PERENCANAAN PRECAST CONCRETE I GIRDER PADA JEMBATAN PRESTRESSED POST-TENSION DENGAN BANTUAN PROGRAM MICROSOFT OFFICE EXCEL Dini Fitria Annur1 dan Johannes Tarigan2 1
Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara. Jl.Perpustakaan No.1 Kampus USU Medan Email:
[email protected] 2 Staf Pengajar Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara, Jl.Perpustakaan No.1 Kampus USU Medan Email :
[email protected]
ABSTRAK Pada jembatan beton pratekan, kekuatan dan kehandalan sebuah jembatan sangat dipengaruhi oleh jenis dan mutu balok girder. Pada tugas akhir ini, penulis merencanakan sebuah jembatan beton pratekan dengan metode post tension yang menggunakan I girder sebagai struktur utamanya. Dasar-dasar perencanaan PCI girder ini mengacu pada Perencanaan Struktur Beton untuk Jembatan (SNI T-12-2004), Pembebanan untuk Jembatan (SNI T-02-2005), Bridge Management System (BMS), AASHTO 1992 dan ACI. Kabel prestress pada desain PCI Girder ini menggunakan kawat jenis Uncoated Stress Relieve Seven Wires Strand, ASTM A 416 Grade 270 Low Relaxation. Analisa beban yang terjadi yaitu analisa beban mati, beban mati tambahan, beban hidup, beban angin dan analisa pengaruh waktu seperti rangkak dan susut serta kehilangan prategang. Kemudian hasil dari analisa tersebut dilakukan kontrol tegangan yang terjadi pada struktur. Untuk mempermudah perhitungan, penulis menggunakan bantuan Program Microsoft Office Excel. Hasil akhir dari perencanaan ini adalah didapat bentuk dan dimensi penampang I girder yang mampu menahan beban-beban yang bekerja pada jembatan sehingga didapat suatu struktur jembatan yang aman. Kata kunci : jembatan, beton pratekan, PCI girder, posttension, microsoft office excel ABSTRACT Strength and reliability on a prestressed concrete bridge is strongly influenced by the type and strength of it’s girder beam. In this thesis, the author design a prestressed concrete bridge post tension method that uses I girder as the main structural beam. The basic design calculation refers to Perencanaan Struktur Beton untuk Jembatan (SNI T-12-2004), Pembebanan untuk Jembatan (RSNI T-02-2005), Bridge Management System (BMS), AASHTO 1992 and ACI. Prestress cable on the PCI girder design used of Uncoated Stress Relieve Seven Wires Strand, ASTM A 416 Grade 270 Low Relaxation. Analysis of loading that occur are the analysis of dead load, an additional dead load, live load, wind load, and analyzes the influence of the time such as creep and shrinkage and loss of prestressed others. The results of the analysis carried out control of stress that occur in the structure. To simplify the calculation, the author uses the aid program of Microsoft Office Excel. The end result of the design is to get the shape and dimension of the cross section of I girder which is capable of withstanding the loads on the bridge in order to get a safe bridge structure. Keywords : bridge, prestressed concrete, PCI girder, posttension, microsoft office excel 1. PENDAHULUAN Kemampuan sebuah jembatan beton prategang sangat dipengaruhi oleh kekuatan girdernya. Oleh karena itu dalam tugas akhir ini penulis akan merencanakan struktur I girder prestressed segmental pada jembatan beton prategang dengan metode post-tensioning. Struktur beton prategang lebih ekonomis karena pada beban dan bentang yang sama dapat digunakan profil girder yang lebih kecil. Penggunan profil I girder dipilih karena dianggap mudah dalam proses pembuatan, lebih efisien dan mudah pelaksanaannya di lapangan. Proses perhitungan dilakukan dengan bantuan program microsoft office excel, hal ini dikarenakan program tersebut mudah didapat, mudah digunakan dan mudah dipahami. Adapun tulisan ini merupakan suatu perencanaan dari sebuah tugas akhir (Dini Fitria Annur, 2013).
2. TINJAUAN PUSTAKA Jembatan adalah bagian jalan yang berfungsi untuk menghubungkan antara dua jalan yang terpisah karena suatu rintangan seperti sungai, lembah, laut, jalan raya dan rel kereta api. Jembatan sangat vital fungsinya terhadap kehidupan manusia, dan mempunyai arti penting bagi setiap orang. Akan tetapi tingkat kepentingannya tidak sama bagi tiap orang, sehingga akan menjadi suatu bahan studi yang menarik (Bambang Supriyadi, 2007). Beton adalah material yang kuat dalam kondisi tekan, tetapi lemah dalam kondisi tarik. Kuat tariknya bervariasi dari 8-14 persen dari kuat tekannya. Beton tidak selamanya bekerja secara efektif di dalam penampang-penampang struktur beton bertulang, hanya bagian tertekan saja yang efektif bekerja, sedangkan bagian beton yang retak di bagian tertarik tidak bekerja efektif dan hanya merupakan beban mati yang tidak bermanfaat. Selain itu, retak-retak di sekitar baja tulangan berbahaya bagi struktur karena merupakan tempat meresapnya air dan udara luar ke dalam baja tulangan sehingga terjadi karatan. Putusnya baja tulangan akibat karatan akan berakibat fatal bagi struktur. Hal inilah yang menyebabkan tidak dapatnya diciptakan struktur-struktur beton bertulang dengan bentang yang panjang secara ekonomis, karena terlalu banyak beban mati yang tidak efektif. Akibat kekurangan-kekurangan tersebut maka timbullah gagasan untuk menggunakan kombinasi bahan beton, yaitu dengan memberikan pratekanan pada beton melalui kabel baja (rendon) yang ditarik atau biasa disebut beton pratekan. Beton pratekan pertama kali ditemukan oleh Eugene Freyssinet, seorang insinyur Perancis. Ia mengemukakan bahwa untuk mengatasi rangkak, relaksasi dan slip pada jangkar kawat atau pada kabel maka digunakan beton dan baja bermutu tinggi. Beton prategang adalah beton yang mengalami tegangan internal dengan besar (akibat stressing) dan distribusi sedemikian rupa sehingga dapat mengimbangi sampai batas tertentu tegangan yang terjadi akibat beban eksternal (T.Y.Lin, 2000). Pada beton prategang, baja sebelumnya ditarik terlebih dahulu untuk mencegah terjadinya pemanjangan yang berlebihan pada saat pembebanan, sementara beton ditekan terlebih dahulu untuk mencegah retak-retak akibat tegangan tarik. Dengan memanfaatkan momen sekunder akibat stressing untuk mengimbangi momen akibat beban luar tinggi komponen beton prategang berkisar antara 65% sampai 80% tinggi komponen beton bertulang pada bentang dan beban yang sama, dengan demikian beton prategang membutuhkan lebih sedikit beton dan sekitar 20% sampai 30% banyaknya tulangan (Edward G. Nawy, 2001). 3.
METODE ANALISA
MULAI Pemilihan Sistem Beton Prategang Tafsiran Dimensi I Girder Perhitungan Lintang dan Momen Menentukan Gaya Prategang Tata Letak Kabel (Tendon) Kehilangan Gaya Prategang
NOT OK
Kontrol tegangan setelah kehilangan prategang Kontrol lendutan OK SELESAI
3.1. Pemilihan sistem beton prategang Menurut Ir. Winarni Hadipratomo, 1994., terdapat dua prinsip yang berbeda dalam sistem penegangan pada beton prategang, yaitu : a. Konstruksi dimana tendon ditegangkan dengan pertolongan alat pembantu sebelum beton dicor atau sebelum beton mengeras dan gaya prategang dipertahankan sampai beton cukup keras. Untuk ini dipakai istilah Pre-tensioned Prestress Concrete. b. Konstruksi dimana setelah betonnya cukup keras, barulah bajanya yang tidak melekat pada tendon diberi tegangan. Konstruksi ini disebut Post-tensioned Prestress Concrete. 3.2. Tafsiran dimensi I girder Perencanaan dimensi girder berdasarkan tabel WIKA dimana girder yang digunakan adalah I girder H-170 3.3. Perhitungan lintang dan momen Dalam hal ini digunakan persamaan untuk mengetahui lintang dan momen tengah bentang balok diatas dua perletakan. 3.4. Menentukan gaya prategang Perhitungan tegangan ijin beton mengacu pada Perencanaan Struktur Beton untuk Jembatan SNI T-12-2004. Gaya dongkrak awal - Saat transfer di tengah bentang . Tegangan atas : = − + (1) -
Tegangan bawah : Saat servis di tengah bentang Tegangan atas Tegangan bawah :
:
=
=
=
+
−
+
.
(
(
.
.
−
(2)
)
)
+
−
(3) (4)
3.5. Tata letak kabel Kabel didesain sesuai gaya konsentris atau eksentris, hal ini bertujuan untuk mencegah berkembangnya retak, yaitu dengan cara mengurangi tegangan tarik di tumpuan dan daerah kritis pada saat kondisi beban kerja, sehingga dapat meningkatkan kapasitas lentur, geser dan torsional penampang struktur. Penampang dapat berprilaku elastis dan hampir semua kapasitas beton yang memikul tekan dapat secara efektif dimanfaatkan di seluruh tinggi penampang beton pada saat semua beban bekerja di struktur. 3.6. Kehilangan gaya prategang Pada perencanaan beton pratekan, analisis gaya-gaya efektif dari tendon penting sekali untuk diketahui. Edward G. Nawy dalam buku karangannya menyebutkan bahwa kehilangan gaya prategang dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori : 1. Kehilangan elastis segera yang terjadi pada saat proses fabrikasi atau konstruksi, termasuk perpendekan beton secara elastis, kehilangan karena pengangkeran dan kehilangan karena gesekan. 2. Kehilangan yang bergantung pada waktu, seperti rangkak, susut dan kehilangan yang diakibatkan karena efek temperatur dan relaksasi baja, yang kesemuanya dapat ditentukan pada kondisi limit tegangan akibat beban kerja di dalam elemen beton prategang. 3.7. Pembebanan Pembebanan pada balok prategang digunakan untuk mengetahui apakah penampang balok prategang tersebut bisa menahan beban-beban yang bekerja pada penampang. Beban-beban yang bekerja pada desain struktur girder dalam tugas akhir ini adalah beban mati tetap, beban mati tambahan dan beban hidup yang mengacu pada RSNI T-02-2005. Beban-beban yang bekerja adalah : a. Beban mati adalah beban semua bagian dari suatu jembatan yang bersifat tetap, termasuk segala beban tambahan yang tidak terpisahkan dari suatu struktur jembatan. Beban mati tetap dan beban mati tambahan merupakan berat sendiri beton girder, slab lantai, aspal dan diaphragma. b. Beban hidup adalah semua beban yang terjadi akibat penggunaan jembatan berupa beban lalu lintas kendaraan sesuai dengan peraturan pembebanan untuk jembatan jalan raya yang berlaku. Beban “D” Beban Lajur “D” terdiri atas beban tersebar merata, Uniform Distributed Load (UDL) yang digabung dengan beban garis, Knife Edge Load (KEL)
Beban Tersebar Merata (UDL), mempunyai intensitas q t/m2 dimana besarnya q tergantung pada panjang total wilayah yang dibebani, L (span), seperti berikut : q = 0.9 t/m2 span ≤ 30 m q = 0.9 x (0.5 + 15/L) t/m2 > 30 m Beban Garis atau Knife Edge Load (KEL) dengan intensitas p ton/m’ harus ditempatkan tegak lurus terhadap lalu lintas jembatan. Besarnya intensitas p adalah 4.90 ton/m’ Gaya angin Apabila suatu kendaraan sedang berada diatas jembatan, beban garis merata tambahan arah horizontal harus diterapkan pada permukaan lantai seperti diberikan pada rumus dibawah ini : = 0.0012 × × × (kN) (5) dengan Cw = 1.2, dan Ab = Luas bagian samping kendaraan (m2).
c.
4.
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisa pembebanan mengacu pada Peraturan RSNI T-02-2005 dan untuk perhitungan tegangan ijin beton mengacu pada Perencanaan Struktur Beton untuk Jembatan SNI T-12-2004. Dalam perencanaan ini panjang girder yang direncanakan adalah sebesar 35.8 m, dengan jarak balok melintang sebesar 1.85 m dan mutu beton balok yang digunakan adalah K-600. Perencanaan dimensi girder disesuaikan dengan tabel WIKA dimana girder yang digunakan adalah H-170. H = 170 cm tfl-1 = 20 cm A = 80 cm tfl-2 = 12 cm B = 70 cm tfl-3 = 25 cm tweb = 20 cm tfl-4 = 25 cm
Gambar 4.1 4.1. Analisa Penampang Analisa penampang dibutuhkan untuk mengetahui titik berat, momen inersia dan modulus section pada balok, baik balok precast maupun balok komposit.
Keterangan Balok Precast Balok Komposit
[komposit]
Luas (cm2)
Tabel 4.1. Analisa Penampang Ya Yb Ix (cm4) (cm) (cm)
Wa (cm3)
Wb (cm3)
6723,000
87,987
82,013
23841902,775
270969,339
290710,440
10160,200
78,993
116,007
46987135,066
594830,282
405035,345
[precast] 53,993 870252,890 Dari hasil analisa penampang didapat jarak titik berat balok terhadap alas balok girder yaitu sebesar 82.013 cm. Pada balok komposit digunakan plat dengan ketebalan 25 cm sehingga untuk balok komposit jarak titik berat balok terhadap alas balok girder didapat sebesar 116.007 cm.
4.2. Analisa Pembebanan Balok girder merupakan komponen struktur yang menerima beban kombinasi, baik itu beban mati dan beban hidup. Dalam hal ini digunakan acuan pembebanan pada balok tengah, ini dikarenakan pada balok girder bagian tengah menerima beban lebih besar dibandingkan beban yang diterima oleh bagian tepi. Tabel 4.2. Analisa Pembebanan Jenis beban Beban mati - balok precast - plat - plat deck - aspal - diafragma
Nilai beban 1.681 t/m 1.156 t/m 0.210 t/m 0.204 t/m 0.020 t/m
Beban hidup - Distribution Load, qudl - Line Load, PKEL Beban angin
1.546 t/m 12.692 t 0.741 t/m
4.3. Analisa momen Adanya beban-beban akan menimbulkan momen. Besarnya momen di tengah bentang dapat dihitung menggunakan rumus : = × × × − × × (6) Perhitungan momen dilakukan pada tengah bentang karena pada perencanaan sederhana diatas dua buah perletakan momen maksimum terjadi di tengah bentang. Tabel 4.3. Analisa Momen Type
Description
DL
Precast beam
Tengah bentang (tm) 257,365
Subtotal
257,365
DL
Slab
177,051
ADL
Asphaltic Layer
31,161
DL
Diaphragm+deck slab
Subtotal LL
35,267 243,479
Distribution load
236,742
KEL
111,046
Windload
113,466
Subtotal
347,788
Total (DL + LL)
848,632
Ultimate total
1405,825
Dari tabel 4.3. diatas didapat besarnya momen ultimate yang terjadi di tengah bentang adalah 1405.825 tm dimana perhitungan momen ultimate dalam hal ini mengacu pada BMS atau Bridge Managament System (Anonim, 1992). 4.4. Profil kabel Jenis kabel yang digunakan Uncoated stress relieve seven wires strand, ASTM A 416 Grade 270 Low Relaxation dengan spesifikasi diameter strand 1.27 cm, modulus elastisitas 1960000 kg/cm2 dan effective section area (Ast) sebesar 0.987 cm2.
Tendon
Jumlah Strand
0
0
Tabel 4.4. Profil Kabel Profile Asp Fu Tepi Tengah cm2 kg/cm2 (cm) (cm) 150,00 30,00 0,987 19000
1
19
95,00
15,00
0,987
19000
75%
267230,25
2
19
65,00
10,00
0,987
19000
75%
267230,25
3
19
35,00
10,00
0,987
19000
75%
267230,25
Total
57
65,00
11,667
75%
801690,75
Po
Jacking Force (kg)
75%
0,00
Gaya prategang yang diberikan pada kabel strand merupakan gaya prategang initial (jacking force) yang besarnya belum dikurangi oleh besar kehilangan gaya prategang akibat kehilangan jangka pendek dan jangka panjang. Jumlah tendon yang digunakan sebanyak tiga buah tendon dimana terdapat 19 buah strand untuk setiap tendon. Total strand yang digunakan adalah 57 strand. Besarnya jacking force yang terjadi untuk setiap tendon adalah 267230.25 kg. Sehingga nilai total jacking force yang didapat adalah sebesar 801690.75 kg.
4.5. Analisa Tegangan a. Tegangan izin pada saat initial Merupakan tahap dimana gaya prategang dipindahkan pada beton dan belum memiliki beban luar yang bekerja selain berat sendiri. Besarnya nilai tegangan izin pada saat initial adalah sebagai berikut : - Tegangan tekan = 0.6 fci′ = 0.6 (449.010) kg⁄cm = 269.406 kg⁄cm - Tegangan tarik = 0.8 √fci′ = 0.8 √449.010 kg⁄cm = 16.914 kg⁄cm Sedangkan besarnya tegangan yang terjadi pada pada saat initial dapat dilihat pada Tabel 4.5.a berikut ini. Tabel 4.5.a. Analisa Tegangan saat Initial Keterangan Tengah Moment DL Pi e (eksentrisitas)
Bentang
[ton.m]
257,365
[ton]
752,188
[m]
0,703
Pi.e
[ton.m]
-529,133
Moment Net.
[ton.m]
-271,769
2
Pi / A
[kg/cm ]
111,883
M / Wa
[kg/cm2]
-100,295
2
M / Wb Tegangan initial 2
[kg/cm ] b.
x - [m]
[kg/cm ]
93,484
top ( sT )
11,588
bottom ( sB )
205,367
Tegangan izin pada saat servis Merupakan tahap beban kerja setelah memperhitungkan kehilangan gaya prategang. Besarnya nilai tegangan izin pada saat servis adalah sebagai berikut : - Tegangan tekan = 0.45 fc ′ = 0.45 (528.2) kg⁄cm = 237.711 kg⁄cm - Tegangan tarik = 1.59 √fc′ = 1.59 √ 528.2 kg⁄cm = 36.691 kg⁄cm Nilai tegangan yang terjadi pada saat servis dapat dilihat pada Tabel 4.5.b berikut ini Tabel 4.5.b. Analisa Tegangan saat Servis Keterangan Tengah x - [m]
Bentang
[t-m]
469,683
[t]
648,264
P.e
[t-m]
-456,027
Moment --- M1
[t-m]
13,656
Moment --- M2
[t-m]
Moment DL P
P/A
378,949 2
96,425
2
[kg/cm ]
M 1 / Wa
[kg/cm ]
5,040
M 1 / Wb
[kg/cm2]
-4,697
2
M 2 / Wa'
[kg/cm ]
43,545
M 2 / Wb'
[kg/cm2]
-93,560
Tegangan service
slab ( sS )
63,707
[kg/cm2]
top ( sT )
145,009
bottom ( sB )
-1,832
4.6. Kontrol tegangan Kontrol tegangan berfungsi untuk mengetahui seberapa besar tegangan yang terjadi pada jembatan akibat pembebanan yang terjadi sehingga kita dapat mengetahui apakah tegangan tersebut akan berefek yang signifikan pada struktur jembatan atau tidak. Pada tahap ini berlaku tegangan izin yang berbeda-beda sesuai kondisi beton dan tendon. Kontrol tegangan dilakukan dua tahap 1. Kontrol tegangan saat initial (tinjauan tengah bentang) Teg. Top (σT) = 11.588 kg/cm2 ≤ Teg. Ijin = -16.914 kg/cm2 Teg. Bott (σB) = 205.367 kg/cm2 ≤ Teg. Ijin = 269.406 kg/cm2 2. Kontrol tegangan pada saat service (tinjauan tengan bentang) Teg. Top (σT) = 145.009 kg/cm2 ≤ Teg. Ijin = 237.711 kg/cm2 Teg. Bott (σB) = -1.832 kg/cm2 ≤ Teg. Ijin = -36.691 kg/cm2 4.7. Kehilangan gaya prategang Kehilangan tegangan pada balok prategang adalah proses menurunnya tegangan prategang yang dapat diakibatkan oleh beton maupun tendonnya. Kehilangan gaya prategang terbagi dalam dua tahapan yaitu saat gaya prategang diberikan pada beton (saat transfer) yang disebut kehilangan seketika dan kehilangan yang dipengaruhi oleh waktu (kehilangan jangka panjang). Rumus kehilangan prategang akibat pemendekan elastic (ES), gesekan kabel (Px), slip angker (P), Rangkak (CR), susut (SH) dan relaksasi (RE) yang berdasarkan pada ACI dapat dilihat pada (Edward. G. Nawy. 2001). Dalam tulisan ini besar kehilangan prategang dapat dilihat pada Tabel 4.7 berikut ini. Tabel 4.7. Kehilangan Gaya Prategang Keterangan Besar kehilangan (kg) 1. Pemendekan elastis (ES) 471.07 2. Gesekan kabel (Px) 12327.816 3. Slip angker (P) 13198.224 4. Rangkak (CR) 943.501 5. Susut (SH) 208.101 6. Relaksasi (RE) 200.617 Dari Tabel 4.7 dapat diketahui bahwa kehilangan prategang yang terbesar terjadi pada slip angker yaitu sebesar 13198.224 kg. Total kehilangan prategang yang terjadi terdapat di tengah bentang dimana persentase perhitungan kehilangan prategang dapat dilihat dibawah ini. -
Kehilangan prategang akibat Jacking force atau gaya dongkrak awal yaitu : Jumlah strand x Po 57 x 14064.750 kg = 801690.750 kg (75%)
-
Kehilangan prategang yang terjadi pada saat intial yaitu : Jumlah strand × Px + 57 x 13196.283 kg
-
=
z
752188.140 kg
(70.369%)
Kehilangan prategang yang terjadi pada saat servis yaitu : Jumlah strand x (z – ES – CR – SH – RE) 57 x 11373.047 kg = 648263.684 kg (60.647%) Maka, total persentase kehilangan prategang pada jangka panjang adalah: 100 −
.
.
x100% =
.
%
4.8. Perhitungan lendutan Lendutan yang terjadi pada kombinasi jembatan tidak boleh lebih dari = dimana L adalah panjang jembatan yang ditinjau. Kontrol lendutan dilakukan pada saat transfer dimana beban luar belum bekerja dan juga pada saat servis setelah beban luar bekerja. Dalam kasus ini lendutan yang terjadi sebesar 2.163 cm, dimana lendutan yang diizinkan adalah sebesar 4.375 cm. Hal ini membuktikan bahwa struktur aman terhadap lendutan yang terjadi. 5.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan dari hasil perancangan pada bab-bab sebelumnya adalah sebagai berikut : a. Dari hasil perhitungan, tegangan yang diperoleh lebih kecil dari tegangan yang diijinkan, baik dalam kondisi transfer (initial) maupun pada saat beban kerja (servis), maka perencanaan jembatan memenuhi syarat dan aman. b. Total kehilangan prategang yang terjadi sebesar 19.138%. Dari hasil perhitungan terdapat perbedaan hasil antara perhitungan secara manual dan perhitungan dengan menggunakan alat bantu software, oleh karena itu disarankan agar para pendesain berikutnya menggunakan software dengan ketelitian yang jauh lebih baik sehingga tingkat keamanan struktur lebih terjamin.
DAFTAR PUSTAKA Annur, Dini Fitria. 2013. Perencanaan Precast Concrete I Girder pada Jembatan Prestressed Post-tension dengan Bantuan Program Microsoft Office Excel. Tugas Akhir Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara, Medan. Anonim1. 1992. Bridge Management System (BMS). Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan. Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Jendral Bina Marga, Direktorat Bina Program Jalan. Anonim2. 2005. Standar Nasional Indonesia. Perencanaan Struktur Beton untuk Jembatan. Departemen Pekerjaan Umum. Anonim3. 2004. Standar nasional Indonesia. Perencanaan Struktur Beton untuk Jembatan. Departemen Pekerjaan Umum. Anonim4. ACI-ASCE Joint Committee 423. 1957. Hadipratomo, Winarni. 1994. Struktur Beton Prategang Teori dan Prinsip Desain. Bandung : Nova. Lin, T. Y dan Burns, Ned. H. 2000. Desain Struktur Beton Prategang Edisi Ketiga Jilid I. Jakarta : Binarupa Aksara. Nawy, Edward. G. 2001. Beton Prategang Suatu Pendekatan Mendasar. Jilid I Edisi III. Terjemahan Bambang Suryoatmono. Jakarta : Erlangga. Supriyadi, Bambang dan Seto Muntohar, Agus. 2007. Jembatan. Diktat Kuliah Institut Teknologi Sepuluh November, Surabaya.