PERAN PETUGAS BIMBINGAN ROHANI DALAM MENGATASI STRES PERAWAT DI RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 (S.1)
Jurusan Bimbingan Dan Penyuluhan Islam (BPI)
NOFIAN RAHMAN AMAR 1104077
FAKULTAS DAKWAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2010
NOTA PEMBIMBING
Lamp: 5 Eksemplar Hal
: Persetujuan Naskah Skripsi Kepada Yth. Dekan Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang Di Semarang
Assalamu’alaikum Wr. Wb. Setelah membaca, mengadakan korelasi, dan perbaikan sebagaimana mestinya, maka kami menyatakan bahwa naskah skripsi:
Nama : Nofian Rahman Amar Nim
: 1104077
Fak/jur : Dakwah / BPI Judul
: PERAN PETUGAS BIMBINGAN ROHANI DALAM MENGATASI STRES PERAWAT DI RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
Dengan ini telah saya setujui dan mohon agar segera diujikan, demikian atas persetujuannya diucapkan terima kasih. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Semarang, 06 Januari 2010 Bidang Substansi Materi
Bidang Metodologi dan Tata Tulis
Drs. H. Djasadi, M. Pd
Safrodin, M. Ag
NIP: 19470805 196509 1001
NIP: 19751203 200312 1002
PENGESAHAN SKRIPSI PERAN PETUGAS BIMBINGAN ROHANI DALAM MENGATASI STRES PERAWAT DI RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
Disusun Oleh: Nofian Rahman Amar 1104077
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Pada tanggal 29 Desember 2009 dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Susunan Dewan Penguji Ketua Sidang Penguji/
Anggota Penguji
Dewan/ Pembantu dekan
Penguji I
Hj. Yuyun Affandi, LC., MA NIP. 19600603 199203 2002 Sekretaris Dewan Sidang
Baidi Bukhori, S. Ag, M. Si NIP. 19730427 199603 1001 Penguji II
Safrodin, M. Ag NIP. 19751203 200312 1002 Pembimbing I
Abu Rokhmad, M. Ag NIP. 19760407 199803 1001 Pembimbing II
Drs. H. Djasadi, M. Pd NIP: 19470805 196509 1001
Safrodin, M. Ag NIP: 19751203 200312 1002
PERSEMBAHAN
1. Almamater-ku Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang 2. Ayahanda dan ibunda (Ruji Mulyadi dan Sriatun) yang telah memberikan pendidikan sampai ke perguruan tinggi, mencurahkan kasih sayang dan perhatiannya kepada saya, selalu mendoakan saya dan memberikan motivasi kepada saya dalam segala hal 3. Kakak dan adik-adikku (Muhtadin Hasim, Arifatul Fitriana, Fitria Ulfa Afriani) yang selalu memotivasi saya 4. Mas Fauzan yang selalu membimbing hati nurani penulis dalam mendekatkan kepada Allah SWT 5. Irna yang selalu memberikan motivasi dalam segala hal, baik materi maupun spritual 6. Mbak Ema Hidayanti yang selalu memberikan saya masukan, terimaksih banyak 7. Semua temen-temen saya, temen-temen BPI angkatan 2004 yang selalu mendukung dan memberikan semangat kepada saya 8. Saipul, Imam, Hamim yang sudah menyediakan fasilitas untuk melengkapi penulis dalam peyelesaian skripsi
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri dan di dalamnya tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi di lembaga pendidikan lainnya. Pengetahuan yang diperoleh dari hasil penerbitan maupun yang belum atau tidak diterbitkan, sumbernya dijelaskan di dalam tulisan dan daftar pustaka.
Semarang,
Nofian Rahman Amar NIM: 1104077
MOTTO
uθèδ ü“Ï%©!$# tΑt“Ρr& sπoΨ‹Å3¡¡9$# ’Îû É>θè=è% t⎦⎫ÏΖÏΒ÷σßϑø9$# (#ÿρߊ#yŠ÷”zÏ9 $YΖ≈yϑƒÎ) yì¨Β öΝÍκÈ]≈yϑƒÎ) 3 ¬!uρ ߊθãΖã_ ÏN≡uθ≈yϑ¡ ¡9$# ÇÚö‘F{$#uρ 4 tβ%x.uρ ª!$# $¸ϑ‹Î=tã $Vϑ‹Å3ym ∩⊆∪ Dia-lah yang Telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang Telah ada). dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi[1394] dan adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana (QS. Al- Fath, 48: 4).
ABSTRAKSI
Nofian Rahman Amar (1104077) Peran Petugas Bimbingan Rohani Islam Dalam Mengatasi Stress Perawat di Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji secara empiris tentang peran petugas bimbingan rohani Islam dalam mengatasi stress perawat, serta untuk mengetahui analisis fungsi bimbingan rohani Islam terhadap stres perawat di Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang. Sebuah pekerjaan sangatlah dibutuhkan di era yang serba modern. Walaupun bagaimana caranya untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup di dunia. Akan tetapi mereka tidak sadar bahwa kita sebagai umat muslim akan ada kehidupan lagi setelah di bumi yaitu akhirat. Sebuah fenomena di bumi saja banyak mengalami berbagai persoalan. Khususnya perawat yang sering mengalami tekanan psikis baik dari permasalahan di keluarga, teman dalam pekerjaan, apalagi atasan yang sering mengeluarkan kebijakan tetapi tidak memikirkan nasib perawat atau karyawan. Dalam RSI Sultan Agung Semarang sangatlah beruntung adanya petugas rohani, yang dapat dijadikan suri tauladan bagi perawat, karyawan, atau dokter. Bisa juga dijadikan teman curhat atau konselor, para petugas rohanipun bertanggung jawab kepada atasan imbas dengan adanya mereka. Apalagi dapat mengatasi stres perawat. Skripsi ini mengkategorikan penelitian lapangan atau field research yang dapat menganalisa faktor-faktor stres perawat yang cenderung muncul didalam suatu pekerjaan, serta peran petugas bimbingan rohani dalam mengatasi stres perawat di RSI Sultan Agung Semarang. Menunjukkan bahwa dengan adanya petugas rohani dapat terlihat faktor-faktor stres perawat serta dapat mengatasi stres perawat yang cenderung pekerjaan yang monoton di rumah sakit. Semakin rutin petugas bimbingan rohani melakukan bimbingan, semakin berkurangnya stres yang dialami perawat sehingga dapat memanaj stres tersebut. Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan akan menjadi bahan informasi dan masukan bagi para pembimbing (konselor), perawat, dan lingkungan RSI Sultan Agung Semarang. Kata kunci : Faktor-faktor stres perawat dan peran petugas bimbingan rohani mengatasi stres perawat di RSI Sultan Agung Semarang.
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur hanya kepada Allah SWT, yang maha pengasih dan penyayang, karena hanya dengan rahmat dan ridho-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul: “Peran Petugas Bimbingan Rohani Islam Dalam Mengatasi Stress Perawat di Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang”. Sholawat serta salam tak lupa kita curahkan kepada junjungan kita Rasulullah SAW, yang telah membawa kita ke jalan yang lurus yaitu agama Islam, agama yang sangat dicintai Allah SWT. Penulis menyadari, tersusunnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Dan melalui kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada: 1. Bapak Prof. Dr. H. Abdul Djamil, M.A, selaku Rektor IAIN Walisongo Semarang. 2. Bapak Drs. H. Zain Yusuf, M.M, selaku Dekan Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang. 3. Bapak Abdul Satar, M. Ag, selaku Dosen Wali yang telah memberikan pengarahan, motivasi, serta bimbingan kepada penulis. 4. Bapak Drs. H. Djasadi, M. Pd, selaku pembimbing I dan Bapak Safrodin, M. Ag, selaku pembimbing II, yang telah meluangkan waktu, tenaga, fikiran serta pengarahan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik. 5. Bapak Komarudin, M. Ag, selaku Kajur BPI dan Bapak Safrodin, M. Ag, selaku Sekjur BPI Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang. 6. Segenap Bapak atau Ibu Dosen yang telah mendidik penulis selama belajar di Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang.
7. Seluruh karyawan dan karyawati Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang. Kepada mereka semua, tiada yang pantas untuk dihaturkan kecuali ucapan terimakasih, semoga amal baiknya mendapat balasan dari Allah SWT. Setelah melalui proses yang cukup panjang dan melelahkan, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Dan tentunya skripsi ini masih banyak kekurangan yang harus dikritisi demi perkembangan wacana dan kebaikan bersama. Akhirnya penulis memohon kepada Allah SWT, semoga buah karya ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi siapa saja yang membacanya, terutama Civitas Akademi IAIN Walisongo Semarang.
Semarang, Penulis,
Nofian Rahman Amar NIM: 1104077
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL..................................................................................... i HALAMAN NOTA PEMBIMBING.......................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN...................................................................... iii HALAMAN PERSEMBAHAN................................................................... iv HALAMAN PERNYATAAN...................................................................... v HALAMAN MOTTO................................................................................... vi ABSTRAKSI................................................................................................. vii HALAMAN KATA PENGANTAR............................................................ viii DAFTAR ISI................................................................................................. x
BAB I
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang................................................................. 1 1.2. Rumusan Masalah............................................................ 10 1.3. Tujuan dan manfaat Penelitian......................................... 10 1.4. Tinjauan Pustaka.............................................................. 11 1.5. Metode Penelitian............................................................ 12 1.6. Sistematika Penulisan skripsi........................................... 16
BAB II
KERANGKA TEORITIK 2.1. Peran.............................................................................. 18 2.1.1. Definisi Peran....................................................... 18 2.1.2. Konsep Tentang Peran.......................................... 18
2.2. Bimbingan Rohani......................................................... 18 2.2.1. Definisi Bimbingan Rohani.................................. 18 2.2.2. Dasar atau Landasan Bimbingan Rohani............. 21 2.2.3. Tujuan dan Fungsi Bimbingan Rohani................. 22 2.2.4. Materi dan Metode Bimbingan Rohani................. 25 2.3. Stres............................................................................... 27 2.3.1. Definisi Stres........................................................ 27 2.3.2. Jenis-Jenis Stres.................................................... 28 2.3.3. Faktor-Faktor Penyebab Stres.............................. 29 2.3.4. Stres Kerja............................................................ 33 2.3.5. Strategi Mengatasi Stres....................................... 39 2.3.6. Tingkatan Stres..................................................... 41 2.3.7. Dampak Stres........................................................ 43 2.4. Perawat.......................................................................... 44 2.4.1. Definisi Perawat................................................... 44 2.4.2. Peran Dan Fungsi Perawat.................................... 45 2.4.3. Jenis Tanggung Jawab Perawat............................ 46
BAB III
GAMBARAN UMUM RSI SULTAN AGUNG SEMARANG 3.1. Gambaran Umum RSI Sultan Agung Semarang........... 56 3.1.1. Sejarah Singkat RSI Sultan Agung Semarang...... 56 3.1.2. Letak Geografis.................................................... 57 3.1.3. Sarana dan Fasilitas.............................................. 57 3.1.4. Visi-Misi dan Tujuan............................................ 60 3.1.5. Struktur Organisasi............................................... 61
3.2. Faktor-Faktor Stres Perawat di Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang................................................ 63 3.3. Pelaksanaan Bimbingan Rohani Bagi Perawat di RSI-SA Semarang...................................................... 68 3.4. Peran Bimbingan Rohani Dalam Mengatasi Stres Perawat di RSI-SA Semarang.............................. 70
BAB IV
ANALISA HASIL PENELITIAN 4.1. Analisis Faktor-Faktor Stres Perawat di RSI Sultan Agung Semarang....................................................................... 79 4.2. Analisa Pelaksanaan Bimbingan Rohani Bagi Perawat di RSI-SA Semarang........................................ 82 4.3. Analisa Peran Bimbingan Rohani Dalam Mengatasi Stres Perawat di RSI-SA Semarang............................... 86
BAB V
PENUTUP 5.1. Kesimpulan.................................................................... 93 5.2. Saran-Saran.................................................................... 94 5.3. Penutup.......................................................................... 94
DAFTAR PUSTAKA DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Manusia ialah makhluk yang tertinggi martabatnya di muka bumi, terdiri dari badan dan jiwa. Jiwa bukan jisim dan bukan pula suatu daya dalam jisim, maka dari itu jiwa akan kekal setelah badan hancur karena kematian. Manusia merupakan bagian dari alam yang terjadi dari wujudnya berupa jasad kemudian kedudukan jasad sebagai alat peletak bagi jiwa, dengan demikian jiwa akan memperoleh kesempurnaan. Manusia yang tercipta akal pikiran yang dapat menginterpretasikan apa yang ada di sekililingnya. Apalagi di era modernisasi dan teknologi yang telah membawa banyak perubahan dunia. Akibat dari kemajuan diberbagai sektor misalnya perhubungan, komunikasi, pertanian, perdagangan, dan lain-lain. Sehingga mempunyai prinsip yang menghasilkan produktifitas tinggi dengan waktu sesingkat mungkin. Dampak dari semua itu adalah orientasi hidup lebih materialis karena tuntutan akan kebutuhan hidup semakin banyak dan mahal. Orientasi hidup berubah menjadi sebagai pemburu waktu maupun materi. Bagaikan mesin yang tidak mengenal lelah. Seperti kata Caplan dan Nelson (1973) hubungan orang dan lingkungan merupakan proses timbal balik, lingkungan dapat mempengaruhi tingkah laku orang, tetapi orang mempunyai kapasitas untuk membentuk lingkungan (Martaniah, 2000: 22).
1
Bekerja adalah fitrah dan sekaligus merupakan salah satu identitas manusia, sehingga bekerja yang didasarkan pada prinsip-prinsip iman tauhid, bukan saja menunjukkan fitrah seseorang muslim, tetapi sekaligus meninggikan martabat dirinya sebagai hamba Allah (Tasmara, 1995: 2). Dalam dunia yang serba modern seperti sekarang ini, manusia dituntut untuk lebih kreatif dan bersemangat untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup yang semakin meningkat. Menurut Abraham Maslow dalam kehidupannya, manusia mempunyai lima kebutuhan dasar yaitu: Pertama, fisiologis atau meliputi lapar, haus, perlindungan, dan kebutuhan badani lainya. Kedua, keamanan atau meliputi keamanan dan proteksi dari bahaya fisik dan emosional. Ketiga, cinta atau mencakup ketergantungan, rasa memiliki, rasa diterima, dan persahabatan. Keempat, percaya diri atau mencakup faktor percaya diri internal dan eksternal seperti prestasi, status, perhatian, dan lain sebagainya. Kelima, aktualisasi diri atau termasuk perkembangan, pencapaian potensi, dan pemenuhan hasrat diri (Jabir, 2005: 103). Untuk menangkal dan mengatasi masalah pribadi perlu dipersiapkan insan dan sumber daya manusia Indonesia yang bermutu. Manusia Indonesia yang bermutu yaitu manusia yang harmonis lahir dan batin, sehat jasmani dan rohani, bermoral, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi secara profesional, serta dinamis dan kreatif (Nurihsan, 2006: 3). Hubungan kemanusiaan yang awalnya persahabatan berubah menjadi sebuah kepentingan, antara satu dengan yang lain saling bersaing untuk memenuhi kebutuhan yang semakin meningkat. Hidup pada akhirnya membawa manusia dalam keresahan, gelisah, dan renggang satu sama lain (Daradjad, 2001: 4).
2
Humanisme apalagi yang masih kokoh dijadikan sandaran manusia modern manakala pada saat yang sama krisis demi krisis kemanusiaan tumbuh dengan mekar dan menjadi panorama keseharian disetiap sudut kehidupan, sehingga manusia modern menjadi tidak berharga sama sekali karena kehilangan jati diri. Rasionalisme apalagi yang patut dijadikan acuan hidup ketika kemodernan itu manusia kehilangan makna hidup yang membuat manusia rentan terhadap penyakit kehidupan. Bahagiakah manusia modern dengan kemoderen yang diciptakannya sendiri dengan penuh keyakinan dan keangkuhan (Nasir, 1997: 9). Perkataan Haidar Nasir ini merupakan refleksi modernitas yang menilai secara jujur tentang hilangnya makna hidup dalam kehidupan. Pendapat senada diungkapkan pula oleh Hanna Djumhana Bastaman bahwa satu hal pokok dari kehidupan modern adalah hilangnya makna hidup yang berakibat pada hilangnya orientasi, hilangnya tujuan hidup, hilangnya moralitas, dan ‘kesemrawutan pola kehidupan’ (Bastaman, 1995: 191). Setiap permasalahan kehidupan yang menimpa pada diri seseorang dapat mengakibatkan gangguan fungsi tubuh. Oleh karena itu dalam diri manusia itu antara fisik dan psikis itu tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya (saling mempengaruhi). Reaksi tubuh (fisik) ini dinamakan stres, dan manakala fungsi organ tubuh itu sampai terganggu dinamakan distres (Hawari, 1999: 44). Stres ialah interaksi antara individu dan lingkungan yang ditandai dengan ketegangan emosional dengan berpengaruh terhadap kondisi mental, dan fisik seseorang (Harvey dan Bowrn, 1995:131).
3
Stres merupakan salah satu penyakit psikis yang dapat berdampak pada fisik. Keadaan tersebut sangat berpengaruh pada perkembangan suatu pemikiran. Apalagi dalam keaadaan yang tidak stabil juga berdampak pada kejiwaan seseorang. Bila tidak dapat dikendalikan dan terjerumus dalam hal yang negatif, maka nyawa seseorang pun tidak akan selamat. Tidak berdampak pada diri sendiri melainkan pada orang lain khususnya keluarga dan umumnya masyarakat. Sebagaimana firman Allah SWT yang diterangkan dalam Surat Al-Ma’arij ayat 19-23:
*¨βÎ)z⎯≈|¡ΣM}$#t,Î=äz%·æθè=yδ∩⊇®∪#sŒÎ)絡¡tΒ•¤³9$#$Yãρâ“y_∩⊄⊃∪#sŒÎ)uρ絡¡tΒçösƒø:$#$¸ãθãΖtΒ∩⊄⊇∪ ωÎ)t⎦,Íj#|Áßϑø9$#∩⊄⊄∪t⎦⎪Ï%©!$#öΝèδ4’n?tãöΝÍκÍEŸξ|¹tβθßϑÍ←!#yŠ∩⊄⊂∪ Artinya: Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir, kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat, yang mereka itu tetap mengerjakan shalatnya. Dari paparan tersebut, terlihat bahwa kepribadian sangat menentukan. Apalagi kepribadiannya utuh dan jiwanya sehat, ia akan menghadapi semuanya dengan tenang. Kepribadian di dalamnya terdapat unsur-unsur keimanan yang kuat, teguh, dan berbagai masalah yang dihadapinya dengan tenang tanpa resah, cemas, gundah, panik. Namun orang yang jauh dari agama boleh jadi ia akan marah tanpa sasaran yang jelas, atau memarahi orang lain sebagai sasaran kemarahannya (Sururin, 2004:188).
4
Gibson et al mengemukakan bahwa stres kerja dilihat dari beberapa titik pandang, yaitu stres sebagai stimulus, stres sebagai respon dan stres sebagai stimulus-respon.
Stres
sebagai
stimulus
merupakan
pendekatan
yang
menitikberatkan pada lingkungan. Definisi stimulus memandang stres sebagai suatu kekuatan yang menekan individu untuk memberikan tanggapan terhadap stresor. Pendekatan ini memandang stres sebagai konsekuensi dari interaksi antara stimulus lingkungan dengan respon individu. Pendekatan stimulus-respon mendefinisikan stres sebagai konsekuensi dari interaksi antara stimulus lingkungan dengan respon individu. Stres dipandang tidak sekedar sebuah stimulus atau respon, melainkan stres merupakan hasil interaksi unik antara kondisi stimulus lingkungan dan kecenderungan individu untuk memberikan tanggapan. Luthans (Yulianti, 2000:10) mendefinisikan stres sebagai suatu tanggapan dalam menyesuaikan diri yang dipengaruhi oleh perbedaan individu dan proses psikologis, sebagai konsekuensi dari tindakan lingkungan, situasi atau peristiwa yang terlalu banyak mengadakan tuntutan psikologis dan fisik seseorang. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa stres kerja timbul karena tuntutan lingkungan dan tanggapan setiap individu dalam menghadapinya dapat berbeda. Masalah Stres kerja di dalam organisasi perusahaan menjadi gejala yang penting diamati sejak mulai timbulnya tuntutan untuk efisien di dalam pekerjaan. Akibat adanya stres kerja tersebut yaitu orang menjadi nervous, merasakan kecemasan yang kronis, peningkatan ketegangan pada emosi, proses berifikir dan kondisi fisik individu.
5
Selain itu, sebagai hasil dari adanya stres kerja karyawan mengalami beberapa gejala stres yang dapat mengancam dan mengganggu pelaksanaan kerja mereka, seperti: mudah marah dan agresi, tidak dapat relaks, emosi yang tidak stabil, sikap tidak mau bekerja sama, perasaan tidak mampu terlibat, dan kesulitan dalam masalah tidur. Di kalangan para pakar sampai saat ini belum terdapat kata sepakat dan kesamaan persepsi tentang batasan stres. Baron & Greenberg (Margiati, 1999:71), mendefinisikan stres sebagai reaksi-reaksi emosional dan psikologis yang terjadi pada situasi dimana tujuan individu mendapat halangan dan tidak bisa mengatasinya. Aamodt (Margiati, 1999:71) memandangnya sebagai respon adaptif yang merupakan karakteristik individual dan konsekuensi dan tindakan eksternal, situasi atau peristiwa yang terjadi baik secara fisik maupun psikologis.
Berbeda
memahaminya
dengan
sebagai
pakar
di
atas,
ketidakseimbangan
Landy
keinginan
(Margiati,1999:71) dan
kemampuan
memenuhinya sehingga menimbulkan konsekuensi penting bagi dirinya. Robbins memberikan definisi stres sebagai suatu kondisi dinamis di mana individu dihadapkan pada kesempatan, hambatan dan keinginan dan hasil yang diperoleh sangatlah penting tetapi tidak dapat dipastikan (Dwiyanti, 2001:75). Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa terjadinya stres kerja adalah perasaan tertekan yang dialami karyawan dalam menghadapi pekerjaan, yang disebabkan oleh stresor yang datang dari lingkungan kerja seperti faktor lingkungan, organisasi dan individu. Tinggi rendahnya tingkat stres kerja tergantung dari manajemen stres yang dilakukan oleh individu dalam menghadapi stresor pekerjaan tersebut.
6
Perawat merupakan satu jenis profesi yang dewasa ini banyak dibutuhkan. Oleh karena itu, organisasi tempat para perawat bekerja senantiasa mengusahakan peningkatan kualitas profesionalisme mereka. Tugas pokok seorang perawat adalah merawat pasien untuk mempercepat proses penyembuhan. Kondisi tubuh yang kurang menguntungkan akan berakibat seorang perawat mudah patah semangat bilamana saat bekerja ia mengalami kelelahan fisik, kelelahan emosional, dan kelelahan mental. Pekerjaan seorang perawat sangatlah berat. Dari satu sisi, seorang perawat harus menjalankan tugas yang menyangkut kelangsungan hidup pasien yang dirawatnya. Di sisi lain, keadaan psikologis perawat sendiri juga harus tetap terjaga. Kondisi seperti inilah yang dapat menimbulkan rasa tertekan pada perawat, sehingga ia mudah sekali mengalami stres. Stres merupakan ketegangan mental yang mengganggu kondisi emosional, proses berpikir, dan kondisi fisik seseorang. Stres yang berlebihan akan berakibat buruk terhadap individu untuk berhubungan dengan lingkungannya secara normal. Akibatnya kinerja mereka menjadi buruk dan secara tidak langsung berpengaruh terhadap organisasi di mana mereka bekerja. Lebih lanjut, Santosa (Hadi, 1987) mengatakan bahwa dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari, perawat selalu berhadapan dengan hal-hal yang monoton dan rutin ruang kerja yang sesak dan sumpek bagi yang bertugas di bangsal, harus berhati-hati menangani peralatan di ruang operasi, harus dapat bertindak cepat namun tepat dalam menangani penderita yang
masuk Unit Gawat Darurat.
Seorang perawat sering dihadapkan pada suatu usaha penyelamat kelangsungan hidup atau nyawa seseorang, adanya tuntutan-tuntutan baik yang berasal dari orang-orang di sekitarnya maupun dari kode etik profesi.
7
Schaufeli dan Jauczur (1994) mengatakan bahwa dalam menjalankan peran dan fungsinya seorang perawat dituntut memiliki keahlian, pengetahuan, dan konsentrasi yang tinggi. Selain itu pula seorang perawat selalu dihadapkan pada tuntutan idealisme profesi dan sering menghadapi berbagai macam persoalan baik dari pasien maupun teman sekerja. Itu semua menimbulkan rasa tertekan pada perawat, sehingga mudah mengalami stres. Menurut Leatz dan Stolar (Rosyid dan Farhati, 1996) apabila keadaan stres terjadi dalam jangka waktu yang lama dengan intensitas yang cukup tinggi, ditandai dengan kelelahan fisik, kelelahan emosional, dan kelelahan mental, maka akan mengakibatkan perawat mengalami gejala burnout. Bernardin (Rosyid, 1996) menggambarkan burnout sebagai suatu keadaan yang mencerminkan reaksi emosional pada orang yang berkerja pada bidang pelayanan kemanusiaan (human services) dan bekerja erat dengan masyarakat. Melihat hasil dari banyak penelitian klinis yang mencari hubungan antara komitmen agama dengan kesehatan (fisik maupun kesehatan jiwa), ditemukan indikasi yang kuat bahwa komitmen agama mampu mencegah dan melindungi seseorang dari penyakit, serta adanya ketimpangan antara bimbingan rohani dalam mengatasi stres seseorang sehingga mempertinggi kemampuan seseorang dalam mengatasi penderitaan dan mempercepat proses penyembuhan. Suatu permasalahan yang muncul ialah penyakit psikis (stres) yang melekat pada jiwa kita, sehingga perasaan kita mulai terbebani dengan masalah itu. Pekerjaan pun tidak maksimal. Jadi, selain petugas rohani membimbing pasien yang sedang sakit (keluarga), juga berdampak positif terhadap para karyawan atau perawat untuk mendapatkan bimbingan. Apalagi perawat yang memiliki kinerja
8
yang tinggi dituntut pada profesionalisme kerja. Walaupun berbagai persoalan melanda, dia harus bersikap profesional dalam suatu pekerjaan. Dalam hal ini perawat yang ada di RSI Sultan Agung Semarang telah memiliki tekanan psikis yang di akibatkan oleh suatu pekerjaan sehingga dapat menimbulkan stres. Mereka ada yang tertekan dalam kejenuan atau monoton dalam ruangan, apalagi ruangan yang golongan menengah ke bawah yang dominan dari masyarakat dari pedesaan pasien sedikit- sedikit memanggil perawat. Ada juga tekanan dari atasan yang terlalu banyak tuntutan dan aturan, apalagi ada juga yang dari para perawat sendiri yang lebih senior mentang- mentang berkuasa. Dari situlah peran petugas bimbingan rohani untuk dapat menjadi konsultan atau teman curhat yang berlandaskan karena para petugas rohani yang berpedoman kepada AlQur’an dan Al- Hadist. Di RSI Sultan Agung dari awal berdiri Rumah Sakit sudah sudah terprogram untuk memiliki petugas bimbingan rohani, karena disamping Rumah Sakit dibangun untuk keperluan medis, juga tujuan utama untuk berdakwah menurut Sugito (22 Juli 2009) selaku petugas bimbingan rohani. Tetapi para petugas bimbingan rohani masih memiliki kendala yang diakibatkan kekurangan karyawan sebagai petugas bimbingan rohani. Dan akhirnya dari tahun ke tahun pihak yang berwenang dari Rumah Sakit mengadakan tes untuk para calon karyawan atau karyawati, tetapi harus melalui beberapa tahap tes. Baik yang tertulis maupun wawancara. Tentunya hal ini perlu dikaji lebih mendalam, mengapa muncul stres tersebut, bagaimana latar belakang dan sebab-sebab munculnya stres tersebut, serta upaya mengatasinya.
9
Berdasarkan pemaparan di atas, penulis tertarik untuk meneliti Peran Petugas Bimbingan Rohani Dalam Mengatasi Stres Perawat di RSI Sultan Agung Semarang.
1.2. Rumusan Masalah Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas maka permasalahan yang akan diteliti adalah 1.2.1. Apakah faktor-faktor penyebab perawat mengalami stres? 1.2.2. Bagaimanakah peran petugas bimbingan rohani dalam mengatasi stres perawat di RSI Sultan Agung Semarang?
1.3. Tujuan Dan Manfaat Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah “Untuk mendeskripsikan dan menganalisa peran dari petugas bimbingan rohani dalam mengatasi stres perawat”. Adapun hasil penelitian ini diharapkan akan bermanfaat dalam kajian berikutnya yang berbentuk: 1.3.1.
Secara Teoritik Penelitian
ini
diharapkan
dapat
memberikan
sumbangan
bagi
pengembangan ilmu dakwah atau khususnya BPI. 1.3.2. Secara Praktik Dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi perawat dalam mengatasi stresnya, serta perbaikan terhadap kekurangan-kekurangan peran petugas bimbingan rohani di RSI Sultan Agung Semarang.
10
1.4. Tinjauan Pustaka Sebagai bahan telaah pustaka dalam penelitian ini, peneliti mengambil beberapa hasil penelitian yang ada relevansinya dengan penelitian ini, diantaranya adalah: Penelitian yang ditulis oleh Taufik pada tahun 2005 dengan judul “Peran Rohaniawan Islam di RSI Sultan Agung Semarang Dalam Memotivasi Kesembuhan Pasien”. Dalam penelitian ini penulis memaparkan bahwa rohaniawan memiliki peran yang sangat besar dalam memotivasi kesembuhan pasien, hal ini dikarenakan kehadirannya bisa memberikan sugesti kepada pasien. Muhlisin pada tahun 2005 dengan judul “Terapi Holistik Menurut Dadang Hawari Dalam Menangani Stres Dan Implikasinya Terhadap Pribadi Efektif (Studi Analisis Bimbingan Dan Konseling Islam)”. Dalam penelitian ini dinyatakan bahwa stres dipahami sebagai gangguan kejiwaan terhadap seseorang yang diakibatkan karena tidak tercapainya suatu keinginan dan ketidak mampuan manusia untuk mengatasi konflik yang terjadi di dalam dirinya. Konflik disini bisa terjadi berupa konflik fisik seperti cacat tubuh atau konflik non fisik seperti konflik psikis yang muncul karena beberapa faktor yaitu permasalahan keluarga, lingkungan masyarakat, lingkungan kerja dan sebagainya. Ketiga adalah “Pengaruh Bimbingan Rohani Islam Terhadap Penurunan Kecemasan Pada Pasien Pra Operasi Di RSI Sultan Agung Semarang” yang dilakukan oleh Zulfa pada tahun 2009. Dia mendefinisikan bahwa dengan adanjya petugas bimbingan rohani dapat memberikan pengaruh sehingga dapat mengurangi kecemasan pada pasien.
11
Kelebihan penelitian pertama, peran dari petugas bimbingan rohani dapat memotivasi kesembuhan pasien, serta akan sadar bahwa semua itu ada yang mengatur skenario tersebut. Akan sadar dengan adanya Sang Khalik. Penelitian kedua akan sadar dengan penyakit psikis yaitu stres yang dapat mempengaruhi semua kondisi tubuh. Sedangkan penelitian ketiga, dengan adanya petugas bimbingan rohani dapat mengurangi kecemasan pada pasien pra operasi, serta memberikan kesadaran akan manfaat dari penyakit tersebut. Sementara dalam penelitian ini, peneliti ingin memfokuskan mengenai peran petugas bimbingan rohani bukan hanya ditujukan kepada pasien melainkan juga bisa dimanfaatkan untuk perawat atau pegawai Rumah Sakit. Dengan adanya petugas bimbingan rohani punya peran khusus juga bisa dijadikan tempat curhat ataupun memberikan saran dan masukan, yang dikarenakan tekanan psikis. Dari gangguan penyakit psikis tersebut maka kinerja dari perawat atau pegawai tidak maksimal. Apabila pekerjaan mereka maksimal maka citra baik Rumah Sakit akan populer. Karena petugas bimbingan rohani selalu berpedoman Al-Qur’an dan Hadist. Dampak dari bimbingan rohani tersebut dapat mengatasi stres perawat. Peneliti ingin menawarkan dengan menggunakan pendekatan bimbingan rohani dan pendekatan psikologi sehingga dapat mengatasi stres.
1.5. Metode Penelitian 1.5.1. Jenis dan Metode Penelitian Penelitian ini adalah penelitian kualitatif yaitu penelitian yang yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian, secara holistic dan dengan cara deskriptif dalam bentuk kata-kata dan
12
bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moleong, 2006: 6). Berkaitan dengan judul yang diangkat, maka diperlukan pendekatan yang diharapkan
mampu
memberikan
pemahaman
yang
mendalam
dan
komperehensif. Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan psikologi dikarenakan dengan pendekatan psikologi dapat mengetahui perkembangan kondisi stres perawat di RSI Sultan Agung Semarang setelah mendapatkan bimbingan rohani, khususnya lebih pada periode tahun 2009. Secara praktis penelitian ini berlangsung sejak bulan juni 2009 sampai bulan juli 2009. 1.5.2. Sumber Dan Jenis Data Adapun sumber dan jenis data dalam penelitian ini dibagi menjadi dua macam, antara lain: 1.5.2.1. Data Primer Data primer adalah pelaksanaan hubungan rohani Islam yang dilaksanakan oleh pembimbing rohani Islam di RSI Sultan Agung Semarang. 1.5.2.2.
Data Sekunder Data sekunder yaitu data lain yang menunjang seperti:
1.5.2.2.1. Jumlah petugas bimbingan rohani 1.5.2.2.2. Kedudukan bimbingan rohani Islam di RSI Sultan Agung Semarang 1.5.2.2.3. Sejarah Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang. Sumber data primer adalah petugas bimbingan rohani Islam dan perawat di RSI Sultan Agung Semarang. Sumber data sekunder adalah bukubuku atau referensi yang berkaitan dengan skripsi.
13
1.5.3. Metode Pengumpulan Data Dalam teknik pengumpulan data ini penulis mengkatagorikan jenis penelitian lapangan atau field research. Dimana dalam penelitian lapangan atau field research ini merupakan penelitian yang didapat sendiri oleh peneliti secara langsung dari subyek penelitian yaitu perawat di RSI Sultan Agung Semarang untuk memperoleh data yang berkaitan dengan penelitian ini. Untuk melakukan field research selanjutnya penulis melakukan langkahlangkah pengumpulan data dengan menggunakan teknik sebagai berikut: 1.5.3.1. Metode Observasi Metode observasi adalah pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap unsur-unsur yang tampak dalam suatu gejala atau gejala-gejala pada obyek penelitian (Hadari, 1991: 74). Metode observasi yaitu metode penelitian dengan pengamatan yang dicatat secara sistematik fenomena yang diselidiki (Hadi, 2001: 316). 1.5.3.2. Metode Wawancara Metode interview atau wawancara adalah alat pengumpul data berupa tanya jawab antara pihak pencari informasi dengan sumber informasi yang berlangsung secara lisan (Hadari, 1991: 98). Metode ini disebut juga metode wawancara artinya metode pengumpulan data yang tata caranya dilakukan dengan tanya jawab sepihak dengan cara sistematis berdasarkan tujuan penelitian (Hadi, 1991: 193). Dalam penelitian ini menggunakan teknik wawancara terbuka, yaitu obyek yang diwawancari mengetahui bahwa mereka
14
sedang diwawancarai dan mengetahui pula apa maksud wawancara itu (Lexy, 2002: 137). Wawancara ini dilakukan untuk mendukung dan menunjang data penelitian. Wawancara dilakukan dengan perawat RSI Sultan Agung Semarang ditujukan untuk mengetahui gambaran umum dengan adanya petugas bimbingan rohani para perawat dalam mengatasi stresnya, serta hal-hal yang mendukung perolehan data. 1.5.3.3. Studi Dokumentasi Studi dokumen adalah pencarian data mengenai variabel yang berupa catatan, transkip, buku-buku, surat kabar, agenda dan sebagainya (Suharsimi, 1998: 234). Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data berupa data statistik dari RSI Sultan Agung Semarang serta berbagai catatan lain yang berkaitan dengan penelitian yang saya ajukan. 1.5.4. Teknik Analisis Data Setelah data-data terkumpul, maka penulis menggunakan metode kualitatif, yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati (Lexy, 2002: 3). Dan untuk mengahasilkan hasil yang optimal dan kesimpulan yang benar, maka penulis juga menggunakan metode analisa deskriptif. Metode ini bertujuan untuk menguraikan penelitian dan menggambarkan secara lengkap dalam suatu bahasa, sehingga ada suatu pemahaman antara kenyataan dilapangan dengan bahasa yang digunakan untuk menguraikan data-data yang ada (Anton, 1990: 51). Metode ini
15
digunakan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan peran petugas bimbingan rohani dalam mengatasi stres perawat.
1.6. Sistematika Penulisan Skripsi Dalam rangka menguraikan pembahasan masalah diatas, maka peneliti berusaha menyusun kerangka penelitian secara sistematis, agar pembahasan lebih terarah dan mudah dipahami, sehingga tercapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan sebelum memasuki bab pertama, maka penulisan skripsi diawali dengan bagian yang
memuat:
Halaman
Judul,
Nota
Pembimbing,
Pengesahan,
Motto,
Persembahan, Pernyataan, Kata Pengantar dan Daftar Isi. Bab pertama adalah pendahuluan, Bab ini berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan skripsi. Bab kedua adalah landasan teori yang menjelaskan tentang bimbingan rohani dan stres. Pada sub bagian peran akan dikaji devinisi peran, konsep tentang peran. Sedangkan bimbingan rohani akan dikaji tentang devinisi bimbingan rohani, dasar atau landasan bimbingan rohani, tujuan dan fungsi bimbingan rohani, materi dan metode bimbingan rohani. Pada sub bagian stres akan dikaji tentang definisi stres, jenis-jenis stres, faktor-faktor penyebab stres, cara mengatasi stres atau coping stres, reaksi terhadap stres berat dan gangguan penyesuaian, tingkatan stres, dampak stres, dampak stres pada kesehatan, stres kerja, sumber-sumber stres kerja, dampak stres kerja. Pada sub bagian perawat akan dikaji tentang definisi perawat, peran dan fungsi perawat, jenis tanggung jawab perawat, dan peran bimbingan rohani Islam guna mengatasi stres para perawat.
16
Bab ketiga, dibagi menjadi tiga, bab pertama berisi tentang profil atau gambaran umum RSI Sultan Agung Semarang (sejarah singkat, letak geografis, struktur organisasi, sarana dan fasilitas, visi-misi dan tujuan). Bab kedua gambaran umum pelaksanaan bimbingan rohani bagi perawat (jadwal penceramah do’a pagi, jadwal kultum sholat dluhur, dan jadwal kegiatan dinas pagi menggunakan audio oleh bagian syiar dan dakwah). Bab ketiga peran bimbingan rohani dalam mengatasi stres perawat di RSI Sultan Agung Semarang. Bab keempat, analisa pada bab ini merupakan pembahasan atas fakta data yang telah dituangkan dalam bab sebelumnya. Dari hasil analisis yang telah dipaparkan, dari penelitian tersebut dapat dipahami bagaimana peran petugas bimbingan rohani dalam mengatasi stres perawat di RSI Sultan Agung Semarang. Bab kelima, merupakan penutup, yaitu bab terakhir yang berisi kesimpulan, saran-saran, kata penutup, dan riwayat hidup penulis serta lampiran-lampiran.
17
BAB II LANDASAN TEORI
2.1. Peran 2.1.1. Definisi Peran Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam, suatu system. Peran dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar dan bersifat stabil. Peran adalah bentuk dari perilaku yang diharapkan dari seesorang pada situasi sosial tertentu. (Kozier Barbara, 1995:21). 2.1.2. Konsep tentang peran (role) menurut Komarudin (1994, hlm: 768) dalam buku “Ensiklopedia Manajemen” mengungkapkan sebagai berikut: 2.1.2.1. Bagian dari tugas utama yang harus dilakukan 2.1.2.2. Pola perilaku yang diharapkan dapat menyertai suatu status 2.1.2.3. Bagian suatu fungsi seseorang dari seseorang atau menjadi karakteristik yang ada padanya 2.1.2.4. Fungsi setiap variabel dalam hubungan sebab akibat
2.2. Bimbingan Rohani 2.2.1. Definisi Bimbingan Rohani Dalam bahasa Inggris kata bimbingan disebut “Guidance”. Menurut H. Prayitno, bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada seorang atau beberapa orang individu, baik anak-anak, remaja,
1
maupun dewasa, agar orang yang dibimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan mandiri, dengan memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang ada dan dapat dikembangkan, berdasarkan norma-norma yang berlaku (Prayitno, 1999: 99). Sedangkan menurut Bimo Walgito, bimbingan adalah bantuan atau pertolongan yang diberikan kepada individu dalam menghindari atau mengatasi kesulitan didalam kehidupan agar individu dapat mencapai kesejahteraan hidupnya (Walgito, 1995: 4). Bimbingan adalah proses yang digunakan sepenuhnya dalam rangka membantu individu untuk mengerti diri mereka sendiri dan dunia mereka (Shelley dan Shertzer, 1996: 40). Dari beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh seorang ahli kepada seseorang atau beberapa orang agar mampu mengatasi persoalan- persoalan dirinya sehingga mereka dapat menentukan sendiri jalannya secara bertanggung jawab tanpa tergatung kepada orang lain. Setelah mengetahui bimbingan dari sudut pandang umum, maka perlu dikemukakan juga definisi bimbingan dari sudut pandang Islam. Dalam penelitian ini penulis mengistilahkan bimbingan keagaman Islam dengan bimbingan rohani Islam, menurut (Musnawar, 1995: 143) bahwa bimbingan keagamaan Islam adalah proses pemberian bantuan terhadap individu agar dalam kehidupan agamanya senantiasa selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah, sehingga dapat mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat. Sedangkan menurut (Salim, 2005: 1) bimbingan
2
rohani Islam merupakan tindakan yang di dalamnya terjadi proses bimbingan dan pembinaan rohani kepada pasien di rumah sakit sebagai upaya menyempurnakan ikhtiar medis dengan ikhtiar spiritual yang dilakukan oleh tenaga kerohanian dalam usaha untuk memberikan ketenangan dan kesejukan hati dengan dorongan dan motivasi
untuk
tetap
bersabar,
bertawakal,
dan
senantiasa
menjalankan
kewajibannya sebagai hamba Allah. Bimbingan rohani juga dapat diartikan sebagai suatu aktifitas memberikan bimbingan, pelajaran, dan pedoman kepada individu yang meminta bantuan (klien) dalam hal bagaimana seharusnya seorang klien dapat mengembangkan potensi akal pikiranya, kejiwaannya, keimanannya, serta dapat menanggulangi problematika hidup dengan baik dan benar secara mendiri yang berpandangan pada Al-Qur’an dan Sunah Rasul SAW (Adz-Dzaky, 2001:189). Dari beberapa definisi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa bimbingan rohani Islam dapat diartikan sebagai suatu proses pemberian bantuan kepada pasien di rumah sakit, akan tetapi karyawan atau perawat pun bisa mendapatkan bimbingan rohani. Sehingga kinerja dari karyawan ataupun perawat dapat bekerja maksimal tanpa ada tekanan karena yang berpedoman pada Al- Qur’an dan Al- Hadist. Dalam kaitannya dengan bimbingan rohani di dalam al-Qur’an dijelaskan dalam Surat Al- Baqarah: 208:
$y㕃r'¯≈tƒš⎥⎪Ï%©!$#(#θãΖtΒ#u™(#θè=äz÷Š$#’ÎûÉΟù=Åb¡9$#Zπ©ù!$Ÿ2Ÿωuρ(#θãèÎ6®Ks?ÅV≡uθäÜäzÇ⎯≈sÜø‹¤±9$#4 …絯ΡÎ)öΝà6s9Aρ߉tã×⎦⎫Î7•Β∩⊄⊃∇∪
3
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan,dan
janganlah
kamu
turut
langkah-langkah
syaitan.
Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu (Q.S. Al- Baqarah:208). 2.2.2. Dasar atau Landasan Bimbingan Rohani Dasar atau landasan utama bimbingan rohani Islam adalah Al- Qur’an dan Sunnah Rasul, sebab keduanya merupakan sumber dari segala sumber pedoman kehidupan umat Islam, seperti yang terdapat dalam hadist Rasulullah SAW, sebagai berikut:
ÊóÑóßúÊõ Ýöíúßõãú ãóÇáóäú ÊóÖáøõæúÇ ÈóÚúÏóåõ Åöäö ÇÚúÊóÕóãúÊõãú Èöåö ßöÊóÇÈó Çááåö æóÓóäøóÉó ÑóÓõæúáöåö. (ÑæÇå ÇÈä ãÇÌå) Artinya: Aku tinggalkan sesuatu bagi kalian semua yang jika kalian selalu berpegang teguh kepadanya niscaya selama-lamanya tidak akan pernah salah langkah tersesat jalan, sesuatu itu kitabullah dan sunah rasulnya (H.R. Ibnu Majjah). . Al-Qur’an dan Sunnah Rasul dapat diistilahkan sebagai landasan ideal dan konseptual bimbingan rohani Islam. Dari Al-Qur’an dan Sunnah Rasul itulah gagasan, tujuan, dan konsep-konsep (pengertian, makna hakiki) (faqih, 2001: 5).
4
ô‰s)©9tβ%x.öΝä3s9’ÎûÉΑθß™u‘«!$#îοuθó™é&×πuΖ|¡ym⎯yϑÏj9tβ%x.(#θã_ötƒ©!$#tΠöθu‹ø9$#uρtÅzFψ$# tx.sŒuρ©!$##ZÏVx.∩⊄⊇∪ Artinya: Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah (Q.S. Al- Ahzab: 21).
ÎóÇyèø9$#uρ ∩⊇∪ ¨βÎ) z⎯≈|¡ΣM}$# ’Å∀s9 Aô£äz ∩⊄∪ ωÎ) t⎦⎪Ï%©!$# (#θãΖtΒ#u™ (#θè=Ïϑtãuρ ÏM≈ysÎ=≈¢Á9$# (#öθ|¹#uθs?uρ Èd,ysø9$$Î/ (#öθ|¹#uθs?uρ Îö9¢Á9$$Î/ ∩⊂∪ Artinya: Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran (Q.S. Al-ashr: 1-3). 2.2.3. Tujuan dan Fungsi Bimbingan Rohani
5
Tujuan bimbingan Islam yaitu untuk meningkatkan dan menumbuh suburkan kesadaran manusia tentang eksistensinay sebagai makhluk dan khalifah Allah SWT di muka bumi ini, sehingga setiap aktivitas tingkah lakunya tidak keluar dari tujuan hidupnya yaitu untuk menyembah atau mengabdi kepada Allah SWT (Hallen, 2002: 14).
Ainur Rakhim Faqih berpendapat bahwa tujuan bimbingan rohani terbagi menjadi dua, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. 2.2.3.1. Tujuan umum Membantu individu mewujudkan dirinya menjadi manusia seutuhnya agar mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. 2.2.3.2. Tujuan khusus 2.2.3.2.1. Membantu individu agar tidak menghadapi masalah, 2.2.3.2.2. Membantu individu mengatasi masalah yang sedang dihadapinya, 2.2.3.2.3. membantu individu memelihara dan mengembangkan situasi dan kondisi yang baik atau yang telah baik agar tetap baik atau menjadi lebih baik, sehingga tidak akan menjadi sumber masalah bagi dirinya dan orang lain. Sedangkan fungsi bimbingan rohani, menurut Faqih adalah: 2.1.3.1. Fungsi prefentif, yaitu membantu individu menjaga atau mencegah timbulnya masalah baginya. 2.1.3.2. Fungsi kuratif, yaitu membantu individu memecahkan masalah yang sedang dihadapi atau dialaminya.
6
2.1.3.3. Fungsi preservatif, yaitu membantu individu menjaga agar situasi dan kondisi yang semula tidak baik (mengandung masalah) menjadi baik (terpecahkan) dan kebaikan itu bertahan lama. 2.1.3.4. Fungsi developmental, yaitu membantu individu memelihara dan mengembangkan situasi dan kondisi yang telah baik agar tetap baik atau menjadi
lebih
baik,
sehingga
memungkinkannya
menjadi
sebab
munculnya masalah baginya (Faqih, 2001:37). Menurut Payitno (1999: 96), pelaksanaan bimbingan agar berjalan dengan baik ada beberapa fungsi, yaitu: 2.1.3.2. Fungsi pemahaman Pemahaman tentang klien meerupakan titik tolak upaya pemberian bantuan terhadap klien, maka pembimbing perlu terlebih dahulu memahami individu yang akan dibimbing. Pemahan tentang masalah klien, ketika proses bimbingan memasuki upaya penanganan masalah, maka pemahaman terhadap masalah klien merupakan sesuatu yang wajib. 2.1.3.3. Fungsi pencegahan Fungsi pencegahan yaitu menghindari timbulnya atau meningkatkan kemampuan pemecahan masalah, penilaian positif terhadap diri sendiri,dan lingkungan kelompok, melalui upaya pencegahan, yaitu: 2.1.3.3.1.1. Mendorong perbaikan kondisi diri klien 2.1.3.3.1.2. Mendorong perbaikan lingkungan yang kalau dibiarkan akan berdampak negatif terhadap individu yang bersangkutan
7
2.1.3.3.1.3. Mendorong individu untuk tidak melakukan sesuatu yang akan memberikan resiko yang besar, dan melakukan sesuatu yang memberikan manfaat. 2.1.3.4. Fungsi pengentasan Orang yang mengalami masalah dianggap berada dalam suatu keadaan yang tidak mengenakan, sehingga perlu dikeluarkan dari keadaan yang tidak mengenakan tersebut.
2.1.3.5. Fungsi pemeliharaan dan pengembangan Fungsi pemeliharaan berarti memelihara segala sesuatu yang baik pada diri individu baik hal itu merupakan pembawaan maupun hasil perkembangan yang
telah
dicapai.
Pemeliharaan
yang
baik
bukanlah
sekedar
mempertahankan, melainkan juga mengusahakan agar hal tesebut bertambah baik dari pada waktu sebelumnya. 2.1.4. Materi dan Metode Bimbingan Rohani Adapun materi yang disampaikan dalam proses bimbingan rohani ini adalah: 2.1.4.1. Akidah, yaitu ketentuan-ketentuan dasar mengenai keimanan seorang muslim yang merupakan landasan dari segala perilakunya (Daradjat, 1984: 318). 2.1.4.2. Syari’ah, yaitu ketentuan-ketentuan agama yang merupakan pegangan bagi manusia di dalam kehidupan untuk meningkatkan kualitas hidupnya
8
dalam rangka mencapai kebahagian dunia dan akhirat (Daradjat, 1984: 302). 2.1.4.3. Akhlak, yaitu adat, tabiat atau sistem perilaku yang dibuat. Secara bahasa bisa baik atau buruk tergantung pada tata nilai yang dipakai sebagai landasan (Daradjat, 1984: 254). Sedangkan metode yang digunakan dalam proses bimbingan rohani ialah: 2.1.4.1. Metode langsung, merupakan metode dimana pembimbing melakukan komunikasi langsung (bertatap muka) dengan orang yang dibimbingnya (Faqih, 2001: 54). 2.1.4.2. Metode keteladanan, merupakan metode dimana pembimbing sebagai contoh ideal dalam pandangan seseorang yang tingkah laku sopan santunnya ditiru (suri tauladan). Menurut Faqih (2001: 54) metode yang digunakan dalam bimbingan rohani adalah sebagai berikut: 2.1.4.1. Metode Langsung Merupakan metode dimana pembimbing melakukan komunikasi langsung (bertatap muka) dengan orang yang dibimbingnya. Metode ini dibagi menjadi: 2.1.4.1.1. Metode individual, pembimbing dalam hal ini melakukan komunikasi langsung secara individual dengan pihak yang dibimbing. 2.1.4.1.2. Metode kelompok, pembimbing melakukan komunikasi langsung dengan klien dalam kelompok.
9
2.1.4.2. Metode Tidak Langsung Merupakan
metode
dimana
bimbingan
dilakukan
melalui
komunikasi masa, hal ini dilakukan secara individual maupun kelompok. 2.1.4.3. Metode Keteladanan Merupakan metode dimana pembimbing sebagai contoh ideal dalam pandangan seseorang yang tingkah laku sopan santunnya akan ditiru.
2.2.
Stres 2.2.1. Definisi Stres Menurut Djalaluddin Ancok dan Fuad Ansori, stres adalah gangguan jiwa yang disebabkan oleh karena ketidakmampuan masyarakat untuk mengatasi konflik dalam diri, tidak terpenuhinya kebutuhan hidup, perasaan kurang diperhatikan dan perasaan rendah diri (Ancok, 1995: 93). Dalam kamus Filsafat dan psikologi, karya Sudarsono disebutkan bahwa stres adalah ketegangan, tekanan konflik, suatu rangsangan yang menegangkan psikologi maupun fisiologi dari suatu organisme atau tekanan fisik dan psikis yang menekankan organ tubuh dan atau diri sendiri atau suatu keadaan ketegangan psikologis karena adanya anggapan ketakutan atau kecemasan (Sudarsono, 1993: 247). Stres adalah suatu ketidakseimbangan diri atau jiwa dan realitas kehidupan setiap hari yang tidak dapat dihindari dari perubahan yang memerlukan penyesuaian. Sering dianggap sebagai kejadian atau perubahan negatif yang dapat menimbulkan
10
stress, seperti cedera, sakit atau kematian orang yag dicintai, putus cinta. Perubahan positif juga dapat menimbulkan stres, seperti naik pangkat, perkawinan, jatuh cinta (http://lensakomunika.blogspot.com). Sarafino berpendapat bahwa stres muncul akibat terjadinya kesenjangan antara tuntutan yang dihasilkan oleh transaksi antara individu dan lingkungan dengan sumber daya biologis, psikologis atau sistem sosial yang dimiliki individu tersebut (Sarafino, 1998: 70). Sementara itu, Atwater lebih berfokus pada tuntutan untuk melakukan respon adaptif dalam melakukan penyesuaian diri (Atwater, 1998: 49). Pendapat lain tentang stres didapat dari Lahey dan Ciminero yang menjelaskan stres dengan penekanan pada peristiwa- peristiwa dan situasi-situasi negatif yang dialami individu yang dapat menimbulkan efek yang tidak teratur pada perilakunya (Lahey& Ciminero, 1980: 76). Dari beberapa pengertian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa stres merupakan gangguan emosional dan perilaku yang terjadi dalam melakukan respon penyesuaian diri terhadap peristiwa atau situasi karena adanya perbedaan antara tuntutan yang diakibatkan oleh peristiwa atau situasi tesebut dengan sumber daya yang dimiliki individu. 2.2.2. Jenis-jenis Stres Quick dan Quick (1984) mengategorikan jenis stres menjadi dua, yaitu: 2.3.1.1. Eustress, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat sehat, positif, dan konstruktif (bersifat membangun). Hal tersebut termasuk kesejahteraan individu dan juga organisasi yang diasosiasikan dengan
11
pertumbuhan,
fleksibilitas,
kemampuan
adaptasi,
dan
tingkat
performance yang tinggi. 2.3.1.2. Distress, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat tidak sehat, negatif, dan destruktif (bersifat merusak). Hal tersebut termasuk konsekuensi
individu
dan
juga
organisasi
seperti
penyakit
kardiovaskular dan tingkat ketidakhadiran (absenteeism) yang tinggi, yang diasosiasikan dengan keadaan sakit, penurunan, dan kematian.
2.2.3. Faktor- faktor penyebab stres Penyebab stres (stressor) adalah bioekologis dan psikososial. 2.2.3.1. Bioekologis adalah stres yang muncul karena keadaan biologis seseorang yang dipengaruhi oleh tingkah laku orang tersebut. Menurut Girdano (dalam Thomas, htttp:// shkv/ 122. Multiply. Com), stresor bioekologis terdiri dari bioritme, kebiasaan makan, minum, obat-obatan, polusi udara, dan perubahan pada cuaca. Bioritme adalah ritme-ritme tubuh manusia. Salah satu ritme tubuh manusia tersebut adalah ritme circadion, yaitu ritme tubuh manusia dimana tekanan darah, temperatur, dan beberapa substansi dalam tubuh manusia dapat meningkat dan menurun secara teratur seiring berjalannya waktu.
12
2.2.3.2. Psikososial adalah stres yang muncul karena pengaruh keadaan lingkungan. Stresor psikososial adalah setiap keadaan atau peistiwa yang menyebabkan perubahan dalam kehidupan seseorang (anak-anak, remaja, dewasa) sehingga orang tersebut terpaksa mengadakan adaptasi atau mengadakan penanggulangan terhadap stresor yang muncul. Namun, tidak semua orang mampu mengadakan adaptasi dan mampu menanggulanginya, sehingga timbullah keluhan-keluhan kejiwaan, antara lain depresi (Hawari, 1997: 45-48).
Sedangkan pada umumnya jenis stresor psikososial dapat digolongkan antara lain: faktor dari perkawinan, problem orang tua, hubungan interpersonal, pekerjaan, lingkungan hidup, keuangan, hukum, penyakit fisik atau cacat (Hawari, 1997: 45-48). Luthans (1992) menyebutkan bahwa penyebab stres (stressor) terdiri atas empat hal utama, yakni: 2.2.3.1. Extra
organizational
stressors,
yang
terdiri
dari
perubahan
sosial/teknologi, keluarga, relokasi, keadaan ekonomi dan keuangan, ras dan kelas, dan keadaan komunitas/tempat tinggal. 2.2.3.2. Organizational stressors, yang terdiri dari kebijakan organisasi, struktur organisasi, keadaan fisik dalam organisasi, dan proses yang terjadi dalam organisasi.
13
2.2.3.3. Group stressors, yang terdiri dari kurangnya kebersamaan dalam grup, kurangnya dukungan sosial, serta adanya konflik intraindividu, interpersonal, dan intergrup. 2.2.3.4. Individual stressors, yang terdiri dari terjadinya konflik dan ketidakjelasan peran, serta disposisi individu seperti pola kepribadian Tipe A, kontrol personal, learned helplessness, self-efficacy, dan daya tahan psikologis.
Sedangkan Cooper dan Davidson (1991) membagi penyebab stres dalam pekerjaan menjadi dua, yakni: 2.2.3.1. Group stressor, adalah penyebab stres yang berasal dari situasi maupun keadaan di dalam perusahaan, misalnya kurangnya kerjasama antara karyawan, konflik antara individu dalam suatu kelompok, maupun kurangnya dukungan sosial dari sesama karyawan di dalam perusahaan. 2.2.3.2. Individual stressor, adalah penyebab stres yang berasal dari dalam diri individu, misalnya tipe kepribadian seseorang, kontrol personal dan tingkat kepasrahan seseorang, persepsi terhadap diri sendiri, tingkat ketabahan dalam menghadapi konflik peran serta ketidakjelasan peran.
14
Reaksi terhadap stres berat dan gangguan penyesuaian 2.2.3.1. Karakteristik terdiri dari: 2.2.3.1.1.Suatu stres kehidupan yang luar biasa, yang menyebabkan reaksi stres akut 2.2.3.1.2.Suatu perubahan penting dalam kehidupan, yang menimbulkan situasi tidak nyaman yang berkelanjutan, dengan akibat terjadii suatu gangguan penyesuaian. 2.2.3.2. Reaksi stres akut Pedoman Diagnostik 2.2.3.2.1. Harus ada kaitan waktu kejadian yang jelas antara terjadinya stressor luar biasa (fisik atau mental) dengan onset dari gejala, biasanya setelah beberapa menit atau segera setelah kejadian. 2.2.3.2.2. Selain itu ditemukan gejala-gejala: 2.2.3.2.2.1. Terdapat gambaran gejala campuran yang biasanya berubah-ubah, selain gejala permulaan berupa keadaan “terpaku” semua hal berikut dapar terlihat: depresi, anxietas, kemarahan, kecewa, overaktif, dan penarikan diri akan tetapi tidak satupun dari gejala tersebut yang mendominasi gambaran klinisnya untuk waktu yang lama. 2.2.3.2.2.2. Pada kasus-kasus yang dapat dialihkan dari lingkup stressor-nya gejala-gejala dapat menghilang dengan cepat (dalam beberapa jam) dalam hal dimana stres menjadi
15
berkelanjutan atau tidak dapat dialihkan, gejala-gejala biasanya baru mereda setelah 24-48 jamdan biasanya hampir menghilang dari setelah 3 hari. 2.2.3.2.2.3. Diagnosis ini tidak boleh digunakan untuk keadaan kambuhan mendadak dari gejala-gejala pada individu yang sudah menunjukkan gangguan psikiatrik lainnya. 2.2.3.2.2.4. Kerentanan individual dan kemampuan menyesuaikan diri memegang peranan dalam terjadinya atau beratnya suatu reaksi stres akut.
2.2.3.3.Gangguan stres pasca trauma Pedoman Diagnostik 2.2.3.3.1. Diagnostik baru ditegakkan bilamana gangguan ini timbul dalam kurun waktu 6 bulan setelah kejadian traumatik berat (masa laten yang berkisar antara beberapa minggu sampai beberapa
bulan,
jarang
sampai
melampaui
6
bulan).
Kemungkinan diagnosis dapat ditegakkan apabila tertundanya waktu mulai saat kejadian dan onset gangguan melebihi waktu 6 bulan, asal saja manifestasi klinisnya adalah khas dan tidak didapat alternatif kategori gangguan lainnya.
16
2.2.3.3.2. Sebagai bukti tambahan selain trauma, harus didapatkan bayang-bayang atau mimpi-mimpi dari kejadian traumatik tersebut secara berulang-ulang kembali (flashbacks). 2.2.3.3.3. Suatu “sequelae” menahun yang terjadi lambat setelah stres yang luar biasa, misalnya saja beberapa puluh tahun setelah trauma,
diklasifikasi
dalam
kategori
F62.0
(perubahan
kepribadian yang berlangsung lama setelah mengalami katastrofa) (Maslim, 2001: 78-79). 2.2.4. Stres Kerja 2.2.4.1. Definisi stres kerja dapat dinyatakan sebagai berikut : Berdasarkan definisi di atas, stres kerja dapat diartikan sebagai sumber atau stressor kerja yang menyebabkan reaksi individu berupa reaksi fisiologis, psikologis, dan perilaku. Seperti yang telah diungkapkan di atas, lingkungan pekerjaan berpotensi sebagai stressor kerja. Stressor kerja merupakan segala kondisi pekerjaan yang dipersepsikan karyawan sebagai suatu tuntutan dan dapat menimbulkan stres kerja (Selye, dalam Beehr, et al., 1992: 623). 2.2.4.2.
Sumber-sumber Stres Kerja Banyak ahli mengemukakan mengenai penyebab stres kerja itu sendiri. Soewondo (1992) mengadakan penelitian dengan sampel 300 karyawan swasta di Jakarta, menemukan bahwa penyebab stres kerja terdiri atas 4 (empat) hal utama, yakni: 2.2.4.2.1. Kondisi dan situasi pekerjaan
17
2.2.4.2.2. Pekerjaannya 2.2.4.2.3. Job requirement seperti status pekerjaan dan karir yang tidak jelas 2.2.4.2.4. Hubungan interpersonal Cooper (dalam Rice, 1999) memberikan daftar lengkap stressor dari sumber pekerjaan yang tertera pada tabel berikut: Stressor Faktor Yang Mempengaruhi Konsekuensi Kondisi Yang Dari (Hal-hal Yang Mungkin Terjadi Di Mungkin Mncul Stres Kerja Lapangan) Kondisi pekerjaan • Beban kerja berlebihan secara • Kelelahan mental kuantitatif dan/atau fisik • Beban kerja berlebihan secara • Kelelahan yang amat kualitatif sangat dalam bekerja (burnout) • Assembly-line hysteria • Keputusan yang dibuat oleh • Meningkatnya seseorang kesensitivan dan • Bahaya fisik ketegangan • Jadwal bekerja • Technostress Stress karena peran
• •
•
Faktor interpersonal
• • •
Perkembangan karir
• • • •
Ketidakjelasan peran Adanya bias dalam membedakan gender dan stereotype peran gender Pelecehan seksual
•
Hasil kerja dan sistem dukungan sosial yang buruk Persaingan politik, kecemburuan dan kemarahan Kurangnya perhatian manajemen terhadap karyawan
•
Promosi ke jabatan yang lebih rendah dari kemampuannya Promosi ke jabatan yang lebih tinggi dari kemampuannya Keamanan pekerjaannya Ambisi yang berlebihan
•
•
• •
• •
Meningkatnya kecemasan dan ketegangan Menurunnya prestasi pekerjaan Meningkatnya ketegangan Meningkatnya tekanan darah Ketidakpuasan kerja
Menurunnya produktivitas Kehilangan rasa percaya diri Meningkatkan kesensitifan dan
18
sehingga mengakibatkan frustrasi Struktur organisasi
• • • •
Tampilan rumahpekerjaan
•
• • •
•
Struktur yang kaku dan tidak bersahabat Pertempuran politik Pengawasan dan pelatihan yang tidak seimbang Ketidakterlibatan dalam membuat keputusan
•
Mencampurkan masalah pekerjaan dengan masalah pribadi Kurangnya dukungan dari pasangan hidup Konflik pernikahan Stres karena memiliki dua pekerjaan
•
•
• •
ketegangan Ketidakpuasan kerja Menurunnya motivasi dan produktivitas Ketidakpuasan kerja
Meningkatnya konflik dan kelelahan mental Menurunnya motivasi dan produktivitas Meningkatnya konflik pernikahan
2.2.4.3. Dampak Stres Kerja Pada umumnya stres kerja lebih banyak merugikan diri karyawan maupun perusahaan. Pada diri karyawan, konsekuensi tersebut dapat berupa menurunnya gairah kerja, kecemasan yang tinggi, frustrasi dan sebagainya (Rice, 1999). Konsekuensi pada karyawan ini tidak hanya berhubungan dengan aktivitas kerja saja, tetapi dapat meluas ke aktivitas
19
lain di luar pekerjaan. Seperti tidak dapat tidur dengan tenang, selera makan berkurang, kurang mampu berkonsentrasi, dan sebagainya. Sedangkan Arnold (1986) menyebutkan bahwa ada empat konsekuensi yang dapat terjadi akibat stres kerja yang dialami oleh individu, yaitu terganggunya kesehatan fisik, kesehatan psikologis, performance,
serta
mempengaruhi
individu
dalam
pengambilan
keputusan. Penelitian yang dilakukan Halim (1986) di Jakarta dengan menggunakan 76 sampel manager dan mandor di perusahaan swasta menunjukkan bahwa efek stres yang mereka rasakan ada dua. Dua hal tersebut adalah: 2.2.4.3.1. Efek pada fisiologis mereka, seperti: jantung berdegup kencang,
denyut
jantung
meningkat,
bibir
kering,
berkeringat, mual. 2.2.4.3.2. Efek pada psikologis mereka, dimana mereka merasa tegang, cemas, tidak bisa berkonsentrasi, ingin pergi ke kamar mandi, ingin meninggalkan situasi stres. Bagi perusahaan, konsekuensi yang timbul dan bersifat tidak langsung adalah meningkatnya tingkat absensi, menurunnya tingkat produktivitas, dan secara psikologis dapat menurunkan komitmen organisasi, memicu perasaan teralienasi, hingga turnover (Greenberg & Baron, 1993; Quick & Quick, 1984; Robbins, 1993). Terry Beehr dan John Newman (dalam Rice, 1999) mengkaji ulang beberapa kasus stres pekerjaan dan menyimpulkan tiga gejala dari stres pada individu, yaitu:
20
2.2.7.1. Gejala psikologis Berikut ini adalah gejala-gejala psikologis yang sering ditemui pada hasil penelitian mengenai stres pekerjaan : 2.2.7.1.1. Kecemasan, ketegangan, kebingungan dan mudah tersinggung 2.2.7.1.2. Perasaan frustrasi, rasa marah, dan dendam (kebencian) 2.2.7.1.3. Sensitif dan hyperreactivity 2.2.7.1.4. Memendam perasaan, penarikan diri, dan depresi 2.2.7.1.5. Komunikasi yang tidak efektif 2.2.7.1.6. Perasaan terkucil dan terasing 2.2.7.1.7. Kebosanan dan ketidakpuasan kerja 2.2.7.1.8. Kelelahan mental, penurunan fungsi intelektual, dan kehilangan konsentrasi 2.2.7.1.9. Kehilangan spontanitas dan kreativitas 2.2.7.1.10. Menurunnya rasa percaya diri 2.2.7.2. Gejala fisiologis Gejala-gejala fisiologis yang utama dari stres kerja adalah: 2.2.7.2.1. Meningkatnya denyut jantung, tekanan darah, dan kecenderungan mengalami penyakit kardiovaskular 2.2.7.2.2. Meningkatnya sekresi dari hormon stres (contoh: adrenalin dan noradrenalin) 2.2.7.2.3. Gangguan gastrointestinal (misalnya gangguan lambung) 2.2.7.2.4. Meningkatnya frekuensi dari luka fisik dan kecelakaan
21
2.2.7.2.5. Kelelahan secara fisik dan kemungkinan mengalami sindrom kelelahan yang kronis (chronic fatigue syndrome) 2.2.7.2.6. Gangguan pernapasan, termasuk gangguan dari kondisi yang ada 2.2.7.2.7. Gangguan pada kulit 2.2.7.2.8. Sakit kepala, sakit pada punggung bagian bawah, ketegangan otot 2.2.7.2.9. Gangguan tidur 2.2.7.2.10. Rusaknya fungsi imun tubuh, termasuk risiko tinggi kemungkinan terkena kanker 2.2.7.3. Gejala perilaku Gejala-gejala perilaku yang utama dari stres kerja adalah: 2.2.7.3.1. Menunda, menghindari pekerjaan, dan absen dari pekerjaan 2.2.7.3.2. Menurunnya prestasi (performance) dan produktivitas 2.2.7.3.3. Meningkatnya penggunaan minuman keras dan obat-obatan 2.2.7.3.4. Perilaku sabotase dalam pekerjaan 2.2.7.3.5. Perilaku makan yang tidak normal (kebanyakan) sebagai pelampiasan, mengarah ke obesitas 2.2.7.3.6. Perilaku makan yang tidak normal (kekurangan) sebagai bentuk penarikan diri dan kehilangan berat badan secara tiba-tiba, kemungkinan berkombinasi dengan tanda-tanda depresi 2.2.7.3.7. Meningkatnya kecenderungan berperilaku beresiko tinggi, seperti menyetir dengan tidak hati-hati dan berjudi 2.2.7.3.8. Meningkatnya agresivitas, vandalisme, dan kriminalitas
22
2.2.7.3.9. Menurunnya kualitas hubungan interpersonal dengan keluarga dan teman 2.2.7.3.10. Kecenderungan untuk melakukan bunuh diri. 2.2.5. Strategi Mengatasi Stres Mengurangi tingkatan stres mengakibatkan berkurangnya resiko memburuknya atau kambuhnya suatu penyakit. Selain itu keadaan yang diakibatkan oleh kondisi stres seringkali menimbulkan perasaan tidak nyaman. Oleh karena itu, manusia termotivasi untuk melakukan sesuatu untuk mengurangi stres yang disebut juga dengan coping. Beberapa devinisi tentang coping telah dikemukakan oleh para ahli. Lazarus menekankan bahwa coping merupakan suatu proses dalam mengatur tuntutan internal dan eksternal yang berat bahkan sangat sulit (Lazarus dalam Wortman, Loftus& Weaver, 1999, hlm: 418). Pendapat senada dikemukakan oleh Sarafino yang menyatakan: coping juga merupakan suatu proses dimana individu mencoba untuk memperbaiki atau menguasai permasalahan yang diakibatkan oleh terjadinya kesenjangan antara tuntutan yang muncul dan sumber daya yang ada dalam suatu situasi yang memicu terjadinya stres (Sarafino, 1998, hlm: 13). Blair berpendapat bahwa coping merupakan usaha yang dilakukan individu untuk mengatur stres, kesulitan, dan tantangan yang dialaminya (Blair, 1988, hlm: 16). Dari ketiga pendapat di atas, dapat ditari kesimpulan bahwa coping adalah suatu proses dimana seseorang berusaha mengatur kesenjangan antara
23
tuntutan yang dialaminya dengan sumber daya yang dimilikinya sehingga ia dapat mengurangi stres yang dialaminya. 2.2.5.1.
Jenis Coping Coping terbagi kedalam dua jenis yaitu emotion –focused dan problem focused. 2.2.5.1.1. Emotion –Focused Coping Bentuk coping ini bertujuan untuk mengontrol respon emosional yang muncul dalam menghadapi stressor. Individu cenderung menggunakan bentuk ini jika mereka yakin bahwa mereka dapat melakukan sesuatu untuk mengubah keadaan (Lazarus& Folkman dalam Sarafino, 1998). Beberapa strategi yang berhubungan dengan bentuk coping ini antara lain kontrol diri, mengambil jarak dengan stressor, berusaha untuk melihat dari sudut pandang lain, menerima keadaan dan melarikan diri dari keadaan (Wortman, Loftus& Weaver, 1990).
2.2.5.1.2. Problem Focused Coping Bentuk coping ini bertujuan untuk mengurangi tuntutan stressor atau mengembangkan sumber daya dalam menghadapi
tuntutan
tersebut.
Individu
cenderung
24
menggunakan bentuk ini jika mereka yakin bahwa tuntutan stressor atau sumber daya mereka masih dapat diubah (Lazarus& Folkman dalam Sarafino, 1998). Beberapa strategi yang berhubungan dengan bentuk coping ini antara lain melakukan konfrontasi degan menolak perubahan atau berusaha mengubah keyakinan orang lain, bergantung pada dukungan sosial dan melakukan strategi pemecahan masalah yang terencana. 2.2.6. Tingkatan stres Gangguan stres biasanya timbul secara lamban, tidak jelas kapan mulainya dan seringkali pelaku tidak menyadari. Namun meskipun demikian dari pengalaman praktek psikiater, para ahli coba membagi stres tersebut dalam enam tahapan. Setiap tahapan memperlihatkan sejumlah gejala-gejala yang dirasakan oleh yang bersangkutan, yang mana berguna bagi seseorang dalam rangka mengenali gejala stres. Tingkatan stres tersebut dikemukakan oleh Robert J. Van Amberg (Hawari, 1997: 51-53). 2.2.6.1. Stres tingkat satu Tahapan ini merupakan tingkat stres yang paling ringan dan ditandai dengan perasaan-perasaan diantaranya: semangat besar, penglihatan tajam tidak sebagaimana biasanya, gugup berlebihan, kemampuan menyelesaikan pekerjaan lebih dari biasanya. Tahapan ini biasanya menyenangkan tanpa disadari bahwa energinya akan habis. 2.2.6.2.
Stres tingkat dua
25
Dalam tahapan ini dsampak stres yang menyenangkan mulai menghilang dan timbul keluhan dikarenakan cadangan energi tidak lagi cukup sepanjang hari. Keluhan yang sering dikemukakan diantaranya: merasa letih sewaktu bangun pagi, merasa lelah menjelang sore hari, terkadang dalam gangguan sistem pencernaan, perasaan tegang, takut, perasaan tidak bisa santai. 2.2.6.3.
Stres tingkat tiga Pada tahapan ini keluhan keletihan semakin nampak disertai dengan gejala-gejala, diantaranya: gangguan usus lebih terasa, tegang pada otot, mengalami perasaan yang tegang yang semakin tinggi, gangguan tidur. Pada tahapan ini sudah harus berkonsultasi pada dokter, kecuali beban stres atau tuntutan dikurangi, dan tubuh mendapat kesempatan untuk beristirahat atau relaksasi, guna memulihkan suplai energi.
2.2.6.4.
Stres tingkat empat Tahapan ini sudah menunjukkan keadaan yang lebih buruk, yang ditandai dengan ciri-ciri diantaranya: untuk bisa bertahan sepanjang hari terasa sangat sulit, kegiatan-kegiatan yang semula menyenangkan kini terasa sulit, kehilangan kemampuan untuk menanggapi situasi, tidur semakin sukar, mimpi-mimpi menegangkan, seringkali
terbangun
dini
hari,
perasaan
negatif,
kemampuan
berkonsentrasi menurun tajam. 2.2.6.5.
Stres tingkat lima
26
Tahapan ini merupakan keadaan yang lebih mendalam dari tahapan yang keempat, yaitu: keletihan yang mendalam, untuk pekerjaan yang sederhana terasa kurang mampu, sering mengalami gangguan sistem pencernaan, sukar buang air besar, perasaan takut. 2.2.6.6.
Stres tingkat enam Tahapan ini merupakan tahapan puncak yang merupakan keadaan gawat darurat. Tidak jarang dalam tahapan ini dibawa ke ICCU. Gejala-gejalanya diantaranya: debaran jantung terasa amat keras, nafas sesak, badan gemetar, tubuh dingin, keringat bercucuran, tenaga untuk hal-hal yang ringan tidak kuasa lagi.
2.2.7. Dampak Stres Stres mempengaruhi banyak aspek dalam kehidupan manusia. Dalam aspek kognisi, stres dapat menyebabkan gangguan pada fungsi kognitif dengan menurunkan atau meningkatkan perhatian pada sesuatu. Dalam aspek emosi, stres dapat menimbulkan rasa ketakutan yang merupakan reaksi yang umum ketika individu merasa terancam, memunculkan perasaan sedih atau depresi, serta memicu rasa marah terutama ketika individu mengalami situasi yang membahayakan atau membuat frustasi.
Dalam aspek perilaku sosial, stres dapat mengubah perilaku individu dalam menghadapi orang lain. Dalam aspek jender dan perbedaan sosial budaya, ditemukan bahwa wanita dan anggota kelompok minoritas pada
27
umumnya melaporkan mengalami lebih banyak peristiwa yang menimbulkan stres dibandingkan dengan pria (Sarafino, 1998).
2.3. Perawat 2.3.1. Definisi perawat Perawat adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang di dasarkan ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spritual yang komprehensif serta di tujukan kepada individu, keluarga, dan masyarakat baik sakit maupun sehat yang mencakup seluruh siklus kehidupan manusia (Lokakarya keperawatan Nasional 1986). Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan formal dalam bidang keperawatan yang program pendidikannya telah disyahkan oleh pemerintah, sedangkan perawat profesional adalah perawat yang mengikuti pendidikan keperawatan sekurang-kurangnya Diploma III keperawaatan. Keperawatan sebagai profesi terdiri atas komponen disiplin dan praktik (Gartinah.dkk, 1999). Dari kedua pendapat diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa perawat merupakan pekerjaan yang berkaitan dengan pengabdian sosial yang dilakukan untuk kesejahteraan dan kesembuhan orang lain, maka perawat sebaiknya memperlihatkan sikap menaruh minat, mendengarkan dengan penuh perhatian apa yang dikeluhkan oleh pasien tanpa menghiraukan usia, jenis kelamin, latar belakang dan status ekonominya agar perawatan dapat berjalan dengan baik dan efektif.
28
2.3.2. Peran dan fungsi perawat Gartinah,dkk (1999) mengemukakan bahwa dalam praktek keperawatan, perawat melakukan peran dan fungsi sebagai berikut : 2.3.2.1. Sebagai pelaku atau pemberi asuhan keperawatan langsung kepada pasien dengan menggunakan proses keperawatan. 2.3.2.2. Sebagai advokat pasien, perawat berfungsi sebagai penghubung pasien dengan tim kesehatan yang lain, membela kepentingan pasien dan membantu klien dalam memahami semua informasi dan upaya kesehatan yang diberikan. Peran advokasi sekaligus mengharuskan perawat bertindak sebagai narasumber dan fasilitator dalam pengambilan keputusan terhadap upaya kesehatan yang harus dijalani oleh pasien atau keluarganya. 2.3.2.3. Sebagai pendidik pasien, perawat membantu pasien meningkatkan kesehatannya melalui pemberian pengetahuan yang terkait dengan keperawatan dan tindakan medik sehingga pasien dan keluarganya dapat menerimanya. 2.3.2.4. Sebagai koordinator, perawat memanfaatkan semua sumber-sumber dan potensi yang ada secara terkoordinasi. 2.3.2.5. Sebagai kolaborator, perawat bekerja sama dengan tim kesehatan lain dan keluarga dalam menentukan rencana maupun pelaksanaan asuhan keperawatan guna memenuhi kesehatan pasien.
29
2.3.2.6. Sebagai pembaharu, perawat mengadakan inovasi dalam cara berpikir, bersikap, bertingkah laku dan meningkatkan keterampilan pasien atau keluarga agar menjadi sehat. 2.3.2.7. Sebagai pengelola, perawat menata kegiatan dalam upaya mencapai tujuan yang diharapkan yaitu terpenuhinya kepuasan dasar dan kepuasan perawat melakukan tugasnya (http:// wordpress.com). 2.3.3. Jenis tanggung jawab perawat Tanggung jawab (Responsibility) perawat dapat diidentifikasi sebagai berikut : 2.3.3.1. Responsibility to God (tanggung jawab utama terhadap Tuhannya) Dalam sudut pandang etika Normatif, tanggung jawab perawat yang paling utama adalah tanggung jawab dihadapan Tuhannya. Sesungguhnya penglihatan, pendengaran dan hati akan dimintai pertanggung jawabannya dihadapan Tuhan. Dalam sudut pandang etik pertanggung jawaban perawat terhadap Tuhannya terutama yang menyangkut hal-hal berikut ini ; 2.3.3.1.1.
Apakah perawat berangkat menuju tugasnya dengan niat ikhlas karena Allah ?
2.3.3.1.2.
Apakah perawat mendo’akan klien selama dirawat dan memohon kepada Allah untuk kesembuhannya ?
2.3.3.1.3.
Apakah perawat mengajarkan kepada klien hikmah dari sakit ?
30
2.3.3.1.4.
Apakah
perawat
menjelaskan
mafaat
do’a
untuk
kesembuhannya ? 2.3.3.1.5.
Apakah perawat memfasilitasi klien untuk beribadah selama di RS?
2.3.3.1.6.
Apakah perawat melakukan kolaborasi dalam pemenuhan kebutuhan spiritual klien?
2.3.3.1.7.
Apakah perawat mengantarkan klien dalam sakaratul maut menuju Khusnul khotimah?
2.3.3.2. Responsibility to Client and Society (tanggung jawab terhadap klien dan masyarakat) Tanggung jawab merupakan aspek penting dalam etika perawat. Tanggung jawab adalah kesediaan seseorang untuk menyiapkan diri dalam menghadapi resiko terburuk sekalipun, memberikan kompensasi atau informasi terhadap apa-apa yang sudah dilakukannya dalam melaksanakan tugas. Tanggung jawab seringkali bersipat retrospektif, artinya selalu berorientasi pada perilaku perawat di masa lalu atau sesuatu yang sudah dilakukan. Tanggung jawab perawat terhadap klien berfokus pada apa-apa yang sudah dilakukan perawat terhadap kliennya. Perawat dituntut untuk bertanggung jawab dalam setiap tindakannya khususnya selama melaksanakan tugas di rumah sakit, puskesmas, panti, klinik atau masyarakat. Meskipun tidak dalam rangka tugas atau tidak sedang meklaksanakan dinas, perawat dituntut untuk bertangung jawab dalam
31
tugas-tugas yang melekat dalam diri perawat. Perawat memiliki peran dan fungsi yang sudah disepakati. Perawat sudah berjanji dengan sumpah perawat bahwa ia akan senantiasa melaksanakan tugas-tugasnya. Contoh bentuk tanggung jawab perawat selama dinas; mengenal kondisi kliennya, melakukan operan, memberikan perawatan selama jam dinas, tanggung jawab dalam mendokumentasikan, bertanggung jawab dalam menjaga keselamatan klien, jumlah klien yang sesuai dengan catatan dan pengawasannya, kadang-kadang ada klien pulang paksa atau pulang tanpa pemberitahuan, bertanggung jawab bila ada klien tiba-tiba tensinya drop tanpa sepengetahuan perawat, dsb. Tanggung jawab perawat erat kaitanya dengan tugas-tugas perawat. Tugas perawat secara umum adalah memenuhi kebutuhan dasar. Peran penting perawat adalah memberikan pelayanan perawatan (care) atau memberikan perawatan (caring). Tugas perawat bukan untuk mengobati (cure). Dalam pelaksanaan tugas di lapangan adakalanya perawat melakukan tugas dari profesi lain seperti dokter, farmasi, ahli gizi, atau fisioterapi. Untuk tugas-tugas yang bukan tugas perwat seperti pemberian obat maka tanggung jawab tersebut seringkali dikaitkan dengan siapa yang memberikan tugas tersebut atau dengan siapa ia berkolaborasi. Dalam kasus kesalahan pemberian obat maka perawat harus turut bertanggung-jawab, meskipun tanggung jawab utama ada pada pemberi tugas atau atasan perawat, dalam istilah etika dikenal dengan Respondeath Superior.
32
Istilah tersebut merujuk pada tanggung jawab atasan terhadap perilaku salah yang dibuat bawahannya sebagai akibat dari kesalahan dalam pendelegasian. Sebelum melakukan pendelegasian seorang pimpinan atau ketua tim yang ditunjuk misalnya dokter harus melihat pendidikan, skill, loyalitas, pengalaman dan kompetensi perawat agar tidak melakukan kesalahan dan bisa bertanggung jawab bila salah melaksanakan pendelegasian. Dalam pandangan etika penting sekali memahami tugas perawat agar mampu memahami tanggung jawabnya. Perawat perlu memahami konsep kebutuhan dasar manusia. Konsep Kebutuhan dasar yang paling terkenal salah satunya menurut Maslow sebagai berikut : Berdasarkan konsep kebutuhan dasar tersebut, perawat memegang tanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan dasar klien. Perawat diharapkan memandang klien sebagai mahluk unik yang komprehensif dalam memberikan perawatan. Komprehensif artinya dalam memenuhi kebutuhan dasar klien, tidak hanya berfokus pada pemenuhan kebutuhan fisiknya atau psikologisnya saja, tetapi semua aspek menjadi tanggung jawab perawat. sebagai contoh ketika merawat klien fraktur perawat tidak hanya memenuhi kebutuhan istirahat, rasa nyaman dan terhindar dari nyeri, tetapi memandang klien sebagai mahluk utuh yang berdampak pada gangguan psikologisnya seperti cemas, takut, sedih, terasing sebagai dampak dari fraktur, atau masalah-masalah sosial seperti (tidak bisa bekerja, rindu pada keluarga, terpisah dari teman,
33
sampai masalah spiritual seperti berburuk sangka pada Allah, tidak mau berdo’a dan perasaan berdosa. Etika perawat melandasi perawat dalam melaksanakan tugas-tugas tersebut. Dalam pandangan etika keperawatan perawat memiliki tanggung jawab (responsibility) terhadap-tugas- tugasnya terutama keharusan memandang manusia sebagai makhluk yang utuh dan unik. Utuh artinya memiliki kebutuhan dasar yang kompleks dan saling berkaitan antara kebutuhan satu dengan lainnya, unik artinya setiap individu bersifat khas dan tidak bisa disamakan dengan individu lainnya sehingga memerlukan pendekatan khusus kasus per kasus, karena klien memiliki riwayat kelahiran, riwayat masa anak, pendidikan, hobby, pola asuh, lingkungan, pengalaman traumatik, dan cita-cita yang berbeda. Kemampuan perawat memahami riwayat hidup klien yang berbeda-beda dikenal dengan Ability to know Life span History dan kemampuan perawat dalam memandang individu dalam rentang yang panjang dan berlainan dikenal dengan Holistic. 2.3.3.3. Responsibility to Colleague and Supervisor (tanggung jawab terhadap rekan sejawat dan atasan) Ada beberapa hal yang berkaitan dengan tanggung jawab perawat terhadap rekan sejawat atau atasan. Diantaranya adalah sebagai berikut : 2.3.3.3.1. Membuat
pencatatan
yang
lengkap
(pendokumentasian)
tentang kapan melakukan tindakan keperawatan, berapa kali, dimana dengan cara apa dan siapa yang melakukan. Misalnya
34
perawat A melakuan pemasangan infus pada lengan kanan vena brchialis, dan pemberian cairan RL sebanyak 5 labu, infus dicabut malam senin tanggal 30 juni 2007 jam 21.00. keadaan umum klien Compos Mentis, T=120/80 mmHg, N=80x/m, R=28x/m S=37C.kemudian dibubuhi tanda tangan dan nama jelas perawat. 2.3.3.3.2. Mengajarkan pengetahuan perawat terhadap perawat lain yang belum mampu atau belum mahir melakukannya. Misalnya perawat belum mahir memasang EKG diajar oleh perawat yang sudah mahir. Untuk melindungi masyarakat dari kesalahan, perawat baru dilatih oleh perawat senior yang sudah mahir, meskipun secara akademik sudah dinyatakan kompeten tetapi kondisi lingkungan dan lapangan seringkali menuntut adaptasi khusus. 2.3.3.3.3. Memberikan teguran bila rekan sejawat melakukan kesalahan atau menyalahi standar. Perawat bertanggung jawab bila perawat
lain merokok di
ruangan,
memalsukan
obat,
mengambil barang klien yang bukan haknya, memalsukan tanda tangan, memungut uang di luar prosedur resmi, melakukan tindakan keperawatan di luar standar, misalnya memasang NGT tanpa menjaga sterilitas. 2.3.3.3.4. Memberikan kesaksian di pengadilan tentang suatu kasus yang dialami klien. Bila terjadi gugatan akibat kasus-kasus
35
malpraktek seperti aborsi, infeski nosokomial, kesalahan diagnostik,
kesalahan
pemberian
obat,
klien
terjatuh,
overhidrasi, keracunan obat, over dosis dsb. Perawat berkewajiban untuk menjadi saksi dengan menyertakan buktibukti yang memadai. Dalam penelitian ini kami mengadopsi beberapa teori stressor dari sumber pekerjaan menurut Cooper (dalam Rice, 1999) untuk dikaitkan dengan penelitian mengatasi stres perawat di RSI Sultan Agung Semarang, antara lain: Stressor dari stres kerja kondisi pekerjaan; seorang perawat akan banyak dihadapkan pada kondisi pekerjaan yang monoton, yang setiap hari dihadapkan dalam ruangan serta bertemu pasien yang berbeda karakteristik dan seorang perawat harus dapat menyesuaikan kondisi tersebut. Apalagi dalam ruangan tersebut tidak ada hiburan yang sedikit mengurangi ketegangan. Beratnya lagi apabila perawat tersebut dalam kondisi tidak fit, padahal atasan tidak mau tau alasannya harus bekerja secara profesional. Harus dapat menjaga citra baik Rumah Sakit. Dalam kondisi itulah meningkatnya kesensitivan dan ketegangan pada perawat. Perawat tidak hanya lelah mental, melainkan juga lelah psikis. Bahkan tidak bisa santai dalam melakukan pekerjaannya, waktu bekerja terasa berat sehingga mengganggu dalam aktifitas pekerjaannya. Stressor dari stres kerja faktor interpersona; Permasalahan yang menghadapi perawat sebelum terpengaruh dari lingkungan pekerjaan juga muncul dari faktor internal. Mungkin dari masalah penyakit yang dihadapi sendiri ataupun ketidakcocokkan dalam lingkungan Rumah Sakit sehingga setiap hari tertekan
36
terus. Lama- kelamaan apabila tidak dapat di atasi atau dikurangi dapat menyebabkan meningkatnya ketegangan dan tekanan darah menjadi naik. Apalagi dalam bidang pekerjaannya tidak merasa terpuaskan. Dari meningkatnya tekanan darah makanya harus berkonsultasi pada dokter untuk didiagnosa, setelah mengetahui hasil dari diagnosa maka dokter akan memberikan masukan baik yang tuntutan dikurangi sehingga tubuh mendapatkan kesempatan untuk beristirahat untuk memulihkan kondisi tubuh. Stressor dari stres kerja struktur organisasi; Perawat sangat membutuhkan lembaga organisasi guna untuk menampung aspirasi dari perawat sendiri. Apabila ada struktur organisasi di Rumah Sakit yang bekerjanya menyalahi prosedur serta tidak
menyampaikan
aspirasi
dari
perawat
juga
dapat
menimbulkan
permasalahan. Semisal kebijakan yang tidak profesional yang dilakukan oleh atasa, mungkin itu akan menurunkan motivasi dari perawat sendiri dalam bekerja. Serta tidak adanya kepuasan dalam diri perawat waktu sedang bekerja. Di dalam penjelasan di atas faktor-faktor tersebut sangat mempengaruhi kondisi psikis perawat di RSI Sultan Agung Semarang. Oleh karena itu dengan mengetahui segala kemungkinan yang akan terjadi, para petugas bimbingan rohani dapat menemukan beberapa solusi dalam memberikan bimbingan untuk mengatasi suatu permasalahan. Dalam hal ini termasuk gejala reaksi stres akut yang dikarenakan harus ada kaitan waktu kejadian yang jelas antara terjadinya stressor luar biasa (fisik atau mental) dengan onset dari gejala biasanya setelah beberapa menit atau segera setelah kejadian didalam pedoman diagnostik. Sehingga dari memikul tanggung
37
jawab yang berat
kerentanan individual dan kemampuan menyesuaikan diri
memegang peranan dalam terjadinya reaksi stres akut.
Uraian peran bimbingan rohani Islam dalam mengatasi stres perawat di RSI Sultan Agung Semarang sebagai berikut: Fungsi prefentif, bertujuan untuk memabantu individu menjaga situasi dan kondisi yang semula tidak baik (mengandung masalah) menjadi baik (terpecahkan) dan kebaikan itu dapat bertahan lama (in state of good), dalam hal ini lebih berorientasi pada pemahaman individu mengenai keadaan dirinya, baik kelebihan maupun kekurangan, situasi dan kondisi yang dialami saat ini. Kerap kali perawat tidak paham dengan dirinya sendiri atau bahkan perawat itu tidak merasakan dan tidak menyadari akan kesalahan serta masalah yang sedang dihadapinya. Perawat sering tidak mengahargai dirinya sendiri, hal ini terbukti ketika perawat tidak diterima rekan kerjanya, maka mereka rela melakukan apa saja. Sekalipun itu bertentangan dengan hati nuraninya. Ketika perawat sudah memandang dirinya lemah, tidak berdaya, putus asa, maka akan mudah bagi mereka melakukan pelanggaran terhadap nilai dan norma agama. Oleh karena itu fungsi preservatif akan sangat dibutuhkan dalam membantu perawat memahami keadaan yang dihadapi, memahami sumber masalah, dan perawat akan mampu secara mandiri mengatasi permasalahan yang dihadapi. Fungsi kuratif atau pengentasan diartikan membantu individu memecahkan masalah yang dihadapinya. Tekanan psikis pada umumnya merupakan masalah
38
yang dihadapi oleh perawat. Para petugas rohani mempunyai peran penting dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi perawat. Perawat seringkali mengalami kecemasan, emosi yang tidak stabil, frustasi, dan melakukan pelanggaran terhadap ajaran agama. Petugas rohani mempunyai kewajiban yang lebih besar kaitannya dengan mengontrol dan memanaj stres perawat. Berhubungan dengan hal tersebut maka dalam memberikan bimbingan rohani diperlukan materi syariat atau materi Islamiyah. Ini akan mendorong seseorang untuk dapat menyesuaikan diri dengan segala permasalahan yang dihadapi perawat. Sehingga tercipta keseimbangan psikis pada perawat. Fungsi developmental, merupakan fungsi bimbingan rohani yang terfokus pada upaya pemberian bantuan berupa pemeliharaan dan pengembangan situasi dan kondisi yang telah baik agar tetap menjadi baik atau bahkan lebih baik, sehinggga memungkinkannya menjadi sebab muculnya masalah. Dengan memelihara dan mengembangkan sikap yang tertanam mulai dari aqidah, syari’ah, dan akhlak pada diri perawat. Fungsi bimbingan rohani ini, berorientasi pada upaya pengembangan fitrah manusia, yaitu sebagai mahluk ciptaan Allah yang memiliki kelebihan dan kekurangan serta menjadi mahluk sosial. Dengan fitrah tersebut maka mampu mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
39
BAB III GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
3.1. Gambaran Umum RSI Sultan Agung Semarang 3.1.1. Sejarah Singkat Berdirinya RSI Sultan Agung Semarang RSI Sultan Agung Semarang pada awalnya berdirinya merupakan Health Center yang pada perkembangan selanjutnya ditingkatkan menjadi rumah sakit yaitu RSI Sultan Agung atau Medical Center Sultan Agung. RSI Sultan Agung merupakan lembaga pelayanan kesehatan masyarakat dibawah naungan Yayasan Badan Wakaf Sultan Agung. RSI Sultan Agung Semarang yang terletak di jalan raya Kaligawe Km. 4 yang berdekatan dengan terminal Terboyo dan pusat pertumbuhan industri. RSI Sultan Agung Semarang dibangun pada tahun 1971, yang diresmikan sebagai rumah sakit umum pada tanggal 23 Oktober 1973 dengan SK dari Menkes No. 1024/Yan Kes/1.0/75 tertanggal 23 Oktober 1975 diresmikan sebagai rumah sakit tipe C (rumah sakit tipe Madya). Sesuai dengan program YBWSA (Yayasan Badan Wakaf Sultan Agung), untuk menjadikan RSI Sultan Agung Semarang sebagai “Teaching Hospital”, maka perlu diadakannya penambahan sarana dan prasarana baik berupa gedung atau bangsal, peralatan medis, maupun man powernya.
Seiring dengan kebutuhan pelayanan kesehatan saat ini, Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang telah memperluas pelayanan dengan pelayanan unggulan Semarang Eye Center, yang merupakan pusat pelayanan kesehatan mata terlengkap di Jawa Tengah. Eye Center ini dibuka tanggal 21 Mei 2005 yang diresmikan oleh Gubernur Jawa Tengah Bapak Mardiyanto. 3.1.2. Letak Geografis RSI Sultan Agung beralamat di Jalan Kaligawe Km.4 Semarang, berada di Kelurahan Genuk. Lingkungan RSI Sultan Agung Semarang dikelilingi oleh industri LIK dan industri Terboyo Park, didekatnya terdapat terminal Terboyo dan Kampus UNISSULA (Universitas Sultan Agung). Walaupun letaknya dikelilingi industri dan berdekatan dengan terminal namun keadaan suasananya sangat tenang dan tidak bising. Apotik, Mushola, dan Masjid RSI Sultan Agung berada di lingkungan Rumah Sakit (Ibu Zid, 13 Juli 2009). 3.1.3. Sarana dan Fasilitas RSI Sultan Agung Semarang didirikan tidak semata-mata hanya untuk memperoleh keuntungan semata, tetapi tujuan utama adalah sebagai sarana dakwah dan pengembangan Islam. Untuk itulah dalam rangka mencapai tujuan perlu adanya sarana sebagai penunjang, antara lain: 3.1.3.1. Instalasi Pelayanan Kesehatan, meliputi: 3.1.3.1.1. Pelayanan Poliklinik Umum dan IGD (24 jam)
3.1.3.1.2. Pelayanan Poliklinik spesialis dan sub spesialis (jam 08.00-21.00 WIB) yang terdiri dari:
3.1.3.1.2.1. Anak 3.1.3.1.2.2. Penyakit Dalam 3.1.3.1.2.3. Kebidanan dan Kandungan 3.1.3.1.2.4. Badan Umum 3.1.3.1.2.5. THT 3.1.3.1.2.6. Mata 3.1.3.1.2.7. Bedah Onkologi 3.1.3.1.2.8. Jantung 3.1.3.1.2.9. Syaraf 3.1.3.1.2.10. Paru-paru 3.1.3.1.2.11. Bedah Orthopedi 3.1.3.1.2.12. Bedah Digesif 3.1.3.1.2.13. Bedah Urologi 3.1.3.1.2.14. Kesehatan Gigi dan Mulut 3.1.3.2. Pelayanan Penunjang Kesehatan (24 jam) 3.1.3.2.1. Instalasi Radiologi 3.1.3.2.2. Instalasi Farmasi 3.1.3.2.3. Laboratorium Patologo Klinik 3.1.3.2.4. Fisio Terapi 3.1.3.2.5. Klinik Gizi
3.1.3.2.6. Laboratorium Patologi Anatomi 3.1.3.2.7. Klinik Psikologi 3.1.3.2.8. Lithoclast 3.1.3.2.9. CT Scan 3.1.3.3. Pelayanan Rawat Inap 3.1.3.3.1. VIP 3.1.3.3.2. Kelas I A 3.1.3.3.3. Kelas I B 3.1.3.3.4. Kelas II 3.1.3.3.5. Kelas III A 3.1.3.3.6. Kelas III B 3.1.3.4. Rehabilitasi Medik 3.1.3.4.1. Exercise Massage 3.1.3.4.2. Infra Red 3.1.3.4.3. Nebulizer 3.1.3.4.4. Ultra Sonic 3.1.3.4.5. Diathermi 3.1.3.5. Pelayanan Lain Meliputi: 3.1.3.5.1. Medical Chek Up 3.1.3.5.2. Hearing Centre 3.1.3.5.3. Pelayanan Ambulance 3.1.3.5.4. Perawatan Jenazah 3.1.3.5.5. Konsultasi Kerohanian
Fasilitas Unggulan RS. Islam Sultan Agung menurut (Samsudin Salim, M.Ag 22 Juli 2009) 3.1.3.1. ASKES Pegawai Negeri Rawat Jalan& Rawat Inap 3.1.3.2. ASKES Sukarela 3.1.3.3. Jamsostek JPK& Trauma Center 3.1.3.4. Lithoclast (Alat Pemecah Batu Saluran Kemih) 3.1.3.5. CT Scan Hellical 3D (Tiga Dimensi) 3.1.3.6. Semarang Eye Center 3.1.4. Visi- Misi dan Tujuan 3.1.4.1. Visi-Misi 3.1.4.1.1. Visi RSI Sultan Agung Semarang Rumah Sakit Islam terkemuka dalam pelayanan kesehatan yang selamat menyelamatkan, pelayanan pendidikan dalam rangka membangun generasi khaira ummah, dan pengembangan peradaban islam menuju masyarakat sehat sejahtera yang dirahmati Allah. 3.1.4.1.2. Misi RSI Sultan Agung Semarang 3.1.4.1.3. Mengembangkan pelayanan kesehatan atas dasar nilai-nilai Islam
yang
selamat
menyelamatkan,
dijiwai
semangat
“Mencintai Allah Menyayangi Sesama”, berpegang teguh pada Etika Rumah Sakit Islam dan Etika Kedokteran Islam, 3.1.4.1.4. Membangun jamaah SDI yang memiliki komitmen pelayanan kesehatan Islami,
3.1.4.1.5. Mengembangkan pelayanan untuk pendidikan kedokteran dan kesehatan bagi mahasiswa UNISSULA dan peserta didik dari lembaga pendidikan milik Yayasan Badan Wakaf Sultan Agung, juga dari lembaga pendidikan lain, 3.1.4.1.6. Mengembangkan
pelayanan
untuk
penelitian
dan
pengembangan ilmu kedokteran dan ilmu kesehatan sesuai standar yang tertinggi, 3.1.4.1.7. Mengembangkan pengabdian kepada masyarakat dijiwai dakwah
Islamiyah
melalui
pelayanan
kesehatan
untuk
membangun peradaban Islam menuju masyarakat sehat sejahtera yang dirahmati Allah SWT, 3.1.4.1.8.
Mengembangkan gagasan, kegiatan dan kelembagaan sejalan dengan dinamika masyarakat, perkembangan rumah sakit, dan perkembangan iptek kedokteran dan kesehatan.
3.1.4.1.9. Adapun tujuan dari RSI Sultan Agung Semarang 3.1.4.1.9.1. Menjadi pusat riset, pendidikan, dan pelayanan kesehatan serta sebagai sarana dakwah, 3.1.4.1.9.2. Sebagai perwujudan amal sholeh untuk menolong penderita meningkatkan
kualitas
kehidupan
dan
menyantuni
masyarakat yang tidak mampu (Kaum Dzu’afa), 3.1.4.1.9.3. Mewujudkan rumah sakit yang profesional dan Islami sesuai dengan kaidah hukum yang berlaku. 3.1.5. Struktur Organisasi RSI Sultan Agung Semarang
3.2. Faktor-faktor Stres Perawat di RSI Sultan Agung Semarang Stres yang berkaitan dengan pekerjaan hampir menyentuh setiap orang. Beberapa jenis pekerjaan penuh dengan stres karena sifat dasarnya mempunyai andil yang besar terhadap timbulnya gangguan kesehatan. Jenis pekerjaan ini misalnya, pengatur lalu lintas udara, polisi, perawat ruang gawat darurat, paramedis dan pemadam kebakaran (Ardan, 2006). Penelitian dari National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH) menetapkan perawat sebagai profesi yang beresiko sangat tinggi terhadap stress (Schultz dan Schultz, 1994) hasil penelitian selye (1996) menunjukkan alasan mengapa profesi perawat mempunyai resiko yang sangat tinggi terpapar oleh stres adalah karena perawat memiliki tugas dan tanggungjawab yang sangat tinggi terhadap keselamatan nyawa manusia. Selain itu ia juga mengungkapkan pekerjaan perawat mempunyai beberapa karakteristik yang dapat menciptakan tuntutan kerja yang tinggi dan menekan. Karakteristik tersebut adalah otoritas bertingkat ganda, heterogenitas personalia, ketergantungan dalam pekerjaan dan spesialisasi, budaya
kompetitif di rumah sakit, jadwal kerja yang ketat dan harus siap kerja setiap saat. Serta tekanan–tekanan dari teman sejawat. Hasil penelitian numerof dan abramis (dalam bery) menyatakan bahwa perawat di instalasi perawatan intensif dan unit gawat darurat memiliki tingkat stres lebih tinggi dibanding dengan perawat di unit lain. Stres kerja yang dihadapi oleh perawat akan sangat mempengaruhi kualitas pelayanan keperawatan yang diberikan kepada pasien (Robin, 1998) sedangkan menurut penelitian Baker. dkk (1998) stres yang dialami seseorang akan merubah cara kerja system kekebalan tubuh. Akibatnya, orang tersebut cenderung sering mudah terserang penyakit yang cenderung lama penyembuhannya karena tubuh tidak banyak memproduksi sel–sel kekebalan tubuh ataupun sel–sel antibodi banyak yang kalah. Kesehatan dan efektifitas kerja karyawan karena memiliki efek pada aspek
fisik
dan
psikologis.
Faktor-faktor
Penyebab
Stres
Kerja:
Terdapat dua faktor penyebab atau sumber muncuinya stres atau stres kerja, yaitu faktor Lingkungan kerja dan faktor personal (Dwiyanti, 2001:75). Faktor lingkungan kerja dapat berupa kondisi fisik, manajemen kantor maupun hubungan sosial di lingkungan pekerjaan. Sedang faktor personal bisa berupa tipe kepribadian, perisliwa/pengalaman pribadi maupun kondisi sosial-ekonomi keluarga di mana pribadi berada dan mengembangkan diri. Betapapun faktor kedua tidak secara langsung berhubungan dengan kondisi pekerjaan, namun karena dampak yang ditimbulkan pekerjaan cukup besar, maka faktor pribadi ditcmpatkan sebagai sumber atau penyebab munculnya stres. Secara umum dikelompokkan sebagai berikut (Dwiyanti, 2001:77-79):
3.2.1. Tidak adanya dukungan sosial. Artinya, stres akan cendcrung muncul pada para karyawan yang tidak mendapat dukungan dari lingkungan sosial mereka. Dukungan sosial di sini bisa berupa dukungan dari lingkungan pekerjaan maupun lingkungan keluarga. Banyak kasus menunjukkan bahwa, para karyawan yang mengalami stres kerja adalah mercka yang tidak mendapat dukungan (khususnya moril) dari keluarga, seperti orang tua, mertua, anak, teman dan semacamnya. Begitu juga ketika seseorang tidak memperoleh dukungan dari rekan sekerjanya (baik pimpinan maupun bawahan) akan cenderung lebih mudah terkena sires. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya dukungan social yang menyebabkan ketidaknyamanan menjalankan pekerjaan dan tugasnya. 3.2.2. Tidak adanya kesempatan berpartisipasi dalam pembuatan keputusan di kantor. Hal ini berkaitan dengan hak dan kewenangan seseorang dalam menjalankan tugas dan pekerjaannya. Banyak orang mengalami stres kerja ketika mereka tidak dapat memutuskan persoalan yang menjadi tanggung jawab dan kewcnangannya. Stres kerja juga bisa terjadi ketika seorang karyawan tidak dilibatkan dalam pembuatan keputusan yang menyangkut dirinya. 3.2.3. Pelecehan seksual. Yakni,
kontak
atau
komunikasi
yang
berhubungan
atau
dikonotasikan berkaitan dengan seks yang tidak diinginkan. Pelecehan seksual ini bisa dimulai dart yang paling kasar seperti memegang bagian
badan yang sensitif, mengajak kencan dan semacamnya sampai yang paling halus berupa rayuan, pujian bahkan senyuman yang tidak pada konteksnya. Dari banyak kasus pelecehan seksual yang sering menyebabkan stres kerja adalah perlakuan kasar atau pengamayaan fisik dari lawan jenis dan janji promosi jabatan namun tak kunjung terwujud hanya karena wanita.. Stres akibat pelecehan seksual banyak terjadi pada negara yang tingkat kesadaran warga (khususnya wanita) terhadap persamaan jenis kelamin cukup tinggi, namun tidak ada undang-undang yang melindungnya (Baron and Greenberg dalam Margiati, 1999:72).
3.2.4. Kondisi lingkungan kerja. Kondisi lingkungan kerja fisik ini bisa berupa suhu yang terlalu panas, terlalu dingin, tcrlalu sesak, kurang cahaya, dan semacamnya. Ruangan yang terlalu panas menyebabkan ketidaknyamanan seseorang dalam menjalankan pekerjaannya, begitu juga ruangan yang terlalu dingin. Panas tidak hanya dalam pengertian temperatur udara tetapi juga sirkulasi atau arus udara. Di samping itu, kebisingan juga memberi andil tidak kecil munculnya stres kerja, sebab beberapa orang sangat sensitif pada kebisingan dibanding yang lain (Muchinsky dalam Margiati, 1999:73). 3.2.5. Manajemen yang tidak sehat. Banyak orang yang stres dalam pekerjaan ketika gaya kepemimpinan para manajernya cenderung neurotis, yakni seorang pemimpin yang sangat sensitif, tidak percaya orang lain (khususnya bawahan), perfeksionis, terlalu
mendramatisir suasana hati atau peristiwa sehingga mempengaruhi pembuatan keputusan di tempat kerja. Situasi kerja atasan selalu mencurigai bawahan, membesarkan peristiwa/kejadian yang semestinya sepele dan semacamnya, seseorang akan tidak leluasa menjalankan pekerjaannya, yang pada akhirnya akan menimbulkan stres (Minner dalam Margiati, 1999:73). 3.2.6. Tipe kepribadian. Seseorang dengan kepribadian tipe A cenderung mengalami sires dibanding kepribadian tipe B. Beberapa ciri kepribadian tipe A ini adalah sering merasa diburu-buru dalam menjalankan pekerjaannya, tidak sabaran, konsentrasi pada lebih dan satu pekerjaan pada waktu yang sama, cenderung tidak puas terhadap hidup (apa yang diraihnya), cenderung berkompetisi dengan orang lain meskipun dalam situasi atau peristiwa yang non kompetitif. Dengan begitu, bagi pihak perusahaan akan selalu mengalami dilema kctika mengambil pegawai dengan kepribadian tipe A. Sebab, di satu sisi akan memperoleh hasil yang bagus dan pekerjaan mereka, namun di sisi lain perusahaan akan mendapatkan pegawai yang mendapat resiko serangan/sakit jantung (Minner dalam Margiati, 1999:73). 3.2.7. Peristiwa atau pengalaman pribadi. Stres
kerja
sering
disebabkan
pengalaman
pribadi
yang
menyakitkan, kematian pasangan, perceraian, sekolah, anak sakit atau gagal sekolah, kehamilan tidak diinginkan, peristiwa traumatis atau menghadapi masalah (pelanggaran) hukum. Banyak kasus menunjukkan bahwa tingkat stres paling tinggi terjadi pada seseorang yang ditinggal
mati pasangannya, sementara yang paling rendah disebabkan oleh perpindahan tempat tinggal. Disamping itu, ketidakmampuan memenuhi kebutuhan sehari-hari, kesepian, perasaan tidak aman, juga termasuk kategori ini (Baron & Greenberg dalam Margiati, 1999:73). Merujuk dari faktor-faktor diatas seperti belum sepenuhnya rumah sakit memberikan rasa aman, dan nyaman, mereka mengelu dan mengatakan bahwa saat ini stres yang dialami perawat muncul dari lingkungan pekerjaan (Khoiriandoh AMK, 22 Juli 2009).
3.2. Pelaksanaan Petugas Bimbingan Rohani Bagi Perawat Di RSI Sultan Agung Semarang Secara harfiah istilah bimbingan merupakan terjemahan dari “guidance” dari akar kata “guide” berarti 1) mengarahkan (to direct), 2) memandu (to pilot), 3) mengelola (to manage), dan 4) menyetir (to steer). Dari definisi diatas dapat diangkat makna sebagai berikut: bimbingan merupakan suatu proses yang berkesinambungan, bukan kegiatan yang seketika atau kebetulan. Bimbingan merupakan serangkaian tahapan kegiatan yang sistematis dan berencana yang terarah kepada pencapaian tujuan (Yusuf dan Nasution, 2005:6). Sedangkan menurut Sukardi (1995:2), bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang diberikan seseorang atau sekelompok orang secara terus menerus dan sistematis oleh pembimbing agar individu atau sekelompok individu menjadi pribadi yang mandiri.
Sedangkan kata rohani dalam agama Islam berasal dari kata al-ruh, diantaranya para ahli sendiri juga tidak memperoleh kata sepakat mengenai batasannya. Dengan berpedoman kitab suci Al-qur’an, pada beberapa terjemahan berbahasa Indonesia, ditemukan kata-kata yang sama, diartikan dengan jiwa, yaitu al-ruh dan al-nafs, yang keduanya itu manusia mempunyai daya hidup (hayat). Menurut pendapat Muhammad Wakid, manusia hidup adalah manusia yang terdapat dalam dirinya roh, nafs, dan hayat. Dengan hayatlah manusia dapat hidup, bernafas dengan paru-paru, dan dengan nafs dia dapat merasa melalui panca indera. Dengan roh manusia selalu meningkat dalam perkembangan hidupnya. Ketiga unsur tersebut merupakan satu kesatuan yang saling mempengaruhi satu sama lainnya (Anshori, 2003:55). Menurut jumhur ulama, alruh berarti roh yang ada dalam badan, hal ini sesuai dalam Al-qur’an surat AlIsra’ ayat 85:
štΡθè=t↔ó¡o„uρ Ç⎯tã Çyρ”9$# ( È≅è% ßyρ”9$# ô⎯ÏΒ ÌøΒr& ’În1u‘ !$tΒuρ ΟçFÏ?ρé& z⎯ÏiΒ ÉΟù=Ïèø9$# ωÎ) WξŠÎ=s% ∩∇∈∪ Artinya: Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: “Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit”.(Departemen Agama RI,2006:145) Berdasarkan beberapa penjelasan di atas, maka bimbingan rohani Islam adalah proses pemberian bantuan terhadap individu agar mampu hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah, sehingga dapat mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat. Bimbingan Islami merupakan proses pemberian bantuan,
artinya bimbingan tidak menentukan atau mengharuskan, melainkan sekedar membantu individu. Individu dibantu, dibimbing agar mampu hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah (Faqih, 2001:4). Perawat memerlukan metode ilmiah dalam melakukan proses terapeutik tersebut, yaitu proses keperawatan. Penggunakan proses keperawatan membantu perawat dalam melakukan praktik keperawatan, menyelesaikan masalah keperawatan klien, atau memenuhi kebutuhan klien secara ilmiah, logis, sistematis, dan terorganisasi (Budi, Ria, & Novy, 2006: 1).
Kegiatan pelaksanaan bimbingan rohani bagi perawat diterapkan dengan metode kelompok, akan tetapi tidak memungkinkan apabila perawat meminta tambahan waktu disediakan oleh petugas bimbingan rohani diluar jadwal yang telah ditentukan oleh pihak Rumah Sakit dapat berjalan dengan bimbingan secara individu atau antar personal. Sebuah konsep yang dilakukan oleh para petugas bimbingan rohani dan kebijakan dari pihak Rumah Sakit sendiri. Adanya kebijakan dari Rumah Sakit menyelenggarakan do’a pagi yang dilaksanakan setiap hari senin, rabu, dan jumat yang dimulai dari jam 07.15- 07.45 WIB. Kegiatan tersebut dimaksudkan agar nilai- nilai ajaran Islam dapat terinternalisasi dalam kehidupan sehari- hari.
3.3. Peran Petugas Bimbingan Rohani Dalam Mengatasi Stres Perawat Di RSI Sultan Agung Semarang Sejak individu terbentuk sebagai suatu organisme yaitu pada masa konsepsi (masa dibuahinya telur oleh sperma) yang terjadi dalam kandungan ibu, individu terus tumbuh dan berkembang. Proses perkembangan ini dipengaruhi berbagai faktor, baik dari dalam maupun dari luar. Dari dalam dipengaruhi oleh pembawaan dan kematangan, sedangkan dari luar dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Perkembangan dapat berhasil dengan baik jika faktor tersebut dapat saling melengakapi. Untuk mencapai pekembangan yang baik harus ada asuhan yang terarah yaitu bimbingan. Menurut Djumhur dan Surya (1975: 26) bimbingan merupakan suatu proses membantu individu, membantu mengarahkan inidividu ke arah tujuan yang sesuai dengan potensi yang dimiliki secara maksimum. Orang-orang yang mengalami permasalahan tertentu tidak boleh dianggap tidak sehat atau tidak normal, sebaliknya mereka adalah orang-orang yang secara jasmaniah dan rohaniah sehat atau normal. Permasalahan yang sedang dialami itu bukanlah sesuatu penyakit yang serta merta dikaitkan pada pelayanan dokter atau psikater. Memang disadari sering adanya hubungan antara permasalahan tertentu dengan ketidakseimbangan jasmaniah rohaniah. Apalagi permasalahan pada stres perawat di RSI Sultan Agung Semarang. Pelaksanaan bimbingan rohani terhadap perawat dapat berjalan sesuai dengan jadwal tersebut di atas. Dalam pelaksanaan bimbingan rohani Islam menggunakan dua metode, yaitu
3.3.1. Metode individual, pembimbing dalam hal ini melakukan komunikasi langsung secara individual dengan pihak yang dibimbingnya dengan langsung menemui orang yang bersangkutan. 3.3.2. Metode kelompok, pembimbing melakukan komunikasi langsung dengan klien dalam kelompok dengan menggunakan teknik kelompok yang hanya menyampaikan bimbingan dan tidak ada diskusi atau tanya jawab (Hidayat, 23 Juli 2009). Dalam konsep tentang tugas seorang perawat sangatlah berat. Yang harus dapat menempatkan semua tugas-tugasnya terselesaikan secara tepat dan hasil yang memuaskan. Apalagi mendapat tekanan dari atasan harus bekerja secara profesionalisme. Yang akan berdampak pada mutu dan pelayanan Rumah Sakit dimata umum. Untuk itu, perlu adanya bimbingan rohani dari petugas rohani yang telah dipersiapkan oleh pihak Rumah Sakit. Dari hasil wawancara dengan Ahmad Muhid, SHI (21 Juli 2009). Penulis memperoleh keterangan bahwa penanaman jiwa spiritual (Muhit, 21 Juli 2009) sangatlah penting bagi perawat di Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang. Karena dengan menanamkan jiwa spiritual kepada perawat akan membuat perawat lebih sabar dan tawakal. Penanaman jiwa spiritual tersebut diantaranya adalah: 3.3.1. Aqidah 3.3.2. Takwa dan beramal saleh 3.3.3. Berdo’a, bertasbih, dan mengerjakan shalat
3.3.4. Memperkirakan kemungkinan terburuk dan melihat orang yang keadaannya lebih parah 3.3.5. Berpandangan realistis dalam hidup dan menjahui khayalan 3.3.6. Berbaik sangka 3.3.7. Cara menanggapi penganiayaan orang lain 3.3.8. Harapan. Adanya beberapa kasus stres yang dialami oleh perawat di RSI Sultan Agung Semarang dan peran petugas bimbingan rohani Islam mengatasi kasuskasus tersebut antara lain: Seorang perawat yang menginginkan sikap demokratis dari atasan. Karena ada sebuah kejadian jabatan kosong yang diisi oleh seseorang yang tidak memiliki skill yang memadai. Mungkin dia perawat yang cukup mampu untuk jabatan tersebut, karena dari atasan langsung memilih tanpa mengadakan penyeleksian ataupun tes untuk mengisi kekosongan jabatan tersebut, sehingga Khoiriandoh AMK (22 Juli 2009) agak kecewa. Lama-kelamaan dengan kejadian tersebut dia dalam melaksanakan pekerjaannya setiap hari agak malas dan tidak semangat sebelum adanya kejadian tersebut. Dia juga pernah satu ruangan waktu mengikuti pelatihan dan pengenalan Flu Babi yang diadakan oleh pihak Rumah Sakit seperti tidak kenal. Apalagi bertatap muka, langsung aja membalikkan muka. Selain itu Khoiriandoh juga mendapat perintah dari orang yang tidak disukainya atau saingannya langsung aja banyak alasan dan langsung pergi meninggalkan. Dalam kasus yang dialami oleh Khoiriandoh AMK petugas bimbingan rohani Islam melakukan beberapa bimbingan. Dengan menggunakan pendekatan
person- centered (terpusat pada individu) menurut (Hidayat, 23 Juli 2009). Karena dengan melihat realita sebelum kejadian Khoiriandoh bekerja secara maksimal tanpa membeda-bedakan, akan tetapi setelah dengan adanya kejadian tersebut perilakunya berubah drastis dalam pekerjaan. Apalagi ada kaitannya dengan orang yang tidak disukai, wajah dan sikap langsung beda. Semua itu imbasnya juga pada Rumah Sakit. Pernah ada kejadian pasien yang minta tolong malah dimarahi karena melihat saingannya sedang dipuji sama teman-teman seperjuangan mungkin Khoiriandoh tidak rela dalam hati kecilnya pujian itu malah lebih pantas untuk dirinya. Dalam waktu yang luang dan santai petugas bimbingan rohani menemuinya sambil mengajak ngobrol dan bergurau terus memberikan bimbingan dan menjelaskan bahwa pentingnya mentaati perintah dari atasan. Dalam Firman Allah SWT QS. An- Nisa ayat 59:
$pκš‰r'¯≈tƒt⎦⎪Ï%©!$#(#þθãΨtΒ#u™(#θãè‹ÏÛr&©!$#(#θãè‹ÏÛr&uρtΑθß™§9$#’Í<'ρé&uρÍö∆F{$#óΟä3ΖÏΒ(βÎ*sù÷Λä⎢ôãt“≈uΖs? ’Îû&™ó©x«çνρ–Šãsù’n<Î)«!$#ÉΑθß™§9$#uρβÎ)÷Λä⎢Ψä.tβθãΖÏΒ÷σ?è «!$$Î/ÏΘöθu‹ø9$#uρÌÅzFψ$#4 y7Ï9≡sŒ×öyzß⎯|¡ômr&uρ¸ξƒÍρù's?∩∈®∪ Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”.
Bukhori juga meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Sungguh kelak kalian akan kemaruk jabatan, sementara jabatan itu akan menjadi sumber penyesalan bagi pelakunya pada hari kiamat (jika tidak diemban dengan benar). Muslim meriwayatkan dari Abdullah bin Amr ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya orang- orang yang berlaku adil kelak akan berada pada kedudukan tinggi dan terpuji di sisi Allah, yakni mereka yang berlaku adil dalam menetapkan keputusan, dalam keluarga mereka, dan dalam jabatan mereka. Tak lupa petugas bimbingan rohani juga menjelaskan bahwasannya orang yang beriman adalah saudara. Yang tertera dalam QS. Al Hujuraat ayat 10:
$yϑ¯ΡÎ) tβθãΖÏΒ÷σßϑø9$# ×οuθ÷zÎ) (#θßsÎ=ô¹r'sù t⎦÷⎫t/ ö/ä3÷ƒuθyzr& 4 (#θà)¨?$#uρ ©!$# ÷/ä3ª=yès9 tβθçΗxqöè? ∩⊇⊃∪ Artinya: “Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat”. Mudrikah AMK (22 Juli 2009) seorang perawat yang cekatan dalam bertindak. Makanya dia ditunjuk oleh pihak Rumah Sakit untuk ditempatkan dibagian UGD (Unit Gawat Darurat). Dalam kesehariannya dia termasuk perawat yang kritis. Apalagi kalau ada suatu permasalahan yang muncul di Rumah Sakit. Ada sebuah kejadian waktu dia menangani kasus kecelakaan, akan tetapi beliau sudah bertindak sesuai dengan prosedur keperawatan. Akan tetapi dia masih juga disalahkan oleh atasan. Dia juga pernah disindir dalam sebuah rapat. Lamakelamaan dia mencari sumber permasalahan kenapa dirinya disalahkan terus. Setelah beberapa hari ternyata ada sebuah tim khusus yang diberikan wewenang
untuk mengawasi para karyawan khususnya perawat. Dari tim khusus tersebut dipilih orang-orang yang memiliki jabatan agak tinggi di Rumah Sakit, ternyata dari salah satu mereka ada yang tidak suka dengan keberadaannya. Mudrikah agak kecewa pada kebijakan tersebut. Padahal para perawat pun sudah mempunyai wewenang, kenapa dijadikan obyek permasalahan. Dalam benak dia sendiri kenapa tidak dikembalikan aja pada hati nurani perawat masing-masing. Berikan saja tanggung jawab sepenuhnya, apabila tidak sesuai atau melenceng dari prosedur tinggal diberi sanksi yang tegas. Sehingga dalam bekerja Mudrikah sendiri tidak ikhlas. Kasus yang dialami Mudrikah dia ingin adanya kebebasan, apalagi dengan adanya tim pemantau. Mungkin dari pihak Rumah Sakit sangatlah beruntung, dengan adanya TIM tersebut dapat menilai kinerja perawat. Akan tetapi dari perawat sendiri tidak mengetahui dengan keberadaannya. Dari situlah petugas bimbingan rohani memberikan penjelasan dan pengertian. Seumpama ada kebijakan dari atasan kalau yang tidak suka dengan hal tersebut terus mengeluarkan mandat untuk PHK yang susah siapa.
Petugas bimbingan rohani juga menjelaskan hadist sebagai berikut: BukhariMuslim meriwayatkan dari Umar, dia berkata: “Aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya amal itu tergantung pada niatnya dan sesungguhnya balasan yang akan diperoleh seseorang dari amalnya juga sesuai
dengan niatnya. Barangsiapa yang hijrahnya diniatkan untuk meraih keridhaan Allah dan Rasul-Nya, maka dia akan mendapatkan keridhaan Allah dan Rasul-Nya. Charisma AMK (23 Juli 2009) tidak suka karena terlalu beda jauh dengan sanksi yang diberikan baik pada karyawan atau atasan. Dari pengalamannya dia datang terlambat waktu mengikuti apel pagi, sehingga dia tidak ikut. Setelah apel pagi selesai para karyawan atau perawat sejajar yang terlambat atau tidak ikut dipanggil untuk menghadap atasan serta dikenakan sanksi, sedangkan atasan semisal dokter, kepala bagian-bagian atau yang lain dibebaskan malah pada ngobrol sendiri. Charisma agak iri dengan kejadian tersebut. Apakah bawahan akan seperti itu dijadikan budak terus. Sampai sempat berkeinginan membuat kesepakatan antar perawat untuk menindaklanjuti kebijakan tersebut. Akan tetapi hasilnya tetap nihil. Setelah kejadian tersebut charisma berupaya untuk datang lebih awal untuk dapat mengikuti apel pagi, walaupun dari hati kecilnya berkata lain. Petugas bimbingan rohani dulunya belum mengetahui permasalahan yang dialami oleh charisma, akan tetapi petugas bimbingan rohani melihat dia sering menyendiri akhirnya bertanya kepada yang satu ruangan. Apakah ada problem dari keluarga, tetangga, apa juga dipekerjaannya. Dengan mengetahui permasalahan tersebut petugas rohani sedikit memaparkan Firman Allah SWT dalam QS. AnNahl ayat 90:
*¨βÎ)©!$#ããΒù'tƒÉΑô‰yèø9$$Î/Ç⎯≈|¡ômM}$#uρÇ›!$tGƒÎ)uρ“ÏŒ4†n1öà)ø9$#4‘sS÷Ζtƒuρ Ç⎯tãÏ™!$t±ósxø9$#Ìx6Ψßϑø9$#uρÄ©øöt7ø9$#uρ4öΝä3ÝàÏètƒöΝà6¯=yès9šχρã©.x‹s?∩®⊃∪
Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran”. Dari penjelasan ayat tesebut petugas bimbingan rohani memberikan pengarahan kepada charisma apabila dalam kehidupan mempunyai permasalahan, sebaiknya dapat kita petik pelajaran dari permasalahan tersebut. Kita hidup pasti memiliki permasalahan, akan tetapi bagaimana kita menyikapi permasalahan tersebut, apa dalam hal yang negatif atau sebaliknya dalam hal yang positif. Desi Ariyani AMK (23 Juli 2009) dia mengalami permasalahan dalam waktu sapa, salam, senyum untuk semuanya pada waktu bertugas di RSI Sultan Agung Semarang. Padahal itu kewajiban yang sudah disepakati bersama dan harus dilaksanakan oleh semua petugas Rumah Sakit. Pengalamannya Desi sering menemukan beberapa atasan yang cuek pada karyawan, padahal karyawan sudah menerapkan hal tersebut. Tetapi sebaliknya apabila karyawan lupa waktu bertugas tidak menerapkan sapa, salam, senyum akan dikenakan sanksi. Desi juga pernah langsung ditegur oleh atasan karena dia tergesa- gesa dengan keadaan pasiennya jadi lupa untuk mengucapkan hal tersebut. Padahal itu dimuka umum, malunya minta ampun. Dalam kasus yang dialami oleh Desi petugas bimbingan rohani memberikan pengertian bahwa apabila kita ingin dihargai oleh orang lain, sebaiknya kita menghargai orang lain. Serta mengutarakan Firman Allah SWT didalam QS. AnNisaa ayat 86:
#sŒÎ)uρΛä⎢ŠÍh‹ãm7π¨ŠÅstFÎ/(#θ–Šyssùz⎯|¡ômr'Î/!$pκ÷]ÏΒ÷ρr&!$yδρ–Šâ‘3¨βÎ)©!$#tβ%x.4’n?tãÈe≅ä.>™ó©x«$·7ŠÅ¡ym∩∇∉∪ Artinya:
“Apabila
kamu
diberi
penghormatan
dengan
sesuatu
penghormatan, Maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa)[327]. Sesungguhnya Allah memperhitungkan segala sesuatu”. Di dalam hadis juga disebutkan. Bukhari-Muslim meriwayatkan dari Abdullah bi Amr bahwa seseorang pernah bertanya kepada Rasulullah SAW: Manakah amalan yang sangat utama dalam Islam? “Beliau menjawab: “Memberikan makanan dan mengucapkan salam kepada sesama muslim baik yang sudah engkau kenal maupun belum”. Petugas bimbingan rohani juga menuturkan apabila dalam kita menyikapi hal tersebut secara ikhlas dan positif, kita juga tidak akan terbebani dengan hal tersebut. Serta kita tidak melupakan untuk mengabdikan diri kita kepada Sang Khalik. Semua kejadian yang ada dimuka bumi ini sudah ada skenarionya.
BAB IV ANALISIS PERAN PETUGAS BIMBINGAN ROHANI DALAM MENGATASI STRES PERAWAT DI RSI SULTAN AGUNG SEMARANG
4.1. Analisa Faktor-faktor Stres Perawat di RSI Sultan Agung Semarang 4.1.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Stress Kondisi-kondisi yang cenderung menyebabkan stress disebut stressors. Meskipun stress dapat diakibatkan oleh hanya satu stressors, biasanya perawat mengalami stress karena kombinasi stressors. Menurut (Khusnul Khotimah, 24 Juli 2009) ada tiga sumber utama yang dapat menyebabkan timbulnya stress yaitu 4.1.1.1. Faktor Lingkungan Keadaan lingkungan yang tidak menentu akan dapat menyebabkan pengaruh pembentukan struktur organisasi yang tidak sehat terhadap karyawan. Dalam faktor lingkungan terdapat tiga hal yang dapat menimbulkan stress bagi karyawan yaitu ekonomi, politik dan teknologi. Perubahan yang sangat cepat karena adanya penyesuaian terhadap ketiga hal tersebut membuat seseorang mengalami ancaman terkena stress. Hal ini dapat terjadi, misalnya perubahan teknologi yang begitu cepat. Perubahan yang baru terhadap teknologi akan membuat keahlian seseorang dan pengalamannya tidak terpakai karena hampir semua pekerjaan dapat terselesaikan dengan cepat dan dalam waktu yang singkat dengan adanya teknologi yang digunakannya.
1
4.1.1.2. Faktor Organisasi Di dalam organisasi terdapat beberapa faktor yang dapat menimbulkan stress yaitu role demands, interpersonal demands, organizational structure dan organizational leadership. Pengertian dari masing-masing faktor organisasi tersebut adalah sebagai berikut: 4.1.1.2.1. Role Demands Peraturan dan tuntutan dalam pekerjaan yang tidak jelas dalam suatu organisasi akan mempengaruhi peranan seorang karyawan untuk memberikan hasil akhir yang ingin dicapai bersama dalam suatu organisasi tersebut. 4.1.1.2.2. Interpersonal Demands Mendefinisikan tekanan yang diciptakan oleh karyawan lainnya dalam organisasi. Hubungan komunikasi yang tidak jelas antara karyawan satu dengan karyawan lainnya akan dapat menyeba
bkan
komunikasi
yang
tidak
sehat.
Sehingga
pemenuhan kebutuhan dalam organisasi terutama yang berkaitan dengan kehidupan sosial akan menghambat perkembangan sikap dan pemikiran antara karyawan yang satu dengan karyawan lainnya. 4.1.1.2.3. Organizational Structure Mendefinisikan tingkat perbedaan dalam organisasi dimana keputusan tersebut dibuat dan jika terjadi ketidak jelasan dalam struktur pembuat keputusan atau peraturan maka akan dapat mempengaruhi kinerja seorang karyawan dalam organisasi.
2
4.1.1.2.4. Organizational Leadership Berkaitan dengan peran yang akan dilakukan oleh seorang pimpinan dalam suatu organisasi. Empat faktor organisasi di atas juga akan menjadi batasan dalam mengukur stress perawat. Pengertian dari stress itu sendiri adalah muncul dari adanya kondisi-kondisi suatu pekerjaan atau masalah yang timbul yang tidak diinginkan oleh individu dalam mencapai suatu kesempatan, batasan-batasan, atau permintaan-permintaan dimana semuanya itu berhubungan dengan keinginannya dan dimana hasilnya diterima sebagai sesuatu yang tidak pasti tapi penting (Khusnul Khotimah, 24 Juli 2009) 4.1.1.3. Faktor Individu Pada dasarnya, faktor yang terkait dalam hal ini muncul dari dalam keluarga, masalah ekonomi pribadi dan karakteristik pribadi dari keturunan. Hubungan pribadi antara keluarga yang kurang baik akan menimbulkan akibat pada pekerjaan yang akan dilakukan karena akibat tersebut dapat terbawa dalam pekerjaan seseorang. Sedangkan masalah ekonomi
tergantung
dari
bagaimana
seseorang
tersebut
dapat
menghasilkan penghasilan yang cukup bagi kebutuhan keluarga serta dapat
menjalankan
keuangan
tersebut
dengan
seperlunya.
Karakteristik pribadi dari keturunan bagi tiap individu yang dapat menimbulkan stress terletak pada watak dasar alami yang dimiliki oleh seseorang tersebut. Sehingga untuk itu, gejala stress yang timbul pada tiap-tiap pekerjaan harus diatur dengan benar dalam kepribadian
3
seseorang. Apalagi dilihat dari beberapa kasus diatas, perawat cenderung mengalami stres diwaktu melakukan pekerjaan. 4.2. Analisa Pelaksanaan Bimbingan Rohani Bagi Perawat di RSI Sultan Agung Semarang Bimbingan rohani adalah sebagai suatu proses pemberian bantuan yang terus menerus dan sistematis kepada individu dalam memecahkan masalah yang dihadapinya, sehingga tercapainya kebahagiaan di dunia dan akhirat (Hidayatul, 22 Juli 2009). Pola yang diterapkan oleh petugas bimbingan rohani di RSI Sultan Agung Semarang hanyalah sekedar penyampaian materi. Materipun disesuaikan pada kemampuan para petugas bimbingan rohani. Kalau ada selain petugas bimbingan rohani ingin memberikan bimbingan, semisal dokter yang memiliki ilmu agama yang lebih diperbolehkan oleh petugas bimbingan rohani. Yang terpenting materi yang disampaikan dapat mengena untuk dijadikan referensi, sehingga dapat diterapkan dikehidupan sehari- hari, baik dilingkungan keluarga, masyarakat, ataupun dalam wilayah pekerjaan (Ibu Zid, 21 Juli 2009). Bimbingan yang dilakukan oleh petugas rohani Islam di RSI Sultan Agung Semarang mempunyai tugas untuk memberikan pendidikan agama dalam arti secara keseluruhan. Bimbingan rohani terhadap perawat merupakan proses pemberian bantuan oleh petugas rohani dalam rangka mendidik, membina serta mengarahkan agar sejalan dengan ajaran Islam. Karena perawat merupakan sebuah profesi yang harus dijalankan serta bertanggung jawab dalam sebuah pekerjaan. Tidak lain perawat juga sebagai ayah atau ibu di dalam rumah tangga. Mereka juga butuh bimbingan rohani dalam kehidupan sehari-hari dan mereka
4
juga mempunyai permasalahan. Perawat juga paham akan hak dan kewajiban serta berusaha untuk mendapatkan bimbingan yang sesuai dengan ajaran Islam (Samsudin, 21 Juli 2009). Dari hasil penelitian penulis dapat menganalisa bahwa peran bimbingan rohani terhadap perawat di RSI Sultan Agung Semarang pada dasarnya adalah sekedar penyampaian bimbingan rohani tanpa mengetahui stres yang sedang dihadapi perawat. Jadi bimbingan rohani yang sebenarnya memiliki fungsi positif bagi perawat tidak maksimal dalam proses pelaksanaannya. Pada umunya pola bimbingan yang diterapkan oleh petugas rohani tidak mampu mengimbangi atau tidak sesuai dengan perkembangan saat ini (khoiriandoh, 22 Juli 2009). Disamping itu sebenarnya, juga perlu diketahui bagaimana keadaan psikis perawat itu sendiri. Kadang-kadang mereka sendiri memerlukan bantuan. Akan tetapi kemungkinan besar mereka tidak mau menerima kenyataan (Khusnul Khotimah, 24 Juli 2009). Dilihat dari berbagai karakteristik ataupun dari asal daerah masing-masing perawat juga berbeda. Semisal dari daerah pesisir yang dominan bersifat keras dan kasar. Apabila setiap ada permasalahan langsung diungkapkan walaupun itu dilingkungan umum, tanpa memperdulikan efeknya. Sedangkan perilaku lain dari daerah pegunungan mungkin malah sebaliknya dilihat dari sifatnya yang lemah lembut dengan nada yang kecil pula. Semua itu harus dipahami betul oleh para petugas bimbingan rohani yang ada di RSI Sultan Agung Semarang. Sehingga mampu mengetahui psikologis dari para perawat. Peranan bimbingan rohani yang ada di RSI Sultan Agung Semarang untuk perawat belum efektif. Yang dapat dilihat dari absensi para perawat mengikuti bimbingan rohani baik dalam apel pagi ataupun yang lain khusus dalam bidang
5
bimbingan rohani. Dari sinilah tugas dari para pembimbing rohani untuk menyelidiki kasus-kasus tersebut. Apakah dari diri perawat sendiri tidak ada motivasi guna untuk mengikuti bimbingan rohani atau sebaliknya bimbingan rohani yang bersifat monoton dalam memberikan bimbingan sehingga mengalami kejenuhan. Tak lain juga yang dilakukan oleh petugas bimbingan rohani Islam di RSI Sultan Agung seperti bimbingan kepada tokoh ulama (Pak Yai), yang hanya memberikan
ceramah
atau
hanya
bersifat
membimbing.
Karena
tidak
menggunakan prosedur konseling yang melihat permasalahan dari awal sampai tuntasnya permasalahan yang dihadapi klien (khoiriandoh, 22 Juli 2009). Di sinilah kadang-kadang terjadi pemaksaan kehendak atas proses pemberian bimbingan rohani pada perawat, yang tidak sesuai dengan tarjet petugas bimbingan rohani. Mereka lebih banyak menuntut apa yang sudah dikerjakan sesuai dengan keprofesionalisme pekerjaan. Unsur-unsur yang mendasari penyikapan terhadap permasalahan, antara lain (Khusnul Khotimah, 24 Juli 2009): 4.2.1. Pemahaman dan penghayatan bahwa dalam perjalanan hidup seseorang dapat mengalami berbagai permasalahan. 4.2.2. Pemahaman dan penghayatan bahwa faktor-faktor lingkungan sangat besar pengaruhnya terhadap pola berfikir seseorang. 4.2.3. Pemahaman dan pengahayatan bahwa permasalahan seseorang besar kemungkinan tidak sama, oleh karena itu diperlukan upaya yang mendalam agar dapat mencapai pemahaman yang lengkap dan mantab berkenaan dengan permasalahan itu.
6
4.2.4. Pemahaman dan penghayatan bahwa dalam menangani permasalahan seseorang perlu dilibatkan berbagai pihak, sumber, dan unsur secara efektif dan efisien mengatasi atau memecahkan permasalahan tersebut. Parahnya lagi muncul anggapan keliru tentang peran petugas bimbingan rohani dari dalam Rumah Sakit, misalnya pandangan menganggap ajaran Islam hanya sebagai urusan akhirat saja. Dampaknya adalah penyimpangan sikap dan perilaku perawat. Untuk itu perlu dicari solusi bagaimana cara membatasi perawat dari kemungkinan akan terjadinya penyimpangan. Selanjutnya mencari jalan terbaik bagi perawat untuk dapat mencegah dari penyakit psikis dengan cara dan jalan yang sesuai dengan berpedoman Al-Qur’an dan Al-Hadist. Usaha-usaha untuk membimbing dan membina perawat, antara lain (Sugito, 24 juli 2009): 4.1.1. Mengelola perasaan (nafsu amarah, pengendalian lisan, mengelola pandangan mata, menelola pendengaran, mengelola selera makan) 4.1.2. Mengelola emosi dan stres 4.1.3. Mengelola waktu (membiasakan tertib dan teratur, melakukan segalanya dengan terancana, membiasakan diri dengan data serta informasi yang akurat, jelas, dan detail) 4.1.4. Mengelola rasa empati dan simpati 4.1.5. Mengefektifkan komunikasi dan pergaulan
7
4.3. Analisa Peran Petugas Bimbingan Rohani Dalam Mengatasi Stres Perawat Di RSI Sultan Agung Semarang Bimbingan rohani merupakan proses pemberian bantuan bagi perawat yang memiliki fungsi agar perawat dapat memiliki kemampuan untuk merealisasikan potensi yang dimilikinya sejalan dengan nilai-nilai ajaran Islam (Samsudin, 24 Juli 2009). Berkaitan dengan optimalisasi bimbingan rohani pada perawat, maka penulis menganalisa bagaimana hubungan antara optimalisasi fungsi bimbingan rohani dengan permasalahan yang dihadapi oleh perawat di RSI Sultan Agung Semarang. Perawat merupakan sebuah profesi yang dominan dihadapkan pada penyakit psikis, jika tidak diimbangi dengan pemberian bimbingan rohani secara benar oleh petugas rohani akan membahayakan. Akan tetapi jika diimbangi dengan pemberian bimbingan rohani secara benar, maka perawat-pun akan dapat memanaj permasalahan dengan baik, perawat juga dapat mengatasi penyaki psikis yang sedang mereka hadapi dengan kekuatan iman yang telah ditanamkan pada dirinya. Sehingga perawat mampu hidup tentram serta konstruktif pada zaman global nanti. Jadi bimbingan rohani untuk perawat sangatlah perlu (Ibu Zid, 21 Juli 2009). Di RSI Sultan Agung Semarang, yang terjadi adalah tidak sedikit dari perawat yang mempercayakan seratus persen bimbingan rohani dari petugas rohani merasa upaya itu telah mencukupi. Dengan cara ini petugas bimbingan rohani mengira bahwa perawat akan menjadi individu yang beriman dan bertakwa. Tindakan petugas rohani seperti itu merupakan tindakan yang tidak salah, tetapi
8
ternyata belum mencukupi kebutuhan perawat itu sendiri (Mudrikah, 22 Juli 2009). Dikarenakan perawat juga mahkluk sosial yang harus bisa bersosialisasi dan beradaptasi dengan orang lain. Apabila hal tersebut tidak bisa teratasi, maka akan menimbulkan sebuah masalah. Dalam hal ini adalah stres. Perawat yang mengalami stres tidak hanya diakibatkan di dalam pekerjaan saja, juga bisa dari lingkungan yang lain dari keluarga ataupun masyarakat (Samsudin, 21 juli 2009) Peranan bimbingan rohani di RSI Sultan Agung Semarang untuk mengatasi stres perawat belum efektif dengan apa yang dihadapi oleh perawat, hanya sekedar penyampaian materi tentang agama. Tetapi apakah itu saja dapat langsung diterima oleh perawat secara hati terbuka atau justru malah sebaliknya bisa jadi dijadikan dongeng. Karena dilihat dari keimanan perawat satu dengan perawat yang lain berbeda jauh. Dari sinilah peran petugas bimbingan rohani harus ekstra dalam mengatasi stres perawat (Samsudin, 21 juli 2009). Macam-macam stres yang dialami oleh perawat di RSI Sultan Agung Semarang, antara lain: 4.3.1. Stres dalam lingkungan pekerjaan (Ketidak cocokan dengan teman atau kebijakan atasan yang tidak disukai oleh perawat) Semisal seorang perawat yang menginginkan sikap demokratis dari atasan. Karena ada sebuah kejadian jabatan kosong yang di isi oleh seseorang yang tidak memiliki skill yang memadai. Mungkin dia perawat yang cukup mampu untuk jabatan tersebut, karena dari atasan langsung memilih tanpa mengadakan penyeleksian ataupun tes untuk mengisi kekosongan jabatan tersebut sehingga Khoiriandoh AMK (22 Juli 2009)
9
agak kecewa. Lama-kelamaan dengan kejadian tersebut dia dalam melaksanakan pekerjaannya setiap hari agak malas dan tidak semangat sebelum adanya kejadian tersebut. Dari situlah khoiriandoh mengalami stres dalam pekerjaan. 4.3.2. Stres dalam lingkungan keluarga 4.3.2.1. Anak rewel saat mau berangkat kerja Dewi Mudasari (25 Juli 2009) memiliki beberapa anak. Akan tetapi anak yang terakhir ini sering membuat ibunya kerja keras. Apa yang dia inginkan harus dituruti, kalau tidak akan menangis dan membuang barang apapun yang ada disekitar. Malah-malah beberapa perabotan banyak yang rusak. Apalagi disaat ibunya mau berangkat kerja, yang semuanya harus terburu-buru. Sehingga sampai di tempat kerja sifatnya hanya pengen marah terus, dan sudah habis tenaganya di rumah. Dan akhirnya dalam bekerja-pun tidak maksimal. 4.3.2.2. Stres kekurangan ekonomi sehingga suami dan istri sering bertengkar Kehidupan yang bahagia telah hilang, yang dikarenakan dari pertengkaran antara suami-istri yang dialami oleh Dewi Trilestari (25 Juli 2009). Yang berdampak negatif dalam pekerjaannya. Dia tidak semangat untuk bekerja. Dari berangkat bekerja yang sering terlambat, sering melamun dalam bekerja, sampai-sampai menyendiri dalam suatu ruangan. Padahal sebelum terjadinya pertengkaran tersebut dia termasuk perawat yang rajin dalam suatu hal, apalagi menyangkut nyawa seseorang.
10
Peran dari petugas bimbingan rohani untuk mengatasi stres perawat di atas. Petugas bimbingan rohani hanya menyampaikan materi agama yang sudah tertera di dalam jadwal. Kalau berkenan perawat sendiri yang menemui petugas bimbingan rohani di dalam kantor untuk meminta saran dan masukan guna untuk mengatasi stres yang dialami perawat. Berarti petugas bimbingan rohani tidak pro-aktif dalam memberikan bimbingan kepada perawat yang stres. Padahal dampak dari perawat yang stres berkemungkinan negatif pada Rumah Sakit. Sehingga dalam melaksanakan pekerjaan tidak maksimal, serta membuat citra nama baik Rumah Sakit menurun dimata umum. Dalam upaya memberikan bimbingan rohani pada perawat yang stres, para petugas bimbingan rohani ternyata mengahadapi beberapa hambatan yang dirasakan sangat mempengaruhi proses bimbingan rohani. Hambatan-hambatan tersebut menurut Sugito (22 Juli 2009) selaku petugas bimbingan rohani: 3.3.1. Kurangnya kesadaran dari perawat dengan adanya petugas rohani 3.3.2. Salah pengertian antara perawat dengan petugas rohani 3.3.3. Tidak dapat meluangkan waktu untuk berkonsultasi, karena yang disibukkan dengan pekerjaannya. Dengan penelitian yang diangkat, maka penulis menentukan bahwa bimbingan rohani harus tetap dilaksanakan dalam rangka untuk mengatasi stres perawat. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan arahan mupun pijakan kepada perawat dalam upaya menemukan solusi untuk memanaj stres. Upaya penemuan tersebut dapat dilakukan oleh dirinya sendiri ataupun dengan bantuan orang lain,
11
yang dalam hal ini adalah petugas rohani Rumah Sakit. Mereka bisa bertindak sebagai konselor dalam membantu mengatasi permasalaha psikis. Banyaknya persoalan yang berujung pada stres yang harus dihadapi oleh perawat seringkali terjadi dalam banyak hal dalam lingkungan yang berbeda-beda. Salah satu lingkungan yang paling potensial menghadirkan stres adalah lingkungan kerja di mana beban tugas dari pekerjaan yang bersangkutan benarbenar dapat mengganggu perawat. Stres kerja sendiri pasti dapat dijumpai pada hampir semua pekerjaan, hanya saja ada beberapa pekerjaan tertentu yang memiliki stres kerja di atas rata-rata pekerjaan yang lainnya dan salah satu pekerjaan itu adalah perawat. Karena itu perawat yang sedang memiliki gejolak permasalahan, yang kurang mendapat bimbingan dan pengarahan moral dan agama, mudah terseret kepada hal yang bersifat praktis tanpa melihat jangka panjang. Oleh karena itu perawat mengalami berbagai konflik. Konflik pertama yang pada umumnya dialami perawat adalah konflik antara kebutuhan untuk mengendalikan diri dan kebutuhan untuk bebas. Perawat membutuhkan penerimaan sosial dan penghargaan serta kepercayaan orang lain kepadanya. Untuk itulah perawat membutuhkan orang yang mengajarkannya kepada perilaku yang diterima dalam berbagai kesempatan dan situasi (suri tauladan). Akan tetapi di lain pihak ia membutuhkan rasa bebas, karena ia merasa dirinya sudah dewasa. Oleh karenanya ia tidak memerlukan orang yang akan menunjukkan kepadanya cara bertindak atau berperilaku. Konflik antar kebutuhan pada diri perawat sehingga menyebabkan stres. Di sini tampak jelas pentingnya peran petugas bimbingan rohani bagi perawat.
12
Konflik kedua adalah konflik antara kebutuhan akan kebebasan dan kebutuhan akan keprofesionalisme dalam suatu pekerjaan. Perawat ingin bebas dan mandiri, yang bekerja sesuai dengan keadaan. Sementara itu pada waktu yang bersamaan adanya konflik keluarga yang belum menemukan solusi yang tepat. Konflik tersebut dapat meningkat apabila dibawa dalam suatu pekerjaan. Padahal di dalam suatu pekerjaan harus bertindak secara profesionalisme. Dari situlah peran petugas bimbingan rohani yang bertindak sebagai konselor. Konflik ketiga yang selalu dialami perawat adalah konflik nilai-nilai, yaitu konflik antara prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang dipelajari perawat ketika di lingkungannya sehari-hari. Hal itu menyebabkan perawat mengalami kebingungan dan keraguan. Kadang-kadang perawat tidak mampu membedakan tindakan yang benar dan tindakan yang salah, mana yang prinsip dan mana hal yang sesat. Sering kali kebingungan dan keraguan sementara perawat mendorong untuk lari dalam permasalahan atau mengabaikannya. Selanjutnya konflik keempat yang dihadapi perawat adalah konflik menghadapi masa depan. Ini adalah konflik yang disebabkan kebutuhan untuk menentukan masa depan. Kecenderungan dalam hal PHK, apabila kita tidak bekerja masa depan kita akan kemana. Dari uraian di muka, penulis menganalisa bahwa perawat di RSI Sultan Agung Semarang perawat yang masih memiliki sifat egosentris tinggi. Keegoisan perawat nampak pada sikap mereka yang menganggap dirinya sebagai individu yang berbeda. Apabila di dalam suatu pekerjaan dikerjakan secara ikhlas, maka tubuh kita akan menerima tidak berat. Serta diimbangi dengan ikhtiar dan dikembalikan kepada Sang Khalik, karena beliau yang menciptakannya.
13
Berbeda dengan perawat yang memiliki pola asuh yang berlandasan pada Al-Qur’an dan Al-Hadist, serta menjalankan norma-norma didalam suatu pekerjaan. Perawat dilatih untuk dapat bertanggung jawab atas segala tindakannya, sehingga perawat menjadi seorang suri tauladan baik di dalam sebuah pekerjaan maupun di lingkungan keluarga atau masyarakat.
14
BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan Setelah dikemukakan kajian dari peran petugas bimbingan rohani dalam mengatasi stres di RSI Sultan Agung Semarang, maka dapat diambil kesimpulan: 5.1.1. Faktor-faktor yang menyebabkan seorang perawat stres 5.1.1.1. Faktor Lingkungan, dalam hal ini lingkungan dapat mempengaruhi psikis seseorang yaitu perawat. Lingkungan yang positif akan mempengaruhi, dan sebaliknya lingkungan yang negatif. Semisal dalam menjalankan suatu pekerjaan. 5.1.1.2. Faktor Organisasi, meliputi dari pemimpin, teman dalam pekerjaan. Semua itu sangat berdampak pada jiwa perawat khususnya. 5.1.1.3. Faktor Individu, dari lingkungan keluarga. Baik dari tuntutan ekonomi ataupun yang lainnya. 5.1.2. Peran petugas bimbingan rohani di RSI Sultan Agung Semarang untuk mengatasi stres perawat belum efektif, dikarenakan hanya sekedar memberikan bimbingan rohani tanpa melihat permasalahan yang dihadapi perawat diantaranya stres. Dapat dilihat dari absensi para perawat mengikuti bimbingan rohani baik dalam apel pagi maupun yang lain khususnya dalam bidang bimbingan rohani. Dari sinilah tugas dari para pembimbing rohani untuk menyelidiki kasus-kasus tersebut. Apakah dari diri perawat sendiri tidak ada motivasi guna untuk mengikuti bimbingan rohani atau sebaliknya bimbingan rohani
1
yang bersifat monoton dalam memberikan bimbingan sehingga mengalami kejenuhan.
5.2. Saran – Saran Setelah melakukan kajian tentang peran petugas bimbingan rohani di RSI Sultan Agung Semarang, penulis melihat ada beberapa topik penting untuk ditindaklanjuti dalam penelitian-penelitian berikutnya. Pertama, persoalan tentang pengaruh bimbingan rohani terhadap stres perawat. Bagaimana pengaruhnya jika ditinjau dari aspek psikologi? Kedua, persoalan tentang profesionalitas petugas bimbingan rohani dalam memotivasi kinerja perawat. Sejauhmana validitas bimbingan rohani dalam memotivasi kinerja perawat? Demikianlah laporan skripsi yang penulis kemukakan, semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmat, taufiq, hidayah dan inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancar dan tidak ada halangan suatu apapun.
2
DAFTAR PUSTAKA
Adz-Dzaky, Hamdani Bakran, Konseling Dan Psikoterapi Islam, Pustaka Baru, Yogyakarta, 2001 Ancok, Djamaluddin dan Anshori, Fuad, Psikologi Islam (Solusi Islam Atas ProblemProblem Psikologi), Pustaka Pelajar,Yogyakarta, 1995 Anton, Bakker, Metode Penelitian Filsafat, Kanisius, Yogyakarta, 1990 Azwar, Saifuddin, Metodologi Penelitian, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1997 Bastaman, Hanna Djumhana, Integrasi Psikologi dengan Islam (Menuju Psikologi Islami), Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1997 Budi Anna Keliat, Ria Utami Panjaitan, Novy Helena, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2006 Daradjat, Zakiah, Pembinaan Remaja, Bulan Bintang, Jakarta, 1972 Faqih, Ainur Rokhim, Bimbingan Dan Konseling Islam, UII Pres, Yogyakarta, 2001 Hadari, Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 1991 Hawari, Dadang, Al- Qur’an (Ilmu Kedokteran Jiwa Dan Kesehatan Jiwa), PT. Dana Bhakti Prima Yasa, Yogyakarta, 1999 Hallen, Bimbingan Dan Konseling Dalam Islam, Ciputat Pres, Jakarta, 2002 Hermawan, Warsito, Pengantar Metodologi Penelitian, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1997 http: //lensakomunika.blogspot.com Lexy J, Moleong, Metodologi Penelitan Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2002
3
Martaniah, Peran Psikologi Di Indonesia (Kumpula Pidato Pengukuhan Guru Besar Fakultas Psikologi UGM), Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2000 Maslim, Rusdi, Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III, Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya, Jakarta, 2001 Nasir, Haedar, Agama dan Krisis Kemanusiaan Modern, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1997 Nurihsan, Achmad Juntika, Bimbingan Dan Konseling (Dalam Berbagai Latar Kehidupan), PT Refika Aditama, Bandung, 2006 Noeng, Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif, Rake Sararin, Yogyakarta, 1998 Prayitno, Dasar-Dasar Bimbingan Dan Konseling, Rineka Cipta, Jakarta, 1999 Shetzer, Bruce and Stone, Shelly, Metode Penelitian Survei, LP3S, Jakarta, 1987 Subagyo, P. Joko, Metode Penelitian Dalam Teori Dan Praktek, Rineka Cipta, Jakarta, 1996 Sudarsono, Kamus Filsafat Dan Psikologi, Rineka Cipta, Jakarta, 1993 Suharsimi, Arikunto, Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktek), Rineka Ilmu, Jakarta, 1996 Sururin, Psikologi Agama, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004 Taha Jabir, Al-Alwani (ED), Bisnis Islam (terjemahan Suharsono), AK Group, Yogyakarta, 1995 Toto Tasmara, Etos Kerja Pribadi Muslim, PT. Dana Bhakti Prima Yasa, Yogyakarta, 1995 Walgito, Bimo, Bimbingan Dan Penyuluhan Di Sekolah, UGM, Yogyakarta, 1964 http:// wordpress.com/01/07/2009
4
DAFTAR RIWAYAT PENULIS
Bahwa yang bertanda tangan dibawah ini: Nama
: Nofian Rahman Amar
Nim
: 1104077
Fak / Jur
: Dakwah / BPI, IAIN Walisongo Semarang
TTL
: Kendal, 13 Nofember 1986
Alamat
: Damarsari Rt 01 Rw 01 Cepiring Kendal
Nama Orangtua
: Ruji Mulyadi
Pendidikan
: TK Mayasari Cepiring-Kendal SD-N 3 Cepiring-Kendal SMP-N 1 Cepiring-Kendal MAN Kendal IAIN Walisongo Semarang
Semarang, 06 januari 2010
Nofian Rahman Amar
Lampiran Surat Keputusan Direktur Rumah Sakit Islam Sultan Agung Nomor : 086D/KPTS/RDI-SA/V/2008 tentang SRTUKUR ORGANISASI DIBAWAH JAJARAN RUMAH SAKIT SULTAN AGUNG
Ditetapkan di Tanggal
: Semarang : 13 Jumadil Awwal 1429 H 19 Mei RS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
Prof. DR. H. RIFKI MUSLIM, SpB, SpU. Direktur Utama TEMBUSAN Yth : 1. Ketua Umum yayasan Badan Wakaf Sultan Agung 2. Pejabat Struktural yang bersangkutan 3. Arsip
JADWAL PENCERAMAH DO’A PAGI RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG BULAN JUNI 2009 No
Hari/ Tanggal
Penceramah
Bagian
1
Senin,1Juni2009
Samsudin Salim, M.Ag
SDI
2
Rabu,3Juni2009
Hukum
3
Jum’at,5Juni2009
H.Saekun Rais Saputra,SH,SHI Khusnul Khotimah SpdI
4
Senin,8Juni2009
Direksi
5
Rabu,10Juni2009
H.Heri Purbantoro,SE,MM,Ak t Sugito
6
Jum’at,12Juni200 9
Jamil
7
Senin,15Juni2009
Dr.Nur Anna Sa’diyah,Sp,PD
8
Rabu,17Juni2009
M.Hidayatul M,S.Ag
9
Jum’at,19Juni200 9
Dr.Fatah Yasin
10
Senin,22Juni2009
Ahmad Muhith, SHI
Kerohania n
11
Rabu,24Juni2009
Dr.H.Makmur Santoso,MARS
Direksi
12
Jum’at,26juni2009
Dr.HMN.Jennie,Sp.S
Medis
13
Senin,29Juni2009
Dr.H.Imam Soemardjo,M.Kes
MEdis
C
Kerohania n
Kerohania n Kerohania n Direksi
Kerohania n Medis
Materi
Pemandu
Kajian Tafsir Tematis Sosok pemimpin yng cerdas Perhiasan yang baik adalah wanita sholehah (Sholat Dhuha) Rejeki di cari atau di jemput Meningkatkan Iman dan Taqwa Kajian Fiqih Ibadah
M.Hidayatul M,S.Ag Sugito
Menyeimbangka n kebutuhan Jasmani dan Rohani Kajian Aqidah Islam Pentingnya memperhatikan kesehatan Kiat praktis mencapai keikhlasan Customer Satisfaction dalam pelayanan kesehatan Iman adalah kehidupan Problem kesehatan pada tenaga kerja perempuan
Khusnul Khotimah,Sp dI
Ahmad Muhith Samsudin Salim,M.Ag Samsudin Salim,M.Ag M.Hidayatul M,S.Ag
Ahmad Muhith,SHI Jamil
Khusnul khotimah Jamil
Sugito M.Hidayatul M,S.Ag
Mengetahui,
Semarang,25 Mei2009
Manajer SDI
Kabag Kerohanian
(Samsudin Salim, M.Ag)
(M.Hidayatul Mursyidin,S.Ag)
JADWAL PENCERAMAH DO’A PAGI RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG BULAN JULI 2009 No
Hari/ Tanggal
Penceramah
Bagian
Materi
Pemandu M.Hidayatul M,S.Ag Sugito
1
Senin,6Juli2009
Samsudin Salim, M.Ag
SDI
Kajian Istiqamah
2
Rabu,8Juli2009
Hukum
3
Jum’at,10Juli2009
4
Senin,13Juli2009
5
Rabu,15Juli2009
H.Saekun Rais Saputra,SH,SHI Khusnul Khotimah SpdI H.Heri Purbantoro,SE,MM,Akt Sugito
6
Jum’at,17Juli2009
Jamil
Kerohanian
Jangan menundsa taubat Menunbuhkan sifat sabar Hakikat niat dalam beribadah Meningkatkan amal shalih Hikmah shalat
7
Senin,20Juli2009
Dr.Nur Anna Sa’diyah,Sp,PD
8
Rabu,22Juli2009
M.Hidayatul M,S.Ag
Kerohanian
9
Jum’at,24Juli2009
Dr.Fatah Yasin
Medis
10
Senin,22Juni2009
Ahmad Muhith, SHI
Kerohanian
11
Rabu,27Juli2009
Direksi
12
Jum’at,29juli2009
Dr.H.Makmur Santoso,MARS Dr.HMN.Jennie,Sp.S
C
Kerohanian Direksi Kerohanian
Direksi
Medis
Tawadlu’ Merupakan akhlak mulia Mengikuti Sunnah Rasul Menanam rasa takut pada Allah Bahaya dengki Memahami AlQur’an Iman dan Jihad
Ahmad Muhith Samsudin Salim,M.Ag Samsudin Salim,M.Ag M.Hidayatul M,S.Ag Khusnul Khotimah,Sp dI Ahmad Muhith,SHI Jamil Khusnul khotimah Jamil Sugito
Mengetahui,
Semarang,22 Juni 2009
Manajer SDI
Kabag Kerohanian
(Samsudin Salim, M.Ag)
(M.Hidayatul Mursyidin,S.Ag)
UNIT KEROHANIAN RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG Jl. Raya Kaligawe Km. 4 Telp (024)6580019 Psw. 540 Fax. (024) 658928 SEMARANG JADWAL KULTUM SHOLAT DLUHUR RUMAH SAKIT SULTAN AGUNG BULAN JUNI 2009 No
Hari/ Tanggal
Muadzin
Imam
Penceramah
1
Senin,1Juni2009
A. Muhith, SHI
A. Muhith, SHI
A. Muhith, SHI
2
Selasa,2Juni2009
A. Muhith, SHI
Samsudin,M.Ag
Samsudin,M.Ag
3
Rabu,3Juni2009
Jamil
Dayat
-
4
Kamis,4Juni2009
Dayat
A. Muhith, SHI
-
5
Senin,8Juni2009
Dayat
Jamil
Jamil
6
Selasa,9Juni2009
Sugito
Dayat
-
7
Rabu,10Juni2009
Dayat
A. Muhith, SHI
-
8
Kamis,11Juni2009
Dayat
Sugito
Jamil
9
Senin,15Juni2009
A. Muhith, SHI
Samsudin,M.Ag
-
10
Selasa,16Juni2009
Dayat
Sugito
Sugito
11
Rabu,17Juni2009
A. Muhith, SHI
Dayat
-
12
Kamis,18Juni2009
A. Muhith, SHI
Dayat
Dayat
13
Sabtu,20Juni2009
Sugito
Samsudin,M.Ag
-
14
Senin,22Juni2009
A. Muhith, SHI
Dr.H.Imam
Dr.H.Imam
15
Selasa,23Juni2009
Dayat
Sugito
-
16
Rabu,24Juni2009
Dayat
Rosyidi
Rosyidi
17
Kamis,25Juni2009
Jamil
Dayat
-
18
Sabtu,27Juni2009
Dayat
Dayat
-
19
Senin,29Juni2009
Dayat
Sugito
-
20
Selas,30Juni2009
A. Muhith, SHI
Samsudin,M.Ag
-
Semarang,25 Juni 2009 Mengetahui, Manajer SDI
(Samsudin Salim,M.Ag)
Kabag Kerohanian
(M.Hidayatul Mursyidin,S.Ag)
UNIT KEROHANIAN RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG Jl. Raya Kaligawe Km. 4 Telp (024)6580019 Psw. 540 Fax. (024) 658928 SEMARANG JADWAL KULTUM SHOLAT DLUHUR RUMAH SAKIT SULTAN AGUNG BULAN JULI 2009 No
Hari/ Tanggal
Muadzin
Imam
Penceramah
1
Rabu,1Juli2009
A. Muhith, SHI
Dayat
-
2
Kamis,2Juli2009
A. Muhith, SHI
Samsudin,M.Ag
Samsudin,M.Ag
3
Sabtu,4Juli2009
Jamil
Dayat
-
4
Senin,6Juli2009
Dayat
A. Muhith, SHI
-
5
Selasa,7Juli2009
Dayat
Jamil
Jamil
6
Rabu,8Juli2009
Sugito
Dayat
-
7
Kamis,9Juli2009
Dayat
A. Muhith, SHI
-
8
Sabtu,11Juli2009
Dayat
Sugito
Jamil
9
Senin,13Juli2009
A. Muhith, SHI
Samsudin,M.Ag
-
10
Selasa,14Juli2009
Dayat
Sugito
Sugito
11
Rabu,15Juli2009
A. Muhith, SHI
Dayat
-
12
Kamis,16Juli2009
A. Muhith, SHI
Dayat
Dayat
13
Sabtu,18Juli2009
Sugito
Samsudin,M.Ag
-
14
Selasa,21Juli2009
A. Muhith, SHI
Dr.H.Imam
Dr.H.Imam
15
Rabu,22Juli2009
Dayat
Sugito
-
16
Kamis,23Juli2009
Dayat
Rosyidi
Rosyidi
17
Sabtu,25Juli2009
Jamil
Dayat
-
18
Senin,27Juli2009
Dayat
Dayat
-
19
Selasa,28Juli2009
Dayat
Sugito
-
20
Rabu,29Juli2009
A. Muhith, SHI
Samsudin,M.Ag
-
21
Kamis,30Juli2009
A. Muhith, SHI
Dr.Fatah Yasin
Dr.Fatah Yasin
Semarang,25 Juni 2009 Mengetahui, Manajer SDI
(Samsudin Salim,M.Ag)
Kabag Kerohanian
(M.Hidayatul Mursyidin,S.Ag)
JADWAL KEGIATAN DINAS PAGI MENGGUNAKAN MEDIA AUDO BAG. SYIAR & DAKWAH RSI- SA WAKTU
KEGIATAN
07.00 s/d 08.00
Memperdengarkan Murattal Al- Qur’an
08.15 s/d 08.30
Menyampaikan Seruan Do’a Umum Kepada Pasien
08.30 s/d 08.45
Memperdengarkan Ceramah Agama/ Lagu-lagu Rohani
11.30 s/d 11.45
Mengumandangkan Seruan Adzan
11.45 s/d 11.50
Seruan
Kepada
Karyawan
dan
Pengunjung
Untuk
Menunaikan Sholat Dluhur 11.50 s/d 11.55
Mengumandangkan Seruan Adzan
JADWAL KEGIATAN DINAS PAGI MENGGUNAKAN MEDIA AUDO BAG. SYIAR & DAKWAH RSI- SA WAKTU
KEGIATAN
14.45 s/d 14.55
Memperdengarkan Murattal Al- Qur’an
14.55 s/d 15.00
Seruan
Kepada
Karyawan
dan
Pengunjung
Untuk
Menunaikan Sholat Ashar 15.00 s/d 15.05
Mengumandangkan Seruan Adzan
15.30 s/d 15.45
Menyampaikan Seruan Do’a Umum Kepada Pasien
16.00 s/d 17.00
Memperdengarkan Lagu-lagu Rohani
17.00 s/d 17.30
Memperdengarkan Murattal Al- Qur’an
17.30 s/d 17.35
Seruan
Kepada
Karyawan
dan
Pengunjung
Untuk
Menunaikan Sholat Maghrib 17.35 s/d 17.40
Mengumandangkan Seruan Adzan
Kabag Syiar& Dakwah
M. Hidayatul Mursyidin S.Ag
PEDOMAN WAWANCARA UNTUK PERAWAT
Penelitian tentang: Peran Petugas Bimbingan Rohani Dalam Mengatasi Stres Perawat di RSI Sultan Agung Semarang 1. Sejak kapan anda mendapatkan bimbingan rohani oleh petugas bimbingan rohani? 2. Apa yang menjadi motivasi anda mengikuti bimbingan rohani? 3. Rutinkah anda mengikuti bimbingan rohani? 4. Seberapa dekatkah anda dengan petugas bimbingan rohani? 5. Media apa yang dipergunakan oleh petugas bimbingan rohani untuk membimbing perawat? 6. Bagaimana respon teman-teman perawat terhadap metode yang disampaikan oleh petugas bimbingan rohani? 7. Menurut anda, bagaimana kondisi religiusitas teman-teman perawat? 8. Bagaimana petugas bimbingan rohani dalam menyampaikan bimbingan? Apakah dengan menyampaikan materi-materi atau hanya bimbingan saja? 9. Apa yang anda rasakan setelah mendapatkan bimbingan rohani dari petugas bimbingan rohani yang ada di Rumah Sakit?
PEDOMAN WAWANCARA UNTUK PETUGAS BIMBINGAN ROHANI
Penelitian tentang: Peran Petugas Bimbingan Rohani Dalam Mengatasi Stres Perawat di RSI Sultan Agung Semarang 1. Bagaimana sejarah bimbingan rohani di RSI Sultan Agung Semarang? 2. Apa tujuan didirikannya bimbingan rohani? 3. Apa saja fasilitas penunjang petugas bimbingan rohani? 4. Bagaimana cara bimbingan rohani memberikan bimbingan kepada perawat? 5. Metode apa saja yang diterapkan dalam memberikan bimbingan rohani?