PERANAN UNSUR KOLABORASI DALAM ORGANISASI Saparso* There is no miracle purely to overcome the complexity of daily organization’s Abstract problem. It needs a fundamental change in organization culture and a new approach in business aplications for directing and developing organization. Generally we make the new framework of organization culture art in adapting the dinamic enviroment. The Business leadership has not been a work, that focused on the critical decision. The organizations willingnes and productivity will provide the comparative absolute definitely. Having a structured basic surely for working responsibilty, a collaoration in organization will give out a apportunity and authority for everyone. The most efficient and effective way to manage employee, business’s process and resource in cooperative. The organization’s framework if efficient absolutely, because it can be able to creating out the friendsly situation and nature’s intergrity in daily interaction. The cooperation in working place has focused on the customer’’s demand and it is accountable and responsibilty. The cooperative has produced a great motivation improvement and self authority, and has been a important point for relationship in working place. To outcome the conflict, dispute grieveance organization need a cooperative. The cooperartive has acttained a sustainable framework for integrating office condition have home solution, it looks to be a human being naturally. Keywords : Etika Jaya, Akuntabilitas, Kolaboratif, Sistem Organiasai, Loyalitas, Struktur Kolaborasi, Alliansi, Collaborative Arrow, Komitment, Proaktif, Agen Katalis
Akan seperti apakah dunia kerja , seandainya kita semua saling menghargai? Sejauh mana efektifnya tempat kerja seandainya kita tahu kiat-kiat bekerja sama? Sejauh mana efisiensinya bisnis kita kalau memanfaatkan produktivitas laten tenaga kerja yang ada? Barangkali bangsa kita maju kalau kita belajar memanfaatkan kreativitas dari tempat kerja demi keuntungan kompetitif (Marshall,1996). Pertanyaan-pertanyaan itu muncul akibat kekawatiran Marshall memasuki abad ke 21. Babak baru era milinium diawali dengan berbagai krisis yang melanda dunia; krisis ekonomi, hukum, politik dan yang paling parah adalah krisis kepercayaan. Akibatnya kita bergerak secara individu, mengabaikan kepentingan orang lain demi keuntungan pribadi, mengorbankan nilai-nilai yang dipercaya dan meninggalkan etika yang dianut. Kondisi itulah yang memprihatinkan, kita sama-sama mencari jalan keluar untuk menyingkap takbir untuk membangun dan meningkatkan hubungan kerja sehingga bisa saling jujur dan benar. Belajar saling mempercayai dan mentranformasi pekerjaan menjadi tempat untuk bisa memberi kontribusi, berperan, belajar dan berkembang. Begitulah kita melihat paradoks tempat kerja, bagaimana dengan chaos dan kesempatannya, apakah kita memilih untuk meninggalkan Peranan Unsur Kolaborasi dalam Organisasi (Saparso)
PENDAHULUAN
*Penulis adalah Dosen Fakultas Ekonomi Univ. Kristen Krida wacana
117
kebiasaan-kebiasaan lama dalam melakukann sesuatu sampai menemukan perspektif, pandangan dan skill baru? Tempat kerja yang memiliki sifat kerja sama memberikan kerangka untuk membuat pilihan itu. Kalau benar bahwa kita yakin punya hak untuk menghargai kehormatan, martabat, dan integritas dalam pekerjaan, maka kita berada di tempat kerja yang bersifat kerja sama. Tempat kerja seperti ini pada hakekatnya bukan masalah tempat, dan bukan program bulan ini, tetapi kerja sama yang dimaksud adalah merupakan pandangan hidup, masalah etika dan prinsip organisasi tentang kiat memimpin dan mengelola organisasi. Menciptakan tempat kerja yang sifatnya kerja sama ini tidak terbatas pada kantor dan pabrik saja, tapi dapat digunakan dalam keluarga, sekolah, organisasi kekerabatan (faternal) dan kelompok-kelompok masyarakat. Kolaborasi benar-benar memberikan wewenang orang karena menyediakan basis yang berstruktur untuk menjaga salinng menghormati sambil memastikan tanggung jawab. Dalam dunia kerja yang baru, kerja sama ini mungkin cara yang paling effisienn dan efektif untuk mengatur karyawan dan sumber daya. Bentuk organisasi ini dikatakan effisien karena dapat menciptakan saling menghargai, mempercayai dan integritas dalam interaksi sehari-hari. Tempat kerja yang sifatnnya kerjasama yang dapat dipertanggung jawabkan (akuntabilitas) dan berfokus pada customer. Kerja sama menciptakan peradaban di tempat kerja. Kerja sama ini memberi wewenang pada diri kita sendiri, menyediakan landasan hubungan kerja yang baru dalam segala latar belakang dan kemungkinan untuk membuat kita bisa mengatasi konflik, pertentangan, dan perselisihan tanpa membahayakan individu. Kerja sama dapat memberikan kerangka kerja untuk integrasi kehidupan rumah tangga dengan tempat kerja (organisasi) sehingga bisa melihat diri sebagai manusia yang seutuhnya. Memang tidak mudah membangun kolaborasi ini, diperlukan tenggang rasa, kebijakan dan toleransi yang tinggi, sehingga memungkinkan beroperasinya berdasarkan prinsipprinsip meningkatkan harga diri, saling membangun kepercayaan dan menjaga martabat.
Apakah Kolaborasi adalah merupakan kerja sama yang saling menguntungkan yang Kolaborasi memiliki prinsip-prinsip dengan tujuan organisasi yang effisien. Marshall(1996) Itu? mengemukakan bahwa kolaborasi adalah merupakan “proses kerja sama
yang berdasarkan prinsip, yang memberi kepercayaan, dan integritas”. Prinsip ini memberikan dasar perubahan penting dan permanen bagi karyawan, juga bagi perusahaan. Kerja sama dapat memberikan intisari kreasi dan peningkatan tempat kerja. Beberapa cara yang perlu dipertimbangkan dalam proses kolaborasi : 1. Penggantian total; kolaborasi bukan program, teknik atau solusi yang setengah-setengah. Kolaborasi adalah pergantian total cara kerja sama, dan bersikap terhadap orang lain di tempat kerja. 2. Etika kerja yang baru; kolaborasi memberikan stabilitas jangka panjang di tempat kerja, karena etika kerja yang mengakui bahwa pekerjaan diselesaikan melalui karyawan, yang diinginkan karyawan dan perlu dinilai bila ingin sukses.
118
Jurnal Manajemen Krida Wacana Vol. 6, No. 2, Mei 2006 : 117 - 130
3.
Denominator hubungan yang umum; kolaborasi memberi denominator umum untuk melibatkan angkatan kerja, karena nilai inti dan kepercayaan merupakan fondasi untuk membanngun hubungan yang berdasarkan kepercayaan. 4. Kerangka pembuatan keputusan; kolaborasi memberikan pendekatan terhadap keputusan-keputusan organisasi yang mendasar pada prinsip bukan pada kekuasaan atau pribadi. 5. Serangkaian metode dan alat; Kolaborasi juga memberi serangkaian metode dan alat yang membantu karyawan mengambil hak dan tanggung jawab demi keberhasilan perusahaan, dan membangun sistem organisasi yang menghasilkan kinerja yang maksimal.
Membuat tempat kerja kolaboratif berarti membuat komitmen cara kerja Menciptakan sama yang baru. Ini bukan pproses langsung jadi, tetapi meruppakan pproses Tempat Kerja yang berkesinambungan. Tidak semua organisasi mungkin tidak efektif Kolaboratif beroperasi jika memakai prinsipp kolaborasi. Akan tetappi sebagiann besar organisasi banyak beruntung melakukan perubahan dasar dalam memimpin dan mengatur dari hirarki menjadi kolaboratif. Agar bisa demikian mereka harus konsistenn melakukannya. Karena secara alamiah kita tidak senang perubahan – terutama diantara kita yang telah lebih unggul dan sukses dengan menggunakan asumsi masa lalu – tantangan memang penting.
Kultur Kolaboratif
Kepemimpinan Kolaborasi Proses Team Kolaboratif
Stuktur Kolaboratif
Gambar 1 Tempat Kerja Kolaboratif Sumber : Marshall (1996)
1. Kultur Kolaboratif Sekumpulan nilai inti yang membentuk prilaku dan sikap bisnis. Nilai yang dimaksud merupakan kehormatan, keppercayaan dan kejujuran yang meruupakan tiga unsure yang palinng pokok dalam meencapai keuntungan kompetitif. Tipe manajemen commond and ccontrol yang menggunakan kekuasaan untuk meciptakan kultur rasa takut, membuahkan prilaku yang bisa diprediksi. Karyawan dituntut dengan aturan-aturan yang ditetapkan, namun produktivitas, energi dan loyalitas Peranan Unsur Kolaborasi dalam Organisasi (Saparso)
119
terganggu. Apa yang perlu dilakukan untuk mencciptakan kultur tempat kerja agar kehormatan, keperccayaannn dan kejujuran menjadi norma? Bagaimana menciptakan lingkungan kerja agar orang bersedia memikul tanggung jawab atas sukses organisasi bisa dipertanggungjawabkan dan bagaimana kita mulai merubah kultur dan perilaku lama dilingkungan kerja. Ada beberapa tuntutan yang perlu untuk mencciptakan kultur baru : a. Kesepakatan yang Berdasarkan Prinsip Banyak organisasi, kesepakatan berdasarkan kekuasaann atau keputusan seseorang. Dalam kultur kolaboratif tuntutan pertama adalah kesepakatan berdasarkan prinsip. Secara spesifik nilai inti dari etika kerja kolaboratif adalah memberi accuan untuk team atau kelompok. b. Proses Eksplisit Tidak semua peraturann yang mengatur lingkungan kerja disebutkann seluruhnnya. Ada norma yang tak diantumkan bahwa “semua amal kebajikan akan dibalas”. Dalam menciptakan kultur kolaboratif, peraturan yang tak disebutkan ini dinnyatakan secara eksplisit dan disetujui oleh semua pihak. Dalam kultur kolaboratif tak ada agenda yang tersembunyi atau rahasia. c. Perubahan Perilaku Semua oranng berperan serta dalam perubahan perilaku yang pantas – baik sebagai inndividu maupun kelompok. Proses menciptakan tempat kerja kolaboratif berarti gerakan secara perlahan menjauhi perilaku yang dipengaruhi oleh penghindaran, penyesuaian, persaingan atau kompromi pada perilaku yang berdasarkan pada kolaborasi yang benar. d. Kesepakatan Operasi Menetapkan aturan untuk mengatur cara kerja sama melalui kesepakatan operasi. Ksepakatan operasi menjadi kultur kolaborasi karena menunjukkan nilai dan kepercayaan anggota team, kelompok atau organisasi.Pproses ini memberi nilai dan kepercayaan kepada karyawan yang terkait. 2. Kepemimpinan Kolaboratif Fungsi kebersamaan situasional bukan hirarki posisi belaka, yang melibatkan setiap karyawan dalam organisasi. Kebiasaan lama kita sulit dihilangkan. Pemikiran hirarkis merupakan pola pikir yang sudah mendarah daging. Bagi kebanyakan kita, ini menunjukkan bagaimana kita jadinya harus memandang diri kita dan kebiasaan-kebiasaan hidup sesuai dengan kemajuan dunia. Sulit merubah perilaku seseorang, sikap dan kepemimpinan. Sebenarnya, kalau kita harus ada perubahan, penderitaan gara-gara tak berubah nyaris lebih parah ketimbang penderitaan yang dirasakan bila ada berubahan. Ini keputusan yang sangat pribadi, namun sesuatu yang bisa dipertimbangkan matangmatang. Di tempat kerja kolaboratif ini senantiasa ada kontak komunikasi yang dirancang sedemikian rupa sehingga kepentingan bersama dalam organisasi dapat terpenuhi. Pemimpin kolaborasi harus menyadari
120
Jurnal Manajemen Krida Wacana Vol. 6, No. 2, Mei 2006 : 117 - 130
fungsi yang luas yang dialkukannya, banyak diantaranya perlu dipenuhi secara bersama. Fungsi yang dimaksud adalah : a. Pemimpin sebagai Sponsor. Sponsor team, terutama kepemimpinan team, memberikan perlindungan pada arah strategic untuk team; memberikan sumber daya, angagarn dasar, dan kondisi batasan untuk aktivitas; memberikan dukungan pelatihan bagi pemimpin fungsional dan mengawasi proses untuk meyakinkan kesuksesannya; membantu memelihara integritas proses operasi team; dan melakukan intervensi yang perlu. b. Pemimpin sebagai Fasilitator Fasilitator memastikan bahwa pertemuan, dinamika team dan fungsi hubungan antar pribadi dengan efektif; memberikan disain pertemuan atau rapat-rapat dan implementasi pelayanan; mengatur pencegahan dan intervensi; memastikan kordinasi aktivitas intern di antara anggota team; melindungi integritas proses team; dan bekerja dengan sponsor bila ada masalah. c. Pemimpin sebagai Pelatih Fungsi ini menuntut objektivitas mengenai setiap orang perannya dalam team atau organisasi. Ini merupakan peran yang menunjang, yang melibatkan pemberian petunjuk dan sebagai sumber informasi. d. Pemimpin sebagai Agen Katalis yang Berubah Fungsi ini menuntut taraf objectivitas yng sangat tinggi mengenai organisasi, team dan anggota team. Menuntut kemampuan yang bisa dipertanggung jawabkan bagi setiap orang atas tindakannya, membuat observasi, dan memacu kelompok untuk bertindak, kalau mungkin membuat penyesuaian. e. Pemimpin sebagai Dokter Sebagian besar organisasi banyak mempunyai penderitaan yang membekas di dalamnya, ini yang nyaris menghancurkan hubungan dan merusak proses. Dalam peran ini pemimpin berperan sebagai mediator dan katalis untuk mengajak kebersamaan orang, memastikan integritas dalam hubungan kerja dan membuat intervensi yang perlu. f. Pemimpin sebgai Anggota Dalam banyak hal, sekalipun “pemimpin yang alami” akan benarbenar berlaku sebagai anggota team, menerima tanggung jawab untuk atas sukses team; berpartisipasi aktif dalam aktivitasnya; memelihara dan menunjang kemajuan team; melakukan pekerjaan; bertindak menurut ketentuan proses team. g. Pemimpin sebagai Manajer dan Administrator Peran tradisional ini melibatkan tanggung jawab administrative harian, dan sistem yang penting untuk pengaturan batasan-batasan dengan organisasi yang lebih besar. Ia juga melibatkan tindakan administrative yang memberi dampak pada setiap orang kalau tidak memberi hasil.
Peranan Unsur Kolaborasi dalam Organisasi (Saparso)
121
Semua peran ini dipenuhi demi suksesnya fungsi kepemimpinan di tempat kerja kolaboratif. Berdasarkan hal-hal tersebut diatas pemimpin kolaboratif diharapkan bertindak lain dalam pemikiran, perasaan dan jiwa atau sering berpikir melalui otak, hati dan jiwa. Disamping itu seorang pemimpin harus mampu menciptakan sikap dan perlaku anggotanya menjadi rasa ikut memiliki, rasa ikut bertanggung jawab dan mawas diri. Pemimpin kolaboratif diharapkan melakukan hal-hal sebagai berikut : a. Memastikan aliansi strategis di antara semua stockholder kunci dalam organisasi, dengan pelanggan dan pasar. b. Memastikan keharmonisan di antara semua unsur organisasi, dengan fokus pada proses dan integritas internalnya. c. Menciptakan dan menunjang lingkungan belajar yang mendorong pengambilan resiko dan membuat orang bisa berbuat kesalahan tanpa rasa takut akan dendam. d. Menciptakan dan mempertahankan momentum organisasional dalam perkembangan dan kemajuan perusahaan. e. Memfokuskan energi karyawan pada prestasi, baik dipandang dari segi ekonomi maupun dari segi mutu produk yang dihasilkan, hubungan kerja dan kepuasan pelanggan. f. Menggunakan ukuran untuk mengawasi kemajuan perusahaan terhadap sasaran strategik di semua bidang bisnis. g. Dengan proaktif mensponsori pembaharuan. Kesepakatan operasi dan proses kerja yang memastikan efektivitas yang maksimal dalam hubungan, hasil dan prestasi. Dilihat dari sisi psikologis dan sosial pemimpin kolaboratif berfokus pada hubungan, emnghargai orang lain, dan unsur-unsur motivasi. Pada pemimpin yang hirarkis, perhatiannya terfokus berdasarkan individu. Di tempat kerja kolaboratif, tanggung jawab ini dimiliki oleh jajajarn pemimpin, manajer dan team. Pemimpin yang kolaboratif diharapkan melakukan hal-hal sebagai berikut : a. Menunjukkan nilai bagi karyawan dengan merealisasikan perintahnya menumbuhkan sikap tersebut sekitar penghargaan yang mendasar bagi martabat dan penghargaan setip individu. b. Memberi inspirasi pada karyawan supaya memperoleh pemahaman tujuan bersama dengan kontinyu membangun nilai dan hak milik dari visi bersama, misi, dan arah strategik. c. Menciptakan lingkungan kerja yang peduli di mana anggota dan team saling menjaga. d. Mendorong lingkungan dimana orang bisa mengharapkan permintaan maaf atas kesalahannya sementara itu juga saling memikul tanggung jawab dan dapat dipertanggung jawabkan pada mereka. e. Mendukung komitmen oleh setiap orang dalam organisasi untuk membangun dan mempertahankan hubungan keseluruhan, dimana permasalahan terpecahkan dengan cepat dan utuh. f. Menciptakan bermasyarakat dan dukungan bersama.
122
Jurnal Manajemen Krida Wacana Vol. 6, No. 2, Mei 2006 : 117 - 130
g. Memberikan penghargaan melalui system pengakuan dan penghargaan yang memicu prestasi karyawan dan team, efectivitas dan kualitas kerjanya. h. Memastikan re-komitmen oleh setiap anggota dan team untuk melaksanakan secara maksimal pada perusahaan. Disamping itu juga seorang pemimpin kolaboratif harus memiliki sikap dan perilaku dari sisi spiritual memperlihatkan nilai, kepercayaan, motivasi dan perspektif bagaimana organisasi dan orang bekerja. Di tempat kerja kolaboratif kultur jauh lebih bervariasi yang berhubungan dengan jenis, etnis dan nilai, pemimpin kolaboratif menciptakan landasan yang umum, berdasarkan prinsip yang akan berbicara pada kebutuhankebutuhan yang mendasar bagi setiap orang dalam ketenagakerjaan. Oleh karena itu pemimpin kolaboratif diharapkan : a. Menghormati dan meningkatkan rasa harga diri serta martabat setiap individu, tak peduli karakter dan asalnya. Sama halnya penghargaan team juga akan dihormati dan dihargai sebagai inti blok bangunan untuk meyakinkan efektivitas jangka panjang. b. Berdasarkan sepenuhnya pada integritas, baik dalam perilaku maupun dalam tugas, praktek, proses, pertumbuhan, dan kemajuan organisasi. c. Membangun lingkungan kepercayaan, dimana orang bisa menerima atau mendapat kepercayaan dari aliansi koleganya. 3. Proses Team Kolaboratif Sekumpulan proses kerja non-birokratik yang diatur oleh team profesional yng berkolaboratif sejajar dan bertanggung jawab penuh atas keberhasilannya dan mempelajari skill baru yang bisa membuatnya mandiri. Kita harus ingat bahwa kolaborasi adalah pandangan hidup merealisasikan nilai dalam membuat tempat kerja kolaboratif yang seutuhnya. Kolaborasi merupakan prinsip untuk memperbaharui sebuah organisasi tidak hanya mengalihkan fondasi atau landasannya namun juga pendekatannya terhadap strategi, pelanggan, karyawan, proses kerja dan system. Tak ada proses perubahan yang bias berhasil dengan baik, bila tak jelas perubahan itu sangat penting diperlukan. Ada beberapa fase yang diperlukan – setiap tingkatan manajemen, kebutuhan untuk berubah berbeda-beda, yang penting adalah untuk memenangkan sebuah komitmen. Fase 1 : Kebutuhan dan Komitmen a. Menciptakan proses perubahan kepemimpinan team. Cara yang efektif untuk membangun nilai jangka panjang bagi tempat kerja kolaboratif adalah menciptakan kepemimpinan team anggota utama yang akan menjalankan proses perubahan. Dalam hal ini yang perlu diperhatikan adalah rekruitmen sumber daya manusianya, oleh karena itu mereka harus yang; (1) akan menjadi contoh perilaku; (2) memiliki skill yang sesuai dengan yang diperlukan; (3) dihargai oleh organisasi; (4) percaya pada perubahan. Disamping itu juga Peranan Unsur Kolaborasi dalam Organisasi (Saparso)
123
team harus diberikan kebebasan dalam waktu, untuk melakukan sesering mungkin pertemuan-pertemuan baik yang formal maupun informal. Bersepakat untuk menentukan kebutuhan dan bagaimana memnuhi kewajiban lainnya, dalam satu kesatuan tanggung jawab organisasi. b. Menetapkan kebutuan untuk merubah lingkungan kerja. Akibat dari kita tidak berbuat sesuatu akan berdampak pada perusahaan kehilangan peluang pasar, dan pelanggan menyatakan kekecewaannya secara public, karyawan gelisah, takut akan pemecatan, kondisi moral rendah. Penataan ulang organisasi perusahaan saja tidak akan menyelesaikan masalah. Beberapa proses transpormasi yang penting untuk dilaksanakan adalah harus ada pengakuan yang jelas dari stakeholder. Harus ada kesadaran bahwa kerugian karena tidak melakukan perubahan lebih besar dari pada melakukan perubahan. c. Membangun nilai untuk suatu komitmen Proses perubahan kolaboratif menuntut peningkatan nilai yang kontinyu, ia hanya menekankan pada hasil, bukan pada proses. Proses perubahan hanya merupakan sarana, alat pada tujuan. Team juga mempelajari tidak dapat membangun nilai dengan berfokus pada gagasan yang abstrak mengenai perubahan cultural. Ada beberapa anggota organisasi yang berpengaruh yang sangat keberatan terhadap proses perubahan. Orang semacam ini perlu terus menerus dilibatkan dalam proses, untuk mendukung konsensus yang telah disepakati. d. Metode kolaboratif. Pada tahap awal proses dapat membentuk sebuah alat yang disebut “collaborative arrow”, dimana membuat kelompok yang bias memikirkan proses perubahan dari perspektif yang komprehensif. Dengan menggunakan alat ini team sanggup bersama-sama; (1) mempertimbangkan seluruh unsure organisasi yang akan dirubah; (2) menentapkan dasar pengukuran perubahan terhadap waktu; (3) mempertimbangkan secara proaktif metode, strategi, pencegahan dan intervensi khusus yang akan dibuat untuk memastikan keberhasilan. Metode kolaboratif sangat menuntut interaksi, diskusi dan kesepakatan di saat memulai proses. Salah satu hal yang paling buruk bias terjadi dalam proses perubahan adalah team yang berubah terlalu melenceng dari sasaran. Fase 2 : Persiapan Bagi Perubahan a. Melengkapi Proses Pembentukan Team Tugas merancang dan melaksanakan pembaharuan sebuah organisasi melibatkan sense urgensi yang besar. Biasanya ada rasa segan banyak melakukan proses kerja. Yang perlu adalah menanamkan keterbukaan dan tempat menjaga keputusan yang mutunya rendah. Tanpa kesepakatan operasi yang berdasarkan pada consensus, konflik atau perselisian sering terjadi. Bila perselisian pendapat muncul atau kepercayaan dilanggar, maka intergritas dalam team berkurang, semangat team dan efektivitas kerja akan lenyap. b. Menciptakan dan Menopang Harapan yang Realistic
124
Jurnal Manajemen Krida Wacana Vol. 6, No. 2, Mei 2006 : 117 - 130
Pada tahap ini, karyawan menghendaki diberi wewenang dan dibiarkan bekerja, karyawan lain ingin lebih bertanggung jawab secara langsung, yang lain penuh harapan dengan menggunakan bakatnya yang lebih produktif. Pada fase ini tidak ada yang lebih penting kecuali menetapkan harapan yang realistis bagi proses perubahan. Cara untuk memberi harapan yang realistis adalah memberikan pemahaman yang jelas kepada tenaga kerja mengenai untung ruginya perubahan tersebut. Mereka perlu mengetahui faktor kritis yang membahayakan bagi dirinya. Seperti pepatah mengatakan bahwa “kemenangan selalu diikuti dengan kemenangan yang lain” terutama proses transpormasi. Untuk membangun nilai dan momentum bagi perubahan, maka perlu mewujudkan beberapa sukses awal yang nyata, hal-hal yang perlu dilakukan selama beberapa waktu atau beberapa hal yang akan menunjukkan pada organisasi bahwa sesungguhnya ada pertentangan kultur baru untuk dijadikan pegangan. c. Menyampaikan Proses Perubahan. Team harus memakai semua alat atau metode rinci yang akan digunakan untuk proses sosialisasi. Jangan mengatakan perubahan kalau kita tidak siap secara nyata bentuk dari perubahan itu. Arak kebijakan, waktu dan ukuran penilaian yang akan digunakan organisasi yang disepakati. Peta proses ditetapkan dengan tegas dan tanggung jawab ditetapkan, budget diterapkan dan penyimpangan diantisipasi, sehingga team dapat mulai bekerja penuh dengan harapan. Fase 3 : Penilaian, Aliansi dan Rencana a. Menetapkan penilaian organisasi. Penilaian membuatnya mungkin menarik diantara persepsi dan pakta serta memberikan kerangka bagi keluhan-keluhan yang berubah menjadi tindakan yang bertanggung jawab dan positif. Kita tidak Cuma bangkit sehari dan menyadar cara melakukan segala hal yang besar. Kita harus membuka pikiran pada cara-cara berpikir yang baru mengenai apa yang telah kita lakukan dan bagaimana sebaiknya. Tentu saja ini merupakan proses yang berulang-ulang bahwa apa yang telah dikerjakan kurang efektif dari pada semestinya. Perubahan mungkin mengejutkan banyak orang dan hanya menyebabkan banyak orang untuk berlindung dan lekat pada jabatanya. Mereka perlu dilibatkan, diberi fasilitas, diberi pendidikan, diberi rangsangan dan memancingnya keluar dari paradigma yang selama ini diyakini kebenarannya. b. Rencana pertumbuhan dan aliansi strategis. Melalui proses ini beberapa pertimbangan yang perlu diperhatikan adalah; (a) team yang berubah perlu tetap objectif, fasilitatif dan dijalankan agar beroperasi pada prinsip, (b) team harus mengawasi agenda yang tidak tampak, non-aliansi, dan partisipasi yang kurang dari semestinya, (c) team harus memperlakukan setiap pelanggan seperti keluarga, meyakinkan bahwa perspektif pelanggan telah sepenuhnya ditanggapi. Team yang berubah juga meyakinkan bahwa Peranan Unsur Kolaborasi dalam Organisasi (Saparso)
125
stakeholder utama sepakat dengan arah baru perubahan yang dilakukan. Fase 4 : Mengatur Implementasi a. Menciptakan kerja kolaboratif. Memang tidak mudah membuat transisi dari commad and control menjadi kolaborasi. Yang perlu dipersiapkan adalah membantu transisi yang tetap berfokus pada perubahan. Setiap team akan melalui proses pembentukan team yang kolaboratif dan menyetujui peran dan fungsi kepemimpinan. b. Mengatur integritas transisi. Menurut Webster, integritas sebagai kekuatan, ketulusan hati, ketaatan yang kuat pada nilai-nilai kode etik. Banyak terjadi putus hubungan dalam proses perubahan, atau pemutusan dalam integritas, setelah suatu perusahaan menjadi kolaboratif. Oleh karena itu perlu dibuat komitmen-komitmen baru untuk menempatkan semua kepentingan. Dan jangan lupa menyertakan setiap orang dalam rapat untuk membahas permasalahan, membicarakan problem yang kolaboratif, dan membuat kode perilaku team mengenai tanggung jawab setiap team sebagai satu kesatuan. c. Penyerahan tanggung jawab manajemen. Proses kolaboratif telah sempurna bila team menerapkan tanggung jawab fungsionalnya dengan beberapa kemudahan. Proses implementasi selanjutnya adalah penyerahan tanggung jawab manajemen yang rutin pada team. Kalau pimpinan menyerahkan tanggung jawab ini kepada team, sebetulnya memberikan kebebasan kepada pimpinan untuk berfokus pada permasalahan strategi utama. Fase 5 : Pemenuhan Diri dan Pembaharuan a. Menciptakan kepemimpinan team baru. Kepemimpinan yang silih berganti memang diperlukan jika perusahaan hendak memelihara tingkat objectivitas dalam proses ini. Pergantian ini harus dijadikan harapan yang jelas dan terbuka bagi semua anggota team. Tidak hanya merefleksikan komitmen kesehatan psikologis organisasi, namun membuka kesempatan kemajuan karir bagi anggota yang sangat menonjol sebagai pemimpin situasional. b. Mengukur Kemajuan Perusahaan Tentunya team yang sudah berubah tersbut telah mengembangkan serangkaian, ukuran untuk memberi standar organisasi. Bagaimanapun setiap team dalam organisasi yang sudah berubah diberi tangung jawab yang penting untuk menghasilkan. Setiap team meninjau ulang hasilnya, dan kultur tempat kerja digunakan kembali untuk menilai kemajuan menuju lingkungan kerja kolaboratif. c. Melengkapi Skill Untuk Kemajuan Diri Team yang sudah berubah, hendaknya dikembangkan sebagai kader supaya kemampuannya meningkat. Training secara intensif harus dilakukan, silih berganti menjadi pelatih, untuk memberikan dukungan moal dan dukungan profesional bagi dirinya maupun anggota team
126
Jurnal Manajemen Krida Wacana Vol. 6, No. 2, Mei 2006 : 117 - 130
yang lain. Dengan melembagakan kemampuan dalam team ini, diharapkan organisasi makin sinergis. d. Pengakuan Sukses Barangkali bentuk perayaan yang paling sulit yang dilakukan dan dipelajari team yaitu pengakuan. Mengakui secara lisan kontribusi setiap anggota terhadap sukses perusahaan tidak mudah. Ini pentng dilakukan, karena meupakan pengakuan skill, kemampuan dan kontribusi setiap individu yang tulus yang diperuntukkan pada perjuangan team. e. Peninjauan Ulang dan Pembaharuan Tiak ada yang kekal, terutama kalau organisasi sukses—salah satu ancaman yang paling besar yang dihadapi organisasi ialah menjadi statis, puas diri, dan sombong. Banyak perusahaan yang tergelincir dalam persaingan, karena mereka lupa tidak beradaptasi dengan kondisi pasar yang baru. Untuk mengurangi kelengahan ini, kita harus selalu mawas diri, dan kemudian kita melakukan pembaharuan 4. Struktur Kolaborasi a. Pola pikir kepemimpinan Permasalahan yang paling besar yang dihadapi para pemimpin, setelah kita maju pada pendekatan bisnis yang lebih kolaboratif adalah kebutuhan untuk; merealisasikan nilai-nlai baru, menunjukkan perilaku yang baru dan komit pada kesuksesan. Kembali ke prilaku lama adalah suatu ancaman yang serius pada suatu tempat kerja kolaboratif. Lebih mudah menyalahkan proses atau program ketimbang kesediaan untuk menggali dampak perilaku seseorang dan mempertimbangkan merubahnya. Disini yang diperlukan adalah komitmen mendasar bagi kesuksesan harus ada dan harus bersedia menangguhkan masa lalu dan tertantang oleh masa depan. Kepemimpinan bagi integritas banyak menuntut tugas. b. Bisnis dan fokus pelanggan. Bila bisnis melupakan pelanggannya, secara signifikan akan berpengaruh pada pencapaian target, pelanggan tidak puas, laba mulai menurun dan persepsi pelanggan terhadap reputasi perusahaan negative. Proses perubahan sebaiknya tidak mengorbankan pelanggan, kepuasan dan kepercayaan pelanggan adalah hal penting dalam perusahaan. Kecemasan mengenai apa yang akan terjadi dari hirarki bias merusak perubahan pada organisasi yang berdasarkan pada team kolaboratif. Maka penting sekali mengatur transisi pada etika kerja yang baru dengan cermat, menjaga prioritas jelas, memelihara keseimbangan, dan tidak terjadi pemutusan hubungan kerja dengan komitmen yang ada. Selama proses perlu mengemukakan pertanyaan-pertanyaan “bagaimana hal ini berpengaruh pada pelanggan kita?, bagaimana tindakan ini berpengaruh pada mutu kita? dan sebagainya. c. Proses dan hubungan tenaga kerja. Apa bila suatu system yang selama ini sudah diyakini kebenarannya dan berubah dengan system yang baru diberlakukan, sering terjadi penolakan bila perubahan tersebut menjadikan tidak aman bagi Peranan Unsur Kolaborasi dalam Organisasi (Saparso)
127
pekerjanya sehingga mereka tersinggung dan menolak perubahan tersebut. Akibatnya produktivitas rendah, adanya tekanan dan jumlah absensi karyawan yang tinggi, dan lingkungan kerja yang tidak harmonis. Sikap skeptis bisa terjadi kalau orang diperlakukan seperti kelinci percobaan, terutama kalau manajemen tingkat atas tidak menunjukkan arah yang positif bagi anggota organisasi. Dalam menciptakan kerja kolaboratif, bukti manajemen untuk memperlihatkan komitmennya kepada proses, sangat penting. Demikian juga tenaga kerja aktif perlu dilibatkan dengan manajemen dalam menetapkan agreemen yang akan melaksanakan harapaharapan baru. Dalam tempat kerja kolaboratif, setiap orang memikul tanggung jawab sepenuhnya bagi kesuksesan perusahaan. d. Sistem organisasi. Untuk memastikan ketetapan etika kerja kolaboratif, nilai-nilai ini perlu direfleksikan dalam semua system organisasi dan proses. Sumber daya manusia, keuangan, legalitas, administrasi, dan system informasi adalah fundamental pada berbagai bisnis dari hari ke hari. Kalau organisasi ini hendak menjadi mitra yang efektif tempat kerja kolaboratif, mereka perlu lebih memfokuskan pada pengembangan hubungan kerja yang memberikan nilai pada pelanggan intern. Barangkali ini menuntut perubahan dalam pola piker dan perilaku. Mungkin juga menuntut proses kerja yang baru dan cara-cara baru penyediaan pelayanan. Untuk team yang berubah dapat mengikutsertakan kepemimpinan kelompok system sebagai team khusus yang mengerjakan penilaian mengenai hubungan kerja dan proses bisnis dengan setiap lini organisasi. Yang penting adanya kebutuhan penataan ulang system organisasi dari control ke kontribusi dan pelayanan.
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
128
Beberapa perusahaan yang berharap kompetitif di abat 21 ini mungkin ingin menciptakan tempat kerja kolaboratif. Disaat kondisi yang tidak pasti, tempat kerja yang menitik beratkan pada kerja sama, tidak hanya merupakan bentuk kerja organisasi yang paling efisien bagi peluang pasar yang sangat komplek, tenaga kerja yang mampu membuat lebih penting dan martabat, beradab dan stabilitas yang berdasarkan nilai pada tempat kerja. Betatapun masa lalu tidak lagi sebagai awal. Kita tidak bias menciptakan masa depan dengan rekayasa ulang masa lalu. Untuk menempa jalan baru memasuki masa depan harus penuh motivasi dan kebersamaan agar terwujud. Sekarang kita harus meraih kesempatan agar melebihi pola berpikir kita mengenai memimpin dan mengatur bisnis. Maka sudah waktunya tak lagi mencari “keajaiban” untuk memecahkan masalah organisasi. Inilah saatnya kita melakukan transformasi organisasi kita yang seutuhnya, menghadapi paradoks “berhadapan muka” dan memberikan kedamaian dan obat ke dalam tempat kerja. Sudah waktunya bagi kita untuk melatih pilihan sadar kita, dan bertindak dari integritas kita dan apa yang kita tahu mengenai cara memperlakukan karyawan di tempat kerja. Memang tidah mudah untuk merubah suatu system ke sistem yang lain, perlu proses dan waktu. Jurnal Manajemen Krida Wacana Vol. 6, No. 2, Mei 2006 : 117 - 130
Arep, Ishak; Hendri Tanjung; Manajemen Motivasi; Gramedia, Jakarta; 2003
DAFTAR RUJUKAN
Bechtell, Michele L: Kompas Manajemen; 1997 Hasibuan, H. Malayu S.P: Organisasi dan Motivasi; Bumi Aksara: 2001 Marshall, Edward M; Transformasi Etos Kerja; Halirang, Jakarta; 1996 Tangkilisan, Hasel Nogi S; Manajemen Sumber Daya Manusia Birokrasi Publik; Yayasan Pembaharuan Administrasi Publik Indonesia dan Lukman Offset; 2003 Simanjuntak, Payaman J: Manajemen dan Evaluasi Kinerja; Lembaga Penerbit FE UNI, Jakarta; 2005 Triguno; Budaya Kerja; Golden Trayon Press, Jakarta; 2002 Timpe, A Dale; Motivasi Karyawan; Gramedia, Jakarta; 2003 Winardi; Motivasi dan Pemotivasian Dalam manajemen; Raja Grafindo Persada; 2002 Wirawan; Teori Kepemimpinan; Yayasan Bangun Indonesia; 2003
Peranan Unsur Kolaborasi dalam Organisasi (Saparso)
129
130
Jurnal Manajemen Krida Wacana Vol. 6, No. 2, Mei 2006 : 117 - 130