PERANAN DEWAN PERAKILAN RAKYAT DAERAH DALAM PEMBUATAN PERATURAN DAERAH (SUATU STUDI DI DPRD KABUPATEN MINAHASA SELATAN TAHUN 2009-2014) Oleh : Inka Evangline Saharatu
Abstrak Kinerja Badan Legsilasi keanggotaan Periode 2009-2014, sampai dengan saat ini masih dinilai belum maksimal dapat dilihat dari hasil akhir yang dihasilkan tidak mencapai target Rancangan Peraturan Daerah untuk di tetapkan menjadi Peraturan Daerah. Kendalanya antara lain draf yang belum sempurna, akan disesuaikan dengan peraturan yang lain, sdm anggota DPRD dll. Latar belakang politik sangat mempengaruhinya.
A. LATAR BELAKANG Salah satu fungsi Dewan Perwaklan Rakyat Daerah adalah fungsi legislasi. Fungsi legislasi DPRD yang merupakan fungsi untuk membentuk peraturan daerah bersama Kepala daerah. Dibentuknya peraturan daerah sebagai bahan pengelolaan hukum di tingkat daerah guna mewujudkan kebutuhan-kebutuhan perangkat peraturan perundang-undangan guna melaksanakan pemerintahan daerah serta sebagai yang menampung aspirasi masyarakat yang berkembang di daerah. Berkenaan dengan hal tersebut, perlu dilihat bagaimana peranan fungsi legislasi DPRD dalam pembentukan peraturan daerah. Pada hakekatnya Dewan Perwakilan Rakyat Daerah umumnya dipahami sebagai lembaga yang menjalankan kekuasaan legilsatif, tetapi fungsi legislatif tidak sepenuhnya berada di tangan DPRD seperti fungsi DPR-RI dalam hubungannya dengan Presiden sebagaimana ditentukan dalam Pasal 20 ayat (1) juncto Pasal 5 ayat (1) UUD 1945 hasil Perubahan Pertama. Pasal 20 ayat (1) UUD 1945 menyebutkan bahwa DPR memegang kekuasaan membentuk UU, dan Pasal 5 ayat (1) menyatakan bahwa Presiden berhak mengajukan RUU kepada DPR. 1
Adapun kewenangan untuk menetapkan Peraturan Daerah (Perda), baik daerah propinsi maupun kabupaten/kota, tetap berada ditangan Gubernur dan Bupati/Walikota
dengan
persetujuan
DPRD.
Sehingga
dapat
dikatakan
sesungguhnya DPRD lebih berfungsi sebagai lembaga pengontrol terhadap kekuasaan pemerintah daerah dari pada sebagai lembaga legislatif dalam arti yang sebenarnya. Dilihat dari kenyataannya dalam proses pembentukan peraturan daerah, Pemerintahan Kabupaten Minahasa Selatan telah mengusulkan sebanyak 13 Ranperda pada tahun 2011 dan 16 Perda yang sudah dilegeslasi oleh DPRD bersama Gubernur pada tahun 2010, hal ini memposisikan bahwa peran DPRD hanya sebagai pengontrol dan pengesahan RAPBD semata. Kurang optimalnya fungsi inisiatif DPRD Kabupaten Minahasa Selatan untuk mengusulkan Ranperda yang akhirnya membuat tidak berjalannya teori keterwakilan, oleh karena itu dapat dipertanyakan sejauh mana peran dan wewenang DPRD Kabupaten Minahasa Selatan dalam menjalankan tugasnya sebagai instansi aspiratif, apakah hanya sebagai legalitas semata ataukah kurang optimalnya kemampuan sumber daya manusia para wakil rakyat tersebut. Idealnya eksekutif hanya sebagai menjalani peraturan dan kebijakan yang ditetapkan oleh DPRD, tetapi sebaliknya pemerintah daerah yang lebih banyak mempunyai usulan inisiatif untuk membentuk peraturan daerah.
B. RUMUSAN MASALAH -
Bagaimana Peran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Minahasa Selatan Dalam Pembuatan Peraturan Daerah ?
C. TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Peranan Kata peranan ini sebenarnya menunjukan pada aktifitas yang dilakukan seseorang
untuk melakukan sesuatu dalam kelompok masyarakat. Apabila
seseorang tidak melakukan apa-apa dalam suatu kelompok tersebut maka ia tidak melakukan hak dan kewajibannya sebagai anggota kelompok dalam organisasi.
2
Secara etimologis kata peranan beradasar dari kata peran yang artinya : pemain sandiwara, tukang lawak. Kata “peran” ini diberi akhiran “an” maka menjadi peranan yang artinya sesuatu yang memegang pimpinan atau karena suatu hal atau peristiwa (Poerwadarmita 1985:735). Dengan demikian kata peran berarti sesuatu berupa orang, benda atau barang yang memegang pimpinan atau karena suatu hal atau peristiwa. Peranan menurut Sedarmayanti (2004), mengemukakan yaitu seperangkat pelaku yang diharapkan dari seseorang yang menduduki posisi tertentu dalam suatu kelompok social. Dari beberpa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kata dalam “peranan” bukan hanya berarti sebagai kata benda tapi juga berarti suatu tingkah atau perilaku seseorang dalam menjalani tugas dan tanggung jawabnya sehari-hari. Proses sosialisasi sebagian besar terjadi melalui belajar berperan. Peran yang didapatkan atau peran yang akan kita laksanakan berasal dari status sosial yang kita sandang di dalam suatu masyarakat atau kelompok masyarakat. Status sosial adalah suatu posisi/kedudukan dalam masyarakat dengan kewajiban dan hak istimewa yang sepadan. Peran adalah prilaku yang di harapkan dari seseorang yang mempunyai suatu status. Di dalam peran mencakup dua aspek : 1.
Kita harus untuk melaksanakan kewajiban dan menuntut hak-hak suatu peran.
2.
Kita harus memiliki sikap, perasaan dan harapan-harapan yang sesuai dengan peran tersebut. Peran memungkinkan kebebasan tertentu bagi kita tetapi bagi sebagian
besar diantara kita kebebasan tersebut bersifat terbatas. Misalkan, apabila seorang perempuan memutuskan bahwa ia senang memakai daster atau seorang laki-laki memakai sarung. Dalam situasi ini mereka berpegang teguh pada keputusan. Namun bila sesuatu peristiwa formal tiba, menghendaki mereka untuk kuliah maka mereka akan cenderungmengikuti norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa peranan diatur oleh norma-norma yang berlaku. Setiap peranan bertujuan agar antara individu yang melaksanakan peranan tadi dengan orang-orang disekitarnya yang tersangkut atau ada hubungannya dengan
3
peranan tersebut, terdapat hubungan yang diataur oleh niali-nilai social yang diterima dan ditaati oleh kedua belah pihak. Apabila kita menyandang atau memangkas sebuah status maka kita pasti akan atau harus dihadapkan dengan suatu peran yang harus kita laksanakan sesuai dengan status itu. Suatu peran adalah perilaku yang diharapkan dari seseorang yang menduduki suatu status tertentu (Soekanto, 1995). Menurut Saoerjono Soekanto, peran (role) adalah aspek dinamis dari kedudukan. Apabila seseorang melaksanakan hal-hak dan kewajiban-kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka dia menjalankan suatu peran. Suatu peran mencakup paling sedikit tiga hal, yaitu : a. Peranan adalah meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan rangkaian-rangkaian peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan masyarakat. b. Peranan adalah suatu konsep perihal apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi c. Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial. Bahkan dalam suatu status tunggal pun orang dihadapkan dengan sekelompok peran yang berhubungan bersama membentuk status sosial itu dan disebut sebagai seperangkat peran. Seseorang dapat menerima beberapa perangkat peran dalam waktu yang bersamaan, memangku berbagai macam peran yang memungkinkan munculnya stress atau kepuasan dan prestasi. Perilaku peran adalah perilaku aktual seseorang yang memerankan suatu peran, peran yang dipengaruhi oleh penyajian peran yang dramatis, dimana orang itu bertindak dengan suatu usaha yang sengaja untuk menyajikan citra yang diinginkan bagi orang lain. Sebagai contoh, seseorang laki-laki yang berperangai kasar, tidak rapi dan jarang mandi dihadapkan dengan suatu peran sebagai seorang tenaga penjual produk kesehatan. Untuk memerankan dan berperilaku sesuai dengan pandangan orang lain mengenai tenaga penjualan, maka laki-laki tersebut
4
merubah perangainya menjadi seseorang yang ramah, bersih dan rapih agar tercermin image (citra) sebagai seorang tenaga penjualan produk kesehatan.
B. Fungsi Legislasi DPRD Dalam Pembentukan Peraturan Daerah Dalam Pasal 7 ayat (1) UU No.10 Tahun 2004 disebutkan bahwa jenis dan hierarkhi peraturan perundang-undangan terdiri dari: 1). UUD 1945, 2). UU/Perpu, 3). Peraturan Pemerintah, 4). Peraturan Presiden, 5). Peraturan Daerah, yang terdiri dari tiga jenis, yaitu: Perda Provinsi, Perda Kabupaten/Kota dan Peraturan Desa. Ketentuan dalam ayat (1) tentang jenis tersebut masih diperluas dengan ketentuan ayat (4), yang mengakui keberadaan peraturan-peraturan perundang-undangan lain, selain jenis peraturan sebagaimana diuraikan dalam ayat (1), misalnya Peraturan Menteri, Peraturan Gubernur, Peraturan DPRD,dan lain sebagainya. Peraturan Daerah adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan persetujuan bersama Kepala Daerah (gubernur atau bupati/walikota). Materi muatan Peraturan Daerah adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan, dan menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi. Fungsi
Legislasi
DPRD
Dalam
Pembentukan
Perda
Fungsi legislasi merupakan fungsi dari parlemen untuk membentuk produk hukum yang berfifat mengatur (regelende functie), ini berkenaan dengan kewenangan untuk menentukan peraturan yang mengikat warga negara dengan norma-norma hukum yang mengikat dan membatasi. Dengan berdasarkan pada ketentuan Pasal 1 angka 1 UU Nomor 10 Tahun 2004, Pembentukan Peraturan Daerah pada dasamya dimulai dari: tahap perencanaan, persiapan, teknik penyusunan, Perumusan, pembahasan, pengesahan, pengundangan, dan penyebarluasan. Kedelapan tahapan tersebut adalah prosedur baku yang harus dilewati oleh setiap Pembentukan Peraturan Daerah. Instrumen perencanaan Perda dilakukan dalam Prolegda yang disusun bersama antara DPRD dan Pemerntah Daerah. Persiapan Raperda dapat berasal dari Pemerintah Daerah atau
berasal
dari
DPRD
5
(hak
inisiatif).
Berkaitan dengan kedelapan tahapan tersebut, maka sesungguhnya peranan DPRD dalam menjalankan fungsi legislasinya bertumpu pada tiga pengertian. Tercakup dalam pengertian fungsi legislasi adalah: Prakarsa pembuatan undang-undang (legislative initiation); Pembahasan rancangan undang-undang (law making process); serta Persetujuan atas pengesahan rancangan peraturan daerah (law enactment approval). Inisiatif Pembuatan Perda Dalam rangka tertib administrasi dan peningkatan kualitas produk hukum daerah, diperlukan suatu proses atau prosedur penyusunan Perda agar lebih terarah dan terkoordinasi. Hal ini disebabkan dalam pembentukan Perda perlu adanya persiapan yang matang dan mendalam, antara lain pengetahuan mengenai materi muatan yang akan diatur dalam Perda, pengetahuan tentang bagaimana menuangkan materi muatan tersebut ke dalam Perda secara singkat tetapi jelas dengan bahasa yang baik serta mudah dipahami, disusun secara sistematis tanpa meninggalkan tata cara yang sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia dalam penyusunan kalimatnya. Proses Penyiapan Raperda di lingkungan DPRD Berdasarkan amandemen I dan II Pasal 20 ayat (1) UUD 1945, DPR memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang dan berdasarkan Pasal 21 ayat (1) UUD 1945, anggota-anggota DPR berhak mengajukan usul rancangan Undang-Undang. Begitu pula di tingkat daerah, DPRD memegang kekuasaan membentuk Perda dan anggota DPRD berhak mengajukan usul Raperda. Dalam pelaksanaannya Raperda dari lingkungan DPRD diatur lebih lanjut dalam Peraturan Tata Tertib DPRD masing-masing daerah. Pembahasan Raperda atas inisiatif DPRD dikoordinasikan oleh Sekretaris Daerah atau unit kerja yang ditunjuk oleh Kepala Daerah. Setelah itu juga dibentuk Tim Asistensi dengan Sekretariat Daerah atau berada di Biro/Bagian Hukum.
C. Legislasi dan Badan Legislasi Daerah Adapun tugas dan wewenang Badan Legislasi menurut Peraturan DPRD Kabupaten Minahasa Selatan tentang Tata tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Minahasa Selatan adalah sebagai berikut :
6
1. Menyusun rancangan program legislasi daerah yang memuat daftar urutan prioritas rancangan peraturan daerah beserta alasannya untuk setiap tahun anggaran di lingkungan DPRD 2. Koordinasi untuk pembentukan program legislasi daerah antara DPRD dan Pemerintah Daerah, 3. Menyiapkan rancangan peraturan daerah usul DPRD berdasarkan prioritas yang telah ditetapkan, 4. Melakukan pengharmonisasian,pembulatan dan pemantapan konsepsi rancangan
peraturan daerah yang diajukan anggota, komisi dan/atau
gabungan komisi sebelum rancangan
peraturan daerah tersebut
disampaikan kepada pimpinan DPRD, 5. Memberikan pertimbangan terhadap rancangan
peraturan daerah yang
diajukan oleh anggota,komisi dan/atau gabungan komisi, diluar prioritas rancangan
peraturan daerah tahun berjalan atau diluar rancangan
peraturan daerah yang terdaftar dalam program legislasi daerah, 6. Mengikuti perkembangan dan melakukan evaluasi terhadap pembahasan materi muatan rancangan
peraturan daerah melalui koordinasi dengan
komisi dan/atau panitia khusus, 7. Memberikan
masukan
kepada
pimpinan
DPRD
atas
rancangan
peraturan daerah yang ditugaskan oleh Badan Musyawarah,dan 8. Membuat laporan kinerja pada masa akhir keanggotaan DPRD baik yang sudah maupun belum terselesaikan untuk dapat digunakan sebagai bahan oleh komisi pada masa keanggotaan berikutnya.
D. Peraturan Daerah UU Nomor 10 Tahun 2004,tentang Pembentukan Pearturan Perundangundangan kembali menegaskan keberadaan Perda ini dalam kerangka pembentukan hukum nasioanal. Demikian pula UU Nomor 32 Tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah. Pasal 1 angka 1 ,UU Nomor 10 Tahun 2004 mengatur proses pembentukan perauran perundang-undangan yang diartikan sebagai proses
7
pembuatan
peraturan
perencanaan,persipan
perundang-undangan teknik
pada
dasarnya
,
perumusan,
pembentukan
dimulai
dari
pembahasan,
pengesahan, pengundanagan dan penyebarluasan. Perda adalah kebijakan publik tertinggi yang dapat dirumuskan oleh pemerintah di daerah. Oleh karenanya Perda harus jadi acuan bagi DPRD, Pemda dan masyarakat sipil dalam merumuskan kebijakan-kebijakan publik dan privat. Perda dimaksudkan untuk melaksanakan tugas, wewewnang, kewajiban, dan tanggungjawab serta atas dasar melaksanakan perintah peraturan perundangundangan yang lebih tinggi.
D. METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan perspektif pendekatan kualitatif. Menurut Denzin dan Lincoln (dalam Moleong 2006:5) menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada. Metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Sejalan dengan definisi tersebut, Kirk dan Miller (dalam Moleong 2006:4) mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung dari pengamatan pada manusia baik dalam kawasannya maupun dalam peristilahannya. Menurut Sugiono (2001), penelitian deskriptif adalah studi untuk menemukan fakta dengan interpretasi yang tepat, melukiskan secara tepat sifat-sifat dari beberapa fenomena kelompok atau individu, menentukan frekuensi terjadinya suatu keadaan untuk meminimalkan dan memaksimalkan reabilitas. Metode deskriptif umumnya memiliki 2 ciri khas utama: (1) memusatkan diri pada masalah-masalah yang ada sekarang; (2) data yang dikumpulkan pertama kali disusun, dijelaskan kemudian dianalisa karena itu metode deskriptif sering disebut metode analisa. Tujuan penelitian deskriptif adalah untuk menggambarkan secara tepat sifat-sifat individu, keadaan, gejala atau kelompok-kelompok tertentu atau
8
menemukan penyebaran (frekuensi) suatu gejala dan gejala lainnya dalam masyarakat. Menurut Singarimbun, penelitian deskriptif biasa dilakukan tanpa hipotesa yang dirumuskan secara ketat. Ia mengontrol juga hipotesa tetapi tidak akan diuji secara unsur. Selain itu ia mempunyai 2 tujuan untuk mengetahui perkembangan sarana fisik dan frekuensi kerjanya suatu aspek fenomena unsur. Tujuan kedua adalah mendeskripsikan secara terperinci fenomena unsur tertentu (Singarimbun dan Effendi, 1982:4). Dengan pemilihan rancangan deskriptif kualitatif, maka penulis akan melakukan pendekatan terhadap obyek penelitian dengan menggali informasi sesuai dengan persepsi penulis dan informan dan dapat berkembang sesuai dengan interaksi
yang
terjadi
dalam
proses
wawancara.
Penulis
senantiasa
menginterpretasikan makna yang tersurat dan tersirat dari penjelasan yang diberikan informan, hasil observasi lapangan serta catatan pribadi. E. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Gambaran Umum Kabupaten Minahasa Selatan merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Sulawesi Utara dengan Ibukota Amurang. Jarak dari Amurang ke Manado Ibukota Propinsi Sulawesi Utara ± 64 km. Secara geografis, Kabupaten Minahasa Selatan terletak antara 0,47’ - 1,24’ Lintang Utara dan 124,18’ - 12445’ Bujur Timur. Sedangkan secara administratif terletak di sebelah Selatan Kabupaten Minahasa, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut : Utara
: Berbatasan dengan Kabupaten Minahasa
Timur
: Berbatasan dengan Kabupaten Minahasa Tenggara
Selatan
: Berbatasan dengan Kabupaten Bolaang Mongondow
Barat
: Berbatasan dengan Laut Sulawesi
Dalam perspektif regional, Kabupaten Minahasa Selatan berada pada posisi strategis, karena berada pada jalur lintas darat Trans Sulawesi yang menghubungkan jalur jalan seluruh propinsi di Pulau Sulawesi. Demikian pula jalur laut untuk bagian utara, merupakan daerah perlintasan (transit) sekaligus stop over arus penumpang, barang dan jasa pada Kawasan Indonesia Tengah dan Kawasan Indonesia Timur, bahkan untuk Kawasan Asia Pasifik. Sementara untuk
9
jalur laut bagian selatan, sangat strategis untuk pengembangan produksi perikanan di Kawasan Timur Indonesia. Kabupaten Minahasa Selatan mempunyai topografi wilayah berupa bukitbukit/pegunungan, berpantai dan sebagian kecil dataran rendah bergelombang dengan posisi dari daerah pantai (0 meter) sampai pada ketinggian 1.500 m dari permukaan laut. Sedangkan luas wilayah Kabupaten Minahasa Selatan adalah 1.591,65 km², yang terdiri dari 17 (tujuhbelas) kecamatan, 170 desa/kelurahan, 891 dusun/lingkungan dengan jumlah penduduk 206.049 jiwa (sampai dengan Januari 2010) 1. Sejarah Berdirinya DPRD Kabupaten Minahasa Selatan Sejak Tahun 2004 a. Hasil pelaksanaan Pemilihan Umum Legislatif tahun 2004 terpilih 30 calon anggota DPRD mewakili 4 daerah pemilihan dan partai politik. 30 calon anggota DPRD diusulkan oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah Kabupaten Minahasa Selatan kepada Gubernur Sulawesi Utara untuk diangkat dan diresmikan. Berdasarkan usul KPUD Minahasa Selatan, Gubernur Sulawesi Utara mengeluarkan Keputusan Gubernur Sulawesi Utara Nomor 133 tahun 2004 tanggal 26 Agustus 2004. DPRD Kabupaten Minahasa Selatan diresmikan pengangkatan pada tanggal 8 September 2004.
2. DPRD Kabupaten Minahasa Selatan dan Badan Legislasi DPRD
merupakan
salah
satu
pilar
utama
untuk
mendukung
penyelenggaraan pemerintahan daerah. Selanjutnya dalam upaya mewujudkan tugas dan fungsinya tersebut, DPRD mempunyai peran dalam hal menciptakan transparansi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah sebagaimana diatur ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004. Berkenaan dengan hal tersebut, sejak diberlakukannya desentralisasi, DPRD sebagai salah satu unsur penyelenggara pemerintahan daerah, semakin memainkan peran dan wewenang yang sekaligus sebagai institusi jembatan antara aspirasi warga yang beraneka ragam dengan keputusan politik pembangunan
10
yang menterjemahkan aspirasi tersebut dalam format-format pembayaran daerah beserta mata anggarannya. Kewenangannya dalam proses legislasi, penganggaran dan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah membuat DPRD dapat berperan besar dalam pembuatan kebijakan-kebijakan publik di daerah. Dengan kewenangan tersebut memungkinkan DPRD mengambil peran dalam menentukan peraturan daerah ,alokasi anggaran dan pelayanan publik untuk lebih berpihak kepada masyarakat. Badan Legislasi adalah unit organisasi didalam Lembaga Legislatif yang kedudukannya bersifat tetap. Alat kelengkapn DPRD ini adalah unit yang pada awal dibentuknya
merupakan
bentuk
kepanitiaan,
namun
seiring
dengan
diberlakukannya Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2010 tentng Pedoman Penyusunan Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2004 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Daerah maka Panitia Legislasi berubah nama menjadi Badan Legislasi. Berdasarkan Tata Tertib DPRD Kabupaten Minahasa Selatan yang mengatur tentang Fungsi dan tugas Pokok Badan Legislasi menyebutkan bahwa Badan Legislasi DPRD Kabupaten Minahasa Selatan mempunyai tugas dan wewenang dalam penyusunan/ pembentukan draft Rancangan Peraturan Daerah berdasarkan prioritas yang telah ditetapkan dalam program legislasi daerah. Program legislasi daerah (Prolegda) merupakan bagian penting dalam proses pembentukan peraturan daerah. Program ini akan menjadi pedoman bagi pemerintah lokal dan DPRD untuk membuat skala prioritas dalam pembentukan Rancangan Peraturan Daerah. Tanpa Prolegda ada masalah secara hukum dalam program ini karena tidak ada kejelasan mekanisme Pembentukan Rancangan Peraturan Daerah dan skala prioritas yang harus didahulukan. Rancangan Peraturan Daerah sebagai bagian dari proses legislasi daerah merupakan peraturan perundang-undangan dalam sistem hukum nasional yang dibentuk oleh Pemerintah Daerah dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah, tugas pembantuan dan menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi. Mengingat peranan
11
Peraturan Daerah yang demikian penting dalam penyelenggaraan otonomi daerah, maka penyusunannya perlu diprogramkan, agar berbagai perangkat hukum yang diperlukan dalam rangka penyelenggarakan otonomi daerah dapat dibentuk secara sistematis, terarah dan terencana berdasarkan skala prioritas yang jelas. Rancangan
Peraturan
Daerah
harus
direncanakan
sebaik-baiknya.
Rancangan Peraturan Daerah (RAPERDA) yang baik dapat terwujud apabila didukung oleh standard dan metode yang tepat, sehingga memenuhi teknis pembentukan peraturan perundangundangan sebagaimana yang diatur di dalam Undang-Undang No.10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan. Tahapan pembentukan RAPERDA dimulai dengan Program Legislasi Daerah (Prolegda) yang bertujuan mendesain RAPERDA secara berencana, bertahap, terarah dan terpadu. Pembentukan
peraturan daerah merupakan bagian integral dalam
pembangunan daerah perlu menyesuaikan dengan kerangka perencanaan pembangunan daerah. Pembangunan. Jika melihat kondisi yang ada di Kabupaten Minahasa Selatan sampai sekarang Prolegda belum terbentuk.
Padahal,
sudah seharusnya tahapan perencanaan pembentukan peraturan daerah dimulai dengan Program Legislasi Daerah (Prolegda) yang bertujuan mendesain peraturan daerah
secara terencana, bertahap, terarah dan terpadu. Daftar
Rancangan Peraturan Daerah ( RAPERDA) yang ada dalam Prolegda setiap tahun mencerminkan skala prioritas yang disusun oleh DPRD dan Pemerintah Daerah sampai dengan tahapan terakhir, yairu tahapan pengundangan dan penyebarluasan, suatu Rancangan Peraturan Daerah diharapkan akan menjadi perda yang mampu memenuhi unsur-unsur pembuatan perda yang baik, yaitu unsur filosofis, sosiologis dan yuridis.
F. KESIMPULAN DAN SARAN A.
KESIMPULAN 1. Kinerja Badan Legsilasi keanggotaan Periode 2009-2014, sampai dengan saat ini masih dinilai belum maksimal dapat dilihat dari hasil akhir yang dihasilkan tidak mencapai target Rancangan Peraturan Daerah untuk di
12
tetapkan menjadi Peraturan Daerah. Kendalanya antara lain draf yang belum sempurna, akan disesuaikan dengan peraturan yang lain, sdm anggota DPRD dll. Latar belakang politik sangat mempengaruhinya. B.
SARAN 1. Raqncangan peraturan daerah seharusnya sudah siap idul, kemudian sumber daya manusia anggota Dewan harus ditingkatkan. Permasalahan politik daerah hendaknya tidak mempengaruhi penyusunan peraturan daerah
DAFTAR PUSTAKA Heriyanto, 2002, Memahami Tugas dan Wewenang DPR, DPD, dan DPRD, Bina Aksara, Jakarta. Moleong, Lexy, 2001, Metodologi Penelitian Kualitatif , PT. Remaja Rosada Karya, Bandung. Singarimbun, Masri dan sofyan Effendi, 1986, Metode Penelitian Survey, Suntingan LP3ES, JakaLingkungana. Suiyono, Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif, Alfabeta, Bandung, 2007 Soenobo Wirjosoegito. 2004. Proses & Perencanaan Peraturan PerundangUndangan. Jakarta : Ghalia Indonesia. Sedarmayanti,
2004,
Membangun
Sistem
Manajemen
Kinerja
Meningkatkan Produktivitas Menuju Good Governance,
Guna
Bandung,
Mandar Maju. Soeryadi, 2000, Kinerja Birokrasi, Penerbit PT. Gramedia Pusataka Utama, Jakarta Sugiyono, 2001, Metode penelitian Administrasi, Cetakan VIII, Bandung, Alfabeta Soekanto, Soejono, 1995. Penilaian Organ isasi Pelayanan Publik. Puskata Pelajar : Yogyakarta. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Permendagri No. 13 Tahun 2006 ADEKSI, 2000, Meningkatkan Kinerja Fungsi Legislasi DPRD, Subur Printing, Jakarta
13
Irawan,Prasetya, 1997, Pengembangan Sumber Daya Manusia, Jakarta STIA- LAN press Imbaruddin, Amir, 2010, Kinerja Organisasi Publik : Kuantitas atau Kualitas dan Kuntitas dan Kualitas, Orasi Ilmiah, STIA-LAN, Minahasa Selatan Kotler,
Philip and Alan R, Andreasen,
1995, Strategi Pemasaran untuk
Organisasi Nirlaba, Diterjemahkan oleh Ova Emilia, Yogyakarta, Gajah Mada University Press Sedarmayanti,
2004,
Membangun
Sistem
Manajemen
Kinerja
Meningkatkan Produktivitas Menuju Good Governance,
Guna
Minahasa
Selatan, Mandar Maju. Soeryadi, 2000, Kinerja Birokrasi, Penerbit PT. Gramedia Pusataka Utama, Jakarta Sugiyono, 2001, Metode penelitian Administrasi, Cetakan VIII, Minahasa Selatan, Alfabeta Tjiptono, F dan A. Diana, 1995, Total Quality Management, Yogyakarta, Andi Offset Upiyoadi, R, 2001, Manajemen Pemasaran Jasa, Jakarta, Salemba Empat
Lain-lain Undang Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Undang Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun
2004 tentang Pedoman Penyusunan
Peraturan Daerah Peraturan Presiden (Perpres) No. 37 Tahun 2006 tentang Tunjangan Jabatan Fungsional Perancang Peraturan Perundang-undangan LAKIP DPRD Kabupaten Minahasa Selatan Tahun 2010 Lembaga Administrasi Negara, (2004), Pedoman Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi pemerintah, Jakarta : Pusat Informasi Administrasi Negara Bidang Dokumentasi dan Publikasi Lembaga Administrasi Negara
14
Rencana Kerja (RENJA) DPRD Kabupaten Minahasa Selatan Tahun 2011 Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) DPRD Kabupaten Minahasa Selatan Tahun 2011
15
16