Peranan Polisomnografi dalam Diagnosis Restless Legs Syndrome (RLS) Marisa C. Nasseri, Pinandojo Djojosuwarno, Bing Haryono Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Maranatha, Jl. Prof. drg. Suria Sumantri MPH No. 65 Bandung 40164 Indonesia
Abstract Sleep is a basic human necessity that is very important for mental and health recovery. If we miss our sleep time, our mind and body will not function properly. One of the causes of bad quality sleep is Restless Legs Syndrome (RLS), which is serious enough to interfere with normal physical, mental and emotional functioning. RLS is a condition that is characterized by an irresistible urge to move one's legs in order to stop uncomfortable or odd sensations. RLS can be detected, diagnosed, and evaluated by polysomnography (PSG). This paper discusses the indication of RLS and explains the role of PSG in evaluating RLS. The research method is a descriptive survey with the retrospective data taken from the sleep laboratory medical record. The result of the study revealed that RLS patients exhibited shorter total sleep time, lower sleep efficiency, higher arousal index, higher number of stage shifts and increasing periodic limb movement in sleep (PLMS). In conclusion, PSG has an important role in diagnosing and evaluating RLS because it can detect PLMS, RLS-PLMS severity, sleep stage, total sleep time, and change of sleep stages. PSG may also be used to indicate people with signs and symptoms appropriate with RLS criteria. Key words: Polysomnography (PSG), Restless Legs Syndrome (RLS)
mentalnya dapat terganggu dan menyebabkan penurunan produktivitas berpikir dan bekerja serta tentunya kualitas hidup secara keseluruhan juga akan memburuk.4,5 Salah satu penyebab tidur yang berkualitas buruk Restless Legs Syndrome (RLS). RLS adalah suatu kondisi dimana timbul perasaan yang sangat tidak nyaman pada kedua tungkai.6 Biasanya terjadi saat duduk atau berbaring, dan memburuk saat tengah malam.7,8 Perasaan ini menyebabkan penderita selalu ingin berdiri dan berjalan.9,10,11 Penyakit ini dapat terjadi pada pria dan wanita, menyerang segala usia,12,13 dan yang jelas sangat mengganggu tidur dan akhirnya mengakibatkan selalu mengantuk, kesulitan mengerjakan segala sesuatu. Saat ini prevalensi
Pendahuluan Tidur merupakan suatu kebutuhan pokok manusia yang sangat mendasar.1 Tidur merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang memiliki fungsi perbaikan dan homeostatik (mengembalikan keseimbangan fungsifungsi normal tubuh) serta penting pula dalam pengaturan suhu dan cadangan energi normal.2 Waktu tidur yang cukup bagi orang dewasa adalah 6 jam sehari, dan idealnya adalah 7 hingga 8 jam setiap malam.3 Saat itulah tubuh melakukan perbaikan-perbaikan yang dibutuhkan. Kekurangan tidur akan menurunkan produktivitas, kemampuan menikmati hidup, penampilan, dan bila seseorang menjalani tidur yang berkualitas buruk dalam jangka waktu yang lama, maka kesehatan fisik
129
JKM. Vol.9 No.2 Februari 2010:120-135
penderita RLS terus meningkat, telah diketahui saat ini di dunia mencapai kurang lebih 40-50% pada usia lanjut (60-74 tahun).14,15 RLS ini dapat dideteksi atau didiagnosis menggunakan suatu pemeriksaan yang dinamakan polisomnografi (PSG). PSG adalah pencatatan poligrafik selama tidur dengan variabel fisiologis multiple, baik langsung maupun tak langsung yang berhubungan dengan stadium dan kedalaman tidur, untuk menilai penyebab biologis yang mungkin pada gangguan tidur.16 Digunakan untuk mengevaluasi tidur dan bangun abnormal dan gangguan fisiologis yang mempunyai akibat pada tidur dan atau bangun,17 serta interaksi antara berbagai sistem organ selama tidur dan bangun.18,19 Tujuan penelitian ini adalah mengetahui bagaimana peranan PSG pada gangguan tidur akibat RLS, dengan demikian, diagnosis dan penanganan RLS dapat dilakukan lebih dini untuk mendapatkan hasil yang lebih baik.
Dari data hasil pemeriksaan polisomnografi akan didapatkan jumlah pergerakan tungkai pasien yang dapat digunakan untuk menentukan tingkat keparahan RLS/PLMS, yaitu dengan mengunakan indeks PLMS. Indeks PLMS atau juga disebut PLMI (Periodic Limb Movement Index) biasanya dihitung sebagai jumlah total PLMS selama tidur dibagi dengan waktu tidur total dalam jam (total sleep time). PLMI ≥ 5 dinyatakan signifikan oleh Coleman.14 Derajat beratnya PLMS ini juga berbanding lurus dengan tingkat keparahan RLS yang diderita pasien. PLMS ringan mempunyai nilai PLMI 5 hingga 25 per jamnya, PLMS sedang mempunyai nilai PLMI 25 hingga 50 per jamnya, PLMS berat mempunyai nilai PLMI lebih dari 50 per jamnya.14,26 Berdasarkan keterangan tersebut, maka dari data pemeriksaan PSG dapat ditentukan derajat keparahan PLMS yang diderita masing-masing pasien. Hasil dan Pembahasan Data mengenai jumlah penderita gangguan tidur akibat Restless Legs Syndrome (RLS) yang terkumpul dari data rekam medik laboratorium tidur Rumah Sakit Immanuel Bandung periode Januari 2008 hingga Juli 2009 yaitu sebanyak 16 kasus. Data dinilai dan diolah meliputi waktu tidur total, jumlah pergantian stadium tidur, jumlah total Periodic Limb Movement in Sleep (PLMS), indeks PLMS, dan juga derajat tingkat keparahannya. Data umum pasien gangguan tidur akibat RLS adalah jumlah pasien pria RLS sebanyak 12 orang, sedangkan pasien wanita RLS sebanyak 4 orang.
Bahan dan Cara Bahan penelitian berupa data sekunder yang berupa hasil pemeriksaan polisomnografi (PSG) di instalasi laboratorium tidur Rumah Sakit Immanuel Bandung dari 16 pasien gangguan tidur Restless Legs Syndrome (RLS) - Periodic Limb Movement in Sleep (PLMS) yang dirawat di Rumah Sakit Immanuel Bandung periode Januari 2008 hingga Juli 2009. Desain penelitian adalah observasional dengan metode survei deskriptif dan pengambilan data secara retrospektif. Hasil penelitian dianalisis secara deskriptif dan dibandingkan dengan hasil-hasil penelitian sebelumnya dan dengan kepustakaan yang sudah ada.
130
Peranan Polisomnografi dalam Diagnosis Restless Legs Syndrome (RLS) (Marisa C. Nasseri, Pinandojo Djojosuwarno, Bing Haryono)
Hasil pengumpulan data rekam medik hasil anamnesis pasien adalah sebagai berikut: 1. pasien merasa hampir tiap malam tidak dapat tidur dengan baik atau tidur hanya sebentar dan selalu terbangun 2. setiap bangun tidur, masih terasa lelah dan mengantuk
3. di siang hari, pasien merasakan sangat mengantuk dan tidak segar 4. pasien sering merasa tidak nyaman pada kedua kakinya saat malam hari 5. pasien sering kali harus menggerakkan kakinya 6. keluhan atau gangguan lainnya yaitu henti nafas saat tidur, insomnia, mengorok.
Tabel 1. Hasil Pemeriksaan PSG pada Penderita Gangguan Tidur Akibat RLS di Bagian Rekam Medik Laboratorium Tidur Rumah Sakit Immanuel Periode Januari 2008 hingga Juli 2009 No
Jenis kelamin
Waktu tidur total (jam)
Pergantian stadium tidur
Jumlah Total Periodic Limb Movement in Sleep (PLMS) atau pergerakan tungkai NREM REM S1/ S2
S3/ S4
Total PLM selama tidur
Indeks PLMS atau PLMI
Derajat tingkat keparahan PLMS
1
♂
3:08:00
175
14
20
2
36
11.5
Ringan
2
♂
4:10:30
112
-
-
-
127
30.4
Sedang
3
♂
2:01:00
138
-
-
-
88
43.6
Sedang
4
♂
3:43:00
100
-
-
-
111
29.9
Sedang
5
♀
6:09:00
140
-
-
-
257
41.8
Sedang
6
♂
4:46:30
172
-
-
-
125
26.2
Sedang
7
♂
5:23:30
175
13
139
6
158
29.3
Sedang
8
♂
6:30:30
184
17
1015
7
1039
159.6
Berat
9
♂
4:45:30
134
56
712
12
780
163.9
Berat
10
♀
5:35:30
125
136
659
152
947
169.6
Berat
11
♂
6:27:30
111
135
1082
6
1223
189.4
Berat
12
♀
4:31:00
99
-
-
-
486
107.6
Berat
13
♂
4:52:30
127
-
-
-
840
172.3
Berat
14
♂
5:44:00
152
-
-
-
1001
174.6
Berat
15
♂
2:17:30
84
-
-
-
388
169.3
Berat
16
♀
5:26:00
101
-
-
-
963
177.2
Berat
131
JKM. Vol.9 No.2 Februari 2010:120-135
Tabel 2. Distribusi Tingkat Derajat Keparahan Periodic Limb Movement in Sleep (PLMS) di Bagian Rekam Medik Laboratorium Tidur Rumah Sakit Immanuel Periode Januari 2008 hingga Juli 2009 Derajat keparahan PLMS
Jumlah pasien (orang) Pria Wanita PLMS ringan 1 PLMS sedang 5 1 PLMS berat 6 3 Jumlah penderita 12 4 Jumlah total penderita (pria + wanita) 16 orang Berdasarkan data rekam medik hasil anamnesis pasien diatas, ditemukan keluhan seperti kriteria diagnosis RLS, maka pasien tersebut diindikasikan melakukan pemeriksaan PSG untuk menegakkan diagnosis RLS. Menurut literatur, PLMS secara dominan seringkali muncul pada malam hari, dan berkembang sepanjang malam. Hal itu sesuai dengan hasil data anamnesis dari pasien RLS. Maka dari itu, perekaman dilakukan pada malam hari ketika tidur. Metode diagnostik yang diterapkan adalah dengan PSG menggunakan elektromiografi (EMG) permukaan untuk merekam pergerakan dari otot tibialis anterior.20 Berdasarkan hasil anamesis tersebut, maka dilakukan pemeriksaan PSG untuk menegakkan diagnosis RLS dan juga untuk mengetahui apakah gangguan tidur yang diderita pasien tersebut murni hanya RLS atau disertai dengan gangguan lainnya. Diagnosis RLS memerlukan kuantitas dari PLM, penilaian pergerakan selama tidur terhadap arsitektur tidur, dan juga identifikasi dan eksklusi dari gangguan tidur lainnya. PSG dapat membantu diagnosis RLS dalam mendokumentasikan hal yang berhubungan dengan gangguan tidur dan PLMS. 21 Peningkatan indeks pergerakan tungkai menunjukkan jumlah PLMS dan juga PLMI, yang dapat mendukung
Persentase 6.25 % 37.5 % 56.25 % 100 %
diagnosis dari RLS.10 Pada penelitian ini, dari hasil pemeriksaan PSG memperlihatkan adanya peningkatan jumlah PLMS, baik selama stadium tidur 1, 2, 3, 4 dan fase tidur REM. Jumlah total PLMS yang didapatkan bervariasi antara 36 kali hingga mencapai 1223 kali semalam. Waktu tidur total normal berkisar antara 7 hingga 8 jam permalamnya. 4 Dan ditemukan pada pasien-pasien RLSPLMS ini mempunyai waktu total tidur yang kurang daripada normalnya. Bahkan ada pasien yang hanya tidur selama 2 jam saja permalamnya. Bila diambil rata-rata waktu tidur total pasien berkisar antara 4 jam hingga 4 jam 30 menit. Pada pasien RLS-PLMS derajat ringan tidak terjadi penurunan waktu tidur total yang drastis seperti halnya yang terjadi pada pasien RLSPLMS derajat sedang dan berat. Maka dapat disimpulkan bahwa peningkatan jumlah PLMS ini berhubungan dengan pengurangan signifikan jumlah waktu tidur total pasien tersebut dan juga terjadi penurunan efisiensi tidur. Literatur mengatakan bahwa pengurangan efisiensi tidur berhubungan dengan tingkat keparahan dari RLS. Seorang pasien tingkat sedang hingga berat dapat tidur hanya kurang dari 5 jam per malam, yang akan sangat berpengaruh pada kualitas hidupnya.22,23,24 Keterangan tersebut sesuai dengan hasil pemeriksaan PSG
132
Peranan Polisomnografi dalam Diagnosis Restless Legs Syndrome (RLS) (Marisa C. Nasseri, Pinandojo Djojosuwarno, Bing Haryono)
pada pasien RLS-PLMS derajat sedang sampai berat. Pada penelitian yang dilakukan bahwa pasien RLS-PLMS mengalami peningkatan pergantian stadium tidur antara 73 hingga 184 kali ketika tidur malam yang diukur dengan PSG. Hal itu dapat dilihat lebih jelas pada tabel 4.1 diatas. Hasil pemeriksaan ini sesuai dengan yang diungkapkan dalam teori bahwa pada pasien RLS-PLMS juga ditemukan banyaknya terjadi pergantian stadium tidur dan juga kebangunan.22,24,25 Banyaknya terjadi pergantian stadium tidur ini menyebabkan pasien tidak dapat memasuki stadium tidur dalam (stadium 3, 4) dan juga REM, sehingga keesokan harinya selalu merasa mengantuk dan tidak segar (seperti yang ditemukan dalam data anamnesis pasien). Pada data hasil pemeriksaan polisomnografi juga didapatkan peningkatan pergerakan tungkai saat tidur pada pasien. Sejauh ini diperoleh pasien dengan kategori PLMS berat menempati peringkat pertama sebesar 56.25% (9 orang) jauh melebihi angka PLMS ringan dan juga sedang (perinciannya dapat dilihat dari tabel 2). Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pasien laboratorium tidur Rumah Sakit Immanuel Bandung periode Januari 2008 hingga Juli 2009 didominasi oleh pasien dengan kategori PLMS berat, yang juga berhubungan dengan parahnya RLS yang dideritanya.
berperan dalam evaluasi RLS, karena dapat menentukan waktu tidur total, stadium tidur dan jumlah transisinya sepanjang malam, mendeteksi adanya Periodic Limb Movement in Sleep (PLMS), derajat keparahan RLS-PLMS, yang semuanya menunjang dalam menegakkan diagnosis RLS. Pada pasien yang mengalami gangguan tidur dapat dievaluasi apakah terdapat RLS atau tidak. Indikasi dilakukannya pemeriksaan PSG adalah pada mereka yang mengalami gejala-gejala berikut, yaitu, merasa hampir tiap malam tidak dapat tidur dengan baik, atau tidur sebentar dan terbangun, sehingga keesokan harinya merasa lelah dan mengantuk. Adanya sensasi yang tidak nyaman, tidak menyenangkan, dorongan atau paksaan untuk segera menggerakkan tungkai. Kegelisahan motorik atau merasakan adanya dorongan untuk menggerakkan tungkai. Gelaja dipicu atau bertambah parah ketika beristirahat serta memburuk saat tengah malam. Saran Pada penelitian ini dilakukan pemeriksaan PSG pada gangguan tidur RLS, disarankan penelitian ini dapat dilanjutkan ke tingkat pengobatannya. Seperti kata pepatah ―Mencegah selalu lebih baik daripada mengobati‖, maka disarankan untuk pemeriksaan PSG sedini mungkin pada penderita gangguan tidur terutama bagi mereka yang merasakan keluhan pada tungkai sehingga dapat segera didiagnosis, kemudian diterapi, agar mencegah perburukan di kemudian hari. Para pekerja (pilot, supir, pegawai pabrik), sebaiknya mendapat pemeriksaan PSG guna mengetahui apakah dia menderita gangguan tidur, agar dapat segera ditindaklanjuti untuk mengurangi resiko
Simpulan Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa pasien dengan klinis yang dicurigai menderita gangguan tidur akibat Restless Legs Syndrome (RLS) dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan polisomnografi (PSG). PSG
133
JKM. Vol.9 No.2 Februari 2010:120-135
terjadinya hal yang tidak diinginkan. Selama ini gangguan tidur hanya ―popular‖ di bagian respirasi RSI saja, namun sebenarnya tidaklah demikian karena terjadinya gangguan tidur lebih banyak karena mekanisme otak. Maka dari itu, akan lebih baik jika gangguan tidur ini dapat lebih disosialisasikan ke semua bagian agar dapat terdiagnosis secara lengkap dan memperoleh pengobatan maksimal. Selain itu juga, masyarakat umum berpendapat bahwa biaya untuk melakukan pemeriksaan PSG sangatlah mahal (berkisar antara 3 hingga 3,5 juta sekali periksa). Maka jika memungkinkan biaya pemeriksaan tersebut dapat ditanggung oleh pihak asuransi atau diupayakan suatu cara untuk golongan tidak mampu, sehingga setiap orang yang membutuhkan dapat mendapatkan pemeriksaan PSG tersebut untuk deteksi sedini mungkin demi menghindari penurunan kualitas hidup dan dampak negatif lainnya.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Daftar Pustaka 1.
2.
3.
4.
Lumbantobing SM. Kebutuhan tidur. In: Ismael HS. Gangguan tidur. Jakarta: Balai penerbit FKUI, 2004; p.13-6. Guyton, Arthur C, Hall, John E. States of brain activity—sleep, brain waves, epilepsy, psychoses. Schmitt W., Gruliow R. Textbook of medical physiology. 11th ed. Pennsylvania: Elsevier Saunders, 2006; p.739-46. Lavie P, Pillar G, Malhotra A. Systemic function during normal sleep. In: Tino G. Sleep disorders: diagnosis, management and treatment: a handbook for clinicians. UK: Martin Dunitz, 2002; p.19-39. National Institute of Neurological Disorders and Stroke. Brain basics: understanding sleep. 2005 [cited 2009 April 1] Available from: http://www. ninds.nih.gov/disorders/brain_basics/ understanding_sleep.htm.
11.
12. 13.
14.
134
Amir N. Gangguan tidur pada lanjut usia. Cermin Dunia Kedokteran 2007; 34 (4) : 196. Dhanuka AK, Singh G. Periodic limb movement disorder: a clinical and polysomnographic study. Neurology India. 2001; 49: 366-70. Saletu M, Anderer P, Zyhlarz G, Prause W, Semler B, Zoghlami A, et al. Restless legs syndrome and periodic limb movement disorder. European Neuropsychopharmacology 2001; 11:153-61. Anderson KN, Bhatia KO, Losseff NA. A case of restless legs syndrome. Sleep 2005; 28(1): 147-8. Hornyak M, Kotterba S, Trenkwalder C. Consensus statement from the German Sleep Society: indications for performing polysomnography in the diagnosis and treatment of restless legs syndrome. Sleep Medicine 2002; 3:457-8. Allen RP, Picchietti D, Hening WA, Trenkwalder C, Walter AS, Montplaist J. Restless legs syndrome diagnosis and epidemiology workshop at the national institutes of health in collaboration with members of the international restless legs syndrome study group (2003) Restless legs syndrome: diagnostic criteria, special considerations and epidemiology. A report from the restless legs syndrome diagnosis and epidemiology workshop at the national institutes of health. Sleep Med. 2003; 4:101-19. Ryan M, Slevin JT. Restless legs syndrome. Am J Health Syst Pharm. 2006; 63: 1599-612. Earley CJ. Clinical practice. Restless legs syndrome. N Engl J Med. 2003; 3, 474-5. Phillips B, Hening W, Britz P, Mannino D. Prevalence and correlates of restless legs syndrome: results from the 2005 National Sleep. Foundation Poll. Chest. 2006; 76-80. Coleman RM. Periodic movement in sleep (nocturnal myoclonus) and restles syndrome. In: Guilleminault C ed. Sleep and waking disorders: indication and
Peranan Polisomnografi dalam Diagnosis Restless Legs Syndrome (RLS) (Marisa C. Nasseri, Pinandojo Djojosuwarno, Bing Haryono)
15.
16.
17.
18.
19.
20.
techniques. Menlo Park, CA: AddisonWesley Publishing Company; 2000. Allen RP. The resurrection of periodic limb movement (PLM): leg activity monitoring and the restless legs syndrome (RLS). Sleep Med. 2005; 6(5): 385-7. Dorland W.A. Newman. Dorland’s illustrated medical dictionary. 29th ed. Terjemahan: Huriawati Hartanto. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2000. Keenan SA. An overview of polysomnography. In: Scott DZ. clinical neurophysiology of sleep disorders. Vol 6. Amsterdam: Elsevier B.V, 2005; p.3048. Dhanuka AK, Singh G. Periodic limb movement disorder: a clinical and polysomnographic study. Neurology India. 2001; 49: 366-70. Armon C, Asim R, Nowack W.J. Polysomnography: overview and clinical application. 2007 [cited 2009 Februari 2] Available from: http://emedicine.medscape.com/article /1188764-overview. Michaud M, Paquet J, Lavigne G, Desautels A, Montplaisir J. Sleep laboratory diagnosis of restless legs syndrome. Eur Neurol. 2002; 48: 108–13.
21. Glasauer FE. Restless legs syndrome. Spinal Cord 2001;1:125–30. 22. Hening, W. The clinical neurophysiology of the restless legs syndrome and periodic limb movements. Part I: diagnosis, assessment, and characterization. Clin Neurophysiol. 2004; 9:1965-74. 23. Abetz L, Vallow SM, Kirsch J, Allen RP, Washburn T, Earley CJ. Validation of the restless legs syndrome quality of life questionnaire. Value Health. 2005; 8(2):157-67. 24. Hornyak M, Feige B, Voderholzer U, Philipsen A, Riemann D. Polysomnography findings in patients with restless legs syndrome and in healthy control: a comparison observational study. Sleep 2007; 30(7):861-5. 25. Kushida CA, Littner MR, Morgrnthaler T, Alessi CA, Bailey D, Coleman J, et al. Practice parameters for the indications for polysomnography and related prosedur: an update for 2005. Sleep 2005; 28:499-519. 26. Culebras A. Sleep disorder and neurologic disease. In Marcel Dekker. Sleep disorder and neurologic disease. New York: Basel, 2007; p.173-203.
135