PERATURAN WALIKOTA PARIAMAN NOMOR 32 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN, PENDATAAN DAN PENILAIAN OBJEK DAN SUBJEK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DALAM RANGKA PEMBENTUKAN DAN ATAU PEMELIHARAAN BASIS DATA SISTEM MANAJEMEN INFORMASI OBJEK PAJAK DAERAH (SISMIOPD) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PARIAMAN, Menimbang
: a. bahwa dalam rangka perlaksanaan Peraturan Daerah Kota Pariaman Nomor 6 Tahun 2013 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan, perlu diatur tentang Tata Cara Pendaftaran, Pendataan dan Penilaian Objek dan Subjek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan dalam rangka pembentukan dan atau pemeliharaan Basis Data Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak Daerah (SISMIOPD); b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a, perlu menetapkan dengan Peraturan Walikota;
Mengingat
: 1. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3087); 2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kota Pariaman dalam Propinsi Sumatera barat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 25 Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4187); 3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4287); 4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 5. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234); 6. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400); 7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan UndangUndang Nomor 12 Tahun 2008 ( Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4844) ; 8. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pemberian dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah; 11. Peraturan Pemerintah Nomor 91 Tahun 2010 tentang Jenis Pajak Daerah yang Dipungut Berdasarkan Penetapan Kepala Daerah atau Dibayar Sendiri oleh Wajib Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5179); 12. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 11/PMK07/2010 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Terhadap Pelanggaran Ketentuan Di Bidang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah; 13. Peraturan Daerah Kota Pariaman Nomor 6 Tahun 2013 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (Lembaran Daerah Tahun 2013 Nomor 148); MEMUTUSKAN : Menetapkan
:
PERATURAN WALIKOTA PARIAMAN TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN, PENDATAAN DAN PENILAIAN OBJEK DAN SUBJEK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DALAM RANGKA PEMBENTUKAN DAN ATAU PEMELIHARAAN BASIS DATA SISTEM MANAJEMEN INFORMASI OBJEK PAJAK DAERAH (SISMIOPD) BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1
Dalam Peraturan Walikota ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kota Pariaman. 2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kota Pariaman. 3. Walikota adalah Walikota Pariaman.
2
4. Dinas Pendapatan Pengelolaan dan Asetyang selanjutnya disebut Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset adalah Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Pariaman. 5. Pajak Daerah yang selanjutnya disebut Pajak adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terhutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mendapatakan imbalan secara langsung dan di gunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.Peraturan Daerah adalah Peraturan Daerah Kota Pariaman Nomor 6 Tahun 2013 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yang selanjutnya disebut sebagai Perda PBB. 6. Wajib Pajak adalah Orang pribadi atau Badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan daerah. 7. Peraturan Daerah Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan, yang selanjutnya disebut Perda, adalah Peraturan Daerah Kota Pariaman Nomor 6 Tahun 2013. 8. Kas Daerah adalah Kas Daerah Kota Pariaman. 9. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan, yang selanjutnya disingkat PBB P2, adalah Pajak atas bumi dan atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan. 10. Bendahara Umum Daerah adalah Bendahara Umum Daerah. 11. Setdako adalah Sekretariat Daerah Kota. 12. SPM adalah Surat Perintah Membayar. 13. Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak, adalah Kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 14. Badan adalah Sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha, meliputi Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, Perseroan Lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan Nama dan dalam Bentuk apapun, Firma, Kongsi, Koperasi, Dana Pensiun, Persekutuan, Perkumpulan, Yayasan, Organisasi Massa, Organisasi Sosial Politik atau Organisasi yang sejenis, Lembaga, Bentuk Usaha Tetap dan Bentuk Badan Lainnya. 15. Bumi adalah Permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan pedalaman serta laut wilayah Kabupaten/ Kabupaten. 16. Bangunan adalah Konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan atau perairan pedalaman dan atau laut. 17. Tahun Pajak adalah Jangka waktu yang lamanya 1(satu) tahun kalender. 18. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, yang selanjutnya disingkat SPPT, adalah Surat yang digunakan untuk memberitahukan besarnya Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yang terutang kepada Wajib Pajak. 3
19. Surat Setoran Pajak Daerah, yang disingkat SSPD dan atau Surat Tanda Terima Setoran, yang disingkat STTS, adalah Bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan oleh wajib pajak atas pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke kas daerah atau ke tempat lain yang ditetapkan oleh Walikota. 20. Penanggung Pajak adalah Orang pribadi atau badan yang bertanggungjawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban wajib pajak menurut dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. 21. Wajib Pajak adalah Orang pribadi atau Badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan daerah. 22. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau Badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah. 23. Tahun Pajak adalah jangka waktu yang lamanya 1 (satu) tahun kalender. 24. Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam Masa Pajak, dalam Tahun Pajak, atau dalam Bagian Tahun Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah. 25. Penyidikan Tindak Pidana Dibidang Perpajakan Daerah adalah Serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil, yang selanjutnya disebut Penyidik, untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana dibidang perpajakan daerah yang terjadi serta menemukan tersangkanya. 26. Bendahara Penerimaan adalah Pejabat fungsional yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan, menyetor, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang pendapatan daerah dalam rangka pelaksanaan APBD pada Dinas Pendapatan, Pengelolaan dan Aset. 27. Bank atau tempat lain yang ditunjuk adalah Pihak ketiga yang menerima pembayaran PBB P2 terutang dari Wajib Pajak. 28. Pemungutan adalah Suatu rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunan data objek dan subjek pajak, penentuan besarnya pajak yang terutang sampai kegiatan penagihan pajak kepada Wajib Pajak serta pengawasan penyetorannya. 29. Basis Data adalah Kumpulan informasi objek dan subjek Pajak Bumi dan Bangunan serta data pendukung lainnya dalam wilayah administrasi pemerintahan tertentu serta disimpan dalam media penyimpanan data. 30. Blok adalah Zona Geografis yang terdiri dari sekelompok objek yang dibatasi oleh batas alam dan/ atau buatan manusia yang bersifat permanen/tetap, seperti jalan, selokan, sungai, dan sebagainya untuk kepentingan pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan dalam suatu wilayah administrasi pemerintahan Kelurahan. Penentuan batas blok tidak terikat kepada batas RT/ RW dan sejenisnya dalam satu Kelurahan. 31. Daftar Biaya Komponen Bangunan (DBKB) adalah Daftar yang dibuat untuk memudahkan perhitungan nilai bangunan berdasarkan pendekatan 4
biaya yang terdiri dari biaya komponen utama dan/ atau biaya komponen material bangunan dan biaya komponen fasilitas bangunan. 32. Daftar Himpunan Ketetapan Pajak (DHKP) adalah Daftar himpunan yang memuat data nama wajib pajak, letak objek pajak, NOP, besar serta pembayaran pajak terhutang yang dibuat per-Kelurahan. 33. Daftar Hasil Rekaman (DHR) adalah Daftar yang memuat rincian data tentang objek dan subjek pajak serta besarnya nilai objek pajak sebagai hasil dari perekaman data. 34. Daftar Perubahan Objek dan Subjek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah Daftar yang ditentukan oleh Walikota yang dipergunakan untuk melaporkan perubahan/ mutasi objek dan subjek PBB P2 secara kolektif melalui Lurah. 35. Data Harga Jual adalah Data/ informasi mengenal jual beli tanah dan/ atau bangunan yang didapat dari sumber pasar dan sumber lainnya seperti Camat, PPAT, Notaris PPAT, aparat Kelurahan, iklan media cetak, dan lain-lain. 36. Duplikat (back Up) adalah Proses Penggandaan/ duplikasi data ke dalam media menyimpan data dengan tujuan untuk keamanan dari kemungkinan rusak atau hilangnya data yang tersimpan dalam hard disk. 37. Editing adalah Kegiatan memperbaiki, melengkapi, dan menyempurnakan data grafis hasil pekerjaan scanning agar dapat dimanfaatkan oleh aplikasi SIG PBB P2. 38. Gambar Sket adalah Gambar tanpa skala yang menunjukkan letak retalif objek pajak, zona nilai tanah, dan lain sebagainya dalam satu wilayah administrasi pemerintahan Kelurahan. 39. Jenis Penggunaan Bangunan (JPB) adalah Pengelompokkan bangunan berdasarkan tipe konstruksi dan peruntukkan/ penggunaannya. 40. Klasifikasi dan Besarnya Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) adalah Pengklasifikasian dan menentukan harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, klasifikasi dan besarnya NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru atau NJOP pengganti. 41. Lembar Kerja Objek Khusus (LKOK) adalah Formulir tambahan yang dipergunakan untuk menghimpun data tambahan atas objek pajak yang mempunyai kriteria khusus yang belum tertampung dalam SPOP dan LSOP. 42. Nomor Objek Pajak (NOP) adalah Nomor identifikasi objek pajak (termasuk objek yang dikecualikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 UndangUndang Nomor 12 Tahun 1985 sebagaimana diubah dalam UndangUndang Nomor 12 Tahun 1994) yang mempunyai karakteristik unik, permanen, standar dengan satuan blok dalam satu wilayah administrasi pemerintahan Kelurahan yang berlaku secara nasional. 43. Nilai Indikasi Rata-Rata (NIR) adalah Nilai rata-rata yang dapat mewakili nilai tanah dalam suatu zona nilai tanah. 44. Objek Acuan adalah Suatu objek yang mewakili, dari sejumlah objek yang serupa/ sejenis yang nilainya telah diketahui, dan telah berfungsi sebagai objek acuan dalam melakukan penilaian objek khusus secara individual.
5
45. Objek Pajak Non Standar adalah Objek pajak yang tidak memenuhi kriteria objek pajak standar. 46. Objek Pajak Umum adalah Objek pajak yang memiliki jenis konstruksi dan material pembentuk yang umum digunakan. Jenis objek umum dibagi dua yaitu objek pajak standar dan non standar. 47. Objek Pajak Khusus adalah Objek pajak yang memiliki jenis konstruksi khusus baik ditinjau dari segi material pembentuk maupun keberadaannya memiliki arti yang khusus. Contoh : Pelabuhan udara, pelabuhan laut, lapangan golf, pabrik semen/ kimia , jalan tol, dan lain-lain. 48. Objek Pajak Standar adalah Objek pajak yang memiliki luas bangunan < 10.000 m2. 49. Pembentukan Basis Data adalah Suatu rangkaian kegiatan untuk membentuk suatu basis data yang sesuai dengan ketentuan SISMIOPD (Sistem Informasi Pendaftaran, Pendataan dan Penilaian, serta pengolahan data objek dan subjek pajak daerah) yang dilakukan oleh Dinas Pendapatan Pengelolaan dan Asetatau pihak lain yang ditentukan oleh Walikota. 50. Pemeliharaan Basis Data adalah Kegiatan memperbaharui atau menyesuaikan basis data yang telah terbentuk sebelumnya melalui kegiatan verifikasi/ penelitian yang dilakukan oleh Dinas Pendapatan,Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2013 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan. 51. Pemutahiran (Recovery) adalah Kegiatan untuk memulihkan kembali data dan/ atau program yang rusak dalam basis data dengan jalan memasukkan (restore) data dan/ atau program cadangan. 52. Pemutahiran Basis Data (Up Dating) adalah Pekerjaan yang dilakukan untuk menyesuaikan data yang disimpan di dalam basis data dengan data yang sebenarnya di lapangan. 53. Pendaftaran Objek dan Subjek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah Kegiatan subjek pajak untuk mendaftarkan objek pajaknya dengan cara mengisi Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) sesuai Prosedur Pelayanan Satu Tempat. 54. Pendataaan objek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah Kegiatan yang dilakukan oleh Dinas Pendapatan,Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah untuk memperoleh data objek dan subjek pajak sesuai prosedur Pembentukan Basis Data. Kegiatan ini dapat dilaksanakan bekerja sama dengan pihak lain yang ditentukan oleh Dinas Pendapatan,Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah. 55. Pendekatan Biaya adalah Cara penentuan Nilai jual Objek Pajak (NJOP) dengan menghitung seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh objek pajak tersebut pada waktu penilaian dilakukan dikurangi dengan penyusutannya. 56. Pendekatan Data Pasar adalah Cara penentuan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dengan membandingkan objek pajak yang akan dinilai dengan objek pajak lain yang sejenis yang telah diketahui harga jualnya, dengan memperhatikan antara lain faktor letak, kondisi fisik, waktu, fasilitas, dan lingkungan. 6
57. Pendekatan Kapitalitas Pendapatan adalah Cara penentuan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dengan mengkapitalisasi pendapatan bersih 1 (satu) tahun dari objek pajak tersebut. 58. Pengiriman (Transfer) adalah Kegiatan pengiriman data ke dalam media komputer dari Dinas Pendapatan,Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah ke pihak lain agar data tersebut selalu sama. 59. Penilaian dengan bantuan computer (Computer Assisted Valuation=CAV) adalah Proses penilaian yang menggunakan bantuan komputer dengan kriteria yang sudah ditentukan. 60. Penilaian Individu adalah Penilaian terhadap objek pajak dengan cara memperhitungkan semua karakteristik dari setiap objek pajak. 61. Penilaian Massa adalah Penilaian yang sistematis untuk sejumlah objek pajak yang dilakukan pada saat tertentu secara bersamaan dengan menggunakan suatu prosedur standar yang dalam hal ini disebut Computer Assisted Valuation (CAV). 62. Penilaian Objek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah Kegiatan Dinas Pendapatan Pengelolaan dan Asetuntuk menentukan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang akan dijadikan dasar pengenaan pajak, dengan menggunakan pendekatan data pasar, pendekatan biaya, dan pendekatan kapitalisasi pendapatan. 63. Penyusutan adalah Berkurangnya nilai bangunan yang disebutkan yang disebabkan oleh keusangan/ penurunan kondisi fisik bangunan. 64. Peta Blok adalah Peta yang menggambarkan suatu zona geografis yang terdiri atas sekelompok objek pajak yang dibatasi oleh batas alam dan/ atau batas buatan manusia, seperti : jalan, selokan, sungai, dan sebagainya untuk kepentingan pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan dalam satu wilayah administrasi pemerintahan Kelurahan; 65. Peta Digital adalah Peta yang mempunyai format digital, mempunyai besaran vektor, dan tersimpan dalam media komputer. 66. Peta kelurahan dan desa adalah Peta wilayah administrasi Kelurahan dengan skala tertentu yang memuat segala informasi mengenai jenis tanah, batas dan nomor blok, batas wilayah administrasi pemerintahan, dan keterangan lainnya yang diperlukan. 67. Peta Foto (Peta yang detail) adalah Bayangan fotografis yang sudah dibetulkan serta diberikan keterangan tambahan yaitu data kartografi yang penting, sehingga dapat digunakan sebagai peta. 68. Peta Garis adalah Peta yang menggambarkan unsur-unsur di permukaan bumi dalam bentuk bayangan garis, unsur yang digambarkan dinyatakan dalam bentuk simbol, serta dilengkapi dengan legenda. 69. Peta Kerja adalah Salinan/ foto copy peta garis, peta foto, atau foto udara yang digunakan sebagai dasar pelaksanaan pekerjaan pendataan di lapangan. 70. Plotting adalah Pencetakkan peta digital ke media kertas/ drafting film/ kalkir. 71. Peta Zona Nilai Tanah (Peta ZNT) adalah Peta yang menggambarkan suatu zona geografis yang terdiri atas sekelompok objek pajak yang mempunyai satu Nilai Indikasi Rata-rata (NIR) yang dibatasi oleh batas penguasaan/
7
pemilikan objek pajak dalam satu wilayah administrasi Kelurahan. Penentuan batas Zona Nilai Tanah tidak terikat kepada batas blok. 72. Kegiatan Entry Data Grafis Ke Dalam Media Komputer adalah Sistem Informasi Geografis Pajak Bumi dan Bangunan (SIG PBB P2) Aplikasi yang mengintegrasikan antara data grafis dan nomerik serta merupakan bagian dari SISMIOPD. 73. Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak Daerah (SISMIOPD) adalah Sistem yang terintegrasi untuk mengolah informasi/ data objek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan dengan bantuan komputer, sejak dari pengumpulan data (melalui pendaftaran, pendataan dan penilaian), pemberian identitas objek pajak (Nomor Objek Pajak), perekaman data, pemeliharaan basis data, pencetakan hasil keluaran (berupa SPPT, STTS, DHKP dan sebagainya), pemantauan penerimaan dan pelaksanaan penagihan pajak, sampai dengan pelayanan kepada wajib pajak melalui Pelayanan Satu Tempat. 74. Sistem Pelayanan Satu Tempat adalah Tata cara pemberian pelayanan urusan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan kepada wajib pajak/ masyarakat pada tempat yang telah ditentukan dan mudah dijangkau oleh wajib pajak/ masyarakat. 75. Zona Nilai Tanah (ZNT) adalah Zona geografis yang terdiri atas sekelompok objek pajak yang mempunyai Satu Nilai Indikasi Rata-Rata yang dibatasi oleh batas penguasaan/ pemilikan objek pajak dalam satu satuan wilayah administrasi pemerintahan Kelurahan tanpa terikat pada batas blok. Pasal 2 STRUKTUR/ BAGAN UMUM (1)
(2) (3) (4)
(5)
SISMIOPD terdiri atas 5 (lima) unsur dan beberapa sub sistem. Didalamnya terdapat unsur NOP, Blok, ZNT, DBKB, dan Program Komputer, serta sub sistem pendaftaran, pendataan, penilaian, sub sistem Pelayanan Satu Tempat. Sub sistem-sub sistem tersebut di atas masing-masing melakukan fungsi yang berlainan, tetapi menggunakan basis data yang sama. Untuk mengoperasikan sistem ini dengan bantuan komputer, setiap objek pajak diberi NOP sebagai tanda pengenal yang unik, permanen, dan standar. NOP merupakan alat yang dapat mengintegrasikan fungsi-fungsi dari masing-masing sub sistem yang ada dalam SISMIOPD dalam rangka pemenuhan fungsi dan tugas pokok Dinas Pendapatan Pengelolaan dan Asetdalam hal Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan. Struktur/ Bagan Umum SISMIOPD dapat dilihat pada Lampiran 1 Peraturan Walikota ini. Pasal 3 UNSUR-UNSUR POKOK SISMIOPD
SISMIOPD terdiri atas 5 (lima) unsur yaitu NOP, Blok, ZNT, DBKB, dan Program Komputer.
8
1.
Nomor Objek Pajak (NOP) A. Penomoran objek pajak merupakan salah satu elemen kunci dalam pelaksanaan pemungutan PBB P2 dalam arti luas. Spesifikasi NOP dirancang sebagai berikut : a. Unik, artinya satu objek PBB P2 memperoleh satu NOP dan berbeda dengan NOP untuk objek PBB lainnya; b. Tetap, artinya NOP yang diberikan pada satu objek PBB P2 tidak berubah dalam jangka waktu yang relatif lama; c. Standar, artinya hanya ada satu sistem pemberian NOP yang berlaku secara nasional. B. Maksud dan Tujuan Pemberian NOP : a. Untuk menciptakan identitas yang standar bagi semua objek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan, sehingga semua aparat pelaksana Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan mempunyai pemahaman yang sama atas segala informasi yang terkandung dalam NOP; b. Untuk menertibkan administrasi objek PBB P2 dan menyederhanakan administrasi pembukuan, sehingga sesuai dengan keperluan pelaksanaan PBB P2. Dalam pelaksanaannya NOP juga identik dengan nomor SPPT, STTS, dan DHKP; c. Untuk membentuk file induk PBB P2 (master file) yang terdiri atas beberapa file yang salin berkaitan melalui NOP. C. Manfaat Penggunaan NOP : a. Mempermudah mengetahui lokasi/ letak objek pajak; b. Mempermudah untuk mengadakan pemantauan penyampaian dan pengembalian Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP dan SPTPD) sehingga dapat diketahui objek yang belum/ sudah terdaftar; c. Sebagai sarana untuk mengintegrasikan data atributik dan data grafis (peta) PBB P2; d. Mengurangi kemungkinan adanya ketetapan ganda; e. Memudahkan penyampaian SPPT, sehingga dapat diterima wajib pajak tepat pada waktunya; f. Memudahkan pemantauan data tunggakan; g. Dengan adanya NOP wajib pajak mendapatkan identitas untuk setiap objek pajak yang dimiliki atau dikuasainya. D. Tata Cara Pemberian NOP Secara rinci tata cara pemberian NOP diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-28/PJ.6/1992 tanggal 12 Juni 1992 tentang Petunjuk Teknis Nomor Objek Pajak (NOP) Pajak Bumi dan Bangunan.
2.
BLOK Ditetapkan menjadi suatu areal pengelompokkan bidang tanah terkecil untuk digunakan sebagai petunjuk lokasi objek pajak yang unik dan permanen. Syarat utama sistem identifikasi objek pajak adalah stabilitas. Perubahan yang terjadi pada sistem identifikasi dapat menyulitkan pelaksanaan dan administrasi. Alasan kestabilan ini yang menyebabkan RT/ RW atau sejenisnya yang cenderung mengalami perubahan yang relatif tinggi tidak dimanfaatkan sebagai salah satu komponen untuk mengidentifikasi objek pajak yang 9
bersifat permanen dalam jangka panjang. Sehingga apabila RT/ RW atau sejenisnya dimasukkan sebagai bagian dari NOP/ Blok dapat menyebabkan NOP/ Blok tidak permanen. Blok merupakan komponen utama untuk identifikasi objek pajak. Jadi penetapan definisi serta pemberian kode blok semantap mungkin sangat penting untuk menjaga agar identifikasi objek pajak tetap bersifat permanen. Untuk menjaga kestabilan, batas-batas suatu blok harus ditentukan berdasarkan suatu karakteristik fisik yang tidak berubah dalam jangka waktu yang lama. Untuk itu, batas-batas blok harus memanfaatkan karakteristik batas geografis permanen yang ada, jalan bebas hambatan, jalan arteri, jalan lokal, jalan kampung/ desa, jalan setapak/ lorong/ gang rel kereta api, sungai, saluran irigasi, saluran buangan air hujan (drainase), kanal, dan lain-lain. Dalam membuat batas blok, persyaratan lain yang harus dipenuhi adalah tidak diperkenankan melampaui batas Kelurahan. Batas lingkungan dan RT/ RW atau sejenisnya tidak perlu diperhatikan dalam penentuan batas blok. Dengan demikian dalam satu blok kemungkinan terdiri atas satu RT/ RW atau sejenisnya atau lebih. Satu blok dirancang untuk dapat menampung lebih kurang 200 objek pajak atau luas sekitar 15 Ha, hal ini untuk memudahkan kontrol dan pekerjaan pendataan di lapangan dan administrasi data. Namun jumlah objek pajak atau wilayah yang luasnya lebih kecil atau lebih besar dari angka di atas tetap diperbolehkan apabila kondisi setempat tidak memungkinkan menerapkan pembatasan tersebut. Untuk menciptakan blok yang mantap, maka pemilihan batas-batas blok harus seksama. Kemungkinan pengembangan wilayah di masa mendatang penting untuk dipertimbangkan sehingga batas-batas blok yang dipilih dapat tetap dijamin kestabilannya. Kecuali dalam hal yang luar biasa, misalnya perubahan wilayah administrasi, blok tidak boleh diubah karena kode blok berkaitan dengan semua informasi yang tersimpan di dalam basis data. 3.
Zona Nilai Tanah (ZNT) ZNT sebagai komponen utama identifikasi nilai objek pajak bumi mempunyai satu permasalahan yang mendasar, yaitu kesulitan dalam menentukan batasnya karena pada umumnya bersifat imajiner. Oleh karena itu secara teknis, penentuan batas ZNT mengacu pada batas penguasaan/ pemilikan atas bidang objek pajak. Persyaratan lain yang perlu diperhatikan adalah perbedaan nilai tanah antar zona. Perbedaan tersebut dapat bervariasi misalnya 10%. Namun pada prakteknya penentuan suatu ZNT dapat didasarkan pada tersedianya data pendukung (data pasar) yang dianggap layak untuk dapat mewakili nilai tanah atas objek pajak yang ada pada ZNT yang bersangkutan. Penentuan nilai jual bumi sebagai dasar pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan cenderung didasarkan kepada pendekatan data pasar, oleh karena itu keseimbangan antar zona yang berbatasan dalam suatu wilayah administrasi pemerintahan mulai dari tingkat yang terendah sampai dengan tingkat petinggi perlu diperhatikan. Informasi yang berkaitan dengan letak geografis diwujudkan dalam bentuk peta atau sket salah satu hal terpenting adalah pemberian kode untuk setiap ZNT. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan menentukan letak relatif objek pajak di lapangan maupun untuk kepentingan lainnya dalam pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan. Setiap ZNT diberi kode dengan menggunakan 10
kombinasi dua huruf dimulai dari AA sampai dengan ZZ. Aturan pemberian kode pada peta ZNT mengikuti pemberian nomor blok pada peta kelurahan dan desa atau NOP pada peta blok (secara spiral). 4.
Daftar Biaya Komponen Bangunan (DBKB) Sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan, objek Pajak Bumi dan Bangunan adalah bumi dan/atau bangunan. Sebagaimana dengan bumi, bangunan juga harus ditentukan nilai jualnya. Nilai Jual Objek Pajak Bangunan dihitung berdasarkan biaya pembuatan baru untuk bangunan tersebut dikurangi dengan penyusutan. Untuk mempermudah penghitungan Nilai Jual Objek Pajak bangunan harus disusun Daftar Biaya Komponen Bangunan (DBKB). DBKB terdiri atas tiga komponen, yaitu komponen utama, material, dan fasilitas. DBKB berlaku untuk setiap Daerah Kabupaten/ Kota dan dapat disesuaikan dengan perkembangan harga dan upah yang berlaku.
5.
Program Komputer SISMIOPD, sebagai pedoman administrasi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang mulai diaplikasikan (diberlakukan) di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak sejak Tahun 1992, merupakan sistem administrasi yang mengintegrasikan seluruh pelaksanaan kegiatan PBB. SISMIOPD diharapkan dapat meningkatkan kinerja sistem perpajakan di masa mendatang yang membutuhkan kecepatan, keakuratan, kemudahan dan tingkat efisiensi yang tinggi. untuk menunjang kebutuhan akan sistem perpajakan diatas maka SISMIOP memasukkan Program Komputer sebagai salah satu unsur pokoknya. Program komputer adalah aplikasi komputer yang dibangun untuk dapat mengolah dan menyajikan basis data SISMIOPD yang telah tersimpan dalam format digital. Pada awalnya sistem komputerisasi PBB dibangun dalam suatu platform sebagai berikut : a. Menggunakan perangkat keras berbasis Personal Computer (server); b. Sistem operasi Unix; c. Perangkat lunak basis data Recital dan; d. Program aplikasi SISMIOP yang dibangun menggunakan perangkat lunak Recital. Sejak Tahun 1996 program komputer ini dikembangkan pada aplikasi lainnya, antara lain aplikasi Sistem Informasi Geografi (SIG) PBB dan aplikasi Pelayanan Informasi Telepon (PIT). Aplikasi SIG PBB dan PIT merupakan suatu sistem yang terintegrasi dengan SISMIOP dan tetap menggunakan basis data SISMIOP sebagai sumber informasi data numeris. Sejalan dengan perkembangan teknologi informasi dan untuk lebih meningkatkan kinerja, kemampuan yang lebih baik dalam mengolah basis data yang besar serta terjaminnya keamanan basis data yang tersimpan, maka aplikasi SISMIOP sejak tahun 1997 telah dikembangkan dalam perangkat lunak basis data yang dipilih oleh Departemen Keuangan RI sebagai standar pengolahan basis data, 11
sehingga seluruh instansi di bawah Departemen Keuangan diharapkan akan lebih mudah dalam tukar menukar informasi. Sistem SISMIOP yang dibangun dengan Perangkat Lunak Basis Data Oracle sejak Tahun 2000 tersebut selanjutnya dinamakan i-sismiop. Nama tersebut mempunyai dua pengertian yaitu Integrated dan Internet Ready. 1. Integrated mempunyai pengertian bahwa sistem tersebut mengintegrasikan seluruh aplikasi yang ada yaitu SISMIOP, SIG, PIT, Aplikasi BPHTB, dan Aplikasi P3, dengan menggunakan Basis Data Oracle. 2. Internet Ready dimaksudkan bahwa sistem tersebut mempunyai kemampuan interkoneksi dengan sistem yang lain dengan memanfaatkan teknologi internet. Hal ini dimungkinkan dengan menggunakan perangkat lunak yang digunakan secara luas di kalangan pengguna teknologi informasi. Pasal 4 Pelaksanaan pembentukan basis data Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak Daerah (SISMIOPD) untuk Pajak Bumi dan Bangunan dilakukan melalui kegiatan : a. Pendaftaran objek dan subjek Pajak Bumi dan Bangunan; b.
Pendataan objek dan subjek Pajak Bumi dan Bangunan;
c.
Penilaian objek dan subjek Pajak Bumi dan Bangunan.
BAB II TATA CARA PENDAFTARAN Pasal 5 (1) (2) (3)
(4) (5) (6)
Pendaftaran objek Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a dilakukan oleh subjek pajak dengan cara mengisi Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP). Wajib Pajak yang memiliki NPWP wajib mencantumkan NPWP dalam kolom yang tersedia dalam SPOP. SPOP diisi dengan jelas, benar dan lengkap serta ditandatangani dan disampaikan ke Dinas dan atau UPTD yang wilayah kerjanya meliputi letak objek pajak, selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal diterimanya SPOP oleh Subjek Pajak atau kuasanya. Formulir SPOP dan LSPOP disediakan dan dapat diperoleh di Dinas Pendapatan,Pengelolaan Keuangan dan Aset atau di tempat lain yang ditunjuk. Bentuk Formulir dan petunjuk pengisian Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) dan Lampiran Surat Pemberitahuan Objek Pajak (LSPOP) sebagaimana dinyatakan dalam Lampiran 2 Peraturan Walikota ini. Secara teknis pelaksanaan pendaftaran objek pajak akan diatur lebih lanjut oleh Surat Keputusan Kepala Dinas Pendapatan,Pengelolaan Keuangan dan Aset.
12
BAB III PEMBENTUKAN BASIS DATA Pasal 6 I.
Pelaksanaan Pekerjaan Pelaksanaan pendaftaran objek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan melibatkan tiga unsur, yaitu subjek pajak, petugas pada tempat pengambilan dan pengembalian SPOP, serta petugas unit pelaksana. Masing-masing unsur mempunyai kewajiban sebagai berikut : A. Kewajiban Petugas pada Tempat Pengambilan dan Pengembalian SPOP. 1. Memberikan formulir SPOP kepada subjek pajak yang datang untuk mendaftarkan objek pajaknya 2. Memberikan Tanda Terima Penyampaian SPOP kepada subjek pajak untuk diisi dan ditandatangani, contoh tanda terima SPOP dapat dilihat pada Lampiran 3 Peraturan Walikota ini. 3. Mencatat identitas subjek pajak dan/ atau kuasanya yang menerima SPOP, dalam hal ini kepada subjek pajak atau kuasanya supaya diminta menunjukkan identitasnya (salinan KTP/ SIM atau identitas lainnya yang masih berlaku). 4. Menerima SPOP, yang sudah diisi, ditandatangani, dan dilengkapi dengan data pendukungnya, yang dikembalikan oleh subjek pajak atau kuasanya serta memberikan Tanda Terima Pengembalian SPOP. Contoh Tanda Terima Pengembalian SPOP dapat dilihat pada Lampiran 4 Peraturan Walikota ini. 5. Mengirimkan Laporan Daftar Penjagaan Penyampaian dan Pengembalian SPOP kepada Dinas Pendapatan Pengelolaan dan Asetpada setiap hari kerja terakhir dalam setiap minggunya (Jumat) atau hari kerja berikutnya apabila hari Jumat jatuh pada hari libur disertai dengan : a. Tanda Terima Penyampaian SPOP; b. SPOP yang sudah dikembalikan oleh subjek pajak beserta Tanda Terima Pengembalian SPOP; c. Surat Pengantar, Contoh daftar Penjagaan Penyampaian dan Pengembalian SPOP dapat dilihat pada Lampiran 5 Peraturan Walikota ini. 6. Mengajukan permintaan kepada Bidang Pendataan dan Penetapan untuk mendapatkan formulir SPOP, dalam hal persediaan SPOP sudah tidak mencukupi. B. Kewajiban Subjek Pajak pada Pelaksanaan Pendaftaran Objek Pajak. 1. Mengambil formulir SPOP pada tempat-tempat yang ditunjuk; 2. Mengisi formulir SPOP dengan jelas, benar, dan lengkap serta menandatanganinya, bila perlu dilengkapi dengan data pendukung; 3. Dalam hal yang menjadi subjek pajak adalah badan hukum, maka yang menandatangani SPOP adalah pengurus/ direksi, Tanda terima SPOP harus diberi penjelasan secukupnya yang menjelaskan siapa yang menandatangi SPOP; 4. Dalam SPOP ditandatangani oleh bukan subjek pajak yang bersangkutan, maka harus dilampiri Surat Kuasa dari subjek pajak; 13
5. Mengembalikan formulir SPOP yang sudah diisi ke Dinas Pendapatan,Pengelolaan Keuangan dan Aset dan atau tempat di mana formulir SPOP diperoleh, selambat-lambatnya 30 (tiga puluh hari) sejak tanggal diterimanya SPOP C. Kewajiban Petugas Dinas Pendapatan,Pengelolaan Keuangan dan Aset. 1. Membuat Buku Penjagaan Penyampaian dan Pengembalian SPOP mengenai semua SPOP yang dikeluarkan oleh Dinas Pendapatan Pengelolaan dan Aset dan atau baik tempat yang ditunjuk sebagai tempat pengambilan dan pengembalian SPOP dalam Daftar Rekapitulasi SPOP yang Diterima Kembali dari Subjek Pajak, contoh Daftar Rekapitulasi SPOP yang Diterima Kembali dari Subjek Pajak dapat dilihat pada Lampiran 6 Peraturan Walikota ini. 2. Menerima dan menatausahakan laporan yang disampaikan oleh petugas penanggung jawab tempat pengambilan dan pengembalian SPOP; 3. Meneliti SPOP yang sudah dikembalikan baik langsung dari subjek pajak maupun dari tempat-tempat yang ditunjuk sebagai tempat pendaftaran, yang perlu ditelitii antara lain adalah kebenaran pengisian dan kelengkapan data pendukung SPOP. Dalam hal diperlukan penelitian lapangan, SPOP berikut data pendukungnya diteruskan kepada petugas yang ditunjuk untuk mengadakan penelitian lapangan. 4. Memberikan laporan kepada Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah mengenai subjek pajak yang belum mengembalikan SPOP setelah lewat batas waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterimanya SPOP, selambatlambatnya 7 (tujuh) hari sesudah batas waktu pengembalian SPOP yang ditetapkan dalam Surat Teguran Pengembalian SPOP ditentukan paling lama 15 (lima belas) hari terhitung mulai tanggal pengiriman (stempel pos), contoh Surat Teguran Pengembalian SPOP dapat dilihat pada Lampiran 7 Peraturan Walikota ini. 5. Menetapkan kepada Kepala Bidang Pendapatan dengan tindasan Kepala Seksi Pendataan dan Penetapan apabila subjek pajak tidak juga mengembalikan SPOP, setelah melewati batas waktu yang ditentukan dalam Surat Teguran Pengembalian SPOP, untuk diterbitkan SKP-nya; 6. Meneliti permintaan tertulis dari subjek pajak tentang perpanjangan atau penundaan pengembalian SPOP dan melaporkan kepada Kepala Bidang Pendapatan. Dalam hal Kepala Bidang Pendapatan menyetujui permintaan tersebut, maka diterbitkan Surat Persetujuan Penundaan Pengembalian SPOP. Batas waktu penundaan ditentukan paling lama 3 (tiga) bulan sejak permohonan diterima, contoh Surat Persetujuan Penundaan Pengembalian SPOP dapat dilihat pada Lampiran 8 Peraturan Walikota ini. II.
Pekerjaan Kantor Penelitian Data Masukan Penelitian data masukan dimaksudkan untuk meyakinkan bahwa SPOP dan formulir-formulir pendukungnya telah diisi dengan benar, jelas, dan lengkap serta ditandatangani oleh pihak-pihak yang bersangkutan.
14
Pembundelan SPOP 1. Pembundelan SPOP beserta data pendukungnya penting sekali untuk memudahkan penyimpanan dan pencarian kembali apabila diperlukan. Cara sederhana namun efektif adalah dengan memasang nomor pengenal di setiap formulir SPOP yang dijilid dalam setiap bundel yang berisi kurang lebih 100 objek pajak. 2. Setiap bundel SPOP diberi nomor yang unik, terdiri atas enam digit dengan sistematika sebagai berikut: a. Dua digit pertama menyatakan tahun pendataan b. Empat digit selanjutnya merupakan nomor bundel Contoh : 97.0001, 97.0125, 97.1450, dst. Nomor bundel ini dapat ditulis atau dicetak, kemudian ditempatkan pada sudut kanan atas halaman muka dan disamping kiri ketebalan bundel. 3. Setiap formulir SPOP yang ada pada setiap bundel diberi nomor berurutan pada sudut kanan atas yang terdiri atas sembilan digit. Enam digit pertama menyatakan nomor bundel sebagaimana dimaksud pada angka 2, sedangkan tiga digit terakhir menyatakan nomor lembar SPOP dan lampirannya. Contoh : 97.0125 001,97.0125.002,97.0125.003 dst 97.0126.001,97.1026.002,97.0126.003 dst Penjilidan bundel sebaiknya menggunakan kertas karton tipis yang ditutup dengan plastik untuk melindungi dari debu dan memperlambat kerusakan. 4. Khusus dalam rangka pemeliharaan basis data, pembundelan SPOP dapat dilakukan setelah perekaman data. Perekaman Data 1. Perekaman data ke dalam komputer dilakukan oleh Operator Data Entry. Proses penerimaan dan perekaman SPOP dikoordinir oleh Operator Console. 2. Perekaman data dilaksanakan setiap hari, dan apabila jumlah yang akan direkam cukup banyak, perekaman dapat dilaksanakan siang dan malam. Untuk itu perlu dibuatkan jadwal penugasan Operator Data Entry. Penyimpanan Bundel Bundel-bundel SPOP disimpan pada rak bertingkat dan terbuka yang dapat dicapai dari dua sisi dengan jarak antar rak kira-kira 45 cm. Letak bundel-bundel SPOP dalam rak disusun sesuai dengan urutan nomor bundel, sehingga memudahkan penempatan dan pencarian kembali apabila diperlukan (terutama apabila ada wajib pajak yang mengajukan keberatan). Penatausahaan bundel-bundel SPOP dilakukan oleh petugas yang ditunjuk oleh Kepala Dinas Pendapatan,Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah. Produk Data Keluaran Kegiatan ini dilaksanakan sehubungan dengan adanya permintaan pelayanan dari wajib pajak sesuai dengan kasus yang diajukan, seperti halnya pendaftaran data baru, perubahan data, penerbitan salinan SPPT, pengajuan keberatan data/ atau permohonan pengurangan PBB P2, dan lain sebagainya
15
BAB IV TATA CARA PENDATAAN Pasal 7 (1)
Pendataan objek dan subjek Pajak Bumi dan Bangunan P 2 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b dilakukan oleh Dinas dan/ atau UPTD dengan menuangkan hasilnya dalam formulir SPOP.
(2)
Pendataan objek dan subjek Pajak Bumi dan Bangunan P2 sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan dengan alternatif : a. Penyampaian dan pemantauan pengembalian SPOP; b. Identifikasi objek pajak; c. Verifikasi data objek pajak; d. Pengukuran bidang objek pajak.
PENDATAAN Pendataan objek dan subjek Pajak Bumi dan Bangunan P2 dilaksanakan oleh Dinas Pendapatan Pengelolaan dan Asetatau pihak lain yang ditunjuk oleh Walikota, dan selalu diikuti dengan kegiatan penilaian. Pendataan dilakukan dengan menggunakan formulir SPOP dan dilakukan sekurang-kurangnya untuk satu wilayah administrasi Kelurahan/desa dengan menggunakan/ memilih salah satu dari empat alternatif sebagai berikut : A.
Pendataan dengan penyampaian dan pemantauan pengembalian SPOP Pendataan dengan alternatif ini hanya dapat dilaksanakan pada daerah/ wilayah yang pada umumnya belum/ tidak mempunyai peta, merupakan daerah terpencil, atau mempunyai potensi PBB P2 relatif kecil. Pelaksanaannya dilakukan sebagai berikut : 1. Penyampaian dan pemantauan pengembalian SPOP Perorangan. Penyampaian dan pemantauan pengembalian SPOP perorangan dilakukan dengan menyebarkan SPOP langsung kepada subjek pajak atau kuasanya dengan berpedoman pada sket/ peta blok yang telah ada; 2. Untuk daerah yang potensi PBB P2-nya relatif lebih kecil, cakupan Wilayah dan objek pajaknya luas, dapat digunakan alternatif pendataan dengan penyampaian dan pemantauan pengembalian SPOP Kolektif. Dengan alternatif ini, SPOP disebarkan melalui aparat Kelurahan setelah terlebih dahulu membuat sket/ peta blok. Untuk menghindari kelemahan alternatif ini (rendahnya tingkat akurasi data) perlu diperhatikan kemampuan penguasaan wilayah bagi petugas yang bertanggung jawab.
B.
Pendataan dengan Identifikasi Objek Pajak Pendataan dengan alternatif ini dapat dilaksanakan pada daerah/ wilayah yang sudah mempunyai peta garis/ peta foto yang dapat menentukan posisi relatif objek pajak tetapi tidak mempunyai data administrasi pembukuan Pajak Bumi dan Bangunan P2. Data tersebut merupakan hasil pendataan secara lengkap tiga tahun terakhir. 16
C.
Pendataan dengan Verifikasi Data Objek Pajak Alternatif ini dapat dilaksanakan pada daerah/ wilayah yang sudah mempunyai peta garis/ peta foto dan sudah mempunyai data administrasi pembukuan Pajak Bumi dan Bangunan P2 hasil pendataan tiga tahun terakhir secara lengkap.
D.
Pendataan dengan Pengukuran Bidang Objek Pajak Alternatif ini dapat dilaksanakan pada daerah/ wilayah yang hanya mempunyai sket peta kelurahan dan desa (misalnya dari Biro Pusat Statistik atau instansi lain) dan/atau peta garis/ peta foto tetapi belum dapat digunakan untuk menentukan posisi relatif objek pajak. Adapun tahapan kegiatan pendataan adalah sebagai berikut :
PEKERJAAN PERSIAPAN A.
Penelitian Pendahuluan. Kegiatan ini dimaksudkan untuk menentukan data dan informasi yang diperlukan, baik dalam rangka penyusunan rencana kerja maupun untuk menentukan sasaran dan daerah/ wilayah mana yang akan diadakan kegiatan pendataan dengan memperhatikan potensi pajak dan perkembangan wilayah. Data dan informasi yang dikumpulkan dalam penelitian pendahuluan antara lain adalah : 1. Luas wilayah; 2. Perkiraan luas tanah yang dapat dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan P2; 3. Luas tanah yang sudah dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan P2; 4. Luas bangunan yang sudah dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan P2; 5. Jumlah penduduk; 6. Jumlah wajib pajak yang sudah terdaftar; 7. Jumlah objek pajak yang sudah terdaftar; 8. Jumlah pokok ketetapan pajak tahun sebelumnya; 9. Perkiraan harga jual tanah tertinggi dan terendah per-m2 dalam satu Kelurahan; 10. Harga bahan bangunan dan standar upah yang berlaku; 11. Peta dan pembukuan PBB P2, antara lain : a. Peta kelurahan dan desa yang dimiliki Dinas Pendapatan, Pengelolaan dan Aset; b. Peta garis/ peta foto berkoordinat yang dimiliki Dinas Pendapatan, Pengelolaan dan Aset; c. Buku Induk atau Buku Himpunan Data Objek/ Subjek PBB P2 yang lama; d. Buku rincian yang lama (kalau ada); e. SK Kakanwil DJP tentang klasifikasi NJOP Bumi, Peraturan PBB P2, buku-buku aministrasi PBB P2 lainnya.
B.
Penyusunan Rencana Kerja. Data yang berhasil dikumpulkan dalam kegiatan penelitian pendahuluan terlebih dahulu dianalisis dan selanjutnya dijadikan bahan untuk menyusun rencana kerja. Materi yang perlu dituangkan dalam rencana kerja tersebut antara lain adalah : 1. Sasaran dan volume pekerjaan; 17
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Alternatif kegiatan; Standar prestasi petugas; Jadwal pelaksanaan pekerjaan; Organisasi dan jumlah pelaksana; Jumlah biaya yang diperlukan; Perkiraan peningkatan pokok ketetapan pajak; Hasil akhir.
Dalam penyusunan rencana kerja perlu diperhatikan dua hal berikut : 1. Fleksibilitas, artinya rencana kerja tersebut mampu menampung perubahan-perubahan pelaksanaan di lapangan tanpa harus mengubah rencana kerja. 2. Konsisten, artinya hal-hal yang telah ditentukan dalam rencana kerja tersebut harus dapat dipenuhi secara konsisten, seperti halnya standar prestasi kerja, jumlah personil, waktu yang diperlukan, biaya, dan lain-lain. Rencana kerja disusun dalam satu Daerah Kecamatan per-sumber dana dan harus mendapatkan persetujuan dari Walikota. Contoh sistematika Rencana Kerja dapat dilihat pada Lampiran 9 Peraturan Walikota ini. C.
Penyusunan Organisasi Pelaksana. Bentuk dan beban organisasi pelaksana erat kaitannya dengan jumlah objek pajak yang akan di data. Apabila jumlah objek pajak yang akan didata lebih kecil atau sama dengan 50.000, pelaksanaannya secara fungsional diserahkan kepada Seksi Pendataan dan Penetapan pada Bidang Pendapatan dengan penanggung jawab adalah Kepala Bidang Pendataan dan Penetapan. Demikian juga untuk jumlah objek pajak yang didata jumlahnya lebih dari 50.000, bentuk dan struktur organisasinya sama dengan ketua tim yang ditunjuk oleh Kepala Dinas Pendapatan,Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah dan dilaksanakan secara terpadu oleh seluruh unit organisasi pada Dinas Pendapatan,Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah. Apabila jumlah tenaga pelaksana pada Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah tidak memadai dibandingkan dengan jumlah objek pajak yang akan didata, maka petugas pendata dapat diambil dari tenaga lulusan SMU atau STM jurusan bangunan/ mesin. Pengadaan petugas lapangan tersebut dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain : 1. Melalui Dinas Tenaga Kerja, atau 2. Memanfaatkan tenaga yang ada (Karang Taruna) di Kelurahan setempat. 3. Melalui institusi lain yang bisa dipertanggungjawabkan kemampuan personilnya. Hal-hal yang perlu dilaksanakan sehubungan dengan pengadaan tenaga lapangan sebagaimana dimaksud di atas adalah : 1. Pemerintahan dan seleksi calon petugas lapangan. 2. Penentuan jadwal dan materi latihan. 3. Pelaksanaan pelatihan dan evaluasi hasil pelatihan. 4. Pembuatan surat perjanjian kerja antara petugas lapangan dengan Dinas Pendapatan, Pengelolaan dan Aset. Pelatihan selain diberikan kepada petugas lapangan sebaiknya juga 18
D.
diberikan kepada pengawas petugas lapangan. Pengadaan Sket, Peta kelurahan dan desa, dan Sarana Pendukung Lainnya. Jenis sket/ peta kelurahan dan desa disesuaikan dengan alternatif kegiatan pendataan sebagai berikut : 1. Pendataan dengan penyampaian dan pemantauan pengembalian SPOP Pendataan dengan penyampaian dan pemantauan pengembalian SPOP dapat dilakukan dengan bantuan sket/ peta kelurahan dan desa yang dapat diperoleh dari instansi yang berkompeten dalam bidang pembuatan peta, menyalin sket/ peta yang sudah ada, atau sket kasar kasar yang dibuat oleh petugas pendata. 2.
Pendataan dengan identifikasi objek pajak Peta garis/ peta foto dari Kelurahan yang akan didata dapat diperoleh dari instansi yang berkompeten dalam bidang pembuatan peta, seperti Bakosurtanal, Badan Pertanahan Nasional, Dinas Tata Ruang, BAPPEDA, TOPDAM, atau instansi lainnya. Skala peta disesuaikan dengan kondisi wilayah dan dapat ditentukan sebagai berikut : a. Daerah padat (pusat : 1 : 1.000 Kabupaten) b. Daerah sedang (pinggiran : 1 : 2.000 atau 1 : 2.500 Kabupaten) c. Daerah jarang (pedesaan) : 1 : 5.000 Dengan catatan : skala peta dalam satu Kelurahan harus sama
3.
Pendataan dengan verifikasi data objek pajak Pengadaan peta dilaksanakan dengan menggandakan peta kelurahan dan desa dan peta rincik yang sudah ada pada Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah, sebagai hasil dari kegiatan pendataan 3 (tiga) tahun terakhir.
4.
Pendataan dengan pengukuran bidang objek pajak. Pengadaan peta dapat diperoleh dari instansi yang berkompeten dalam pembuatan peta atau membuat sendiri dengan peralatan yang ada sesuai dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak SE33/PJ.6/1993 tanggal 14 Juni 1993 tentang Petunjuk Teknis Pemetaan PBB. Untuk pembuatan kerangka peta dan pengukuran OP dengan menggunakan alat GPS akan diatur dalam surat edaran tersendiri.
Sarana pendukung lainnya untuk melaksanakan pembentukan basis data antara lain berupa : 1. Perangkat komputer beserta kelengkapannya; 2. Almari penyimapanan sket/ peta dan SPOP/ LSPOP. 3. Perlengkapan pekerjaan lapangan. 4. Perlengkapan pekerjaan administrasi/ penggambaran. 5. Stiker NOP. 6. Formulir SPOP dan formulir teknis lainnya. 7. Alat tulis kantor. E.
Pembuatan Konsep Sket/ Peta kelurahan dan desa Tahapan pekerjaan dalam pembuatan konsep sket/ peta kelurahan dan desa adalah sebagai berikut : 1. Orientasi lapangan 19
Kegiatan ini bertujuan untuk mencocokkan keadaan yang tergambar pada konsep sket/ peta kelurahan dan desa dengan keadaan yang sebenarnya di lapangan. Dalam hal terjadi perubahan detail di lapangan terutama detail lapangan yang akan dijadikan batas blok, maka perubahan tersebut agar digambarkan pada konsep sket/ peta kelurahan dan desa. Orientasi lapangan harus benar-benar dilaksanakan secara teliti guna mengurangi kemungkinan adanya perubahan batas blok pada saat pengukuran bidang atau identifikasi objek pajak. 2.
Penentuan batas blok Penentuan batas blok harus memperhatikan karakteristik fisik yang tidak berubah dalam kurun waktu yang lama, sebagai contoh dalam hal terdapat jalan raya dan gang, maka yang ditetapkan sebagai batas blok adalah jalan raya. Batas-batas blok yang telah ditentukan tersebut digambarkan pada konsep sket/ peta kerja, dengan menggunakan legenda yang telah ditentukan dan berbeda dengan legenda yang digunakan sebagai batas ZNT. Idealnya satu blok menampung lebih kurang 200 OP atau luas sekitar 15 hektar. Hal ini untuk memudahkan pengawasan baik dalam pelaksanaan pekerjaan pengumpulan data di lapangan maupun dalam pemeliharaan basis data. Jumlah objek pajak atau luas blok lebih kecil atau lebih besar dari angka tersebut di atas diperbolehkan apabila kondisi setempat tidak memungkinkan untuk diterapkan pembatasan tersebut.
3.
Pemberian Nomor Blok Nomor Blok yang terdiri dari 3 (tiga) digit dimulai dari kiri atas (barat laut) peta dengan menggunakan angka arah, dan disusun secara spiral sesuai dengan arah jarum jam.
Untuk menunjang pelaksanaan, aplikasi SIG PBB diusahakan pengadaan peta yang mempunyai grid dan koordinat. Contoh sket/ peta kelurahan dan desa dapat dilihat pada Lampiran 10 Peraturan Walikota ini. F.
Koordinasi dengan Pemerintah Daerah dan Instansi lainnya Koordinasi dengan Camat dan Lurah dan instansi lainnya (misalnya Bappeda, Kantor Pertanahan, Dinas Pekerjaan Umum, Real Estate Indonesia, dan lain-lain yang diperlukan) dimaksudkan untuk menunjang kelancaran pelaksanaan kegiatan pembentukan basis data SISMIOPD antara lain : 1. Penyuluhan kepada masyarakat dan instansi lainnya mengenai maksud dan tujuan diadakannya kegiatan pembentukan basis data SISMIOP; 2. Mengadakan keseimbangan penggolongan Nilai Jual Objek Pajak yang akan dijadikan sebagai dasar pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan P2, antar wilayah yang berbatasan mulai dari tingkat Kelurahan sampai dengan tingkat Propinsi; 3. Meningkatkan peran aktif Tim Intensifikasi Pajak Bumi dan Bangunan P2; 4. Pelatihan petugas lapangan/ perangkat Kelurahan; 5. Pembagian tugas dan tanggung jawab pelaksanaan pendataan.
PENYULUHAN KEPADA MASYARAKAT 20
Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang rencana kegiatan pendataan objek dan subjek pajak. Pekerjaan Lapangan Beberapa kegiatan yang dilakukan dalam pekerjaan lapangan antara lain adalah : A.
Pengumpulan Data Objek Pajak serta Pemberian NOP 1. Pendataan dengan Penyampaian dan pemantauan pengembalian SPOP a. Pendataan dengan penyampaian dan pemantauan pengembalian SPOP Perorangan (i) Dengan menggunakan konsep sket/ peta blok, petugas lapangan bersama-sama dengan aparat Kelurahan setempat membuat sket letak relatif bidang objek pajak yang ada pada blok yang bersangkutan. Pada waktu membuat sket letak relatif objek pajak tersebut, Petugas lapangan memberikan NOP pada setiap bidang objek pajak dan mencatat data objek dan subjek pajak PBB P2 dari buku induk/ Buku C/ Register Kelurahan, Daftar Ringkas Informasi lainnya pada Daftar Sementara Data Objek dan Subjek PBB sebagaimana Lampiran 11 Peraturan Walikota ini. (ii) Setelah letak relatif objek pajak dalam satu Kelurahan selesai dibuat, Petugas Lapangan bersama-sama dengan aparat Kelurahan mengidentifikasikan batas RT/ RW atau yang setingkat dengan itu, dan selanjutnya menyampaikan SPOP dan stiker NOP kepada para Ketua RT/ RW sebanyak jumlah objek pajak yang ada di wilayahnya untuk disampaikan kepada subjek pajak yang ada bangunannya. (iii) Petugas lapangan mengumpulkan SPOP yang telah diisi dengan jelas benar dan lengkap serta ditandatangani oleh subjek pajak atau kuasanya melalui para Ketua RT/ RW yang bersangkutan. Pada konsep sket/ peta blok diberi tanda apakah SPOP yang disampaikan kepada wajib pajak tersebut di atas sudah atau belum dikembalikan. (iv) Bila dalam suatu blok terdapat objek pajak yang bernilai tinggi/ mempunyai karakteristik objek khusus, dilakukan penilaian individual. b.
Pendataan dengan penyampaian dan pemantauan pengembalian SPOP Kolektif. Pada dasarnya, pendataan dengan alternatif ini dilaksanakan dengan tata cara yang sama seperti pendataan dengan penyebaran SPOP Perorangan. Hal-hal yang harus diperhatikan adalah : (i) Data objek dan subjek pajak yang telah disusun, disesuaikan dengan keadaan lapangan dan diisikan ke dalam SPOP Kolektif sesuai dengan urutan NOP (Contoh formulir SPOP Kolektif sebagaimana Lampiran 12 Peraturan Walikota ini). 21
(ii) (iii) (iv)
Pemberian NOP pada objek pajak dilakukan tanpa penempelan stiker NOP. Data rinci setiap bangunan dimasukkan ke dalam LSPOP Kolektif sesuai urutan NOP. Apabila di dalam blok terdapat objek pajak yang bernilai tinggi/ mempunyai karakteristik objek khusus, pengisian SPOP menggunakan SPOP Perorangan dan dilakukan Penilaian Individual.
2. Pendataan dengan Identifikasi Objek Pajak a. Dengan menggunakan konsep peta blok, petugas lapangan mengadakan identifikasi batas-batas objek pajak. Terhadap objek pajak yang tidak dapat diidentifikasikan batasnya, petugas lapangan melakukan pengukuran sisi objek pajak. Kegiatan tersebut dilakukan pada setiap bidang objek pajak. Setelah selesai mengidentifikasikan bidang objek pajak, langsung diberi NOP atas bidang objek pajak tersebut dan ditempel stiker NOP untuk objek pajak yang ada bangunannya. Selanjutnya petugas lapangan mengisikan data objek dan subjek pajak pada SPOP. b. Setelah SPOP diisi, maka petugas lapangan mengkonfirmasikan kepada subjek pajak yang bersangkutan atau kuasanya. Dalam hal pada saat itu, SPOP belum dapat dikonfirmasikan kepada subjek pajak yang bersangkutan atau kuasanya, maka dibuatkan salinan SPOP dan diserahkan kepada aparat Kelurahan atau pihak lain yang berkompeten untuk diteruskan kepada subjek pajak yang bersangkutan. Penyerahan SPOP dimaksud disertai denan tanda terima SPOP. c. Setiap hari petugas lapangan mengumpulkan SPOP yang telah dikonfirmasikan kepada subjek pajak yang bersangkutan atau kuasanya. 3. Pendataan dengan Verifikasi Data Objek Pajak a. Peta blok yang telah diisi dengan batas-batas bidang objek pajak hasil plotting/ foto copy dari peta rincik, pada masing-masing bidang objek pajaknya diberi nama subjek pajak sesuai yang terdapat dalam buku rincik. b. Dengan menggunakan peta blok sebagaimana dimaksud pada butir a, petugas lapangan mengadakan penempelan Stiker NOP untuk objek pajak yang ada bangunannya sekaligus meneliti apakah ada perubahan data. c. Dalam hal terjadi Perubahan data, maka petugas melakukan kegiatan mulai dari identifikasi dan pengukuran objek pajak sampai dengan mengisi SPOP sesuai dengan data yang sebenarnya dan mengkonfirmasikan kepada subjek pajak yang bersangkutan atau kuasanya. Dalam hal SPOP belum dapat dikonfirmasikan kepada subjek pajak yang bersangkutan atau kuasanya, maka dibuatkan salinan SPOP dan diserahkan kepada aparat Kelurahan atau pihak lain yang berkompeten untuk diteruskan kepada subjek pajak yang bersangkutan disertai dengan tanda terima SPOP. Dalam hal tidak terjadi perubahan data, maka petugas lapangan mengisi SPOP dengan menyalin data yang sudah ada pada Dinas Pendapatan Pengelolaan dan Asetserta mengkonfirmasikan kepada subjek pajak yang bersangkutan atau kuasanya. d. Setiap hari petugas lapangan mengumpulkan SPOP yang telah dikonfirmasikan kepada subjek pajak yang bersangkutan atau 22
kuasanya. 4. Pendataan dengan Pengukuran Bidang Objek Pajak a. Dengan menggunakan konsep sket/ peta blok, petugas lapangan mengadakan pengukuran batas-batas objek pajak sesuai dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-38/PJ.6/1993 tanggal 30 Juni 1993 tentang Petunjuk Teknis Pengukuran dan Identifikasi Objek PBB. Kegiatan tersebut dilakukan pada setiap bidang objek pajak. Setelah selesai mengukur satu bidang objek pajak, langsung diberi NOP atas bidang objek pajak tersebut dan ditempel stiker NOP bagi objek pajak yang ada bangunannya. Selanjutnya petugas lapangan mengisikan data objek dan subjek pajak pada SPOP. b. Setelah SPOP diisi, maka petugas lapangan mengkonfirmasikan kepada subjek pajak yang bersangkutan atau kuasanya. Dalam hal SPOP belum dapat dikonfirmasikan kepada subjek pajak yang bersangkutan atau kuasanya, maka dibuatkan salinan SPOP dan diserahkan kepada aparat Kelurahan atau pihak lain yang berkompeten untuk diteruskan kepada subjek pajak yang bersangkutan. Penyerahan SPOP, dimaksud disertai dengan tanda terima SPOP. c. Setiap hari petugas lapangan mengumpulkan SPOP yang telah dikonfirmasikan kepada subjek pajak yang bersangkutan atau kuasanya. B.
Penyerahan Hasil Pekerjaan Lapangan 1. Petugas lapangan mengadakan penelitian terhadap SPOP hasil pendataan, dan selanjutnya diberi kode ZNT sesuai dengan letaknya. 2. Penelitian SPOP dan pemberian kode ZNT tersebut di atas dibuatkan Daftar Penjagaannya. Contoh formulir Daftar Penjagaan dapat dilihat pada Lampiran 13 Peraturan Walikota ini. 3. Penyerahan hasil pekerjaan lapangan berupa SPOP dan net konsep sket/ peta blok kepada Petugas Pengawas Lapangan, harus dibuatkan tanda terima. Selanjutnya Pengawas meneliti hasil pekerjaan lapangan dan menandatanganinya. 4. Untuk SPOP Kolektif, sebelum diserahkan kepada pengawas petugas lapangan, data hasil pendataan terlebih dahulu dikonfirmasikan kepada Lurah. Penyerahan tersebut disertai dengan tanda terima penyerahan sebagaimana Lampiran 14 Peraturan Walikota ini. 5. Secara hirarki, Pengawasan Petugas Lapangan meneruskan hasil pekerjaan lapangan yang diterimanya dari petugas Lapangan kepada pejabat yang ditunjuk untuk diproses lebih lanjut.
C.
Penelitian Hasil Pekerjaan Lapangan 1. Penelitian SPOP a. Penelitian ini dimaksud agar butir yang ada dalam SPOP diisi dengan jelas, benar, lengkap, serta ditandatangani oleh pihakpihak yang bersangkutan. b. Dalam hal pengisian tersebut belum memenuhi syarat sebagaimana yang telah ditentukan, agar dikembalikan kepada petugas lapangan untuk dilengkapi. c. Selain itu SPOP dicocokkan dengan sket/ peta blok/ ZNT agar data atributik yang telah dicatat pada SPOP sesuai dengan data grafisnya (posisi relatifnya pada sket/ peta blok) 23
d.
Untuk SPOP Kolektif setelah selesai pelaksanaan pengumpulan data perlu diadakan verifikasi hasil pekerjaan Lapangan oleh petugas Seksi Pendataan dan Pendaftaran Bidang Pendataan dan Penetapan Dinas Pendapatan Pengelolaan dan Asetdengan didampingi Lurah, perangkat Kelurahan, Pemuka Masyarakat/ wajib pajak. Kegiatan verifikasi lapangan meliputi : (i) Mencocokkan nama wajib pajak, data objek dan subjek pajak termasuk rincian data dalam LSPOP Kolektif; (ii) Mencocokkan letak relatif objek pajak pada konsep sket/ peta blok dan batas ZNT. Apabila terjadi perubahan/ kesalahan data, petugas verifikasi lapangan segera melakukan perbaikan data dan menandatanganinya dengan sepengetahuan Lurah. Hasil pelaksanaan verifikasi lapangan dituangkan dalam formulir sebagaimana Lampiran 15 Peraturan Walikota ini.
2. Penelitian Net Konsep Sket/ Peta Blok dan Net Konsep Sket/ Peta ZNT a. Penelitian ini dimaksudkan agar net konsep sket/peta blok yang dibuat telah memenuhi spesifikasi teknis yang ditentukan, seperti halnya penulisan NOP, penentuan batas blok, ukuran peta, skala peta, legenda, dan keterangan-keterangan lain yang diperlukan untuk pembuatan sket/ peta blok. b. Selanjutnya penelitian ini juga dimaksudkan agar net konsep sket/ peta ZNT tersebut telah dibuat sesuai dengan spesifikasi teknis yang ditentukan, seperti halnya penentuan batas ZNT, pencantuman kode ZNT, penulisan NIR, dan keteranganketerangan lain yang diperlukan untuk pembuatan sket/ peta ZNT. 3. Penyempurnaan NIR dan ZNT Jika berdasarkan hasil pekerjaan lapangan diperoleh data pasar baru serta diketahui bahwa batas ZNT yang terdapat dalam sket/ konsep peta ZNT mengalami perubahan, maka NIR beserta sket/ konsep peta ZNT dapat diubah berdasarkan data baru tersebut. Pekerjaan penyempurnaan NIR dan ZNT sebagaimana dimaksud di atas, selain dilaksanakan dalam satu paket dengan kegiatan pembentukan basis data SISMIOPD, dapat juga dilaksanakan secara tersendiri serta merupakan kegiatan rutin setiap tahun dalam upaya penyempurnaan ZNT/ NIP untuk menentukan penggolongan NJOP bumi. Pekerjaan Kantor A.
Penelitian Data Masukan Penelitian ini dimaksudkan agar pengisian SPOP dan formulir data harga jual diisi dengan benar, jelas, dan lengkap serta ditandatangani oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Sedangkan net konsep/ peta blok digambar sesuai dengan petunjuk teknis pengukuran dan identifikasi objek pajak bumi dan bangunan. Dalam hal pengisian/ penggambaran tersebut belum memenuhi syarat, maka data masukan tersebut harus dikembalikan kepada petugas yang bersangkutan.
B.
Pembundelan SPOP dan formulir-formulir data pasar 1. SPOP a. Pembundelan SPOP dan data pendukungnya penting sekali 24
b.
c.
d.
untuk memudahkan penyimpanan dan pencarian kembali apabila diperlukan. Cara sederhana namun efektif adalah dengan memasang nomor pengenal di setiap formulir SPOP yang dijilid dalam setiap bundel yang berisi kira-kira 100 objek pajak. Pembundelan SPOP tidak harus dikelompokkan berdasarkan kriteria tertentu (misalnya per-blok) tetapi dapat dibundel secara acak karena pengenalan dan lokasi setiap formulir SPOP secara mudah dapat dicari dengan menggunakan komputer. Setiap bundel SPOP diberi nomor yang unik, terdiri atas enam digit dengan sistematika sebagai berikut : (i) Dua digit pertama menyatakan tahun pendataan; (ii) Empat digit selanjutnya merupakan nomor bundel; Contoh : 97.0001, 97.0125, 97.1450, dst. Nomor bundel ini dapat ditulis atau dicetak, kemudian ditempatkan pada sudut kanan atas halaman muka dan samping kiri ketebalan bundel. Setiap formulir SPOP yang ada pada setiap bundel diberi nomor berurutan pada sudut kanan atas yang terdiri atas sembilan digit. Enam digit pertama menyatakan nomor bundel sebagaimana dimaksud pada huruf c, sedangkan tiga digit terakhir menyatakan nomor lembar SPOP dan lampirannya. Contoh : 97.0125.001, 97.0125.002, 97.0125.003, dst. : 97.0126.001, 97.0126.002, 97.0126.003, dst. Penjilidan bundel sebaiknya menggunakan kertas karton tipis yang ditutup dengan plastik untuk melindungi dari debu dan memperlambat kerusakan.
2. Formulir-Formulir Data Pasar Formulir data pasar terdiri dari Formulir Data Harga Jual, Formulir Pengumpulan Data Tanah, Formulir Pengumpulan Data Transaksi, dan Daftar Upah Pekerja, Harga Bahan Bangunan, dan Sewa Alat. Untuk memudahkan menemukan kembali apabila diperlukan, pembundelan formulir data pasar disesuaikan dengan kelompoknya masing-masing. Untuk pemeliharaan basis data, pembundelan SPOP dan formulir-formulir data pasar dapat dilakukan setelah perekaman data. C.
Perekaman Data 1. Perekaman ZNT dan DBKB Perekaman ZNT dilakukan dengan memasukkan kode masing-masing ZNT beserta NIR-nya ke dalam komputer. Perekaman DBKB dilakukan dengan memasukkan harga bahan bangunan dan upah pekerja dari setiap Wilayah Kecamatan se-Kota Pariaman ke dalam komputer. Perekaman ZNT dan DBKB harus dilakukan terlebih dahulu sebelum dilakukan perekaman SPOP. 2. Perekaman SPOP a. SPOP yang sudah dibundel diserahkan kepada masing-masing Operator Date Entry untuk direkam ke dalam komputer. Proses penerimaan dan perekaman SPOP dikoordinir oleh Operator Console. b. Perekaman data dilaksanakan setiap hari, dan apabila jumlah yang akan direkam cukup banyak, perekaman dapat dilaksanakan siang dan malam. Untuk itu perlu dibuatkan jadwal penugasan Operator Data Entry.
25
D.
Pengawasan Kualitas Data 1. Validasi DHR a. Kegiatan ini dimaksudkan untuk memeriksa kebenaran perekaman data dari SPOP ke dalam komputer yang dilaksanakan oleh petugas yang ditunjuk oleh pejabat yang berwenang. b. Petugas Pemeriksa memberi tanda dengan warna tertentu, misalnya merah, atas setiap kesalahan yang ditemui dalam DHR. c. Petugas pemeriksa membuat Daftar Hasil Pemeriksaan DHR yang memuat nomor urut, NOP, jenis kesalahan, dan keterangan lainnya. Daftar tersebut ditandatangani oleh petugas pemeriksa dan diserahkan kepada petugas perekam data melalui Kepala Seksi Pemeriksaan. Contoh formulir Daftar Hasil Pemeriksaan dapat dilihat pada Lampiran 16 Peraturan Walikota ini. d. Hasil Pemeriksaan tersebut dijadikan bahan untuk membetulkan kesalahan yang terjadi dalam perekaman data. e. Bahan yang dijadikan acuan dalam pemeriksaan DHR adalah SPOP, peta blok, dan peta ZNT yang bersangkutan. f. Validasi hasil rekaman dapat juga dilaksanakan tanpa melalui hasil cetakan (hard copy) DHR, yaitu langsung dari SPOP ke layar komputer (screen). Kegiatan tersebut dilakukan oleh bukan petugas yang merekam data dari Kelurahan yang sedang divalidasi, tetapi harus dilakukan oleh petugas lain. 2. Penggunaan Hasil Validasi a. Mencocokkan SK Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah dengan peta ZNT, untuk mengetahui kebenaran dan kesamaan kode ZNT dan NIR yang ada pada Lampiran SK Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan dan Asettersebut yang tidak tercatat pada peta ZNT. b. Mencocokkan jumlah objek pajak yang telah direkam dengan objek pajak yang terdapat di lapangan/ peta blok. c. Mengetahui objek-objek, pajak yang tidak dikenakan/ dikecualikan dan pengenaan pajak, agar tidak diterbitkan SPPT atas objek dimaksud. d. Mengetahui objek-objek janggal untuk diteliti ulang.
E.
Penyimpanan Bundel Bundel-bundel SPOP dan formulir-formulir data pasar yang telah direkam ke dalam komputer, disimpan pada rak bertingkat dan terbuka yang dapat dicapai dari dua sisi dengan jarak antar rak kira-kira 45 cm. Letak bundel-bundel SPOP dalam rak disusun sesuai dengan urutan nomor bundel, sehingga memudahkan penempatan dan pencarian kembali apabila diperlukan (terutama apabila ada wajib pajak yang mengajukan keberatan). Penatausahaan bundel-bundel SPOP dan Bundel formulir-formulir data pasar dilakukan oleh petugas yang ditunjuk oleh Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan dan Aset.
F.
Pembuatan dan Penyimpanan Sket/ Peta 1. Pembuatan Sket/ Peta Blok Petugas lapangan setiap hari menggambar hasil ukuran di lapangan pada net sket/ peta blok (pada milimeter blok) per-bidang objek pajak. 26
Yang digambarkan pada peta blok, selain batas penguasaan/ pemilikan tanah (dengan garis tegas), juga batas bidang bangunan (dengan garis putus-putus). Petugas gambar memindahkan sket/peta blok dari milimeter blok ke drafting film sesuai dengan Petunjuk Teknis Pemetaan PBB P2. Sket/ peta blok yang sudah selesai digambar kemudian dilichtdruk/ fotocopy. Selanjutnya pada peta blok hasil lichtdruk/ fotocopy tersebut digambar/ ditegaskan batas ZNT yang ada dalam blok serta kode dari ZNT yang bersangkutan. Contoh sket/ peta blok dapat dilihat pada Lampiran 17 Peraturan Walikota ini. Untuk menunjang pelaksanaan aplikasi SIG PBB diusahakan pengadaan peta yang mempunyai grid dan koordinat. 2. Pembuatan Sket/ Peta kelurahan dan desa Sket/ peta kelurahan dan desa dibuat berdasarkan sket/ peta blok yang ada pada drafting film/ kalkir dengan cara menggambar batas bloknya. Yang perlu diperhatikan dalam penggambaran sket/ peta kelurahan dan desa adalah pada waktu penyesuaian batas-batas blok. Detail yang digambar pada peta kelurahan dan desa adalah jaringan jalan, sungai, batas wilayah administrasi pemerintahan, dan batas blok. Tata cara pembuatan sket/ peta kelurahan dan desa dapat dilihat pada Petunjuk Teknis Pemetaan PBB. Untuk menunjang pelaksanaan aplikasi SIG PBB diusahakan pengadaan peta yang mempunyai grid dan koordinat. 3. Pembuatan Peta Digital Pekerjaan pembuatan peta digital untuk keperluan aplikasi SIG PBB dapat dilakukan sepanjang sarana dan prasarana pendukung telah tersedia. Petunjuk mengenai standarisasi Peta Digital akan diatur dalam aturan tersendiri. 4. Penyimpanan Sket/ peta ZNT a. Sket/ peta yang digambar di atas drafting film/ kalkir disimpan di dalam lemari gantung peta yang dapat memuat segala jenis sket/ peta. Pada kanan atas gantungan sket/ peta diberi indeks yang diambil dari kode wilayah sesuai dengan jenis sket/ peta yang bersangkutan. Apabila sket/ peta tersebut terdiri atas lebih dari satu lembar, di belakang kode wilayah dimaksud diberi tanda jumlah lembar. b. Sistematika indeks sket/ peta ditentukan sebagai berikut : (i) Sket/ peta Desa/ Kelurahan dan ZNT 00.00.000.000.(00) Nomor Lembar Sket/ Peta Kode Kelurahan/Desa Kode Kecamatan Kode Daerah Kabupaten/Kota Kode Daerah Propinsi (ii)
Sket/peta blok 00.00.00.000.000.(0 0) Nomor Lembar Sket/ Peta 27
Nomor Blok Kode Kelurahan/Desa Kode Kecamatan Kode Daerah Kabupaten/ Kota Kode Daerah Propinsi c. Khusus pada penyimpanan sket/ peta blok, setiap gantungan sket/ peta blok lembar pertama ditempel karton berwarna bertuliskan indeksnya sebagai penunjuk, batas setiap Kelurahan. Pada setiap gantungan sket/ peta blok lembar pertama untuk Kelurahan dalam setiap Kecamatan, ditempel karton berwarna lain yang bertuliskan sket/ peta tersebut sebagai batas dari setiap Kecamatan. d. Sket/ peta yang disimpan tersebut di atas agar dibuatkan buku penjagaannya untuk mengetahui jenis dan jumlah lembar sket/ peta yang ada. e. Sket/ peta blok hasil lichtdruk/ fotocopy dibendel per-Kelurahan, serta disimpan pada lemari peta yang cocok untuk itu. Peta ini merupakan peta kerja bagi setiap keperluan administrasi PBB. Perubahan data grafis pada peta ini dilaksanakan oleh petugas khusus yang ditunjuk Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah. Pemutakhiran Data Selama dalam proses pembentukan basis data dimungkinkan terjadi perubahan objek pajak, subjek pajak, atau zona nilai tanah. Setiap terjadi perubahan harus dilaporkan secara hirarkis sesuai dengan rentang kendali pengawasan. Dalam hal terjadi perubahan sebagaimana dimaksud di atas, maka pemutakhiran datanya dapat dilaksanakan sebagai berikut : 1. Perubahan Data Objek Pajak a. Perubahan data objek pajak dapat terjadi antara lain karena perubahan nama subjek pajak, kesalahan dalam pengukuran objek pajak, pemecahan atau penggabungan bidang objek pajak. b. Setiap terjadi perubahan data objek pajak khususnya perubahan yang berhubungan dengan karakteristik objek pajak, agar dibuatkan SPOP. Untuk membedakan dengan SPOP yang telah dibuat terdahulu atas objek pajak yang berubah, maka pada SPOP tersebut diberi tanda “PERBAIKAN”. Pemberian tanda dimaksud dapat ditulis tangan atau dicap. c. Khususnya perubahan data objek pajak karena adanya pemecahan bidang harus disertakan informasi grafisnya. Dalam hal tidak disertai dengan informasi grafisnya, maka perlu diadakan peninjauan ke lapangan. Hal ini sangat diperlukan guna menentukan NOP bagi pecahan bidang objek pajak dimaksud. d. Setelah diteliti seperlunya, maka SPOP yang diberi tanda “PERBAIKAN” tersebut dibundel secara khusus dan selanjutnya diadakan pemutakhiran datanya pada komputer. e. Pemutakhiran data yang menyangkut data karakteristik objek pajak dilakukan per-bidang objek pajak. 2. Perubahan NIR dan/ atau kode ZNT a. Setiap perubahan NIR agar dibuatkan daftar perubahannya 28
sebagaimana Lampiran 18 Peraturan Walikota ini. Dalam daftar perubahan tersebut dicatat kode ZNT-nya, NIR lama, dan NIR yang baru. b. Apabila terjadi perubahan NIR yang mengakibatkan perubahan batas ZNT, maka disamping dibuat daftar perubahan sebagaimana dimaksud dalam butir (a), juga dibuatkan daftar perubahannya dalam Formulir Pemutakhiran Kode Zona Nilai Tanah. Dalam daftar tersebut, dicatat NOP-NOP yang termasuk dalam ZNT lama maupun yang baru. Contoh Formulir Pemutakhiran Kode Zona Nilai Tanah dapat dilihat pada Lampiran 19 Peraturan Walikota ini. c. Setelah diteliti seperlunya, maka daftar-daftar sebagaimana dimaksud huruf (a) dan (b) di atas dibundel, dan selanjutnya diadakan pemutakhiran data pada komputer. Perubahan data lainnya, misalnya penulisan nama jalan dan sebagainya, dapat dilaksanakan pada DHR yang diterbitkan sehubungan dengan standarisasi nama jalan atau persiapan pembuatan Lampiran Surat Keputusan Walikota tentang klasifikasi NJOP. Setiap terjadi perubahan khususnya yang menyangkut perubahan NOP dan ZNT, selain diadakan pemutakhiran datanya pada komputer, juga diadakan perubahan pada peta-peta yang berkaitan dengan perubahan-perubahan dimaksud. G.
Produk Keluaran 1. Peta Blok manual dan/ atau Digital; 2. Peta kelurahan dan desa Manual dan/ atau Digital; 3. Peta ZNT; 4. DHR yang divalidasi.
BAB V TATA CARA PENILAIAN Pasal 8 (1)
(2)
Penilaian objek Pajak Bumi dan Bangunan P 2 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c dilakukan Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah atau pihak lain yang ditunjuk Walikota dilakukan secara massal maupun secara individual dengan menggunakan pendekatan penilaian yang telah ditentukan. Hasil penilaian objek pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) digunakan sebagai dasar penentuan Nilai JuaI Objek Pajak (NJOP).
PENILAIAN I. JENIS-JENIS OBJEK PAJAK A. OBJEK PAJAK UMUM Objek Pajak Umum adalah objek pajak yang memiliki konstruksi umum dengan keluasan tanah berdasarkan kriteria-kriteria tertentu. Objek pajak umum terdiri atas : 29
1.
Objek Pajak Standar Objek Pajak Standar adalah objek-objek pajak yang memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut : Tanah : < 10.000 m2 Bangunan : Jumlah lantai < 4 Luas Bangunan : < 1.000 m2
2.
Objek Pajak Non Standar Objek Pajak Non Standar adalah objek-objek pajak yang memenuhi salah satu dari kriteria-kriteria sebagai berikut : Tanah : > 10.000 m2 Bangunan : Jumlah lantai > 4 Luas Bangunan : > 1.000 m2
B OBJEK PAJAK KHUSUS . Objek Pajak Khusus adalah objek pajak yang memiliki konstruksi khusus atau keberadaannya memiliki arti yang khusus seperti : lapangan golf, pelabuhan laut, pelabuhan udara, jalan tol, pompa bensin dan lain-lain. II. PENDEKATAN DAN CARA PENILAIAN A. PENDEKATAN PENILAIAN Sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994, maka dalam penentuan NJOP dikenal tiga pendekatan penilaian, yaitu : 1. Pendekatan Data Pasar (Market Data Approach). 2. Pendekatan Biaya (Cost Approach). 3. Pendekatan kapitalisasi pendapatan (Income Approach). 1.
Pendekatan Data Pasar Pendekatan data pasar dilakukan dengan cara membandingkan objek pajak yang akan dinilai dengan objek pajak lain yang sejenis yang nilai jualnya sudah diketahui dengan melakukan penyesuaian yang dipandang perlu. Persyaratan utama yang harus dipenuhi dalam penetapan, pendekatan ini adalah tersedianya data jual-beli atau harga sewa yang wajar. Pendekatan data pasar terutama diterapkan untuk penentuan NJOP bumi, dan untuk objek tertentu dapat juga dipergunakan untuk penentuan NJOP bangunan.
2.
Pendekatan Biaya Pendekatan biaya digunakan untuk penilaian bangunan yaitu dengan cara memperhitungkan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk membuat bangunan baru objek yang dinilai, dikurangi penyusutan. Perkiraan biaya dilakukan dengan cara menghitung biaya setiap komponen utama bangunan, material dan fasilitas lainnya.
3.
Pendekatan Kapitalisasi Pendapatan Pendekatan kapitalisasi pendapatan dilakukan dengan cara menghitung atau memproyeksikan seluruh pendapatan sewa/ penjualan dalam satu tahun dari objek pajak yang dinilai dikurangi dengan kekosongan, biaya operasi dan/ atau hak pengusaha. 30
Selanjutnya dikapitalisasikan dengan suatu tingkat kapitalisasi tertentu. Pendekatan ini pada umumnya diterapkan untuk objekobjek komersial, yang dibangun untuk usaha/ menghasilkan pendapatan seperti hotel, apartemen, gedung perkantoran yang disewakan, pelabuhan udara, pelabuhan laut, tempat rekreasi dan lain sebagainya. Dalam penentuan NJOP, penilaian berdasarkan pendekatan kapitalisasi pendapatan dipakai juga sebagai alat penguji terhadap nilai yang dihasilkan dengan pendekatan lainnya. B CARA PENILAIAN . Mengingat jumlah objek pajak yang sangat banyak dan menyebar di seluruh wilayah Indonesia, sedangkan jumlah tenaga penilai dan waktu penilaian dilakukan yang tersedia sangat terbatas, maka pelaksanaan dengan dua cara (Lampiran 20 Peraturan Walikota ini), yaitu : 1.
Penilaian Massal Dalam sistem nilai NJOP bumi dihitung berdasarkan NIR yang terdapat pada setiap ZNT, sedangkan NJOP bangunan dihitung berdasarkan DBKB. Perhitungan Penilaian massal dilakukan terhadap objek pajak dengan menggunakan program komputer konstruksi umum (Computer Assisted Valuation/ CAV).
2.
Penilaian Individual Penilaian individual diterapkan untuk objek pajak umum yang bernilai tinggi (tertentu), baik objek pajak khusus, ataupun objek pajak umum yang telah dinilai dengan CAV namun hasilnya tidak mencerminkan nilai yang sebenarnya karena keterbatasan aplikasi program. Proses penilaiannya adalah dengan memperhitungkan seluruh karakteristik dari objek pajak tersebut. Pelaksanaan pendataan dilakukan dengan menggunakan SPOP dan LSPOP, sedangkan untuk data-data tambahan dengan menggunakan LKOK ataupun dengan lembar catatan lain untuk menampung informasi tambahan sesuai dengan keperluan penilaian masingmasing objek pajak. Proses penghitungan nilai dilaksanakan dengan menggunakan formulir penilaian masing-masing objek pajak. Proses penghitungan nilai dilaksanakan dengan menggunakan formulir penilaian sebagaimana dalam Lampiran Buku Petunjuk Teknis Penilaian Objek Khusus PBB atau dengan lembaran khusus untuk objek-objek tertentu seperti jaln tol, bandar udara, pelabuhan laut, lapangan golf, pompa bensin dan lain-lain. Setiap penilaian harus memperhatikan tanggal penilaian yang menjadi dasar ketetapan PBB per 1 Januari tahun pajak sebagaimana diatur pada Pasal 8 Ayat (2) UU No.12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 12 Tahun 1994.
III. PELAKSANAAN PENILAIAN A. PENILAIAN MASSAL 1. PENILAIAN TANAH 1.1 Pembuatan Konsep Sket/ Peta ZNT dan Penentuan NIR a. Batasan-batasan dalam Pembuatan Sket/ peta ZNT (i) ZNT dibuat per-Kelurahan 31
(ii) Pengisian NIR tanah ditulis dalam ribuan rupiah. Contoh : NO. NIR PENULISAN 1. Rp. 1.500.00 0 1.500 2. Rp. 220.000 220 3. Rp. 22.500 22,50 4. Rp. 600 0,60 (iii)
Garis batas setiap ZNT diberi warna yang berbeda sehingga jelas batas antar ZNT.
b. Bahan-bahan yang Diperlukan (i) Peta kelurahan dan desa yang telah ada batas-batas bloknya. Peta dimaksud disalin/ di foto copy 2 (dua) lembar. Satu lembar untuk konsep peta ZNT dan satu lembar lagi untuk pembuatan peta ZNT akhir. (ii) File data tahun terakhir serta DHKP. Data ini diperlukan untuk standarisasi nama jalan. (iii) Buku klasifikasi Nilai Jual Objek Pajak (Keputusan Walikota) tahun terakhir. Data ini dipakai untuk pembanding dalam penentuan NIR tanah dan sebagai bahan standarisasi nama jalan. (iv) Alat-alat tulis termasuk pensil pewarna. c. Proses Pembuatan Sket/ Peta ZNT (i) Tahap Persiapan Tahapan persiapan meliputi kegiatan-kegiatan : 1) Menyiapkan peta yang diperlukan dalam penentuan NIR dan pembuatan ZNT, meliputi Peta Wilayah, Peta kelurahan dan desa, Peta Zona Nilai Tanah dan Peta Blok. 2) Menyiapkan data-data dari Bidang Pendapatan Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah yang diperlukan, seperti data dari laporan Notaris/ PPAT, data NIR dan ZNT lama, SK Walikota tentang Klasifikasi dan Penggolongan NJOP Bumi dan sebagainya. 3) Menyiapkan data-data yang berhubungan dengan teknik penentuan nilai tanah, seperti data Jenis Penggunaan Tanah dari BAPPEDA dan data potensi pengembangan wilayah berdasarkan Rencana Kabupaten (berdasarkan RUTRK dan RDTRK). 4) Pembuatan rencana pelaksanaan (meliputi personil, biaya serta jadwal kegiatan dengan mengacu pada Keputusan Kepala Dinas Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah). (ii)
Pengumpulan data harga jual 1) Data harga jual adalah informasi mngenai harga transaksi dan/ atau harga penawaran tanah dan/ atau bangunan. 2) Sumber data berasal dari PPAT, Notaris, Lurah, agen properti, penawaran penjualan properti melalui majalah, 32
3)
4) 5)
brosur, direktori, pameran dan sebagainya. Data Lapangan yaitu data harga jual yang diperoleh di lapangan merupakan data yang dianggap paling dapat dipercaya akurasinya. Oleh karena itu pencarian data langsung ke lapangan harus dilakukan baik untuk memperoleh data-data baru maupun mengecek datadata yang diperoleh di kantor. Semua data harga jual yang diperoleh harus ditulis dalam Formulir 1 : Data Transaksi Properti (Lampiran 21) Peraturan Walikota ini. Dalam rangka pengumpulan data harga jual, juga diadakan inventarisasi nama-nama jalan yang ada di setiap Kelurahan. Penulisan nama jalan disesuaikan dengan standar Baku Penulisan Nama-nama Jalan Sebagaimana diuraikan dalam Lampiran 22 Peraturan Walikota ini.
(iii)
Kompilasi Data 1) Data yang terkumpul dalam masing-masing Kelurahan harus dikelompokkan menurut jenis penggunaannya karena jenis penggunaan tanah/ bangunan merupakan variabel yang signifikan dalam menentukan nilai tanah. 2) Kompilasi juga diperlukan berdasarkan lokasi data untuk memudahkan tahap analisis data.
(iv)
Rekapitulasi Data dan Plotting Data Transaksi pada Peta Kerja ZNT 1) Semua data yang diperoleh harus dimasukkan dalam Formulir 2 : Analisis Penentuan Nilai Pasar Wajar (Lampiran 23). 2) Nomor Data yang tertulis pada Formulir 1 harus sama persis dengan nomor yang tertulis pada Formulir 2. Selanjutnya nomor ini akan berfungsi lebih lanjut sebagai alat untuk mengidentifikasi lokasi data pada Peta Taburan Data. 3) Penyesuaian terhadap waktu dan jenis data : - Penyesuaian terhadap waktu dilakukan dengan membandingkan waktu transaksi dengan keadaan per 1 Januari tahun pajak bersangkutan. - Penyesuaian terhadap faktor waktu dilakukan dengan mengacu pada faktor-faktor yang mempengaruhi fluktuasi nilai properti, keadaan ekonomi, tingkat inflasi, tingkat suku bunga dan faktor lain yang berpengaruh. Perubahan nilai tanah tersebut adalah cenderung meningkat. Oleh karena itu perlu dibuat penyesuaian dengan menambah persentase antara 2% s.d 10% pertahun. - Penyesuaian terhadap jenis data diperlukan untuk memenuhi ketentuan Nilai Pasar sebagaimana prinsipprinsip penilaian yang berlaku. Misalnya data hipotik/ agunan di Bank, data penawaran, data dari PPAT/ Notaris yang tidak sepenuhnya mencerminkan Nilai Pasar harus disesuaikan. Besar penyesuaian sangat tergantung pada tingkat akurasi data dan keadaan di lapangan. Variasi besarnya persentase penyesuaian antara penilai satu dengan yang lain tidak dapat 33
dihindari dan tetap dibenarkan asalkan tidak menimbulkan penyimpangan yang terlalu jauh dari Nilai pasar. Untuk mendapatkan nilai tanah data yang digunakan adalah data transaksi jual beli yang memenuhi unsur pasar wajar. Oleh karena itu data harga penawaran perlu disesuaikan dengan mengurangkan dalam persentase 5% s.d 20% sesuai dengan analisis di lapangan. Untuk data hipotik disesuaikan dengan menambah dalam persentase 10% s.d 35% sesuai analisis di lapangan. - Angka persentase penyesuaian di atas bukan merupakan angka yang mutlak. Persentase penyesuaian harus berdasarkan kepada kenyataan, data dan fakta di lapangan dan dianalisis terlebih dahulu, sehingga di setiap wilayah dapat berbeda. (v)
Menentukan Nilai Pasar tanah per-meter persegi 1) Tanah kosong, Nilai Pasar dibagi luas tanah dalam satuan meter persegi. 2) Tanah dan bangunan : - Menentukan nilai bangunan dengan menggunakan DBKB setempat. - Nilai Pasar dikurangi nilai bangunan diperoleh Nilai Pasar tanah kosong untuk kemudian dibagi luas tanah dalam satuan meter persegi.
(vi)
Membuat batas imajiner ZNT Batas imajiner dituangkan dalam konsep peta ZNT yang telah berisi taburan data transaksi. Prinsip pembuatan batas imajiner ZNT adalah : 1) Mengacu pada peta ZNT lama bagi wilayah yang telah ada peta ZNT-nya. 2) Mempertimbangkan data transaksi yang telah dianalisis yang telah diplot pada peta kerja ZNT. 3) Pengelompokan persil tanah dalam satu ZNT dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut : - Nilai Pasar Tanah yang hampir sama - Memperoleh akses fasilitas sosial dan fasilitas umum yang sama - Aksesibilitas yang tidak jauh berbeda - Mempunyai potensi nilai yang sama
(vii)
Analisis Data Penentuan NIR 1) Analisis data dilakukan berdasarkan Zona Nilai Tanah, sehingga untuk ZNT yang berbeda harus menggunakan halaman baru Formulir 3 dan 4 (masing-masing pada Lampiran 24 dan 25) Peraturan Walikota ini. Data-data yang dianalisis untuk memperoleh Nilai Indikasi Ratarata (NIR) dalam satu ZNT harus memenuhi kriteria sebagai berikut : - Data relatif baru - Data transaksi atau penawaran yang wajar - Lokasi yang relatif berdekatan - Jenis penggunaan tanah/ bangunan yang relatif sama - Memperoleh fasilitas sosial dan fasilitas umum yang 34
relatif sama 2)
Penyesuaian nilai tanah dan penentuan NIR Sebelum menentukan NIR pada masing-masing ZNT, nilai tanah yang telah dianalisa pada Formulir 2 (Lampiran 23) disesuaikan dengan ketentuan sebagai berikut : a. Untuk ZNT yang memiliki data transaksi lebih dari satu penentuan NIR dilakukan dengan cara meratarata data transaksi tersebut dengan menggunakan Formulir 3 (Lampiran 24). b. Untuk ZNT yang hanya memiliki satu data transaksi NIR ditentukan dengan cara mempertimbangkan data transaksi dari ZNT lain yang terdekat dengan menggunakan Formulir 3 (Lampiran 24) setelah dilakukan proses penyesuaian seperlunya. c. Untuk ZNT yang tidak memiliki data transaksi, penentuan NIR dapat mengacu pada NIR di ZNT lain yang terdekat dengan melakukan penyesuaian faktor lokasi, jenis penggunaan tanah dan keluasan pensil sebagaimana pada Formulir 4 (Lampiran 25).
(viii) Pembuatan Peta ZNT Akhir 1) Tahap ini dilaksanakan setelah selesai pengukuran bidang milik dalam satu Kelurahan 2) Garis batas ZNT dibuat mengikuti garis bidang milik dan tidak boleh memotong bidang milik 3) Cantumkan NIR (nilai tanah hasil analisis dari Formulir 3 atau 4 bukan nilai tanah hasil klasifikasi NJOP) dan kode ZNT pada peta kerja. 4) Peta ZNT akhir diberi warna yang berbeda pada setiap garis batas ZNT.
35
Contoh Analisis Data 1. Tabel Data Harga Jual NO. IDENTIFIKASI DATA NO. 1 DATA NO. 2 OBJEK Jl. Mawar No. 151. Alamat Jl. Mawar No. 3 Jl. Mawar No. 19 2. Peruntukan Perumahan Perumahan tanah 3. Ukuran a. Tanah 20m x 25m 15m x 17m b. Bangunan 18m x 15m 12m x 15m 4. Tahun dibangun 5. Waktu Akhir tahun Awal tahun transaksi 1988 1986 6. Harga Jual Rp. Rp. 450.000.000,- 250.000.000,-
7. Spesifikasi Bangunan : a. Lantai b. Gedung 8. Biaya Reproduksi Baru Bangunan/m2 (thn 1998)
Keramik Beton Rp. 332,-
Teraso Beton Rp. 300,-
DATA NO. 3
DATA NO. 4
Jl. Mawar No. 40 Perumahan Perumahan
15m x 30m 15m x 20m
15m x 19m 12m x 15m
Akhir tahun Penawaran pada 1987 Desember 1996 Rp. Harga 405.000.000,penawaran Rp. 325.000.000,-
Keramik Beton Rp. 332,-
Keramik Beton Rp. 332,-
Keempat data tersebut di atas setelah diteliti adalah wajar untuk dijadikan data pembanding, dan setelah diplot dalam peta kerja maka data pembanding di atas berada dalam satu ZNT. 2. Analisis Harga Jual Tanah per m2 a. Jl. Mawar No. 3 (Rp. 000) Harga Transaksi Tanah dan Rp 450.000,0 Bangunan . 0 (-) Nilai bangunan Rp 62.640,00 (berdasarkan DBKB) . Nilai tanah Rp 387.360,0 . 0 (:)
Luas Tanah Nilai Tanah/ m2
Rp .
500,00 775,00
36
a Penyesuaian Waktu . +4% Rp (+) 4% x Rp. 775,00 . b. Penyesuaian Jenis Rp Data : 0% . Nilai Tanah/ m2 Rp setelah disesuaikan .
31,00 805,00
b. b. Jl. Mawar No. 19 (Rp. 000) 250.000,00
Harga Transaksi Tanah dan Rp. Bangunan (-) Nilai bangunan Rp. (berdasarkan DBKB) Nilai tanah Rp. (:)
Luas Tanah Nilai Tanah/m2 a. Penyesuaian Waktu +4% (+) 4% x Rp. 832,00
C c.
37.800,00 212.200,00
Rp.
255,00 832,00 Rp .
33,00
b. Penyesuaian Jenis Data : Rp 0% . Nilai Tanah/ m2 setelah Rp disesuaikan .
885,00
Jl. Mawar No. 40 (Rp. 000) Harga Transaksi Tanah dan Rp 405.000,00 Bangunan . (-) Nilai bangunan (berdasarkan Rp 69.600,00 DBKB) . Nilai tanah Rp 335.400,00 . (:)
Luas Tanah Nilai Tanah/ m2
Rp .
450,00 745,00
a. Penyesuaian Waktu +8% (+) 8% x Rp. 745,00
Rp .
60,00
b. Penyesuaian Jenis Data : Rp 0% . Nilai Tanah/m2 setelah Rp disesuaikan .
805,00
d. Jl. Mawar No. 15
37
(Rp. 000) Harga Transaksi Tanah dan Rp 325.000,00 Bangunan . (-) Nilai bangunan (berdasarkan Rp 41.760,00 DBKB) . Nilai tanah Rp 283.240,00 . (:)
Luas Tanah Nilai Tanah/m2
Rp .
297,00 954,00
a. Penyesuaian Waktu 0%
Rp .
b. Penyesuaian Jenis Data (-) 10% Rp 95,00 (-) 10% x Rp.954,00 . Nilai Tanah/m2 setelah Rp 859,00 disesuaikan . Contoh analisis penyesuaian atas faktor waktu transaksi : Untuk menganalisis persentase atas waktu transaksi dapat dilakukan dengan membandingkan 2 (dua) data atau lebih yang mempunyai, ciri-ciri yang hampir sama yang dalam contoh ini adalah data nomor 1 dan 3. Cara analisis : Rp. 775 – Rp. 745 -----------------------Rp. 745
x
100% = 4%
4% di atas menunjukkan adanya kenaikan nilai tanah setiap tahunnya. 3. Penentuan NIR
NO.
FAKTOR-FAKTOR PENYESUAIAN
BERDASARKAN KONSEP FAKTOR PENILAIAN
Harga Jual Tanah per m2 1. Waktu Transaksi 2. Jenis Data
Tahun 1996
Jumlah Persentase Penyesuaian Nilai yang telah disesuaikan Nilai dirata-rata Nilai Indikasi Rata-rata (NIR) (i)
PENYESUAIAN DATA NO. 1
DATA NO. 2
(Rp. 000) 775 + 4%
(Rp. 000) 832 +4%
DATA NO. 3
DATA NO. 4
(Rp. 000) (Rp. 000) 745 + 8%
954 - 10%
+ 4%
+4%
+ 8%
- 10%
834
Pemberian warna garis batas ZNT dan pencantuman angka NIR dalam peta kerja (contoh Lampiran 26) 1) Garis batas imajiner ZNT pada peta kerja diberi warna yang 38
2) 3) (ii)
berbeda sehingga jelas batas antar ZNT. Untuk setiap ZNT dicantumkan angka NIR-nya NIR dicantumkan sebagaimana hasil analisis, bukan dalam bentuk ketentuan nilai jual bumi.
Membuat kode ZNT untuk masing-masing ZNT dalam peta kerja. 1) Untuk setiap ZNT dibuat kode ZNT dan ditulis tepat di bawah angka NIR 2) Kode ZNT dibuat pada peta kerja, dimulai dari sudut kiri atas (sudut barat laut) berurutan mengikuti bentuk spiral. 3) Setiap ZNT diberi kode dengan menggunakan kombinasi dua huruf, dimulai dari AA s.d ZZ. 4) ZNT yang memiliki NIR sama, jika dipisahkan oleh ZNT lain harus dibuatkan kode ZNT yang berbeda.
(iii) Pengisian Formulir ZNT ZNT yang telah diberi kode dan telah ditentukan NIR-nya, datanya diisikan pada Formulir ZNT. Contoh Formulir ZNT dapat dilihat pada Lampiran 27. (iv) Membuat sket/ peta ZNT akhir 1) Tahap ini dilaksanakan setelah selesai pengukuran bidang objek pajak dalam satu Kelurahan. 2) Garis batas ZNT dibuat mengikuti garis bidang objek pajak tetapi tidak boleh memotong bidang objek pajak. 3) Untuk mempermudah penentuan batas ZNT sesuai garis bidang objek pajak, terlebih dahulu dibuat sket/ peta ZNT blok yang selanjutnya dipindahkan ke dalam sket/ peta ZNT Kelurahan. 4) Cantumkan NIR dan kode ZNT sesuai dengan NIR dan ZNT pada peta kerja, ZNT yang telah diberi kode dan ditentukan NIR-nya, datanya diisikan pada formulir ZNT. 5) Sket/ peta ZNT akhir diberi warna pada setiap garis batas ZNT. 6) Sket/ peta ZNT akhir merupakan lampiran Keputusan Walikota tentang besarnya NJOP sebagai dasar pengenaan PBB. Dalam hal ini sket/ peta ZNT tersebut diperkecil dengan cara fotokopi (lichtdruk) dari tidak perlu diberi warna, namun kode ZNT dan NIR harus jelas. Contoh sket/ peta ZNT dapat dilihat pada Lampiran 28. IV. Penyusunan DBKB a.
Metode Untuk menyusun/ membuat DBKB digunakan metode survei kuantitas terhadap model bangunan yang dianggap dapat mewakili kelompok bangunan tersebut dan dinilai dengan dasar perhitungan analisis BOW. Dengan metode survei kuantitas dan dasar perhitungan analisis BOW yang merupakan perhitungan dengan pendekatan biaya, akan diperoleh biaya pembuatan baru/ biaya penggantian baru dari bangunan. Sehubungan dengan kebutuhan program komputer (CAV), maka biaya komponen bangunan perlu dikelompokkan ke dalam biaya komponen utama, komponen material dan komponen fasilitas bangunan. Metode survei kuantitas dipilih menjadi dasar metode yang dipergunakan karena metode inilah yang paling mendasar bila dibandingkan dengan metode-metode perhitungan yang lain, seperti metode unit terpasang, metode meter persegi dan metode indeks. 39
Perhitungan harga satuan pekerjaan memakai analisis BOW karena cara ini merupakan satu-satunya cara untuk mendapatkan keseragaman menghitung biaya pembuatan baru bangunan. Karena cara ini akan memberikan hasil yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan cara perhitungan biaya pemborongan pekerjaan di lapangan, maka dalam perhitungan ini digunakan faktor koreksi. b.
Pengelompokan Bangunan Penerapan DBKB tersebut dikelompokkan berdasarkan jenis penggunaan bangunan sesuai dengan tipe konstruksinya, yaitu : Jenis Penggunaan Bangunan 1
(JPB 1)
: Perumahan
Jenis Penggunaan Bangunan 2
(JPB 2)
: Perkantoran
Jenis Penggunaan Bangunan 3
(JPB 3)
: Pabrik
Jenis Jenis Jenis Jenis Jenis Jenis Jenis Jenis Jenis Jenis Jenis Jenis Jenis
(JPB (JPB (JPB (JPB (JPB (JPB (JPB (JPB (JPB (JPB (JPB (JPB (JPB
: : : : : : : : : : : : :
Penggunaan Penggunaan Penggunaan Penggunaan Penggunaan Penggunaan Penggunaan Penggunaan Penggunaan Penggunaan Penggunaan Penggunaan Penggunaan
Bangunan Bangunan Bangunan Bangunan Bangunan Bangunan Bangunan Bangunan Bangunan Bangunan Bangunan Bangunan Bangunan
4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
4) 5) 6) 7) 8) 9) 10) 11) 12) 13) 14) 15) 16)
Toko/ apotik/ pasar/ ruko Rumah sakit/ klinik Olah raga/ rekreasi Hotel/ restoran/ wisma Bengkel/ gudang/ pertanian Gedung pemerintah Lain-lain Bangunan tidak kena pajak Bangunan parkir Apartemen/ kondominium Pompa bensin (kanopi) Tangki minyak Gedung sekolah
Konstruksi bangunan sebagai satu kesatuan terdiri dari beberapa biaya satuan pekerjaan. Biaya satuan pekerjaan tersebut dikelompokkan dalam 3 (tiga) komponen, yaitu biaya komponen utama, biaya komponen material dan biaya komponen fasilitas. Keseluruhan komponen tersebut disusun dalam suatu daftar yang dimainkan di DBKB. c.
DBKB Standar (i)
Tahapan Pembuatan DBKB Tahap 1 : Menentukan dan membuat tipikal kelompok bangunan sebagai model yang dianggap dapat mewakili bangunan yang akan dinilai. Kriteria untuk menentukan kelompok bangunan dapat ditinjau dari segi arsitektur, tata letak dan mutu bahan bangunan, konstruksi serta luas bangunan. Oleh karena itu dalam Tahap 1 ini pekerjaan utama yang harus dilakukan adalah menentukan/membuat model bangunan. Menu layanan model-model tersebut tersedia di dalam program komputer. Tahap 2 : Menghitung volume setiap jenis/ item pekerjaan untuk setiap model bangunan. Perhitungan volume ini dilakukan dengan mengukur menghitung panjang, luas atau isi dari setiap jenis pekerjaan sesuai dengan satuan yang dipakai atas dasar data yang terkumpul, baik dan gambar denah, tampak, potongan atau peninjauan langsung ke lapangan. Pengukuran/ perhitungan atas dasar data yang berupa gambar, harus 40
diperhatikan skala yang dipakai. Tahap 3 : Mengumpulkan data upah pekerja dan harga bahan bangunan setempat. Harga bahan bangunan dan upah tersebut kemudian dianalisis untuk mendapatkan harga pasar yang wajar, dalam arti harga/ upah tersebut tidak terlalu mahal atau tidak terlalu murah serta berlaku standar di kawasan setempat. Data dimaksud agar dikumpulkan dengan menggunakan formulir Lampiran 29. Tahap 4 : Harga bahan bangunan dan upah pekerja setempat yang sudah dianalisis BOW yang sudah tersedia dalam program komputer (CAV), untuk mendapatkan harga satuan pekerjaan. Tahap 5 : Memasukkan volume setiap jenis pekerjaan (hasil pekerjaan Tahap 2) dan harga satuan setiap jenis pekerjaan (hasil pekerjaan Tahap 4) ke dalam suatu format rencana anggaran biaya bangunan agar diperoleh biaya dasar setiap jenis pekerjaan atau biaya dasar total yang dikeluarkan untuk pembuatan sebuah model bangunan. Tahap 6 : Melakukan pengelompokkan biaya dasar jenis pekerjaan pada Tahap 5, yaitu pengelompokkan ke dalam komponen utama, komponen material dan komponen fasilitas. Pengelompokkan ini ditujukan agar dapat dibedakan antara biaya yang dikeluarkan untuk pekerjaan struktur utama (komponen utama), pekerjaan finishing arsitektural (komponen material) serta pekerjaan tambahan lainnya yang berkaitan dengan pekerjaan mekanikal/ elektrikal, perkerasan halaman, elemen estetika, lansekap dan sebagainya (komponen fasilitas). Tahap 7 : Melakukan penjumlahan dari biaya setiap jenis pekerjaan dari masing-masing komponen pada Tahap 6 agar diperoleh biaya dasar per komponen bangunan untuk keseluruhan model bangunan untuk keseluruhan model bangunan. Tahap 8 : Membagi biaya dasar setiap komponen bangunan dengan luas bangunan keseluruhan untuk mendapatkan biaya dasar setiap komponen bangunan per-meter persegi lantai bangunan. Tahap 9 : Setelah diperoleh biaya dasar per-komponen bangunan maka dengan cara menjumlahkan setiap komponen yang ada akan diperoleh biaya dasar keseluruhan bangunan. Selanjutnya untuk memperoleh Biaya Pembuatan Baru Bangunan maka perlu dilakukan penyesuaian dengan cara mensubstitusikan faktor-faktor biaya (FAKTOR PENYELARAS) yang mempengaruhi biaya dasar bangunan ke dalam perhitungan biaya dasar bangunan yang telah diperoleh. Faktor-faktor penyelaras tersebut adalah : 1. Koreksi BOW; 2. Biaya-biaya tak terduga proyek; 3. Jasa pemborong; 4. PPN; 5. Jasa/ fee konsultan perancang dan pengawas; 6. Perijinan; 7. Suku bunga kredit selama pembangunan. Tahap 10 : Dengan mensubstitusikan faktor-faktor penyelaras, hasil dari Tahap 9, terhadap biaya dasar setiap komponen bangunan per-meter 41
persegi lantai bangunan maka akan diperoleh biaya pembuatan baru setiap komponen bangunan per-meter persegi lantai bangunan. Tahap 11 : Penilaian terhadap suatu bangunan dilakukan atas dasar biaya pembuatan baru per-meter persegi lantai bangunan setiap komponen bangunan, setelah memperhitungkan adanya faktor penyusutan. (ii)
Biaya Komponen Bangunan 1)
Biaya Komponen Utama Biaya konstruksi utama bangunan ditambah komponen bangunan lainnya per-meter persegi lantai. Unsur-unsur Komponen Utama : 1) Pekerjaan Persiapan (pembersihan, direksi, keet, bouwplank). 2) Pekerjaan Pondasi (mulai dari galian pondasi sampai dengan urugan tanah kembali). 3) Pekerjaan beton/ Beton Bertulang (termasuk kolom dinding luar/ dalam, lantai dan plat lantai). 4) Pekerjaan dinding luar (plester, pekerjaan cat). 5) Pekerjaan Kayu dan Pengawetan termasuk pekerjaan cat (kusen, pintu jendela, kuda-kuda dan rangka atap kecuali kaso dan reng). 6) Pekerjaan Sanitasi. 7) Pekerjaan Instalasi Air Bersih. 8) Pekerjaan Instalasi Listrik. 9) Biaya-biaya yang dikeluarkan untuk Faktor Penyelaras yang besarnya bergantung kepada tipe dari tiap-tiap JPB, dari jumlah 1) sampai dengan 8).
2)
Biaya Komponen Material Bangunan Biaya material atap, dinding, langit-langit dan lantai permeter persegi lantai. a) Unsur-Unsur Material Bangunan a) ATAP 1. Bahan penutup atap. 2. Kaso, reng (alumunium foil, triplek jika ada). 3. Upah. 4. Biaya-biaya yang dikeluarkan untuk Faktor Penyelaras sebesar 38% dari jumlah 1) sampai dengan 3). 5. Faktor penyesuaian kemiringan atap terhadap luas bangunan adalah 1,3 dan 1,2 untuk asbes dan seng (dapat disesuaikan dengan kondisi kemiringan atap di daerah). b)
DINDING (dinding dalam tanpa pintu, jendela) 1. Bahan dinding (plester luar/ dalam dan pekerjaan cat). 2. Upah. 3. Biaya-biaya yang dikeluarkan untuk Faktor Penyelaras sebesar 38% dan jumlah 1) sampai dengan 2). 4. Faktor penyesuaian dinding bagian dalam terhadap luas bangunan adalah 0,60.
c)
LANGIT-LANGIT 1. Bahan langit-langit (pekerjaan cat). 2. Rangka dan penggantung. 3. Upah. 42
4. d)
3.
d.
Biaya-biaya yang dikeluarkan untuk Faktor sebesar 38% dari jumlah 1) sampai dengan 3). LANTAI 1. Bahan penutup lantai. 2. Spesi (3 cm, 1:5). 3. Upah. 4. Biaya-biaya yang dikeluarkan untuk Faktor sebesar 38% dari jumlah 1) sampai dengan 3).
Penyelaras
Penyelaras
Biaya Komponen Fasilitas Bangunan Biaya-biaya yang dikeluarkan untuk membayar seluruh unsur-unsur pekerjaan yang berkaitan dengan penyediaan fasilitas bangunan. Unsur-unsur yang termasuk dalam komponen fasilitas merupakan komponen ataupun sarana pelengkap dari bangunan seperti : kolam renang, lapangan tenis, AC, lift, tangga berjalan, genset, perkerasan baik halaman maupun lantai untuk tujuan tertentu, elemen estetika dan lansekap. Setiap tahun DBKB harus dimutakhirkan sesuai dengan perubahan harga jenis bahan/ material bangunan dan upah pekerja yang berlaku di wilayah Kota Pariaman.
DBKB Non Standar (i) Proses penyusunan DBKB Non Standar Untuk Objek Pajak Non Standar tahapan-tahapan pembentukan DBKB-nya sedikit berbeda dengan Objek Pajak Standar. Dimana nilai DBKB untuk masing-masing JPB Non Standar tergantung pada jenis komponen utama, material dan fasilitas yang digunakan oleh bangunan tersebut. Konsep penyusunan DBKB Non Standar disesuaikan dengan sistem struktur dan sub struktur sebagai komponen utama dalam bangunan dijadikan satu rangkaian ke dalam komponen utama. Sedangkan kedua komponen lainnya merupakan sistem pendukung dari komponen utama. 1. Komponen utama, yaitu komponen penyusun struktur rangka bangunan baik struktur atas maupun struktur bawah, yang terdiri dari pondasi, pelat lantai, kolom, balok, tangga dan dinding geser. 2. Komponen material, yaitu : komponen pelapis (kulit) struktur rangka bangunan. Komponen material bangunan dibedakan menjadi 7 (tujuh) jenis yaitu : a) Material Dinding Dalam (MDD), merupakan material pembentuk ruang (pemisah) dalam struktur bangunan. Contoh : Gypsum board, plywood (kayu lapis), Triplex dan Pasangan dinding bata, b) Material Dinding Luar (MDL), merupakan material pembentuk bangunan yang berfungsi sebagai penutup (kulit), rangka struktur bangunan bagian luar. Contoh : Beton pra cetak, Kaca, Celcon (cilicon block) dan Pasangan dinding bata. c) Pelapis Dinding Dalam (PDD), merupakan material yang berfungsi sebagai pelapis (kulit) dari MDD. Contoh : Kaca, Wallpaper, Granit, Marmer, Keramik, dan Cat. d) Pelapis Dinding Luar (PDL), merupakan material yang berfungsi sebagai pelapis (kulit) MDL. Contoh : Kaca, Granit, Marmer, Keramik dan Cat. e) Langit-langit (LL), merupakan material penutup rangka atap atau plat lantai bagian bawah. Contoh : Gypsum board, Akustik, Triplex dan Eternite. 43
f) Penutup Atap (PA), merupakan material penutup rangka atap bagian atas. Contoh : Plat beton, Genteng keramik, Genteng press beton, Genteng tanah liat, Asbes gelombang, Seng gelombang, Genteng sirap dan Spandek. g) Penutup Lantai (PL), merupakan material bangunan yang berfungsi sebagai pelapis lantai. Contoh : granit, Marmer, Keramik, Karpet, Vinil, Kayu (parquet), Ubin PC abu-abu, Ubin teraso dan Semen. 3. Komponen fasilitas, yaitu merupakan komponen pelengkap fungsi bangunan. Komponen fasilitas ini dibedakan menjadi 22 jenis yaitu : a) Air conditioner (AC), merupakan fasilitas pendingin ruangan. Sistem pendingin dibedakan menjadi dua bagian : - Sistem pendingin terpusat (central), dimana pengaturan sistem pendinginan dilakukan terpusat pada satu ruang kontrol. - Sistem pendinginan unit, dimana sistem pengontrol pendingin terdapat pada masing-masing alat pendingin. Contoh ; 1. AC split, merupakan AC per-unit yang memiliki 2 mesin yaitu blower dan compressor. 2. AC window, merupakan AC per-unit yang pendingin dan compressornya menyatu dan dipasang pada dinding dengan cara membuat lubang. 3. AC floor, merupakan AC per-unit berbentuk lemari yang memiliki kapasitas besar untuk mendinginkan ruangan dengan luasan besar. b) Elevator (lift), merupakan alat angkut berbentuk ruangan kecil (Kabupatenk) yang berfungsi untuk sirkulasi barang atau penumpang secara vertikal. c) Eskalator, merupakan alat angkut berupa tangga berjalan yang berfungsi untuk sirkulasi penumpang, secara vertikal maupun horisontal. d) Pagar, merupakan fasilitas pemisah atau pembatas bangunan. e) Sistem proteksi api, merupakan fasilitas proteksi terhadap bahaya kebakaran. Terdiri dari : - Hydrant, merupakan alat berupa pipa untuk menyiram air. - Splinker, alat penyiram air otomatis yang tergantung dari panas. - Alarm kebakaran, merupakan alat peringatan terjadinya kebakaran, - Intercom, merupakan alat komunikasi untuk peringatan jika terjadi kebakaran. f) Genset, merupakan fasilitas pembangkit tenaga listrik yang pada umumnya digunakan sebagai tenaga listrik cadangan. g) Sistem PABX, merupakan fasilitas telekomunikasi di dalam gedung bertingkat. Yang dimaksud sistem PABX disini adalah jumlah saluran telepon di dalam gedung yang dihasilkan oleh mesin PABX (saluran extension). h) Sumur artesis, merupakan fasilitas bangunan untuk penyediaan sarana air bersih selain air yang berasal dari PAM, kedalaman sumur ini pada umumnya lebih dari 30 m. i) Sistem air panas, merupakan fasilitas bangunan untuk penyediaan sarana air panas. j) Sistem kelistrikan, merupakan fasilitas bangunan untuk penyediaan sarana air panas. k) Sistem perpipaan (plumbing), merupakan fasilitas instalasi sistem perpipaan baik pipa air kotor maupun air bersih di dalam bangunan. 44
l) Sistem penangkal petir, merupakan fasilitas untuk menangkal sambaran petir pada gedung-gedung tinggi. m) Sistem pengolah limbah, merupakan fasilitas untuk sistem pengolahan limbah lingkup kecil yang terdapat di dalam bangunan, contohnya seperti saptictank, peresapan atau STP (sawage treatment plant). n) Sistem tata suara, merupakan fasilitas untuk sistem instalasi tata suara di dalam gedung. o) Sistem video intercom, merupakan fasilitas penghubung antar ruangan (lantai) dengan ruang pemanggil, pada umumnya terdapat pada bangunan apartemen. p) Sistem pertelevisian, merupakan fasilitas sistem pertelevisian yang terdapat di dalam gedung, dibedakan menjadi dua jenis, yaitu : - MATV, merupakan sistem jaringan televisi penerima gambar di dalam gedung. - CCTV (close circuit television), merupakan jaringan kamera untuk security system. q) Kolam renang. r) Perkerasan halaman, dibedakan menjadi tiga jenis yaitu : - Tipe konstruksi ringan, tebal rata-rata 6 cm dan biasanya menggunakan bahan seperti paving block atau tanah yang dipadatkan. - Tipe konstruksi sedang, tebal rata-rata 10 cm dan biasanya menggunakan beton ringan atau aspal ringan. - Tipe konstruksi berat, tebal rata-rata lebih dari 10 cm dan pada umumnya menggunakan bahan beton bertulang dengan atau tanpa aspal beton (hot mix). s) Lapangan tennis. t) Reservoir, merupakan fasilitas penampungan air pada bangunan gedung yang terbuat dari beton bertulang pada salah satu lantai. u) Sistem sanitasi, merupakan fasilitas sanitasi atau sistem pembuangan air kotor yang terdapat di dalam bangunan. (ii)
Pembuatan DBKB Non Standar Pembuatan DBKB Non Standar ini dilakukan secara bertahap dengan maksud agar diperoleh hasil yang maksimal. Tahapan-tahapan tersebut antara lain : Tahap 1
: Menentukan material penyusun bangunan yang akan digunakan sebagai data masukan (input) bagi perhitungan komponen struktur bangunan.
Tahap 2
: Melakukan analisa harga satuan dengan menggunakan metode BOW yang telah disesuaikan bagi komponen utama dan metode unit in place bagi komponen material dan fasilitas.
Tahap 3
: Menentukan model tipikal bangunan sebagai sebagai bangunan yang mewakili struktur bangunan yang akan dinilai, dalam hal ini per JPB minimal diambil 5 model bangunan dengan jumlah lantai yang bervariasi.
Tahap 4
: Menghitung volume setiap jenis/ item pekerjaan untuk setiap model bangunan. Perhitungan volume ini dilakukan dengan mengukur/menghitung panjang, luas atau isi dari setiap jenis pekerjaan sesuai dengan satuan yang dipakai atas dasar data yang terkumpul baik dari gambar denah, tampak, potongan atau peninjauan langsung ke lapangan. 45
Tahap 5
: Menghitung nilai bangunan per-JPB menggunakan masingmasing model yang telah dipilih sehingga dihasilkan nilai DBKB per-meter persegi.
Tahap 6
: Melakukan generalisasi nilai DBKB komponen utama dari setiap model dalam satu JPB yang dibantu dengan metode statistik tertentu, sehingga dihasilkan sebuah formula tren komponen utama per JPB untuk memprediksi (forecast) jumlah lantai bangunan menjadi “tidak terbatas”.
Tahap 7
: Melakukan generalisasi nilai DBKB komponen material dan setiap jenis material pelapis bangunan yang dibantu dengan metode statistik tertentu, sehingga dihasilkan sebuah formula tren komponen material per jenis pelapis untuk memprediksi (forecast) jumlah lantai bangunan menjadi “tidak terbatas”.
Tahap 8
: Menghitung nilai DBKB fasilitas pendukung menggunakan model yang telah ditentukan, sehingga diperoleh nilai komponen fasilitas lengkap dengan sistem pendukungnya.
Tahap 9
: Menghitung nilai DBKB total dengan cara menjumlahkan nilai DBKB komponen utama, komponen material dan komponen fasilitas, dimana biaya yang terdapat dalam formula ini dihitung dalam ribuan rupiah dan sudah termasuk biaya langsung (direct cost) dan biaya tidak langsung (indirect cost).
Tahap 10
: Melakukan penyesuaian nilai (up dating) DBKB dengan cara meng-up date harga-harga material (harga resources) dengan memperhitungkan fluktuasi harga material bangunan di pasar, faktor inflasi, biaya transportasi berdasarkan informasi yang diperoleh dari buku Jurnal Harga Satuan Kontraktor, developer, Dinas Pekerjaan Umum dan instansi terkait lainnya.
Tahap 11
: Besarnya penyusutan fisik dihitung berdasarkan tabel yang tercantum dalam Lampiran Peraturan Walikota ini (Lampiran 30).
Proses analisa dalam DBKB 2000 merupakan proses berantai yang merupakan perpaduan dari konsep model struktur, statistik dan penilaian. Proses analisanya dapat dilihat dalam diagram berikut : (iii) Biaya Komponen Bangunan Untuk menghitung biaya komponen bangunan yaitu dengan cara menjumlahkan biaya konstruksi yang terdiri : 1. Untuk JPB 1,2,4,5,6,7,12,13,16 biaya komponen bangunan sama dengan biaya komponen utama (struktur atas dan basemen) + komponen material + komponen fasilitas; 2. Untuk JPB 3 dan 8 biaya komponen bangunan sama dengan biaya komponen utama (struktur atas, struktur bawah, mezzanin dan daya dukung lantai) + komponen material + komponen fasilitas; 3. Untuk JPB 14 dan 15 biaya komponen bangunan sama dengan biaya komponen utama. Untuk Daftar Biaya Konstruksi Bangunan Komponen Utama per-m2, Komponen material per m2, Daftar Biaya Komponen Fasilitas, Formulir 46
Perhitungan Biaya Konstruksi Bangunan per-m2 dapat dilihat di Lampiran 31 Peraturan Walikota ini. V. Penilaian dengan Bantuan Komputer (CAV) Data yang Diperlukan CAV (i) ZNT untuk penilaian tanah Data ZNT yang telah siap secara otomatis akan dipergunakan dalam proses CAV. (ii) DBKB objek pajak standar untuk penilaian bangunan. Data DBKB objek pajak standar yang telah siap secara otomatis akan dipergunakan dalam proses CAV. (iii) SPOP dan LSPOP untuk pendataan objek pajak Data luas tanah dan detail bangunan harus dikumpulkan di lapangan dengan menggunakan SPOP dan LSPOP. Semua data objek harus dimasukkan ke dalam komputer. Setelah itu, data masukan tersebut akan diproses dalam CAV secara otomatis. Validasi Data Data SPOP dan LSPOP akan divalidasi sebagai berikut : (i)
Data Tanah dan Bangunan 1) Kode ZNT harus ada di tabel ZNT. Bila tidak ditemui dalam tabel, maka SPOP akan ditolak. 2) Status wajib pajak = 1,2,3,4 atau 5. 3) Pekerjaan wajib pajak = 1,2,3,4 atau 5. 4) Dalam hal “bangunan tanpa tanah” perlu dicek luas tanah = 0 dan kode ZNT tidak perlu diisi. 5) Jenis tanah = 1,2,3, atau 4. 6) Jumlah bangunan ≥ 0. 7) Bangunan ≥ 1. Bangunan ke tidak boleh > dari pada jumlah bangunan. Data baru lengkap, bila jumlah LSPOP sama dengan jumlah bangunan. 8) Jenis penggunaan bangunan = 1 sampai dengan 16. 9) Luas bangunan > 0, kecuali tangki minyak (JPB = 15). 10) Jumlah lantai bangunan ≥ 1, kecuali tanki minyak (JPB = 15). 11) Tahun dibangun ≤ tahun perekaman. 12) Tahun renovasi ≥ tahun dibangun atau, tahun renovasi ≤ tahun perekaman 13) Daya listrik ≥ 0. 14) Kondisi pada umumnya = 1,2,3 atau 4. 15) Konstruksi = 1,2,3 atau 4. 16) Atap = 1,2,3, 4 atau 5. 17) Dinding = 1,2,3, 4 atau 5. 18) Lantai = 1,2,3, 4 atau 5. 19) Langit-langit = 1, 2 dan 3. 20) Untuk bangunan yang dilengkapi dengan fasilitas seperti kolam renang, lapangan tenis, alat pemadam kebakaran, lift, AC, validasinya dilanjutkan dengan fasilitas. 21) Untuk bangunan-bangunan bertingkat dan mempunyai kelas-kelas/ bintang tertentu seperti gedung perkantoran bertingkat tinggi, pusat-pusat perbelanjaan, hotel resort/ non resort, apartemen, validasi dilakukan sesuai dengan kelas dan jumlah lantainya. 22) Untuk bangunan perindustrian seperti pabrik, gudang, dan sejenisnya, validasinya dapat ditambahkan sebagai berikut : Tinggi kolom > 0 Lebar bentang > 0 47
Daya dukung > 0 lantai Keliling dinding > 0 Luas mezzanine > 0 23) Untuk tangki, validasinya sesuai dengan letak dan kapasitas tangki yang bersangkutan (ii)
Fasilitas 1) Kolam Renang. Diisi : 1 = diplester 2 = Dengan pelapis 2) Lapangan = Kosong atau numeric. tenis (6x) 3) Alat pemadam kebakaran : hydrant, sprinkler, fire alarm diisi 1 = ada, atau 2 = tidak ada. 4) Panjang pagar. Bila panjangnya > 0, bahan harus 1 = baja/ besi, atau 2 = bata/ batako. 5) Fasilitas AC sentral : 1 = ada, atau 2 = tidak ada. 6) Jumlah AC split = kosong atau numeric. 7) Jumlah AC window = kosong atau numeric. 8) Jumlah saluran pesawat PABX = kosong atau numeric. 9) Kedalaman sumur pantex = kosong atau numeric. JPB 1, 14, 15 = 0 (tidak diisi). 10) Jumlah lift (3x) = kosong atau numeric. 11) Jumlah tangga berjalan (2x) = kosong atau numeric. 12) Perkerasan halaman (4x) = kosong atau numeric, luas perkerasan ≤ luas tanah.
Tata Cara Perhitungan Proses CAV dapat dilakukan apabila data ZNT, DBKB objek pajak standar dan data objek pajak sudah dimasukkan ke dalam komputer. (i)
Perhitungan Nilai Tanah NIR diketahui berdasarkan kode ZNT sebagaimana tercantum dalam SPOP. Untuk menentukan nilai jual objek pajak bumi, NIR dicari dalam tabel ZNT berdasarkan kode ZNT, kemudian dikalikan dengan luas bumi. Contoh Penilaian Objek Bumi Nilai Indikasi Rata-rata (NIR) = Rp. 100.000,-. Bila luas tanah = 200 m2 maka NJOP bumi = 200 m2 x Rp. 100.000 = Rp. 20.000.000,-
(ii)
Perhitungan Nilai Bangunan Dalam pelaksanaan perhitungan nilai bangunan, harus ditentukan besarnya nilai komponen bangunan menurut masing-masing karakter objek tersebut. NJOP bangunan berdasarkan : 1) Kelas/ bintang/ tipe 2) Komponen bangunan utama 3) Komponen material 4) Komponen fasilitas/ m2 5) Komponen fasilitas yang perlu disusutkan 6) Penyusutan 7) Komponen fasilitas yang tidak perlu disusutkan 8) Kapasitas dan letak (khusus tangki)
48
Tingkat penyusutan bangunan berdasarkan umur efektif, keluasan dan kondisi bangunan. Umur efektif bangunan secara umum adalah sebagai berikut : Umur Efektif = Tahun Pajak – Tahun Bangunan Bila tahun direnovasi terisi, maka : Umur Efektif = Tahun Pajak – Tahun Direnovasi.
Untuk bangunan-bangunan bertingkat tinggi dan bangunan-bangunan eksklusif lainnya seperti gedung perkantoran, hotel, apartemen dan lain-lain, penentuan umur efektifnya sebagai berikut : (Tahun Pajak – Tahun Dibangun) + 2 (Tahun Pajak – Tahun Direnovasi) 3 Bila (Tahun Pajak – Tahun Dibangun) ≤ 10 dan Tahun Direnovasi adalah 0 atau kosong, maka UMUR EFEKTIF = Tahun Pajak – Tahun Dibangun Bila (Tahun Pajak – Tahun Dibangun) > 10 dan tahun direnovasi adalah 0 atau kosong atau (Tahun Pajak – Tahun Direnovasi) > 10, maka perlu dianggap tahun direnovasi = tahun pajak – 10, dan umur efektif adalah hasil dari rumus yang disebut di atas. Dalam hal itu faktor (Tahun Pajak – Tahun Direnovasi) adalah 10. Contoh : Tahun pajak adalah tahun 1993. Untuk penghitungan Nilai Jual Objek Pajak bangunan secara manual dapat dipergunakan formulir Lampiran 32. Tahun dibangun 1988 1988 1980 1980 1980
Tahun Renovasi 1990 (1993 – 1988) =5 1982 1989
Umur Efektif
(iii) Penyusutan Bangunan Dalam penentuan nilai bangunan diperhitungkan faktor penyusutan. Penyusutan yang diterapkan dalam CAV hanya penyusutan fisik bangunan. Faktor penyusutan ditentukan berdasarkan pengelompokan besarnya biaya pembuatan/ pengganti baru bangunan per-meter persegi, umur efektif dan kondisi bangunan pada umumnya, dan dituangkan dalam suatu daftar penyusutan (Lampiran 33).
B.
PENILAIAN INDIVIDUAL 1.
Persiapan
49
Kegiatan persiapan Penilaian Individual pada prinsipnya sama dengan yang dilakukan dalam penilaian massal. a. Menyusun Rencana Kerja. b. Menyiapkan SPOP, LSPOP dan LKOK. c. Menyeleksi data-data objek pajak yang perlu dilakukan Penilaian Individual. d. Mengumpulkan data-data lama, sebagai pelengkap, dari objek pajak yang akan dinilai. 2.
Penilaian dengan Pendekatan Data Pasar Pada saat ini, untuk kepentingan penilaian, objek pajak PBB, pendekatan data pasar sesuai digunakan untuk Penilaian Individual terhadap tanah. Sedangkan penilaian untuk bangunan menggunakan pendekatan biaya yang akan diterangkan di bagian 3. a. Pengumpulan Data Pelaksanaan kerja pengumpulan data pasar dalam Penilaian Individual dapat menggunakan formulir pengumpulan data pasar untuk penentuan nilai tanah secara massal (Lampiran 34). Untuk mendapatkan analisis data yang wajar harus dipertimbangkan hal-hal sebagai berikut : i) Kesesuaian penggunaan dan luas tanah data pembanding dengan objek pajak yang dinilai secara individu. ii) Lokasi dan waktu transaksi yang wajar b. Penilaian Konsep dasar penilaian perbandingan data pasar untuk Penilaian Individual adalah membandingkan secara langsung data pembanding dengan objek pajak yang dinilai dengan menggunakan faktor-faktor penyesuaian yang lebih lengkap. Penilaian dilakukan dengan cara sebagai berikut : i) Dalam menentukan nilai tanah diperhatikan : 1. Kualitas dan kuantitas data pembanding yang terkumpul. 2. NIR dimana objek pajak berada. ii) Cara membandingkan data dengan faktor-faktor penyesuaian. Faktor-faktor yang mempengaruhi objek pajak yang dinilai dengan diidentifikasi secara detail dan dibandingkan dengan faktor yang sama pada data pembanding, Petugas penilai dapat memilih minimal 3 (tiga) data pembanding yang sesuai dari beberapa data pembanding yang terkumpul. Pada umumnya perbandingan yang dilakukan, meliputi faktor : 1). Lokasi. 2). Aksesibilitas. 3). Waktu transaksi. 4). Jenis data (harga transaksi atau harga penawaran). 5). Penggunaan tanah. 6). Elevasi. 7). Lebar depan (terutama untuk objek komersil). 8). Bentuk tanah. 9). Jenis hak atas tanah. 10). Dan lain sebagainya. Besarnya penyesuaian yang akan diberi sesuai dengan pengetahuan dan pengalaman penilai dengan menyebutkan dasar-dasar pertimbangannya. 50
iii)
3.
Hasil penilaian tanah dengan pendekatan data pasar. 1). Apabila diperoleh nilai tanah yang selisihnya terhadap NIR masih di bawah 10%, maka yang digunakan sebagai dasar ketetapan PBB objek pajak yang dinilai adalah NIR. 2). Apabila selisih nilai tanah terhadap NIR sebesar 10% atau lebih, maka nilai tanah hasil penilaian secra individu tersebut dijadikan sebagai bahan rekomendasi untuk penentuan NIR tahun pajak yang akan datang yang merupakan sumber informasi bagi Dinas Pendapatan, Pengelolaan dan Aset.
Penilaian Dengan Pendekatan Biaya Pendekatan biaya digunakan dengan Cara menambahkan nilai bangunan dengan nilai tanah. a. Pengumpulan Data i)
Pengumpulan Data Tanah Pada dasarnya pengumpulan data tanah dilakukan dengan cara mengisi SPOP. Disamping itu penilain juga diminta untuk mengumpulkan data tanah sebagai berikut : 1) luas 2) Lebar depan 3) Aksesibilitas 4) Kegunaan 5) Elevasi 6) Kontur tanah 7) Lokasi tanah 8) Lingkungan sekitar 9) Data transaksi di lokasi sekitar Untuk memudahkan pelaksanaan pengumpulan data tanah dan data transaksi digunakan formulir seperti dalam Lampiran 35.
ii)
Pengumpulan Data Bangunan Pengumpulan data bangunan dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu : 1) Mengumpulkan data objek pajak dengan mempergunakan SPOP, LSPOP dan LKOK. Contoh LKOK seperti dalam Lampiran 36. 2) Data lain yang belum tertampung dicatat dalam catatan tersendiri.
b. Penilaian (i)
Penilaian Tanah Penilaian tanah adalah sebagaimana dalam penilaian dengan pendekatan data pasar.
(ii)
Penilaian Bangunan 51
Penilaian bangunan dilakukan dengan cara menghitung Nilai Perolehan Baru Bangunan kemudian dikurangi dengan penyusutan bangunan. Nilai Perolehan Baru Bangunan adalah seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh/ membangun bangunan baru. Penghitungan Nilai Perolehan Baru Bangunan ini meliputi biaya komponen utama, komponen material dan fasilitas bangunan. Biaya-biaya tersebut hendaklah sesuai dengan tanggal penilaian dan lokasi objek pajak. Perhitungan Nilai Bangunan Pada dasarnya Penilaian Individual adalah dengan memperhitungkan karakteristik dari seluruh objek pajak. DBKB dapat digunakan sebagai alat bantu dalam penilaian, akan tetapi apabila karakteristik-karakteristik dari objek pajak baik untuk komponen utama, komponen material dan komponen fasilitas bangunan belum tertampung dalam DBKB, perhitungan dapat dilakukan bangunan belum tertampung dalam DBKB, perhitungan dapat dilakukan sendiri dengan pendekatan survei kuantitas. c. Konversi Nilai Jual Objek Pajak (i)
Nilai tanah per-meter persegi hasil dari analisis penilai dikonversi ke dalam “Klasifikasi dan Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Sebagai Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan” berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 174/KMK.04/1993 tanggal 23 Pebruari 1993 Lampiran I dan II sebagaimana telah diubah dan ditambah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 273/KMK.04/1995.
(ii)
Nilai bangunan per meter persegi hasil dari analisis penilai dikonversi ke dalam “Klasifikasi dan Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Sebagai Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan” berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 174/KMK.04/1993 tanggal 23 Pebruari 1993 Lampiran I dan II sebagaimana telah diubah dan ditambah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 273/KMK.04/1995.
(iii) Untuk objek pajak yang terdiri dari lebih dari satu bangunan, konversi dilakukan dengan cara menjumlahkan nilai seluruh bangunan dan dibagi luas seluruh bangunan. Nilai bangunan per meter persegi rata-rata tersebut kemudian dikonversi ke dalam “Klasifikasi dan Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Sebagai Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan” berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 174/KMK.04/1993 tanggal 23 Pebruari 1993 Lampiran I dan II sebagaimana telah diubah dan ditambah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 273/KMK.04/1995.
4.
Penilaian dengan Pendekatan Kapitalisasi Pendapatan Pendekatan Kapitalisasi Pendapatan digunakan dengan cara menghitung seluruh pendapatan dalam satu tahun dari objek pajak yang dinilai dikurangi dengan biaya kekosongan dan biaya operasi. Selanjutnya dikapitalisasikan dengan suatu tingkat kapitalisasi tertentu berdasarkan 52
jenis penggunaan objek pajak. a.
Pengumpulan Data Data-data yang harus dikumpulkan dilapangan adalah : (i) Seluruh pendapatan dalam satu tahun (diupayakan data pendapatan 3 tahun terakhir) dari hasil operasi objek pajak. Pendapatan dapat dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu : 1) Pendapatan dari sewa, seperti objek pajak perkantoran, pusat perbelanjaan. 2) Pendapatan dari penjualan, seperti objek pajak pompa bensin, hotel, bandar udara, gedung bioskop, tempat rekreasi. (ii) Tingkat kekosongan, yaitu besarnya tingkat persentase, akibat dari terdapatnya: luas lantai yang tidak tersewa, jumlah kamar hotel yang tidak terisi, jumlah kursi yang tidak terjual untuk gedung bioskop, dalam masa satu tahun. (iii) Biaya operasi dalam satu tahun yang dikeluarkan, seperti gaji karyawan, iklan/ pemasaran, pajak, asuransi. Untuk objek pajak jenis perhotelan, perlu diperoleh data biaya-biaya lain, misalnya : pemberian diskon atau komisi yang diberikan kepada biro perjalanan. (iv) Bagian pengusaha (operator’s share), biasanya sebesar 25% s.d 40% dari keuntungan bersih. Data ini hanya untuk objek pajak dengan perolehan pendapatan dari hasil penjualan. (v) Tingkat kapitalisasi, besarnya tergantung dari jenis penggunaan objek pajak. Untuk memudahkan pelaksanaan pengumpulan data di lapangan, penilaian dengan pendekatan ini dapat menggunakan formulir seperti dalam Lampiran 37.
b.
Penilaian Proses penilaian dengan pendekatan kapitalisasi pendapatan dapat dibedakan menjadi 2 (dua) berdasarkan jenis pendapatannya, yaitu : (i)
Pendapatan dari sewa Proses penilaiannya adalah : 1). Menghitung pendapatan kotor potensial dalam satu tahun yaitu seluruh pendapatan sewa dalam satu tahun yang didapat dengan cara mengalikan besarnya sewa per meter persegi dalam satu tahun dengan seluruh luas lantai bersih yang disewakan. 2). Menentukan tingkat kekosongan dalam satu tahun. 3). Mengurangi pendapatan kotor potensial (butir 1) dengan tingkat kekosongan (butir 2) hasilnya adalah pendapatan kotor efektif dalam satu tahun. 4). Menghitung biaya-biaya operasi (outgoings) dalam satu tahun yaitu biaya pengurusan, pemeliharaan, pajak (PBB) dan asuransi. 5). Mengurangi pendapatan kotor efektif dalam satu tahun (butir 3) dengan biaya-biaya operasi (butir 4) hasilnya adalah nilai sewa bersih dalam satu tahun. 6). Nilai objek pajak dihitung dengan jalan mengalikan nilai 53
sewa bersih (butir 5) dengan tingkat kapitalisasi. (ii) Pendapatan dari penjualan Proses penilaiannya adalah : 1). Menghitung pendapatan kotor potensial/ dalam satu tahun yaitu seluruh pendapatan dari penjualan. 2). Menentukan besarnya tingkat kekosongan dalam satu tahun, diskon serta komisi yang dikeluarkan selama mengoperasikan objek pajak. 3). Mengurangi pendapatan kotor potential (butir 1) dengan tingkat kekosongan, diskon dan komisi (butir 2) hasilnya adalah pendapatan kotor efektif dalam satu tahun. 4). Menambahkan hasil butir 3 dengan pendapatan dari sumber-sumber lain. 5). Menghitung biaya-biaya operasional dalam satu tahun. 6). Mengurangi pendapatan kotor efektif dalam satu tahun (butir 4) dengan biaya-biaya operasi (butir 5) hasilnya adalah keuntungan bersih dalam satu tahun. 7). Kurangkan hak pengusaha (operator share) sebesar 25% s.d 40% dari keuntungan bersih dalam satu tahun (butir 6) sisanya adalah keuntungan bersih dalam satu tahun. 8). Menghitung biaya-biaya operasi lainnya (outgoings) dalam satu tahun yaitu biaya pengurusan, perbaikan, pajak (PBB) dan asuransi. 9). Kurangi nilai sewa kotor setahun (butir 7)dengan biayabiaya operasi (butir 8) hasilnya adalah nilai sewa bersih dalam satu tahun. 10). Nilai objek pajak dihitung dengan jalan mengalikan nilai sewa bersih (butir 9) dengan tingkat kapitalisasi. c.
Penentuan Tingkat Kapitalisasi Tingkat kapitalisasi ditentukan dari pasaran properti yang sejenis dengan properti yang dinilai. (i) Tentukan nilai properti. Hal ini dapat diperoleh melalui 2 cara: 1. Transaksi jual beli. 2. Nilai investasi ditambah keuntungan. (ii) Tentukan pendapatan bersih dari properti tersebut. Pendapatan bersih ini dapat diperoleh dengan jalan mengurangkan pendapatan kotor efektif dengan biaya-biaya operasi. (iii) Contoh perhitungan. Sebuah Hotel “A” mempunyai nilai jual di pasar wajar Rp. 500 Juta dan pendapatan bersihnya setahun Rp. 45 Juta.
45 juta Tingkat Kapitalisasi = ------------ = 9% 500 juta (iv) Untuk menentukan standar kapitalisasi suatu jenis objek 54
(misalnya hotel) di suatu Kabupaten, diperlukan banyak data dan analisis. Data tersebut kemudian dihitung seperti contoh perhitungan di atas, kemudian ditentukan suatu tingkat kapitalisasi yang standar. •
PENYUSUNAN KONSEP LAMPIRAN KEPUTUSAN KEPALA DINAS PENDAPATAN PENGELOLAAN DAN ASETTENTANG KLASIFIKASI DAN BESARNYA NJOP Konsep lampiran Keputusan Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan dan Asetterdiri dari : 1. Klasifikasi dan besarnya nilai jual objek pajak bumi yang disusun perKelurahan dilengkapi dengan fotokopi peta ZNT. 2. Daftar Biaya Komponen Bangunan (DBKB) yang dibuat per-jenis penggunaan bangunan dan disusun per-Kecamatan. 3. Klasifikasi dan besarnya NJOP bumi dan bangunan dengan nilai individu. Daftar Objek Pajak hasil Penilaian Individu beserta nilainya disusun perKelurahan dan memuat per-objek pajak. Selanjutnya ketiga lampiran tersebut diusulkan kepada Walikota untuk ditetapkan.
SISTEM INFORMASI GEOGRAFI PBB Sistem Informasi Geografi (SIG) PBB adalah suatu sistem yang dirancang terintegrasi dengan aplikasi SISMIOPD dengan menekankan pada analisis secara spasial (keruangan) yang selama ini tidak dapat ditangani oleh aplikasi SISMIOP. Masukan dasar SIG PBB berasal peta, foto, citra satelit maupun hasil survei. Dari data yang bersifat ruang (geografi/ spasial) ini diharapkan dapat lebih memberikan percepatan visualisasi sehingga mempermudah pengambilan keputusan. Agar dapat menghasilkan analisis yang akurat maka masukan SIG PBB haruslah mencerminkan keadaan sebenarnya di lapangan. Latar Belakang Pengembangan SIG PBB 1. 2. 3.
Pemeliharaan basis data yang selama ini dilaksanakan masih ditemukan kekurang selarasan antara data alfanumeris dengan data grafis. Pemutakhiran data grafis alfanumeris dilakukan melalui update pada basis data di komputer, sedangkan data grafis dilaksanakan secara manual, sehingga seringkali data grafis selalu ketinggalan dengan data non grafis. Dengan SIG PBB maka updating data grafis dan alfanumeris dapat dilakukan secara bersamaan sehingga pengelolaan PBB dan pelayanan kepada wajib pajak akan lebih meningkat.
Maksud dan Tujuan Pengembangan SIG PBB 1.
2.
Menyediakan informasi grafis secara cepat yang berhubungan dengan seluruh fungsi dalam administrasi pada semua tingkat organisasi PBB, khususnya bagi kegiatan pemantauan operasional, manajemen, pengambilan keputusan, dan evaluasi kinerja. Menyelaraskan pemeliharaan basis data antara data alfanumeris SISMIOPD dengan data grafis SIG PBB, disertai modul-modul aplikasi SIG PBB yang siap pakai dan dapat disajikan secara grafis dengan waktu yang cepat, maka sangat membantu bagi perencana, pelaksana, dan pengawas dalam pengelolaan PBB. 55
Tahapan Pelaksanaan SIG PBB Pada garis besarnya, SIG PBB berintikan pada pekerjaan pembuatan peta digital berkoordinat dengan posisi utara, yang benar. Untuk mendapatkan peta dengan kriteria tersebut, dapat dilakukan melalui pengukuran dengan peralatan survei biasa (meteran dan teodolit) dibantu kompas atau peralatan survei canggih (Total Station) dengan dibantu peralatan GPS (Mapping/ Geodetic) guna referensi bila tidak ada titik kontrol hasil GPS sebelumnya maupun dengan konversi peta garis yang telah ada ke peta digital, bagi Dinas Pendapatan Pengelolaan dan Asetyang telah mempunyai peta-peta garis. Pekerjaan konversi peta garis ke peta digital ini dapat dilaksanakan sesuai dengan tahapan-tahapan sebagai berikut : A.
Tahapan Persiapan Tahapan persiapan meliputi : 1. Pengumpulan Peta Blok, Peta kelurahan dan desa, di wilayah lokasi kegiatan; 2. Pengecekan kelengkapan dan kesesuaian teknis sesuai dengan kaidahkaidah Kartografi terhadap peta yang akan dikerjakan, meliputi ketersambungan antar peta blok, kesesuaian NOP antara peta dengan basis data SISMIOPD, arah utara pada peta, kelengkapan detail peta yang akan disambung satu sama lain dan keberadaan grid peta blok dan peta kelurahan dan desa yang berkoordinat lokal atau koordinat bumi pada peta blok dan/ atau peta kelurahan dan desa; 3. Persiapan Personil (drafter dan operator komputer); 4. Persiapan peralatan termasuk di dalamnya pengujian dan set up seluruh alat yang digunakan baik hardware maupun software; 5. Pembuatan rencana waktu pelaksanaan.
B.
Evaluasi Data dan Koreksi Peta Kegiatan evaluasi data dan koreksi peta antara lain : 1. Membuat lay out peta blok yang dimaksudkan untuk pengecekan ketepatan sambungan antar blok dan kelengkapan data masing-masing blok pada tiap-tiap Kelurahan. Apabila terjadi ketidakcocokan batas antar blok tersebut maka harus dilakukan koreksi terhadap kesalahan yang ditemui, dengan cara melakukan penggambaran tambahan terhadap peta yang kurang lengkap ataupun rekonstruksi gambar peta yang kurang tepat antar batas-batas bloknya. Peta-peta blok yang digabungkan dalam lay out harus dapat membentuk satu peta kelurahan dan desa. 2. Melakukan penambahan gambar bidang, NOP, gambar bangunan dan nomor bangunan apabila di dalam peta blok belum ada gambar bidang dan/ atau bangunan terbaru dan disesuaikan dengan data yang di basis data SISMIOPD.
C.
Pada tahapan ini harus dilakukan sortir terhadap peta-peta yang bisa langsung dikerjakan, perlu diperbaiki atau peta-peta yang secara teknis tidak dapat digunakan sama sekali. Register Peta Blok dan Peta kelurahan dan desa Agar sebuah peta blok dapat disambungkan secara baik dengan lembar peta blok disampingnya maka masing-masing lembar peta blok yang berbatasan 56
harus memiliki titik-titik registrasi yang koordinatnya sama (baik lokal maupun bumi). Sebagai persiapan masing-masing lembar peta blok perlu di layout pada lembar kontrol dasar mozaik (peta gambar kontrol). Tujuan dari layout lembar-lembar peta blok ini adalah membatasi kesalahan dan menentukan arah atau jurusan detail-detail pokok dalam peta blok, peta kelurahan dan desa dan peta Kecamatan. Sebelumnya lembar kontrol ini perlu disiapkan terlebih dahulu dengan cara menggambarkan Kabupatenk-Kabupatenk grid dalam sistem proyeksi yang berlaku di lokasi tersebut (proyeksi, nasional adalah Universal Transverse Mercator/ UTM dengan datum DGN 1995 yang diadopsi dari WGS ’84 dan menggambarkan detail-detail pokok yang dikutip dari peta-peta berkoordinat, misalnya : peta minit (minute plan) dari TOPDAM, peta skala besar dari BAKOSURTANAL atau peta sejenis lainnya yang dapat dipercaya ketelitian posisi horisontalnya. Gambar detail pokok ini dibuat berskala sama dengan skala peta blok yang akan dilayout (1 : 1.000 atau 1 : 2.500). Selanjutnya dilakukan layout masing-masing lembar peta blok dengan pedoman orientasi adalah detail-detail pokok yang tergambar pada lembar kontrol. Batas peta blok dan detail peta blok yang gambarnya tidak sesuai dengan gambar batas atau gambar detail pada lembar kontrol dibetulkan secara manual. Layout peta blok ini harus meliputi satu wilayah Kelurahan utuh, selanjutnya masing-masing Kelurahan harus dapat digabung menjadi satu wilayah Kecamatan utuh dan seterusnya. Setelah layout masing-masing lembar peta blok selesai baru dilakukan pemindaian (scanning) atau digitasi. Selain itu apabila peta-peta bloknya berasal dari hasil pengukuran akurat (total station/ teodolit) dengan referensi titik kontrol yang tepat (GPS) maka dapat secara langsung diproses lebih lanjut tanpa harus melakukan lay out. D.
Perekaman Peta Peta yang direkam adalah peta blok karena merupakan unit terkecil dari petapeta yang ada. Perekaman peta blok ke komputer dapat dilakukan dengan dua cara yaitu : a. Melalui scanning yang diikuti dengan registrasi peta di komputer untuk kemudian dilakukan digitasi screen terhadap setiap detail peta. b. Melalui digitasi pada meja digitizer dimana tetap memerlukan registrasi peta.
E.
Registrasi Peta Blok Hasil Scanning Pekerjaan registrasi Peta adalah pekerjaan pemberian titik koordinat meter terhadap masing-masing peta blok minimal 4 titik yang mewakili peta dengan ketentuan register : Projectio : Tergantung dari peta input. Sebaiknya Category Universal n Transverse Mercator (WGS 84) dengan zone disesuaikan dengan lokasi kegiatan. Units : Meter
F.
Editing peta blok ke dalam bentuk digital (vektor) Sesuai dengan cara perekaman peta ke dalam komputer, maka ada dua jenis pekerjaan editing peta blok ke dalam bentuk digital (vektor) yaitu : a. Hasil proses scanning Editing data raster dimaksudkan untuk merubah data raster hasil 57
scanning/ transformasi menjadi data vektor yang dilakukan dengan cara digitasi pada layar (screen) secara manual. Konsep digitasi pada screen adalah sama dengan digitasi melalui alat digitizer, perbedaannya hanya terletak pada peralatannya saja (mouse monitor : digit mouse-meja digitasi) dan media input (bila digitasi pada screen, media inputnya berupa hasil scanning sedangkan digitasi pada meja digitizer, media inputnya berupa peta tanpa perlu dilakukan scanning), dimana data vektor ini harus dibuat sesuai dengan format yang akan dipakai untuk keperluan SIG PBB pada Software Mapinfo® Profesional versi terbaru. b.
Proses digitasi. Pembuatan peta digital (vektor) dengan menggunakan peralatan meja digitasi dan sesuai dengan format yang akan dipakai untuk keperluan SIG PBB pada Software Mapinfo® Profesional versi terbaru.
Proses editing peta ke dalam bentuk digital (vektor) ini meliputi pekerjaan : 1. Digitasi pada bidang milik/ tanah (layer bidang) 2. Digitasi pada batas bangunan (layer bangunan) 3. Digitasi pada batas wilayah dan utilitas yang terdiri dari : a. Layer jalan; b. Layer sungai; c. Layar teks; d. Layer batas blok; e. Layer batas kelurahan; f. Layer batas kecamatan; g. Layer batas kabupaten/ Kabupaten; h. Layer batas propinsi. 4. Pemberian NOP untuk tiap-tiap bidang tanah. 5. Pemberian NOP berikut nomor bangunan pada tiap-tiap bangunan. 6. Pemberian Identitas pada tiap-tiap layer Utilitas. G.
PEMERIKSAAN HASIL EDITING PETA DATA RASTER Setelah hasil editing diselesaikan kemudian dilakukan pemeriksaan (evaluasi) melalui : 1. Check plot, yaitu dengan membandingkannya hasil pencetakan peta digital tersebut terhadap peta dasarnya (peta input) dari Dinas Pendapatan Pengelolaan dan Asetatau peta-peta lain yang dipergunakan sebagai sumber tentunya dalam skala yang sama. Hal ini dilakukan guna mencegah terjadinya gambar (penarikan garis) yang sangat berbeda (kekurangan, kelebihan, kesalahan mencolok) dengan peta dasarnya, kekeliruan pemberian NOP, dan kekeliruan lain yang dapat dilihat. 2.
Analisis Data, adalah pekerjaan membandingkan data spasial/ peta dengan basis data SISMIOPD secara otomatis yang dituangkan dalam laporan hasil analisis. Adapun informasi yang diperbandingkan adalah : NOP, luas bidang, bangunan beserta nomornya. Toleransi yang diperbolehkan antara luasan di peta digital dan luasan di SISMIOPD adalah 10%.
Setelah proses evaluasi ini dilaksanakan dan teruji benar, selanjutnya dibuat back up data digital tersebut ke dalam media penyimpan (yang biasanya berupa optical disk).
KETENTUAN DI DALAM PEMBUATAN PETA DIGITAL 58
A.
Pemberian Nama File Peta Digital Pemberian nama file peta digital harus disesuaikan dengan kode wilayah dari peta tersebut. Contoh : Lembar peta blok yang akan dilakukan editing adalah Blok 001 Kelurahan Melawai, Kecamatan Kebayoran Baru, Kabupaten Jakarta Selatan maka penyimpanan file peta blok digital adalah 3171050005001. File peta blok digital digabung menjadi satu kelurahan dengan nama 3171050005 dan ditambah kode sesuai dengan jenis layer yang akan dibuat.
B.
Pembuatan Layer Peta Digital 1.
Layer tanah/ bidang – 3171050005 Gambar memiliki tipe Poligon Fill Pattern None Border Garis penuh Color Black Width 0,17 mm (paling tipis) Struktur basis data Nama File
Type Index Keterangan Character 18 Index 1 NOP setiap bidang tanah
a. D_ NOP b. D_ LUAS 2.
Decimal (10,2)
Luas Bidang tanah dengan menggunakan Update Column terhadap Field D_LUAS dengan Value Assist Function Area
Layer bangunan – 3171050005bg Gambar memiliki tipe Poligon Fill Pattern (MapInfo No. 5) Foreground (MapInfo No. 7) Background None Border Style Garis putus (line style MapInfo nomor 5) Color Hijau Width 0,17 mm (paling tipis)
3.
Struktur jalan – 3171050005jl Gambar memiliki tipe Polyline Style Garis penuh Color Red Width 0,17 mm (paling tipis)
Struktur basis data Nama Field c. D_NM _JLN D_LBR_JLN
4.
Type Character (30)
Integer
Index
Keterangan Nama Jalan
Lebar Jalan (rata-rata lebar pada jalan tersebut)
Layer sungau – 3171050005sg 59
Gambar memiliki tipe Polyline Style Garis penuh Color Blue width 0,17 mm (paling tipis) Struktur basis data Nama Field d. D_NM _SNG D_LBR_JLN
5.
Type Character (30)
Index
Integer
Keterangan Nama Sungai
Lebar sungai (rata-rata lebar pada sungai tersebut)
Layer text – 3171050005tx Berisi : ● Teks mengenai keseluruhan nama utilitas jalan, sungai, informasi nama wilayah bersebelahan, informasi lokasi penting, dan sebagainya, yang tidak terdapat termasuk layer-layer lain berwarna hitam dengan tipe huruf italic berukuran sesuai gambar input. ● Batas tepi jalan diperkeras berwarna merah uktiran garis paling tipis, ● Batas tepi jalan tidak diperkeras berwarna coklat kekuningan berukuran garis paling tipis, ● Batas tepi jalan TOL berwarna merah berukuran garis tipis no.2, ● Batas tepi sungai berwarna biru berukuran garis tipis no.2, ● Utilitas yang disertai dengan simbolnya Struktur basis data Nama Field e. T
6.
Type Character (30)
Index
Keterangan Kosong
D_TEX
Layer batas blok – 3171050005bl Gambar memiliki tipe Poligon Fill Pattern None Border Style Garis putus dan titik (line style MapInfo nomor 13) Color Blue Width 0,25 mm (tipis no.2)
Struktur basis data Nama Field f. K 7.
Type Character (13)
Index
Keterangan Kode Wilayah + Nomor Blok
D_BLO
Layer Simbol – 3171050005si
60
Struktur basis data Nama Field
Type Character (4)
Index
Keterangan Kode Simbol
g. D_KD_S IMBOL Rincian layer Simbol Kode Simbol 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
8.
Uraian Simbol Kuburan Islam Kuburan Kristen Kuburan Lainnya Masjid Gereja Candi Pura/ Puri Klenteng Kantor Titik Triangulasi Tugu/ Titik Poligon
Layer batas kelurahan – 3171050 Gambar memiliki tipe Polygon Fill Pattern None Border Style Garis penuh color Green Width 0,25 mm (tipis no.2) Struktur basis data Nama Field h. D_KD_ KEL D_NM_KEL
9.
Type Character (10)
Index
Character (25)
Keterangan Kode Wilayah Kelurahan
Nama Kelurahan
Layer batas kecamatan -3171 Gambar memiliki tipe Polygon Fill Pattern None Border Style Garis putus (line style MapInfo nomor 7) Color Black Width 1 mm Struktur basis data Nama Field i. D_KD_ KEC D_NM_KEC
Type Character (7)
Index
Character (25)
Keterangan Kode Wilayah Kecamatan
Nama Kecamatan
10. Layer batas Kabupaten / Kabupaten-605
61
Gambar memiliki tipe Polygon Fill Pattern None Border Style Garis positif (line style MapInfo nomor 32) Color Black Width 1 mm Struktur basis data Nama Field j. D_KD_ DT2 D_NM_DT2
Type Character (4)
Index
Character (25)
Keterangan Kode Wilayah Daerah Kabupaten/ Kota Nama daerah Kabupaten/ Kota
Penamaan layer batas daerah Kabupaten/ Kota menggunakan kode Kantor Pelayanan PBB masing-masing sesuai dengan kode yang ada di basis data wilayah aplikasi SISMIOPD. Hal ini disebabkan karena satuan wilayah suatu Kantor Pelayanan PBB dapat meliputi satu atau beberapa Daerah Kabupaten/ Kota. Pasal 9 Setiap Petugas yang melaksanakan kegiatan pendaftaran, pendataan dan penilaian objek dan subjek Pajak Bumi dan Bangunan P 2 dalam rangka pembentukan dan atau pemeliharaan basis data SISMIOPD wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya atau diberitahukan oleh wajib pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 10 (1) Dalam melakukan kegiatan pendaftaran, pendataan, dan penilaian objek dan subjek Pajak Bumi dan Bangunan P2 dalam rangka pembentukan dan atau pemeliharaan basis data SISMIOPD, Dinas Pendapatan Pengelolaan dan Asetdapat bekerja sama dengan Kantor Pertanahan, dan/ atau instansi lain yang terkait. (2)
Pendataan, dan penilaian objek dan subjek Pajak Bumi dan Bangunan P2 dalam rangka pembentukan dan atau pemeliharaan basis data SISMIOPD, dapat dilakukan oleh pihak ketiga yang memenuhi persyaratan teknis yang ditentukan sesuai peraturan perundangundangan.
BAB VI PEMELIHARAAN BASIS DATA Pasal 11 Pemeliharaan basis data dilaksanakan atas basis data yang telah terbentuk karena adanya perubahan data objek dan subjek pajak. Dalam pelaksanaan pemeliharaan basis data yang menyangkut perubahan data seperti pendaftaran objek pajak baru, pemecahan atau penggabungan, tidak 62
dibenarkan dilakukan perubahan pemutakhiran data grafisnya.
data
numeris
sebelum
dilakukan
Pemeliharaan basis data dilaksanakan dengan tata cara sebagai berikut : 1.
PEMELIHARAAN BASIS DATA SECARA PASIF Dilaksanakan pada tahun pajak yang sedang berjalan, digunakan untuk ketetapan tahun pajak berjalan dan atau tahun pajak yang akan datang. Pemeliharaan basis data dapat dilakukan baik secara sebagian maupun sekelompok karena permohonan/ pengajuan laporan dari wajib pajak dan atau laporan pejabat instansi yang terkait, sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan dalam Sistem Pelayanan Satu Tempat (PST), pendaftaran, dan atau pemeliharaan basis data secara kolektif.
1.1
PENDAFTARAN Pemeliharaan basis data karena adanya kegiatan dilaksanakan dengan tahapan sebagai berikut :
pendaftaran
A. Persiapan Pada tahap ini dilakukan kegiatan antara lain : 1. Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset memberitahukan kepada aparat Kelurahan dan Kecamatan setempat tentang kegiatan Pendaftaran objek dan subjek pajak, sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan pelayanan kepada wajib pajak. 2. Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset bersama Kelurahan dan Kecamatan setempat menunjuk tempat-tempat pengambilan dan pengembalian SPOP. Tempat-tempat yang dapat ditunjuk antara lain : a. Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah; b. Kantor Kecamatan; c. Kantor Kelurahan; d. Kantor Desa e. Tempat lain yang dianggap memungkinkan. 3.
4.
5.
Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah memberitahukan kepada aparat Kelurahan dan Kecamatan setempat memberikan penjelasan kepada para penanggungjawab tempat pengambilan dan pengembalian SPOP. Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah menyerahkan SPOP dan perangkat administrasi lainnya (seperti tanda terima SPOP, daftar penjagaan, peta blok, dan sebagainya) kepada para penanggungjawab tempat pengambilan dan pengembalian SPOP dengan Berita Acara penyerahan. SPOP harus diberi nomor urut lebih dahulu dan ditatausahakan. Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang rencana kegiatan pendaftaran objek pajak.
63
B Pelaksanaan . Pelaksanaan pendaftaran objek Pajak Bumi dan Bangunan P2 akan melibatkan 3 (tiga) unsur, yaitu subjek pajak, petugas pada tempat pengambilan dan pengembalian SPOP, serta petugas V Daerah. Masing-masing unsur mempunyai kewajiban sebagai berikut : 1.
Kewajiban Petugas pada Tempat Pengambilan dan Pengembalian SPOP a. Memberikan formulir SPOP kepada subjek pajak yang datang untuk mendaftarkan objek pajaknya; b. Memberikan tanda terima penyampaian SPOP kepada subjek pajak untuk diisi dan ditandatangani; c. Mencatat identitas subjek/ wajib pajak dan/ atau kuasanya yang menerima SPOP. Dalam hal ini kepada subjek pajak atau kuasanya supaya diminta menunjukkan identitas (copy SIM/ KTP dan lain sebagainya yang masih berlaku); d. Menerima SPOP yang sudah diisi, ditandatangani, dilengkapi dengan data pendukungnya, yang dikembalikan oleh subjek pajak atau kuasanya serta memberikan tanda terima pengembalian SPOP; e. Mengirimkan laporan Daftar Penjagaan Penyampaian dan pengembalian SPOP kepada Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah pada setiap hari kerja terakhir dalam satu minggu (Jumat/ Sabtu) atau pada hari kerja berikutnya apabila pada hari Jumat/ Sabtu jatuh pada hari libur, disertai dengan : (i) Tanda Terima Penyampaian SPOP; (ii) SPOP yang sudah dikembalikan oleh subjek pajak, beserta tanda terima pengembalian SPOP; (iii) Surat Pengantar. f. Mengajukan permintaan kepada Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah untuk mendapatkan tambahan formulir SPOP, dalam hal persediaan SPOP sudah tidak mencukupi.
2.
Kewajiban Subjek Pajak pada Pelaksanaan Pendaftaran Objek Pajak a. Mengambil formulir SPOP pada tempat-tempat yang ditunjuk; b. Mengisi formulir SPOP dengan jelas, benar dan lengkap serta menandatanganinya. Bila perlu dilengkapi dengan data pendukungnya. Dalam pengisian SPOP, letak relatif dan bentuk/ sket objek pajak harus digambarkan pada tempat yang telah disediakan, dengan mencantumkan : (i) NOP yang berbatasan (informasi NOP yang berbatasan dapat diperoleh pada peta blok yang disediakan di tempat pengambilan dan pengembalian SPOP); (ii) Ukuran sisi objek pajak yang bersangkutan; (iii) Sket pembagian bidang apabila terjadi pemecahan 64
c. d. e. f.
3.
objek pajak; (iv) Informasi lainnya yang diperlukan dalam pengolahan sket/ peta. Dalam hal yang menjadi subjek pajak adalah badan hukum, maka yang menandatangani SPOP adalah Pengurus/ direksi atau kuasanya; Tanda terima SPOP harus diberi penjelasan secukupnya yang menjelaskan siapa yang menandatangani SPOP; Dalam hal SPOP ditandatangani bukan oleh subjek pajak yang bersangkutan, maka harus dilampiri Surat Kuasa dari subjek pajak; Mengembalikan SPOP yang sudah diisi ke Dinas Pendapatan Pengelolaan dan Asetatau tempat dimana formulir SPOP diperoleh, selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sesudah diterimanya SPOP.
Kewajiban Petugas Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset tan Daerah a. Menyusun Buku Penjagaan Penyampaian dan Pengembalian SPOP mengenai semua SPOP yang dikeluarkan oleh Dinas Pendapatan Pengelolaan dan Asetbaik langsung maupun dari tempat yang ditunjuk sebagai tempat pengambilan dan pengembalian SPOP; b. Menerima dan menatausahakan laporan yang disampaikan oleh petugas penanggung jawab tempat pengambilan dan pengembalian SPOP; c. Meneliti SPOP yang sudah dikembalikan, baik langsung dari subjek pajak maupun tempat-tempat yang ditunjuk sebagai tempat pendaftaran. Yang perlu diteliti antara lain adalah : (i) Kebenaran pengisian dan kelengkapan data pendukung SPOP; (ii) Kebenaran NOP (dalam hal objek pajak tersebut telah diberi NOP). Dalam hal diperlukan penelitian lapangan, SPOP berikut data pendukungnya diteruskan kepada petugas yang ditunjuk untuk mengadakan penelitian lapangan; d. Memberikan laporan kepada atasannya mengenai subjek pajak yang belum mengembalikan SPOP setelah lewat batas waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterimanya SPOP, selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sesudah batas waktu pengembalian SPOP untuk diberikan Surat Teguran Pengembalian SPOP; e. Jangka waktu pengembalian SPOP yang ditetapkan dalam Surat teguran pengembalian SPOP ditentukan paling lama 15 (lima belas) hari, terhitung mulai tanggal pengiriman (stempel pos); f. Melaporkan kepada atasannya apabila wajib pajak tidak juga mengembalikan SPOP setelah melewati batas waktu yang ditentukan dalam Surat Teguran Pengembalian SPOP, untuk ditetapkan SKP-nya; g. Meneliti permintaan tertulis dari Subjek Pajak tentang perpanjangan atau penundaan pengembalian SPOP dan melaporkan kepada atasannya. Dalam hal Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan dan Asetmenyetujui permintaan 65
tersebut, maka diterbitkan Surat Persetujuan Penundaan Pengembalian SPOP. Batas waktu penundaan ditentukan paling lama 3 (tiga) bulan sejak permohonan diterima; h. Setiap pemutakhiran data objek pajak yang menyangkut perubahan data seperti pemecahan atau penggabungan, tidak dibenarkan dilakukan perubahan data numeris sebelum dilakukan pemutakhiran data grafisnya. 1.2.
PEMELIHARAAN BASIS DATA KOLEKTIF Kelurahan yang kurang potensial dan letaknya sangat jauh dari tempat kedudukan Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah, pemeliharaan basis data dapat dilakukan secara kolektif melalui Kelurahan dengan tahapan sebagai berikut : 1. Lurah menghimpun perubahan objek dan subjek PBB ke dalam Daftar Perubahan Data Objek dan Subjek PBB sebagaimana contoh dalam Lampiran 38; 2. Perubahan yang berhubungan dengan bangunan atau penambahan bangunan agar dilengkapi LSPOP; 3. Melampirkan sket lokasi bidang objek pajak yang mengalami perubahan dengan dilengkapi nama wajib pajak dan NOP bidang yang berbatasan; 4. Daftar Perubahan Data Objek dan Subjek PBB dan lampirannya setelah ditandatangani oleh Lurah disampaikan ke Dinas Pendapatan, Pengelolaan dan Aset.
2.
PEMELIHARAAN BASIS DATA SECARA AKTIF Dilaksanakan untuk tahun pajak berjalan, digunakan untuk ketetapan tahun pajak yang akan datang, dan pada umumnya secara massal atas dasar rencana kerja yang telah disusun oleh Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan dalam rangka pembentukan basis data SISMIOPD.
2.1.
PEMELIHARAAN BASIS DATA UNTUK PENYEMPURNAAN ZNT/ NIR Kegiatan ini sebaiknya dilaksanakan dengan tahapan pekerjaan antara lain sebagai berikut : 1. Menentukan/ mengevaluasi NIR yang terdapat dalam suatu wilayah objek pajak; 2. Mengadakan penyempurnaan NIR dan kode ZNT apabila berdasarkan hasil analisis sebagaimana dimaksud di atas ternyata terjadi perubahan dari yang telah ditentukan dalam pembentukan basis data. Sebelum diadakan penyempurnaan, hasil analisis tersebut dapat dikonfirmasikan terlebih dahulu dengan Kelurahan dan Kecamatan serta instansi terkait. Perubahan NIR dan kode ZNT dicatat pada Formulir Zona Nilai Tanah dan Formulir Pemutakhiran Kode ZNT.
2.2.
PEMELIHARAAN BASIS DATA OBJEK DAN ATAU SUBJEK PAJAK Apabila menurut perkiraan tingkat ketidakcocokan data yang ada 66
pada basis data dengan keadaan yang sebenarnya di lapangan dalam suatu wilayah administrasi pemerintahan tertentu mencapai minimal 20%, maka perlu diadakan pemeliharaan basis data melalui kegiatan Verifikasi Data Objek Pajak. 2.3.
PEMELIHARAAN BASIS DATA PETA DIGITAL Untuk suatu wilayah administrasi pemerintahan tertentu yang telah berbasis data SISMIOPD dan mempunyai peta garis (data grafis), tetapi belum menerapkan SIG PBB dapat mengkonversi peta garis tersebut menjadi peta digital sebagai salah satu tahapan aplikasi SIG PBB. Bagi Kelurahan dan Kecamatan yang telah melaksanakan aplikasi SIG PBB, data grafis peta digital yang ada harus diadakan pemutakhiran dan penyesuaian dengan keadaan di lapangan. Kegiatan pemeliharaan basis data di atas, dapat dilakukan secara sendiri-sendiri ataupun kombinasi dari ketiga kegiatan tersebut. Jika data grafis yang ada tidak dimungkinkan dilakukan verifikasi data objek pajak maka dapat dilakukan pendataan dengan pengukuran bidang objek pajak, baik skala kecil (untuk jumlah OP ≤ 50.000) atau skala besar (untuk jumlah OP > 50.000). Dengan catatan NOP tetap seperti semula kecuali untuk objek pajak baru. BAB VII PENGAWASAN, PELAPORAN DAN EVALUASI Pasal 12
1.
PENGAWASAN PEKERJAAN LAPANGAN Pengawasan pekerjaan lapangan adalah pekerjaan yang ditekankan pada kendali mutu pekerjaan lapangan. Hal ini dimaksudkan agar pekerjaan lapangan sesuai dengan jadwal, prosedur, dan materi dalam rencana kerja yang telah disetujui oleh pejabat yang berwenang dan dimaksudkan untuk mengetahui secara dini apabila terdapat hambatan atau penyimpangan dalam pekerjaan lapangan. Selanjutnya pengawasan pekerjaan lapangan berfungsi untuk mencarikan alternatif/ jalan keluar penyelesaian terbaik dan secepat mungkin dengan tetap berpedoman pada rencana kerja serta petunjuk pejabat yang berwenang, meningkatkan koordinasi pengawasan dan mendukung upaya menghilangkan hambatan/ penyimpangan dalam pekerjaan lapangan.
1.1.
RUANG LINGKUP Ruang lingkup pengawasan pekerjaan lapangan adalah : A.
Pengawasan Pengumpulan Data Fisik Pengawasan ini dilaksanakan agar : 67
1.
2.
3. 4.
5. 6.
B.
Para petugas mengetahui dengan pasti batas blok yang menjadi tanggungjawabnya. Untuk menentukan kepastian batas-batas blok bagi setiap petugas diperlukan orientasi lapangan secara bersamaan antara pengawas dan petugas lapangan dengan berpedoman pada peta kerja yang telah ditentukan. Ukuran sisi bidang tanah dan bangunan harus dicantumkan dengan jelas dan benar pada peta kerja. Objek bangunan digambarkan dengan garis putus-putus ( -------- ), kode tingkat bangunan ditulis dengan angka romawi. SPOP diisi dengan jelas, benar, dan lengkap sesuai dengan data objek/ subjek yang bersangkutan. Memberikan arahan dan bimbingan kepada petugas apabila petugas menghadapi kesulitan dalam pelaksanaan pekerjaan lapangan. Dalam hal pengawas tidak dapat mengatasi, pengawas melaporkan kepada koordinator pekerjaan lapangan. SPOP yang telah diisi dengan jelas, lengkap, dan benar ditandatangani oleh petugas lapangan dan oleh subjek pajak atau yang mewakilinya. SPOP yang telah diterima dari petugas diperiksa dan ditandatangani oleh pejabat yang berwenang serta dilengkapi dengan NIP dan tanggal pemeriksaan.
Pengawasan Pelaksanaan Pemberian NOP NOP Pengawasan ini dilakukan agar : 1. Pengumpulan data dan pemberian NOP dimulai secara berurutan dari barat laut (kiri atas peta) pada tiap blok, yang selanjutnya urutan pengumpulan/ penomoran diusahakan berbentuk spiral. 2. Penempelan stiker NOP hanya objek bangunan ditempat yang mudah terlihat. 3. Penempelan stiker NOP serta pengisian NOP ke dalam SPOP dilakukan pada saat yang bersamaan di lapangan. 4. Pemberian NOP pada objek PBB dan pada SPOP harus sama dengan penomoran pada peta kerja dan konsep peta blok.
C.
Pengawasan Pengumpulan Data Harga Jual Pengawasan ini dilaksanakan agar data yang diperoleh dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya dengan cara mengadakan : 1. Pengecekan langsung ke lapangan terhadap data yang diragukan kebenarannya. 2. Penyesuaian terhadap data yang diragukan kebenarannya sehingga mendekati nilai pasar yang sebenarnya.
1.2.
CARA PENGAWASAN Pengawasan diterapkan dengan pola berjenjang, mulai dari Penanggung jawab sampai dengan Petugas Lapangan. Cara pengawasan, kepada Petugas Lapangan adalah sebagai berikut : 1. Pengawasan lapangan mengharuskan kepada setiap petugas lapangan untuk : a. Mengisi daftar hadir di tempat yang telah ditentukan; 68
2. 3. 4.
5.
2.
b. Memberitahukan secara langsung atau tidak langsung kemana petugas lapangan yang bersangkutan akan bertugas; C Mengisi buku produksi untuk mencatat hasil kerja setiap hari; . d. Membawa surat tugas dan memakai tanda pengenal. Pengawas lapangan diwajibkan mengawasi petugas lapangan yang menjadi tanggungjawabnya dan berhak menegur serta memberikan pengarahan kepada petugas lapangan. Pengawas lapangan harus memeriksa buku produksi, konsep sket/ peta blok yang sedang dikerjakan oleh petugas lapangan dan membubuhkan parafnya pada buku produksi tersebut. Pengawas lapangan harus mengisi Daftar Pengawasan pada saat peninjauan ke lapangan. Daftar Pengawasan tersebut harus ditandatangani pengawas maupun petugas lapangan dan dibuat dalam rangkap 2 (dua), satu lembar untuk laporan dan satu lembar untuk petugas yang bersangkutan. Contoh formulir Pengawasan Pekerjaan Lapangan dapat dilihat pada Lampiran 39. Pengawas Lapangan harus mengadakan uji petik terhadap hasil pekerjaan petugas lapangan minimal 5 objek pajak untuk setiap blok dengan menggunakan berita acara. Contoh Berita Acara Hasil Uji Petik dapat dilihat pada Lampiran 40.
PELAPORAN DAN EVALUASI Dalam hal pembentukan basis data SISMIOPD tidak dilaksanakan oleh Tim, maka pelaporan dan evaluasi disesuaikan dengan tugas dan fungsi Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah. Apabila pembentukan basis data SISMIOP dilaksanakan oleh Tim, maka mekanisme pelaksanaan pelaporan dan evaluasi dilaksanakan sebagai berikut :
2.1.
PELAPORAN A.
Laporan Mingguan 1.
2.
3.
4. 5.
Petugas lapangan setiap minggunya, setelah selesai melaksanakan pekerjaan di lapangan, melaporkan sekaligus menyerahkan SPOP yang dapat diselesaikan pada minggu tersebut kepada pengawas petugas lapangan. Selanjutnya para Pengawas Petugas Lapangan meneliti SPOP yang diterimanya dari petugas lapangan yang diawasi. Dalam hal terdapat kesalahan/ kekurangan dalam pengisian SPOP, maka SPOP tersebut agar dikembalikan kepada petugas lapangan yang bersangkutan untuk diperbaiki. SPOP yang telah diteliti oleh Pengawas Petugas Lapangan, setiap minggunya diserahkan kepada Koordinator Pekerjaan Lapangan (KORLAP) yang bersangkutan disertai rekapitulasi hasil pekerjaan lapangan di dalam Daftar Laporan Perkembangan Pengumpulan Data Objek Pajak (Contoh pada Lampiran 41) Apabila satu blok telah selesai didata, maka selain SPOP, petugas lapangan juga harus menyerahkan net konsep peta blok kepada pengawas petugas lapangan. Apabila dalam minggu yang bersangkutan terdapat blok-blok 69
6.
7. 8.
B.
yang dapat diselesaikan, maka dalam laporan mingguan agar dilampirkan net konsep peta blok yang telah dilengkapi dengan batas-batas ZNT. Selanjutnya KORLAP menghimpun laporan-laporan mingguan yang diterima dari pengawas petugas lapangan beserta net konsep peta blok. Contoh Daftar Pemantauan pelaksanaan Pengumpulan Data Objek Pajak dapat dilihat pada Lampiran 42. KORLAP menghimpun laporan mingguan untuk selanjutnya dilaporkan kepada Ketua Tim melalui Sekretaris Tim. Setiap minggu Koordinator Pekerjaan Administrasi Komputerisasi (KORADKOM) membuat laporan perkembangan perekaman data dan pembuatan peta kepada Ketua Tim. Contoh formulir Laporan Mingguan Perkembangan Perekaman Data dapat dilihat pada Lampiran 43.
Laporan Bulanan Setiap bulan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) melalui Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah melaporkan pertanggungjawaban fisik dan keuangan kepada Walikota Cq. Kabag Ekonomi dan Pembangunan Setdako. Contoh formulir laporan bulanan dapat dilihat pada Lampiran 44.
C.
Laporan Triwulanan Setiap triwulan Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah melaporkan pertanggungjawaban fisik dan keuangan hasil rekapitulasi laporan bulanan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan kepada Walikota Cq. Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset. Contoh formulir laporan triwulanan dapat dilihat pada Lampiran 45.
D.
Laporan Akhir Setiap akhir penyelesaian kegiatan Pembentukan dan atau pemeliharaan Basis Data, Kepala Bidang Pendapatan membuat laporan akhir yang disampaikan kepada Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah. Selanjutnya Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah melaporkankannya kepada Walikota Cq. Kabag Ekonomi Pembangunan Setdako. Contoh formulir laporan akhir Pembentukan dan atau pemeliharaan Basis Data SISMIOPD dapat dilihat pada Lampiran 46.
2.2.
EVALUASI 1.
2.
Langkah pengendalian pelaksanaan kegiatan pembentukan dan atau pemeliharaan basis data SISMIOPD dilakukan dengan mengadakan evaluasi terdapat pelaksanaan pekerjaan lapangan dan administrasi yang dilaksanakan setiap minggu. Dalam evaluasi mingguan tersebut dihadiri oleh : a. Ketua Tim Pelaksana; 70
3.
b. KORLAP/ Kasi Penetapan dan Petugas di Seksi Penetapan; c. KORADKOM (Koordinator Administrasi dan Komputerisasi)/ Kasi Pemeriksaan; d. Semua Pengawas Petugas Lapangan. Materi yang dibahas dalam evaluasi mingguan : a. Laporan dari Koordinator Pekerjaan Lapangan, tentang semua hasil yang telah dicapai selama satu minggu kepada Ketua Tim; b. Laporan Koordinator Pekerjaan Administrasi tentang pelaksanaan perekaman dan penggambaran peta kepada Ketua Tim; c. Pengarahan teknis secara umum dari Ketua Tim atas hasil pekerjaan; d. Evaluasi akhir oleh Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan dan Asetdengan memberikan petunjuk dan pengarahan secara umum. Pasal 13
(1) Biaya pelaksanaan pendaftaran, pendataan dan penilaian objek dan subjek Pajak Bumi dan Bangunan dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. (2) Standar biaya pendataan dan penilaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dan Daftar Biaya Komponen Bangunan untuk penilaian objek non standar akan ditinjau dan disesuaikan secara periodik dengan Keputusan Walikota. Pasal 14 (1)
(2)
Petunjuk Pelaksanaan Pendaftaran, Pendataan dan Penilaian Objek dan Subjek Pajak Bumi dan Bangunan dalam Rangka Pembentukan dan atau pemeliharaan Basis Data Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak Daerah (SISMIOPD) adalah sebagaimana tercantum pada Lampiran 47 Peraturan Walikota ini. Petunjuk Pelaksanaan sebagaimana dimaksud ayat (1) dilengkapi dengan Standar Biaya Pendataan dan Penilaian Objek dan Subjek Pajak Bumi dan Bangunan P 2 dalam Rangka Pembentukan dan atau pemeliharaan Basis Data Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak (SISMIOPD).
IKHTISAR URAIAN TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB MENURUT BAGAN STRUKTUR ORGANISASI BERDASAR MASING-MASING JENIS KEGIATAN No.
Unit dan Elemen Organisasi
Sumber Dana dari APBD Up. Dokumen
Sumber Dana Dari APBD Up. DPA Kegiatan
Sumber Dana Dari APBD Up. DPA Kegiatan 71
1.
Penanggun g jawab
Pelaksanaan Anggaran (DPA) Kegiatan Pendaftaran, Pendataan dan Penilaian
Pembentukan Basis Data Skala Kecil atau yang jumlah OP-nya ≤ 50.000
Pembentukan Basis Data Skala Besar
Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah
Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah
Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah
a.Bertanggungjawa a. Melaksanakan b atas pempelaksanaan bentukan dan pembentukan atau pemeliharaan dan atau basis data objek pemeliharaan PBB setelah basis data objek rencana kerja PBB secara disetujui Walikota teknis, Cq. Ketua TAPD. administrasi dan keuangan. b. I d e m b.Mengajukan renca- na kerja pembentukan dan atau pemeliharaan basis data kepada Walikota Cq. Ketua TAPD c. I d e m untuk mendapatkan persetujuan. c. Melakukan pengawasan atas pelaksanaan kegiatan d. I d e m pembentukan dan atau pemeliharaan basis data objek PBB. d.Memberikan sanksi kepada pelaksana, apabila hasil e. I d e m pekerjaan pembentukan dan atau pemeliharaan basis data objek PBB tidak sesuai 72
dengan penugasan e. Membuat laporan bulanan kemajuan fisik dan keuangan Up. PPTK f. I d e m mengenai pelaksanaan pembentukan dan atau pemeliharaan g.Bertanggung jawab basis data objek dan mengkaji PBB kepada Laporan Bulanan Walikota Cq. yang dibuat Ketua Kabag Ekonomi Tim kepada Pembangunan Walikota Cq. Setdako Kabag Ekonomi f. Pembangunan Menyelenggaraka Setdako. n tata cara dan prosedur keuangan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 2.
Ketua Tim Ketua Tim, adalah Pelaksana Kabid Pendapatan
a.
Menyusun Renca- na Kerja pelaksanaan pembentukan basis data objek PBB.
b.
Bertanggung ja- wab terhadap pelaksanaan pekerjaan lapangan maupun pekerjaan administrasi, keuangan, personalia,
Idem
Ketua Tim, yaitu seorang Pejabat Eselon III yang ditunjuk oleh Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan a. Menyusun Keuangan Rencana Kerja dan Aset pelaksanaan Daerah pembentukan basis data objek I d e m PBB dan menyampaikan kepada Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah selaku Bila diperlukan penanggung ketua tim jawab. dapat b.Bertanggung membentuk jawab terhadap Sekretariat pelaksanaan Tim, yang 73
3.
Bendahara wan
pelatihan, dan pekerjaan terdiri dari tiga perlengkapan. lapangan maupun orang, yaitu c. Mengadakan pekerjaan Kasi Pendataan rapat evaluasi administrasi, dan Penetapan pekerjaan keuangan, atau seorang lapangan secara personalia, pejabat eselon berkala setiap pelatihan, dan IV yang minggu. perlengkapan. ditunjuk d. Melaporkan sebagai pelaksanaan c. Mengadakan Sekretaris dan pekerjaan rapat evaluasi dibantu oleh 2 pengumpulan pekerjaan (dua) orang data objek pajak lapangan secara petugas urusan setiap bulan berkala setiap administrasi kepada Kepala minggu. dan Dinas d. Melaporkan perlengkapan. Pendapatan, pelak-sanaan a.Mengkoordini Pengelolaan pekerjaan r pengelolaan Keuangan dan pengumpulan data pekerjaan Aset Daerah objek pajak setiap yang sebagai dasar bulan kepada bersangkuta pembuatan Kepala Dinas n dengan laporan bulanan Pendapatan, urusan kepada Walikota Pengelolaan umum, Cq. Kabag Keuangan dan keuangan, Ekonomii Aset Daerah personalia, Pembangunan sebagai dasar pelatihan Setdako. pembuatan dan e. Melaporkan laporan bulanan perlengkapan hasil akhir kepada Walikota . pelaksanaan Cq. Kabag b. Membantu pekerjaan Ekonomi Kekepada Pembangunan tua Tim Pengarah. Setdako. dalam menyusun pelaksanaan. Bendahara Bendahara Idem Pengeluaran Dinas Pengeluaran Dinas Pendapatan, Pendapatan, Pengelolaan Pengelolaan Keuangan dan Aset Keuangan dan Aset a.
Menerima, a. Menerima, mennyimpan menyim- pan dan dan membayarkan membayarkan biaya pelaksanaan biaya pekerjaan sebesar pembentukan yang telah dan atau ditentukan setelah pemeliharaan disetujui oleh basis data objek Kepala Dinas PBB kepada Pendapatan, yang berhak Pengelolaan setelah Keuangan dan mendapat Aset Daerah. persetujuan dari 74
Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan b.Mengelola dan Aset Daerah. membuat laporan b. Mengelola pertanggungke-uangan jawaban keuangan berdasarkan secara berkala ketentuan yang setiap bulan berlaku. kepada Ketua Tim dan atau PPTK c. Menyusun serta mengelola laporan keuangan keuangan dan berdasarkan pertanggungjawa ketentuan yang ban secara berlaku. berkala c.I d e m mengenai keuangan yang dikelolanya. 4.
Koordinator Kasi Pendataan I d e m Lapangan dan Penetapan a.
Membantu I d e m Ketua Tim dalam menyusun rencana kerja dan jadwal pekerjaan lapangan b. Mengkoordinir dan mengawasi pelaksanaan pekerjaan lapangan antara lain yang menyangkut kegiatan pembuatan konsep sket/ peta kelurahan dan desa, konsep sket/ peta blok/ konsep sket/ peta ZNT, pengumpulan data objek PBB, pembuatan sket/peta ukuran bidang objek pajak dan pemberian NOP. c. Meneliti kebenaran hasil
Kepala Seksi Pendataan dan Penetapan Idem
75
pekerjaan lapangan dan selanjutnya meneruskan kepada koordinator administrasi untuk diproses lebih lanjut. d. Membuat laporan mingguan dan bulanan mengenai pelaksanaan pekerjaan lapangan kepada Ketua Tim. 5.
Koordinator Kepala Seksi Administra Penerimaann dan si dan Penagihan Komputeris asi a. Membantu Ketua Tim dalam menyusun rencana kerja dan jadwal pelaksanaan pekerjaan administrasi. b. Menerima hasil pekerjaan lapangan dari koordinator pekerjaan lapangan untuk diadministrasika n/ diproses lebih lanjut. c. Mengkoordinir dan mengawasi kegiatan perekaman data, validasi dan pencetakan hasil keluaran berupa DHR yang telah divalidasi.
Idem
Idem
a. I d e m
-Idem–
b. I d e m
c.
Mengkoordinir dan mengawasi kegiatan perekaman data, pembuatan sket/ peta kelurahan dan desa dan sket/ peta blok pada drafting film/kalkir, serta sket/ peta ZNT pada lichtdruk/ copy dan/atau dalam komputer (melalui proses digitizing). d. Membuat 76
laporan bulanan mengenai pelaksanaan pekerjaan administrasi kepada Ketua Tim.
Bila diperlukan dapat dibentuk Koordinator Pekerjaan Lapangan Wilayah, terdiri dari pejabat eselon IV yang ditunjuk, dan jumlahnya disesuaikan dengan luas wilayah yang didata. a. Membantu ko-ordinator Pekerjaan Lapangan dalam mengkoordini r dan mengawasi pelaksanaan pekerjaan lapangan di wilayahnya. b. Meneliti pem-buatan konsep sket/ peta kelurahan dan desa, konsep sket/ peta blok, konsep sket/ peta ZNT, kelengkapan pengisian SPOP, pembuatan sket/ peta ukuran bidang objek pajak dan pemberian NOP di wilayahnya. c. Membuat laporan mingguan mengenai pelaksanaan pekerjaan lapangan di wilayahnya 77
kepada koordinator pekerjaan lapangan. 6.
Pengawas Pekerjaan Lapangan
Pengawas Idem Pekerjaan Lapangan, terdiri dari Pejabat Eselon IV, atau Petugas lain yang ditunjuk dan jumlahnya disesuaikan dengan volume pekerjaan yang ada. -Idem-
Idem
-Idem-
a.
Membuat konsep sket/ peta kelurahan dan desa, konsep sket/ peta ZNT. b. Membantu koordinator Pekerjaan Lapangan untuk mengkoordinir dan mengawasi pelaksanaan pekerjaan lapangan yang dikerjakan oleh petugas lapangan agar berjalan sesuai dengan jadwal dan spesifikasi pekerjaan/ teknis yang telah ditentukan. c. Meneliti dan bertanggung jawab atas hasil pekerjaan lapangan yang dikerjakan oleh petugas lapangan, dan selanjutnya meneruskan hasil pekerjaan lapangan tersebut kepada koordinator Pekerjaan 78
Lapangan. d.Menyelesaikan per-masalahan yang timbul di lapangan. Dalam hal permasalahan tersebut tidak dapat diselesaikan atau di luar kewenangannya, agar dilaporkan kepada Koordinator Pekerjaan Lapangan. e. Mengadakan pe-wasan/ pemeriksaan lapangan dengan cara mengisi check list rangkap dua setiap mengadakan pemeriksaan di lapangan. f. Mengikuti rapat evaluasi pekerjaan lapangan yang dilaksanakan oleh Tim. g. Membuat laporan mingguan. Dalam melaksanakan pekerjaannya Pengawas lapangan membawahi : - Petugas pengumpul data bertugas melaksanakan pekerjaan pembuatan net konsep peta blok/ ZNT per blok dan pengumpulan data di lapangan dalam rangka pembentukan 79
dan atau pemeliharaan basis data objek PBB sesuai dengan rencana kerja dan ketentuan yang berlaku. 7.
Petugas pembuat konsep sket/ peta kelurahan dan desa
Petugas pembuat I d e m sket/peta kelurahan dan desa -Idem-
Idem
-Idem-
a.Bertanggung jawab pada Koordinator Lapangan. b. Bertugas melaksa-nakan pembuatan sket/ peta kelurahan dan desa, sket/ peta blok dan sket/ peta ZNT, dari data dan informasi Petugas Pembuat Konsep sket/ peta kelurahan dan desa dan ZNT. 8.
9.
Petugas pembuat konsep sket/ peta ZNT
Petugas pembuat I d e m konsep sket/ peta ZNT
Idem
a.Bertanggung -Idemjawab pada Koordinator Lapangan. b. Bertugas melaksa-nakan pembuatan konsep sket/peta ZNT dan daftar NIR berdasarkan harga jual tanah yang dikumpulkan atau data lainnya.
-Idem-
Operator
Operator Console
Idem
Idem
80
Console a.
Mengkoordinir - I d e m ma-salah teknis komputer dan data entry dalam kegiatan pembentukan dan atau pemeliharaan basis data. b. Membantu koordi-nator Administrasi untuk mengkoordinir dan mengawasi pelaksanaan pekerjaan Kantor yang dikerjakan oleh petugas Pengolah Data agar berjalan sesuai dengan jadwal dan spesifikasi pekerjaan/ teknis yang telah ditentukan. c. Meneliti dan bertanggung jawab atas hasil Pengolahan data lapangan yang dikerjakan oleh Petugas Pengolah Data, dan selanjutnya meneruskan hasil pekerjaan lapangan tersebut kepada Koordinator Pekerjaan Lapangan. d. Menyelesaikanpe r-masalahan yang timbul dalam pengelolaan b & c. Dalam hal permasalahan tersebut tidak dapat diselesaikan atau di luar
-Idem-
81
10.
Petugas Pembuat Peta Digital
kewenangannya, agar dilaporkan kepada Koordinator Administrasi. Dalam menjalankan tugasnya Operator Console dibantu oleh: - Petugas Operator Data Entry bertugas melaksanakan perekaman data dari SPOP, validasi DHR dan pencetakan hasil keluaran berupa DHR yang telah divalidasi. Petugas Pembuat I d e m Peta Digital a.Bertanggungjawa - I d e m b pada Koordinator Administrasi dan Informasi. b. Bertugas melaksakan pembuatan peta digital yang berasal dari peta.
Idem -Idem-
1. JADWAL KEGIATAN PEMBENTUKAN DAN/ ATAU PEMELIHARAAN BASIS DATA Jadwal pelaksanaan kegiatan pembentukan dan atau pemeliharaan basis data dapat disesuaikan dengan tersedianya : Dana Sumber daya manusia Sarana untuk memproses data, yaitu perangkat komputer dan kelengkapannya Sarana lainnya sesuai dengan kebijaksanaan yang telah ditetapkan tersebut, maka Jadwal waktu pelaksanaan di daerah adalah sebagai berikut :
82
Bulan Jenis Kegiatan Persiapan a.l. : Penelitian pendahuluan Penyusunan Rencana Kerja Pembuatan konsep sket/ peta kel., konsep sket/ peta ZNT, dsb. Pelaksanaan Pengumpulan Data Lapangan Perekaman data pencetakan DHR dan Validasi Pembuatan peta blok, peta ZNT, dan peta kelurahan dan desa Pencetakan SPPT, STTS dan DHKP
Tahun Anggaran Berjalan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
12
Penyerahan SPPT, STTS, dan DHKP dari Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset kepada Petugas Kelurahan/ Kec. dan tempat pembayaran Penyerahan SPPT dari Petugas Kelurahan/ Kec. kepada wajib pajak Wajib Pajak membayar PBB-nya (masa pembayaran sesuai dengan jatuh temponya)
2.
KELOMPOK BIAYA Pembiayaan kegiatan pembentukan dan atau pemeliharaan basis data SISMIOP terdiri dari atas 5 (lima) kelompok, yaitu : A.
Pekerjaan Persiapan Yang termasuk dalam kelompok ini antara lain adalah biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan kegiatan penelitian pendahuluan, penyusunan rencana kerja, pengadaan dan penggandaan peta kelurahan dan desa, pencocokan peta kelurahan dan desa dengan keadaan di lapangan untuk penentuan blok-blok dan konsep sket/ peta ZNT, pelatihan petugas dan penyuluhan.
B.
Pekerjaan Lapangan Yang termasuk dalam kelompok ini antara lain adalah biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan kegiatan yang dikeluarkan untuk melaksanakan kegiatan pendataan dengan penyampaian dan pemantauan pengembalian SPOP, verifikasi, identifikasi, pengukuran objek pajak, pengumpulan harga pasar, pembuatan konsep sket/ peta blok dan sket/ peta ZNT per blok.
C.
Pekerjaan Kantor 83
Yang termasuk dalam kelompok ini antara lain adalah biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan pekerjaan di kantor, seperti : perekaman data, validasi, pencetakan DHR, pembuatan sket/ peta kelurahan dan desa, pembuatan sket/ peta blok, pembuatan sket/ peta ZNT, pembuatan peta digital, dan pembuatan usulan Surat Keputusan Walikota tentang Klasifikasi dan Besarnya NJOP. D.
Sarana Pendukung Yang termasuk dalam kelompok ini antara lain adalah biaya yang dikeluarkan untuk pengadaan alat tulis kantor dan sarana penunjang lainnya dalam rangka kegiatan pembentukan dan atau pemeliharaan basis data.
E.
Kegiatan Pembinaan Yang termasuk dalam kelompok ini antara lain adalah biaya yang dikeluarkan untuk mengadakan rapat, honorarium dan biaya transportasi tim pengawas dan tim pelaksana harian.
BAB VIII TATA CARA PEMBAYARAN, PENYETORAN, ANGSURAN DAN PENUNDAAN PEMBAYARAN PAJAK Pasal 15 (1)
Dalam hal tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur Nasional, pembayaran atau penyetoran pajak dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
(2)
Hari libur Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk hari yang diliburkan untuk Penyelenggaraan Pemilihan Umum yang ditetapkan oleh Pemerintah dan cuti bersama secara nasional yang ditetapkan oleh Pemerintah. Pasal 16
(1)
Pembayaran dan penyetoran pajak harus menggunakan Surat Setoran Pajak Daerah (SSPD).
dilakukan
dengan
(2)
SSPD/ STTS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi sebagai bukti pembayaran yang berwenang atau apabila telah mendapatkan validasi.
(3)
SSPD/ STTS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggap sah apabila telah divalidasi dengan Nomor Transaksi Bank (NTB). Pasal 17
84
(1)
Pembayaran dan penyetoran pajak dilakukan di Bank atau tempat yang ditunjuk oleh Walikota.
(2)
Walikota setiap tahun menunjuk 1 (satu) tempat pembayaran untuk satu wilayah tertentu.
(3)
Wilayah tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah wilayah administrasi pemerintahan yaitu Kelurahan/ Kecamatan dimana objek pajak berada.
(4)
Penunjukkan tempat pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dituangkan dalam suatu dokumen tertulis yang ditandatangani oleh Walikota dan Pimpinan Bank atau tempat lain yang ditunjuk sebagai tempat pembayaran.
(5)
Dokumen tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sekurangkurangnya memuat : a. Wilayah kerja tempat pembayaran; b. Kewajiban tempat pembayaran yang meliputi : 1. Setiap hari Jumat atau hari kerja berikutnya apabila hari Jumat libur, saldo penerimaan PBB pada : a. Tempat pembayaran dipindahbukukan ke Kas Daerah; b. Tempat pembayaran elektronik dipindahbukukan ke Bank Persepsi Elektronik. 1.1 Terhadap tempat pembayaran, tempat pembayaran elektronik, Bank, Bank Persepsi Elektronik yang terlambat atau tidak memindahbukukan dan atau melimpahkan penerimaan PBB P2 sesuai waktu yang telah ditentukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 3% (tiga persen) perbulan dari jumlah penerimaan PBB P2 yang terlambat atau tidak dipindahbukukan dan atau dilimpahkan. 2. Untuk Tempat Pembayaran PBB P2 : 2.1 Menerima STTS (Surat Tanda Terima Setoran) dan DHKP (Daftar Himpunan Ketetapan dan Pembayaran) PBB P2 dari Dinas Pendapatan Pengelolaan dan Asetdengan berita Acara; 2.2 Menerima Pembayaran PBB P2 terhutang dari Wajib Pajak; 2.3 Menyerahkan STTS (Surat Tanda Terima Setoran) lembar untuk Wajib Pajak yang PBB P2nya telah dibayar oleh Wajib Pajak kepada Wajib Pajak, dalam hal Wajib Pajak melakukan pembayaran melalui kiriman uang/ transfer, tempat pembayaran PBB P2 berkewajiban mengirimkan STTS (Surat Tanda Terima Setoran) lembar untuk Wajib Pajak dengan SPPG (Surat Pengantar Pengiriman) kepada Wajib Pajak yang bersangkutan; 2.4 Menerima Surat Setoran uang hasil penerimaan pembayaran PBB P2 dari petugas pemungut yang dilampiri dengan DPH (Daftar Penerimaan Harian) dalam rangkap 4 (empat) dan tanda terima setoran lembar kedua; 2.5 Meregistrasi DPH dan tanda terima setoran lembar 2 sebagaimana dimaksud dalam angka 7 (tujuh) yang diserahkan oleh petugas pemungut; 2.6 Menyerahkan surat tanda setoran lembar untuk Wajib Pajak serta DPH (Daftar Penerimaan Harian) dan tanda terima setoran lembar ke 2 (dua) yang telah diregistrasi kepada petugas pemungut; 2.7 Membukukan semua pembayaran/ penyetoran PBB P2 pada hari kerja yang sama; 85
2.8 Memindahbukukan saldo penerimaan PBB P2 ke Bank pada hari Jumat atau hari kerja berikutnya apabila hari Jumat libur; 2.9 Menyusun laporan mingguan penerimaan PBB P2 yang dirinci perKelurahan dan mengirimkannya ke Dinas Pendapatan Pengelolaan dan Asetselambat-lambatnya hari Jum’at atau hari kerja berikutnya apabila hari Jum’at libur dan menyampaikan tembusannya kepada Camat. 3. Untuk tempat pembayaran PBB P2 online : 3.1 Tidak menerima surat tanda setoran dan daftar himpunan ketetapan dan pembayaran PBB P2 dari Dinas Pendapatan, Pengelolaan dan Aset; 3.2 Mencetak surat tanda terima setoran untuk Bank, untuk Wajib Pajak pada saat Wajib Pajak membayar PBB P2 terhutang; 3.3 Membatalkan surat tanda setoran yang telah dicetak jika Wajib Pajak membatalkan pembayaran PBB P2 terutang pada saat pembayaran tersebut; 3.4 Membuat dan mengirimkan LPPM (Laporan Pembatalan Pencetakan Mingguan) kepada Dinas Pendapatan, Pengelolaan dan Aset. 4. Untuk tempat pembayaran PBB P2 elektronik : 4.1 Menerima daftar nama Bank Persepsi PBB P2 elektronik berikut nomor rekening kas Daerah PBB P2 dari Dinas Pendapatan Pengelolaan dan Asetdan sehubungan dengan pemindahbukuan hasil penerimaan PBB P2 melalui tempat pembayaran PBB P2 elektronik dimaksud; 4.2 Menerima pembayaran PBB P2 dari Wajib Pajak; 4.3 Mengeluarkan Resi/ Struk ATM/ Print Out Internet Bank, atau bukti pembayaran kepada Wajib Pajak; 4.4 Melakukan komunikasi data dengan Dinas Pendapatan Pengelolaan dan Asetuntuk transaksi pembayaran PBB P2 dengan : 1) Meminta data PBB P2 yang terutang yang akan dibayar Wajib Pajak dan Informasi terkait lainnya melalui NOP (Nomor Obyek Pajak) atau Nomor SPPT; 2) Menerima data PBB P2 terutang dan informasi terkait lainnya; 3) Mengirimkan data konfirmasi pembayaran. 4.5 Membukukan semua pembayaran PBB P2; 4.6 Memindahbukukan saldo penerimaan PBB P2 ke Bank Persepsi PBB P2 elektronik paling lambat pada hari Jumat atau hari kerja berikutnya apabila hari Jumat libur; 4.7 Melakukan rekonsiliasi data pembayaran PBB P2 secara harian dengan Dinas Pendapatan, Pengelolaan dan Aset. 5. Tata cara penyetoran penerimaan daerah oleh Wajib Pajak/ Wajib Bayar/ Wajib Setor/ Bendaharaan Penerimaan diatur sebagai berikut : 5.1 Pembayaran melalui loket/ teller Bank: 1. Mengisi formulir bukti setoran dengan data yang lengkap, benar dan jelas dalam rangkap 4; 2. Menyerahkan formulir bukti setoran kepada petugas Bank dengan menyertakan uang setoran sebesar nilai yang tersebut dalam formulir yang bersangkutan; 3. Menerima kembali formulir bukti penyetoran lembar ke 1 dan lembar ke 3 yang telah diberi NTB (Nomor Transaksi Bank)
86
serta dibubuhi tanda tangan/ paraf, nama pejabat Bank, Cap Bank, tanggal dan waktu/ jam setor sebagai bukti setor; 4. Menyampaikan bukti setoran kepada Unit terkait. 5.2 Pembayaran melalui electronik banking (e-banking) : 1. Melakukan pendaftaran pada sistem registrasi pembayaran via internet; 2. Mengisi data setoran dengan lengkap dan benar untuk mendapatkan Nomor Registrasi Pembayaran (NRP), masa berlaku NRP sampai dengan jangka waktu yang ditetapkan; 3. Untuk tagihan yang ditetapkan instansi pemerintah, pendaftaran dilakukan oleh instansi terkait dan NRP tercantum pada surat tagihan dimaksud; 4. Melakukan pembayaran dengan menggunakan NRP; 5. Menerima NPTD (Nomor Transaksi Penerimaan Daerah) sebagai bukti pengesahan setelah pembayaran dilakukan; 6. Mencetak BPD melalui sistem registrasi pembayaran atau di Bank dengan menunjukan Nomor Transaksi Bank (NTB); 7. Menyampaikan BPD ke Unit terkait. 6.
Tata cara penatausahaan penerimaan setoran: a. Melalui loket/ teller bank diatur sebagai berikut : 1. Menerima surat setoran penerimaan daerah rangkap 4 (empat) dan meneliti kelengkapan pengisian dokumen dan uang yang disetorkan; 2. Mengkredit setoran ke rekening Kas Daerah sesuai setoran yang diterima; 3. Melakukan pengesahan dengan menerbitkan BPD setelah mendapatkan Nomor Transaksi Bank (NTB) rangkap 4 (empat), lembar 1 (satu) dan 3 (tiga) untuk penyetor, lembar ke 2 (dua) untuk Dinas Pendapatan, Pengelolaan dan Aset, lembar ke 4 (empat) untuk Bank; 2. Menerbitkan BPD atas setoran yang diterima melalui cabang atau cabang pembantu Bank yang online setelah mendapatkan NTB; b. Melalui e-banking diatur sebagai berikut : 1. Mengkredit setoran ke rekening Kas Daerah yang diterima melalui fasilitas e-banking yang dilakukan oleh Wajib Pajak/ Wajib bayar/ Wajib setor berdasarkan NRP yang dihasilkan dari sistem registrasi pembayaran; 2. Menginformasikan NTB (Nomor Transaksi Bank) kepada pihak penyetor melalui media e-banking; 3. Mencetak BPD sesuai dengan kebutuhan; 4. Sanksi atas keterlambatan atau ketidak dilakukannya pemindahbukuan pembayaran PBB P2 sebagaimana diatur Pasal 16 Ayat (5) huruf b; 5. Tanggal berakhirnya penunjukkan. Pasal 18
(1)
Pembayaran PBB P2 yang terutang dilakukan di tempat pembayaran yang ditunjuk atau tempat pembayaran Elektronik.
(2)
Dalam hal tempat pembayaran, tempat pembayaran Elektronik, Bank dan Bank Persepsi Elektronik melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
87
dalam Pasal 16 ayat (5), diberi peringatan sesuai dengan jenis dan tingkat kesalahannya. (3)
Apabila peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah diberikan sampai dengan 3 (tiga) kali dan tidak diindahkan, maka dapat : a. Dicabut penunjukkannya sebagai tempat pembayaran; b. Dicabut penunjukkannya sebagai tempat pembayaran Elektronik; c. Dicabut penunjukkannya sebagai sebagai Bank dan Bank Persepsi Elektronik. Pasal 19
Pengawasan terhadap tempat pembayaran, tempat pembayaran Elektronik, Bank dan Bank Persepsi Elektronik dalam rangka pengelolaan penerimaan PBB P2 dilakukan oleh Dinas Pendapatan, Pengelolaan dan Aset. Pasal 20 Tempat pembayaran yang telah ditunjuk melaporkan rekening yang digunakan untuk menampung dana pembayaran PBB P2 kepada Walikota. BAB IX TATA CARA PENGAJUAN DAN PENYELESAIAN KEBERATAN Pasal 21 Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan kepada Walikota melalui Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan dan Asetatas : a. SPPT; b. SKPD. Pasal 22 (1)
(2)
Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan dalam hal : a. Wajib Pajak berpendapat bahwa luas objek Pajak Bumi dan/ atau Bangunan Perdesaan dan Perkotaan atau nilai jual objek Pajak Bumi dan/ atau Bangunan Perdesaan dan Perkotaan tidak sebagaimana mestinya; dan/atau b. Terdapat perbedaan penafsiran Peraturan Daerah Kota Pariaman tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan. Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan secara : a. Perseorangan/ kolektif untuk SPPT; b. Perseorangan untuk SKPD. Pasal 23
(1)
Pengajuan keberatan secara perseorangan sebagaimana dimaksud pada Pasal 22 ayat (2) huruf a dan b harus memenuhi persyaratan : a. Satu surat keberatan untuk satu SPPT atau SKPD; b. Diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia; c. Diajukan kepada Walikota melalui Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan dan Aset; d. Dilampiri asli SPPT dan atau SKPD yang diajukan keberatan;
88
e. Dikemukakan jumlah PBB P2 yang terutang menurut perhitungan Wajib Pajak disertai dengan alasan yang mendukung pengajuan keberatannya; f. Diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterimanya SPPT, dan atau SKPD kecuali apabila Wajib Pajak atau kuasanya dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaannya; g. Surat Keberatan ditandatangani oleh Wajib Pajak; h. Dalam hal surat keberatan ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak : 1. Harus dilampiri dengan surat kuasa khusus, untuk Wajib Pajak orang pribadi dengan PBB P2 yang terutang lebih banyak dari Rp. 2.000.000,00 (dua juta rupiah) atau Wajib Pajak Badan; 2. Harus dilampiri dengan surat kuasa untuk Wajib Pajak orang pribadi dengan PBB P2 yang terutang paling banyak Rp. 2.000.000,00 (dua juta rupiah). (2)
Pengajuan keberatan secara kolektif sebagaimana dimaksud pada Pasal 22 ayat (2) huruf a harus memenuhi persyaratan : a. Satu pengajuan untuk beberapa SPPT tahun pajak yang sama; b. Diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia; c. PBB P2 yang terutang untuk setiap SPPT paling banyak Rp. 200.000,00 (dua ratus ribu rupiah); d. Diajukan kepada Walikota melalui Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan dan Aset; e. Diajukan melalui Kepala Kelurahan setempat; f. Dilampiri asli SPPT yang diajukan keberatan; g. Mengemukakan jumlah PBB P2 yang terutang menurut penghitungan Wajib Pajak disertai dengan alasan yang mendukung pengajuan keberatannya; h. Diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterimanya SPPT, kecuali apabila Wajib Pajak melalui Kepala Kelurahan setempat dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaannya.
(3)
Untuk memperkuat alasan pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dan ayat (2) huruf g, pengajuan keberatan disertai dengan : a. Fotocopy identitas Wajib Pajak dan fotocopy identitas kuasa Wajib Pajak dalam hal dikuasakan; b. Fotocopy bukti kepemilikan tanah; c. Fotocopy ijin mendirikan bangunan; d. Fotocopy bukti pendukung lainnya. Tanggal Penerimaan surat keberatan yang dijadikan dasar untuk memproses surat keberatan adalah : a. Tanggal terima surat keberatan, dalam hal disampaikan secara langsung oleh Wajib Pajak/ Kuasanya kepada Dinas Pendapatan, Pengelolaan dan Aset; b. Tanggal tanda Pengiriman surat keberatan, dalam hal disampaikan melalui Pos dengan bukti pengiriman surat.
(4)
BAB X TATA CARA PENGURANGAN ATAU PENGHAPUSAN SAKSI ADMINISTRASI DAN PENGURANGAN ATAU PEMBATALAN KETETAPAN PAJAK Pasal 24 89
Pengurangan dapat diberikan kepada Wajib Pajak : A. Karena kondisi tertentu Objek Pajak yang ada hubungannya dengan subjek pajak dan/ karena sebab-sebab tertentu lainnya : 1) Wajib Pajak Pribadi, meliputi (a) Objek Pajak yang Wajib Pajaknya orang pribadi veteran pejuang kemerdekaan, veteran pembela kemerdekaan, penerima tanda jasa bintang gerilya, atau janda/ dudanya diberikan sebesar 75% dari PBB P2 yang terhutang. (b) Objek Pajak berupa lahan pertanian/ perkebunan/ perikanan/ peternakan yang hasilnya sangat terbatas yang Wajib Pajaknya orang pribadi yang berpenghasilan rendah diberikan pengurangan sebesar paling tinggi 75%. (c) Objek pajak yang Wajib Pajaknya orang pribadi yang penghasilannya semata-mata berasal dari pensiunan, sehingga kewajiban PBB P2nya sulit dipenuhi diberikan pengurangan sebesar paling tinggi 75%. (d) Objek Pajak yang Wajib Pajaknya orang pribadi yang berpenghasilan rendah sehingga kewajiban PBB P2 sulit dipenuhi diberikan pengurangan sebesar paling tinggi 75%. (e) Objek Pajak yang Wajib Pajaknya orang pribadi yang berpenghasilan rendah yang Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) permeter perseginya meningkat akibat perubahan lingkungan dan dampak positif pembangunan diberikan pengurangan sebesar paling tinggi 75%. (f) Objek Pajak yang Wajib Pajaknya orang pribadi yang berupa cagar budaya yang telah ditetapkan sebagai benda cagar budaya diberikan pengurangan sebesar paling tinggi 75%. 2) Wajib Pajak badan meliputi : Objek Pajak yang Wajib Pajaknya adalah Wajib Pajak Badan yang mengalami kerugian dan kesulitan liquiditas tahun Pajak sebelumnya sehingga tidak dapat memenuhi kewajiban rutin diberikan pengurangan sebesar paling tinggi 75%. B. Karena kondisi tertentu Objek Pajak yang ada hubungannya dengan Objek Pajak itu sendiri diberikan pengurangan sebesar paling tinggi 100%, meliputi : 1) Dalam hal objek pajak terkena bencana alam bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor. 2) Dalam hal objek pajak terkena sebab lain yang luar biasa, meliputi kebakaran, wabah penyakit tanaman dan/ wabah hama tanaman. Pasal 25 (1) (2) (3)
Pengurangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 diberikan kepada Wajib Pajak atas PBB P2 yang terhutang yang tercantum dalam SPPT dan/ atau SKP PBB P2. PBB P2 yang terhutang yang tercantum dalam SKP PBB P2 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pokok pajak ditambah dengan denda administrasi. SKP PBB P2 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang telah diberikan pengurangan tidak dapat dimintakan pengurangan denda administrasi. Pasal 26 90
(1) (2)
Pengurangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 dapat diberikan berdasarkan permohonan Wajib Pajak. Permohonan pengurangan pajak terhutang Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan secara : a. Perseorangan, untuk PBB P2 yang terhutang yang tercantum dalam SKP PBB P2; b. Perseorangan atau kolektif untuk PBB P2 yang tercantum dalam SPPT. Pasal 27
Permohonan pengurangan yang diajukan secara perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) harus memenuhi persyaratan dan data pendukung. Pasal 28 Persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 adalah : a. Satu permohonan untuk satu SPPT atau SKP PBB P2; b. Diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dengan mencantumkan besarnya persentase pengurangan yang dimohon disertai alasan yang jelas; c. Diajukan kepada Walikota melalui Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan dan Aset; d. Dilampiri fotocopy SPPT atau SKP PBB P2 yang dimohonkan pengurangan; e. Surat permohonan harus ditandatangani oleh Wajib Pajak; f. Dalam hal surat permohonan ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak, berlaku ketentuan sebagai berikut : 1. Surat permohonan harus dilampiri dengan surat kuasa khusus, untuk : a) Wajib Pajak Badan; b) Wajib Pajak Pribadi dengan PBB P2 yang terhutang lebih banyak dari Rp. 2.000.000,00 (dua juta rupiah). 2. Surat permohonan harus dilampiri dengan surat kuasa, untuk Wajib Pajak orang pribadi dengan PBB P2 yang terhutang paling banyak Rp. 2.000.000,00 (dua juta rupiah). g. Diajukan dalam jangka waktu : 1. 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya SPPT. 2. 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya SPK PBB P2. 3. 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya Surat Keputusan Keberatan PBB P2. 4. 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal terjadinya bencana alam. 5. 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal terjadinya sebab lain yang luar biasa, kecuali apabila Wajib Pajak dapat menunjukkan dalam jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaanya. h. Tidak memiliki tunggakan PBB P2 tahun pajak sebelumnya atas objek pajak yang dimohonkan pengurangan, kecuali dalam hal objek pajak terkena bencana alam atau sebab lain yang luar biasa. i. Tidak diajukan keberatan atas SPPT atau SKP PBB P2 yang dimohonkan pengurangan, atau dalam hal diajukan keberataan telah diterbitkan surat keputusan keberatan dan atas surat keputusan keberatan dimaksud tidak diajukan banding.
91
Pasal 29 Dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada Pasal 27 untuk permohonan Wajib Pajak pribadi yang diajukan secara perseorangan dalam hal : A. Wajib Pajak Pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf a angka 1 (satu), meliputi: 1. Objek Pajak yang Wajib Pajaknya orang pribadi veteran pejuang kemerdekaan, pembela kemerdekaan, penerima tanda jasa bintang gerilya, atau janda/ dudanya berupa : a. Fotokopi kartu tanda anggota veteran, atau fotokopi surat keputusan tentang pengakuan, pengesahan dan penganugerahan gelar kehormatan dari pejabat yang berwenang; b. Fotokopi bukti pelunasan PBB P2 tahun pajak sebelumnya; c. Dokumen pendukung lainnya.
B.
2.
Objek Pajak yang Wajib Pajaknya orang pribadi yang penghasilannya semata-mata berasal dari pensiunan sehingga kewajiban PBB P2nya sulit dipenuhi berupa : a. Fotokopi surat keputusan pensiun; b. Fotokopi slip pensiun atau dokumen sejenis lainnya; c. Fotokopi kartu keluarga; d. Fotokopi rekening listrik, air dan/ telepon; e. Fotokopi bukti pelunasan PBB P2 tahun pajak sebelumnya; f. Dokumen pendukung lainnya.
3.
Objek Pajak yang Wajib Pajaknya orang pribadi yang berpenghasilan rendah sehingga kewajiban PBB P2nya sulit dipenuhi berupa : a. Surat pernyataan dari Wajib Pajak yang menyatakan bahwa penghasilan Wajib Pajak rendah; b. Fotokopi kartu keluarga; c. Fotokopi rekening tagihan listrik, air/ tagihan telepon; d. Fotokopi bukti pelunasan PBB P2 tahun pajak sebelumnya; e. Dokumen pendukung lainnya.
4.
Objek Pajak yang Wajib Pajaknya orang pribadi yang berpenghasilan rendah yang nilai jual objek pajak per-meter persegi meningkat akibat perubahan lingkungan dan dampak positif pembangunan berupa : a. Surat pernyataan dari Wajib Pajak yang menyatakan bahwa penghasilan Wajib Pajak rendah; b. Fotokopi SPPT tahun sebelumnya; c. Fotokopi kartu keluarga; d. Fotokopi rekening tagihan listrik, air/ tagihan telepon; e. Fotokopi bukti pelunasan PBB P2 tahun pajak sebelumnya; f. Dokumen pendukung lainnya.
5.
Objek Pajak yang Wajib Pajaknya orang pribadi yang berupa cagar budaya yang telah ditetapkan sebagai benda cagar budaya berupa surat ketetapan sebagai cagar budaya.
Wajib Pajak Badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf a angka 2 (dua), yang mengalami kerugian dan kesulitan liquiditas tahun Pajak sebelumnya sehingga tidak dapat memenuhi kewajiban rutin berupa : 1. Fotokopi laporan keuangan tahun sebelumnya; 2. Fotokopi SPT tahunan PPh tahun pajak sebelumnya; 92
3. 4.
Fotokopi bukti pelunasan PBB P2 tahun pajak sebelumnya; Dokumen pendukung lainnya;
Pasal 30 Dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada Pasal 24 ayat (1) huruf b untuk permohonan Wajib Pajak yang diajukan secara perseorangan dalam hal objek pajaknya terkena bencana alam atau sebab lain yang luar biasa berupa : 1. Surat pernyataan dari Wajib Pajak yang menyatakan objek pajaknya terkena bencana alam atau sebab lain yang luar biasa; 2. Surat keterangan yang mendukung alasan permohonan dari Kepala Kelurahan setempat atau instansi terkait; 3. Dokumen pendukung lainnya. Pasal 31 Permohonan pengurangan yang diajukan secara kolektif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) harus memenuhii persyaratan dan data pendukung. Pasal 32 Permohonan Pengurangan secara kolektif dapat diajukan : 1. Sebelum SPPT diterbitkan dalam hal kondisi tertentu yaitu objek Pajak yang Wajib Pajaknya orang pribadi veteran pejuang kemerdekaan, veteran pembela kemerdekaan, penerima tanda jasa bintang gerilya, atau janda/ dudanya dengan PBB P2 yang terhutang paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) 2. Setelah SPPT diterbitkan dalam hal : a. Dalam hal kondisi tertentu yaitu objek Pajak yang Wajib Pajaknya orang pribadi veteran pejuang kemerdekaan, veteran pembela kemerdekaan, penerima tanda jasa bintang gerilya, atau janda/ dudanya dengan PBB P2 yang terhutang paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) b. Dengan PBB P2 yang terhutang paling banyak Rp 200.000,00 (dua ratus ribu rupiah) yaitu : 1) Objek Pajak berupa lahan pertanian/ perkebunan/ perikanan/ peternakan yang hasilnya sangat terbatas yang Wajib Pajaknya orang pribadi yang berpenghasilan rendah. 2) Objek pajak yang Wajib Pajaknya orang pribadi yang penghasilannya semata-mata berasal dari pensiunan, sehingga kewajiban PBB P2nya sulit dipenuhi. 3) Objek Pajak yang Wajib Pajaknya orang pribadi yang berpenghasilan rendah sehingga kewajiban PBB P2nya sulit dipenuhi. 4) Objek Pajak yang Wajib Pajaknya orang pribadi yang berpenghasilan rendah yang Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) permeter perseginya meningkat akibat perubahan lingkungan dan dampak positif pembangunan. c. Dengan PBB P2 yang terhutang paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) : 1) Dalam hal objek pajak terkena bencana alam bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang
93
2)
disebabkan oleh alam antara lain gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor. Dalam hal objek pajak terkena sebab lain yang luar biasa, meliputi kebakaran, wabah penyakit tanaman dan/ wabah hama tanaman. Pasal 33
Persyaratan permohonan pengurangan yang diajukan secara kolektif yaitu : 1. Permohonan pengurangan yang diajukan secara kolektif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 angka 1 berupa : a. Satu permohonan untuk beberapan objek pajak dengan tahun pajak yang sama. b. Diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dengan mencantumkan besarnya persentase pengurangan yang dimohon disertai alasan yang jelas. c. Diajukan kepada Walikota melalui Pengurus Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) setempat atau pengurus organisasi terkait lainnya untuk pengajuan permohonan. d. Diajukan paling lambat tanggal 10 (sepuluh) Januari tahun pajak yang bersangkutan. e. Tidak memiliki tunggakan PBB P2 tahun pajak sebelumnya atas objek pajak yang dimohonkan pengurangan. 2. Permohonan pengurangan yang diajukan secara kolektif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 angka 2, harus berupa : 1) Satu permohonan untuk beberapan SPPT tahun pajak yang sama. 2) Diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dengan mencantumkan besarnya persentase pengurangan yang dimohon disertai alasan yang jelas. 3) Diajukan kepada Walikota melalui : 1. Pengurus Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) setempat atau pengurus organisasi terkait lainnya untuk pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 angka 2 huruf a. 2. Kepala Kelurahan setempat, untuk pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 angka 2 huruf b dan huruf c. 4) Dilampiri fotocopy SPPT yang dimohonkan pengurangan. 5) Diajukan dalam jangka waktu : a. 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya SPPT; b. 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal terjadinya bencana alam; c. 3 (tiga) bulan tehitung sejak tanggal terjadinya sebab lain yang luar biasa, kecuali apabila Wajib Pajak melalui perngurus LVRI setempat, pengurus organisasi terkait lainnya atau Kepala Kelurahan, dapat menunjukkan bahwa dalam jangka waktu tersebut tidak dipenuhi karena keadaan yang diluar kekuasaannya. 6) Tidak diajukan keberatan atas SPPT yang dimohonkan pengurangan. Pasal 34 (1)
Dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada Pasal 31 untuk permohonan Wajib Pajak yang diajukan secara kolektif oleh pengurus Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) atau organisasi terkait lainnya, berupa : 1. Fotokopi kartu anggota veteran tiap-tiap Wajib Pajak; 94
2. (2)
Fotokopi bukti pelunasan PBB P2 tiap-tiap Wajib Pajak tahun pajak sebelumnya; 3. Dokumen lainnya. Dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat 1 untuk permohonan Wajib Pajak yang diajukan secara kolektif oleh Kepala Kelurahan berupa : 1. Surat keterangan yang mendukung alasan permohonan dari Kepala Kelurahan setempat atau instansi terkait; 2. Fotokopi bukti pelunasan PBB P2 tiap-tiap Wajib Pajak tahun pajak sebelumnya; 3. Dokumen pendukung lainnya. Pasal 35
(1) (2)
(3)
(4)
Permohonan pengurangan secara perseorangan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 dianggap bukan sebagai permohonan sehingga tidak dapat dipertimbangkan. Permohonan pengurangan secara kolektif yang tidak memenuhi : a. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 32 angka 1 dan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33. b. Ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 32 angka (2) dan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33. Dianggap bukan sebagai permohonan sehingga tidak dapat dipertimbangkan. Dalam hal permohonan pengurangan tidak dipertimbangkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Kepala Dinas dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal permohonan tersebut diterima, harus memberitahukan secara tertulis disertai alasan yang mendasari kepada : a. Wajib Pajak atau kuasanya dalam hal pengajuan diajukan secara perseorangan. b. Pengurus LVRI setempat, pengurus organisasi terkait lainnya, atau Kepala Kelurahan setempat dalam hal permohonan diajukan secara kolektif. Dalam hal permohonan pengurangan tidak dapat dipertimbangkan sebagai mana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2), Wajib Pajak masih dapat mengajukan permohonan pengurangan kembali sepanjang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dan Pasal 31. Pasal 36
(1) (2) (3) (4)
Keputusan permohonan pengurangan dapat berupa mengabulkan seluruhnya atau sebagian atau menolak permohonan Wajib Pajak. Keputusan pengurangan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 (satu) ditetapkan berdasarkan hasil penelitian di kantor, dan apabila diperlukan dapat dilanjutkan dengan penelitian dilapangan. Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat 2 (dua) dilakukan berdasarkan surat tugas dan hasilnya dituangkan dalam laporan hasil penelitian pengurangan PBB P2. Penelitian di lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Dinas harus terlebih memberitahukan secara tertulis mengenai waktu pelaksanaan penelitian dilapangan kepada : a. Wajib Pajak atau kuasanya dalam permohonan diajukan secara perseorangan;
95
b. (5)
Pengurus LVRI atau organisasi terkait lainnya atau Kepala Kelurahan dalam hal permohonan diajukan secara kolektif. Wajib Pajak yang telah diberikan suatu keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat lagi mengajukan permohonan pengurangan untuk SPPT atau SKP PBB P2 yang sama. Pasal 37
(1)
(2)
Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan pengurangan harus memberi suatu keputusan atas permohonan pengurangan. Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah terlampaui dan keputusan belum diterbitkan, permohonan pengurangan dianggap dikabulkan dan diterbitkan keputusan sesuai dengan permohonan Wajib Pajak dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak jangka waktu dimaksud berakhir. Pasal 38
Tanggal diterimanya permohonan pengurangan adalah tanggal tanda pengiriman surat permohonan pengurangan, dalam hal disampaikan melalui pos dengan tanda bukti pengiriman surat atau tanggal terima surat permohonan pengurangan dalam hal disampaikan secara langsung oleh Wajib Pajak atau kuasanya kepada Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah. Pasal 39 (1)
(2)
Bentuk format Keputusan Walikota tentang Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan dan Keputusan Walikota tentang Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan secara kolektif adalah sebagaimana ditetapkan pada Lampiran 48 dan Lampiran 49 Peraturan Walikota ini yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Walikota ini. Bentuk formulir : a. Laporan hasil penelitian pengurangan PBB P2 sebagaimana dimaksud pada Pasal 36 ayat (3) adalah sebagaimana ditetapkan pada Lampiran 50 Peraturan Walikota ini; b. Surat pemberitahuan penelitian di lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (4) sebagaimana ditetapkan pada Lampiran 51 pada Peraturan Walikota ini. Pasal 40
(1) (2)
Walikota atas permintaan Wajib Pajak dapat mengurangkan denda administrasi karena hal-hal tertentu; Denda administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. Denda administrasi sebesar 25 % dhitung dari pokok pajak yang tercantum dalam SKP PBB P2 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) UU PBB; b. Denda administrasi sebesar 2% sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (3) dan ayat (4) UU PBB;
96
(3)
Hal-hal tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah Wajib Pajak orang pribadi yang mengalami kesulitan keuangan yang mengalami kesulitan liquiditas; Pasal 41
(1) (2) (3)
Permintaan pengurangan denda administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1) dapat diajukan secara perseorangan atau kolektif; Permintaan pengurangan denda administrasi secara kolektif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk Wajib Pajak pribadi dengan pokok pajak paling banyak Rp. 100.000,00 (seratus ribu rupiah); Permintaan pengurangan denda administrasi secara kolektif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh Kepala Kelurahan; Pasal 42
(1)
Permintaan pengurangan denda administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. Satu permintaan diajukan untuk SPPT, SKP PBB P2 atau STP PBB P2, kecuali yang diajukan secara kolektif; b. Diajukan kepada Walikota; c. Diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia; d. Mengemukakan besarnya persentase pengurangan denda administrasi yang diminta disertai alasan yang jelas; e. Melampirkan surat kuasa khusus dalam hal surat permintaan ditandatangani bukan oleh Wajib Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 14 UU KUP kecuali permintaan yang diajukan secara kolektif; f. Melunasi pokok pajak yang dimintakan pengurangan denda administrasi; g. Tidak memiliki tunggakan bertahun-tahun sebelumnya dan belum Kadaluwarsa menurut ketentuan perpajakan yang berlaku; h. Permintaan pengurangan secara kolektif hanya untuk SPPT dan/ atau SKP PBB P2, atau STP PBB P2 Tahun Pajak yang sama; i. Diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak pelunasan pokok pajak yang dimintakan pengurangan denda administrasi.
(2)
Dalam hal Wajib Pajak diberikan pengurangan pajak yang terhutang, maka pokok pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f adalah pokok pajak setelah pengurangan. Permintaan pengurangan denda administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disertai dengan bukti pendukung.
(3)
Pasal 43 (1)
(2)
(3)
Dalam hal pengajuan permintaan pengurangan denda administrasi tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1), Walikota dapat meminta kepada Wajib Pajak untuk melengkapi kekurangan persyaratan yang dimaksud. Atas permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) maupun atas kesadaran sendiri, Wajib Pajak harus melengkapi kekurangan persyaratan yang dimaksud dalam jangka waktu paling lama (1) bulan sejak tanggal diterimanya pengajuan permintaan pengurangan denda administrasi oleh Walikota. Permintaan pengurangan denda administrasi yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) dan telah melampaui waktu 1 (satu) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) 97
tidak dianggap sebagai surat permintaan pengurangan denda administrasi sehingga tidak dapat dipertimbangkan. Pasal 44 Terhadap SPPT/ SKP PBB P2/ STP PBB P2 yang telah diajukan permintaan pengurangan pajak terutang tidak dapat lagi diajukan permintaan pengurangan denda administrasi. Pasal 45 Bukti pendukung permintaan pengurangan denda administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (3) untuk : a. Wajib Pajak orang pribadi : 1. Fotokopi SPPT/ SKP PBB P2/ STP PBB P2 yang dimintakan pengurangan denda administrasi; 2. Fotokopi bukti pelunasan PBB P2 5 (lima) tahun sebelumnya, atau bukti pelunasan tahun-tahun sebelumnya dalam hal Wajib Pajak, menguasai dan/ memanfaatkan objek pajak yang bersangkutan kurang dari 5 (lima) tahun; 3. Fotokopi bukti pelunasan pokok pajak tahun yang dimintakan pengurangan denda administrasi; 4. Fotokopi slip gaji atau dokumen lain yang menyatakan besarnya penghasilan dan/ atau surat keterangan kesulitan keuangan dari Kepala Kelurahan; 5. Fotokopi pendukung lainnya. b.
Wajib Pajak orang pribadi secara kolektif : 1. Fotokopi SPPT/ SKP PBB P2/ STP PBB P2 yang dimintakan pengurangan denda administrasi; 2. Fotokopi bukti pelunasan PBB P2 5 (lima) tahun sebelumnya atau bukti pelunasan tahun-tahun sebelumnya dalam hal Wajib Pajak memiliki, menguasai dan/ atau memanfaatkan objek pajak yang bersangkutan kurang dari 5 (lima) tahun; 3. Fotokopi bukti pelunasan pokok pajak tahun yang dimintakan pengurangan denda administrasi; 4. Surat keterangan kesulitan keuangan dari Kepala Kelurahan; 5. Fotokopi bukti pendukung lainnya.
c.
Wajib Pajak badan : (1) Fotokopi laporan keuangan/ neraca rugi laba tahun-tahun sebelumnya; (2) Fotokopi SPT tahunan PPh tahun pajak sebelumnya; (3) Fotokopi SPPT/ SKP PBB P2/ STP PBB P2 yang dimintakan pengurangan denda administrasi; (4) Fotokopi bukti pelunasan PBB P2 5 (lima) tahun sebelumnya atau bukti pelunasan tahun-tahun sebelumnya dalam hal Wajib Pajak memiliki, menguasai dan/ atau memanfaatkan objek pajak yang besangkutan kurang dari 5 (lima) tahun; (5) Fotokopi bukti pelunasan pokok pajak tahun yang dimintakan pengurangan denda administrasi; (6) Fotokopi bukti pendukung lainnya. Pasal 46
98
Surat kuasa khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) huruf e, berlaku untuk Wajib Pajak orang pribadi dengan pokok pajak paling sedikit Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah) dan Wajib Pajak badan. Pasal 47 (1)
(2) (3)
(4)
Walikota memberikan keputusan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterimanya permintaan pengurangan denda administrasi yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1). Keputusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa mengabulkan seluruhnya atau sebagian atau menolak permintaan. Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat 1 telah terlampaui dan Walikota tidak memberi suatu keputusan maka permintaan dianggap dikabulkan dengan menerbitkan suatu keputusan sesuai dengan permintaan Wajib Pajak; Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada hasil penelitian. Pasal 48
Walikota karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak : a. Mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi PBB P2 berupa bunga, denda, dan kenaikan yang dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahan Wajib Pajak; b. Mengurangkan atau membatalkan SPPT, SKP PBB P2, STP PBB P2, SKPDLB dan SKPDN yang tidak benar. Pasal 49 (1)
Pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 huruf a dapat dilakukan terhadap sanksi administrasi yang tercantum dalam: a. SKPD PBB P2; b. STP PBB P2.
(2)
Untuk mendukung Permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 huruf a, permohonan dimaksud dilampiri dengan : a. Fotokopi identitas Wajib Pajak, dan Fotokopi identitas kuasa Wajib Pajak dalam hal dikuasakan; b. Dokumen pendukung yang dapat menunjukkan bahwa denda administrasii dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahan Wajib Pajak; c. Fotokopi surat pemberitahuan pengajuan keberatan PBB P2 tidak dapat dipertimbangkan, dalam hal Wajib Pajak pernah mengajukan keberatan atas SPPT atau SKP PBB P2; dan/ atau d. Dokumen pendukung lainnya.
(3)
Untuk mendukung permohonan pengurangan SPPT, SKP PBB P2, atau SPT PBB P2 sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b permohonan dimaksud dilampiri dengan : a. Fotokopi identitas Wajib Pajak dan Fotokopi Kuasa Wajib Pajak dalam hal dikuasakan; b. Dokumen pendukung yang dapat menunjukkan bahwa SPPT, SKP PBB P2, atau SPT PBB P2 tidak benar. 99
Pasal 50 (1)
(2)
(3)
Permohonan pembatalan SPPT, SKP PBB P2 atau STP PBB P2 yang tidak benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (3) huruf b, diajukan secara perseorangan, kecuali untuk SPPT dapat juga diajukan secara kolektif; Untuk mendukung permohonan pembatalan SPPT, SKP PBB P2 atau STP PBB P2, yang tidak benar yang diajukan secara perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), permohonan dimaksud dilampiri dengan : a. Fotokopi identitias Wajib Pajak, dan Fotokopi identitas kuasa Wajib Pajak dalam hal dikuasakan; b. Dokumen pendukung yang dapat menunjukkan bahwa objek pajak tersebut termasuk objek pajak yang dapat dibatalkan; dan/ atau c. Dokumen pendukung lainnya. Untuk mendukung permohonan pembatalan SPPT yang tidak benar yang diajukan secara kolektif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), permohonan yang dimaksud dilampiri dengan : a. Fotokopi identitas Wajib Pajak; b. Dokumen pendukung yang dapat menunjukkan bahwa objek pajak tersebut termasuk objek pajak yang dapat dibatalkan; c. Dokumen lainnya. Pasal 51
(1)
(2)
Pengurangan SPPT, SKP PBB P2, STP PBB P2, SKPDLB, SKPDN atau STB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 huruf b dapat dilakukan dalam hal : Terdapat ketidakbenaran atas : 1) Luas Objek Pajak Bumi dan/ atau Bangunan P2; 2) Nilai Objek Pajak Bumi dan/ atau Bangunan P2; 3) Penafsiran peraturan perundang-undangan PBB P2 pada SPPT, SKP PBB P2, atau STP PBB P2; Pembatalan SPPT, SKP PBB P2, STP PBB P2, SKPDLB, SKPDN atau STB tersebut seharusnya tidak diterbitkan. Pasal 52
(1)
Permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 huruf a harus memenuhi persyaratan : a. Satu permohonan untuk 1 (satu) SKP PBB P2 dan STP PBB P2; b. Diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dengan mencantumkan besarnya sanksi administrasi yang dimohonkan pengurangan atau penghapusan disertai alasan yang mendukung permohonannya; c. Diajukan kepada Walikota; d. Dilampiri fotokopi SKP PBB P2 dan STP PBB P2 yang dimohonkan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi; e. Wajib Pajak tidak mengajukan keberatan, mengajukan keberatan namun tidak dipertimbangkan, atau mengajukan keberatan kemudian mencabut keberatannya atas SKP PBB P2, dalam hal yang diajukan permohonan pengurangan atau penghapusan adalah sanksi administrasi yang tercantum dalam SKP PBB P2;
100
f.
(2)
Wajib Pajak tidak mengajukan keberatan, mengajukan keberatan namun tidak dipertimbangkan, atau mengajukan keberatan kemudian mencabut keberatannya atas SPPT atau SKP PBB P2 yang terkait dengan STP PBB P2, dalam hal yang diajukan permohonan pengurangan atau penghapusan adalah sanksi administrasi yang tercantum dalam STP PBB P2; g. Wajib Pajak telah melunasi pajak yang tidak atau kurang dibayar yang menjadi dasar penghitungan sanksi administrasi yang tercantum dalam SKP PBB P2, STP PBB P2; h. Surat permohonan ditandatangani oleh Wajib Pajak, dan dalam hal surat permohonan ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak berlaku ketentuan sebagai berikut : 1) Surat permohonan harus dilampiri dengan surat kuasa khusus untuk : a). Wajib Pajak badan; b). Wajib Pajak orang pribadi dengan pajak yang tidak atau kurang dibayar yang menjadi dasar penghitungan sanksi administrasi lebih besar dari Rp. 2.000.000,00 (dua juta rupiah); 2) Harus dilampiri dengan surat kuasa, untuk Wajib Pajak orang pribadi dengan pajak yang tidak atau kurang dibayar yang menjadi dasar penghitungan sanksi administrasi paling besar Rp. 2.000.000,00 (dua juta rupiah); Permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi yang tidak memenuhi persyaratan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dianggap bukan sebagai permohonan sehingga tidak dapat dipertimbangkan dan kepada Wajib Pajak atau kuasanya diberitahukan secara tertulis disertai alasan yang mendasari dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak permohonan tersebut diterima. Pasal 53
(1)
Permohonan pengurangan SPPT, SKP PBB P2, SKPDLB, SKPDN, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (1) harus memenuhi persyaratan : a. Satu permohonan untuk 1 (satu) SPPT, SKP PBB P2, STP PBB P2, SKPDLB, SKPDN; b. Diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dengan mencantumkan besarnya ketetapan yang dimohonkan pengurangan disertai alasan yang mendukung permohonannya; c. Diajukan kepada Walikota; d. Dilampiri asli SPPT, SKB PBB P2, STP PBB P2, SKPDLB, SKPDN yang dimohonkan pengurangan; e. Wajib Pajak tidak mengajukan keberatan atau mengajukan keberatan namun tidak dapar dipertimbangkan atas SPPT, SKP PBB P2, STP PBB P2, SKPDLB, atau SKPDN dalam hal yang diajukan permohonan pengurangan adalah SPPT, SKP PBB P2, STP PBB P2, SKPDLB, atau SKPDN; f. Wajib Pajak tidak mengajukan keberatan atau mengajukan keberatan namun tidak dapat dipertimbangkan atas SPPT, SKP PBB P2 yang terkait dengan STP PBB P2, dalam hal yang diajukan permohonan pengurangan adalah STP PBB P2; g. Surat permohonan ditandatangani oleh Wajib Pajak, dan dalam hal surat permohonan ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak berlaku ketentuan sebagai berikut :
101
1)
(2)
(3)
Surat permohonan harus dilampiri dengan surat kuasa khusus untuk : a. Wajib Pajak badan; b. Wajib Pajak orang pribadi dengan pajak yang masih harus dibayar lebih besar dari Rp. 2.000.000,00 (dua juta rupiah); 2) Surat permohonan harus dilampiri dengan surat kuasa, untuk Wajib Pajak orang pribadi dengan pajak yang masih harus dibayar paling besar Rp. 2.000.000,00 (dua juta rupiah). Wajib Pajak yang mengajukan keberatan kemudian mencabut keberatannya tersebut tidak termasuk pengertian Wajib Pajak yang tidak mengajukan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dan f. Permohonan pengurangan SPPT, SKP PBB P2, STP PBB P2, SKPDLB, SKPDN, yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dianggap bukan sebagai permohonan sehingga tidak dapat dipertimbangkan dan kepada Wajib Pajak atau kekuasaannya diberitahukan secara tertulis disertai alasan yang mendasari dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak permohonan tersebut diterima. Pasal 54
(1)
Permohonan pembatalan SPPT, SKP PBB P2, STP PBB P2, SKPDLB, SKPDN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 huruf b diajukan secara perseorangan, kecuali untuk SPPT dapat juga diajukan secara kolektif.
(2)
Permohonan pembatalan yang diajukan secara perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan : a. Satu permohonan untuk 1 (satu) SPPT, SKP PBB P2, STP PBB P2, SKPDLB, SKPDN, atau STB; b. Diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dengan mencantumkan alasan yang mendukung permohonannya; c. Diajukan kepada Walikota; d. Dilampiri asli SPPT, SKP PBB P2, STP PBB P2, SKPDLB, SKPDN yang dimohonkan pembatalan; e. Surat permohonan ditandatangani oleh Wajib Pajak, dan dalam surat permohonan ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak berlaku ketentuan sebagai berikut : 1) Surat permohonan harus dilampiri dengan surat kuasa khusus untuk : a. Wajib Pajak badan; b. Wajib Pajak orang pribadi dengan pajak yang masih harus dibayar lebih besar dari Rp. 2.000.000,00 (dua juta rupiah); 2) Surat permohonan harus dilampiri dengan surat kuasa, untuk Wajib Pajak orang pribadi dengan pajak yang masih harus dibayar paling besar Rp. 2.000.000,00 (dua juta rupiah).
(3)
Permohonan pembatalan untuk SPPT yang diajukan secara kolektif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan : a. Satu permohonan untuk beberapa SPPT tahun pajak yang sama dengan pajak yang terhutang untuk setiap SPPT paling besar Rp. 200.000,00 (dua ratus ribu rupiah); b. Diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia, dengan mengemukakan alasan yang mendukung permohonannya; c. Diajukan kepada Walikota; d. Dilampiri asli SPPT yang dimohonkan pembatalan; 102
e.
Diajukan melalui Kepala Kelurahan setempat.
(4)
Permohonan pembatalan SPPT, SKP PBB P2, STP PBB P2, SKPDLB, SKPDN secara perseorangan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dianggap bukan sebagai permohonan sehingga tidak dapat dipertimbangkan dan kepada Wajib Pajak atau kuasanya diberitahukan secara tertulis disertai alasan yang mendasari dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak permohonan tersebut diterima.
(5)
Permohonan pembatalan SPPT secara kolektif yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dianggap bukan sebagai permohonan sehingga tidak dapat dipertimbangkan dan kepada Kepala Kelurahan setempat diberitahukan secara tertulis disertai alasan yang mendasari dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak permohonan tersebut diterima. Pasal 55
Tanggal penerimaan surat permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 huruf a dan surat permohonan pengurangan atau pembatalan SPPT, SKP PBB P2 atau STP PBB P2 yang tidak benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 huruf b adalah : a.
Tanggal terima surat permohonan, dalam hal permohonan disampaikan secara langsung oleh Wajib Pajak atau kuasanya kepada petugas Dinas Pendapatan, Pengelolaan dan Aset;
b.
Tanggal tanda pengiriman surat permohonan, dalam hal permohonan disampaikan melalui pos dan bukti pengiriman surat. Pasal 56
(1)
Permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 huruf a dan permohonan pengurangan atau pembatalan SPPT, SKP PBB P2, STP PBB P2, SKPDLB, SKPDN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 huruf b dapat diajukan oleh Wajib Pajak paling banyak 2 (dua) kali.
(2)
Dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan kedua, permohonan tersebut harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal pengiriman Surat Keputusan Walikota atas permohonan yang pertama.
(3)
Permohonan kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) dan Pasal 54 ayat (1) dan Pasal 55 ayat (2) dan Pasal 55 ayat (3).
(4)
Permohonan kedua yang diajukan melampaui jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dianggap bukan sebagai permohonan sehingga tidak dapat dipertimbangkan dan kepada Wajib Pajak atau kuasanya diberitahukan secara tertulis disertai alasan yang mendasari dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak permohonan tersebut diterima. Pasal 57 103
(1)
Walikota dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal permohonan diterima, harus memberi suatu keputusan atas permohonan Wajib Pajak sebagaiman yang dimaksud dalam Pasal 48.
(2)
Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat 1 telah terlampaui dan Walikota tidak memberi suatu keputusan, permohonan yang diajukan dianggap dikabulkan dan harus menerbitkan keputusan sesuai dengan permohonan Wajib Pajak dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak jangka waktu dimaksud berakhir. Pasal 58
(1)
Keputusan Walikota atas : a. Permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasii sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 huruf a; b. Permohonan pengurangan SPPT, SKP PBB P2, STP PBB P2, SKPDLB, SKPDN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 huruf b dapat berupa mengabulkan sebagian atau seluruhnya, atau menolak permohonan Wajib Pajak.
(2)
Keputusan Walikota atas permohonan pembatalan SPPT, SKP PBB P2, STP PBB P2, SKPDLB, SKPDN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 huruf b, dapat berupa mengabulkan atau menolak permohonan Wajib Pajak.
(3)
Atas permintaan tertulis dari Wajib Pajak, Walikota harus memberikan keterangan secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar untuk menolak atau mengabulkan sebagian permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau menolak permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2). Pasal 59
Bentuk formulir Keputusan Walikota mengenai : a. Pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi PBB P2 atau SKP PBB P2 atau STP PBB P2 sebagaimana ditetapkan pada Lampiran 52 Peraturan Walikota ini; b.
Pengurangan ketetapan PBB P2, yang tidak benar atas SPPT/ SKP PBB P2/ STP PBB P2 sebagaimana ditetapkan pada Lampiran 53 Peraturan Walikota ini;
c.
Pembatalan ketetapan PBB P2, yang tidak benar atas SPPT/ SKP PBB P2/ STP PBB P2 sebagaimana ditetapkan pada Lampiran 54 Peraturan Walikota ini;
d.
Pembatalan ketetapan PBB P2 yang tidak benar atas SPPT secara kolektif sebagaimana ditetapkan pada Lampiran 55 Peraturan Walikota ini. BAB XI TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK Pasal 60
104
(1)
(2)
Kelebihan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan P2 terjadi apabila : a. PBB P2 yang dibayar ternyata lebih besar dari yang seharusnya terutang. b. Dilakukan pembayaran PBB P2 yang tidak seharusnya terutang. Utang Pajak adalah pajak yang masih harus dibayar sanksi administrasi berupa bunga, denda atau kenaikan yang tercantum dalam surat ketetapan pajak atau surat sejenisnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 61
(1) (2)
Untuk memperoleh pengembalian pembayaran PBB P2, Wajib Pajak mengajukan permohonan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia yang jelas kepada Walikota. Tanda penerimaan surat permohonan yang diberikan oleh Pejabat Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah yang ditunjuk untuk itu atau tanda pengiriman surat permohonan melalui pos tercatat, menjadi tanda bukti penerimaan surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). Pasal 62
(1)
(2)
Berdasarkan hasil penelitian atau pemeriksaan terhadap surat permohonan sebagaimana dimaksud pada Pasal 61, dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak diterimanya surat permohonan Wajib Pajak secara lengkap, Kepala Walikota Daerah atas nama Walikota menerbitkan : a. Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar (SKPDLB), apabila jumlah PBB P2 yang dibayar ternyata lebih besar dari yang seharusnya terutang. b. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT), apabila jumlah PBB P2 sama dengan dengan jumlah PBB P2 yang seharusnya terutang. c. Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD), apabila jumlah PBB P2 yang dibayar teryata kurang dari jumlah PBB P2 yang seharusnya terutang. Apabila setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah tidak memberikan keputusan, dalam waktu 1 (satu) bulan sejak berakhirnya jangka waktu tersebut, Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah atas nama Walikota menerbitkan SKKP PBB P2. Pasal 63
(1)
Kelebihan pembayaran pajak diperhitungkan terlebih dahulu dengan utang pajak lainnya.
(2)
Atas dasar persetujuan Wajib Pajak yang berhak atas kelebihan pembayaran pajak, kelebihan tersebut dapat diperhitungkan dengan pajak yang akan terutang atau dengan utang pajak atas nama Wajib Pajak lain.
(3)
Perhitungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dilakukan dengan pemindahbukuan. Pasal 64
105
(1)
Kelebihan pembayaran pajak yang masih tersisa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 dikembalikan dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak diterbitkannya SKPDLB hasil penelitian atau pemeriksaan Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah atas nama Walikota.
(2)
Pengembalian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan menerbitkan Surat Perintah membayar kelebihan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (SPMKP PBB P2) dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran 56 Peraturan Walikota ini. Pasal 65
(1)
SPMKP PBB dibuat dalam rangkap 4 (empat) dengan peruntukan sebagai berikut : a. Lembar 1 (satu) untuk Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah selaku penerbit SPMKP PBB P2.; b. Lembar 2 (dua) untuk Kas Daerah; c. Lembar 3 (tiga) untuk Wajib Pajak yang bersangkutan; d. Lembar 4 (empat) untuk Bendahara Pengeluaran Dinas.
(2)
SPMK PBB P2 dibebankan pada mata anggaran pengembalian pendapatan pajak tahun anggaran berjalan, yaitu pada mata anggaran yang sama atau sejenis dengan mata anggaran penerimaan semula.
(3)
Dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak, SPMKP PBB P2 beserta SKKB PBB P2 harus disampaikan secara langsung oleh Petugas yang ditunjuk oleh Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah atau melalui Pos tercatat ke Wajib Pajak paling lambat 2 (dua) hari kerja sebelum jangka waktu 1 (satu) bulan sebagaimana dimaksud pada Pasal 64 ayat (1) terlampaui dan paling lama 2 (dua) bulan.
(4)
Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset berdasarkan SPM wajib menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) paling lambat 2 (dua) hari sejak SPMKP PBB P2 diterima.
(5)
Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset mengembalikan lembar ke-2 SPMKP PBB P2 yang telah dibubuhi cap tanggal dan nomor penerbitan SP2D disertai lembar ke -2 SP2D kepada Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah selaku penerbit SPMKP PBB P2.
BAB XII TATA CARA PENGHAPUSAN PIUTANG PAJAK YANG SUDAH KEDALUWARSA Pasal 66 Piutang Pajak yang dapat dihapuskan adalah: (1) Piutang Pajak yang tercantum dalam: a. Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT); b. Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD); c. Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD); d. Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, dan Putusan Banding. 106
Yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah; atau (2)
Piutang pajak Wajib Pajak Orang Pribadi yang menurut data administrasi Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah yang tidak dapat atau tidak mungkin ditagih lagi, disebabkan karena: a. Wajib Pajak dan/ atau Penanggung Pajak tidak dapat ditemukan atau meninggal dunia dengan tidak meninggalkan harta warisan dan tidak mempunyai ahli waris, atau ahli waris tidak dapat ditemukan; b. Wajib Pajak dan/ atau Penanggung Pajak tidak mempunyai harta kekayaan lagi; c. Penagihan pajak secara aktif telah dilaksanakan dengan penyampaian Salinan Surat Paksa kepada Penanggung Pajak; d. Hak untuk melakukan penagihan pajak sudah kadaluwarsa; atau e. Sebab lain sesuai hasil penelitian.
(3)
Piutang pajak Wajib Pajak Badan yang menurut data Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah tidak dapat atau tidak mungkin ditagih lagi, disebabkan karena: a. Wajib Pajak bubar, likuidasi, atau pailit dan pengurus, direksi, komisaris, pemegang saham, pemilik modal, atau pihak lain yang dibebani untuk melakukan pemberesan atau likuidator, atau kurator tidak dapat ditemukan; b. Wajib Pajak dan/ atau Penanggung Pajak tidak memiliki harta kekayaan lagi; c. Penagihan pajak secara aktif telah dilaksanakan dengan penyampaian Salinan Surat Paksa kepada pengurus, direksi, likuidator, kurator, pengadilan negeri, pengadilan niaga, baik secara langsung maupun dengan menempelkan pada papan pengumuman atau media massa; d. Hak untuk melakukan penagihan pajak sudah kadaluwarsa; atau e. Sebab lain sesuai hasil penelitian. Pasal 67
(1)
Untuk memastikan keadaan Wajib Pajak atau piutang pajak yang tidak dapat atau tidak mungkin ditagih lagi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66, wajib dilakukan penelitian setempat atau penelitian administrasi oleh Seksi Penagihan, Pertimbangan dan Keberatan dan hasilnya dilaporkan dalam Laporan Hasil Penelitian.
(2)
Laporan Hasil Penelitian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus menggambarkan keadaan Wajib Pajak atau Piutang Pajak yang bersangkutan sebagai dasar untuk menentukan besarnya Piutang Pajak yang tidak dapat ditagih lagi dan diusulkan untuk dihapus. Pasal 68
Piutang Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 hanya dapat diusulkan untuk dihapuskan setelah adanya Laporan Hasil Penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67. Pasal 69 (1)
Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah setiap bulan Juni dan bulan November menyusun Daftar Usulan Penghapusan
107
Piutang Pajak berdasarkan dimaksud dalam Pasal 67. (2)
Laporan
Hasil
Penelitian
sebagaimana
Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah menyampaikan Daftar Usulan Penghapusan Piutang Pajak yang sudah diteliti kepada Walikotai. BAB XIII TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK Pasal 70
(1)
(2)
(3)
Tujuan Pemeriksaan adalah untuk: a. Untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dalam rangka memberikan kepastian hukum, keadilan, dan pembinaan kepada Wajib Pajak; dan b. Tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dapat dilakukan dalam hal : a. Menyampaikan Surat Pemberitahuan yang menyatakan lebih bayar, termasuk yang telah diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak; b. Menyampaikan Surat Pemberitahuan yang menyatakan rugi; c. Tidak menyampaikan atau menyampaikan Surat Pemberitahuan tetapi melampaui jangka waktu yang telah ditetapkan dalam Surat Teguran; d. Melakukan penggabungan, peleburan, pemekaran, likuidasi, pembubaran, atau akan meninggalkan Indonesia untuk selamalamanya; atau e. Menyampaikan Surat Pemberitahuan yang memenuhi kriteria seleksi berdasarkan hasil analisis risiko (risk based selection) mengindikasikan adanya kewajiban perpajakan Wajib Pajak yang tidak dipenuhi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b meliputi pemeriksaan yang dilakukan dalam rangka : a. Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan; b. Penghapusan Nomor Objek Pajak; c. Pengukuhan atau pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak; d. Wajib Pajak mengajukan keberatan; e. Pengumpulan bahan guna penyusunan Norma Penghitungan Penghasilan Neto; f. Pencocokan data dan/ atau alat keterangan; g. Penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil; h. Pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak; i. Penentuan saat produksi dimulai atau memperpanjang jangka waktu kompensasi kerugian sehubungan dengan pemberian fasilitas perpajakan. Pasal 71
(1)
Ruang lingkup Pemeriksaan terdiri dari: a. Pemeriksaan Lapangan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dapat meliputi suatu Jenis Pajak atau seluruh
108
(2) (3) (4)
jenis pajak, untuk tahun berjalan dan atau tahun-tahun sebelumnya dan/ atau untuk tujuan lain yang dilakukan di tempat Wajib Pajak; b. Pemeriksaan Kantor yang meliputi suatu jenis pajak tertentu baik tahun berjalan dan/ atau tahun-tahun sebelumnya yang dilakukan di Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah. Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dapat dilaksanakan dengan Pemeriksaan Lengkap atau Pemeriksaan Sederhana Lapangan. Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b dapat dilaksanakan dengan Pemeriksaan Sederhana Kantor atau Pemeriksaan dengan korespondensi. Apabila dalam pelaksanaan Pemeriksaaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b ditemukan indikasi transaksi yang mengandung unsur transfer pricing, dan/ atau transaksi khusus lain yang berindikasi adanya rekayasa transaksi keuangan, pelaksanaan Pemeriksaan Kantor diubah menjadi Pemeriksaan Lapangan. Pasal 72
(1) (2) (3)
Pemeriksaan dengan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (2) dan ayat (3), dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Kantor atau Pemeriksaan Lapangan. Pemeriksaan dengan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (2) dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan. Dalam hal tertentu, Pemeriksaan dengan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (3) dapat dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Kantor. Pasal 73
(1)
(2)
(3)
(4)
Pemeriksaan Kantor dilakukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan dan dapat diperpanjang menjadi paling lama 6 (enam) bulan yang dihitung sejak tanggal Wajib Pajak datang memenuhi surat panggilan dalam rangka Pemeriksaan Kantor sampai dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan. Pemeriksaan Lapangan dilakukan dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) bulan dan dapat diperpanjang menjadi paling lama 8 (delapan) bulan yang dihitung sejak tanggal Surat Perintah Pemeriksaan sampai dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan. Apabila dalam Pemeriksaan Lapangan ditemukan indikasi transaksi yang terkait dengan transfer pricing dan/ atau transaksi khusus lain yang berindikasi adanya rekayasa transaksi keuangan yang memerlukan pengujian yang lebih mendalam serta memerlukan waktu yang lebih lama, Pemeriksaan Lapangan dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun. Dalam hal Pemeriksaan dilakukan berdasarkan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (2), jangka waktu Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), harus memperhatikan jangka waktu penyelesaian permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak. Pasal 74
(1)
Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 harus dilaksanakan sesuai dengan standar Pemeriksaan.
109
(2)
Standar Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi standar Umum, Standar Pelaksanaan Pemeriksaan, dan Standar Pelaporan Hasil Pemeriksaan. Pasal 75
(1) (2)
(3)
Standar Umum Pemeriksaan merupakan standar yang bersifat pribadi dan berkaitan dengan persyaratan Pemeriksa Pajak dan mutu pekerjaannya. Pemeriksaan dilaksanakan oleh Pemeriksa Pajak yang : a. Telah mendapat pendidikan dan pelatihan teknis yang cukup serta memiliki keterampilan sebagai Pemeriksa Pajak, dan menggunakan keterampilannya secara cermat dan seksama; b. Jujur dan bersih dari tindakan-tindakan tercela serta senantiasa mengutamakan kepentingan negara; dan c. Taat terhadap berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan, termasuk taat terhadap batasan waktu yang ditetapkan. Dalam hal diperlukan, Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilaksanakan oleh tenaga ahli dari Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah yang ditunjuk oleh Walikota. Pasal 76
Pelaksanaan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan harus dilakukan sesuai Standar Pelaksanaan Pemeriksaan, yaitu : a. Pelaksanaan Pemeriksaan harus didahului dengan persiapan yang baik, sesuai dengan tujuan pemeriksaan, dan mendapat pengawasan yang seksama; b. Luas Pemeriksaan (audit scope) ditentukan berdasarkan petunjuk yang diperoleh yang harus dikembangkan melalui pencocokan data, pengamatan, permintaan keterangan, konfirmasi, teknik sampling, dan pengujian lainnya berkenaan dengan pemeriksaan; c. Temuan Pemeriksaan harus didasarkan pada bukti kompeten yang cukup dan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan; d. Pemeriksaan dilakukan oleh suatu Tim Pemeriksa Pajak yang terdiri dari seorang supervisor, seorang ketua tim dan seorang atau lebih anggota tim; e. Tim Pemeriksa Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf d dapat dibantu oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian tertentu yang bukan merupakan Pemeriksa Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2), baik yang berasal dari Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah maupun yang berasal dari instansi di luar Dinas yang telah ditunjuk oleh Walikota sebagai tenaga ahli seperti penterjemah bahasa, ahli di bidang teknologi informasi, dan pengacara; f. Apabila diperlukan, pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dapat dilakukan secara bersama-sama dengan tim pemeriksa dari instansi lain; g. Pemeriksaan dapat dilaksanakan di Kantor Dinas , tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak, tempat tinggal Wajib Pajak, atau ditempat lain yang dianggap perlu oleh pemeriksa Pajak; h. Pemeriksaan dilaksanakan pada jam kerja dan apabila diperlukan dapat dilanjutkan di luar jam kerja; i. Pelaksanaan Pemeriksaan didokumentasikan dalam bentuk Kertas Kerja Pemeriksaan; j. Laporan Hasil Pemeriksaan digunakan sebagai dasar penerbitan surat ketetapan pajak dan/ atau Surat Tagihan Pajak. 110
Pasal 77 Kegiatan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan harus didokumentasikan dalam bentuk Kertas Kerja Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 huruf i dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut : a. Kertas Kerja Pemeriksaan wajib disusun oleh Pemeriksa Pajak dan berfungsi sebagai : 1) Bukti bahwa Pemeriksaan telah dilaksanakan sesuai Standar Pelaksanaan Pemeriksaan; 2) Bahan dalam melakukan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dengan Wajib Pajak mengenai temuan Pemeriksaan; 3) Dasar pembuatan Laporan Hasil Pemeriksaan; 4) Sumber data atau informasi bagi penyelesaian keberatan atau banding yang diajukan oleh Wajib Pajak; dan 5) Referensi untuk Pemeriksaan berikutnya. b. Kertas Kerja Pemeriksaan harus memberikan gambaran mengenai : 1) Prosedur Pemeriksaan yang dilaksanakan; 2) Data, keterangan, dan/ atau bukti yang diperoleh; 3) Pengujian yang telah dilakukan; dan 4) Kesimpulan dan hal-hal lain yang dianggap perlu yang berkaitan dengan pemeriksaan. Pasal 78 Kegiatan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan harus dilaporkan dalam bentuk Laporan Hasil Pemeriksaan yang disusun sesuai Standar Pelaporan hasil pemeriksaan yaitu : a. Laporan Hasil Pemeriksaan disusun secara ringkas dan jelas, memuat ruang lingkup atau pos-pos yang diperiksa sesuai dengan tujuan Pemeriksaan, memuat kesimpulan Pemeriksa Pajak yang didukung temuan yang kuat tentang ada atau tidak adanya penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan perpajakan, dan memuat pula pengungkapan informasi lain yang terkait dengan Pemeriksaan. b. Laporan Hasil Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan antara lain mengenai: 1) Penugasan Pemeriksaan; 2) Identitas Wajib Pajak; 3) Pembukuan atau pencatatan Wajib Pajak; 4) Pemenuhan kewajiban perpajakan; 5) Data/ informasi yang tersedia; 6) Buku dan dokumen yang dipinjam; 7) Materi yang diperiksa; 8) Uraian hasil pemeriksaan; 9) Ikhtisar hasil pemeriksaan; 10) Penghitungan pajak terutang; 11) Kesimpulan dan usul Pemeriksa Pajak. Pasal 79 (1)
Dalam hal Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dilaksanakan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan, Pemeriksaan Pajak wajib :
111
(2)
a. Menyampaikan pemberitahuan secara tertulis tentang akan dilakukan Pemeriksaan kepada Wajib Pajak; b. Memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak dan Surat Perintah Pemeriksaan kepada Wajib Pajak pada waktu melakukan Pemeriksaan; c. Menjelaskan alasan dan tujuan Pemeriksaan kepada Wajib Pajak; d. Memperlihatkan Surat Tugas kepada Wajib Pajak apabila susunan tim Pemeriksa Pajak mengalami perubahan; e. Menyampaikan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan kepada Wajib Pajak; f. Memberikan hak hadir kepada Wajib Pajak dalam rangka Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dalam batas waktu yang telah ditentukan; g. Melakukan pembinaan kepada Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan; h. Mengembalikan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lainnya yang dipinjam dari Wajib Pajak paling lama 15 (lima belas) hari kerja sejak tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan; dan i. Merahasiakan kepada pihak lain yang tidak berhak segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak dalam rangka Pemeriksaan. Dalam hal Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dilaksanakan dengan jenis Pemeriksaan Kantor, Pemeriksa Pajak wajib : a. Memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak dan Surat Perintah Pemeriksaan kepada Wajib Pajak pada waktu Pemeriksaan; b. Menjelaskan alasan dan tujuan Pemeriksaan kepada Wajib Pajak yang akan diperiksa; c. Memperlihatkan Surat Tugas kepada Wajib Pajak apabila susunan tim Pemeriksa Pajak mengalami perubahan; d. Memberitahukan secara tertulis hasil Pemeriksaan kepada Wajib Pajak; e. Melakukan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan apabila Wajib Pajak hadir dalam batas waktu yang telah ditentukan; f. Memberi petunjuk kepada Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya agar pemenuhan kewajiban perpajakan dalam tahuntahun selanjutnya dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan; g. Mengembalikan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lainnya yang dipinjam dari Wajib Pajak paling lama 15 (lima belas) hari kerja sejak tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan; dan h. Merahasiakan kepada pihak lain yang tidak berhak segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak dalam rangka Pemeriksaan. Pasal 80
(1)
Dalam hal Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dilaksanakan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan, Pemeriksa Pajak berwenang: a. Melihat dan/ atau meminjam buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak;
112
(2)
b. Mengakses dan/ atau mengunduh data yang dikelola secara elektronik; c. Memasuki dan memeriksa tempat atau ruang, barang bergerak dan/ atau tidak bergerak yang diduga atau patut diduga digunakan untuk menyimpan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dokumen lain, uang dan/ atau barang yang dapat memberi petunjuk tentang penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak; d. Meminta kepada Wajib Pajak untuk memberi bantuan guna kelancaran Pemeriksaan, antara lain berupa : 1) Menyediakan tenaga dan/ atau peralatan atas biaya Wajib Pajak apabila dalam mengakses data yang dikelola secara elektronik memerlukan peralatan dan/ atau keahlian khusus; 2) Memberi kesempatan kepada Pemeriksa Pajak untuk membuka barang bergerak dan/ atau tidak bergerak; dan/ atau 3) Menyediakan ruangan khusus tempat dilakukannya Pemeriksaan Lapangan dalam hal jumlah buku, catatan, dan dokumen sangat banyak sehingga sulit untuk dibawa ke Kantor Dinas Pendapatan, Pengelolaan dan Aset; e. Melakukan penyegelan tempat atau ruang tertentu serta barang bergerak dan/ atau tidak bergerak; f. Meminta keterangan lisan dan/ atau tertulis dari Wajib Pajak; dan g. Meminta keterangan dan/ atau bukti yang diperlukan dari pihak ketiga yang mempunyai hubungan dengan Wajib Pajak yang diperiksa melalui Kepala Seksi Pemeriksaan. Dalam hal Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dilaksanakan dengan jenis Pemeriksaan Kantor, Pemeriksa Pajak berwenang : a. Memanggil Wajib Pajak untuk datang ke Kantor Dinas Pendapatan Pengelolaan dan Asetdengan menggunakan surat panggilan; b. Melihat dan/ atau meminjam buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lain termasuk data yang dikelola secara elektronik, yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak; c. Meminta kepada Wajib Pajak untuk memberi bantuan guna kelancaran Pemeriksaan; d. Meminta keterangan lisan dan/ atau tertulis dari Wajib Pajak; e. Meminjam kertas kerja pemeriksaan yang dibuat oleh Akuntan Publik melalui Wajib Pajak; dan f. Meminta keterangan dan/ atau bukti yang diperlukan dari pihak ketiga yang mempunyai hubungan dengan Wajib Pajak yang diperiksa melalui Kepala Seksi Pemeriksaan. Pasal 81
(1)
Dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan, Wajib Pajak berhak : a. Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak dan Surat Perintah Pemeriksaan; b. Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memberikan pemberitahuan secara tertulis sehubungan dengan pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan;
113
(2)
c. Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memberikan penjelasan tentang alasan dan tujuan Pemeriksaan; d. Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan Surat Tugas apabila susunan Tim Pemeriksa Pajak mengalami perubahan; e. Menerima Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan; f. Menghadiri Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dalam jangka waktu yang telah ditentukan; g. Mengajukan permohonan untuk dilakukan pembahasan oleh Tim Pembahas, dalam hal terdapat perbedaan pendapat antara Wajib Pajak dengan Pemeriksa Pajak dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan; dan h. Memberikan pendapat atau penilaian atas pelaksanaan Pemeriksaan oleh Pemeriksa Pajak melalui pengisian formulir kuesioner Pemeriksaan. Dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dengan jenis Pemeriksaan Kantor, Wajib Pajak berhak : a. Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak dan Surat Perintah Pemeriksaan; b. Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memberikan penjelasan tentang alasan dan tujuan Pemeriksaan; b. Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan Surat Tugas apabila susunan Pemeriksa Pajak mengalami pergantian; c. Menerima Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan; d. Menghadiri Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dalam jangka waktu yang telah ditentukan; e. Mengajukan permohonan untuk dilakukan pembahasan oleh Tim Pembahas, dalam hal terdapat perbedaan pendapat antara Wajib Pajak dengan Pemeriksa Pajak dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan; dan f. Memberikan pendapat atau penilaian atas pelaksanaan Pemeriksaan oleh Pemeriksa Pajak melalui pengisian formulir Kuesioner Pemeriksaan. Pasal 82
(1)
Dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan, Wajib Pajak wajib : a. Memperlihatkan dan/ atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak; b. Memberikan kesempatan untuk mengakses dan/ atau mengunduh data yang dikelola secara elektronik; c. Memberikan kesempatan untuk memasuki dan memeriksa tempat atau ruang, barang bergerak dan/ atau tidak bergerak yang diduga atau patut diduga digunakan untuk menyimpan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dokumen lain, uang, dan/ atau barang yang dapat memberi petunjuk tentang penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak serta meminjamkannya kepada Pemeriksa Pajak; d. Memberi bantuan guna kelancaran Pemeriksaan, antara lain berupa :
114
1) Menyediakan tenaga dan/ atau peralatan atas biaya Wajib Pajak apabila dalam mengakses data yang dikelola secara elektronik memerlukan peralatan dan/ atau keahlian khusus; 2) Memberi kesempatan kepada Pemeriksa Pajak untuk membuka barang bergerak dan/ atau tidak bergerak; dan/ atau 3) Menyediakan ruangan khusus tempat dilakukannya Pemeriksaan Lapangan dalam hal jumlah buku, catatan, dan dokumen sangat banyak sehingga sulit untuk dibawa ke Kantor Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah. e. Menyampaikan tanggapan secara tertulis atas Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan; dan f. Memberikan keterangan lisan dan/ atau tertulis yang diperlukan. (2)
Dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dengan jenis Pemeriksaan Kantor, Wajib Pajak wajib : a. Memenuhi panggilan untuk datang menghadiri Pemeriksaan sesuai dengan waktu yang ditentukan; b. Memperlihatkan dan/ atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lain termasuk data yang dikelola secara elektronik, yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak; c. Memberi bantuan guna kelancaran Pemeriksaan; d. Menyampaikan tanggapan secara tertulis atas Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan; e. Meminjamkan kertas kerja pemeriksaan yang dibuat oleh Akuntan Publik; dan f. Memberikan keterangan lisan dan/ atau tertulis yang diperlukan. Pasal 83
(1)
(2)
Dalam hal Pemeriksaan dilaksanakan dengan Pemeriksaan Lapangan : a. Buku, catatan, dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan lain yang diperlukan dan diperoleh/ ditemukan pada saat pelaksanaan Pemeriksaan di tempat Wajib Pajak, dipinjam pada saat itu juga dan Pemeriksa Pajak membuat bukti peminjaman; b. Dalam hal buku, catatan, dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan lain yang diperlukan dan belum diperoleh/ditemukan pada saat pelaksanaan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada huruf a, Pemeriksa Pajak membuat surat permintaan peminjaman; c. Buku, catatan, dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan lain sebagaimana dimaksud pada huruf b, wajib diserahkan kepada Pemeriksa Pajak paling lama 1 (satu) bulan sejak surat permintaan peminjaman buku, catatan, dan dokumen disampaikan kepada Wajib Pajak. Dalam hal Pemeriksaan dilaksanakan dengan Pemeriksaan Kantor : a. Buku, catatan, dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan lain yang diperlukan oleh Pemeriksa Pajak, harus dicantumkan pada surat panggilan; b. Buku, catatan, dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan lain sebagaimana dimaksud pada huruf a, wajib dipinjamkan pada saat Wajib Pajak memenuhi panggilan dan Pemeriksa Pajak membuat bukti peminjaman; 115
(3)
c. Dalam hal buku, catatan, dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan lain yang diperlukan belum dipinjamkan pada saat Wajib Pajak memenuhi panggilan sebagaimana dimaksud pada huruf b, Pemeriksa Pajak membuat surat permintaan peminjaman; d. Buku, catatan, dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan lain sebagaimana dimaksud pada huruf c, wajib diserahkan kepada Pemeriksa Pajak paling lama 1 (satu) bulan sejak surat panggilan sebagaimana dimaksud pada huruf a yang memuat permintaan peminjaman diterima oleh Wajib Pajak. Dalam hal buku, catatan, dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan lain belum dipenuhi dan jangka waktu 1 (satu) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c atau ayat (2) huruf d belum terlampaui, Pemeriksa Pajak dapat menyampaikan peringatan secara tertulis paling banyak 3 (tiga) kali. Pasal 84
(1) (2)
(3)
(4)
Setiap penyerahan buku, catatan, dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan lain dari Wajib Pajak, Pemeriksa Pajak harus membuat bukti peminjaman. Dalam hal buku, catatan, dan dokumen yang dipinjam berupa fotokopi dan/atau data yang dikelola secara elektronik, Wajib Pajak yang diperiksa harus membuat surat pernyataan bahwa fotokopi dan/ atau data yang dikelola secara elektronik yang dipinjamkan kepada Pemeriksa Pajak adalah sesuai dengan aslinya. Dalam hal jangka waktu 1 (satu) bulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (1) huruf c atau ayat (2) huruf d terlampaui dan surat permintaan peminjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (1) huruf b atau ayat (2) huruf c tidak dipenuhi sebagian atau seluruhnya, Pemeriksa Pajak harus membuat berita acara mengenai hal tersebut. Dalam hal buku, catatan, dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan lain perlu dilindungi kerahasiannya, Wajib Pajak dapat mengajukan permintaan agar pelaksanaan Pemeriksaan dapat dilakukan di tempat Wajib Pajak dengan menyediakan ruangan khusus. Pasal 85
(1)
(2)
Dalam hal Pemeriksaan dilakukan terhadap Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak tidak memenuhi sebagian atau seluruh permintaan peminjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (3) sehingga besarnya penghasilan kena pajak tidak dapat dihitung, Pemeriksa Pajak dapat menghitung penghasilan kena pajak secara jabatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Dalam hal Pemeriksaan dilakukan terhadap Wajib Pajak badan dan Wajib Pajak tidak memenuhi sebagian atau seluruh permintaan peminjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (3) sehingga besarnya penghasilan kena pajak tidak dapat dihitung, Pemeriksa Pajak mengusulkan Pemeriksaan Bukti Permulaan. Pasal 86
(1)
Dalam hal Wajib Pajak tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (2) huruf a, huruf b, dan huruf c sehubungan dengan 116
(2)
(3) (4)
(5)
pelaksanaan Pemeriksaan, Wajib Pajak harus menandatangani surat pernyataan penolakan Pemeriksaan. Dalam hal Wajib Pajak menolak menandatangani surat pernyataan penolakan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemeriksa Pajak membuat berita acara penolakan Pemeriksaan yang ditandatangani oleh Pemeriksa Pajak. Apabila Wajib Pajak tidak memenuhi panggilan Pemeriksa Pajak dalam rangka Pemeriksaan Kantor, Pemeriksa Pajak membuat berita acara tidak dipenuhinya panggilan Pemeriksaan oleh Wajib Pajak. Apabila pada saat dilakukan Pemeriksaan Lapangan, Wajib Pajak tidak ada ditempat, maka : a. Pemeriksaan tetap dapat dilaksanakan sepanjang ada pihak yang dapat dan mempunyai kewenangan untuk mewakili Wajib Pajak, terbatas untuk hal yang ada dalam kewenangannya, dan selanjutnya Pemeriksaan ditunda untuk dilanjutkan pada kesempatan berikutnya; b. Untuk keperluan pengamanan Pemeriksaan, sebelum dilakukan penundaan Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, Pemeriksa Pajak dapat melakukan penyegelan; c. Apabila pada saat Pemeriksaan Lapangan dilanjutkan setelah dilakukan penundaan sebagaimana dimaksud pada huruf a, Wajib Pajak tetap tidak ada di tempat, Pemeriksaan tetap dilaksanakan dengan terlebih dahulu meminta pegawai Wajib Pajak yang bersangkutan untuk mewakili Wajib Pajak guna membantu kelancaran Pemeriksaan; d. Dalam hal pegawai Wajib Pajak yang diminta mewakili Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf c menolak untuk membantu kelancaran Pemeriksaan, pegawai Wajib Pajak tersebut harus menandatangani surat pernyataan penolakan membantu kelancaran Pemeriksaan; e. Dalam hal pegawai Wajib Pajak menolak untuk menandatangani surat pernyataan penolakan membantu kelancaran Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada huruf d, Pemeriksa Pajak membuat berita acara penolakan membantu kelancaran Pemeriksaan yang ditandatangani oleh Pemeriksa Pajak. Surat pernyataan penolakan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), atau berita acara penolakan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), atau berita acara tidak dipenuhinya panggilan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), atau surat pernyataan penolakan membantu kelancaran Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf d, atau berita acara penolakan membantu kelancaran Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf e, dapat dijadikan dasar untuk penetapan pajak secara jabatan atau diusulkan Pemeriksaan Bukti Permulaan. Pasal 87
Pemeriksa Pajak berwenang melakukan penyegelan dalam hal Wajib Pajak : a. Tidak memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang tertentu serta barang bergerak dan/atau tidak bergerak; dan/ atau b.
Tidak memberi bantuan guna kelancaran Pemeriksaan yang antara lain berupa tidak memberikan kesempatan untuk mengakses data yang dikelola secara elektronik dan/ atau membuka barang bergerak dan/ atau tidak bergerak. Pasal 88 117
(1)
Untuk memperoleh penjelasan yang lebih rinci, Pemeriksa Pajak melalui Kepala Seksi Pemeriksaan dapat memanggil Wajib Pajak.
(2)
Penjelasan Wajib Pajak yang diberikan kepada Pemeriksa Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dituangkan dalam berita acara pemberian keterangan Wajib Pajak. Pasal 89
(1)
Pemeriksa Pajak melalui Kepala Seksi Pemeriksaan, dapat meminta keterangan dan/ atau bukti yang berkaitan dengan Pemeriksaan yang sedang dilakukan terhadap Wajib Pajak kepada pihak ketiga secara tertulis.
(2)
Pihak ketiga harus memberikan keterangan paling lama 7 (tujuh) hari sejak diterimanya surat permintaan keterangan atau bukti atau surat izin dari pihak yang berwenang. Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dipenuhi oleh pihak ketiga, Pemeriksa Pajak segera menyampaikan Surat Peringatan I.
(3)
(4)
Apabila Surat Peringatan I tidak dipenuhi oleh pihak ketiga, Pemeriksa Pajak segera menyampaikan Surat Peringatan II.
(5)
Apabila Surat Peringatan II tidak juga dipenuhi oleh pihak ketiga, Pemeriksa Pajak segera menyampaikan Surat Peringatan III.
(6)
Apabila Surat Peringatan III tidak juga dipenuhi oleh pihak ketiga, Pemeriksa Pajak segera membuat berita acara tidak dipenuhinya permintaan keterangan atau bukti dari pihak ketiga. Pasal 90
(1) (2) (3) (4)
Hasil Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan harus diberitahukan kepada Wajib Pajak dengan memberikan hak kepada Wajib Pajak untuk hadir dalam pembahasan akhir. Pemberitahuan hasil Pemeriksaan kepada Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan apabila Pemeriksaan dilanjutkan dengan Pemeriksaan Bukti Permulaan. Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beserta lampirannya disampaikan oleh Pemeriksa Pajak melalui kurir, faksimili, pos, atau jasa pengiriman lainnya. Wajib Pajak wajib memberikan tanggapan tertulis atas Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan dan berhak hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan paling lama : a. 3 (tiga) hari kerja sejak Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan diterima oleh Wajib Pajak untuk Pemeriksaan Kantor; b. 7 (tujuh) hari kerja sejak Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan diterima oleh Wajib Pajak untuk Pemeriksaan Lapangan. Pasal 91
(1)
Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 ayat (4) Wajib Pajak menyampaikan surat tanggapan hasil Pemeriksaan yang berisi tentang persetujuan atas seluruh hasil Pemeriksaan dan hadir 118
dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, Pemeriksa Pajak menggunakan tanggapan tersebut sebagai dasar untuk membuat risalah pembahasan dan berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, yang ditandatangani oleh Tim Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak. (2) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 ayat (4) Wajib Pajak menyampaikan surat tanggapan hasil Pemeriksaan yang berisi tentang persetujuan atas seluruh hasil Pemeriksaan namun tidak hadir dalam Pembahasan AKhir Hasil Pemeriksaan, Pemeriksa Pajak menggunakan surat tanggapan tersebut sebagai dasar untuk membuat risalah pembahasan dan berita acara ketidakhadiran Wajib Pajak dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, yang ditandatangani oleh Pemeriksa Pajak. (3) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 ayat (4) Wajib Pajak menyampaikan surat tanggapan hasil Pemeriksaan yang berisi tentang ketidaksetujuan atas sebagian atau seluruh hasil Pemeriksaan dan hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, Pemeriksa Pajak menggunakan surat tanggapan tersebut sebagai dasar untuk melakukan pembahasan akhir dengan Wajib Pajak dan hasil pembahasannya dituangkan dalam risalah pembahasan dan berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, yang ditandatangani oleh Tim Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak. (4) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 ayat (4) Wajib Pajak menyampaikan surat tanggapan hasil Pemeriksaan yang berisi tentang ketidaksetujuan atas sebagian atau seluruh hasil Pemeriksaan namun tidak hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, Pemeriksa Pajak menggunakan surat tanggapan tersebut sebagai dasar untuk membuat risalah pembahasan dan berita acara ketidakhadiran Wajib Pajak dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, yang ditandatangani oleh Pemeriksa Pajak. (5) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 ayat (4) Wajib Pajak tidak menyampaikan surat tanggapan hasil Pemeriksaan dan tidak hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, Pemeriksa Pajak membuat berita acara ketidakhadiran Wajib Pajak dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, yang ditandatangani oleh Pemeriksa Pajak. (6) Dalam hal Wajib Pajak tidak hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dan Pemeriksa Pajak telah membuat dan menandatangani berita acara ketidakhadiran Wajib Pajak dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (4), atau ayat (5), Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dianggap telah dilaksanakan. (7) Dalam hal Wajib Pajak menolak menandatangani berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (3), Pemeriksa Pajak membuat catatan tentang penolakan tersebut dalam berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan. (8) Dalam hal terdapat perbedaan pendapat antara Wajib Pajak dengan Pemeriksa Pajak dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, Wajib Pajak dapat mengajukan permintaan agar perbedaan tersebut dibahas lebih dahulu oleh Tim Pembahas. (9) Hasil pembahasan oleh Tim Pembahas dituangkan dalam risalah Tim Pembahas yang merupakan bagian dari Kertas Kerja Pemeriksaan. (10) Jangka Waktu Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dengan jenis Pemeriksaan Kantor harus diselesaikan paling lama 3 (tiga) minggu. (11) Jangka Waktu Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan harus diselesaikan paling lama 1 (satu) bulan. 119
Pasal 92 (1)
Risalah pembahasan dan berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Laporan Hasil Pemeriksaan.
(2)
Pajak yang terutang dalam surat ketetapan pajak atau Surat Tagihan Pajak dihitung sesuai dengan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, kecuali: a. Dalam hal Wajib Pajak tidak hadir dalam pembahasan akhir tetapi menyampaikan tanggapan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 ayat (2) atau ayat (4), pajak yang terutang dihitung berdasarkan hasil Pemeriksaan yang telah diberitahukan kepada Wajib Pajak dengan memperhatikan tanggapan tertulis dari Wajib Pajak; b. Dalam hal Wajib Pajak tidak hadir dalam pembahasan akhir dan tidak menyampaikan tanggapan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 ayat (5), pajak yang terutang dihitung berdasarkan hasil Pemeriksaan yang telah diberitahukan kepada Wajib Pajak. Pasal 93
(1)
(2)
(3)
Hasil Pemeriksaan atau surat ketetapan pajak dari hasil Pemeriksaan yang dilaksanakan tanpa: a. Penyampaian Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan; atau b. Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, dapat dibatalkan secara jabatan atau berdasarkan permohonan Wajib Pajak oleh Walikota. Dalam hal dilakukan pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), proses Pemeriksaan harus dilanjutkan dengan melaksanakan prosedur penyampaian. Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan dan/ atau Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan. Dalam hal pembatalan dilakukan karena Pemeriksaan dilaksanakan tanpa penyampaian Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan, berdasarkan surat keputusan pembatalan hasil Pemeriksaan, Pemeriksa Pajak melanjutkan Pemeriksaan dengan memberitahukan hasil Pemeriksaan kepada Wajib Pajak dan melakukan pembahasan akhir dengan prosedur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 dan Pasal 92. Pasal 94
(1)
Walaupun telah melakukan Pemeriksaan, dengan syarat Walikota belum menerbitkan surat ketetapan pajak daerah, Wajib Pajak dengan kesadaran sendiri dapat mengungkapkan dalam laporan tersendiri tentang ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, dan Pemeriksaan tetap dilanjutkan.
(2)
Pengungkapan dalam laporan tersendiri tentang ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hanya dapat dilakukan sebelum Pemeriksa Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan.
120
(3)
Pengungkapan dalam laporan tersendiri tentang ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh Pemeriksa Pajak diperlakukan sebagai tambahan informasi atau data dan menjadi bahan pertimbangan bagi Pemeriksa Pajak sebelum menyampaikan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan kepada Wajib Pajak. Pasal 95
(1)
Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 dapat diusulkan Pemeriksaan Bukti Permulaan apabila: a. Pada saat pelaksanaan Pemeriksaan ditemukan adanya indikasi tindak pidana di bidang perpajakan; b. Pada saat Wajib Pajak badan diperiksa memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 ayat (2); atau c. Wajib Pajak menolak untuk dilakukan Pemeriksaan, tidak memenuhi panggilan Pemeriksaan Kantor, menolak membantu kelancaran Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 dan terhadap Wajib Pajak tersebut tidak dilakukan penetapan pajak secara jabatan.
(2)
Dalam hal Pemeriksaan yang dilakukan merupakan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (2), usulan Pemeriksaan Bukti Permulaan harus memperhatikan jangka waktu penyelesaian permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak. Dalam hal usulan Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, pelaksanaan Pemeriksaan dihentikan dengan membuat Laporan Hasil Pemeriksaan sumir, kecuali usulan Pemeriksaan Bukti Permulaan terkait dengan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak, penyelesaian Pemeriksaan ditangguhkan sampai dengan: a. Pemeriksaan Bukti Permulaan diselesaikan dan tidak dilanjutkan dengan penyidikan; b. penyidikan dihentikan dan tidak dilakukan penuntutan; c. diterimanya putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yang menyatakan Wajib Pajak bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum.
(3)
Pasal 96 (1)
(2)
Pemeriksaan yang ditangguhkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ayat (3) dilanjutkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, apabila: a. Pemeriksaan Bukti Permulaan tidak dilanjutkan dengan penyidikan; b. Penyidikan dihentikan karena tidak dilakukan penuntutan; c. Diterima putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yang menyatakan Wajib Pajak bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum. Dalam hal Pemeriksaan dilanjutkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), jangka waktu Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan. Pasal 97
(1)
Pemeriksaan Ulang hanya dapat dilakukan berdasarkan instruksi atau persetujuan Walikota. 121
(2)
(3)
lnstruksi atau persetujuan Walikota untuk melaksanakan Pemeriksaan Ulang Dapat diberikan : a. Apabila terdapat data baru masuk data yang semula belum terungkap; atau b. Berdasarkan pertimbangan Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah. Penerbitan Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan (SKPDKBT) harus didahului dengan Pemeriksaan Ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam hal sebelumnya terhadap kewajiban perpajakan yang sama telah diterbitkan surat ketetapan pajak berdasarkan hasil Pemeriksaan. Pasal 98
(1)
(2)
Ruang lingkup Pemeriksaan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dapat meliputi penentuan, pencocokan, atau pengumpulan materi yang berkaitan dengan tujuan Pemeriksaan. Pemeriksaan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dilakukan dengan kriteria antara lain sebagai berikut: a. Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan; b. Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak; c. Pengukuhan atau pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak; d. Wajib Pajak mengajukan keberatan; e. Pengumpulan bahan guna penyusunan Norma Penghitungan Penghasilan Neto; f. Pencocokan data dan/ atau alat keterangan; g. Penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil; h. Penentuan satu atau lebih tempat terutang Pajak Pertambahan Nilai; i. Pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak; j. Penentuan saat produksi dimulai atau memperpanjang jangka waktu kompensasi kerugian sehubungan dengan pemberian fasilitas perpajakan; dan/ atau k. Memenuhi permintaan informasi dari negara mitra Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda. Pasal 99
(1) (2)
(3)
(4)
Pemeriksaan untuk tujuan lain dengan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 dapat dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Kantor atau Pemeriksaan Lapangan. Jangka waktu Pemeriksaan Kantor terkait dengan Pemeriksaan untuk tujuan lain adalah paling lama 7 (tujuh) hari kerja dan dapat diperpanjang menjadi paling lama 14 (empat belas) hari kerja yang dihitung sejak tanggal Wajib Pajak datang memenuhi surat panggilan dalam rangka Pemeriksaan Kantor sampai dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan. Jangka waktu Pemeriksaan Lapangan terkait dengan Pemeriksaan untuk tujuan lain adalah paling lama 2 (dua) bulan dan dapat diperpanjang menjadi paling lama 4 (empat) bulan yang dihitung sejak tanggal Surat Perintah Pemeriksaan sampai dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan. Dalam hal Pemeriksaan untuk tujuan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (2) huruf b dilakukan berdasarkan permohonan Wajib Pajak, jangka waktu Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
122
(5)
atau ayat (3) harus memperhatikan jangka waktu penyelesaian permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak. Dalam hal Pemeriksaan untuk tujuan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (2) huruf c dilakukan berdasarkan permohonan Pengusaha Kena Pajak, jangka waktu Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau ayat (3) harus memperhatikan jangka waktu penyelesaian permohonan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak. Pasal 100
(1)
Pemeriksaan untuk tujuan lain harus dilaksanakan sesuai dengan standar Pemeriksaan.
(2)
Standar Pemeriksaan untuk tujuan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi standar umum, standar pelaksanaan Pemeriksaan, dan standar pelaporan hasil Pemeriksaan. Pasal 101
Pemeriksa Pajak yang melaksanakan Pemeriksaan untuk tujuan lain juga harus memenuhi standar umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (1) dan ayat (2). Pasal 102 Pelaksanaan Pemeriksaan untuk tujuan lain harus dilakukan sesuai dengan standar pelaksanaan Pemeriksaan, yaitu: a. Pelaksanaan Pemeriksaan harus didahului dengan persiapan yang baik, sesuai dengan tujuan Pemeriksaan, dan mendapat pengawasan yang seksama; b. Luas Pemeriksaan disesuaikan dengan kriteria dilakukannya Pemeriksaan untuk tujuan lain; c. Pemeriksaan dilakukan oleh tim Pemeriksa Pajak yang terdiri dari seorang supervisor, seorang ketua tim, dan seorang atau lebih anggota tim; d. Pemeriksaan dapat dilaksanakan di Kantor Dinas, tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak, tempat tinggal Wajib Pajak, atau di tempat lain yang dianggap perlu oleh Pemeriksa Pajak; e. Pemeriksaan dilaksanakan pada jam kerja dan apabila diperlukan dapat dilanjutkan di luar jam kerja; f. Pelaksanaan Pemeriksaan didokumentasikan dalam bentuk Kertas Kerja Pemeriksaan; g. Laporan Hasil Pemeriksaan untuk tujuan lain digunakan sebagai dasar penerbitan surat keputusan atau sebagai bahan masukan untuk pembuatan keputusan. Pasal 103 Kegiatan Pemeriksaan untuk tujuan lain harus didokumentasikan dalam bentuk Kertas Kerja Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102 huruf f dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut : a. Kertas Kerja Pemeriksaan wajib disusun oleh Pemeriksa Pajak dan berfungsi sebagai: 1) Bukti bahwa Pemeriksa Pajak telah melaksanakan Pemeriksaan berdasarkan standar Pemeriksaan; dan 2) Dasar pembuatan Laporan Hasil Pemeriksaan. b. Kertas Kerja Pemeriksaan harus memberikan gambaran mengenai: 123
1) Data, keterangan, dan/ atau bukti yang diperoleh; 2) Prosedur Pemeriksaan yang dilaksanakan; dan 3) Simpulan dan hal-hal lain yang dianggap perlu yang berkaitan dengan Pemeriksaan. Pasal 104 Kegiatan Pemeriksaan untuk tujuan lain harus dilaporkan dalam bentuk Laporan Hasil Pemeriksaan yang disusun sesuai standar pelaporan hasil Pemeriksaan, yaitu: a. Laporan Hasil Pemeriksaan disusun secara ringkas dan jelas, memuat ruang lingkup atau pos-pos yang diperiksa sesuai dengan tujuan Pemeriksaan, memuat simpulan Pemeriksa Pajak dan memuat pula pengungkapan informasi lain yang terkait; b. Laporan Hasil Pemeriksaan untuk tujuan lain antara lain mengenai: 1) Penugasan Pemeriksaan; 2) Identitas Wajib Pajak; 3) Dasar (tujuan) Pemeriksaan; 4) Buku dan dokumen yang dipinjam; 5) Materi yang diperiksa; 6) Uraian hasil Pemeriksaan; 7) Simpulan dan usul Pemeriksa. Pasal 105 (1)
(2)
Dalam hal Pemeriksaan untuk tujuan lain dilaksanakan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan, Pemeriksa Pajak wajib: a. Memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak dan Surat Perintah Pemeriksaan kepada Wajib Pajak pada waktu Pemeriksaan; b. Memberitahukan secara tertulis tentang dilakukannya Pemeriksaan untuk tujuan lain kepada Wajib Pajak; c. Menjelaskan alasan dan tujuan Pemeriksaan kepada Wajib Pajak yang akan diperiksa; d. Menunjukkan Surat Tugas kepada Wajib Pajak apabila susunan Tim Pemeriksa Pajak mengalami perubahan; e. Membuat Kertas Kerja Pemeriksaan sebagai dasar penyusunan Laporan Hasil Pemeriksaan; f. Mengembalikan buku, catatan, dan dokumen pendukung lainnya yang dipinjam dari Wajib Pajak paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan; dan/ atau g. Merahasiakan kepada pihak lain yang tidak berhak segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak dalam rangka Pemeriksaan. Dalam hal Pemeriksaan untuk tujuan lain dilaksanakan dengan jenis Pemeriksaan Kantor, Pemeriksa Pajak wajib: a. Menyampaikan surat panggilan tentang dilakukannya Pemeriksaan untuk tujuan lain kepada Wajib Pajak; b. Memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak dan Surat Perintah Pemeriksaan kepada Wajib Pajak pada waktu Pemeriksaan; c. Menjelaskan alasan dan tujuan Pemeriksaan kepada Wajib Pajak yang akan diperiksa; d. Memperlihatkan Surat Tugas kepada Wajib Pajak apabila terdapat perubahan susunan Tim Pemeriksa Pajak; e. Membuat Kertas Kerja Pemeriksaan sebagai dasar penyusunan Laporan Hasil Pemeriksaan;
124
f. Mengembalikan buku, catatan, dan dokumen pendukung lainnya yang dipinjam dari Wajib Pajak paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan; dan/ atau g. Merahasiakan kepada pihak lain yang tidak berhak segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kcpadanya oleh Wajib Pajak dalam rangka Pemeriksaan. Pasal 106 (1)
(2)
Dalam hal Pemeriksaan untuk tujuan lain dilaksanakan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan, Pemeriksa Pajak berwenang: a. Meminjam dan memeriksa buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain, yang berhubungan dengan tujuan Pemeriksaan; b. Mengakses dan/ atau mengunduh data yang dikelola secara elektronik; c. Memasuki dan memeriksa tempat atau ruang, barang bergerak dan/ atau tidak bergerak yang diduga atau patut diduga digunakan untuk menyimpan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dokumen lain, dan/ atau barang, yang berkaitan dengan tujuan Pemeriksaan; d. Meminta keterangan lisan dan/ atau tertulis dari Wajib Pajak; dan/ atau e. Meminta keterangan dan/ atau data yang diperIukan dari pihak ketiga yang mempunyai hubungan dengan Wajib Pajak yang diperiksa melalui kepala unit pelaksana Pemeriksaan. Dalam hal Pemeriksaan untuk tujuan lain dilaksanakan dengan jenis Pemeriksaan Kantor, Pemeriksa Pajak berwenang: a. Meminjam dan memeriksa buku atau catatan. dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lain termasuk data yang dikelola secara elektronik, yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak; b. Meminta keterangan lisan dan/ atau tertulis dari Wajib Pajak; dan/ atau c. Meminta keterangan dan/ atau data yang diperlukan dari pihak ketiga yang mempunyai hubungan dengan Wajib Pajak yang diperiksa melalui Kepala Seksi Pemeriksaan. Pasal 107
(1)
Dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk tujuan lain dengan jenis Pemeriksaan Lapangan, Wajib Pajak berhak: a. Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak dan Surat Perintah Pemeriksaan kepada Wajib Pajak pada waktu Pemeriksaan; b. Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memberikan pemberitahuan secara tertulis sehubungan dengan pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan; c. Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memberikan penjelasan tentang alasan dan tujuan Pemeriksaan; d. Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan Surat Tugas apabila terdapat perubahan susunan Tim Pemeriksa Pajak; dan/ atau e. Memberikan pendapat atau penilaian atas pelaksanaan Pemeriksaan oleh Pemeriksa Pajak melalui pengisian formulir Kuesioner Pemeriksaan. 125
(2)
Dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk tujuan lain dengan jenis Pemeriksaan Kantor, Wajib Pajak berhak: a. Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperIihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak dan Surat Perintah Pemeriksaan kepada Wajib Pajak pada waktu Pemeriksaan; b. Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memberikan penjelasan tentang alasan dan tujuan Pemeriksaan; c. Meminta kepada Pemeriksa Paiak untuk memperlihatkan Surat Tugas apabila terdapat perubahan Susunan Tim Pemeriksa Pajak; dan/ atau d. Memberikan pendapat atau penilaian atas pelaksanaan Pemeriksaan oleh Pemeriksa Pajak melalui pengisian formulir Kuesioner Pemeriksaan. Pasal 108
(1)
Dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk tujuan lain dengan jenis Pemeriksaan Lapangan, Wajib Pajak wajib : a. Memperlihatkan dan meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lain, yang berhubungan dengan tujuan Pemeriksaan; b. Memberi kesempatan untuk mengakses dan/ atau mengunduh data yang dikelola secara elektronik; c. Memberi kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang penyimpanan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dokumen lain, dan/ atau barang, yang berkaitan dengan tujuan Pemeriksaan serta meminjamkannya kepada Pemeriksa Pajak; dan/ atau d. Memberikan keterangan lisan dan/atau tertulis serta memberikan data dan/ atau keterangan lain yang diperlukan.
(2)
Dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk tujuan lain dengan Jems Pemeriksaan Kantor, Wajib Pajak wajib: a. Memperlihatkan dan meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lain, yang berhubungan dengan tujuan Pemeriksaan; dan/ atau b. Memberikan keterangan lisan dan/ atau tertulis serta memberikan data dan/atau keterangan lain yang diperlukan. Pasal 109
(1) (2)
Buku, catatan, dan dokumen serta data, informasi, dan keterangan lain yang dipinjam harus disesuaikan dengan tujuan dan kriteria Pemeriksaan untuk tujuan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98. Peminjaman buku, catatan, dan dokumen serta data, informasi, dan keterangan lain harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 dan Pasal 84. Pasal 110
(1) (2)
Apabila dalam Pemeriksaan untuk tujuan lain Wajib Pajak tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108, Wajib Pajak harus menandatangani surat pernyataan penolakan Pemeriksaan. Dalam hal terjadi penolakan untuk menandatangani surat pernyataan penolakan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemeriksa Pajak membuat berita acara penolakan Pemeriksaan yang ditandatangani oleh Pemeriksa Pajak. 126
Pasal 111 (1)
Berdasarkan surat pernyataan penolakan Pemeriksaan atau berita acara penolakan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110, permohonan Wajib Pajak tidak dapat diproses atau dipertimbangkan dalam hal Pemeriksaan untuk tujuan lain dilakukan dalam rangka: a. Penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil; b. Penentuan satu atau lebih tempat terutang Pajak Pertambahan Nilai; dan/ atau penentuan saat produksi dimulai atau memperpanjang jangka waktu kompensasi kerugian; c. Sehubungan dengan pemberian fasilitas perpajakan.
(2)
Berdasarkan sural pernyataan penolakan Pemeriksaan atau berita acara penolakan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110, Wajib Pajak akan diberi Nomor Pokok Wajib Pajak dan dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak secara jabatan dalam hal Pemeriksaan untuk tujuan lain dilakukan dalam rangka: a. Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan; dan/ atau b. Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak secara jabatan.
(3)
Berdasarkan surat pernyataan penolakan Pemeriksaan atau berita acara penolakan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110, permohonan Wajib Pajak tidak dikabulkan dalam hal Pemeriksaan untuk tujuan lain dilakukan dalam rangka: a. Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak; dan/ atau b. Pengukuhan atau pencabutan pengukuhan Wajib Pajak Kena Pajak. Pasal 112
(1)
(2)
Dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk tujuan lain, melalui kepala unit pelaksana Pemeriksaan, Pemeriksa Pajak juga dapat memanggil Wajib Pajak untuk memperoleh penjelasan yang lebih rinci atau meminta keterangan dan/ atau bukti yang berkaitan dengan Pemeriksaan kepada pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 Undang-Undang KUP. Permintaan keterangan kepada Wajib Pajak atau kepada pihak ketiga sebagai mana dimaksud pada ayat (1) harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 dan Pasal 89. BAB XIV KETENTUAN PENUTUP Pasal 113
1. Petunjuk Pelaksanaan ini berlaku untuk objek dan subjek Pajak PBB sektor Perdesaan dan Perkotaan. 2. Pendaftaran, pendataan dan penilaian yang dilaksanakan oleh pihak ke-III tidak termasuk kegiatan Penelitian Pendahuluan, dan Penyusunan Rencana Kerja. 3. Dalam pelaksanaan pendaftaran, pendataan dan penilaian PBB P2 agar dilaksanakan peningkatan pemeriksaan dan pengawasan baik secara teknis maupun administratif. 4. Setiap petugas yang melakukan pendaftaran, pendataan, dan penilaian PBB P2 harus dilengkapi dengan surat tugas yang dikeluarkan oleh 127
Pejabat yang memberi tugas. DAFTAR LAMPIRAN 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42.
Struktur/ Bagan Umum SISMIOPD Formulir SPOP dan LSPOP Perorangan serta Petunjuk Pengisian Tanda Terima Penyampaian SPOP Tanda Terima Pengembalian SPOP PBB Daftar Penjagaan Penyampaian dan Pengembalian SPOP Daftar Rekapitulasi SPOP Perseorangan yang Diterima Kembali dari Subjek Pajak Surat Teguran Pengembalian SPOP Surat Persetujuan Penundaan Pengembalian SPOP Sistematika Rencana Kerja Pembentukan dan Pemeliharaan Basis Data Objek dan Subjek Pajak Dalam Rangka SISMIOPD Contoh Sket/ Peta kelurahan dan desa Daftar Sementara Data Objek dan Subjek PBB Formulir SPOP Kolektif Daftar Penjagaan Penelitian Pengisian SPOP dan Pemberian Kode ZNT Dalam Rangka Pembentukan dan atau Pemeliharaan Basis Data SISMIOPD Tanda Terima Penyerahan Hasil Pekerjaan Lapangan SPOP Kolektif Formulir Laporan Hasil Verifikasi Lapangan Daftar Hasil Pemeriksaan Contoh Sket/ Peta Blok Formulir Pemutahiran NIR Formulir Pemutahiran ZNT Bagan Sistem Penilaian Formulir 1 : Data Transaksi dan Properti Standar Baku Penulisan Nama Jalan Formulir 2 : Analisa Penentuan Nilai Pasar Wajar Formulir 3 : Analisa Penentuan Nilai Indikasi Rata-Rata (Berdasarkan Transaksi) Formulir 4 : Analisa Penentuan Nilai Indikasi Rata-Rata (Tidak Ada Transaksi) Pemberian Warna Garis Batas ZNT dan Pencantuman Angka NIR Dalam Peta Kerja Formulir ZNT Contoh Sket/ Peta ZNT Daftar Upah Pekerja, Harga Bahan Bangunan dan Sewa Alat (Standard dan Non Standar) Tabel Penyusutan Fisik Daftar Perhitungan Biaya Konstruksi Bangunan Per-M2 Perhitungan NJOP Secara Manual Daftar Penyusutan Bangunan Formulir Pengumpulan Data Pasar Untuk Penentuan Nilai Tanah Secara Massal Formulir Data Tanah dan Data Transaksi Contoh Lembar Kerja Objek Khusus (LKOK) Formulir Pengumpulan Data Lapangan Daftar Perubahan Data Objek dan Subjek PBB Formulir Pengawasan Pekerjaan Lapangan Berita Acara Uji Petik Pengumpulan Data Objek PBB dan Pemberian NOP Laporan Perkembangan Pengumpulan Data Objek Pajak Daftar Pemantauan Pelaksanaan Pengumpulan Data Objek Pajak dalam 128
43. 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50. 51. 52. 53. 54. 55. 56.
Rangka Pembentukan dan atau Pemeliharaan Basis Data SISMIOPD Formulir Laporan Mingguan Pendataan Perekaman Data SISMIOPD Formulir Laporan Bulanan Rencana dan Realisasi Pengumpulan Data objek Pajak dalam rangka SISMIOPD Formulir Laporan Triwulanan Rencana dan realisasi Pengumpulan data objek Pajak dalam rangka SISMIOPD Laporan Akhir Pembentukan dan atau Pemeliharaan Basis Data SISMIOPD Petunjuk Pelaksanaan Pendaftaran, Pendataan dan Penilaian Objek dan Subjek PBB P2 Dalam Rangka Pembentukan dan atau Pemeliharaan Basis Data SISMIOPD Bentuk Format Keputusan Walikota tentang Pengurangan PBB P2 Secara Perorangan Bentuk Format Keputusan Walikota tentang Pengurangan PBB P2 Secara Kolektif Laporan Hasil Penelitian Pengurangan PBB P2 Surat Pemberitahuan Penelitian di Lapangan ke Wajib Pajak Formulir Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi PBB P2 atau SKP PBB P2 atau STP PBB P2 Formulir Pengurangan Ketetapan PBB P2 Yang Tidak Benar atas SPPT/ SKP PBB P2/ STP PBB P2 Formulir Pembatalan Ketetapan PBB P2 Yang Tidak Benar atas SPPT/ SKP PBB P2/ STP PBB P2 Formulir Pembatalan Ketetapan PBB P2 Yang Tidak Benar atas SPPT Secara Kolektif Formulir Penerbitan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pembayaran PBB P2 (SPMKP PBB P2) Pasal 114
(1)
Pada saat Peraturan Walikota ini mulai berlaku, Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-533/PJ/2000 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pendaftaran, Pendataan, dan Penilaian Objek dan Subjek Pajak Bumi dan Bangunan dalam Rangka Pembentukan dan atau pemeliharaan Basis Data Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak (SISMIOP) dinyatakan tidak berlaku.
(2)
Petunjuk-petunjuk teknis yang mengatur Pendaftaran, Pendataan, dan Penilaian Objek dan Subjek Pajak Bumi dan Bangunan P 2 dalam Rangka Pembentukan dan atau pemeliharaan Basis Data Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak Daerah (SISMIOPD) sepanjang belum diatur kembali dan tidak bertentangan dengan Peraturan ini dinyatakan masih berlaku, yaitu : a. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-28/PJ.6/1992 tanggal 12 Juni 1992 tentang Petunjuk Teknis Nomor Objek Pajak (NOP) Pajak Bumi dan Bangunan; b. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-33/PJ.6/1993 tanggal 14 Juni 1993 tentang Petunjuk Teknis Pemetaan PBB; c. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-38/PJ.6/1993 tanggal 30 Juni 1993 tentang Petunjuk Teknis Pengukuran dan Identifikasi Objek Pajak Bumi dan Bangunan. Pasal 115
Peraturan Walikota Pariaman ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
129
Agar setiap orang mengetahui, memerintahkan pengundangan Peraturan Walikota Pariaman ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kota Pariaman. Ditetapkan di Pariaman pada tanggal 30 Agustus 2013 WALIKOTA PARIAMAN, dto MUKHLIS, R Diundangkan di Pariaman pada tanggal 30 Agustus 2013 SEKRETARIS DAERAH KOTA PARIAMAN, dto ARMEN BERITA DAERAH KOTA PARIAMAN TAHUN 2013 NOMOR 32.
130