sekolah yang mengatas namakan sekolah yang bersangkutan. Tujuan OSIS antara lain : -
Mempersiapkan siswa menjadi kader penerus bangsa dan pembangunan nasional dengan memberi bekal ketrampilan, kepemimpinan, kesegaran jasmani, daya kreasi, patriotism, kepribadian dan budi pekerti.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 50
-
Melibatkan
semua
siswa
dalam
proses
kehidupan
berbangsa, bernegara serta melaksanakan pembangunan nasional. -
Membina
siswa
berorganisasi
untuk
pembinaan
kepemimpinan. b) Pramuka Pramuka merupakan aktivitas yang membina remaja untuk menjadi insan yang suka menolong, tulus hati dan ramah tamah. Dari pernyataan diatas bahwa siswa yang menjadi anggota pramuka dilatih untuk menjadi insan yang cinta sesama dan takwa kepada Tuhan YME. Sedangkan materi yang diberikan lebih menekankan pada kepemimpinan dan kedisiplinan. Sehingga, bagi siswa tersebut sangat berpengaruh dalam pembentukan karakter siswa itu sendiri c) Olah Raga Kegiatan ekstrakurikuler bidang olahraga antara lain basket, bulu tangkis, sepak bola. Kegiatan dilakukan sesuai dengan jadwal yang sudah
ditentukan.
Siswa
diberi
waktu
khusus
untuk
mengembangkan bakat dibidang olahraga diluar mata pelajaran olahraga
pada
jam
sekolah.
Mayoritas
siswa
yang ikut
ekstrakurikuler olahraga adalah karena hobi dan ingin mengasah kemampuannya dibidang olahraga. Tak jarang diadakan kompetisi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 51
atau perlombaan antar sekolah. Sehingga selain menguntungkan siswa, ektrakulikuler olahraga dapat menambah prestasi sekolah dengan menjuarai kompetisi atau perlombaan d) Kesenian Terdiri atas seni tari dan seni musik. Kebanyakkan peminatnya adalah siswa-siswi yang memiliki bakat sesuai bidangnya masingmasing. Karena, dalam wadah kegiatan ekstrakurikuler seni inilah mereka dapat mengolah sekaligus mematangkan bakat yang dimiliki. B. Gambaran Khusus SMP Negeri 2 Delanggu 1. Tata Tertib SMP Negeri 2 Delanggu Tata tertib SMP Negeri 2 Delanggu disusun oleh Badan yang dinamakan Satuan Tugas Pelaksana Kegiatan Kesiswaan (STP2K). STP2K berada dibawah koordinasi Wakasek bidang kesiswaan. STP2K yang ada di SMP Negeri 2 Delanggu berjumlah 7 orang. Adapun tugas-tugasnya adalah mendeteksi kerawanan sekolah sedini mungkin, memantau pelaksanaan tata tertib sekolah, memberikan peringatan dan pembinaan kepada siswa yang melanggar tata tertib sekolah, mengadakan koordinasi dengan wali kelas/BK, mengadakan koordinasi dengan aparat keamanan. Berikut ini merupakan jenis-jenis pelanggaran. Tata tertib beserta bobot sanksi yang diberlakukan bagi siswa SMP Negeri 2 Delanggu.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 52
Tabel 2 JENIS DAN SKOR PELANGGARAN SISWA-SISWI SMP NEGERI 2 DELANGGU No. I A
JENIS PELANGGARAN
SKOR
Aspek Kelakuan 1. Menikah, hamil atau berbuat zina
100
2. Pencurian dengan pemberatan dan atau tindak pidana lainnya yang memiliki kekuatan hukum yang tepat 3. Menyimpan atau menggunakan NAZA (Narkotika, Zat
100 100
Adiktif lainnya, Ganja, Shabu-shabu, Obat daftar G) 4. Menganiaya Guru atau Karyawan 5. Berkelahi dengan sekolah lain
100
6. Bertindak Asusila/Abnormal yang mencemarkan nama baik
50
sekolah 7. Berkelahi dengan melibatkan orang luar
25
8. Menyimpan membawa dan atau meminum-minuman keras
25
baik di dalam maupun diluar sekolah, selama masih
25
menggunakan seragam sekolah
B
9. Berpacaran dan tidak senonoh
25
1. Berkelahi/tawuran di kelas dalam satu sekolah
50
2. Membawa, menyimpan dan atau memperlihatkan segala sesuatu yang bersifat pornografi 3. Menganiaya sesama teman
25 25
4. Membawa senjata tajam yang membahayakan (dipergunakan tidak semestinya).
40
5. Menyimpan dan atau merokok di lingkungan sekolah
commit to user
20
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 53
6. Melakukan praktek premanisme/pemerasan terhadap sesama teman, baik satu atau beda sekolah
25
7. Mencuri di lingkungan sekolah dan sekitarnya
50
8. Berjudi di lingkungan sekolah/di luar sekolah selama masih
25
menggunakan seragam sekolah
C
1. Melakukan penipuan dan atau memalsukan tanda tangan surat atau dokumen sekolah
50
2. Merusak sarana/prasarana sekolah
25
3. Melompat pagar atau jendela
25
4. Pelecehan, menentang, mengumpat dan berkata kotor
25
terhadap Guru atau Karyawan
D
5. Naik sepeda di halaman sekolah
10
1. Pelecehan, mengumpat, dan berkata kotor sesama teman
10
2. Membuat coretan pada sarana/prasarana sekolah (meja, kursi, tembok,dll)
10
3. Bermain di tempat parker kendaraan/sepeda dan atau tempat lain yang tidak pada tempatnya
10
4. Membawa sepeda motor ke sekolah
5
5. Tidak boleh membawa HP ( jika diketahui akan disita dan yang berhak meminta kembali adalah orang tua)
II A
20
Aspek Kerajinan 1. Meninggalkan jam pelajaran tanpa keterangan (Membolos)
10
2. Tidak masuk sekolah tanpa keterangan
10
3. Tidak mengikuti Upacara bendera yang diwajibkan oleh
10
sekolah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 54
B
1. Datang terlambat di sekolah dengan alasan yang tidak tepat atau tidak dapat dipertanggung jawabkan
III A
10
2. Mengganggu kegiatan belajar mengajar di kelas
5
3. Tidak mengikuti kegiatan yang diwajibkan oleh sekolah
5
4. Tidak mengikuti Sholat Jama’ah
5
Aspek Kerapian 1. Siswa putra memakai anting, kalung, dan aksesories wanita
5
lainnya 2. Siswa putri menggunakan make-up dan atau perhiasan yang
5
berlebihan atau tidak pantas 3. Potongan rambut tidak rapi/gondrong dan tidak pantas
5
(disemir, dicat, dikliwir) 4. Menggunakan pakaian sekolah/seragam yang tidak sesuai
10
denga ketentuan yang berlaku B
1. Kelengkapan pakaian seragam kurang, antara lain: atribut,
10
kaos kaki, ikat pinggang, sepatu hitam bertali (khusus topi pada saat Upacara) 2. Menempatkan sepeda tidak pada tempatnya
5
3. Bersepatu tanpa kaos kaki dan atau kaos kaki kurang dari 10 cm diatas mata kaki
10
4. Membuat kotor kelas dan atau membuang sampah tidak pada tempatnya
5
5. Makan dikelas pada waktu KBM
5
6. Pada jam sekolah memakai jaket, topi/peci.
5
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 55
Tabel 3 JUMLAH SKOR DAN SANKSI PELANGGARAN No.
Jumlah Skor
Tindakan
Jenis Sanksi
1
0 – 25
Teguran Lisan
Pembinaan Siswa
2
25 – 50
Sanksi I
Peringatan Lisan kepada Siswa dan Orang tua
3
51 – 65
Sanksi II
Peringatan Lisan II
4
66 – 80
Sanksi III
Peringatan tertulis kepada siswa/Orang tua
5
81 – 100
Sanksi IV
Dikeluarkan
Sumber : buku pengembangan sekolah SMP N 2 Delanggu Dengan demikian Tata tertib yang diberlakukan di SMP N 2 Delanggu tersebut diatas dapat dikatakan sudah tegas dalam memberikan sanksi-sanksi terhadap pelanggaran yang dilakukan pelajar selama menjadi siswa pada sekolah tersebut. Sehubungan dengan penelitian ini, sanksi yang diberlakukan bagi siswa pelanggaran pada aspek kerajinan, khususnya membolos akan diberikan skor sebesar 10. Masih terkait dengan masalah pada aspek kerajinan yaitu antara lain tidak masuk sekolah tanpa keterangan dan tidak mengikuti kegiatan yang diwajibkan merupakan pelanggaran yang sering dilakukan oleh siswa. Peraturan tersebut dibuat sebagai upaya penyeragaman nilai Budi Pekerti di SMP se Kabupaten Klaten, sedangkan tindak lanjut pemberian sanksi diserahkan sepenuhnya kepada sekolah disesuaikan dengan keadaan sekolah. 2. Penerapan kedisiplinan siswa di SMP Negeri 2 Delanggu Berdasarkan penelitian dilokasi, kedisiplinan sudah diterapkan di SMP Negeri 2 Delanggu. Di sekolah ini siswa berinteraksi dengan guru yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 56
mendidik dan mengajarnya. Sikap, teladan, perbuatan dan perkataan guru yang dilihat dan didengar serta dianggap baik oleh siswa dampaknya bisa melebihi pengaruh dari orang tuanya di rumah. Sikap dan perilaku yang ditampilkan guru pada dasarnya merupakan bagian dari upaya pendisiplinan siswa di sekolah. Guru BK (Bimbingan dan Konseling) mempunyai peran penting dalam pembentukan perilaku disiplin
siswa,
yaitu
dengan
memberikan layanan bimbingan dan konseling, dengan mempunyai jadwal khusus seperti mata pelajaran-mata pelajaran lain seperti Matematika, Bahasa Inggis, Fisika, dll. Selain melalui Guru BK, pendidikan tentang kedisiplinan dapat diberikan oleh guru mata pelajaran dengan cara disisipkan
pada
kegiatan belajar mengajar (KBM), disiplin dalam proses belajar mengajar, setiap siswa akan memahami tentang hak dan kewajibannya, serta akan menghormati dan menghargai hak dan kewajiban orang lain. Sehingga siswa dapat menghindarinya atau dapat membedakan antara perilaku disiplin dan yang tidak disiplin. 3. Penyimpangan terhadap peraturan sekolah Penyimpangan dapat diartikan sebagai perilaku yang tidak berhasil menyesuaikan dengan norma-norma di masyarakat, artinya penyimpangan tersebut terjadi jika seseorang tidak mematuhi patokan yang sudah ada. Seorang siswa dalam mengikuti kegiatan belajar di sekolah, tidak akan lepas dari berbagai peraturan dan tata tertib yang diberlakukan di sekolah. Dalam penelitian ini, dapat diketahui bahwa penyimpangan terhadap peraturan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 57
sekolah, sering dilakukan oleh sebagian besar siswa. Mulai dari pelanggaran ringan pada aspek kerapian, yaitu atribut sekolah yang tidak lengkap. Dapat dicontohkan pada saat upacara bendera, ada siswa yang tidak memakai topi. Dan hampir tiap hari ada siswa yang memperoleh skor pelanggaran berkenaan kelengkapan atribut, misalnya tidak memakai ikat pinggang, sepatu tidak hitam bertali, dan tidak memakai kaos kaki. Pelanggaran pada aspek kerajinan juga sering dilakukan, khususnya pada penelitian ini adalah perilaku membolos. Membolos disini termasuk tidak masuk sekolah tanpa keterangan, datang terlambat dengan alasan yang tidak bisa dipertanggungjawabkan, meninggalkan jam pelajaran tanpa keterangan, dan tidak mengikuti kegiatan yang diwajibkan sekolah, misalnya upacara bendera, SKJ, dan Pramuka. Penyimpangan terhadap peraturan dan tata tertib yang dilakukan oleh siswa mendapatkan tindak lanjut berupa pemberian skor pelanggaran dan pembinaan terhadap siswa yang melanggar peraturan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III KARAKTERISTIK RESPONDEN Membolos biasa dilakukan siswa pada saat jam pelajaran, jam terakhir pelajaran, atau pada mata pelajaran tertentu yang kurang disukai oleh siswa, atau bahkan satu hari penuh. Selain hal tersebut, tidak mengikuti kegiatan sekolah seperti SKJ, Upacara, PRAMUKA dan kegiatan sekolah yang lain juga termasuk tindakan membolos. Siswa beranggapan bahwa membolos adalah hal yang menyenangkan, bahkan ada yang menganggap sekolah tanpa membolos tidak menyenangkan dan dianggap kurang gaul. Dampak dari keluarga yang kurang harmonis dan pengaruh teman sebaya yang negatif membuat siswa semakin terjerumus untuk melakukan tindakan yang melanggar peraturan atau norma yang ada di sekolah. Pada penelitian ini, penulis memfokuskan ke dalam empat pokok bahasan sesuai rumusan masalah bahasan yaitu latar belakang siswa membolos, dampak yang ditimbulkan dari perilaku membolos, bagaimana pola asuh orang tua, dan pengaruh kelompok sebaya yang negatif. A. Profil Responden Dalam penelitian ini diambil sepuluh responden sebagai sumber data yang sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian. Karena penelitian ini tentang perilaku membolos siswa di SMP Negeri 2 Delanggu, Kabupaten Klaten, maka responden tersebut adalah siswa yang sering membolos. Responden dalam penelitian ini ditentukan bagi mereka yang berusia 13-21 tahun. Mengingat pengertian anak dalam Undang-undang No 4 tahun 1979, anak adalah mereka commit to user yang berumur sampai 21 tahun. Dengan pertimbangan pada usia tersebut, terdapat 58
59 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
berbagai masalah dan krisis diantaranya; krisis identitas, kecanduan rokok, kenakalan karena tidak dapat menyesuaikan diri di sekolah, konflik mental dan terlibat perkelahian di sekolah. Sama yang terjadi di SMP Negeri 2 Delanggu. Responden berjumlah sepuluh siswa yang terdiri dari empat orang siswa berusia 13 tahun, lima siswa berusia 14 tahun dan hanya satu responden yang sudah berusia 16 tahun, ini karena siswa tersebut pernah tidak naik kelas sewaktu sekolah di Sekolah Dasar (SD). Responden penelitian ini terdiri dari enam siswa kelas VII (tujuh) dan empat siswa kelas VIII (delapan). Pada penelitian ini, perbandingan responden berdasarkan jenis kelamin laki-laki dan perempuan adalah 4:1. Dengan demikian diketahui bahwa siswa laki-laki lebih banyak jumlahnya yang membolos dari pada siswa perempuan. Delapan siswa laki-laki dari kelas VII dan kelas VIII. Dua orang siswa perempuan dari kelas VII. Ada perbedaan saat melakukan perkenalan antara responden dan peneliti pada wawancara pertama kali. Siswa laki-laki banyak yang pendiam dan dari raut wajahnya tidak ada kesan bahwa dia anak nakal atau sering membolos. Mereka terlihat sangat lugu dari gaya bicaranya, tapi kadang mereka terlihat agak enggan atau sungkan untuk menjawab pertanyaan, bukan berarti mereka tidak memahami pertanyaan tetapi memang perlu kesabaran dalam wawancara dengan mereka. Berbeda dengan siswa perempuan, mereka bisa dikatakan lebih terbuka saat wawancara dan sangat antusias dalam menjawab pertanyaan. Untuk lebih jelasnya,data responden sebagai berikut :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
60 digilib.uns.ac.id
1. Akh (13 tahun) Akh adalah siswa kelas VIIC, merupakan anak terakhir dari lima bersaudara. Akh masih tinggal bersama kedua orang tuanya yang berada di Desa Tegalsari, Delanggu. Tiap harinya Akh berangkat ke sekolah bersama teman-temannya naik sepeda dan di titipkan di belakang sekolah. Dia termasuk siswa yang sering mendapat masalah disekolah. Menurut penuturan sebagian guru, dia sering membuat gaduh saat pelajaran dan suka mengganggu teman saat pelajaran berlangsung. Penampilan Akh tidak rapi dengan rambut berwarna kemerahan. Akh sering membolos sejak awal kelas satu, dia membolos ke tempat penitipan sepeda di belakang sekolah bersama teman-temannya. 2. Dim (13 tahun) Dim adalah siswa kelas VIIA, merupakan siswa yang cenderung pendiam dangan penampilan yang kalem. Merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Ayah Dim sudah meninggal dunia, sehingga ibunya menjadi single parent dan sekaligus tulang punggung keluarga sebagai pekerja serabutan di warung makan lesehan di malam hari. Setiap harinya Dim berangkat ke sekolah dengan berjalan kaki yang cukup jauh. Atau kadang dia juga membonceng teman yang kebetulan bertemu dia di jalan. Dia temasuk siswa yang jarang bermasalah dan orang tuanya jarang dipanggil ke sekolah. Dim mengaku sering membolos karena sewaktu neneknya sakit, dia yang menjaganya dirumah. Sehingga dia sebenarnya terpaksa membolos karena tidak mendapat boncengan ke sekolah. Karena jika dia pulang kerumah kembali, akan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
61 digilib.uns.ac.id
dimarahi oleh ibunya, sehingga dia menghabiskan waktu untuk membolos di rental playstation di dekat SMP Negeri 1 Delanggu. 3. Agu (14 tahun) Agu adalah siswa kelas VIIC, dia teman sekelas dan juga teman se-gangs Akh. Menurut penuturan teman-teman dalam gang, Agu merupakan pimpinan gangs, atau boss karena sering memberi rokok pada temannya. Tiap hari Agu mendapat uang saku sepuluh ribu rupiah. Separuh uang digunakan untuk membeli bensin, karena dia naik motor ke sekolah. Agu mengaku sering membolos karena malas ikut pelajaran, dan dia juga mengatakan pernah dicubit oleh guru saat tidak memperhatikan pelajaran. Agu sering membolos di tempat playstation yang berada di belakang sekolah. Dia membolos bersama teman-teman satu gang ataupun dengan teman-teman yang berasal dari sekolah lain. 4. Fer (16 tahun) Fer adalah siswa kelas VIIIA, dia merupakan siswa yang kerap membolos dan juga sering membuat masalah di sekolah. Menurut penuturannya sendiri, dia kerap memalak adik kelasnya, meminta sejumlah uang secara paksa dengan mengancam. Uang tersebut dia gunakan untuk membolos bersama anggota gangsnya. Dari penampilan fisiknya, Fer terllihat sangat urakan dan tidak rapi. Rambut yang dicat merah dan menggunakan tindik di telinga kanannya. Dia tidak tinggal bersama orang tuanya, karena orang tuanya sibuk bekerja dan dia tinggal bersama paman dan neneknya. Dia naik motor ke sekolah bersama temanya dan motor tersebut dititipkan di belakang sekolah. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
62 digilib.uns.ac.id
5. Dwi (14 tahun) Dwi adalah siswa kelas VIIIA, dia adalah teman sekelas dari Fer. Dwi kerap membolos bersama Fer karena dia merupakan teman satu gang. Dwi tinggal bersama kedua orang tuanya dan kakaknya. Dwi berangkat ke sekolah berdua dengan Fer naik sepeda motor, dan sepeda motor tersebut dititipkan dibelakang sekolah. Setiap hari Dwi mendapat uang saku lima ribu rupiah, dan dia mengaku menghabiskan semua uang sakunya untuk membeli rokok. Padahal ayah Dwi melarangnya untuk merokok, sehingga bila ketahuan merokok, dia pasti akan dipukuli oleh ayahnya tersebut, begitu penuturan Dwi. Orang tua Dwi sering mendapat surat panggilan dari sekolah berkenaan dengan kasus membolos tersebut. Karena terlalu sering mendapat masalah disekolah, Dwi menuturkan bahwa orang tuanya sampai malu datang ke sekolah. 6. Dew (14 tahun) Dew adalah siswi kelas VIIE, dia merupakan salah satu responden perempuan yang paling parah dalam kasus membolos. Karena sudah sangat melampaui batas maksimal skor pelanggaran, dan semestinya sudah dikeluarkan oleh pihak sekolah. Karena sekolah mempertimbangan banyak hal, maka sekolah masih memberi kesempatan siswi tersebut untuk memperbaiki sikap. Dew tinggal bersama kedua orang tuanya dan seorang adiknya. Kondisi keluarga yang kurang harmonis yang menjadi penyebab Dew menjadi malas masuk sekolah, karena dia mengaku keluarganya sering ada masalah. Dia mengaku kalau ayahnya sering marah-marah dan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
63 digilib.uns.ac.id
memukulinya, sehingga secara tidak langsung akan berakibat pada kondisi psikologinya. Dew membolos bersama teman-teman dekatnya ke tempat wisata Cokro dan Janti yang letaknya tidak terlalu jauh dari sekolah. Selain kerap mendapat permasalahan karena kebiasaan membolos, Dew juga sering mendapat masalah berkenaan hubungannya dengan pacarnya, yaitu kasus perkelahian dan pacaran tidak senonoh disekolah. Ini yang menyebabkan Dew dicap oleh guru-guru sebagai siswi yang berperilaku tidak sewajarnya perempuan. Karena dari segi penampilan, dia juga terlihat urakan dan nekoneko. 7. Shil (13 tahun) Shil adalah siswi kelas VIIE, dia teman satu kelas dari Dew. Dia juga merupakan teman dekat dan teman satu gang dari Dew. Shil adalah anak tunggal, dia tidak tinggal bersama kedua orang tuanya, dia tinggal bersama neneknya. Karena dari kecil, dia sudah dititipkan dirumah neneknya. Dengan alasan yang kurang jelas, neneknya melarang orang tua Shil untuk mengasuhnya. Ayah dan Ibu Shil tidak tinggal bersama. Sepengetahuan Shil, ayahnya bekerja menjadi calo di terminal dan ibunya bekerja menjadi karyawan di sebuah perusahaan swasta. Satu minggu sekali dia bertemu dengan kedua orang tuanya, walaupun sebentar dan hanya menitipkan uang jajan untuknya. Sehingga dia sebenarnya merasa kurang mendapat perhatian dari kedua orang tuanya. Shil sering membolos karena ajakan Dew dan temantemanya. Dia biasa membolos ke tempat yang sama dengan Dew. Karena merupakan teman dekat dari Dew, Shil mengaku sering ikut terseret masalah commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
64 digilib.uns.ac.id
yang dialami Dew, yaitu masalah yang berhubungan dengan Dew dan pacarnya. Sebenarnya Shil mempunyai keinginan untuk tidak membolos tapi pengaruh teman sangatlah kuat. 8. Ren (13 tahun) Ren adalah siswa kelas VIIC, dia teman sekelas Akh dan Agu. Ren tidak tinggal bersama kedua orang tuanya, dia tinggal bersama nenek dan kakeknya. Kedua orang tuanya bekerja di ibu kota sebagai karyawan di pabrik. Setiap hari Ren naik sepeda ke sekolah bersama teman-temannya. Ren sering membolos di penitipan sepeda belakang sekolah dan di sungai yang letaknya juga di belakang sekolah, karena banyak temannya juga membolos ditempat tersebut. Ren membolos dari jam pertama, atau dia sengaja tidak masuk ke kelas mengikuti pelajaran tetapi dia nongkong di penitipan sepeda belakang sekolah. Teman-teman membolos Ren kebanyakan berasal dari sekolah lain, ada pula siswa dari SMK atau STM. Selain membolos Ren juga sering melanggar tata tertib sekolah yang berhubungan dengan kelengkapan atribut pakaian. Ren juga pernah mengalami kasus perkelahian dengan sekolah lain. Sebagai wali murid dari Ren yaitu kakek dan nenek Ren kerap dipanggil ke sekolah. 9. And (14 tahun) And adalah siswa kelas VIIIB, dari penampilannya And terlihat sangat tidak rapi, pakaian yang dikenakan sudah lusuh dan tidak bersih. And tidak tinggal bersama kedua orang tuanya, dia tinggal bersama kakek dan neneknya. Orang tuanya dan kakak laki-lakinya merantau di Batam dan hanya pulang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
65 digilib.uns.ac.id
setahun sekali. Hal ini yang menyebabkan And kurang mendapat perhatian dari orang tuannya. And membolos ke tempat penitipan sepeda yang sering disebut ‘candi’, letaknya cukup jauh dari sekolah. Disana And membolos bersama teman-temanya dari sekolah lain dan kebanyakan teman yang sudah putus sekolah karena dikeluarkan oleh sekolah dan juga beberapa ada yang tidak bekerja atau pengangguran. Dari sini dapat dilihat bahwa And sudah salah dalam memilih teman dan secara tidak langsung akan membawa pengaruh negatif terhadap dirinya. 10. Wah (14 tahun) Wah adalah siswa kelas VIIIC, merupakan anak tunggal, ayahnya sudah meninggal sehingga ibunya menjadi single parent, dia tinggal bersama ibu dan kakeknya. Setiap hari dia berangkat ke sekolah dengan membonceng temannya naik sepeda motor. Wah sering membolos di tempat persewaan playstation yang terletak di dekat SMP Negeri 1 Delanggu. Selain jauh dari sekolah, tempat tersebut sudah menjadi langganannya setiap membolos. Karena disana banyak teman-teman dari sekolah lain yang juga sedang membolos. Wah termasuk siswa pendiam dan sedikit mempunyai teman dekat disekolah, sehingga pada saat membolos dia cenderung membolos sendirian. Walaupun terlihat pendiam, Wah termasuk ‘nekat’ dalam membolos, yaitu dengan memanjat gerbang sekolah ataupun melompat pagar. Berdasarkan profil responden diatas dapat diketahui bahwa setiap siswa memiliki background kehidupan yang bermacam-macam, dari keluarga yang single parent, keluarga yang memiliki banyak anak, ataupun siswa yang tidak commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
66 digilib.uns.ac.id
tinggal bersama orang tuanya karena orang tua yang bekerja di luar kota. Hal ini secara tidak langsung memberi pengaruh pada perkembangan diri siswa. Mayoritas responden adalah siswa laki-laki. Siswa laki-laki cenderung mudah terpengaruh oleh pergaulan teman-temannya yang bersifat negatif (dalam gang). B. Latar belakang siswa membolos Latar belakang siswa untuk membolos terbagi ke dalam dua faktor yang melatarbelakangi yaitu : 1. Faktor Internal Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri sendiri. Dari hasil penelitian di lapangan, sebagian besar responden mengaku malas mengikuti pelajaran sehingga memilih untuk membolos. Seperti yang diungkapkan oleh Shil sebagai berikut: “ kalo mau mbolos bikin surat ijin dulu, alasannya sakit,trus saya tanda tangani sendiri. Sebenernya gak sakit tapi cuma males ikut palajaran, lha gurunya pas hari itu nganyelke kok mbak, mending bolos aja” (Wawancara Kamis, 20 Mei 2010, Responden Shil) Hal tersebut dilakukan untuk memudahkan dia untuk membolos, sebenarnya Shil berangkat sekolah dari rumah, akan tetapi tidak sampai disekolah. Malas mengikuti pelajaran dikarenakan Shil tidak menyukai pelajaran dan guru mata pelajaran tersebut. Hal serupa juga diungkapkan oleh responden lain sebagai berikut: “ paling gak suka sama guru Biologi, namanya Bu Senia mbak. Laha suka njiwiti (mencubit) kok mbak, dikit-dikit dimarahi trus dijiwit, kalo gak ya disuruh keluar kelas “ (Wawancara Selasa, 18 Mei 2010, Responden Agu) “ Pak Sumber (Guru Bahasa Inggris) itu aku gak suka, temencommit user kalo lagi ngajar galak banget. temen juga banyak yang gaktosuka,
perpustakaan.uns.ac.id
67 digilib.uns.ac.id
Pokoke nganyelke (menyebalkan) gitu mbak, gak sabaran “ (Wawancara Selasa 18 Mei 2010, Responden Dew) Guru dan siswa kurang bekerja sama dalam menciptakan suasana belajar yang efektif dan tenang. Ada beberapa guru yang ditakuti dan disegani karena dianggap galak atau killer dalam mengajar. Seperti yang diungkapkan oleh Agu dan Shil tentang sikap guru mereka yang dianggap tidak menyenangkan. Karakteristik pribadi dan kompetensi guru ini sangat berpengaruh terhadap kualitas iklim kelas, proses pembelajaran di kelas, atau hubungan guru-siswa dikelas, dan pada akhirnya akan berpengaruh terhadap keberhasilan belajar siswa. Sehingga siswa tersebut membolos disebabkan karena tidak nyaman mengikuti pelajaran dan akhirnya mereka malas berada di kelas pada jam pelajaran tersebut. Sebaliknya bila guru mempunyai kesan bersahabat, ramah dan hangat maka siswa akan menyukai pelajaran yang diberikan guru tersebut, seperti yang diungkapkan oleh Dew dan Dwi di bawah ini : “ aku seneng sama Bu Ratmi (Guru Bahasa Indonesia) mbak, ya dia sabar banget, kadang lucu juga. Dia itu tahu perkembangan anak didiknya gitu mbak gak kayak guru yan lain, jadi enak aja “ (Wawancara Senin, 17 Mei 2010, Responden Dew) “ pelajaran Bahasa Indonesia yang paling gampang (mudah) mbak, Gurunya Bu Marni, sabar dan enak gak pernah marah-marah kayak yang lain, nilai saya ya lumayanlah mbak “ (Wawancara Sabtu, 15 Mei 2010, Responden Dwi) Belum mengerjakan tugas atau PR (Pekerjaan Rumah) Selain karena faktor malas, siswa membolos dikerenakan belum mengerjakan tugas atau PR(Pekerjaan Rumah) yang harus diperiksa pada hari tersebut. Mereka takut akan mendapat hukuman dari guru commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
68 digilib.uns.ac.id
karena tidak mengumpulkan tugas atau PR(Pekerjaan Rumah) mereka. Berikut penuturan Akh: “ya aku sering gak ngerjain pr kok mbak, takut dimarahin nanti kalo nggak ngumpulin, jadi aku mbolos aja pas pelajaran itu” (Wawancara Sabtu, 15 Mei 2010, Responden Akh) Guru memberikan tugas kepada siswa dengan tujuan supaya siswa belajar dimalam harinya. Sehingga pada pertemuan berikutnya, tugas tersebut dapat dikoreksi bersama-sama. Tetapi responden penelitian tersebut mengaku sering tidak mengerjakan PR karena dia tidak mengetahui ada PR. Hal itu disebabkan karena dia sering membolos sehingga ketinggalan pelajaran sekaligu tidak mengetahui ada tugas atau PR yang diberikan oleh guru. “dulu kalo mbolos itu gak dapet boncengan temen, mau pulang kerumah lagi nanti dimarahi ibu ya saya mending ke PS(playstation) sampe jam pulang sekolah. Biasanya PS deket SMP 1 Delanggu mbak” (Wawancara Senin, 10 Mei 2010, Responden Dim) Dim tidak memiliki alat transportasi sendiri, alat tranportasi yang dimaksud adalah sepeda. Biasanya dia membonceng teman yang kebetulan melintas di depan rumahnya. Sehingga bila dia tidak mendapat boncengan, maka dia akan membolos. Karena jarak antara sekolah dan rumahnya sangat jauh. Dia mengaku bahwa orang tuanya tidak mampu membelikan sepeda karena untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari sudah pas-pasan. Ibu Dim adalah orang tua tunggal atau single parent yang menjadi tulang punggung keluarga. Seperti yang diungkapkan oleh Dim, sebagai berikut : “ ayah sudah meninggal mbak, waktu saya masih SD. Ibu kerja di warung bebek (warung makan) gitu mbak, ikut mbantu-mbatu disana. commit to pulangnya user Brangkat kerja kalo malem trus pagi. Jadi kalo malem saya
perpustakaan.uns.ac.id
69 digilib.uns.ac.id
di rumah cuma sama nenek trus adik saya yang masih kecil ” (Wawancara Senin, 10 Mei 2010, Responden Dim) Dim adalah siswa yang berasal dari keluarga tidak mampu, dan termasuk dalam keluarga yang single parent, ayahnya sudah meninggal dan dia tinggal bersama ibu, nenek, kakak dan adiknya yang masih kecil. Ibunya bekerja untuk mencukupi kebutuhan seharihari dengan membantu berjualan di warung makan. Ada pula responden yang membolos karena mempunyai masalah dalam keluarganya. Dew sering membolos pada saat awal masuk sekolah. Dalam waktu seminggu dia hanya masuk satu sampai dua kali saja. Dia mengaku tidak mau masuk sekolah dan hanya di rumah saja. Sebelum bersekolah di SMP Negeri 2 Delanggu, Dew menuntut ilmu di sebuah pondok pesantren atas kehendak ayahnya. Tetapi Dew merasa tidak betah berada di asrama sehingga dia meminta dipindahkan. Kemudian dia masuk ke SMP Negeri 2 Delanggu juga atas kehendak ayahnya. Dew merasa selalu diatur dan harus menuruti kehendak ayahnya. Sebagai bentuk protes kepada ayanhya tersebut, dia tidak mau masuk sekolah dan membolos untuk waktu yang cukup lama. 2. Faktor Eksternal SMP Negeri 2 Delanggu ini. Letak gedung sekolah yang berada di pinggiran kota atau termarginalkan membuat sekolah tersebut menemui banyak kendala dalam menciptakan lingkungan belajar yang efektif. Dari segi bangunan, gedung terbagi menjadi dua bagian, utara commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
70 digilib.uns.ac.id
dan selatan dipisahkan oleh jalan desa. Pagar sekolah terletak pada bagian depan sekolah dan tidak dibuat mengelilingi bangunan sekolah. Disamping itu sekolah tidak mempunyai petugas penjaga yang bertugas di mengawasi bila ada siswa yang ingin keluar atau masuk ke sekolah. Dengan keadaan yang demikian dapat diketahui bahwa pengaman yang dilakukan untuk menciptakan stabilitas sekolah masih dirasa sangat kurang. Letak SMP Negeri 2 Delanggu yang berada di tengah pemukinan padat penduduk, juga mempengaruhi kondisi lingkungan dalam sekolah. Salah satu penyebab siswa membolos berasal dari dekatnya jarak antara rumah-rumah penduduk dengan sekolahan. Ada beberapa warga disekitar sekolahan yang sengaja membuka jasa penitipan sepeda untuk siswa yang menggunakan sepeda ke sekolah, baik sepeda maupun motor. Peraturan sekolah melarang siswa membawa motor masuk ke area parkir yang berada di dalam gedung sekolah, dikarenakan mereka belum cukup umur untuk mengendarai motor dan belum mempunyai SIM (Surat Ijin Mengemudi) selain itu masalah keamanan juga menjadi alasan. Sehingga siswa yang membawa motor akan menitipkan motor di tempat titipan sepeda tersebut. “ saya ke sekolah naek motor mbak, jadi ya dititipin di belakang sekolah, biasanya seribu sehari. Jadi kalo mbolos kan gampang, gak ketahuan sama guru “ (Wawancara Selasa, 18 Mei 2010, Responden Agu) “ udah dari dulu nitipin sepeda di luar mbak, lha kalo brangkat sekolah kan rame-reme bareng temen-temen, jadi lebih enak dititipin di luar aja, bayar lima ratus untuk dua hari. Disana (di titipan sepeda) commit to user
71 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ada PS juga, sama warung jadi sering main PS skalian kalo pulang sekolah” (Wawancara Selasa, 11 Mei 2010, Responden Akh) Dengan adanya tempat penitipan sepeda di sekitar sekolah tersebut secara tidak langsung akan mempermudah siswa untuk membolos. Berdasarkan wawancara dengan responden, dapat diketahui bahwa mereka yang membolos pada saat pergantian jam pelajaran, mereka sengaja menitipkan sepeda di luar sekolah agar lebih mudah dalam membolos. Pihak sekolah tidak bisa berbuat apa-apa dengan keadaan demikian karena bagi warga yang membuka jasa penitipan tersebut adalah merupakan mata pencaharian mereka, sebagai contoh adalah penitipan sepeda milik Pak Dar(nama samaran) yang sengaja menyewakan playstation. Dengan adanya persewaan playstation tersebut, otomatis banyak siswa yang berminat untuk menitipkan sepeda ditempat miliknya. Sehingga hal tersebut dimanfaatkan oleh siswa yang tidak bertanggung jawab untuk membolos ke tempat tersebut. Sebagai pemilik tempat penitipan tersebut pak Dar cenderung untuk melindungi siswa yang membolos dengan berjaga-jaga di depan rumah apabila pihak sekolah mengadakan razia di tempat-tempat penitipan di belakang sekolah. Berdasarkan informasi dari salah satu guru, memang pemilik tempat penitipan yang ada di belakang sekolah sengaja melindungi atau menyembunyikan keberadaan siswa yang membolos di tempat penitipan miliknya. Seperti saat penulis mengikuti pihak sekolah mengadakan razia. Penulis mencoba menanyakan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
72 digilib.uns.ac.id
apakah ada siswa yang membolos ditempat penitipan sepeda miliknya, dan beginilah jawaban pemilik penitipan sepeda tersebut: “wong mboten enten sing mbolos ten mriki kok mbak, sampun mlebet sedoyo sing nitipke ten mriki niku” (Wawancara Senin, 31 Mei 2010, Informan Pak Dar) Hal serupa juga dikatakan oleh Ibu Tun(nama samaran) pemilik penitipan sepeda motor yang mengatakan bahwa tidak ada siswa yang bermain playstation dirumahnya yang juga penitipan sepeda motor sekaligus persewaan playtation dan warung. Berikut penuturannya: “lare-lare wau sampaun mlebet sedoyo, ten njero mboten enten sing maen kok mbak. Yen mboten percoyo nggih mang mlebet mriku” (Wawancara Senin, 31 Mei 2010, Informan Ibu Tun) Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa lingkungan di sekitar sekolah kurang mendukung kegiatan belajar mengajar di sekolah. Hal ini tidak lain karena motif ekonomi yang melatarbelakanginya. Sehingga adanya rental playstation yang terletak di belakang sekolah menjadi salah satu faktor penarik siswa untuk membolos di tempat penitipan sepeda tersebut. Responden mudah terpengaruh oleh ajakan temannya untuk membolos. Seperti yang diungkapkan oleh Dew sebagai berikut: “ aku kalo mbolos itu paling di rumah aja mbak, cuma lihat tivi, smsan ma temen, dah gitu aja. Tapi kadang diajak pergi ke Cokro (wisata air)kadang Janti juga ma temen-temen enam orang, jadi mbolosnya rame-rame biar seru, he..he..he “ (Wawancara Senin, 17 Mei 2010,Responden Dew) Cokro adalah tempat sumber mata air yang merupakan obyek wisata air di Kecamatan Polanharjo. Sedangkan Janti adalah tempat pemancingan ikan yang merupakan obyek wisata di dekat daerah to user tersebut jauh dari sekolah. Siswa Cokro tersebut. Letak commit kedua tempat
73 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang membolos di dua obyek wisata tersebut adalah siswa yang tergolong agak mampu, karena mereka membawa sepeda motor. Mereka pergi ke tempat tersebut beramai-ramai antara 5-6 orang. Dan biasanya mereka sudah membolos dari rumah dan tidak sampai di sekolah. Selain membolos hanya di rumah saja, siswa lebih sering membolos ke tempat-tempat yang mereka sukai sesuai dengan kesepakatan gangs. Dan biasanya antara responden laki-laki dan perempuan dalam menentukan tempat membolos berlainan. Siswa laki-laki lebih sering membolos ke rental PS(playstation), di warung belakang sekolah, di titipan sepeda dan di sungai dekat sekolah. Sedangkan pada siswa perempuan yang membolos (alpha/tanpa keterangan), mereka tidak masuk sekolah karena malas dan hanya dirumah saja ataupun main kerumah temannya dalam satu gangs tersebut. Tetapi siswa perempuan lebih sering membolos ke tempat wisata(Cokro dan Janti) karena mereka naik sepeda motor dan uang saku yang cukup. Walaupun siswa laki-laki ada juga yang ke tempat wisata tersebut tapi relatif sedikit
.
commit to user
74 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Matriks 1 Latar Belakang Siswa Membolos No.
Faktor/Alasan
1.
Faktor Internal
Keterangan a. Malas mengikuti pelajaran di kelas b. Tidak suka pada pelajaran dan guru mata pelajaran tertentu c. Belum mengerjakan tugas atau PR yang diberikan oleh guru pada hari tersebut. d. Tidak memiliki alat transportasi ke sekolah atau terlambat masuk sekolah e. Ada masalah dalam keluarga
2.
Faktor Eksternal
a. Pengamanan sekolah yang kurang karena tidak ada penjaga sekolah b. Bangunan sekolah yang tidak memiliki pagar membuat siswa keluar masuk sekolah dengan leluasa c. Jasa
penitipan
sekolah
sepeda
mempermudah
di
belakang
akses
siswa
untuk membolos d. Persewaan playstation pada penitipan sepeda menjadi faktor penarik siswa membolos e. Terpengaruh ajakan teman commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
75 digilib.uns.ac.id
C. Dampak yang ditimbulkan dari perilaku membolos Prestasi belajar siswa sangat ditentukan dengan tingkat kehadiran siswa dalam mengikuti pelajaran. Sehingga bagi responden/siswa yang sering membolos, mereka akan kesulitan dalam mengikuti materi pelajaran. Mereka akan selalu ketinggalan materi pelajaran karena sering tidak masuk kelas. Padahal setiap hari ada beberapa mata pelajaran yang harus diikuti. Sehingga tak dipungkiri bahwa siswa akan mengalami kegagalan dalam pelajaran. Meskipun dalam teori guru harus bersedia membantu anak mengejar pelajaran yang ketinggalan, tetapi dalam prakteknya hal ini sulit dilaksanakan. Kelas akan berjalan terus. Bahkan meskipun ia hadir, ia tidak mengerti apa yang diajarkan oleh guru, karena ia tidak mempelajari dasar-dasar dari mata pelajaran yang telah diajarkan sebelumnya. Akhirnya ia harus belajar sendiri untuk mengejar ketertinggalannya. Bila siswa ketinggalan pelajaran, otomatis dia tidak bisa mengerjakan tugas atau PR yang diberikan oleh guru. Sehingga siswa memilih membolos karena takut akan diberi hukuman bila tidak mengumpulkan tugas atau PR tersebut. Keadaan ini memaksa mereka untuk berbuat curang, yaitu mencotoh hasil pekerjaan temannya sesaat sebelum tugas tersebut dikumpulkan. Masalah akan muncul manakala ia tidak memahami materi bahasan. Dirumah, siswa juga jarang belajar. Seperti yang diungkapkan oleh Fer, berikut penuturannya : “ aku kalo pulang main tu sampe malem mbak, kadang aja gak pulang, nginep dirumah temen (tidur di rumah teman) jadi kalo malem gak pernah belajar, habis pulang main kan capek, ya langsung tidur aja” user (Wawancara Sabtu, 15 Meicommit 2010, to Responden Fer)
76 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Hal tersebut akan berdampak pada nilai ulangan harian siswa. Siswa tidak bisa mengerjakan ulangan karena tidak mempunyai materi dari catatan ataupun dari penjelasan yang telah disampikan guru pada saat dia membolos. Peraturan sekolah yang sering disebut tata tertib sekolah merupakan pedoman bagi sekolah untuk menciptakan suasana sekolah yang aman dan tertib sehingga akan terhindar dari kejadian-kejadian yang bersifat negatif. Kejadian negatif yang dimaksud adalah pelanggaran terhadap tata tertib itu sendiri. Tata tertib di buat pada khususnya adalah untuk mengatur siswa untuk berkelakuan baik dan tidak menyimpang dari ketentuan yang sudah ada. Pada siswa yang sering melanggar ketentuan tersebut secara langsung akan mendapat sanksi berupa skor pelanggaran sesuai dengan bobot pelanggaran, dari pelanggaran ringan hingga jenis pelanggaran yang berat. Dalam kasus siswa yang sering membolos, skor yang dikenakan adalah sepuluh point. Membolos yang dimaksud adalah meninggalkan jam pelajaran tanpa keterangan. Skor yang sama juga diberikan pada siswa yang tidak masuk sekolah tanpa keterangan dan tidak mengikuti upacara bendera yang diwajibkan sekolah. Karena keduanya masih tergolong perilaku membolos. Pada responden yang diteliti, semuanya sebenarnya sudah melampaui skor maksimal yaitu seratus point. Setiap satu kali membolos, dikenakan skor pelanggaran 10 point.
commit to user
77 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 4 Data Membolos Siswa (Responden) Jumlah Skor Pelanggaran No.
Nama
Kelas
Jumlah Membolos Membolos
1.
Akhir Adzan. F
VII C
6 kali
60 point
2.
Dimas Rendra. W
VII A
8 kali
80 point
3.
Agus Pratama
VII C
6 kali
60 point
4.
Ferry Setyo Nugroho
VIII A
11 kali
110 point
5.
Dwiki. B Aryanto
VIII A
13 kali
130 point
6.
Dewi Apriliani. P
VII E
22 kali
220 point
7.
Shilva Aprilia Anjani
VII E
5 kali
50 point
8.
Renold Oktaviandi
VII C
6 kali
60 point
9.
Andri Kurniawan
VIII B
16 kali
160 point
10.
Wahyu Nugroho
VIII C
16 kali
160 point
Sumber : Data Absensi Kelas Juli 2009-Juni 2010 Berdasarkan buku daftar skor pelanggaran siswa, selain kasus membolos, responden juga melalukan beberapa jenis pelanggaran laiinya. Seperti yang diungkapkan oleh Ibu Sri : “sebenarnya anak-anak yang sering membolos tersebut skornya sudah melampaui seratus point bila dijumlahkan dengan jumlah skor pelanggaran lainnya dan menurut peraturan sudah harus dikeluarkan, tetapi pihak sekolah mengejar wajib belajar sembilan tahun, maka anak tersebut selalu diberi pengarahan dan nasehat. Karena kalau anak tersebut dikeluarkan, bagaimana nasib mereka, mungkin akan lebih buruk dampaknya pada diri anak tersebut” (Wawancara Jumat, 28 Mei 2010, Informan Guru BK) Dapat dicontohkan pada responden Dim, perolehan skor dari membolos adalah 60 point, tetapi masih ada skor dari pelanggaran lain yaitu membawa Hp (Handphone) ke sekolah dan dikenai skor 20 point, rambut disemir dikenai commit 5topoint, user pelanggaran kelengkapan atribut
78 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dikenai 10 point, dan masih banyak lagi pelanggaran yang lain. Pengarahan dan pemanggilan bagi orang tua atau wali dilakukan ketika pihak BK (Bimbingan dan Konseling) memanggil orang tua atau wali ke sekolah. “ Orang tua pernah dipanggil ke sekolah mbak, suratnya saya kasih ke ibu saya, tapi ibu gak mau dateng ke sekolah. Ya katanya malu mbak, karna saya sering banget bikin masalah di sekolah. Ibu malu sama Bu Guru BP “ (Wawancara Sabtu 15 Mei 2010, Responden Dwi) Tindakan pihak sekolah dengan adanya pelanggaran tata tertib yang dilakukan siswa adalah sesuai dengan jumlah banyaknnya skor pelanggaran siswa. Pada skor 0-25 point, maka siswa akan mendapat teguran lisan dengan jenis sanksi siswa mendapat pembinaan oleh guru BK(Bimbingan dan Konseling). Dan semua siswa atau responden penelitian, masing-masing sudah pernah diberi peringatan lisan maupun tertulis yang ditujukan kepada orang tua siswa dan jenis sanksi yang diberikan yaitu orang tua dipanggil ke sekolah. Apabila orang tua atau wali tidak bersedia untuk datang ke sekolah dikarenakan hal tertentu maka dilakukan home visit (mendatangi rumah siswa), akan tetapi hal tersebut jarang mendatangkan perubahan sikap dari siswa tersebut. Siswa tersebut nampaknya sengaja untuk terus membolos. Sehingga siswa yang membolos adalah siswa yang skor pelanggarannya
sangat
tinggi
karena
pelanggaran yang lain.
commit to user
ditambah
dengan
skor
79 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Matriks 2 Dampak yang ditimbulkan dari Perilaku Membolos No. Variabel
Indikator
Keterangan
1.
Nilai rendah
a. Ketinggalan pelajaran karena
Prestasi belajar
sering membolos b. Jarang mengerjakan tugas dan PR(Pekerjaan Rumah) yang diberikan oleh guru c. Kurang
konsentrasi
saat
pelajaran d. Tidak pernah belajar di rumah 2.
Sanksi/hukuman
Sering mendapat a. Mendapat sanksi/hukuman
teguran
dan
dari
guru
pembinaan
BK(Bimbingan dan Konseling) b. Mendapat skor pelanggaran tata tertib c. Orang tua atau wali siswa dipanggil ke sekolah d. Pihak
sekolah
melakukan
home visit (mendatangi rumah) siswa untuk bertemu orang tua atau wali siswa commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
80 digilib.uns.ac.id
D. Pola asuh orang tua dalam mendidik anak Banyak faktor dalam keluarga yang ikut berpengaruh dalam proses perkembangan anak. Salah satu faktor dalam keluarga yang mempunyai peranan penting dalam pembentukan kepribadian adalah praktik pengasuhan anak. Setiap keluarga memiliki cara yang berbeda dalam mengasuh anak. Ini disebabkan karena kondisi keluarga yang berbeda pula. Kondisi keluarga yang tidak utuh atau tidak lengkap, sangat mempengaruhi perkembangan anak. Pola asuh bebas(permisif) cenderung banyak diterapkan dalam keluarga, terutama pada keluarga yang tidak lengkap, seperti pada keluarga single parent dan siswa yang tidak tinggal bersama orang tua. Seperti yang di ungkapkan oleh responden Wah, sebagai berikut : “saya di rumah cuma bertiga, ibu, kakek sama saya. Saya anak tunggal mbak. Ayah saya sudah meninggal lama, ibu kerja jadi buruh cuci mbak, kakek saya udah tua jadi gak kerja“ (Wawancara Senin, 24 Mei 2010, Responden Wah) Mayoritas responden berasal dari keluarga yang mempunyai status ekonomi menengah kebawah, ini terlihat dari penampilan responden secara fisik(memakai seragam dan sepatu yang sudah usang). Siswa sering terlambat dalam pembayaran administrasi sekolah (SPP) dan melunasi pembayaran buku pelajaran. Seperti yang diungkapkan oleh Dim: “ uang SPP dari semester satu belum pernah dibayar, buku-buku LKS(Lembar Kerja Siswa) juga belum ada satupun yang dibayar, ibu belum punya uang mbak. Saya juga gak dapet BOS(Bantuan Operasional Siswa) kok mbak, makanya saya kadang malu sama temen “ to user (Wawancara Senin, 10commit Mei 2010, Responden Dim)
perpustakaan.uns.ac.id
81 digilib.uns.ac.id
Selain itu rendahnya kontrol sosial dalam keluarga menyebabkan siswa jarang terlatih secara fisik maupun mental, yang diperlukan untuk bertingkah laku seperti kebiasaan disiplin dan kontrol diri yang baik. Keadaan demikian ini akan menjadikan jiwa remaja mudah melakukan perilaku nakal di rumah dan di sekolah. Seperti yang dilakukan oleh responden Akh, Dia menyelewengkan uang SPP untuk jajan, membeli rokok dan bermain playstation. Berikut penuturanya: “ kadang aku pake uang SPP buat jajan mbak, kan uang sangu tu cuma sedikit. Ya buat beli rokok sama PS’an pas mbolos. Ibu gak tau mbak, taunya pas mau ambil rapor” ( Wawancara Senin, 10 Mei 2010, Responden Akh) Uang saku yang minim membuat siswa akan mengambil kesempatan dengan mennyalahgunakan uang SPP untuk hal-hal yang negatif seperti contoh diatas. Dari sepuluh orang responden, ada dua responden yang hidup dalam keluarga single parent (karena salah satu orang tua sudah meninggal) seperti yang sudah dipaparkan sebelumnya, dan empat responden yang tinggal bersama wali, yaitu nenek atau kakek dan empat orang lainnya masih tinggal bersama orang tua mereka. Pola asuh yang diterapkan oleh orang tua atau wali siswa sebagian besar adalah pola asuh bebas (permisif). Seperti yang terjadi pada Shil, berikut penuturannya : “ aku dari SD udah gak ikut bapak ibu mbak, kata nenek aku gak boleh ikut bapak sama ibu, gak tau kenapa. Nenek jarang marahin aku, kalo aku maen kadang sampe sore tapi aku gak pernah dimarahin. Kalo ketemu bapak ibu seminggu sekali, ketemu paling commit to user
82 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
cuma pengen tahu kabar sama ngasih uang jatah buat jajan seminggu. Jadi lama kelamaan dah terbiasa jauh ma ortu “ (Wawancara Selasa, 18 Mei 2010, Responden Shil) Orang tua memberikan kebebasan bagi anak-anak mereka karena mereka sudah mempercayakan seluruhnya pada anak. Orang tua sibuk dalam pekerjaan dan rutinitas sehari-hari sehingga kurang memberikan perhatian pada anak, baik dirumah ataupun keadaan anak disekolah. “kalo dirumah jarang ketemu ortu mbak, ya karena sibuk bekerja. Biasanya maen sampe sore, kadang pulang sekolah langsung maen gak pulang dulu. Sampe rumah paling dimarahi ibu, tapi dah terbiasa dimarahi jadi gak takut lagi. Pernah juga maen sampe gak pulang kerumah, tapi gak di cari kok mbak, he..he..he” (Wawancara Selasa, 18 Mei 2010, Responden Agu) Sewaktu anak dirumah, orang tua kurang memberi pengarahan terhadap
anak,
berkaitan
dengan
kebiasaan
belajar
dirumah,
penanaman nilai-nilai keagamaan terhadap anak dan orang tua tidak memperhatikan perkembangan anak, apa yang mereka inginkan, apa yang mereka pikirkan, kurangnya komunikasi dan perhatian dari orang tua yang sering memicu permasalahan antara orang tua dan anak dirumah. Orang tua akan memarahi anak sewaktu terlambat pulang dari sekolah atau pulang dari bermain yang larut malam. Seperti yang dialami oleh rerponden diatas, dia akan dimarahi bila bermain sampai sore, tapi disisi lain dia tidak diberikan perhatian yang cukup dari orang tua. Hal inilah yang sebagian besar dikatakan oleh responden, bahwa mereka selalu dimarahi jika pulang dari bermain pada sore hari atau menjelang malam. Disisi lain anak tidak mendapat perhatian di commit to user rumah, dan mencari kesenangan di luar rumah bersama teman-teman
perpustakaan.uns.ac.id
83 digilib.uns.ac.id
mereka. Selain itu, orang tua juga tidak terlalu memperhatikan bagaimana prestasi anak disekolah dan bagaimana keadaan anak disekolah. Orang tua sudah mempercayakan anak mereka disekolah. Orang tua ingin anaknya bersekolah dengan baik, memperoleh nilai yang baik dan naik kelas. Maka bila anak mereka mendapat nilai yang kurang baik atau buruk, orang tua akan memarahi anak, menyuruh anak agar belajar lebih baik tanpa mau mendampingi anak belajar, bahkan tidak jarang orang tua yang menyalahkan guru mata pelajaran yang dianggap tidak baik dalam mengajar anaknya. Pola asuh yang kedua adalah pola asuh otoriter dalam mendidik anak. Pola asuh otoriter memang memungkinkan terlaksananya proses transformasi nilai dapat berjalan lancar. Akan tetapi anak mengerjakan tugas dengan rasa tertekan dan takut. Akibatnya jika orang tua tidak ada mereka akan bertindak yang lain. “ bapak aku galak mbak, sering banget dimarahi kalo pulang maen sampe sore, kadang juga mukul mbak. Mau apa-apa diatur lama-lama gak betah dirumah, ya aku maen aja kerumah temen sampe sore, paling juga ujung-ujungnya juga dimarahin kok. Kalo lagi dimarahi aku diem aja tapi kalo udah sebel ya aku sauri(jawab) mbak. Dulu aku pernah dimasukin ke pondok pesantren tapi gak betah, trus aku minta keluar, ya trus pindah ke sekolah ini mbak ” (Wawancara Senin, 17 Mei 2010, Responden Dew) Menurut penuturan Dew diatas terbukti bahwa pola asuh otoriter mendorong anak melakukan hal-hal yang menyimpang dari aturan yang telah ditetapkan. Sedangkan pola asuh bebas memandang anak sebagai subyek, anak bebas menentukan pilihannya sendiri. Akan tetápi anak justru menjadi berbuat semaunya; ia berbuat dengan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
84 digilib.uns.ac.id
mempergunakan ukuran diri sendiri. Relasi antara orang tua dan anak tampak renggang pada pola asuh bebas dan ada batas yang kuat serta jurang pemisah antara anak dan orang tua pada pola asuh yang otoriter. Agama merupakan pedoman dalam hidup manusia, yang di dalamnya mengatur segala kehidupan dan segala sesuatu yang berhubungan antara manusia dengan Tuhannya, manusia dengan manusia, dan manusia dengan lingkungannya. Sebagai media pertama dan yang utama, orang tua dituntut untuk bisa menjadi tauladan bagi anak-anaknya. Orang tua juga berkewajiban dalam menanamkan nilainilai keagamaan. Sebuah keluarga yang harmonis ditandai dengan terciptanya kehidupan beragama dalam rumah tersebut. Hal ini penting karena dalam agama terdapat nilai-nilai moral dan etika kehidupan. Penanaman nilai-nilai agama dalam keluarga bisa diwujudkan dengan pembiasaan anak untuk menjalankan ibadah sesuai dengan waktu dan aturan dalam agama yang dianut (misalnya, dalam agama Islam yaitu shalat lima waktu, shalat berjama’ah dalam keluarga, atau jum’atan, dan pada agama nasrani yaitu pergi ke gereja tiap hari minggu bersama-sama dengan keluarga, ikut pengakuan dosa, dan masih banyak lagi). “ kalo shalat biasanya cuma maghrib sama isya’ aja mbak, ya masih bolong-bolong gitu. Tapi kalo jumatan masih rutin mbak. Orang tua ya kadang nyuruh shalat juga mbak tapi sayanya yang males “ (Wawancara Senin, 10 Mei 2010, Responden Akh) Ada beberapa orang tua yang masih membimbing anak dalam beribadah tetapi mayoritas orang tua mengabaikannya. Padahal commit to user
85 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kebiasaan beribadah tepat waktu hendaknya ditanamkan pada anak sejak
kecil
sehingga
saat
beranjak
dewasa
akan
semakin
mendalaminya untuk membentengi diri dari pengaruh negatif teman sebayanya. “ agama saya Kristen mbak, tapi ibu saya Islam, ayah saya dulu (almarhum) agamanya juga Islam. Jadi saya kalo pergi ke Gereja sama kakak. Saya ya lumayan rajin ke Gereja sama kakak, ibu juga sering ngingetin kalo hari minggu saya sama kakak suruh pergi ke Gereja “ (Wawancara Senin, 10 Mei 2010, Responden Dim) Responden Dim memeluk agama yang berbeda dari orang tua, dia memeluk agama tersebut bersama kakaknya, walaupun berbeda keyakinan, ibu Dim tetap memberikan pengarahan agar Dim menjalankan ibadah dengan baik dan sesuai kewajibannya. Berbeda dengan yang diungkapkan oleh Wah, orang tuanya tidak pernah memberi
pengarahan
dalam
menjalankan
ibadah,
berikut
penuturannya: “ saya jarang shalat mbak, gak pernah malah. Ibu juga gak pernah ngingetin kok. Kalo jumatan juga jarang, males soalnya, ya pilih maen aja mbak “ (Wawancara Senin, 24 Mei 2010, Responden Wah) Keluarga yang tidak religius, penanaman komitmennya rendah atau tanpa nilai agama cenderung terjadi permasalahan dan percekcokan dalam keluarga, dengan suasana yang seperti ini, maka anak akan merasa tidak betah di rumah dan kemungkinan besar anak akan mencari lingkungan lain yang dapat menerimanya. Pada akhirnya anak menjadi susah diatur dan sulit dinasehati oleh orang tuanya dan dicap “nakal” oleh orang-orang disekitarnya. commit to user
86 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Matriks 3 Pola asuh orang tua dalam keluarga No. Pola asuh orang tua
Keterangan
1.
a. Kurang mendapat perhatian dari orang tua
Pola asuh bebas (permisif)
karena orang tua sibuk bekerja dan berada di luar kota (merantau) b. Tidak tinggal bersama orang tua (dititipkan ke saudara) sehingga komunikasi antara orang tua dan anak menjadi terbatas c. Orang tua tidak memberikan pengarahan dan bimbingan kepada anak d. Tidak ada sanksi yang diberikan orang tua apabila anak melakukan kesalahan e. Tidak
ada
penanaman
nilai-nilai
agama
kepada anak 2.
Pola asuh otoriter
a. Bila anak melakukan kesalahan maka orang tua cenderung akan memarahi anak b. Keputusan yang akan diambil oleh anak berdasarkan kehendak orang tua c. Anak merasa terkekang dan takut pada orang tua d. Anak cenderung akan mencari pelampiasan keinginan di luar rumah commit to user
87 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
E. Pengaruh kelompok sebaya yang berperilaku negatif Siswa hendaknya selalu aktif pada saat pelajaran berlangsung. Menunjukkan sikap yang antusias selama pelajaran dan mengajukan pertanyaan bila merasa kurang paham dengan materi pelajaran yang disampaikan oleh guru. Tingkat konsentrasi penuh pada materi pelajaran sangat diperlukan agar dapat memahami materi yang disampaikan guru. Akan tetapi hal ini tidak terjadi pada responden, siswa yang membolos kurang berkonsentrasi dalam kelas. Mereka sering tidak memperhatikan saat guru menjelaskan materi pelajaran. Seperti yang di ungkapkan oleh Akh berikut : “ kalo di kelas ya sering rame ma temen-temen, pernah disuruh keluar sama bu Guru. Kalau bu guru sedang nerangkan, saya sama temen sering ngobrol sendiri, jadi nggak ngerti apa yang dijelaskan mbak” (Wawancara Senin, 10 Mei 2010, Responden Akh) Mereka mengobrol dengan teman sebangku, bermain hape, mengganggu teman yang lain, bahkan ada yang tidur saat pelajaran. Dengan perilaku siswa yang demikian, maka guru akan mengambil tindakan pada siswa tersebut. Setiap guru memiliki kebijakan berbeda dalam menangani siswa yang tidak disiplin dalam kelas agar memberi efek jera pada anak. Seperti yang di ungkapkan oleh Ibu Ant : “ menegur anak tersebut dahulu, ya si anak di ingatkan secara biasa. Tetapi bila tidak dihiraukan, biasanya saya suruh maju dan berdiri lima menit, nah kalau sudah tertib saya suruh duduk kembali” (Wawancara Jumat, 21 Mei 2010, Informan Guru Bahasa Indonesia)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
88 digilib.uns.ac.id
Siswa yang membolos ternyata diketahui sering berkelahi dan menganiaya teman. Ren mengaku pernah berkelahi dengan siswa dari sekolah lain, berikut penuturannya : “ Dulu mbah kakung (kakek) pernah datang ke sekolah karna saya berkelahi sama anak Mbeteng (murid SMP 4 Delanggu) tapi sebenernya cuma salah paham aja kok mbak ” (Wawancara Kamis, 20 Mei 2010, Responden Ren) Siswa yang terlibat perkelahian, akan mendapat perhatian khusus oleh pihak sekolah, dalam hal ini BK(Bimbingan dan Konseling) sebagai jembatan antara orang tua atau wali dengan siswa. Orang tua atau wali siswa akan dipanggil untuk datang ke sekolah mendiskusikan keadaan siswa disekolah dan mencari alternatif pemecahan masalah. Selain berkelahi, responden Fer mengaku sering mengompas teman-teman sekelasnya atau adik kelas, hal ini dilakukan untuk menambah uang sakunya yang akan digunakan untuk membolos bersama gangs, berikut penuturannya : “ ya kalo mbolos itu kan perginya ke Janti mbak, itu dapet tambahan uang dari ngompas(memalak) itu lho mbak. Biasanya sih ngompas temen-temen perempuan kalo gak ya sama anak-anak kelas satu, lumayan dapet lima ribu kadang bisa sampe sepuluh ribu ” (Wawancara Sabtu, 15 Mei 2010, Responden Fer) Siswa membolos dalam satu kelompok atau bersama teman-teman dalam satu gang maupun teman-teman di luar gangs. Mereka melakukan aktivitas yang hampir sama saat membolos. Sedangkan tempat yang dituju siswa saat membolos adalah tempat yang tersembunyi agar aman dan tidak diketahui oleh pihak sekolah atau guru. Siswa laki-laki sering membolos di sungai dekat sekolahan. Letak commit user sehingga aman dan tidak terlihat sungai tersebut agak menurun dantocuram
89 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dari permukaan atau dari jalan. Kalau ditanya, siswa yang membolos disungai biasanya tidak bisa menjawab. Padahal di sekolah sudah ada fasilitas kamar mandi lengkap dengan WC. Tapi tetap saja mereka beramai-ramai ke sungai. Berbeda dengan responden laki-laki, siswa perempuan sering minta ijin ke belakang (ke kamar mandi) pada saat pelajaran. Hal ini diakui oleh Dew, dia sering minta ijin ke belakang pada guru yang mengajar saat di kelas. Berikut penuturannya: “kalo lagi boring di kelas aku ngajak Shil keluar minta ijin alasan ke belakang gitu mbak. Padahal di kamar mandi nggak ngapa-ngapa, cuma cuci muka aja. Lha di kelas suntuk banget sih..kadang juga mampir ke kantin beli jajan” (Wawancara Jumat, 21 Mei 2010, Responden Dew) Siswa mencari alasan untuk menghilangkan kebosanan di dalam kelas dengan meminta ijin keluar kelas. Sebenarnya mereka melakukan hal yang kurang penting dan tidak seharusnya guru memberikan ijin begitu saja. Atau pada saat pergantian jam pelajaran, saat guru sudah keluar dari kelas. Maka siswa juga ikut keluar kelas, untuk sekedar nongkrong di depan kelas atau mengganggu di kelas lain. Pada siswa dalam masa remaja awal mereka umumnya memilih teman tidak selalu ditentukan oleh tingkat jenjang kelas ataupun satu sekolah mereka. Beberapa kriteria dalam pemilihan teman didasarkan atas kesamaan pola perilaku, minat/kesenangan, dan nilai-nilai yang dianut. Pengaruh kuat teman sebaya merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindarkan pada masa-masa remaja. Teman sebaya memberikan pengaruh dalam memilih cara berpakaian, model rambut, penggunaan bahasa commit to user
90 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(bahasa slang/gaul), hoby, dan kegiatan-kegiatan sosial lainnya. Sehingga siswa menjadi “budak” dari peraturan kelompok sebayanya. “ooo…tindhik (anting) ini bisa dilepas-lepas mbak, tak pake kalo pas istirahat aja, kalo di dalam kelas gak berani, nanti ndak diminta sama guru. Udah lama pakenya mbak, biar kelihatan gaul kayak anakanak jaman sekarang, he..he..he “ (Wawancara Sabtu, 15 Mei 2010, Responden Fer) “ sebenernya dulu rambut saya semir hitam mbak, tapi ini udah luntur ya jadi agak merah. Jadi skalian disemir merah, tapi cuma dikit aja di depan ini mbak. Kalo ketahuan bu Guru BP ya digunting langsung “ (Wawancara Selasa, 11 Mei 2010, Responden Akh) Dari segi penampilan responden, ada beberapa yang terlihat tidak wajar dalam berpakaian, karena mereka berada di lingkungan sekolah maka harus mentaati tata tertib sekolah berkenaan dengan aspek kerapian. Pelanggaran yang dilakukan antara lain atribut sekolah yang tidak lengkap, siswa laki-laki memakai anting atau gelang, dan rambut dicat merah. Meskipun sudah mendapat teguran dari guru, mereka tetap saja terus melanggar peraturan. Mereka melakukan hal tersebut agar dinilai tampil beda dari teman-teman lainnya karena berani melanggar peraturan sekolah. Dan umumnya siswa-siswa yang tergabung dalam gang tersebut adalah siswa-siswa yang sering bermasalah di sekolah. Ada yang sering berkelahi, mengompas (memalak) teman lain, membuat gaduh di dalam kelas, dan sering tidak megerjakan tugas yang diberikan guru. Sehingga mereka adalah siswa-siswa yang “popular” diantara teman-teman yang lain karena sering bermasalah atau membuat masalah. Anggota gangs commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
91 digilib.uns.ac.id
responden adalah teman satu kelas, bisa juga berlainan kelas tetapi ada siswa yang mempunyai gangs dari sekolah lain. “ dulu punya gangs mbak tapi sekarang udah bubar gara-gara Akhir gelut (berkelahi) sama Agus Prasetyo, masalahnya gara-gara cewek. Dulu satu gang sembilan orang, rico, redy, wahyu, erik, agus cilik, agus gedhe, deky, akhir, saya. Paling kalo mbolos ya cuma gojek (bercanda) trus ngrokok rame-rame di titipan sepeda itu mbak ” (Wawancara Kamis, 20 Mei 2010, Responden Ren) “ saya punya gangs tapi dari sekolah lain, anak SMP lain, SMP 1 Polanharjo trus temen-temen yang udah lulus sekolah. Kalo mbolos ketemunya sama temen-temen sekolah lain, gak pernah dari sini “ (Wawancara Selasa, 11 Mei 2010, Responden And) Dengan demikian teman sebaya dapat memberikan kontribusi yang positif terhadap perkembangan kepribadian siswa. Namun disisi lain, tidak sedikit siswa yang berperilaku negatif (menyimpang) karena pengaruh teman sebayanya. Siswa yang mempunyai hubungan baik dengan keluarga (orang tua) cenderung dapat menghindarkan diri dari pengaruh negatif teman sebayanya, dibandingkan dengan siswa yang hubungan dengan orang tuanya kurang baik Pertentangan nilai dan norma yang sering terjadi antara kelompok teman sebaya dan keluarga (orang tua). Siswa berusaha untuk tidak melanggar peraturan kelompok mereka karena takut dikucilkan oleh teman-temannya, hal ini yang menyebabkan siswa cenderung memilih untuk tidak patuh pada orang tua. “ aku sebenernya gak mau dibilang punya gangs, tapi mereka semua temen deket aku. Jumlahnya enam orang cewek semua; shilva, anik, ayu, dimas, siti, sama aku. Mereka tempat curhat (curahan hati) aku kalo lagi ada masalah. Biasanya kita suka maen bareng habis pulang sekolah, waktu mbolos kita juga bareng, biasanya ke Cokro atau Janti, naek motor bonceng-boncengan mbak “ (Wawancara Senin, 17 Mei 2010, Responden Dew) commit to user
92 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Seperti penuturan Dew diatas diketahui siswa akan menjadi korban karena selalu mengikuti kemauan dari kelompoknya. Hampir seluruh responden mengaku memiliki “gang” didalam satu kelas, biasanya berjumlah 5-6 siswa.
commit to user
93 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Matriks 4 Pengaruh Kelompok Sebaya yang Berperilaku Negatif No Pengaruh kelompok sebaya 1.
Keterangan
Pengaruh terhadap perilaku siswa a. Memberikan pengaruh
pada cara
berpenampilan b. Mengganggu teman saat pelajaran c. Mamalak teman, membuat gaduh di kelas, berkelahi dengan teman d. Sering keluar masuk kelas tanpa alasan yang jelas e. Membolos bersama teman anggota gang 2.
Pengaruh terhadap hubungan orang tua dan siswa
a. Lebih sering menghabiskan waktu dengan bermain bersama teman b. Komunikasi orang tua dan siswa mejadi berkurang c. Siswa merasa lebih nyaman bersama teman-temannya daripada bersama orang tua d. Siswa menjadi tidak patuh terhadap orang tua
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV PERILAKU MEMBOLOS SISWA
A. Pola perilaku siswa yang membolos 1. Interaksi sosial pada siswa yang membolos Thibaut dan Kelley mendefinisikan interaksi sebagai peristiwa saling mempengaruhi satu sama lain ketika dua orang atau lebih hadir bersama, mereka berkomunikasi satu sama lain. Jadi dalam kasus interaksi, tindakan setiap orang bertujuan untuk mempengaruhi individu lain (Ali, 2004: 87). Menurut Homans (Ali, 2004: 87) mendefisikan interaksi sebagai suatu kejadian ketika suatu aktivitas yang dilakukan oleh seseorang terhadap individu lain diberi ganjaran atau hukuman dengan menggunakan suatu tindakan oleh individu lain yang menjadi pasangannya. Konsep yang dikemukakan oleh Homans ini mengandung pengertian bahwa suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam interaksi merupakan suatu stimulus bagi tindakan individu lain yang menjadi pasangannya. Di dalam interaksi tersebut terdapat serangkaian tingkah laku yang bersifat sistematik, hal ini disebabkan terjadinya secara teratur dan berulang dengan cara yang sama (Spraedly, James P, David Mc Curay, 1997:57). Dalam kenyataanya interaksi sosial lebih sering dilihat sebagai proses pertukaran timbal balik antar pihak-pihak yang terlibat di dalamnya. Pertukaran ini commit dapat terjadi to userkarena berbagai aspek kehidupan
94
95 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sosial memang mencerminkan suatu kehidupan sosial untuk mendapatkan keuntungan dari interaksi tersebut. Adanya kegiatan yang merangsang individu dengan individu atau antara individu dengan kelompok, hal ini diketahui melalui frekuensi interaksi, siapa yang memulai interaksi dan dimana interaksi itu terjadi. Berkaitan dengan perilaku membolos yang dilakukan oleh siswa (responden) mereka saling berinteraksi satu sama lain secara individuindividu maupun dalam kelompok karena adanya suatu rangsangan untuk melakukan
suatu
kegiatan
bersama-sama
yang
bertujuan
untuk
memperoleh kesenangan. Dengan frekuensi yang sering dalam melakukan kegiatan tersebut, maka orang disekitar responden (guru, orang tua, temantemannya yang lain) menganggap responden adalah siswa yang kerap membolos (mbolosan) dan dimana responden melakukan interaksi (kegiatan) tersebut adalah tempat yang mendukung terjadinya interaksi tersebut. Rasa kebersamaan atau solidaritas terdapat dalam kelompok sebaya (gang), dapat dirasakan siswa dalam pergaulannya sehari-hari. Solidaritas dalam kelompok muncul dikarenakan adanya saling percaya antar masingmasing anggota terhadap kemampuan teman-temannya. Solidaritas yang tinggi antar sesama anggota kelompok sebaya (gang) karena telah dianggap seperti layaknya anggota keluarga. Mereka menunjukkan karakteristik kekeluargaan dalam interaksi antar anggotanya, bahkan mereka menampilkan sikap dan perilaku yang tidak diinginkan oleh kedua commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
96 digilib.uns.ac.id
orang tuanya. Responden mengaku bahwa mereka sering membantah perintah orang tua dan sering dimarahi karena mereka jarang di rumah, karena lebih senang bermain dengan teman-temanya dalam gang setelah pulang sekolah sampai sore bahkan malam hari. Dalam hal ini orang tua kepayahan dalam mengendalikan kebiasaan anaknya. Hal ini terjadi karena interaksi anaknya dalam waktu-waktu tertentu berada jauh dari jangkauan orang tua. Pada saat jam pelajaran sekolah, orang tua hanya tahu kalau pada saat itu anaknya tentu sedang belajar bersama temantemannya di sekolah. Dan setelah pulang sekolah anak seharusnya pulang kerumah, tetapi tidak begitu dengan responden penelitian. Mereka akan mencari kesenangan dengan teman-temanya yang tidak di dapat di rumah. Apalagi jika kedua orang tuanya sibuk bekerja, maka berkuranglah perhatian orang tua terhadap anaknya. Menurut penuturan salah satu informan, yaitu orang tua responden Ren, salah satu alasan mereka menyekolahkan anaknya di SMP Negeri 2 Delanggu adalah banyak teman-temannya semasa SD yang bersekolah disana, tentu saja selain karena nilai UAN yang rendah dan alasan utama yaitu karena uang gedung yang lebih rendah dibanding dengan sekolah negeri yang lain. Kesamaan hobi atau minat, hal ini yang menyebabkan hubungan pertemanan mereka menjadi erat satu sama lain, mereka menyukai aktivitas tertentu yang dilakukan bersama teman-temanya, baik hal yang positif maupun yang negatif. Seperti responden laki-laki, sebagian besar hobi bermain sepak bola, sepulang sekolah dia bersama teman-temannya commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
97 digilib.uns.ac.id
bermain sepak bola di lapangan dekat sekolah. Selain itu mereka senang bermain di tempat rental PS (playstation) bersama-sama, kadang mereka patungan uang untuk membayarnya. Hal ini dilakukan karena ada rasa solidaritas antara teman. Rasa solidaritas yang berlebihan juga dapat menimbulkan perilaku yang negatif seperti perkelahian antar siswa atau pelajar. Remaja yang terlibat perkelahian biasanya kurang mampu melakukan adaptasi pada situasi lingkungan yang kompleks. Kompleks ini berarti adanya keanekaragaman pandangan, budaya, tingkat ekonomi, dan semua rangsang dari lingkungan yang makin lama makin beragam. Situasi ini menimbulkan tekanan pada setiap siswa. Pada remaja yang terlibat perkelahian, mereka biasanya mudah putus asa, cepat melarikan diri dari masalah, menyalahkan orang atau pihak lain pada setiap masalahnya, dan memilih menggunakan cara tersingkat untuk memecahkan masalah. Pada responden yang sering berkelahi, diketahui bahwa mereka mengalami konflik batin, mudah frustrasi, memiliki emosi yang labil, tidak peka terhadap perasaan orang lain, dan memiliki perasaan rendah diri. Faktor keluarga juga berperan dalam membentuk perangai anak. Keluarga yang sering terjadi kekerasan (entah antar orang tua atau pada anaknya) mempunyai kecenderungan berdampak pada anak. Seperti yang terjadi pada keluarga responden Dew. Responden mengaku sering dipukul oleh ayahnya pada saat dimarahi. Kebiasaan orang tua yang demikian secara tidak langsung akan membentuk kepribadian anak yang temperamental dan mudah marah. Dan ketika meningkat remaja, anak commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
98 digilib.uns.ac.id
belajar bahwa kekerasan menjadi bagian dari dirinya, sehingga hal yang wajar kalau ia melakukan kekerasan pula. Seperti kasus penganiayaan yang dilakukan oleh salah satu responden yaitu Agu. Orang tua Agu dipanggil oleh pihak sekolah karena Agu menganiaya teman sekelasnya yang bernama Iwan, dia mendapat skor pelanggaran 25 point sehingga orang tua dipanggil ke sekolah. 2. Aktivitas siswa yang membolos Aktivitas yaitu perilaku aktual yang digambarkan pada tingkat yang sangat konkrit. Perilaku membolos yang dilakukan oleh siswa yang membolos (responden) di SMP Negeri 2 Delanggu dapat digambarkan secara konkrit karena dilakukan dalam berbagai bentuk aktivitas yang dapat diamati dan diteliti lebih dalam. Ada cara-cara yang dilakukan siswa untuk membolos, yaitu mereka bekerja sama dengan teman yang akan diajak membolos, dalam wawancara yang dilakukan dengan responden, mereka menjelaskan caracara yang biasa dilakukan sebelum siswa tersebut membolos. Seperti yang dituturkan oleh Agu sebagai berikut : “ kan pit’e (sepeda) dititipke di belakang sekolah itu mbak, trus pas jam ke empat ato jam kelima pas pergantian jam pelajaran, gurune belum dateng, nah trus tas’e diuncalke (dilempar) dari jendela ke luar. Disitu udah ada tiga ato empat orang yang nunggu diluar jendela “ (Wawancara Rabu, 2 Juni 2010, Responden Agu) Hal serupa diceritakan oleh Ren, teman sekelas Agu dan Akh, berikut penuturannya : “ saya mbolos dari jam pertama mbak, dari rumah gak nyampe ke sekolahan, tapi kadang jam ke empat. Biasanya janjian dulu ma temen di sungai, tas’e dilempar lewat gerbang belakang. Disitu udah ada temen yang nungguin “ (Wawancara Rabu, 2 Juni 2010, Responden Ren) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
99 digilib.uns.ac.id
Pengamanan yang kurang menyebabkan siswa dengan mudah membolos, tanpa sepengetahuan guru atau penjaga sekolah. Mereka bekerja sama untuk membantu teman-temanya agar tidak ketahuan membolos. Hal ini juga ditambah dengan sikap siswa-siswa lain atau teman-teman sekelas responden. Mereka tidak peduli bila ada teman sekelasnya yang membolos, mereka cenderung diam saja bila melihat ada temannya yang mencoba membolos saat pergantian jam pelajaran. Temanteman sekelas responden menganggap responden sebagai siswa yang nakal, sering mengganggu saat pelajaran dan membuat gaduh, jadi mereka merasa senang dan tenang bila responden membolos agar suasana kelas tidak gaduh atau ramai. Siswa yang membolos dan tergabung dalam gangs maupun yang membolos secara individu sebagian besar akan nongkrong, atau dudukduduk di suatu tempat yang telah dijadikan lokasi mangkal siswa-siswa yang membolos. Tempat nongkrong sebagian besar siswa dalam penelitian ini adalah di tempat penitipan sepeda, ditempat tersebut siswa merasa aman karena mendapat perlindungan dari pemilik penitipan sepeda tesebut. Pada saat peneliti mengadakan observasi di lokasi penitipan sepeda di belakang sekolah, peneliti mencoba mendatangi salah satu tempat penitipan sepeda yang sering digunakan siswa untuk membolos. Hal ini dilakukan karena pada hari itu banyak siswa yang tidak mengikuti upacara bendera pada hari senin. Banyak siswa yang membolos mengikuti upacara bendera, peneliti mencoba menanyakan apakah pemilik sepeda commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
100 digilib.uns.ac.id
mengetahui keberadaan siswa yang tidak mengikuti upacara dan apakah mereka berada di sekitar lokasi penitipan tersebut, tetapi mereka mengatakan tidak mengetahuinya. Observasi dilakukan dengan cara mengamati menggambil dokumentasi tempat penitipan sepeda tersebut. Aktivitas nongkrong siswa yang membolos tidak hanya dilakukan di penitipan sepeda tetapi juga sering dilakukan siswa yang membolos di sungai belakang sekolah, pada hari Senin 31 Mei 2010, lebih dari 20 siswa laki-laki dari kelas VII dan VIII tidak mengikuti upacara bendera dan diketahui membolos secara beramai-ramai di sungai belakang sekolah. Seluruh siswa yang tercatat membolos tersebut diberi pembinaan oleh Guru BK. Seringkali dijumpai beberapa anak membolos pada jam pelajaran berada di kantin atau warung sekolah. Mereka kadang meminta ijin guru kelas untuk ke kamar mandi, akan tetapi kesempatan beberapa menit tersebut mereka manfaatkan untuk merokok di kantin, mereka menyelinap masuk ke dalam warung agar tidak diketahui guru atau penjaga sekolah saat merokok. Sama seperti yang dilakukan oleh responden laki-laki, mereka sering diketahui berada di kantin sekolah bersama teman-temanya sedang asyik merokok. Tetapi sebagian responden memiih merokok di lokasi yang agak jauh dari sekolahan, yaitu di sungai dan di penitipan sepeda belakang sekolah. Pihak sekolah sudah memberikan pengarahan kepada pemiik kantin dan warung sekitar sekolah untuk tidak menjual rokok kepada siswa, akan tetapi siswa tidak kehabisan akal. Mereka commit to user
101 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
membeli rokok di tempat penitipan sepeda yang sekaligus warung yang menyediakan makanan dan rokok. Seperti yang di katakan oleh responden Fer, dia mengaku sudah merokok sejak kelas 4 SD, berikut penuturannya : “ aku ngrokok dari kelas empat SD sampe sekarang udah jadi kebiasaan mbak. Aku udah dapet SIM boleh ngrokok sama bapak, jadi gak dimarahin lha bapak juga ngrokok mbak “ (Wawancara Kamis, 3 Juni 2010, Responden Fer) Dari penuturan Fer diatas, diketahui bahwa orang tua tidak memberikan pengarahan agar anak tidak merokok, justru orang tua memperbolehkan anak untuk merokok saat dia masih belum cukup umur dan belum mempunyai penghasilan sendiri. Hal ini hampir sama dengan yang dialami oleh responden Dwi, berikut penuturannya: “ ngrokok dari kelas enam SD, ibu membolehkan merokok tapi kalau ketahuan sama bapak bias dipukulin mbak “ (Wawancara Kamis, 3 Juni 2010, Responden Dwi) Rata-rata uang saku per hari responden antara dua ribu sampai tiga ribu rupiah, ada juga yang lebih dari lima ribu rupiah bahkan sampai sepuluh ribu rupiah karena siswa tersebut membawa sepeda motor. Berdasarkan wawancara dengan responden Ren, dia mengungkapkan bahwa temannya Agu sering membelikan rokok teman-temannya dalam gangs, berikut penuturannya : “ uang saku tiap hari lima ribu mbak, itu buat beli sarapan kan dirumah gak pernah makan pagi. Kalo ngrokok itu di belikan sama teman mbak, biasanya dikasih sama Agus Pratama mbak “ (Wawancara Selasa, 1 Juni 2010, Responden Ren) Ada pula responden yang membeli rokok secara patungan dengan temannya, karena uang saku yang terbatas. Sehingga mereka merokok secara bergantian dengan temannya. Seperti yang dituturkan oleh Akh sebagai berikut :
commit to user
102 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
“ saya mulai ngrokok dari awal kelas satu mbak, kalo beli rokok itu kadang patungan sama temen, satu rokok di pake bergantian “ (Wawancara Kamis, 3 Juni 2010, Responden Akh) Aktivitas yang dilakukan siswa yang membolos lainnya adalah bermain
PS
(playstation).
Mereka
menuju
tempat-tempat
yang
menyediakan permainan atau game yang sangat popular pada akhir-akhir ini. Mereka biasa menghabiskan waktu berjam-jam untuk duduk di depan layar televisi dengan memainkan stick playstation. Bermain playstation tampaknya sudah menjadi tren di kalangan pelajar. Mereka memilih bermain playstation daripada harus duduk di kelas untuk mengikuti pelajaran. Seperti yang dikatakan oleh responden Wah : “ kalo mbolos ya cuma maen PS(playstation) di deket SMP 1 mbak, uang saku tiga ribu yang dua ribu habis untuk maen PS. Dari pagi sampe siang pulang sekolah cuma di tempat PS itu “ (Wawancara Selasa, 1 Juni 2010, Responden Wah) Berdasarkan dari uraian diatas dapat diketahui bagaimana aktivitas dan pola interaksi siswa yang membolos (responden). Berbagai aktivitas dan kegiatan terjadi pada saat mereka membolos yang membentuk suatu perilaku masing-masing responden. B. Analisis Untuk menganalisis dan mengkaji perilaku membolos siswa, menggunakan teori pertukaran sosial (social exchange theory) dan teori kontrol sosial. Menurut Kartini Kartono bahwa perilaku merupakan suatu reaksi yang dapat diamati secara umum atau obyektif, sehingga hal-hal yang diperbuat akan nampak hasilnya dari perbuatan tersebut (Kartini commit to user Kartono, 1989:53). Pengertian lain seperti yang dingkapkan oleh Soerjono
perpustakaan.uns.ac.id
103 digilib.uns.ac.id
Soekanto, bahwa perilaku adalah cara bertingkah laku dalam situasi tertentu. Dengan demikian perilaku merupakan perbuatan yang dapat diamati atau diobservasi secara obyektif dalam kehidupan manusia. Dalam menjalankan kerja, manusia melakukan aktivitas-aktivitas atau perilaku untuk merealisasikan kerja tersebut. Perilaku pada umumnya disamakan dengan tingkah laku. Menurut Koentjaraningrat, tingkah laku adalah perilaku manusia yang prosesnya tidak terencana dalam gennya atau yang tidak timbul secara naluri saja tetapi sebagai suatu hal yang harus dijadikan milik dirinya dengan belajar (Koentjaraningrat, 1979:153). Secara teoritis, perilaku membolos yang dilakukan oleh siswa-siswa di SMP Negeri 2 Delanggu yang sudah digambarkan pada uraian diatas dapat dikatakan mendukung teori pertukaran yang terdapat pada paradigma perilaku sosial. Dimana dalam paradigma ini Skinner mengungkapkan bahwa obyek sosiologi adalah perilaku manusia yang nampak serta kemungkinan perulangannya (behavior of man and contingencies of reinforcement). Pendekatan ini menekankan kepada perilaku yang dilakukan oleh siswa-siswa termasuk perilaku membolos yang dilakukan oleh siswa yang membolos (responden). Dimana menurut paradigma ini bahwa perilaku sosial memusatkan perhatian kepada hubungan antara individu dan lingkungannya. Sehingga dengan demikian responden penelitian ini dianggap menyimpang dari aturan-aturan dan kontrol sosial yang terbatas maka memungkinkan bahwa lingkunganlah yang menjadi akar permasalahan, bahwa tingkah laku individu (responden) yang commit to user
104 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
berlangsung dalam hubungannya dengan faktor lingkungan (keluarga, teman sebaya) akan menghasilkan akibat-akibat atau perubahan dalam lingkungan dan juga menimbulkan perubahan tingkah laku dimana akan berpengaruh terhadap tingkah laku dari responden. Sehingga terjadi hubungan fungsional antara tingkah laku dengan perubahan yang terjadi dalam lingkungan responden. Dimana pengaruh keluarga, teman sebaya dan lingkungan sekolah menjadi sebab mengapa responden ini melakukan perilaku membolos sehingga akan berpengaruh terhadap tingkah laku mereka sehari-hari. Menurut teori pertukaran sosial dari George Homan bahwa hubungan antara penyebab dan akibat dari hubungannya itu selalu diterangkan dengan proposisi psikologi. Lima proposisi tersebut menjelaskan proses pertukaran, adalah sebagai berikut : 1. Proposisi sukses Dalam tiap tindakan, semakin sering suatu tindakan tertentu memperoleh ganjaran, maka semakin sering ia melakukan tindakan itu. 2. Proposisi Stimulus Jika dimasa lalu terjadinya stimulus yang khusus, atau seperangkat stimulti, merupakan peristiwa dimana tindakan seseorang memperoleh ganjaran, maka semakin mirip stimulti yang ada sekarang ini dengan yang lalu itu akan semakin memungkinkan seseorang melakukan tindakan yang serupa atau yang agak sama. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
105 digilib.uns.ac.id
3. Proposisi Nilai Semakin tinggi nilai suatu tindakan, maka semakin senang seseorang melakukan tindakan itu. 4. Proposisi Deprivasi Semakin sering dimana yang baru berlalu seseorang menerima sesuatu ganjaran tertentu, maka semakin kurang bernilai bagi orang tersebut peningkatan setiap unit ganjaran itu. 5. Proposisi Approval-Agression Bila tindakan seseorang tidak memperoleh ganjaran yang diharapkannya, atau menerima hukuman yang tidak diinginkannya, maka ia akan marah, dia cenderung agresif, dan hasil demikian hasilnya akan lebih bernilai baginya. Bila seseorang memperoleh ganjaran, yang diharapkannya, khususnya ganjaran yang lebih besar dari yang diperkirakan, atau tidak memperoleh hukuman yang diharapkannya, maka dia akan merasa senang; dia akan lebih mungkin melaksanakan perilaku yang disenanginya, dan hasil dari perilaku yang demikian akan menjadi lebih bernilai lagi. Dalam menjelaskan perilaku siswa perlu diterangkan dengan pendekatan perilaku dan menurut Homan bahwa psikologi menjadi variabel perantara. Dengan demikian perilaku membolos siswa terjadi akibat dari faktor psikologi yang mengikutinya. Dan responden ini berperilaku demikian karena masalah psikologinya. Seperti yang dikatakan oleh Homan dalam proposisinya bahwa responden ini dalam melakukan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
106 digilib.uns.ac.id
perilaku membolos akan memperoleh kesenangan bagi dirinya sendiri maka besar kemingkinan untuk mengulanginya lagi, apabila dan apabila tindakan tersebut akan mengurangi nilai orang lain terhadap dirinya maka makin berkurang nilai tersebut dari tindakan yang dilakukan berikutnya. Dalam teori pertukaran ini terjadi apabila kedua belah pihak sama-sama untung dan keuntungan itu mengandung unsur psikologis. Dengan demikian dalam hal ini responden melakukan perilaku membolos maka dimungkinkan antara responden dengan teman-temannya yang membolos ada keuntungan (reward) yang diperolehnya selama melakukan aktivitas membolos yaitu memperoleh kesenangan dan kebebasan, sehingga semakin sering mereka mendapatkan keuntungan (reward) maka semakin sering perilaku tersebut dilakukan. Meskipun ada kerugian yang didapat dari melakukan perilaku tersebut yaitu hukuman (punishment) yaitu berupa skor pelanggaran dan kerugian yang mengikuti selanjutnya, seperti ketinggalan pelajaran, dimarahi orang tua, mendapat predikat sebagai siswa “nakal” dari guru dan teman-temannya. Sedangkan dalam perspektif teori kontrol sosial (social control theory). Kontrol sosial mengacu pada suatu proses baik yang direncanakan maupun yang tidak direncanakan, dimana dalam proses kontrol sosial tersebut masyarakat dibuat agar mematuhi norma-norma yang berlaku di masyarakat. Masyarakat berharap bahwa individu di dalam dirinya sendiri sudah muncul kesadaran untuk mematuhi norma dan mempunyai perilaku yang konform dengan aturan di masyarakat, artinya bahwa perilaku commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
107 digilib.uns.ac.id
konformi tas itu bersifat inheren di dalam diri individu. Meskipun demikian ada sebagian besar manusia yang harus dilatih untuk menjalankan konformitas di mana proses sosialisasi terlibat di dalamnya. Melalui proses sosialisasi seseorang akan mempelajari perilaku apa yang dapat diterima berkaitan dengan berbagai situasi yang akan dia hadapi, selain itu ia akan belajar perilaku mana yang pantas dan tidak pantas untuk ia laksanakan. Menurut Albert J. Reiss, Jr terdapat tiga komponen kontrol sosial dalam menjelaskan kenakalan remaja : a. A lack of proper internal controls development during childhood (kurangnya kontrol internal yang memadai selama masa kanak-kanak) b. A breakdown of those internal controls (hilangnya kontrol internal) c. An absence of or conflict in social rules provided by important social group (the family, close other, the school) (tidak adanya norma-norma sosial atau konflik antara norma-norma dimaksud di keluarga, lingkungan sekitar, dan sekolah). Selanjutnya Albert J.Reiss, Jr membedakan dua macam kontrol, yaitu personal control dan social control. Personal control adalah kemampuan seseorang untuk menahan diri agar tidak mencapai kebutuhannya dengan cara melanggar norma-norma yang berlaku di masyarakat. Sedangkan social control adalah kemampuan kelompok sosial atau lembaga-lembaga di masyarakat melaksanakan norma-norma atau peraturan-peraturan menjadi efektif (Lilik Mulyadi, 2009). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
108 digilib.uns.ac.id
Dalam penelitian ini, kontrol sosial terhadap perilaku siswa dilakukan oleh orang tua atau keluarga dan pihak sekolah. Kontrol sosial dalam keluarga adalah kemampuan orang tua untuk melaksanakan norma-norma atau peraturan-peraturan dalam keluarga menjadi efektif. Melalui proses kontrol sosial, anak akan mematuhi peraturan dalam keluarga. Setiap keluarga memiliki norma atau aturan yang telah disepakati bersama. Norma dan aturan tersebut berfungsi untuk mengatur perilaku anak. Efektif atau tidaknya peraturan tersebut dipengaruhi oleh ikatan antara orang tua dan anak, bagaimana hubungan dan komunikasi antara orang tua dan anak. Bila hubungan antara orang tua dan anak harmonis, maka penerapan norma atau peraturan akan berjalan dengan baik. Karena jika anak merasa dekat dengan orang tua maka kecenderungan untuk melanggar norma atau aturan mejadi kecil kemungkinannya. Fakta yang dijumpai di lapangan adalah sebaliknya. Siswa yang membolos tersebut kurang mendapat perhatian dari orang tua. Alasan kesibukan dan karena pekerjaan membuat orang tua mengabaikan anak. Sehingga anak merasa kurang diperhatikan. Bila hal ini terjadi maka anak akan cenderung melanggar peraturan orang tuanya sehingga kontrol sosial yang lemah membuat anak menjadi nakal dan berperilaku negatif. Peraturan dan tata tertib sekolah juga dibuat agar siswa patuh dan menjalankan aturan yang berlaku. Bentuk kontrol sosial berkaitan dengan pemberian sanksi atau hukuman kepada siswa yang melanggar tata tertib. commit to user Sanksi atau hukuman diberikan dalam bentuk skor pelanggaran, besarnya
109 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
point berdasarkan tingkat dan jenis pelanggaran. Fakta di lapangan menunjukkan masih banyak siswa yang melanggar peraturan dan tata tertib sekolah. Dalam penelitian ini, perilaku membolos siswa terjadi karena kontrol sosial dari sekolah yang lemah. Suasana tidak kondusif saat kegiatan belajar mengajar di kelas. Suasana kelas yang ramai dikarenakan guru yang mengajar kurang bisa menguasai dan mengontrol siswanya di kelas. Hal tersebut selanjutnya akan membuat siswa cenderung untuk mengabaikan pelajaran dan timbul rasa malas mengikuti pelajaran. Kondisi bangunan sekolah yang terbagi menjadi dua bagian dan tidak memiliki pagar juga berpengaruh terhadap terciptanya keamanan dalam lingkungan dalam sekolah. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa bangunan sekolah kurang memenuhi standar pengamanan. Sehingga siswa dengan mudah dapat keluar masuk sekolah tanpa adanya pengawasan dari pihak sekolah. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sekolah tersebut memiliki peraturan dan tata tertib. Tetapi peraturan dan tata tertib tersebut menjadi tidak efektif karena tidak di dukung dengan kondisi bangunan secara fisik dan lemahnya kontrol guru terhadap siswanya.
commit to user
110 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
MATRIK 5 PERILAKU MEMBOLOS SISWA
No. 1.
Item Latar Belakang Perilaku
Hasil Penelitian 1. Adanya keinginan melakukan kegiatan untuk mencari kesenangan bersama-sama 2. Rasa kebersamaan dan solidaritas antar teman atau dalam kelompok (gang) 3. Lingkungan di sekitar sekolah yang kurang kondusif 4. Kontrol sekolah yang lemah 5. Kurang mendapat perhatian dari orang tua dalam keluarga
2.
Perilaku Membolos Siswa
1. Perilaku nongkrong dan bermain playstation pada saat jam pelajaran 2. Perilaku merokok dan mengkonsumsi minuman keras 3. Perilaku kekerasan (perkelahian) antar siswa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V PENUTUP
A. KESIMPULAN Penelitian ini berusaha untuk menjelaskan perilaku membolos yang dilakukan oleh siswa SMP Negeri 2 Delanggu, kurangnya perhatian dari orang tua, kondisi lingkungan sekolah yang kurang kondusif dan pengaruh negatif dari kelompok sebaya menyebabkan siswa berperilaku diluar norma dan peraturan sekolah. Akibatnya banyak siswa yang melakukan pelanggaran kedisiplinan dengan membolos. Perilaku membolos yang dilakukan oleh siswa merupakan salah satu citra buruk yang terjadi di dalam lembaga pendidikan formal atau sekolah. Dalam pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik sebuah kesimpulan berkenaan dengan perilaku membolos siswa di SMP Negeri 2 Delanggu. Dilihat dari faktor yang menyebabkan timbulnya perilaku membolos pada siswa, diketahui bahwa terdapat berbagai macam penyebab yang berasal dari diri atau internal, yaitu malas mengikuti pelajaran di kelas, tidak suka pada pelajaran dan guru mata pelajaran tertentu, belum mengerjakan tugas atau PR yang diberikan oleh guru pada hari tersebut, tidak memiliki alat transportasi ke sekolah atau terlambat masuk sekolah, ada masalah dalamtokeluarga. Pengaruh pola asuh orang tua commit user
111
112 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dalam keluarga, bagaimana orang tua memberikan pendidikan dan perhatian dalam keluarga juga mempengaruhi pembentukan kepribadian anak (siswa). Karena hampir semua orang tua dari responden tidak memberikan
hal
itu
karena
faktor
kesibukan
dan
cenderung
mempercayakan anaknya pada pihak sekolah saja. Oleh karena sebab itulah anak akan mencari sesuatu yang tidak mereka dapatkan di rumah, yaitu pada pergaulannya sehari-hari yang mayoritas mereka habiskan di sekolah. Membentuk kelompok teman sebaya (gang) sebagai tempat mereka berekspresi dan bersosialisasi. Awal mula siswa melakukan perilaku membolos adalah karena pengaruh dari teman sebaya yang negatif dan kondisi lingkungan sekolah yang kurang kondusif. Sehingga mereka mencari kesenangan di luar sekolah. Meskipun telah diberlakukan sanksi, mereka tidak jera untuk berhenti membolos, kalaupun jera hanya dalam waktu sebentar saja. Dengan perilaku yang demikian, maka secara tidak langsung akan berdampak pada prestasi belajar. Nilai ulangan yang buruk dan ancaman tidak naik kelas bisa terjadi. Selain itu mereka mendapat cap sebagai anak “nakal” dari guru dan teman-teman sekelasnya sebagai bentuk sanksi moral yang harus diterima. B. IMPLIKASI 1. Implikasi Teoritis Dalam penelitian ini penulis menggunakan teori pertukaran sosial (social exchange theory) dan teori kontrol sosial (social control theory) untuk mengkaji perilaku membolos yang terjadi pada siswa SMP Negeri 2 commit to user
113 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Delanggu, Kecamatan
Delanggu. Hasil penelitian secara teoritis
mendukung teori pertukaran (social exchange theory) dan teori kontrol sosial (social control theory). Relevansi yang ada antara hasil penelitian dengan teori pertukaran sosial adalah di mana pendekatan ini menekankan pada hubungan antara penyebab dan akibat dari hubungannya itu selalu diterangkan oleh proposisi psikologi. Sehingga dengan demikian perilaku membolos yang dilakukan oleh siswa-siswa ini akan mereka lakukan kembali apabila mereka merasakan ganjaran yang diperoleh yang dimaksud disini adalah manfaat yang diterima namun sebaliknya apabila dengan perilaku yang dilakukan tadi akan mengalami ancaman hukuman maka kecil kemungkinan tingkah laku yang serupa akan dilakukan. Dalam mengkaji permasalahan siswa-siswa yang membolos ini bahwa dengan menggunakan teori pertukaran dapat terjadi apabila kedua belah pihak sama-sama untung dan mengandung unsur psikologis. Dari psikologi perilaku diambil suatu gambaran mengenai perilaku manusia yang dibentuk oleh hal-hal yang memperkuat atau memberikan dukungan yang berbeda-beda. Dalam konteks ini manusia memberikan dukungan yang positif atau negatif terhadap satu sama lain dalam proses interaksi dimana mereka saling membentuk perilakunya. Perilaku manusia dalam kajian sosiologi. Perilaku menjadi sosial hanya kalau dan sejauh mana arti subyektif dari perilaku membuat individu memikirkan dan memperhitungkan perilaku orang lain dan mengarah kepadanya (KJ. Veeger, 1990:171). Perilaku sosial yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
114 digilib.uns.ac.id
dimaksud Homans adalah perbuatan yang berkenaan dengan suatu kemauan yang mengakibatkan adanya suatu reward dan sanksi dari orang lain. Perilaku manusia merupakan hasil dari segala macam pengalaman manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tingkah laku. Perilaku merupakan respon seorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dalam dirinya, setelah melalui proses berpikir. Perilaku membolos yang dilakukan oleh siswa disebabkan oleh rendahnya kontrol dalam keluarga dan sekolah serta pengaruh negatif kelompok sebaya dalam pergaulan sehari-hari di sekolah maupun di lingkungan luar sekolah. Keadaan tersebut selanjutnya akan dijelaskan menggunakan teori kontrol sosial. Perilaku membolos yang dilakukan oleh siswa karena lemahnya kontrol yang ada dalam lingkungan keluarga. Kurangnya perhatian dari orang tua menyebabkan ikatan antara orang tua dan anak menjadi lemah, sehingga timbul kecenderungan anak untuk melanggar norma atau aturan dalam keluarga. Dan keadaan yang sama terjadi di sekolah. Kurangya pengawasan terhadap siswa di sekolah berdampak pada pelanggaran peraturan dan tata tertib yang dilakukan oleh siswa. 2. Implikasi Metodologis Penelitian yang telah dilaksanakan ini merupakan penelitian deskriptif, yaitu berupaya untuk memberikan uraian deskriptif tentang fenomena perilaku membolos siswa, yang betujuan untuk menggambarkan suatu peristiwa dimana hal ini berlangsung dengan latar belakang yang commit to user
115 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
wajar (alamiah) prosesnya berbentuk siklus dengan peneliti sebagai instrument utamanya. Narasumber penelitian ini dibedakan menjadi dua yaitu responden dan informan. Responden dalam hal ini adalah siswa yang melakukan perilaku membolos dan informan adalah orang-orang yang ada hubungannya dengan responden, yaitu orang tua siswa dan guru. Pencarian informan dilakukan dengan cara keyperson, yaitu orang-orang yang mengetahui kejadian atau peristiwa yang sedang diteliti (walaupun tidak terlibat secara langsung). Sedangkan responden dipilih dengan teknik purposive sampling. Dengan menggunakan teknik pengambilan sampel tersebut, peneliti dapat menemukan responden yang dapat memberikan keragaman untuk menangkap data yang unik. Untuk memenuhi tujuan keragaman data tersebut peneliti mengambil beberapa informasi yang masing-masing memiliki latar belakang keluarga yang berbeda, untuk memenuhi triangulasi yaitu : peneliti mengambil 13 orang dengan perincian 10 orang responden (siswa) dan 3 orang informan yang terdiri dai guru dan orang tua siswa. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan strategi observasi non partisipant, yaitu mengamati obyek penelitian untuk memperoleh data tanpa ikut terlibat langsung dalam kelompok yang diteliti. Cara pengumpulan data adalah dengan cara wawancara mendalam dimana peneliti mengajukan pertanyaan tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan subyek penelitian
kepada
responden
untuk
commit to user
memperoleh
informasi
yang
116 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
diharapkan. Selain itu peneliti juga melakukan studi dokumentasi sebagai upaya mendukung data wawancara. Beberapa kesulitan dalam pengumpulan data banyak dirasakan selama penelitian. Diantaranya masalah keterbukaan responden ketika wawancara, yaitu perasaan segan dan malu selama proses wawancara, kebanyakan responden takut kalau nantinya peneliti memberi tahu atau membocorkan semua informasi kepada guru BK. Tapi peneliti mencoba meyakinkan bahwa semua informasi yang diberikan akan dijamin kerahasiaannya. Peneliti menjelaskan bahwa maksud dan tujuan penelitian ini dan membangun suasana santai dan bersahabat selama proses wawancara dalam pengumpulan data. Data wawancara langsung dicatat kemudian data yang terkumpul dikategorisasikan, mengalami beberapa reduksi hingga kemudian disajikan dalam bentuk deskriptif. Agar memperoleh data yang mempunyai validitas, keakuratan dilakukan triangulasi sumber data yakni membandingkan, mengecek derajat kepercayaan suatu informasi dengan sumber yang berbeda. Kemudian diversifikasi selama penelitian berlangsung. Secara metodologis penelitian ini mempunyai kelebihan: pertama, penelitian kualitatif mampu mengungkap realitas secara mendalam, karena dapat mengungkap realitas internal yang melibatkan subyektivitas, emosi, dan
nilai-nilai
sehingga
mampu
menggambarkan
realitas
sosial
sebagaimana adanya. Kedua, kebenaran mendalam dalam penelitian kualitatif merupakan hasil persetujuan sehingga sesuai dengan kondisi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
117 digilib.uns.ac.id
sosial dan historisnya. Kemudian kekurangan dari metode penelitian ini adalah hasil penelitian tidak dapat digeneralisasikan dan hanya berlaku pada siswa (responden) di lokasi penelitian saja. Disamping itu penelitian kualitatif membutuhkan waktu yang relatif lama sehingga berimplikasi pada biaya baik ekonomi maupun sosial. 3. Implikasi Empiris Penelitian ini berawal dari ketertarikan penulis terhadap fenomena siswa membolos pada akhir-akhir ini. Penulis mencoba untuk memberikan gambaran bagaimana perilaku tersebut kini marak dilakukan remaja khususnya siswa di tingkat sekolah menengah pertama atau SMP. Tingginya tingkat pelanggaran yang dilakukan oleh siswa mengakibatkan berbagai masalah berkaitan dengan ketertiban. Pelanggaran yang yang sering dilakukan oleh siswa pada saat kegiatan belajar mengajar adalah perilaku membolos. Hal ini dapat dilihat pada siswa di SMP Negeri 2 Delanggu. Dari hasil penelitian dilapangan, menunjukkan bahwa setiap hari ada kasus membolos yang terjadi di sekolah tersebut. Perilaku membolos yang dilakukan oleh siswa adalah suatu bentuk lemahnya kontrol sekolah terhadap siswa, lemahnya peraturan sekolah dan tata tertib sekolah. Keberadaan masyarakat disekitar sekolah yang seharusnya ikut mendukung terciptanya ketertiban, justru malah menjadi faktor penarik siswa untuk membolos dengan menyediakan penitipan sepeda dan sekaligus persewaan playstation. Hal ini terjadi karena tidak lain dipengaruhi motif ekonomi. commit to user
118 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Psikologis siswa yang masih labil, dan mudah untuk melakukan tindakan yang menyimpang dari peraturan yang seharusnya. Karena itu mereka mudah terpengaruh oleh teman-temannya untuk melakukan tindakan yang negatif dan merugikan diri sendiri. Faktor yang sangat berpengaruh dalam perilaku membolos ini adalah salah dalam memilih teman dalam pergaulan, karena perilaku seorang siswa biasanya meniru atau mengikuti apa yang teman-temannya lakukan. Seperti cara berpakaian dan bertingkah laku, bila seorang siswa berteman dengan teman yang sikapnya baik maka ia akan menjadi siswa yang patuh juga. Selain faktor dari pergaulan, faktor dari keluarga juga berpengaruh dalam membentuk kedisiplinan siswa. Siswa yang membolos mayoritas berasal dari keluarga yang kurang kondusif keadaannya, seperti single parent, tidak tinggal bersama orang tua, ataupun keluarga yang mempunyai banyak anak. Keadaan yang demikian akan membentuk kepribadian anak yang sulit “diatur” disekolah, karena siswa yang sering membolos ternyata juga sering membuat masalah dikelas, tidak memperhatikan pelajaran, dan suka berbuat iseng kepada temannya, ini terbukti saat peneliti mengadakan wawancara dengan guru pelajaran ataupun teman-teman sekelas responden. Keadaan tersebut sebaiknya mendapat perhatian lebih dari pihak sekolah. Untuk kedepannya agar kasus membolos tersebut dapat berkurang dan ada tindak lanjut.
commit to user
119 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
C. REKOMENDASI Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap siswa-siswa SMP Negeri 2 Delanggu, maka penulis dapat memberikan rekomendasi sebagai berikut : 1. Sekolah meningkatkan kontrol sosial terhadap siswa dan memberikan tindakan yang tegas terhadap siswa yang membolos dalam penegakan disiplin sekolah. 2. Peraturan sekolah lebih diperjelas dengan sanksi-sanksi yang dipaparkan secara eksplisit, termasuk peraturan mengenai presensi siswa sehingga perilaku membolos dapat diminimalkan. 3. Menciptakan kondisi sekolah yang nyaman bagi siswa-siswanya. Kondisi ini meliputi proses belajar mengajar di kelas, proses administratif serta informal di luar kelas. 4. Pendekatan individual dilakukan oleh pihak sekolah terkait dengan permasalahan pribadi dan keluarga, dan bagaimana pandangan mereka terhadap kegiatan belajar di sekolah.
commit to user