ISBN 978 – 979 – 3733 – 57 – 9
PERENCANAAN EFISIENSI DAN ELASTISITAS ENERGI 2012
Publikasi ini tersedia di website : www.bppt.go.id
Balai Besar Teknologi Energi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
i
PERENCANAAN EFISIENSI DAN ELASTISITAS ENERGI 2012 ISBN 978 – 979 – 3733 – 57 – 9
SEKRETARIAT BPPT Press Gedung II BPPT Lantai 4 JL M.H. Thamrin No. 8 Jakarta 10340 Telp. (62-21) 3169090; 3169093 Fax
(62-21) 3101802
E-mail :
[email protected] [email protected] Atau Gedung Teknologi 3 BPPT, Lantai 2 Puspiptek Serpong Tangerang Selatan 15314 Telp. (62-21) 75791260; 75791262-63 ext. 232 Fax
(62-21) 75791281
E-mail :
[email protected] Edisi Pertama, Nopember 2012 Dicetak oleh Penerbit BPPT Isi di luar tanggung jawab percetakan
©Hak cipta dilindungi oleh undang -undang/ ©All rights reserved Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh buku ini dalam bentuk apapun tanpa ijin tertulis dari penerbit. ii
PENGANTAR Buku Perencanaan Efisiensi dan Elastisitas Energi 2012 ini memuat informasi perencanaan mengenai hemat energi dan peluang penghematan energi dalam kajian mengenai elastisitas energi 2012 untuk sektor rumah tangga, industri dan komersial hingga tahun 2030. Pembahasan buku ini dimulai dengan menguraikan latar belakang tentang pentingnya penghematan energi di Indonesia. Kemudian dilanjutkan dengan pembahasan tentang pola penggunaan energi di masing masing sektor rumah tangga, industri dan komersial saat ini beserta teknologi yang digunakan. Perencanaan Efisiensi dan Elastisitas Energi merupakan perencanaan terhadap implementasi teknologi hemat energi hingga tahun 2030. Dengan menggunakan suatu model energi yang dikembangkan oleh BPPT dan keluaran Outlook Energi Indonesia 2012 sebagai referensi untuk skenario BAU (Business As Usual), estimasi peluang peningkatan efisiensi energi pada sektor rumah tangga, industri dan komersial bisa diproyeksikan hingga tahun 2030. Selanjutnya penerapan pada penerapan program hemat energi telah dilakukan oleh B2TE-BPPT pengujian tentang Pengujian Lampu CFL pada tahun 2007, dan Pengujian Unjuk Kerja Lampu Swabalast berdasarkan SNI IEC 60969:2009 pada tahun 2012. Pengujian lampu yang pertama, tahun 2007, bertujuan untuk memetakan tingkat efikasi lampu yang beredar di Indonesia sebagai bahan masukan ke Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (Ditjen EBTKE); Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Sedangkan pengujian lampu yang kedua, tahun 2012 – atau setelah ditetapkannya Peraturan Menteri ESDM No. 06 Tahun 2011 Tentang Kriteria Tanda Hemat Energi Lampu Swabalast (Lampu CFL) – dimaksudkan untuk mengetahui tingkat hemat energi lampu swabalast yang ada di pasaran. Hasil audit energi yang telah dilakukan oleh B2TE-BPPT pada sektor industri, diharapkan mampu memberikan gambaran mengenai potensi penghematan yang dapat diperoleh dengan mengimplementasikan hasil audit energi tersebut pada
iii
[13] KESDM, The Study on Energy Conservation and Efficiency Improvement in the industri terkait. Buku ini menampilkan pembahasan potensi penghematan pada industri semen, industri gula dan pada bangunan komersial.
Republic of Indonesia, Progress Report, Japan International Cooperation Agency (JICA), Electric Power Development co., ltd., 2009.
Penghargaan yang tinggi dan ucapan terima kasih disampaikan kepada Tim
[14] KESDM, The Study on Energy Conservation and Efficiency Improvement in the
Penyusun dan kepada semua pihak yang telah berpartisipasi memberikan data dan
Republic of Indonesia, Final Report, Japan International Cooperation Agency
informasi dalam pembuatan buku ini. Dengan segala keterbatasan, kami menyadari
(JICA), Electric Power Development co., ltd., 2009.
bahwa buku ini masih belum sempurna. Kami mengharapkan sumbang saran yang dapat memberikan masukan bagi perbaikan dan penyempurnaan pada penerbitan buku selanjutnya. Jakarta, 25 November 2012 Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Kepala,
Dr. Ir. Marzan A. Iskandar
iv 216
DAFTAR PUSTAKA
PENGARAH
[1] BSN. SNI 03-6958-2000.”Label tingkat hemat energi pemanfaat tenaga listrik untuk keperluan Rumah Tangga dan sejenisnya” [2] SNI IEC 60969:2009”Lampu swa-balast untuk elayanan pencahayaan umum – Persyaratan unjuk kerja (IEC 60969 Edition 1.2 (2001), Self-ballasted lamps for general lighting services - Performance requirements, IDT)” [3] Peraturan
Menteri
Energi
Sumberdaya
Mineral
No.
06/2011
tentang
Pembubuhan label tingkat hemat energi untuk lampu swabalast. [4] Peraturan Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi No. 1287.K/06/DJE/2011 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pernyataan kesesuaian Pada lampu Swabalast [5] BPS, Statistik Indonesia 2011, Badan Pusat Statistik, Jakarta 2012. [6] BPS, Statistik Industri Besar dan Sedang 2009, Badan Pusat Statistik 2010. [7] BPS, Proyeksi Penduduk Indonesia 2005 – 2025, Badan Pusat Statistik, Jakarta 2008 [8] Pusdatin KESDM, Handbook of Energy & Economic Statistics of Indonesia 2011, Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral, Jakarta 2012 [9] PLN, PLN Statistics 2011, Perusahaan Listrik Negara, Jakarta 2012. [10] Rich Brown et.al, U.S. Building-Sector Energy Efficiency Potential, Environmental Energy Technologies Division, Ernest Orlando Lawrence Berkeley National Laboratory University of California, Berkeley, 2008. [11] Ali Hasanbeigi et.al, A Review of Energy Use and Energy Efficiency Technologies for the Textile Industry, Renewable and Sustainable Energy Reviews 16, pp. 3648– 3665, Elsevier, 2012. [12] Ali Hasanbeigi, Energy-Efficiency Improvement Opportunities for the Textile Industry, China Energy Group, Energy Analysis Department, Environmental Energy Technologies Division, Ernest Orlando Lawrence Berkeley National Laboratory University of California, Berkeley, 2010.
Kepala BPPT Dr. Ir. Marzan A. Iskandar Deputi Kepala BPPT Bidang Teknologi Informasi, Energi dan Material (TIEM) Dr. Unggul Priyanto
PENANGGUNG JAWAB Kepala Balai Besar Teknologi Energi (B2TE) Dr. Ir. Soni Solistia Wirawan, M.Eng
KOORDINATOR TIM PENYUSUN Kepala Bidang Efisiensi Energi, B2TE Ir. Hari Yurismono, M.Eng.Sc
TIM PENYUSUN Ir. Joko Santosa, M.Sc Dr. Edi Hilmawan Dr. Hariyanto Ir. Sudirman Palaloi Ir. Nur Rachman Iskandar Ir. Yasmin Danang Yogisworo, MT Nur Endah Sulistiawati, ST Euis Djubaedah, MT Ir. Suryo Busono, M.Sc Budi Ismoyo, ST Ir. Irawan Rahardjo, M.Eng Yusuf Ahda, ST Dr. Ir. Agus Nurrohim, M.Eng Drs. Sofyan Agus Safari Agustina P Mayasari, ST
EDITOR Ir. Toorsilo Hartadi MSc.EE
DESAIN COVER Dr. Gatot Dwianto, Dr. SD. Sumbogo Murti, Royhan, Tata Sutardi
INFORMASI Bidang Efisiensi Energi,Balai Besar Teknologi Energi (B2TE) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) PUSPIPTEK, GD. 620, Cisauk – Tangerang Selatan, 15314 Tel. (021) 7560550, Fax. (021) 7560904 Email :
[email protected] [email protected]
v 215
No
Nama Bangunan
Tahun Audit
2
Gedung BPPT
2008
3
TMC Puspiptek
2008
Pengantar..........................................................................................................................................iii
4
Rumah Sakit Pondok Indah
2005
DAFTAR ISI.......................................................................................................................................vi
5
Wisma BSG
2003
6
Biotek BPPT
2002
7
Plaza Mandiri
2002
2. KONDISI MAKRO EKONOMI DAN ENERGI ............................................................................5
8
Hotel Ciputra Jakarta
2002
2. 1. Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) ............................................................ 5
9
Hotel Borobudur
2000
DAFTAR ISI
1. EFISIENSI dan elastisitas energi ..............................................................................................1 1. 1. Optimasi Penggunaan Energi .................................................................................... 1 1. 2. Target Perencanaan Efisiensi dan Elastisitas Energi................................................ 3
2. 2. Penyediaan dan Konsumsi Energi............................................................................. 7 2. 3. Intensitas dan Elastisitas Energi .............................................................................. 16 2. 4. Proyeksi Kebutuhan Energi Bau (Business As Usual) ........................................... 20 2. 5. Kebijakan Konservasi dan Efisiensi Energi Serta Standar Nasional Indonesia ..... 23 2.5.1 Kebijakan Konservasi dan Efisiensi Energi ...................................................... 23 2.5.2 Standar Nasional Indonesia.............................................................................. 27 3. POLA PENGGUNAAN ENERGI DAN TINGKAT EFISIENSI ENERGI MASING-MASING SEKTOR ...........................................................................................................................................29 3.1
Sektor Rumah Tangga ............................................................................................. 29
3.1.1. Definisi dan Karakteristik Sektor....................................................................... 29
Penggunaan energi pada bangunan komersil bervariasi dan sangat ditentukan dari jenis bangunan. Selain jenis bangunan, faktor yang turut mempengaruhi lokasi, dimensi, tahun audit, umur bangunan dan peralatannya serta lainnya. 7.3.4
Potensi Penghematan
Berdasarkan rekomendasikan yang diberikan, pada umumnya peluang penghematan yang dapat dilakukan diantaranya :
3.1.2. PDB dan Konsumsi Energi Final....................................................................... 31 3.1.3. Pola Penggunaan Energi .................................................................................. 32 3.2
x
biaya listrik.
Sektor Industri .......................................................................................................... 35
3.2.1 Definisi dan Karakteristik Sektor....................................................................... 35
x
3.2.2 PDB, Intensitas Energi Final dan Elastisitas Industri ....................................... 37 3.2.3 Pola Penggunaan Energi Industri Tekstil.......................................................... 41 3.3
Sektor Komersial ...................................................................................................... 45
x x x
vi
Penyesuaian kerja chiller, pompa dan cooling tower terhadap beban pendinginan : dapat memberikan penghematan hingga 15% konsumsi
4.1.1 Teknologi Hemat Energi.................................................................................... 58 4.1.1.2 Tata Cahaya ............................................................................................59
Peningkatan setting temperatur : dapat memberikan penghematan hingga 5% konsumsi energi.
4.1. Sektor Rumah Tangga ............................................................................................. 57 4.1.1.1 Memasak .................................................................................................58
Pengurangan lux pencahayaan buatan : dapat memberikan penghematan hingga 5% konsumsi energi.
3.3.3. Pola Penggunaan Energi .................................................................................. 54 4. PELUANG PENINGKATAN EFISIENSI ENERGI ...................................................................57
Pemasangan kapasitor bank : dapat memberikan penghematan hingga 5% biaya listrik.
3.3.1. Definisi dan Karakteristik Sektor....................................................................... 45 3.3.2. PDB dan Intensitas Konsumsi Energi Final...................................................... 52
Penurunan kontrak daya : dapat memberikan penghematan hingga 15%
energi. x
Pengurangan laju udara segar : dapat memberikan penghematan hingga 10% konsumsi energi. 214
IKE standar yang sering digunakan adalah hasil penelitian ASEAN-USAID 4.1.1.3 Tata Udara...............................................................................................75
dan diterapkan pada SNI 05-3052-1992 sebesar :
x
x
-
Perkantoran
: 240 kWh/m2.thn
4.1.1.4 Lemari Pendingin (Refrigerator) ............................................................87
-
Pusat belanja
: 330 kWh/m2.thn
4.1.1.5 Televisi.....................................................................................................90
-
Hotel/ apartemen : 300 kWh/m2.thn
-
Rumah sakit
4.1.2 Roadmap Teknologi Efisiensi ........................................................................... 96 4.1.3 Potensi Penghematan Energi Sektor Rumah Tangga ................................... 102
: 380 kWh/m2.thn
4.2. Sektor Industri ........................................................................................................ 105
Intensitas pencahayaan standar, lux : yaitu nilai standar intensitas
4.2.1 Teknologi Hemat Energi.................................................................................. 108
pencahayaan pada jenis area tertentu. Dimana sebagai acuan dari SNI
4.2.2 Roadmap Teknologi Efisiensi Industri Tekstil................................................. 121
03-6197-2000.
4.2.3 Potensi Penghematan Energi ......................................................................... 123
Pengkondisian udara standar,
o
C dan %RH : yaitu nilai standar
pengkondisian temperature dan kelembaban udara pada suatu ruangan.
4.3. Sektor Komersial .................................................................................................... 124 4.3.1. Teknologi Hemat Energi.................................................................................. 125 4.3.1.1. Tata Cahaya .........................................................................................125
Dimana sebagai acuan adalah 03-6390-2000 yang menyatakan :
x
-
Temperatur
-
Kelembaban
4.3.1.2. Tata Udara............................................................................................130
: 24 – 26 oC
4.3.1.3. Sistem Boiler dan Pemanas Air ...........................................................139 4.3.1.4. Building Energy Management System.................................................144
: 50 – 70 %RH
4.3.1.5. Low Energy Building Design ................................................................145
Coefficient of Performance : yaitu kinerja perbandingan kapasitas pendingin suatu sistem pendingin terhadap konsumsi energinya. Dimana sebagai acuan adalah 03-6390-2000 dan mengikuti perkembangan teknologi terkini.
Selain itu digunakan besaran-besaran lainnya yang menunjukkan kinerja peralatan
4.3.2. Roadmap Teknologi Efisiensi ......................................................................... 146 4.3.3. Potensi Penghematan Energi ......................................................................... 149 5. PENERAPAN EFISIENSI ENERGI PADA SEKTOR RUMAH TANGGA ...........................150 5.1
Efisiensi Energi pada Sektor Rumah Tangga Dengan Tanda Hemat Energi....... 150
5.2
Tanda Hemat Energi pada Peralatan Lampu Swabalast (CFL)............................ 152
5.3
Pengujian Lampu Swabalast – CFL....................................................................... 153
5.3.1 Kriteria Tanda Hemat Energi pada Lampu Swabalast (CFL)......................... 153
atau pola penggunaan pada suatu sistem tertentu.
5.3.2 Pentingnya Tanda Hemat Energi.................................................................... 155 5.3.3 Pengujian Lampu Swabalast .......................................................................... 156
7.3.3
5.3.4 Standar Uji Berdasarkan SNI IEC 60969:2009 .............................................. 157
Data Bangunan
5.3.4.1 Penyalaan dan Persiapan .....................................................................157
Balai Besar Teknologi Energi (B2TE) telah lama terjun dalam kegiatan audit energy
5.3.4.2 Tegangan Uji .........................................................................................158
termasuk pada bangunan komersil. Dari beberapa audit yang pernah dilakukan
5.3.4.3 Ageing....................................................................................................158
beberapa diantaranya tampak pada tabel 7.3.1.
5.3.4.4 Daya Lampu ..........................................................................................158 5.3.4.5 Fluks Cahaya.........................................................................................158 5.3.4.6 Waktu Stabilisasi ...................................................................................158
Table 7.3.1 Data hasil audit energy pada bangunan gedung
5.3.4.7 Pemeliharaan Lumen (Lumen Maintenance)........................................158 5.3.4.8 Suhu Ruangan.......................................................................................159
No
Nama Bangunan
Tahun Audit
5.3.4.9 Nyala dan Padam ..................................................................................159 5.3.4.10 Menetapkan Umur Lampu Rata-rata ..................................................159
1
Park Lane Hotel
2012 213
5.3.5 Peralatan Uji.................................................................................................... 159
vii
Tahun
Pabrik Gula
Potensi Penghematan1
1991
1
PG Jawa Barat IV
x Total Penghematan pada Ampas Tebu, Listrik, Boiler: Rp3,9 Miliar per tahun
2011
1
PG Jawa Timur IX
x Total penghematan: Rp6,3 Miliar per tahun
5.3.9 Hasil Pengujian Umur Lampu (Life Time)....................................................... 167
2
PG Jawa Timur X
x Total penghematan: Rp19,7 Miliar per tahun
5.3.10 Konsumsi Daya Spesifik ................................................................................. 169
3
PG Jawa Timur XI
x Total penghematan: Rp9 Miliar per tahun
PG jawa Tengah III
x Total penghematan: Rp10,8 Miliar per tahun
5.3.6 Prosedur Pengujian......................................................................................... 160 5.3.7 Sampel Uji ....................................................................................................... 161 5.3.8 Data Hasil Pengujian....................................................................................... 162
5.3.11 Intensitas Cahaya Spesifik.............................................................................. 171 5.3.12 Efikasi Berdasarkan Spesifikasi...................................................................... 172 5.3.13 Evaluasi Intensitas Cahaya............................................................................. 174 5.4
Analisis Umur Lampu ............................................................................................. 175
5.5
Analisa Dampak Ekonomi Penerapan Label Swabalast – Lampu CFL ................ 177
5.6
Potensi Penghematan Energi ................................................................................ 181
6. AUDIT ENERGI UNTUK SEKTOR INDUSTRI ......................................................................182 6.1
Pendahuluan .......................................................................................................... 182
6.2
Metodologi Audit Energi ......................................................................................... 182
6.2.1 Audit Energy Awal ........................................................................................... 183
2012
Sumber arsip: Nri_Pabrik_Gula/Pbr_Gula_Umum/Audit_Energi_Ringkasan_B2TE.docx/nri/201112
7.3
Penerapan Audit Energi pada Bangunan Komersial
7.3.1
Pendahuluan
Tujuan audit energi pada bangunan gedung untuk
mengetahui intensitas
penggunaan energi serta mencari peluang penghematannya. Pelaksanaan audit energi pada bangunan gedung mencakup :
6.2.2 Audit Energi Detail........................................................................................... 183 6.3
Teknik Audit Energi ................................................................................................ 184
x
Audit sistem kelistrikan
6.4
Peralatan Audit Energi ........................................................................................... 188
x
Audit sistem pencahayaan
x
Audit sistem HVAC
7.1.2 Metode Audit Energi pada Industri Semen..................................................... 193
x
Audit sistem air panas
7.1.2.1 Persiapan dan Studi literatur.................................................................193
x
Audit sistem plumbing
7.1.2.2 Survei dan Pengumpulan Data .............................................................194
x
Audit sistem transportasi (elevator, eskalator, dll)
7. PENERAPAN AUDIT ENERGI PADA SEKTOR INDUSTRI................................................192 7.1.1 Pendahuluan ................................................................................................... 192
7.1.2.3 Analisis dan Pengolahan Data ..............................................................194 7.1.2.4 Benchmarking........................................................................................195 7.1.3 Penggunaan Energi pada Proses Produksi Semen...................................... 196 7.1.4 Hasil Audit Energi dan Pembahasan .............................................................. 198 7.1.4.1Konsumsi Energi Listrik Spesifik di Unit Raw Mill.................................198
Dari seluruh sistem diatas, ketiga sistem pertama yang paling umum dilakukan pada audit energi di bangunan gedung. Sebab ketiga sistem tersebut relative selalu ada dan sebagai pengguna energi yang besar.
7.1.4.2 Konsumsi Energi Listrik Spesifik di Unit Kiln .......................................200 7.1.4.3 Konsumsi Energi Listrik Spesifik di Unit Finish /Cement Mill ..............202 7.1.4.4 Konsumsi Energi Listrik Spesifik Pabrik Semen...................................204
7.3.2
Kriteria Pelaksanaan Audit Eenergi untuk Bangunan Komersial
7.1.4.5 Konsumsi Energi Termal Spesifik u klinker di Kiln ..............................205 7.1.5 Konsumsi Energi Listrik dan Termal Spesifik Pabrik Semen ........................ 207
Dari pelaksanaan audit energi dihasilkan penilaian terhadap suatu bangunan
7.1.6 Benchmarking dan Potensi Penghematan pada Industri Semen .................. 208
berdasarkan nilai-nilai pembanding acuan penggunaan energi diantaranya :
7.2.1 Pendahuluan ................................................................................................... 209 7.2.2 Pengalaman Audit Energi pada Industri Gula ................................................ 210 7.2.3 Hasil Audit Energi pada Industri Gula............................................................. 211
viii
x
Indeks
Konsumsi
Energi
(IKE),
kWh/m2.thn
:
yaitu
intensitas
penggunaan energi per satuan luas bangunan dalam setahun. Dimana 212
7.2.3
Hasil Audit Energi pada Industri Gula 7.2.4 Potensi Penghematan Energi di Industri Gula................................................ 211
Secara umum, peralatan konversi dan konsumsi energi tergolong tua, di atas 25
7.3.1 Pendahuluan ................................................................................................... 212
tahun. Beberapa di antaranya bahkan lebih dari 50 tahun.
7.3.2 Kriteria Pelaksanaan Audit Eenergi untuk Bangunan Komersial ................... 212 7.3.3 Data Bangunan ............................................................................................... 213
Kehilangan panas termal tergolong besar, misal melalui dinding peralatan dan pipapipa yang disebabkan buruknya kondisi isolasi panas.
7.3.4 Potensi Penghematan..................................................................................... 214 Daftar Pustaka...............................................................................................................................215
Selama musim giling masih mengkonsumsi bahan bakar selain ampas tebu dalam jumlah besar. Selama musim giling juga mengkonsumsi listrik dari PT PLN (Persero), meskipun hanya untuk penerangan rumah dinas atau penerangan kantor pabrik. Konsumsi Energi Spesifik (KES) berkisar antara 0,55 hingga 0,7 ton uap per ton tebu (digilig). Peralatan instrumentasi (alat-alat ukur) tergolong minimum. Belum memiliki organisasi manajemen energi. Potensi penghematan diperoleh dengan usulan menurunkan KES hingga angka benchmarking 0,45 ton uap per ton tebi, sebagaimana telah dicapai oleh pabrik gula swasta PG Gunung Madu Plantation, Lampung Utara, Provinsi Lampung. Potensi penghematan juga dapat diperoleh dengan mengeliminasi penggunaan bahan bakar selain ampas tebu.
7.2.4
Potensi Penghematan Energi di Industri Gula
Beberapa potensi penghematan energi sebagai hasil dan rekomendasi pekerjaan audit energi pada industri gula adalah sebagai berikut: ix 211
Kemudian tahun 2010 B2TE-BPPT bekerjasama dengan PT EMI (Persero) untuk
1. EFISIENSI DAN ELASTISITAS ENERGI 1. 1.
melakukan audit energi di 9 pabrik gula.
OPTIMASI PENGGUNAAN ENERGI
7.2.2
Pengalaman Audit Energi pada Industri Gula
Dalam rangka mengoptimalkan penggunaan energi, pemerintah telah mengeluarkan
Tabel berikut memperlihatkan jumlah pabrik gula yang pernah diaudit oleh B2TE-
kebijakan energi nasional yang meliputi kebijakan penyediaan energi yang optimal
BPPT sebagai berikut:
dan melaksanakan konservasi, melaksanakan diversifikasi dalam memanfaatkan energi, menetapan harga energi ke arah harga keekonomian, dan pelestarian lingkungan.
No.
Kebijakan konservasi energi dimaksudkan untuk meningkatkan penggunaan energi
Pabrik Gula (PG)
Tahun
1
PG Lampung I
2012
secara efisien dan rasional tanpa mengurangi kuantitas energi yang memang benar-
2
PG Jawa Tengah I
2011
benar diperlukan. Upaya konservasi energi dapat diterapkan pada seluruh tahap
3
PG Jawa Tengah II
2011
pemanfaatan,
mulai dari pemanfaatan sumber daya energi sampai pada
4
PG Jawa Tengah III
2012
pemanfaatan
akhir,
5
PG Jawa Timur I
2003
6
PG Jawa Timur II
2004/2010
7
PG Jawa Timur III
2006
Menurut Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 2009 tentang Konservasi Energi,
8
PG Jawa Timur IV
2006
definisi konservasi energi adalah upaya sistematis, terencana, dan terpadu guna
9
PG Jawa Timur VI
2010
melestarikan sumber daya energi dalam negeri serta meningkatkan efisiensi
10
PG Jawa Timur VII
2010
pemanfaatannya. Efisiensi merupakan salah satu langkah dalam pelaksanaan
11
PG Jawa Timur VIII
2010
konservasi energi. Efisiensi energi adalah istilah umum yang mengacu pada
12
PG Jawa Timur IX
2011
13
PG Jawa Timur X
2011
14
PG Jawa Timur XI
2011
15
PG Jawa Timur XII
2010
16
PG Jawa Timur XIII
2010
17
PG Jawa Barat I
2010
18
PG Jawa Barat II
2010
19
PG Jawa Barat III
2010
20
PG Jawa Barat IV
1991/2011
Konsumsi energi final Indonesia pada periode tahun 2000 hingga 2010 telah
21
PG Yogyakarta I
2004
melonjak hampir dua kalinya, dari 777,9 juta SBM (508,9 juta SBM, tanpa biomasa)
22
PG Jawa Timur XIV
2011
dengan
menggunakan
teknologi
yang
efisien
dan
membudayakan pola hidup hemat energi.
penggunaan energi lebih sedikit untuk menghasilkan jumlah layanan atau output berguna yang sama. Penerapan teknologi efisiensi energi di Indonesia hingga saat ini masih belum seperti yang diharapkan. Meskipun beberapa jenis usaha komersial dan industri telah melakukan usaha-usaha penghematan energi dan revitalisasi, secara nasional hasilnya masih belum cukup untuk meredam laju konsumsi energi yang cukup tinggi.
menjadi 1182,1 juta SBM (902,1 juta SBM, tanpa Biomasa). Penghematan energi di sisi kebutuhan (hilir) akan menjamin ketersediaan suplai energi sekaligus 1
Total Pabrik Gula = 22 PG
210
3) Benchmarking konsumsi energi total listrik dan termal spesifik untuk Pabrik Semen adalah 3,46 GJ/ton klinker, best world practice 2,76 GJ/ton klinker
menghindarkan Indonesia menjadi negara importir energi di masa mendatang atau meningkatkan ketahanan energi nasional.
4) Nilai konsumsi energi listrik spesifik maupun energi termal spesifik pabrik semen
Meskipun konsumsi energi primer per kapita masih rendah, intensitas energi primer
di Indonesia relatif sama dengan nilai benchmarking rata-rata beberapa negara
Indonesia tergolong masih cukup tinggi apabila dibandingkan dengan negara-negara
yang memproduksi semen, bahkan lebih baik dari Malaysia dan Filipina, tetapi
maju. Pada tahun 2009, intensitas energi Indonesia berkisar 0,24 KTOE/USD
masih lebih tinggi bila dibandingkan dengan world best practice.
Konstan 2005. Sedangkan Jepang, Jerman, Thailand, dan Malaysia pada tahun yang sama berturut-turut adalah 0,12; 0,12; 0,23; dan 0,22 KTOE/USD Konstan 2005 (IEA, 2010). Tingkat intensitas energi, yang dihitung dengan membagi volume
7.2
Penerapan Audit Energi pada Industri Gula
penggunaan energi nasional (Ton Oil Equivalent) dengan nilai Produk Domestik Bruto (dalam USD), merupakan salah satu indeks makro yang menyatakan
7.2.1
Pendahuluan
seberapa efisien pemanfaatan energi di suatu negara untuk menghasilkan nilai
Audit energi di pabrik gula dilakukan oleh B2TE (Balai Besar Teknologi Energi d.h UPT-LSDE) - BPPT sejak tahun 1991 di Pabrik Gula Subang, Jawa Barat, sebagai
tambah ekonominya. Artinya, pemanfaatan energi di Indonesia tidak produktif atau masih boros.
kegiatan audit energi yang pertama kali dilakukan pada pabrik gula. Kegiatan ini
Selain hal tersebut, di tingkat global, isu perubahan iklim khususnya adanya
menggunakan sumber dana APBN di B2TE-BPPT. Selanjutnya kegiatan audit energi
desakan peningkatan peran negara-negara berkembang, termasuk Indonesia dalam
dilakukan secara luas di industri gula.
penurunan emisi gas rumah kaca telah mendorong arah pembangunan yang ramah lingkungan dan menghasilkan emisi gas rumah kaca yang lebih rendah. Upaya
Audit energi di pabrik gula kembali dilakukan secara intensif pada tahun 2003. Jika
penerapan teknologi hemat energi dinilai sebagai upaya penurunan emisi gas rumah
kegiatan di PG Subang dilakukan secara mandiri oleh B2TE-BPPT, maka kegiatan
kaca yang tepat dan ekonomis serta membawa dampak langsung pada pelaku
pada tahun 2003 dan tahun-tahun berikutnya dilakukan bekerjasama dengan institusi
energi.
lain. Sehubungan dengan kondisi tersebut, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Audit energi pada tahun 2003 dilakukan di PG Tjoekir, Jombang, Jawa Timur,
(BPPT) telah melakukan suatu kajian yang bertujuan untuk mengembangkan suatu
bekerjasama dengan Pusat Audit Teknologi (PAT) - BPPT, dengan anggaran APBN
roadmap penerapan teknologi hemat energi pada sektor rumah tangga, industri
serta dibawah manajemen PAT-BPPT. Satu tahun berikutnya, tahun 2004, PAT-
(khususnya industri tekstil), dan komersial dengan memperhitungkan kondisi
BPPT mengajak kembali B2TE-BPPT untuk melakukan audit energi di PG
penggunaan energi saat ini, tingkat penetrasi teknologi, tingkat kesiapan
Madukismo, Yogyakarta dan PG Pagottan, Madiun, Jawa Timur. Kegiatan dengan
komersialisasi atau technology readiness, ketersediaan sumberdaya energi, biaya
PAT-BPPT kembali berlanjut pada tahun 2011 dan 2012.
implementasi, serta kebijakan energi yang ada. Dengan mengembangkan suatu roadmap teknologi efisiensi energi, yang juga merupakan suatu rencana aksi
Pada tahun 2006, B2TE-BPPT kembali secara mandiri melakukan audit energi di PG Gending, Probolinggo dan PG Pandjie, Situbondo. Kedua pabrik gula ini berada di Provinsi Jawa Timur. Kegiatan ini dilaksanakan dengan anggaran PTPN XI.
penerapan teknologi hemat energi, besar peluang penghematan energi pada sektor rumah tangga, industri khususnya tekstil, dan komersial dalam jangka panjang hingga tahun 2030 bisa diketahui. Hasil dari simulasi tersebut kemudian dibandingkan dengan target-target jangka panjang yang sudah ditetapkan oleh
209
2
2025, penurunan elastisitas energi kurang dari 1 hingga tahun 2025 dan sebagainya. Hasil kajian ini diwujudkan dalam suatu buku yang berjudul “Perencanaan Efisiensi dan Elastisitas Energi 2012”. Buku ini memuat antara lain informasi mengenai kondisi saat ini dari penerapan teknologi hemat energy pada sistem kelistrikan, tata cahaya, tata udara dan peralatan elektronik pada sector rumah tangga, industri dan komersial. Teknologi hemat energi yang baru yang terkait dengan sistem tersebut juga akan dikaji secara lebih dalam. Kajian mencakup prinsip teknologi, potensi dan dampak penghematan energi, status, keekonomian serta tingkat penetrasi baik untuk kondisi saat ini maupun rencana penerapannya kedepan (roadmap) dari teknologi hemat energi yang sudah maupun yang belum diterapkan. Hasil dari kajian ini diharapkan bisa menjadi masukan bagi pembuat kebijakan mengenai konservasi dan efisiensi energi khususnya tentang rencana aksi penerapan teknologi hemat energi pada sector rumah tangga, industry dan komersial di Indonesia.
Portugal average Germany average Phillippines Average (2004) Europe Average (2004) Thailand average (2004) Malaysia best (2004) Uniland Average (2004) Taiheiyo Cement (2001) Indian best World best practice Indonesian average Indonesian best L K J I H G F E D C B A
3.24 3.25 4.45 3.43 3.65 4.00 3.53 3.64 3.05 2.76 3.76 3.46 3.52 4.06 3.51 3.53 3.52 3.55
Pabrik Semen
pemerintah seperti misalnya penurunan intensitas energi 1% per tahun hingga tahun
0.00
3.94 4.04 4.19 3.57 4.09 4.00 0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
3.50
4.00
4.50
5.00
Total konsumsi energi spesifik (GJ/ton semen)
1. 2. Target Perencanaan Efisiensi dan Elastisitas Energi
Gambar 7.1.8. Grafik KES total dalam satuan GJ/ton semen, masing-masing pabrik semen dan beberapa negara
Perencanaan Efisiensi dan Elastisitas Energi 2012 diharapkan akan meningkatkan kesadaran dan pemahaman terhadap budaya hemat energy di Indonesia khususnya dalam menerapkan teknologi hemat energy pada sektor rumah tangga, industri dan
7.1.6
Benchmarking dan Potensi Penghematan pada Industri Semen
komersial. Sehingga Perencanaan Efisiensi dan Elastisitas Energi 2012 dapat memberikan informasi yang detil mengenai penerapan teknologi hemat energy pada sector
Dari hasil perhitungan konsumsi energi spesifik
beberapa industri semen maka
dapat disimpulkan :
rumah tangga, industri dan komersial dari mulai deskripsi teknologinya, potensi dan
1) Benchmarking konsumsi energi listrik spesifik untuk Industri semen Indonesia
dampak penghematan, keekonomian hingga rencana penerapan dari teknologi
diambil nilai terbaik yakni 82,43 kWh/ton semen, namun demikian masih lebih
hemat energi tersebut untuk mencapai target Kebijakan Energi Nasional yang
tinggi dibandingkan dengan world best practice (77,0 kWh/ton semen).
meliputi penurunan elastisitas energy kurang dari satu pada tahun 2025 dan penurunan intensitas energy sebesar 1% per tahun. Informasi yang ada pada buku “Perencanaan Efisiensi dan Elastisitas Energi 2012”
2) Benchmarking konsumsi energi termal spesifik untuk Pabrik Semen adalah 754,55 kkal/kg klinker atau
3,16 GJ/ton klinker, best world practice 680 kkal/kg
klinker atau 2,65 GJ/ton klinker
ini diharapkan bisa memberikan manfaat pada pelaku industry dan bisnis dalam 3
208
menjalankan usahanya, khususnya dalam menekan biaya energy, serta pemilik
5.0
KES termal (GJ/ton klinker)
4.00 4.0 3.16 3.0
3.82
2.65
3.93
3.90
3.43
menjalankan upaya-upaya penghematan energy yang praktis dan mudah. Selain
2.0
mereka, buku ini juga bisa menjadi pegangan bagi para pendidik, mahasiswa dan
1.0
pemerhati energy untuk meningkatkan pengetahuan tentang teknologi hemat energy.
0.0 Indonesian Indonesian World best Indian best Italcement Holcim Cemex Gordaze Malaysia Group avg Group avg Group avg best avg practice Cement best (2004) (2004) (2004) (2004) Heldelberg (2003)
Gambar 7.1.7. Grafik KES termal Indonesia, pabrik semen beberapa negara dan world best practice
7.1.5
bangunan rumah tangga yang ingin menghindari pemborosan listrik dengan
3.20
2.89
Buku ini tidak hanya mengulas tentang hal-hal yang teknis saja tetapi juga yang terkait dengan kebijakan. Oleh sebab itu, para penentu kebijakan juga bisa memanfaatkan buku ini sebagai salah satu bahan masukan dalam memformulasikan suatu rumusan kebijakan mengenai efisiensi energy yang tepat.
Konsumsi Energi Listrik dan Termal Spesifik Pabrik Semen
Bagian ini menyajikan konsumsi energi spesifik total baik listrik maupun termal untuk memproduksi semen. Energi listrik dan termal yang digunakan dkonversi kedalam satuan joule. Energi listrik yang digunakan di proses raw mill, kiln, dan cement mill dikonversi ke satuan joule. Demikian pula energi termal yang digunakan di kiln mill diubah dari kkal ke joule. Dari tabel konversi energi didapatkan bahwa 1 kWh sama dengan 3600 kiloJoule, dan 1 kilokalori sama dengan 4,1868 kilojoule. Energi dalam joule dibadingkan dengan produksi semen yang dihasilkan untuk mendapatkan energi spesifiknya (KES). Nilai KES terbaik dan rata-rata digunakan sebagai benchmarking untuk Indonesia dan dibandingkan dengan nilai KES dari beberapa negara. Dari hasil konversi didapatkan bahwa untuk memproduksi 1 ton semen dibutuhkan energi sebesar 3,46 GJ. Nilai ini dijadikan benchmarking untuk pabrik semen. Nilai konsumsi energi spesifik terbaik, KES beberapa pabrik dan nilai KES terbaik dunia serta beberapa negara ditampilkan pada Gambar 7.1.8.
207
4
2. KONDISI ENERGI
MAKRO
EKONOMI
DAN
konsumsi energi termal, produksi klinker dan KES termal
masing-masing pabrik
Secara lengkap disajikan pada Tabel 7.1.5. Grafik KES termal masing-masing pabrik semen diberikan dalam Gambar 7.1.6. Tabel 7.1.5. Data konsumsi energi termal, produksi klinker dan KES termal.
2. 1. Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB)
Pabrik Semen
Hubungan antara konsumsi energi dan pertumbuhan ekonomi sudah dipahami
A B C D E F G H I J
keberadaanya, meskipun arah dari hubungan kausal ini masih kontroversial, apakah pertumbuhan ekonomi mendorong konsumsi energi atau sebaliknya bahwa konsumsi energi merupakan motor penggerak pertumbuhan ekonomi. Yang jelas disini, untuk Indonesia pertumbuhan ekonomi yang tinggi umumnya selalu dibarengi dengan pertumbuhan konsumsi energi yang tinggi juga. Jadi konsumsi energi sangat erat hubungannya dengan produk domestik bruto (PDB), sehingga dapat diperkirakan berapa besar kenaikan konsumsi yang diperlukan untuk mendapatkan tingkat output nasional tertentu. Ketahanan fundamental ekonomi Indonesia mulai menghadapi ujian sejak
Unit Kiln Konsumsi Energi Mill termal setahun (kkal) A B C D E F G H I J
Produksi klinker setahun (ton)
459,873,523,200 451,922,862,378 1,639,652,901,962 314,809,931,940 619,485,497,610 1,308,245,122,350 1,771,500,632,700 1,720,510,167,042 1,777,569,403,094 1,803,489,489,916
K K L L World Best Practice Minimum Rata-rata Maksimum
526,412 510,474 2,102,658 360,446 708,607 1,530,917 2,324,865 2,277,615 2,355,801 2,389,899 890,310 2,042,209
804,840,043,478 1,564,712,218,562
SEC (kkal/kg klinker)
SEC (GJ/ton klinker)
873.60 885.30 779.80 873.39 874.23 854.55 761.98 755.40 754.55 754.63 904.00 766.19 680.00 754.55 819.80 904.00
3.66 3.71 3.26 3.66 3.66 3.58 3.19 3.16 3.16 3.16 3.78 3.21 2.65 3.16 3.43 3.78
pertengahan tahun 2007. Di tengah derasnya arus krisis ekonomi global saat itu, ekonomi Indonesia masih mampu melaju dan tumbuh 6,3 persen. Kemudian, pada tahun 2008 ekonomi Indonesia juga masih berekspansi pada tingkat 6,0 persen. keberhasilan Pemerintah dalam mempertahankan laju pertumbuhan ekonomi pada level yang cukup tinggi. Pada tahun 2009 tekanan terhadap perekonomian domestik sebagai dampak krisis global memasuki puncaknya dimana pada tahun tersebut pertumbuhan PDB Indonesia hanya 4,6%. Kondisi mulai membaik pada tahun 2010 dengan ditunjukkan oleh pertumbuhan PDB sekitar 6,2%. Perkembangan nilai dan pertumbuhan PDB Indonesia dari tahun 2000 hingga 2010 diberikan oleh Gambar 2.1.
1000 KES termal (kkl/kg klinker)
Terjaganya stabilitas ekonomi makro dan kepercayaan pasar menjadi faktor kunci
873.6 885.3
800
779.8
873.4 874.2 854.6
904.0 766.2
762.0 755.4 754.6 754.6
680.0
600 400 200 0 A
B
C
D
E
F
G
Pabrik Semen
H
I
J
K
L World Best Practice
Gambar 7.1.6. Grafik KES termal masing-masing pabrik semen dan world best practice
5
206
101.3
92.3 82.7
97.1
96.2 84.2
82.4
90.8
87.8
92.3
Nilai PDB
95.8
80
Pertumbuhan PDB 6.0%
2,000,000
77.0
5.0% Milyar Rupiah
KES total (kWh/ton semen)
101.6 100
7.0%
2,500,000
120
60 40 20
1,500,000
4.0%
1,000,000
3.0% 2.0%
Pabrik semen
500,000 World best practice
L
K
J
I
H
G
F
E
D
C
B
A
-
1.0% 0.0%
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Gambar 7.1.5. Grafik KES listrik total proses peralatan produksi semen dan best practice
Sumber: BPS, 2011
Gambar 2.1 Perkembangan Nilai dan Pertumbuhan PDB Indonesia (Konstan 2000)
7.1.4.5 Konsumsi Energi Termal Spesifik untuk proses Produksi klinker di Kiln Secara garis besar penggunaan energi termal pada industri semen adalah untuk proses pembakaran klinker pada Kiln, termasuk
didalamnya preheater dan
precalciner, untuk proses pengeringan bahan mentah pada raw mill, dan untuk proses pengeringan batubara pada coal mil, sisanya terbawa oleh klinker keluar dan sebagai gas buang.
Terlihat pada Gambar 2.1 bahwa nilai PDB Indonesia naik dari Rp 1.390 trilyun pada tahun 2000 menjadi Rp 2.314 trilyun pada tahun 2010 (konstan 2000) atu mengalami kenaikan rata-rata sekitar 5,2% per tahun. Angka tahun 2009 dan 2010 adalah angka sementara. PDB per kapita selama sepuluh tahun terakhir juga mengalami kenaikan seiring
Sumber energi termal pada semua pabrik yang disurvei menggunakan batubara, dan sebagian kecil menggunakan BBM sebagai bahan bakar tambahan dalam proses pembuatan klinker di kiln mill. Di atara 12 pabrik yang disurvei, ada satu pabrik yang menggunakan bahan bakar tambahan dari cangkang kelapa sawit, yang mencapai
dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pertumbuhan penduduk yang rendah. Jika PDB selama sepuluh tahun terakhir meningkat 1,7 kali maka PDB per kapita hanya meningkat 1,4 kali. Indikator ini merupakan masukan kepada pemerintah agar mengerem laju pertumbuhan penduduk bersamaan dengan meningkatkan aktivitas ekonomi yang memberikan nilai tambah tinggi pada PDB nasional. PDB per kapita
3% dari total bahan bakar yang digunakan.
Indonesia pada tahun 2000 adalah 6,78 juta rupiah (konstan 2000) dan pada tahun Berdasarkan hasil analisis penggunaan energi termal didapatkan bahwa pabrik I
2010 menjadi 9,88 juta rupiah (konstan 2000). Perkembangan PDB per Kapita
menggunkan energi termal yang paling efisien, yakni 754,44 kilo kalori per kilogram
Indonesia dari tahun 2000 hingga 2010 diberikan oleh Gambar 2.2
klinker, dan rata-rata 819,80 kkal/kg klinker. Berdasarkan data World Best Practice, yang terbaik adalah 680 kkal/kg klinker. Bila dibandingkan dengan harga terbaik penggunaan energi termal pabrik yang disurvei, maka harga tersebut 10,96% di atas best practice dan secara rata-rata diperoleh 20% di atas world best practice. 205
Data 6
Juta Rupiah
Nilai PDB per Kapita
Pertumbuhan PDB per Kapita
12.00
6.00%
10.00
5.00%
8.00
4.00%
6.00
3.00%
kWh/ton semen dan nilai rata-rata 92,23 kWh/ton semen. Berdasarkan data dari
4.00
2.00%
ASEAN Federation of Cement Manufactures (AFCM) (2006 dan Warrell (2004), nilai
2.00
1.00%
7.1.4.4 Konsumsi Energi Listrik Spesifik untuk Proses Produksi Pabrik Semen Bagian ini menyajikan penggunaan energi listrik mulai dari Raw Mill, Kiln dan cement mill terhadap produksi semen.
Nilai KES berada pada rentang 82,43 – 101,58
terbaik adalah 77 kWh/ton semen, ini berarti konsumsi energi spesifik rata-rata 0.00
0.00% 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Industri semen yang disurvei berada 19% di atas world best practice. Data konsumsi energi total, produksi semen dan KES masing-masing Pabrik disajikan pada Tabel 7.1.4. Sedangkan nilai KES masing-masing pabrik dan rata-rata ditampilkan pada Gambar 7.1.5.
Sumber: Diolah dari BPS, 2011
Gambar 2.2 Perkembangan Nilai dan Pertumbuhan PDB per Kapita Indonesia (Konstan 2000)
Tabel 7.1.4. Data konsumsi energi listrik, produksi semen dan KES pabrik. Pabrik Semen
2. 2. Penyediaan dan Konsumsi Energi Energi primer merupakan energi dalam bentuk asli yang diperoleh melalui proses penambangan, maupun pemanfaatan sumber energi yang bersifat terbarukan. Energi primer ini ada yang sifatnya terhabiskan (non-renewable) dan terbarukan (renewable). Minyak bumi (oil), gas alam (natural gas), dan batubara (coal) termasuk kategori terhabiskan. Sedangkan panas bumi, matahari, angin, air, dan bio-energi termasuk kategori terbarukan. Konsumsi energi primer Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat, dari
A B C D E F G H I J K L
Total konsumsi Energi setahun (kWh) 50,607,823.88 54,012,020.70 181,058,387.83 53,318,401.80 74,760,216.57 154,824,840.47 232,987,188.78 228,348,198.59 240,539,362.78 230,574,031.99 66,957,637.57 175,639,778.00 Minimum Rata-rata Maksimum
Produksi semen setahun (ton)
SEC (kWh/ton semen)
548,345.83 531,744.02 2,190,269.01 646,799.00 738,132.29 1,594,705.21 2,421,734.38 2,710,890.54 2,650,225.33 2,624,784.71 708,425.93 1,832,942.03
92.29 101.58 82.66 82.43 101.28 97.09 96.21 84.23 90.76 87.84 94.52 95.82 82.43 92.23 101.58
940,04 juta SBM pada tahun 2000 menjadi 1440,22 juta SBM pada 2010 (dengan biomasa), atau meningkat rata-rata 5,6% per tahun (lihat Gambar 2.3).
7
204
World best practice (kWh/ton semen)
77.00
Tabel 7.1.3. Data kapasitas, jumlah produksi, konsumsi energi, dan
1,600
KES masing-masing Cemen Mill
A B C D E F G H I J K L
Unit Cement Mill
A B C1 C2 D E F1 F2 G1 G2 H1 H2 I1 I2 J1 J2 K L Minimum Rata-rata Maksimum
Konsumsi Energi (kWh setahun)
SEC (kWh/ton semen)
Produksi (Ton semen setahun)
18,686,194.0 21,586,930.0 39,958,700.0 39,278,202.0 26,977,986.3 21,082,229.3 26,209,615.4 31,609,125.9 44,856,037.1 47,614,868.6 38,187,824.8 42,094,212.7 44,019,590.8 44,682,772.7 36,656,485.3 39,675,517.6 13,947,906.3 44,293,614.0
432,561.0 472,390.2 900,216.5 892,378.2 646,799.0 496,286.0 656,718.0 862,930.0 1,156,978.0 1,269,053.0 1,060,279.9 1,192,965.7 1,327,979.9 1,354,942.4 1,084,719.8 1,172,351.4 354,374.3 1,334,145.0
1,200
World best practice (kWh/ton semen)
43.20 45.70 44.39 44.02 41.71 42.48 39.91 36.63 38.77 37.52 36.02 35.29 33.15 32.98 33.79 33.84 39.36 33.20 32.98 38.44 45.70
Juta SBM
Pabrik Semen
1,400
Minyak
Gas
Batubara
Biofuel
Biomasa
Panas Bumi
Tenaga Air
1,000 800 600 400
25.00
200 0 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Sumber: Pusdatin ESDM, 2011
Gambar 2.3 Konsumsi Energi Primer Indonesia Menurut Jenis
Tipe mill yang digunakan adalah tube mill, vertical roller dan roller press. Dari ketiga jenis ini, nampaknya konsumsi energi per produk pada roller press adalah paling rendah. Ini terlihat dari nilai KES di unit Cement Mill I2, yakni 32,98 kWh/ton semen. Tenaga Air 3%
Nilai KES berada pada rentang 32,98 – 45,70 kWh/ton semen dan harga rata-
Panas Bumi 1%
ratanya 38,98 kWh/ton semen. Diantara 19 cemen mill yang di survei terlihat bahwa ada 10 cemen mill yang memiliki nilai KES lebih rendah dari 38,98 kWh/ton semen, yakni Cement Mill
F2, G1, G2, H1, H2, I1, I2, J1, dan J2, yang semuanya
Biomasa 20%
Minyak 34% 3% 1%
berkapasitas 215 ton per jam dan menggunakan mill tipe roller press.
40%
2010 Konsumsi Energi (kWh setahun) Produksi (Ton semen setahun)
Konsumsi Energi Listrik (GWh)
60
29%
2000 17%
0% 10%
Biofuel 2%
50
Batubara 20%
40 30
Gas 20%
20 10
Sumber: Pusdatin ESDM, 2011
A
B
C1
C2
D
E
F1
F2
G1
G2
H1
H2
I1
I2
J1
J2
K
L
Cement Mill (unit)
Gambar 2.4 Pangsa Energi Primer Menurut Jenis
Gambar 7.1.4. Grafik konsumsi energi vs. produksi semen 18 unit Cement Mill
203
8
Minyak masih mendominasi bauran energi primer Indonesia, meskipun telah terjadi
kualitas bahan baku, dan juga teknologi mesin yang digunakan. Kapasitas, produksi,
penurunan. Pangsa minyak pada tahun 2010 masih berkisar 34% dengan biomasa
konsumsi energi, KES dan teknologi yang digunakan masing-masing pabrik
atau 43,12% tanpa biomasa. Kita tahu bahwa pemerintah dengan Kebijakan Energi Nasional yang dibuat menargetkan bahwa pangsa minyak pada tahun 2025 bisa
30% (tanpa biomasa). Pangsa kedua jenis energi tersebut pada tahun 2010 adalah hampir sama sekitar 20%. Penurunan pangsa minyak yang disertai dengan kenaikan pangsa gas dan batubara (lihat Gambar 2.4) merupakan dampak dari program pemerintah untuk mengurangi ketergantungan terhadap minyak dengan melakukan diversifikasi dan konservasi energi.
3,000,000
Produksi klinker pertahun(ton)
90
Konsumsi Energi Listrik (GWh)
batubara dan gas pada tahun yang sama diharapkan naik hingga lebih dari 33% dan
Konsumsi Energi setahun(kWh)
100
2,500,000
80 70
2,000,000
60 1,500,000
50 40
1,000,000
30 20
Produksi klinker (ton)
ditekan menjadi hanya kurang dari 20% (tanpa biomasa). Sebaliknya pangsa
500,000
10 -
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
L
Kiln Mill (unit)
Jika dijumlah seluruhnya, hampir 50% sumber energi Indonesia diekspor ke luar negeri. Hal ini bisa dilihat pada Gambar 2.5. Suplai energi primer Indonesia pada
Gambar 7.1.3. Hubungan konsumsi energi vs. produksi klinker
tahun 2010 adalah 1440,22 juta SBM, sedangkan ekspor energy pada tahun yang sama
adalah
1308.20
juta
SBM.
Hal
ini
merupakan
potret
yang
tidak
menggembirakan mengingat kondisi suplai energi untuk keperluan domestik yang
7.1.4.3 Konsumsi Energi Listrik Spesifik pada Proses Produksi di Unit Finish /Cement Mill
masih bermasalah atau dengan kata lain mengalami kekurangan pasokan. Kebijakan pemerintah yang tepat sangat diperlukan untuk segera mengubah
Cement mill merupakan akhir proses dari proses pembuatan semen. Pada cement
orientasi ekspor menjadi domestik dengan menyiapkan infrastruktur energi yang
mill, klinker yang merupakan komponen utama digiling bersama-sama dengan
diperlukan mengingat bahwa impor energi dari tahun ke tahun semakin meningkat
gipsum, tanah liat dan bahan tambahan lainnya untuk menghasilkan semen. Semen
khususnya produk kilang seperti BBM. Ketidak seimbangan antara pasokan dan
yang telah dihasilkan kemudian dipak dalam kantong atau dikirim dalam bentuk
kebutuhan energy di Indonesia merupakan permasalahan yang sangat serius hingga
curah. Energi yang digunakan pada proses di cement mill semuanya adalah energi
saat ini.
listrik. Data konsumsi energi, produksi dan KES masing-masing cement mill Secara lengkap disajikan pada Tabel 7.1.3. Konsumsi energi dan produksi 18 unit cement mill dan nilai KESnya ditampilkan dalam bentuk grafik dalam Gambar 7.1.4.
9
202
Terlihat nilai KES yang paling rendah adalah Kiln C yakni 29,03 kWh/ton klinker, sedang Kiln L mempunyai nilai KES 33,26 kWh/ton klinker. Sedangkan kiln yang memiliki kapasitas terbesar adalah kiln G, I dan J, dengan kapasitas 7.800 ton per hari. Kapasitas, konsumsi energi, produksi dan SEC serta teknologi yang digunakan
Tabel 7.1.2. Data kapasitas, jumlah produksi, konsumsi energi, dan KES masing-masing pabrik di unit Kiln Mill
Pabrik Unit Kiln Semen Mill
Konsumsi Energi setahun(kWh)
Produksi klinker pertahun(ton)
SEC (kWh/ton klinker)
A
A
15,603,527.5
526,412.0
29.64
B
B
16,296,115.0
510,474.3
31.92
C
C
61,038,600.0
2,102,658.2
29.03
D
D
14,086,229.7
360,446.0
39.08
E
E
27,912,029.7
708,607.0
39.39
F
F
58,419,792.7
1,530,917.0
38.16
G
G
86,533,000.0
2,324,865.0
37.22
H
H
76,960,601.7
2,277,614.7
33.79
I
I
80,120,781.1
2,355,800.7
34.01
J
J
81,686,748.2
2,389,899.0
34.18
K
K
29,688,815.3
890,309.8
33.35
L
67,924,084.0
2,042,209.0
33.26
L
Minimum Rata-rata Maksimum
World best practice (kWh/ton klinker)
22.00
29.03 34.42 39.39
Nilai KES unit kiln berada pada rentang 29,03 – 39,39 kWh/ton klinker, dan ratarata 34,42 kWh/ton klinker.
Variasi KES disebabkan oleh adanya perbedaan
kapasitas terpasang,produktivitas, kualitas bahan baku dan pengoperasian pabrik. Ada kecenderungan kapasitas yang besar memiliki KES lebih baik atau lebih rendah dibanding dengan kapasitas kecil dan utilisasi untuk berproduksi mendekati kapasitas terpasangnya. Secara teoritis bila jumlah produksi lebih banyak pada priode yang sama untuk mesin raw mill yang sama, pada umumnya memiliki KES yang lebih baik. Hal lain yang membuat perbedaan KES adalah running time, yield,
201
10
Gambar 7.1.3.
Gambar 2.5 Neraca Energi Indonesia Tahun 2010
bentuk grafik hubungan antara konsumsi energi dengan produksi disajikan pada
Sumber: Pusdatin ESDM, 2011
masing-masing pabrik secara lengkap diperlihatkan pada Tabel 7.1.2, dan dalam
Hingga saat ini pemanfaatan energy alternatif masih jauh dari yang diharapkan.
rawmeal.
Tingkat
terpasang, kualitas bahan baku dan pengoperasian pabrik. Ada kecenderungan
konsumsi
energy
terbarukan
atau
alternatif
masih
sangat
sedikit
dibandingkan dengan potensi yang ada, yaitu baru sekitar 6%.
kapasitas yang besar memiliki KES lebih baik atau lebih rendah dibanding dengan
Pemanfaatan energy terbarukan seperti panas bumi, surya, angin dan biomasa masih terbatas pada pembangkit listrik. Dibutuhkan komitmen pemerintah untuk segera
meningkatkan
porsi
penggunaan
energy
terbarukan
Variasi KES kemungkinan disebabkan oleh perbedaan kapasitas
dalam
bentuk
perumusan kebijakan dan regulasi yang tepat. Kebijakan feed in tariff merupakan hal yang sudah diterapkan diberbagai negara untuk mempromosikan energi terbarukan
kapasitas kecil dan utilisasi untuk berproduksi mendekati kapasitas terpasangnya. Secara teoritis bila jumlah produksi lebih banyak pada priode yang sama untuk mesin raw mill yang sama, pada umumnya memiliki KES yang lebih baik. Hal lain yang membuat perbedaan KES adalah running time, yield, kualitas bahan baku, dan juga teknologi mesin yang digunakan.
atau alternatif. Permasalahan non teknis seperti tumpang tindih lahan dan koordinasi dalam hal kewenangan menjadi kendala yang serius dalam mengembangkan energi terbarukan seperti misalnya panas bumi atau geothermal. Insentif berupa fiskal maupun non fiskal juga akan memberikan ruang bagi energi alternatif untuk bisa bersaing dengan energi fosil yang lebih murah.
7.1.4.2 Konsumsi Energi Listrik Spesifik pada Proses Produksi di Unit Kiln Proses pembuatan klinker di Kiln melalui proses kimia. Dasar proses kimia pembuatan semen dimulai dengan pemecahan kalsium karbonat (CaCO3) pada
Hingga saat ini sektor kelistrikan masih didominasi oleh batubara, gas dan minyak
temperatur 900°C membentuk kalsium oksida (CaO) dan melepaskan gas karbon
bumi sebagai bahan bakar pembangkit listrik, baik yang dimiliki PLN maupun swasta
dioksida (CO2); proses ini dikenal sebagai kalsinasi. Proses selanjutnya adalah
atau IPP (Independent Power Producer). Gambar 2.6 memperlihatkan peranan
proses klinkerisasi di mana kalsium oksida bereaksi pada temperatur tinggi (1400-
energi fosil dan terbarukan sebagai bahan bakar pembangkit dan besar energi yang
1500°C) dengan silika, aluminium oksida, dan ferro-oksida untuk membentuk silikat,
dibangkitkan dari tahun 2010 hingga 2010. Peranan energi terbarukan baru terbatas
aluminat, dan ferrite zat kapur, yang disebut dengan klinker atau terak.
pada panas bumi dan tenaga air, sedangkan pemakaian energi surya, angin dan biomasa masih sangat kecil. Total energi listrik yang dibangkitkan oleh energi alternatif tersebut pada tahun 2010 adalah 25,3 TWh atau sekitar 15% dari total listrik yang dipasok sebesar 167,8 TWh.
Total konsumsi energi listrik pada 12 pabrik untuk memproduksi klinker sebanyak 18.020.213 ton adalah 616,270,324.86 kWh. Unit kiln Mil A dan B memiliki kapasitas produksi yang sama yakni 1900 ton per hari. Namun demikian produksi dan konsumsi energi spesifiknya berbeda. Kiln A sedikit lebih efisien dibanding dengan dengan kiln B. Kiln D, E dan K mempunyai kapasitas sama yakni 2200 ton per hari. Teknologi yang digunakan juga sama yakni 1 string, 4 stages. Walaupun demikian produksi kiln K jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kiln D dan E. Nilai konsumsi energi spesisifiknya juga lebih baik yakni 33,35 kWh/ton klinker. Nilai konsumsi energi spesisifik Kiln D dan E masing-masing 39,08 kWh/ton klinker dan 39,39 kWh/ton klinker. Kiln C, H dan L menggunakan teknologi 2 strings dan 4 stages, dengan kapasitas produksi yang sama yakni 7500 ton per hari. Terlihat bahwa diantara ketiga kiln tersebut yang paling tinggi produksinya adalah kiln H dengan produksi 2.277.614 ton klinker pertahun, namun demikian bukan berarti bahwa kiln tersebut paling efisien.
11
200
180
Tabel 7.1.1. Data kapasitas, jumlah produksi, konsumsi energi,
Pabrik Semen
Konsumsi Unit Raw Energi setahun Mill (kWh)
A B C
A B C1 C2 D E F1 F2 G1 G2 H I J K L
D E F G H I J K L
World best practice (kWh/ton rawmeal)
SEC Produksi rawmeal setahun (kWh/ton raw meal) (ton)
16,318,102.42 16,128,975.70 35,447,211.28 28,528,700.00 12,254,185.83 25,765,957.56 17,872,293.12 20,714,013.35 26,810,976.67 27,172,306.50 71,105,559.41 71,716,218.13 72,555,280.95 23,320,916.00 63,422,080.00
811,034.29 732,135.32 1,535,068.05 1,507,305.12 512,513.00 1,060,764.00 846,226.00 1,074,307.00 1,737,587.60 1,828,553.60 3,511,385.65 3,642,266.03 3,692,380.71 1,069,266.14 3,171,104.00
20.12 22.03 23.09 18.93 23.91 24.29 21.12 19.28 15.43 14.86 20.25 19.69 19.65 21.81 20.00 14.86 20.30 24.29
Minimum Rata-rata Maksimum
TWh
dan KES masing-masing pabrik di Raw Mill
160
Angin
140
Surya
120
Biomasa
100
BBM
80
Gas Bumi
60
Batubara
40
Panas Bumi
20
Tenaga Air
0 18.00
Sumber: Pusdatin ESDM, 2011
Gambar 2.6 Produksi Energi Listrik Menurut Jenis Bahan Bakar Pembangkit
Melalui program “Percepatan Pembangkit 10.000 MW Tahap I atau Proyek PerPres 71”, sesuai Peraturan Presiden No.71 tahun 2006, PLN diberi tugas untuk membangun sejumlah proyek pembangkit listrik berbahan bakar batubara di Indonesia. Sedangkan untuk meningkatkan peran energi terbarukan khususnya
Konsumsi Energi setahun (kWh) Produksi rawmeal setahun (ton)
3,500,000
60
3,000,000
50
2,500,000
40
2,000,000
30
1,500,000
20
1,000,000
10
500,000
-
-
Konsumsi Energi Listrik (GWh)
70
A
B
C1
C2
D
E
F1
F2
G1
panas bumi dan tenaga air, Proyek Percepatan Pembangkit 10.000 MW Tahap I
4,000,000
G2
H
I
J
K
Produksi rawmeal (ton)
80
L
diteruskan dengan 10.000 MW Tahap II yang seluruhnya merupakan pembangkit bertenaga panas bumi dan tenaga air. Dari sisi pelanggan listrik, rasio elektrifikasi Indonesia baru mencapai sekitar 66,51% pada tahun 2010. Dengan adanya program percepatan pembangkit listrik 10.000 MW tahap I dan II diharapkan rasio kelistrikan di Indonesia bisa ditingkatkan hingga 100% pada tahun 2020.
Raw Mill
Realisasi penjualan tenaga listrik PLN pada tahun 2010 adalah 147,3 TWh atau Gambar 7.1.2. Hubungan konsumsi energi vs. Produksi rawmeal
tumbuh rata-rata 6,4% selama sepuluh tahun teralhir. Sektor rumah tangga, industry dan komersial masih merupakan pelanggan utama dengan pangsa sekitar 93,7% dari total penjualan listrik pada tahun 2010 (lihat Gambar 2.7).
Dari Tabel 7.1.1, kolom 6 terlihat bahwa nilai KES dari unit raw mill yang disurvei berada pada rentang 14,86 – 24,2 kWh/ton rawmeal, dan rata-rata 20,30 kWh/ton 199
12
7.1.4
160 140 120
Pemerintahan Penerangan Jalan Komersial
Sosial Industri Rumah Tangga
7.1.4.1 Konsumsi Energi Listrik Spesifik pada Proses Produksi di Unit Raw Mill
TWh
100
Konsumsi energi listrik spesifik terbaik di proses produksi raw mill adalah 14,86
80
kWh/ton raw meal. Ada beberapa pabrik semen yang memiliki 2 unit Raw Mill (RM)
60
dengan kapasitas yang berbeda. Pabrik Semen A, B, D, E, F memiliki kapasitas
40
produksi raw meal 160 ton per jam. Walaupun kelima unit pabrik tersebut memiliki
20 0 2000
Hasil Audit Energi dan Pembahasan
kapasitas yang sama, namun tipe teknologi yang digunakan berbeda. Pabrik Semen 2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
C dan G masing-masing memiliki 2 unit RM yang identik dengan kapasitas yang sama yakni 310 ton perjam. Pabrik semen F, memiliki 2 unit RM yang berbeda, satu unit berkapasitas 160 ton per jam, dan unit lainnya 240 ton per jam. Pabrik H dan L
Sumber: Pusdatin ESDM, 2011
masing-masing memiliki hanya satu unit RM dengan kapasitas 570 ton/jam.
Gambar 2.7 Penjualan Listrik PLN Menurut Kelompok Pelanggan
Pabrik yang mempunyai RM terbesar adalah pabrik I dan J dengan kapasitas 600 ton perjam. Tabel 1 memperlihatkan kapasitas produksi, konsumsi energi, produksi
Selain diversikasi, peluang penghematan energi pada sisi suplai masih cukup besar, khususnya pada pembangkit listrik dan kilang minyak. Banyak pembangkit dan kilang minyak di Indonesia yang sudah cukup tua dan memerlukan perbaikan atau retrofit agar bisa kembali mempunyai kinerja yang tinggi atau efisien. Konsumsi energi final Indonesia lainnya juga terus mengalami kenaikan seiring dengan semakin meningkatnya kegiatan ekonomi di semua sektor baik industri, transportasi, rumah tangga dan komersial. Dengan kenaikan rata-rata per tahun 3,3% (4,5% tanpa biomasa), konsumsi energi final Indonesia pada tahun 2010 mencapai 1.081,4 juta SBM. Bahan bakar minyak masih mendominasi konsumsi energi final Indonesia hingga tahun 2010 dengan pangsa 33,6% (45,8%, tanpa biomasa), diikuti oleh biomasa 26,7%, batubara 12,6, gas bumi 10,7%, listrik 8,4%, dan sisanya disumbang oleh LPG, produk BBM lainnya, dan briket (lihat Gambar 2.8). Peranan BBM yang masih tinggi disumbang oleh sektor transportasi yang masih mangandalkan BBM sebagai bahan bakar kendaraan bermotor. Peran BBM pada tahun 2010 telah mengalami penurunan apabila dibandingkan dengan tahun 2009. Untuk mengurangi ketergantungan BBM pada sektor transportasi, pemerintah perlu segera merealisasikan penggunaan BBG untuk transportasi. BBG sektor transportasi 13
rawmeal dan teknologi raw mill yang digunakan pada masing-masing pabrik. Hubungan antara energi listrik yang digunakan dan produksi rawmeal dibuat dalam bentuk diagram batang dan ditampilkan pada Gambar 7.1.2. Gambar terebut memperlihatkan hubungan konsumsi energi dalam bentuk diagram batang dengan jumlah produksi dalam diagram garis. Secara teroritis apabila produksi tinggi, maka jumlah energi yang dikonsusmsi juga mestinya tinggi pula. Demikian pula sebaliknya bila produksi rendah, maka konsumsi energi juga rendah. Bila konsumsi energi vs produksi raw meal pada masing-masing pabrik diperbandingkan, terlihat bahwa Pabrik semen G, memiliki performance terbaik dibanding dengan Raw Mill pada pabrik lainnya. Ini terlihat jelas bahwa jumlah produksi lebih tinggi bila dibandingkan dengan jumlah konsumsi energinya. Hal semacam ini juga terjadi pada Raw Mil C1, F2, H, I, J dan L. Jadi dapat disimpulkan bahwa ada 8 Raw Mill yang memiliki performance di atas rata-rata. Sedangkan Raw Mill A, B, D dan K mempunyai keseimbangan konsumsi energi dengan produksi. Artinya penggunaan energi relatif sama dengan jumlah produksi. Namun hanya ada 2 unit Raw Mill yang grafik produksinya di bawah jumlah energi yang dikonsumsi, yakni Raw Mill C1 dan E.
198
semen mill hingga pengepakan. Energi termal dipergunakan pada proses pembuatan
memerlukan
klinker. Penggunaan energi pada proses produksi semen dapat dilihat pada Gambar
membangkitkan minat para investor untuk mau membangunan SPBG dan membuat
7.1.1.
kit converter. Kontinuitas pelayanan purna jual dan jaminan ketersediaan suplai gas
Secara garis besar penggunaan energi termal pada industri semen adalah sebagai berikut :
dukungan
kebijakan
harga
dan
kemudahan
investasi
yang
juga perlu diperhatikan. Sosialisasi awal dengan membagikan kit converter secara gratis juga perlu dipertimbangkan untuk mensukseskan program substitusi BBM dengan BBG. Mengingat bahwa penerapan pendekatan seperti ini telah terbukti
x
Untuk proses pembakaran klinker pada Kiln, termasuk di dalamnya
sangat sukses pada saat pemerintah melakukan program substitusi minyak tanah
preheater dan precalciner.
dengan LPG. Diperlukan juga penyediaan transportasi umum masal yang aman,
x
Untuk proses pengeringan raw material pada raw mill
x
Untuk proses pengeringan batubara pada coal mill
x
Sisanya terbawa oleh klinker keluar, exhaust gas
nyaman dan cepat, agar terjadi pengalihan penumpang dari kendaraan pribadi ke transportasi umum masal. Selain BBG, pemanfaatan seperti biogas dan briket batubara juga merupakan alternatif bagi sektor rumah tangga atau industry kecil untuk mendapatkan sumber energi yang murah. Kita perlu mencontoh China yang sukses menerapkan penggunaan briket batubara baik di daerah perdesaan maupun di perkotaan.
2010 2009 2008 2007
Biomasa
2006
Batubara
2005
Gambar 7.1.1. Penggunaan energi pada proses produksi semen
Gas Bumi
2004
BBM
2003
Non BBM
2002
Briket
2001
LPG
2000
Listrik -
200
400
600
800
1,000
1,200
Juta SBM Sumber: Pusdatin ESDM, 2010
Gambar 2.8 Konsumsi Energi Final Menurut Jenis Energi
197
14
Bila dilihat menurut sektor pengguna, telah terjadi pergeseran pangsa konsumsi
7.1.3
Penggunaan Energi pada Proses Produksi Semen
energi final pada beberapa sektor seperti sektor rumah tangga, industry dan transportasi. Pangsa sektor rumah tangga yang pada tahun 2000 mencapai 38%,
Proses produksi dari bahan baku seperti batu kapur, tanah liat dan pasir silika hingga
turun menjadi 30% pada tahun 2010 (dengan biomasa). Sebaliknya sektor industry
menjadi semen memerlukan energi. Bahan mentah yang digunakan dalam
dan transportasi naik menjadi 33% dan 23% pada tahun yang sama dari 32% dan
pembuatan semen adalah batu kapur, batu silika, tanah liat dan pasir besi serta
18% pada tahun 2000. Peningkatan konsumsi energi pada sektor transportasi yang
bahan-bahan tambahan lainnya tergantung jenis produk yang diinginkan. Bahan
cukup signifikan disebabkan oleh kegiatan ekonomi yang semakin meningkat
mentah tersebut dihancurkan dan digiling di Raw Mill, kemudian dicampur
khususnya industri manufaktur dan jasa yang berimbas pada mobilitas barang, jasa
dipanaskan di dalam sistem pemanas awal (cyclone) untuk pemisahan zat kapur
dan individu. Sektor seperti komersial dan lainnya juga mengalami peningkatan
karbonat dengan kapur oksida. Kemudian bahan baku dimasukkan ke tanur putar
konsumsi meskipun dari segi pangsa relatif konstan. Penggunaan energi bukan
(kiln) untuk dipanaskan sehingga terjadi reaksi antara zat kapur oksida dan unsur-
sebagai bahan bakar tetapi sebagai bahan baku seperti pada industri pupuk dan
unsur lain membentuk zat kapur silikat dan aluminat pada temperatur sampai
petrokimia atau kilang minyak juga mengalami kenaikan baik dari besar konsumsi
1450oC, proses ini disebut clinker burning. Hasil pembakaran berupa butiran hitam
maupun pangsa (lihat Gambar 2.9).
yang disebut terak atau klinker. Bahan bakar utama untuk menghasilkan panas
dan
adalah batubara. Proses selanjutnya adalah penggilingan klinker di cement mill dengan menambahkan Lainnya 3% Transportasi 23%
Penggunaan Non Energi 8%
sejumlah bahan tambahan seperti gipsum pada perbandingan tertentu. Hasil dari penggilingan ini adalah semen yang siap untuk dijual ke pasaran dalam kemasan Industri 33%
4% 5% 18% 3%
32%
2000 2010 38%
Komersial 3%
Rumah Tangga 30%
Sumber: Pusdatin ESDM, 2011
kantong maupun curah. Secara garis besar, produksi semen terdiri dari 5 tahap proses , yaitu : x
Penggerusan (Crusher)
x
Penggilingan bahan baku (Raw Mill)
x
Produksi klinker (Pyro-processing)
x
Penggilingan akhir (Finish Mill/Cement Mill)
x
Pengepakan / pengantongan (Packer)
Gambar 2.9 Pangsa Konsumsi Energi Final Menurut Sektor (Dengan Biomasa) Secara garis besar, konsumsi energi di industri semen dikelompokkan ke dalam 2 Peluang konservasi dan efisiensi energi pada sisi kebutuhan lebih besar daripada
jenis yakni energi listrik dan energi termal. Energi listrik dipergunakan hampir pada
sisi suplai. Penggunan peralatan pada rumah tangga, komersial dan industry yang
semua proses produksi, terutama pada proses pemecahan batu, raw mill, kiln,
15
196
x
KES Listrik Kiln (kWh/ton klinker).
boros energi masih banyak dijumpai. Hal ini ditandai dengan intensitas energi yang
Konsumsi listrik dihitung berdasarkan penggunaan energi listrik pada proses produksi Kiln (termasuk Coal Mill dan Preheater ID Fan). x
terakhir yang menunjukkan penggunaan energi yang masih boros. Hal ini akan dijelaskan lebih detil pada sub-bab berikut ini.
KES Listrik Finish Mill (kWh/ton semen). Konsumsi listrik dihitung berdasarkan penggunaan energi listrik pada
x
tinggi serta elastisitas energi yang rata-rata masih diatas 1 dalam beberapa tahun
proses produksi Finish Mill atau Cement Mill.
2. 3. Intensitas dan Elastisitas Energi
KES Listrik Line Raw Mill –Kiln Mill (kWh/ton semen).
Menurut definisi yang diberikan oleh PBB, Departemen Ekonomi dan Sosial,
Total konsumsi energi listrik yang digunakan dari proses produksi Raw Mill hingga Cement Mill untuk memproduksi semen.
intensitas energi menunjukkan jumlah energi yang digunakan untuk memproduksi satu unit output ekonomi, biasanya dinyatakan dalam rasio energi yang digunakan dengan PDB. Dalam hal ini, bisa juga disebut "intensitas energi agregat". Nilai
x
KES Termal (kkal/kg-klinker).
intensitas energi yang ditampilkan pada Gambar 2.10 dihitung dengan menggunakan
Perhitungan kkal dilakukan berdasarkan konsumsi batubara halus yang diumpan ke dalam kiln dikalikan dengan nilai kalor tinggi (HHV) atau nilai kalor kotor dari batubara yang digunakan. Apabila ada bahan bakar lain yang digunakan, maka dipakai nilai kalor bahan bakar
yang
dimaksud,
sehingga
nilai
kkal
merupakan
nilai
penjumlahan dari kkal batubara dan kkal bahan bakar lainnya tersebut. x
data makroekonomi yang diterbitkan oleh BPS dan data energi yang disediakan oleh Pusdatin, ESDM. Gambar 2.10 menunjukkan bahwa volume konsumsi energi (dalam SBM) yang dibutuhkan untuk menghasilkan senilai 1 milyar rupiah PDB dipertahankan pada tingkat kisaran 480 – 500 SBM selama periode tahun 2000 hingga 2010. Meskipun demikian pada 3 tahun terakhir terlihat adanya tren kenaikan dari 417 menjadi 485 SBM/milyar rupiah. Hingga saat ini, konsumsi energi primer per kapita di Indonesia sebenarnya masih
KES Energi Line Raw Mill -Finish Mill (GJ/ton semen).
tergolong rendah bila dibandingkan dengan negara-negara lainnya khususnya negara maju dan negara-negara ASEAN seperti Singapura, Malaysia dan Thailand.
7.1.2.4
Total energi yang digunakan dari proses produksi Raw Mill hingga
Meskipun demikian, pertumbuhannya menunjukkan tren meningkat, dari 3,25
Finish Mill, baik termal maupun listrik, dibagi dengan produksi
SBM/kapita pada tahun 2000 menjadi 4,73 pada tahun 2010 (tanpa biomasa) seperti
semen.
terlihat pada Gambar 2.10.
Benchmarking
Nilai-nilai minimum, rata-rata dan maksmum konsumsi energi spesifik baik listrik maupun termal dibuat dalam bentuk tabulasi dan grafik dan dibandingkan dengan best practice yang ada. Nilai KES terbaik ataupun rata-rata
dijadikan sebagai Benchmarking untuk industri Semen. Nilai
tersebut juga akan dibandingkan dengan nilai benchmarking industri semen di beberapa negara. 195
16
Intensitas Energi Primer 600.00
survei.
5.00
500.00
7.1.2.2
4.00
400.00 3.00 300.00 2.00 200.00
SBM/Kapita
SBM/Milyar Rupiah (Konstan 2000)
koordinasi dengan pabrik yang akan disurvei serta penyusunan jadwal
Konsumsi Energi Primer per Kapita
Survei dan Pengumpulan Data
Pada penelitian ini, metode pengumpulan data dilakukan dengan survei langsung ke lapangan dan pemanfaatan beberapa data sekunder. Survei dilakukan pada 12 pabrik semen yang telah dipilih. dikumpulkan
1.00
100.00
-
0.00 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Data-data yang
meliputi : data proses produksi, data disain peralatan
terpasang berikut pola operasinya, data produksi bulanan dan tahunan, data pemakaian bahan baku dan produk yang dihasilkan serta data-data historis yang tersedia di pabrik yang dikunjungi. Data sistem kelistrikan yang meliputi one line diagram dan data penggunaan energi listrik, data penggunaan energi termal yang berasal dari batu bara, gas, dan bahan
Sumber: BPS dan Pusdatin ESDM, 2011
Gambar 2.10
Konsumsi Energi Primer Per Kapita dan Intensitas Energi Primer (Tanpa Biomasa)
bakar minyak. Verifikasi data yang dilakukan saat survei adalah bila ditemukan data-data yang kurang lengkap. Verifikasi pencatatan energi pada masing-masing proses juga dilakukan untuk menambah informasi dalam menganalisis.
Konsumsi energi primer per produk domestik bruto (PDB) atau intensitas energi (primer) merupakan salah satu indikator untuk melihat apakah pemanfaatan energi di suatu negara sudah cukup produktif atau belum (boros). Dari Gambar 2.10 terlihat
7.1.2.3
Analisis dan Pengolahan Data
bahwa intensitas energi Indonesia menunjukkan adanya penurunan dari tahun 2000
Pengelompokan penggunaan energi listrik berdasarkan proses produksi
hingga 2008 dan kembali naik hingga tahun 2010. Intensitas energi pada tahun 2000
sebagian besar telah didesain secara dan dilakukan oleh beberapa pabrik
sebesar 483 SBM/milyar rupiah (konstan 2000). Sedangkangkan pada tahun 2010
yang bersangkutan. Data pemakaian energi listrik, data pemakaian bahan
adalah 485 SBM/milyar rupiah (konstan 2000). Hal tersebut mengindikasikan
bakar, modifikasi proses yang pernah dilakukan sebelumnya, serta
pemanfaatan energi di Indonesia belum produktif. Bila dibandingkan dengan
permasalahan-permasalahan yang sering muncul dalam proses produksi
beberapa negara maju yang konsumsi energi per kapitanya lebih tinggi, intensitas
kemudian dievaluasi. Model perhitungan Konsumsi energi spesifik
energi mereka lebih rendah dari Indonesia (lihat Gambar 2.11). Pada tahun 2009,
dikelompokkan berdasarkan proses dan line proses, seperti berikut ini :
intensitas energi Indonesia berkisar 0,24 KTOE/USD Konstan 2005. Sedangkan Jepang, Jerman, Thailand, dan Malaysia pada tahun yang sama berturut-turut
x
KES Listrik Raw Mill (kWh/ton raw meal).
adalah 0,12; 0,12; 0,23; dan 0,22 KTOE/USD Konstan 2005 (IEA, 2010). Tingkat
Konsumsi listrik dihitung berdasarkan penggunaan energi listrik pada
intensitas energi primer dihitung dengan membagi volume penggunaan energi
proses produksi Raw Mill baik penggerak utama (main drive)
nasional dalam Kilo Ton Oil Equivalent (KTOE) dengan nilai Produk Domestik Bruto
maupun peralatan-peralatan produksi pada tegangan rendah pada
(dalam USD 2005). Hal ini bisa dijelaskan bahwa selain penggunaan energi yang
area Raw Mill.
17
194
menentukan suatu acuan atau standar yang didapat dijadikan target, dan setiap
lebih hemat, pertumbuhan PDB di negara maju tidak hanya didorong oleh industry
orang yang terlibat langsung maupun tidak langsung dapat mendukung target
manufaktur yang padat energi tetapi juga oleh industri jasa yang lebih padat modal.
tersebut, hal ini akan meningkatkan efisiensi penggunaan energi yang pada akhirnya
Meskipun demikian, hingga saat ini belum ada kesepakatan atau konsensus
terjadi penghematan energi dan biaya serta memperbaiki unjuk kerja perusahaan.
mengenai metodologi perhitungannya, apakah berdasar PDB atau PPP (Purchasing
Benchmarking juga satu perangkat (tool) peningkatan produktivitas sehari-hari untuk
Power Parity).
dalam menyediakan
informasi untuk membantu tim manajemen dalam usaha
meningkatkan daya saing perusahaan. Dalam rangka untuk menghitung benchmarking, diperlukan data total konsumsi energi (elektrik dan termal) demikian pula data total produksi. Bila memungkinkan
0.35
World
0.30
Europe
0.25
United States China
0.20
Japan
konsumsi energi spesifik (KES) di sub-proses. Hal ini akan membantu untuk mengidentifikasi penyebab pemborosan selama proses produksi. Tulisan ini menyajikan konsumsi penggunaan listrik dan energi termal di 12 pabrik semen.
Kajian
penggunaan energi meliputi profil pemakaian energi listrik dan
termal, neraca energi listrik dan energi termal, serta konsumsi energi spesifik disingkat KES. Nilai KES
merupakan perbandingan pemakaian energi listrik per
satuan produk (kWh/ton) di masing-masing tahapan proses, mulai dari raw mill, kiln, finish mill, dan dari raw mill sampai finish mill. Konsumsi energi spesifik untuk termal
KOE/ $ 2005 PPP
ada baiknya untuk menghitung konsumsi energi setiap unit terhadap produksi, atau
India 0.15 South Korea 0.10
Thailand Indonesia
0.05
Malaysia 0.00 2006
2007
2008
2009
difokuskan pada proses pembuatan klinker di kiln mill. Nilai KES ini digunakan untuk membenchmarking penggunaan energi listrik dan thermal, dan selanjutnya dibandingkan dengan world best pactice yang ada.
Sumber: IEA, 2010
Gambar 2.11
7.1.2
Intensitas Energi Primer Beberapa Negara Maju dan ASEAN
Metode Audit Energi pada Industri Semen Indikator lain untuk mengetahui peranan energi dalam pembangunan adalah
7.1.2.1
Persiapan dan Studi literatur
elastisitas energi yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan tahap industrialisasi
suatu
negara.
Umumnya,
semakin
tinggi
elastisitas
energi
Sebelum pengumpulan data dilakukan persiapan yang mencakup:
menunjukkan jumlah energi yang dibutuhkan untuk meningkatkan PDB semakin
pengumpulan data-data awal dari literatur mengenai industri semen yang
besar, sebalikya, semakin rendah elastisitas energi menunjukkan jumlah energi yang
ada di Indonesia. Informasi lokasi, proses produksi, kapasitas produksi,
dibutuhkan untuk meningkatkan PDB semakin kecil. Dengan perkataan lain, semakin
dan jenis energi yang digunakan. Penyusunan metoda penghitungan KES,
besar elastisitas energi menunjukkan bahwa negara tersebut boros dalam
studi literatur mengenai metode benchmarking industri semen di dunia,
penggunaan energi, dan semakin kecil elastisitas energi berarti negara tersebut
dan penyiapan kuesioner.
semakin efisien memanfaatkan energinya. Elastisitas energi merupakan rasio antara
Identifikasi data yang dibutuhkan dan 193
18
laju pertumbuhan konsumsi energi (final atau primer, tanpa biomasa) dan laju pertumbuhan ekonomi (PDB). Seperti terlihat pada Gambar 2.12, elastisitas energi
7. PENERAPAN AUDIT ENERGI PADA
SEKTOR INDUSTRI
primer Indonesia berfluktuasi dari kurang dari satu (kadang minus) hingga lebih dari satu. Tentu saja, nilai lebih dari satu berarti laju pertumbuhan energi lebih cepat daripada laju pertumbuhan PDB. Pada tahun 2009 dan 2010, nilai elastisitas energi Indonesia jauh diatas angka satu dengan tren meningkat.
3.5
Penerapan Audit Energi pada Industri Semen
7.1.1
Pendahuluan
Indonesia memiliki
3
sembilan perusahaan besar yang memproduksi semen dari
berbagai macam jenis produk semen. Kesembilan perusahaan tersebut memiliki
2.5
plant yang tersebar di seluruh Indonesia. Di Pulau Jawa ada 6 lokasi dan setiap
2
lokasi memiliki 1 sampai 6 unit pabrik dengan kapasitas produksi yang bervariasi.
1.5
Di luar pulau Jawa ada 4 lokasi yaitu di Sulawesi 2 lokasi, Kalimantan 1 lokasi dan
1
di NTT 1 lokasi. Total kapasitas terpasang adalah
0.5
40.730.000 ton klinker dan
44.890.000 ton semen pertahun (Assosiasi Semen Indonesia, 2008). Proses
0 -0.5
7.1
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
kiln.
-1 -1.5
Untuk meningkatkan efisiensi penggunaan energi pada industri semen maka perlu
Sumber: BPS dan Pusdatin ESDM, 2011
Gambar 2.12
produksi semen di Indonesia sekarang ini umumnya telah menggunakan dry process
Elastisitas Energi Primer (Tanpa Biomasa)
dilakukan benchmarking konsumsi energi spesifik atau dikenal (KES). Benchmarking adalah satu proses berkelanjutan yang memungkinkan perusahaan untuk secara terus-menerus memonitor kinerja mereka. Pencatatan penggunaan energi salah satu hal yang sangat penting dalam usaha mengoptimalkan penggunaan energi dan
Dari indikator-indikator di atas, peluang untuk melakukan penghematan energi di Indonesia masih cukup besar dan tanpa harus mengorbankan peningkatan konsumsi energi yang wajar.
memastikan efisien penggunaan sumber-sumber daya energi. Penggambaran penggunaan energi melalui benchmarking membantu industri dalam mengevaluasi apakah energi yang digunakan sudah efisien. Benchmarking juga dapat digunakan sebagai bahan evaluasi untuk melakukan tindakan peningkatan produktifitas dan efektivitas perusahaan, baik berupa tindakan yang tidak memerlukan biaya hingga perlu investasi yang besar untuk penggunaan teknologi baru yang efisien. Dengan cara mendeteksi dan mengukur pemborosan energi, perusahaan dapat membandingkan tingkat intensitas energi untuk berbagai proses dan memudahkan dalam manajemen energi. Dengan mengetahui penggunaan energi yang paling efektif untuk menghasilkan suatu produk, maka para manager energi
19
192
dapat
2. 4. Proyeksi Kebutuhan Energi Bau (Business As Usual)
5. Temperatur dan Humiditymeter
Jika tanpa melakukan upaya penghematan energi dan penerapan kebijakan energi yang terkait dengan konservasi dan efisiensi energi atau dengan kata lain tetap menerapkan business as usual (BAU), kebutuhan energi Indonesia diperkirakan akan meningkat terus dengan laju pertumbuhan 5% per tahun hingga tahun 2030. Pada periode 2010-2030 permintan energi final secara keseluruhan (termasuk biomasa rumah tangga) diperkirakan meningkat dari 1.080 juta SBM pada tahun
Fungsi : -
2010 menjadi 2.973 juta SBM pada tahun 2030 atau tumbuh rata-rata 5,2% per
Alat untuk mengukur temperatur dan kelembaban udara
tahun. Pada periode tersebut pertumbuhan permintaan energi rata-rata tahunan menurut sektor adalah sebagai berikut: industri 7,5%, transportasi 6,5%, rumah tangga 0,3%, komersial 8,1%, lainnya 4,6%, dan untuk penggunaan non-energi
6. Infarared Thermography
(feedstock, pupuk dan EOR Duri, Chevron) 1,3%. Dengan pertumbuhan tersebut, pada 2030 pangsa permintaan energi final akan didominasi oleh sektor industri (45,8%), diikuti oleh transportasi (30,5%), rumah tangga (11,2%), komersial (5,2%), lainnya (2,2%), dan non-energi (5,1%) (lihat Gambar 2.13).
Fungsi dan Penggunaan : -
Kamera yang berfungsi untuk mengukur temperatur benda untuk mendeteksi adanya problem atau masalah, seperti pada sambungan kabel instalasi listrik, dinding boiler, pipa-pipa uap panas, kebocoran dari area HVAC dengan menampilkan gambar infrared dari benda yang diukur yang mencantumkan besar nilai temperaturnya, yang akan langsung tersimpan pada eksternal memory yang ada pada alat tersebut.
Sumber: BPPT, 2012
Gambar 2.13
191
Proyeksi Kebutuhan Energi Final Menurut Sektor
20
- Pengukuran dengan menggunakan alat ini dilakukan dengan cara spot atau langsung tanpa direkam pada panel-panel distribusi tegangan rendah.
3. Gas Analyser
Sumber: BPPT, 2012
Gambar 2.14
Proyeksi Kebutuhan Energi Final Menurut Jenis
Menurut jenis energinya, kebutuhan energi saat ini masih didominasi oleh BBM
Fungsi dan Penggunaan : -
Alat untuk mengukur dan menganalisa pembakaran dan emisi
-
Beberapa gas yang diukur diantaranya CO, CO2, O2, NO, NO2, NOx dan
(35,8%) diikuti oleh biomasa (26,4%), batubara (13,2%), gas dan LPG (13,4%), listrik
temperature gas.
(8,4%) dan BBN (2,7%). Dimasa mendatang jenis energi yang permintaannya akan tumbuh cepat adalah LPG, listrik, batubara dan gas. Perkembangan kebutuhan energi 2010-2030 menurut jenis energinya diperlihatkan pada Gambar 2.14. Dengan
4. Ultrasonic Flowmeter
kondisi tersebut pangsa kebutuhan energi pada tahun 2030 menjadi BBM 32,0%, batubara 23,1%, gas dan LPG 19,8%, listrik 14,4%, biomasa 7,0%, dan BBN 3,8%. Dari sisi penyediaan atau pasokan, selama periode 2010-2030, pasokan total energi primer (termasuk biomasa rumah tangga) untuk skenario dasar diperkirakan meningkat dengan laju pertumbuhan rata-rata sebesar 5,5% per tahun, dari 1.415 juta SBM pada 2010 menjadi sekitar 4.098 juta SBM pada 2030. Pasokan energi primer komersial diperkirakan akan meningkat dari 1.132 juta SBM pada tahun 2010 menjadi sekitar 3.891 juta SBM pada tahun 2030 atau tumbuh rata-rata sebesar 6,4% per tahun.
Fungsi dan Penggunaan :
Perkembangan pasokan energi primer per jenis energi diperlihatkan pada Gambar 2.15. Jenis energi primer yang diperkirakan akan dominan pada bauran pasokan
-
Alat untuk mengukur laju aliran air yang melalui pipa dengan cara memasang sensor ultrasonic dari alat ini pada bagian luar pipa.
energi masa mendatang adalah batubara diikuti oleh minyak, gas dan energi baru 21
190
1. Power Meter
terbarukan. Pangsa batubara akan meningkat dari 19,8% pada 2010 menjadi 38% pada 2030. Batubara tersebut merupakan batubara yang digunakan sebagai bahan bakar pembangkit PLN dan industri pengolahan.
Fungsi dan penggunaan : 1. Untuk mengukur besaran tegangan listrik, arus listrik, daya listrik aktif, reaktif dan nyata, juga untuk mengukur besar harmonisa, frekuensi dan faktor daya. 2. Merekam semua besaran pengukuran hingga beberapa hari dan minggu dengan menggunakan eksternal memory, yang dilakukan pada panel distribusi utama tegangan menengah dan tegangan rendah. Sumber: BPPT, 2012
Gambar 2.15
Proyeksi Pasokan Energi Primer Menurut Jenis
2. Clamp on Power Meter Pangsa minyak akan turun dari 38% pada 2010 menjadi 27% pada 2030. Pangsa gas akan meningkat dari 17,5% tahun 2010 menjadi 21% pada tahun 2030. Energi baru terbarukan yang akan tumbuh cukup pesat adalah BBN (biodiesel dan bioetanol) dan panas bumi. Pangsa BBN di tahun 2030 akan mencapai 3% naik dari 1% pada tahun 2010. Jika dibandingkan bauran energi saat ini yang masih didominasi oleh minyak bumi sekitar 38%, maka bauran energi tahun 2030 mengalami pergeseran cukup signifikan yaitu dari dominasi minyak ke batubara dan energi baru terbarukan. Fungsi : - Untuk mengukur besaran tegangan listrik, arus listrik, daya listrik aktif dan nyata, juga untuk mengukur besar faktor daya.
189
22
2. 5. Kebijakan Konservasi dan Efisiensi Energi Serta Standar Nasional Indonesia
D. Rekomendasi Hasil Audit Energi
2.5.1 Kebijakan Konservasi dan Efisiensi Energi
Rekomendasi sebaiknya ditabulasi dan disusun dalam skala prioritas
Kebijakan Energi Nasional jangka panjang telah memberikan target penurunan intensitas energi paling tidak 1% per tahun hingga tahun 2025 (RIKEN) dan elastisitas energi menjadi kurang dari 1 pada tahun 2025 (Perpres No. 5, Tahun 2006). Sesuai dengan target kebijakan energi nasional, untuk menurunkan nilai elastisitas energi di bawah satu, hal tersebut berarti penurunan konsumsi energi total pada 2025 mendekati 50% dengan skenario konservasi energi, bila dibandingkan pola konsumsi seperti saat ini atau “bussiness as usual”. Target pemerintah untuk menurunkan elastisitas konsumsi energi kurang dari satu, hanya akan bisa dicapai melalui penerapan sistem manajemen dan teknologi efisiensi energi secara menyeluruh dan terintegrasi atau melalui pendekatan secara holistik. Untuk itu pemerintah telah mengeluarkan beberapa regulasi guna mengatasi
Rekomendasi disusun sebagai pedoman untuk menindaklanjuti hasil audit energi.
a. Cost/Benefit b. Kemudahan instalasi dan operasional c. Sesuai kemampuan Rekomendasi dapat berupa : o Pembenahan manajemen energi (No / low cost) :
Manajemen Perawatan (Good house keeping)
Memperbaiki pola dan manajemen operasi
Penunjukan penanggung jawab manajemen energi (sistem organisasi, kewenangan, personil, SOP, dll)
permasalahan inefisiensi pemanfaatan energi tersebut. Sebagai
landasan
hukum
pencapaian
target
pemerintah
untuk
mengatasi
permasalahan energi nasional adalah Undang-undang Energi No 30 tahun 2007. Di dalam pasal 25 UU No 30 tersebut dicantumkan pasal yang mengatur mengenai konservasi energi, di ataranya, dinyatakan bahwa: 1. Konservasi energi nasional menjadi tanggung jawab Pemerintah, pemerintah daerah, pengusaha, dan masyarakat. 2. Pengguna energi dan produsen peralatan hemat energi yang melaksanakan
Pencatatan data energi, pelaporan dan evaluasi secara kontinyu
o Pemanfaatan teknologi informasi
Kampanye dan sosialisasi kesadaran hemat energi
o Modifikasi/penyempurnaan proses dan peralatan konversi (medium cost) o Penggantian proses / penerapan teknologi baru. (high cost)
konservasi energi diberi kemudahan dan/atau insentif oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah. 3. Pengguna sumber energi dan pengguna energi yang tidak melaksanakan
6.4 Peralatan Audit Energi
konservasi energi diberi disinsentif oleh Pemerintah dan/atau pemerintah Peralatan yang digunakan untuk melakukan pengukuran pengumpulan data pada
daerah. 4. Peraturan lebih lanjut tentang konservasi energi akan dituangkan dalam
audit energi terdiri dari peralatan ukur parameter thermal dan listrik seperti: thermometer, flowmeter, RH-meter, Infrared Thermography, steam trap detector, gas
Peraturan Pemerintah
analyser, power meter, dll. 23
188
Lebih tegas lagi di awal tahun 2008, Presiden mengeluarkan Instruksi Presiden No 2 tahun 2008, yang isinya menginstruksikan kepada Pimpinan aparatur negara di
D. Analisis Hasil Audit Energi
pusat dan daerah, untuk:
a) Benchmarking 9 Membandingkan dengan standard efisiensi untuk proses/alat yang sama.
x
Melakukan langkah-langkah dan inovasi penghematan energi dan air di lingkungan instansi masing-masing dan/atau di lingkungan BUMN dan BUMD
b) Incremental Cost Analysis
sesuai kewenangan masing-masing dengan berpedoman pada Kebijakan
9 Menghitung biaya energi terkait dengan seluruh proses yang menjadi fokus audit
Penghematan Energi dan Air, x
Melaksanakan program dan kegiatan penghematan energi dan air sesuai Kebijakan Penghematan Energi dan Air yang telah ditetapkan,
c) Mass and Energy Balance
x
masing-masing untuk melaksanakan penghematan energi dan air,
9 Menyusun neraca energi dan neraca masa untuk mencari pemborosan x
energi
melakukan sosialisasi dan mendorong masyarakat yang berada di wilayah Membentuk gugus tugas di lingkungan masing-masing untuk mengawasi pelaksanaan penghematan energi dan air.
d) Sankey Diagram Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 2009 tentang 9 Diagram skematik yang menggambarkan aliran dan besaran energi di keseluruhan proses
Konservasi Energi yang merupakan turunan dari Undang-Undang No. 30 tahun 2007 tentang Energi. Secara umum peraturan pemerintah tersebut mengatur hal-hal pokok seperti tanggung jawab para pemangku kepentingan, pelaksanaan konservasi
e) Analisis Manajemen Energi
energi, standar dan label untuk peralatan hemat energi, pemberian kemudahan, 9 Mengevaluasi status manajemen energi yang diterapkan 9 Tools: matrix manajemen energi
insentif dan disinsentif di bidang konservasi energi serta pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan konservasi energi. Dalam hal pelaksanaannya, konservasi energi mencakup seluruh tahap pengelolaan energi meliputi penyediaan energi, pengusahaan energi, pemanfaatan energi dan konservasi sumber daya
E. Kesimpulan Hasil Audit Energi
energi. Di sisi pemanfaatan energi, pelaksanaan konservasi energi oleh para
a) Efektifitas manajemen energi yang telah dilakukan b) Pola penggunaan energi (neraca, intensitas dan biaya energi) c) Tingkat efisiensi penggunaan energi (secara umum dan per jenis peralatan yang diaudit)
pengguna dilakukan melalui penerapan manajemen energi dan penggunaan teknologi yang hemat energi. Dalam penerapan manajemen energi, khususnya bagi pengguna energi dalam jumlah besar atau minimal 6000 TOE per tahun, dalam pelaksanaanya antara lain harus
menunjuk
manajer
energi,
menyusun
program
konservasi
energi,
d) Lokasi dan besar peluang-peluang penghematan yang dapat dilakukan dalam
melaksanakan audit energi secara berkala, melaksanakan rekomendasi hasil audit
bentuk energi (kJ/day, kJ/bl, kJ/th) maupun dalam rupiah (Rp/day, Rp/bln,
energi, dan melaporkan pelaksanaan konservasi energi setiap tahun. Sektor
Rp/th)
bangunan gedung dan industri sebagai pengguna energi besar terbukti masih boros dalam menggunakan energi, yang ditunjukkan oleh intensitas energinya yang masih 187
24
tergolong tinggi. Walaupun disadari pada sektor tersebut mulai tumbuh kesadaran untuk melakukan penghematan energi terkait dengan tingginya harga energi akhirakhir ini, namun pelaksanaannya masih sangat terbatas.
kelistrikan, 9 Data bahan baku, spesifikasi produk
Dalam usaha untuk lebih mendorong pelaksanaan Konservasi Energi sebagaimana yang dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 70 tahun 2009 mengenai Konservasi Energi serta meningkatkan efisiensi energi di sektor pengguna energi, diperlukan rancangan program Konservasi Energi secara menyeluruh.
Program
Konservasi Energi dirancang mengacu pada program yang ada, terutama program yang mempunyai dampak cukup besar terhadap keberhasilan Konservasi Energi serta berfokus pada implementasi langkah peningkatan efisiensi energi.
9 Log-sheet operasional peralatan b) Pengamatan 9 Indikator-indikator pemborosan energi 9 Aliran proses dan setting operasi 9 Penerapan kaidah-kaidah efisiensi energi
Perancangan Program Konservasi Energi ini difokuskan pula untuk mengatasi berbagai kendala pelaksanaan Konservasi Energi yang telah teridentifikasi sebelumnya, yang dapat menghambat upaya peningkatan efisiensi energi di semua sektor. Pada
9 Denah gedung, disain proses dan peralatan, single line diagram
9 Keberadaan alat ukur dan kondisi 9 Interview 9 Cara pengoperasian (SOP, standard keselamatan)
awal
tahun
2011,
Presiden
Susilo
Bambang
Yudhoyono
kembali
menginstruksikan kepada semua lembaga pemerintah baik di pusat maupun di daerah untuk melakukan langkah-langkah dan inovasi penghematan energi dan air di lingkungan instansi masing-masing dan BUMN serta BUMD. Instruksi tersebut dituangkan dalam bentuk Inpres Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penghematan
9 Masalah-masalah dalam pengoperasian 9 Komunikasi antar jenjang staf 9 Pembinaan pegawai C. Pengukuran
Energi dan Air. Penerbitan Inpres 13/2011 menggantikan Inpres 2/2008 yang memuat beberapa instruksi penghematan dengan target tertentu, Pertama, penghematan listrik sebesar
a) Pengukuran Sesaat 9 Untuk parameter-parameter yang tidak banyak berubah selama operasi
20% dan penghematan air sebesar 10%, yang dihitung dari rata-rata penggunaan listrik dan air di lingkungan masing-masing dalam kurun waktu 6 (enam) bulan
9 Pengukuran dengan rentang waktu yang jarang
sebelum dikeluarkannya Inpres.
9 Verifikasi indikator alat ukur di lapangan
Kedua, penghematan pemakaian BBM Bersubsidi sebesar 10%, melalui pengaturan
9 Kebutuhan pengukuran secara cepat
pembatasan penggunaan BBM Bersubsidi bagi kendaraan di lingkungan instansi masing-masing, dan di lingkungan BUMN dan BUMD, yang dilakukan sepanjang
b) Pengukuran kontinyu
BBM Non Subsidi tersedia di wilayah masing-masing.
9 Untuk kebutuhan melihat fluktuasi dan profil
Untuk mengawal dan mengoptimalkan program penghematan itu, presiden
9 Melihat korelasi antara beberapa parameter secara simultan
mengubah susunan keanggotaan Tim Nasional yang telah dibentuk berdasarkan 25
186
b) Data Proses dan Peralatan 9 Diagram
alir
proses
Inpres Nomor 2 Tahun 2008. Perubahan susunan keanggotaan tersebut, khususnya (produksi,
kelistrikan,
pasokan
energi,
instrumentasi,dll)
pada kedudukan Sekretaris, yang sekarang digantikan oleh Dirjen Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi, Kementerian ESDM. Tim Nasional juga diwajibkan memberikan laporan atas pelaksanaan tugasnya kepada Presiden setiap
9 Jenis-jenis peralatan utama dan spesifikasinya
3 bulan dengan memberikan tembusan kepada Kepala UKP4.
9 Jenis-jenis peratatan utilitas dan spesifikasinya
RIKEN atau rencana Induk Konservasi Energi Nasional.....
c) Data Produksi (bulanan, tahunan)
Gambar 2.16 menampilkan milestone dari berbagai regulasi yang terkait dengan
9 Jenis produk (nama, spesifikasi) dan volume produksi (bulanan,
konservasi dan efisiensi energi di Indonesia hingga saat ini.
tahunan) 9 Jenis bahan baku (nama, spesifikasi) dan volume penggunaan bahan baku (bulanan, tahunan) d) Data Penggunaan Energi (bulanan, tahunan) 9 Bahan bakar (jenis, biaya, dan volume penggunaan) 9 Penggunaan Energi (per lokasi, per alat,)
2005
2006
2007
2008
2009
2011
Rencana Induk Kebijakan Energi Nasional (RIKEN)
Peraturan Presiden No 5/2006 tentang Kebijakan Energi Nasional
UndangUndang No. 30/2007 tentang Energi
Instruksi Presiden No. 2/2008 tentang Penghematan Energi dan Air
Peraturan Pemerintah N0. 70/2009 tentang Konservasi Energi
Instruksi Presiden No. 13/2011 tentang Penghematan Energi dan Air
Instruksi ke kantorkantor pemerintah untuk: x Meningkatkan efisiensi pemakaian energi dan air x Melakukan pemantauan implementasi
Kewajiban bagi pengguna energi lebih dari 6000 TOE/tahun melakukan konservasi energi melalui manajemen energi dan menunjuk manager energi
Instruksi ke kantor-kantor pemerintah untuk: x Meningkatkan efisiensi pemakaian energi dan air x Melakukan pemantauan implementasi
9 Biaya Energi (kontrak, biaya satuan) e) Status Manajemen Energi 9 Komitmen Manajemen (kebijakan, organisasi, personil)
Menurunkan intensitas energi paling 1% per tahun hingga 2025
Mencapai elastisitas energi kurang dari 1 pada 2025
9 Audit Energi dan Evaluasi Kinerja 9 Program Efisiensi Energi
x Pemerintah, produsen dan pemakai energi bertanggung jawab terhadap penerapan konservasi energi x Pasal 25: Pemerintah akan memberikan insentif dan disinsentif dan konservasi energi
9 Sistem Monitoring Penggunaan Energi 9 Peningkatan Kesadaran (Sosialisasi, Kampanye, Insentif, Disinsentif)
Gambar 2.16
Rekam Jejak Regulasi Konservasi dan Efisiensi Energi Indonesia
B. Data Sekunder, Pengamatan dan Interview a) Data sekunder: 9 Rekening penggunaan energi (bbm, bbg, listrik, air, udara) 185
26
2.5.2 Standar Nasional Indonesia Standar nasional Indonesia atau SNI pada dasarnya dikembangkan sebagai referensi pasar yang penerapannya bersifat sukarela (voluntary) dengan konteks
Secara umum metodologi audit energi ditunjukkan pada diagram alur berikut ini:
tujuan sebagai berikut. a) meningkatkan kepastian, kelancaran, dan efisiensi transaksi perdagangan di dalam negeri dan dengan dunia internasional, baik antar produsen maupun antara produsen dan masyarakat; b) meningkatkan perlindungan bagi konsumen, pelaku usaha, masyarakat, kelestarian fungsi lingkungan hidup, dan negara; c) meningkatkan efisiensi produksi, membentuk persaingan usaha yang sehat dan transparan, memacu kemampuan inovasi, serta meningkatkan kepastian usaha Untuk meningkatkan Program Gedung Hemat Energi ditujukan untuk mendorong pembangunan gedung hemat energi di Indonesia yang sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk Gedung Hemat Energi melalui pengembangan
Gambar 6.1. Metodologi Audit Energi
building code hemat energi serta pengembangan software rancangan gedung hemat energi. SNI yang telah disusun oleh Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (DJEBTKE) adalah
Audit energi energy yang dilakukan di industry maupun dibangunan akan memberikan rekomendasi potensi penghematan energi yang masuk dalam kategori
Tata Cara Perencanaan Teknis Konservasi Energi
tanpa biaya, biaya rendah dan biaya tinggi untuk implementasinya. Hasil
Pada Bangunan Gedung
rekomendasi tersebut (kategori medium dan high cost) ditindak lanjuti dengan studi
x SNI 03-6196-2000:
Prosedur Audit Energi pada Bangunan Gedung
kelayakan
x SNI 03-6197-2000:
Konservasi Energi Sistem Pencahayaan pada
direkomendasikan.
x SK SNI T-14-1993-03:
untuk
implementasi
proyek
penghematan
energi
yang
telah
Bangunan Gedung x SNI 03-6389-2000:
Konservasi Energi Selubung Bangunan pada Bangunan Gedung
x SNI 03-6390-2000: x SNI 04-6958-2003:
6.3
Teknik Audit Energi
Konservasi Energi Sistem Tata Udara pada Bangunan Gedung
Pada tahap pengumpulan data dilakukan beberapa pekerjaan diantaranya adalah:
Label Tingkat Hemat Energi Pemanfaat Tenaga
A. Kuesioner
Listrik
untuk
Keperluan Rumah Tangga dan
Sejenisnyaprogram
a) Data Umum 9 (Nama, Alamat, Struktur organisasi, Sejarah, Kapasitas Produksi dll)
27
184
x SNI 03-6572-2001:
Tata Cara Perancangan Sistem Ventilasi dan Pengkondisian Udara Pada Bangunan Gedung
6.2.1 Audit Energy Awal
x SNI 03-6575-2001:
Buatan Pada Bangunan Gedung
Audit awal dilakukan untuk memperoleh gambaran umum pola penggunaan energi, melakukan benchmarking dan identifikasi kasar potensi penghematan serta menyusun rekomendasi awal yang sifatnya segera dapat dilakukan. Keluaran audit
Tata Cara Perancangan Sistem Pencahayaan
x SNI 03-6759-2002:
Tata Cara Perancangan Konservasi Energi Pada Bangunan Gedung
awal juga menentukan lokasi dan kebutuhan untuk melakukan audit rinci. Audit awal menggunakan data-data sekunder dan questioner sebagai dasar untuk melakukan evaluasi penggunaan energi secara umum dan cepat.
Pengukuran
dibutuhkan untuk verifikasi beberapa angka yang dianggap kurang rasional. Pengamatan lapangan dan interview dengan operator dilakukan guna memperkaya dan memperdalam isi audit. Jangka waktu untuk audit awal di satu lokasi (industri maupun bangunan) sekitar 1-2 minggu mulai dari survei hingga keluar laporan.
6.2.2 Audit Energi Detail Audit rinci dilakukan untuk menginvestigasi lebih lanjut lokasi terjadinya pemborosan energi dan melakukan analisis besarnya peluang penghematan energi yang dapat dilakukan secara lebih spesifik. Dalam audit rinci dicantumkan lokasi dan besar peluang penghematan serta rekomendasi tindak lanjut yang dapat dilakukan berdasarkan kriteria: no/low cost, medium cost dan high cost. Dalam audit rinci dilakukan pengukuran-pengukuran lebih rinci, sebagai dasar untuk melakukan evaluasi lebih lengkap. Untuk menguraikan permasalahan dapat dilakukan interview dengan personil/staf bagian yang bertanggung jawab terhadap peralatan yang sedang diaudit. Jangka waktu yang dibutuhkan untuk audit rinci sekitar 1-2 bulan untuk satu lokasi (tergantung dari besar dan karakteristik lokasi yang diaudit)
183
28
6. AUDIT ENERGI UNTUK SEKTOR
3. POLA PENGGUNAAN ENERGI DAN TINGKAT EFISIENSI ENERGI MASINGMASING SEKTOR
INDUSTRI 6.1 Pendahuluan
Sebelum melakukan analisis atau kajian, sektor yang telah dipilih harus dijelaskan dulu mengenai definisi dan karakteristik masing-masing sektor seperti sektor rumah tangga, industri dan komersial di Indonesia. Pola penggunaan energi dan intensitas energi sektor yang menggambarkan dari tingkat efisiensi energi saat ini akan dijelaskan pada bab ini. Selain itu, penjelasan mengenai system proses dan peralatan yang umum digunakan saat ini pada masing-masing sektor juga diberikan.
Kebijakan Energi Nasional jangka panjang telah memberikan target penurunan elastisitas energi menjadi kurang dari 1 pada tahun 2025 (KEN 2006). Sesuai dengan target kebijakan energi nasional, untuk menurunkan nilai elastisitas energi di bawah satu, hal tersebut berarti penurunan konsumsi energi total pada 2025 mendekati 50% dengan skenario konservasi energi, bila dibandingkan pola konsumsi seperti saat ini atau “bussiness as usual”. Pada tahun 2009, dikeluarkan PP no 70 tahun 2009 yang mewajibkan bagi industri dan bangunan pengguna energi di atas 6000 ToE/tahun untuk menerapkan
3.1 Sektor Rumah Tangga
manajemen energi, antara lain dengan: menunjuk manajer energi, menyusun
3.1.1. Definisi dan Karakteristik Sektor Menurut BPS, rumah tangga dibedakan menjadi dua, yaitu : x
x
program
konservasi
energi,
melaksanakan
audit
energi
secara
berkala,
melaksanakan rekomendasi hasil audit energi dan melaporkan pelaksanaan konservasi energi setiap tahun.
Rumah Tangga Biasa (Ordinary Household) adalah seorang atau sekelompok
Berdasarkan Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia nomor 70 tahun 2009
orang yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan fisik/sensus, dan
tentang konservasi energi , audit energi didefinisikan sebagai Audit energi adalah
biasanya tinggal bersama dan makan dari satu dapur.
proses evaluasi pemanfaatan energi dan identifikasi peluang penghematan energi
Rumah Tangga Khusus (Special Household) adalah orang orang yang tinggal
serta rekomendasi peningkatan efisiensi pada pengguna energi dan pengguna
di asrama, tangsi, panti asuhan, lembaga pemasyarakatan, atau rumah
sumber energi dalam rangka konservasi energy
tahanan yang pengurusan sehari-harinya dikelola oleh suatu yayasan atau lembaga serta sekelompok orang yang mondok dengan makan (indekos) dan
6.2
berjumlah 10 orang atau lebih.
Metodologi Audit Energi
Dalam kajian ini, semua rumah tangga diasumsikan sebagai rumah tangga biasa.
Berdasarkan lingkup audit energy yang dilakukan maka audit energi bisa dibedakan
Seperti pada statistic BPS, terdapat dua jenis rumah tangga yang dikaitkan dengan
menjadi dua jenis audit energy yaitu audit energi awal (walkthrough energy audit)
lokasi, rumah tangga di perkotaan dan di perdesaan. Jumlah anggota rumah tangga
dan audit energy detail.
juga disesuaikan dengan definisi BPS, hanya saja pada kajian ini jumlah anggota 29
182
5.6 Potensi Penghematan Energi
rumah tangga diperkotaan dan di perdesaan diasumsikan sama, dari sebanyak 4
Hasil pengujian pemeliharaan lumen menujukkan bahwa sebagian besar lampu
rumah tangga dan tingkat urbanisasi mengikuti proyeksi yang dibuat oleh BPS (lihat
berada pada bintang 4, kecuali hanya lampu 5W yang berbintang satu. Pemberian
Tabel 3.1).
anggota pada tahun 2010 menjadi 3,15 pada tahun 2030. Proyeksi jumlah penduduk,
bintang setiap tipe lampu yang diuji dapat dilihat pada Tabel 5.7.1. Tabel 5.7.1
Tabel 3.1 Populasi, Anggota Rumah Tangga dan Tingkat Urbanisasi
Pemberian tanda pada sampel lampu yang diuji.
Nama produsen/importir / pemegang merek
Efikasi (Lumen /Watt)
Lampu 5W, tipe 2U
05W-CFL-AXC
48,5
Lampu 11W, tipe 2U
11W-CFL-BXC
60,8
Jumlah Anggota Rumah Tangga
14W-CFL-AXC
59,5
Jumlah Rumah Tangga (ribuan)
Lampu 18W, tipe 2U
18W-CFL-AXC
62.3
Lampu 23W, tipe 2U
23W-CFL-AXC
63,0
Lampu 26W, tipe 2U
26W-CFL-CXC
65,6
Nama/tipe produk
Lampu 14W, tipe 2U
Jumlah Bintang
Ket.
Populasi (ribuan) Laju pertumbuhan Penduduk
Urbanisasi
(%
Rumah
Tangga
2000
2005
2010
206.264,6
221.397,8
237.641,4
1,2%
1,4%
1,3%
4,0
3,9
3,9
51.521,0
56.355,6
61.164,4
63,7%
67,5%
54,1%
Perkotaan) Sumber: BPS, 2011
Berdasarkan hasil pengujian life time (umur lampu) didapatkan:
Belum semua penduduk Indonesia menikmati listrik. Data Ditjen Ketenagalistrikan
x Lampu tipe 05W-CFL-AXC memiliki life time 5490 jam;
tahun 2011 menujukkan bahwa rasio elektrifikasi Indonesia masih berkisar 67,2%,
x Lampu tipe 14W-CFL-AXC memiliki life time 5065 jam;
yang artinya sekitar 32,8 % keluarga di Indonesia belum mendapatkan aliran listrik.
x Lampu tipe 26W-CFL-CXC memiliki life time 4666 jam.
Pemerintah menargetkan melalui kebijakan energi nasional bahwa pada tahun 2020,
Berdasarkan hasil pengujian lampu swabalast tersebut, maka dilakukan kajian
rasio elektrifikasi Indonesia sudah mencapai 100%. Suatu target yang memerlukan
analisis dampak penerapan label hemat energi tersebut secara nasional dengan
kerja keras mengingat tingkat elektrifikasi yang baru bisa dicapai hingga saat ini.
menggantikan label * dengan ****. Dengan total konsumsi lampu hemat energi pada
Tabel 3.2 menampilkan perkembangan rasio elektrifikasi Indonesia dari tahun 1980 –
tahun 2011 sebesar 260.000.000 unit dan diperkirakan pada tahun 2012 akan
2011.
mencapai 320.000.000 unit, serta prakiraan pada tahun 2020 akan mencapai 360.000.000 unit lampu hemat energi, maka potensi penghematan energi pada tahun 2011 mencapai 544,596 KWatt atau setara dengan Rp. 514.586.709.000.-, dan tahun 2012 dengan potensi penghematan sebesar 670,272 KWatt
setara
dengan Rp. 633.337.488.000.- serta prakiraan pada tahun 2020 sebesar 754,056 KWatt setara dengan Rp 712.504.674.000.-
181
30
Tabel 3.2
Rasio Elektrifikasi
sebesar Rp. 633.337.488.000.- serta prakiraan untuk tahun 2020 akan mencapai Rp.712.504.674.000.Sebagai catatan, pada lampu hemat energi yang telah diuji yaitu pada daya 5 Watt, ternyata masih diatas dari spesifikasi daya yang tertera. Apabila lampu hemat energi dengan daya 5 Watt tersebut dapat ditingkatkan dari level bintang satu (*) menjadi level bintang 4 (****) seperti pada hasil uji terhadap jenis lampu hemat energi yang lainnya, maka potensi tersebut menjadi lebih besar.
Sumber: DJK ESDM, 2011
Tabel 5.6.3. Potensi penghematan energi dengan upgrade dari * ke **** 3.1.2. PDB dan Konsumsi Energi Final Spesifikasi
Seperti telah dijelaskan pada bab sebelummya PDB per kapita Indonesia pada tahun 2010 adalah 9,74 juta rupiah (konstan 2000), meningkat dari 6,74 juta rupiah pada tahun 2000, atau tumbuh 3,8% per tahun. Pada periode yang sama konsumsi energi sektor rumah tangga meningkat dari 296,6 menjadi 325,5 juta SBM (dari 87,9 turun menjadi 81,7 juta SBM, tanpa biomasa).
Upgrade Level dari * ke ****
Potensi Penghematan
(Watt)
(%)
(Watt)
5,00 11,00 14,00 18,00 23,00 26,00
22% 24% 24% 26% 26% 27%
1,11 2,63 3,35 4,60 5,87 7,04
Dengan menggunakan asumsi penyebaran yang lama dengan data jumlah lampu HE
2.00
di Indonesia, maka potensi penghematan dari LHE dengan level bintang 1 (*) ke SBM/Rumah Tangga
1.60
level bintang 4 (****) adalah sebesar 3,2978 Watt untuk setiap lampu HE.
1.20
Sebagai benchmark atau tujuan target yang hendak dicapai, maka hasil pengujian
0.80
yang telah dilakukan menunjukkan capaian sebesar 59% dari potensi yang dapat dicapai.
0.40
Akibat dari dampak potensi penghematan tersebut, maka akan diperoleh potensi 0.00 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
kenaikan pada reserve margin pada system penyediaan kelistrikan di Indonesia. Potensi ini dapat ditransformasikan menjadi peluang untuk meningkatkan tingkat
Sumber: BPS dan Pusdatin ESDM, 2011
Gambar 3.1
elektrifikasi di Indonesia serta mengurangi subsidi yang dibutuhkan untuk penyediaan kebutuhan listrik bagi masyarakat.
Konsumsi Energi Final Per Rumah Tangga (Tanpa Biomasa)
Gambar 3.1 menampilkan konsumsi energi per rumah tangga, tanpa biomasa. Meskipun biomasa sudah dihilangkan, terlihat bahwa konsumsi energi per rumah 31
180
Tabel 5.6.2. Sebaran lampu berdasarkan spesifikasinya Spesifikasi LHE (Watt) Asumsi Penyebaran
5 10%
11 35%
14 30%
18 18%
tangga mengalami tren penurunan. Penjelasannya bisa multi tafsir, bisa karena 23 5%
26 2%
efisiensi peralatan rumah tangga yang semakin tinggi atau karena rumah tangga mengurangi pengeluarannya yang terkait energi (melakukan penghematan energi) akibat harga energi semakin mahal atau kedua-duanya. Dari tingkat konsumsi energi
maka akan diperoleh potensi sebesar 1.9366 Watt untuk setiap lampu hemat energi. Selanjutnya potensi penghematan tersebut dapat dihitung dengan data yang diambil
per rumah tangga sebesar 1,71 SBM/RT pada tahun 2000 turun menjadi 1,34 SBM/RT pada tahun 2010 atau mengalami pertumbuhan minus 2,4% per tahun
dari BPS; Dit PPMB Depdag; Litbang Sentra Elektrik, yaitu mengenai Konsumsi Lampu di Indonesia dan prediksi tahun 2012 dan 2020 sebagai berikut: 3.1.3. Pola Penggunaan Energi Seperti telah dijelaskan pada bab sebelumnya, konsumsi energi sektor rumah tangga
Konsumsi Lampu di Indonesia
menyumbang sebesar 30% (dengan biomasa) dari total konsumsi energi final
Axis Title
400,000,000 350,000,000
nasional pada tahun 2010. Apabila tanpa biomasa, sektor rumah tangga hanya
300,000,000
menyumbang 10% atau sekitar 81,74 juta SBM. Pertumbuhan konsumsi energi
250,000,000
rumah tangga menurut jenis dari tahun 2000 hingga 2010 bisa dilihat pada Gambar
200,000,000 150,000,000
3.2 berikut ini.
100,000,000 50,000,000 -
2008
2009
2010
2011
2012
2020
Lampu Pijar 150,000 130,000 100,000 100,000 100,000 90,000,
2002
2003
2004
2005
2006
2007
70,000,
60,000,
50,000,
40,000,
40,000,
-
Fluorescn
50,000,
55,000,
60,000,
60,000,
65,000,
75,000,
75,000,
75,000,
75,000,
75,000, 150,000
100
LHE - CFL
40,000,
50,000,
60,000,
70,000,
90,000, 100,000 120,000 160,000 200,000 260,000 320,000 360,000
90
65,000,
80
Gambar 5.6.1. Konsumsi Lampu pijar, TL dan CFL di Indonesia (Sumber: BPS; Dit PPMB Depdag;
70
Dengan total konsumsi lampu hemat energi pada tahun 2011 sebesar 260.000.000 unit dan diperkirakan pada tahun 2012 akan mencapai 320.000.000 unit, serta prakiraan pada tahun 2020 akan mencapai 360.000.000 unit lampu hemat enegi, maka potensi penghematan pada tahun 2011 mencapai 544,596 KWatt, dan tahun 2012 dengan potensi penghematan sebesar 670,272 KWatt serta prakiraan pada tahun 2020 sebesar 754,056 KWatt.
Juta SBM
Litbang Sentra Elektrik)
60 50 40 30 20
Listrik LPG Minyak Tanah Gas
10 0 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Sumber: Pusdatin ESDM, 2011
Apabila dihitung dengan harga per kWh sebesar Rp. 560,- dan pola operasi selama 5 jam perhari, maka potensi penghematan dalam rupiah adalah pada tahun 2011 sebesar Rp. 514.586.709.000.- dan pada tahun 2012 dengan potensi penghematan
179
Gambar 3.2
Konsumsi Energi Rumah Tangga Menurut Jenis (Tanpa Biomasa)
32
Konsumsi minyak tanah rumah tangga mengalami penurunan cukup tajam, sekitar
Lampu hemat energi membutuhkan energi yang lebih sedikit adalah dikarenakan
14% per tahun dari 63,22 juta SBM pada tahun 2000 menjadi 14,44 juta SBM pada
lampu HE memakai ballast elektronik. Ballast elektronik ini berfungsi sebagai
tahun 2010. Penurunan ini disebabkan oleh program substitusi minyak tanah ke
pembatas arus sehingga energi listrik yang diambil oleh lampu tersaring ballast dan
LPG. Akibatnya, konsumsi LPG mengalami kenaikan sangat tinggi, sekitar 18%, dari
tidak langsung menuju ke kawat pijar lampu. Teknologi yang ada pada ballast
5,93 juta SBM pada tahun 2000 menjadi 30,49 juta SBM pada tahun 2010. Dengan
elektronik mampu memancarkan cahaya yang sama terangnya dengan lampu biasa.
pertumbuhan sebesar 8%, konsumsi listrik rumah tangga tumbuh dari 18,73 juta
Dalam melakukan penghematan melalui sistem tata cahaya, dapat dilakukan dengan
SBM pada tahun 2000 menjadi 36,67 juta SBM pada tahun 2010. Pertumbuhan
mengurangi pengggunaan lampu hias terutama di malam hari serta mematikan
konsumsi gas untuk rumah tangga relatif lebih lambat daripada listrik, sekitar 5%.
lampu
Jenis energi seperti biomasa, LPG dan minyak tanah digunakan sebagai bahan
menggunakan lampu hemat energi sesuai dengan peruntukannya, serta mengatur
bakar memasak, sedangkan energi listrik digunakan untuk peralatan rumah tangga
daya dan pencahayaan pada setiap ruangan sesuai SNI.
yang menggunakan listrik.
Perhitungan potensi penghematan dengan menggantikan lampu pijar dan lampu TL
Konsumsi listrik per pelanggan atau per rumah tangga di Indonesia masih relatif
dengan menggunakan lampu hemat energi tidak dilakukan dalam kajian ini.
rendah apabila dibandingkan dengan negara-negara maju. Tabel 3.3 menampilkan
Sehingga kajian ini lebih difokuskan pada penghitungan keekonomian terhadap
konsumsi listrik per pelanggan rumah tangga selama 10 tahun terakhir hingga 2010.
penerapan label tingkat hemat pada lampu swabalats.
Pertumbuhan konsumsi listrik per tahun per pelanggan dari tahun 2000 hingga 2010
Penerapan Label tingkat hemat energi pada pemanfaat tenaga listrik untuk rumah
tidak terlalu tinggi hanya sekitar 2,9%. Karena rasio elektrifikasi Indonesia yang
tangga membantu konsumen memilih peralatan yang lebih efisien penggunaan
masih rendah, laju pertumbuhan jumlah pelanggan karena adanya pelanggan baru
energinya, sehingga secara nasional penggunaan energi dapat ditekan.
cukup tinggi, sekitar 3,9%. Sebagian besar pelanggan baru biasanya berada pada daerah terpencil atau perdesaan yang konsumsi listrik awalnya tidak terlalu tinggi. Akibatnya pertumbuhan konsumsi listrik per pelanggan secara nasional tidak terlalu
ruangan
di
bangunan
gedung
jika tidak
dipergunakan.
Selain itu
Berdasarkan data hasil pengujian dapat dihitung potensi penghematan dibandingkan dengan spesifikasi lampu hemat energi yang tertera sebagai berikut:
tinggi. Tabel 3.3 Tahun
Tabel 5.6.1. Potensi penghematan energi tiap jenis lampu
Konsumsi Listrik PLN Sektor Rumah Tangga Konsumsi (GWh)
Konsumsi per Pelanggan
Spesifikasi
Jumlah Pelanggan (kWh/tahun)
(kWh/bulan)
(Watt)
Minimum (Watt)
Hasil Pengukuran Rata-rata Maksimum (Watt) (Watt)
Potensi Penghematan (Watt)
5.00
4.94
5.06
5.18
-0.06
11.00
6.98
7.37
8.23
3.63
14.00
12.08
12.71
13.17
1.29
18.00
16.87
17.46
17.88
0.54
23.00
20.50
21.06
21.67
1.94
26.00
21.02
21.49
22.02
4.51
2000
30.563
26.796.675
1141
95.05
2001
33.340
27.885.612
1196
99.63
2002
33.994
28.903.325
1176
98.01
2003
35.753
29.997.554
1192
99.32
2004
38.588
31.095.970
1241
103.41
2005
41.184
32.174.922
1280
106.67
Dengan menggunakan asumsi penyebaran konsumsi penggunaan lampu hemat
2006
43.753
33.118.262
1321
110.09
energi berdasarkan daya yang dibutuhkan, yaitu:
2007
47.325
34.684.540
1364
113.70
33
178
5000 4405
4500 3977
3500
4644
4666
4666
Konsumsi per Pelanggan
Konsumsi
Tahun
Jumlah Pelanggan
(GWh)
(kWh/tahun)
4096
3442 3216
3000
(kWh/bulan)
2008
50.184
36.025.071
1393
116.09
2009
54.945
37.099.830
1481
123.42
2010
59.825
39.324.520
1521
126.78
Sumber: PLN
2500 2000
Lampu 10
Umur lampu hingga gagal 50%
Sampel
Lampu 9
pelanggan rumah tangga PLN dibagi menjadi R1-450VA, R1-900VA, R1-1300VA, Lampu 8
0
Lampu 7
maksimum yang diperkenankan atau golongan tariff pelanggan. Golongan tariff Lampu 6
500
Lampu 5
berbeda-beda, tergantung dari system peralatan yang dipasang dan tentu saja daya
Lampu 4
1000
Lampu 3
Pola penggunaan listrik pada suatu rumah tangga dengan rumah tangga lainnya
Lampu 2
1500
Lampu 1
lama nyala hingga mati [jam]
4000
4004
4520
4618
R1-2200VA, dan R2-4400VA. Listrik di rumah tangga dimanfaatkan untuk tata cahaya atau penerangan, tata udara atau pendingin udara dan peralatan rumah tangga seperti TV, lemari es, pompa air, mesin cuci, kipas angin, seterika dan lainlain.
Gambar 5.4.6. Grafik umur invidu lampu dan rata-rata umur lampu 26 W (CXC).
5.5 Analisa Dampak Ekonomi Penerapan Label Swabalast – Lampu CFL Konsumsi energi listrik untuk penerangan berkisar 26% dari total konsumsi energi listrik terpakai dan terus meningkat setiap tahunnya. Pemerintah melalui program substitusi dari penggunaan lampu pijar ke lampu hemat energi kepada masyarakat menyerukan untuk penghematan energi di sektor penerangan. Program substitusi lampu hemat energi dilakukan untuk menggantikan penggunaan lampu pijar dan lampu fluorescent (TL) yang masih digunakan oleh sebagian besar pelanggan PLN. Penggunaan lampu pijar dan lampu TL memiliki potensi yang dapat merugikan penggunanya, terutama pada konsumsi energi kedua lampu tersebut. Lampu hemat energi mampu menghasilkan intensitas cahaya yang lebih tinggi dengan konsumsi energi yang lebih rendah bila dibandingkan dengan lampu pijar maupun lampu TL.
177
Sumber: BPPTdan JICA, 2009
Gambar 3.3
Distribusi Penggunaan Listrik Rumah Tangga Menurut Jenis Golongan Tarif PLN dan Peralatan
34
Gambar 3.3 menunjukkan konsumsi energi listrik rumah tangga per bulan yang
6000
5470 5490 5490
diperoleh dari survei terakhir yang dilakukan oleh BPPT bersama-sama dengan
Lampu 10
Lampu 9
Sampel
dimana lemari es merupakan pengguna listrik terbesar. Ketiga peralatan tersebut
Umur lampu hingga gagal 50%
rumah tangga yang tidak mempunyai AC (golongan R1-450VA dan R1-900VA)
Lampu 8
Sebagian besar listrik digunakan untuk lampu penerangan, TV, dan lemari es untuk
Lampu 7
0
dan yang tertinggi adalah 829 KWh per bulan untuk golongan R2-4400VA.
Lampu 6
konsumsi listrik terendah adalah 94 KWh per bulan untuk golongan tariff R1-450VA
1000
Lampu 5
kecil karena bisa mencapai 10% dari total. Dari rumah tangga yang disurvei,
2000
Lampu 4
lainnya. Stand by juga merupakan jenis penggunaan listrik rumah tangga yang tidak
Lampu 3
blower, blender, mixer, chopper, vacuum cleaner, dishwasher, telephone, atau
3000
Lampu 2
mencakup peralatan seperti magic Jar, oven, microwave, toaster, audio system, hair
4000
Lampu 1
1300VA didominasi oleh refrigerator. Dalam hal ini, penggunaan listrik lainnya
4211
lama nyala hingga mati [jam]
peralatan AC, sedangkan untuk golongan tariff R1-450VA, R1-900VA dan R1-
4774 4876 4887 4577 4688
5000
JICA. Konsumsi listrik untuk golongan tariff R1-2200VA, R2-4400VA didominasi oleh
5085 5138
Gambar 5.4.4. Grafik umur invidu lampu dan rata-rata umur lampu 5 W (AXC).
mengkonsumsi hampir 6o% dari keseluruhan konsumsi listrik rumah tangga per tahun. Untuk rumah tangga yang mempunyai AC (R1-2200 dan R2-4400VA), selain
6000
ketiga peralatan tersebut, AC merupakan pengguna listrik terbesar. Total keempat 5000
peralatan rumah tangga tersebut mengkonsumsi lebih dari 60% dari konsumsi listrik
4697
4914
5065
5065
4288 3915
3889
3000 2000 1000
Sampel
mesin dan peralatan penanganan material (material handling equipment) dalam
Lampu 10
Lampu 9
Lampu 8
Lampu 7
Umur lampu hingga gagal 50%
industri atau pabrik. Pada umumnya industri ini menggunakan tenaga penggerak
Lampu 6
0
Lampu 5
menjadi produk baru. Keberadaannya biasanya pada suatu lokasi yang disebut
3446
3578
Lampu 4
mengolah secara mekanik atau kimia suatu bentuk material atau bahan dasar
3318
Lampu 3
Industri manufaktur atau pengolahan secara mendasar merupakan industri yang
3279
Lampu 2
3.2.1 Definisi dan Karakteristik Sektor
4000
Lampu 1
3.2 Sektor Industri
Lama nyala hingga mati [jam]
rumah tangga per tahun.
proses produksinya. Sesuai dengan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI), industri
Gambar 5.4.5. Grafik umur invidu lampu dan rata-rata umur lampu 14 W (AXC).
manufaktur atau pengolahan Indonesia dibagi menjadi 24 kelompok jenis usaha, dari 35
176
industri makanan, minuman hingga jasa reparasi yang masing-masing mempunyai kode berbeda dari 10 hingga 33. Pada kajian ini, analisis tidak dilakukan terhadap
Tabel 5.4.5
semua 24 kelompok jenis usaha yang sesuai dengan KLBI tersebut tetapi hanya
Persentase kuat cahaya setelah lumen maintenance
untuk 11 kelompok jenis usaha yang sebetulnya merupakan gabungan dari ke 24
[lm terhadap kuat cahaya spesifikasi [lm] % kuat cahaya Kuat Cahaya Jensi lampu
berdasarkan spesifikasi [Lm]
Kuat Cahaya setelah lumen maintenance 2000 jam [Lm]
setelah lumen
kelompok jenis usaha yang ada di KBLI. Jenis usaha atau industri tersebut adalah: x
Industri makanan dan minuman
x
Industri tekstil dan pakaian
spesifikasi
x
Industri kayu
[Standar min
x
Industri pulp dan kertas
80%]
x
Industri pupuk dan kimia lainnya
x
Industri karet dan plastik
x
Industri keramik dan gelas (non logam lainnya)
maintenance/ kuat cahaya
Lampu 5W, tipe 2U, AXC
260
209.8
80.69%
Lampu 11W, tipe 2U, BXC
600
435.8
72.63%
x
Industri semen
Lampu 14W, tipe 2U, AXC
820
748
91.22%
x
Industri besi dan baja
Lampu 18W, tipe 2U, AXC
1100
936.3
85.12%
x
Industri peralatan dan permesinan
x
Industri lainnya
Lampu 23W, tipe 2U, AXC
1420
1178.2
82.97%
Lampu 26W, tipe 2U, CXC
1436
1169.2
81.42%
Industri seperti semen, besi baja, pupuk, merupakan industri yang sangat energi intensif (intensive energy). Sedangkan pada industri seperti tekstil, makanan minuman, peralatan dan permesinan, energi mengambil porsi biaya operasional yang tidak sedikit dan cukup rentan terhadap fluktuasi harga energi
5.4 Analisis Umur Lampu
Penggunaan energi di industri sangat bergantung kepada aktivitas dalam
Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa umur lampu dikelompokan ke dalam 2 kategori, yaitu umur lampu individu dan umur lampu rata-rata. Gambar 5.4.4 menampilkan umur lampu individu dan umur lampu rata-rata dari 3 jenis lampu uji.
menghasilkan produk. Yang menjadi masalah adalah bentuk fisik dari hasil produk pada 11 kelompok jenis industri tersebut ternyata berbeda-beda. Ada yang berbentuk cair atau padat. Ada yang menggunakan satuan unit, volume, berat, dan sebagainya. Hal tersebut akan menyulitkan ketika dilakukan perhitungan intensitas energi. Ketika analisis akan dilakukan, diperlukan keseragaman satuan agar bisa membandingkan hasil satu dengan yang lainnya. Oleh sebab itu, dalam kajian ini, kita menggunakan PDB industri sebagai dasar satuan aktivitas energi di industri. Pembagian jenis usaha pada PDB Industri yang diterbitkan oleh BPS juga tidak jauh berbeda dengan 11 kelompok jenis usaha yang dipilih pada kajian ini.
175
36
3.2.2 PDB, Intensitas Energi Final dan Elastisitas Industri
lampu lebih tinnggi setelah penyalaan selama 100 jam dan juga setelah 2.000 jam dari yang dispesifikasikan.
Sektor industri merupakan sektor yang sangat penting karena menjadi motor penggerak utama dari pertumbuhan ekonomi nasional. Kontribusi sektor industri pengolahan pada ekonomi nasional bisa dilihat pada sumbangan sektor industri pada PDB nasional yang mencapai 26% pada tahun 2010 atau senilai 597 trilyun
Efikasi untuk lampu 18 Watt, berdasarkan spesifikasi adalah 61,0 lumen/watt, setelah aging 100 jam dan setelah lumen maintenance masing-masing 62,3 lumen/watt dan 53,8 lumen/watt. Ini menunjukkan bahwa efikasi yang dihasilkan lampu lebih tinggi setelah penyalaan selama 100 jam, namun lebih rendah setelah
rupiah (Konstan 2000).
2.000 jam dari yang dispesifikasikan. Data BPS menunjukkan bahwa PDB sektor industri selama 10 tahun terakhir naik dengan laju pertumbuhan 5,3% per tahun, dari 331 menjadi 550 trilyun rupiah pada tahun 2010. Kenaikan terbesar terjadi pada industri peralatan dan permesinan sekitar 10% per tahun, disusul dengan semen dan pupuk yang masing-masing pertumbuhannya 5% per tahun, kemudian makanan dan minuman 4% per tahun dan
setelah aging 100 jam dan setelah lumen maintenance masing-masing 63 lumen/watt dan 55,3 lumen/watt. Ini menunjukkan bahwa efikasi yang dihasilkan lampu lebih tinggi setelah penyalaan selama 100 jam, namun lebih rendah setelah 2.000 jam dari yang dispesifikasikan.
jenis usaha yang lainnya (lihat Gambar 3.4).
Efikasi untuk lampu 26 Watt, berdasarkan spesifikasi adalah 65,2 lumen/watt,
600 500
Trilyun Rupiah
Efikasi untuk lampu 23 Watt, berdasarkan spesifikasi adalah 62,0 lumen/watt,
400 300
Pengolahan Lainnya
setelah aging 100 jam dan setelah lumen maintenance masing-masing 65,6
Peralatan, Mesin dan Transportasi Logam Dasar Besi dan Baja
lumen/watt dan 54,1 lumen/watt. Ini menunjukkan bahwa efikasi yang dihasilkan
Semen dan Penggalian Bukan Logam Pupuk, Kimia dan Karet
2.000 jam dari yang dispesifikasikan.
lampu lebih tinggi setelah penyalaan selama 100 jam, namun lebih rendah setelah
Kertas dan Percetakan 200
Kayu dan Produk Lainnya
5.3.13 Evaluasi Intensitas Cahaya
Tekstil, Kulit dan Alas Kaki
100
Makanan, Minuman dan Tembakau
0 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
(Setelah lumen maintenance 2.000 jam) Pemeliharaan lumen (lumen maitenance) adalah fluks cahaya lampu setelah dinyalakan selama 2.000 jam termasuk periode aging. Setelah 2.000 jam operasi, termasuk periode penyalaan, pemeliharaan lumen harus tidak kurang dari nilai yang
Sumber: BPS, 2012
Gambar 3.4
Produk Domestik Bruto Sektor Industri Pengolahan (Non Migas)
Dengan meningkatnya harga BBM dan listrik, industri berusaha untuk mencari sumber-sumber energi yang murah seperti batubara dan gas. Pemakaian energi final pada sektor industri (termasuk biomasa dan penggunaan non energi) pada tahun 2010 didominasi oleh batubara, minyak dan gas bumi yang meliputi pemakaian sebagai energi maupun non-energi (bahan baku). Pangsa batubara dalam total 37
diumumkan oleh pabrikan atau penjual (vendor) yang bertanggung jawab atau tidak boleh kurang 80% dari fluks cahaya awal. Berdasarkan Tabel 5.4.5. terlihat bahwa semua jenis lampu dapat memenuhi persentase minimum (80%) perbandingan kuat cahaya setelah lampu dinyalakan 2.000 jam atau lumen maintenance/kuat cahaya spesifikasi, keculai untuk lampu lampu 11W, tipe 2U, Merk BXC. 174
konsumsi energi final sektor industri pada tahun 2010 sekitar 31%, sedangkan total pangsa minyak hampir mencapai 26%, yang terdiri atas pangsa BBM (17%) dan produk BBM lainnya (9%). Produk BBM lainnya dikonsumsi sebagai bahan baku
75
lampu 11 watt
65
Efikasi [Lumen/Watt]
dalam sektor industri, khususnya industri petrokimia (lihat Gambar 3.5).
lampu 26 watt
70 lampu14 watt
lampu 18 watt
lampu 23 watt
Gas bumi selain dimanfaatkan sebagai energi digunakan juga sebagai bahan baku, terutama di industri pupuk. Total konsumsi gas bumi sebagai bahan bakar pada
60
tahun 2010 sekitar 85,7 juta SBM, sedangkan sebagai bahan baku sekitar 28,4 juta
55
SBM. Secara keseluruhan, pangsa gas bumi di sektor industri pada tahun 2009
lampu 5 watt
mencapai sekitar 26%.
50 45 40
Efikasi berdasarkan spesifikasi [Lm/W]
Dibanding dengan tahun-tahun sebelumnya, pangsa minyak di sektor industri
Efikasi setelah aging 100jam [Lm/W]
mengalami penurunan. Penurunan tersebut terutama disebabkan oleh penurunan
Efikasi setelah lumen maintenance 2000jam [Lm/W]
pemakaian produk BBM untuk proses industri. Bila dibandingkan dengan konsumsi
35 0
20
40
60 Sample lampu
80
100
120
Gambar 5.4.3. Efikasi berdasarkan spesifikasi,
pada tahun 2000, pangsa konsumsi BBM telah mengalami penurunan sebesar 4% pada tahun 2010. Adanya tren penurunan konsumsi BBM tersebut sejalan dengan upaya pemerintah untuk mengurangi ketergantungan terhadap BBM.
setelah aging 100 jam dan setelah lumen maintenance 2.000 jam.
500000 450000
spesifikasi 52 lumen/watt, setelah aging 100 jam dan setelah lumen maintenance
350000
masing-masing 48,5 lumen/watt dan 40,8 lumen/watt. Ini menunjukkan bahwa efikasi
300000
yang dihasilkan lampu lebih rendah dari spesifikasi setelah penyalaan selama 100 jam dan juga setelah 2.000 jam.
Ribu SBM
Pengukuran dan perhitungan efikasi [lm/watt] menunjukkan bahwa lampu 5 Watt,
400000
Biomasa
Batubara
Briket
Gas Bumi
BBM
LPG
Listrik
Produk BBM lainnya
250000 200000 150000
Efikasi berdasarkan spesifikasi untuk lampu 11 Watt adalah 54,5 lumen/watt,
100000
setelah aging 100 jam dan setelah lumen maintenance masing-masing 60,8
50000
lumen/watt dan 58,6 lumen/watt. Ini menunjukkan bahwa efikasi yang dihasilkan
0 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
lampu lebih tinnggi setelah penyalaan selama 100 jam dan juga setelah 2.000 jam dari yang dispesifikasikan.
Sumber: Pusdatin ESDM, 2011
Efikasi berdasarkan spesifikasi untuk lampu 14 Watt adalah 54,5 lumen/watt, setelah aging 100 jam dan setelah lumen maintenance masing-masing 60,8
Gambar 3.5
Konsumsi Energi Final Sektor Industri Menurut Jenis (Termasuk Gas Feedstock)
lumen/watt dan 58,6 lumen/watt. Ini menunjukkan bahwa efikasi yang dihasilkan
173
38
Intensitas energi final sektor industri merupakan rasio antara konsumsi energi final
cahaya yang dihasilkan lampu lebih rendah dari spesifikasi setelah penyalaan
dengan PDB sektor industri. Sejak tahun 2000 hingga 2008, intensitas energi sektor
selama 100 jam dan juga setelah 2.000 jam nyala.
industri mengalami penurunan hingga 588 SBM/milyar rupiah (konstan 2000). Pada dua tahun terakhir, akibat pertumbuhan pemakaian enargi yang cukup tinggi, intensitas energi industri kembali naik menjadi 796 SBM/milyar rupiah (konstan 2000) pada tahun 2010. Penurunan ini disebabkan oleh salah satu atau ketiga faktor berikut: x
Terjadinya pergeseran jenis industri, dari industri padat energi menjadi industri yang lebih padat modal, dan/atau
x
Terjadinya pergeseran dari industri hulu yang membutuhkan energi besar menjadi industri hilir yang memerlukan energi lebih sedikit, dan/atau
x
Lampu 14 Watt, spesifikasi 820 lumen, setelah aging 100 jam dan setelah lumen maintenance masing-masing 756,8 lumen dan 702,9 lumen. Ini menunjukkan bahwa cahaya yang dihasilkan lampu lebih rendah dari spesifikasi setelah penyalaan selama 100 jam dan juga setelah 2.000 jam nyala. Lampu 14 Watt, spesifikasi 820 lumen, setelah aging 100 jam dan setelah lumen maintenance masing-masing 756,8 lumen dan 702,9 lumen. Ini menunjukkan bahwa cahaya yang dihasilkan lampu lebih rendah dari spesifikasi setelah penyalaan selama 100 jam dan juga setelah 2.000 jam nyala
Proses produksi dan mesin industri yang baru mengkonsumsi lebih sedikit
Lampu 18 Watt, spesifikasi 1.100 lumen, setelah aging 100 jam dan setelah lumen
energi atau hemat energi.
maintenance masing-masing 1.088,4 lumen dan 936,3 lumen. Ini menunjukkan bahwa cahaya yang dihasilkan lampu lebih rendah dari spesifikasi setelah penyalaan
SBM/Milyar Rupiah (Konstan 2000)
selama 100 jam dan juga setelah 2.000 jam nyala 1000
Lampu 23 Watt, spesifikasi 1420 lumen, setelah aging 100 jam dan setelah lumen
800
maintenance masing-masing 1.326,8 lumen dan 1.178,3 lumen. Ini menunjukkan bahwa cahaya yang dihasilkan lampu lebih rendah dari spesifikasi setelah penyalaan
600
selama 100 jam dan juga setelah 2.000 jam nyala.
400
Lampu 26 Watt, spesifikasi 1436 lumen, setelah aging 100 jam dan setelah lumen
200
maintenance masing-masing 1.410,1 lumen dan 1.169,2 lumen. Ini menunjukkan
0
bahwa cahaya yang dihasilkan lampu lebih rendah dari spesifikasi setelah penyalaan 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
selama 100 jam dan juga setelah 2.000 jam nyala.
Sumber: BPS dan Pusdatin ESDM, 2011
Gambar 3.6
Intensitas Energi Final Sektor Industri (Termasuk Biomasa dan
5.3.12 Efikasi Berdasarkan Spesifikasi
Gas Feedstock) Argumentasi yang pertama dan kedua bisa dijelaskan dengan perkembangan
(Setelah aging 100 jam dan setelah lumen maintenance 2.000 jam)
kontribusi masing-masing jenis usaha/industri terhadap PDB industri total. Gambar
Efikasi berdasarkan spesifikasi, setelah aging 100 jam dan setelah lumen
3.7 berikut menunjukkan perkembangan kontribusi masing-masing jenis usaha
maintenance 2.000 jam ditunjukan pada Gambar 5.4.3.
terhadap PDB industri selama sepuluh tahun terakhir.
39
172
5.3.11 Intensitas Cahaya Spesifik
1). Industri Makanan, Minuman dan Tembakau
(Setelah aging 100 jam dan setelah lumen maintenance 2.000 jam)
2). Industri Tekstil, Barang dari Kulit dan Alas Kaki
40.00%
Intensitas cahaya berdasarkan spesifikasi, setelah aging 100 jam dan setelah lumen maintenance 2.000 jam ditunjukan pada Gambar 5.4.2.
15.00%
30.00%
10.00%
20.00%
5.00%
10.00% 0.00%
0.00% 200020022004200620082010
200020022004200620082010
1600 lampu23 watt
1200
lampu 18 watt
1000
4). Industri Produk Kertas dan Percetakan
8.00%
8.00%
6.00%
6.00%
4.00%
4.00%
2.00%
2.00%
0.00%
lampu 14 watt
0.00% 2000 2002 2004 2006 2008 2010
800
2000 2002 2004 2006 2008 2010
Sumber: BPS, 2012
600
Gambar 3.7a
lampu 11 watt
Kontribusi Sub Sektor Industri Terhadap PDB Industri
400 lampu 5 watt
200
Kuat Cahaya berdasarkan spesifikasi [Lm] Kuat Cahaya setelah aging 100h [Lm] Kuat Cahaya setelah lumen maintenance 2000h [Lm]
20
40
60 Sampel lampu
80
100
4.00% 3.00% 2.00% 1.00% 0.00%
15.00%
0 0
6). Industri Produk Semen dan Penggalian Bukan Logam
5). Industri Produk Pupuk, Kimia dan Karet 120
Gambar 5.4.2. Intensitas cahaya berdasarkan spesifikasi,
10.00% 5.00% 0.00%
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Intensitas Cahaya [Lumen]
1400
3). Industri Kayu dan Produk Lainnya
lampu 26 watt
200020022004200620082010
setelah aging 100 jam dan setelah lumen maintenance 2.000 jam.
lumen, setelah aging 100 jam dan setelah lumen maintenance masing-masing 245,6
3.00%
lumen dan 209,8 lumen. Ini menunjukkan bahwa cahaya yang dihasilkan lampu lebih
2.00%
rendah dari spesifikasi setelah penyalaan selama 100 jam dan juga setelah 2.000
1.00%
jam.
0.00%
8). Industri Peralatan, Mesin dan PerlengkapanTransportasi 40.00% 30.00% 20.00% 10.00% 0.00% 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Pengukuran intensitas cahaya menunjukkan bahwa lampu 5 Watt, spesifikasi 260
7). Industri Logam Dasar Besi dan Baja
2000 2002 2004 2006 2008 2010
Lampu 11 Watt, spesifikasi 600 lumen, setelah aging 100 jam dan setelah lumen maintenance masing-masing 447,5 lumen dan 435,8 lumen. Ini menunjukkan bahwa
171
Sumber: BPS, 2012
Gambar 3.7b
Kontribusi Sub Sektor Industri Terhadap PDB Industri 40
Kontribusi industri tekstil, kayu, kertas, dan semen mengalami kecenderungan
Lampu 14 Watt, daya rata-rata yang dikonsumsi setelah aging 100 jam dan setelah
penurunan sedikit terhadap PDB industri total. Yang paling besar mengalami
lumen maintenance relatif sama, yaitu masing-masnig 12,7 dan 13 Watt. Ini
penurunan dalam kontribusi adalah industri besi baja. Industri-industri tersebut
menunjukkan bahwa konsumsi daya yang dispesifikasikan lebih tinggi dibandingkan
merupakan beberapa industri yang intensitas energinya cukup besar. Industri yang
dengan daya yang terukur, atau lebih rendah 1 Watt.
mengalami kenaikan kontribusi adalah indudtri peralatan dan permesinan yang notabene merupakan industri hilir yang konsumsi energinya tidak sebesar industri hulu. Jenis industri lainnya relatif konstan.
Lampu 18 Watt, daya rata-rata yang dikonsumsi setelah aging 100 jam dan setelah lumen maintenance relatif sama, yaitu masing-masnig 17,5 dan 17,5 Watt. Ini menunjukkan bahwa konsumsi daya yang dispesifikasikan sedikit lebih tinggi
Salah satu indikator lainnya yang diperlukan dalam kajian ini adalah elastisitas pertumbuhan PDB Industri terhadap pertumbuhan PDB Nasional. Selama 10 tahun terakhir elastisitas pertumbuhan PDB industri terhadap pertumbuhan PDB nasional hanya mengalami penurunan yang relatif kecil (lihat Gambar 3.8). Artinya, pertumbuhan PDB nasional yang tinggi juga akan diikuti pertumbuhan PDB industri yang tinggi juga. Nilai elastisitas disini merupakan rasio antara pertumbuhan PDB
dibandingkan dengan daya yang terukur, atau lebih rendah 0,5 Watt. Lampu 23 Watt, daya rata-rata yang dikonsumsi setelah aging 100 jam dan setelah lumen maintenance relatif sama, yaitu masing-masnig 21,3 dan 21,4 Watt. Ini menunjukkan bahwa konsumsi daya yang dispesifikasikan sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan daya yang terukur, atau lebih rendah 1,6 Watt. Lampu 26 Watt, daya rata-rata yang dikonsumsi setelah aging 100 jam dan setelah
industri dengan pertumbuhan PDB nasional.
lumen maintenance relatif sama, yaitu masing-masnig 21,5 dan 21,6 Watt. Ini 9.00
menunjukkan bahwa konsumsi daya yang dispesifikasikan sedikit lebih tinggi
8.00
dibandingkan dengan daya yang terukur, atau lebih rendah 4,5 Watt.
7.00 6.00
Elastisitas Industri
5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 -
1994 1996 1998 2000 2002 2004 2006 2008 2010 Sumber: BPS, 2012
Gambar 3.8
Elastisitas Sektor Industri
3.2.3 Pola Penggunaan Energi Industri Tekstil Proses produksi dari masing-masing jenis industri khususnya mengenai bagaimana energi dikonsumsi bisa dikatakan berbeda satu sama lain atau sangat spesifik. Oleh sebab itu, kajian ini hanya akan memfokuskan pada satu jenis industri saja, yaitu industri tekstil. Hal ini dimaksudkan agar hasil analisisnya lebih tajam dan akurat. 41
170
5.3.10 Konsumsi Daya Spesifik
Selain alasan tersebut, potensi penghematan industri tekstil di Indonesia cukup besar. Jenis industri selain tekstil, akan diulas pada publikasi-publikasi berikutnya.
(Setelah aging 100 jam dan setelah lumen maintenance 2.000 jam)
Secara umum penggunaan energi di industri terbagi menjadi empat bagian besar,
Gambar 5.4.1 memperlihatkan konsumsi daya setelah aging 100 jam dan setelah
yaitu proses pemanasan, pendinginan, penggerak motor dan pengolahan limbah. Proses pemanasan (heating) terbagi dua, langsung dengan furnace dan tidak
lumen maintenance 2.000 jam.
langsung dengan boiler 30
Daya lampu [Watt]
25
20
15 Konsumsi Daya berdasarkan Spesifikasi [Watt] Watt 10 Konsumsi Daya setelah aging 100 jam [Watt] 5
Konsumsi Daya setelah lumen maintenance 2000 jam [Watt]
Gambar 3.9
0 0
20
40
60 Sampel Lampu
80
100
Distribusi Penggunaan Energi di Industri
120
Gambar 5.4.1. Konsumsi daya, setelah aging 100 jam dan setelah lumen maintenance 2.000 jam.
Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) tidak terkecuali, dalam proses produksinya industri tekstil tersebut memerlukan energi untuk proses heating baik direct maupun indirect (uap), proses cooling dan untuk penggerak motor-motor listrik. Industri TPT dibagi menjadi 5 kategori: industri serat; industri benang; industri kain; industri pakaian jadi dan industri produk tekstil lainnya
Berdasarkan grafik pada Gambar 4.1 di atas telihat dari hasil pengukuran menunjukkan bahwa untuk lampu 5 Watt, daya rata-rata yang dikonsumsi setelah
Dari sisi jenis produk yang dihasilkan, industri tekstil bisa dibagi menjadi 3 kategori,
aging 100 jam dan setelah lumen maintenance masing-masing 5,2 dan 5,2 Watt. Ini
idustri hulu, antara dan hilir yang penjelasannya sebagai berikut,
menunjukkan bahwa konsumsi daya yang dispesifikasikan dengan yang terukur
x
Pada Sektor Industri Hulu
adalah industri yang memproduksi serat yang
relatif sama.
terdiri dari 2 sub-sektor yaitu industry serat alam dan serta buatan, yang
Lampu 11 Watt, daya rata-rata yang dikonsumsi setelah aging 100 jam dan setelah
kemudian diproses melalui proses pemintalan (spinning) menjadi produk
lumen maintenance sama, yaitu 7,4 Watt. Ini menunjukkan bahwa konsumsi daya
benang (unblended dan blended yarn).
yang dispesifikasikan lebih tinggi dibandingkan dengan daya yang terukur, atau lebih
x
Pada Sektor Industri antara yaitu industry kain yang
meliputi proses
penganyaman (interlacing) benang menjadi kain mentah lembaran (grey
rendah 3,6 Watt.
fabric) melalui proses pertenunan (weaving) dan rajut (knitting) yang kemudian 169
42
diolah
lebih
lanjut
melalui
proses
pengolahan
pencelupan
penyempurnaan (finishing) dan pencapan (printing) menjadi kain-jadi. x
Tabel 5.4.3
(dyeing),
Umur individu dan umur lampu rata-rata 14W (14-CFL-AXC)
Pada Sektor Industri Hilir adalah industri manufaktur pakaian jadi (garment) termasuk proses cutting, sewing, washing dan finishing yang menghasilkan
Jumlah Jam Nyala hingga Mati
No.
Type Lampu
1
14W-CFL-AXC
3279
Gambar 3.10 menampilkan pohon industri tekstil pada umumnya termasuk
2
14W-CFL-AXC
3318
Indonesia.
3
14W-CFL-AXC
3446
4
14W-CFL-AXC
3578
5
14W-CFL-AXC
3889
6
14W-CFL-AXC
3915
7
14W-CFL-AXC
4288
8
14W-CFL-AXC
4697
9
14W-CFL-AXC
4914
10
14W-CFL-AXC
5065
(jam)
ready-made garment.
Umur Lampu Hingga Gagal 50%
5065
Tabel 5.4.4 Umur individu dan umur lampu rata-rata 26W (26W-CFL-CXC)
Sumber: API
Gambar 3.9
Type Lampu
1
26W-CFL-CXC
3216
2
26W-CFL-CXC
3442
3
26W-CFL-CXC
3977
4
26W-CFL-CXC
4004
5
26W-CFL-CXC
4096
6
26W-CFL-CXC
4405
7
26W-CFL-CXC
4520
8
26W-CFL-CXC
4618
Pakaian
9
26W-CFL-CXC
4644
jadi
10
26W-CFL-CXC
4666
Pohon Industri Tekstil
Jika dilihat dari struktur biaya di industri TPT, energi mengambil porsi 14 – 26%, kecuali industri pakaian jadi yang hanya 2%. Kebutuhan energi pada industri pakaian jadi hampir seluruhnya berupa listrik (lihat Tabel 3.4). Tabel 3.4
Struktur Biaya Industri TPT
Jenis Biaya
Serat
Benang
Kain
Jumlah Jam Nyala hingga Mati
No.
(jam)
Umur Lampu Hingga Gagal 50%
Bahan Baku
55%
59%
57%
58%
Energi
26%
19%
14%
2%
Tenaga Kerja
6%
7%
13%
27%
43
168
4666
.3.9
asil Pen u ian
Berdasarkan S I IE a. Umur
mur Lam u (Li e Time)
Jenis Biaya
Pakaian
Serat
Benang
Kain
epresiasi
6%
7%
2%
1%
Suku Bunga
4%
5%
7%
2%
3%
3%
7%
10%
jadi
60969-2009 umur lampu didefinisikan sebagai berikut
ampu (Individu), adalah periode operasi sampai tidak menyala atau
menurut kriteria lain tentang unjuk kerja lampu yang ditetapkan dalam standar ini. b. Umur ampu
ata-rata (Umur ampu Hingga Gagal 50%), adalah lamanya waktu
dminstrasi pemasaran
ketika 50% lampu mencapai akhir umur individunya. Berdasarkan definisi tersebut maka setelah periode pemeliharaan lumen selama
Sumber:
P
2.000 jam, setiap lampu dinyalakan, hingga didapatkan umur lampu individu dan
Secara umum penggunaan energi di industri tekstil bisa dirinci secara lebih detil
umur lampu rata-rata.
menurut jenis proses seperti pada Gambar 3.10.
Pada saat laporan ini dibuat, baru 3 tipe lampu yang telah mati 50% dari jumlah sampel uji, yaitu (26W-
-
lampu 5W (05W-
-
), 14W (14-
-
), dan 26 Watt
eskipun datanya berasal dari
US , penggunaan energi di industri tekstil di Indonesia tidak jauh berbeda karena teknologi proses produksi industri tekstil disetiap negara relatif sama.
).
F
F
2
Tabel 5.4.2, Tabel 5.4.3 dan Tabel 5.4.4. menampilkan data hasil uji umur lampu
18
20
individu dan umur lampu rata-rata. 4
Tabel 5.4.2. Umur individu dan umur lampu rata-rata 5W (
W-CFL- XC)
28
Jumlah Jam Nyala hingga Mati
No.
Type Lampu
1
05W-CFL-AXC
4211
2
05W-CFL-AXC
4577
3
05W-CFL-AXC
4688
4
05W-CFL-AXC
4774
5
05W-CFL-AXC
4876
6
05W-CFL-AXC
4887
7
05W-CFL-AXC
5085
P
8
05W-CFL-AXC
5138
9
05W-CFL-AXC
5470
industri tekstil di Indonesia menurut jenis energi pada tahun 2010 bisa dihitung.
10
05W-CFL-AXC
5490
(jam)
28 Sumber:
Gambar 3.
istribusi Ti ikal Pen
unaan ner i Final di Industri Tekstil
engan menggunakan data-data dari BPS, PG , Pusdatin ES , dan instansi lainnya di kementrian ES
167
inerba ES
,
, distribusi penggunaan energi pada
alam menghitung distribusi penggunaan energi pada industri tekstil terpaksa dibuat beberapa asumsi karena keterbatasan data yang ada.
Umur Lampu Hingga Gagal 50%
,
54 0
44
S esi ikasi uat Cahaya
erk
38
53
CFLs 114 115 116 117 118
9
119 120
Gambar 3.
istribusi Pen
unaan ner i di Industri Tekstil
enurut enis
26W-
014
-
26W-
015
-
26W-
016
-
26W-
017
-
26W-
018
-
26W-
019
-
26W-
020
-
asil en ukuran setelah enuaan ikasi
aya lam u
PF
uat Cahaya ( h)
T
Lm
Lm Watt
Watt
1436
65.3
21.3
0.50
2.3
I
-0.6
2.5
129.5
1136.3
53.3
2.1
131.2
1410.0
65.5
21.7
-0.6
2.4
130.7
1190.4
54.8
1436
65.3
21.5
1436
65.3
21.8
0.50
2.0
137.0
1411.0
64.9
21.9
-0.6
2.5
130.4
1186.6
54.1
2.2
132.5
1352.1
63.2
21.4
-0.6
2.5
128.8
1143.0
53.4
1436
65.3
21.4
0.54
1436
65.3
21.5
0.55
2.2
127.8
1407.8
65.6
21.8
-0.6
2.6
124.3
1218.3
56.0
1436
65.3
21.6
0.56
2.4
128.6
1414.7
65.5
21.8
-0.6
2.5
128.9
1185.3
54.4
21.7
0.55
2.3
130.5
1436.9
66.1
21.9
-0.6
2.5
125.8
1221.9
55.9
1436
65.3
aerah, kantor Pemerintah Pusat
dan pelayanan publik lainnya apabila perusahaan yang mengoperasikannya dianggap komersial. alam kajian ini, sektor komersial hanya dibedakan menjadi dua, pemerintah dan Pemerintah
aerah
dan
pemerintah Pusat, sisanya seperti kantor swasta, sekolah, hotel, mall dan rumah sakit dimasukkan kedalam sektor swasta. Sebagian besar penggunaan energi disektor komersial terkait dengan bangunan dan peralatan di dalamnya. Energi
istrik yang dibutuhkan pada bangunan komersial
digunakan utnuk penerangan, pendingin ruangan, lift, pompa, peralatan kantor
45
Lm Watt
21.3
perusahaan lainnya organisasi nirlaba dan keagamaan institusi pendidikan, sosial
kantor-kantor
(Lumen)
ikasi h)
65.5
restoran, penjualan besar (mall, supermarket dll), penjualan ritel, laundry dan
meliputi
I
(2
1397.6
(pertanian, pertambangan atau konstruksi). Usaha komersial meliputi hotel, motel,
hanya
T
130.3
transportasi atau industri pengolahan manufaktur dan aktivitas industri lainnya
Pemerintah
PF
0.50
Sektor komersial adalah sektor yang terdiri dari perusahaan yang tidak terlibat pada
swasta.
aya lam u
am
Watt
arakteristik Sektor
dan kesehatan kantor swasta, kantor Pemerintah
ikasi h)
uat Cahaya (2 h)
Lm Watt
3.3 Sektor omersial e inisi dan
(
asil en ukuran setelah emeliharaan lumen 2
Lumen
Tahun 2
3.3. .
am
166
S esi ikasi uat Cahaya
erk CFLs 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113
18W-
018
-
18W-
019
-
18W-
020
-
23W-
001
-
23W-
002
-
23W-
003
-
23W-
004
-
23W-
005
-
23W-
006
-
23W-
007
-
23W-
008
-
23W-
009
-
23W-
010
-
23W-
011
-
23W-
012
-
23W-
013
-
23W-
014
-
23W-
015
-
23W-
016
-
23W-
017
-
23W-
018
-
23W-
019
-
23W-
020
-
26W-
001
-
26W-
002
-
26W-
003
-
26W-
004
-
26W-
005
-
26W-
006
-
26W-
007
-
26W-
008
-
26W-
009
-
26W-
010
-
26W-
011
-
26W-
012
-
26W-
013
-
asil en ukuran setelah enuaan ikasi
aya lam u
PF
uat Cahaya ( h)
T
Lm
Lm Watt
Watt
1100
61.0
17.3
0.62
2.4
1100
61.0
17.8
0.62
1100
61.0
17.3
I
am
(
asil en ukuran setelah emeliharaan lumen 2 ikasi h)
aya lam u
PF
uat Cahaya (2 h)
T I
(Lumen)
am
(2
ikasi h)
Lm Watt
seperti komputer, printer dan lain-lain. Jenis energi final lainnya seperti biomasa, BB , PG dan gas digunakan untuk memasak dan pemanas.
Lumen
Lm Watt
Watt
103.0
1067.9
61.6
17.1
-0.6
2.2
102.6
903.9
52.7
Karakteristik dari masing-masing jenis bangunan komersial khususnya dalam
2.4
102.5
1162.0
65.4
17.4
-0.6
2.2
102.9
1046.2
60.2
pengoperasiannya akan sangat menentukan tingkat konsumsi energi. Berikut ini
0.60
2.2
109.7
994.0
57.5
17.5
-0.6
2,46
108.3
868.6
49.6
adalah pola operasi tipikal dari beberapa bangunan sektor komersial seperti kantor
1.9
104.8
1310.5
62.1
21.5
-0.6
2.7
103.0
1144.9
53.2
pemerintah, kantor swasta, rumah sakit, pusat perbelanjaan, hotel di Indonesia
1420
62.0
21.1
0.61
1420
62.0
21.5
0.62
1.6
102.1
1322.7
61.6
21.4
-0.6
2.6
102.4
1196.6
55.9
1420
62.0
20.9
0.62
1.7
103.3
1100.3
52.7
21.0
-0.6
2.7
103.7
1240.1
59.2
1.8
101.3
1363.6
62.9
21.3
-0.6
2.7
105.3
1199.1
56.2
A.
antor emerintah
1420
62.0
21.7
0.62
1420
62.0
21.3
0.62
1.8
103.1
1401.0
65.8
21.4
-0.6
2.7
107.2
1238.5
57.8
Termasuk ke dalam kategori ini antara lain kantor-kantor pemerintah (baik pusat
1420
62.0
21.2
0.61
2.1
106.0
1410.1
66.5
21.6
-0.6
2.6
104.1
1295.6
59.9
maupun daerah), perpustakaan, museum, fasilitas olah raga, stasiun, terminal,
21.3
0.60
2.0
106.0
1342.2
63.0
21.7
-0.6
2.5
101.7
1217.7
56.2
bandara dan pelabuhan.
21.2
0.60
2.3
108.6
1332.9
62.8
21.5
-0.6
2.5
102.3
1187.9
55.3
20.5
0.60
2.3
108.1
1268.6
61.9
21.0
-0.6
2.5
105.0
1084.0
51.7
Gedung pemerintah dan fasilitas publik di Indonesia umumnya beroperasi 5 hari per
21.2
0.60
2.3
105.0
1341.1
63.4
21.5
-0.6
2.4
102.7
1194.9
55.5
pekan, kecuali fasilitas untuk perhubungan, seperti stasiun, terminal, bandara dan
21.2
0.61
2.3
104.4
1488.8
70.4
21.4
-0.6
2.4
103.1
1262.6
59.0
pelabuhan yang beroperasi 7 hari per pekan. Secara umum gedung-gedung
2.4
105.8
1380.9
65.4
21.4
-0.6
2.3
102.7
1268.3
59.2
1420 1420 1420 1420 1420
62.0 62.0 62.0 62.0 62.0
1420
62.0
21.1
0.61
1420
62.0
20.8
0.60
2.3
107.4
1300.9
62.5
21.3
-0.6
2.3
103.8
1150.7
54.1
1420
62.0
20.9
0.60
2.1
108.1
1276.6
61.2
21.3
-0.6
2.4
103.2
1105.8
51.8
1420
62.0
21.0
0.61
2.1
106.6
1296.8
61.7
21.2
-0.6
2.4
103.4
1131.1
53.3
1420
62.0
21.1
0.61
2.1
106.1
1340.0
63.5
21.7
-0.6
2.2
104.0
1134.6
52.4
1420
62.0
20.9
0.61
1.9
106.0
1347.8
64.5
21.0
-0.6
2.3
105.7
1170.9
55.7
1420
62.0
20.9
0.60
2.1
106.9
1285.3
61.6
21.1
-0.6
2.4
103.5
1082.8
51.4
di antara fasilitas publik seperti sekolah, kantor-kantor pemerintah daerah, dll
1420
62.0
20.9
0.61
2.1
106.4
1318.2
63.1
21.0
-0.6
2.4
205.0
1156.8
55.0
dibangun tanpa dilengkapi dengan fasilitas pendingin udara (
2.3
105.9
1308.6
63.4
20.8
-0.6
2.5
104.9
1100.1
52.8
menyebabkan secara relatif
penggunaan energi pada gedung-gedung yang dikelola oleh swasta.
pemerintah dalam satu harinya beroperasi sekitar 8-9 jam (jam kantor), kecuali untuk prasarana perhubungan. Pada umumnya gedung-gedung pemerintah didisain dan dibangun secara sederhana dan fungsional sesuai dengan anggaran yang tersedia. Sehingga banyak ). Hal ini
1420
62.0
20.7
0.61
1436
65.3
21.4
0.50
2.2
134.7
1396.0
65.2
21.6
-0.6
2.6
130.4
1084.7
50.1
1436
65.3
21.4
0.50
2.3
132.3
1395.0
65.2
21.7
-0.6
2.6
129.8
1184.7
54.6
1436
65.3
21.4
0.50
2.4
133.2
1451.0
67.7
21.5
-0.6
2.4
131.8
1217.4
56.6
1436
65.3
21.3
0.50
2.4
134.5
1389.9
65.1
21.3
-0.6
2.3
132.3
1128.6
52.9
dan dikelola sendiri oleh pemerintah.
1436
65.3
21.2
0.50
2.4
133.4
1393.1
65.8
21.4
-0.6
2.3
125.8
1152.6
53.8
65.3
21.0
0.50
menjadi tanggungan pemerintah sesuai dengan anggaran yang tersedia, seringkali
1436
2.2
133.4
1371.0
65.2
21.3
-0.6
2.1
125.4
1161.3
54.4
1436
65.3
22.0
0.50
2.3
130.8
1416.4
64.3
22.1
-0.6
2.2
126.0
1184.0
53.6
1436
65.3
21.3
0.50
2.3
134.1
1446.6
67.9
21.5
-0.6
2.2
131.6
1168.6
54.4
tindakan penghematan atau pemborosan dalam penggunaan energi tidak memiliki
1436
65.3
21.5
0.50
2.2
135.1
1395.3
64.8
21.8
-0.6
2.2
131.5
1152.6
52.8
dampak terhadap keuntungan atau kerugian dalam pengoperasian gedung. Selain
1436
65.3
21.3
0.50
2.2
134.2
1371.0
64.3
21.4
-0.6
2.2
130.9
1133.7
53.0
itu, untuk gedung-gedung yang menjadi aset pemerintah, proses pengadaan
2.2
132.8
1488.8
68.0
21.8
-0.6
2.3
130.8
1183.4
54.4
peralatan dilakukan melalui mekanisme
1436
65.3
21.9
0.50
1436
65.3
21.9
0.50
2.0
132.6
1464.4
66.9
21.8
-0.6
2.4
129.3
1208.4
55.5
1436
65.3
21.3
0.50
2.0
129.3
1392.4
65.5
21.3
-0.6
2.4
128.7
1142.4
53.5
penggunaan
energinya lebih rendah
Pengendalian penggunaan energi di gedung pemerintah lebih mudah karena dimiliki amun karena biaya rekening energinya
kesadaran untuk melakukan penghematan energi rendah. Hal ini disebabkan karena
PB
, di mana standard efisiensi energi
masih belum menjadi acuan dalam pemilihan peralatan. menggunakan peralatan-peralatan yang tidak kurang hemat energi.
165
daripada
46
kibatnya banyak
Gambar di bawah ini menunjukkan tipikal penggunaan energi di salah satu gedung pemerintah.
S esi ikasi
apat dilihat pada gambar bahwa konsumsi energi di gedung sesuai
erk
dengan jam kantor, yaitu dimulai pada sekitar pukul 7.00 sampai dengan pukul
CFLs 42
15.30.
43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55
Sumber: PP
Gambar 3. 3
I ASu
Ti ikal Pola Pen
56
unaan ner i Listrik di Gedun Pemerintah
57 58 59
B.
antor s asta
60 61
Gedung perkantoran di sini dibatasi pada gedung perkantoran yang dikelola oleh
62
swasta. Gedung-gedung ini umumnya beroperasi sesuai dengan jam kantor, yakni 5
63
hari sepekan dan 8-9 jam perhari. Ketika ada permohonan tertentu, maka gedung
64
bisa dioperasikan di luar jam kerja. Pada umumnya gedung perkantoran dapat dibagi
65
menjadi dua, yaitu gedung perkantoran milik sendiri dan yang disewakan. Keduanya
66 67
biasanya memiliki manajemen pengelola gedung sendiri yang disebut dengan u
eme .
u
eme
ini yang kemudian diserahi tugas oleh
68 69
pemilik gedung untuk mengoperasikan gedung. Pengendalian operasional peralatan-
70
peralatan gedung tersebut dilakukan secara terpusat di ruang control dengan
71 72
menggunakan B S
73
Penghuni gedung bisa merupakan e
(penyewa gedung) atau pemiliknya sendiri.
ikarenakan dalam pengelolaan gedung perkantoran dipisahkan antara pemilik, manajer gedung dan penghuni, tindakan penghematan energi seringkali mengalami kendala dalam pelaksanaannya. Terutama pihak penyewa ( e 47
) biasanya kurang
74 75 76 77
uat Cahaya
14W-
002
-
14W-
003
-
14W-
004
-
14W-
005
-
14W-
006
-
14W-
007
-
14W-
008
-
14W-
009
-
14W-
010
-
14W-
011
-
14W-
012
-
14W-
013
-
14W-
014
-
14W-
015
-
14W-
016
-
14W-
017
-
14W-
018
-
14W-
019
-
14W-
020
-
18W-
001
-
18W-
002
-
18W-
003
-
18W-
004
-
18W-
005
-
18W-
006
-
18W-
007
-
18W-
008
-
18W-
009
-
18W-
010
-
18W-
011
-
18W-
012
-
18W-
013
-
18W-
014
-
18W-
015
-
18W-
016
-
18W-
017
-
asil en ukuran setelah enuaan ikasi
aya lam u
PF
uat Cahaya ( h)
T
Lm
Lm Watt
Watt
820
59.0
12.4
0.60
2.1
I
am
(
asil en ukuran setelah emeliharaan lumen 2 ikasi h)
aya lam u
PF
uat Cahaya (2 h)
T I
(Lumen)
am
(2
ikasi h)
Lm Watt
Lumen
Lm Watt
Watt
108.8
691.6
56.0
12.6
-0.6
2.5
106.8
684.1
54.4
2.0
105.1
762.4
59.2
13.0
-0.6
2,5
106.2
711.5
54.9
820
59.0
12.9
0.61
820
59.0
13.0
0.61
2.2
106.3
793.2
61.1
13.0
-0.6
2.4
108.2
745.0
57.3
2.2
106.7
706.7
56.7
12.9
-0.6
2,6
105.8
697.1
54.0
820
59.0
12.5
0.61
820
59.0
12.7
0.60
2.2
110.1
734.8
58.0
12.8
-0.6
2.7
112.4
694.4
54.3
820
59.0
12.6
0.60
2.1
109.0
763.7
60.5
12.9
-0.6
2.9
108.8
699.1
54.1
2.1
106.0
800.5
62.2
13.2
-0.6
2.8
106.8
697.4
53.0
820
59.0
12.9
0.61
820
59.0
13.0
0.61
1.9
105.1
791.9
60.8
13.3
-0.6
2.5
105.8
748.3
56.3
820
59.0
12.8
0.60
2.0
107.8
760.0
59.5
12.9
-0.6
2.5
105.8
697.4
54.1
2.0
106.0
764.9
60.1
13.1
-0.6
2.4
103.5
684.1
52.2
820
59.0
12.7
0.60
820
59.0
12.7
0.60
2.1
107.3
731.8
57.7
12.9
-0.6
2.4
106.8
680.7
52.6
12.6
0.60
2.2
109.0
759.7
60.1
13.1
-0.6
2.3
107.7
685.7
52.5
2.1
108.8
799.0
60.7
13.3
-0.6
2.3
105.5
718.9
54.0
820
59.0
820
59.0
13.2
0.60
820
59.0
12.1
0.60
2.1
108.1
689.5
57.1
12.7
-0.6
2.3
104.8
680.0
53.6
2.4
104.1
780.8
59.3
13.3
-0.6
2.4
104.6
727.2
54.8
820
59.0
13.2
0.61
820
59.0
12.5
0.61
2.3
106.4
777.2
62.4
12.7
-0.6
2.3
105.6
695.1
54.9
820
59.0
12.8
0.61
2.3
104.6
788.6
61.4
13.2
-0.6
2.2
105.0
694.1
52.7
2.1
107.1
766.8
59.7
13.2
-0.6
2.4
102.4
673.0
51.1
820
59.0
12.8
0.60
820
59.0
12.5
0.61
2.2
105.9
765.6
61.2
12.9
-0.6
2.4
106.9
748.0
58.1
17.3
0.60
2.2
104.1
1073.1
61.9
17.3
-0.6
2.5
105.2
930.2
53.9
2.3
103.2
1049.4
62.2
16.9
-0.6
2.4
106.0
914.8
54.1
1100
61.0
1100
61.0
16.9
0.60
1100
61.0
17.4
0.62
2.0
101.5
1081.4
62.2
17.3
-0.6
2.5
102.1
928.6
53.6
1.8
104.3
1081.1
61.6
17.5
-0.6
2.6
107.0
891.1
50.9
1100
61.0
17.6
0.61
1100
61.0
17.1
0.62
1.9
100.9
1077.5
63.1
17.1
-0.6
2.6
106.3
914.1
53.6
1100
61.0
17.3
0.62
2.0
101.2
1063.5
61.5
17.3
-0.6
2.9
105.8
879.5
50.9
1.9
107.3
1103.5
62.9
17.6
-0.6
2.8
111.1
908.4
51.7
1100
61.0
17.6
0.61
1100
61.0
17.7
0.60
2.1
106.3
1164.6
65.7
17.7
-0.6
2.5
103.5
1030.8
58.3
1100
61.0
17.6
0.61
2.2
106.5
1066.1
60.6
17.4
-0.6
2.5
105.3
914.8
52.5
2.3
106.9
1097.1
61.4
17.8
-0.6
2.5
103.2
937.5
52.7
1100
61.0
17.9
0.61
1100
61.0
17.8
0.61
2.2
103.8
1177.4
66.3
17.7
-0.6
2.5
102.1
1041.7
59.0
17.7
0.62
2.2
103.0
1155.7
65.4
17.6
-0.6
2.5
100.5
1013.2
57.4
2.3
102.9
1054.9
61.3
17.3
-0.6
2.5
101.5
905.5
52.5
17.4
-0.6
2.3
110.1
919.9
52.9
1100
61.0
1100
61.0
17.2
0.62
1100
61.0
17.7
0.61
2.3
108.2
1077.3
60.9
2.2
108.5
1095.8
62.5
1100
61.0
17.5
0.60
1100
61.0
17.5
0.60
2.3
105.8
1078.5
61.7
17.5
-0.6
2.2
100.3
935.9
53.4
1100
61.0
17.2
0.60
2.2
109.7
1047.8
61.1
17.5
-0.6
2.2
105.9
905.5
51.9
164
S esi ikasi uat Cahaya
erk CFLs 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41
Lm
05W-
006
-
05W-
007
-
05W-
008
-
05W-
009
-
05W-
010
-
05W-
011
-
05W-
012
-
05W-
013
-
05W-
014
-
05W-
015
-
05W-
016
-
05W-
017
-
05W-
018
-
05W-
019
-
05W-
020
-
11W-
-B 001
-
11W-
-B 002
-
11W-
-B 003
-
11W-
-B 004
-
11W-
-B 005
-
11W-
-B 006
-
11W-
-B 007
-
11W-
-B 008
-
11W-
-B 009
-
11W-
-B 010
-
11W-
-B 011
-
11W-
-B 012
-
11W-
-B 013
-
11W-
-B 014
-
11W-
-B 015
-
11W-
-B 016
-
11W-
-B 017
-
11W-
-B 018
-
11W-
-B 019
-
11W-
-B 020
-
14W-
001
-
260
asil en ukuran setelah enuaan ikasi Lm Watt 52.0
aya lam u
PF
uat Cahaya ( h)
T
Watt
I
am
(
asil en ukuran setelah emeliharaan lumen 2 ikasi h)
aya lam u
Lumen
Lm Watt
Watt
PF
uat Cahaya (2 h)
T I
(Lumen)
(2
am
memiliki perhatian dalam penghematan energi, karena merasa sudah membayar
ikasi h)
uang sewa, sehingga merasa bebas memanfaatkan energi listrik sesukanya.
Lm Watt
5.0
0.62
2.2
92.2
241.7
48.5
5.1
-0.6
2.7
90.9
210.9
41.2
2.3
89.5
249.2
48.8
5.2
-0.6
2.7
91.8
210.3
40.1
Sekalipun dalam pembayaran sewa tenant ada juga yang melakukan pengukuran penggunaan listrik dan dimasukkan ke dalam biaya sewa per bulannya, secara
260
52.0
5.1
0.63
260
52.0
5.0
0.63
2.4
91.4
244.2
49.2
5.2
-0.6
2.7
93.6
210.9
40.9
260
52.0
5.1
0.63
2.2
89.1
258.8
50.8
5.3
-0.6
2.6
88.0
220.7
41.6
tanggung jawab dia. Hal ini yang kemudian menyebabkan kesulitan dalam
260
52.0
5.1
0.63
2.4
91.7
250.4
49.5
5.3
-0.6
2.6
90.2
213.9
40.7
implementasi penghematan energi di gedung perkantoran.
260
52.0
5.2
0.62
2.2
90.4
262.6
51.0
5.4
-0.6
2.5
89,6
222.7
41.2
2.1
87.0
233.2
46.1
5.1
-0.6
2.4
86.7
199.2
38.9
260
52.0
5.1
0.63
260
52.0
5.1
0.62
2.2
94.4
247.3
48.6
5.2
-0.6
2.4
92.7
206.0
39.4
260
52.0
5.0
0.62
2.2
92.9
253.8
50.7
5.3
-0.6
2.4
89.1
211.9
40.4
2.2
96.1
243.5
48.5
5.2
-0.6
2.4
94.2
207.0
40.0
260
52.0
5.0
0.62
260
52.0
5.10
0.62
2.2
95.8
237.0
46.5
5.1
-0.6
2.4
93.3
198.2
38.6
5.1
0.62
2.2
92.8
247.7
48.3
5.3
-0.6
2.4
89.8
220.7
41.7
2.2
92.7
235.1
47.6
5.1
-0.6
2.4
89.3
201.1
39.6
260
52.0
260
52.0
4.9
0.62
260
52.0
5.2
0.62
2.2
94.5
248.2
48.2
5.3
-0.6
2.3
91,6
215.1
40.4
2.4
94.7
249.6
49.7
5.2
-0.6
2.2
89.2
224.7
43.2
260
52.0
5.0
0.61
600
54.5
8.2
0.61
2.2
100.4
468.8
57.0
8.1
-0.6
2.4
101.1
472.0
58.4
600
54.5
7.3
0.61
2.3
102.3
462.8
63.1
7.3
-0.6
2.5
102.2
471.3
64.2
2.2
105.6
434.2
59.7
7.4
-0.6
2.4
104.4
427.2
57.5
600
54.5
7.3
0.61
600
54.5
7.3
0.60
2.1
104.0
441.8
60.8
7.2
-0.6
2.7
103.4
418.2
57.8
7.4
0.60
2.1
103.4
450.4
60.9
7.5
-0.6
2.6
102.7
424.4
56.9
2.0
105.4
449.3
64.2
7.1
-0.6
2.5
104.6
439.3
61.9
600
54.5
psikologis penyewa ruangan merasa bahwa penghematan energi bukan merupakan
Gambar berikut menunjukkan tipikal operasi dari sebuah gedung perkantoran di Jakarta.
600
54.5
7.0
0.60
600
54.5
7.3
0.59
2.0
106.4
417.0
57.4
7.3
-0.6
2.7
104.2
416.2
56.9
Sumber: PP
600
54.5
7.0
0.59
2.1
108.4
424.7
60.8
7.1
-0.6
2.6
104.9
434.8
61.5
Gambar 3. 4
600
54.5
7.4
0.60
2.0
104.1
453.6
61.1
7.5
-0.6
2.6
103.9
411.3
55.1
54.5
8.0
0.60
apat dilihat pada gambar bahwa gedung tersebut mulai beroperasi sekitar jam 6
600
2.1
102.4
483.8
60.9
8.2
-0.6
2.5
103.6
450.0
54.9
600
54.5
7.5
0.61
2.2
102.2
430.7
57.7
7.4
-0,6
2,6
105,5
437.2
58.8
600
54.5
7.6
0.59
2.1
106.3
464.4
61.4
7.7
-0.6
2.6
104.3
441.7
57.5
ruangan di saat pagi, sehingga konsumsi energinya langsung melonjak begitu
600
54.5
7.0
0.59
2.2
107.2
422.7
60.6
7.1
-0.6
2.6
105.1
403.4
57.1
mulai pendinginan. Selesai jam kantor, pada sekitar pukul 17.00 beberapa unit
600
54.5
7.2
0.59
2.3
108.5
436.4
60.8
7.4
-0.6
2.6
103.4
443.8
59.6
pendingin dimatikan karena sudah selesai jam kantor.
600
54.5
7.2
0.59
2.3
108.9
449.8
62.4
7.3
-0.6
2.6
101.9
473.1
64.5
energi sekitar separuhnya dari beban puncak sampai dengan jam 23.00. Hal ini
2.1
104.8
448.3
60.8
7.5
-0.6
2.6
99.5
427.2
57.2
600
54.5
7.4
0.60
600
54.5
7.3
0.59
2.3
106.7
446.3
61.3
7.3
-0.6
2.5
103.6
422.0
57.8
600
54.5
7.3
0.60
2.1
106.9
460.0
62.7
7.4
-0.6
2.5
103.3
432.7
58.9
2.2
106.4
437.6
61.3
7.2
-0.6
2.4
104,4
428.2
59.7
600
54.5
7.1
0.60
600
54.5
7.7
0.60
2.2
103.0
468.2
60.6
7.9
-0.6
2.4
100.1
442.7
56.3
820
59.0
12.5
0.59
2.1
110.7
708.5
56.9
12.6
-0.6
2.4
106.8
695.8
55.2
163
I ASu
Ti ikal ro il en
unaan ener i di edun
erkantoran
pagi. Sekalipun jam kantor dimulai sekitar jam 8, dibutuhkan pendinginan
asih terlihat penggunaan
mungkin dikarenakan masih ada beberapa tenant yang melaksanakan lembur.
48
C.
umah sakit
1 5W 05W-CFL-AXC011 05W-CFL-AXC012 05W-CFL-AXC013 05W-CFL-AXC014 05W-CFL-AXC015 05W-CFL-AXC016 05W-CFL-AXC017 05W-CFL-AXC018 05W-CFL-AXC019 05W-CFL-AXC020
umah sakit pada umumnya memiliki jam operasi 24 jam dengan operasional yang berbeda tiap instalasi.
, peralatan medis dan peralatan kantor, umumnya mulai
dioperasikan pada jam kerja yaitu pada jam 06.00 dan berhenti dinyalakan pada jam 17.00, kecuali pada instalasi yang harus beroperasi 24 jam seperti UG Klinik, serta penerangan diseluruh lingkungan
dan armasi
SU, kecuali berapa ruang inap
kosong, kantor pegawai, dan instalasi yang hanya buka pada pagi hari. Untuk mengendalikan operasional peralatan-peralatan tersebut digunakan sistem manual. Gambar di bawah ini menunjukkan profil penggunaan energi di salah satu fasilitas di umah Sakit. Secara umum profil penggunaan energinya mirip dengan profil untuk gedung perkantoran.
2 11W 11W-CFL011 11W-CFL012 11W-CFL013 11W-CFL014 11W-CFL015 11W-CFL016 11W-CFL017 11W-CFL018 11W-CFL019 11W-CFL020
3 14W
XC-
4 18W
14W-CFL-AXC011 14W-CFL-AXC012 14W-CFL-AXC013 14W-CFL-AXC014 14W-CFL-AXC015 14W-CFL-AXC016 14W-CFL-AXC017 14W-CFL-AXC018 14W-CFL-AXC019 14W-CFL-AXC020
XCXCXCXCXCXCXCXCXC-
5 23W
18W-CFL-AXC011 18W-CFL-AXC012 18W-CFL-AXC013 18W-CFL-AXC014 18W-CFL-AXC015 18W-CFL-AXC016 18W-CFL-AXC017 18W-CFL-AXC018 18W-CFL-AXC019 18W-CFL-AXC020
6 26W
23W-CFL-AXC011 23W-CFL-AXC012 23W-CFL-AXC013 23W-CFL-AXC014 23W-CFL-AXC015 23W-CFL-AXC016 23W-CFL-AXC017 23W-CFL-AXC018 23W-CFL-AXC019 23W-CFL-AXC020
26W-CFL-CXC011 26W-CFL-CXC012 26W-CFL-CXC013 26W-CFL-CXC014 26W-CFL-CXC015 26W-CFL-CXC016 26W-CFL-CXC017 26W-CFL-CXC018 26W-CFL-CXC019 26W-CFL-CXC020
amun memiliki baseload di luar jam kantor yang relatif tinggi.
Jam operasi gedung dimulai dari sekitar jam 8.00, sehingga pada jam-jam tersebut konsumsi listrik langsung meningkat dan mencapai puncaknya pada sekitar pukul
.3.
ata asil Pen u ian
10.00 untuk kemudian sedikit turun sampai dengan pukul 15.00 sebelum kemudian perlahan-lahan turun seiring dengan masuk waktu malam.
Setiap lampu yang diuji akan diperlakukan sama. Sebelum dilakukan pengukuran kuat cahaya terlebih dahulu dilakukan penuaan . Kemudian setelah
selama 100 jam di r
mencapai 100 jam, maka dimatikan permanen dan
didiamkan minimal 24 jam, selanjutnya diukur efikasi (lumen watt) masing-masing lampu. Tahap berikutnya adalah dilakukan pengujian ume m termasuk waktu 100 jam untuk penuaan ( m
e
e
e selama 2.000 jam,
). Setelah pemelihaan lumen ( ume
e) mencapai 2.000 jam maka dilakukan uji efikasi 2 (lm watt). Hasil
pengujian lampu hingga setelah ume m
e
e diperlihatkan pada Tabel 5.4.1.
Tabel 5.4.1. Sumber: PP
Gambar 3. Selain listrik, sebuah
Hasil pengujian lampu swabalast hingga 2.000 jam.
I ASu
Ti ikal Pola Pen
unaan ner i Listrik di
S esi ikasi
umah Sakit
bakar gas, PG ataupun
inyak Solar, karena memiliki boiler yang digunakan untuk
menghasilkan uap panas untuk kebutuhan pemanasan di dalam fasilitas. Panas
CFLs 1 2
tersebut selain untuk memenuhi kebutuhan sterilisasi bahan di dalam fasilitas, juga
3
digunakan untuk pengering ataupun dapur tempat masak.
4
engan kebutuhan panas
5
49
uat Cahaya
erk
umah Sakit juga mengkonsumsi bahan bakar seperti bahan 05W-
001
-
05W-
002
-
05W-
003
-
05W-
004
-
05W-
005
-
asil en ukuran setelah enuaan ikasi
aya lam u
PF
T
Lm
Lm Watt
Watt
260
52.0
5.2
0.62
2.2
5.2
0.62
260
52.0
uat Cahaya ( h) I
am
(
asil en ukuran setelah emeliharaan lumen 2 ikasi h)
aya lam u
PF
uat Cahaya (2 h)
T I
(Lumen)
am
(2
ikasi h)
Lm Watt
Lumen
Lm Watt
Watt
94.9
243.5
47.0
5.2
-0.6
2.5
99.1
193.3
36.9
2.3
92.4
244.5
47.5
5.3
-0.6
2.5
93.7
212.9
40.1
2.3
91.8
236.7
47.6
5.1
-0.6
2.6
94.3
205.0
40.0
260
52.0
5.0
0.62
260
52.0
5.0
0.63
2.4
88.3
239.8
48.2
5.0
-0.6
2.6
92.4
203.1
40.3
5.1
0.63
2.2
91.0
245.7
48.3
5.2
-0.6
2.7
92,1
209.0
40.1
260
52.0
162
dan listrik seperti tersebut di atas,
umah Sakit memiliki peluang pemasangan
teknologi kogenerasi unutk memproduksi panas dan listrik sekaligus. .3.
Sam el
D. Pusat erbelan aan
i
Seperti yang dipersyaratkan oleh S I IE terdiri atas 20 unit.
60969 2009, bahwa setiap jenis lampu
leh karena itu pada pengujian ini dilakukan sekaligus 6 jenis
lampu yang dapat mewakili pengelompokan watt untuk pemberian tanda bintang berdasarkan Peraturan
enteri ES
o. 06 tahun 2011.
ata sampel lampu
diperlihatkan pada Tabel 5.3.2 dan Tabel 5.3.3.
1 2 3 4 5 6
B
JE IS PU ool daylight ool daylight ool daylight ool daylight ool daylight ool daylight
E
E I G
W TT
operasional gedung mulai pukul 09.30 s d 21.00. Utilitas-utilitas utama seperti dan penerangan umumnya mulai dioperasikan secara bertahap mulai pukul 07 00 pagi dan berhenti beroperasi secara bertahap mulai pukul 21 00 WIB malam. Untuk mengendalikan operasional peralatan-peralatan tersebut digunakan sistem manual oleh teknisi engineering dan tim terkait yang bertugas menjaga kehandalan sistem di
Tabel 5.3.2 Spesifikasi sample uji lampu swabalast
E K )
Pola operasi penggunaan energy di pusat perbelanjaan tercermin dari jam
TEG
G
W
mall serta cleaning service yang membersihkan bangunan sebelum dan setelah jam kerja normal. EK.
T
U E
E IK SI
H
W
I E TI E J
5
6500 K
220-240
50 - 60
260
52
8000
11
-
150-250
50 - 60
600
54,5
6000
14
6500 K
220-240
50 - 60
820
59
8000
18
6500 K
220-240
50 - 60
1100
61
8000
23
6500 K
220-240
50 - 60
1420
62
8000
26
-
220-240
50 - 60
1436
65,3
8000
Gambar di bawah ini menunjukkan pola penggunaan energi listrik di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta.
) Tabel 5.3.3 Tipe sample uji lampu swabalast. 1 5W 05W-CFL-AXC001 05W-CFL-AXC002 05W-CFL-AXC003 05W-CFL-AXC004 05W-CFL-AXC005 05W-CFL-AXC006 05W-CFL-AXC007 05W-CFL-AXC008 05W-CFL-AXC009 05W-CFL-AXC010
2 11W 11W-CFL001 11W-CFL002 11W-CFL003 11W-CFL004 11W-CFL005 11W-CFL006 11W-CFL007 11W-CFL008 11W-CFL009 11W-CFL010
XCXCXCXCXCXCXCXCXCXC-
3 14W 14W-CFL-AXC001 14W-CFL-AXC002 14W-CFL-AXC003 14W-CFL-AXC004 14W-CFL-AXC005 14W-CFL-AXC006 14W-CFL-AXC007 14W-CFL-AXC008 14W-CFL-AXC009 14W-CFL-AXC010
4 18W 18W-CFL-AXC001 18W-CFL-AXC002 18W-CFL-AXC003 18W-CFL-AXC004 18W-CFL-AXC005 18W-CFL-AXC006 18W-CFL-AXC007 18W-CFL-AXC008 18W-CFL-AXC009 18W-CFL-AXC010
161
5 23W 23W-CFL-AXC001 23W-CFL-AXC002 23W-CFL-AXC003 23W-CFL-AXC004 23W-CFL-AXC005 23W-CFL-AXC006 23W-CFL-AXC007 23W-CFL-AXC008 23W-CFL-AXC009 23W-CFL-AXC010
6 26W 26W-CFL-CXC001 26W-CFL-CXC002 26W-CFL-CXC003 26W-CFL-CXC004 26W-CFL-CXC005 26W-CFL-CXC006 26W-CFL-CXC007 26W-CFL-CXC008 26W-CFL-CXC009 26W-CFL-CXC010
Sumber: PP Gambar 3. 6
I ASu Ti ikal ro il en
unaan ener i di usat erbelan aan
apat dilihat bahwa penggunaan energi listrik mulai naik pada sekitar pukul 6 pagi. Pada jam ini dimulai proses pendinginan gedung. Beban listrik kembali meningkat pada sekitar pukul 10 pagi, di mana sebagian besar tenant sudah mulai membuka tokonya. Beban listrik kemudian mencapai puncak pada sekitar pukul 12 s.d. pukul 21 malam, yang
mana merupakan jam buka dari toko-toko di dalam pusat
50
perbelanjaan tersebut. istrik kembali turun sampai level minmal pada sekitar pukul 10 malam, dikarenakan tokok-toko sudah mulai tutup. Sebagaimana di gedung perkantoran, sebuah pusat perbelanjaan biasanya disewakan pada tenant-tenant.
ikarenakan tenant di dalam pusat perbelanjaan
pada umumnya cenderung ingin tampil lebih mencolok dibandingkan dengan yang lainnya,
penggunaan
energi
dari
sebuah pusat
perbelanjaan relatif
tinggi
dibandingkan dengan gedung-gedung komersial lainnya. E.
otel
Hotel pada umumnya memiliki jam operasi selama 24 jam dan 7 hari dalam sepekan, dengan pembagian jam kerja menjadi 3 shift. Shift 1 dengan waktu operasional jam 07.00 – 15.00, Shift 2 dengan waktu operasional jam 15.00 – 23.00 dan shift 3 dengan waktu operasional jam 23.00 – 07.00.
asing-masing shift memiliki waktu
istirahat selama 1 jam. Utilitas-utilitas utama seperti
, penerangan, pemanas air
dan pompa air dioperasikan tergantung tingkat hunian. Tipikal profil penggunaan energi listrik dari salah satu hotel di Jakarta, ditunjukkan
Gambar 5.3.1. Peralatan uji lampu swabalast.
pada gambar berikut. Gambar sebelah kiri adalah profil beban kelistrikan tanpa memasukkan beban listrik untuk
. Sedangkan sebelah kanan adalah profil beban
kelistrikan untuk chiller dan peralatan pendingin sentral.
.3.6 Prosedur Pen u ian
apat dilihat bahwa selain
beban chiller, sebuah hotel pada umumnya memiliki profil beban relatif stabil mulai
Gambar 5.3.2 memperlihatkan diagram prosedur pengujian lampu swabalast.
dari pagi sampai tengah malam. Sedangkan profil beban chiller meningkat sejak dari pukul 7 sampai dengan sekitar pukul 21.00. Setelah itu terlihat bahwa chiller tidak semua dimatikan, dan mulai tengah malam sampai besok harinya masih mengkonsumsi listrik sampai dengan setengah dari pada waktu beban puncak. Hal ini karena penghuni biasanya tidur sambil menyalakan T
dan
, sehingga beban
listrik masih cukup tinggi.
Gambar 5.3.2. Prosedur pengujian lampu swabalast.
51
160
.3.4.
Suhu uan an Suhu ruangan dalam harus dijaga pada rentangan 15 liran udara ( r u
sampai 40
.
) yang berlebihan harus dihindarkan dan lampu agar
tidak mengalami goncangan serta getaran yang ekstrim. .3.4.9
yala dan Padam ampu pada pemeliharaan uji lumen dan uji umur lampu harus dipadamkan delapan kali tiap 24 jam. Periode padam adalah antara 10 menit dan 15 menit. Periode nyala adalah sedikitnya 10 menit.
.3.4.
eneta kan mur Lam u ata-rata Umur lampu sampai gagal 50% (umur rata-rata) diukur pada n lampu
Sumber: PP
I ASu
Gambar 3.
Ti ikal ro il en
unaan ener i di hotel
harus tidak kurang dari umur lampu pengenal sampai gagal 50%. ( n dinyatakan oleh pabrikan atau penjual
e
r yang bertanggung
3.3.2. P B dan Intensitas onsumsi ner i Final
jawab, tetapi sedikitnya 20 lampu). Sektor komersial merupakan salah satu sektor pengguna energi yang penting. Sekalipun dari sisi penggunaan energinya sekitar 3% dari total penggunaan energi .3.
Peralatan
i
final nasional, masih jauh lebih kecil dibandingkan dengan sektor industri 32,9%, rumah tangga 30,1 % dan transportasi 23,7% (BPS, 2009), namun secara P B
Semua peralatan yang dgunakan telah dikalibrasi dengan baik. Gambar 5.3.1
sektor komersial yang meliputi sektor jasa, konstruksi, perdagangan, hotel, restoran
memperlihatkan peralatan uji yang digunakan.
dan keuangan menempati 43% dari total P B Indonesia (BPS, 2011) dan cenderung terus meningkat ke depan.
palagi jika dilihat dari pengguna listrik, maka sektor
komersial mengkonsumsi sekitar 24,8% dari total penjualan listrik P 2009.
selama tahun
engan demikian penurunan konsumsi energi di sektor komersial akan
memberikan dampak penghematan pada penggunaan energi listrik, yang pada akhirnya juga akan mengurangi kebutuhan energi primer nasional.
159
52
Industri
Komersial
lampu jenis
Transportasi
P
(
ur
Pre ure
r
- Kendali Tekanan Uap),
dengan prosedur sebagai berikut x
2,500,000
ampu P
di-
e
selama sedikitnya 100 jam dari operasi normal
2,000,000
dan kemudian dimatikan sedikitnya selama 24 jam sebelum
1,500,000
dilakukan uji persiapan. Uji penyalaan untuk lampu
P
harus
dilakukan sebelum uji penyalaan dan pada awal uji persiapan
1,000,000
x
500,000
Tegangan uji untuk uji penyalaan harus sama dengan 92% dari tegangan pengenal, atau dalam julat tegangan 92% dari nilai
-
minimum dari julat tersebut. .3.4.2 Sumber: PS
Te an an i Tegangan uji adalah harus tegangan pengenal dengan toleransi
2%.
alam hal julat tegangan, pengukuran harus dilakukan pada nilai rataGambar 3. 2
Penda atan
omestik Bruto tas
asar ar a onstan 2
enurut La an an saha ( iliar u iah) 2
rata. Untuk beberapa lampu swabalast diperlukan nilai yang lebih rendah
4-2
untuk pengukuran fotometrik dan listrik. .3.4.3
Terlihat dari gambar di atas, bahwa kontribusi sektor komersial pada PDB berkisar antara 43-48%, tidak banyak berubah dari sejak tahun 2004 sampai dengan
.3.4.4
sekarang. Hal ini menunjukkan bahwa tidak banyak perubahan yang berarti dari struktur perekonomian nasional sejak tahun 2004 Sampai dengan sekarang. Akan tetapi kontribusi dari sektor komersial ini cenderung meningkat dari tahun ke tahun.
.3.4.
.3.4.6
komersial pada tahun 2010 meningkat tiga kali lipat. Sedangkan pertumbuhan
aya Lam u aya awal yang didisipasikan disebarkan oleh lampu tidak melebihi 115%
Fluks Cahaya luks cahaya awal diukur setelah waktu penyalaan tidak boleh kurang dari
Waktu Stabilisasi ampu harus diukur pada tegangan uji segera setelah periode stabilisasi seperti yang dinyatakan oleh pabrikan atau penjual (vendor) yang
konsumsi listrik untuk periode 2000-2010 rata-rata sebesar 9,6% per tahun. Semakin
bertanggung jawab.
banyak gedung-gedung pemerintah dan swasta, mall, dan hotel baru dibangun dan menyebabkan kenaikan konsumsi listrik yang cukup tinggi.
selama 100 jam operasi normal.
90% fluks cahaya pengenal.
biomasa untuk pada tahun 2010 mencapai 32,7 juta SBM. Konsumsi sektor tahun 2010. Jika dibandingkan pada tahun 2000, pemakaian listrik untuk sektor
e
dari daya pengenal.
Konsumsi energi final sektor komersial seperti diberikan oleh Gambar 3.12, termasuk komersial ini didominasi oleh listrik yang pangsanya mencapai sekitar 70% pada
ein ampu harus di-
.3.4.
Pemeliharaan Lumen (Lumen aintenan e) Setelah 2.000 jam operasi, termasuk periode penyalaan, pemeliharaan
Disamping listrik, konsumsi gas bumi di sektor komersial juga mengalami
lumen harus tidak kurang dari nilai yang diumumkan oleh pabrikan atau
peningkatan dari 134 ribu SBM pada tahun 2000 menjadi 963 ribu SBM tahun 2010,
penjual
e
r yang bertanggung jawab.
suatu peningkatan yang sangat signifikan dibanding energi lainnya. Pertumbuhan 53
158
Sampel lampu yang diuji didapatkan dari toko-toko sebanyak 12 merek, dengan
rata-rata konsumsi gas di sektor komersial selama kurun waktu 2000-2010 sebesar
jumlah total 120 lampu. Pengujian ini bertujuan untuk memetakan tingkat efikasi
22% per tahun. BBM dan PG mengalami penurunan masing-masing minus 2,3 dan
lampu yang beredar di ndonesia sebagai bahan masukan ke Ditjen BTK
2,7% per tahun.
2. Pengujian njuk Kerja ampu Swabalast berdasarkan S
60969 2009.
Pengujian ini dilakukan setelah ditetapkannya Peraturan Menteri Tahun 2011 Tentang Kriteria Tanda Hemat
nergi
SDM
ampu Swabalast
o. 06
5,000
ampu
iomasa
0,000
. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui tingkat hemat energi lampu
25,000
laporan ini.
20,000 i u
swabalast yang ada di pasaran. Hasil pengujian inilah yang akan disajikan pada
as
istri
15,000 10,000
5.3.4 Standar Uji Berdasarkan SNI IEC 60969:2009
5,000 -
Semua pengujian dilakukan di dalam ruangan tanpa gerakan udara draught-proof pada suhu ruangan 2 harus stabil dalam menjadi
1
2000 2001 2002 200 200 2005 200 200 200 200 2010
dan kelembaban nisbi maksimum 6 %. Tegangan uji
0, % selama periode stabilisasi, dan toleransi ini dikurangi
0,2% pada saat pengukuran.
Sumber: Pusdatin ESDM, 2011
Gambar 3.12
Konsumsi Energi Final Sektor Komersial Menurut Jenis
ntuk pengujian umur lampu toleransinya adalah 2%. Kandungan harmonisa total tegangan suplai tidak melebihi 3%. Kandungan harmonisa didefinisikan sebagai penjumlahan r.m.s komponen harmonisa indi idu dengan menggunakan dasar 100%.
3.3.3. Pola Penggunaan Energi Dari hasil sur ei dan audit yang dilakukan oleh BPPT dan J
A yang sebagian besar
Semua pengujian harus dilakukan pada frekuensi pengenal. Kecuali jika ditetapkan
dilakukan di Jakarta, diperoleh beberapa data yang sangat penting mengenai
untuk keperluan spesifik oleh pabrikan atau penjual yang bertanggung jawab, maka
intensitas energi listrik di bangunan dan distribusi penggunaan listrik di bangunan
lampu harus dioperasikan di udara bebas pada base-up
komersial. Gambar 3.13 menunjukkan intensitas energi bangunan rumah sakit, mall,
ertikal untuk semua
pengujian termasuk pengujian umur lampu. nstrumen listrik dan fotometrik yang
hotel, kantor swasta, kantor pemerintah baik dengan A
maupun tanpa A .
digunakan harus dipilih yang mempunyai jaminan ketelitian dengan persyaratan uji.
ntensitas tertinggi terjadi pada mall, yakni 269 k h m2 tahun. Hal ini bisa dimengerti karena mall atau pusat perbelanjaan memerlukan beban penerangan dan A
5.3.4.1
tinggi. ang paling rendah adalah kantor pemerintah dengan A
Penyalaan dan Persiapan
hanya 164 k h m2 tahun.
Pengujian penyalaan dan persiapan harus dilakukan sebelum uji penyalaan, kecuali untuk lampu yang dinyatakan oleh pabrikan sebagai
1 7
4
yang
yang intensitasnya
uma
peluang untuk meproduksi peralatan-peralatan rumah tangga yang hemat energi
1
a it
tanpa mengurangi tingkat kegunaan atau kenyamanan.
2 215
usat er elan aan
2
Perkembangan ini juga memberikan dampak positif bagi konsumen. Konsumen
2 1
memiliki banyak alternatif pilihan atas suatu produk peralatan rumah tangga yang
1 2
otel
diminatinya. Banyaknya alternatif pilihan menimbulkan adanya persaingan pasar.
1 1
er antoran s asta
1 0
er antoran emerinta
Masing-masing produsen berlomba untuk menciptakan peralatan listrik rumah tangga
12 1
er antoran emerinta on-
yang berkualitas namun hemat listrik. Tentu hal ini akan mendatangkan keuntungan
epan Indonesia
yang besar bagi konsumen, produsen, dan juga pemerintah. Sehubungan dengan itu
1 0
50
pada penelitian ini akan dikaji pemanfaatan lampu 100
150
200
Intensitas ner i
250
00
m2 ta un
konser asi energi. Penerapan label tingkat hemat energi di beberapa negara telah dilaksanakan.
Sumber: BPPT dan JICA, 2009
Gambar 3.13
untuk mendukung program
Penerapan label tingkat hemat energi ini ada yang bersifat mandatory wajib dan
Intensitas Konsumsi Energi Bangunan Komersial di Indonesia
ada yang bersifat sukarela. ndonesia saat ini melalui kegiatan Bresl sedang mengembangkan test protokol
Dari data-data tersebut di atas dan beberapa kajian yang ada baik dalam maupun luar negeri, distribusi rata-rata luas lantai bangunan dan intensitas energi bangunan sektor komersial di ndonesia bisa diasumsikan seperti yang ditampilkan pada Tabel 3. dan 3.6. Tabel 3.5
untuk lampu
dan beberapa peralatan listrik rumah tangga lainnya. Tanda
pelabelan dikenal dengan dua cara, yaitu M PS dan label energi. Di beberapa negara M PS ini berfungsi untuk memfilter barang-barang yang boros energi tidak akan diberi tanda M PS, artinya tidak boleh dipasarkan. Sedangkan label akan diberikan setelah memenuhi syarat standar unjuk kerja energi minimum. Pemberian
Distribusi Tipikal Luas Lantai Bangunan Komersial di Indonesia Distribusi Luas Bangunan Komersial (%)
Tipe Bangunan
label dalam bentuk tanda bintang akan diberikan sesuai tingakt efisiensinya yang biasa disebut efikasi lumen w . Sehingga sangat layak untuk diterapkan di ndonesia
Kecil
Medium
Besar
Pemerintah
10
9
7
Swasta
39
20
1
guna mendukung program efisiensi penggunaan energi nasional.
5.3.3 Pengujian Lampu Swabalast Tabel 3.6
Intensitas Energi Tipikal Sektor Komersial di Indonesia ntuk mendukung program pemerintah mengenai pemberian label tingkat hemat
Intensitas Energi (kWH/m2/tahun) Tipe Bangunan
Kecil
Medium
Besar
Pemerintah
1
4
11
Swasta
18
92
200
energi pada lampu swabalast, maka B2T telah melakukan 2 kali pengujian 1. Pengujian ampu
pada tahun 2007.
1 6
Balai Besar Teknologi
nergi
BPPT,
Tabel .2.1.
Dapat dilihat pada tabel, bahwa distribusi luas bangunan komersial untuk gedung-
Kriteria tanda hemat energi untuk lampu swabalast PerMen. SDM o. 06 tahun 2011 .
gedung pemerintah lebih sedikit daripada gedung-gedung swasta. Demikian juga bila dilihat dari tipe bangunannya maka didominasi oleh bagungan-bangunan pada skala kecil, baik untuk gedung pemerintah maupun gedung swasta. Jika dilihat dari penggunaan energi listrik di sektor komersial, dapat dilihat pada Gambar 3.14, bahwa energi listrik sebagian besar digunakan untuk sistem pendingin. ang mencapai 6 % untuk hotel, rumah sakit bangunan kantor pemerintah
7%, departement store
7%,
% dan gedung perkantoran 47%. Perlu dicatat
bahwa hasil ini merupakan studi bukan merupakan rata-rata, akan tetapi angka yang Agar Peraturan Menteri maka Dirjen
SDM
BTK , Kem.
o. 06 tahun 2011 dapat dilaksanakan dengan baik, SDM menetapkan Peraturan Dirjen
BTK
o.
1287.K 06 DJ 2011 tentang Petunuk Teknis Pelaksanaan Pernyataan Kesesuaian Pada ampu Swabalast.
diperoleh dari sampel gedung di kawasan Jakarta.
ntuk mendapatkan statistik yang
lebih baik, diperlukan sampel yang lebih banyak dan mencakup wilayah-wilayah selain Jakarta. Sekalipun demikian, dari angka ini bisa dilihat bahwa potensi penghematan energi terbesar di gedung-gedung komersial ada pada sistem pendingin sistem tata udaranya. Dengan menerapkan teknologi yang tepat pada
Penggunaan lampu hemat energi mengalami peningkatan yang signifikan. Asosiasi
sistem tersebut diharapkan dapat menekan penggunaan energi di sekor komersial.
Perlampuan ndonesia Aperlindo menyebutkan bahwa penjualan lampu hemat energi pada kuartal tahun 2011 meningkat 21% menjadi 46 juta unit dari 38 juta unit pada periode yang sama tahun 2010. Kenaikan penjualan terpicu tingginya konsumsi seiring terjadinya penambahan pemasangan listrik baru di sektor rumah tangga oleh PT P 74.368
persero . Data P pelanggan
telah
menunjukkan bahwa sampai Juni 2012 sebanyak menambah
daya
listrik
memanfaatkan
program
penambahan daya gratis. Program tersebut membebaskan biaya penambahan daya untuk konsumen yang ingin bermigrasi dari golongan 4 0
A menjadi 1.300
menjadi 2.200 A. Dengan semakin populernya lampu 3 tahun ke depan lampu
A dan dari golongan 900
A
ini maka diperkirakan 2
mendominasi penggunaan lampu di sektor rumah
tangga.
Sumber: DOE
Gambar 3.12
Distribusi Tipikal Penggunaan Listrik di Sektor Komersial
5.3.2 Pentingnya Tanda Hemat Energi Dari sisi produsen, labelisasi dapat mendorong untuk memproduksi produk-produk yang lebih efisien penggunaan energinya. Hal ini juga membuka kesempatan dan 1
6
4. PELUANG PENINGKATAN EFISIENSI ENERGI
Dalam peraturan ini disebutkan pula bahwa lampu swabalast produksi dalam negeri yang tidak dibubuhi
abel Tanda Hemat
nergi ditarik dari peredaran.
swabalast impor yang tidak dibubuhi abel Tanda Hemat
ampu
nergi dilarang masuk ke
daerah pabean ndonesia dan harus diekspor kembali dimusnahkan. Dari nilai-nilai intensitas energi yang disampaikan pada bab sebelum, peluang untuk
Sebelum diberikan label tingkat hemat energi terlebih dahulu perlu diuji di
meningkatkan efisiensi masih sangat besar. Analisis peluang peningkatan efisiensi
laboratorium yang telah terakreditasi atau laboratorium yang ditunjuk. Prosedur uji
energi pada sektor rumah tangga, industri dan komersial pada buku ini mencakup
mengacu S
peluang dari beberapa teknologi baru yang belum banyak diimplementasikan
persyaratan uji adalah
696-2009 dan S
04-0227-2003 tentang Tegangan. Beberapa
maupun yang belum sama sekali dan diprediksi mempunyai potensi yang besar untuk diterapkan di ndonesia. Pertimbangan lain dalam menerapkan teknologi baru
x Tegangan pengujian mengacu pada tegangan pengenal lampu dengan toleransi
yang menggantikan teknologi lama adalah kondisi penggunaan energi saat ini, tingkat penetrasi teknologi, tingkat kesiapan komersialisasi atau technology readiness, ketersediaan sumberdaya energi, biaya implementasi, serta kebijakan energi yang ada.
% -10 %
x Harmonik total tegangan suplai tidak melebihi % x Ketahanan lumen pemeliharaan lumen (lumen maintenance), setelah 2.000 dua ribu jam operasi termasuk periode ageing, lumen yang dihasilkan tidak kurang 80% dari lumen yang dicantumkan pada kemasan
Analisis peluang peningkatan energi sektor rumah tangga, industri dan komersial dimulai dengan identifikasi beberapa teknologi hemat energi, lalu dilanjutkan dengan rodmap daripada teknologi tersebut yang mempunyai potensi untuk diterapkan hingga tahun 2030. Dengan menggunakan suatu model energi yang dikembangkan
x
mur lampu (life time) minimal 6.000 enam ribu jam
x Pengujian lumen untuk mengetahui tingkat efikasi lampu pada kondisi normal.
dan berdasarkan roadmap yang dikembangkan akan diketahui berapa besar peluang
ji lumen dilakukan setelah lampu dikondisikan selama 100 seratus
jam penyalaan. umen lampu uji diukur menggunakan alat ukur Integrated
yang bisa diperoleh dari penerapan beberapa teknologi hemat energi di ndonesia
Spherephotometer selama 1
hingga tahun 2030.
lima belas
menit.
umen yang didapat
dibandingkan dengan daya yang terukur aktual yang digunakan sehingga didapat nilai efikasinya x
4.1. Sektor Rumah Tangga
ampu yang telah diuji dan memenuhi syarat-syarat dapat diberi tanda hemat energi berdasarkan tingkat efisiensinya yang dapat diketahui melalui
Sebagian besar energi yang dikonsumsi pada sektor rumah tangga digunakan untuk
indukator efikasi. Hubungan antara efikasi dengan jumlah bintang untuk jenis
kegiatan memasak dan sisanya untuk peralatan listrik rumah tangga. Jika biomasa
lampu cooldaylight 6. 00 K berdasarkan peraturan Menteri
tidak diperhitungkan, 80% energi digunakan untuk memasak dan sisanya untuk
sebagaimana ditunjukkan Tabel .2-1.
peralatan rumah tangga lainnya. Jenis bahan bakar lainnya yang digunakan untuk memasak selain biomasa adalah gas bumi, PG, minyak tanah dan listrik.
7
1 4
SDM adalah
aboratorium
ampu Hemat
nergi. Pemberian label dalam bentuk tanda bintang
4.1.1 Teknologi Hemat Energi
akan diberikan sesuai tingkat efisiensinya yang biasa disebut efikasi lumen watt . Sehingga sangat layak untuk diterapkan di ndonesia untuk mendukung program
4.1.1.1
Memasak
efisiensi penggunaan energi nasional. Agar hasil penelitiannya dapat dimanfaatkan Teknologi memasak yang digunakan saat ini di ndonesia masih belum mengalami
maka B2T bermitra dengan Ditjen BTK , Kementerian SDM.
banyak perubahan karena terkait dengan bahan bakar yang digunakan. Kompor minyak tanah, PG, gas bumi dan listrik adalah yang umum dipergunakan.
fisiensi
dari masing-masing kompor tersebut berbeda.
5.3 Pengujian Lampu Swabalast – CFL
Perkembangan teknologi terbaru untuk
memasak
saat ini adalah dengan
memanfaatkan teknologi induksi. Koil yang diberi aliran listrik akan menimbulkan
5.3.1 Kriteria Tanda Hemat Energi pada Lampu Swabalast (CFL)
medan magnet yang mana akan memanaskan peralatan memasak lihat Gambar Pemerintah
epublik ndonesia melaui Menteri
nergi dan Sumber Daya Mineral
SDM pada tanggal 19 April 2011 telah menetapkan Peraturan Menteri
SDM
o.
06 tahun 2011 tentang Kriteria Tanda Hemat nergi ampu Swabalast
ampu
Pada peraturan menteri tersebut disebutkan bahwa Pembubuhan
abel Tanda
Hemat
nergi harus memenuhi ketentuan
a Standar
.
fisiensi daripada kompor listrik induksi sekitar 8 %. Harga dari kompor saat ini masih cukup mahal apabila dibandingkan dengan teknologi lainnya.
mur
operasional diperkirakan tidak jauh dengan kompor listrik yang jenis koil.
asional ndonesia
60969 2009 ampu Swabalast untuk Pelayanan Pencahayaan
4.1 .
mum - Persyaratan
njuk Kerja, kecuali ketentuan untuk tegangan pengujian, harmonik total tegangan suplai, dan ketahanan lumen pemeliharaan lumen, dan b Pembubuhan
abel
Tanda Hemat nergi berlaku untuk lampu. Sebelum membubuhkan tanda hemat energi, produsen atau importir wajib menerbitkan pernyataan kesesuaian declaration of conformity secara tertulis yang menyatakan lampu swabalast. Pernyataan kesesuaian sekurang-kurangnya harus
Sumber: Ellane Chefer – Blog and Journal
Gambar 4.1
memuat
Proses Memasak Pada Kompor Listrik Induksi
a. informasi produk
Tabel 4.1 menampilkan efisiensi dan usia pakai dari teknologi kompor saat ini di
b. informasi produsen importir pemegang merk
ndonesia. Kompor listrik dengan teknologi induksi mempunyai efisiensi paling tinggi
c. efikasi dan jumlah bintang yang dibubuhkan yang didukung dengan laporan
tetapi biaya pengadaannya juga paling tinggi dibandingkan dengan lainnya.
hasil pengujian dari laboratorium uji
Kelemahan dari pada kompor listrik induksi adalah peralatan memasak yang dipakai
d. tanggal, nama, dan tanda tangan penanggung jawab serta
harus berbahan dasar besi yang bersifat magnetic dan permukaaan dasarnya harus
e. pernyataan hukum yang memuat bahwa produsen importir pemegang merk
rata sehingga bisa menempel sempurna pada kompor.
siap mempertanggungjawabkan.
1 3
8
Tabel 4.1
5.2 Tanda Hemat Energi pada Peralatan Lampu Swabalast (CFL)
Efisiensi, Nilai kalor dan Usia Pakai Kompor
Kompor
Efisiensi Kompor
Nilai Kalor
Usia Pakai
Pemerintah ndonesia melalui Direktorat
nit
, 2
K
0, 0
5
K
0, 0
15
500
0, 0
15
, 0
0, 5
10
Listrik (Induksi)
2, 5
0, 5
10
Penerapan label tingkat hemat energi, khususnya untuk lampu swabalast Compact
Biomasa
12 50
0,1
5
Fluorescent Lamp (CFL) kini menemui titik terang dengan dikeluarkannya Peraturan
Minyak Tanah LPG
25,5
Gas Bumi Listrik (Koil)
Ta un
nergi Baru Terbarukan dan Pemanfaatan
alue
ton
nergi, Ditjen
BTK
mengeluarkan himbauan untuk memberikan tanda hemat
energi pada peralatan lampu. Standar nergi Pemanfaat Tenaga
asional ndonesia S
istrik untuk Keperluan
umah tangga dan sejenisnya
sudah dikeluarkan sejak tahun 2003 dengan nomor S
Menteri
nergi dan Sumber Daya Mineral
abel Tingkat Hemat
03-69 8-2003.
o. 06 2011 tentang Pembubuhan abel
Tingkat Hemat nergi untuk ampu Swabalast. Peraturan ini berisikan pemberlakuan abel Tanda Hemat 4.1.1.2
nergi sebagaimana dimaksud pada S
tentang Pemanfaat Tenaga istrik
Tata Cahaya
ntuk Keperluan
abel Tanda Hemat nergi sebagai abel
omor 04-69 8-2003
umahTangga dan Sejenisnya -
ajib pada ampu Swabalast.
Sistem penerangan atau tata cahaya pada sebagian rumah tangga di ndonesia masih mengandalkan lampu pijar meskipun tidak terlalu banyak, hanya sekitar 12% dari total rumah tangga.
ampu hemat energi swabalast jenis
sudah
digunakan di sebagian besar rumah tangga, bahkan pada rumah tangga golongan tariff
1-2200 A pemakaiannya sudah mencapai 71% dari total rumah tangga yang
disur ei. ampu jenis T juga masih banyak digunakan oleh sekitar 21 tangga tergantung dari golangan tarifnya lihat Gambar 4.2 .
33% rumah
abel Tanda Hemat
nergi wajib dibubuhkan pada produk dan kemasan lampu
swabalast yang akan diperjualbelikan di ndonesia.
ampu swabalast adalah jenis
cool daylight 6. 00 K yang telah memperoleh Sertifikat Produk Penggunaan Tanda S
sesuai S
04-6 04-2001 atau re isinya. Pembubuhan
nergi harus memenuhi ketentuan S Pelayanan Pencahayaan tegangan
pengujian,
60969 2009
mum - Persyaratan harmonik
total
abel Tanda Hemat
ampu Swabalast untuk
njuk Kerja, kecuali ketentuan untuk
tegangan
suplai,
dan
ketahanan
lumen pemeliharaan lumen. Dalam peraturan ini setiap lampu yang akan dipasarkan akan diberi label tingkat hemat energi dalam bentuk tanda bintang. ampu swabalast yang memiliki tingkat efisiensi paling tinggi diberi tanda 4 bintang, dan lampu yang memiliki tingkat efisiensi paling rendah diberi tanda 1 bintang. Sedangkan lampu yang tidak lolos uji tingkat hemat energi berdasarkan S
6969-2009, belum dapat dibubuhkan tanda
hemat energi dan tidak boleh dipasarkan. Balai Besar Teknologi
nergi B2T
sebagai laboratorium di bawah BPPT yang
antara lain membidangi efisiensi energi, mengembangkan laboratorium uji peralatan listrik rumah tangga untuk mendukung program labelisasi. Satu di antaranya adalah 9
1 2
ntuk mencapai hal tersebut diperlukan standar tingkat hemat energi dan prosedur uji efisiensi energi peralatan rumah tangga. Berdasarkan Studi Japan International Cooperation Agency (JICA) Jenderal
nergi Baru Terbarukan dan Konser asi
Kementerian
nergi dan Sumber Daya Mineral
SDM
nergi
Direktorat
Ditjen
BTK
,
Badan Pengkajian dan
Penerapan Teknologi BPPT didapatkan bahwa penggunaan energi untuk sektor rumah tangga dengan kontrak daya 4 0
A
900
A
Golongan Tarif
1
didominasi oleh penggunaan untuk lampu penerangan 26%, refrigerator 21%, Tele isi T
13%, pompa air 10%, penanak nasi (rice cooker) 12%, dan sisanya
untuk keperluan lain. Sedangkan untuk rumah tangga dengan Golongan Tarif
2 dan
3 walaupun penggunaan energi listrik untuk penerangan tidak dominan, namun menggunakan listrik untuk penerangan juga lebih besar lagi.
leh karena itu tepat
sekali bila pemerintah memberi perhatian yang serius pada optimasi pemanfaatkan energi listrik bagi peralatan rumah tangga. Bab ini memberikan gambaran mengenai perencanaan efisiensi energi yang dapat diperoleh pada Sektor
umah Tangga melalui penerapan Tanda Hemat
peralatan ampu Swabalast
ampu
nergi pada
. angkah kongkret yang dilakukan adalah
dengan mengetahui tingkat hemat energi lampu swabalast yang ada di pasaran berdasarkan Peraturan Menteri Hemat
nergi
SDM
o. 06 tahun 2011 tentang Kriteria Tanda
Sumber: BPPTdan JICA, 2009
ampu Swabalast. Selanjutnya dilakukan Analisis terhadap dampak
ekonomi dengan penerapan abel tersebut.
Gambar 4.2
Lampu Yang Digunakan Rumah Tangga Menurut Jenis
Jika berbicara mengenai teknologi lampu, selain lampu pijar, T
dan
masih
banyak teknologi lampu lainnya yang bisa digunakan sebagai penerangan rumah tangga. Hanya saja teknologi lampu tersebut belum sehemat lampu
atau belum
bisa bersaing dalam hal harga. Meskipun demikian, seiring dengan perkembangan teknologi perlampuan, teknologi lampu seperti rganic
D
ight
mitting Diode ,
D
D , halogen, metal halide, sodium, induksi dan sebagainya semakin
hemat dalam mengkonsumsi energi listrik meskipun harganya masih mahal. Tingkat efisiensi dari lampu ditunjukkan oleh nilai efikasi, dimana nilai efikasi memberikan informasi mengenai berapa lumen cahaya yang dipancarkan per satuan watt listrik. Satuan lumen menunjukkan kekuatan cahaya yang dipancarkan oleh 1 1
60
suatu lampu. Tabel 4.2 menampilkan nilai efikasi dari berbagai teknologi lampu yang sering digunakan rumah tangga. Teknologi lampu seperti metal halide, sodium,
5. PENERAPAN EFISIENSI ENERGI
PADA SEKTOR RUMAH TANGGA
induksi dan lainya akan dibahas lebih detil pada sektor komersial. Tabel 4.2
Nilai Efikasi Lampu
ampu
Tipe
a a ominal att
i asi lumen
in a , as, a u a ar
Lampu Pijar
i ar
5 1500
alo en
2 1500
1
5 2
20 50
a neti le troni
TL
allast
2
1
55
5
allast
125
52
le troni
allast
125
5 10
10
0 1 0
OLED
moled, moled
5.1 Efisiensi Energi pada Sektor Rumah Tangga Dengan Tanda Hemat Energi
500 -1500
Pemerintah ndonesia terus mendorong pemanfaatan energi secara lebih efisien
0
a neti
eneri
ours
0,05 0,
allast
LED
i etime
att
Nyala Api
Swabalast
I
5
untuk menjaga keamanan energi, efisiensi ekonomi, dan pembangunan yang 000 - 10000
20000
berkelanjutan. Satu di antaranya adalah mendorong penghematan energi pada sektor rumah tangga. ujud nyata dorongan ini adalah dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah PP
50000
1
epublik
ndonesia
omor 70 Tahun 2009 tentang Konser asi
nergi yang
ditetapkan dan diundangkan pada tanggal 16 o ember 2009. Pasal 1 , ayat 1 PP tersebut di atas menyebutkan bahwa penerapan teknologi
A. Lampu Swabalast (CFL)
yang efisien energi dilakukan melalui penetapan dan pemberlakuan standar kinerja
Dari angka-angka yang ditunjukkan oleh Gambar 4.2 bisa dikatakan bahwa
energi pada peralatan pemanfaat energi. Selanjutnya pada ayat 2 pasal yang sama
kesadaran untuk menggunakan teknologi lampu hemat energi di
disebutkan bahwa standar sebagaimana dimaksud pada ayat 1 ditetapkan sesuai
khususnya untuk jenis
ndonesia
sudah cukup tinggi. Hanya saja jenis dan merek lampu
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
yang beredar di ndonesia saat ini sangat beragam. Menurut data Aperlindo
ang terkait dengan penghematan pada sektor rumah tangga dapat disimak melalui
Asosiasi ndustri Perlampuan istrik ndonesia , hingga saat ini jumlah merek lampu
Pasal 16, ayat 1 yang menyebutkan bahwa penerapan standar kinerja energi pada
hemat energi yang beredar di ndonesia mencapai 224 merek. Sayangnya masih ada
peralatan pemanfaat energi sebagaimana dimaksud pada Pasal 1
lampu
dilakukan dengan pencantuman label tingkat efisiensi energi. Kemudian ayat 2
yang beredar di pasaran tidak mempunyai label S
untuk lampu hemat
energi.
1
pasal yang sama menyebutkan bahwa pencantuman label tingkat efisiensi energi
Pemerintah melalui Peraturan Menteri
SDM
o. 06 Tahun 2011 telah menetapkan
bahwa lampu swabalast yang dipasarkan di ndonesia harus berlabel S 2003
ayat
ntuk Pemanfaat Tenaga
ntuk Keperluan
pemanfaat energi secara bertahap sesuai tata cara labelisasi.
umah Tangga dan
Penerapan label tingkat hemat energi pada pemanfaat energi listrik untuk rumah
ajib pada lampu swabalast.
tangga membantu konsumen memilih peralatan yang lebih efisien penggunaan
Pada lampiran peraturan tersebut juga sudah diberikan panduan mengenai kriteria
energinya sehingga secara nasional penggunaan energi dapat dioptimalkan. Hal ini
label hemat energi untuk lampu swabalast yang dikaitkan dengan jumlah tanda
akan mendorong produsen untuk memproduksi peralatan listrik rumah tangga yang
bintang. Kriteria label hemat energi untuk lampu swabalast diberikan oleh Tabel 4.3.
lebih efisien dalam konsumsi energinya.
Sejenisnya
istrik
04-69 8-
dilakukan oleh produsen dan importir peralatan pemanfaat energi pada peralatan
abel Tanda Hemat nergi sebagai abel
61
1 0
2010 2015 2020 2025 2030 Penerangan 14,68 13,79 12,91 12,02 11,14 AC 30,04 28,08 26,12 24,17 22,21 Elevator 2,14 2,01 1,88 1,75 1,62 Others 7,85 7,18 6,52 5,85 5,19 Total 54,7 51,06 47,43 43,79 40,16 Gambar 4.69 Intensitas Energi Listrik Bangunan Pemerintah Tahun 2009 – 2030
Bentuk dan desain label lampu hemat energi yang akan dipasang ditunjukkan oleh Gambar 4.3
Tabel 4.3
Kriteria Label Hemat Energi Untuk Lampu Swabalast
Daya (watt)
(dalam KWh/m2/tahun)
4.3.3. Potensi Penghematan Energi Dari model yang dikembangkan dan penerapan roadmap dari teknologi hemat energi
Nilai Efikasi (lumen/watt) 1 bintang
2 bintang
3 bintang
4 bintang
5–9
45 – 49
> 49 – 52
> 52 – 55
> 55
10 – 15
46 – 51
> 51 – 54
> 54 – 57
> 57
16 – 25
47 – 53
> 53 – 56
> 56 – 59
> 59
48 – 55
> 55 – 58
> 58 – 61
> 61
diperoleh potensi penghematan energi di sektor komersial pada tahun 2030 bisa mencapai 29,8% atau senilai 46,49 juta SBM lihat Gambar 4.70 .
Gambar 4.3
Label Lampu Hemat Energi (Bintang satu dan empat)
Teknologi lampu swabalast yang ada sekarang sudah semakin maju dibandingkan dengan ketika pertama kali diperkenalkan dengan ditunjukkan oleh efikasi yang lebih tinggi, cepat nyala, lebih sedikit kedip flicker , tidak berisik, lebih kecil dan Gambar 4.70
Potensi Penghematan Energi Sektor Komersial
ringan.
Potensi penghematan energi non listrik total dari tahun 2010 hingga 2030 adalah 80 juta SBM atau setara dengan 2,9 bulan lifting minyak sebesar 0,9 juta SBM per hari. Sedangkan untuk listrik, penghematan pada tahun 2030 mencapai 31.68 juta SBM atau 1,7 T h atau setara 7,4 G
P T
Batubara dengan factor kesiapan 80%.
149
62
Dari beberapa tindakan diatas, prediksi intensitas energy bangunan komersial pada tahun 2030 baik swasta bisnis maupun pemerintah diberikan oleh Gambar 4.68 dan 4.69.
Sumber: Sustainable Springfield
Gambar 4.4
Ragam Jenis Lampu Swabalast
Teknologi lampu swabalast pada dasarnya merupakan pengembangan dari lampu T
yang dibuat lebih kompak. Balast tersambung langsung dengan tabung lampu
yang berisi suatu campuran gas argon, uap dan cairan merkuri pada tekanan rendah. Jenis ballast yang digunakan bisa magnetic atau elektronik. Secara umum balas elektronik lebih efisien daripada ballast magnetic, sekitar 10
20%.
ampu swabalast ini sangat sensiti e terhadap suhu sekeliling seperti lampu lainnya yang berbasis teknologi fluorescent T . ampu bisa tidak bekerja jika suhu terlalu rendah atau terlalu tinggi. Secara keseluruhan lampu swabalast lebih hemat energi 7 % daripada lampu pijar dengan tingkat iluminasi yang sama. Meskipun harganya lebih mahal, keekonomian lampu swabalast lebih rendah daripada lampu pijar apabila dikaitkan dengan biaya pengoperasian selama umur efektifnya life cycle
Penerangan AC Elevator Others Total
2010 18,2 35,56 16,13 4,05 73,95
(dalam KWh/m2/tahun)
tidak jauh berbeda seperti yang ditunjukkan oleh Tabel 4.4. Keekonomian Lampu Swabalast Dibandingkan Lampu Pijar PERBANDINGAN
LAMPU i ar
1
a a ampu
2
ema aian ampu 1 ta un umla
att
2000 am
2000 am
ampu
ar a ampu per unit 5 In estasi 1
a alast
0 att
ti a
1 satu
p
000
p 15 000
p
000
p 15 000
63
2020 16,01 30,93 14,19 3,36 64,49
2025 2030 14,91 13,82 28,61 26,3 13,22 12,24 3,02 2,68 59,76 55,04
Gambar 4.68 Intensitas Energi Listrik Bangunan Swasta Tahun 2010 – 2030
cost . Sudah banyak kajian mengenai nilai keekonomian lampu swabalast. Hasilnya
Tabel 4.4
2015 17,11 33,24 15,16 3,71 69,22
148
Sama seperti pada sektor industri, roadmap daripada jumlah bangunan komersial
PERBANDINGAN
yang pada kajian ini dinyatakan dengan luas lantai bangunan yang menerapkan
Tari
LAMPU
1- 00
p 05 K
roadmap teknologi hemat energi diasumsikan tidak semuanya, hanya 7 % lihat ia a perasional istri 1 t n 2
Gambar 4.67
en
p
ematan ia a perasional 1 t n -
enam a an ia a In estasi 10
asa ali
odal
a a
1
oin
2
oin 1 poin 2 poin 00 -
5
a alast p 10
a alast p 15 000 oin
eriod
-
00
p 10 p p
0 510
000
0,1 ta un
poin
i ar p 5
-
p 05 K
0
i ar p 000
poin
Penggunaan lampu swabalast bukannya tanpa memberikan dampak ke lingkungan. Gambar 4.67
Roadmap Aktivitas Energi Sektor Komersial
oadmap teknologi sektor komersial mencakup tata cahaya, tata udara, peralatan elektronik dan peralatan non listrik. ntensitas energy non listrik swasta mengalami penurunan akibat dari penerapan beberapa teknologi hemat energy seperti peralatan dapur restoran hemat energy yang mampu menghemat energy hingga 31% dan boiler efisiensi tinggi yang bisa menghemat energi hingga 11%
Penggunaan merkuri pada lampu swabalast bisa membahayakan lingkungan. Perlu dipikirkan system penanganan pembuangannya apabila penggunaan lampu swabalast di ndonesia sudah sangat tinggi. Dipasaran saat ini sudah ada jenis lampu swabalast yang bisa diredupkan dimmable . Hal ini akan memberikan potensi penghematan energi listrik lebih jauh lagi.
Sedangkan untuk intensitas energi listrik baik pada swasta maupun pemerintah juga mengalami penurunan pada scenario ini. Penurunan ini disebabkan oleh penerapan beberapa teknologi hemat energy dan manajemen energy di bangunan komersial antara lain
B. Lampu LED (Light Emitting Diode) ampu
D adalah lampu berbentuk padatan solid state yang menggunakan diode
x
Pendingin ruangan atau A , penghematan hingga 27%
pemancar cahaya
light emitting diode
sebagai sumber cahaya.
ampu
D
x
Memasak, penghematan hingga 32%
menawarkan umur operasional yang panjang dan sangat hemat energi, tetapi saat
x
Penerangan, penghematan 2 %
x
efrigerasi, penghematan 38%
ini harga per unitnya masih mahal apabila dibandingkan dengan lampu swabalast atau pijar.
x
Peralatan computer, penghematan 60%
x
Peralatan non komputer, penghematan 2 %
x
Peralatan lainnya, penghematan 3 % 147
64
Sumber: Wikipedia
Gambar 4.5
LED
Gambar 4.65
D adalah suatu semikonduktor mirip diode jenis p-n yang bisa memancarkan cahaya monokromatik dengan panjang gelombang tertentu.
Proses low energy design
D sangat hemat
energi sehingga banyak digunakan sebagai lampu indikator pada berbagai aplikasi
Melaui proses disain yang terintegrasi seperti ini, dapat dicapai penghematan sampai
seperti lampu pengatur lalu-lintas, kendaraan bermotor, tanda e it, peralatan listrik
dengan 30- 0% dari model disain yang kon ensional.
dan sebagainya dan jenis yang digunakan adalah
D yang memancarkan cahaya
putih, biru, merah, hijau dan oranye. Khusus untuk
D yang memancarkan cahaya
putih telah mencapai pada tahap yang memungkinkan untuk digunakan sebagai lampu penerangan ruangan. Terdapat tiga teknologi
4.3.2. Roadmap Teknologi Efisiensi
D yang menghasilkan warna
cahaya putih. Ketiga metode tersebut adalah a phosphor-con ersion, b discrete
Akti itas energi pada sektor komersial didasarkan pada luas lantai bangunan
color-mi ed atau c
komersial. Pada kajian ini diasumsikan pertumbuhan luas lantai bangunan komersial
hybrid yang merupakan kombinasi daripada kedua metode
sebelumnya. Gambar 4.6 menampilkan ketiga teknologi tersebut.
sama dengan pertumbuhan PDB sektor komersial dan hasil proyeksinya ditampilkan pada Gambar 4.66.
Sumber: DOE, 2012
Gambar 4.6
Teknologi White LED 6
Gambar 4.66
Proyeksi Luas Lantai Bangunan Komersial
146
Salah satu kekurangan daripada lampu kecil, berkisar 3
D adalah besar watt setiap unitnya cukup
10 watt per unit. Hal ini disebabkan oleh biaya produksi lampu
D
yang linier terhadap watt lampu, semakin besar watt lampu semakin tinggi biaya produksi lampu
D. Hal ini berakibat pada harga jual lampu
D yang masih cukup
tinggi dipasaran. Sebaliknya biaya produksi lampu pijar tidak berbanding lurus dengan besar watt lampu. Akibatnya, harga lampu pijar dengan watt yang cukup besar bisa 1000 kali lebih murah daripada lampu
D dengan watt yang sama.
Berikut ini adalah beberapa karakteristik penting dari lampu Gambar 4.64 Skema diagram sebuah Building Energy Management System (courtesy Berca – Yamatake)
Penerapan sebuah B MS pada gedung komersial dapat menghemat energi sampai dengan 20% melalui pengoperasian gedung secara optimal.
keekonomian dan lingkungan bilamana dibandingkan dengan lampu swabalast dan pijar. Tabel 4.
menampilkan perbandingan efisiensi daya dari lampu
dibandingkan dengan lampu swabalast dan pijar. dari lampu pijar atau lebih hemat 4 Tabel 4.5
4.3.1.5.
D termasuk aspek
ampu
D apabila
D lebih hemat 87
90%
% dari lampu swabalast.
Output Cahaya Lampu LED.
Low Energy Building Design
Sebuah gedung komersial dapat didisain secara hemat energi sejak dalam tahap disain dan perencanaan. Melalui proses disain yang terintegrasi antara insinyur sipil
Output Cahaya Lampu LED
dan mekanikal elektrikal, serta dengan menggunakan tools untuk simulasi dan optimasi gedung, dapat diprediksi sejak awal berapa kira-kira konsumsi energi sebuah gedung melalui perhitungan dan simulasi. Melalui proses iterasi ini diharapkan menghasilkan disain yang paling optimal dari sisi kinerja energinya. Disain gedung hemat energi dapat dicapai antara lain dengan mengarahkan orientasi
Lumen 450 800 1.100 1.600 2.600
Watt 4–5 6–8 9 – 13 16 – 20 25 – 28
Lampu Pijar Watt 40 60 75 100 150
Lampu Swabalast Watt 9 – 13 13 – 15 18 – 25 23 – 30 30 – 55
bangunan, pemilihan bentuk dan luasan jendela, pemilihan materi kaca jendela, materi tembok dan atap, optimasi peletakan unit indoor atau sistem ducting dari sistem pendingin udara, disain lokasi pemasangan dan pemilihan jenis lampu dan sistem pencahayaan alami, organisasi ruang, optimasi luasan dan tinggi lantai, bentuk dan peletakan sistem entilasi dan lain-lain.
14
Secara umum karakteristik lampu
D lebih baik daripada lampu pijar dan lampu
swabalast lihat Tabel 4.6 . Meskipun demikian dari beberapa penelitian diperoleh hasil bahwa kenaikan suhu akan mengurangi efisiensi dan umur operasional lampu.
66
Tabel 4.6
Karakteristik Lampu LED
Jenis karakteristik Lampu LED
Lampu Swabalast
Lampu Pijar Sedikit sensitif
Sensitif – tidak akan bekerja pada suhu o dibawah – 10 F atau diatas 120 oF
Sedikit sensitif
Ya
Pengaruh siklus On/off pada umur Tidak ada operasional lampu.
Sedikit terpengaruh
Ya – bisa menurunkan umur operasional secara drastis
Cepat Nyala
Ya
Ya
Tidak – memerlukan waktu untuk pemanasan
Daya tahan
Sangat tahan – Tidak tahan – kaca Lampu LED tahan Tdak tahan – kaca dapat atau filament dapat terhadap benturan pecah dengan mudah putus dengan mudah dan goncangan
Termal
3.4 Btu/jam
85 Btu/jam
30 Btu/jam
Kegagalan
Jarang terjadi
Kadang
Ya – bisa terbakar, berasap atau berbau
Sensitivitas terhadap ekstrim
suhu Tidak ada
Sensitif terhadap Tidak kelembaban
Gambar 4.63
4.3.1.4. Building
Karena lebih efisien, penggunaan lampu sebesar
D 4 watt akan memberikan penghematan
p 43. 60 bila dibandingkan dengan lampu pijar setara dengan 40 watt.
Harga lampu
D saat ini memang masih cukup tinggi. Akibatnya, masa balik modal
payback period untuk lampu
D lebih tinggi dibandingkan lampu swabalast,
sekitar 2,89 tahun lihat Tabel 4.7 .
One Through Boiler (courtesy Kawasaki)
Building Energy Management System nergy Management System B MS adalah sebuah teknologi terkini untuk
mengendalikan dan mengoperasikan gedung secara terpusat dan lebih efisien dengan
memanfaatkan
teknologi
informasi.
Prinsip
dasar
B MS
adalah
menggabungkan antara sistem monitoring gedung dengan sistem kendali untuk peralatan-peralatan pengguna energi seperti pompa, lampu, A
hiller, sistem
entilasi dan lain-lain, sehingga keseluruhan gedung dapat dioperasikan secara efisien. Teknologi B SM juga dilengkapi dengan tools manajemen seperti sistem monitoring, reporting, perhitungan indeks kinerja sistem dan peralatan serta decission analysis tool yang bermanfaat untuk menentukan operasi gedung secara lebih efisien.
67
144
Tabel 4.7
Keekonomian Lampu LED PERBANDINGAN
LAMPU Pijar
1
a a ampu
2
ema aian ampu 1 ta un umla
att
att
2000 am
2000 am
2000 am
1 satu
1 satu
ti a
ar a ampu per unit 5 In estasi 1 1- 00
Gambar 4.62
Penghematan energi dengan penggunaan heat pump water heater
odal
a a
1
oin
2
oin 1 poin 2 poin i ar -
5
p 1 5 000
p
000
p 15 000
p 1 5 000
p 05 K
p 05 K
oin
eriod
5
-
00
p 10 p p
0
p
0
510
p
5 0
000
0,1 ta un
p 12 000 2,
ta un
poin a alast atau
a alast atau
Salah satu teknologi boiler yang cukup efektif untuk digunakan di gedung komersial
p 15 000
ematan ia a perasional 1 t n -
asa ali
C. Multi tube one through boiler
000
p
enam a an ia a In estasi 10
p
p 05 K
ia a perasional istri 1 t n 2 en
LED
0 att
ampu
Tari
Swabalast
i ar
poin
adalah one through boiler. Boiler tipe ini cocok digunakan di gedung komersial dimana kebutuhan air panas tidak konstan dan cenderung fluktuatif. Seperti di
Salah satu kelebihan dari lampu
sebuah hotel atau rumah sakit air panas dibutuhkan pada waktu-waktu tertentu dan
lampu swabalast. Selain itu, lampu
pada waktu yang lain tidak terlalu diperlukan. Berbeda dengan water tube boiler
dipunyai oleh lampu swabalast. Karena efisiensinya yang lebih tinggi, lampu
lainnya yang menggunakan drum, pada boiler ini tidak menggunakan drum dan air
menghasilkan emisi
menguap setelah melewati ekonomiser, evaporator dan superheater. Karena tidak
swabalast lihat Tabel 4.8 .
D adalah tidak mengandung merkuri seperti pada D juga memenuhi standard
D
2 yang lebih rendah bila dibandingkan lampu pijar dan
memakai drum, maka disain ruang bakar dan sistem pembakar (burner) memegang kunci untuk dapat menguapkan air sejumlah yang dibutuhkan. Dengan cara demikian, boiler dapat menghasilkan uap sesuai kebutuhan dengan efisien. Sebuah one through boiler berbahan bakar gas dapat memiliki efisiensi hingga 95%.
143
oHS yang tidak
68
Tabel 4.8
Dampak Lingkungan Lampu LED
Jenis Dampak Lampu LED Lampu Pijar Mengandung Merkuri
Tidak
Memenuhi standard RoHS (Restriction of Hazardous Ya Substances)
Lampu Swabalast
Tidak
Ya – Merkuri sangat beracun dan berbahaya terhadap kesehatan dan lingkungan
Ya
Tidak – mengandung 1 mg – 5 mg Merkuri dan sangat berbahaya terhadap lingkungan
Gambar 4.61
ada gambar di bawah ini ditunjukkan bagian-bagian penyusun sebuah heat pump water heater yang compact.
Emisi CO2 (30 lampu pijar per tahun)
205 kg/tahun
2040 kg/tahun
475 kg/tahun
Prinsip kerja heat pump water heater
vaporator ditaruh di atas sistem di mana pada bagian
ini diambil sumber energi dari lingkungan (udara sekitar) di mana terjadi proses evaporasi dari uap refrigeran.
ap refrigeran tersebut kemudian dikompresi dan
dialirkan ke bagian bawah di mana terjadi proses kondensasi dan pelepasan panas ambar berikut menunjukkan beberapa jenis lampu
D yang ada di pasaran saat
dari refrigeran ke dalam air yang akan dipanaskan.
ir panas tersebut kemudian
dipakai untuk kebutuhan air panas.
ini.
Gambar 4.62
Sumber: Sharp
Gambar 4.7
Ragam jenis Lampu LED
C. Lampu OLED (Organic Light Emitting Diode) D ( rganic
ight
mitting Dioda) adalah panel memancarkan cahaya yang
terbuat dari bahan organik (berbasis karbon) yang memancarkan cahaya ketika diberikan medan listrik.
D yang digunakan saat ini ditujukan untuk membuat 9
Contoh bagian dari heat pump water heater
Study dari energy star menunjukkan bahwa sebuah heat pump water heater dapat menghemat penggunaan listrik hingga setengahnya ( ambar .
)
B. Chiller waste heat recovery water heater
tampilan yang indah dan efisien, tetapi juga memungkinkan digunakan untuk
anas buang dari kompressor chiller juga dapat dimanfaatkan untuk pemanas air.
D merupakan semikonduktor padat dengan ketebalan hanya
hiller membuang panas secara signifikan. Sebuah chiller kapasitas misalnya, dapat membuang panas setara tidak kurang dari 5 juta B
(setara dengan
,5 juta kkal).
dibuang ada pada kisaran
, atau sekitar
amun sayangnya suhu air panas yang
- 5o , yang mana sulit untuk dapat dimanfaatkan lagi.
ntuk itu temperatur air tersebut perlu dinaikkan dengan cara heat recovery dan heat pump.
eat recovey dapat dilakukan apabila ada kebutuhan air pada suhu
tersebut, sehingga dapat dimanfaatkan secara langsung.
membuat panel cahaya putih untuk penerangan. Seperti halnya teknologi
ika tidak ada maka
nanometer atau sekita
kali lebih tipis dari rambut manusia.
D,
sampai 5 D dapat memiliki
dua atau tiga lapisan bahan organic, dimana pada desain yang terakhir atau lapisan ketiga berfungsi membantu transportasi elektron dari katoda ke lapisan yang memancarkan. Bagaimana prinsip kerja
D dalam menghasilkan cahaya
baterai dari perangkat yang berisi
Sumber daya atau
D menghasilkan tegangan buat
D.
dibutuhkan heat pump (templifier) untuk menaikkan temperatur condensat menjadi
Kemudian arus listrik mengalir dari katoda ke anoda melalui lapisan organik (arus
lebih tinggi supaya dapat dimanfaatkan lagi.
listrik adalah aliran elektron). Disini katoda membuat elektron berpindah ke emissive layer
dari molekul organik. Sedangkan anoda memindahkan elektron dari
conductive layer dari molekul organik. ni sama dengan membuat lubang electron pada conductive layer . Batas antara emissive layer dan conductive layer , membuat elektron menemukan lubang elektron tersebut. adi, ketika elektron menemukan sebuah lubang electron, elektron mengisi lubang tersebut. Ketika ini terjadi, elektron memberikan energi dalam bentuk foton cahaya.
kibat serangkaian kejadian tadi,
D dapat
memancarkan cahaya. (a) Heat recovery
(b) Heat Pump
ampu
Gambar 4.60 Chiller waste heat recovery water heater
cahaya.
D pada dasarnya merupakan material film yang tipis yang memancarkan ampu
D mempunyai sumber pencahayaan berbentuk bidang datar
atau panel (tidak seperti b. Heat Pump Water Heater
baik. Beberapa
eat pump water heater memanfaatkan siklus vapour-compression selayaknya digunakan untuk menghasilkan energi dingin memanfaatkan proses ekspansi dari siklus refrigerasi, sebaliknya sebuah heat pump memanfaatkan panas yang dihasilkan ketika terjadi kondensasi uap refrigerant. Dengan memanfaatkan siklus ini, pemanasan sebesar
, maka secara teoretis bisa menghasilkan daya k
hanya dengan input daya sebesar
lebih efisien daripada pemanas air elektrik biasa.
k .
rtinya
D bahkan juga bisa dibuat fleksibel atau transparan. Di masa
depan kita mengharapkan desain luminer yang baru yang menarik yang bisa memanfaatkan panel canggih tersebut.
sebuah sistem refrigerasi terbalik. Kalau sebuah sistem refrigerasi atau
untuk sistem dengan
D yang berupa titik) dan mempunyai suhu warna yang
kali
untuk mengoperasikan boiler dan tidak selalu mengikuti pola beban air panas dari pengguna, sehingga dapat lebih dioptimalkan efisiensinya. A. Kogenerasi Sistem kogenerasi memanfaatkan panas buang dari pembangkit listrik sendiri untuk dipakai sebagai pemanas air. Sebagai contoh, panas buang dari sebuah turbin gas skala kecil (mikroturbin) dengan kapasitas setara dengan
eknologi
encahayaan lampu
atau matriks aktif (
total mencapai
Struktur OLED
termal. Sehingga sistem kogenerasi merupakan sistem yang
-
%. Di bawah ini contoh pemanfaatan panas buang dari
mikroturbin untuk pemanasan air di sebuah hotel.
D bisa menggunakan matriks pasif (
D).
dapat membangkitkan air panas
sangat efisien dalam pemanfaatan sumber energi, dengan tingkat efisiensi termal
Sumber: Howstuffworks
Gambar 4.8
k
k
D)
D memerlukan transistor film tipis untuk
menukar kondisi setiap piksel hidup atau mati dan mempunyai resolusi dan ukuran lampu yang lebih besar. Saat ini
D sebetulnya masih dalam tahap riset dan pengembangan. Beberapa
perusahaan lampu besar seperti
hilips,
sram dan
juga tidak ketinggalan dan
perusahaan-perusahaan tersebut telah mengeluarkan beberapa produknya ke pasar. Sayangnya, harga lampu 5
5
D masih sangat mahal, paling murah berkisar antara
S Dollar atau sekitar
hingga ,5 juta rupiah per buah tetapi kedepan
dimungkinkan harganya akan turun yang disebabkan oleh produksi masal dan penggunaan teknologi lapisan film tipis. hingga saat ini baru berkisar plikasi
fikasi
D tertinggi yang bisa dicapai
lumen watt.
D tidak hanya terbatas pada lampu untuk pencahayaan tetapi juga bisa
diterapkan pada monitor televisi, ponsel dan kamera digital. Saat ini sudah ada beberapa industri memproduksi layar ponsel atau monitor televisi dengan menggunakan
D.
Gambar 4.59
Pemanfaatan mikroturbin kogenerasi untuk pembangkit listrik dan pemanas air di sebuah hotel
Dari analisa kelayakan, diperoleh peningkatan efisiensi dari 9% menjadi setara dengan penghematan biaya energi sebesar
p
%, atau
5 per k h.
plikasi kogenerasi tidak hanya bersumber dari mikroturbin, akan tetapi juga dapat melalui Diesel
ngine atau
as
ngine.
kan tetapi efektifitas kogenerasinya masih
lebih tinggi untuk jenis gas turbin dibandingkan dengan jenis pembangkit yang lain.
Sumber: OLED-Info.com
Gambar 4.9
OLED yang bisa transparan dan fleksibel
arget efikasi dari lampu .
D pada tahun
5 adalah 5 lumen watt.
menampilkan perkembangan nilai efikasi dari
lainnya seperti
D,
,
,
ambar
D dan teknologi lampu
D, dan halogen
Gambar 4.58 Jenis-jenis peralatan untuk mendaur ulang energy di sistem ventilasi Dari hasil studi di
merika, diperoleh penghematan energi sekitar
% dengan
memasang alat ini pada sistem ventilasinya. Di ndonesia, di mana terdapat perbedaan suhu yang cukup signifikan antara udara luar yang panas dengan udara dalam ruangan yang dingin, maka prosentasi penghematan yang diperoleh dipekirakan lebih tinggi.
4.3.1.3.
Sistem Boiler dan Pemanas Air
emanas air di gedung komersial digunakan untuk memenuhi kebutuhan air panas Gambar 4.10
penghuni, seperti di hotel, rumah sakit, dan apartemen. Di rumah sakit, kebutuhan air
Prediksi Efikasi OLED Pada tahun 2015
panas cukup banyak seperti untuk sterilisasi peralatan, kebutuhan dapur, dan juga untuk mandi dan laundry. Demikian juga di hotel, banyak dibutuhkan untuk kebutuhan mandi, dapur dan juga laundry. Biasanya pemanas air di hotel maupun di rumah sakit, menggunakan sistem boiler dan calorifier, dimana boiler memanaskan air yang akan disimpan di calorifier. Di sini calorifier digunakan sekaligus sebagai buffer penyimpan air panas yang selanjutnya disalurkan ke pengguna. Dengan adanya calorifier, operator memiliki keleluasaan
9
D. Kondisi Pasar Lampu Statistik perlindo menunjukkan bahwa penjualan lampu selalu meningkat dari tahun ketahun dengan laju pertumbuhan rata-rata 5, % per tahun (lihat enjualan lampu hemat energi ( rata-rata
,
% per tahun.
digantikan oleh lampu
dan
ambar
.
).
) mempunyai pertumbuhan yang paling tinggi,
ren penjualan lampu pijar mengalami penurunan dan .
Sumber: BPS; Dit PPMB Depdag; Litbang Sentra Elektrik, 2010
Gambar 4.57 Gambar 4.11
Penjualan dan Prediksi Permintaan Lampu
Heatpipe Dehumidifikasi
G. Energy Recovery Ventilation Sistem ventilasi dari sebuah gedung dipasang untuk memasukkan udara segar
otal penjualan lampu di ndonesia pada tahun dengan perincian lampu pijar juta.
juta, lampu
mencapai
5 juta lampu
ermintaan lampu di ndonesia belum semuanya bisa dipenuhi oleh industri ampir sekitar 5 % dari total
kebutuhan lampu hemat energi dipenuhi oleh impor dari impor lampu hemat energi dari
ina.
ina diperkirakan mencapai
ada tahun
ir-
change-ratio, atau rasio pertukaran udara untuk sebuah gedung berkisar antara -
5 juta dan lampu hemat energi
dalam negeri, khususnya lampu hemat energi.
dengan tujuan untuk menjaga kualitas udara di dalam gedung. Standar untuk
,
, 5 juta lampu. mpor
per jam, tergantung dari fungsi dan tujuan ruangannya. Dengan adanya ventilasi maka udara dalam ruangan akan terjada kualitasnya.
kan tetapi masuknya udara
segar ini menjadi beban bagi sistem pendingin untuk menjaga agar suhu dan kelembaban udara di dalam ruangan terjaga pada kondisi yang nyaman.
ntuk
emerintah harus
meringankan beban sistem pendingin, dapat dipasang peralatan untuk mendaur
ina, baik dengan
ulang energi dingin yang terbawa keluar oleh udara dan memanfaatkannya untuk
hambatan non tariff maupun dengan mengembangkan industri perlampuan listrik di
pendinginan awal dari udara luar yang masuk ke ruangan. Dengan demikian,
dalam negeri yang mampu bersaing dengan produk luar baik kualitas maupun harga.
diharapkan konsumsi daya sistem pendingin menjadi lebih ringan. Di bawah ini ada
dari
na semakin meningkat beberapa tahun terakhir.
segera membuat kebijakan yang bisa membatasi impor
dari
beberapa contoh sistem untuk mendaur ulang energi yang keluar, yaitu a) sistem eluang
ndonesia untuk mengembangkan industri lampu hemat energi jenis
swabalast sangat besar mengingat impor dari ada
industri lampu hemat energi ynag beroperasi di ndonesia dengan total
kapasitas produksi sebesar
5
negeri ( KD ) berkisar
9%.
pabrik
ina yang cukup besar. Saat ini baru
, perkembangan impor
penyebaran konsumsi permintaan
juta dan mempunyai tingkat kandungan dalam ambar . dari
, .
dan .
menampilkan lokasi
ina dari tahun 999 hingga
di seluruh ndonesia.
dan
koil, b) sistem spray, c) heat pipe, d) plate heat echanger dan e) rotary air-to-air heat e changer. Besar potensi penghematan listrik bisa mencapai
%.
dengan demikian maka beban laten pendinginan dapat dikurangi, sehingga kerja sistem pendingin lebih ringan dan efisien. eknologi ini dapat dipasang pada sistem ventilasi atau saluran masuk udara segar dari sistem tata udara di sebuah gedung. pabila dikombinasikan dengan sistem pendingin evaporatif, akan dapat dicapai pendinginan udara secara efisien dibandingkan dengan sistem vapor-compression.
Gambar 4.12
Gambar 4.56
Lokasi Pabrik CFL di Indonesia
Desiccant Cooling
pabila desiccant cooling dipasang pada bangunan komersial yang menggunakan chiller listrik maka dari total kebutuhan listrik untuk %. ika menggunakan gas, penghematannya bisa
akan bisa dihemat sekitar %.
F. Heatpipe Dehumidifikasi Sumber: BPS; Aperlindo, 2011
Beban pendinginan sistem pendingin terdiri dari beban laten dan beban sensibel. Di
Gambar 4.13
Impor LHE dari Cina
daerah-daerah dengan kelembaban yang tinggi, seperti di ndonesia, memiliki beban laten yang tinggi. Sehingga untuk menurunkan kelembaban sampai dengan standard kenyamanan ruangan, diperlukan pembuangan kandungan air di udara, agar tercapai kelembaban yang diinginkan.
eknologi
eat
ipe memungkinkan untuk
meningkatkan kemampuan sistem pendingin dalam mengkondensasi kandungan air dalam udar tanpa melakukan modifikasi di dalam disain penukar kalornya. kerja teknologi ini ditunjukkan pada
ambar di samping ini.
rinsip
eknologi ini sangat
cocok untuk diterapkan di ndonesia. Beberapa studi menunjukkan penghematan energi mencapai
% dengan memasang heat pipe tersebut. Sumber: BPS; Aperlindo, 2012
Gambar 4.14
Konsumsi LHE per Wilayah di Indonesia
angsa pasar lampu
D saat ini masih sangat kecil, berkisar % dari total sekitar
juta lampu hemat energi pada tahun mendominasi pasar lampu di
.
ndonesia dalam
ampu
D diprediksi mampu
tahun ke depan. Bahkan,
pertumbuhan penjualannya bisa mencapai lima kali lipat atau 5 Diperkirakan lampu
Tabel 4.37 Perbandingan Konsumsi Energi Antara Evaporative Cooling Dengan Siklus Kompresi Uap Refrigerant
% setiap tahun.
D akan menggantikan lampu swabalast yang saat ini masih
mendominasi penjualan lampu di nasional yang memproduksi lampu
anah
ir.
ingga saat ini belum ada industri
D. asar lampu
D ndonesia masih diisi oleh
produk impor. Dengan demikian peluang untuk mengembangkan lampu
D di
ndonesia sangat besar dan ini perlu didukung oleh kebijakan yang tepat dan pro Sumber: DOE
pasar.
Kemampuan evaporative cooling tergantung dari suhu dan kelembaban relatif udara, semakin tinggi kelembaban relatif, kemampuan mendinginkan udara semakin 4.1.1.3
menurun, sebagai contoh
Tata Udara
ndonesia merupakan negara yang beriklim panas dan lembab. Kebutuhan akan sistem pengkondisian udara tentu saja sangat diperlukan.
ntuk rumah tangga yang
mempunyai tingkat ekonomi cukup baik, hunian yang nyaman dan sejuk merupakan suatu kelengkapan yang tidak bisa ditinggalkan dalam kehidupan berumah tangga. ntuk itu diperlukan suatu peralatan yang bisa mengatur sistem tata udara di dalam bangunan rumah tangga.
x
hampir x
Sistem tata udara pada bangunan bertugas mengolah udara dan menghasilkan tata udara sangat menunjang aktifitas dan produktifitas manusia.
ada hampir
x
kualitas udara yang baik (nyaman dan sehat) bagi penghuninya. Keberadaan sistem
ada sekitar
x
dan
ada
ada
5% kelembaban udara, udara bisa didinginkan hingga
. dan 5 % kelembaban udara, udara bisa didinginkan hingga . dan
5% kelembaban udara, udara bisa didinginkan hingga
. dan 5% kelembaban udara, udara bisa didinginkan hingga
.
. ntuk
kondisi
udara
yang
panas
dan
kering
seperti
di
gurun,
potensi
penghematannya semakin besar. Karena teknologinya sederhana, biaya pendinginan evaporative hanya sekitar
A. AC Split Standar
setengah dari
Sistem tata udara pada sektor rumah tangga pada prinsipnya tidak sebesar dan serumit system yang ada pada bangunan komersial, jauh lebih sederhana.
internal dan eksternal (lihat
ambar
indow dan .
).
ada
eknologi ini juga tidak
memerlukan instalasi saluran atas (duct) sebanyak dan selengkap
.
enis
peralatan pengkondisian udara yang sering digunakan atau dipasang pada rumah tangga di ndonesia adalah jenis
dengan beban pendinginan yang sama.
split yang terdiri dari unit window, unit internal (indoor)
E. Desiccant Cooling arutan desiccant adalah larutan yang dapat menyerap uap air di udara. Dengan memanfaatkan larutan ini, kandungan uap air di dalam udara dapat diturunkan,
5
Double ffect Steam bsorption hiller (
dan ekternal (outdoor) berada dalam satu unit bingkai kotak, tidak terpisahkan k 䡚
k ). Steam
omsumption ate .9kg S
seperti pada Kapasitas
Split. jenis window umumnya kecil, dari ,5 K hingga maksimum
K.
jenis ini memiliki tingkat kebisingan yang tinggi karena unit internal evaporator D. Evaporative Cooling
menjadi satu dengan unit kompresor. Sedangkan kapasitas pendinginan
vaporative cooling pada prinsipnya memanfaatkan penyerapan panas pada saat
split di pasaran umumnya bisa mencapai
K.
jenis split sangat diminati karena
penguapan air untuk mendinginkan udara. Karena tidak menggunakan kompressor,
tidak terlalu bising.
maka penggunaan energinya jauh lebih rendah daripada sistem pendingin
tidak berada di dalam ruangan rumah tetapi terpisah di luar ruangan rumah.
konvensional yang menggunakan siklus vapor-compresssion.
jenis
al ini karena unit pembuang panas (kompresor dan condenser)
anya saja teknologi
ini lebih efektif dipakai untuk daerah-daerah yang kelembabannya rendah.
Gambar 4.55
Evaporative Cooling
eknologi vaporative cooling ini dapat diaplikasikan pada bangunan komersial yang tidak terlalu besar misalnya sekolah atau ruko. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh D
di
e ico, bahwa perbandingan konsumsi energy antara
evaporated cooling dengan siklus kompresi uap refrigerant dapat ditunjukkan sebagai berikut
Sumber: Hermawan's Blog (Refrigeration and Air Conditioning Systems)
Gambar 4.15
Seperti yang ditunjukkan pada x 5
Koil evaporator
ambar .
Sistem AC Split
, unit indoor dari
jenis split terdiri dari
x
Blower
x
Katup ekspansi
x
nit pengendali
media pendingin. bsorption hiller.
Sedangkan unit outdoor dari x
Koil kondenser
x
Kompresor
x
Dryer ilter
x
Kipas endingin
Kinerja suatu
jenis split terdiri dari
sangat ditentukan oleh daya listrik
kapasitas pendinginannya. fficiency
ambar di bawah ini memberikan informasi tentang prinsip kerja
ingkat kinerja
yang diperlukan dan
dibedakan atas nilai
atio) yang tertera pada kemasan atau manual
.
( nergy ilai
bisa
dihitung dengan persamaan berikut. Gambar 4.53
ݑݐܤ( ݊ܽ݊݅݃݊݅݀݊݁ܲ ݏܽݐ݅ݏܽܽܭ/݆ܽ݉) = ܴܧܧ )ݐݐܽݓ( ݇݅ݎݐݏ݈݅ ܽݕܽܦ Sebagai contoh,
berkapasitas pendinginan
memerlukan daya listrik sebesar 5 = ܴܧܧ
watt akan memberikan nilai
sebesar
yang digunakan.
atau lebih. Selain nilai
yang mempunyai satuan Btu jam watt,
watt watt. Kesetaraan antara
dari atau
memanfaatkan pemanas dari hasil pembakaran bahan bakar, dan yang indirect firing yang memanfaatkan panas hasil daur ulang panas buang.
, nilai
dan
( oefficient . Bedanya
menggunakan satuan Gambar 4.54
adalah sebagai berikut
yang beredar di pasaran ndonesia saat ini berkisar
Absorption Chiller
Berikut ini tingkat efisiensi dari berbagai jenis absorption chiller.
ܴܧܧ = ܱܲܥ 3,41 ilai
bsorption chiller, yaitu tipe direct firing yang
hemat energi
erformance) juga sering digunakan sebagai indikator efisiensi dari
dengan
ada saat ini ada dua jenis
7000 ݑݐܤ/݆ܽ݉ = 12,3 570 ݐݐܽݓ
, semakin hemat
biasanya mempunyai nilai of
K)
ݑݐܤ( ݊ܽ݊݅݃݊݅݀݊݁ܲ ݏܽݐ݅ݏܽܽܭ/݆ܽ݉) )ݐݐܽݓ( ݇݅ݎݐݏ݈݅ ܽݕܽܦ = ܴܧܧ
Semakin tinggi nilai
Btu jam (sekitar
Prinsip kerja Absorption Chiller
Double ffect Direct ired hiller
5.
ilai
bisa jadi tidak terstandarisasi. erbedaan konfigurasi ruangan, faktor
arsitektur dalam dan luar ruangan, cara pengambilan data, dan faktor-faktor
ripple ffect Direct ired hiller
(
k 䡚
k )
(
k 䡚
k )
(5
k 䡚 9 k )
. , . , . . . .
stopper, menutup jendela dan ventilasi yang tidak perlu, mengurangi kebocoran
eksternal lainnya di luar
pada ducting, dan lain-lain
terutama bagi nilai
-nya itu sendiri bisa saja mempengaruhi nilai
,
inverter yang konsumsi dayanya dinamis. abel .9 menampilkan
dari sampel beberapa merek
rumah tangga yang saat ini beredar di
pasaran ndonesia. B. Mengoptimalkan operasi sistem pendingin Sistem pendingin yang dioperasikan dengan baik dapat menghemat penggunaan energinya.
ptimalisasi operasi ini dapat dilakukan dengan cara
B. AC Split dengan Inverter erkembangan teknologi
-
enaikkan setting temperatur
-
emasang chiller se uenching,
-
engoptimalkan pembebanan chiller pada tingkat efisiensi yang maksimum.
-
engatur pembebanan
-
embersihkan ducting dan pembersihan
-
engintegrasikan operasi sistem pendingin dengan Building
inverter.
erbedaan antara
kompresor. Kompresor pada
utomating
Suatu pengendali mikro akan mengatur kecepatan kompresor sesuai dengan suhu ruangan yang terbaca. Sedangkan pada
konvensional, suhu ruangan dijaga oleh
Tabel 4.9
chiller kira-kira memiliki efisiensi
sekitar ,9 k agnetic Bearing hiller
agnetif bearing chiller dapat meningkatkan efisensi chiller karena meringankan beban kompressor sehingga chiller dapat mencapa efisiensi sekitar
Standar akan membutuhkan listrik
inverter. erbedaan prinsip kerja kedua jenis
,55 k
bsorption ooling hiller tidak menggunakan kompressor karena siklus nya sedikit berbeda bsorption chiller menggunakan larutan iBr sebagai
ambar . 5.
Beberapa Nilai EER untuk AC Rumah Tangga di Indonesia
hiller
sesuai dengan beban yang harus didinginkan.
start dari
dalam menjaga suhu ruangan ditampilkan pada
hiller secara otomatis mengendalikan volume refrigeran yang disirkulasi
dengan siklus vapor kompresi.
rinsip kerja stop
yang lebih tinggi daripada kerja
Beberapa teknologi pendingin udara yang efsien antara lain
bsorption
inverter bekerja pada kecepatan yang berbeda
kompresor. Kompresor secara periodik akan bekerja maksimum atau tidak bekerja
C. Menggunakan teknologi pendingin udara yang efisien
)
inverter terletak pada kerja
sesuai dengan frekuensi yang dihasilkan oleh inverter dan kapasitas pendinginan
sama sekali.
)
konvesional dengan
yang diinginkan. Kecepatan dari motor induksi proporsional terhadap frekuensi listrik.
Sistem (B S)
) ( ariable efrigerant olume)
rumah tangga ke depan masih didominasi oleh
Kapasitas
Konsumsi Daya
(Btu/h)
(Watt)
AC 5-1
4.387
420
10,45
AC 5-2
4.613
411
11,22
AC 5-3
4.790
404
11,86
AC 6-1
5.000
320
15,63
AC 7-1
6.820
595
11,46
AC 7-2
7.000
790
8,86
AC 8-1
7.122
628
11,34
AC 8-2
7.154
621
11,52
AC 8-3
7.693
628
12,25
AC 9-1
8.299
818
10,15
AC 9-2
8.455
816
10,36
Sampel Uji
EER
dalam gedung, beban pendinginan akan turun. ni bisa dilakukan dengan cara
Kapasitas
Konsumsi Daya
(Btu/h)
(Watt)
AC 9-3
8.496
780
10,89
-
emasang kaca film
AC 9-4
8.530
811
10,52
-
emanfaatkan material selubung bangunan yang memiliki koefisien transfer
AC 9-5
8.800
670
13,13
AC 9-6
8.900
815
10,92
Sampel Uji
EER
antara lain
panas yang rendah
Sumber: BPPT, 2010
-
enanam pohon di sekeliling gedung
-
engurangi cahaya matahari langsung masuk ke gedung
-
engatur orientasi bangunan
-
engatur organisasi ruang
-
emasang selective gla ing
b. Sistem encahayaan emilihan sistem pencahayaan yang tepat juga akan mengurangi beban pendinginan,
antara
lain
dengan
pemilihan
jenis
lampu
efisien
tinggi,
meminimalisasi penggunaan lampu pijar mengurangi cahaya matahari yang langsung masuk ke gedung, dan lain-lain. Gambar 4.16 Perbedaan Suhu Ruangan, Kapasitas dan Konsumsi Daya dari
c.
AC Konvensional dan AC Inverter Beberapa keunggulan
anusia juga merupakan beban pendinginan.
pendinginan secara efektif ke ruangan kerja dan mengurangi pendinginan yang tidak perlu ke ruang area yang kosong.
aktu yang lebih cepat, sekitar 5%, untuk mencapai suhu ruangan yang kita
d. eralatan istrik
inginkan x
arikan pertama pada listrik
lebih rendah dibandingkan
yang tidak
eralatan listrik dan elektronik juga merupakan sumber panas.
menggunakan teknologi inverter. x x x
% dibandingkan
enempatkan
peralatan-peralatan yang menghasilkan panas, seperti mesin fotokopi, pemanas
ebih hemat energi dan uang karena teknologi ini mampu menghemat listrik hingga
engurangi beban pendinginan
yang disebabkan oleh manusia antara lain dapat dilakukan dengan mengarahkan
rumah tangga yang menggunakan teknologi inverter
dibandingkan dengan teknologi konvensional (fi ed speed) antara lain x
anusia
air, lemari pendingin, dan lain-lainnya di tempat service dan mengatur pendinginan
biasa.
yang tepat di ruangan-ruangan tersebut.
Dapat menghindari beban yang berlebihan pada saat luktuasi temperatur hampir tidak terjadi (lihat
dijalankan e.
ambar . 5).
dara luar asuknya udara luar juga mengakibatkan pemborosan sistem pendingin. nfiltrasi udara luar dapat dicegah dengan cara antara lain
asil berikut merupakan hasil uji di lapangan dari tiga jenis Standar (Konvensional),
Split
ipe
emat 9
nergi dan
, yakni
Split
Split nverter yang
emasang pintu otomatis, door
ir
ooled
hiller
dilakukan oleh B
dengan daya sama masing-masing
tersebut dinyalakan selama lebih kurang Chiller berpendingin terdiri dari:
udara,
umumnya
- Air cooled chiller - Pompa Chilled water - AHU/FCU. Gambar di samping menunjukkan sistem chiller berpendingin udara.
ater
ooled hiller
jam per hari. abel .
konsumsi energi per hari dari ketiga jenis menampilkan pola daya
memberikan hasil
tersebut, sedangkan
ambar
. Kita bisa melihat bahwa konsumsi energi
inverter bisa menghemat listrik hampir dan
K. Ketiga jenis . jenis
% dibandingkan dengan jenis konvensional
% bila dibandingkan dengan jenis standard tetapi yang hemat energi.
Tabel 4.10
Konsumsi Energi AC per hari Konvensional
Tipe Hemat Energi (Non Inverter)
Inverter
6.171
4.024
2.285
Konsumsi Energi (Wh/hari)
Chiller berpendingin air, umumnya terdiri dari: 800
Power
900
26
Power [W]
600
24
500 400
22
300
20
200
500
0
400
22
300
20
100
16
0
0:00 4:00 8:00 12:00 16:00 20:00 0:00 09/08 09/08 09/08 09/08 09/08 09/08 10/08
(b)
Gambar 4.17
30
700
26
600
24
500 400
22
300
20
18
100
16
0
0:00 4:00 8:00 12:00 16:00 20:00 0:00 23/08 23/08 23/08 23/08 23/08 23/08 24/08
(a) Konvensional
Temp
28
800
200
200
18
100
24
Power
900
26
700
Temp [C]
600
1,000
28
800
700
30
Temp [C]
1,000
28
Power [W]
900
Temp [C]
30
1,000
Power [W]
- Water cooled chiller - Pompa chilled water - Pompa condenser water - Cooling Tower - AHU/FCU Gambar di samping menunjukkan sistem chiller berpendingin air. Chiller berpendingin air lebih efiisien sekitar 5% dibandingkan dengan air water chilller.
18 16
0:00 4:00 8:00 12:00 16:00 20:00 0:00 06/09 06/09 06/09 06/09 06/09 06/09 07/09
emat nergi ( on nverter)
(c) nverter
Pola Daya AC dan Suhu Ruangan
Penghematan energi di sistem pengkondisi udara dapat dilakukan sebagai berikut: A. Menurunkan beban pendinginan engurangi beban pendinginan secara langsung dapat menghemat penggunaan listrik untuk sistem pendingin.Beban pendinginan suatu gedung pada umumnya bersumber dari sinar matahari, sistem pencahayaan, manusia, peralatan listrik, udara luar dll. a. Sinar
atahari
Sumber panas utama dari sebuah gedung, terutama di daerah tropik, adalah sinar matahari. Dengan mengurangi panas dari radiasi sinar matahari masuk ke
dengan teknologi inverter akan memberikan efisiensi yang paling tinggi apabila motor yang digunakan untuk kompresor dan fan menggunakan arus D sumber listriknya dibandingkan dengan motor mencapai lebih dari 9 %, sedangkan motor penggunaan motor D dengan motor
. fisiensi motor D hanya sekitar
bisa meningkatkan efisiensi hingga
yang hanya 5%.
sebagai
kompresor bisa %.
ntuk fan,
5%, dibandingkan
pabila menggunakan motor D , nilai
dari
rumah tangga dengan teknologi inverter bisa mencapai 5 hingga ,5 atau setara dengan nilai
.
ambar
.
menunjukkan perkembangan teknologi
inverter dengan motor D pada kompresor dan fan di ina.
Tabel 4.36
Teknologi Lampu lainnya
Lampu
Jenis
Daya
Lumen/ watt
Sumber: Guoliang Ding, Shanghai Jiaotong University, 2011 Sumber: Turner, 2007
Gambar 4.18 Perkembangan nilai COP AC inverter di Cina
4.3.1.2. Salah satu kekurangan dari
inverter adalah harganya lebih mahal daripada
Split Standar. ika dibandingkan inverter harganya di atas , juta rupiah.
p
low wattage maka sekitar 5% lebih mahal.
juta, sementara
5
,
low wattage berada di kisaran ,5
eskipun demikian, jika dibandingkan dengan
masa balik modal (payback period) daripada hanya sekitar
Tata Udara
ow
attage,
Split dengan teknologi inverter
tahun lebih lama tetapi memberikan penghematan listrik sekitar
ribu rupiah lebih besar (lihat abel .
). pabila masa operasional
tahun, maka jelas sekali bahwa biaya yang dikeluarkan untuk
sekitar 5
nverter (life cycle
cost) adalah yang paling rendah.
Sistem pengkondisi udara atau
survey yang dilakukan diperkirakan bahwa sekitar gedung adalah digunakan sebagai sistem pendingin.
rumah tangga
dengan efisiensi yang lebih tinggi atau lebih hemat energi dibandingkan teknologi
x
Sudu fan yang lebih luas enggunaan cross flow fan pada unit indoor
leh karena itu penghematan
energi di sistem pendingin udara akan sangat efektif untuk menurunkan penggunaan energi secara keseluruhan. Sebuah gedung komersial yang besar, pada umumnya menggunakan sistem hiller berpendingin udara (air cooled chiller) dan
hiller berpendingin air (water cooled chiller).
Selain teknologi inverter seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, beberapa
x
% penggunaan energi listrik di
pendingin terpusat. Sistem ini secara garis besar dibagi menjadi dua, berdasarkan
C. Teknologi Baru AC Lainnya
saat ini. eknologi-teknologi tersebut adalah
onditioner System di sebuah gedung komersial
merupakan peralatan pengguna energi terbesar di sektor komersial. Dari berbagai
tipe pendinginan chillernya, yaitu
teknologi lain saat ini sedang diteliti dan dikaji agar diperoleh
ir
kantor
menerapkan
pencahyaan
meningkatkan beban
alami.
Salah
satu
kerugiannya
adalah
.
enghematan dari pencahayaan alami dapat mengurangi penggunaan energi listrik untuk penerangan hingga penghematan biaya, D
-
persen (lihat
ambar
.5 ). Dalam hal
melaporkan bahwa banyak gedung komersial dapat
x
rea perpindahan panas yang lebih luas
x
Konfigurasi desain fin yang lebih optimal
x
ube yang lebih kecil
x
odel struktur evaporator yang lebih optimal.
Tabel 4.11
Keekonomian AC Split Inverter
mengurangi biaya energi total hingga sepertiga apabila menggunakan pencahayaan PERBANDINGAN
alami yang optimal.
AC Standar
Low Wattage
1 Konsumsi listrik AC per hari (Wh/hari)
6171
4024
2285
2 Pemakaian AC (1 tahun, 8 jam/hari)
365 hari
365 hari
365 hari
3 Biaya Investasi AC per unit
Rp. 2,6 juta
Rp. 3,5 juta
Rp. 4,5 juta
4 Tarif PLN R1-2200VA
Rp. 795/KWh
Rp. 795/KWh
Rp. 795/KWh
5 Biaya Operasional Listrik 1 thn 1)
Rp. 1.790.670
Rp. 1.167.664
Rp. 663.050
6 Biaya perawatan
Rp. 150.000
Rp. 175.000
Rp. 200.000
Rp. 598.006
Rp. 1.077.610
7 Penghematan Biaya Operasional 1 thn 2)
Sumber: EnergyStar
Gambar 4.52
Penghematan Listrik Pencahayaan Alami
Inverter
8 Penambahan Biaya Investasi 3)
-
Rp. 0,9 juta
Rp. 1,9 juta
9 Masa Balik Modal (Payback Period) 4)
-
1,5 tahun
1,8 tahun
1) Poin 1 x poin 2 x poin 4 D. Teknologi Hemat Energi Lainnya
2) Standar – Low Wattage atau Inverter
Beberapa teknologi penerangan seperti
,
D, dan halogen yang sudah
dijelaskan pada sektor rumah tangga juga bisa digunakan pada sektor komersial. enghematan yang diberikan oleh lampu mencapai hanya sekitar
dan
%. Selain teknologi tersebut, ada beberapa teknologi lain yang
memang hanya khusus digunakan untuk tujuan tertentu pada sektor komersial, .
5) Poin 8 : poin 7
D cukup signifikan bisa
% dari energi listrik untuk penerangan, sedangkan lampu halogen
seperti yang ditunjukkan oleh abel .
3) Low Wattage atau Inverter – Standar
erkembangan teknologi lainnya yang sedang diujicobakan untuk diterapkan pada untuk rumah tangga adalah pemanfaatan radiasi matahari sebagai sumber tenaga listrik
dimana panel fotovoltaik digunakan untuk memasok tenaga listrik
yang diperlukan kompresor (lihat
9
ambar .
).
Ballast elektronik memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan ballast transformer. Beberapa kelebihan ballast elektronik tersebut adalah x x
eningkatkan rasio perbandingan konversi daya listrik ke cahaya yang dihasilkan. idak terdeteksinya kedipan oleh mata karena kedipannya terjadi pada frekuensi yang sangat tinggi sehingga tidak dapat diikuti oleh kecepatan mata.
x x Sumber: Technology Development Roadmap for China Room Air Conditioner 2012 – 2016
fisiensi daya yang tinggi Ballast elektronik memiliki berat lebih ringan
enggunaan ballast elektronik pada lampu listrik yang cukup signifikan, bisa mencapai
Gambar 4.19 Penggunan panel fotovoltaik pada AC rumah tangga
l
akan memberikan penghematan % dengan tidak mengurangi tingkat
pencahayaan.
abel
. 5 menyajikan penghematan listrik yang diberikan oleh
buah lampu
dengan ballast elektronik yang menggantikan
lampu
dengan
ballast magnetic. erobosan teknologi
terbaru lainnya adalah dengan menggunakan suatu
kombinasi antara membrane hydrophobic, cairan dessicant (larutan garam lithium klorida atau kalsium klorida) yang mampu menyerap butiran air dalam udara dan pendinginan evaporative. eknologi ini mampu menghemat energi hingga 5 dari energi yang diperlukan oleh jenis
9 %
yang dianggap paling hemat saat ini.
eknologi tersebut dikenal dengan nama Desiccant- nhanced e aporative air conditioner (D
ap). Secara tradisional
eknologi D
ap menggantikan
siklus refrigerasi tersebut dengan siklus absorpsi yang digerakkan secara termal dan hanya memerlukan tenaga listrik yang sangat kecil.
adi,
termal. ambar . 9 menunjukkan prototipe saluran aliran udara pada D
ap yang dikembangakan oleh
,
S .
Faktor Ballast
Pencahayaan vs. T12
Penghematan vs. T12
Net Efikasi Lumens/Watt
(4) 34W T12
(2) ballast magnetic
144
0,88
100%
N/A
56,2
(4) 30W T8
(1) ballast electronic
89
0,77
105%
38%
95,2
(4) 32W T8
(1) ballast electronic
95
0,77
103%
34%
87,5
(4) 25W T8
(1) ballast electronic
83
0,87
98%
42%
95,6
(4) 28W T8
(1) ballast electronic
82
0,77
98%
43%
96,9
rafik yang terdapat pada gambar
merah yang berarti panas hingga berwarna biru yang berarti dingin ketika melalui ap.
Watt Input
dengan eknologi
menampilkan bagaimana suhu udara ruangan secara perlahan turun dari warna teras D
Sistem Ballast
dengan teknologi
ap bisa menggunakan gas bumi atau tenaga surya sebagai sumber energi
Penghematan Listrik T8 vs. T12
Sistem Lampu
sekarang menggunakan listrik sebagai
sumber tenaga penggerak siklus pendinginan.
D
Tabel 4.35
C. Pencahayaan Alami (Skylight/Daylight) encahayaan alami adalah sumber pencahayaan yang berasal dari sinar matahari. Sinar alami mempunyai banyak keuntungan, selain menghemat energi listrik juga dapat membunuh kuman.
ntuk mendapatkan pencahayaan alami pada suatu ruang
diperlukan jendela-jendela yang besar ataupun dinding kaca sekurang-kurangnya dari pada luas lantai. Saat ini sudah banyak bangunan komersial seperti mall dan
Tabel 4.34
Output Lumen dari Lampu FL T5, T8 dan T12 4’ Linear Fluorescent Bulbs
Lumen Output
28 Watt T5
2900 lumens
54 Watt T5
5000 lumens
25 Watt T8
2209 lumens
32 Watt T8
2850-3100 lumens
34 Watt T12
1930-2800 lumens
40 Watt T12
1980-3300 lumens
Dari
abel
.
tersebut, bisa dikatakan bahwa
dibandingkan dengan ampu
dan
. Sedangkan
5 lebih hemat
dan 5 berturut-turut adalah
,
Gambar 4.20 Prototipe saluran aliran udara pada AC dengan Teknologi DEVap
% energi
5% daripada
5 mengeluarkan panas jauh lebih sedikit daripada
bisa menghemat biaya pendingin ruangan ,
lebih hemat
Sumber: NREL, USA
.
, sehingga
. fikasi dari masing-masing ampu dan
lumen watt.
ambar berikut menampilkan suatu simulasi penggunaan energi selama setahun antara saat ini D
dengan teknologi D
ap dengan
Standar yang menerapkan teknologi
ooling (direct e pansion cooling) dengan menggunakan gas bumi
sebagai sumber tenaganya. Bisa dilihat bahwa terjadi penghematan lebih dari
%,
baik untuk listrik maupun gas bumi.
B. Ballast Elektronik Ballast elektronik merupakan rangkaian kontrol untuk menyalakan lampu (fluorescent) yang memiliki efisiensi daya jauh lebih baik daripada ballast magnetic. Ballast elektronik pada saat ini banyak digunakan oleh produsen lampu (fluorescent) seperti philips dan panasonic untuk membuat lampu fluorescent hemat energi
Sumber: NREL, USA
Gambar 4.21 Simulasi Konsumsi Energi per Tahun Antara Teknologi DX dan DEVap. Gambar 4.51
Ballast Elektronik
Diperkirakan hanya dalam beberapa tahun kedepan, sudah bisa dipasarkan secara komersial.
dengan teknologi D
ertama, teknologi ini akan dipasarkan
pada sektor komersial. Setelah teknologinya semakin terbukti (proven), akan dipasarkan pada sektor rumah tangga.
ap
jenis ini
Jenis kegiatan
D. Refrigeran AC ika berbicara mengenai diabaikan.
rumah tangga, terdapat satu hal yang tidak bisa
al tersebut adalah refrigeran
.
panasnya ke lingkungan yang bersuhu tinggi.
hingga
efrigeran yang sekarang banyak digunakan untuk (hydro chloro fluoro carbon) yang disebut -
-
rumah tangga adalah jenis l .
dengan rumus kimia
rumah
tangga di ndonesia, padahal jenis tersebut sudah tidak boleh digunakan.
efrigeran
-
reon seperti
sebenarnya masih termasuk
one Depleting Substance ( DS) dan
merupakan solusi sementara hingga diterapkannya jenis refrigerant yang benarbenar bebas dari kandungan
at yang merusak lapisan
on (
% bebas
hlorine). Beberapa negara telah mulai mencari pengganti
-
untuk
rumah tangga untuk
jangka pendek. Salah satu dari pengganti refrigerant tersebut adalah ,
merika Serikat, sedangkan di
epang dan
-
yang
ropa mereka menggunakan jenis
ina menggunakan
. Ketiganya merupakan jenis one tetapi masih memberikan kontribusi
terhadap gas rumah kaca seperti
yang berpotensi menimbulkan pemanasan
global ( lobal
arming
otential atau
).
mempertimbangkan beberapa alternatif seperti -
ntuk jangka panjang, ,
-
energi listrik yang lebih rendah. A. Lampu FL T5, T8 dan T12 da dua cara utama untuk menghemat energi yang digunakan untuk penerangan. Salah satu adalah dengan menggunakan teknologi pencahayaan yang lebih hemat energi. ang lain adalah mengurangi waktu operasi dari pencahayaan. atau neon) sejauh ini merupakan jenis yang paling populer dan banyak
digunakan di kantor dan gudang. enis yang paling umum adalah lampu tabung. da tiga generasi lampu fluoresen linier x x x
enerasi ke- ( 9 enerasi ke- ( 9 enerasi ke- (
), lampu dengan diameter ), lampu dengan diameter ), lampu 5 dengan diameter
mm ( ) mm ( ) dan mm (5 )
ina sedang
, dan - 9 .
Sumber: Pacific Lighting
Gambar 4.50
5
Pemeriksaan
tingkat pencahayaan minimal dari suatu kondisi kerja bisa dipenuhi dengan konsumsi
-
yang tidak membahayakan lapisan -
Tidak menimbulkan bayangan. pekerjaan, perakitan sangat halus
Dengan menggunakan teknologi lampu yang mempunyai nilai efikasi tinggi maka
ampu l (
digunakan di
3000
Pekerjaan terinci
Sumber: KEPMENKES RI. No. 1405/MENKES/SK/XI/02
%.
masih bisa ditemui pada sebagian
jenis
, jenis
1500
Tidak menimbulkan bayangan. Mengukir dengan tangan, pemeriksaan pekerjaan mesin dan perakitan yang sangat halus
enggunaan refrigerant yang tepat
akan mampu menghemat konsumsi energi listrik
-
Keterangan
efrigeran merupakan fluida yang
digunakan untuk mendinginkan lingkungan bersuhu rendah dan membuang
Selain
Pekerjaan amat halus
Tingkat pencahayaan minimal (lux)
Lampu FL T5, T8 dan T12
jenis
4.3.1. Teknologi Hemat Energi 4.3.1.1.
Tata Cahaya
ata cahaya kantor sangat penting bagi kegiatan bisnis karena mempunyai dampak terhadap para pekerja di dalam kantor tersebut khususnya dalam hal produktivitas. ahaya yang tidak memenuhi standard minimal bisa menyebabkan gangguan pada mata dan kepala. Sumber: UNFCCC
ingkat penerangan pada-tiap tiap pekerjaan berbeda tergantung sifat dan jenis pekerjaannya. Sebagai contoh gudang memerlukan intensitas penerangan yang lebih rendah dan tempat kerja administrasi, dimana diperlukan ketelitian yang lebih tinggi.
Gambar 4.22 Skema Pengurangan HCFC Untuk Negara Berkembang ndonesia termasuk negara yang sudah meratifikasi dukungan terhadap pengurangan penggunaan
Banyak faktor risiko di lingkungan kerja yang mempengaruhi keselamatan dan
pada tahun
kesehatan pekerja salah satunya adalah pencahayaan.
baru bisa dilihat pada
Kesehatan
o.
5 tahun
enurut Keputusan
enteri
, pencahayaan adalah jumlah penyinaran pada suatu
bidang kerja yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan secara efektif. encahayaan minimal yang dibutuhkan menurut jenis kegiatanya seperti berikut Tabel 4.33
dan
. Skema pengurangan daripada ambar .
ontreal
rotocol terkait
hingga ke tingkat nol yang lama maupun yang
. Skema baru menggunakan posisi tahun
sebagai tingkat awal dan menerapkan pola pengurangan bertahap, sedangkan pola lama menggunakan posisi tahun
5 sebagai tingkat awal dan kemudian harus
dikurangi hingga ke posisi nol pada tahun
.
Tingkat Pencahayaan Lingkungan Kerja Tingkat pencahayaan minimal (lux)
Keterangan
Pekerjaan kasar dan tidak terus – menerus
100
Ruang penyimpanan dan ruang peralatan/instalasi yang memerlukan pekerjaan yang kontinyu
mencapai
Pekerjaan kasar dan terus – menerus
lalu sebesar , juta unit. Dari jumlah itu, pertumbuhan penjualan
hemat energi
200
Pekerjaan dengan mesin dan perakitan kasar
atau dengan teknologi inverter diperkirakan bakal tumbuh antara
5 sampai
Pekerjaan rutin
300
Ruang administrasi, ruang kontrol, pekerjaan mesin dan perakitan/penyusun
persen per tahun.
Jenis kegiatan
E. Kondisi Pasar AC enjualan produk pendingin ruangan (air conditioner
dopsi
,
juta unit atau tumbuh
ren ke depan
) tahun ini diprediksi
% dibandingkan dengan pencapaian tahun
lebih banyak yang low wattage dan inverter.
inverter di ndonesia masih sangat rendah.
Pembuatan gambar atau bekerja dengan mesin Pekerjaan agak halus
Pekerjaan halus
500
1000
kantor, pekerjaan pemeriksaan atau pekerjaan dengan mesin Pemilihan warna, pemrosesan tekstil, pekerjaan mesin halus & perakitan halus
ntuk saat ini, yang mencapai
yang paling banyak dibeli konsumen adalah jenis Split Standar %. Sedangkan
jenis split low wattage mencapai
sisanya adalah jenis inverter (
%).
wattage diperkirakan akan naik
% per tahun.
enis standard akan turun, sedangkan low eskipun demikian
akan hilang karena kemungkinan masih ada yang membutuhkan. 5
% dan
Standar tidak amun jika
pemerintah menerapkan aturan mengenai penggunaan bahan freon, maka akan berpengaruh pada AC Standar. Saat ini baru 27% populasi yang menggunakan AC dan yang menggunakan AC inverter baru sekitar 5% saja di Indonesia. AC inverter lebih banyak dipasarkan ke perusahaan atau B2B (business to business), yaitu sekitar 70%, sedangkan yang 30% B2C (business to consumer). Dari studi JICA tahun 2009 dan data pendukung lainnya, saat ini ada sekitar 2 perusahaan di Indonesia yang memproduksi AC untuk pasar dalam negeri yaitu Panasonic dan Polytron. Sharp sedang membangun pabrik dengan kapasitas produksi AC per tahun sebesar 600.000 per tahun. Kapasitas produksi Panasonic sebesar 400.000 AC Non Inverter per tahun. Perusahaan lainnya ChangHong mencatat produksi AC di Indonesia sebanyak 150.000 unit. Sebagian permintaan AC di Indonesia dipenuhi oleh impor dari Thailand, China maupun Jepang. Gambar 4.49
4.1.1.4
Lemari Pendingin (Refrigerator)
Potensi Penghematan Energi Sektor Industri Tekstil
Sedangkan penghematan listrik industri tekstil pada 2030 adalah sebesar 12,03 juta SBM atau 19,6 TWh. Nilai ini setara dengan 2,8 GW PLTU Batubara dengan factor
Lemari pendingin atau refrigerator merupakan peralatan rumah tangga yang sudah
kesiapan 80%.
menjadi bagian dari gaya hidup khususnya di perkotaan. Fungsi refrigerator adalah untuk menjaga bahan makanan dan minuman agar tetap segar dalam jangka waktu tertentu.
4.3. Sektor Komersial
Konsumsi listrik refrigerator pada sektor rumah tangga rata-rata menempati posisi kedua setelah AC apabila rumah tangga tersebut mempunyai AC. Jika tidak ada AC,
Seperti telah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa hasil survey dari beberapa
refrigerator menjadi posisi pertama. Konsumsi listrik refrigerator mencapai 6,4 –
bangunan komersial di Indonesia seperti kantor swasta, pusat perbelanjaan, hotel,
29,61% dari total kebutuhan listrik rumah tangga (lihat Gambar 3.3).
rumah sakit mempunyai intensitas konsumsi energy lebih tinggi bila dibandingkan dengan bangunan yang sama di Jepang. Kondisi tersebut merupakan indikasi bahwa peluang meningkatkan efisiensi energy pada sector komersial di Indonesia cukup besar. Masih banyak bangunan komersial di Indonesia yang menggunakan teknologi
A. Teknologi Refrigerator
tata cahaya dan tata udara yang lama atau boros energy. Berikut ini akan dijelaskan Teknologi refrigerasi merupakan teknologi yang sudah mapan. Teknologi refrigerasi yang diterapkan pada lemari pendingin di Indonesia adalah teknologi uap/kompresi.
87
beberapa
teknologi
hemat
energy
yang
dikembangkan pada kajian ini.
124
diterapkan
pada
roadmap
yang
Uap refrigerant dikompresi dan dipompa menuju condenser (penukar panas) oleh Tabel 4.32 No
Teknologi
1 2 3 4 5 6 7
Cold-Pad-Batch pretreatment Bleach bath recovery system ** Avoid Overdrying, intermediate drying Recover Condensate and Flash Steam The use of light weight bobbins Installation of Variable Frequency Drive on Autoconer machine Replacing the Electrical heating system with steam heating system for the yarn polishing machine Cold-Pad-Batch dyeing system The use of lighter spindle Introduce Mechanical De-watering or Contact Drying Before Stenter Optimize exhaust humidity in stenter Energy efficiency of compressed air system in the Air-jet weaving plant Single-rope flow dyeing machines Introduce Mechanical Pre-drying High Speed Carding Machine Replacement of Ordinary ‘V – Belts’ by Cogged ‘V – Belts’ Use of Counter-flow Current for washing Installation of Variable Frequency Drive on pump motor of Top dyeing machines Use of steam coil instead of direct steam heating in batch dyeing machines (Winch and Jigger) Heat recovery of hot waste water in Autoclave Install heat recovery equipment in stenter High-frequency reduced-pressure dryer for bobbin drying after dyeing process Conversion of Thermic Fluid heating system to Direct Gas Firing system in Stenters and dryers Microwave dyeing equipment The use of Low Pressure Microwave drying machine for bobbin drying instead of dry-steam heater The recovery of condensate in wet-processing plants. Heat recovery from the air compressors for use in drying woven nylon nets
8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
suatu kompresor. Panas yang dibawa oleh refrigerant dibuang di condenser
Roadmap Implementasi Teknologi Hemat Energi Tekstil Rangking Peluang 1.00 1.00 1.00 1.00 0.88 0.88 0.88 0.80 0.75 0.75 0.75 0.67 0.67 0.67 0.63 0.63 0.60
Roadmap Tahun 2010 - 2030
sehingga menyebabkan refrigeran menjadi cair. Cairan refrigerant mengalir menuju katup ekspansi (pipa/tabung kapiler). Kemudian cairan refrigerant bertekanan rendah masuk evaporator untuk menyerap panas yang menyebabkan refrigerant menguap dan kembali menuju kompresor untuk memulai lagi siklus yang sama (lihat Gambar 4.22).
Tahun 2015 - 2030
0.60 0.50 0.50 0.50
Tahun 2020 - 2030
Sumber: www.polarpowerinc.com
0.25
Gambar 4.23 Teknologi Refrigerasi Uap/Kompresi
0.25 0.00 0.00 0.00
Hasil kajian dan survey JICA pada tahun 2009 menyebutkan bahwa pasar lemari pendingin atau refrigerator di Indonesia didominasi oleh lemari es satu dan dua pintu dengan teknologi standar yang mempunyai kisaran daya listrik 75, 125 atau 200
4.2.3 Potensi Penghematan Energi
watt. Dari hasil kajian yang menerapkan roadmap tersebut, diperoleh hasil potensi penghematan energi pada industri tekstil hingga tahun 2030 yang diberikan oleh Gambar 4.49. Besar potensi penghematan energi industri tekstil pada tahun 2030 bisa mencapai 38% atau sebesar 40,9 juta SBM. Seperti telah dijelaskan
Konsumsi listrik pada lemari pendingin sangat tergantung dari teknologi dan material yang digunakan. Hal-hal yang dapat menghemat konsumsi listrik suatu refrigerator adalah:
sebelumnya, mesin-mesin industri tekstil di Indonesia relatif sudah tua sehingga
x
Mekanisme pengaturan suhu dan defrost (bunga es)
peluang penghematannya cukup besar dibandingkan dengan jenis industri lainnya.
x
Teknologi insulasi termal pada dinding (gas atau padat)
Total penghematan energi non listrik di industri tekstil dari tahun 2010 hingga 2030
x
Teknologi kompresor (dengan atau tanpa inverter)
adalah sebesar 170 juta SBM. Nilai ini setara dengan 6,5 bulan lifting minyak
x
Bentuk, dimensi dan volume
sebesar 0,9 juta SBM per hari.
123
88
Teknologi refrigerator yang ada dipasaran saat ini hanya ada dua, yaitu standar dan
2,500,000 9). Produk Industri Pengolahan Lainnya
inverter. Lemari pendingin dengan inverter memberikan kelebihan dari pada yang tidak menggunakan terutama pada sisi penggunaan energi listrik. Lemari pendingin pada saat malam hari ketika beban lemari pendingin tidak terlalu tinggi (tidak sering dibuka), kondisi suhu relatif konstan sehingga kompresor bisa beroperasi pada putaran rendah (lihat Gambar 4.23)
Milyar Rupiah (Konstan 2000)
dengan inverter akan lebih hemat rata-rata sekitar 25%. Hal ini bisa dicapai karena
8). Industri Peralatan, Mesin dan PerlengkapanTransportasi
2,000,000
7). Industri Logam Dasar Besi dan Baja 1,500,000
6). Industri Produk Semen dan Penggalian Bukan Logam 5). Industri Produk Ppuk, Kimia dan Karet
1,000,000
4). Industri Produk Kertas dan Percetakan 3). Industri Kayu dan Produk Lainnya
500,000
2). Industri Tekstil, Barang dari Kulit dan Alas Kaki
0
1). Industri Makanan, Minuman dan Tembakau
Gambar 4.48
Proyeksi PDB Industri Pengolahan Non Migas
Sumber: John Balazs et.al, 2010
Gambar 4.24 Kerja Kompresor Refrigerator Dengan dan Tanpa Inverter Dari data survey di Jepang (lihat Tabel 4.12), peluang penghematan listrik yang bisa diperoleh dari lemari pendingin yang berteknologi inverter berkisar antara 10 – 30% tergantung dari volume dan daya listrik dibandingkan dengan lemari pendingin yang menggunakan teknologi kompresor konvensional on-off (satu kecepatan).
Tabel 4.12
Peluang Penghematan Energi Refrigerator Inverter
Tipe Refrigerator (Lebar, mm) Daya Kompresor Konvensional (watt)
600 – 800
900
1200
1500
1800
130
200
200
300
300
30%
20 – 30%
Daya Kompresor Inverter (watt) Penghematan Listrik
190 (130 – 300) 10 – 20%
10 – 20% 20 – 30%
Sumber: Japan Advisory Committee for Natural Resources and Energy, 2011
Gambar 4.49
Roadmap Aktivitas Sektor Industri Tekstil
Jumlah pengguna atau industri tekstil yang menerapkan teknologi hemat energi dinyatakan dalam bentuk kontribusi nilai PDB dari industri tekstil (dalam milyar rupiah) yang menerapkan model roadmap yang dikembangkan untuk industri tekstil (lihat Gambar 4.49).
B. Kondisi Pasar Refrigerator 89
122
No
Fuel Saving (GJ/year)
Technologies
Electricity Saving (MWh/year)
Capital Cost (U$$)
Payback period (years)
General 1
Penjualan lemari pendingin di pasar nasional pada tahun 2011 diprediksi menembus 3,5 juta unit yang ditandai dengan membanjirnya berbagai merek baru yang meluncur ke pasar domestik. Kapasitas total produksi lemari pendingin nasional
The recovery of condensate in wet-processing plants. Heat recovery from the air compressors for use in drying woven nylon nets
2
16000
6
adalah 5,74 juta unit per tahun yang disumbang oleh merk LG, Sharp, Sanyo (Haier), Polytron dan Panasonic dengan perincian pada tabel 4.13. Merk lainnya masih diimpor dari luar negeri.
4.2.2 Roadmap Teknologi Efisiensi Industri Tekstil
Tabel 4.13
Kapasitas Produksi Lemari Pendingin Nasional
Dari data-data BPS, PLN, Pertamina, PGN serta beberapa kementrian terkait seperti
Kapasitas
Domestik
Perindustrian dan ESDM, intensitas industri tekstil bisa dihitung meskipun masih
PT LG Electronics Indonesia
2.040.000
membutuhkan beberapa asumsi karena keterbatasan data yang ada. Untuk
PT Sharp Electronics Indonesia
2.640.000
mengitung potensi penghematan energi, diperlukan proyeksi PDB industri tekstil
PT Sanyo (Haier) Indonesia
600.000
yang pada kajian ini digunakan sebagai dasar aktivitas energi industri testil. Gambar
PT Hartono Istana Electronics
250.000
4.48 menunjukkan proyeksi PDB Industri pengolahan hingga tahun 2030 dengan
PT. Panasonic Mfg Indonesia
210.000
berdasarkan proyeksi pertumbuhan PDB keluaran Bappenas.
Sumber: JICA 2009 dan GABEL
960.000
Ekspor 1.080.000
Tabel 4.31 menampilkan intensitas energi industri tekstil untuk proses termal (heating), proses pendinginan (cooling) dan penggerak motor (machine drive).
4.1.1.5
Televisi
Tabel 4.31 Intensitas Energi Industri Tekstil Intensitas Energi Subsektor
Satuan 2010
2030
Proses Termal
-
Proses
dengan
keseharian
masyarakat.
Data
Bank
Dunia
tahun
2004
menunjukkan, ada 65% lebih rumah tangga pemilik televisi di Indonesia. Bentuk lebih digandrungi dibandingkan dengan produk budaya lain, seperti buku. Hiburan
SBM/milyar
328,9
74,8
rupiah/tahun
22,8
5,2
dalam kegiatannya sehari-hari. Menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)
114,0
25,9
tahun 2006, lebih tiga perempat (86%) dari seluruh penduduk usia 10 tahun ke atas
Pendinginan -
menyatu
media audio visual yang menarik dan lengkap dari si ”tabung ajaib” menjadikan ia
Tekstil dan Pakaian -
Pengaruh televisi dalam keluarga Indonesia tampaknya sudah demikian kuat
Penggerak Motor
yang disajikan mampu menarik mayoritas penduduk menekuni tayangan televisi
di Indonesia memiliki aktivitas rutin mengikuti acara televisi dalam seminggu
Dengan menerapkan suatu roadmap yang tediri dari roadmap untuk jumlah
Kebiasaan masyarakat Indonesia yang gemar menonton TV serta masih tingginya
pengguna atau industri tekstil dan roadmap untuk teknologi industri tekstil seperti
penggunaan TV berteknologi CRT yang boros energi menjadikan TV menjadi salah
yang diberikan oleh Gambar 4.49 dan Tabel 4.32, diperoleh penurunan intensitas
satu peralatan rumah tangga yang mengkonsumsi energi cukup besar.
energi di industri tekstil hingga tahun 2030 seperti yang diberikan oleh Tabel 4.31.
121
90
A. Teknologi Televisi
dari segi teknologi penampil seperti CRT, LCD, Plasma, DLP dan OLED. Sebelum
hati diarahkan menjadi pancaran, dan pancaran ini di”defleksi” oleh medan magnetik untuk men”scan” permukaan di anoda, yang sebaris dengan bahan berfosfor. Ketika elektron menyentuh material pada layar ini, maka elektron akan menyebabkan
Payback period (years)
Installation of Variable Frequency Drive (VFD) for washer pump motor, Humidification System Fan Motor, Humidification system Pumps
86
9900
1
Replacement of the existing Aluminium alloy fan impellers with high efficiency F.R.P (Fiberglass Reinforced Plastic) impellers in humidification fans and cooling tower fans
55,5
650
1
1,5
122
1
1
2
mengenal LCD TV, televisi-televisi di Indonesia didominasi oleh TV tabung atau CRT (Cathode Ray Tube) TV. Dalam tabung sinar katoda, elektron-elektron secara hati-
Capital Cost (U$$)
Technologies
Perkembangan yang sangat signifikan dapat dirasakan yaitu perkembangan televisi
Fuel Saving (GJ/year)
Electricity Saving (MWh/year)
No
General 1
Replacement of Ordinary ‘V – Belts’ by Cogged ‘V – Belts’
Weaving Process Energy efficiency of compressed air system in the Air-jet 1 weaving plant
timbulnya cahaya. Era TV Tabung yang sudah berpuluh tahun menjadi perangkat elektronik keluarga favorit untuk menghadirkan tayangan hiburan diperkirakan akan segera berakhir
Tabel 4.29 No
Technologi Efisiensi Energi di Proses Basah Fuel Saving (GJ/year)
Technologies
dalam beberapa waktu ke depan dan digantikan dengan perangkat TV Digital dengan teknologi terbaru yang hemat energi seperti TV LCD (Liquid Crystal Display), TV LED (Light Emitting Diode) dan TV OLED (Organic Light Emitting Diode). Di masa depan teknologi TV OLED diperkirakan akan menggantikan teknologi TV sebelumnya. Pada dasarnya TV LCD bekerja dengan memproduksi gambar hitam dan berwarna
2
Bleach bath recovery system **
3
Use of Counter-flow Current for washing
Dyeing and Printing Process Installation of Variable Frequency Drive on pump 1 motor of Top dyeing machines 2 Cold-Pad-Batch dyeing system Single-rope flow dyeing machines
dengan melakukan seleksi cahaya yang dipancarkan oleh serangkaian lampu
4
teknologi CCFL (Cold Cathode Fluorescent Lamps) di belakang layar. Pada evolusi
5
Microwave dyeing equipment Use of steam coil instead of direct steam heating in batch dyeing machines (Winch and Jigger) Heat recovery of hot waste water in Autoclave
Pada dasarnya sebenarnya TV LED tidak jauh berbeda TV LCD. Televisi jenis ini menggunakan LED Backlight sebagai pengganti cahaya fluorescent yang digunakan
6
Tabel 4.30
pada jenis TV LCD sebelumnya. Ada dua macam bentuk TV LED yang beredar di
No
pasaran: Direct-LED dengan LED yang diletakkan di belakang panel layar, atau
Drying
Edge-LED dimana LED diletakkan di sekeliling layar. Dilihat dari sisi konsumsi energi dan karakterisitik lainnya, antara TV CRT dan TV LCD
masing-masing
mempunyai
kelebihan
dan
kekurangan.
Tabel
4.14
menampilkan karakteristik dari kedua jenis TV tersebut. TV LCD 32 inch mempunyai luas pandangan/penglihatan yang tidak jauh berbeda dengan TV CRT 29 inch.
Payback period (years)
26,9 16,3 2,5 kg steam
246000
2.1
3100
1.5
1215000
3.7
0,2 kWh
1 450000
4580
165500
554
Technologi Efisiensi Energi di Proses Pewarnaan dan Akhir Fuel Saving (GJ/year)
Technologies
1
Introduce Mechanical Pre-drying
2
Avoid Overdrying, intermediate drying
Recover Condensate and Flash Steam The use of Low Pressure Microwave drying machine 4 for bobbin drying instead of dry-steam heater High-frequency reduced-pressure dryer for bobbin 5 drying after dyeing process Finishing Conversion of Thermic Fluid heating system to Direct 1 Gas Firing system in Stenters and dryers Introduce Mechanical De-watering or Contact Drying 2 Before Stenter 3 Optimize exhaust humidity in stenter
Electricity Saving (MWh/year)
Capital Cost (U$$)
Payback period (years)
0,107
500000
3
0,2
500000
120
50000
1
77000
1,5
3
4
91
Capital Cost (U$$)
Preparasi 1 Cold-Pad-Batch pretreatment
3
selanjutnya, tercipta pula pengembangan dari TV LCD yang dinamakan TV LED.
Electricity Saving (MWh/year)
Install heat recovery equipment in stenter
120
11000
Tabel 4.14
bolier hanya bekerja 25% dari kapsitasnya, maka kehilangan energinya bisa mencapai 6% x
Pengendalian blowdown secara otomatis. Blowdown 10 persen dalam boiler 15 kg/cm2 menghasilkan kehilangan efisiensi 3 persen.
x
Pengurangan pembentukan kerak dan kehilangan jelaga. Diperkirakan bahwa 3 mm jelaga dapat mengakibatkan kenaikan pemakaian bahan bakar sebesar 2,5 persen disebabkan suhu gas cerobong yang meningkat.
x
Pengurangan tekanan steam di boiler bisa mengurangi pemakaian bahan
Perbandingan Karakteristik TV CRT dan LCD
Karakteristik
TV CRT 29 inch
TV LCD 32 inch
Daya
190 watt
100 watt
Standby
3 watt
0,5 watt
Berat
30 kg
< 10 kg
Umur operasional
80.000 jam
30.000 – 60.000 jam
Biaya awal (harga)
± Rp. 2 juta
± Rp. 3 juta
Sumber: www.ehow.com
bakar 1 - 2%. x
Pengendalian kecepatan variabel untuk fan, blower dan pompa.
x
Pengendalian beban boiler.
x
Penjadwalan boiler yang tepat waktu.
x
Penggantian boiler yang sudah tua dan boros energi
Jika dilihat dari umur operasional, TV CRT mempunyai umur yang lebih panjang dan biaya investasi yang lebih murah. Meskipun demikian, penghematan listrik yang diberikan oleh TV LCD bisa menutup semua kekurangan dari TV LCD bila dibandingkan dengan TV CRT selama umur operasional dari TV LCD lebih lama dari masa pengembalian modal (payback period). Untuk beberapa jenis teknologi televisi, konsumsi daya listrik televisi yang sedang
F. Teknologi Proses Industri Tekstil
menyala (on mode) berbeda dengan konsumsi daya yang tertulis (rated power).
Industri tekstil merupakan industri yang sangat kompleks. Tiap proses memiliki
Gambar 4.24 menampilkan konsumsi energi listrik dari TV LCD dan TV LED pada
spesifikasi dan karakteristik yang bermacam-macam. Proses meliputi proses
saat on mode. Potensi penghematan listrik dari penggunaan TV LED tergantung dari
Spinning, Weaving, Wet-processing, man-made fiber production. Dalam proses
ukuran layar TV. Peluang penghematan energi TV LED berkisar 20 – 30% untuk
tekstil ini melibatkan proses mekanikal dan proses termal. Berikut adalah contoh
ukuran layar 30 – 50 inch atau lebih bila dibandingkan dengan TV LCD.
teknologi efisiensi energi yang bisa diterapkan di industri tekstil Indonesia yang
Beberapa manufaktur TV seperti Samsung mengklaim bahwa umur operasional TV
ditampilkan oleh Tabel 4.28, 4.29, dan 4.30. Tabel 4.28 No
LED bisa mencapai 100.000 jam. TV LED saat ini masih mahal. Beberapa tahun
Technologi Efisiensi Energi di Proses Pemintalan dan Perajutan Fuel Saving (GJ/year)
Technologies
Electricity Saving (MWh/year)
kedepan diharapkan harganya akan turun 30 – 40% sehingga cukup bersaing.
Capital Cost (U$$)
Payback period (years)
Dengan menggunakan data-data pada Tabel 4.14 dan Gambar 4.24, kita bisa
100000
2
dengan TV CRT 29 inch selama umur operasional dengan pendekatan perhitungan
Preparasi 1
High Speed Carding Machine
menghitung keekonomian dari TV LED dan TV LCD 32 inch bila dibandingkan statis, seperti yang ditampilkan pada Tabel 4.15.
Ring Frame 1
The use of lighter spindle
23
13.5
8
2
Installation of energy-efficient motor
18,3
2200
4
3
The use of light weight bobbins
10,8
660
1
331,2
19500
1
19,5
980
1
Windings, Doubling, and finishing process 1
Installation of Variable Frequency Drive on Autoconer machine
Replacing the Electrical heating system with steam heating system for the yarn polishing machine Air conditioning and Humidification system 2
119
92
Sumber: LBNL, 2011
Sumber: BEE India, 2004
Gambar 4.47
Gambar 4.25 Konsumsi Daya Listrik TV LCD dan LED Tabel 4.15
Keekonomian TV LCD dan LED PERBANDINGAN
1 Daya TV
Saat ini terdapat beberapa jenis boiler dipasaran yang digunakan industri, antara lain Fire tube boiler, Water tube boiler, Paket boiler, Fluidized bed combustion boiler,
TV
Atmospheric fluidized bed combustion boiler, Pressurized fluidized bed combustion
TV CRT
TV LCD
TV LED
29 inch
32 inch
32 inch
190 watt
100 watt
80 watt
2 Pemakaian TV (1 tahun, 12 jam per 4380 jam hari)
4380 jam
4380 jam
3 Jumlah TV
1 (satu)
1 (satu)
1 (satu)
4 Harga TV per unit
Rp. 2 juta
Rp. 2,9 juta
Rp. 3,4 juta
5 Biaya Investasi 1)
Rp. 2 juta
Rp. 2,9 juta
Rp. 3,4 juta
6 Tarif PLN R1-1300VA
Rp. 790/KWh Rp. 790/KWh
Rp. 790/KWh
7 Biaya Operasional Listrik 1 thn2)
Rp. 657.438
Rp. 346.020
Rp. 276.816
8 Penghematan Biaya Operasi3)
-
Rp. 311.418
Rp. 380.622
9 Penambahan Biaya Investasi4)
-
Rp. 0,9 juta
Rp. 1,4 juta
-
2,89 tahun
3,68 tahun
10 Payback Period5)
Jenis Rugi-Rugi Energi Boiler
boiler, Circulating fluidized bed combustion boiler, Stoker fired boiler, Pulverized fuel boiler, Boiler pemanas limbah (Waste heat boiler) dan Pemanas fluida termis. Kehilangan energi dan peluang efisiensi energi dalam boiler dapat dihubungkan dengan pembakaran, perpindahan panas, kehilangan yang dapat dihindarkan, konsumsi energi yang tinggi untuk alat-alat pembantu, kualitas air dan blowdown. Berbagai macam peluang efisiensi energi dalam sistim boiler adalah sebagai berikut: x
Pengendalian suhu cerobong.
x
Pemanasan awal air umpan menggunakan economizers, penghematan energi 5 – 10%.
x
Pemanas awal udara pembakaran, penghematan energi 1%.
x
Minimalisasi pembakaran yang tidak sempurna, karena membuang energi 2%.
x
Pengendalian udara berlebih. Pengendalian udara berlebih pada tingkat yang optimal selalu mengakibatkan penurunan dalam kehilangan gas buang; untuk
1) Poin 3 x poin 4
setiap penurunan 1 persen udara berlebih terdapat kenaikan efisiensi kurang
2) Poin 1 x poin 2 x poin 6
lebih 0,6 persen.
3) Pijar - Swabalast atau LED
x
4) Swabalast atau LED – Pijar
Penghindaran kehilangan panas radiasi dan konveksi. Ketika boiler bekerja maksimum, kehilangan energi akibat radiasi dan konveksi hanya 1,5%. Jika
5) Poin 9 : poin 8
93
118
Beberapa tindakan/upaya efisiensi energi yang bisa dilakukan terhadap fan atau
Apabila umur operasional dari TV LCD bisa lebih dari 3 tahun dan untuk TV LED
blower adalah,
lebih dari 4 tahun, maka penggunaan kedua teknologi TV tersebut akan lebih menguntungkan daripada TV CRT.
x
Memilih ukuran fan/blower yang tepat
x
Menggunakan belt efisiensi tinggi bisa menghemat konsumsi listrik 2%.
Teknologi TV OLED mempunyai kelebihan dibandingkan dengan TV LCD dan TV
x
Memasang VSD pada motor fan/blower bisa menghemat listrik 14 – 49%.
LED dalam hal konsumsi energi listrik. Meskipun demikian data-data mengenai konsumsi energi TV OLED masih susah diperoleh karena TV jenis ini masih dalam tahap pengembangan. Jika ada TV OLED dipasaran, bisa dipastikan harganya masih sangat mahal, bisa mencapai orde puluhan hingga ratusan juta. Tabel 4.16
E. Sistem Boiler dan Uap Boiler adalah bejana tertutup dimana panas pembakaran dialirkan ke air sampai
menampilkan estimasi konsumsi daya dari TV OLED.
terbentuk air panas atau steam. Air panas atau steam pada tekanan tertentu
Menurut Samsung (Kim et.al., 2009) TV OLED 40 inch yang menggunakan teknologi
kemudian digunakan untuk mengalirkan panas ke suatu proses.
Phosphorescent OLED (PHOLED) bisa hanya mengkonsumsi listrik kurang dari 15
Sistem boiler terdiri dari: sistem air umpan, sistem steam dan sistem bahan bakar. Sistem air umpan menyediakan air (kondensat dan air makeup) untuk boiler secara otomatis sesuai dengan kebutuhan steam. Sistem steam mengumpulkan dan mengontrol produksi steam dalam boiler. Steam dialirkan melalui system pemipaan ke titik pengguna. Sistem bahan bakar adalah semua peralatan yang digunakan untuk menyediakan bahan bakar untuk menghasilkan panas yang dibutuhkan. Peralatan yang diperlukan pada sistem bahan bakar tergantung pada jenis bahan
watt pada 300 cd/m2. Gambar 4.25 menyajikan roadmap daripada konsumsi daya TV OLED. Tabel 4.16
Estimasi Konsumsi Daya TV OLED
Ukuran Layar
Resolusi
Daya (On Mode)
11 inch
960 x 540 piksel
25 – 26 watt
30 – 32 inch
1920 x 1080 piksel
33 – 40 watt
Sumber: LBNL, 2011
bakar yang digunakan pada sistem. Efisiensi tipikal dari boiler dengan bahan bakar batubara adalah sekitar 73,8%, sekitar 26,2% energi hilang selama proses. Efisiensi maksimum boiler tidak terjadi pada beban penuh akan tetapi pada sekitar dua pertiga dari beban penuh (65 – 85% dari beban penuh). Gambar 4.30 menunjukkan jenis rugi-rugi pada boiler.
Sumber: Kim et.al, 2009
Gambar 4.25 Roadmap Konsumsi Daya TV OLED 40 inch
117
94
B. Kondisi Pasar Televisi
Kipas ada dua macam, sentrifugal dan aksial. Sedangkan blower juga terdiri dari dua
Pada tahun 2010, angka penjualan TV CRT mencapai 852.000 unit, yang kemudian
jenis, sentrifugal dan perpindahan positif.
meningkat tajam pada 2011 menjadi 2,6 juta unit, atau setara dengan 189 persen.
Efisiensi kipas atau blower adalah rasio antara daya yang diteruskan ke aliran udara
Sedangkan untuk TV layar datar (LCD dan LED) tahun ini menjadi 3.400.000 unit.
dengan daya yang diberikan oleh motor ke kipas. Efisiensi kipas/blower tergantung
Jumlah ini meningkat dari 2011 yang mencatat penyerapan 2.496.000 unit.
tipe dan impeller. Jika debit udara meningkat maka efisiensi juga meningkat hingga
Penjualan televisi tabung pada tahun 2011 diperkirakan menurun 20% dari 2,6 juta
mencapai puncaknya pada debit tertentu dan kemudian turun (lihat Gambar 4.29).
unit pada tahun lalu menjadi 2 juta unit. Dari penjualan sebanyak 5,4 juta pada 2010,
Efisiensi tertinggi dari masing-masing tipe fan/blower sentrifugal dan aksial diberikan
82% masih didominasi produk TV tabung, sedangkan kontribusi TV layar datar (LCD,
pada Tabel 4.23
LED, dan Plasma) 18%. Meski masih kecil, tren penjualan TV layar datar terus meningkat signifikan Penjualan televisi tabung akan tergeser produk televisi jenis Liquid Crystal Display (LCD) dan Light Emitting Diode (LED) yang harganya akan bertambah murah sehingga masyarakat lebih memilih membeli televisi jenis ini. Kapasitas produksi industri TV nasional hingga saat ini telah mencapai 12,7 juta unit. Dibandingkan dengan jenis peralatan rumah tangga lainnya, sebagian besar permintaan televisi domestik sudah bisa dipenuhi oleh industri dalam negeri kecuali untuk jenis-jenis tertentu. Tabel 4.17 menampilkan data kapasitas industri televisi nasional. Tabel 4.17
Sumber: BEE India, 2004
Gambar 4.46 Tabel 4.27 Efisiensi Fan/Blower
Kapasitas Produksi Industri TV Nasional
Perusahaan
Produksi
Ekspor
Penjualan KomDomestik ponen Lokal
PT. Toshiba Consumer Product
3.000.000
PT. Sharp Electronics Indonesia
1.700.000
PT. Samsung Electronics Indonesia
1.340.000
PT. LG Electronics Indonesia
1.300.000
PT. Panasonic Mfg Indonesia
1.000.000
PT. Sanyo Electronics
328.000
Komponen
Efisiensi vs. Debit
Pangsa Pasar
Impor Domestik
2.340.000 1.060.000
Sumber: BEE India, 2004
95
116
Tabel 4.21 menampilkan beberapa tindakan untuk meningkatkan efisiensi pompa
Perusahaan
Produksi
Ekspor
dan mengurangi konsumsi energi listrik. Efisiensi tipikal pompa di industri adalah 55
Penjualan KomDomestik ponen Lokal
– 65% PT. Hartono Istana Tabel 4.25 Perbandingan Opsi Konservasi Energi pada Pompa Mengubah katup kendali Trim impeller 430 mm 375 mm 71.7 m 42 m 75,1% 72,10 3 80 m /hr 80 m3/hr 23,1 kW 14 kW
Parameter Diameter Impeller Head Pompa Efisiensi Pompa Debit Konsumsi Daya
Komponen
Pangsa Pasar
Impor Domestik
80.000
Teknologi VFD 430 mm 34.5 m 77% 80 m3/hr 11,6 kW
PT Akari Indonesia
180.000
PT ChangHong Electronic Indonesia
350.000
4.1.2 Roadmap Teknologi Efisiensi
Sumber: US DOE, 2001
Upaya lain dalam menekan konsumsi energi pompa adalah menggunakan dua
Sebelum kita melakukan analisis mengenai rodmap rencana penerapan teknologi
pompa parallel yang bekerja bersama-sama ketika kebutuhannya besar. Ketika
hemat energi pada sektor rumah tangga hingga tahun 2030, diperlukan suatu
kebutuhannya kecil, satu pompa bisa dimatikan.
proyeksi mengenai kondisi demografi Indonesia hingga tahun 2030 sebagai dasar aktivitas energi. Selain aktivitas energi, diperlukan juga nilai intensitas energi dari
Pompa yang kapasitasnya terlalu besar bisa diatasi dengan memasang VSD, drives dua kecepatan, merendahkan rpm, impeller yang lebih kecil atau trim impeller.
masing-masing teknologi hemat energi yang ada pada roadmap tersebut. Kedua hal ini diperlukan untuk menghitung potensi penghematan energi pada sektor rumah tangga. Dari kajian BPS bisa diperoleh data mengenai proyeksi jumlah penduduk, jumlah
D. Kipas dan Blower Sebagian besar industri menggunakan kipas dan blower untuk ventilasi dan untuk proses industri yang membutuhkan aliran udara. Kipas dan blower digunakan untuk menghasilkan tekanan negative untuk system vakum di industri
anggota rumah tangga, jumlah rumah tangga, laju pertumbuhan penduduk dan tingkat urbanisasi (penduduk perkotaan) hingga tahun 2030 (lihat Tabel 4.18). Tabel 4.18
Proyeksi Populasi, Jumlah Rumah Tangga dan Anggota Rumah Tangga dan Tingkat Urbanisasi
Kipas, blower dan kompresor dibedakan oleh metode yang digunakan untuk menggerakkan udara dan tekanan system yang harus dioperasikan. American
2010
2015
2020
2025
2030
237.641,4
247.623,2
259.721,8
270.538,4
281,227,3
1,27%
1,12%
0,96%
0,82%
0,75%
Society of Mechanical Engineers (ASME) menggunakan rasio spesifik yang artinya
Populasi (ribuan)
rasio antara tekanan buang dan tekanan hisap untuk membedakan fan, blower dan
Laju pertumbuhan Penduduk
kompresor (lihat Tabel 4.22)
Jumlah Anggota Rumah Tangga
4,00
3,60
3,45
3,30
3,15
Jumlah Rumah Tangga (ribuan)
61.164,4
68.712,8
75.387,3
82.141,3
89.316,9
54,1%
59,3%
63,7%
67,5%
70,0%
Tabel 4.26 Perbedaan Antara Fan, Blower dan Kompresor Peralatan Kipas Blower Kompresor
Rasio Spesifik Kurang dari 1.11 1.11 – 1.20 Lebih dari 1.20
Kenaikan tekanan (mmWg) 1136 1136 –2066 115
Urbanisasi (% Rumah Tangga Perkotaan) Sumber: BPS, 2009
96
Dari data-data tentang teknologi hemat energi yang sudah diberikan pada bab
x
sebelumnya baik data teknis seperti efisiensi, konsumsi energi dan pola pengoperasiannya, kita bisa menghitung intensitas energi dari masing-masing
sebesar 1 bar akan mengurangi konsumsi daya 6 – 10%. x
teknologi hemat energi. Tentu saja, ada beberapa asumsi yang terpaksa dibuat agar bisa mendapatkan angka yang tipikal untuk rata-rata pengguna di Indonesia.
x
Bahan Bakar
Satuan
Memasang Electronic condensate drain traps (ECDTs) dan memasang VSD pada motor kompresor.
C. Pompa dan Sistem Pompa
Intensitas Energi Memasak Konsumsi/RT
Mengurangi kebocoran udara. Upaya ini bisa menghemat hingga 20% udara terkompresi.
Tabel 4.19 menampilkan intensitas energi memasak di Indonesia yang digunakan pada kajian ini.
Tabel 4.19
Mengurangi tekanan udara inlet. Setiap pengurangan tekanan udara inlet
Sistem pompa memakai energi hingga 25 – 50% dari total kebutuhan listrik di SBM /RT/ Tahun
Jumlah
Konsumsi /RT/Tahun
35
420
2,49
Minyak Tanah
Liter/bulan
Elpiji
Kg/bulan
18,5
222
1,89
Gas
m3/bulan
27
324
1,91
Listrik
KWh/hari
5,15
1880
1,16
Induksi
KWh/hari
3,94
1438
0,88
Biogas
m3/bulan
39,17
470
1,80
Kayu Bakar
Kg/hari
6,8
2495
5,73
beberapa industri tertentu. Pompa mempunyai dua fungsi utama: x
Memindahkan cairan dari satu tempat ke tempat lainnya (misal, memindahkan air tanah ke tangki penyimpanan air)
x
Mengedarkan cairan keseluruh system (sirkulasi air pendingin atau pelumas melalui mesin dan peralatan)
Ada beberap tipe pompa yang digunakan industri, antara lain pompa sentrifugal, rotary dan reciprocating.
Roadmap dari teknologi memasak tersebut dibedakan antara perkotaan dan perdesaan. Seperti biogas hanya digunakan di daerah perdesaan dan listrik untuk memasak diasumsikan hanya terdapat di perkotaan. Pada kajian ini rice cooker digolongkan sebagai peralatan elektronik rumah tangga. Gambar 4.27a dan 4.27b menunjukkan roadmap penerapan teknologi memasak di Indonesia hingga tahun 2030 pada Skenario Konservasi untuk daerah perkotaan dan perdesaan. Adanya kebijakan pemerintah yang mengharuskan meninggalkan minyak tanah juga akan memberikan dampak penghematan energy. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, efisiensi kompor minyak tanah sebesar 0,4 lebih rendah daripada efisiensi kompor gas 0,6 atau listrik 0,65 dan 0,85. Diasumsikan bahwa pada tahun 2015, minyak tanah sudah tidak dipergunakan lagi untuk memasak digantikan dengan elpiji dan
Sumber: US DOE, 2001
Gambar 4.45
Sistem Pompa di Industri
lainnya (phase out). Penggunaan biomasa, khususnya diperdesaan juga diharapkan berakhir pada tahun 2030. Pemerintah juga mulai mengembangkan jaringan pipa 97
114
Ada dua tipe dasar kompresor, dinamik dan perpindahan positif. Kompresor yang
gas di kota-kota besar Indonesia sehingga penggunaan gas meningkat hingga 15%
termasuk jenis dinamik adalah kompresor aksial dan sentrifugal, sedang yang jenis
pada tahun 2030. Listrik untuk memasak juga meningkat maksimum menjadi 15%.
perpindahan positif adalah piston (reciprocating) dan putar (rotary). Tabel 4.20
Penggunaan biogas diperdesaan semakin banyak karena teknologinya yang sudah
menampilkan karakteristik dan efisiensi dari keempat jenis kompresor tersebut.
proven.
Tabel 4.24 Jenis Efisiensi pada beban penuh Efisiensi pada beban parsial Efisiensi pada beban nol Ukuran Perawatan
Kapasitas Tekanan
Karakteristik dan Efisiensi Kompresor Piston Tinggi
Putar Vane Medium – Tinggi
Putar Ulir High
Sentrifugal High
Tinggi
Rendah: ketika kurang dari 60% beban penuh Medium (30% - 40%)
Rendah: ketika kurang dari 60% beban penuh Rendah - Tinggi (25 -60%)
Rendah: ketika kurang dari 60% beban penuh Tinggi Medium – (10 -25%) Tinggi (20 - 30%) Besar Kompak Kompak Kompak Banyak Sedikit bagian yang Sangat sedikit Sensitif bagian yang aus bagian yang aus terhadap udara aus dan debu Rendah - Rendah - Medium Rendah - Tinggi Medium - Tinggi Tinggi Medium – Rendah - Medium Medium - Tinggi Medium - Tinggi Sangat Tinggi
Gambar 4.27a Roadmap Aktivitas Teknologi Memasak di Perkotaan
Sumber: UNEP
Peningkatan efisiensi energi pada kompresor akan memberikan penurunan pada rugi-rugi atau loss yang pada akhirnya bisa menghemat energi yang cukup signifikan. Upaya peningkatan efisiensi energi pada system kompresor udara antara
Gambar 4.27b Roadmap Aktivitas Teknologi Memasak di Perdesaan Intensitas energi untuk penerangan yang terdiri dari teknologi seperti lampu pijar, FL
lain:
(magnetic dan elektronik), CFL (magnetic dan elektronik), dan LED yang digunakan x
0
Menurunkan suhu udara inlet. Setiap kenaikan suhu inlet udara sebesar 3 C
pada kajian ini diberikan oleh Tabel 4.20. Sedangkan roadmap konservasi diberikan
akan meningkatkan konsumsi energi sebesar 1%. Jadi diusahakan bahwa
oleh Gambar 4.28. Teknologi pencahayaan berkembang sangat cepat. Teknologi
0
x
suhu udara inlet serendah mungkin kurang dari 15,5 C. Pada suhu tersebut,
lampu LED sudah hampir komersial. Lampu CFL bisa dikatakan sudah banyak
udara terkompresi yang dihasilkan 100%.
digunakan oleh masyarakat meskipun baru sebagian masyarakat yang mampu dan
Mengurangi turun tekanan akibat filter inlet. Setiap turun udara inlet sebesar
sadar akan penghematan energy. Rencana pemerintah untuk meniadakan lampu
250 mmWC ketika melewati filter maka konsumsi daya akan meningkat sekitar
pijar juga akan dimodelkan pada scenario ini. Lampu pijar direncanakan akan
2%. Solusinya, filter inlet dibersihkan secara teratur.
dihapus pada tahun 2015. Sedangkan pangsa lampu FL akan semakin mengecil.
113
98
Seiring dengan harganya yang terus turun, lampu LED juga mulai digunakan dan pangsanya terus naik hingga 40% pada tahun 2030.
Tabel 4.20 Intensitas Energi Listrik Penerangan Jenis Lampu
Jumlah lampu dan lama menyala
Daya/lampu (watt)
KWh/RT/Tahun
40
438
32
350,4
20
219
10
109,5
8
87,6
Pijar FL CFL CFL high eff
5 titik lampu dan menyala 6 jam per hari
LED
Sumber: McKane and Medaris, 2003
Gambar 4.43
Diagram Shanky Untuk Sistem Kompresi Udara
Dari gambar tersebut bisa dilihat bahwa terdapat potensi penghematan hingga 30% udara terkompresi melalui upaya penghematan yang mudah dan biaya rendah. Biaya operasional system kompresi udara jauh lebih tinggi daripada biaya kompresor itu sendiri (lihat Gambar 4.27). Penghematan energi dari perbaikan system bisa berkisar dari 20 hingga 50% dari total konsumsi listrik, yang artinya bisa menghemat biaya jutaan hingga milyaran rupiah.
Gambar 4.28 Roadmap Aktivitas Teknologi Penerangan
Jenis AC rumah tangga yang diterapkan pada kajian ini adalah jenis split, split efisien, low wattage dan inverter. Pola penggunaan AC rumah tangga diasumsikan dinyalakan 6 jam per hari dan intensitas yang dihasilkan diberikan oleh Tabel 4.21. AC merupakan peralatan rumah tangga yang paling banyak mengkonsumsi energy listrik. Penggunaan kompresor merupakan penyebab dari hal tersebut. Selain itu pola kerja yang on/of menyebabkan konsumsi listrik tinggi. Saat ini teknologi inverter
Sumber: eCompressedAir
Gambar 4.44
Komponen Biaya Pada Sistem Kompresi Udara
digunakan untuk mengatasi pola kerja on/of menjadi pola kerja kontinyu pada daya rendah untuk menjaga suhu ruangan. Akibatnya konsumsi listrik menjadi turun sekitar 30%. Sayangnya teknologi inverter masih mahal. 99
112
Tabel 4.21
Intensitas Energi AC Rumah Tangga
Jenis AC
Waktu Operasional
Daya AC (watt)
KWh /RT/Tahun
1500
3285
1000
2190
750
1642,5
560
1231,9
Split Split Efisien Split Low Wattage
6 jam per hari
Split Inverter
Pada skenario konservasi, tingkat penetrasi AC dengan teknologi inverter Gambar 4.41
Efisiensi Motor Listrik Menurut Daya Terpasang
dimodelkan lebih cepat. Teknologi lama mulai ditinggalkan. AC inverter pangsa 40% dari rumah tangga yang memiliki AC pada tahun 2030. Masih terdapat teknologi AC lama yang dipertahankan hingga tahun 2030. AC low wattage dan inverter akan dipilih oleh sebagian besar pengguna karena efisiensinya lebih besar dibandingkan dengan AC split yang biasa. Gambar 4.29 menampilkan roadmap penerapan teknologi AC pada rumah tangga hingga tahun 2030.
Gambar 4.42
Perubahan Pangsa Pasar Antara Motor Standard an Efisiensi Tinggi Gambar 4.29 Roadmap Aktivitas Teknologi AC
B. Kompresor dan Sistem Kompresor Udara Industri menggunakan udara terkompresi yang dihasilkan dari kompresor dalam proses produksinya. Menurut US DOE, 70 – 90% udara terkompresi hilang dalam bentuk panas, friksi, salah penggunaan dan bunyi (lihat Gambar 4.26). 111
Tidak seperti pada AC rumah tangga, pola penggunaan refrigerator dan TV di Indonesia sekitar 12 jam. Teknologi yang dimodelkan pada roadmap kajian ini adalah refrigerator jenis standard dan inverter, TV CRT, TV LCD dan LED. Nilai intensitas energi masing-masing teknologi tersebut diberikan oleh tabel 4.22 100
Tabel 4.22
Intensitas Energi Refrigerator dan TV
Jenis Refrigerator Standard Refrigerator Inverter
Waktu Operasional 12 jam per hari
TV CRT TV LCD
12 jam per hari
TV LED
Daya (watt)
KWh/RT/Tahun
125
550
100
440
75
328,5
60
262,8
52,5
229,9
Seperti peralatan rumah tangga lainnya, diperkirakan akibat dari kebijakan
Sumber: US DOE
pemerintah dalam menerapkan labelisasi dan kesadaran masyarakat dalam memilih teknologi yang lebih hemat energy, pangsa TV LED dan refrigerator inverter kedepan
Gambar 4.40
Efisiensi Motor Pada Beban Sebagian (sebagai fungsi dari % efisiensi beban penuh)
akan meningkat. Pada tahun 2030, diprediksi pengguna TV LCD standard dan hemat energy akan mencapai 70% sedangkan sisanya masih pengguna TV biasa/CRT. Pada tahun yang sama pengguna refrigerator inverter akan mencapi 80% dan sisanya masih menggunakan teknologi lama. Kondisi aktivitas ini sama dengan AC, yang mana
Beberapa peluang penghematan energi yang terkait kinerja motor sebagai berikut, x
Mengganti motor standard dengan motor efisiensi tinggi. Energi yang bisa dihemat berkisar 3 – 7%. Memang tidak besar, tapi jika semua motor pada
teknologi AC lama masih dipertahankan hingga 2030. Ketiga teknologi tersebut, TV,
industri tekstil yang mengkonsumsi 70% dari total kebutuhan maka
refrigerator dan AC adalah teknologi yang mahal, jadi masyarakat berusaha
dampaknya akan cukup signifikan. Gambar 4.26 menampilkan efisiensi motor
mempertahankan bilamana masih bagus untuk dipergunakan.
pada berbagai tingkat daya. Sedangkan Gambar 4.27 memberikan situasi perubahan pasar terhadap motor listrik efisiensi tinggi x
Mengurangi jumlah motor yang pembebanannya rendah (kapasitas berlebih).
x
Meningkatkan perawatan motor bisa menghemat energi 2 – 30%. Perawatan yang buruk dapat memperburuk efisiensi motor karena umur motor dan operasi yang tidak handal.
x
Pengendalian kecepatan motor dengan VSD (bariable speed drive) yang bisa menghemat listrik 6 – 70% tergantung dari pola operasi industri.
x
Koreksi factor daya dengan memasang kapasitor
Gambar 4.30 Roadmap Aktivitas Teknologi Refrigerator 101
110
bahan, dll. Motor listrik digunakan juga di rumah (mixer, bor listrik, fan angin) dan di industri. Motor listrik kadangkala disebut “kuda kerja” nya industri sebab diperkirakan bahwa motor-motor menggunakan sekitar 70% beban listrik total di industri.
Gambar 4.31 Roadmap Aktivitas Teknologi TV Sumber: Direct Industry, 2005
Gambar 4.39
Motor Listrik DC
4.1.3 Potensi Penghematan Energi Sektor Rumah Tangga
Motor listrik ada 2 macam, motor AC dan motor DC. Keuntungan utama motor DC
Beberapa tindakan penghematan energi dan kebijakan terkait dengan teknologi
dibandingkan motor AC adalah sebagai pengendali kecepatan, yang tidak
hemat energy dimodelkan pada scenario konservasi ini seperti yang telah dijelaskan
mempengaruhi kualitas pasokan daya. Motor ini dapat dikendalikan dengan
sebelumnya. Tindakan dan kebijakan tersebut antara lain, substitusi minyak tanah ke
mengatur:
elpiji yang mempunyai efisiensi lebih tinggi, penghapusan minyak tanah dan lampu
x
Tegangan dinamo – meningkatkan tegangan dinamo akan meningkatkan kecepatan
x
Arus medan – menurunkan arus medan akan meningkatkan kecepatan.
pijar, penggunaan lampu dan peralatan hemat energy seperti CFL, LED, AC dan refrigerator inverter dan TV LCD dan LED. Penerapan daripada teknologi tersebut dimodelkan dalam suatu bentuk roadmap teknologi hemat energi. Hasil potensi penghematan sektor rumah tangga diberikan oleh Gambar 4.31.
Motor AC lebih sulit dikendalikan. Untuk mengatasi kerugian ini, motor AC dapat dilengkapi dengan penggerak frekwensi variabel (VSD) untuk meningkatkan kendali kecepatan sekaligus menurunkan dayanya. Motor induksi merupakan motor yang paling populer di industri karena kehandalannya dan lebih mudah perawatannya. Motor induksi AC cukup murah (harganya setengah atau kurang dari harga sebuah motor DC) dan juga memberikan rasio daya terhadap berat yang cukup tinggi (sekitar dua kali motor DC). Efisiensi motor listrik berkisar 80 – 98%. Pabrik motor membuat rancangan motor untuk beroperasi pada beban 50-100% dan akan paling efisien pada beban 75%. Tetapi, jika beban turun dibawah 50% efisiensi turun dengan cepat (lihat Gambar 4.25)
109
102
Sumber:BKPM
Gambar 4.32
Potensi Penghematan Energi Sektor Rumah Tangga Menurut Jenis Energi
400
Gambar 4.38 Jumlah Mesin Industri TPT Usia 20 Tahun (dalam %) Dari kondisi-kondisi yang sudah dijelaskan sebelumnya, peluang penghematan energi di industri tekstil sangat besar mengingat teknologi yang digunakan masih teknologi yang lama dan boros energi.
350 "Potensi Penghematan"
300
Peralatan_Lainnya
Juta SBM
250
Televisi Refrigerator
200
4.2.1 Teknologi Hemat Energi
AC
150 100
Penerangan
Industri tekstil merupakan industri yang sangat kompleks. Tiap proses memiliki
Memasak
spesifikasi dan karakteristik yang bermacam-macam. Proses meliputi proses
50
Spinning, Weaving, Wet-processing, man-made fiber production. Dalam proses
0
tekstil ini melibatkan proses mekanikal dan proses termal. Pada kajian ini upaya 2010
Gambar 4.33
2015
2020
2025
2030
Potensi Penghematan Energi Sektor Rumah Tangga Menurut Jenis Teknologi
penghematan pada industri tekstil lebih dititikberatkan pada penerapan teknologi cross cutting yang berpeluang besar untuk bisa diterapkan di industri tekstil Indonesia. Penerapan teknologi cross cutting yang baru pada industri tekstil tidak akan memerlukan biaya yang terlalu tinggi dan tidak merombak secara total proses yang ada. Berikut adalah contoh teknologi efisiensi energi yang bisa diterapkan di
Hasil kajian yang dilakukan oleh BPPT, dari roadmap penerapkan teknologi hemat
industri tekstil Indonesia.
energi seperti substitusi minyak tanah ke elpiji, gas dan listrik yang mempunyai efisiensi lebih tinggi, penghapusan minyak tanah dan lampu pijar, penggunaan lampu
A. Motor Listrik
dan peralatan hemat energy seperti CFL, LED, AC dan refrigerator inverter dan TV
Motor listrik merupakan sebuah perangkat elektromagnetis yang mengubah energi
LCD dan LED di Indonesia akan memberikan potensi penghematan energi hingga
listrik menjadi energi mekanik. Energi mekanik ini digunakan untuk, misalnya,
sebesar 25% pada tahun 2030 bila dibandingkan dengan BAU. Penghematan energy
memutar impeller pompa, fan atau blower, menggerakan kompresor, mengangkat
103
108
sector rumah tangga yang bisa dicapai pada skenario konservasi (efisiensi) pada tahun 2030 adalah sebesar 81 juta SBM. Kebutuhan energi sektor rumah tangga BAU adalah 317 juta SBM. Jika roadmap yang dikembangkan pada kajian ini diterapkan, kebutuhannya turun menjadi 253 juta SBM yang seharusnya sebesar 334 juta SBM apabila roadmap teknologi hemat energi tidak diimplementasikan. Kebutuhan energy memasak mengalami penurunan akibat substitusi bahan bakar biomasa ke bahan bakar lainnya, minyak tanah, elpiji, atau gas yang mempunyai efisiensi jauh lebih tinggi. Besar potensi penghematan aktivitas memasak yang menggunakan energi non listrik seperti biomasa, biogas, gas, LPG dan minyak tanah Gambar 4.37 Perkembangan Konsumsi Tekstil dan Produk Testil
pada rumah tangga pada tahun 2030 mencapai adalah sebesar 9,42 juta SBM. Total penghematan dari tahun 2010 hingga 2030 adalah 250 juta SBM. Nilai ini setara dengan 9 bulan lifting minyak sebesar 0,9 juta SBM per hari.
Umur mesin menjadi salah satu isu utama dalam industri TPT di Indonesia.
Peningkatan jumlah pengguna bahan bakar seperti LPG dan gas yang cukup tinggi
Penggunaan mesin yang overcapacity pada masa puncak produksi pada dasawarsa
menyebabkan penghematan energi sektor rumah tangga akibat konversi dari
1980-an menyebabkan mesin-mesin mengalami penurunan produktivitas. Kondisi
biomasa ke LPG dan gas tidak terlalu tinggi (lihat Gambar 4.34).
mesin-mesin yang sudah tua ini selain menurunkan produktivitas juga ketinggalan teknologi. Kondisi mesin sangat menentukan kualitas produk. Mesin yang semakin tua selain menjadi kurang produktif juga semakin boros energi. Sebagai gambaran,
300
mesin carding yang 15 tahun lalu biaya energinya hanya mencapai 7%, namun saat
BAU
250
ini memakan biaya listrik sebesar 15-20%
Konservasi
pertenunan, dyeing/printing/finishing dan pakaian jadi (garment) mempunyai mesin peralatan yang sudah tua sehingga menurunkan produktivitas dan daya saing industri tersebut. Gambaran tentang jumlah mesin yang sudah berumur rata-rata di atas 20 tahun adalah sebagai berikut,
Juta SBM
200
Sebagian besar dari beberapa jenis industri TPT seperti industri pemintalan,
150 100 50 0 2010
Gambar 4.34
107
2015
2020
2025
2030
Penghematan Energi Non Listrik Sektor Rumah Tangga
104
200 BAU
Juta SBM
Tabel 4. 3
Konservasi
1 0
120
Perkembangan ndustri Tekstil ndonesia Jumlah Perusahaan
Total Investasi
Jumlah Tenaga Kerja
(Unit)
(Trilyun Rupiah)
(Ribu)
Sektor
0
0
0 2010
Gambar 4.35
2015
2020
2025
2030
Penghematan Energi Listrik Sektor Rumah Tangga
2009
2010
2009
2010
2009
2010
Serat
30
30
12,5
12,6
30
31
Benang
225
230
30,4
32,2
229
239
Kain
1067
1074
53,2
54,3
362
365
Pakaian Jadi
996
1008
37,5
37,9
459
511
Lainnya
535
538
12,5
12,9
258
262
Total
2853
2869
146,2
149,9
1337
1408
Sumber: BPS, Bank Indonesia dan API
Pada kasus dasar, permintaan listrik untuk sektor rumah tangga pada tahun 20 0 bisa mencapai 189 juta S M atau setara dengan
08 T h. Untuk periode yang
sama dengan skenario penghematan energi, permintaannya hanya 11 atau setara dengan 185 T h.
juta S M
ika nilai penghematan yang sebesar itu di
konversikan kedalam daya pembangkit listrik yang diperlukan untuk memasok kebutuhan listrik tersebut maka akan diperlukan sekitar pembangkit listrik P TU atubara dengan kapasitas terpasang 2 G
dengan asumsi faktor kesiapan 80%.
4. . ektor ndustri
Gambar 4.3
ilai Pen ualan Tekstil ndonesia
Industri TPT mempunyai peranan penting bagi perekonomian Indonesia karena salah satu penyumbang devisa dan penyerap tenaga kerja terbesar, mencapai
Pada tahun 200 dengan jumlah penduduk sekitar 220 juta jiwa konsumsi tekstile
sekitar
dan produk tekstil (TPT) sekitar ,1 kg/kapita, sedangkan tahun 2010 konsumsi TPT
2.000 orang pekerja selama berjalannya program restrukturisasi mesin
tekstil, sektor TPT mampu meningkatkan volume produksi per tenaga kerja hingga 20%.
erdasarkan data
terus meningkat dari 285
sebesar ,5 kg/kapita.
sosiasi Pertekstilan Indonesia ( PI), jumlah industri tekstil industri pada 2009, meningkat menjadi 28 9 di 2010.
Pada 2012 penjualan tekstil diperkirakan mencapai 21,
milyar dollar, atau naik
11,8% dari penjualan tahun 2011, sebesar 20, milyar dollar. Sebagian besar produk tekstil Indonesia diekspor ke luar negeri. 105
10