PERAN BIMBINGAN ROHANI ISLAM DALAM MENUMBUHKAN KESADARAN PASIEN RAWAT INAP AKAN HIKMAH SAKIT DI RSI KENDAL
SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Derajat Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I) Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam (BPI)
KHUSNUL FATIAH 1104043
FAKULTAS DAKWAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2009
NOTA PEMBIMBING Lamp : 5 (Lima) Eksemplar Hal : Persetujuan Naskah Skripsi Kepada Yth, Bapak Dekan Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang di Semarang
Assalamu’alaikum Wr. Wb. Setelah membaca, mengadakan koreksi, dan perbaikan sebagaimana semestinya, maka kami menyatakan bahwa skripsi saudari : Nama
: Khusnul Fatiah
NIM
: 1104043
Fakultas/Jurusan
: Dakwah / Bimbingan Konseling Islam (BPI)
Judul Skripsi
: PERAN BIMBINGAN ROHANI ISLAM DALAM MENUMBUHKAN KESADARAN PASIEN RAWAT INAP AKAN HIKMAH SAKIT DI RSI WELERI KENDAL
Dengan ini saya menyetujui dan memohon segera diujikan. Demikian atas perhatiannya diucapkan terima kasih. Wassalamu’alaikum Wr. Wb. Semarang, Desember 2009 Pembimbing, Bidang Metodologi dan Tata Tulis
Bidang Substansi Materi
Safrodin, M.Ag NIP. 150237108
Ali Murtadlo, M.Ag NIP. Tanggal : …………………
Tanggal : …………………
ii
SKRIPSI
PERAN BIMBINGAN ROHANI ISLAM DALAM MENUMBUHKAN KESADARAN PASIEN RAWAT INAP AKAN HIKMAH SAKIT DI RSI KENDAL
Disusun oleh KHUSNUL FATIAH 1104043
telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal
2009
dan dinyatakan telah lulus memenuhi syarat
Susunan Dewan Penguji Anggota Penguji
Ketua Dewan Penguji/ Dekan/Pembantu Dekan
Sekretaris Dewan Penguji/ Pembimbing
iii
MOTTO
ﺴﺮًا ْ ﺴ ِﺮ ُﻳ ْ ن َﻣ َﻊ ا ْﻟ ُﻌ ﴾ ِإ ﱠ5﴿ ﺴﺮًا ْ ﺴ ِﺮ ُﻳ ْ ن َﻣ َﻊ ا ْﻟ ُﻌ َﻓ ِﺈ ﱠ “Maka sesungguhnya dalam kesulitan itu ada kemudahan (5) dan sesungguhnya dalam kesulitan ada kemudahan”
iv
PERSEMBAHAN
Karya ini penulis persembahkan teruntuk : ♥ Ayahanda dan Ibunda, karya ini terangkai dari keringat, airmata dan do’amu berdua. Setiap keringat dan airmata yang keluar karenaku menjelma dalam setiap huruf; setiap do’a yang terpanjat menyatu menyampuli karya hidupku. ♥ Suamiku tercinta, Goncang Bagus Pamungkas yang penuh kesetiaan dan kesabaran dalam menemani dan membimbing penulis dalam penelitian. ♥ Buah hatiku tersayang, Rizki Bintang A dan Phirus Surya D; keikhlasan kalian dalam menanti kasih sayang utuh dari seorang ibu semoga lekas tercapai. ♥ Seluruh teman-teman, ragu kalian akanku telah menuntunku pada alur kehidupan yang lebih dewasa ♥ Fakultas (Dakwah)ku tercinta, semoga karya ini menjadi bukti cintaku kepadamu dan bukan menjadi lambang perpisahan engkau dan aku.
v
PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, dan di dalamnya tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi di lembaga pendidikan lainnya. Pengetahuan yang diperoleh dari hasil penerbitan maupun yang belum atau tidak diterbitkan, sumbernya dijelaskan di dalam tulisan dan daftar pustaka.
Semarang,
Desember 2009
Khusnul Fatiah
vi
KATA PENGANTAR اﻟﺮّﺣﻴﻢ اﻟﺮّﺣﻤﻦ اﷲ ﺑﺴﻢ Alhamdulillahirabbil’alamin penulis panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul PERAN BIMBINGAN ROHANI ISLAM DALAM MENUMBUHKAN KESADARAN PASIEN RAWAT INAP AKAN HIKMAH SAKIT DI RSI WELERI KENDAL, tanpa halangan yang berarti. Shalawat serta salam penulis limpahkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, beserta para keluarga dan sahabatnya : Proses penyusunan skripsi ini tidak lepas dari peran serta bantuan dari berbagai pihak. Oleh karenanya, pada kesempatan ini penulis hendak menghaturkan ungkapan terima kasih kepada : 1. Kedua orang tua penulis yang telah memberikan dan mencurahkan segala kemampuannya
untuk
memenuhi
keinginan
penulis
untuk
tetap
bersekolah. Tanpa mereka mungkin karya ini tidak akan pernah ada. 2. Prof. Dr. H. Abdul Jamil, M.A, selaku Rektor IAIN Walisongo Semarang 3. Drs. M. Zein Yusuf, M.M, selaku Dekan Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang 4. Bapak Ali Murtadlo, M.Pd selaku Pembimbing I dan Bapak Safrodin, M.Ag selaku Pembimbing II yang telah merelakan waktu, tenaga, dan pikirannya guna mendampingi dan menjadi teman diskusi penulis. 5. Para Dosen Pengajar, terima kasih atas seluruh ilmu yang telah penulis terima yang sangat membantu dalam proses penyusunan skripsi ini. 6. Ketua Perpustakaan Fakultas Dakwah dan Institut bersama staff, yang telah memberikan kemudahan kepada penulis untuk memanfaatkan fasilitas dalam proses penyusunan skripsi. 7. Teman-teman yang tak mungkin tersebut satu persatu, atas segala semangat dan hiburannya di saat aku lemah tak berdaya. 8. KSK WADAS Fakultas Dakwah yang telah menjadi keluarga besar kedua dariku.
vii
9. Seluruh temanku dan seluruh pihak yang tidak mungkin penulis sebut dan tulis satu persatu, terima kasih atas segala bantuan dan peran sertanya yang telah diberikan kepada penulis. Selain ungkapan terima kasih, penulis juga menghaturkan ribuan maaf apabila selama ini penulis telah memberikan keluh kesah dan segala permasalahan kepada seluruh pihak. Tiada yang dapat penulis berikan selain do’a semoga semua amal dan jasa baik dari semua pihak tersebut di atas dicatat oleh Allah SWT sebagai amal sholeh dan semoga mendapat pahala dan balasan yang setimpal serta berlipat ganda dariNya. Harapan penulis semoga skripsi yang sifatnya sederhana ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan segenap pembaca pada umumnya. Terlebih lagi semoga merupakan sumbangsih bagi almamater dengan penuh siraman rahmat dan ridlo Allah SWT. Amin.
Semarang, 20 Desember 2009
Khusnul Fatiah
viii
ABSTRAK
Penelitian yang telah dilaksanakan oleh Khusnul Fatiah (1104043) dilatarbelakangi oleh adanya kegiatan bimbingan rohani Islam kepada pasien rawat inap di RSI Kendal. Keberadaan bimbingan rohani Islam tersebut paling tidak memberikan peranan bagi pasien dalam menghadapi ujian sakit. Penelitian ini memusatkan pada perumusan masalah Bagaimana peranan bimbingan rohani Islam dalam menumbuhkan kesadaran pasien akan hikmah sakit pasien rawat inap di RSI Kendal dan bagaimana tinjauan bimbingan dan konseling Islam terhadap peran bimbingan rohani Islam dalam menumbuhkan kesadaran pasien akan hikmah sakit pasien rawat inap di RSI Kendal. Metode penelitian yang digunakan meliputi: 1) Jenis penelitian ini merupakan penelitian lapangan yang bersifat kualitatif; 2) sumber data primer dalam penelitian ini adalah pasien rawat inap RSI Kendal yang mendapatkan bimbingan rohani Islam minimal 2 kali atau minimal dirawat dalam tiga hari; 3) teknik pengumpulan data yang digunakan meliputi wawancara, dokumentasi, dan observasi; 4) teknik analisa yang digunakan adalah teknik analisa deskripsi kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwasanya bimbingan rohani Islam memiliki peran dalam menumbuhkan kesadaran pasien rawat inap akan hikmah sakit. Tumbuhnya kesadaran tersebut dapat terwujud dengan adanya bangunan aqidah melalui ajaran yang berkaitan dengan takdir dan janji Allah terhadap manusia yang sedang diberikan ujian; masalah syari’at yang berkenaan dengan syari’at shalat dan do’a; serta masalah akhlak yang merupakan aplikasi dari materi aqidah dan syari’at. Kesadaran awal melalui penanaman pemahaman yang kemudian berkembang pada tujuan tengah dengan timbulnya perilaku positif berupa pelaksanaan shalat dan do’a untuk mencapai ketenangan jiwa. Hasil akhir dari proses pemberian bimrohis tersebut adalah timbulnya kesadaran akan hikmah sakit dalam diri pasien. Jadi pada dasarnya, pemberian bimrohis adalah untuk menimbulkan perilaku positif dengan menumbuhkan ketenangan jiwa atau hati sebelumnya dan didasari dengan pemahaman terhadap aqidah sebagai materi awal. Ditinjau dari bimbingan rohani Islam, proses pemberian bimbingan rohani Islam di RSI Kendal memiliki kesesuaian dengan kaidah bimbingan rohani Islam karena memiliki dua tujuan utama yang vital yakni lingkup rohani dan perilaku fisik. Dalam lingkup rohani terwujudkan dengan adanya pemahaman terhadap ketetapan Allah tentang hakekat sakit bagi umat Islam serta proses memunculkan ketenangan jiwa atau hati. Sedangkan pada lingkup perilaku, terwujudkan pada pembiasaan pelaksanaan shalat dan do’a sebagai stimulus penyembuh sehingga akan terbentuk pembiasaan ibadah yang akan berakhir pada terbentuknya perilaku yang positif.
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................. HALAMAN NOTA PEMBIMBING ....................................................... HALAMAN PENGESAHAN................................................................... HALAMAN MOTTO ............................................................................... HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................... HALAMAN PERNYATAAN................................................................... KATA PENGANTAR............................................................................... ABSTRAK ................................................................................................. DAFTAR ISI..............................................................................................
BAB
I
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah .................................................... 1.2 Perumusan Masalah........................................................... 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian.......................................... 1.4 Tinjauan Pustaka................................................................ 1.5 Kerangka Teoritis .............................................................. 1.6 Metodologi Penelitian
BAB
II BIMBINGAN ROHANI ISLAM, PASIEN RAWAT INAP, DAN HIKMAH SAKIT 2.1 Bimbingan Rohani Islam ................................................... 2.1.1.Pengertian Bimbingan Rohani Islam........................ 2.1.2.Dasar Bimbingan Rohani Islam................................
x
2.1.3.Fungsi Bimbingan Rohani Islam .............................. 2.1.4.Tujuan Bimbingan Rohani Islam.............................. 2.1.5.Metode dan Materi Bimbingan Rohani Islam .......... 2.2.Pasien Rawat Inap ............................................................. 2.2.1.Pengertian ................................................................. 2.2.2.Karakteristik Pasien Rawat Inap............................... 2.3.Hikmah Sakit ..................................................................... 2.3.1.Pengertian Sakit ......................................................... 2.3.2.Penyebab-penyebab Sakit .......................................... 2.3.3.Faedah dan Hikmah Sakit .......................................... BAB
III DESKRIPSI BIMBINGAN ROHANI ISLAM UNTUK PASIEN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT ISLAM KENDAL 3.1. Gambaran Umum Profil Rumah Sakit Islam Weleri Kendal.............................................................................. 3.1.1. Sejarah Berdiri..................................................... 3.1.2. Sarana dan Fasilitas ............................................. 3.2. Bimbingan Kerohanian di RSI Kendal............................ 3.2.1. Deskripsi Unit Bimbingan Rohani Islam............. 3.2.2. Metode dan Materi Bimbingan Rohani Islam ..... 3.3. Pelaksanaan Bimbingan Rohani Islam terhadap Pasien ..
BAB
IV
PERANAN BIMBINGAN ROHANI ISLAM DALAM MENUMBUHKAN KESADARAN PASIEN RAWAT
xi
INAP RUMAH SAKIT ISLAM KENDAL AKAN HIKMAH SAKIT ................................................................ 4.1.
Peran
Bimbingan
Rohani
Islam
dalam
Menumbuhkan Kesadaran Pasien akan Hikmah Sakit ........................................................................... 4.2.
Tinjauan Bimbingan Konseling Islam terhadap Peranan Bimbingan Rohani Islam di Rumah Sakit Islam Kendal..............................................................
BAB
V PENUTUP 5.1 Kesimpulan....................................................................... 5.2 Saran-saran ....................................................................... 5.3 Penutup .............................................................................
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BIODATA PENULIS
xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Secara logis anak memiliki dua nilai fungsi, yakni fungsi sebagai amanah dari Allah SWT dan fungsi sebagai generasi penerus kehidupan di masa depan. Untuk memenuhi harapan dua fungsi tersebut, sudah selayaknya orang tua dapat memainkan peranan penting dalam proses pendidikan dan pengembangan anak. Proses tersebut dapat diselenggarakan secara langsung oleh orang tua dalam lingkungan keluarga maupun melalui bantuan jasa orang lain dalam lingkup pendidikan sekolah. Keluarga merupakan sarana pendidikan awal dan terpenting dalam perkembangan anak. Disebut sebagai pendidikan awal karena sebelum anak mengenal dunia luar, anak terlebih dahulu mendapat pendidikan dari lingkup keluarga. Sedangkan disebut sebagai pendidikan pendidikan terpenting karena peluang anak untuk belajar dan memahami sesuatu ilmu dalam lingkup keluarga lebih besar keberhasilannya karena hal-hal sebagai berikut: 1.
Lebih banyak waktu untuk berkumpul dengan keluarga daripada waktu normal sekolah.
2.
Anak memiliki ketergantungan yang kuat terhadap keluarga, baik dalam lingkup ekonomi, kenyamanan, kasih sayang, maupun keamanan. Dengan adanya dua hal tersebut, idealnya keluarga dapat menjadi
“sekolah utama” bagi anak untuk memperdalam dan memperluas wawasan
keilmuan yang telah diperoleh di sekolah. Terlebih lagi dengan adanya ketergantungan kepada orang tua akan semakin membantu memudahkan orang tua untuk mengarahkan anak dalam proses belajar. Akan tetapi tidak selamanya dan tidak semua keluarga dapat memainkan peranan mereka dalam upaya mengembangkan kemampuan sumber daya manusia yang ada dalam diri anak. Kesibukan orang tua dalam kegiatan ekonomi tidak jarang menjadikan anak merasa kurang mendapat perhatian kasih saying dari orang tua mereka. Memang terkadang orang tua yang memiliki tingkat kesibukan yang tinggi memilih untuk menitipkan anak mereka kepada orang atau lembaga yang menerima penitipan anak secara temporer. Namun itu sebenarnya bukanlah solusi tepat, bahkan sebaliknya dapat menjadi bumerang bagi orang tua apabila kemudian hal itu malah mampu menggantikan peran orang tua sehingga anak akan menjadi lebih jauh dari orang tuanya. Selain permasalahan tersebut di atas, terdapat permasalahan lain yang dapat mengganggu perkembangan anak yakni permasalahan kekerasan dalam rumah tangga. Maksud dari kekerasan dalam rumah tangga adalah perilaku kasar yang dilakukan dalam lingkup anggota keluarga. Pada dasarnya, permasalahan dalam keluarga merupakan hal yang wajar terjadi, permasalahan tersebut akan menimbulkan konflik keluarga yang berkepanjangan dan membebani, maka kebahagiaan dalam keluarga tersebut akan berkurang atau bahkan lama-lama menghilang entah kemana. (Pujihastuti, 2006: 19).
Kekerasan dalam rumah tangga dapat berbentuk perilaku kasar, seperti menampar, memukul, maupun menendang dan dapat pula berbentuk ucapanucapan kasar seperti menghardik, mencaci, dan memaki. Umumnya, korban dalam kekerasan rumah tangga adalah siapa pun yang dikuasai oleh pemilik otoritas, bisa suami oleh istrinya, bisa istri oleh suaminya, bisa anak oleh orang tuanya, bisa para pembantu rumah tangga yang “dimilki” oleh majikannya. Ini semua terjadi dalam rumah tangga, dan jika tanpa kesempatan bebas, akhirnya membuat korban, kaum tertindas menumpuk perasaan benci dan bersikap bermusuhan, tetapi adakalanya mereka mengganti dengan perasaan bangga, kebanggaan semua yang irasional (Tungka, 2007: 07). Terkait dengan kekerasan dalam rumah tangga, terdapat dampakdampak yang dapat merugikan pihak-pihak dalam keluarga, mulai dari dampak secara psikologi, dampak fisik, hingga dampak terhadap status perkawinan. Dampak psikologis dapat berupa timbulnya trauma – dari level ringan hingga level berat – pada diri anggota keluarga yang menjadi korban, baik korban dalam yang menjadi obyek sasaran kekerasan maupun obyek yang menyaksikan kekerasan tersebut. Dampak fisik dapat berupa luka fisik yang dialami oleh obyek korban kekerasan. Sedangkan dampak status perkawinan dapat berupa terganggu hingga putusnya hubungan perkawinan antara suami dan istri. Korban dari kekerasan dalam rumah tangga yang paling rawan adalah anak-anak. Dikatakan rawan karena kondisi psikologis anak-anak sangat berbeda dengan kondisi psikologi orang tua dalam menerima perlakuan yang
tidak semestinya. Hal ini disebabkan karena pada masa anak-anak merupakan fase perkembangan awal psikologi mereka. Jadi apabila terjadi sesuatu hal yang mengganggu psikologi anak-anak, maka mereka akan mengalami ketergangguan psikologinya. Terlebih lagi manakala sumber penyebab gangguan tersebut adalah orang tua mereka sendiri. Trauma yang mereka rasakan akan lebih besar karena adanya pertentangan terkait dengan peran orang tua sebagai sumber pelindung dan teladan anak-anak. Fenomena yang telah dijelaskan di atas, dalam konteks Islam dapat disebut dengan obyek permasalahan dakwah. Disebut demikian karena adanya permasalahan yang dapat menimbulkan peluang seseorang ke arah kerusakan (munkar). Timbulnya peluang kerusakan tersebutlah yang menjadi obyek sasaran dakwah karena dakwah sendiri pada dasarnya adalah suatu kegiatan ajakan baik dalam bentuk lisan, tulisan, tingkah laku dan sebagainya yang dilakukan secara individu maupun kelompok supaya timbul dalam dirinya suatu pengertian, kesadaran dan sikap penghayatan serta pengalaman terhadap ajaran agama sebagai message yang disampaikan kepadanya dengan tanpa ada unsur-unsur paksaan (Arifin, 1996: 6). Bentuk dari kegiatan dakwah untuk menghadapi permasalahan ketergangguan psikologi pada anak (sebagaimana obyek kajian dalam penelitian ini) dapat diwujudkan melalui kegiatan bimbingan dan konseling. Secara sederhana, jika disandarkan pada pengertian konseling, tujuan konseling menurut Rogers dapat dilihat dari pengertian konseling yang ia kemukakan, sebagaimana dikutip dalam Latipun (2003: 5), yakni “the process
by which structure of the self is relaxed in the safety of relationship with the therapist, and previously denied experiences are perceived and then integrated in to an altered self” (Proses hubungan yang aman antara therapis dan diri klien yang penuh dengan pengalaman-pengalaman dan kemudian menyatu membentuk perubahan diri klien). Bimbingan dan konseling yang dimaksud dalam konteks dakwah tersebut tidak lain adalah bimbingan dan konseling Islam yang menjadikan nilai-nilai ajaran agama Islam sebagai sumber dasar pedoman dalam memberikan bimbingan dan konseling sehingga klien dapat menanggulangi problematika hidup dengan baik dan benar secara mandiri yang berpandangan pada Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah SAW (lihat dalam (Adz-Dzaki, 2002: 89 dan Hallen, 2002: 17). Secara lebih rinci, Musnamar (1992:34) menyebutkan bahwa fungsi bimbingan konseling terdiri dari fungsi preventif, fungsi kuratif, fungsi preservatif, dan fungsi developmental. Fungsi preventif dapat diartikan sebagai upaya membantu individu menjaga atau mencegah timbulnya masalah bagi dirinya sendiri. Fungsi kuratif diartikan sebagai membantu individu dalam memecahkan masalah yang sedang dihadapinya. Fungsi preservatif diartikan sebagai upaya membantu individu menjaga kondisi yang semula tidak baik menjadi baik dan kebaikan itu bertahan lama. Fungsi developmental diartikan sebagai upaya untuk membantu individu memelihara dan mengembangkan situasi dan kondisi yang telah baik agar tetap baik atau menjadi lebih baik, sehingga tidak memungkinkannya menjadi sebab munculnya permasalahan baginya.
Terkait dengan permasalahan anak sebagai korban kekerasan dalam rumah tangga dan keberadaan bimbingan dan konseling Islam, Lembaga Rehabilitasi Mental Yayasan Jawor menjadi salah satu lembaga yang memberikan perhatian terhadap permasalahan tersebut. Problem gangguan kejiwaan yang ditangani di Lembaga Rehabilitasi Mental Yayasan Jawor Semarang dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yang meliputi : Psikologis organik adalah gangguan kejiwaan yang disebabkan oleh faktor kerusakan saraf otak karena cacat bawaan atau kecelakaan, psikologis non-organik merupakan gangguan kejiwaan yang tidak disebabkan oleh kerusakan saraf otak melainkan oleh persoalan lain yang murni problem psikologis, dan generalis merupakan gabungan antara psikologis organik dan psikologis nonorganik. Penerapan Bimbingan Konseling Islam di Lembaga Rehabilitasi Mental Yayasan Jawor sebagai bantuan psikologis memiliki keunikan tersendiri. Pada umumnya bantuan psikologis yang diberikan kepada klien berupa spesifik-non-generalis, yaitu permasalahan klien adalah berbeda antara satu dengan lainnya sehingga sifat treatmennya khusus, dan tidak sama antara klien satu dengan lainnya. Namun tidak demikian halnya dengan yang ada di Lembaga Rehabilitasi Mental Yayasan Jawor. Sifat bantuan psikologis bimbingan konseling Islam di lembaga rehabilitasi mental Yayasan Jawor Semarang adalah generalis non-spesifik, yakni anggapan bahwa seluruh klien berada dalam permasalahan yang sama dan dapat ditangani secara bersamasama.
Perbedaan teknik bimbingan dan konseling yang diterapkan di Lembaga Rehabilitasi Mental Yayasan Jawor tersebut merupakan suatu daya tarik dalam ruang penelitian, terkait dengan proses bimbingan dan konseling untuk kesehatan mental. Disebut menarik karena perbedaan karakter anak dan kedalaman permasalahan kesehatan mental anak tidak menjadi fokus dalam pemberian bimbingan dan konseling yang berimbas pada perbedaan teknik bimbingan. Oleh sebab itu, perlu dilakukan sebuah kajian yang mendalam terkait dengan proses bimbingan dan konseling yang dilaksanakan di Lembaga Rehabilitasi Mental Yayasan Jawor. Berdasarkan penjelasan di atas, maka penulis bermaksud untuk melakukan penelitian yang berhubungan dengan bimbingan dan konseling di Lembaga Rehabilitasi Mental Yayasan Jawor. Hasil penelitian tersebut akan penulis paparkan dalam bentuk skripsi dengan judul “Tinjauan Bimbingan Konseling Islam terhadap Kekerasan Dalam Rumah Tangga terhadap Kesehatan Mental Anak (Studi Lapangan di Lembaga Rehabilitasi Yayasan Jawor Kota Semarang)”
B. Rumusan Masalah Berdasarkan pada latar belakang di atas, maka dalam penelitian ini akan dipusatkan pada masalah yang berkaitan dengan pelaksanaan bimbingan
dan konseling bagi anak korban kekerasan rumah tangga di Lembaga Rehabilitasi Yayasan Jawor Kota Semarang. Secara lebih detail, masalah tersebut penulis rumuskan dalam rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana dampak kekerasan dalam rumah tangga terhadap kesehatan mental anak? 2. Bagaimana pelaksanaan bimbingan dan konseling di Lembaga Rehabilitasi Yayasan Jawor terhadap anak korban kekerasan dalam rumah tangga kaitannya dengan kesehatan mental anak? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan dari penelitian ini tidak lain adalah untuk mencari jawaban atas permasalahan yang diajukan, yakni: 1. Untuk mengetahui dampak kekerasan dalam rumah tangga terhadap kesehatan mental anak 2. Untuk mengetahui pelaksanaan bimbingan dan konseling di Lembaga Rehabilitasi Yayasan Jawor terhadap anak korban kekerasan dalam rumah tangga kaitannya dengan kesehatan mental anak.
Sedangkan manfaat penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut: 1. Manfaat teoretis
Secara teoretis, penelitian ini bermanfaat untuk menambah khasanah keilmuan yang berhubungan dengan bimbingan dan konseling Islam, khususnya terkait dengan teori bimbingan konseling Islam terhadap anak korban kekerasan dalam rumah tangga kaitannya dengan kesehatan mental. 2. Manfaat praktis Manfaat praktis penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut: 1) Sebagai media penerapan keilmuan dari teori ke praktek yang selama ini diperoleh penulis di institusi tempat penulis belajar, khususnya dalam teori Bimbingan dan Konseling Islam yang berkaitan dengan bimbingan terhadap kesehatan mental anak. 2) Sebagai tolok ukur kemampuan praktikum penulis, khususnya terkait dengan praktek penelitian lapangan. 3) Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu pedoman dalam praktek bimbingan dan konseling Islam khususnya dalam bimbingan dan konseling Islam terhadap kesehatan mental anak yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga. D. Telaah Pustaka Untuk menghindari adanya asumsi plagiatisasi, maka berikut ini akan penulis paparkan beberapa pustaka yang berhubungan dengan penelitian yang akan penulis laksanakan. 1. “Dimensi Agama dalam Konseling untuk Isteri Korban Kekerasan oleh Suami (Studi Kasus di LRC-KJHAM)” ditulis oleh Mahmudah tahun 2006.
Peneliti mengkaji pentingnya dimensi agama dalam proses konseling bagi istri korban kekerasan yang dilakukan oleh LRC-KJHAM di Semarang. 2. Penelitian juga dilakukan oleh Rudy Haryadi yang berjudul “Kekerasan terhadap Isteri dan Implikasinya terhadap Perceraian (Studi Kasus Kekerasan terhadap Isteri yang Ditangani RIFKA An-Nisa (1998-1999)”. Penelitian tersebut mengkaji tentang latar belakang isteri yang mengajukan perceraian
terhadap
suami,
dan
mengkaji
kasus
isteri
yang
mempertahankan perkawinan meskipun kekerasan sering dialami isteri. 3. “Pembinaan Mental terhadap Korban Kekerasan di LRC-KJHAM Semarang (Tinjauan Konseling Islam)”, ditulis oleh Muhyari, tahun 2007. Penelitian tersebut mengkaji kasus-kasus kekerasan yang dialami oleh kaum perempuan korban kekerasan serta bagaimana pembinaan mental bagi perempuan korban kekerasan yang dilakukan LRC-KJHAM di Semarang dan bagaimana tinjauan konseling Islam. Berdasarkan paparan pustaka di atas, sepanjang penelusuran penulis, dapat diketahui bahwa belum ada penelitian yang memusatkan kajian pada tinjauan bimbingan dan konseling Islam terhadap kesehatan anak sebagai korban kekerasan dalam rumah tangga. Oleh sebab itu, penulis tetap berkeyakinan untuk mengadakan penelitian ini.
E. Metodologi Penelitian
Untuk memudahkan proses pelaksanaan penelitian, maka penulis memilih dan menerapkan metode penelitian lapangan yang bersifat kualitatif yang meliputi : 1. Spesifikasi Penelitian Penelitian yang akan dilaksanakan ini adalah penelitian lapangan yang berbasis pada jenis penelitian lapangan kualitatif. Disebut sebagai penelitian lapangan karena data yang dikumpulkan berasal dari lapangan (hasil wawancara, dokumentasi, maupun observasi) dan bukan berasal dari literatur kepustakaan. Sedangkan maksud dari dasar kualitatif adalah bahwa penelitian ini menggunakan azas-azas penelitian kualitatif di mana tidak dipergunakan kaidah-kaidah statistik yang merupakan dasar dari penelitian kuantitatif. Pendekatan
yang
digunakan
dalam
penelitian
ini
adalah
pendekatan bimbingan dan konseling Islam. Maksudnya adalah dalam melakukan analisa terhadap permasalahan yang menjadi objek penelitian didasarkan atau diperbandingkan dengan teori-teori maupun sudut pandang keilmuan bimbingan dan konseling Islam. 2. Sumber dan Jenis Data a. Data Data penelitian ini dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu :
1) Data Primer
Data primer adalah jenis data yang diperoleh langsung dari obyek penelitian sebagai bahan informasi yang dicari (Azwar, 1998: 91). Data primer dalam penelitian ini adalah seluruh data yang berhubungan dengan proses pemberian bimbingan dan konseling bagi anak korban kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan di Lembaga Rehabilitasi Mental Yayasan Jawor. Sumber data primer untuk data primer ini adalah konselor dan anak-anak yang menjadi klien. Pada sumber data konselor, informasi yang dibutuhkan berkaitan dengan proses pemberian bimbingan dan konseling yang meliputi materi dan metode. Sedangkan pada sumber data anak-anak yang menjadi klien, informasi yang akan dicari berkaitan dengan pandangan mereka terhadap proses pemberian bimbingan dan konseling tersebut. Selain itu, dijadikannya anak-anak yang menjadi klien sebagai sumber data juga berfungsi sebagai penyeimbang informasi terkait dengan proses pemberian bimbingan dan konseling kepada anakanak korban kekerasan dalam rumah tangga kaitannya dengan kesehatan mental mereka. 2) Data Sekunder Data sekunder adalah jenis data yang mendukung data primer dan dapat diperoleh di luar obyek penelitian (Hadi, 1993: 11). Data sekunder dalam penelitian ini adalah meliputi data-data yang berhubungan dengan teori bimbingan dan konseling Islam
serta kesehatan mental. Sumber data sekunder berupa buku maupun dokumentasi lain yang berhubungan dan dapat menunjang kebutuhan informasi tentang obyek penelitian. 3. Pengumpulan Data Proses pengumpulan data penelitian juga dipengaruhi dari jenis sumber data. Dikarenakan jenis sumber data dalam penelitian ini adalah orang (person) dan kertas atau tulisan (paper) maka untuk memperoleh dan mengumpulkan data digunakan teknik-teknik sebagai berikut : 1. Wawancara. adalah suatu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan melakukan percakapan dengan sumber informasi secara langsung (tatap muka) dengan tujuan untuk memperoleh keterangan dari seseorang yang relevan dengan yang dibutuhkan dalam penelitian ini (Koentjoroningrat, 1981: 162). Obyek dan tujuan dari wawancara dalam penelitian ini adalah: a. Pengurus Lembaga Rehabilitasi Mental Yayasan Jawor. b. Konselor dengan target data yang berhubungan dengan proses pemberian bimbingan dan konseling. c. Anak-anak yang menjadi klien atau pihak keluarga yang mewakilinya. 2. Observasi, adalah metode yang digunakan melalui pengamatan yang meliputi kegiatan pemusatan perhatian terhadap suatu obyek dengan menggunakan keseluruhan alat indera. (Suharsimi, 1998: 149). Data yang dihimpun dengan teknik ini adalah situasi umum Lembaga
Rehabilitasi Mental Yayasan Jawor yang meliputi kegiatan pemberian bimbingan dan konseling. Dalam hal ini peneliti berkedudukan sebagai non partisipan observer, yakni peneliti tidak turut aktif setiap hari berada lingkungan komunitas Lembaga Rehabilitasi Mental Yayasan Jawor, namun hanya pada waktu penelitian. 3. Dokumentasi. adalah teknik pengumpulan data berupa sumber data tertulis (yang berbentuk tulisan). Sumber data tertulis dapat dibedakan menjadi : dokumen resmi, buku, majalah, arsip, ataupun dokumen pribadi dan juga foto (Sudarto, 2002: 71). Hasil dari metode dokumentasi di atas akan dipergunakan peneliti untuk membahas pada bab II dan III, yaitu tentang gambaran umum pemberian bimbingan dan konseling kepada anak korban kekerasan dalam rumah tangga di Lembaga Rehabilitasi Mental Yayasan Jawor. 4. Analisa Data Proses analisa data merupakan suatu proses penelaahan data secara mendalam. Menurut Lexy J. Moleong proses analisa dapat dilakukan pada saat yang bersamaan dengan pelaksanaan pengumpulan data meskipun pada umumnya dilakukan setelah data terkumpul (Moleong, 2002: 103). Guna memperoleh gambaran yang jelas dalam memberikan, menyajikan, dan menyimpulkan data, maka dalam penelitian ini penulis menggunakan metode analisa deskriptif kualitatif, yakni suatu analisa penelitian yang dimaksudkan untuk mendeskripsikan suatu situasi tertentu yang bersifat faktual secara sistematis dan akurat (Danim, 2002: 41). Penggunaan
metode ini memfokuskan penulis pada adanya usaha untuk menganalisa seluruh data (sesuai dengan pedoman rumusan masalah) sebagai satu kesatuan dan tidak dianalisa secara terpisah. F. Sistematika Penulisan Hasil penelitian ini akan penulis sajikan dalam bentuk laporan skripsi yang berisikan tiga bagian yang dapat dijelaskan sebagai berikut: Bagian awal yang isinya meliputi halaman cover, halaman persetujuan pembimbing, halaman pengesahan, halaman motto, halaman persembahan, halaman deklarasi, halaman kata pengantar, halaman abstrak, halaman daftar isi. Bagian isi yang merupakan bagian utama laporan penelitian yang isinya meliputi: Bab I
: Pendahuluan yang isinya meliputi: latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, telaah pustaka, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II
: Tinjauan Umum Kesehatan Mental, Kekerasan Dalam Rumah Tangga, dan Bimbingan Konseling Islam. Sub bab kesehatan mental meliputi pengertian kesehatan mental, ciri-ciri kesehatan mental, hubungan kesehatan mental dengan perilaku. Sub bab Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang meliputi pengertian, ruang lingkup kekerasan dalam rumah tangga, dan dampak-dampak kekerasan dalam rumah tangga.
Bab III : Gambaran Umum Bimbingan dan Konseling Yayasan Jawor terhadap Anak Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Bab ini terdiri dari dua sub bab yakni: pertama, sub bab tentang Profil Yayasan Jawor yang isinya meliputi sejarah dan perkembangan Yayasan Jawor, Visi dan Misi Yayasan Jawor, dan Struktur Organisasi Yayasan Jawor. Sedangkan sub bab kedua adalah Bimbingan dan Konseling Yayasan Jawor terhadap Anak Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang isinya meliputi: profil konselor, materi bimbingan dan konseling, metode bimbingan dan konseling, dan proses bimbingan dan konseling Yayasan Jawor terhadap anak korban kekerasan dalam rumah tangga. Bab IV : Tinjauan Bimbingan dan Konseling Islam terhadap Bimbingan dan Konseling Yayasan Jawor kepada Anak Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga kaitannya dengan Kesehatan Mental. Bab ini terdiri dari dua sub bab yakni: Analisis terhadap bimbingan dan konseling Yayasan Jawor terhadap anak korban kekerasan dalam rumah tangga kaitannya dengan kesehatan mental anak dan Analisis tinjauan Bimbingan dan Konseling Islam terhadap bimbingan dan konseling di Yayasan Jawor terhadap mental anak korban kekerasan dalam rumah tangga. Bab V
: Penutup yang isinya adalah Kesimpulan, Saran-saran, dan Penutup. Bagian akhir yang isinya adalah daftar pustaka, lampiran, dan biodata
penulis.
DAFTAR PUSTAKA
Adz, Dzaky, Hamdani Bakran, 1992, Konseling dan Psikoterapi Islam, Jakarta : Pustaka Fajar Baru. Arifin, M, 1996, Psikologi Dakwah (Suatu Pengantar Studi), Surabaya : AlIkhlas. Arikunto, Suharsimi, 1998, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: PT. Rineka Cipta. Azwar, Saifudin, 1998, Metodologi Penelitian, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Danim, Sudarwan, Menjadi Peneliti Kualitatif, Bandung : CV Pustaka Setia, 2002. Hadi, Sutrisno, 1993, Metodologi Research, Jilid I, Cet. XXIV, Yogyakarta : Andi Offset. Hallen, A, 2002, Bimbingan dan Konseling, Jakarta : Ciputat Pers. Koentjoroningrat, 1981, Metode Penelitian Masyarakat, Jakarta : Gramedia. Latipun, 2003, Psikologi Konseling, Malang: UMM Press. Moleong, Lexy J., 2002, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : Remaja Rosdakarya. Musnamar, Tohari, 1992, Dasar-dasar Konseling Islam, Yogyakarta : UII Press. Pujihastuti, Alifah, 2006, Karena Istri Ingin Dimengerti, Sukoharjo: Samudra. Sudarto, 2002, Metodologi Penelitian Filsafat, Jakarta : Raja Grafindo Persada. Tungka, Meyske S, dkk.2007, Cita Kok Gitu….Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Salatiga : Batara Offset.
BAB II BIMBINGAN ROHANI ISLAM, PASIEN RAWAT INAP, DAN HIKMAH SAKIT
2.1 Bimbingan Rohani Islam 2.1.1 Pengertian Bimbingan Rohani Islam Secara etimologi, yang disebut dengan bimbingan adalah petunjuk (penjelasan) cara mengerjakan sesuatu (Depdikbud, 1991: 133), artinya menunjukkan, memberi jalan atau menuntun orang lain ke arah tujuan yang bermanfaat. Sedangkan Winkel (1991: 17) mengatakan bahwa bimbingan adalah cara pemberian pertolongan atau bantuan kepada individu dalam membuat pilihan-pilihan secara bijak dan dalam penyesuaian diri terhadap tuntutan-tuntutan hidup melalui pengembangan kemampuan diri. Hal ini juga diungkapkan oleh Priyatno dan Anti (1994: 99), definisinya adalah : Proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada seseorang atau beberapa orang individu, baik anak-anak, remaja, maupun dewasa; agar orang yang dibimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan mandiri; dengan memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang ada dan dapat dikembangkan; berdasarkan norma-norma yang berlaku. Pemberian
bimbingan,
berarti
tidak
menentukan
atau
mengharuskan, melainkan sekedar membantu individu. Individu dibantu,
18
dibimbing, agar mampu hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah SWT. Adapun yang dimaksud dengan selaras adalah : a. Hidup selaras dengan ketentuan Allah artinya sesuai dengan pedoman yang ditentukan Allah, sesuai dengan Sunnatullah, dan sesuai dengan hakekatnya sebagai makhluk Allah. b. Hidup selaras dengan petunjuk Allah artinya sesuai dengan pedoman yang ditentukan Allah melalui Rasul-Nya. c. Hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah berarti menyadari eksistensi diri sebagai makhluk Allah yang diciptakan Allah untuk mengabdi kepada-Nya; mengabdi dalam arti seluasluasnnya (Musnamar, 1992: 5). Bimbingan rohani Islam (Islami) sebagaimana dikemukakan oleh Musnamar (1992: 5) adalah proses pemberian bantuan terhadap individu agar mampu hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah, sehingga dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Dalam pengertian lain, bimbingan rohani Islam bagi pasien merupakan pelayanan yang memberikan santunan rohani kepada pasien dan keluarganya dalam bentuk pemberian motivasi agar tabah dan sabar dalam menghadapi cobaan, dengan memberikan tuntunan do’a, cara bersuci, shalat dan amalan ibadah lainnya yang dilakukan dalam keadaan sakit (Bina Rohani, 1998: 6).
19
Adz-Dzaky (2001: 185) mengatakan bahwa sumber bimbingan, nasihat dan obat untuk menanggulangi permasalahan-permasalahan adalah al-Qur’an. Sebagaimana firman Allah SWT :
ﺼﺪُﻭ ِﺭ ﺎ ﻓِﻲ ﺍﻟﻭ ِﺷﻔﹶﺎ ٌﺀ ِﻟﻤ ﻢ ﺑ ﹸﻜﺭ ﻦ ﻮ ِﻋ ﹶﻈ ﹲﺔ ِﻣ ﻣ ﻢ ﺗ ﹸﻜﺎ َﺀﺪ ﺟ ﺱ ﹶﻗ ُ ﺎﺎ ﺍﻟﻨﻳﻬﺎﹶﺃﻳ ﲔ ﺆ ِﻣِﻨ ُﻤ ﹲﺔ ِﻟ ﹾﻠﻤ ﺣ ﺭ ﻭ ﻯﻭ ُﻫﺪ Artinya: “Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orangorang yang beriman”.(Q.S. Yunus, 10: 57). Dengan demikian pengertian bimbingan rohani Islam, adalah memberikan nasihat atau menuntun seseorang yang membutuhkan bimbingan ke arah yang bermanfaat bagi dirinya maupun bagi masyarakat sehingga seseorang bisa merasakan manfaat bimbingan yang diberikan
kepadanya,
yaitu
ketenangan,
ketentraman
hati
dan
bertambahnya keimanan seseorang. 2.1.2 Dasar Bimbingan Rohani Islam Setiap aktivitas yang dilakukan oleh manusia tentu memerlukan dasar (landasan), demikian pula dalam bimbingan rohani Islam. Landasan (fondasi atau dasar pijak utama bimbingan rohani Islam Islam) adalah al-Qur’an dan Sunnah Rasul, sebab keduanya merupakan sumber dari segala sumber pedomam kehidupan umat Islam. Al-Qur’an dan Sunnah Rasul dapatlah diistilahkan sebagai landasan ideal dan konseptual bimbingan rohani Islam. Dari al-Qur’an
20
dan Sunnah Rasul itulah gagasan, tujuan dan konsep (pengertian, makna hakiki) bimbingan rohani Islam tersebut bersumber (Musnamar, 1992: 6). Jika al-Qur’an dan Sunnah Rasul merupakan landasan utama yang dilihat dari sudut asal-usulnya, merupakan landasan “naqliyah”, maka landasan lain yang dipergunakan oleh bimbingan rohani Islam yang sifatnya “aqliyah” adalah pertama falsafah; (falsafah tentang dunia manusia, falsafah tentang dunia kehidupan, falsafah tentang masyarakat dan hidup bermasyarakat) dan kedua Ilmu, ilmu yang menjadi landasan gerak operasional bimbingan rohani Islam antara lain: ilmu jiwa (psikologi), ilmu hukum (syari’ah) (Musnamar, 1992: 6). Di bawah ini akan penulis cantumkan landasan
(dasar)
bimbingan rohani Islam baik dari al-Qur’an maupun Hadits : Firman Allah dalam surat Ali ‘Imran ayat 104
ﻋ ِﻦ ﻮ ﹶﻥ ﻬ ﻨﻳﻭ ﻑ ِ ﻌﺮُﻭ ﻤ ﻳ ﹾﺄ ُﻣﺮُﻭ ﹶﻥ ﺑِﺎﹾﻟﻭ ﻴ ِﺮﺨ ﺪﻋُﻮ ﹶﻥ ِﺇﻟﹶﻰ ﺍﹾﻟ ﻳ ﻣ ﹲﺔ ﻢ ﹸﺃ ﻨ ﹸﻜﻦ ِﻣ ﺘ ﹸﻜﻭﹾﻟ ﻚ ُﻫ ُﻢ ﺍﹾﻟ ُﻤ ﹾﻔِﻠﺤُﻮ ﹶﻥ ﻭﺃﹸﻭﹶﻟِﺌ ﻨ ﹶﻜ ِﺮُﺍﹾﻟﻤ Artinya : “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar; merekalah orang-orang yang beruntung”. (Q.S. Ali Imran, 3: 104).
21
Firman Allah dalam surat Yunus ayat 57 :
ﻯﻭ ُﻫﺪ ﺼﺪُﻭ ِﺭ ﻤﺎ ﻓِﻲ ﺍﻟ ﻭ ِﺷﻔﹶﺎ ٌﺀ ِﻟ ﻢ ﺑ ﹸﻜﺭ ﻦ ﻮ ِﻋ ﹶﻈ ﹲﺔ ِﻣ ﻣ ﻢ ﺗ ﹸﻜﺎ َﺀﺪ ﺟ ﺱ ﹶﻗ ُ ﺎﺎ ﺍﻟﻨﻳﻬﺎﹶﺃﻳ ﲔ ﺆ ِﻣِﻨ ُﻤ ﹲﺔ ِﻟ ﹾﻠﻤ ﺣ ﺭ ﻭ Artinya : “Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakitpenyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman”. (Q.S. Yunus, 10: 57). Firman Allah dalam surat An Nahl ayat 125 :
ﻲ ﻢ ﺑِﺎﱠﻟﺘِﻲ ِﻫ ﺎ ِﺩﹾﻟ ُﻬﻭﺟ ﻨ ِﺔﺴ ﺤ ﻮ ِﻋ ﹶﻈ ِﺔ ﺍﹾﻟ ﻤ ﺍﹾﻟﻤ ِﺔ ﻭ ﺤ ﹾﻜ ِ ﻚ ﺑِﺎﹾﻟ ﺑﺭ ﺳﺒِﻴ ِﻞ ﻉ ِﺇﻟﹶﻰ ُ ﺩ ﺍ ﻦ ﺘﺪِﻳﻬ ﻋﹶﻠﻢُ ﺑِﺎﹾﻟ ُﻤ ﻮ ﹶﺃ ُﻭﻫ ﺳﺒِﻴِﻠ ِﻪ ﻦ ﻋ ﺿﻞﱠ ﻦ ﻤ ﻋﹶﻠﻢُ ِﺑ ﻮ ﹶﺃ ُﻚ ﻫ ﺑﺭ ﺴﻦُ ِﺇﻥﱠ ﺣ ﹶﺃ ِArtinya : “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalanNya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”. (Q.S. An-Nahl, 16: 125). Hadits Nabi SAW :
…ﺗﺮﻛﺖ ﻓﻴﻜﻢ ﻣﺎﻟﻦ ﺗﻀﻠﻮﺍﺑﻌﺪﻩ ﺍﻧﻌﺘﺼﻤﺘﻢ ﺑﻪ ﻛﺘﺎﺏ ﺍﷲ ﻭﺳﻨﺔ ﺭﺳﻮﻟﻪ ()ﺭﻭﺍﻩ ﺍﺑﻦ ﻣﺎ ﺟﻪ Artinya : “Aku tinggalkan sesuatu bagi kalian semua yang jika kalian selalu berpegang teguh kepadanya niscaya selama-lamanya tidak akan pernah salah langkah dan tersesat jalan; sesuatu itu yakni Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya” (H.R. Ibnu Majah).
22
Hadits Nabi SAW :
: ﻗﺎﻝ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﷲ ﺻﻠﻲ ﺍﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ: ﻋﻦ ﺍﺑﻦ ﻋﻤﺮﺭﺽ ﺍﷲ ﻋﻨﻪ ﻗﺎﻝ (ﺭﻭﻩ ﺍﲪﺪ ﻭﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻱ ﻭﺍﻟﺘﺮﻣﺬﻱ...........)ﺑﻠﻐﻮﺍﻋﲏ ﻭﻟﻮﺍﻳﺔ Artinya: “Dari Umar ra. berkata: Rasulullah SAW. bersabda: Sampaikanlah dari padaku meskipun hanya satu ayat” (H.R. Ahmad, Bukhari dan Tirmidzi). Dari ayat dan hadits di atas, diketahui bahwa bimbingan rohani Islam perlu dilakukan terhadap orang lain, juga harus dilakukan pada diri sendiri. Selain itu ayat di atas juga memberikan petunjuk bahwa bimbingan rohani Islam ditujukan terutama pada kesehatan jiwa, karena ini merupakan pedoman yang diberikan oleh Allah SWT. kepada manusia untuk mencapai suatu kebahagiaan dan ketenangan batin. 2.1.3 Fungsi Bimbingan Rohani Islam Bimbingan rohani Islam sebagaimana yang telah dijelaskan tersebut, mempunyai fungsi sebagai berikut : 1. Fungsi preventif atau pencegahan, yakni mencegah timbulnya masalah pada seseorang. 2. Fungsi kuratif atau korektif, yakni memecahkan atau menanggulangi masalah yang sedang dihadapi seseorang. 3. Fungsi preventif dan developmental, yakni memelihara agar keadaan yang tidak baik menjadi baik kembali, dan mengembangkan keadaan yang sudah baik menjadi lebih baik (Musnamar, 1992: 4). Dalam
23
pengertian lain fungsi developmental adalah membantu individu memperoleh ketegasan nilai-nilai anutannya, mereviu pembuatan keputusan yang dibuatnya (Mappiare, 1996: 29). Dari fungsi di atas dapat disimpulkan bahwa bimbingan rohani Islam itu mempunyai fungsi membantu individu dalam memecahkan masalahnya sehingga tidak memungkinkan menjadi sebab munculnya masalah baginya. Selain hal tersebut, bimbingan rohani Islam juga sebagai pendorong (motivator), pemantap (stabilisator), penggerak (dinamisator), dan menjadi pengarah bagi pelaksanaan bimbingan agar sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan pasien serta melihat bakat dan minat yang berhubungan dengan cita-cita yang ingin dicapainya. 2.1.4 Tujuan Bimbingan Rohani Islam Tujuan bimbingan rohani Islam dalam hal ini didasari pada firman Allah SWT. dalam surat Yusuf ayat 107 :
ﻢ ﻻ ﻭ ُﻫ ﺘ ﹰﺔﻐ ﺑ ﻋﺔﹸ ﺎﻴﻬُﻢُ ﺍﻟﺴﺗ ﹾﺄِﺗ ﻭ ﺏ ﺍﻟﻠﱠ ِﻪ ﹶﺃ ِ ﻋﺬﹶﺍ ﻦ ﻴ ﹲﺔ ِﻣﻢ ﻏﹶﺎ ِﺷ ُﻴﻬﺗ ﹾﺄِﺗ ﹶﺃﹶﻓﹶﺄ ِﻣﻨُﻮﺍ ﹶﺃ ﹾﻥ ﺸ ُﻌﺮُﻭ ﹶﻥ ﻳ ِArtinya : “Apakah mereka merasa aman dari kedatangan siksa Allah SWT. yang meliputi mereka, atau kedatangan kiamat kepada mereka secara mendadak, sedang mereka tidak menyadarinya?”. (Q.S. Yusuf, 12:107). Pengertian dan tujuan bimbingan rohani Islam dalam ayat di atas memberikan penjelasan bahwa sebelum memberikan bimbingan kepada
24
orang lain, rohaniawan harus jelas dan tegas tentang hal yang akan disampaikannya. Faqih (2001: 35) mengungkapkan bahwa tujuan bimbingan rohani Islam adalah untuk membantu individu mewujudkan dirinya sebagai manusia seutuhnya agar mencapai kebahagiaan hidup didunia dan di akhirat. Bimbingan sifatnya hanya merupakan bantuan, hal ini sudah diketahui dari pengertian dan definisinya. Individu yang dimaksud di sini adalah orang yang dibimbing, baik perorangan maupun kelompok. “Mewujudkan diri sebagai manusia seutuhnya”. Hal ini mewujudkan diri manusia sesuai dengan hakekatnya sebagai manusia untuk menjadi manusia yang selaras dengan perkembangan unsur dirinya dan pelaksanaan fungsi atau kedudukannya sebagai makhluk Allah (makhluk religius), makhluk individu, makhluk sosial, dan sebagai makhluk berbudaya (Faqih, 2001: 35). Dengan
demikian,
secara
singkat
Faqih
(2001:
36-37)
mengemukakan tujuan bimbingan dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Tujuan umum Membantu individu mewujudkan dirinya menjadi manusia seutuhnya agar mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. 2. Tujuan Khusus a) Membantu individu agar tidak menghadapi masalah;
25
b) Membantu
individu
mengatasi
masalah
yang
sedang
dihadapinya; c) Membantu individu memelihara dan mengembangkan situasi dan kondisi yang baik atau yang telah baik agar tetap baik atau menjadi lebih baik, sehingga tidak akan menjadi sumber masalah bagi dirinya dan orang lain. Hal ini juga dikatakan oleh Barield Ishom dalam Praktikno dan Sofro (1986: 260-261), ia mengemukakan tujuan diadakannya santunan spiritual di Rumah Sakit adalah : 1. Menyadarkan penderita agar dapat memahami dan menerima cobaan yang sedang dideritanya secara ikhlas. 2. Ikut serta memecahkan dan meringankan problem kejiwaan yang sedang dideritanya. 3. Memberikan
pengertian
dan
bimbingan
penderita
dalam
melaksanakan kewajiban keagamaan harian yang harus dikerjakan dalam batas kemampuan. 4. Perawatan dan pengobatan dikerjakan dengan berpedoman tuntutan Islam, memberi makan, minum, obat, dan lain-lain, dibiasakan mengawalinya dengan membaca “bismillah” dan diakhiri dengan membaca”alhamdulillah”. 5. Menunjukkan perilaku dan bacaan yang baik sesuai dengan kode etik kedokteran dan tuntunan agama.
26
Adz-Dzaky (2004: 220-221) mengemukakan bahwa tujuan bimbingan dalam proses konseling Islam adalah : 1. Untuk menghasilkan suatu perubahan, perbaikan, kesehatan dan kebersihan jiwa dan mental. Jiwa menjadi tenang, tenteram dan damai (muthmainnah), bersikap lapang dada (radhiyah) dan mendapatkan pencerahan taufik dan hidayah Tuhannya (mardhiyah). 2. Untuk menghasilkan suatu perubahan, perbaikan dan kesopanan tingkah laku yang dapat memberikan manfaat baik pada diri sendiri maupun lingkungan sekitarnya. 3. Untuk menghasilkan kecerdasan rasa (emosi) pada individu sehingga muncul dan berkembang rasa toleransi, kesetiakawanan, tolongmenolong dan rasa kasih sayang. 4. Untuk menghasilkan kecerdasan spiritual pada diri individu sehingga muncul dan berkembang rasa toleransi, sehingga muncul dan berkembang rasa keinginan untuk berbuat taat kepada Tuhannya, ketulusan mematuhi segala perintah-Nya serta ketabahan menerima ujian-Nya. 5. Untuk menghasilkan potensi Ilahiyah, sehingga dengan potensi itu individu dapat melakukan tugasnya sebagai khalifah dengan baik dan benar serta dapat dengan baik menanggulangi berbagai persoalan hidup dan dapat memberikan kemanfaatan dan keselamatan bagi lingkungannya pada berbagai aspek kehidupan.
27
Bagaimanapun juga tujuan bimbingan rohani Islam adalah menuntun manusia dalam rangka memelihara dan meningkatkan pengalaman ajaran agama disertai perbuatan baik yang mengandung unsur-unsur ibadah dengan berpedoman tuntunan agama. 2.1.5 Metode dan Materi Bimbingan Rohani Islam a. Metode Bimbingan rohani Islam Metode bimbingan sebagaimana yang dikatakan oleh Faqih (2001: 53) dikelompokkan menjadi : (1) metode komunikasi langsung (metode langsung), dan (2) metode komunikasi tidak langsung (metode tidak langsung) (Faqih, 2001: 53). 1) Metode langsung Metode langsung adalah metode yang dilakukan di mana pembimbing (rohaniawan) melakukan komunikasi langsung (bertatap muka dengan pasien). Winkel (1991: 121) juga mengatakan, bahwa bimbingan langsung berarti pelayanan bimbingan yang diberikan kepada klien oleh tenaga bimbingan (rohaniawan) sendiri, dalam suatu pertemuan tatap muka dengan satu klien atau lebih. Adapun metode ini meliputi : a) Metode individual Pembimbing dalam hal ini melakukan komunikasi langsung
dengan
pasien,
mempergunakan teknik :
28
hal
ini
dilakukan
dengan
(1) Percakapan pribadi, yakni pembimbing melakukan dialog langsung tatap muka dengan pembimbing (rohaniawan). (2) Kunjungan ke rumah (home visit), yakni pembimbing mengadakan dialog dengan pasiennya tetapi dilaksanakan di rumah pasien dan lingkungannya. (3) Kunjungan dan observasi kerja, yakni pembimbing (rohaniawan) melakukan percakapan individual sekaligus mengamati kerja pasien dan lingkungannya (Faqih, 2001: 54). b) Metode kelompok Bimbingan secara kelompok adalah pelayanan yang diberikan kepada klien lebih dari satu orang, baik kelompok kecil, besar, atau sangat besar (Winkel, 1999: 122). Pembimbing melakukan komunikasi langsung dengan pasien dalam kelompok. Hal ini dapat dilakukan dengan teknik-teknik: (1) Diskusi Kelompok, yakni pembimbing melaksanakan diskusi
dengan/bersama
kelompok
pasien
yang
mempunyai masalah yang sama. (2) Psikodrama, yakni bimbingan yang dilakukan cara bermain peran untuk memecahkan/mencegah timbulnya masalah (psikologis).
29
(3) Group teaching, yakni pemberian bimbingan dengan memberikan materi bimbingan tertentu kepada kelompok yang telah di siapkan (Faqih, 2001: 54-55). 2) Metode tidak langsung Metode tidak langsung adalah metode bimbingan yang dilakukan melalui media komunikasi massa. Hal ini dapat dilakukan secara individual maupun kelompok (Faqih, 2001: 55). a) Metode individual (1) Melalui surat menyurat; (2) Melalui telepon dsb (Faqih. 2001: 55). b) Metode kelompok (1) Melalui papan bimbingan (2) Melalui surat kabar/majalah (3) Melalui brosur (4) Melalui media audio (5) Melalui televisi (Winkel, 1999: 121). Dari metode di atas dapat memberikan gambaran tentang metode yang selayaknya digunakan oleh para rohaniawan dalam melakukan bimbingan kepada para pasien di Rumah Sakit. b. Materi bimbingan Rohani Islam Pemberian bimbingan merupakan ibadah kepada Allah SWT, juga merupakan pelaksanaan tugas kekhalifahan dari-Nya, dalam hal ini merupakan tugas yang teragung. Oleh karena itu materi yang
30
disampaikan hendaklah memiliki nilai yang lebih baik demi tercapainya tujuan bimbingan (Al-Ghazali, 1996: 40). Materi bimbingan pada dasarnya bersumber dari al-Qur’an dan al-Hadits. Materi yang disampaikan rohaniawan itu bertujuan untuk memberi bimbingan atau pengajaran ilmu kepada mad’u (pasien) melalui ayat-ayat al-Qur’an dan al-Hadits. Materi bimbingan baik dari al-Qur’an maupun al-Hadits yang sesuai untuk disampaikan pada pasien di antaranya mencakup aqidah, akhlaq, ahkam, ukhuwah, pendidikan dan amar ma’ruf nahi mungkar (Umary, 1984: 56-57). Sebagaimana yang dikemukakan Sanwar (1985: 74), materi bimbingan merupakan isi ajakan, anjuran dan ide gerakan dalam rangka mencapai tujuan. Sebagai isi ajakan dan ide gerakan dimaksudkan agar manusia mau menerima dan memahami serta mengikuti ajaran tersebut sehingga ajaran Islam ini benar-benar diketahui, difahami, dihayati, dan selanjutnya diamalkan sebagai pedoman hidup dan kehidupannya. Semua ajaran Islam tertuang di dalam
wahyu
yang
disampaikan
kepada
Rasulullah
yang
perwujudannya terkandung di dalam al-Qur’an dan Sunnah Nabi.
31
2.2 Pasien Rawat Inap 2.2.1. Pengertian Pasien adalah orang yang sakit (yang dirawat oleh dokter). (Poerwodarminto, 1985: 715). Maksudnya orang yang terkena sakit di bawah penanganan dokter di Rumah Sakit. Pada umumnya seseorang mencari pengobatan bila mereka mengalami gejala yang mengganggu kehidupan sehari-hari. Keadaan sakit seseorang akan lebih tampak, bila mengganggu pekerjaannya, fungsi sosialnya, dan kegiatannya. Namun beratnya gejala dilihat dari segi medis, tidak dapat disimpulkan dari berat tidaknya gangguan terhadap kehidupannya atau pekerjaan rutinnya. Pasien juga cenderung melukiskan gejala sebagai pantas tidaknya memperoleh pengobatan bila tampak tidak sama dengan yang dialami sebelumnya atau malah menakutkan, dan mereka tak dapat melukiskannya sebagai gejala yang biasa. Beberapa gejala mudah dapat dikenali dan dinilai, namun ada juga gejala yang oleh dokter dianggap ringan, tetapi oleh pasien dinilai menakutkan karena belum biasa dialami. Pengalaman pada umumnya akan mendorong pasien pergi ke dokter atau tidak, lepas dari persepsi dokter atau dunia kedokteran (Lumenta, 1989: 86). Sedangkan rawat inap adalah opname, artinya pasien memperoleh pelayanan kesehatan menginap di Rumah Sakit (Poerwodarminta, 1985: 250).
32
Jadi pengertian pasien rawat inap adalah orang sakit yang sedang menginap, mendapat pelayanan, dan perawatan kesehatan oleh dokter di Rumah Sakit.
2.2.2. Karakteristik Pasien Rawat Inap Sebagaimana disampaikan Endrawati dalam makalahnya pada pelatihan kerohanian di Rumah Sakit, yang diselenggarakan oleh LBKI (Lembaga Bimbingan dan Konseling islami) Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang, bahwa karakteristik pasien yang di rawat di Rumah Sakit rata-rata mereka dalam kondisi yang berbeda-beda. Jenis-jenis pasienpun bermacam-macam, ada yang biasa, sedang, kronis dan traumatis. Oleh karena itu pelayanan secara fisik dan psikologis diperlakukan bagi semua pasien. Untuk pasien yang kronis dan traumatis ini perlu adanya pelayanan yang khusus, lebih pada segi psikologis
untuk
mengembalikan
rasa
percaya
diri,
merasa
diperhatikan, diberi kasih sayang, penghargaan, dukungan moril, karena setiap pasien mempunyai taraf emosi, keramahan, kemandirian yang berbeda menurut tingkatan jenis penyakit. Pengalaman orang yang diopname di Rumah Sakit memang berbeda-beda. Setiap orang mensituasikan diri sesuai dengan watak, temperamen dan riwayat hidup yang khusus milik dia. Bagi satu orang menjadi hal yang diremehkan bagi yang lain menampakkan dirinya
33
sebagai malapetaka yang besar. Si penakut yang baru diopname sudah mencium maut, sedang pasien lain yang sudah terminal state masih merasa enak sekali. Pendek kata hal itu bukanlah suatu gejala obyektif, melainkan subyektif yang berbeda bagi setiap orang (Brauwer, 1983: 21-22). Satu contoh pada pasien yang depresif, menampakkan dirinya sebagai orang yang sedih, suka menangis dan tidak mau bicara. Walaupun merasa sakit atau kurang enak dia tetap menutup mulut. Dia rupanya acuh tak acuh dan masa bodoh, sering dia tidak mau makan dan pukul tiga pagi tidak mau tidur lagi. Depresi juga nampak kalau pasien tidak mau bangun waktu mandi pagi atau bangun dan mulai menangis. Nasib jelek yang waktu tidur dilupakan sebentar, waktu bangun muncul lagi dalam jiwa pasien, dia menangis atau mulai mengeluh (Brauwer, 1983: 22). Dari gambaran pasien di atas, walau pasien mempunyai karakteristik yang berbeda-beda, rohaniawan perlu menyiapkan metode dan materi yang cocok untuk melakukan bimbingan rohani Islam, hal ini diharapkan agar dapat menenangkan hati bagi para pasien sesuai dengan sakit yang diderita demi kesembuhan pasien. 2.3 Hikmah Sakit 2.3.1. Pengertian Sakit Istilah “sakit” dalam bahasa Indonesia memiliki dua istilah yang berbeda dalam bahasa Inggris yakni “disease” dan “illness”.
34
Dilihat dari segi sosio kultural terdapat perbedaan besar antara kedua pengertian tersebut. Dengan disease dimaksudkan gangguan fungsi atau adaptasi dari proses-proses biologik dan psikofisiologik pada seorang
individu,
dengan
illness
dimaksud
reaksi
personal,
interpersonal, dan kultural terhadap penyakit atau perasaan kurang nyaman (Walukow, “Dari Pendidikan Kesehatan ke Promosi Kesehatan”, Majalah Interaksi, VI (XVII), 2004: 4). Kedua istilah dalam bahasa Inggris tersebut merupakan dua istilah yang dapat disimpulkan sebagai satu kesatuan arah di mana seseorang yang mengalami gangguan biologis dan psikofisiologis (disease) pada tahap selanjutnya akan mengalami kondisi illness. Lebih lanjut, pengertian ini dapat dijelaskan melalui pengertian sakit yang dikemukakan oleh Biro Pusat Statistik (1994) yang menyatakan bahwa seseorang dikatakan sakit apabila ia menderita penyakit menahun (kronis), atau gangguan
kesehatan
lain
yang
menyebabkan
aktivitas
kerja/kegiatannya terganggu. Sedangkan menurut Pemons dan Bauman, sebagaimana dikutip dalam
website
indonetasia.com/definisionline/?tag=definisi-sakit
dapat dipaparkan pengertian tentang sakit sebagai berikut: -
Pemons (1972) menyatakan bahwa sakit merupakan gangguan dalam fungsi normal individu sebagai totalitas termasuk keadaan organisme sebagai sistem biologis dan penyesuaian sosialnya.
35
-
Bauman (1965) Seseoang menggunakan tiga kriteria untuk menentukan apakah mereka sakit, yakni adanya gejala (naiknya temperatur, nyeri); persepsi tentang bagaimana mereka merasakan (baik, buruk, sakit); dan kemampuan untuk melaksanakan aktivitas sehari-hari (bekerja, sekolah). Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, maka dapat
diketahui bahwasanya sakit merupakan suatu keadaan yang tidak normal yang dialami oleh organ manusia yang menyebabkan terjadinya ketidakmaksimalan fungsi manusia, baik secara fisik individu maupun fungsi sosialnya. 2.3.2. Penyebab-penyebab Sakit Penyakit
merupakan
suatu
fenomena
kompleks
yang
berpengaruh negatif terhadap kehidupan manusia. Perilaku dan cara hidup manusia dapat merupakan penyebab bermacam-macam penyakit baik di zaman primitif maupun di masyarakat yang sudah sangat maju peradaban dan kebudayaannya. Menurut Loedin AA, sebagaimana dikutip dalam Lumenta
(1989: 7-8), ditinjau dari segi biologis
penyakit merupakan kelainan berbagai organ tubuh manusia, sedangkan dari segi kemasyarakatan keadaan sakit dianggap sebagai penyimpangan
perilaku
dari
keadaan
sosial
yang
normatif.
Penyimpangan itu dapat disebabkan oleh kelainan biomedis organ tubuh atau lingkungan manusia, tetapi juga dapat disebabkan oleh kelainan emosional dan psikososial individu bersangkutan. Faktor
36
emosional dan psikososial ini pada dasarnya merupakan akibat dari lingkungan hidup atau ekosistem manusia dan adat kebiasaan manusia atau kebudayaan. Menurut Foster, sebagaimana dikutip dalam Pakan dan Swasono (1986), asal kejadian penyakit dapat dilihat dari ilmu kesehatan dan antropologi kesehatan. Konsep kejadian penyakit menurut ilmu kesehatan bergantung jenis penyakit. Secara umum konsepsi ini ditentukan oleh berbagai faktor antara lain parasit, vektor, manusia dan lingkungannya. Para ahli antropologi kesehatan yang dari definisinya dapat disebutkan berorientasi ke ekologi, menaruh perhatian pada hubungan timbal balik antara manusia dan lingkungan alamnya, tingkah laku penyakitnya dan cara-cara tingkah laku penyakitnya mempengaruhi evolusi kebudayaannya melalui proses umpan balik. Masyarakat dan pengobat tradisional menganut dua konsep penyebab sakit, yaitu: naturalistik dan personalistik. Penyebab bersifat naturalistik
yaitu
seseorang
menderita
sakit
akibat
pengaruh
lingkungan, makanan (salah makan), kebiasaan hidup, ketidak seimbangan dalam tubuh, termasuk juga kepercayaan panas dingin seperti masuk angin dan penyakit bawaan. Konsep sehat sakit yang dianut pengobat tradisional (Battra) sama dengan yang dianut masyarakat setempat, yakni suatu keadaan yang berhubungan dengan keadaan badan atau kondisi tubuh kelainan-kelainan serta gejala yang
37
dirasakan. Sehat bagi seseorang berarti suatu keadaan yang normal, wajar, nyaman, dan dapat melakukan aktivitas sehari-hari dengan gairah. Sedangkan sakit dianggap sebagai suatu keadaan badan yang kurang menyenangkan, bahkan dirasakan sebagai siksaan sehingga menyebabkan seseorang tidak dapat menjalankan aktivitas sehari-hari seperti halnya orang yang sehat. Sedangkan konsep personalistik menganggap munculnya penyakit (illness) disebabkan oleh intervensi suatu agen aktif yang dapat berupa makhluk bukan manusia (hantu, roh, leluhur atau roh jahat), atau makhluk manusia (tukang sihir, tukang tenung). Secara lebih detail, Sudarti (1987) mengelompokkan penyebab penyakit ke dalam tiga kelompok, yakni: 1. Faktor pengaruh gejala alam (panas, dingin) terhadap tubuh manusia 2. Faktor makanan 3. Faktor supranatural (roh, guna-guna, setan dan lain-lain.). 2.3.3. Faedah dan Hikmah Sakit Sakit yang diderita oleh seseorang tentunya tidak hanya menjadi sebuah ujian semata namun juga menjadi media yang mengandung faedah dan hikmah bagi manusia. Beberapa faedah dan hikmah dari adanya sakit di antaranya adalah sebagai berikut (Rumah Sakit Islam Surakarta, 2001: 5-9): 1. Ampunan bagi dosa dan kesalahan
38
Faedah ini seperti telah dijelaskan oleh Allah SWT dalam salah satu firman, tepatnya surat asy-Syura ayat 30. Dalam firman tersebut dapat diketahui bahwasanya seseorang yang sedang diberikan ujian, termasuk salah satunya adalah ujian sakit, akan diampuni dosanya oleh Allah SWT. 2. Berbagai kebaikan ditulis dan derajat ditinggikan Faedah dari adanya sakit yang lainnya adalah ditinggikan derajat manusia oleh Allah SWT dan diberikan kepada manusia yang sakit tersebut pahala kebaikan. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Nabi Muhammad SAW dalam hadits berikut:
ﺎ ﺎ ﺩﺭﺟﺔ ﻭﳏﻴﺖ ﻋﻨﻪ ﻣﺎﻣﻦ ﻣﺴﻠﻢ ﻳﺸﺎﻛﻬﺎﺷﻮﻛﺔ ﻓﻮﻗﻬﺎ ﺇ ﹼﻻ ﻛﺘﺐ ﻟﻪ ﺧﻄﻴﺌﺔ Artinya : “Tidaklah seorang muslim tertusuk duri atau yang lebih kecil dari duri melainkan ditetapkan baginya satu derajat dan dihapuskan darinya satu kesalahan” (H.R. Muslim) Faedah sakit seperti yang disebutkan dalam hadits di atas dapat dirasakan atau diperoleh manusia apabila dia benar-benar secara ikhlas dan sabar menerima dan menjalani ujian yang diberikan oleh Allah SWT. Apabila seseorang tidak ikhlas dan sabar, maka dia tidak akan mendapat hikmah tersebut. 3. Mengembalikan hamba kepada Rabb dan mengingatkan kelalaian Umumnya, manusia dalam kondisi sehat tidak jarang lupa akan penciptanya. Mereka sering larut dan terlena dalam kegembiraan
39
yang penuh dengan kenikmatan dan syahwat serta melupakan tugas-tugas ke-Ilahian yang menjadi tanggung jawab utamanya. Dengan adanya ujian sakit, maka dapat menjadi media bagi manusia untuk kembali kepada Allah SWT dan mengingatkan kelalaian yang selama ini dilakukannya. Sakit akan membawa kesadaran manusia akan kelemahannya dan ketidakmampuannya di hadapan Allah SWT. Dengan demikian, sakit memberikan hikmah kepada manusia sebagai media yang berfungsi untuk mendorong manusia supaya menjadi hamba yang kembali kepada Allah dan sadar akan kelalaian-kelalaian terhadap tugas utamanya. 4. Mengingat nikmat Allah yang lalu dan yang ada Sehat merupakan salah satu kenikmatan yang penting dalam kehidupan manusia. Dengan kondisi sehat manusia dapat melakukan segala aktivitas dalam hidupnya. Dalam kondisi sehat pula manusia dapat memenuhi seluruh kebutuhan hidupnya. Sakit yang diderita manusia akan membuat mereka sadar akan begitu pentingnya arti sehat dalam kehidupan. Sehingga setelah sembuh dari sakit, manusia akan dapat mengambil hikmah dari pentingnya sehat bagi mereka. 5. Mensucikan hati dari berbagai penyakit hati Kondisi sehat tidak jarang dapat membuat seseorang untuk bersikap sombong, bangga dan takjub kepada diri sendiri. Sikap tersebut akan menjadikan manusia sebagai sosok hamba yang
40
berpeluang melenceng dari nilai ajaran agama Islam. Sehingga dengan adanya sakit, seseorang akan dapat disadarkan akan kelemahan-kelemahan yang ada dalam dirinya yang dapat mengikis sikap sombong maupun penyakit-penyakit hati lainnya.
41
BAB III
DESKRIPSI BIMBINGAN ROHANI ISLAM UNTUK PASIEN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT ISLAM KENDAL
3.1 Gambaran Umum Profil Rumah Sakit Islam Weleri Kendal 3.1.1 Sejarah Berdiri (Disarikan dari Profil RSI Kendal, 2009) Rumah Sakit Islam (RSI) Kendal adalah Rumah Sakit swasta dan merupakan salah satu dari beberapa rumah sakit milik organisasi Muhammadiyah yang tersebar di seluruh Indonesia. Tujuan organisasi Muhammadiyah
mendirikan
badan
di
bidang
kesehatan
adalah
mewujudkan sarana dakwah dalam rangka mengembangkan dan mengamalkan ajaran Islam, selain dengan pelayanan sosial (Wawancara Bu Tutik, Pegawai Tata Usaha RSI Kendal, 13 Nopember 2009). Pembangunan RSI dimulai tahun 1987, setelah beroperasi fungsinya merupakan medical centre. Awal mulanya, RSI Kendal merupakan rumah sakit yang dikelola oleh Pemerintah Kabupaten Kendal. Namun karena sulit berkembang, maka kemudian pengelolaan Rumah Sakit Islam tersebut diserahkan kepada organisasi Muhammadiyah (Arsip RSI Kendal, 2009). Setelah ditangani oleh organisasi Muhammadiyah, RSI Kendal mengalami perkembangan yang signifikan. Perkembangan tersebut meliputi perkembangan meningkatnya kepercayaan keluarga pasien yang
42
membuat jumlah pasien semakin meningkat dan perkembangan area dengan bertambahnya luas area dari hasil wakaf Yayasan Badan Wakaf. Yayasan Badan Wakaf mewakafkan bangunan beserta perlengkapan Rumah Sakit kepada organisasi Muhammadiyah untuk dikelola dan dikembangkan demi kepentingan masyarakat yang membutuhkan, terutama dalam bidang kesehatan (Arsip R.S.I Kendal, 2009). Tujuan didirikan Rumah Sakit ini adalah untuk membantu dan melayani kesehatan masyarakat, terlebih bagi mereka yang kurang mampu membiayai perawatan. Adapun fungsi dari Rumah Sakit Islam Weleri Kendal ini adalah untuk (Arsip RSI Kendal, 2009): 1. Sebagai pelayanan kesehatan. 2. Sebagai teaching hospital. 3. Sebagai tempat penelitian 3.1.2 Sarana dan Fasilitas Sebagaimana telah penulis jelaskan bahwa Rumah Sakit Islam Weleri Kendal didirikan tidak semata-mata hanya untuk memperoleh keuntungan saja, tetapi tujuan yang lebih utama adalah sebagai sarana dakwah dan pengembangan Islam. Untuk itulah dalam rangka mencapai tujuan perlu adanya sarana sebagai penunjang. Sedangkan sarana dan fasilitas yang telah ada sebagaimana wawancara dengan Bu Tutik pada tanggal 26 Nopember 2009 adalah : 1. Terdapat satu buah mushalla dan masjid. Mushalla dan masjid diisi dengan berbagai kegiatan yang sifatnya mendidik dan berdakwah,
43
sehingga menjadi sentral kegiatan yang bersifat religius dan sekaligus sebagai sarana penunjang utama. 2. Kitab suci al-Qur’an disediakan pada tiap-tiap kamar pasien. Hal ini dimaksudkan agar pasien atau keluarganya yang mampu membaca tidak perlu bersusah payah mencari al-Qur’an. Hal ini juga dimaksudkan untuk memberi dorongan kepada pasien agar selalu mengingat kepada Allah SWT. ketika dalam kesulitan dan kesusahan Sarana inilah yang menjadi media dakwah dan ciri dari Rumah Sakit Islam Weleri Kendal. 3. Dekorasi yang bertuliskan dengan ayat-ayat al-Qur’an dan Hadits yang bertemakan penyembuhan penyakit atau kesehatan. Bahkan pada pintu gerbang utama masuk terdapat satu ayat al Qur’an yang berisi tentang penyembuhan suatu penyakit. Hal ini dimaksudkan untuk memberi sugesti bagi pasien bahwa segala penyakit datangnya dari Allah SWT. dan hanya Dialah yang akan menyembuhkannya, atau dengan kata lain bahwa segala penyakit ada obatnya. Dengan demikian dekorasi ini selain berfungsi sebagai media dakwah juga sebagai peringatan agar pasien tidak mudah putus asa. 4. Sarana lain adalah sarana fisik atau bangunan rumah sakit yang terdiri dari beberapa bagian, yang masing-masing memiliki nama para sahabat Nabi dengan tujuan agar tampak lebih Islami, selain untuk membedakan antara bagian yang satu dengan yang lainnya. Gedunggedung bangunan tersebut adalah :
44
1) Ruang Abu Bakar.
4). Ruang Lukam
2) Ruang Aisyiyah
5). Ruang Hamzah
3) Ruang Usman.
6). Ruang Umar
Sarana dan fasilitas lain yang menunjang kegiatan pelayanan kesehatan sebagaimana wawancara dengan ibu Tutik (13 Nopember 2009) terbagi menjadi beberapa bagian antara lain : a. Unit rawat jalan terbagi menjadi : 1) Klinik umum 2) Klinik pusat pelayanan kecelakaan b. Klinik spesialis, terdiri dari : 1) Bedah umum 2) Syaraf 3) Penyakit dalam 4) Penyakit kulit dan kelamin 5) Kebidanan dan penyakit kandungan 6) Anak c. Unit perawatan terbagi menjadi : 1) Bedah 2) Penyakit dalam 3) Kebidanan dan penyakit kandungan 4) Anak d. Penunjang Medis 1) Farmasi (24 jam)
45
2) Laboratorium diagnostik (24 jam) (a) Laboratorium klinik (b) EKG / USG (c) Radiologi (d) Fisioterapi 3.2 Bimbingan Kerohanian di Rumah Sakit Islam Weleri Kendal 3.2.1 Deskripsi Unit Bimbingan Rohani IsLam Ciri khusus Rumah Sakit Islam Weleri Kendal adalah adanya Unit Bina Rohani Islam (Unit Bimrohis). Keberadaaan unit ini diharapkan ikut menunjang tercapainya visi dan misi Rumah Sakit Islam Weleri Kendal, yaitu memberi pelayanan kesehatan yang islami, profesional dan bermutu dengan tetap peduli terhadap kaum dhu’afa serta pelaksanaan amar ma’ruf nahi mungkar di Rumah Sakit Islam Weleri Kendal (Wawancara dengan Bapak Nasih, Pjs. Kabimhrohis RSI Kendal, 13 Nopember 2009). Pada saat pelaksanaan penelitian ini, unit Bimrohis sedang mengalami kekosongan personil karena pensiunnya Bapak Su’ud sebagai kabid Bimrohis pada periode sebelumnya. Untuk mengisi kekosongan tersebut, maka organisasi Muhammadiyah kemudian mendatangkan bagian Bimrohis dari RSI Surakarta untuk membantu melakukan perubahan kurikulum serta pembentukan struktur unit Bimrohis yang baru – yang mana pada saat penelitian dilakukan masih dalam proses
46
pembentukan (Wawancara dengan Bapak Nasih, Pjs. Kabimhrohis RSI Kendal, 13 Nopember 2009). Secara umum, tugas unit Bimrohis RSI Kendal dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Wawancara dengan Bapak Nasih, Pjs. Kabimhrohis RSI Kendal, 13 Nopember 2009): a. Pembinaan rohani karyawan 1) Doa bagi karyawan 2) Pengajian bulanan 3) Pengajian hari-hari besar Islam (insidentil) 4) Konsultasi karyawan 5) Kursus meningkatkan kemampuan membaca dan terjemah Al Quran b. Santunan rohani pasien dan keluarga Mengunjungi pasien yang sedang dirawat untuk memberikan bimbingan rohani guna membantu penyembuhan dari segi mental spiritual yang dilakukan pada pagi, siang, dan sore. c. Perawatan terhadap pasien yang meninggal dan pemulasaraan jenazah. d. Pelayanan perpustakaan agama baik bagi karyawan maupun pasien Sarana dan fasilitas untuk mempermudah pelayanan Bimrohis di RSI di antaranya adalah (Wawancara dengan Bapak Nasih, Pjs. Kabimhrohis RSI Kendal, 13 Nopember 2009):
47
1. Buku pedoman pasien, di dalamnya meliputi tuntunan atau tata cara shalat bagi pasien, tayamum maupun do’a khusus bagi pasien rawat inap. 2. Ruangan khusus rohaniawan. 3. Perpustakaan, meliputi buku-buku dan majalah-majalah. 3.2.2 Metode dan Materi Bimbingan Kerohanian a. Metode Bimbingan Rohani Metode bimbingan rohani yang digunakan oleh rohaniawan di RSI Kendal dapat dikelompokkan menjadi dua metode sebagai berikut (Wawancara dengan Bapak Nasih, Pjs. Kabimhrohis RSI Kendal, 13 Nopember 2009): 1) Metode langsung Metode langsung merupakan metode bimbingan yang dilakukan secara face to face antara pembimbing dengan klien yang dibimbing. Adapun bimbingan kerohanian dengan metode individual sebagaimana wawancara dengan bapak Nashir pada tanggal 13 Nopember 2009 meliputi : a) Rohaniawan memberi bimbingan kerohanian pada pasien setiap pagi, siang, dan sore. b) Rohaniawan
memberi
bimbingan
pada
pasien
untuk
melakukan shalat lima waktu sesuai dengan keadaan pasien.
48
c) Rohaniawan mengajak pasien dan keluarganya untuk berdoa bersama memohon ampunan, kesembuhan, dan keluar dan terhindar dari kesukaran. 2) Metode tidak langsung Bimbingan Rohani Islam dengan menggunakan metode secara tidak langsung di RSI Kendal dilakukan dengan memberikan buku pedoman bagi orang sakit. Buku ini isinya meliputi faedah sakit, do’a-do’a bagi orang yang sakit, dzikir ringan bagi orang yang sakit, serta petunjuk shalat bagi orang yang sakit. b. Materi Bimbingan Kerohanian Materi bimbingan rohani Islam di RSI Kendal bagi pasien, sebagaimana dijelaskan melalui wawancara dengan Bapak Nashir (13 Nopember 2009) dapat dikelompokkan sebagai berikut: 1) Aqidah Materi yang berhubungan dengan aqidah ini erat kaitannya dengan kekuasaan Allah terhadap kehidupan manusia. Materi ini berkaitan dengan: a) Takdir atau ketetapan Allah b) Ketentuan Allah terkait dengan ujian bagi manusia c) Kekuasaan dan kehendak Allah
49
2) Syari’at Materi syari’at merupakan materi yang berhubungan erat dengan peribadatan. Umumnya, materi syari’at yang disampaikan meliputi tata cara bersuci, tata cara shalat, dan tata cara puasa bagi orang yang sakit. Selain itu, juga dijabarkan tentang ketentuan hukum (syari’at) yang berhubungan dengan hak dan kewajiban bagi orang yang sedang sakit. 3) Akhlak Materi akhlak terbagi menjadi dua, yakni akhlak kepada sesama manusia dan akhlak manusia kepada Allah. Hal ini dilakukan karena tidak jarang pasien yang terlalu putus asa malah berakhlak tidak baik kepada Allah seperti menggerutu maupun mengumpat takdir yang diterimanya. Sedangkan akhlak kepada manusia ditujukan agar pasca sembuh, pasien yang sebelumnya memiliki penyakit hati seperti iri, sombong, dan lain sebagainya dapat sadar dan kemudian memperbaiki sikapnya. 3.3 Pelaksanaan Bimbingan Kerohanian Terhadap Pasien Pada penelitian ini, obyek bimbingan rohani Islam dipusatkan pada pasien rawat inap anak-anak dan dewasa perempuan. Hal ini disesuaikan dengan kebijakan rumah sakit yang menjaga eksistensi lingkup muhrim. Maksudnya adalah karena peneliti adalah perempuan, maka wilayah penelitian yang diberikan juga meliputi pasien-pasien perempuan. Secara lebih jelas,
50
proses pemberian bimbingan rohani Islam di RSI Kendal dapat dijelaskan sebagai berikut (Hasil; Observasi Peulis tanggal 13-28 Nopember 2009): a. Diferensiasi atau perbedaan ruang Maksud dari diferensiasi ruang adalah adanya perbedaan teknik pemberian bimbingan rohani Islam antara ruangan anak (Ruang Lukman) dengan ruangan dewasa putri (Ruang Fatimah). Pada ruang anak, karena setiap kamar berisikan satu pasien, maka pemberian materi bimbingan rohani Islam diberikan secara perorangan (individu). Sedangkan pada ruangan dewasa putri atau ruang bangsal, karena satu ruangan berisikan empat tempat tidur maka pemberian materi bimbingan rohani Islam diberikan secara kelompok. Selain perbedaan perorangan dan kelompok, ada lagi perbedaan teknik pemberian bimbingan rohani Islam di antara kedua ruangan tersebut. Pada ruang anak, materi bimbingan rohani cenderung diberikan kepada orang tua atau keluarga pasien. Sedangkan pada ruangan dewasa putri, bimbingan diberikan kepada pasien serta keluarga atau pihak yang menunggu pasien. b. Proses pemberian materi bimrohis Meskipun terdapat perbedaan teknik cara pemberian materi bimrohis, pada pelaksanaan pemberian bimrohis tidak terdapat perbedaan proses pemberian bimrohis. Secara lebih jelasnya proses bimrohis di RSI Kendal selama penelitian ini berlangsung dapat dipaparkan sebagai berikut (Hasil observasi penulis dari tanggal 13-28 Nopember 2009):
51
1) Pertemuan pertama a) Mengucap salam saat masuk ruangan b) Memperkenalkan diri c) Menanyakan kabar d) Menanyakan pendapat pasien dan atau keluarganya perihal perasaan mereka ketika mendapat ujian sakit Petugas Bimrohis menanyakan tentang pendapat masing-masing pasien dan ditanggapi pasien sebagai berikut (Disarikan dari observasi penulis, tgl 13-28 Nopember 2009).: 1) Ruang anak (a) Ibu dari An Kimo “Sebelum masuk RS, saya masih bisa sabar. Namun saat anak saya harus masuk ICU, saya bingung seperti teririsiris hati saya dan tidak tahu harus berbuat apa” (b) Ibu dari An. Wahyu K “Sebelum anak saya sakit, saya sih senang. Tapi setelah anak saya diberi ujian sakit berupa kejang-kejang oleh Allah, saya langsung kaget dan bingung, apalagi suami saya kerjanya di luar Jawa. Jadi saya bingung dan kayak orang linglung menghadapi ujian ini sendirian.” (c) Ibu dari An Naila “Saya sedih mbak, karena anak saya diberikan penyakit. Kalau boleh minta, saya akan minta penyakit anak saya dipindahkan kepada saya saja.” (d) Ibu dari An. Khoirul Amin
52
“Saya sih penginnya anak saya sehat terus, namun yang namanya penyakit itu kan tidak tahu kapan datangnya. Jadi saya juga sedih setelah anak saya sakit. Meski demikian, saya tetap berusaha untuk terus berikhtiar demi kesembuhan anak saya.” (e) Ibu dari An Nur Khasanah “Saya sempat kaget dan hampir tidak percaya kalau anak saya sakit. Tapi saya tetap berusaha sabar “ (f) Ibu dari An Alifatun N “Sedih, bingung, dan putus asa mbak perasaan saya sebagai orang tuanya. Saya sudah sering berdo’a semenjak sebelum masuk ke RSI, tapi kok belum ada tanda-tanda kesembuhan. Makanya kadang saya putus asa terhadap keadaan anak saya. “
(g) Ibu dari An. Anis S “Saya bingung dan kesal kepada diri saya sendiri karena akibat kelalaian saya, anak saya jadi sakit. Saya sudah sering berdo’a mbak, namun karena tidak sembuh-sembuh maka saya seringkali dihantui perasaan putus asa dan menyesali perbuatan saya.” 2) Ruang dewasa (a) Miyati Sebelum sakit, saya merasa hidup ini damai dan bisa bersabar dengan kenakalan anak-anak. Namun saat saya tahu bahwa saya menderita tumor kandungan, saya merasa putus asa sehingga hidup saya tidak karuan, dan tidak jarang saya gampang marah kepada anggota keluarga. (b) Badriyah Penyakit ini saya derita sejak 2005. pada awalnya, dokter menyatakan liver, namun lama kelamaan kok perut tambah membesar sehingga saya malu dengan tetangga. Mulanya sih saya optimis sembuh dari penyakit ini, namun setelah
53
lama tidak sembuh dan perut semakin besar, saya jadi pesimis dan putus asa (c) Sulastri Sedih sih mbak, namun mau gimana lagi kalau Allah sudah memberikan sakit ya kita tinggal menjalani saja (d) Lisnawati Penginnya sih sehat mbak, tapi kalau sudah dikasih sakit ya mau bagaimana lagi mbak?
(e) Wiwin Sempat kaget dan bingung mbak saat saya didiagnosa kena tipes.
Bagaimana
nggak
bingung,
suami
saya
penghasilannya pas-pasan lha nanti buat biaya perawatan saya dapat dari mana?
(f) Rumini Sedih lah mbak. Namun mau bagaimana lagi. Saya tetap berusaha bersabar dengan ujian ini.
(g) Siti R Ujian sakit bagi saya tidak enak soalnya badan terasa lemas, mau makan tidak enak, dan mau apa saja juga tidak enak. Pokoknya sakit membuat segala sesuatu kegiatan jadi tidak enak.
54
(h) Sunarti Saya mulanya yakin mbak kalau setiap penyakit pasti dapat disembuhkan. Namun lama kelamaan setelah tidak sembuhsembuh, saya mulai bingung dan lemas.
(i) Junarti Terus terang saya setiap malam ketakutan dengan adanya penyakit yang saya derita. Anak saya banyak dan masih kecil-kecil. Ketakutan-ketakutan itu membuat saya bingung dan putus asa mbak.
(j) Siti W Sesak nafas yang saya derita membuat hidup saya tidak tenang mbak. Kadang rasanya aku tidak pernah diberikan kebahagiaan oleh Allah, tidak jarang diri saya jengkel dan emosi melihat keadaan yang harus saya terima. Kayaknya Allah tidak pernah kasihan pada saya, nyatanya hidup saya selalu susah. (k) Sustiyanti Keyakinan untuk sembuh sih ada mbak, namun saya juga sedih dengan kondisi yang harus saya jalani. Apalagi penyakit ini tidak sembuh-sembuh, jadi saya semakin putus asa mbak. (l) Semi Ga tahu mbak, saya bingung. Kok Allah selalu memberikan saya ujian terus. Padahal perasaanku, saya selalu beribadah, tapi kok ya masih diberikan cobaan terus ya, sedangkan yang jarang ibadah malah jarang diberikan cobaan. Jadi saya malah bingung dengan hidup ini mbak.
55
e) Menyampaikan nilai-nilai ajaran Islam tentang hakekat ujian bagi seorang muslim. “Sakit hakekatnya adalah ujian bagi keimanan seorang manusia. Ujian keimanan ini sekaligus menjadi sarana bagi umat Islam untuk meningkatkan keimanan mereka. Umat Islam yang sabar dan tetap menjalankan ibadah-ibadah yang telah ditetapkan Allahlah yang akan meningkat keimanannya dengan ujian sakit ini. Jika seorang muslim tidak sabar serta tetap menjalankan ibadah, maka sakit hanya akan menjadi bagian dari ujian atau cobaan tanpa pernah dapat menjadi media untuk meningkatkan keimanan mereka. Jadi ibu-ibu sekalian, marilah dengan adanya ujian sakit ini dapat menjadi media untuk meningkatkan keimanan kepada Allah, tentu saja dengan syarat menerima dan menjalani ujian sakit ini dengan penuh kesabaran dan tetap menjalankan syari’at agama Islam.”
Isi dari materi ini terkait dengan hakekat sakit sebagai ujian sekaligus sebagai media untuk meningkatkan keimanan seseorang. Syarat untuk menuju meningkatnya keimanan tidak lain adalah dengan menerima ujian sakit dengan penuh keikhlasan dan kesabaran (Disarikan dari materi petugas Bimrohis; observasi penulis dari tanggal 13-28 Nopember 2009). f) Mengajak berdo’a bersama dengan do’a sayyidul istighfar dan memohon kesembuhan g) Memberikan panduan dzikir bagi pasien, do’a sebelum dan sesudah minum obat h) Mengingatkan untuk tetap bersabar dan menjaga shalat i) Berpamitan dengan memohon maaf jika telah mengganggu waktu istirahat serta mengucap salam
56
2) Pertemuan kedua a) Mengucap salam saat masuk ruangan b) Menanyakan kabar c) Menanyakan tentang shalat, upaya sabar, upaya do’a dan dzikir d) Menyampaikan nilai-nilai ajaran Islam tentang sabar dan shalat sebagai usaha meminta pertolongan kepada Allah saat diberikan cobaan dan nilai-nilai ajaran Islam tentang adanya kemudahan di balik kesukaran. “Allah tidak akan membiarkan hamba-Nya dalam kesulitan. Setiap kesulitan yang diberikan oleh Allah tentu terkandung hikmah dan barakah yang baik dan berguna bagi kehidupan kita. Janji Allah kepada hamba-Nya tentang cobaan atau kesulitan yang diterimanya telah jelas sekali tertulis dalam surat al-Isyra’ ayat 56, yakni
ﺍﺴﺮ ﻳ ﺴ ِﺮ ﻌ ﻊ ﺍﹾﻟ ﻣ ﴾ ِﺇﻥﱠ5﴿ ﺍﺴﺮ ﻳ ﺴ ِﺮ ﻌ ﻊ ﺍﹾﻟ ﻣ ﹶﻓِﺈﻥﱠ “Maka sesungguhnya di balik kesulitan ada kemudahan. Sesungguhnya di balik kesulitan pasti ada kemudahan” Allah tidak akan pernah mengingkari janji-janji yang telah difirmankan dalam Kalamullah. Oleh sebab itu, disaat kita sedang diuji oleh Allah, kita harus tetap meyakini akan kebenaran janji Allah tersebut. Yakinlah bahwa setelah kesulitan-kesulitan yang ada dalam ujian sakit, akan terbuka kemudahan-kemudahan yang banyak berguna dalam kehidupan kita. Ibu-ibu ingin tahu apa yang dapat menjadi alat penyembuh sakit? Alat yang menjadi penyembuh sakit itu tidak lain adalah shalat dan sabar. Hal itu seperti dijelaskan oleh Allah bahwasanya dengan shalat dan bersabar akan dapat menjadi media untuk menyembuhkan penyakit. Oleh sebab itu mari senantiasa menjaga shalat dan meningkatkan kesabaran. Dengan demikian kita tidak hanya tetap menjaga tugas dan kewajiban kita sebagai umat Islam saja namun juga untuk dapat memberikan kemudahan dalam proses kesembuhan. Shalat selain sebagai penyembuh sakit juga merupakan wujud perilaku kecintaan kita kepada Allah. Jadi shalat yang kita lakukan haruslah penuh keikhlasan. Shalat yang dilakukan dengan penuh keikhlasan, maka shalat akan benar-benar bermanfaat untuk mendekatkan diri kita kepada Allah sekaligus
57
untuk menambah kecintaan Allah kepada kita. Dan yang terpenting kita harus tetap sabar dan berkeyakinan bahwa kita mampu melewati setiap ujian yang diberikan oleh Allah karena Allah tidak akan pernah memberikan ujian yang melebihi batas kemampuan hamba-Nya.
ﺎﻌﻬ ﺳ ﻭ ﺎ ِﺇﻟﱠﺎﻧ ﹾﻔﺴ ﻪ ﻒ ﺍﻟﱠﻠ ﻳ ﹶﻜﻠﱢ ﻟﹶﺎ “Dan tiada Allah memberikan cobaan kepada manusia melainkan sesuai dengan batas kemampuannya” Akhir dari semua pembahasan tadi adalah marilah senantiasa memupuk keyakinan bahwasanya Allah akan mempersiapkan kemudahan-kemudahan dalam setiap kesulitan-kesulitan yang dihadapi hamba-Nya dan berkeyakinan bahwa kita mampu melewati setiap ujian karena Allah tidak akan memberikan ujian atau cobaan kepada manusia yang melebihi batas kemampuan manusia.“
Dalam materi ini disampaikan firman Allah surat al-Insyiroh ayat 5-6.(Disarikan dari materi petugas bimrohis; observasi penulis, tgl 13-28 Nopember 2009). e) Mengajak berdoa bersama dengan do’a sayyidul istighfar, memohon kesembuhan, memohon untuk diberikan kesabaran dan ketenangan, dan do’a menghilangkan kesusahan f) Mengingatkan untuk tetap bersabar dan menjaga shalat, do’a dan dzikir g) Berpamitan dengan memohon maaf jika telah mengganggu waktu istirahat serta mengucap salam 3) Pertemuan ketiga a) Mengucap salam saat masuk ruangan b) Menanyakan kabar c) Menanyakan tentang shalat, upaya sabar, upaya do’a dan dzikir
58
d) Menyampaikan nilai-nilai ajaran Islam tentang sikap manusia setelah berusaha (pasrah). “Dalam menghadapi setiap cobaan, manusia harus senantiasa menyandingkan antara usaha dengan kepasrahan. Maksudnya adalah setiap usaha yang dilakukan oleh manusia pada akhirnya harus disertai sikap pasrah kepada Allah yakni menerima hasil usaha kita. Jika Allah masih berkenan untuk memperpanjang ujian, maka kita harus tetap sabar dalam usaha dan kepasrahan. Jika Allah berkenan untuk memberikan hidayah sehingga kita dapat menyelesaikan cobaan tersebut dengan keimanan, maka kita harus tetap mengingat tentang apa yang telah kita alami dan jalani sehingga pada waktu yang akan datang dapat menjadi inspirasi kehidupan kita. Jika kita sedang ditimpa masalah, maka tidak ada tempat lain untuk meminta pertolongan melainkan Allah SWT. Cara meminta tolong kepada Allah adalah dengan memanjatkan do’a kepada-Nya. Jangan memohon kepada selain Allah karena itu akan menjadikan kita sebagai orang yang musyrik karena ingkar kepada Allah. Kenapa harus berdo’a? Allah telah menjanjikan sendiri kepada hamba-hamba agar berdo’a kepada-Nya, do’a-do’a itu akan dikabulkan oleh-Nya. Hal ini sebagaimana dijanjikan Allah dalam salah satu firman-Nya yakni ‘Berdo’alah kepadaKu, niscaya akan Aku kabulkan’ Lantas, bagaimana do’a yang baik? Do’a yang baik adalah do’a yang diikuti dengan pertaubatan, harapan, dan jangan lupa untuk menyertakan shalawat kepada Nabi Muhammad SAW. Karena shalawat merupakan sarana pengantar do’a dari hamba kepada Rabbnya. Demikian ibu-ibu, semoga pertemuan kita ini tetap diridlai oleh Allah SWT sehingga dapat menjadikan kita sebagai hamba yang dikasihi dan disayangi oleh Allah. Pasrah yang dimaksud adalah pasrah kepada Allah namun tetap berdo’a kepada-Nya (Disarikan dari materi petugas bimrohis; observasi penulis, tgl 13-28 Nopember 2009). e) Mengajak berdoa bersama dengan do’a sayyidul istighfar, memohon kesembuhan, memohon untuk diberikan kesabaran dan ketenangan, do’a menghilangkan kesusahan, dan do’a pasrah
59
f) Mengingatkan untuk tetap bersabar dan menjaga shalat, do’a dan dzikir g) Berpamitan dengan memohon maaf jika telah mengganggu waktu istirahat serta mengucap salam c. Tanggapan Pasien terhadap ujian sakit pasca pelaksanaan Bimrohis Setelah mendapatkan materi bimbingan rohani Islam, kemudian pasien diberikan pertanyaan oleh penulis yang berhubungan dengan tanggapan mereka terhadap ujian sakit yang mereka hadapi. Pertanyaan ini sama dengan pertanyaan awal, namun yang menjadi pembeda adalah pertanyaan kedua ini diberikan setelah adanya penyampaian materi bimrohis. Tanggapan-tanggapan pasien tersebut adalah sebagai berikut: Ruang Anak 1) Ibu dari An. Kimo Saya jadi tahu bahwa ternyata ujian, termasuk ujian sakit, dapat menjadikan kita semakin meningkat imannya. Selain itu, saya juga jadi tahu kalau kesabaran dan shalat dapat menjadi doa memohon pertolongan saat kita diuji oleh Allah.
2) Ibu dari An. Wahyu K Bimrohis telah menjadi teman hati saya. Meski suami berada di luar Jawa, saya serasa dekat dengan beliau. Mungkin ini yang dimaksud dengan hidayah Allah. Memang setelah saya mencoba menjalankan apa yang disampaikan oleh petugas bimrohis, saya bisa menjadi lebih tenang dan sabar. 3) Ibu dari An. Naila Saya jadi sadar bahwa jika kita mau menerima dengan sabar dan tetap beribadah, pasti di balik kesulitan ada kemudahan jalan. Alhamdulillah setelah saya diberitahu soal keikhlasan dalam bersabar dan shalat, serta
60
saya laksanakan betul-betul, alhamdulillah anak saya mengalami perkembangan yang baik. 4) Ibu dari An. Khoirul A Saya semakin yakin dalam berikhtiar. Terlebih lagi saya juga mendapat tambahan do’a dan wiridan. Dan yang pastinya, saya yakin bahwa di balik ujian sakit ini, tentu Allah telah menyiapkan hikmah kepada anak saya serta keluarga saya, khususnya dalam mensyukuri dan menjaga nikmat kesehatan. 5) Ibu dari An. Nur Khasanah Saya semakin sabar karena keyakinan akan hidayah yang Allah berikan setelah adanya ujian sakit semakin besar setelah mendengar ceramah dari bimrohis yang menyebutkan tentang hidayah-hidayah di balik sakit. Hal ini juga membuat saya lebih enteng dalam menghadapi ujian sakit anak saya. 6) Ibu dari An. Alifatun R Saya jadi mengerti bahwa tindakan saya salah selama ini karena sering putus asa dan bingung. Setelah mendengar bimrohis, saya merasa lebih tenang dan yakin bahwa ujian sakit dapat memberikan kita pelajaran tentang kesabaran, tawakal, dan intropeksi diri.
7) Ibu dari An. Anis S Setelah mendengar ceramah bimrohis, saya sadar bahwa keikhlasan dalam berdo’a dapat dibentuk melalui keikhlasan dalam menjalani ujian yang diberikan oleh Allah, termasuk ujian sakit. Jadi saya lebih dapat menikmati kesabaran dan keikhlasan dalam berdoa. Nyatanya dengan keikhlasan dan kesabaran, doa menjadi makbul karena anak saya berangsur-angsur membaik. Ruang dewasa 1) Miyati Ternyata sakit bukan hanya ujian untuk fisik saja namun juga untuk menguji kesabaran saya. Dengan sakit yang saya derita, terutama
61
setelah mendengarkan bimrohis, saya berusaha untuk bersabar dalam sikap serta ikhlas dalam berdoa.
2) Badriyah Alhamdulillah saya jadi lebih bisa menerima kenyataan ini sebagai suatu cobaan dan pasti ada anugerah di balik cobaan ini karena ada kemudahan di balik kesempitan. Saya juga semakin yakin bahwa penyakit saya pasti ada obatnya karena dari Allah penyakit ini datang dan pastinya kepada Allah saya harus meminta pertolongan. 3) Sulastri Saya lebih bisa ikhlas karena setelah saya mendapat bimrohis saya yakin bahwa melalui sakit saya dapat meningkatkan keimanan saya.
4) Lisnawati Ya saya semakin yakin kalau ujian harus dijalani dengan ikhlas dan sabar.
5) Wiwin Saya jadi tahu bahwa janji Allah itu benar kalau di balik kesukaran pasti ada kemudahan, buktinya suami saya alhamdulillah dapat menutup biaya perawatan saya. Saya jadi lebih tahu bahwa saya seharusnya bersyukur kepada Allah atas setiap ujian dan kebahagiaan dalam hidup saya. 6) Rumini Saya lebih bersabar dan berharap Allah meridlai saya untuk meningkatkan keimanan saya melalui ujian sakit ini.
7) Siti R Saya jadi tahu kalau sakit ternyata mengandung berkah dan peluang untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah. Dengan adanya sakit ini, saya merasa lebih dekat kepada Allah dibandingkan saat saya sehat.
62
8) Sunarti Setelah mengetahui seluk beluk sakit dalam Islam, saya jadi yakin kembali bahwa sakit tidak harus membuat putus asa melainkan harus membuat kita semakin sabar, ikhlas, dan optimis bahwa pertolongan Allah pasti tiba.
9) Junarti Saya jadi sadar bahwa selama ini ketakutan-ketakutan saya malah menjadikan saya jauh dari Allah. Setelah mendengarkan bimrohis, saya jadi tidak khawatir karena Allah pasti akan memberikan yang terbaik bagi saya dalam menghadapi ujian dari-Nya selama saya ikhlas dan bersabar. 10) Siti W Setelah mendengarkan ceramah bimrohis, saya sadar bahwa perbuatan saya salah dan sudah mendekati syirik. Saya lantas memperbanyak istighfar dan berlatih untuk sabar. Karena dengan kesabaran dan ibadah yang baik, penyakit dapat disembuhkan. Dan alhamdulillah memang saya merasa lebih baik dan lebih ikhlas dalam menerima ujian ini. 11) Susniyanti Ternyata keputusasaan malah akan menjauhkan diri saya dengan Allah. Oleh sebab itu setelah mendengar bimbingan dari bimrohis, saya jadi optimis untuk dapat sembuh dengan semakin mendekatkan diri kepada Allah.
12) Semi Saya jadi sadar bahwa ujian merupakan bagian dari ibadah yang dapat meningkatkan keimanan. Jadi, dalam menghadapi sakit ini, saya berusaha untuk lebih bisa sabar agar dapat ridla Allah untuk menjadi hamba yang meningkat keimanannya.
63
BAB IV PERANAN BIMBINGAN ROHANI ISLAM DALAM MENUMBUHKAN KESADARAN PASIEN RAWAT INAP RUMAH SAKIT ISLAM KENDAL AKAN HIKMAH SAKIT
4.1 Peranan Bimbingan Rohani Islam dalam Menumbuhkan Kesadaran Pasien akan Hikmah Sakit Berdasarkan hasil penelusuran di lapangan, lihat pada tabulasi di Bab III, dapat diketahui bahwasanya pasien rawat inap dan keluarganya memiliki permasalahan terkait dengan ujian sakit yang diterimanya sebagai berikut: 1. Masalah keputusasaan 2. Masalah tidak puas terhadap takdir 3. Masalah akhlak terkait mengumpat atau menggerutui Allah atas takdir yang diterimanya. Namun
setelah
menerima
materi
bimbingan
rohani
Islam,
permasalahan yang dialami oleh pasien di atas lambat laun mengalami perubahan di mana pasien mulai sadar akan hikmah yang terkandung dalam penyakit yang dideritanya sebagai bagian dari ujian Allah. Kesadaran tersebut meliputi kesadaran akan hal-hal sebagai berikut: 1. Kesadaran akan ikhtiar dan tawakal 2. Kesadaran akan sikap qonaah terhadap takdir 3. Kesadaran akan kesalahan tingkah laku kepada Allah Kesadaran yang timbul dalam diri pasien tersebut tentu tidak begitu saja timbul tanpa sebab melainkan dipengaruhi dari keberadaan bimbingan
rohani Islam. Menurut penulis, kesadaran tersebut tidak dapat dilepaskan dari peranan pemberian bimbingan rohani Islam yang diberikan oleh rohaniawan Rumah Sakit Islam (RSI) Kendal. Lebih khususnya terkait dengan pemilihan materi bimbingan rohani Islam yang secara lebih jelas dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Materi aqidah Aqidah secara etimologi adalah ikatan, sangkutan. Disebut demikian karena ia mengikat dan menjadi sangkutan atau gantungan segala sesuatu. Dalam pengertian teknisnya adalah iman atau keyakinan. Karena itu aqidah Islam ditautkan dengan rukun iman yang menjadi azas seluruh ajaran Islam. Jadi materi aqidah identik dengan materi keimanan yang terangkum dalam enam rukun yang disebut dengan rukun iman (Aziz, 2004: 195; lihat juga dalam Syukir, 1983: 60). Materi aqidah yang diberikan kepada pasien dan keluarganya terkait dengan hubungan antara sakit dengan ujian dan takdir Allah serta sakit sebagai media untuk meningkatkan keimanan. Selain terkait dengan ketentuan Allah tentang sakit, materi aqidah juga menjelaskan tentang ketentuan-ketentuan Allah tentang hikmah dari adanya kesulitan yang dihadapi oleh umat Islam. Materi-materi dakwah tentang aqidah yang disampaikan dama bimrohis adalah sebagai berikut: Pertemuan pertama: “Sakit hakekatnya adalah ujian bagi keimanan seorang manusia. Ujian keimanan ini sekaligus menjadi sarana bagi umat Islam untuk meningkatkan keimanan mereka. Umat Islam yang sabar dan tetap menjalankan ibadah-ibadah yang telah ditetapkan Allahlah yang akan meningkat keimanannya dengan ujian sakit ini. Jika
seorang muslim tidak sabar serta tetap menjalankan ibadah, maka sakit hanya akan menjadi bagian dari ujian atau cobaan tanpa pernah dapat menjadi media untuk meningkatkan keimanan mereka. Jadi ibu-ibu sekalian, marilah dengan adanya ujian sakit ini dapat menjadi media untuk meningkatkan keimanan kepada Allah, tentu saja dengan syarat menerima dan menjalani ujian sakit ini dengan penuh kesabaran dan tetap menjalankan syari’at agama Islam.” Pertemuan kedua “Allah tidak akan membiarkan hamba-Nya dalam kesulitan. Setiap kesulitan yang diberikan oleh Allah tentu terkandung hikmah dan barakah yang baik dan berguna bagi kehidupan kita. Janji Allah kepada hamba-Nya tentang cobaan atau kesulitan yang diterimanya telah jelas sekali tertulis dalam surat al-Isyra’ ayat 56, yakni
ﺍﺴﺮ ﻳ ﺴ ِﺮ ﻌ ﻊ ﺍﹾﻟ ﻣ ﴾ ِﺇﻥﱠ5﴿ ﺍﺴﺮ ﻳ ﺴ ِﺮ ﻌ ﻊ ﺍﹾﻟ ﻣ ﹶﻓِﺈﻥﱠ “Maka sesungguhnya di balik kesulitan ada kemudahan. Sesungguhnya di balik kesulitan pasti ada kemudahan” Allah tidak akan pernah mengingkari janji-janji yang telah difirmankan dalam Kalamullah. Oleh sebab itu, disaat kita sedang diuji oleh Allah, kita harus tetap meyakini akan kebenaran janji Allah tersebut. Yakinlah bahwa setelah kesulitan-kesulitan yang ada dalam ujian sakit, akan terbuka kemudahan-kemudahan yang banyak berguna dalam kehidupan kita. Yang terpenting kita harus tetap sabar dan berkeyakinan bahwa kita mampu melewati setiap ujian yang diberikan oleh Allah karena Allah tidak akan pernah memberikan ujian yang melebihi batas kemampuan hamba-Nya.
ﺎﻌﻬ ﺳ ﻭ ﺎ ِﺇﻟﱠﺎﻧ ﹾﻔﺴ ﻪ ﻒ ﺍﻟﱠﻠ ﻳ ﹶﻜﻠﱢ ﻟﹶﺎ “Dan tiada Allah memberikan cobaan kepada manusia melainkan sesuai dengan batas kemampuannya” Akhir dari semua pembahasan tadi adalah marilah senantiasa memupuk keyakinan bahwasanya Allah akan mempersiapkan kemudahan-kemudahan dalam setiap kesulitan-kesulitan yang dihadapi hamba-Nya dan berkeyakinan bahwa kita mampu melewati setiap ujian karena Allah tidak akan memberikan ujian atau cobaan kepada manusia yang melebihi batas kemampuan manusia.“ Pertemuan ketiga “Dalam menghadapi setiap cobaan, manusia harus senantiasa menyandingkan antara usaha dengan kepasrahan. Maksudnya adalah setiap usaha yang dilakukan oleh manusia pada akhirnya
harus disertai sikap pasrah kepada Allah yakni menerima hasil usaha kita. Jika Allah masih berkenan untuk memperpanjang ujian, maka kita harus tetap sabar dalam usaha dan kepasrahan. Jika Allah berkenan untuk memberikan hidayah sehingga kita dapat menyelesaikan cobaan tersebut dengan keimanan, maka kita harus tetap mengingat tentang apa yang telah kita alami dan jalani sehingga pada waktu yang akan datang dapat menjadi inspirasi kehidupan kita. Pasrah yang diperintahkan oleh Allah adalah pasrah dengan tetap berusaha. Maksudnya adalah manusia memang boleh memasrahkan keadaannya kepada Allah namun tetap harus diimbangi dengan usaha seperti tetap beribdah dan memanjatkan do’a memohon segera keluar dari cobaan yang dialami dengan penuh keimanan. Jadi, dalam menghadapi ujian, kita harus senantiasa berpasrah dan berusaha, atau berusaha dan berpasrah dengan tetap berkeyakinan bahwa Allah senantiasa memberikan yang terbaik bagi hamba-Nya dalam setiap kenikmatan maupun ujian.” Materi-materi di atas menurut penulis terpusat pada hal-hal yang berhubungan dengan tauhidiah, hakekat sakit dan fungsi sakit, fungsi sabar saat sakit. Dengan adanya materi-materi tersebut, pasien dan keluarganya akan lebih merasa kembali mengingat Allah, sabar, tenang, dan ikhlas dalam menghadapi ujian sakit. Hal ini seperti termaktub dalam respon pasien rawat inap yang menyatakan bahwa setelah adanya materi bimrohis mereka lebih menjadi sabar, tenang, dan ikhlas sebagaimana diungkapkan oleh mayoritas pasien (hasil wawancara dengan pasien; sebagaimana telah disebutkan pada Bab III). Pada materi yang menjelaskan tentang hakekat sakit sebagai ujian serta peluang untuk meningkatkan keimanan kepada Allah, menurut penulis, dapat bermanfaat untuk mengantisipasi bahaya musyrik saat manusia sedang ditimpa bencana atau ujian. Saat manusia sedang mendapatkan ujian dari Allah, tidak jarang ujian tersebut membuat
manusia menjadi bimbang tentang wujud Allah, selanjutnya terhadap ajaran agama. Jika telah demikian, kadang-kadang manusia melupakan Allah dan berpaling kepada bantuan dari “luar”, yang melampaui kekuatan manusia selain Allah. Keadaan ini biasanya terjadi pada kondisi keimanan yang telah didahului oleh keraguan dan kegoncangan (Darajat, 1974:173). Dengan demikian, maka secara tidak langsung, materi-materi di atas dapat menciptakan i’tikad batiniah dalam diri manusia (Syukir, 1983:61). I’tikad bathiniah yang dimaksud adalah kemauan secara batin untuk senantiasa dekat dengan Allah sehingga batin akan terasa lebih tenang dan percaya akan kehendak-kehendak Allah terhadap hamba-Nya sehingga akan meminimalisir dan bahkan menghilangkan keinginan untuk mencari bantuan kepada selain Allah. Contoh riil dari fungsi dan manfaat materi tauhidiah dapat terlihat dari respon pasien rawat inap yang bernama Junarti, Siti W., Susniyanti, dan ibunda dari ananda Alifatun R (Dijelaskan dalam Bab III). Sedangkan materi hakekat sakit, adanya jaminan Allah yang menjadikan ujian – yang mana salah satunya berupa sakit sebagai – sarana peningkatan iman dan ditunjang dengan fungsi sabar dalam menghadapi ujian sakit akan semakin menjadikan pasien lebih sabar dalam menerima ujian sakit. Sabar adalah menahan diri dan membawanya kepada yang diturunkan syara’, dan akal serta menghindarkanya kepada yang dibenci oleh keduanya. Dan juga sabar adalah tetap tegaknya dorongan agama
terhadap dorongan hawa nafsu. Barang siapa yang tetap tegak bertahan sehingga dapat menundukkan dorangan hawa nafsu secara terus menerus maka ia termasuk golongan orang yang sabar. Dengan adanya kesabaran, seseorang akan dapat meningkatkan kekuatan melangkah untuk hal-hal yang
bermanfaat
dan
kekuatan
menahan
untuk
hal-hal
yang
membahayakan (Al-Jauziyah, 2005: 17). Menurut penulis, kesabaran yang muncul dalam diri pasien tidak dapat dilepaskan dari adanya materi yang berkaitan dengan penjelasan bahwasanya Allah tidak akan memberikan ujian melainkan sesuai dengan kemampuan hamba-Nya. Penjelasan tersebut tentu akan memacu keyakinan pasien bahwa mereka akan mampu melewati ujian sakit yang diberikan oleh Allah karena adanya janji Allah tersebut. Sabar juga akan memicu tumbuhnya rasa syukur pasien. Hal ini dapat dijelaskan melalui hubungan antara sabar, qonaah, dan syukur. Menurut penulis, sabar akan memunculkan sikap qonaah, yakni menerima apa yang telah diberikan oleh Allah; baik dalam bentuk ujian maupun kenikmatan. Sikap qonaah akan menjadikan manusia untuk lebih dapat menerima ujian dari Allah tanpa melupakan tradisi syukur atas kenikmatan yang diberikan oleh Allah kepada mereka. Dari sinilah kemudian dapat disarikan bahwasanya sabar akan memunculkan sikap qonaah yang mana di dalamnya akan terwujud sikap menerima ujian serta tetap mensyukuri nikmat yang diterima pada saat ujian tersebut datang.
Syukur juga menjadi penting dalam setiap menghadapi ujian. Sebab pada umumnya manusia lebih banyak “menggerutu” pada saat ditimpa masalah daripada mensyukuri nikmat yang diperoleh seiring ujian yang dihadapinya. Kealpaan manusia untuk melakukan syukur terhadap nikmat Allah akan menjadikan kemurkaan bagi Allah dan akan semakin menenggelamkan manusia dalam ujian-ujian maupun adzab Allah yang lain. Hal ini seperti telah dijelaskan oleh Allah yang menegaskan bahwasanya orang yang mensyukuri nikmat Allah akan semakin bertambah nikmat yang diberikan oleh Allah; sebaliknya, orang yang tidak mau bersyukur (kufur nikmat) – meskipun dalam keadaan sedang menerima ujian – maka Allah akan mengiriminya adzab yang pedih. Jadi jelas sekali bahwasanya materi-materi bidang aqidah lebih cenderung berorientasi pada pemupukan dan peningkatan aqidah pasien. Materi tauhidiah akan menjauhkan pasien dari sikap musyrik. Sedangkan sabar – selain sebagai media penyembuh sakit – juga akan menumbuhkan sikap qonaah dalam diri pasien yang berdampak pada terjaganya sikap syukur dalam menghadapi ujian. 2. Materi syari’at Syari’at dalam Islam erat hubunganya dengan amal lahir (nyata) dalam rangka mentaati semua peraturan atau hukum Allah guna mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya dan mengatur pergaulan hidup manusia dengan manusia. Syari’ah dibagi menjadi dua bidang, yaitu ibadah dan muamalah. Ibadah adalah cara manusia berhubungan dengan
Tuhan. Dilihat dari segi bentuk dan sifatnya, ibadah dapat dibagi ke dalam lima kategori yaitu (1) ibadah dalam bentuk perkataan atau lisan, seperti berdzikir, berdoa dan membaca al-Qur’an (2) ibadah dalam bentuk perbuatan yang tidak ditentukan bentuknya, seperti membantu atau menolong orang lain, mengurus jenazah (3) ibadah dalam bentuk pekerjaan yang telah ditentukan wujudnya seperi shalat, puasa, zakat dan haji (4) ibadah yang cara dan pelaksanaannya berbentuk menahan diri seperti puasa dan iktikaf (5) ibadah yang sifatnya menggugurkan hak, misalnya memaafkan orang lain dan membebaskan orang yang berhutang dari kewajiban membayar (Daud Ali, 1998: 245-246). Sedangkan muamalah adalah ketetapan Allah yang berlangsung dengan kehidupan sosial manusia. Seperti hukum warisan, rumah tangga, jual beli, kepemimpinan dan amal-amal lainnya (Aziz, 2004: 196; lihat juga dalam Syukir, 1983: 61). Materi syari’at yang diberikan kepada pasien dan keluarga pasien yang berhubungan dengan materi ketentuan-ketentuan masalah hak dan kewajiban orang yang sedang sakit sedikit banyak juga berperan dalam pembentukan sikap pasca bimrohis dalam diri pasien. Dalam materi syari’at, pasien diberikan pengertian tentang kewajiban-kewajiban yang tetap menjadi tanggungan mereka. Untuk lebih jelasnya, berikut penulis akan memaparkan materi-materi syari’ah yang disampaikan dalam bimrohis sebagai berikut:
Pertemuan Pertama Pada pertemuan pertama, materi syari’ah yang diberikan kepada pasien adalah berupa panduan dalam mengerjakan ibadah shalat, panduan do’a, dan beberapa contoh dzikir yang dapat diamalkan oleh orang yang sakit. Pertemuan kedua “Ibu-ibu ingin tahu apa yang dapat menjadi alat penyembuh sakit? Alat yang menjadi penyembuh sakit itu tidak lain adalah shalat dan sabar. Hal itu seperti dijelaskan oleh Allah bahwasanya dengan shalat dan bersabar akan dapat menjadi media untuk menyembuhkan penyakit. Oleh sebab itu mari senantiasa menjaga shalat dan meningkatkan kesabaran. Dengan demikian kita tidak hanya tetap menjaga tugas dan kewajiban kita sebagai umat Islam saja namun juga untuk dapat memberikan kemudahan dalam proses kesembuhan.” Pertemuan ketiga “Jika kita sedang ditimpa masalah, maka tidak ada tempat lain untuk meminta pertolongan melainkan Allah SWT. Cara meminta tolong kepada Allah adalah dengan memanjatkan do’a kepadaNya. Jangan memohon kepada selain Allah karena itu akan menjadikan kita sebagai orang yang musyrik karena ingkar kepada Allah. Kenapa harus berdo’a? Allah telah menjanjikan sendiri kepada hamba-hamba agar berdo’a kepada-Nya, do’a-do’a itu akan dikabulkan oleh-Nya. Hal ini sebagaimana dijanjikan Allah dalam salah satu firman-Nya yakni ‘Berdo’alah kepadaKu, niscaya akan Aku kabulkan’ Lantas, bagaimana do’a yang baik? Do’a yang baik adalah do’a yang diikuti dengan pertaubatan, harapan, dan jangan lupa untuk menyertakan shalawat kepada Nabi Muhammad SAW. Karena shalawat merupakan sarana pengantar do’a dari hamba kepada Rabbnya.” Dari materi-materi di atas jelas sekali bahwasanya materi ditekankan pada penjabaran tentang syari’at-syari’at ibadah yang menjadi pokok dalam kehidupan terutama pada saat sedang dilanda cobaan.
Shalat, do’a, dan kesabaran merupakan tiga hal yang utama yang perlu mendapat perhatian dan tempat dalam diri manusia yang sedang dilanda musibah. Materi shalat akan dapat memahamkan pasien tentang tidak adanya halangan yang dapat menjauhkan manusia dari proses berkomunikasi dengan Allah melalui ibadah shalat. Pasien akan mengetahui bagaimana cara shalat pada saat sakit sehingga pasien tetap dapat menjaga tugas dan kewajibannya walaupun dalam keadaan sakit. Hal ini menjadi penting karena shalat merupakan salah satu ibadah wajib yang harus dilaksanakan oleh pasien dan merupakan sarana komunikasi yang paling sering dilakukan oleh umat Islam kepada Allah dibandingkan dengan ibadah-ibadah wajib lainnya seperti puasa, zakat, bahkan haji. Dengan demikian, pemahaman pasien akan syariat shalat akan dapat menguatkan pemahaman mereka akan syari’at shalat. Materi tentang shalat penting karena shalat merupakan sebuah titik tolak yang sangat baik untuk pendidikan keagamaan. Pertama, shalat itu mengandung
arti
pengakuan
ketaqwaan
kepada
Allah
SWT,
memperkokoh dimensi vertikal manusia yaitu tali hubungan dengan Allah Swt (habl-un min Allah). Segi ini dilambangkan dengan takbiratul ihram pada pembukaan shalat. Kedua, shalat itu menegaskan pentingnya memelihara hubungan dengan sesama manusia secara baik, penuh kedamaian, dengan kasih atau rahmat serta berkah Tuhan. Jadi memperkuat dimensi horizontal hidup manusia, (habl-un min an-nas). Ini
dilambangkan dalam taslim atau ucapan salam pada akhir shalat dengan anjuran kuat menengok ke kanan dan kiri (Madjid, 2000: 96). Dengan demikian dapat dimengerti bahwasanya penyampaian pesan tentang syari’at shalat secara tidak langsung adalah untuk mempererat hubungan antara manusia dengan Allah. Selain itu shalat juga dapat menjadi tolok ukur ketakwaan seseorang melalui penanaman sebuah rasa takluk yang dalam sebuah kepercayaan yang diekspresikan dengan gerakan tubuh yaitu ruku dan sujud (Khanam, 2000: 19). Jadi secara tidak langsung, materi shalat akan menjadikan media pasien untuk lebih dapat memperbaiki kualitas shalat mereka sehingga mereka tetap terjaga dan berpeluang meningkat kualitas keimanan mereka. Secara tidak langsung, pemahaman akan manfaat shalat sebagai media penyembuh akan menjadikan pasien semakin sering dalam melaksanakan shalat. Apabila hal ini terjadi, maka rutinitas shalat itu sendiri pada akhirnya akan menjadikan manusia terjaga maupun meningkat kualitas ketakwaannya. 3. Akhlak Akhlak adalah bentuk jamak dari khuluq yang secara etimologi berati budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabiat. Akhlak bisa berarti positif dan bisa pula negatif. Yang termasuk positif adalah akhlak yang sifatnya benar, amanah, sabar, dan sifat baik lainnya. Sedangkan yang negatif adalah akhlak yang sifatnya buruk, seperti sombong, dendam,
dengki dan khianat (Aziz, 2004: 195-196; lihat juga dalam Syukir, 1983: 62-63). Materi akhlak yang diberikan tidak dapat dilepaskan dari materimateri syari’at dan aqidah. Hal ini tidak lain karena akhlak merupakan perwujudan dari adanya aqidah dan pemahaman terhadap syari’at agama. Akhlak yang ditekankan adalah tentang bagaimana bersikap kepada Allah SWT terhadap ujian yang diterima pasien. Beberapa contoh materi akhlak yang disampaikan dalam bimrohis RSI Kendal adalah sebagai berikut: Pertemuan Kedua “Shalat selain sebagai penyembuh sakit juga merupakan wujud perilaku kecintaan kita kepada Allah. Jadi shalat yang kita lakukan haruslah penuh keikhlasan. Shalat yang dilakukan dengan penuh keikhlasan, maka shalat akan benar-benar bermanfaat untuk mendekatkan diri kita kepada Allah sekaligus untuk menambah kecintaan Allah kepada kita.” Pertemuan ketiga “Lantas, bagaimana do’a yang baik? Do’a yang baik adalah do’a yang diikuti dengan pertaubatan, harapan, dan jangan lupa untuk menyertakan shalawat kepada Nabi Muhammad SAW. Karena shalawat merupakan sarana pengantar do’a dari hamba kepada Rabbnya.” Secara tidak langsung, materi akhlak terpusat pada akhlak dzikrullah dalam bentuk shalat dan do’a. Akhlak merupakan perwujudan sikap dari keimanan dalam bentuk perilaku setelah adanya pengakuan dalam hati dan pengikraran dengan ucapan. Materi akhlak shalat dan do’a yang dimodifikasikan sebagai penyembuh sakit akan membuat pasien lebih terdorong untuk melaksanakan atau menambah rutinitas shalat dan do’a. Rutinitas dzikir inilah yang menurut penulis memiliki peranan
utama bagi pasien – sebagai aplikasi materi aqidah dan syari’at – untuk mampu memperbaiki akhlak mereka kepada Allah yang nantinya juga berdampak pada akhlak mereka kepada seluruh alam semesta. Hal tersebut tidak berlebihan karena akhlak kepada Allah yang semakin baik dan berkualitas akan membentuk hati yang bersih dan terhindar dari penyakit hati. Bersihnya hati akan membuat manusia jauh dari sikap buruk. Bastaman (2001: 136) mengklasifikasikan sifat-sifat mazmumah (sifat buruk) sebagai bagian dari penyakit hati. Sifat-sifat tercela secara langsung atau tak langsung dapat menimbulkan gangguan dan penyakit ruhani. Dengan demikian, dzikrullah sebagai akhlak manusia kepada Allah secara tidak langsung akan memberikan dampak terhadap kebersihan hati dan berimbas pada jauhnya perilaku buruk manusia. Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat diketahui bahwasanya materi bimbingan rohani Islam yang diberikan di RSI Kendal merupakan rangkaian materi yang memiliki hubungan timbal balik dan saling mempengaruhi. Hal ini dapat dijelaskan melalui bagan berikut ini: Bagan Hubungan antar materi dalam Bimrohis RSI Kendal Aqidah
Syari’at
Akhlak
Selain sebagai satu kesatuan rangkaian, materi-materi bimrohis di atas juga memiliki peranan yang cukup signifikan dalam menumbuhkan kesadaran pasien akan hikmah sakit. Kesadaran tersebut muncul karena hubungan antar ketiga lingkup materi tersebut akan mewujudkan sebuah hasil yang positif dalam diri pasien, khususnya dalam sikap penerimaan terhadap ujian sakit yang dideritanya. Menurut penulis, kemunculan kesadaran tersebut diawali dari adanya kesadaran “dasar” dalam diri pasien yang didorong dari adanya materi yang menyampaikan tentang ketentuan dan janji Allah perihal hakekat ujian, yang mana salah satunya adalah ujian sakit, bagi umat Islam. Janji Allah yang menjadikan sakit sebagai media peningkatan keimanan umat Islam akan menjadikan pasien merasa tersanjung dan dapat memotivasi untuk berupaya sebaik dan sesabar mungkin dalam menerima ujian tersebut. Proses memunculkan motivasi tersebut penting karena keadaan mental atau jiwa yang sedang tidak stabil karena rasa cemas, iri hati, gelisah, sedih, merasa rendah diri, pemarah, bimbang, dan sebagainya dapat menyebabkan timbulnya gangguan pada aspek pikiran dan perilaku. Gangguan terhadap pikiran seperti, sering lupa, tidak mengkonsentrasikan pikiran tentang sesuatu yang penting, dan kemampuan berfikir menurun, sedangkan gangguan terhadap perilaku bervariasi bentuknya seperti tindak kriminal, agresif, dan destruktif (Daradjat, 1982: 16) Penjelasan di atas semakin mempertegas bahwasanya aspek kesadaran “dasar” yang terbatas pada lingkup wacana tersebut akan memacu pada aspek
perilaku. Dengan demikian, materi tentang ketentuan Allah terkait shalat dan do’a sebagai media penyembuh akan semakin menjadikan pasien mencoba untuk tetap menjaga shalat dan do’a mereka. Terlebih lagi, dengan pelaksanaan shalat tersebut mereka juga telah mendapatkan hikmah dengan semakin membaiknya kondisi kesehatan mereka. Selain karena efek shalat sebagai penyembuh sakit, perilaku atau akhlak yang diwujudkan melalui pelaksanaan shalat dan pemanjatan do’a akan menjadikan pasien lebih sering mengingat Allah. Proses pengingatan Allah inilah yang kemudian akan memunculkan ketenangan hati yang hakiki. Hal ini seperti telah dijelaskan dan dijanjikan oleh Allah dalam firman-Nya surat ar-Ra’du ayat 28 berikut ini:
﴾28﴿ ﺏ ﻦ ﺍﹾﻟ ﹸﻘﻠﹸﻮ ﻤِﺌ ﺗ ﹾﻄ ﻢ ِﺑ ِﺬ ﹾﻛ ِﺮ ﺍﻟﻠﱠ ِﻪ ﹶﺃﻟﹶﺎ ِﺑ ِﺬ ﹾﻛ ِﺮ ﺍﻟﻠﱠ ِﻪ ﻬ ﺑﻦ ﹸﻗﻠﹸﻮ ﻤِﺌ ﺗ ﹾﻄﻭ ﻮﺍﻣﻨ ﻦ َﺁ ﺍﱠﻟﺬِﻳ Artinya
: “Orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.”
Jadi jelas sekali bahwasanya tujuan tengah dari pemberian materi bimbingan rohani Islam adalah untuk memunculkan ketenangan jiwa dengan memberikan makanan yang baik pada jiwa atau hati para pasien dengan pelaksanaan shalat, do’a dan dzikir-dzikir ringan. Sedangkan tujuan akhir dari pemberian materi bimrohis di atas, menurut penulis, tidak lain adalah untuk menciptakan perilaku yang positif dari pasien terhadap ujian yang diterimanya dan pasca kesembuhannya.
Hubungan hati – yang dalam lingkup psikologis dapat disandarkan pada istilah mental atau jiwa – dengan perilaku ini menurut Daradjat (1982: 16) dapat dijelaskan bahwasanya kebahagiaan dan ketenteraman hidup manusia tidak tergantung pada faktor luar seperti, keadaan sosial, ekonomi, politik dan sebagainya melainkan lebih terpengaruh pada cara dan sikap dalam menghadapi factor-faktor tersebut. Orang yang sehat mental atau jiwanya, meskipun menghadapi goncangan ekonomi yang tidak stabil akan tetap tenang dan tidak mudah putus asa, pesimis atau apatis. Sebaliknya bagi orang yang terganggu keadaan mental atau jiwanya akan mempengaruhi keseluruhan hidupnya. Pengaruh itu meliputi perasaan, pikiran, kecerdasan, perilaku dan kesehatan. Pendapat dari Darajat tersebut dapat diterima karena Nabi Muhammad SAW sendiri telah menjelaskan hubungan hati dan tingkah laku manusia dalam haditsnya sebagai berikut:
ﻡ.ﻌﻤﺎﻥ ﺍﺑﻦ ﺑﺸﲑ ﺭﺿﻲ ﺍﷲ ﻋﻨﻬﻤﺎ ﻗﺎﻝ ﲰﻌﺖ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﷲ ﺹﻋﻦ ﺃﰉ ﻋﺒﺪ ﺍﷲ ﺍﻟﻨ ﺇ ﹼﻥ ﰲ ﺍﳉﺴﺪ ﻣﻀﻐﺔ ﺇﺫﺍ ﺻﻠﺤﺖ ﺻﻠﺢ ﺍﳉﺴﺪ ﻛﻠﹼﻪ ﻭﺇﺫﺍ ﻓﺴﺪﺕ ﻓﺴﺪ... :ﻳﻘﻮﻝ (ﺍﳉﺴﺪ ﻛﻠﹼﻪ ﺃﻻﻭﻫﻲ ﺍﻟﻘﻠﺐ )ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻯ ﻭ ﻣﺴﻠﻢ Artinya
: “Dari Abi Abdillah an-Nu’man bin Basyir r.a. telah berkata: aku telah mendengar Rasulullah Saw telah bersabda: … Ingatlah bahwa dalam jasad itu ada sekerat daging, jika ia baik, baiklah jasad seluruhnya dan jika ia rusak, rusaklah jasad seluruhnya. Ingatlah! Itu adalah hati (H.R. Bukhari dan Muslim) (Dahlan, 1985: 18-20).
Hadits di atas semakin mempertegas akan peranan bimrohis RSI Kendal dalam menimbulkan kesadaran akan hikmah sakit. Dengan adanya ketenangan jiwa atau hati, maka akan memunculkan sikap yang positif
sehingga mereka dapat lebih mudah dalam menumbuhkan kesadaran dari dalam diri mereka sendiri terhadap hikmah sakit yang mereka alami. Dalam istilah lain, tentang perubahan yang dialami manusia melalui pengalaman jiwa spiritualnya, oleh Darajat (2005 : 160-161) disebut dengan istilah konversi agama. Pengertian konversi agama sendiri adalah pertumbuhan atau perkembangan spiritual yang mengandung perubahan arah yang cukup berarti, dalam sikap terhadap ajaran dan tindak agama. Konversi agama juga menunjukkan bahwa suatu perubahan emosi yang tiba-tiba ke arah mendapat hidayah Allah secara mendadak, telah terjadi, yang mungkin saja sangat mendalam atau dangkal. Dan mungkin pula terjadi perubahan tersebut secara berangsur-angsur. Proses terjadinya konversi agama, sebenarnya sukar untuk menentukan satu garis, atau satu rentetan proses yang akhirnya membawa kepada keadaan keyakinan yang berlawanan dengan keyakinannya yang lama. Proses ini berada antara satu orang dengan lainnya, sesuai dengan pertumbuhan jiwa yang dilaluinya, serta pengalaman dan pendidikan yang diterimanya sejak kecil, ditambah dengan suasana lingkungan, dimana ia hidup dan pengalaman terakhir yang menjadi puncak dari perubahan keyakinan itu. Secara lebih jelasnya, peranan bimbingan rohani Islam dalam menumbuhkan kesadaran dalam diri pasien terhadap hikmah sakit dapat dilihat pada bagan berikut:
Ketentuan Allah tentang hakekat sakit bagi umat Islam
Ketentuan Allah tentang kemudahan dibalik kesulitan
Ketenangan mendasar karena adanya jaminan dari Allah
Ketentuan Allah tentang penyembuh sakit
Syari’at tentang shalat dan do’a
Pelaksanaan shalat, do’a, dan dzikir
Pelaksanaan shalat, do’a, dan dzikir
Ketenangan jiwa atau hati
Perilaku positif pasien
Tumbuhnya kesadaran akan hikmah sakit Sumber: dikembangkan oleh penulis, 2009
Sedangkan terkait dengan metode penyampaian, meskipun terdapat perbedaan cara penyampaiannya, menurut penulis tidak memberikan pengaruh yang negative terhadap proses bimrohis dalam mencapai tujuan akhir. Hal ini karena perbedaan metode tersebut lebih didasarkan pada perbedaan kapasitas ruangan. Namun begitu, menurut penulis, metode yang lebih baik dilaksanakan adalah metode kelompok. Dengan melaksanakan metode kelompok, para pasien akan lebih dapat mengetahui kondisi ujian yang diderita dirinya maupun teman-teman di sekitarnya. Dengan demikian, hal ini akan menjadi motivasi tersendiri bagi pasien. Suatu missal, pasien yang mengalami penyakit yang lebih ganas akan menjadi refleksi bagi pasien yang lebih ringan penyakitnya untuk lebih dapat menerima keadaannya. Demikian juga halnya dengan adanya perkembangan kesehatan dari salah satu anggota kelompok juga akan memacu semangat kesembuhan dengan menerapkan materi bimrohis.
4.2 Tinjauan Bimbingan Konseling Islam terhadap Peranan Bimbingan Rohani Islam di Rumah Sakit Islam Kendal Menurut Faqih (2001: 35) tujuan bimbingan konseling Islam adalah untuk membantu individu mewujudkan dirinya sebagai manusia seutuhnya agar mencapai kebahagiaan hidup didunia dan di akhirat. Maksud dari diri seutuhnya tidak lain adalah lingkup diri manusia itu sendiri yakni kondisi hati dan perilaku fisiknya. Jadi apabila seseorang ingin mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat, maka harus mampu membentuk kondisi hati yang baik dan berksesuaian dengan nilai-nilai ajaran agama serta diwujudkan dalam perilaku fisik yang baik pula. Dengan demikian, secara tidak langsung, ranah bimbingan rohani Islam adalah meliputi ranah psikis (hati atau jiwa) dan ranah fisik (perilaku). Lebih lanjut dijelaskan bahwa bimbingan sifatnya hanya merupakan bantuan, hal ini sudah diketahui dari pengertian dan definisinya. Individu yang dimaksud di sini adalah orang yang dibimbing, baik perorangan maupun kelompok. “Mewujudkan diri sebagai manusia seutuhnya”. Hal ini mewujudkan diri manusia sesuai dengan hakekatnya sebagai manusia untuk menjadi manusia yang selaras dengan perkembangan unsur dirinya dan pelaksanaan fungsi atau kedudukannya sebagai makhluk Allah (makhluk religius), makhluk individu, makhluk sosial, dan sebagai makhluk berbudaya (Faqih, 2001: 35). Jadi bimbingan lebih bersifat bantuan untuk lebih memaksimalkan pengamalan potensi manusia. Bimbingan bukanlah proses mendikte
melainkan sebuah proses pembelajaran menumbuhkan kesadaran diri manusia akan potensi yang ada dalam dirinya. Dengan demikian, melalui bimbingan rohani Islam, manusia akan lebih dapat dan mampu mengoptimalkan potensi dalam diri mereka tanpa adanya proses imitasi yang cenderung fanatik. Terkait dengan pemberian bimbingan rohani Islam di RSI Kendal, dapat diketahui bahwasanya proses tersebut lebih cenderung pada proses menumbuhkan
kesadaran
dalam
diri
pasien.
Penegasan
tentang
kecenderungan tersebut, menurut penulis, dapat ditelusuri melalui hubungan antar materi. Apabila diperhatikan, materi-materi yang disampaikan memiliki hubungan yang berkesinambungan dan kontinuitas. Pada pertemuan pertama, rohaniawan lebih memusatkan pada lingkup membuka kesadaran pasien (klien) terhadap azas kaidah aqidah dalam Islam, khususnya berkaitan dengan takdir, ketentuan, dan janji Allah. Setelah adanya pemahaman tersebut, kemudian rohaniawan mencoba untuk masuk lebih mendalam pada lingkup perilaku (psikomotorik) klien dengan memberikan sugesti tentang syari’atsyari’at yang menjadi kewajiban pasien sekaligus sebagai media penyembuh. Selain menumbuhkan motivasi kesadaran, rohaniawan juga memberikan sugesti positif terkait dengan perilaku manusia tatkala sedang diuji oleh Allah. Dengan adanya rentetan materi tersebut, maka dapat dipastikan bahwasanya seseorang yang menerima materi tersebut akan terbuka hatinya untuk menerima sugesti tentang ketentuan Allah terkait ujian sakit dan
kemudian akan dilanjutkan dengan menjalankan shalat dan do’a sebagai stimulus dari sugesti yang diberikan. Hasil dari pemahaman terhadap sugesti dan pelaksanaan hal-hal yang menjadi stimulus akan menempatkan kesadaran diri sebagai hasil akhir dari proses bimbingan rohani Islam. Secara sederhana, proses pemberian materi bimrohis di RSI Kendal cenderung memusatkan pada timbulnya kesadaran akan hikmah sakit dan perbaikan ibadah melalui pembiasaan pelaksanaan ibadah yang disertai dengan stimulus-stimulus yang terkandung dalam ibadah itu sendiri. Terkait dengan tujuan tersebut, apa yang telah dilakukan dalam bimrohis RSI Kendal memiliki kesesuaian dengan tujuan bimbingan rohani Islam sebagaimana diungkapkan oleh Adz-Dzaky (2004: 220-221) yang menjelaskan bahwa tujuan bimbingan Islam adalah : 1. Untuk menghasilkan suatu perubahan, perbaikan, kesehatan dan kebersihan jiwa dan mental. Jiwa menjadi tenang, tenteram dan damai (muthmainnah), bersikap lapang dada (radhiyah) dan mendapatkan pencerahan taufik dan hidayah Tuhannya (mardhiyah). 2. Untuk menghasilkan suatu perubahan, perbaikan dan kesopanan tingkah laku yang dapat memberikan manfaat baik pada diri sendiri maupun lingkungan sekitarnya. 3. Untuk menghasilkan kecerdasan rasa (emosi) pada individu sehingga muncul dan berkembang rasa toleransi, kesetiakawanan, tolong-menolong dan rasa kasih sayang.
4. Untuk menghasilkan kecerdasan spiritual pada diri individu sehingga muncul dan berkembang rasa toleransi, sehingga muncul dan berkembang rasa keinginan untuk berbuat taat kepada Tuhannya, ketulusan mematuhi segala perintah-Nya serta ketabahan menerima ujian-Nya. 5. Untuk menghasilkan potensi Ilahiyah, sehingga dengan potensi itu individu dapat melakukan tugasnya sebagai khalifah dengan baik dan benar serta dapat dengan baik menanggulangi berbagai persoalan hidup dan dapat memberikan kemanfaatan dan keselamatan bagi lingkungannya pada berbagai aspek kehidupan. Dengan demikian dapat dikemukakan sebuah simpulan bahwasanya proses bimrohis di RSI Kendal merupakan proses bimbingan yang bertujuan untuk memberikan perubahan di tingkatan wacana (pemahaman) serta tingkah laku melalui pemberian sugesti-sugesti dan stimulus-stimulus yang terkandung dalam ujian sakit serta ibadah. Secara lebih jelasnya dapat dilihat pada bagan berikut ini: Ketetapan Allah akan hakekat sakit bagi umat Islam
Ketetapan Allah perihal shalat dan do’a sebagai media penyembuh sakit
Ketetapan Allah perihal kemudahan di balik kesulitan
Sugesti tentang kekuasaan Allah
Qalb dan aqliyah
Pemahaman akan aqidah (keimanan)
Stimulus shalat sebagai media penyembuh
Akhlak atau psikomotorik
Pembiasaan shalat dan do’a
Sumber: dikembangkan oleh penulis, 2009
Terkait dengan tujuan akhir dari bimbingan rohani Islam RSI Kendal, dapat diketahui bahwa ada upaya untuk mengajak pasien untuk memperbaiki kondisi kehidupannya terkait dengan perilaku pada saat menerima cobaan dari Allah SWT. Sebab tanpa adanya bimbingan, seseorang akan dapat terjerumus dalam kesesatan. Indikasi sederhana dari kekhawatiran tersebut adalah sikap-sikap pasien dan keluarganya yang cenderung berpeluang menimbulkan dampak negatif pada aspek keimanan. Dalam konteks dakwah, fenomena yang dialami oleh para pasien dan keluarganya merupakan sebuah keadaan yang membahayakan bagi kadar keimanan umat Islam. Oleh sebab itu, menurut penulis perlu adanya langkahlangkah dakwah untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan. Langkah-langkah dakwah tersebut tidak lain adalah dengan memberikan bimbingan yang berkaitan dengan nilai-nilai keagamaan Islam. Jika ditelaah secara mendalam dalam konteks dakwah, proses bimrohis RSI Kendal merupakan wujud dakwah. Disebut wujud dakwah karena proses bimrohis meliputi pemberian wacana tentang sikap pasien dalam menghadapi ujian sakit. Dengan demikian, perubahan tingkah laku dalam menghadapi ujian
sakit setelah adanya pemberian bimrohis (sebagai materi dakwah) merupakan hasil akhir dari tujuan dakwah.
BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan Berdasarkan penjelasan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Peranan bimbingan rohani Islam di RSI Kendal cenderung pada pembentukan kesadaran awal melalui penanaman pemahaman yang kemudian berkembang pada tujuan tengah dengan timbulnya perilaku positif berupa pelaksanaan shalat dan do’a untuk mencapai ketenangan jiwa. Hasil akhir dari proses pemberian bimrohis tersebut adalah timbulnya kesadaran akan hikmah sakit dalam diri pasien. Jadi pada dasarnya, pemberian bimrohis adalah untuk menimbulkan perilaku positif dengan menumbuhkan ketenangan jiwa atau hati sebelumnya dan didasari dengan pemahaman terhadap aqidah sebagai materi awal. 2. Ditinjau dari bimbingan rohani Islam, proses pemberian bimbingan rohani Islam di RSI Kendal memiliki kesesuaian dengan kaidah bimbingan rohani Islam karena memiliki dua tujuan utama yang vital yakni lingkup rohani dan perilaku fisik. Dalam lingkup rohani terwujudkan dengan adanya pemahaman terhadap ketetapan Allah tentang hakekat sakit bagi umat Islam serta proses memunculkan ketenangan jiwa atau hati. Sedangkan pada lingkup perilaku, terwujudkan pada pembiasaan pelaksanaan shalat dan do’a sebagai stimulus penyembuh sehingga akan terbentuk pembiasaan ibadah yang akan berakhir pada terbentuknya perilaku yang positif.
5.2. Saran-saran Dari proses penelitian yang dilakukan oleh penulis, maka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait dengan proses bimrohis di RSI Kendal sebagai berikut: 1. Dalam ranah pengetahuan perlu adanya penelitian untuk mengetahui bagaimana hubungan tingkat efektifitas dari pemisahan tersebut dengan proses pemahaman pasien akan nilai ajaran Islam. Hal ini karena RSI Muhammadiyah Kendal menerapkan system pemisahan antara laki-laki dengan perempuan. Dengan demikian, akan dapat diketahui efektifitas dari pemisahan tersebut. 2. Dalam bidang sarana, perlu adanya pertimbangan untuk menambahkan sarana penunjang bimrohis dengan memberikan media audio pada setiap ruangan pasien. 5.3. Penutup Syukur alhamdulillah penulis panjatkan dengan selesainya proses penyusunan skripsi ini. Berkaca pada ungkapan bijak bahwa tak ada gading yang tak retak, maka penulis dengan kerendahan hati memohon kritik dan saran yang bersifat membangun sebagai bahan evaluasi hasil karya ini. Di balik kekurangan dan kesalahan karya ini, penulis berharap semoga karya ini mampu menjadi setitik air dalam lautan ilmu pengetahuan. Amin
DAFTAR PUSTAKA
Adz-Dzaky, Hamdani Bakran, Konseling dan Psikoterapi Islam, Fajar Pustaka, Yogyakarta, 2004 Al-Ghazali (Diterjemahan Muhammad haidar Al-Baqir), Ilmu Dalam Perspektif Tasawuf Al-Ghazali, Karisma, Bandung, 1996 Aziz, Ali, M. Ilmu Dakwah, Kencana, Jakarta, 2004 Brauwer, M.A.W, dkk, Rumah Sakit Dalam Cahaya Ilmu Jiwa, Grafidian Jaya, Jakarta, 1983 Daradjat, Zakiah. 2005. Ilmu Jiwa Agama. Bulan Bintang. Jakarta. ______. 1982. Islam dan Kesehatan Mental. Jakarta. Gunung Agung Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, C.V. Toha Putra, Semarang, 1989 Departemen Pendidikan dan kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1991 Faqih, Aunur Rohim, Bimbingan dan Konseling Dalam Islam, UII Press, Yogyakarta, 2001 Hadi, Sutrisno, Metodologi Research Jilid I, Andi Offset, Yogyakarta, 1983 Koentjaraningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, Gramedia, Jakarta, 1994 Lumenta, Benyamin, Pelayanan Medis (Tinjauan Fenomena Sosial), Kanisius, Yogyakarta, 1989 Mappiere, Andi, Pengantar Konseling dan Psikoterapi, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1996 Musnamar, Tohari, Dasar-Dasar Konseptual Bimbingan Dan Konseling Islam, UII Press, Yogyakarta, 1992 Notosoeditjo, Latipun Moelyono, Kesehatan Mental; Konsep dan Penerapan, UMM Press: Malang, 2002 Poerwodarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1985
Praktinya, Ahmad Watih, Abdul Salam M Sofro, Islam Etika dan Kesehatan, Rajawali, 1986 Priyatno dan Erman Anti, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling, Rineke Cipta, Jakarta, 1999 Umary, Barmawy, Azas-Azas Ilmu Dakwah, Ramadhani, Solo, 1984 Wahidin, H. Khaerul dan Taqiyudin Masyhuri, Metode Penelitian, STAIN Press, Cirebon, 2003. Walgito, Bimo. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Andi Offset, 2004. Winkel, Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan, Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, 1991 Wirawan Sarwono, Sarlito. Pengatar Psikologi Umum. Jakarta: Bulan Bintang, 1982.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: Khusnul Fatiah
NIM
: 1104043
TTL
: Kendal, 15 Agustus 1985
Alamat
: Weleri Gg Pasar RT 03 RW 03
No. Telp
: 08995966959
Pendidikan
: TK An-Nisa SD N I Weleri MTs N Weleri MAN Kendal IAIN Walisongo Semarang