Iwan., et al. / Perancangan Perbaikan Sistem Pembelian Bahan Baku di PT FSCM Manufacturing / Jurnal Titra, Vol. 1, No.1, Januari 2013, pp.83-90
Perancangan Perbaikan Sistem Pembelian Bahan Baku di PT. FSCM Manufacturing Iwan1, Tanti Octavia, S.T., M. Eng.2 Abstract: PT FSCM Manufacturing Indonesia merupakan produsen suku cadang kendaraan yang saat ini memiliki masalah keterlambatan bahan baku. Masalah keterlambatan bahan baku ini disebabkan oleh faktor sistem pembelian perusahaan yang belum memiliki standar dan faktor supplier yang tidak mampu memenuhi kesepakatan jadwal kedatangan barang. Masalah keterlambatan dianalisa melalui data masa lalu untuk mengetahui usulan perbaikan yang dapat diberikan. Usulan perbaikan sistem pembelian yang diberikan yaitu melakukan revisi Standard Operation Procedure dan revisi lead time pembelian, membuat Work Instruction, dan pemilihan supplier yang tepat. Keywords: Analytical Hierarchy Process, Standard Operation Procedure, Work Instruction, lead time pembelian.
kurang baik, karena belum adanya standar pembelian. Sedangkan faktor kedua yaitu, pihak supplier yang tidak mampu memenuhi kesepakatan jadwal kedatangan barang. Faktor-faktor ini perlu dianalisa terlebih dahulu untuk mengetahui bagian-bagian mana saja yang memerlukan perbaikan, lalu membuat usulan perbaikan dengan tepat.
Pendahuluan PT FSCM Manufacturing Indonesia merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang pembuatan komponen suku cadang kendaraan antara lain oil filter, air filter, dan fuel filter. PT FSCM Manufacturing ini menjalankan sistem make to order yang berarti perusahaan membuat produk sesuai dengan permintaan pelanggan. Sistem ini terkadang membuat perusahaan mengalami masalah karena jumlah permintaan pelanggan yang bersifat tidak menentu. Masalah yang muncul yaitu bila jumlah permintaan tidak menentu, maka jumlah bahan baku yang diperlukan juga menjadi tidak menentu. Semua proses pengadaan bahan baku perusahaan ini merupakan tanggungjawab dari departemen purchasing. Departemen ini akan mempertanggungjawabkan kedatangan barang kepada user atau pemesan, dimana user merupakan semua departemen yang ada di dalam perusahaan. User yang mengajukan permintaan pembelian kepada bagian purchasing adalah seluruh departemen, tetapi yang terpenting adalah bagian persediaan. Ini dikarenakan bagian persediaan berkaitan langsung dengan produksi. Bila kebutuhan dari pihak persediaan tidak terpenuhi, maka dapat mengganggu proses produksi perusahaan. Saat ini permasalahan yang terjadi dengan pihak inventory yaitu, terdapat bahan baku yang mengalami keterlambatan yaitu sebesar 48% yang diperoleh dari perhitungan data pembelian dalam satu tahun terakhir. Penyebab masalah keterlambatan bahan baku ini dapat disebabkan oleh dua faktor. Faktor pertama yaitu sistem pembelian di dalam perusahaan yang
Fakultas Teknologi Industri, Jurusan Teknik Industri, Universitas Kristen Petra. Jl. Siwalankerto 121-131, Surabaya 60236. Email:
[email protected],
[email protected]
1,2
Metode Penelitian Standard Operation Procedure (SOP) Standard Operation Procedure (SOP) merupakan suatu rangkaian instruksi tertulis yang mendokumentasikan kegiatan atau proses rutin yang terdapat pada suatu perusahaan. Pengembangan dan penerapan dari SOP merupakan bagian penting dari keberhasilan sistem kualitas. SOP menyediakan informasi untuk setiap individu dalam perusahaan untuk menjalankan suatu pekerjaan dan memberikan konsistensi pada kualitas dan integritas dari suatu produk. Pada intinya, dengan melakukan penerapan SOP maka perusahaan dapat memastikan suatu operasi berjalan sesuai dengan prosedur yang ada (Stup, 2001). AHP (Analitycal Hierarchy Process) Analytical Hierarchy Process adalah sebuah prosedur yang sistematis untuk mewakili elemenelemen dari masalah secara hirarki (Saaty, 1985). Metode AHP mengatur secara rasional dengan
83
Iwan., et al. / Perancangan Perbaikan Sistem Pembelian Bahan Baku di PT FSCM Manufacturing / Jurnal Titra, Vol. 1, No.1, Januari 2013, pp.83-90
memecah masalah kedalam bagian yang lebih kecil. Pengambil keputusan dilakukan melalui penilaian perbandingan berpasangan.
Perbandingan tersebut kemudian ditransformasikan dalam bentuk matriks untuk maksud analisis numerik, yaitu matriks n x n. 4. Melakukan perbandingan berpasangan sehingga diperoleh judgement seluruhnya sebanyak n x [(n1)/2] buah, dengan n adalah banyaknya elemen yang dibandingkan. Nilai numerik yang digunakan untuk perbandingan, diperoleh dari skala perbandingan yang dibuat oleh Saaty (1985). Skala perbandingan dapat dilihat pada Tabel 1
Tahapan AHP Secara umum langkah-langkah yang harus dilakukan dalam menggunakan AHP untuk pemecahan suatu masalah adalah sebagai berikut (Suryadi, 2000): 1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan. Pada tahap ini dilakukan pendefinisian masalah yang akan dipecahkan secara jelas, detail dan mudah dipahami. Satu atau beberapa solusi dari permasalahan tersebut diberikan. 2. Membuat struktur hirarki diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan dengan subtujuan, kriteria, dan kemungkinan alternatif seperti pada Gambar 1.
Gambar 1. Struktur Hirarki Sumber : Saaty, Thomas L. & Kevin P. Kearns (1985) Apabila kuesioner kepada multi responden, maka perlu dilakukan pengolahan data pendahuluan. Data hasil kuesioner diambil kemudian dicari ratarata geometrik (geometric mean) dengan rumus:
dimana:
GM y n
: Geometric Mean (rata-rata geometrik) : data : jumlah data
3. Membuat matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan kontribusi relatif setiap elemen. Perbandingan dilakukan berdasarkan judgement dari pengambil keputusan dengan menilai tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lainnya. Langkah pertama dalam menentukan susunan prioritas elemen adalah dengan menyusun perbandingan berpasangan (pairwise comparison), yaitu membandingkan dalam bentuk berpasangan seluruh elemen untuk setiap sub sistem hirarki. 84
Iwan., et al. / Perancangan Perbaikan Sistem Pembelian Bahan Baku di PT FSCM Manufacturing / Jurnal Titra, Vol. 1, No.1, Januari 2013, pp.83-90
Tabel 1. Skala Perbandingan Intensitas Kepentingan Relatif
Definisi
Penjelasan
1
Sama penting
Kedua elemen punya pengaruh yang sama. Pengalaman dan penilaian sedikit memihak satu elemen. Pengalaman dan penilaian sangat memihak satu elemen. Satu elemen yang didukung dan dominan terlihat dalam praktek. Bukti yang mendukung elemen yang satu terhadap elemen lain Ketika diperlukan kompromi.
3
5
Sedikit lebih penting
Lebih penting
7
Sangat lebih penting
9
Mutlak lebih penting
2, 4, 6, 8
Nilai diantara dua keputusan yang berdekatan Jika satu elemen memiliki satu angka lebih tinggi (contoh: 3), dibanding dengan elemen kedua, maka elemen kedua memiliki nilai sebaliknya (contoh: 1/3).
Perbandingan terbalik
Rasio konsistensi (CR) diperoleh dengan membandingkan indeks konsistensi dengan satu nilai dari bilangan indeks konsistensi acak (random Consistency Index/RI), atau dengan rumus:
Indeks konsistensi acak berbagai ukuran matriks (n) dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Indeks Konsistensi Acak n RI
2 0
3
4
5
6
7
8
9
10
0,52
0,89
1,11
1,25
1,35
1,4
1,45
1,49
Sumber : Saaty, Thomas L. & Kevin P. Kearns (1985) Vektor hasil perhitungan diterima jika CR dibawah 10%, bila tidak maka harus melakukan pengambilan data ulang. 6. Mengulangi langkah 3, 4, dan 5 untuk seluruh tingkat hirarki. 7. Menghitung vektor eigen dari setiap matriks perbandingan berpasangan. Nilai vektor eigen merupakan bobot setiap elemen. Langkah ini mensintesis judgement dalam penentuan prioritas elemen-elemen pada tingkat hirarki terendah sampai pencapaian tujuan. Penghitungan dilakukan dengan cara menjumlahkan nilai setiap kolom dari matriks dan membagi setiap nilai dari kolom dengan total kolom yang bersangkutan. Kemudian menjumlahkan nilai-nilai dari setiap baris dan membaginya dengan jumlah elemen untuk mendapatkan rata-rata. 8. Memeriksa konsistensi hirarki. Jika nilai konsistensinya melebihi 10%, berarti pengisian kuesioner tidak diisi dengan baik dan bersifat acak. Maka penilaian data judgement harus diperbaiki.
Sumber : Saaty, Thomas L. & Kevin P. Kearns (1985)
Hasil dan Pembahasan
5. Menghitung nilai eigen dan menguji konsistensinya. Penilaian proses terdapat kemungkinan masalah kelengkapan atau konsistensi dari perbandingan berpasangan. Rasio konsistensi (consistency ratio) memberikan suatu penilaian numeric mengenai bagaimana kketidakkonsistenan suatu evaluasi. Indeks konsistensi (consistency index/CI) suatu matriks perbandingan dihitung dengan rumus:
dimana: CI : indeks konsistensi λmax : eigen value terbesar dari perbandingan berpasangan n x n n : jumlah item yang dibandingkan
1 0
Pada sistem pembelian saat ini, terdapat dua masalah yang terjadi di dalam perusahaan yaitu: • Waktu pembelian yang tidak memenuhi lead time standar Doos (outer box) memiliki total lead time 10 hari, sedangkan rubber packing 8 hari seperti pada Tabel 4.1. Permintaan pembelian yang dibuat tetapi tidak memenuhi lead time standar tetap dapat diproses, tetapi akan diberi status “urgent” pada dokumen purchase order. Data pembelian selama satu tahun lalu menunjukkan 37% dan 38% pembelian yang memiliki status urgent barang yang berjenis doos dan rubber packing, secara berurutan.
matriks
85
Iwan., et al. / Perancangan Perbaikan Sistem Pembelian Bahan Baku di PT FSCM Manufacturing / Jurnal Titra, Vol. 1, No.1, Januari 2013, pp.83-90
Tabel 4. Kebijakan Penggolongan Lead Time oleh Perusahaan
• Tidak adanya sistem pengendalian barang Pengendalian barang yang ada saat ini belum berjalan. Hal ini ditunjukkan dengan adanya beberapa barang yang terlambat berhari-hari bahkan berminggu-minggu. Selain itu, purchasing juga mengalami kesulitan pencocokkan data dengan bagian persediaan untuk masalah daftar outstanding (daftar barang yang belum datang). Oleh karenanya pada penelitian ini akan dibuat sebuah sistem kontrol order yang berguna untuk mengendalikan semua pesanan perusahaan. Revisi SOP dan pembuatan WI juga dilakukan karena adanya perubahan dan perbaikan di dalam prosedur kerja.
Golongan Jenis
1 Tidak terlambat / <=10 Hari Kerja Tidak terlambat / <=8 Hari Kerja
Outer Box (Doos ) Rubber Packing
2 <=15 HK <=12 HK
3 >15 HK >12 HK
Setiap jenis barang digolongkan menurut jenis atau ukuran barang, kemudian dianalisa sebagai keterangan untuk dikonfirmasikan kepada supplier nantinya. Adapun contoh hasil penggolongan lead time dari supplier A adalah sebagai berikut:
Perancangan Lead Time Standar Pembelian Data jumlah pembelian untuk tiap jenis barang selama satu tahun ditampilkan pada Tabel 3. Ketidaksesuaian lead time pembelian oleh user diperoleh dengan membandingkan jumlah pesanan yang berstatus urgent dengan total jumlah pesanan. Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, diperoleh persentase sebesar 38% pemesanan yang tidak memenuhi lead time standar. Keterlambatan bahan baku juga disebabkan oleh pihak supplier. Berdasarkan data pemesanan, terdapat 48% dari total barang yang tidak datang tepat waktu. Ini merupakan jumlah yang sangat besar dimana hampir dari setengah barang yang pernah dipesan mengalami keterlambatan. Maka dengan masalah keterlambatan barang yang terjadi saat ini, akan dilakukan perbaikan dengan memperbaharui lead time pemesanan untuk outer box (doos) dan rubber packing dan membuat sistem pemilihan supplier.
Tabel 5. Penggolongan Lead Time Doos Supplier A
Tabel 3. Pemesanan Bahan Baku dalam Setahun Terakhir
Pemilihan Supplier dengan Analytical Hierarchy Process (AHP) Pemilihan supplier berperan penting untuk mendapatkan barang yang sesuai dengan harapan. Proses ini dilakukan pada saat membuat purchase order oleh bagian purchasing. Bila salah memilih supplier, dapat mengakibatkan kerugian, misalnya: terjadinya keterlambatan barang datang, kualitas yang kurang baik, harga yang terlalu mahal. Pemilihan supplier ini difokuskan pada tiga macam produk, yaitu outer box (doos), rubber packing, dan inner box (duplex). Tiga macam produk ini sering bermasalah dengan terlambatnya kedatangan barang, sehingga dapat mengganggu kinerja user atau bahkan mengganggu sistem produksi PT FSCM Manufacturing.
Jenis
Status
PO Deliv (jumlah pesanan)
standar
459
urgent
274
standar
1685
urgent
1031
Doos
Rubber Packing
Hasil normal late normal late normal late normal late
KONTROL SUPLLIER
N O
Deliv Realisasi (jumlah pesanan) 253 206 81 193 1040 645 421 610
Perancangan lead time pembelian dibuat berdasarkan tanggal Purchase Order (PO) hingga tanggal request barang ataupun dari tanggal PO hingga realisasi kedatangan. Rancangan lead time yang baru ini akan dibuat berdasarkan tiap jenis ukuran doos dan jenis barang rubber packing, dengan membaginya ke dalam tiga golongan sesuai dengan kebijakan perusahaan. Pembagian golongan dapat dilihat pada Tabel 4 di bawah ini:
UKURAN DOOS
PO (hari) DELIV
DELIV REALI SASI (hari)
SEB
SEB
G O L
KET
50
400
X
400
X
300
11
0
1
86
490
X
490
X
160
12
0
1
85
490
X
490
X
140
10,88
-3,25
2
63
440
X
440
X
170
17
-3,25
3
91
510
X
260
X
220
10,75
-3,75
2
HANYA 4 DATA
12
-8
3
HANYA 1 DATA
14,8
-13,2
3
HANYA 5 DATA
5
140
X
140
X
325 OME GA
1
140
X
140
X
325
BANYAK PESANA N HANYA 4 DATA
Penetapan Kriteria dan Subkriteria Pemilihan Supplier Doos, Rubber Packing, dan Duplex Kriteria pemilihan untuk supplier doos, rubber packing, dan duplex adalah sama, yaitu kualitas, harga, delivery, kapasitas, dan kerjasama. Setelah 86
Iwan., et al. / Perancangan Perbaikan Sistem Pembelian Bahan Baku di PT FSCM Manufacturing / Jurnal Titra, Vol. 1, No.1, Januari 2013, pp.83-90
digunakan. Karet ini juga sering bermasalah seperti barang yang terlambat datang dan tidak memenuhi kualitas. Gambar dari rubber packing adalah sebagai berikut:
kriteria ditetapkan, maka tahap selanjutnya adalah mengidentifikasi Vendor Performance Indicator (VPI). Outer Box (Doos) Doos merupakan bahan utama produksi yang berfungsi untuk mengemas produk filter. Doos ini merupakan bagian terluar dari produk dimana dalam satu doos terdapat beberapa produk filter sejenis. Gambar doos dapat dilihat pada Gambar 3 di bawah ini:
Gambar 4. Rubber Packing Subkriteria dari rubber packing ditetapkan dari masing-masing kriteria. Adapun tabel hasil penentuan subkriterianya seperti pada tabel di bawah ini: Tabel 7. Vendor Performance Indicator Rubber Packing Gambar 3. Outer Box (Doos) Penentuan subkriteria dilakukan dengan wawancara kepada supervisor. Berikut ini adalah tabel VPI untuk masing-masing kriteria.
No
Kriteria
No
Kriteria
Dimensi 1
Kualitas
2
Harga
3
Delivery
4
5
Kapasitas
Kerjasama
Penampilan
Keterangan ukuran sesuai standar cat bagus dan tidak sobek
Konten
isi konten benar
Harga murah
murah
Ketepatan waktu Ketepatan jumlah Memenuhi kebutuhan
barang datang tepat waktu barang datang tepat jumlah mampu memenuhi saat banyak pesanan
Memiliki mesin sendiri
memiliki beberapa alat dengan kapasitas besar
Kemudahan komunikasi
mudah dihibungi
Respon klaim
respon klaim cepat
Respon melakukan perbaikan
kemauan untuk melakukan perbaikan
Keterangan
Keutuhan
tidak lubang atau terpotong
1
Kualitas
Hardness
kekerasan bahan sesuai
Dimensi
ukuran sesuai standar
2
Harga
Harga murah
murah
Ketepatan waktu Ketepatan jumlah Memenuhi kebutuhan
barang datang tepat waktu barang datang tepat jumlah mampu memenuhi saat banyak pesanan
Memiliki mesin sendiri
memiliki beberapa alat dengan kapasitas besar
Kemudahan komunikasi
mudah dihibungi
Respon klaim
respon klaim cepat
Respon melakukan perbaikan
kemauan untuk perbaikan
Tabel 6. Vendor Performance Indicator Doos VPI (Subkriteria)
VPI (Subkriteria)
3
Delivery
4
Kapasitas
5
Kerjasama
Penetapkan alternatif-alternatif dari rubber packing meliputi tiga supplier yaitu supplier E, F, dan G. Perbandingan antar supplier tersebut akan dilakukan setelah tingkat kriteria dan subkriteria telah dibandingkan. Inner Box (Duplex) Duplex merupakan bahan utama yang berguna untuk mengemas produk filter. Duplex biasanya memiliki gambar, warna dan konten dari merk suatu produk seperti omega, aspira, shop&drive, denso, dsb. Contoh gambar dari duplex seperti gambar di bawah ini:
Alternatif supplier untuk jenis barang ini yaitu supplier A, B, C, dan D. Keempat supplier ini akan dibandingkan pada proses selanjutnya. Rubber Packing Rubber packing adalah karet yang digunakan sebagai perekat filter agar tidak bocor saat 87
Iwan., et al. / Perancangan Perbaikan Sistem Pembelian Bahan Baku di PT FSCM Manufacturing / Jurnal Titra, Vol. 1, No.1, Januari 2013, pp.83-90
Pengolahan Data Data tingkat kriteria (level 2) dan subkriteria (level 3) yang didapat sebelumnya kemudian diolah dan menghasilkan nilai pembobotan. Adapun nilai pembobotan jenis produk doos seperti pada Gambar 6 di bawah ini:
Gambar 5. Inner Box (Duplex) Subkriteria dari duplex ini juga ditetapkan dari masing-masing kriteria dan hasilnya sama seperti doos.
Gambar 6. Struktur Hirarki Pemilihan Supplier Outer Box (Doos) Alternatif outer box (doos) terbaik dari hasil pengolahan data menggunakan program adalah supplier B dengan bobot sebesar 0,382. Sedangkan kedua terbaik adalah supplier A dengan nilai 0,284. Selanjutnya yaitu supplier D sebesar 0,219 dan yang paling buruk adalah supplier C dengan nilai 0,115. Sedangkan nilai inconsistency menunjukkan angka sebesar 0,04 yang berarti kurang dari 10% menunjukkan bahwa kuesioner diisi dengan baik dan tidak secara acak. Beberapa kondisi tidak normal yang terjadi pada PT FSCM Manufaturing yaitu, waktu pembelian yang tidak memenuhi lead time standar, kebutuhan akan kualitas tinggi, dan kebutuhan jumlah besar. Hasil nilai tertinggi untuk alternatif dari setiap kondisi dapat dilihat pada Tabel 9 di bawah ini.
Pengumpulan Data Pengumpulan data didapatkan dengan menyebarkan kuesioner kepada pihak-pihak yang mempunyai pengalaman dan sering berhubungan langsung dengan supplier. Karena terdapat tiga responden, maka dihitung terlebih dahulu nilai ratarata geometrik seperti pada Tabel 8. Tabel 8. Data Hasil Kuesioner Perbandingan Kriteria Level
level 2 (kriteria)
Perbandingan Kriteria
Geometrik Mean
Kualitas – Harga
1,26
Kualitas – Delivery
1,14
Kualitas – Kapasitas
2,62
Kualitas - Kerjasama
1,26
Harga – Delivery
0,79
Harga – Kapasitas
4,22
Harga – Kerjasama
0,63
Delivery – Kapasitas
3,56
Delivery – Kerjasama
1
Kapasitas – Kerjasama
0,48
Tabel 9. Supplier Doos Terbaik pada Kondisi Khusus Kondisi Supplier Terbaik Normal B Waktu Pembelian Tidak B Memenuhi Lead Time Standar Kualitas Tinggi D Kapasitas Besar A Pembobotan tingkat kriteria untuk rubber packing menggunakan nilai yang sama dengan doos, dimana kualitas memiliki bobot terbesar. Sedangkan subkriteria dari packing berbeda untuk kriteria kualitas saja. Hasil pembobotan beserta struktur hirarkinya dapat dilihat pada gambar 7
Nilai geometrik ini kemudian diolah menggunakan program Expert Choice yang menghasilkan bobot nilai tingkat kriteria. Setelah itu, perbandingan subkriteria dari masing-masing produk juga dihitung rata-rata geometriknya. Data ini akan digunakan untuk menghasilkan nilai pembobotan tingkat subkriteria.
88
Iwan., et al. / Perancangan Perbaikan Sistem Pembelian Bahan Baku di PT FSCM Manufacturing / Jurnal Titra, Vol. 1, No.1, Januari 2013, pp.83-90
Seluruh hasil kuesioner pemilihan supplier ini berdasarkan hasil program expert choice yaitu dengan melihat nilai alternatif terbaik pada kriteria delivery, kualitas dan kapasitas. Perancangan Sistem Kontrol Order Sistem kontrol order ini menggunakan program microsoft excel yang berguna sebagai historical data, peringatan akan barang yang belum datang, serta penilaian performance supplier dari ketepatan waktu pengiriman. Sistem ini mencatat secara lengkap mulai dari informasi PP, PO, data kedatangan barang, dan Laporan Penerimaan Barang (LPB). Pencatatan tersebut dipisahkan per supplier untuk membantu merangkum kinerja dari masing-masing supplier. Sistem ini juga berguna merangkum daftar outstanding (daftar barang yang belum datang) untuk dilakukan pengecekan dengan bagian inventory. Daftar outstanding pada bagian purchasing akan lebih baik karena selalu diperbaharui setiap hari. Penambahan sistem ini tentu akan berpengaruh pada prosedur kerja di dalam perusahaan, maka perlu dilakukan revisi SOP serta pembuatan WI.
Gambar 7. Struktur Hirarki Pemilihan Supplier Rubber Packing Penilaian alternatif dilakukan dengan perbandingan antar supplier dari tiap subkriteria. Alternatifalternatif dari supplier packing antara lain supplier E, F, dan G. Nilai sebesar 0,46 dari E menunjukkan bahwa supplier ini memiliki performa paling bagus dibandingkan supplier G dengan nilai 0,324 dan supplier F dengan nilai 0,217. Nilai inconsistency sebesar 0,03 juga menunjukkan bahwa kuesioner yang diisi dapat diandalkan karena tidak diisi secara asal-asalan. Sedangkan pemilihan supplier terbaik pada kondisi tidak normal adalah sebagai berikut: Tabel 10. Supplier Rubber Packing Terbaik pada Kondisi Khusus Kondisi Supplier Terbaik Normal E Waktu Pembelian Tidak G Memenuhi Lead Time Standar Kualitas Tinggi E Kapasitas Besar E
Simpulan Perancangan sistem pembelian yang baik terdiri dari beberapa aspek. Aspek yang perlu diperhatikan yaitu lead time pembelian, sistem pemilihan supplier yang tepat, adanya pengendalian barang, dan beberapa aspek-aspek pendukung lainnya. Perusahaan saat ini memiliki persentase jumlah barang yang tidak memenuhi lead time standar sebesar 38% yang disebabkan oleh user. Sedangkan keterlambatan kedatangan bahan baku yang disebabkan oleh supplier yaitu sebesar 48%. Karena itu, diberikan rancangan lead time standar pembelian dan sistem pemilihan supplier untuk mengurangi masalah keterlambatan yang ada. Sistem pemilihan supplier dibuat bertujuan untuk mendapatkan barang yang sesuai dengan keinginan perusahaan. Proses pemilihan supplier sebelumnya dilakukan hanya berdasarkan harga termurah, tingkat produk cacat, dan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan. Akan tetapi perusahaan masih sering merasa salah memilih supplier terutama pada saat terjadi kondisi yang tidak normal, seperti pada kondisi yang tidak memenuhi lead time standar, kebutuhan akan kualitas tinggi, dan kapasitas besar. Usulan pemilihan supplier dilakukan dengan menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP). Berdasarkan AHP diperoleh bahwa untuk jenis doos yaitu terpilih supplier B dengan nilai 0,382 dari total 4 supplier pada kondisi normal. Sedangkan, untuk
Pembobotan subkriteria inner box memiliki nilai yang sama dengan outer box. Sedangkan alternatif dari jenis barang ini ada tiga yaitu supplier H, I, dan J. Data perbandingan ketiga alternatif tersebut kemudian diolah dan hasilnya menunjukkan nilai yang tidak jauh berbeda. Alternatif yang terbaik adalah supplier J, kemudian kedua yaitu H dan terakhir yaitu I. Nilai inconsistency menunjukkan 0,03 yang berarti data kuesioner dapat diandalkan. Adapun supplier terbaik bila terjadi pada kondisi yang tidak normal yaitu: Tabel 11. Supplier Duplex Terbaik pada Kondisi Khusus Kondisi Supplier Terbaik Normal J Waktu Pembelian Tidak I Memenuhi Lead Time Standar Kualitas Tinggi Kapasitas Besar
H J 89
Iwan., et al. / Perancangan Perbaikan Sistem Pembelian Bahan Baku di PT FSCM Manufacturing / Jurnal Titra, Vol. 1, No.1, Januari 2013, pp.83-90
jenis rubber packing dan Duplex yang terbaik yaitu supplier E dan supplier J, secara berurutan. Rancangan sistem control order diusulkan untuk perekaman data pembelian yang terkendali.
Daftar Pustaka Saaty, Thomas L. & Kevin P. Kearns (1985). Decision making using the AHP. Pittsburh: RWS Publications. Stup, Richard. 2001. Standard Operating Procedures: A Writing Guide. Dairy Alliance, Penn State University, www.dairyalliance.com/hrmgmt/organizatio naldev/SOPManual.pdf Turban, E., Aronson, Jay E., Ting, Peng Liang. (2008). Decision support systems and intelligent systems jilid 1 (7th Ed.) Yogyakarta: Penerbit Andi.
90