PERAN PTT DALAM PENINGKATAN ADOPSI TEKNOLOGI PRODUKSI KEDELAI DI NTB Eka Widiastuti1, Nani Herawati1, Noor Inggah1 dan Tantawi2 1)
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) NTB, Jln. Paninjauan Narmada, Lombok Barat-NTB; 2) Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian (Balitkabi) Malang Jln. Raya Kendalpayak No.8 Malang-Jawa Timur e-mail:
[email protected],
[email protected]
ABSTRAK Kebutuhan kedelai terus meningkat sejalan dengan semakin beragamnya pangan kedelai namun peningkatan kebutuhan tidak diiringi oleh peningkatan produksi sehingga 32% kebutuhan masih dipenuhi melalui impor. Pendampingan SLPTT merupakan salah satu alternatif dalam peningkatan produksi kedelai melalui penerapan PTT. Makalah ini menyajikan pengamatan terhadap adopsi PTT pada pendampingan SLPTT kedelai di NTB pada tahun 2010. Metode dasar yang digunakan adalah secara deskriptif. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive), yaitu lokasi pelaksanaan pendampingan SLPTT kedelai di NTB, yang dilaksanakan pada MK II. Pengambilan sampel menggunakan metode simple random sampling, setiap kabupaten/ kota dipilih 2–3 kelompok tani (unit) sebagai lokasi pelaksanaan pengamatan secara mendetail menyangkut data produktifitas, sosial ekonomi, termasuk persepsi petani tentang VUB yang diadaptasikan. Data dikumpulkan dengan teknik wawancara, observasi dan dokumentasi. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis secara deskriptif-kualitatif. Penerapan PTT mampu meningkatkan adopsi teknologi produksi kedelai 50–75% yang tercermin dari peningkatan produksi pada lokasi SL dan LL. Kata kunci: kedelai, PTT, adopsi
ABSTRACT PTT role in improving soybean production technology adoption in NTB. Soybean demand continues to increase as the diversity of soy food but the increase was not accompanied by a requirement that 32% increase in production still needs met through imports. SLPTT is an alternative to increasing soybean production through the application of PTT. This paper presents observations on the adoption of PTT in SLPTT soybeans in 2010 at NTB. The method used is descriptive. Location research intentionally ( purposive ), which is the location of the implementation of SLPTT soybeans in NTB, which is implemented in the MK II. Sampling used simple random sampling method, each district/city selected farmer groups 2–3 (units) as the location of the observations in detail regarding the implementation of productivity data, socio-economic, including farmers' perceptions about the VUB is adapted. Data were collected with interview, observation and documentation. The data were then analyzed by descriptive-qualitative. Application of PTT could increase soybean production technology adoption 50–75% which reflected an increase in production in the SL and LL locations.
Keywords: soybeans, PTT, adoption
PENDAHULUAN NTB merupakan salah satu daerah penghasil kedelai dan sebagian besar tanaman kedelai dibudidayakan pada lahan kering/pegunungan, lahan sawah tadah hujan, dan lahan sawah irigasi (Mulyani 2008). Luas panen kedelai di NTB pada tahun 2010 mencapai 86.649 ha dengan produksi 93.122 ton dan produktivitas 1,08 t/ha (BPS 2010) dan pada tahun 2011 hanya 75.042 ha dengan produksi 88.099 ton dan produktivitas 11.7 t/ha (BPS 2011). Sentra penanaman kedelai di NTB adalah Bima, Lombok Tengah, dan
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2013
89
Dompu dengan luas panen masing-masing 29.124 ha, 19.871 ha, dan 11.158 ha. Penurunan produksi disebabkan oleh menurunnya luas panen kedelai akibat rendahnya minat petani untuk mananam kedelai akibat rendahnya harga jual kedelai yang merupakan dampak masuknya kedelai impor ke Indonesia. Bila luas panen dan produksi menurun, produktivitas kedelai cendrugn terus meningkat (Zakiah 2011). Peluang peningkatan produksi kedelai masih besar dan dapat ditempuh melalui peningkatan produktivitas maupun perluasan areal tanam/panen. Produktivitas kedelai nasional hanya 1,2–1,3 t/ha sedangkan di tingkat penelitian sudah mencapai 2,0 t/ha (Marwoto 2013). Rendahnya produktivitas kedelai di tingkat petani karena belum semua rekomendasi teknologi diterapkan dengan baik, sehingga untuk mengantisipasi kesenjangan produktivitas dilaksanakan pendampingan Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT) sejak tahun 2009. Pengelolaan tanaman terpadu (PTT) adalah suatu inovasi dalam meningkatkan produktivitas dan efisiensi usahatani melalui perbaikan sistem dan pendekatan dalam perakitan paket teknologi, dinamisasi komponen teknologi yang memiliki efek sinergis yang dilakukan secara partisipatif, dan bersifat dinamis. Paket teknologi PTT bersifat spesifik lokasi, tergantung pada faktor biofisik dan sosial ekonomi masyarakat setempat (Toha 2005). Tujuan utama SL-PTT adalah mempercepat alih teknologi PTT kepada petani melalui pelatihan dari peneliti atau narasumber lainnya. PTT merupakan suatu bentuk inovasi yang perlu diadopsi petani. Menurut Levis dalam Rachmawati (2007), adopsi merupakan rangkaian kegiatan seseorang terhadap suatu inovasi setelah mengenal, menaruh minat, menilai, sampai menerapkan. Adopsi dapat diartikan sebagai penerapan atau penggunaan sesuatu ide atau teknologi baru yang disampaikan melalui pesan komunikasi (penyuluhan). Manifestasi dari bentuk adopsi dapat dilihat atau diamati melalui tingkah laku, metode, maupun peralatan atau teknoiogi yang digunakan oleh penerima pesan (Mardikanto dan Sutarni 1983). Sasaran SLPTT kedelai di NTB pada tahun 2012 adalah seluas 32.000 ha (3.200 unit) dengan target produktivitas rata-rata 1,36 t/ha. Sasaran pendampingan SLPTT kedelai di NTB tahun 2012 adalah seluas 6.400 ha (640 unit) dengan target produktivitas 1,44 t/ha (Balitkabi 2012). Dalam pelaksanaan SL-PTT kedelai, BPTP berperan sebagai petugas pendampingan dengan membantu pelaksanaan pelatihan Pemandu Lapang (PL) II dan III di daerah, sebagai nara sumber dan penyiapan inovasi teknologi dalam bentuk leaflet, brosur, dan lain-lain (Marwoto 2013). Makalah ini menyajikan hasil pengamatan terhadap peningkatan adopsi teknologi PTT pada pendampingan SLPTT kedelai di NTB pada tahun 2010.
METODOLOGI Metode dasar yang digunakan pengkajian adalah metode deskriptif. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan tertentu. Lokasi pengkajian merupakan lokasi pelaksanaan pendampingan SLPTT kedelai di NTB (Tabel 1). Lokasi pendampingan SLPTT kedelai yang dipilih merupakan lokasi yang telah memenuhi kriteria tertentu. Sasaran pendampingan teknologi BPTP NTB pada ≥60% total unit SL-PTT kedelai pada tahun 2010 di NTB sebanyak 1.500 unit (15.000 ha), yang dilaksanakan pada MK II. Areal SLPTT kedelai di setiap unit adalah sawah sehamparan dengan luas sekitar 10 ha. Dari areal SLPTT tersebut dipilih 90
Widiastuti et al.: Peran PTT dalam peningkatan adopsi teknologi produksi kedelai di NTB
1,0 ha sebagai laboratorium lapang (LL) untuk lahan percontohan (demplot) bagi pemandu dan petani. Pengambilan sampel menggunakan metode simple random sampling, dimana semua anggota sampel dianggap memiliki karakteristik yang sama sehingga dapat mewakili populasinya. Pada setiap kabupaten/ kota dipilih 2–3 kelompok tani (unit) yang dapat mewakili kondisi pertanaman kedelai pada wilayah tersebut. Pada kelompok tani yang terpilih dilakukan pengamatan secara mendetail menyangkut produktivitas dan sosial ekonomi, termasuk persepsi petani tentang VUB yang diadaptasikan. Tabel 1. Lokasi pendampingan SL-PTT kedelai di NTB tahun 2010 Kabupaten/kota
Sasaran SL-PTT (unit)
Kota Mataram Lombok Barat Lombok Tengah Lombok Timur Sumbawa Barat Sumbawa Dompu Bima Kota Bima Total NTB
50 150 600 50 100 250 500 700 100 2.5
Sasaran(unit) pendampingan (60%) 30 90 360 30 60 150 300 420 60 1500
PTT didiseminasikan melalui sekolah lapang guna mempercepat adopsi oleh petani pengguna sesuai keadaan setempat. Sekolah lapang didukung oleh demplot (laboratorium lapang (LL), yang digunakan sebagai tempat belajar petani sehingga dapat mempercepat alih teknologi melalui interaksi antara petani kooperator (peserta SLPTT) dengan petani di sekitarnya. Paket teknologi tersebut diterapkan pada areal LL maupun SL (Tabel 2). Pelaksanaan demplot pengenalan varietas unggul kedelai dilaksanakan dengan menanam empat varietas unggul yaitu Anjasmoro, Argomulyo, Burangrang, Kaba, dan sebagai pembanding adalah varietas Wilis. Data yang diperlukan dikumpulkan melalui wawancara, meliputi produksi dan sosial ekonomi petani, observasi aspek agronomi dan produksi kedelai dan pengenalan varietas. Pencatatan hasil panen kedelai oleh petani dan pemandu lapang dilakukan pada petak ubinan seluas 2 m x 5 m di lokasi SLPTT (LL, SL dan areal non-SL sebagai pembanding), maupun pada petakan pengenalan varietas unggul baru kedelai, masing-masing tiga kali ubinan. Data yang terkumpul ditabulasi untuk menentukan hasil rata-rata dan kisarannya dan dokumentasi yang meliputi data sekunder. Data dianalisis secara deskriptif-kualitatif.
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2013
91
Tabel 2.
Komponen teknologi kedelai yang diterapkan di lokasi LL dan SL pada pendampingan SLPTT di NTB tahun 2010.
Komponen PTT
Uraian kegiatan
Penyiapan lahan
Tanah bekas pertanaman padi tidak perlu diolah (TOT). Penanaman pada lahan tegal, dilakukan pengolahan tanah intensif (2 kali bajak, 1 kali garu). Saluran drainasedibuat setiap 4–5 m dengan kedalaman 25–30 cm dengan lebar 30 cm.
Benih VUB
Argomulyo, Anjasmoro, Grobogan dan Burangrang. Kebutuhan benih 50 kg/ha, daya tumbuh 90%.
Penanaman
Benih ditanam dengan cara ditugal dengan kedalaman 2–3 cm Jarak tanam 10–15 cm x 40 cm, 2–3 biji/lubang tanam Penanaman daianjurkan maksimal 3 hari setelah panen padi.
Pemupukan
Dosis urea 50 kg/ha, SP36 75 kg/ha dan KCl 100–150 kg/ha diberikan seluruhnya pada saat tanam atau diberikan 2 kali (saat tanam dan 2 MST). Bila menggunakan Phonska 150 kg/ha diberikan seluruhnya sebelum tanam. Penanaman pada lahan sawah yang subur dan bekas padi dipupuk dengan dosis tinggi tidak perlu penambahan pupuk NPK. Pemupukan berdasarkan staus hara tanah sesuai hasil uji PUTS dan PUTK.
Penggunaan mulsa
Mulsa jerami sebanyak 5 t/ha dihamparkan merata dengan ketebalan < 10 cm
Pengairan
Pengairan penting pada masa kritis fase vegetatif yiatu 15–21 HST, 25–35 HST (berbunga), 55–70 HST (pengisian polong).
Pengendalian hama
Pengendalian hama berdasarkan hasil pemantauan, kerusakan daun 12,5% dan kerusakan polong 2,5% atau populasi hama tinggi tanaman perlu disemprot insktisida efektif. Pengendalian secara kultur teknis seperti penggunaan mulsa jerami, pergiliran tanaman, tanam serentak pada satu hamparan serta penggunaan tanaman perangkap. Hama utama kedelai yang perlu diwaspadai: Lalat bibit (Ophiomyia phaseoli), penghisap polong (Riptortus linearis), ulat grayak (Spodoptera litura) dan penggerek polong (Etielia zincekenella).
Pengendalian penyakit
Penyakit utama tanaman kedelai adalah karat daun (Pakopsora pachyrhizl), hawar daun (Pseudomonas syringae) dikendalikan Mancozep. Pengendalian virus dengan mengendalikan vektor yaitu hama kutu dengan insektisida Decis. Waktu pengendalian saat tanaman berumur 14, 28 dan 42 hst atau disesuaikan dengan populasi hama/vektor.
Panen
Panen dilakukan saat biji mencapai fase masak ditandai 95% polong berwarna coklat atau kehitaman dan sebagian besar daun tanaman sudah rontok. Panen dilakukan dengan memotong pangkal batang.
Pasca panen
Brangkasan kedelai dihamparkan dibawah sinar matahari dengan ketebalan 25 cm selama 2–3 hari menggunakan alas. Pengeringan hingga kadar air mencapai 14%. Hindari penumpukan brangkasan basah >2 hari. Perontokan dilakukan secara manual atau mekanis (threser). Pembersihan menggunakan tampi atau mekanis (blower).
Keterangan: Juknis Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Kedelai.
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Lahan dan Keragaan Produksi Kedelai Lahan di Provinsi NTB sebagian besar berupa lahan kering, 1.807.463 ha atau 84% dari luas wilayah NTB dengan topografi wilayah yang cukup beragam, mulai dari datar, bergelombang hingga berbukit dan bergunung dengan tingkat kemiringan sebagian besar
92
Widiastuti et al.: Peran PTT dalam peningkatan adopsi teknologi produksi kedelai di NTB
di atas 15%. Sebagian besar kondisi lahan kering di NTB dicirikan oleh iklim semi-aridtropik yang dipengaruhi oleh musim hujan dan musim kemarau. Musim hujan berlangsung dari bulan Desember–Maret atau 4 bulan, sedang musim kemarau berlangsung dari bulan April–November atau 8 bulan. Luas lahan kering yang dapat dikembangkan dengan mempertimbangkan status lahan adalah 626.034 hektar atau 31% dari luas wilayah NTB. Lahan kering yang banyak digunakan untuk kegiatan budidaya pertanian di wilayah lahan kering Provinsi NTB meliputi sawah tadah hujan, tegalan, ladang, perkebunan dan kebun campuran (Anonim, 2012). Budidaya kedelai di NTB sebagian besar pada lahan sawah pada MK I, MK II, dan sebagian kecil pada lahan tegalan saat MH. Tabel 3.
Perkembangan luas panen, produktivitas dan produksi kedelai selama 5 tahun (2007– 2011) di NTB.
Tahun 2007 2008 2009 2010 2011
Luas panen (ha) 56.901 76.154 87.920 86.649 75.042
Produktivitas (t/ha) 1,20 1,25 1,09 1,08 1,17
Produksi (ton) 68.419 95.106 95.846 93.122 88.100
Keterangan: NTB dalam Angka (2012).
Luas panen, produktivitas, dan produksi kedelai selama 5 tahun (2007–2011) di NTB ber fluktuasi. Pada tahun 2007 sampai 2010 terjadi peningkatan luas panen kedelai yang diikuti oleh peningkatan produksi (Tabel 3), namun tidak diikuti oleh peningkatan produktivitas. Peningkatan luas panen disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain ketersediaan lahan, permintaan kedelai dan harga kedelai yang tinggi, serta curah hujan yang teratur sehingga serangan OPT dapat dikendalikan. Peningkatan luas panen tidak diikuti oleh peningkatan produktivitas sehingga tidak berdampak terhadap peningkatan produksi. Hal ini mengindikasikan bahwa petani belum menerapkan pola intensifikasi dengan inovasi teknologi spesifik, sehingga produktivitas mengalami penurunan. Produktivitas kedelai kembali meningkat pada tahun 2011 namun luas panen menurun sehingga produksi juga menurun cukup besar. Kedelai di NTB sebagian besar ditanam di lahan kering pada musim hujan, sedangkan pada musim kemarau ditanam di lahan sawah irigasi dan sawah tadah hujan. Masalah dalam usaha peningkatan produksi kedelai di NTB adalah rendahnya harga kedelai, sulitnya penyediaan benih bermutu sesuai dengan keinginan petani, dan serangan OPT yang tinggi. Serangan OPT yang tinggi menyebabkan biaya usahatani membengkak, sementara harga jual kedelai rendah sehingga petani beralih ke usaha tani lain yang lebih menguntungkan seperti jagung. Untuk itu peningkatan produksi perlu mempertimbangkan peningkatan luas panen dan penyediaan benih kedelai bermutu melalui sistem Jabalsim.
Keragaaan Penerapan PTT Kedelai Komponen teknologi PTT yang diterapkan merupakan kesepakatan bersama antara petani kooperator dengan pemandu lapang. Komponen teknologi anjuran tidak diterapkan dengan benar oleh petani, antara lain penggunaan benih bermutu, baik jumlah, jenis dan mutu, penanaman, pemupukan, pengendalian OPT dan panen. Penggunaan mulsa merupakan komponen teknologi yang telah diterapkan sepenuhnya oleh petani dengan memanfaatkan jerami padi sehingga tidak membutuhkan biaya besar. Persepsi petani mengeProsiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2013
93
nai budidaya kedelai sebagai tanaman alternatif tumpangsari di lahan kering menyebabkan mereka tidak mau mengeluarkan biaya tambahan. Persepsi ini menyebabkan petani menggunakan benih yang tidak jelas kualitasnya, pemupukan yang kurang, pengendalian OPT tidak optimal sehingga produksi rendah. Rendahnya harga jual kedelai mempengaruhi minat petani untuk menanam kedelai secara intensif. Guna mengetahui tingkat adopsi petani terhadap komponen teknologi anjuran PTT dilakukan wawancara dan observasi terhadap komponen yang dilaksanakan maupun yang tidak dilaksanakan petani (Tabel 4). Tabel 4.
Tingkat adopsi teknologi PTT kedelai oleh petani pada pendampingan SLPTT kedelai tahun 2012.
Komponen PTT
Tingkat adopsi teknologi PTT kedelai (%)
Benih dan varietas
50–75
Kebutuhan benih
50–75
Benih berlabel
50–75
Perlakuan benih
50–75
Penyiapan lahan
75–100
Cara tanam
50–75
Penggunaan mulsa
100
Pemupukan
50
Pengendalian hama dan penyakit
50
Panen
50–75
Penerapan PTT melalui pendampingan SLPTT sejak tahun 2010 sampai 2012 mampu meningkatkan produksi kedelai. Salah satu komponen PTT yang berperan penting dalam meningkatkan produksi kedelai adalah varietas unggul baru. Sejak tahun 2010 VUB kedelai yang telah dikenalkan dalam pendampingan SLPTT di NTB adalah Anjasmoro, Argomulyo, Burangrang, dan Kaba. Produksi VUB kedelai yang dibudidayakan pada semua lokasi pendampingan SLPTT di NTB menunjukkan peningkatan dan lebih baik disbanding varietas Wilis (Tabel 5). Anjasmoro memiliki hasil lebih tinggi dibandingkan dengan VUB lainnya, yaitu 1,68 t/ha. Kondisi ini mengindikasikan penerapan PTT dengan integrasi VUB mampu meningkatkan produksi kedelai walaupun masih di bawah potensi masing-masing VUB tersebut. Tabel 6. Keragaan hasil penerapan PTT pada kegiatan SLPTT di NTB MK 2010.
Produktivitas (ton/ha)
Kabupaten/kota
Jumlah unit SL yang disampling
LL
SL
Non-SL
Kota Mataram Lombok Barat Lombok Tengah Lombok Timur Sumbawa Barat Sumbawa Dompu Bima Kota Bima Rata-rata NTB
30 90 360 30 60 150 300 420 60 1.500
1,31 1,29 1,19 1,29 1,17 1,22 1,15 1,14 1,17 1,20
1,20 1,17 1,19 1,15 1,13 1,09 1,13 1,12 1,14 1,14
1,04 1,08 1,09 1,09 1,11 1,01 1,10 1,06 1,11 1,07
Keragaman yang tinggi dalam penerapan teknologi budidaya kedelai terindikasi dari produksi kedelai, baik pada lokasi LL, SL maupun non-SL. Merujuk pada potensi hasil
94
Widiastuti et al.: Peran PTT dalam peningkatan adopsi teknologi produksi kedelai di NTB
masing-masing varietas yang ditanam, maka hasil yang diperoleh pada lokasi LL yang mendapat bantuan saprodi lengkap dan bimbingan intensif masih rendah. Hal ini disebabkan oleh curah hujan yang tinggi hingga pertengahan musim kemarau, sehingga pertumbuhan kedelai kurang baik dan produktivitas turun/rendah. Penerapan teknologi PTT di lokasi LL mampu menghasilkan kedelai rata-rata 1,20 t/ha, dan di lokasi SL 1,14 t/ha, tetapi bila dibandingkan dengan petani non-SL yang rata-rata produktivitasnya hanya 1,07 t/ha, maka hasil kedelai melalui pendampingan teknologi oleh BPTP masih lebih tinggi 6–12%/ha (Tabel 6).
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2013
95
Tabel 5. Produktivitas VUB kedelai dalam kegiatan pendampingan SLPTT tahun 2010–2012. Kab/Kota
Anjasmoro (t/ha)
Argomulyo (t/ha)
Burangrang (t/ha)
Kaba (t/ha)
Wilis (t/ha)
2010
2011
2012
2010
2011
2012
2010
2011
2012
2010
2011
2012
2010
2011
2012
Kota Mataram Lombok Barat Lombok Tengah Lombok Timur Sumbawa Barat Sumbawa Dompu Bima Kota Bima
1,57 1,45 1,25 1,50 1,45 1,16 1,16 1,17 1,19
2,12 1,66 1,56 1,53 1,62 1,62 1,52 1,59 1,58
1,85 1,67 1,61 1,50 1,65 1,68 1,72 1,75
1,36 1,37 1,37 1,34 1,38 1,15 1,25 1,16 1,27
1,78 1,40 1,34 1,45 1,49 1,49 1,43 1,48 1,45
1,56 1,52 1,48 1,45 1,54 1,47 1,57 1,58
1,41 1,25 1,18 1,20 1,24 1,12 1,14 1,14 1,16
1,59 1,44 1,32 1,42 1,45 1,46 1,41 1,47 1,38
1,45 1,41 1,40 1,45 1,46 1,41 1,47 1,48
1,30 1,30 1,25 1,22 1,25 1,16 1,14 1,14 1,25
1,96 1,38 1,27 1,46 1,39 1,43 1,45 1,46 1,47
1,68 1,57 1,46 1,49 1,53 1,55 1,56 1,67
1,32 1,21 1,27 1,29 1,21 1,12 1,14 1,13 1,25
1,18 1,16 1,11 1,12 1,14 1,12 1,14 1,13 1,15
1,16 1,14 1,12 1,14 1,22 1,14 1,14 1,25
Rata-rata
1,32
1,64
1,68
1,27
1,48
1,52
1,20
1,44
1,44
1,21
1,47
1,56
1,20
1,14
1,23
96
Widiastuti et al.: Peran PTT dalam peningkatan adopsi teknologi produksi kedelai di NTB
Keragaan Uji Adaptasi VUB Kedelai Dalam kegiatan pendampingan SLPTT juga dilakukan uji varietas untuk melihat pengaruh penggunaan VUB terhadap peningkatan hasil kedelai. VUB kedelai yang diuji adalah Anjasmoro, Argomulyo, Burangrang dan Kaba, dengan pembanding varietas Wilis, yang telah lama ditanam petani di NTB. Mengingat ketersediaan air pada musim kemarau sangat terbatas maka uji adaptasi dilakukan pada agroekosistem sawah pada MK II. Empat VUB memberi hasil lebih tinggi daripada Wilis. Anjasmoro memberikan hasil tertinggi di semua kabupaten, kecuali di Lombok Tengah. Hasil Anjasmoro di Lombok Tengah rendah karena tanaman kedelai mengalami kekurangan air pada periode kritis. Empat VUB kedelai menunjukkan daya adaptasi sedang sampai tinggi, hal ini menjadi indikasi bahwa VUB tersebut sesuai dikembangkan di NTB.
Keragaan Hasil pada Demplot PTT Kedelai Demplot PTT Kedelai dilaksanakan di lima Kabupaten sentra produksi kedelai di NTB, dengan luas demplot di tiap kabupaten 1 ha dan produktivitasi rata-rata 1,69 t/ha, yaitu Lombok Barat 1,64 t/ha, Lombok Tengah 1,67 t/ha, Sumbawa 1,62 t/ha, Dompu 1,63 t/ha, dan Bima 1,89 t/ha. Angka ini cukup tinggi dibandingkan dengan hasil yang dicapai pada lokasi LL dengan rata-rata 1,20 t/ha, atau hasil demplot 40% lebih tinggi dibandingkan dengan hasil LL (Tabel 7). Penerapan PTT mengubah perilaku petani kedelai sehingga berdampak terhadap peningkatan hasil kedelai. Tabel 6. Hasil uji adaptasi VUB kedelai dalam kegiatan pendampingan SLPTT kedelai tahun 2010 Lokasi uji VUB kedelai kab/ kota Kota Mataram Lombok Barat Lombok Tengah Lombok Timur Sumbawa Barat Sumbawa Dompu Bima Kota Bima Rata-rata NTB
Agroekosistem
Anjasmoro
Argomulyo
Burangrang
Kaba
Wilis*)
Tingkat adaptabilitas
Sawah Sawah
1,57 1,45
1,36 1,37
1,41 1,25
1,30 1,30
1.32 1,21
tinggi Sedang
Sawah
1,25
1,37
1,18
1,25
1,27
Sedang
Sawah Sawah Sawah Sawah Sawah Sawah
1,50 1,45 1,16 1,16 1,17 1,19
1.34 1,38 1,15 1,15 1,16 1,17
1,20 1,24 1,12 1,14 1,14 1,16
1,22 1,25 1,16 1,14 1,14 1,15
1,29 1,21 1,12 1,14 1,13 1,15
Tinggi Sedang Rendah Rendah Rendah Rendah
-
1,32
1,27
1,20
1,21
1,20
-
Varietas kedelai yang diuji
Tabel 7. Keragaan hasil demplot PTT kedelai tahun 2010. Lokasi demplot
Hasil (t/ha)
Jenis inovasi teknologi yang diintroduksi (untuk semua lokasi Demplot sama)*)
Luas demplot
Lombok Barat Lombok Tengah Sumbawa Dompu Bima
1,64 1,67 1,62 1,63 1,89
Benih bermutu dan berlabel (Anjasmoro), TOT pada lahan sawah, jarak tanam 40 x 15 cm, pemupukan spesifik lokasi, penggunaan mulsa jerami, pengendalian H/P terpadu, panen, dan pascapanen *)
1 ha 1 ha 1 ha 1 ha 1 ha
Rata-rata
1,69
-
-
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2013
97
KESIMPULAN DAN SARAN 1. Introduksi PTT meningkatkan adopsi teknologi produksi kedelai oleh petani terutama benih VUB yang bermutu walaupun tingkat penerapannya hanya 50%. 2. Penerapan teknologi melalui pendekatan PTT meningkatkan hasil kedelai menjadi 1,20 t/ha di lokasi LL dan di SL 1,14 t/ha, dibanding 1,07 t/ha di lokasi non-SL. 3. Selama periode 2010–2012 hasil kedelai di lokasi SLPTT terus meningkat, Anjasmoro 1,75 t/ha, Argomulyo 1,58 t/ha, Kaba 1,56 t/ha, Burangrang 1,44 t/ha, dan Wilis 1,23 t/ha. 4. Perlu pendampingan yang lebih intensif agar petani mau menerapkan semua komponen teknologi PTT untuk meningkatkan produksi kedelai. 5. Perlu adanya kebijakan pemerintah untuk mendukung ketersediaan benih sumber melalui alur JABALSIM dan kepastian harga jual kedelai untuk meningkatkan motivasi petani menanam kedelai secara intensif.
DAFTAR PUSTAKA Balikabi. 2012a. Lahan Kering NTB Potensial Untuk Produksi Benih Kedelai. Berita. http://balitkabi.litbang.deptan.go.id [22 Maret 2013] Balitkabi. 2012b. Display VUB Kedelai Dampingi SLPTT di NTB. Berita. http://balitkabi.litbang. deptan.go.id [23 Maret 2013] BPS. 2012. NTB Dalam Angka. http://bps.ntb.go.id [22 Maret 2013] BPS. 2011. Beranda. Tanaman Pangan. http://bps.go.id [22 Maret 2013] BPS. 2010. Beranda. Tanaman Pangan. http://bps.go.id [22 Maret 2013] Litbang Deptan. 2009. Pendekatan Melalui SLPTT Diyakini Mampu Meningkatkan Produksi Kedelai. Berita. http://litbang.deptan.go.id. [23 Maret 2013]. Mardikanto, Totok dan Sutarni. 1983. Pengantar Penyuluhan Pertanian dalam Teori dan Praktek. Hapsara. Surakarta. Marwoto. 2013. Pengawalan SLPTT untuk Tingkatkan Produksi Kedelai 2013. Berita. http://litbang.deptan.go.id [22 Maret 2013]. Mulyani, Anny. 2008. Potensi dan Ketersediaan Lahan Untuk Pengembangan Kedelai di Indonesia. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol. 30 No.I. Rachmawati, Nia. 2007. Pola Jaringan Komunikasi pada Kelompok Tani dalam Adopsi Inovasi Teknologi Pengolahan Kelapa Terpadu. Suharman. 2012. Bungkil Kedelai Sebagai Bahan Pakan Ternak Protein Nabati. http://agroyasa.com [23 Maret 2013]. Tastra, I. K., Erliana Ginting, Gatot S. A. Fatah. 2012. Menuju Swasembada Kedelai Melalui Penerapan Kebijakan Yang Sinergis. Iptek Tanaman Pangan. IT. 07/01. http://deptan.go. id [23 Maret 2013] Toha, Husin. 2005. Padi Gogo dan Pola Pengembangannya. Balai Penelitian Tanaman Padi Zakiah. 2011. Dampak Impor Terhadap Produksi Kedelai Nasional. Agrisep 12(1).
98
Widiastuti et al.: Peran PTT dalam peningkatan adopsi teknologi produksi kedelai di NTB