PERANCANGAN PENGOLAHAN NGL DI BLOK X
TUGAS AKHIR
Oleh: RIO AZWAD PATTIWANGI NIM 12206085
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar SARJANA TEKNIK pada Program Studi Teknik Perminyakan Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan Institut Teknologi Bandung
PROGRAM STUDI TEKNIK PERMINYAKAN FAKULTAS TEKNIK PERTAMBANGAN DAN PERMINYAKAN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2011
PERANCANGAN PENGOLAHAN NGL DI BLOK X
TUGAS AKHIR
Oleh: RIO AZWAD PATTIWANGI NIM 12206085
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar SARJANA TEKNIK pada Program Studi Teknik Perminyakan Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan Institut Teknologi Bandung
Disetujui oleh: Pembimbing Tugas Akhir,
Dr. Ir. Ucok W.R. Siagian
PERANCANGAN PENGOLAHAN NGL DI BLOK X Oleh: Rio Azwad Pattiwangi* Pembimbing: Dr. Ir. Ucok W.R. Siagian Sari Blok X yang terletak di bagian utara dari South Sumatra Basin memproduksi natural gas. Natural gas diolah di facility X yang terdapat di blok X, dipisahkan dari air dan kondensatnya, dikeluarkan fraksi zat pengotornya, dan diolah lagi sehingga menghasilkan dry gas dan NGL (Natural Gas Liquid). Walau memiliki unit pengolahan untuk memproduksi NGL, facility X tidak memiliki unit pengolahan untuk mengolah NGL tersebut. NGL perlu diolah agar menjadi produk-produk yang siap jual, yaitu LPG (Liquified Petroleum Gas) dan kondensat. Oleh karena itu, perlu dibuat suatu LPG plant untuk menangani NGL dari blok X ini. NGL yang berasal dari blok X disebut NGL X. Berdasarkan aspek teknik dan ekonomi, LPG plant untuk menangani NGL X akan dibangun di Marine Terminal Z (MTZ) yang berjarak 150 km dari blok X. Perlu diketahui bahwa MTZ adalah tempat penyimpanan dan penjualan produk-produk NGL yang diproduksi perusahaan lain, dan NGL X rencananya akan disimpan dan dijual disitu juga. Perancangan LPG plant di MTZ meliputi perancangan pipa yang membawa NGL X ke MTZ, perancangan unit fraksionasi, dan perancangan unit pendinginnya. Paper ini membahas perancangan pengolahan NGL X dari raw natural gas hingga menjadi NGL di facility X dan pengolahan NGL hingga menjadi produk-produk NGL di MTZ. Perancangan dilakukan dengan simulasi menggunakan program Aspen Hysis 3.2. Kata Kunci: Pengolahan NGL, LPG Plant, Pengolahan Natural Gas Abstrack Block X located in the north of South Sumatra Basin produces natural gas. Natural gas is processed in facility X, separated from its water and condensate, removed from its contaminants, and processed again until it produces dry gas and NGL (Natural Gas Liquid). Although it has unit facility to produce NGL, facility X doesn’t has unit facility to handle the NGL itself. It is necessary to process NGL to be LPG (Liquified Petroleum Gas) and condensate before it sold. Therefore a new LPG plant is needed to built to handle this ‘NGL from block X’. NGL from block X is called as NGL X. Based on technical and economical aspects, LPG plant to handle this NGL X will be built in Marine Terminal Z (MTZ) which located 150 km from block X. MTZ is a place for storing and offloading NGL’s products from another company, and NGL X will be planned to be stored and offloaded there too. Design of LPG plant in MTZ consist of pipeline design from facility X to MTZ, fractionation unit design, and liquefying unit design. The design to process NGL X from natural gas until it becomes its products itself is described in this study. The design is simulated by using Aspen HYSIS 3.2. Keywords: NGL Processing, LPG Plant, Natural Gas Processing *Mahasiswa Teknik Perminyakan Institut Teknologi Bandung angkatan 2006
1.
PENDAHULUAN
Blok X yang terletak di bagian utara dari South Sumatra Basin memproduksi natural gas dari lapangan M dan N. Natural gas diolah di facility X yang terletak di blok X dengan produk akhir berupa dry gas dan NGL (Natural Gas Liquid). NGL hasil pengolahan facility X disebut NGL X. Facility X memiliki unit fasilitas untuk mengolah natural gas tetapi tidak memiliki unit fasilitas untuk mengolah NGL X itu sendiri. Oleh karena itu perlu dibuat suatu LPG plant untuk mengolah NGL X ini. Berdasarkan hasil studi, demi mencapai aspek teknik dan ekonomi yang baik, LPG plant untuk memproses NGL X tidak akan dibuat di facility X, melainkan akan dibuat di Marine Terminal Z (MTZ) yang berjarak 150 km dari blok X.1 MTZ sebelumnya hanyalah tempat penyimpanan (storage), penjualan, dan pengangkutan Rio Azwad Pattiwangi, 12206085, Semester 2 – 2010/2011
produk-produk NGL yang diproduksi perusahaan lain dari lapangan yang berbeda. Produk NGL adalah LPG dan kondensat hasil dari pengolahan NGL di LPG plant. Tempat penyimpanan LPG dan kondensat di MTZ berupa kapal-kapal FPSO (Floating Production Storage and Offloading) yang memiliki keterbatasan dibanding tempat penyimpanan di darat. Produk-produk NGL X rencananya akan disimpan dan dijual di MTZ juga. Karena LPG plant untuk mengolah NGL X rencananya akan dibangun di MTZ, maka perlu dilakukan perancangan pipa saluran (pipeline) dari blok X ke MTZ dan perancangan LPG plant di MTZ sebelum pembangunan dilakukan. Perancangan ini dilakukan dengan cara simulasi menggunakan program Aspen HYSIS 3.2. dengan properties fluid package-nya menggunakan EOS (Equation of States) dari Peng-Robinson.4
1
2.
Tabel 1. Komponen Campuran Hidrokarbon1
KOMPONEN PENYUSUN NGL
NGL adalah campuran hidrokarbon hasil proses pengolahan natural gas yang telah dihilangkan komponen dry gasnya, metana dan etana.2 NGL memiliki fasa liquid di kondisi permukaan dengan komponen hidrokarbon berupa propana, butana, pentana, hexana, heptana, dan fraksi hidrokarbon yang lebih berat diatasnya. Terkadang etana masih sering dijumpai pada NGL dengan fraksi mol yang sangat kecil karena efisiensi proses fraksionasi di de-ethanizer yang kurang sempurna. Produk hasil proses pengolahan NGL ada tiga macam tergantung dari tekanan uapnya, yaitu kondensat, natural gasoline, dan LPG. Produk NGL yang memiliki tekanan uap rendah disebut kondensat, yang memiliki tekanan uap sedang atau pertengahan disebut natural gasoline, sedangkan yang memiliki tekanan uap tinggi disebut LPG.1 Terkadang pada proses dilapangan kondensat dan natural gasoline sering dianggap sama. Kondensat secara umum adalah hidrokarbon berfasa liquid yang terbentuk dari gas. Secara khusus kondensat memiliki beberapa definisi tergantung sudut pandangnya. Berdasarkan sudut pandang geologi, kondensat adalah hidrokarbon berfasa liquid yang terbentuk dari komponen gas yang terkondensasi akibat dari penurunan tekanan dan temperatur, dengan ciri-ciri memiliki densitas rendah dan API gravity tinggi. Berdasarkan terminologi produksi, kondensat adalah hasil proses NGL yang memiliki tekanan uap rendah, merupakan campuran hidrokarbon dengan sedikit komponen propane dan butane, tetapi banyak memiliki komponen pentane, hexane dan fraksi hidrokarbon berat lainnya. LPG adalah campuran hidrokarbon dengan komponen hidrokarbon utama berupa propana dan butana. LPG berfasa gas pada suhu dan tekanan normal, tetapi dapat diubah menjadi cair dengan pendinginan atau dengan kompresi atau gabungan keduanya. LPG yang dipasarkan di Indonesia dengan nama elpiji pada dasarnya adalah propana, butana, atau campuran keduanya.9 LPG sering digunakan sebagai bahan bakar untuk keperluan domestik dan industri karena memiliki energi yang cukup tinggi dan penanggulangannya yang lebih mudah dari pada LNG (Liquified Natural Gas). LNG adalah campuran hidrokarbon yang dicairkan pada suhu yang sangat rendah, sekitar -1600C. LNG memiliki komponen utama metana dan sedikit etana. Perbedaan kandungan komposisi hidrokarbon pada tiap-tiap jenis campuran hidrokarbon dapat dilihat pada tabel 1, warna merah menandakan komponen tersebut sebagai komponen utama penyusun campuran hidrokarbon yang bersangkutan.
Rio Azwad Pattiwangi, 12206085, Semester 2 – 2010/2011
Komponen
Campuran Hidrocarbon Natural Gas LNG NGL LPG Natural Gasoline Condensate
3.
C C1 x x
C2 x x x x
C3 x x x x x
C4 x x x x x x
C7
C5 x
x
x
x
x
x
x x
x x
x x
6
+
UNIT PENGOLAHAN NGL
NGL merupakan produk bawah dari hasil pengolahan natural gas. Sebelum menjadi NGL, natural gas harus dibersihkan dulu dari kandungan uap air, gas asam, gas inert, dan zat pengotor lainnya.Uap air biasanya dipisahkan dengan proses dehidrasi, acid gas dengan proses absorbsi, dan gas inert dengan cara kriogenik. Setelah natural gas bersih dari zat pengotornya, barulah proses pemisahan NGL dari metana dan etana dapat dilakukan.2 Lampiran A memperlihatkan diagram dan skema proses pengolahan natural gas hingga menjadi NGL. NGL selanjutnya diolah lagi di LPG plant. Unit pengolahan NGL disebut LPG plant karena unit ini memisahkan komponen penyusun utama LPG dari kondensat. Telah dijelaskan sebelumnya bahwa komponen utama penyusun LPG adalah propana dan butana. Ada dua unit utama pada LPG plant, yaitu unit fraksionasi (fractionation unit) dan unit pencair (liquefying unit). Unit fraksionasi memiliki fungsi untuk memisahkan komponen propana dan butana dari kondensat, sedangkan unit pencair memiliki fungsi untuk memproses propana dan butana agar berfasa liquid. 3.1
Unit Fraksionasi Peralatan utama dari unit ini adalah depropanizer (kolom pengawapropana) dan debutanizer (kolom pengawabutana). Depropanizer dan debutanizer masing-masing memiliki fungsi memisahkan propana dan butana dari fraksi yang lebih berat, kondensat. Di depropanizer, NGL dipanaskan dengan boiler sebelum masuk ke depropanizer tray column (kolom tray depropanizer), menyebabkan propana terpisah dari fraksi C 4+ . Propana keluar sebagai produk atas (top produk) dari depropanizer, dan C 4+ keluar sebagai produk bawahnya (bottom product). Sebagian propana dikembalikan ke depropanizer sebagai alir balik (reflux). Debutanizer memiliki sistem yang hampir sama dengan depropanizer, bedanya adalah produk yang masuk ke debutanizer bukan NGL melainkan produk bawah dari depropanizer. Sedangkan produk atas dari 2
debutanizer adalah butana dan produk bawahnya adalah kondensat. Propana dan butana selanjutnya dibawa ke unit pencair, sedangkan kondensat dapat langsung disimpan di tangki timbun (storage tank). 3.2
Unit Pencair Ada dua metode untuk mencairkan LPG, yaitu metode pemampatan (compression) dan metode pendinginan (cooling). Metode pemampatan adalah metode mencairkan LPG dengan cara memberikan tekanan yang melebihi tekanan uapnya. Besarnya tekanan uap LPG tergantung dari temperatur dan fraksi propana butana yang dikandungnya. Semakin tinggi temperatur menyebabkan tekanan uap semakin tinggi. Semakin tinggi fraksi propana juga menyebabkan tekanan uap semakin tinggi. Metode pendinginan adalah metode mencairkan LPG dengan cara menurunkan temperatur hingga dibawah temperatur uapnya. Unit untuk mencairkan butana dan propana dengan metode pendinginan disebut refrigeration unit. Peralatan utama dari refrigeration unit adalah flash tanks, compressor, dan chiller. Proses pendinginan propana dan butana dilakukan dengan metode yang berbeda. Propana didinginkan dengan cara flashing process, sedangkan butana didinginkan dengan metode pertukaran panas menggunakan propana yang telah didinginkan. Hal ini dapat dilakukan karena temperatur uap propana yang lebih kecil dari temperatur uap butana. Gambar 1 menunjukkan grafik tekanan uap LPG sebagai fungsi dari temperatur untuk berbagai nilai fraksi campuran propana-butana.
Gambar 1. Grafik Tekanan Uap LPG terhadap Temperatur14 LPG plant yang diracang untuk dibangun di MTZ menggunakan refrigeration unit sebagai unit Rio Azwad Pattiwangi, 12206085, Semester 2 – 2010/2011
pencairnya. Refrigeration unit dipilih karena unit penyimpan di MTZ berupa FPSO. Metode pemampatan kurang tepat dilakukan karena metode ini membutuhkan tempat penyimpanan yang terbuat dari material-material tebal dan berat, hal ini tidak cocok dilakukan karena di FPSO sebisa mungkin alat-alat yang digunakan ringan.4 4.
PERANCANGAN GAS PLANT DI FACILITY X
PROCESSING
Perancangan proses aliran gas di facility X dapat dilihat pada lampiran B. Pertama, fluida produksi dari blok X dibawa ke separator untuk dipisahkan gas dari cairannya. Tabel 2 memperlihatkan data produksi dari blok X pada kondisi tekanan dan temperatur separator. Tabel 2. Data Fluida Produksi Blok X pada Kondisi Separator Kondisi Fluida Temperature Pressure Fraksi Uap Molar Flow Laju alir cairan kondisi standar
100 150 68,31% 49185 22700
0
F psia lbmol/hr barrel/day
Komposisi H2O Metana Etana Propana i-Butana n-Butana C 5+
30,680% 61,635% 3,274% 1,334% 0,275% 0,407% 2,394%
mol mol mol mol mol mol mol
Produk bawah dari separator adalah campuran air terproduksi dengan kondensat. Tabel 3 memperlihatkan data fluida berfasa cair yang keluar dari separator. Dari tabel 3 dapat dilihat bahwa terdapat kandungan hidrokarbon sebanyak 100% dikurang 96%, yaitu sekitar 4% mol minyak yang terdispersi di dalam air. Empat persen mol terlihat sedikit, tetapi bila dikalikan dengan molar flownya menjadi 620 lbmol/jam, ini adalah angka yang sangat tinggi. Oleh karena itu biasanya produk bawah dari separator diolah lagi untuk diambil kandungan minyaknya. Tetapi pada proses perancangan ini hal tersebut tidak dibuat karena perancangan ini fokus pada perancangan pengolahan gas agar manjadi NGL. Jika produk bawah separator adalah liquid, maka produk atasnya adalah natural gas. Tabel 4 memperlihatkan data natural gas yang diproduksi di blok X. 3
Tabel 3. Data Produk Bawah dari Separator Kondisi Fluida Temperature Pressure Fraksi Uap Molar Flow Laju alir cairan kondisi standar
100 150 0% 15500 22700
0
F psia lbmol/hr barrel/day
Komposisi H2O Metana Etana Propana i-Butana n-Butana C 5+
96,000% 0,769% 0,047% 0,050% 0,026% 0,055% 3,053%
mol mol mol mol mol mol mol
Tabel 4. Data Produk Atas dari Separator Temperature Pressure Fraksi Uap Molar Flow Mass Flow H2O Metana Etana Propana i-Butana n-Butana C 5+
Kondisi Fluida 100 150 100% 33685,119 620500 Komposisi 0,62% 89,64% 4,76% 1,93% 0,39% 0,57% 2,09%
0
F psia lbmol/hr lb/hr mol mol mol mol mol mol mol
Dari tabel 4 dapat dilihat bahwa natural gas yang diproduksi blok X tidak mengandung CO 2 , H 2 S, N 2 , dan zat pencemar lainnya yang umum ditemui pada natural gas. Sebenarnya bukan tidak ada, tetapi zat-zat pencemar tersebut diasumsikan tidak ada karena proses perancangan pengolahannya menggunakan program Hysis 3.2 terlalu sulit. CO 2 dan H 2 S biasanya dirancang pada Hysis dengan menggunakan kolom absorbsi, fluida pengabsorbsi yaitu monoethanolamine (MEA), diethanolamine (DEA), diglycolamine, dan diisopropanolamine (DIPA). Sedangkan N 2 dengan menggunakan kolom distilasi kriogenik. Dari tabel 4 juga diketahui bahwa gas masih memiliki kandungan H 2 O yang cukup tinggi. Konsentrasi uap air yang diijinkan berada pada gas sekitar 2 – 7 lb/MMscf atau 0.001% dari molnya. Proses pemisahan uap air dari gas disebut dehidrasi gas (gas dehidration).3 Ada dua metode yang dapat
Rio Azwad Pattiwangi, 12206085, Semester 2 – 2010/2011
dilakukan pada proses dehidrasi gas, yaitu glycol dehydration dan solid bed dehydration.3 Pada perancangan gas processing plant ini, proses dehidrasi yang digunakan adalah glycol dehydration. Glycol dehydration dipilih karena relatif lebih murah. Proses yang terjadi pada glycol dehydration adalah proses absorpsi, dimana uap air pada gas diabsorpsi oleh cairan glycol, kemudian air tersebut dipisahkan lagi dari glycol dengan cara pemanasan agar glycol tersebut dapat digunakan kembali. Proses pembersihan glycol dari zat yang diabsorbsinya disebut proses regenerasi (regeneration) atau rekonsentrasi (reconcentration). Cairan glycol ada berbagai macam jenisnya, tapi pada perancangan ini yang digunakan adalah triethylene glycol yang umum digunakan pada proses dehidrasi. Tabel 5, 6, dan 7 masing-masing memperlihatkan data triethylene glycol yang masuk ke kolom dehidrasi, produk bawah dari kolom dehidrasi, dan produk atasnya. Tabel 5. Data Triethylene Glykol yang Masuk ke Kolom Dehidrasi Kondisi Fluida Temperature 77 Pressure 145 Fraksi Uap 0% Molar Flow 168,8 Laju alir cairan kondisi standar 3396
0
F psia lbmol/hr barrel/day
Komposisi Triethylene Glycol
100%
mol
Tabel 6. Data Produk Bawah dari Kolom Dehidrasi Data Fluida Temperature Pressure Fraksi Uap Molar Flow Laju alir cairan kondisi standar
118,3 116 0% 637 3959
0
F psia lbmol/hr barrel/day
Komposisi H2O Metana Etana Propana i-Butana n-Butana C 5+ Trietylen Glycol
33,00% 3,78% 0,59% 0,97% 0,07% 0,14% 3,07% 58,38%
mol mol mol mol mol mol mol mol
Dari tabel 7 dapat dilihat bahwa kandungan H 2 O pada produk atas kolom dehidrasi adalah 0% mol. Sebenarnya masih ada sekitar 0,0001%, tapi angka ini sudah sangat kecil bahkan lebih kecil dari kadar yang diijinkannya. Oleh karena itu dapat dianggap 0. 4
Tabel 7. Data Produk Atas dari Kolom Dehidrasi
Tabel 9. Data Produk Bawah dari De-etanizer
Kondisi Fluida
Kondisi Fluida
Temperature Pressure Fraksi Uap Molar Flow Mass Flow
110,57 116 100% 33420 719000
0
0,00% 90,28% 4,79% 1,92% 0,39% 0,57% 2,05%
mol mol mol mol mol mol mol
F psia lbmol/hr lb/hr
Komposisi H2O Metana Etana Propana i-Butana n-Butana C 5+
Pada tabel 6 dapat dilihat bahwa selain membawa air, proses dehidrasi dengan glycol juga membawa beberapa fraksi hidrokarbon untuk ikut bersamanya. Produk bawah kolom dehidrasi ini selanjutnya akan dibawa ke unit rekonsentrasi agar dapat digunakan kembali.3 Tahapan selanjutnya pada perancangan ini adalah proses fraksionasi untuk memisahkan metana dan etana dari kondensatnya. Kondensat inilah yang disebut NGL. Proses fraksionasi metana dan etana dilakukan dengan kolom fraksionasi de-etanizer. Disebut de-etanizer karena komponen terberat yang dirancang menjadi produk atasnya adalah etana.2 Metana ikut menjadi produk atas karena beratnya yang lebih ringan dari etana. Produk atas de-etanizer disebut dry gas sedangkan produk bawahnya itulah yang disebut NGL. NGL ini selanjutnya dibawa ke MTZ untuk diolah lebih lanjut. Tabel 8 dan 9 masing-masing memperlihatkan data produksi dry gas dan NGL dari kolom fraksionasi. Tabel 8. Data Produk Atas dari De-etanizer Temperature Pressure Fraksi uap Molar Flow Mass Flow
Data Fluida -96 7,5 0% 31760 532100
H2O Metana Etana Propana i-Butana n-Butana C 5+
Komposisi 0,00% 95,00% 5,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00%
0
F bar lbmol/hr lb/hr mol mol mol mol mol mol mol
Rio Azwad Pattiwangi, 12206085, Semester 2 – 2010/2011
Temperature Pressure Fraksi Uap Molar Flow Laju alir cairan kondisi standar
103,19 111,7 0% 1660 12680
0
0,00% 0,00% 0,68% 38,70% 7,89% 11,48% 41,25%
mol mol mol mol mol mol mol
F psia lbmol/hr barrel/day
Komposisi H2O Metana Etana Propana i-Butana n-Butana C 5+
Pada tabel 8 dapat dilihat bahwa fraksi uap sebesar 0%, yang berarti dry gas berada pada kondisi 100% liquid. Selanjutnya dry gas ini biasanya didinginkan kembali agar fasa cair dapat terus dicapai pada tekanan yang lebih rendah. Pada tabel 9 dapat dilihat bahwa sudah tidak ada lagi kandungan metana di NGL, dan dapat dilihat juga bahwa fraksi uapnya bernilai 0 yang artinya fluida berada dalam fasa liquid. NGL ini selanjutnya akan dibawa ke MTZ untuk diolah lebih lanjut di LPG plant. 5.
DASAR PEMILIHAN LPG PLANT DI MTZ
PEMBANGUNAN
Ada tiga skenario pembangunan LPG plant untuk memproses NGL dari blok X. Skenario pertama yaitu LPG plant dibangun di facility X baru kemudian produknya dibawa ke MTZ untuk dijual. Skenario dua yaitu memisahkan unit fraksionasi dan unit pendinginnya, unit frakstionasi dibangun di facility X sedangkan unit pencair dibangun di MTZ. Skenario tiga baik unit fraksionasi maupun unit pencair keduanya dibangun di MTZ. Pemilihan skenario harus berdasarkan aspek teknik dan ekonomi. Skenario satu, propana dan butana cair hasil pendinginan (chilled propana butana) dibawa ketempat penjualan MTZ yang berjarak sangat jauh dari facility X. Untuk menghindari perubahan fasa karena penurunan suhu maka pipa saluran dari facility X ke MTZ membutuhkan isolasi (insulation) yang tebal, hal ini menyebabkan biaya investasi skenario satu menjadi sangat tinggi. Skenario dua berisiko karena propana dan butana murni harus dibawa ke MTZ dengan tekanan tinggi untuk mencegah penguapan. Sistem pengaliran dengan tekanan tinggi ini menyebabkan skenario dua menjadi berisiko. Skenario tiga dianggap 5
lebih aman karena NGL lebih stabil mempertahankan fasanya daripada pronana butana murni, yang artinya NGL dapat dialirkan pada tekanan normal sehingga tidak terlalu berbahaya dan biaya investasi juga lebih sedikit karena tidak membutuhkan isolasi di pipanya. 6.
PERANCANGAN LPG PLANT DI MTZ
Data produksi NGL X dapat dilihat pada tabel 9. NGL X merupakan feed (produk yang diolah) pada LPG plant ini. Diagram proses aliran NGL dari facility X ke MTZ hingga menjadi produk NGL dapat dilihat pada gambar B 2. Spesifikasi dari unit-unit utama seperti depropanizer, debutanizer, flash tanks, compressor, dan chiller, serta pipa dan pompa yang membawa NGL dari facility X ke MTZ dapat dilihat pada lampiran C. NGL X dibawa ke MTZ melaui pipa saluran sepanjang 150 km. Dari tabel 9 diketahui tekanan NGL X di facility X sebesar 111 psia. Tekanan ini tidak akan cukup untuk membawa NGL X ke MTZ karena adanya pressure drop. Oleh karena itu diperlukan pompa. Tabel 10 memperlihatkan perubahan tekanan dan temperatur NGL X di pompa dan di pipa salur. Di pipa salur terjadi penurunan suhu karena adanya perpindahan panas dari sistem ke lingkungan. Temperatur lingkungan diasumsikan bernilai 300C. Dari tabel 10 dapat diketahui kondisi akhir fluida ketika tiba di MTZ yaitu berada pada temperatur 860F dan tekanan 105,4 psia. Tabel 10. Kondisi di Pompa dan di Pipa Salur Pompa Temperatur Masuk Tekanan Masuk Penambahan Temperatur Penambahan Tekanan Beban Pompa Efisiensi Adiabatik Temperatur Keluar Tekanan Keluar
103 111 1,284 288 64,5 75% 105,4 400
0
150 0 86 294,6 86 105,4
km m F psia F psia
F psia C psia kW F psia
6.1
Perancangan Unit Fraksionasi di MTZ Diagram perancangan unit fraksionasi di MTZ dapat dilihat di gambar B 3. Dari tabel C 1 dapat dilihat temperatur dan tekanan operasi depropanizer masingmasing sebesar 2950F dan 269,5 psia. Sedangkan dari tabel 10 dapat dilihat bahwa temperatur dan tekanan fluida yang keluar dari pipa masing-masing sebesar 860F dan 105,4 psia. Oleh karena itu dibutuhkan pompa dan alat pertukaran panas (heat exchanger) untuk meningkatkan tekanan dan menaikkan temperatur dari fluida. Setelah itu baru kemudian NGL X dapat masuk ke depropanizer. Di unit depropanizer NGL X diolah dan dipisahkan komponen propananya. Tabel 11 dan 12 masing-masing memperlihatkan produk atas dan produk bawah dari depropanizer. Dari tabel 11 dapat dilihat bahwa propana yang dihasilkan tidak murni 100%, hal ini karena adanya efisiensi pemisahan dari perancangan yang dibuat. Pada perancangan depropanizer dibuat agar propana yang dihasilkannya memiliki kemurnian 97,5%. Produk atas depropanizer selanjutnya dibawa ke refrigeration unit didinginkan, sedangkan produk bawahnya akan masuk ke debutanizer. Dari tabel 12 diketahui produk bawah depropanizer yang akan masuk ke debutanizer memiliki tekanan dan temperatur masing-masing 270 psia dan 324,10F, sedangkan dari tabel C 1 diketahui tekanan dan temperatur operasi debutanizer masing-masing sebesar 93,5 psia dan 2920F. Oleh karena itu dipasang valve terlebih dahulu agar tekanan dan temperatur fluida yang akan masuk ke debutanizer tidak terlalu jauh melebihi tekanan debutanizernya. Tabel 11. Data Produk Atas dari Depropanizer Kondisi Fluida Temperature Pressure Fraksi Uap Molar Flow Liq Flow Stand Con
Aliran di Pipa Panjang Elevasi Temperatur Lingkungan Pressure Drop Temperatur Keluar Tekanan Keluar
124,3 264 0 655 3891
0
F psia lbmol/hr barrel/day
Komposisi
Setelah sampai di MTZ, NGL X selanjutnya akan diolah di unit fraksionasi.
Rio Azwad Pattiwangi, 12206085, Semester 2 – 2010/2011
H2O Metana Etana Propana i-Butana n-Butana C 5+
0,00% 0,00% 1,72% 97,50% 0,61% 0,17% 0,00%
mol mol mol mol mol mol mol
6
Tabel 12. Data Produk Bawah dari Depropanizer
Tabel 14. Data Produk Bawah dari Debutanizer
Kondisi Fluida Temperature Pressure Fraksi Uap Molar Flow Liq Flow Stand Con
324,1 270 0 1005 8950
Kondisi Fluida 0
F psia
Temperature Pressure Fraksi Uap Molar Flow Liq Flow Stand Con
lbmol/hr barrel/day
Komposisi H2O Metana Etana Propana i-Butana n-Butana C 5+
0,00% 0,00% 0,00% 0,38% 12,63% 18,86% 68,13%
289,7 97 0 685 6783
0
F psia lbmol/hr barrel/day
Komposisi mol mol mol mol mol mol mol
Produk bawah depropanizer kemudian masuk ke debutanizer setelah disesuaikan tekanan dan temperaturnya. Tabel 13 dan tabel 14 berturut-turut memperlihatkan kondisi fluida dari produk atas debutanizer dan produk bawahnya. Dari tabel 13 dilihat bahwa total persen mol butana yaitu persen mol i-butana ditambah persen mol n-butana sebesar 97,5%. Sama seperti pada perancangan depropanizer, perancangan debutanizer juga dibuat agar efisiensi pemisahannya mampu membuat butana dengan fraksi mol 97,5%. Butana dari debutanizer berada pada fraksi liquid karena tekanan dari kondensor debutanizer yang cukup tinggi. Butana ini perlu dikecilkan tekanannya dengan cara didinginkan di refrigeration unit agar dapat aman disimpan di tempat penyimpanan FPSO.
H2O Metana Etana Propana i-Butana n-Butana Kondensat
0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,06% 0,60% 99,34%
mol mol mol mol mol mol mol
Tabel 14 adalah data produk bawah debutanizer, ini adalah zat sisa atau kondensat dari hasil pengolahan NGL. Dari tabel 14 diketahui suhu dari kondensat terlalu tinggi akibat beban boiler yang sangat tinggi pada debutanizer agar dicapai efisiensi pemisahan butana yang diinginkan. Suhu kondensat ini harus diturunkan sebelum disimpan di tempat penyimpanan. Oleh karena itu kondensat dimasukkan ke kolom pertukaran panas, dan karena itu juga belum cukup, ditambah lagi dengan menggunakan cooler seperti bisa dilihat di diagram perancangan pada gambar B 1. Kondensat juga ditambahkan pompa untuk meningkatkan tekanannya agar mampu mengalir hingga sampai ke tempat penyimpanan. Tabel 15 memperlihatkan kondisi akhir kondensat yang merupakan salah satu produk NGL X.
Tabel 13. Data Produk Atas dari Debutanizer Tabel 15. Kondisi Akhir Kondesat
Kondisi Fluida Temperature Pressure Fraksi Uap Molar Flow Liq Flow Stand Con
128,8 92 0 320 2211
Kondisi Kondensat
0
F psia
Temperatur Tekanan Molar Flow Mass Flow Fraksi Gas
lbmol/hr barrel/day
Komposisi H2O Metana Etana Propana i-Butana n-Butana Kondensat
0,00% 0,00% 0,00% 1,19% 39,55% 57,95% 1,31%
mol mol mol mol mol mol mol
Rio Azwad Pattiwangi, 12206085, Semester 2 – 2010/2011
121,5 340 685 70570 0%
0
F psia lbmol/hr lb/hr
6.2
Perancangan Refrigeration Unit di MTZ Diagram perancangan refrigeration unit di MTZ dapat dilihat pada gambar B 4. Proses pendinginan propana dan butana dilakukan dengan cara yang berbeda. Propana didinginkan dengan proses flashing, sedangkan butana didinginkan dengan cara pertukaran panas.
7
Penjelasan proses pendinginan propana di refrigeration unit terlalu rumit, lebih mudah jika melihat gambar diagram alirnya di gambar B 4, dan melihat kondisi-kondisi propananya disetiap aliran yang terlampir pada lampiran D. Butana didinginkan dengan cara perpindahan kalor dengan propana cair yang telah didinginkan. Hal ini dapat dilakukan karena suhu penguapan propana yang lebih kecil dari pada propana. Hasil akhir propana dan butana yang telah didinginkan dapat dilihat pada tabel 16. Sekaligus pada tabel 16 juga dimasukkan kondisi akhir kondensat. Jadi tabel 16 ini adalah kondisi akhir dari produk-produk hasil pengolahan NGL X, yaitu chilled propana, chilled butana, dan kondensat yang masing-masingnya siap untuk dijual.
Tabel 16. Hasil Akhir Produk NGL X Produk Propana
Butana
Kondensat
Spesifikasi Temperatur Tekanan Molar Flow Mass Flow Kemurnian RVP Temperatur Tekanan Molar Flow Mass Flow Kemurnian RVP Temperatur Tekanan Molar Flow Vol Flow RVP
Besaran -33,11 20 656 28820 97,49 193,3 25,3 17 320 18600 97,5 60,37 121,5 340 685 6788 7,32
Satuan 0 F psia lbmol/hr lb/hr %mol psia ᴼF psia lbmol/hr lb/hr %mol psia 0 F psia lbmol/hr STB/day %mol
Dari tabel 2 kita bisa tau molar flow butana dan propana yang berasar dari sumur, sedangkan dari tabel 16 kita bisa tau molar flow butana dan butana hasil akhir dengan mengalikan molar flow dengan tingkat kemurniannya. Tabel 17 menunjukkan perbedaan molar flow propana dan butana pada kondisi awal dengan kondisi akhir. Tabel 17. Molar Flow Propana dan Butana pada Kondisi Awal dan Akhir Laju mol
Dari sumur
Produk akhir
Propana
656
lbmol/hr 639
lbmol/hr
Butana
335
lbmol/hr 312
lbmol/hr
dari tabel 17 kita bisa tau bahwa ada 17 lbmol/hr propana dan 23,5 lbmol/hr butana yang terbuang Rio Azwad Pattiwangi, 12206085, Semester 2 – 2010/2011
selama proses pembuatannya baik di gas processing plant maupun di LPG plant. Dengan membagi nilai tersebut dengan nilai kondisi dari sumurnya maka kita dapat derajat ekstraksi dari propana dan butana yang masing-masing nilainya 97,5% dan 93%. 7.
BEBAN SISTEM
Beberapa unit pada perancangan gas processing plant dan LPG plant membutuhkan energi agar dapat menjalankan fungsinya. Misalnya pada perancangan di facility X, dibutuhkan pompa untuk memberikan tekanan agar NGL X dapat mengalir ke MTZ. Contoh lain di MTZ, depropanizer membutuhkan energi pada boiler (pemanas) untuk memanaskan produk bawahnya dan membutuhkan energi juga pada condensernya (pendingin) untuk mendinginkan produk atasnya. Besarnya energi yang dibutuhkan ini perlu diketahui untuk merancang pembangunan power plantnya. Tabel 18. Energi yang Dibutuhkan Oleh MasingMasing Sistem Hasil Perancangan Beban Gas Procesing Plant di Facility X Q Reboiler Q Condenser Pompa di Facility X
39860 63280
kW kW
1,36E+08 2,15E+08
Btu/hr Btu/hr
64,54
kW
2,20E+05
Btu/hr
Total
63344
kW
2,16E+08
Btu/hr
Beban LPG Plant di MTZ Pompa Sebelum Depropanizer 48,38 kW 1,65E+08 Reboiler pada Depropanizer 6893 kW 2,35E+07 Kondenser pada Depropanizer 4280 kW 1,46E+07 Reboiler pada Debutanizer 2386 kW 8,14E+06 Kondenser pada Debutannizer 3622 kW 1,24E+07 LP Kompresor 56,34 kW 1,92E+05 HP Kompresor 336,5 kW 1,15E+06 Cooler Kondensat 665,6 kW 2,27E+06 Pompa Kondensat 32,33 kW 1,10E+05 Total
18320
kW
6,25E+07
Btu/hr Btu/hr Btu/hr Btu/hr Btu/hr Btu/hr Btu/hr Btu/hr Btu/hr Btu/hr
Dari tabel 17 diketahui beban yang dibutuhkan oleh gas processing plant di facility X sebanyak 63344 kW sedangkan yang dibutuhkan LPG plant di MTZ hanya sebesar 18320 kW. Beban yang dibutuhkan gas processing plant lebih banyak dari pada yang dibutuhkan LPG plant karena pada unit de-ethanizer 8
molar flow dari fluida yang diolah jauh lebih tinggi dari pada molar flow fluida yang diolah di LPG plant. Fluida yang diolah di LPG plant sudah tak lagi mengandung metana karena sudah lebih dulu diproses di facility X, dimana metana memiliki fraksi mol 90% dari keseluruhan hidrokarbon yang diproduksi blok X.
semoga dibalas oleh-Nya dengan segala kebaikan. Terimakasih juga kepada teman-teman, dosen-dosen, dan staf-staf di TM ITB yang selalu mensuport dan membantu saya. Terakhir kepada Pratita Erlinda Saputri, yang menjadi warna indah dalam hidup saya, terimakasih ya sayang.
8.
11.
KESIMPULAN 1.
2.
3.
4.
5.
6.
9.
1.
2.
3.
4.
5.
REKOMENDASI 1.
2.
10.
Skenario yang dipilih untuk menangani pengolahan NGL X adalah dengan membangun LPG plant baru di MTZ. Metode yang dipilih di unit pencair adalah metode pendinginan dengan refrigeration unit. Produksi propana dan butana dari hasil pengolahan NGL X berturut-turut sebesar 656 lbmol/hr dan 320 lbmol/hr dengan tingkat kemurnian 97,5%. Tingkat kemampuan sistem mengetraksi propana lebih baik daripada mengekstraksi butana. Energi yang dibutuhkan gas processing plant di facility X lebih besar daripada yang dibutuhkan LPG plant di MTZ. Total energi yang dibutuhkan gas processing plant dan LPG plant sebesar 81664 kW.
DAFTAR PUSTAKA
Perancangan ini dilakukan dengan mengasumsi fluida produksi tidak mengandung zat pengotor. Karena jika ada mungkin jumlah propana dan butana yang dihasilkan akan lebih sedikit karena sebagian akan ikut terlarut ketika proses pembuangan zat pengotornya. Analisa pipa saluran dari facility X ke MTZ menggunakan asumsi perbedaan ketinggian topografi sama dengan 0. Jika tidak maka beban pompa pada facility X pasti meningkat.
6.
7.
8.
9.
UCAPAN TERIMA KASIH
Alhamdulillah akhirnya tugas akhir ini dapat saya selesaikan tepat pada waktunya. Puji syukur kepada Allah SWT yang selalu memberi jalan dikala saya sedang berputus asa. Terima kasih kepada ayah dan ibu yang tidak pernah bosan mendoakan saya. Kepada Dr. Ir. Ucok W.R. Siagian, dosen pembimbing yang dengan sangat baik selalu membantu saya terutama ketika saya tertimpa musibah, juga kepada mahasiswa S2 bimbingan beliau, Diyah Wulandari dan Guntur, saya ucapkan terima kasih yang amat sangat, Rio Azwad Pattiwangi, 12206085, Semester 2 – 2010/2011
10. 11. 12. 13. 14.
Wulandari, D.: “NGL Handling Analysis for Blok X”, Institut Teknologi Bandung, Bandung, 2010. Tobin, J., et al.: "Natural Gas Processing: The Crucial Link Between Natural Gas Production and Its Transportation to Market", Energy Information Administration Office of Oil and Gas, 2006. Arnold, K., Stewart, M.: “Surface Production Operation: Design of GasHandling System and Facilities”, Gulf Publishing Company, Houston, 1989. Marhaendrajana, T.: “Diktat Kuliah Fluida Reservoar”, Institut Teknologi Bandung, Bandung, 2005. Awashima, Y., et al.: "Development and Construction of LPG-FPSO", IHI Marine United Inc, 2006. Siagian, U. W.R.: “Diktat Kuliah Fluida Reservoar”, Institut Teknologi Bandung, Bandung, 2002. Guo, B., et al.: “Petroleum Production Engineer: A Computer-Assisted Approach”, Elsevier Science & Technology Books, 2007. Abdassah, D.: “Diktat Kuliah Teknik Gas Bumi”, Institut Teknologi Bandung, Bandung, 1998. “Kamus Minyak dan Gas Bumi”, Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi LEMIGAS, 1995. “Hysis Tutorial”, McMaster University, 2004. “Hysis 3.2 Operation Guide”, Aspen Tecnology Inc, Massachusetts, 2003. “Hysis 3.2 User Guide”, Aspen Tecnology Inc, Massachusetts, 2003. http://www.naturalgasliquids.net/ http://www.engineeringtoolbox.com/propa ne-butane-mix-d_1043.html 9
LAMPIRAN A – SKEMA DAN DIAGRAM PENGOLAHAN NATURAL GAS SECARA UMUM
Gambar A 1. Skema Proses Pengolahan Natural Gas
Gambar A 2. Diagram Proses Pengolahan Natural Gas Secara Umum Rio Azwad Pattiwangi, 12206085, Semester 2 – 2010/2011
10
LAMPIRAN B – PERANCANGAN GAS PROCESSING PLANT DI FACILITY X DAN LPG PLANT DI MTZ
Gambar B 1. Diagram Perancangan Gas Processing Unit di Facility X
Gambar B 2. Diagram Perancangan LPG plant di MTZ1
Rio Azwad Pattiwangi, 12206085, Semester 2 – 2010/2011
11
Gambar B 3. Diagram Perancangan Unit Fraksionasi di MTZ
Gambar B 4. Diagram Perancangan Unit Pendingin di MTZ
Rio Azwad Pattiwangi, 12206085, Semester 2 – 2010/2011
12
LAMPIRAN C – SPESIFIKASI PERALATAN UTAMA DI FACILITY X DAN DI MTZ
Tabel C 1. Spesifikasi Peralatan Utama di Unit Fraksionasi Spesifikasi Depropanizer Debutanizer ID x TT Jumlah Tray Tray spacing Internals Design Pressure Design Temperature/Min. Operating Pressure/Temperature Operating Reflux Ratio Insulation Insulation Material MOC
Jenis Unit
2591 x 11580 (tray 1-19) 2743 x 6706(tray 20-30) 30 24 Sieve 375-FV 331/24 255 psig / 295 3.2 Hot 62 Mineral Wool CS + CA 1.5
Satuan
1829 x 15240
mm
25 24 Sieve 120 – FV 328 / 60 79 psig / 292 3.8 Hot 62 Mineral Wool CS + CA 1.5
trays in psig o F o F mm mm
Tabel C 2. Spesifikasi Kompresor dan Turbin Gas di Refrigeration Unit Jumlah Kapasitas Inlet Flow Keterangan
Low Pressure compressor High Pressure compressor
2
Turbin gas
1
2
Spesifikasi
3 MMSCFD 9 MMSCFD
2.3 MMSCFD 7.6 MMSCFD
Daya: 80 HP, 1 kompresor berjalan, 1 kompresor cadangan Daya: 470 HP, 1 kompresor berjalan, 1 kompresor cadangan Daya: 680 HP, berbahan bakar propana
Tabel C 3. Spesifikasi Flash Tank di Refrigeration Unit HP Flash Vessel LP Flash Vessel
ID x TT Design Pressure Design Temperature/Min. Operating Pressure/Temperature Insulation Insulation Material Material
1067 x 5867 110 100 / (-45) 60 psig / 31 Cold 60 EPS (Smooth) LTCS + 1.5 mm CA
1006 x 5029 110 100 / (-45) 25 psig / (-2) Cold 100 EPS (Cut Cell) LTCS + 1.5 mm CA
Satuan mm psig o F o F mm
Tabel B 1. Spesifikasi Chiller di Refrigeration Unit Spesifikasi
Besaran / Jenis
Beban Type/Surface Each Design/Operating Pressure (Shell) Design/Operating Temperature (Shell) Design/Operating Pressure (Tube) Design/Operating Temperature (Tube) Insulation Insulation Material Material (Shell/Tube)
1.05 MMBtu/hr Floating Head / 1350 ft2 75 / 25 psig o (-50) to 200 / (0) to (-4) F 300 / 70 psig o (-50) to 150 / 25 to 120 F Cold 100 / 60 mm EPS (Smooth) / (Cut Cell) LTCS + 1.5 mm CA / LTCS + 1.5 mm CA
Rio Azwad Pattiwangi, 12206085, Semester 2 – 2010/2011
Satuan
13
LAMPIRAN D – KONDISI PROPANA DI REFRIGERATION UNIT
HP Flash
LP Flash
Inlet 1
Propane dari Depropanizer
Inlet 2
Temperatur 36 F Tekanan 75 Psia Molar Flow 655 lbmol/hr Fraksi Uap 38,10% Komposisi Propana 97,50% mol Propane dari HP Kompressor yang telah didinginkan Temperatur Tekanan Molar Flow Fraksi Uap Komposisi Propana
Outlet 1
27 75 822,9 39,50% 89% 31,4 75 574,7 100,00% 87,67%
Temperatur Tekanan Molar Flow Fraksi Uap Komposisi Propana Molar Flow ke HE Molar Flow ke LP Flash
Inlet 2
Outlet 1 F Psia lbmol/hr
31,4 75 903,2 0,00% 96,00%
F Psia lbmol/hr
503,2 400
lbmol/hr lbmol/hr
mol
Outlet 2
F Psia lbmol/hr mol
-0,36 39,7 400 48,37% 96,00%
F Psia lbmol/hr mol
Uap Propana dari LP flash Temperatur Tekanan Molar Flow Fraksi Uap Komposisi Propana
mol
31,4 75 503,2 0,00% 96,00%
Chilled Propane dari HP Flash yang ke HE Temperatur Tekanan Molar Flow Fraksi Uap Komposisi Propana
mol
Chilled Propane dari HP Flash
Chilled Propane dari HP Flash yang ke LP Flash Temperatur Tekanan Molar Flow Fraksi Uap Komposisi Propana
F Psia lbmol/hr
Uap Propane dari HP Flash Temperatur Tekanan Molar Flow Fraksi Uap Komposisi Propana
Outlet 2
Inlet 1
-1,372 39,7 252,4 100,00% 92,12%
F Psia lbmol/hr mol
Chilled Propana (Produk Akhir Propana) Temperatur Tekanan Molar Flow Fraksi Uap Komposisi Propana
-1,372 39,7 650,7 0,00% 97,50%
F Psia lbmol/hr mol
Tabel D 1. Kondisi Fluida di HP Flash dan LP Flash
Rio Azwad Pattiwangi, 12206085, Semester 2 – 2010/2011
14
Inlet
LP Condensor Uap Propana dari LP flash setelah ke valve Temperatur Tekanan Molar Flow Fraksi Uap Komposisi Propana
Outlet
-1,92 37,7 252,4 100,00% 92,12%
F Psia lbmol/hr mol
Uap Propana dari LP Compressore
Temperatur 51,73 F Tekanan 72,5 Psia Molar Flow 252,4 lbmol/hr Fraksi Uap 100,00% Komposisi Propana 92,12% mol Tabel D 2. Kondisi Fluida di LP Compressor High Pressure Compressor Inlet 1
Uap Propana dari HP Flash Temperatur Tekanan Molar Flow Fraksi Uap Komposisi Propana
Inlet 2
F Psia lbmol/hr mol
Uap Propana dari LP Compressore Temperatur Tekanan Molar Flow Fraksi Uap Komposisi Propana
Outlet
31,4 75 574,7 100,00% 87,67% 51,73 72,5 252,4 100,00% 92,12%
F Psia lbmol/hr mol
Uap Propana dari HP Compressor Temperatur 140,2 F Tekanan 226 Psia Molar Flow 827,2 lbmol/hr Fraksi Uap 100,00% Komposisi Propana 89,00% mol Tabel D 3. Kondisi Fluida di HP Compressor
Rio Azwad Pattiwangi, 12206085, Semester 2 – 2010/2011
15