PERANAN NaCl TERHADAP DERAJAT PEMBUAHAN, PENETASAN TELUR DAN KELANGSUNGAN HIDUP LARVA IKAN KO1 Cyprinus carpio
NURDIANTI ARDIAS
PROGRAM STUD1 TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
PERNYATAAN MENGENAI SKkIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul : PERANAN NaCl TERHADAP ~ E R A J A T PEMBUAHAN, PENETASAN ~ D U LARVA P IKAN KO1 Cypri~irrscarpio TELUR DAN KELANGSUNGA~~ adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Senlua s m b e r data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupmi tid& diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi ini.
Bogor, Januari 2008
NURDIANTI ARDIAS C14101036
NURDIANTI ARDIAS. Peranan NaCl terhadap Derajat Pembuahan, Penetasan Telur dan Kelangsungan Hidup Larva Ikan Koi Cyprinus carpio. Dibimbing oleh KUKUH NIRMALA. Ikan Koi merupakan hewan yang hidup di daerah berikli~nsedang dan hidup pada perairan tawar. Seperti ikan lainnya, ikan koi membutuhkan lingkungan yang baik dan sesuai untuk hidupnya yang selanjutnya akan mempengaruhi keberhasilan dari pembenihan yang merupakan titik awal suatu usaha budidaya ikan. Salah satu media yang digunakan untuk membantu dalam pembenihan ikan diantaranya dengan menggunakan lamtan fisiologis. Larutan NaCl merupakan larutan fisiologis yang berfungsi sebagai media isotonik. Ion ~ a dan + C1- berperan mengatur keseimbangan asam basa dan mempertahankan tekanan osmotik cairan sel. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pembuahan pada media konsentrasi NaCl yang berbeda, sehingga diperoleh informasi mengenai peranan NaCl terhadap derajat pembuahan, penetasan telur, dan kelangsungan hidup larva ikan koi Cyprinus carpio. Telur ikan koi dalam penelitian ini didapatkan dari indukan koi berbobot 4 kg sedangkan sperma uji diperoleh dari pejantan koi berbobot 2 kg. Induk &an koi betina dan jantan didapat dari petani ikan koi di daerah Cibanteng, Bogor. Wadah yang digunakan untuk penampungan induk, yaitu bak berukuran 1 m x 1 In x 1,5 m dengan volume air 1 m3. Sedangkan wadah untuk inkubasi telur adalah 12 unit akuarium kaca berukuran 20 cm x 20 cm x 15 cm dengan volume air 4 dm3. Selain itu digunakan juga lempengan kaca berukuran 15 cm x 15 cm yang berfimgsi sebagai substrat telur pada saat inkubasi dan untuk memudahkan penghitungan. Dalam penelitian ini terdapat tiga pengamatan yang dilakukan secara terpisah, yaitu pengamatan motilitas sperma, telur dan larva ikan koi. Perlakuan yang diberikan adalah konsentrasi NaCl untuk melihat motilitas sperma 0 ppt, 0.3 ppt, 0.6 ppt, 0.9 ppt, untuk telur 0 ppt, 0.4 ppt, 0.8 ppt, 1.2 ppt, dan untuk larva 0 ppt, 1 ppt, 2 ppt, 3 ppt. Data yang diambil meliputi derajat pembuahan, kelangsungan hidnp embrio 18 jam, derajat penetasan, abnormalitas larva, kelangsungan hidup larva urnur 4 hari, dan motilitas sperma. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konsentrasi NaCl dalam media pembuahan dan pemeliharaan larva ikan koi Cyprinus carpio terbaik adalah 0 ppt. Semakin meningkat kadar NaCl, semakin rendah derajat pembuahan, penetasan telur dan kelangsungan hidup larva serta meningkatkan abnormalitas embrio. Sesuai hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penggunaan garam NaCl dalam kegiatan usaha pembenihan ikan koi, terutama saat memijahkan secara buatan tidak memberikan kondisi yang optimal terhadap derajat pembuahan, penetasan telur dan kelangsungan hidup larva ikan koi Cyprinus carpio.
PERANAN NaCl TERHADAP DERAJAT PEMBUAHAN, PENETASAN TELUR DAN KELANGSUNGAN HIDUP LARVA IKAN KO1 Cyprinus carpi0
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk rnernperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor
Oleh: Nurdianti Ardias C14101036
PROGRAM STUD1 TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
Judul
: PERANAN NACL TERRADAP DERAJAT PEMBUAHAN,
Nama NRF'
PENETASAN TELUR DAN KELANGSUNGAN LARVA IKAN KO1 Cyprinus carpi0 : Nurdiauti Ardias : C14101036
Menyetujui, Pembimbing
Dr. Kukuh Nirmala NIP. 131 691 469
Mengetahui, Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Tanggal Lulus : 14 Januari 2008
HIDUP
KATA PENGANTAR Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Peranan NaCl terhadap Derajat Pembuahan, Penetasan Telur dan Kelangsungan Hidup Larva Ikan Koi Cyprinus carpio sebagai salah satu syarat untuk memperolah gelar Sarjana di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Terima kasih Penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Kukuh N i a l a , selaku dosen pembimbing. Disamping itu, Penulis menyampaikan terima kasih kepada Bapak Tatag Budiardi M.Si dan Ibu Dr. Dinar Tri Soelistyawati, yang telah bersedia menjadi dosen penguji dan memberikan masukan dalam penulisan skripsi. Ungkapan terima kasih juga disarnpaikan kepada ayah, ibu, kakak dan adik serta kakanda Moh.Amir Elbany atas segala doa, motivasi dan kasih sayangnya. Penulis mengharapkan skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya dan memherikan informasi bagi yang memerlukannya.
Bogol;
Januari 2008
Nurdiauti Ardias
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Tasikmalaya pada tanggal 1 Mei 1983, merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan suanli istri dengan ayah bemama Imat Ruhimat dan ibu bemama Sri Mulyati. Penulis telah menempuh pendidikan formal Sekolah Dasar di SDN Sambong Permai, Tasikmalaya pada tahun 1989 sampai dengan tahun 1995. Selanjutnya Penulis melanjutkan p e n d i d i ke Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Tasikmalaya pada tahun 1995 sampai tahun 1998. Pada tahun 1998, Penulis diterima sebagai siswa Sekolah Menengah Umum di SMU Negeri 2 Tasikmalaya dan berhasil menamatkan pendidikan pada tahun 2001. Kemudian pada tahun yang sama, Penulis melanjutkan pendidikan formalnya di Institut Pertanian Bogor pada Program Studi ~ e k n o l o dan ~ i Manajemen Akuakultur melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Selama menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor, Penulis pemah meugikuti kegiatan Praktek Lapangan Pembenihan dan Pembesaran Kerapu ~ e b e kdi Balai Budidaya Laut Lampung. Selain itu, Penulis Pemah aktif dalam Himpunan Mahasiswa Akuakultur (HIMAKUA) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan tahun kepengurusan 2002-2003. Tugas akhir dalam pendidikan tinggi diselesaikan dengan menulis skripsi yang kierjudul "~ki-ananNaCl terhadap
Derajat Pembuahan, Penetasan Telhi- dan Kelan&hngan Hidup U r v a Ikah Koi Cyprinus carpio".
DAFTAR IS1 Halaman DAFTAR IS1 ..................................................................................................... vi ... DAFTAR TABEL .......................................................................................... VIII DAPTAR GAMBAR ........................................................................................ ix DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... x 1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1 1.2 Tujuan...................................................................................................... 2
.
I1 TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 3 2.1 Ikan Koi Cyprinus carpio ........................................................................ 3 2.2 Telur Ikan............................................................................................... 4 2.3 Sperma Ikan............................................................................................. 4 .. ..................................................................... 2.4 Osmoregulasi dan Salmtas 5 2.5 Kelangsungan Hidup ............................................................................... 7 2.6 NaCl (NaWium Chlorida)........................................................................ 8 2.7 Kualitas Air ............................................................................................. 9 2.7.1 Parameter fisika.............................................................................. 9 . . 2.7.2 Parameter klmla ........................................................................... 10 2.7.2.1 Nilai pH ............................................................................ 10 2.7.2.2 Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen) ...............................10 11 2.7.2.3 Amonia (NH3)..................................................................
3.1 Waktu dan Tempat ................................................................................ 13 13 3.2 Bahan dan Alat ......................................................................................
..
3.2.1 Telur dan sperma uj1...................................................................13 13 3.2.2 Media............................................................................................ .. 3.2.3 Wadah penel~tmn..........................................................................13 3.2.4 Alat dan bahan ............................................................................. 14 14 3.3 Rancangan Percobaan ........................................................................... 3.4 Persiapan Wadah ................................................................................... 15 15 3.5 Prosedur Kerja....................................................................................... 3.6 Pengumpulan Data................................................................................. 17 3.6.1 Derajat pembuahan ...................................................................... 17 3.6.2 Kelangsungan hidup embrio ........................................................ 17 17 3.6.3 Derajat penetasan ........................................................................ 18 3.6.4 Abnormalitas larva ...................................................................... 3.6.5 Kelangsungan hidup larva umur 4 hari ........................................18 . . sperma ........................................................................... 3.6.6 Mot~l~tas 18 3.7 Analisa Data ..........................................................................................
19
.
IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. 20 4.1 Hasil ...................................................................................................... 20 4.2 Pembahasan ........................................................................................... 27
5.1 Kesimpulan............................................................................................ 32 5.2 Saran ...................................................................................................... 32
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 33 LAMPIRAN ..................................................................................................... 37
vii .
Halaman 1. Klasifikasi lingkungan akuatik berdasarkan salinitasnya.............................. 7
2. Kadar oksigen terlarut dan pengaruhnya terhadap kelangsungan hidup ikan ................................................................................................... 11
3. Perlakuan konsentrasi NaCl pada media penelitian .................................... 13 4. Skor penilaian untuk motilitas sperma ........................................................ 18
5. Rata-rata derajat pembuahan, kelangsungan hidup embrio, derajat penetasan pada konsentrasi NaCl 0 ppt, 0.4 ppt, 0.8 ppt dan 1,2 ppt .....20 6. Rata-rata abnormalip larva, tingkat kelangsungan hidup larva pada konsentrasi NaCl 0 ppt, 1 ppt, 2 ppt dah 3 ppt ................................20 7. Motilitas sperma ikan koi pada konsentrasi NaCl 0 ppt, 0.3 ppt, 0.6 ppt dan 0.9 ppt .......................................................................................
20
8. Nilai pH pada media pemeliharaan telur dan larva &an koi .......................26 9. Nilai oksigen terlarut pada media pemeliharaan telur dan larva ikan koi ...26 10. Nilai amonia pada niedia pemeliharaan telur dan larva ikan koi ................26
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Diagram alir metode pengamatan telur, larva d m sperma ikan koi ............ 16 2. Histogram derajat pembuahan telur ikan koi pada konsentrasi NaCl 0 ppt, 0.4 ppt, 0.8 ppt dan 1.2 ppt ................................................................ 21
3. Histogram tingkat kelangsungan hidup embrio ikan koipada konsentrasi NaCl 0 ppt, 0.4 ppt, 0.8 ppt dan 1.2 ppt ..............................22 4. Histogram derajat penetasan telur ikan koi pada konsentrasi NaCl 0 ppt, 0.4 ppt, 0.8 ppt dan 1.2 ppt ................................................................
23
5. Histogram derajat abnormalitas larva ikan koi pada konsentrasi NaCl 0 ppt, 1 ppt, 2 ppt dan 3 ppt ......................................................................... 24 0
6. Histogram tingkat kelangsungan hidup larva ikan koi umur 4 hari pada konsentrasi NaCI 0 ppt, 1 ppt, 2 ppt dan 3 ppt .................................. 25
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Tabel derajat pembuahan (FR) dengan perlakuan konsentrasi NaCl 0 ppt, 0.4 ppt, 0.8 ppt dan 1.2 ppt ................................................................ 38 2. Tabel kelangsungan hidup embrio 18jam setelah pembuahan dengan perlakuan konsentrasi NaCl 0 ppt, 0.4 ppt, 0.8 ppt dan 1.2 ppt ................ 39 3. Tabel derajat penetasan teiur (HR) dengan perlakuan konsentrasi NaCl 0 ppt, 0.4 ppt, 0.8 ppt dan 1.2 ppt .................................................... 40 4. Tabel abnormalitas larva (AL) 18jam setelah menetas dengan perlakuan konsentrasi NaCl 0 ppt, 1 ppt, 2 ppt, 3 ppt .................................................. 41 5. Tabel kelangsungan hidup larva (SR) 4 hari dengan perlakuan konsentrasi NaCl konsentrasi NaCl 0 ppt, 1 ppt, 2 ppt dan 3 ppt ..................................42
) pada konsentrasi 6. Output SPSS tingkat derajat pembuahan ( ~ k(%) NaCl 0 ppt, 0.4 ppt, 0.8 ppt dan 1.2 ppt ......................................................43 7. Output SPSS tingkat kelangsungan hidup embrio (SRe) (%) pada 44 konsentrasi NaCl 0 ppt, 0.4 ppt, 0.8 ppt dan 1.2 ppt ................................... 8. Output SPSS tingkat derajat penetasan (HR) (%) pada konsentrasi NaC1 0 ppt, 0.4 ppt, 0.8 ppt dan 1.2 ppt ................................................................ 45
9. Output SPSS tingkat abnormalitas larva (AL) (%) pada konsentrasi NaCl 0 ppt, 1 ppt, 2 ppt dan 3 ppt ............................................................... 46 10. Output SPSS tingkat kelangsungan hidup larva (SR) (%) pada konsentrasi NaCl 0 ppt, 1 ppt, 2 ppt dan 3 pbt ............................................ 47 11. Akuarium pemeliharaan dan tata letak ........................................................
48
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Ikan koi Cyprinus carpio merupakan ikan hias favorit dan banyak digemari masyarakat luas, karena wama tubuhnya yang indah. Usaha budidaya ikan koi di Indonesia sudah mulai dirintis oleh para petani ikan di Blitar pada tahun 1983. Menurut data Pemerintah Kabupaten (Pernkab) Blitar, jenis usaha budidaya koi terus berkembang, pada tahun 2000 dan 2001 jumlah populasi ikan sebesar 18 juta ikan dan 22 juta ikan, dengan jumlah petani mencapai 780 orang dan 1.200 orang (Dewabrata, 2003). Saat ini koi menjadi salah satu komoditas perdagangan yang cukup baik dalam bidang perikanan serta mempunyai nilai ekonomis tinggi, namun demikian sampai saat ini usaha budidaya ikan koi masih menyandarkan pada keberadaan benih alami. Dalam usaha budidaya, ketersediaan benih yang tepat baik dalam jumlah maupun waktu serta kualitas menjadi faktor utama menjamin kelangsungan usaha pembesaran sampai mencapai ukuran komersial. Secara alami, produksi benih ikan koi dari ukuran larva sampai ukuranfingerling (tokolan) masih sangat rendah, ha1 ini disebabkan oleh faktor lingkungan yang tidak sesuai serta diakibatkan oleh
derajat pembuahan dan derajat penetasan yang rendah. Seperti ikan lainnya, ikan koi membutuhkan lingkungan yang baik dan sesuai untuk hidupnya yang selanjutnya akan m e m p e n g a n ~ keberhasilan dari pembenihan yang merupakan titik awal suatu usaha budidaya ikan. Keberhasilan kegiatan pembenihan sangat ditentukan oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal diantaranya kualitas telur dari induk, sedangkan faktor eksternal diantaranya faktor limgkungan perairan. Beberapa teknologi telah diiembangkan oleh beberapa peneliti dengan tujuan untuk meningkatkan produktivitas seperti wadah penetasan telur, pemeliharaan larva dan lain sebagainya. Dalam segmentasi usaha pembenihan ikan koi, produksi telur dan larva memerlukan perlakuan yang intensif. Telur dan larva ikan koi yang menjadi output dari usaha ini sangat peka terhadap pengaruh lingkungan, baik itu suhu, kualitas air dan juga tekanan osmotik. Dengan demikian diperlukan banyak penelitian atau uji coba yang bertujuan mendapatkan teknologi baru untuk meningkatkan produktivitas para petani ikan.
Salah satu media yang digunakan untuk membantu meningkatkan produksi dalam pembenihan ikan diantaranya dengan menggunakan larutan fisiologis. Larutan fisiologis sering digunakan dalam proses pembenihan, salah satunya sebagai pengencer sperma selama penyimpanan. Larutan NaCl merupakan larutan fisiologis yang berfungsi sebagai media isotonik (Saad et al., 1988). Berdasarkan latar belakang yang telah disebutkan diatas, untuk itu penelitian inengenai pembuahan, penetasan telur dan kelangsungan hidup larva ikan koi pada media konsentrasi NaCl yang berbeda dianggap perlu dilakukan, sehingga diperoleh informasi mengenai peranan NaCl terhadap derajat pembuahan, penetasan telur dan kelangsungan hidup larva ikan koi Cyprinus carpio.
1.2 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi ilmiah mengenai pengaruh NaCl terhadap derajat pembuahan, pehetasan teiur, dan kelangsungan hidup larva ikan koi Cyprinus carpio.
11. TJNJAUAN PUSTAKA
2.1 Ikan Koi Cyprinrrs carpio Koi merupakan hewan yang hidup di daerah beriklim sedang dan bisa hidup pada temperatur 8°C
-
30°C. Oleh karena itu koi bisa dipelihara di seluruh
wilayah Indonesia, mulai dari pantai hingga pegunungan. Koi asli mempakan ikan
air tawar, tapi masih bertahan pada air yang agak asin, yaitu sekitar 10 permil
(10 o/.-). Klasifkasi ikan koi i n e n u ~Saanin t (1984) adalah sebagai berikut : Kelas
: Pisces
Subkelas
: Teleostei
Ordo
: Ostariophysi
Subordo
: Cyprinoidea
Famili
: Cyprinidae
Genus
: Cyprinus
Spesies
: Cyprinus carpio
Badan koi berbentuk seperti torpedo dengan perangkat gerak bempa ship, yang meliputi sebuah sirip punggung, sepasang sirip dada, sepasang sirip pemt, sebuah sirip anus, dan sebuah sirip ekor. Pertumbuhan badan koi bergantung pada suhu air, pakan dan jenis kelamin. Dalam tempo setengah tahun koi tumbuh sangat cepat. Umumnya pertumbuhan koi jantan tumbuh langsing, sedangkan betina membulat. Sampai umur 2 tahun, jantan tumbuh lebih pesat dibandingkan betina. Namun setelah itu terjadi sebaliknya, betina tumbuh lebih pesat daripada jantan. Di dalam air koi mampu mengenali pakannya dan bahkan mencarinya di antara lurnpur dan kotoran, karena koi mempunyai organ pencium yang sangat tajam. Organ pencium ini bempa dua pasang kumis yang menghiasi mulutnya (Susanto, 2005).
2.2 Telur Ikan Telur ikan teleost air tawar bersifat adesif yaitu melekat dalam substrat. Hal
ini disebabkan adanya lapisan pelekat yang mengandung glukoprotein pada telur yang telah matang. Lapisan ini tidak terdapat pada telur yang belum matang. Apabila telah berada dalam air, telur akan segera mulai mengembang (swelling). Air masuk diantara cangkang dan inti, sehingga ruang perivitelin akan mengembang, dan mikrofil akan menutup dalam waktu satu menit sehingga tidak ada sperma yang dapat masuk lagi. Perkembangan telur terjadi dalam waktu satu sampai dua jam, selanjutnya telur akan mengeras dalam air (Woynarovich dan Horvath, 1980). Jika telur dikeluarkan ke dalam air, maka fertilitasnya mulai berkurang, bahkan dalam waktu yang sangat singkat dan akhimya hilang sama sekali. Laju penurunan fertilitas telur sangat berbeda pada ikan yang berbeda, tergantung pada media dan kondisi dimana telur tersebut dikeluarkan (Ginzburg, 1972). Menurut Stevens dalam Mollah dan Tan (1983), daya tahan telur ikan akan hilang disebabkan karena media telur berbeda dengan cairan indung telur setelah ovulasi. Pembuahan adalah penyatuan inti sperma dan telur. Menurut Lagler (1972), telur yang tidak dibuahi oleh sperma akan berwarna keputih-putihan karena kuning telur pecah dan menutup ruang perivitelline, sehingga telur tersebut mati. Sedangkan telur yang dibuahi akan benvarna transparan (jemih). 2.3 Sperma Ikan
Sperma adalah garnet jantan yang d i i i k a n oleh testis. Sperma dari beberapa spesies ikan famili Cyprinidae berwarna kekuning-kuningan menyempai susu. Cairan sperma adalah larutan spermatozoa yang berada dalam saluran testis dan dihasilkan oleh ludrasi testis (Hoar, 1969). Sperma terdiri dari kepala, badan dan ekor (Ginzburg, 1972). Menurut Maneewongsa dan Tattanon (1982), kriteria sperma ikan yang memiliki kualitas baik adalah tidak kental dan lengket dengan plasma, jika ditumpahkan dari wadah akan mengalir dengan mudah dan pengamatan di bawah mikroskop memperlihatkan pergerakan sperma yang cepat.
Sperma ikan tidak bergerak dalam saluran testes, saluran genital dan jika tidak ada media. Sperma baru akan bergerak jika dicampur dengan air atau media yang mengandung air (Woynarovich dan Howath, 1980). Setelah bertemu dengan air, spenna akan bergerak dan masa pergerakan sperma biasanya singkat (Harvey dan Hoar, 1979). Woynarovich dan Howath (1980) menyatakan bahwa periode pergerakan sperma sangat pendek dan bergantung pada temperatur air. Pergerakan spermatozoa saja, menurut Ginzburg (1972), tidak cukup untuk menjamin terjadinya pembuahan. Spermatozoa tersebut hams mampu dan melakukan penetrasi melalui mikrofil. Selanjutnya menurut Lagler et al. (1977), pembuahan terjadi jika nukleus dari sel telur dan sel sperma telah bertemu di dalam sitoplasma telur. Penggabungan pronukleus jantan dan betina dari sperma dan telur melengkapi proses pembuahan. 2.4 Osmoregulasi dan Salinitas
Menurut Rahardjo (1980), osmoregulasi adalah proses pengaturan tekanan osmotik
cairan
tubuh
yang
layak
bagi
kehidupan
organisme
air
(aquatic organism) termasuk ikan yang menyebabkan proses fisiologis organ tubuh berjalan normal. &an air tawar memiliki konsentrasi garam dalam tubuhnya berkisar antara 8,5
-
10,4 ppt yang berarti hipertonik dibandingkan
lingkungannya. Agar proses fisiologis dalam tubuh beirjalan dengan normal diperlukan suatu proses pengaturan perbedaan tekanan bsmotik tertentu antara lingkungan dalam tubuh. Gilles dan Jeaniaux (1979) menyatakan baliwa osmoregulasi pada organisme akuatik dapat dilakukan dalam dua cara diantaranya yaitu: 1) Menjaga osmokonsentrasi cairan di luar sel (ekstraseluler) organ tetap konstan terhadap apapun yang terjadi pada salinitas medium ekstemalnya, 2) Memelihan isoosmotik cairan dalam sel atau (interseluler) terhadap cairan l u x sel (ekstraseluler). Tiap spesies memiliki kisaran salinitas optimum. Di luar kisaran ini ikan hams mengeluarkan energi lebih banyak untuk osmoregulasi daripada untuk proses lain, misalnya pertumbuhan (Boyd, 1990).
Cairan tubuh ikan air tawar mempunyai tekanan osmotik yang lebih besar daripada lingkungannya sehingga garam-garam tubuh cenderung keluar dan air cenderung masuk kedalam tubuhnya secara osmotik melalui permukaan kulit yang ~emipermiabel(Gilles dan Jeaniaux, 1979). Agar proses fisiologis dalam tubuh berjalan normal diperlukan proses pengaturan perbedaan tekanan osmotik tertentu mtara lingkungan luar dengan lingkungan dalam tubuh ikan. Hal ini mengakibatkan mereka harus mencegah kelebihan air atau kekurangan air (Black, 1957). Stickney (1979) menyatakan, salah satu penyesuaian ikan terhadap lingkungan ialah pengaturan keseimbangan air dan garam dalam jaringan tubuhnya, karena sebagian hewan vertebrata air mengandung garam dengan konsentrasi yang berbeda dari media lingkungannya. Ikan harus mengatur tekanan osmotiknya untuk memelihara keseimbangan cairan tubuhnya setiap waktu. Pengaturan tekanan osmotik ini mempakan faktor pengatur h g s i fisiologis organ tub& yang memerlukan energi. Apabila salinitas lingkungan mendekati salinitas cairan tubuh ikan, maka energi hasil metabolisme hampir tidak dipergunakan untuk penyesuaian diri dengan tekanan osmotik lingkungannya. &an yang
dipelihara dalam air media dengan salinitas lingkungan tidak sesuai dengan konsentrasi garam fisiologis dalam tubuhnya, energi dari anabolisme makanan yang akan dipakai untuk keperluan kegiatan fisik dan pergantian sel tubuh dengan lingkungannya (metabolisme basal), sehingga proses pertumbuhan terhambat. Salinitas didefhisikan sebagai jumlah total material padat dalam garam yang terdapat dalam 1 kg air laut, dimana seluruh karbonat telah diionversi menjadi oksida, bromida, dan iodida diganti oleh klorin dan seluruh materi organik telah dioksidasi sempurna (Stickney, 1979). Salinitas juga merupakan konsentrasi total ion-ion @a+, K+,c~'+, NO;, Cl-, HCO;, SO:-) yang ada pada air dan menggambarkan konsentrasi total garam terlarut dalam air (Boyd, 1982). Secara langsung salinitas &an mempengaruhi kehidupan organisme dalarn laju pertumbuhan, konsumsi pakan, metabolisme, distribusi ikan dan tingkat kelangsungan hidup selanjutnya dinyatakan pula bahwa perubahan salinitas dapat inenyebabkan pembdlan laju metabolisme akan menurun bila hewan berada di luar toleransi salinitasnya (Kinne, 1964). Klasifikasi lingkungan akuatik berdasarkan salinitasnya disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1. Klasifikasi lingkungan akuatik berdasarkan salinitasnya (Stickney, 1979)
-
Klasifiasi Lingkungan
Kisaran Salinitas (ppt)
Air tawar Oligohalii Mesohalin Polihalin Air laut
< 0,5 0,5 - 3,O 3,O - 16,5 16,5 - 30,O > 30,O
Perubahan salinitas dapat mempengaruhi sifat fungsional dan struktural organisme melalui perubahan-perubahan : 1) osmokonsentrasi, 2) perimbangan cairan, 3) koefisien absorpsi gas-gas terlarut, dan 4) densitas dan viskositas m e , 1964). .Holliday (1969) menyatakan bahwa dalam batas-batas tertentu, setiap organisme mempunyai daya tahan atau tingkat toleransi terhadap perubahan lingkungan. Kemampuan penyesuaian diri terhadap perubahan-perubahan tersebut bergantung pada ketahanan jaringan dan pengaturan tekanan osmotik cairan tubuli. Jiia perubahannya di luar kisaran toleransi, laju pertumbuhan ikan dapat menurun dan bahkan dapat menyebabkan kematian mendadak atau berangsurangsur. Salinitas berhubungan erat dengan tekanan osmotik air. Semakin tinggi salinitas, semakin tinggi tekanan osmotik air (Boyd, 1982). Salinitas mempengaruhi kondisi internal hewan air. Tekanan osmotik dan konseneasi ion cairai tubuh merupakan salah satu faktor yang ada dalam sifat kimia air dan keberadaannya di dalam air dapat menjadi faktor penghambat atau pemacu pertumbuhan ikah. 2.5 Kelangsungan Hidup Kelangsungan hidup adalah peluang hidup suatu individu dalam waktu tertentu (Effendi, 1979), sedangkan mortalitas adalali kematiai yang terjadi pada suatu populasi organisme yang dapat menyebabkan turunnya populasi (Royce, 1973). Mortalitas yang terjadi dapat digunakan sebagai parameter bagi kelangsungan hidup suatu organisme dalam hubungannya dengan ketalianan terhadap lingkungan, parasit dan penyakit.
Nikolsky (1969) dan Royce (1973) menyatakan bahwa mortalitas dipengaruhi oleh faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam dipengaruhi oleh umur dan daya penyesuaian diri terhadap lingkungan. Sedangkan faktor luar meliputi kondisi abiotik, kompetisi antar spesies, tingginya jumlah populasi dalam ruang gerak yang sama, kurangnya makanan yang tersedia akibat adanya penanganan yang kurang baik. Kelangsungan hidup dipengaruhi secara langsung oleh lingkungan perairan (Holliday, 1969). Menurut Black (1957), kelangsungan hidup ikan air tawar di dalam liigkungan bergantung pada jaringan insang, laju konsumsi oksigen, daya tahan (toleransi)jaringan terhadap garam-garam dan kontrol permeabilitas. 2.6 NaCl (Natrium Chlorida)
Natrium (Na) adalah salali satu unsur alkali utama yang ditemukan di perairan dan merupakan kation penting yang mempengaruhi kesetimbangan keseluruhan kation di perairan. Hampir semua senyawa natrium mudah larut dalam air dan bersifat sangat reaktif. Salah satu sumber utama natrium di perairan adalah NaCl (Effendi, 2003). Menurut Joseph (1996), natrium (Na) merupakan mineral makro yang memenuhi syarat-syarat sebagai unsur esensial untuk tubuh. Semua makhluk hidup baik tumbuhan maupun hewan, memerlukan mineral tersebut untuk mktabolisme normalnya. Fungsi natrium dalan tubuh, yaitu untuk memelihara tekhan osmotik, menjaga keseimbangan asam-basa, mengatur masuknya zat makanan ke dalam sel dan mengatur metabolisme air. Chlor (Cl) merupakan unsur makro yang esensial untuk tubuh. Berbeda dengan natrium yang merupakan kation utama dal&
tubuh, maka chlor
merupakan salah satu anion utama dan berfungsi dalam mengatur tekanan osmose dan menjaga keseimbangan asam-basa tubuh (Joseph, 1996). Ion klorida adalah anion yang dominan di perairan laut. Unsur klor dalam air terdapat dalam bentuk ion Morida (C1-) dan ditemukan di perairan alami dalam jumlah lebih banyak daripada anion halogen lainnya (Effendi, 2003).
Larutan fisiologis yang dapat digunakan sebagai media telur sebelum dicampurkan dengan sperma adalah larutan NaC1. Misalnya larutan buffer NaCl 0,9%, pH 8,9 (Baynes dan Scott, 1987). Larutan NaCl sebagai sumber utama ion ~ a dapat + menjadikan media bersifat seperti air asin, yang dapat mempertahankan fertilitas telur lebih lama daripada bila telur berada dalam air tawar (Stoss, 1983). Keberadaan NaCl bagi larutan fisiologis lain, seperti Hank BSS-man dan Ringer Salmon, ditunjukkan dengan kandungan bobot NaCl yang terbanyak. Hal ini tidak lepas dari fungsi ion-ion ~ a dan + C1- yang dapat mempertahankan tekanan osmosis cairan sel (Stoss, 1983).
2.7 Kualitas Air Kualitas air menurut Effendi (2003) ialah sifat air dan kandungan makhluk hidup, zat, energi, atau komponen lain di dalam air. Kualitas air diiyatakan dengan beberapa parameter, yaitu parameter fisika (suhu, kekeruhan, padatan terlarut, dsb), parameter kimia (pH, oksigen terlarut, BOD, kadar logam, dsb), dan parameter biologi (keberadaan plankton, bakteri, dsb).
2.7.1 Parameter fisika Parameter fisika yang diamati pada penelitian ini adalah suhu. Suhu suatu badan air dipengarubi oleh musim, lintang (latitude), ketinggian dari permukaan laut (altitude), waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan awan, dan aliran serta kedalaman badan air (Effendi, 2003). Organisme akuatik memiliki kisaran suhu tertentu yang disukai bagi pertumbuhannya. Peningkatan suhu perairan dapat mengakibatkan p e n m a n kelarutan gas dalam air, misalnya 0 2 , CO2, N2, CH4, dan sebagainya (Haslam, 1995). Selain itu peningkatan suhu juga menyebabkan peningkatan kecepatan metabolisme dan respirasi organisme akuatik, dan selanjutnya mengakibatkan peningkatan konsumsi oksigen.
2.7.2 Parameter kimia 2.7.2.1 Nilai pH Parameter kimia yang diamati pada penelitian ini diantaranya adalah nilai pH, oksigen terlarut, dan amonia. Nilai pH menurut Tebbut (1992) hanya menggambarkan konsentrasi ion hidrogen dalam suatu perairan, sedangkan asiditas menurut APHA (1976) menggambarkan kapasitas kuantitatif air untuk menetralkan basa hingga pH tertentu, yang dikenal dengan sebutan base-neutralizing capacity (BNC). Menurut Bhattacharya (1992), nilai pH merupakan ukuran dari tingkat keasaman dan basa dengan skala pengukuran antara 0 - 14, dimana pH < 7 disebut basa. Nilai pH juga berkaitan erat dengan karbondioksida (C02) dan alkalinitas (Mackereth et al. 1989). Semakin tinggi nilai pH, semakin tinggi pula nilai alkaliitas dan semakin rendah kadar karbondioksida bebas. Nilai pH juga mempengaruhi toksisitas suatu senyawa kimia. Senyawa amonium yang dapat terionisasi banyak ditemukan pada perairan yang memiliki pH rendah. Amonia tidak bersifat toksik, namun pada suasana pH yang tinggi, lebii banyak ditemukan amonia yang tidak terionisasi dan bersifat toksik. 2.7.2.2 Oksigen terlarut (Dissolved dxygen) Oksigen merupakan salah satu gas yang terlarut dalam perairan. Kadar oksigen yang terlarut di perairan alami bergantung pada suhu, saliitas, turbulensi air dan tekanan atmosfir (Effendi, 2003). Semakin besar suhu dan ketinggian (altitude) serta semakin tinggi tekanan atmosfw, kadar oksigen terlarut semakin kecil (Jeffiies dan Mills, 1996). Menurut Boyd (1982), konsentrasi oksigen terlarut tetbesar terjadi pada suhu O°C dan menurun dengan meningkatnya temperatur. Sedangkan menurut Brown (1987), konsumsi oksigen akan meningkat sekitar 10 % setiap peningkatan sdiu sebesar 1°C. Di perairan tawar, kadar oksigen terlarut berkisar antara 15 mg/liter pada suhu O°C dan 8 mg/liter pada suhu 25OC (McNeely et al. 1979). Sumber oksigen terlarut di perairan berasal dari difusi oksigen yang terdapat di atmosfir (sekitar 21%) dan aktivitas fotosintesis oleh tumbuhan air dan fitoplankton (Novotny dan Olem, 1994).
Kelarutan oksigen di air menurun dengan semakin meningkatnya salinitas, setiap peningkatan saliitas sebesar 9 mg/l mengurangi kelarutan oksigen sebanyak 5% dari yang seharusnya di air tawar (Boyd, 1982). Kadar oksigen terlarut merniliki pengaruh terhadap kelangsungan hidup ikan. Pengaruh tersebut dijelaskan pada Tabel 2. Tabel 2. Kadar oksigen terlarut dan pengaruhnya terhadap kelangsungan hidup ikan (Boyd, 1988) Kadar oksigen terlarut (mg/liter)
Pengaruh terhadap kelangsungan hidup ikan Hanya sedikit jenis ikan yang dapat bertahan pada masa pemaparan singkat (short exposure)
< 0,3 0,3 - 1,0
Pemaparan lama (prologned exposure) dapat mengakibatkan kematian ikan
1,O - 5,O
Ikan dapat bertahan hidup, tetapi pertumbuhannya terganggu
> 5,O
Hampir semua organisme akuatii menyukai kondisi ini
2.7.2.3 Amonia ( N H 3 ) Di perairan, nitrogen berupa nitrogen anorganik dan nitrogen organik. Nitrogen anorganik terdiri atas amonium (NH;), nitrit (NO;) dan nitrat (NO;). Nitrogen organik berupa protein, asam amino dan urea. Amonia (NH3) dan garam-garamnya bersifat mudah larut dalam air. Sumber amonia di perairan adalah pemecahan nitrogen organik (protein dan urea) dan nitrogen anorganik yang terdapat di dalam tanah dan air, yang berasal dari dekomposisi bahan organik (tumbuhan dan biota akuatik yang telah mati) oleh mikroba dan jamur (Effendi, 2003) Dua produk utama hasil metabolisme adalah C02 dan NH3 dimana produksi amonia berjumlah sekitar 1/10 dari jumlah produksi karbondioksida. Amonia diekskresikan oleh banyak organisme akuatik dan terus diproduksi sebagai hasil dari dekomposisi ekskresi dari organisme hidup dan atau dekomposisi dari organisme mati, biasanya hasil akhir di dam berupa amonium bikarbonat
-
(Wright dan Anderson, 2001). Di perairan, terdapat N H 3 dan NH; kesetimbangannya dapat ditulis sebagai berikut :
N!d3 + H 2 0
NH;+OH-
dengan reaksi
Persentase anonia bebas meningkat dengan meningkatnya nilai pH dan suhu perairan. Amonia bebas (NH3) yang tidak terionisasi (unionized) bersifat toksik terhadap organisme akuatik. Amonia lebih toksik saat kandungan oksigen terlarut turun. Konsentrasi sublethal dari NH3 menyebabkan perubahan patologi pada organ dan membran ikan (Boyd, 1982). A ~ o jarang N ~ ditemukan pada perairan yang mendapat cukup pasokan oksigen. Sebaliknya, pada wilayah anoksik (tanpa oksigen) yang biasanya terdapat di dasar perairan, kadar amonia relatif tinggi. Kadar amonia pada perairan alami biasanya kurang dari 0,l mgfliter (McNeely et al., 1979). Kadar amonia bebas yang tidak terionisasi (NH3) pada perairan tawar sebaiknya tidak lebih dari 0,02 mg/liter. Jika kadar anonia bebas lebih dai 0,02 mgtliter, perairan bersifat toksik bagi beberapa jenis ikan (Sawyer dan McCarty, 1978).
111. METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lingkungan Akuakultur, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor pada bulan Juli 2007.
3.2 Bahan dan Alat 3.2.1 Telur dan sperma uji Telur ikan koi didapatkan dari induk betina koi berbobot 4 kg sedangkan sperma uji diperoleh dari induk jantan koi berbobot 2 kg. Induk betina dan induk jantan koi didapat dari petani ikan koi di daerah Cibanteng, Bogor.
3.2.2 Media Media yang digunakan dalam penelitian adalah air dengan perlakuan konsentrasi NaCl dapat dilihat pada Tabel 3. Untuk membuat media perlakuan digunakan garam NaCl dengan cara melarutkan ke dalam air media Tabel 3. Perlakuan konsentrasi NaCl pada media penelitian Materi uji
Perlakuan konsentrasi NaCl (ppt) P1
P2
P3
P4
Sperma
0
0.3
0.6
0.9
Telur
0
0.4
0.8
1.2
Larva
0
1
2
3
3.2.3 Wadah penelitian Wadah yang digunakan untuk penampungan induk adalah bak berukuran
1 rn x 1 m x 1,5 m dengan volume air 1 m3. Sedangkan wadah untuk inkubasi telur adalah 12 unit akuarium kaca beruk~uan 20 cm x 20 cm x 15 cm dengan volume air 4 dm3. Selain itt~digunakan juga lempengan kaca berukuran 15 cm x 15 cm yang berfungsi sebagai substrat telur pada saat inkubasi dan untuk ~nemudahkanpenghitungan.
3.2.4 Alat dan bahan Alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah : 1) Hi-blow airpump sebagai sumber aerasi. 2) Filter fisik air tawar untuk menyaring air tawar sebelum digunakan sebagai media perlakuan. 3) Refiaktometer untuk mengukur konsentrasi NaCl dalam air media.
4) Mikroskop untuk mengamati motilitas sperma, embriogenesis, dan larva. 5) Perangkat pengukuran pH menggunakan pH-meter. 6) Spektrofotometer untuk mengukur absorbansi pada pengukuran parameter amonia. 7) Perangkat titrasi untuk mengukur kandungan dissolved oxygen, serta karbondioksida bebas dengan metode titrasi.
8) Alat suntik tanpa jarum (syringe) dan baskom untuk mengambil sperma dan telur ikan. 9) Bulu ayam untuk mengaduk campuran sperma dan telur. 10)Bohlam 5 watt sebanyak 4 buah untuk menstabilkan suhu ruangan inkubasi. Sedangkan bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah hormon buatan (ovaprim).
3.3 Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan empat perlakuan dan tiga ulangan untuk masing-masing pengamatan, yaitu: A. Pengamatan sperma :
1. Perlakuan 1 dengan konsentrasi NaCl 0 ppt 2. Perlakuan 2 dengan konsentrasi NaC10.3 ppt 3. Perlakuan 3 dengan konsentrasi NaC10.6 ppt
4. Perlakuan 4 dengan konsentrasi NaC10.9 ppt B. Pengamatan telur : 1. Perlakuan 1 dengan konsentrasi NaCl 0 ppt 2. Perlakuan 2 dengan konsentrasi NaCl 0.4 ppt 3. Perlakuan 3 dengan konsentrasi NaC10.8 ppt 4. Perlakuan 4 dengan konsentrasi NaCl 1.2 ppt
C. Pengamatan larva : 1. Perlakuan 1 dengan konsentrasi NaCl 0 ppt 2. Perlakuan 2 dengan konsentrasi NaCl1 ppt 3. Perlakuan 3 dengan konsentrasi NaCl2 ppt
4. Perlakuan 4 dengan konsentrasi NaCl3 ppt Model percobaan yang digunakan sesuai dengan Steel dan Torie (1991) dalam Wulandari (2006), yaitu: Yij = p
+ n'+
E ij
Yij p
=
Data hasil pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
=
Nilai tengah m u m
i
=
Pengaruh perlakuan ke-i = 1,2,3...n Pengaruh galat hasil percobaan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
E
ij
=
3.4 Persiapan Wadah Wadah yang digunakan pada penelitian ini adalah akuarium untuk inkubasi telur berthran 20cm x 20cm x 15cm dengan jumlah 12 buah yang masing-masing berisi volume air 4 liter. Sebelum digunakan, seluruh wadah serta perlengkapan yang akan digunakan dibersihkan terlebih dahulu dan didesinfektan menggunakan kaporit 60% dengan dosis 30 ppm, setelah itu dibilas dan dikeringkan selama 24 jam.
Akuarium diletakkan di mangan yang tertutup
dengan suhu 2S°C - 30°C. Wadah yang telah kering kemudian diisi air dengan
i r yang digunakan sebagai media volume 4 liter dan dipasang instalasi aerasi. A pemeliharaan adalah air akuades. Kemudian diberi kadar konsentrasi NaCl dengan dosis sesuai perlakuan yaitu untuk melihat motilitas sperma sebesar 0 ppt, 0.3 ppt, 0.6 ppt, 0.9 ppt, untuk telur 0 ppt, 0.4 ppt, 0.8 ppt, 1.2 ppt, dan untuk larva 0 ppt, 1 ppt, 2 ppt, 3 ppt. Selain itu dipersiapkan juga lempengan kaca bemknran 15 x 15 cm sebanyak 12 buali yang berfhgsi sebagai substrat bagi telur yang akan ditebar dan untuk memudahkan perhitungan.
3.5 Prosedur Kerja Telur ikan koi berasal dari induk betina yang di-striping yaitu dengan cara mengurut secara perlahan pemt induk betina dari bagian depan hingga ke bagian belakang. Telur yang telah diieluarkan disimpan di dalam wadah baskom. Telur kemudian ditimbang dan dibagi rata untuk setiap perlakuan. Sperma ikan koi diambil dengan metode stripping dan menggunakan alat suntik tanpa jarum (syringe). Sperma dan telm kemudian dicampurkan di dalam wadah (cawan) dan
diaduk dengan menggunakan bulu ayam. Setelah itu sperma dan telur yang telah bercampur diinkubasi ke dalam akuarium perlakuan. Sperma yang dihasilkan tidak semuanya dicampurkan dengan telur untuk pembuahan. Sperma yang tidak dicampurkan diamati motilitasnya pada kadar konsentrasi NaCl 0 ppt, 0.3 ppt, 0.6 ppt dan 0.9 ppt. Setelah itu dilakukan pengamatan telur yang diinkubasi sampai telur menetas pada kadar konsentrasi NaCl 0 ppt, 0.4 ppt, 0.8 ppt, 1.2 ppt dan untuk pengamatan larva dilakukan sampai larva bemmur empat hari pada kadar konsentrasi NaCl 0 ppt, 1 ppt, 2 ppt, 3 ppt. Seluruh pengamatan diamati dibawah mikroskop. Diagram alir metode pengamatan telur, larva dan sperma ikan koi dapat dilihat pada Gambar 1.
I
TELUR
SPERMA
I
0960 0 %
I
I
0 % 0.4% 0.4% 0.4% 0.8% 0.8%0 0.8% 1.2% 1.2% 1.2%
I
I
I
I
I
I
I
I
1
telur
I
I
I
I
I
I
I
S S ~ € ! 3 & 3 6 & € ! 3& 8 & & 0% 0%
I
I
0% 1%
I
I
-
I%,
1%
2%
2%
2%
3%
3%
3%
I
I
I
I
I
I
I
L
larva
1
\
m
SS 8 0 %o 0.3 % 0.6
%o
0.9 %
spenna 1
Gambar 1. Diagram alii metode pengamatan telur, larva dan sperma ikan koi
3.6 Pengumpulan Data 3.6.1 Derajat pembuahan Menurut Woynarovich dan Horvath (1980),derajat pembuahan telur adalah persentase jumlah telur yang dibuahi dari jumlah telur yang diinkubasi. Telur yang dibuahi akan terlihat transparan dan isinya jernih. Sedangkan telur yang tidak dibuahi akan terlihat benvarna putih, buram dan terlihat kotor di dalamnya. Pengh~tunganderajat pembuahan:
FR =
xtelur yang dibuahi x 100 % x t e l u r yang diinkubasi
FR (FertilizationRate) = derajat pembuahan (%).
3.6.2 Kelangsungan hidup embrio Adalah persentase dari perbandingan antara jumlah embrio yang hidup dengan jumlah telur yang dibuahi. Penghitungan kelangsungan hidup embrio:
SRe=
embrio hidup z t e l u r yang dibuahi
xl00 %
SRe (SurvivalRate embrio) = kelangsungan hidup embrio (YO).
3.6.3 Derajdt penetasan Adalah persentase jumlah telur yang menetas dari jumlah telur yang dibuahi. Penetasan telur biasanya terjadi setelah diinkubasi berlangsung kira-kira 28 jam dari saat pembuahan. Penghitungan derajat penetasan:
HR
=
telur yang menetas x 100 % x t e l u r yang dibuahi
HR (Hatching Rate) = derajat penetasan (%).
3.6.4 Abnormalitas lawa Adalah persentase jumlah larva yang abnormal dari jumlah seluruh larva yang menetas. Penghitungan abnormalitas larva:
AL =
z
larva abnormal x 100 % z l a r v a yang menetas
AL = abnormalitas larva (Oh).
3.6.5 Kelangsungan hidup lawa umur 4 hari Adalah persentase jumlah larva yang hidup dari junllah telur yang menetas. Dihitung pada saat larva urnur 4 hari.
SR, =
x
larva yang hidup
telur yang menetas
x 100 %
SRL(Survival Rate larva) = kelangsungan hidup larva (%)
3.6.6 Motilitas sperma Adalah penilaian motilitas sperma dengan metode skorsing berdasarkan penilaian motilitas oleh Guest et al. dalam Handayani (2004) pada tabel 4. Tabel 4. Skor penilaian untuk motilitas sperma (Guest et al. dalam Handayani, 2004) Kriteria Semua spennatozoa bergerak cepat dengan arah maju (prog7.essively)dengan pergerakan ekor bervariasi. Kebanyakan spermatozoa bergerak arah maju dan beberapa menunjukan gerakan cepat.
Skor
5 3-4
Sedikit atau sangat sedikit spermatozoa menunjukkan gerak arah maiu.
1-2
Kebanyakan spermatozoa tidak bergerak, kadang-kadang sedikit gerakan (bergetar) dan sedikit bergerak arah maju.
0.50 - 0.75
Kebanyakan spermatozoa imotiytidak bergerak, kadang-kadang terlihat sedikit gerakan (bergetar).
0.25
Semua suermatozoa imotiutidak ber~erak.
0
3.7 Analisis Data Analisa data menggunakan perangkat lunak Microsoft Exel XP dan SPSS 12.0 for windows. Data yang diperoleh dari pengamatan disajikan dalam bentuk tabel dan grafk, kemudian dianalisis menggunakan analisis ragarn dan annova dengan selang kepercayaan 95%. Uji lanjut dilakukan dengan menggunakan uji nilai tengah Beda Nyata Jujur (BNJ) pada selang kepercayaan
95%.
IV. HASIL DAN PEMBAJUSAN 4.1 Hasil Dari penelitian yang telah dilakukan, diperoleh hasil meliputi derajat pembuahan, kelangsungan hidup embrio, derajat penetasan telur, abnormalitas larva, tingkat kelangsungan hidup larva dan motilitas sperma ikan koi yang dapat dilihat pada Tabel 5, 6 dan 7. Tabel 5. Rata-rata derajat pembuahan, kelangsungan hidup embrio, derajat penetasan pada konsentrasi NaCl 0 ppt, 0.4 ppt, 0.8 ppt dan 1.2 ppt. Konsenbasi NaCl
Parameter 0 PPt
0.4 ppt
0.8 ppt
1.2 ppt
Detajat pembuahan (%)
7937 *0,4Za
69,88 + 2,80
60,47 + 1,12
4435 3,90
Kelangsungan hidup embrio (%)
80,44*4,07
6839 + 4.68 *
64,89 + 2,04
46,67 i 6,67
Detajat penetasan (%)
78,99 +4,88'
50,22 +3,39
47.80i 1.39
34.61+3,19C
*
Keterangan: Knruf superscript di belakang nilai standar deviasi yang berbedapada setiap baris menunjukkan pengamh perlakuan yang berbeda nyata (P
Tabel 6. Rata-rata abnormalitas larva, tingkat kelangsungan hidup larva pada konsentrasi NaCl 0 ppt, 1 ppt, 2 ppt dan 3 ppt. Konsentrasi NaCl
Parameter 0 PPt
1 PPt
2 PPt
Ahnomalitas larva (%)
5,56+ 5,0Ya
14,44+3,85 ab
15,56+ 1,79
Kelangsungan hidup larva (%)
77,57* 1.71'
65,86+3,67b
54,36+4,53
3 PPt
*
21,11*5,09 40,73 +0,93
Keterangan : Knruf superscript di belakang nilai standar deviasi yang berbeda pada setiap baris menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda nyata (P
Tabel 7. Motilitas sperma ikan koi pada konse~ihasiNaCl 0 ppt, 0.3 ppt, 0.6 ppt dan 0.9 ppt. KonsentrasiNaCl
Parameter 0P P ~
Molilitas spema
5
0.3 ppt
0.6 out
5
5
0.9 P P ~ 5
4.1.1 Derajat pembuahan
Dari percobaan yang telah dilakukan, diperoleh data derajat pembuahan telur ikan koi pada tingkat konsentrasi NaCl yang berbeda berkisar antara 44,35 % - 79,87 %. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi NaCl memberikan pengaruh nyata terhadap derajat pembuahan (%) pada selang kepercayaan 95% (Lampiran 6). Setelah diuji lanjut, diketahui bahwa hasil pada konsentrasi NaCl 1,2 ppt berbeda nyata dengan konsentrasi NaCl 0 ppt, 0,4 ppt dan 0,8 ppt. Derajat pembuahan dapat dilihat pada Tabel 5 dan Gambar 2.
1
Konsentrasi NaCl (ppt)
Gambar 2. Histogram derajat pembuahan telur ikan koi pada konsentrasi NaCl 0 ppt, 0.4 ppt, 0.8 ppt dan 1.2 ppt. Dari grafik tersebut dapat terlihat bahwa semakin tinggi konsentrasi NaCl yang diberikan, semakin rendah derajat pembuahan yang terjadi. Derajat pembuahan paling tinggi didapatkan pada kontrol atau konsentrasi NaCl 0 ppt, sedangkan derajat pembuahan paling rendah terdapat pada konsentrasi NaCl 1,2 ppt dengan persamaan y
=
-11.597~+ 92.635 dan R'
=
98,24 % dimana
y adalah derajat pembuahan (%) dan x adalah konsentrasi NaCl @pt).
4.1.2 Kelangsungan hidup embrio Kelangsungan hidup embrio ikan koi pada tingkat konsentrasi NaCl yang berbeda berkisar antara 46,67 % - 80,44 %. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi NaCl memberikan pengaruh nyata terhadap tingkat kelangsungan hidup embrio (%) pada selang kepercayaan 95% (Lampiran 7). Setelah diuji lanjut, diketahui bahwa hasil pada konsentrasi NaCl 1,2 ppt berbeda nyata dengan konsentrasi NaCl 0 ppt, 0,4 ppt dan 0,8 ppt. Meskipun demikian kelangsungan hidup embrio pada konsentrasi NaCl 0,4 ppt tidak berbeda nyata dengan perlakuan 0 ppt dan 0,8 ppt. Tingkat kelangsungan hidup embrio dapat dilihat pada Tabel 5 dan Gambar 3.
I
I
Konsentrasi NaCl (ppt)
Ii
Gambar 3. Histogram tingkat kelangsungan hidup embrio ikan koi pada konsentrasi NaCl 0 ppt, 0.4 ppt, 0.8 ppt dan 1.2 ppt. Gambar grafik diatas berpola linear dengan persamaan y = -10.531~+ 91.55 dengan R~= 94,09 %. Dari grafik tersebut dapat diketahui semakin tinggi tingkatan konsentrasi NaCl, tingkat kelangsungan hidup embrio cenderung semakin rendah. Tingkat kelangsungan hidup embrio yang tertinggi terdapat pada perlakuan konsentrasi NaCl 0 ppt, sedangkan tingkat kelangsungan hidup embrio yang terendah terdapat pada perlakuan konsentrasi NaCl 1,2 ppt.
4.1.3 Derajat penetasan Derajat penetasan telur ikan koi pada tingkat konsentrasi NaCl yang berbeda berkisar antara 34,61 %
-
78,99 %. H a i l sidik ragam menunjukkan bahwa
perlakuan konsentrasi NaCl memberikan pengaruh nyata terhadap derajat penetasan (%) pada selang kepercayaan 95% (Lampiran 8). Setelah diuji lanjut, diketahui bahwa hasil pada konsentrasi NaCl 0 ppt berbeda nyata dengan konsentrasi NaCl 0,4, 0,s dan 1,2 ppt. Sedangkan konsentrasi NaCl 0,4 ppt tidak berbeda nyata dengan konsentrasi NaCl 0,s ppt. Derajat penetasan telur dapat dilihat pada Tabel 5 dan Gambar 4.
0
0.4
0.8
1.2
Konsentrasi NaCl (ppt)
Gambar 4. Histogram derajat penetasan telur ikan koi pada konsentrasi NaCl 0 ppt, 0.4 ppt, 0.8 ppt dan 1.2 ppt. Derajat penetasan telur ikan koi tertinggi terdapat pada konsentrasi NaCl 0 ppt dan derajat penetasan yang terendah terdapat pada konsentrasi NaCl 1,2 ppt
dengan persamaan y
=
-13.556~+ 86.795 dan R' = 87,64 %. Dimana y adalah
derajat penetasan (YO)dan x adalah konsentrasi NaCl (ppt).
4.1.4 Abnormalitas larva Derajat abnormalitas larva ikan koi yang ditetaskan pada konsentrasi NaCl 0 ppt, 0,4 ppt, 0,8 ppt dan 1,2 ppt lalu dipelihara pada media konsentrasi NaCl 0 ppt, 1 ppt, 2 ppt dan 3 ppt berkisar antara 5,56 % - 21,ll %. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi NaCl memberikan pengaruh nyata terhadap derajat abnormalitas larva (Oh) pada selang kepercayaan 95% (Lampiran 9). Derajat abnormalitas larva dapat dilihat pada Tabel 6 dan Gambar 5.
0
1
2
Konsentrasi NaCl (ppt)
Gambar5. Histogram derajat abnormalitas larva ikan koi pada konsentrasi NaCl 0 ppt, 1 ppt, 2 ppt dan 3 ppt. Dari grafik terlihat bahwa semakin tinggi tingkatan konsentrasi NaCI, tingkat abnormalitas larva cenderung semakin tinggi pula. Tingkat abnormalitas larva yang tertinggi terdapat pada konsentrasi NaCl 3 ppt yaitu sebesar 21,ll % dan terendah pada konsentrasi NaCl 0 ppt yaitu sebesar 5,56 % dengan persamaan y
=
4.777~-I-2.225 dengan R~ = 91,79 % dimana y adalah derajat abnormalitas
larva (%) dan x adalah konsentrasi NaCl (ppt).
4.1.5 Kelangsungan hidup lawa Tingkat kelangsungan hidup larva yang dipelihara selama 4 hari pada konsentrasi NaCl 0 ppt, 1 ppt, 2 ppt dan 3 ppt berkisar antara 77,57 % - 40,73 %. Hasil sidik ragam menunjukan hahwa perlakuan konsentrasi NaCl memberikan pengaruh nyata terhadap tingkat kelangsungan hidup larva (Oh) pada selang kepercayaan 95 % (Lampiran 10). Tingkat kelangsungan hidup larva ikan koi dapat dilihat pada Tabel 6 dan Gambar 6.
0
I
2
3
Konsentrasi NaCl (ppt)
1
Gambar 6. Histogram tingkat kelangsungan hidup larva ikan koi umur 4 hari pada konsentrasi NaCl 0 ppt, 1 ppt, 2 ppt dan 3 ppt Tingkat kelangsungan hidup larva tertinggi terdapat pada konsentrasi NaCl 0 ppt dan terendah pada konsentrasi NaCl 3 ppt dengan persamaan y
+ 90.135 dengan R* = 99,84 % diiana y adalah derajat kelangsungan
= -12.202~
hidup larva (%) dan x adalah konsentrasi NaCl @pt).
4.1.6 Motilitas sperma Motilitas spenna ikan koi yang diamati pada konsentrasi NaCl 0 ppt, 0.3 ppt, 0.6 ppt dan 0.9 ppt memiliki skor progresif 5. Semua spermatozoa bergerak cepat dengan arah maju @regressively) dengan pergerakan ekor hervariasi.
4.1.7 Kualitas air
Kualitas air pada penelitian hari pertama menunjukkan nilai pH berkisar antara 7.3 - 7.4. Nilai oksigen terlarut 5.4, dan nilai amonia 0.006. Pada hari ke 2 nilai pH berkisar antara 6.9 - 7.1 nilai oksigen terlarut 5.1 - 5.3 dan nilai amonia 0.009
-
0.012. Sedangkan pada hari ke 3 nilai pH berkisar antara 6.7 - 6.8, nilai
oksigen terlarut 5.1 - 5.3 dan nilai amonia 0.01 - 0.015. Nilai pH, oksigen terlamt dan amonia pada media pemeliharaan telur dan larva ikan koi dapat dilihat pada Tabel 8,9 dan 10. Tabel 8. Nilai pH pada media pemeliharaan telur dan larva ikan koi. Nilai pH
4
7,4
6,9
67
Keterangan: Sampling I = hari pertama penelitian Sanpling 2 = masa penetasan telur Sampling 3 = akhir pemeliharaan larva
Tabel 9. Nilai oksigen terlarut pada media pemeliharaan telur dan larva ikan koi. Perlakuan
Nilai oksigen terlarut (mgll) Sampling I
4 5,4 Keterangan: Sampling 1 = hari pertama penelitian Samplirzg 2 = masa penetasan telur Sampling 3 = akhir pemeliharaan larva
Sampling 2
Sampling 3
5,2
5,3
Tabel 10. Nilai amonia pada media pemeliharaan telur dan larva ikan koi. Nilai amonia
Perlakuan
4
Sampling 1
Sampling 2
Sampling 3
0,006
0,012
0,014
Keterangan: Sampling I = hari pertama penelitian Sarrzpling 2 = masa penetasan telur Sampling 3 = akhir pemeliharaan larva
4.2 Pembahasan 4.2.1 Derajat pembuahan dan motilitas sperma
Pembuahan adalah penyatuan inti sperma dan telur. Menurut Lagler (1972), telur yang tidak dibuahi oleh sperma akan berwama keputih-putihan karena kuning telur pecah dan menutup ruang perivitelline, sehingga telur terseb~~t mati. Sedangkan telur yang dibuahi akan benvama transparan (jemih). Keberhasilan pembuahan sangat dipengaruhi oleh kondisi telur dan spermatozoa yang dicarnpurkan. Pada penelitian ini derajat pembuahan telur semakin menurun seiring dengan meningkatnya konsentrasi NaCl pada media pemeliharaan, yaitu pada konsentrasi NaCl 1,2 ppt. Rendahnya derajat pembuahan telur disebabkan karena telur memiliki ukuran dan susunan yang rumit serta permeabilitas yang rendah, seperti yang dikemukakan oleh Prescott et al. dalam Horton dan Ott (1976). Selain itu juga diduga kebutuhan telur terhadap kandungan ion-ion, seperti ion essensial dalam l m ~ t a nNaCl kurang terpenuhi, sedangkan larutan NaCl hanya dapat menyediakan ion ~ a dan * Cl'. Dengan kandungan yang sangat sedikit tersebut, diduga dapat mengubah permeabilitas membran. Menurut Krogh dan Ussing dalam Potts dan Rudy (1969), pen~bahanyang terjadi pada permeabilitas membran akan mengakibatkan perubahan komposisi membran vitelline dan selanjutnya akan mengganggu proses metabolisme sel. Terganggunya
proses metabolisme sel akan berpengaruh terhadap pembuahan telur. Tingginya persentase derajat pembuahan sebesar 79,87 % menunjukkan bahwa sperma jantan memiliki kemampuan untuk membuahi telur. Keberhasilan pembuahan sangat bergantung pada kualitas dan kuantitas sperma. ~eberhasilan pembuahan juga bergantung pada periode ejakulasi sperma (mijah) dan kemampuan sperma bersaing untuk membuahi telur dan peluang pembuahan dipengaruhi oleh perilaku jantan, anatomi dan fisiologi (Berhead dan Muller dalam Hosken 1998). 4.2.2 Kelangsungan hidup embrio
Menurut Piper et al. (1982), laju perkembangan embrio berbeda, karena bergantung pada suhu dan spesies ikan. Faktor utama yang mempengaruhi masa perkembangan embrio adalah cahaya, suliu dan kandungan oksigen. Sedangkan beberapa peneliti menyatakan bahwa pada perkembangan telur stadia paling kritis
dan mudah terpengamh oleh faktor lingkungan sehingga sering terjadi mortalitas tinggi adalah pada stadia gastn~lasi(Holliday, 1969). Hasil penelitian ini menu~njukkan kelangsungan hidup embrio terendah terdapat pada media berkonsentrasi NaCl 1.2 ppt. Pada konsentrasi NaCl 1.2 ppt diduga telur yang berhasil dibuahi tidak dapat berkembang dengan baik, ini disebabkan pada proses pembentukan mang perivitellin dapat terganggu dengan k e h a d i sejumlah NaCl dalam media dan apabila mang perivitellin ini tidak terbentuk dengan sempuma, maka tidak ada cairan yang memisahkan membran vitellin dengan permukaan telur. Blaxter (1969), menyatakan bahwa cairan ini
penting bagi perkembangan embrio karena menjadikan telur bebas berotasi didalarnnya dan berfhgsi sebagai penyerap goncangan dari lux. Histogram pada Garnbar 3 secara jelas menunjukkan bahwa kelangsungan hidup embrio tertinggi pada konsentrasi NaCl 0 ppt. Apabila dikaitkan dengan kualitas air, hasil pengukuran kualitas air media pemeliharaan menunjukkan bahwa kondisi kualitas air selama penelitian berlangsung cukup baik. Selama penelitian berlangsung kadar amoniak <1,0 m a . Kondisi ini masih memungkinkan embrio ikan koi mampu menjalankan fungsi metabolik secara normal. Boyd (1982), menyatakan bahwa amoniak dapat meningkatkan penggunaan oksigen dalam jaringan, merusak insang dan menurunkan kemampuan haemoglobii mengangkut oksigen. Selain itu juga diduga terdapatnya zat yang terlarut dalam air temtama amonia dapat menyebabkan kematian embrio dalam masa pengeraman (Nikolsky, 1969). 4.2.3 Derajat penetasan
Dari hasil pengamatan didapat laju penetasan telur ikan koi tertinggi yaitu sebesar 78,99 % pada konsentrasi NaCl 0 ppt dan terendah sebesar 34,61 % pada konsentrasi NaCl 1,2 ppt. Menurut pemyataan Richter dan Rustidja (1985) bahwa persentase penetasan ikan pada uunumnya berkisar antara 50 - 80%. Histogram pada Gambar 4 menunjukkan bahwa derajat penetasan telur ikan koi semakin rendah pada media berkonsentrasi NaCl 1,2 ppt, ini diduga pengaruh yang diberikan garam NaCl terhadap telur dapat mengakibatkan dehidrasi sel telur, berionisasi dengan klorida yang bersifat toksik bagi telur, dan mengakibatkan sel
menjadi peka terhadap karbondioksida, sehingga ha1 ini mendukung turunnya kualitas telur seiring dengan meningkatnya konsentmsi NaCl Selain kualitas telur, kelarutan oksigen juga akan mempengaruhi proses penetasan. Oksigen dapat mempengaruhi jumlah elemen-elemen meristik embrio. Kebutuhan oksigen optimum untuk setiap ikan berbeda bergantung pada jenisnya. Histogram pada Garnbar 4 menunjukkan secara jelas bahwa laju penetasan telw tertinggi pada media berkonsentrasi NaCl 0 ppt, jika dikaitkan dengan kelarutan oksigen selama penelitian berlangsung, kadar kelarutan oksigen cukup stabil yaitu berkisar antara 5,1
-
5,4 mdliter. Kondisi ini diduga mendukung tejadinya
penetasan telur ikan koi. Boyd (1988) menyatakan bahwa kadar oksigen terlarut minimum yang diperlukan bagi kelangsungan hidup ikan di perairan sebesar 5 mdliter. Rendahnya derajat pembuahan juga mengakibatkan rendahnya derajat penetasan. Hal ini sesuai dengan pemyataan Sayer et al. (1991) dan Suseno (1983), bahwa derajat pembuahan yang tinggi akan diikuti oleh derajat penetasan yang tinggi, kecuali ada faktor lingkungan yang mempengaruhi. 4.2.4 Abnormalitas larva
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada konsentrasi NaCl 3 ppt terjadi abnormalitas larva tertinggi dibandingkan dengan perlakuan konsentrasi NaCl1 ppt dan 2 ppt. Tingkat abnormalitas larva yang menetas semakin tinggi seiring dengan peningkatan konsentrasi NaC1, dengan membentuk kurva linear. Pada konsentrasi NaCl3 ppt hadya sediit telur yang menetas, hdl ini meskipun nilainya masih dapat ditolerir atau masih dibawah 50%, namun untuk skala usaha sudah tidak layak lagi karena efeknya terhadap pertumbuhan dan perkembangan larva selanjutnya dapat berakibat bunik. Bidwell et al. (1985) mengemukakan bahwa larva yang abnormal dapat disebabkan oleh lapisan terluar dari telur (korion) yang mengalami pengerasan, sehingga embrio akan sulit untuk keluar. Setelah korion dapat dipecahkan, maka embrio akan lahir dengan keadaan tubuh yang cacat.
4.2.5 Kelangsungan hidup larva Affandi dan Tang (2002), menyatakan bahwa larva ikan yang baru menetas tidak merniliki filament insang, ginjal hanya diwakili oleh suatu glomerulus pronepric, dan saluran pencemaan belum terbuka. Mekanisme pengaturan sebagaimana pada ikan dewasa belum tersedia. Pada urnumnya larva ikan jika dipindahkan ke medium yang level salinitasnya berbeda, maka konsentrasi cairal tubuhnya akan mengikuti perubahan tersebut sampai batas tertentu, kemudian d i i t i oleh sistem pengaturan yang akan memperbaiki ke level cairan tub;hnya mendekati nilai normal. Pada penelitian media konsentrasi NaCl 0 ppt, kematian larva jauh lebih renddl bila dibandingkan dengan konsentrasi NaCl1 ppt, 2 ppt dan 3 ppt, kematian pada larva relatif kecil. Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan larva ikan koi pada konsentrasi NaCl 0 ppt ini cukup baik sampai pada hari keempat. Kondisi ini diduga konsentrasi cairan tubuh lebih tinggi daripada konsentrasi gararn lingkungan, akibatnya air cenderung masuk ke tubul~ secara difusi melalui permukaan tubuh yang semipermeabel, dan bila tidak terkendalikan maka akan menyebabkan hilangnya garam-garam tubuh dan cairan tubuh menjadi encer sehingga cairan tubuh tidak menyokong fungsi-fungsi fisioiogis secara optimal. Untuk itu suatu keseimbangan h m s diatur dengan cara mengeluarkan air (Rallardjo, 1980). Dari hasil peilelitian diperoleh tiligkat kelangsungan hidup larva terendah pada konsentrasi NaCl 3 ppt sebesar 89,03 %. Hal ini diduga penggunaan garam NaCl pada kondisi liigkungan sudah hiperosmotik dengan tubuh lahra, sehingga larva perlu mengeluarkan banyak energi mtuk osmoregulasi. Dalam kondisi ini larva harus mdageluarkan energi untuk beridaptmi karena s a l i t a s tempat hidupnya berbeda dengan tempat menetasnya. Selain itu juga rendahnya kelangsungan hidup larva diduga larva sudah kehabisan cadangan makanan bempa kuning telur. Kohno et al. dalam Syandri (1996) mengemukakan bahwa nutrien yang berasal dari kuning telur hanya dipergunakan untuk pertumbuhan d m metabolisme dasar.
4.2.6 Kualitas air
Dalam kegiatan pembenihan ikan, kualitas air sangat menentukan keberhasilan produksi. Hal ini dikarenakan biota yang dipelihara yaitu telur dan larva, memiliki sistem ketahanan tubuh yang lebih lemah dibandiigkan ikan dewasa sehingga toleransi terhadap kualitas air relatif lebii kecil dibandingkan ikan dewasa. Kualitas air pada penelitian hari pertama untuk pH berkisar antara 7.3 - 7.4. Pada hari kedua nilai pH berkisar antara 6.9 - 7.1 dan hari ketiga nilai pH berkisar antara 6.7 - 6.8. Kisaran pH ini secara umum memenuhi syarat untuk kegiatan pembenihan ikan. Sedangkan untuk nilai oksigen terlarut pada penelitian hari pertama sebesar
5.4 mgA, hari kedua nilai oksigen terlarut berkisar antara 5.1 - 5.3 mg/l, dan hari ketiga nilai oksigen terlarut berkisar antara 5.1 - 5.3 mg/l. Kebutuhan oksigen optimum untuk setiap ikan berbeda tergantung pada jenisnya (Boyd, 1988). Kadar oksigen terlarut m e d i pengaruh terhadap kelangsungan hidup ikan. Pada penelitian ini oksigen terlarut paling rendah sebesar 5,l mg/l, kondisi ini merupakan kadar oksigen terlarut minimum yang dapat ditoleransi oleh telur dan larva untuk menjalankan fungsi metabolik secara normal. Untuk kandungan amonia pada penelitian hari pertama nilai amonia sebesar
0.006 mg/l, hari kedua nilai amonia berkisar antara 0.009 - 0.012 mg/l. Sedangkan pada hari ketiga nilai amonia berkisar antara 0.01 - 0.015 mg/l. Pada benguktuan kualitas air pada hari terakhir, terlihat ada penihgkatan kandungan amonia pada tiap perlakuan dan yaiig tertinggi terdapat pada perldct~ankonsentrasi NaCl 3 ppt. Hal ini diduga karena pada tingkatan konsentrasi ini banyak embrio yang mati, dan telur-telur yang diitikubasi mengalami penguraian protein.
V. KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan Konsentrasi NaCl dalam media pembuahan dan pemeliharaan larva ikan koi Cyprinus carpio yang terbaik adalah 0 ppt. Semakii meningkat kadar NaCl,
semakin rendah derajat pembuahan, penetasan telur dan kelangsungan hidup larva serta meningkatkan abnormalitas embrio. 5.2 Saran
Penggunaan garam NaCl dalam kegiatan usaha pembenihan ikan koi, terutama saat memijahkan secara buatan tidak memberikan kondisi yang optimal terhadap derajat pembuahan, penetasan telur dan kelangsungan hidup larva ikan koi Cyprinus carpio.
DAFTAR PUSTAKA Affandi, R. dan Tang, M. U. 2002. Fisiologi Hewan Air. Umi Press. Pekanbaru, Riau. American Public Health Association (APHA). 1976. Standard Methods for the Examination of Water and Wastewater. 4'h edition. American Public Health Association, Washington DC. Bhattacharya, S. K. 1992. Urban Domestic Water Supply in Developing Countries. New Delhi. India. Bidwell, C. A., Chrisman, C. L. dan Libey, G. S. 1986. Polyploidy Induced by Heat Shock in Channel Catfish. Aquaculture, 57: 362. Black, V. 1957. Excretion and Osmoregulation. In Brown, M. E. (Ed). The Physiology of Fishes, Vol 1. Academic Press. New York. Blaxter, H.S. 1969. Development of eggs and larvae. In Fish physiology. W.S. Hoar and D.J. Randall. Academic Press, New York. (111) : 117-241. Boyd, C. E. 1982. Water Quality Management for Pond Fish Culture. International Centre for Aquaculture. Agriculture Experiment Station. Auburn University, Alabama, USA.
. 1988. Water Qualify in Warmwater Fish Ponds. Fourth Printing. Auburn University Agriculture Experiment Station, Alabama, USA. 359 p. . 1990. Water Quality in Ponds for Aqziaculture. Auburn University. Birmingham Publishing Co. Birmingham, Alabama. Brown, A. L. 1987. Freshwater Ecology. Heinemann Educational Books, London. Dewabrata, W. 2003. Ikan Koi, Bisnis Potensialyang Belum dilirik Dunia. Jakarta. [14 November 20071. Efendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air. Kanisius. Yogyakarta. Effendie, M. I. 1979. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri. Bogor. Frazier, W. C. and D. C. Westhoff. 1978. Food Microbiology. McGraw-Hill Book Co., New York. Gilles, R and Ch. Jeaniaux. 1979. Osmoregtilation and Ecolog~in Media of Fluctuating Salinity. In Mechanism of Osmoregulation in Animals. John Willey and Sons. Toronto. Canada. P : 581-608.
Ginzburg, S. A. 1972. Fertilization in Fishes and The Problem of Polyspermy. Wiener Bindery. Jerussalem. Handayani, S. 2004. Penggunaan Dimetilsulfoksida (DMSO) dun Gliserol 5, 10 dun 15 % Terhadap Kualitas Sperma Pada Kriopresewasi Semen Zkan Batak. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Harvey, B. J., and W. S Hoar. 1979. The Theory and Practice of Induced Breeding in Fish. Idrc-2le, Ottawa. 48p. Haslam, S. M. 1995. River Pollution and Ecological Perspective. John Wiley and Sons, Chichester, UK. Hoar, W.S. 1969. Reproduction in Fish Physiology. W.S. Hoar and D.J. Randall (Eds). Fish Physiology. Vol. 111. Academic Press. New York. p : 8 - 15. Holliday, F.G.T. 1969. The Effect of Salinity on the Eggs and Larvae of Teleost, p:293 - 309. In W.S. Hoar and D.J. Randall (Eds). Fish Physiology. Vol I. Academic Press, New York. Horton, H. F., and Alvin G. Ott. 1976. Cryopresewation of Fish Spermatozoa and Ova. J. Fish. Res. Board. Can. 33 : 995-1000. Hosken, J.D. 1998. Sperm fertility and skewedpaterniiy during sperm competition in the Australian long eared but. J. of Zoology 245: 93-100. Jeffiies, M and Mills, D. 1996. Freshwater Ecology, Principles and Aplication. John Wiley and Sons, Chichester, UK. Joseph, G. 1996. Status Asam-Basa dun Metabolisme Mineral pada Ternak Kerbau Lumpur yang diberi Pakan Jerami Padi dun Konsentrat dengan Penambahan Natrium. Disertasi Program Pasca Sarjana Fakultas Perikanan. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Kinne, 0. 1964. The Efect of Temperature and Salinity on Marine and Brackishwater Animals. 11. Salinity and Temperature-Salinity Combination. Oceanography and Marine Biology Annual Review. 2 : 281-339. Lagler, K. F. 1972. Freshwater Fishery Biology. Brown Company Publishers. Iowa. Lagler, K. F., J. E. Bardach, R. R. Miller and D. R. M. Passino. 1977. Ichthyology. John Wiley and Sons Inc. New York. Mackereth, F. J. H., Heron, J. and Talling, J. F. 1989. Water Analysis. Freshwater. Biological Association, Cumbria, UK.
Maneewongsa, S., and T. Tattanon. 1982. Spawning of Seabass (Lutes calcarifer) by Stripping of Sexually Mature Spawner. Nica, Songkhla, Thailand. Mayes, P. A., W. Victor, Rodwell., and K. C. Daryl. 1990. Biokimia (Harper's Review of Biochemishy). EGC Penerhit Buku Kedokteran. McNeely, R. N., Nelamanis, V. P., and Dwyer, L. 1979. Water Quality Source Book A Guide to Water Quality Parameter. Inland Waters Directorate, Water Quality Branch, Ottawa, Canada. Mollah, M. F. A., and E. S. P. Tan. 1983. Viability of Catfish (Clarias macrocephalus Gunther) Eggs Fertilized at Varying Post-Ovulation Times. J. Fish. Biol. 22 : 563-566. Nikolsky, C. V. 1969. The Ecology offishes. Academic Press. New York. Novotny, V. and Olem, H. 1994. Water Quality, Prevention, Identification, and Management of D~j'iusePollution. Van Nostrans Reinhold, New York. Piper, R. G., I. B. McElwain, L. E. Orme, J. P. McCraren, L. G. Fowler and J. R. Leonard. 1982. Fish Hatchely Management. First Edition. United States Departement of The Interior Fish and Wildlife Service. Washington D. C. 517p. Potts, W. T. W., and J. R. Rudy. 1969. Water Balance in the Eggs of the Atlantic Salmon Salmo salar. J. Exp. Biol. 50 : 223-237. Rahardjo, M.F. 1980. Ichthyology. Sistem Urogenital. Fakultas Perikanan dan Umu Kelautan IPB. Bogor. Richter, C. J. J. dan Rustidja. 1985. Pengantar IZmu Reproduksi I h n . Nufficl Unibrawl Luwl Fish, Malang. 83 hal. Royce, W. F. 1973. Introduction to the Fisheries Science. Academic Press, New York. Saad, A., R. Billard., M.C. Theron., and M.G. Hollebecq. 1988. Short-term preservation of carp (Cyprinus carpio) semen. Aquaculture, 71 : 133-150. Saanin, H. 1984. Taksonomi dun Kunci IdentiJhsi Ikan. Bina Cipta Bandung. Sayer, M. D. J., J. P. Reader and R. Morries. 1991. Embryonic and larval development of brown trout. Exposure to alumunium, copper, zinc in soft acid water. J. Fish Biol, 38 : 431 - 455. Sawyer, C.N. and McCarty, P.L. 1978. Chemistryfor Environmental Engineering. Third edition. McGraw-Hill Book Company, Tokyo. 532 p.
Stickney, R.R. 1979. Principles of Warmwater Aquaculture. John Wiley and Sons, Inc. New York. USA. Stoss, J. 1983. Fish Gamete Preservation and Spermatozoan Physiology. In : W . S. Hoar, D. J. Randall, and E. M. Donaldson (Editors). Fish Physiology. Vol. 9 B. Academic Press. Orlando, San Diego. 476p. Susanto, Hem. 2005. Koi. Penebar Swadaya. Jakarta. Suseno, D. 1983. Studi Perbandingan Antara Pemijahan Alami dengan Pemijahan Stripping, Terhadap Derajat Fertilitas dun Derajat Penetasan Telur Ikan Tawes (Punctius gonionotus BLKR.). Bull. Pen. Perikanan Darat ; 1 : 14 - 17. Syandri, H. 1996. Aspek reproduksi ikan bilih Mystacolecuspadangencis. Disertasi Program Pasca Sarjana Fakultas Perikanan. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Tebbut, T.H.Y. 1992. Principles of Water Qualify Control. 4th edition. Pergamon Press, Oxford. 25 1 p. Woynarovich, E. and Horvarth, L. 1980. The Artzjkial Propagation of Warmwater Fin Fish. A Manual for Extention. FA0 Fish. Tech. Pap., No. 201. 183 p. Wright, P. A. and Paul M. Anderson. 2001. Nitrogen Excretion. Academic Press. London.
Lampiran 1. Tabel derajat pembuahan (FR) dengan p e r l h ~ a nkonsentrasi NaCl 0 ppt, 0.4 ppt, 0.8 ppt dan 1.2 ppt
I
DATA FR
K6riSOhtrds.i NaCl (ppt)
Ulangan I 2
3 Rata-rata
0
0.4
79,77 7930 80,32 79,87*0,42
71,19 71,78 66,67 69,88+2,80
0.8 1.2 59,20 40.15 61,33 45.05 60,88 47.85 60,47+1,12 44,35i3,90
Lampiran 2. Tabel kelangsungan hidup ernbrio 18 jam setelah pembuahan dengan perlakuan konsentrasi NaCl 0 ppt, 0.4 ppt, 0.8 ppt dan 1.2 ppt
Ulangan 1
2 3 Rata-rata
Konsentrasi NaCI (ppt)
0 81,33 76,OO 8400 80,44 t 4,073
0.4
69.33 64.00 73.33 68,89 t 4,683
0.8 62.67 65.33 66.67 64,89 t 2,037
1.2
46.67 53.33 40,00 46,67 + 6,667
Lampiran 3. Tabel derajat penetasan telur (HR) dengan perlakuan konsentrasi NaCl 0 ppt, 0.4 ppt, 0.8 ppt dan 1.2 ppt
Konsentrasi NaCl (ppt)
Ulangan
1 2 3 Rata-rata
0 76.45 75.91 84.62 78,99 4,88
*
0.4 48.04 48.50 54.13 50,225 3,39
0.8 50.53 47.74 45.08 47,80 1,39
*
1.2 32.12 33.52 38.20 34,6153,19
Lampiran 4. Tabel abnormalitas larva (AL) 18 jam setelah menetas dengan perlakuan konsentrasi NaCl 0 ppt, 1 ppt, 2 ppt, 3 ppt
I
Data Abnormalitas Larva 18 Jam Setelah Menetas
Ulangan 0
Konsentrasi NaCl (ppt) 1 2
3
Lampiran 5. Tabel kelangsungan hidup larva (SR) 4 hari dengan perlakuan konsentrasi NaCl konsentrasi NaCl 0 ppt, 1 ppt, 2 ppt dan 3 ppt
UIangan 0
1 2
75,63 78,85
Konsentrasi NaCl (ppt) 1 2
61,63 68,14
59,38 53,13
3 41,51 40,98
Lampiran 6. Output SPSS tingkat derajat pembuahan (FR) (%) pada konsentrasi NaCl 0 ppt, 0.4 ppt, 0.8 ppt dan 1.2 ppt pada selang kepercayaan 95 %
ANOVA
FR Sum of Squares 2052.861 48.880 2101.741
Between Groups Within Groups Total
df 3 8 11
Mean Square 684.287 6.110
F 111.994
Multiple Comparisons Dependent Variable: FR
The mean difference is significant at the .05 level.
Tukey HSD Subset for alpha = .05 NaCl 1.20 .80 .40 .OO Sig.
N
3 3 3 3
1 44.3500
2
3
4
60.4700 69.8800 1.000
1.000
1.000
79.8633 1.000
Sig. ,000
Lampiran 7. Output SPSS tingkat kelangsungan hidup embrio (SRe) (%) pada konsentrasi NaCl 0 ppt, 0.4 ppt, 0.8 ppt dan 1.2 ppt pada selang kepercayaan 95% ANOVA
SRe Sum of Squares 1768.588 174.133 1942.722
Between Groups Within Groups Total
df
3 8 11
Mean Square 589.529 21.767
SRe
usn
TII~PII
Subset for alpha = .05 NaCl 1.20 .80 .40 .OO
Sig.
N 3
1 46.6667
3 3 3
3
2 64.8900 68.8887
1.000
,727
68.8867 80.4433 .063
1
F 27.084
Sig. ,000
Lampiran 8. Output SPSS tingkat derajat penetasan (HR) (%) pada konsentrasi NaCl 0 ppt, 0.4 ppt, 0.8 ppt dan 1.2 ppt pada selang kepercayaan 95% ANOVA
HR Sum of Squares 3145.827 105.764 3251.591
Between Groups Within Groups Total
df 3 8 11
Mean Square 1048.609 13.221
Multiple Comparisons Dependent Variable: HR Tukey HSD
* The mean difference is significant at the .05 level.
NaCl 1.20 .80 .40
N
i
l
Subset for alpha = .05 2 3 47.7833 50.2233
.OO
Sig.
1.000
,843
78.9933 1.000
I
F 79.317
Sig. ,000
Lampiran 9. Output SPSS tingkat abnormalitas larva (AL) (%) pada konsentrasi NaCl 0 ppt, 1 ppt, 2 ppt dan 3 ppt pada selang kepercayaan 95% ANOVA
AL
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 373.196 140.815 514.01 1
df 3 8 11
Mean Square 124.399 17.602
7.067
Multiple Comparisons
Dependent Variable: AL Tukey HSD
I
* The mean difference is significant at the .05 level. AL
Tukey HSD
5.5567 2.00 3.00 Sig.
.075
21.1133 ,283
Sig. ,012
Lampiran 10. Output SPSS tingkat kelangsungan hidup larva (SR) (%) pada konsentrasi NaCl 0 ppt, 1 ppt, 2 ppt dan 3 ppt pada selang kepercayaan 95% ANOVA
-".GR. Sum of Squares 'Between Groups Within Groups Total
2236.774 75.494 2312.269
Mean Square
df
1
3 8 11
745.591 9.437
Sig.
79.009
,000
Multiple Comparisons Dependent Variable: SR HSD
Tukey .
95% Confidence Interval
Mean Difference
The mean difference is significant at the .05level.
"a.
Tukey HSD
I NaCl
3.00 2.00 1 .OO
.oo Siq.
1 N
_-_-..
Sflhset i. r alpha
1
3 3 3 3
2
= .05 3
4
40.7333 54.3600 65.8567 77.5733 I.OOO
1 000
I 000
1
oon
Lampiran 11. Akuarium pemeliharaan dan tata letak